EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS ANTIBIOTIK TERHADAP Campylobacter jejuni YANG DIISOLASI DARI KARKAS AYAM DI KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
OLEH:
MUH. AQSHAR MARSANI O 111 10 132
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS ANTIBIOTIK TERHADAP Campylobacter jejuni YANG DIISOLASI DARI KARKAS AYAM DI KOTA MAKASSAR
MUH. AQSHAR MARSANI O 111 10 132
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Muh. Aqshar Marsani
NIM
: O111 10 132
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa : a. Karya skripsi saya adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, 27 Juli 2015
Muh. Aqshar Marsani
ABSTRAK
MUH. AQSHAR MARSANI. Efektivitas Beberapa Jenis Antibiotik Terhadap Campylobacter jejuni yang Diisolasi dari Karkas Ayam di Kota Makassar. Dibimbing oleh Lucia Muslimin dan Muh. Akbar Bahar Daging ayam merupakan salah satu komoditi peternakan yang dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Belum memadainya sarana dan prasarana peternakan berpengaruh terhadap mutu dan keamanan daging ayam. Usaha meningkatkan kualitas dan keamanan pangan terutama produk peternakan perlu dilakukan untuk mengurangi kejadian foodborne disease. Salah satu usaha meningkatkan kualitas dan keamanan pangan adalah dengan melakukan uji keberadaan mikroba patogen pada bahan pangan asal ternak, seperti Campylobacter jejuni yang merupakan bakteri enterik patogen pada manusia dan hewan. Batas maksimum cemaran mikroba Campylobacter sp. dalam pangan kategori daging ayam segar, beku (karkas dan tanpa tulang) dan cincang adalah negatif/25 g (BSN, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan bakteri Campylobacter jejuni pada karkas ayam dan melakukan uji sensitivitas beberapa jenis antibiotik untuk mengetahui efektivitasnya terhadap isolat bakteri Campylobacter jejuni dari karkas ayam. Sebanyak 30 sampel karkas ayam yang diperoleh dari pasar tradisional dan pasar modern di Kota Makassar kemudian diteliti di laboratorium. Isolasi dan identifikasi dilakukan mulai dari penyuburan bakteri pada media Preston campylobacter selective broth, kultur bakteri pada media Preston campylobacter selective agar, pewarnaan gram, uji biokimia dan identifikasi dengan sistem vitek 2. Pengujian sensitivitas antibiotik menggunakan eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol dan doksisiklin. Interpretasi hasil disesuaikan dengan standar interpretasi clinical laboratory standart institute (CLSI, 2014). Hasil penelitian menunjukkan terdapat kontaminasi bakteri Campylobacter jejuni pada karkas ayam yang dipasarkan di pasar tradisional kota Makassar, yaitu sebanyak 1 (3,3%) sampel positif dari 30 total sampel karkas ayam yang diambil dari beberapa pasar tradisional dan pasar modern Kota Makassar. Uji efektivitas antibiotik eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol dan doksisiklin masih sensitif terhadap isolat bakteri Campylobacter jejuni dari karkas ayam. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa satu sampel positif Campylobacter jejuni dan antibiotik eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol dan doksisiklin masih sensitif terhadap isolat bakteri Campylobacter jejuni Kata kunci : Karkas ayam, Campylobacter jejuni, foodborne disease, pasar tradisional, pasar modern, uji efektivitas, antibiotik.
ABSTRACT
MUH. AQSHAR MARSANI. The effectiveness Several Types of Antibiotics against Campylobacter jejuni was Isolated from a chicken Carcass in Makassar city. Suvervised by Lucia Muslimin and Muh. Akbar Bahar Chicken meat is one of the commodities needed by community as a some of animal protein. The Efforts to improve a quality and safety of farm products, especially poultry product must be done to reduce the incident of bacterial foodborne diseases. One of them is to test the presence of microbial pathogen on meat such as Campylobacter jejuni. The maximum limits of Campylobacter sp. impurities in category fresh chicken, frozen meat (carcass and boneless) and chopped is negative/25 g (BSN, 2009). The aim of this study was to detect of isolated Campylobacter jejuni in chiken carcass and to test sensitivity of isolated Campylobacter jejuni against several types of antibiotics. As much as 30 samples of chicken carcass were collected from traditional market and modern market in Makassar and were examined in the laboratory. The Issolation and identification of Campylobacter jejuni were performed by using selective medium and liquid broth Preston campylobacter selective broth, growth on Preston campylobacter selective agar, gram stain, biochemical test and identification with vitek 2 system. Antibiotic sensitivity testing used some antibiotics, i.e., erythromycin, ciprofloxacin, doxycycline and chloramphenicol. Based on the result of interpretation was the Clinilical and Laboratory Standards Institute (CLSI, 2014). The results of this research showed there was a contamination of Campylobacter jejuni in one sample from traditional market and which others were negative. The contamination of Campylobacter jejuni in chiken carcass from traditional market in Makassar city, as much as 1 (3,3%) positive sample out of 30 total samples was collected from some traditional markets and modern markets in Makassar city. The sensitivity test result indicated that isolated Campylobacter jejuni was sensitive against erythromycin, ciprofloxacin, doxycycline and chloramphenicol. Based on the results it can be concluded that Campylobacter jejuni is found in a chicken meat from traditional market and this bacteria is still sensitive against. Keywords : Chicken carcass, Campylobacter jejuni, foodborne disease, traditional markets, modern markets, effectiveness test, antibiotic.
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas hidayah dan petunjuk yang senantiasa diberikan, demikian juga shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang baik. Akhirnya penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas beberapa jenis antibiotik terhadap Campylobacter jejuni yang diisolasi dari karkas ayam di Kota Makassar” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan dari Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis merasa sangat bersyukur dan pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua tercinta ayahanda Drs. H. Marsani Muhammad (Alm) dan ibunda Dra. Hj. Murni Idrus atas doa dan dukungannnya yang tidak pernah putus. 2. Prof. Dr. drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin dan pembimbing utama dalam penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Muh. Akbar Bahar, S.Si, Apt, M.Pharm.Sc selaku pembimbing anggota atas dedikasi ilmu, waktu, motivasi, dan kesabarannya dalam membimbing mulai dari usulan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan penyusunan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 4. Prof. Dr. Ir.H. Effendi Abustam, M.Sc dan Abdul Wahid Djamaluddin, S.Farm, Apt selaku dosen penguji atas motivasi, saran, dan kritiknya kepada penulis. 5. Dr. Rizalinda Sjahril, M.Sc, Ph.D dan staf bagian mikrobiologi Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin, drh. Titis Furi D. dan paramedik laboratorium bakteriologi Balai Besar Veteriner Maros yang telah membantu selama penelitian. 6. Seluruh dosen serta staf pengelola pendidikan Program Studi Kedokteran Hewan yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama proses pendidikan. 7. Rekan mahasiswa kedokteran hewan angkatan 2010 yang semuanya sangat berpengaruh telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama mengikuti pendidikan di kedokteran hewan Universitas Hasanuddin dan membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 8. Teman seperjuangan di Laboratorium Fatmasari 9. Sahabat SMA yang selalu mendukung Amelia, Nisa, Ita, Fidah, Alif, Andika, Hendra, Awal Ramadan terimaksih atas suntikan semangatnya. 10. Zulfikar Basrul, Fatmasari, Andi Dytha, Riska Wahyuni, Anna Angriana, Suci Rahmadani, Noer Khalid Chaidir Zakaria, St. Mughniati, Degi Prasetya, Aldy Derianto, Fachira Ulfa Makmur, Rahayu Anggreini, Nurul Mute, Nayah anwar. Salam lestari teman-teman, terimakasih atas kerjasamanya.
11. Teman, sahabat, keluarga KKN SEBATIK 85 yang sudah berhamburan di penjuru negeri, kisah sukses kalian sangat memacu penulis agar penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan segera. 12. Keluarga kunang-kunang Forum Indonesia Muda khususnya FIM 17, Fasil 5 5, Api 2 serta FIM Ewako yang telah memberikan motivasi inspirasi untuk berkarya dan bermanfaat serta semangat baru untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 13. Keluarga spiritual GEMA FOSMA 165 yang selalu mengingatkan, memberikan pandangan positif dan mendoakan penulis agar skripsi ini dimudahkan. 14. Dan penghargaan setinggi – tingginya kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyajikan skripsi ini dengan baik, namun penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar bisa lebih baik kedepannya. Besar harapan penulis, semoga penulisan skripsi ini dapat berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran hewan sehingga dapat bermanfaat untuk masyarakat luas. Makassar, 27 Juli 2015
Penulis
1
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1.6 Keaslian Penelitian 1.7 Hipotesis 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karkas Ayam 2.2 Mikrobiologis Daging Ayam 2.3 Campylobacter jejuni 2.4 Campylobacteriosis 2.5 Antibiotik 2.6 Alur Penelitian 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Materi Penelitian 3.2.1 Sampel 3.2.2 Alat 3.2.3 Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pengambilan Sampel Karkas Ayam 3.3.2 Persiapan Media Isolasi 3.3.3 Persiapan Sampel 3.3.4 Isolasi Campylobacter jejuni 3.3.5 Identifikasi Campylobacter jejuni 3.3.5.1 Pewarnaan Bakteri 3.3.5.2 Uji Katalase 3.3.5.3 Uji Oxidase 3.3.5.4 Uji TSIA 3.3.5.5 Uji Glukosa 3.3.5.6 Uji SIM 3.3.5.7 Uji Urease 3.3.5.8 Identifikasi dengan Vitek 2 System 3.3.6 Pengawetan Isolat Campylobacter jejuni 3.3.7 Uji Sensitivitas Antibiotik 3.3.8 Analisis Data
3 3 3 4 5 5 5 6 6 6 7 8 10 12 13 16 17 17 17 17 18 18 18 18 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 20 21 21 21
2
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keberadaan Campylobacter jejuni pada Karkas Ayam 4.2 Isolasi dan Identifikasi Campylobacter jejuni 4.3 Pengujian Kepekaan Campylobacter jejuni terhadap Antibiotik 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
22 24 28 30 30 31 35
3
DAFTAR TABEL Tabel 1. Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan SNI No. 08.1.1-7388-2009 Tabel 2. Standar kepekaan antibiotik Tabel 3. Hasil isolasi identifikasi Campylobacter jejuni dari sampel karkas ayam Tabel 4. Hasil uji sensitivitas antibiotik terhadap isolat Campylobacter jejuni dari karkas ayam
9 21 22 28
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bakteri Campylobacter Gambar 2. Kondisi karkas ayam yang dipasarkan dikedua jenis pasar Gambar 3. Koloni Campylobacter jejuni pada media spesifik Preston Campylobacter Agar Gambar 4. Morfologi Campylobacter jejuni dengan pewarnaan gram (pembesaran 1000x) Gambar 5. Uji Katalase, Uji Oksidase Gambar 6. Uji TSIA, Uji Glukosa, Uji Urease, Uji SIM Gambar 7. Hasil identifikasi dengan menggunakan sistem Vitek 2 Gambar 8. Zona hambat isolat Campylobacter jejuni dari karkas ayam
11 24 25 25 26 26 27 28
DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil isolasi dan identifikasi Campylobacter jejuni dari sampel karkas ayam
35
4
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bahan pangan asal ternak seperti susu, daging, dan telur merupakan sumber protein yang kebutuhan setiap tahunnya meningkat. Saat ini tuntutan masyarakat terhadap kualitas bahan pangan yang dikonsumsi juga semakin meningkat. Bahan pangan asal ternak yang banyak mengandung protein merupakan bahan yang mudah rusak dan mudah terkontaminasi oleh cemaran mikroba baik yang bersifat patogen maupun tidak patogen. Kontaminasi oleh mikroba pada bahan pangan menyebabkan penurunan kualitas bahan pangan dan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit. Aspek keamanan pangan yang kurang menjadi perhatian telah berdampak pada meningkatnya foodborne disease akibat mikroba patogen yang ada pada bahan pangan. Salah satu gejala foodborne disease akibat mikroba patogen adalah diare. Kasus penyakit diare akibat terinfeksi bakteri Campylobacter dan kasus Campylobacteriosis di beberapa negara telah banyak dilaporkan. Daging ayam telah dilaporkan sebagai sumber infeksi Campylobacter jejuni pada manusia. Proses penyiapan daging ayam yang meliputi proses penyembelihan, pendinginan, proses penyimpanan sebelum sampai ke konsumen, dan proses pemasakan sangat memengaruhi jumlah kontaminan dan kualitas daging ayam yang dihasilkan (Studahl dan Andersson, 2000). Usaha meningkatkan kualitas dan keamanan pangan terutama produk peternakan perlu dilakukan untuk mengurangi kejadian foodborne disease. Salah satu usaha meningkatkan kualitas dan keamanan pangan adalah dengan melakukan uji keberadaan mikroba patogen pada bahan pangan asal ternak, seperti Campylobacter jejuni yang merupakan bakteri enterik patogen pada manusia dan hewan (Andriani dkk., 2013). Infeksi Campylobacter jejuni pada manusia menyebabkan gastroenteritis dengan gejala klinis berupa demam, diare, muntah dan sakit perut. Campylobacter jejuni menghasilkan enterotoksin yang mirip dengan penyakit kolera dan toksin Escherichia coli (Poloengan dkk., 2005). Campylobacter jejuni kini dikenal sebagai patogen enterik yang penting. Sebelum tahun 1972, bakteri ini merupakan patogen utama penyebab keguguran dan enteritis pada sapi dan kambing. Bakteri ini menyebabkan lebih banyak penyakit dibandingkan shigella dan salmonella. Tiap orang dapat terinfeksi Campylobacter jejuni, namun anak-anak dibawah 5 tahun dan orang dewasa (15 tahun - 29 tahun) lebih rentan terinfeksi dibanding kelompok umur lain (BSN, 2009). Pada umumnya infeksi Campylobacteriosis merupakan infeksi yang sifatnya self-limiting dan tidak memerlukan pengobatan antibiotika. Dalam beberapa kasus infeksi dapat bersifat invasif dan sangat berat sehingga memerlukan antibiotika yaitu eritromisin atau fluoroquinolon. (Yenni dan Herwana, 2007). Eritromisin dapat dipilih untuk menanggulangi Campylobacteriosis pada hewan dan manusia. Antibiotika lainnya yang dapat digunakan adalah gentamisin, furazolidone, doksisiklin dan kloramfenikol (Poloengan dkk., 2005).
5
Bakteri ini merupakan bakteri emerjing pada dasawarsa terakhir, sejak banyak ditemukannya spesies yang resisten terhadap antibiotik (Marinou et al. 2012). Pemberian antibiotik yang tidak tepat akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik dan mengubah flora normal penderita sehingga meningkatkan kejadian infeksi. Dengan semakin banyaknya penggunaan antibiotik pada saat sekarang ini, maka diperkirakan bakteri Campylobacter sp. akan jauh lebih banyak yang resisten terhadap antibiotik (Poloengan dkk., 2005). Uji kepekaan antimikroba dapat membantu memandu terapi yang tepat (NCEZID, 2014). Penggunaan antibiotik yang tepat akan sangat membantu pasien dalam proses penyembuhan baik dari segi biaya maupun waktu penyembuhan. Penggunaan antibiotik tidak tepat dapat menimbulkan masalah besar berupa muncul dan berkembangnya bakteri kebal antibiotik atau dengan kata lain terjadinya resistensi antibiotik (Decroli dkk., 2008). 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa: 1. Apakah karkas ayam yang dipasarkan di beberapa pasar tradisional dan modern kota Makassar terkontaminasi oleh bakteri Campylobacter jejuni? 2. Bagaimanakah sensitivitas antibiotik eritromisin, siprofloksasin, kloramfenikol dan doksisiklin terhadap bakteri Campylobacter jejuni dari sampel karkas ayam? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mendeteksi keberadaan bakteri Campylobacter jejuni dari karkas ayam di beberapa pasar tradisional dan pasar modern Kota Makassar. 1.3.2 Tujuan Khusus Melakukan uji sensitivitas antibiotik (eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol dan doksisiklin) untuk mengetahui efektivitasnya terhadap isolat bakteri Campylobacter jejuni dari karkas ayam. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Pengembangan Ilmu Dapat digunakan sebagai informasi bagi pengembangan penelitian dalam upaya mendeteksi keberadaan bakteri patogen Campylobacter jejuni sebagai salah satu agen foodborne desease dan memberikan gambaran mengenai efektivitas antibiotik untuk menanggulangi Campylobacteriosis pada hewan dan manusia. 1.4.2 Manfaat Aplikatif Merupakan salah satu usaha untuk mengurangi atau menekan tingkat resistensi bakteri akibat pemakaian antibiotik yang tidak rasional terhadap Campylobacteriosis pada hewan dan manusia.
6
1. 5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi ruang lingkupnya pada jenis-jenis antibiotik, antara lain eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol, dan doksisiklin.
1.6 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai efektivitas beberapa jenis antibiotik terhadap Campylobacter jejuni pada karkas ayam belum pernah dilaporkan di Kota Makassar.
1.7 Hipotesis 1. Ditemukan adanya kontaminasi Campylobacter jejuni pada karkas ayam. 2. Antibiotik eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol, dan doksisiklin masih sensitif terhadap Campylobacter jejuni.
7
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karkas Ayam Karkas ayam merupakan bentuk komoditi ayam potong yang paling banyak dan umum diperdagangkan. Definisi karkas ayam pedaging menurut SNI 01-3924-1995 ialah bagian dari ayam pedaging hidup, setelah dipotong, dibului, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (BSN, 1995). Daging ayam yang dijual di pasar tradisional, masih memiliki mutu yang beragam karena umumnya tidak dilakukan sortasi kualitas. Kerusakan dapat terjadi karena proses pemotongan dan memar pada daging. Daging ayam dapat disajikan dalam tiga bentuk, yaitu segar biasa, segar dingin dan beku. Daging ayam segar biasa dijual dalam bentuk utuh yaitu sudah tidak ada bulunya tetapi masih ada kaki, kepala dan jeroan. Daging ayam segar dingin dan beku dijual dalam bentuk karkas yaitu tanpa bulu dan telah dihilangkan jeroan, kepala dan kaki (Deptan, 2007). Daging ayam merupakan salah satu komoditi peternakan yang dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Belum memadainya sarana dan prasarana peternakan berpengaruh terhadap mutu dan keamanan daging ayam. Aspek keamanan pangan yang kurang menjadi perhatian telah berdampak pada meningkatnya foodborne disease akibat mikroba patogen yang ada pada bahan pangan. Salah satu gejala foodborne disease akibat mikroba patogen adalah diare (Khoiruddin, 2008). Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas daging ayam adalah antemortem, proses pemotongan dan lama penanganan selama postmortem. Lama penanganan selama postmortem selain berpengaruh terhadap kualitas fisik dan kimia, juga berpengaruh terhadap kualitas mikrobiologi daging ayam (Sukamto dkk., 2001). Kualitas karkas ayam dipengaruhi oleh pengeluaran darah, pencabutan bulu, pengeluaran jeroan, waktu pemotongan dan cara pemotongan (Veerkamp, 2000). Pengeluaran jeroan yang kurang hati-hati dapat mengakibatkan kontaminasi mikroba terhadap karkas. Kontaminan ini umumnya berupa mikroflora yang ditemukan pada ileum dan caecum. Pengolahan ayam merupakan proses pengubahan ayam menjadi karkas dan atau daging. Proses ini sangat rawan terhadap kontaminasi mikroorganisme karena seluruh tahapan menggunakan air sebagai media pengolahan dan pembersihan. Mikroorganisme ini dapat merusak atau menyebabkan penurunan mutu karkas atau daging sehingga secara langsung dapat mempengaruhi kualitas fisik dan kimia daging (Matulessy, 2011). Menurut Doyle (1989), karkas ayam merupakan salah satu sumber utama untuk isolasi Campylobacter jejuni yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Khoiruddin (2008) dalam penelitiannya menunjukkan, tingkat prevalensi cemaran Campylobacter jejuni dari 84 sampel karkas ayam yang diambil dari berbagai pasar tradisional dan modern di wilayah Bogor dan Jakarta diketahui bahwa tingkat prevalensi Campylobacter jejuni di wilayah Bogor secara keseluruhan sebesar 29,2%. Sedangkan untuk wilayah Jakarta, secara keseluruhan tingkat prevalensi Campylobacter jejuni adalah sebesar 44,4%. Andriani dkk
8
(2013) juga melaporkan dalam penelitiannya dengan metode konvensional, sampel karkas ayam yang diambil di pasar tradisional dan swalayan dari beberapa kota yaitu Bogor, Sukabumi, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah, menunjukkan bahwa dari 59 isolat Campylobacter sp. yang diperoleh dari tahun 2009 sampai 2011, sebanyak 48 (81,4%) merupakan isolat Campylobacter jejuni. 2.2 Mikrobiologis Daging Ayam Salah satu indikator keamanan dan mutu pangan adalah adanya kontaminasi mikroorganisme pada makanan. Pengaruh suatu organisme terhadap keamanan pangan tergantung pada jumlah organisme yang tersedia, Daging segar umumnya tercemar oleh mikroorganisme. Pencemaran mikroorganisme dapat berasal dari lingkungan dan peralatan yang digunakan pada saat proses pengolahan. Perkembangan mikroorganisme pada daging dipengaruhi oleh faktorfaktor seperti faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi kadar air, pH, nilai nutrisi daging, potensi oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi penghalang atau penghambat. Faktor ekstrinsik meliputi temperatur, kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen dan bentuk atau kondisi daging, misalnya karkas utuh atau karkas potongan, daging cacahan atau daging giling (Lechowich, 1971; Aberle et al., 2001). Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam pangan adalah nilai pH. Mikrorganisme umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6. Sebagian besar bakteri memiliki pH optimum, yaitu sekitar 6,57,5. Bakteri tidak dapat tumbuh baik pada pH di bawah 5,0 atau di atas 8,5 kecuali bakteri asam asetat dan bakteri oksidasi sulfur (Fardiaz, 1992). Daging dalam keadaan normal memiliki pH ultimat 5,3-5,7. Kondisi tersebut kurang menguntungkan bagi sebagian besar bakteri karena umumnya bakteri tumbuh optimal pada pH 7 (Aberle et al., 2001). Nilai pH pasca mati akan ditentukan oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob dan hal ini akan terbatas bila glikogen terdeplesi karena lelah, kelaparan atau takut pada hewan sebelum dipotong (Lawrie, 2003). Nilai pH daging yang telah mengalami penyembelihan akan terjadi penurunan karena terjadi penimbunan asam laktat dalam jaringan otot akibat proses glikolisis anaerob (Aberle et al., 2001). Penurunan pH daging ayam akan mencapai nilai 5,8-5,9 setelah melewati fase postmortem selama 2-4,5 jam (Snyder dan Orr, 1964). Kecepatan penurunan nilai pH sangat dipengaruhi oleh temperatur sekitarnya. Peningkatan suhu akan menyebabkan penurunan nilai pH yang lebih cepat (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Nilai pH karkas dapat menurun dengan cepat hingga mencapai 5,4-5,5 selama beberapa jam setelah pemotongan, sehingga akan dicapai nilai pH akhir antara 5,3-5,6. Penurunan nilai pH karkas postmortem mempunyai hubungan erat dengan temperatur lingkungan (penyimpanan). Temperatur tinggi pada dasarnya meningkatkan laju penurunan nilai pH sedangkan temperatur rendah menghambat laju penurunan nilai pH. Pengaruh temperatur terhadap perubahan nilai pH postmortem adalah sebagai akibat pengaruh langsung dari temperatur terhadap laju glikolisis postmortem (Soeparno, 1998). Mikroorganisme yang merusak daging dapat berasal dari infeksi ternak hidup dan kontaminasi daging postmortem. Pencemaran permukaan daging dapat
9
terjadi saat penyembelihan hingga daging dikonsumsi (Hansson, 2001). Sumber kontaminasi mikroba pada daging unggas dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah kontaminan yang telah ada pada tubuh ayam selama dipotong, seperti infeksi dari ternak hidup, sedangkan faktor ekstrinsik adalah kontaminan tambahan dari luar setelah ayam dipotong, seperti kontaminasi daging postmortem (Jay, 2000). Pelaksanaan pemotongan dan penanganan yang kurang baik selama postmortem dapat meningkatkan kontaminasi mikroba dan mengurangi masa simpan (Kaudia, 2001). Pembekuan dilakukan untuk memperpanjang masa simpan, dengan tujuan membatasi aktivitas mikroorganisme, reaksi-reaksi enzimatik, kimia dan kerusakan fisik. Karkas utuh yang di simpan pada suhu 4 oC dapat tatap dalam keadaan baik selama tiga hari, sedangkan penyimpanan pada suhu -35 oC dapat bertahan sampai satu tahun dan Sembilan bulan untuk karkas yang dipotong-potong (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000). Pembekuan mampu memusnahkan sebagaian besar bakteri patogen dan memperlambat/menghambat pertumbuhan sejumlah mikroorganisme. Namun pembekuan tidak membunuh semua mikroorganisme. Mikroorganisme banyak juga dapat bertahan hidup pada proses pembekuan dan bertumbuh setelah penyegaran kembali (Matulessy, 2011). Batas maksimum cemaran mikroba daging ayam dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan SNI No. 08.1.1-73882009 Kategori Pangan Jenis Cemaran Mikroba Batas Maksimum Daging ayam segar, beku ALT (30 oC, 72 jam) 1 x 106 koloni/g (karkas dan tanpa tulang) Koliform 1 x 102 koloni/g dan cincang Escherichia coli 1 x 101 koloni/g Salmonella sp. Negatif/25 g Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g Campylobacter sp. Negatif/25 g Sumber: BSN (2009) Jaringan hewan sehat umumnya bebas dari bakteri pada saat dipotong, tetapi ketika diperiksa daging segar pada tingkat penjual retail selalu ditemukan berbagai jenis dan jumlah mikroorganisme (Jay, 1997). Sumber kontaminasi mikroorganisme pada daging segar berasal dari pisau pemotong, bagian yang tersembunyi dari daging, saluran pencernaan, tangan manusia, wadah, penanganan dan penyimpanan. Mikroba yang mencemari karkas dapat berupa mikroorganisme pembusuk yang dapat menurunkan mutu dan kelayakan karkas serta berpengaruh terhadap nilai ekonomis. Mikroba lainnya adalah mikroba patogen yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Data yang diperoleh dari Food Safety Inspection Servise (FSIS) yang telah melakukan penyelidikan tentang mikroorganisme produk hewan, memperlihatkan bahwa terdapat enam bakteri patogen yang sering terdapat pada daging ayam. Bakteri patogen tersebut adalah Salmonella sp., Escherichia coli O157:H7, Listeria monocytogenes, Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus dan Campylobacter sp. (Dreesen, 1998). Menurut Poeloengan dan Noor (2003), Campylobacter jejuni mengkontaminasi karkas ayam bagian punggung hingga tunggir lebih tinggi jika dibandingkan dengan bagian dada, paha, dan hati-ampela ayam. Hal ini terjadi
10
kemungkinan karena pada waktu memproses ayam mulai dari pengulitan bulu sampai eviserasi (pengeluaran organ) sangat mudah sekali terjadi kontaminasi dari saluran pencernaan. Selama proses pemotongan, bakteri Campylobacter jejuni akan menyebar ke karkas ayam. Campylobacter jejuni pada karkas dapat dipengaruhi oleh proporsi dari flock yang terinfeksi, faktor musim dan cuaca, peralatan untuk memproses karkas, teknik sampling dan isolasi (Shane, 2000). Level Campylobacter jejuni pada karkas dan produknya sangat dipengaruhi oleh penanganan dan penyimpanan (Palumbo, 1984). Menurut Fournaud et al., (1978), kontaminasi bakteri pada karkas dapat terjadi melalui bantuan udara dan kondensasi akibat perbedaan antar temperatur ternak dengan temperatur ruangan pemotongan pada saat pengulitan ternak. 2.3 Campylobacter jejuni Campylobacter sp. pada awalnya disebut vibrio, karena bentuknya yang bergelombang dan seperti spiral. Pada awal 1970, mikroba ini diklasifikasikan dalam genus Campylobacter sp. (Cappucino dan Sterman, 1993). Hal ini didasarkan atas ditemukannya fakta bahwa Campylobacter sp. tidak dapat memfermentasikan karbohidrat selayaknya bakteri vibrio lainnya dan Campylobacter juga mengandung basa guanin dan sitosin pada DNA-nya (Doyle, 1989). Menurut Debruyne et al., (2008) genus Campylobacter termasuk ke dalam famili Campylobacteraceae. Genus ini terdiri dari 14 spesies yang beberapa diantaranya patogen bagi manusia. Klasifikasi Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Bacteria : Proteobacteria : Epsilonproteobacteria : Campylobacterales : Campylobacteraceae : Campylobacter : Campylobacter jejuni
Karakteristik morfologi dari spesies Campylobacter yaitu berukuran sangat kecil (lebar 0,2 sampai 0,5 µm dan panjang 0,5 sampai 5 µm), berbentuk batang bergelombang, tipis, ada juga yang berbentuk zig-zag atau seperti spiral, tidak membentuk spora, merupakan bakteri gram negatif, katalase positif, dapat mereduksi nitrat, dan sangat motil yaitu dengan menggunakan flagel yang terdapat pada satu atau dua ujung tubuhnya. Campylobacter jejuni tidak dapat memfermentasi karbohidrat, sehingga energi diperoleh dari asam amino atau dari komponen-komponen intermediet pada siklus asam trikarboksilat (Stern et al., 1992). Campylobacter umumnya motil dan 20% Campylobacter jejuni adalah tidak motil. Sel yang sudah tua dan cedera (injured) akan mengalami penurunan motilitas dan terjadi perubahan bentuk menjadi bulat (BSN, 2008).
11
Gambar 1. Bakteri Campylobacter (Anonim, 2011) Sifat biakan merupakan hal terpenting dalam isolasi dan identifikasi, Campylobacter merupakan bakteri yang bersifat mikroaerofilik yaitu dapat tumbuh optimal dengan kadar oksigen rendah. Komposisi gas atmosfer untuk pertumbuhan Campylobacter jejuni yaitu 5% O2, 10% CO2, dan 85% N2 (Stern et al., 1992). Campylobacter jejuni relatif rentan serta sensitif terhadap stress lingkungan seperti kadar oksigen 21%, pengeringan, pemanasan, disinfektan, kondisi asam (BSN, 2009). Campylobacter bersifat mikroaerofilik, sehingga pertumbuhannya lambat. Oleh karena itu apabila mengkultur di dalam media, perlu ditambahkan antibiotika untuk mencegah mikroflora lainnya tumbuh lebih cepat, sehingga mengalahkan Campylobacter sendiri (Dharmojono, 2001). Banyak media yang telah dikembangkan untuk isolasi bakteri Campylobacter jejuni dengan tingkat keberhasilan yang beragam. Salah satu media yang diketahui mempunyai tingkat keberhasilan yang cukup tinggi untuk isolasi bakteri tersebut adalah Preston selective media yang diformulasikan oleh Bolton dan Robertson (1982). Media ini dipilih karena cocok untuk isolasi Campylobacter jejuni dari semua tipe specimen baik dari manusia, mamalia, ayam dan juga dari lingkungan (Supartono, 2001). Pada media pertumbuhan, semua Campylobacter sp. tumbuh dengan baik pada pH 5,5-8,0 dan keberadaan NaCl 1,75%. Nilai pH optimum untuk pertumbuhan Campylobacter jejuni yaitu pada kisaran 6,5-7,5 dan tidak tumbuh pada pH di bawah 4,9 (Stern et al., 1992). Campylobacter jejuni dapat tumbuh pada suhu 37 o C dan dapat tumbuh lebih baik pada suhu 42 oC dalam suasana mikroaerofilik. Pengeraman pada suhu 42 oC akan menghambat pertumbuhan banyak kuman lainnya, sehingga akan memudahkan identifikasi Campylobacter jejuni (Hu dan Kopecko, 2003). Identifikasi pada medium padat (Skirrow agar atau agar lainnya yang mengandung darah) karakteristik koloni Campylobacter sedikit merah muda, bulat, cembung, halus dan mengkilat, dengan tepi biasa (OIE, 2008). Sedangkan menurut Supartono (2001) dalam penelitiannya menggunakan medium Preston Campylobacter agar karakterisitik koloni halus, cembung, mengkilat, berwarna putih keabu-abuan dan non hemolitik. Menurut McClure dan Blackburn (2003), umumnya Campylobacter sp. tidak dapat bertahan sebaik bakteri patogen lain seperti Salmonella sp. tetapi bakteri ini dapat bertahan lama dalam makanan yang disimpan pada suhu rendah. Pada karkas ayam, Campylobacter dapat bertahan hidup namun tidak mampu bereplikasi (Wesley, 2009). Campylobacter jejuni dapat bertahan hidup 2-4 minggu di bawah lembab, kondisi pengurangan oksigen pada 4 °C. Mereka juga
12
bisa bertahan 2-5 bulan pada -20 °C, tetapi hanya beberapa hari pada suhu kamar. Tekanan lingkungan, seperti paparan udara, pengeringan, pH rendah, pemanasan, pembekuan, dan penyimpanan berkepanjangan, merusak sel dan menghambat pemulihan untuk tingkat yang lebih besar daripada kebanyakan bakteri (BAM, 2001). 2.4 Campylobacteriosis Campylobacter sp. merupakan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit Campylo-bacteriosis. Penyakit ini bersifat zoonosis yaitu dapat menular dari hewan ke manusia. Gejala utama yang ditimbulkan oleh Campylobacter sp. adalah gangguan pencernaan, maka biasanya penyakit ini diberi nama tambahan menjadi gastrointestinal campylobacteriosis. Bakteri Campylobacter sp. juga menyebabkan infeksi aliran darah (bakteremia), terutama pada penderita kencing manis atau kanker (Poloengan dkk., 2005). Hampir semua jenis Campylobacter sp. yang tergolong bakteri katalase positif dapat menyebabkan penyakit atau infeksi pada manusia maupun pada hewan ternak. Dari semua jenis Campylobacter, Campylobacter jejuni diduga sebagai penyebab utama infeksi yaitu sekitar 80 - 90% kasus Campylobacteriosis (BAM, 2001). Campylobacter jejuni merupakan bakteri enterik yang patogen pada manusia dan hewan (Andriani dkk., 2013). Campylobacter dapat menyerang berbagai jenis hewan diantaranya kucing, anjing, sapi, kambing, ferret, mink, unggas, hewan laboratorium dan manusia (Poloengan dkk., 2005). Campylobacter jejuni secara alami ada dalam saluran pencernaan ayam. Sumber terjadinya infeksi pada ayam dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu dari infeksi day of chick (DOC) dari ayam dewasa, kontaminasi pakan, dan kontaminasi air (Shane, 2000). Campylobacter jejuni pada ternak ayam terdapat di dalam sel epitel dan sel monokulear dari lamina propria yang dapat menyebabkan jejenum dan ileum rusak parah. Pada umumnya Campylobacter pada ternak unggas (ayam, kalkun) terjadi subklinis ditandai dengan turunnya produksi telur secara drastis, kurus, kering, layu (shriveled), pial bersisik (scaly combs), tidak berdaya dan menyendiri. Dalam pemeriksaan histopatologik ditemukan perdarahan dan daerah-daerah nekrotik dalam jaringan hati, ascites dan hydropericardium, ginjal pucat dan membesar. Campylobacteriosis pada peternakan unggas dapat disebut avian vibrionic hepatitis atau avian infectious hepatitis (Poloengan dkk., 2005). Campylobacter jejuni tidak menyebabkan penyakit klinis pada hewan dewasa kecuali untuk kasus-kasus sporadis abortus di ruminansia dan kasus yang sangat jarang terjadi hepatitis di burung unta (OIE, 2008). Ayam semasa hidup pada peternakan yang terinfeksi dapat menyebabkan kontaminasi pada daging yang dihasilkan. Proses penyiapan daging ayam yang meliputi proses penyembelihan, pendinginan, proses penyimpanan sebelum sampai konsumen, dan proses pemasakan sangat memengaruhi jumlah kontaminan dan kualitas daging ayam yang dihasilkan. Daging ayam merupakan sumber kontaminasi yang terbanyak dapat menularkan Campylobacter sp. pada manusia (Studahl dan Andersson, 2000). Kontaminasi feses ke daging (terutama daging unggas) selama pemrosesan dianggap menjadi sumber utama penyakit yang berkaitan dengan makanan manusia. Pada manusia, infeksi ekstraintestinal,
13
termasuk bakteremia, dapat terjadi dan beberapa gejala sisa dari infeksi, seperti polineuropati, meskipun jarang, bisa serius (OIE, 2008). Tiap orang dapat terinfeksi Campylobacter jejuni, namun anak-anak dibawah 5 tahun dan orang dewasa (15-29 tahun) lebih rentan terinfeksi dibanding kelompok umur lain. Infeksi oleh Campylobacter jejuni menyebabkan diare yang berlendir dan kadang mengandung darah serta lekosit fekal. Gejala lain yang sering menyertainya ialah demam, sakit perut, mual, sakit kepala dan nyeri otot. Gejala infeksi pada umumnya terjadi 2-5 hari setelah makanan yang tercemar dicerna. Sakit dirasakan selama 7-10 hari, namun kemungkinan untuk kambuh bisa terjadi lagi (25% kasus). Dosis infeksi Campylobacter jejuni cenderung kecil. jumlah 400-500 sel bakteri dapat menyebabkan penyakit pada beberapa individu, namun beberapa individu memerlukan jumlah sel lebih besar. Diare berdarah disebabkan karena sifat Campylobacter yang invasif yaitu dapat masuk ke lapisan usus halus dan mengeluarkan toksin yang merusak mukosa usus tersebut (BSN, 2009). Campylobacter jejuni menghasilkan toksin cytotonic yang memiliki kesamaan imunologi untuk toksin kolera. Toksin ini mungkin bertanggung jawab atas diare yang berhubungan dengan edema submukosa (Shane, 2000). Mekanisme patogenik Campylobacteriosis belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui beberapa faktor virulensi dari Campylobacter jejuni berperan penting dalam proses infeksi, diantaranya kemampuan motilitas, kemotaksis dan produksi racun. Kemampuan motilitas memiliki peran yang sangat penting dalam virulensi karena diperlukan untuk menembus lapisan dinding usus. Ketika kemampuan motilitas bakteri hilang, maka infeksi yang terjadi juga hilang (Cox et al., 2010). Campylobacter jejuni mampu memproduksi beberapa toksin, utamanya enterotoksin dan sitotoksin, akan tetapi bagaimanapun peran toksin-toksin ini dalam menimbulkan penyakit belum dapat dipahami (Poloengan, 2005). 2.5 Antibiotik Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Obat yang diguanakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudy, 2007). Obat yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan atau dapat membunuh mikroorganisme lain. Menurut daya membunuh bakteri antibiotik dibagi dalam antibiotik spekrum ciut (narrow spectrum), antibiotik spektrum luas (broad spectrum), antibiotik spektrum sebagian atau khusus (part spectrum). Mekanisme aktivitas obat ini dengan melakukan penghambatan sintesis materi-materi penting dari bakteri yaitu
14
terhadap dinding sel (penicillin, cefalosporin), terhadap membran sel (nystatin, amfoterisin B), terhadap protein sel (chloramphenicol, tetracyclin, lincocin, golongan aminoglikosida, dan makrolida), dan terhadap asam-asam inti yaitu RNA (Rifampisin dan Mytomicin) (Anief, 1996). Berdasarkan struktur kimianya, antibiotika dapat digolongkan menjadi beberpa golongan, yaitu golongan betalaktam: penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam; golongan aminoglikosid: streptomisin, gentamisin, kanamisin, amikasin, tobramisin, netilmisin, neomisin; golongan tetrasiklin: tetrasiklin, klortrasiklin, oksitetrasiklin, demeklosiklin, minosiklin, tigesiklin, doksisiklin; golongan makrolid: Eritromisin, spiramisin, roksitromisin, klaritromisin, dan azitromisin; golongan kloramfenikol: kloramfenikol, tiamfenikol. Golongan kuinolon dan fluorokuinolon: asam nalidiksat, asam pipemidat, pefloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, mofsiklosasin, siprofloksasin. Pemberian antibiotik yang tidak tepat akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik dan mengubah flora normal penderita sehingga meningkatkan kejadian infeksi. Resistensi biasanya terjadi setelah kontak berulang antara kuman dengan antimikroba. Resistensi bakteri terhadap suatu antibiotik disebabkan karena bakteri tersebut mempunyai gen yang mampu mengkode sintesis protein atau enzim yang dapat menyebabkan inaktiva antibiotik tersebut. Gen seperti itu dapat ditemukan pada kromosom atau plasmid, plasmid merupakan molekul DNA yang berlokasi diluar kromosom, plasmid seringkali dianggap sebagai penyebab penyempitan spektrum antibiotik. Dikenal dua jenis plasmid: plasmid R dan plasmid F. Plasmid mempunyai ukuran bervariasi dan dapat berpindah dari satu spesies bakteri ke spesies lainnya sambil membawa kemampuannya untuk mengkode sifat resisten terhadap lebih dari satu jenis antibiotik, sehingga bakteri tersebut dapat mempunyai sifat resistensi terhadap berbagai jenis antibiotik (Hseueh et al., 2005; Fong et al., 2008). Secara garis besar kuman dapat menjadi resisten terhadap suatu anti mikroba melalui 3 mekanisme yaitu obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba, inaktivasi obat, mikroba mengubah tempat ikatan (binding site) antimikroba. Penyebaran resistensi pada mikroba dapat terjadi secara vertikal (diturunkan ke generasi berikutnya) atau yang lebih sering terjadi ialah secara horizontal dari suatu sel donor. Dilihat dari segi bagaimana resistensi dipindahkan maka dapat dibedakan empat cara yaitu mutasi, transduksi, transformasi dan konjugasi. Faktor-faktor yang memudahkan berkembangnya resistensi di klinik adalah penggunaan antimikroba yang sering, penggunaan antimikroba yang irasional, penggunaan antimikroba baru yang berlebihan, penggunaan antimikroba untuk jangka waktu lama, penggunaan antimikroba untuk ternak. Kurang lebih separuh dari produksi antibiotik di dunia digunakan untuk suplemen pakan ternak. Kadar antibiotik yang rendah pada ternak memudahkan tumbuhnya kuman-kuman resisten. Beberapa contoh kuman yang diduga menjadi resisten dengan cara ini ialah VRE (vancomycin – resistant enterococci), Campylobacter sp. dan Salmonella sp. (Setiabudy, 2007). Prevalensi Campylobacter jejuni yang mengalami resistensi terhadap antimikroba ditemukan meningkat di berbagai negara di dunia. Resistensi yang timbul ini ternyata berkaitan dengan penggunaan antimikroba di peternakan untuk memacu pertumbuhan ternak dan mengobati penyakit infeksi pada ternak. Di
15
Amerika Serikat resistensi Campylobacter sp. terhadap quinolon meningkat secara tajam dalam waktu singkat. Menurut FDA (2000), timbulnya resistensi Campylobacter sp. terhadap fluoroquinolon didapatkan dari konsumsi ayam yang makanannya dicampur antibiotika agar ternak menjadi gemuk, atau antibiotika ini diberikan untuk mengobati penyakit infeksi unggas. Resistensi terhadap quinolon dilaporkan dari banyak negara di dunia, baik negara industri maupun negara berkembang. Paparan terhadap flourokuinolon, baik pada manusia maupun pada hewan, dapat menginduksi terjadinya resistensi pada Campylobacter sp. Campylobacter jejuni menunjukkan peningkatan resistensi terhadap seftriakson, norfloksasin, dan siprofloksasin, tapi masih sensitif terhadap eritromisin (Yenni dan Herwana 2007). Dalam penelitian Tjaniadi et al (2003) mengatakan banyak isolat Campylobacter jejuni resisten terhadap ampisilin, trimetoprim, sulfametoksazol, tetracyclin, sefalotin, ceftriaxone, dan flourokuinolon. Pola resistensi yang sama telah dilaporkan di Thailand, di mana resistensi terhadap siprofloksasin sekarang menjadi perhatian utama. Kejadian resistensi Campylobacter sp. terhadap flourokuinolon telah meningkat dari 40% pada tahun 1993 menjadi 84% pada tahun 1995. Selain itu laporan dari Quebec (Kanada) menunjukkan, bahwa resistensi terhadap siprofloksasin telah meningkat tiga kali lipat pada periode dari tahun 1985 hingga 1997. Resistensi siprofloksasin terhadap Campylobacter jejuni di Indonesia meningkat dari 0% pada tahun 1997 menjadi 43% pada tahun 2000. Tjaniadi et al (2003) dalam penelitiannya menunjukkan, tidak ada strain Campylobacter ditemukan resisten terhadap eritromisin. Temuan ini sesuai dengan laporan dari Quebec, (Kanada) tetapi bertentangan dengan laporan sebelumnya dari Thailand (1985-1997), yang menunjukkan bahwa resistensi terhadap eritromisin antara strain Campylobacter.
16
2.6 Alur Penelitian Pengambilan Sampel
Media Campylobacter
Isolasi dan Identifikasi (pada media spesifik, pewarnaan gram, uji biokimia dan uji konfirmasi identifikasi dengan sistem vitek 2)
Negatif
Positif
Uji Sensitivitas
Analisis Data
Kesimpulan
17
3. MATERI DAN METODE
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksankan pada bulan Desember 2014. Pengambilan sampel dilakukan di pasar tradisional dan pasar modern Kota Makassar. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Balai Besar Veteriner Maros dan Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar. 3.2 Materi Penelitian 3.2.1 Sampel Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah karkas ayam yang terdapat di beberapa pasar tradisional dan pasar modern di kota Makassar. Penelitian ini menggunakan 30 sampel yang diambil secara acak di 5 pasar tradisional dan 5 pasar modern. Pada setiap pasar diambil 3 sampel secara acak, penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Federer WT (1963). (t-1) (n-1) ≥ 15 Keterangan: t = merupakan jumlah jumlah kelompok percobaan n = merupakan jumlah sampel tiap kelompok (t-1) (n-1) ≥ 15 (10-1) (n-1) ≥ 15 9n-9 ≥ 15 9n ≥ 15 + 9 9n ≥ 24/9 n ≥ 2,6 = 3 n ≥ 3 (tiap pasar) 10 pasar x 3 = 30 sampel 3.2.2 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gunting bedah, timbangan, cawan petri, erlenmeyer, pipet steril, tabung rekasi dan rak, mikropipet dan tips, kapas, aluminium foil, pipet tetes, bunsen, jarum ose, swab steril, gas generating kits untuk Campylobacter, anaerobic jars, stomacher, plastik steril, autoklaf, waterbath kertas label, mikroskop, gelas preparat, inkubator 37 oC – 42 oC, vitek 2 system (Biomerieux), botol 5 ml - 10 ml, refrigerator, coolbox, jangka sorong.
18
3.2.3 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest, Nutrient Broth No. 2, Campylobacter Agar Base, darah domba lisis, Preston Campylobacter Selective Supplement (polymixin B, rifampicin, trimetoprim, cyclohexemide), Preston Campylobacter Growth Suplement (Sodium pyruvate, Sodium Metabisulfite, Ferrous sulfate), Brain Heart Infusion Broth, Brain Heart Infusion Agar, disk antibiotik (eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol, doksisiklin), alkohol, spiritus, minyak imersi, NaCl, crystal violet, lugols iodine, iodine acetone, safranin. 3.3 Metode Penelitian Tahapan-tahapan dalam penelitian ini, meliputi tahap pengambilan sampel karkas ayam, tahap persiapan media isolasi, tahap persiapan sampel, isolasi dan identifikasi Campylobacter jejuni, serta pengawetan isolat Campylobacter jejuni dan uji sensitivitas antibiotik (eritromisin, siprofloksasin, kloramfenikol, doksisiklin). 3.3.1 Pengambilan Sampel Karkas Ayam Proses pengambilan sampel dilakukan dengan membeli karkas ayam bagian punggung hingga tunggir per sampel untuk sampel dari pasar tradisional dan satu paket potongan karkas ayam yang telah dikemas untuk sampel dari pasar modern (supermarket). Sampel ini kemudian dimasukkan kedalam plastik steril yang telah disiapkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba dari lingkungan. Sampel kemudian dibawa menggunakan cool box menuju laboratorium untuk dianalisis. 3.3.2 Persiapan Media Isolasi Media yang digunakan untuk isolasi bakteri Campylobacter jejuni pada penelitian ini yaitu Campylobacter Agar Base, Nutrien Broth, darah domba lisis 5%, 1 vial Preston Campylobacter Growth Supplement dan 1 vial Preston Campylobacter Selective Supplement yang sebelumnya dilarutkan dengan 2 ml campuran aceton dan aquadest steril dengan perbandingan 1 : 1. Media dibuat dengan cara melarutkan 18,5 gr Campylobacter Agar Base kedalam 475 ml aquadest (Preston campylobacter selective agar) dan 12,5 gr Nutrient Broth No. 2 kedalam 475 ml aqudest (Preston campylobacter selective broth). Untuk membantu proses pelarutan media, dilakukan pemanasan diatas hot plate sambil dilakukan pengadukan. Setelah media larut dalam aquadest, kemudian dilakukan proses sterilisasi media menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit. Setelah itu dilakukan plating pada cawan petri steril untuk media agar dan botol kecil steril yang tertutup untuk media broth. Proses plating dapat dilakukan setelah suhu media turun mencapai suhu ± 50 oC dengan sebelumnya ditambahkan dengan 5% darah domba lisis, 1 vial Preston Campylobacter Growth Supplement dan 1 vial Preston Campylobacter Selective Supplement (Supartono, 2001).
19
3.3.3 Persiapan Sampel Sampel karkas ayam yang diambil dari masing-masing pasar, dianalisis keberadaan Campylobacter jejuni nya dengan menggunakan media isolasi yang telah disiapkan sebelumnya. Sebelum sampel digunakan, perlu dilakukan persiapan sampel terlebih dahulu untuk mengkondisikan sampel agar Campylobacter jejuni dapat diisolasi. Sebanyak 25 gr bagian karkas ayam ditimbang, dimasukkan kedalam plastik steril dan ditambahkan 10 ml nutrient broth dan dihaluskan menggunakan stomacher selama 1 menit. 3.3.4 Isolasi Campylobacter jejuni Karkas ayam yang telah dihaluskan kemudian diambil cairannya sebanyak 2-3 ml dan disuspensikan kedalam botol berisi 5 ml Preston Campylobacter selektif broth. Setelah itu, dilakukan inkubasi pada suhu 42 oC selama 48 jam dibawah kondisi mikroaerofilik. Kondisi mikroaerofilik dapat dicapai dengan menggunakan bantuan gas generating kits. Dari cairan hasil inkubasi kemudian dilakukan penggoresan pada media Preston Campylobacter selektif agar. Penggoresan dilakukan dengan teknik gores kuadran. Teknik gores kuadran bertujuan untuk mendapatkan koloni Campylobacter jejuni yang terpisah, sehingga memberi kemudahan saat proses identifikasi. Setelah itu, media yang sudah digores diinkubasi pada temperatur 42 o C selama 24 jam sampai dengan 48 jam dalam kondisi mikroaerofilik. 3.3.5 Identifikasi Campylobacter jejuni Setelah inkubasi akan diketahui ada tidaknya Campylobacter jejuni pada sampel karkas ayam dengan cara melakukan pengamatan pada koloni yang tumbuh. Koloni yang tumbuh pada media agar sedikit merah muda, bulat cembung, halus dan mengkilat (OIE, 2008). Berwarna putih keabu-abuan dan non hemolitik (Supartono, 2001). Kemudian dilanjutkan dengan pengamatan di bawah mikroskop serta melakukan beberapa uji pengidentifikasian (uji katalase, oksidase, TSIA, glukosa, SIM, urease dan Vitek 2 System). 3.3.5.1 Pewarnaan Bakteri Pewarnaan bakteri dilakukan untuk membantu pengamatan terhadap morfologi bakteri yang ada pada koloni yang diduga Campylobacter jejuni. Pewarnaan dilakukan dengan teknik pewarnaan gram menggunakan crystal violet, lugols iodine, iodine acetone, dan safranin. Pada pengecatan Gram Campylobacter sp. berbentuk spiral atau melengkung dan termasuk gram negatif (BSN, 2008). 3.3.5.2 Uji Katalase Uji katalase dilakukan pada koloni yang diduga Campylobacter jejuni. Pada uji katalase, sebanyak 1-2 loop koloni yang diduga Campylobacter jejuni dipindahkan kedalam gelas preparat. Kemudian kedalam gelas preparat diteteskan larutan H2O2 tepat diatas koloni. Setelah diteteskan larutan H2O2, koloni yang positif Campylobacter jejuni akan kelihatan muncul gelembung gas (O2) yang menunjukkan bakteri positif terhadap uji katalase.
20
3.3.5.3 Uji Oxidase Uji ini dilakukan dengan menggunakan strip oxidase dengan cara mengambil koloni yang diduga Campylobacter jejuni kemudian diusapkan pada strip oxidase. Jika bekas usapan pada strip berubah menjadi ungu, maka kultur positif uji oxidase. Campylobacter jejuni positif pada uji oxidase. 3.3.5.4 Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA) Inokulasikan pada media TSIA dari kultur broth dengan cara menusuk kebagian tegak dan menggoreskan pada bagian yang miring. Setelah itu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 5 hari dalam kondisi mikroaerofilik. Campylobacter jejuni pada media TSIA bagian tegak dan miring berwarna merah (basa) dengan tidak memproduksi H2S (BSN, 2008). 3.3.5.5 Uji Glukosa Biakan bakteri diambil menggunakan jarum ose secara aseptis. Bakteri ditumbuhkan pada medium glukosa yang ada dalam tabung reaksi. Tabung reaksi ditutup dengan kapas kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 4 hari dalam kondisi mikroaerofilik. Campylobacter spp tidak menggunakan glukosa atau gula lainnya, ditandai dengan tidak adanya perubahan media pada tabung (BSN, 2008). 3.3.5.6 Uji Sulfur Indol Motility (SIM) Medium SIM ditusuk dengan jarum ose yang telah dicelupkan kedalam kultur isolat Bacillus cereus, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam dan diamati tipe pertumbuhan yang terjadi sepanjang garis tususkan. Mikroba yang motil akan tumbuh secara difusi menjauhi garis tusukan tersebut. 3.3.5.7 Uji Urease Bakteri diinokulasikan dengan menggunakan ose kedalam media urea kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Hasil positif menunjukkan perubahan warna media menjadi merah muda. Bakteri Campylobacter jejuni menunjukkan hasil negatif. 3.3.5.8 Identifikasi dengan Vitek 2 System Siapkan tabung yang berisi NaCl fisiologis. Hasil kultur pada media pertumbuhan di suspensikan ke dalam Nacl fisiologis dengan tingkat kekeruhan setara dengan standar 3,0 McFarland. Masukkan card pada tabung yang telah dibuat suspensi. Masukkan tabung pada alat vitek 2 yang terlebih dahulu di input data-datanya ke dalam komputer. Selanjutnya card secara otomatis diproses dalam ruang vakum dan di inkubasi pada 37 oC selam 6 jam. Card berisi 30 tes biokimia dalam kategori 11 glikosidase dan peptidase tes, 10 tes pengasaman, 5 tes alkalinisasi, dan lain-lain 4 tes. Pembacaan berselang setiap 15 menit diperbolehkan untuk identifikasi setelah 6 jam (Valenza et al., 2007).
21
3.3.6 Pengawetan Isolat Campylobacter jejuni Koloni yang positif Campylobacter jejuni setelah diidentifikasi dengan Vitek 2 kemudian diperbanyak atau disegarkan dengan menggunakan Brain Heart Infusion Broth. Perbanyakan dilakukan dengan cara memindahkan 1-2 loop koloni positif Campylobacter jejuni kedalam 10 ml Brain Heart Infusion Broth. Setelah itu, dilakukan inkubasi pada suhu 42 oC dibawah kondisi mikroaerofilik selama 24 – 48 jam. Campylobacter jejuni dalam media Brain Heart Infusion Broth setelah inkubasi dapat disimpan pada refrigerator (suhu sekitar 4 oC) selama 7 hari (Khoiruddin, 2008). 3.3.7 Uji Sensitivitas Antibiotik Setelah diperoleh biakan Campylobacter jejuni, dilakukan inokulasi bakteri pada larutan NaCl fisiologis dengan menggunakan penyetaraan 0,5 Mc. Farland dan dengan menggunakan swab steril, suspensi yang telah dibuat kemudian diratakan diatas permukaan media Heart Infusion Agar yang mengandung 5% darah. Kemudian letakkan kertas cakram/disk antibiotik eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol, dan doksisiklin di atas permukaan media. Selanjutnya media diinkubasi pada suhu 42 oC selama 24 jam sampai dengan 48 jam dalam kondisi mikroaerofilik. Setelah inkubasi lihat adanya zona hambat yang mengelilingi kertas cakram. Tentukan bakteri uji sensitive, intermediate atau resisten terhadap antibiotik dengan menggunakan tabel standar interpretasi yang telah ditentukan oleh Clinical Laboratory Standard Institute (CLSI) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Standar kepekaan antibiotik
Antibiotik
Kode disk
Sensitive
Zona Diameter (mm) Intermediet
Eritromisin
E-15
≥ 23
14-22
≤ 13
Siprofloksasin
CIP-5
≥ 21
16-20
≤ 15
Klorampenikol
C-30
≥ 18
13-17
≤ 12
DO-30
≥ 14
11-13
≤10
Doksisiklin
Resisten
Sumber: Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI, 2014) 3.3.8 Analisis Data Data hasil penelitian yang dianalisis berupa deteksi bakteri Campylobacter jejuni dan diameter zona hambat antibiotik terhadap bakteri yang telah diisolasi dari sampel karkas ayam.
22
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keberadaan Campylobacter jejuni pada karkas ayam Karkas ayam banyak terdapat dipasar tradisional maupun pasar modern (supermarket). Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan bakteri Campylobacter jejuni pada kedua jenis pasar tersebut dan melakukan uji sensitivitas antibiotik untuk mengetahui efektivitasnya terhadap isolat bakteri Campylobacter jejuni dari karkas ayam. Pada penelitian ini, total sampel karkas ayam yang diteliti adalah 30 sampel, dari masing-masing sampel diambil sebanyak 25 g untuk selanjutnya diteliti keberadaan Campylobacter jejuni nya di Laboratorium Bakteriologi Balai Besar Veteriner Maros dan Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar. Hasil isolasi identifikasi Campylobacter jejuni dari karkas ayam pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Menurut BSN (2009) batas maksimum cemaran mikroba Campylobacter sp. dalam pangan kategori daging ayam segar, beku (karkas dan tanpa tulang) dan cincang adalah negatif/25 g. Tabel 3. Hasil isolasi identifikasi Campylobacter jejuni dari sampel karkas ayam No Jenis Pasar Kode Hasil uji Sampel (/25 g karkas ayam) 1 PT A-1 Positif A-2 Negatif A-3 Negatif 2 PT B-1 Negatif B-2 Negatif B-3 Negatif 3 PT C-1 Negatif C-2 Negatif C-3 Negatif 4 PT D-1 Negatif D-2 Negatif D-3 Negatif 5 PT E-1 Negatif E-2 Negatif E-3 Negatif 6 PM F-1 Negatif F-2 Negatif F-3 Negatif 7 PM G-1 Negatif G-2 Negatif G-3 Negatif 8 PM H-1 Negatif H-2 Negatif H-3 Negatif 9 PM I-1 Negatif I-2 Negatif
23
I-3 10 PM J-1 J-2 J-3 Ket: PT (Pasar Tradisional); PM (Pasar Modern)
Negatif Negatif Negatif Negatif
Berdasarkan Tabel 3, diperoleh hasil bahwa 1 (3,3%) sampel dari 30 sampel yang diambil dari sepuluh pasar, positif teridentifikasi Campylobacter jejuni yang berasal dari pasar tradisional (A-1). Selanjutnya data lengkap hasil isolasi identifikasi Campylobacter jejuni dari sampel karkas ayam pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Campylobacter jejuni secara alami ada dalam saluran pencernaan ayam. Sumber terjadinya infeksi pada ayam dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu dari infeksi day old chick (DOC) dari ayam dewasa, kontaminasi pakan, dan kontaminasi air. Campylobacter jejuni pada karkas dapat dipengaruhi oleh proporsi dari flock yang terinfeksi, faktor musim dan cuaca, peralatan untuk memproses karkas (Shane, 2000). Pada penelitian ini, lingkungan yang kotor hingga kurangnya higienitas pengolahan ayam menjadi karkas diduga menjadi salah satu penyebab bakteri Campylobacter jejuni dapat terdeteksi di pasar tradisional. Hampir semua kios penjualan daging ayam di kelima pasar tradisional yang dijadikan tempat pengambilan sampel memiliki sanitasi yang buruk. Pada umumnya para pedagang memiliki stok ayam hidup yang siap dipotong dan ditempatkan di kios mereka dalam kondisi kandang yang kotor dan sempit serta berdekatan dengan tempat pemotongan. Sebelum jadi karkas, ayam hidup diproses ditempat mulai dari penyembelihan hingga pencucian kemudian dijual terbuka dengan hanya ditempatkan diatas meja dalam kondisi basah dan lembab. Hal ini yang dapat mengkontaminasi karkas ayam yang dijual di pasar tradisional. Menurut Studhal dan Andresson (2000), Ayam semasa hidup pada peternakan yang terinfeksi dapat menyebabkan kontaminasi pada daging yang dihasilkan. Proses penyiapan daging ayam yang meliputi proses penyembelihan, pendinginan dan proses penyimpanan dapat mempengaruhi jumlah kontaminan dan kualitas daging ayam yang dihasilkan. Di pasar tradisional, pengkondisian suhu rendah hanya dilakukan pada karkas ayam yang tidak habis terjual pada hari itu juga. Menurut BAM (2001), Campylobacter jejuni dapat bertahan hidup 2-4 minggu pada kondisi lembab dan kondisi pengurangan oksigen pada 4 oC tetapi hanya beberapa hari pada suhu kamar. Pada pasar modern, karkas ayam dijual dalam bentuk sudah dikemas dalam steroform dan ditutup dengan wraping plastic. Karkas ayam tersebut disimpan dan dikondisikan pada suhu rendah dalam refrigerator. Pada penelitian ini Campylobacter jejuni tidak terdeteksi pada pasar modern (supermarket). Hal ini dikarenakan karkas ayam yang dipasarkan di pasar modern mulai dari penyiapan hingga penataan dilakukan dengan baik dibandingkan dari pasar tradisional. Selain itu karkas ayam yang dijual di pasar modern (supermarket) didatangkan dari distributor dalam kondisi beku. Menurut Stern et al. (1992) Campylobacter jejuni tidak dapat tumbuh pada suhu pembekuan. Karkas yang dibekukan dan kemudian dicairkan kembali juga panas akan mengurangi nilai
24
recovery Campylobacter jejuni pada karkas. Perbedaan penyiapan karkas ayam pada kedua jenis pasar tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Pasar Modern Pasar Tradisional Gambar 2. Kondisi karkas ayam yang dipasarkan di kedua jenis pasar (dokumentasi pribadi) Tingkat keberhasilan untuk mengisolasi bakteri Campylobacter jejuni sangat dipengaruhi oleh media yang digunakan, temperatur, lama inkubasi dan juga kondisi atmosfernya. Hal ini terjadi karena bakteri Campylobacter jejuni sangat fragile dan sensitif terhadap oksigen. 4.2 Isolasi dan Identifikasi Campylobacter jejuni Campylobacter jejuni adalah bakteri yang mudah rusak dan sangat sensitif terhadap oksigen serta suhu ruang, oleh karena itu untuk isolasi secara optimal diperlukan media selektif. Isolasi Campylobacter jejuni selain membutuhkan medium selektif untuk tumbuhnya juga perlu penambahan darah lisis dan suplemen antibiotik. Pada penelitian ini, kultur bakteri dilakukan dengan menggunakan media Preston Campylobacter Agar. Media selektif dari Preston ini diperkaya oleh penyubur dan antibiotik sebagai suplemen tambahan. Kandungan antibiotiknya terdiri dari polymixin B, Rifampicin, Trimethoprim lactate dan cycloheximide. Adanya antibiotik tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain seperti Bacillus sp. dan Proteus sp. sehingga memudahkan untuk isolasi Campylobacter jejuni. Selain itu didalam media ini juga ditambahkan darah domba lisis, penambahan darah lisis ini bertujuan untuk menetralisasi produk racun yang mungkin terbentuk akibat media terpapar oleh cahaya maupun udara. Campylobacter jejuni sangat sensitif terhadap keberadaan senyawa peroksida dan superoksida yang merupakan produk yang terbentuk dari media akibat reaksi kimia yang dikatalisis oleh cahaya (Bolton dan Robertson, 1982). Darah lisis yang mengandung ion Fe dapat meningkatkan sifat aerotolerant Campylobacter jejuni (Stern dan Kazmi, 1989). Gambaran karakteristik koloni bakteri yang tumbuh pada media spesifik ini terlihat berwarna putih keabu-abuan, cembung, mengkilat, halus, berbentuk bulat dan non hemolitik (Gambar 3).
25
Gambar 3. Koloni Campylobacter jejuni pada media spesifik Preston Campylobacter Agar Koloni terpisah dari hasil kultur pada media Preston Campylobacter Agar diambil, kemudian dilanjutkan dengan pewarnaan gram untuk selanjutnya diidentifikasi secara mikroskopik. Pewarnaan gram dilakukan untuk melihat morfologi bakteri, selain itu juga untuk membedakan kelompok bakteri gram positif dan gram negatif. Campylobacter jejuni termasuk kelompok bakteri gram negatif. Jenis gram dan bentuk morfologi bakteri yang diduga Campylobacter jejuni pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Morfologi Campylobacter jejuni dengan pewarnaan gram (pembesaran 1000x) Dari hasil pengamatan dibawah mikroskop, terlihat morfologi bakteri berbentuk batang melengkung atau spiral, seperti huruf S dan termasuk bakteri gram negatif. Bakteri gram negatif kehilangan crystal violet ketika dicuci dengan iodine acetone dan ketika diberi larutan pemucat safranin, sel akan menyerap zat pewarna ini sehingga sel tampak bewarna merah, sedangkan bakteri gram positif mempertahankan zat pewarna ungu kristal sehingga sel berwarna ungu tua. Terjadi perbedaan warna sel ini dapat disebabkan oleh perbedaan dalam struktur kimiawi permukaan sel bakteri (Pelczar dan Chan, 2007).
26
Kemudian proses identifikasi dilanjutkan dengan uji biokimia diantaranya uji katalase, uji oksidase hasil pengujian dapat dilihat (Gambar 5), uji TSIA, uji glukosa, uji SIM (Gambar 6) dan identifikasi dengan mengguanakan sistem Vitek 2 (Gambar 7).
Gambar 5. Uji Katalase, Uji Oksidase Uji katalase dilakukan dengan meneteskan H2O2 pada koloni yang diduga Campylobacter jejuni dan hasil yang ditunjukkan, terbentuk gelembung gas saat ditetsi H2O2. Hal ini karena Campylobacter jejuni merupakan bakteri katalase positif, artinya bakteri ini mampu memproduksi enzim katalase yang dapat mengkatalisis reaksi pemecahan H2O2 menjadi gas oksigen dan air. Hidrogen peroksida (H2O2) dan superoksida biasanya dihasilkan oleh bebrapa bakteri dari reaksi reduksi senyawa oksigen. Kedua molekul tersebut merupakan racun bagi Campylobacter jejuni (Khoiruddin, 2008). Pada uji oksidase koloni yang dicurigai kemudian diusap pada strip oxidase dan menunjukkan hasil positif dengan adanya perubahan warna menjadi ungu pada bekas usapan di strip oksidase. Campylobacter jejuni positif pada uji katalase dan oksidase (BSN, 2008). Hampir semua jenis Campylobacter sp. yang tergolong katalase positif dapat menyebabkan penyakit pada manusia maupun pada hewan ternak (BAM, 2001).
Gambar 6. Uji TSIA, Uji Glukosa, Uji Urease, Uji SIM (urutan dari bagian kiri) Campylobacter jejuni pada media TSIA bagian tegak dan miring berwarna merah (basa) dengan tidak memproduksi H2S. Pada uji glukosa, Campylobacter jejuni tidak dapat memfermentasi karbohidrat sehingga memperlihatkan hasil negatif ditandai dengan tidak adanya perubahan media pada tabung, sedangakan pada uji urease menunjukkan hasil negatif dengan tidak
27
terjadinya perubahan warna pada media dan pada uji SIM memperlihatkan hasil sulfur negatif, indol negatif dan motilitas positif. Campylobacter jejuni umumnya motil dan 20 % Campylobacter jejuni adalah tidak motil. Sel yang sudah tua dan cedera (injured) akan mengalami penurunan motilitas (BSN, 2008). Setelah uji konfirmasi katalase, oksidase, TSIA, glukosa, urease, SIM. Koloni yang berwarna putih keabu-abuan, cembung, mengkilat, halus, berbentuk bulat dan non hemolitik dengan gambaran morfologi bakteri berbentuk batang melengkung atau spiral, seperti huruf S, kemudian diuji dengan menggunakan sistem Vitek 2 sebagai tahap identifikasi akhir pada penelitian ini. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Hasil identifikasi dengan menggunakan sistem Vitek 2
28
4.3 Pengujian Kepekaan Campylobacter jejuni terhadap antibiotik Bakteri Campylobacter jejuni yang telah diisolasi dari karkas ayam pada penelitian ini, diuji sensitivitasnya terhadap beberapa jenis antibiotik diantaranya eritromisin, siprofloksasin, kloramfenikol, dan doksisiklin. Dari hasil pengujian diketahui isolat bakteri Campylobacter jejuni sensitif terhadap keempat antibiotik tersebut (Tabel 4). Tabel 4. Hasil uji sensitivitas antibiotik terhadap isolat Campylobacter jejuni dari karkas ayam Zona (mm) Isolat 1 2 3 4 Eritromisin Siprofloksasin Klorampenikol Doksisiklin 15µg 5µg 30µg 30µg PS 1
42 (S)
44 (S)
36 (S)
43 (S)
Ket: (S) = Sensitif
(1)
(2)
(3)
(4)
Gambar 8. Zona hambat isolat Campylobacter jejuni dari karkas ayam Resistensi antimikroba dari bakteri merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang sifatnya global. Masalah ini menjadi bertambah penting dalam hal pengobatan infeksi enterik. Meningkatnya resistensi kuman enterik secara progresif di negara-negara berkembang menimbulkan keprihatinan yang besar pada banyak pihak dan menjadi suatu masalah kesehatan masyarakat yang serius. Eritromisin, doksisiklin dan klorampenikol dapat dipilih untuk menanggulangi Campylobacteriosis pada hewan dan manusia (Poloengan dkk., 2005). Menurut Yenni dan Herwana (2007), pada umumnya infeksi Campylobacteriosis merupakan infeksi yang sifatnya self-limiting dan tidak memerlukan pengobatan antibiotika. Dalam beberapa kasus infeksi dapat bersifat invasif dan sangat berat sehingga memerlukan antibiotika yaitu eritromisin atau fluoroquinolon, dalam hal ini siprofloksasin. Sedangkan menurut Tjaniadi (2003) dalam penelitiannya mengatakan banyak isolat Campylobacter jejuni yang resisten terhadap siprofloksasin. Dalam penelitian ini tidak ditemukan isolat Campylobacter jejuni yang resisten terhadap eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol, dan doksisiklin. Hal
29
ini menunjukkan bahwa keempat antibiotik tersebut masih efektitf untuk menanggulangi Campylobacteriosis pada hewan dan manusia di Kota Makassar. Namun meski demikian pengawasan terhadap penggunaan antibiotik tersebut tetap perlu dilakukan, karena pemberian antibiotik yang tidak tepat dapat mengakibatkan resistensi bakteri terhadap antibiotik dan mengubah flora normal penderita sehingga meningkatkan kejadian infeksi. Prevalensi Campylobacter jejuni yang mengalami resistensi terhadap antimikroba ditemukan meningkat di berbagai negara di dunia. Resistensi yang timbul ini ternyata berkaitan dengan penggunaan antimikroba di peternakan untuk memacu pertumbuhan ternak dan mengobati penyakit infeksi pada ternak (Yenni dan Herwana, 2007). Kadar antibiotik yang rendah pada ternak dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten.
30
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Terdapat kontaminasi bakteri Campylobacter jejuni pada karkas ayam yang dipasarkan di pasar tradisional kota Makassar, yaitu sebanyak 1 (3,3%) sampel positif dari 30 total sampel karkas ayam yang diambil dari beberapa pasar tradisional dan pasar modern Kota Makassar. 2. Bakteri Campylobacter jejuni yang diisolasi pada penelitian ini masih sensitif terhadap antibiotik eritromisin (42 mm), siprofloksasin (44 mm), klorampenikol (36 mm) dan doksisiklin (43 mm). 5.2 Saran 1. Perlu dilakukan peningkatan pengawasan kualitas dan keamanan pangan oleh pemerintah setempat terhadap produk hasil ternak serta sosialisasi kepada para pedagang dan masyarakat mengenai sanitasi dan penanganan karkas ayam yang baik untuk mencegah foodborne diseases. 2. Antibiotik eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol dan doksisiklin masih efektif dan dapat dipilih untuk menanggulangi Campylobacteriosis pada ayam dan manusia.
31
DAFTAR PUSTAKA Aberle ED, Forrest JC, Gerrard DE, Mills EW. Hedrick HB, Judge MD, Markel RA. 2001. Principles of Meat Science. 4th Edition. Kendall/Hutt Publishing Co, Iowa. Andriani, Soedarwanto M, Setiyaningsih S, Kusuma Ningrum HD. 2013. Kajian Risiko Campylobacter sp. Pada Ayam Panggang. J Med Vet Indones [Internet]. [diunduh 2014 Jul 8]; 7(1):Bogor Andriani, Sudarwanto M, Setiyaningsih S, Kusumaningrum HD. 2013. Isolasi Campylobacter dari karkas ayam menggunakan metode konvensional dan polymerase chain reaction. J. Teknol Indust Pangan. 24(1):27-32. doi: 10.6066/jtip.2013.24.1.27. Anief M. 1996. Penggolongan obat berdasarkan khasiat dan penggunaan. Ed ke-4. Yogyakarta (ID): Gadja mada university press. hlm.16. Anonim. 2011. Campylobacter jejuni. [diunduh 25 Juli 2014] Tersedia pada http://www.bacteriainphotos.com/campylobacter%20jejuni.html [BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001. Campylobacter. http://www.fda.gov/Food/FoodScienceResearch/LaboratoryMethods/ucm0 72616.htm [16 Juli 2014]. Bolton FJ. Dan Robertson L. 1982. J. Clin. Pathol. 35. 462-467. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-3924-1995. Karkas ayam pedaging. Jakarta (ID): BSN. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 2897:2008. Metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur dan susu, serta hasil olahannya. Jakarta (ID): BSN. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 7388:2009. Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan. Jakarta (ID): BSN. Cappucino JG. dan Sterman N. 1993. Microbiology: A Laboratory Manual. Addison-Wesley Publishing Company, Massachusetts. [CLSI] Clinical and Laboratory Standards Institute. 2014. Performance Standards for Antimicrobial Susceptibility Testing; Twenty-Second Informational Supplement. West Valley (US): Clinical and Laboratory Standards Institute. Cox NA, Richardson LJ, Musgrove MT. 2010. Campylobacter jejuni and other Campylobacters. Di dalam: Juneja VK, Sofos JN, editor. Pathogens and Toxins in foods: Challenges and interventions. Washington DC: ASM Pr. hlm 20-22. Debruyne L, Gevers D, Vandamme P. 2008. Taxonomy of the family Campylobacteraceae. Di dalam: Nachamkin I,Szymanski CM, Blaser MJ, editor. Campylobacter. Ed ke-3. Washington, DC: ASM Pr. hlm 3-26. Decroli E, Karimi J, Manaf A, Syahbuddin S. 2008. Profil ulkus diabetik pada penderita rawat inap di bagian penyakit dalam RSUP Dr. M Djamil Padang. MKI (Majalah Kedokteran Indonesia). hlm. 58. Dharmojono. 2001. Limabelas penyakit menular dari binatang ke manusia. Milenia Populer, Jakarta. Doyle MP. 1989. Foodborne Bacterial Pathogens. Food Research Institute. University of Wisconsin-Madison New York.
32
[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2007. Daging ayam sumber protein hewani yang murah dan mudah didapat. http//www.yogya.litbang.deptan.go.id [20 Juli 2014]. Dreesen DW. 1998. Hazard Analysis and Critical Control Point System as a Preventive Tool. Food Safety Symposium-post-harvest. JAVMA 213 : 1741-1744. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. FDA. 2000. Human health impact of flourokuinolon resistant Campylobacter jejuni infection attributed to the consumtion of chicken. Washington DC: United States Federal Drugs Administration. Federer WT. 1967. Experimental design : theory and application. New York : The Macmillan Company. Fong IW, Darlica K. 2008. Emerging infectious diseases of the 21st century. Di dalam: Fong IW, Darlica K. Antimicrobial resistance and implications for the twenty-first century. New York : Springer Science. Fournaud J, Graffino C, Rosset R, Ddan Jacque R. 1978. Contamination microbienne des carcasses à Iʹabattoir. Di dalam: Abustam E. 2012. Ilmu Daging; aspek produksi, kimia, biokimia dan kualitas. Makassar (ID): Masagena Pr. hlm. 5. Hansson IB. 2001. Microbiological meat quality in high and low capacity slaughterhouse in Sweden. J Food Prot. 64: 820-825. Hardjosworo dan Rukmiasih. 2000. Meningkatkan produksi daging unggas. Jakarta (ID). Swadaya Pr. Hseueh RP, Chen HW, Luh TK. 2005. Relationships between antimicrobial use and antimicrobial resistance in Gram-negative bacteria causing nasocomial infections from 1991-2003 at a university hospital in Taiwan. International Journal of ntimicrobial Agents 26: 463-472. Hu L, dan Kopecko DJ. 2003. Campylobacter spesies. Di dalam:Miliotis MD dan Bier JF, editor. Internasional handbook of foodborne pathogens. Marcel Dekker Inc., New York. Jay JM. 1997. Modern Food Microbiology. Ed ke-5. New York: Chapman and Hall. Jay JM. 2000. Modern Food Microbiology. Ed ke-6. Maryland: Aspen Publisher, Inc. Gaithersburg. Kaudia TJ. 2001. The effect of chemical treatment on life broilers before slaughter and slaughter condition microbial quality and self life of broiler meat. Journal of Food Technology Africa. 6: 78-82. Khoiruddin MN. 2008. Penentuan prevalensi cemaran Campylobacter jejuni sampel potongan karkas ayam di wilayah Bogor dan Jakarta dengan metode modifikasi BAM 2001 [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan Aminuddin Parakkasi. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Pr. Lechowich RV. 1971. Microbiology of meat. Di dalam:Price JF dan Schweigert, editor. The science of meat and meat products. Ed ke-2.San Fransisco: Freeman WH and Co.
33
Marinou I, Bersimis S, Ioannidis A, Nicolau C, Mitroussia-Ziouva AM, Legakis NJ, Chatzipanagiotou S. 2012. Identification and antimicrobial resistance of Campylobacter species isolated from animal sources. Front Microbiol 3: 1-6. DOI: 10.3389/fmicb.2012.00058. Matulessy DN. 2011. Analisis mikrobiologis karkas ayam broiler beku yang beredar di pasar tradisional Halmahera utara. J Agroforestri. 4(1):65-72. McClure P dan Blackburn C. 2003. Campylobacter and Arcobacter. Di dalam: Blackburn C dan McClure PJ, editor. Foodborne pathogens hazards, risk analysis and control. Cambrige (England): Woodhead Publishing Limited. Muchtadi TR dan Sugiyono. 1992. Petunjuk laboratorium ilmu pengetahuan bahan pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. [NCEZID] National Center For Emerging and Zoonotic Infectious Disease. 2014. Campylobacter.http://www.cdc.gov/nczved/divisions/dfbmd/diseases/Cam pylobacter/ [25 Juli 2014]. [OIE] Office International des Epizooties. 2008. Campylobacter jejuni and Campylobacter Coli. Palumbo SA. 1984. Heat injury and repair in Campylobacter jejuni. Appl. Environ. Microbiol. 48: 477. Pelczar MJ dan Chan ECS. 2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UIP. Jakarta. Poloengan M, Noor SM. 2003. Isolasi Campylobacter jejuni pada daging ayam dari pasar tradisional dan supermarket. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 522-526. Poloengan M, Noor SM, Komala I, Andriani. 2005. Patogenesis Campylobacter terhadap hewan dan manusia Prosiding Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan, Bogor, 14 September 2005. Pusat Penelitian dan pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 82-90. Setiabudy R. 2007. pengantar antimikroba, antimikroba lain. Di dalam: Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth, editor. Farmakologi dan terapi. Jakarta (ID). Badan penerbit FKUI. Shane SM. 2000. Campylobacter infection of commercial poultry. Rev. sci. tech. Off. int. Epiz. 19 (2):376-395. Snyder ES, Orr HL. 1964. Poultry meat: processing, quality factors, yields. Ontario Agr. Departemen Publishing, Ontario. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi ke-3. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr. Stern NJ. dan Kazmi SU. 1989. Campylobacter jejuni. Di dalam Foodborne Doyle MP (ed). Bacterial Pathogens. Marcell Dekker Inc., New York. Stern NJ, Patton CM, Doyle MP, Park CE, dan McCardell BA. 1992. Campylobacter. Di dalam: Vanderzant C dan Splittstoesser DF, editor. Compendium of methods for the microbial examination of foods.Washington: Amiracan Public Health Association. Studahl A, Andersson Y. 2000. Risk factors for indigenous campylobacter infection: a Swedish case-control study. Epidemiol.Infect. 125 (2):269275.
34
Sukamto H, Widayaka K, Tugiyanti E. 2001. Keempukan daging ayam broiler dibawah pengaruh umur pemotongan dan umur daging. Jurnal Peternakan Tropik. 1: 1. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Teknologi Tepat Guna (LP2T2P). Supartono. 2001. Teknik isolasi Campylobacter jejuni dari usus ayam penderita sindroma kekerdilan. Balai Penelitian Veteriner, Bogor. Tjaniadi P, Lesmana M, Subekti D, Machpud N, Komalarini S, Santoso W, Simanjuntak CH, Punjabi N, Campbell JR, Alexander WK et al. 2003. Antimicrobial resistance of bacterial pathogens associated with diarrheal patients in Indonesia. Am. J. Trop. Med. Hyg. 68(6):666–670. Valenza G, Ruoff C, Vogel U, Frosch M, Abele-Horn M. 2007. Microbiological evaluation of the new VITEK 2 Neisseria-Haemophilus identification card. J Clin Microbiol 45(11): 3493-3497 Veerkamp C. 2000. Influence of slaughter process on yield and quality of poultry products. Poultry International. 39: 30-36. Wesley I. 2009. Public health impact of foodborne illness: impetus for the international food safety effort; food safety issues and the microbiology of poultry. Di dalam: Heredia N, Wesley I, dan Garc’ia S, editor. Microbiologically Safe Foods New Jersey: J Wiley Publ. hlm 5-6; 171172. Yenny, Herwana E. 2007. Resistensi dari bakteri enterik: aspek global terhadap antimikroba. Universa Medicina. 26: 46-56.
35
LAMPIRAN 1. Hasil isolasi dan identifikasi Campylobacter jejuni dari sampel karkas ayam K O D E
KOLONI DI MEDIA PRESTON CAMPYLOBACTER AGAR
G R A M
M O R F O L O G I
K A T A L A S E
O K S I D A S E
TSIA Basa/ basa ≠H2S
G L U K O S A
U R E A S E
A-1
Putih keabu-abuan, cembung, mengkilat, halus, bulat, kecil dan non hemolitik
-
Batang melengkung/ spiral, seperti huruf (s)
+
+
+
-
-
A-2
Putih, bulat, cembung, bertumpuk, mukoid, menghemolisis
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
A-3
Putih, bulat, kecil, mukoid
+
Kokus
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
B-1
Putih, bulat, mukoid, pertumbuhan menyebar
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
B-2
Putih, bulat, kecil
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
B-3
Abu-abu, bulat, kecil, cembung
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
C-1
Putih, bulat, besar
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
S A M P E L
SIM
S
I
M
-
-
+
VITEK 2
KET
Campylobacter jejuni ssp jejuni
Campylobacter jejuni
36
C-2
Putih, bulat, besar, tidak beraturan
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
C-3
Abu-abu, bulat, kecil, menghemolisis
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
D-1
Putih, bulat, besar
+
Diplokokus
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
D-2
Putih, bulat, besar
+
Kokus
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
D-3
Abu-abu kehijauan, bulat, kecil, cembung, tidak beraturan, mukoid
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
E-1
Putih, bulat, kecil
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
E-2
Putih keabu-abuan, bulat, kecil
+
Kokus
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
E-3
Abu-abu kehijauan, bulat, kecil
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
F-1
Putih, bulat, besar, tidak beraturan
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
F-2
Putih keabu-abuan, bulat, mukoid
-
Basil melengkung
+
+
-
Tidak dilanjutkan karena pada uji TSIA menunjukkan hasil basa dengan memproduksi H2S
37
F-3
Abu-abu kehijauan, bulat, kecil, bertumpuk
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
G-1
Putih, bulat, cembung, kecil
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
Putih keabu-abuan, pertumbuhan koloni melebar tidak berbentuk
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
G-3
Abu-abu kehijauan, bulat, kecil,
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
H-1
Putih keabuan, bulat, mengkilat, mukoid
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
H-2
Putih keabuan, bulat, cembung, mukoid
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
H-3
Abu-abu kehijauan, bulat, kecil, cembung, mukoid
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
I-1
Putih, berawan, bulat, kecil, mukoid
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
I-2
Putih, bulat, kecil, mukoid, koloni bertumpuk
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
I-3
Abu-abu kehijauan, bulat, kecil
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena koloni yang terlihat tidak menciri dan tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
G-2
38
J-1
Putih, bulat, besar, mukoid
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
J-2
Putih keabuan, bulat, kecil
-
Basil
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
J-3
Abu-abu kehijauan, bulat, kecil, mukoid, bertumpuk
+
Kokus
Tidak dilanjutkan karena tidak ditemukan gambaran morfologi yang sesuai
39
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Muh. Aqshar Marsani, lahir pada tanggal 26 Februari 1992 di Kota Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. Anak ke lima dari lima bersaudara dari pasangan suami istri, bapak Marsani Muhammad dan ibu Murni Idrus. Menamatkan pendidikan Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal di Ujung Pandang Cabang Parang Layang pada tahun 1998. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Sudirman I Kecamatan Ujung Pandang tahun 2004. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Makassar tahun 2007. Kemudian terakhir menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Makassar, pada tahun 2010. Tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan. Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan internal maupun external kampus seperti magang profesi, kepanitian, serta berbagai seminar dan workshop, menjadi ketua lembaga Badan Perwakilan Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (BP-HIMAKAHA) Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Periode 2012-2013, membentuk wadah organisasi minat profesi satwa liar Universitas Hasanuddin (OWL UNHAS) lingkup PSKH FKUH. Serta aktif dalam berbagai forum organisasi external kampus diantaranya menjadi Koordinator Divisi Sosial Forum Silaturahim Mahasiswa 165 Wilayah Sulawesi Selatan Periode 2013-2014, dan pada tahun 2015 menjadi Koordinator Regional Makassar Forum Indonesia Muda 17.