EFEKTIVITAS PELATIHAN PROPHETIC INTELLIGENCE TERHADAP PENINGKATAN SELF AWARENESS MAHASISWA
Bambang Tri Yudhanto Sus Budiharto
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah Ada perbedaan kesadaran diri pada mahasiswa peserta pelatihan Prophetic Intelligence. Kesadaran diri mahasiswa meningkat setelah mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence. Dugaan awal dalam penelitian ini adalah kelompok eksperimen mengalami peningkatan kesadaran diri, sedangkan kelompok kontrol tidak mengalami peningkatan kesadaran diri, serta subjek kelompok eksperimen mengalami peningkatan kesadaran diri setelah diberi pelatihan Prophetic Intelligence dibanding sebelum diberi pelatihan Prophetic Intelligence Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta angkatan 2004-2006 sebanyak 18 orang. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah skala kesadaran diri yang diadaptasikan dari The Self Awareness Questionnaire. Skala diberikan sebelum dan sesudah pelatihan Prophetic Intelligence berlangsung pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS 12,00 for Windows untuk menguji apakah ada perbedaan kesadaran diri pada mahasiswa yang mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence dan mahasiswa yang tidak mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence. Uji beda berdasarkan gain scores diperoleh bahwa skor t sebesar -0,569 dan skor p = 0,577. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan kesadaran diri pada mahasiswa yang mengikuti program Prophetic Intelligence dan mahasiswa yang tidak mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence. Berdasarkan uji-t subjek eksperimen antara sebelum diberikan pelatihan Prophetic Intelligence dengan setelah diberikan pelatihan Prophetic Intelligence menunjukkan t sebesar -3,596 dengan p = 0,009. hal ini menunjukkan bahwa nilai p < 0,05 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan kesadaran diri pada mahasiswa peserta pelatihan Prophetic Intelligence. Kesadaran diri mahasiswa tidak meningkat setelah mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence. Kata Kunci: Kesadaran Diri, Pelatihan Prophetic Intelligence
EFEKTIVITAS PELATIHAN PROPHETIC INTELLIGENCE TERHADAP PENINGKATAN SELF AWARENESS MAHASISWA
Pengantar
Kesadaran diri seorang mahasiswa sangatlah penting baik bagi dirinya sendiri maupun bagi proses akademis yang dijalaninya di bangku kuliah. Dengan kesadaran diri inilah seseorang mampu mengevaluasi diri dan menyadari apa yang sedang terjadi pada dirinya, bagaimana individu mengenali diri atau menyadari dirinya sendiri (Meyer, 2006). Lebih lanjut, dengan memiliki kesadaran diri yang membuat seseorang mengetahui akan kelebihan dan kekurangan diri, seseorang akan mampu memahami konsep diri dan standar, nilai serta tujuan yang dimiliki seseorang (Dayakisni dan Hudaniah, 2001) Sebagai seorang mahasiswa, kesadaran diri akan membantu seorang mahasiswa dalam proses akademik yang sedang dijalaninya. Kesadaran diri yang dimiliki mahasiswa akan mampu untuk membuat pilihan yang benar, membuat kesempatan belajar seseorang lebih baik, mengidentifikasi keterampilan yang sebenarnya dan bagaimana seseorang dapat mengaplikasikan keterampilan tersebut secara lebih efektif, menggambarkan secara baik tipe yang ada pada diri seseorang, mengidentifikasi sesuatu hal yang dirasakan sulit dan mengembangkan strategi
mengenai
hal
tersebut,
serta
memahami
bagaimana
seseorang
berhubungan dengan orang lain dalam situasi yang berbeda seperti team work, kemampuan sosialisasi, kepemimpinan dan manajemen (Mc Donalds, 2006).
Menurut Perls (Schultz, 1991), dalam mendefinisikan orang yang sehat secara psikologis, Perls tidak memberikan sifat – sifat dari orang yang sehat tersebut tetapi ada tujuh hal yang dapat menunjukkan hal tersebut, yang salah satunya yaitu orang tersebut memiliki kesadaran diri. Orang yang sehat psikologis memiliki kesadaran dan penerimaan penuh terhadap diri, menerima kelemahan dan kekuatan serta potensinya sebagai manusia. Kesadaran diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, sebagai bagian dari lingkungan, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal untuk meningkatkan diri sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungannya. Kesadaran diri merupakan proses internalisasi dari informasi yang diterima yang pada saatnya menjadi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan diwujudkan menjadi perilaku keseharian. Oleh karena itu, walaupun kesadaran diri lebih merupakan sikap, namun diperlukan kecakapan untuk menginternalisasi informasi menjadi nilai-nilai dan kemudian mewujudkan menjadi perilaku keseharian. Kesadaran akan potensi diri dapat dikembangkan akan mampu menumbuhkan kepercayaan diri pada anak didik, karena mengetahui potensi yang dimiliki. Pendidikan untuk mengembangkan kesadaran diri seringkali disebut sebagai pendidikan karakter, karena kesadaran diri akan membentuk karakter seseorang. Karakter itulah yang pada saatnya terwujudkan menjadi perilaku yang bersangkutan (www.dikmenum.go.id).
Pada masa akhir mahasiswa, diharapkan seseorang sudah dapat menetapkan dan memperkirakan apa yang mampu dilakukan. Banyaknya informasi yang diperoleh seseorang dari pengalaman hidup sehari-harinya dapat membuatnya raguragu mengenai sesuatu yang sebenarnya cocok bagi dirinya. Ketika seorang mahasiswa mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang terbuka disertai dengan kesadaran diri yaitu tentang kekuatan dan kelemahannya. Dengan mengetahui kemampuan
diri,
seseorang
dapat
menentukan
pilihan
yang
tepat
dan
mempersiapkan diri meraih tujuan-tujuan hidupnya (Prianto, 2006). Permasalahannya adalah mahasiswa terkadang tidak mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan dirinya mengalami kesulitan dan hambatan dalam menjalankan proses akademisnya di bangku kuliah. Kesulitan dan hambatan mahasiswa dikarenakan ketidakmampuan untuk mengenali diri, baik potensi yang dapat menunjang keberhasilan maupun kekurangan yang dimiliki sehingga mahasiswa tidak mampu menetapkan arah, tujuan, serta perencanaan dalam studinya (Zarfiel dan Salim, 2006). Ditambahkan oleh Mc Donalds (2006), bahwa mahasiswa kurang memiliki kesadaran diri, padahal kesadaran diri yang dimiliki mahasiswa akan mampu untuk membuat pilihan yang benar, membuat kesempatan belajar seseorang lebih baik, mengidentifikasi keterampilan yang sebenarnya dan bagaimana seseorang dapat mengaplikasikan keterampilan tersebut secara lebih efektif, menggambarkan secara baik tipe yang ada pada diri seseorang, mengidentifikasi sesuatu hal yang dirasakan sulit dan mengembangkan strategi mengenai hal tersebut, serta memahami bagaimana seseorang berhubungan
dengan orang lain dalam situasi yang berbeda (seperti team work, kemampuan sosialisasi, kepemimpinan dan manajemen). Berrkaitan dengan kemampuan mahasiswa dalam menentukan pilihan yang benar, diterangkan oleh Dharmawan (2007), bahwa rata-rata 10 persen mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) dari tiap angkatan putus kuliah. Penyebabnya yaitu tidak cocok dengan bidang yang dipilih dan mahasiswa memilih pindah ke lembaga pendidikan yang lebih baik (www.ia-itb.com/node/435). Disebutkan oleh Sari & Dewi (2002) bahwa fenomena yang menarik adalah proses pemilihan jurusan bagi setiap mahasiswa baru. Beberapa mahasiswa memilih jurusan berdasarkan minat kelompoknya atau orang tuanya. Hasil survey Team Bimbingan dan Konseling pada tahun 1997 menunjukkan bahwa 12,56% mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang mengalami masalah tentang pilihan jurusan yang tidak sesuai dengan minatnya. Ketua Tim Pelaksana Bimbingan Konseling (TPBK) Universitas Padjadjaran Bandung menyebutkan, bahwa sejak awal mahasiswa masuk ke jenjang perguruan tinggi hingga mahasiswa tersebut lulus, permasalahan selalu ada. Mulai dari mahasiswa yang tidak bisa bersosialisasi dan beradaptasi dengan baik di lingkungan kampusnya, tidak bisa bergaul dengan lingkungan yang baru, sampai kepada persoalan
karier
bagi
mahasiswa
yang
telah
lulus
(http://beta.pikiran-
rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=4189). Dariyo (2003) menambahkan, bahwa tidak semua individu yang menginjak masa dewasa awal mampu mewujudkan karya kreatif, padahal pada masa dewasa awal seringkali dianggap sebagai masa untuk berprestasi yang setinggi-tingginya
sehingga tidak menutup kemungkinan mereka dapat mengekspresikan segala potensinya untuk menciptakan karya-karya yang baru, inovatif, dan kreatif. Ezra & Ezra (2007) menjelaskan bahwa apabila seseorang kurang memiliki self-awareness sering membuat tidak percaya diri, suka bersikap plin plan, tidak punya prinsip yang kuat, sulit menetapkan tujuan dan target yang ingin dicapai, karena banyak potensi dan bakat yang dimiliki hanya terpendam saja dan tidak dikembangkan. Self-awareness dapat dibangun dengan belajar memahami tipe karakter pribadi, pikiran dan perasaan yang ada, minat dan bakat yang dimiliki. Permasalahan mahasiswa mengenai kesadaran dirinya mengakibatkan ketidakmampuan mengenali kelebihan dan kekurangannya serta tidak mengetahui solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Piaget (Efendi, 2005) mengatakan bahwa seseorang membutuhkan hadirnya sebuah kecerdasan (Intelligence) yang dapat digunakan pada saat tidak tahu apa yang harus dilakukan, serta seseorang dapat dikatakan cerdas apabila terampil dalam menemukan jawaban yang benar untuk masalah pilihan hidup. Prophetic
Intelligence
merupakan
konsep
kecerdasan
yang
mengimplementasikan empat dimensi Prophetic intelligence yang meliputi Adversity Intelligence, Emotional Intelligence, Intellectual Intelligence dan Spiritual Intelligence. Tumbuh dan berkembangnya Prophetic Intelligence dalam diri seseorang akan mampu mengevaluasi kekurangan dan kelebihan diri dari apa yang telah dilakukan, melakukan perbaikan dan penyempurnaan, merancang aktivitas ke depan yang lebih baik, akan memperoleh kemudahan-kemudahan dalam meningkatkan kualitas diri yakni memudahkan dalam peningkatan kualitas berpikir, bersikap, berperilaku,
bertindak, dan berpenampilan positif, serta mengaktualisasikan tugas dan tanggungjawabnya sebagai hamba yang mampu mengemban amanah kekhalifahan. ( Adz-Dzakiey dan Budiharto, 2005). Asumsi peneliti dengan memberikan pelatihan Prophetic intelligence tersebut, seorang mahasiswa akan mampu menyadari kelemahan serta kelebihannya baik dalam dirinya sendiri maupun yang berkaitan dengan proses akademis di bangku kuliah yang sedang dijalaninya sehingga mampu mengoptimalkan kecenderungan atau kebiasaan - kebiasaan dan kemampuannya yang menguntungkan bagi pendidikannya dan menghindari atau mengendalikan kebiasaan - kebiasaan atau kecenderungan yang dapat menghambat pendidikannya di perguruan tinggi. Selain itu, peneliti juga berasumsi bahwa dengan berbekal kesadaran diri yang telah dimiliki oleh mahasiswa, akan mampu untuk mempersiapkan diri untuk memasuki dunia kerja atau karier khusus atau mencapai kualifikasi profesional yang akan membantu dalam karier yang telah ditempuh.
Metode Penelitian
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Islam Indonesia angkatan 2004 - 2006 dan masih aktif sebagai mahasiswa Universitas Islam Indonesia pada tahun ajaran 2007/2008. Subjek dalam penelitian ini berjenis kelamin pria dan wanita. Subjek yang diteliti yaitu subjek yang memiliki kesadaran diri tergolong rendah berdasarkan hasil pretest.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian eksperimen ini adalah angket. Aspek kesadaran diri dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala kesadaran diri yang diadaptasi dari The Self Awareness Questionnaire oleh Hall (1970) yang terdiri dari self image, kontrol diri, kreativitas, kerjasama, perencanaan, dan konsentrasi. Angket diberikan kepada subjek kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum dan setelah pelatihan Prophetic Intelligence.
Desain Pelaksanaan Eksperimen Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, yaitu metode penelitian untuk mengetahui efek yang ditimbulkan dari suatu perlakuan yang diberikan secara sengaja oleh peneliti. Perlakuan yang diberikan bisa berupa situasi atau tindakan tertentu yang diberikan kepada individu atau kelompok untuk kemudian dilihat pengaruhnya (Latipun, 2004). Desain dalam penelitian ini adalah non-randomized pretest-posttest control group design, yaitu desain eksperimen tanpa random yang dilakukan prates sebelum perlakuan diberikan dan pascates sesudahnya, sekaligus ada kelompok perlakuan dan kontrol (Latipun, 2004). Pengukuran dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kesadaran diri pada mahasiswa sebelum diberikan perlakuan (pre test) dan setelah diberikan pelatihan (pos test).
Metode Analisis Data Analisis data penelitian dilakukan dengan cara melakukan t-test terhadap data kuantitatif pada pre-test dan post-test yang didasarkan pada alat ukur kesadaran diri yang diberikan kepada subjek penelitian. Software Statistical Product and Service Solution (SPSS) 12.00 digunakan oleh peneliti untuk membantu dalam perhitungan data-data yang diperoleh. Hasil Penelitian Tabel 1 Deskripsi Kategori Kesadaran Diri Subjek Berdasarkan hasil Post test Kategori Norma Kelompok kontrol Kelompok eksperimen n Presentase n presentase Sangat rendah X < 172,8 0 0% 0 0% Rendah 172,8 < X < 273,6 1 10% 0 0% 1 10% 1 12,5 % Sedang 273,6 < X < 374,4 Tinggi 374,4 < X < 475,2 4 40% 5 62,5 % Sangat tinggi 475,2 < X 4 40% 2 25 %
Tabel 2 Deskripsi Data pre test kelompok kontrol – kelompok eksperimen N Minimum Maximum Mean Std. Deviation KE 8 248 389 347,38 43,638 KK 10 256 564 377,80 83,321
Tabel 3 Deskripsi Data post test kelompok kontrol – kelompok eksperimen N Minimum Maximum Mean Std. Deviatiaon KE 8 359 498 433,25 46,330 KK 10 265 520 440,90 84,012
Tabel 4 Deskripsi Data gain score kelompok kontrol – kelompok eksperimen
KE KK
N
Minimum
Maximum
Mean
8 10
-7 -107
207 200
85,88 63,10
Std. Deviation 67,554 95,344
Tabel 5 Uji Normalitas Gain score Pre test Post test
K–S–Z 0,580 0,632 0,843
P 0,890 0,819 0,476
Status Normal Normal Normal
P 0,365 0,821 0,577
Status Homogen Homogen Homogen
Tabel 6 Uji Homogenitas t Gain score Pre test Post test
0,325 0,233 0,146
Berdasarkan analisis uji hipotesis, gains score yang digunakan untuk mengetahui adakah pengaruh pelatihan Prophetic Intelligence terhadap peningkatan kesadaran diri mahasiswa, menunjukkan skor p sebesar 0,577, sehingga skor p > 0,05. tidak ada perbedaan kesadaran diri antara subjek yang mengikuti pelatihan dengan subjek yang tidak mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence, atau dengan kata lain tidak ada perbedaan kesadaran diri antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Berdasarkan analisis, terdapat peningkatan skor kesadaran diri pada kelompok eksperimen antara pre test – post test. Pada kelompok eksperimen menunjukkan p = 0,009, sehingga nilai p < 0,05. Sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan p = 0,066, sehingga nilai p > 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan kesadaran diri antara pre test – post test karena tidak diberikan perlakuan pada kelompok kontrol.
Pembahasan Berdasarkan perhitungan statistik, seluruh aspek kesadaran diri mengalami perubahan yaitu pada aspek self image dengan nilai t = -2,640 dan nilai p = 0,033 sehingga p<0,05, aspek kontrol diri dengan nilai t = -4,292 dan nilai p sebesar 0,004 sehingga p<0,01, aspek kreativitas dengan nilai t = -4,322 dan nilai p sebesar 0,003 sehingga p<0,01, aspek kerjasama dengan nilai t = -2,924 dan nilai p = 0,022 sehingga p<0,05, aspek perencanaan dengan nilai t = -3,559 dan nilai p sebesar 0,009 sehingga p<0,01, dan aspek konsentrasi dengan nilai t = -3,406 dan nilai p = 0,011 sehingga p<0,05. Kesadaran diri subjek penelitian secara statistik mengalami peningkatan baik dalam aspek self image, kontrol diri, kreativitas, kerjasama, perencanaan dan konsentrasi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa secara langsung atau tidak langsung seluruh materi yang diberikan dalam pelatihan Prophetic Intelligence yakni memahami konsep Prophetic Intelligence, mengelola potensi Adversity Intelligence dan Emotional Intelligence, mengelola potensi Spiritual Intelligence dan Intellectual Intelligence, implementasi Prophetic Intelligence dalam mengembangkan kesehatan holistik meningkatkan keenam aspek tersebut. Hasil deskripsi data juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai ratarata kesadaran diri antara laki-laki dan perempuan. Pada kelompok kontrol pada pre test menunjukkan skor mean kesadaran diri lebih tinggi pada subjek laki-laki,
sedangkan pada post test menunjukkan skor mean kesadaran diri lebih tinggi pada subjek perempuan. Pada kelompok eksperimen pada pre test menunjukkan skor mean kesadaran diri lebih tinggi pada subjek laki-laki, sedangkan pada post test menunjukkan skor mean kesadaran diri lebih tinggi pada subjek perempuan. Berdasarkan rancangan eksperimen, hanya kelompok eksperimen saja yang diberikan perlakuan berupa pelatihan Prophetic Intelligence. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah pelatihan yang diberikan benar-benar memberikan pengaruh terhadap peningkatan kesadaran diri pada kelompok eksperimen, sedangkan pada kelompok kontrol tidak mengalami perubahan kesadaran diri karena tidak diberikan perlakuan. Kesadaran diri mahasiswa adalah kemampuan seorang mahasiswa untuk menyadari akan kelebihan dan kekurangan yang ada dalam dirinya sendiri sehingga dengan kesadaran yang dimilikinya tersebut dapat membantu dalam memecahkan berbagai permasalahan yang terkait dengan kegiatan akademis dan tercapainya tujuan yang diharapkan. Konsep
Prophetic
Intelligence
dalam
menumbuhkan
kesadaran
diri
seseorang bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan daya kesadaran dan keingatan diri secara esensial serta melepaskan diri dari bekasan pengingkaran dan kedurhakaan kepada Tuhannya dan melepaskan diri dari energi negatif kealaman, kemakhlukan dalam suatu ruang dan waktu ( Adz-Dzakiey, 2005). Seseorang yang memiliki kecerdasan, akan memiliki kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai (Gardner 1993), kemampuan mengarahkan pikiran dan atau tindakan, kemampuan mengubah arah tindakan jika
tindakan tersebut telah dilakukan, dan kemampuan mengkritik diri sendiri ( Binet dan Simon, dalam Efendi, 2005). Piaget (dalam Efendi, 2005), mengatakan bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan akan mengetahui tindakan yang akan digunakan pada saat kita tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sehingga menurut definisi tersebut seseorang dapat dikatakan cerdas apabila terampil dalam menemukan jawaban yang benar untuk masalah pilihan hidup. Upaya dalam meningkatkan kesadaran diri dapat dilakukan dengan banyak hal. Sebagai seorang muslim sudah selayaknya kita menggunakan ajaran agama kita dalam memperbaiki kualitas dan nilai-nilai hidup yang kita miliki. Umat Islam memiliki kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadits yang merupakan dua sumber hukum Islam yang paling utama. Keduanya tidak dapat dipisahkan atau dipertentangkan karena semuanya berasal dari Allah swt. Al-Qur’an merupakan Kalamullah (perkataan Allah) yang diturunkan kepada Rasulullah saw melalui perantara malakat Jibril, sedangkan Al-Hadits adalah segala ucapan, sifat, perbuatan dan perangai yang ada pada diri Rasulullah saw. Allah swt telah menjamin keaslian Al-Qur’an dan Allah swt juga telah berfirman bahwa apapun yang diucapkan oleh Rasulullah saw bukanlah berasal dari hawa nafsunya, melainkan wahyu yang diberikan oleh Allah swt. Oleh karenanya sudah sepantasnya pula kita selalu menggunakan Al-Qur’an dan Al-hadits dalam setiap aktifitas hidup kita. Karena Al-Qur’an dan Al-Hadits dapat meningkatkan kesadaran diri kita, serta membantu kita dalam setiap permasalahan. Kesadaran diri seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menggali kecerdasan-kecerdasan yang dimiliki, yang mungkin secara tidak disadari telah ada dalam
diri
seseorang.
Adz-Dzakiey
(2005)
menyebutkan
bahwa
dalam
mengimplementasikan Prophetic Intelligence, seseorang juga harus memiliki Kecerdasan Berjuang (Adversity Intelligence), Kecerdasan Ruhani (Spiritual Intelligence), Kecerdasan Emosional ( Emotional intelligence), dan Kecerdasan Berpikir (Intellectual Intelligence). Lebih lanjut Adz-Dzakiey (2005) menjelaskan mengenai keempat kecerdasan tersebut bahwa pertama, dengan Adversity Intelligence, seseorang akan memberi tahu seberapa jauh seseorang akan mampu bertahan mengahadapi dan mengatasi kesulitan, meramalkan siapa yang akan melampaui harapan-harapan atas kinerja dan potensi seseorang serta siapa yang akan gagal, dan meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan bertahan. Kedua, dengan Spiritual intelligence seseorang akan mampu beradaptasi, berintaraksi, dan bersosialisasi dengan lingkungan ruhaniahnya serta dapat mengenal dan merasakan hikmah dari ketaatan beribadah di hadapan tuhannya secara langsung. Ketiga, dengan Emotional Intelligence seseorang akan mamapu mengetahui, memahami, mengenali dan merasakan keinginan lingkungannya dan dapat mengambil hikmah darinya sehingga diri akan memperoleh kemudahan untuk berinteraksi, beradaptasi, bersosialisasi dengan baik, bermanfaat, membahagiakan, menyenangkan dan menyelamatkan. Keempat,
dengan
Intellectual
Intelligence
seseorang
akan
mampu
dalam
memahami, menganalisis, membandingkan, dan menyimpulkan tentang sesuatu objek yang diterima oleh kalbu dan inderawi.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kesadaran diri pada mahasiswa peserta pelatihan Prophetic Intelligence. Kesadaran diri mahasiswa tidak meningkat setelah mengikuti pelatihan Prophetic Intelligence
Saran
1. Mengontrol validitas internal dan eksternal penelitian. Seperti faktor subjek keluar (drop out) dikarenakan kepentingan mendadak, melakukan randomisasi dalam penentuan subjek, serta interaksi antar subjek kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. 2. Memilih kondisi tempat yang lebih nyaman, sehingga para peserta dapat lebih konsentrasi dan lebih merasa nyaman. Dengan jumlah peserta yang sedikit jangan memilih tempat yang terlalu luas. Pengaturan tempat duduk peserta juga harus di perhatikan agar subjek dapat lebih konsentrasi. Agar lebih nyaman dapat dipilih menggunakan kursi yang baik, sehingga peserta tidak merasa lelah. Serta memperhatikan kondisi suhu ruangan. Akan lebih baik jika suhu ruangan dibuat lebih sejuk (tidak panas). Selain itu juga sebaiknya dipilih ruangan yang kedap suara, sehingga pada saat pelatihan berlangsung tidak terganggu dengan suara-suara bising dari luar ruangan yang dapat menganggu jalannya pelatihan dan membuat peserta menjadi tidak fokus.
3. Mempersiapkan hal-hal teknis dengan lebih baik. Permasalahan teknis seringkali di alami oleh setiap orang, karena itu perlu di lakukan persiapan yang lebih matang agar kendala-kendala teknis tidak menganggu jalannya pelatihan, sehingga pelatihan dapat berjalan sesuai jadwal yang telah di tentukan dan materi yang diberikan dapat disampaikan dengan lebih baik. 4. Menambah materi yang diberikan dalam pelatihan. Sehingga akan memperkaya isi dari pelatihan yang diberikan dan manfaat yang diperoleh oleh peserta juga lebih banyak. 5. Memilih subjek sebagai kelompok kontrol dan eksperimen sebaiknya berasal dari sekolah atau universitas yang berbeda, untuk meminimalisir terjadinya interaksi antar subjek.
DAFTAR PUSTAKA Adz-Dzakiey, H. 2005. Psikologi Kenabian : Memahami Hakikat dan Citra Diri. Yogyakarta : Penerbit Daristy ----------------------, et. Al. 2005. Prophetic intelligence : Construct Development and Empirical Test for its Role in the Perceptionof Unethical Conduct Among Indonesian Goverment Employees. Jurnal Psikologi Islami, Volume 1, Nomor 1. Yogyakarta : Penerbit Pengurus Pusat Asosiasi Psikologi Islami ----------------------
dan
Budiharto.
2005.
Konsep
Prophetic
intelligence
dan
Implementasinya. Makalah (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia
American Heritage Dictionary of the English Language : Fourth Edition . 2000, USA : Houghton Mifflin Company Anastasi, A. 1982. Psychological Testing. New York : Macmillan Publishing Co. ,Inc.
As’ad, M. 2002. Psikologi Industri, Seri Ilmu Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Liberty Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Bidikbud. 2004. Informasi Untuk Calon Mahasiswa http://www.bidikbud.de/studi/st0103.htm#Memilih%20Uni%20atau%20FH
Brown, et al. 2005. College students and aids awareness: the effects of condom perception and self-efficacy
http://findarticles.com/p/articles/mi_m0FCR/is_1_39/ai_n13620075
Bryne, B. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga
Chaplin, J. P. 2000. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta :Raja Grafindo
Dalimunthe, R. 2003. Keterkaitan Antar Penelitian Manajemen Dengan Pendidikan Dan Pengembangan Ilmu Manajemen http://library.usu.ac.id/download/fe/manajemen-ritha1.pdf Dariyo, A. 2003. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta : Penerbit Grasindo Dayakisni dan Hudaniah. 2001. Psikologi Sosial. Malang : UMM Press
Dharmawan. 2007. Ratusan Mahasiswa ITB Berhenti Kuliah (www.ia-itb.com/node/435). Efendi, Agus. 2005. Revolusi Kecerdasan Abad 21. Bandung : Alfabeta Ezra dan Ezra. 2007. Enhancing Self awareness ( http://powercharacter.com/ page_smart27juni.html) Gardner, H. 1993. Frames of Mind. New York : Basic Books
Goleman. 1993. Emotional Intelligence. Jakarta : Gramedia
Hall, G. 2007. How to Master your Destiny http://www.e-trainme.com/ Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga
Kartono, K dan Gulo, D. 2000. Kamus Psikologi. Bandung : Pionir Jaya.
Koentjoro, Inteligensi Kenabian dalam perspektif Psikologi Sosial. Makalah (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Latipun. 2004. Psikologi Eksperimen. Malang. UMM Press
Mc Donalds, A. 2006. Self Assessment dan Psychometric Testing http://careers.nuim.ie/students/careers/Self-Awareness.shtml Meyer. 2006. Emotional Intelligence. http://www.lk3web.info/readarticle.php?article_id=11 Mustofa, A. 2007. Berbagai Tingkat Kesadaran Manusia http://sepia.blogsome.com/sepia-model/ Pendidikan Menengah dan Umum, 2007. Pendidikan Karakter http://www.dikmenum.go.id/ Phemister & Crewe. 2004. Objective Self-Awareness and Stigma : Implications for Persons with Visible Disabilities http://findarticles.com/p/articles/mi_m0825/is_2_70/ai_n6100343 Pikiran Rakyat. 2006. Penjurusan Di SMA http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/012006/30/99forumguru.htm -------------------.2007. IPK Bisa Dijadikan Indikator (http://beta.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=4189). Prianto, R. 2006. Peranan Minat Dalam Pendidikan. Jogjakarta : Percetakan Jalasutra
Sari dan Dewi. 2002. Minat Dan Need Achievement Mahasiswa Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm-gdl-res2002-dini-5357-achievemen). Schultz, D. 1991. Psikologi Pertumbuhan: Model – Model Kepribadian Sehat. Jogjakarta: Kanisius. Sinambela dan Hasnida. 2005. Gambaran Penyebab Perilaku Penundaan (Procrastination) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Sedang Menyusun Skripsi. Proceeding. Yogyakarta : Penerbit Universitas Sanata Dharma Sinar Harapan. 2003. Kuasai dan Kendalikan Dirimu (http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2003/0610/man01.html). Stanley. 2005. The Millionaire Next Door. (http://sepia.com/kecerdasan/)
Sulistyowati. 2004. Hubungan Antara Kematangan Beragama dengan Penerimaan Diri pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia Tribun Batam. 2006. Jalin Komunikasi Terbuka Dengan Anak http://tribun-batam.com/index.php?module=detaildannoberita=15414 Ubaydillah, A.N. 2007. Purifikasi Konsentrasi http://dennyhendrata.wordpress.com/2007/01/05/purifikasi-konsentrasi/ William, S. 2006. Self-Awareness and Personal Development http://www.wright.edu/~scott.williams/LeaderLetter/selfawareness.htm
Zarfiel dan Salim. 2006. Pengenalan Diri. Yogyakarta : Jalasutra
Zohar, D & Marshall, I. 2000. SQ : Spiritual Intelligence. Bandung : Mizan
IDENTITAS PENULIS
Nama
: Bambang Tri Yudhanto
Alamat
: Jl. Balaputra Dewa, Ngaran Lor Rt 03/05, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah
Nomor Telepon
: (0293) 789792
NASKAH PUBLIKASI
EFEKTIVITAS PELATIHAN PROPHETIC INTELLIGENCE TERHADAP PENINGKATAN SELF AWARENESS MAHASISWA
Disusun oleh : BAMBANG TRI YUDHANTO SUS BUDIHARTO
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI ILMU SOSIAL DAN BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
NASKAH PUBLIKASI
EFEKTIVITAS PELATIHAN PROPHETIC INTELLIGENCE TERHADAP PENINGKATAN SELF AWARENESS MAHASISWA
Telah Disetujui Pada Tanggal
___________________
Dosen Pembimbing Skripsi
Sus Budiharto, S.Psi., M.Si, Psikolog