EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN PERSPEKTIF PERMA NO.1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI (Analisa Pasca Pemberlakuan Perma No.1 Tahun 2008 Di Pengadilan Agama Jakarta Timur) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Siti Umu Kulsum NIM.106044101441
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M
EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN PERSFEKTIF PERMA NO.1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI (Analisa Pasca Pemberlakuan Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan Agama Jakarta Timur) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh:
Siti Umu Kulsum NIM.106044101441
Di Bawah Bimbingan:
Drs. H. A Basiq Djalil, SH, MA 1950 0306 1976 031001
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya , maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Agustus 2010
Siti Umu Kulsum
KATA PENGANTAR
ÉΟŠÏm§9$# Ç≈uΗ÷q§9$# «!$# ÉΟó¡Î0
Subhanallah. Sungguh hanya Allah, Dzat yang Maha Suci dan Maha Mengetahui, yang telah mengajarkan ilmu kepada umat manusia dan mengangkat derajat orang-orang yang beriman kepada-Nya dan mencari ilmu-Nya. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Luapan puji serta rasa syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat ilahi rabbi Allah SWT, Rabb semesta alam, atas ridho serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat teriring salam semoga Allah limpah curahkan kepada habibana wanabiyana Rasulullah Muhammad SAW, yang menjadi tauladan dan panutan bagi umat manusia. Yang telah mengajarkan manusia untuk menjadi pribadi muslim kaffah. Beserta seluruh sahabat dan umatnya yang istiqomah hingga akhir zaman. Skripsi ini dipersembahkan terkhusus untuk motivator terbesar sepanjang perjalan hidup penulis, Almarhum Ayahanda KH. Sholehuddin dan Almarhumah Ibunda Hj. Siti Rukoyah untuk segala dorongan, bimbingan, kasih sayang dan doa tulusnya. Semua kasih dan sayang yang diberikan takkan kunjung terbalas. Semoga Allah melimpahkan keduanya ampunan dan ditempatkan disisinya. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. Dr. Drs. H. Amin Suma, SH, MA, MM. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah. 2. Drs. H. A. Basiq Djalil. SH, MA., ketua jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah.dan Bapak Kamarusdiana S.Ag, MH., sekertaris jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah. 3. Drs. H. A. Basiq Djalil. SH, MA., Dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan, petunjuk, serta bimbingan dalam meyelesaikan penulisan ini dengan penuh kesabaran dan perhatiannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 4. Dr. Euis Amalia, M.Ag, Dosen penguji yang telah mengarahkan dan menunjukan dan memberikan solusinya, dan Bapak Dr.H. A. Juaini Syukri, Lc, M. Ag yang telah menguji skripsi saya dan memberikan arahan ke arah yang lebih baik lagi 5. Seluruh staf dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan membimbing penulis dalam menuntut ilmu selama menjadi mahasiswi dikampus tercinta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Pimpinan dan staf Peradilan Agama Jakarta Timur yang telah membantu dan memberikan fasilitas kepada penulis untuk mencari sumber data dalam penulisan ini. 7. Pimpinan serta staf perpustakaan FSH dan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan.
8. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih banyak sama ayahanda tercinta KH. Solehuddin juga ibunda tercinta Hj.Siti rukoyah yang selalu merjuang untuk anakanaknya dan selalu memberikan motifasi. 9. Erik Hasnur Pradana seorang yang sangat berarti dalam hidup penulis, terima kasih telah memberikan cinta dan kasih sayangnya yang begitu tulus. Serta terima kasih atas motivasi dan bantuannya selama ini, yang tak pernah bosan untuk selalu mengingatkan dan memberi motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Seluruh keluarga besar kelas PA-B angkatan 2006 senasib dan seperjuangan yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, tetap semangat menyongsong masa depan. Seluruh teman-teman KKN 2009 yang selalu memberi semangat dan canda tawanya dikala penyusunan skripsi ini, semoga kalian tetap semangat. Dan kiranya masih banyak pihak yang tak mungkin disebutkan yang turut andil membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Berkat bantuan dan bimbingan, arahan dan do’a dari berbagai pihak di atas, halangan, hambatan dan kesulitan dapat diatasi dengan baik. Akhirnya kepada Allah jualah penulis serahkan, semoga amal baik mereka semua dibalas oleh Allah dengan balasan yang berlipat ganda. Amin Ya Robbal’alamin.
Jakarta, Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................
i
DAFTAR ISI ..........................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................
1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .................................
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................
10
D. Studi Review ....................................................................
10
E. Metode penelitian .............................................................
13
F. Sistematika Penulisan .......................................................
18
BAB II PERATURAN MAHKAMAH AGUNG N0.1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI ......................................
20
A. Sejarah Singkat Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Mediasi
20
B. Pengertian Mediasi ...........................................................
26
C. Dasar Hukum Mediasi ......................................................
30
D. Prinsip-prinsip Hukum Mediasi .......................................
39
BAB III PROSEDUR MEDIASI ..........................................................
45
A. Tahap Pramediasi .............................................................
45
B. Tahap-tahap proses Mediasi .............................................
51
C. Putusan Mediasi ...............................................................
63
D. Tujuan dan Manfaat Mediasi ............................................
68
BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN ............
73
A. Jenis Perkara yang di Tangani Mediasi ............................
73
1. Data Laporan Perkara Perdata yang Diterima dan Diputus di Pengadilan Agama Jakarta Timur ............
75
2. Data Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2008-2009 .......................................................
82
B. Pengaruh Mediasi Dalam Perceraian Sesudah Pemberlakuan PERMA No.1 tahun 2008 ........................
87
C. Hambatan Dan Tantangan Dalam Melaksanakan Mediasi
92
D. Analisis Penulis ................................................................
100
BAB V PENUTUP ...............................................................................
107
A. Kesimpulan .......................................................................
107
B. Saran-saran .......................................................................
109
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
111
LAMPIRAN ...........................................................................................
116
1. Pedoman Data Wawancara ...............................................
116
2. Data Hasil Wawancara .....................................................
118
3. Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur ..................................................................................
131
4. Laporan Perkara Tahunan 2009 Pengadilan Agama Jakarta Timur...................................................................................
135
5. Contoh-contoh Laporan Mediasi ........................................
139
6. Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi 143 7. Surat Permohonan Data/Wawancara ..................................
144
8. Surat Keterangan Penelitian dan Wawancara ....................
145
9. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan .......
146
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum sebagai suatu hal yang mutlak yang harus dikaji dan diperhatikan sekaligus diawasi oleh seluruh Negara. Demi kelangsungan ketertiban dan system penataan seluruh aspek kehidupan dengan berpedoman pada peraturan yang berlaku. Perlu diketahui bahwa pada dasarnya hukum bersifat memaksa dan mengatur seluruh aspek kehidupan di dalam wilayah yang dicakupnya, guna menciptakan ketertiban dan keteraturan hidup tanpa menimbulkan banyak kekacauan serta mampu menjamin rasa aman bagi setiap manusia. Selain itu, dapat juga sebagai upaya untuk melindungi kepentingankepentingan bagi subyek hukum yang merasa hak-haknya dirugikan. Kemajuan zaman merupakan barometer utama guna mendorong proses dan cara menerapkan hukum-hukum baru yang dipandang lebih sesuai dengan permasalahan sekarang. Dilain pihak munculnya ide, gagasan membangun peradaban yang maju dan sejahtera demi kepentingan rakyat lebih merupakan keharusan yang benar-benar harus diwujudkan. Begitu pula di Indonesia, pada perkembangannya telah memperlihatkan kemajuan yamg cukup signifikan di bidang hukum. Kendatipun masih kurang komprehensif dan terasa lambat, namun telah mengalami modifikasi serta revisi dibeberapa peraturan hukum yang mendasar.
Dari apa yang diamanatkan oleh para founding father tentang pelaksanaan seluruh peradilan sebagai estafet dari masa kemerdrekaan sampai sekarang menunjukan bahwa aturan dasar serta pedoman hukumnya mewajibkan untuk ditaati oleh seluruh rakyat Indonesia. Namun,dalam perkembangannya banyak terjadi ketidaksesuaian antara dasar hukum yang dipakai dengan permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian, mendorong para pembuat peraturan untuk berpikir lebih keras, mendalam serta mampu mengkaji problema yang dihadapi bangsa
Indonesia.
Guna
menyesuaikan
antara
permasalahan
dengan
penanggulangannya agar lebih efektif dan efisien. Masyarakat atau justiciabel sangat berkepentingan akan penyelesaian sengketa yang sederhana dan efesien, baik dari segi waktu maupun biaya. Pemantapan dan pengetahuan akan pentingnya proses hukum menganjurkan bagi para pencari keadilan untuk dapat bertindak demi memperoleh kebenaran sejati tanpa mengalami kerugian baik materiil maupun non materiil. Kesadaran hukum masyarakat dalam konteks ini dapat dilihat dari makin meningkatnya perkara khususnya perkara perdata perceraian yang diterima oleh pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) dari tahun ketahun. Dengan semakin banyaknya perkara perdata yang diajukan para pihak untuk diperiksa dan diadili oleh pengadilan. Akibat dari perkara yang menumpuk di Pengadilan, maka perkara yang diajukan oleh para pihak harus memakan waktu yang lama untuk dapat diperiksa dan diadili oleh hakim. Hal inilah yang
mendorong pelaksanaan hukum acara perdata (formeel recht) agar sesuai dengan asa sederhana, cepat dan biaya ringan. Pranata perdamaian oleh hakim bukan sesuatu yang baru, tetapi diharapkan tidak sekedar formalitas yang semata-mata diserahkan kepada pihakpihak. Hakim harus lebih aktif dalam mengusahakan perdamaian sebelum memasuki pokok perkara. Hal ini sesuai dengan trend umum yang berlaku dalam beracara. Di samping itu, aktualisasi pranata perdamaian ini
akan lebih
merangsang berkembangnya cara-cara menyelesaikan sengketa diluar pengadilan. Perkembangan pranata-pranata ini secra tidak langsung akan mengurangi jumlah perkara ke Pengadilan. Hakim dapat melaksanakan tugas secara wajar tanpa buru-buru yang akan lebih meningkatkan mutu putusan dan menghindari pula berbagai bentuk kolusi untuk mempercepat atau memenangkan perkara.1 Hal ini diatur dalam pasal 230 HIR/154RBg. Di dalam pasal 130 (1) HIR (Herziene Indonesich Reglement) disebutkan bahwa: “Jika pada hari yang ditentukan itu, kedua belah pihak dating, Maka Pengadilan Negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan mereka.”2 Angka perceraian dari waktu ke waktu semakin meningkat perceraian terjadi apabila kedua belah pihak baik suami maupun istri sudah sama-sama merasakan ketidak cocokan dalam menjalani rumah tangga. Undang-Undang
1
Bagir Manan, Memulihkan Peradilan Yang Berwibawa Dan Dihormati-Pokok-Pokok Pikiran Bagir Manan Dalam Rakernas, Jakarta Pusat: Ikatan Hakim Indonesia, 2008, hal.5. 2
Rapoun Rambe, Hukum Acara Perdata Lengkap, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hal. 245.
Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan (selanjutnya disebut Undang-Undang perkawinan) tidak memberika definisi mengenai perceraian secara khusus. Pasal 39 (2) Undang-Undang perkawinan serta penjelasan secara jelas menyatakan bahwa perceraian dapat dilakukan apabila sesuai dengan alasa-alasan yang telah ditentukan. Secara umum mengenai putusnya hubungan perkawinan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan membagi sebab-sebab putusnya perkawinan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu sepert yang tercantum dalam Pasal 38 yakni sebagai berikut : a. karena kematian salah satu pihak; b. perceraian; dan c. atas putusan pengadilan. Meskipun Islam tidak melarang perceraian, tetapi bukan berarti agama Islam menyukai terjadinya perceraian dalam suatu perkawinan. Dan perceraianpun tidak boleh dilaksanakan setiap saat sebagaimana dikehendaki. Perceraian walaupun diperbolehkan, tetapi agama Islam tetap memandang bahwa perceraian adalah sesuatu yang bertentangan dengan asas-asas hukum Islam. Hal tersebut bisa dilihat dalam hadist Nabi yang artinya sebagai berikut: Rasulullah SAW, bersabda : yang artinya “Yang halal yang paling dibenci Allah adalah Perceraian”. (HR. Abu Daud dan dinyatakan Shohih oleh Al-Hakim) Bagi orang yang melakukan perceraian tanpa alasan, Rasulullah SAW bersabda: yang artinya : “Apakah yang menyebabkan salah seorang kamu mempermainkan hukum Allah, ia mengatakan : Aku sesungguhnya telah
mentalak (istriku) dan sungguh aku telah merujuknya” (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah). Menurut Hukum Islam, suatu perceraian dapat terjadi bilamana ikatan perkawinan tidak dapat dipertahankan lagi, hal ini berdasarkan kepada sabda Nabi SAW: Yang artinya “Dari Ibnu Umar. Ia berkata bahwa rasulullah SAW. Telah bersabda, “Sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak.” (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah).3 Sedangkan hukum perkawinan di Indonesia sesuai dengan UndangUndang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 39, dan KHI pasal 115. Dijelaskan bahwa perceraian itu harus didasarkan atas alas an yang dibenarkan hukum.4 Adapun pemberatan dalam perceraian ini juga diatur dalam UndangUndang No.7. tahun1989 tentang Peradilan Agama yang sudah diamandemen oleh Undang-undang RI No.3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No.7 tahun 1987 tentang Peradilan Agama, pada pasal 65 ayat (1) yang disebutkan bahwa: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.”
3
4
Al-Hafidz Abu Daud, Sunan Abu Daud, Beirut: Dar al-fikr, 1994, Jilid 2, h. 500.
Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, cet. Ke-3, h. 369.
Dalam hukum islam, hak cerai terletak pada suami. Oleh karena itu di Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri ada istilah cerai talaq. Sedangkan putusan Pengadilan sendiri ada yang disebut cerai gugat. Disinilah letak perbedaannya bahkan ada perkawinan yang putus karena li’an, khuluk, pasakh dan sebagainya. Putusan pengadilan ini akan ada berbagai produknya. Salah satu alasan atau sebab dimungkinkannya perceraian adalah syiqaq (terjadinya perselisihan/persengketaan yang berlarut-larut antara suami isteri). Namun jauh sebelumnya dalam Al-Qur’an surah an-Nisaa ayat 35, Allah swt., telah memerintahkan bahwa jika dikhawatirkan ada persengketaan antara keduanya (suami isteri), maka kirimlah seorang hakam (mediator) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam (mediator) dari keluarga perempuan. Dari ayat tersebut,
dapat
dipahami
bahwa
salah
satu
cara
menyelesaikan
perselisihan/persengketaan antara suami isteri, yaitu dengan jalan mengirim seorang hakam selaku “mediator” dari kedua belah pihak untuk membantu menyelesaikan perselisihan tersebut. Mediasi adalah salah satu cara penyelesaian sengketa “non litigasi”, yaitu penyelesaian yang dilakukan di luar jalur pengadilan. Namun tidak selamanya proses penyelesaian sengketa secara mediasi, murni ditempuh di luar jalur pengadilan. Salah satu contohnya, yaitu pada sengketa perceraian dengan alasan, atau atas dasar syiqaq, dimana cara mediasi dalam masalah ini tidak lagi dipandang sebagai cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, tetapi ia juga merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa di pengadilan.
Dengan dikeluarkannya PERMA RI Nomor 1 tahun 2008 yang menyatakan bahwa semua perkara perdata yang diajukan kepengadilan tingkat pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator, maka pada hari siding pertama kasus perdata yang di hadiri oleh kedua belah pihak, hakim mewajibkan menempuh mediasi. Dalam buku laporan mahkamah agung RI di sebutkan mediasi pada tingkat pengadilan tingkat pertama tersbut dalam rangka mengembangkan akses masyarakat pada keadilan, yang pada akhirnya juga dapat membantu mengurangi perkara kasasi yang masuk ke mahkamah agung.5 Dengan jajaran pengadilanempat lingkukngan peradilan seluruh Indonesia sarana dan prasarana yang baik, memadai dan moderen di perlukan untuk memberikan dukungan palaksanaan tugas. Kepada
4 ( empat) lingkungan
peradilan yang di bawah MA, yaitu peradilan umum, peradilan tata usaha Negara, peradilan agama dan peradilan militer. Keempat lingkungan peradilan tersebut mempunyai sifat dan cirri kekhususan masing-masing sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 13 ayat (3) Undang-undang No 4 tahun 2004 yang berbunyi “ Ketentuan mengenai organisasi administrasi dan financial badan peradilan sebagaimana di maksud pada ayat (1) untuk masing-masing lingkungan peradilan di atur dalam Undang.-undang sesuai dengan kekhususan lingkungan.”6
5
Laporan Tahunan 2007 MA RI (Jakarta: MA-RI, 2008), h. 66.
6
Soejatno, Rapat Kerja Nasioanal MA RI (Jakarta: MA RI, 2004), h. 4
Berdasarkan ketentuan Undang-undang No.3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No.7 tahun 1987 tentang Peradilan Agama khususnya pasal 1, 2, 49, dan penjelasan umum angka 2 serta peraturan perundang-undangan lain yang berlaku, antara lain Undang-undang No.1 tahun 1974, PP No.2 tahun 1977, permeneg No.2 tahun 1987 tentang wali hakim, maka pengadilan agama bertugas dan berwenang untuk memberikan pelayan hukum dan keadilan dalam bidang hukum keluarga dan harta perkawinan bagi mereka yang beragama islam. Seperti halnya masalah perkawinan, perceraian, waris, hibah, pemeliharaan, harta benda dalam perkawinan termasuk masalah perbankkan syariah.7 Memperhatikan keadaan tersebut, mahkamah agung terpanggil untuk lebih memberdayakan para hakim penyelesaikan perkara dengan perdamain yang di gariskan pasal 130 HIR, melalui mekanisme dalam peradilan.8 Namun disamping dampak positif dari perturan baru ini, tentu masih ada hambatan yang dihadapi oleh hakim dalam menerapkan ini. Seperti, lamanya putusan yang ditetapkan dalam suatu perkara karena harus menempuh proses mediasi terlebih dahulu. Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas penulis terdorong ingin mengetahui bagaimanakah pengaruh dari penerapan PERMA No.1 tahun 2008 tentang mediasi yang sebagai penengah atau juru damai dalam pelaksaan kasus perdata 7
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1995), h.2 8
M. Yahya harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 241
khususnya perkara perceraian di Pengadilan Agama (khususnya di Pengadilan Agama untuk wilayah Jakarta Timur). Dengan mengangkat suatu tema yang akan ditulis sebagai bahan skripsi, yaitu membahas tentang “Efektivitas Mediasi Dalam Perceraian Perspektif Perma No.1 Tahun 2008 Di Pengadilan Agama Jakarta Timur (Analisis Pasca Pemberlakuan Perma No.1 Tahun 2008)”. B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dalam penulisan skripsi ini, penulis hanya membatasi masalah yang berkisar pada mediasi dan pengaruhnya Di Pengadilan Agama Jakarta Timur terhadap perceraian. 2. Rumusan Masalah Dalam buku laporan tahunan Mahkamah Agung disebutkan bahwa dengan adanya PERMA No.1 tahu 2008 tentang prosedur mediasi diharapkan dapat menjadi salah satu instrument efektif untuk menekan angka perceraian di pengadilan. Akan tetapi pada kenyataan di lapangan dengan adanya PERMA No.1 tahun 2008 tentang mediasi tersebut angka perceraian tidak menurun sebagaimana yang diharapkan. Rumusan tersebut diatas penulis rinci dengan bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh mediasi terhadap angka perceraian Di Pengadilan Agama Jakarta Timur setelah PERMA No. 1 tahun 2008 tentang mediasi diberlakukan?
2. Bagaimana prosedur dan pelaksaan mediasi? 3. Apa tantangan dan hambatan yang dihadapi hakim dalam pelaksanaan mediasi? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk metealisasikan beberapa tujuan antara lain : 1. Untuk menganalisa pelaksanaan prosedur mediasi yang dilaksanakan di Pengadilan Agama Jakarta Timur 2. Untuk menganalisa prosedur mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi terkait perakteknya di Pengadilan Agama 3. Untuk mengetahui apakah ada kesesuaian antara teori dan praktek di pengadilan dalam pelaksanaan prosedur mediasi Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Bagi penulis penelitian ini akan memperluas wawasan intelektualitas di bidang hukum terutama tentang mediasi. 2. Dari segi praktis diharapkan berguna untuk memberikan informasi kepada segenap pihak yang berkompeten untuk meningkatkan efektivitas peranan mediasi dalam memutuskan perkara perdata sehingga dapat mengendalikan jumlah kasus dalam ligitasi. D. Studi Review Dalam skripsi yang telah lalu terdapat hasil penelitian yang ditulis oleh:
1. Judul : Aplikasi PERMA No. 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi dalam Putusan Perkara Perdata di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Penulis : Nusra Arini/PF/PMH/2009 Skripsi ini membahas bagaimana penerapan PERMA No. 1 tahun 2008 terkait putusan perdata yang mencakup putusan perkara perdata di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, terdiri dari pengertian putusan, macam-macam putusan hakim, susunan dan isi perkara perdata, dan pelaksaan putusan. Perbedaan skripsi ini dengan judul yang penulis angkat adalah skripsi ini membahas secara umum tentang penerapan PERMA No. 1 tahun 2008 terkait putusan perkara perdata. Sedangkan skripsi yang penulis angkat adalah lerbih kepada bagaimana pengaruh atau efektivitas mediasi yang telah diberlakukan terhadap perceraian, sesudah dibelakukannya PERMA No. 1 tahun 2008. 2. Judul : Hakam Menurut Imam Mazhab dan Undang-Undang No.7/1989 Tentang Peradilan Agama, Serta Peranannya Dalam Menyelesaikan Sengketa Perceraian (Studi Kasus Pada Pengadilan Jakarta Utara). Penulis : Budi Setiawan/PF/PMH/2006 Skripsi ini membahas seputar tentang pengertian hakam, Syarat-Syarat menjadi Hakam, kemudian membahas perdamaian dimasa Sahabat dan perdamaian pada sengketa perceraian dimasa sekarang. Selain itu, dalam skripsi ini memuat juga mengenai pandangan Imam Mazdhab dan UndangUndang Peradilan Agama tentang Hakam, serta bentuk dan upaya Hakam dalam mendamaikan.
Perbedaan skripsi yang kedua ini ialah pada skripsi ini lebih menekankan pada pembahasan hakam ditinjau dari pendapat Imam Mazdhab dan UndangUndang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sedangkan judul yang penulis angkat membahas tentang pengaruh dan efektivitas mediasi pada perceraian berdsarkan PERMA No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. 3. Judul : Peran Hakim Dalam Mendamaikan Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Bekasi. Penulis : Sueb/PH/PMH/2006 Skripsi ini menjelaskan tentang perceraian yang terdiri dari Pengertian perceraian, macam-macam perceraian, sebab perceraian dan akibat yang ditimbulkan. Juga membahas tentang upaya perdamaian dalam perkara cerai di Pengadilan Agama, Pengertian perdamaian, maksud perdamaian dalam perceraian serta teknik dan tata cara hakim dalam mendamaikan para pihak. Selain itu, penulis membahas tentang alas an-alasan yang mendasari terjadinya perceraian dan peran hakim dalam mendamaikan para pihak pada kasus perceraian. Perbedaan dengan skripsi yang ketiga ini ialah menjelaskan tentang hakim majlis dalam mendamaikan para pihak. Sedangkan judul yang penulis angkat menjelaskan tentang Hakim mediator dalam mendamaikan para pihak. 4. Judul : Upaya Hakim dalam Mendamaikan Pihak-Pihak Terhadap Perkara Perceraian (Studi kasus di Pengadilan Agama Depok)
Penulis : Musliman/PA/AAS/2007 Skripsi ini menjelaskan tentang perceraian yang terdiri dari pengertian perceraian, landasan hukum perceraian, macam, bentuk-bentuk perceraian dan alas an-alasan dilakukannya perceraian, Juga membahas tentang pengertian perdamaian,, dasar hukumnya dan tata cara mengajukan perceraian. Selain itu penulis membahas upaya hakim dalam mendamaikan pihak-pihak terhadap perkara perceraian di Pengadilan Agama Depok. Perbedaan skripsi yang terakhir ini dengan judul yang penulis angkat ialah lebih menjelaskan upaya hakim majlis dalam melakukan perdamaian di ruang siding. Sedangkan judul yang penulis angkat menjelaskan tentang hakim mediator dalam mendamaikan para pihak di luar sidang. E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian yuridis sosiologis adalah: suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi dilapangan.9 Dalam penelitian ini yang akan dicari perihal pelaksanaan dan pengaruh mediasi dalam perkara perdata dengan berpedoman pada aturan hukum yang berlaku, serta terkait pada pola-
9
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Sustu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo, 2001, hal. 26.
pola perilaku sosial masyarakat (pelaku sosial), sehingga dapat diperoleh kejelasannya dipersidangan pengadilan. Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat maka dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku orang.10 Penelitian kualitatif dilakukan terhadap banyaknya studi dokumendokumen yang ada, sehingga penulis mengedepankan penelitian ini terhadap kualitas isi dari segi jenis data. 2. Jenis Penelitian Pada prinsipnya penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, yang kajiannya dilaksanakan dengan menelaah dan menelusuri berbagai literatur. Kualitatif bersipat deskriptif yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata bukan angka.11 Dari segi tujuan dalam penelitian ini termasuk dalam penelitian yang bersipat deskriptif analisis yakni penelitian lapangan yang menggambarkan
10
Lexy J. moleong, metodologi penelitian kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004, cet. Ke-18, h. 3. 11
Sudarwan Danim, Menjadi peneliti Kualitatif , Bandung: Pustaka Setia, 2002, h. 51
data dan informasi di lapangan berdasarkan fakta yang diperoleh secara mendalam.12 Metode deskriptif, yaitu suatu metode yang diarahkan untuk memecahkan masalah factual dengan cara memaparkan atau menggambarkan apa adanya hasil penelitian.13 Penelitian
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
menganalisa
dan
menguraikan mengenai efektivitas mediasi yang diterapkan oleh hakim Di Pengadilan Agama Jakarta Timur dan tanggapan hakim terhadap efektivitas mediasi yang diberlakukan. 3. Data Penelitian Jenis data dalam penulisan skripsi ini ialah: a. Data primer Data primer diperoleh lansung dari sumber pertama yaitu, yang diperoleh melalui penelitian lapangan melalui wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang terkait dan berkaitan dengan penelitian terutama hakim mediasi Di Pengadilan Agama Jakarta Timur dan data perkara serta putusan hakim sebelum dan sesudah diberlakukan PERMA No.1 tahun 2008.
12
Suharsimi Arikunto, manajemen penelitian, Jakarta: PT. Rineka Bakti, 1993, cet. Ke-2,
h.309. 13
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996, cet. Ke-10, h.144
b. Data sekunder Data sekunder mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasilhasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, peraturan perundangundangan data resmi dari instansi pemerintah, dari peradilan, buku-buku literature, karangan ilmiah, makalah umum dan bacaan lain yang berkaitan dengan judul penelitian.14 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam rangka mengumpulkan, mengolah dan menyajikan bahan-bahan yang diperlukan, maka dilakukan pengumpulan data dengan cara sebagai berikut: a. Studi pustaka (Library Research) melalui pustaka ini dikumpulkan data yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini yaitu literature-literatur, buku-buku perpustakaan, tulisan-tulisan sebagai dasar teori dalam pembahasan yang relevan dengan pokok masalah yang dijadikan sumber dalam karya ilmiah ini. b. Penelitian Lapangan (Fieled Research) melalui penelitian ini, didapatkan data-data mengenai pelaksaan putusan yang ditetapkan hakim. Serta melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang mengerti dan menguasai tentang mediasi yaitu para hakim mediasi yang berada Di Pengadilan Agama Jakarta Timur. 14
Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-press, 1986, cet. Ke-3, h. 12.
c. Pengolahan Data Analisis
dan
pengolahan
data
dilakukan
dengan
cara
membandingkan hasil studi pustaka dengan penelitian lapangan, kemudian dilakukan analisis yang dituangkan dalam pembahasan masalah, selanjutnya dapat ditarik kesimpulan dan diberikan saran-saran untuk perbaikan. 5. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah analisis wacana yaitu, mengidentifikasi konsep tertentu melalui rangkaian kata yang ada pada suatu teks, pakta-pakta pengamatan dilapangan, wawancara dan dokumen yang tersedia. 6. Teknik Peulisan Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi,Tesis, dan Disertasi” yang dikeluarkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2007 dengan beberapa pengecualian: a. Ayat Al-Qur’an yang dikutip tidak diberi Footnote, tapi langsung ditulis nama surat dan ayat diakhir kutipan. b. Dalam daftar pustaka Al-Qur’an ditulis pada urutan pertama, kemudian barulah sumber-sumber selanjutnya ditulis secara Alfabet, berdasrkan nama pengarang.
c. Terjemahan Al-Qur’an dan sumber-sumber lainnya yang memakai bahasa arab ditulis satu spasi dengan number tanda kutip diawal dan diakhir kalimat. F. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab bahasan. Ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan dalam pembahasan dan penulisan skripsi ini, agar lebih terarah dan sistematis maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam beberapa bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab pertama, berisi pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Perumusan Dan Pembatasan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Studi Riview, Metode Penelitian Dan Teknik Penulisan dilanjutkan dengan Sistematika Penulisan. Bab kedua, memuat pembahasan yang berkaitan dengan teori sejarah singkat terbentuknya Peraturan Mahkamah Agung yang menjadi landasan teori dalam penelitian. Meliputi sejarah Perma No.1 Tahun 2008, pengertian mediasi, dasar hukum mediasi, frinsip-frinsip hukum mediasi. Bab ketiga, penulis membahas tentang prosedur mediasi dalam perceraian. Meliputi tahap pramediasi, tahap-tahap mediasi dan putusan mediasi, tujuan dan manfaat mediasi. Bab keempat, merupakan isi skripsi yang berisi tentang jenis perkara yang ditangani yang meliputi data perkara yang diterima dan diputus, serta data
perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur, pengaruh mediasi sesudah pemberlakuan Perma No.1 Tahun 2008, tantangan dan hambatan dalam melaksanakan mediasi, pandangan hakim mediasi terhadap efektivitas mediasi serta analisis penulis mengenai pengaruh mediasi. Bab kelima, sebagai penutup yang membahas dua hal yaitu kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran
BAB II PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO.1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN A. Sejarah Singkat Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Mediasi Penggunaan mediasi pada lembaga pengadilan ini bermula dengan dikeluarkannya : 1. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.1 Tahun 2002 Pada tanggal 24 sampai dengan 27 September 2001, rakernas Mahkamah agung yang diadakan di Yogyakarta telah menghasilkan beberapa rekomendasi, salah satu keputusan rakernas tersebut merekomendasikan pemberdayaan pengadilan tingkat pertama dalam menerapkan upaya perdamaian sebagaimana yang diatur dalam pasal 130 HIR dan pasal 145 Rbg.15 Penggunaan mediasi pada lembaga damai ini bermula dengan dikeluarkannya SEMA No.1 tahun 2002 (Eks pasal 130 HIR/Rbg) tentang pemberdayaan pengadilan tinggkat pertama menerapkan lembaga damai SEMA tersebut dikeluarkan menyikapi salah satu problema yang dihadapi oleh lembaga peradilan di Indonesia dalam tunggakan perkara di tingkat kasasi (MA) dan rasa ketidakpuasan para pencari keadilan terhadap putusan lembaga peradilan yang dianggap tidak menyelesaiakan masalah. SEMA ini 15
Yasardin, ” Mediasi di Pengadilan Agama; Upaya Pelaksanaan SE Ketua MA No.1 Tahun 2002”, Suara Uldilag, Edisi 2 (1 juli 2003): hal.52.
merupakan langkah nyata dalam mengoftimalkan upaya perdamaian sehingga pelaksanaannya tidak hanya sekedar formalitas.16 Namun karena beberapa hal pokok belum secara ekplisit diatur dalam SEMA tersebut maka Mahkamah Agung mengeluarkan Perma No.2 tahun 2003 yang terdiri dari 6 Bab dan 18 Pasal yaitu pasal 1-2 tentang ketentuan umum, pasal 3-7 tentang tahap pramediasi, pasal 8-14 tentang tahap mediasi, pasal 15 tentang tempat dan biaya mediasi, pasal 16 lain-lain dan pasal 17-18 penutup dipengadilan.17 PERMA No.2 tahun 2003 Pasal 17 ini mengatur: Dengan berlakunya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) ini, Sayrat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.1 Tahun 2002 Tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Merupakan Tempat Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR/154 Rbg) dinyatakan tidak berlaku.18 Dalam
konsideran
dikemukakan
beberapa
alasan
yang
melatarbelakangi penerbitan PERMA menggantikan SEMA No.1 tahun 2002, antara lain: a. Mengatasi Penumpukan Perkara Pada huruf a konsideran dikemukakan bahwa perlu diciptakan satu instrumen efektif yang mampu mengatasi kemungkinan penumpukan perkara di Pengadilan, tentunya terutama di tingkat kasasi. Instrumen yang 16
Mimbar Hukum N0.63 Thn XV, Jakarta: Al-Hikmah & DITBINPERA, 2004, h.4
17
Buku Komentar Peraturan Mahkamah agung RI No.1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, h.7 18
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 242
dianggap efektif adalah sistem mediasi. Caranya dengana jalan pengintegrasian mediasi ke dalam sistem peradilan.19 b. SEMA No.1 Tahun 2002, Belum Lengkap Pada huruf e konsideran dikatakan, salah satu alasan Perma diterbitkan karena SEMA No.1 Tahun 2002 belum lengkap atas alasan Sema tersebut belum sepenuhnya mengintegrasikan mediasi ke dalam sistem peradilan secara memaksa (compulsory) tetapi masih bersipat sukarela (voluntary). Akibatnya, Sema itu tidak mampu mendorong para pihak cecara intensif memaksakan penyelesaian perkara lebih dahulu melalui perdamaian.20 c. Pasal 130 HIR dan 154 Rbg, dianggap tidak memadai Pada huruf f konsideran tersurat pendapat, cara penyelesaian perdamaian yang digariskan pasal 130 HIR dan pasal 154 Rbg masih belum cukup mengatur tata cara proses mendamaikan yang pasti, tertib dan lancar. Oleh karena itu, sambil menunggu pembaharuan hukum acara, Mahkamah Agung menganggap perlu menetapkan Perma yang dapat dijadikan landasan formil yang komprehensif sebagai pedoman tata tertib bagi para hakim di Pengadilan tingkat pertama mendamaikan para pihak yang berperkara.21
19
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 243 20
21
Ibid”
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 243
2. Disempurnakan lagi dalam PERMA No.1 Tahun 2008 Mahkamah Agung menyadari bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah. Selain itu, mediasi dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. Menurut hakim agung Susanti Adi Nugroho, mediasi yang terintegrasi ke pengadilan diharapkan efektif mengurangi tumpukan perkara, termasuk di Mahkamah Agung (MA).22 Sejak tahun 2006 MA sudah membentuk tim yang bekerja mengevaluasi kelemahan-kelemahan pada PERMA No.2 Tahun 2003 tentang prosedur mediasi beranggotakan dari hakim dan advokat. Pusat Mediasi Nasional dan organisasi selama ini conceren pada masalah-masalah mediasi, Indonesian Institute for Conflict Transformation (IICT). Hasil kerja tim menyepakati peraturan baru, yakni PERMA No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi. ditetapkan oleh ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan, pada tanggal 31 juli 2008. perma ini lahir karena dirasakan Perma No.2 Tahun 2003 tentang prosedur mediasi mengandung kelemahan yang beberapa hal harus disempurnakan.23
22
Tony Budijaja, Beleid Baru Untuk Sang Mediator, Artikel diakses pada tanggal 5 Juni 2010 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20214/beleid-baru-untuk-sang mediator. 23
Tony Budijaja, Beleid Baru Untuk Sang Mediator, Artikel diakses pada tanggal 5 Juni 2010 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20214/beleid-baru-untuk-sang mediator.
Penerbitan PERMA No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi membawa perubahan secara mendasar prosedur mediasi di Pengadilan. MA belajar dari kegagalan selam lima tahun terakhir. Bab VIII pasal 26 PERMA ini menyatakan: Dengan berlakunya Peraturan ini, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dinyatakan tidak berlaku. Dari jumlah klausul, Perma 2008 tentang prosedur mediasi jauh lebih padat karena memuat 27 Pasal, sementara Perma 2003 hanya 17 pasal. Perbedaan jumlah pasal ini setidaknya menunjukan ada perbedaan keduanya. Perma No.1 Tahun 2008
mencoba memberikan pengaturan yang lebih
komprehensif, lebih lengkap dan lebih detail sehubungan dengan mediasi di pengadilan. Perma 2008 tentang prosedur mediasi memang membawa perubahan mendasar dalam beberapa hal, misalnya rumusan perdamaian pada tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali. Syaratnya, sepanjang perkara belum diputus majelis pada masing-masing tingkatan tadi.24 Tabel 2.1 Sistematika PERMA No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan Bab I : Ketentuan Umum Ruang Lingkup dan Kekuatan Pasal 1-6 Berlakunya Perma Biaya pemanggilan para pihak Jenis perkara yang dimediasi Sertifikat mediator 24
Tony Budijaja, Beleid Baru Untuk Sang Mediator, Artikel diakses pada tanggal 5 Juni 2010 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20214/beleid-baru-untuk-sang mediator.
Bab II : Tahap Pra Mediasi
Bab III : Tahap-Tahap Proses Mediasi
Bab IV : Tempat Penyelenggaraan Mediasi Bab V : Perdamaian di Tingkat Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali Bab VI : Kesepakatan di Luar Pengadilan Bab VII : Pedoman Perilaku Mediator dan Insentif Bab VIII : Penutup
Sifat proses mediasi Kewajiban hakim memeriksa dan kuasa hukum Hak para pihak memilih mediator Daftar mediator Honorarium mediator Batas waktu pemilihan mediator Menempuh mediasi dengan Itikad baik Penyerahan resume perkara dan lama waktu proses mediasi Kewenangan mediator menyatakan mediasi gagal Tugas-Tugas mediator Keterlibatan ahli Mencapai kesepakatan Tidak mencapai kesepakatan Keterpisahan mediasi dan ligitasi
Pasal 7-12
Pasal 20
Pasal 20 Pasal 21-22
Pasal 23 Pasal 24-25
Pasal 26-27
Selain kemungkinan damai pada tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali, Perma No.1 Tahun 2008 memuat rumusan baru tentang konsekuensi hukum jika proses mediasi tak ditempuh. Pasal 2 ayat (3) tegas menyebutkan: ”Tidak menempuh proses mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan atau pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum”.25 25
Tony Budijaja, Beleid Baru Untuk Sang Mediator, Artikel diakses pada tanggal 5 Juni 2010 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20214/beleid-baru-untuk-sang mediator.
B. Pengertian Mediasi Secara etimologi, Istilah mediasi berasal dari bahasa Latin, mediare yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga
sebagai
mediator
dalam
menjalankan
tugasnya
menengahi
dan
menyelesaikan sengketa antara para pihak.26 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasehat.27 Mediasi dalam bahasa Inggris disebut “meditian” yang berarti penyelesaian sengketa dengan menengahi permasalahan untuk didamaikan, dan mediator adalah orang penengah.28 Garry Goopaster memberikan definisi mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.29
26
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 1-2 27
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, hal..569. 28
John Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, cet. XXV, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, h. 377. 29
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 5.
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik menjadi beberapa Pengertian mediasi adalah sebagai berikut : a. Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral yang tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak yang berselisih dalam upaya mencapai kesepakatan secara sukarela dalam penyelesaian permasalahan yang disengketakan. b. Mediasi adalah suatu proses dimana para pihak dengan bantuan seseorang atau beberapa orang, secara sistematis menyelesaikan permasalahan yang disengketakan untuk mencari alternatif dan mencapai penyelesaian yang dapat mengakomodasi kebutuhan mereka. Pengertian mediasi dalam pengintegrasiannya dalam sistem peradilan sebagaimana yang digariskan dalam pasal 1 butir 7 adalah: a. Proses penyelesaian sengketa di pengadilan melalui perundingan antara pihak yang beperkara. b. Perundingan yang dilakukan para pihak, dibantu oleh mediator yang berkedudukan dan berfungsi : 1) Sebagai pihak ketiga yang netral dan tidak memihak (imparsial), dan
2) Berfungsi sebagai pembantu atau penolong (helper) mencari berbagai kemungkinan atau alternatif penyelesaian sengketa yang terbaik dan saling menguntungkan kepada para pihak.30 Mediasi dalam literatur hukum islam bisa disamakan dengan konsep ”Tahkim”. Kata Tahkim berasal dari bahasa Arab yang artinya ialah menyerahkan putusan pada seseorang dan menerima putusan itu, yang secara etimologis berarti menjadikan seseorang atau pihak ketiga atau yang disebut ”hakam” sebagai penengah suatu sengketa.31 `
Tahkim digunakan sebagai istilah bagi orang atau kelompok yang ditunjuk untuk mendamaikan sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak. Tahkim dimaksudkan sebagai upaya untuk menyelesaikan sengketa dimana para pihak yang terlibat dalam sengketa diberi kebebasan untuk memilih seorang Hakam (mediator) sebagai penengah atau orang yang dianggap netral yang mampu mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa.32 `
Tahkim sebagaimana dimaksud telah dipraktekan sejak masa awal
Islam ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, ketika itu Nabi Muhammad SAW juga telah menerima putusan Sa’ad Ibnu Mu’adz mengenai Bani 30
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hal. 244. 31
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta: Pesantren L-Munawwir Krapyak, 1984, h.286. 32
Siti juwariyyah, “Potret mediasi dalam Islam”, Artikel diakses pada 21 juni 2010 dari http://badilag.net/2010/02/potret-mediasi-dalam-islam.html
Quraidhah. Demikian juga pertengkaran antara Umar bin Khattab ra dengan Ubay bin Tsabit, semua sahabat sepakat menerima putusan Hakam dan membenarkannya.33 Menurut Rachmadi Usman, menyimpulkan bahwa mediasi adalah cara penyelesaian
sengketa
diluar
pengadilan
melalui
perundingan
yang
melibatkan pihak ketiga yang bersikap netral (Non-intervensi) dan tidak berpihak (imparsial) kepada pihak-pihak yang bersengketa. Pihak ketiga tersebut disebut ”mediator” atau ”penengah” yang tugasnya hanya membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan. Dengan perkataan lain, mediator disini hanya bertindak sebagai fasilitator saja. Dengan mediasi diharapkan menemukan titik temu penyelesaian masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan sebagai kesepakatan bersama. Pengambilan keputusan tidak berada ditangan mediator, tetapi ditangan para pihak yang bersengketa.34 Mediasi dan negosiasi bukanlah dua proses yang terpisah namun lebih mengarah kepada negosiasi yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral. Meskipun secara substansi negosiasi berbeda dengan mediasi, namun sering kali dikatakan bila tidak ada negosiasi tidak ada mediasi. Oleh karena negosiasi merupakan nilai penting dalam mediasi, 33
Siti juwariyyah, “Potret mediasi dalam Islam”, Artikel diakses pada 21 juni 2010 dari http://badilag.net/2010/02/potret-mediasi-dalam-islam.html 34
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT Aditya Bakti, 2003, h. 82.
maka tawaran pihak pertama dan harga konsesi akan sangat menentukan pada hasil akhir negosiasi (mediasi).35 C. Dasar Hukum Mediasi Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia yang umumnya diakui di semua tempat di dunia ini. Apabila keadilan itu kemudian dikukuhkan ke dalam sebuah institusi yang bernama hukum, maka hukum itu harus mampu menjadi saluran agar keadilan itu dapat diselenggarakan secara seksama dalam masyarakat.36 Yang menjadi dasar hukum pemberlakuan mediasi dalam sistem peradilan di Indonesia dalam proses ligitasi didasarkan pada: a. Pancasila. Dasar hukum dari mediasi yang merupakan salah satu sistem ADR di Indonesia adalah dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila, dimana dalam filosofinya tersiratkan bahwa penyelesaian sengketa adalah musyawarah mufakat, hal tersebut juga tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Hukum tertulis lainnya yang mengatur mediasi adalah Undang-Undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 3 ayat (2) menyatakan ”Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila”. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) menyatakan : 35
36
Said Faisal, Pengantar Mediasi, Jakarta : Mahkamah Agung RI,2004, h.65.
Lailatul Arofah, Perdamaian dan Bentuk Lembaga Damai di Pengadilan Agama Sebuah Tawaran Alternatif, Mimbar hukum, No.63, h.43.
ketentuan ini tidak menutup kemungkinan untuk usaha penyelesaian perkara dilakukan di luar pengadilan negara melalui perdamaian atau arbitrase.37 Kini telah jelas dan diakui secara hukum tentang adanya suatu lembaga alternatif di dalam pengadilan yang dapat membantu para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya. Karena selama ini yang dikenal dan diatur dengan peraturan perundang-undangan adalah arbitrase saja. Yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.38 b. Pasal 130 HIR/154 Rbg Sebenarnya sejak semula pasal 130 HIR maupun pasal 154 Rbg mengenal dan menghendaki penyelesaian sengketa melalui cara damai. Pasal 130 ayat (1) HIR berbunyi : Jika pada hari sidang yang ditentukan itu kedua belah pihak datang, maka pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan mendamaikan mereka.39 Selanjutnya ayat (2) menyatakan : Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat suatu surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan mentaati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalanlkan sebagai putusan yang biasa.40 37
Susanti Adi Nugroho, Naskah Akademis : MEDIASI, Jakarta, Peslitbang Hukum dan Peradilan MA-RI, 2007, hal.36. 38
Susanti Adi Nugroho, Naskah Akademis : MEDIASI, Jakarta, Peslitbang Hukum dan Peradilan MA-RI, 2007, hal.36. 39
R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, Bogor : Pollteria, 1985, hal. 88.
40
R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, Bogor : Pollteria, 1985, hal. 187.
Tidak dapat dipungkiri bahwa hukum acara yang berlaku baik pasal 130 Herziene Indonesia Reglement (HIR) maupun pasal 154 Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg), mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses ini.41 c. Pasal 82 UU No.7 Tahun 1989 jo UU No.3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama. Pasal 82 berbunyi : (1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian. Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak. (2) Dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara pribadi kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat menghadap secara pribadi dapat diwakilkan oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. (3) Apabila kedua belah pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaian tersebut menghadap secara pribadi. (4) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan. d. Penjelasan Pasal 31 ayat (2) PP No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 41
Penggabungan dua konsep penyelesaian dua sengketa ini diharapkan mampu saling menutupi kekurangan yang dimiliki masing-masing konsep dengan kelebihan dalam ketetapan hukumnya yang mengikat, akan tetapi berbelit-belitnya proses acara yang harus dilalui sehingga akan memakan waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit yang harus ditanggung oleh para pihak. Dan dalam penentuan proses penyelesaian mediasi mempunyai kelebihan dalam keterlibatan para pihak dalam penentuan proses penyelesain sehingga prosesnya lebih sederhana, murah dan cepat dan sesuai dengan keinginan. Akan tetapi kesepakatan yang dicapai tidak memiliki ketetapan hukum yang kuat sehingga bila dikemudian hari salah satu dari pihak menyalahi kesepakatan yang telah dicapai maka pihak yang lainnya akan mengalami kesulitan bila ingin mengambil tindakan hukum. Lihat Suyud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) & Arbitrase Proses Pelembagaan Aspek Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2000, hal. 23-33
Pasal 31 ayat (2) PP No.9 Tahun 1975 berbunyi: (2) Selama perkara belum diputuskan, upaya mendamaikan dapat dilakukan pada setiap pemeriksaan. Yang mana penjelasan pasal tersebut adalah : ”Usaha Untuk mendamaikan suami-istri yang sedang dalam pemeriksaan perkara gugatan untuk mengadakan perceraian tidak terbatas pada sidang pertama sebagaimana lazimnya dalam perkara perdata, melainkan pada setiap saat sepanjang perkara itu belum diputus oleh hakim. Dalam mendamaikan kedua belah pihak dapat meminta bantuan kepada orang atau badan lain yang dianggap perlu.42 Pasal tersebut jelas menunjukan bahwa mediasi wajib dilakukan oleh para pihak yang berperkara (dalam pasal ini suami-istri) dengan bantuan seorang mediator (hakim). e. PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam pasal 4 PERMA No.1 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Maka, pada sidang pertama yang dihadiri oleh kedua belah pihak, sebelum pembacaan gugatan dari penggugat. Hakim wajib memerintahkan para pihak untuk lebih dahulu menempuh mediasi yang dibarengi dengan penundaan pemeriksaan perkara. f. AlQur’an: Surah An-Nisa’ (4) ayat: 128 dan Surah Al-Hujarat (49) ayat: 9 42
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Himpunan Peraturan PerundangUndangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta, Depag RI, 2001, hal. 178.
Kewajiban hakim dalam mendamaikan pihak-pihak yang brperkara adalah
sejalan
dengan
tuntunan
ajaran
Islam.
Ajaran
Islam
memerintahkan agar menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi diantara manusia sebaiknya diselesaikan dengan jalan perdamaian (islah).43 Dalam hukum Islam secara terminologis perdamaian disebut dengan istilah
Islah
yang
menurut
bahasa
adalah
memutuskan
suatu
persengketaan. Dan menurut syara’ adalah suatu akad dengan maksud untuk mengakhiri suatu persengketaan antara dua pihak yang saling bersengketa.44 Jadi sulh adalah suatu proses penyelesaian sengketa dimana para pihak bersepakat untuk mengakhiri perkara mereka secara damai. Dasar hukum dalam Al-Qur’an, termaktub dalam Surah An-Nisa’ ayat 128 :
$ysÎ=óÁムβr& !$yϑÍκön=tæ yy$oΨã_ Ÿξsù $ZÊ#{ôãÎ) ÷ρr& #—θà±çΡ $yγÎ=÷èt/ .ÏΒ ôMsù%s{ îο&r z÷ö∆$# ÈβÎ)ρu (#θãΖÅ¡ósè? βÎ)ρu 4 £x’±9$# Ú[à"ΡF{$# ÏNuÅØômé&uρ 3 ×öyz ßxù=÷Á9$#uρ 4 $[sù=ß¹ $yϑæηuΖ÷t/ (128: )اء#ZÎ6yz šχθè=yϑ÷ès? $yϑÎ/ šχ%x. ©!$# χÎ*sù (#θà)−Gs?uρ Artinya : ”Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya. Maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi 43
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta : Kencana, 2008, hal. 151. 44
As-Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Juz III, Beirut : Dar Al-Fikr, 1977, hal. 305
mereka) walaupu manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyud dan sikap tak acuh). Maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. An-Nisa’: 4 ayat 128). Makna ” wal shulhu khair” yakni ” dan perdamain itu lebih baik”. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ’Abbas ra, ia berkata : ” yaitu memberikan pilihan”. Maksudnya apabila suami memberikan pilihan kepada istri antara bertahan atau bercerai, itu lebih baik daripada si suami terus menerus mengutamakan istri yang lain daripada dirinya.45 Dzahir ayat ini bahwa perdamaian di antara keduanya dengan cara istri merelakan sebagian haknya bagi suami dan suami menerima hal tersebut, lebih baik daripada terjadi perceraian secara total.46 Sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, beliau tetap mempertahankan Saudah binti Zam’ah dengan memberikan malam gilirannya kepada ’Aisyah RA. Beliau tidak menceraikannya dan tetap menjadikannya sebagai istri.47 Beliau melakukan itu agar diteladani oleh umatnya, bahwasannya hal tersebut disyari’atkan dan dibolehkan. Hal itu lebih utama pada hak Nabi Muhammad SAW. Kesepakatan itu lebih dicintai oleh Allah daripada perceraian. Firman Allah ”wal shulhu khair” ’dan perdamaian itu lebih 45
Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, cet.2, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2008, hal.683-684 46
Ibid, h. 683.
47
Ibid, h. 684.
baik’, bahkan perceraian sangat dibenci Allah SWT.48 Ayat ini berkaitan dengan masalah perkawinan. Selain ayat tersebut ketentuan berdamai sejalan dengan Firman Allah SWT. Dalam QS. Al-Hujarat (49) ayat 9 :
ôMtót/ .βÎ*sù ( $yϑåκs]÷t/ (#θßsÎ=ô¹r'sù (#θè=tGtGø%$# tÏΖÏΒ÷σßϑø9$# zÏΒ Èβ$tGx"Í←!$sÛ βÎ)ρu βÎ*sù 4 «!$# ÌøΒr& #’n<Î) uþ’Å∀s? 4®Lym Èöö7s? ÉL©9$# (#θè=ÏG≈s)sù 3“t÷zW{$# ’n?tã $yϑßγ1y‰÷nÎ) šÏÜÅ¡ø)ßϑø9$# =Ïtä† ©!$# ¨βÎ) ( (#þθäÜÅ¡ø%r&uρ ÉΑô‰yèø9$$Î/ $yϑåκs]÷t/ (#θßsÎ=ô¹r'sù ôNu!$sù (9:)ااة Artinya : ”Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara kedunya, tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil ; Sesungguhnya Allah mencintai orangorang yang berlaku adil”.(QS. Al-Hujarat (49) ayat 9). Allah SWT berfirmann seraya memerintahkan untuk mendamaikan dua kubu kaum mukmin yang saling bertikai. Mereka tetap disebut sebagai orang-orang beriman meski saling menyerang satu sama lain.49 Dimana dikemukakan dalam ayat itu bahwa jika dua golongan orang beriman bertengkar maka damaikanlah mereka, perdamaian itu hendaklah
48
Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, cet.2, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2008, hal.683-684. 49
Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, cet.2, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2008, hal.470.
dilakukan dengan adil dan benar sebab Allah SWT sangat mencintai orang yang berlaku adil.50 Jika Al-qur’an membolehkan perdamaian dalam masalah-masalah seperti di atas, maka perdamaian dalam masalah keperdataan yang menyangkut harta bendapun sudah barang tentu dibolehkan juga. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih tradisional banyak juga anjuran dari pakar hukum Islam
agar
menyelesaikan
sengketa
antara
umat
Islam
supaya
dilaksanakan dengan cara islah atau perdamaian. Yang apabila ditelaah dengan seksama kajian sulh dalam kitab-kitab fiqih klasik, objek kajiannya tertuju pada bidang perjanjian atau perikatan yang menyangkut harta benda. g. Al-Sunnah Anjuran Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW. Memilih sulh sebagai sarana penyelesaian
sengketa yang
didasarkan pada pertimbangan
bahwa, sulh dapat memuaskan para pihak, dan tidak ada pihak yang merasa menang dan kalah dalam penyelesaian sengketa mereka. Dalam penyelesaian sengketa, langkah pertama yang ditempuh Rasulullah SAW adalah jalan damai. Sebagaimana sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud :
50
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta : Kencana, 2008, hal. 151.
ُ-ْ". ُ ا.َ!"َﺱ َ َ و%ِ ْ&"َ َ ُ')"َ( ا َ ِ' َلَ رَﺱُ*لُ ا:َ َل,ْْ أَِ ُهََْة َ =ً )روا0َ12 َ ََم2 َ ًْ أَو4َا2 َ َ52 َ ًَ أ6ْ") ُ َ0ِ&َْ إ8ِ "ِْ8ُ ٌ َ&َْ ا:;ِ َﺝ 51
(أ داود
Artinya : Dari Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda; ”perdamaian antara orang-orang muslim itu dibolehkan, kecuali perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal” (HR. Abu Daud).
At-Tirmizi menambahkan :
?@2 @يCD ا4 *@? أ2 ل1A " ا6@? ا2 %&ﻥ أ:8و *ف ا8 '@ اG &Eآ :; ﺝ-". و ﺱ"! ل ا%&" ' أن رﺱ*ل ا' )"( ا: =@ﺝ 4ا2 52 أو أ012 م2 6") 0& إ8"8& ا 52 أو012 م2 KL 0! إKوL (" *ن8"8وا 4ا2 52
-&6) 2 N@2 اMل أ* &( ه
Artinya : ”Dan orang-orang Islam itu menurut perjanjian mereka, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.(Tirmizi berkata, hadis ini Hasan Shahih).
51
Abu Daud, Sunan Abu Daud, Beirut : Karoban Hazam, 1974, hal.553. Dapat juga dilihat Li’Ala Addin Samarqondi, Tuhfah al-fuqoha Juz 3, Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995, hal. 249 52
Muhammmad bin Isa Abu Isa al-Turmudzi, Sunan Turmudzi, Juz 3, Beirut : Dar al-Turats al ‘Arabiy, h. 634.
Perdamaian yang dikandung oleh sabda ini bersifat umum, baik mengenai hubungan suami itri, transaksi maupun politik. Selama tidak melanggar hak-hak Allah dan Rasul-Nya, perdamaian hukumnya boleh.53 h. Doktrin Umar ibn Khattab Umar Ibn Khatab dalam suatu peristiwa pernah berkata : ”Tolaklah permusuhan hingga mereka berdamai, karena pemutusan perkara melalui pengadilan akan mengembangkan kedengkian diantara mereka”.54 D. Prinsip-Prinsip Hukum Mediasi Dalam berbagai literatur ditemukan beberapa prinsip mediasi, baik untuk menerapkan mediasi dalam proses persidangan ditingkat pertama, tingkat banding, maupun kasasi. Mediasi memiliki prinsip-prinsip hukum dalam menangani kasus melelui pengadilan (ligitasi). Yang dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Pelaksanan Mediasi bersifat kerahasiaan (confidentiality) Kerahasiaan yang dimaksud adalah bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh mediator dan pihak-pihak yang bersengketa tidak boleh disiarkan kepada publik oleh masing-masing pihak.55
53
“sulh”, Dalam Abdul Azis Dahlan, dkk, ed,Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 5, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000, hal.1653. 54
55
Sayyid Sabiq, Terjemahan Fikh Sunnah, Jilid 13, Bandung : Al-Ma’arif, 2000, hal. 212.
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 28.
Karena proses mediasi ini bersifat rahasia maka, sang mediator harus menjaga kerahasiaan dari isi mediasi tersebut, juga mediator tidak dapat dipanggil sebagai saksi di pengadilan dalam kasus yang ia tangani penyelesaiannya melalui mediasi. Begitu juga masing-masing pihak yang bersengketa diharapkan saling menghormati kerahasiaan tiap-tiap isu dan kepentingan masing-masing pihak.56 b. Upaya damai lewat mediasi bersifat imperatif Imperatif artinya bersifat memerintah atau memberi komando, bersifat mengharuskan.57 Hal ini dapat ditarik dari ketentuan pasal 131 ayat (1) HIR, yang menyatakan : ”Jika, hakim tidak dapat mendamaikan para pihak, maka hal itu mesti disebutkan dalam berita acara sidang. Kelalaian menyebutkan hal itu dalam berita acara mengakibatkan pemeriksaan perkara. Mengandung cacat formal dan berakibat pemeriksaan batal demi hukum, oleh karena itu upaya perdamain ini tidak boleh diabaikan dan dilalaikan”.58 Karena proses mediasi dalam penyelesaian perkara yang disengketakan bersifat memaksa (compulsory), maka para pihak yang berperkara tidak
56
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 29. 57
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Indonesia, Edisi Ketga, Jakarta : Balai Pustaka, 2001, hal. 427. 58
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hal. 239.
mempunyai pilihan selain mesti dan wajib mentaati (comply) aturan. Sebagai acuan bahwa setiap penyelesaian perkara yang diajukan ke pengadilan, wajib lebih dahulu ditempuh proses mediasi atau harus lebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Oleh sebab itu, penyelesaian melalui proses legitasi tidak boleh di pengadilan, sebelum ada pernyataan tertulis dari mediator yang menyatakan proses mediasi gagal mencapai kesepakatan perdamaian.59 Hal ini ditegaskan dalam pasal 18 ayat (2) PERMA. Pengadilan baru dibolehkan memeriksa perkara melalui proses hukum acara perdata biasa, apabila proses mediasi gagal menghasilkan kesepakatan. c. Proses mediasi bersifat teknis Artinya mediasi merupakan prosedur yang wajib ditempuh oleh para pihak yang bersengketa. Dimana mediasi adalah prosedur awal dalam penyelesaian sengketa di pengadilan. Dilakukan secara sistematis oleh pihak-pihak yang berperkara dengan dibantu mediator.60 d. Proses mediasi bersifat pemberdayaan Berdasarkan pada asumsi bahwa setiap orang yang mau datang ke mediasi sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menegosiasikan masalah mereka sendiri dan dapat mencapai kesepakatan yang mereka inginkan. Penyelesaian 59
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 29. 60
Ibid, h.30.
sengketa harus muncul dari pemberdayaan masing-masing pihak, karena hal itu akan lebih memungkinkan para pihak akan lebih menerima solusinya.61 e. Proses mediasi bersifat sukarela atas dasar iktikad baik para pihak. Pada prinsipnya inisiatif pilihan penyelesaian sengketa melalui mediasi tunduk pada kesepakatan para pihak. Hal ini dapat dilihat dari sifat kekuatan mengikat dari kesepakatan hasil mediasi didasarkan pada kekuatan kesepakatan berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata. Dengan demikian, pada prinsipnya pilihan mediasi tunduk pada kehendak atau pilihan bebas para pihak yang bersengketa. Mediasi tidak bisa dilaksanakan apabila salah satu pihak saja yang menginginkannya.62 Pengertian sukarela dalam proses mediasi juga ditujukan pada kesepakatan penyelesaian. Meskipun para pihak telah memilih mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa mereka, namun tidak ada kewajiban bagi mereka untuk menghasilkan kesepakatan dalam proses mediasi tersebut. Sifat sukarela yang demikian didukung fakta bahwa mediator yang menengahi sengketa para pihak hanya memiliki peran untuk membantu para pihak menemukan solusi yang terbaik atas sengketa yang dihadapi para pihak.
61
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 30. 62
Ibid, h.31.
Mediator tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan sengketa yang bersangkutan seperti layaknya seorang hakim atau arbiter.63 f. Dalam proses mediasi bersifat netralitas Artinya di dalam mediasi, peran seorang mediator hanya memfasilitasi prosesnya saja, dan isinya tetap menjadi milik para pihak yang bersengketa. Mediator hanyalah berwenang mengontrol proses berjalan atau tidaknya mediasi. Dan juga seorang mediator dalam mediasi, tidak bertindak layaknya seorang hakim atau juri yang memutuskan salah satu benarnya salah satu pihak atau mendukung pendapat dari salah satunya, atau memaksakan pendapat dan penyelesaiannya kepada kedua belah pihak.64 g. Hasil mediasi belum bersifat yuridis kecuali telah menjadi putusan hakim.65 Yuridis artinya berdasarkan hukum, setelah proses mediasi ditempuh, para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan para pihak.66 Jika dicapai kesepakatam perdamaian, para pihak dapat mengajukan pada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Ditinjau dari segi
63
Susanti Adi Nugraha, Naskah Akademis : MEDIASI, Jakarta : Peslitbang Hukum dan Peradilan MA-RI, 2007, hal. 18. 64
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 30. 65
Rumusan hasil diskusi Hukum Hakim Peradilan Agama se-DKI Jakarta pada tanggal 23 januari tahun 2009. 66
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, hal..569.
ketentuan pasal 130 ayat (1) HIR pilihan ini yang paling efektif, karena akta perdamaian itu langsung mengikat kepada para pihak sekaligus pada akta itu melekat kekuatan eksekutorial, karena berdasarkan pasal 130 HIR, akta perdamaian disamakan kualitasnya sebagai putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan tertutup upaya banding. Oleh karena itu, untuk menghindari hambatan atas pelaksanaan kesepakatan di belakang hari, sebaiknya dituangkan dalam sebuah bentuk akta perdamaian. Para pihak menyampaikan hasil kesepakatan yang telah mereka tandatangani kepada hakim, seraya meminta agar diterbitkan penetapan dalam akta perdamaian.
BAB III PROSEDUR MEDIASI A. Tahap Pramediasi Ruang lingkup mediasi diatur dalam Bab II yang terdiri dari pasal 7-12. tahap ini merupakan tahap kearah proses tahap mediasi. Sebelum pertemuan dan perundingan membicarakan penyelesaian materi pokok sengketa dimulai, lebih dahulu dipersiapkan prasarana yang dapat menunjang penyelesaian sengketa melalui perdamaian.67 a. Hakim Memerintahkan Menempuh Mediasi Langkah pertama yang mesti dilakukan hakim pada tahap pramediasi berdasrkan pasal 7 ayat (1) PERMA adalah sebagai berikut : 1) Memerintahkan Lebih Dahulu Menempuh Mediasi PERMA memberi fungsi dan kewenangan kepada hakim untuk memerintahkan para pihak yang berperkara wajib lebih dahulu menempuh
penyelesaian
melalui
proses
mediasi.
Kewajiban
menempuh lebih dahulu penyelesaian melelui proses mediasi bersifat imperative bukan regulative, oleh karena itu mesti ditaati para pihak.68 2) Saat Menyampaikan Perintah
67
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 251 68
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 251
Adapun saat menyampaikan perintah menurut pasal 7 ayat (1) PERMA, dilakukan hakim pada sidang pertama.69 Berarti keberadaan dan fungsi sidang pertama hanya acara tunggal, yaitu memerintahkan para pihak mesti lebih dahulu menempu mediasi diatur dalam pasal 3 (1) itu juga, yaitu sidang dihadiri kedua belah pihak. Karena , jika yang hadir pada sidang hanya salah satu pihak, secara formil hakim tidak dapat menyampaikan perintah dimaksud.70 b. Hakim Wajib Menunda Persidangan Tindakan selanjutnya yang mesti dilakukan hakim diatur dalam pasal 7 ayat (5) PERMA yaitu : 1) Hakim Wajib Menunda Persidangan Berbarengan dengan perintah yang mewajibkan para pihak harus lebih dahulu menempuh proses mediasi, hakim wajib menunda proses persidangan perkara. Secara mutlak hakim dilarang melakukan pemeriksaan perkara, tetapi mesti menundanya. 2) Memberi Kesempatan Menempuh Proses Mediasi Penundaan pemeriksaan bertujuan untuk memberi kesempatan yang layak kepada para pihak lebih dahulu menyelesaikan sengketa
69
Yang disebut sidang pertama adalah sebelum hakim membuka proses replik-duplik atau bahkan sebelum gugatan dibacakan. Pada saat sidang dibuka, langsung diikuti perintah untuk menempuh proses mediasi. 70
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.252
melalui proses mediasi. Berarti pada saat hakim menyampaikan perintah agar para pihak lebih dahulu menempuh mediasi yang dibarengi dengan menunda pemeriksaan perkara, hakim harus menjelaskan,
maksud
penundaan
itu
dalam
rangka memberi
kesempatam kepada para pihak menempuh penyelesaian melalui proses mediasi.71 c. Hakim Wajib Memberi Penjelasan Tentang Prosedur dan Biaya Mediasi Tindakan berikutnya yang mesti dilakukan hakim, diatur dalam pasal 7 ayat (6) PERMA adalah: 1) Wajib Memberi Penjelasan Prosedur Pada sidang pertama tersebut, selain wajib memerintahkan terlebih dahulu menempuh mediasi yang dibarengi dengan penundaan pemeriksaan perkara hakim wajib memberi penjelasan tata cara dan prosedur mediasi. Prosedur yang harus dijelaskan meliputi tata cara pemilihan mediator, cara proses mediasi, perundingan, jadwal pertemuan, penandatanganan kesepakatan.72 2) Menjelaskan Biaya Mediasi Hakim wajib menjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan biaya mediasi, terutama biaya yang disebut dalam pasal ayat 10 (2) 71
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.254 72
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.255.
dan pasal 20 ayat (4) PERMA yakni, bila mengajukan jaksa bukan hakim, maka biaya honorium mediator ditanggung bersama oleh para pihak sesuai kesepakatan. Jika mediasi dilakukan ditempat lain, biaya ditanggung pihak sesuai kesepakatan.73 d. Wajib Memilih Mediator Mengenai tata cara pemilihan mediator diatur dalam pasal 11 PERMA sesuai dengan mekanisme berikut : 1) Para Pihak Wajib Memilih Mediator Para pihak yang berperkara atau kuasa hukum mereka wajib memilih mediator. Kewenangan memilih mediator sepenuhnya menjadi hak para pihak sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang digariskan pasal 1338 KUHPerdata. Memilih harus berdasarkan kesepakatan para pihak sesuai ketentuan pasal 1320 KUHPerdata.74 Dalam peraturan Mahkah Agung ini dijelaskan : a ) Cara pemilihan mediator Menurut pasal 11 ayat (1) PERMA, cara pemilihan mediator diwajibkan dengan cara berunding. Oleh karena itu harus benar-benar
73
Ibid”
74
Ibid”
tercapai kesepakatan berdasarkan persetujuan dari kedua belah pihak (mutual assent).75 b ) Jangka waktu pemilihan mediator Menurut pasal 11 ayat (1) PERMA, jangka waktunya paling lama dua hari kerja, terhitung dari tanggal sidang pertama, berarti terhitung lusa harinya setelah sidang pertama, para pihak wajib berunding dan memilih mediator karena batas waktunya hanya dua hari.76 c ) Bebas memilih dari daftar mediator atau dari luar Pada prisipnya para pihak bebas memilih mediator yang mereka kehendaki, boleh dipilih panel yang tercantum dalam daftar mediator yang ditetapkan ketua pengadilan atau dapat juga mediator di luar pengadilan.77 2) Tidak Tercapai Kesepakatan Apabila para pihak atau kuasa hukum mereka tidak dapat bersepakat memilih mediator dalam batas jangka waktu dua hari kerja dari tanggal sidang pertama. Para pihak wajib memilih mediator dari
75
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.255. 76
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.256. 77
Ibid”
daftar pengadilan yang telah tersedia, sehingga tertutup hak para pihak untuk memilih mediator dari luar daftar tersebut.78 Ketentuan ini bersifat memaksa (imperatif), PERMA tidak menghendaki terjadi kegagalan dalam memilih mediator. Oleh karena itu, apabila dalam jangka waktu yang ditentukan para pihak tidak berhasil menyepakati mediator, satu-satunya cara ialah wajib memilih mediator yang disediakan prngadilan.79 3) Ketua Majelis Berwenang Menujuk Mediator Pada prinsipnya
yang berwenang menunjuk dan memilih
mediator adalah para pihak berdasarkan kesepakatan. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, hakim tidak berwenang menunjuk mediator secara ex-officio. Namun prinsip tersebut dikesampingkan pasal 11 ayat (4) PERMA. Secara eksepsional diberikan kewenangan kepada ketua majlis untuk menunjuk mediator dari daftar yang ditetapkan pengadilan. Kewenangan itu baru berfungsi dengan syarat, apabila para pihak tidak mencapai kesepakatan memilih mediator dari daftar mediator yang tersedia di pengadilan dalam jangka waktu dua hari kerja. Penunjukan mediator oleh ketua majelis dituangkan dalam bentuk penetapan. 78
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.256. 79
Ibid”
4) Majelis Yang Memeriksa Perkara Wajib Menjalankan Fungsi Mediator. Pasal 11 ayat (6) menjelaskan bahwa jika tidak terdapat hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama maka hakim pemeriksa pokok perkara wajib menjalankan sebagai mediator.80 B. Tahap-Tahap Proses Mediasi Tahap mediasi diatur dalam Bab III yang terdiri dari pasal 13-19 dan substansinya meliputu penyerahan resume perkara, kewenangan mediator, keterlibatan ahli dan sebagainya. Selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut :81 a. Para Pihak Dapat Menyerahkan Resume Perkara Berdasarkan Pasal 13 PERMA, tahap mediasi dimulai dari tanggal terpilihnya mediator oleh para pihak atau dari tanggal ditunjuknya mediator oleh ketua majelis. Terhitung dari tanggal itu timbullah kewajiban hukum kepada para pihak melaksakan kewajiban berikut : 1) Wajib Menyerahkan Resume Perkara Resume perkara terdiri dari dokumen dan surat yang memuat duduk perkara, penafsiran atas duduk perkara yang digariskan dalam
80
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.257. 81
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 259.
pasal dimaksud.82 Dapat berupa standar permohonan mediasi yang memuat secara ringkas minimal masalah sengketa, penyelesaian yang diinginkan dan ganti rugi atau rehabilitasi yang diminta atau boleh juga berupa gugatan secara utuh yang memuat dalil atau posita gugatan dengan potitum.83 2) Tenggang Waktu Penyerahan Sesuai dengan pasal 13 PERMA, penyerahan resume paling lambat dalam waktu lima hari kerja. Terhitung dari tanggal para pihak memilih mediator atau majelis menunjuk mediator.84 3) Diserahkan Pada Mediator dan Pihak Lain Penyerahan dokumen dan surat-surat menurut pasal 13 PERMA disampaikan kepada mediator dan kepada pihak lain. Berarti para pihak secara timbal balik saling menyerahkan dokumen dan suratsurat dimaksud kepada masing-masing pihak.85 b. Proses Mediasi Empat Puluh Hari Kerja
82
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 260. 83
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 259 84
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 261 85
Ibid”
Sejak penunjukan mediator oleh majelis hakim atau penetapan mediator sesuai dengan pilihan para pihak maka proses mediasi berlangsung paling lama empat puluh hari kerja terhitung dari tanggal pemilihan mediator oleh para pihak. 40 hari kerja dapat diperpanjang paling lama 14 hari kerja.86 c. Kewenangan Mediator Menentukan Mediasi Gagal Pasal 14 PERMA No.1 Tahun 2008, menyatakan jika salah satu pihak telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri mediasi yang telah disepakati tanpa alasan yang jelas, setelah dipanggil secara patut. Maka mediator berkewajiban menyatakan mediasi gagal. Kemudian mediator yanng berkewajiban menyatakan bahwa perkara tidak layak untuk dimediasi. Jika sengketa yang sedang dimediasi melibatka aset atau harta kekayaan yang berkaitan dengan pihak lain dan tidak disebutkan dalam gugatan. Sehingga pihak lain tersebut tidak menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi.87 d. Kewajiban dan Peran Mediator Mediator memiliki kewajiban seperti yang tercantum dalam peraturan, yaitu : 1) Mediator Wajib Menentukan Jadwal Pertemuan 86
Bagir Manan, Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi pasal 13 Jakarta,2008, h.8-9 87
Bagir Manan, Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi pasal 13 Jakarta,2008, h. 9
Kewajiban ini ditegaskan dalam Pasal 15 ayat (1) PERMA adalah menentukan jadwal pertemuan dengan para pihak. Jadwal tersebut harus benar-benar realitas agar dapat dicapai hasil penyelesaian dalam jangka waktu yang relatif singkat.88 2) Proses Mediasi Mesti Dihadiri Para Pihak Dalam
proses
mediasi
terdapat
hal-hal
yang
wajib
diperhatiakan mediator, yaitu setiap pertemuan yang diadakan, mesti dihadiri para pihak. Dan mereka dapat didampingi oleh kuasa hukum.89 3) Berwenang Melakukan Kaukus Kebolehan dan kewenangan mediator melekukan kaukus90 sebagaimana yang dimaksud Pasal 1 butir 4, diatur dalam Pasal 15 ayat (3) PERMA, yang menegaskan bahwa mediator dapat melakukan kaukus, apabila dianggap perlu oleh mediator.91 4) Mediator Berfungsi dan Berperan Sebagai Pembantu
88
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 261 89
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 262 90
Pengertian kaukus digariskan dalam pasal 1 butir 4 PERMA yang bermakna, pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri pihak lainnya. Dengan demikian, kaukus merupakan pengecualian dari prisip umum yang mengharuskan setiap pertemuan mesti dihadiri para pihak. 91
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 262
Mediator tidak berperan sebagai hakim yang bertindak menentukan pilihan mana yang salah dan benar, bukan pula bertindak dan berperan pemberi nasihat hukum (to give legal advice), juga tidak mengambil peran sebagai penasehat hukum (counsellor) atau mengobati (the rapits), melainkan mediator hanya berperan sebagai penolong (helper flore).92 Mengenai fungsi dan mediator sebagai pembantu (helper) ditegaskan dalam Pasal 1 butir 5, yakni mediator sebagai pihak yang bersifat netral dan tidak memihak yang berfungsi membantu para pihak mencari berbagai kemungkiana penyelesaian. Sehubungan dengan fungsi tersebut, Pasal 15 ayat (4) PERMA memikulkan pada mediator : a ) Wajib mendorong para pihak mencari alternatif terbaik dengan mendorong untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka. Serta mencari berbagai pilihan sebagai alternatif penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. b ) Wajib berperan sebagai pembantu yang cakap yaitu mampu mengontrol proses dan menegakan aturan dasar mediasi,93 mampu berperan
meluruskan
persamaan
persepsi,
mampu
berperan
92
Mahyudin Igo, ”Tinjauan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perkara Perdata”, Varia Peradilan, tahun ke XXI No.253, (Desember 2006): h.49. 93
Abdul Manan, Penerapan Alternatif Depute Resolution (ADR) Dalam Proses Penyelesaian Perkara, Suara Uldilag, Vol II No.6, (April 2005): h.8.
membangun jalinan komunikasi yang harmonis dan bersahabat diantara para pihak, juga dapat memberi dan mengemukakan analisis yang cermat atas masalah yang kompleks. Serta membantu para pihak mengumpulkan informasi penting dan menciptakan pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian problem.94 5) Dapat Mengundang Ahli Menurut Pasal 16 ayat (1) PERMA, mediator dapat mengundang seorang atau beberapa ahli, dengan syarat : a ) Harus berdasarkan persetujuan para pihak Mediator dapat mengusulkan untuk mengundang ahli, tetapi untuk itu harus meminta dan mendapat persetujuan para pihak dan apabila tidak disetujui para pihak, mediator tidak dapat melaksakannya oleh karena hak yang dimilikinya tidak bersifat ex-officio, tapi digantungkan pada syarat adanya persetujuan para pihak.95 b ) Ahli kompeten dalam bidang tertentu Hal ini ditegaskan dalam pasal 16 ayat (1) PERMA, bahwa ahli yang dapat diundang, memiliki keahlian yang kompeten dalam bidang
94
Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2006, h. 36. 95
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 264.
tertentu
yang
berkaitan
langsung
dengan
masalah
yang
disengketakan.96 Dalam tulisannya Bagir Manan disebutkan bahwa mediasi bukanlah pekerjaan dibidang hukum, walaupun pekerjaan paling utama menyelesaikan sengketa hukum. Karena itu mediator tidak harus ahli hukum. Seorang ahli lingkungan (bukan ahli hukum lingkungan), seperti seorang ahli biologi, ahli kethutanan, dapat menjadi
mediator
yang
sangat
baik
menyelesaikan
sengketa
lingkungan. Syarat utama mediator adalah kemampuan mengajak dan meyakinkan pihak yang bersengketa untuk mencari jalan terbaik untuk menyelesaikan sengketa mereka (keahlian dalam teknik mediasi). Seorang
ahli
ekonomi
dapat
menjadi
mediator
yang
baik
menyelesaikan sengketa bisnis dengan berbagai perhitungan resiko ekonomi kalau beperkara di pengadilan. Jadi, yang harus disentuh dalam mediasi ada rasa keadilan dan kepatutan.97 c ) Dapat membantu para pihak menyelesaikan perbedaan Pada saat perundingan yang telah berlangsung, masih terdapat perbedaan penndapat mengenai penyelesaian sengketa dan mediator kesulitan menjembatani atu menyamakan persepsi atau masalah 96
97
Ibid”
Bagir Manan, “Mediasi Sebagai Alternatif Menyelesaikan Sengketa”, Varia Peradilan, Tahun XXI No.248 (Juli 2006), h.15.
tersebut. Diperkirakan hanya ahli yang dapat memberikan penjelasan atas perbedaan itu. Jika terjadi demikian, maka mengundang ahli dianggap memiliki urgensi dan relevansi.98 d ) Biaya ahli ditanggung para pihak Syarat selanjutnya diatur pada Pasal 16 ayat (3), yaitu mengenai biaya jasa ahli ditanggung para pihak. Dan hal itu, didasarkan atas kesepakatan mereka.99 Adapun tahapan dalam pelaksanaan mediasi pada dasarnya sama halnya dengan proses penyelesaian konflik yang lain mediasi juga mempunyai beberapa tahapan yang harus dilalui agar dapat menempuh tujuan yang dituju dapat tercapai. Secara global tahapan mediasi bisa dibagi kedalam tiga tahap, yaitu: 1. Tahap Persiapan Dalam sebuah proses mediasi dibutuhkan bagi seorang mediator terlebih dahulu mendalami terhadap apa yang menjadi pokok sengketa para pihak yang akan dibicarakan dalam mediasi tersebut. Dan pada tahap ini juga mediator biasanya mengkonsultasikan dengan para pihak tentang tempat dan waktu mediasi, identitas pihak yang akan hadir, durasi waktu dan sebagainya.100 2. Tahap Pelaksanaan 98
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 264. 99
Ibid”
100
Yasardin, ”Mediasi Di Pengadilan Agama Upaya Pelaksaan SEMA No.1 Tahun 2002”, Mimbar Hukum, No.63, h.20-21.
Dalam tahap pelaksanaan yang pertama dilakukan adalah pembentukan forum yaitu dimana sebelum dimulai antara mediator dan para pihak menciptakan atau membentuk forum. Setelah forum terbentuk diadakan rapat bersama dan mediator mengeluarkan pernyataan pendahuluan.101 Yang harus dilakukan mediator pada tahap ini adalah: a. Melakukan perkenalan diri dan dilanjutkan perkenalan para pihak. b. Menjelaskan kedudukan peran dan wewenangnya sebagai mediator. c. Menjelaskan
aturan
dasar
tentang
proses
aturan
kerahasiaan
(confidentyality) dan ketentuan rapat. d. Menjawab pertanyaan-pertanyan para pihak. e. Bila para pihak sepakat untuk melanjutkan mediator harus meminta komitmen para pihak untuk mengikuti semua aturan yang berlaku.102 Setelah itu tahap kedua dilanjutkan dengan pengumpulan dan pembagian informasi, dimana mediator memberikan kesempatan kepada para pihak untuk berbicara tentang fakta dan posisi menurut versinya masing-masing. Mediator bertindak sebagai pendengar yang aktif dan dapat mengemukakan pertanyaanpertanyaan dan harus juga menerapkan aturan keputusandan sebaliknya mengontrol interaksi para pihak. Dalam tahapan ini mediator harus memperhatikan semua informasi yang disampaikan masing-masing pihak, 101
Yasardin, ” Mediasi Di Pengadilan Agama Upaya Pelaksaan SEMA No.1 Tahun 2002”, Mimbar Hukum, No.63, h. 21. 102
Abdul Halim, Konstektualisasi Mediasi Dalam Perdamain, hal. 20 Artikel ini diakses pada tanggal 21 Juni 2010 dari www.badilag.net/.2010../Kontektualisasi %20Mediasi%20 Dalam%20 Perdamain.pdf
karena
masing-masing
informasi
tentulah
merupakan
kepentingan-
kepentingan yang selalu dipertahankan oleh masing-masing pihak agar pihak lain menyetujuinya.103 Dalam menyampaikan fakta para pihak juga mempunyai gaya yang berbeda-beda, hal-hal seperti itulah yang harus diperhatikan oleh mediator. Setelah pengumpulan dan pembagian data maka langkah ketiga dilanjutkan dengan negosiasi pemecahan masalah. Yaitu diskusi dan tanggapan terhadap informasi yang disampaikan oleh masingmasing pihak. Para pihak mengadakan tawar menawar (negosiasi diantara mereka). Terdapat 12 faktor yang menyebabkan proses mediasi menjadi efektip, yaitu : 1. Para pihak memiliki sejarah pernah bekerja sama dan berhasil dalam menyelesaikan masalah mengenai beberapa hal. 2. Para pihak yang bersengketa (terlibat dalam proses mediasi) tidak memiliki sejarah panjang saling menggugat di pengadilan sebelum melakukan proses mediasi. 3. Jumlah pihak yang terlibat dalam sengketa tidak meluas sampai pada pihak yang berada diluar masalah. 4. Pihak-pihak yang bersengketa telah sepakat untuk membatasi permasalahan yang akan dibahas. 103
Ahmad Syarhuddin, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Mediasi Menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No.1 Tahun 2008, h.5.
5. para pihak mempunyai keinginan besar untuk menyelesaikan masalah mereka. 6. Para pihak telah mempunyai atau akan mempunyai hubungan lebih lanjut dimana yang akan datang. 7. Tingkat kemarahan dari para pihak masih dalam batas normal. 8. Para pihak bersedia menerima bantuan pihak ketiga. 9. Terdapat alasan-alasan yang kuat untuk menyelesaikan sengketa. 10. Para pihak tidak memiliki persoalan psikologis yang benar-benar mengganggu hubungan mereka. 11. Terdapat sumber daya untuk tercapainya sebuah kompromi. 12. Para pihak memiliki kemauan untuk saling menghargai.104 Alokasi yang terbesar dalam mediasi biasanya terjadi pada tahap negosiasi, karena dalam negosiasi ini membicarakan masalah krusial yang diperselisihkan.105 Pada tahap ini terbuka kemungkinan terjadi perbedaan bahkan dapat terjadi keributan para pihak yang bersengketa. Seorang mediator harus bisa menjalin kerja sama dengan para pihak secara bersama-sama dan terpisah untuk mengidentifikasi isu-isu, memberikan
pengarahan
para
pihak
tentang
tawar
menawar
104
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT Aditya Bakti, 2003, h. 102-103 105
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT Aditya Bakti, 2003, h. 104.
pemecahan masalah serta mengubah pendirian para pihak dan posisi masing-masing menjadi kepentingan bersama.106 Yang bisa dilakukan mediator pada tahap ini, ialah : 1) Membantu para pihak menaksir, menilai dan memprioritaskan kepentingan masing-masing. 2) Memperluas atau mempersempit sengketa bilamana perlu. 3) Membuat agenda negosiasi. 4) Memberikan penyelesaian alternatif. 3. Tahap Pengambilan Keputusan Pada tahap ini para pihak saling bekerja sama dengan bantuan mediator untuk mengevaluasi pilihan, mendapatkan trade off dan menawarkan paket, memperkecil perbedaan-perbedaan dan mencari basis yang adil bagi alokasi bersama. Dan akhirnya para pihak yang sepakat berhasil membuat keputusan bersama. Dalam tahap penentuan keputusan mediator dapat juga menekan para pihak, mencarikan rumusan-rumusan untuk menghindari rasa malu membantu para pihak dalam menghadapi para pemberi kuasa (kalau dikuasakan).107
106
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT Aditya Bakti, 2003, h. 105. 107
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT Aditya Bakti, 2003, h. 106.
C. Putusan Mediasi Setelah proses mediasi dilaksanakan, maka putusan yang dihasilkan dapat berupa putusan mencapai kesepakatan dan dapat pula berupa putusan yang berupa tidak mencapai kesepakatan. a. Mencapai kesepakatan Pasal 17 PERMA mengatur tindakan apa yang harus dilakukan apabila mediasi menghasilkan kesepakatan. 1) Wajib Merumuskan Secara Tertulis Kesepakatan Disebutkan dalam Pasal 17 ayat (1), apabila mediasi menghasilkan kesepakatan. Maka para pihak wajib merumuskan kesepakatan tersebut secara tertulis. Hasil kesepakatan dirumuskan dalam kompormis (compromise solution), kedua belah pihak tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang, tetapi sama-sama menang (win-win).108 Pelaksanaan perumusan dibantu oleh mediator dan kesepakatan yang telah dirumuskan ditandatangani para pihak dan mediator. Syarat ini ditegaskan juga dalam Pasal 1815 KUH Perdata, bahwa persetujuan perdamaian harus tertulis dalam bentuk akta
108
Muhammad Yahya Harap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997, h. 201.
dibawah tangan (onderhandse acte) atau dapat juga berbentuk akta otentik.109 Tidak dibenarkan secara lisan, karena Pasal itu menegaskan persetujuan tidak sah melainkan jika dibuat secara tertulis. 2) Diwakili Kuasa Hukum Jika para piahak diwakili oleh kuasa hukum, maka para pihak wajib
menyatakan
secara
tertulis
kesepakatan
yang
dicapai.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 17 ayat (2) PERMA.110 3) Mediator Memeriksa Materi Kesepakatan Pasal 17 ayat (3), membebani kewajiban kepada mediator untuk memeriksa materi kesepakatan. Hal itu dilakukan sebelum para pihak menandatangani kesepakatan. Tujuan kewajiban memeriksa kesepakatan yang bertentangan dengan hukum.111 4) Menghadap Kembali Pada Hakim Pada hari sidang yang telah ditentukan sebelumnya para pihak wajib menghadap kembali pada majelis hakim. Didepan sidang
109
Mariana sutadi, “Notulen: Ceramah Penjelasan PERMA No.2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan”, Suara Uldilag, Vol I No.3 (6 Oktober 2003), h.22. 110
Ibid”
111
Ibid “
tersebut para pihak memberitahukan bahwa mediasi telah mencapai kesepakatan.112 5) Mengajukan Kesepakatan Perdamaian Jika perdamain terjadi, maka tentang hal itu pada waktu dipersidangkan akan diperbuat sebuah akta, maka kedua belah pihak diwajibkan untuk mencukupi perjanjian yang dibuat itu, sehingga akta tersebut akan berkekuatan hukum tetap dan akan diperlakukan sebagaimana putusan.113 6) Wajib Mencantumkan Klausula Pencabutan Perkara Menurut Pasal 17 ayat (6), jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian, maka kesepakatan tertulis yang dirumuskan tersebut harus memuat atau mencantumkan klausula pencabutan perkara atau pernyataan perkara telah selesai.114 b. Tidak mencapai kesepakatan Ada dua kondisi yang dapat digunakan oleh mediator untuk menyatakan mediasi telah gagal atau tidak layak untuk dilanjutkan meskipun batas waktu maksimal proses mediasi yaitu 40 hari belum 112
Ibid”
113
Mariana sutadi, “Notulen: Ceramah Penjelasan PERMA No.2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan”, Suara Uldilag, Vol I No.3 (6 Oktober 2003), h.22. 114
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Umum dan Pearadilan Khusus, Buku II, Jakarta : Mahkama Agung Republik Indonesia, 2008, h. 68.
dilampaui. Pertama, jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. Kedua, setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa sengketa yang sedang dimediasi ternyata melibatkan aset, harta kekayaan atau kepentingan pihak lain yang tidak menjadi peserta mediasi.115 Menghadapi peristiwa gagalnya proses mediasi, Pasal 18 PERMA telah menggariskan tindak lanjut yang harus dilakukan mediator dan hakim. 1) Mediator wajib memberitahu kegagalan kepada hakim Digariskan dalam Pasal 18 ayat (1) bahwa mediator wajib memberitahu kegagalan mediasi kepada hakim. Pemberitahuan dilakukan secara tertulis yang berisi pernyataan bahwa proses mediasi telah gagal mencapai kesepakatan.116 2) Saat Pemberitahuan
115
Mahkamah Agung Republik Indonesia Bekerjasama Dengan Japan International Cooperation Agency dan Indonesia Institute For Conflict Transformation, Buku Tanya Jawab PERMA RI No.01 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan , Jakarta : MA RI, JICA dan IICT, 2008, h.6. 116
Ibid”
Pemberitahuan segera disampaikan mediator yaitu keesokan hari kerja dari tanggal berakhirnya jangka waktu proses mediasi yang disebut Pasal 13 ayat (3).117 3) Majelis segera melanjutkan pemeriksaan perkara Menurut Pasal 18 ayat (2), apabila mediator telah memberitahukan kegagalan mediasi mencapai kesepakatankepada hakim harus segera melanjutkan pemeriksaan perkara. Tata cara penyelesaian yang harus diterapkan tunduk pada ketentuan hukum acara yang berlaku.118 4) Pemeriksaan perkara, hakim mengusahakan perdamaian Dalam Pasal 18 ayat (3), menyetakan pada saat pemeriksaan perkara, hakim berwenang mengusahakan atau mendorong perdamaian kepada kedua belah pihak. Perdamaian harus tetap dilakukan sebelum pengucapan putusan.119 5) Perdamaian berlangsung 14 hari Menurut Pasal 18 ayat (4), hakim dapat melakukan upaya perdamaian pada saat proses pemeriksaan perkara dalam jangaka waktu 14 hari
117
Ibid”
118
Mahkamah Agung Republik Indonesia Bekerjasama Dengan Japan International Cooperation Agency dan Indonesia Institute For Conflict Transformation, Buku Tanya Jawab PERMA RI No.01 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan , Jakarta : MA RI, JICA dan IICT, 2008, h.6. 119
Ibid”
kerja sejak para pihak menyampaikan keinginan berdamai kepada hakim.120 Demikianlah tahapan-tahapan yang dilalui dalam proses mediasi pada penyelesaian masalah dipengadilan (ligitasi). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada halaman lampiran. D. Tujuan dan Manfaat Mediasi Mediasi merupakan salah satu bentuk proses penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga, dan wajib ditempuh oleh para pihak oleh para pihak dalam menyelesaikan masalahnya di pengadilan. Dalam ligitasi mediasi memberikan beberapapa tujuan antara lain: a. Untuk menyelesaikan sengketa secara damai dan sukarela sebelum proses ligitasi dilaksanakan, sehingga proses ligitasi tidak perlu dilanjutkan. Dangan demikian mediasi dapat mengatasi penumpukan perkara dilembaga peradilan. Secara umum ada beberapa sebab yang dapat dianggap sebagai penyebab penumpukan perkara kasasi di Mahkamah Agung yaitu: 1) Tidak ada ketentuan yang membatasi perkara-perkara yang dapat dimohonkan kasasi. 2) Kurangnya kepercayaan percari keadilan terhadap putusan badan peradilan tingkat lebih rendah baik karena anggapan mutu putusan rendah atau karena putusan dibuat dengan cara-cara yang tidak sehat seperti akibat suap atau cara-cara tidak terpuji lainnya. 120
Ibid”
3) Mekanisme perdamaian tidak dijalankan secara maksimum, sehingga mengurangi jumlah perkara yang perlu disidangkan.121 Pentingnya mediasi dimaknai bukan sekedar upaya untuk meminimalisir perkara-perkara yang masuk ke Pengadilan baik itu pada pengadilan tingkat pertama maupun pada tingkat
banding
sehingga badan Peradilan dimaksud
terhindar dari adanya timbunan perkara, namu lebih dari itu mediasi dipahami dan diterjemahkan dalam proses penyelesaian sengketa secara menyeluruh dengan penuh kesungguhan untuk mengakhiri suatu sengketa yang tengah berlangsung.122 b. Menyelesaikan sengketa merupakan hakikat (inti) menyelesaikan perkara secara efektif dan efesien. Penyelesaian melalui pengadilan tidak selalu memberikan kepuasan. Selain ongkos, waktu, reputasi dan lain-lain, tidak jarang dijumpai begitu banyak rintangan yang dihadapi menyelesaikan sengketa melalui pengadilan. Bukan saja kemungkina keputusan tidak saja memuaskan. Suatu kemenangan yang telah ditetapkan itupun belum tentu secara cepat dapat dinikmati karena berbagai hambatan seperti hambatan eksekusi. Bahkan kemungkina ada perkara baru, baik dari pihak yang kalah atau dari pihak ’berkepentingan’ lainnya.123
121
Susanti Adi Nugroho. Naskah Akademis: MEDIASI, h. 39-41.
122
Mahyudin Igo, “Tinjauan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perkara Perdata”, Varia Peradilan, Tahun keXXI No.253 (Desember 2006), h.51. 123
Ibid”
Dalam keadaan seperti itu, putusan pengadilan, sekedar sebagian putusan, tetapi tidak berhasil menyelesaikan sengketa. Bebeda dengan penyelesaian sengketa diluar proses peradilan seperti mediasi, bukan semata-mata mencapai putusan, tetapi putusan yang menyelesaikan sengketa.124 ”Menang
jadi
arang
kalah
jadi
abu”
begitulah
pribahasa
yang
menggambarkan jika suatu sengketa diselesaikan dengan menggunakan jalur ligitasi. Sinyalmen tersebut mencerminkan Putusan Pengadilan terkadang tidak serta merta menyelesaikan persoalan.125 Maka dikembangkan wacana untuk sebisa mungkin menyelesaikan persoalan sengketa melalui jalur perundingan, karena dengan melakukan hal itu akan mencegah kerugian yang lebih besar, baik kerugian yang berupa moril maupun materil. Sehingga tercipta penyelesaian perkara secara efektif dan efisien. c. Penyelesaian secara damai lebih baik dari pada putusan yang dipaksakan. Karena mediasi jika berhasil akan menghasilkan kesepakatan yang sesuai dengan keinginan para pihak sehingga dalam perumusan kesepakatan tidak ada paksaan dari pihak manapun. Berbeda dengan putusan yang bersifat memaksa, karena penyelesaian perkara melalui pengadilan pada hakikatnya hanyalah penyelesaian yang bersifat formalitas belaka. Pihak-pihak yang bersengketa
124
Bagir Manan, “Mediasi Sebagai Alternatif Menyelesaikan Sengketa”, Varia Peradilan Tahun XXI No.248 (Juli 2006), h.14-15. 125
Mahyudin Igo, “Tinjauan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perkara Perdata”, Varia Peradilan, Tahun keXXI No.253 (Desember 2006), h.47.
dipaksakan untuk menerima putusan tersebut walau terkadang putusan badan peradilan itu tidak memenuhu rasa keadilan.126 d. Perdamaian yang dikukuhkan dalam ligitasi akan berkekuatan hukum dan mengikat baik secara yuridis maupun psikologis. Menurut M. Yahya Harahap tidak ada putusan pengadilan yang mengantar para pihak yang bersengketa kearah penyelesaian masalah, putusan pengadilan bersifat problem solving diantara para pihak yang bersengketa melainkan putusan pengadilan cenderung menempatkan kedua belah pihak pada dua sisi ujung yang saling berhadapan, karena menempatkan salah satu pihak pada posisi pemenang (the winner) dan menyudutkan pihak yang lain sebagai pihak yang kalah (the losser), selanjutnya dalam posisi
ada pihak yang menang dan kalah, bukan
kedamain dan ketentraman yang timbul, tetapi pihak yang kalah timbul dendam dan kebencian.127 Oleh sebab itu hasil kesepakatan mediasi yang telah dikukuhkan dalam akta perdamaian diharapkan menimbulkan kedamian antar para pihak dan bersifat mengikat. Karena mediasi dapat mengantarkan para pihak pada perwujudan kesepakatan damai yang permanen dan lestari, mengingat penyelesaian sengketa
126
Tim Peneliti, Laporan Penelitian: Prinsip-prinsip Hukum Islam (Fiqih) Dalam Transaksi Ekonomi Pada Perbankan Syariah (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Bekerjasama dengan Direktorat Hukum BI, 2003), h.136. 127
Muhammad Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan Dan Penyelesaian Sengketa, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997, h. 158
melalui mediasi menempatkan kedua belah pihak pada posisi yang sama, tidak ada pihak yang dimenangkan atau pihak yang dikalahkan (win-win solution).128 Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga. Mediasi dapat memberikan sejumlah manfaat sebgai berikut: a. Mediasi dapat mengurangi masalah penumpukan perkara. b. Mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan mereka secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau fsikologis mereka, sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya. c. Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka. d. Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap proses dan hasilnya. e. .Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskannya. g. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan oleh hakim di pengadilan atau arbiter pada lembaga arbitrase.129
128
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, h. 24. 129
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, h. 25-26.
BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN A. Jenis Perkara Yang di Tangani Mediasi Berdasarkan pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 menyebutkan bahwa semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan tingkat pertama wajib terlebih dahulu diselesaikan melalui proses mediasi, kecuali untuk beberapa perkara. Pengecualian tersebut adalah perkara yang diselesaikan melalui Pengadilan Niaga, Pengadilan Industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).130 Pemeriksaan perkara niaga, hubungan industrial, perlindungan konsumen dan persaingan usaha telah diatur dalam prosedur tersendiri, sehingga meskipun perkara itu termasuk dalam kategori sengketa perdata, tetapi dikecualikan dari kewajiban untuk menempuh proses mediasi sebagaimana diatur dalam Perma ini.131 Keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga tidak dapat dimedisi karena substansi persoalan adalan murni hukum yaitu
130
Mahkamah Agung Republik Indonesia Bekerjasama JICA dan IICT, Buku Komentar Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, Jakarta : MA:RI, JICA & IICT, 2008, h.23. 131
Mahkamah Agung Republik Indonesia Bekerjasama JICA dan IICT, Buku Komentar Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, Jakarta : MA:RI, JICA & IICT, 2008, h.23.
berkatan dengan validitas atau keabsahan putusan KPPU. Persoalan hukum seperti itu tidak memberi peluang bagi para pihak untuk mengadakan tawar menawar dalam sebuah persidangan.132 Di Pengadilan Agama Jakarta Timur setiap perkara yang diterima wajib terlebih dahulu dimediasikan sesuai dalam PERMA, tetapi untuk Pengadilan Agama dapat dikelompokan lagi yaitu yang dimediasikan hanya dalam perkara kontentius.133 “Kontentius yaitu perkara gugatan atau permohonan yang didalamnya mengandung sengketa antara pihak-pihak. Dengan ketentuan bahwa kedua belah pihak hadir pada sidang pertama. Karena pada sidang pertama inilah para pihak diperintahkan untuk menempuh proses mediasi oleh hakim yang menangani perkara tersebut”134 Sedangkan perkara “voluntair” adalah perkara yang sipatnya permohonan dan didalamnya tidak terdapat sengketa sehingga tidak ada pihak lawan. Karena hanya satu pihak yang mengajukan permohonan tentu saja tidak dapat menempuh mediasi seperti perkara penetapan ahli waris, dispensasai nikah dan isbat nikah135. 132
Mahkamah Agung Republik Indonesia Bekerjasama JICA dan IICT, Buku Komentar Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, Jakarta : MA:RI, JICA & IICT, 2008, h.23 133
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur. 134
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur 135
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.
Jadi kalau dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 menyebutkan semua perkara perdata wajib menempuh proses mediasi, akan tetapi di Pengadilan Agama Jakarta Timur dibatasi pada perkara kontentius. 1. Data Laporan Perkara Perdata Yang Diterima Dan Diputus di Pengadilan Agama Jakatra Timur Pada tahun 2008 perkara yang diterima Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah sebagai berikut:136
136
1
1 5 3
1 3
2 1 2 2
2
7 3 9 1 4 4 2 4
Hibah
Kewarisan
Wali Adhol
Dispensasi Kawin
1 1
JUMLAH
1 1
1 2 2 1 2
4 2 1 1
Lain-lain/P3HP
3 1
1
Itsbat Nikah
116 93 99 112 102 111 132 106
Penguasaan Anak/Perwalian Anak
1 1
51 47 52 50 46 55 65 58
1 3
Harta Bersama
Cerai Gugat
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus
Cerai Thalak
1 2 3 4 5 6 7 8
Pembatalan Perkawinan
No. Bulan
Izin Poligami
Tabel 4.1 Perkara yang diterima pada tahun 2008
2 3 5 13 6 4 5 3
183 152 170 187 162 178 214 178
Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H. Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.
9 Sep 10 Okt 11 Nov 12 Des JUMLAH
2 1
13
1 4
28 68 60 60 640
58 140 124 110 1303
2 1
2 1
1
4 5 5 5 53
1 1 13
3 23
1 9
1 2
8
1 1
4 6 5 1 57
101 222 195 184 2126
Dalam tabel ini keseluruhan perkara yang diterima Pengadilan Agama Jakrta Timur mulai dari bulan januari hingga bulan desesember tahun 2008 tercatat 2.126 perkara yang masuk ke dalam daftar persidangan. Dari sekian banyaknya perkara yang diterima Pengadilan agama Jakarta Timur perkara perceraian masih mendominasi ini terlihat dari jumlah perkara cerai gugat maupun cerai talak diatas.
Sedangkan perkara yang diputus Pengadilan Agama Jakarta Timur Pada Tahun 2008 adalah sebagai berikut:137
137
2
1
2
3
7
18
147
4
1
2
4
9
13
15
184
Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H. Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.
JUMLAH
1
Dicabut
Ditolak/Tidak diterima
Gugur/dicoret dari register
P3HP*)
1
Itsbat Nikah
97
Penguasaan Anak/Perwalian Anak
84
52
Harta Bersama
47
Kewarisan
1
Wali Adhol
Feb
Cerai Gugat
Jan
2
Cerai Thalak
1
Pembatalan Perkawinan
Bulan
Pencegahan Kawin
No.
Izin Poligami
Tabel 4.2 Perkara yang diputus pada tahun 2008
3
Mar
1
4
Apr
1
5
Mei
2
6
Juni
7
Juli
8
1 1
38
99
52
81
41
71
2 1 1
1
2 1
4
3
5
8
25
161
5
10
9
6
28
167
3
6
3
17
11
147
42
93
1
1
6
3
6
3
16
155
34
100
1
1
1
1
6
2
15
16
162
Agus
35
93
3
2
1
2
2
14
20
152
9
Sep
44
91
1
3
4
0
8
11
152
10
Okt
39
60
1
1
8
2
7
15
118
11
Nov
32
92
1
2
4
5
4
13
11
153
42 498
74 1035
1 10
1 15
1 32
4 57
2 47
12 123
13 199
137 1835
12 Des JUMLAH
1
1 7
1
1
1
4
6
Dilihat dari tabel ini jumlah keseluruhan perkara yang berhasil diputus oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur terhitung dari bulan januari hingga bulan desember tahun 2008 tercatat 1.835 perkara. Dari keseluruhan perkara yang diputus perkara perceraian lebih mendominasi ini menandakan bahwa mediasi banyak yang gagal. Dapat dilihat pada grafik dibawah ini: Grafik Data Perkara Tahun 2008.
120% 100% 100% 86.31% 80% 60% 40% 20%
9.36%
4.32%
0% Perkara Diterima
Perkara Diputus
Perkara Dicabut
Perkara Lain-lain
Dari tabel dan grafik di atas dapat diketahui bahwa perkara yang diterima oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2008 berjumlah 2126 perkara atau mencapai 100 %. Sedangkan perkara perdata yang diputuskan oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2008 adalah 1835 perkara atau sekitar 86,31 %. Dari berbagai macam alasan pengajuan gugatan diatas yang lebih dominan adalah perkara perceraian. Dimana jumlah perkara perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat yang diterima di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2008 berjumlah 1943 perkara. Sedangkan perkara yang diputus dengan alasan perceraian oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur berjumlah 1533 perkara, dan perkara yang dicabut berjumlah 199 perkara atau sekitar 9,36 % dan sisa perkara sekitar 4,32 % ini dari keseluruhan perkara.
Dan pada Tahun 2009 data perkara yang diterima Pengadilan Jakarta Timur adalah sebagai berikut:138 Tabel 4.3 Perkara yang diterima pada tahun 2009
138
Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H. Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.
1
3 1
2
6
2
5 3 2 2 1 1
1 18
4 6
11 13 10 3 12 3 12 9 6 4 9 7 99
2 1 3
3 3 2 1 4 2 3 28
1 2 2
1 1 1
1
2 2 14
8
1 1
2
JUMLAH
2 3
Lain-lain/P3HP
Itsbat Nikah
Nafkah Anak oleh Ibu
Penguasaan Anak/Perwalian Anak
Cerai Gugat
Cerai Thalak
Harta Bersama 1 2
Kewarisan
1
139 52 59 149 64 147 60 122 71 135 76 134 66 122 57 121 27 57 89 219 64 144 83 144 855 1546
Wali Adhol
1 Jan 2 Feb 3 Mar 4 Apr 5 Mei 6 Juni 7 Juli 8 Agus 9 Sep 10 Okt 11 Nov 12 Des JUMLAH
Pembatalan Perkawinan
Bulan
Izin Poligami
No.
206 227 228 197 225 218 207 191 94 322 222 240 2577
Dalam tabel ini keseluruhan perkara yang diterima Pengadilan Agama Jakrta Timur mulai dari bulan januari hingga bulan desesember tahun 2009 tercatat 2.577 perkara yang masuk ke dalam daftar persidangan. Dari sekian banyaknya perkara yang diterima Pengadilan agama Jakarta Timur perkara perceraian masih mendominasi ini terlihat dari jumlah perkara cerai gugat maupun cerai talak diatas.
Sedangkan data perkara yang diputus oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:139
1 1 1 5
1
2
3 3 1 2
1 1 1 2 5 2
2 1 2
1 3 2
14
2 3 4 22
2
1 1 2 1 1 11
1 1 7
1 1
1
1
3 7 3 6 2 3 2 1 1 1 4 33
Jumlah
17 14 176 15 17 219 8 14 166 14 19 232 9 19 178 9 23 188 4 9 194 3 16 175 22 21 138 5 16 159 2 18 184 51 21 280 159 207 2289
Dilihat dari tabel ini jumlah keseluruhan perkara yang berhasil diputus oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur terhitung sejak bulan januari hingga
139
Dicabut
Gugur/dicoret dari register
4 8 11 12 6 9 5 11 3 6 9 5 89
Ditolak/Tidak diterima
1 1
Lain-lain
1
Hibah
Penguasaan Anak/Perwalian Anak
Harta Bersama
Cerai Gugat
109 38 61 121 33 106 61 133 44 111 49 112 64 116 58 100 30 78 44 96 48 119 64 149 665 1279
Kewarisan
1 1
Cerai Thalak
Pembatalan Perkawinan 1 1
Wali Adhol
1
Itsbat Nikah
1 Jan 2 Feb 3 Mar 4 Apr 5 Mei 6 Jun 7 Jul 8 Agu 9 Sept 10 Okt 11 Nov 12 Des JUMLAH
Dispensasi Kawin
No. Bulan
Izin Poligami
Tabel 4.4 Perkara yang diputus pada tahun 2009
Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H. Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.
bulan desember tahun 2008 tercatat 1.835 perkara. Dari keseluruhan perkara yang diputus perkara perceraian lebih mendominasi ini menandakan bahwa mediasi banyak yang gagal karena dilihat dari jumlah perkara yang diputus cukup signifikan. Dapat dilihat pada grafik dibawah ini: Grafik Data Perkara Tahun 2009.
120% 100% 100%
88.82%
80% 60% 40% 20%
8.03%
3.14%
0% Perkara Diterima Perkara Diputus
Perkara Dicabut Perkara Lain-lain
Dari tabel dan grafik di atas dapat diketahui bahwa perkara yang diterima oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2009 berjumlah 2577 perkara atau berkisar 100%. Sedangkan perkara perdata yang diputuskan oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2009 adalah 2289 perkara atau berkisar 88,82 %. Dari berbagai macam alasan pengajuan gugatan diatas yang lebih dominan adalah perkara perceraian. Dimana jumlah perkara perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat yang diterima di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2009 berjumlah 2401 perkara. Sedangkan perkara
yang diputus dengan alasan perceraian oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur berjumlah 1934 perkara atau berkisar, dan perkara yang dicabut berjumlah 207 perkara atau berkisar 8,03 % dan sisa perkara 3,14 %. 2. Data Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur tahun 2008-2009 Yang menjadi faktor penyebab putusnya perkawian dalam perceraian tidak hanya oleh satu faktor saja, seringkali kita lihat permasalahan dalam keluarga timbul karena beberapa faktor. Maka untuk mendapatka gambaran yang lebih jelas, dari jumlah 2126 perkara perceraian yang diputus oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2008 dapat kita lihat faktor-faktor dominan terjadinya perceraian secara urut sebagai berikut:
Data Tentang Faktor Penyebab terjadinya Perceraian Di Pengadilan Jakarta Timur Tahun 2008140 Tabel 4.5 Paktor penyebab perceraian tahun 2008
140
Tidak Ada tanggung Jawab
Kekejaman Jasmani
Gangguan Pihak Ketiga
Tidak Ada Keharmonisan
Jumlah
Jan
ekonomi
1
Cemburu
No.
Bulan
Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian
16
20
22
15
24
34
131
Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H. Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des Jumlah
18 16 14 9 12 11 11 10 8 12 10 147
23 22 23 20 25 23 20 22 17 22 21 258
24 21 21 19 23 21 18 20 15 18 18 241
19 17 20 17 21 22 21 23 18 20 19 232
27 24 22 19 24 25 28 27 20 25 23 288
38 36 33 28 30 32 30 33 21 27 25 367
149 137 133 112 135 134 128 135 99 124 116 1533
Beberapa fakror dalam tabel ini yang menyebabkan putusnya perkawianan yaitu, cemburu, ekonomi, tidak ada tanggung jawab, gangguan pihak ketiga dan tidak ada keharmonisan. Dari keseluruhan jumlah perkara yang putus perkawinan oleh beberapa factor tersebut tercatat 1533 perkara pada tahun 2008 dan ini didominasi oleh faktor ketidak ada keharmonisan dalam rumah tangga yaitu tercatat 367 perkara yang putus disebabkan oleh factor ketidak ada keharmonisan dari 1533 perkara yang putus pada tahun 2008.
Data Tentang Perkara Perceraian Yang Diterima Dan Diputus Di Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2008141
141
Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H. Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.
Ditolak/Tidak Diterima
Gugur/Dicoret Dari Register
Diputus
Lain-lain
183 152 170 187 162 178 214 178 101 222 195 184 2126
18 15 25 28 11 16 16 20 11 15 11 13 199
3 9 5 9 3 6 2 2 0 2 4 2 47
7 13 8 6 17 3 15 14 8 7 13 12 123
147 184 161 167 147 155 162 152 152 118 153 137 1835
-
Jumlah
Dicabut
1 Jan 2 Feb 3 Mar 4 Apr 5 Mei 6 Jun 7 Jul 8 Agus 9 Sept 10 Okt 11 Nov 12 Des Jumlah
Diterima
No.
Bulan
Tabel 4.6 Perkara perceraian diterima dan diputus tahun 2008
Jika dilihat dari tabel ini jumlah perkara perceraian yang diterima Pengadilan Agama Jakarta Timur mulai bulan januari hingga bulan desember tahun 2008 berjumlah 2126 perkara, jumlah yang cukup banyak dan yang diputus berjumlah 1835 perkara, sedangkan yang berhasil dicabut karena mediasi hanya berjumlah 199 perkara saja. Ini jumlah yang tidak seimbang dengan jumlah perkara yang masuk, jadi terlihat jelas bahwa mediasi belum berpengaruh signifikan terhadap perceraian.
Dan data tentang faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:
Data Tentang Faktor Penyebab terjadinya Perceraian Di Pengadilan Jakarta Timur Tahun 2009142 Tabel 4.7 Faktor Penyebab Perceraian tahun 2009
Bulan
Cemburu
ekonomi
Tidak Ada tanggung Jawab
Kekejaman Jasmani
Gangguan Pihak Ketiga
Tidak Ada Keharmonisan
Jumlah
Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des Jumlah
15 19 14 22 72 16 20 16 9 15 19 25 207
28 36 27 37 24 26 29 24 18 24 28 36 337
24 29 22 30 22 24 28 26 18 22 25 31 301
25 30 24 32 28 30 33 29 21 26 30 37 345
27 33 25 34 34 35 37 35 22 25 31 40 378
28 35 27 39 30 30 33 28 20 28 34 44 376
147 182 139 194 155 161 180 158 108 140 167 213 1944
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Beberapa faktor dalam tabel ini yang menyebabkan putusnya perkawinan yaitu, cemburu, ekonomi, tidak ada tanggung jawab, gangguan 142
Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H. Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.
pihak ketiga dan tidak ada keharmonisan. Dari keseluruhan jumlah perkara yang putus perkawinan oleh beberapa factor tersebut tercatat 1944 perkara pada tahun 2009 dan ini didominasi oleh faktor ketidak ada keharmonisan dalam rumah tangga yaitu tercatat 376 perkara yang putus disebabkan oleh factor ketidak ada keharmonisan dari 1944 perkara yang putus pada tahun 2009. Data Tentang Perkara Perceraian Yang Diterima Dan Diputus Di Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009143
143
Gugur/Dicoret Dari Register
Diputus
14 17 14 19 19 23 9 16 21 16 18 21 207
3 7 3 6 2 3 2 1 1 0 1 4 33
17 15 8 14 9 9 4 3 22 5 2 51 159
176 219 166 232 178 188 194 175 130 159 184 280 2289
Jumlah
Ditolak/Tidak Diterima
206 227 228 197 225 218 207 191 94 322 222 240 2577
Lain-lain
Dicabut
1 Jan 2 Feb 3 Mar 4 Apr 5 Mei 6 Jun 7 Jul 8 Agus 9 Sept 10 Okt 11 Nov 12 Des Jumlah
Diterima
No.
Bulan
Tabel 4.8 Perkara perceraian diterima dan diputus
Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H. Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.
Jika dilihat dari tabel ini jumlah perkara perceraian yang diterima Pengadilan Agama Jakarta Timur mulai bulan januari hingga bulan desember tahun 2009 berjumlah 2577 perkara, jumlah yang cukup banyak dan yang diputus berjumlah 2289 perkara, sedangkan yang berhasil dicabut karena mediasi hanya berjumlah 207 perkara saja. Ini jumlah yang tidak seimbang dengan jumlah perkara yang masuk, jadi terlihat jelas bahwa mediasi belum berpengaruh signifikan terhadap perceraian Dilihat dari keseluruhan tabel diatas jumlah
keseluruhan perkara
perceraian yang diterima Pengadilan Agama Jakarta Timur mulai dari bulan januari tahun
2008 sampai bulan desember tahun 2009 berjumlah 4703
perkara yang tercatat dalam daftar persidangan. Dan berjumlah 4124 Yang berhasil diputus oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur sedangkan yang dicabut berjumlah 406 perkara dari jumlah keseluruhan perkara yang diterima. B. Pengaruh Mediasi Dalam Perceraian Sesudah Pemberlakuan PERMA No.1 tahun 2008 Dalam perkara perceraian, sebelum sidang dimulai hakim tetap berusaha untuk mendamaikan para pihak. Pelaksanaan perdamaian dilakukan majelis hakim setiap persidangan. Bahkan sebelum pembacaan putusan pun majelis hakim tetap berusaha untuk mendamaikan para pihak agar tidak terjadi perceraian.144
144
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddi. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur
Setelah diterbitkannya PERMA No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi pada persidangan pertama sebelum pembacaan gugatan hakim memerintahkan kepada para pihak untuk menempuh mediasi terlebih dahulu. Hakim juga menjelaskan tentang prosedur pelaksanaan mediasi. Setelah keluar dari ruang sidang, para pihak langsung menuju ruang mediasi. Di ruang mediasi telah hadir seorang mediator yaitu salah seorang hakim Pendadilan Agama Jakarta Timur yang telah ditunjuk oleh majelis hakim selain dari hakim yang menanganin perkara tersebut.145 Proses mediasi biasanya berlansung
40-60 menit. Kemudian mediator
membuat blanko apakah mediasi berhasil atau tidak. Blanko tersebut diserahkan oleh mediator kepada panitera pengganti sebagai laporan telah dilaksanakannya mediasi pada kasus tersebut146. Kalo menurut mediator perkara tersebut masih ada peluang untuk berdamai maka dilakukan mediasi pada hari sidang kedua, jika mediasi berhasil maka gugatannya dicabut kalo perkara perceraian, sedangkan perkara harta benda dibuat kesepakatan perdamaian147. Yang dituangkan dalam akta perdamaian yaitu akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan
145
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddi. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur. 146
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddi. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur. 147
Kesepakatan Perdamaian yaitu dokumen yang memuat syarat-syarat yang disepakati oleh para pihak guna mengakhiri sengketa yang merupakan hasil dari upaya perdamaian dengan bantuan seorang mediator atau lebih berdasarkan Perma No.1 Tahun 2008.
hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa jika dikehendaki para pihak. Jika mediasi gagal mencapai kesepakatan pemeriksaan tetap dilakukan seperti acara perdata biasa yang diawali dengan pembacaan gugatan penggugat pada tahap pertama setelah sebelumnya majelis hakim berusaha untuk mendamaikan. Kemudian tahap berikutnya adalah jawaban tergugat, lalu replik, duplik, pembuktian dari pihak penggugat, pembuktian dari pihak tergugat, kesimpulan penggugat dan tergugat dan tahap akhir adalah putusan pengadilan148. Dari hal tersebut berarti ada perbedaan yang signifikan antara prosedur persidangan sebelum dan sesudah diterapkannya PERMA No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi. Dimana sebelum adanya Perma, pelaksanaan mediasi tetap diruang sidang, sedangkan setelah pemberlakuan Perma adanya proses mediasi yang dilakukan diluar sidang. Setelah adanya Perma, putusan jika berhasil dibuat akta perdamaian atas kesepakatan para pihak yang berkekuatan hukumnya sederajat dengan putusan biasa. Perkara yang dimediasi di Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah perkara kontentius, maka penulis membahas pada perkara perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat. Pada masa awal pemberlakuan Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi jumlah perkara cerai yang diterima Pengadilan Agama 148
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.
Jakarta Timur pada tahun 2008 berjumlah 1943 perkara, sedangkan perkara yang diputus dengan alasan perceraian oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur berjumlah 1533 perkara. Sedangkan perkara yang berhasil didamaikan dapat dilihat dari jumlah perkara yang dicabut yaitu 199 perkara.149 Dicabutnya perkara disebabkan karena tiga factor. Pertama, majelis hakim yang selalu aktif dipersidangan untuk selalu berusaha mendamaikan para pihak agar tidak bercerai jika kasusnya masih ringan. Kedua, para pihak yang bersengketa (pada perkara perceraian) dengan bantuan pihak keluarga kedua belah pihak mampu menyelesaikan masalahnya melalui upaya damai setelah hakim memberikan waktu kepada kedua belah pihak untuk memikirkan akibatnya atas putusan mereka yang ingin bercerai. Ketiga, adanya proses mediasi yang terintegrasi dalam sistem peradilan.150 Setelah satu setengah tahun kurang lebih Pemberlakuan Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi jumlah perkara cerai yang diterima oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahu 2009 berjumlah 2401 perkara, sedangkan perkara yang diputus oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur berjumlah 1934 perkara. Perkara yang dimediasi dapat dilihat dari perkara yang dicabut yaitu berjumlah 207 perkara.151
149
Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H. Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur. 150
Ibid”
151
Ibid”
Dicabutnya perkara pada tahun 2009 karena tiga faktor pula yaitu sama seperti faktor dicabutnya perkara pada tahun 2008 diantaranya faktor ketiga adalah karena adanya proses mediasi yang terintegrasi dalam sistem peradilan. Dengan adanya PERMA No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi memberikan keberhasilan yaitu adanya perkara yang dicabut walau tidak signifikan karena disamping majelis hakim yang mendamaikan juga ada peran mediator yang berusaha mendamaikan para pihak dalam menyampaikan keinginan mereka agar tercapai perdamaian.152 Menurut analisa penulis bahwa Perma ini sudah diterapkan secara efektif di Pengadilan Agama Jakarta Timur sesuai dengan prosedur yang termuat dalam Perma No.1 tahun 2008, akan tetapi dalam tingkat keberhasilannya belum terlihat signifikan karena dilihat dari jumlah perkara yang dicabut ditahun 2008 berjumlah 199 perkara, sedangkan pada tahun 2009 perkara yang dicabut berjumlah 207 perkara jumlah yang tidak berbeda jauh. Seperti pernyataan salah seorang hakim di Pengadilan Agama Jakarta Timur bahwa setelah Perma ini dijalankan yang berhasil didamaikan bias dihitung jari, tingkat keberhasilannya hanya berkisar 5% saja153. Padahal menurut tuada Uldilag mengatakan bahwa mediasi telah menjadi trend global yang menjadi media alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Sebagai perbandingan bahwa 152
Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H. Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur 153
Wawancara Pribadi dengan Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.
tingkat keberhasilan mediasi di Singapura mencapai 95%, di Australia sebanyak 80%. Sedangkan di Indonesia khususnya dalam lingkungan Peradilan Agama berkisar 20%154. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa mediasi sudah diterapkan sesuai dengan prosedur yang termuat dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008, namun dalam tingkat keberhasilannya belum ada pengaruh yang signifikan terhadap tingkat volume perceraian. C. Hambatan Dan Tantangan Dalam Melaksanakan Mediasi Dalam segala sesuatu yang kita lakukan baik pelaksanaan peraturan atau yang lainnya pasti akan ditemukan beberapa hambatan dan tantangan. Begitu pula dalam pelaksanaan mediasi ini terdapat beberapa hambatan yaitu sebagai berikut: 1. Dalam Perkara Perceraian Karena perceraian adalah masalah hati, maka dalam hal ini tidak sedikit para pihak yang tidak mau melaksanakan mediasi. Dengan alasan permasalahan yang mereka hadapi sudah mencapai klimaks. Karena dalam persidanganpun majelis hakim telah berusaha untuk mendamaikan dengan memberi nasihat, sehingga menurut para pihak tidak mau membuang-buang waktu untuk proses mediasi. Dan terkadang salah satu pihak yang berperkara tidak hadir pada sidang pertama, akan tetapi pada saat sidang selanjutnya
154
Andi Syamsu Alam, “Orientasi Mediasi, Artikel di akses pada tanggal 23 Juni 2010 dari http://www.pta-babel.net/Orientasi-Mediasi-di-begol.ptabb.
bahkan terkadang agenda persidangan sudah tahap pembuktian baru yang bersangkutan hadir, sehinnga harus ada proses mediasi dan itu dapat menghambat proses persidangan.155 2. Biaya Perkara Bertambah Karena ada biaya untuk pemanggilan para pihak apalagi jika proses mediasi dilakukan diluar pengadilan atau dengan kata lain dengan bantuan mediator dari luar pengadilan. Tetu saja membutuhkan biaya untuk tempat pelaksanaan mediasi. Oleh karena itu Pengadilan Agama Jakarta Timur belum menerapkan biaya mediasi karena dengan pertimbangan bahwa: 1) PERMA ini masih baru. 2) Belum ada petunjuk secara langsung. 3) Menambah beban bagi para pihak yang bersengketa.156 3. Waktu Yang Sangat Dimaksimalkan Karena kalau di Pengadilan Agama Jakarta Timur pelaksanaan mediasi dilaksanakan sesuai hari sidang, misalnya sidang ditunda satu minggu maka pelaksanaan mediasi akan dilakukan pada satu minggu berikutnya, sebelum persidangan kedua dimulai. Namun jika dilakukan diluar pengadilan mediatornya tidak memikirkan hal demikian yang penting menurut mereka
155
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur. 156
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.
waktu digunakan semaksimal mungkin untuk melaksanakan proses mediasi. Akibatnya terkadang dapat menghambat pemeriksaan pokok perkara di Peradilan.157 Dari segi waktu kendala yang dihadapi oleh hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur selama Perma No.1 Tahun 2008 ini diberlakukan dapat dirinci sebagai berikut: a) Para pihak yang meminta waktu mediasi diperpanjang Dengan adanya jadwal mediasi, pemeriksaan pokok perkara ditunda. Apalagi jika para pihak meminta kepada majelis hakim untuk memperpanjang mediasi. Menurut salah satu hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur biasanya perkara selesai dalam kurun waktu 1-3 bulan namun dengan adanya perpanjangan waktu mediasi bisa menjadi 6 bulan.158 Sebelum adanya peraturan ini, sidang yang kedua biasanya pembacaan gugatan. Namun sekarang bias mencapai kurun waktu satu bulan setengah baru dibacakan gugatan karena dilakukan mediasi terlebih dahulu. Dengan demikian para hakim memerlukan waktu yang lebih untuk memeriksa satu perkara. b) Tidak Hadir Pada Saat Mediasi 157
158
Ibid”
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur
Pada
sidang
pertama
majelis
hakim
Pengadilan
Agama
mengagendakan untuk memerintahkan para pihak yang berperkara untuk melakukan mediasi diruang khusus mediasi yang terletak dilantai 2 Pengadilan Agama Jakarta Timur. Namun terkadang ada salah satu pihak yang tidak mematuhi peraturan tersebut. Misalnya perkara cerai gugat, pihak tergugat setelah keluar dari ruang sidang tidak langsung menuju ruang mediasi tetapi langsung pulang mungkin dengan alasan karena tidak ingin bercerai. Akibatnya, yang hadir pada ruang mediasi hanya salah satu pihak, yaitu pihak penggugat tentu saja proses mediasi tidak dapat dilaksanakan.159 Maka pada sidang berikutnya ketika majelis hakim menanyakan tentang mediasi yang diperintahkan pada sidang sebelumnya. Mereka menjawab bahwa mereka belum menempuh proses mediasi. Majelis hakimpun memerintahkan kembali untuk menempuh proses mediasi. Dengan kejadian ini berarti membutuhkan waktu lagi untuk menunggu hasil mediasi. c) Sidang Pertama Tidak Hadir Namun Sidang Berikutnya Hadir Ketika sidang pertama salah satu pihak tidak hadir, tapi pada saat sidang berikutnya pihak tersebut hadir. Bahkan ada juga pihak yang hadir pada saat sidang sudah sampai pada tahap pembuktian. Maka majelis
159
Ibid”
hakim tetap harus memerintahkan lagi kepada para pihak untuk menempuh proses mediasi. Dan majelis hakim membutuhkan waktu lagi untuk menunggu sampai adanya laporan dari hakim mediator160. Sedangkan tantangan dalam melaksanakan mediasi bagi hakim adalah sebagai berikut: 1. Ketika Menjadi Hakim Mediator Yang Baik Menurut salah satu hakim di Pengadilan Agama Jakarta Timur menjadi mediator yang baik sangatlah sulit. Seperti mengontrol emosi, artinya tidak terbawa dengan suasana karena kedua belah pihak biasanya mereka merasa sama-sama benar sebagai mediator harus sabar, tenang dan pintar mengolah kata-kata agar suasana menjadi damai kembali.161 2. Mengetahui Karakter Masing-masing Pihak Mengetahui karakter masing-masing pihak merupakan tantangan juga bagi mediator karena paling tidak harus mengetahui ilmu psikologi atau kejiwaan. Bagaimana memadukan dua karakter para pihak bersengketa yang berbeda itu agar terjadi perdamaian.162 3. Mampu Memahami Penyebab Terjadinya Sengketa
160
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur. 161
162
Ibid”
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.
Menjadi mediator yang baik harus memahami penyebab terjadinya konflik antar para pihak. Mungkin karena factor budaya, social atau atau ekonomi, serta mampu memberikan solusi yang terbaik terhadap penyelesaian sengketa yang dihadapi para pihak163. 4. Memberikan Sarana yang Mendukung Artinya bagaimana seorang mediator memberikan suasana yang mendukung kepada para pihak.agar para pihak merasa nyaman dan tentram ketika memasuki ruang mediasi juga posisi duduknya yang tidak memberikan suatu posisi yang memisahkan para pihak untuk menjadi lawan, tetapi memposisikan bagaimana menjaga hubungan baik antar para pihak.164 Tantangan berikutnya adalah penyediaan fasilitas, ruang pertemuan yang memadai untuk proses mediasi. Kalau tempatnya tidak memadai justru akan menyulitkan para pihak. PERMA No.1 Tahun 2008 memungkinkan mediasi berlangsung di luar, kalau mediasinya di Pengadilan apakah fasilitas pengadilan sudah memadai. Bagaimana kalau kondisi ruangan sangat panas, ramai hiruk pikuk dimana sulit mendapatkan privacy dan keamana itu malah membuat orang stress, mediasi jadi menegangkan. Begitu para pihak masuk pengadilan, auranya sudah tidak enak. 5. Ketika Masalah Perkawinan
163
Ibid”
164
Ibid”
Mediator merasa tertantang ketika menangani masalah perkawinan khususnya maslah perceraian yang menyangkut maslah hati. Karena kalau pernikahan yang kedua dan diharapkan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti pernikahan yang pertama165. Mengutip pernyataan Bapak tuada Uldilag (Drs. Andi Syamsu Alam, SH.,MH) dan Bapak Dirjen Badan Peradilan Agama (Drs. Wahyu Widiana, MA) menyatakan bahwa mediasi ini merupakan prodak Islami dalam rangka penyelesaian sengketa di Pengadilan. Oleh sebab itu, mediasi melalui mediator harus dilaksankan secaraa oftimal sebagai bagian dari proses aktivitas ijtihad demi mendapatkan keputsan yang dapat memenuhi rasa keadilan bagi kedua belah pihak.166 Tujuan utama dari mediasi adalah tercapainya perdamaian, sementara perdamaian itu merupakan hukum yang tertinggi seuai dengan adanya hukum yang berbunyi “Ash-Shulh Sayyid al-hukm”. Perdamain menjadi sangat penting dilaksanakan apalagi dalam menyelesaikan sengketa keluarga. Keluarga berarti umat, baiknya suatu keluarga, sangat berpengaruh dan berdampak kepada perbaikan umat secara keseluruhan. Meskipun perceraian tidak dapat terelakan, bukan berarti mediasi gagal secara total, minimal dalam mediasi kedua belah pihak telah dilakukan pencerahan 165
Wawancara pribadi dengan Bapak Achmad Harun Shofa, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur. 166 Andi Syamsu Alam, “Orientasi Mediasi, Artikel di akses pada tanggal 23 Juni 2010 dari http://www.pta-babel.net/Orientasi-Mediasi-di-begol.ptabb
internalisasi nilai-nilai keagamaan dalam persoalan rumah tangga, supaya kelak apabila menikah lagi, mereka telah memiliki pemahaman yang cukup baik tentang arti sebuah rumah tangga, maupun arti suami atau istri. Namun demikian melalui mediasi
yang
dilaksanakan
secara
maksimal,
mudah-mudahan
tercapai
perdamaian tanpa perceraian.167 Dan keuntungan bagi hakim adalah akan mendapatkan reaward (penghargaan/pointer). Karena dalam Perma tersebut menyatakan bahwa setiap mediator harus dicantumkan dalam putusan. Sebagai bentuk pertanggung jawaban dalam pelaksanaan mediasi. Keuntungan lainnya adalah dengan keterbatasan waktu, tenaga dan dana untuk penyuluhan hukum sebenarnya dapat teratasi melalui proses mediasi sebagaimana yang diatur dalam Perma ini. Mediator yang diambil dari hakim, dapat lebih leluasa dan memiliki waktu yang cukup luas untuk memberikan pemahaman tentang hukum Islam yang berlaku di Indonesia, penyuluhan secara face to face seperti tersebut pasti lebih terarah dan mencapai sasaran ketimbang penyuluhan secara umum meskipun bingkainya adalah mediasi namun isinya penyuluhan hukum. Apabila mediasi secara oftimal tersebut telah terlaksana secara kontinu mudah-mudahan akan terdapat perubahan paradigma dikalangan masyarakat dalam memandang pengadilan selama ini hanya dianggap sebagai
167
Admin, “Oftimalisasi Pelaksanaan Mediasi, Artikel diakses pada tanggal 23 juni 2010 dari http:www.pasimalungun.net/kiri/optimalisasi-pelaksanaan-mediasi.htm.
pemutus perkara, berubah menjadi lembaga yang memberikan keadilan dengan kepuasan kedua belah pihak.168 D. Analisis Penulis
PERMA No.1 Tahun 2008 tentang
Realitas pada prakteknya di
prosedur Mediasi
Pengadilan
•
Dalam pasal 2 (2) mediator dan
• Namun pada prakteknya masih
dan para pihak wajib mengikuti
ada
para
pihak
yang
prosedur penyelesaian sengketa
mengikuti
melalui mediasi.
mediasi dengan alasan mereka
jalannya
tidak
prosedur
sudah melakukan mediasi dengan keluarga •
Pada pasal 5 (1) setiap orang yang mediator
menjalankan wajib
fungsi memiliki
• Namun pada kenyataannya masih banyak mediator yang belum memiliki sertifikat mediator
sertifikat mediator •
•
Pada pasal 7 (2) ketidak hadiran
• Pada Prakteknya jika salah satu
para pihak tidak menghalangi
tidak
pelaksanaan mediasi
dilaksanakan
Dalam pasal 8 (1) para pihak
168
hadir
mediasi
tidak
• Dalam praktek hakim mediator
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur
•
•
berhak memilih sendir mediator
langsung dipilih atau ditunjuk
yang akan menjadi mediator
oleh hakim majelis
Pada pasal 13 (3) lamanya
• Kenyataanya sangat minim sekali
proses mediasi berlansung 40
hanya berkisar 30-60 menit saja
hari kerja
waktu yang sangat singkat
Dalam hal masalah biaya dalam perma tidak diatur secara jelas
•
Namun ketika praktek terkadang biaya sangat tinggi jika menghadirkan hakim dari luar
Dengan demikian penulis dapat menganalisa bahwa pelaksanaan mediasi pada prakteknya belum sepenuhnya dijalankan sesuai dengan aturan yang ada dalam Perma, salah satunya dapat terlihat dari mediator yang harus bersertifikat, namun pada kenyataannya masih banyak mediator yang belum bersertifikat. Kemudian dari waktu yang sangat singkat untuk melakukan mediasi dengan para pihak , kemudian ketidak hadiran para pihak menghambat jalannya mediasi, lalu banyaknya yang tidak mengikuti jalannya mediasi dengan alasan sudah mediasi. Dan dalam pemilihan mediatorpun belum terlaksana dengan baik, karena banyak pengadilan yang belum memasang daftar mediator, begitu juga Perma yang belum secara rinci atau lugas dalam mengatur biaya mediasi sehingga menyebabkan biaya yang sangat tinggi pada prakteknya ketika memakai mediator dari luar. Pada dasarnya sebuah ikatan perkawinan harus selalu didasari dengan kekuatan cinta. Namun dalam perjalanan kehidupan rumah tangga sering sekali dibumbui dengan adanya pertengkaran atau percekcokan, karena itu ada banyak
permasalahan yang sudah tidak bisa diselesaikan lagi dengan cara perdamaian secara kekeluargaan yang akhirnya berujung pada perceraian di Pengadilan. Menyikapi problema yang dihadapi, Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman selalu berusaha mencari solusi yang terbaik demi tegaknya aturan hukum dan keadilan. Produk-produk hukum baru berikut perangkat tehnisnya pun diformulasikan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dimensi hukum. Dalam hal tertunggaknya perkara dan ketidakpuasan para percari keadilan terhadap putusan pengadilan. Mahkamah Agung mencoba mengintegrasikan proses penyelesaian sengketa alternative (non ligitasi) dalam hal ini mediasi ke dalam proses pengadilan (ligitasi). Yaitu dengan menggunakan proses mediasi untuk mencapai perdamaian pada tahap upaya damai di persidangan dan hal inilah yang biasa disebut dengan lembaga damai dengan bentuk mediasi atau lembaga mediasi. Model lembaga mediasi yang diterapkan di Indonesia sangat mirip dengan mediasi yang diterapkan di Australia, yaitu sistim mediasi yang berkoneksitas dengan pengadilan. Pada umumnya yang bertindak sebagai mediator adalah pejabat pengadilan. Dengan demikian, compromise solution yang diambil bersipat paksaan (compulsory) kepada kedua belah pihak. Namun agar resoluinya memiliki potensi memaksa, harus lebih dulu diminta persetujuan para pihak dan jika mereka setuju, resolusi mengikat dan tidak ada upaya apapun yang dapat mengurangi kekuatannya.
Ketentuan mediasi di pengadilan mengacu kepada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrument efektif mengatasi kemungkinan penumpukan perkara di pengadilan. Selain itu institusionalisasi proses mediasi ke dalam system peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan pungsi lembaga pengadilan dalam menyelesaikan sengketa disamping proses pengadilan yang bersipat memutus. Hukum acara yang berlaku baik pasal 130 Herzien Indonesis Reglement (HIR) maupun pasal 154 Rechstegrelement Buitengewesten (Rbg), mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses ini. Penggunaan mediasi pada lembaga damai ini bermula dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.1 Tahun 2002 (Eks pasal 130 HIR/154 Rbg) tentang pemberdayaan pengadilan tingkat pertama menerapkan lembaga damai. SEMA tersebut dikeluarkan menyikapi salah satu problema yang dihadapi oleh lembaga peradilan Indonesia dalam penunggakan perkara ditingkat kasasi dan rasa ketidakpuasan para pencari keadilan terhadap putusan lembaga peradilan yang dianggap tidak menyelesaikan masalah. SEMA ini merupakan langkah
nyata
dalam
mengoptimalkan
upaya
perdamaian
sehingga
pelaksanaannya tidak hanya sekedar formalitas. Namun karena beberapa hal yang pokok belum secara ekplisit diatur dalam SEMA tersebut maka MA mengeluarkan Perma No.2 tahun 2003 yang berisi
tentang ketentuan umum, tahapan tempat dan biaya mediasi di pengadilan kemudian terakhir disempurnakan dengan keluarnya Perma No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. Dalam ajaran Islam pun memerintahkan agar penyelesaian perselisihan yang terjadi pada manusia sebaiknya diselesaikan dengan jalan perdamaian. Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia yang umumnya diakui disemua tempat di Dunia ini. Apabila keadilan itu kemudian dikukuhkan ke dalam sebuah institusi yang bernama hukum, maka hukum itu harus mampu menjadi saluran agar keadilan itu dapat diselenggarakan secara seksama dalam masyarakat. Dalam konteks ini tugas hakim yang paling berat adalah menjawab kebutuhan manusia akan kebutuhan tersebut selain melakukan pendekatan kedua belah pihak untuk merumuskan sendiri apa yang mereka kehendaki dan upaya ini dapat dilakukan pada tahap perdamaian. Pengadilan Agama Jakarta Timur dari tahun ke tahun tidak pernah sepi dari perkara perceraian, dalam prosesnya Pengadilanpun selalu mengupayakan perdamaian yang biasa disebut dengan mediasi berdasarkan PERMA No.1 Tahun 2008 tentang
prosedur mediasi di Pengadilan. Mediasi ini bertujuan untuk
mengurangi jumlah penumpukan perkara yang masuk kepengadilan. Adanya mediasi ini berpengaruh terhadap proses perceraian tersebut. Dari penelitian yang dilakukan, hakim Pengadilan Agama Jakarta Tmur melakukan mediasi terhadap para pihak agar terhindar dari perceraian, mediasi
dilakukan diluar proses pemeriksaan perkara sehingga membutuhkan waktu dan tempat tersendiri untuk mediasi tersebut. Sejak pemberlakuan Perma No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi maka proses persidangan perkara perdata diwajibkan kepada para pihak yang berperkara untuk menempuh proses mediasi dilaksanakan dalam beberapa tahap. Yaitu tahap pramediasi dan tahap proses mediasi. Tahap pramediasi diawali ketika pada persidanganpertama yang dihadiri oleh kedua belah pihak, hakim menjelaskan tujuan mediasi dan memerintahkan untuk menempuh proses mediasi. Setelah para pihak menentukan mediator, baik dari daptar pengadilan yang tersedia maupun dari luar. Mediator menentukan jadwal pertemuan mediasi dan mewajibkan para pihak menyerahkan resume perkara. Selanjutnya hari pertemuan para pihak dengan mediator disebut sebagai tahap proses mediasi, proses mediasi berlangsung selama 40 hari. Jika mediasi berhasil dibuat akta perdamaian jika masalah harta benda dan jika masalah perceraian dicabut perkaranya. Namun jika mediasi gagal persidangan dilanjutkan sesuai hukum acara yang berlaku. Pengadilan Agama Jakarta Timur sudah menerapkan Perma No.1 Tahun 2008 namun masih fleksibel. Mediasi adalah satu bentuk penyelesaian sengketa alternative yang bersipat consensus (kooperatif/kerjasama). Pilihan penyelesaian sengketa dalam bentuk mediasi merupakan teknik atau mekanisme penyelesaian sengketa yang mendapat perhatian serta diminati dengan beberapa alasan yang melatarbelakangi yaitu, perlunya mekanismne penyelesaian sengketa yang lebih fleksibel dan responsive
bagi kebutuhan para pihak yang bersengketa. Untuk memerkuat keterlibatan masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa, serta memperluas akses mencapai atau mewujudkan keadilan sehingga setiap sengketa yang memiliki cirri-ciri tersendiri terkadang tidak sesuai dengan bentuk penyelesain yang satu akan cocok dengan bentuk penyelesaian yang lain dan para pihak dapat memilih mekanisme penyelesaian sengketa yang terbaik dan sesuai dengan sengketa yang dipersengketakan. Demgan demikian, tindakan Mahkamah Agung yang mengatur masalah mediasi yang dituangkan dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 Tentang prosedur mediasi ini sejalan dengan konsep tahkim dalam literatur islam yang secara etimologi berarti menjadikan seseorang atau pihak ketiga atau disebut hakam sebagai penengah suatu sengketa.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis efektivitas mediasi dalam perkara perceraian berdasarkan Perma No.1 Tahun 2008, maka penulis dapat simpulkan sebagai berikut: 1. Di
Pengadilan
Agama
Jakarta
Timur
pengaruh
mediasi
untuk
membatalkan perceraian atau menekan tingkat volume perceraian tidak begitu signifikan cuma 5-10% saja, menurut salah seorang hakim Pengadilan Jakarta Timur ini sedikit banyak memang dipengaruhi oleh ruang mediasi yang kurang memadai. Bahwa mediasi cukup berpengaruh pada lamanya waktu proses perceraian yaitu adanya penambahan waktu untuk mediasi sehingga proses pemeriksaan perkara menjadi sedikit terhambat dan putusan hakim menjadi lama. Selain itu mediasi ini perpengaruh pada biaya yang dikeluarkan oleh para pihak ketika ada pemanggilan kembali sehingga timbul adanya ketidak hadiran para pihak dalam mengikuti jalannya mediasi. 2. Pelaksaan mediasi di Pengadilan Jakarta Timur sudah berjalan efektif sesuai dengan isi dan tujuan Perma No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi. Adapun prosedur mediasi di Pengadilan Agama yaitu: -
Mediasi dalam ligitasi didasarkan pada niat dan kemauan para pihak
-
Para pihak memilih mediator dari daftar mediator
-
Penunjukan mediator oleh ketua majelis
-
Para pihak melakukan mediasi dengan mediator yang ditunjuk
-
Laporan hasil mediasi dari mediator
-
Jika mediasi gagal perkara diperiksa lebih lanjut, jika berhasil, perkara dicabut.
3. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan Perma No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi ini adalah sebagai berikut: a. Sarana dan prasarana yang kurang memadai seperti, ukuran ruangan mediasi yang kecil dan terlalu berdekatan satu sama lainnya, sehingga membuat kenyamanan jadi terganggu. b. Biaya yang sangat tinggi bila memerlukan tenaga ahli mediator dari luar pengadilan karena merupakan salah satu faktor keberhasilan dari mediasi. c. Mediator tidak diambil dari kalangan profesional yang memang secara akademis menangani kondisi fsikologis sehingga keberhasilannya dsalam mediasi akan lebih oftimal.
B. Saran-Saran Dalam bagian akhur sekripsi ini, penulis mencoba memberikan saran-saran sehubungan dengan kehadiran Perma No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan. Saran-saran ini penulis tujukan kepada berbagai pihak yang terkait yaitu: 1. Kepada pemerintah, penulis berharap proses mediasi tidak hanya sekedar Perma namun dibuat peraturan yang kuat, melalui pembentukan/perumusan Undang-Undang. Sehingga menjadi perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya agar kekuatan hukumnya lebih kuat dan dapat terwujud tujuannya. 2. Kepada Mahkamah Agung, penulis berharap untuk membuka dan memperluas pelatihan hakim mediator baik melaui diskusi bulanan atau khusus diadakan lembaga pelatihan mediator yang selama ini belum ada atau pelatihanpelatihan lainnya secara bekala untuk meningkatkan kualitas hakim, yang pada umumnya para hakim belum mempunyai bekal ilmu untuk mediasi sehingga para hakim dapat segera bersertifikat sebagai mediator. Juga sosialisasi tentang aturan mediasi perlu ditingkatakan baik melaui diskusi atau seminar-seminar atau dengan memasukan kurikulu ditingkat pendidikan baik SMP, SMA atau perguruan tinggi agar masyarakat mengetahui akan manfaatnya. 3. Kepada Pengadilan Agama, pelaksaan mediasi hendaknya dioftimalkan dan dijalankan dengan sungguh-sungguh bukan sekedar formalitas dan dilakukan
dengan ikhlas insya Allah akan membawa kebaikan. Dengan melaui Segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas mediasi harus dibenahi mulai dari daftar hakim mediator, mediator, sampai dengan rungan mediasinya agar tercipta tujuan mediasi. Mengoftimalkan mediasi bisa melalui pembenhan ruang mediasi, mengadakan diskusi tentang mediasi di pengadilan bagi para hakim. 4. Perlu adanya penyuluhan-penyuluhan hukum sebagai sosialisasi baik melalui media-media cetak, seminar-seminar mengenai muatan-muatan mediasi dalam pengadilan guna menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat sehingga masyarakat mengenal mediasi.
DAFTAR PUSTAKA Al-qur’an Al-karim Abbas, Syahril. Mediasi Dalam Prsfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009 . Arto, Mukti. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995. Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Bakti, 1993. ----------.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996. Al-Syaukani, Muhammad ibn ‘Ali ibn Muhammad. Nailu al-authar Juz 5. Kairo: AlBabi al-holbi, t. th. Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurahman. Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, cet. 2. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2008. Abdullah, Abdul Ghoni. Himpunan Perundang-Undangan dan Peraturan Peradilan Agama, Jakarta: Intermasa, 1991. Ali, Maulana Muhammad. Islamology. Jakarta: PT. Ikhtiar, 1990 Direktorat jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Tanya Jawab Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Depag RI, 2001. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketriga Jakarta: Balai Pustaka, 2001. Dahlan, Abdul Azis dkk,ed., Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 5. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve. 2000 Danim, Sudarwan. Menjadi peneliti kualitatif, Cet.1. Bandung: Pustaka Setia, 2002. Daud, Abu. Kitab Sunan Abu Daud, Beirut: Karoban Hazam,1974. Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Depag RI, 2001.
Djalil, Basiq. Peradilan Agama Di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006. Daud, Al-hafidz Abu. Sunan Abu Daud. Beirut: Dar al-fikr,1994. Emirzon, Joni. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Negosiasi, Mediasi Konsiliasi dan Arbitrase. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2001. Fauzan, M. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007. Hamidy, Muammal, dkk, Terjemahan. Nailul Author: Himpunan Hadits-hadits Hukum, Jilid 4. Surabaya: Bina Ilmu, 1993. Harahap, Muhammad Yahya. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. ----------. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. Jakarta: Pustaka Kartini, 1990. ---------Beberapa tijauan mengenai system peradilan dan penyelesaian sengketa. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997. Ibrahim, Johny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Edisi Revisi, Cet. 4. Malang: Bayumedia Publishing, 2008. Kesewo, Bambang. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Direktorat Peradilan Agama, 2002. Laporan Tahunan 2007 Mahkamagh Agung RI, Jakarta: MA-RI, 2008 Mahkamah Agung RI. Pedoman Teknis Administrasi Dan Teknis Peradilan Perdata Umum Dan Peradilan Khusus, Jakarta: MA-RI, 2008 Mahkamah Agung RI Bekerjasama JICA & IICT. Buku Komentar Peraturan MA-RI No.1 Tahun 2008 tentang pelaksanaan mediasi di pengadilan. Jakarta: MA-RI, JICA & IICT, 2008.. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004. Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005.
Merto Kusumo, Sudipno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty, 1998. Mustofa. Kepaniteraan Peradilan Agama. Jakarta: Prenada Media, 2005. Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984. Muhammmad bin Isa Abu Isa al-Turmudzi, Sunan Turmudzi, Juz 3, Beirut : Dar alTurats al ‘Arabiy, h. 634. Mimbar Hukum No.63 tahun XV, Jakarta: Al-Hikmah & DITBINPERA, 2004 Nugroho, Susanti Adi. Naskah Akademis Mediai, Jakarta: Peslitbang Hukum dan Peradilan MA-RI, 2007. Nugroho, Suyud. ADR (Alternatif Desfute Resolution) dan Artbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000. Purwodanito, W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996. Soemartono, Gatot. Arbitrase dan Mediasi Di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pusataka Utama, 2006. Soesilo, R. RIB/HIR Dengan Penjelasan. Bogor: Politeia, 1985. Soejatno, Rapat Kerja Nasional MA RI Dengan Jajaran Penggadilan Empat Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia. Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2008. Sabiq, As Sayyid. Terjemahan Fiqih Sunnah, Jilid 13. Bandung: Al-Ma’arif, 2000. Sabiq, As Sayyid. Fiqih As Sunnah Juz III. Beirut : Dar Al Fikr, 1977.
Subekti, R Dan Tjitrosoedibio. Kamus Hukum . Jakarta: Pradnya Paramita, 2000. Soekanto,Soerjono. Pengantar penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press, 1986. Suma, Muhammad Amin. Himpunan Undang-undang Perdata Islam dan peraturan Pelaksanaan Lainnya Di Negara Hukum Indonesia, Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Tim Peneliti, Laporan Penelitian: Prinsif-prinsif Hukum Islam (fiqh) Dalam Transaksi Ekonomi Pada Perbankan Syariah, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Bekerjasama Dengan Direktorat Hukum BI, 2003 Yunus, Anwar. Tema-Tema Pokok Al-quran. Jakarta: Biro Bina Mental, 1994. Artikel Dalam Jurnal Igo, Mahyudin. Tinjauan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perkara Perdata, “ varia Peradilan, tahun ke XXI No.253 (Desember 2006). Manan, Abdul. “ Penerapan Alternatif Depute Resolution (ADR) Dalam Proses Penyelesaian Perkara, Suara Uldilag, vol 11 No.6 (April 2005). Mnan, Bagir. Mediasi Sebagai Alternatif Menyelesaikan Sengketa, Varia Peradilan, Tahun XXI No.248 (Juli 2006). Sutadi, Mariana. “Notulen: Veramah Penjelasan Perma No.2 tahun 2007 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,” Suara Uldilag, Vol 1 No.3 (Oktober 2003). Yasardin, Mediasi di Pengadilan Agama: Upaya Pelaksanaan SE Ketua MA No.1 (Juli 2003).
Perundang-undangan PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Undang-Undang No.3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. PP No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974. Unadan-Undang No.4 Tahun 2004 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Media Elektronik Internet 1. http://masalahperceraian.blogspot.com/2009/01/mediasi-di-pengadilanagama.html, tanggal 05 Juni 2010 pukul 11.55 wib 2. http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=3554 &Itemid=54
3. www.mahkamahagung.go.id/images/.../IMPLEMENTASI_MEDIASI.ppt 4. www.mahkamahagung.go.id/images/.../prosedur_ttg_mediasi0001.pdf 5. www.djkn.depkeu.go.id/djkn/filedownload/PerMA2008-1.pdf 6. pn-tangerang.info/data_data/perma2008-1.pdf 7. etd.eprints.ums.ac.id/5135/2/C100050114.pdf 8. www.badilag.net/.../Pelaksanaan%20Mediasi%20di%20Pengadilan(rio%20s atria%2015sep Abdul Halim,” Konstektualisasi Mediasi Dalam Perdamain”, Di akses Dari http//www.Badilag.net. Admin, “ Opgtimalisasi Pelaksanaan Mediasi” Artikel Di akses Dari http//www.pasimalingun.net/kiri/opyimalisasi pelaksanaan mediasi.htm. Andi Syamsu Alam, “ Orientasi Mediasi” Artikael di akses dari http://www.ptababel-net/orientasi-mediasi-di-bogor.ptabb Tony Budijaja, Beleid Baru Untuk Sang Mediator, Artikel diakses pada tanggal 5 Juni 2010 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20214/beleid-baruuntuk-sang mediator.
Pedoman data Wawancara
1. Menurut bapak apakah yang dimaksud dengan mediasi? Dan apakah fungsi dari mediator itu sendiri? 2. Apakah alasan dikeluarkannya Mahkamah Agung No.2 tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang kemudian direvisi dengan Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 oleh Mahkamah Agung? 3. Apakah prosedur mediasi diberlakukan untuk semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan (terutama pengadilan agama)? Dan jenis perkara apa saja yang dimediasikan? 4. Apakah mediasi selalu bersifat tertutup? Dan berapa lamakah proses mediasi itu berlangsung? 5. Apakah mediasi sebenarnya diperlukan?bukankah selain proses ligitasi di pengadilan sebenarnya telah ada alternatif penyelesaian sengketa lain seperti arbitrase? 6. Apakah dengan diberlakukannya perma no.1 tahun 2008 berfengaruh signifikan terhadap perceraian di pengadilan agama jakarta Timur ?dan bagaimana proses mediasi dilaksakan? 7. Apakah mediasi berfengaruh signifikan dalam mengatasi masalah penumpukan perkara yang masuk ke pengadilan (terutama perkara perceraian) di pengadila agama jakarta selatan?
8. Dari perma no.1 thn 2008 tentang pelaksanaan mediasi di pengadilan sudah berapa persen mediasi dijalankan? 9. Apa saja hambatan dan tantangan yang ditemukan dalam melaksanakan proses mediasi? 10. Faktor apa saja yang menyebabkan perma No.1 tahun 2008 tentang pelaksaan mediasi di pengadilan, kurang berjalan efektif? 11. Tindakan apa yang harus diambil untuk menanggapi kemungkinan terjadinya jalan buntu(deadlock)dalam proses mediasi? 12. Menurut pandangan bapak apakah pelaksanaan mediasi sudah efektif dalam mengatasi masalah perkara perceraian? 13. Bagaimana pandangan bapak tentang keefektifan mediasi dalam mengatasi penumpukan perkara yang masuk di pengadilan? 14. Bagaimana kesimpulan bapak tentang efektifitas mediasi dalam perkara perdata(terutama perceraian)?
Data Hasil Wawancara
Nama
: Mahmuddin SH., MH.
NIP
:
Jabatan
: Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur
Tanggal Wawancara : 06 Juli 2010 Tempat Wawancara : Ruang Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur
1. Menurut bapak apakah yang dimaksud dengan mediasi? Dan apakah fungsi dari mediator itu sendiri? Jawaban: -
Mediasi adalah suatu proses penyelesaian perkara sengketa yang dibantu oleh seorang mediator.
-
Fungsi mediator adalah untuk melaksanakan mediasi terhadap perkara yang diajukan kepadanya. Dan hanya sebagai penengah dari para pihak untuk mencarikan solusi dalam menyelesaikan perkaranya.
2. Apakah alasan dikeluarkannya Mahkamah Agung No.2 tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang kemudian direvisi dengan Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 oleh Mahkamah Agung? Jawaban: Alasannya adalah sesuai dengan tujuan PERMA No.1 tahun 2008 yaitu untuk mempercepat proses penyelesaian sengketa, sehingga dapat mengurangi penumpukan perkara di tingkat kasasi.
3. Apakah prosedur mediasi diberlakukan untuk semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan (terutama pengadilan agama)? Dan jenis perkara apa saja yang dimediasikan? Jawaban: Setiap perkara perdata yang masuk ke Pengadilan harus dimediasikan tapi ada pengecualian seperti penetapan hukum itu tidak perlu dimediasikan. Yang dimediasikan adalah perkara cerai gugat, cerai talaq dan hadonah. 4. Apakah mediasi selalu bersifat tertutup? Dan berapa lamakah proses mediasi itu berlangsung? Jawaban: -
Prosedur mediasi dilakukan dalam terbuka untuk umum kecuali ada permintaan dari kedua belah pihak harus ditutup, maka proses mediasi dilaksanakan secara tertutup. Tetapi kalau dalam perkara perceraian diutamakan kepada para pihak saja karena masalah hati lain lagi dengan perkara harta bersama atau hadonah.
-
Lamanya proses mediasi adalah 40 hari kerja dan ditambah 14 hari.
5. Apakah mediasi sebenarnya diperlukan? bukankah selain proses ligitasi di pengadilan sebenarnya telah ada alternatif penyelesaian sengketa lain seperti arbitrase? Jawaban:
Mediasi ini memang sangat diperlukan kaloupun ada lembaga lain, karena jika tidak dimediasikan putusan pengadilan itu bisa batal demi huklum ketika para pihak mengajukan banding. 6. Apakah dengan diberlakukannya perma no.1 tahun 2008 berfengaruh signifikan terhadap perceraian di pengadilan agama jakarta Timur ?dan bagaimana proses mediasi dilaksakan? Jawaban: -
Sebenarnya ada pengaruh hanya tidak begitu signifikan karena perceraian ini masalah hati, dan setiap orang yang datang kepengadilan yang memang kedua belah pihak berniat untuk bercerai. Tingkat keberhasilannya hanya 5-10 % saja.
-
Proses mediasi dilaksanakan pada sidang pertama sebelum ada pemeriksaan pokok perkara.
7. Apakah mediasi berfengaruh signifikan dalam mengatasi masalah penumpukan perkara yang masuk ke pengadilan (terutama perkara perceraian) di pengadila agama jakarta selatan? Jawaban: Tidak berpengaruh signifikan, karena perkara tetap ada, namun ada pengaruh dalam akibat hukum dari perceraian saja, setelah dimediasi biasanya mereka berdamai dalam hadonah atau napkah idah dll. 8. Dari perma no.1 thn 2008 tentang pelaksanaan mediasi di pengadilan sudah berapa persen mediasi dijalankan?
Jawaban: Pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Timur sudah dijalankan dengan semaksimal mungkin sesuai dengan isi dan tujuan Perma, hanya tingkat keberhasilannya kurang signifikan. Yang berhasil dimediasikan Cuma 5-10 saja. 9. Apa saja hambatan dan tantangan yang ditemukan dalam melaksanakan proses mediasi? Jawaban: Hambatannya adalah: -
Terbatasnya hakim mediator yang bersertifikat jadi
tidak seimbang
dengan jumlah perkara yang masuk. -
Hakim dari dalam tidak diberikan honor.
-
Bukan tugas pokok hakim, jadi malah bertambahnya tugas bagi hakim. Adapun Tantangannya Saya rasa tidak ada karena hakim itu hanya sebagai
penengah bagi para pihak adapun keputusannya para pihak yang menentukan,hakim hanya sebagai penjembatani saja. 10. Faktor apa saja yang menyebabkan perma No.1 tahun 2008 tentang pelaksaan mediasi di pengadilan, kurang berjalan efektif? Jawaban: -
Karena aturan ini baru Peraturah saja bukan merupakan Undang-Undang.
-
Sarana dan prasarana kurang memadai.
-
Kemudian kesadaran dari para pencari keadilan itu sendiri.
11. Tindakan apa yang harus diambil untuk menanggapi kemungkinan terjadinya jalan buntu(deadlock)dalam proses mediasi? Jawaban: Diadakan kaukus yaitu dilakukan pertemuan secara terpisah dengan para pihak. Guna untuk mendorong para pihak untuk menyelesaikan perkaranya dengan cara berdamai. 12. Menurut pandangan bapak apakah pelaksanaan mediasi sudah efektif dalam mengatasi masalah perkara perceraian? Jawaban: Belum ada penelitian tentang itu tapi menurut saya pribadi pelaksaannnya mediasi ini sudah cukup efektif, tetapi tingkat keberhasilannya kurang karena masalah perceraian kan masalah hati jadi agak sulit untuk mencapai keberhasilan. 13. Bagaimana pandangan bapak tentang keefektifan mediasi dalam mengatasi penumpukan perkara yang masuk di pengadilan? Jawaban: Ini memang terjadi silah pendapat ada yang mengatakan dengan adanya mediasi malah semakin menghambat peroses penyelesaian perkara, karena dengan adanya penundaan sidang malah memperlambat proses penyelesaian, tapi menurut saya tidak ada pengaruhnya karena kita tidak mengambil waktu lain.
14. Bagaimana kesimpulan bapak tentang efektifitas mediasi dalam perkara perdata(terutama perceraian)? Jawaban: Para hakim sudah menjalankan mediasi ini cukup efektif sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung, namun adapun tingkat keberhasilannya tidak signifikan karena masalah perceraian adalah masalah hati. Kita disini hanya sebagai fasilitas saja bagi para pihak dalam mencari solusi penyelesaian sengketa adapun keputusan itu mutlak kembali pada mereka.
Jakarta Timur, 06 Juli 2010
Pewawancara
Nara Sumber
Siti Umu Kulsum
Drs. Mahmuddin, SH, MH.
NIM.106044101441
NIP.
Data Hasil Wawancara
Nama
: Drs. Achmad Harun Shofa, SH.
NIP
:
Jabatan
: Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur
Tanggal Wawancara : 06 Juli 2010 Tempat Wawancara : Ruang Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur
1. Menurut bapak apakah yang dimaksud dengan mediasi? Dan apakah fungsi dari mediator itu sendiri? Jawaban: -
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa antara kedua belah pihak atau beberapa pihak dengan dibantu seorang mediator atau pihak ketiga dalam menyelaesaikan sengketanya untuk mencapai kesepakatan.
-
Fungsi mediator adalah mencarikan solusi-solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan diantara para pihak dengan saling menguntungkan tidak dengan saling merugikan para pihak dalam penyelesaian sengketanya.
2. Apakah alasan dikeluarkannya Mahkamah Agung No.2 tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang kemudian direvisi dengan Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 oleh Mahkamah Agung? Jawaban:
Tujuannya adalah untuk memberikan kepuasan bagi para pihak sebagai pencari keadilan, dengan cara yang seadil-adilnya. Serta mengurangi permusuhan diantara para pihak. 3. Apakah prosedur mediasi diberlakukan untuk semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan (terutama pengadilan agama)? Dan jenis perkara apa saja yang dimediasikan? Jawaban: Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahu 2008 pasal 4 bahwa semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan tingkat pertama wajib terlebih dahulu diselesaikan melalui mediasi kecuali perkara pengecualian. Namun untuk di Pengadilan agama dikelompokan lagi ada hal –hal yang ga perlu mediasi seperti isbat nikah, ghaib. Beberapa perkara yang dimediasi adalah cerai gugat, cera talak, harta bersama dan hadonah. 4. Apakah mediasi selalu bersifat tertutup? Dan berapa lamakah proses mediasi itu berlangsung? Jawaban: Pada prinsipnya pelaksanaan proses mediasi dilakukan dengan tertutup untuk menjaga keberhasilannya. Dalam aturannya yaitu 40hari kerja ditambah14 hari kerja manakala diminta. Atau ada kemungkinan diperlukan untuk ditambah.
5. Apakah mediasi sebenarnya diperlukan?bukankah selain proses ligitasi di pengadilan sebenarnya telah ada alternatif penyelesaian sengketa lain seperti arbitrase? Jawaban: Jelas sangat diperlukan karena penyelesaian melalui arbitrase terbatas pada sengketa-sengketa tertentu seperti sengketa dibidang syariah, yang apabila dalam klausula perjanjian telah diperjanjikan untuk menyelesaikan sengketa diarbitrase, dalam proses penyelesaian sengketa proses mediasi sangat penting agar kedua belah pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan perkaranya dengan damai. 6. Apakah dengan diberlakukannya perma no.1 tahun 2008 berfengaruh signifikan terhadap perceraian di pengadilan agama jakarta Timur ?dan bagaimana proses mediasi dilaksakan? Jawaban: -
Tidak ada pengaruh yang signifikan dalam tingkat volume perceraian di pengadilan Agama Jakarta Tmur, tetapi hakim tetap berupaya untuk menjalankan mediasi sesuai aturan Perma No.1 tahun 2008.
-
Proses
mediasi
dilaksanakan
pada
persidangan
pertama
dengan
penunjukan hakim mediator oleh hakim ketua majelis, para pihak melakukan mediasi dengan mediator yang telah ditunjuk, laporan hasil mediasi dari mediator, dan jika gagal perkara diperiksa lebih lanjut,jika
berhasil perkara dicabut untuk perkara perceraian dan dibuatkan akta perdamaian untuk perkara perdata lain. 7. Apakah mediasi berfengaruh signifikan dalam mengatasi masalah penumpukan perkara yang masuk ke pengadilan (terutama perkara perceraian)? Jawaban: Saya rasa untuk penumpukan perkara tidak ada kaitannya dengan mediasi, adapun banyak penumpukan perkara di kasasi karena kurangnya tenaga hakim di lingkungan Mahkamah Agung, sehingga menyebabkan menumpuknya perkara karena tidak simbang dengan jumlah perkara yang masuk. 8. Dari perma no.1 thn 2008 tentang pelaksanaan mediasi di pengadilan sudah berapa persen mediasi dijalankan? Jawaban: Untuk pelaksanaan mediasi sudah berjalan efektif, namun hasilnya sangat relatif disebabkan di Pengadilan Agama Jakarta Timur lebih banyak perkara yang mana para pihak memang pada umumnya kondisi rumah tangganya sudah tidak mungkin dipaksakan lagi. 9. Apa saja hambatan dan tantangan yang ditemukan dalam melaksanakan proses mediasi? Jawaban: Hambatannya yaitu: -
Sarana dan Prasana kurang memadai
-
Ruang mediasi kurang memadia karena terlalu berdekatan sehingga terganggu.
-
Kurangnya hakim yang bersertifikat
Adapun tantangannya: -
Ketika menjadi seorang hakim mediator yang baik
-
Dapat mengetahui karakter masing-masing
-
Mampu memahami penyebab terjadinya sengketa
-
Memberikan sarana yang mendukung
-
Ketika menghadapi masalah perceraian karena ini masalah hati.
10. Faktor apa saja yang menyebabkan perma No.1 tahun 2008 tentang pelaksaan mediasi di pengadilan, kurang berjalan efektif? Jawaban: Pada dasarnya pelaksanaan mediasi sudah berjalan efektif, hanya lebih efektif lagi manakala pasilitasnya sudah memadai seperti ruangan mediasi yang terlalu berdekatan sehinnga agak terganggu ketika sedang mediasi, kemudian kurangnya hakim mediator sehingga tidak seimbang dengan jumlah perkara yang masuk. 11. Tindakan apa yang harus diambil untuk menanggapi kemungkinan terjadinya jalan buntu(deadlock)dalam proses mediasi? Jawaban: -
Dilakukan pertemuan secara terpisah dengan para pihak yaitu disebut dengan (kaukus).
-
Memberikan alternatif-alternatif penyelesaian untuk diusulkan kepada para pihak untuk menentukan pilihan dari alternatif tersebut.
-
Jika pun tetap tidak ada kesepakatan, maka mediator mengatakan gagal.
12. Menurut pandangan bapak apakah pelaksanaan mediasi sudah efektif dalam mengatasi masalah perkara perceraian? Jawaban: Menurut saya cukup efektif dalam pelaksanaannya walau tidak berpengaruh terhadap tingak volume perceraian, namun setidaknya dapat memberikan pencerahan rohani bagi para pihak, sehingga para pihak dapat menyadarinya betapa pentingnya sebuah perdamaian walaupun perkawinannya sudah tidak dapat dipertahankan tetapi mereka dapat berpisah dengan cara baik-baik. 13. Bagaimana pandangan bapak tentang keefektifan mediasi dalam mengatasi penumpukan perkara yang masuk di pengadilan? Jawaban: Seperti saya bilang menumpuknya perkara di Pengadilan karena kurangnya tenaga hakim yang tidak seimbang dengan jumlah perkara, dan walaupun mediasi berhasil tetap aja perkara tercatat sebagai perkara. 14. Bagaimana kesimpulan bapak tentang efektifitas mediasi dalam perkara perdata(terutama perceraian)? Jawaban:
Dalam hal ini mediasi memang sudah semaksimal mungkin kita jalankan sesuai isi dan tujuan Perma No.1 tahun 2008 dan sudah berjalan cukup efektif, hanya untuk tingkat keberhasilannya masih kurang maksimal.
Jakarta, 06 Juli 2010.
Pewawancara
Nara Sumber
Siti Umu Kulsum NIM.106044101441
Drs. Achmad Harun Shofa,SH NIP.