Efektifitas Penggunaan Ekstrak Rumput Teki (Cyperus Iria L) sebagai Stimulasi Molting dan Pematangan Gonad Lobster Air Tawar (Cherax Quadricarinatus) A. Kusyairi, Nurul Hayati Program Studi Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Dr. Soetomo Surabaya Jl. Nginden Surabaya
Abstract: Price of fresh water crayfish especially Cherax quadricarinatus, in 2003 reached Rp. 200.000,00-Rp. 300.000,00per kilogram, sized 9-12 tails per kilogram (Wiyanto and Hartono, 2003 ). Get along with increasing this commodity and limitation mother crayfish ready to hatchery cause seed supply have experience obstacle (Anonimous, 2003). Purpose of this research to studying effectiveness teki grass extract (Cyperus iria L) as molting stimulation and fresh water crayfish gonad maturation (Cherax quadricarinatus). This research method used is experimental method, by using Complete Random Design (RAL). Consists of 4 treatments with 6 times repetition. Variabel of this research are (1) Independent variable that is teki grass extract concentration, (2) Dependent variable that is Gonad maturation Grade, molting tim (length of molting time after treatment) and Ovarian Index (IO) of fresh water crayfish. (3) Concomitant variable, namely initial weight of fresh water crayfish. Result of the research could be concluded as follows : (1) teki grass extract dosage given have significant difference toward molting time for fresh water crayfish mother. The fastest moulting time occurred in B treatment (concentrate 50% with volume 1 cc/100 gram of woof) around 21,83 days, (2) teki grass extract dosage given have insignificant difference toward Ovarian Index (IO) or Gonad Maturation Grade (TKG), (3) water quality during all this research still in tolerance limitation for fresh water crayfish seed growth, soluble oxygen level between 5,8-6,4 ppm, temperature between 26,6-26,6°C and pH 7,3-7,7. Keywords: Cyperus iria L, moulting stimulation, Gonad PENDAHULUAN Harga lobster air tawar khususnya Cherax quadricarinatus atau dikenal juga dengan nama Red Claw, pada tahun 2003 mencapai Rp. 200.000,00-Rp. 300.000,00 per kilogram, dengan ukuran 9-12 ekor perkilogram (Wiyanto dan Hartono. 2003). Dengan semakin meningkatnya permintaan komoditas ini baik sebagai konsumsi maupun sebagai udah hias, telah merangsang masyarakat untuk mengembangkan usaha budidaya secara intensif. Terbatasnya induk yang siap pijah menyebabkan suplai benih juga mengalami kendala. Hal ini yang menyebabkan kendala utama dalam budidaya lobster air tawar . Potensi pemanfaatan lahan budidaya air tawar (kolam) sebesar 375.000 Ha, dan baru dimanfaatkan sebesar 68.690 Ha atau 18,32%. Dari luasan tersebut diharapkan terjadi kenaikan pemanfaatan sebesar 20% setiap tahun. Target pemanfaatan potensi lahan juga dimaksudkan sebagai program pengembangan budidaya dipedesaan (rural aquaculture). Program itu bertujuan untuk (a) mengoptimalkan pemanfaatan lahan pekarangan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan peningkatan pendapatan melalui pengembangan budidaya ikan konsumsi dan ikan hias; (b) mendekatkan aktivitas pembudidayaan dengan kehidupan keluarga untuk membangun
16
generasi penerus dibidang perikanan budidaya, dan (c) meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat dipedesaan (Sukadi. 2004). Rumusan Masalah Sampai saat ini produksi budidaya udang lobster air tawar masih relatif kecil dibandingkan dengan besarnya potensi dan luasan lahan yang tersedia. Penyebab utamanya adalah kurang tersedianya induk matang telur yang siap memijah. Lobster air tawar pertama kali memijah setelah berumur 6-7 bulan dengan jumlah telur berkisar 200-600 butir setiap pemijahan dengan daya tetas 40-50%. Umumnya di Indonesia dalam satu tahun induk lobster hanya mampu memijah 2-3 kali. Penggunaan Methyl Farnesoate (MF) untuk merangsang terjadinya molting dan frekuensi molting serta pematangan gonad telah dilakukan dan memberikan hasil yang signifikan terhadap kecepatan molting dan kematangan gonad. Namun demikian sampai saat ini di Indonesia masih sulit mendapatkan MF dan harganya cukup mahal. Rumput teki (Cyperus iria L) merupakan salah satu tanaman liar yang umumnya menjadi hama penyaing pada tanaman padi. Dari hasil beberapa penelitian rumput teki mengandung Methyl Farnesoate (MF) dan Juvenil Hormon (JH). Kedua hormon tersebut berkaitan dengan proses molting (pertumbuhan) dan reproduksi pada insekta dan crustasea. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian penggunaan ekstrak rumput teki (Cyperus iria L) sebagai bahan yang aman dan murah untuk menstimulasi molting dan pematangan gonad pada udang. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas ekstrak rumput teki (Cyperus iria L) sebagai stimulasi molting dan pematangan gonad lobster air tawar (Cerax quadricarinatus).
METODE PENELITIAN Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dengan ulangan masing-masing sebanyak 6 kali. Perlakuan yang digunakan terdiri atas (a) Konsentrasi ekstrak rumput teki 100% dgn volume 1cc/100g pakan; (b) Konsentrasi ekstrak rumput teki 50% dengan volume 1cc/100g pakan; (c) Konsentrasi ekstrak rumput teki 25% dengan volume 1cc/100g pakan; (d) Konsentrasi 0% tanpa ekstrak rumput teki. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian adalah variabel bebas yaitu konsentrasi ektrak rumput teki, variabel tergantung yaitu tingkat kematangan gonad, waktu moulting (lama waktu moulting setelah perlakuan) dan Indeks Ovarian (IO) lobster air tawar dan variabel pengiring, yaitu berat awal induk lobster air tawar. Materi Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah Induk lobster air tawar jenis (Cherax quadricarinatus) berumur 7 bulan dengan berat kurang lebih 100 g, pakan (D4), DO meter. Sedangkan peralatan meliputi bak beton sebanyak 8 buah dan kapasitas 1m3, dengan kepadatan 5 ekor per bak, alat penyipon, aerator, termometer air raksa, timbangan analitik.
Efektifitas Penggunaan Ekstrak Rumput .............................................................
17
Prosedur Penelitian Tahap Persiapan: (a) menyiapkan water pump dan perlengkapannya, termometer air raksa, DO meter, pH paper indikator; (b) Persiapan esktrak rumput teki (Cyperus Iria L): mengumpulkan rumput teki (Cyperus Iria L) sekitar 20 kg berat basah, kemudian diambil umbinya dan dikering udarakan (tidak langsung kena sinar matahari). Setelah itu digiling sampai menjadi serbuk; (c). Persiapan pakan: menyiapkan pakan berupa pellet udang ukuran D4 dan kentang mentah yang dipotong berupa kubus ukuran (3x3x3) mm. Tahap Ekstraksi Umbi Rumput Teki (Cyperus Iria L): Setelah umbi rumput teki menjadi serbuk (sekitar 200 g berat kering) diekstraksi dengan tahapan sebagai berikut: Perendaman dengan Ethanol (96%) agar mengikat semua zat yang terkandung, minimal 24 jam sampai 5 kali dengan volume 1 liter, ekstraksi pendahuluan. Berikutnya dimaserasi (dilumat) dengan alat Rotavapour kemudian disaring untuk memisahkan antara ekstrak dengan minyak pada suhu 40 C hingga diperoleh ekstrak kental (ekstrak dari akar) warna coklat dan berbau khas sekitar 20 g. Untuk memperoleh berbagai konsentrasi dari ekstrak, dilakukan dengan menggunakan metode microdilution disk dengan membuat konsentrasi pengenceran secara bertingkat. Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsentrasi 100%, 50% dan 25%. Selanjutnya disimpan sampai digunakan. Tahap Pelaksanaan: Mengisi bak-bak percobaan dengan air tawar dengan volume 300 l. Memasang peralatan filter air pada masing-masing bak percobaan. Melakukan penyemprotan ekstrak rumput teki pada pellet perlakuan A (konsentrasi 100% dengan volume 1cc/100 g berat pellet), perlakuan B (konsentrasi 50% dengan volume 1cc/100g berat berat pelet), perlakuan C (konsentrasi 25% dengan volume 1cc/100g berat pellet) dan perlakuan D (kontrol, tanpa ekstrak rumput teki). Pemberian pakan sebanyak 3% dari berat total induk per hari. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 2 kali sehari yaitu pukul 08.00 dan 17.00 WIB. Pengambilan sisa pakan dan kotoran dilakukan sebelum pemberian pakan berikutnya. Tahap Pengamatan: engamatan lobster setelah pemberian ekstrak rumput teki dilakukan selama 4 bulan. Parameter yang diamati adalah: (a) Waktu moulting (lama waktu molting setelah perlakuan); (b) Tingkat Kematangan Gonad (TKG) dengan cara mengamati perkembangan ovarium secara morfologis seperti waktu perubahan warna telur; (c) Indeks Ovarium (IO) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
IO Dengan:
IO BO BT
BO X100% BT
= Indek Ovarium = Berat Ovarium = Berat Tubuh)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Waktu moulting induk lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) Hasil pengamatan penelitian selama 90 hari tentang respon ektrak rumput teki terhadap waktu moulting induk lobster air tawar jenis red claw (Cherax quadricarinatus) diperoleh data seperti ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Data rata-rata waktu molting induk lobster air tawar (cherax quadricarinatus) pada masing-masing perlakuan (dalam hari)
18
Neptunus, Vol. 15, No. 1, Juli 2008: 16 - 23
Perlakuan Konsentrasi ektrak rumput 100% dengan volume 1cc/100gr pakan Konsentrasi 50% dengan volume 1cc/100gr pakan Konsentrasi ektrak rumput 25% dengan volume 1cc/100gr pakan Konsentrasi 0% tanpa ektrak rumput teki
Rata-Rata ± Sd 27,50 ± 2.258 21,83 ±1.169 24,50 ± 0.548 29,17 ± 0.983
Selanjutnya untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh ektrak rumput teki terhadap Waktu Molting induk lobster, dilakukan analisis data menggunakan Anova dan hasilnya ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil perhitungan anova terhadap waktu molting induk lobster air tawar (cherax quadricarinatus) molting
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 189.833 38.667 228.500
df 3 20 23
Mean Square 63.278 1.933
F 32.730
Sig. .000
Dari Tabel 2 diatas tampak bahwa perbedaan dosis ekstrak rumput teki terhadap waktu molting lobster memberikan pengaruh yang nyata dengan P < 0.05. Selanjutnya untuk mengetahui perlakuan terbaik pada masing-masing perlakuan, maka dilakukan uji beda nyata terkecil (BNT) dengan taraf 5% dan hasilnya diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel 3. Perbedaan notasi uji LSD pada rata-rata waktu molting lobster air tawar Perlakuan Konsentrasi 0% tanpa ektrak rumput teki Konsentrasi ektrak rumput 100% dengan volume 1cc/100g pakan Konsentrasi ektrak rumput 25% dengan volume 1cc/100g pakan Konsentrasi 50% dengan vlm 1cc/100g pakan BNT 5 %
Rata-rata (hari) 29,17
Notasi a
27,50
a
24,50
b
21,83
c
Hasil pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan D tidak berbeda nyata dengan perlakuan A, tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan B dan perlakuan C. Berdasarkan hasil penelitian perbedaan konsentrasi ekstrak rumput teki terhadap waktu molting lobster air tawar diperoleh hasil sebagai berikut: waktu molting tercepat terdapat pada perlakuan B (konsentrasi 50% dengan volume 1cc/100g pakan) sebesar 21,83 hari, kemudian Pelakuan C (konsentrasi ektrak rumput 25% dengan volume 1cc/100g pakan) sebesar 24,50 hari, setelah itu pelakuan A (konsentrasi ektrak rumput 100% dengan volume 1cc/100g pakan) sebesar 27,50 hari, dan yang terlama pada perlakuan D (konsentrasi 0% tanpa ektrak rumput teki) sebesar 29,17 hari.
Efektifitas Penggunaan Ekstrak Rumput .............................................................
19
Waktu molting tercepat terjadi pada perlakuan B (konsentrasi 50% dengan volume 1cc/100g pakan) sebesar 21,83 hari, hal ini disebabkan karena adanya Methyl Farnesoate (MF) dalam rumput teki. Kandungan Methyl Farnesoate (MF) berperan dalam peristiwa molting karena pengeluaran telur lobster akan terjadi setelah peristiwa molting. Menurut Subagio (2004) bahwa hormon ganti kulit (molting) dari organ Y berfungsi di dalam diferensiasi normal ovarium dan testes. Sedangkan pada pelakuan A (Konsentrasi ektrak rumput 100% dengan volume 1cc/100g pakan) justru waktu molting lebih lama yaitu 27,50 hari, hal ini kemungkinan disebabkan adanya umpan balik (feed back mechanism) dari methyl farnesoat karena konsentrasinya melebihi ambang batas. Secara fisiologis peristiwa molting pengaruhnya sangat besar terhadap kehidupan krustasea. Secara periodik, metabolisme, tingkah laku, reproduksi bahkan kepekaan sensor semuanya dipengaruhi secara langsung oleh pergantian kulit ini. Selain itu secara morfologis dan reproduktif, krustasea diatur oleh adanya Juvenile Hormone (JH), seperti halnya pada insekta. Komponen yang mirip JH adalah Methyl Farnesoate (MF) yang disintesis dan disekresikan oleh Mandibular Organ (MO), yang merangsang reproduksi pada individu jantan dan betina (Laufer et al. 1998). Methyl farnesoate adalah struktur senyawa yang berhubungan dengan JH III yang merupakan bioaktif Juvenile hormone (JH). JH III adalah jenis mikro, merupakan hasil oksidasi methyl farnesoate. Senyawa JH seperti halnya Methyl farnesoate mempunyai peran dalam mengendalikan pertumbuhan crustacea. Pada hemolymph udang, Libinia emarginata (Leach) mengandung 0.003 - 0.030 nanogram JH III per milliliter dan 10-50 nanogram methyl farnesoate per milliliter (Laufer et al. 1987). Molting pada crustacea dipicu oleh adanya hormon steroid 20-hidroksiekdison (20-HE), yang diproduksi dan disekresikan sebagai precursor dari kelenjar Y. Konsentrasi 20-HE pada hemolimp lobster selama siklus molting, mencapai puncaknya (kandungan 20 HE tertinggi) hanya terdapat pada saat terjadi molting (Baclaski, 2001). Ekdison merupakan steroid yang disekresikan oleh organ Y yang merangsang terjadinya molting. Setelah dibebaskan ke dalam darah, ekdison dirubah menjadi 20-HE yang merupakan hormon molting yang aktif. Sekresi ekdison dihambat oleh nerohormon yang disebut Molt Inhibiting Hormone (MIH) yang dihasilkan oleh kelompok organ X-kelenjar sinus yang terdapat pada tangkai mata (Chang, 1993). Kompleks organ X-kelenjar sinus pada tangkai mata mensintesis 2 kelompok peptida, keluarga neuropeptida Crustacean Hyperglycemic Hormone (CHH) dan kromatoforotropin. Peran utama secara fisiologis dari CHH, GIH, MIH dan MOIH telah dikenal. Dalam mengatur molting, aksi utama MIH adalah menghambat sintesis ekdisteroid oleh organ Y. CHH juga berperan menghambat sintesis ekdisteroid oleh organ Y walaupun peran CHH kurang efektif dibandingkan dengan MIH (Lovett et al. 2001). Tingkat kematangan Gonad (TKG) induk lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) Tingkat kematangan gonad induk lobster air tawar yang diamati perkembangan telur setelah keluar dari ovarium, yaitu 7-8 hari setelah perkawinan. Hasilnya diperoleh bahwa tidak ada perbedaan pada masing-masing perlakuan terhadap tingkat perkembangan telur. Tahapan perkembangan gonad (telur) pada masing perlakuan seperti pada Tabel 4 berikut:
20
Neptunus, Vol. 15, No. 1, Juli 2008: 16 - 23
Tabel 4. Tingkat kematangan gonad induk lobster air tawar (cherax quadricarinatus) pada masing-masing perlakuan Perlakuan Konsentrasi ektrak rumput 100% dengan volume 1cc/100g pakan Konsentrasi 50% dengan volume 1cc/100g pakan
Konsentrasi ektrak rumput 25% dengan volume 1cc/100g pakan Konsentrasi 0% tanpa ektrak rumput teki
Tahapan Perkembangan Gonad Telur berwarna kuning Telur berwarna orange Telur muncul bintik hitam Telur berwarna kuning Telur berwarna orange Telur muncul bintik hitam Telur berwarna kuning Telur berwarna orange Telur muncul bintik hitam Telur berwarna kuning Telur berwarna orange Telur muncul bintik hitam
Selama penelitian, pengamatan tingkat kematangan gonad (telur) pada semua perlakuan tidak terjadi perbedaan. Telur dikeluarkan dari tubuh induk sekitar 7-8 hari setelah molting. Tahapan perkembangan gonad pada masing-masing perlakuan sebagai berikut: tahap pertama telur berwarna kuning kehijauan (sekitar selama 4 hari), kemudian tahap kedua berubah warna menjadi orange (sekitar selama 14 hari) dan pada tahap ke terakhir telur berubah menjadi coklat kehitaman dengan bintik hitam di bagian tengah telur (sekitar selama 7 hari). Setelah tiga tahapan perkembangan telur kemudian telur menetas, larva tetap menempel pada bagian perut induk dengan bantuan lendir perekat sampai anakan terlepas berupa burayak. Lama pengeraman larva (anakan) sampai dilepaskan ke perairan kurang lebih 18-20 hari. Ovarium udang mulai berkembang dan nampak sebagai benang halus yang mengapit saluran pencernaan dan berwarna hijau tua setelah terjadi perkawinan. Ovarium ini terletak memanjang pada ruas badan pertama sampai ruas ke enam, atau disebut juga dengan tingkat kematangan I. Pada tingkat kematangan II, ukuran ovarium pada ruas badan pertama dan kedua semakin melebar. Sedangkan pada tingkat kematangan III, ovarium di kedua ruas badan tersebut semakin menebal dan nampak berlekuk di bagian kepala. Pada tingkat kematangan III ini udang sudah siap untuk memijah (Subagio, 2004). Telur yang telah matang dikeluarkan oleh induk udang windu betina melalui saluran pengeluaran yang bermuara pada kaku jalan (periopod) ketiga yang dikeluarkan bersamaan dengan keluarnya sperma dari spermatofor yang telah disimpan dalam thelikum yang kemudian terjadi pembuahan di perairan. Telur yang di buahi tersebut berbentuk bundar dan berwarna hijau kekuning-kuningan. Indek Ovarium (IO) induk lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) Data rata-rata Indeks Ovarium (IO) selama penelitian, Indeks Ovarium induk lobster air tawar ditunjukkan pada Tabel 5 berikut.
Efektifitas Penggunaan Ekstrak Rumput .............................................................
21
Tabel 5. Data nilai Indek Ovarium (IO) induk lobster air tawar (cherax quadricarinatus) pada masing-masing perlakuan Perlakuan Konsentrasi ektrak rumput 100% dengan vlm 1cc/100g pakan Konsentrasi 50% dengan vlm 1cc/100g pakan Konsentrasi ektrak rumput 25% dengan vlm 1cc/100g pakan Konsentrasi 0% tanpa ektrak rumput teki
Rata-rata ± Sd 2,90 ± 0.0894 2,93 ± 0.0753 2,97 ± 0.0548 2,89 ± 0.0753
Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh ekstrak rumput teki terhadap indek ovarium, dilakukan analisis ANOVA dan hasilnya berpengaruh nyata, dengan P > 0.05 (Tabel 6). Tabel 6. Hasil perhitungan anova terhadap indek ovarium (IO) induk lobster air tawar (cherax quadricarinatus). Indek Ovarium (IO) Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares .008 .112 .120
df 3 20 23
Mean Square .003 .006
F .473
Sig. .705
Pada pengamatan nilai Indek Ovarium (IO) selama penelitian tidak ada perbedaan pada masing-masing perlakuan, rata-rata berkisar antara 2,89-2,97, namun cenderung mengalami peningkatan dengan adanya penambahan ekstrak rumput teki, hal ini karena konsentrasi Methyl Farnesoate (MF) yang terkandung di akar rumput teki masih cukup merangsang jumlah folikel gonad ataupun diameter telur. Kondisi tersebut juga didukung jumlah telur matang pada semua perlakuan berkisar antara 300-315 butir. Menurut Baclaski (2001) bahwa pemberian MF dengan kadar 2 g yang dicampur dalam makanan dapat meningkatkan kematangan gonad (ovaria) pada udang lobster tawar Procambarus clarkii. Pada udang Pennaeus vannamei pemberian MF dapat meningkatkan produksi benih sampai mencapai daya tetas 60%, dibandingkan dengan aplikasi ablasi yang hanya menghasilkan daya tetas 40%. Kualitas Air Selama penelitian, data parameter kualitas air diperoleh data oksigen terlarut antara 5,8-6,4 ppm, suhu antara 26,2-26,6 oC dan derajat keasaman (pH) antara 7,3-7,7 dan kisaran ini masih sesuai bagi kehidupan normal benih lobster air tawar. Kandungan oksigen terlarut yang ideal untuk benih lobster air tawar adalah di atas 3 ppm. Sedangkan suhu yang ideal untuk budidaya lobster adalah sekitar 23-31 oC. Nilai pH yang diinginkan lobster untuk kebutuhan hidupnya adalah 7-8.
22
Neptunus, Vol. 15, No. 1, Juli 2008: 16 - 23
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian dosis ekstrak rumput teki berbeda nyata terhadap waktu molting induk lobster air tawar. Waktu molting tercepat terjadi pada perlakuan B (konsentrasi 50% dengan volume 1cc/100g pakan) sebesar 21,83 hari. Pemberian dosis ekstrak rumput teki tidak berbeda nyata terhadap Indek Ovarium (IO) maupun terhadap Tingkat Kematangan gonad (TKG). Kualitas air selama penelitian masih dalam batas-batas toleransi untuk pertumbuhan benih lobster air tawar, dengan kadar oksigen terlarut antara 5,8-6,4 ppm, suhu antara 26,2-26,6 oC dan pH antara 7,3-7,7. Saran Pada usaha budidaya lobster air tawar jenis red claw pemberian penggunaan ekstrak rumput teki dianjurkan terutama melalui pakan karena lebih mudah diaplikasikan di lapangan terutama bagi pembudidaya lobster pemula. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan ekstrak rumput teki pada kualitas telur lobster, misalnya terhadap daya tetas telur dan sintasan benih lobster.
DAFTAR PUSTAKA Baclaski, J. B. 2001. Crustacea reproductive hormonal control and the role of methyl farnesoate. University of Connecticut, Molecular & Cel Biology. Chang, E. S. 1993. Methyl Farnesoate Stimulates Ecdysteroid Secretion From Crab Y Organ In Vitro. Gen Comp Endocrinol 89(3) : 425 - 432 Laufer, H. Biggers. W and Ahl. J. S. B. 1998. Stimulation of Ovarium Maturation In The Crayfish Procambarus Clarkii by Methyl Fanesoate. Gen. And Comp. Endocriol. 111:113-118. Lovett, D. I. Verzi, M. P and Borst, D. W. 2001. Hemolymph Levels of Methyl Farnesoate Increase In Response To Osmotic Stress In Ther Green Crab, Carsinus Maenas. Comp. Biochem. Physiol. A. Mol. Integr. Physiol. 128 (2) : 299 - 306. Subagio, H. 2004. Fisiologi Krustasea. Surabaya: Fakultas Teknologi Kelautan dan Perikanan Universitas Hang Tuah, hal. 1-35. Sukadi, F. 2004. Peluang dan Tantangan Bisnis Aquakultur di Indonesia Pada Era Globalisasi. “Kebijakan Usaha Akuakultur di Indonesia”. Seminar Masyarakat Akuakultur Indonesia Surabaya. Wiyanto dan Hartono. 2003. Lobster Air Tawar, Pembenihan dan Pembesaran. Jakarta: Penebar Swadaya.
Efektifitas Penggunaan Ekstrak Rumput .............................................................
23