Mandala of Health. Volume 7, Nomor 3, September 2014
Prastowo, Tuberkulosis dan Hipoalbumin
EFEKTIFITAS PEMBERIAN EKSTRA PUTIH TELUR TERHADAP PENINGKATAN KADAR ALBUMIN PADA PASIEN TUBERKULOSIS DENGAN HIPOALBUMIN Agus Prastowo1, Wiryatun Lestariana2, Siti Nurdjanah3, Retno Sutomo4 1 2 3 4
Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.. Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Bagian Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
ABSTRACT Background. Tuberculosis is world health problem which is still need attention. Recently, tuberculosis in Indonesia as the third biggest after India and China. Albumin decrease significantly in tuberculosis patients, and causing it suspect is nutrition factors (low intake, anorexia, increasing catabolism), enteropati and acute protein reaction. Considering albumin function of the body is very important, food survey should be done for knowing what kind of food can increase albumin to tuberculosis patients. In this survey patients are given egg white extra. Objective. The purpose of this research wass to assess egg white intake associated with increasing albumin. Methods. A single blind randomized controlled trial was conducted at Margono Soekarjo Purwokerto hospital in 2013. Sampling technic is simple random sampling of 75 patients were allocated to study (n = 37) and a control (n = 38) goup. Both groups received high energy high protein diet, the study group received, additionally, an oral egg white-based on formula calculation Baxter for 14 days. Control group received, additionally, an extra soybean curd and mungbean powder. Albumin is checked before and after doing. Data is analyzed by Mann Whitney analysis to know different of albumin of two group. Results. Research results show average albumin before doing of study group is 2.82 g/dL and control group is 2.85 g/dL. Average albumin after doing of study group is 3.47 g/dL and control group is 2.81 g/dL. Bivariat analysis results show different significant of increasing albumin between study group and control group with p = 0.001 (p < 0.05). Conclusion. Egg white increase albumin to tuberculosis patients effectively. Key Words: egg white, albumin, tuberculosis patients
dengan TB lebih rendah dibandingkan
PENDAHULUAN Tuberkulosis
(TB)
merupakan
dengan subyek sehat. Selain albumin, kadar
masalah kesehatan dunia yang masih perlu
transferin dalam serum juga menurun pada
mendapat perhatian. Indonesia sampai saat
pasien TB 2. Kadar protein total pasien TB
ini masih menempati urutan ke 3 di dunia
paru lebih rendah, dan rata-rata kadar
untuk jumlah kasus TB setelah India dan
albuminnya dalam serum lebih rendah dari
China dengan prevalensi 415 kasus per
subyek sehat
100.000 penduduk pada tahun 2010 1.
penelitian lain yang menunjukkan bahwa
Kadar albumin dalam serum pasien
3
. Penelitian ini didukung
kadar albumin dalam serum turun secara
528
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 3, September 2014
Prastowo, Tuberkulosis dan Hipoalbumin
bermakna pada penderita TB, dan penyebab
RSUD
penurunannya diduga adalah faktor gizi
Purwokerto menunjukkan bahwa pemberian
(asupan
anoreksia,
ekstra putih telur sesuai kebutuhan (formula
peningkatan katabolisme), enteropati dan
Baxter) selama 10 hari dapat meningkatkan
makan
rendah, 4
reaksi protein fase akut .
Dr.
Margono
Soekarjo
kadar albumin dalam serum dengan rata-
Rifampisin berikatan kuat dengan albumin pada pasien TB paru
Prof.
5
rata 1.13 g/dL. Dengan kenaikan kadar
. Bukti
albumin ini diharapkan bahwa pemberian
menunjukkan rifampisin lebih berikatan
ekstra putih telur pada pasien TB dapat
dengan albumin daripada protein lain.
meningkatkan
Selain rifampisin obat TB paru yang lain
menurunkan lama rawat inap dan mencegah
yaitu isoniasid juga berikatan kuat dengan
terjadinya komplikasi.
efek antimikrobial OAT,
6
albumin . Telur adalah satu bahan pangan yang mempunyai kandungan protein tinggi. Jenis telur yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah telur ayam ras dan telur itik. Konsumsi telur ayam ras lebih tinggi karena harganya relatif murah dan tingkat juga ketersediaannya tinggi di pasaran. Diketahui albumin pada telur (ovalbumin) paling banyak terdapat pada putih telurnya daripada kuningnya. Putih telur ayam ras dalam setiap 100 gramnya mengandung rata-rata 10,5 g protein yang 95% nya adalah albumin (9,83 g), sedang putih telur itik setiap 100 g mengandung rata-rata 11 g protein 7. Pemberian putih telur 15 g/hari pada pasien gagal ginjal terminal selama 3-6 bulan meningkatkan kadar albumin dalam serum lebih tinggi daripada hanya dengan diit konvensional 8. Hal ini apakah juga berlaku pada pasien Tb paru , maka perlu penelitian. Studi pendahuluan yang dilakukan pada pasien TB dengan hipoalbumin di
METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah Single Blind Randomized Controlled Trial. Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan diberi diit standar rumah sakit ditambah ekstra putih telur ayam ras dan kelompok kontrol diberi diit standar rumah sakit ditambah tahu putih dicampur dengan tepung hunkwe yang bentuk, warna dan ukurannya sama dengan ekstra putih telur. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien TB paru dengan kondisi hipoalbumin yang dirawat di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Sampel pasien TB paru adalah baru dengan kadar albumin darah < 3, 5 g/dL, berusia 18-60 tahun, mendapat diit oral atau enteral dan asupan energi minimal 80%. TB paru dengan kehamilan,
pasien
TB
paru
dengan
komorbid hepatitis, komplikasi sirosis hati, sindroma nefrotik, gagal ginjal, luka bakar, gangguan lambung, penyakit usus, diabetes 529
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 3, September 2014
Prastowo, Tuberkulosis dan Hipoalbumin
melitus dan kanker dan pasien yang
Subjek penelitian baik kelompok
mendapat albumin intra vena dieksklusi.
perlakuan maupun kontrol sebagian besar
Dari penelitian ini jumlah sampel diperoleh
laki-laki dengan jumlah 23 (62.2%) pada
kelompok perlakuan 37 dan kelompok
kelompok perlakuan dan 25 (65.8%) pada
kontrol 38.
kelompok kontrol (tabel 1). Berdasarkan
Pemberian ekstra putih telur yang diberikan
pada
masing-masing
distribusi umur pada kelompok perlakuan
pasien
terbesar pada rentang >50-60 tahun dan
perlakuan berdasarkan Rumus Formula
pada kelompok kontrol terbanyak pada
Baxter : Penambahan Albumin : [( kadar
kelompok umur >30-40 tahun dan >40-50
albumin standar) - (kadar albumin saat ini)]
tahun sebanyak 36.8%. Tingkat pendidikan
x BB aktual x 0,8 (konstanta Baxter) 100 gr
subjek penelitian pada kedua kelompok
putih telur mengandung 10,5 gr protein
paling banyak pada pendidikan dasar
dan 95% albumin jadi tiap 100 gr putih
sebanyak 75.7% pada kelompok perlakuan
telur
dan
mengandung
10
gr
albumin.
63.1%
pada
kelompok
kontrol.
Pemberian putih telur pada kelompok
Pekerjaan subjek penelitian pada kedua
perlakuan berdasarkan kebutuhan albumin
kelompok paling besar adalah sewasta
pasien sebanyak 3 kali sehari (pagi, siang
dengan kelompok perlakuan sebesar 59.5%
dan sore) selama 14 hari. Kelompok kontrol
dan kelompok kontrol sebesar 84.2%.
diberikan ekstra berupa campuran tahu
Indeks massa tubuh pada kedua kelompok
putih dan tepung hunkwe dengan ukuran
terbesar dengan status gizi normal yaitu
yang sama dengan kelompok perlakuan.
63% pada kelompok perlakuan dan 81.6%
Pengukuran kadar albumin dilakukan pada
pada kelompok kontrol (tabel 1).
awal dan akhir penelitian kedua kelompok dengan metode bromocesol green.
karakteristik
Analisa data dilakukan baik univariat maupun
bivariat.
Analisa
dapat Dari tabel 1 ditunjukkan bahwa
univariat
subjek
penelitian
sebagai
berikut.
a. Berdasarkan jenis kelamin distribusi
dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
subjek
penelitian dalam bentuk distribusi dan
perempuan yaitu sebanyak 64,9%.
persentase dari tiap
Bahwa
variabel.
Analisa
penelitian
tidak
lebih
ada
banyak
perbedaan
bivariat dalam penelitian ini dilakukan
metabolisme albumin pada laki-laki
untuk mengetahui perbedaan peningkatan
maupun perempuan, jadi
kadar
pada laki-laki dan perempuan sama 10.
albumin pada
kedua
kelompok
dengan unji statistik Mann Whitney karena
b. Berdasarkan
tingkat
prevalensi
pendidikan
data tidak terdistribusi normal
diketahui jumlah yang besar untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN
subjek
1. Karakteristik Subjek Penelitian
dasar, subjek yang memiliki tingkat
yang
memiliki
pendidikan
530
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 3, September 2014
pendidikan
sarjana
sebanyak
Prastowo, Tuberkulosis dan Hipoalbumin
tinggi gizi juga rendah 12.
menduduki jumlah terkecil. Rendahnya
Berdasarkan karakteristik Body Mass Indeks
tingkat pendidikan merupakan salah
(BMI) diketahui sebagian besar subjek
satu
penlitian memiliki status gizi normal. Kadar
faktor
pengetahuan
penyebab termasuk
rendahnya pengetahuan
tentang gizi.11
c. Berdasarkan
albumin
dalam
serum
turun
secara
bermakna pada penderita TB, dan penyebab tingkat
pekerjaan
penurunannya diduga adalah faktor gizi
diketahui jumlah paling besar untuk
(asupan
pekerjaan swasta
sedangkan jumlah
peningkatan katabolisme), enteropati dan
terkecil ditempati oleh pegawai negeri
reaksi protein fase akut. Pada subjek dengan
sipil. Pendidikan yang rendah biasanya
status
dikuti rendahnya status sosial ekonomi
makan
gizi
baik
rendah,
proses
anoreksia,
perbaikan
13
penyakitnya akan lebih cepat .
sehingga daya beli terhadap makanan
2. Data Sekunder a. Data fisik Data fisik kelompok perlakuan diakhir
kelompok perlakuan juga terdapat 5 pasien (13.5%) mengalami anemia. Pada kelompok kontrol
19 pasien (50%) keluhannya
penelitian menunjukkan 27 pasien (73%)
membaik dan 19 pasien lainnya (50%)
keluhan membaik dan 10 subjek (27%)
dengan keluhan belum membaik serta
menunjukkan keluhan belum membaik
terdapat 8 pasien (21%) dengan anemia dan
(masih batuk dan sesak napas). Pada
1 pasien didiagnosis menderita kanker paru 531
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 3, September 2014
diakhir penelitian.
perbedaan secara statistik dengan Mann-
b. Kadar leukosit
Whitney test walaupun pada kelompok
Data leukosit awal dan akhir penelitian baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol
menunjukkan
tidak
trombosit
perlakuan terdapat penurunan kadar leukosit (tabel 2)
terdapat
c. Kadar trombosit Data
Prastowo, Tuberkulosis dan Hipoalbumin
perbedaan secara statistic dengan Mannawal
dan
akhir
Whitney test walaupun pada kelompok
penelitian baik pada kelompok perlakuan
perlakuan
maupun kontrol menunjukkan tidak terdapat
trombosit (tabel 3).
d. Kadar Albumin Kadar
penurunan
kadar
adalah 4.21 g/dL. Rerata kadar albumin sebelum
awal pada kelompok kontrol sebesar 2.83
intervensi pada kelompok perlakuan adalah
g/dL dan rerata kadar albumin akhir adalah
2.04
albumin
2.71 g/dL. Kelompok kontrol terdapat 7
tertinggi adalah 3.44 g/dL. Kadar albumin
(18.4%) subjek penelitian yang kadar
setelah intervensi pada kelompok perlakuan
albuminnya
terendah adalah 2.65 g/dL dan tertinggi
albumin pada kelompok kontrol diduga
adalah 5.6 g/dL. Rerata kadar albumin awal
dipengaruhi status gizi, pada kelompok
pada kelompok perlakuan sebesar 2.85 g/dL
kontrol yang mengalami kenaikan kadar
dan rerata kadar albumin setelah intervensi
albumin memiliki status gizi baik. Uji
adalah 3.56 g/dL.
statistic
g/dL
Kadar
albumin
terdapat
terendah
sedangkan
terendah
meningkat. Kenaikan kadar
dengan
Mann-Whitney
sebelum
menunjukkan terdapat perbedaan kadar
intervensi pada kelompok kontrol adalah
albumin awal dan akhir pada kedua
1.76
kelompok (tabel 4).
g/dL
albumin
kadar
sedangkan
kadar
albumin
tertinggi adalah 3.49 g/dL. Kadar albumin setelah intervensi pada kelompok kontrol terendah adalah 1.73 g/dL dan tertinggi 532
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 3, September 2014
Prastowo, Tuberkulosis dan Hipoalbumin
albumin
pada
dengan Log 10 tetapi diperoleh data
dengan
rerata
yang tidak normal maka digunakan uji
sebesar 0.70 g/dL. Kelompok perlakuan
non parametrik Mann Whitney test.
semua subjek penelitian mengalami
Hasil uji statistik didapatkan p =
kenaikan kadar albumin.
Penurunan
0.001(p<0.05) maka didapatkan adanya
kadar albumin pada kelompok kontrol
perbedaan signifikan antara kadar serum
dengan rerata sebesar -0.12 g/dL.
albumin
Kenaikan kelompok
kadar
perlakuan
Setelah dilakukan normalitas data menggunakan
Shapiro-Wilk
sebelum
dan
sesudah
pemberian putih telur pada kelompok
dan
perlkuan dan kelompok control (tabel
diperoleh sebaran data tidak terdistribusi
5). Putih telur terbukti efektif untuk
normal pada variabel perubahan kadar
meningkatkan
albumin sebelum dan setelah intervensi
pasien
sehingga dilakukan transformasi data
hipoalbumin 14
kadar
albumin
Tuberkulosis
pada dengan
Putih telur merupakan protein dengan
lisosim 11,5%, ovomukoin 1,5%avidin
nilai bilogi tinggi (100) sehingga seluruh
0,05% dan ovoglobulin 0,5%.11. Ovalbumin
protein putih telur dapat diserap tubuh.
merupakan jenis albumin yang paling
Perbandingan antara nitrogen ditahan dan
mudah diserap oleh usus dibanding jenis
nitrogen dikonsumsi merupakan paling
albumin lain.16 .
tinggi
diantara
protein
makanan (Net
Protein Utilization sebesar 94) Kandungan protein
15.
Putih telur dipecah pada sepanjang saluran pencernaan menjadi ploippeptida
akan meningkat
kecil yang diserap oleh usus kemudian
untuk setiap 1 gram berat telur. Putih telur
ditranspor menuju hati, menggalami proses
mengandung albumin sebanyak 95% dalam
deaminasi dan dihidrolisis menjadi asam
bentuk ovoalbumin 54%, ovamukoid 11%,
amino oleh enzim transaminase. Enzim 533
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 3, September 2014
peptidase
aminopeptidase
dan
karboksipeptidase memecah asam amino menjadi alfa alanin yang bergabung dengan glisin membentuk fraksi nitrogen amino dan ikatan sulfide. Sebagian asam amino bebas berikatan dengan nitrogen fraksi amino yang masuk sistem sekretorik (membrane endoplasma kasar, membran endoplasma halus, dan apparatus golgi) dan albumin disekresi oleh vesikel sekretorik, melalui transport aktif masuk sistem peredaran darah.17 KESIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pasien dengan TB paru dengan hipoalbumin pemberian ekstra putih telur dapat meningkatkan kadar albumin serum dan putih telur juga dapat digunakan untuk meningkatkan daya kesembuhan pasien dengan hipoalbumin DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
PDPI., 2002. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. Penerbit FKUI. p. 93-105. Adedapo, K.S., Arinola O.G., Adedapo A.D.A., et al. 2006. Combination of Reduced Leves of Serum Albumin and Alpha-2-Macroglobulin Differentiates Newly Diagnosed Pulmonary Tuberkulosis Patients from Patients on Chemotherapy. African Journal of Biomedical Research, Vol 9 :169-172. Moses A.O., Emmanuel O.O., Ganiyu A.O., et al. 2008. Assessment Of Antioxidants And Nutritional Status Of Pulmonary Tuberculosis Patients In Nigeria. Eur J Gen Med. Vol. 5(4): p 208-211 Ramakrishan K., Shenbagarthai R., Kavitha K., et al., 2008. Serum Zinc
Prastowo, Tuberkulosis dan Hipoalbumin
and Albumin Levels in Pulmonary Tuberkulosis Patients with and without HIV. Jpn. Journal Infection Disease, Vol. 61 : 202-204. 5. Ascenzi P., Bolli A., Masi A., et al., 2010. Isoniazid and rifampicin inhibit allosterically heme binding to albumin and peroxynitrite isomerization by heme-albumin. J. Biol Inorg Chem Vol. 16(1):97-108 6. Lovering and Mcgowan, 1998. A Comparative Study of the Rifampicin Binding and Elution Characteristics for Collagenand Albumin-sealed Vascular Grafts. Department of Medical. UK 7. PERSAGI., 2008. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Elex Media Komputindo. Jakarta. Edisi 1. p42 8. Espinoza, G.L., Chavez, J.G., Martín, F.,,1 Martínez, H.R.,Laura CortésSanabria, Enrique, R.C., Alfonso, M. 2005. Randomized, Open label, Controlled Clinical Trial of Oral Administration of an Egg AlbuminBased Protein Suplement to Patients on Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis. Peritoneal Dialysis International. 25:173–180 9. Boirie, Y., Gachon, P., Cordat, N., Ritz, P., and Beaufre, B. 2001. Differential Insulin Sensitivities of Glucose, Amino Acid, and Albumin Metabolism in Elderly Men and Women. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. . 86:638-44 10. Saryono., Prastowo, A., and Mekar, D. 2006. Perbedaan Kadar Albumin Plasma pada Pasien Sebelum dan Sesudah Menjalani Rawat Inap di RSUD Margono Soekardjo. The Soedirman Journal of Nursing. 1: 1-5. 11. Lassen, KO., Jens, O., Edvin, G., Filip, K., dan Merete, B. 2006. Nutritional Care of Medical in Patients: A Health Technology Assessment. Biomedical Central Journal. 1086: 6963-7. 12. Pichard, C., Ursula, G. K., Alfredo, M., Arnaud, P., Bernard, V., and Pierre, U. 2004. Nutritional assessment: lean body mass depletion at hospital admission is associated with an increased length of stay. American 534
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 3, September 2014
Journal of Clinical Nutrition. 79:613– 8. 13. Mercer, T., Craig, A. J., Kevin, E., Yarasheski., Nadine, S.,Wayne, W., C.Anna, E. 2007. Nutrient Ingestion, Protein Intake, and Sex, but Not Age, Affect the Albumin Synthesis Rate in Humans. American Society for Nutrition. 134:1734-40. 14. Rahayuningsih. 2005. Pengaruh Pemberian Ekstrak Ikan Lele dan Putih Telur terhadap Kadar Serum Albumin pada Pasien Hipoalbumin di Rs Sardjito Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. (Tidak dipublikasikan).
Prastowo, Tuberkulosis dan Hipoalbumin
15. Almatsier, S. 2000. Prinsip Dasar ilmu Nutrisi: Nutisi Beda. Gramedia, Jakarta. Hal:67-9. 16. Petitte, J.M., and Mozdziak, P. E. 2007. The Incredible, Edible, and Therapeutic Egg. The National Academy of Sciences of the United State of America. 104: 739–1740. 17. Kim, J. K., Matsukawa, Y.,Yamahara, H., Kalra, V. K., Vincenth , H. L. Lee and Crandalli, E. D. 2003. Absorption of Intact Albumin Across Rat Alveolar Epithelial Cell Monolayers. American Journal Physiology. 284: L458–L465.
535