EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MONETER DALAM STRUKTUR PASAR INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA YANG OLIGOPOLI
DEA RIZKI KUSMANA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Struktur Pasar Industri Perbankan Indonesia yang Oligopoli adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Dea Rizki Kusmana NIM H14090091
ABSTRAK DEA RIZKI KUSMANA. Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Struktur Pasar Industri Perbankan Indonesia yang Oligopoli. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO. Salah satu fungsi bank dalam perekonomian adalah sebagai lembaga intermediasi dan salah satu media dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Sebagai salah satu media dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter menjadikan industri perbankan perlu diatur secara ketat (heavily regulated). Kebijakan Bank Indonesia untuk memperkuat permodalan melalui merger atau konsolidasi akan mengurangi jumlah bank yang ada sehingga dapat berpengaruh terhadap struktur industri perbankan secara keseluruhan, yang kemudian akan mempengaruhi tingkat persaingan. Kemampuan kebijakan moneter dalam mempengaruhi suku bunga perbankan akan menentukan efektivitas transmisi kebijakan moneter. Dengan menggunakan metode Vector Error Correction Model (VECM), studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi apakah struktur pasar industri perbankan berpengaruh terhadap efektivitas kebijakan moneter melalui jalur suku bunga. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series bulanan yang terdiri dari BI Rate, suku bunga deposito, suku bunga kredit, dan concentration ratio dari empat bank terbesar (CR4) mulai Januari 2008 hingga Oktober 2012. CR4 memiliki pengaruh positif terhadap suku bunga kredit perbankan, sehingga semakin tinggi derajat konsetrasi industri perbankan akan mengurangi efektivitas kebijakan moneter. Kata Kunci : Kebijakan moneter, struktur pasar, suku bunga kredit, VECM
ABSTRACT DEA RIZKI KUSMANA. The Effectiveness of Monetary Policy in the Oligopoly Market Structure of Indonesian Banking Industry. Supervised by NUNUNG NURYARTONO. One of the important functions of bank in the economy is as financial intermediaries as well as medium in the transmission mechanism of monetary policy. As a medium in the transmission mechanism of monetary policy makes the banking industry needs to be heavily regulated. Indonesian Bank policies to strengthen the capital structure through a merger or consolidation will reduce the number of existing bank and affect the market structure of the banking industry as a whole, then affect the level of competition. The ability of monetary policy to influence interest rates will determine the effectiveness of monetary policy transmission. Using Vector Error Correction Model (VECM), this study aimed to identify whether the market structure of the banking industry affect the effectiveness of monetary policy transmission through the interest rate channel. The data used is monthly time series of BI Rate, deposits rate, lending rates , and concentration ratio of the four largest bank (CR4) start from January 2008 until October 2012. CR4 has positive impact on bank lending rates, so that the higher
degree of concentration in the banking industry will reduce the effectiveness of monetary policy. Keywords: monetary policy, market structure, lending rates, VECM
EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MONETER DALAM STRUKTUR PASAR INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA YANG OLIGOPOLI
DEA RIZKI KUSMANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi :Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Struktur Pasar Industri Perbankan Indonesia yang Oligopoli Nama :Dea Rizki Kusmana NIM :H14090091
Disetujui oleh
Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir.Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikanpenelitian yangdimulaisejakOktober 2012sehingga menghasilkan karya ilmiah ini. Tema yangpenulis sajikan ialah kebijakan moneter, dengan judul Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Struktur Pasar Industri Perbankan Indonesia yang Oligopoli. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yaitu Kusmana dan Yulianti, adik dari penulis Hanna Muliannisa Kusmana dan Almayda Muliannisa Kusmanaatas segala doa dan dukungan yang telah diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1) Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikanbimbingan dan arahan,serta waktu yang diluangkan selama proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2) Dr. Ir. Muhammad Firdaus, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 3) Deni Lubis, M.A selaku dosen penguji Komisi Pendidikan yang telah memberikan saran mengenai tata cara penulisan yang baik dan benar. 4) Staf Bank Indonesia yang telah membantu selama pengumpulan data. 5) Seluruh staf dan pengajar Departemen Ilmu Ekonomi atas kerjasama dan bantuannya selama penulis menuntut ilmu di IPB. 6) Sahabat penulis Marsela, Ria, Nila, Vita, Rina, Nidaa, Dini, dan Amel. 7) Theo Bayuaji, yang selalu memberikan motivasi, semangat, dan doa. 8) Rekan-rekan sebimbingan, Niki Nurhayati, Bintan Badriatul Ummah, dan Fikria Ulfa Wardani. 9) Keluarga besar IE 46 yang selama ini telah bersama-sama menuntut ilmu di IPB, Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013 Dea Rizki Kusmana
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
6
Tujuan Penelitian
6
Manfaat Penelitian
7
Ruang Lingkup Penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA
7
Kebijakan Moneter
7
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
8
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Suku Bunga dan Kredit
9
Teori Kuantitas Uang terhadap Permintaan Agregat
10
Pasar Uang dan Pasar Barang
11
Interaksi Sektor Moneter dan Sektor Riil
11
Struktur Pasar dan Persaingan Industri Perbankan di Indonesia
13
Struktur Pasar Oligopoli
14
Penelitian Terdahulu
16
Hipotesis Penelitian
17
Kerangka Pemikiran
18
METODE
18
Jenis dan Sumber Data
18
Metode Analisis dan Pengolahan Data
19
Model Penelitian
22
Pengujian Model Penelitian
24
GAMBARAN UMUM
24
Perkembangan Kebijakan Moneter dan Suku Bunga di Indonesia
24
Perkembangan Struktur Pasar Industri Perbankan Indonesia 2008-2012
28
HASIL DAN PEMBAHASAN
30
Hasil Uji Praestimasi Data
30
AnalisisVector Error Correction Model (VECM)
34
HasilImpuls Response Function (IRF)
40
HasilForecast Error Variance Deomposition (FEVD)
45
Analisis Respon Suku Bunga Kredit Perbankan terhadap Perubahan BI Rate 47 Analisis Speed dan Magnitude Perubahan Suku Bunga Kredit terhadap Perubahan BI Rate
49
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Penyesuaian Suku Bunga Kredit Perbakan terhadap Perubahan BI Rate
49
SIMPULAN DAN SARAN
50
Simpulan
50
Saran
50
DAFTAR PUSTAKA
51
LAMPIRAN
53
RIWAYAT HIDUP
90
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Pangsa Pasar (Market Share) 4 Bank Terbesar Indonesia Tahun 2012 Penelitian Terdahulu Data, Satuan, Simbol Hasil Uji Stasioneritas Data Hasil Uji Lag Optimal Hasil Uji Stabilitas VAR Hasil Uji Kointegrasi Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank Persero Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank Persero Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Suku Bunga Kredit Investasi Bank Persero Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Suku Bunga Kredit Investasi Bank Persero Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank Swasta Nasional Devisa Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank Swasta Nasional Devisa Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Suku Bunga Kredit Investasi Bank Swasta Nasional Devisa Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Suku Bunga Kredit Investasi Bank Swasta Nasional Devisa Hasil Impulse Response Function dan VECM terhadap Suku Bunga Kredit Modal Kerja dan Suku Bunga kredit Investasi Bank Persero Hasil Impulse Response Function dan VECM terhadap Suku Bunga Kredit Modal Kerja dan Suku Bunga kredit Investasi Bank Swasta Nasional Devisa
2 16 19 31 32 32 34 35 36 37 37 39 39 40 40 47
48
DAFTAR GAMBAR 1 CR4 Industri Perbankan Indonesia Berdasarkan Pangsa Aset Tahun 2008-2012 2 CR4 Industri Perbankan Indonesia Berdasarkan Pangsa Kredit Tahun 2008-2012 3 HHI Industri Perbankan Indonesia Berdasarkan Pangsa Aset Tahun 2008-2012 4 HHI Industri Perbankan Indonesia Berdasarkan Pangsa Kredit Tahun 2008-2012x 5 Spread BI Rate dan Suku Bunga Kredit Perbankan Tahun 2008-2012 6 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter 7 Model IS-LM 8 Respon Output Agregat dan Suku Bunga terhadap Kebijakan Moneter Ekspansif
3 3 4 4 5 10 11 12
9 Respon Output Agregat dan Suku Bunga terhadap Kebijakan Fiskal Ekspansif 10 Keadaan Keseimbangan Pasar Perusahaan Oligopolistik 11 Keseimbangan Perusahaan dalam Oligopoli yang Menghadapi Kurva Permintaan Patah 12 Kerangka Pemikiran 13 Perkembangan Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank Persero dan BUSN Devisa 14 Perkembangan Suku Bunga Kredit Investasi Bank Persero dan BUSN Devisa 15 CR4 Bank Persero Indonesia Tahun 2008-2012 16 CR4 Bank Swasta Nasional Devisa Indonesia Tahun 2008-2012 17 Total Aset Berdasarkan Kelompok Bank Tahun 2008-2012 18 Hasil IRF terhadap Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank Persero 19 Hasil IRF terhadap Suku Bunga Kredit Investasi Bank Persero 20 Hasil IRF terhadap Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank Swasta Nasional Devisa 21 Hasil IRF terhadap Suku Bunga Kredit Investasi Bank Swasta Nasional Devisa 22 Hasil FEVD terhadap Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank Persero 23 Hasil FEVD terhadap Suku Bunga Investasi Bank Persero 24 Hasil FEVD terhadap Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank Swasta Nasional Devisa 25 Hasil FEVD terhadap Suku Bunga Kredit Investasi Bank Swasta Nasional devisa
13 15 15 18 27 27 29 29 30 41 42 43 44 45 46 46 47
DAFTAR LAMPIRAN BANK PERSERO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Uji stasioneritas pada tingkat level Uji stasioneritas pada first difference Ujilag optimal Uji Stabilitas VAR Uji Kausalitas Granger UjiJohannsencointegrating test Estimasi VECM UjiImpuls Response Function (IRF) Uji Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
53 53 55 57 58 59 60 62 66 69
BANK SWASTA NASIONAL DEVISA
72
10 11 12 13
72 74 76 77
Uji stasioneritas pada tingkat level Uji stasioneritas pada first difference Ujilag optimal Uji Stabilitas VAR
14 15 16 17 18
Uji Kausalitas Granger UjiJohannsencointegrating test Estimasi VECM UjiImpuls Response Function (IRF) UjiForecast Error Variance Decomposition (FEVD)
78 79 81 84 87
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Salah satu fungsi dari bank adalah sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediaries) yang dapat menghimpun danadari masyarakat yang kelebihan dana untuk kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit, serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang (Kuncoro 2002).Selain sebagai lembaga intermediasi, bank juga berperan dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter, dimana kebijakan moneter dari bank sentral ditransmisikan ke perbankan yang kemudian akan ditransmisikan kembali dalam perekonomian. Tujuan kebijakan moneter adalah untuk menjaga dan memelihara stabilitas nilai Rupiah yang dicerminkan oleh rendah dan terkendalinya inflasi, dilakukan dengan mengatur jumlah uang beredar atau melalui pengaturan suku bunga (BI 2013).Terdapat berbagai instrumen kebijakan moneter yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk mengendalikan jumlah uang beredar dan suku bunga perbankan yang pada akhirnya akanberpengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian. Fungsi bank sebagai media dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter menjadikan industri perbankan perlu diatur secara ketat (heavily regulated). Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan nasional mendorong Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan dan pengaturan perbankan untuk membuat Blue Print untuk pembangunan perbankan Indonesia ke depan, yang disebut dengan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) (Ridho 2007). API merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang yang dirumuskan dalam API dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional¹. Secara ringkas sasaran API terdiri dari 6 pilar utama, yaitu: 1. Struktur perbankan yang sehat 2. Sistem pengaturan yang efektif 3. Sistem pengawasan yang independen dan efektif 4. Industri perbankan yang kuat 5. Infrastruktur yang mencukupi 6. Perlindungan konsumen Penguatan struktur perbankan seperti yang tercantum dalam pilar pertama dan keempat bertujuan untuk memperkuat permodalan bank umum dalam rangka meningkatkan kemampuan bank mengelola usaha maupun resiko, mengembangkan teknologi informasi, maupun meningkatkan skala usahanya guna mendukung peningkatan kapasitas pertumbuhan kredit perbankan².Upaya memperkuat permodalan bank dilakukan salah satunya melalui langkah-langkah merger atau konsolidasi seperti dengan menetapkan jangkar bank (anchor bank) atau dengan mengeluarkan kebijakan Single Presence Policy (Ridho 2007).
2 Kebijakan Bank Indonesia untuk memperkuat permodalan melalui merger atau konsolidasi akan mengurangi jumlah bank yang ada sehingga dapat berpengaruh terhadap struktur industri perbankan secara keseluruhan, yang kemudian akan mempengaruhi tingkat persaingan.Merger atau konsolidasi bank berpotensi meningkatkan konsentrasi pasar, tetapi disisi lain dengan adanya mergerakan meningkatkan kompetisi dan kestabilan pada industri perbankan (Ridho 2007). Paradigma Structure, Conduct, Performance (SCP) menyatakan bahwa terdapat suatu hubungan keterkaitan yang erat antara struktur industri dengan perilaku kinerja industri (Teguh 2010). Derajat konsentrasi akan mempengaruhi perilaku (conduct) setiap perusahaan yang ada dalam industri tersebut. Semakin tinggi derajat konsentrasi dalam suatu pasar atau industri menunjukkan bahwa pasar atau industri tersebut semakin mendekati struktur monopoli. Adanya kecenderungan perilaku monopoli akan membuat perusahaan berusaha untuk mendapat keuntungan atau laba yang lebih tinggi dengan cara mengurangi jumlah outputatau menetapkan harga yang tinggi (Teguh 2010). Jumlah output industri perbankan dapat diukur dari besarnya jumlah kredit yang disalurkan oleh bank, yang kemudian akan mempengaruhi besarnya keuntungan yang dihasilkan oleh bank. Dalam hal ini, jumlah kredit yang disalurkan perbankan dipandang sebagai conduct, sedangkan besarnya keuntungan yang dihasilkan dipandang sebagai performance dari industri perbankan. Derajat konsentrasi akan menggambarkan jenis struktur pasar dalam industri perbankan. Semakin tinggi derajat konsentrasi, semakin besar kemungkinan terjadinya perilaku kolusi dan monopoli (Puspopranoto 2004).Berdasarkan studi analisis struktur pasar yang dilakukan oleh Subanidja (2006) menyatakan bahwa perbankan Indonesia berada dalam struktur pasar oligopoli dominan. Nilai tingkat konsentrasi atau Concentration Ratio 4 bank terbesar (CR4) perbankan Indonesia lebih dari 40 persen yang mengindikasikan bahwa derajat konsentrasi cukup tinggi. Tabel 1 Pangsa pasar (market share) 4 bank besar di Indonesia tahun 2012 No. Nama Aset (dalam triliun Market Share Rupiah) 1. PT. Bank Mandiri Tbk 499,621 21,02 2. PT. BRI Tbk 450,662 18,96 3. PT. Bank Central Asia Tbk 405,384 17,06 4. PT. BNI Tbk 291,474 12,26 Total 1.647,141 69,30 Sumber: Bank Indonesia (2013) (diolah)
Tabel 1 menunjukkan bahwa pangsa pasar (market share) industri perbankan Indonesia pada tahun 2012 dikuasai oleh 4 bank besar dengan nilai market share mencapai 69,30 persen. Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai CR4 industri perbankan indonesia berdasarkan pangsa aset dari tahun 2008 hingga 2012 berkisar antara 69,32 persen hingga 72,93 persen. Sedangkan jika dihitung berdasakan pangsa kredit, seperti terlihat pada Gambar 2, nilai CR4 industri perbankan Indonesia tahun 2008 hingga 2012 berkisar antara 65,34 persen hingga 66,97 persen.
3
100 80
72.18 71.68 70.26 69.28 69.32
60 CR4
40 20 0 2008 2009 2010 2011 2012 Sumber: Bank Indonesia, 2013 (diolah)
Gambar 1 CR4 industri perbankan Indonesia berdasarkan pangsa aset tahun 2008-2012 100 80
67.18 68.00 65.46 64.98 65.34
60 CR4
40 20 0 2008 2009 2010 2011 2012 Sumber: Bank Indonesia, 2013 (diolah)
Gambar 2 CR4 industri perbankan Indonesia berdasarkan pangsa kredit tahun 2008-2012 Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai HHI untuk industri perbankan Indonesia berdasarkan pangsa aset tahun 2008 hingga 2012 berada pada kisaran 480 hingga 531. Sedangkan pada Gambar 4 nilai HHI berdasarkan pangsa kredit tahun 2008-2012 berada pada kisaran 422 sampai 451. Jika dilihat dari nilai CR4 yang berkisar antara 60 persen hingga 70 persen dan nilai HHI yang berkisar antara 400 hingga 500, maka dapat dikatakan bahwa perbankan Indonesia berada dalam industri dengan struktur pasar oligopoli.
4 1000 800 600
521
514
494
480
481 HHI
400 200
0 2008 2009 2010 2011 2012 Sumber: Bank Indonesia, 2013 (diolah)
Gambar 3 HHI industri perbankan Indonesia berdasarkan pangsa aset tahun 2008-2012 1000 800 600
451
462
428
422
427 HHI
400 200 0 2008 2009 2010 2011 2012 Sumber: Bank Indonesia, 2013 (diolah)
Gambar 4 HHI industri perbankan Indonesia berdasarkan pangsa kredit tahun 2008-2012 Kemampuan kebijakan moneter dalam mempengaruhi suku bunga perbankan akan menentukan efektivitas transmisi kebijakan moneter. Studi yang dilakukan Adams dan Amel (2005) menemukan bahwa derajat konsentrasi industri perbankan berpengaruh negatif terhadap efektivitas kebijakan moneter melalui bank lending channel.Seiring peningkatan derajat konsentrasi industri perbankan mengakibatkan pengaruh kebijakan moneter semakin berkurang.Rigiditas suku bunga perbankan dapat menjadi indikator dari tingkat responsivitas perbankan terhadap kebijakan moneter.Kecenderungan rigiditas suku bunga pada bank-bank di Indonesia mengindikasikan perbankan kurang dapat merespon kebijakan moneter yang diambil Bank Indonesia.Ketika Bank Indonesia menurunkan BIRate, seharusnya mampu direspon oleh perbankan dengan menurunkan suku bunga kreditnya secara cepat.Indikasi mengenai kurang responsifnya perbankan terhadap kebijakan moneter dibuktikan dengan suku bunga kredit yang cenderung tidak berubah pada saat Bank Indonesia menurunkan BIRate. Selisih (spread) antara suku bunga kredit perbankan dan BIRate masih dinilai cukup tinggi. Ketika Bank Indonesia menurunkan BIRate dari 6,00 persen menjadi 5,75 persen pada awal tahun 2012, suku bunga kredit perbankan tidak mengalami penurunan yang signifikan.
5 20 15 10 5 Jan-08 Apr-08 Jul-08 Okt-08 Jan-09 Apr-09 Jul-09 Okt-09 Jan-10 Apr-10 Jul-10 Okt-10 Jan-11 Apr-11 Jul-11 Okt-11 Jan-12 Apr-12 Jul-12 Okt-12
0
BI Rate
Modal Kerja Bank Persero
Investasi Bank Persero
Modal Kerja BUSN Devisa
Investasi BUSN Devisa Sumber: Bank Indonesia, 2013 (diolah)
Gambar 5 Spread BI Rate dan suku bunga kredit tahun 2008-2012 Gambar 5 menunjukkan bahwa spread antara BIRate dan suku bunga kredit modal kerja dan kredit investasi berkisar antara 5 persen hingga 6 persen. Besaran ini menjadikan spread antara suku bunga acuan dan suku bunga bank di Indonesia diperkirakan yang paling tinggi dibandingkan dengan negara lain. Padahal rendahnya suku bunga kredit merupakan stimulus yang baik bagi peningkatan kegiatan ekonomi, karena dengan menurunnya suku bunga kredit akan meringankan para pengusaha dan mengurangi risiko kredit macet. BI memiliki berbagai instrumen yang dapat digunakan dalam upaya menurunkan suku bunga kredit, tetapi instrumen tersebut lebih berfungsi sebagai pemberi stimulus atau signal, sedangkan kebijakan terkait dengan tingkat suku bunga kredit berada di tangan manajemen bank dimana keputusan direksi sangat pengaruhi oleh kondisi masing-masing bank, keadaan pasar keuangan dan struktur industri perbankan. Gambar 5 juga menunjukkan bahwa trend BIRate selama periode 2008 hingga 2012 cenderung menurun.Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia adalah bersifat ekspansif. Kebijakan moneter ekspansif dengan menurunkan BIRateakan mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan, sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi. Dengan demikian diharapkan akan meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi sehingga aktifitas perekonomian semakin membaik. Namun dalam kenyataannya mekanisme kebijakan moneter melalui jalur suku bunga tidak selalu berjalan dengan lancar, karena mekanisme transmisi kebijakan moneter ini bekerja memerlukan waktu (time lag). Kondisi sektor keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan transmisi kebijakan moneter. Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi, respon perbankan terhadap penurunan BIRate biasanya sangat lambat. Demikian pula halnya apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki
6 permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya permintaan kredit belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran kredit. Hubungan antara stuktur pasar industri perbankan dengan efektivitas kebijakan moneter menjadi menarik untuk dianalisis lebih lanjut mengingat saat ini terdapat kecenderungan perbankan kurang responsifterhadap kebijakan moneter yang berlaku. Studi ini menganalisis apakah struktur pasar industri perbankan berpengaruh terhadap efektivitas kebijakan moneter dan faktor apa yang mempengaruhi tingkat sensitifitas perbankan terhadap guncangan dalam kebijakan moneter di Indonesia. . Perumusan Masalah Kebijakan moneter yang ditempuh oleh bank sentral seharusnya dapat ditransmisikan dengan baik sehingga dapat mencapai sasaran yang diinginkan, yaitu pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang terkendali.Namun dalam kenyataannya kebijakan moneter yang diberlakukan oleh bank sentral tidak selalu berjalan dengan lancar.Hal ini dikarenakan adanya berbagai faktor yang menghambat transmisi kebijakan moneter tersebut, salah satunya karena faktor struktur pasar yang dihadapi industri perbankan.Industri perbankan yang berada dalam struktur pasar dengan derajat konsentrasi yang tinggi dan kompetisi yang rendah, cenderung kurang sensitif terhadap guncangan dalam kebijakan moneter (Adams dan Amel, 2005). Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah apakah struktur pasar yang dihadapi oleh industri perbankan berpengaruh terhadap efektivitas kebijakan moneter di Indonesia? Secara spesifik, permasalahan dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah respon perbankan terhadap guncangan dalam kebijakan moneter, apakah perubahan BIRate berpengaruh terhadap perubahan suku bunga kredit perbankan? 2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan (speed) dan seberapa besar (magnitude) perubahan suku bunga kredit perbankan terhadap perubahan BIRate? 3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi cepat atau lambatnya respon tersebut? Apakah struktur pasar industri perbankan berpengaruh terhadap speed dan magnitude perubahan suku bunga kredit?
Tujuan Penelitian Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh struktur pasar industri perbankan terhadap efektifitas kebijakan moneter di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini secara rinci adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis respon perbankan terhadap guncangan dalam kebijakan moneter. Mengetahui apakah perubahan BIRate berpengaruh terhadap perubahan suku bunga kredit perbankan. 2. Menganalisis waktu yang diperlukan (speed) dan besarnya perubahan (magnitude) suku bunga kredit perbankan terhadap perubahan BIRate.
7 3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi cepat atau lambatnya respon tersebut dan menganalisis apakah struktur pasar industri perbankan berpengaruh terhadap speed dan magnitude perubahan suku bunga kredit. Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan gambaran bagaimana struktur pasar industri perbankan berpengaruh terhadap efektifitas kebijakan moneter di Indonesia. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam menentukan kebijakan moneter oleh pihak-pihak yang berwenang.Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya dan memberikan manfaat bagi pembacanya.Sedangkan bagi penulis, penelitian ini menjadi sarana pembelajaran dan penerapan ilmu-ilmu yang telah diperoleh. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder dari bulan Januari 2008 sampai dengan Oktober 2012. Pada penelitian ini ruang lingkup penelitian dibatasi hanya untuk jenis kredit modal kerja dan kredit investasi pada bank persero dan bank swasta nasional devisa tanpa menyertakan data dari bank swasta nasional non devisa, bank asing dan campuran, BPD, serta bank perkreditan rakyat. Hal ini karena perhitungan Concentration Ratio dibatasi hanya pada 10 bank terbesar di Indonesia, dimana 10 bank terbesar tersebut termasuk kedalam kelompok bank persero dan bank swasta nasional devisa. Sedangkan untuk pemilihan jenis suku bunga kredit didasarkan pada jenis kredit yang digunakan untuk kegiatan produktif. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini, yakni BIRate, suku bunga kredit yang terdiri dari kredit modal kerja dan kredit investasi, data suku bunga deposito, dan data Concentration Ratio 4 bank terbesar (CR4) di Indonesia berdasarkan pangsa kredit.
TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Moneter (Monetary Policy) Kebijakan moneter adalah semua upaya atau tindakan bank sentral dalam mempengaruhi perkembangan peubah moneter (uang beredar, suku bunga, kredit dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu (Mishkin 2006). Tujuan utama kebijakan moneter adalah mencapai stablilitas harga yang dicerminkan dengan tingkat inflasi yang rendah dan stabil, sedangkan tujuan lainnya yaitu mencapai pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja (high employement), stabilitas pasar keuangan, stabilitas suku bunga, dan stabilitas pasar valuta asing (BI 2013). Kerangka strategis kebijakan moneter bank sentral dipengaruhi oleh keyakinan bank sentral yang bersangkutan terhadap suatu proses tertentu
8 mengenai bagaimana kebijakan moneter berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Pada dasarnya, kerangka operasional kebijakan moneter di berbagai negara memiliki konsep yang sama. Bank sentral selaku otoritas moneter memiliki tugas pokok untuk mencapai sasaran-sasaran akhir seperti laju inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan keseimbangan neraca pembayaran.Tetapi tidak semua instrumen kebijakan mampu dikendalikan oleh bank sentral, sehingga diperlukan sasaran operasional dari penggunaan instrumen tersebut, dan dengan suatu mekanisme tertentu yang diasumsikan dapat mempengaruhi sasaran antara.Pencapaian sasaran antara diharapkan mampu mempengaruhi pencapaian sasaran akhir yang diinginkan (BI 2013). Dalam menjalankan kebijakan moneternya bank sentral memiliki berbagai instrumen kebijakan moneter. Instrumen kebijakan moneter adalah peubahpeubah yang secara langsung mengontrol tujuan akhir dari kebijakan moneter (Lipsey 1992). Terdapat beberapa jenis instrumen kebijakan moneter, diantaranya operasi pasar terbuka (open market operation), cadangan minimum (reserve requirement), kebijakan diskonto (discount policy), dan himbauan moral (moral suassion). Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah “the process through which monetary policy decision are transmitted into changes in real GDP and inflation” (Taylor 1995). Artinya, mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan jalurjalur yang dilalui oleh kebijakan moneter untuk dapat mempengaruhi sasaran akhir kebijakan moneter yaitu pendapatan nasional dan inflasi. Mekanisme transmisi ini menghubungkan antara sektor moneter dan sektor riil dalam perekonomian sebuah negara. Mekanisme transmisi kebijakan moneter bermula ketika bank sentral mengubah instrumen kebijakan moneter yang dimilikinya. Perubahan pada instrumen kebijakan moneter ini akan mempengaruhi sasaran operasional, sasaran antara, dan sasaran akhir. Sebagai contoh, ketika bank sentral (BI) memutuskan untuk mengambil kebijakan moneter kontraktif dengan menurunkan BI Rate. Penurunan BI Rate akan mendorong turunnya Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (rPUAB), suku bunga deposito, suku bunga kredit perbankan, harga aset, nilai tukar dan ekpektasi inflasi di masyarakat. Pengaruh kebijakan moneter di sektor riil akan berdampak terhadap perkembangan konsumsi, investasi, ekspor dan impor, hingga pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang merupakan sasaran akhir dari kebijakan moneter. Menurut Bernanke dan Gertler (1995), dalam teori ekonomi moneter dikenal istilah “black box”. Artinya, transmisi kebijakan moneter pada kenyataannya merupakan proses yang kompleks karena dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu perilaku bank sentral, industri perbankan, dan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya, lamanya tenggat waktu (time lag) sejak kebijakan moneter ditempuh sampai sasaran inflasi tercapai, serta adanya perubahan dalam saluran-saluran moneter yang dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dan keuangan di negara tersebut.
9 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur Suku Bunga dan Jalur Kredit Pada awalnya pelaksanaan kebijakan moneter hanya ditransmisikan melalui jalur uang (money channel). Dengan adanya perkembangan dalam bidang ekonomi dan keuangan serta perubahan struktural dalam perekonomian, jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter pun ikut berkembang. Saat ini dikenal enam jalur transmisi kebijakan moneter, salah satunya adalah jalur suku bunga (Mishkin 2006) dan Bofinger (2001). Jalur suku bunga ini menekankan peranan pada suku bunga riil sebagai suku bunga yang memberikan dampak yang besar terhadap pengeluaran (Mishkin 2006). Perubahan suku bunga nominal yang ditetapkan oleh bank sentral akan mengakibatkan pada perubahan suku bunga riil obligasi. Perubahan suku bunga jangka pendek ini akan mempengaruhi perubahan suku bunga jangka panjang yang selanjutnya akan mempengaruhi permintaan dan pada akhirnya berpengaruh terhadap inflasi (Taylor 1995). Namun pada kenyataannya, tingkat harga agregat yang salah satunya tercermin dari suku bunga melakukan penyeseuaian yang lambat. Hal ini terjadi karena adanya fenomena sticky price (harga yang kaku), sehingga perubahan suku bunga jangka pendek membutuhkan waktu untuk dapat mempengaruhi perubahan suku bunga jangka panjang (Mishkin 2006). Di Indonesia, mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga diawali dengan perubahan BI Rate. Perubahan BI Rate ini selanjutnya akan mempengaruhi perubahan suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Penurunan BI Rate akan menyebabkan penurunan suku bunga kredit perbankan yang selanjutnya akan berdampak pada kenaikan permintaan kredit. Apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, maka Bank Indonesia akan menaikkan BI Rate untuk memperlambat aktivitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga tekanan inflasi dapat diturunkan. Dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit, fungsi bank sebagai lembaga intermediasi memiliki peran yang penting. Cara kerja transmisi melalui jalur kredit ini adalah dengan memanfaatkan media pasar utang atau pasar kredit. Asumsi yang mendasari mekanisme melalui jalur ini adalah bahwa fungsi intermediasi perbankan dalam menyalurkan dana dari Surplus Spending Unit (SSU) kepada Defisit Spending Unit (DSU) tidak selalu berjalan lancar. Artinya, tidak semua simpanan masyarakat oleh perbankan disalurkan sebagai kredit kepada dunia usaha (Warjiyo 2004). Peningkatan dalam tabungan masyarakat tidak selalu diikuti dengan peningkatan secara proporsional pada jumlah kredit yang disalurkan perbankan, hal ini karena bank cenderung melakukan seleksi kredit karena adanya informasi asimetris atau sebab-sebab lain. Salah satu jenis saluran kredit yaitu jalur pinjaman bank (Bank Lending Channel). Jalur ini menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan bank. Misalnya ketika bank sentral melakukan kebijakan moneter ekspansif dengan menurunkan BI Rate, maka akan mendorong suku bunga deposito turun. Karena biaya dana (cost of fund) turun, maka akan mendorong penurunan suku bunga kredit. Dengan menurunnya suku bunga kredit, maka biaya untuk meminjam pun akan turun sehingga akan mendorong peningkatan kredit yang selanjutnya akan meningkatkan investasi dan pada akhirnya akan meningkatkan output.
10
Suku bunga deposito &kredit Kredit yang disalurkan BI RATE
Konsumsi dan Investasi Produk Domestik Bruto
Harga Aset (saham, obligasi) Nilai Tukar
Expor
Ekspektasi Inflasi Inflasi FEED BACK Sumber: Bank Indonesia (2013) (diolah)
Gambar 6 Mekanisme transmisi kebijakan moneter Teori Kuantitas Uang terhadap Permintaan Agregat Teori kuantitas uang menyimpulkan bahwa perubahan pengeluaran agregat terutama ditentukan oleh perubahan uang beredar (Mishkin 2006).Teori kuantitas menghubungkan antara jumlah uang dengan jumlah pengeluaran nominal atas barang dan jasa.Untuk memperoleh hubungan ini, teori jumlah uang menggunakan konsep percepatan perputaran uang (velocity of money). Hubungan antara pengeluaran agregat dan kuantitas uang ditunjukkan dalam persamaan berikut: MxV=PxY (1) Dimana M adalah jumlah uang, V adalah velocity of money, P adalah harga, dan Y adalah pengeluaran/output agregat. Artinya, uang dikalikan dengan velocity of moneysama dengan harga dikalikan dengan pengeluaran/output. Karena V dan Y diasumsikan tetap, sehingga jika M naik dua kali lipat maka P akan naik dua kali lipat. Tingkat harga yang lebih tinggi mengakibatkan jumlah output agregat yang diminta lebih rendah (P↑→Y↓). Kemudian untuk mengetahui dampak peningkatan harga terhadap investasi dapat dilihat dari persamaan berikut: Y = C+I+G+NX (2) Dimana Y adalah ouput agregat, C adalah pengeluaran konsumsi, I adalah pengeluaran investasi, G adalah pengeluaran pemerintah, dan NX adalah pengeluaran luar negeri bersih atas barang dan jasa domestik. Ketika Y mengalami penurunan karena peningkatan harga, hal ini akan menyebabkan
11 jumlah uang riil turun (M/P↓) dan meningkatkan suku bunga (i↑) yang kemudian akan menurunkan investasi (I↓). Pasar Uang dan Pasar Barang Keynes mengemukakan pemikiran revolusioner dengan mengkritik pemikiran aliran klasik yang mengasumsikan bahwa hanya penawaran agregat saja yang mempengaruhi pendapatan nasional (Mankiw 2006).Keynes menyatakan bahwa permintaan agregat yang rendah bertanggung jawab terhadap rendahnya pendapatan dan tingginya pengangguran yang memperburuk perekonomian (Mankiw 2006).Model IS-LM menunjukkan bagaimana interaksi diantara pasar barang dan pasar uang dalam perekonomian. Oleh karena itu model tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu kurva IS yang menyatakan apa yang terjadi di pasar barang dan jasa, serta kurva LM yang menyatakan apa yang terjadi pada penawaran dan permintaan terhadap uang. Keseimbangan umum IS-LM terjadi ketika kurva IS dan kurva LM saling berpotongan. Analisis keseimbangan ISL-LM dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh kebijakan fiskal terhadap pergeseran kurva IS dan pengaruh kebijakan moneter terhadap pergeseran kurva LM. i
I S Y
Sumber : Mankiw (2006)
Gambar 7 Model IS-LM Interaksi Sektor Moneter dan Sektor Riil Pada perekonomian modern umumnya terdapat tiga pasar utama, yaitu pasar barang/jasa, pasar tenaga kerja, dan pasar uang/modal, dimana terdapat keterkaitan yang erat antar ketiga pasar tersebut (Basith 2007). Ketiga pasar ini akan menjadi alat alokasi yang efisien jika struktur pasarnya persaingan sempurna. Namun pada kenyataannya, terdapat kegagalan pasar yang menyebabkan asumsi pasar persaingan sempurna tidak dapat terwujud sepenuhnya. Karena adanya keterkaitan yang erat antara ketiga pasar tersebut mengakibatkan ketidakstabilan di salah satu pasar akan mempengaruhi kestabilan di pasar yang lainnya, dan lebih jauh lagi akan mempengaruhi kestabilan dalam perekonomian. Selain itu, perubahan dalam satu kebijakan (moneter atau fiskal) akan mempengaruhi
12 kebijakan lain, dan kesalingtergantungan ini dapat mengubah dampak dari perubahan kebijakan tersebut (Mankiw 2006). Keterkaitan antara sektor riil dengan sektor moneter terjadi pada permintaan investasi dan permintaan uang.Keynes berpendapat bahwa terdapat hubungan negatif antara tingkat bunga dengan tingkat investasi. Semakin tinggi tingkat bunga, maka pengeluaran untuk investasi akan menurun. Asumsi inilah yang mendasari pemikiran bahwa kebijakan moneter dimungkinkan dalam mempengaruhi tingkat output. Jika tingkat bunga dapat diturunkan, maka jumlah investasi akan semakin besar yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, perubahan tingkat bunga di sektor moneter akan mempengaruhi investasi yang selanjutnya akan mempengaruhi sektor riil (Basith 2007). Suku Bunga, i
LM1 LM2
1 2
i1 i2
IS1
i 2
Y1
Y2
Output Agregat, Y
Sumber: Mishkin (2006)
Gambar 8 Respon output agregat dan auku bunga terhadap kebijakan moneter ekspansif Gambar 8 menunjukkan responoutput agregat dan suku bunga terhadap peningkatan uang beredar. Pada awalnya, perekonomian berada dalam keseimbangan saat kurva LM1 berpotongan dengan kurva IS1di titik 1.Misalnya bank sentral mengambil kebijakan moneter ekspansif dengan meningkatkan jumlah uang beredar (JUB).Peningkatan JUB menyebabkan kurva LM bergeser ke kanan menuju LM2,dan titik keseimbangan pasar barang maupun pasar uang bergerak menuju titik 2.Peningkatan JUB ini menyebabkan suku bunga menurun menjadi i2. Penurunan suku bunga ini akan menyebabkan pengeluaran investasi meningkat, yang selanjutnya menyebabkan ouput agregat meningkat menuju Y2. Gambar 9 menunjukkan respon output agregat dan suku bunga terhadap kebijakan fiskal ekspansif karena peningkatan pengeluaran pemerintah ataupenurunan pajak. Kebijakan fiskal ekspansif menyebabkan kurva IS bergeser ke IS2, dan titik keseimbangan untuk pasar barang dan pasar uang bergerak menuju titik 2. Kebijakan fiskal ekspansif ini menyebabkan peningkatan permintaan agregat secara langsung sehingga output agregat meningkat menjadi Y2. Tingkat output agregat yang lebih tinggi menaikkan permintaan uang, yang selanjutnya menyebabkan kenaikan suku bunga menjadi i2. Pada titik 2, kelebihan permintaan uang karena adanya peningkatan output agregat telah dihilangkan
13 dengan meningkatnya suku bunga. Perbedaan dampak dari kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan fiskal ekspansif adalah kebijakan moneter ekspansif menyebabkan suku bunga menurun, sedangkan dampak dari kebijakan fiskal ekspansif menyebabkan suku bunga meningkat. LM1
Suku Bunga, i
2 1
i2 i i i1 12 IS2 IS1
Y1 Y2
Y
Output Agregat, Y
Sumber: Mishkin (2006)
Gambar 9 Respon output agregat dan suku bunga terhadap kebijakan fiskal ekspansif Struktur Pasar dan Persaingan Industri Perbankan di Indonesia Konsentrasi dalam industri perbankan tergantung dari pasar yang dilayani.Konsentrasi adalah salah satu faktor penting dari kompetitif tidaknya industri perbankan.Semakin tinggi derajat konsentrasi, semakin besar kemungkinan terjadinya perilaku kolusi dan monopoli.Bank bersaing pada tingkat nasional untuk debitor dan nasabah besar.Pada pasar ini kolusi sulit dilakukan jika bank yang bersaing di pasar nasional berjumlah besar.Semakin besar pasar bank dan ditambah dengan adanya pembatasan terhadap pendatang baru, semakin besar kemungkinan unsur-unsur tidak kompetitif yang berperan dalam pemberian jasajasa keuangan.Persaingan dalam industri perbankan telah dipengaruhi oleh kebijakan deregulasi dan pengendalian moneter yang ditempuh oleh otoritas moneter.Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan derajat persaingan di pasar. Program Arsitektur Perbankan Indonesia (API) menyebabkan timbulnya gelombang merger pada industri perbankan di Indonesia.Merger dapat menyebabkan industri perbankan lebih terkonsentrasi, yang ditandai dengan jumlah bank yang semakin menurun (Subanidja 2006). Semakin terkonsentrasinya suatu industri, maka kemungkinan untuk melakukan kolusi akan semakin besar. Kemungkinan terjadinya persaingan dan kerjasama di industri perbankan Indonesia ditandai dengan dua hal. Pertama, industri perbankan Indonesia ditandai dengan rentang ukuran bank yang beragam sehingga bank besar dan kecil tidak harus bersaing di segmen pasar yang sama. kedua, diantara bank yang sekelas juga terjadi segmentasi pasar. Ketiga, diantara bank dengan karakteristik yang sama tidak selalu terjadi persaingan (Kusumastuti 2008).
2
14 Pengukuran kekuatan pasar sebuah industri pada umumnya menggunakan Concentration of Ratio (CR). CR4 didefinisikan sebagai persentase dari keseluruhan output industri yang dihasilkan oleh 4 perusahaan terbesar dilihat dari berbagai indikator. Studi yang dilakukan oleh Subanidja (2006) terhadap 90 bank umum di indonesia dengan menggunakan 4 indikator (DPK, aset, kredit, modal) menunjukkan bahwa keempat indikator tersebut CR-nya bernilai diatas 40%. Artinya, 4 bank terbesar menguasai lebih dari 40% produksi (DPK, aset, kredit, modal), sehingga dapat dikatakan bahwa struktur pasar bank umum di Indonesia adalah oligopoli dominan. Struktur pasar oligopoli bank umum merupakan struktur pasar yang terdiri dari beberapa (empat) bank umum yang mendominasi pasar dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi harga (misal tingkat suku bunga tabungan) dalam industri perbankan. Apabila salah satu bank melakukan suatu keputusan, maka hal itu akan mempengaruhi pasar dan mendorong bank lain untuk melakukan perubahan. Bank-bank umum dalam struktur oligopoli tunduk pada persaingan, namun tetap menguasai pasar dan tidak mudah diganggu oleh pendatang baru karena terdapat barrier yang substansial bagi pendatang baru untuk memasuki pasar ini.Struktur pasar seperti ini menyebabkan tiadanya tekanan persaingan karena berpeluang menciptakan kolusi untuk menentukan harga dan jumlah produksi. Struktur Pasar Oligopoli Secara umum keadaan struktur pasar suatu industri dikelompokkan ke dalam dua bagian besar, yaitu struktur pasar persaingan sempurna dan struktur pasar persaingan tidak sempurna yang terdiri dari struktur pasar oligopoli dan struktur pasar monopoli. Pasar persaingan sempurna memiliki karakteristik: jumlah perusahaan sangat banyak, produk homogen, produsen dan konsumen sama-sama memiliki pengetahuan dan informasi sempurna, output perusahaan relatif lebih kecil dibanding output pasar, harga ditentukan oleh mekanisme pasar dan perusahaan bebas keluar dan masuk ke industri. Pasar persaigan monopolistik memiliki karakteristik: produk terdiferensiasi dan dapat dibedakan, jumlah produsen banyak dalam industri, perusahaan bebas keluar masuk industri. Pasar oligopoli mempunyai karakteristik: hanya sedikit perusahaan dalam industri, produk homogen dan terdiferensiasi, pengambilan keputusan saling mempengaruhi, dan kompetisi dibidang non harga. Pasar monopoli memiliki karakteristik: hanya ada satu penjual tanpa ada pesaing langsung atau tidak langsung, output perusahaan tidak memiliki produk substitusi, dan ada hambatan untuk masuk ke dalam industri. Untuk melihat keterkaitan antara struktur, perilaku, dan kinerja pasar suatu industri oligopoli dapat dilihat pada Gambar 10. Kurva permintaan pasar perusahaan individu industri oligopoli sama halnya dengan kurva permintaan pasar perusahaan pada struktur persaingan tidak sempurna lainnya yang berkemiringan negatif. Selain itu, kurva penerimaan marginalnya pun selalu berada dibawah kurva permintaan oligopoli. Hal ini karena adanya kemampuan beberapa produsen untuk mengendalikan keadaan pasar melalui pengaturan harga atau output agar keuntungan menjadi maksimum.
15
i,C MC i
AC
A
1
A
i1
c 0 A 1
L R
M
D
c MR 0
D
Lt
L/t
L
Sumber: Sukirno(2005)
Gambar 10 Keadaan keseimbangan pasar perusahaan oligopolistik Gambar10 memperlihatkan hubungan keterkaitan antara struktur, perilaku, dan kinerja industri oligopoli.keseimbangan pasar pada saat kurva penerimaan marginal (MR) memotong kurva biaya marginal (MC). Perusahaan oligopolis memaksimumkan keuntungan berproduksi pada tingkat bunga (i) yang melebihi biaya rata-rata (AC), yaitu pada tingkat bunga i1 dan output sebesar L1. Karena berproduksi pada wilayah kura AC yang sedang menurun sebesar c, maka oligopolis memperoleh keuntungan maksimum seluas wilayah A. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya masalah miss-allocation dan distribution resources pada industri oligopoli, karena pada industri oligopoli hanya beberapa perusahaan kuat saja yang menguasai sumber-sumber ekonomi sehingga distribusi output menjadi tidak merata. Hal tersebut terjadi akibat adanya beberapa perusahaan yang menguasai pasar sehingga perilaku oligopolis seringkali menimbulkan kerugian bagi konsumen dalam perekonomian. i D1 MR1
i0
MC2 E
MC1 MC0
A2 D
A1 2
MR2 0
L0
L
Sumber: Sukirno (2005)
Gambar 11 Keseimbangan perusahaan dalam oligopoli yang menghadapi kurva permintaan patah
16 Gambar 11menunjukkan ketika perusahaan industri oligopoli menghadapi keadaan dimana kurva permintaannya adalah kurva terpatah (kinked demand curve), dan kurva hasil penjualan marginal (MR) adalah kurva terputus. Jika keuntungan maksimum dicapai ketika MC0=MR, maka berdasarkan Gambar 11 keuntungan maksimum dicapai apabila harga sebesar i0 dan ouput sebesar L0. Jika biaya produksi mengalami peningkatan yang menyebabkan kurva biaya marjinal menjadi MC2, maka keuntungan maksimum masih dapat dicapai ketika harga adalah i0 dan output adalah L0. Tetapi jika kurva MC berada diatas MC2, keseimbangan untuk memaksimumkan keuntungan akan mengalami perubahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa selama perubahan biaya produksi tidak menyebabkan kurva biaya marginal berada diatas MC2 atau dibawah MC1, keseimbangan pemaksimuman keuntungan tidak akan mengalami perubahan. Dengan demikian, selama kurva MC memotong kurva MR diantara titik A1 dan A2, harga dan output perusahaan tidak akan mengalami perubahan. Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pasar oligopoli dimana perusahaan-perusahaan tidak melakukan kesepakatan (kolusi) diantara mereka, tingkat harga adalah bersifat rigid (sulit mengalami perubahan).Tingkat harga cenderung tetap untuk berada pada tingkat harga yang telah ditetapkan pada awalnya dan tidak fleksibel terhadap penyesuaian faktor-faktor lainnya yang terjadi dalam perekonomian. Penelitian Terdahulu Tabel 2Penelitian terdahulu Nama Data Model Hasil Adams Data pinjaman untuk Reduced- Pengaruh kebijakan moneter dan Amel usaha kecil di Amerika form semakin berkurang dalam (2005) tahun 1996-2002 pasar yang terkonsentrasi. Ridho, M. Data DPK, IHSG, total Regresi Konsentrasi industri (2007) aset perbankan, data berganda berpengaruh negatif terhadap kredit yang disalurkan, output perbankan dalam bentuk GDP, SBI tahun 1995kredit. Semakin tinggi tingkat 2005 konsentrasi akan mengurangi efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui bank lending channel. Cotarelli Suku bunga kredit, suku OLS, Adanya hubungan yang kuat dan bunga diskonto, WLS antara rigiditas suku bunga Kourelis interbank rates,peubah kredit dengan struktur dari (1994) struktural (kompetisi sistem keuangan. dalam sistem perbankan,eksistensi perkembangan pasar uang dan keterbukaan ekonomi,sistem kepemilikan bank, derajat perkembangan pasar uang).
17 Moazzami Interest rate,prime ECM (1999) lending rates, federal funds Rate,3 months Treasury Bill Rates.
Olivero, Li, dan Jeon (2010)
Bank-level data, bank- Regresi level balance sheet dan berganda income statement data, data consumer price indices, data GDP, data nilai tukar, data suku bunga.
Adanya rigiditas suku bunga kredit di Kanada dan Amerika serikat. Suku bunga kredit di Kanada lebih rigid dibandingkan di AS, hal ini karena struktur industri perbankan di Kanada memiliki tingkat konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan AS. Efektivitas kebijakan moneter melalui bank lending channel akan melemah secara signifikan dan konsisten ketika bank berada pada industri yang terkonsentrasi.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori dan hasil penelitian tedahulu, maka dapat diberikan hipotesis (dugaan sementara) dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Adapun hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: 1. Perubahan BI Rate diduga berpengaruh positif terhadap suku bunga kredit modal kerja dan kredit investasi. 2. Perubahan suku bunga deposito diduga berpengaruh positif terhadap suku bunga kredit modal kerja dan kredit investasi. 3. Perubahan CR4 diduga berpengaruh positif terhadap suku bunga kredit modal kerja dan kredit investasi.
18 Kerangka Pemikiran Kebijakan Moneter -BI Rate Struktur Pasar Industri Perbankan
Suku Bunga Deposito Perbankan
Suku Bunga Kredit Perbankan
Konsentrasi Industri: CR4
Permintaan Kredit Kredit yang Disalurkan
PenawaranKredit Perbankan Gambar 12 Kerangka Pemikiran Keterangan: : Alur Peubah : Ruang lingkup penelitian : Peubah yang digunakan
METODE Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data time series bulanan dari periode Januari 2008 hingga Oktober 2012. Data yang digunakan untuk menghitung nilai concentration ratio 4 bank terbesar (CR4) adalah data jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan, sedangkan data yang digunakan dalam pemodelan yaitu data CR4, BI Rate, suku bunga kredit modal kerja dan suku bunga kredit investasi dari bank persero dan bank swasta nasional devisa, serta data suku bunga deposito bank persero dan bank swasta nasional devisa. Sumber data berasal dari Bank Indonesia (BI).Alat analisis yang digunakan adalah software Eviews 6 dan Microsoft Excel 2007.Data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 3.
19
No. 1. 2. 3. 4. 5.
8.
Tabel 3 Data, Satuan, dan Simbol Peubah Satuan Concentration Ratio 4 bank Persen (%) terbesar BIRate Persen (%) Suku Bunga Kredit Modal Persen (%) Kerja Bank Persero Suku Bunga Kredit Investasi Persen (%) Bank Persero Suku Bunga Kredit Modal Persen (%) Kerja Bank Swasta Nasional Devisa Suku Bunga Kredit Investasi Persen (%) Bank Swasta Nasional Devisa
Simbol CR4 BI_Rate MK_P INV_P MK_SN
INV_SN
Sumber: Bank Indonesia (2013)
Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Vector Autoregressive (VAR) apabila data stasioner pada level, tetapi apabila data tidak stasioner pada level dan terdapat hubungan kointegrasi, maka model VAR harus dikombinasikan dengan model Vector Error Correction Model (VECM). Diharapkan dengan menggunakan metode ini dapat diketahui faktor – faktor yang mempengaruhi efektivitas kebijakan moneter dalam struktur industri perbankan yang oligopoli. Analisis data dengan menggunakan pendekatan model VAR dan VECM mencakup tiga alat analisis utama yaitu kausalitas Granger, impuls response function (IRF), dan forecast error variance decomposition (FEVD). Pengolahan data dilakukan secara bertahap, sebelum sampai pada analisis VAR dan VECM perlu dilakukan beberapa pengujian praestimasi yaitu, uji stationeritas data atau uji akar unit (unit root test), penentuan panjang lag optimum, dan uji stabilitas VAR. Selanjutnya, dilakukan uji kausalitas Granger, uji kointegrasi, VECM, tekhnik IRF, dan FEVD. Software yang digunakan dalam proses pengolahan adalah Eviews 6. 1) Uji Stasioneritas Data Sebelum melakukan pengolahan data, mengidentifikasi kestasioneran data merupakan hal yang paling penting guna menghindari masalah spurious regression. Data yang stasioner berati bahwa data tersebut memiliki rata-rata, standar deviasi atau varians, serta covarians yang konstan untuk setiap observasi. Pengujian stasioneritas data ini dilakukan untuk setiap peubah yang digunakan dalam persamaan. Terdapat beberapa cara untuk melihat kestasioneritasan data, namun cara yang paling populer adalah dengan menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan uji Philips-Perron (PP). Dickey dan Fuller dalam Enders (2004) mengemukakan bahwa terdapat tiga persamaan regresi yang berbeda yang digunakan untuk menguji akar unit, yaitu: (4) (5)
20 (6) Persamaan (4) merupakan model random walk.Sedangkan persamaan (5) merupakan model dengan tambahan intersep dan persamaan (6) merupakan model dengan tambahan intersep dan trend. Berdasarkan persamaan (1) diatas, maka dapat dibuat hipotesis yakni H0: γ = 0 (tidak stasioner), dan H1: γ < 0 (stasioner). Artinya, jika H0 ditolak, maka berarti data stasioner, begitu pula sebaliknya. Namun model-model diatas mengasumsikan bahwa ℇt tidak berkorelasi.Karena itu, Dickey-Fuller mengembangkan pengujian akar unit diatas dengan sebutan Augmented Dickey-Fuller (ADF) test. Adapun formulasi ADF test adalah sebagai berikut: (7) dimana : m = panjang lag yang digunakan Persamaan (7) merupakan model dengan intersep dan trend. Sedangkan model tanpa intersep dan trend, serta model dengan intersep dapat dilihat pada persamaan berikut: (8) (9) Uji stasioneritas pada penelitian ini menggunakan ADF test. Jika ADF teststatistic lebih kecil secara aktual daripada test critical values, maka berati data stasioner. 2) Penentuan Lag Optimal Langkah penting yang harus dilakukan dalam menggunakan model VAR adalah penentuan jumlah lag yang optimal yang digunakan dalam model. Hal ini dilakukan karena seringkali suatu peubah bereaksi terhadap peubah lainnya dalam suatu selang waktu (lag). Pengujian panjang lag yang optimal dapat memanfaatkan beberapa informasi yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criteria (AIC), Final Prediction Error (FPE), Hannan – Quinn Information (HQ) dan Schwarz Information Criterion (SC) (Firdaus 2011). Jika misalnya kriteria informasi yang digunakan adalah SC, maka selang optimal yang dipilih adalah yang memiliki nilai SC minimum.Dalam penelitian ini, pemilihan lag optimal dilakukan dengan metode ekonometrika trial and error. Adapun formulasi AIC dan SC adalah sebagai berikut: AIC = log |∑et2/N| + 2K+N dimana: et2 = jumlah residual kuadrat N = jumlah sampel K = jumlah peubah
(10)
SC = AIC(q)+(q/T)(logT-I) dimana: q = jumlah peubah T = jumlah observasi
(11)
3) Uji Stabilitas VAR Uji ini dilakukan untuk melihat apakah model VAR yang digunakan stabil atau tidak. Menurut Arsana (2005), pemeriksaan stabilitas VAR dilihat dari
21 nilai inverse root karakteristik Auto Regression (AR) polinomialnya. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya < 1 maka model VAR tersebut dianggap stabil sehingga Impuls Response Function (IRF) dan Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) yang dihasilkan dianggap valid (Firdaus 2011). 4) Uji Kausalitas Granger Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas di antara peubah – peubah yang ada dalam model.Uji ini untuk mengetahui apakah suatu peubah bebas (independent variable) meningkatkan kinerja forecasting dari peubah tidak bebas (dependent variable). Pengujian hubungan sebab akibat dalam pengertian Granger, dengan menggunakan F-test untuk menguji apakah lag informasi dalam peubah Y memberikan informasi statistik yang signifikan tentang peubah X dalam menjelaskan perubahan X. Jika tidak, Y tidak ada hubungan sebab akibat Granger dengan X. Eviews akan menjalankan estimasi dengan bentuk persamaan : yt = α0 + α1yt-1 + ….+ α1yt-1 + β1x1, t-1 + …. βlx-l + et (12) xt = α0 + α1xt-1 + ….+ α1xt-1 + β1 y1, t-1 + …. βly-l + et (13) Nilai F-statistik dihitung berdasarkan Wald statistic untuk hipotesis βl = β2 = …=βl = 0 untuk setiap persamaan. Pada persamaan pertama, hipotesis nol adalah x tidak mempengaruhi Granger y, sedangkan y tidak mempengaruhi Granger x pada persamaan kedua. 5) Uji Kointegrasi Uji kointegrasi digunakan untuk melihat hubungan jangka panjang antara peubah, dimana kointegrasi merupakan kombinasi linear bagi peubah yang tidak stationer.Adanya hubungan kointegrasi dari suatu persamaan merupakan indikasi awal dari spesifikasi VECM (Linda 2007). Interpretasi ekonomi dari kointegrasi dapat diartikan jika dua atau lebih series berhubungan dalam membentuk keterkaitan jangka panjang, meskipun tidak stasioner namun dapat bergerak bersama-sama dan perbedaan diantara series tersebut akan menjadi stasioner (Harris dalam Basith 2007). Terdapat tiga cara untuk menguji kointegrasi yaitu, uji kointegrasi Engle-Granger, uji Cointegrating Regression Durbin Watson dan Johannsen Cointegrating test. Dalam penelitian ini, uji kointegrasi dilakukan dengan menggunakan Johannsen Cointegrating test. Jika trace statistic lebih besar dari critical value secara aktual, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kointegrasi dalam persamaan tersebut. Adapun jumlah kointegrasi yang terdapat dalam sebuah sistem persamaan dinamakan rank kointegrasi. Apabila data yang dianalisis tidak stasioner tetapi saling berkointegrasi, berarti terdapat hubungan jangka panjang atau keseimbangan antara kedua peubah tersebut. 6) Estimasi VAR/VECM Jika persamaan tidak menunjukkan adanya hubungan kointegrasi, maka estimasi dilakukan dengan model VAR. Tetapi jika terdapat persamaan yang terkointegrasi, maka estimasi dilakukan dengan menggunakan model VECM. Dengan menggunakan estimasi VECM dapat diketahui hubungan jangka panjang antar peubah, karena pada jangka pendek terdapat kemungkinan terjadi
22 ketidakseimbangan, sehingga diperlukan adanya koreksi dengan model koreksi kesalahan (error correction model). Dengan membandingkan nilai t-statistic pada peubah yang terdapat dalam penelitian pada tingkat kritis yang digunakan, maka dapat diketahui peubahapa saja yang signifikan terhadap peubah endogen utama yang diamati, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Model simpleerror correction model dapat diformulasikan sebagai berikut : ∆rSt = αS(rLt-1 – βrSt-1) +eSt αS > 0 (14) ∆rLt = -αL(rLt-1 – βrSt-1) +eLt αL > 0 (15) eStdaneLt : error rLt : keadaan jangka panjang rLt : keadaan jangka pendek αS, αL danβ : parameter Formulasi model secara umum dengan menggunakan perubahan lag, dapat dinyatakan dengan : ∆rSt = a10 + αS(rLt-1 – βrSt-1) + Σa11(ί) ∆rSt-ί + Σa12(ί) ∆rLt-ί +eSt (16) ∆rLt = a20 – αL(rLt-1 – βrSt-1) + Σa21(ί) ∆rSt-ί + Σa22(ί) ∆rLt-ί +eLt (17) VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi.Dengan demikian, dalam VECM terdapat speed of adjustment dari jangka pendek ke jangka panjang.Adapun spesifikasi model VECM secara umum adalah sebagai berikut: (18) Keterangan : yt = vektor yang berisi peubah yang dianalisis dalam penelitian µ0x = vektor intercept t = time trend ∏x = αx β’ dimana b’mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang yt-I = peubahin – level Γix = matriks koefisien regresi k-1 = ordo VECM dari VAR et= errorterm Model Penelitian Bentuk sederhana dari sistem VAR ditunjukkan oleh sistem bivariate sederhana sebagai berikut: (19) (20) Dari bentuk persamaan primitif diatas dapat diperoleh bentuk transformasi VAR ke dalam bentuk standar (reduced-form). Adapun persamaan umum VAR adalah sebagai berikut (Enders 2004): yt= A0 + A1yt-1 + A2yt-2…… Apyt-p + et (21) Keterangan : yt = vektor berukuran (n x 1) yang berisikan n peubah yang terdapat dalam sebuah model VAR A0 = vektor intersep berukuran (n x 1) Aί = matriks koefisien / parameter berukuran (n x n) untuk setiap ί = 1,2,..p
23 et = vektor error berukuran (n x 1) atau dalam bentuk matriks VAR adalah sebagai berikut :
(22)
(23)
(24)
(25)
Keterangan :
MK_Pt : Suku bunga kredit modal kerja bank persero periode ke-t (%) INV_Pt : Suku bunga kredit investasi bank persero pada periode ke-t (%) MK_SNt : Suku bunga kredit modal kerja bank swasta nasional devisa periode ke-t (%) INV_SNt : Suku bunga kredit investasi bank swasta nasional devisa periode ke-t (%) BI_RATEt: BI Rate pada periode ke-t (%) CR4t : Concentration Ratio periode ke-t (%) e1t : Error term (sisaan) Selanjutnya dari persamaan-persamaan diatas, untuk melihat isu persoalan jangka panjang terbentuk pengkombinasian antara model VAR struktural dengan Vector Error Correction Model (VECM) sehingga persamaan menjadi sebagai berikut: k -1
∆yt = µ0x+ µ1xt +∏x yt-1+Σ Γix ∆yt-i + et ,t = 1,2, =1 -1
k
=1 -1
k
=1 -1
k
i
∆yt = µ0x+ µ1xt +∏x yt-1+Σ Γix ∆yt-i + et ,t = 1,2,
(27)
i
∆yt = µ0x+ µ1xt +∏x yt-1+Σ Γix ∆yt-i + et ,t = 1,2,
(28)
i
∆yt = µ0x+ µ1xt +∏x yt-1+Σ Γix ∆yt-i + et ,t = 1,2, i =1
(26)
(29)
24 Keterangan: yt = (MK_P, DPST_P, BI_RATE, CR4) (INV_P, DPST_P, BI_RATE, CR4) (MK_SN, DPST_SN, BI_RATE, CR4) (INV_SN, DPST_SN, BI_RATE, CR4) µ0x = vektor intersep t = time trend ∏x = αxβ’ dimana b’ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang Yt-1 = peubah in-level Γix = matriks koefisien regresi k-1 = ordo VECM dari VAR et = error term Pengujian Model Penelitian Vector Autoregressive (VAR) adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari peubah itu sendiri serta nilai lagpeubah lain dari peubah tak bebas (dependent) yang ada dalam persamaan. Alat analisa yang disediakan oleh VAR diantaranya adalah Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Impulse Response Function (IRF) adalah melacak respon saat ini dan masa depan setiap peubah akibat perubahan atau shock suatu peubah tertentu. Hal ini dikarenakan shockpeubah, misalnya ke-i, tidak hanya berpengaruh terhadap peubah ke-i itu saja, tetapi ditransmisikan kepada semua peubah endogen lainnya melalui struktur dinamis atau struktur lag dalam VAR, atau dengan kata lain IRF mengukur pengaruh suatu shock pada suatu waktu kepada inovasi peubah endogen pada saat tersebut dan di masa yang akan datang. Sementara itu, Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) merupakan metode untuk memprediksi kontribusi presentase varians setiap peubah terhadap perubahan suatu peubah tertentu. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR, dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing– masing peubah mempengaruhi peubah lainnya dalam kurun waktu yang panjang.
GAMBARAN UMUM Perkembangan Kebijakan Moneter dan Suku Bunga di Indonesia Kerangka kebijakan moneter yang dahulu digunakan di Indonesia adalah monetary base, dengan agregat moneter sebagai target jangka menengah sehingga kebijakan moneter dianggap dapat mempengaruhi output dan inflasi. Namun sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, dimana tujuan dari Bank Indonesia adalah untuk menjaga kestabilan nilai Rupiah, maka pada tahun 2005 Bank Indonesia secara resmi menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targetting Framework). Dalam Inflation Targetting Framework (ITF), secara operasional stance kebijakan moneter dicerminkan melalui penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate). Selain
25 mencerminkan stance kebijakan moneter dari bank sentral, BI Rate juga merupakan indikasi level suku bunga jangka pendek yang diinginkan bank sentral yang dianggap sesuai dengan target inflasi yang diinginkan. Alur mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga yang terjadi di Indonesia dimulai dengan adanya perubahan BI Rate. Perubahan BI Rateakan mengakibatkan perubahan pada suku bunga pasar uang antar bank (PUAB), suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap output dan inflasi. Kinerja perekonomian Indonesia pada triwulan IV 2008 ditandai dengan memburuknya perekonomian global yang berdampak terhadap perekonomian domestik. Sepanjang triwulan IV 2008 Bank Indonesia telah menaikkan BI Rate sebesar 25 bps pada awal triwulan sampai akhirnya menurunkannya kembali sebesar 25 bps hingga menjadi 9,25 persen pada akhir triwulan IV 2008 untuk menjaga stabilitas makroekonomi. Sinyal perubahan BI Rate yang menggambarkan arah kebijakan moneter terus ditransmisikan ke sektor keuangan melalui berbagai jalur, salah satunya di pasar uang.Perubahan BI Rate diikuti oleh perubahan pada suku bunga pasar uang berbagai tenor secara searah yang kemudian ditransmisikan kembali pada suku bunga perbankan khususnya pada suku bunga deposito, meskipun suku bunga kredit merespons secara lebih terbatas. Pada tahun 2009, perekonomian Indonesia masih mampu bertahan cukup kuat ditengah krisis ekonomi global dengan tingkat pertumbuhan sampai dengan triwulan III-2009 yang tumbuh diatas 4 persen.Stance kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia selama tahun 2009 cenderung longgar, hal ini tercermin dari penurunan BI Rate sebesar 275 bps selama tahun 2009. Penurunan BI Rate ini mampu ditransmisikan dengan baik melalui jalur suku bunga terutama di suku bunga jangka pendek dan suku bunga simpanan.Kondisi tersebut terbukti dari suku bunga PUAB O/N yang bergerak searah dengan perubahan BI Rate. Ratarata harian penurunan suku bunga PUAB O/N sebesar 308 bps, dari level 9,38 persen pada akhir 2008 menjadi 6,29 persen pada November 2009. Sementara itu, transmisi BI Rate ke suku bunga deposito berlangsung dengan lebih baik.Seiring dengan penurunan BI Rate, suku bunga deposito 1 bulan telah turun hingga 337 bps. Akan tetapi, transmisi kebijakan moneter ke suku bunga kredit masih belum optimal karena penurunan BI Rate direspon secara lebih lambat dan dengan besaran yang lebih rendah. Rata-rata perubahan suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi selama tahun 2009 hanya menurun sebesar 76 bps, sangat kecil jika dibandingkan dengan penurunan BI Rate sebesar 275 bps dan penurunan suku bunga deposito 1 bulan sebesar 337 bps. Aktivitas perekonomian yang cenderung lambat dan masih tingginya suku bunga kredit ini mengakibatkan rendahnya permintaan kredit masyarakat. Kinerja perekonomian domestik di tahun 2010 menunjukkan akselerasi pertumbuhan yang cukup tinggi di tengah kondisi pemulihan ekonomi yang tidak seimbang.Sementara itu, kebijakan moneter di berbagai jalur masih terus ditransmisikan dengan baik.Sepanjang tahun 2010 suku bunga PUAB terus menurun yang disebabkan karena adanya likuiditas jangka pendek perbankan yang melimpah. Suku bunga PUAB O/N berada di bawah BI Rate dengan ratarata setahun sebesar 6,08 persen, dimana besaran tersebut jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata tahun sebelumnya yang mencapai 7,11 persen.
26 Meningkatnya jumlah likuiditas jangka pendek tersebut telah menurunkan spread suku bunga tertinggi dan terendah yang mencapai 10 bps pada November 2010. Transmisi kebijakan moneter juga terus berlanjut melalui jalur suku bunga perbankan yang terus bergerak menurun.Secara umum selama tahun 2010 suku bunga deposito semua tenor mengalami penurunan sebesar 82 bps.Meskipun penurunan tersebut lebih rendah dibandingkan penurunan pada tahun sebelumnya.Penurunan suku bunga kredit terutama terjadi pada suku bunga kredit konsumsi. Selama tahun 2010, suku bunga kredit konsumsi menurun sebesar 177 bps, sementara penurunan suku bunga kredit modal kerja dan suku bunga kredit investasi hanya sebesar 68 bps dan 58 bps. Penurunan suku bunga kredit di tahun 2010 terutama dilakukan oleh kelompok bank asing dan campuran serta bank swasta. Seiring dengan meningkatnya risiko perlambatan ekonomi global, bank sentral di negara-negara berkembang cenderung mengambil stance kebijakan moneter yang longgar. Pada tahun 2011, Bank Indonesia memutuskan untuk tetap mempertahankan BI Rate pada level 6,00 persen. Hal ini didasarkan pada evaluasi terhadap kinerja perekonomian, beberapa faktor risiko dan prospek perkembangan ekonomi ke depan. Kebijakan Bank Indonesia untuk mempertahankan level BI Rate tersebut direspon secara positif oleh pasar keuangan. Selama tahun 2011, suku bunga PUAB O/N terus bergerak di level yang rendah dengan rata-rata sebesar 5,77 persen. Hal ini terjadi karena melimpahnya likuditas perbankan akibat adanya aliran modal yang masuk ke Indonesia dan akibat ekspansi keuangan pemerintah selama tahun 2011.Transmisi kebijakan moneter juga diteruskan ke dalam suku bunga perbankan, dimana suku bunga perbankan terus mengalami penurunan selama tahun 2011.Sejak awal tahun, suku bunga kredit terus menurun secara kontinyu meskipun suku bunga deposito relatif bergerak stabil. Suku bunga kredit modal kerja, suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit konsumsi mengalami penurunan sebesar 47 bps, 26 bps, dan 32 bps sampai bulan Oktober 2011. Penurunan tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan penurunan suku bunga deposito 1 bulan yang hanya sebesar 8 bps. Spread antara suku bunga kredit dengan suku bunga deposito 1 bulan masih relatif lebar dengan rata-rata sebesar 6,23 persen. Sepanjang tahun 2011, Kelompok bank yang tercatat paling besar dalam menurunkan suku bunga deposito 1 bulan adalah kelompok bank asing dan campuran yaitu sebesar 230 bps. Sedangkan kelompok BPD dan bank persero hanya menurunkan sebesar 56 bps dan 2 bps, sementara kelompok bank swasta justru menaikkan suku bunga deposito 1 bulannya sebesar 6 bps. Dalam hal suku bunga kredit, kelompok bank yang paling agresif dalam menurunkan suku bunga kredit adalah kelompok bank asing dan campuran yang menurunkan suku bunga kredit modal kerjanya sebesar 120 bps, suku bunga kredit investasi sebesar 162 bps, dan suku bunga kredit konsumsi sebesar 110 bps. Kelompok bank persero hanya menurunkan suku bunga kredit modal kerjanya sebesar 59 bps, suku bunga kredit investasi sebesar 28 bps, dan suku bunga kredit konsumsi sebesar 5 bps. Sedangkan kelompok bank swasta hanya menurunkan suku bunga kredit modal kerja, suku bunga kredit investasi, dan suku bunga kredit konsumsinya masing-masing sebesar 41, 39 dan 42 bps.Untuk kelompok BPD tercatat menurukan kredit konsumsinya sebesar 8 bps, dan menaikkan suku bunga kredit modal kerja serta suku bunga kredit investasinya sebesar 20 dan 11 bps.
27
Modal Kerja Bank Persero
Okt-12
Jul-12
Apr-12
Jan-12
Okt-11
Jul-11
Apr-11
Jan-11
Okt-10
Jul-10
Apr-10
Jan-10
Okt-09
Jul-09
Apr-09
Jan-09
Okt-08
Jul-08
Apr-08
Jan-08
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Modal Kerja BUSN Devisa
Sumber: Bank Indonesia (2013) (diolah)
Gambar 13 Perkembangan suku bunga kredit modal kerja Bank Persero dan BUSN Devisa Dari Gambar 13 terlihat bahwa sepanjang tahun 2008 hingga 2012 perkembangan suku bunga kredit modal kerja bank persero dan bank swasta nasional devisa cenderung menurun, meskipun besarannya tidak berubah secara signifikan karena masih berkisar antara 12 hingga 15 persen. Sementara itu, suku bunga kredit investasi bank persero dan bank swasta nasional devisa juga menunjukkan perkembangan yang sama. Dari Gambar 14 dapat dilihat bahwa sepanjang tahun 2008 hingga 2012, trend suku bunga kredit investasi cenderung menurun, meskipun besarannya tidak berubah signifikan karena masih berkisar antara 11 hingga 14 persen.
Investasi Bank Persero
Investasi BUSN Devisa
Sumber: Bank Indonesia (2013) (diolah)
Gambar 14 Perkembangan suku bunga kredit investasi Bank Persero dan BUSN Devisa
Okt-12
Jul-12
Apr-12
Jan-12
Okt-11
Jul-11
Apr-11
Jan-11
Okt-10
Jul-10
Apr-10
Jan-10
Okt-09
Jul-09
Apr-09
Jan-09
Okt-08
Jul-08
Apr-08
Jan-08
20 18 16 Sumber: Bank Indonesia (2013) 14 12 10 8 6 4 2 0
28 Perkembangan Struktur Pasar Industri Perbankan Indonesia 2008-2012 Industri perbankan Indonesia telah mengalami perubahan secara dramatis ketika krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1998.Krisis tersebut telah menyebabkan penutupan beberapa bank dan merubah struktur industri perbankan Indonesia.Terlebih lagi sejak adanya program Arsitektur Perbankan Indonesia (API) pada tahun 2004 yang menyebabkan meningkatnya gelombang merger dan akuisisi di industri perbankan. Serangkaian merger dan akuisisi tersebut tentu saja akan menurunkan jumlah bank dan berpotensi menimbulkan pemusatan konsentrasi pada bank-bank tertentu. API yang terdiri dari 6 pilar utama dimana salah satu pilarnya adalah untuk mewujudkan struktur perbankan yang sehat dan industri perbankan yang kuat.Tujuan dari kedua pilar tersebut adalah untuk memperkuat permodalan bank umum dan meningkatkan kemampuan bank dalam mengelola usaha maupun resiko, yang salah satunya dilakukan melalui merger dan kebijakan kepemilikan tunggal (single presence policy).Merger atau konsolidasi ini bertujuan untuk menciptakan industri perbankan yang sehat, kuat dan efisien sehingga diharapkan mampu berkontribusi dan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi perekonomian Indonesia.Untuk mewujudkan hal itu, Bank Indonesia antara lain menetapkan jumlah modal inti minimum yang wajib dipenuhi oleh semua bank umum yang beroperasi di Indonesia.berdasarkan PBI No.7/15/PBI/2005 dan PBI No.9/16/PBI/2007 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum adalah sebesar Rp.80 miliar pada akhir tahun 2007 dan Rp.100 miliar pada akhir tahun 2010. Merger yang terjadi pada beberapa bank di Indonesia dimaksudkan untuk memenuhi kebijakan single presence policy. Pada tahun 2008, terjadi perubahan dalam jumlah dan kepemilikan bank umum sebagai dampak pelaksanaan merger perbankan. Sepanjang tahun 2008, terdapat 6 bank yang melakukan merger yang menyebabkan jumlah bank berkurang menjadi 124 bank. Kemudian hingga akhir tahun 2009, 90,9 persen bank telah mencapai modal inti sebesar Rp.100 miliar ke atas. Jumlah ini lebih besar jika dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 81,5 persen. Sepanjang tahun 2009, jumlah bank umum mengalami pengurangan meskipun tidak terdapat bank yang melakukan merger. Jumlah bank umum konvensional berkurang sebanyak 4 bank, dimana 3 diantaranya mengalami pencabutan izin usaha dan 1 bank yang berubah menjadi bank syariah. Sampai akhir tahun 2010, pelaksanaan merger dalam rangka penguatan struktur perbankan berjalan dengan baik.Pada tahun 2010, jumlah bank umum konvensional menjadi 111 bank sebagai akibat adanya merger dan pendirian bank baru.Selain itu, pada tahun 2010 seluruh bank umum sudah mampu memenuhi kebijakan modal inti minimum sebesar RP.100 miliar. Komposisi kepemilikan asing dan domestik pada tahun 2010 tidak mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Bank domestik masih memiliki pangsa pasar yang lebih besar dibandingkan bank asing jika dilihat dari besarnya total aset maupun jumlah bank. Pada tahun 2011 terjadi penurunan jumlah bank yang pada tahun sebelumnya berjumlah 111 bank menjadi 109 bank.Penurunan jumlah bank ini sebagai akibat dari adanya merger dan pencabutan izin usaha terhadap beberapa bank.
29 100
80 60 40
CR4
20
Sep-12
Mei-12
Jan-12
Sep-11
Mei-11
Jan-11
Sep-10
Mei-10
Jan-10
Sep-09
Mei-09
Jan-09
Sep-08
Mei-08
Jan-08
0
Sumber: Bank Indonesia (2013) (diolah)
Gambar 15 CR4 bank persero Indonesia tahun 2008-2012 Gambar15 memperlihatkan pangsa pasar yang dikuasai oleh bank persero, sedangkan Gambar 16 memperlihatkan pangsa pasar yang dikuasai oleh bank swasta nasional devisa. Nilai CR4 berkisar antara 40 hingga 60 persen, yang berarti bahwa bank persero dan bank swasta nasional devisa menguasai 40 hingga 60 persen output dalam industri. 100 80 60 40
CR4
20
Jan-08 Mei-08 Sep-08 Jan-09 Mei-09 Sep-09 Jan-10 Mei-10 Sep-10 Jan-11 Mei-11 Sep-11 Jan-12 Mei-12 Sep-12
0
Sumber: Bank Indonesia (2013) (diolah)
Gambar 16 CR4 bank swasta nasional devisa Indonesia tahun 2008-2012 Gambar 17 memperlihatkan komposisi aset perbankan nasional. Hingga tahun 2012 total aset terbesar masih didominasi oleh kelompok bank umum swasta devisa dan kelompok bank persero yang meskipun berjumlah 4 bank namun pangsa pasarnya mencapai 40 hingga 60 persen dari total aset perbankan.
30 Secara umum terjadi peningkatan kenaikan total aset seluruh kelompok bank dari tahun 2008 hingga akhir tahun 2012. 20000000 18000000 16000000 14000000 12000000 10000000 8000000 6000000 4000000 2000000 0 2008
2009
2010
2011
2012
Bank Persero
BUSN Devisa
BUSN Non Devisa
BPD
Bank Campuran
Bank Asing
Sumber: Statistik Perbankan Bank Indonesia 2008-2012 (diolah)
Gambar 17 Total aset berdasarkan kelompok bank tahun 2008-2012
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Praestimasi Data Uji Stasioneritas Langkah pertama yang harus dilakukan dalam mengestimasi model adalah melakukan uji stasioneritas pada masing-masing peubah yang digunakan dalam model. Uji stasioneritas dilakukan pada tingkat level dan first difference dengan menggunakan Augmented Dickey-Fuller test. Kestasioneritasan data dapat dilihat dengan membandingkan ADF test statistic dengan Mac Kinnon test critical values. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian adalah H0:β=0 (data mengandung unit root) dan H1:β≠0 (tidak ada unit root) dengan β adalah nilai ADF. Jika ADF test statistic lebih kecil secara aktual daripada Mac Kinnon test critical values, maka data dikatakan stasioner (tidak mengandung unit root). Sebaliknya, jika ADF test statistic lebih besar secara aktual daripadaMac Kinnon test critical values, maka data dikatakan tidak stasioner (mengandung unit root). Uji akar unit terlebih dahulu dilakukan pada tingkat level, berdasarkan uji ADF yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa peubah CR4t (Concentration Ratio), DPST_Pt (Suku bunga deposito bank persero), DPST_SNt (Suku bunga deposito bank swasta nasional devisa), dan INV_Pt (Suku bunga kredit investasi bank persero) stasioner pada tingkat level. Sedangkan peubah lainnya tidak stasioner pada tingkat level, sehingga diperlukan uji stasioneritas pada tingkat first difference. Hasil uji ADF
31 menunjukkan bahwa peubah BI_RATEt (BI Rate), INV_SNt (Suku bunga kredit investasi bank persero), MK_Pt (Suku bunga kredit modal kerja bank persero), dan MK_SNt (Suku bunga kredit modal kerja bank swasta nasional devisa) stasioner pada tingkat first difference. Tabel 4 Hasil uji stasioneritas data Nilai ADF Peubah Level First Difference BI_RATEt -1.643849 -2.907375 CR4t -8.844926 -5.472574 DPST_Pt -6.123139 -6.367169 DPST_SNt -4.491305 -3.075678 INV_Pt -6.118992 -1.914883 INV_SNt -0.896148 -5.264002 MK_Pt -0.909146 -6.586083 MK_SNt -0.289371 -4.112994 Keterangan: bercetak tebal menunjukkan stasioner pada taraf nyata 5 %.
Hasil Uji Lag Optimal Dalam sebuah sistem VAR, lag merupakan hal yang penting karena berguna dalam mengidentifikasi berapa lama reaksi suatu peubah terhadap peubah lainnya dan untuk menghilangkan masalah autokorelasi. Dalam penelitian ini, pengujian lag optimal bagi masing-masing jenis suku bunga kredit dan kelompok bank akan menggunakan konsep ekonometrika trial and error, sehingga penentuan lag optimal untuk masing-masing jenis suku bunga kredit dan kelompok bank akan berbeda-beda. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam pemilihan lag optimal yaitu Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), Hannan-Quinn Information Criterion (HQ), Final Prediction Error (FC) dan Sequential Modified LR test (LR). Adapun hasil uji lag optimal dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa untuk jenis suku bunga kredit modal kerja bank persero, kriteria yang menghasilkan lag terbaik adalah AIC. Nilai AIC terkecil terdapat pada laglima, sehingga lag yang digunakan dalam model adalah lag lima. Hal ini mengindikasikan bahwa kejadian saat ini dipengaruhi oleh kejadian lima bulan sebelumnya. Untuk jenis suku bunga kredit investasi bank persero dan suku bunga kredit modal kerja bank swasta nasional devisa juga menggunakan kriteria AIC. Dari kriteria AIC diperoleh nilai AIC terkecil terdapat pada lag dua, sehingga lag yang digunakan dalam model adalah lag dua, yang berarti bahwa kejadian saat ini dipengaruhi oleh kejadian dua bulan sebelumnya. Sementara itu, untuk jenis kredit investasi bank swasta nasional devisa menggunakan kriteria SC. Dari kriteria SC diperoleh nilai SC terkecil terdapat pada lag satu, sehingga lag yang digunakan dalam model adalah lag satu. Hal ini berarti bahwa kejadian saat ini dipengaruhi oleh kejadian satu bulan sebelumnya.
32
Lag
0 1 2 3 4 5
Tabel 5 Hasil pengujian lag optimal Bank Persero Bank Swasta nasional devisa MK_Pt INV_Pt MK_SNt INV_SNt AIC AIC AIC SC 10.63107 10.74562 10.71525 10.29248 2.630469 1.485239 1.810798 3.009383* 2.484968 1.202969* 1.776342* 3.536925 2.879471 2.810412 2.405548* -
Keterangan : * lag optimal
Hasil Uji Stabilitas VAR Pengujian stabilitas VAR dimaksudkan untuk memeriksa apakah estimasi VAR seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan terletak di dalam unit circle-nya.Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa sistem VAR tersebut stabil, karena jika sistem VAR tidak stabil maka hasil yang diperoleh, baik IRF dan FEVD menjadi tidak valid. Berdasarkan uji stabilitas VAR yang telah dilakukan terhadap masing-masing jenis suku bunga kredit dan kelompok bank, dapat dilihat bahwa nilai modulus dari seluruh roots memiliki nilai kurang dari satu, sehingga dapat disimpulkan bahwa masing-masing model VAR yang digunakan dalam penelitian ini telah stabil pada lag optimalnya. Hasil uji stabilitas VAR dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil uji stabilitas VAR No. Kelompok Bank Jenis Suku Bunga Kisaran Modulus Modal Kerja 0.247-0.966 1. Bank Persero Investasi 0.032-0.957 Bank Swasta Nasional Modal Kerja 0.061-0.949 2. Devisa Investasi 0.039-0.924 Sumber: Lampiran 4 dan Lampiran 13
Hasil Uji Kausalitas Granger Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger, didapatkan bahwa peubah-peubah yang saling mempengaruhi satu sama lain atau terjadi kausalitas dua arah untuk kasus bank persero adalah BI Rate dan suku bunga kredit modal kerja, BI Rate dan suku bunga deposito, serta BI Rate dan suku bunga kredit investasi. Hal ini berarti bahwa peningkatan BI Rateakan meningkatkan suku bunga deposito, suku bunga kredit modal kerja dan suku bunga kredit investasi, begitu pula sebaliknya. Sedangkan pada kasus bank swasta nasional devisa, peubah-peubah yang saling mempengaruhi satu sama lain adalah suku bunga deposito dan suku bunga kredit modal kerja, suku bunga deposito dan suku bunga kedit investasi, BI Rate dan suku bunga kredit modal kerja, BI Rate dan suku bunga kredit investasi, serta BI
33 Rate dan suku bunga deposito. Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan dalam suku bunga deposito, maka akan menyebabkan peningkatan dalam suku bunga kredit modal kerja dan suku bunga kredit investasi, begitu pula sebaliknya. Selain itu, jika terjadi peningkatan pada BI Rate, maka akan berpengaruh terhadap peningkatan suku bunga deposito, suku bunga kredit modal kerja, dan suku bunga kredit investasi. Demikian halnya jika terjadi peningkatan pada peningkatan suku bunga deposito, suku bunga kredit modal kerja, dan suku bunga kredit investasi, maka akan berpengaruh terhadap peningkatan BI Rate. Hasil uji kausalitas yang menunjukkan hubungan satu arah pada kasus bank persero adalah suku bunga deposito dan suku bunga kredit modal kerja, suku bunga deposito dan suku bunga kredit investasi, suku bunga deposito dan concentration ratio (CR4), suku bunga kredit modal kerja dan CR4, suku bunga kredit investasi dan CR4, serta BI Rate dan CR4. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan suku bunga deposito akan berdampak pada perubahan suku bunga kredit modal kerja, suku bunga kredit investasi, dan CR4. Tetapi perubahan pada suku bunga kredit modal kerja, suku bunga kredit investasi dan CR4 tidak mempengaruhi perubahan suku bunga deposito. Kemudian hubungan satu arah antara suku bunga kredit modal kerja, suku bunga kredit investasi, dan BI Rate terhadap CR4. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan pada suku bunga kredit modal kerja, suku bunga kredit investasi, dan BI Rate akan menyebabkan perubahan pada CR4, sedangkan perubahan pada CR4 tidak akan menyebabkan perubahan pada suku bunga kredit modal kerja, suku bunga kredit investasi, dan BI Rate. Pada kasus bank swasta nasional devisa, peubah-peubah yang memiliki hubungan kausalitas satu arah yaitu suku bunga kredit modal kerja dan CR4, suku bunga kredit investasi dan CR4, suku bunga deposito dan CR4, serta BI Rate dan CR4. Hal ini berarti bahwa perubahan pada suku bunga kredit modal kerja, suku bunga kredit investasi, suku bunga deposito dan BI Rate akan mengakibatkan perubahan pada CR4, tetapi perubahan CR4 tidak akan berpengaruh terhadap suku bunga kredit modal kerja, suku bunga kredit investasi, suku bunga deposito dan BI Rate. Uji Kointegrasi Berdasarkan definisi Engle dan Granger dalam Enders (2004), mengemukakan bahwa kointegrasi mengacu pada sejumlah peubah yang terintegrasi pada derajat yang sama. Konsep kointegrasi menyatakan bahwa jika salah satu atau lebih peubah yang tidak stasioner terkointegrasi, maka kombinasi linier antar peubah-peubah dalam sistem akan bersifat stasioner sehingga dapat diperoleh sistem persamaan jangka panjang yang stabil (Enders 2004). Uji kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Johannsen’s trace statistic. Hubungan kointegrasi dalam penelitian ini dapat dilihat dengan membandingkan nilai trace statistic dan critical value. Jika nilai trace statistic lebih besar dari nilai critical value 5 %, maka terdapat hubungan kointegrasi. Setelah dilakukan pengujian kointegrasi, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini masing-masing jenis suku bunga kredit dan kelompok bank memiliki deterministic trend yang berbeda-beda.Hasil uji kointegrasi untuk masing-masing jenis suku bunga kredit dan kelompok bank dapat dilihat pada Tabel 7.
34
Kelompok Bank Persero
Swasta nasional devisa
Tabel 7 Hasil uji kointegrasi Trace Statistic Jenis Suku Bunga At most Kredit None 1 At most 2 Modal Kerja 106.76 61.58 31.15 5% Critical Value 54.07 35.19 20.26 Investasi 76.16 11.66 38.90 5% Critical Value 55.24 35.01 18.39 Modal Kerja 96.35 6.80 38.92 5% Critical Value 40.17 24.27 12.32 Investasi 112.78 55.10 26.13 5% Critical Value 54.07 35.19 20.26
At most 3 4.12 9.16 4.14 3.84 0.94 4.12 4.54 9.16
Sumber: Lampiran 5 dan Lampiran 15 Keterangan: Cetak tebal menunjukkan bahwa trace statistic> 5% dan menunjukkan rank kointegrasi. Cetak miring menunjukkan Critical Value pada 5%.
Berdasarkan uji kointegrasi diatas dapat dilihat bahwa suku bunga kredit modal kerja bank persero dan suku bunga kredit investasi bank swasta nasional devisamemiliki 3 rank kointegrasi pada taraf nyata 5% yang digunakan. Artinya, secara multivariate pada masing-masing jenis suku bunga kredit dan kelompok bank tersebut terdapat 3 persamaan linear jangka panjang yang terdapat di dalam model. Sedangkan untuk suku bunga kredit investasi bank persero dan suku bunga kredit modal kerja bank swasta nasional devisa memiliki 2 rank kointegrasi pada taraf nyata 5% yang digunakan. Artinya, secara multivariate pada masing-masing jenis suku bunga kredit dan kelompok bank tersebut terdapat 2 persamaan linear jangka panjang yang dikandung di dalam model.Dengan adanya kointegrasi, maka model VECM dapat dilakukan dalam penelitian ini. AnalisisVector Error Correction Model (VECM) Estimasi VECM memberikan informasi tentang hubungan jangka pendek dan jangka panjang antar peubah. Hasil estimasi VECM dalam penelitian ini akan menunjukkan kombinasi hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara suku bunga kredit modal kerja, suku bunga deposito, BI Rate, dan CR4 untuk kasus bank persero dan bank swasta nasional devisa. Kemudian antara suku bunga kredit investasi, suku bunga deposito, BI Rate, dan CR4 untuk kasus bank persero dan bank swasta nasional devisa. Analisis VECM Bank Persero Tabel 8 dan Tabel 9 memperlihatkan hasil estimasi hubungan peubah pada jangka pendek dan jangka panjang untuk kasus suku bunga kredit modal kerja bank persero.Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada jangka pendek terdapat dua peubah yang signifikan terhadap suku bunga kredit modal kerja, yaitu peubah suku bunga kredit modal kerja itu sendiri dan peubah CR4.
35 Tabel 8 Hasil stimasi VECM jangka pendek suku bunga kredit modal kerja bank persero Jangka Pendek Peubah Koefisien T-Statistic CointEq1 -0.74283 *[-4.37580] D(MK_P(-1)) 0.55606 *[ 3.30843] D(MK_P(-2)) 0.14963 [ 1.00207] D(MK_P(-3)) 0.36068 *[ 2.60259] D(MK_P(-4)) -0.13794 [-0.98520] D(MK_P(-5)) 0.35795 *[ 2.29460] D(DPST_P(-1)) 0.35731 [ 1.70090] D(DPST_P(-2)) 0.30872 [ 1.28569] D(DPST_P(-3)) 0.06303 [ 0.25446] D(DPST_P(-4)) 0.23737 [ 0.91201] D(DPST_P(-5)) 0.22081 [ 0.96755] D(BI_RATE(-1)) 0.42423 [ 1.03180] D(BI_RATE(-2)) -0.03553 [-0.09287] D(BI_RATE(-3)) -0.43795 [-1.20331] D(BI_RATE(-4)) -0.31758 [-0.82791] D(BI_RATE(-5)) 0.28022 [ 0.85198] D(CR4(-1)) -0.12245 *[-3.79668] D(CR4(-2)) -0.10397 *[-2.85677] D(CR4(-3)) -0.10633 *[-3.04572] D(CR4(-4)) -0.07664 *[-2.50358] D(CR4(-5)) -0.09356 *[-3.93869] C 0.03012 [ 0.76151] Keterangan: -) * siginifikan pada taraf nyata 5% -) nilai t-ADF untuk nilai kritis 5% sama dengan 1.946
Peubah suku bunga kredit modal kerja itu sendiri pada lag pertama berpengaruh secara signifikan positif terhadap suku bunga kredit modal kerja. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kenaikan sebesar satu persen pada suku bunga kredit modal kerja akan menaikkan suku bunga kredit modal kerja itu sendiri sebesar 3,30 persen. Peubah kedua yang secara signifikan negatif berpengaruh terhadap suku bunga kredit modal kerja adalah CR4, artinya bahwa kenaikan CR4 sebesar satu persen akan menurunkan suku bunga kredit modal kerja sebesar 0,12 persen. Hal ini memang tidak sesuai dengan hipotesis, namun dapat dijelaskan karena bank ingin mempertahankan permintaan kreditnya sehingga bank memutuskan untuk menurunkan suku bunga kreditnya meskipun CR4 nya meningkat.Peubah yang pada jangka pendek tidak signifikan berpengaruh terhadap suku bunga kredit modal kerja adalah suku bunga deposito dan BI Rate. Peubah suku bunga deposito tidak berpengaruh signifikan terhadap suku bunga kredit modal kerja, hal ini dapat dijelaskan karena keinginan bank untuk menjaga positive margin antara biaya dana (cost of fund) dari suku bunga deposito dengan pendapatannya yaitu suku bunga pinjaman.
36 Peubah BI Rate tidak berpengaruh signifikan terhadap suku bunga kredit modal kerja, hal ini dapat dijelaskan karena besarnya pengaruh perubahan instrumen kebijakan moneter, yaitu BI Rate,terhadap harga dan kegiatan di sektor riil sangat tergantung pada perilaku atau respons perbankan dan dunia usaha lainnya. Hal ini juga dapat terjadi karena perbankan melihat risiko kredit yang masih besar, sehingga perubahan BI Rate kurang bisa direspon oleh perbankan. Selain itu, menurut Nugroho(2010), sinyal BI Rate dalam mempengaruhi suku bunga kredit dalam jangka pendek relatif kecil. Pada jangka panjang, baik peubah suku bunga deposito, BI Rate, dan CR4 berpengaruh signifikan terhadap suku bunga kredit modal kerja.Peubah suku bunga deposito berpengaruh secara signifikan positif terhadap suku bunga kredit modal kerja. Hal ini berarti bahwa kenaikan satu persen pada suku bunga deposito akan menaikkan suku bunga kredit modal kerja sebesar 0,31 persen. Peubah BI Rate berpengaruh secara signifikan negatif terhadap suku bunga kredit modal kerja.Hal ini dapat dijelaskan karena struktur pasar industri perbankan Indonesia yang memiliki tingkat konsentrasi tinggi, sehingga pengaruh perubahan BI Rate terhadap suku bunga kredit modal kerja menjadi tidak efektif.Selain itu, kurangnya efisiensi perbankan juga dapat menjadi penyebab hal ini terjadi, sehingga bank belum mampu merespon penurunan BI Rate dengan menurunkan suku bunga kreditnya.Peubah CR4 berpengaruh secara siginifikan positif terhadap suku bunga kredit modal kerja, yang berarti bahwa kenaikan satu persen pada CR4 akan menaikkan suku bunga kredit modal kerja sebesar 0,13 persen. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi derajat konsentrasi dalam industri perbankan maka suku bunga kredit akan semakin tinggi, karena bank-bank yang berada dalam struktur industri dengan tingkat konsentrasi tinggi memiliki kemampuan untuk menetapkan harga diatas biaya marginal (marginal cost). Berdasarkan Tabel 8 juga terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjangnya yang ditunjukkan dengan koefisien kointegrasi yang signifikan dan bernilai negatif. Koefisien pada kointegrasi tersebut berarti bahwa kesalahan dikoreksi sebesar 0,74 untuk menuju keseimbangan jangka panjang. Tabel 9 Hasil estimasi VECM jangka panjang suku bunga kredit modal kerja bank persero Jangka Panjang Peubah Koefisien T-Statistic MK_P(-1) 1.000000 DPST_P(-1) 0.317291 *[-2.52014] BI_RATE(-1) -0.693814 *[ 4.53035] CR4(-1) 0.134809 *[-2.95288] @TREND(08M01) 0.048168 *[ 4.20767] C -8.295912 Keterangan : -)* siginifikan pada taraf nyata 5% -) nilai t-ADF untuk nilai kritis 5% sama dengan 1.946
Tabel 10 dan Tabel 11 memperlihatkan hasil estimasi VECM jangka pendek dan jangka panjang untuk kasus suku bunga kredit investasi bank persero.Pada jangka pendek, semua peubah tidak berpengaruh signifikan terhadap suku bunga kredit investasi. Hal ini dapat dijelaskan karena perilaku bank yang melihat
37 tingginya resiko dalam kredit investasi, mengingat kredit investasi merupakan jenis kredit yang bersifat jangka panjang dan bernilai besar, sehingga perubahan pada BI Rate, suku bunga deposito dan CR4 tidak berpengaruh terhadap perubahan suku bunga kredit investasi. Tabel 10 Hasil estimasi VECM jangka pendek suku bunga kredit investasi bank persero Jangka Pendek Peubah Koefisien T-Statistic CointEq1 -0.1549 *[-1.94160] 0.10133 D(INV_P(-1)) 5 [ 0.70485] D(INV_P(-2)) -0.0078 [-0.05442] 0.22465 D(DPST_P(-1)) 2 [ 1.46342] D(DPST_P(-2)) -0.1056 [-0.71690] 0.30390 D(BI_RATE(-1)) 4 [ 1.48317] D(BI_RATE(-2)) -0.1514 [-0.65118] D(CR4(-1)) -0.0397 [-1.71640] D(CR4(-2)) -0.0186 [-1.13172] Keterangan : -)* siginifikan pada taraf nyata 5% -) nilai t-ADF untuk nilai kritis 5% sama dengan 1.946
Tabel 11 Hasil estimasi VECM jangka panjang suku bunga kredit investasi bank persero Jangka Panjang Peubah Koefisien T-Statistic INV_P(-1) 1.000000 DPST_P(-1) 0.407037 *[-3.47226] BI_RATE(-1) 0.485382 *[-4.03914] CR4(-1) 0.351637 *[-6.76345] C 17.61258 *[ 5.68112] Keterangan : -)* siginifikan pada taraf nyata 5% -) nilai t-ADF untuk nilai kritis 5% sama dengan 1.946
Pada jangka panjang, peubah suku bunga deposito, BI Rate dan CR4 berpengaruh signifikan terhadap suku bunga kredit investasi.Peubah suku bunga deposito berpengaruh secara signifikan positif terhadap suku bunga kredit investasi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kenaikan satu persen pada suku bunga deposito akan menaikkan suku bunga kredit investasi sebesar 1,79 persen. Peubah BI Rate berpengaruh secara signifikan positif terhadap suku bunga kredit investasi.Artinya, kenaikan sebesar satu persen pada BI Rate akan menaikkan suku bunga kredit investasi sebesar 0,48 persen. Peubah CR4 berpengaruh signifikan secara positif terhadap suku bunga kredit investasi, yang berarti bahwa kenaikan sebesar satu persen maka akan menaikkan suku bunga kredit investasi sebesar 0,35 persen. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi derajat
38 konsentrasi dalam industri perbankan maka suku bunga kredit akan semakin tinggi. Dari Tabel 10 juga terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang yang ditunjukkan dengan koefisien kointegrasi yang signifikan dan bernilai negatif. Koefisien pada kointegrasi tersebut berarti bahwa kesalahan dikoreksi sebesar 0,15 untuk menuju keseimbangan jangka panjang. Analisis VECM Bank Swasta Nasional Devisa Tabel 12 dan Tabel 13 memperlihatkan hasil estimasi hubungan peubah pada jangka pendek dan jangka panjang untuk kasus suku bunga kredit modal kerja bank swasta nasional devisa. Dari Tabel 12 terlihat bahwa pada jangka pendek peubah yang berpengaruh signifikan terhadap suku bunga kredit modal kerja adalah CR4 dan BI Rate.Peubah CR4 berpengaruh signifikan negatif terhadap kredit modal kerja, yang berarti bahwa kenaikan satu persen pada CR4 akan menyebabkan penurunan suku bunga kredit modal kerja sebesar 0,03 persen. Hal ini memang tidak sesuai dengan teori, dimana seharusnya CR4 memiliki pengaruh yang positif terhadap suku bunga kredit. Namun sama halnya dengan kasus suku bunga kredit pada bank persero, bank ingin mempertahankan permintaan kreditnya sehingga bank akan menurunkan suku bunga kreditnya pada jangka pendek, meskipun pada saat itu CR4 nya meningkat. Peubah BI Rate berpengaruh secara signifikan positif terhadap suku bunga kredit modal kerja. Hal ini berarti bahwa kenaikan satu persen pada BI Rate akan menaikkan suku bunga kredit modal kerja sebesar 0,77 persen. Peubah yang tidak berpengaruh signifikan terhadap suku bunga kredit investasi adalah suku bunga deposito. Sama halnya dengan kasus pada suku bunga kredit modal kerja bank persero bahwa bank menginginkan untuk menjaga positive margin antara biaya dana (cost of fund) dari suku bunga deposito dengan pendapatannya yaitu suku bunga pinjaman, sehingga perubahan suku bunga kredit tidak dipengaruhi oleh suku bunga deposito. Pada jangka panjang, semua peubah berpengaruh signfikan terhadap suku bunga kredit modal kerja.Peubah suku bunga deposito berpengaruh signifikan positif terhadap suku bunga kredit modal kerja. Hal ini berarti bahwa kenaikan suku bunga deposito sebesar satu persen akan menaikkan suku bunga kredit modal kerja sebesar 1,79 persen. Peubah CR4 berpengaruh signifikan positif terhadap suku bunga kredit modal kerja. Hal ini berarti bahwa kenaikan CR4 sebesar satu persen akan menaikkan suku bunga kredit modal kerja sebesar 0,21 persen. Peubah BI Rate berpengaruh secara signifikan negatif terhadap suku bunga kredit modal kerja.Hal ini dapat dijelaskan bahwa adanya pengaruh CR4 menyebabkan perubahan BI Rate tidak dapat direspon positif oleh suku bunga kredit modal kerja.Pengaruh CR4 menyebabkan efektivitas kebijakan moneter yang ditempuh oleh bank sentral dengan merubah besaran BI Rate tidak direspon searah oleh perbankan.Dari Tabel 12 juga terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang yang ditunjukkan dengan koefisien kointegrasi yang signifikan dan bernilai negatif. Koefisien pada kointegrasi tersebut berarti bahwa kesalahan dikoreksi sebesar 0,15 untuk menuju keseimbangan jangka panjang.
39 Tabel 12 Hasil estimasi VECM jangka pendek suku bunga kredit modal kerja bank swasta nasional devisa Jangka Pendek Peubah Koefisien T-Statistic CointEq1 -0.15986 *[-2.99558] D(MK_SN(-1)) 0.09233 [ 0.63083] D(MK_SN(-2)) -0.23137 [-1.68067] D(DPST_SN(-1)) 0.23331 [ 1.28408] D(DPST_SN(-2)) -0.07792 [-0.48522] D(CR4(-1)) -0.03610 *[-2.03395] D(CR4(-2)) -0.01773 [-1.09826] D(BI_RATE(-1)) 0.77471 *[ 2.60886] D(BI_RATE(-2)) 0.24956 [ 0.78164] C 0.02307 [ 0.76875] Keterangan : -)* siginifikan pada taraf nyata 5% -) nilai t-ADF untuk nilai kritis 5% sama dengan 1.946
Tabel 13 Hasil estimasi VECM jangka panjang bank swasta nasional devisa Jangka Panjang Peubah Koefisien MK_SN(-1) 1.000000 DPST_SN(-1) 1.790565 CR4(-1) 0.217289 BI_RATE(-1) -1.105735 C 6.480723
suku bunga kredit modal kerja
T-Statistic *[-9.60644] *[-3.11609] *[ 4.94335]
Keterangan : -)* siginifikan pada taraf nyata 5% -) nilai t-ADF untuk nilai kritis 5% sama dengan 1.946
Tabel 14 dan 15 memperlihatkan hasil estimasi VECM jangka pendek dan jangka panjang untuk kasus suku bunga kredit investasi bank swasta nasional devisa. Pada jangka pendek, peubah yang berpengaruh signifikan terhadap suku bunga kredit investasi adalah BI Rate.Peubah BI Rate berpengaruh signifikan positif terhadap suku bunga kredit investasi. Hal ini berarti bahwa kenaikan BI Rate sebesar satu persen akan menaikkan suku bunga kredit investasi sebesar 0,78 persen. Peubah yang tidak berpengaruh signifikan terhadap suku bunga kredit investasi adalah suku bunga deposito dan CR4.Peubah suku bunga deposito tidak berpengaruh signifikan terhadap suku bunga kredit investasi. Sama halnya dengan kasus suku bunga kredit modal kerja, hal ini juga disebabkan oleh perilaku bank yang cenderung ingin mempertahankan positive margin antara biaya dana (cost of fund) dari suku bunga deposito dengan pendapatannya yaitu suku bunga pinjaman, sehingga perubahan suku bunga kredit tidak dipengaruhi oleh suku bunga deposito.
40 Tabel 14 Hasil estimasi VECM jangka pendek suku bunga kredit investasi bank swasta nasional devisa Jangka Pendek Peubah Koefisien T-Statistic CointEq1 -0.125218 *[-2.58280] D(INV_SN(-1)) 0.043641 [ 0.31082] D(DPST_SN(-1)) 0.177524 [ 1.11486] D(CR4(-1)) -0.012911 [-0.74796] D(BI_RATE(-1)) 0.780187 *[ 2.32158] Keterangan : -)* siginifikan pada taraf nyata 5% -) nilai t-ADF untuk nilai kritis 5% sama dengan 1.946
Tabel 15 Hasil estimasi VECM jangka panjang suku bunga kredit investasi bank swasta nasional devisa Jangka Pendek Peubah Koefisien T-Statistic INV_SN(-1) 1.00000 DPST_SN(-1) 1.79922 *[-6.58151] CR4(-1) 0.16619 *[-9.18245] BI_RATE(-1) -1.57354 *[ 4.53682] Keterangan : -)* siginifikan pada taraf nyata 5% -) nilai t-ADF untuk nilai kritis 5% sama dengan 1.946
Pada jangka panjang, semua peubah berpengaruh signifikan terhadap suku bunga kredit investasi.Peubah suku bunga deposito berpengaruh signifikan positif terhadap suku bunga kredit investasi, yang berarti bahwa kenaikan suku bunga deposito sebesar satu persen akan menaikkan suku bunga kredit investasi sebesar 1,79persen. Peubah CR4 berpengaruh signifikan positif terhadap suku bunga kredit investasi, yang berarti bahwa kenaikan CR4 sebesar satu persen akan menaikkan suku bunga kredit investasi sebesar 0,16persen. Peubah BI Rate berpengaruh signifikan negatif terhadap suku bunga kredit investasi.Hal ini dapat dijelaskan bahwa adanya pengaruh CR4 menyebabkan perubahan BI Rate tidak dapat direspon positif oleh suku bunga kredit modal kerja.Pengaruh CR4 menyebabkan efektivitas kebijakan moneter yang ditempuh oleh bank sentral dengan merubah besaran BI Rate tidak direspon searah oleh perbankan. Dari Tabel 14 juga terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjangnya yang ditunjukkan dengan koefisien kointegrasi yang signifikan dan bernilai negatif. Koefisien pada kointegrasi tersebut berarti bahwa kesalahan dikoreksi sebesar 0,12 untuk menuju keseimbangan jangka panjang. Hasil Impuls Respons Function (IRF) IRF berfungsi untuk mengukur respon perubahan masing-masing peubah terhadap guncangan (shock) yang terjadi pada peubah itu sendiri atau peubah endogen lainnya dengan menggunakan satu standar deviasi. Dalam penelitian ini, jangka waktu yang digunakan dalam menganalisis respon suku bunga kredit modal kerja dan suku bunga kredit investasi masing-masing kelompok bank diproyeksikan dalam waktu 50 bulan ke depan. Hasil IRFini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8 masing-masing kelompok bank. Dalam pembahasan ini
41 akan ditampilkan respon suku bunga kredit modal kerja dan suku bunga kredit investasi sebagai berikut: Hasil IRF Bank Persero Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of MK_P to MK_P
Response of MK_P to DPST_P
.3
.3
.2
.2
.1
.1
.0
.0
-.1
-.1
-.2
-.2 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
Response of MK_P to BI_RATE
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
Response of MK_P to CR4
.3
.3
.2
.2
.1
.1
.0
.0
-.1
-.1
-.2
-.2 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
Gambar 18 Hasil IRF terhadap suku bunga kredit modal kerja bank persero Respon Suku Bunga Kredit Modal Kerja terhadap Guncangan Suku Bunga Kredit Modal Kerja Respon suku bunga kredit modal kerja terhadap guncangan suku bunga kredit modal kerja itu sendiri akan direspon secara positif, meskipun trend nya cenderung menurun hingga bulan ke-10. Setelah bulan ke-10, guncangan pada suku bunga kredit modal kerja itu sendiri akan direspon secara positif dengan trend yang cenderung meningkat. Reponnya akan mulai stabil pada bulan ke-19 sebesar 0,10 persen. Respon Suku Bunga Kredit Modal Kerja terhadap Guncangan Suku Bunga Deposito Respon suku bunga kredit modal kerja terhadap guncangan suku bunga deposito akan direspon secara positif mulai bulan ke-2 hingga bulan ke-50. Pada bulan ke-2 hingga ke-5 guncangan terhadap suku bunga deposito menyebabkan peningkatan pada suku bunga kredit modal kerja. Responnya akan mulai stabil pada bulan ke-19 sebesar 0,12 persen. Respon Suku Bunga Kredit Modal Kerja terhadap Guncangan BI Rate Respon suku bunga kredit modal kerja terhadap guncangan BI Rateakan direspon negatif pada bulan ke-2 hingga bulan ke-6. Pada bulan ke-7 hingga bulan ke-15 guncangan BI Rate ini akan direspon positif oleh suku bunga kredit modal kerja, dan kembali direspon negatif pada bulan ke-16 sampai bulan ke-23. Responnya akan mulai stabil pada bulan ke-24, yaitu sebesar 0,01 persen.
42 Respon Suku Bunga Kredit Modal Kerja terhadap Guncangan CR4 Respon suku bunga kredit modal kerja terhadap guncangan CR4 pada bulan ke-2 dan ke-3 akan direspon negatif. Setelah itu akan direspon positif hingga bulan ke-50, responnya akan mulai stabil pada bulan ke-18 sebesar 0,08 persen.
Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of INV_P to INV_P
Response of INV_P to DPST_P
.25
.25
.20
.20
.15
.15
.10
.10
.05
.05
.00
.00 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
Response of INV_P to BI_RATE
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
Response of INV_P to CR4
.25
.25
.20
.20
.15
.15
.10
.10
.05
.05
.00
.00 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
Gambar 19 Hasil IRF terhadap suku bunga kredit investasi bank persero Respon Suku Bunga Kredit Investasi terhadap Guncangan Suku Bunga Kredit Investasi Guncangan suku bunga kredit investasi terhadap suku bunga kredit investasi itu sendiri akan direspon secara positif dari bulan ke-1 hingga bulan ke-50. Pada bulan ke-1 hingga bulan ke-10 respon suku bunga kredit investasi akan semakin meningkat. Responnya akan mulai stabil pada bulan ke-16 sebesar 0,20 persen. Respon Suku Bunga Kredit Investasi terhadap Guncangan Suku Bunga Kredit Deposito Respon suku bunga kredit invesatsi terhadap guncangan suku bunga deposito sejak bulan ke-1 hingga bulan ke-50 selalu positif.Pada bulan ke-1 sampai bulan ke-10 respon suku bunga kredit investasi terhadap suku bunga deposito semakin meningkat. Responnya mulai stabil pada bulan ke-13 sebesar 0,12 persen. Respon Suku Bunga Kredit Investasi terhadap Guncangan BI Rate Respon suku bunga kredit investasi terhadap guncangan BI Rate selalu positif sejak bulan ke-1 hingga bulan ke-50. Pada bulan ke-1 hingga bulan ke-10 responnya terus meningkat, kemudian pada bulan ke-11 hingga bulan ke-15 responnya menurun, dan akan mulai stabil pada bulan ke-16 sebesar 0,16 persen.
43 Respon Suku Bunga Kredit Investasi terhadap Guncangan CR4 Respon suku bunga kredit investasi terhadap guncangan CR4 selalu direspon positif dari bulan ke-1 hingga bulan ke-50.Pada bulan ke-1 hingga bulan ke-5 responnya terus meningkat, setelah itu responnya menurun hingga bulan ke20, dan mulai stabil pada bulan ke-21 sebesar 0,016 persen. Hasil IRF Bank Swasta Nasional Devisa Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of MK_SN to MK_SN
Response of MK_SN to DPST_SN
.4
.4
.3
.3
.2
.2
.1
.1
.0
.0
-.1
-.1
-.2
-.2 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
Response of MK_SN to CR4
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Response of MK_SN to BI_RATE
.4
.4
.3
.3
.2
.2
.1
.1
.0
.0
-.1
-.1
-.2
-.2 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Gambar 20 Hasil IRF terhadap suku bunga kredit modal kerja bank swasta nasional devisa Respon Suku Bunga Kredit Modal Kerja terhadap Guncangan Suku Bunga Kredit Modal Kerja Guncangan suku bunga kredit modal kerja terhadap suku bunga kredit modal kerja itu sendiri akan direspon secara positif sejak bulan ke-1 hingga bulan ke-50. Pada bulan ke-1 hingga bulan ke-6 responnya terus meningkat, responnya akan mulai stabil pada bulan ke-24 sebesar 0,25 persen. Respon Suku Bunga Kredit Modal Kerja terhadap Guncangan Suku Bunga Deposito Respon suku bunga kredit modal kerja terhadap guncangan suku bunga deposito sejak bulan ke-1 hingga bulan ke-50 selalu positif, meskipun semakin lama semakin menurun. Pada bulan ke-1 hingga bulan ke-5 responnya akan meningkat, sedangkan pada bulan ke-6 hingga bulan ke-15 responnya akan menurun. Setelah itu responnya akan stabil mulai bulan ke-23 sebesar 0,04 persen. Respon Suku Bunga Kredit Modal Kerja terhadap Guncangan BI Rate Respon suku bunga kredit terhadap guncangan BI Rate selalu positif sejak bulan ke-1 hingga bulan ke-50, meskipun pengaruhnya semakin lama semakin kecil. Pada bulan ke-1 sampai bulan ke-10 responnya semakin naik, responnya akan mulai stabil pada bulan ke-15 sebesar 0,16 persen.
44 Respon Suku Bunga Kredit Modal Kerja terhadap Guncangan CR4 Respon suku bunga kredit modal kerja terhadap guncangan CR4 sejak bulan ke-1 hingga ke-50 selalu negatif. Pada bulan ke-1 hingga bulan ke-10 responnya terus menurun, kemudian akan mulai stabil pada bulan ke-19 sebesar minus 0,09 persen. Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of INV_SN to INV_SN
Response of INV_SN to DPST_SN
.4
.4
.3
.3
.2
.2
.1
.1
.0
.0
-.1
-.1 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
Response of INV_SN to CR4
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Response of INV_SN to BI_RATE
.4
.4
.3
.3
.2
.2
.1
.1
.0
.0
-.1
-.1 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Gambar 21 Hasil IRF terhadap suku bunga kredit investasi bank swasta nasional devisa Respon Suku Bunga Kredit Investasi terhadap Guncangan Suku Bunga Kredit Investasi Guncangan suku bunga kredit investasi terhadap suku bunga kredit investasi itu sendiri direspon secara positif sejak bulan ke-1 sampai bulan ke-50. Pada bulan ke-1 hingga bulan ke-11 responnya terus meningkat, responnya mulai stabil pada bulan ke-12 sebesar 0,20 persen. Respon Suku Bunga Kredit Investasi terhadap Guncangan Suku Bunga Deposito Respon suku bunga kredit investasi terhadap guncangan suku bunga deposito sejak bulan ke-1 hingga bulan ke-50 selalu positif.pada bulan ke-1 hingga bulan ke-6 responnya selalu meningkat, kemudian mulai bulan ke-7 cenderung menurun. Responnya akan mulai stabil pada bulan ke-21 sebesar 0,03 persen. Respon Suku Bunga Kredit Investasi terhadap Guncangan BI Rate Respon suku bunga kredit investasi terhadap guncangan BI Rate selalu positif dari bulan ke-1 hingga bulan ke-50.Pada bulan ke-1 sampai bulan ke-16 responnya terus meningkat.Responnya akan mulai stabil pada bulan ke-19 sebesar 0,06 persen. Respon Suku Bunga Kredit Investasi terhadap Guncangan CR4 Respon suku bunga kredit investasi terhadap guncangan CR4 pada awalnya direspon positif, tetapi setelah itu cenderung direspon negatif.Pada bulan ke-1
45 sampai bulan ke-5 responnya positif dengan trend meningkat. Responnya akan mulai stabil pada bulan ke-17 sebesar minus 0,03 persen. Hasil Forescast Error Variance Decompositon (FEVD) Hasil dari FEVD menjelaskan proporsi peubahlain dalam menjelaskan variabilitas peubah endogen utama penelitian. FEVD juga menjelaskan kontribusi dari masing-masing peubah terhadap shock yang ditimbulkannya terhadap peubah endogen utama yang diamati. Dalam penelitian ini akan dibahas bagaimana peranan berbagai macam peubah yang terdapat dalam ruang lingkup penelitian dalam menjelaskan fluktuasi suku bunga kredit modal kerja dan suku bunga kredit investasi. Jangka waktu yang digunakan dalam memproyeksikan FEVD ini adalah 50 bulan. Hasil analisis FEVD untuk masing-masing jenis suku bunga kredit dan kelompok bank dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 18. Sementara, dalam pembahasan ini FEVD akan diringkas dalam Gambar 22, Gambar 23, Gambar 24, dan Gambar 25. Hasil FEVD Bank Persero Untuk kasus suku bunga kredit modal kerja menunjukkan bahwa fluktuasi suku bunga kredit modal kerja ditentukan oleh shock dari suku bunga deposito, suku bunga kredit modal kerja itu sendiri, CR4, dan BI Rate, dengan kontribusi masing-masing keragaman sebesar 45,29 persen, 39,85 persen, 12,15 persen, dan 2,69 persen.
120 100 80
CR4
60
BI_RATE
40
DPST_P
MK_P
20 0 1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49
Gambar 22 Hasil FEVD terhadap suku bunga kredit modal kerja bank persero Sedangkan untuk kasus suku bunga kredit investasi menunjukkan bahwa fluktuasi suku bunga kredit investasi ditentukan oleh shock suku bunga kredit investasi itu sendiri, BI Rate, suku bunga deposito, dan CR4, dengan kontribusi masing-masing keragaman sebesar 52,69 persen, 26,72 persen, 19,45 persen, dan 1,12 persen.
46 120 100 80
CR4
60
BI_RATE DPST_P
40
INV_P
20 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
Gambar 23 Hasil FEVD terhadap suku bunga kredit investasi bank persero Hasil FEVD Bank Swasta Nasional Devisa Untuk kasus suku bunga kredit modal kerja, menunjukkan bahwa fluktuasi suku bunga kredit modal kerja ditentukan oleh shock suku bunga kredit modal kerja itu sendiri, BI Rate, suku bunga deposito, dan CR4, dengan kontribusi masing-masing keragaman sebesar 65,52 persen, 20,34 persen, 9,43 persen, dan 4,70 persen. 120 100 80
BI_RATE
60
CR4 DPST_SN
40
MK_SN
20 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
Gambar 24 Hasil FEVD terhadap suku bunga kredit modal kerjabank swasta nasional devisa Sedangkan untuk kasus suku bunga kredit investasi menunjukkan bahwa fluktuasi suku bunga kredit investasi ditentukan oleh shock suku bunga kredit investasi itu sendiri, BI Rate, suku bunga deposito, dan CR4, dengan kontribusi masing-masing keragaman sebesar 65,72 persen, 25,89 persen, 7,37 persen, dan 1,00 persen.
47 120 100 80
BI_RATE
60
CR4
40
DPST_SN INV_SN
20 0 1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49
Gambar 25 Hasil FEVD terhadap suku bunga kredit investasi bank swasta nasional devisa Analisis Respon Suku Bunga Kredit Perbankan Terhadap Perubahan BI Rate Tabel 16 Hasil Impulse Response Function (IRF) dan VECM terhadap suku bunga kredit modal kerja dan suku bunga kredit investasi bank persero Bank Persero Bank Persero Suku Bunga Kredit Modal Suku Bunga Kredit Kerja Investasi Peubah Peubah VECM VECM IRF IRF Jangka Jangka Jangka Jangka Pendek Panjang Pendek Panjang MK_P + -INV_P + --√ DPST_P
+
--
√
DPST_P
+
--
√
BI_RAT E CR4
+
--
√
+
--
√
+
√
√
BI_RAT E CR4
+
--
√
Keterangan: -) √ terdapat hubungan signifikan -) -- tidak terdapat hubungan signifikan
Tabel 16 menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi respon suku bunga kredit perbankan untuk kasus suku bunga kredit modal kerja bank persero adalah suku bunga deposito, suku bunga kredit modal kerja itu sendiri, CR4 dan BI Rate.Berdasarkan hasil IRF, guncangan terhadap peubah suku bunga kredit modal kerja itu sendiri, suku bunga deposito, dan CR4 berdampak pada kenaikan suku bunga kredit modal kerja. Sedangkan guncangan pada peubah BI Rate pada bulan ke-1 sampai bulan ke-6 berdampak pada penurunan suku bunga kredit modal kerja, namun setelah itu guncangan BI Rateakan berdampak pada kenaikan suku bunga kredit modal kerja. Berdasarkan hasil uji VECM juga terdapat hubungan signifikan jangka panjang dan jangka pendek antara suku bunga kredit modal kerja dan CR4. Sedangkan antara suku bunga kredit modal kerja dan suku bunga deposito serta BI Rate hanya terdapat hubungan signifikan
48 pada jangka panjang saja, dan terdapat hubungan signifikan pada jangka pendek saja antara peubah suku bunga kredit modal kerja dengan suku bunga kredit modal kerja itu sendiri. Berdasarkan Tabel 16 juga menunjukkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi respon suku bunga kredit perbankan untuk kasus suku bunga kredit investasi bank persero adalah suku bunga kredit investasi itu sendiri, suku bunga deposito, BI Rate, dan CR4. Guncangan terhadap peubah suku bunga kredit investasi itu sendiri , suku bunga deposito, BI Rate, dan CR4 berdampak pada kenaikan suku bunga kredit investasi. Berdasarkan hasil uji VECM juga terdapat hubungan signifikan pada jangka panjang saja antara suku bunga kredit investasi dengan suku bunga deposito, BI Rate, dan CR4. Tabel 17 Hasil Impulse Response Function (IRF) dan VECM terhadap suku bunga kredit modal kerja dan suku bunga kredit investasi bank swasta nasional devisa Bank Swasta Nasional Bank Swasta Nasional Devisa Devisa Suku Bunga Kredit Modal Suku Bunga Kredit Kerja Investasi Peubah Peubah VECM VECM IRF Jangka Jangka IRF Jangka Jangka Pendek Panjang Pendek Panjang MK_SN + --INV_SN + --DPST_S + -DPST_S + -√ √ N N BI_RATE + BI_RATE + √ √ √ √ CR4
-
√
√
CR4
-
--
√
Keterangan: -) √ terdapat hubungan signifikan -) -- tidak terdapat hubungan signifikan
Tabel 17 menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi respon suku bunga kredit perbankan untuk kasus suku bunga kredit modal kerja bank swasta nasional devisa adalah suku bunga kredit modal kerja itu sendiri, suku bunga deposito, BI Rate, dan CR4. Berdasarkan hasil IRF, guncangan terhadap peubah suku bunga kredit modal kerja itu sendiri, suku bunga deposito dan BI Rate berdampak pada kenaikan suku bunga kredit modal kerja.Sedangkan guncangan pada peubah CR4 berdampak pada penurunan suku bunga kredit modal kerja.Berdasarkan hasil uji VECM juga terdapat hubungan signifikan jangka panjang dan jangka pendek antara suku bunga kredit modal kerja dengan BI Rate dan CR4.Sedangkan pada jangka panjang saja terdapat hubungan signifikan antara suku bunga kredit modal kerja dengan suku bunga deposito. Tabel 17 juga menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi respon suku bunga kredit perbankan untuk kasus suku bunga kredit investasi bank swasta nasional devisa adalah suku bunga kredit investasi itu sendiri, suku bunga deposito, BI Rate, dan CR4. Berdasarkan hasil IRF, guncangan terhadap peubah suku bunga kredit investasi itu sendiri, suku bunga deposito, dan BI Rate berdampak pada kenaikan suku bunga kredit investasi.Sedangkan guncangan terhadap peubah CR4 pada bulan ke-1 sampai bulan ke-5 berdampak pada kenaikan kenaikan suku bunga kredit investasi, namun setelah itu guncangan dalam peubah CR4
49 berdampak pada penurunan suku bunga kredit investasi.Berdasarkan hasil uji VECM juga terdapat hubungan jangka panjang dan jangka pendek antara suku bunga kredit investasi dengan BI Rate.Sedangkan pada jangka panjang saja terdapat hubungan signifikan antara suku bunga kredit investasi dengan suku bunga deposito dan CR4. Analisis Speed dan Magnitude Perubahan Suku Bunga Kredit Terhadap Perubahan BI Rate Efektivitas kebijakan moneter dapat diukur berdasarkan lamanya tenggat waktu (lag) atau kecepatan (speed) dan besarnya perubahan (magnitude) penyesuaian suku bunga kredit terhadap perubahan BI Rate. Dari hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa untuk kasus suku bunga kredit modal kerja bank persero, speed perubahan suku bunga kredit modal kerja terhadap perubahan BI Rate adalah sekitar 24 bulan dengan rata-rata magnitude sebesar 0,01 persen. Sedangkan untuk kasus suku bunga kredit investasi bank persero, speed perubahan suku bunga kredit investasi terhadap perubahan BI Rate adalah sekitar 16 bulan dengan rata-rata magnitude sebesar 0,16 persen. Untuk kasus suku bunga kredit modal kerja bank swasta nasional devisa, speed perubahan suku bunga kredit modal kerja terhadap perubahan BI Rate adalah sekitar 15 bulan dengan rata-rata magnitude sebesar 0,16 persen. Kemudian untuk kasus suku bunga kredit investasi bank swasta nasional devisa, speed perubahan suku bunga kredit investasi terhadap perubahan BI Rate adalah sekitar 19 bulan dengan rata-rata magnitude sebesar 0,07 persen. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Penyesuaian Suku Bunga Kredit PerbankanTerhadap Perubahan BI Rate Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan penyesuaian suku bunga kredit perbankan terhadap perubahan BI Rate untuk kasus suku bunga kredit modal kerja bank persero adalah suku bunga deposito, suku bunga kredit modal kerja itu sendiri, CR4, dan BI Rate.Sedangkan untuk kasus suku bunga kredit investasi bank persero, faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan penyesuaian suku bunga kredit investasi terhadap perubahan BI Rate adalah suku bunga kredit investasi itu sendiri, BI Rate, suku bunga deposito, dan CR4. Sementara itu, untuk kasus suku bunga kredit modal kerja bank swasta nasional devisa, kecapatan penyesuaiannya dipengaruhi oleh faktor-faktor suku bunga kredit modal kerja itu sendiri, BI Rate, suku bunga deposito, dan CR4. Sedangkan untuk kasus suku bunga kredit investasi bank swasta nasional devisa, kecepatan penyesuaiannya dipengaruhi oleh suku bunga kredit investasi itu sendiri, BI Rate, suku bunga deposito, dan CR4. Concentration Ratio 4 bank terbesar (CR4) berpengaruh terhadap kecepatan penyesuaian suku bunga kredit terhadap perubahan BI Rate. Semakin besar pengaruh CR4, maka kecepatan penyesuaiannya akan semakin lambat dan besarnya perubahan suku bunga kredit terhadap perubahan BI Rate semakin kecil, sehingga efektivitas kebijakan moneter menjadi kurang efektif.
50
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi respon suku bunga kredit perbankan terhadap perubahan BI Rate adalah suku bunga kredit itu sendiri, suku bunga deposito, CR4, dan BI Rate. Pada jangka panjang, suku bunga deposito, CR4, dan BI Rate akan berdampak pada kenaikan suku bunga kredit investasi bank persero, meskipun berdasarkan hasil uji VECM tidak ada satupun peubah yang berpengaruh signifikan terhadap suku bunga kredit investasi bank persero. Sedangkan pada kasus suku bunga kredit modal kerja bank persero, suku bunga kredit modal kerja bank swasta nasional devisa, dan suku bunga kredit investasi bank swasta nasional devisa, pada jangka panjang suku bunga deposito dan CR4 akan menyebabkan kenaikan ketiga jenis suku bunga kredit tersebut. Sementara itu, pada jangka panjang BI Rateakan menyebabkan penurunan ketiga jenis suku bunga kredit tersebut. Berdasarkan hasil uji VECM jangka pendek diperoleh bahwa untuk kasus suku bunga kredit modal kerja bank persero, peubah suku bunga kredit itu sendiri dan peubah CR4 berpengaruh signifikan terhadap suku bunga kredit modal kerja bank persero. Sedangkan untuk kasus suku bunga kredit modal kerja bank swasta nasional devisa,peubah yang berpengaruh signifikan pada jangka pendek adalah CR4 dan BI Rate. Kasus suku bunga kredit investasi bank swasta nasional devisa,peubah yang berpengaruh signifikan pada jangka pendek adalah BI Rate. Lamanya tenggat waktu dan besarnya penyesuaian suku bunga kredit terhadap perubahan BI Rate untuk kasus suku bunga kredit modal kerja, berkisar antara 15 sampai 24 bulan dengan kisaran penyesuaian sebesar 0,01-0,16 persen, sedangkan untuk suku bunga kredit investasi berskisar antara 16 sampai 19 bulan dengan kisaran penyesuaian sebesar 0,16-0,07 persen. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan penyesuaian suku bunga kredit perbankan terhadap BI Rate adalah suku bunga kredit itu sendiri, suku bunga deposito, CR4, dan BI Rate. Efektivitas kebijakan moneter akan semakin berkurang seiring adanya pengaruh CR4 yang semakin besar. Kecepatan dan besarnya penyesuaian suku bunga kredit terhadap perubahan BI Rateakan semakin lambat dan berkurang dengan semakin besarnya pengaruh dari CR4.
Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat dilakukan diantaranya: 1) Pelaksanaan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang salah satunya bertujuan untuk memperkuat permodalan bank dengan melakukan merger terhadap bank-bank yang ada di Indonesia hendaknya dijaga agar tidak menyebabkan pemusatan konsentrasi pasar yang terlalu tinggi. Karena semakin tinggi derajat konsentrasi, maka efektivitas kebijakan moneter akan semakin berkurang.
51 2) Sebaiknya Bank Indonesia membuat peraturan yang mengatur selisih (spread) maksimal suku bunga kredit dan BI Rate. 3) Sebaiknya perbankan dapat menyesuaikan perubahan suku bunga kreditnya terhadap perubahan BI Rate dengan jangka waktu yang tidak terlalu lama.
DAFTAR PUSTAKA Adams R.M., Amel D.F. 2005.The Effects of Local Banking Market Structure on the Bank-Lending Channel of Monetary Policy.Finance and Economic Discussion Series No.2005-16.Board of Governors Federal Reserve System. Arsana I.G.P. 2005.Vector Auto Regressive. Laboratorium Komputasi Ilmu Ekonomi FEUI. Depok (ID): Univeritas Indonesia. [BI] Bank Indonesia. 2012. Data BI Rate.[Internet].[diunduh 2013 Maret 04]. Tersedia pada:http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/BI+Rate/Data+BI+Rate/. ___________________. Beberapa Tahun Penerbitan. Statistik Perbankan Indonesia.Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan Bank Indonesia. Jakarta (ID). ___________________. Beberapa Tahun Penerbitan. Laporan Keuangan Publikasi Bank. Bank Indonesia. Jakarta (ID). Basith A. 2007. Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Suku Bunga dan Nilai Tukar [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bernanke B.S., Gertler M. 1995. “Inside The Black Box: The Credit Channel of Monetary Policy Transmission?.NBER Working Paper Series, 5146: 1-47. Bofinger P. 2001.Monetary Policy: Goal, Institutions, Strategies and Instrument. New York (US): Oxford University Press. Cotarelli C., Kourelis A. 1994.Financial Structure, Lending Rates, and the Transmission Mechanism of Monetary Policy.International Monetary Fund Staff Papers, 41 (4), 587-263. Enders W.2004. Applied Econometric Time Series.“2th ed”. New York (US): University of Alabama. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB. Pr. Kuncoro, Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan (Teori dan Aplikasi). Edisi Pertama. Yogyakarta (ID): BPFE Kusumastuti S.Y. 2008.Derajat Persaingan Industri Perbankan Indonesia: Setelah Krisis Ekonomi. Jurnal Ekonomi dan BIsnis Indonesia Vol. 23, No. 1 Hal. 29-42. Linda M. 2007. Responsivitas Kredit Investasi Terhadap Peubah Makroekonomi dan Perbankan pada Bank Persero dan Bank Umum Swsata Nasional Devisa dan Non Devisa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mishkin F.S. 2004.The Economics of Money, Banking and Financial Markets. Seventh Edition. International Edition, New York (US): Pearson Addison Wesley Longman.
52 Moazzami B. 1999. Lending Rate Stickiness and Monetary Transmission Mechanism: the Case of Canada and the United States. Applied Financial Economics, 9, 533-538. Nugroho H.N. 2010.Pengaruh Kebijakan BI Rate terhadap Suku Bunga Kredit Investasi Bank Umum Periode Juli 2005-Desember 2009 [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Olivero M.P., Yuan Y., Jeon B.N. 2010. Consolidation in Banking and the Lending Channel of Monetary Transmission : Evidence from Asia and Latin America. Journal of International Money and Finance.Vol 30 (6), pages 1034-1054. Ridho M.R. 2007.Pengaruh Konsentrasi Pasar terhadap Efektivitas Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Pinjaman Bank di Indonesia.[Skripsi]. Depok (ID): FEUI. Subanidja S. 2006. Struktur Pasar, Karakteristik dan Kinerja Bank Umum di Indonesia. Jakarta (ID): Program Pasca Sarjana Perbanas. Sukirno S. 2005. Mikroekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta (ID): RajaGrafindo Persada. Taylor J.B. 1995.The Monetary Transmission Mechanism: An Empirical Framework. Journal of Economic Perspective. Vol.09.Number.04.pp:11-26. Teguh M. 2010.Ekonomi Industri. Jakarta (ID): Rajawali Pers. Warjiyo P. 2004.Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di indonesia. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Jakarta (ID): BI.
53
LAMPIRAN BANK PERSERO Lampiran 1 Uji Stasioneritas Tingkat Level MK_P Null Hypothesis: MK_P has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.909146 -3.550396 -2.913549 -2.594521
0.7784
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
INV_P Null Hypothesis: INV_P has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
0.033358 -3.550396 -2.913549 -2.594521
0.9574
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: INV_P has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.914883 -2.606163 -1.946654 -1.613122
0.0536
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
DPST_P Null Hypothesis: DPST_P has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 9 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level
t-Statistic
Prob.*
-1.778720 -3.574446
0.3864
54 5% level 10% level
-2.923780 -2.599925
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: DPST_P has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 7 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.123139 -4.152511 -3.502373 -3.180699
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
BI_RATE Null Hypothesis: BI_RATE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.643849 -3.552666 -2.914517 -2.595033
0.4538
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
CR4 Null Hypothesis: CR4 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.195192 -3.557472 -2.916566 -2.596116
0.6703
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: CR4 has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-5.472574 -4.127338 -3.490662 -3.173943
0.0002
55
Lampiran 2 Hasil Uji Stasioneritas Tingkat First Difference MK_P Null Hypothesis: D(MK_P) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.586083 -3.552666 -2.914517 -2.595033
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
INV_SN Null Hypothesis: D(INV_P) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.118992 -3.552666 -2.914517 -2.595033
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
DPST_P Null Hypothesis: D(DPST_P) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 8 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-6.367169 -3.574446 -2.923780 -2.599925
0.0000
56 BI_RATE Null Hypothesis: D(BI_RATE) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.907375 -3.552666 -2.914517 -2.595033
0.0508
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
CR4 Null Hypothesis: D(CR4) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-8.844926 -3.557472 -2.916566 -2.596116
0.0000
57 Lampiran 3 Uji Lag Optimal MK_P VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: MK_P DPST_P BI_RATE CR4 Exogenous variables: C Date: 04/10/13 Time: 19:01 Sample: 2008M01 2012M10 Included observations: 53 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5
-277.7233 -49.70744 -29.85164 -24.30598 -6.475925 20.25297
NA 413.0099 32.96811 8.370811 24.22196 32.27640*
0.486547 0.000163 0.000143* 0.000218 0.000214 0.000157
10.63107 2.630469 2.484968 2.879471 2.810412 2.405548*
10.77977 3.373976* 3.823279 4.812588 5.338334 5.528275
10.68825 2.916386* 2.999618 3.622854 3.782529 3.606399
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
INV_P VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: INV_P DPST_P BI_RATE CR4 Exogenous variables: C Date: 04/10/13 Time: 19:30 Sample: 2008M01 2012M10 Included observations: 56 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2
-296.8774 -21.58668 2.316871
NA 501.4224 40.12382*
0.545599 5.20e-05 3.96e-05*
10.74562 1.485239 1.202969*
10.89029 2.208579* 2.504981
10.80171 1.765676 1.707756*
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion
58 Lampiran 4 Uji Stabilitas VAR MK_P Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: MK_P DPST_P BI_RATE CR4 Exogenous variables: C Lag specification: 1 5 Date: 04/10/13 Time: 19:04 Root 0.966676 0.930684 - 0.198216i 0.930684 + 0.198216i -0.249719 + 0.801636i -0.249719 - 0.801636i 0.470053 - 0.683836i 0.470053 + 0.683836i 0.786788 - 0.199121i 0.786788 + 0.199121i 0.673703 - 0.444335i 0.673703 + 0.444335i -0.526337 - 0.590611i -0.526337 + 0.590611i 0.027079 - 0.790013i 0.027079 + 0.790013i -0.363960 - 0.650897i -0.363960 + 0.650897i -0.668621 -0.394018 0.247372
Modulus 0.966676 0.951557 0.951557 0.839630 0.839630 0.829808 0.829808 0.811594 0.811594 0.807038 0.807038 0.791108 0.791108 0.790477 0.790477 0.745744 0.745744 0.668621 0.394018 0.247372
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
INV_P Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: INV_P DPST_P BI_RATE CR4 Exogenous variables: C Lag specification: 1 2 Date: 04/10/13 Time: 19:35 Root 0.957781 0.863811 - 0.208485i 0.863811 + 0.208485i 0.810618 -0.159392 - 0.310460i -0.159392 + 0.310460i 0.316548 0.032413 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.957781 0.888614 0.888614 0.810618 0.348986 0.348986 0.316548 0.032413
59 Lampiran 5 Uji Kausalitas Granger MK_P Pairwise Granger Causality Tests Date: 04/10/13 Time: 18:53 Sample: 2008M01 2012M10 Lags: 1 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
DPST_P does not Granger Cause MK_P MK_P does not Granger Cause DPST_P
57
8.91987 0.77266
0.0042 0.3833
BI_RATE does not Granger Cause MK_P MK_P does not Granger Cause BI_RATE
57
7.85412 8.79779
0.0070 0.0045
CR4 does not Granger Cause MK_P MK_P does not Granger Cause CR4
57
0.80618 5.52720
0.3732 0.0224
BI_RATE does not Granger Cause DPST_P DPST_P does not Granger Cause BI_RATE
57
40.5933 49.5835
4.E-08 4.E-09
CR4 does not Granger Cause DPST_P DPST_P does not Granger Cause CR4
57
0.13783 8.56473
0.7119 0.0050
CR4 does not Granger Cause BI_RATE BI_RATE does not Granger Cause CR4
57
3.20875 5.40323
0.0789 0.0239
Obs
F-Statistic
Prob.
DPST_P does not Granger Cause INV_P INV_P does not Granger Cause DPST_P
56
8.34010 2.88593
0.0007 0.0650
BI_RATE does not Granger Cause INV_P INV_P does not Granger Cause BI_RATE
56
8.54538 0.05318
0.0006 0.9483
CR4 does not Granger Cause INV_P INV_P does not Granger Cause CR4
56
0.08531 11.2550
0.9184 9.E-05
BI_RATE does not Granger Cause DPST_P DPST_P does not Granger Cause BI_RATE
56
12.2919 3.88564
4.E-05 0.0269
CR4 does not Granger Cause DPST_P DPST_P does not Granger Cause CR4
56
0.08288 2.77642
0.9206 0.0717
CR4 does not Granger Cause BI_RATE BI_RATE does not Granger Cause CR4
56
0.21873 2.43960
0.8043 0.0973
INV_P Pairwise Granger Causality Tests Date: 04/10/13 Time: 19:22 Sample: 2008M01 2012M10 Lags: 2 Null Hypothesis:
60 Lampiran 6 Uji Johannsen cointegration test MK_P Date: 04/10/13 Time: 18:58 Sample (adjusted): 2008M02 2012M10 Included observations: 57 after adjustments Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant) Series: MK_P DPST_P BI_RATE CR4 Lags interval (in first differences): No lags Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 * At most 3
0.547327 0.413685 0.377601 0.069889
106.7672 61.58982 31.15761 4.129704
54.07904 35.19275 20.26184 9.164546
0.0000 0.0000 0.0011 0.3932
Trace test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 * At most 3
0.547327 0.413685 0.377601 0.069889
45.17736 30.43221 27.02790 4.129704
28.58808 22.29962 15.89210 9.164546
0.0002 0.0029 0.0006 0.3932
Max-eigenvalue test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
INV_P Date: 04/10/13 Time: 19:27 Sample (adjusted): 2008M03 2012M10 Included observations: 56 after adjustments Trend assumption: Quadratic deterministic trend Series: INV_P DPST_P BI_RATE CR4 Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 At most 3 *
0.485905 0.385268 0.125591 0.071349
76.16815 38.90872 11.66087 4.145248
55.24578 35.01090 18.39771 3.841466
0.0003 0.0182 0.3349 0.0417
Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
61 **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 At most 3 *
0.485905 0.385268 0.125591 0.071349
37.25943 27.24785 7.515627 4.145248
30.81507 24.25202 17.14769 3.841466
0.0071 0.0195 0.6564 0.0417
Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
62 Lampiran 7 Estimasi VECM MK_P Vector Error Correction Estimates Date: 04/10/13 Time: 19:08 Sample (adjusted): 2008M07 2012M10 Included observations: 52 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
MK_P(-1)
1.000000
DPST_P(-1)
-0.317291 (0.12590) [-2.52014]
BI_RATE(-1)
0.693814 (0.15315) [ 4.53035]
CR4(-1)
-0.134809 (0.04565) [-2.95288]
@TREND(08M01)
0.048168 (0.01145) [ 4.20767]
C
-8.295912
Error Correction:
D(MK_P)
D(DPST_P)
D(BI_RATE)
D(CR4)
CointEq1
-0.742826 (0.16976) [-4.37580]
0.152501 (0.14400) [ 1.05901]
0.051142 (0.07877) [ 0.64923]
-0.832979 (1.44395) [-0.57688]
D(MK_P(-1))
0.556067 (0.16808) [ 3.30843]
-0.139624 (0.14258) [-0.97929]
0.000353 (0.07799) [ 0.00452]
-1.139780 (1.42964) [-0.79725]
D(MK_P(-2))
0.149635 (0.14933) [ 1.00207]
-0.021780 (0.12667) [-0.17194]
-0.004283 (0.06929) [-0.06181]
-0.403133 (1.27016) [-0.31739]
D(MK_P(-3))
0.360684 (0.13859) [ 2.60259]
-0.065932 (0.11756) [-0.56083]
-0.079593 (0.06431) [-1.23766]
-0.005762 (1.17881) [-0.00489]
D(MK_P(-4))
-0.137937 (0.14001) [-0.98520]
0.002611 (0.11877) [ 0.02198]
-0.179375 (0.06497) [-2.76094]
0.707920 (1.19091) [ 0.59444]
D(MK_P(-5))
0.357952 (0.15600) [ 2.29460]
-0.028894 (0.13233) [-0.21835]
0.049560 (0.07239) [ 0.68464]
-0.321627 (1.32690) [-0.24239]
D(DPST_P(-1))
0.357310 (0.21007)
0.750551 (0.17820)
0.119367 (0.09748)
1.384041 (1.78685)
63 [ 1.70090]
[ 4.21183]
[ 1.22453]
[ 0.77457]
D(DPST_P(-2))
0.308727 (0.24013) [ 1.28569]
-0.497220 (0.20370) [-2.44099]
-0.113006 (0.11143) [-1.01418]
-0.734684 (2.04249) [-0.35970]
D(DPST_P(-3))
0.063032 (0.24771) [ 0.25446]
0.498977 (0.21013) [ 2.37458]
-0.166269 (0.11495) [-1.44648]
3.008283 (2.10703) [ 1.42773]
D(DPST_P(-4))
0.237376 (0.26028) [ 0.91201]
-0.598900 (0.22079) [-2.71250]
-0.160261 (0.12078) [-1.32690]
-1.354166 (2.21392) [-0.61166]
D(DPST_P(-5))
0.220811 (0.22822) [ 0.96755]
0.083945 (0.19359) [ 0.43361]
0.018609 (0.10590) [ 0.17573]
1.229614 (1.94119) [ 0.63343]
D(BI_RATE(-1))
0.424232 (0.41116) [ 1.03180]
0.663782 (0.34878) [ 1.90315]
0.459696 (0.19079) [ 2.40943]
1.297699 (3.49727) [ 0.37106]
D(BI_RATE(-2))
-0.035526 (0.38252) [-0.09287]
-0.510522 (0.32449) [-1.57330]
-0.132078 (0.17750) [-0.74408]
-2.062158 (3.25372) [-0.63378]
D(BI_RATE(-3))
-0.437954 (0.36396) [-1.20331]
0.483944 (0.30874) [ 1.56747]
0.399352 (0.16889) [ 2.36459]
1.418411 (3.09580) [ 0.45817]
D(BI_RATE(-4))
-0.317575 (0.38358) [-0.82791]
-0.198866 (0.32539) [-0.61116]
0.013964 (0.17800) [ 0.07845]
-2.415808 (3.26274) [-0.74042]
D(BI_RATE(-5))
0.280223 (0.32891) [ 0.85198]
0.401648 (0.27901) [ 1.43954]
0.087190 (0.15262) [ 0.57127]
0.466388 (2.79768) [ 0.16671]
D(CR4(-1))
-0.122445 (0.03225) [-3.79668]
0.024394 (0.02736) [ 0.89167]
0.004338 (0.01497) [ 0.28986]
-0.887351 (0.27432) [-3.23470]
D(CR4(-2))
-0.103969 (0.03639) [-2.85677]
0.024429 (0.03087) [ 0.79130]
-0.003791 (0.01689) [-0.22447]
-0.722186 (0.30956) [-2.33293]
D(CR4(-3))
-0.106325 (0.03491) [-3.04572]
0.024184 (0.02961) [ 0.81664]
-0.008090 (0.01620) [-0.49943]
-0.492841 (0.29694) [-1.65973]
D(CR4(-4))
-0.076635 (0.03061) [-2.50358]
0.021898 (0.02597) [ 0.84331]
-0.002208 (0.01420) [-0.15544]
-0.002189 (0.26037) [-0.00841]
D(CR4(-5))
-0.093562 (0.02375) [-3.93869]
-0.000857 (0.02015) [-0.04254]
-0.025163 (0.01102) [-2.28280]
0.029764 (0.20206) [ 0.14730]
64 C
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
0.030125 (0.03956) [ 0.76151]
0.011394 (0.03356) [ 0.33953]
-0.029729 (0.01836) [-1.61948]
-0.063828 (0.33650) [-0.18968]
0.691640 0.475788 1.456570 0.220346 3.204235 19.16933 0.108872 0.934398 -0.023654 0.304335
0.773860 0.615562 1.048147 0.186918 4.888624 27.72491 -0.220189 0.605337 -0.026731 0.301465
0.811862 0.680165 0.313640 0.102248 6.164619 59.09482 -1.426724 -0.601198 -0.052885 0.180797
0.523937 0.190692 105.3844 1.874250 1.572229 -92.15045 4.390402 5.215928 -0.032115 2.083390
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
4.16E-05 4.61E-06 24.33010 2.641150 6.130874
INV_P Vector Error Correction Estimates Date: 04/10/13 Time: 19:47 Sample (adjusted): 2008M04 2012M10 Included observations: 55 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
INV_P(-1)
1.000000
DPST_P(-1)
-0.407037 (0.11723) [-3.47226]
BI_RATE(-1)
-0.485382 (0.12017) [-4.03914]
CR4(-1)
-0.351637 (0.05199) [-6.76345]
C
17.61258 (3.10020) [ 5.68112]
Error Correction:
D(INV_P)
D(DPST_P)
D(BI_RATE)
D(CR4)
CointEq1
-0.154853 (0.07976) [-1.94160]
-0.074469 (0.08336) [-0.89334]
0.123488 (0.05456) [ 2.26348]
1.716300 (0.68610) [ 2.50153]
D(INV_P(-1))
0.101335 (0.14377) [ 0.70485]
0.079498 (0.15027) [ 0.52904]
0.007595 (0.09834) [ 0.07723]
3.508408 (1.23678) [ 2.83672]
65 D(INV_P(-2))
-0.007795 (0.14325) [-0.05442]
0.092215 (0.14972) [ 0.61591]
-0.024256 (0.09799) [-0.24754]
-0.258035 (1.23228) [-0.20940]
D(DPST_P(-1))
0.224652 (0.15351) [ 1.46342]
0.491717 (0.16045) [ 3.06460]
0.170292 (0.10501) [ 1.62169]
1.759195 (1.32059) [ 1.33213]
D(DPST_P(-2))
-0.105639 (0.14735) [-0.71690]
-0.182587 (0.15401) [-1.18551]
-0.086325 (0.10080) [-0.85642]
0.253085 (1.26762) [ 0.19965]
D(BI_RATE(-1))
0.303904 (0.20490) [ 1.48317]
0.802663 (0.21416) [ 3.74790]
0.653472 (0.14016) [ 4.66227]
-1.421034 (1.76267) [-0.80618]
D(BI_RATE(-2))
-0.151387 (0.23248) [-0.65118]
-0.070737 (0.24299) [-0.29111]
-0.024876 (0.15903) [-0.15642]
-1.071260 (1.99994) [-0.53565]
D(CR4(-1))
-0.039684 (0.02312) [-1.71640]
-0.029329 (0.02417) [-1.21364]
0.022441 (0.01582) [ 1.41894]
-0.233948 (0.19890) [-1.17623]
D(CR4(-2))
-0.018561 (0.01640) [-1.13172]
-0.018519 (0.01714) [-1.08034]
0.014148 (0.01122) [ 1.26110]
-0.144241 (0.14109) [-1.02234]
0.292307 0.169230 1.458995 0.178093 2.374988 21.77198 -0.464436 -0.135963 -0.047036 0.195392
0.659187 0.599915 1.593878 0.186144 11.12141 19.34037 -0.376013 -0.047541 -0.022727 0.294288
0.630068 0.565732 0.682693 0.121824 9.793395 42.65708 -1.223894 -0.895421 -0.040909 0.184865
0.512988 0.428291 107.9710 1.532056 6.056698 -96.59118 3.839679 4.168152 -0.018545 2.026222
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
3.23E-05 1.58E-05 -8.136786 1.786792 3.283168
66 Lampiran 8Impulse Response Function (IRF) MK_P Period
MK_P
DPST_P
BI_RATE
CR4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
0.220346 0.211251 0.173414 0.174029 0.110066 0.132958 0.190549 0.140697 0.128447 0.074223 0.048752 0.082655 0.065634 0.070666 0.082974 0.067738 0.090166 0.098134 0.102694 0.119535 0.111803 0.116886
0 0.100179 0.233674 0.253746 0.232887 0.23942 0.169777 0.170022 0.164403 0.114942 0.088889 0.060406 0.056803 0.076303 0.078175 0.096424 0.101323 0.102319 0.121882 0.125651 0.132732 0.141907
0 -0.01677 -0.02344 -0.06037 -0.10012 -0.04274 0.041789 0.054814 0.060841 0.049554 0.029133 0.033709 0.036122 0.024591 0.005225 -0.01262 -0.01413 -0.01572 -0.01476 -0.0087 -0.01023 -0.00824
0 -0.03868 -0.00377 0.014688 0.061337 0.043221 0.172051 0.151976 0.087594 0.086698 0.046001 0.04908 0.071735 0.041034 0.056599 0.055772 0.059616 0.087567 0.081746 0.089164 0.095285 0.082136
23 24 25 26 27 28
0.121578 0.113963 0.120789 0.115244 0.108511 0.110303
0.135694 0.138338 0.137419 0.131883 0.132728 0.126346
-0.00236 0.000961 0.007161 0.01012 0.010771 0.012742
0.091191 0.086656 0.080206 0.084348 0.073689 0.073094
29 30
0.102164 0.101489
0.12186 0.120066
0.012101 0.012389
0.074152 0.068065
31 32
0.101297 0.09604
0.114661 0.114556
0.01238 0.010079
0.072513 0.070846
33 34
0.098397 0.096881
0.11322 0.111449
0.008878 0.006788
0.069474 0.073868
35 36
0.096462 0.100084
0.113511 0.113058
0.004802 0.004084
0.071955 0.074515
37 38
0.099216 0.10172
0.114736 0.117496
0.002544 0.001938
0.076777 0.07542
39 40
0.103788 0.103467
0.118027 0.120669
0.001701 0.00119
0.078384 0.078016
67 41 42
0.106231 0.106344
0.122023 0.1225
0.001872 0.002364
0.077741 0.079461
43 44 45 46 47 48 49 50
0.106434 0.107668 0.106339 0.106418 0.106082 0.104654 0.104718 0.103697
0.124139 0.123888 0.123911 0.123918 0.122699 0.122332 0.121415 0.12036
0.002943 0.004029 0.004552 0.00531 0.005993 0.006232 0.006633 0.006629
0.077779 0.078094 0.078025 0.076403 0.076928 0.075973 0.075293 0.07569
Cholesky Ordering: MK_P DPST_P BI_RATE CR4
INV_P Period
INV_P
DPST_P
BI_RATE
CR4
1 2 3 4 5
0.178093 0.174574 0.175478 0.188415 0.202898
0 0.067358 0.108414 0.136228 0.154054
0 0.040036 0.075328 0.105904 0.133333
0 0.021428 0.041563 0.060382 0.05567
6 7 8 9 10 11
0.207189 0.211371 0.214838 0.215976 0.215529 0.214515
0.163879 0.164722 0.160652 0.154076 0.146373 0.138816
0.157064 0.174076 0.184411 0.18941 0.190273 0.188185
0.049256 0.042895 0.034976 0.026825 0.020333 0.015637
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
0.213148 0.211617 0.210205 0.209067 0.208238 0.20771 0.207452 0.207404 0.207501 0.207681 0.207895 0.208105 0.208287 0.208427 0.208523 0.208577 0.208597 0.208592
0.132379 0.127474 0.124163 0.122318 0.121679 0.121915 0.122701 0.123755 0.124858 0.125857 0.126664 0.127246 0.127605 0.127775 0.127796 0.127718 0.127582 0.127426
0.18441 0.180007 0.175724 0.17204 0.169208 0.167291 0.166215 0.165828 0.165946 0.166383 0.166979 0.167607 0.168178 0.168642 0.168977 0.169187 0.169286 0.169302
0.012513 0.010866 0.010448 0.010875 0.0118 0.012947 0.014103 0.015121 0.015921 0.016479 0.016809 0.016946 0.016939 0.016837 0.016685 0.016519 0.016363 0.016233
68 30 31
0.208572 0.208543
0.127275 0.127146
0.169259 0.169182
0.016137 0.016075
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
0.208512 0.208484 0.208461 0.208445 0.208434 0.208429 0.208428 0.20843 0.208434 0.208438 0.208442 0.208446 0.208449 0.208451 0.208452 0.208452 0.208452 0.208452
0.127047 0.126981 0.126944 0.126932 0.126937 0.126953 0.126974 0.126996 0.127016 0.127033 0.127044 0.127051 0.127055 0.127055 0.127053 0.127051 0.127048 0.127045
0.169094 0.169008 0.168934 0.168877 0.168839 0.168817 0.16881 0.168812 0.168821 0.168833 0.168846 0.168857 0.168866 0.168873 0.168877 0.168879 0.16888 0.168879
0.016043 0.016034 0.016043 0.016062 0.016085 0.016108 0.016129 0.016145 0.016156 0.016162 0.016165 0.016165 0.016163 0.01616 0.016156 0.016153 0.016151 0.016149
50
0.208451
0.127042
0.168877
0.016148
Cholesky Ordering: INV_P DPST_P BI_RATE CR4
69 Lampiran 9Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) MK_P Period
S.E. 0.220346 0.324025 0.436156 0.537369 0.607373 0.669027 0.737616 0.786691 0.820843 0.838139 0.846002 0.854251 0.862398 0.869963 0.879239 0.888942 0.901314 0.916723 0.934175 0.954351 0.974724 0.99534 1.015981
MK_P 100 88.74887 64.79026 53.17039 44.90415 40.9588 40.36909 38.68826 37.9845 37.21725 36.86071 37.08844 36.97025 36.98994 37.10409 36.8792 36.87442 36.79114 36.63781 36.67389 36.4725 36.35635 36.3261
DPST_P 0 9.558638 33.97924 44.68216 49.67797 53.75037 49.51665 48.2025 48.28628 48.19472 48.40695 47.97658 47.50826 47.45494 47.24939 47.40018 47.37153 47.03816 46.99935 46.7666 46.68637 46.8051 46.70644
BI_RATE 0 0.267709 0.436678 1.549788 3.930223 3.647373 3.321547 3.40556 3.677453 3.87681 3.92366 4.003959 4.104108 4.112948 4.030148 3.962812 3.879327 3.779399 3.66446 3.519465 3.384884 3.252975 3.122681
CR4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
1.035303 1.054424 1.072241 1.088411 1.103755 1.117679
36.19452 36.20597 36.16789 36.09517 36.09731 36.03901
46.76478 46.78256 46.75356 46.8618 46.87832 46.90629
3.007295 2.903826 2.817031 2.743744 2.681319 2.626647
14.03341 14.10765 14.26152 14.29929 14.34305 14.42805
30 31
1.1308 1.143472
36.01302 36.00402
46.95146 46.92209
2.578048 2.532947
14.45747 14.54095
32 33
1.15542 1.16722
35.95415 35.94154
46.93967 46.93632
2.488442 2.44417
14.61774 14.67797
34 35
1.17886 1.190421
35.91064 35.87316
46.90774 46.91033
2.399454 2.354704
14.78216 14.86181
36 37
1.202277 1.21424
35.86212 35.8266
46.87397 46.84775
2.309645 2.264797
14.95427 15.06085
38 39
1.226468 1.238981
35.80365 35.78586
46.83605 46.8023
2.220112 2.175685
15.14018 15.23616
40 41
1.25157 1.264377
35.75298 35.73827
46.79504 46.78325
2.132226 2.089469
15.31975 15.38901
0 1.424787 0.793826 0.597659 1.487662 1.64346 6.792717 9.703682 10.05177 10.71121 10.80868 10.93102 11.41738 11.44217 11.61637 11.75781 11.87472 12.3913 12.69838 13.04005 13.45625 13.58557 13.84478
70 42 43
1.277217 1.289993
44 45 46 47 48 49 50
1.302742 1.315259 1.327574 1.33967 1.35146 1.363035 1.374364
35.71657 35.69338
46.76722 46.77157
2.04801 2.008167
15.4682 15.52688
35.68123 46.76495 1.97001 35.65897 46.76661 1.933889 35.64303 46.77428 1.899777 35.62933 46.7723 1.867627 35.61005 46.77915 1.83731 35.59805 46.78148 1.808605 35.58287 46.78034 1.781237 39.85872 45.29259 2.695563 Cholesky Ordering: MK_P DPST_P BI_RATE CR4
15.58382 15.64053 15.68292 15.73074 15.77349 15.81186 15.85555 12.15313
INV_P Period
INV_P 100
DPST_P 0
BI_RATE 0
CR4
1
S.E. 0.178093
2 3 4 5 6 7
0.262283 0.344587 0.433198 0.522912 0.608536 0.688672
90.40712 78.31024 68.46743 62.04485 57.4053 54.24313
6.595335 13.71961 18.57013 21.42406 23.07156 23.73566
2.330062 6.128634 9.854386 13.26464 16.45606 19.23844
0.667484 1.841516 3.108054 3.266453 3.067079 2.78277
8 9 10 11 12 13
0.762538 0.829726 0.890472 0.945455 0.995492 1.04142
52.18098 50.84784 50.00534 49.50628 49.23906 49.12082
23.79854 23.54865 23.14733 22.6891 22.23386 21.81428
21.54032 23.40424 24.88575 26.0372 26.91707 27.58288
2.480149 2.199272 1.961586 1.767422 1.610012 1.482022
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
1.084042 1.12407 1.162099 1.198597 1.233917 1.26831 1.30194 1.334906 1.367261 1.399029 1.430217 1.460826 1.490858 1.520319 1.549221 1.57758 1.605419 1.632761
49.0942 49.11924 49.16804 49.22234 49.27129 49.30946 49.33511 49.34893 49.35295 49.34974 49.34185 49.33146 49.32029 49.3095 49.29982 49.29156 49.28477 49.27932
21.44451 21.12854 20.86469 20.64794 20.47161 20.32848 20.21155 20.11451 20.03202 19.95986 19.89489 19.83496 19.77868 19.72527 19.67435 19.62577 19.57954 19.53569
28.08422 28.46212 28.74991 28.97371 29.15326 29.30306 29.43339 29.55113 29.66057 29.76412 29.86291 29.95728 30.04716 30.13232 30.21256 30.28778 30.35803 30.42347
1.377064 1.290096 1.217354 1.156012 1.103842 1.059 1.019951 0.985437 0.954463 0.926281 0.900352 0.876301 0.853878 0.83291 0.813278 0.794889 0.777664 0.76153
0
71 32 33
1.659631 1.686056
49.27499 49.27152
19.49423 19.45515
30.48437 30.54108
0.746414 0.732245
34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
1.712061 1.737668 1.762899 1.787773 1.812306 1.836514 1.860409 1.884004 1.90731 1.930336 1.953092 1.975586 1.997828 2.019825 2.041584 2.063114 2.084421 1.379143
49.26867 49.26622 49.26401 49.26193 49.2599 49.25789 49.25588 49.25389 49.25191 49.24998 49.24809 49.24628 49.24454 49.24288 49.2413 49.23979 49.23836 52.69293
19.41841 19.38389 19.35148 19.32101 19.29232 19.26526 19.23967 19.21542 19.19237 19.17044 19.14951 19.12952 19.1104 19.09209 19.07454 19.05771 19.04155 19.45312
30.59397 30.64343 30.6898 30.73343 30.77461 30.81358 30.85057 30.88573 30.91923 30.95119 30.9817 31.01087 31.03877 31.06548 31.09106 31.11559 31.13911 26.72761
0.71895 0.70646 0.694708 0.68363 0.673167 0.663265 0.653878 0.644962 0.63648 0.628399 0.620689 0.613326 0.606286 0.599548 0.593094 0.586907 0.580971 1.12635
Cholesky Ordering: INV_P DPST_P BI_RATE CR4
72 BANK SWASTA NASIONAL DEVISA
Lampiran 10 Uji Stasioneritas Tingkat Level
MK_SN Null Hypothesis: MK_SN has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.289371 -3.550396 -2.913549 -2.594521
0.9196
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
INV_SN Null Hypothesis: INV_SN has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.896148 -3.550396 -2.913549 -2.594521
0.7825
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
DPST_SN Null Hypothesis: DPST_SN has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.223084 -3.555023 -2.915522 -2.595565
0.2007
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: DPST_SN has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic
Prob.*
73 Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
-4.491305 -4.137279 -3.495295 -3.176618
0.0037
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
BI_RATE Null Hypothesis: BI_RATE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.643849 -3.552666 -2.914517 -2.595033
0.4538
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
CR4 Null Hypothesis: CR4 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic 1% level -3.557472 5% level -2.916566 10% level -2.596116
Prob.* -1.195192
0.6703
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: CR4 has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-5.472574 -4.127338 -3.490662 -3.173943
0.0002
74 Lampiran 11 Uji Stasioneritas Tingkat First Difference
MK_SN Null Hypothesis: D(MK_SN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.112994 -3.555023 -2.915522 -2.595565
0.0020
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
INV_SN Null Hypothesis: D(INV_SN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.264002 -3.555023 -2.915522 -2.595565
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
DPST_SN Null Hypothesis: D(DPST_SN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-3.075678 -3.552666 -2.914517 -2.595033
0.0342
75 BI_RATE Null Hypothesis: D(BI_RATE) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.907375 -3.552666 -2.914517 -2.595033
0.0508
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
CR4 Null Hypothesis: D(CR4) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-8.844926 -3.557472 -2.916566 -2.596116
0.0000
76 Lampiran 12 Uji Lag Optimal
MK_SN VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: MK_SN DPST_SN CR4 BI_RATE Exogenous variables: C Date: 04/10/13 Time: 20:00 Sample: 2008M01 2012M10 Included observations: 56 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2
-296.0271 -30.70235 -13.73757
NA 483.2700 28.47659*
0.529278 7.20e-05 7.02e-05*
10.71525 1.810798 1.776342*
10.85992 2.534138* 3.078354
10.77134 2.091235* 2.281129
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
INV_SN VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: INV_SN DPST_SN CR4 BI_RATE Exogenous variables: C Date: 04/10/13 Time: 20:38 Sample: 2008M01 2012M10 Included observations: 56 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2
-280.1387 -44.00920 -26.57757
NA 430.0929 29.26024*
0.300087 0.000116 0.000111*
10.14781 2.286043 2.234913*
10.29248 3.009383* 3.536925
10.20390 2.566480* 2.739700
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
77 Lampiran 13 Uji Stabilitas VAR
MK_SN Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: MK_SN BI_RATE Exogenous variables: C Lag specification: 1 2 Date: 04/10/13 Time: 20:01 Root 0.949845 0.893232 - 0.166150i 0.893232 + 0.166150i 0.628394 0.361054 -0.256233 0.056986 - 0.024418i 0.056986 + 0.024418i
DPST_SN
CR4
Modulus 0.949845 0.908553 0.908553 0.628394 0.361054 0.256233 0.061997 0.061997
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
INV_SN Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: INV_SN BI_RATE Exogenous variables: C Lag specification: 1 2 Date: 04/10/13 Time: 20:39 Root 0.913624 - 0.141707i 0.913624 + 0.141707i 0.636870 - 0.128903i 0.636870 + 0.128903i 0.603727 -0.306292 0.254254 0.039978 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
DPST_SN
Modulus 0.924548 0.924548 0.649784 0.649784 0.603727 0.306292 0.254254 0.039978
CR4
78 Lampiran 14 Uji Kausalitas Granger
MK_SN Pairwise Granger Causality Tests Date: 04/10/13 Time: 19:56 Sample: 2008M01 2012M10 Lags: 1 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
DPST_SN does not Granger Cause MK_SN MK_SN does not Granger Cause DPST_SN
57
18.6534 7.98607
7.E-05 0.0066
CR4 does not Granger Cause MK_SN MK_SN does not Granger Cause CR4
57
0.30540 10.4327
0.5828 0.0021
BI_RATE does not Granger Cause MK_SN MK_SN does not Granger Cause BI_RATE
57
29.6144 19.1277
1.E-06 6.E-05
CR4 does not Granger Cause DPST_SN DPST_SN does not Granger Cause CR4
57
0.73716 8.21457
0.3944 0.0059
BI_RATE does not Granger Cause DPST_SN DPST_SN does not Granger Cause BI_RATE
57
56.3849 62.5819
6.E-10 1.E-10
BI_RATE does not Granger Cause CR4 CR4 does not Granger Cause BI_RATE
57
5.40323 3.20875
0.0239 0.0789
Obs
F-Statistic
Prob.
DPST_SN does not Granger Cause INV_SN INV_SN does not Granger Cause DPST_SN
57
14.9507 17.8174
0.0003 9.E-05
CR4 does not Granger Cause INV_SN INV_SN does not Granger Cause CR4
57
1.27035 4.86430
0.2647 0.0317
BI_RATE does not Granger Cause INV_SN INV_SN does not Granger Cause BI_RATE
57
11.7999 27.3974
0.0011 3.E-06
CR4 does not Granger Cause DPST_SN DPST_SN does not Granger Cause CR4
57
0.73716 8.21457
0.3944 0.0059
BI_RATE does not Granger Cause DPST_SN DPST_SN does not Granger Cause BI_RATE
57
56.3849 62.5819
6.E-10 1.E-10
BI_RATE does not Granger Cause CR4 CR4 does not Granger Cause BI_RATE
57
5.40323 3.20875
0.0239 0.0789
INV_SN Pairwise Granger Causality Tests Date: 04/10/13 Time: 20:30 Sample: 2008M01 2012M10 Lags: 1 Null Hypothesis:
79 Lampiran 15 Uji Johansen cointegration test MK_SN Date: 04/10/13 Time: 19:59 Sample (adjusted): 2008M02 2012M10 Included observations: 57 after adjustments Trend assumption: No deterministic trend Series: MK_SN DPST_SN CR4 BI_RATE Lags interval (in first differences): No lags Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 At most 3
0.634893 0.430818 0.097586 0.016527
96.35657 38.92541 6.802784 0.949894
40.17493 24.27596 12.32090 4.129906
0.0000 0.0004 0.3452 0.3820
Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 At most 3
0.634893 0.430818 0.097586 0.016527
57.43115 32.12263 5.852890 0.949894
24.15921 17.79730 11.22480 4.129906
0.0000 0.0002 0.3667 0.3820
Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
INV_SN Date: 04/10/13 Time: 20:35 Sample (adjusted): 2008M02 2012M10 Included observations: 57 after adjustments Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant) Series: INV_SN DPST_SN CR4 BI_RATE Lags interval (in first differences): No lags Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 * At most 3
0.636501 0.398463 0.315234 0.076671
112.7856 55.10280 26.13153 4.546854
54.07904 35.19275 20.26184 9.164546
0.0000 0.0001 0.0069 0.3368
80 Trace test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 * At most 3
0.636501 0.398463 0.315234 0.076671
57.68275 28.97127 21.58468 4.546854
28.58808 22.29962 15.89210 9.164546
0.0000 0.0050 0.0057 0.3368
Max-eigenvalue test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
81 Lampiran 16 Estimasi VECM
MK_SN Vector Error Correction Estimates Date: 04/10/13 Time: 20:22 Sample (adjusted): 2008M04 2012M10 Included observations: 55 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
MK_SN(-1)
1.000000
DPST_SN(-1)
-1.790565 (0.18639) [-9.60644]
CR4(-1)
-0.217289 (0.06973) [-3.11609]
BI_RATE(-1)
1.105735 (0.22368) [ 4.94335]
C
6.480723
Error Correction:
D(MK_SN)
D(DPST_SN)
D(CR4)
D(BI_RATE)
CointEq1
-0.159868 (0.05337) [-2.99558]
0.049361 (0.05404) [ 0.91350]
0.225090 (0.48521) [ 0.46390]
0.122962 (0.03005) [ 4.09224]
D(MK_SN(-1))
0.092337 (0.14637) [ 0.63083]
-0.091620 (0.14820) [-0.61821]
0.134906 (1.33078) [ 0.10137]
0.042788 (0.08241) [ 0.51920]
D(MK_SN(-2))
-0.231370 (0.13767) [-1.68067]
0.206884 (0.13939) [ 1.48426]
-0.035406 (1.25162) [-0.02829]
-0.026629 (0.07751) [-0.34356]
D(DPST_SN(-1))
0.233310 (0.18169) [ 1.28408]
0.414526 (0.18396) [ 2.25330]
0.233422 (1.65191) [ 0.14130]
0.213829 (0.10230) [ 2.09025]
D(DPST_SN(-2))
-0.077920 (0.16059) [-0.48522]
0.020818 (0.16259) [ 0.12804]
0.789605 (1.46000) [ 0.54082]
0.029322 (0.09041) [ 0.32431]
D(CR4(-1))
-0.036104 (0.01775) [-2.03395]
-0.002183 (0.01797) [-0.12146]
-0.595561 (0.16138) [-3.69035]
0.012218 (0.00999) [ 1.22257]
D(CR4(-2))
-0.017731 (0.01614) [-1.09826]
0.007555 (0.01635) [ 0.46220]
-0.334616 (0.14678) [-2.27968]
0.010307 (0.00909) [ 1.13387]
82
D(BI_RATE(-1))
0.774717 (0.29696) [ 2.60886]
0.724130 (0.30067) [ 2.40841]
-0.629321 (2.69984) [-0.23310]
0.323280 (0.16719) [ 1.93357]
D(BI_RATE(-2))
0.249566 (0.31928) [ 0.78164]
-0.012958 (0.32327) [-0.04008]
-0.929158 (2.90284) [-0.32009]
-0.340549 (0.17976) [-1.89442]
C
0.023071 (0.03001) [ 0.76875]
0.017965 (0.03039) [ 0.59122]
-0.068997 (0.27286) [-0.25287]
-0.034250 (0.01690) [-2.02697]
0.531961 0.438353 1.826753 0.201481 5.682871 15.59020 -0.203280 0.161690 -0.019636 0.268845
0.684038 0.620846 1.872696 0.203999 10.82471 14.90711 -0.178440 0.186529 -0.024909 0.331299
0.318909 0.182691 150.9985 1.831809 2.341168 -105.8149 4.211450 4.576420 -0.018545 2.026222
0.686215 0.623459 0.579075 0.113439 10.93450 47.18393 -1.352143 -0.987173 -0.040909 0.184865
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
4.27E-05 1.91E-05 -13.37982 2.086539 3.692406
INV_SN Vector Error Correction Estimates Date: 04/10/13 Time: 20:48 Sample (adjusted): 2008M03 2012M10 Included observations: 56 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
INV_SN(-1)
1.000000
DPST_SN(-1)
-1.799220 (0.27338) [-6.58151]
CR4(-1)
-0.166194 (0.01810) [-9.18245]
BI_RATE(-1)
1.573544 (0.34684) [ 4.53682]
Error Correction:
D(INV_SN)
D(DPST_SN)
D(CR4)
D(BI_RATE)
CointEq1
-0.125218
0.034454
0.323241
0.072011
83 (0.04848) [-2.58280]
(0.03949) [ 0.87250]
(0.36249) [ 0.89173]
(0.02354) [ 3.05960]
D(INV_SN(-1))
0.043641 (0.14041) [ 0.31082]
-0.068147 (0.11436) [-0.59589]
0.668023 (1.04979) [ 0.63634]
-0.021100 (0.06816) [-0.30955]
D(DPST_SN(-1))
0.177524 (0.15923) [ 1.11486]
0.450632 (0.12970) [ 3.47448]
0.175227 (1.19057) [ 0.14718]
0.038538 (0.07730) [ 0.49853]
D(CR4(-1))
-0.012911 (0.01726) [-0.74796]
-0.012171 (0.01406) [-0.86568]
-0.433184 (0.12906) [-3.35652]
0.001963 (0.00838) [ 0.23429]
D(BI_RATE(-1))
0.780187 (0.33606) [ 2.32158]
0.713974 (0.27372) [ 2.60838]
-1.355105 (2.51265) [-0.53931]
0.434431 (0.16314) [ 2.66286]
0.306515 0.252124 3.033429 0.243883 5.635412 2.177865 0.100791 0.281626 -0.013036 0.282012
0.660775 0.634169 2.012450 0.198645 24.83563 13.66741 -0.309550 -0.128715 -0.023571 0.328426
0.235132 0.175143 169.5770 1.823469 3.919546 -110.4833 4.124404 4.305239 -0.020000 2.007747
0.612956 0.582600 0.714908 0.118397 20.19201 42.64613 -1.344505 -1.163670 -0.040179 0.183258
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
8.17E-05 5.62E-05 -43.82688 2.422389 3.290397
84 Lampiran 17 Impulse Response Function (IRF)
MK_SN Period
MK_SN
DPST_SN
CR4
BI_RATE
1 2 3 4 5 6 7 8
0.201481 0.262376 0.259289 0.309929 0.34888 0.352021 0.34923 0.346051
0 0.104104 0.180373 0.195114 0.191903 0.188221 0.173233 0.147197
0 -0.00689 -0.00757 0.003446 -0.02392 -0.05172 -0.06078 -0.07565
0 0.063637 0.139426 0.152548 0.152976 0.178077 0.202305 0.207737
9 10 11 12
0.334146 0.316023 0.297999 0.28125
0.118543 0.090448 0.064243 0.042147
-0.09331 -0.10357 -0.10971 -0.11386
0.205831 0.204823 0.200996 0.193154
13 14
0.265643 0.252699
0.025326 0.01391
-0.11492 -0.11322
0.18439 0.176141
15 16 17 18 19 20
0.243397 0.237512 0.234735 0.234763 0.237004 0.24075
0.007773 0.006413 0.0089 0.014171 0.021194 0.029
-0.10982 -0.10541 -0.10049 -0.09558 -0.09115 -0.08748
0.16843 0.161776 0.156719 0.153319 0.15147 0.15103
21 22
0.245365 0.250279
0.036738 0.043749
-0.0847 -0.08288
0.151749 0.153305
23 24
0.254996 0.259145
0.049583 0.053984
-0.08197 -0.08186
0.155383 0.1577
25 26
0.262491 0.264915
0.056875 0.058326
-0.08238 -0.08336
0.160002 0.162092
27 28 29 30 31 32
0.266401 0.267019 0.266902 0.266214 0.265137 0.263847
0.058517 0.057698 0.056156 0.054178 0.052027 0.049926
-0.08461 -0.08598 -0.0873 -0.08849 -0.08946 -0.09018
0.163833 0.16515 0.166018 0.166458 0.166521 0.166283
33 34 35 36 37 38
0.2625 0.261226 0.26012 0.259241 0.258618 0.25825
0.048048 0.046507 0.045366 0.044638 0.044299 0.044295
-0.09064 -0.09085 -0.09085 -0.09068 -0.0904 -0.09005
0.165828 0.165242 0.164603 0.163978 0.163419 0.162958
85 39 40
0.258115 0.258175
0.044557 0.045004
-0.08967 -0.08932
0.162617 0.162398
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
0.258384 0.258692 0.259051 0.259419 0.259762 0.260057 0.260287 0.260446 0.260537 0.260564
0.045558 0.04615 0.046719 0.047221 0.047627 0.047922 0.048104 0.048181 0.048169 0.048088
-0.089 -0.08874 -0.08856 -0.08844 -0.08839 -0.0884 -0.08845 -0.08854 -0.08863 -0.08874
0.162295 0.162292 0.162369 0.162501 0.162665 0.162841 0.16301 0.16316 0.163281 0.163369
Cholesky Ordering: MK_SN DPST_SN CR4 BI_RATE
INV_SN Period
INV_SN
DPST_SN
CR4
BI_RATE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
0.243883 0.273534 0.285058 0.294942 0.303435 0.310455 0.315941 0.320044 0.322947 0.324873 0.326032 0.326621 0.326805 0.326722 0.326478 0.326153 0.325804 0.325466 0.325163 0.324906 0.324697 0.324536 0.324417 0.324334 0.324281
0 0.084585 0.144778 0.175367 0.184186 0.178409 0.164003 0.145314 0.125443 0.106408 0.089411 0.075039 0.063452 0.054528 0.04798 0.043438 0.040512 0.03883 0.03806 0.037921 0.038188 0.038688 0.039294 0.039918 0.040503
0 0.011412 0.015467 0.010501 0.0027 -0.007 -0.0167 -0.0258 -0.03373 -0.04032 -0.04554 -0.04949 -0.05233 -0.05425 -0.05545 -0.05609 -0.05634 -0.05632 -0.05614 -0.05587 -0.05556 -0.05526 -0.05498 -0.05474 -0.05454
0 0.066631 0.109771 0.142298 0.169179 0.19102 0.208172 0.221028 0.23019 0.236309 0.24004 0.24198 0.242646 0.242461 0.24176 0.24079 0.23973 0.238698 0.237766 0.236969 0.236321 0.235818 0.235445 0.235183 0.235012
26
0.324249
0.041019
-0.05439
0.234911
86 27 28
0.324234 0.324231
0.041449 0.041791
-0.05428 -0.05419
0.234861 0.234848
29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
0.324235 0.324244 0.324254 0.324265 0.324276 0.324285 0.324293 0.324299 0.324304 0.324307 0.324309 0.324311 0.324312 0.324312 0.324312 0.324312 0.324312 0.324311
0.042052 0.042241 0.042369 0.04245 0.042495 0.042513 0.042514 0.042503 0.042486 0.042467 0.042447 0.042429 0.042414 0.042401 0.042391 0.042383 0.042378 0.042374
-0.05414 -0.05411 -0.05409 -0.05409 -0.05409 -0.05409 -0.0541 -0.05411 -0.05412 -0.05413 -0.05414 -0.05414 -0.05415 -0.05415 -0.05415 -0.05416 -0.05416 -0.05416
0.234859 0.234884 0.234916 0.234949 0.234981 0.23501 0.235033 0.235053 0.235067 0.235078 0.235086 0.23509 0.235093 0.235094 0.235094 0.235094 0.235093 0.235092
47 48 49 50
0.324311 0.324311 0.32431 0.32431
0.042372 0.042371 0.04237 0.04237
-0.05416 -0.05416 -0.05416 -0.05416
0.235091 0.23509 0.235089 0.235088
Cholesky Ordering: INV_SN DPST_SN CR4 BI_RATE
87 Lampiran 18 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
MK_SN Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9
S.E. 0.201481 0.352662 0.493592 0.633278 0.763911 0.881642 0.986856 1.078972 1.157998
MK_SN 100 87.9916 72.51347 68.00365 67.5921 66.6878 65.74908 65.28812 65.0076
DPST_SN 0 8.714063 17.80228 20.30755 20.26674 19.7732 18.86315 17.64094 16.36328
10 11 12 13
1.225435 1.283377 1.333494 1.377178
64.70014 64.38144 64.08146 63.80122
14 15
1.415809 1.450602
16 17 18 19 20 21
CR4 0 0.038208 0.043003 0.029086 0.118052 0.432816 0.724771 1.097884 1.602371
BI_RATE 0 3.256131 9.641244 11.65972 12.02311 13.10618 14.663 15.97307 17.02675
15.15663 14.0695 13.13172 12.34567
2.14523 2.686711 3.217552 3.712997
17.998 18.86235 19.56927 20.14012
63.55269 63.35595
11.6908 11.13959
4.15266 4.528986
20.60385 20.97548
1.48256 1.512555 1.541356 1.569602 1.597784 1.626244
63.22057 63.14643 63.12842 63.15679 63.21883 63.3019
10.66639 10.251 9.87994 9.545782 9.24495 8.975232
4.841383 5.092672 5.288657 5.437269 5.546921 5.625763
21.27165 21.50989 21.70298 21.86016 21.9893 22.09711
22 23
1.655172 1.684619
63.39498 63.48931
8.73411 8.518068
5.681576 5.721472
22.18933 22.27115
24 25
1.714521 1.744737
63.57861 63.65898
8.322682 8.143174
5.751609 5.777072
22.3471 22.42077
26 27
1.77508 1.805354
63.72846 63.78648
7.975116 7.814948
5.801793 5.82851
22.49463 22.57006
28 29 30 31 32 33
1.835374 1.864986 1.894074 1.922564 1.950421 1.977643
63.83351 63.87065 63.8994 63.92146 63.93855 63.9523
7.660218 7.509563 7.362497 7.219136 7.079917 6.945378
5.858831 5.893386 5.932022 5.974032 6.018375 6.063878
22.64744 22.72641 22.80608 22.88537 22.96315 23.03845
34 35 36 37 38 39
2.004254 2.030296 2.055824 2.080898 2.105577 2.129917
63.96412 63.97519 63.98638 63.99825 64.01112 64.02504
6.816017 6.692211 6.574188 6.46203 6.355692 6.25502
6.10939 6.153896 6.196585 6.236878 6.274429 6.309101
23.11047 23.17871 23.24285 23.30284 23.35876 23.41084
88 40 41
2.153968 2.177769
64.0399 64.05547
6.15977 6.06963
6.340933 6.370098
23.4594 23.50481
42 43 44 45 46 47 48 49 50
2.20135 2.224733 2.247931 2.270949 2.293789 2.316447 2.338919 2.361198 2.383281
64.07145 64.08753 64.10343 64.11889 64.13372 64.14781 64.16106 64.17348 64.18509
5.984238 5.903203 5.826121 5.752594 5.682252 5.614758 5.549821 5.487199 5.426698
6.396864 6.421547 6.444486 6.466009 6.486411 6.505947 6.524818 6.543171 6.561105
23.54745 23.58772 23.62596 23.66251 23.69761 23.73149 23.7643 23.79615 23.8271
Cholesky Ordering: MK_SN DPST_SN CR4 BI_RATE
INV_SN Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
S.E. 0.243883 0.382131 0.510424 0.631376 0.743816 0.847356 0.942519 1.030245 1.111558 1.187389 1.258522 1.325592 1.389113 1.449513 1.50715 1.562335 1.61534 1.666406 1.715743 1.763533 1.809937 1.855089 1.899106 1.942086 1.984112 2.025256 2.065578
INV_SN 100 91.97089 82.73762 75.89612 71.32642 68.38388 66.5085 65.31444 64.54927 64.05363 63.72872 63.51414 63.37296 63.28222 63.22707 63.19742 63.186 63.18736 63.19735 63.21281 63.23137 63.2513 63.27141 63.29091 63.30934 63.32645 63.34215
DPST_SN 0 4.899583 10.7915 14.7676 16.77207 17.35673 17.05653 16.26489 15.2459 14.16384 13.11272 12.13983 11.26359 10.48598 9.80065 9.197821 8.666992 8.198241 7.782742 7.412879 7.082164 6.785099 6.517029 6.274014 6.052716 5.850307 5.664394
28
2.105131
63.35647
5.492951
CR4 0 0.089181 0.141805 0.120341 0.088025 0.074655 0.091746 0.13952 0.211917 0.301008 0.398857 0.498886 0.596212 0.687645 0.771404 0.846772 0.913767 0.972862 1.024779 1.070347 1.1104 1.145728 1.177043 1.204968 1.230033 1.252687 1.2733
BI_RATE 0 3.040342 6.329081 9.215946 11.81348 14.18474 16.34322 18.28115 19.99291 21.48152 22.75971 23.84715 24.76724 25.54415 26.20087 26.75798 27.23324 27.64154 27.99513 28.30396 28.57607 28.81787 29.03452 29.2301 29.40791 29.57056 29.72016
1.292175
29.8584
89 29 30
2.14396 2.182104
63.3695 63.38134
5.334261 5.18687
1.309561 1.32566
29.98668 30.10613
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
2.219601 2.25648 2.292772 2.328504 2.363698 2.39838 2.432568 2.466284 2.499547 2.532372 2.564778 2.59678 2.628392 2.659628 2.690501 2.721024 2.751208 2.781064
63.39213 63.40201 63.41107 63.41945 63.42722 63.43447 63.44127 63.44766 63.4537 63.45942 63.46485 63.47002 63.47494 63.47964 63.48414 63.48843 63.49255 63.49649
5.049542 4.921224 4.801014 4.688135 4.581914 4.481767 4.387178 4.297695 4.212913 4.132474 4.056053 3.98336 3.914132 3.848127 3.785129 3.724939 3.667373 3.612265
1.340636 1.354621 1.367726 1.380041 1.391641 1.40259 1.412942 1.422746 1.432043 1.440871 1.449262 1.457248 1.464856 1.47211 1.479035 1.485652 1.491981 1.498039
30.21769 30.32215 30.42019 30.51238 30.59922 30.68117 30.75861 30.8319 30.90134 30.96724 31.02983 31.08937 31.14607 31.20012 31.2517 31.30097 31.3481 31.3932
49 50
2.810603 2.839835
63.50027 63.5039
3.559461 3.508821
1.503844 1.50941
31.43642 31.47787
Cholesky Ordering: INV_SN DPST_SN CR4 BI_RATE
90
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Dea Rizki Kusmana dilahirkan di kota Bogor, pada tanggal 13 Mei 1991. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Kusmana dan Yulianti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Cipayung 1-Bogor, kemudian melanjutkan ke SMPN 1 Ciawi. Pada jenjang berikutnya yaitu sekolah menengah, penulis diterima di SMAN 1 Ciawi dan lulus tahun 2009sebagai lulusan terbaik angkatan 2006/2009, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Insititut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen dengan program studi Ekonomi Pembangunan.Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi panitia masa perkenalan departemen (MPD) Ilmu Ekonomi, Panitia Malam Keakraban (Makrab) Ilmu Ekonomi, mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang pengabdian masyarakat (PKM-M), dan menjadi Surveyor Riset Microfinance pada tahun 2011.