Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik ISSN 1411 - 0903
Vol. 16, No. 2, Juli 2014: 62 - 67
EFEKTIVITAS DAYA TOLAK EKSTRAK GERANIUM RADULA CAVAN TERHADAP NYAMUK AEDES AEGYPTI (LINN.) Sanjaya, Y., Adisenjaya, Yusuf, H. dan Wijayanti, L. Program Studi Biologi Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudi No. 229, Bandung 40153 E-mail:
[email protected] ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah mengganggu kesehatan masyarakat, dan cukup menjadi perhatian karena sulit diatasi. Maka diperlukan bahan repelen yang berasal dari minyak atisiri yang mempunyai sifat aromatik yang mengandung geraniol dan sitronelol. Salah satu bahan yang berpotensi penghasil geraniol dan sitronelol adalah minyak ambre (Geranium radula). Pengujian dilakukan dengan uji daya tolak untuk mengetahui berapa lama kandungan kimia yang terkandung dalam minyak ambre dapat bertahan. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui keefektifan daun geranium sebagai penolak repelen imago nyamuk Aedes aegypti yang hinggap di bagian atas kepalan tangan yang tidak dan telah diolesi oleh ekstrak Geranium radula. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Data yang didapat diolah dengan menggunakan uji Two Ways Anava dilanjutkan dengan uji Tukey’s. % Ratarata daya proteksi terbesar adalah pada konsentrasi 100% yaitu sebesar 65,88% dan yang terendah adalah pada konsentrasi 86% sebesar 31.92. Daya proteksi ekstrak Geranium setiap konsentrasi cenderung menurun setiap jamnya dari pengamatan ke-1 hingga pengamatan ke-5. Berkurangnya daya tahan dari bau ekstrak tersebut dapat disebabkan besarnya laju penguapan selama pengujian berlangsung karena kelembaban udara yang tinggi. Semakin turun daya proteksinya maka semakin rendah daya tolak dari ekstrak Geranium radula tersebut. Konsentrasi yang efektif menolak nyamuk Aedes aegypti adalah 80%. Eksrak Geranium radula yang digunakan tersebut tidak menimbulkan iritasi pada kulit setelah dicobakan kepada lima orang. Kata-kata kunci: Daya tolak nyamuk, konsentrasi, Geranium radula, Aedes aegypti, demam berdarah ABSTRACT Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is becoming concerned due to it’s difficulty to cure. It’s need a natural substances which is derived from oil repellent having aromatic properties containing geraniol and citronellol. One of the ingredients that are potentially derived from ambre oil (Geranium radula). Test was carried out with the hand test to determine how long the chemical constituents contained in ambre oil to survive. The purpose was to know the effectiveness of Geranium leaves as repellent to imago of Aedes aegypti mosquito. The experiment was conducted by perched on the top of the fist and not by the extract of Geranium radula. The experimental design used was a completely randomized design (CRD). The data obtained were processed using ANOVA test followed by Two Ways Tukey ‘s test. The result showed that ambre oil protection was at a concentration of 100% is equal to 65.88% and the lowest was 86% at a concentration of 31.92. The
protection Geranium extract each concentration tends to decrease each hour of observation to observation from 1 until 5 days. Reduced endurance of the extract odor can be caused magnitude of the rate of evaporation during the test due to high humidity. The more power was decreased inprotection, the lower the thrust of the extract of Geranium radula. The concentration effective repel mosquitoes Aedes aegypti was 80%. Geranium extracts used radula does not cause skin irritation after attempted to five people. Key words: Reppelent, Geranium radula, concentration, Aedes aegypti, dengue
PENDAHULUAN Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan yang serius dan sangat meresahkan. Wabah pertama DBD di Indonesia dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya, yang kemudian menjadi endemik dengan jumlah kasus tiap tahun dan lima tahunan yang cenderung meningkat (Anwar et al., 1995). Penyebaran penyakit ini bahkan sampai ke pelosok tanah air dan jumlah kasusnya pun terus meningkat. Pada tahun 1988 dilaporkan terdapat 50.000 kasus dengan 3,4% kematian (Wuryadi, 1994: dalam Murad et al., 2004). Penyakit DBD merupakan suatu penyakit demam yang ditandai dengan pendarahan di bawah kulit, selaput hidung, dan lambung yang disebabkan oleh virus Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) (Nadesul, 2004). Virus Dengue di Asia Tenggara ditularkan oleh dua vektor penting yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Adhyatma di sembilan kota di Indonesia, Aedes ditemukan pada 44% sekolah dan 27% kantor (Anwar et al., 1995). Penularan penyakit ini terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina dari satu penderita berpindah ke yang lain dan menyerang manusia terutama pada kaki, dan lengan. Nyamuk Aedes langsung menggigit waktu mendarat di kulit, dan gigitannya menetap sampai perutnya penuh serta memerlukan beberapa kali pengisapan darah untuk satu kali siklus gonotropik (Chuan et al., 1973). Penyakit ini sulit dikendalikan karena sampai sekarang belum ditemukan vaksin untuk mencegah penyakit DBD. Oleh karena itu upaya pencegahan dan pengendalian DBD dilakukan dengan memutus rantai penularan penyakit tersebut. Beberapa cara yang telah dilakukan diantaranya dengan pengendalian tempat perindukan nyamuk, penyemprotan insektisida, dan penggunaan repelen. Di Indonesia, pengendalian tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti lebih banyak dititikberatkan pada penutupan dan abatisasi bak mandi, serta penguburan
63
Efektivitas Daya Tolak Ekstrak Geranium Radula Cavan terhadap Nyamuk Aedes Aegypti (Linn.)
barang-barang buangan di sekitar rumah penduduk yang berpeluang sebagai penampung air hujan. Sementara penampungan lainnya belum mendapat perhatian yang memadai, padahal peluang untuk dijadikan sebagai habitat Aedes aegypti cukup besar, seperti tempat minum burung, pot bunga, pelepah daun tanaman, talang air, dan juga sumur (Gionar, 2001). Pemberantasan nyamuk juga dilakukan dengan menggunakan insektisida. Salah satu bahan kimia yang biasa digunakan untuk pengawasan nyamuk dewasa adalah malathion (Barodji dan Soelarto, 1999; Connel dan Miller, 1995). Sifat dari insektisida sintetik ini sulit untuk terurai sehingga akan menimbulkan efek yang merugikan dan mengganggu organisme yang bukan sasaran serta membutuhkan biaya yang relatif mahal. Beberapa jenis tumbuhan ada yang dapat menghasilkan senyawa yang dapat mengganggu penyerangnya atau senyawa kimia yang bersifat memodifikasi perilaku serangga (repelen, antraktan) (Murad et al., 2004). Beberapa tanaman yang telah diteliti dapat dijadikan sebagai repelen karena kandungan minyak atsirinya yang mengeluarkan bau yang menyengat. Bau yang menyengat inilah yang diduga tidak disukai oleh nyamuk dan serangga lainnya. Berdasarkan hasil penelitian Murad et al., (2004) bahwa minyak atsiri menunjukkan efektivitas daya tolak terhadap gigitan nyamuk Aedes aegypti, dengan efektivitas yang tertinggi terdapat pada minyak atsiri bunga honje (Nicolala speciosa), diikuti oleh minyak atsiri rimpang panglay (Zingiber cassumunar), dan yang terendah adalah minyak atsiri rimpang koneng gede (Curcuma xanthorrhiza). Semakin efektif daya tolak minyak atsiri tersebut maka semakin sedikit jumlah nyamuk yang menggigit. Indonesia memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan yang tinggi dan telah banyak diketahui berpotensi sebagai bahan obat dan bahan pestisida alami. Beberapa tumbuhan yang telah diketahui dapat dijadikan sebagai repelen diantaranya adalah zodia (Evodia suaveolens), suren (Toona sureni), selasih (Ocimum spp), lavender (Lavendula sp), serai wangi (Andropogon nardus), dan geranium (Geranium radula) (Kardinan, 2003). Salah satu jenis tumbuhan yang mempunyai bahan aktif dan dapat digunakan sebagai repelen adalah tanaman Ambre (Geranium radula). Geranium radula atau lebih dikenal dengan daun Ambre di daerah Sumatera dan di Jawa Tengah mempunyai khasiat untuk mengusir nyamuk di samping sebagai obat rematik dan bahan baku kosmetik (Kardinan, 2003). Daun Ambre (Geranium radula) yang termasuk minyak atsiri diketahui mempunyai bau yang tidak disukai oleh nyamuk yang dihasilkan dari minyak atsiri yang terikat sebagai b-geranil glikosida (Guenther, 1990). Minyak atsiri tersebut mengandung geraniol (C10H18O) dan sitronelol (C10H20O) sebanyak 75-80% dan bahan-bahan lainnya seperti linalool dan terpineol (Kardinan, 2003). Berdasarkan kebiasan penduduk di daerah Sumatra dan Jawa Tengah serta minyak Ambre yang termasuk minyak atsiri, yang salah satu fungsinya adalah sebagai repelen maka dilakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui daya proteksi dari daun Ambre sebagai repelen dari nyamuk Aedes aegyti.
BAHAN DAN METODE Persiapan Ekstrak daun Geranium Bahan yang digunakan berasal bagian daun tanaman Geranium radula. Bahan tersebut didapatkan dari Kebun Percobaan Tanaman Rempah dan Obat Manoko, Lembang-Bandung, Jawa Barat. Bahan tersebut kemudian diekstraksi dengan menggunakan alat “Rotary evaporator”, adapun langkah kerjanya, yaitu: 1) Daun Geranium sebanyak 1,5 kg dipotong-potong kemudian diblender dengan menambahkan etanol 95% sebagai pelarut sedikit demi sedikit sebanyak 6 L. 2) Daun Geranium yang telah halus dimaserasi atau disimpan dalam corong maserasi selama 2 hari. 3) Kemudian disaring sehingga didapatkan larutan yang berasal dari sari daun Geranium. 4) Larutan tersebut dievaporasi dengan menggunakan “Rotary evaporator” untuk menghilangkan pelarut sehingga didapatkan ekstrak Geranium yang akan digunakan untuk penelitian ini. 5) Evaporasi dilakukan selama 2 hari (17 jam). Pemeliharaan Hewan Uji Tahapan kerja yang dilakukan meliputi pembiakan hewan uji yaitu nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa. Adapun urutan kerja adalah sebagai berikut: 1) Kertas saring yang berisi telur Aedes aegypti disimpan dalam nampan yang berisi air agar telur dapat menetas. 2) Setelah 1-3 hari akan terbentuk larva. Larva ini dipindahkan ke dalam nampan yang baru dan diberi pelet untuk mencit secukupnya sebagai makanan. 3) Setelah 6-7 hari akan terbentuk pupa. Pupa ini kemudian dipindahkan ke dalam gelas plastik 250 mL yang berisi air ¾ bagian menggunakan pipet. 4) Gelas plastik yang berisi pupa tersebut di masukkan ke dalam kandang pembiakan nyamuk berukuran 40x40x40 cm agar mudah untuk mengambil nyamuk yang telah dewasa. 5) Di salah satu sudut dalam kandang nyamuk tersebut dimasukkan ± 100 mL larutan sukrosa 10% untuk makanan nyamuk jantan, sedangkan nyamuk betina diberi pakan darah yang berasal dari hewan mencit. Mencit yang diumpankan tersebut sebelumnya dicukur pada bagian punggungnya agar nyamuk mudah menghisap darah, kemudian mencit dimasukkan ke dalam kandang jepit yang ditempatkan dekat pintu masuk kandang. Setelah beberapa jam sampai satu hari mencit dikeluarkan lagi. 6) Selain air gula, di dalam kandang nyamuk juga disediakan tempat peletakkan telur berupa gelas plastik bervolume 250 mL diisi air ¾ bagian dengan kertas saring ditempatkan mengelilingi permukaan air. Setelah telur yang melekat pada kertas saring jumlahnya cukup banyak maka kertas saring diambil dan bersama-sama dengan telur yang melekat di atasnya. Ke dalam kandang nyamuk dewasa dimasukkan kembali tempat peletakkan telur yang baru.
64
Sanjaya, Y., Adisenjaya, Yusuf, H. dan Wijayant, L.
Pelaksanaan: hewan uji yaitu nyamuk betina lapar darah 1) Nyamuk betina yang akan diuji sehari sebelumnya tidak diberi makan berupa darah mencit. 2) Nyamuk betina sebanyak 25 ekor kemudian diambil dengan menggunakan aspirator dan dimasukkan kedalam gelas plastik yang telah ditutup kain kasa dan kapas pada bagian tengahnya. 3) Menyiapkan kandang pengujian dengan ukuran 50 x 35 x 40 cm yang terbuat dari kain kasa nilon berbingkai kayu, pada sisi bagian depan terdapat 2 lubang untuk memasukan tangan dan diberi kantung kasa sepanjang kurang lebih 30 cm . 4) Nyamuk betina dari gelas plastik tersebut dimasukkan ke dalam kandang pengujian melalui lubang pada bagian depan kandang. Pembuatan ekstrak Geranium berbagai konsentrasi 1) Konsentrasi yang dipakai dalam pengujian adalah 100%, 98%, 96%, 94%, 92%, 90%, 88%, 86%, 84%, 82%, dan 80%. 2) Pengenceran diukur berdasarkan rumus V1C1 = V2C2, dengan menggunakan aquadest sebagai pelarutnya. Pengujian ekstrak daun Geranium Untuk pengujian ekstrak Geranium digunakan metode efikasi repelen dengan langkah sebagai berikut: 1) Kedua tangan ditutup dengan menggunakan sarung tangan plastik yang telah dilubangi dengan ukuran 5 x 5 cm pada bagian pungung tangan. 2) Oleskan secara merata pada bagian yang berlubang di tangan kiri dengan ekstrak Geranium sebanyak 1ml sesuai konsentrasi yang telah ditentukan, sedangkan tangan kanan yang berperan sebagai kontrol tidak diberi perlakuan apapun. 3) Masukan kedua tangan tersebut ke dalam kandang pengujian selama 5 menit setelah dioleskan ekstrak Geranium. Hitung banyaknya nyamuk yang hinggap pada kedua tangan tersebut. 4) Pengamatan terhadap banyaknya nyamuk yang hinggap pada kedua tangan dilakukan setiap jam mulai dari jam ke-0 (segera setelah pengolesan) sampai dengan jam ke-4 selama 5 menit. 5) Lakukan hal yang sama untuk setiap konsentrasi. 6) Faktor lingkungan yang diukur meliputi peng-
ukuran suhu udara dan kelembaban serta diukur pula suhu tubuh orang yang dijadikan objek selama penelitian. 7) Setelah selesai perlakuan, kandang pengujian dibersihkan dengan mengeluarkan nyamuk Aedes aegypti menggunakan aspirator. Nyamuk yang telah diuji disimpan dalam gelas plastik yang ditutup kain kasa dan tidak digunakan kembali.
Gambar 1. Kandang pengujian Teknik Pengolahan Data
Data yang diperoleh diuji homogenitasnya dengan uji Bartlett dan normalitasnya dengan uji Liliefors. Untuk mengetahui adanya perbedaan antara konsentrasi dengan waktu pengamatan data yang berdistribusi normal dan homogen diuji dengan analisis varians dua jalur (Two Ways Anava). Kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey’s untuk melihat perbedaan yang berarti. Data yang didapat juga dihitung daya proteksinya berdasarkan rumus: Keterangan: K = Banyaknya hinggapan pada lengan kontrol R = Banyaknya hinggapan pada lengan perlakuan (sumber: Komisi Pestisida Departemen pertanian RI, 1995)
HASIL DAN PEMBAHASAN Daya proteksi Daya proteksi ini perlu dilakukan untuk mengetahui berapa lama ekstrak Daun ini dapat berthan pada tangan manusia pada tiap konsentrasinya. Daya proteksi ini penting dilakukan karena minyak atsiri atau minyak
Tabel 1. Daya proteksi (%) ekstrak Geranium radula terhadap nyamuk Aedes aegypti Konsentrasi
Pengamatan ke2
3
Rata-rata
(%)
1
4
5
100
116.67
64.52
62.50
42.86
42.86
65.88
98
61.62
48.48
42.86
41.25
23.46
43.53
96
63.93
65.67
34.78
34.15
28.57
45.42
94
37.88
23.64
28.57
34.15
35.85
32.02
92
55.00
22.22
28.77
32.56
32.69
34.25
90
52.17
42.86
34.57
42.39
40.54
42.51
88
77.55
40.43
35.48
26.32
24.40
40.84
86
38.30
23.81
11.91
31.43
52.17
31.92
84
75
15.38
29.41
11.76
31.25
40.56
82
41.46
50
57.75
52.86
15.69
43.55
80
50.4
46.67
39.79
42.20
42.86
44.38
65
Efektivitas Daya Tolak Ekstrak Geranium Radula Cavan terhadap Nyamuk Aedes Aegypti (Linn.)
eteris yang terkandung dalam minyak ambre adalah istilah minyak yang mudah menguap, seiring dengan sifatnya yang mudah menguap dan pada proses inilah bahan-bahan seperti geraniol dan sitronelol. Untuk Setiap konsentrasi hasilnya dapat dilihat pada T abel 1. Berdasarkan Tabel 1, urutan daya proteksi dari yang memiliki nilai tertinggi sampai yang terendah adalah dari konsentrasi 100%, 96%, 80%, 82%, 98%, 90%, 88%, 84%, 92%, 94%, dan 86%. Rata-rata daya proteksi terbesar adalah pada konsentrasi 100% yaitu sebesar 65,88% dan yang terendah adalah pada konsentrasi 86% sebesar 31.92%. Daya proteksi ekstrak Geranium setiap konsentrasi cenderung menurun setiap jamnya dari pengamatan ke-1 hingga pengamatan ke-5. Hal ini disebabkan ketahanan ekstrak tersebut tidak cukup lama dan berkurang setiap jamnya. Berkurangnya daya tahan dari bau ekstrak tersebut dapat disebabkan besarnya laju penguapan selama pengujian berlangsung pada setiap waktu pengamatan karena kelembaban udara yang tinggi. Semakin turun daya proteksinya maka semakin rendah daya tolak dari ekstrak Geranium radula tersebut. Kemampuan daya tolak minyak atsiri terhadap gigitan nyamuk berhubungan dengan kandungan kimia dalam minyak atsiri yang berfungsi sebagai penolak, dan juga ada kaitannya dengan bau yang dikeluarkan oleh minyak atsiri tersebut. Kardinan (2003), mengungkapkan bahwa minyak atsiri Geranium mengandung senyawa geraniol dan sitronelol sebanyak 75-80% dan bahan-bahan lainnya seperti linalool dan terpineol. Dimana senyawa geraniol dan sitronelol memiliki bau yang menyengat dan harum yang tidak disukai oleh nyamuk. Seperti yang diungkapkan oleh Kardinan (2003), dalam tanaman lavender (Lavandula sp) dan selasih (Ocimum sp) yang memiliki senyawa aktif linalool dapat digunakan sebagai repelen. Selain itu, linalool dapat merusak sistem saraf serangga (Abednego, 1998). Bahkan senyawa sitronelol yang dicampur dengan minyak sayur dapat digunakan untuk mengusir nyamuk (Gionar, 2001). Dari grafik di atas pada Gambar 1. daya proteksi setiap konsentrasi semakin lama daya proteksinya cenderung menurun. Meskipun ada beberapa konsentrasi yang menunjukkan peningkatan daya proteksi, seperti pada konsentrasi 92% dari pengamatan ke-3 sampai pengamatan ke-5 dan pada konsentrasi 82% dari peng-amatan ke-1 sampai pengamatan ke-3. Dengan melihat grafik tersebut, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dengan menggunakan pembanding pada tangan kanan dan tangan kiri sebagai perlakuan didpat bahwa semakin lama waktu pengamatan daya proteksinya semakin berkurang dari setiap konsentrasi 2. Rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap di setiap konsentrasi Rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap di setiap konsentrasi dapat dilihat pada grafik 1. Pada Grafik 1, untuk konsentrasi 100% terlihat pada lengan kontrol (tanpa minyak atsiri) rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap lebih banyak daripada di lengan perlakuan (dengan minyak atsiri) pada setiap pengamatan kecuali pada pengamatan ke-1. Begitu juga untuk konsentrasi 98% dan 96%, rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan kontrol lebih banyak daripada di lengan
perlakuan, tetapi untuk konsentrasi 96% pada pengamatan ke-3 dan ke-5 rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan kontrol lebih kecil daripada di lengan perlakuan. Bila dibandingkan pada lengan perlakuan untuk setiap konsentrasi 100%, 98%, dan 96% rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap di konsentrasi 100% relatif lebih sedikit daripada di konsentrasi 98% dan 96%. Namun, antara konsentrasi 98% dan 96% pada pengamatan ke-1 sampai ke-3 rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap lebih banyak pada konsentrasi 98%.
Grafik 1. Pengaruh konsentrasi ekstrak Geranium terhadap jumlah nyamuk Aedes aegypti yang hinggap pada tangan
Pembuatan ekstrak Geranium radula dilakukan dengan menggunakan daun segar yang dihaluskan atau dirajang. Proses perajangan ini dilakukan untuk memudahkan penguapan minyak atsiri dari bahan. Penguapan minyak atsiri melalui dinding jaringan tanaman tidak dapat berjalan secara langsung karena minyak tersebut terlebih dahulu harus diangkut ke permukaan bahan melalui proses hidrodifusi, dengan bantuan air sebagai medium pembawa (Guenther, 1987). Daun Geranium yang digunakan juga tidak dikeringkan terlebih dahulu karena kehilangan minyak selama periode pelayuan dan pengeringan bahan olah lebih besar dari kehilangan yang terjadi selama proses penyimpanan bahan olah tersebut. Hal ini disebabkan karena pada tahap pertama proses pelayuan dan pengeringan, tanaman masih mengandung sejumlah besar air dalam sel, dan dengan proses difusi akan turut membawa minyak ke permukaan dan akhirnya terjadi penguapan (Guenther, 1987). Dalam proses perajangan digunakan pelarut mudah menguap yaitu etanol 95%. Pelarut ini akan berpenetrasi ke dalam bahan (daun Geranium) dan melarutkan minyak berserta jenis lilin dan albumin serta zat warna (Guenther, 1987). Hasil rajangan tersebut kemudian dimaserasi dalam corong maserasi selama 2 hari (Gambar 6). Selanjutnya didapatkan larutan antara campuran etanol 95% dan zat dari daun Geranium. Kemudian larutan tersebut dipompakan ke dalam rotary evaporator dalam keadaan vakum, maka didapatkan hasil yang pekat. Warna dari ekstrak Geranium radula berwarna gelap karena mengandung pigmen alami yang bersifat tidak dapat menguap. Selain itu, karena dalam proses ekstraksi tidak dibantu dengan uap karena minyak hasil penyulingan uap akan berwarna cerah (Guenther, 1987). Kerusakan minyak atsiri disebabkan oleh reaksireaksi yang umum seperti oksidasi, resinifikasi, polimerasi, hidrolisa ester dan interaksi gugus fungsional. Proses tersebut dipercepat (diaktivasi) oleh panas, adanya
66
Sanjaya, Y., Adisenjaya, Yusuf, H. dan Wijayant, L.
udara (oksigen), kelembaban serta dibantu oleh cahaya (Guenther, 1987). Oleh karena itu, ekstrak di simpan dalam wadah yang tertutup rapat pada suhu kamar dan terlindung cahaya. Selain itu, untuk penyimpanan dalam jumlah kecil sangat baik disimpan pada botol kaca berwarna gelap (Guenther, 1987). Ekstrak Geranium radula juga tidak menimbulkan iritasi pada kulit karena memiliki kandungan geraniol dan linalool. Menurut Gionar (2001), minyak atsiri larut dengan baik dengan lemak, sehingga kebanyakan minyak atsiri dapat menimbulkan iritasi pada kulit kecuali turunan oksigen dari beberapa monoterpen seperti geraniol, linalool, dan sineol. Kelembaban udara yang tinggi akan mempercepat penguapan dari tubuh nyamuk sehingga kehilangan air akan cepat berlangsung. Untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuh, nyamuk mendapatkan cairannya dari makanan (Abednego,1998). Selain itu, nyamuk juga lebih menyukai suasana yang hangat dimana suhu tubuh akan mempengaruhi banyaknya jumlah nyamuk yang hinggap. Menurut Busvine (1971), tingkah laku nyamuk pada saat mencari makanan dipengaruhi oleh berbagai rangsangan yang dikeluarkan oleh sumber makanan (manusia, hewan), yaitu kehangatan, kelembaban, bau, ada tidaknya C02 dan rangsangan visual. Nyamuk lebih suka suasana hangat dan menyukai tangan yang kurang memancarkan uap air dibandingkan yang banyak mengeluarkan uap air. Nyamuk lebih menyukai C02 dan warna yang gelap dibandingkan yang terang. Berdasarkan hal ini faktor abiotik dapat mempengaruhi jumlah nyamuk yang hinggap pada kepalan tangan seperti kelembaban udara, suhu udara, dan suhu tubuh. Proses masuknya repelen ke dalam tubuh serangga dapat melalui sistem pernapasan. Dimana insektisida yang dapat memasuki sistem pernapasan adalah dalam bentuk gas ataupun butiran-butiran halus yang dibawa ke jaringan-jaringan hidup. Bau yang ditimbulkan dari ekstrak Geranium tersebut yang mengandung senyawa aktif seperti geraniol, sitronelol, linalool dan terpineol bercampur dengan gas di udara sehingga memungkinkan nyamuk tidak tertarik dengan bau tersebut. Adanya bau dari senyawa-senyawa tersebut dicium oleh organ penciuman yang umumnya berlokasi pada antenna, maksilla, palpi atau homolognya (Jacobson, 1972). Organ penciuman dipengaruhi oleh suhu udara dan kelembaban udara atau salah satunya (Wigglesworth, 1974). Seluruh serangga bereaksi terhadap perubahan suhu udara dan kelembaban udara. Selain itu, fisiologi, kelaparan atau kekenyangan, seks dan perkembangan seksual, serta kebiasaan makan pada tahap perkembangan yang berbeda pada setiap species mempengaruhi juga organ penciuman Berdasarkan hasil uji Tukey dan nilai daya proteksi, maka pada konsentrasi 80% adalah yang efektif dalam menolak nyamuk Aedes aegypti. Rata-rata daya proteksi dari konsentrasi 80% adalah 44,38%. Meskipun jumlah nyamuk yang hinggap relatif banyak tetapi ini dipengaruhi oleh kelembaban udara, suhu udara, dan suhu tubuh selama pengujian. Berdasarkan data di atas dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengurangi tusukan nyamuk betina Aedes aegypti.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian pengujian ekstrak Geranium radula sebagai penolak (repelen) nyamuk Aedes aegypti dapat bahwa ekstrak dapat dijadikan repelen untuk nyamuk dengan mengganggu organ penciumannya. Dapat disimpulkan juga bahwa konsentrasi yang efektif adalah konsentrasi 80% dengan ratarata daya proteksi sebesar 44,38%. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai Penelitian Vektor dan Reservoir Penyakit (BPVRP) khususnya pada peneliti di Labolatorium uji insektisida di Salatiga Jawa Tengah yang telah memberikan kesempaatan untuk melakukan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Abednego, H.M. & Suroso, T. 1998. Aspek Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Indonesia Saat Ini. Semarang: Makalah pada Seminar Sehari Demam Berdarah Dengue. Anwar, C., Ramdja, M., & Masrur. 1995. Aktivitas Menggigit Aedes (Diptera: Culicidae) di Palembang: Majalah Parasitologi Kedokteran. Barodji, H.S. & Soelarto. 1999. Uji Kepekaan dan Efikasi Insektisida yang Digunakan Terhadap Nyamuk Vektor. Laporan Akhir Penelitian Rutin SPVP. Jakarta: Ditjen PPM dan PLP. Busvine, J.R. 1971. A Critical Review of The Techniques of testing Insecticides CommonWealth A Coriculture. Chuan, H.B., Lok, C.K. & Cheong, C.Y. 1973. The Biology and Bionomic of Aedes albopictus (Skuse) in Vector Control in Southeast Asia. Singapore: Proceeding of The First SEAMEO Workshop. Connel, D.W. & Miller, G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: UI-Press Gionar, Y.R. 2001. Sumur Sebagai Habitat yang Penting untuk Perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti L. Buletin Penelitian Kesehatan. Guenther, E. 1987 Minyak Atsiri Jilid I. Jakarta: UIPress. Jacobson, M. 1972. Insect Sex Pheromones. New York and London: Academic Press. Kardinan, A. 2003. Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Jakarta: Agromedia Pustaka. Murad, S., Tjokronegoro, R. & Sa’adah, S. (2004). Pengaruh Ekstrak dan Minyak Atsiri Rimpang
67
Efektivitas Daya Tolak Ekstrak Geranium Radula Cavan terhadap Nyamuk Aedes Aegypti (Linn.)
Curcuma xanthorrizha ROXB., Rimpang Zingiber cassumunar ROXB., dan Bunga Nicolaia speciosa HORAN. Terhadap Nyamuk Aedes aegypti L. dalam Bionatura, Jurnal Ilmua-ilmu Hayati dan Fisika. 6 (1), 53-67.
Nadesul, H. 2004. 100 Pertanyaan dan Jawaban Demam Berdarah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Wigglesworth, V.B. 1974. Insect Physiology seventh edition. London: Chapman and Hall Ltd.