EFEKTIVITAS ANTI BAKTERI EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper Betle Linn) TERHADAP BAKTERI Enterococcus faecalis (PENELITIAN IN VITRO)
SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi Salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi
DITHA TRI ARMIANTY HARMAN J111 10 282
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : EFEKTIVITAS ANTI BAKTERI EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper Betle Linn) TERHADAP BAKTERI Enterococcus faecalis (PENELITIAN IN VITRO) Oleh : DITHA TRI ARMIANTY HARMAN / J 111 10 282 Telah Diperiksa dan Disahkan Pada tanggal 4 Desember 2013 Oleh Pembimbing
DR. Drg. Indrya Kirana Mattulada, MS NIP. 19530523 198403 2 001
Mengetahui, Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
Prof. drg. H. Mansjur Nasir, Ph.D NIP. 19540625 198403 1 001
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang perna diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang penelusuran penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang perna ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Makassar 2 Desember 2013
DITHA TRI ARMIANTY
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanyalah dengan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Efektivitas anti bakteri Ekstrak daun sirih (piper betle linn) terhadap bakteri Enterococcus faecalis (Penelitian In Vitro). Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Selain itu skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan peneliti lainnya untuk menambah pengetahuan dalam bidang ilmu kedokteran gigi. Dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak hambatan yang penulis hadapi, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai belah pihak sehingga akhirnya, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. drg. H. Mansjur Nasir, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. 2. DR. Drg. Indrya Kirana Mattulada, MS selaku dosen pembimbing penulisan skripsi ini yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan, petunjuk, serta bimbingan bagi penulis selama penyusunan skripsi ini.
3. Prof. Dr. drg, Hasanuddin Thahir, MS, sebagai penasehat akademik yang senantiasa memberikan dukungan, nasihat, motivasi dan semangat, sehingga penulis berhasil menyelesaikan jenjang perkuliahan dengan baik. 4. Ayahandaku, dr. H. Harman Haba. M.kes dan Ibundaku, Hj. Sri Utami SH. serta keempat saudaraku yang sangat kusayangi, Paramitha Puspasari S.ked, Muhammad Reza Permadi S.ked, Muhammad Sahrul Rivaldi Harman, Atikah Kusuma wardhani Harman Rasa terima kasih dan penghargaan yang terdalam dari lubuk hati, penulis berikan kepada mereka semua yang senantiasa telah memberikan doa, dukungan, bantuan, didikan, nasihat, perhatian, semangat, motivasi, dan cinta kasih yang tak ada habishabisnya. Tak ada kata atau kalimat yang mampu mengekspresikan besarnya rasa terima kasihku. Yang pasti, saya sungguh bersyukur dan bahagia memiliki kalian semua berada disisiku. Tiada apapun atau siapapun di dunia ini yang dapat menggantikan kalian. Sekali lagi, terima kasih. 5. Seluruh dosen yang telah bersedia memberikan ilmu, serta staf karyawan FKG Universitas Hasanuddin. 6. Segenap keluarga besar ATRISI 2010 FKG UNHAS terima kasih untuk kekompakan dan rasa persaudaraan yang telah kalian tunjukkan, khususnya untuk sahabatku Dewi Sartika, Rahmah Rusdi, Baiq Miftahul Fatia, Dini Islami, Ratna Juwita, Puji Rahayu, Reysintia, Nurhaerani Fahri, Ifrah Khumairah, Citra Sri Ramadhani, Dian megawati yang senantiasa
membantuku dan memberikan semangat. Saya sangat bangga atas menjadi bagian dari kalian. 7. Sahabat sekaligus teman seperjuangan di bagian Konservasi,
Suratman,
Akzam, Dewi, Endang, Iin, Darmayana, Arif, Jumiati, Andini, Novia, Musdalifah yang senangtiasa selalu bersama menemani saat suka dan duka. Bantuan dan pengorbanan kalian tentu tidak telupakan. 8. Kepada teman-teman Andi Candra, Andriansyah Rahman, Ansarullah Arif yang senantiasa, membantu dan memberikan bantuan dan semangat selama penyelesaian skripsi ini.Terima kasih atas semuanya. 9. Senior-seniorku yang berpatisipasi membantu jalannya penelitian. Terima kasih telah menjadi keluarga mahasiswa yang baik bagiku 10. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis berharap kiranya Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan dari segala pihak yang telah bersedia membantu penulis. Akhirnya dengan segenap kerendahan hati, penulis mengharapkan agar kiranya tulisan ini dapat menjadi salah satu bahan pembelajaran dan peningkatan kualitas pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi ke depannya. Makassar, 2 Desember 2013
DITHA TRI ARMIANTY
ABSTRAK
Enterococcus faecalis adalah salah satu bakteri yang memiliki resistensi dalam melawan mekanisme pertahanan jaringan pulpa dan sering ditemukan pada infeksi endodontik. Kemampuan dari bakteri ini dapat mengadakan kolonisasi yang baik, dapat bertahan dalam saluran akar tanpa bakteri lainnya, serta mampu memproduksi toksin secara langsung maupun melalui induksi inflamasi. Daun sirih mengandung minyak atsiri di mana komponen utama minyak atsiri tersebut adalah fenol dan senyawa turunannya, diantara senyawa turunannya itu adalah kavikol yang memiliki daya bakterisida lima kali lebih kuat dibandingkan fenol. Adanya fenol yang merupakan senyawa toksik mengakibatkan struktur tiga dimensi protein bakteri terganggu dan terbuka menjadi struktur acak yang menyebabkan protein terdenaturasi dan aktivitas biologis menjadi rusak sehingga pertumbuhan Enterococcus faecalis menjadi terhenti. Klorheksidin telah terbukti efektif melawan Enterococcus dalam proses irigasi saluran akar. Daun sirih (piper betle linn) dapat dipilih menjadi bahan alternatif irigasi saluran akar. Desain penelitian ini dilakukan secara eksperimental laboratorium in vitro untuk mengetahui efektivitas anti bakteri ekstrak daun sirih (piper betle linn) terhadap bakteri Enterococcus faecalis. Penelitian tahap awal dilakukan penentuan konsentrasi hambat minimum ekstrak daun sirih dengan melihat konsentrasi terendah yang pertama kali terlihat jernih. Konsentrasi yang diuji 10%, 15%, 20%, 25%, 30%. Berdasarkan pengujian tersebut, diperoleh hasil konsentrasi hambat minimal ekstrak daun sirih adalah pada konsentrasi 20%. Metode uji efek anti bakteri ini menggunakan metode difusi untuk membandingkan zona inhibisi larutan ekstrak daun sirih konsentrasi 20% dibandingkan klorheksidin 0.2%, klorheksidin 2%, dan aquades. Setiap kelompok dilakukan pengulangan masing-masing sebanyak delapan kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji One Way Anova kemudian dilanjutkan dengan uji LSD. Hasil penelitian didapatkan bahwa klorheksidin 2% memiliki daya anti bakteri lebih baik terhadap Enterococcus faecalis dibandingkan dengan ekstrak daun sirih dan klorheksidin 0.2%.
Kata kunci: Entercocus faecalis, Ekstrak daun sirih, klorheksidin 0,2%.
klorheksidin 2% dan
ABSTRACT
Enterococcus faecalis is one of bacteria which have resistance against the pulp tissue defense mechanism and often found in endodontic infections. The ability of this bacterial is may hold good colonization, can survive in the root canal without other bacteria , as well as capable of producing toxins directly or through the induction of inflammation. Betel leaves contain essential oils, as the main components of the essential oils are phenols and compounds, among other derivate such as kavikol compound that has bactericidal five times stronger than phenol. The presence of phenols which are toxic compounds resulting three dimensional structure of the bacterial protein is disrupted and open into a random structure which causes the proteins become denatured and defective biological activity of Enterococcus faecalis so that growth stopped. Chlorhexidine has been shown to be effective against Enterococcus in the process of root canal irrigation. Betel leaf (piper betle linn) can be chosen as an alternative material root canal irrigation saline. The design of this study conducted by in vitro experimental laboratory to determine the effectiveness of anti-bacterial extracts of betel leaf (Piper betle Linn) for Enterococcus faecalis bacteria. Early stage research, the determination of the minimum inhibitory concentration of betel leaf extract by observing at the lowest concentration that was first seen clearly with a concentration of 10%, 15%, 20%, 25%, 30%. Based on these tests, the results obtained minimal inhibitory concentration of betel leaf extract showedat concentration of 20%. The assay method of these antibacterial effect used diffusion method to comparing the inhibition zone betel leaf extract solution in concentration of 20 % be compared 0.2 % chlorhexidine, 2% chlorhexidine, and distilled water. Each group performed eight times repetition respectively. Data were analyzed using One Way Anova test followed by a LSD test. The results showed that 2% chlorhexidine has antibacterial effect for Enterococcus faecalis better than betel leaf extract and 0.2 % chlorhexidine. Keywords: Entercoccus faecalis, betel leaf extract, 0.2% chlorhexidine, and 2% chlorhexidine.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………………iii KATA PENGANTAR ................................................................................................. iv ABSTRAK…………………………………………………………………………..vii ABSTRACT………………………………………………………………………...viii DAFTAR ISI ................................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………...xii DAFTAR TABEL…………………………………………………………………..xiii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
1.3
Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 4
1.4
Tujuan Penelitian............................................................................................ 4
1.5
Manfaat Penelitian.......................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5 2.1
Irigasi Saluran Akar ....................................................................................... 5
2.2
Macam-macam larutan irigasi saluran akar.................................................... 7
2.3
Klorheksidin ................................................................................................... 8
2.4
Daun sirih (piper betle linn)………………………………………………...10
2.4.1 Morfologi sirih…………………………………………………11 2.4.2 Kandungan Sirih……………………………………………….12 2.4.3 Kegunaan Sirih…………………………………………………13 2.5 Enterococcus faecalis………………………………………………….13 2.6 Kerangka Teori………………………………………………………...17 2.7 Kerangka Konsep……………………………………………………...18 BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………………….19 3.1 Jenis Peneltian………………………………………………………………...19 3.2 Rancangan Penelitian…………………………………………………………19 3.3 Lokasi Peneltian……………………………………………………………….19 3.4 Waktu Peneltian……………………………………………………………….19 3.5 Variabel Penelitian……………………………………………………………19 3.6 Defenisi Operasional………………………………………………………….20 3.7 Kriteria Penelitian…………………………………………………………….20 3.8 Alat Dan Bahan……………………………………………………………….21 3.9 Prosedur Kerja………………………………………………………………...22 3.10. Alur Penelitian……………………………………………………………….26 3.11. Analisis Data ……………………………………………………………….27
BAB IV HASIL PENELITIAN……………………………………………………..28 BAB V PEMBAHASAN……………………………………………………………32 BAB VI PENUTUP………………………………………………………………….36 VI.I Kesimpulan…………………………………………………………..36
VI.II Saran……………………………………………………………….36 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………37 LAMPIRAN………………………………………………………………………..xiv
DAFTAR GAMBAR Gambar 1:Daun Sirih (Piper betle linn)……………………………………………12 Gambar 2:Bakteri Enterococcus Faecalis…………………………………………..15 Gambar 3: Skema kerangka teori…………………………………………………...17 Gambar 4: Skema kerangka konsep………………………………………………...18 Gambar 5: Skema alur penelitian…………………………………………………...26 Gambar 6: KHM ekstrak daun sirih………………………………………………...27 Gambar 7: Zona hambat ekstrak daun sirih, klorheksidin 0,2% , 2% dan aquades..28
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Hasil uji KHM ekstrak daun sirih………………………………………..27 Tabel 4.2. Diameter zona hambat ekstrak daun sirih………………………………..28 Tabel 4. 3. Uji statistik ANOVA perbedaan zona hambat antara ekstrak daun sirih, klorheksidin 0,2%. 2% dan aquades…………………………………………………38 Tabel 4.4. Uji statistik LSD perbedaan zona hambat antara ekstrak daun sirih, klorheksidin 0,2%. 2% dan aquades………………………………………………...29
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Hampir semua penyakit endodontik, baik penyakit pulpa atau pun penyakit
periradikuler disebabkan oleh keberadaan bakteri.1 Lebih dari 700 spesies bakteri ditemukan dalam rongga mulut. Bakteri tersebut masuk melewati beberapa jalur, antara lain tubulus dentinalis, kavitas yang terbuka secara langsung karena trauma atau kesalahan prosedur pada saat melakukan perawatan, membran periodontal, aliran darah, restorasi yang rusak, dan jalur lainnya.2 Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa hampir 90% bakteri yang ditemukan disaluran akar terinfeksi merupakan bakteri
anaerob.3 Salah satu contohnya ialah bakteri Enterococcus
faecalis. Keberhasilan suatu perawatan endodontik dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain cleaning & shaping, pengisian saluran akar yang hermetik, dan pemilihan bahan yang memiliki dimensi stabil dan kompatibel terhadap jaringan. Salah satu rangkaian tahap perawatan cleaning & shaping yang dianggap penting adalah irigasi saluran akar. Pada tahap irigasi tersebut, saluran akar dibersihkan sebelum dilakukan
pengisian. Tujuannya adalah untuk membuang debris dan smear layer yang ada dalam saluran akar.4 Selain itu, bahan irigasi juga dapat memiliki fungsi lain, misalnya sebagai pelumas dan pendekalsifikasi yang dapat membantu pembersihan dan pembentukan saluran akar.4 Salah satu contoh bahan irigasi yang biasa digunakan antara lain khlorheksidin. Klorheksidin ini digunakan karena merupakan salah satu bahan irigasi saluran akar yang efektif dan mengandung antimikroba yang luas. Awalnya klorheksidin digunakan secara luas sebagai obat kumur penghambat plak gigi oleh Loe dan Schiott 1970. Pada tahun 1997, klorheksidin digunakan secara lokal untuk mengurangi kedalaman poket pasien (periodontitis). Sejak saat itu terdapat banyak produk yang mengandung klorheksidin digunakan untuk mengurangi mikroba pathogen dan beberapa diantaranya diteliti lagi keefektifannya oleh beberapa klinisi. Ferraz,
membuktikan bahwa klorheksidin dapat juga digunakan sebagai
bahan irigasi saluran akar.5 Selain klorheksidin, ada beberapa bahan alami yang dikembangkan sebagai bahan antimikroba. Bahan yang dikembangkan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar ialah daun sirih (Piper betle linn).
Di Indonesia terdapat banyak
tanaman sirih yang khasiat daunnya telah banyak digunakan. Daun sirih diketahui memiliki efek antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri dan salah satunya adalah
Streptococcus mutans. Daun sirih mengandung minyak atsiri dimana komponen utama minyak atsiri tersebut adalah fenol dan senyawa turunannya, diantara senyawa turunannya itu adalah klavikol yang memiliki daya bakterisida lima kali lebih kuat dibanding fenol.6 Salah satu bakteri yang ditemukan pada infeksi endodontik adalah Enterococcus faecalis. Terdapat sekitar 12 spesies Enterococcus, Enterococcus faecalis
merupakan bakteri
yang paling sering ditemukan disaluran akar dan
menyebabkan 85-90% infeksi enterokokus. Enterococcus faecalis merupakan bakteri fakultatif anaerob gram positif, sering kali ditemukan pada perawatan endodontik yang gagal. Merupakan bakteri yang memiliki ketahanan
atau resisten terhadap
beberapa antibiotik tertentu.7 Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk menguji dan membandingkan efek anti bakteri bahan irigasi saluran akar antara klorheksidin 0,2%, 2% dan ekstrak daun sirih (Piper Betle Linn) terhadap bakteri Enterococcus faecalis. 1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut: 1. Apakah klorheksidin 0,2%, 2% dan ekstrak daun sirih dapat membunuh bakteri Enterococcus faecalis ?
2. Manakah yang lebih efektif antara klorheksidin 0,2%, 2% dan ekstrak daun sirih terhadap Enterococcus faecalis ? 3. Seberapa besar perbedaan efek antibakteri klorheksidin 0,2%, 2% dan ekstrak daun sirih terhadap Enterococcus faecalis.? 1.3.
Hipotesis Penelitian Ada perbedaan antara efek antibakteri klorheksidin 0,2%, 2% dan ekstrak
daun sirih terhadap Enterococcus faecalis. 1.4.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah klorheksidin 0,2%, 2% dan ekstrak daun sirih dapat membunuh bakteri Enterococcus faecalis. 2. Untuk mengetahui manakah yang lebih efektif antara klorheksidin 0,2%, 2% dan ekstrak daun sirih terhadap Enterococcus faecalis. 3. Untuk mengetahui seberapa besar perbedaan efek antibakteri klorheksidin 0,2%, 2% dan ekstrak daun sirih terhadap Enterococcus faecalis. 1.5.
Manfaat Penelitian
1. Mengetahui tentang penggunaan bahan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar. 2. Mengetahui manfaat daun sirih sebagai tanaman obat tradisional.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Irigasi Saluran Akar Pada perawatan endodontik, ada tiga tahapan yang harus dilalui untuk
mendapatkan hasil yang terbaik, yaitu preparasi, sterilisasi, dan pengisian saluran akar. Preparasi saluran akar terdiri atas dua tahapan, yaitu pembersihan dan pembentukan saluran akar yang dikenal dengan istilah clening and shaping.8 Cleaning and shaping merupakan suatu prosedur yang termasuk kedalam triad endodontic. Cleaning merupakan suatu tahapan pembersihan saluran akar dari jaringan nekrotik yang dapat menjadi tempat berkembangnya bakteri. Shaping merupakan suatu tahapan pembentukan saluran akar sebagai persiapan sebelum dilakukannya pengisian saluran akar.9 Irigasi saluran akar merupakan tahapan penting dalam menunjang keberhasilan perawatan saluran akar, karena
irigasi memudahkan pengeluaran
jaringan nekrotik, mikroorganisme dan serpihan dentin dari saluran akar terinfeksi dengan aksi bilasan larutan irigasi. Disamping itu, larutan irigasi juga membilas dan melarutkan timbunan endapan jaringan keras/lunak terinfeksi dibagian apikal dan
jaringan periapikal. Selain memiliki aktivitas antimikroba, larutan irigasi juga bersifat toksik dan dapat menimbulkan rasa nyeri bila masuk ke jaringan periapikal.10 Larutan irigasi yang ideal seyogyanya memiliki efek antibakteri dengan spektrum yang luas, tidak toksik, mampu melarutkan sisa jaringan pulpa nekrotik dan mengeluarkan smear layer selama preparasi saluran akar atau mampu melarutkannya segera setelah terbentuk smear layer. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, belum ada senyawa larutan irigasi yang dapat memenuhi kriteria yang ideal tersebut. Sebaliknya, penelitian menunjukkan pengunaan kombinasi dari larutan irigasi tertentu dapat meningkatkan efektivitas larutan irigasi dan mendukung keberhasilan perawatan.10 Sifat-sifat ideal dari suatu larutan irigasi adalah:4 a.
Pelarut debris atau pelarut jaringan.
b.
Toksisitas rendah.
c.
Tegangan permukaan rendah.
d.
Pelumas
e.
Sterilisasi (atau paling sedikit desinfeksi)
f.
Membuang smear layer.
g.
Faktor lain: antara lain mudah diperoleh, harga yang murah, mudah digunakan, dapat disimpan cukup lama dan mudah disimpan. Selain itu
juga penting adalah larutan irigasi tidak mudah dinetralisir di saluran akar sehingga efektifitasnya dapat dipertahankan.4
2.2.
Macam-Macam Larutan Irigasi Saluran Akar Beberapa macam larutan irigasi saluran akar yang saat ini popular, adalah
larutan sodium hipoklorit, larutan kelator/Ethylene Diamine Tetra-acetic Acid (EDTA), klorheksidin, dan Iodine Potassium Iodide (IPI).10 1. Sodium hipoklorit Sodium hipoklorit yang pertama kali digunakan sebagai larutan irigasi untuk luka infeksi pada Perang Dunia I, sekarang merupakan larutan irigasi yang paling sering digunakan dalam praktek dokter gigi, dikenal juga sebagai pemutih pakaian. Kelebihan sodium hipoklorit adalah mampu melarutkan jaringan pulpa vital dan nekrotik, membilas debris keluar dari saluran akar, bersifat anti mikroba dengan spektrum luas, sporisid, virusid, pelumas, harganya ekonomis dan mudah diperoleh. Dilain pihak larutan sodium hipoklorit dapat menyebabkan iritasi bila terdorong kejaringan periapikal.10 2. Larutan kelator/EDTA Larutan kelator yang sering digunakan dalam perawatan endodontic adalalah garam disodium dari ethylendiamin tetraacetic acid (EDTA 17 % dalam larutan netral). Kelator adalah pelarut komponen anorganik dan memiliki efek antibakteri
yang rendah, sehingga dianjurkan sebagai pelengkap dalam irigasi saluran akar setelah sodium hipoklorit. Smear layer yang terbentuk selama preparasi mekanik saluran akar dan yang melekat pada dinding saluran akar, dapat dengan mudah dilepaskan melalui demineralisasi, membuat tubulus dentinalis terbuka lebar. Hal ini memudahkan penetrasi desinfektan
lebih jauh kedalam dentin saluran akar,
menjadikan larutan kelator ini berkontribusi terhadap eliminasi bakteri.10 3. Iodine Potassium Iodide (IPI) Senyawa iodine dikenal luas sebagai desinfektan kulit dan lapangan operasi. Iodine kurang reaktif dibandingkan dengan klorin tetapi dapat dengan cepat membunuh kuman, jamur, virus, bakteri tuberculosis dan spora. Iodine tidak stabil dalam larutan sehingga dikembangkan senyawa iodofor seperti povidine iodine. Iodine potassium iodine (IPI) luas digunakan sebagai desinfektan permukaan gigi dan irigasi dengan IPI sebelum medikasi dengan Ca(OH)2.10 4. Klorheksidin Klorheksidin adalah bahan irigasi saluran akar berspektrum luas dan rendah toksik. Klorheksidin dapat menghambat aktivitas antimikroba setelah berkontak cukup lama pada permukaan dentin dalam saluran akar. Pelepasan klorheksidin secara bertahap, dapat mempertahankan kadar molekul yang tetap agar tercipta keadaan bakteriostatik didalam saluran akar selama periode waktu yang lama dengan kisaran pH 5,5 - 7,0.11
2.3.
Klorheksidin Klorheksidin merupakan basa kuat dan paling stabil dalam bentuk garam
klorheksidin diglukonat yang larut dalam air. Klorheksidin sangat luas digunakan sebagai desinfektan karena memiliki sifat antimikroba yang baik terhadap bakteri gram+, bakteri gram-, spora bakteri, virus lipofilik, jamur dan dermatofit yang secara luas digunakan mengontrol plak rongga mulut.10 Konsentrasi 2% klorheksidin dianjurkan sebagai larutan irigasi saluran akar, karena memiliki efek antimikroba yang luas dan dapat bertahan lama dengan kemampuannya melekat pada dinding saluran akar. Disamping itu, klorheksidin tidak mengiritasi jaringan periapikal, kurang toksik dibandingkan dengan larutan lainnya, dan baunya tidak menyengat. Kemampuan klorheksidin tergantung dari pH dan kehadiran komponen organik.10 Beberapa penelitian menunjukkan efektivitas antimikroba larutan 2% klorheksidin hampir sama dengan larutan 5,25 NaOCL. Pada pemeriksaan in vitro dengan kultur dan SEM menunjukkan hasil yang berbeda. Irigasi dengan 6% larutan sodium hipoklorit dapat menghilangkan biofilm dan membunuh semua bakteri secara sempurna sedang klorheksidin tidak memiliki efek pada biofilm. Hal ini memungkinkan bakteri tetap memiliki kemampuan mengekspresikan sifat antigenik bila berkontak dengan jaringan periapikal. Selain itu, biofilm dapat mengurangi kualitas penutupan bahan pengisi saluran akar.10
Klorheksidin
tidak dapat digunakan sebagai larutan irigasi tunggal pada
perawatan saluran akar karena tidak memiliki kemampuan melarutkan jaringan nekrotik dan kurang efektif terhadap bakteri gram negatif. Disamping itu, efektivitas klorheksidin berkurang dengan adanya protein dan matriks dentin organik. Oleh sebab itu kombinasi larutan irigasi NaOCL dan klorheksidin dianjurkan untuk meningkatkan kemampuan keduannya. Klorheksidin dapat ditemukan dalam bentuk larutan berbasis air, gel dan kombinasi larutan dengan bahan aktif lain.10 Dalam bidang kedokteran gigi ada suatu bahan yaitu klorheksidin 0,2% yang dipakai sebagai obat kumur dipakai konsentrasi 0,2%. Klorheksidin merupakan derivat bis-biquanite yang efektif dan mempunyai spectrum luas, bekerja cepat dan toksisitasnya rendah. Bahan ini digunakan dalam bentuk yang bervariasi, misalnya klorheksidin asetat atau glukonat yang merupakan antiseptik yang bersifat bakterisid atau bakteriostatik terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Selain itu klorheksidin juga menghambat virus dan aktif melawan jamur. Klorheksidin sangat efektif mengurangi akumulasi plak.11 Di pasaran Indonesia tersedia Minosep buatan Minorock yang mengandung larutan klorheksidin glukonat 0,2%.12
2.4.
Daun Sirih (Piper betle linn) Saat ini telah banyak dilakukan penelitian mengenai bahan alam yang
dimanfaatkan dalam mencegah dan mengatasi penyakit. Tanaman sirih merupakan
salah satu tanaman herbal yang berhubungan erat dengan pengendalian karies, penyakit periodontal dan mengontrol halitosis. Daun sirih juga menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans dan Staphylococcus aurens .6,13
2.4.1. Morfologi Sirih Sirih merupakan tanaman herbal, yang memanjang dengan tinggi tanaman dapat mencapai 2-4 m. Batang tanaman berbentuk bulat dan lunak, beruas-ruas, beralur-alur dan berwarna hijau abu-abu. Sirih memiliki daun yang tunggal dan letaknya berseling dengan bentuk bervariasi mulai dari bundar sampai oval, ujung daun runcing, pangkal daun berbentuk jantung atau agak bundar asimetris. Daun sirih memiliki warna yang bervariasi yaitu kuning, hijau sampai hijau tua dan berbau aromatis.13 Taksonomi Sirih:13 Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Klas
: Magnoliopsida (Dikotil)
Ordo
: Piperales
Famili
: Piperaceae
Genus
: Piper
Spesies
: Piper betle Linn
Gambar 1. Daun sirih hijau Sumber :www.ipteknet.id
2.4.2. Kandungan Sirih Daun sirih mempunyai aroma yang khas karena mengandung minyak atsiri 14,2%, air, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin A, B, C, yodium, gula dan pati. Dari berbagai kandungan tersebut, dalam minyak atsiri terdapat fenol alam yang mempunyai daya antiseptik 5 kali lebih kuat dibandingkan fenol biasa (Bakterisid dan Fungisid) tetapi tidak sporasid. Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dan mengandung aroma atau wangi yang khas. Minyak atsiri dari daun sirih mengandung 30% fenol dan beberapa derivatnya. Minyak atsiri terdiri dari hidroksi kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metileugenol, karbakrol, terpen, seskuiterpen, fenilpropan, dan tannin, Kavikol merupakan komponen paling banyak dalam minyak atsiri yang memberi bau khas pada sirih. Kavikol bersifat mudah teroksidasi dan dapat menyebabkan perubahan warna.13 Mekanisme fenol sebagai agen anti bakteri berperan sebagai toksin dalam protoplasma, merusak dan menembus dinding serta mengendapkan protein sel bakteri. Senyawa fenolik bermolekul besar mampu menginaktifkan enzim essensial di
dalam sel bakteri meskipun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Fenol dapat menyebabkan kerusakan pada sel bakteri, denaturasi protein, menginaktifkan enzim dan menyebabkan kebocoran sel.14
2.4.3. Kegunaan Sirih Tanaman sirih sudah lama dikenal sebagai tanaman obat dan banyak tumbuh di Indonesia. Bagian dari tanaman sirih yang dimanfaatkan sebagai obat adalah daunnya. Secara tradisional, sirih dipakai sebagai obat sariawan, sakit tenggorokan, obat batuk, obat cuci mata, obat keputihan, pendarahan pada hidung/mimisan, mempercepat penyembuhan luka, menghilangkan bau mulut dan mengobati sakit gigi.13
2.5.
Enterococcus Faecalis Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang banyak ditemukan di saluran
akar dan tetap bertahan di dalamnya meskipun telah dilakukan perawatan. E. faecalis, suatu bakteri fakultatif Gram positif, dikenal sebagai spesies yang paling resisten pada rongga mulut dan paling sering ditemukan pada kasus dengan kelainan setelah perawatan. E. faecalis ditemukan sebanyak 20 dari 30 kasus infeksi endodontik yang persisten pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar.15 E. faecalis merupakan bakteri fermentative dan terbentuk secara non-sporadis. Sel E. faecalis berbentuk ovoid dan diameternya 0,5 sampai dengan 1um. Bakteri ini berada dalam
kondisi tunggal, berpasangan atau rantai yang pendek, dan biasanya mengalami elongasi pada arah rantai.16 Spesies ini ditemukan pada 18% dari kasus infeksi endodontik primer, prevalensinya pada gigi dengan pengisian saluran akar lebih tinggi lagi yaitu 67% dari kasus.15 E. faecalis dapat bertahan hidup pada berbagai tekanan yang ada dilingkungan tempat tinggalnya, termasuk
pada suhu yang ekstrim (5-65oC), pH (4,5 - 10),
sehingga memungkinkan bakteri ini hidup diberbagai tempat.17,18 Klasifikasi ilmiah Enterococcus faecalis :18 Kingdom
: Bacteria
Filum
: Firmicutes
Kelas
: Bacilli
Ordo
: Lactobacillales
Family
: Enterococcaceae
Genus
: Enteroccus
Spesies
: Enterococcus faecalis
Gambar 2 :Enterococcus faecalis Sumber : Bacterianphoto.com
Pada studi invitro, E. faecalis menunjukkan kemampuan untuk menginvasi tubuli dentin, dimana tidak semua bakteri memiliki kemampuan tersebut. E. faecalis dapat memasuki fase Viable But Non Culturable (VBNC) suatu fase bakteri yang dapat bertahan hidup ini dimiliki beberapa spesies bakteri ketika berada dalam lingkungan yang sulit. Kondisi ini akan terus berlangsung hingga lingkungan kembali normal.19 Faktor-faktor virulen yang dimiliki E. faecalis menyebabkan bakteri ini memiliki kemampuan untuk membentuk kolonisasi pada host, dapat bersaing dengan bakteri lain resisten terhadap mekanisme pertahanan host, menghasilkan perubahan pathogen baik secara langsung melalui produksi toksin atau secara tidak langsung melalui rangsangan terhadap mediator inflamasi. Faktor-faktor virulen tersebut adalah komponen aggregation substance (AS), surface adhesins, sex pheromones, lipoteichoic acid (LTA), extraceluller superoxide production (ESP), gelatinase lytic enzyme, hyalurodinase, dan cytolysin toxin. Faktor-faktor virulensi ini berperan
penting dalam pathogenesis, sehingga E. faecalis dapat melekat pada sel hospes dan matrik
ekstraseluler,
memudahkan
invasi
ke
jaringan,
mempunyai
efek
immunomodulasi dan menimbulkan kerusakan melalui media toksinnya.19 E. faecalis dapat berkolonisasi dalam saluran akar dan membentuk koloni di permukaan dentin dengan bantuan LTA, sedangkan AS dan bacteriosin menghambat pertumbuhan bakteri lain. Hal ini menjelaskan rendahnya jumlah bakteri lain pada infeksi saluran akar yang persisten sehingga E. faecalis menjadi mikroorganisme dominan pada saluran akar.19
2.6.
Kerangka Teori Infeksi Sekunder
Enterococcus Faecalis
Porphyromonas spp
Peptostreptococcus spp
Cleaning & Shaping (BIOMEKANIS) b IRIGASI
Larutan Irigasi
Kimia
Sodium Hipoklorit
EDTA
Alami / Herbal
Klorheksidin
Ekstrak daun sirih
2.7.
Kerangka Konsep
LARUTAN IRIGASI
KLORHEKSIDIN 0,2%
KLORHEKSIDIN 2 %
DAUN SIRIH
Reaksi anti bakteri - Lama waktu inkubasi - Konsentrasi Larutan Uji Enterococcus faecalis
- Jumlah Tetes - Temperatur inkubasi
Metabolisme sel terganggu
Kematian sel Bakteri Keterangan : Variabel Bebas : Variabel Antara : Variabel Akibat: :Variabel Kontrol
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian: Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental laboratories.
3.2.
Rancangan Penelitian: Rancang penelitian ini adalah Post test control group design.
3.3.
Lokasi Penelitian: -
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
-
Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
3.4.
Waktu Penelitian
3.5.
Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Bebas
: Juni 2013 – Juli 2013
: - Daunsiri - Klorheksidin 0,2 %. - Klorheksidin 2 %.
3.5.2 Variabel Terikat
:
Bakteri Enterococcus faecalis
3.5.3 Variabel Kontrol
: -
Lamanya waktu inkubasi
- Temperatur inkubasi - Konsentrasi larutan uji - Jumlah tetes. 3.6.
Defenisi Operasional a. Ekstrak daun sirih: Hasil saringan daun sirih setelah daun tersebut dikeringkan, dihaluskan, dan dimaserasi. b. Bakteri Enterococcus faecalis: Merupakan bakteri gram positif sediaan dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Unhas. c. Klorheksidin 2%: Larutan irigasi yang bekerja optimal pada konsentrasi 2%. d. Klorheksidin 0,2 %: Merupakan Larutan Obat kumur. e. Efek anti mikroba : Efek larutan dalam menghambat pertumbuhan mikroba. f. Zona inhibisi yaitu zona hambat yang ditandai dengan adanya daerah jernih pada medium biakan bakteri.
3.7.
Kriteria Penelitian a. Uji
Konsentrasi
Hambat
Minimal
(KHM)
dilakukan
dengan
menggunakan metode dilusi. Tabung dengan berbagai konsentrasi diamati kekeruhannya, tabung dengan konsentrasi terendah yang pertama kali terlihat jernih merupakan konsentrasi hambat minimal (KHM).
b. Uji antibakteri menggunakan metode difusi, yang diukur adalah luas zona inhibisi. Luas zona inhibisi merupakan diameter daerah yang bening yang diukur dengan menggunakan kaliper.
3.8.
Alat dan Bahan
a. Alat: 1. Timbangan analitik (Sartorium, USA) 2. Tabung reaksi (Pyrex, USA) 3. Oven 4. Rak tabung. 5. Bejana maserasi 6. Alat rotary evaporator (Buchner, Germany) 7. Cawan petri (Pyrex, USA) 8. Cawan porselen 9. Paper Disc 10. Pinset 11. Cotton Swab 12. Mikropipet (Socorex, Germany) 13. Kaliper (Mitutoyo, Jepang). 14. Autoklaf (Hirayama, Jepang)
15. Gelas Kimia (Pyrex, USA) 16. Inkubator (memmert, Jerman)
b. Bahan : 1. Daun sirih diperoleh dari Kab.Gowa. 2. Klorheksidin 0,2% (Minorck, Surabaya Indonesia) 3. Klorheksidin 2 % (Consepsis, Germany) 4. Enterococcus faecalis (Lab. Mikrobiologi Fk.Unhas) 5. Etanol 96% 6. Media Brain Heart Infusion Broth (BHIB) (Lab mikrobiologi Fk.Unhas) 7. Medium Mueller-Hinton Agar (Merck, Germany) 8. Aquades steril
3.9.
Prosedur Kerja: 1) Pembuatan ekstrak daun sirih 1. Daun sirih yang digunakan adalah daun sirih Hijau. 2. Daun sirih segar yang telah dipetik sebanyak 800 gram dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air sampai bersih dan ditiriskan. 3. Selanjutnya, daun sirih tersebut dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 40-500 C. 4. Daun sirih yang telah dikeringkan, dipotong – potong kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan simplisia sebanyak 140 gram. 5. Pembuatan ekstrak ini menggunakan cara maserasi, yaitu dengan merendam daun sirih kedalam bejana maserasi secara terpisah
kemudian diberi larutan etanol 96% sampai daun terendam sempurna. 6. Bejana maserasi tersebut ditutup rapat dan didiamkan selama ±2 hari sambil diaduk satu kali setiap hari. 7. Hasil yang diperoleh disaring dan diulang sebanyak tiga kali, kemudian ditampung dalam botol untuk selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan alat rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak etanol kental. 8. Ekstrak yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan alat rotary evaporator
pada suhu
700C. Proses
ini bertujuan
untuk
menguapkan etanol sehingga diperoleh ekstrak yang kental dari daun sirih.
2) Penentuan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) ekstrak daun sirih. 1. Ekstrak daun sirih diencerkan dengan rumus: m=MxV m : massa daun sirih (gram) M: Konsentrasi larutan (gr/ml) V: Volume Larutan (ml) 2. Untuk memperoleh ekstrak daun sirih konsentrasi 10%, 15%, 20%, 25%, 30%. Ekstrak daun sirih ditimbang sebanyak 1 gram, 1,5
gram, 2 gram, 2,5 gram, 3 gram kemudian dilarutkan dengan aquades sebanyak 10 ml. 3. Sebanyak lima buah tabung disiapkan dan diisi dengan medium BHIB sebanyak 5 ml. Kemudian 0,2 ml bakteri Enterococcus faecalis dimasukkan pada masing – masing tabung. 4. Setelah itu, masing – masing ekstrak yang telah diencerkan tersebut dimasukkan kedalam tabung dan diberi label sesuai konsentrasinya. 5. Semua tabung diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam dan kemudian dilakukan pemeriksaan ada tidaknya pertumbuhan bakteri yang ditandai dengan terjadinya kekeruhan dalam tabung. 6. Konsentrasi hambat minimal ditentukan dengan memperhatikan tabung dengan konsentrasi yang pertama terlihat jernih. Tabung yang terlihat keruh menunjukkan masih adanya pertumbuhan bakteri. 7. Tabung yang pertama kali terlihat jernih merupakan konsentrasi daun sirih yang akan digunakan pada pengujian terhadap bakteri Enterococcus faecalis.
3) Uji efek antibakteri ekstrak daun sirih dan klorheksidin terhadap bakteri Enterococcus faecalis 1. Alat-alat disiapkan dan distrerilkan. 2. Siapkan enam belas buah cawan petri yang berisi medium Mueller Hinton Agar (MHA)
3. Masukkan bakteri Enterococcus faecalis, Cotton swab dicelupkan dalam biakan bakteri kemudian kapas ditekan pada sisi tabung agar tiris. Cotton swab diulaskan pada seluruh permukan cawan petri yang berisi medium secara merata. 4. Tiga puluh dua buah paper disc, yang masing-masing dibagi empat kelompok untuk daun sirih, klorheksidin 0,2%, klorheksidin 2% dan aquades kedalam enam belas cawan petri. Kedalam masingmasing cawan petri diletakkan empat buah paper disk. Empat buah paper disc tersebut diletakkan pada permukaan media yang terdapat biakan bakteri Enterococcus faecalis, kemudian ditekan dengan menggunakan pinset agar paper disc benar-benar menempel pada media, setelah itu paper disc tersebut ditetesi masing-masing larutan klorheksidin 0,2%, 2%, Aquades dan Ekstrak daun sirih konsentrasi sesuai KHM sebanyak satu kali tetes (10 microliter) dengan menggunakan mikropipet. 5. Cawan petri tersebut diinkubasi dengan suhu 370C selama 3x24 jam. 6. Untuk mengetahui daya hambatnya dilakukan pengukuran zona inhibisi yaitu daerah jernih pada permukaan medium Mueller Hinton Agar (MHA) disekitar paper disc menggunakan kaliper.
3.10.
Alur Penelitan Daun sirih
Prosedur Ekstrak
Pengenceran dengan aquades
Konsentrasi 10%, 15%, 20%, 25%, 30%
Penentuan KHM
Ekstrak daun sirih dengan konsentrasi tertentu sesuai KHM.
Klorheksidin 0,2%.
Enterococcus faecalis EEEGH
Inkubasi
Pengukuran zona inhibisi
Analisa
Klorheksidin 2%
Aquades
3.11.
Analisis Data
a. Jenis data : Data Primer b. Pengolahan data : SPSS 16 for windows c. Penyajian data : Dalam bentuk tabel dan gambar d. Analisa data : ANOVA dan LSD
BAB IV HASIL PENELITIAN Dari hasil penelitian penentuan konsentrasi hambat minimal ekstrak daun sirih terhadap bakteri Enterococcus faecalis ditunjukkan data antara lain seperti yang nampak pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Tingkat kekeruhan bakteri Enterococcus faecalis pada medium BHIB setelah diberi Ekstrak Daun sirih (paper betle Linn) selama 72 jam. Ekstrak daun sirih Diinkubasi
10%
15%
20%
25%
30%
+
+
-
-
-
72 jam
KET : + -
= Keruh = Tidak Keruh
Dari tabel 4.1. Hasil medium BHIB setelah diberi Ekstrak Daun sirih (paper betle Linn) 72 jam terdapat dua konsentrasi yang mengalami kekeruhan yaitu terdapat pada konsentrasi 10% dan 15%. Adapun yang tidak mengalami kekeruhan yaitu terdapat pada konsentrasi 20%, 25% dan 30%. Berdasarkan pengujian tersebut, dapat dikatakan bahwa Konsentrasi Hambat Minimal Ekstrak daun sirih adalah konsentrasi 20%.
Gambar 6: KHM Ekstrak daun sirih terhadap Bakteri Enterococcus faecalis. 4.1.
Pengukuran zona hambat terhadap bakteri Enterococcus faecalis Pada tabel 4.2. Pada penentuan konsentrasi hambat minimal (KHM) dari
ekstrak daun sirih maka dilakukan pengujian efek anti bakteri terhadap bakteri Enterococcus faecalis. Dalam hal ini dilakukan pengukuran zona hambat yang terbentuk pada permukaan media biakan bakteri. Tabel 4.2. Diameter Rata-rata zona hambat ekstrak daun sirih, klorheksidin 0,2%, klorheksidin 2% dan aquades terhadap bakteri Enterococcus faecalis. Ekstrak daun sirih
Rata – rata
Klorheksidin 0,2
Klorheksidin2 %
Aquades
konsentrasi 20%
(mm)
(mm)
(mm)
15,65
15,4
27,6
0
B
Klorheksidin 2%
C A
Ket : A= Ekstrak Daun sirih 20 %, B =Klorheksidin 0,2 %, C=Aquades
Gambar 7 : Zona daya hambat Daun sirih, Klorheksidin 0,2 %, klorheksidin 2% dan aquades terhadap Enterococcus faecalis. Hasil uji statistik yang telah dilakukan untuk mengetahui perbedaan diameter zona hambat antara ekstrak daun sirih, klorheksidin 0,2%, 2% dan aquades. Tabel 4.3. Uji ANOVA perbedaan diameter zona hambat antara ekstrak daun sirih, klorheksidin 0,2% , 2%, dan aquades. Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Df
Mean Square
1835.245
3
611.748
84.027
28
3.001
1919.272
31
F 203.850
Sig. .000
Ket. *= signifikan pada p= 0,000<0,05
Berdasarkan tabel tersebut diatas didapatkan nilai signifikan p=0,000 dimana p< 0,05 yang berarti data tersebut terdapat perbedaan efektivitas yang bermakna
antara ekstrak daun sirih, klorheksidin 0,2, klorheksidin 2% dan
aquades (kontrol). Pengujian dengan menggunakan One Way Anova hanya dapat menunjukkan ada tidaknya perbedaan efektivitas antibakteri antara ekstrak daun sirih, klorheksidin 0,2%, dan klorheksidin 2% terhadap Enterococcus faecalis, untuk itu diperlukan pengujian menggunakan uji Least Significant Difference
(LSD) agar dapat diketahui seberapa besar perbedaan afektivitas antibakteri dari setiap kelompok seperti yang tampak pada tabel berikut. Tabel 4.4 Uji Least Significant Difference (LSD), perbedaan diameter hambat antara Ekstrak daun sirih, klorheksidin 0,2%, 2%, dan aquades.
zona
(I) Kelompok
(J) Kelompok
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
EkstrakDaunSirih
Klorheksidin 0.2%
.25000
.86617
.775
Klorheksidin 2%
-11.70625
.86617
.000*
Aquades
9.65000
.86617
.000*
Klorheksidin 2%
-11.95625
.86617
.000*
Aquades
9.40000
.86617
.000*
Aquades
21.35625
.86617
.000*
Klorheksidin 0.2%
Klorheksidin 2%
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Perbedaan signifikan dapat dilihat bila nilai p<0,05 pada nilai signifikansinya. Dari tabel 4.4 hasil uji LSD terlihat bahwa ekstrak daun sirih terhadap Klorheksidin 0,2% tidak terdapat perdaan yang signifikan (P = 0,775 > 0,05), Ekstrak daun sirih terhadap Klorheksidin 2% terdapat perbedaan yang signifikan (P = 0,000 < 0,05), ekstrak daun sirih terhadap Aquades juga terdapat perbedaan yang signifikan (P = 0,000 < 0,05), Klorheksidin 0,2% terhadap Klorheksidin 2% terdapat perbedaan yang signifikan, Klorheksidin 0,2% terhadap aquades terdapat perbedaan yang signifikan (P = 0,000 < 0,05), sedangkan
Klorheksidin 2% terhadap aquades juga terdapat perbedaan yang signifikan (P = 0,000 < 0,05).
BAB V PEMBAHASAN
Bakteri Enterococcus faecalis merupakan bakteri fakultatif anaerob gram positif berbentuk kokus yang memiliki dinding sel dengan peptidoglikan tebal, namun apabila terjadi kerusakan maupun ada hambatan pada pembentukannya maka akan terjadi kematian sel tersebut.20
Salah satu bahan yang memiliki
keefektivan sebagai antibakteri yaitu tanaman sirih, yang khasiat daunnya telah banyak digunakan. Efek astringent bahan ini, telah diketahui sebagai obat kumur, tidak menimbulkan iritasi selaput lendir rongga mulut. Pada konsentrasi 20% bekerja lebih baik terhadap Streptococcus Viridans.21 Kandungan ekstrak daun sirih terdiri dari senyawa fenol dan derivatnya mempunyai daya antibakteri dengan cara menurunkan tegangan permukaan sel dan denaturasi protein. Adanya fenol yang merupakan senyawa toksik mengakibatkan struktur tiga dimensi protein terganggu dan terbuka menjadi struktur acak tanpa adanya kerusakan pada struktur kerangka kovalen. Hal ini mengakibatkan protein berubah sifat. Deret asam amino protein tersebut tetap utuh setelah berubah sifat, namun aktivitas biologis nya menjadi rusak sehingga protein tidak dapat melakukan fungsinya.22 Dengan terdenaturasinya protein sel maka semua aktivitas metabolisme sel dikatalisis oleh enzim sehingga bakteri tidak dapat bertahan hidup.23 Kavikol dan kavibetol yang merupakan turunan dari fenol yang mempunyai daya anti bakteri lima kali lipat dari fenol biasa.23
Terdapat pula senyawa pada daun sirih yang memiliki efek anti bakteri antara lain katekin, tannin, flavanoid dan saponin. Katekin bekerja dengan cara mendenaturasi protein dari bakteri. Protein yang mengalami denaturasi akan kehilangan aktivitas fisiologis sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Perubahan struktur protein pada dinding sel bakteri akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian sel menjadi rusak.2 Tannin merupakan polifenol yang larut dalam air. Mekanisme antibakteri tannin antara lain menghambat enzim ekstra seluler mikroba, mengambil alih substrat yang
dibutuhkan pada pertumbuhan mikroba,
atau
bekerja langsung pada metabolisme dengan cara menghambat fosforilasi oksidasi.26
Flavonoid selain berfungsi sebagai bakteriostatik juga berfungsi
sebagai anti inflamasi. Mekanisme kerja saponin pada mikroorganisme adalah berikatan dengan kompleks polisakarida pada dinding sel, sehingga dapat merusak dinding sel dari bakteri tersebut.24 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dea, minyak atsiri daun sirih sudah menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans pada konsentrasi 0,1%. Selain dalam bentuk larutan murni, pengujian aktivitas antibakteri dilakukan juga dalam bentuk pasta gigi. Menurut penelitian Dea dan Pratiwi, pasta gigi yang mengandung minyak atsiri daun sirih menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans pada konsentrasi 0,1 %.25 Penelitian daun sirih juga dilakukkan oleh Dian Agustin yang menunjukkan bahwa diameter zona hambat bakteri mix oleh infusum daun sirih 20% lebih besar dari hidrogen peroksida 3% dan berbeda bermakna (p<0,05),
berarti infusum daun sirih 20% mempunyai efek antibakteri lebih kuat dari hidrogen peroksida 3%. Infusum daun sirih mengandung minyak atsiri yang didalamnya terdapat senyawa phenol yang bersifat bakterisid.21 Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa ekstrak daun sirih dengan konsentrasi 20% memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Enterococcus faecalis. Bakteri Enterococcus faecalis merupakan bakteri anaerob gram positif berbentuk kokus yang memiliki peptidoglikan tebal pada dinding selnya yang apabila mengalami kerusakan dan lisis maka akan terjadi kematian sel. Klorheksidin 2% efektif sebagai bahan irigasi saluran akar terhadap bakteri Enterococcus faecalis. Daya antibakterinya didapatkan dengan merusak
sel
membran bakteri menyebabkan terjadinya perubahan pada permeabilitas membran sitoplasma yang dapat meningkatkan pengendapan protein sitoplasma, mengubah keseimbangan osmotik seluler, menganggu metabolisme, pertumbuhan dan pembelahan sel bakteri sehingga dinding sel Enterococcus faecalis dapat rusak, lisis dan akhirnya mati.26 Penelitian klorheksidin 2% juga dilakukan oleh Wulan Oktaviani Perbedaan efektifitas daya antibakteri antara klorheksidin diglukonat 2% dengan berbagai konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa (tinjauan terhadap Enterococcus faecalis) menunjukkan klorheksidin diglukonat 2% memiliki daya antibakteri lebih tinggi dibanding dengan ekstrak buah mahkota dewa (Phaleriamacrocarpa [Scheff.] Boerl) konsentrasi 20%, 30%, 40%, dan 50% terhadap bakteri Enterococcus faecalis.27
Pada pengujian efektivitas Klorheksidin 2% yang dilakukan. Hal ini sejalan dengan penelitian Wulan Oktaviani, klorheksidin 0,2% dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh
Mangundjaja S, dkk.
Menunjukkan efek dari obat kumur klorheksidin 0,2% berkumur selama 45 detik paling efektif menurunkan jumlah populasi Streptoccus mutans, karena mempunyai kemampuan sebagai bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman rongga mulut terutama streptococcus mutans didalam air liur.28 Hal tersebut juga berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa Klorheksidin 0,2% memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Enterococcus faecalis. Berdasarkan hasil penelitian yang kami lakukan didapatkan Ekstrak daun sirih dan Klorheksidin 0,2% mempunyai efektivitas sama dalam menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Ekstrak daun sirih dengan konsentrasi 20% juga memiliki efektivitas antibakteri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun sirih, klorheksidin 0,2% dan 2% dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis, tetapi klorheksidin 2% memiliki efektivitas lebih baik.
BAB VI PENUTUP
5.1
KESIMPULAN : Berdasarkan hasil dapat diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa:
Ekstrak daun sirih 20%, klorheksidin 0,2%, 2% dapat membunuh bakteri Enterococcus faecalis. Terdapat perbedaan efek antibakteri antara ekstrak daun sirih 20% dan klorheksidin 0,2%, 2% terhadap bakteri Enterococcus faecalis, Dimana kemampuan klorheksidin 2% lebih baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis.
5.2 1.
SARAN : Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penggunaan klorheksidin 0,2% sebagai bahan irigasi saluran akar, karna sulitnya diperoleh klorheksidin 2%.
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan ekstrak daun sirih (paper betle linn) sebagai bahan irigasi saluran akar dalam bidang kedokteran gigi.
DAFTAR PUSTAKA 1. Baumgartner JC. Microbiology aspect of endodontic infections. CDA Journal
[serial
online]
2004;32(6):459-60:[internet].
Diakses
:
www.cda.org 16 Juni 2013. 2. Narayana LL.C Vaishani. Endodontic microbiologi J.Conserv Dent [serial online] 2010;13. 233-4: [internet]. Diakses: www.jcd org in 16 Juni 2013. 3. Ferreira CM. da Silva ROP, Torres SA, de Andrabe FFB, Bernardinelli N. activity of endodontic antibacterial agents against selected anaerobic bacteria Braz. Dent J [serial online] 2002,13 (2). [internet]. Diakses: www.scielo.org 18 Juni 2013. 4. Walton RE, Rivera EM. Pembersihan dan pembentukan saluran irigasi in: Walton Richard E, Toerbinejed M,ed Prinsip dan praktik ilmu endodonsia 3th ed. Alih bahasa. Sumawinata N, Juwono L, ed Jakarta: Penerbit Buku kedokteran, EGC;2008 p. 243-7. 5. Prijantojo. Peranan klorheksidin terhadap kelainan gigi dan rongga mulut. Cermin
Dunia
Kedokteran.
113
.1996
Diakses:
http//www.cerminduniakedokteran.com. 18 september 2013. 6. Nalina T, Rahim ZHA. The crude aqueous extract of piper betel L and its antibacterial affect towards streptococcus mutans. Am J Biochem & Biotech 2007;3(1):10-5. 7. Zenhder
M.
Root
canal
irrigatiants,
J
Endodo
[serial
online]
2006,32(5)391 [internet]. Diakses; www.collegeofdiplomate.org 20 Juli 2013. 8. Yanti N. Biokompatibilitas larutan irigasi saluran akar. Dentika Maj Ilmiah Ked Gi USU 2000;5(1):40-44. 9. Nasseh AA. The role of asepsis in endodontic care [internet] Diakses: http.//cde.dentalaegis.com 20 Juli 2013].
10. Tanumihardja M, Larutan Irigasi saluran akar. Dentofas J ked Gi 2010 Okt;9(2):108-112. 11. Mareta Dh, Sofiani E. Perbedaan daya antibakteri antara klorheksidin diglukonat 2% dan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) dengan berbagai konsentrasi. [skripsi]. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah. 12. David, munadziroh E. Perubahan warna lempeng resin akrilik yang direndam dalam larutan desinfektan sodium hipoklorit dan klorheksidin. Surabaya: Universitas Airlangga. 13. Moeljanto RD, Mulyono. Khasiat & manfaat daun sirih (obat mujarab dari masa ke masa). Jakarta: Agromedia Pustaka,2003:9. 14. Heyne K. Tumbuhan berguna Indonesia. 2nd ed. Jakarta: Depertemen Kehuatanan, 1987:950. 15. Wardhana DV, Rukmo M, Budi AT. Daya antibakteri kombinasi metronidazol, siprofloksasin, dan minosiklin terhadap Enterococcus faecalis.Endo Restorasi [serial online] 2008;1(1):[internet]. Diakses: http://www.researchgate.net/publication/229381443_Daya_antibakteri _kombinasi_metronidazol_siprofloksasindan_minosiklin_terhadap_E nterococcus_faecalis(The_antimicrobial_effect_of_combined_metroni dazole_ciprofloxacin_and_minocycline_against_Enterococcus_faecalis )/file/79e415008fde084d3e.pdf. 30 Juni 2013. 16. Suchitra U, Kundabala M. Enterococcus faecalis: An endodontic pathogen [online]. Diakses: URL: http://medind.nic.in/eaa/106/i2/eaat06i2p11.pdf. Juli 23.2013. 17. Mahmoudpour A, Rahimi S, Sina M, Soroush MH, Shahisa S. AslAminabadi N. Isolation and Identification of Enterococcus faecalis from necrotic root canals. Using multiplex PCR. J Oral Science [serial online] 2007;49(3):
[internet].
Diakses:
URL:
http://jos.dent.nihon-
u.ac.jp/journal/49/3/221.pdf. Juli 19.2013. 18. Fisher K, Phillips C. The ecology, epidemiology, and virulence of Enterococcus faecalis. Microbiology [serial online] 2013;155[internet].
Diakses:
URL
:http://mic.sgmjournals.org/egi/reprint/155/6/1749.pdf.
Juni19 2013. 19. Nurdin D, Satari MH. Peranan Enterococcus faecalis terhadap persistensi infeksi saluran akar. Prosiding Dies Natalis 52 Fakultas Kedokteran Gigi Universitass
Padjajaran
[serial
online]
2011:[internet].
Diakses:
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2013/06/pustaka_unpad peranan_enteroccus_faecalis.pdf. 30 juni 2013). 20. Mareta DA. Sofiati E. Perbedaan daya antibakteri antara klorheksidin diglukonat 2% dengan ekstrak daun jambu biji. [skripsi]. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah. 21. Agustin D . Perbedaan khasiat antibakteri bahan irigasi antara hidrogen peroksida 3% dan infusum daun sirih 20% terhadap bakteri. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.); 2005: 38(1). hal 45-7. Diakses http://journal.unair.ac.id/ filerPDF/DENTJ-38-1-12.pdf. (15 Desember 2012) 22. Pratiwi R. Perbedaan daya hambat terhadap Streptococcus mutans dari beberapa
pasta
gigi
yang
mengandung
http://asic.lib.unair.ac.id/journals
herbal.
/abstrack
Diakses:
/MKG%2038%
202%202005%20;%20Rini%20;%20Perbedaan%202.pdf
(Oktober 2nd
2013) 23. Nurrokhman. Efek air rebusan daun sirih pada peningkatan kepekaan Staphylococcus aureus terhadap ampisilin in vitro. Jurnal kedokteran yarsi; 2006;14 (l): 024-028 24. Hamid AA, Widodo, Latifah D. Perbandingan efektivitas antimikroba dekok daun sirih hijau (Piper betle) dan dekok daun sirih merah (Piper crocatum)
terhadap
Staphylococcus
aureus
secara
In
Vitro.
Diakses:http://fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/kedokteran/dianing% 20latifah% 20 0710713017_.pdf. (oktober2nd 2013) 25. Yendriwati, Henny, Efek antibakteri sediaan daun sirih (piper betel L), Obat kumur minyak essensial dan povidone iodine 1% terhadap streptococcus mutans.dentika Dental journal 2008 Des;13(2):103-203.
26. Gomes BPFA, dkk. 2003. Effetiveness of 2% chlorhexidine gel and calcium hydroxide against Enterococcus faecalis in bovine root dentine in vitro. International Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC. Skripsi dalam Oktaviani W. Perbedaan efektifitas daya antibakteri antara klorheksidin diglukonat 2% dengan berbagai konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa. [skripsi]. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah. 27. Oktaviani W. Perbedaan efektifitas daya antibakteri antara klorheksidin diglukonat 2% dengan berbagai konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa. [skripsi]. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah. 28. Mangundjaja S, dkk. Pengaruh obat kumur terhadap populasi kuman Streptococcus mutans di dalam air liur. [Jurnal]. Jakarta: Universitas Indonesia.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI 1. Tahap Mengekstrak daun sirih
a. Daun sirih segar dibersihkan dari kotoran
b. Daun sirih dimasukkan kedalam Oven pada Suhu 400-500C.
c. Daun sirih dikeringkan menggunakan oven suhu 40-500.C
d.
Daun sirih kering dimasukkan kedalam bejana maserasi dan dimaserasi dgn larutan etanol 96%.
e. Hasil daun sirih yang telah direndam dengan etanol disaring, Lalu dimasukkan ke dalam botol
f. Prosedur Evaporator
g.
Sehingga diperoleh ekstrak kental dari daun sirih
2. Tahap Mikrobiologi
KHM Ekstrak Daun sirih terhadap bakteri Enterococcus faecalis
3. Hasil Uji Daya Hambat.
Gambar A. Hasil uji daya hambat ekstrak daun sirih, klorheksidin 0,2% dan aquades. Gambar B: Hasil uji daya hambat Klorheksidin 0,2% Terhadap bakteri Enterococcus faecalis
4. HASIL UJI STATISTIK
ANOVA
Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Df
Mean Square
F
1835.245
3
611.748
84.027
28
3.001
1919.272
31
Sig.
203.850
.000
Multiple Comparisons Dependent Variable: LSD (I) Kelompok
(J) Kelompok
Mean Difference
Std. Error
Sig.
(I-J) Klorheksidin 0.2% EkstrakDaunSirih
Klorheksidin 2% Aquades EkstrakDaunSirih
Klorheksidin 0.2%
Klorheksidin 2% Aquades EkstrakDaunSirih
Klorheksidin 2%
Klorheksidin 0.2% Aquades
Aquades
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
.25000
.86617
.775
-1.5243
2.0243
*
.86617
.000
-13.4805
-9.9320
*
.86617
.000
7.8757
11.4243
-.25000
.86617
.775
-2.0243
1.5243
*
.86617
.000
-13.7305
-10.1820
*
.86617
.000
7.6257
11.1743
11.70625
*
.86617
.000
9.9320
13.4805
11.95625
*
.86617
.000
10.1820
13.7305
21.35625
*
.86617
.000
19.5820
23.1305
.86617
.000
-11.4243
-7.8757
-11.70625 9.65000
-11.95625 9.40000
EkstrakDaunSirih
-9.65000
*
Klorheksidin 0.2%
-9.40000
*
.86617
.000
-11.1743
-7.6257
*
.86617
.000
-23.1305
-19.5820
Klorheksidin 2% *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
-21.35625
PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ditha Tri Armianty Harman NIM
: J111 10 282
Adalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar yang telah melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas anti bakteri Ekstrak daun sirih (piper betle linn) terhadap bakteri Enterococcus faecalis (Penelitian In Vitro)” dalam rangka menyelesaikan Program Pendidikan Strata I. Dengan ini menyatakan bahwa saya tidak mempunyai afiliasi dan keterkaitan apapun dengan organisasi komersial yang berkaitan dengan finansial baik secara langsung maupun tidak langsung sehubungan penggunaan bahan uji yang digunakan pada penelitian ini.
Makassar, 2 Desember 2013
DITHA TRI ARMIANTY