LAPORAN PENELITIAN
EFEKTIVITAS PENGAWASAN SEKOLAH DASAR DIKABUPATEN BALANGAN
Oleh Rabiatul Adawiah
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN 2011
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan upaya pelembagaan dan formalisasi pendidikan sehingga kegiatan, fungsi dan proses pendidikan dalam suatu masyarakat bisa berlangsung secara terencana, sistematis, berjenjang dan profesional. Kegiatan pendidikan yang semula berlangsung informal dan terintegrasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari dalam lingkungan keluarga dan masyarakat dimodernisir menjadi lembaga spesialisasi tersendiri yang dikenal dengan nama sekolah (Ohen dalam Ruslikan, 2000). Kualitas pendidikan di sekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha siswa secara individual tetapi juga ditentukan oleh kinerja guru dan kepala sekolah yang ada di sekolah tersebut. Agar guru dan kepala sekolah mempunyai kinerja yang baik, maka diperlukan suatu pengawasan. Tenaga pengawas TK/SD, SMP, SMA dan SMK merupakan tenaga kependidikan yang peranannya sangat penting dalam membina kemampuan profesional tenaga pendidik dan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja sekolah. Pengawas sekolah berfungsi sebagai supervisor baik supervisor akademik maupun supervisor manajerial. Sebagai supervisor akademik, pengawas sekolah berkewajiban untuk membantu kemampuan profesional guru agar guru dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran. Sedangkan sebagai supervisor manajerial, pengawas berkewajiban membantu kepala sekolah agar mencapai sekolah yang efektif. Pembinaan dan pengawasan kedua aspek tersebut hendaknya menjadi tugas pokok pengawas sekolah. Oleh sebab itu tenaga pengawas harus memiliki kualifikasi dan kompetensi 2
yang lebih unggul dari guru dan kepala sekolah. Peranan pengawas hendaknya menjadi konsultan pendidikan yang senantiasa menjadi pendamping bagi guru dan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Lebih dari itu kehadiran pengawas harus menjadi agen dan pelopor dalam inovasi pendidikan di sekolah binaannya. Kinerja pengawas salah satunya harus dilihat dari kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh sekolah binaannya. Dalam konteks itu maka mutu pendidikan di sekolah yang dibinanya akan banyak tergantung kepada kemampuan profesional tenaga pengawas (Nana Sujana, dkk. 2006). Salah satu indikator kemajuan yang dicapai oleh sekolah binaannya tersebut adalah prestasi belajar yang dicapai oleh para siswa di sekolah yang tergambar dari hasil ujian nasional yang mereka peroleh. Menurut Balitbang Depdiknas (2007), guru-guru yang layak mengajar untuk tingkat SD baik negeri maupun swasta ternyata hanya 28, 94%, guru SMP Negeri 54,12%, guru SMP swasta 28,94%, guru SMA negeri 65,29%, guru SMA swasta 64,73%, guru SMK Negrei 55,91% dan guru SMK swasta 58,26%. Temuan dari Balitbang Depdiknas tersebut tentu sangat jauh dari yang diharapkan oleh semua pihak. Berdasarkan kondisi tersebut, maka supervisi akademik menjadi salah satu hal yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian dari para supervisor. Pertanyaan yang muncul adalah apakah supervisi akademik yang selama ini dilakukan oleh para supervisi sudah berjalan efektif atau sebaliknya. Selama ini belum banyak dilakukan penelitian yang berkaitan dengan pengawasan sekolah, khususnya
di Kabupaten Balangan. Padahal untuk
meningkatkan mutu pengawasan
terlebih dahulu harus diketahui bagaimana
efektivitas pengawasan yang selama ini dijalankan. Berdasarkan hal tersebut, maka
3
dipandang perlu untuk meneliti bagaimanakah efektivitas pengawasan sekolah yang ada di kabupaten Balangan.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : ”Bagaimanakah efektivitas pengawasan sekolah dasar di Kabupaten Balangan ”
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas pengawasan sekolah dasar di Kabupaten Balangan
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pengawas Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kerjasama dengan guru dan kepala sekolah dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. 2. Bagi Sekolah Sebagai bahan masukan bagi guru dan kepala sekolah untuk saling sharing dan berdiskusi dengan peengawas guna memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa. 3. Bagi Dinas Pendidikan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan, khususnya dalam upaya meningkatkan profesionalisme pengawas dan bentuk kerjasama antara 4
pengawas, guru, dan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa di Kabupaten Balangan. 4. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Balangan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau pertimbangan untuk menyusun kebijakan-kebijakan atau program-program di daerah, khususnya yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakekat Pengawasan Ketika perencanaan pendidikan dikerjakan dan struktur organisasi persekolahannyapun disusun guna memfasilitasi perwujudan tujuan pendidikan, serta para anggota organisasi, pegawai atau karyawan dipimpin dan dimotivasi untuk mensukseskan pencapaian tujuan, tidak dijamin selamanya bahwa semua kegiatan akan berlangsung sebagaimana yang direncanakan. Pengawasan sekolah itu penting karena merupakan mata rantai terakhir dan kunci dari proses manajemen. Kunci penting dari proses manajemen sekolah yaitu nilai fungsi pengawasan sekolah terletak terutama pada hubungannya terhadap perencanaan dan kegiatan-kegiatan yang didelegasikan (Robbins
1997). Holmes (t. th.)
menyatakan bahwa „School Inspection is an extremely useful guide for all teachers facing an Ofsted inspection. It answers many important questions about preparation for inspection, the logistics of inspection itself and what is expected of schools and teachers after the event‟. Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti
yang
direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan (Robbins 1997). Pengawasan juga merupakan fungsi manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja organisasi atau unit-unit dalam suatu organisasi guna menetapkan kemajuan sesuai dengan arah yang dikehendaki (Wagner dan Hollenbeck dalam Mantja 2001). 6
Oleh karena itu mudah dipahami bahwa pengawasan pendidikan adalah fungsi manajemen pendidikan yang harus diaktualisasikan, seperti halnya fungsi manajemen lainnya (Mantja 2001). Berdasarkan konsep tersebut, maka proses perencanaan yang mendahului kegiatan pengawasan harus dikerjakan terlebih dahulu.
Perencanaan
yang
dimaksudkan
mencakup
perencanaan:
pengorganisasian, wadah, struktur, fungsi dan mekanisme, sehingga perencanaan dan pengawasan memiliki standard dan tujuan yang jelas. Dalam proses pendidikan, pengawasan atau supervisi merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan mutu sekolah. Sahertian (2000:19) menegaskan bahwa pengawasan atau supervisi pendidikan tidak lain dari usaha memberikan layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama kepada guru-guru, baik secara individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran. Burhanuddin (1990:284)
memperjelas
hakikat
pengawasan
pendidikan
pada
hakikat
substansinya. Substansi hakikat pengawasan yang dimaksud menunjuk pada segenap upaya bantuan supervisor kepada stakeholder pendidikan terutama guru yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek pembelajaran. Bantuan yang diberikan kepada guru harus berdasarkan penelitian atau pengamatan yang cermat dan penilaian yang objektif serta mendalam dengan acuan perencanan program pembelajaran yang telah dibuat. Proses bantuan yang diorientasikan pada upaya peningkatan kualitas proses dan hasil belajar itu penting, sehingga bantuan yang diberikan benar-benar tepat sasaran. Jadi bantuan yang diberikan itu harus mampu memperbaiki dan mengembangkan situasi belajar mengajar.
7
Pengawas satuan pendidikan/sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis untuk melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah tertentu yang ditunjuk/ditetapkan dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar/bimbingan untuk mencapai tujuan pendidikan (Pandong, A. 2003). Dalam satu kabupaten/kota, pengawas sekolah dikoordinasikan dan dipimpin oleh seorang koordinator pengawas (Korwas) sekolah/ satuan pendidikan (Muid, 2003). Aktivitas pengawas sekolah selanjutnya adalah menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah satuan pendidikan/sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya. Penilaian itu dilakukan untuk penentuan derajat kualitas berdasarkan kriteria (tolak ukur) yang ditetapkan terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Sedangkan kegiatan pembinaan dilakukan dalam bentuk memberikan arahan, saran dan bimbingan (Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 020/U/1998 tanggal 6 Februari 1998). Dengan menyadari pentingnya upaya peningkatan mutu dan efektifitas sekolah dapat (dan memang tepat) dilakukan melalui pengawasan. Atas dasar itu maka kegiatan pengawasan harus difokuskan pada perilaku dan perkembangan siswa sebagai bagian penting dari: kurikulum/mata pelajaran, organisasi sekolah, kualitas belajar mengajar, penilaian/evaluasi, sistem pencatatan, kebutuhan khusus, administrasi dan manajemen, bimbingan dan konseling, peran dan tanggung jawab orang tua dan masyarakat (Law dan Glover 2000). Lebih lanjut Ofsted (2005) menyatakan bahwa fokus pengawasan sekolah meliputi: (1) standard dan prestasi yang diraih siswa, (2) kualitas layanan siswa di sekolah (efektifitas belajar mengajar, kualitas program kegiatan sekolah dalam memenuhi 8
kebutuhan dan minat siswa, kualitas bimbingan siswa), serta (3) kepemimpinan dan manajemen sekolah. Dari uraian di atas dapat dimaknai bahwa kepengawasan merupakan kegiatan atau tindakan pengawasan dari seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang melakukan pembinaan dan penilaian terhadap orang dan atau lembaga yang dibinanya. Seseorang yang diberi tugas tersebut disebut pengawas atau supervisor. Dalam bidang kependidikan dinamakan pengawas sekolah atau pengawas satuan pendidikan. Pengawasan perlu dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara berkesinambungan pada sekolah yang diawasinya. Indikator peningkatan mutu pendidikan di sekolah dilihat pada setiap komponen pendidikan antara lain: mutu lulusan, kualitas guru, kepala sekolah, staf sekolah (Tenaga Administrasi, Laboran dan Teknisi, Tenaga Perpustakaan), proses pembelajaran, sarana dan prasarana, pengelolaan sekolah, implementasi kurikulum, sistem penilaian dan komponen-lainnya. Ini berarti melalui pengawasan harus terlihat dampaknya terhadap kinerja sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikannya. Itulah sebabnya kehadiran pengawas sekolah harus menjadi bagian integral dalam peningkatan mutu pendidikan, agar bersama guru, kepala sekolah dan staf sekolah lainnya berkolaborasi membina dan mengembangkan mutu pendidikan di sekolah yang bersangkutan seoptimal mungkin sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Kiprah supervisor menjadi bagian integral dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah yang dimaksud dapat dijelaskan dalam visualisasi Gambar 1 tentang Hakikat Pengawasan. Dari visualisasi Gambar 1. tersebut tampak bahwa hakikat pengawasan memiliki empat dimensi: (1) Support, (2) Trust, (3) 9
Challenge, dan (4) Networking and Collaboration. Keempat dimensi hakikat pengawasan itu masing-masing dijelaskan berikut ini.
Komunikasi: ANTAR STAKEHOLDER
Kerjasama: PENGEMBANGAN SEKOLAH scr KOLABORATIF
Data Sekolah: PRODUKTIVITAS, EFEKTIVITAS dan EFISIENSI
EVALUASI DIRI Sekolah
Dialog: NEGOSIASI, KOLABORASI dan NETWORKING PENGAWASAN Profil Dinamik: MASA DEPAN SEKOLAH
Gambar 1. Hakikat Pengawasan diadopsi dari Ofsted, 2003 Dimensi pertama dari hakikat pengawasan yaitu dimensi
Support.
Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu mendukung (support kepada) pihak sekolah untuk mengevaluasi diri kondisi existing-nya. Oleh karena itu, supervisor bersama pihak sekolah dapat melakukan analisis kekuatan, kelemahan dan potensi serta peluang sekolahnya untuk mendukung peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan pada sekolah di masa yang akan datang. Dimensi kedua dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Trust. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu membina kepercayaan (trust) stakeholder pendidikan dengan peng-
10
gambaran profil dinamika sekolah
masa depan
yang lebih baik dan lebih
menjanjikan. Dimensi ketiga dari hakikat pengawasan yaitu dimensi
Challenge.
Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu memberikan tantangan (challenge) pengembangan sekolah kepada stakeholder pendidikan di sekolah. Tantangan ini harus dibuat serealistik mungkin agar dapat dan mampu dicapai oleh pihak sekolah, berdasarkan pada situasi dan kondisi sekolah pada sat ini. Dengan demikian stakeholder tertantang untuk bekerjasama secara kolaboratif dalam rangka pengembangan mutu sekolah. Dimensi keempat dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Networking and Collaboration. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu mengembangkan jejaring dan berkolaborasi antar stakeholder pendidikan dalam rangka meningkatkan produktivitas, efektivitas dan efisiensi pendidikan di sekolah. Fokus dari keempat dimensi hakikat pengawasan itu dirumuskan dalam tiga aktivitas utama pengawasan yaitu: negosiasi, kolaborasi dan networking. Negosiasi dilakukan oleh supervisor terhadap stakeholder pendidikan dengan fokus pada substansi apa yang dapat dan perlu dikembangkan atau ditingkatkan serta bagaimana cara meningkatkannya. Kolaborasi merupakan inti kegiatan supervisi yang harus selalu diadakan kegiatan bersama dengan pihak stakeholder pendidikan di sekolah binaannya. Hal ini penting karena muara untuk terjadinya peningkatan mutu pendidikan ada pada pihak sekolah. Networking merupakan inti hakikat kegiatan supervisi yang prospektif untuk dikembangkan terutama 11
pada era globalisasi dan cybernet teknologi seperti sekarang ini. Jejaring kerjasama dapat dilakukan baik secara horisontal maupun vertikal. Jejaring kerjasama secara horisontal dilakukan dengan sesama sekolah sejenis untuk saling bertukar informasi dan sharing pengalaman pengembangan mutu sekolah, misalnya melalui MKP, MKKS, MGBS, MGMP. Jejaring kerjasama secara vertikal dilakukan baik dengan sekolah pada aras dibawahnya sebagai pemasok siswa barunya, maupun dengan sekolah pada jenjang pendidikan di atasnya sebagai lembaga yang akan menerima para siswa lulusannya. Berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini pengawas sekolah atau pengawas satuan pendidikan adalah tenaga kependidikan profesional yang diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwewenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan di sekolah baik pengawasan dalam bidang akademik (teknis pendidikan) maupun bidang manajerial (pengelolaan sekolah). Jabatan pengawas adalah jabatan fungsional bukan jabatan struktural sehingga untuk menyandang predikat sebagai pengawas harus sudah berstatus tenaga pendidik/guru dan atau kepala sekolah/wakil kepala sekolah, setidak-tidaknya pernah menjadi guru. Berdasarkan rumusan di atas maka kepengawasan adalah aktivitas profesional pengawas dalam rangka membantu sekolah binaannya melalui penilaian dan pembinaan yang terencana dan berkesinambungan. Pembinaan diawali dengan mengidentifikasi dan mengenali kelemahan sekolah binaannya, menganalisis kekuatan/potensi dan prospek pengembangan sekolah sebagai bahan untuk menyusun program pengembangan mutu dan kinerja sekolah binaannya. Untuk itu maka pengawas harus mendampingi pelaksanaan dan
12
pengembangan program-program inovasi sekolah. Ada tiga langkah yang harus ditempuh pengawas dalam menyusun program kerja pengawas agar dapat membantu sekolah mengembangkan program inovasi sekolah. Langkah tersebut adalah : 1. Menetapkan standar/kriteria pengukuran performansi sekolah (berdasarkan evaluasi diri dari sekolah). 2. Membandingkan hasil tampilan performansi itu dengan ukuran dan kriteria/benchmark yang telah direncanakan, guna menyusun program pengembangan sekolah. 3. Melakukan tindakan pengawasan yang berupa pembinaan/pendampingan untuk memperbaiki implementasi program pengembangan sekolah. 4. Dalam melaksanakan kepengawasan, ada sejumlah prinsip yang dapat dilaksanakan pengawas agar kegiatan kepengawasan berjalan efektif. Prinsip-prinsip tersebut antara lain: 1. Trust, artinya kegiatan pengawasan dilaksanakan dalam pola hubungan kepercayaan antara pihak sekolah dengan pihak pengawas sekolah sehingga hasil pengawasannya dapat dipercaya 2. Realistic, artinya kegiatan pengawasan dan pembinaannya dilaksanakan berdasarkan data eksisting sekolah, 3. Utility, artinya proses dan hasil pengawasan harus bermuara pada manfaat bagi sekolah untuk mengembangkan mutu dan kinerja sekolah binaannya, 4. Supporting, Networking dan Collaborating, artinya seluruh aktivitas pengawasan pada hakikatnya merupakan dukungan terhadap upaya sekolah
13
menggalang jejaring kerja sama secara kolaboratif dengan seluruh stakeholder, 5. Testable, artinya hasil pengawasan harus mampu menggambarkan kondisi kebenaran objektif dan siap diuji ulang atau dikonfirmasi pihak manapun. Prinsip-prinsip di atas digunakan pengawas dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya sebagai seorang pengawas/ supervisor pendidikan pada sekolah yang dibinanya. Dengan demikian kehadiran pengawas di sekolah bukan untuk mencari kesalahan sebagai dasar untuk memberi hukuman akan tetapi harus menjadi mitra sekolah dalam membina dan mengembangkan mutu pendidikan di sekolah sehingga secara bertahap kinerja sekolah semakin meningkat menuju tercapainya sekolah yang efektif. Prinsip-prinsip kepengawasan itu harus dilaksanakan dengan tetap memperhatikan kode etik pengawas satuan pendidikan. Kode etik yang dimaksud minimal berisi sembilan hal berikut ini. 1. Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas satuan pendidikan senantiasa berlandaskan Iman dan Taqwa serta mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Pengawas satuan pendidikan senantiasa merasa bangga dalam mengemban tugas sebagai pengawas. 3. Pengawas satuan pendidikan memiliki pengabdian yang tinggi dalam menekuni tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas. 4. Pengawas satuan pendidikan bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai pengawas. 5. Pengawas satuan pendidikan menjaga citra dan nama baik profesi pengawas. 14
6. Pengawas satuan pendidikan menjunjung tinggi disiplin dan etos kerja dalam melaksanakan tugas profresional pengawas. 7. Pengawas satuan pendidikan mampu menampilkan keberadaan dirinya sebagai supervisor profesional dan tokoh yang diteladani. 8. Pengawas satuan pendidikan sigap dan terampil dalam menanggapi dan membantu pemecahan masalah-masalah yang dihadapi stakeholder sekolah binaannya 9. Pengawas satuan pendidikan memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi, baik terhadap stakeholder sekolah binaannya maupun terhadap koleganya.
B. Bidang Pengawasan Dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan dibedakan berdasarkan jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Berdasarkan jalur pendidikan, pendidikan dibedakan ke dalam jalur: (1) pendidikan formal/sekolah, (2) pendidikan nonformal dan (3) pendidikan informal. Berdasarkan jenjang pendidikan, pendidikan dibedakan ke dalam jenjang: (1) pendidikan dasar, (2) pendidikan menengah dan (3) pendidikan tinggi. Sedangkan berdasarkan jenis pendidikan, pendidikan dibedakan ke dalam jenis: (1) pendidikan umum, (2) pendidikan kejuruan, (3) pendidikan akademik, (4) pendidikan vokasi, (5) pendidikan profesi, (6) pendidikan keagamaan dan (7) pendidikan khusus. Jalur, jenjang dan jenis pendidikan di atas dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau oleh masyarakat.
15
Mengacu pada konsep di atas kepengawasan ada pada jalur pendidikan formal/sekolah dan ada pada jalur pendidikan nonformal. Pada jalur pendidikan formal disebut pengawas dan pada jalur pendidikan nonformal disebut penilik. Keduanya mempunyai peran yang sama yakni sebagai supervisor pendidikan. Dalam naskah ini kepengawasan dimaknai dalam konteks pendidikan formal. Oleh sebab itu dibedakan menjadi: (1) pengawas TK/SD (pendidikan dasar), (2) pengawas pendidikan menengah (SMP-SMA-SMK). Mengingat pada pendidikan menengah diberlakukan guru mata pelajaran dan atau bidang studi maka pengawas pada pendidikan menengah dikaitkan dengan mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran. Atas dasar itu, dalam peraturan yang ada sekarang ini, bidang pengawasan dibedakan menjadi empat bidang pengawasan yakni: (1) Bidang pengawasan TK/RA, SD/MI-LB, (2) Bidang pengawasan Rumpun Mata Pelajaran, (3) Bidang pengawasan Pendidikan Luar Biasa dan (4) Bidang pengawasan Bimbingan dan Konseling. Gambaran di lapangan, terutama di beberapa daerah, pengawas rumpun mata pelajaran sudah ditinggalkan dan beralih menjadi pengawas sekolah/satuan pendidikan seperti halnya pengawas TK/SD. Dengan kata lain, di SMP-SMASMK tidak lagi diberlakukan pengawas rumpun mata pelajaran tetapi pengawas satuan pendidikan. Oleh karena itu, berkembang wacana perlu adanya pengawas SMP, pengawas SMA dan pengawas SMK. Kecenderungan ini disebabkan masih belum terpenuhinya
pengawas yang memiliki keahlian yang sesuai dengan
jumlah rumpun/mata pelajaran di SMP/SMA/SMK dan adanya ketidak sesuaian bidang keahlian pengawas rumpun dengan mata pelajaran yang harus
16
diawasi/dibinanya di pendidikan menengah. Selain itu, hampir di semua kabupaten dan kota, pengawas rumpun mata pelajaran masih sangat terbatas jumlahnya, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk setiap rumpun mata pelajaran, terlebih lagi untuk semua mata pelajaran. Pengawas sekolah/satuan pendidikan berstatus sebagai pejabat fungsional yang berkedudukan atau ditempatkan di tingkat propinsi, kabupaten/kota bahkan di tingkat kecamatan untuk pengawas TK/SD. Seiring dengan berlakunya otonomi daerah maka status kepegawaian pengawas adalah pegawai negeri sipil daerah yang ditempatkan di kabupaten/kota atau propinsi. Ada semacam harapan dari pengawas agar di masa depan status pengawas adalah pegawai pusat yang bisa ditempatkan di LPMP atau di Dinas Pendidikan Propinsi, Kabupaten dan Kota. Setiap pengawas pada bidang manapun wajib melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah yang ditetapkan. Satu pengawas membina 15 sekolah. Sekalipun ukuran ini bervariasi bergantung kepada kondisi geografis daerahnya, besar atau jumlah kelas/guru di setiap sekolah dan ukuran lainnya. Pengawas TK/SD tidak mengenal rumpun mata pelajaran mengingat guru SD adalah guru kelas, sehingga pengawasan berlaku untuk semua bidang studi/mata pelajaran yang ada di SD. Tidak mengherankan apabila pengawas TK/SD tugasnya lebih berat, sebab mereka harus menguasai semua bidang studi/mata pelajaran. Itulah sebabnya kualifikasi pengawas TK/SD seharusnya minimal Sarjana Pendidikan khususnya S1 PGSD bukan S1 Pendidikan bidang ilmu/mata pelajaran. Demikian halnya untuk pengawas SLB berlaku sama dengan pengawas TK/SD bahkan sulitnya mencari pengawas SLB
17
yang profesional mengingat terbatasnya Sarjana Pendidikan dengan keahlian pendidikan khusus/luar biasa. Jika masih akan dipertahankan pengawas rumpun mata pelajaran, maka pengawas pendidikan pada pendidikan menengah yakni SMP-SMA dan SMK idealnya ditingkatkan menjadi pengawas mata pelajaran (SMP dan SMA) dan pengawas mata Diklat (SMK). Mata pelajaran prioritas sekarang antara lain Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Fisika, Kimia, Biologi dan mata Diklat keahlian pada SMK. Dengan demikian pengangkatan pengawas dalam mata pelajaran tersebut semakin diperlukan. Pada tahap berikutnya baru diperluas dengan pengawas untuk mata-mata pelajaran lainnya. Keahlian atau keilmuan pengawas mata pelajaran harus relevan dengan mata pelajaran yang dibinanya sehingga pembinaan dan pengembangan mutu pendidikan akan lebih optimal. Kenyataan di lapangan ada beberapa pengawas rumpun mata pelajaran mengalami kesulitan karena keahlian/keilmuan pengawas tidak sesuai dengan mata pelajaran yang harus dibinanya. Sama halnya dengan bidang pengawasan Bimbingan Konseling. Pengawas Bimbingan Konseling seharusnya minimal Sarjana Pendidikan jurusan/program studi Bimbingan Konseling yang sekarang berstatus guru BK di sekolah. C. Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas Tugas pokok pengawas sekolah/satuan pendidikan adalah melakukan penilaian dan pembinaan dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial. Berdasarkan tugas pokok dan fungsi di atas minimal ada tiga kegiatan yang harus dilaksanakan pengawas yakni: 18
1. Melakukan pembinaan pengembangan kualitas sekolah, kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan kinerja seluruh staf sekolah, 2. Melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah beserta pengembangannya, 3. Melakukan penilaian terhadap proses dan hasil program pengembangan sekolah secara kolaboratif dengan stakeholder sekolah. Mengacu pada SK Menpan nomor 118 tahun 1996 tentang jabatan fungsional pengawas dan angka kreditnya, Keputusan bersama Mendikbud nomor 03420/O/1996 dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara nomor 38 tahun 1996 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional pengawas serta Keputusan Mendikbud nomor 020/U/1998 tentang petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya, dapat dikemukakan tentang tugas pokok dan tanggung jawab pengawas sekolah yang meliputi: 1. Melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan penugasannya pada TK, SD, SLB, SLTP dan SLTA. 2. Meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar/bimbingan dan hasil prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Tugas pokok yang pertama merujuk pada supervisi atau pengawasan manajerial sedangkan tugas pokok yang kedua merujuk pada supervisi atau pengawasan akademik. Pengawasan manajerial pada dasarnya memberikan pembinaan, penilaian dan bantuan/bimbingan mulai dari rencana program, proses, sampai dengan hasil. Bimbingan dan bantuan diberikan kepada kepala
19
sekolah
dan
seluruh
staf
sekolah
dalam
pengelolaan
sekolah
atau
penyelenggaraan pendidikan di sekolah untuk meningkatkan kinerja sekolah. Pengawasan akademik berkaitan dengan membina dan membantu guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran/bimbingan dan kualitas hasil belajar siswa. Sedangkan wewenang yang diberikan kepada pengawas sekolah meliputi: (1) memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik profesi, (2) menetapkan tingkat kinerja guru dan tenaga lainnya yang diawasi beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, (3) menentukan atau mengusulkan program
pembinaan
serta
melakukan
pembinaan.
Wewenang
tersebut
menyiratkan adanya otonomi pengawas untuk menentukan langkah dan strategi dalam menentukan prosedur kerja kepengawasan. Namun demikian pengawas perlu berkolaborasi dengan kepala sekolah dan guru agar dalam melaksanakan tugasnya sejalan dengan arah pengembangan sekolah yang telah ditetapkan kepala sekolah. Berdasarkan kedua tugas pokok di atas maka kegiatan yang dilakukan oleh pengawas antara lain: 1. Menyusun program kerja kepengawasan untuk setiap semester dan setiap tahunnya pada sekolah yang dibinanya. 2. Melaksanakan
penilaian,
pengolahan
dan
analisis
data
hasil
belajar/bimbingan siswa dan kemampuan guru. 3. Mengumpulkan dan mengolah data sumber daya pendidikan, proses pembelajaran/bimbingan, lingkungan sekolah yang berpengaruh terhadap perkembangan hasil belajar/bimbingan siswa. 20
4. Melaksanakan analisis komprehensif hasil analisis berbagai faktor sumber daya pendidikan sebagai bahan untuk melakukan inovasi sekolah. 5. Memberikan arahan, bantuan dan bimbingan kepada guru tentang proses pembelajaran/bimbingan yang bermutu untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar/ bimbingan siswa. 6. Melaksanakan penilaian dan monitoring penyelenggaran pendidikan di sekolah binaannya mulai dari penerimaan siswa baru, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan ujian sampai kepada pelepasan lulusan/pemberian ijazah. 7. Menyusun
laporan
hasil
pengawasan
di
sekolah
binaannya
dan
melaporkannya kepada Dinas Pendidikan, Komite Sekolah dan stakeholder lainnya. 8. Melaksanakan penilaian hasil pengawasan seluruh sekolah sebagai bahan kajian untuk menetapkan program kepengawasan semester berikutnya. 9. Memberikan bahan penilaian kepada sekolah dalam rangka akreditasi sekolah. 10. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pihak sekolah dalam memecahkan
masalah
yang
dihadapi
sekolah
berkaitan
dengan
penyelenggaraan pendidikan. Berdasarkan uraian di atas maka tugas pengawas mencakup: (1) inspecting (mensupervisi), (2) advising (memberi advis atau nasehat), (3) monitoring (memantau), (4) reporting (membuat laporan), (5) coordinating (mengkoordinir) dan (6) performing leadership dalam arti memimpin dalam melaksanakan kelima tugas pokok tersebut (Ofsted, 2003).
21
Tugas pokok inspecting (mensupervisi) meliputi tugas mensupervisi kinerja kepala sekolah, kinerja guru, kinerja staf sekolah, pelaksanaan kurikulum/mata
pelajaran,
pelaksanaan
pembelajaran,
ketersediaan
dan
pemanfaatan sumberdaya, manajemen sekolah, dan aspek lainnya seperti: keputusan moral, pendidikan moral, kerjasama dengan masyarakat. Tugas pokok advising (memberi advis/nasehat) meliputi advis mengenai sekolah sebagai sistem, memberi advis kepada guru tentang pembelajaran yang efektif, memberi advis kepada kepala sekolah dalam mengelola pendidikan, memberi advis kepada tim kerja dan staf sekolah dalam meningkatkan kinerja sekolah, memberi advis kepada orang tua siswa dan komite sekolah terutama dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Tugas
pokok
monitoring/pemantauan
meliputi
tugas:
memantau
penjaminan/ standard mutu pendidikan, memantau penerimaan siswa baru, memantau proses dan hasil belajar siswa, memantau pelaksanaan ujian, memantau rapat guru dan staf sekolah, memantau hubungan sekolah dengan masyarakat, memantau data statistik kemajuan sekolah, memantau programprogram pengembangan sekolah. Tugas pokok reporting meliputi tugas: melaporkan perkembangan dan hasil pengawasan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Propinsi dan/atau Nasional, melaporkan perkembangan dan hasil pengawasan ke masyarakat publik, melaporkan perkembangan dan hasil pengawasan ke sekolah binaannya. Tugas pokok coordinating meliputi tugas: mengkoordinir sumber-sumber daya sekolah baik sumber daya manusia, material, financial dll, mengkoordinir 22
kegiatan antar sekolah, mengkoordinir kegiatan preservice dan in service training bagi Kepala Sekolah, guru dan staf sekolah lainnya, mengkoordinir personil stakeholder yang lain, mengkoordinir pelaksanaan kegiatan inovasi sekolah. Tugas
pokok
performing
leadership/memimpin
meliputi
tugas:
memimpin pengembangan kualitas SDM di sekolah binaannya, memimpin pengembangan inovasi sekolah, partisipasi dalam meminpin kegiatan manajerial pendidikan di Diknas yang bersangkutan, partisipasi pada perencanaan pendidikan di kabupaten/kota, partisipasi pada seleksi calon kepala sekolah/calon pengawas, partisipasi dalam akreditasi sekolah, partisipasi dalam merekruit personal untuk proyek atau program-program khusus pengembangan mutu sekolah, partisipasi dalam mengelola konflik di sekolah dengan win-win solution dan partisipasi dalam menangani pengaduan baik dari internal sekolah maupun dari masyarakat. Itu semua dilakukan guna mewujudkan kelima tugas pokok di atas. Berdasarkan uraian tugas-tugas pengawas sebagaimana dikemukakan di atas, maka pengawas satuan pendidikan banyak berperan sebagai: (1) penilai, (2) peneliti, (3) pengembang, (4) pelopor/inovator, (5) motivator, (6) konsultan, dan (7) kolaborator dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah binaannya. Dikaitkan dengan tugas pokok pengawas sebagai pengawas atau supervisor akademik yaitu tugas pokok supervisor yang lebih menekankan pada aspek teknis pendidikan dan pembelajaran, dan supervisor manajerial yaitu tugas pokok supervisor yang lebih menekankan pada aspek manajemen sekolah dapat dimatrikkan dalam tabel berikut ini.
23
Tabel 2.1 MATRIK TUGAS POKOK PENGAWAS Pengawasan Akademik (Teknis Pendidikan/Pembelajaran) Pelaksanaan kurikulum mata pelajaran Proses pembelajaran/praktikum/ studi lapangan A. Inspecting/ Kegiatan ekstra kurikuler Pengawasan Penggunaan media, alat bantu dan sumber belajar Kemajuan belajar siswa Lingkungan belajar Menasehati guru dalam pembelajaran/bimbingan yang efektif Guru dalam meningkatkan kompetensi professional Guru dalam melaksanakan B. Advising/ penilaian proses dan hasil Menasehati belajar Guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas Guru dalam meningkatkan kompetensi pribadi, sosial dan pedagogik Ketahanan pembelajaran Pelaksanaan ujian mata C. pelajaran Monitoring/ Standar mutu hasil belajar siswa Memantau Pengembangan profesi guru Pengadaan dan pemanfaatan sumber-sumber belajar Pelaksanaan inovasi D. pembelajaran Coordinating/ Pengadaan sumber-sumber mengkoordini belajar r Kegiatan peningkatan kemampuan profesi guru Kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran E. Reporting Kemajuan belajar siswa Pelaksanaan tugas kepengawasan akademik Rincian Tugas
24
Pengawasan Manajerial (Administrasi dan Manajemen Sekolah) Pelaksanaan kurikulum sekolah Penyelenggaraan administrasi sekolah Kinerja kepala sekolah dan staf sekolah Kemajuan pelaksanaan pendidikan di sekolah Kerjasama sekolah dengan masyarakat
Kepala sekolah di dalam mengelola pendidikan Kepala sekolah dalam melaksanakan inovasi pendidikan Kepala sekolah dalam peningkatan kemamapuan professional kepala sekolah Menasehati staf sekolah dalam melaksanakan tugas administrasi sekolah Kepala sekolah dan staf dalam kesejahteraan sekolah Penyelenggaraan kurikulum Administrasi sekolah Manajemen sekolah Kemajuan sekolah Pengembangan SDM sekolah Penyelenggaraan ujian sekolah Penyelenggaraan penerimaan siswa baru Mengkoordinir peningkatan mutu SDMsekolah Penyelenggaraan inovasi di sekolah Mengkoordinir akreditasi sekolah Mengkoordinir kegiatan sumber daya pendidikan 1. Kinerja kepala sekolah 2. Kinerja staf sekolah 3. Standar mutu pendidikan 4. Inovasi pendidikan
D. Supervisi Akademik Untuk
melaksanakan
tugas
pokok
tersebut,
pengawas
sekolah
melaksanakan fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial. Supervisi akademik adalah fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan di sekolah. Sasaran supervisi akademik antara lain membantu guru dalam: (1) merencanakan kegiatan pembelajaran dan atau bimbingan, (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran/ bimbingan, (3) menilai proses dan hasil pembelajaran/ bimbingan, (4) memanfaatkan hasil penilaian untuk peningkatan layanan pembelajaran/bimbingan, (5) memberikan umpan balik secara tepat dan teratur dan terus menerus pada peserta didik, (6) melayani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, (7) memberikan bimbingan belajar pada peserta didik, (8) menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, (9) mengembangkan dan memanfaatkan alat Bantu dan media pembelajaran dan atau bimbingan, (10) memanfaatkan
sumber-sumber
belajar,
(11)
mengembangkan
interaksi
pembelajaran/bimbingan (metode, strategi, teknik, model, pendekatan dll.) yang tepat dan berdaya guna, (12) melakukan penelitian praktis bagi perbaikan pembelajaran/bimbingan,
dan
(13)
mengembangkan
inovasi
pembelajar-
an/bimbingan. Konsep dan tujuan supervisi akademik, sebagaimana dikemukakan oleh para pakar supervisi , memang tampak idealis bagi para praktisi supervisi akademik. Namun, memang demikianlah seharusnya kenyataan normatif konsep dasarnya. Para kepala sekolah baik suka maupun tidak suka harus siap 25
menghadapi problema dan kendala dalam melaksanakan supervisi akademik. Adanya problema dan kendala tersebut sedikit banyak bisa diatasi apabila dalam pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah menerapkan prinsip-prinsip supervisi akademik. Akhir-akhir ini, beberapa literatur telah banyak mengungkapkan teori supervisi akademik sebagai landasan bagi setiap perilaku supervisi akademik. Beberapa istilah, seperti demokrasi (democratic), kerja kelompok (team effort), dan proses kelompok (group process) telah banyak dibahas dan dihubungkan dengan konsep supervisi akademik. Pembahasannya semata-mata untuk menunjukkan kepada kita bahwa perilaku supervisi akademik itu harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana supervisor sebagai atasan dan guru sebagai bawahan. Begitu pula dalam latar sistem persekolahan, keseluruhan anggota (guru) harus aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai prakarsa, dalam proses supervisi akademik, sedangkan supervisor merupakan bagian darinya. Semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik modern yang harus direalisasikan pada setiap proses supervisi akademik di sekolah-sekolah. Selain tersebut di atas, berikut ini adalah beberapa prinsip lain yang harus diperhatikan dan direalisasikan oleh supervisor dalam melaksanakan supervisor akademik, yaitu sebagai berikut: 1. Supervisi akademik harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian ini bukan saja antara supervisor dengan guru, melainkan juga antara supervisor dengan 26
pihak lain yang terkait dengan program supervisor akademik. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya supervisor harus memiliki sifat-sifat, seperti sikap membantu, memahami, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusiasi, dan penuh humor (Dodd, 1972). 2. Supervisi akademik harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi akademik bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktuwaktu jika ada kesempatan. Perlu dipahami bahwa supervisi akademik merupakan salah satu essensial function dalam keseluruhan program sekolah (Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner, 1973). Apabila guru telah berhasil mengembangkan dirinya tidaklah berarti selesailah tugas supervisor, melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan. Hal ini logis, mengingat problema proses pembelajaran selalu muncul dan berkembang. 3. Supervisi akademik harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi akademiknya. Titik tekan supervisi akademik yang demokratis adalah aktif dan kooperatif. Supervisor harus melibatkan program akademik bukan hanya pada supervisor melainkan juga pada guru. Oleh karena
itu,
program
supervisi
akademik
sebaiknya
direncanakan,
dikembangkan dan dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan guru, kepala sekolah, dan pihak lain yang terkait di bawah koordinasi supervisor. 4. Program supervisi akademik harus integral dengan program pendidikan. Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan. Sistem perilaku tersebut antara lain berupa sistem perilaku administratif, sistem perilaku akademik, sistem perilaku kesiswaan, sistem perilaku pengembangan konseling, sistem perilaku supervisi akademik (Alfonso, dkk, 1981). Antara 27
satu sistem dengan sistem lainnya harus dilaksanakan secara integral dengan program pendidikan secara keseluruhan. Dalam upaya pewujudan prinsip ini diperlukan hubungan yang baik dan harmonis antara supervisor dengan semua pihak pelaksana program pendidikan (Dodd, 1972). 5. Supervisi akademik harus komprehensif. Program supervisi akademik harus mencakup keseluruhan aspek pengembangan akademik, walaupun mungkin saja ada penekanan pada aspek-aspek tertentu berdasarkan hasil analisis kebutuhan pengembangan akademik sebelumnya. Prinsip ini tiada lain hanyalah untuk memenuhi tuntutan multi tujuan supervisi akademik, berupa pengawasan kualitas, pengembangan profesional, dan memotivasi guru, sebagaimana telah dijelaskan di muka. 6. Supervisi akademik harus konstruktif. Supervisi bukanlah sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam proses pelaksanaan supervisi akademik itu terdapat kegiatan penilaian unjuk kerja guru, tetapi tujuannya bukan untuk mencari kesalahan-kesalahannya. Supervisi akademik akan mengembangkan pertumbuhan dan kreativitas guru dalam memahami dan memecahkan problem-problem akademik yang dihadapi. 7. Supervisi akademik harus objektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi, keberhasilan program supervisi akademik harus objektif. Objektivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi akademik itu harus disusun berdasarkan kebutuhan nyata pengembangan profesional guru. Begitu pula dalam mengevaluasi keberhasilan program supervisi akademik. Di sinilah letak pentingnya instrumen pengukuran yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi untuk mengukur seberapa kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. 28
E. Pelaksanaan Supervisi Akademik Glickman (1981) mendefinisikan supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan untuk membantu guru mengembangkan kemampuannya
mengelola
proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran. Supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. (Daresh, 1989). Dengan demikian, berarti esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987). Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi akademik. Apabila dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru, sehingga
bisa
ditetapkan
aspek
yang
perlu
dikembangkan
dan
cara
mengembangkannya. Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian unjuk kerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat realita kondisi untuk 29
menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya: Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas?. Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di dalam kelas?. Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan murid?. Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik?. Apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara
mengembangkannya?.
Berdasarkan
jawaban
terhadap
pertanyaan-
pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan pengembangan kemampuannya. Dengan demikian, melalui supervisi akademik guru akan semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) menegaskan Instructional Supervision is here in defined as: behavior officially designed by the organization that directly affects teacher behavior in such a way to facilitate pupil learning and achieve the goals of organization. Menurut Alfonso, Firth, dan Neville, ada tiga konsep (kunci) dalam pengertian supervisi akademik. a. Supervisi
akademik
harus
secara
langsung
mempengaruhi
dan
mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Tidak ada satu pun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok bagi semua guru (Glickman, 1981). Tegasnya, tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan kematangan profesional serta karakteristik personal guru lainnya harus 30
dijadikan
dasar
pertimbangan
dalam
mengembangkan
dan
mengimplementasikan program supervisi akademik (Sergiovanni, 1987 dan Daresh, 1989). b. Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru, maka alangkah baik jika programnya didesain bersama oleh supervisor dan guru. c. Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Secara rinci, tujuan supervisi akademik akan diuraikan lebih lanjut berikut ini. Tujuan supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi muridmuridnya (Glickman, 1981). Melalui supervisi akademik diharapkan kualitas akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980). Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pembelajaran akan meningkat. Sedangkan menurut Sergiovanni (1987) ada tiga tujuan supervisi akademik sebagaimana dapat dilihat pada Gambar berikut
31
Pengembangan Profesionalisme
Penumbuhan Motivasi
TIGA TUJUAN SUPERVISI
Pengawasan kualitas
Gambar 2 Tiga Tujuan Supervisi
a. Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru mengembangkan
kemampuannya
profesionalnya
dalam
memahami
akademik. Kehidupan kelas mengembangkan keterampilan mengajarnya dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu. b. Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dilakukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan sebagian murid-muridnya. c. Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
32
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (1981) Supervisi akademik yang baik adalah supervisi akademik yang mampu berfungsi mencapai multi tujuan tersebut di atas. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya memperhatikan salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan lainnya. Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) menggambarkan sistem pengaruh perilaku supervisi akademik sebagaimana gambar 3
Perilaku Supervisi Akademik
Perilaku Akademik
Perilaku Belajar Siswa
Sumber: Alfonso, RJ., Firth, G.R., & Neville, R.F. 1981. Instructional Supervision, A. Behavior System, Bonston: Allyn and Bacon, Inc., p.45 Gambar 3 Sistem Fungsi Supervisi Akademik
Dalam gambar di atas menggambarkan hubungan antara perilaku pengawas dalam melakukan supervisi akademik, perilaku akademik terhadap perilaku belajar siswa. Ini berarti, melalui supervisi akademik, supervisor mempengaruhi perilaku mengajar guru sehingga perilakunya semakin baik dalam mengelola proses belajar mengajar. Selanjutnya perilaku mengajar guru yang baik itu akan mempengaruhi perilaku belajar murid. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tujuan akhir supervisi akademik adalah terbinanya perilaku belajar murid yang lebih baik. 33
F. Ruang Lingkup Supervisi Akademik Para pakar pendidikan telah banyak menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki kompetensi yang memadai. Seseorang tidak akan bisa bekerja secara profesional apabila ia hanya memenuhi salah satu kompetensi di antara sekian kompetensi yang dipersyaratkan. Kompetensi tersebut merupakan perpaduan antara kemampuan dan motivasi. Betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Selaras dengan penjelasan ini adalah satu teori yang dikemukakan oleh Glickman (1981). Menurutnya ada empat proto tipe guru dalam mengelola proses pembelajaran. Proto tipe guru yang terbaik, menurut teori ini, adalah guru prototipe profesional. Seorang guru bisa diklasifikasikan ke dalam prototipe profesional apabila ia memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan motivasi kerja tinggi (high level of commitment). Penjelasan di atas memberikan implikasi khusus kepada apa seharusnya program supervisi akademik. Supervisi akademik yang baik harus mampu membuat guru semakin kompeten yaitu guru semakin menguasai kompetensi, baik kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Oleh karena itu supervisi akademik harus menyentuh pada pengembangan kedua dimensi ini, menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek
34
yang harus menjadi perhatian supervisi akademik baik dalam perencanaannya, pelaksanaannya maupun penilaiannya. Pertama, apa yang disebutkan dengan substantive aspects of profesional (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif). Aspek ini menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi akademik. Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang harus dikuasai guru. Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya mengelola proses pembelajaran. Ada empat kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi akademik, yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial. Aspek substansi pertama dan kedua merepresentasikan nilai, keyakinan dan teori yang dipegang oleh guru tentang hakikat pengetahuan, bagaimana murid-murid belajar, penciptaan hubungan guru dan murid, dan faktor lainnya. Aspek ketiga berkaitan dengan seberapa luas pengetahuan guru tentang materi atau bahan pelajaran pada bidang studi yang diajarkannya. Kedua, apa yang disebut dengan profesional development competency areas (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek kompetensi). Aspek ini menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak berbeda dengan kasus profesional lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana mengerjakan (know how to do) tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana merumuskan tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran, dan teknik akademik. Tetapi, mengetahui dan
memahami keempat aspek substansi ini
belumlah cukup. Seorang guru harus mampu menerapkan pengetahuan
dan
pemahamannya. Dengan kata lain, ia harus bisa mengerjakan (will do) tugastugas berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Percumalah pengetahuan dan 35
keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru, apabila ia tidak mau mengerjakan tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya. Akhirnya seorang guru harus mau mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya sendiri. Sedangkan bilamana merujuk kepada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru dan harus dijadikan perhatian pengawas dalam melakukan supervisi akademik, yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial. Supervisi akademik yang baik adalah supervisi yang mampu menghantarkan guru-guru menjadi semakin kompeten Hal ini sesuai dengan dimensi kompetensi yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. Dalam Peraturan tersebut, Pengawas satuan pendidikan dituntut memiliki kompetensi supervisi akademik, di samping kompetensi kepribadian, sosial, dan penelitian dan pengembangan. Adapun supervisi akademik esensinya berkenaan dengan tugas pengawas untuk membina guru dalam meningkatkan mutu pembelajarannya, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Peraturan Menteri ini juga mengisyaratkan bahwa dalam profesi pengawas di Indonesia secara umum tidak dibedakan antara supervisor umum dengan supervisor spesialis, kecuali untuk mata pelajaran dan/atau jenis pendidikan tertentu. Sebagaimana dikemukakan oleh Made Pidarta (1995:84-85) bahwa supervisor dapat dikelompokkan menjadi dua,yaitu supervisor umum dan supervisor spesialis. Supervisor umum tugasnya berkaitan dengan pemantauan pelaksanaan kurikulum serta upaya perbaikannya, dan memotivasi guru untuk 36
bekerja dengan penuh gairah, dan menangani masalah-masalah pendidikan secara umum. Sedangkan supervisor spesialis lebih berkonsentrasi pada perbaikan proses belajar mengajar, terutama berkaitan dengan spesialisasi mereka. Mereka disebut pula dengan supervisor bidang studi, dan dipandang sebagai ahli dalam bidang tertentu sehingga mampu mengembangkan materi. Pembelajaran, media dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan.
G. Metode dan Teknik Supervisi Akademik Salah satu tugas pengawasan satuan pendidikan mencakup pengawasan supervisi akademik atau pembelajaran. Karena fokus kedua hal tersebut berbeda, maka metode dan teknik yang digunakan tentu berbeda pula. Berikut ini akan diuraikan tentang metode supervisi akademik. Di muka telah dijelaskan bahwa supervisi ditujukan untuk membantu guru meningkatkan pembelajaran, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan belajar siswa. Sesuai dengan tujuannya tersebut maka istilah yang sering digunakan adalah supervisi pembelajaran (instructional supervision). Terdapat beberapa metode dan teknik supervisi yang dapat dilakukan pengawas. Metode-metode tersebut dibedakan antara yang bersifat individual dan kelompok. Pada setiap metode supervisi tentunya terdapat kekuatan dan kelemahan. Ada bermacam-macam
teknik supervisi akademik dalam upaya
pembinaan kemampuan guru. Dalam hal ini meliputi pertemuan staf. Kunjungan supervisi,
buletin
profesional,
laboratorium
kurikulum,
penilaian
guru,
demonstrasi pembelajaran pengembangan kurikulum, pengembangan petunjuk 37
pembelajaran, darmawisata, lokakarya, kunjungan antarkelas, bacaan profesional, dan survei masyarakat-sekolah. Sedangkan menurut Gwyn, teknik-teknik supervisi itu bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok. 1. Teknik Supervisi Individual Teknik supervisi individual di sini adalah pelaksanaan supervisi yang diberikan kepada guru tertentu yang mempunyai masalah khusus dan bersifat perorangan. Supervisor di sini hanya berhadapan dengan seorang guru yang dipandang
memiliki
persoalan
tertentu.
Teknik-teknik
supervisi
yang
dikelompokkan sebagai teknik individual meliputi: kunjungan kelas, observasi kelas, pertemuan individual, kunjungan antarkelas, dan menilai diri sendiri. Berikut ini dijelaskan pengertian-pengertian dasarnya secara singkat satu persatu. a. Kunjungan Kelas Kunjungan kelas adalah teknik pembinaan guru oleh kepala sekolah, pengawas, dan pembinaan lainnya dalam rangka mengamati pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga memperoleh data yang diperlukan dalam rangka pembinaan guru. Tujuan kunjungan ini adalah semata-mata untuk menolong guru dalam mengatasi kesulitan atau masalah mereka di dalam kelas. Melalui kunjungan kelas, guru-guru dibantu melihat dengan jelas masalah-masalah yang mereka alami. Menganalisisnya secara kritis dan mendorong mereka untuk menemukan alternatif pemecahannya. Kunjungan kelas ini bisa dilaksanakan dengan pemberitahuan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, dan bisa juga atas dasar undangan dari guru itu sendiri. Ada empat tahap kunjungan kelas. Pertama, tahap persiapan. Pada tahap ini supervisor merencanakan waktu, sasaran dan cara mengobservasi selama kunjungan 38
kelas. Kedua, tahap pengamatan selama kunjungan. Pada tahap ini supervisor mengamati jalannya proses pembelajaran berlangsung. Ketiga, tahap ini kunjungan. Pada tahap ini, supervisor bersama guru mengadakan perjanjian untuk membicarakan hasil-hasil observasi, sedangkan tahap terakhir adalah tahap tindak lanjut. Ada beberapa kriteria kunjungan kelas yang baik, yaitu: (1) memiliki tujuan-tujuan tertentu; (2) mengungkapkan aspek-aspek yang dapat memperbaiki kemampuan guru; (3) menggunakan instrumen observasi tertentu untuk mendapatkan daya yang objektif; (4) terjadi interaksi antara pembina dan yang dibina sehingga kelas tidak mengganggu proses belajar mengajar; (6) pelaksanaannya diikuti dengan program tindak lanjut. b. Observasi Kelas Observasi kelas secara sederhana bisa diartikan melihat dan memperhatikan secara teliti terhadap gejala yang nampak. Observasi kelas adalah teknik observasi yang dilakukan oleh supervisor terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Tujuannya adalah untuk memperoleh data seobjektif mungkin mengenai aspek-aspek dalam situasi belajar mengajar, kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh guru dalam usaha memperbaiki proses belajar mengajar. Secara umum, aspek-aspek yang diamati selama proses pembelajaran yang sedang berlangsung adalah: 1) Usaha-usaha dan aktivitas guru-siswa dalam proses pembelajaran. 2) Cara penggunaan media pembelajaran. 3) Reaksi mental para siswa dalam proses belajar mengajar 4) Keadaan media pembelajaran yang dipakai dari segi materialnya. Pelaksanaan observasi kelas ini melalui beberapa tahap, yaitu: (1) persiapan observasi kelas; (2) pelaksanaan observasi kelas; (3) penutupan pelaksanaan 39
observasi kelas;
(4) penilaian hasil observasi; dan (5) tindak lanjut. Dalam
melaksanakan observasi kelas ini, sebaiknya supervisor menggunakan instrumen observasi tertentu, antara lain berupa evaluative check-list, activity check-list. c. Pertemuan Individual Pertemuan individual adalah suatu pertemuan, percakapan, dialog, dan tukar pikiran antara pembina atau guru, guru dengan guru, mengenai meningkatkan kemampuan profesional guru. Tujuannya adalah:
usaha (1)
memberikan kemungkinan pertumbuhan jabatan guru melalui pemecahan kesulitan yang dihadapi; (2) mengembangkan hal mengajar yang lebih baik; (3) memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan pada diri guru dan (4) menghilangkan atau menghindari segala prasangka yang bukan-bukan. Swearingen (1961) mengklasifikasi jenis percakapan individual ini menjadi empat macam sebagai berikut: 1) Classroom-conference, yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di dalam kelasketika murid-murid sedang meninggalkan kelas (istirahat). 2) Office-conference, yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di ruang kepala sekolah atau ruang guru, dimana sudah dilengkapi dengan alat-alat bantu yang dapat digunakan untuk memberikan penjelasan pada guru. 3) causal-conference, yaitu percakapan individual yang bersifat informal, yang dilaksanakan secara kebetulan bertemu dengan guru. 4) observational visitation, yaitu percakapan individual yang dilaksanakan setelah supervisor melakukan kunjungan kelas atau observasi kelas. Dalam percakapan individual ini supervisor harus berusaha mengembangkan segi-segi positif guru, mendorong guru mengatasi kesulitan-kesulitannya, dan
40
memberikan pengarahan,hal-hal yang masih meragukan sehingga terjadi kesepakatan konsep tentang situasi pembelajaran yang sedang dihadapi. d. Kunjungan Antar Kelas Kunjungan antarkelas dapat juga digolongkan sebagai teknik supervisi secara perorangan. Guru dari yang satu berkunjung ke kelas yang lain dalam lingkungan sekolah itu sendiri. Dengan adanya kunjungan antarkelas ini,guru akan memperoleh pengalaman baru dari teman sejawatnya mengenai pelaksanaan proses pembelajaran pengelolaan kelas, dan sebagainya. Agar kunjungan antarkelas ini betul-betul bermanfaat bagi pengembangan kemampuan guru, maka sebelumnya harus direncanakan dengan sebaik-baiknya. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh supervisor apabila menggunakan teknik ini dalam melaksanakan supervisi bagi guru-guru. 1) Guru-guru yang akan dikunjungi harus diseleksi dengan sebaik-baiknya. Upayakan mencari guru yang memang mampu memberikan pengalaman baru bagi guru-guru yang akan mengunjungi. 2) Tentukan guru-guru yang akan mengunjungi. 3) Sediakan segala fasilitas yang diperlukan dalam kunjungan kelas. 4) Supervisor hendaknya mengikuti acara ini dengan cermat. Amatilah apa-apa yang ditampilkan secara cermat, dan mencatatnya pada format-format tertentu. 5) Adakah tindak lanjut setelah kunjungan antarkelas selesai. Misalnya dalam bentuk percakapan pribadi, penegasan, dan pemberian tugas-tugas tertentu. 6) Segera aplikasikan ke sekolah atau ke kelas guru bersangkutan, dengan menyesuaikan pada situasi dan kondisi yang dihadapi.
41
7) Adakan
perjanjian-perjanjian
untuk
mengadakan
kunjungan
antarkelas
berikutnya. e. Menilai Diri Sendiri Menilai diri sendiri merupakan satu teknik individu dalam supervisi pendidikan. Penilaian diri sendiri merupakan satu teknik pengembangan profesional guru (Sutton, 1989). Penilaian diri sendiri memberikan informasi secara objektif kepada guru tentang peranannya di kelas dan memberikan kesempatan kepada guru mempelajari metode pembelajarannya dalam mempengaruhi murid (House, 1973. Semua ini akan mendorong guru untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya (DeRoche, 1985; Daresh, 1989; Synder & Anderson, 1986). Nilai diri sendiri merupakan tugas yang tidak mudah bagi guru. Untuk mengukur kemampuan mengajarnya, di samping menilai murid-muridnya, juga menilai dirinya sendiri. Ada beberapa cara atau alat yang dapat digunakan untuk menilai diri sendiri, antara lain sebagai berikut: 1) Suatu daftar pandangan atau pendapat yang disampaikan kepada murid-murid untuk menilai pekerjaan atau suatu aktivitas. Biasanya disusun dalam bentuk pertanyaan baik secara tertutup maupun terbuka, dengan tidak perlu menyebut nama. 2) Menganalisis tes-tes terhadap unit kerja. 3) Mencatat aktivitas murid-murid dalam suatu catatan, baik mereka bekerja secara perorangan maupun secara kelompok.
42
2. Teknik Supervisi Kelompok Teknik supervisi kelompok adalah satu cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih. Guru-guru yang diduga, sesuai dengan analisis kebutuhan, memiliki masalah atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama dikelompokkan atau dikumpulkan menjadi satu/bersama-sama. Kemudian kepada mereka diberikan layanan supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi. Menurut Gwynn, ada tiga belas teknik supervisi kelompok, sebagai berikut: a. Kepanitiaan-kepanitiaan b. Kerja Kelompok c. Laboratorium kurikulum d. Baca terpimpin e. Demonstrasi pembelajaran f. Darmawisata g. Kuliah/studi h. Diskusi panel i. Perpustakaan j. Organisasi profesional k. Buletin supervisi l. Pertemuan guru m. Lokakarya atau konferensi kelompok Teknik supervisi kelompok ini tidak akan dibahas satu persatu, karena sudah banyak buku yang secara khusus membahasnya. Satu hal yang perlu ditekankan di sini bahwa tidak ada satu pun di antara teknik-teknik supervisi kelompok di atas yang cocok atau bisa diterapkan untuk semua pembinaan dan guru di sekolah. Artinya, 43
akan ditemui oleh kepala sekolah adanya satu teknik tertentu yang cocok diterapkan untuk membina seorang guru tetapi tidak cocok diterapkan pada guru lain. Oleh sebab itu, seorang kepala sekolah harus mampu menetapkan teknik-teknik mana yang sekiranya mampu membina keterampilan pembelajaran seorang guru. Menetapkan teknik-teknik supervisi yang tepat tidaklah mudah. Seorang pengawas, selain harus mengetahui aspek atau bidang keterampilan yang akan dibina, juga harus mengetahui karakteristik setiap teknik di atas dan sifat atau kepribadian guru, sehingga teknik yang digunakan betul-betul sesuai dengan guru yang sedang dibina melalui supervisi akademik. Sehubungan dengan kepribadian guru,
Lucio
dan
McNeil
(1979)
menyarankan
agar
kepala
sekolah
mempertimbangkan enam faktor kepribadian guru,yaitu kebutuhan guru, minat guru, bakat guru, temperamen guru, sikap guru, dan sifat-sifat somatic guru.
H. Langkah-langkah Pembinaan Kemampuan Guru Ada lima langkah pembinaan kemampuan guru melalui supervisi akademik, yaitu: (1) menciptakan hubungan-hubungan yang harmonis, (2) analisis kebutuhan, (3) mengembangkan strategi dan media, (4) menilai, dan (5) revisi. 1. Menciptakan Hubungan yang Harmonis Langkah pertama dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah menciptakan hubungan yang harmonis antara pengawas dan guru, serta semua pihak yang terkait dengan program pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Dalam upaya melaksanakan supervisi akademik memang diperlukan kejelasan informasi antar personil yang terkait. Tanpa kejelasan informasi, guru akan kebingungan, tidak tahu yang diharapkan kepala sekolah, dan meyakini bahwa tujuan pokok dalam pengukuran kemampuan guru, sebagai langkah awal 44
setiap pembinaan keterampilan pembelajaran melalui supervisi akademik, adalah hanya untuk mengidentifikasi guru yang baik dan kurang terampil dalam mengajar. Padahal seandainya ada kejelasan informasi, tentu tidak akan terjadi guru yang demikian. Komunikasi antara kepala sekolah dan guru dikatakan efektif apabila guru benar-benar
menerima
supervisi
akademik
sebagai
upaya
pembinaan
kemampuannya. Dalam upaya ini, diperlukan kejelasan informasi mengenai hakikat dan tujuan supervisi akademik, tentu diperlukan suatu cara dan prinsipprinsip tertentu dalam berkomunikasi. Bagaimanakah berkomunikasi secara efektif. Ada sejumlah prinsip komunikasi yang harus diterapkan oleh kepala sekolah, sebagaimana dikemukakan oleh Marks, Stoops dan Stoops, sebagai berikut. a. Berbicaralah sebijaksana dan sebaik mungkin b. Ikutilah pembicaraan orang lain secara seksama c. Ciptakan hubungan interpersonal antar personil d. Berpikirlah sebelum berbicara e. Ikutilah norma-norma yang berlaku pada latar sekolah f. Usahakanlah untuk memahami pendapat orang lain g. Konsentrasikan pada pesanmu, bukan pada dirimu sendiri h. Kumpulkan materi untuk mengadakan diskusi bila perlu i. Persingkat pembicaraan j. Ciptakan ketidaksanggupan k. Bersemangatlah l. Raihlah sikap orang lain untuk membantu program m. Berkomunikasilah dengan “eye communication” 45
n. Selalu mencoba o. Jadilah pendengar yang baik p. Ketahuilah kapan sebaiknya berhenti berkomunikasi
2. Analisis Kebutuhan Sebagai langkah kedua dalam pembinaan keterampilan Pembelajaran guru adalah analisis kebutuhan (needs assessmant).Secara hakiki, analisis kebutuhan merupakan upaya menentukan perbedaan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipersyaratkan dan secara nyata dimiliki. Prinsip supervisi Pembelajaran yang ketujuh, sebagaimana telah dikemukakan di muka, adalah obyektif, artinya dalam penyusunan program supervisi Pembelajaran harus didasarkan pada kebutuhan nyata pengembangan profesional guru. Dalam upaya memenuhi prinsip ini diperlukan analisis kebutuhan tentang keterampilan Pembelajaran guru yang harus dikembangkan melalui supervisi Pembelajaran. Adapun langkah-langkah menganalisis kebutuhan sebagai berikut. a. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan atau masalah-masalah
pendidikan
perbedaan (gap) apa saja yang ada antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang nyata dimiliki guru dan yang seharusnya dimiliki guru? Perbedaan dikelompok, disentesiskan, dan diklasifikasi. b. Mengidentifikasikan lingkungan dan hambatan-hambatannya. c. Menetapkan tujuan umum jangka panjang d. Mengidentifikasi tugas-tugas manajemen yang dibutuhkan fase ini, seperti keuangan, sumber-sumber, perlengkapan dan media. e. Mencatat prosedur-prosedur untuk mengumpulkan informasi tambahan tentang pengetahuan,
keterampilan,
46
dan
sikap
yang dimiliki
guru.
Pergunakanlah teknik-teknik tertentu, seperti mengundang konsultan dari luar sekolah, wawancara, dan kuesioner. f. Mengidentifikasi dan mencatat kebutuhan-kebutuhan khusus pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Pergunakanlah kata-kata prilaku atau performansi. g. Menetapkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru yang bisa dibina melalui teknik dan media selain pendidikan. h. Mencatat dan memberi kode kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru yang akan dibina melalui cara-cara lainnya. 3. Pelaksanaan Supervisi Akademik Setelah tujuan-tujuan pembinaan keterampilan pembelajaran berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan yang diperoleh melalui analisis kebutuhan di atas, kepala sekolah menganalisis setiap tujuan untuk menentukan bentuk-bentuk teknik dan media supervisi akademik yang akan digunakan. Menurut Gwynn (1961), teknik-teknik supervisi bila dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok. Tujuan pengembangan strategi dan media supervisi akademik ini adalah sebagai berikut: a. Mendaftar pembinaan-pembinaan keterampilan pembelajaran yang akan dilakukan dengan menggunakan teknik supervisi individual. b. Mendaftar pembinaan keterampilan dan memilih teknik dan media supervisi yang siap digunakan untuk membina keterampilan pembelajaran guru yang diperlukan.
47
c. Mendaftar mengidentifikasi dan memilih teknik dan media supervisi yang siap digunakan untuk membina keterampilan pembelajaran guru yang diperlukan. Setelah mengembangkan teknik dan media supervisi akademik, mulailah dilakukan pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan teknik dan media tertentu sebagaimana telah dikembangkan. Mengenai teknikteknik supervisi, baik yang individual maupun kelompok. 4. Penilaian Keberhasilan Supervisi Akademik Penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai. Dalam konteks supervisi akademik, penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Tujuan penilaian pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Tujuan penilaian pembinaan keterampilan pembelajaran adalah untuk: (1) menentukan apakah pengajar (guru) telah mencapai kriteria pengukuran sebagaimana dinyatakan dalam tujuan pembinaan, dan (2) untuk menentukan validitas teknik pembinaan dan komponen-komponennya dalam rangka perbaikan proses pembinaan berikutnya. Prinsip dasar dalam merancang dan melaksanakan program penilaian adalah bahwa penilaian harus mengukur performansi atau perilaku yang dispesifikasi pada tujuan supervisi akademik guru. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a. Katakan dengan jelas teknik-teknik penilaian. b. Tulislah masing-masing tujuan. c. Pilihlah atau kembangkan instrumen-instrumen pengukuran yang secara efektif bisa menilai hasil yang telah dispesifikasi. 48
d. Uji lapangan untuk mengetahui validitasnya. e. Organisasikan, analisis, dan rangkumlah hasilnya. 5. Perbaikan Program Supervisi Akademik Sebagai langkah terakhir dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah merevisi program pembinaan. Revisi ini dilakukan seperlunya, sesuai dengan hasil penilaian
yang telah dilakukan. Langkah-langkahnya sebagai
berikut: a. Mereview rangkuman hasil penilaian. b. Apabila ternyata tujuan pembinaan keterampilan pembelajaran guru tidak dicapai, maka sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan. c. Apabila ternyata memang tujuannya belum tercapai, maka mulailah merancang kembali program supervisi akademik guru untuk masa berikutnya. d. Mengimplementasikan program pembinaan yang telah dirancang kembali pada masa berikutnya. 6. Media, Sarana dan Sumber Dalam setiap pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan teknik supervisi akademik tertentu diperlukan media, sarana, maupun sumber-sumber tertentu. Apabila digunakan teknik buletin supervisi dalam membina keterampilan pembelajaran guru, maka diperlukan buletin sebagai media atau sumbernya. Apabila digunakan teknik darmawisata dan membina guru maka diperlukan tempat tertentu sebagai sumber belajarnya. Apabila digunakan perpustakaan jabatan sebagai pusat pembinaan keterampilan belajaran guru maka diperlukan buku-buku, ruang khusus, dan sarana khusus, 49
sebagai saran ada sumber belajar, ruang khusus, dan sarana khusus, sebagai sarana dan sumber belajar. Demikianlah seterusnya untuk teknik-teknik supervisi akademik lainnya, semuanya memerlukan media, sarana, dan sumber sebagai penunjang pelaksanaannya. 7. Instrumen Pengukuran Kemampuan Guru Pada bab awal telah ditegaskan bahwa esensial supervisi akademik itu sama sekali bukan mengukur unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran,
melainkan
bagaimana
membantu
guru
mengembangkan
kemampuan profesionalnya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas
dari
pengukuran
kemampuan
guru
dalam
mengelola
proses
pembelajaran.
Pengukuran
kemampuan
guru
dalam
mengelola
proses
pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan dalam proses supervisi pembelajaran (Sergiovanni, 1987). Prinsip dasar ini tampak jelas sekali pada langkah-langkah pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Menurut Marks, Stoops dan Stoops, sebagaimana telah dibahas di muka, di mana salah satu langkahnya berupa analisis kebutuhan. Esensial langkah atau fase analisis kebutuhan ini adalah mengukur pengetahuan dan kemampuan untuk menentukan pengetahuan dan kemampuan mana pada guru yang harus dibina. Ini berarti dalam setiap merencanakan dan memprogram supervisi akademik selalu diperlukan instrumen pengukuran. Instrumen pengukuran ini, baik pengetahuan maupun kemampuan, bila berupa tes-tes tertentu yang secara valid dan reliabel bisa mengukur pengetahuan dan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Khusus untuk mengukur kemampuan guru, karena lebih berbentuk performansi atau perilaku
50
(behavioral), biasanya digunakan instrumen observasi yang mengamati unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran. Instrumen ini banyak diambil dari yang sudah ada, yang sudah valid dan reliabel, maupun dikembangkan sendiri oleh supervisor. Apabila kepala sekolah ingin mengembangkan sendiri instrumen observasi maka disarankan agar merujuk kepada jenis-jenis kemampuan pembelajaran yang menang harus dimiliki oleh guru. Setiap jenis kemampuan yang dikembangkan dalam instrumen observasi harus disediakan skala pengukuran. Ada bermacam-macam skala pengukuran, misalnya skala tiga, skala lima, dan skala tujuh. Apabila digunakan skala tiga, maka bentuknya menjadi tiga mampu (1) cukup mampu, (2) dan mampu, (3) apabila digunakan skala lima, maka bentuknya menjadi sangat kurang mampu (1) kurang mampu (2) cukup mampu (3) mampu (4) dan sangat mampu (5). Nantinya apabila telah digunakan, maka semakin kecil skor kemampuannya (kategori kemampuannya) berarti semakin perlu dibina. Semakin rendah skornya berarti guru semakin tidak mampu mengelola proses pembelajaran. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI pernah mengembangkan satu instrumen pengukuran yang disebut dengan Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG ini merupakan instrumen yang dikembangkan dan resmi digunakan untuk mengukur kemampuan guru yang bersifat generic essensial. Dikatakan generic karena kemampuan tersebut secara umum harus dimiliki oleh setiap guru bidang studi apapun. Dikatakan essensial karena kemampuan tersebut merupakan kemampuankemampuan yang penting saja. Ini tidak berarti bahwa kemampuan yang lain tidak perlu melainkan masih sangat diperlukan hanya harus diukur melalui instrumen lainnya (Depdikbud, 1982). 51
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten Balangan memiliki delapan
kecamatan sebagaimana terlihat
pada tabel berikut : Tabel 3.1 Nama kecamatan dengan Luas Wilayah Per Kecamatan di Kabupaten Balangan Nama Kecamatan
Luas Daerah (Km2)
Persentase Luas Kecamatan
Lampihong
96,96
5,16
Batu Mandi
147,96
7,88
Awayah
142,57
7,59
Tebing Tinggi
257,25
13,70
Paringin
100,04
5,33
Paringin Selatan
86,80
4,62
Juai
386,88
20,59
Halong
659,84
35,13
Sumber : BPS Kabupaten Balangan, 2009 Dari
delapan kecamatan yang ada, kemudian diambil
sampel wilayah
sebanyak 50% dari jumlah kecamatan yang ada dengan kriteria mewakili daerah utara, kecamatan yang mewakili daerah tengah dan kecamatan yang mewakili daerah selatan. Sampel wilayah yang terpilih adalah
kecamatan Paringin, kecamatan
Lampihong, kecamatan Juai dan kecamatan Halong kecamatan Halong, Dari empat kecamatan terpilih, kemudian diambil sampel
sekolah
masing-masing sebagai
berikut. Untuk kecamatan Juai delapan SD, kecamatan Paringin enam SD, kecamatan 52
Awayan lima SD dan kecamatan Halong sembilan SD. Dengan demikian sampel sekolah seluruhnya berjumlah 28 SD B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi penelitian ini adalah seluruh guru sekolah dasar negeri yang ada di Kabupaten Balangan 2. Sampel Sebagaimana sudah disebutkan bahwa
sampel sekolah secara
keseluruhan berejumlah 28 sekolah. Selanjutnya, masing masing sekolah diambil responden antara lima sampai dengan enam orang guru. Dengan demikian responden seluruhnya berjumlah 160 orang.
C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini kuesioner. Kuesioner disusun dalam bentuk kalimat-kalimat pernyataan. Responden diminta memberikan tanggapannya tentang pelaksanaan kepengawasan oleh pengawas. Aspek-aspek kepengawasan diukur dengan menggunakan skala 5 (lima) tingkat yang terdiri atas : a. Alternatif jawaban 1 = jawaban jelek b. Alternatif jawaban 2 = jawaban kurang c. Alternatif jawaban 3 = jawaban sedang d. Alternatif jawaban 4 = jawaban baik e. Alternatif jawaban 5 = jawaban baik sekali
53
D. Teknik Analisis Data Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis secara deskriptif.
54
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Identitas Responden 1. Jenis Kelamin Responden dalam penelitian ini berjumlah 160 orang terdiri atas laki-laki 60 orang (37,5%) dan perempuan berjumlah 100 orang (62,5%). Hal itu juga menggambarkan bahwa
guru-guru seklah dasar lebih banyak perempuan
dibandingkan dengan laki-laki.
2. Pendidikan Terakhir Pasal 28 ayat (1) PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; dan Pasal 8 UU RI No 14, 2005 mengamanatkan bahwa guru harus memiliki kualifikasi akademik minimal D4/S1. Berkaitan dengan kualifikasi akademik, data responden menunjukkan masih banyak yang belum berpendidikan D4/Si sebagaimana terlihat pada tabel berikut : Tabel 4.1 Data Pendidikan Terakhir Responden NO
Pendidikan Terakhir
Jumlah
Persentase
1
SLTA
12
7
2
D2
70
44
3
D3
3
2
4
D4/S1
69
43
5
S2
1
1
6
Tidak memberi jawaban
5
3
Jumlah
160
100
55
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa ternyata guru-guru SD yang menjadi responden penelitian ini lebih dari 50% masih berpendidikan di bawah D4/S1 bahkan masih ada yang berpendidikan SLTA.
3. Masa Kerja Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masa kerja responden sangat bervariasi seperti terlihat pada tabel berikut Tabel 4.2 Data Pendidikan Terakhir Responden NO
Pendidikan Terakhir
Jumlah
Persentase
1
< 5 tahun
32
20
2
6 – 10 tahun
51
31
3
11 – 15 tahun
15
7
4
16 – 20 tahun
12
12
5
> 20 tahun
31
19
6
Tidak memberi jawaban
19
11
Jumlah
160
100
B. Efektivitas Pengawasan Guru SD di Kabupaten Balangan Dalam penelitian ini, efektivitas pengawasan terhadap guru-guru sekolah dasar diukur dari indikator-indikator sebagai berikut : 1. Peran pengawas daam memberian bantuan sesuai yang dibutuhkan guru; 2. keterbukaan berkomunikasi dengan guru; 3. kepedulian terhadap individu guru; 4. penyampaian informasi penting kepada guru; 5. penerimaan ide/gagasan dari guru-guru; 56
6. interaksi secara efektif dengan guru-guru; 7. kejelasan komunikasi dengan guru; 8. peran pengawas dalam pengembangan kurikulum; 9. peran pengawas sebagai seorang guru model (contoh); 10. peran pengawas dalam mendiagnosis kesulitas pengajaran; 11. keterampilan pengawas dalam menentukan langkah-langlah untuk perbaikan pengajaran,; 12. Efektifitas peran pengaawas sebagai pemimpin kelompok 13. Peran pengawas dalam melibatkan guru-guru dalam mengambil keputusan penting; 14. Peran pengawas dalam mengadakan pertemuan dengan guru-guru 15. Peran pengawas dalam merencanaan aktivitas pelatihan guna merespon kebuuhan guru-guru 16. Peran pengawas sebagai seorang penolong terhadap guru-guru; 17. Peran Pengawas dalam memperbaharui/mengembangkan kurikulum sekolah yang menjadi binaannya agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pendapat para guru berkaitan dengan indikator-indikator tersebut di atas dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Peran pengawas dalam memberian bantuan sesuai yang dibutuhkan guru Salah satu tugas seorang pengawas adalah memberikan bantuan sesuai dengan yang diperlukan oleh guru. Terhadap hal ini pendapatnya sebagaimana terlihat pada tabel berikut : 57
guru-guru memberikan
Tabel 4.3 Pendapat Responden tentang Bantuan Pengawas terhadap Kebutuhan Guru No 1 2 3 4 5 6
Alternatif Jawaban
Jumlah 0 7 23 114 15 1 160
Jelek Kurang Sedang Baik Baik Sekali Tidak memberikan jawaban Jumlah
Persentase 0 4 15 71 9 1 100
Bantuan yang diberikan oleh pengawas sesuai dengan yang dibutuhkan oleh guru, sebagian besar responden yakni 129 orang menyatakan baik dan baik sekali (80%), dan yang menjawab sedang 23 orang (15%). Namun ada juga responden yang menyatakan kurang yaitu 7 orang (4%).
2. Keterbukaan Pengawas untuk Berkomunikasi dengan Guru Selain memberikan bantuan sesuai dengan yang diperlukan guru, hal lainnya yang juga harus diperhatikan oleh seorang pengawas adalah keterbukaan untuk berkomunkasi dengan para guru. Terhadap hal ini,
responden memberikan
pendapatnya seperti terlihat pada tabel berikut Tabel 4.4 Pendapat Responden tentang Keterbukaan Pengawas untuk Berkomunikasi dengan Guru No 1 2 3 4 5 6
Alternatif Jawaban
Jumlah Persentase Jelek 0 0 Kurang 3 2 Sedang 16 10 Baik 117 73 Baik Sekali 24 15 Tidak memberikan jawaban 0 0 Jumlah 160 100 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 160 orang guru SD, 24 orang
(15%) menyatakan keterbukaan pengawas untuk berkomunikasi dengan para guru
58
baik sekali, 117 orang (73%) menyatakan baik, 16 orang (10%) menyatakan sedang dan 3 orang (2%) menyatakan kurang. 3. Kepedulian Pengawas Terhadap Guru Dalam menjalankan tugasnya, pengawas juga diharapkan peduli terhadap individu guru, dan menghindarkan sikap acuh. Terhadap hal itu responden memberikan pendapatnya sebagaimana terlihat pada tabel berikut : Tabel 4.5 Pendapat Responden tentang Kepedulian Pengawas terhadap Individu Guru No 1 2 3 4 5 6
Alternatif Jawaban
Jumlah Persentase Jelek 0 0 Kurang 5 3 Sedang 45 28 Baik 97 61 Baik Sekali 13 8 Tidak memberikan jawaban 0 0 Jumlah 160 100 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 160 orang guru SD, 13
orang (8 %) menyatakan kepedulian pengawas terhadap individu guru baik sekali, 97 orang (61%) menyatakan baik, 45 orang (28%) menyatakan sedang dan 5 orang (3%) menyatakan kurang. 4. Penyampaian Informasi Penting kepada Guru Tidak semua guru bisa mengakses secara cepat berbagai informasi penting khususnya yang berkaitan dengan tugasnya sebagai seorang guru, terlebih guru-guru yang bertugas di daerah. Oleh karena itu diharapkan melalui pengawas berbagai informasi tersebut dapat diketahui secara cepat. Terhadap hal ini, para responden memberikan pendapatnya sebagai berikut :
59
Tabel 4.6 Pendapat Responden tentang Penyampaian Informasi Penting Pengawas terhadap Guru No 1 2 3 4 5 6
Alternatif Jawaban Jumlah Persentase Jelek 1 1 Kurang 4 2,5 Sedang 16 10 Baik 106 66 Baik Sekali 33 20,5 Tidak memberikan jawaban 0 0 Jumlah 160 100 Tabel di atas memperlihatkan bahwa dari 160 orang responden , 33 orang
(20,5 %) menyatakan bahwa penyampaian informasi penting oleh pengawas kepada guru baik sekali, 106 orang (66%) menyatakan baik, 16 orang (10%) menyatakan sedang, 4 orang (2,5%) menyatakan kurang dan orang (1 %) menyatakan jelek. 5. Penerimaan Pengawas terhadap ide/gagasan orang lain (guru-guru) Seperti diketahui bahwa guru mempunyai karakteristik yang berbeda. Ada guru yang kreatif namun ada juga yang kurang bahkan tidak kreatif. Ada guru yang kaya akan ide/gagasan namun ada pula guru yang miskin bahkan tidak punya gagasan. Terhadap guru yang punya ide/gagasan, seorang pengawas harus bisa mengakomodir agar ide/gagasan yang dikemukakan bisa lebih berkembang. Terhadap hal ini, para responden memberikan pendapatnya sebagimana terlihat pada tabel berikut :
60
Tabel 4.7 Pendapat Responden tentang Penerimaan Pengawas terhadap Ide/Gagasan Guru-Guru No 1 2 3 4 5 6
Alternatif Jawaban
Jumlah 0 4 55 85 16 0 160
Jelek Kurang Sedang Baik Baik Sekali Tidak memberikan jawaban Jumlah
Persentase 0 2,5 34,5 53 10 0 100
Tabel di atas menggambarkan bahwa dari 160 orang responden, 16 orang (10%) menyatakan penerimaan pengawas terhadap ide/gagasan dari guru baik sekali, 85 orang responden (53%) menyatakan baik, 55 orang (34,5%) menyatakan sedang dan 4 orang (2,5%) menyatakan jelek. 6. Efektivitas Interaksi Pengawas dengan Guru Agar pengawasan dapat berjalan dengan baik, salah satu hal penting yang juga harus diperhatikan oleh pengawas adalah menciptakan interaksi secara efektif dengan para guru. Terhadap hal ini responden memberikan pendapatnya sebagaimana terlihat pada tabel berikut Tabel 4.8 Pendapat Responden tentang Efektivitas Interkasi Pengawas dengan Guru No 1 2 3 4 5 6
Alternatif Jawaban
Jumlah 0 3 28 107 22 0 160
Jelek Kurang Sedang Baik Baik Sekali Tidak memberikan jawaban Jumlah
61
Persentase 0 2 17 67 14 0 100
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari 160 orang responden, 22 orang (14%) menyatakan bahwa pengawas sekolah berinterkasi secara efektif dengan guru baik sekali, 107 orang (67%) menyatakan baik, 28 orang (17) menyatakan sedang dan 3 orang (2%) menyatakan kurang. 7. Kejelasan Komunikasi Pengawas dengan Guru Komunikasi antara pengawas dengan guru dikatakan efektif apabila guru benar-benar
menerima
supervisi
akademik
sebagai
upaya
pembinaan
kemampuannya. Dalam upaya ini, diperlukan kejelasan informasi mengenai hakikat dan tujuan supervisi akademik, tentu diperlukan suatu cara dan prinsip-prinsip tertentu dalam berkomunikasi. Pendapat responden mengenai kejelasan komunikasi pengawas dengan para guru dapat terlihat pada tabel berikut : Tabel 4.9 Pendapat Responden tentang Kejelasan Komunikasi Pengawas dengan Guru No 1 2 3 4 5 6
Alternatif Jawaban Jelek Kurang Sedang Baik Baik Sekali Tidak memberikan jawaban Jumlah
Jumlah 0 1 22 112 25 0 160
Persentase 0 1 14 70 15 0 100
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari 160 orang responden, 25 orang (15%) menyatakan bahwa komunikasi pengawas sekolah dengan guru baik sekali, 112 orang (70%) menyatakan baik, 22 orang (14) menyatakan sedang dan 1 orang (1%) menyatakan kurang. 8. Peran Pengawas dalam Mengembangkan Kurikulum Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman 62
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, yang mana didalamnya mencakup beberapa hal diantaranya adalah: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Pengawas sekolah juga diharapkan bisa berperan aktif dalam mengembangkan kurikulum. Terhadap hal ini, responden memberikan jawaban seperti pada tabel berikut : Tabel 4.10 Pendapat Responden tentang Peran Pengawas dalam Mengembangkan Kurikulum No 1 2 3 4 5 6
Alternatif Jawaban
Jumlah 1 5 46 73 35 0 160
Jelek Kurang Sedang Baik Baik Sekali Tidak memberikan jawaban Jumlah
Persentase 1 3 29 45 22 100
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari 160 orang responden, 35 orang (22%) menyatakan bahwa peran pengawas sekolah dalam mengembangkan kurikulum baik sekali, 73 orang (45%) menyatakan baik, 46 orang (29) menyatakan sedang, 5 orang (3%) menyatakan kurang dan 1 orang (1%) menyatakan jelek. 9. Peran Pengawas sebagai Seorang Guru Model (Contoh) Jabatan pengawas adalah jabatan fungsional bukan jabatan struktural sehingga untuk menyandang predikat sebagai pengawas harus sudah berstatus tenaga pendidik/guru dan atau kepala sekolah/wakil kepala sekolah, setidaktidaknya pernah menjadi guru. Karena seorang pengawas juga harus mampu menjadi seorang guru model (contoh). Artinya
harus bisa memberi contoh
bagaimana menjadi seorang guru yang baik, khususnya dalam menjalankan 63
tugasnya
dalam pembelajaran. Terhadap peran ini, responden memberikan
pendapatnya seperti terlihat pada tabel berikut : Tabel 4.11 Pendapat Responden tentang Peran Pengawas sebagai Seorang Guru Model No 1 2 3 4 5 6
Alternatif Jawaban Jelek Kurang Sedang Baik Baik Sekali Tidak memberikan jawaban Jumlah
Jumlah 3 13 49 84 11 0 160
Persentase 2 8 31 52 7 0 100
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari 160 orang responden, 11 orang (7 %) menyatakan bahwa peran pengawas sekolah sebagai seorang guru model baik sekali, 84 orang (52%) menyatakan baik, 49 orang (31) menyatakan sedang, 13 orang (8%) menyatakan kurang dan 3 orang (2 %) menyatakan jelek. 10. Peran Pengawas dalam Mendiagnosis kesulitan (masalah) pengajaran Setiap guru tentu tidak luput dari berbagai permasalahan, khususnya yang berkaitan dengan pengajaran. Jika berhadapan dengan guru yang sedang mengalami kesulitan/masalah dalam pengajaran tersebut, maka pengawas harus mampu untuk mendiagnosis kesulitan/masalah yang dihadapi guru tersebut. Pendapat responden terhadap hal ini dapat terlihat pada tabel di bawah ini
64
Tabel 4.12 Pendapat Responden tentang Peran Pengawas dalam Mendiagnosis Kesulitan Pengajaran No Alternatif Jawaban Jumlah Persentase 1 Jelek 1 1 2 Kurang 4 2,5 3 Sedang 44 27,5 4 Baik 98 61 5 Baik Sekali 13 8 6 Tidak memberikan jawaban 0 0 Jumlah 160 100
Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 160 orang responden, 13 orang (8 %) menyatakan bahwa peran
pengawas sekolah dalam mendiagnosis kesulitan
pengajaran baik sekali, 98 orang (61%) menyatakan baik, 44 orang (27,5%) menyatakan sedang, 4 orang (2,5%) menyatakan kurang dan 1 orang (1 %) menyatakan jelek.
11. Peran
Pengawas
dalam
menentukan
Langkah-Langkah
Perbaikan
Pengajaran Dalam proses pendidikan, pengawasan atau supervisi merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan mutu sekolah. Untuk mencapai hal tersebut, maka pembelajaran harus terlaksana dengan baik, dan harus selalu diupayakan agar terjadi peningkatan-peningkatan. Agar terjadi peningkatan dalam pembelajaran, maka harus memperhatikan langkah-langkah perbaikannya. Dalam hal ini peran pengawas sangat diperlukan untuk menentukan langkah-langkah perbaikannya. Pendapat responden mengenai hal ini dapat terlihat pada tabel berikut :
65
Tabel 4.13 Pendapat Responden tentang Peran Pengawas dalam Menentukan Langkah-Langkah Pengajaran No 1 2 3 4 5 6
Alternatif Jawaban Jelek Kurang Sedang Baik Baik Sekali Tidak memberikan jawaban Jumlah
Jumlah 0 7 37 100 16 0 160
Persentase 0 4 23 63 10 0 100
Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 160 orang responden, 16 orang (10 %) menyatakan bahwa peran pengawas sekolah dalam menentukan langkahlangkah pengajaran baik sekali, 100 orang (63%) menyatakan baik, 37 orang (23%) menyatakan sedang, dan 7 orang (4%) menyatakan kurang.
12. Peran Pengawas sebagai seorang Pemimpin Kelompok Pelaksanaan supervisi bukan hanya secara individual, tetapi juga ada yang dilaksanakan secara kelompok. Teknik supervisi kelompok adalah satu cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih. Guruguru yang diduga, sesuai dengan analisis kebutuhan, memiliki masalah atau kebutuhan
atau
kelemahan-kelemahan
yang
sama
dikelompokkan
atau
dikumpulkan menjadi satu/bersama-sama. Kemudian kepada mereka diberikan layanan supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi. Dalam hal ini pengawas juga harus bisa memainkan perannya sebagai seorang pemimpin kelompok. Pendapat responden mengenai hal ini dapat dapat dilihat pada tabel berikut :
66
Tabel 4.14 Pendapat Responden tentang Peran Pengawas sebagai Seorang Pemimpin Kelompok No 1 2 3 4 5 6
Alternatif Jawaban Jelek Kurang Sedang Baik Baik Sekali Tidak memberikan jawaban Jumlah
Jumlah 0 7 26 106 21 0 160
Persentase 0 4 16 67 13 0 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa pendapat responden tentang peran pengawas sebagai seorang pemimpin kelompok hanya 21 orang (13%) yang menyatakan baik sekali, kemudian 106 orang (67%) menyatakan baik, 26 orang (16%) menyatakan sedang dan 7 orang (4%) menyatakan kurang. 13. Peran
Pengawas
dalam
Melibatkan
Guru-Guru
untuk
mengambil
Keputusan Dalam melaksanakan tugasnya pengawas harus bersikap demokratis. Pengawas tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi akademiknya. Titik tekan supervisi akademik yang demokratis adalah aktif dan kooperatif. Supervisor harus melibatkan program akademik bukan hanya pada supervisor melainkan juga pada guru. Oleh karena itu, program supervisi akademik sebaiknya direncanakan, dikembangkan dan dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan guru, kepala sekolah, dan pihak lain yang terkait di bawah koordinasi supervisor, termasuk dalam hal mengambil keputusan. Berkaiatan dengan peran pengawas dalam melibatkan guru untuk mengambil keputusan, responden memberikan pendpatnya sebagaimana terlihat pada tabel berikut :
67
Tabel 4.15 Pendapat Responden tentang Peran Pengawas dalam Melibatkan Guru untuk Mengambil Keputusan No 1 2 3 4 5 6
Alternatif Jawaban
Jumlah 1 3 42 98 16 0 160
Jelek Kurang Sedang Baik Baik Sekali Tidak memberikan jawaban Jumlah
Persentase 1 2 26 61 10 0 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa pendapat responden tentang peran pengawas dalam melibatkan guru-guru ntuk mengambil keputusan hanya 16 orang (10%) yang menyatakan baik sekali, kemudian 98 orang (61%) menyatakan baik, 42 orang (26%) menyatakan sedang, 3 orang (2%) menyatakan kurang dan 1 orang (1%) menyatakan jelek. 14. Peran pengawas dalam mengadakan pertemuan dengan Guru-Guru Seperti
diketahui
bahwa
pengawasan
harus
dilakukan
secara
berkesinambungan. Peran sebagai supervisor bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan. Apabila guru telah berhasil mengembangkan dirinya tidaklah berarti selesailah tugas supervisor, melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan. Hal ini logis, mengingat problema proses pembelajaran selalu muncul dan berkembang. Oleh karena itu pengawas secara rutin melakukan pertemuan dengan guru-guru. Kaitannya dengan hal ini, responden memberikan pendapatnya sebagaimana terlihat pada tabel berikut :
68
Tabel 4.16 Pendapat Responden tentang Peran Pengawas dalam Mengadakan Pertemuan dengan Guru-Guru No 1 2 3 4 5 6
Alternatif Jawaban Jelek Kurang Sedang Baik Baik Sekali Tidak memberikan jawaban Jumlah Dari
Jumlah 0 4 31 102 23 0 160
Persentase 0 3 19 64 14 0 100
tabel di atas, terlihat bahwa pendapat responden tentang peran
pengawas dalam mengadakan pertemuan dengan guru-guru hanya 21 orang (13%) yang menyatakan baik sekali, kemudian 106 orang (67%) menyatakan baik, 26 orang (16%) menyatakan sedang dan 7 orang (4%) menyatakan kurang 15. Peran Pengawas dalam merencanakan Aktivitas pelatihan Guna Merespon Kebutuhan Guru-Guru supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan untuk membantu guru mengembangkan kemampuannya
mengelola proses pembelajaran demi
pencapaian tujuan pembelajaran. Supervisi akademik merupakan upaya membantu
guru-guru
mengembangkan kemampuannya
mencapai
tujuan
pembelajaran. Dengan demikian, berarti esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Untuk itu seorang supervisor harus selalu merencanakan aktivitas pelatihan guna merespon kebutuhan para guru dalam mengembangkan keprofesionalannya. Pendapat responden menganai hal ini dapat terlihat pada tabel berikut :
69
Tabel 4.17 Pendapat Responden tentang Peran Pengawas dalam Merencanakan Aktivitas Pelatihan Guna Merespon Kebutuhan Para Guru No 1 2 3 4 5 6
Alternatif Jawaban Jelek Kurang Sedang Baik Baik Sekali Tidak memberikan jawaban Jumlah
Jumlah 1 7 46 85 21 0 160
Persentase 1 4 29 53 13 0 100
Tabel di atas menggambarkan bahwa pendapat responden tentang peran pengawas dalam merencanakan aktivitas pelatihan guru merespon kebutuhan para guru, 21 orang (13%) menyatakan baik sekali, 85 orang (53%) menyatakan baik, 46 orang (29%) menyatakan sedang, 7 orang (4%) menyatakan kurang dan 1 orang (1%) menyatakan jelek. 16. Peran Pengawas dalam Menolong Permasalahan Para Guru Dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang guru, tentunya tidak luput dari berbagai permasalahan baik berkaitan dengan aspek administrasi maupun berkaitan dengan pengelolaan kelas. Seorang pengawas harus mampu menolong permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh para guru tersebut. Pendapat responden mengenai hal ini dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 4.18 Pendapat Responden tentang Peran Pengawas dalam Menolong Permasalahan Para Guru No 1 2 3 4 5 6
Alternatif Jawaban
Jumlah 0 5 27 93 35 0 160
Jelek Kurang Sedang Baik Baik Sekali Tidak memberikan jawaban Jumlah 70
Persentase 0 3 17 58 22 0 100
Tabel di atas menggambarkan bahwa
peran pengawas dalam menolong
permasalahan para guru cukup bagus, dimana dari 160 orang responden, 35 orang (22%) menyatakan baik sekali, 93 orang (58%) menyatakan baik, 27 orang (17%) menyatakan sedang, dan 5 orang (3%) menyatakan kurang.
17. Peran Pengawas dalam Memperbaharui/Mengembangkan Kurikulum Sekolah Binaan
Dalam kaitan dengan kurikulum, pengawas juga bertanggung jawab agar setiap guru yang berada di bawah binaannya tahu dan memahami setiap kurikulum yang sedang berlaku, dan mampu untuk mengembangkan kurikulum sekolah binaan. Hal ini karena kurikulum adalah pedoman dari semua kegiatan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pendapat responden tentang hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.19 Pendapat Responden tentang Peran Pengawas dalam Mengembangkan Kurikulum Sekolah Binaannya No 1 2 3 4 5 6
Alternatif Jawaban Jelek Kurang Sedang Baik Baik Sekali Tidak memberikan jawaban Jumlah
Jumlah 0 8 59 69 24 0 160
Persentase 0 5 37 43 15 0 100
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa pendapat responden tentang peran pengawas dalam mengembangkan krikulum sekolah binaannya sudah cukup baik, dimana dari 160 orang responden, 24 orang (15%) memberikan jawaban saangat baik, 69 orang (43%) memberikan jawaban baik, 59 orang 71
(37%) memberikan jawaban sedang dan 8 0rang (5% ) memberikan jawaban kurang
72
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah :
5.2 Rekomendasi
73
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Rineka Cipta, Jakarta. Depdiknas. 2005. Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Depdiknas RI, Jakarta. Depdiknas. 2005. Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Depdiknas RI, Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Metode, Teknik Supervisi Akademik dan Pengembangan Instrumen. Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Depdiknas, jakarta. Direktorat tenaga Kependidikan. 2008. Kompetensi Pengawas Satuan pendidikan, Artikel. (Online), (http://www,tekdik.org, diakses 29 Januari 2009). Fajar, Malik. 2000. Pendidikan Indonesia. Artikel Majalah Gerbang. Lembaga Penelitian dan Pengenbangan Pendidikan (LP3) Universitas Muhammadiyah, Malang. Haryoko, Sapto. 1995. Studi Tingkat Profesionalisme Guru Sekolah Teknologi Menengah Negeri di Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Pendidikan. IKIP, STKIP dan ISPI. Sahertian, AM. (2001). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. RajaGrafindo Persada, Jakrta. Sardiman, A,M. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sudrajat, Ahmad. 2008. Konsep Penilaian Kinerja Guru, Artikel (Online), (http:// ahmadsudrajad wordpress.com, diakses 20 Januari 2009) Sudrajat, Ahmad. 2008. Pembinaan dan pengembangan Karis Pengawas Sekolah, Artikel (Online), (http://akhmadsudrajat.wordpress.com, diakses 20 Januari 2009). Usman, M.U. (2002). Menjadi Guru Profesional Edisi ke-2. Remaja Rosdakarya, Bandung. Zulkifli, L. (1995). Psikologi Perkembangan. Remaja Rosdakarya, Bandung.
74