Efektivitas-Biaya Seftazidim Generik A dan B pada Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta Tahun 2012 Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Nadia Farhanah Syafhan, dan Agusdini B. Saptaningsih Faculty of Pharmacy, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Infeksi pada pasien kanker payudara yang menerima kemoterapi mielosupresif mengakibatkan kebutuhan akan hospitalisasi sehingga meningkatkan biaya kesehatan. Pemberian seftazidim dapat mempersingkat durasi neutropenia dan lama hari rawat inap. Analisis efetivitas-biaya (AEB) merupakan salah satu metode farmakoekonomi yang penting untuk menentukan obat efektif dengan biaya yang lebih rendah. Penelitian dilakukan untuk membandingkan total biaya medis langsung dan efektivitas yang dilihat dari lama hari rawat penggunaan seftazidim generik A dan B, serta menentukan seftazidim yang lebih costeffective pada pasien kanker payudara stadium awal dan lanjut di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta tahun 2012. Desain penelitian yang digunakan adalah non-eksperimental dengan studi perbandingan secara retrospektif terhadap data sekunder berupa catatan rekam medis serta data administrasi tahun 2012. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling. Jumlah pasien yang dilibatkan dalam analisis sebanyak 9 pasien, yaitu 7 pasien menggunakan seftazidim generik A dan 2 pasien menggunakan seftazidim generik B. Median total biaya medis langsung kelompok generik A pada pasien kanker stadium awal maupun lanjut berturut-turut sebesar Rp Rp 15.930.407,45 dan Rp Rp 15.962.519,25, lebih tinggi dibanding generik B, berturut-turut sebesar Rp 6.716.225,21 dan Rp 7.147.956,92. Median lama hari rawat kelompok generik A pada pasien kanker stadium awal maupun lanjut berturut-turut 7 hari dan 10 hari, lebih panjang dibanding generik B, berturut-turut 3 hari dan 4 hari. Berdasarkan AEB diketahui seftazidim generik B lebih cost-effective dibanding generik A. Cost-effectiveness of Ceftazidime Generic A and B in Breast Cancer Patients at National Cancer Center Dharmais Hospital Year 2012 Abstrack Infections among breast cancer patients receiving myelosuppressive chemotherapy led to hospitalization thus increased the health cost. Early administration of ceftazidime shortened duration of neutropenia and hospitalization days. Cost-effectiveness analysis (CEA) as one of pharmacoeconomic methods was important to determine treatment attaining effect for lower cost. This study was conducted to compare the total direct medical cost and effectiveness, which was measured from length-of-stay (LOS), of ceftazidime generic A and B usage, and to decide which ceftazidime that was more cost-effective in early-stage and late-stage breast cancer patients at National Cancer Center Dharmais Hospital Jakarta year 2012. The study design was non-experimental with comparative study retrospectively on secondary data from medical records and administrative data in 2012. Samples were taken by using total sampling method. The number of samples were 9 patients, which included 7 patients with ceftazidime generic A and 2 patients with ceftazidime generic B. The total direct medical cost of ceftazidime generic A in early-stage and late-stage breast cancer patients, respectively Rp
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
15.930.407,45 and Rp 15.962.519,25, were higher than generic B, respectively Rp 6.716.225,21 and Rp 7.147.956,92. Median LOS of ceftazidime generic A in early-stage and late-stage breast cancer patients, respectively 7 days and 10 days, were longer than generic B, respectively 3 days and 4 days. According to CEA result, ceftazidime generic B was more cost-effective than generic A. Keywords : breast cancer;ceftazidime; cost-effectiveness; generic; infection
Pendahuluan Agen kemoterapi yang umum diberikan pada pasien kanker payudara seperti doxorubisin, fluorourasil, taxan, carboplatin, memiliki toksisitas efek samping mielosupresi yang dapat menginduksi timbulnya neutropenia pada pasien (Skeel (Ed.), 2007). Keadaan neutropenia, atau menurunnya jumlah neutrofil absolut pada leukosit, membuat pasien dengan penyakit keganasan umumnya menjadi rentan terhadap infeksi dan apabila terkena infeksi seringkali sulit diatasi. Infeksi bakteri pada pasien yang menerima kemoterapi mielosupresif untuk tumor padat mengakibatkan komplikasi, kebutuhan akan hospitalisasi, penundaan dan pengurangan dosis pada regimen kemoterapi, serta pada beberapa kasus, kematian (Cullen et al, 2005). Pasien kanker stadium lanjut dan metastasis biasanya mengalami penurunan usia bertahan hidup serta risiko infeksi rekuren yang sangat tinggi karena penurunan fungsi imun akibat penyakit yang mendasarinya, dibanding pasien kanker yang masih dalam stadium awal (Hadinegoro, 2002; Martin, 2012). Keadaan stadium lanjut dan metastasis kanker payudara juga meningkatkan risiko febril neutropenia sampai 20% yang membuat pasien membutuhkan perawatan akut yang lebih intensif sehingga mengakibatkan peningkatan biaya hospitalisasi (Minisini et al, 2005; Aapro et al, 2011). Seftazidim (C22H22N6O7S2) merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang menjadi pilihan terapi antibiotik empiris lini pertama untuk infeksi pada pasien kanker payudara karena aktivitasnya cukup luas dalam melawan bakteri gram-negatif dan gram-positif (Hadinegoro, 2002). Egerer et al (2002) mengungkapkan median durasi neutropenia pasca kemoterapi pada kanker payudara adalah 11 hari yang menurun menjadi delapan hari setelah dimulainya terapi seftazidim, sehingga pemberian seftazidim dapat mengurangi kebutuhan hospitalisasi. Terdapat dua jenis seftazidim yang beredar, yaitu seftazidim bermerek dagang dan seftazidim generik. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. Hal tersebut mengartikan bahwa setiap obat
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
dengan kandungan zat aktif sama yang beredar dan telah lulus persyaratan CPOB tidak memberikan mutu, khasiat, dan keamanan yang jauh berbeda, sehingga obat generik dapat diunggulkan dengan harga jual yang lebih murah dibanding obat generik bermerek karena tidak ada biaya produksi untuk kemasan yang lebih bagus dan tanpa disertai promosi yang gencar (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Variasi harga sediaan seftazidim generik yang beredar dari berbagai pabrik farmasi dapat memberikan variasi besaran biaya pengobatan. Hal ini memicu perlunya dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis seftazidim yang lebih menguntungkan dalam menangani infeksi pasca kemoterapi pada pasien kanker payudara stadium awal dan lanjut di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta selaku rumah sakit rujukan nasional penyakit kanker. Studi farmakoekonomi merangkum aspek ekonomi yaitu pengidentifikasian, penghitungan dan pembandingan biaya serta aspek konsekuensi farmasetika dan klinis produk obat (Rascati, 2004). Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta menggunakan seftazidim generik A dan B dalam formulariumnya. Analisis farmakoekonomi untuk pemilihan obat generik dan bermerek atau satu dari dua obat generik biasanya dilakukan dengan metode analisis minimalisasi-biaya dengan mengasumsi obat memiliki luaran efikasi dan keamanan yang setara sehingga yang diperhitungkan hanyalah biaya dan pemilihan diambil berdasarkan obat dengan biaya termurah (Chisholm-Burns, Vaillancourt, Shepherd,
2012). Namun, Briggs dan O’Brien
(2001) mengungkapkan metode analisis minimalisasi-biaya tidak tepat dilakukan apabila tersedia data perbedaan biaya dan efektivitas. Oleh karena itu, untuk menghindari bias akibat ketidakpastian estimasi perbedaan efek, lebih baik dilakukan analisis efektivitas-biaya dengan mempresentasikan data yang tersedia pada diagram efektivitas-biaya dan menghitung rasio efektivitas-biaya. Analisis efektifitas-biaya membantu memberikan alternatif yang optimal yang tidak selalu berarti biayanya lebih murah tetapi mengidentifikasi dan mempromosikan terapi pengobatan yang paling efisien (Walley, 2004). Penelitian mengenai analisis efektivitas-biaya penggunaan antibiotik seftazidim belum pernah dilakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemberian antibiotik seftazidim yang paling bersifat cost-effective pada pasien kanker payudara stadium awal dan lanjut. Tinjauan Teoritis Farmakoekonomi menggunakan tolak ukur income (biaya) dan outcome (dampak) dalam menganalisis suatu bentuk terapi kesehatan. Biaya adalah harga yang dibutuhkan atau
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
dikeluarkan sejak pasien mulai menerima terapi sampai pasien sembuh yang meliputi biaya langsung (biaya yang dikeluarkan dari perspektif penyandang dana kesehata seperti biaya obat, biaya jasa dokter, biaya perawatan), biaya tidak langsung (biaya dari perspektif masyarakat secara keseluruhan yang disebabkan penyakit atau dilaksanakannya terapi seperti kehilangan pendapatan karena tidak dapat bekerja, kehilangan produktivitas, kehilangan waktu luang, biaya perjalanan ke rumah sakit), dan biaya tak terukur (hal-hal yang tidak berwujud yang ditimbulkan sebagai akibat dari penyakit maupun pengobatan seperti rasa nyeri, stres atau kekhawatiran yang menyangkut kualitas hidup pasien). Dampak adalah hasil yang muncul akibat pelaksanaan terapi yang diterima pasien seperti perubahan fisik, emosi, spiritual, finansial, status sosial, kepuasan, peningkatan angka harapan hidup, dan lain-lain (Walley, 2004). Ketika intervensi kesehatan yang berbeda tidak diharapkan memberi dampak yang sama, perbedaan biaya dan dampak yang dihasilkan perlu dinilai. Efektifitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Cost Effectiveness Analysis (CEA) merupakan salah satu cara untuk menilai dan memilih dua atau beberapa strategi pengobatan dengan memeriksa rasio perbedaan biaya dan perbedaan efektivitas kesehatan antar pilihan yang ada (Andargie, 2008). Pada CEA, outcome kesehatan diekspresikan bukan dalam terminologi moneter, melainkan dalam terminologi yang objektif dan terukur seperti jumlah kasus yang diobati, penurunan tekanan darah yang dinyatakan dalam mmHg, dan lain-lain.
Biaya alternatif A terhadap alternatif B
Efektivitas alternatif A terhadap alternatif B
Lebih rendah
Sama
Lebih tinggi
Lebih tinggi
+ (dominan)
+
+/(tukaran)
Sama
+
Diantara
-
Lebih rendah
+/(tukaran)
-
(didominasi)
[Sumber : Afdhal, 2011]
Gambar 1. Diagram efektivitas-biaya Diagram
efektivitas-biaya
menggambarkan
persoalan
efektivitas-biaya,
yang
membedakan cost-effective dengan cost-uneffective. Strategi dominan didefinisikan sebagai biaya rendah dan efektivitas lebih tinggi dibandingkan alternatif, sementara pada strategi yang didominasi, biayanya lebih besar daripada pembanding dan efektivitas lebih rendah.
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
Opsi lain merupakan tukaran yang mempresentasikan biaya lebih tinggi dan lebih efektif atau biaya lebih rendah dan efektivitasnya lebih rendah dibandingkan alternatif (Afdhal, 2011). Hasil CEA umumnya dinyatakan sebagai rasio, baik sebagai Rasio Rerata EfektivitasBiaya (REB=ACER=Average Cost-Effectiveness Ratio) atau Rasio Inkremental EfektivitasBiaya (RIEB=ICER=Incremental Cost-Effectiveness Ratio). ACER, yang dihitung dengan rumus ACER =
!"#$# !"#$ !"#$ (!"#$%"& !"#$)
, merupakan total biaya dari strategi pengobatan dibagi
dengan hasil klinis untuk menghasilkan rasio biaya rupiah per dampak klinis spesifik yang diperoleh. Seringkali efektivitas klinis didapatkan pada tambahan biaya, di mana hal ini sering menjadi pertanyaan: apakah penambahan efektivitas sepadan dengan penambahan biaya. ICER, yang dihitung dengan rumus ICER =
!"#$# !"#$! !!"#$# !"#$! !"!# !"#$! !!"!# !"#$!
, digunakan untuk
menentukan tambahan biaya per efektivitas yang didapat terhadap pilihan terbaik berikutnya. Jika biaya tambahan ini rendah, berarti strategi tersebut dapat dipilih, sebaliknya jika biaya tambahan sangat tinggi maka strategi tersebut tidak baik untuk dipilih (Dorothy, 2009; Trask, 2011). Menurut Price & Wilson (2006), pada kanker payudara terjadi proliferasi keganasan sel epitel yang membatasi duktus atau lobus payudara. Awalnya hanya terdapat hiperplasia sel dengan perkembangan sel-sel atipikal yang kemudian berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma. Kanker membutuhkan waktu tujuh tahun untuk tumbuh dari satu sel manjadi massa yang cukup besar untuk dapat dipalpasi (kira-kira berdiameter 1 cm) di mana pada ukuran itu, sekitar 25% kanker payudara sudah mengalami metastasis. Salah satu terapi penatalaksanaan kanker payudara adalah kemoterapi yaitu penggunaan bahan kimia atau obat yang bersifat toksik untuk membunuh sel kanker yang efeknya mempengaruhi seluruh tubuh. Efek samping yang dialami akibat kemoterapi antara lain meliputi mielosupresi (penurunan dalam produksi sel darah merah, sel darah putih dan trombosit oleh sumsum tulang), kelelahan, mual dan muntah, kehilangan nafsu makan, kerontokan rambut, dan berhentinya siklus menstruasi secara temporer atau permanen (Chisholm-Burns et al (Eds.) , 2008). Pasien dengan penyakit keganasan pada umumnya rentan terhadap infeksi dan apabila terkena infeksi seringkali sulit diatasi. Infeksi pada pasien keganasan berhubungan langsung dengan berbagai keadaan, yaitu penurunan daya tahan akibat penyakit yang mendasarinya, defek imun sebagai akibat pengobatan dengan sitostatik, radiasi, berbagai prosedur invasif dan kombinasi dari berbagai hal tersebut. Pada defek sistem imun yang berat, mikroorganisme yang semula bersifat apatogen dapat menjadi patogen (infeksi oportunistik) (Hadinegoro, 2002). Neutropenia adalah suatu keadaan di mana jumlah neutrofil kurang dari
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
500 sel/µL atau jumlah leukosit kurang dari 1000sel/µL. Pasien dengan neutropenia umumnya mengalami infeksi yang disebabkan bakteri endogen dan jamur pada saluran gastrointestinal. Selain itu, pasien kanker juga dapat mengalami infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang terjadi 48 jam setelah berada di rumah sakit. Beberapa penyebab infeksi nosokomial antara lain adalah pemasangan kateter intravena jangka panjang, pemasangan kateter saluran kemih, dan obstruksi atau nekrosis jaringan sekunder terhadap keganasan (Skeel (Eds.), 2007). Cullen et al (2005) mengungkapkan pengukuran primer kejadian infeksi pasca kemoterapi adalah episode demam, ditandai dengan suhu inti melebihi 38°C. Kejadian kemungkinan infeksi sebagai pengukuran sekunder didefinisikan oleh setidaknya satu diantara kriteria berikut: episode demam yang terdokumentasi klinis; tanda-tanda lain disebabkan oleh respon sistemik terhadap infeksi, seperti hipotermia (suhu dibawah 35,6°C), demam tingkat rendah (suhu 37,5-37,9°C), takikardia (lebih dari 90 denyut per menit), atau takipnea (lebih dari 20 napas per menit); atau tanda-tanda dari infeksi terfokus. Masalah infeksi sangat penting dan berbahaya untuk pasien keganasan terutama pada 72 jam pertama saat kuman penyebab infeksi belum dapat ditentukan. Umumnya 60-70% pasien mengalami infeksi dengan demam yang tidak diketahui penyebabnya (fever of unknown origin). Pada sebagian besar kasus, sulit mencari penyebab penyakit walaupun telah dilakukan pemeriksaan penunjang diagnosis. Oleh karena itu, seringkali pengobatan empiris harus segera diberikan tanpa menunggu hasil laboratorium yang spesifik. Pengobatan empiris adalah pemberian antibiotik pada 72 jam pertama demam dengan obat terpilih berdasarkan perkiraan kuman penyebab yang tersering (Hadinegoro, 2002). Febrile neutropenia (FN) didefinisikan sebagai demam (dalam dua kali pengukuran suhu lebih dari 38˚C atau satu kali suhu lebih dari 38.5˚C) pada pasien dengan jumlah neutrofil kurang dari 500sel/µL atau pasien dengan jumlah leukosit kurang dari 1000sel/µL yang diprediksi akan mengalami penurunan jumlah neutrofil hingga kurang dari 500sel/µL. Pemberian antibiotik spektrum luas seperti sefalosporin generasi tiga (seftazidim) atau generasi empat (sefepim), atau karbapenem (imipenem-cilastin, meropenem) telah terbukti sama efektifnya dengan pemberian regimen duoterapi pada pasien FN. Meskipun begitu, penambahan aminoglikosida (gentamisin, tobramisin, amikasin) dapat digunakan untuk menghasilkan efek potensial sinergis dalam melawan bakteri gram negatif. Pada pasien yang penyebab infeksinya tidak ditemukan spesifik, terapi antibiotik dapat dihentikan ketika jumlah neutrofil mencapai lebih dari 500sel/µL dan pasien bebas demam selama lebih dari 48
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
jam tanpa tanda infeksi. Pada pasien yang afebril selama 3-5 hari namun tetap neutropenia, antibiotik umumnya dilanjutkan sampai bebas demam 5-7 hari (Skeel (Eds.), 2007). Pasien dengan jumlah neutrofil >1000sel/µL dapat menunjukkan kondisi demam atau infeksi yang penyebabnya ditemukan atau tidak. Infeksi non-neutropenia pada pasien kanker payudara umumnya berasal dari infeksi nosokomial pada paru, kateter, saluran kemih, dan diare. Terapi empiris nosokomial pneumonia pada paru dilakukan dengan pemberian βlaktam antipseudomonal (sefepim atau seftazidim), atau karbapenem (imipienem-cilastin, meropenem), atau piperasilin-tazobaktam + antipseudomonal fluorokuinolon (levofloksasin atau siprofloksasin) + vankomisin atau linezolid, selama maksimal tiga minggu (Skeel (Eds.), 2007). Efektivitas pengobatan infeksi dengan antibiotik ditandai dengan tiga kriteria, yaitu efikasi klinis, efikasi bakteriologis, dan efikasi terapeutis. Efikasi klinis dicapai jika pasien mengalami minimal satu dari kriteria berikut : menjadi afebris (suhu <38°C) dalam 96 jam setelah pemberian antibiotik dan bertahan afebris selama minimal 48 jam; terjadi penurunan suhu sebesar 1,7°C setelah 7 hari dimulainya pemberian antibiotik; suhu tubuh kembali normal; jumlah leukosit kembali ke jumlah normal (4,000-10,000 sel/mm3); serta frekuensi denyut jantung dan pernapasan pasien kembali normal. Efikasi bakteriologis dicapai jika kultur positif terisolasi dieradikasi (patogen berhasil dibasmi pada akhir terapi) atau dianggap telah dieradikasi (bahan yang cocok untuk menguji kultur tidak tersedia, namun pasien menunjukkan respon klinis yang memuaskan). Efikasi terapeutis dicapai jika pasien menunjukkan satu atau lebih perbaikan klinis dan efikasi bakteriologis terpenuhi (Berman, DePauw, Feld, Ho & Keating, 2000; Garcia-Contreras, Del-Angel-Garcia, Cuenca, MalvaezValdes, Yanez & Amato, 2000; Maddix, D., Lampiris, H. & Mai Vu, 2012). Metode Penelitian Desain
penelitian
yang
digunakan
adalah
non-eksperimental
dengan
studi
perbandingan (comparative study) yaitu membandingkan suatu peristiwa dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dari dua atau beberapa kelompok sampel (Notoatmodjo, 2010). Pengambilan data dilakukan secara retrospektif terhadap data sekunder berupa catatan rekam medis serta data administrasi tahun 2012. Hasil penelitian disajikan secara deskriptif dan analitik. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta bagian rekam medis dan administrasi dari bulan Februari sampai Mei 2013. Sampel penelitian adalah semua pasien kanker payudara yang dirawat inap pada tahun 2012 yang memenuhi kriteria inklusi di
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling yaitu jumlah semua sampel yang memenuhi kriteria berikut. Kriteria inklusi penelitian diantaranya pasien berjenis kelamin wanita, pasien yang menjalani kemoterapi sebelum diberikannya antibiotik, dan pasien yang mendapatkan inisial terapi tunggal antibiotik seftazidim generik.Kriteria eksklusi meliputi pasien yang rekam medisnya tidak lengkap, hilang dan tidak jelas dan pasien kanker payudara metastasis tulang. Definisi operasional penelitian ini antara lain adalah : a.
Stadium kanker payudara : keadaan kanker yang ditetapkan dokter melalui tes dan pemeriksaan fisik pasien berdasarkan ukuran tumor serta penyebaran kanker ke nodus limfe dan metastasis jauh ke paru-paru, otak, tulang, dan hati. Kategori : stadium awal (0-IIIA) dan stadium lanjut (IIIB-IV).
b.
Jenis seftazidim : antibiotik seftazidim generik yang digunakan pasien dengan regimen dosis 3 x 1 gram melalui injeksi IV. Kategori : seftazidim generik A dan seftazidim generik B.
c.
Total biaya medis langsung : jumlah biaya pengobatan langsung yang dikeluarkan pasien dan tercatat di data SIRS meliputi biaya seftazidim, biaya rawat inap, biaya visit dokter, biaya obat lain, biaya alat kesehatan, biaya penunjang, dan biaya administrasi, mulai dari diberikannya seftazidim sampai bertahan tanpa demam selama 48 jam, dalam satuan Rupiah.
d.
Biaya seftazidim : jumlah biaya antibiotik seftazidim yang digunakan oleh pasien selama dirawat di rumah sakit, dalam satuan Rupiah.
e.
Biaya rawat inap : jumlah biaya akomodasi kelas perawatan yang digunakan oleh pasien selama dirawat di rumah sakit, dalam satuan Rupiah.
f.
Biaya visit dokter : jumlah biaya untuk mendapatkan jasa profesional medis, yaitu dokter, yang dikeluarkan oleh pasien selama dirawat di rumah sakit, dalam satuan Rupiah.
g.
Biaya obat lain : jumlah biaya obat antipiretik, G-CSF (Granulocyte-Colony Stimulating Factor), antibiotik tambahan atau pengganti seftazidim, serta sediaan infus dan nutrisi parenteral yang digunakan oleh pasien selama dirawat di rumah sakit, dalam satuan Rupiah.
h.
Biaya alat kesehatan : jumlah biaya alat kesehatan meliputi spuit, jarum suntik, introcan safety set dan kassa, yang dikeluarkan oleh pasien selama dirawat di rumah sakit, dalam satuan Rupiah.
i.
Biaya penunjang : jumlah biaya uji laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan gas darah, pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
radiologis dan uji kultur mikrooganisme, yang dilakukan oleh pasien selama dirawat di rumah sakit, dalam satuan Rupiah. j.
Biaya administrasi : biaya yang dikeluarkan pasien untuk keperluan administrasi selama dirawat di rumah sakit, dalam satuan Rupiah.
k.
Lama hari rawat : jumlah hari dihitung dari pemberian seftazidim sampai bertahan tanpa demam selama 48 jam.
l.
Efektifitas-biaya : perbandingan total biaya yang dikeluarkan oleh pasien kanker payudara di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta yang mendapat terapi antibiotik seftazidim terhadap efektivitas hasil terapi (lama rawat), dalam satuan Rupiah/hari Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpul data dan
pengolahan data dilakukan secara statistik menggunakan software pengolah data. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan data demografi pasien dan disajikan secara deskriptif berupa tabel, analisis bivariat dilakukan pada total biaya medis langsung dan efektivitas (lama hari rawat) antara penggunaan seftazidim generik A dan generik B dengan uji Mann-Whitney. Efektifitas-biaya dianalisis dengan menentukan posisi alternatif pengobatan dalam Diagram Efektivitas-Biaya seperti pada Gambar 1. Biaya yang dilihat adalah biaya pengobatan, bukan rerata efektivitas-biaya. Kemudian tiap jenis antibiotik seftazidim yang digunakan diperbandingkan total biaya rawatnya dengan melakukan penghitungan rasio rerata efektivitas-biaya (REB = Average Cost Effectiveness Ratio/ACER) yang dihitung berdasarkan total biaya medis langsung yang dikeluarkan pasien kanker payudara terhadap efektivitas penggunaan antibiotik yaitu lama hari rawat dengan rumus sebagai berikut:
REB (ACER) =
!"#$% !"#$# !"#$% !"#$%$ !"#" !!"# !"#"$
Setelah itu dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui sejauh mana perubahan nilai biaya atau efektivitas yang digunakan untuk menghitung REB dapat mempengaruhi kesimpulan (Honneycutt et al., 2006). Analisis sensitivitas untuk analisis efektivitas-biaya antibiotik dilakukan dengan melakukan variasi penurunan dan kenaikan 25% terhadap total biaya (David et al, 2003). Hasil Penelitian Terdapat 514 pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi di RSKD pada tahun 2012. Sebanyak 18 pasien menggunakan seftazidim pasca kemoterapi dan yang memenuhi kriteria inklusi didapatkan sembilan pasien kanker payudara yang memenuhi kriteria inklusi dengan perincian tujuh pasien menggunakan seftazidim generik A dan dua
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
pasien menggunakan seftazidim generik B. Data karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Data perbedaan lama hari rawat, suhu demam, dan pemberian G-CSF tiap kelompok seftazidim pada pasien kanker payudara stadium awal dan lanjut dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan total pasien dan jenis seftazidim yang digunakan di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta tahun 2012 Karakteristik pasien
Total (N = 9)
Generik A (N = 7)
Generik B (N = 2)
Usia (%) - 40-49 tahun 4 (44,5) 3 (42,86) 1 (50) - 50-59 tahun 2 (22,2) 2 (28,57) 0 (0) - > 60 tahun 3 (33,3) 2 (28,57) 1 (50) median 54 54 55,5 rentang 41-63 41-63 48-63 Asal daerah (%) - Jakarta 3 (33,3) 3 (42,86) 0 (0) - Luar Jakarta 6 (66,7) 4 (57,14) 2 (100) Pekerjaan (%) - Ibu Rumah Tangga 7 (77,8) 6 (85,71) 1(50) - Swasta 2 (22,2) 1 (14,29) 1 (50) Pendidikan (%) - Tamat SD 2 (22,2) 2 (28,57) 0 (0) - Tamat SMA 5 (55,6) 4 (57,14) 1 (50) - Tamat sarjana 2 (22,2) 1 (14,29) 1 (50) Jaminan pembiayaan (%) - ASKES 5 (55,6) 4 (57,14) 1 (50) - Jamkesmas 2 (22,2) 2 (28,57) 0 (0) - Jaminan Perusahaan 2 (22,2) 1 (14,29) 1(50) Jenis kamar rawat inap (%) - Kelas I dan VIP 4 (44,4) 3 (42,86) 1(50) - Kelas II dan III 5 (55,6) 4 (57,14) 1(50) Stadium (%) - Awal (I-IIIA) 4 (44,4) 3 (42,86) 1 (50) - Lanjut (IIIB-IV) 5 (55,6) 4 (57,14) 1 (50) Kondisi metastasis (%) - Tidak metastasis 6 (66,7) 5 (71,42) 1 (50) - Paru 2 (22,2) 1 (14,29) 1 (50) - Hati 1 (11,1) 1 (14,29) 0 (0) Kemoterapi (%) - FAC 2 (22,2) 2 (28,57) 0 (0) - AC 4 (44,5) 2 (28,57) 2 (100) - AT 3 (33,3) 3 (42,86) 0 (0) Derajat Leukopenia (%) - leukopenia grade III 1 (11,1) 1 (14,29) 0 (0) - febril neutropenia 8 (88,9) 6 (85,71) 2 (100) Pemberian G-CSF - ya 8 (88,9) 6 (85,71) 2 (100) - tidak 1 (11,1) 1 (14,29) 0 (0) Keterangan : ASKES = asuransi kesehatan, jamkesmas = jaminan kesehatan mayarakat, FAC = flourourasil/doxorubisin/siklofosfamid, AC = doxorubisin/siklofosfamid, AT = doxorubisin/taxan, G-CSF = granulocyte-colony stimulating factor
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
Tabel 2. Lama hari rawat, suhu demam dan pemberian G-CSF pada kelompok generik A dan B pasien kanker payudara stadium awal Parameter Total Generik A Lama hari rawat (hari) - median 7 7 - rentang 3-19 3-19 Rata-rata suhu demam (⁰celcius) 38,5 38,7 - median 38,2-38,8 38,2-38,8 - rentang Pemberian G-CSF (vial) - median 2,5 3 - rentang 1-4 1-3 Keterangan : G-CSF = granulocyte-colony stimulating factor
Generik B 3 3 38,3 38,3 4 4
Tabel 3. Lama hari rawat, suhu demam dan pemberian G-CSF pada kelompok generik A dan B pasien kanker payudara stadium lanjut Parameter Total Generik A Lama hari rawat (hari) Median 8,5 10 Rentang 4-16 7-16 Rata-rata suhu demam (⁰celcius) 38,4 38,55 - median 38,4-39,2 38,4-38,7 - rentang Pemberian G-CSF (vial) - median 4 6 - rentang 0-10 0-10 Keterangan : G-CSF = granulocyte-colony stimulating factor
Generik B 4 4 38,4 38,4 2 2
Analisis biaya dilakukan untuk mengetahui besaran komponen biaya yang terlibat dari pengobatan kelompok generik A dan generik B dengan melihat median biaya dari biaya medis langsung yang dikeluarkan pasien mulai dari diberikannya seftazidim, yang meliputi biaya antibiotik, biaya obat lain, biaya tindakan, biaya rawat inap, biaya penunjang dan biaya administrasi. Distribusi median biaya medis langsung tiap kelompok seftazidim pada pasien kanker payudara stadium awal dan lanjut dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Analisis efektivitas-biaya dilakukan dengan menentukan posisi alternatif pengobatan dalam diagram efektivitas-biaya berdasarkan total biaya rawat kelompok generik A dan generik B dengan median lama hari rawatnya masing-masing. Perhitungan ACER tiap kelompok seftazidim pada pasien kanker payudara stadium awal dan lanjut dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Posisi penggunaan seftazidim generik A dan B pada pasien kanker
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
payudara stadium awal dan lanjut dalam diagram efektivitas-biaya dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Tabel 4. Distribusi median biaya medis langsung pasien kanker payudara stadium awal berdasarkan kelompok seftazidim P value
Median biaya (rupiah)
Jenis Biaya Biaya seftazidim Biaya rawat inap Biaya visit dokter Biaya obat lain Biaya alat kesehatan Biaya penunjang Biaya administrasi Total biaya medis langsung
Generik A 186.642 2.375.000 1.547.000 4.652.791 196.816 2.913.000 463.992,45 15.930.407,45
Generik B 331.812 1.125.000 450.000 2.921.827 85.968 1.606.000 195.618,21 6.716.225,21
0,655 0,346 0,346 0,180 0,655 0,655 0,655 0,655
Keterangan : P value = nilai signifikansi ; P value > 0,05 berarti tidak ada perbedaan bermakna antara dua komponen biaya kelompok generik A dan generik B
Tabel 5. Distribusi median biaya medis langsung pasien kanker payudara stadium lanjut berdasarkan kelompok seftazidim Median biaya (rupiah)
Jenis Biaya Biaya seftazidim Biaya rawat inap Biaya visit dokter Biaya obat lain Biaya alat kesehatan Biaya penunjang Biaya administrasi Total biaya medis langsung
Generik A 421.344 2.667.500 1.200.000 8.634.522 713.154,5 1.907.750 464.927,75 15.962.519,25
Generik B 205.860 2.525.000 1.150.000 1.791.450 155.183 1.112.271 208.192,92 7.147.956,92
P value 0,480 1,000 1,000 0,480 0,157 0,157 0,157 0,157
Keterangan : P value = nilai signifikansi ; P value > 0,05 berarti tidak ada perbedaan bermakna antara dua komponen biaya kelompok generik A dan generik B
Tabel 6. Perhitungan ACER tiap kelompok seftazidim pasien kanker payudara stadium awal Jenis seftazidim
total biaya (E)
lama hari rawat (C)
ACER (C/E)
Generik A
Rp 15.930.407,45
7 hari
Rp 2.275.772,49/hari
Generik B
Rp 6.716.225,21
3 hari
Rp 2.238.741,74/hari
Tabel 7. Perhitungan ACER tiap kelompok seftazidim pada pasien kanker payudara stadium lanjut Jenis seftazidim
total biaya (C)
lama hari rawat (E)
ACER (C/E)
Generik A
Rp 15.962.519,25
10 hari
Rp 1.596.251,92/hari
Generik B
Rp 7.147.956,92
4 hari
Rp 1.786.989,23/hari
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
Biaya alternatif A terhadap alternatif B
Efektivitas alternatif A terhadap alternatif B
Lebih rendah
Sama
Lebih tinggi
Lebih tinggi
Generik B (dominan)
+
+/(tukaran)
Sama
+
Diantara
-
Lebih rendah
+/(tukaran)
-
Generik A (didominasi)
Gambar 2. Posisi penggunaan antibiotik seftazidim generik A dan generik B pasien kanker payudara stadium awal dalam diagram efektivitas-biaya
Biaya alternatif A terhadap alternatif B
Efektivitas alternatif A terhadap alternatif B
Lebih rendah
Sama
Lebih tinggi
Lebih tinggi
Generik B (dominan)
+
+/(tukaran)
Sama
+
Diantara
-
Lebih rendah
+/(tukaran)
-
Generik A (didominasi)
Gambar 3. Posisi penggunaan antibiotik seftazidim generik A dan generik B pada pasien kanker payudara stadium lanjut dalam diagram efektivitas-biaya
Analisis sensitivitas dilakukan dengan melakukan penurunan dan kenaikan 25% terhadap median total biaya masing-masing kelompok seftazidim generik pada pasien kanker payudara stadium awal dan lanjut. Nilai biaya yang didapat kemudian dibagi terhadap lama hari rawat masing-masing kelompok seftazidim dan didapatkan nilai ACER yang kemudian dibandingkan terhadap nilai ACER sesungguhnya tiap kelompok seftazidim. Hasil analisis sensitivitas dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9.
Tabel 8. Analisis sensitivitas tiap kelompok seftazidim pada pasien kanker payudara stadium awal Sensitivitas
Biaya (C)
Lama hari rawat (E)
ACER (C/E)
Generik A penurunan 0% penurunan 25% kenaikan 25%
Rp 15.930.407,45 Rp 11.947.805,59 Rp 19.913.009,18
7 hari 7 hari 7 hari
Rp 2.275.772,49/hari Rp 1.706.829,37/hari Rp 2.844.715,62/hari
Generik B penurunan 0% penurunan 25% kenaikan 25%
Rp 6.716.225,21 Rp 5.037.168,91 Rp 8.395.281,51
3 hari 3 hari 3 hari
Rp 2.238.741,74/hari Rp 1.679.056,30/hari Rp 2.798.427,17/hari
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
Tabel 9. Analisis sensitivitas tiap kelompok seftazidim pada pasien kanker payudara stadium lanjut Sensitivitas Generik A penurunan 0% penurunan 25% kenaikan 25% Generik B penurunan 0% penurunan 25% kenaikan 25%
Biaya (C)
Lama hari rawat (E)
ACER (C/E)
Rp 15.962.519,25 Rp 11.971.889,44
10 hari 10 hari 10 hari
Rp 1.596.251,92/hari Rp 1.197.188,94/hari Rp 1.995.314,91/hari
4 hari 4 hari 4 hari
Rp 1.786.989,23/hari Rp 1.340.241,92/hari Rp 2.233.736,54/hari
Rp 19.953.149,06 Rp 7.147.956,92 Rp 5.037.168,91 Rp 8.395.281,51
Pembahasan Jumlah pasien yang sedikit dalam penelitian ini kemungkinan berhubungan dengan rendahnya tingkat kejadian infeksi pasca kemoterapi pada pasien kanker payudara. Menurut Polednak (2004) dalam studi surveilans pada pasien kanker payudara di USA yang didiagnosis sebelum usia 65 tahun, kebutuhan rawat inap karena kondisi terkait-infeksi (neutropenia, demam, dan/atau infeksi/bakteremia) adalah 8,6% dari 463 pasien dengan kemoterapi dan 2,8% dari 212 pasien tanpa kemoterapi (nilai signifikan p < 0,01). Pemberian G-CSF (Granulocyte-Colony Stimulating Factor) sebagai terapi profilaksis terhadap risiko neutropenia pasca kemoterapi juga dapat mengurasi risiko febril neutropenia dari 17% menjadi 1%, serta mengurangi kebutuhan rawat inap dari 14% menjadi 1% (Adams, Angelotta dan Bennet, 2006). Median usia pasien kanker payudara yang mendapat seftazidim selama periode penelitian adalah 54 tahun dengan pasien terbanyak berasal dari kelompok usia 40-49 tahun yaitu empat pasien (44,5%). Banyaknya pasien yang berusia 40 tahun keatas dikarenakan pada usia ini risiko terkena kanker payudara semakin besar. Kanker payudara mulai berkembang pesat saat umur 40-49 tahun sebelum wanita memasuki usia 50 tahun keatas, sedangkan risiko kanker payudara sendiri berkembang sampai usia 50 tahun dengan perbandingan peluang 1 diantara 50 wanita (Nani, 2009). Lebih dari 60% pasien berasal dari luar Jakarta, hal ini sesuai dengan tujuan RSKD sebagai rumah sakit rujukan pusat nasional sehingga pasien yang datang tidak hanya berasal dari dalam kota Jakarta saja namun banyak juga yang berasal dari luar Jakarta. Lebih dari 50% pasien kanker payudara yang masuk dalam penelitian ini merupakan pasien kanker payudara stadium lanjut dengan tiga pasien di antaranya merupakan pasien kanker payudara metastasis, yaitu dua (22,2%) pasien mengalami metastasis paru dan satu
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
(11,1%) pasien mengalami metastasis hati. Pasien dengan metastasis hati sebanyak satu orang dimasukkan dalam kriteria inklusi karena berdasarkan penelitian Pasko, M.T., Beam, T.R., Sponer, J.A., dan Camara, D.S (1985) mengenai studi keamanan dan farmakokinetika seftazidim pada pasien gangguan hati kronis diperoleh kesimpulan bahwa pemberian seftazidim tetap stabil dan normal sehingga modifikasi dosis seftazidim pada gangguan hati tidak diperlukan. Pasien kanker payudara dengan metastasis tulang dieksklusi karena hasil hitung darah lengkap mungkin menunjukkan menurunnya jumlah leukosit dan trombosit karena keterlibatan sumsum tulang yang mengganggu kebutuhan peryaratan parameter hematologi yang mendekati normal (Ballot, McDonnel, Crown, 2003; Oliver, Bhat, Kellet, Adamson, 2011). Jumlah kemoterapi terbanyak yang menyebabkan infeksi dengan tanda penurunan jumlah leukosit dan demam pada pasien regimen AC (doxorubisin-siklofosfamid) yaitu empat pasien dari keseluruhan pasien, diikuti tiga pasien dengan regimen AT (doxorubisinpaclitaxel/docetaxel) dan dua pasien dengan regimen FAC (fluorourasil-doxorubisinsiklofosfamid). Hal ini sedikit kurang sesuai dengan pernyataan Aapro et al (2011) dan National Comprehensive Cancer Network (2013) yang mengkategorikan regimen kemoterapi dengan risiko tinggi (>20%) febril neutropenia yaitu AT, AC yang dilanjutkan dengan Taxan, dan TAC, sementara AC, FAC dan Taxan termasuk dalam risiko sedang (10%-20%). Regimen kemoterapi dengan risiko tinggi kemungkinan diatasi dengan pemberian inisial terapi seftazidim yang dikombinasi dengan antibiotik lainnya. Pemberian inisial kombinasi antibiotik menguntungkan untuk pengobatan infeksi campuran, pengobatan awal pada infeksi berat yang etiologinya belum jelas karena keterlambatan pengobatan dapat membahayakan jiwa pasien, untuk mendapatkan efek sinergi, dan memperlambat timbulnya resistensi. Kombinasi sefalosporin dengan aminoglikosida bermanfaat untuk infeksi Pseudomonas pada pasien neutropenia (Gunawan, 2007; Skeel (Eds.), 2007). Diagnosis febril neutropenia dan leukopenia ditegakkan oleh dokter dalam catatan rekam medis berdasarkan keadaan demam (suhu lebih dari 38⁰C dalam satu jam atau dua kali pengukuran) yang dialami pasien dan jumlah leukosit dari pemeriksaan hematologi. Pengobatan empiris infeksi pasca kemoterapi dengan antibiotik seftazidim segera diberikan pada sembilan pasien yang masuk dalam kriteria inklusi. Sebanyak delapan (88,9%) pasien mengalami febril neutropenia pasca kemoterapi yang dijalaninya, sedangkan satu (11,1%) pasien lainnya diberi terapi antibiotik empiris seftazidim dengan diagnosis leukopenia. Sebagian besar pasien yaitu 8 (88,9%) pasien mendapat terapi tambahan faktor pertumbuhan (G-CSF) untuk mengatasi leukopenia dan neutropenia. G-CSF diberikan pada
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
pasien secara intravena atau subkutan dengan dosis 300µg per vial satu sampai dua kali sehari. G-CSF diberikan hingga jumlah leukosit pasien minimal 2000sel/µl (Chisholm-Burns et al (Eds.), 2008). Median lama hari rawat pada pasien kanker payudara stadium awal sedikit lebih singkat dibanding lama hari rawat pasien kanker payudara stadium lanjut (7 hari dibanding 8,5 hari). Menurut Hai Pun et al (2009), perawatan di rumah sakit dibutuhkan pada pasien dengan demam dan neutropenia untuk menghindari komplikasi yang tidak diinginkan. Meski hal ini akan mengurangi risiko kematian, pasien mungkin akan mendapat efek samping lainnya seperti toksisitas antimikroba, infeksi nosokomial, superinfeksi jamur, serta dampak psikologi dan keuangan akibat rawat inap. Median suhu demam pada pasien kanker payudara stadium lanjut sedikit lebih rendah yaitu 38,4˚C dibanding 38,5˚C pasien kanker payudara stadium awal. Suhu demam tertinggi tercatat pada kelompok pasien kanker payudara stadium lanjut dengan 39,2˚C. Median pemberian G-CSF pada pasien kanker payudara stadium awal kelompok generik B lebih banyak dibanding kelompok generik A yaitu 4 vial dibanding 3 vial, sedangkan pemberian G-CSF pada pasien kanker payudara stadium lanjut kelompok generik A lebih banyak dibanding kelompok generik B yaitu 6 vial dibanding 2 vial. Hal ini akan mempengaruhi besaran total biaya rawat. Perbedaan besarnya jumlah vial G-CSF yang diberikan pada pasien dipengaruhi oleh jenis kemoterapi mielospuresif dan jaminan pembiayaan pasien. Pada analisis biaya dari Tabel 4 dan Tabel 5 diketahui bahwa biaya seftazidim pada kelompok generik A lebih rendah dibanding kelompok generik B disebabkan pada kelompok generik A meski inisial terapi empiris diawali dengan terapi tunggal seftazidim, terjadi penggantian dengan antibiotik lain akibat demam yang menetap atau didapatkannya hasil uji kultur mikroorganisme yang bersifat lebih rentan terhadap antibiotik lain. Di Rumah Sakit Kanker Dharmais terdapat fasilitas VVIP, VIP, kelas I, II dan III. Biaya rawat inap kelompok generik A lebih tinggi dari kelompok generik B disebabkan oleh perbedaan median lama hari rawat di mana dari Tabel 2 dan Tabel 3 diketahui bahwa median lama rawat generik A memang lebih panjang yaitu 7 hari dibanding 3 hari pada pasien kanker payudara stadium awal dan 10 hari dibanding 4 hari pada pasien kanker payudara stadium lanjut. Serupa dengan biaya rawat inap, besaran biaya visit kelompok generik A yang lebih tinggi juga disebabkan oleh perbedaan median lama hari rawat. Besaran median biaya obat lain kelompok generik A baik pada pasien kanker payudara stadium awal maupun pada pasien kanker payudara stadium lanjut lebih besar dibanding kelompok generik B. Hal ini dapat disebabkan oleh penggantian seftazidim dengan antibiotik
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
lain serta pemberian G-CSF di mana median pemberian G-CSF pada pasien kanker payudara stadium lanjut kelompok generik A lebih banyak dibanding kelompok generik B yaitu 6 vial dibanding 2 vial. G-CSF yang umum diberikan adalah filgrastim (Leucogen®, Leukokine®) atau lenograstim dengan merek dagang Granocyte®. Biaya alat kesehatan kelompok generik A baik pada pasien kanker payudara stadium awal maupun lanjut lebih besar dari kelompok generik B disebabkan oleh komponen obat lain yang diberikan pada kelompok generik A yang lebih besar serta lama hari rawat yang lebih panjang sehingga dibutuhkan alat kesehatan yang lebih banyak pula. Biaya penunjang dikeluarkan oleh pasien untuk pemeriksaan laboratorium baik saat menegakkan diagnosa, pemantauan efek samping, kemajuan terapi ataupun menentukan hasil akhir terapi. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pasien meliputi pemeriksaan hematologi rutin, pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan gas darah, pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan glukosa darah serta pemeriksaan radiologis foto thorax AP-lateral. Pemeriksaan mikrobiologi juga dilakukan beberapa pasien seperti uji kultur darah, urin, dan feses, serta uji resistensi. Biaya penunjang kelompok generik A baik pada pasien kanker payudara stadium awal maupun lanjut lebih besar dari kelompok generik B disebabkan lama hari rawat yang lebih panjang. Biaya administrasi adalah biaya yang dikeluarkan oleh pasien untuk membayar keperluan administrasi pasien selama pengobatan. Di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, biaya administrasi dihitung sejumlah 3% dari total tagihan yang dibayarkan pasien. Median total biaya medis langsung kelompok generik A secara keseluruhan baik pada pasien kanker payudara stadium awal maupun lanjut lebih besar yaitu Rp 15.930.407,45 dan Rp 15.962.519,25 dibanding total biaya medis langsung kelompok generik B yang sebesar Rp 6.716.225,21 dan Rp 7.147.956,92. Lama hari rawat digunakan sebagai parameter efektivitas yaitu sampai pasien bertahan tanpa demam selama minimal 48 jam sesuai panduan durasi terapi antibiotik untuk pasien kanker yang mengalami febril neutropenia menurut Maddix, Lampiris, Mai Vu (2012) bahwa pemberian antibiotik dihentikan setelah 48 jam tanpa demam. Peningkatan jumlah leukosit tidak dapat dijadikan parameter efektivitas karena pemberian G-CSF dapat langsung meningkatkan jumlah leukosit ketika pasien masih menunjukkan gejala infeksi lainnya seperti demam. Simoens (2011) mengungkapkan bahwa efektivitas-biaya terapi antibiotik ditentukan oleh berbagai faktor yang menyangkut karakteristik dan penggunaan antibiotik (seperti diagnosis, perbandingan biaya dan efektivitas, resistensi, kepatuhan pasien, dan kegagalan
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
terapi), serta faktor eksternal (seperti sumber pembiayaan, intervensi farmasi klinis, dan pedoman implementasi intervensi). Pada pasien kanker payudara stadium awal, total biaya kelompok generik B yang lebih rendah membuat kelompok generik B berada pada posisi dominan pada diagram efektivitasbiaya dengan total biaya yang lebih rendah dan efektivitas yang lebih tinggi, sedangkan kelompok generik A dengan total biaya yang lebih tinggi dan efektivitas lebih rendah (median lama hari rawat lebih panjang) berada dalam posisi terdominasi sehingga kelompok seftazidim generik B merupakan seftazidim yang lebih cost-effective. Rasio biaya rupiah per hari yang dilakukan dengan perhitungan ACER memberikan hasil besaran biaya yang sedikit lebih rendah pada kelompok generik B dibanding kelompok generik A yaitu sebesar Rp 2.238.741,74/hari dibanding Rp 2.275.772,49/hari. Analisis sensitivitas memberikan hasil bahwa pemilihan generik B sensitif terhadap kenaikan biaya 25% di mana nilai ACER generik B akan lebih tinggi dibanding baseline nilai ACER generik A. Pemilihan generik B juga sensitif terhadap penurunan biaya 25% pada kelompok generik A di mana nilai ACER generik A akan lebih rendah dibanding baseline nilai ACER generik B. Nilai ACER generik B yang lebih rendah dengan lama hari rawat yang lebih singkat membuat total biaya kelompok generik B jauh lebih rendah dibanding kelompok generik A. Oleh karena itu, seftazidim generik B merupakan seftazidim yang lebih cost-effective. Pada pasien kanker payudara stadium lanjut, total biaya kelompok generik B yang lebih rendah membuat kelompok generik B berada pada posisi dominan pada diagram efektivitas-biaya dengan total biaya yang lebih rendah dan efektivitas yang lebih tinggi, sedangkan kelompok generik A dengan total biaya yang lebih tinggi dan efektivitas lebih rendah (median lama hari rawat lebih panjang) berada dalam posisi terdominasi sehingga kelompok seftazidim generik B merupakan seftazidim yang lebih cost-effective. Rasio biaya rupiah per hari yang dilakukan dengan perhitungan ACER memberikan hasil besaran biaya yang lebih rendah pada kelompok generik A dibanding kelompok generik B yaitu sebesar Rp 1.596.251.92/hari dibanding Rp 1.786.989.23/hari. Analisis sensitivitas memberikan hasil generik A sensitif terhadap kenaikan biaya 25% di mana nilai ACER generik A akan lebih tinggi dibanding baseline nilai ACER generik B. Sedangkan generik B juga sensitif terhadap penurunan biaya 25% di mana nilai ACER generik B akan lebih rendah dibanding baseline nilai ACER generik A. Nilai ACER atau rasio biaya per hari kelompok generik B memang lebih besar dibanding kelompok generik A namun dengan median lama hari rawat yang lebih singkat membuat total biaya kelompok generik B jauh lebih rendah dibanding kelompok
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
generik A. Oleh karena itu seftazidim generik B merupakan seftazidim yang lebih costeffective. Kesimpulan Median total biaya pengobatan dengan kelompok seftazidim generik A pada pasien kanker payudara stadium awal maupun lanjut lebih tinggi yaitu sebesar Rp 15.930.407,45 dan Rp 15.962.519,25, dibanding kelompok seftazidim generik B yaitu sebesar Rp 6.716.225,21 dan Rp 7.147.956,92. Efektivitas pengobatan seftazidim, dilihat dari lama hari rawat, kelompok generik A lebih rendah dengan median hari rawat yang lebih lama pada pasien kanker payudara stadium awal maupun lanjut yaitu berutut-turut
7 hari dan 10 hari,
dibanding efektivitas kelompok generik B yang lebih tinggi dengan lama hari rawat yang lebih singkat yaitu 3 hari dan 4
hari. Berdasarkan analisis efektivitas-biaya, seftazidim
generik B pada pasien kanker payudara stadium awal maupun lanjut (dengan nilai ACER berturut-turut Rp 2.238.741,74/hari dan Rp 1.786.989.23/hari) lebih cost-effective dibanding generik A (dengan nilai ACER berturut-turut Rp 2.275.772,49/hari dan Rp 1.596.251.92/hari). Saran Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dilakukan perbandingan efektivitas-biaya dengan seftazidim bermerek dagang di tahun berikutnya secara prospektif dengan populasi kanker secara keseluruhan, asal kelas rawat inap yang sama dan jumlah pasien yang lebih banyak.
Disarankan
juga
kepada
peneliti
selanjutnya
untuk
melakukan
analisis
farmakoekonomi dari segi Cost Utility dan Cost Benefit. Daftar Referensi Aapro, et al. (2011). 2010 update of EORTC guidelines for the use of granulocytecolony stimulating factor to reduce the incidence of chemotherapy-induced febrile neutropenia in adult patients with lymphoproliferative disorders and solid tumours. EUROPEAN JOURNAL OF CANCER, 47, 8–32. Adams, J.R., Angelotta, C., & Bennet, C. (2006). When the Risk of Febrile Neutropenia Is 20%, Prophylactic Colony-Stimulating Factor Use Is Clinically Effective, but Is It Cost-Effective?. JCO, 24(19), 2975-2977. Afdhal, A.F. (2011). Farmakoekonomi : Pisau Analisis Terbaru Dunia Farmasi (pp. 22-24). Jakarta : Samira Media Utama. Andargie, G. (2008). Introduction to Health Economics (pp.124-134). Ethiopia : University of Gondar.
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
Ballot, J., McDonnel, D., & Crown, J. (2003). Successful Treatment of Thrombocytopenia Due to Marrow Metastases of Breast Cancer with Weekly Docetaxel. J Natl Cancer Inst, 95(11), 831-832. Berman, S., DePauw, B., Feld, R., Ho, W., & Keating, A. (2000). Meropenem Versus Ceftazidime in the Treatment of Cancer Patients With Febrile Neutropenia: A Randomized, Double-Blind Trial. J Clin Oncol, 18, 3690-3698 Briggs, A.H. & O’Brien, B.J. (2001). Death of cost-minimization analysis? Health Econ, 10, 179–184. Chisholm-Burns et al (Eds.). (2008). Pharmacotherapy : Principles and Practice (pp. 1297, 1303-1321). New York : McGraw-Hill. Chisholm-Burns, M.A., Vaillancourt, A.M. & Shepherd, M (Eds.). (2012). Pharmacy Management, Leadership, Marketing, and Finance, (2nd ed., pp. 303-306). USA : Jones & Bartlett Learning. Cullen, M., et al. (2005). Antibacterial Prophylaxis after Chemotherapy for Solid Tumors and Lymphomas. N Engl J Med, 353, 988-998. David, E., et al. (2003). Decision Analysis of Antibiotic and Diagnostic Strategies in Ventilator-associated Pneumonia. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, 168(9), 1060-1067. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2012). OBAT GENERIK - Pilihan Terbaik Dengan Harga Terjangkau. April 25, 2013. http://www.depkes.go.id/ Dorothy, S. (2009). Role of Economic Epidemiology: With Special Reference to HIV/AIDS. April 25, 2013. http://dimacs.rutgers.edu/ Egerer et al. (2002). Continuous infusion of ceftazidime for patients with breast cancer and multiple myeloma receiving high-dose chemotherapy and peripheral blood stem cell transplantation. Bone Marrow Transplant, 30, 427-431. Gunawan, S.G., (Ed.). (2007). Farmakologi dan Terapi edisi 5 (pp. 593, 678-686). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Garcia-Contreras F, Del-Angel-Garcia G, Cuenca A R, Malvaez-Valdes M, Yanez A V & Amato D. (2000). Estudio de costo-efectividad de ceftriaxona y cefotaxima en el tratamiento de neumonia adquirida en la comunidad. [Cost-effectiveness study of ceftriaxone and cefotaxime for the treatment of community acquired pneumonia]. Revista de Investigacion Clinica, 52(4), 418-426. Hadinegoro, Sri Rezeki S. (2002). Demam pada Pasien Neutropenia. Sari Pediatri 3, 235-241. Hai Pun, E., et al. (2009). Cancer Patients with Fever and Neutropenia: A Prospective Evaluation of Risk Assessment Tools and Infectious Etiology in Hong Kong (pp. 5). Hongkong : Health and Health Services Research Fund.
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013
Honneycutt, A.A, et al. (2006). Guide to Analyzing the Cost-Effectiveness of Community Public Health Prevention Approaches (pp. 56-57). USA : Research Triangle Park. Maddix, D., Lampiris, H. & Mai Vu. (2012). Guide to Antimicrobials (pp. 4). USA : San Francisco VA Medical Center. Martin, Nancy. (2012). Understanding Metastatic Cancer in Detail. Juni 20, 2013. http://www.communitycancercentre.org.uk Minisini et al. (2004). Incidence of febrile neutropenia and neutropenic infections in elderly patients receiving anthracycline-based chemotherapy for breast cancer without primary prophylaxis with colony-stimulating factors. Critical Reviews in Oncology/Hematology, 53, 125-131. Nani, Desiyani. (2009). Hubungan Umur Awal Menopause dan Status Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dengan Kejadian Kanker Payudara. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), 4(3), 102-106. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan (pp. 26, 47). Jakarta : Rineka Cipta. Oliver, T.B., Bhat, R., Kellet, C.F. & Adamson, D.J. (2011). Diagnosis and management of bone metastases. J R Coll Physicians, 41, 330–338 Pasko, M.T., Beam, T.R., Sponer, J.A. & Camara, D.S. (1985). Safety and pharmacokinetics of ceftazidime in patients with chronic hepatic dysfunction. J Antimicrob Chemother, 15(3), 365-374. Polednak, A.P. (2004). Surveillance for hospitalizations with infection-related diagnoses after chemotherapy among breast cancer patients diagnosed before age 65. Chemotherapy, 50(4), 157-161. Price, S., & Wilson, L.M. (2006). Pathophysiology clinical concepts of disease processes (6th ed., pp. 1303). St. Louis: Mosby Year Book. Rascati, K.I., Drummond, M.F., Annemans, I. & Davey, P.G. (2004). Education in Pharmacoeconomics : an Internasional Multidiciplinary View (Review). PharmacoEconomics, 22, 39-47. Simoens, S. (2011). Factors Affecting the Cost Effectiveness of Antibiotics. Chemotherapy Research and Practice, 249867, 1-6. Taylor, M. (2009). What is Sensitivity Analysis? (pp. 1-8). United Kingdom: Hayward Group. Trask, L.S. (2011). Pharmacoeconomics: Principles, Methods, and Applications. Dalam Dipiro (Ed.). (2011). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach (8th ed., pp. 1-9). USA : McGraw-Hill Education. Walley, Tom. (2004). Pharmacoeconomics and Economic Evaluation of Drug Therapies (pp. 68-73). UK : Liverpool.
Efektivitas biaya …, Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Ffarmasi UI, 2013