1
EFEKTIVITAS MINYAK CENGKEH SEBAGAI BAHAN ANAESTESI TERHADAP IKAN INJEL BIRU-KUNING (Centropyge bicolor) THE EFFECTIVITY OF CLOVE OIL AS AN ANAESTHETIC FOR BLUE-YELLOW ANGEL FISH (Centropyge bicolor) Sri Wahyuni Rahim, Muh Natsir Nessa, Dody D. Trijuno, and Iqbal Djawad Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas
Alamat korespondensi : BTN Wesabbe B 45 Tamalanrea Makassar; HP 085256209281; 0411-5727874
ABSTRAK Peningkatan permintaan ikan hias hidup mendorong nelayan melakukan penangkapan dengan cara merusak seperti pembiusan ikan dengan sianida sehingga perlu mencari alternatif yang ramah lingkungan seperti minyak cengkeh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsentrasi minyak cengkeh yang paling efektif untuk digunakan pada penangkapan ikan Injel Biru Kuning (Centropyge bicolor). Akuarium berukuran 1.0 m x 0.5 m x 1.0 m diisi dengan air laut dengan beberapa konsentrasi minyak cengkeh (20, 30, 40, 50, 60 ppm). Hewan uji yang digunakan diaklimatisasi selama seminggu. Disain eksperimen adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan konsentrasi dengan 5 kali pengulangan. Pengamatan terhadap tingkah laku dilakukan untuk menentukan waktu induksi, waktu pulih dan waktu keluar ikan dari celah karang. Uji tingkat signifikansi perbedaan data dilakukan dengan uji ANOVA dan analisis lanjut (Post Hoc Test) dengan Tukey HSD Test. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata waktu induksi kurang dari 15 menit (136,8 – 468 detik) pada konsentrasi 20 – 60 ppm sedangkan rata-rata waktu keluar dari celah karang lebih cepat dibanding waktu induksinya yaitu rata-rata hanya 45,6 – 221,5 detik. Penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi minyak cengkeh yang paling ideal/efektif untuk penangkapan ikan Injel Biru Kuning (Centropyge bicolor) di daerah terumbu karang adalah 30 ppm.
ABSTRACT Increasing for ornamental fish demand arrest destructive fishing by fishermen as use of cyanide to capture so was need eco-friendly alternatives to cyanide such as clove oil. This study aims to analyze the concentration of clove oil is most effective for used on Blue-Yellow Angel Fish (Centropyge bicolor). Aquarium measuring 1.0 m x 0.5 m x 1.0 m was filled sea water with some clove oil concentrations (20, 30, 40, 50, 60 ppm). Test animals used acclimatized for a week. Experimental design was Complete Randomized Design (CRD), which consists of 5 concentration treatments with 5 replication. Observations of behavior to determine the induction time, recovery time, and fish time out of coral reef. Significance test of the different levels of data performed by ANOVA test and Post Hoc Test with Tukey HSD Test. The results showed the induction time average of less than 15 minutes (136.8 to 468 seconds) at a concentration of 20-60 ppm, while the time out of the coral reef average faster than the induction time is an average of just 45.6 to 221 , 5 seconds. This study shows that the most ideal/effective concentration of clove oil for catching of Blue-Yellow Angel Fish (Centropyge bicolor) in the coral reef is 30 ppm.
2
PENDAHULUAN
Meningkatnya permintaan ikan hias dan ikan hidup untuk ekspor ke luar negeri akhirakhir ini mendorong peningkatan upaya para nelayan dalam memenuhi permintaan tersebut. Salah satu cara yang biasa dilakukan adalah dengan membius ikan agar ikan yang dihasilkan dapat diekspor dalam keadaan hidup, apalagi harga yang ditawarkan relatif lebih tinggi dibandingkan ikan yang dijual dalam keadaan mati. Proses pembiusan bukan hanya pada saat penangkapan saja, akan tetapi dalam penanganan dan transportasi ikan, para nelayan dan pengusaha eksportir membutuhkan proses pembiusan agar ikan tetap dalam keadaan hidup sampai ke tangan konsumen. Salah satu obat bius yang sering digunakan dalam pembiusan ikan adalah sianida.
Namun, pada
kenyataannya penggunaan sianida, selain, telah dilarang penggunaannya oleh pemerintah dalam penangkapan ikan, penggunaan sianida juga dapat menyebabkan tingginya kematian dan kerusakan ikan, sehingga banyak ikan yang terbuang percuma akibat tidak memenuhi kriteria ekspor. Rubec dkk (2000) menyatakan bahwa kematian ikan hias akibat penangkapan dengan menggunakan sianida berkisar 30 - 37%. Schmidt (2003) dalam Kasmi (2012) juga menyatakan bahwa kematian ikan hias pada saat pengiriman sampai ke eksportir antara 24 – 51% akibat penanganan yang kurang baik. Selain itu, penangkapan menggunakan sianida telah terbukti merusak ekosistem terumbu karang yang merupakan habitat dari ikan-ikan hidup tersebut sehingga dapat mengubah struktur ekologis pada ekosistem tersebut. Sehubungan dengan penggunaan sianida untuk penangkapan ikan-ikan karang pada ekosistem terumbu karang yang marak dilakukan akhir-akhir ini, pengelolaan terumbu karang dibutuhkan dengan menggunakan alternative yang ramah lingkungan untuk mengganti sianida dalam penangkapan ikan. Salah satu alternative yang digunakan untuk menggantikan sianida adalah minyak cengkeh. Kelebihan minyak cengkeh dari obat bius lain adalah harganya relatif lebih murah, aman untuk ikan dan manusia sehingga ikan lebih aman dikonsumsi, mudah dalam penggunaannya, dapat bekerja meskipun dalam konsentrasi yang lebih rendah, alami, dan yang lebih penting lagi mudah diperoleh karena cengkeh merupakan komoditas lokal yang cukup tinggi di Indonesia. Menurut Nurdjannah (2004), adanya fluktuasi hasil tanaman cengkeh dari tahun ke tahun menyebabkan kelebihan suplai cengkeh sehingga perlu upaya menambah keragaman penggunaan cengkeh dan hasil sampingnya.
3 Dalam aplikasi minyak cengkeh sebagai alternatif sianida yang ramah lingkungan pada ekosistem terumbu karang, berbagai aspek perlu dikaji/dianalisis, diantaranya adalah efektivitas penggunaan minyak cengkeh dalam penangkapan ikan-ikan hias. Ikan Injel Biru Kuning merupakan salah satu ikan hias perairan tropis yang bernilai ekonomis yang biasanya bersembunyi di celah-celah karang dan banyak ditangkap oleh nelayan menggunakan sianida sehingga perlu diketahui penggunaan konsentrasi minyak cengkeh yang paling efektif dalam penangkapan ikan Injel Biru Kuning tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis waktu induksi, waktu pulih dan waktu keluar dari celah karang pada ikan Injel Biru Kuning (C. bicolor) dalam penggunaan minyak cengkeh pada beberapa konsentrasi sehingga dapat diketahui konsentrasi yang paling efektif untuk digunakan pada penangkapan ikan Injel Biru Kuning (C. bicolor).
BAHAN DAN METODE Persiapan Hewan Uji Hewan uji (ikan target) yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan hias yang bernilai ekonomis, sering bersembunyi di terumbu karang dan banyak ditangkap nelayan dengan menggunakan sianida yaitu ikan Injel Biru Kuning (C. bicolor). Ikan sampel tersebut merupakan hasil tangkapan langsung nelayan dengan tidak menggunakan sianida dalam penangkapannya.
Oleh karena itu, nelayan dipantau dalam penangkapan ikan untuk
menghindari ikan yang akan diteliti berasal dari penangkapan dengan sianida. Ikan percobaan dikumpulkan di dalam bak penampungan terlebih dahulu 1 (satu) minggu sebelum eksperimen dilakukan, agar supaya ikan-ikan tersebut dapat mengalami proses penyesuaian (aklimatisasi). Selama proses aklimatisasi, ikan diberi pakan alami 2 (dua) kali sehari dan bak penampungan diberi aerasi dan sirkulasi air sepanjang waktu. Sebelum pemberian pakan, diadakan penyiponan agar sisa pakan dan sisa metabolisme yang ada tidak mengganggu kehidupan ikan. Sebelum digunakan sebagai hewan uji, ikan dipuasakan selama 8 - 10 jam.
Persiapan Akuarium Kolam eksperimen terdiri dari akuarium kaca berukuran 1.0 m x 0.5 m x 1.0 m dengan ketebalan kaca 1.5 mm yang dilengkapi dengan aerator yang mencukupi. Akuarium diisi dengan air laut langsung dari perairan dan kualitas air disesuaikan dengan kondisi di lapangan (suhu 9oC; pH 7,8; Salinitas 30 mg/L).
4 Minyak cengkeh yang digunakan dilarutkan dalam 95 % ethanol terlebih dahulu pada ratio 1 : 8 (Cho & Heath, 2000). Kemudian dibagi dalam beberapa konsentrasi perlakuan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (20, 30, 40, 50, 60 ppm) untuk memperoleh waktu induksi dan waktu pulih yang paling efektif/optimal. Ukuran ikan percobaan serta kualitas air wadah percobaan harus sama antara beberapa konsentrasi perlakuan.
Disain Eksperimen Pengamatan waktu induksi dan waktu pulih (eksperimen 1) Disain eksperimen yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan konsentrasi dengan 5 kali pengulangan. Ada dua akuarium yang digunakan, masing-masing untuk mengamati waktu induksi dan waktu pulih. Dua buah Video Camera disiapkan pada kedua sisi kiri dan kanan akuarium untuk merekam gerakan ikan. Ikan dimasukkan ke dalam akuarium eksperimen yang telah diisi air laut kemudian masing-masing akuarium disemprotkan minyak cengkeh beberapa konsentrasi (20, 30, 40, 50, 60 ppm) dan diamati tingkah lakunya sampai ikan pingsan. Kemudian dihitung waktu induksinya (dihitung mulai pada saat ikan disemprotkan minyak cengkeh sampai ikan pingsan). Setelah ikan pingsan, ikan diangkat dan dipindahkan ke akuarium pulih (air laut yang bersih yang tidak terkontaminasi dengan minyak cengkeh) untuk menjalani proses pulih kemudian direkam kembali dan dihitung waktu pulihnya.
Kemudian
menentukan waktu induksi dan waktu pulih ikan hias yang paling efektif
berdasarkan
Marking & Meyer (1985). Pengamatan waktu keluar ikan dari celah karang (eksperimen 2) Eksperimen 2 dilakukan untuk mengamati waktu ikan terusik (keluar) dari terumbu karang setelah dipaparkan minyak cengkeh. Pada eksperimen ini, beberapa jenis karang disusun di dalam akuarium membentuk terumbu karang sebagai tempat persembunyian ikan. Disain eksperimen yang digunakan adalah Rancangan Faktorial (Factorial Design) yang terdiri dari 5 variasi perlakuan Konsentrasi (20, 30, 40, 50, 60 ppm) dan 3 variasi perlakuan Frekuensi semprotan (2 x semprotan; 3 x semprotan; 4 x semprotan) dengan masing-masing 3 kali pengulangan. Beberapa tahapan yang dilakukan antara lain : 1) Beberapa jenis karang disusun di dalam akuarium eksperimen dengan membuat dua celah. Satu celah untuk meletakkan under water camera video dan satu celah lagi untuk tempat keluarnya ikan. Selain itu, dua buah kamera diletakkan di luar akuarium masingmasing di sisi kiri dan kanan akuarium untuk menentukan waktu keluarnya ikan dari celah karang.
5 2) Ikan diganggu sampai masuk ke dalam terumbu karang. 3) Setelah ikan masuk, minyak cengkeh disemprot ke sela-sela terumbu karang. 4) Mengamati tingkah laku ikan di dalam bongkahan karang dengan menggunakan under water camera video. 5) Menghitung waktu ikan Injel terusik (keluar) dari celah karang dengan camera video (dari sisi kiri & kanan) akuarium
Analisis Data Analisis data yang diperoleh dari eksperimen dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MS Excel dan SPSS. Normalitas data diuji dengan Kolmogorov-Smirnov Test dan Shapiro-Wilk Test, sedangkan keseragaman varian diuji dengan Levene’s Test. Uji tingkat signifikansi perbedaan data dilakukan dengan analisis Anova Faktor Tunggal untuk eksperimen 1 dan Anova Dua Faktor untuk eksperimen 2 dan analisis lanjut (Post Hoc Test) dengan Tukey HSD Test. Data yang telah diolah disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu Induksi dan Waktu Pulih Ikan Injel Biru Kuning (C. bicolor) Penentuan terhadap waktu induksi dari ikan Injel Biru Kuning (Centropyge bicolor) dilakukan segera setelah ikan tersebut dipaparkan minyak cengkeh dengan cara disemprot sampai ikan tersebut tidak dapat lagi bergerak (pingsan). Tahapan-tahapan yang terjadi sebelum ikan pingsan (terinduksi) adalah ikan mulai terpengaruh dengan mempercepat gerakan renangnya tapi lama kelamaan kecepatan renangnya berkurang (TT) kemudian ikan akan mengalami gangguan keseimbangan yang ditandai dengan gerakan ikan tidak menentu arahnya dan posisi badan di dalam air sudah tidak normal (berenang dengan posisi terbalik, vertikal atau miring), kecepatan berenang juga semakin berkurang pada tahapan ini (TKT) dan pada akhirnya tidak ada lagi gerakan (TP). Sedangkan waktu pulih dihitung mulai pada saat ikan dimasukkan dari akuarium eksperimen ke akuarium pulih (ikan pingsan) sampai ikan berenang dengan normal kembali. Data waktu induksi dan waktu pulih ikan Injel Biru Kuning (Centropyge bicolor) dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil Uji ANOVA pada taraf kesalahan 5 % ( α = 0.05) terhadap Waktu Pingsan ikan injel BK menunjukkan bahwa waktu untuk mencapai tahapan “Pingsan” ikan injel BK berbeda nyata pada konsentrasi minyak cengkeh yang berbeda (P<0,05). Hasil Uji lanjut (Post Hoc Test) Tukey HSD menunjukkan bahwa konsentrasi minyak cengkeh 60 ppm dan 50
6 ppm berbeda nyata dengan konsentrasi minyak cengkeh 20 ppm, 30 ppm dan 40 ppm; konsentrasi minyak cengkeh 40 ppm dan 30 ppm berbeda nyata dengan konsentrasi minyak cengkeh 20 ppm, 50 ppm dan 60 ppm sedangkan konsentrasi minyak cengkeh 20 ppm berbeda nyata dengan konsentrasi minyak cengkeh 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm dan 60 ppm untuk mencapai tahapan “Pingsan” (Waktu Induksi). Hasil uji ANOVA pada taraf kesalahan 5 % ( α = 0.05) terhadap Waktu Pulih ikan injel BK menunjukkan bahwa pada perlakuan dengan konsentrasi minyak cengkeh yang berbeda (20, 30, 40 , 50 dan 60 ppm) tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada Waktu Pulih ikan injel BK (P>0,05). Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak cengkeh yang disemprotkan, waktu induksi ikan Injel Biru Kuning (Centropyge bicolor) cenderung semakin cepat, dimana pada konsentrasi 20 ppm, ikan pingsan setelah rata-rata 468 detik sedangkan pada konsentrasi 60 ppm ikan lebih cepat pingsan, yaitu rata-rata hanya 137 detik. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil uji statistik, dimana terjadi perbedaan yang signifikan waktu untuk mencapai pingsan antara beberapa konsentrasi minyak cengkeh yang disemprotkan. Sebaliknya waktu pulih berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan waktu pulih ikan injel BK pada beberapa konsentrasi minyak cengkeh yang disemprotkan. Penurunan waktu induksi dengan meningkatnya konsentrasi minyak cengkeh telah diamati pada penelitian ini mengikuti pola umum yang telah diperoleh pada penelitianpenelitian sebelumnya yang menggunakan minyak cengkeh atau bahan anaestesi yang lain (Soto & Burhanuddin, 1995; Munday & Wilson, 1997, Keene et al., 1998;
Griffiths,
2000;Woody et al., 2002 ; Cunha, 2006), meskipun dengan spesies ikan yang berbeda. Cunha (2006) telah melakukan penelitian pada 7 jenis ikan terumbu karang daerah tropis yang berbeda dan menunjukkan bahwa waktu induksi dan waktu pulih ke-7 jenis ikan terumbu karang berbeda, namun secara keseluruhan waktu induksi mempunyai kecenderungan lebih cepat dengan peningkatan konsentrasi, sebaliknya waktu pulih cenderung lebih lama dengan peningkatan konsentrasi minyak cengkeh.
Hal yang sama juga dilaporkan oleh Griffith
(2000) yang telah melakukan penelitian pada 8 jenis ikan intertidal yang berbeda. Waktu induksi (pingsan) dan waktu pulih setiap jenis ikan yang dipaparkan bahan anaestesi seperti minyak cengkeh berbeda-beda, tergantung konsentrasi minyak cengkeh yang dipaparkan dan spesies ikan itu sendiri. Menurut Gunn (2001), ikan-ikan dengan ruang insang yang besar lebih cepat dan efisien dalam menyerap bahan-bahan anaestesi.
Di
samping itu, musim, ukuran tubuh, aktivitas, ikan yang sehat, umur dan jenis kelamin
7 mempengaruhi kecepatan induksi bahan anaestesi dan proses pemulihannya.
Dalam
penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan induksi dan proses pemulihan dapat diabaikan karena hanya menggunakan satu spesies dengan ukuran yang sama dan waktu yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efektivitas minyak cengkeh sebagai alat bantu penangkapan ikan injel di terumbu karang. Berdasarkan anaestesi ideal yang telah direkomendasikan oleh Marking dan Meyer (1985), waktu induksi < 15 menit (750 detik) dan sebaiknya < 3 menit (180 detik) dan waktu pulih < 5 menit (300 detik). Data yang telah diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa semua konsentrasi minyak cengkeh yang digunakan (20 – 60 ppm) telah memenuhi syarat sebagai anaestesi ideal, dimana waktu induksi < 15 menit dan waktu pulih < 5 menit. Akan tetapi konsentrasi minyak cengkeh yang paling ideal untuk digunakan adalah 50 ppm, dimana waktu induksi dan waktu pulih untuk konsentrasi 50 ppm adalah 171,4 detik (< 3 menit) dan 292,8 detik (< 5 menit). Namun, dalam penggunaan minyak cengkeh sebagai alat bantu penangkapan bukan hanya dengan melihat efektifitasnya dalam menginduksi ikan, tetapi perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti bagaimana kondisi ikan target setelah penangkapan, ikan non-target yang ada di terumbu karang dan karang itu sendiri. Selain itu, nelayan yang menangkap ikan injel juga tidak bertujuan untuk membuat ikan mencapai TP, melainkan hanya untuk mengusik ikan keluar dari celah karang agar mudah ditangkap. Griffiths (2000) telah menganalisis efek minyak cengkeh pada 8 spesies ikan intertidal di Australia dan mengindikasikan bahwa secara umum konsentrasi yang paling sesuai adalah 40 mg/L dengan waktu induksi < 180 detik dan waktu pulih <300 detik. Cunha (2006) juga telah menyarankan konsentrasi minyak cengkeh 20 ppm sebagai pedoman umum ketika menganaestesi ikan-ikan karang dan penggunaan dengan konsentrasi yang lebih tinggi pada spesies-spesies tertentu.
Dikatakan juga bahwa konsentrasi yang paling rendah
direkomendasikan (20 ppm) selama sampling lapangan untuk memaksimalkan keamanan dan mengurangi kematian dan stres pada ikan. Keene (1998) telah merekomendasikan dosis untuk mencapai tahapan 5 (pingsan) pada juvenil rainbow trout adalah 40 – 60 ppm eugenol selama 3 – 6 menit. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa waktu induksi minyak cengkeh lumayan cepat meskipun dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan anaestesi ikan yang lain yang telah dikenal dan paling populer digunakan pada beberapa negara seperti MS-222 dan quinaldine (Marking and Meyer, 1985). Meskipun rata-rata waktu
8 induksi dan waktu pulih minyak cengkeh yang dilaporkan lebih cepat tapi cukup untuk mengidentifikasi ikan dan mencatat informasi biologi (Griffiths, 2000).
Waktu Ikan Injel Biru Kuning (C. bicolor) Keluar dari Celah Karang
Pengaruh minyak cengkeh terhadap waktu ikan injel keluar dari celah karang diamati pada eksperimen II dalam penelitian ini. Ikan dimasukkan ke celah karang dan diamati berapa lama waktu yang dibutuhkan ikan untuk keluar dari tempat persembunyiannya di terumbu karang. Hal ini dilakukan mengingat nelayan yang menggunakan penangkapan dengan bius pada saat proses penangkapan tidak bertujuan membuat ikan sampai pada TP (Tahapan Pingsan).
Tujuan dari nelayan melakukan pembiusan ikan adalah agar ikan-ikan yang
bersembunyi di celah karang keluar dari tempat persembunyiannya sehingga akan memudahkan nelayan dalam proses penangkapan ikan. Sejumlah ikan akan keluar dari celah karang sesaat setelah dilakukan penyemprotan bahan pembius ke dalam celah karang disebabkan ikan-ikan tersebut mulai terpengaruh oleh adanya bahan pembius. Menurut wawancara dengan nelayan dan hasil yang telah dilaporkan oleh Kasmi (2012) bahwa nelayan yang menangkap ikan dengan sianida dalam melakukan aksinya biasanya menggunakan jaring cleopatra yang dipasang di sekitar terumbu karang sasaran dan menyemprotkan sianida ke celah karang 2 – 4 kali penyemprotan kemudian ikan akan keluar dari celah karang. Pada saat keluar dari celah karang, nelayan akan menggunakan serok (alat bantu penangkapan) untuk menangkap ikan dikarenakan ikan setelah keluar dari karang akan bereaksi keras (memberontak/menggelepar) menjauhi terumbu karang akibat terpapar sianida. Pada eksperimen ini, kami mencoba menggunakan bahan bius minyak cengkeh dalam mengusir ikan keluar dari celah karang. Karena eksperimen ini dilakukan di Laboratorium, dibuatlah terumbu karang buatan yang mempunyai celah yang bisa digunakan ikan untuk bersembunyi sehingga menyerupai terumbu karang. Ada 2 variabel yang diperkirakan dapat mempercepat waktu keluar ikan dari tempat persembunyiannya (celah karang) yaitu konsentrasi minyak cengkeh dan frekuensi semprotan. Hasil pengamatan waktu keluarnya ikan dari celah karang yang dipengaruhi oleh kedua variabel tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil Uji ANOVA dua faktorial dengan taraf kesalahan 5 % ( α = 0.05) menunjukkan bahwa secara umum perlakuan dengan variasi konsentrasi minyak cengkeh menyebabkan terjadinya perbedaan yang nyata pada waktu keluarnya ikan injel BK dari celah karang, sedangkan perlakuan dengan variasi frekuensi semprotan tidak memberikan nilai yang
9 berbeda nyata. Ini berarti bahwa waktu keluar ikan injel dari celah karang sangat dipengaruhi oleh konsentrasi minyak cengkeh sedangkan frekuensi semprotan tidak mempengaruhi waktu keluar ikan dari celah karang, namun demikian, uji tersebut menunjukkan adanya interaksi diantara kedua variabel perlakuan (konsentrasi minyak cengkeh dan frekuensi semprotan). Hasil Uji lanjut (Post Hoc Test) Tukey HSD (taraf kesalahan 5 %, α = 0.05) interaksi antara konsentrasi dan frekuensi menunjukkan bahwa waktu keluar ikan injel dari celah karang pada interaksi antara konsentrasi 60 ppm dengan frekuensi 4 x semprotan (60.4) berbeda secara signifikan dengan interaksi 60.2,40.2, 30.2, 40.3, 30.4, 40.4, 30.3, 20.2,20.4, 20.3. Interaksi antara konsentrasi-frekuensi 20.3 dan 20.4 berbeda secara signifikan dengan 60.4 dan 50.4. Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak cengkeh, ikan cenderung semakin cepat keluar dari celah karang. Berdasarkan uji statistik bahwa perbedaan konsentrasi minyak cengkeh yang disemprotkan menghasilkan waktu keluar ikan dari celah karang berbeda secara signifikan, dimana konsentrasi 20 ppm pada 3 x semprotan dan 4 x semprotan berbeda dengan konsentrasi 60 ppm dan 50 ppm pada frekuensi 4 x semprotan. Pada konsentrasi 20 ppm, rata-rata ikan keluar dari karang pada detik ke- 221,5 setelah disemprotkan minyak cengkeh. Rata-rata waktu keluar ikan dari celah karang paling cepat adalah pada penyemprotan minyak cengkeh dengan konsentrasi 60 ppm yaitu rata-rata 45,6 detik. Gambar 3 menunjukkan bahwa waktu ikan keluar dari celah karang lebih cepat daripada waktu ikan mencapai TP, artinya bahwa ikan injel BK akan keluar dari celah karang sebelum mencapai TP. Pada gambar tersebut juga terlihat waktu keluar ikan dari celah karang hampir sama dengan waktu ikan mencapai keseimbangan terganggu.
Berdasarkan data
tersebut dapat dikatakan bahwa ikan akan keluar dari celah karang pada saat ikan mencapai TKT. Pada konsentrasi 20 ppm, waktu untuk mencapai TKT lebih cepat daripada waktu keluar ikan dari celah karang. Sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi, ikan akan keluar dari celah karang lebih cepat daripada waktu mencapai TKT. Ini berarti bahwa ikan keluar dari celah karang setelah melalui TKT pada konsentrasi yang rendah (20 ppm), namun pada peningkatan konsentrasi minyak cengkeh, ikan cenderung keluar dari celah karang sebelum TKT. Hal ini dapat dijadikan pedoman dalam menentukan konsentrasi yang paling efektif untuk mengeluarkan ikan dari celah karang. Sebagaimana diketahui bahwa tujuan nelayan melakukan pembiusan dalam penangkapan ikan bukan untuk membuat ikan pingsan, akan tetapi supaya ikan keluar dari
10 celah karang, sehingga konsentrasi yang dibutuhkan untuk menangkap ikan dapat lebih rendah daripada waktu induksi (pingsan) ikan. Berdasarkan anaestesi ideal yang direkomendasikan oleh Marking & Meyer (1985) bahwa waktu induksi sebaiknya < 3 menit, maka konsentrasi yang paling ideal adalah 30 ppm dimana rata-rata waktu keluar pada konsentrasi tersebut adalah 98 detik ( < 3 menit). Meskipun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 ppm juga mempunyai waktu keluar < 3 menit, namun untuk menentukan waktu yang optimal (efektif) sebaiknya mengambil konsentrasi yang paling rendah. Hal ini tidak terlepas dari pertimbangan efisiensi biaya dan efek yang dapat ditimbulkan pada ikan target, non-target dan karang. Hasil penelitian pada eksperimen I menunjukkan bahwa konsentrasi 50 ppm merupakan konsentrasi yang paling efektif untuk membuat ikan injel pingsan, dimana waktu induksi < 3 menit dan waktu pulih < 5 menit. Sedangkan pada eksperimen II menghasilkan konsentrasi yang paling efektif untuk mengeluarkan ikan injel dari celah karang adalah pada konsentrasi 30 ppm dengan waktu induksi < 3 menit. Sesuai tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas minyak cengkeh sebagai alat bantu penangkapan ikan hias, maka konsentrasi 30 ppm merupakan konsentrasi yang paling efektif, dimana sebagai alat bantu penangkapan, minyak cengkeh bukan merupakan bahan untuk membuat ikan pingsan, akan tetapi hanya untuk membuat ikan keluar dari celah karang sehingga mudah untuk ditangkap.
KESIMPULAN Peningkatan konsentrasi pemaparan minyak cengkeh pada ikan Injel Biru Kuning (C. bicolor) menyebabkan waktu induksi cenderung lebih cepat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua konsentrasi minyak cengkeh yang digunakan (20–60 ppm) telah memenuhi syarat sebagai anaestesi ideal, dimana waktu induksi < 15 menit dan waktu pulih < 5 menit. Akan tetapi konsentrasi minyak cengkeh yang paling ideal/efektif untuk digunakan pada penangkapan ikan Injel Biru Kuning (C. bicolor) adalah 30 ppm. Namun demikian, untuk penggunaan minyak cengkeh sebagai alternatif sianida, masih diperlukan analisis lebih dalam, khususnya pada efek minyak cengkeh terhadap respon fisiologis baik terhadap ikan target, non-target maupun terhadap terumbu karang sebagai habitat dari ikan tersebut.
11
DAFTAR PUSTAKA
Cho, G.K.,& Heath, D.D., 2000. Comparison of tricaine methanesulphonate (MS-22) and clove oil anaesthesia effects on physiology of juvenile Chinook salmon Oncorhynchus tshawytscha (Walbaum). Aquaculture Research 31 : 357-546. Cunha, F. E. A. and I. L. Rosa (2006). "Anaesthetic effects of clove oil on seven species of tropical reef teleosts." Journal of Fish Biology 69(5): 1504-1512. Griffiths, S. P. (2000). "The use of clove oil as an anaesthetic and method for sampling intertidal rockpool fishes." Journal of Fish Biology 57(6): 1453-1464. Gunn, E. 2001. Floundering in the Foiber of Fish Anaestesia. P211. Hart, H. 1990. Kimia Organik. Terjemahan Suminar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Kasmi, M., 2012. Status Pemanfaatan dan Strategi Pengelolaan Berkelanjutan Ikan Hias Injel Napoleon (Pomacanthus xanthometopon) di Perairan Sulawesi Selatan. Disertasi Program Pascasarjana Unhas, Makassar. Keene, J.L., D.G. Noakes, R.D. Moccia, & C.G. Soto. (1998). The efficacy of clove oil as an anaesthetic for rainbow trout, Oncorhynchus mykiss (Walbaum). Aquaculture Research. 29: 89-101. Marking, L.L., & Meyer, F.P., 1985. Are better anesthetics needed in fisheries?. Fisheries 10, 2-5 Munday, P.L. & S.K. Wilson. (1997). Comparative efficacy of clove oil and other chemicals in anaesthetization of Pomacentrus amboinensis, a coral reef fish. Journal Fish Biology. 51: 931—938. Rubec, P.J., Cruz, F., Pratt, V., Oellers, R., McCullough, B., and Lallo, F., 2001. Cyanide-free net-caught fish for the marine aquarium trade, Aquar. Sci. Conserv. 3 (2001), pp. 37–51.Schmid R. 1972. A resolution of the Eugenia-Syzygium controversy (Myrtaceae). Amer J Bot 59(4): 423–436. Soto, C.G. & Burhanuddin. (1995). Clove oil as a fish anaesthetic for measuring length and weight of rabbitfish (Siganus lineatus). Aquaculture 135: 149—152. Subandi, N., 2004. Pengembangan Metode Penyidikan Ilmiah Untuk Pembuktian Kasuskasus Penangkapan Ikan dengan Bahan Peledak dan Sianida. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
12 Summerfelt, R.C., & Smith, L.S., 1990. Anesthesia, surgery and related techniques. In: Methods for Fish Biology (ed. By C.B. Schreck & P.B. Moyle), pp. 213-272. American Fisheries Society, Bethesda, MD, USA. Woody, C.A., Nelson, J., Ramstad, K., 2002. Clove Oil as an Anaesthetic for adult sockeye salmon : field trials. Journal of Fish Biology 60 : 340-347 Woolsey J., Holcomb M., Ingermann R.L., 2004. Effect of temperature on clove oil anesthesia in steelhead fry. North American Journal of Aquaculture 66 : 35-41.
13
LAMPIRAN
600
a
Waktu (detik)
500 400
b 300
b Waktu Pingsan
c
200
c
Waktu Pulih
100 0 20
30
40
50
60
Konsentrasi Minyak Cengkeh (ppm)
Waktu Keluar dari Celah Karang (dtk)
Gambar 1. Rata-rata Waktu Induksi dan Waktu Pulih Ikan Injel Biru Kuning Setelah Dipaparkan Minyak cengkeh Beberapa Konsentrasi. 350
c 300
c
250 200 150
bc
bc
100
bc
bc
bc
2 x Semprotan
bc
bc
abc abc
50
ab
3 x Semprotan
bc abc
4 x Semprotan
a 0 20
30
40
50
60
Konsentrasi Minyak Cengkeh (ppm)
Gambar 2. Rata-rata Waktu Keluar Ikan Injel BK dari Celah karang Setelah Pemaparan Minyak Cengkeh Beberapa Konsentrasi (n=3).
14
Waktu (dtk)
600 500
TT
400
TKT
300
TP
200 Keluar dari Celah karang
100 0 20
30
40
50
60
Konsentrasi Minyak Cengkeh (ppm)
Gambar 3. Perbandingan waktu ikan mulai mencapai TT, TKT, TP (n = 3) dan waktu keluar dari celah karang (n = 9).