EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERNAL KARYAWAN DEWAN KESENIAN JAKARTA PERIODE 2006 - 2009 DI PUSAT KESENIAN JAKARTA TAMAN ISMAIL MARZUKI
SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata I (S1) Ilmu Komunikasi Disusun Oleh : Nama
: Dian Eka Permana
Nim
: 04203 – 101
Jurusan
: Public Relations
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI PROGRAM STUDI PUBLIC RELATIONS UNIVERSITAS MERCU BUANA 2009
1
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI PROGRAM STRATA 1 PUBLIC RELATIONS
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
Judul
: Efektivitas Komunikasi Internal Karyawan Dewan Kesenian
Jakarta Periode 2006-2009 di Pusat Kesenian Jakarta-Taman Ismail Marzuki Nama
: Dian Eka Permana
NIM
: 04203 – 101
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Public Relations Jakarta, 22 Agustus
2009
Mengetahui,
Dosem Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
( Dra.Endri Listiyani, M.Si.)
( Dr. Andy Corry )
2
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI PROGRAM STRATA I PUBLIC RELATIONS
LEMBAR PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI Judul
:Efektivitas Komunikasi Internal Karyawan Dewan Kesenian Jakarta Periode 2006-2009 di Pusat Kesenian Jakarta-Taman Ismail Marzuki
Nama
: Dian Eka Permana
NIM
: 04203 – 101
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Public Relations
Jakarta, 22 Agustus 2009
Disetujui dan diterima oleh Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
(Dra. Endri Listiyani, M.Si.)
( Dr. Andy Corry)
Mengetahui, Ketua Bidang Studi
Dekan Fikom
( Feni Fasta, S, M.Si.)
(Dra. Diah Wardhani, M.Si)
3
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI PROGRAM STRATA 1 PUBLIC RELATIONS
TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI Judul
: Efektivitas Komunikasi Internal Karyawan Dewan Kesenian
Jakarta Periode 2006-2009 di Pusat Kesenian Jakarta-Taman Ismail Marzuki Nama
: Dian Eka Permana
NIM
: 04203 – 101
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Public Relations Jakarta, 22 Agustus 2009
Ketua Sidang Feni Fasta, S, M.Si. (…………………………) Penguji Ahli Drs. Hardiyanto, M.Si. (…………………………) Pembimbing I Dra. Endri Lisiyani, M.Si. (………………………...) Pembimbing II Dr. Andy Corry (.………………………..)
4
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI JURUSAN PUBLIC RELATIONS
Dian Eka Permana (04203-101) Efektivitas Komunikasi Internal Dewan Kesenian Jakarta di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki i - xiv + 95 halaman + 36 tabel + 5 lampiran + 25 Bibiliografi (1962-2006) ABSTRAKSI Komunikasi yang efektif diperlukan untuk menghubungkan rantai-rantai manajemen yang menggerakkan organisasi. Karenanya koordinasi kerja DKJ menjadi sangat penting diatur dalam sebuah aturan komunikasi yang baik agar apa dan bagaimana DKJ menyajikan, mempublikasikan dan mendokumentasikannya sesuai visi dan misi DKJ di PKJ-TIM sehingga efektivitas komunikasi internal dapat jelas, konkrit dan komprehensif. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas komunikasi internal DKJ di PKJ–TIM. Efektivitas komunikasi internalnya yaitu efektivitas yang diterapkan mulai dari keterbukaan, empati, Sikap Positif, dukungan, dan kesamaan. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif, dan metode penelitian survei yang mencoba menggambarkan dan tidak menguji hipotesis. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu penyebaran kuisioner dan penulis mengambil jumlah sampel 25 responden dan teknik penarikan sampelnya adalah total sampling. Kesimpulan hasil penelitian ini berdasarkan data yang diperoleh menurut 25 responden menunjukkan jumlah nilai yaitu 2323 nilai yang mendekati kuartil ketiga (Q3), maka diperoleh kesimpulan bahwa efektivitas komunikasi internal DKJ di PKJ-TIM adalah efektif. Saran bagi DKJ yaitu harus berempati lebih baik terhadap karyawan ketika ada maupun tidak ada masalah dalam pekerjaan dan empati yang diberikan seyogyanya sesuai harapan karyawan karena dengan berempati yang baik akan mengarahkan karyawan memaksimalkan potensi kinerja yang baik dan dapat terwujud dalam DKJ jika pimpinan juga menghargai ide atau pendapat karyawan.
5
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh Bismillah Walhamdulillah, Assholatu wassalam Ala Rosullillah Sholallah Alaih Wa Ala Ali Wa Ashabih, tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah SWT yang maha kuasa. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini telah berusaha untuk menyajikan dengan sebaik – baiknya tulisan mengenai ‘Efektivitas Komunikasi Internal Karyawan Dewan Kesenian Jakarta Periode 2006 – 2009 di Pusat Kesenian Jakarta - Taman Ismail Marzuki’, akan tetapi tidak terhindar dari adanya kekurangan baik mengenai isi maupun cara penyajiannya. Penulisan skripsi ini disusun sesuai dengan pengamatan penulis selama melakukan riset di Dewan Kesenian Jakarta. Walaupun selama berlangsungnya penulisan skripsi ini, penulis memiliki keterbatasan sebagai manusia dan banyak kesulitan yang dihadapi, namun semua Insya Allah dapat teratasi dengan baik berkat doa, cinta, kesabaran, bimbingan, dukungan, empati, semangat, dan dorongan motivasi untuk tetap berusaha untuk menjadi yang terbaik. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan
dengan segala kekurangan penulis ingin
menyampaikan sebanyak – banyaknya ucapan terima kasih kepada : 1. Ibu Endri Listiani,S.IP, M.Si selaku pembimbing pertama, penulis ucapkan banyak terima kasih atas bimbingan skripsi, kritik dan masukannya. 2. Bpk. Dr.Andy Corry, selaku pembimbing kedua atas bimbingan skripsi,
6
empati dan dukungannya. 3. Ibu Feni Fasta,S,M.Si selaku ketua sidang yang telah memberi cukup banyak masukannya dan back up-nya. 4. Pak Hardiyanto, M.Si selaku penguji ahli yang telah mengevaluasi skripsi pada saat sidang skripsi dan memberikan kritikannya soal skripsi dalam sisi humasis penulis. 5. Orang tua tercinta beserta keluarga besar atas doanya, motivasinya, nasehat, dukungan moril dan materilnya. 6. Guru ngaji penulis Al-Habib Abdurahman Al-Attas (ilmu fiqih), Al-Habib Ahmad bin Jindan (ilmu tasawwuf), Al-Habib Ali Al-Idrus (ilmu tasawwuf), Al-Habib Riziq Syihab (ilmu fiqih), Al-Habib Sholeh Al-Attas (ilmu silaturahmi), As-Sayyid Al-Hajj Surahman (ilmu ziarah), As-Sayyid Al-Ustad Didi Juhdi (ilmu fiqih), Al-Ustad Atma (ilmu tauhid), pak Hamid (ilmu adab) yang telah mendoakan, berbagi ilmunya dan memotivasi. 7. Mang Mulyadi yang telah meminjamkan kostumnya. 8. Para sahabat Teater Amoeba seperjuangan yang telah memberi spirit, sharing dan berbagi pengalaman mengenai soal akademis dan seninya. 9. Mas Dindon selaku anggota komite Teater Dewan Kesenian Jakarta yang telah mengungkapkan cukup banyak pandangannya soal perteateran dan DKJ. 10. Para guru SMK Assa’adatul Abadiyah tempat penulis bekerja sebagai pelatih honorer ekskul Teater AA yang telah memberi spirit soal kesarjanaan. 11. Rekan – rekan yang mohon maaf tidak dapat penulis sebutkan satu persatu tapi keep on good working-lah.
7
DAFTAR ISI LEMBARPERSETUJUANSKRIPSI......................................................................i LEMBARPENGESAHANPERBAIKANSKRIPSI……………………………....ii LEMBAR TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI………………………………...iii ABSTRAKSI..........................................................................................................iv KATAPENGANTAR..............................................................................................v DAFTAR ISI...........................................................................................................vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah.........................................................................1 1.2 Perumusan Masalah...............................................................................4 1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................4 1.4 Signifikansi penelitian 1.4.1 Signifikansi Akademis..........................................................4 1.4.2 Signifikansi Praktis................................................................4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunikasi.........................................................................5 2.2 Komunikasi Organisasi 2.2.1 Pengertian Komunikasi Organisasi........................................6 2.2.2 Aliran Informasi dalam Organisasi........................................6 2.2.3 Ciri – Ciri Organisasi yang Terbirokratisasikan...................10 2.2.4 Komunikasi Internal............................................................12 2.3 Public Relations 2.3.1 Pengertian Public Relations..................................................15 2.3.2 Fungsi Public Relations dalam Organisasi...........................16 2.4 Employee Relations 2.4.1 Pengertian Employee Relations..........................................17 2.4.2 Kegiatan Employee Relations..............................................19 2.5 Efektivitas Komunikasi Internal.........................................................23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian....................................................................................34 3.2 Pendekatan Penelitian.........................................................................35 3.3 Metode Penelitian...............................................................................35 3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi...............................................................................35 3.4.2 Sampel..................................................................................36 3.5 Definisi Konsep dan Operasionalisasi Konsep 3.5.1 Definisi Konsep....................................................................37 3.5.2 Operasionalisasi Konsep.......................................................37 3.6 Teknik Pengambilan data 3.6.1 Teknik Pengumpulan Data Primer........................................39 3.6.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder...................................39 3.6.3 Teknik Pengolahan Analisa data..........................................40
8
BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian 4.1.1 Sejarah singkat Dewan Kesenian Jakarta di PKJ-TIM.........43 4.1.2 Lokasi PKJ-TIM...................................................................43 4.1.3 Visi........................................................................................44 4.1.4 Misi...........................................................................44 4.1.5 Tujuan.......................................................................44 4.1.6 Aktivitas...................................................................44 4.1.7 Struktur Organisasi...................................................45 4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Identitas responden..................................................46 4.2.2 Efektivitas Komunikasi Internal..............................51 4.3 Pembahasan Hasil Penelitian..................................................85 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan.............................................................................90 5.2 Saran.......................................................................................91 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN – LAMPIRAN
9
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kebutuhan manusia adalah memperoleh informasi karena dengan informasi akan banyak diperoleh penjelasan mengenai berbagai hal yang menjadi pertanyaan dalam benaknya. Jenis informasi yang diperoleh sifatnya juga beragam tergantung kebutuhan Si pencari informasi. Informasi bagi karyawan misalnya, adalah informasi yang akurat mengenai keterbukaan manajemen atau pimpinannya antara lain menyangkut kejelasan mengenai tugas dan fungsi pekerjaannya, visi dan misi organisasi sampai kebijakan yang berlaku serta informasi mengenai hubungan antar divisi atau bagian yang satu dengan yang lainnyasehingga ada keterkaitan dan saling berhubungan. Dalam hal tersebut Humas sangat berperan aktif sebagai penyambung lidah informasi. Humas adalah suatu yang merangkum keseluruhan komunikasi yang terencana, baik itu kedalam maupun keluar antara suatu organisasi dengan khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan spesifik yang berlandaskan saling pengertian.1 Oleh karena itu, diperlukan kegiatan Humas yang merupakan suatu kegiatan komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai kebijakan – kebijakan suatu instansi atau perusahaan. Humas juga berusaha untuk memperoleh dukungan dan menjaga kepercayaan publik terhadap organisasi, sehingga diantara keduanya terjalin suatu pengertian dan kerja sama yang baik.
10
Menyangkut hal diatas dalam konsep kehumasan sebagai fungsi komunikasi, penting dipahami bahwa kegiatan utama Humas adalah melakukan komunikasi dengan publik. Akan tetapi didalam lingkungan organisasi Humas pun ikut menentukan. Humas diharapkan dapat membantu organisasinya dalam membangun filosofi – filosofi yang mencapai tujuan – tujuan yang ditetapkan organisasi dan beradaptasi dengan lingkungan sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.2 Persoalan yang berhubungan erat dengan pernyataan diatas adalah kegagalan dalam menyajikan informasi kepada karyawan tentang kebijakan dan perkembangan organisasi yang mempengaruhi kepentingan akan menimbulkan kesalahpahaman, desas – desus palsu, dan kecaman. Apabila tidak diberikan informasi seperti itu, maka karyawan akan membuat asumsi sendiri yang mungkin salah atau mereka akan mendengarkan sumber dari luar yang mungkin memberikan informasi yang tidak tepat. 3 Sehingga alasan mengapa karyawan tidak mendapatkan informasi tentang organisasi antara lain karena informasi tidak mengalir dari manjemen puncak dan berhenti pada tingkat pimpinan. Lemahnya saluran komunikasi karyawan yakni orang – orang yang diberikan tanggung jawab untuk meneruskan informasi kepada bawahannya sehingga terjadi kesenjangan informasi diantara karyawan. Adapula persaingan diantaranya dapat menimbulkan kesulitan komunikasi antar 1
Frank Jefkins, Public Relations, Jakarta, PT Erlangga, 1995, hal. 9
2
I Gusti Ngurah Putra, Manajemen Hubungan Masyarakat, Jakarta, Penerbit Universitas Atma Jaya, 1999, hal. 9 3 Frazier Moore, Hubungan masyarakat,Rosdakarya, Bandung, 1998. hal. 5-6
11
bagian, komunikasi disalahartikan sehingga menimbulkan
kecurigaan dan
permusuhan yang menyebabkan komunikasi tidak efektif karena komunikasi efektif menentukan kelangsungan hidup dan kesehatan setiap organisasi demi pembinaan efektifitas sistem komunikasi yang dibangunnya. Penting diperhatikan bahwa komunikasi yang efektif diperlukan untuk menghubungkan rantai – rantai manajemen yang menggerakkan organisasi. Dalam arti bagaimana pimpinan menggunakan komunikasi secara optimal untuk mencapai tujuan bersama, untuk itu komunikasi perlu diletakkan dalam tahap manajemen organisasi dalam perencanaan sampai pengendalian yakni penggunaan sumber daya yang optimal, memiliki sebuah sistem komunikasi yang efektif dan mampu mentransmisikan setiap pesan ke setiap bagian organisasi. Sehingga perlu juga diperhatikan bagaimana efektifitas komunikasi internal Dewan Kesenian Jakarta di PKJ TIM sendiri, sebagai suatu lembaga yang pernah dibubarkan, suatu rasa cemas pegawai tentu ada, dan mengapa ada pegawai memilih pindah ke lembaga lain dan apa alasan bagi mereka yang bertahan. Oleh sebab itu, diperlukan peran aktif dari semua pihak baik pimpinan maupun bawahan dalam menciptakan suatu bentuk komunikasi yang efektif dan harmonis dalam organisasi, sehingga dapat memberikan efektifitas bekerja dan berinteraksi dalam lingkungan pekerjaan. Untuk itu informasi perlu disalurkan secara efektif dalam aturan berkomunikasi dan berkoordinasi bagi Dewan Kesenian Jakarta di PKJ TIM. Dengan adanya pedoman dasar ini diharapkan tumpang tindih tanggung jawab
12
dan wewenang antar lembaga dapat dihindari dan masing – masing tahu apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.4 Oleh karena itu, alasan mengapa penulis mengambil studi efektifitas komunikasi internal Dewan Kesenian Jakarta di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki ini karena berdasarkan pengamatan penulis yang tertarik untuk mengangkat lebih jauh mengenai efektifitas komunikasi internal pegawai Dewan Kesenian jakarta (DKJ) di Pusat Kesenian Jakarta ( PKJ ) Taman Ismail marzuki (TIM). Oleh karenanya koordinasi kerja Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) menjadi sangat penting diatur dalam sebuah aturan komunikasi yang baik agar apa yang disajikan lembaga ini, bagaimana mereka menyajikan, mempublikasikan dan mendokumentasikannya sesuai dengan visi dan misi DKJ di PKJ TIM sehingga efektifitas komunikasi internal dapat jelas, konkrit dan komprehensif.
I.2 Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas, maka timbul pertanyaan dari permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini, yakni : Bagaimana efektifitas komunikasi internal pegawai Dewan Kesenian Jakarta di Pusat kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki ?
4
Laporan Ketua Umum, Kebijakan dan Kontroversi. Dewan Kesenian Jakarta, 2006, hal. 23
13
I.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana efektifitas komunikasi internal pegawai Dewan Kesenian Jakarta di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki.
I.4 Signifikansi Penelitian I.4.1 Signifikansi Akademis Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
manfaat
kepada
pengembangan ilmu komunikasi, khususnya dibidang Public relations mengenai efektifitas komunikasi internal pegawai yang baik dalam suatu organisasi.
I.4.2 Signifikansi Praktis Sebagai bahan masukan dan sumbangan saran bagi Dewan Kesenian Jakarta di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki dan lembaga pemerintahan non departemen lainnya dalam menciptakan suatu efektifitas komunikasi internal organisasi yang produktif, efektif dan efisien sehingga akan tercapai suatu efektifitas komunikasi internal pegawai yang baik.
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunikasi Komunikasi adalah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau diantara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu.1 Satu hal yang perlu ditambahkan di sini bahwa komunikasi tidak selalu harus terjadi dalam arah, timbul saling pengertian, timbul sikap mendukung, dan lain – lain. Komunikasi juga dapat terjadi dalam arah, sifat dan konteks yang negatif dan netral. Konflik, percekcokan, marah – marah, saling mengancam, adalah contoh – contoh peristiwa komunikasi yang negatif. Disebut peristiwa komunikasi karena masing – masing pelaku dalam contoh – contoh tersebut terlibat dalam tujuan yang saling bertentangan. Sementara itu netral menunjukkan suatu keadaan yang tidak bersifat positif dan negatif. Pengertian komunikasi memiliki karakteristik sebagai berikut :2 1. Komunikasi adalah suatu proses 2. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan 3. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat 4. Komunikasi bersifat simbolis 5. Komunikasi bersifat transaksional 6. Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang.
15
2.2 Komunikasi Organisasi 2.2.1 Pengertian komunikasi Organisasi Dalam organisasi, komunikasi menjadi sumber bagi kehidupan dan kedinamisan lembaga atau organisasi. Komunikasi menjadi sarana yang menghubungkan setiap individu dalam organisasi untuk mencapai tujuan. Komunikasi diibaratkan sebagai darah yang mengalir dalam organisasi dan disebut sebagai sebagai komunikasi organisasi. Komunikasi organisasi merupakan proses aliran (pengiriman dan penerimaan ) pesan – pesan yang berorientasi tujuan diantara sumber – sumber komunikasi dalam suatu pola dan melalui suatu medium atau media.3 Miftah Thoha membedakan komunikasi organisasi dengan komunikasi yang ada diluar organisasi ialah struktur hierarki. Struktur hirarki ini merupakan karakteristik dari setiap organisasi sehingga perilaku orang – orang yang berada di luar organisasi dalam berkomunikasi tidak mengikat karena tidak adanya struktur hirarki.4 2.2.2 Aliran Informasi Dalam Organisasi Hubungan karyawan yang harmonis dipengaruhi oleh luasnya jaringan komunikasi yang ditentukan oleh mekanisme yang sangat formal, seperti jaringan yang digambarkan dalam struktur organisasi. Namun tidak menutup kemungkinan 1
Sendjaja S. Djuarsa, Pengantar Ilmu Komunikasi, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2003, hal. 1.12 2 Ibid, hal. 1.16 3 Pareek Uday, Perilaku Organisasi, Jakarta, 1984, hal.97 4 Thoha Mifta, Perilaku Organisasi; Konsep Dasar dan Aplikasi, Jakarta, 1992, hal.18
16
terbentuknya jaringan komunikasi informal yang timbul tanpa perhatian dan perencanaan terlebih dahulu.5 Aliran informasi di dalam suatu organisasi adalah suatu proses dinamika. Dalam proses inilah pesan – pesan secara tatap muka dan berkesinambungan diciptakan, ditampilkan, dan diinterpretasikan. Proses ini berlangsung terus dan berubah secara konstan, yang artinya komunikasi organisasi bukanlah sesuatu yang terjadi kemudian berhenti tapi komunikasi terjadi sepanjang waktu. 6 Dalam organisasi yang efektif, komunikasi mengalir ke berbagai arah. Arus komunikasi dalam organisasi meliputi komunikasi vertikal, dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas, serta komunikasi secara horizontal yaitu komunikasi yang terjadi dari tingkat yang sama atau sejajar yaitu komunikasi yang terjadi antara sesama karyawan. Jadi ada tiga jenis utama dari arus komunikasi seperti yang digambarkan dalam struktur organisasi yaitu : 1. Upward Communication atau komunikasi kepada atasan Komunikasi keatas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada atasan atau dari tingkat yang lebih rendah ketingkat yang lebih tinggi. Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan umpan balik, memberikan saran dan mengajukan pertanyaan. Komunikasi ke atas mempunyai efek pada penyempurnaan moral dan sikap karyawan, tipe pesan adalah integrasi dan pembaruan. 2. Downward Communication atau komunikasi kepada bawahan 5 6
wayne P. & Don F. Faules, Komunikasi Organisasi, Remaja Rosdakarya, 2001, hal.3 Ibid, hal. 208
17
Komunikasi kebawah merupakan arus komunikasi mengalir dari para atasan atau para pimpinan kepada bawahannya. Komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk mengubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. 3. Horizontal Communication atau komunikasi sesama bagian Komunikasi horizontal adalah pertukaran pesan diantara orang dalam kedudukan atau bagian yang sama tingkatan otoritasnya di dalam organisasi. Pesan ini biasanya berhubungan dengan tugas – tugas atau tujuan kemanusiaan seperti koordinasi, pemecahan masalah, penyelesaian konflik dan saling memberikan informasi. 7 Dalam komunikasi yang efektif, komunikasi mengalir ke berbagai arah. Arus komunikasi dalam organisasi meliputi komunikasi vertical, yaitu komunikasi antara atasan dengan bawahan dan sebaliknya ( Downward dan Upward ); serta komunikasi horisontal yaitu komunikasi yang terjadi antara sesama karyawan pada tingkat jabatan yang kurang lebih sejajar. 8 Komunikasi Downward terjadi dari atasan kepada bawahan melalui suatu struktur hirarki. Biasanya berbentuk suatu perinteh, instruksi, memo resmi, pengumuman, surat edaran, pernyataan tentang kebijakan organisasi, prosedur, pedoman kerja, dan lain – lain. Hal ini dapat dilaksanakan secara lisan melalui komunikasi tersebut akan tercipta suatu umpan balik dari bawahan terhadap apa 7
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, Bumi Aksara, 2000, hal.116
18
yang diterimanya dari atasan. Para karyawan lebih menyukai komunikasi lisan karena komunikasi ini memungkinkan pertanyaan, penolakan, serta penjelasan. 9 Komunikasi Upward terjadi dari bawahan kepada atasan melalui struktur hirarki, lebih menekankan segi pertanggungjawaban antara hubungan pimpinan dengan bawahan. Komunikasi upward biasanya memuat tentang laporan, surat pertanggungjawaban, usul – usul dan sebagainya. Komunikasi dengan atasan memberikan kesempatan kepada karyawannya untuk menyatakan pendapatnya tentang masalah yang berkaitan dengan tugasnya serta manajemen dan kebijaksanaan
perusahaan.
Metode
yang
digunakan
karyawan
untuk
berkomunikasi dengan manajemen adalah melalui penelitian sikap karyawan, usulan bebas, kepada para pengawas, partisipasi karyawan dalam manajemen perusahaan serta percakapan informal dengan pengawas. 10 Salah satu usaha untuk mengatasi kesulitan hubungan dari bawah ke atas adalah dengan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menyatakan pendapatnya dengan bebas melalui “ Sugestion Box”, dengan demikian aspirasi karyawan dapat ditampung serta dapat dibicarakan dengan pimpinan. Salah satu cara untuk meningkatkan komunikasi Upward tersebut adalah dengan menghidupkan beberapa kegiatan komunikasi melalui :11 1.
Rapat karyawan secara periodik dimana dapat dibicarakan hal – hal mengenai kebutuhan dan masalah karyawan serta usaha – usaha dalam mengembangkan prestasi.
8
Ibid, hal. 108 Ibid, hal. 121 10 Ibid, hal. 172 9
19
2.
Kebijakan pintu terbuka, yaitu kebijaksanaan yang mendorong karyawan untuk datang kepada atasan
3.
Meletakkan kotak saran dan menghidupkan bulletin internal
4.
Partisipasi dalam kelompok sosial, yaitu dapat membangun komunikasi yang informal Sedangkan komunikasi horizontal ( komunikasi antar sesama karyawan )
digunakan jika para anggota pada level yang sama dalam hirarki kewenangan berkomunikasi satu sama lain, baik itu antar pekerja maupun antar manajemen pada level yang sama. Seperti halnya perkumpulan antar staf, berita – berita mengenai staf, pertemuan bisnis, reaksi bersama dan sebagainya yang dapat terjadi melalui komunikasi formal maupun informal. 2.2.3 Ciri – Ciri Suatu Organisasi Terbirokratisasikan yang Ideal : 12 1. Suatu organisasi terdiri dari hubungan – hubungan yang ditetapkan antara jabatan – jabatan. 2. Tujuan atau rencana organisasi terbagi ke dalam tugas – tugas; tugas – tugas organisasi disalurkan di antara berbagai jabatan sebagai kewajiban resmi. Ketentuan kewajiban dan tanggung jawab melekat pada jabatan. Deskripsi kerja (job description) tentu saja merupakan salah satu metode untuk memenuhi karakteristik ini. Suatu pembagian kerja yang jelas diantara
jabatan
–
jabatan
merupakan
implikasi
ciri
ini
yang
memungkinkan terciptanya derajat spesialisasi dan keahlian yang tinggi di antara pegawai. 11
Frazier Moore, hubungan Masyarakat; Prinsip Kasus dan Masalah, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1998, hal. 10
20
3. Kewenangan untuk melaksanakan kewajiban diberikan kepada jabatan. Yakni, satu – satunya saat bahwa seseorang diberi kewenangan untuk melakukan tugas – tugas jabatan adalah ketika ia secara sah menduduki jabatannya. Kewenangan disahkan oleh kepercayaan akan supremasi hukum. Dalam suatu sistem yang demikian, kepatuhan didasarkan pada seperangkat prinsip, bukan seseorang. Ciri ini meliputi keharusan mengikuti arahan – arahan yang berasal dari kantoratasannya, terlepas dari siapakah yang menduduki kantor yang lebih tinggi tersebut. 4. Garis – garis kewenangan dan jabatan diatur menurut suatu tatanan hierarkis. Hierarkinya mengambil bentuk umum suatu piramida, yang menunjukkan setiap pegawai bertanggung jawab kepada atasannya atas keputusan – keputusan bawahannya serta keputusan – keputusannya sendiri. Ruang lingkup kewenangan atasan atas bawahan secara tegas dibatasi. Konsep – konsep komunikasi ke atas dan komunikasi ke bawah mencerminkan konsep kewenangan ini, dengan informasi mengalir ke bawah dan jabatan yang memiliki kewenangan lebih luas ke jabatan yang memiliki kewenangan lebih sempit. 5. Suatu sistem aturan dan regulasi yang umum tetapi tegas, yang ditetapkan secara formal, mengatur tindakan – tindakan dan fungsi – fungsi jabatan dalam organisasi. 6. Prosedur dalam organisasi bersifat formal dan impersonal, yakni peraturan – peraturan organisasi berlaku bagi setiap orang. Pejabat diharapkan 12
Ibid, hal. 16
21
memiliki orientasi yang impersonal dalam hubungan mereka dengan klien dan pejabat lainnya. Mereka harus mengabaikan pertimbangan pribadi dan tidak mudah terpengaruh. Prosedur impersonal ini dirancang untuk menjaga perasaan pejabat agar penilaian rasionalnya tidak menyimpang dalam menjalankan kewajibannya. 7. Suatu sikap dan prosedur untuk menerapkan suatu sistem disiplin merupakan bagian dari organisasi. Agar individu dapat bekerja dengan efisien, mereka harus memiliki keterampilan yang diperlukan dan menerapkan keterampilan yang diperlukan dan menerapkan keterampilan tersebut secara rasional dan energik; tetapi bila anggota – anggota organisasi harus membuat keputusan rasional secara independen, pekerjaan mereka tidak akan terkoordinasi, menyebabkan kurangnya efisiensi dalam organisasi. Individu yang tidak menerima kewenangan atasan mereka, yang gagal melaksanakan kewajiban yang dibebankan kepada mereka, dan yang menerapkan peraturan dengan sembarangan, bukanlah orang yang sedang mengejar tujuan organisasi yang konsisten dengan filsafat efisiensi; jadi, organisasi mebutuhkan suatu program disiplin untuk menjamin kerja sama dan efisiensi. 8. Anggota organisasi harus memisahkan kehidupan pribadi dan kehidupan organisasi.
Keluarga
anggota
organisasi
misalnya,
tidak
boleh
menghubungi pegawai selama jam kerja. 9. Pegawai dipilih untuk bekerja dalam organisasi berdasarkan kualifikasi teknis, alih – alih koneksi politis, koneksi keluarga, atau koneksi lainnya.
22
Pejabat ditunjuk untuk menduduki jabatan mereka alih – alih dipilih oleh sekelompok pemilih, menyebabkan mereka bergantung kepada atasan mereka dalam organisasi. 10. Meskipun pekerjaan dalam birokrasi berdasarkan kecakapan teknis, kenaikan jabatan dilakukan berdasarkan senioritas dan prestasi kerja. Setelah melalui masa percobaan, pejabat memperoleh kedudukan tetap dan terlindung dari pemecatan sewenang – wenang. Pekerjaan dalam organisasi merupakan karir seumur hidup, memberikan keamanan dalam jabatan. 2.2.4 Komunikasi Internal Didalam suatu organisasi kita mengenal yang namanya komunikasi internal, yaitu komunikasi yang berada di dalam suatu organisasi. Komunikasi internal terbagi menjadi tiga kegiatan yakni komunikasi vertikal komunikasi horizontal dan komunkasi diagonal. 1. Komunikasi vertikal, yakni komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah keatas adalah komunikasi pimpinan ke bawahan dan dari bawahan ke pimpinan secara timbal balik 2. Komunikasi horizontal adalah komunikasi secara mendatar. Misalnya antara anggota staf dengan anggota staf, pegawai tingkat menengah atau pegawai rendahan dengan yang berpangkat rendah pula. Berbeda dengan komunikasi vertikal yang sifatnya lebih formal. 3. Komunikasi diagonal, yang pada umumnya dinamakan komunikasi silang yakni komunikasi dalam organisasi antara seseorang dengan orang lain yang
23
satu sama lain berbeda kedududkan dan bagiannya. Mereka yang terlibat dalam komunikasi diagonal pada umumnya tidak menampakkan kekuatan seperti halnya pada komunikasi vertikal dan juga tidak menunjukkan keakraban sebagaimana halnya pada komunikasi horizontal. 13 Dari beberapa kegiatan komunikasi di atas juga terdapat dua factor yang mempengaruhi komunikasi internal dengan karyawan dan menambah rasa hormat manajemen terhadap salah satu fungsi PR ini: 1. Manfaat dari pemahaman, team work, dan komitmen karyawan dalam mencapai hasil yang diinginkan, aspek dari perilaku karyawan ini sangat dipengaruhi oleh komunikasi interaktif yang efektif dari seluruh organisasi. 2. Kebutuhan untuk membangun jaringan komunikasi manajer yang kuat dan membuat setiap supervisor dalam semua level dapat melakukan komunikasi secara efektif dengan karyawannya. Kebutuhan ini lebih dari sekedar menciptakan informasi yang berhubungan denga pekerjaan tetapi juga harus memuat informasi bisnis dan isu publik yang mempengaruhi organisasi secara keseluruhan. 14 Selain itu komunikasi internal terdapat dua pola jaringan yaitu komunikasi formal dan komunikasi informal. Jaringan komunikasi formal terikat pada struktur resmi sebuah organisasi, sebaliknya komunikasi informal justru merayap dalam semua sisi komunikasi organisasi yang bisa menjadi pisau bermata dua yang sekin menguatkan atau semakin melemahkan komunikasi formal organisasi. Agar komunikasi informal tidak melemahkan komunikasi formal diperlukannya 13
Keith Davis & John W. Newstrom, Human Behavior At Work;Organizational Behavior, New
24
seorang praktisi PR untuk meluruskan, menetralisir, atau menganalisakan interpretasi yang salah itu pada proporsi yang sebenarnya. Komunikasi dua arah yang baik antara manajemen dan karyawan didasarkan pada asas – asas : 15 1. Manajemen harus bersedia secara sadar memberikan informasi karyawan – karyawannya 2. Komunikasi harus berfungsi sebagai suatu system yang lengkap antara manajemen dan karyawan 3. Pesan tertulis harus digunakan untuk menghindari penyimpangan arti yang mungkin terjadi dalam komuniksai lisan 4. Pesan harus disampaikan dengan menggunakan kata – kata yang lazim dan sesuai dengan tingkat pendidikan karyawan 5. Media komunikasi harus dipilih dan pesan harus disiapkan oleh komunikator berpengalaman 6. Komunikasi jangan secara sengaja disalahgunakan atau disesatkan tetapi harus faktual, seksama dan tidak memihak 7. Informasi harus diberikan tepat waktu untuk menghindari kesalahpahaman 8. Informasi harus diulang dalam cara yang berlainan agar mudah dipahami 9. Informasi harus dikomunikasikan dalam jumlah yang kecil agar mudah dipahami 10. Tanggung jawab terhadap komunikasi karyawan yang bersifat formal harus diserahkan kepada staf Humas Komunikasi internal dapat menjadi komunikasi yang efektif yaitu apabila :
York, 1985, hal. 423 14 R. Wayne Pace & Don F. Faules, Komunikasi Organisasi, Rosdakarya, Bandung, 2000, hal. 45
25
1. Adanya keterbukaan manajemen perusahaan terhadap karyawannya. 2. Saling menghormati atau menghargai antara satu sama lain, baik ia bertindak sebagai pimpinan atau sebagai bawahan demi tercapainya tujuan perusahaan. 3. Adanya kesadaran atau pengakuan dari pihak perusahaan akan nilai – nilai dari arti penting pentingnya suatu ‘komunikasi timbal balik’ dengan para karyawannya. 4. Keberadaan seorang Humas yang tidak hanya memiliki kemampuan dan pengalaman sebagai komunikator, mediator hingga persuador tetapi juga harus didukung dengan sumber – sumber daya teknis yang canggih sekaligus sebagai media komunikasinya seperti kemampuan mengelola dan membuat House PR journal, Internal Magazine, video and Cassetes recording, Slide Film Presentation, Special Event Programs dan media pertemuan lainnya. Internal relations akan tercipta jika terjadi internal communications yang berlangsung secara dua arah. Tidak hanya karyawan yang memperhatikan manajemen, tapi manajemen juga harus memperhatikan karyawannya. Dengan begitu akan terjalin komunikasi internal yang positif, dimana keadaan ini akan sangat berguna bagi perusahaan
dalam mencapai tujuannya dan juga dalam
penyelesaian krisis yang terjadi.
15
Onong Uchayana, Opcit, hal. 18
26
2.3 Public Relations 2.3.1 Pengertian Public Relations Public Relations menyangkut kepentingan setiap organisasi, baik itu organisasi yang bersifat komersil maupun non komersil, karena PR sebenarnya terdiri dari semua bentuk komunikasi yang terselenggara antara organisasi yang bersangkutan dengan siapa saja yang menjalin kontak dengannya. Tenaga dan bantuan PR yang professional diperlukan bukan saja pada saat ada masalah dan kerugian atas kesalahan berita, rumor, isu atau ingin membuat klarifikasi kepada semua orang, melainkan juga dalam hal menjaga dan meningkatkan citra perusahaan dan produknya. Profesi ini juga membantu perusahaan untuk bagaimana yang baik seperti yang diinginkan publikknya, menjaga dan meningkatkan reputasi, citra atau nama baik organisasi ( good wiil ) juga tugas utamanya. 16 PR internal sama pentingnya dengan PR eksternal, PR internal juga mampu memberikan kontribusi profitabilitas perusahaan dalam hubungannya dengan karyawan. Komunikasi internal atau komunikasi pegawai memiliki tiga wujud yakni upward, downward, dan horizontal. Tingkat efektivitas PR internal sangat dipengaruhi oleh tiga hal pokok : 17 1. Keterbukaan pihak manajemen 2. Kesadaran dan pengakuan pihak manajemen akan nilai dan arti penting komunikasi dengan para pegawai 16
Scott M. Cutlip, Effective Public Relations, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hal.254 17 frazier Moore, Hubungan Masyrakat, bandung, Remaja Rosdakarya, 1998, hal. 8
27
3. Keberadaan seorang manajer komunikasi yang tidak hanya ahli dan berpengalaman, tetapi juga didukung oleh sumber – sumber daya teknis yang modern. 2.3.2 Fungsi Public Relations dalam Organisasi Prinsipnya komunikasi PR harus berkaitan dengan komunikasi dua arah dan timbal balik yang merupakan proses penyampaian pesan dari komunikator untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, perilaku kepada komunikan baik lisan maupun menggunakan media sehingga mencapai target dalam proses komunikasi dua arah yang hendak dicapai. 18 Menyangkut manajemen masalah; membantu manajemen untuk terus terinformasi dan responsif terhadap opini publik; menetapkan dan menekankan tanggung jawab manajemen untuk melayani keinginan publik; membantu manajemen dalam menghadapi dan menggunakan secara efektif atas perubahan, sebagai system peringatan untuk membantu mengatasi tren, dan menggunakan riset, serta menggunakan komunuikasi yang bermanfaat dan efektif sebagai alat utamanya. 19 2.4 Employee Relations 2.4.1 Pengertian Employee Relations Sasaran publik internal PR salah satunya yaitu pegawai. Untuk membentuk pegawai yang mempunyai kegairahan dalam bekerja adalah tujuan dari tugas PR. Sehingga pimpinan memperhatikan kepentingan pegawai baik dari segi ekonomi, social maupun psikologis. Untuk menciptakan suasana yang menyenangkan 18
John P. Simanjuntak, , Public relations, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2003, hal. 4
28
dalam organisasi, komunikasi yang bersifat timbal balik sangat diperlukan, oleh karena tugas seorang PR adalah dapat menyelenggarakan komunikasi yang sifatnya persuasif dan informative, untuk itu PR harus mampu menjaga hubungan baik antara organisasi dengan pegawai atau dengan sesama pegawai. Employee atau pekerja atau karyawan atau pegawai adalah seseorang yang dipekerjakan oleh seorang employer (perusahaan atau instansi pemerintah atau perorangan) dan dibayar untuk melakukan sesuatu pekerjaan atau tugas yang dinyatakan secara rinci dalam kontrak kerja. 20 Employee relations atau hubungan karyawan mengatur hubungan khusus khusus antara manajemen dan pekerja agar selalu dalam keadaan baik dan harmonis. Hubungan karyawan mengusahakan dengan berbagai macam usaha dan program – program untuk mencapai pengertian, saling percaya, tolong – menolong dan kerja sama antara kedua belah pihak. Pada umumnya hubungan karyawan bertujuan untuk : 1. Memberikan spirit atau semangat dan kekuatan batin pada organisasi. 2. Membentuk suatu pengabdian atau loyalitas yang baik pada para pegawai dan bawahan seluruhnya dalam perusahaan. 3. Mengatur kerjasama antara berbagai pegawai dan berbagai macam pekerjaan.21 Karyawan atau pekerja merupakan aset yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Diantara para karyawan itu sendiri terdapat perbedaan – perbedaan 19
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, Bumi Aksi, Jakarta, hal. 23 Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Komunikasi (Konsep dan Aplikasi), Raja Grafindo Persada, Jakarta 21 S.K Bonar, Hubungan Masyarakat Modern, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal. 56 20
29
mendasar dalam lingkungan hidupnya masing – masing,termasuk tentang pengalaman, pendidikan, dan kemampuannya. Karyawan atau pekerja merupakan asset yang cukup penting dalam suatu perusahaan. Nyatanya karyawan itu sendiri terkait erat denga status atau kedudukan yang paling berbeda antara satu orang dengan yang lainnya dan mempunyai perbedaan – perbedaan yang cukup mencolok, misalnya, dapat dilihat pada tingkat kemampuan, pengalaman, pendidikan, pangkat, gaji, usia, dan sebagainya. Akan tetapi pada prinsipnya karyawan tersebut memiliki keinginan yang sama terhadap pihak pimpinan atau perusahaan yaitu : 22 1.Upah yang diberikan cukup dan layak. 2.Ingin mendapatkan perlakuan yang adil dan sama dalam hal kesempatan untuk berkarir dari perusahaan dan meraih prestasi kerja yang maksimal sesuai dengan kemampuan. 3.Iklim tempat bekerja yang kondusif dan penuh ketenangan serta mendapat penghargaan yang baik dari pimpinan. 4. Keinginan – keinginan atau perasaan yang mendapat saluran positif dan diakui atau dihargai oleh perusahaan atau pimpinan.
2.4.2 Kegiatan Employee Relations Komunikasi karyawan merupakan langkah
yang menentukan
bagi
kesuksesan organisasi. Pimpinan yang baik didukung oleh bawahan dan ditentukan oleh orang – orang yang bekerja dibawahnya serta ditentukan oleh 22
Scott M Cutlip, Effectif Public Relations, Jakarta, kencana Prenada Media Group, 2006, hal. 265
30
keahlian dalam menciptakan suasana kerja yang dibutuhkan oleh karyawan. Koordinasi dan mediasi untuk melakukan semua itu adalah komunikasi. Keterbukaan dan kejujuran harus dibangun oleh manajemen puncak dan harus diterima oleh setiap karyawan. Komunikasi dari manajemen ke karyawan maupun antar sesama karyawan harus jujur dan dibangun berdasar kepercayaan serta digunakan untuk membangun semangat kerja, produktivitas dan kemajuan organisasi. Kebijakan komunikasi terbuka yang membentuk kepercayaan tidak hanya membangun semangat kerja tetapi juga menumbuhkan aliran komunikasi yang vital. Komunikasi ke bawah yang jujur dan tindakan terbuka akan menumbuhkan aliran komunikasi ke atas. Untuk itu, tidak hanya dibutuhkan niat baik tetapi juga kemampuan dan teknik komunikasi yang memadai. Komunikasi karyawan adalah komunikasi yang dilakukan oleh organisasi kepada karyawan. Komunikasi karyawan memiliki tiga wujud, yaitu komunikasi kebawah (downward communication), yakni komunikasi dari pimpinan kepada karyawan. Komunikasi ke atas ( upward communication) yakni, komunikasi dari karyawan ke pihak manajemen, dan komunikasi sejajar (sideways communication) yakni, komunikasi yang berlangsung antara sesama karyawan dalam suatu organisasi. (Jefkins,1995 : 172). Komunikasi kebawah dalam sebuah organisasi dapat diartikan informasi yang mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Komunikasi kebawah akan menentukan iklim komunikasi apakah negatif atau positif. Komunikasi ke bawah biasanya digagas oleh manajemen organisasi tingkat atas dan kemudian ke bawah melewati rantai perintah. Seperti
31
apa yang dikemukakan oleh Katz & Kahn, 1966, p.239 dalam Cherly Hamilton, Communicating For Results. Idealnya komunikasi dari pimpinan mencakup: instruksi kerja (job instructions) dan job rationale (mengapa tugas – tugas yang spesifik dan penting serta bagaimana hal ini berhubungan dengan tugas lain didalam organisasi), kebijakan, prosedur, penilaian performa karyawan dan motivasi. Ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan, yaitu: (1) informasi bagaimana melakukan pekerjaan; (2) informasi nmengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan; (3) informasi mengenai kebijakan dan praktik – praktik organisasi; (4) informasi mengenai kinerja kerja karyawan; (5) informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas. (Pace & Faulies 2000:185). Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi adalah informasi yang mengalir dari tingkat yang lebih lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi. Komunikasi ke atas dapat juga dikatakan proses penyampaian gagasan, perasaan dan karyawan kepada atasannya dalam organisasi. Menurut Pace & Faulies (200:190), komunikasi ke atas merupakan hal yang sangat penting, karena (a) aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuat keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan karyawan lainnya. (b) komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia kapan karyawan siap menerima informasi dan seberapa baik karyawan menerima apa yang dikatakan kepada mereka. (c) komunikasi ke atas memungkinkan dan mendorong penyampaian keluhan sehingga penyelia tahu apa
32
yang menggangu karyawan dalam melakukan pekerjaannya. (d) komunikasi ke atas menumbuhkan apresiasi dan loyalitas kepada organisasi dengan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengajukan pertanyaan dan menyumbang gagasan serta saran – saran mengenai organisasi. (e) komunikasi ke atas mengijinkan penyelia untuk menentukan apakah karyawan memahami apa yang diharapkan. (f) komunikasi ke atas membantu karyawan mengatasi masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan organisasi tersebut. Menurut Dr. John White dalam bukunya How to Understand and Manage Public Relations, program komunikasi karyawan meliputi dua hal, yaitu: (1) research among internal group to establish the need for communication and approaches to be taken and to monitor the effectiveness of communication, (2) spesific communication techniques, that aim at producing desired effects in the pursuit of identified objectives. Definisi di atas dapat diartikan bahwa program komunikasi internal meliputi riset mengenai kelompok – kelompok internal untuk menetapkan kebutuhan bagi komunikasi dalam organisasi dan menentukan pendekatan yang akan diambil untuk memonitor keefektifan komunikasi. Teknik komunikasi yang spesifik mengarah pada efek yang dihasilkan dalam memberikan pengaruh tentang pencapaian tujuan yang diidentifikasikan. Komunikasi interpersonal antar pimpinan dan karyawan yang sukses adalah adanya suatu program yang jujur, terbuka, komunikasi dua arah yang dilakukan secara teratur. Program komunikasi karyawan harus dibentuk secara hati – hati
33
dan lebih bersifat timbal balik agar karyawan dapat merasa sebagai mitra perusahaan, sehingga karyawan tidak hanya menuntut agar perusahaan memenuhi keinginan – keinginan mereka. Karyawan juga diharapkan memiliki kesadaran dan tanggung jawab yang lebih besar. Komunikasi karyawan tidak hanya menjadi tanggung jawab karyawan tetapi juga manajemen puncak. Maksud dan tujuan kegiatan komunikasi hubungan masyarakat internal yang dilaksanakan oleh Public Relations melalui program kerja Employee Relations antara lain : 1.Program pendidikan dan pelatihan Dilaksanankan dalam upaya meningkatkan kinerja dan keterampilan karyawan dan kualitas maupun kuantitas pemberian jasa pelayanan dan sebagainya 2.Program motivasi kerja berprestasi Program tersebut dikenal dengan istilah Achievement Motivation Training, dimana dalam pelatihan tersebut diharapkan dapat mempertemukan antara motivasi dan prestasi kerja serta disiplin karyawan dengan harapan – harapan atau keinginan dari pihak perusahaan dalam mencapai produktivitas yang tinggi 3.Program penghargaan Upaya pihak pimpinan memberikan suatu penghargaan kepada para karyawan baik yang berprestasi kerja maupun cukup lama masa pengabdian pekerjaanya. Dalam hal ini, penghargaan yang diberikan itu akan menimbulkan loyalitas dan rasa memiliki (sense of belonging) yang tinggi terhadap perusahaan
34
4.Program acara khusus Program khusus yang sengaja dirancang di luar bidang pekerjaan sehari – hari, misalnya dalam rangka event ulang tahun perusahaan, kegiatan keagamaan, olah raga, lomba dan hingga berpiknik bersama yang dihadiri oleh pimpinan dan semua para anggota karyawannya. Kegiatan dan program tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa keakraban bersama diantara sesama karyawan dan pimpinan. 5.Program media komunikasi internal Membentuk media komunikasi internal melalui bulletin, news release (mading), dan majalah PR yang berisikan pesan, informasi dan berita yang berkaitan dengan kegiatan antar karyawan atau perusahaan dan pimpinan. 23
2.6 Efektifitas Komunikasi Internal Efektifitas adalah salah satu unsur penting dalam keseluruhan komunikasi. Efektifitas komunikasi adalah kemampuan untuk menentukan sasaran komunikasi yang tepat dan melakukan pekerjaan yang baik dan benar dan efektifitas komunikasi internal adalah bukan sekedar umpan balik dan reaksi penerima komunikasi antara pimpinan dan bawahan terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator, melainkan kedua belah pihak yang membangun hubungan yang lebih baik, karena ketepatan penyampaian informasi ditentukan oleh pengertian, pengaruh sikap, hubungan yang baik serta tindakan yang tepat sasaran.24 23
Lesly Philip, Public Relations Hand Book, Prentice Hal Inc. Engelwood Cliff, N.j, 1962, hal. 303 24 Andre Hardjana, Audit Komunikasi, Grasindo, Jakarta, 1992, hal. 23 – 24.
35
Menurut De Vito ada lima tahap hubunganantar pribadi kalau kita akan melakukan hubungan dengan orang lain, yaitu tahap kontak, keterlibatan, keakraban, pengrusakan dan pemutusan. Karakteristik – karakteristik efektifitas komunikasi antar personal ini oleh Joseph De Vito (1986) dalam bukunya The Interpersonal Communication Book dilihat dari dua perspektif yaitu : 1.Perspektif Humanistik, meliputi sifat – sifat : A.Keterbukaan (openess) Sikap keterbukaan dalam komunikasi antar personal ditunjukkan melalui dua aspek yaitu: (1) kita harus terbuka pada orang – orang yang berinteraksi dengan kita; (2) kemauan memberikan tanggapan kepada orang lain dengan jujur dan terus terang tentang segala sesuatu yang dikatakannya, begitu juga sebaliknya. Sikap terbuka (open mindedness) sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Pimpinan organisasi seyogyanya dapat memfasilitasi kondisi munculnya keterbukaan. Kondisi keterbukaan dapat diwujudkan bila pimpinan maupun karyawan dapat berinteraksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Terjadi komunikasi secara tatap muka antara pimpinan dan karyawan. Komunikasi tatap muka penting karena pimpinan dapat mengetahui tanggapan dari karyawan secara langsung. Komunikasi tatap muka penting untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku seseorang. Pimpinan perlu bersikap tanggap terhadap apa yang disampaikan karyawannya agar komunikasi dapat berhasil. Perlu diciptakan suasana dialogis.
36
Keterbukaan mengisyaratkan pimpinan bersedia menerima kritik– kritik dan saran yang disampaikan karyawan. Dengan sikap bersedia menerima kritik dan saran berarti pimpinan dapat mengakui perasaan dan pikiran yang yang dilontarkan oleh individu, dalam hal ini karyawan. Pimpinan juga bersedia menyebarkan informasi baru yang menyangkut kegiatan – kegiatan organisasi. Kualitas keterbukaan mengacu pada tiga aspek dari komunikasi interpersonal, yaitu: (1) komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidak berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya. Harus ada kesediaan membuka diri untuk mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan dan asalkan pengungkapan diri ini patut. Aspek keterbukaan (2) mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Aspek (3) menyangkut ‘kepemilikan‘ perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah milik anda dan anda bertanggung jawab atasnya. A.Perilaku Suportif (Supportiveness) Komunikasi antar personal akan efektif bila dalam diri seseorang ada perilaku suportif. Jack R. Gibb menyebut 3 perilaku yang menimbulkan perilaku suportif, yakni: (1) Deskriptif, orang yang memiliki sikap ini lebih banyak meminta informasi tentang suatu hal sehingga merasa dihargai; (2) Spontanitas, orang yang terbuka dan terus terang tentang apa yang dipikirkannya; profesionalisme, orang yang memiliki sikap berpikir terbuka, ada kemauan untuk mendengar pandangan yang berbeda dan bersedia menerima pendapat orang lain bila pendapatnya keliru atau salah.
37
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Sikap suportif merupakan sikap yang mengurangi sikap defensif. Sikap ini muncul bila individu tidak dapat menerima, tidak jujur dan tidak empatik. Sikap defensif mengakibatkan komunikasi interpersonal menjadi tidak efektif, karena orang yang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi daripada memahami komunikasi. Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor – faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah) atau faktor – faktor situasional yang berupa perilaku komunikasi orang lain. Dalam komunikasi interpersonal antara pimpinan dan karyawan, sikap mendukung berperan dalam menumbuhkan motivasi dan kegairahan kerja karyawan. Sikap mendukung dapat terwujud dalam organisasi, bila pimpinan bersedia menghargai ide – ide atau pendapat – pendapat karyawan dan memberikan perhatian yang sungguh – sungguh ketika berkomunikasi dengan karyawan. Sikap mendukung dapat diperlihatkan bersikap deskriptif bukan evaluatif. c. Perilaku Positif (Positiveness) Sikap ini menunjuk 2 aspek, yaitu: (1) komunikasi antar personal akan berkembang bila ada bila ada pandangan positif terhadap diri sendiri; (2) mempunyai perasaan positif terhadap orang lain dalam berbagai situasi komunikasi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek komunikasi
38
interpersonal: a. Komunikasi interpersonal terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri sendiri. Orang yang merasa positif terhadap diri sendiri mengisyaratkan perasaan tersebut kepada orang lain dan merefleksikannya. b. Perasaan positif untuk situasi komunikasi sangat penting untuk interaksi yang efektif. Sikap positf dapat dijelaskan lebih jauh dengan istilah strokong (dukungan). Dorongan merupakan istilah yang berasal dari kosakata umum yang dipandang penting dalam analisis transaksional atau interaksi antara manusia. Dorongan positif dapat berbentuk pujian atau penghargaan. Dorongan positif akan mendukung citra pribadi dan membuat merasa lebih baik. Sikap positif dalam menunjang komunikasi interpersonal yang efektif antara pimpinan dan karyawan dapat terwujud bila pimpinan dapat berpandangan positif terhadap dirinya sendiri. Pimpinan dapat menunjukkan perasaan senang ketika berkomunikasi dengan karyawan dan dapat memberikan penghargaan atas pekerjaan yang dilakukan karyawan. d. Empati (Empathy) Kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya sendiri pada peranan atau posisi orang lain. Komunikasi interpersonal yang efektif perlu didukung oleh sikap empati dari pihak – pihak yang berkomunikasi. Dalam komunikasi antara pimpinan dan karyawan perlu ditumbuhkan sikap empati. Kondisi empati dapat terwujud bila pimpinan bersedia memberikan perhatian kepada karyawan dan dapat mengetahui apa yang sedang dialami karyawan berkaitan dengan pekerjaannya. Pimpinan dapat mengenal karyawan baik keinginan, kemampuan
39
dan pengalamannya sehingga pimpinan dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh karyawan tersebut. Selain itu, pimpinan dapat menghindari evaluasi, kritik atau menilai karyawan menurut pandangan dan pendapatnya sendiri serta dapat menyelesaikan konflik – konflik secara damai. Empati merupakan kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain melalui kaca mata orang lain. Berempati adalah juga merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya (De Vito, 1997:260). Empati dianggap sebagai memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita (Freud, 1992). Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka serta harapan dan keinginan mereka untuk masa yang akan datang. Empati yang akurat melibatkan kepekaan, baik kepekaan terhadap perasaan yang ada maupun fasilitas verbal untuk mengkomunikasikan pengertian ini. e. Kesetaraan (Equality) Kesetaraan adalah suatu keinginan yang secara eksplisit diungkapkan untuk bekerja sama memecahkan masalah tertentu. Komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara dimana adanya pengakuan secara diam – diam bahwa kedua belah pihak sama – sama bernilai dan berharga. Masing – masing memiliki sesuatu hal yang penting untuk disumbangkan. Kesetaraan juga menyiratkan adanya sikap memperlakukan orang lain secara demokratis dan horozontal. Dengan adanya persamaan pihak – pihak yang terlibat dalam
40
komunikasi, maka mereka dapat saling menghargai dan menghormati perbedaan pandangan. Kesetaraan dapat terwujud bila didukung oleh adanya kerja sama antara pimpinandan karyawan dalam memecahkan persoalan – persoalan yang terjadi dalam pekerjaan mereka. Pimpinan bersedia meminta tanggapan atau saran dari karyawan dan menyadari bahwa mereka sama – sama berharga dan bernilai. Kesetaraan ini mencakup dua hal, yaitu; (1) kesetaraan bidang pengalaman diantara para pelaku komunikasi. Artinya, komunikasi antarpersonal umumnya akan lebih efektif bila para pelakunya mempunyai nilai, sikap, perilaku dan pengalaman yang sama; (2) kesetaraan dalam percakapan diantara para pelaku komunikasi. Artinya, komunikasi antar personal harus ada kesetaraan dalam hal mengirim dan menerima pesan. 2.Perspektif Pragmatis a. Bersikap Yakin (Confidence) Komunikasi antarpersonal ini terlihat lebih efektif apabila seseorang tidak merasa malu, gugup atau gelisah menghadapi orang lain. b. Kebersamaan (Immediacy) Sikap kebersamaan ini dikomunikasikan secara verbal maupun non verbal. Secara verbal orang yang memiliki sifat ini, dalam berkomunikasi selalu mengikutsertakan dirinya sendiri dengan orang lain dengan istilah seperti kita memanggil nama seseorang, memfokuskan pada ciri khas orang lain, memberikan umpan balik yang relevan dan segera, serta menghargai pendapat orang lain.
41
Secara non verbal, orang yang memiliki sifat ini akan berkomunikasi dengan mempertahankan kontak mata dan gerakan – gerakan. c. Manajemen informasi Seseorang yang menginginkan komunikasi yang efektif akan mengontrol dan menjaga interaksi agar dapat memuaskan kedua belah pihak sehingga tidak seorang pun merasa diabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan mengatur isi, kelancaran, arah pembicaraan, menggunakan pesan – pesan verbal dan non verbal secara konsisten. d. Perilaku Ekspresif (Expressiveness) Memperlihatkan keterlibatan seseorang secara sungguh – sungguh dalam berinteraksi dengan orang lain. Orang yang berperilaku ekspresif akan menggunakan berbagai variasi pesan, baik secara verbal maupun non verbal untuk menyampaikan keterlibatan dan perhatiannya pada apa yang dibicarakannya. e. Orientasi Pada Orang Lain (Other Orientation) Seseorang harus memiliki sifat yang berorientasi pada orang lain untuk mencapai efektivitas komunikasi. Artinya seseorang mampu untuk beradaptasi dengan orang lain selama berlangsungnya komunikasi antarpersonal. Dalam hal ini, seseorang harus mampu melihat perhatian dan kepentingan orang lain, mampu merasakan situasi dan interaksi dengan sudut pandang orang lain serta menghargai perbedaan orang lain dalam menjelaskan suatu hal. Tujuan – tujuan komunikasi antarpersonal yang diuraikan diatas dapat dilihat dari dua perspektif, yakni; (1) tujuan dapat dilihat sebagai faktor – faktor motivasi atau sebagai alasan – alasan mengapa kita terlibat dalam komunikasi
42
antarpersonal. Dapat dikatakan, kita terlibat dalam komunikasi antarpersonal untuk memperoleh kesenangan, membantu orang lain, mengubah sikap dan perilaku seseorang. (2) tujuan – tujuan ini dapat dipandang sebagai hasil atau efek umum dari komunikasi antar personal. Dapat dikatakan, kita dapat mengenal diri kita sendiri, membuat hubungan lebih bermakna, dan memperoleh pengetahuan tentang dunia luar sebagai suatu hasil dari komunikasi antarpersonal. Dengan demikian, komunikasi antarpersonal biasanya dimotivasi leh berbagai faktor dan mempunyai berbagai hasil atau efek. Lima
faktor
yang
dapat
mempengaruhi
efektifitas
komunikasi
interpersonal dari segi humanistik menurut Joseph DeVito seperti yang dikutip oleh Ninik Sri Rezeki dan Anita Herawati,adalah: 1.Keterbukaan yaitu sikap yang menunjukkan untuk saling terbuka diantara pelaku komunikasi dalam melangsungkan komunikasinya. 2.Empati yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya dalam peran orang lain. 3.Kepositifan yaitu sikap yang positif terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. 4.Dukungan yaitu sikap pelaku komunikasi yang mendukung terjadinya komunikasi tersebut. Kalau pihak yang diajak berkomunikasi menolak maka komunikasi yang diharap tidak akan terjadi.
43
5.Kesamaan yaitu adanya unsur kesamaan yang dimiliki pihak – pihak yang berkomunikasi. Misalnya adanya kesamaan bahasa dan budaya akan memudahkan terjadinya komunikasi yang efektif.25 Komunikasi interpersonal yang efektif antara pimpinan dan karyawan diharapkan dapat membawa hasil pertukaran informasi, saling pengertian (mutual understanding) dan kualitas hubungan yang lebih baik. Karena ketepatan penyampaian informasi ditentukan oleh pengertian, pengaruh sikap dan hubungan yang semakin baik disertai dengan tindakan.26 Richard C. Huseman, Cal. M. Logue, dan Dwight L. Fresley dalam bukunya Interpersonal and Organizational Communication dan dikutip oleh Onong Uchjana Effendy, mengatakan bahwa agar efektif atau diterima karyawan, komunikasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1.Pesan dapat dimengerti. 2.Pada saat keputusan diambil, karyawan percaya bahwa komunikasi yang dilancarkan cocok dengan tujuan organisasi. 3.Komunikasi cocok dengan kepentingan pribadi karyawan. 4.Secara mental dan fisik, karyawan mampu melaksanakannya.27 Efektifitas komunikasi di sini adalah hal yang berhubungan dengan keberhasilan dan keefektifan pelaksanaan komunikasi internal dalam perusahaan. Komunikasi yang efektif akan sangat berguna jika suatu saat perusahaan 25
MC Ninik Sri Rejeki dan F. Anita Herawati, Dasar – Dasar Komunikasi untuk Penyuluhan, Penerbit Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 1999,hal. 8. 26 Universitas MultiMedia Nusantara, Komunikasi Interpersonal dan Kepuasan Kerja dalam Organisasi, unimedia.ac.id/page.php, 2008, hal. 2. 27 Onong Uchjayana Effendy, Humas Studi Komunikologis, RemajaRosdakarya,Bandung,1999,hal.130
44
mengalami krisis, kesolidan dan kebersamaan para karyawan akan sangat diperlukan untuk bahu – membahu menyelesaikan krisis yang terjadi. Komunikasi yang efektif akan menghasilkan kepuasan dan produktivitas karyawan, perbaikan pencapaian hasil karya dan tujuan organisasi. Komunikasi karyawan yang efektif tergantung dari harapan karyawan yang memuaskan yang dibangun berdasarkan iklim dan kepercayaan atau suasana organisasi yang positif. Komunikasi karyawan termasuk dalam komunikasi organisasi, dilakukan lembaga kapada karyawan. Komunikasi yang efektif ditentukan oleh pihak – pihak yang terlibat didalamnya, yaitu pimpinan dan karyawan. Pimpinan harus dapat memfasilitasi kondisi komunikasi interpersonal yang efektif meliputi: keterbukaan, empati, sikap positif, dukungan, dan kesetaraan. Selain itu komunikasi efektif antara pimpinan dan karyawan juga harus dibangun berdasarkan hubungan interpersonal yang efektif. Menurut Roger, hubungan interpersonal akan terjadi secara efektif apabila kedua belah pihak memenuhi kondisi sebagai berikut: (1) bertemu satu sama lain secara personal, (2) empati secara tepat terhadap pribadi yang lain dan berkomunikasi yang dapat dipahami satu sama lain secara berarti, (3) menghargai satu sama lain, bersifat positif dan wajar tanpa menilai atau keberatan, (4) menghayati pengalaman satu sama lain dengan bersungguh – sungguh, bersikap menerima dan empati satu sama lain, (5) merasa bahwa saling menjaga keterbukaan dan mendukung serta mengurangi kecenderungan gangguan arti/pemahaman, (6) memperlihatkan
45
tingkah laku yang percaya penuh dan memperkuat persamaan nyaman terhadap yang lain. Perlu dipahami oleh organisasi bahwa hubungan antara sesama karyawan disebuah organisasi lebih berfokus pada aspek – aspek manusiawi, sehingga hal tersebut tidak sepenuhnya sama dengan hubungan industrial. Hubungan industri lebih menekankan pada besar kecilnya upah dan berbagai kondisi atau fasilitas kerja. Akan tetapi diantara keduanya terdapat hubungan yang erat, mengingat hubungan industri juga sangat dipengaruhi oleh efektif atau tidaknya komunikasi dikalangan karyawan maupun antara karyawan dan pimpinan. Ukuran manajemen komunikasi interpersonal yang efektif tergantung pada informasi
yang
disampaikan
serta
kualitas
hubungan
yang
dibangun.
“keberhasilan dalam mencapai ketepatan penyampaian informasi ditentukan oleh sifat, mutu informasi yang disampaikan di mana hal ini selanjutnya juga ditentukan oleh pengertian, keterangan, pengaruh sikap, hubungan yang makin baik beserta tindakan” (Tubbs & Moss, 1994). Komunikasi karyawan yang efektif akan memberikan kontribusi terhadap produktivitas kerja karyawan, perbaikan pencapaian hasil karya dan tujuan organisasi. Selain itu sejumlah keuntungan – keuntungan penting dapat dicapai dimana karyawan akan berpengetahuan luas. Banyaknya informasi akan dapat memuaskan karyawan. Karyawan akan menjadi lebih baik dan produktif di mana mereka memberikan waktu lebih banyak untuk pekerjaan mereka dan melakukan pekerjaan dengan lebih baik untuk organisasi. Bila komunikasi terbuka maka keinginan – keinginan organisasi akan lebih mudah diketahui.
46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yakni penelitian yang memaparkan situasi dan peristiwa, memadukan berbagai macam informasi dan melakukan klasifikasi. Penelitian ini ditujukan untuk :1 1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada 2. Mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek – praktek yang berlaku 3. Membuat perbandingan atau evaluasi Dalam penelitian ini, peneliti memaparkan secara detil dan mendalam mengenai situasi dan peristiwa mengenai persepsi pegawai terhadap kepuasan komunikasi organisasinya. Untuk analisisnya, peneliti menganalisa data yang diperoleh dari hasil survei. Apabila data telah terkumpul lalu diklasifikasikan menjadi dua kelompok yakni data kuantitatif yang berbentuk table/angka dan data kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata karena akan sangat berguna untuk menyertai dan melengkapi gambaran yang diperoleh dari analisis data kuantitatif.2 Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta – fakta, sifat – sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.
1
Rahmat, Jalaluddin. Metodologi Penelitian Komunikasi, Bandung, Rosdakarya, 2000, hal. 24
47
3.2 Pendekatan Penelitian Dengan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif yang berbentuk tabel – tabel ataupun angka – angka untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta – fakta, sifat – sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. 3.3 Metode Penelitian Menggunakan metode survei, yaitu metode penelitian yang pengumpulan datanya menggunakan kuusioner yaitu daftar pertanyaan tertulis untuk diajukan pada sekelompok orang yang disebut sampel. 3 Metode survei dapat diperoleh fakta – fakta yang tidak bisa diamati keterangannya pada masa lalu yang belum dicatat, bahkan opini dan motif yang mungkin sangat penting bagi pemecahan masalah. 4 Metode survei ini untuk membantu perolehan data secara kuantitatif mengenai efektifitas komunikasi internal pegawai Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki. 3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda – benda, hewan, gejala – gejala nilai test atau peristiwa – 2
Suharsimi dan Ari Kunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, Jakarta, 2000, hal. 4 3 Bambang Setiawan. Metode Penelitian Komunikasi I, Jakarta, Universitas Terbuka, 1995 4 Marzuki. Metodologi Riset, Yogyakarta, BPFE – UI, 1995, hal. 50
48
peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakterisik tertentu di dalam suatu penelitian. 5 Berdasarkan hal ini maka penulis jadikan sebagai populasi dalam penelitian ini adalah para pegawai Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, dengan jumlah populasi keseluruhannya adalah 25 orang.6. 3.4.2 Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Tetapi tidak semua penelitian menggunakan sampel sebagai sasaran penelitian. Pada beberapa penelitian kuantitatif, objek penelitian yang kecil ini disebut sebagai sampel total, yaitu keseluruhan populasi merangkap sebagai sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel secara garis besar terbagi atas dua jenis yaitu pengambilan sampel probabilitas dan nonprobabilitas.Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling, yang masuk kedalam teknik pengambilan sampel probabilitas, yaitu dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Total sampling atau bisa juga disebut sampling jenuh adalah teknik pengambilan sampel yang digunakan bila semua anggota populasi dipakai sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang. Jadi teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling dengan sampel berjumlah 25 orang.
5
Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung, Rosdakarya, 2000, hal. 114
49
3.5 Definisi Konsep dan Operasionalisasi Konsep 3.5.1 Definisi Konsep 1. Efektifitas yaitu kemampuan untuk menentukan sasaran yang tepat dan melakukan
pekerjaan dengan baik dan benar.
2. Komunikasi Internal yaitu komunikasi dan pertukaran gagasan yang berlangsung dalam organisisasi yang menyebabkan pekerjaan berlangsung (operasi dan manajemen). 3. Pegawai (Employee) yaitu seseorang yang dipekerjakan oleh seorang employer (perusahaan atau pemerintah atau perorangan) dan dibayar untuk melakukan sesuatu pekerjaan atau tugas yang dinyatakan secara rinci dalam kontrak kerja.
6
Data Kepegawaian Pusat kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki 2008
50
3.5.2 Operasionalisasi Konsep Operasionalisasi Konsep Efektifitas Komunikasi Variabel Efektifitas Komunikasi Interpersonal
Dimensi 1.Keterbukaan
Indikator Skala Sikap saling terbuka antara a. Sangat Setuju pelaku komunikasi dalam b. Setuju organisasi c. Biasa Saja d.Tidak Setuju e. Sangat Tidak Setuju
2.Empati
Kemampuan untuk memproyeksikan diri dengan peran orang lain
3.Kepositifan
1)Sikap positif pada diri sendiri
2)Sikap positif pada diri orang lain
4.Dukungan
Adanya sikap pelaku komunikasi yang mendukung komunikasi
5.Kesamaan
1)Adanya kesamaan bahasa dalam berkomunikasi
2)Adanya kesamaan budaya dalam berkomunikasi
51
3)Adanya unsur kesamaan yang dimiliki akan memudahkan terjadinya komunikasi yang efektif
3.6 Teknik Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data adalah prosedur yang sangat menentukan baik atau tidaknya riset. Pengumpulan data ini merupakan instrumen riset. Jika kegiatan pengumpulan data ini tidak dirancang dengan baik atau bila salah dalam pengumpulan data maka data yang diperoleh pun tidak sesuai dengan permasalahanpenelitian.7
7.Rahmat, Krisyantoro, Opcit, hal. 90
52
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data Primer Data primer, yaitu data yang secara langsung dikumpulkan oleh peneliti dari responden atau melakukan eksperimen sendiri. Sumber data ini bisa disponden atau subyek penelitian dari hasil pengisian kuesioner.8 Adapun teknik pengumpulan data dengan : 1. Kuesioner (Angket) Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.9 3.6.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder yaitu dimana peneliti tidak mengumpulkan data secara langsung, tetapi data ‘diambil’ dari pihak lain.10 Pengumpulan data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini dilakukan dengan : 1. Studi Kepustakaan Studi yang dilakukan pada perpustakaan serta mencari dan menghimpun data – data penting yang ada hubungannya dengan penelitian ini yang meliputi jurnal serta referensi lainnya seperti surat kabar, majalah dan internet. Serta data – data dari instansi sendiri seperti annual report, news letter dan media internal lainnya.
8.H. Usman & Mustafa E. Nasution, proses Penelitian Kuantitatif, Penerbit Universitas Indonesia, hal. 100 9 ibid 10 .Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, bandung, 2006, hal. 158
53
2. Wawancara Informasi yang diperoleh secara langsung melalui pertanyaan kepada responden terpilih. Peneliti melakukan wawancara kepada beberapa pegawai Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki. 3.7 Pengolahan Teknik Analisa Data Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.11 Dalam proses ini seringkali digunakan statistik. Salah satu fungsi pokok statistik adalah menyederhanankan data penelitian yang amat besar jumlahnya menjadi informasi yang lebih sederhana dan lebih mudah untuk dipahami. Statistik membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil yang terjadi secara kebetulan sehingga memungkinkan peneliti untuk menguji apakah hubungan yang diamati memang betul terjadi karena adanya hubungan sistematis antara variabel – variabel yang diteliti atau hanya terjadi secara kebetulan. Pada penelitian ini, analisa data dilakukan setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian diolah melalui tahap – tahap berikut : 1. Data diolah dari jawaban responden yang telah masuk setelah kuesioner telah dibagikan 2. Dari jawaban para responden dapat dilakukan pengeditan dan diberi kode setelah itu jawaban dimasukkan kedalam tabel frekuensi data 3. Data dianalisa atas dasar pada tabel – tabel yang menunjukkan frekuensi penyebaran data 11
H. Usman & M. Nasution, Opcit, hal. 100
54
Teknik Pengukuran : Berdasarkan hasil survei mengenai efektifitas komunikasi internal pegawai, maka score opini akan dihitung dengan menggunakan Skala Likert, yaitu untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang/sekelompok orang tentang fenomena sosial.12 Dengan demikian, nilai peringkat setiap jawaban atau opini itu dijumlahkan sehingga mencapai nilai total. Score opini akan dihitung dengan teknik berikut ini: Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai dengan negatif yang berupa kata – kata. Setiap opini akan diberi nilai 1 – 5 (dalam hal ini peneliti menggunakan kategori variatif). Pernyataan
Skor
Sangat Setuju
=5
Setuju
=4
Biasa saja
=3
Tidak Setuju
=2
Sangat Tidak Setuju
=1
Kemudian untuk menghitung presentase opini responden dengan menggunakan rumus Weight Mean Score: 13 ∑∑
ni x i nx5
x 100%
12
M. Singarimbun dan S. Effendi, Metode Penelitian Survei, P3ES, Jakarta, 1995, hal. 263
13
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2001, hal. 57
55
Keterangan : ni
= Banyaknya responden yang memberi skor i
i
= Kategori / skor opini ( 5,4,3,2,1 )
n
= Jumlah Keseluruhan Responden Kemudian untuk menafsirkan range efektifitas komunikasi, dapat
berpedoman pada perhitungan rumus quartil, yaitu : Max
= Jumlah responden x Jumlah item x 5
Min
= Jumlah responden x Jumlah item x 1
56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.1
Deskripsi Objek Penelitian
1.1.1 Sejarah Singkat Dewan Kesenian Jakarta di Pusat Kesenian Jakarta – Taman Ismail Marzuki Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat seniman dan dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada tanggal 17 Juni 1969. DKJ mempunyai tugas dan fungsi dalam kedudukannya sebagai mitra kerja Gubernur Kepala Daerah Propinsi DKI Jakarta untuk merumuskan kebijaksanaan pembinaan dan pengembangan kehidupan kesenian di wilayah propinsi DKI Jakarta. Pembinaan tersebut tercermin dalam bentuk program tahunan yang diajukan dengan menitikberatkan pada skala prioritas masing – masing komite. Anggota DKJ terdiri dari para seniman, budayawan dan pemikir seni yang seluruhnya berjumlah 25 orang terbagi dalam 6 komite terdiri dari komite film, komite musik, komite sastra, komite seni rupa, komite tari dan komite teater, yang dipilih oleh Akademi Jakarta setiap tiga tahun sekali, dan dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta.
57
1.1.2 Lokasi Dewan Kesenian jakarta berlokasi di Jl. Cikini Raya 73, jakarta Pusat, Telp. 021 – 31937639, 3162780, 39899634. Fax. 021-31924616. E-mail :
[email protected]. Website : www.dkj.or.id
1.1.3 Visi DKJ menjadi yang utama dalam mendukung pengembangan kehidupan kesenian.
1.1.4 Misi Aktif meningkatkan kehidupan kesenian, menggelar karya seni dan menyelenggarakan pendidikan kesenian yang berstandar tinggi.
1.1.5 Tujuan 1.
Meningkatkan partisipasi DKJ dalam pengembangan kehidupan kesenian.
2.
Meningkatkan keteraturan pergelaran karya seni berstandar tinggi yang
dapat dinikmati dan mampu menumbuhkan partisipasi masyarakat.
4.1.6
Aktivitas
1. Komite Teater Festival Teater Jakarta, pementasan grup teater, seminar dan diskusi teater, tontonan jakarta.
58
2.Komite Film Bulan film nasional, DVD DKJ Film Series, pemutaran film pendek, festival dan diskusi film, lokakarya penulisan skenario, lomba pembuatan film video. 3.Komite Musik Festival Gamelan kontemporer, pekan komponis, pementasan musik, lokakarya kritik, ceramah dan diskusi musik, festival musik,lomba paduan suara, festival keroncong. 4.Komite Sastra Sayembara novel, pesta sastra Jakarta, pembacaan puisi, pembacaan cerpen, diskusi dan ceramah sastra, ceramah kebudayaan, penilaian kumpulan puisi terbaik. 5.Komite Tari Gelar koreografi kota, kencan tari, next traces, pentas tari, pekan dan festival tari, workshop dan apresiasi tari, seminar dan diskusi tari. 6.Komite Seni Rupa Pameran tunggal, pameran bersama, diskusi dan ceramah seni rupa, penerbitan buku kritik, Jakarta Biennale, mata perempuan 3.
\
59
1.1.6
Struktur Organisasi
Pengurus DKJ 2006 – 2009
1.2
~ Ketua
: Marco Kusuma Wijaya
~ Sekretaris
: Jabatin Bangun
~ Ketua Bidang Umum
: M. Firman Ikhsan
~ Ketua Bidang Program
: M. Abduh Aziz
~ Ketua Bidang Administrasi / Keuangan
: Sari Madjid
Hasil Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode survei dan hasil penelitian diperoleh
melalui penyebaran kuesioner terhadap seluruh populasi yaitu 25 orang pegawai (responden) DKJ diPKJ TIM. Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal Berikut ini akan diuraikan hasil dan analisa data tentang efektifitas komunikasi antara pimpinan dengan pegawai DKJ di PKJ TIM. 1.2.1
Identitas Responden Dalam penelitian ini, identitas responden perlu dijelaskan untuk
mengetahui kepada siapa penelitian ini dilakukan. Identitas responden itu sendiri meliputi jenis kelamin, usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, dan lama bekerja.
60
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden n = 25 No.
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
1.
Laki – laki
20
80 %
2.
Perempuan
5
20 %
Jumlah
25
100%
Sumber : Kuesioner A no.1
Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden yang diteliti mayoritas responden berjenis kelamin laki – laki yaitu sebanyak 20 orang (80 %) dan hanya 5 orang (20 %) yang berjenis kelamin perempuan. Mayoritas karyawan yang berjenis kelamin laki – laki menunjukkan bahwa dalam hal perekrutan karyawan, manajemen Dewan Kesenian Jakarta turut mempertimbangkan pekerjaan – pekerjaan yang kerap seringkali memerlukan kondisi fisik yang kuat dan fit karena pekerjaan juga banyak berlangsung di luar kantor dengan jam kerja yang tidak tentu, kadang sampai dini hari maupun sampai harus menginap. Laki – laki tentunya lebih memiliki fleksibilitas dalam waktu bekerja di luar kantordibandingkan dengan perempuan.
61
Tabel 4.2 Usia Responden n = 25 No.
Usia
Frekuensi
Persentase
1.
20 – 29 tahun
2
8%
2.
30 – 39 tahun
6
24 %
3.
> 40 tahun
17
68 %
25
100%
Jumlah
Sumber : Kuisioner A no. 2
Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden yang diteliti terdapat 17 orang berusia > 40 tahun dengan persentase 68 %, 6 orang berusia 30 – 39 tahun dengan persentase 24 % dan 2 orang berusia 20 – 29 tahundengan persentase 8 %. Dengan demikian dapat diketahui bahwa mayoritas responden berada pada usia dewasa > 40 tahun yang produktif. Pada usia tersebut, seseorang sudah cukup matang dalam pengalaman hidup, berpikiran matang dan sudah cukup memiliki pengalaman kerja dibidangnya masing – masing.
62
Tabel 4.3 Status Perkawinan Responden n = 25
No. Status Perkawinan 1.
Frekuensi
Persentase
2
8%
Belum Menikah
2.
Menikah
23
92 %
3.
Jumlah
25
100 %
Sumber : Kuisioner A no. 3
Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden yang diteliti sebanyak 23 orang responden yang sudah menikah dengan persentase 92 % dan 2 orang belum menikah dengan persentase 8 %. Menurut salah seorang responden yang tidak mau disebutkan namanya dikatakan bahwa status perkawinan juga berpengaruh pada tingkat kematangan dan kedewasaan seseorang, termasuk dalam cara berpikir dan bertindak yang nantinya dapat mempengaruhi keefektifan komunikasi.
63
Tabel 4.4 Tingkat Pendidikan Responden n = 25
Tingkat Pendidikan
Frekuensi
Persentase
1.
SMU / Sederajat
4
16%
2.
S1
13
52%
3.
S2
8
32%
Jumlah
25
100%
No.
Sumber : Kuisioner A no. 4
Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh keterangan bahwa mayoritas dari 25 responden yang diteliti terdapat 13 orang yang berpendidikan S1 dengan persentase tertinggi 52%, berpemdidikan S2 dengan persentase 32% dan 4 orang responden dengan persentase 16% berpendidikan SMU/sederajat. Dengan lebih banyaknya responden yang berpendidikan S1, diharapkan komunikasi yang terjadi berjalan secara efektif dan dua arah. Menurut salah seorang responden yang tidak mau disebutkan namanya itu mengatakan bahwa tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap cara seseorang berkomunikasi, sampai dengan cara mereka menghadapi suatu masalah yang berkaitan dengan pekerjaan.
64
Tabel 4.5 Lama Bekerja Responden n = 25 Lama Bekerja
Frekuensi
Persentase
1.
< 1 tahun
0
0
2.
1 – 3 tahun
25
100%
3.
Jumlah
25
100%
No.
Sumber : Kuisioner A no.5
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh keterangan bahwa mayoritas dari 25 responden sudah bekerja selama 1 – 5 tahun sebanyak 25 orang dengan persentase 100% dan yang bekerja < 1 tahun 0% atau tak ada. Hal ini ditunjukkan DKJ bahwa keseluruhan responden merupakan karyawan yang loyal dan kerasan bekerja karena masa kepengurusan per periode DKJ adalah 3 tahun sekali dari periode DKJ 2006 – 2009.
65
1.2.2
Efektivitas Komunikasi antara Pimpinan dengan Karyawan Dewan Kesenian Jakarta Efektivitas komunikasi antara pimpinan dengan karyawan Dewan
Kesenian Jakarta di dalam penelitian ini mengacu pada adaptasi De Vito yang menyebutkan bahwa ada lima kualitas yang mempengaruhi efektivitas komunikasi interpersonal, yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap positif (positiveness), dukungan (supportiveness), dan kesamaan (equality). 1.2.2.1 Keterbukaan (openness) Tabel 4.6 Keterbukaan Adalah Sikap Saling Terbuka antara Komunikan Melangsungkan Komunikasinya n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
18
72%
2.
Setuju
7
28%
3.
Biasa saja
0
0
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
Jumlah
25
100%
Sumber : Kuisioner B no. 1 Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh keterangan bahwa mayoritas responden sebanyak 72% menjawab sangat setuju dan 28% menjawab setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mereka semua setuju dan memiliki pemahaman yang sama
66
terhadap pengertian dari keterbukaan (openness), yaitu sikap saling terbuka diantara pelaku komunikasi dalam melangsungkan komunikasinya artinya kesamaan pemahaman keterbukaan daripada responden dapat menjadikan suatu komunikasi yang efektif. Tabel 4.7 Ada Sikap Terbuka antara Pimpinan pada Karyawannya n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
17
68%
3.
Biasa Saja
8
32%
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
Jumlah
25
100%
Sumber : Kuisioner B no. 2
Menurut tabel 4.7, dari 25 responden terdapat 68% responden yang menjawab setuju, hal ini menunjukkan bahwa antara pimpinan dan karyawan terdapat suasana keterbukaan tentang hal – hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Sedangkan 32% responden yang menjawab biasa saja menunjukkan bahwa keterbukaan itu tidak muncul, khususnya sikap terbuka dari pimpinan kepada karyawannya.
67
Tabel 4.8 Ada Sikap Saling Terbuka antar Pimpinan n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat setuju
12
48%
2.
Setuju
13
52%
3.
Biasa Saja
0
0
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
Jumlah
25
100%
Sumber : Kuisioner B no. 3
Berdasarkan tabel 4.8 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden, diperoleh nilai persentase 52% yang menyatakan sangat setuju dan 48% persen setuju. Hal ini berarti bahwa sikap saling terbuka antar pimpinan sering dilancarkan di dalam komunikasi sehari – hari. Dengan sikap saling terbuka antar pimpinan dapat mengetahui apa yang dialami antar pimpinan ketika sedang bekerja dan antar pimpinan dapat secara langsung menginformasikan hal – hal yang berkaitan dengan pekerjaan tanpa ada yang disembunyikan.
68
Tabel 4.9 Ada Sikap Saling Terbuka antara Karyawan dengan Karyawan n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
17
68%
2.
Setuju
8
32%
3.
Biasa Saja
0
0
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
25
100%
Jumlah Sumber : Kuisioner B no. 4
Berdasarkan tabel 4.9 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden, mayoritas responden yaitu 68% menjawab sangat setuju dan 32% menjawab setuju. Hal ini berarti bahwa sebagian besar karyawan menyadari bahwa keterbukaan itu penting bagi terwujudnya komunikasi internal yang efektif. Berdasarkan tabel 4.9 juga menyatakan bahwa tidak ada responden yang menjawab biasa saja, tidak setuju apa lagi sangat tidak setuju.
69
Tabel 4.10 Ada Sikap Terbuka antara Karyawan dengan Pimpinan n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
9
36%
2.
Setuju
16
64%
3.
Biasa Saja
0
0
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
25
100%
Jumlah Sumber : Kuisioner B no. 5
Berdasarkan tabel 4.10 diperoleh keterangan bahwa sebagian besar dari 25 responden yaitu 64% menjawab setuju dan 36 responden (36%) menjawab sangat setuju. Tidak ada responden yang memilih jawaban biasa saja, tidak setuju ataupun sangat tidak setuju. Hal ini berarti bahwa semua karyawan mementingkan keterbukaan terhadap pimpinan agar terjalin komunikasi dua arah yang efektif sehingga dapat juga menjadikan suatu pencapaian komunikasi yang baik.
70
1.2.2.2 Empati (Empathy) Tabel 4.11 Empati adalah Kemampuan Memproyeksikan Dirinya Pada Peran Orang Lain n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentasi
1.
Sangat Setuju
1
4%
2.
Setuju
24
96%
3.
Biasa Saja
0
0
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
Jumlah
25
100%
Sumber : Kuisioner B no. 6
Berdasarkan tabel 4.11 diperoleh keterangan bahwa sebagian besar dari 25 responden yaitu 96% menjawab setuju dan 1 responden menjawab sangat (4%) setuju. Hal ini berarti bahwa semua karyawan memiliki pengertian yang sama terhadap
arti
dari
empati,
yaitu
berarti
kemampuan
seseorang
untuk
memproyeksikan dirinya dalam peran orang lain. Berdasarkan tabel 4.11 juga tidak ada responden yang memilih jawaban biasa saja, tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
71
Tabel 4.12 DKJ Berempati Kepada Responden Ketika Ada Masalah dalam Pekerjaan n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
12
48%
3.
Biasa Saja
9
36%
4.
Tidak Setuju
4
16%
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
Jumlah
25
100%
Sumber : Kuisioner B no. 7
Berdasarkan data yang disajikan di tabel 4.12 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden, diperoleh nilai persentase tertinggi yaitu 48% yang menyatakan setuju terhadap pernyataan bahwa perusahaan berempati ketika ada masalah dalam pekerjaan, 36%nya menyatakan biasa saja dan 16% responden menjawab tidak setuju. Hal ini berarti bahwa mayoritas responden atau karyawan menyatakan bahwa DKJ menunjukkan empatinya ketika ada masalah dengan pekerjaan. Menurut salah seorang responden yang menjawab tidak setuju dan tidak mau disebutkan namanya itu menganggap DKJ kurang berempati kepada karyawannya karena ketika ada masalah dalam pekerjaan karyawan dituntut untuk
72
memperbaikinya hingga selesai meski dengan keterbatasan waktu, misalnya ketika materi laporan pertanggungjawaban harus diserahkan keesokan harinya. Berdasarkan tabel ini juga dapat dilihat bahwa tidak ada responden yang menjawab sangat setuju dan sangat tidak setuju. Tabel 4.13 Empati yang Diberikan Sesuai dengan Harapan Anda n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
10
40%
3.
Biasa Saja
10
40%
4.
Tidak Setuju
5
20%
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
25
100%
Jumlah Sumber : Kuisioner B no. 8
Berdasarkan data yang disajikan oleh tabel 4.13 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden, diperoleh nilai persentase yang sama antara responden yang menjawab setuju dan biasa saja yaitu sebanyak 40% responden. Sedangkan sisanya yaitu 20% responden memilih menjawab tidak setuju terhadap pernyataan tentang kesesuaian empati dengan harapan responden. Hal ini berarti bagi mayoritas responden (40%) menyatakan bahwa empati yang diberikan sesuai dengan harapan responden. Sedangkan bagi 20% responden
73
yang memilih jawaban tidak setuju beranggapan bahwa empati tidak sesuai dengan harapannya karena terkadang responden mendapat teguran yang tidak sepantasnya apabila ada isu yang menimpanya. Berdasarkan tabel ini juga didapat keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab sangat setuju atau sangat tidak setuju.
Tabel 4.14 DKJ Berempati kepada Responden Ketika Tidak Ada Masalah Dalam Pekerjaan n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
10
40%
3.
Biasa Saja
10
40%
4.
Tidak Setuju
5
20%
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
Jumlah
25
100%
Sumber : Kuisioner B no. 9
Berdasarkan tabel 4.14 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden terdapat nilai persentase yang sama yaitu 40% antara responden yang menjawab setuju dan biasa saja terhadap pernyataan DKJ berempati kepada responden ketika tidak ada masalah dalam pekerjaan. Sedangkan sebanyak 20% menjawab tidak
74
setuju terhadap pernyataan tersebut diatas karena menurutnya mentang – mentang tidak ada masalah dalam pekerjaan bukan berarti empati DKJ tidak diprioritaskan. Hal ini berarti bahwa mayoritas responden beranggapan bahwa DKJ berempati kepada responden ketika tidak ada masalah dalam pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan berempati yang baik dapat meningkatkan efektifitas komunikasi. Dengan demikian diperoleh keterangan bahwa tidak ada responden yang memilih jawaban sangat setuju dan sangat tidak setuju.
Tabel 4.15 Sikap Positif adalah Segala Macam Tindakan yang Baik dan Benar Kepada Diri Sendiri dan Orang Lain n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
5
20%
2.
Setuju
20
80%
3.
Biasa Saja
0
0
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
Jumlah
25
Sumber : Kuisioner B no. 10
75
100%
Berdasarkan tabel 4.15 diperoleh keterangan bahwa sebagian besar dari 25 responden yaitu 80% menjawab setuju dan 5 responden (20%) menjawab sangat setuju. Hal ini berarti bahwa semua karyawan memiliki pengertian yang sama terhadap arti dari sikap positif yaitu segala tindakan yang baik dan benar kepada diri sendiri dan orang lain. Berdasarkan tabel 4.15 tidak ada responden yang memilih jawaban biasa saja, tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
4.16 DKJ Bersikap Positif Terhadap Responden n = 25 No. Kategori jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
22
88%
3.
Biasa Saja
3
12%
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak setuju
0
0
Jumlah
25
100%
Sumber : Kuisioner B no. 11
Berdasarkan tabel 4.16 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden, terdapat sebanyak 88% responden yang menjawab setuju dan 12% menjawab biasa saja. Hal ini menyatakan bahwa DKJ cukup menunjukkan sikap yang positif
76
terhadap karyawannya, hanya sebagian kecil yang menganggap DKJ kurang memberi sikap positif yang sifatnya membangun. berprasangka buruk terhadap DKJ. Berdasarkan tabel ini juga diperoleh keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab sangat setuju, tidak setuju apalagi sangat tidak setuju.
Tabel 4.17 Responden Bersikap Positif Terhadap DKJ n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
20
80%
3.
Biasa Saja
5
20%
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
25
100%
Jumlah Sumber : Kuisioner B no. 12
Berdasarkan keterangan yang diperoleh di tabel 4.17 terdapat sebanyak 80% dari 25 responden yang menjawab setuju dan 20% menjawab biasa saja. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan cukup bersikap positif terhadap DKJ, hanya sebagian kecil yang menganggap karyawan kurang memberi sikap positif yang sifatnya membangun.
77
Berdasarkan tabel ini juga didapat keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab sangat setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju.
Tabel 4.18 Ada Sikap Positif Berupa Pujian dari Pimpinan kepada Karyawan n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
23
92%
3.
Biasa Saja
2
8%
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
25
100%
Jumlah Sumber : Kuisioner B no. 13
Berdasarkan tabel 4.18 menunjukkan bahwa dari 25 responden, mayoritas responden yaitu dengan persentase 92% menjawab setuju dan sisanya yaitu 8% menjawab biasa saja. Hasil ini mendukung pernyataan bahwa pimpinan suka memberikan sikap positif berupa pujian kepada karyawan artinya sikap positif akan menciptakan citra pribadi dan membuat karyawan merasa lebih baik. Dengan demikian tidak ada responden yang menjawab sangat setuju, tidak setuju ataupun sangat tidak setuju. Tabel 4.19
78
Ada Sikap Positif Berupa Penghargaan dari Pimpinan kepada Karyawan n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
16
64%
3.
Biasa Saja
9
36%
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
25
100%
Jumlah Sumber : Kuisioner B no. 14
Berdasarkan data yang disajikan oleh tabel 4.19 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden, diperoleh nilai persentase tertinggi pada jawaban setuju yaitu sebanyak 64% dan 36% menjawab biasa saja. Menurut salah seorang responden yang tidak mau disebutkan namanya itu menyatakan bahwa ada sikap positif berupa penghargaan yang diberikan pimpinan kepada karyawannya yaitu berupa bonus per bulan dan makan – makan bersama di luar kantor ketika program kerja sukses semua. Dengan demikian tidak ada responden yang menjawab sangat setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju.
79
Tabel 4.20 Ada Sikap positif Karyawan Pada Pimpinan Terhadap Pemberian Sanksi n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi
Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
21
84%
3.
Biasa Saja
4
16%
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
Jumlah
25
100%
Sumber : Kuisioner B no. 15
Berdasarkan data yang disajikan di tabel 4.20 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden, diperoleh nilai persentase tertinggi yaitu sebanyak 84% yang menyatakan setuju, 16% menjawab biasa saja. Hal ini menunjukkan bahwa ada sikap positif karyawan pada pimpinan terhadap pemberian sanksi kepada pelanggar aturan. Berdasarkan tabel ini juga diperoleh keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab sangat setuju, tidak setuju maupun sangat tidak setuju.
80
1.2.2.3 Dukungan (supportiveness) Tabel 4.21 Dukungan Komunikasi adalah kegiatan komunikasi yang baik Memberikan Respon Pesan Informasi yang baik n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
3
12%
2.
Setuju
22
88%
3.
Biasa saja
0
0
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
25
100%
Jumlah Sumber : Kuisioner B no. 16
Berdasarkan tabel 4.21 diperoleh keterangan bahwa sebagian besar dari 25 responden yaitu 88% menjawab setuju dan 3 responden (12%) menjawab sangat setuju. Hal ini berarti bahwa semua karyawan memiliki pengertian yang sama terhadap arti dari dukungan komunikasi yaitu tindakan kegiatan komunikasi yang baik dalam memberikan respon pesan informasi yang juga baik artinya dapat memudahkan berjalannya komunikasi yang efektif karena mayoritas karyawan memiliki pengertian yang sama terhadap arti dari dukungan komunikasi. Berdasarkan tabel ini juga tidak ada responden yang memilih jawaban biasa saja, tidak setuju ataupun sangat tidak setuju.
81
Tabel 4.22 Ada Dukungan Komunikasi dari Pimpinan Kepada karyawan n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
7
28%
2.
Setuju
13
52%
3
Biasa Saja
5
20%
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
Jumlah
25
100%
Sumber : Kuisioner B no. 17
Berdasarkan data yang disajikan di tabel 4.22 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden, diperoleh nilai persentase tertinggi yaitu sebanyak 52% yang menyatakan setuju bahwa ada dukungan komunikasi yang diberikan pimpinan kepada karyawannya, 28% menjawab sangat setuju dan 20% menjawab biasa saja. Hal ini menunjukkan bahwa pimpinan cukup memberikan dukungan komunikasi tapi kurang maksimal menurut salah seorang responden karena masih ada 20% responden yang menjawab biasa saja. Berdasarkan tabel ini juga diperoleh keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju.
82
Tabel 4.23 Karyawan Memberikan Dukungan Komunikasi kepada Pimpinannya n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
9
36%
2.
Setuju
10
40%
3.
Biasa saja
6
24%
4.
Tidak setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
Jumlah
25
100%
Sumber : Kuisioner B no. 18
Berdasarkan tabel 4.22 diperoleh keterangan dari 25 responden bahwa 40% menjawab setuju dengan pernyataan bahwa karyawan juga memberikan dukungan komunikasi kepada pimpinan misalnya dalam penentuan kebijakan baru, 36% menjawab sangat setuju dan hanya 24% responden menjawab biasa saja, karena mereka kurang setuju dengan dengan kebijakan atau peraturan baru yang dikeluarkan pimpinan, misalnya ketika jam masuk kerja dimajukan satu jam menjadi pukul 08:00 pagi, karena hal ini dinilai memberatkan karyawan khususnya yang rumahnya jauh dari kantor. Berdasarkan tabel ini juga didapat keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju.
83
Tabel 4.23 Antar Pimpinan saling memberikan Dukungan Komunikasi dalam Membuat Kebijakan n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
4
16%
2.
Setuju
12
48%
3.
Biasa Saja
9
36%
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak setuju
0
0
25
100%
Jumlah Sumber : Kuisioner B no. 19
Berdasarkan tabel 4.23 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden, 48% menjawab setuju dengan pernyataan bahwa antar pimpinan saling memberikan dukungan komunikasi dalam membuat kebijakan, 36% menjawab biasa saja dan 16% menjawab sangat setuju. Hal ini menunjukkan bahwa antar pimpinan cukup memberikan dukungan komunikasinya dalam membuat kebijakan akan tetapi kurang optimal. Berdasarkan tabel ini juga diperoleh keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju.
84
Tabel 4.24 Antar Karyawan Saling Memberikan dukungan Komunikasi Dalam memperlancar pekerjaan n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
5
20%
2.
Setuju
16
64%
3.
Biasa Saja
4
16%
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
25
100%
Jumlah Sumber : Kuisioner B no. 20
Berdasarkan data yang disajikan tabel 4.24 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden, diperoleh nilai persentase tertinggi yaitu sebanyak 64% yang menyatakan setuju bahwa antar karyawan saling memberikan dukungan komunikasinya dalam memperlancar pekerjaan, 20% menjawab sangat setuju dan 16% menjawab biasa saja. Hal ini menunjukkan bahwa antar karyawan cukup saling memberikan dukungan komunikasinya dalam memperlancar pekerjaan tapi kurang maksimal. Berdasarkan tabel ini juga diperoleh keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju.
85
1.2.2.4 Kesamaan (equality) Tabel 4.25 Kesamaan adalahSeragamnya Bentuk Komunikasi, Latar Belakang atau Budaya n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
25
100%
3.
Biasa Saja
0
0
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
Jumlah
25
100%
Sumber : Kuisioner B no. 21
Menurut tabel 4.25 ternyata diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden, semua responden yaitu 100% menjawab setuju. Hal ini berarti bahwa semua karyawan memiliki pemahaman yang sama akan pengertian dari kesamaan (equality) yaitu unsur kesamaan yang dimiliki pihak – pihak yang berkomunikasi. Artinya kesamaan pemahaman dalam pemahaman tentang kesamaan (equality) tersebut dari seluruh responden akan dapat menjadikan suatu jalannya komunikasi yang efektif dan berdasarkan tabel 4.25 tidak ada satupun responden yang memilih biasa saja, tidak setuju dan sangat tidak setuju.
86
Tabel 4.26 Ada Unsur Kesamaan Karakteristik yang Dimiliki pihak yang Terlibat Komunikasi n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
14
56%
3.
Biasa Saja
11
44%
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
Jawaban
25
100%
Sumber : Kuisioner B no. 22
Berdasarkan tabel 4.26 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden, 56% menjawab setuju dengan pernyataan bahwa adanya unsur kesamaan karakteristik yang dimiliki pihak – pihak yang terlibat komunikasi dan 44% menjawab biasa saja. Berdasarkan tabel ini juga didapat keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab sangat setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Pernyataan di atas berarti bahwa sebagian besar responden setuju bahwa terdapat unsur kesamaan karakteristik yang dimiliki pihak – pihak yang terlibat komunikasi.
87
Tabel 4.27 Adanya Kesamaan Bahasa Komunikasi antar Anggota Dewan Kesenian Jakarta n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
16
64%
3.
Biasa Saja
9
36%
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
Jumlah
25
100%
Sumber : Kuisioner B no. 23
Menurut tabel 4.27 diperoleh keterangan bahwa sebagian besar dari 25 responden yaitu sebanyak 64% responden memilih jawaban setuju dan 36% memilih biasa saja. Sebagian besar karyawan berkomunikasi menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar ketika dalam situasi formal, tapi terkadang bahasa daerah masih digunakan dalam percakapan sehari – hari sesuai daerah asalnya masing – masing, seperti bahasa betawi, jawa dan sunda. Berdasarkan tabel ini juga didapat keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab sangat setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Pernyataan diatas berarti bahwa sebagian besar responden setuju bahwa terdapat kesamaan bahasa antar anggota Dewan Kesenian Jakarta.
88
Tabel 4.28 Sering Terjadi Kesalahpahaman dalam Menyampaikan Informasi n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
0
0
3.
Biasa Saja
4
16%
4.
Tidak Setuju
14
56%
5.
Sangat Tidak Setuju
7
28%
25
100%
Jumlah Sumber : Kuisioner B no. 24
Berdasarkan tabel 4.28 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden, sebagian besar responden yaitu 56% menjawab tidak setuju, 28% menjawab sangat tidak setuju dan 16% responden menjawab biasa saja. Hal ini berarti bahwa konflik atau kesalahpahaman jarang terjadi di internal Dewan Kesenian Jakarta. Berdasarkan tabel ini juga didapat keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab sangat setuju dan setuju. Hal ini berarti bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa di dalam Dewan Kesenian Jakarta jarang dan hampir tidak pernah terjadi kesalahpahaman dalam penyampaian informasi.
89
Tabel 4.29 Adanya kesamaan makna komunikasi antar anggota Dewan Kesenian Jakarta n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat setuju
0
0
2.
Setuju
14
56%
3.
Biasa Saja
11
44%
4.
Tidak setuju
0
0
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
25
100%
Jumlah Sumber : Kuisioner B no. 25
Menurut tabel 4.29 diperoleh keterangan bahwa sebagian besar dari 25 responden yaitu sebanyak 56% responden memilih jawaban setuju dan 44% memilih biasa saja. Hal ini berarti sebagian besar karyawan ada kesamaan makna dalam komunikasi antar anggota Dewan Kesenian Jakarta yang digunakan dalam percakapan sehari – hari. Berdasarkan tabel ini juga didapat keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab sangat setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Pernyataan diatas berarti bahwa sebagian besar responden setuju bahwa terdapat kesamaan makna dalam komunikasi antar anggota Dewan Kesenian Jakarta.
90
Tabel 4.30 Sering Terjadi Kesalahpahaman dalam Pesan Informasi karena Perbedaan Bahasa n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Tidak Setuju
0
0
2.
Setuju
0
0
3.
Biasa Saja
0
0
4.
Tidak Setuju
18
72%
5.
Sangat Tidak Setuju
9
28%
Jawaban
25
100%
Sumber : Kuisioner B no. 26
Berdasarkan data yang disajikan di tabel 4.30 diperoleh keterangan bahwa sebagian besar dari 25 responden yaitu sebanyak 72% menjawab tidak setuju dan sisanya 28% menjawab sangat tidak setuju terhadap pernyataan bahwa sering terjadi kesalahpahaman dalam pesan informasi karena perbedaan bahasa. Berdasarkan tabel ini juga didapat keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab sangat setuju, setuju dan biasa saja.
91
Tabel 4.31 Ada Kesamaan Latar Belakang Suku Budaya antara Anggota Dewan Kesenian Jakarta n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
9
36%
3.
Biasa saja
16
64%
4.
Sangat Tidak setuju
0
0
5.
Tidak Setuju
0
0
Jumlah
21
100%
Sumber : Kuisioner B no. 27
Menurut tabel 4.31 diperoleh keterangan bahwa sebanyak 64% dari 25 responden menjawab biasa saja dan 36% menjawab setuju terhadap pernyataan bahwa ada kesamaan latar belakang suku budaya antara anggota Dewan Kesenian Jakarta. Hal ini berarti bahwa ada keanekaragaman latar belakang suku budaya antar responden, antara lain ada orang betawi, jawa dan sunda yang berarti perbedaan latar belakang suku budaya itu dapat membuat teradaptasinya komunikasi yang efektif. Berdasarkan tabel ini juga didapat keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab sangat setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju
92
Tabel 4.32 Sering Terjadi Kesalahpahaman karena Perbedaaan Latar Belakang Suku Budaya n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
0
0
3.
Biasa Saja
8
32%
4.
Tidak setuju
17
68%
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
Jumlah
25
100%
Sumber : Kuisioner B no. 28
Berdasarkan data yang disajikan di tabel 4.32 diperoleh keterangan bahwa dari 25% responden terdapat mayoritas responden yang menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 68% dan sisanya 32% menjawab biasa saja. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak benar kalau sering terjadi kesalahpahaman karena perbedaan latar belakang suku budaya akan membentuk karakter yang berbeda – beda pula. Tapi perbedaan ini tidak sampai membuat konflik atau kesalahpahaman artinya dapat menjadikan komunikasi yang efektif. Berdasarkan tabel ini juga diperoleh keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab sangat setuju, setuju dan sangat tidak setuju.
93
Tabel 4.33 Latar Belakang Agama Membuat Persamaan Makna dalam Komunikasi Antar Anggota DKJ n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
16
64%
3.
Biasa Saja
8
36%
4.
Tidak Setuju
0
0
5.
Sangat Tidak setuju
0
0
Jumlah
25
100%
Sumber : Kuisioner B no. 29 Menurut tabel 4.33 diperoleh keterangan bahwa sebanyak 64% dari 25 responden menjawab setuju dan sisanya 36% responden memilih biasa saja. Sebagian besar anggota Dewan Kesenian Jakarta menyatakan bahwa latar belakang agama membuat persamaan makna dalam komunikasi antar anggota Dewan Kesenian Jakarta sesuai dengan agamanya artinya dapat memudahkan jalannya komunikasi yang efektif. Berdasarkan tabel ini juga didapat keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab sangat setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Pernyataan diatas berarti bahwa sebagian besar responden setuju bahwa latar belakang agama membuat persamaan makna dalam komunikasi antar anggota Dewan Kesenian Jakarta.
94
Tabel 4.34 Sering Terjadi Kesalahpahaman Komunikasi karena Perbedaan Latar Belakang Agama n = 25 No. Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1.
Sangat Setuju
0
0
2.
Setuju
0
0
3.
Biasa Saja
8
32%
4.
Tidak setuju
17
68%
5.
Sangat Tidak Setuju
0
0
25
100%
Jumlah Sumber : Kuisioner B no. 30
Berdasarkan data yang disajikan di tabel 4.34 diperoleh keterangan bahwa dari 25 responden terdapat mayoritas responden yang menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 68% dan sisanya 32% menjawab biasa saja. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak benar kalau sering terjadi kesalahpahaman karena perbedaan latar belakang agama. Hanya sebagian kecil yang menyatakan biasa saja, karena peerbedaan latar belakang agama juga akan membentuk karakter seseorang jadi berbeda pula. Tapi perbedaan ini tidak sampai membuat konflik atau kesalahpahaman. Berdasarkan tabel ini juga diperoleh keterangan bahwa tidak ada responden yang menjawab sangat setuju, setuju dan sangat tidak setuju.
95
Kemudian, untuk mengetahui secara keseluruhan nilai atau score rata – rata per variabel dapat dihitung dengan rumus weight mean score yang dapat dilihat pada tabel 4.35 berikut ini :
Tabel 4.35 Skor Rata – Rata Efektivitas Komunikasi antara Pimpinan dan Karyawan Dewan Kesenian Jakarta n = 25 Efektivitas Komukasi Internal
5
4
3
2
1
%
Keterbukaan adalah sikap saling terbuka 18
7
0
0
0
94%
No.
Keterbukaan (openness) 1.
diantara pelaku komunikasi 2.
Ada
sikap
saling
terbuka
antara
0
17
8
0
0
73%
3.
Ada sikap saling terbuka antar pimpinan
12
13
0
0
0
89%
4.
Ada
antara
17
8
0
0
0
93%
Ada sikap terbuka antara karyawan
9
16
0
0
0
87%
pimpinan dengan karyawannya
sikap
saling
terbuka
karyawan dengan karyawan 5.
dengan pimpinan 80%
Empati (empathy) 6.
Empati adalah kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya dalam peran orang lain
96
1
24
0
0
0
7.
Dkj berempati dengan anda ketika ada
0
12
9
4
0
65%
0
10
10
5
0
59%
0
10
10
5
0
59%
5
20
0
0
0
84%
masalah dalam pekerjaan 8.
Empati yang diberikan sesuai dengan harapan anda
9.
DKJ berempati kepada anda ketika tidak ada masalah dalam pekerjaan Sikap Positif (positiveness)
10.
Sikap positif adalah segala macam tindakan yang baik dan benar kepada diri sendiri dan orang lain
11.
DKJ bersikap positif terhadap anda
0
22
3
0
0
77%
12.
Anda juga bersikap positif terhadap
0
20
5
0
0
76%
0
23
2
0
0
77%
0
16
9
0
0
72%
0
21
4
0
0
76%
DKJ 13.
Ada sikap positif berupa pujian yang diberikan pimpinan kepada karyawan
14.
Ada sikap positif berupa penghargaan yang
diberikan
pimpinan
kepada
karyawan 15.
Ada
sikap
positif
karyawan
pada
pimpinan terhadap pemberian sanksi pelanggar aturan
97
Dukungan Komunikasi 16.
Dukungan komunikasi adalah tindakan
3
22
0
0
0
82%
7
13
5
0
0
81%
9
10
6
0
0
82%
4
12
9
0
0
95%
5
16
4
0
0
80%
0
25
0
0
0
80%
0
14
11
0
0
70%
kegiatan komunikasi yang baik dalam memberikan respon pesan informasi yang juga baik
17.
Ada
dukungan
komunikasi
yang
diberikan pimpinan kepada karyawan 18.
Karyawan juga memberikan dukungan komunikasi kepada pimpinan
19.
Antar pimpinan saling memberikan dukungan komunikasi dalam membuat kebijakan
20.
Antar karyawan saling memberikan dukungan komunikasi dalam memperlancar pekerjaan Kesamaan (equality)
21.
Kesamaan
adalah
serupa
atau
seragamnya bentuk komunikasi, latar belakang atau budaya 22.
Adanya unsur kesamaan karakteristik yang dimiliki pihak – pihak yang terlibat komunikasi
98
23.
Adanya kesamaan bahasa komunikasi
0
16
9
0
0
72%
0
0
4
14
7
81%
0
14
11
0
0
70%
0
0
0
18
7
85%
0
9
16
0
0
66%
0
0
8
17
0
73%
0
16
8
0
0
72%
0
0
8
17
0
73%
antar anggota Dewan Kesenian Jakarta 24.
Sering terjadi kesalahpahaman dalam menyampaikan informasi
25.
Adanya
kesamaan
komunikasi
antar
makna
dalam
anggota
Dewan
Kesenian Jakarta
26.
Sering terjadi kesalahpahaman dalam pesan
informasi
karena
perbedaan
bahasa 27.
Ada kesamaan latar belakang suku budaya antara anggota DKJ
28.
Sering terjadi kesalahpahaman karena perbedaan latar belakang suku budaya
29.
Latar
belakang
agama
membuat
persamaan makna dalam komunikasi antar anggota DKJ 30.
Sering komunikasi
terjadi karena
kesalahpahaman perbedaan
belakang agama
99
latar
Berdasarkan tabel 4.35 dapat dilihat skor efektivitas komunikasi internal Dewan Kesenian Jakarta di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail marzuki yaitu total skor jawaban responden adalah 2323 didapat dari 30 pertanyaan.
Max
= Jumlah responden x Jumlah item x 5 = 25 x 30 x 5 = 3.750
Min
= Jumlah responden x Jumlah item x 1 = 25 x 30 x 1 = 750
Min 750
Q1
Q2
X
Q3
1.500
2.250
2323
3000
Max
3.750 Hasil diatas didapatkan dari perhitungan sebagai berikut : Q1
= 3.750 – 750 + 750
= 1.500
4 Q2
= 3.750 – 750 + 750
= 2.250
2 Q3
= 3.750 – 750 + 750
= 2323
4 Berdasarkan jawaban diatas nilai total skor mendekati quartil ketiga (Q3), maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa efektivitas komunikasi internal Dewan Kesenian Jakarta di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail marzuki adalah adalah baik atau positif.
100
1.3
Pembahasan Komunikasi yang efektif mempunyai peranan yang amat penting dalam suatu organisasi atau perusahaan demi tercapainya tujuan. Komunikasi yang terjadi didalam organisasi adalah komunikasi internal. Fungsi komunikasi internal itu sendiri adalah penyampaian informasi yang diharapkan dapat menciptakan saling pengertian (mutual understanding) dan kerjasama antara anggota organisasi atau perusahaan. Atau dengan kata lain yaitu untuk mempererat hubungan antara atasan dengan bawahan, antar sesama karyawan maupun dengan semua yang terlibat dalam publik internal. Karyawan memiliki kebutuhan informasi dan keinginan untuk mengetahui tugas – tugasnya dan mengerti seluruh tujuan dan strategi organisasi. Keterbukaan dan kejujuran harus dibangun oleh pimpinan dan harus diteerima oleh setiap bawahan. Komunikasi dari manajemen – karyawan, karyawan ke-manajemen harus dibangun atas dasar kepercayaan untuk membangun semangat kerja demi kemajuan organisasi. Organisasi harus selalu memberikan informasi tentang program – program organisasi, masalah yang dihadapi organisasi, perubahan yang dilakukan beserta alasannya atau segala hal yang menarik minat karyawan. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas komunikasi antara pimpinan dan karyawan Dewan Kesenian Jakarta, dapat dilihat melalui data hasil penyebaran kuisioner kepada karyawan (responden) Dewan Kesenian Jakarta berdasarkan indikator yang mempengaruhi efektivitas komunikasi interpersonal menurut Joseph De Vito, yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap positif (positiveness), dukungan (supportiveness) dan kesamaan (equality).
101
A.Keterbukaan (openess) Berdasarkan hasil penelitian dengan skor rata-rata 73% - 94% , diperoleh keterangan bahwa didalam lembaga DKJ terdapat sikap saling terbuka. Sikap keterbukaan dalam komunikasi antar personal ditunjukkan melalui dua aspek yaitu: (1) kita harus terbuka pada orang – orang yang berinteraksi dengan kita; (2) kemauan memberikan tanggapan kepada orang lain dengan jujur dan terus terang tentang segala sesuatu yang dikatakannya, begitu juga sebaliknya. Sikap terbuka (open mindedness) sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Pimpinan organisasi seyogyanya dapat memfasilitasi kondisi munculnya keterbukaan. 1 Sehingga dapat dianalisa yaitu bahwa dengan sikap saling terbuka yang sering dilancarkan antar pimpinan dan karyawan akan dapat mengetahui apa yang dialami antar pimpinan dan karyawan ketika pada pekerjaan dapat secara langsung menginformasikan hal – hal yang berkaitan dengan pekerjaan DKJ tanpa ada yang disembunyikan. Hal ini berarti bahwa pimpinan dan karyawan menyadari bahwa keterbukaan itu penting dalam penciptaan suasana kerja yang dialogis agar terwujudnya komunikasi internal yang efektif. Kualitas keterbukaan mengacu pada tiga aspek dari komunikasi interpersonal, yaitu: (1) komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidak berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya. Harus ada kesediaan membuka diri untuk mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan dan 1
Joseph De Vito , The Interpersonal Communication Book, 1986, hal. 260
102
asalkan pengungkapan diri ini patut. Aspek keterbukaan (2) mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Aspek (3) menyangkut ‘kepemilikan‘ perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah milik anda dan anda bertanggung jawab atasnya.2 Dari 25 responden pada dimensi keterbukaan menyatakan bahwa karyawan bersikap cukup positif terhadap keterbukaan (openess) DKJ dalam menyampaikan informasi kepada karyawan melalui rapat dan media komunikasi internal seperti news letter, kalender acara, announcement board, telepon, dan inter memo. Dan hal ini sesuai dengan fungsi komunikasi internal yaitu penyampaian informasi yang jelas dan mampu menciptakan saling memahami antar karyawan. Hasil wawancara menurut salah satu anggota DKJ divisi Teater beranggapan bahwa komunikasi yang efektif dengan karyawan yaitu melalui kegiatan internal. Kegiatan ini disesuaikan dengan anggaran serta waktu pelaksanaan acara yang tidak menggangu aktivitas DKJ dalam menjalankan program kerja eksternal. Dalam setiap kegiatan internal dibuat acara – acara yang menarik perhatian karyawan seperti penghargaan dan performing art . Masing – masing divisi mengadakan meeting setiap harinya dan pada setiap jumat pagi setiap divisi mengirimkan perwakilannya untuk meeting dan inter memo yang diberikan ke semua divisi mengenai acara – acara yang akan dilaksanakan di DKJ melalui e-mail, familly gathering, employee gathering yang diadakan setiap setahun sekali, halal bi halal sebagai rasa kekeluargaan dan news 2
Joseph De Vito, The Interpersonal Communication Book, 1986, hal. 260
103
letter dibuat sebulan sekali yang isinya mengenai informasi DKJ seperti info karyawan baru termasuk kuantitas dan kualitas program acara karena informasi tersebut berpengaruh terhadap pelayanan ke khalayak penikmat seni. B.Perilaku Suportif (Supportiveness) Berdasarkan hasil penenlitian dengan skor rata-rata 80% - 95%, diperoleh keterangan bahwa didalam lembaga DKJ terdapat sikap saling mendukung (supportiveness). Perilaku suportif yang diberikan karyawan merupakan wujud dari keberhasilan DKJ dalam melaksanakan komunikasi yang efektif. Hal ini terbukti dengan perhitungan likert rating dari 25 responden yang menunjukkan sikap positif dari karyawan dalam memberikan pendapat dan dukungannya terhadap kegiatan DKJ seperti familly gathering dan employee gathering, HUT DKJ dan halal bi halal. Hal tersebut diperkuat dari hasil wawancara dengan salah satu anggota DKJ divisi Teater yaitu pada saat acara seluruh karyawan hadir dalam kegiatan internal DKJ. Sehingga dapat dianalisa bahwa dikarenakan di DKJ sikap mendukung (supportiveness) itu berperan dalam menumbuhkan motivasi untuk kegairahan kerja karyawan dan pimpinan. Sikap mendukung terwujud di DKJ juga karena pimpinan dan karyawan bersedia menghargai ide-ide dan pendapat-pendapat yang ada dan perhatian yang sungguh-sungguh ketika berkomunikasi dengan karyawan dalam soal pekerjaan yang dapat memudahkan jalannya komunikasi yang efektif. Komunikasi antar personal akan efektif bila dalam diri seseorang ada perilaku suportif. Ada 3 perilaku yang menimbulkan perilaku suportif, yakni: (1)
104
Deskriptif, orang yang memiliki sikap ini lebih banyak meminta informasi tentang suatu hal sehingga merasa dihargai; (2) Spontanitas, orang yang terbuka dan terus terang tentang apa yang dipikirkannya; profesionalisme, orang yang memiliki sikap berpikir terbuka, ada kemauan untuk mendengar pandangan yang berbeda dan bersedia menerima pendapat orang lain bila pendapatnya keliru atau salah.3 c. Sikap Positif (Positiveness) Berdasarkan hasil penenlitian dengan skor rata-rata 72% - 84%, diperoleh keterangan bahwa didalam lembaga DKJ terdapat sikap saling berperilaku positif ( positiveness). Sikap positif ini terlihat dari ketertarikan karyawan mengikuti kegiatan internal yang diselenggarakan DKJ. Dengan sikap positif
maka dapat
menciptakan komunikasi yang efektif pada saat karyawan berkomunikasi satu sama lain. Dalam kegiatan ini maka interaksi diantara karyawan semakin akrab maupun dengan pimpinan DKJ, karena dalam kegiatan ini karyawan dapat mengungkapkan keinginan - keinginannya dari DKJ begitu juga pihak DKJ dalam mencapai visi dan misi karyawan. Sehingga dapat dianalisa bahwa sikap positif (positiveness) terwujud dimana pimpinan dan karyawan saling berpandangan positif terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Pimpinan dan karyawan DKJ yang menunjukkan perasaan senang ketika saling berkomunikasi dan dapat memberikan penghargaan pujian 3
Ibid, hal. 257
105
atas pekerjaan yang dilakukan sehingga bersikap positif yang akan meciptakan citra pribadi dan membuat nyaman dan lebih baik dalam melakukan pekerjaan. Sikap ini menunjuk 2 aspek, yaitu: (1) komunikasi antar personal akan berkembang bila ada bila ada pandangan positif terhadap diri sendiri; (2) mempunyai perasaan positif terhadap orang lain dalam berbagai situasi komunikasi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek komunikasi interpersonal: a. Komunikasi interpersonal terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri sendiri. Orang yang merasa positif terhadap diri sendiri mengisyaratkan perasaan tersebut kepada orang lain dan merefleksikannya. b. Perasaan positif untuk situasi komunikasi sangat penting untuk interaksi yang efektif.4 d. Empati (Empathy) Berdasarkan hasil penelitian dengan skor rata-rata 60% - 80%, diperoleh keterangan bahwa didalam lembaga DKJ terdapat sikap saling berempati (empathy). Dari hasil perhitungan likert rating dari 25 responden pada dimensi empati, maka dikatakan sikap karyawan cukup positif terhadap empati yang diberikan DKJ, karena DKJ sangat berempati kepada karyawan baik pada saat karyawan sedih, kesal maupun senang seperti memberikan solusi terhadap permasalahan karyawan dan bincang – bincang pada jam istirahat. Sehingga dapat dianalisa yaitu bahwa pimpinan dan karyawan seyogyanya dapat mengenal baik dalam keinginan, kemampuan dan pengalamannya dalam 4
Joseph De Vito, The Interpersonal Communication Book, 1986, hal. 260
106
ada atau tidaknya masalah dalam melakukan pekerjaan sehingga empati yang diberikan DKJ sesuai dengan harapan pimpinan dan karyawan karena dapat mengetahui dan merasakan apa yang oleh karyawan atau pimpinan rasakan. Selain itu pimpinan dapat menghindari evaluasi, kritik atau menilai sebelah mata karyawan menurut pandangan dan pendapatnya sendiri serta dapat menyelesaikan konflik-konflik secara damai. Kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya sendiri pada peranan atau posisi orang lain. Komunikasi interpersonal yang efektif perlu didukung oleh sikap empati dari pihak – pihak yang berkomunikasi. Dalam komunikasi antara pimpinan dan karyawan perlu ditumbuhkan sikap empati. Kondisi empati dapat terwujud bila pimpinan bersedia memberikan perhatian kepada karyawan dan dapat mengetahui apa yang sedang dialami karyawan berkaitan dengan pekerjaannya.5 Empati merupakan kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain melalui kaca mata orang lain. Berempati adalah juga merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka serta harapan dan keinginan mereka untuk masa yang akan datang. Empati yang akurat melibatkan kepekaan, baik kepekaan terhadap perasaan yang ada maupun fasilitas verbal untuk mengkomunikasikan pengertian ini.6
5
De Vito, Joseph, The Interpersonal Communication Book, 1986, hal. 260
107
e. Kesamaan (Equality) Dari hasil penelitian dengan skor rata-rata 66% - 85%, diperoleh keterangan bahwa didalam lembaga DKJ terdapat sikap kesamaan (equality). Suasana yang kondusif sangat diperlukan dalam melaksanakan aktivitas kerja dengan tidak membeda – bedakan kesamaan dikalangan karyawan. Hasil perhitungan pada dimensi kesamaan dapat dikatakan bahwa karyawan DKJ merasa diakui dan dihargai oleh pimpinan sehingga mempunyai kesamaan yang sama diantara karyawan. Dengan adanya kesamaan yang sama pada karyawan dapat
membuat
karyawan
giat
bekerja.
Hal
tersebut
terbukti
dengan
didapatkannya penghargaan – penghargaan. Sehingga dapat dianalisa bahwa kesamaan didalam DKJ dikarenakan oleh pimpinan dan karyawan menyadari betul bahwa mereka sama-sama berharga dan bernilai. Dengan adanya persamaan pihak – pihak yang terlibat komunikasi, maka mereka dapat saling menghargai dan menghormati perbedaan pandangan yang dapat memudahkan jalannya komunikasi yang efektif bukan dikarenakan perbedaan yang membuat DKJ tidak bisa saling berkomunikasi satu sama lainnya. Kesamaan ini mencakup dua hal, yaitu; (1) kesamaan bidang pengalaman diantara para pelaku komunikasi. Artinya, komunikasi antarpersonal umumnya akan lebih efektif bila para pelakunya mempunyai nilai, sikap, perilaku dan pengalaman yang sama;(2) kesamaan dalam percakapan diantara para pelaku 6
Joseph De Vito, The Interpersonal Communication Book, 1986, hal 260
108
komunikasi. Artinya, komunikasi antar personal harus ada kesetaraan dalam hal mengirim dan menerima pesan.7 Efektifitas komunikasi disini adalah hal yang berhubungan dengan keberhasilan dan keefektifan pelaksanaan komunikasi internal dalam perusahaan. Komunikasi yang efektif akan sangat berguna jika suatu saat perusahaan mengalami krisis, kesolidan dan kebersamaan para karyawan akan sangat diperlukan untuk bahu – membahu menyelesaikan krisis yang terjadi. Komunikasi yang efektif akan menghasilkan kepuasan dan produktivitas karyawan, perbaikan pencapaian hasil karya dan tujuan organisasi. Komunikasi karyawan yang efektif tergantung dari harapan karyawan yang memuaskan yang dibangun berdasarkan iklim dan kepercayaan atau suasana organisasi yang positif. Komunikasi karyawan termasuk dalam komunikasi organisasi, dilakukan lembaga kapada karyawan. Komunikasi yang efektif ditentukan oleh pihak – pihak yang terlibat didalamnya, yaitu pimpinan dan karyawan. Pimpinan harus dapat memfasilitasi kondisi komunikasi interpersonal yang efektif meliputi: keterbukaan, empati, sikap positif, dukungan, dan kesetaraan. Selain itu komunikasi efektif antara pimpinan dan karyawan juga harus dibangun berdasarkan hubungan interpersonal yang efektif. Menurut Roger, hubungan interpersonal akan terjadi secara efektif apabila kedua belah pihak memenuhi kondisi sebagai berikut: (1) bertemu satu sama lain secara personal, (2) empati secara tepat terhadap pribadi yang lain dan berkomunikasi yang dapat 7
Ibid
109
dipahami satu sama lain secara berarti, (3) menghargai satu sama lain, bersifat positif dan wajar tanpa menilai atau keberatan, (4) menghayati pengalaman satu sama lain dengan bersungguh – sungguh, bersikap menerima dan empati satu sama lain, (5) merasa bahwa saling menjaga keterbukaan dan mendukung serta mengurangi kecenderungan gangguan arti/pemahaman,(6) memperlihatkan tingkah laku yang percaya penuh dan memperkuat persamaan nyaman terhadap yang lain.8 Perlu dipahami oleh organisasi bahwa hubungan antara sesama karyawan disebuah organisasi lebih berfokus pada aspek – aspek manusiawi, sehingga hal tersebut tidak sepenuhnya sama dengan hubungan industrial. Hubungan industri lebih menekankan pada besar kecilnya upah dan berbagai kondisi atau fasilitas kerja. Akan tetapi diantara keduanya terdapat hubungan yang erat, mengingat hubungan industri juga sangat dipengaruhi oleh efektif atau tidaknya komunikasi dikalangan karyawan maupun antara karyawan dan pimpinan. Komunikasi karyawan yang efektif akan memberikan kontribusi terhadap produktivitas kerja karyawan, perbaikan pencapaian hasil karya dan tujuan organisasi. Selain itu sejumlah keuntungan – keuntungan penting dapat dicapai dimana karyawan akan berpengetahuan luas. Banyaknya informasi akan dapat memuaskan karyawan. Karyawan akan menjadi lebih baik dan produktif di mana mereka memberikan waktu lebih banyak untuk pekerjaan mereka dan melakukan pekerjaan dengan lebih baik untuk organisasi. Bila komunikasi terbuka maka keinginan – keinginan organisasi akan lebih mudah diketahui. 8
Joseph De Vito, The Interpersonal Communication Book, 1986, hal. 260
110
Komunikasi internal yang dilakukan DKJ secara keseluruhan dinilai efektif yaitu karyawan bersikap positif dalam keterbukaan DKJ dalam memberikan informasi, berempati kepada karyawan, sikap mendukung terhadap karyawan, sikap positif kepada karyawan, dan mengakui adanya kesamaan yang sama bagi semua karyawan yang bekerja di lingkungan DKJ. Dengan kata lain komunikasi
yang efektif dapat meningkatkan kinerja karyawan
dalam
produktivitas kerja dan hal tersebut sangat menguntungkan DKJ. Setelah dibahas satu persatu yang menjadi indikator dalam penelitian ini dan menghasilkan data yang akurat, maka sangat diharapkan situasi atau keberadaan tersebut terus meningkat. Hal tersebut tentunya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak khususnya karyawan itu sendiri untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan DKJ.
111
BAB V PENUTUP 1.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan mengenai efektivitas komunikasi antara pimpinan dan karyawan Dewan Kesenian Jakarta, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.Komunikasi antara pimpinan dengan karyawan di Dewan Kesenian Jakarta secara keseluruhan dinilai efektif dengan total skor 2323 yang mendekati quartil ketiga (Q3), maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa efektivitas komunikasi internal Dewan Kesenian Jakarta di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail marzuki adalah adalah baik. 2.Komunikasi antar pimpinan dan karyawan dinilai efektif dari segi keterbukaan (openness) yaitu dengan tumbuhnya suasana keterbukaan komunikasi antara atasan, bawahan dan rekan kerja. 3.Komunikasi berempati (empathy) secara keseluruhan dinilai biasa saja dengan kurangnya empati yang diberikan pimpinan dan karyawan. 4.Sikap positif (positiveness) dinilai efektif dengan adanya sikap positif berupa pujian dan penghargaan yang diberikan pimpinan kepada para karyawannya. 5.Aspek dukungan komunikasi (supportiveness) dinilai efektif dengan adanya sikap saling mendukung antar pimpinan dan karyawan. 6.Sedangkan dari segi kesamaan (equality) dinilai efektif dengan adanya kesamaan bahasa komunikasi dan latar belakang suku budaya dan latar belakang agama.
112
1.4
Saran
A.Saran Akademis Agar penelitian tentang efektivitas komunikasi internal khususnya dapat lebih komprehensif atau lengkap menyeluruh dalam meneliti berbagai hal persoalan dibidang efektivitas komunikasi internal pada penelitian berikutnya sehingga mempermudah dan dapat dijadikan referensi akademis untuk dianalisa bagi khalayak akademis demi kemajuan tindak lanjut hasil penelitian yang aktual. B.Saran Praktis DKJ harus berempati lebih baik terhadap karyawan ketika tidak ada masalah dalam pekerjaan kelembagaan dan empati yang diberikan tersebut mestilah sesuai dengan harapan para karyawan karena dengan berempati yang baik tersebut akan dapat mengarahkan karyawan dalam memaksimalkan potensi kinerja yang baik. Pemberian empati yang baik dapat terwujud dalam DKJ jika pimpinan juga menghargai ide atau pendapat karyawan. DKJ juga harus dapat mengkondisikan munculnya empati dengan berinteraksi secara komprehensif karena berempati juga menunjukkan sikap bahwa pimpinan juga bersedia menindak lanjuti kritikan maupun saran yang disampaikan oleh karyawan.
113
DAFTAR PUSTAKA
David Aker, John Mayers, Advertising Management, Prentice Hall Ltd, New Dehl, 1996 Djahri, Ali, Modul Psikologi Komunikasi, Fisip UI, Jakarta, 1992 H. Usman, Mustafa E. Nasution, Proses Penelitian Kuantitatif, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta Jefkins, Frank, Public Relations, PT Erlangga, Jakarta, 1995 K. Davis & John W. Newstrom, Human Behavior at Work: Organizational Behavior, New York, 1985 Khasali, Reynald, Manajemen Public Relations, PT Grafiti, Jakarta, 1994 Lesly, Philip, Public Relations Hand Book, Prentice Hall Inc. Engelwood Cliff, N. J, 1962 M. singarimbun, S. Effendi, Metode Penelitian survei, P3ES, Jakarta, 1995 Marzuki, Metodologi Riset, Penerbit BPFE – UI, Yogyakarta, 1995 Moore, Frazier, Hubungan Masyarakat: Prinsip Kasus dan Masalah, Rosdakarya, Bandung, 1998 Muhammad, Arni, Komunikasi Organisasi, Bumi Aksara, Jakarta, 2000 Ngurah Putra, I Gusti, Manajemen Hubungan Masyarakat, Penerbit Universitas Atma Jaya, Jakarta, 1999 Pareek, Uday, Perilaku Organisasi, Jakarta, 1984 Rahmat, Jalaludin, Metodologi Penelitian Komunikasi, Rosdakarya, Bandung, 2000
114
Rahmat, Jalaludin, Psikologi Komunikasi, Remaja Karya, Bandung, 1986 Ruslan, Rosady, Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi, Jakarta, 2006 Sarumpaet, Ratna, Laporan Ketua Umum Kebijakan dan Kontroversi, Dewan Kesenian Jakarta, 2006 Scott M. Cutlip, Allen H. Center, Glenn M. Broom, Effective Public Relations, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2006 Setiawan, Bambang, Metode Penelitian Komunikasi I, Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta, 1995 Simanjuntak, John P, Public Relations, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2003 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2006 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2001 Suharsimi, Ari Kunto, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, Jakarta, 2000 Thoha, Mifta, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasi, Jakarta, 1992 Wayne P & Don Faules, Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan, PT Remaja Rosdakarya, 2001
115
PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER PENELITIAN TENTANG EFEKTIFITAS KOMUNIKASI INTERNAL PEGAWAI PUSAT KESENIAN JAKARTA TAMAN ISMAIL MARZUKI
Keterangan : 1. Kuesioner ini dimaksudkan untuk mengetahui apa yang benar dan yang salah ataupun sebaliknya, maka dalam pengisiannya diharapkan menurut kenyataan yang sebenarnya (apa adanya). 2. Pengisian
kuesioner
ini
tidak
berpengaruh
terhadap
karir
Bapak/Ibu/Saudara di masa yang akan datang karena semata – mata hanya untuk kepentingan ilmiah dan penelitian di lingkungan terbatas. 3. Kerahasiaan kuesioner ini dijamin sepenuhnya. Oleh karena itu tidak perlu Bapak/Ibu/Saudara harus mencantumkan nama. 4. Pertanyaan – pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner ini berhubungan dengan kegiatan yang relatif rutin dilakukan Bapak/Ibu/saudara. 5. Cara pengisian : Bapak/Ibu/Saudara dipersilahkan memilih salah satu jawaban
yang
dianggap
paling
sesuai
atau
tepat
menurut
Bapak/Ibu/Saudara dengan membuat tanda silang (x) pada tempat yang telah disediakan.
116
6. Alternatif jawaban yang tersedia dengan lima skala berikut : 5
=
Sangat Setuju
4
=
Setuju
3
=
Biasa saja
2
=
Tidak Setuju
1
=
Sangat Tidak Setuju
7. Pengisian kuesioner diisi dengan lengkap dan dikembalikan secepatnya akan sangat membantu dan memberikan kontribusi dalam penelitian ini.
KUESIONER DATA RESPONDEN Tanggal
:
Nomor Responden
:
A.IDENTITAS RESPONDEN 1) Jenis Kelamin
a. Laki - laki b. Perempuan
2) Usia
a. 20 – 29 tahun b. 30 – 39 tahun c. > 40 tahun
3) Tingkat Pendidikan
a. SMA / Sederajat b. Diploma c. S1
117
4) Lama Bekerja
a. < 1 tahun b. 1 – 5 tahun
5)Status Perkawinan
a. Belum Menikah b. Sudah Menikah
B. EFEKTIFITAS KOMUNIKASI INTERNAL
Keterbukaan 1. Keterbukaan adalah sikap saling terbuka di antara pelaku komunikasi dalam melangsungkan komunikasinya. a.Sangat setuju
d. Tidak setuju
b.Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c.Biasa Saja 2. Adanya sikap saling terbuka antara pimpinan dengan karyawannya. a.Sangat Setuju
d. Tidak setuju
b.Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c.Biasa Saja 3. Adanya sikap saling terbuka antar Pimpinan. a.Sangat Setuju
d.Tidak Setuju
b.Setuju
e.Sangat Tidak Setuju
c.Biasa Saja
118
4.Adanya sikap saling terbuka antara karyawan dengan karyawan. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa saja 5. Adanya sikap terbuka antara karyawan dengan Pimpinan a. Sangat Setuju
c. Biasa saja
b. Setuju
d. Tidak Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
Empati 6. Empati yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya dalam peran orang lain. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja 7. Lembaga Dewan Kesenian Jakarta berempati kepada anda ketika ada masalah dalam pekerjaan. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja 8. Empati yang diberikan sesuai dengan harapan anda. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja
119
9.Lembaga Dewan Kesenian Jakarta berempati kepada anda ketika tidak ada masalah dalam pekerjaan. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa saja
Sikap Positif 10. Sikap positif adalah segala macam tindakan yang baik dan benar kepada diri sendiri dan orang lain. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja 11.Lembaga Dewan Kesenian Jakarta bersikap positif terhadap anda. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja 12. Anda juga bersikap positif terhadap lembaga Dewan Kesenian Jakarta. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja
120
13. Ada sikap positif berupa pujian yang diberikan pimpinan kepada karyawan. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja 14. Ada sikap positif berupa penghargaan yang diberikan pimpinan kepada karyawan. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak setuju
c. Biasa Saja 15. Ada sikap positif karyawan pada pimpinan terhadap pemberian sanksi terhadap kesalahan yang dilakukan pelanggar aturan. a. Sangat Setuju
d.Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja
Dukungan Komunikasi 16. Dukungan komunikasi adalah tindakan kegiatan komunikasi yang baik dalam memberikan respon pesan informasi yang juga baik. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak setuju
c. Biasa Saja
121
17. Ada dukungan komunikasi yang diberikan pimpinan kepada karyawannya. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja 18. Karyawan juga memberikan dukungan komunikasi kepada pimpinan. a. Sangat Setuju
d.Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja 19. Antar Pimpinan saling memberikan dukungan komunikasi dalam membuat kebijakan. a. Sangat Setuju
c. Biasa Saja e. Sangat Tidak setuju
b. Setuju
d. Tidak setuju
20.
Antar
karyawan
saling
memberikan
dukungan
komunikasi
dalam
memperlancar pekerjaan. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja Kesamaan 21. Kesamaan adalah serupa atau seragamnya bentuk komunikasi, latar belakang atau budaya. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja
122
22. Adanya unsur kesamaan karakteristik yang dimiliki pihak – pihak yang terlibat komunikasi. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja 23. Adanya kesamaan bahasa komunikasi antar anggota Dewan Kesenian Jakarta. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja 24. Sering terjadi kesalahpahaman dalam menyampaikan informasi. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja 25. Adanya kesamaan makna dalam komunikasi antar anggota Dewan Kesenian Jakarta. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja 26. Sering terjadi kesalahpahaman dalam pesan informasi karena perbedaan bahasa. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja
123
27. Ada kesamaan latar belakang suku budaya antara anggota Dewan Kesenian Jakarta. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja 28. Sering terjadi kesalahpahaman karena perbedaan latar belakang suku budaya. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa saja 29. Latar belakang agama membuat persamaan makna dalam komunikasi antar anggota Dewan Kesenian Jakarta. a. Sangat Setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa Saja 30. Sering terjadi kesalahpahaman komunikasi karena perbedaan latar belakang agama. a. Sangat setuju
d. Tidak Setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Biasa saja
~ TERIMA KASIH ~
124
Profil Struktur Dewan Kesenian Jakarta Periode 2006-2009 Ketua Marco Hamento Kusuma Widjaja, biasa dipanggil Marco Kusumawijaya, lahir di Pangkalpinang, 14 Juli 1961. Kecintaannya di bidang arsitektur tak pernah padam. Latar belakang pendidikan ia timba dari Universitas Katolik Parahiyangan, Bandung dan dilanjutkan program masternya di bidang yang sama di Khatolieke Universiteit, Leuven, Belgia. Sebagai ketua, ia berharap dapat meningkatkan peran DKJ sebagai lembaga kesenian modern dan sebagai mediator antara pelaku dan pemangku kepentingan dalam dunia kesenian.
Direktur Administrasi & Keuangan
Direktur Program M. Abduh Aziz. “Segala sesuatu tentang Indonesia tak pernah kering untuk digali dan dijadikan film dokumenter,” begitu ungkap Abduh, yang sudah malang-melintang merambah Nusantara lewat buah karyanya. Lahir di Jakarta, 10 Oktober 1967 pengalaman paling berkesan ketika menjadi produser/penulis film “Impian Kemarau”, yang memenangkan Film Terbaik (Asian New Talent Award) Shanghai International Film Festival 2005.
Sekretaris
Jabatin Bangun. Kepekaannya terhadap Sari Sabda Bakti. Dunia musik dan berbagai riset teater adalah nafas yang berkaitan dengan kehidupannya. Tidak saja musik Nusantara ataupun piawai sebagai aktris seni lainnya makin teater, ia juga sering terasah, sesuai dengan dinobatkan menjadi latar pendidikannya manajer panggung untuk sebagai Sarjana berbagai pentas yang Musikologi, Fakultas
125
Direktur Umum Mochammad Firman Mehana Ichsan. Panggil saja Mas Firman yang dikenal sebagai fotografer, kuratorpenyelenggara pameran foto, juri lomba foto, pelukis dan dosen fotografi di Institut Kesenian Jakarta. Lahir di Jakarta, 16 Mei 1953, mengambil pendidikan fotografi di Fotovak School, Workshop Jeune Photographie d ‘Arles, Perancis. “Pengalaman saya yang paling berkesan ketika menyelenggarakan ‘Masa Depan Sebuah Masa Lalu – Foto Festival Internasional’, dalam rangka merayakan ’60 tahun Indonesia Merdeka’.
dipersembahkan Teater Koma. Kepuasannya terpancar ketika menangani kesuksesan JakArt dan berbagai pentas Teater Koma. Dade, panggilan kesayangannya, ingin agar Jakarta menjadi kota seni. Lahir 25 Februari 1962.
Komite Film Ketua Farishad I. Latjuba. Begitu banyak talenta yang dimilikinya, mulai dari dunia IT, menulis naskah film dan puisi, sampai menyutradarai film dan video klip. Echa lahir di Jakarta, 11 September 1971. Lima tahun ia sempat menimba ilmu fisika dan komputer di San Jose State University, dan lulus S1 di bidang ekonomi di San Fransisco State Univeristy. Keduanya di Kalifornia, AS. Selain di DKJ, ia juga pengajar penulisan skenario di Digital Studio College, Jakarta; perancang dan manajer proyek portal film layarperak.com; serta kurator komunitas pemutaran film di Kine28.
Sastra, USU-Medan dan Master Antropologi UI. Melalui DKJ ia ingin membuka jaringan dan kerja sama seluasluasnya dengan banyak orang di bidang kesenian. Selain aktif di DKJ, Jabatin aktif sebagai pengajar di Institut Kesenian Jakarta.
Sekretaris Shanty Cafucine Harmayn. Sebagai salah satu pendiri JiFFest (Jakarta International Film Festival), ia selalu menghadirkan film-film bermutu dari berbagai negara untuk para pecinta film di tanah air. Lulusan program master di bidang film dokumenter di Stanford University, AS dan sarjana ilmu komunikasi, FISIP, Universitas Indonesia, Shanty memberikan perhatian besar pada perkembangan film dokumenter Indonesia. Lahir di Jakarta, 29 Juli 1967, kini sebagai Direktur InDocs, Direktur dan Produser Salto Films, serta Ketua Yayasan Masyarakat Mandiri Film Indonesia.
126
Anggota Muhammad Rivai Riza. Melalui Film ‘Gie’, ‘Eliana-Eliana’, dan ‘Petualangan Sherina’, Riri Riza adalah salah satu sutradara film yang diperhitungkan pada percaturan film Indonesia generasi muda. Lulusan program master pada penulisan skenario di Royal Holloway University of London, Inggris, tahun 2001 dan penyutradaraan di Institut Kesenian Jakarta, tahun 1993, keinginannya memperluas wawasan dunia seni di luar film terus dikembangkannya.
Anggota M. Abduh Aziz. “Segala sesuatu tentang Indonesia tak pernah kering untuk digali dan dijadikan film dokumenter,” begitu ungkap Abduh, yang sudah malang-melintang merambah Nusantara lewat buah karyanya. Lahir di Jakarta, 10 Oktober 1967 pengalaman paling berkesan ketika menjadi produser/penulis film “Impian Kemarau”, yang memenangkan Film Terbaik (Asian New Talent Award) Shanghai International Film Festival 2005. Komite Musik Ketua Eric John Arthur Awuy. Lahir di Bern, Swiss 21 Januari 1964. Ketika kecil, Eric sudah lebih mengenal not balok ketimbang huruf. Ia mendapatkan penghargaan tertinggi Premier Prix De Conservatorie pada bidang trompet dan musik kamar, tahun 1988 di Montreal Conservatory Of Music. Sejak itu ia menjadi
Sekretaris Nyak Ina Raseuki. Biasa dipanggil Ubiet dan dikenal sebagai pengajar etnomusikologi di Insitut Kesenian Jakarta, pengelola Taman Musik Dian Indonesia – sekolah musik untuk anak-anak, serta penyanyi untuk musik-musik kontemporer. Keterlibatannya di DKJ karena ingin melihat kembali DKJ sebagai pusat kepiawaian genre
127
Anggota Dwiki Dharmawan. Karier musik profesionalnya bermula sejak tahun 1983 dan telah memenangkan berbagai penghargaan seperti Grand Prize Winner Asia Song Festival, Manila, Philipina (2000) dan Penata Musik Film Terpuji, Festival Film Bandung (2006). Bapak satu putra ini lahir di Bandung, 9 September 1966. Di sela
pemain orkestra seni yang mutakhir. profesional di Montreal Symphony Orchestrta dibawah pimpinan Maestro Charles Dutoit. Kemudian bermain di orkestra lainnya seperti The National Art Center Orkestra, Quebec Symphony Orkestra, dan World Youth Orkestra, pimpinan konduktor hebat seperti Zubin Mehta, Pierre Boulez, dan Trevor Pinnock. Di Indonesia, ia aktif sebagai musisi di berbagai orkestra dan menjadi direktur program Twilite Youth Orchestra. Anggota Jabatin Bangun. Kepekaannya terhadap musik dan berbagai riset yang berkaitan dengan musik Nusantara ataupun seni lainnya makin terasah, sesuai dengan latar pendidikannya sebagai Sarjana Musikologi, Fakultas Sastra, USU-Medan dan Master Antropologi UI. Melalui DKJ ia ingin membuka jaringan dan kerja sama seluasluasnya dengan banyak orang di bidang kesenian. Selain aktif di DKJ, Jabatin aktif
128
kesibukannya, ia selalu antusias berbagi pengalaman musiknya melalui berbagai pelatihan, dan meluangkan waktunya untuk mengajar musik di Farabi, sekolah musik yang ia dirikan tahun 1997.
sebagai pengajar di Institut Kesenian Jakarta.
Komite Sastra Ketua
Sekretaris
Ayu Utami. Lahir di Nurzain. Biasanya Bogor 21 November dipanggil Zen Hae, aktif 1968. Ketika masih sebagai penulis sastra kuliah di Fakultas Sastra dan sebelumnya menjadi Universitas Indonesia ia penulis naskah di mulai menulis sebagai Bintang Grup. Agar wartawan. Tahun 1995 karya-karya sastra dapat Ayu ikut mendirikan dinikmati masyarakat Aliansi Jurnalis dengan baik, maka ia Independen (AJI), berharap dapat organisasi wartawan menyusun berbagai yang memperjuangkan program sastra yang kebebasan pers. Ketika bagus melalui DKJ. pemerintah melarang Bapak satu putri bernama anggota AJI untuk Hilmiya Thufailah ini bekerja di media massa lahir di Jakarta, 12 April lagi, Ayu mulai menulis 1970 dan mengenyam novel pertama, Saman, pendidikan di Jurusan yang mendapat Bahasa & Sastra IKIP penghargaan sebagai Jakarta. roman terbaik Dewan Kesenian Jakarta 1998, dan anugerah Prins Klaus dari Belanda karena dianggap meluaskan cakrawala kesusastraan Indonesia, tahun 2000. Ia ikut mendirikan Komunitas Utan Kayu (KUK), sebuah pusat yang memberi ruang bagi
129
Anggota Zainah Nukila Amal. Memilih kariernya sebagai penulis novel, esai dan penerjemah. Keinginannya agar masyarakat melihat dunia sastra bukan sesuatu yang rumit, seperti yang diungkapkannya,“Saya ingin memberikan kontribusi praktis dalam dunia sastra di Jakarta dan Indonesia, baik dalam pengembangan wacana, gagasan dan apresiasi publik.” Nukila yang lahir di Ternate, 26 Desember 1971 ini menimba pendidikan di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.
eksplorasi kesenian dan pemikiran.
Komite Seni Rupa Ketua
Sekretaris
Ade Dharmawan. Bambang Bujono. Lahir Berbagai pameran di Solo, 15 April 1947. Ia tunggal dan bersama memiliki pengalaman sudah banyak hidup terpanjang dari dilakoninya. Bahkan seluruh pengurus DKJ tahun 2006 ia menjadi ini. Bagi dirinya kegiatan kuratorial terpilih untuk berkesenian yang paling Move On Asia – Clash berkesan adalah menulis and Network, Single pergelaran kesenian. Channel Video Art Dunia jurnalistik tak Festival, Seoul, Korea. dapat terpisahkan dari Tahun 1998-2000, ia sejarah karirnya: masuk mendapat kesempatan majalah berita TEMPO belajar di Rijksakademie tahun 1978, baru Van Beeldende Kunsten, berhenti setelah majalah (State Academy of Fine itu dibredel pemerintah Art), sebuah institut studi tahun 1994. Ketika dan riset seni tingkat penerbit TEMPO lanjut di Amsterdam, membeli majalah D&R, Belanda, setelah ia dipercaya menyelesaikan Seni mengelolanya, sampai Grafis di ISI, Yogyakarta TEMPO “baru” terbit tahun 1997. Ade juga tahun 1998. Sempat sebagai pendiri kembali ke TEMPO “ruangrupa artists’ “baru” tahun 2000, initiative” di Jakarta. setelah kemudian memutuskan untuk menjadi penulis freelance.
130
Anggota Mochammad Firman Mehana Ichsan. Panggil saja Mas Firman yang dikenal sebagai fotografer, kuratorpenyelenggara pameran foto, juri lomba foto, pelukis dan dosen fotografi di Institut Kesenian Jakarta. Lahir di Jakarta, 16 Mei 1953, mengambil pendidikan fotografi di Fotovak School, Workshop Jeune Photographie d ‘Arles, Perancis. “Pengalaman saya yang paling berkesan ketika menyelenggarakan ‘Masa Depan Sebuah Masa Lalu – Foto Festival Internasional’, dalam rangka merayakan ’60 tahun Indonesia Merdeka’.
Anggota Marco Hamento Kusuma Widjaja, biasa dipanggil Marco Kusumawijaya, lahir di Pangkalpinang, 14 Juli 1961. Kecintaannya di bidang arsitektur tak pernah padam. Latar belakang pendidikan ia timba dari Universitas Katolik Parahiyangan, Bandung dan dilanjutkan program masternya di bidang yang sama di Khatolieke Universiteit, Leuven, Belgia. Sebagai ketua, ia berharap dapat meningkatkan peran DKJ sebagai lembaga kesenian modern dan sebagai mediator antara pelaku dan pemangku kepentingan dalam dunia kesenian. Komite Tari - Ketua Boi G. Sakti. Rentak tari tradisi Minang dipadukan dengan spirit baru yang bertolak pada konsep ‘Menawar akar menoleh jiwa tradisi ke tari kontemporer’, adalah ciri khas koreografi gubahan Boi. Menari sejak usia 17 tahun, lalu melanjutkan Studi Tari di Insitut Kesenian Jakarta dan lulus tahun 1992. Berbagai karya Boi telah
Sekretaris Renee Sariwulan. Sebagai ibu dari Risa, 7 tahun, putra semata wayangnya, Renee selalu antusias menyumbangkan buah pikirannya untuk memecahkan berbagai permasalahan di dunia tari, sesuai dengan latar belakangnya sebagai antropolog tari dari Institut Kesenian Jakarta. Lahir di Malang 9 Mei
131
Anggota Iskandar Kama Loedin, lahir di Surabaya, 4 November 1960, telah berkiprah dalam berbagai produksi seni pertunjukan Indonesia sejak 1996 dan juga pengajar di Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Kesenian Jakarta. Pengalaman paling berkesan bagi bapak dua anak adalah teribat dalam presentasi seni pertunjukan Indonesia,
merambah ke berbagai festival tari di mancanegara. Lahir di Batusangkar 4 Agustus 1966 dan saat ini menjadi Direktur Artistik di Gumarang Sakti Dance Company.
1973. ia aktif sebagai baik di dalam maupun di dosen di IKJ, juga luar negeri dan menyadari pernah menjadi staf potensi yang dimilikinya. Apresiasi Seni Pertunjukan (ASP) tahun 2006.
Anggota Mira Tedja. Sarjana teknik dan mantan penari yang memutuskan untuk berkonsentrasi pada manajemen seni pertunjukkan. Pengalaman merancang program-program tari di Balet Sumber Cipta dan Kreativitat Dance Indonesia telah membawanya berkenalan dengan seniman-seniman lintas disiplin. Dengan menjadi anggota DKJ, ia berharap dapat memasyarakatkan tari, meningkatkan apresiasi masyarakat atas karyakarya seni, serta memperkaya wawasan dan kualitas seniman tari. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri yang diperoleh saat melihat anak-anak berpartisipasi dengan antusias dalam programprogram tari yang dirancangnya.
132
Komite Teater Ketua Arswendy Nasution. Lahir 22 November 1957. Berbagai pentas teater sudah tak bisa dihitung dengan jari. Sempat mengenyam pendidikan di Institut Kesenian Jakarta, Wendy mendedikasikan tenaga dan pikirannya untuk kemajuan dunia teater di Indonesia. Beberapa karya film dokumenter juga pernah diproduksinya.
Sekretaris I. Yudhi Sunarto. Dunia drama telah dilakoninya sejak 1981. Lulusan School of Arts & Science State University of New York sebagai Master of Arts khususnya pada Seni Teater, Yudhi telah menulis puluhan naskah drama panggung dan televisi dan menyutradarai berbagai pentas drama. Tahun 2000, ia mendirikan Laboratorium Seni & Budaya FIB, UI dan menjadi direktur pertama. Tahun 2005, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahi Satyalencana Karya Satya.
133
Anggota Syaiful Amri. Kesenian Betawi selalu menjadi perhatian dan daya tarik tersendiri bagi Syaiful, yang lahir di Jakarta, 26 November 1963. Harapannya melalui DKJ ia dapat meningkatkan kualitas kesenian Betawi. Profesionalismenya di bidang teater tak diragukan lagi, Terbukti dengan pentas “Megamega” yang dilakoninya saat kakinya patah. Sejak tahun 2000 sampai detik ini, ia aktif sebagai sutradara Komedi Betawi.
Anggota Dindon. Sederhana dan tak ingin menonjolkan diri, itulah karakter yang terpancar Bapak dari Theatra, Kamila dan Raula, tiga buah hati tercintanya. Lahir 10 Agustus 1960, ia sempat mencicipi Ilmu Filsafat di Driyarkara. Kepuasannya terpancar bila dapat berbagi pengalamannya di bidang teater.
Anggota Sari Sabda Bakti. Dunia teater adalah nafas kehidupannya. Tidak saja piawai sebagai aktris teater, ia juga sering dinobatkan menjadi manajer panggung untuk berbagai pentas yang dipersembahkan Teater Koma. Kepuasannya terpancar ketika menangani kesuksesan JakArt dan berbagai pentas Teater Koma. Dade, panggilan kesayangannya, ingin agar Jakarta menjadi kota seni. Lahir 25 Februari 1962.
134
CURRICULUM VITAE IDENTITY Name Place / Date of Birth Sex Religion Height/weight Address
Nationality
: : : : : :
:
Dian Eka Permana Jakarta, 3 October 1985 Male Islam 175 cm/65 kg Komplek Pondok Kacang Prima Blok A1 NO.1 Rt/Rw 7/4 No 23, Jakarta Rt9/Rw8, Pondok Aren Ciledug-Tangerang Ph: 021- 7311186 Mobile : 088210602247 Indonesia
EDUCATIONAL BACKGROUND ● 2000-2003 : SMAN 101 ● 2003-2009 : University of Mercu Buana Majoring Public Relations
● ●
2007-2008 2008-2009
PROFESIONAL WORK EXPERIENCE : Trainer and Director in Ekskul Teater SMAN 101 Jakarta : Trainer and Director in Ekskul Teater SMK AA Tanjung Duren
ORGANIZATIONAL EXPERIENCE ● 2003-2004 Actor and Director in Teater Amoeba, Mercu Buana University ● 2006 Chairmen in Work Program Teater Amoeba, Mercu Buana University
ABILITY ● Work well (and competently) under stress while taking the pressure off superiors. ● Ability to rapidly understand and learn, easy to adapt in new environment. ● Excellent conceptor and communication skills; patient and resourceful in solving problems ● Able to Operate Computer (Microsoft Word and Power Point) ● Work in Harmony With All Staff
135
136