Efficient Market Hypothesis Theory Ada tiga bentuk hipotesa dari teori Pasar yang Efisien (Efficient Market Hypothesis Theory), teori ini sangat berhubungan erat dengan ketersedian informasi di Pasar Modal dan hubungannya terhadap Kondisi harga-harga saham di Pasar Modal. Bentuk-bentuk tersebut antara lain adalah: a. Bentuk lemah (Weak Form): mengasumsikan bahwa semua harga-harga saham mencerminkan seluruh informasi pasar yang tersedia (historis), sehingga informasi harga dan volume perdagangan masa lalu tidak memiliki hubungan dengan arah pergerakan harga-harga pada masa mendatang. Kesimpulannya adalah bahwa investor tidak dapat mengandalkan analisa teknikal di dalam menghasilkan keuntungan di atas normal. b. Bentuk semi-kuat (Semi-strong Form): mengasumsikan bahwa semua harga-harga saham mencerminkan seluruh informasi public non pasar. Harga-harga akan segera “menyesuaikan diri” terhadap semua informasi public yang baru saja diinformasikan. Misalnya: penelitian mengenai saham baru, pengumuman laba dan dividen, perkiraan laba perusahaan, perubahan praktek akuntansi, merger, pemecahaan saham (stock split), atau aksi korporasi (corporate action) lainnya. Kesimpulannya adalah bahwa investor tidak dapat menggunakan analisa fundamental di dalam menghasilkan keuntungan di atas normal. c. Bentuk Kuat (Strong Form): mengasumsikan bahwa semua harga-harga saham mencerminkan seluruh informasi pasar, public, dan sumber-sumber dari dalam perusahaan (pribadi/private/inside) yang tersedia bagi umum. Informasi tersebut mencakup juga informasi yang dapat diperoleh dari hasil analisa fundamental. Kesimpulannya adalah: tidak ada kelompok yang memonopoli akses informasi yang berhubungan dengan harga-harga saham sehingga memperoleh laba di atas normal dengan memanfaatkan informasi dari orang-dalam (inside information). Pasar modal akan menjadi sempurna dimana semua informasi bebas biaya dan tersedia bagi siapa saja pada waktu yang bersamaan.
Implikasi dari teori Pasar yang Efisien (Efficient Market Hypothesis Theory) terhadap manajemen keuangan adalah bahwa perusahaan akan semaksimal mungkin mengusahakan peningkatan kinerja keuangan perusahaan lebih baik dari tahun ke tahunnya misalnya saja dengan melakukan aksi korporasi misalnya menerbitkan saham baru, mengumumkan kenaikan laba dan dividen, merger, pemecahaan saham (stock split), atau aksi korporasi lainnya. Dengan adanya teori Pasar yang Efisien maka para analis atau pimpinan perusahaan berusaha keras untuk memaksimalisasikan kerja untuk memberikan kinerja yang terbaik bagi perusahaan. Yang juga kemudian akan berdampak positif bagi posisi perusahaan di pasar modal. Sedangkan kondisi yang terjadi pada kondisi Pasar Modal Indonesia adalah Kondisi Pasar yang belum efisien, yaitu masih berada di dalam kondisi pasar berbentuk semi-kuat (Semi-strong
Form). Dimana kondisi di pasar modal mengasumsikan bahwa semua harga-harga saham mencerminkan seluruh informasi public non pasar. Harga-harga akan segera “menyesuaikan diri” terhadap semua informasi public yang baru saja diinformasikan. Misalnya: penelitian mengenai saham baru, pengumuman laba dan dividen, perkiraan laba perusahaan, perubahan praktek akuntansi, merger, pemecahaan saham (stock split), atau aksi korporasi (corporate action) lainnya. Kesimpulannya adalah bahwa investor tidak dapat menggunakan analisa fundamental di dalam menghasilkan keuntungan di atas normal. Kecuali penggunaan analisa fundamental untuk tujuan Investasi Jangka Panjang seperti apa yang dilakukan oleh Warren Buffet. Penggunaan analisa fundamental memegang peranan sangat penting, karena dengan menggunakan analisa fundamental maka kita dapat dengan tepat memprediksi masa depan perusahaan dengan menggunakan konsep-konsep diantaranya Value of the Firm, Discounted Value, Residual Income, dll. Analisa fundamental tidak mengandalkan trend atau pergerakan siklis dari harga saham, seperti apa yang dilakukan oleh analisa teknikal. Analisa fundamental lebih banyak menggantungkan dirinya kepada kinerja Laporan Keuangan. Kadangkala sebagian analis di Pasar Modal melakukan “Financial and Cash Flow Statement Recast” menggunakan informasi yang ada pada Notes to Financial Statement untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai kinerja keuangan perusahaan, dengan memasukkan dan mengeluarkan kembali transaksi-transaksi yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan secara signifikan. Dengan dilakukannya Recast maka analis kemudian dapat memperhitungkan kondisi perusahaan dalam beberapa waktu yang akan datang.
1. Pengertian Efficincy Market hypotesis
Secara umum efisiensi pasar didefinisikan oleh Beaver (1968) sebagai hubungan antara hargaharga sekuritas dengan informasi.
Pengertian Pasar Modal Efisien (Efficient Market Hypothesis / EMH) adalah Pasar sekuritas yang quickly dan fully reflect semua informasi relevan yang tersedia. Konsekuensi Pasar Efisien: –
Penyesuaian harga terjadi cepat atas kedatangan informasi baru.
–
Harga sekuritas merefleksi semua informasi relevan yang tersedia.
–
Informasi baru bersifat tidak terprediksi. Karena itu, perubahan harga dari waktu ke waktu terjadi secara independen satu dengan lainnya (random fashion)
Menurut Fama terdapat tiga bentuk utama dari efisiensi pasar berdasarkan bentuk informasinya.
2. Bentuk EMH Menurut Fama terdapat tiga bentuk utama dari efisiensi pasar berdasarkan bentuk informasinya. Tiga Bentuk EMH tersebut antara lain :
a. Bentuk EMH - Weak Form • Harga sekuritas merefleksi semua data tentang harga masa lalu. Implikasinya adalah investor tidak dapat memperoleh abnormal return secara konsisten dengan menggunakan informasi harga masa lalu. • Harga sekuritas menyesuaikan dengan data pasar secara quickly and fully
b. Bentuk EMH - Semistrong Form • Harga merefleksi semua informasi publik yang tersedia. Implikasinya adalah investor tidak dapat secara konsisten mendapatkan abnormal return dengan menggunakan informasi publik yang tersedia.
• Investor tidak dapat bereaksi terhadap informasi publik baru setelah pengumuman informasi tersebut dan mengharapkan abnormal return. c. Bentuk EMH - Strong Form Harga merefleksi semua informasi, baik informasi publik maupun informasi privat. Implikasinya adalah investor tidak dapat secara konsisten mendapatkan abnormal return dengan menggunakan informasi publik dan informasi privat.
3. Market Efficiency, Long Term Return, and Behavioral Finance (Eugene F. Fama, 1997) Fama, Fisher dan Jansen memperkenalkan hasil dari bukti yang berguna tentang bagaimana harga saham direspon oleh informasi. Kebanyakan pembelajaran fokus pada nilai pengembalian dalam jangka pendek. Keuntungan model ekspektasi pengembalian tidak memberikan efek besar dalam penarikan kesimpulan tentang pengembalian abnormal. Fama berpendapat bahwa Pasar dapat dikatakan efisiensi karena adanya 2 alasan utama , yaitu : 1. Pada pasar efisien menunjukkan bahwa harga cenderung bereaksi berlebihan (overreaction) terhadap suatu informasi. Tetapi, frekuensi munculya underreaction akan sama dengan jumlah frekuensi munculnya overreaction, sehingga dari kejadian anomali ini akan membentuk suatu market efficiency. 2. Apabila anomali pengembalian jangka panjang sangat besar hal ini tidak dapat dijadikan suatu peluang, maka hal ini membuat pembagian antara overreaction dan underreaction mendorong terjadinya market effiency. Permasalahan dalam mengembangkan keseluruhan pandangan terhadap pembelajaran pengembalian jangka panjang adalah ia jarang sekali menguji sebuah alternatif khusus terhadap effisiensi pasar. Akan tetapi alternatif hipotesisnya samar-samar, ineffisiensi pasar, ini tidak dapat diterima. Seperti semua model, effisiensi pasar (hipotesis bahwa harga seutuhnya / sesungguhnya mencerminkan keberadaan informasi) adalah kesalahan deskripsi terhadap pembentukan harga. Tetapi apabila mengikuti peraturan standar, effisiensi pasar hanya bisa ditentukan dengan model spesifik atas pembentukan harga, itupun berpotensi ditolak melalui pengujian empirik. 3.1 Over-reaction - under-reaction : Over View
Debond dan Thaler (1985) menyatakan bahwa ketika saham berada dalam posisi 3 sampai dengan 5 tahun pengembalian yang lewat, pemenang sebelumnya cenderung menjadi kalah dimasa mendatang dan sebaliknya. Mereka menghubungkan pengembalian jangka panjang reversal ini ke investor yang over-reaction. Dalam membentuk suatu ekspektasi, investor terlalu berlebihan, terlalu berat untuk performa yang lalu dan terlalu kecil terhadap fakta bahwa performa cenderung kepada mean-revert. Mereka juga mengatakan bahwa over-reaction terhadap informasi masa lalu adalah prediksi umum dalam pengembalian keputusan tingkah laku dari Kahn Eman & Tversky(1982). Dengan demikian satu hal dapat menjadikan over-reaction menjadi prediksi alternatif keuangan tingkah laku dalam market efficiency. Untuk keseluruhan bagian, litelatur anomali tidak dapat diterima dalam disiplin hipotesa alternatif. Sebaliknya, Lakonishok, Sheilefer, Vishny (1994) mereka berpendapat bahwa rasio melibatkan harga saham yang mewakili performa terdahulu. Perusahaan dengan rasio penghasilan dan harga (E/P), cashflow to price(C/P), book to market equity ( BE/ME), condong memiliki pertumbuhan penghasilan masa lalu yang kuat. Karena pasar over-reaction dari pertumbuhan pada masa lalu, maka akan sangat mengejutkan ketika penghasilan tumbuh dengan berarti dan sebaliknya. Kesimpulannya, tingginya E/P, C/P, BE/ME saham (pelaku lalu yang lemah) memiliki tingkat pengembalian yang rendah dimasa mendatang. Mitchell dan Stafford(1997) mengatakan bahwa SEOs (Seasoned Equity Offerings) memiliki pengembalian saham yang kuat dalam jangka waktu 3 tahun sebelum diterbitkan. Hal ini dibenarkan untuk menganggap bahwa pengembalian yang kuat ini merefleksikan pendapatan yang kuat. Ini juga dapat dipercaya untuk menganggap bahwa IPO memiliki pendapatan masa lalu yang kuat untuk diperlihatkan ketika go-public di bursa. Apabila pasar tidak mengerti bahwa pertumbuhan pendapatan tertuju pada pengertian “revert” (kembali) harga saham saat “equity issue” (IPO/SEO) adalah terlalu tinggi. Apabila pasar secara berangsur-angsur menyadari kesalahannya, over-reaction sebelum pertumbuhan penghasilan akan diperbaiki perlahan-lahan dimasa mendatang
3.2 Behavioral models of under-reaction and over-reaction Terdapat dua model tingkah laku yang diajukan oleh Barberis, Shleifer, Vishny / BSV Model (1996) dan Daniel, Hirshleifer, Sebramanyam / DHS Model (1997) untuk menjelaskan bagaimana pendapat yang cenderung oleh investor dalam menghasilkan over-reaction di satu sisi dan under-reaction di sisi lain. BSV model termotivasi dari petunjuk kesadaran Psikologi dalam dua pendapat yang bias. (i) bias representatif (Kahmen&Tversky 1982) orang-orang memberikan beban yang terlalu besar dalam pola susunan didalam data tetapi terlalu kecil dari populasi yang menghasilkan data itu. (ii) konservatif (Edwards 1968) perubahan yang terjadi sangat perlahan dalam pembaharuan.
Dalam model harga saham yang disimpulkan BSV, ia meliputi dua keputusan bias, penghasilan secara acak, tetapi investor keliru terhadap dua rezim pendapatan. Rezim A dimana investor mengasumsikan bahwa pendapatan merupakan mean-reverting. Ketika investor berpegang pada rezim A, harga saham tidak bereaksi (under-reaction) terhadap perubahan pendapatan karena investor salah mengira kalau perubahan itu dianggap sementara. Dalam rezim B dimana pemikiran investor tidak begitu mirip bahwa pendapatan berganti dalam gelagat yang sama untuk mengarahkan para investor bahwa pendapatan perusahaan adalah dari penjualan investor meyakinkan bahwa rezim B adalah sangat tidak tepat “extrapolate” dan saham over-reaction. Karena pendapatan adalah acak, over-reaction terlihat melalui pendapatan masa depan menjadi patokan dalam pengembalian reversal jangka panjang. Rezim A dalam model BSV terbentuk dari penemuan momentum jangka pendek dalam pengembalian saham (Jegadeesh&Tijman 1993) dan penemuan dalam penundaan respon harga pasar jangka pendek untuk penghasilan yang diberitahukan (Ball & Brown 1968). Bernard dan Thomas (1990), rezim B menjelaskan pengembalian recersal jangka panjang dari Debont dan Thaler (1985) dan sebuah pengembalian yang bertentangan dengan strategy investasi (Lakonisnok, Shleifer dan Vishny 1994). Prediksi dari rezim B adalah pemutaran pengembalian abnormal jangka panjang. Spesifiknya, secara terus menerus pengembalian “pre-event” jangka panjang adalah suatu bukti dari pasar yang over-reaction dimana seharusnya pada akhirnya akan dikoreksi dalam pengembalian “post-event” Singkatnya, BSV model baik dalam anomali yang dibuat untuk dijelaskan. Tapi prediksi ini, dalam pengembalian reversal jangka panjang tidak melingkupi jangkauan jangka panjang dalam hasil observasi didalam literatur. Melihat keseluruhan, literatur pengembalian jangka panjang terlihat lebih konsisten dengan prediksi market efficiency bahwa pengembalian jangka panjang berkelanjutan dan pengembalian reversal jangka panjang adalah sama dengan berakhir dengan kemungkinan yang terjadi. DHS model memiliki dasar perbedaan yang berbeda dari BHS model. Dalam DHS, ada informed investor dan uninformed investor. Uninformed investor bukanlah subjek dalam bias keputusan, tapi harga saham ditentukan dari informed investor dan mereka subjek dari 2 bias (wefeconfidence & self attribution bias) mereka dipercaya (over confidence memimpin mereka untuk membesar-besarkan keseksamaan mereka dalam isyarat pribadi dalam nilai saham. Overreaction adalah untuk informasi private dan under-reaction untuk informasi publik yang condong untuk menghasilkan kelanjutan jangka pendek dalam pengembalian saham. Tapi reversal jangka panjang yang sebagai informasi publik biasanya meliputi bias tingkah laku. Berdasarkan perbedaan tingkah laku memberi harapan, prediksi DHS adalah berdekatan dengan BSV. DHS membuat prediksi yang spesial mengenai apa yang dikatakan selective events. Semua peristiwa itu ada untuk mendapatkan keuntungan dari mispricing saham sebuah
perusahaan. Contohnya, manajer memberitahukan stock issue ketiha harga saham dari perusahaan terlalu tinggi, atau mereka melakukan repurchase share ketika harga saham terlalu rendah. Sinyal publik menghasilkan dengan segera respons harga yang menyerap beberapa dari mispricing tersebut. Tetapi dalam DHS model, pemberitahuan periode respons harga tidak lengkap karena informed investors memiliki kepercayaan yang utama mengenai nilai saham. Pada akhirnya, mispricing sepenuhnya diserap sebagai informasi publik yang menetapkan informasi yang berarti dengan adanya event announcement.
3.3 Drawing Inferences from Long-Term Returns Fama menekankan bahwa efisiensi pasar harus diuji bersama-sama dengan model untuk expected (normal) returns. Masalahnya, semua model untuk expected returns memiliki gambaran yang tidak lengkap mengenai model sistematik dalam average returns selama periode sample. Hasilnya, uji dari efisiensi ini selalu terkontaminasi oleh bad-model problem.
A. Bad-Model Problem Bad-model problem memiliki dua tipe. Pertama, asset pricing model hanyalah sebuah model dan maka dari itu tidak lengkap dalam menggambarkan expected returns. Kedua, bahkan jika ada model yang benar, periode sample menghasilkan penyimpangan sistematik dari prediksi model, adalah, model sample spesifik dalam average returns yang patut diberi kesempatan. Jika sampel event tidak sesuai dengan model sample yang spesifik dalam average returns, keganjilan yang tidak sebenarnya akan naik bahkan dengan menggunakan penyesuaian risiko asset pricing model yang sebenarnya. Satu pendekatan untuk membatasi bad-model problem dengan asset pricing model menggunakan firm-spesific model untuk expected returns. Tidak seperti bentuk asset pricing model, market model dan perbandingan pendekatan periode menghasilkan estimasi firm-spesific expected return; maksudnya, stock’s expected return diestimasi tanpa menahan atau memaksa cross-section dari expected returns. Jadi, pendekatan tersebut dapat digunakan untuk studi reaksi dari harga saham untuk firm-spesific event (splits, earnings, dan lain-lain). Tetapi mereka tidak dapat mengidentifikasi keganjilan yang ada pada cross-section dari average returns.
B. The Return Metric Average monthly abnormal returns (AARs atau CARs) dapat menghasilkan kesimpulan yang berbeda dengan buy-and-hold abnormal returns (BHARs). Equal-weight returns menghasilkan perbedaan hasil dengan value-weight return. Dan kegagalan untuk menghitung cross-corelation dari event firm returns sepanjang post-event periods dalam menggunakan kesimpulan. The Return Metric Theoritical Issues
Pada prinsipnya, model keseimbangan pasar secara bersama-sama diuji dengan menggunakan efisiensi pasar yang spesifik dari unit setiap waktu dalam pengembalian. Contohnya, jika sebuah model menentukan titik keseimbangan dalam term dari monthly expected returns, average monthly returns akan menjadi metric yang digunakan untuk menguji efisiensi pasar. Untuk menguji seberapa besar tanggapan pasar selama lebih dari periode dibandingkan dengan per bulannya., dapat menggunakana rata-rata (AARs) atau menjumlahkan (CARs) average monthly abnormal returns. Diawali dengan FFJR (1969), AARs dan CARs menjadi pendekatan yang biasa digunakan untuk menguji long-term returns. Kritik dari pendekatan ini adalah average monthly returns tidak akurat dalam mengukur return untuk investor yang memiliki sekuritas selama post-event period. Pengalaman investor dalam jangka panjang lebih baik ditangkap dengan menyusun (mengcompound) returns jangka pendek untuk memperoleh long-term buy-and-hold (BH) returns. Pengujian formal untuk abnormal returns akan menggunakan apa yang disebut dengan return metric untuk mengestimasi expected (normal) returns. The Return Metric Statistical Issues AARs dan CARs juga memiliki sedikit masalah statistical dibanding dengan BHARs long-term. Barber dan Lyon (1997) menyediakan diskusi yang lebih lengkap dari kesimpulan masalah pengujian dalam long-term returns. Tetapi pengujian tersebut memperlihatkan kesimpulan yang lebih sedikit problematis untuk average monthly returns (AARs atau CARs). Dalam paper selanjutnya, Barber, Lyon, dan Tsai (1996) mengembangkan secara lebih lanjut teknik untuk memeriksa beberapa hasil yang ada dari masalah BHARs. Tetapi mereka mengaku bahwa mereka memperbaiki metode BHARs mendapatkan hasil yang tidak lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan metode yang lebih mudah diterapkan untuk monthly AARs atau CARs. Alasannya adalah average monthly returns menjauhkan dari masalah yang dihasilkan dengan compounding monthly returns untuk mendapatkan long-term BHARs. Brav (1997) menekankan bahwa semua metode yang ada untuk menggambarkan hasil dari BHARs, termasuk Barber, Lyon, dan Tsai (1997), gagal untuk sepenuhnya memperbaiki hubungan dari returns across event yang tidak dapat diserap oleh model yang digunakan untuk expected returns. Masalahnya adalah lebih parah dalam long-term BHARs karena banyak perusahaan yang memiliki event dengan waktu yang diberikan selama lima tahun daripada dengan waktu selama tiga hari. Brav (1997) menunjukkan skema lanjutan untuk menyesuaikan hubungan silang dari long-term BHARs dalam kasus yang spesial. Tetapi solusi yang ada sepenuhnya tidak dapat digunakan karena jumlah kovarians return yang diestimasi lebih besar daripada jumlah waktu observasi. Sebaliknya, jika average monthly returns digunakan, akan terjadi solusi penuh untuk masalah cross-correlation. Abnormal returns dapat diestimasi dalam berbagai cara yang masuk akal, contohnya, dengan menyesuaikan pendekatan portfolio perusahaan, atau dengan formal asset pricing model. Rata-rata dan varians dari time-series abnormal portfolio returns dapat
digunakan untuk menguji tanggapan dari average monthly untuk harga saham dalam lima tahun mengikuti event.
Return Metric : Value Weights versus Equal Weights Dalam tinjauan ulang studi individu yang berikut, ditemukan keganjilan dalam post-event kembalian jangka panjang yang secara khas banyak menyusut dan sering tidak nampak ketika perusahaan value-weighted dibanding equal-weighted. Seseorang dapat membantah bahwa pengembalian value-weight itu memberi perspektif yang benar atas suatu keganjilan sebab mereka dengan teliti menangkap total efek kekayaan investor. Tetapi saya lebih memperhatikan permasalahan bad-model. Semua model asset pricing yang umum, termasuk Fama-French (1993), three-factor model, sudahkah permasalahan sistematis menjelaskan tingkat pengembalian rata-rata pada kategori bursa/stock kecil. Karena portfolio pengembalian equal-weight memberi lebih banyak untuk bursa/stock kecil, permasalahan bad-model lebih berat dalam kesimpulan daripada pengembalian equal weight. Dalam Barberis et al (1996), penetapan harga didominasi oleh suatu perwakilan investor, dan tidak ada prediksi bahwa judgment biases dari investor ini lebih berat untuk bursa/stock kecil. Dalam Daniel et al (1997), penetapan harga didominasi oleh investor yang diberitahukan tunduk kepada judgment biases. Investor yang tak diberitahu tidak punya penyimpangan seperti itu. Begitu juga, jika bursa/stock besar menarik lebih banyak bunga/minat dari investor yang diberitahukan (misalnya analists sekuritas), permasalahan mispricing mungkin lebih berat untuk bursa/stock besar. Yang paling penting, bukti psikologi teori tidak nampak untuk mengatakan bahwa perbedaan kelas pada masyarakat menjadi lebih tunduk kepada judgment biases. Penyimpangan yang sama yang mengganggu pelajar (subjek dari kebanyakan eksperimen psikologi teori juga terjadi antar tenaga ahli (lihat acuan di Barberis et al). Psikologi teori, dasar dari perilaku keuangan, tidak nampak menyediakan suatu dasar untuk anggapan yang umum bahwa bursa/stock kecil lebih mungkin untuk mispriced.
4. Reliabilitas dari Studi Individual IPO dan SEO Di antara yang semakin menarik perhatian menyangkut keganjilan pengembalian jangka panjang adalah studi Initial Public Offerings (IPO) dan Seasoned Equity Offering (SEO) dari Loughrand dan Ritter (1995). Mereka menemukan bahwa total kekayaan yang dihasilkan pada akhir tahun kelima jika orang menginvestasikan $ 1 pada setiap IPO atau SEO yang dengan seketika mengikuti event adalah sekitar 70% yang dihasilkan oleh strategi buy and hold (BH)
yang sama, strategi berlaku untuk suatu contoh bursa/stock yang sebanding dengan besarnya IPO dan SEO. IPO dan SEO dengan jelas memiliki pengembalian jangka panjang yang lemah sepanjang periode sample (Loughran-Ritter : 1970-1990). Sepanjang periode Loughran-Ritter, variabel yang dikenal dihubungkan dengan pengembalian rata-rata bursa/stock meliputi ukuran dan book to market equity -buku untuk menjual hak kekayaan (BE/ME) [Fama and French (1992)], dan pengembalian jangka pendek masa lampau [Legadeesh and Titman (1993)]. Karena pengembalian buy and hold jangka panjang dalam Loughran and Ritter hanya mengendalikan untuk ukuran, hasil mereka mungkin dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang secara sistematis berhubungan dengan tingkat pengembalian rata-rata. Hrav dan Gompers (1996) membandingkan tingkat pengembalian BH lima tahun pada IPO dengan tingkat pengembalian pada portfolio yang memenuhi IPO pada ukuran dan BE/ME tetapi mengeluarkan/meniadakan SEO seperti halnya IPO. Kekayaan relatif 5 tahun (perbandingan lima tahun kekayaan BH untuk IPO kepada kekayaan lima tahun BH untuk benchmarks) naik dari sekitar 0,7 dengan ukuran benchmarks dalam Loughran dan Ritter ke sedikit lebih dari 1,0 ( itu menjadi keganjilan yang tidak nampak) ketika benchmarks mengendalikan untuk BE/ME seperti halnya ukuran. Dengan cara yang sama, Brav, Geezy, dan Gompers (1995) menemukan bahwa tingkat pengembalian lima tahun BH pada SEO mendekati perihal ukuran portfolio non event dan BE/ME. Brav dan Gompers (1996) dan Brav et al (1995) juga menemukan bahwa ketika IPO dan SEO adalah value-weighten, lima tahun tingkat pengembalian BH abnormal banyak menyusut, juga benchmark. Untuk IPO, bobot nilai kekayaan relatif 5 tahun adalah 0,86 atau lebih besar untuk semua benchmarks dan sebanyak empat dari enam benchmarks menghasilkan kekayaan relatif lebih dari 0,9. Untuk SEO, bobot nilai kekayaan relatif lima tahun adalah 0,88 atau lebih besar untuk semua benchmarks: sebanyak tiga dari enam adalah lebih dari 0,98. Pesannya adalah bahwa banyak saham IPO dan SEO yang sangat kecil, dan mereka berpengaruh dalam peninjauan tingkat pengembalian ketika sampel perusahaan dihargai sama. Hasil ini umum. Kita akan lihat keganjilan yang secara khas banyak menyusut ketika dipandang dalam kaitannya dengan value-weight returns. Loughran dan Ritter (1995), Brav dan Gompers (1996), dan Brav et al (1995) tidak dilibatkan dalam permainan treacuerous pada penggambaran kesimpulan statistik dari tingkat pengembalian BH jangka panjang. Kesimpulan mereka didasarkan pada tingkat pengembalian rata-rata setiap bulan. Setiap bulan mereka menghitung tingkat pengembalian pada portfolio yang berisi semua perusahaan dengan IPO atau SEO dalam lima tahun terakhir. Ke tiga model faktor Fama dan French (FF 1993) kemudian dipergunakan untuk memperkirakan portfolio tingkat pengembalian abnormal. Rata-rata tingkat pengembalian abnormal bulanan sepanjang periode post-event lima tahun adalah intercept, αp, dalam regresi time series.
(1) Rpt – Rft = ap- bp (Rmt – Rft) – spSMB – hpHMS + εpt Di mana Rpt adalah tingkat pengembalian bulanan pada portfolio IPO atau SEO, Rft adalah tingkat tarif surat hutang jangka pendeksatu bulan, Rmt adalah tingkat pengembalian bulanan pada portfolio bobot nilai pasar dari saham NYSF, AMEX, dan NASDAQ. SMB adalah perbedaan antara tingkat pengembalian pada portfolio dari saham besar dan kecil (di bawah atau di atas nilai tengah/median NYSE), dan HMS adalah perbedaan antara tingkat pengembalian pada portfolio saham-saham BE/ME tinggi dan rendah (di atas dan di bawah 0,7 dan 0,3 fractiles BE/ME). Brav et al (1995) memperkirakan perpotongan dalam (1) untuk portfolio equal and value weight menyangkut SEO periode sampel 1975-92 mereka. Perpotongan untuk portfolio equalweight adalah -0,42 % per bulan (t=-4,8), tetapi perpotongan untuk portfolio value-weight adalah -0,14 % per bulan (t=-1,18). Dengan cara yang sama, Brav dan Gompers (1996) menemukan bahwa perpotongan untuk portfolio equal and value weight dari IPO yang tidak backed by venture capitalists adalah -0,52 % (t=-2,80) dan -0,29 % (t=-1,84). Karena IPO yang didukung oleh spekulasi kapitalis, perpotongannya sedikit positif. Loughran dan Ritter (1995) hanya menunjukkan regresi yang menggabungkan IPO dan SEO, tetapi hasil mereka serupa; ketika portfolio value-weight digunakan, tingkat pengembalian abnormal secara ekonomis dan secara statistik mendekati nol. Karena kesimpulan tentang tingkat pengembalian abnormal dari perkiraan (1) pada tingkat pengembalian portfolio rolling post-event adalah umum di dalam licerature keganjilan yang terbaru, adalah penting untuk mencatat tiga permasalahan potensial. Pertama, karena perusahaan-perusahaan pada peristiwa di mana portfolio berubah dengan berjalannya waktu, slope/kemiringan yang benar pada faktor resiko dalam (1) adalah variasi waktu. Mitchell dan Stafford (1997) mengkonfirmasikan itu untuk tiga peristiwa penting (merger/penggabungan, hak membeli kembali bagian saham, dan SEO), perubahan dalam komposisi dari portfolio peristiwa menghasilkan variasi yang penting dalam slopes (1). Untuk SEO, mereka menemukan bahwa perpotongan untuk periode 1960-93 mereka untuk portfolio equal and value weight turun dari -0,38 (t=4,47) dan -0,14 (t=-1,50) dalam regresi kemiringan yang tetap, menuju -0,24 (t=-3,64) dan -0,07 (t=-0,81) dalam regresi yang mengizinkan kemiringan untuk bervariasi dengan berjalannya waktu. Kedua, banyaknya perusahaan pada peristiwa di mana portfolio berubah dengan berjalannya waktu, menciptakan heteroscedasticas bersifat sisa yang dapat mempengaruhi kesimpulan tentang perpotongan. [Solusi untuk masalah ini seperti dalam Jaffe (1974) dan Mandelker (1974) kelihatannya suatu teknologi yang hilang]. Ketiga, tetapi mungkin yang paling utama, FF (1993) menunjukkan bahwa ketiga model faktor bukanlah suatu cerita sempurna untuk tingkat pengembalian rata-rata. Masalah bad model ini dapat menghasilkan keganjilan palsu dalam peristiwa pembelajaran. Sebagai contoh, IPO dan
SEO cenderung untuk perusahaan BE/ME kecil. FF (1993) menunjukkan bahwa ketiga model faktor memperkirakan terlalu tinggi tingkat pengembalian rata-rata pada perusahaan seperti itu sepanjang periode sampel IPO-SEO. Masalah bad model ini dapat menjelaskan mengapa perkiraan (1) pada portfolio equal weight IPO dan SEO menghasilkan perpotongan negatif yang dapat dipercaya, tetapi perkiraan portfolio value weight menghasilkan perpotongan yang mendekati nol. Hal ini dapat menjelaskan juga mengapa perpotongan dalam (1), dimana pengendalian untuk pemuatan atas faktor resiko yang berhubungan dengan ukuran dan BE/ME, menyarankan pengembalian abnormal post-event untuk portfolio IPO dan SEO equal weight. Tetapi dengan benchmark langsung yang menyesuaikan pada ukuran dan BE/ME, tingkat pengembalian yang abnormal sebagian besar tidak muncul. Saya menekankan, bagaimanapun, bahwa hasil untuk IPO dan SEO tidak menyiratkan bahwa benchmark itu yang menyesuaikan ukuran dan BE/ME selalu lebih unggul untuk memperkirakan tingkat pengembalian abnormal sebagai perpotongan dari (1) semua metode untuk memperkirakan tingkat pengembalian yang abnormal adalah bergantung pada permasalahan bad model, dan tidak ada metode yang mungkin untuk memperkecil permasalahan bad model untuk semua kelas peristiwa. Pesan umum yang penting dari hasil IPO-SEO adalah satu perhatian: Dua pendekatan yang nampak berhubungan erat (kedua-duanya berusaha untuk mengendalikan variasi dalam tingkat pengembalian rata-rata yang berhubungan dengan ukuran dan BE/ME) dapat menghasilkan banyak perkiraan yang berbeda dari tingkat pengembalian abnormal jangka panjang. Mergers Asquith (1983) and Agrawal, Jaffe, dan Mandelker (1992) menemukan tingkat pengembalian abnormal yang negatif untuk memperoleh perusahaan untuk mengikuti pengumuman merger lima tahun. Penggunaan suatu sample yang menyeluruh untuk 1960-93, Mitchell dan Stafford (1997) juga menemukan tingkat pengembalian abnormal negatif jangka panjang untuk memperoleh perusahaan. Karena studi ini menghasilkan hasil serupa, saya memusatkan pada Mitchell dan Stafford (MS 1997). MS menemukan bahwa ketiga tahun tingkat pengembalian post-event BH untuk memperoleh perusahaan equal weighted adalah pada rata-rata 4% lebih rendah dari untuk portfolio yang disesuaikan untuk memperoleh perusahaan atau ukuran dan BE/ME. Dalam terminologi ekonomi, ini bukanlah suatu keganjilan dramatis. Untuk kesimpulan formal, MS memperkirakan ketiga model faktor (1) pada tingkat pengembalian bulanan atas suatu rolling portfolio yang meliputi perusahaan dengan akuisisi sepanjang tiga tahun terdahulu. Ketika pengakuisisi dihargai sama, perpotongan dalam (1), itu adalah, rata-rata tingkat pengembalian abnormal bulanan untuk ketiga tahun setelah merger, adalah -0,25 % per bulan (- 25 titik dasar, t=-3,49), dimana lebih besar dari tetapi tidak rata konsisten dengan tingkat pengembalian BH. Ketika perolehan perusahaan adalah value weighted, perpotongan dalam (1) turun menuju suatu lemah -0,11 % per bulan (t=-1,55). Kemudian, jika ada suatu keganjilan, hal ini lebih penting
untuk perolehan perusahaan yang lebih kecil. Pada akhirnya, MS dan Loughran dan Vijh (1997) menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pengembalian abnormal post-announcement bagi perolehan perusahaan adalah terbatas pada merger yang dibiayai dengan saham, itu adalah, merger yang adalah juga SEO. Ketika merger dibiayai tanpa mengeluarkan saham, tingkat pengembalian post-event abnormal yang negatif tidak muncul. Saran ini bahwa tidak ada keganjilan merger yang berbeda. Keganjilan merger lainnya mungkin adalah keganjilan SEO dalam penyamaran.
Stock Splits Desai dan Jain pada tahun 1997 menemukan bahwa selama 17 tahun terhitung dari tahun 1975. Stock Split akan diikuti oleh adanya pengembalian abnormal yang positif dengan nilai berkisar 7 % dalam waktu setahun setelah pemecahan saham terjadi. Pengembalian yang abnormal tersebut diperhitungkan dengan patok banding (benchmarks) yang mengontrol ukuran, BE/ME, dan return setelah setahun. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melakukan pembuktian apakah pengembalian abnormal tersebut nyata atau tidak adalah dengan melakukan perhitungan pada sample periode yang berbeda. FFJR (1969) menghitung perhitungan dengan periode waktu 33 tahun, dimana ia menemukan tidak adanya penyimpangan secara kumulatif terhadap pengembalian yang abnormal. Di sini dapat terlihat bahwa selama tahun 1975 – 1991 keabnormalan tersebut tidak nyata, kecuali jika pasar pada saat itu menjadi inefisien. Desai dan Jain (1997) pada penelitiannya memberikan bukti-bukti yang murni mengenai kesukaran yang terdapat pada metode buy-and-hold abnormal return (BHARs) untuk menetapkan bahwa pada pengembalian jangka panjang terdapat penyimpangan dengan stock split. Sedangkan Mitchell dan Stafford (1997) menegaskan bahwa BHARs akan mengalami pertumbuhan pengembalian sekali pun tidak terdapat pengembalian abnormal setelah satu periode.Selama masa periode 1975-1991, pengembalian abnormal berada pada angka 7 % pada tahun pertama setelah terjadi pemecahan, namun angka tersebut turun sampai hampir mendekati 0 % pada tahun kedua. Pada tahun ketiga terjadi perubahan drastis dimana angka pengembalian naik menjadi 12 %.
Self Tender dan Share Repurchase Lakonishok dan Vermaelen (1990) melakukan perhitungan terhadap pengembalian jangka panjang yang diikuti oleh adanya penawaran self tender (penawaran yang dilakukan oleh perusahaan kepada share holder-nya) selama periode 1962-1986. Lakonishok, Vermaelen, dan
Ikenberry (1995) melakukan perhitungan untuk pengembalian jangka panjang yang diikuti oleh share repurchases pada periode 1980-1990. Dengan metode MS dapat ditemukan bahwa selama tiga tahun setelah BHARs, diperhitungkan secara relatif dengan portofolio yang sesuai, sebesar 9 % untuk self tender (475 kejadian) an 19 % untuk share repurchases. ketika terjadi perhitungan terhadap tiga faktor regresi, dimana pengembalian bulanan pada portofolio yang seimbang (terdapat share repurchases dan self tender) terdapat angka yang lemah yaitu 0.11% per bulan. Perpotongan antara bobot nilai self tender dan share repurchases pada portofolio adalah -0.03 % basis point bulanan. sedangkan petunjuk signifakan lainnya yang bersifat ekonomi dan statistic hilang secara keseluruhan.
Exchange Listing Dharan dan Ikenberry (1995) menemukan bahwa selama masa periode 1962-1990, saham yang baru terdaftar di NYSE atau saham yang berpindah dari NASDAQ ke AMEX memiliki pengembalian abnormal yang negatif. Ketika pengembalian disesuaikan dengan resiko yaitu menggunakan portofolio yang sesuai yang dibentuk berdasarkan ukuran dan BE/ME maka tingkat pengembalian abnormal rata-rata selama tiga tahun berada pada angka -7.02 %. Selain itu mereka berdua juga menemukan bahwa pengembalian abnormal yang negatif hanya terjadi pada perusahaan dengan ukuran yang berada di bawah NYSE dan AMEX, dengan kata lain kelainan ini hanya akan terjadi pada saham perusahaan kecil. Mitchell dan Stadfford (1997) menawarkan pandangan yang konkrit tentang bagaimana level yang seharusnya signifikan dapat menekan dikarenakan kegagalan akan penyesuaian untuk jarak korelasi perusahaan pada pengembalian abnormal yang terjadi. Dengan menggunakan Model Tiga Faktor, mereka mengkalkulasi standar deviasi dari pengembalian abnormal dari portofolio perusahaan setelah adanya exchange listing selama periode 36 bulan.
Dividend Initiations and Omissions Michaely, Thaler, dan Womack (1993) menemukan pada periode 1964-1988, perusahaan yang melakukan pengajuan dividen memiliki tingkat pengembalian abnormal saham yang positif setelah tiga tahun, dan untuk perusahaan yang melakukan pengabaian dividen memiliki hal yang sebaliknya. Brav (1997) dengan menggunakan sampel yang sama, menemukan bahwa pengembalian abnormal setelah tiga tahun yang diikuti oleh pengajuan saham akan menghilang dengan adanya patok banding yang mengontrol ukuran dan BE/ME perusahaan. Sedangkan Michaely (1995) memperlihatkan bahwa pengembalian abnormal yang negatif dan diikuti dengan adanya pengabaian dividen t rkonsentrasi dalam jumlah besar pada periode pertengahan kedua dari sampel 1964-1988. Semua ini bermuara pada kesimpulan mengenai pengambalian
jangka panjang diikuti oleh perubahan yang terjadi pada dividen seharusnya menunggu sampai terdapat pengetesan diluar sampel. Saham yang under-react akan terjadi karena pasar meremehkan informasi pada pengumuman dividen terhadap pendapatan di masa yang akan datang.
Spin-offs Cusatis, Miles, dan Woolridge (1993) mempelajari pengembalian setelah adanya kegiatan spin-off dan perusahaan induknya. Masing-masing perusahaan induk dan anak perusahaan hasil spin-off memiliki pengembalian abnormal yang positif pada tiga tahun setelah adanya kegiatan tersebut. Namun bagaimanapun juga pengembalian abnormal dibatasi oleh kegiatan perusahaan yang diperoleh dari merger. Pada intinya, pasar tidak secara tepat menilai peningkatan probabilitas dari pengambilalihan dan pembelian semua saham premium yang terjadi setelah spin-off.
Proxy Contest Ikenberry dan Lakonishok (1993) melakukan pengujian terhadap keuntungan saham yang terjadi setelah adanya proxy contest pada periode 1968-1987, mereka menemukan pengembalian abnormal yang negatif setelah kejadian tersebut secara relatif terhadap patok banding perusahaan yang mengontrol pasar β dan ukuran perusahaan. Hasil dari keseluruhan kegiatan proxy contest, pengembalian abnormal dari hasil kegiatan tersebut secara statistikal tidak dapat diandalkan. Pengembalian abnormal hanya secara statistikal dapat diandalkan untuk 50 odd proxy contest dimana pihak-pihak yang tidak sepakat memenangkan hak perwakilannya.
Kesimpulan Konsisten dengan hipotesis dari pasar efisien bahwa keganjilan (pengambalian abnormal) tersebut secara jelas merupakan hasil dari over-reaction pasar terhadap harga saham untuk informasi, sama halnya yang terjadi terhadap under-reaction. Selain itu kontinuitas dari kejadian setelah dan sesudah pengembalian abnormal memiliki frekuensi yang sama dengan pembalikan yang terjadi setelah kejadian dari pengembalian abnormal. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah pengembalian jangka panjang itu sangat rapuh. Mereka cenderung untuk menghilang dengan alasan perubahan dalam mana mereka diukur.
5. The Efficient Market Hypothesis and Its Critics ( Purton G. Malkil, Princeton University, April 2003
Hipotesis efisiensi pasar diasosiasikan dengan ide “random walk”, dimana jangka waktu yang hilang digunakan dalam literatur keuangan untuk menentukan karakteristik harga dimana semua harga kemudian berubah mewakili random departures untuk harga yang sebelumnya. Logika dari ide random walk adalah aliran dari informasi yang tidak menjadi halangan dan informasi dengan segera direfleksikan dalam harga saham, kemudian esok hari harga berubah dan akan dibalikkan hanya pada esok hari yang baru dan akan menjadi tidak berpengaruh dari harga yang berubah hari ini.
A Non-Random Walk Down Wall Street Short-term Momentum Including Underreaction to New Information Randomness dalam harga saham dilihat dari ukuran hubungan short-run serial antara perubahan harga saham yang berturut-turut. Secara umum, hal ini mendukung pandangan bahwa bagaimana harga saham yang berlaku di masa lalu tidak berlaku untuk meramalkan berapa harga saham yang berlaku di masa depan. Lo dan MacKinlay (1999) menemukan bahwa hubungan short-run serial adalah tidak nol dan adanya perpindahan berturut-turut yang terlalu banyak dalam arah yang sama memungkinkan mereka untuk tidak menerima hipotesis berlakunya harga saham seperti random walks. Masing-masing investor melihat harga saham meningkat dan digambarkan ke dalam pasar dalam jenis “bandwagon effect”. Contohnya, Shiller (2000) menggambarkan kenaikan dalam pasar saham di U. S. selama akhir 1990an sebagai hasil dari psikologikal yang irrasional. Penganut paham Behavior menawarkan penjelasan lain untuk bentuk short-run momentum dengan tujuan untuk mengurangi reaksi investor terhadap informasi yang baru. Akibat penting dari pemberitahuan yang baru adalah hanya memegang selama lebih dari periode waktu yang ada, harga saham akan memperlihatkan positive serial correlation yang ditemukan oleh investigator. Bagaimanapun juga, terdapat beberapa faktor yang mencegah kami dalam menafsirkan hasil empiris yang dilaporkan di atas sebagai indikasi bahwa pasar tidak efisien. Pertama, ketika harga saham mungkin tidak menjadi mathematically perfect random walk, hal ini penting untuk membedakan statistical yang signifikan untuk signifikan ekonomik. Statistical memberikan kenaikan bagi momentum yang terlalu kecil dan tidak memberikan ijin bagi investor untuk menghasilkan excess returns.
Kedua, ketika hipotesis behavioral mengenai bandwagon effect dan underreaction untuk informasi yang baru kedengaran cukup masuk akal, bukti bahwa akibat yang berlaku secara sistematik dalam harga saham lebih sering. Fama menemukan kenyataan bahwa underreaction untuk informasi sama biasanya dengan overreaction, dan post-event continuation dari abnormal returns sama berulang-ulangnya dengan post-event reversals. Ia juga memperlihatkan bahwa banyaknya return anomaly meningkat hanya dalam konteks dari beberapa model khusus, dan hasilnya hilang ketika memperlihatkan model yang berbeda untuk expected ”normal” returns, metode yang berbeda untuk menyesuaikan risiko, dan ketika pendekatan statistik yang berbeda digunakan untuk mengukur semua itu. Long-run Return Reversals Dalam short-run, ketika returns saham diukur melebihi periode dari hari atau mingguan, pendapat yang biasa bertentangan dengan efisiensi pasar merupakan beberapa positive serial correlation. Tetapi banyak studi yang memperlihatkan bukti dari negative serial correlation, yaitu return reversals – over longer holding periods. Contohnya, Fama dan French (1988) menemukan 25-40 % variasi dalam long holding periods returns yang dapat diprediksi dalam term negative correlation dengan pengembalian masa lalu. DeBondt dan Thaler (1995), mengusulkan bahwa overreaction terhadap past event konsisten dengan behavioral decision theory dari Kahneman dan Tversky (1982), dimana investor terlalu percaya diri secara sistematik dengan kemampuannya untuk meramalkan harga saham masa depan atau pendapatan perusahaan untuk masa depan. Mereka memberikan beberapa dukungan untuk teknik investasi yang berhenti dalam strategi yang bertentangan, maksudnya, membeli saham, atau kumpulan saham, yang telah keluar dari keberuntungan selama periode yang panjang dan menjauhkan saham yang memiliki large run-ups melebihi beberapa tahun terakhir. Fluck, Malkiel, dan Quandt (1997) melakukan simulasi dari strategi pembelian saham dalam jangka waktu 13 tahun dimulai pada tahun 1980-an, dimana memiliki pengembalian yang buruk selama tiga sampai lima tahun. Mereka menemukan bahwa saham dengan pengembalian yang buruk selama tiga sampai lima tahun akan memiliki keuntungan yang lebih tinggi untuk periode berikutnya, dan begitu pula sebaliknya. Lebih lanjut, mereka menegaskan bahwa terdapat bukti statistik yang kuat terhadap pembalikan keuntungan. Mereka juga menemukan bahwa keuntungan pada periode berikutnya sangat mirip untuk beberapa kelompok, sehingga mereka tidak dapat menegaskan bahwa pendekatan yang bertentangan dapat menghasilkan keuntungan rata-rata yang lebih tinggi. Seasonal and Day-of-the-week Patterns Banyak ahli yang menemukan bahwa January telah menjadi bulan yang tidak biasa untuk pengembalian pada pasar saham. Keuntungan dari index bobot seimbang saham memiliki kecenderungan untuk secara tidak biasa menjadi tinggi selama dua minggu pertama di awal
tahun. Keuntungan premium sangat jelas terlihat pada saham dengan kapitalisasi total yang kecil. Sedangkan French (1980) secara signifikan membuktikan terdapatnya keuntungan yang lebih tinggi pada hari Senin. Hal tersebut muncul sebagai perbedaan yang sangat signifikan dalam keuntungan rata-rata harian di beberapa negara. Selain itu hal tersebut juga muncul menjadi latar belakang pada keuntungan yang terjadi disekitar peralihan bulan (Lakonishok dan Smidt,1988), sama halnya disekitar hari libur (Ariel,1990). Namun, masalah umum yang terjadi pada latar belakang keganjilan ini, bagaimana pun, adalah bahwa mereka bukan hal yang dapat dipercaya dari waktu ke waktu.
Predictable Patterns Based on Valuation parameters Memprediksikan Keuntungan Masa Depan dari Hasil Dividen Awal Test statistikal yang resmi untuk kemampuan dari hasil dividen untuk meramalkan keuntungan masa depan telah diramalkan oleh Fama dan French (1988) dan Capmbell dan Shiller (1988). Sebanyak 40 % dari variansi pada keuntungan masa depan pada pasar saham secara keseluruhan dapat diprediksi dengan dasar dari hasil saham awal pada index pasar. Hasil dividen pada saham cenderung untuk tinggi ketika tingkat bunga juga tinggi, berlaku pula hal sebaliknya. Oleh karena itu, kemampuan dari hasil awal untuk melakukan prediksi keuntungan mungki secara sederhana menggambarkan penyesuaian dari pasar saham kepada kondisi ekonomi umum. Perusahaan pada abad 21 ini menyukai untuk melakukan program share repurchase bila dibandingkan dengan melakukan penigkatan pada dividen. Selanjutnya, hasil dari dividen mungkin tidak sama pengertiannya dimasa lalu yaitu sebagai faktor yang dapat memprediksi keuntungan ekuiti masa depan. Pada akhirnya, ini menjadi catatan penting bahwa fenomena ini tidak bekerja secara konsisten pada saham individu, sebagaimana yang telah diperlihatkan oleh Fluck, Malkiel dan Quadnt (1997). Investor yang malakukan pembelian pada portofolio saham individu dengan hasil dividen yang tinggi di pasar tidak akan memperoleh terutama sekali tingkat keuntungan saham yang tinggi.
Memprediksi Pengembalian Pasar dari Perkalian Awal Price-Earnings Kemungkinan meramal yang sama untuk pasa secara keseluruhan saat dilakukan demonstrasi untuk dividen, telah diperlihatkan pada rasio price-earnigs. Investor telah memelihara untuk menghasilkan bentangan keuntungan jangka panjang yang besar ketika melakukan pembelian sekumpulan saham di pasar pada perkalian price-earnigs yang secara relatif rendah. Campbell dan shiller (1998) melaporkan bahwa ratio awal price-earnigs dijelaskan dengan 40 % dari variansi keuntungan masa depan. Mereka menyimpulkan bahwa keuntungan dari ekuitas telah dapat diprediksi pada masa lalu untuk tingkat yang lebih lanjut.
Langkah Prediksi Lainnya dengan Latar Belakang Jangka Waktu Penelitian telah menemukan beberapa kemampuan prediksi untuk keuntungan saham berdasarkan pada berbagai statistik keuangan. Fama dan Schwert (1977) menemukan bahwa tingkat bunga jangka pendek yang berhubungan dengan keuntungan saham masa depan. Campbell (1987) menemukan bahwa struktur masa dari tingkat bunga terbentang dan berisi informasi yang berguna untuk meramalkan keuntungan saham. Keim dan Stambaugh (1986) menemukan bahwa rentangan risiko antara hasil dividen perusahaan yang tinggi dan tingkat yang rendah memiliki sejumlah kekuatan prediktif.
Latar Belakang Kemampuan Melakukan Prediksi Secara Cross-Sectional Berdasarkan Karakteristik Perusahaan dan Perhitungan Perameter The Size Effect Salah satu investigator effect yang berpengaruh menemukan kecenderungan selama periode panjang dari waktu untuk saham perusahaan kecil yang menghasilkan keuntungan yang besar dibandingkan dengan saham yang dimiliki oleh perusahaan besar. Fama dan French (1992) melakukan perhitungan data dari tahun 1963 sampai 1990 dan melakukan pembagian terhadap semua saham kedalam beberapa bagian menurut ukurannya. Hasilnya menunjukan kecenderungan untuk saham yang berasal dari portofolio saham lemah memiliki keuntungan rata-rata bulanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian saham yang berasal dari kumpulan saham yang besar. Isu penting di sini bahwa tingkatan dimana keuntungan yang lebih tinggi dari perusahaan yang kecil menggambarkan latar belakang prediksi yang memperkenankan investor untuk memiliki kelebihan dari pengembalian yang telah disesuaikan dengan risiko. Menurut Capital Asset Pricing Model, perhitungan yang benar dari resiko untuk saham adalah ”beta”, ini adalah tingkatan dimana keuntungan dari saham memiliki hubungan dengan keuntungan dari pasar secara keseluruhan. Fama dan French menganjurkan bahwa ukuran mungkin lebih mewakili resiko dibandingkan dengan beta, karena itu penemuan mereka seharusnya tidak ditafsirkan sebagai indikasi bahwa pasar tidak efisien.
Value Stocks Dua metode paling umum untuk mengidentifikasi nilai saham adalah price-earnings ratio dan price-to-book ratio. Saham dengan perkalian price-earnings yang lemah muncul untuk memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan saham dengan price-to-book ratio yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pandangan bahwa investor cenderung menjadi percaya
diri yang berlebih kepada kemampuan mereka untuk memproyeksikan pertumbuhan pendapatan yang tinggi dan selanjutnya membayar lebih untuk saham ”berkembang”. Rasio/perbandingan harga saham ke nilai buku didefinisikan sebagai nilai suatu asset perusahaan dikurangi kewajibannya yang dibagi dengan banyaknya bagian saham yang masih berjalan, telah pula ditemukan untuk menjadi prediksi masa depan yang bermanfaat pada tingkat pengembalian sekuritas yang akan datang. Fama dan French (1992) menyimpulkan bahwa ukuran dan price-to-book-value secara bersama-sama menyediakan kuasa untuk menjelaskan yang pantas dipertimbangkan untuk tingkat pengembalian masa depan dan sekali ketika mereka dibukukan/dihitung, sedikit pengaruh tambahan dapat dihubungkan dengan berbagai P/E. Fama dan French (1997) juga menyimpulkan bahwa efek P/BV adalah penting dalam banyak bursa saham dunia selain dari Amerika Serikat. Hasil seperti itu mengembangkan pertanyaan-pertanyaan tentang efisiensi pasar jika orang menerima, CAPM, seperti dikemukakan Lakonishok, Schleifer dan Vishny (1994). Tetapi penemuan ini tidak perlu menyiratkan ketidakcakapan. Mereka dapat dipastikan mengindikasikan adanya kegagalan yang menyangkut CAPM untuk menangkap semua dimensi resiko.
Kasus Ketidakefisienan yang Tidak Dapat Dibantah Keruntuhan Pasar ( Market Crash ) pada Oktober 1987 Sejumlah faktor secara rasional dapat mengubah pandangan investor tentang nilai yang sesuai dari bursa saham pada Oktober 1987. Untuk satu hal, keuntungan obligasi treasury jangka panjang meningkat dari sekitar 9 persen ke hampir 10,5 persen dalam dua bulan sebelum pertengahan Oktober. Lebih dari itu, sejumlah peristiwa secara rasional sudah meningkatkan persepsi resiko sepanjang dua minggu pertama Oktober. Pada awal bulan, Kongres mengancam untuk memaksakan "pajak merger" yang akan membuat aktivitas merger terhalang oleh biaya tinggi dan dapat mengakhiri kenaikan harga merger secara tiba-tiba. Resiko bahwa aktivitas merger boleh jadi membatasi peningkatan resiko seluruh bursa saham dengan memperlemah disiplin atas manajemen perusahaan yang meyediakan pengganti potensial. Juga, pada awal Oktober 1987, kemudian Sekretaris Treasury James Baker telah mengancam untuk mendorong suatu kejatuhan yang lebih dalam pertukaran nilai dolar, meningkatkan resiko untuk investor asing dan investor domestik. Ketika ini mustahil dalam menghubungkan pergerakan harga saham masing-masing hari ke peristiwa kabar spesifik, tidaklah tidak beralasan untuk menganggapnya berasal dari kemunduran yang tajam pada pertengahan Oktober kepada efek kumulatif sejumlah peristiwa "pokok” yang kurang baik. Harga saham dapat sangat sensitif sebagai hasil tanggapan rasional kepada perubahan kecil dalam tingkat bunga dan persepsi resiko. Anggap saham
dihargai seperti nilai sekarang dari arus dividen masa depan yang diharapkan. Untuk pemegang saham jangka panjang, prinsip penilaian yang rasional ini diterjemahkan kepada suatu rumus: r = D/P + g Di mana r adalah tingkat pengembalian, D/P adalah hasil/keuntungan dividen (yang diharapkan), dan g adalah laju pertumbuhan jangka panjang. Untuk tujuan saat ini, mempertimbangkan r untuk menjadi tingkat pengembalian yang diinginkan untuk pasar secara keseluruhan. Anggap pada awalnya yang "kurangnya resiko" suku bunga pada obligasi pemerintah adalah 9 persen dan itu diperlukan. Saya menambahkan premi berisiko untuk modal investor adalah 2 poin persentase. Dalam hal ini, r akan menjadi 11 persen (0,09+0,02=0,11). Jika laju pertumbuhan saham yang diharapkan secara khusus, g, adalah 7 persen dan jika dividen adalah $4 per share, kita dapat memecahkan untuk harga yang sesuai dari indeks saham (P), diperoleh O,11 = 4/P + 0,07 P = $100 Sekarang asumsi bahwa hasil/keuntungan atas obligasi pemerintah naik dari 9 ke 10,5 persen, dengan tidak ada peningkatan dalam inflasi yang diharapkan, dan persepsi resiko itu meningkat sehingga bursa saham investor sekarang menuntut suatu premi pada 2,5 point persentase sebagai pengganti dari 2 poin dalam contoh yang sebelumnya. Tingkat pengembalian atau tingkat potongan tunai yang sesuai untuk saham, r, naik kemudian dari 11 persen menjadi 13 persen (0,105+0,025), dan harga indeks saham kami turun dari $100 menjadi $66,67. 0,13 = 4/P + 0,07 P = $66,67
The Internet Bubble of the late 1990 Pasar modal lainnya terkadang menyebutkan bahwa paham tingkah laku menyebutkan fakta yang jelas dalam pasar yang tidak dapat diterima, internet bubble yang terjadi diakhir 1990an. Tentu saja kemajuan nilai pasar masuk ke dalam internet dan menghubungkan perusahaan yang hi-tech dimana menjadi bertentangan dengan penafsiran yang rasional. Saya memiliki simpati dengan paham tingkah laku dalam hal ini, dan me review dari Robert Shiller’s (2000) “Irrational Esueberance”. Saya percaya bahwa sektor hi-tech dalam pasar akan mensupport thesisi tersebut. Tetapi ketika kita mulai mengetahui setelah fakta menyebutkan terjadi skala error, terdapat kesempatan arbitrasi yang tersedia untuk investor yang rasional sebelum teori bubble populer.
Penilaian equity stock dalam keadaan tak menentu dimasa mendatang walau bagaimanapun, jika semua partisipan adalah rasional terhadap harga saham sebagai present value dalam semua ekspektasi future cah flow, ini tetap memungkinkan dalam tambahan yang jelas untuk mengembangkan sekarang kita ketahui dengan melihat keuntungan dari masa lalu, bahwa claims asing yang tidak tersupport menjadi diperhatikan dalam pengembangan internet (dan struktur alat telekomunikasi pendukungnya yang dibutuhkan). Kita tahu sekarang sesuatu yang menonjol (projection) untuk tingkat bunga dan masa pertumbuhan itu untuk ekonomi baru, perusahaan tidak berkelanjutan tapi diingat investor profesional berpendapat bahwa penilaian terhadap perusahaan hi-tech adalah layak. Kebanyakan wall street memanfaatkan analis sekuritas termasuk investment banking yang mandiri, itu semua telah direkomendasikan dalam saham internet ke dalam perusahaan institusional dan individual clients secara adil. Sementara, dalam meninjau kembali secara jelas bahwa profesional benar-benar salah, terdapat tidak secara jelas/nyata kesempatan arbitrase yang ada. Ini dapat menjadi tidak sesuai dengan pertumbuhan tingkat bunga dalam analisis sekuritas. Tapi siapa sangka, dengan menggunakan internet dalam waktu doubtly dalam beberapa bulan dalam pertumbuhan ukuran yang asli dari analisis sekuritas. Ketika tidak terdapat kesempatan untuk melakukan arbitrase selama “event internet bubble” yang menyesuaikan pengembalian, dan ketika harga saham akhirnya dapat disesuaikan pada tahap yang lebih masuk akal. Hal ini direfleksikan pada nilai saat ini dari cash flow mereka. Selanjutnya pasar saham mungkin memiliki kegagalan sementara pada peraturannya dalam pengalokasian effisiensi modal ekuitas. Periode bubble adalah pengecualian daripada peraturan dan penerimaan dari kejadian kesalahan pada kejadian adalah harga yang pantas atau sistem pasar yang flexsible yang biasanya melakukan pengalokasian modal yang sangat efektif kepada para penggunanya yang sangat produktif.
The Performance of Professional Investors Pengujian effisiensi pasar yang paling meyakinkan yaitu menguji secara langsung kemampuan manajer dana profesional untuk bekerja dengan baik didalam pasar secara keseluruhan. Tentu jika harga pasar ditentukan oleh investor irasional dan secara sistematis terdeviasi dari estimasi rasional present value korporasi, dan jika mudah untuk menentukan pola yang dapat diprediksi dalam pengembalian sekuritas atau anomali harga, maka manager profesional seharusnya dapat mendapatkan keuntungan dalam pasar. Jika itu terjadi maka akan menjadi suatu bukti yang kuat melawan effisiensi pasar Banyak bukti yang menyebutkan bahwa manager investasi profesional tidak dapat mendapatkan keuntungan dari indeks dengan hanya menggunakan strategy buy and hold. Studi awal mengenai performance telah dilakukan oleh Jensen (1969). Dia menemukan bahwa manager tidak dapat menambahkan nilai dan faktanya cenderung underperform dengan perkiraan
sejumlah biaya yang mereka tambahkan. Malkiel mengulangi studi Jensen dengan data yang lebih baru dan mengkonfirmasi hasil dari studi Jensen (malkiel,1995). Terlebih lagi Malkiel menemukan bahwa tingkat “surviorship bias” dalam data sangat penting. Untuk itu, sekuritassekuritas yang buruk akan di merger kedalam sekuritas yang lain karena itu akan mengubur data buruk. Bias ini mnyebabkan interpretasi data untuk jangka panjang sangat sulit. Bahkan jika menggunakan beberapa tingkat bias dalam penelitian, tidak terdapat argumen yang cukup bahwa investor dapat mendapatkan keuntungan pasar
Point of View Limits arbitrage
Market Efficiency to Buy underpriced asset and Sell overprice asset will adjust the price to correct levels.
Behavioral Finance
Investor buying the overpriced asset and selling the u asset does not have a sure thing. Deviation of parity cou increase in the short run, implying looses for the arbitra Keynes)
Earning Surprises Price will adjust Price will adjust slowly because investors exhibit co immediately to the (Chan, Jegadeesh, Lakonishok). announcement. Size
Average return on a small stocks is quite a bit highe average return on a large stock (D. Keim).
Value vs. Growth Crashes Bubbles
and Market dropped as the result of stock market crash 1987 is not consistent with Market Efficiency.
Securities prices sometimes move wildly above their t Eventually prices fall back to their original level, ca looses for investors.
“We have just lived through the biggest bubble of all tim Burton author of A Random Walk Down Wall Street.
Kesimpulan Selama pasar itu ada, penilaian kolektif dari investor kadangkala melakukan kesalahan. Tidak diragukan lagi, para partisipan pasar memperlihatkan perilaku yang tidak rasional.
Hasilnya, ketidakteraturan harga dan latarbelakang model prediksi dari pengembalian saham akan terlihat seiring berjalannya waktu, bahkan berlangsung untuk periode yang singkat. Lebih lanjut pasar tidak dapat secara sempurna effisien atau tidak akan terdapat insentif untuk para profesional untuk menutupi informasi yang didapat secara cepat merefleksikan harga pasar (Grossman & Stiglitz, 1980). Penulis menduga bahwa hasil akhir tidak akan keluar dari kepercayaan banyak profesional dimana pasar saham sangat effisien dalam penggunaan informasi. Pada periode 1999 dimana Bubble sangat eksis, paling tidak dibeberapa sektor pasar, untungnya ini adalah sebuah pengecualian daripada sebuah peraturan. Lebih lanjut, apapun latarbelakang atau ketidakrasionalan dalam penetapan harga dari saham individual yang telah diteliti pada pencarian pengalaman historis tidak selalu ada dan tidak menyediakan metode untuk menyediakan extraordinary returns kepada para investor.