EFEKTIVITAS PERILAKU APARATUR SEBAGAI SUATU MODEL KUALITAS PELAYANAN PUBLIK BAGI PEMBANGUNAN BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DI KABUPATEN CIAMIS Oleh: Nurdiana Mulyatini Abstrak Dalam perspektif administrasi publik, Indonesia dikenal berbagai macam patalogi yang membuat birokrat atau aparat tidak profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya hal tersebut terlihat dari rendahnya motivasi untuk melakukan perubahan dan inovasi. Patalogi ini terjadi sebagai konsekuensi dari keseluruhan perilaku dan gaya manajerial yang sering digunakan oleh manajemen puncak (the strategic-apex) pada hirarki organisasi publik. Gaya manajerial dan leadership yang bersifat feodalistik dan paternalistic berpengaruh besar terhadap kinerja organisasi sehingga jajaran birokrasi tingkat menengah dan bawah takut untuk melakukan dan mengambil langkah-langkah baru dalam upaya peningkatan pelayanan publik. Analsis deskriftif dengan explanatory survey ini diarahkan untuk mengetahui bagaimana efektivitas perilaku aparatur sebagai suatu model Kualitas Pelayanan Publik bagi Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial dikabupaten Ciamis dalam rangka pengentasan kemiskinan dan kelompok rentan (Vurnarable group) yaitu Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Kata Kunci: Perilaku Aparatur, Kualitas Pelayanan Publik PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Birokrasi merupakan instrument untuk bekerjanya suatu administrasi. Dimana Birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas hubungan, pengaturan perilaku, dan kemampuan teknis dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi pemerintahan. Birokrasi yang diharapkan mampu menjadi motivator dan sekaligus menjadi katalisator dari bergulirnya pembangunan. Bekerjanya birokrasi berdasarkan hirarki kewenangan memungkinkan terjadinya control yang efektif dan kinerja yang positif. Apalagi jika kewenangan yang dimiliki oleh pimpinan puncak (The strategic apex) didesentralisasikan kepada pimpinan
pelaksana (The middle-line). Struktur yang telah didesentralisasikan tersebut memungkinkan terciptanya birokrasi professional yang berdampak kepada peningkatan kinerja organisasi dimana birokrasi dapat menjadi bertanggung-gugat dengan adanya kewenangan yang didelegasikan tersebut. Bangsa Indonesia selalu dihadapkan kepada masalah bagaimana membangun pemerintahan yang bersih dan baik ( good governance and clean government). Sebagai suatu organisasi modern, birokrasi pada dasarnya memiliki elemen dasar yaitu, pertama the strategic – apex, atau pimpinan puncak yang bertanggung jawab penuh atas berjalanya roda organisasi, kedua the middle line atau pimpinan pelaksana yang bertugas menjembatani pimpinan puncak dengan
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
109
Nurdiana Mulyatini
Efektivitas Perilaku Aparatur Sebagai Suatu Model Kualitas Pelayanan Publik bagi Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Ciamis
bawahan, ketiga the operating core atau bawahan yang bertugas melaksanakan pekerjaan pokok yang berkaitan dengan pelayanan dan produk organisasi, keempat the technostructure atau kelompok seperti analis, yang bertanggung jawab bagi efektifnya bentuk-bentuk tertentu standarisasi dalam organisasi, kelima the support staff atau staf pendukung yang ada pada unit, membantu menyediakan layanan tidak langsung bagi organisasi, (Mintzberg, 1983 ; 11) Adanya keteraturan cara kerja yang terikat kepada peraturan yang ada dalam pandangan Weber bertujuan untuk menjamin tercapainya kesinambungan tugas dan peran pemerintahan. Namun jika aturan main tersebut diterapkan secara kaku (rigid) maka akan melahirkan birokrasi tidak professional yang terefleksikan dalam menjalankan tugas dan fungsinya terikat kepada aturan yang berlaku (rule driven professionalism) dan menjadikan birokrasi tidak responsif dan inovatif. Mengingat urgensitas peran aparatur dalam menyelenggarakan peran dan fungsinya, perlu kiranya dicari dan dirumuskan suatu pendekatan strategis untuk membangun wajah baru aparatur professional yang handal, tanggap, inovatif, fleksibel dan tidak procedural dalam memberikan pelayanan dan penyelenggaraan pembangunan. Peran pemerintah yang selama ini sebagai ruler seharusnya diganti menjadi fasilitator. Berkaitan dengan teridentifikasinya sedikit patalogi diantara sekian banyak patalogi birokrasi Indonesia yang pada akhirnya membuat birokrasi menjadi tidak responsive dan inovatif. Maka topik pembicaraan mengenai penyelenggaraan pemerintahan kembali mendapat tempatnya. Bergulirnya angin perubahan (Wind of change) pada pertengahan tahun 1998 lalu sebagai awal baru bagi bangsa Indonesia untuk lebih serius membenahi kinerja organisasi pemerintah dan meraih kembali
kepercayaan masyarakat yang sempat mengalami krisis. Dengan melandaskan pemikiran terhadap permasalahan yang dihadapi oleh aparatur birokrasi Indonesia maka diperlukan sebuah pemikiran untuk membangun aparatur birokrasi Indonesia yang handal, professional dan menjunjung tinggi kejujuran serta etika profesi dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara kegiatan pembangunan dan penyelenggaraan pelayanan public. Sebagai aparatur negara dan abdi masyarakat sikap dan prilaku Pegawai Negeri Sipil dibimbing oleh berbagai aturan dan ketentuan, sesuai dengan isi pasal 26 Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Dinas Sosial, Tenaga kerja dan Transmigrasi kabupaten Ciamis sebagai salah satu instansi publik bertugas menyelenggarakan akselerasi penanggulangan kemiskinan termasuk didalamnya pembangunan kesejahteraan sosial dan peningkatan sumberdaya manusia yang andal serta menciptakan masyarakat produktif yang mampu menciptakan usaha baru yang bermanfaat bagi dirinya maupun bagi orang lain. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk membangun aparatur yang profesional guna menjalankan tugas dan fungsinya sebagai abdi negara dan instansi penyelenggara pelayanan publik. Berbagai bentuk peningkatan sumberdaya aparatur melalui pelatihan dan pendidikan telah ditempuh disesuaikan dengan kebutuhan tugas (Job need) dan aspirasi masyarakat. Namun perubahan pada tingkat kemampuan pengetahuan dan keahlian aparatur saja tidak cukup untuk membangun Birokrasi Pemerintah Kabupaten Ciamis secara professional. Faktor sistem dan kondisi yang ada dilingkungan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Ciamis ikut mempengaruhi terbentuknya birokrat
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
110
Nurdiana Mulyatini
Efektivitas Perilaku Aparatur Sebagai Suatu Model Kualitas Pelayanan Publik bagi Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Ciamis
professional yang handal serta respon terhadap dinamika perubahan dan aspirasi masyarakat. Perubahan menuju model Kerja yang positif dalam menjalankan roda pemerintahan dan penyelenggaraan pelayanan publik yang bermental entrepreneur serta perubahan gaya kepemimpinan dan auotokratis menuju gaya kepemimpinan yang demokratis dan pembaharu serta didukung dengan modal penghargaan yang mencerminkan rasa keadilan diyakini lebih mampu memotivasi prestasi kerja aparatur daripada sekedar meningkatkan kemampuan dan keahlian aparatur yang pada akhirnya akan masuk dalam lingkaran birokrasi yang tidak sehat. 2.
Rumusan Masalah Kecenderungan rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan birokrat terjadi hampir disemua organisasi atau birokrasi pemerintahan baik di pusat maupun didaerah. Hal ini menjadi sangat krusial ketika UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur Pemerintah Daerah menjadi Daerah Otonom, sangat mewarnai perjalanan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan mampu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Realitas empirik saat ini menunjukan sikap dan tindakan birokrasi dalam pelayanan kepada masyarakat cenderung belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari sinyalemen, keluhan, kritik dan sorotan tajam dari masyarakat penerima layanan Masalah yang terjadi dalam proses hubungan dan komunikasi serta pelayanan antara birokrasi pemerintah dan masyarakat, berdasarkan sinyalemen dan kritikan diatas, memberi gambaran bahwa keberadaan birokrasi secara ekspilist dan implicit menjadi salah satu penyebab rendah dan kurangnya kualitas dalam pelayanan. Realitas empirik menunjukan bahwa keberadaan birokrasi
pemerintah belum menyadari sepenuhnya terhadap tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat, tetapi ingin dilayani oleh masyarakat. Dari berbagai uraian diatas, rumusan permasalahan yang akan dibahas adalah : 1. Sejauhmana efektivitas Perilaku Aparatur dalam memberikan pelayanan kepada publik di Kabupaten Ciamis? 2. Bagaimana Model Kualitas Pelayanan Publik bagi Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Ciamis? TINJAUAN PUSTAKA Perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus (rangsangan dari luar). Hal ini berarti meskipun bentuknya stimulusnya sama namun bentuk respon akan berbeda dari setiap orang, dimana faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku. Determinan perilaku Menurut Notoatmodjo (2007 : 139) dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. 2. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, ekonomi, politik, dan sebagainya Faktor lingkungan ini sering menjadi faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang. Penelitian Rogers seperti dikutip Notoatmodjo (2003 ; 122) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni : 1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
111
Nurdiana Mulyatini
Efektivitas Perilaku Aparatur Sebagai Suatu Model Kualitas Pelayanan Publik bagi Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Ciamis
3.
Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden lebih baik lagi. 4. Trial, orang telah mencoba perilaku baru 5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Variable kunci yang masing – masing mampu mempengaruhi Perilaku Individu termasuk didalamnya perilaku aparatur adalah sebagai berikut:
Selanjutnya Davis, Gibson (1995: 51-52 ) mengidentifikasi tiga variabel yang mempengaruhi manusia dalam organisasi ini yakni 1) varibel individual. 2) variabel organisasi , dan 3) variabel psikologis sebagaimana tampak dalam gambar berikut:
Salah satu tugas pokok pemerintah yang terpenting adalah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. Oleh karena itu, organisasi pemerintah sering disebut sebagai “Pelayan Masyarakat” (Public service). Dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat, belum sepenuhnya dapat
diselenggarakan dengan baik, masih banyak aparat pelaksana pemberi pelayanan kurang memahami betapa pentingnya pelayanan yang baik kepada masyarakat. Untuk itu para aparat harus lebih memahami nilai-nilai, filosofi serta proses pelayanan publik secara menyeluruh. Menurut KEPMENPAN 81/93 Pengertian Pelayanan adalah : Suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik di pusat, di daerah, BUMN, dan BUMD dalam bentuk barang maupun jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Selanjutnya apa yang dimaksud pelayanan? Menurut Munir (1995 : 16-17) pelayanan adalah “ proses perubahan melalui aktivitas orang yang langsung dinamakan pelayanan”. Kegiatan Pelayanan pada dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hak, ia melekat pada setiap orang, baik secara pribadi maupun berkelompok (organisasi) dan dilakukan secara universal. Hal ini seperti diungkapkan oleh Munir (1995 : 41) bahwa “hak atas pelayanan itu sifatnya universal, berlaku terhadap siapa saja yang berkepentingan atas hak itu, dan oleh organisasi apapun juga yang tugasnya menyelenggarakan pelayanan”. Sedangkan menurut Endang Wirjatmi (2004 : 2) pelayanan adalah : “Aktivitas / manfaat yang ditawarkan oleh organisasi atau perorangan kepada konsumen (yang dilayani), yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki”. Dilihat dari sisi pemerintahan maka pelayanan adalah proses kegiatan pemenuhan kebutuhan masyarakat berkenaan dengan hakhak dasar dan hak pemberian, yang wujudnya dapat berupa jasa dari layanan. Bagi Pemerintah, masalah pelayanan menjadi semakin menarik untuk dibicarakan karena menyangkut salah satu dari tiga fungsi hakiki
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
112
Nurdiana Mulyatini
Efektivitas Perilaku Aparatur Sebagai Suatu Model Kualitas Pelayanan Publik bagi Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Ciamis
pemerintah, disamping fungsi pemberdayaan dan pembangunan. (Rasyid, 1997 : 48). Pengertian Pelayanan Publik menurut KEPMENPAN NO. 63/KEP/M.PAN/7/2003 adalah “ segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Berkaitan dengan pengertian dan jenis pelayanan umum tersebut diatas, dan dikaitkan dengan tugas dan fungsi pemerintahan yang bermuara pada tugas daerah otonon, secara derivative tugas-tugas pelayanan masyarakat dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Pelayanan yang berkaitan dengan kependudukan 2. Pelayanan yang berkaitan dengan persoalan-persoalan ketertiban dan keamanan 3. Pelayanan yang berkaitan dengan perijinan 4. Pelayanan yan berkaitan dengan kesejahteraan 5. Pelayanan yang berkaitan pengawasan kegiatan masyarakat 6. Pelayanan yang berkaitan dengan pengembangan perekonomian masyarakat 7. Pelayanan yang berkaitan pembinaan pemuda, wanita dan persatuan dan kesatuan bangsa 8. Pelayanan yang berkaitan dengan pembinaan social budaya 9. Pelayanan yang berkaitan dengan tugas pembantuan seperti PBB 10. Pelayanan administrasi surat menyurat bagi kepentingan masyarakat, serta pelayanan lainnya. Berdasarkan Keputusan MENPAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, Pelayanan Publik pada hakikatnya pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan kewajiban aparatur negara sebagai abdi masyarakat.
Dari pendapat yang dikemukakan oleh Parasuraman, dan Kotler, terdapat 5 dimensi untuk mengukur kualitas pelayanan. Dalam penelitian ini dimensi tersebut dirumuskan dengan menggabungkan kedua pendapat tersebut, antara lain : 1. Sarana pelayanan dalam menunjang pemberian pelayanan 2. Keandalan terhadap metode system pelayanan yang efektif dan efisien 3. Jaminan akan keamanan dan privacy terhadap produk layanan 4. Harga produk layanan yang terjangkau dan proporsional serta adil 5. Empati atau tingkat hubungan yang intens dan saling menghargai serta menghormati antara pemberi pelayanan dengan publik yang dilayani Sedangkan dimensi mutu pelayanan menurut Endang Wirjatmi (2004 ; 51) adalah : 1. Tampak nyata (Fasilitas fisik, peralatan, tenaga kerja, dll) 2. Daya Uji (dapat diandalkan dan akurat) 3. Daya tanggap (Kemauan untuk membantu) 4. Keterampilan (keahlian dan pengetahuan yang sesuai) 5. Keramahan (sopan santun, perhatian dan persahabatan) 6. Kredibilitas (Ketulusan, kepercayaan dan kejujuran) 7. Keamanan (bebas dari resiko, bahaya) 8. Akses ( kemudahan dihubungi dan didekati) 9. Komunikasi (memberikan pengetahuan kepada pelanggan dan mau mendengarkan) 10. Pengertian (mau mengenal kebutuhan pelanggan) METODE PENELITIAN Analsis deskriftif dengan explanatory survey ini diarahkan untuk mengetahui bagaimana efektivitas perilaku aparatur sebagai suatu model Kualitas Pelayanan
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
113
Nurdiana Mulyatini
Efektivitas Perilaku Aparatur Sebagai Suatu Model Kualitas Pelayanan Publik bagi Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Ciamis
Publik bagi Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial dikabupaten Ciamis dalam rangka pengentasan kemiskinan dan kelompok rentan (Vurnarable group) yaitu Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). PEMBAHASAN Mengingat urgensitas peran aparatur dalam menyelenggarakan peran dan fungsinya, perlu kiranya dicari dan dirumuskan suatu pendekatan strategis untuk membangun wajah baru aparatur professional yang handal, tanggap, inovatif, fleksibel dan tidak procedural dalam memberikan pelayanan dan penyelenggaraan pembangunan. Walaupun upaya untuk mewujudkan birokrasi Pemerintahan yang responsive dan inovatif dengan memposisikan diri sebagai fasilitator bukan pekerjaan yang mudah, namun upaya untuk untuk mewujudkan cita-cita tersebut tetap harus diupayakan demi memberikan pelayanan yang baik kepada publik dan mampu memperbaiki citra birokrasi Indonesia yang selama beberapa dasawarsa banyak menimbulkan citra negative dan telah kehilangan legitimasi dimata masyarakat. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis tahun 2004 Nomor 21 dan Keputusan Bupati Ciamis Nomor 43 Tahun 2008, bahwa Tugas Pokok, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Ciamis, adalah : “Melaksanakan sebagian urusan Pemerintahan daerah meliputi urusan wajib Bidang Sosial dan Bidang Ketenagakerjaan serta melaksanakan sebagian urusan pemerintahan meliputi urusan Bidang Ketransmigrasian sesuai asas Otonomi dan Tugas Pembantuan”. Dinas Sosial, Tenaga kerja dan Transmigrasi kabupaten Ciamis sebagai salah satu instansi publik bertugas menyelenggarakan akselerasi penanggulangan
kemiskinan termasuk didalamnya pembangunan kesejahteraan sosial dan peningkatan sumberdaya manusia yang andal serta menciptakan masyarakat produktif yang mampu menciptakan usaha baru yang bermanfaat bagi dirinya maupun bagi orang lain. Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial dikabupaten Ciamis diarahkan pada pengentasan kemiskinan dan kelompok rentan (Vurnarable group) lainnya yaitu Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Kategori Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Kabupaten Ciamis sebanyak 110.989 Orang. Dengan Kategori sebagai berikut:
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa permasalahan sosial di Kabupaten Ciamis cenderung semakin berat dan kompleks. Hal ini berkaitan dengan semakin meningkatnya kejadian bencana alam dan penyakit sosial masyarakat, kemiskinan, pengangguran dan masalah sosial lainnya. Tantangan pembangunan bidang kesejahteraan sosial adalah mengatasi permasalahan sosial yang semakin kompleks tersebut sebagai implikasi dari bebagai proses perubahan baik alam maupun sosial, baik terhadap perubahan nilai-nilai individu maupun kolektivitas. Perubahan tersebut ditandai dengan merebaknya gaya hidup yang materialistis, serta adanya kecenderungan semakin memudarnya kepedulian dan kesetiakawanan sosial serta terkikisnya control sosial masyarakat. Optimalisasi pembangunan kesejahteraan sosial terus dilakukan guna meningkatkan
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
114
Nurdiana Mulyatini
Efektivitas Perilaku Aparatur Sebagai Suatu Model Kualitas Pelayanan Publik bagi Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Ciamis
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dan memberikan perlindungan sosial terhadap Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Oleh karena itu untuk mengatasi masalah kesejahteraan sosial tersebut diperlukan upaya yang komprehensif dan integral dari seluruh elemen baik pemerintah, organisasi sosial, masyarakat maupun stakeholders lainnya untuk lebih menumbuhkembangkan rasa kesetiakawanan sosial untuk menciptakan kepedulian terhadap penyandang masalah sosial di Kabupaten Ciamis. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk membangun aparatur yang profesional guna menjalankan tugas dan fungsinya sebagai abdi negara dan instansi penyelenggara pelayanan publik. Berbagai bentuk peningkatan sumberdaya aparatur melalui pelatihan dan pendidikan telah ditempuh disesuaikan dengan kebutuhan tugas (Job need) dan aspirasi masyarakat. Namun perubahan pada tingkat kemampuan pengetahuan dan keahlian aparatur saja tidak cukup untuk membangun Birokrasi Pemerintah Kabupaten Ciamis secara professional. Faktor sistem dan kondisi yang ada dilingkungan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Ciamis ikut mempengaruhi terbentuknya birokrat professional yang handal serta respon terhadap dinamika perubahan dan aspirasi masyarakat. Perubahan menuju model Kerja yang positif dalam menjalankan roda pemerintahan dan penyelenggaraan pelayanan publik yang bermental entrepreneur serta perubahan gaya kepemimpinan dan auotokratis menuju gaya kepemimpinan yang demokratis dan pembaharu serta didukung dengan modal penghargaan yang mencerminkan rasa keadilan diyakini lebih mampu memotivasi prestasi kerja aparatur daripada sekedar meningkatkan kemampuan dan keahlian aparatur yang pada akhirnya
akan masuk dalam lingkaran birokrasi yang tidak sehat. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Ciamis, berusaha menumbuh kembangkan kemandirian dan meningkatkan kesejahteraan bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar dapat membuka peluang usaha serta wirausaha baru, pengurangan pengangguran dan mengentaskan kemiskinan, melalui : 1. Meningkatkan profesionalitas aparatur dalam melaksanakan pelayanan kepada publik 2. Meningkatkan kualitas kinerja penyusunan perencanaan dan monitoring, evaluasi serta pelaporan hasil kegiatan 3. Meningkatkan kesejahteraan sosial 4. Memperbaiki mental psikologis serta menumbuh kembangkan kemandirian bagi penderita atau korban bencana dan PMKS 5. Mengarahkan masa depan kehidupan anak-anak terlantar 6. Mendorong perubahan sikap mental para penyandang masalah sosial 7. Terjadinya perubahan sikap mental bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) 8. Meningkatkan kemandirian PMKS dan PSKS dalam menumbuhkembangkan kemandirian 9. Meningkatkan kuantitas dan kualitas PSKS dalam menumbuhkembangkan kemandirian PMKS 10. Menurunkan jumlah pengangguran 11. Membuka Peluang untuk menyelesaikan permasalahan Tenaga Kerja 12. Menciptakan suasana tenaga kerja dengan rasa aman, terlindungi dan kondusif 13. Meminimalisir jumlah keluarga fakir miskin Adapun sasaran Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Ciamis sebagai berikut :
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
115
Nurdiana Mulyatini
1. 2.
Efektivitas Perilaku Aparatur Sebagai Suatu Model Kualitas Pelayanan Publik bagi Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Ciamis
Meningkatkan kualitas pelayanan publik Meningkatkan kualitas kinerja penyusunan perencanaan dan monev hasil kegiatan 3. Meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial 4. Meningkatkan kemampuan masyarakat fakir miskin, komunitas adat terpencil serta mengembangkan potensi yang ada dilingkungan, para PMKS termasuk korban bencana untuk memperbaiki taraf kehidupan serta hidup mandiri 5. Meningkatkan pembinaan bagi anak terlantar 6. Meningkatkan penyandang cacat dan eks trauma yang mendapatkan pembinaan, pendidikan dan pelatihan keterampilan 7. Meningkatkan pembangunan, rehabilitasi, operasional untuk penghuni panti asuhan dan meningkatkan pelatihan keterampilan panti jompo 8. Meningkatkan pembinaan eks penyandang penyakit sosial (NAPI, PSK, Narkoba dll) 9. Meningkatnya peran Karang Taruna dan partisipasi sosial masyarakat dalam menangani PMKS 10. Meningkatnya kualitas dan produktifitas tenaga kerja dengan memiliki usaha mandiri 11. Terciptanya suasana Tenaga Kerja dengan rasa aman, terlindungi dan kondusif 12. Meningkatkan kompetensi guna tercapainya taraf hidup keluarga yang sejahtera Langkah-langkah kebijakan yang diambil Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Ciamis sebagai berikut: 1. Diberikan pelatihan dan bimbingan teknis implementasi peraturan perundangundangan 2. Meningkatkan kinerja aparatur dalam penyusunan perencanaan dan monitoring, evaluasi serta pelaporan hasil kegiatan
3.
Memberikan bimbingan, pembinaan pendidikan dan pelatihan keterampilan serta pelayanan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial 4. Bimbingan, pembinaan pendidikan keterampilan serta Modal Usaha 5. Memberikan perlindungan dan pengelolaan anak-anak terlantar 6. Mengadakan upaya untuk perbaikan sikap mental para penyandang masalah kesejahteraan sosial melalui bimbingan, pembinaan dan pendidikan keterampilan serta modal usaha 7. Memberikan bimbingan dan pelatihan keterampilan kepada PSKS 8. Memperluas hubungan kemitraan dengan berbagai potensi yang berkaitan dengan ketenagakerjaan 9. Mengadakan sosialisasi dan pengawasan tentang peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan 10. Sosialisasi, pembinaan dan pelatihan serta monitoring transmigran Optimalisasi pembangunan kesejahteraan sosial terus dilakukan guna meningkatkan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dan memberikan perlindungan sosial terhadap Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) melalui berbagai program diantaranya: 1. Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), melalui : Pelatihan keterampilan berusaha bagi keluarga miskin Pelatihan keterampilan bagi PMKS Bimbingan sosial dan bantuan bagi lanjut usia terlantar Pengadaan sarana dan prasarana pendukung usaha bagi keluarga miskin Fasilitasi manajemen usaha bagi keluarga miskin Pengadaan sarana dan prasarana pendukung usaha bagi keluarga miskin
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
116
Nurdiana Mulyatini
Efektivitas Perilaku Aparatur Sebagai Suatu Model Kualitas Pelayanan Publik bagi Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Ciamis
2. Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial Peningkatan kualitas pelayanan, sarana dan prasarana rehabilitasi kesejahteraan sosial bagi PMKS Penanganan masalah-masalah strategis yang menyangkut tanggap, cepat, darurat dan kejadian luar biasa Monitoring evaluasi program pelayanan dan rehabilitasi sosial 3. Program Pembinaan Anak Terlantar Pelatihan keterampilan dan praktek belajar bagi anal terlantar 4. Program Pembinaan Para Penyandang Cacat dan Trauma Pendidikan dan pelatihan bagi penyandang cacat dan eks trauma 5. Program Pembinaan Panti Asuhan/Panti Jompo Pembangunan Sarana dan Prasarana Panti Asuhan/Panti Jompo Rehabilitasi sedang berat Bangunan Panti Asuhan/Panti Jompo Operasional dan Pemeliharaan sarana dan prasarana panti asuhan/jompo 6. Program Pembinaan Eks Penyandang Penyakit Sosial (Eks Narapidana, PSK, Narkoba, dan Penyakit Sosial lainnya) Pemberdayaan eks penyandang penyakit sosial 7. Program Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial Peningkatan jejaring kerjasama pelakupelaku usaha kesejahteraan sosial masyarakat Peningkatan kualitas SDM kesejahteraan masyarakat Bimbingan Motivasi sosial generasi muda dalam upaya penanggulangan NAPZA Peningkatan nilai kepahlawanan dan kejuangan
PENUTUP Kajian mengenai perilaku aparatur tidak hanya terkait dengan kemampuan menjalankan perannya sebagai birokrasi modern yang hanya mengedepankan kemampuan menyelenggarakan tugas dan fungsi organisasi saja tetapi juga mampu merespon aspirasi publik kedalam kegiatan dan program organisasi dan mampu melahirkan inovasi baru yang bertujuan untuk mempermudah kinerja organisasi dan sebagai bagian dari wujud aparat yang professional. Adanya keteraturan cara kerja yang terikat kepada peraturan yang ada dalam pandangan Weber bertujuan untuk menjamin tercapainya kesinambungan tugas dan peran pemerintahan. Namun jika aturan main tersebut diterapkan secara kaku (rigid) maka akan melahirkan birokrasi tidak professional yang terefleksikan dalam menjalankan tugas dan fungsinya terikat kepada aturan yang berlaku (rule driven professionalism) dan menjadikan birokrasi tidak responsif dan inovatif. Mengingat urgensitas peran aparatur dalam menyelenggarakan peran dan fungsinya, perlu kiranya dicari dan dirumuskan suatu pendekatan strategis untuk membangun wajah baru aparatur professional yang handal, tanggap, inovatif, fleksibel dan tidak procedural dalam memberikan pelayanan dan penyelenggaraan pembangunan. Dengan melihat paparan diatas menunjukan secara umum Perilaku Aparatur tersebut telah dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku dan sudah memenuhi harapan masyarakat terutama masyarakat Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan dapat dijadikan kerangka acuan bagi pelaksanaan kinerja yang optimal, meskipun disisi lain masih terdapat kekurangan terutama para aparatur masih kurang mampu memecahkan masalah secara optimal untuk itu diharapkan para pegawai dapat lebih meningkatkan pengetahuan dan mampu
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
117
Nurdiana Mulyatini
Efektivitas Perilaku Aparatur Sebagai Suatu Model Kualitas Pelayanan Publik bagi Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Ciamis
merubah sikap kearah yang lebih positif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Benveniste, Guy, 1997 ; Sahat Simamora (alih bahasa ), Bureaucracy, Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada Davis, Keith. 1985. Human Behavior at work : Organizational Behavior, New Delhi : Mc. Graw – Hill Publishing Company. Easton, David, 1988; Sahat Simamora (alih bahasa), Kerangka Analisa Sistem Politik, Jakarta, Bina Aksara Effendi, Onong Uchjana, 1992, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Remaja Rosda Karya, Bnadung Ermaya, Suradinata, 1995, Psikologi Kepegawaian, Ramadhan , Bandung Manulang M. 1988. Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan. Jakarta ; Haji Masagung Ndraha, Talididuhu, 1997, Budaya Organisasi, Rineka Cipta. Jakarta Said Zainal Abidin (2004), Kebijakan Public, Edisi Revisi, Penerbit Yayasan Pancur Siwah Jakarta Sedarmayanti (2003), Good Governance (Kepemerintahan yang baik), Bandung, Mandar Maju. Stephen P. Robbins, (1997), Organizational Behavior, Prentice Hall, Inc. New Jersey. Stoner, Jhon A.F ; Freeman; Gilbert. 1995. Management, Sixth Edition, New York : Prentice Hall. Suharsimi Arikunto (1998), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta. Tjiptono, Pandi, 1996, Manajemen Jasa, Andi, Yogyakarta Werther, William B & Keith Davis, 1996. Human Resourches and Personel Management, 5th Edition. New York : McGraw – Hill. Inc.
_______________ (2000), Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), Cetakan Pertama, Penerbit : Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.
RIWAYAT PENULIS Nurdiana Mulyatini, S.E. M.M. Lahir di Ciamis, 7 Maret 1974. S-1 Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Lulus Tahun 1997. S-2 Program Pasca Sarjana Universitas Galuh, Konsentrasi MSDM Lulus tahun 2005. Sebagai Dosen Tetap pada Fakultas Ekonomi Universitas Galuh Ciamis.
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
118