SKRIPSI PENENTUAN PREVALENSI CEMARAN CAMPYLOBACTER JEJUNI SAMPEL POTONGAN KARKAS AYAM DI WILAYAH BOGOR DAN JAKARTA MENGGUNAKAN METODE MODIFIKASI BAM 2001
Oleh : MUHAMMAD NANANG KHOIRUDIN F24104019
2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SKRIPSI PENENTUAN PREVALENSI CEMARAN CAMPYLOBACTER JEJUNI SAMPEL POTONGAN KARKAS AYAM DI WILAYAH BOGOR DAN JAKARTA MENGGUNAKAN METODE MODIFIKASI BAM 2001
Oleh : MUHAMMAD NANANG KHOIRUDIN F24104019
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SKRIPSI
PENENTUAN PREVALENSI CEMARAN CAMPYLOBACTER JEJUNI SAMPEL POTONGAN KARKAS AYAM DI WILAYAH BOGOR DAN JAKARTA MENGGUNAKAN METODE MODIFIKASI BAM 2001
Oleh : MUHAMMAD NANANG KHOIRUDIN F24104019
Dilahirkan pada tanggal 7 Maret 1986 Di klaten
Tanggal lulus:
Mei 2008
Disetujui, Bogor,
Mei 2008
Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum Dosen Pembimbing Akademik Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
MUHAMMAD NANANG KHOIRUDIN. F24104019. Penentuan Prevalensi Cemaran Campylobacter jejuni Sampel Potongan Karkas Ayam di Wilayah Bogor dan Jakarta dengan Metode Modifikasi BAM 2001. Di bawah bimbingan: Harsi D. Kusumaningrum. 2008
ABSTRAK Daging ayam merupakan salah satu komoditi peternakan yang dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Belum memadainya sarana dan prasarana peternakan berpengaruh terhadap mutu dan keamanan daging ayam. Aspek keamanan pangan yang kurang menjadi perhatian telah berdampak pada meningkatnya foodborne disease akibat mikroba patogen yang ada pada bahan pangan. Salah satu gejala foodborne disease akibat mikroba patogen adalah diare. Kasus penyakit diare akibat terinfeksi bakteri Campylobacter dan kasus Campylobacteriosis di beberapa negara telah banyak dilaporkan, misalnya di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 2,5 juta penderita campylobacteriosis dan 124 penderita meninggal setiap tahunnya. Pada tahun 1998 kasus infeksi Campylobacter juga dilaporkan di Belanda sebanyak 3.398 kasus, di Denmark sebanyak 3.372 kasus, dan di Spanyol sebanyak 4.382 kasus. Pada tahun 2007 total 7.106 kasus Campylobacteriosis terjadi di Swedia, dengan 77,45 kasus setiap 100.000 populasi. Sedangkan di Indonesia, dari 21.763 penderita diare sekitar 3.6% nya disebabkan karena C. jejuni. Selain penyakit diare, Campylobacter juga menyebabkan Campylobacteriosis yang lain seperti infeksi radang usus, yang dapat menyebabkan kematian atau kerusakan neurilogical yang serius. C. jejuni paling banyak diisolasi dari karkas ayam yaitu sekitar 98%. Walaupun begitu, penelitian untuk menentukan tingkat prevalensi cemaran C. jejuni pada karkas ayam di Indonesia masih jarang dilakukan. Penelitian dilakukan untuk menentukan prevalensi cemaran Campylobacter jejuni pada karkas ayam yang dijual pada berbagai pasar tradisional dan pasar modern (supermarket) di wilayah Bogor dan Jakarta. Selain itu juga bertujuan untuk melihat keefektifan beberapa metode dan media dalam isolasi C. jejuni Metode isolasi Campylobacter jejuni yang digunakan pada penelitian ini adalah dua metode. Metode pertama merupakan modifikasi I BAM 2001 tanpa pre-enrichment dimana persiapan sampel dengan cara pembilasan dengan Bolton Broth dan tidak dilakukan sentrifugasi. Sedangkan metode kedua merupakan modifikasi II BAM 2001 dengan pre-enrichment dan enrichment dimana persiapan sampel dengan cara pembilasan dengan BPW 0.1% dan kemudian dilakukan sentrifugasi. Media yang digunakan dalam analisis dan isolasi C jejuni adalah CBPA (Columbia Blood Preston Agar) dan mCCDA (Modified Campylobacter Blood-Free Selective Agar Base). Identifikasi C. jejuni dilakukan dengan uji katalase, pewarnaan sederhana, dan dilanjutkan dengan uji APICampy. Pada penelitian ini diketahui bahwa sebanyak 11 sampel dari 48 sampel wilayah Bogor, menunjukkan pertumbuhan koloni spesifik C. jejuni dengan menggunakan media CBPA, dan sebanyak 13 sampel dengan menggunakan
media mCCDA. Untuk wilayah Jakarta, sebanyak 16 sampel dari 36 sampel menunjukkan pertumbuhan koloni spesifik C. jejuni dengan menggunakan media CBPA, dan sebanyak 14 sampel dengan menggunakan media mCCDA. Secara keseluruhan, tidak ada perbedaan tingkat keefektifan antara media CBPA dan media mCCDA dalam isolasi C. jejuni. Spesies Campylobacter yang dapat diisolasi dari karkas ayam adalah Campylobacter jejuni ssp jejuni 2. Dari 84 sampel yang dianalisis sebanyak 30 sampel tercemar Campylobacter jejuni atau sekitar 35.7%. Pada kedua wilayah Bogor dan Jakarta, tingkat prevalensi cemaran C. jejuni sampel karkas ayam dari pasar tradisional lebih rendah daripada pasar modern (supermarket). Persentase isolasi C. jejuni pada sampel karkas ayam dengan metode modifikasi I BAM 2001 yaitu sebesar 29.2%, dan dengan metode modifikasi II BAM 2001 sebesar 44.4%.
RIWAYAT HIDUP Muhammad Nanang Khoirudin lahir di Klaten pada tanggal 7 Maret 1986. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikannya di TK Aisyah pada tahun 1990-1992, kemudian melanjutkannya di SD N 1 Meger pada tahun 1992-1998. Setelah tamat SD, penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP N 2 Klaten pada tahun 1998-2001 dan di SMU N 1 Klaten pada tahun 2001-2004. Setelah lulus SMU, penulis memutuskan mengambil peluang PMDK untuk melanjutkan pendidikannya di IPB pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA dari tahun 2004-2008. Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif dalam berbagai keorganisasian dan kepanitiaan. Beberapa organisasi yang pernah membesarkan penulis adalah UKM FORCES (Forum for Scientific Studies) sebagai Sekum pada tahun 2005-2006 dan sebagai Direktu pada tahun 2006-2007, KMK (Keluarga Mahasiswa Klaten) sebagai Kepala Departemen Kemahasiswaan pada tahun 2006-2007, dan HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan) sebagai Staf Kemahasiswaan tahun 2005-2006. Beberapa kepanitiaan kegiatan yang pernah diikuti adalah sebagai Ketua Penyambutan Mahasiswa Baru Klaten pada tahun 2005, Sie Acara The 5th National Student Paper Competition pada tahun 2006, dan Ketua Bedah Buku ’The True Power of Water’ tahun 2007. Selain itu, penulis merupakan Asisten Laboratorium Biologi-FMIPA tahun 2005, Kimia-FMIPA tahun 2006, dan Evaluasi Sensori-ITP FATETA tahun 2007. Penulis cukup aktif dalam kegiatan penulisan karya ilmiah dan pernah meraih juara II PKMP pada PIMNAS XIX di UMM Malang tahun 2006. Penulis juga merupakan Tentor Kimia di Bimbel CSC tahun 2007, dan Primagama tahun 2008. Dalam penyusunan skripsi sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis melakukan penelitian dengan judul ’Penentuan prevalensi Cemaran Campylobacter jejuni Sampel Potongan Karkas Ayam di Wilayah Bogor dan Jakarta Menggunakan Metode Modifikasi BAM 2001’.di Laboratorium ITP FATETA-IPB dan bimbingan Dr. Ir. Harsi D. kusumaningrum
di BALITVET Cimanggu, dibawah
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama penyusunan skripsi dan studi di IPB penulis tentunya banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucakan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum selaku dosen pembimbing yang telah bersedia untuk meluangkan waktu, tenaga, pikiran serta kesabarannya dalam memberikan bimbingan, saran, dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dra. Suliantari MS atas kesediaannya sebagai dosen penguji skripsi 3. Didah Nur Faridah, STP, M.Si atas kesediaannya sebagai dosen penguji skripsi 4. Kedua orang tua tercinta atas kasih sayang, doa, nasihat, motivasi serta dukungan yang telah diberikan, semoga Allah SWT masih memberikan kesempatan untuk senantiasa dapat membahagiakan serta membalas kebaikan mereka. 5. Kedua adik perempuanku; Ratih Kumala Dewi dan Riyana Tri Astuti Istiqomah yang selalu memberikan perhatian, dukungan dan doa-doanya 6. Keluarga besar Klaten dan Boyolali atas dukungan dan doa-doanya selama ini 7. Sahabat dan saudaraku Aris Dwi Toha yang telah banyak membantu dan berbagi ilmu serta kisah hidup selama ini. Thanks Bro!! 8. Teman-teman satu perguruan; Aris, Aldilla, Marcel, Adi, dan Krisya atas kebersamaan dam kekompakannya selama ini. Tetap semangat yah! 9. Anak-anak Wisma CLA-X, Villa Coklat; Yodi, Catur, Haris, Bram, Andri, Hanif, Niko dan mas Deny atas kebersamaannya selama ini.
10. Teman-teman TPG 41 atas kisah dan kenangan yang telah diberikan selama empat tahun ini. 11. Saudara-saudaraku KMK 41 atas kreatifitas, kerjasama, kebersamaan dan kekompakannya selama ini. 12. Teman-teman ITP 42, 43 dan KMK 42, 43 13. Para Scientist muda FORCES angkatan 2; Syaefudin, Tetuko, Assyaukani, dan angkatan 3; Fahmi, Hari Bowo. Mereka adalah oarng-orang yang dimuliakan Allah karena ilmu. 14. Rekan-rekanku calon S1 dan S2 di Laboratorium Mikrobiologi ITP dan PAU, khususnya Kak Via terima kasih buat bahan referensinya. Sukses ya kak! 15. Teman-teman yang sering bareng satu kelompok praktikum; Chabib, Rani, Qia, Arum, Sukma, Cici, Amel, dan Ofa. Terima kasih buat kerjasama dan bantuannya selama praktikum. 16. Teknisi Laboratorium ITP; Mas Edi, Pak Koko, Pak Gatot, Teknisi Laboratorium Mikrobiologi PAU; Mbak Ari dan Teknisi Laboratorium Bakteorologi BALITVET; pak Tono. Terima kasih atas bantuannya 17. Beberapa orang yang pernah secara spesial memberikan perhatian, motivasi, dan doanya dalam empat tahun ini. Terima kasih atas semua rasa yang telah diberikan. 18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas kontribusinya sehingga skripsi ini dapat selesai disusun. Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua .
Bogor, Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK KATA PENGANTAR...................................................................................
i
DAFTAR ISI...................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
viii
PENDAHULUAN .....................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG..........................................................................
1
B. TUJUAN PENELITIAN ......................................................................
3
C. MANFAAT PENELITIAN ..................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................
4
A. CAMPYLOBACTER spp.......................................................................
4
B. CAMPYLOBACTERIOSIS ....................................................................
6
C. KARKAS AYAM ................................................................................
8
D. MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM ................................................. .
10
E. METODE ISOLASI CAMPYLOBACTER .............................................
11
I.
F. MEDIA AGAR SELEKTIF DALAM ISOLASI
CAMPYLOBACTER .............................................................................
17
1. Skirrow’s Agar ................................................................................
17
2. mCCDA ......................................................................................
18
3. CBPA...........................................................................................
20
4. Campylobacter Agar Base (Karmali) ..............................................
20
5. CAT media......................................................................................
21
6. Campy-BAP ............................................................................. .... ....
22
G. MEDIA PENGKAYA DALAM ISOLASI CAMPYLOBACTER ..............................................................................
22
1. Buffered Pepton Water (BPW) .........................................................
23
2. Bolton Broth ......................................................................................
24
3. Campylobacter Enrichment Broth (CEB) ...........................................
25
4. Enrichment Broth dari Doyle dan Roman ...........................................
25
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ...................................................
27
A. BAHAN DAN ALAT ..........................................................................
27
B. METODE PENELITIAN .....................................................................
27
1.
Pengambilan Sampel Karkas Ayam ................................................
28
2.
Persiapan Media Isolasi C. jejuni ....................................................
29
3.
Persiapan Sampel, Isolasi, dan Penentuan Prevalensi Cemaran C. jejuni.............................................................................. 30 3.1 Persiapan Sampel .....................................................................
30
3.2 Isolasi C. jejuni dan Penentuan Prevalensi
4.
Cemaran C. jejuni .......................................................................
31
Pengidentifikasian dan Pengawetan Isolat C. jejuni .......................
34
4.1. Pengidentifikasian C. jejuni ......................................................
34
4.1.1. Uji Katalase ..................................................................
34
4.1.2. Pewarnaan Bakteri ..........................................................
34
4.1.3. Uji API-Campy ........................................................... ..... 35 4.2. Pengawetan Isolat Campylobacter jejuni..................................
35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
37
A. PROSES PENGAMBILAN SAMPEL .................................................
37
B. METODE ISOLASI CAMPYLOBACTER JEJUNI ................................... 40 C. MEDIA SELEKTIF DALAM ISOLASI
CAMPYLOBACTER JEJUNI ...............................................................
48
D. KONDISI ISOLASI CAMPYLOBACTER JEJUNI ...................... .........
51
E. IDENTIFIKASI CAMPYLOBACTER JEJUNI .............................. .........
53
1.
Uji Katalase........ ............................................................................
53
2.
Pewarnaan Sederhana .....................................................................
54
3.
Uji API-Campy ..............................................................................
56
F. PREVALENSI CEMARAN CAMPYLOBACTER JEJUNI...................
59
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
64
A. KESIMPULAN ....................................................................................
64
B. SARAN ...............................................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
66
LAMPIRAN ..............................................................................................
70
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Persyaratan standar tingkatan mutu karkas ayam menurut SNI 013924-1995 ................................................................................ 9
Tabel 2.
Prevalensi (%) dari 6 bakteri patogen terhadap manusia berasal dari karkas ayam .......................................................................
11
Tabel 3.
Penanaman kembali 70 strain C. jejuni pada lima media selektif Campylobacter ......................................................................... 19
Tabel 4.
Isolasi C. jejuni dari 70 sampel feses positif tersimulasi ............
19
Tabel 5.
Jumlah sampel di wilayah Bogor dan Jakarta ............................
37
Tabel 6.
Perbedaan tahapan-tahapan kedua metode penelitian dengan metode standar isolasi C. jejuni BAM 2001 .......................................... 41
Tabel 7.
Hasil isolasi C. jejuni dengan menggunakan beberapa metode................................... .................................................... . 45
Tabel 8.
Tahapan-tahapan dari dua metode isolasi C. jejuni penelitian sebelumnya. ..............................................................................
46
Hasil isolasi C. jejuni dengan media CBPA dab mCCDA .........
50
Tabel 10. Hasil identifikasi Campylobacter dengan API-Campy ..............
58
Tabel 11. Prevalensi cemaran C. jejuni di wilayah Bogor dan Jakarta........
59
Tabel 9.
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Diagram Alir Metode Isolasi C. jejuni BAM 2001................
14
Gambar 2.
The bubbler system..................................................................
15
Gambar 3.
Diagram Alir Persiapan Sampel dan Isolasi C. jejuni dengan Metode Modifikasi I BAM 2001.……………………
Gambar 4.
Diagram Alir Persiapan Sampel dan Isolasi C. jejuni dengan Metode Modifikasi II BAM 2001……………………
Gambar 5.
32
33
Penataan karkas ayam dan bagian ayam yang lain di pasar Tradisional...................................................................
38
Gambar 6.
Koloni diduga C. jejuni pada media CBPA dan mCCDA .......
50
Gambar 7.
Tabung gas, anoxomat, dan jar anaerob.........................
52
Gambar 8.
Jar anaerob didalam inkubator 42 0C ...............................
53
Gambar 9.
Morfologi yang diduga C jejuni (perbesaran 1000x)................
55
Gambar 10. Morfologi C. jejuni saat 2 jam setelah inkubasi 42 0C selama 48 jam ............................................................................
56
Gambar 11. Hasil uji API-Campy.......................................................
57
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Diagram Alir Persiapan Media Agar mCCDA……………..
71
Lampiran 2.
Diagram Alir Persiapan Media Agar CBPA……………….
72
Lampiran 3.
Hasil Isolasi Campylobacter jejuni pada Sampel Karkas Ayam Berbagai Pasar di Wilayah Bogor ....................................... 73
Lampiran 4.
Hasil Isolasi Campylobacter jejuni pada Sampel Karkas Ayam Berbagai Pasar di Wilayah Jakarta ...................................... 75
Lampiran 5.
Sheet hasil pembacaan uji API-Campy Sampel Foodmart Matahari Jakarta Selatan .........................
Lampiran 6.
77
Sheet hasil pembacaan uji API-Campy Sampel Pasar Rawamangun Jakarta Timur .................. .........
78
Lampiran 7.
Tabel Profil Numerikal ............................................... ….. ...
79
Lampiran 8.
Tabel Identifikasi dari Hasil Uji API-Campy ............... ........... 82
Lampiran 9.
Tabel Pembacaan Uji API-Campy .......................................
83
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu komoditi peternakan yang dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani pada khususnya, karena protein hewani mensuplai asam amino yang lebih lengkap bagi tubuh dibandingkan protein nabati (Muchtadi et al, 1992). Selain sebagai sumber protein dan lemak yang tinggi, daging ayam juga mengandung beberapa mineral essensial. Peningkatan konsumsi daging ayam sebesar 59 % per tahun pada kurun 5 tahun terakhir tidak diikuti dengan peningkatan sarana, dan prasarana. Belum memadainya sarana dan prasarana dari peternakan sedikit banyak berpengaruh terhadap mutu dan keamanan pangan dari daging ayam. Keamanan pangan adalah prasyarat utama yang harus dipertimbangkan sebelum beranjak kepada terpenuhinya prasyarat pangan lain. Oleh sebab itu, keamanan pangan dari daging ayam yang dikonsumsi masyarakat perlu mendapat perhatian. Kurang tanggapnya masyarakat terhadap aspek keamanan pangan ini telah melahirkan berbagai macam kasus keracunan pangan akibat kontaminasi bahan kimia beracun maupun mikroba patogen pada bahan pangan, atau lebih dikenal dengan istilah Foodborne disease cases. Salah satu gejala foodborne disease akibat kontaminasi mikroba patogen yaitu diare. Salah satu mikroorganisme penyebab diare yang utama di seluruh dunia adalah Campylobacter jejuni; yang merupakan salah satu spesies dari Campylobacter spp. (Rutherford dan Klein, 2003). Penyakit atau infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Campylobacter
secara
umum
dikenal
dengan
istilah
Campylobacteriosis Kasus penyakit diare akibat terinfeksi bakteri Campylobacter dan kasus Campylobacteriosis di beberapa negara telah banyak dilaporkan, misalnya di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 2,5 juta penderita campylobacteriosis dan 124 penderita meninggal setiap tahunnya (Hu dan Kopecko, 2003). Pada tahun 1998 kasus infeksi Campylobacter juga
dilaporkan di Belanda sebanyak 3.398 kasus, di Denmark sebanyak 3.372 kasus, di Spanyol sebanyak 4.382 kasus (Schmidt et al, 2001). Swedish Institute for Infection Desease Control melaporkan bahwa pada tahun 2007 total 7106 kasus Campylobacteriosis terjadi di Swedia, dengan 77,45 kasus setiap 100.000 populasi. Sedangkan di Indonesia, dari 21.763 penderita diare sekitar 3.6% nya disebabkan karena C. jejuni (Tjaniadi et al. (2003)). Selain penyakit diare, Campylobacter juga menyebabkan Campylobacteriosis yang lain seperti infeksi radang usus, yang dapat menyebabkan kematian atau kerusakan neurilogical yang serius. Campylobacter awalnya dikenal sebagai mikroorganisme yang dikaitkan dengan sejumlah penyakit yang terjadi pada hewan. Namun selama sepuluh tahun terakhir didapat data bahwa bakteri ini merupakan penyebab diare yang utama dan infeksi radang usus pada manusia (Kusumaningrum et al.,
2004). Infeksi Campylobacter jejuni atau Campylobacteriosis dapat
disebabkan oleh pengkonsumsian susu mentah atau susu yang mengalami proses pasteurisasi tidak sempurna, pengkonsumsian air minum yang tidak terklorinasi, maupun akibat adanya kontaminasi silang selama proses persiapan bahan pangan. Namun, pengkonsumsian daging unggas khususnya ayam, yang kurang matang diduga merupakan penyebab utama terjadinya Campylobacteriosis. Hal ini didasarkan pada data yang menyebutkan bahwa hampir 98% bakteri Campylobacter jejuni ditemukan pada karkas ayam dengan jumlah bakteri melebihi 103 CFU/g jaringan (Altekruse et al.,1999). Di Indonesia, penelitian tentang prevalensi cemaran Campylobacter jejuni pada produk bahan pangan masih jarang dilakukan. Mengingat besarnya resiko yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri C jejuni, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi cemaran bakteri ini. Khususnya pada produk karkas ayam yang merupakan produk utama yang banyak tercemar bakteri C jejuni. Informasi tentang besarnya prevalensi cemaran C jejuni pada produk karkas ayam yang dijual di pasar tradisional maupun di supermarket, akan dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat dalam membeli, dan mengkonsumsi produk karkas ayam.
Menurut Oettinger (1995), bahwa dampak konsumsi pangan yang diterima oleh anak, dari usia balita sampai pra sekolah, tidak hanya dirasakan pada masa itu, melainkan akan terus berlanjut. Makanan yang baik dan aman akan memberikan dampak yang baik terhadap kesehatan, sedangkan makanan yang kurang aman, terkontaminasi bahan kimia beracun maupun mikroba patogen akan menyebabkan dampak yang buruk, tidak hanya sekarang tapi juga masa mendatang. Untuk itulah, aspek keamanan pangan harus menjadi perhatian utama masyarakat dalam mengelola keberadaan pangan. Maka dengan adanya identifikasi prevalensi cemaran C. jejuni pada karkas ayam diharapkan mampu menaikkan tingkat kesadaran masyarakat terhadap aspek keamanan akan bahan pangan yang mereka konsumsi.
B. Tujuan dan sasaran Penelitian ini bertujuan untuk menentukan prevalensi cemaran Campylobacter jejuni pada karkas ayam yang dijual pada berbagai pasar tradisional dan pasar modern (supermarket) di wilayah Bogor dan Jakarta. Selain itu juga bertujuan untuk melihat keefektifan beberapa metode dan media dalam isolasi C. jejuni
C. Manfaat Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai prevalensi cemaran Campylobacter jejuni pada karkas ayam yang dijual oleh para pedagang pada berbagai pasar tradisional dan pasar modern (supermarket) di wilayah Bogor dan Jakarta sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat dalam mengkonsumsi karkas ayam agar terjamin keamanan pangannya terutama terhadap kontaminasi mikroba patogen. Selain itu, hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah / dinas peternakan dan dinas perdagangan yaitu berupa informasi ilmiah untuk dasar pengawasan dan pengambilan kebijakan terkait komoditas daging ayam.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. CAMPYLOBACTER spp. Campylobacter awalnya dikenal sebagai bakteri yang menyebabkan infeksi dan aborsi pada domba, sapi dan hewan ternak. Namun, dalam dua puluh tahun terakhir, bakteri ini ternyata diketahui sebagai bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi pada sistem pencernaan manusia. Bahkan lebih sering daripada Salmonella dan Shigella. Pada awalnya, Campylobacter disebut vibrio, karena bentuknya yang bergelombang dan seperti spiral. Pada awal 1970, mikroba ini diklasifikasikan dalam genus Campylobacter (Cappucino dan Sterman, 1993). Hal ini didasarkan atas ditemukannya fakta bahwa Campylobacter tidak dapat memfermentasikan karbohidrat selayaknya bakteri vibrio lainnya dan Campylobacter juga mengandung basa guanin dan sitosin pada DNA-nya (Veron dan Chatelain dalam Doyle, 1989) Menurut Anonim a (2005), klasifikasi Campylobacter adalah sebagai berikut: Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Proteobacteria
Kelas
: Epsilon Proteobacteria
Ordo
: Campylobacterales
Famili
: Campylobacteraceae
Genus
: Campylobacter
Karakteristik morfologi dari spesies Campylobacter yaitu berukuran sangat kecil (lebar 0.2 sampai 0.5 m dan panjang 0.5 sampai 5 m), berbentuk batang bergelombang, tipis, ada juga yang berbentuk zig-zag atau seperti spiral, tidak membentuk spora, merupakan bakteri gram negatif, katalase positif, dapat mereduksi nitrat, tidak dapat menghidrolisis gelatin/urea dan sangat motil yaitu dengan mengunakan flagel yang terdapat pada satu atau dua ujung tubuhnya. Campylobacter jejuni tidak dapat memfermentasi karbohidrat, sehingga energi diperoleh dari asam amino atau dari komponenkomponen intermediet pada siklus asam trikarboksilat. Campylobacter
merupakan bakteri yang bersifat mikroaerofilik yaitu dapat tumbuh optimal dengan kadar oksigen rendah. Komposisi gas atmosfer untuk pertumbuhan C. jejuni yaitu 5% O2, 10% CO2, dan 85% N2 (Stern et al., 1992). Semua Campylobacter dapat tumbuh pada suhu 37oC, sedangkan spesies Campylobacter termofilik seperti C. jejuni, C. lari, dan C. coli dapat tumbuh dengan baik pada 42oC (Hu dan Kopecko, 2003). Walau begitu, ada beberapa perbedaan karakter antara C. jejuni dan C. coli yaitu C. jejuni tidak dapat tumbuh pada suhu 30.5 0C, dapat menghidrolisis hippurate, sensitif terhadap 2,3,5 triphenyltetrazolium chloride (TTC), sedangkan C. coli memiliki karakter yang berkebalikan.
Pada media pertumbuhan, semua
Campylobacter tumbuh dengan baik pada pH 5.5-8.0 dan keberadaan NaCl 1.75%. Nilai pH optimum untuk pertumbuhan C. jejuni yaitu pada kisaran 6.57.5 dan tidak tumbuh pada pH di bawah 4.9 (Stern et al., 1992). Campylobacter lebih sensitif daripada bakteri patogen lain terhadap kondisi kering, panas, asam, disinfektan, dan irradiasi. Sehingga bakteri ini baik tumbuh pada kondisi in vivo. Campylobacter memerlukan kondisi khusus untuk dapat diisolasi dan ditumbuhkan, seperti kondisi udara yang harus rendah kadar oksigennya, suhu yang sesuai, dan memerlukan media yang selektif. Jika kondisi ini tidak terpenuhi maka akan sulit melakukan isolasi Campylobacter seperti C. jejuni. Karena sifatnya yang sensitif, C. jejuni mudah mengalami perubahan morfologi dari bentuk batang bergelombang menjadi bentuk kokus. Perubahan morfologi ini mudah terjadi jika kondisi lingkungan tinggi kadar oksigennya dan saat C. jejuni telah memasuki fase stasioner pertumbuhannya. Pada saat C. jejuni memasuki fase stasioner, maka bakteri ini sulit untuk diisolasi karena sifatnya berubah menjadi non culturable dan bentuknya menjadi kokus (Doyle, 1989) Campylobacter dapat bertahan dalam air pada suhu 4oC selama beberapa minggu, dan dapat bertahan pada suhu di atas 15oC selama beberapa hari. Menurut McClure dan Blackburn (2003), umumnya Campylobacter tidak dapat bertahan sebaik bakteri patogen lain seperti Salmonella, tetapi bakteri ini dapat bertahan lama dalam makanan yang disimpan pada suhu rendah. Menurut Stern et al. (1992), C. jejuni tahan pada makanan yang disimpan
dalam suhu 4-7oC, tetapi bakteri ini tidak dapat tumbuh pada suhu pembekuan. Campylobacter dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok berdasarkan uji katalase yaitu Campylobacter katalase positif dan katalase negatif. Umumnya penyebab penyakit pada manusia dan infeksi pada hewan ternak disebabkan oleh Campylobacter katalase positif, seperti C. jejuni, C. coli, dan C. laridis. Namun salah satu spesies Campylobacter katalase negatif juga dapat menjadi penyebab penyakit pada manusia seperti C. upsaliensis (Stern et al., 1992).
B. CAMPYLOBACTERIOSIS Campylobacteriosis adalah istilah untuk penyakit atau infeksi yang disebabkan oleh genus bakteri Campylobacter. Umumnya, penyakit atau infeksi yang disebabkan oleh Campylobacter adalah penyakit atau infeksi yang berhubungan dengan sistem pencernaan. Hampir semua jenis Campylobacter yang tergolong bakteri katalase positif dapat menyebabkan penyakit atau infeksi pada manusia maupun pada hewan ternak. Dari semua jenis Campylobacter, C. jejuni diduga sebagai penyebab utama infeksi yaitu sekitar 80-90% kasus campylobacteriosis. Bakteri ini merupakan bakteri sporadik penyebab foodborne disease. Spesies Campylobacter mempunyai kemampuan menginfeksi yang tinggi, sekitar 500 - 10.000 sel Campylobacter dapat menyebabkan infeksi. Namun hal ini tidak mutlak, karena tergantung juga dengan jenis Campylobacter, kerusakan sel akibat tekanan kondisi lingkungan, dan ketahanan inangnya (BAM, 2001). Campylobacter jejuni rentan pada kondisi lingkungan stress (tertekan) tidak dapat hidup dengan baik dalam makanan, sehingga relatif mudah untuk dikendalikan. Jenis Campylobacter yang lain seperti C. coli bertanggung jawab sekitar 7% kasus campylobacteriosis pada manusia, tetapi di beberapa daerah (seperti Afrika tengah dan Zagreb) kasus tersebut berkisar 35-40%. C. upsaliensis dan C. lari telah diisolasi dari penderita diare, dan bertanggung jawab sekitar 1% kasus campylobacteriosis pada manusia (McClure dan Blackburn, 2003).
Perhatian para pakar mikrobiologi mulai tertuju untuk meneliti bakteri ini sejak diketahui fakta bahwa semakin tingginya angka kematian manusia akibat terinfeksi C. jejuni. Beberapa kasus infeksi C. jejuni telah dilaporkan di beberapa negara, misalnya di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 2,5 juta penderita Campylobacteriosis dan 124 penderita meninggal setiap tahunnya (Hu dan Kopecko, 2003). Pada tahun 1998 kasus infeksi Campylobacter juga dilaporkan di Belanda sebanyak 3.398 kasus, di Denmark sebanyak 3.372 kasus, di Spanyol sebanyak 4.382 kasus (Schmidt et al., 2001). Swedish Institute for Infection Desease Control melaporkan bahwa pada tahun 2007 sekitar 7.106 kasus campylobacteriosis terjadi di Swedia, dengan 77,45 kasus setiap 100.000 populasi. Sedangkan di Indonesia, dari 21.763 penderita Campylobacteriosis sekitar 3.6% nya juga disebabkan karena C. jejuni (Tjaniadi et al., 2003). Umumnya, manusia yang terinfeksi Campylobacter mendapatkan gejala seperti muntah, sakit perut, diare, demam, sakit kepala, dan sakit punggung, dan jika sudah akut dapat menyebabkan kematian. Menurut Skirrow dalam Doyle (1989), diketahui bahwa setengah dari pasien yang terinfeksi Campylobacter berumur 15-44 tahun, dan dari yang setengah itu didominasi oleh anak-anak muda. Bakteri Campylobacter paling banyak diisolasi dari daging unggas khususnya ayam. Hal ini didasarkan pada data yang menyebutkan bahwa hampir 98% bakteri Campylobacter jejuni ditemukan pada karkas ayam dengan jumlah bakteri melebihi 103 CFU/g jaringan (Altekruse et al.,1999). Pengkonsumsian daging ayam yang kurang matang saat pemasakan, dapat menjadi penyebab utama infeksi Campylobacter. Selain itu, pengkonsumsian susu
mentah,
susu
yang
mengalami
pesteurisasi
tidak
sempurna,
pengkonsumsian air yang tidak terklorinasi, serta kontaminasi silang saat persiapan bahan pangan juga dapat menjadi penyebab lain infeksi bakteri ini.
C. KARKAS AYAM Karkas ayam merupakan bentuk keseluruhan ayam potong tanpa bulu, kepala, kaki, dan jeroan. Definisi karkas ayam pedaging menurut SNI 013924-1995 ialah bagian dari ayam pedaging hidup, setelah dipotong, dibului, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (BSN, 1995). Menurut cara pemotongannya, karkas dibagi menjadi karkas utuh, potongan separuh (halves), potongan seperempat (quartes), potongan-potongan bagian badan (chiken part atau cut up), dan debone, yaitu karkas ayam tanpa tulang atau tanpa kulit dan tulang. Tahaptahap mendapatkan karkas yaitu: Tahap Pertama, pemeriksaan kesehatan ayam. Hanya ayam yang benar-benar sehat yang dipotong. Ayam hidup yang umum dipotong berumur antara 8-12 minggu (Henrickson, 1978). Tahap kedua adalah penyembelihan, penuntasan darah, pencelupan dalam air mendidih dengan tujuan memudahkan proses pencabutan bulu, lalu pencabutan bulu; dan Tahap terakhir adalah dressing, meliputi pemotongan kaki, pengambilan jeroan dan pencucian. Menurut Moutney (1983), daging ayam merupakan sumber protein tertinggi. Disamping itu bila ditinjau dari kandungan gizinya, daging ayam merupakan bahan pangan yang berkualitas tinggi. Daging ayam tersusun dari komponen-komponen protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, air, dan pigmen. Kadar masing-masing komponen tersebut berbeda-beda tergantung pada jenis / ras, umur atau jenis kelamin unggas. Bahkan pada karkas yang sama, komponen-komponen tersebut kadarnya dapat berbeda antara bagian yang satu dengan yang lain (Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Ciri-ciri karkas ayam yang baik yaitu bentuk karkas padat atau kompak, perlemakan menyebar rata di bawah kulit yang menutupi seluruh bagian karkas, kulit harus utuh (tidak memar, tidak sobek, warna kulit agak kekuningan, bebas dari bulu-bulu jarum), dan tidak dijumpai tulang-tulang patah. Daging ayam kaya akan protein sehingga kerusakan bahan makanan berprotein tinggi yaitu bau busuk khas protein. Adapun kerusakan lainnya pada daging ayam yaitu kerusakan struktur jaringan (lembek) dan warna yang
tidak normal (SHE CPI, 2006). Persyaratan standar tingkatan mutu karkas ayam menurut SNI 01-3924-1995 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan standar tingkatan mutu karkas ayam menurut SNI 013924-1995 Tingkatan Mutu No Faktor Mutu Mutu I Mutu II Mutu III 1 2 3 4 5 Boleh ada cacat sedikit tetapi Boleh cacat 1 Konformasi Sempurna tidak ada pada sedikit bagian dada dan paha 2 Perdagingan Tebal Sedang Tipis 3 Perlemakan Cukup Cukup Tipis Tulang boleh ada Tulang sempurna, yang patah, ujung tulang boleh sayap boleh 4 Keutuhan Sempurna sobek sedikit, terlepas. Boleh tetapi tidak pada ada kulit yang bagian dada sobek, tetapi tidak terlalu lebar Bebas dari Boleh ada memar Boleh ada memar memar sedikit tetapi Perubahan sedikit tetapi 5 dan tidak pada bagian warna tidak ada “Frozen ”Frozen dada dan tidak burn” burn” “Frozen burn” Boleh ada bulu Bebas dari jarum sedikit Boleh ada bulu 6 kebersihan bulu yang menyebar, jarum sedikit jarum tetapi tidak pada bagian dada Karkas ayam banyak terdapat di pasar tradisional maupun pasar modern (supermarket). Karkas ayam yang dijual di pasar tradisional, umumnya hanya ditempatkan pada meja atau bangku tanpa dikondisikan pada penyimpanan dingin. Selain itu, karkas ayam yang dijual di pasar tradisonal rentan dengan bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan. Seperti digunakannya formalin oleh beberapa pedagang
untuk mempertahankan
kesegaran karkas ayam. Sedangkan karkas ayam yang dijual di pasar modern (supermarket) umumnya lebih bersih dan penyimpanannya pun dilakukan pada kondisi penyimpanan suhu dingin (refrigerator). Menurut SNI 01-3924-
1995, karkas ayam harus disimpan pada suhu dingin untuk menghindari pembusukan dari bakteri, khamir, dan kapang. Untuk penyimpanan tidak lebih dari 2 hari, karkas ayam dapat disimpan pada suhu tidak lebih dari 10 0C, dan untuk penyimpanan jangka panjang, karkas ayam dapat dibekukan Karkas ayam memiliki komposisi nutrisi dan ketersediaan air yang cukup untuk pertumbuhan mikroorganisme. Karena itu jika penanganan karkas kurang baik maka kontaminasi mikroorganisme pada karkas sangat mungkin
terjadi
sehingga
mikroorganisme
berkembang
dan
dapat
mempengaruhi masa simpan karkas. Kontamninasi mikroorganisme karkas ayam biasanya berasal dari bulu dan isi saluran pencernaan (Grau, 1986)
D. MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM Jaringan hewan sehat umumnya bebas dari bakteri pada saat dipotong, tetapi ketika diperiksa daging segar pada tingkat penjual retail selalu ditemukan berbagai jenis dan jumlah mikroorganisme (Jay, 1997). Sumber kontaminasi mikroorganisme pada daging segar berasal dari pisau pemotong, bagian yang tersembunyi dari daging, saluran pencernaan, tangan manusia, wadah, penanganan dan penyimpanan. Kemampuan pertumbuhan mikroorganisme dalam daging dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi ketersediaan nutrisi, pH, aktivitas air (a w) yang terdapat dalam daging, potensi oksidasi-reduksi, dan ada tidaknya substansi penghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Sedangkan
faktor
ekstrinsik
meliputi
suhu
ruang
penyimpanan, kelembaban relatif dan kondisi oksigen atmosfir (Jay, 1997). Mikroba yang mencemari karkas dapat berupa mikroorganisme pembusuk yang dapat menurunkan mutu dan kelayakan karkas serta berpengaruh terhadap nilai
ekonomis. Mikroba lainnya adalah mikroba
patogen yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Data yang diperoleh dari Food Safety Inspection Servise (FSIS) yang telah melakukan penyelidikan tentang mikroorganisme produk hewan, memperlihatkan bahwa terdapat enam bakteri patogen yang sering terdapat pada daging ayam. Bakteri patogen tersebut adalah Salmonella sp., Escherichia coli O157:H7, Campylobacter sp.,
Listeria monocytogenes, Clostridium perfringens dan Staphylococcus aureus (Dreesen, 1998). Prevalensi dari enam bakteri patogen tersebut pada karkas dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Prevalensi (%) dari 6 bakteri patogen terhadap manusia berasal dari karkas ayam (ICGFI, 1999) Bakteri Patogen Campylobacter sp. Clostridium perfringens Escherichia coli O157:H7 Salmonella sp. Staphylococcus aureus Listeria monocytogenes
Prevalensi (%) 0-100 63 1,5 0-100 88 5
Menurut Poeloengan dan Noor (2003), C. jejuni mengkontaminasi karkas ayam bagian punggung hingga tunggir lebih tinggi jika dibandingkan dengan bagian dada, paha, dan hati-ampela ayam. Hal ini terjadi kemungkinan karena pada waktu memproses ayam mulai dari pengulitan bulu sampai eviserasi (pengeluaran organ) sangat mudah sekali terjadi kontaminasi dari saluran pencernaan.
E. METODE ISOLASI CAMPYLOBACTER Banyak
metode
yang
dapat
digunakan
untuk
mengisolasi
Campylobacter jejuni dari sampel. Metode-metode ini dirancang dengan memperhatikan kondisi dan prasyarat tumbuhnya Campylobacter. Hal ini dikarenakan bakteri ini sulit untuk diisolasi berkaitan dengan sifatnya yang dapat menjadi sel yang Viable but Non Culturable. Beberapa metode isolasi C. jejuni diantaranya metode isolasi awal yang dikembangkan oleh Skirrow, metode isolasi yang dikembangkan oleh Doyle, metode standar isolasi C. jejuni yang dikeluarkan oleh BAM tahun 2001, sampai metode paling mutakhir menggunakan uji berdasarkan DNA homolog dan penggunaan Polymerase Chain reaction (PCR) (McClure dan Blackburn, 2003). Metode – metode yang ada merupakan hasil pengembangan dan modifikasi metode sebelumnya untuk tujuan tertentu serta disesuaikan dengan jenis sampel yang
akan dianalisis. Perbedaan antara metode-metode tersebut terletak pada perbedaan kondisi suhu dan komposisi udara saat inkubasi. Selain itu juga terletak pada perbedaan media pengkaya dan media agar selektif yang digunakan dalam isolasi. Sampel yang akan diisolasi Campylobacter harus dikondisikan pada suhu rendah dan kondisi vakum agar keberadaan Campylobacter pada sampel tidak mengalami perubahan. Untuk mengkondisikan suhu rendah sampel dapat dimasukkan kedalam coolbox. Sampel didalam coolbox harus dianalisa dan diisolasi Campylobacter jejuni kurang dari 4 jam setelah sampel tersebut diambil. Jika sampel dikondisikan vakum terlebih dahulu dan kemudian disimpan pada suhu freezer, maka analisa dan isolasi Campylobacter jejuni dapat dilakukan pada hari yang berbeda. Pada metode standar isolasi C. jejuni berdasarkan BAM (2001), proses isolasi C. jejuni dimulai dengan persiapan sampel. Sebenarnya, ada dua metode dalam persiapan sampel. Metode yang pertama adalah metode swab (usap). Metode ini banyak digunakan untuk isolasi bakteri Campylobacter pada sampel berupa daging hewan kebanyakan yang mempunyai luas permukaan yang lebar. Pada metode ini daging yang telah disiapkan di-swab atau diusap menggunakan batang pengusap steril, kemudian batang pengusap ini dimasukkan kedalam larutan buffer steril atau sejenisnya dan dicuci. Larutan hasil pencucian inilah yang kemudian digunakan untuk tahap selanjutnya pada isolasi Campylobacter Pada BAM (2001), digunakan metode yang kedua yaitu metode rinsing, metode ini banyak digunakan untuk menyiapkan sampel berupa karkas ayam pada isolasi Campylobacter. Pada metode ini, sampel sebanyak 25 gram atau disesuaikan dengan kondisi sampel dimasukkan kedalam plastik steril, kemudian kedalam plastik steril ditambahkan 200 ml 0.1% Pepton Water (BPW). Setelah itu dilakukan proses pembilasan terhadap sampel selama 2 - 3 menit dengan cara rinsing (digosok-gosok). Selanjutnya, cairan bekas pembilasan sampel difiltrasi (disaring) menggunakan kain saring steril dan dimasukkan kedalam tabung sentrifuse 250 ml untuk dilakukan proses sentrifuse. Sentrifuse dilakukan selama 15 menit dengan kecepatan putaran
16.000 x g (8.000 rpm). Setelah proses sentrifuse selesai, supernatannya dibuang, sedangkan peletnya disuspensikan kedalam 10 ml 0.1% Pepton Water (BPW). Sebanyak 3ml campuran pelet kemudian dimasukkan kedalam 100 ml Bolton Broth. Selanjutnya, dilakukan isolasi C. jejuni yang dimulai dengan menambahkan 5% darah kuda lisis, dan suplemen antibiotik kedalam Bolton Broth. Dapat juga ditambahkan FBP (Supplement Growth Factor) untuk meningkatkan sifat aerotoleran Campylobacter. Setelah itu, dilakukan inkubasi pada suhu 37 0C selama 4 jam dibawah kondisi mikroaerofilik dan ini merupakan tahapan pra-pengkayaan. Setelah inkubasi selesai, inkubasi dilanjutkan dengan menaikkan suhu inkubasi menjadi 42
0
C dan ini
merupakan tahapan pengkayaan. Jika selama inkubasi dilakukan shaking pada media Broth, maka inkubasi dilakukan selama 23 – 24 jam. Jika tanpa shaking, inkubasi dilakukan selama 28 – 29 jam. Untuk beberapa jenis Campylobacter inkubasi dilakukan pada suhu 42 0C selama 48 jam dengan shaking pada media atau selama 52 jam jika tanpa shaking. Setelah inkubasi selama 24 – 48 jam, dilakukan pengenceran 1:100 (0.1 ml kedalam 9.9 ml 0.1% Pepton Water). Kemudian sebanyak 1 ml dipindahkan secara aseptis kedalam cawan petri dan dilakukan penuangan dengan media agar isolasi yang telah dipersiapkan. Setelah media agar mengeras, maka dilakukan inkubasi pada suhu 42 0C selama 24 – 48 jam dibawah kondisi mikroaerofilik. Setelah inkubasi selesai dapat dilakukan pengamatan dan pengawetan kultur terhadap koloni C. jejuni yang tumbuh. Diagram alir metode isolasi C. jejuni berdasarkan BAM 2001 dapat dilihat pada Gambar 1.
Sampel (25 gr karkas ayam)
Dimasukkan dalam plastik steril berisi 200 ml BPW 0.1%, rinsing selama 2-3 menit
Cairan pencuci karkas disaring dengan kain saring steril
Filtrat dimasukkan kedalam 250 ml tabung sentrifuse
Disentrifuse dengan kecepatan 16.000 x g (8.000 rpm) selama 15 menit
Cairan supernatan Pelet
Disuspensikan kedalam 10 ml larutan BPW 0.1%
3 ml campuran pelet dimasukkan kedalam 100 ml Bolton Broth, dan ditambahkan 5% darah kuda lisis dan suplemen preston
Diinkubasi pada 37oC selama 2-3 jam dalam kondisi mikroaerofilik
Diinkubasi kembali pada 42oC selama 48 jam dengan shaking dalam kondisi mikroaerofilik Dilakukan pengenceran 1:100 (0.1 ml kedalam 9.9 ml 0.1% Pepton Water), 1 ml dipindahkan ke cawan petri steril dan dituang dengan media selektif
Inkubasi pada 42oC selama 48 jam dalam kondisi mikroaerofilik Gambar 1. Diagram Alir Metode Isolasi C. jejuni Berdasarkan BAM 2001
Pada metode BAM 2001, analis atau peneliti dapat memilih satu dari tiga metode untuk memberikan kondisi mikroaerofilik pada media. Ketiga metode itu yaitu menggelembungkan campuran gas kedalam media, penggoyangan (shaking) media agar udara dapat masuk, atau inkubasi pada jar anaerob dengan atmosfir termodifikasi. Metode yang pertama dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penggelembungan (the bubbler system). Media (Broth) yang akan dikondisikan mikroaerofilik dimasukkan kedalam plastik rangkap dua. Tujuannya untuk mencegah kebocoran media akibat plastik robek saat proses penggoyangan (shaking) Kemudian pada bagian luar plastik ditambahkan 10 ml air dengan tujuan untuk mengoptimalkan pindah panas ke media (Broth). Setelah itu, plastik diletakkan kedalam keranjang stainless steel (4-6 plastik/keranjang) dengan memberikan ruang udara pada keranjang. Kemudian letakkan tip pipet 1 ml kedalam plastik dan ikat dengan kuat. Tip pipet ini terletak pada tabung yang terhubung dengan kran penggelembung (bubbler). Kran tabung gas kemudian dibuka dan diatur pada tekanan 4-6 lb dengan memutar ulir pengatur tekanan. Kondisi ini menyebabkan media didalam kantong plastik dialiri gelembung dengan kecepatan 2-3 gelembung per detik. The bubbler system dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. The bubbler system (BAM, 2001)
Pada metode kedua dengan penggoyangan media (Broth), media yang akan dikondisikan mikroaerofilik dimasukkan kedalam plastik, kemudian plastik tersebut diseal menggunakan panas. Salah satu bagian sudut plastik kemudian dipotong dan udara didalam plastik dikeluarkan dengan cara menekan plastik perlahan. Setelah itu, pipet dimasukkan kedalam plastik melalui sudut plastik yang berlubang, dan kran gas dibuka. Ruang diatas media (Broth) dialiri gas, dan setiap periode tertentu udara didalam plastik dikeluarkan. Proses ini diakhiri dengan pemberian gas pada plastik, kemudian dengan cepat plastik diseal dengan panas. Setelah itu, plastik dimasukkan kedalam keranjang, dan keranjang dipindahkan kedalam inkubator goyang (shaker incubator) dengan kecepatan 175-200 rpm. Metode ketiga untuk mengkondisikan mikroaerofilik pada media (Broth) dilakukan dengan sistem jar yang diberi gas. Menurut BAM (2001), media (Broth) yang akan dikondisikan mikroaerofilik ditempatkan pada plastik dengan jumlah Broth setiap plastik tidak boleh lebih dari 125 ml. Kemudian plastik dimasukkan kedalam jar. Jar kemudian dihubungkan dengan kran gas dari tabung melalui pipa. Setelah itu, jar dikondisikan vakum terlebih dahulu, baru diisi ulang dengan campuran gas sesuai kondisi mikroaerofilik. Tekanan pada jar setelah kondisi mikroaerofilik tercapai adalah sebesar 5-10 lb. Keunggulan metode ketiga ini adalah media (Broth) juga dapat ditempatkan pada labu erlenmeyer, tidak harus pada plastik seperti pada metode pertama dan kedua dalam pengkondisian mikroaerofilik. Pada metode ketiga, pengkondisian mikroaerofilik dalam jar dapat dibantu dengan alat anoxomat. Anoxomat merupakan alat elektronik yang dirancang untuk dapat mengatur komposisi udara yang akan masuk ke jar dari tabung gas. Komposisi udara yang akan dimasukkan ke jar dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan. Kondisi mikroaerofilik dalam jar anaerob dibuat melalui satu siklus yang terbagi kedalam dua fase; yaitu fase evakuasi dan fase penggantian. Pada fase evakuasi, oksigen yang ada di dalam jar yang besarnya 21%, dikeluarkan hingga kadar oksigen hanya 6%. Untuk mencapai kadar ini, program mikroaerofilik standar (anoxomat) harus mengeluarkan udara sampai
tekanan udaranya 297 mbar. Pada fase penggantian, sejumlah udara yang dikeluarkan dari jar, digantikan dengan campuran gas bebas oksigen yang berasal dari tabung gas. Tekanan udara pada kondisi ini mencapai 1040 mbar. Saat kondisi mikroaerofilik tercapai, tekanan udara akhir dalam jar anaerob adalah 1620 mbar. Anoxomat mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi, dengan deviasi kurang dari 0.5% (Mart Microbiology, 2004)
F. MEDIA AGAR SELEKTIF CAMPYLOBACTER Media agar untuk isolasi C. jejuni dari bahan pangan diformulasikan dari kebutuhan ilmu mikrobiologi klinik. Media selektif ini dikembangkan untuk memulihkan mikroba yang diambil dari penderita radang usus, dan kemudian digunakan untuk mengisolasi C. jejuni dari bahan pangan. Beberapa media selektif yang banyak digunakan adalah Skirrow media, mCCDA (Modified Campylobacter Blood-Free Selective Agar Base), CBPA (Columbia Blood Preston Agar), media Karmali agar (Campylobacter Agar BaseSuplemen Karmali), CAT (cefoperazone amphotericin teichoplanin), CampyBAP dan Butzler media 1. Skirrow’s Agar Merupakan media agar pertama yang dipakai pada metode isolasi C. jejuni yang dikembangkan oleh Skirrow. Skirrow merupakan peneliti pertama yang banyak meneliti tentang Campylobacter. Banyak hasil penelitiannya yang kemudian dikembangkan untuk mendapatkan media, dan metode isolasi Campylobacter yang lebih efektif. Bahan penyusun Skirrow’s agar adalah pepton dan soy protein base agar yang ditambahkan dengan darah lisis kuda dan vancomycin, polymyxin B, serta trimethoprim. Senyawa vancomycin dalam media ini berfungsi untuk menghambat tumbuhnya bakteri gram positif, polymyxin berfungsi sebagai antifungal, sedangkan trimethoprim berfungsi sebagai papan spektrum saat pengamatan menggunakan spektrum cahaya tertentu.
2. mCCDA (Modified Campylobacter Blood-Free Selective Agar Base) mCCDA merupakan media selektif yang dimodifikasi dari media CCDA (Charcoal Cefoperazone Deoxycholate agar), yang digunakan untuk isolasi Campylobacter jejuni, C. coli dan C. laridis (Bridson, 1998) Media mCCDA dibuat berdasarkan formulasi dari Bolton et al (1984) yang dikembangkan dengan mengganti darah dengan charcoal, ferrous sulfate, dan sodium pyruvate. Peningkatan daya selektifitas media ini terlihat ketika cephazolin pada formulasi asli diganti dengan cefoperazone sebagai bahan selektif. Amphotericin B ditambahkan pada formula media ini untuk menghambat pertumbuhan kontaminan jamur dan kapang saat inkubasi suhu 37 0C. Media mCCDA dan media Campy-BAP memiliki kecepatan pendeteksian yang sama untuk bakteri termofilik Campylobacter (Rice et al., 1996). Pada studi kesehatan anak anjing dan anak kucing terhadap keberadaan spesies Campylobacter, diketahui bahwa media mCCDA merupakan media paling sesuai dan paling efektif untuk identifikasi C. upsaliensis daripada media CAT (Hald, et al., 1997). Menurut Humphrey et al (1997), mCCDA diketahui sebagai media yang paling sesuai untuk isolasi Campylobacter spp. dari sampel non klinis dengan pengkayaan Exeter broth. Media ini banyak digunakan di luar negeri karena merupakan media yang paling sensitif untuk isolasi C. jejuni pada bahan pangan (Maff (1993) dalam Poeloengan dan Noor (2003)). Persiapan media mCCDA tidak memerlukan penambahan darah lisis, cukup dengan penambahan suplemen antibiotik Oxoid SR0155. Peran darah lisis digantikan oleh senyawa charcoal, sodium pyruvate dan ferrous sulfate yang terdapat pada media tersebut. Selain itu, media mCCDA juga mengandung senyawa cefoperazone yang mampu menghambat pertumbuhan Campylobacter jenis lain (Bolton dan Robertson, 1982). Penambahan suplemen Oxoid SR0155 pada media mCCDA berfungsi sebagai suplemen pertumbuhan bagi Campylobacter dan merupakan antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri selain Campylobacter.
Bentuk morfologi koloni Campylobacter dapat digunakan sebagai panduan untuk identifikasi jenis Campylobacter. C. jejuni koloninya berwarna abu-abu, datar, sedikit basah dan menyebar. Beberapa strain yang lain mempunyai koloni berwarna hijau, tampak kering, dengan atau tanpa warna metalik. Sedangkan strain C. coli cenderung berwarna krem-abu-abu, sedikit basah, cerah dan mempunyai koloni yang berlainan (Bridson, 1998). Perbedaan antara mCCDA dengan CCDA adalah pada penambahan yeast extract pada media mCCDA. Media mCCDA atau CCDA lebih akurat jika dibandingkan dengan media Butzler’s agar. CCDA mampu mengisolasi C. jejuni hampir 93,6% sedangkan Butzler’s agar hanya 76,6% saja. CCDA memiliki tingkat ketelitian yang sangat tinggi (kesalahannya kurang dari 0,0001). Gun-Monro et al (1987), berdasarkan hasil evaluasi klinis dan laboratorium terhadap beberapa media isolasi Campylobacter, menyampaikan data keefektifan media isolasi Campylobacter seperti pada Tabel 3 dan 4.
Tabel 3. Penanaman kembali 70 strain C. jejuni pada lima media selektif Campylobacter Media Jumlah koloni P valueb Blood agar Kontrol 7.95 ± 0.36 Skirrow 7.82 ± 0.48 Nsc Butzler 7.77 ± 0.51 <0.05 Blaser-Wang 7.70 ± 0.56 <0.05 Preston 7.76 ± 0.52 <0.05 Modified CCDA 7.91 ± 0.36 NS Tabel 4. Isolasi C. jejuni dari 70 sampel feses positif tersimulasi Media Blood agar Kontrol Skirrow Butzler Blaser-Wang Preston Modified CCDA
24 jam 69 (99%) 39 (56%) 38 (54%) 17 (24%) 32 (46%) 61 (87%)
48 jam 70 (100%) 67 (96%) 60 (86%) 31 (41%) 64 (91%) 69 (99%)
Keterangan : - Signifikansib ditentukan dengan t-student untuk sampel tidak berpasangan - NSc, tidak signifikan
3. CBPA CBPA atau Columbia Blood Preston Agar merupakan media agar selektif yang dipersiapkan dari Columbia Base Agar, Preston Campylobacter Selective Supplement dan darah lisis kuda, dapat digunakan untuk isolasi C. jejuni dan C. coli dari manusia, hewan, burung dan spesimen lingkungan. CBPA memiliki tingkat selektifitas yang cukup tinggi dalam isolasi C. jejuni. Pada persiapan media CBPA, darah lisis yang digunakan umumnya berasal dari darah kuda atau darah domba. Penambahan darah lisis ini bertujuan untuk menetralisasi produk racun seperti senyawa peroksida yang mungkin terbentuk akibat media terpapar oleh cahaya maupun udara. Campylobacter jejuni sangat sensitif terhadap keberadaan senyawa peroksida dan superoksida yang merupakan produk yang terbentuk dari media akibat reaksi kimia yang dikatalis oleh cahaya (Bolton dan Robertson, 1982). Selain itu, darah lisis yang mengandung ion Fe dapat meningkatkan sifat aerotoleran C. jejuni (Stern dan Kazmi, 1989). Penambahan suplemen preston (oxoid SR0117) pada media CBPA berfungsi sebagai suplemen pertumbuhan bagi Campylobacter. Penambahan suplemen ini penting bagi sampel yang terkontaminasi banyak mikroba, atau yang sedikit jumlah koloni yang kemungkinan akan diperoleh. Selain itu, suplemen preston juga merupakan antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain selain Campylobacter. Hal ini karena preston mengandung polymyxin B, rifampicin, trimethoprim, dan cyclohexamide, yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain, sedangkan Campylobacter resisten terhadap bahan-bahan kimia tersebut.
4. Karmali Agar Media Karmali agar didasarkan pada formulasi yang dikembangkan oleh Karmali et al (1986), dan direkomendasikan untuk isolasi Campylobacter jejuni dan C. coli dari spesimen klinis. Media Karmali agar tidak mengandung sodium pyruvate, karena senyawa ini telah terdapat didalam suplemen selektifnya. Pada media ini senyawa sodium desoxycholate yang umum
terdapat pada media untuk menghambat pertumbuhan bakteri gram positif, digantikan dengan senyawa vancomycin yang memiliki fungsi sama. Bentuk morfologi C. jejuni pada media ini adalah datar dan menyebar, dengan warna abu-abu serta sedikit basah setelah proses inkubasi pada suhu 42 0C selama 42 jam. Jika pengamatan awal pada cawan petri dilakukan setelah 24 jam inkubasi, maka pengamatan harus dilakukan dengan cepat dan segera dilanjutkan kembali inkubasinya. Hal ini penting untuk mengurangi kontaminasi oksigen berlebihan pada media sehingga menyebabkan stress pada Campylobacter. Inkubasi pada suhu 42 0C dapat meningkatkan sifat selektifitas media, dan pertumbuhan bakteri termofilik Campylobacter, namun bakteri non-termofilik Campylobacter seperti C. fetus subsp. fetus tidak dapat tumbuh (Bridson, 1998)
5. CAT Media CAT atau cefoperazone, amphotericin B, teichoplanin, merupakan media selektif untuk isolasi bakteri termofilik Campylobacter spp, dan dapat meningkatkan penanaman bakteri C. upsaliensis dari sampel feses. Media CAT pertama kali dikenalkan oleh Aspinall pada tahun 1933 sebagai media untuk isolasi organisme dari sampel feses. Media CAT mengadung senyawa cefoperazone yang mampu menghambat pertumbuhan Campylobacter jenis lain (Bolton dan Robertson, 1982). Jumlah senyawa cefoperazone pada media ini lebih rendah dibandingkan dengan beberapa media selektif Campylobacter yang lain, sehingga sangat efektif untuk isolasi bakteri Campylobacter jenis C. upsaliensis karena dapat menghambat bakteri Enterobacteriaceae, tapi bukan enterococci. Media CAT juga mengandung charcoal yang baik untuk isolasi bakteri termofilik Campylobacter, Teichoplanin yang dapat menghambat enterococci, dan Amphotericin B yang dapat menghambat pertumbuhan jamur (Bridson, 1998) Berdasarkan data British Journal of Biomedical Sciense (2000), dilaporkan bahwa isolasi Campylobacter spp dari total 1695 sampel bahan pangan meliputi daging ayam, ikan mentah, dan air menggunakan media CAT diperoleh hasil 245 sampel bahan pangan atau sekitar 14,4% positif
Campylobacter spp. Untuk lebih meningkatkan kemampuan CAT media dalam isolasi Campylobacter khususnya jenis C. jejuni maka perlu ditambahkan suplemen yang mengandung antibiotik. Suplemen ini berfungsi untuk menyeleksi jenis bakteri Campylobacter yang akan ditumbuhkan, karena mengandung senyawa rifampicin dan cephalothin.
6. Campy-BAP Merupakan media selektif yang digunakan untuk isolasi dan pertumbuhan Campylobacter. Media selektif ini memiliki karakteristik sebagai berikut : merupakan media agar darah No 2, sangat selektif untuk isolasi C. fetus subsp jejuni, mengandung vancomycin, cephalothin dan trimethoprim. Senyawa vancomycin dalam media ini berfungsi untuk menghambat tumbuhnya bakteri gram positif, cephalothin berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri streptococci, sedangkan trimethoprim berfungsi sebagai papan spektrum saat pengamatan menggunakan spektrum cahaya tertentu. C. jejuni pada media ini tampak non-hemolytic, dan koloninya berwarna abu-abu. Jika media Skirrow’s agar,
Campy-BAP dan Butzler’s agar
dibandingkan keefektifannya dalam isolasi C. jejuni, maka diketahui bahwa Campy-BAP merupakan media yang paling sensitif dan Butzler’s agar merupakan media yang paling selektif. Untuk itu, menurut Stern (1992), disarankan adanya kombinasi antara Campy-BAP dengan Butzler’s agar untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam isolasi C. jejuni
G. MEDIA PENGKAYA DALAM ISOLASI CAMPYLOBACTER Pada tahap isolasi C. jejuni terdapat tahap pra pengkayaan dan tahap pengkayaan media. Tahap pra pengkayaan (Pre-Enrichment) terkadang dibutuhkan untuk mengkondisikan sampel sebelum dilakukan tahapan isolasi agar mudah dalam isolasi C. jejuni. Sedangkan tahap pengkayaan (Enrichment) media umumnya dilakukan sebelum tahap penggoresan kuadran atau plating pada media agar selektif. Tahap pra pengkayaan dan pengkayaan media dilakukan karena pada bahan pangan, seperti karkas ayam, sebagai
sampel utama isolasi C. jejuni umumnya jumlah sel C. jejuni hanya sedikit. Sehingga dengan pengkayaan, diharapkan sel C. jejuni dapat memperoleh nutrisi yang cukup untuk pertumbuhannya sebelum dilakukan isolasi pada media agar selektif yang telah ada. Media yang paling sering digunakan untuk pra pengkayaan adalah larutan Buffered Pepton Water (BPW) 0.1%. sedangkan beberapa media pengkayaan untuk Campylobacter diantaranya adalah Bolton Broth (BB), Campylobacter Enrichment Broth (CEB), Enrichment Broth dari Doyle dan Roman dan Preston Broth (PB) (Baylis et al., 2000).
1. Buffered Pepton Water (BPW) Merupakan media Pre-Enrichment yang umum digunakan untuk isolasi bakteri Salmonella dari sampel bahan pangan. Media ini juga dapat menyediakan kondisi yang baik untuk pemulihan sel bakteri akibat tidak tahan terhadap zat pengawet pada bahan pangan. Banyak bakteri seperti Salmonella yang menjadi sublethal akibat perlakuan zat pengawet pada bahan pangan. Hasil pengamatan membuktikan bahwa tahap Pre-Enrichment menggunakan BPW suhu 37 0C selama 18 jam sebelum dilakukan plating pada Brilliant Green-Tetrathionate-Bile Broth mampu meningkatkan hasil isolasi Salmonella dari sampel daging yang telah terkontaminasi oleh zat pengawet buatan (Bridson, 1998) Pietzsch (1975) menemukan fakta bahwa isolasi Salmonella dari sampel telur dapat ditingkatkan dengan melakukan tahap Pre-Enrichment menggunakan BPW pada 37 0C selama 18 jam dan diikuti dengan inkubasi 10 ml sampel ini pada 100 ml Selenite Cystine Broth selam 48 jam. Penggunaan BPW untuk Pre-Enrichment juga dapat meningkatkan sensitivitas Salmonella terhadap pH rendah pada sampel sayuran beku. Hal ini karena BPW dapat menjaga pH tetap tinggi selama inkubasi selama 24 jam, sehingga Salmonella dapat tumbuh dengan baik (Sadovski, 1977).
2. Bolton Broth Bolton Broth tersusun atas pepton, lactalbumin hydrolysate, yeast extract, natrium klorida, asam α-ketoglutarat, sodium pyruvate, sodium metabisulfhate, dan sodium carbonate. Pepton dan lactalbumin berfungsi sebagai senyawa pengkaya media, karena senyawa ini mampu dipecah oleh C. jejuni. Sedangkan senyawa penyusun lainnya berfungsi untuk mencegah terjadinya kematian dan kerusakan sel C. jejuni akibat kondisi lingkungan sekitar. Bolton Broth juga memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan negatif yang dapat mengganggu pertumbuhan C. jejuni. Media Bolton Broth akan mudah mengalami kerusakan jika terpapar oleh cahaya yang berlebihan. Menurut Bridson (1998), Bolton Broth lebih tepat jika disimpan dan ditempatkan pada kondisi yang minim cahaya dan pada suhu 10-25 0C. Bolton Broth umumnya digunakan sebagai media pengkaya bersama dengan penambahan darah lisis, suplemen preston, Growth Factor Supplement (FBP). Darah lisis berfungsi untuk meningkatkan sifat aerotoleran dari C. jejuni, sedangkan suplemen preston berfungsi sebagai antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain. Penambahan FBP (ferrous sulfate, sodium metabisulfite, dan sodium pyruvate) pada media pengkaya Bolton Broth bertujuan untuk meningkatkan ketahanan Campylobacter, menjaga bentuk karakteristiknya, pergerakannya, dan meningkatkan viabilitasnya ketika harus disimpan dalam suhu refrigerator (4 0C).(Chou et al dalam Doyle 1989). Selain itu, penambahan FBP juga dapat
meningkatkan
pertumbuhan
dan
sifat
aerotoleran
dari
jenis
Campylobacter. Senyawa FBP juga mampu mencegah akumulasi fotokimia yang umumnya merupakan turunan oksigen yang bersifat racun bagi Campylobacter dan dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri C. jejuni (Bridson, 1998) Spesies Campylobacter yang memerlukan kadar oksigen rendah, akan terhambat pertumbuhannya pada kondisi udara normal. Kondisi optimum untuk pertumbuhan Campylobacter adalah dengan kadar oksigen 6%. Adanya produk racun seperti superoksida, dan peroksida dapat menurunkan ketahanan
Campylobacter. FBP mampu melindungi media dari terbentuknya produk racun akibat media terpapar oleh udara dan cahaya yang berlebihan. FBP juga mampu memperbaiki kerusakan sel Campylobacter (Humphrey, 1986)
3. Campylobacter Enrichment Broth (CEB) Media pengkaya ini mengandung media brucella broth yang telah ditambahkan dengan 5 fluorouracil 33 μg/ml, cefoperazone 32 μg/ml, dan trimethoprim 32 μg/ml. Senyawa cefoperazone berfungsi untuk menghambat pertumbuhan Campylobacter jenis lain. Sedangkan senyawa trimethoprim berfungsi sebagai papan spektrum saat pengamatan menggunakan spektrum cahaya tertentu. Penambahan Campylobacter Enrichment Broth pada media Campy-BAP dapat meningkatkan kemampuan isolasi C. jejuni media CampyBAP dari sampel feses sampai 69% dibandingkan dengan penggoresan langsung pada media Campy-BAP tanpa pengkayaan dengan Campylobacter enrichment broth terlebih dahulu (Bolton dan Robertson, 1982).
4. Enrichment Broth dari Doyle dan Roman Media pengkaya ini dikembangkan oleh Doyle dan Roman untuk isolasi C. jejuni dari karkas ayam. Media pengkaya ini merupakan media yang dimodifikasi dari Brucella Broth, 7% darah kuda lisis, 0.3% sodium succinate, 0.01% cysteine hydro-chloride, vancomycin (15 mg/L), trimethoprim (5 mg/L), polymyxin B, dan cycloheximide (50 mg/L) dengan penambahan FBP filter steril (0.2% ferrous sulfate, 0.025% sodium metabisulfate, 0.05% sodium pyruvate, 0.1% sodium laurylsulfate, dan 0.075% agar) (Doyle, 1989). Penambahan
FBP
dapat
meningkatkan
sifat
aerotoleran
dari
jenis
Campylobacter. Senyawa FBP juga mampu mencegah akumulasi fotokimia yang umumnya merupakan turunan oksigen yang bersifat racun bagi Campylobacter dan dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri C. jejuni. Enrichment Broth ini diinokulasikan dengan 10 atau 25 gram sampel dan diinkubasi dengan agitasi dibawah kondisi mikroaerofilik 42 0C selama 16-18 jam. Hasil perbandingkan kecepatan isolasi beberapa media diketahui bahwa dengan plating langsung pada media agar berhasil diisolasi 40%,
menggunakan Doyle dan Roman broth berhasil diisolasi 45% pada inkubasi 42 0C selama 7 jam, dan 61% pada inkubasi 16 jam, sedangkan menggunakan Park dan Stakiewicz Broth berhasil diisolasi 53% pada inkubasi 7 jam, dan 60% pada inkubasi 16 jam. Dengan Enrichment Broth dari Doyle dan Roman dapat dideteksi sedikitnya 2 C. jejuni/g sampel daging dengan akurasi 96%. Dari data ini diketahui bahwa media pengkaya Doyle dan Roman Broth memiliki tingkat selektifitas yang tinggi (Rothenberg et al., 1984).
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 84 sampel karkas ayam bagian punggung sampai ekor yang dibeli dari berbagai pasar tradisional dan pasar modern (supermarket) di wilayah Bogor dan Jakarta, alkohol 70%, akuades, pewarna fuchsin, minyak imersi, manik-manik, gliserol 98%, media-media yang digunakan untuk uji mikrobiologi yaitu Brain Heart Infusion (BHI) Broth, Buffered Pepton Water (BPW), Bolton Broth (BB), Columbia Blood Preston Agar (CBPA), darah kuda lisis, Preston (suplemen selektif
untuk
pertumbuhan
Campylobacter),
mCCDA
(Modified
Campylobacter Blood-Free Selective Agar Base), CCDA selektif supplement, FBP (Sodium pyruvate dan Sodium Metabisulfite), serta API-Campy test kit. Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi tertutup, cawan petri, erlenmeyer, pipet steril, tabung reaksi dan raknya, gelas piala, mikropipet dan tipsnya, kapas, alumunium foil, plastik tahan panas, botol berwarna gelap, bulp, pipet tetes, vorteks, bunsen, kertas serap, gelas pengaduk, jarum ose, jar anaerob, anoxomat, otoklaf, tabung 5 ml, sarung tangan plastik, mikroskop, gelas preparat, cover glass,
inkubator, tabung sentrifuse, sentrifuse,
refrigerator dan frezeer, plastik vakum dan alat vakum, serta coolbox.
B. Metode Pada penelitian ini digunakan dua metode isolasi C. jejuni yaitu metode modifikasi I dan modifikasi II BAM 2001. Tahapan – tahapan dalam penelitian ini, meliputi tahap pengambilan sampel karkas ayam, tahap persiapan media isolasi (CBPA dan mCCDA), tahap persiapan sampel, isolasi dan penentuan prevalensi cemaran C. jejuni dengan dua metode isolasi modifikasi BAM 2001, serta tahap pengidentifikasian dan pengawetan isolat C. jejuni.
1. Pengambilan sampel karkas ayam Sampel karkas ayam diambil secara acak dengan metode purposive sampling technique dari 2 wilayah yaitu Bogor dan Jakarta. Purposive sampling
merupakan salah satu
non probality sample
yang tidak
menghiraukan prinsip-prinsip probability. Pemilihan sampel tidak secara random dan hasil yang diharapkan merupakan gambaran kasar tentang suatu keadaan. Teknik purposive sampling ini dilakukan hanya atas dasar pertimbangan
penelitinya
saja
yang
menganggap
unsur-unsur
yang
dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil (Nasution, 2003). Wilayah Bogor dibagi kedalam tiga kelompok lokasi pengambilan sampel yaitu Bogor Barat, Bogor Tengah dan Bogor Timur. Pada setiap kelompok, sampel diambil dari dua pasar tradisonal dan dua pasar modern (supermarket). Sehingga ada 6 pasar tradisional dan 6 pasar modern (supermarket) sebagai lokasi pengambilan sampel. Pada setiap pasar, sampel diambil dari dua pedagang karkas ayam yang berbeda dengan dua kali ulangan. Total sampel karkas ayam dari wilayah Bogor adalah 3 x 2 x 2 x 2 x 2 = 48 sampel. Sedangkan wilayah Jakarta dibagi kedalam lima kelompok lokasi pengambilan sampel yaitu Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan. Total sampel karkas ayam dari wilayah Jakarta adalah 36 sampel, dengan perincian sebanyak 18 sampel diambil dari pasar tradisional, dan 18 sampel dari pasar modern (supermarket). Total sampel karkas ayam yang diteliti adalah 84 sampel Proses pengambilan sampel dilakukan dengan membeli 250 gram karkas ayam bagian punggung sampai ekor per sampel untuk sampel dari pasar tradisional dan satu paket potongan karkas ayam bagian punggung sampai ekor yang telah dikemas untuk sampel dari pasar modern (supermarket). Sampel ini kemudian dimasukkan kedalam plastik steril yang telah disiapkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba dari lingkungan. Sampel kemudian dibawa menggunakan cool box menuju laboratorium untuk dianalisis. Untuk sampel yang tidak dapat segera dianalisa, maka dilakukan proses pemvakuman untuk menjaga sampel dari kerusakan akibat mikroba.
Proses pemvakuman dilakukan dengan memasukkan sampel karkas ayam kedalam plastik khusus vakum yang salah satu ujung plastiknya telah diseal. Ujung plastik yang lain kemudian diletakkan pada bantalan karet alat pemvakum. Setelah itu, plate logam dari alat pemvakum diturunkan menuju ujung plastik yang berada diatas bantalan karet. Panas plate logam menyebabkan plastik ter-seal. Proses sealing ini, diawali dengan pengeluaran udara yang terdapat didalam plastik berisi sampel dengan bantuan penghisap vakum yang berada disekitar bantalan karet. Sehingga, disaat proses sealing selesai kondisi didalam plastik juga telah menjadi vakum. Proses pemvakuman sampel karkas ayam memerlukan waktu tidak lebih dari 5 menit
2. Persiapan media isolasi C. jejuni Media yang digunakan untuk isolasi bakteri Campylobacter jejuni pada penelitian ini adalah mCCDA (Modified Campylobacter Blood-Free Selective Agar Base)
dan CBPA (Columbia Blood Preston Agar).
Digunakannya kedua media ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh keberadaan darah lisis untuk isolasi C. jejuni. Media mCCDA merupakan media yang tidak memerlukan tambahan darah yang dilisiskan, sedangkan media CBPA memerlukan tambahan darah untuk penyiapan medianya. Media mCCDA dibuat dengan cara melarutkan 22.75 gram mCCDA kedalam 500 mL akuades. Untuk membantu proses pelarutan media, maka dilakukan pemanasan diatas hot plate sambil dilakukan pengadukan. Selain untuk
membantu
melarutkan media,
proses pemanasan juga dapat
meningkatkan optimalisasi pembentukan agar mCCDA (Bridson, 1998). Setelah media larut dalam akuades, kemudian dilakukan proses sterilisasi media menggunakan otoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit. Setelah itu dilakukan plating pada cawan petri steril. Proses plating dapat dilakukan setelah suhu media turun mencapai suhu 50
0
C dengan sebelumnya
ditambahkan dengan 1 vial CCDA selective supplement (Oxoid SR0155). Diagram alir persiapan media agar mCCDA dapat dilihat pada Lampiran 1.
Media CBPA dibuat dengan cara melarutkan 18.5 gram CAB (Columbia Agar Base) kedalam 500 mL akuades. Untuk membantu proses pelarutan media, dilakukan pemanasan diatas hot plate sambil dilakukan pengadukan. Setelah media larut dalam akuades, kemudian dilakukan proses sterilisasi media menggunakan otoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit. Setelah itu dilakukan plating pada cawan petri steril. Proses plating dapat dilakukan setelah suhu media turun mencapai suhu 50 0C dengan sebelumnya ditambahkan dengan 5% darah kuda lisis dan 1 vial Campylobacter Selective Supplement Preston (Oxoid SR0117). Diagram alir persiapan media agar CBPA dapat dilihat pada Lampiran 2.
3. Persiapan sampel, isolasi, dan penentuan prevalensi cemaran C. jejuni Sampel karkas ayam yang diambil dari masing-masing pasar, kemudian dianalisis keberadaan C. jejuni nya dengan menggunakan 2 media isolasi yaitu mCCDA dan CBPA yang telah disiapkan sebelumnya. Sebelum sampel digunakan, perlu dilakukan persiapan sampel terlebih dahulu untuk mengkondisikan sampel agar dapat diisolasi C. jejuni nya.
3.1. Persiapan sampel Pada metode modifikasi I BAM 2001 persiapan sampel dilakukan dengan memasukkan 150 gram bagian karkas ayam kedalam plastik steril yang telah berisi 50 ml Bolton Broth, kemudian dilakukan rinsing (digosokgosok) selama
+ 2 menit. Cairan bekas cucian karkas ayam kemudian
dimasukkan kedalam botol gelap steril. Pada metode modifikasi II BAM 2001 persiapan sampel dilakukan dengan memasukkan 150 gram bagian karkas ayam kedalam plastik steril yang telah berisi 50 ml Buffered Pepton Water (BPW) 0.1%, kemudian dilakukan rinsing (digosok-gosok) selama + 2 menit. Cairan bekas cucian karkas ayam kemudian dimasukkan kedalam 50 ml tabung sentrifuse dan dilakukan sentrifuse selama 20 menit dengan putaran rotor 7.000 x g (3.500
rpm). Setelah sentrifuse selesai akan didapatkan cairan supernatan, dan pelet. Pelet ini kemudian digunakan dalam tahap isolasi C. jejuni.
3.2.Isolasi C. jejuni dan penentuan prevalensi cemaran C. jejuni Pada metode modifikasi I BAM 2001, botol gelap yang berisi cairan bekas cucian karkas ayam kemudian ditambahkan dengan 5% darah kuda lisis dan 0.2 ml suplemen preston. Botol berisi campuran media ini kemudian dimasukkan kedalam jar anaerob, dan dilakukan pengkondisian mikroaerofilik dengan bantuan anoxomat. Setelah itu, dilakukan inkubasi pada suhu 37 0C selama 2-3 jam, dan dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 42 0C selama 48 jam. Cairan hasil inkubasi ini kemudian diinokulasikan sebanyak 1-2 loop kedalam media agar mCCDA dan CBPA menggunakan teknik gores kuadran. Media yang telah digores kuadran dengan cairan hasil inkubasi kemudian diinkubasi pada suhu 42 0C selama 42 jam. Setelah inkubasi selesai akan dapat diketahui sampel yang positif C. jejuni dengan cara melakukan pengamatan pada koloni yang tumbuh dan melakukan beberapa uji pengidentifikasian C. jejuni. Tahap persiapan sampel dan isolasi C. jejuni dengan metode modifikasi I BAM 2001 dapat dilihat pada Gambar 3. Pada metode modifikasi II BAM 2001, pelet hasil sentrifuse kemudian disuspensikan sebanyak 5 ml kedalam 20 ml campuran media (Bolton Broth + 5% darah kuda lisis + suplemen preston + FBP). Setelah itu, dilakukan inkubasi pada suhu 37 oC selama 2-3 jam dibawah kondisi mikroaerofilik, dan dilanjutkan pada suhu 42 0C selama 48 jam juga dengan kondisi yang sama. Kondisi mikroaerofilik dapat dicapai menggunakan bantuan anoxomat dengan sebelumnya memasukkan campuran media kedalam jar anaerob. Cairan hasil inkubasi ini, kemudian diambil 1-2 loop untuk digoreskan pada media selektif mCCDA dan CBPA yang telah disediakan. Penggoresan dilakukan dengan teknik gores kuadran. Setelah itu, kedua media yang sudah digores, diinkubasi pada suhu 420C selama 48 jam dalam kondisi mikroaerofilik. Setelah inkubasi akan diketahui ada tidaknya C. jejuni pada sampel karkas ayam dengan cara melakukan pengamatan pada koloni yang tumbuh dan melakukan beberapa uji
pengidentifikasian C. jejuni. Diagram alir tahap persiapan sampel dan isolasi Campylobacter jejuni dengan metode modifikasi II BAM 2001 dapat dilihat pada Gambar 4. Sampel (150 gr karkas ayam)
Dimasukkan dalam plastik steril berisi 50 ml Bolton Broth, rinsing selama + 2 menit
Cairan pencuci karkas dimasukkan ke dalam botol gelap steril Ditambahkan dengan 5% darah kuda lisis + suplemen preston Diinkubasi pada 37oC selama 2-3 jam dalam kondisi mikroaerofilik
Diinkubasi kembali pada 42oC selama 48 jam dalam kondisi mikroaerofilik
1–2 loop cairan hasil inkubasi kemudian digores kuadran pada :
Media mCCDA
Media CBPA
Diinkubasi pada 42oC selama 48 jam dalam kondisi mikroaerofilik
Gambar 3. Diagram Alir Persiapan Sampel dan Isolasi C. jejuni dengan Metode Modifikasi I BAM 2001
Sampel (150 gr karkas ayam)
Dimasukkan dalam plastik steril berisi 50 ml BPW 0.1%, Rinsing selama + 2 menit
Cairan pencuci karkas dimasukkan ke dalam 50 ml tabung sentrifuse
Disentrifuse dengan kecepatan 7.000 x g (3500 rpm) selama 20 menit Cairan supernatan Pelet
Disuspensikan kedalam 20 ml campuran media (Bolton Broth + 5% darah kuda lisis + suplemen preston + FBP)
Diinkubasi pada 37oC selama 2-3 jam dalam kondisi mikroaerofilik
Diinkubasi kembali pada 42oC selama 48 jam dalam kondisi mikroaerofilik
1–2 loop cairan hasil inkubasi kemudian digores kuadran pada :
Media mCCDA
Media CBPA
Diinkubasi pada 42oC selama 48 jam dalam kondisi mikroaerofilik Gambar 4. Diagram Alir Persiapan Sampel dan Isolasi C. jejuni dengan Metode Modifikasi II BAM 2001
Dari seluruh hasil sampel yang positif C. jejunii, akan didapatkan besarnya prevalensi cemaran C. jejuni pada sampel karkas ayam di berbagai pasar tradisional dan pasar modern (supermarket) di wilayah Bogor dan Jakarta.
4. Pengidentifikasian dan pengawetan isolat C. jejuni 4.1. Pengidentifikasian C. jejuni 4.1.1. Uji Katalase Uji katalase dilakukan pada koloni yang diduga C. jejuni. Pada uji katalase, sebanyak 1-2 loop koloni yang diduga C. jejuni dipindahkan kedalam gelas preparat. Kemudian kedalam gelas preparat diteteskan larutan H 2O2 tepat diatas koloni. Setelah diteteskan larutan H2O2, koloni yang positif C. jejuni akan kelihatan muncul gelembung gas (O2) yang menunjukkan bakteri positif terhadap uji katalase.
4.1.2. Pewarnaan bakteri Pewarnaan bakteri dilakukan untuk membantu pengamatan terhadap morfologi bakteri yang ada pada koloni yang diduga C. jejuni. Pewarnaan dilakukan dengan teknik pewarnaan sederhana menggunakan pewarna fuchsin Ziehl. Pewarnaan bakteri dimulai dengan memindahkan 1-2 loop koloni yang diduga C. jejuni kedalam gelas preparat yang sebelumnya telah ditetesi dengan 1-2 loop akuades steril. Koloni kemudian diratakan, dan ditetesi dengan pewarna fuchsin Ziehl. Setelah itu dilakukan pencucian terhadap kelebihan pewarna pada gelas preparat dengan menggunakan akuades steril. Kemudian dilakukan fiksasi, dan preparat siap diamati dibawah mikroskop cahaya pada perbesaran 1000 x dengan sebelumnya ditetesi dengan minyak imersi. Untuk melihat motilitas bakteri dapat dilakukan dengan menghilangkan tahapan fiksasi, dan menutup gelas preparat dengan kaca penutup. Bakteri C. jejuni akan tampak berwarna merah dengan pewarnaan fuchsin Ziehl, memiliki bentuk spiral, batang bergelombang dan bersifat motil.
4.1.3. Uji API-Campy Sebelum dilakukan pengawetan isolat, perlu dilakukan uji API-Campy untuk memastikan bahwa isolat hasil isolasi merupakan bakteri C. jejuni. Pada uji API-Campy dibutuhkan koloni tunggal dalam jumlah cukup banyak dari bakteri yang akan diidentifikasi. Untuk memperbanyak koloni tunggal maka dipindahkan 1 loop koloni diduga C. jejuni kedalam media mCCDA atau CBPA dengan teknik goresan langsung. Media mCCDA atau CBPA hasil goresan langsung, kemudian diinkubasi pada suhu 42 0C selama 48 jam. Setelah inkubasi selesai, akan diperoleh koloni tunggal yang cukup banyak untuk digunakan dalam uji API-Campy. Uji API-Campy dimulai dengan pembuatan suspensi bakteri dari koloni tunggal bakteri yang akan diidentifikasi. Pada uji API-Campy diperlukan konsentrasi C. jejuni yang cukup banyak yaitu kekeruhan dari suspensi bakteri pada uji yang setara dengan kekeruhan Mc. Farlan No.6. Suspensi ini kemudian dipindahkan kedalam mikrotube pada strip-strip APICampy dan diinkubasi suhu 36o + 2oC selama 48 jam pada kondisi mikroaerofilik untuk setengah strip dan kondisi aerob untuk setengah strip yang lainnya. Setelah diinkubasi, kemudian dilakukan uji dengan API-Campy test kit untuk menguatkan dan mengidentifikasi bahwa isolat tersebut adalah C. jejuni.
4.2. Pengawetan isolat Campylobacter jejuni Koloni yang positif C. jejuni setelah diuji dengan API-Campy test kit kemudian diperbanyak atau disegarkan dengan menggunakan BHI Broth. Perbanyakan dilakukan dengan cara memindahkan 1-2 loop koloni positif C. jejuni kedalam 10 ml BHI Broth. Setelah itu, dilakukan inkubasi pada suhu 42 0
C dibawah kondisi mikroaerofilik. C. jejuni dalam media BHI Broth setelah
inkubasi dapat disimpan pada refrigerator (suhu sekitar 4oC) selama 7 hari, atau dibuat pengawetan kultur. Pengawetan isolat C. jejuni dapat dilakukan dengan cara membuat pengawetan kultur yaitu dengan memindahkan sebanyak 1,6 ml BHI Broth hasil inkubasi ke dalam tabung 5 ml yang berisi manik-manik dan 0,4 ml
gliserol 98% yang telah disterilkan terlebih dahulu, kemudian isolat C. jejuni tersebut dapat disimpan pada suhu beku (-20oC). Pengawetan kultur juga dapat dilakukan dengan langsung memindahkan 1-2 ose koloni positif C. jejuni yang berasal dari media mCCDA atau CBPA kedalam tabung 5 ml yang berisi manik-manik dan 0,4 ml gliserol 98% yang telah disterilkan dan telah ditambahkan 0.4 ml FBP atau Growth Factor Supplement
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGAMBILAN SAMPEL (SAMPLING) Sampel yang diteliti akan keberadaan Campylobacter jejuni dalam penelitian ini berupa karkas ayam bagian punggung sampai ekor. Hal ini berdasarkan literatur yang menyebutkan bahwa Campylobacter jejuni hampir 98% dapat diisolasi dari bagian karkas ayam. Sampel karkas ayam diambil secara acak dengan metode purposive sampling technique dari 2 wilayah yaitu Bogor dan Jakarta. Purposive sampling merupakan salah satu non probality sample yang tidak menghiraukan prinsip-prinsip probability. Pemilihan sampel tidak secara random dan hasil yang diharapkan merupakan gambaran kasar tentang suatu keadaan. Teknik purposive sampling ini dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil (Nasution, 2003). Total sampel karkas ayam yang diteliti adalah 84 sampel; sebanyak 48 sampel diambil dari wilayah Bogor dan 36 sampel diambil dari wilayah Jakarta. Jumlah sampel masing-masing wilayah dapat dilihat pada Tabel 5. Pengambilan sampel karkas ayam dari pasar tradisional dan pasar modern (supermarket) dimaksudkan untuk melihat perbandingan prevalensi cemaran Campylobacter jejuni pada karkas ayam di kedua jenis pasar tersebut. Data lengkap jumlah, nama pasar, lokasi pengambilan sampel dan hasil isolasi C. jejuni pada sampel karkas ayam dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.
Tabel 5. Jumlah sampel di wilayah Bogor dan Jakarta Wilayah Bogor Jakarta Total
Jumlah Sampel Pasar Pasar Modern Tradisional 24 24 18 18 42 42
Total 48 36 84
Pada pasar modern (supermarket), karkas ayam dijual dalam bentuk siap pakai, dengan dikemas dalam steroform dan ditutup dengan wraping plastic. Karkas ayam tersebut dikondisikan pada suhu rendah dengan
menggunakan refrigerator sehingga daging ayam lebih awet. Pada pasar tradisional, karkas ayam dapat diambil dari para pedagang daging ayam. Umumnya, karkas ayam dan bagian daging ayam yang lain ditata diatas meja tanpa pengkondisian suhu rendah, misalnya dengan penambahan es batu. Oleh para pedagang, karkas ayam harus habis terjual pada hari itu juga. Hal ini untuk menghindari proses pembusukan oleh mikroba, seperti Pseudomonas jika dilakukan penyimpanan untuk dijual di hari berikutnya. Penataan karkas ayam pada pasar tradisional tampak pada Gambar 5.
Gambar 5. Penataan karkas ayam dan bagian ayam yang lain di pasar Tradisional Proses pengambilan sampel dilakukan dengan membeli 250 gram karkas ayam bagian punggung sampai ekor per sampel untuk sampel dari pasar tradisional dan satu paket potongan karkas ayam bagian punggung sampai ekor yang telah dikemas untuk sampel dari pasar modern (supermarket). Sampel ini kemudian dimasukkan ke dalam plastik steril yang telah disiapkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba dari lingkungan. Dengan cara ini, diharapkan jumlah mikroba awal pada sampel karkas ayam dapat dipertahankan seperti kondisi awal saat sampel karkas ayam dibeli dari para pedagang selama proses pengambilan sampel. Sampel kemudian dibawa menggunakan cool box menuju laboratorium untuk dianalisis.
Penggunaan
Cool
box
suhu
dingin
bertujuan
untuk
mempertahankan jumlah mikroba awal, termasuk C. jejuni yang mungkin ada didalam sampel karkas ayam. Menurut Stern et al. (1992), C. jejuni lebih cepat mati pada suhu ruang (25oC) daripada suhu dingin pada cool box (sekitar 0-4oC). Selain itu, penggunaan Cool box suhu dingin juga bertujuan untuk memperlambat laju proses pembusukan akibat adanya mikroba pembusuk.
Untuk sampel wilayah Bogor, proses pengambilan sampel dilakukan secara bertahap berdasarkan kelompok lokasi pengambilan sampel. Hal ini dikarenakan terbatasnya kapasitas peralatan di laboratorium untuk analisis keberadaan C. jejuni pada sampel dengan jumlah sampel yang banyak. Kondisi ini memberikan nilai positif, yaitu sampel masih dalam keadaan segar saat dilakukan analisis. Selain itu, sampel karkas ayam yang diambil dari setiap kelompok lokasi pengambilan sampel di wilayah Bogor juga dapat langsung dianalisis keberadaan C. jejuni kurang dari 4 jam setelah sampel tersebut diambil dari para pedagang. . Proses pengambilan sampel untuk wilayah Jakarta, hanya dilakukan sekali untuk 36 sampel. Hal ini disebabkan jarak dan butuh waktu yang lama untuk proses pengambilan sampel, sehingga tidak mungkin jika sampel diambil dalam jumlah kecil, bertahap dan langsung dilakukan analisis seperti halnya proses pengambilan sampel di wilayah Bogor. Proses pengambilan sampel di wilayah Jakarta sama seperti proses pengambilan sampel di wilayah Bogor, yaitu sampel yang dibeli dimasukkan kedalam plastik steril dan kemudian diletakkan didalam Cool box untuk dibawa ke laboratorium Sampel yang telah diambil tidak semuanya dianalisis pada hari yang sama. Untuk itu, dilakukan penyimpanan vakum terhadap sampel pada frezer bersuhu – 40 0C. Proses pemvakuman terhadap sampel karkas ayam dimulai dengan memasukkan sampel karkas ayam kedalam plastik khusus vakum yang salah satu ujung plastiknya telah di-seal. Ujung plastik yang lain kemudian diletakkan pada bantalan karet alat pemvakum. Setelah itu, plate logam dari alat pemvakum diturunkan menuju ujung plastik yang berada diatas bantalan karet. Panas plate logam menyebabkan plastik ter-seal. Proses sealing ini, diawali dengan pengeluaran udara yang terdapat didalam plastik berisi sampel dengan bantuan penghisap vakum yang berada disekitar bantalan karet. Sehingga, disaat proses sealing selesai kondisi didalam plastik juga telah menjadi vakum. Proses pemvakuman sampel karkas ayam ini hanya memerlukan waktu tidak lebih dari 5 menit. Sampel yang telah mengalami proses pemvakuman kemudian disimpan pada frezer bersuhu -40 0C. Kondisi vakum dikombinasikan dengan
suhu rendah dapat memperlambat metabolisme mikroba pada sampel, sehingga sampel dapat disimpan pada waktu yang cukup lama dengan kondisi yang tetap baik. Sampel karkas ayam tersebut mampu bertahan sampai beberapa minggu, sebelum dilakukan analisis keberadaan C. jejuni di laboratorium.
B. METODE ISOLASI CAMPYLOBACTER JEJUNI Pada
penelitian
ini
digunakan
dua
metode
dalam
isolasi
Campylobacter jejuni. yaitu metode modifikasi I BAM 2001 dan metode modifikasi II BAM 2001. Kedua metode ini merupakan modifikasi dari metode standar isolasi C. jejuni berdasarkan BAM tahun 2001. Perbedaan tahapan-tahapan kedua metode isolasi C. jejuni dengan metode standar isolasi C. jejuni dapat dilihat pada Tabel 6. Pada metode modifikasi I BAM 2001, dilakukan beberapa modifikasi terkait tahap persiapan sampel, dan tahapan plating. Menurut BAM (2001), pada tahap persiapan sampel, sampel karkas ayam dibilas menggunakan larutan BPW 0,1%. Hal ini bertujuan sebagai tahapan pra pengkayaan terhadap sampel yang akan dianalisis keberadaan C. jejuni.
Tabel 6. Perbedaan tahapan-tahapan kedua metode penelitian dengan metode standar isolasi C. jejuni BAM 2001 Metode Modifikasi I BAM 2001
Modifikasi II BAM 2001
BAM 2001
Persiapan sampel
Pengkayaan
Pembilasan / rinsing 150 gram sampel
Pengenceran Plating Tanpa pengenceran, Plating dengan teknik gores kuadran
Katalase, mikroskop dengan pewarnaan sederhana
37 0C selama 2 jam, dan 42 0C selama 48 jam
Tanpa pengenceran, Plating dengan teknik gores kuadran
Katalase, mikroskop dengan pewarnaan sederhana
37 0C selama 4 jam, dan 42 0C selama 48 jam dengan shaking atau 52 jam tanpa shaking
pengenceran 1:100 (0.1 ml kedalam 9.9 ml 0.1% Pepton Water), Plating dengan teknik tuang
Sentrifuse
Inkubasi
Enrichment dengan 50 ml Bolton Broth
-
37 0C selama 2 jam, dan 42 0C selama 48 jam
Pembilasan / rinsing 150 gram sampel
Pre-Enrichment dengan 50 ml BPW 0.1% dan Enrichment dengan 20 ml Bolton Broth
Kecepatan putaran 7.000 x g (3.500 rpm) selama 20 menit
Pembilasan / rinsing 25 gram sampel
Pre-Enrichment dengan 200 ml BPW 0.1% dan Enrichment dengan 100 ml Bolton Broth
Dilakukan filtrasi kemudian disentrifuse dengan kecepatan putaran 16.000 x g (8.000 rpm) selama 15 menit
Pengamatan
Mikroskop dengan preparat basah, pewarnaan gram
Namun, pada metode modifikasi I BAM 2001, larutan BPW 0,1% sebagai bahan pembilas digantikan dengan Bolton Broth, yang sebenarnya merupakan media pengkaya untuk pertumbuhan C. jejuni. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada metode modifikasi I, tidak ada tahapan pra pengkayaan terhadap sampel yang akan dianalisis. Penggantian larutan pembilas BPW 0.1 % dengan Bolton Broth didasarkan pada penelitian sebelumnya (Abdi, 2007), yang menyatakan bahwa pembilasan dengan larutan BPW 0,1% atau langsung menggunakan
Bolton
Broth sebagai
bahan
pembilas
sampel tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap hasil isolasi C. jejuni. Selain itu, pada persiapan sampel dengan metode modifikasi I juga tidak dilakukan proses sentrifuse terhadap cairan bekas pembilasan sampel. Hal ini dilakukan karena diduga bakteri C. jejuni berada dalam jumlah yang cukup banyak pada sampel karkas ayam, sehingga tidak perlu dilakukan proses sentrifuse untuk mengkonsentrasikan bakteri yang ada pada cairan bekas pembilasan sampel karkas ayam tersebut. Pada metode BAM 2001, sebelum plating, cairan hasil inkubasi diencerkan 1:100 (0.1 ml kedalam 9.9 ml 0.1% Pepton Water). Setelah itu sebanyak 1 ml dipindahkan secara aseptis kedalam cawan petri dan dilakukan penuangan dengan media agar isolasi yang telah dipersiapkan. Setelah media agar mengeras, maka dilakukan inkubasi pada suhu 42 0C selama 24 – 48 jam dibawah kondisi mikroaerofilik. Pada metode modifikasi I BAM 2001, tidak dilakukan pengenceran terhadap cairan hasil inkubasi. Cairan hasil inkubasi hanya dipindahkan 1-2 loop kedalam media agar isolasi dengan teknik gores kuadran. Tahapan lengkap dari metode modifikasi I BAM 2001 dimulai dengan tahap persiapan sampel, yaitu dengan melakukan proses pembilasan terhadap sampel karkas ayam sebanyak 150 gram dengan menggunakan 50 ml Bolton Broth. Proses pembilasan dilakukan selama 2 menit dengan cara rinsing (digosok-gosok). Proses pembilasan bertujuan untuk mengambil bakteri patogen yang umumnya ada di permukaan sampel. Cairan bekas pembilasan sampel kemudian dimasukkan kedalam botol gelap steril dan ditambahkan darah lisis 5% serta suplemen preston. Penggunaan botol gelap bertujuan
untuk mencegah kerusakan Bolton Broth akibat paparan cahaya yang berlebihan. Menurut Bridson (1998), Bolton Broth lebih tepat jika disimpan dan ditempatkan pada kondisi yang minim cahaya dan pada suhu 10-25 0C. Botol gelap yang berisi cairan Bolton Broth bekas pembilasan sampel, darah lisis 5%, dan suplemen preston kemudian dimasukkan kedalam jar anaerob dan dilakukan pengkondisian mikroaerofilik menggunakan alat anoxomat. Selanjutnya, jar anaerob beserta isinya diinkubasi awal pada suhu 37 0C selama 2 jam, dan dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 42 0C selama 48 jam. Setelah inkubasi selesai, cairan hasil inkubasi kemudian digoreskan dengan teknik gores kuadran kedalam media mCCDA dan CBPA yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pada metode modifikasi II BAM 2001, terdapat beberapa modifikasi terkait jumlah larutan BPW 0.1% yang digunakan sebagai larutan pembilas sampel, kecepatan putaran saat sentrifuse, jumlah pelet yang disuspensikan pada Bolton Broth, dan tahapan plating serta inkubasinya. Pada metode modifikasi II BAM 2001, hanya digunakan 50 ml BPW 0.1% untuk membilas 150 gram sampel karkas ayam. Hal ini dilakukan terkait volume tabung sentrifuse yang hanya 50 ml. Kecepatan sentrifuse pada metode modifikasi II BAM 2001 hanya 7.000 x g (3.500 rpm), sedangkan pada metode BAM 2001 digunakan kecepatan 16.000 x g (8.000 rpm). Hal ini dikarenakan alat sentrifuse yang digunakan sudah lama, sehingga tidak mampu mencapai kecepatan 16.000 x g (8.000 rpm). Pada metode modifikasi II, pelet + supernatan hasil sentrifuse sebanyak 5 ml disuspensikan langsung kedalam Bolton Broth. Pada metode BAM 2001, pelet hasil sentrifuse disuspensikan terlebih dahulu kedalam BPW 0.1%, baru kemudian sebanyak 3 ml dipindahkan kedalam Bolton Broth. Pada metode modifikasi II BAM 2001, tidak dilakukan pengenceran terhadap cairan hasil inkubasi. Cairan hasil inkubasi hanya dipindahkan 1-2 loop kedalam media agar isolasi dengan teknik gores kuadran. Tahapan lengkap metode modifikasi II BAM 2001, dimulai dengan tahap persiapan sampel, yaitu dengan melakukan proses pembilasan sampel sebanyak 150 gram menggunkan 50 ml larutan BPW 0,1%. Larutan BPW
0,1% mengandung senyawa kalium hidrogen phosphat, yang berfungsi untuk menjaga pH sampel tetap netral, dan senyawa pepton yang berfungsi sebagai pengkaya untuk pertumbuhan C. jejuni. Sehingga, selain sebagai bahan pembilas, BPW 0,1% juga berfungsi sebagai tahap pra pengkayaan terhadap sampel yang akan dianalisis. Proses pembilasan dilakukan selama 2 menit dengan cara rinsing (digosok-gosok) Selanjutnya, cairan bekas pembilasan sampel dimasukkan kedalam tabung santrifuse 50 ml untuk dilakukan tahapan sentrifugasi. Tahapan ini dilakukan untuk mengkonsentrasikan bakteri pada cairan bekas pembilasan sampel. Sentrifugasi dilakukan selama 20 menit dengan kecepatan putaran 7.000 x g (3.500 rpm). Setelah tahapan ini selesai, didapatkan pelet yang banyak mengandung bakteri karena proses sentrifugasi telah menyebabkan hampir semua bakteri terkonsentrasikan didasar tabung sentrifuse berupa pelet. Selain itu, didapatkan supernatan yang merupakan cairan bekas pembilasan sampel yang rendah kandungan bakterinya. Cairan supernatan hasil sentrifuse kemudian dibuang sehingga hanya tersisa 10 ml. Sebanyak 5 ml (supernatan + pelet) lalu dimasukkan kedalam botol gelap berisi 20 ml Bolton Broth. Jika pada metode modifikasi I Bolton Broth digunakan sebagai bahan pembilas sampel, maka pada metode modifikasi II Bolton Broth digunakan sebagai media pengkaya untuk isolasi C. jejuni. Tahapan pengkayaan dilakukan untuk memperbesar peluang pertumbuhan C. jejuni yang ternyata sangat sensitif terhadap kehadiran bakteri lain. Media Bolton Broth mengandung senyawa Rifampicin yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri lain yang sering mengkontaminasi dalam proses isolasi C. jejuni (Bolton dan Robertson, 1982). Selanjutnya, kedalam Bolton Broth ditambahkan darah lisis 5% (1,25 ml), suplemen preston, dan FBP (Growth Factor Supplement). Fungsi penambahan darah lisis, suplemen preston, dan FBP akan dibahas pada bagian lain. Setelah itu, dilakukan pengkondisian mikroaerofilik terhadap Bolton Broth yang telah ditambahkan darah lisis, suplemen preston, dan FBP menggunakan alat anoxomat. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 0C selama 2 jam dan dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 42 0C selama 48 jam. Setelah
inkubasi selesai, kemudian dilakukan gores kuadran kedalam media mCCDA dan CBPA yang telah dipersiapkan sebelumnya. Teknik gores kuadran bertujuan untuk mendapatkan koloni C. jejuni yang terpisah., sehingga memberi kemudahan saat proses identifikasi Campylobacter. Hasil isolasi C. jejuni dengan menggunakan metode modifikasi I dan metode modifikasi II BAM 2001 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil isolasi C. jejuni dengan menggunakan beberapa metode Metode Isolasi
Jumlah Sampel
Modifikasi I BAM 2001 Modifikasi II BAM 2001 Abdi I * Abdi II * Sumber : * Abdi (2007)
48 36 40 30
Jumlah sampel yang tercemar C. jejuni 14 16 9 2
Persentase (%) 29.2 44.4 22.5 6.7
Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa dari 48 sampel karkas ayam yang dianalisis menggunakan metode modifikasi I, ada 14 sampel (29.2%) yang teridentifikasi positif C. jejuni. Sedangkan dari 36 sampel karkas ayam yang dianalisis menggunakan metode modifikasi II, ada 16 sampel (44.4%) yang teridentifikasi positif C. jejuni. Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui juga bahwa ada dua metode lain yang dapat digunakan untuk isolasi C. jejuni dari sampel karkas ayam. Kedua metode itu merupakan metode yang dipakai pada penelitian sebelumnya (Abdi, 2007). Ada beberapa tahapan yang berbeda antara dua metode ini dengan dua metode isolasi C. jejuni yang digunakan pada penelitian ini. Sebagai bahan perbandingan, maka tahapan-tahapan dalam metode isolasi C. jejuni pada penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 8. Metode Abdi I merupakan metode isolasi C. jejuni yang pertama kali dilakukan oleh peneliti. Hal ini didasarkan pada literatur yang menjelaskan, bahwa C. jejuni ditemukan lebih dari 103 CFU/g atau (>3 Log CFU/g) pada karkas ayam (Altekrus et al., 1999), sehingga metode pertama awalnya digunakan untuk analisis Campylobacter secara kuantitatif dengan metode
penyebaran (spread plate) pada media selektif. Namun pada penelitian ini digunakan untuk uji kualitatif, dengan mengamati tumbuhnya koloni spesifik pada media agar selektif Campylobacter.
Tabel 8. Tahapan-tahapan dari dua metode isolasi C. jejuni penelitian sebelumnya (Abdi, 2007) Tahapan
Metode
Persiapan sampel
Abdi I
Penghancuran
Tidak ada
Tidak ada
Pembilasan
PreEnrichment dan Enrichment
Tidak ada
Abdi II
Pengkayaan Sentrifuse
Inkubasi Pengamatan TSIA, 37 0C Katalase, mikroskop 42 0C
Mikroskop
Pada metode Abdi II, yang merupakan metode modifikasi Poeloengan dan Noor, tahapan-tahapan yang dilakukan terdiri dari tahap persiapan sampel dengan metode pembilasan, tahap pengkayaan, inkubasi pada 42 oC, dan pengamatan di bawah mikroskop. Tahapan-tahapan isolasi C. jejuni pada metode ini dilakukan dengan harapan bahwa metode ini merupakan metode yang dapat meyempurnakan metode pertama dalam meningkatkan efektivitas isolasi C. jejuni. Persiapan sampel pada metode Abdi I yaitu metode penghancuran dengan menggunakan stomacher. Sampel diambil secara acak sehingga jumlah yang dianalisis akan terwakili dari seluruh bagian karkas ayam. Sedangkan pada metode Abdi II, persiapan sampel dengan pembilasan dilakukan dengan asumsi bahwa bakteri patogen tidak tersebar merata pada sampel tetapi hanya mengkontaminasi bagian permukaan sampel. Pada metode Abdi I tidak dilakukan pengkayaan pada sampel, karena diduga C. jejuni terdapat banyak pada sampel. Sedangkan, tahap pengkayaan pada metode Abdi II dilakukan dengan alasan bahwa C. jejuni tidak tumbuh di bawah 30oC serta sensitif pada konsentrasi O2 normal (21% O2), sehingga hanya sejumlah kecil bakteri ini yang mungkin ditemukan pada karkas ayam. Oleh karena itu, dibutuhkan media pengkayaan untuk memperbanyak sel C.
jejuni yang ada pada sampel tersebut. Tahap pengkayaan yang dilakukan meliputi tahap pre-enrichment dan enrichment. Tahap pre-enrichment menggunakan media BPW 0.1%, sedangkan tahap enrichment menggunakan media BBPB (Bolton-Blood-Preston-Broth). Suhu pertumbuhan yang baik bagi spesies Campylobacter termofilik seperti C. jejuni, C. coli, dan C. lari yaitu antara 37oC sampai 42oC (McClure dan Blackburn, 2003). Pada metode Abdi I, suhu inkubasi yang digunakan dalam isolasi C. jejuni adalah 37oC, maka pada metode Abdi II suhu inkubasi ditingkatkan menjadi 42oC. Menurut Stern et al. (1992), suhu
optimum
pertumbuhan C. jejuni yaitu 42oC. Pengamatan C. jejuni pada metode Abdi I yaitu dilakukan dengan memilih koloni-koloni tipikal yang tumbuh pada media CBPA (ColumbiaBlood-Preston-Agar), yang dilanjutkan dengan pengamatan di bawah mikroskop, penggoresan koloni pada media TSIA, dan uji katalase. Pada metode Abdi II, pengamatan C. jejuni hanya dengan pengamatan di bawah mikroskop. Hal ini dikarenakan isolat yang telah ditemukan selanjutnya akan diidentifikasi dengan API-Campy test kit. Pada metode Abdi I, sampel yang dianalisis C. jejuni-nya berasal dari pasar tradisional di Bogor. Dengan anggapan bahwa sebagian besar masyarakat Bogor masih memanfaatkan pasar tradisional sebagai tempat pembelian kebutuhan bahan pangan. Sedangkan, sampel yang dianalisis dengan metode Abdi II berjumlah 30, yaitu sebanyak 15 sampel berasal dari pasar tradisional dan sisanya berasal dari supermarket. Pengambilan sampel yang berasal dari pasar tradisional dan supermarket bertujuan untuk mengetahui tingkat kontaminasi C. jejuni pada sampel dari kedua tempat tersebut. Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Poeloengan dan Noor (2003), bahwa tingkat kontaminasi C. jejuni pada daging ayam yang berasal dari pasar tradisional lebih rendah jika dibandingkan dengan daging ayam yang berasal dari supermarket. Untuk pembahasan lebih lengkap tentang kedua metode ini dapat dilihat pada hasil penelitian sebelumnya (Abdi, 2007) Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa persentase isolasi C. jejuni pada sampel karkas ayam dengan metode modifikasi I BAM 2001 yaitu
sebesar 29.2%, metode modifikasi II BAM 2001 sebesar 44.4%, metode Abdi I pada penelitian sebelumnya (Abdi, 2007) sebesar 22.5%, sedangkan dengan menggunakan metode Abdi II yaitu sebesar 6.7%. Dari hasil ini diketahui bahwa tingkat persentase isolasi C. jejuni dengan metode modifikasi I BAM 2001, metode Abdi I, dan metode Abdi II lebih kecil dibandingkan dengan metode modifikasi II BAM 2001.
C. MEDIA SELEKTIF DALAM ISOLASI CAMPYLOBACTER JEJUNI Pada penelitian ini digunakan 2 media untuk isolasi Campylobacter jejuni, yaitu CBPA dan mCCDA. Hal ini bertujuan untuk membandingkan keefektifan kedua media dalam isolasi C. jejuni dari sampel karkas ayam. Media CBPA (Columbia Blood Preston Agar) merupakan media yang umum digunakan dalam isolasi C. jejuni. Secara umum, persiapan media CBPA lebih panjang daripada media mCCDA. Pada persiapan media CBPA dibutuhkan darah lisis + suplement preston (oxoid SR0117) sebagai campuran media. Darah lisis yang digunakan umumnya berasal dari darah kuda atau darah domba. Penambahan darah lisis ini bertujuan untuk menetralisasi produk racun yang mungkin terbentuk akibat media terpapar oleh cahaya maupun udara. Campylobacter jejuni sangat sensitif terhadap keberadaan senyawa peroksida dan superoksida yang merupakan produk yang terbentuk dari media akibat reaksi kimia yang dikatalis oleh cahaya. (Bolton dan Robertson, 1982). Selain itu, darah lisis yang mengandung ion Fe dapat meningkatkan sifat aerotoleran C. jejuni (Stern dan Kazmi, 1989). Penambahan suplemen preston (oxoid SR0117) pada media CBPA berfungsi sebagai suplemen pertumbuhan bagi Campylobacter. Selain itu, suplemen preston juga merupakan antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain selain Campylobacter. Hal ini karena preston mengandung polymyxin B, rifampicin, trimethoprim, dan cyclohexamide, yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain, sedangkan Campylobacter resisten terhadap bahan-bahan kimia tersebut. Media mCCDA (Modified Campylobacter Blood-Free Selective Agar Base) merupakan media yang disempurnakan dari media CCDA. Media
mCCDA sekarang banyak digunakan dalam
isolasi C. jejuni. Hal ini
dikarenakan persiapan media yang mudah dan tidak memerlukan banyak campuran bahan lain. Persiapan media mCCDA tidak memerlukan penambahan darah lisis, cukup dengan penambahan suplemen oxoid SR0155 dan FBP (Growth Factor Supplement). Peran darah lisis digantikan oleh senyawa charcoal, sodium pyruvate dan ferrous sulfate yang terdapat pada media tersebut. Selain itu, media mCCDA juga mengandung senyawa cefoperazone yang mampu menghambat pertumbuhan Campylobacter jenis lain (Bolton dan Robertson, 1982). Seperti halnya pada media CBPA, penambahan suplemen oxoid SR0155 pada media mCCDA berfungsi sebagai supplemen pertumbuhan bagi Campylobacter dan merupakan antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri selain Campylobacter. Penambahan FBP (ferrous sulfate, sodium metabisulfite, dan sodium pyruvate) pada media mCCDA bertujuan untuk meningkatkan sifat aerotoleran dari jenis Campylobacter. Senyawa FBP mampu mencegah akumulasi fotokimia yang umumnya merupakan turunan oksigen yang bersifat racun bagi Campylobacter dan dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri C. jejuni. Penambahan FBP ini pada media pengkaya seperti Bolton Broth juga dapat
meningkatkan
ketahanan
Campylobacter,
menjaga
bentuk
karakteristiknya, pergerakannya, dan meningkatkan viabilitasnya ketika harus disimpan dalam suhu refrigerator (4 0C) (Chou et al dalam Doyle 1989). Media CBPA dan mCCDA yang telah dipersiapkan dalam bentuk agar cawan sebaiknya langsung digunakan untuk isolasi C. jejuni. Hal ini untuk menghindari kerusakan media akibat paparan cahaya dan udara. Menurut Fricker dalam Doyle (1989), penyimpanan media agar cawan sebaiknya dilakukan pada tempat yang gelap, dibawah kondisi yang minim oksigen, dan pada suhu refrigerator (suhu 4 0C). Pada umumnya, penyimpanan media agar cawan pada kondisi ini dapat bertahan selama 1 minggu. Untuk mengamati keberadaan C. jejuni dan mengisolasinya dari sampel dapat dilakukan dengan melakukan gores kuadran pada media CBPA dan mCCDA yang telah dipersiapkan dengan cairan hasil inkubasi Bolton Broth, pelet, darah lisis, suplemen dan FBP. Setelah digores, media CBPA dan
mCCDA kemudian di inkubasi secara mikroaerofilik pada suhu 42 0C selama 48 jam. Setelah inkubasi, koloni yang tumbuh pada media CBPA dan mCCDA
diamati
keberadaan
C.
jejuninya.
Koloni
yang
diduga
Campylobacter jejuni pada media mempunyai bentuk yang datar, melebar, tidak beraturan, berwarna keabu-abuan dan sedikit berlendir (Hu dan Kopecko, 2003). Koloni diduga C jejuni yang ditemukan pada penelitian ini tampak seperti pada Gambar 6.
Gambar 6. Koloni diduga C. jejuni pada media CBPA (kiri) dan mCCDA (kanan) Adapun hasil isolasi C. jejuni dari 84 sampel karkas ayam menggunakan dua media yaitu CBPA dan mCCDA dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil isolasi C. jejuni dengan media CBPA dab mCCDA Kota
Jumlah Sampel
Bogor Jakarta
48 36 Total
Sampel diduga C. jejuni Media CBPA Media mCCDA 11 13 16 14 27 27
Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa dari 48 sampel karkas ayam wilayah Bogor, sebanyak 11 sampel diduga tercemar C. jejuni oleh media CBPA, dan sebanyak 13 sampel oleh media mCCDA. Sedangkan, dari 36 sampel karkas ayam wilayah Jakarta, sebanyak 16 sampel diduga tercemar C. jejuni oleh media CBPA, dan sebanyak 14 sampel oleh media mCCDA. Secara keseluruhan, tidak ada perbedaan tingkat keefektifan antara media CBPA dan media mCCDA dalam isolasi C. jejuni.
Berdasarkan hasil evaluasi klinis dan laboratorium terhadap beberapa media isolasi Campylobacter yang dilakukan Gun-Monro et al (1987), dapat diketahui bahwa pada media Preston (CBPA) koloni C. jejuni yang dapat tumbuh mencapai 7.76 ± 0.52 Log CFU/ml dan pada media mCCDA sebanyak 7.91 ± 0.36 Log CFU/ml dari penanaman kembali 70 strain C. jejuni pada kedua media tersebut. Selain itu, hasil isolasi C. jejuni dari 70 sampel feses positif tersimulasi diperoleh data bahwa setelah inkubasi selama 48 jam, media CBPA dapat mengisolasi sebanyak 64 sampel atau 91%, dan media mCCDA sebanyak 69 sampel 99%. Dari hasil ini, dapat dijelaskan bahwa tidak ada perbedaan keefektifan yang cukup besar antara media CBPA dan media mCCDA dalam isolasi C. jejuni (Gun-Monro et al, 1987). Walaupun
demikian,
media
mCCDA
sedikit
lebih
efisien
dibandingkan media CBPA terkait waktu persiapan medianya. Di sisi lain, pengamatan koloni yang tumbuh pada media CBPA jauh lebih mudah jika dibandingkan pada media mCCDA. Hal ini dikarenakan warna media CBPA yang merah cerah akibat adanya penambahan darah lisis dapat memudahkan saat pengamatan dan pengidentifikasian koloni C. jejuni
D. KONDISI ISOLASI CAMPYLOBACTER JEJUNI Campylobacter jejuni membutuhkan kondisi yang sesuai dalam pertumbuhannya. Menurut Bolton dan Coates (1984), C. jejuni perlu kondisi mikroaerofilik dan akan tumbuh baik pada kondisi udara yang mengandung 56% O2, dan 10% CO2.
Variasi kandungan udara yang berlebihan dapat
meningkatkan produk racun turunan oksigen, seperti peroksida dan superoksida. Pada konsentrasi CO2 4-10% dan O2 17% diperlukan suplemen supaya beberapa jenis Campylobacter dapat tumbuh baik pada media agar. Untuk mengkondisikan mikroaerofilik pada jar anaerob, yang merupakan tempat inkubasi C. jejuni digunakan alat bantu anoxomat. Alat anoxomat, jar anaerob, dan tabung gas tampak seperti pada Gambar 7
Gambar 7. Tabung gas, anoxomat, dan jar anaerob (dari kiri)
Anoxomat merupakan alat elektronik yang dirancang untuk dapat mengatur komposisi udara yang akan masuk ke jar anaerob dari tabung gas. Komposisi udara yang akan dimasukkan ke jar anaerob dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan. Pada penelitian ini, komposisi udara mikroaerofilik yang dirancang ada dalam jar anaerob adalah 6% O2, 79,7% N2, 7,1% CO2, dan 7,1% H2. Selain
membutuhkan
kondisi
mikroaerofilik,
C.
jejuni
juga
membutuhkan suhu yang tepat dalam pertumbuhannya. Menurut Humprey (1986), pendeteksian keberadaan C. jejuni pada sampel bahan pangan dapat ditingkatkan dengan pra-pengkayaan pada suhu 37 0C selama 4 jam, dan dilanjutkan pada suhu 43 0C. Pada penelitian ini, tahap pra pengkayaan dengan BPW 0.1% dan tahap pengkayaan dengan Bolton Broth, dilakukan inkubasi pada suhu 37 0C selama 2 jam dan kemudian dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 42 0C selama 48 jam. Sedangkan, pada saat inkubasi media CBPA dan mCCDA yang telah digores kuadran, hanya digunakan suhu 42
0
C selama 48 jam. Inkubasi pada suhu 37
0
C, bertujuan untuk
menumbuhkan semua jenis Campylobacter yang mungkin ada didalam sampel karkas ayam, sedangkan inkubasi suhu 42 0C bertujuan agar Campylobacter yang berkembang baik hanya jenis C. jejuni, dan beberapa jenis yang lain. Menurut Hu dan Kopecko (2003), semua Campylobacter dapat tumbuh pada suhu 37oC, sedangkan spesies Campylobacter termofilik seperti C. jejuni, C. lari, dan C. coli dapat tumbuh dengan baik pada 42oC. Untuk mengkondisikan
suhu ini, digunakan inkubator suhu 37 0C dan 42 0C. Pengkondisian suhu 42 0
C pada inkubator tampak seperti Gambar 8.
Gambar 8. Jar anaerob didalam inkubator 42 0C
E. IDENTIFIKASI CAMPYLOBACTER JEJUNI 1. Uji Katalase Koloni pada media CBPA dan mCCDA yang diduga Campylobacter kemudian diuji katalase dengan menggunakan H2O2. Uji katalase dilakukan dengan meneteskan H2O2 pada koloni yang diduga Campylobacter jejuni. Jika koloni tersebut adalah C. jejuni, maka akan terbentuk gelembung gas (gas oksigen) saat ditetesi H2O2. Hal ini karena C. jejuni merupakan bakteri katalase positif, artinya bakteri ini mampu memproduksi enzim katalase yang dapat mengkatalisis reaksi pemecahan H2O2 menjadi gas oksigen dan air. Hidrogen peroksida (H2O2) dan superoksida biasanya dihasilkan oleh beberapa bakteri dari reaksi reduksi senyawaan oksigen. Kedua molekul tersebut merupakan racun bagi C. jejuni. Pada beberapa jenis bakteri, seperti C. jejuni dihasilkan enzim katalase yang mampu mengkatalisis reaksi penguraian hidrogen peroksida dan superoksida menjadi gas oksigen dan air. Walaupun begitu, ada beberapa spesies bakteri Campylobacter yang bersifat katalase
negatif,
yang
tidak
menghasilkan
Campylobacter upsaliensis (Stern et al., 1992).
enzim
katalase,
seperti
2. Pewarnaan sederhana Pewarnaan sederhana dilakukan untuk memperjelas dalam pengamatan morfologi C. jejuni. Hal ini karena pewarnaan sederhana dapat membuat warna sel C. jejuni lebih kontras sehingga dapat dengan mudah dilihat dibawah mikroskop cahaya perbesaran 1000 x. Banyak pewarna yang dapat digunakan dalam pewarnaan sederhana, seperti pewarna biru metilen, fuchsin Ziehl, atau violet kristal. Menurut Hadioetomo (1993), kebanyakan pewarna yang digunakan pada pewarnaan sederhana merupakan pewarna yang bersifat alkalin. Hal ini karena pewarna sederhana mengandung gugusan fungsional yang dapat membentuk warna (kromofor) dan bermuatan positif. Kebanyakan bakteri, seperti C. jejuni mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana yang dapat membentuk kromofor (bermuatan positif), karena sitoplasmanya bersifat basofil (suka terhadap basa), atau bermuatan negatif. Pada penelitian ini, digunakan pewarna fuchsin Ziehl dalam pewarnaan sederhana sel C. jejuni. Prinsip kerja pewarnaan sederhana dengan pewarna fuchsin Ziehl yaitu dengan aseptis memindahkan satu loop koloni yang diduga C. jejuni kedalam gelas preparat, dilakukan fiksasi, dan ditetesi 1-2 tetes fuchsin Ziehl, kemudian diamati dibawah mikroskop cahaya perbesaran 1000 x untuk melihat morfologi bakteri. Untuk melihat motilitas bakteri C. jejuni, dapat dilakukan dengan penyiapan preparat basah, dengan menghilangkan tahap fiksasi, dan dilakukan penutupan terhadap gelas preparat setelah ditetesi pewarna fuchsin Ziehl menggunakan kaca penutup. Pewarna fuchsin Ziehl akan memberikan warna merah muda pada sel bakteri hasil pewarnaan. Menurut Stern et al. (1992), pengamatan dengan preparat basah di bawah mikroskop akan diamati sel C. jejuni yang bersifat sangat motil, berbentuk batang bergelombang, bentuk S atau seperti spiral, ukurannya sangat kecil dan tipis. Bentuk morfologi bakteri yang diduga spesies Campylobacter jejuni, hasil pewarnaan menggunakan fuchsin Ziehl dapat dilihat pada Gambar 9.
C. jejuni
Gambar 9. Morfologi yang diduga C jejuni (perbesaran 1000x)
Namun, jika pengamatan tidak dilakukan sesaat setelah inkubasi media agar cawan selesai, maka akan terjadi perubahan morfologi dari C. jejuni. Menurut Doyle (1989), kultur C. jejuni akan berubah menjadi bentuk kokus yang tidak motil dan non culturable jika sudah cukup berumur (lama hidup). C. jejuni dapat berubah dari bentuk terkultur menjadi tidak terkultur dengan sangat cepat setelah fase log pertumbuhannya berakhir. Selain akibat pengaruh umur, C. jejuni mudah mengalami perubahan bentuk morfologi akibat pengaruh perubahan kondisi lingkungan yang membuat bakteri menjadi stress. Stress pada bakteri ini diindikasikan dengan perubahan morfologi dari bentuk batang bergelombang menjadi bentuk kokus. Salah satu perubahan kondisi lingkungan yang dapat membuat C. jejuni stress adalah meningkatnya kadar oksigen. Selain itu, adanya Polymyxin B dalam media yang diinkubasi pada suhu 42 0C ternyata dapat menyebabkan sel C. jejuni mengalami stress dan dapat berpengaruh terhadap morfologi C. jejuni (Ray dan Johson dalam Doyle 1989). Polymyxyn B merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat didalam suplemen preston. Suplemen preston biasanya ditambahkan didalam media pengkaya seperti Bolton Broth maupun pada media agar seperti CBPA dengan tujuan sebagai suplemen pertumbuhan Campylobacter dan sebagai komponen antibiotik. Bentuk morfologi C. jejuni pada saat stress akibat perubahan kondisi lingkungan, atau karena terlalu lama hidup dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Morfologi C. jejuni saat 2 jam setelah inkubasi 42 0C selama 48 jam 3. Uji API-Campy Koloni yang bersifat non hemolitik, positif uji katalase, dan memiliki bentuk curve rod saat diamati dibawah mikroskop cahaya perbesaran 1000x kemudian diuji API-Campy untuk mengidentifikasi jenis Campylobacter. Untuk melakukan uji API-Campy, koloni tersebut kemudian digoreskan kembali dengan gores kuadran pada media CBPA atau mCCDA sesuai dengan media tempat koloni tersebut tumbuh. Penggoresan kembali ini bertujuan untuk mendapatkan koloni yang terpisah dan sel-nya sejenis. Media kemudian diinkubasi pada suhu 42oC selama 48 jam dalam kondisi mikroaerofilik. Setelah diperoleh koloni yang terpisah, maka koloni tersebut digoreskan pada media CBPA atau mCCDA dengan teknik gores langsung, inkubasi dilakukan pada 36oC + 2oC selama 24 - 48 jam dalam kondisi mikroaerofilik. Suhu inkubasi tersebut sesuai dengan instruksi penggunaan API-Campy test kit. API-Campy
adalah
sebuah
sistem
standar
untuk
identifikasi
Campylobacter, dengan menggunakan uji-uji biokimia, yang secara khusus diadaptasikan dengan database. API-Campy strip terdiri atas 20 mikrotube yang mengandung substrat terdehidrasi, dan terbagi kedalam dua bagian. Bagian pertama strip terdiri atas 10 mikrotube, dari URE yang mengandung komponen aktif urea sampai dengan PAL yang mengandung komponen aktif 2-naphthyl phosphate. Bagian pertama strip digunakan untuk uji-uji reaksi enzimatis pada bakteri. Bagian kedua strip juga terdiri dari 10 mikrotube, dari
H2S yang mengandung komponen aktif sodium thiosulfate sampai dengan ERO yang mengandung komponen aktif erythromycin. Bagian kedua strip ini digunakan untuk uji-uji asimilasi dan penghambatan pada bakteri. Bagian strip pertama diinkubasi pada kondisi aerobik suhu 37 0C selama 24 - 48 jam. Selama inkubasi, akan terjadi perubahan warna secara spontan, setelah ditambahkan reagen setelah inkubasi. Sedangkan bagian strip kedua, diinkubasi pada kondisi mikroaerofilik juga pada suhu 37 0C selama 24 - 48 jam. Bakteri yang dapat tumbuh pada bagian kedua strip ini, hanya bakteri yang mampu memecah substat atau yang dapat bertahan dengan antibiotik yang ada pada mikrotube. Jika pada bagian pertama strip, terjadinya reaksi ditandai dengan adanya perubahan warna, maka pada bagian kedua strip terjadinya reaksi ditandai dengan adanya kekeruhan pada mikrotube. Salah satu hasil uji API-Campy dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Hasil uji API-Campy
Hasil uji kemudian dipindahkan kedalam sheet hasil yang dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Pada sheet hasil, hasil uji dibagi kedalam group, yang masing-masing group terdiri atas tiga kelompok dan memiliki nilai 1, 2, dan 4. Hasil numerikal dari sheet hasil kemudian dibandingkan dengan tabel profil numerikal
yang ada pada kemasan API-Campy yang dapat dilihat pada
Lampiran 7. Menurut Hu dan Kopecko (2003), yang membedakan C. jejuni dengan Campylobacter spp. adalah uji hidrolisis hipurat. Berdasarkan hasil pengamatan pada API-Campy, ada koloni hasil goresan langsung (isolat bakteri) yang positif menghidrolisis hipurat artinya isolat tersebut masuk ke dalam spesies Campylobacter jejuni. Hasil identifikasi Campylobacter APICampy dari beberapa isolat dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil identifikasi Campylobacter dengan API-Campy Uji URE NIT EST HIP GGT TTC PyrA ArgA AspA PAL H2S GLU SUT NAL CFZ ACE PROP MLT CIT ERO CAT
Ref 1 + + + + V V V + + V + + V + + V +
Ref 2 + + + + + V V V + + V + + V + V V +
Ref 3 Mart 11 RW 32 + + + + + + + + + + + + + + V + V + + + V V V + + + + + + + + +
Keterangan: Ref 1 = Campylobacter jejuni ssp jejuni 1 Ref 2 = Campylobacter jejuni ssp jejuni 2 Ref 3 = Campylobacter jejuni ssp jejuni 3 Mart 11 = isolat dari sampel Foodmart Matahari Jakarta Selatan RW 32 = isolat dari sampel pasar Rawamangun Jakarta Timur + = reaksi positif terjadi lebih dari 25% V = reaksi positif terjadi kurang atau sama dengan 25% (reaksi dianggap positif) = reaksi negatif Berdasarkan Tabel 10, diketahui bahwa hasil uji isolat RW 32 mendekati hasil uji Ref 2. Ada dua uji, yaitu uji
NAL (nalidixic acid) dan
PROP (propionic acid) yang berbeda dengan Ref 2. Sehingga, dapat dinyatakan bahwa isolat RW 32 merupakan isolat Campylobacter jejuni ssp jejuni 2. Sedangkan isolat Mart 11, tidak mendekati Ref 1, 2, maupun 3.
Menurut tabel numerikal pada Lampiran 7, isolat Mart 11 merupakan Campylobacter lari. Pada
umumnya
C.
jejuni
dapat
mereduksi
nitrat,
tidak
memfermentasikan karbohidrat, tidak menghidrolisis gelatin / urea, tidak memproduksi H2S, menghidrolisis hippurat, sensitif terhadap asam nalidixic (tetapi beberapa jenis Campylobacter dilaporkan resisten terhadap asam nalidixic), sensitif terhadap 2, 3, 5 triphenyltetrazolium chloride (TTC), dan resisten terhadap cephalothin (Doyle, 1989). Sedangkan untuk reaksi lain, seperti, PROP (propionic acid) walaupun tabel identifikasi pada Lampiran 8 dikatakan bahwa reaksi yang terjadi adalah sekitar 4%. Hal ini menurut McClure dan Blackburn (2003), API-Campy disediakan untuk membedakan Campylobacter
spp.,
walaupun
identifikasi
spesies
Campylobacter
menggunakan uji biokimia standar, akan tetapi hal ini tidak dapat dijadikan suatu patokan karena reaksi yang terjadi beraneka ragam dan tidak tipikal pada beberapa strain.
F. PREVALENSI CEMARAN CAMPYLOBACTER JEJUNI Prevalensi merupakan persentase dari banyaknya cemaran atau kontaminan bakteri dalam sejumlah sampel yang dianalisis. Pada penelitian ini cemaran atau kontaminan yang dimaksud adalah Campylobacter jejuni, sedangkan sampelnya berupa karkas ayam, dengan total 84 sampel yang diambil dari berbagai pasar tradisional dan modern di wilayah Bogor dan Jakarta. Menurut Doyle (1989), karkas ayam merupakan salah satu sumber utama untuk isolasi C. jejuni yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi pada manusia dapat berupa sakit diare, gastroenteritis, maupun Campilobakteriosis. Hasil isolasi C. jejuni dari 84 sampel karkas ayam yang dianalisis dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Prevalensi cemaran C. jejuni di wilayah Bogor dan Jakarta Wilayah Bogor Jakarta
Jenis Pasar Tradisional Modern Tradisional
Jumlah sampel 24 24 18
Jumlah sampel yang positif C. jejuni 4 10 6
Prevalensi (%) 16,7 41,7 33,3
29,2 44,4
Modern Total
18 84
10 30
55,6 35,7
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa tingkat prevalensi cemaran C. jejuni dari total 84 sampel karkas ayam adalah sebesar 35,7%. Tingkat prevalensi cemaran C. jejuni di pasar tradisional wilayah Bogor sebesar 16,7% atau lebih kecil daripada tingkat cemaran C. jejuni pada pasar modern yaitu sebesar 41,7%. Secara keseluruhan, tingkat prevalensi C. jejuni di wilayah Bogor adalah sebesar 29,2%. Sedangkan untuk wilayah Jakarta, tingkat prevalensi cemaran C. jejuni di pasar tradisional adalah sebesar 33,3% atau lebih kecil daripada tingkat prevalensi cemaran C. jejuni di pasar modern yaitu 55.6%. Secara keseluruhan, tingkat prevalensi C. jejuni di wilayah Jakarta adalah sebesar 44,4%. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa pada kedua wilayah yaitu Bogor dan Jakarta, tingkat prevalensi cemaran C. jejuni sampel dari pasar tradisional lebih rendah daripada pasar modern. Hal ini mungkin disebabkan beberapa hal, antara lain adanya kontaminan bakteri lain, kemungkinan pemakaian bahan pengawet dan penyimpanan daging ayam. Berdasarkan penelitian Abdi (2007) diketahui bahwa rata-rata total mikroba pada sampel karkas ayam yang berasal dari pasar tradisional dan supermarket di Bogor adalah 7.4 Log CFU/g dengan nilai standar deviasi secara keseluruhan adalah sebesar 0.639. Tingginya nilai rata-rata total mikroba pada karkas ayam yang dijual di pasar tradisional maupun supermarket wilayah Bogor memperlihatkan bahwa karkas ayam yang dijual memiliki mutu mikrobiologi yang rendah. Kandungan air sekitar 71%, aktivitas air (aw) berkisar 0,98-0,99, dan sumber nutrisi yang tinggi pada daging ayam dapat merangsang pertumbuhan bakteri, sehingga jumlah total mikroba pada karkas ayam tinggi. Namun tingginya nilai total mikroba tersebut bergantung pada cara penanganan dan penyimpanan karkas ayam. Menurut Fardiaz (1992), salah satu cara menghambat pertumbuhan mikroba yaitu dengan cara menurunkan suhu sehingga tercapai suhu pendinginan ataupun pembekuan. Berdasarkan perhitungan total plate count (TPC) didapatkan total mikroba karkas ayam yang berasal dari pasar tradisional berkisar antara 6.8
sampai 8.5 Log CFU/g, sedangkan pada sampel supermarket nilai TPC berkisar antara 6.3 sampai 7.2 Log CFU/g. Sehingga dapat diketahui bahwa total mikroba karkas ayam yang berasal dari supermarket berada di bawah nilai rata-rata total mikroba. Hal ini dapat disebabkan karena tempat penjualan (display) karkas ayam di supermarket umumnya menggunakan sistem pendingin, sehingga pertumbuhan dari mikroba dapat dihambat. Total mikroba pada sampel karkas ayam dari pasar tradisional berada di atas rata-rata total mikroba. Tingginya cemaran mikroba pada karkas ayam yang berasal dari pasar tradisional tersebut dapat disebabkan penanganan karkas ayam yang kurang higienis yang dilakukan oleh pedagang dan kondisi penyimpanan yang buruk. Kondisi ini dapat dilihat dari tempat penjualan yang tidak menggunakan pendingin dan berada di tempat udara terbuka, sehingga pada kondisi tersebut mengakibatkan mikroba mudah tumbuh. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa, sampel karkas ayam dari pasar tradisional memiliki total mikroba yang tinggi. Total mikroba yang tinggi pada sampel menyebabkan C. jejuni yang mungkin ada pada sampel memiliki banyak saingan untuk pertumbuhannya. Menurut McClure dan Blackburn (2003), Campylobacter tidak dapat bertahan sebaik bakteri patogen lain seperti Salmonella, dan bersifat sensitif terhadap keberadaan mikroba lain dan perlakuan fisik seperti kondisi kering, panas, asam, disinfektan, dan irradiasi. Dengan demikian, jika terdapat lebih banyak mikroorganisme pada sampel karkas ayam dari pasar tradisional, maka keberadaan C. jejuni cenderung lebih kecil dibandingkan sampel karkas ayam dari pasar modern (supermarket) seperti pada penelitian ini. Beberapa sampel karkas ayam yang berasal dari pasar tradisional dimungkinkan sekali telah diberi bahan pengawet. Hal ini karena kondisi karkas ayam yang masih tampak baik, tidak berbau busuk, dan tanpa lalat, saat karkas ayam telah cukup lama dijual belikan oleh pedagang sejak masa penyembelihan ayam. Bahan pengawet seperti asam benzoat, asam askorbat, dan beberapa bahan pengawet yang lain diduga dapat menurunkan jumlah mikroba awal pada sampel karkas ayam, begitu juga jumlah C. jejuni. Menurut Fletcher et al dalam Doyle (1989), asam askorbat 0.05% dapat
menghambat pertumbuhan C. jejuni, dan produk oksidasinya yaitu L-asam askorbat lebih efektif dalam menghambat dan mengurangi jumlah C. jejuni dalam sampel. Pada
pasar tradisional, sampel karkas ayam ditata di atas meja
terbuka, dan tanpa penyimpanan suhu dingin. Sehingga, sampel karkas ayam banyak terpapar oleh udara dan cahaya sekitar. Hal ini memungkinkan terjadinya pengurangan jumlah C. jejuni pada sampel sebelum dilakukan proses analisis cemaran C. jejuni di laboratorium. Menurut Doyle (1989), C. jejuni tidak dapat tumbuh dengan baik pada bahan pangan mentah hewani jika bahan pangan disimpan pada penyimpanan suhu ruang. Sedangkan di pasar modern (supermarket), sampel karkas ditempatkan pada kondisi penyimpanan suhu dingin (refrigerator) suhu 4-10 0C. Pada penyimpanan suhu refrigerator ini, bakteri C. jejuni lebih dapat bertahan hidup. Menurut Christopher dalam Doyle (1989), C. jejuni dapat bertahan hidup dengan baik pada sampel daging pada penyimpanan suhu dingin 1-10 0C, dengan pengurangan jumlah kurang dari 1 log10 setelah 48 jam. Dengan demikian, cukup jelas bahwa perbedaan perlakuan penyimpanan sampel karkas ayam antara pedagang di pasar tradisional dan pasar modern (supermarket) memungkinkan berpengaruh terhadap hasil pengujian prevalensi cemaran C. jejuni sehingga prevalensi cemaran C. jejuni pada sampel karkas ayam di pasar modern (supermarket) lebih tinggi jika dibandingan dengan prevalensi cemaran C. jejuni pada sampel karkas ayam di pasar tradisional. Berdasarkan Tabel 11 juga dapat diketahui bahwa tingkat prevalensi cemaran C. jejuni pada sampel karkas ayam di wilayah Bogor yaitu sebesar 29,2%, lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat prevalensi cemaran C. jejuni pada karkas ayam di wilayah Jakarta yang sebesar 44,4%. Sebenarnya, tingkat prevalensi cemaran C. jejuni pada sampel karkas ayam antara kedua wilayah tidak dapat dibandingkan. Hal ini dikarenakan penggunaan metode yang sedikit berbeda untuk isolasi C. jejuni dari sampel karkas ayam yang berasal dari kedua wilayah tersebut. Sampel karkas ayam dari wilayah Bogor dianalisis dengan menggunakan metode modifikasi I BAM 2001, sedangkan sampel karkas ayam dari wilayah Jakarta dianalisis dengan menggunakan
metode modifikasi II BAM 2001. Ada beberapa perbedaan tahap proses analisis diantara kedua metode, seperti penggunaan tahap pra pengkayaan dan sentrifugasi pada metode modifikasi II BAM 2001, sedangkan pada metode modifikasi I BAM 2001 tahap tersebut dihilangkan. Penjelasan tentang kedua metode tersebut telah dibahas dibagian sebelumnya. Penggunaan metode yang berbeda untuk sampel dari wilayah Bogor dan Jakarta diduga cukup berpengaruh terhadap hasil pengujian tingkat prevalensi cemaran C. jejuni pada sampel karkas ayam di kedua wilayah.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Secara umum, tingkat prevalensi cemaran C. jejuni dari total 84 sampel karkas ayam yang diambil dari wilayah Bogor dan Jakarta adalah sebesar 35,7%. Pada kedua wilayah tersebut, tingkat prevalensi cemaran C. jejuni sampel karkas ayam dari pasar tradisional lebih rendah daripada pasar modern (supermarket). Tingkat prevalensi cemaran C. jejuni di pasar tradisional wilayah Bogor sebesar 16,7%, sedangkan pada pasar modern (supermarket) sebesar 41,7% dari total 48 sampel karkas ayam. Untuk wilayah Jakarta, tingkat prevalensi cemaran C. jejuni di pasar tradisional adalah sebesar 33,3%, sedangkan pada pasar modern (supermarket) sebesar 55.6% dari total 36 sampel karkas ayam. Sebanyak 11 sampel dari 48 sampel karkas ayam wilayah Bogor, menunjukkan pertumbuhan koloni spesifik C. jejuni pada media CBPA, sedangkan pada media mCCDA ada sebanyak 13 sampel. Untuk wilayah Jakarta, ada sebanyak 16 sampel dari 36 sampel karkas ayam menunjukkan pertumbuhan koloni spesifik C. jejuni pada media CBPA, sedangkan pada media mCCDA ada sebanyak 14 sampel. Secara keseluruhan, tidak ada perbedaan tingkat keefektifan antara media CBPA dan media mCCDA dalam isolasi C. jejuni. Walaupun demikian, media mCCDA lebih efisien dibandingkan media CBPA terkait waktu persiapan medianya. Disisi lain, pengamatan koloni yang tumbuh pada media CBPA jauh lebih mudah dibandingkan pada media mCCDA. Hal ini dikarenakan warna media CBPA yang merah cerah akibat adanya penambahan darah lisis dapat memudahkan saat pengamatan dan pengidentifikasian koloni C. jejuni Persentase isolasi C. jejuni pada sampel karkas ayam dengan metode modifikasi I BAM 2001 yaitu sebesar 29.2%, dan dengan metode modifikasi II BAM 2001 sebesar 44.4%.
B. SARAN Hal-hal yang dapat disarankan untuk penelitian berikutnya adalah : 1. Media mCCDA lebih disarankan untuk digunakan dalam isolasi C. jejuni karena lebih mudah dalam persiapan media. Untuk mengoptimalkan kemampuan mCCDA dalam isolasi C. jejuni dapat ditambahkan yeast extract dan FBP (Growth Factor Supplement) dalam persiapan media. 2. Media agar sebaiknya dihindarkan dari paparan udara luar dan cahaya berlebihan untuk mengurangi kemungkinan perubahan morfologi C. jejuni yang tumbuh pada media. 3. Tahap sentrifugasi sangat dianjurkan untuk dilakukan pada persiapan sampel karena tahap ini berpengaruh cukup signifikan terhadap keberhasilan isolasi C. jejuni 4. Pengamatan dan pengawetan kultur sebaiknya dilakukan segera setelah didapatkan isolat positif, karena morfologi C. jejuni dapat berubah menjadi kokus pada saat masuk fase stasioner pertumbuhannya dan pada fase ini C. jejuni susah untuk dilakukan pengamatan dan pengawetan kultur.
DAFTAR PUSTAKA
Abdi, I. 2007. Isolasi Campylobacter jejuni pada Karkas Ayam dan Uji Efektivitas Klorin-Asam Asetat Sebagai Sanitaiser Terhadap Campylobacter jejuni dengan Metode Suspension Test. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian bogor, Bogor Altekruse, S.F., N.J. Stern, P.I. Fields, dan D.L. Swerdlow. 1999. Campylobacter jejuni—An Emerging Foodborne Pathogen. J. Emerging Infectious Disease Vol 5(1): 23-29. Anonim a. 2005. Multiple Campylobacter Genomes http://www.wikipedia.com/campylobacter [7 Maret 2006].
Sequenced.
[AMM] Association of Medical Microbiologisis. 1993. Campylobacter. http://www.facts about_Campylobacter.html [15 Ferbruari 2006]. BAM. 2001. Bacteriological Analytical Manual, Chapter 7. Bahan internet. http://www.cfan.fda.gov/~ebam/bam.html [27 September 2007] Bolton F.J. and Robertson L. 1982. J. Clin. Pathol. 35. 462-467. Bolton, F.J., Hutchinson, D.N. and Coates, D. 1984. J.Clin.Microbiol. 19,169-171 Bridson, E.Y. 1998. The Oxoid Manual 8th edition. OXOID Limited.Wade Road. Basingstoke. Hampshire., England [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia Nomor 01-3924-1995. Karkas Ayam Pedaging. Badan Nasional Indonesia, Jakarta. Cappucino, J.G. dan Sterman, N. 1993. Microbiology: A Laboratory Manual. Addison-Wesley Publishing Company, Massachusetts. Doyle, M.P. 1989. Foodborne Bacterial Pathogens. Food Research Institute. University of Wisconsin-Madison New York Dreesen, D.W. 1998. Hazard Analysis and Critical Control Point System as a Preventive Tool. Food Safety Symposium-post-harvest. JAVMA 213 : 1741-1744 Gun-Munro J., Rennie R.P., Thornley J.H., Richardson H.L., Hodge D. and Lynch J. 1987. J. Clin. Microbiol. 25. 2274-2277 Grau, F.H. 1986. Microbial Ecology of Meat and poultry. Didalam Pearson A.M. dan Dutson T.R., editor. Advances in Meat research. Meat and Poultry Microbiology. England, Macmillan Publisher Ltd. Hlm 1-36
Hadioetomo, Ratna Sri. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. PT Gramedia. Jakarta Hald, B. and Madsen, M. 1997. J. Clin. Microbiol. 35, 3351-3352 Henrikson, R.L. 1978. Meat, Poultry and Seafood technology. Prentine Hall inc., New york Hu, L., dan D.J. Kopecko. 2003. Campylobacter Spesies. Di dalam Miliotis, M.D. dan J.F. Bier (eds). Internasional Handbook of Foodborne Pathogens. Marcel Dekker Inc., New York. Humphrey, T.J. 1986. Injury and recovery in freeze- or heat-damaged Campylobacter jejuni. Lett. Appl. Microbiol. 3:81-84.Jay, J.M., M.J. Loessner, dan D.A. Golden. 2005. Modern Food microbiology. 7 th Edition. Springer Science + Business Media Inc., USA. Humphrey, T.J., Martin, K.W. and Mason, M.J. 1997. PHLS Microbiology Digest 13 (2), 86-88 [ICGFI] International Consultative Group on Food Irradiation. 1999. Safety of Poultry Meat from fram to Table. Vienna Jay, J.M. 1997. Modern Food Microbiology. Edisi kelima. New York: Chapman and Hall Karmali M A., Simor A.E., Roscoe M., Fleming F.C., Smith S.S. and Lane J. 1986. J. Clin. Micro. 23. 456-459 Kusumaningrum, H.D., E.D. van Asselt, R.R. Beumer, dan M.H. Zwietering. 2004. A Quantitative Analysis of Cross-Contamination of Salmonella and Campylobacter spp. Via Domestic Kitchen Surface. Journal of Food Protection Vol 67(9): 1892-1903. Mart Microbiolog. 2004. Operation Manual Anoxomat Mark II. Lichtenvoorde., The Netherlands McClure, P. dan C. Blackburn. 2003. Campylobacter and Arcobacter. Di dalam Blackburn, C. and McClure P.J. (eds). Foodborne Pathogens Hazards, Risk Analysis and Control. Woodhead Publishing Limited, Cambrige, England. Moore, J.E, Murphy, Philip G. 2000. Inhibition of selective media in the isolation of thermophilic Campylobacter spp. from foods. British Journal of Biomedical Science, Moutney, G.J. 1983. Poultry Product Technology. The AVI Publ. Co., Westport Connecticut
Muchtadi, T dan sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor Nasution, Rozaini. 2003. Teknik Sampling. Bahan Internet. http://www.usu.ac.id/ (2 Februari 2008) Noor, P.S. 2003. Pencelupan Karkas Ayam ke Dalam Air Panas dan Asam Asetat untuk Mengendalikan Bakteri. Tesis. Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Oettinger, K.B. 1955. Nutrition and Healthy Growth Children. Didalam Krause, M.V. 1961. Food, Nutrition, and Food hygiene. Edward Arnold Publ.co.London Pietzsch O., Kretschmer F.J. and Bulling E. 1975. Zbl. Bakt. Abt. I. Orig. 332. 332-246 Rice, B.E., Chinta Lamichhane, Joseph, S.W. and Rollins, D.M. 1996. Clin.Diag.Lab.Immunol.3, 669-677 Rothenberg, P.J, N J Stern, and D C Westhoff. 1984.Selected enrichment broths for recovery of Campylobacter jejuni from foods. Appl Environ Microbiol. 48(1): 78–80 Rutherford, K., dan Klein, J. 2003. Campylobacter Infection. http/kidshealth.org. [7 Maret 2006]. Sadovski A.Y. 1977. J. Food Technol. 12. 85-91 Schmidt, Katrin and Cristina Tirado. 2001. Who Surveillance Programme for Control of Foodborne Infections and Intoxications in Europe. Federal Institute for Health Protection of Consumers and Veterinary Medicine, Berlin. Stern, N.J., C.M. Patton, M.P. Doyle, C.E. Park, dan B.A. McCardell. 1992. Campylobacter. Di dalam Vanderzant, C. dan D.F. Splittstoesser (eds). Compendium of Methods for The Microbial Examination of Foods. American Public Health Assosiacion, Washington. Stern N.J. dan S.U. Kazmi. 1989. Campylobacter jejuni. Di dalam Foodborne Doyle, M.P. (ed). Bacterial Pathogens. Marcell Dekker Inc., New York. [SHE CPI] Safety, Health & Enviromental. 2006. Cara Memilih Ayam yang Baik. http//www.riaupos.co.id [2 Maret 2006].
The Swedish Institute for Infectious Disease Control. 2008. Campylobacteriosis. Nobels väg 18, 171 82 Solna. http://www.smittskyddsinstitutet.se/inenglish/ [20 April 2008] Tjaniadi, P. et al. 2003. Antimicrobial Resistance of Bacterial Pathogens Assosiated with Diarrheal Patients in Indonesia. J. Trop. Med. Hyg. Vol 68(6): 666-670.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram Alir Persiapan Media Agar mCCDA
Campylobacter Blood-Free Agar Base (CCDA) Akuades
22.75 g 500 mL
Aduk sampai larut dengan pemanasan
Disterilkan pada 1210C selama 15 menit
CCDA cair steril
Didinginkan + 50oC
Dicampur sampai merata
Dituang kedalam cawan Petri steril
Media agar mCCDA
Vial CCDA
Dilarutkan dengan 2 ml akuades steril
Lampiran 2. Diagram Alir Persiapan Media Agar CBPA
Columbia Agar Base Akuades
18.5 g 500 mL
Aduk sampai larut dengan pemanasan Vial preston 0
Disterilkan pada 121 C selama 15 menit
Darah kuda lisis 5% dari total media
Columbia Agar Base cair steril
Didinginkan + 50oC
Dicampur sampai merata
Dituang kedalam cawan Petri steril
Media agar CBPA
Dilarutkan dengan 2 ml larutan (1:1) (acetone:akuades steril)
Lampiran 9. Tabel Pembacaan Uji API-Campy Uji
Bahan-bahan aktif
Jumlah (mg/cup.) 0.216 0.1
Reaksi UREase Reduksi nitrat
URE NIT
Urea Kalium nitrat
EST
5-bromo-4-chloro3-indoxyl-acetate Natrium hipurat
0.029
ESTase
0.2
HIPpurate
γL-glutamic acidB-naphthylamide Triphenyltetrazolium chloride
0.0272
Gamma Glutamyl Transferase
0.02
Reduction of triphenyl tetrazolium chloride
HIP GGT TTC
Hasil Negatif Positif kuning Orange/red NIT 1 + NIT 2/ 5 menit Tidak berwarna Merah muda/ merah Tidak berwarna Biru toska biru pucat NIN/ 5 menit Tidak berwarna Violet FB/ 5 menit Tidak berwarna Orange gelap Tidak berwarna pink FB/ 5 menit
Pyra ArgA aspA PAL
Pryroglutamic acidβ-naphthylamide L-arginine-4methoxyΒ-naphtylamide aspartic acidΒ-naphtylamide 2-naphtyl phosphate
0.038
Pyrrolidonyl Arylamidase
Tidak berwarna
Orange
0.056
L-Arginine Arylamidase
Tidak berwarna
Orange
0.039
L-Aspartate Arylamidase
Tidak berwarna
Orange
0.024
Alkaline phosphatase
Tidak berwarna
Orange
Lanjutan Lampiran 9 Uji
Bahan-bahan aktif
H2S GLU
Sodium thiosulfate D-glukosa
Jumlah (mg/cup.) 0.076 1.56
Reaksi
SUT
Natrium suksinat
1.36
Asimilasi (natrium SUksinaT)
NAL
Asam nalidixit
0.084
CFZ
Natrium cefazoline
0.224
ACE
Natrium acetat
1.1
Penghambatan pertumbuhan 9asam NALidixit) Penghambatan pertumbuhan (natrium CeFaZoline) Asimilasi (natrium ACEtat)
PROP Asam propionat
1.16
Asimilasi (PROPionat)
MLT
Asam malat
1.56
Asimilasi (MaLaTe)
CIT
Trinatrium sitart
2.28
Asimilasi (trisodium CITrate)
ERO
Erytromycin
0.014
Kerentanan terhadap (ErythROmycin)
Produksi H2S Asi,ilasi (GLUkosa)
Hasil Negatif Tidak berwarna
Positif Hitam
Transparan
Keruh
(tidak tumbuh
(tumbuh atau
atau sensitif)
Resisten)