EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN METODE AMTSILATI DALAM MEMBACA KITAB KUNING DI PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADIIN DEMAK SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh : WAHYU NAJIB FIKRI NIM:
- -
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
ii
iii
iv
v
MOTTO
ِ من تَب َّحر ِفى ِعل ِْم اََْل َلة إِ ْىتَ َدى بِ ِو اِلَى َسائِ ِر اْلعُلُ ْوِم َ َ َْ “Barang siapa yang menguasai ilmu alat (Nahwu Sharaf) maka ia akan mendapatkan petunjuk untuk mencapai ilmu-ilmu yang lain”
vi
PERSEMBAHAN Alhamdulillahirobbil’alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT skripsi ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Bapak Masykuri dan Ibu Tatik Muzayyanah yang senantiasa memberikan nasehat dan yang telah mendidikku dari kecil sampai menikmati kuliah S1 di IAIN Salatiga ini, serta tidak lelah mendoakan tanpa henti untuk menjadi pribadi yang bermanfaat untuk sesama. 2. Adik tersayang Iqbal Bayu Utomo yang selalu memberikan semangat untuk terus menjadi pribadi yang tangguh. 3. Keluarga Besar Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak Bapak K.H Masykuri Sahri S.Pdi dan juga ibu nyai Hj Siti Zayyanah yang banyak memberikan limpahan do‟a dan motifasinya. 4. Keluarga Besar Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Bapak Drs. K.H Abdul Basith M.Pd, K.H Sonwasi Ridwan BA, K.H Zunaidi BA, K.H Zoemri RWS yang telah membimbing dan mendoakan dalam setiap langkah untuk mencari ilmu. 5. Mas Imam Agus Arafat, Slamet Ikhwan Lukmanto, Ananta Bayu Krisnandar dan seluruh sahabatku yang selalu membersamai dalam setiap langkah. 6. Keluarga PAI B, Keluarga PPL SMA N 1 Suruh dan Kelompok KKN posko 45 yang telah memberikanku pengalaman hidup yang luar biasa.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN METODE AMTSILATI DALAM MEMBACA KITAB KUNING DI PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADIIN DEMAK” Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1.
Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2.
Bapak Suwardi, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3.
Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. Selaku Ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
4.
Dra. Urifatun Anis. Selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5.
Bapak Jaka Siswanta, M.Pd. selaku Pembimbing Akademik.
6.
Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
viii
7.
Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin yang telah memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian di tempat tersebut.
8.
Bapakku Masykuri dan ibu Tatik Muzayyanah keluarga tercinta, dan seluruh pihak
yang
selalu
mendorong
dan
memberikan
motivasi
dalam
menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 13 September 2016 Penulis
Wahyu Najib Fikri NIM. - -
ix
ABSTRAK Fikri, Wahyu Najib. 2016. “Efektifitas Pembelajaran Metode Amtsilati dalam Membaca Kitab Kuning di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak”. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I Kata kunci: Efektifitas, Metode Amtsilati, Membaca Kitab Kuning. Salah satu upaya untuk mempersiapkan para santri sebagai penerus ulama‟ adalah dengan mampu membaca Kitab Kuning. Pada dasarnya Kitab Kuning adalah kitab yang berbahasa arab tanpa syakal dan arti yang biasanya kertasnya berwarna kuning yang dipergunakan oleh pondok-pondok salaf dalam mempelajari agama yang dikaji para santri dan dipimpin langsung oleh kiyai, akan tetapi sekarang ada yang namanya Kitab Putih yang biasanya dipergunakan oleh perguruan tinggi dalam mengkaji ilmu-ilmu umum. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan dari permasalahan: 1). Bagaimana Metode-metode yang digunakan dalam membaca Kitab Kuning di Pondok Pesanten Hidayatul Mubtadiin Demak.? 2) Bagaimana Penerapan Metode Amtsilati dalam membaca Kitab Kuning Di Pondok Pesanten Hidayatul Mubtadiin Demak.? 3) Bagaimana Kelebihan dan Kekurangan dalam menerapkan Metode Amtsilati dalam membaca kitab kuning Di Pondok Pesanten Hidayatul Mubtadiin Demak. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan sangatlah penting. Data yang yang berbentuk katakata diperoleh dari informan sedangkan data tambahan diperoleh dari dokumen. Analisis data dilakukan dengan cara menelaah data yang ada kemudian melakukan reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan data. Temuan penelitian menunjukkan bahwa: 1. Masih menggunakan metode klasikal (salaf) yang mandiri, yaitu metode yang memang dikemas dengan tanpa menghilangkan bentuk-bentuk pembelajaran salafi, akan tetapi juga mengambil metode pembelajaran yang modern. 2. Dalam praktik membaca kitab kuning menggunakan kitab pedoman yaitu Qoidah, Shorfiyah dan Tatimmah. 3. a) Peletakan rumus yang disusun secara sistematis b) Contoh diambil dari Quran dan Hadist c) Siswa dituntut untuk aktif, komunikatif, dan dialogis e) Penyelesaian gramatika bahasa Arab melalui penyaringan dan pentarjihan. Adapun beberapa kekurangan yang dimiliki metode Amtsilati ini, diantaranya adalah sebagai berikut: a) Santri cepat merasa bosan karena metode ini membutuhkan kesabaran, kedisiplinan pada setiap individu b) Kekurangan lainya yaitu dalam pelaksanaanya metode astsilati di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in menggunakan Kurikulum Berbasis Kelas.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN BERLOGO ................................................................................. ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING............................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................................... v MOTTO ........................................................................................................... vi PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii ABSTRAK ....................................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................... 7 C. Tujuan Penelitian........................................................................... 8 D. Manfaat Penelitian......................................................................... 8 E. Penegasan Istilah ........................................................................... 9 F. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 12 G. Metode Penelitian .......................................................................... 14 H. Sistematika Penulisan.................................................................... 22 BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................... 23 A. Pembelajaran di Pondok Pesantren ................................................ 23
xi
1. Pengertian Pembelajaran .......................................................... 23 2. Pengertian Pondok Pesantren .................................................. 24 3. Unsur-unsur Pondok Pesantren ............................................... 25 4. Klasifikasi Pondok Pesantren .................................................. 27 5. Sistem Pembelajaran Pondok Pesantren .................................. 28 B. Metode Amtsilati............................................................................ 32 1. Pengertian Metode Amtsilati ................................................... 32 2. Sejarah Metode Amtsilati ........................................................ 33 3. Metode pembelajaran Amtsilati ............................................... 35 C. Kitab Kuning .................................................................................. 42 1. Pengertian Kitab Kuning ......................................................... 42 2. Jenis-jenis Kitab Kuning ......................................................... 43 3. Pengajaran Kitab Kuning ......................................................... 44 BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN.................................................... 46 A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin .......... 46 1. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren ........................ 46 2. Tujuan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin .................... 48 3. Letak Geografis ...................................................................... 48 4. Keadaan Pengasuh .................................................................. 49 5. Keadaan Ustadz ...................................................................... 50 6. Keadaan Santri ....................................................................... 50 B. Metode Amtsilati di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin ...... 51 1. Metode Amtsilati ..................................................................... 51
xii
2. Implementasi Metode Amtsilati ............................................. 53 3. Kelebihan dan kekurangan Metode Amtsilati ........................ 57 4. Target Pembelajaran Amtsilati ................................................ 59 5. Sistem Evaluasi ....................................................................... 60 6. Contoh Penerapan ................................................................... 62 BAB IV ANALISIS ......................................................................................... 68 A. Metode–metode dalam Membaca Kitab Kuning .......................... 71 B. Implementasi Metode Amtsilati dalam Membaca Kitab Kuning.. 75 C. Kelebihan dan Kekurangan Metode Amtsilati .............................. 79 BAB V PENUTUP ........................................................................................... 83 A. Kesimpulan.................................................................................... 83 B. Saran .............................................................................................. 84 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................ LAMPIRAN-LAMPIRAN...............................................................................
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sarana Prasarana Tabel 3.2 Daftar Ustadz / Pengajar Tabel 3.3 Daftar Santri / Siswa Tabel 3.4 Struktur Organisasi Pondok Pesantren Tabel 3.5 Program Unggulan
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Daftar SKK
2.
Nota Pembimbing Skripsi
3.
Surat Permohonan Izin Melakukan Penelitian
4.
Surat Keterangan Melakukan Penelitian
5.
Lembar Konsultasi
6.
Hasil Wawancara
7.
Dokumentai
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak yang mulia dan keterampilanyang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Hasbulloh, 2009: 4). Namun berbagai kenyaatan menunjukan permasalahan dunia pendidikan di indonesia sangan komplek. Hal ini dapat dilihat dari pendidikan nasional yang mengalami penurunan, mulai dari kualitas SDM, kegagalan dalam menanamkan nilai-nilai Akhlak Mulia, mutu pendidikan yang yang jauh di bawah standar rata-rata. Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian (Rofiq, 2005: 1). Pesantren telah hidup sejak ratusan tahun yang lalu, serta telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat muslim. Pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada masa kolonialisme berlangsung, pesantren merupakan lembaga pendidikan agama yang sangat berjasa bagi masyarakat dalam mencerahkan dunia
pendidikan. Tidak sedikit pemimpin bangsa yang ikut memproklamirkan kemerdekaan bangsa ini. Pesentren sebagai lembaga pendidikan Islam pertama di Indonesia telah banyak melahirkan generasi-generasi emas, Pondok Pesantren telah menorehkan tinta emas dalam peradaban sejarah bangsa Indonesia (Saleh, 1988: 81). Pesantren bukan saja lembaga tempat mencari dan menuntut ilmu tetapi juga tempat penggemblengan karakter pada diri santri, ketika lulus dari pesnteran sang santri tersebut diharapkan dapat menerapakan ilmu pengetahuan dan dapat memberikan contoh dan teladan bagi masyarakat. Hal ini yang tidak terdapat dalam pendidikan umum, sekolah sekolah dan perguruan tinggi. Dalam hal ini bukan berarti penulis menghendaki semua metode pesantren diterapkan dalam lingkungan sekolah Implementasi pendidikan karakter yang ada dalam pesantren diberlakukan pada pondok pesntren tentu saja dengan adanya penyesuaian dengan perkembangan zaman. Perkembangan dan kemajuan masyarakat Islam Nusantara, tidak mungkin terpisahkan dari peranan
pesantren.
Pesantren
dengan bermacam
historisnya telah dianggap sebagai lembaga pendidikan yang mengakar kuat dari budaya asli bangsa Indonesia. Kehadiran pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, kini semakin diminati oleh banyak kalangan, termasuk masyarakat kelas menengah atas. Hal ini membuktikan lembaga ini mampu memberikan solusi terhadap kebutuhan pendidikan anak-anak mereka. Tetapi banyak kalangan yang beranggapan bahwa pesantren
adalah pendidikan yang kuno, anti akan perubahan, atau hanya sebatas tempat rehabilitas anak-anak nakal. Oleh karenanya Pondok Pesantren dengan fungsinya harus berada di tengah-tengah kehidupan manusia dalam setiap perkembanganya diharapkan dapat memberikan dasar-dasar, wawasan dalam masalah pengetahuan baik dasar aqidah maupun dasar syar‟iyah. Dan juga sebagai lembaga yang mempunyai arti penting karena perubahan pemikiran ditingkat
bawah
dapat
membawa
perubahan
mendasar
dalam
pembangunan. Hal ini dikarenakan tidak terlapeas dari perkembangan potensi masyarakat dan juga potensi pendidikan yang memberikan pengaruh terhadap perubahan keberhasilan pesantren dalam bidang sosial, ungkapan di atas sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S Ar-Ra‟du ayat 11 :
Artinya “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.(Q.S ArRa’du)”
Pesantren merupakan suatu komunitas yang terdiri dari asrama atau pondok, masjid, kiai, santri dan Kitab Kuning hidup bersama dalam satu lingkungan pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai agama Islam. Dengan demikian lingkup pesantren merupakan suatu keluarga besar di bawah asuhan seorang kiai atau ulama yang dibantu oleh ustadz (Rofiq, 2005: 3). Pondok Pesantren di samping sebagai lembaga ilmu pengetahuan agama, juga merupakan lembaga perjuangan dan lembaga pelayanan masyarakat. Pada masa lalu para mu’alif ( pengarang kitab) pada awalnya juga belajar dengan gurunya di Pondok Pesantren. Tujuan utama mereka belajar adalah untuk menjadikan kader-kader ulama yang mampu menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan antara lain : (1) melaksanakan ibadah kepada Allah SWT (2) memajukan pendidikan Islam dalam arti yang seluas-luasnya (3) meningkatkan dakwah Islam (4) mewujudkan kesejahteraan umat Islam (5) membangun semangat untuk terlaksananya persatuan dalam kalangan umat Islam (6) melakukan kerjasama dengan organisasi lain guna memajukan Islam (Masyhud, 2003: 14). Salah satu upaya untuk mempersiapkan para santri sebagai penerus ulama‟ adalah dengan mampu membaca Kitab Kuning. Pada dasarnya Kitab Kuning adalah kitab yang berbahasa arab tanpa syakal dan arti yang biasanya kertasnya berwarna kuning yang dipergunakan oleh pondokpondok salaf dalam mempelajari agama yang dikaji para santri dan dipimpin langsung oleh kiyai, akan tetapi sekarang ada yang namanya
Kitab Putih yang biasanya dipergunakan oleh perguruan tinggi dalam mengkaji ilmu-ilmu umum. Dalam pembelajaran Kitab Kuning tentunya seorang pengajar (Ustadz atau Kiyai) memegang peran penting, sebab dalam kegiatan belajar mengajar bersifat kompleks, yaitu bukan hanya menyampaikan pelajaran saja akan tetapi juga seorang guru mampu membuat peserta didik atau santri faham dalam mengkaji ilmu-ilmu yang telah diberikan oleh guru atau kiyai dan diharapkan dapat mengaplikasikayna dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tidak terlepas untuk mengajarkan kepada mereka dalam membaca Kitab Kuning dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah Nahwu dan Sharaf . Kendati demikian banyak sekali kendala-kendala yang muncul dalam mempelajari atau memahami Kitab Kuning, bagi para santri antara lain, mereka belum memahami ilmu Nahwu dan Sharaf yang dijadikan sebagai alat atau kunci utama untuk membaca Kitab Kuning. Sehingga dalam pembelajaran mereka sangat lambat, dengan demikian mereka tidak bisa memahami Kitab Kuning secara baik. Sehingga pembelajaran Kitab Kuning tidaklah maksimal. Dalam pembelajaran yang telah diberikan oleh Pondok Pesantren kepada santrinya, sesungguhnya Pondok Pesantren telah mempergunakan kurikulum sebagai bahan rancangan kegiatan pembelajaran, yaitu dengan sistem pengajaran tuntas dengan menggunakan kitab sebagai pegangan dan sekaligus rujukan utama Pondok Pesantren. Menilik pesantren dewasa kini yang banyak menyesuaikan dengan tuntutan zaman dalam
pembelajaranya seperti kurikulum yang banyak mengikuti anjuran pemerintah. Walaupun demikian banyak pesantren yang tetap memegang teguh sistem pembelajaranya baik klasikal maupun non klasikal. Adapun Salah satu yang menjadi cirikhas pembelajaran di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in Demak adalah dengan menggunakan metode Amtsilati yang disusun oleh K.H Tufiqul Hakim salah seorang pendiri Pondok Pesantren Darul Falah Bangsri Jepara. Metode Amtsilati adalah suatu cara atau alat yang digunakan dalam membaca serta memahami Kitab Kuning, dimana kitab tersebut merupakan suatu kitab yang terprogram dan sistematis sekaligus menjadi terobosan baru dalam mempermudah membaca Kitab Kuning (Hakim, 2004: 4). Pembelajaran Amtsilati dari pondok satu ke pondok yang lain tentunya mempunyai formulasi pengajaran dengan tujuan agar para santri dapat memahami membaca Kitab Kuning dengan mudah. “Pengajaran Amtsilati diberikan dalam pembelajaran di pesantren karena memang metode tersebut adalah metode cepat dalam memahami penjelasan dan tatacara membaca Kitab Kuning yang tertulis dengan bahasa Arab yang tidak ada syakalnya”. Sehingga dengan belajar metode tersebut terutama Nahwu dan Sharaf diharapkan dapat memeberikan bekal kepada para santri untuk dapat membaca Kitab Kuning. Pembelajaran Amtsilati dari pondok satu ke pondok yang lain tentunya mempunyai formulasi pengajaran dengan tujuan agar para santri
dapat memahami membaca Kitab Kuning dengan mudah. “Pengajaran Amtsilati diberikan dalam pembelajaran di pesantren karena memang metode tersebut adalah metode cepat dalam memahami penjelasan dan tatacara membaca Kitab Kuning yang tertulis dengan bahasa Arab yang tidak ada syakalnya” (Hakim, 2004: 4). Sehingga dengan belajar metode tersebut terutama Nahwu dan Sharaf dapat memberikan bekal kepada para santri untuk dapat membaca Kitab Kuning. ”Adapun alasan dilaksankan penelitian ini karena melihat banyaknya santri yang mondok di pesantren tersebut dan juga pesantren tersebut satu-satunya di Kabupaten Demak yang menggunakan Metode Amtsilati, dari sinilah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di pesantren tersebut. Beberapa hal di atas yang kemudian melatarbelakangi penulis untuk mengkaji dan melakukan penelitian dengan judul Efektifitas Pembelajaran Metode Amtsilati Dalam Membaca Kitab Kuning di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in Demak.” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana Metode-metode yang digunakan dalam membaca Kitab Kuning di Pondok Pesanten Hidayatul Mubtadiin Demak.?
2.
Bagaimana Implementasi Metode Amtsilati dalam membaca Kitab Kuning di Pondok Pesanten Hidayatul Mubtadiin Demak.
3.
Apa Kelebihan dan Kekurangan Implementasi Metode Amtsilati dalam membaca Kitab Kuning di Pondok Pesanten Hidayatul Mubtadiin Demak.
C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui metode-metode yang digunakan dalam membaca Kitab Kuning di Pondok Pesanten Hidayatul Mubtadiin Demak.
2.
Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Metode Amtsilati dalam membaca Kitab Kuning atau gramatikal Bahasa Arab di Pondok Pesantren Hidayatul Mubyadi‟in Demak.
3.
Untuk
Mengetahui
bagimana
Kelebihan
dan
Kekurangan
Pembelajaran Metode Amtsilati dalam membaca Kitab Kuning di Pondok Pesantren Hidayatul Mubyadi‟in Demak. D. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Diharapkan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis ini, dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan sumbangsih dalam memperbanyak referensi tentang Implementasi Metode Amtsilati dalam membaca Kitab Kuning pada lembaga-lembaga yang terkait.
2. Manfaat Praktis Adapun kegunaan atau manfaat penelitian yang ingin dicapai oleh penulis antara lain : a. Sebagai bahan acuan untuk memberikan rekomendasi dan menjadi pengetahuan dasar dalam membaca Kitab Kuning. b. Diharapkan dari hasil penelitian Metode Amtsilati ini dapat memperkaya dan memperbarui metode-metode yang telah ada serta sebagai tambahan wawasan dan khazanah keilmuan. E. Penegasan Istilah 1. Implementasi Implementasi yaitu pemasangan, mempraktikan dan pengenaan (Sugiono, 2006 : 285). Jadi yang dimaksud oleh penulis adalah mempraktikan rumus-rumus Amtsilati yang digunakan untuk membaca Kitab Kuning. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Implementasi berati pelaksanaan atau Implementasi. Susilo (2007:174 ) mengatakan bahwa implementasi merupakan suatu Implementasi ide, konsep, kebijakan, inovasi, dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nila dan sikap. Dalam penelitian iniImplementasi diartikan sebagai pelaksana atau Implementasi dari Metode Amtsilati.
2. Metode Amtsilati a.
Metode Dalam bahasa Arab, Metode dikenal dengan istilah طريقخ yang berarti jalan atau cara (Islami, 20011: 7). Yamin menyatakan bahwa metode adalah “cara melakukan atau, menyajikan atau menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan isi pelajaran kepada siswa untuk tujuan tertentu” (2010: 157).
b.
Amtsilati Amtsilati adalah kata benda jama’, sedangkan mufradnya (tunggal) mitslun yang artinya contoh. Pada kata امثلخyang artinya adalah contoh dan akhiran “ti” berasal dari kata Qiro‟ati” dan itu juga diilhami oleh buku cara membaca qur‟an “Qira’ati” dan bertemu dengan “Ya” mutakaliim wahdah. (Hakim, 2004: 4). Metode tersebut diberi nama ”Amtsilati” yang terinspirasi dari metode belajar cepat membaca Al-quran, yakni ” Qiro'ati ”. Jika dalam metode Qiro'ati orang bisa belajar membaca Al-qur‟an dengan cepat, maka dengan metode Amtsilati orang juga akan dapat membaca dan memahami kitab „gundul‟ (kitab tanpa harakat). Terbitlah nama Amtsilati yang berarti beberapa contoh dari saya yang sesuai dengan akhiran "ti" dari kata Qiro'ati. Amtsilati adalah sebuah kitab yang disampaikan dengan metode Amtsilati pula, yaitu metode praktis untuk mendalami Al-
qur‟an dan membaca kitab kuning bagi para pemula dengan menekankan contoh dan praktik hafalan. 3. Kitab Kuning Dalam dunia pesantren tentunya banyak terdapat kitab-kitab klasik yang biasanya dikenal dengan sebutan Kitab Kuning yang menjadi pedoman bagi santri untuk mengikuti kegiatan belajar atau pengkajian. Kitab-kitab tersebut ditulis oleh ulama‟ zaman dahulu yang berisi tentang ilmu-ilmu keIslaman seperti : Fiqih, Hadist, Tasawwuf, Tafsir, Akhlak dan masih banyak lagi kitab-kitab yang lainya. Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab klasik terutama karangan ulama-ulama yang menganut faham syafiiyah merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Tujuan pengajaran ini adalah mencetak serta mendidik calon-calon ulama‟ (Zamakhsyari Dhofier, 2007: 50). 4. Pondok Pesantren Pondok berasal dari kata bahasa Arab yaitu فندقyang berarti hotel, tempat bermalam (Yunus, 1990: 324). Pesantren adalah lembaga tradisional
Islam
untuk
mempelajari,
memahami,
mendalami,
menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingkaya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Jadi dapat ditarik kesimpulan di atas bahwa Pondok Pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan serta pengajaran dan penyebaran ilmu agama dan Islam
F. Tinjauan Pustaka Setelah penulis membaca dan mengmati beberapa skripsi yang ada, penulis menemukan beberapa skripsi yang relevan dengan penelitian ininamun tetap berbeda dengan penelitian yang penulis laksanakan, diantaranya adalah : Pertama, penelitian yang dilakukan oleh saudara Syaiful Kurob dengan judul penelitian “Pemebelajaran Qowa’id Dengan Menggunakan Metode Amtsilati di Pondok Pesantren Cijantung Ciamis”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui sistem pembelajaran Qowa’id dengan menggunakan metode Amtsilati di Pondok Pesantren Cijantung Ciamis, dan keefektifan pembelajaran Qowa’id dengan menggunakan metode Amtsilati di Pondok Pesantren Cijantung Ciamis. Perbedaan skripsi saudara Syaiful Kurob dengan skripsi ini adalah skripsi saudara Syaiful Kurob menjelaskan secara rinci mengenai metode Amtsilati mulai dari perencanaan sampai pada evaluasinya di Pondok Pesantren Darul Falah yaitu pondok pesantren Salafiy pusat Amtsilati di mana para santri secara husus datang untuk mempelajari kitab Amtsilati yang merupakan kitab primer yang diajarkan kepada para santri, penguasaan terhadap kitab tersebut merupakan tujuan utama dan sebagai tolak ukur agar santri dapat diwisuda dan dinyatakan lulus, sedangkan dalam penelitian yang akan dilaksanakan ini mengambil lokasi di pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak yang mana Amtsilati merupakan salah satu materi yang diajarkan dalam kurikulum madrasah diniyah
pondok pesantren tersebut disamping materi-materi atau kitab-kitab lain. Para santri tidak secara husus datang untuk mempelajari Amtsilati tetapi juga untuk melaksanakan pendidikan formal di sekolah-sekolah sekitar pondok pesantren. Peneliti yakin proses pembelajaran Amtsilati di sini tidak sepenuhnya sama dengan di Pondok Pesantren Darul Falah meskipun Prosedurnnya tidak jauh berbeda. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh saudara Aminudur Yusuf Putra dengan judul penelitian “Implementasi Metode Amtsilati dalam Pemebentukan Karakter Islami Siswa Pondok Pesantren Darul Falah Bangsri Jepara ”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui nilainilai yang terkandung dalam Implementasi metode Amtsilati yang lebih menitik beratkan pada budaya dan keIslaman. Perbedaan dengan skripsi ini adalah fokus penelitian skripsi saudara Aminudur Yusuf Putra tertuju pada pembelajaran Amtsilati mengenai Pemebentukan Karakter Islami dengan menggunakan motode Amtsilati, sedangkan pada skripsi ini fokusnya tertuju pada proses pembelajaran Amtsilati mengenai Efektifitas Pembelajaran Metode Amtsilati di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak. Ketiga, Penelitian yang dilakukan oleh Enceng Fu‟ad Syukron dengan judul penelitian “ Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Sunni Darussalam Maguoharjo Sleman Yogyakarta (Studi Tentang Implementasi Thariqah Al-Qiraah) ”. penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui Implementasi Thariqah Al-Qiraah, tujuan,
proses pelaksanaanya serta problematika Implementasinya di Pondok Pesantren Sunni Darussalam Maguoharjo Sleman Yogyakarta. Perbedaan dengan skripsi ini adalah fokus penelitian Skripsi saudara Enceng Fu‟ad Syukron membahas tentang penerapan Thariqoh Al-qira‟ah dalam pembelajaran kitab kuning, sedangkan skripsi ini membahas tentang Efektifitas Pembelajaran Metode Amtsilati dalam Membaca Kitab Kuning Dari sejumlah kajian pustaka yang dilakukan, penulis tidak menemukan kajian mengenai Efektifitas Pembelajaran Metode Amtsilati dalam Membaca Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in Demak lebih menekankan hafalan dan contoh praktik. Sehingga penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dan memiliki orisinilitas yang dapat dipertanggungjawabkan. G. Metode Penelitian 1.
Jenis dan Penelitian dan Pendekatan Dalam melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Dengan melakukan penyelidikan hati-hati, sistematika dan terus menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan dapat digunakan untuk keperluan tertentu (Nazir, 1993: 30). Adapun data yang penulis kumpulkan dengan menggunakan data deskriptif yang berupa ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (Furchan, 1992: 22). Penelitian ini merupakan field reseach yang
dibuktikan dengan keterlibatan peneliti di lapangan untuk menghayati berbagai pola pikir dan perilaku subyek penelitian. Untuk melakukan ini, peneliti menggunakan pemahaman yang tidak memihak disertai dengan upaya menyerap dan mengungkapkan perasaan, motif, dan pemikiran di balik tindakan atau aktivitas subyek penelitian. 2.
Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in Kec. Kebonagung Kab. Demak Jawa Tengah. Lokasi ini dipilih karena tempat tersebut mengajarkan pembelajaran Kitab Kuning dengan menggunakan Metode Amtsilati sebuah metode baru dalam membaca Kitab Kuning.
3.
Waktu Penelitian Adapun waktu
pelaksanaan penelitian ini adalah pada bulan juni
tahun 2016 4.
Sumber dan Jenis Data Sumber data dengan tiga (3) P, yaitu person, paper, dan place (Arikunto, 1998: 107) Person meliputi Santri, ustadz dan kiyai. Paper yakni dengan meneliti kitab-kitab Amtsilati yang digunakan santri dalam mengkaji Kitab Kuning. Place yaitu tempat di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in Kec. Kebonagung Kab. Demak Jawa Tengah. Adapun jenis data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data primer Menurut Sugiyono data primer adalah data yang dapat diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitia dan juga sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (2010: 137). Hal ini tercermin dengan adanya kata-kata dan tindakan yang
diperoleh
dari
lapangan
dengan
mengamati
atau
mewawancarai. Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung tentang Implementasi Membaca Kitab Kuning Dengan Menggunakan Metode Amtsilati di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in Demak. b. Data sekunder Data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi, buku harian, notula rapat perkumpulan, sampai dokumendokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah. Data sekunder juga dapat berupa majalah, buletin, publikasi dari berbagai organisasi, lampiran-lampiran dari badan-badan resmi seperti kementrian-kementrian, hasil-hasil studi, tesis, hasil survey, studi histories, dan sebagainya. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui studi pustaka dan wawancara langsung kepada santri, ustadz dan kiyai yang bersinggungan dengan Implementasi Membaca Kitab Kuning Dengan Menggunakan
Metode Amtsilati Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in Demak. 5.
Teknik Pengumpulan Data Responden dalam penelitian ini adalah santri, ustadz dan kiyai sementara yang menjadi fokus penelitianya yaitu pembelajaran Kitab Kuning
yang
berada
di
pesantren
tersebut.
Adapun
teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah : a.
Observasi Metode Observasi adalah suatu metode penelitian yang digunakan dengan jalan pengamatan suatu obyek dengan seluruh indra. Jadi observasi dapat dilakukan melalui penglihatan, pendengaran, pengecap dan peraba (Arikunto, 1998: 146). Tehnik yang pertama digunakan sebagai alat pengumpul data yang digunakan untuk menggali dari responden penelitian. Aspek sosiologis maupun keagamaan dari setiap responden akan sangat diperhitungan guna memperoleh informasi yang jelas terutama yang berkaitan dengan Implementasi Membaca Kitab Kuning Dengan Menggunakan Metode Amtsilati di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in Demak. Metode ini digunakan penulis sebagai metode utama dalam mengumpulkan seluruh data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini (Arikunto, 1998: 146). Jalan yang dilakukan penulis yaitu dengan cara pengamatan langsung mengenai
kegiatan belajar mengajar Kitab Kuning Dengan Menggunakan Metode Amtsilati Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in Demak. Lebih fokus lagi metode yang digunakan adalah pendekatan pengamatan peserta yaitu, pendekatan yang bercirikan suatu periode interaksi sosial intensif antara peneliti dengan subyeknya, di dalam lingkungan subyek tersebut. b.
Wawancara Tehnik
wawancara
merupakan
salah
satu
cara
pengumpulan data dalam penelitian, karena menyangkut data maka wawancara menjadi elemen penting dalam proses penelitian (Bagong, 2006:70). Wawancara bisa diartikan sebagai cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi (data) dari responden dengan cara bertanya langsung secara bertatap muka. Namun demikian tehnik wawancara ini dalam perkembanganya tidak harus dilakukan secara berhadapan langsung, melainkan dapat dengan memanfaatkan sarana komunikasi lain. Tehnik pengumpulan data yang diperoleh dengan cara bertanya langsung kepada responden, untuk mendapatkan data tersebut penulis menggunakan metode wawancara mendalam kepada kyai atau pengasuh, ustadz, dan para santri, metode ini digunakan peneliti sebagai metode bantu dalam melakukan observasi (Moeloeng, 2002: 135). Yang bertujuan untuk menggali ketarangan-ketarangan dan informasi yang terkait dengan
Implementasi Membaca Kitab Kuning Dengan Menggunakan Metode Amtsilati Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in Demak. c.
Kepustakaan Tehnik pengumpulan ini diperoleh melalui telaah terhadap data-data tertulis sejenis kitab-kitab nahwu dan sharaf, bukubuku, artikel, dan sumber tertulis lainya yang berkaitan dengan Implementasi Metode Amtsilati Dalam Membaca Kitab Kuning di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in Demak. Atau dengan menggunakan tehnik “Kepustakaan” (Hadi, 1980: 9) melalui beberapa langkah sebagai berikut : 1)
Mencari buku-buku di perpustakaan yang ada hubunganya dengan pokok masalah
2)
Mengkonsultasikan atau mencari penyesuaian biografi yang umum atau khusus, seperti ensiklopedia buku pegangan dan lain-lain.
3)
Membuat
dan
menyusun
catatan
kemudian
mengkonsultasikan dengan buku yang bersangkutan. d.
Dokumentasi. Teknik pengumpulan data ini digunakan untuk menggali informasi dari media cetak, internet maupun dokumen-dokumen kepustakaan lainya yang mendukung erat dengan kaitanya masalah yang diteliti. Namun dalam penelitian kualitatif ini
menggunakan pendekatan dokumen pribadi yaitu tempat orang mengungkap dengan kata-kata sendiri, pandangan mereka tentang seluruh kehidupan mereka atau beberapa aspek tentang mereka sendiri (Furchan, 1992: 25). Dokumen pribadi santri di atas antara lain, buku pelajaran, kitab yang digunakan sebagai bahan kajian Amtsilati, kitab-kitab pelajaran para santri, serta hasil tes evaluasi santri baik berupa lisan maupun tulisan. 6.
Analisis Data Analisis
data
adalah
proses
mengorganisasikan
dan
mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Dari rumusan di atas dapat ditarik garis besar bahwa analisis data bermaksud untuk mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan, komentar peneliti, gambar, foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel, dan sebagainya.
Setelah
data
dari
lapangan
terkumpul
dengan
menggunakan metode pengumpulan data di atas, maka peneliti akan mengolah dan menganalisis data tersebut dengan menggunakan analisis secara deskriptif-kualitatif, tanpa menggunakan teknik kuantitatif.
Analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu teknik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya. Menurut M. Nazir bahwa tujuan deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Dalam proses analisis data penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa tahapan, yaitu : Mengelompokkan data yang diperoleh melalui observasi, kepustakaan, dokumentasi, wawancara mendalam, direkam setelah mendapatkan ijin dari responden untuk kemudian ditranskip dan dipetakan berdasarkan kuisioner yang sudah ada. Kemudian peneliti menyeleksi dan menafsirkan data yang telah masuk dengan tujuan agar data tersebut dapat difahami dan dimengerti isi dan maksudnya. Kelanjutan dari tehnik ini adalah menginterpretasikan makna-makna yang tersirat di balik penjelasan responden.
H. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pemahaman secara komprehensif, maka dalam penulisan ini perlu adanya sistematika pembahasan sebagai berikut: Bab I merupakan pendahuluan, meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penlitian, dan sistematika penulisan penelitian. Bab II menjelaskan tentang pembelajaran Kitab Kuning dengan Metode Amtsilati yang di dalamnya meliputi Pembelajaran Kitab Kuning, Metode Amtsilati dan Implementasi Pondok Pesantren. Bab III menjelaskan tentang gambaran umum Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in Demak dan Pembelajaran Kitab Kuning Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in Demak. Bab IV merupakan analisis tentang Implementasi metode Amtsilati dalam membaca Kitab Kuning di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak. Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari hasil tentang Implementasi Metode Amtsilati dalam membaca Kitab Kuning di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran di Pondok Pesantren 1.
Pengertian Pembelajaran Pembelajaran adalah suatu proses aktivitas yang dapat membawa perubahan individu (Roestiyah, 1999: 8). Secara umum pembelajaran diartikan sebagai proses perilaku akibat interaksi dengan lingkungan (Ali, 2000: 14). Dengan kata lain, dengan adanya interaksi seseorang dengan lingkunganya akan tercipta suatu perubahan, pemahaman sikap dan sebagainya. Pembelajaran merupakan usaha menggunakan setiap sarana atau sumber, baik di dalam atau di luar pendidikan guna mengembangkan dan membawa perubahan pada pribadi seseorang. Pembelajaran juga merupakan suatu usaha dengan sengaja yang dapat membawa perubahan sehingga memperoleh kecakapan baru (Sudarmanto, 1993: 2). Dari uraian di atas, bahwa pembelajaranr adalah perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman dalam dirinya untuk mengembangkan dan menumbuhkan pribadinya dalam hal kecakapan diri. Untuk mengembangkan kecakapan diri, seseorang tidak hanya dituntut untuk belajar pada pendidikan formal saja, akan tetapi mereka juga dapat belajar pada pendidikan nonformal yang salah satunya adalah pendidikan pada Pondok Pesantren. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Ali Imran 104 yang berbunyi :
Artinya” Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.”
Berdasarkan ayat di atas Allah memerintahkan kepada mereka (mukminin) agar melakukan penyempurnaan terhadap selain mereka, yaitu umat berupa perintah untuk mengikuti apa yang disyariatkan dan apa yang dilarang. Obyek dari ayat tersebut adalah kaum mukminin yang ditugaskan untuk mengawasi perkembanganya serta mengoptimalkan potensi yang ada guna
mengembalikan
hal-hal
yang
menyimpnag
sehingga
dapat
mengembalikan ke jalan yang benar. Materi yang diberikan dalam proses belajar mengajar di pesantren adalah berupa kitab-kitab klasik (Kitab Kuning) terutama karangan ulama‟ yang menganut paham syafi‟iyah, meskipun pada masa sekarang kebanyakan pesantren telah telah memasukan pengajaran pengetahuan umum, namun pengajaran kitab-kitab klasik tetap diberikan sebagai upaya dalam meneruskan tujuan utama pesantren. 2.
Pengertian Pondok Pesantren a.
Pondok berasal dari kata bahasa Arab yaitu فندقyang berarti hotel, tempat bermalam (Yunus, 1990: 324).
b.
Pesantren adalah lembaga tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingkaya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Jadi dapat dikesimpulan bahwa Pondok Pesantren adalah lembaga
keagamaan yang memberikan pendidikan serta pengajaran dan penyebaran ilmu agama dan Islam. Ditinjau dari segi historisnya, Pondok Pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan Islam pertama di Indonesia. Pondok Pesantren sudah dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka, bahkan sejak Islam masuk ke Indonesia terus tumbuh dan berkembang seiring perkembangan zaman. Pesantren jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, merupakan sistem tertua saat ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia. 3.
Unsur-unsur Pondok Pesantren Sebuah Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat beberapa komponen, antara lain: a. Kiyai Kiyai adalah komponen paling penting yang amat menentukan keberhasilan pendidikan di Pondok Pesantren. Kiyai merupakan Key Person, kunci perkembangan lembaga yang bernama Pondok Pesantren (Mahmud, 2006: 6). Dengan demikian pertumbuhan dan perkembangan suatu Pondok Pesantren amat tergantung pada figur kiyai.
Hal itu menjadi tidak heran apabila figur seorang kiyai dijadikan salah satu sebagai pertimbangan dalam memilih Pondok Pesantren ketika dikaitkan dengan keadaan ilmu, keberkahan, dan kemasyhuran. b. Santri Muawanah mengatakan bahawa santri adalah sebutan bagi siswa yang belajar di Pondok Pesantren. Santri merupakan elemen penting dalam pesantren, sesuai dengan tradisi pesantren. Klasifikasi santri dibedakan menjadi dua macam yaitu santri mukim dan santri kalong (2009: 25). 1)
Santri mukim yaitu murid atau santri yang menetap di Pesantren. Santri mukim yang lama menetap di Pondok Pesantren diberi amanat untuk memegang tanggung jawab mengurusi Pondok Pesantren sehari-hari, mengajar santri-santri yang lain tentang pengajian kitabkitab dasar dan menengah. Di samping itu, dia juga belajar kitab atau ilmu-ilmu yang lebih tinggi tingkatannya kepada kiyai.
2)
Santri kalong yaitu murid-murid atau santri pendatang dari desa setempat untuk mengikuti pembelajaran di Pondok Pesantren
c. Asrama atau Pondok Pondok
Pesantren
merupakan
lembaga
pendidikan
yang
menyediakan asrama atau tempat tinggal para santri dan sekaligus tempat belajar para santri yang berada di bawah bimbingan kiyai. Asrama santri berada dalam lingkungan komplek pesantren, di mana kiyai beserta keluarganya bertempat tinggal, serta adanya masjid yang digunakan untuk beribadah dan juga sebagai tempat belajar santri.
d. Masjid atau Musholla Elemen penting lainnya adalah adanya masjid selain sebagai tempat ibadah juga digunakan sebagai tempat untuk menimba ilmu bagi santri. Keadaan masjid sebagai tempat pendidikan merupakan manivestasi universal dari sistem pendidikan Islam sebagaiamana yang dilakukan oleh Rasulullah, sahabat, dan orang-orang terdekatnya. e. Kitab Kuning Tujuan utama daripada pengajian Kitab Kuning ini adalah untuk mendidik calon-calon ulama dengan memberikan wawasan yang luas khususnya dalam ranah agama. Sedangkan bagi para santri yang hanya dalam waktu singkat tinggal di pesantren, mereka tidak bercita-cita mendjadi ulama, akan tetapi hanya sekedar menimba ilmu dan mencari pengalaman yang nantinya ilmu itu akan dapat disebarkan kepada orang lain. 4.
Klasifikasi Pondok Pesantren Secara faktual ada beberapa tipe Pondok Pesantren
yang
berkembang dalam masyarakat yang meliputi, antara lain: a.
Pesantren
Salafi
(Tradisional),
yaitu
pesantren
yang
tetap
mempertahankan pelajarannya dengan kitab-kitab klasik, dan tanpa tanpa diberikan pengetahuan umum. Model pengajarannya pun sebagaimana yang lazim diterapkan dalam pesantren salaf, yakni berupa pengajian Kitab Kuning dengan menggunakan metode
pembelajaran tradisional dan belum dikombinaksikan dengan pola pendidikan modern. b.
Pesantren khalafi (Modern), yaitu pesantren yang menerapkan sistem pengajaran klasikal, memberikan ilmu pengetahuan umum dan agama serta memberikan keterampilan umum. Pesantren jenis ini juga membuka sekolah-sekolah umum. Misalnya, Pesantren Tebuireng Jombang, Pesantren Tambak Beras Jombang, dan lain sebagainya. Beberapa Pondok Pesantren jenis ini selain memiliki madrasah diniyyah juga memiliki sekolah umum yang tentunya berbasis pesantren.
5. Sistem Pembelajaran di Pondok Pesantren Metode pendidikan membicarakan tentang cara-cara yang ditempuh guru untuk mempermudah murid untuk memperoleh ilmu pengetahuan, menumbuhkan
pengetahuan
kedalam
diri
penuntut
ilmu,
dan
menerapkanya dalam kehidupan. Untuk memahami cara-cara itu, maka tidak dapat mengabaikan pengertian ilmu pengetahuan dan cara memperolehnya. Metode pendidikan di pesantren pada umumnya masih menggunakan metode klasikal atau tradisional yaitu metode pembelajaran yang diselenggarakan menurut kebiasaan yang telah lama dilaksanakan di pesantren-pesantren pada umumnya atau bisa disebut juga sebagai metode asli (original). Sedangkan metode pembelajaran modern adalah hasil pembaharuan kalangan Pondok Pesantren dengan memasukan metode
yang berkembang pada masyarakat modern, walaupun tidak terlalu diikuti dengan Implementasi sistem modern, yaitu sekolah atau madrasah (Faiqoh, 2003: 37). Sebagai lembaga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia, sejarah perkembangan Pondok Pesantren memiliki metode-metode pembelajaran yang klasikal atau tradisional. Secara garis besar metode pembelajaran yang dilaksanakan di pesantren dapat dikelompokan menjadi beberapa macam. Berikut adalah beberapa metode yang digunakan di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin. Di mana diantaranya setiap sistem mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu: 1) Metode Sorogan Sorogan berasal dari kata Sorog (Bahasa Jawa), yang berarti menyodorkan, karena para santri menyodorkan kitab kepada kiyainya. Di mana seorang santri dihadapkan langsung kepada gurunya dan terjadi sebuah interaksi saling mengenal diantara keduanya (Dian, 2007: 67). Sistem Sorogan ini terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama seorang murid yang bercita-cita untuk menjadi soerang alim. Dengan sistem ini memungkinkan seorang guru untuk mengawasi dan menilai perkembangan santrinya dalam menguasai pembelajaran. Sorogan merupakan kegiatan pembelajaran yang lebih menitik beratkan pada pengembngan kemampuan santri di bawah bimbingan kiyai atau ustadz.
2) Metode Bandhongan Sistem Wetonan atau bisa disebut juga dengan Bandhongan, yaitu di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk disekeliling kiyai atau dalam ruangan (kelas) dan kiyai menerangkan pelajaran secara kuliah (Nasir, 2005: 113). Para santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan atau ngesahi (memaknai), dengan memberikan catatan pada kitabnya. Sisitem ini merukan sistem pembelajaran tertua di Pondok Pesantren dan tentunya sampai sekarang masih digunakan dalam pembelajaran Kitab Kuning. Akan tetapi sistem Wetonan ini membutuhkan ruangan atau kelas sebagai mana madrasah, karena mengingat jumlah pengikutnya jauh lebih besar. Bandhongan, dan Sorogan. Metode Bandhongan dilakukan dengan cara kiyai membacakan teks-teks kitab dalam bahasa Arab dan menerjemahkanya kedalam bahas lokal dan sekaligus menjelaskan maksud yang terkandung dalam kitab tersebut (Dian, 2007: 67). Metode ini dilakukan dalm rangka memenuhi kompetensi kognitif santri dan memperluas referensi keilmuan bagi mereka. Dalam kenyataanya dalam metode Bandhongan hampir tidak ada diskusi antara kiyai dan para santrinya, akan tetapi dalam teknik ini tidak berdiri sendiri melainkan diimbangi juga dengan menggunkan metode Sorogan dan tehnik lainya sehingga dapat merangsang keaktifan santri dalam belajar dan membaca Kitab Kuning. Dengan menggunakan
metode Bandhongan diharapkan mampu meningkatkan kompetensi afektif santri dan juga minat santri untuk belajar di pesantren. 3) Metode Musyawarah Metode Musyawarah atu dalam istilah bahtsul masa’il merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi. Beberapa santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah (melingkar) yang dipimpin langsung oleh kiyai atau ustadz, untuk membahas
atau
mengkaji
persoalan
yang
telah
ditentukan
sebelumnya. Dalam pelaksanaanya para santri dengan bebas untuk mengeluarkan pendapatnya akan tetapi disertai dengan dasar. Metode
ini
lebih
menitikberatkan
pada
kemampuan
perseorangan dalam menganalisis dan memecahkan suatu masalah yang
mengacu
dan
berlandaskan
pada
kitab-kitab
tertentu.
Musyawarah dilakukan juga untuk membahas materi-materi tertentu dari sebuah kitab yang dianggap rumit untuk memahaminya. Pada dasarnya hampir seluruh aktifitas di pesantren itu mencerminkan prinsip belajar melalui praktik. Prinsip ini efektif untuk melihat dan mengukur psikomotorik santri. 4) Metode Hafalan Metode hafalan atau kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan Ustadz atau Kiyai. Hafalan yang dimiliki santri ini kemudian dihafalkan di hadapan Ustadz atau Kiyai secara periodik atau
insidental tergatung pada petunjuk Kiyai atau Ustadz yang bersangkutan. Pada umumnya yang dihafalkan oleh santri adalah Al-Qur‟an, nadzam-nadzam, teks nahwu sharaf. Titik tekan pada metode ini adalah santri diharapkan mampu menghafalkan hafalan tanpa teks secara lancar. Dalam hafalan tersebut dapat dilakukan perseorangan ataupun kelompok. B. Metode Amtsilati 1. Pengertian Metode Amtsilati Metode merupakan suatu sarana yang ditempuh dalam menggapai tujuan. Tanpa memilih metode yang relevan dengan tujuan yang akan dicapai, maka akan sangat sulit untuk mewujudkannya. Oleh karena itu kombinasi dan ketepatan dalam memilih metode sangatlah diperlukan. Martinis Yamin menyatakan bahwa metode adalah “cara melakukan atau, menyajikan atau menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan isi pelajaran kepada siswa untuk tujuan tertentu” (2010: 157). Jadi dapat disimpulkan bahwa metode adalah sebuah cara yang digunkana oleh seseorang untuk mencapai tujuan. Amtsilati adalah kata benda jama’, sedangkan mufradnya (tunggal) mitslun yang artinya contoh. Pada kata امثلخyang artinya adalah contoh dan akhiran “ti” berasal dari kata Qiro‟ati” dan itu juga diilhami oleh buku cara membaca qur‟an “Qira’ati” dan bertemu
dengan “Ya” mutakaliim wahdah. (Hakim, 2004: 4). Metode tersebut diberi nama ”Amtsilati” yang terinspirasi dari metode belajar cepat membaca Al-quran, yakni ” Qiro'ati ”. Jika dalam metode Qiro'ati orang bisa belajar membaca Al-qur‟an dengan cepat, maka dengan metode Amtsilati orang juga akan dapat membaca dan memahami kitab „gundul‟ (kitab tanpa harakat). Terbitlah nama Amtsilati yang berarti beberapa contoh dari saya yang sesuai dengan akhiran "ti" dari kata Qiro'ati. Amtsilati adalah sebuah kitab yang disampaikan dengan metode Amtsilati pula, yaitu metode praktis untuk mendalami Al-qur‟an dan membaca kitab kuning bagi para pemula dengan menekankan contoh dan praktik hafalan (Hakim, 2004: 1). Kitab Amtsilati merupakan sebuah Kitab yang berisikan tentang materi pelajaran yang terprogram dengan penulisannya yang sistematis dan runtut, dalam mempelajari Kitab Kuning bagi tahap pemula yang dilaksanakan dengan intensif dalam kurun waktu 3-6 bulan bahkan sampai 1 tahun. Kitab tersebut membahas Ilmu Nahwu dan Sharaf, kitab tersebut disusun karena mengingat betapa pentingnya belajar ilmu tersebut dan juga sebagai terobosan baru dalam membaca Kitab Kuning karena dirasa metode tersebut mudah untuk difahami. 2. Sejarah Metode Amtsilati Metode Amtsilati disusun oleh KH. Tufiqul Hakim yaitu salah seorang pendiri Pondok Pesantren Darul Falah Bangsari Jepara.
Berawal dari pengalaman beliau nyantri di Pondok Pesantren Maslakul Huda Kajen, Margoyoso, Pati. Dengan merasakan begitu sulitnya membaca Kitab Kuning dan sekaligus mempelajari ilmu nahwu sharaf, hal tersebut sangatlah wajar karena latar belakang pendidikan beliau di mulai dari TK, SD, MTs N yang notabene sangat minim dalam pendidikan agama. Persyaratan yang harus dipenuhi saat beliau pertama kali mondok adalah hafal nadzam Kitab Alfiyah yang merupakan harga mati dan tidak bisa ditawar lagi. Dengan sekuat tenaga beliau menghafal Kitab Alfiyah meskipun belum tahu untuk apa kegunaan dari Kitab Alfiyah tersebut (Hakim, 2004: 1). Setelah kelas dua aliyah beliau baru sedikit demi sedikit tahu bahwa Kitab Alfiyah adalah sebagai pedoman dalam membaca Kitab Kuning. Motivasi untuk memahami Kitab Alfiyah pun muncul dan terus meningkat. Dari Ghirah tersebut beliau menyimpulkan bahwa tidak semua nadzam kitab Alfiyah yang disebut induknya gramatika arab itu digunakan dalam praktik membaca Kitab Kuning. Beliau menyimpulkan dari 1002 nadzam Kitab Alfiyah yang terpenting hanyalah sejumlah sekitar 100 sampai 200 bait, sementara nadzam yang lainya hanyalah bersifat penyempurna. Berawal dari terdengarnya berita metode cepat membaca alQur‟an yaitu dengan kitab qira‟ati beliau terdorong untuk mengupas pada harokat bacaanya. Orang-0rang berpendapat bahwa mempelajari ilmu nahwu itu ngelu, mendengar ilmu sharaf menengangkan saraf.
Dari situlah beliau berfikiran untuk membuat dan menciptakan metode Amtsilati
yang
berarti
beberapa
contoh,
kemudian
beliau
menyesuaikan dengan akhiran “ti” dari qira‟ati. Pada tanggal 27 rajab tahun 2001 M, beliau mulai merenung untuh bermujahadah, dimana dalam thariqah yang ia jalani dan terus berdoa kepada Allah dalam kurun waktu 4 hari. Disetiap harinya beliau melakukan mujahadah terus menerus sampai tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan dengan Nuzulul Qur‟an. Pada saat mujahadah itulah beliau mengunjungi makam mbah Mutamakkin (Hakim, 2004 : 7). Maka dari situlah terkadang beliu bertemu dengan Syekh Muhammad Baha‟udin An-Naqsabandiyyah (Master Thariqah), Syekh Ahmad Mutamakin (Kakak Sahal Mahfudz) dan Imam Ibnu Malik (Pengarang Alfiyah) dalam mimpinya. Hal tersebut seakan-akan ada dorongan yang kuat untuk menulis dan sampai pada akhirnya tanggal 27 Ramadhan selesailah penulisan Kitab Amtsilati dalam bentuk tulisan tangan. Dengan demikian penulisan Kitab Amtsilati ini tertulis dalam kurun waktu 10 hari. 3. Metode Pembelajaran Amtsilati Metode Amtsilati adalah suatu cara yang digunakan dalam menyampaikan Kitab Amtsilati, dimana Kitab tersebut adalah Kitab yang terprogram dalam sistematika penulisanya untuk belajar membaca Kitab Kuning (Hakim, 2004: 18).
Metode Amtsilati disusun karena mengingat betapa sulitnya dalam mepelajari ilmu nahwu sharaf yang diimplementasikan dalam membaca Kitab Kuning bagi tingkat pemula, baik dikalangan anakanak maupun dewasa. Menurut H. Tufiqul Hakim (2004: 18) “pembelajaran inilah yang disebut dengan pendidikan berbasis kompetensi (kemampuan)”. Metode tersebut digunakan dengan berlandaskan pada KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang artinya bahwa program ini adalah lebih memfokuskan pada kompetensi santri dalam membaca Kitab Kuning dengan standar penguasaan kaidah-kaidah bahasa serta melakukan proses pemaknaan (ngesahi) baik menggunakan bahasa jawa maupun Indonesia. a.
Model Pembelajaran Amtsilati Model yang digunakan dalam pembelajaran Amtsilati ini adalah model pembelajaran klasikal. Model ini lebih menitikberatkan pada pembelajaran kelompok yang bertujuan untuk menciptakan suasana kondusif dalam proses belajar mengajar (Hakim, 2004: 13). Model pembelajaran klasikal yang diterapkan dalam metode Amtsilati ini ditentukan dengan cara membentuk kelompok sesuai dengan jilid (tingkatan) masing-masing. Langkah-langkah dalam Kegiatan Belajar Mengajar antara lain: 1) Muqoddimah a) Guru membuka pelajaran dengan salam dan basmalah.
b) Guru membimbing santri untuk berdo‟a sebelum memulai pembelajaran dan membaca nadzom Amtsilati. 2) Penyajian Materi a) Sebelum pembelajarn dimulai, guru memerintahkan pada santri untuk mengulangi Rumus Qoidah sesuai dengan pembelajaran. b) Guru memulai dengan diawali membaca judul, kemudian menjelaskan sesuai dengan topik permasalahan. c) Semua santri membaca contoh ayatnya 2x, yang pertama lengkap dengan syakalnya yang kedua dibaca waqof. d) Kemudian
santri
mengulangi
keterangan
yang
ada
dibawahnya dan membaca dasar bait dengan melihat nadzam khulasoh. e) Sebelum mengakhiri pembelajaran, terlebih dahulu guru memerintahkan untuk mengulang rumus qoidah dan menghafalkanya sesuai dengan materi pelajaran. 3) Evaluasi a) Guru mengadakan evaluasi pada siswa untuk membaca contoh-contoh ayat yang ada beserta dasar pada khulasoh. b) Guru memerintahkan santri untuk mengisi titik-titik dan ayat yang tidak berharokat. c) Guru memerintahkan para santri untuk mengerjakan “Latihan memberi makna” secara bersamaan.
d) Seorang guru memberikan kesempatan kepada santri untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami. 4) Penutup a) Guru memberikan kesimpulan, motivasi, kesan dan pesan yang berupa penekanan tentang materi yang telah disampaikan. b) Guru menutup pelajaran denga membaca do‟a hamdalam serta menutupnya dengan salam. Dengan pembelajaran model klasikal ini, proses belajar mengajar berlangsung efektif dan kondusif, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal. Selain itu dengan jumlah kelompok yang ideal maka seorang guru dapat memantau para santri dalam kegiatan belajar. Meskipun dengan menggunakan sistem klasikal, akan tetapi pembelajarn ini lebih menekankan pada kemampuan individu dalam menguasai materi. Dengan kata lain santri harus aktif dalam mengikuti pembelajaran serta tidak boleh bergantung kepada orang lain. b.
Pengembangan Konsep Belajar Tuntas Belajar tuntas merupakan strategi pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelas atau kelompok. Dengan asumsi bahwa dalam kondisi yang tepat semua santri akan mampu belajar dengan baik dan memperoleh hasil belajar secara maksimal terhadap materi yang telah disampaikan. Agar para santri mendapatkan hasil
belajar yang maksimal, maka para santri harus mendapatkan pembelajaran yang sistematis, hal ini tercermin dengan adanya strategi antara lain: 1) Tujuan Salah satu faktor ter penting dalam dalam pelaksanaan tersebut adalah tercapainya tujuan pembelajaran. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, program ini dilaksanakan dalam kurun waktu 3-6 bulan untuk menyelesaikan pembelajaran. 2) Materi Kitab Amtsilati merupakan pembelajaran yang terprogram dan tersusun secara sistematis. Keistimewaan ini tercermin dalam penulisan
materi
mempelajari
yang
pembehasan
mengarah demi
pada
santri
pembehasan
untuk secara
kesinambungan dalam materi. Kitab ini terdiri dari lima jilid. Jilid satu membahas tentang huruf jar, idhofah, isim dlomir, isim isyaroh, isim maushul (Hakim, 2004: 1). Jilid dua membahas tanda-tanda isim, ismi, munada, isim ma‟rifat, isim nakiroh, tanda-tanda muanast, isim tasniyah, jamak muanast salaim, isim fail, isim maful dan isim masdar (Hakim, 2004: 12). Jilid tiga membahas tentang mubtada‟khobar, isim groiru munsharif, isim jamid, isim mustaq, isim tasghir, asma‟ sittah, isim mu‟tal dan tawabi‟ (Hakim, 2004: 27). Jilid empat membahas tentang fi‟il, fail, maful bih, dzorof, maful mutlaq,
maful liajlih, hal, dam tamyiz (Hakim, 2004: 56). Jilid lima membahas tentang fi‟il mudlori‟, syarat jawab dan fi‟il amar (Hakim, 2004: 75). 3) Evaluasi Evaluasi adalah cara untuk mengukur kemampuan murid setelah proses belajar mengajar selesai (Tafsir, 2005: 92). Jadi untuk dapat mengukur tercapai tidaknya tujuan pembelajaran maka harus diadakan evaluasi. Demikian halnya dengan metode pembelajaran Amtsilati, hal ini dilakukan dengan dua cara, antara lain: a)
Tes lisan Tes lisan merupakan tes yang ditujukan kepada santri yang harus dijawab secara langsung, melalui face to face dengan mengguakan lisan. Adapun tes lisan ini dilaksanakan dengan tiga tahap, yaitu : 1) Tahap pertama setiap santri harus mengulagi rus qoidah materi yang lalu. 2) Saat proses pembelajaran, santri disuruh untuk mmebaca semua contoh dan latihan memberi makna dan menunjuk santri secara acak. 3) Pengulangan
rumus
qoidati
dilakukan
secara
bersama-sama ketika usai proses pembelajaran.
b)
Tes tulisan Tes ini dilaksanakan ketika setelah menyelesaikan buku paket. Tes ini dilakukan dengan cara guru atau ustadz memberikan soal secara tertulis kepada santri untuk dikerjakan.
Tes
tertulis
ini
dilakukan
setiap
menyelesaikan pembelajaran pada jilid tertentu, dan juga sudah menyelesaikan hafalan atau setoran khulasoh dan qoidati, biasanya tertulis dilakukan kurang lebih sekitar dua minggu sekali sampai satu bulan. Adapun dalam standar kelulusan yang diberikan kepada santri dalam tes ini adalah bernilai 9, ketika kurang dari standar tersebut maka harus mengulangi tes atau mengulangi mata pelajaran. Mengetahui uraian tentang konsep belajar tuntas di atas, dapat dipahami tujuan evaluasi dalam pelaksanaan Metode Amtsilati, antara lain: pertama, santri dapat mengetahui
sejauhmana
kemampuanya
dalam
memahami materi yang diajarkan oleh guru atau ustadz. Kedua, santri dapat melanjutkan atau mengulagi materi pembelajaran ketika telah melampaui standarisasi nilai atau kurang dari standar nilai. Santri yang gagal dalam tes diberikan kesempatan yang berupa penambahan
waktu belajar sampai santri benar-benar siap diuji kembali. C. Kitab Kuning 1. Pengertian Kitab Kuning Dunia pesantren Kitab Kuning bukan merupakan sesuatu yang asing lagi, akan tetapi sudah menjadi santapan belajar sehari-hari bagi para santri dalam mendalami agama Islam. Kitab Kuning adalah Kitab yang membahas aspek-aspek Islam yang disusun dalam bahasa Arab dan atau tulisan Arab oleh ulama Islam dengan menggunakan penulisan klasik (Bawani, 1980: 162). Menurut kamus islatilah “Kamus Lengkap Bahasa Indonesia” Kitab adalah wahyu Tuhan yang dibukukan. Sedangkan Kuning bermakna warnanya seperti warna emas. Jika digabungkan Kitab Kuning bisa bermakna wahyu Tuhan yang dibukukan dan warnanya seperti emas (Zulfajri, 1972: 250). Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Kitab Kuning merupakan kitab yang ditulis dengan menggunakan huruf Arab dan dicetak pada kertas yang berwarna kuning seperti warna emas. Adapun fungsi Kitab Kuning yang berada di Pesantren adalah sebagai referensi bagi kiyai dan para santri dalam mendalami serta mengembangkan ilmu agama. Istilah Kitab Kuning ini muncul di lingkungan Pondok Pesantren yang ditujukan kepada kitab-kitab ajaran Islam yang ditulis
dengan bahasa Arab tanpa syakal dan arti. Kitab ini sekaligus dijadikan santri untuk mengkaji dan memahami ajaran agama Islam. Kitab Kuning ini difungsikan sebagai pedoman santri dalam memecahkan masalah-masalah yang bermunculan di masyarakat. Kitab-kitab ini biasanya ditulis atau dicetak dengan hurf Arab baik dalam bahasa Arab, Melayu, Jawa, Sunda dan sebagainya. Setiap hurufnya tidak diberi sayakal atau harokat karena itu sering disebut dengan “Kitab Gundul“(Muawanah, 2009: 26). Umumnya kitab ini dicetak pada kertas yang berwarna kuning berkualitas murah, lembaranya terlepas dan tidak berjilid, sehingga mudah untuk mengambil bagian-bagian yang diperlukan tanpa harus membawa kitab yang utuh. 2. Jenis-jenis Kitab Kuning Kitab-kitab salaf yang diajarkan di Pondok Pesantren dapat diklasifikasikan menjadi 8 (delapan) kategori, antara lain: a. Nahwu dan Sharaf b. Fiqih c. Ushul Fiqh d. Hadist e. Tashawuf f. Tafsir g. Balaghoh dan h. Tarikh
Kitab-kitab tersebut meliputi teks yang sangat pendek (Kitab tipis) dan sampai kepada kitab yang berjilid-jilid, tergantung dari segi tingkatanya. Kitab yang diajarkan di pondok peantren khususnya di jawa masih relatif sama, kesaan kitab yang diajarkan dan sistem pembelajaranya mengandung nilai hidup, kultural dan praktik-praktik keagamaan dikalangan santri. 3. Pengajaran Kitab Kuning Dalam pembelajaran terjadi yang namanya pentransferan ilmu yang dilakukan oleh guru kepada murid atau santri. Dalam mengajar guru memegang peranpenting, sebab mengajar bersifat kompleks, yakni bukan saja menyampaikan pelajaran akan tetapi juga menjadi figur atau contoh yang baik kepada murid atau santrinya dan diharapkan ilmu tersebut dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Sanjaya (2012: 4) mengajar adalah mengajak siswa berfikir sehingga melalui kemampuan berfikri akan terbentuk saswa ynag cerdas dan mampu memecahkan setiap masalah (Problem Solving). Dengan melihat pengertian di atas maka mengajar berarti suatu
kegiatan
yang
disusun
secara
sistematis
untuk
mengorganisasikan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat terjadi proses belajar dengan baik. Melihat uraian di atas maka yang dimaksud dengan pengajaran Kitab Kuning adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan sadar dan
teratur, sehingga terjadi proses kegiatan belajar mengajar antara guru dengan murid dengan maksud mentransferkan ilmu-ilmu agama yang bersumber dari Kitab Kuning di bawah bimbingan guru, ustadz atau kiyai.
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran
Umum
Pondok
Pesantren
Hidayatul
Mubtadiin
Kecamatan Kebenagung Kabupaten Demak. 1.
Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin terletak di Desa Pilangwetan Kecamatan Kebenagung Kabupaten Demak. Adapun masyarakat Desa Pilangwetan adalah masyarakat agamis yang dapat dibuktikan dengan adanya kehidupan keberagamaan yang sudah ada sejak dulu. Kehidupan keberagamaan masyarakat desa pilangwetan diawali oleh para ulama atau para kiyai yang telah mempelajari ilmuilmu agama Islam baik melalui Pondok Pesantren maupun Madrasah Diniyyah. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa Pondok Pesantren yang berdiri di Desa tersebut. Sepulang dari tempat mereka menimba ilmu agama Islam, tumbuh gagasan untuk mengembangkan ajaran agama Islam yaitu dengan cara mendirikan lembaga pendidikan Islam atau Pondok Pesantren. Adapun beliau menuturkan bahwa latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin adalah “Karena banyaknya santri yang mengaji dan setiap tahunya terjadi peningkatan, yang semula berada di tempat saya (KH. Masykuri Syahri) yang dijadikan
tempat belajar dan mengaji tidak muat. Dari situlah saya (Kyai) mempunyai keinginan untuk mendirikan Pondok Pesantren.” Berdasarkan keterangan beliau, maka latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin berawal dari kenyataan mengenai urgensinya Lembaga Pendidikan Islam itu sendiri, serta banyaknya santri yang mengaji dan belajar di rumah KH. Masykuri Syahri. Setiap tahun orang yang belajar dan mengaji di tempat tersebut semakin bertambah, sehingga tempat yang dijadikan untuk mengaji dan belajar menjadi tidak muat. Dalam rangka menyebarkan dan mengajarkan agama Ilmu-ilmu agama Islam, maka dibangunlah “Pondok Pesantren” untuk menyiapkan tempat belajar dan tempat mengaji bagi masyarakat yang diinginkanya. Di samping keinginan bapak KH. Masykuri Syahri dalam mendirikan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin juga dibantu dan dipelopori oleh beberapa tokoh agama sekitar. Pendirian Pondok Pesantren tersebut mulai dirintis sejak bulan April 1993 M / Rabi‟ul Awal 1413 H. Adapun para tokoh yang ikut serta mendukung dalam pendirian Pondok Pesantren tersebut adalah: a. KH. Zuhri A.H b. K. Amin Dimyati c. KH. Busyro d. KH. Masruchin Ahmad
Di samping para tokoh tersebut dibantu juga oleh para sesepuh (orang yang dituakan) di daerah tersebut. 2.
Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Adapun tujuan dari berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin adalah sebagai berikut : a.
Untuk melanjutkan pejuang-pejuang Islam
b.
Sebagai salah satu alternatif lembaga pendidikan yang bercirikan Islam
c.
Sebagai usaha untuk membendung dampak negatif dari era globalisasi.
3.
Letak Geografis Pondok Pesanren Hidayatul Mubtadiin adalah salahsatu lembaga pendidikan dari beberapa Pondok Pesantren yang berdiri di daerah tersebut, tepatnya di Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak yang berada di jalan Purwodadi-Semarang KM 37 Desa Pilangwetan Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak. Dengan batas-batas wilayah secara geografis sebagai berikut : a.
Sebelah Timur
: Desa Kemiri
b.
Sebelah Selatan
: Jalan Buntu
c.
Sebelah Barat
: Tanggul Sungai Tuntang
d.
Sebelah Utara
: Makam Desa Pilangwetan
4.
Keadaan Pengasuh (Kiyai) Kiyai merupakan elemen yang paling esensial dari Pondok Pesantren. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung pada kemampuan pribadi kiyai (Dofier, 1980 : 55). Keberadaan seorang kiyai sebagai tenaga pengajar yang bertanggung jawab atas proses terlaksananya kegiatan belajar mengajar dan sekaligus menjadi motivator terhadap pembinaan ahlaq para santri. Dimana profil seorang kyai tersebut disamping menjadi model (Uswah), sosok kyai juga mempunyai peran yang sangat dominan di dalam Pondok Pesantren. Kyai Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin mempuyai fungsi dan peran yang sangat setrategis dalam rangka kegiatan proses belajar mengajar para santri. Terlebih dalam mendidik para santri untuk mengembangkan ilmu yang dimilikinya baik di dalam pesantren maupun di luar pesantren, di sekolah maupun masyarakat. Sebagai
fungsi
pendidik
para
kiyai
dengan
kelebihan
pengetahuanya dalam Islam seringkali dilihat sebagai orang yang senantiasa
dapat
memahami
dan
menguasai
berbagai
ilmu
pengetahuan agama. Kyai Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin juga bertanggung jawab dalam pembinaan dalam pengembangan fitrah santri menuju terbentuknya insan yang berilmu amaliyah beramal yang ilmiyah dan berwawasan yang luas. Fungsi ini diimplementasikan dalam bentuk Uswah atau suri tauladan (contoh)
dalam kehidupan sehari-hari maupaun dalam pengajian, kegiatan beajar mengajar yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren. 5.
Keadaan Ustadz Untuk mendukung proses pembelajaran dan pengamalan ilmu kepada santri, dibutuhkan pengajar atau ustadz yang mampu memnuhi tujuan tersebut. KH Masykuri Syahri selaku Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin juga dibantu oleh beberapa santri dan pengurus dalam kegiatan proses belajar mengajar. Di Pondok tersebut hampir semua pengurus menjadi ustadz dan mengajarkan kitab-kitab yang diajarkan kepada santri-santri yang lain.
6.
Keadaan Santri Santri sebagai input yang akan melalui proses pendidikan dan akhirnya menjadi out put (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas dengan berbekal ilmu ynag dipelajarai dalam kegiatan belajar mengajar. Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin adalah salah satu Pondok Pesantren yang berada di Desa Pilangwetan Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak yang mempunyai santri berjumlah 104 santri putra dan santri putri 50 anak. Adapaun santri berasal dari Demak, Grobogan, Seragen, Boyolali, Riau, Sumatra. Adapun latar belakang pendidikan para santri adalah disamping bertempat tinggal di Pondok Pesantren mereka juga belajar di madrasah atau sekolah formal disekitar Pondok Pesantren.
Sejak
Yayasan
Islam
Hidayatul
Mubtadi‟in
(ISHAM)
mendirikan sekolah sekolah formal antara lain SMP IT dan SMA IT Hidayatul Mubtadi‟in santri yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren semakin bertambah pesat karena di samping mereka mencari ilmu agama juga mencari ilmu umum agar mereka bisa mengikuti perkembangan zaman. B. Metode Amtsilati Dalam Membaca Kitab Kuning di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin. 1.
Metode Amtsilati Berdasarkan pengamatan terhadap beberapa buku panduan Amtsilati serta wawancara yang telah peneliti lakukan terhadap ustadz pengajar Amtsilati. Metode Amtsilati yaitu suatu alat, cara atau rencana yang dilakukan oleh guru dalam menyajikan materi kitab Amtsilati di mana dalam kitab tersebut lebih menekankan pada memperbanyak contoh dan juga praktek dengan tujuan siswa mampu memahami Qawa’id dengan baik. Dan juga metode ini memadukan antara hafalan dan praktek sebagai suatu keharusan dalam dalam penguasaan kaidah kebabahasaan. Untuk itu dalam prakteknya ada dua hal yang harus dilakukan oleh pelajar (santri) yaitu, menghafal kosa kata dan kaidah serta bagaimana mempraktekan Implementasi kaidah dalam menerapi sebuah kalimat. Maka hafalan dan praktik disitu menjadi kunci utama dalam mepelajari Metode Amtsilati. (W/G/MS/23-07-2016/13.00)
Hal serupa juga dikemukakan oleh AK selaku ustads pengajar Amtsilati.“Metode Amtsilati adalah suatu alat atau cara untuk menyajikan materi kitab Amtsilati di mana dalam kitab tersebut lebih menekankan pada contoh dan praktik” (W/G/AK/23-07-2016/16.00) Kitab Amstilati merupakan kitab yang berisikan materi pelajaran yang terprogram dengan penulisan sistematis untuk belajar membaca Kitab Kuning bagi pemula yang dilaksanakan dengan intensif dalam jangka 3-6 bulan. Kitab tersebut membahas tentang Nahwu dan Sharaf, di mana kitab tersebut disusun mengingat pentingnya belajar ilmu nahwu dan sharaf serta sebagai jawaban terhadap kesulitan yang dirasakan dan dialami oleh kebanyakan santri dalam membaca Kitab Kuning dan materi kaidah nahwiyah sebagai ilmu dasar bahasa Arab. Sementara itu kemampuan bahasa Arab merupakan kunci untuk menguasai ilmu agama yang pada umumnya ditulis dalam Kitab Kuning. Peneliti menemukan dari beberapa ustadz tentang konsep dasar Amtsilati yang meliputi : Sistematika pembahasan materi Amtsilati, Target pendekatan, Sistem evaluasi. Dalam
pembelajaran
Amtsilati
terdapat
delapan
jilid.
Diantaranya, lima jilid yang dijadikan pembelajaran bagi santri, antara lain adalah Jilid tatimmah (Praktik) yang diterapkan setelah materi selesai, satu jilid khulasoh yang berfungsi sebagai dasar atau nadzam.
Dan satu jilid Qoidati (Kumpulan kaidah-kaidah) yang didalamnya terdapat kunci-kinci pembelajaran nahwu sharaf. 2.
Implementasi Metode Amtsilati dalam Membaca Kitab Kuning (Ta‟limul Muta‟allim) Pada tahap awal, Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in menggunakan metode Amtsilati yang dilaksanakan sebagaimana pelajaran tambahan untuk menunjang para santri agar cepat dalam memahami gramatika bahasa Arab khususnya ilmu nahwu dan sharaf, kemudian sesuai dengan perkembangan zaman dan ide-ide untuk memfokuskan Implementasi metode Amtsilati terhadap pembelajaran kitab-Kitab Kuning agar para santri atau peserta didik lebih cepat memahami isi dan kandungan Kitab Kuning, yang termasuk salahsatunya dalam Implementasi kitab Ta‟limul Muta‟allim. Sejauh pengamatan peneliti pembelajaran metode Amtsilati dalam membaca Kitab Kuning (Ta‟limul Muta‟allim) di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in, ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam Implementasiya, antara lain : a.
Rumus qoidah adalah inti sari dalam Amtsilati dari juz 1 sampai juz 5 dan dilengkapi dengan petunjuk nadloman yang ada pada khulasoh, adapun dalam Implementasiya terdapat beberapa rumus utama yang harus dipelajari, yang membedakan setiap kata antara isim, fi‟il dan hurufnya.
1). Rumus Utama Isim Rumus A1, yaitu membedakan isim, antara lain : a) Ma‟rifat atau Nakirohnya b) Mabni atau Mu‟robnya c) Mudzakar atau Muanastnya d) Mufrod, Mutsanna atau Jama‟nya. Rumus A2, yaitu membedakan, antara lain : a) Isim Fa‟il b) Isim Maf‟ul c) Masdar d) Atau tidak isim fail, isim maf‟ul dan tidak masdar, yang tertulis dalam rumus maka yang menentukan kamus. Rumus A3, yaitu membedakan susunan kata menjadi : Mubtada‟ + Khobar + Pelengkap/ ب ال َْعال َِم ْي َن ِّ ْح ْم ُد لِل ِّو َر َ اَل Mubtada‟ + Pelengkap + Khobar َو ُى َو َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍئ قَ ِديْر Bila ada titik maka menjadi : Titik + Mubtada‟ + Khobar + Pelengkap ِ اب َ ََو ُى ْم يَ ْت لُ ْو َن اْلكت Titik + Mubtada‟ + Pelengkap + Khobar بَ ْل أَنْ تُ ْم بِ َه ِديَّتِ ُك ْم تَ ْف َر ُح ْو َن
2). Rumus Utama Fi‟il Rumus B1, yaitu membedakan antara : a) Madli b) Mudlori‟ c) Amar d) Nahi Rumus B2, yaitu membedakan antara : a) Mujarrod atau Mazid b) Mabni atau Mu‟rob c) Ma‟lum atau Majhul Rumus B3, yaitu menjadikan susunan kata menjadi : Fi‟il + Fai‟il + Pelengkap.ب َزيْد َع ْمر َ َ ض َر Fi‟il + Pelengkap + Fa‟il. اء ُك ْم َر ُس ْول َ لَ َق ْد َج Pelengkap + Fi‟il + Fa‟il. ْت لَ ُك ْم ِديْ نَ ُك ْم ُ اَلْيَ ْوَم اَ ْك َمل b.
Shorfiah adalah kitab pendamping Amtsilati yang target utamanya adalah mengetahui perubahan kata Istilakhi atau Lughawai. Diaman bahasa (Lughawai) untuk mengetahui jumlah dan jenis pelakunya, sedangkan (Istilakhi) untuk mengetahui bentuk-bentuk lain yang sering digunakan, bila menemui kata-kata yang sulit maka dapat dicari dalam shorfiyah dengan cara mengkiaskan kata yang ada dan sejenisnya. Shorfiah sendiri sering digunakan mulai jilid 4 untuk dijadikan
tabel tasrifiyah karena sudah menginjak untuk mempelajari bab fi‟il. c.
Tatimmah merupakan kitab yang tidak kalah penting karena bersifat sebagai penyempurna, yang di dalamnya berisi tentang bagaimana Implementasi rumus pada kata yang ditemui. Hal ini selaras dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin K.H Masykuri Syahri S.Pdi. “Dalam Implementasi metode Amtsilati harus menggunakan beberapa kitab atau pedoman. Yaitu: Rumus Qoidah (inti sari dalam amtsilati) yang terdiri dari juz
-
dan dilengkapi dengan petunjuk nadzam
yang ada pada khulasoti, ada juga Sharfiyah adalah kitab pendamping Amtsilati yang fungsinya untuk mengetahui tasrif istilakhi ataupun lughawa, dan juga Tatimmah merupakan kitab yang penting karena didalamnya terdapat langkah-langkah dalam Implementasi membaca Kitab Kuning.” (W/G/MS/23-072016/13.00) Hal serupa juga dikemukakan oleh MT selaku Ustadz pengajar Amtsilati. Dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Ustadz Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin. “Dalam Kitab Amtsilati ada tiga jeni kitab yang digunakan, yaitu Rumus Qoidati, Sharfiyah dan Tatimmah. Dari ke tiga kitab tersebut Tatimmah adalah kitab yang digunakan
sebagai panduan untuk menerapkan Rumus-rumus atau metode Amtsilati.” (W/G/MS/23-07-2016/15.00) Hal serupa juga dikemukakan oleh AK selaku Ustadz pengajar Amtsilati. Dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Ustadz Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin. “Dalam Kitab Amtsilati terdiri dari sembilan macam kitab yang digunakan antaralain yang terdiri dari lima jilid ( ), yaitu Rumus Qoidati, Sharfiyah dan Tatimmah dan juga khulasoh sebagai dasar atau nadzam dari kitab Alfiyah. ” (W/G/AK/23-07-2016/16.00) 3.
Kelebihan dan kekurangan pada Pembelajaran Metode Amtsilati dalam membaca Kitab Kuning Berdasarkan pengamatan terhadap beberapa buku panduan Amtsilati serta wawancara yang telah peneliti lakukan terhadap kiyai dan juga ustadz pengajar Amtsilati. Beliau mengatakan bahwa “Model apapun yang digunakan dalam pembelajaran pastinya memiliki kelebihan dan kekurangan. Akan tetapi yang menjadi penting dalam Metode Amtsilati ini adalah penekanan terhadap kemampuan menghafal dan juga mempraktekan rumus Qoidah dalam menerapi sebuah kalimat.” (W/G/MS/23-07-2016/13.00) Adapun beberapa kelebihan yang dimiliki metode Amtsilati ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.
Peletakan rumus disusun secara sistematis
b.
Contoh diambil dari Quran dan Hadist
c.
Siswa dituntut untuk aktif, komunikatif, dan dialogis.
d.
Siswa dapat menjadi guru bagi teman-temannya.
e.
Penyelesaian gramatika bahasa Arab melalui penyaringan dan pentarjihan.
f.
Rumus yang pernah dipelajari diikat dengan hafalan yang terangkum dalam dua buku khusus, yaitu rumus qa‟idah dan khulasoh alfiyah.
Adapun beberapa kekurangan yang dimiliki metode Amtsilati ini, diantaranya adalah sebagai berikut: a.
Metode Amtsilati ini lebih mengedepankan hafalan dari qoidati dan khulasoh sebagai kata kunci dalam memahami ataupun membaca Kitab Kuning, sehingga dalam proses tersebut banyak santri yang merasa terbebani dan akhirnya tidak dapat mengikuti pembelajaran Amtsilati tersebut.
b.
Santri cepat merasa bosan karena metode ini membutuhkan kesabaran, kedisiplinan pada setiap individu.
c.
Kekurangan lainya yaitu dalam pelaksanaanya metode astsilati
di
Pondok Pesantren
Hidayatul
Mubtadi‟in
menggunakan Kurikulum Berbasis Kelas. Hal ini dinilai kurang cocok untuk pelajaran Amtsilati tersebut, karena dirasa
merugikan
bagi
santri
lain
yang
memiliki
kemampuan lebih. Karena untuk dapat naik ke jilid selanjutnya harus menunggu siswa lain yang tidak lulus ujian jilid untuk mengikuti tes susulan atau remidi. Hal serupa juga dikemukakan oleh MT selaku Ustadz pengajar Amtsilati. Dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Ustadz Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin. “seperti
Pondok Pesantren pada
umumnya juga menggunakan metode pembelajaran yang berbeda. Akan tetapi hal itu juga mempunyai kelebihan dan kekurangan ” (W/G/MT/23-07-2016/15.00) 4.
Target Metode Amtsilati Adapun mengenai target dari Metode Amtsilati adalah pembelajaran ditempuh munimal enam bulan seorang anak dapat membaca Kitab Kuning tanpa syakal (harokat) dan maximal sampai anak tersebut benar-benar sudah diwisuda. Dilakukan dengan cara bertahap yaitu dimulai dengan pengenalan dari kata perkata kemudian pengenalan perkalimat dengan syarat telah melalui praktik tatimmah. Dalam kurun waktu enam bulan, peserta didik diharapkan sudah mampu
dan
lihai
dalam
membaca
Kitab
Kuning
ataupun
mendefinisikan sebuah kata dalam bahasa arab sesuai dengan kaidah gramatika bahasa arab, dan itupun dilakukan dengan mandiri dengan cara mencari makna dalam kamus, meskipun belum mampu menerjemahkan dengan baik paling tidak seorang santri atau peserta
didik sudah mempunyai dasar untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Pada dasarnya Metode Amtsilati adalah metode dalam tingkatan dasar sehingga masih banyak lagi yang harus dipelajari untuk sampai ke jenjang yang lebih mahir. 5.
Sistem Evaluasi Metode Amtsilati Sistem evaluasi pada metode Amtsilati adalah dengan menggunakan metode tes (baik tes tertulis maupun tes lisan). Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dan tingkat pemahaman santri dalam mengikuti proses Kegiatan Belajar Mengajar, khususnya Amtsilati. Sedangkan waktu yang digunakan untuk tes adalah sebagai berikut : a.
Tes Harian dalam arti tes rutin (baik tes lisan maupun tes tertulis) hal ini dilakukan sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran Amtsilati berlangsung. Hal ini dilakukan untuk merangsang ingatan siswa pada materi-materi yang telah diajarkan sebelumnya, selain itu juga ada tes setoran hafalan (Khulasoh/Nadzam dan hafalan Rumus Qoidati) yang dilakukan setelah pembelajaran Amtsilati berlangsung. Karena pada dasarnya Khulasoh/Nadzam dan hafalan Rumus Qoidati merupakan kunci atau intisari dari pembelajaran Amstilati.
b.
Tes Kenaikan Jilid. Pada tes kali ini terdapat standar nilai yang digunakan untuk kelulusan yaitu ketika telah mencapai nilai 9 koma. Artinya ketika santri atau pesrta didik telah mampu
melampaui nilai standar yang telah ditentukan maka peserta didik tersebut boleh untuk naik kejilid yang lebih tinggi, akan tetapi sebaliknya ketika peserta didik belum bisa mencapai standar nilai tersebut maka peserta didik wajib mengulang tes dan sekaligus mengulang jilid tersebut. Hal ini selaras dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin K.H Masykuri Syahri S.Pdi. “Sistem evaluasi yang digunakan dalam metode Amtsilati ini adalah dengan cara ustadz memberikan pertanyaan-pertanyaan
kepada
santri
sebelum
dan
sesudah
dimulainya pembelajaran, dengan menyertakan contoh. Selain itu juga terdat tes tulis yang dilakukan di setiap kenaikan kelas.” (W/G/MS/23-07-2016/13.00) Hal serupa juga dikemukakan oleh AK selaku Ustadz pengajar Amtsilati. Dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Ustadz Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin. “Prosesnya sama dengan kitab lain, akan tetapi dalam kitab Amtsilati ini terdapat jilid-jilidnya, dari jilid satu sampi dengan jilid sembilan, itu sudah satu paket. Jadi mulai dari jilid satu dulu jadi kalau sudah lulus bisa naik jilid berikutnya. ” (W/G/AK/23-07-2016/16.00) Sebagaimana yang dilakukan oleh peneliti, secara tidak langsung penyusun telah mempersiapkan evaluasi yang include dalam materi ajar dengan menggunakan metode observasi dengan baik
secara bertahap dan dilakukan secara berulang-ulang. Misalnya dalam buku Amtsilati, dalam penulisan Arab syakalnya sengaja dihilangkan pada kata yang pernah dipelajari. Hal ini bertujuan untuk dapat merangsang ingatan peserta didik ketika melihat atau menemukan kata, kalimat yang sama dalam pada bab setelahnya. Secara tidak langsung pendidik telah melakukan evaluasi terhadap peserta didik dengan orientasi mengetahui perkembangan dan kemampuan kognitif peserta didik setiap harinya. 6.
Contoh Implementasi Metode Amtsilati Dalam Membaca Kitab Kuning a.
Ta‟limul Muta‟allim
ِ ُ ََن طَالِب ال ِْعل ِْم ََلي ن َّ اِ ْعلَ ْم بِأ ْم َوََليَ ْنتَ ِف ُع بِ ِو اََِّلبِتَ ْع ِظ ْي ِم ال ِْعل ِْم َواَ ْىلِ ِو َوتَ ْع ِظ ْي ِم َ َ َ ال اْلعل ِاذ وتَوقِي ِره ِ ْاَل ْ ْ َ َُست ْ اِ ْعلَ ْم
: Termasuk kalimah Fi‟il (Fi‟il Amar) dari madlinya
علم. Setelah fiil harus ada fail, failnya tersimpan yaitu َاَ ْوت. ثِأَنَّ طَبلِ َت ا ْل ِع ْل ِم
: ” ”ةadalah huruf jar yang jumlahnya ada 20, huruf
hukumnya mabni. “ ”أَنtermasuk amil nawasib yang berfungsi untuk mesabkan kata setelahnya. “ت ْالع ْلم َ ”طَبلdisebut susunan idzofah, kata pertama disebut mudlof dan lainya disebut mudlof ilaih. ََليَنَبل
َ bisa bermakna menjadi dua yaitu: : Huruf ””ل 1. َل: Nafi yang bermakna ora / tidak 2. َل: Nahi yang bermakna ojo/ jangan
Di sini menjadi َلNafi yang bermakna ora / tidak. يَنَبل
: Berasal dari kata ( وَبلFiil Madli)mengikuti wazan
فَ َع َلmudlori‟nya يَىَبلmengikuti wazan يَ ْف َعل. Termasuk kalimah fiil dan sekaligus menjadi khobarnya “”أَن ا ْل ِع ْل ِم
: Termasuk kalimah isim karena ada Al ()ال. Dan
berkedudukan menjadi pelengkap yaitu maf‟ul bih. ًَ ََليَ ْنتَفِع
:”ََ ” dalam pelajaran tatimmah bisa dibaca: a.
ََ sebagai huruf jar bermakna demi
b.
ََ sebagai huruf Ataf bermakna lan/dan
c.
ََ sebagai Isti‟naf diawal kalimat bermakna
d.
ََ sebagai wau Hal bermakana hale/dalam
e.
ََ
lan/dan
keadaan sebagai
wawu
Ma‟iyah
bermakna
sartane/dengan Di sini menjadi wawu Ataf yang bermakna lan/dan. َ bisa bermakna menjadi dua yaitu: Huruf ””ل 1. َل: Nafi yang bermakna ora / tidak 2. َل: Nahi yang bermakna ojo/ jangan Di sini menjadi َلNafi yang bermakna ora / tidak. يَ ْنتَفِع
: Termasuk kalimah fi‟il. Fi‟il Mudlori‟ yang dibaca
rafa‟ (Dlomah). Dari madlinya وفع. dan menjadi fail dari kata ت ْالع ْلم َ طَبل.
ثِ ِو
: ” ”ةadalah huruf jar yang jumlahnya ada 20, huruf
hukumnya mabni. يtermasuk isim maushul. Yang asalnya ي ٌه ٌ َمب ٌ ْمbila sebelumnya terdapat kasroh atau ya‟ sukun maka dibaca ي ٌ َمب ٌ ْم ٌه اِ ََّلثِتَ ْع ِظ ْي ِم ا ْل ِع ْل ِم: “ ”الadalah huruf istisna‟ (pengecualian). ثتَعْظيْم ْالع ْلمadalah susunan idlofah, kata yang pertama disebut mudlof dan lanya disebut mudlof ilaih, dan mudlof ilaih hukumnya jer. ًَاَ ْىلِ ِو
: adalah susunan idlofah, yang dimudlofkan pada
isim dlomir ي. Dan berkedudukan sebagai ataf, yang mengikuti ma‟tof alaihnya lafadz ثتَعْظيْم ْالع ْلم. ستَب ِذ ْ ًَتَ ْع ِظ ْي ِم ْاْل: Berkedudukan sebagai ataf, yang mengikuti ma‟tof alaihnya lafadz ًََاَ ٌْل ًَت ٌَْقِ ْي ِر ِه
: Berkedudukan sebagai ataf, yang mengikuti
ma‟tof alaihnya lafadz ستَب ِذ ْ ًَتَ ْع ِظ ْي ِم ْاْل
b.
Fathul Qorib
ِ الس َم ِاء َوَماءُ الْبَ ْح ِر َّ ُطه َارةِ( اَل ِْميَاهُ اَلَّتِ ْي يَ ُج ْوُز اَلتَّطْ ِه ْي ُر بِ َها َس ْب ُع ِميَاهٍ َماء َ َّاب ال ُ َ)كت ْج َوَماءُ الْبَ َرِد ِ َّه ِر َوَماءُ الْبِْئ ِر َوَماءُ ال َْع ْي ِن َوَماءُ الثَّل ْ َوَماءُ الن ِكتَبة
: huruf yang tertulis ada empat, huruf yang ketiga berupa alif. Bisa
menjadi:
a.
Mubalaghoh berwazan فَعبل
b.
Masdar berwazan ف َعبل ف َعبل فَ َعبل
c.
Isim jamid berwazan فَعبل
d.
Jamak Taksir berwazan فَعبل
Disini mengikuti Masdar yang berwazan ف َعبل بر ِح َ الَّط َي: adalah kalimah isim, karena ada huruf AL()ال بر ِح َ ِكتَبة الَّط َي
: termasuk susunan idlofah, karena terdiri dari dua isim atau
lebih. Kata yang pertama disebut mudlof dan selanjutnya disebut mudlof ilaih. Dan berkrdudukan sebagai khobar. Mubtada‟nya dibuang karena sudah maklum yang berupa lafadz ٌذا اَ ْل ِميَبه
: Termasuk jenis kalimah isim, karena ada huruf AL()ال, yang
berkedudukan sebagai mubtada‟ karena isim ma‟rifat yang berada di awal kalimat. Isim ma‟rifat antaralain: a. Isim yang ada AL b. Isim Dlomir (Kata ganti) c. Isim Isyarah (Kata tunjuk) d. Isim Maushul (Kata sambung) e. Nama atau alam f. Idlofah yang mudlof ilaihnya isim ma‟rifat. اَلَّتِ ْي
: Termasuk Isim Maushul atau kata sambung. Hukumnya mabni.
يَج ٌْز
: Termasuk Fi‟il Mudlori‟ karena diawali dengan huruf mudloroah
yang jumlahnya ada empat yaitu ا ن ي تfi‟il Mudlori‟ hukumnya rafa‟ ketika tidak kemasukan huruf (amil) nashab dan jazem. يَج ٌْزfi‟il mudlori‟ yang berwazan يَ ْفعلasalnya adalah يَ ْجٌزdipindah harakatnya karena ada huruf illat hidup tapi sebelumnya ada huruf sahih sukun (mati) maka
harakat huruf illat dipindah kehuruf sahih, maka menjadi يَجُْ ز. Lafadz يَجُْ ز berkedudukan seabagai shilah karena jumlah yang terletak setelah isim maushul اَلت ْي ْ َّ اَلت: termasuk kalimah isim karena ada huruf AL()ال, yang ط ِي ْير berkedudukan sebagai Fa‟il yang hukumnya rafa‟, dan tanda rafa‟nya menggunakan dlommah karena termasuk isim mufrod. ة ِ
: adalah huruf jar yang bermakna demi, sebab, kelawan
sedangkan hurufjer hukumnya mabni. ىَب
: adalah isim dlomir muttasil, dlomir adalah kata ganti.
Dlomir ٌَبadalah kata ganti dari lafadz اَ ْل ِميَبه. س ْجع ِميَبه َ
: adalah isim yang termasuk susunan idlofah yang menjadi
khobar dari kata اَ ْل ِميَبه. س َمب ِء َّ َمبء ال
: termasuk susunan idlofah yang berkedudukan sebagai
badal dari mubdal minhunya lafadz س ْجع ِميَبه َ . ََ
:”ََ ” dalam pelajaran tatimmah bisa dibaca: ََ sebagai huruf jar bermakna demi ََ sebagai huruf Ataf bermakna lan/dan ََ sebagai Isti‟naf diawal kalimat bermakna lan/dan ََ sebagai wau Hal bermakana hale/dalam keadaan ََ sebagai wawu Ma‟iyah bermakna sartane/dengan
Di sini menjadi wawu Ataf yang bermakna lan/dan. َمبء ا ْلجَ ْح ِر: isim yang berupa susunan idlofah yang berkedudukan menjadi Ataf yang mengikuti Ma‟tuf Alaihnya َمبء الس َمبء
َمبء النَّ ْي ِر:menjadi Athaf dari Ma‟thuf Alaihnya yaitu lafadz َمبء ْالجَحْ ر َمبء ا ْلجِ ْئ ِر: menjadi Athaf dari Ma‟thuf Alaihnya yaitu lafadz َمبء الىٍْر َمبء ا ْل َع ْي ِه: menjadi Athaf dari Ma‟thuf Alaihnya yaitu lafadz َمبء ْالج ْئر ج ِ َمبء الثَّ ْل: menjadi Athaf dari Ma‟thuf Alaihnya yaitu lafadz َمبء ْال َعيْه َمبء ا ْلجَ َر ِد: menjadi Athaf dari Ma‟thuf Alaihnya yaitu lafadz َمبء الث ْلج
BAB IV ANALISIS
Pondok Pesantren pada dasarnya adalah lembaga pendidikan Islam yang dilaksanakan dengan sisitem asrama yang terdiri dari Pondok, kiyai, Masjid atau Musholla sebagai pusat lembaganya. Lembaga ini ini berfungsi bukan hanya mendidik para santri mengenai pendidikan agama (ukhrowi) saja, akan tetapi juga mengimbangi mereka dengan ilmu-ilmu duniawi sebagai sumber ajaran dan motivasi di segala bidang kehidupan. Sedangkan tujuan secara umum adalah membina kepribadian para santri agar menjadi seorang muslim , mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Lembaga ini merupakan salah satu lembaha Islam yang tertua di Indonesia, sebab lembaga ini telah hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Pada awal perkembangan Pondok Pesantren, para ulama mendirikan masjid sebagai tempat menimba ilmu bagi masyarakat dengan menggunakan kitab suci al-Qur‟an dan kitab-kitab Islam klasik lainya yang memuat berbagai bidang ilmu. Namun pada perkembangan selanjutnya, Pondok Pesantren telah mengalami perubahan. Pada
permulaan
didirikannya
Pondok
Pesantren
Hidayatul
Mubtadiin, sistem pendidikan Pondok Pesantren tersebut menggunakan metode
wetonan
atau
sorogan,
bandhongan,
musyawarah,
dan
muhafadzah dan metode-metode yang lain seperti yang telah digunakan di Pondok Pesantren lainya. Dalam hal ini yang mendasarai adanya
perubahan sistem pendidikan di Pondok Pesantren ini adalah karena adanya tuntutan zaman, dan kebutuhan masyarakat serta kemajuan dan perkembangan pendidikan di tanah air. Maka mayoritas Pondok Pesantren di Indonesia banyak yang mengembangkan dan menyesuaikan diri dengan sistem pendidikan yang sudah ada, akan tetapi sebagian yang lain juga masih kokoh untuk mempertahankan adat atau kebiasaan sistem pendidikan yang sudah lama dijalankan oleh Pondok Pesantren tersebut. Hubungan kyai dan santri di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak terpola dengan baik. Sikap Tawadlu‟ dan tunduk para santri kepada kiyai tetap disandarkan pada rasa hormat kepada seorang yang alim tentang ajaran agama. Pada perinsipnya orang alim adalah pewaris para nabi yang membawa pesan-pesan agama, oleh karena itu harus dijunjung tinggi dan ditaati. Oleh karena itu keyakinan, adanya barakah kiai selalu menjadi nafas dalam setiap hubungan antara santri dengan kiainya. Seperti yang ada di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak interaksi yang dibangun antara kiai atau pengasuh, ustadz, dan santri berlangsung dalam suasana kekeluargaan yang akrab. Karena kiai merasa sebagai manusia biasa tidak perluadanya sekat atau jarak yang membuat santri menjauh dari kiainya, yang akhirnya dapat berdampak pada putusnya komunikasi kiai dengan santrinya. Diantara
perilaku
yang
sudah
mentradisi
adalah
dengan
membungkukan badan atau menunduk bila bertemu dengan kiai, bahkan saat kiai hendak lewat dengan menggunakan kendaraan. Perilaku ini
sebagai bentuk penghormatan terhadap kiai sebagai seorang yang menjadi panutan dan rujukan di kalangan Pondok Pesantren maupun masyarakat luas. Pondok
Pesantren
berbagai
programnya
melalui
proses
perencanaan yang sistematis dan bertahap dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Sehingga dalam prosesnya memerlukan pengayaan dan penjabaran yang menyeluruh dengan melibatkan seluruh partisipasi dari unsur-unsur di Pondok Pesantren. Hal tersebut sekaligus memberikan pelajaran bagi santri bagaimana dalam menjalankan organisasi yang pada akhirnya
menjadi
bekal
mereka
dalam
memasuki
kehidupan
bermasyarakat. Dalam hal ini bahwa di Pondok Pesantren Hidayul Mubtadiin sebelum memulai kegiatan atau program diawali dengan proses musyawarah untuk membicarakan tentang Proses Kegiatan Belajar Mengajar. Dalam hal ini Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak telah mempergunakan kurikulum sebagai bahan rancangan kegiatan pembelajaran, yaitu dengan sistem pengajaran tuntas dengan menggunakan kitab sebagai pegangan dan sekaligus rujukan utama Pondok Pesantren. Salah satu upaya untuk mempersiapkan para santri sebagai penerus ulama‟ adalah dengan mampu membaca Kitab Kuning. Pada dasarnya Kitab Kuning adalah kitab yang berbahasa arab tanpa syakal dan arti, yang biasanya kertasnya berwarna kuning yang dipergunakan oleh pondokpondok salaf dalam mempelajari agama yang dikaji para santri dan dipimpin langsung oleh kiyai, akan tetapi sekarang ada yang namanya
Kitab Putih yang biasanya dipergunakan oleh perguruan tinggi dalam mengkaji ilmu-ilmu umum. Dalam pembelajaran Kitab Kuning tentunya seorang pengajar (Ustadz atau Kiyai) memegang peran penting, sebab dalam kegiatan belajar mengajar bersifat kompleks, yaitu bukan hanya menyampaikan pelajaran saja akan tetapi juga seorang guru mampu membuat peserta didik atau santri faham dalam mengkaji ilmu-ilmu yang telah diberikan oleh guru atau kiyai dan diharapkan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tidak terlepas untuk mengajarkan kepada mereka dalam membaca Kitab Kuning dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah Nahwu dan Sharaf . Kendati demikian banyak sekali kendala-kendala yang muncul dalam mempelajari atau memahami Kitab Kuning, bagi para santri antara lain, mereka belum memahami ilmu Nahwu dan Sharaf yang dijadikan sebagai alat atau kunci utama untuk membaca Kitab Kuning. Sehingga dalam pembelajaran mereka sangat lambat, dengan demikian mereka tidak bisa memahami Kitab Kuning secara baik. Sehingga pembelajaran Kitab Kuning tidaklah maksimal. A. Analisis Tentang Metode Pembelajaran Amtsilati Dalam Membaca Kitab Kuning di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak Dari data yang peneliti temukan terkait dengan Metode Pembelajaran Amtsilati Dalam Membaca Kitab Kuning di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak, maka peneliti menggunakan
Reduksi Data, yaitu merangkum data yang terkait dengan hasil penelitian di lapangan. Proses analisis ini dimulai dari menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber, antara lain: Observasi, wawancara, dokumentasi dan kajian pustaka yang terkait dengan judul peneliti. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan mengenai Metode Pembelajaran Amtsilati Dalam Membaca Kitab Kuning di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak adalah sebagai berikut: 1.
Berdasarkan salah satu buku panduan Metode Amtsilati yaitu Sharfiyah, disitu dijelaskan bahwa satu kata dapat dikupas dari berbagai aspek, hingga dapat diuraikan dalam bentuk tasrif Istilahi atau lughawi serta I‟ilalnya.
2.
Berdasarkan pembelajaran Amtsilati ini ditargetkan 6 bulan bisa membaca Kitab Kuning dengan lancar tanpa syakal, akan tetapi di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak dalam menerapkan Metode Amtsilati ini seorang santri dapat menempuhnya dalam kurun waktu 6 bulan sampai 2 tahun untuk dapat membaca Kitab Kuning.
3.
Sistem evaluasi yang digunakan dalam Metode Amtsilati adalah diadakanya tes. Baik itu tes tertulis maupun tes lisan, yang dilaksanakan
sebelum
dan
sesudah
berlangsung dan juga ketika kenaikan jilid.
proses
pembelajaran
Model pembelajaran yang dilaksanakan dalam metode Amtsilati ini adalah model pembelajaran klasikal. Model ini adalah model belajar secara berkelompok yang bertujuan untuk menciptakan suasana kondusif dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran klasikal yang diterapkan dalam metode Amtsilati ini dengan cara membentuk kelompok yang ditentukan sesuai dengan jilidnya masing-masing. Dengan pembelajaran model klasikal ini, proses belajar mengajar berlangsung efektif dan kondusif, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal. Selain itu, dengan jumlah kelompok yang ideal, seorang guru dapat memantau langsung kemampuan santri masing-masing. Walaupun kegiatan pembelajaran dilaksanakan secara klasikal, tetapi pembelajaran ini lebih menekankan pada kemampuan individual dalam menguasai kompetensi (materi) yang dipersyaratkan. Dalam pembelajaran individual ini setiap santri diberi kesempatan untuk menguasai Amtsilati sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing. Dengan kata lain, santri harus aktif dalam mengikuti pelajaran serta tidak boleh bergantung pada orang lain. untuk memperlancar PBM, tugas guru hanya mengarahkan, membimbing dan meluruskan santri jika melakukan kesalahan dalam mempelajari materi yang sedang dipelajari. Untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran
yang
maksimal,
pembelajaran di sini juga sangat memperhatikan perbedaan kemampuan santri dalam mengikuti PBM. Dalam hal ini, misalnya seorang santri yang belajar Amtsilati dengan melihat atau membaca khulasoh. Karena materi
Amtsilati diperbanyak dengan contoh-contoh al-Qur‟an, maka dengan sendirinya santri akan hafal materi pada khulasoh sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, adanya kegiatan setoran khulasoh juga sangat mendukung bagi santri untuk cepat menghafalkan materi sesuai dengan kecepatan dan kemampuan mereka masing-masing. Dengan demikian, ketika santri sudah menguasai materi yang telah disampaikan, maka santri boleh mengajukan diri untuk dinilai (diuji) kompetensinya kapan saja bila mereka telah siap. Hal ini akan menguntungkan santri yang memiliki kemampuan lebih (pandai) karena dia boleh diuji lebih dulu setelah menguasai materi. Jika dia lulus, maka dia dapat melanjutkan ke jilid selanjutnya sehingga dia dapat khatam lebih cepat dibandingkan santri yang lain. adapun untuk santri yang lamban dalam menerima pelajaran dan tidak lulus ujian, dia berkesempatan untuk belajar lagi sampai dia dapat lulus pada jilid tersebut. Dengan demikian santri tersebut akan matang dalam memahami materi pelajaran. Dari uraian di atas dapat difahami, bahwa pembentukan kelompok belajar dalam pembelajaran Amtsilati ini sangat fleksibel karena bagi mereka yang telah lulus ujian dapat pindah ke kelompok belajar yang lain untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya. Kitab Amtsilati merupakan sebuah Kitab yang berisikan tentang materi pelajaran yang terprogram dengan penulisannya yang sistematis dan runtut, dalam mempelajari Kitab Kuning, bagi tahap pemula yang dilaksanakan dengan intensif dalam kurun waktu 3-6 bulan, akan tetapi
dalam praktiknya pembelajaran dengan menggunakan Metode Amtsilati di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak terprorgram dalam kurun waktu sampai 1 sampai 2 tahun, hal tersebut didasari karena dalam setiap tahunnya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak mempunyai agenda sendiri dalam setiap tahunnya. Kitab tersebut membahas Ilmu Nahwu dan Sharaf, kitab tersebut disusun karena mengingat betapa pentingnya belajar ilmu tersebut dan juga sebagai terobosan baru dalam membaca Kitab Kuning karena dirasa metode tersebut mudah untuk difahami. B. Analisis Tentang Implementasi Metode Amtsilati dalam Membaca Kitab Kuning (Ta’limul Muta’allim) Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak Metode merupakan suatu sarana yang ditempuh dalam menggapai tujuan. Tanpa memilih metode yang relevan dengan tujuan yang akan dicapai, maka akan sangat sulit untuk mewujudkannya. Oleh karena itu kombinasi dan ketepatan dalam memilih metode sangatlah diperlukan. Di dalam Pondok Pesantren, istilah Kitab Kuning sangatlah tidak asing bagi kalangan santri karen sudah mejadi makanan wajib bagi santri dalam menuntut ilmu dan juga untuk mendalami agama. Kitab Kuning adalah Kitab yang membahas aspek-aspek Islam yang disusun dalam bahasa Arab dan atau tulisan Arab. Adapun fungsi Kitab Kuning yang berada di Pesantren adalah sebagai referensi bagi kiyai dan para santri untuk dapat mendalami serta mengembangkan ilmu agama.
Salah satunya adalah Kitab Ta’limul Muta’allim yang menjadi pedoman para santri dalam menuntut ilmu. Kitab karya Syekh az-Zarnuji ini berisikan tentang etika dan metode dalam meraih keberkahan ilmu. Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa
Ta’limul Muta’allim
ِ صل فِي النِّيَ ِة َح menekankan 5 hal penting dalam menuntut ilmu, antara lain: ال ْ ْ َف ِ ِ ِ صل فِي ا ْختِيا ِر ال ِْعل ِْم و ْاْل ِ َّ اذ و َّعلُّ ِم ْ َ( فMemilih guru, ْ َ َ ( التNiat yang lurus),الش ِريْك َوالثَّبَات َعلَيْو َ َ َُست Teman dan Ketekunan), صل فِي تَ ْع ِظ ْي ِم ال ِْعل ِْم َواَ ْىلِ ِو ْ َ( فMengagungkan Ilmu dan ِ ِ َف ِ صل فِي ال Ahlinya), ْج ِّد َوال ُْم َواظَبَ ِة َواْل ِه َّم ِة ْ َ( فBelajar Tekun dan Semangat) , صل في بِ َدايَة ْ الس ْب ِق َوقَ ْد ِرهِ َوتَ ْرتِيْبِ ِو َّ (Memulai Belajar, Mengaturnya dan Urutanya). Adapun hasil dari Implementasi Metode Amtsilati dalam Membaca Kitab Kuning (Ta‟limul Muta‟allim) di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak menggunakan 9 jilid Kitab Amtsilati yang terangkum dalam Kitab panduan yang digunakan, antaralain: 1.
Rumus qoidah adalah inti sari dalam Amtsilati dari juz 1 sampai juz 5 dan dilengkapi dengan petunjuk nadloman yang ada pada khulasoh, adapun dalam Implementasiya terdapat beberapa rumus utama yang harus dipelajari, yang membedakan setiap kata antara isim, fi‟il dan hurufnya.
2.
Shorfiah adalah kitab pendamping Amtsilati yang target utamanya adalah mengetahui perubahan kata Istilahi atau Lughawi. Dimana bahasa (Lughawi) untuk mengetahui jumlah dan jenis pelakunya, sedangkan (Istilahi) untuk mengetahui bentuk-bentuk lain yang
sering digunakan, bila menemui kata-kata yang sulit maka dapat dicari dalam shorfiyah dengan cara mengkiaskan kata yang ada dan sejenisnya. Shorfiah sendiri sering digunakan mulai jilid 4 untuk dijadikan
tabel
tasrifiyah
karena
sudah
menginjak
untuk
mempelajari bab fi‟il. 3.
Tatimmah merupakan kitab yang tidak kalah penting karena bersifat sebagai penyempurna, yang di dalamnya berisi tentang bagaimana Implementasi rumus pada kata yang ditemui. Dalam Implementasiya, Tatimah merupakan kitab yang terpenting dalam menerapkan rumus Amtsilati yaitu dapat diklasifikasikan dalam tiga (3) langkah penting dalam praktik, yaitu: a. Menentukan titik atau koma beserta awal kalimat b. Membahas kata perkata sampai titik atau koma berikutnya c. Merangkai dan menerjemah dengan memperhatikan Qoidati, bayangan Dlomir, Dzauq dan Siyaqul Kalam. Metode
pendidikan
di
pesantren
pada
umumnya
masih
menggunakan metode klasikal atau tradisional yaitu metode pembelajaran yang diselenggarakan menurut kebiasaan yang telah lama dilaksanakan di pesantren-pesantren pada umumnya atau bisa disebut juga sebagai metode asli (original). Dalam pembelajaran terjadi yang namanya pentransferan ilmu yang dilakukan oleh guru kepada murid atau santri. Dalam mengajar guru memegang peranpenting, sebab mengajar bersifat kompleks, yakni bukan saja menyampaikan pelajaran akan tetapi juga menjadi figur atau
contoh yang baik kepada murid atau santrinya dan diharapkan ilmu tersebut dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap awal, Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in menggunakan metode-metode klasikal seperti yang digunakan di Pondok Pesantren lainya, akan tetapi dalam perjalananya munculah Metode Amtsilati yang disusun oleh K.H Taufiqul Hakim di Pondok Pesantren Bangsri Jepara, hingga sampai sekarang di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin
menggunakan
Metode
Amtsilati
yang
dilaksanakan
sebagaimana pelajaran tambahan untuk menunjang para santri agar cepat dalam memahami gramatika bahasa Arab khususnya ilmu nahwu dan sharaf, kemudian sesuai dengan perkembangan zaman dan ide-ide untuk memfokuskan Implementasi Metode Amtsilati terhadap pembelajaran kitab-Kitab Kuning agar para santri atau peserta didik lebih cepat memahami isi dan kandungan Kitab Kuning, yang termasuk salahsatunya dalam Implementasi kitab Ta‟limul Muta‟allim. Dalam praktiknya dari hasil Implementasi Metode Amtsilati dalam membaca Kitab Kuning di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin mayoritas santri dapat membaca Kitab Kuning dengan lancar dalam kurun waktu 1 tahun, akan tetapi juga tidak menutup kemungkinan sebagian santri juga banyak yang masih kesulitan dalam membaca Kitab Kuning, sehingga membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama dibandingkan dengan santri yang lain dalam membaca Kitab Kuning.
Kemampuan santri dalam membaca Kitab Kuning dengan menggunakan Metode Amtsilati diukur dengan adanya tes, baik secara lisan
maupun
tulisan
yang
dilaksanakan
sebelum
dan
sesudah
pembelajaran Kitab Amtsilati. Selain itu juga adanya tes kenaikan jilid, dalam tes kali ini terdapat standar nilai yang digunakan untuk kelulusan yaitu ketika telah mencapai nilai 9 koma. Artinya ketika santri atau pesrta didik telah mampu melampaui nilai standar yang telah ditentukan maka peserta didik tersebut boleh untuk naik kejilid yang lebih tinggi, akan tetapi sebaliknya ketika peserta didik belum bisa mencapai standar nilai tersebut maka peserta didik wajib mengulang tes dan sekaligus mengulang jilid tersebut. C. Analisis Tentang Kelebihan dan Kekurangan pada Metode Amtsilati dalam membaca Kitab Kuning Kitab Amtsilati merupakan pelajaran yang terprogram dan dicetak dengan penyusunan yang sistematis. Kesistematisan ini tercermin dalam penulisan materi yang mengarahkan santri untuk mempelajari pembahasan demi pembahasan secara berkesinambungan dari pembahasan yang sederhana menuju pembahasan yang lebih kompleks. Selain itu, kitab Amtsilati juga dikemas dalam bentuk perjilid yang dilengkapi dengan himbauan dan petunjuk mempelajari kitab Amtsilati. Dengan fasilitas tersebut, santri dapat mempelajari sesuai dengan urutan, kemampuan dan kecepatan pemahamannya masing-masing.
Kitab Amtsilati menawarkan suatu metode pembelajaran tentang gramatika bahasa Arab karena di dalamnya memuat langkah-langkah atau prosedur dalam pembelajaran bahasa khususnya qowaid. Hal ini terbukti dengan adanya klasifikasi sesuai dengan urutan materi, artinya materi tersebut yang telah tertulis secara berurutan untuk diajarkan secara berurutan pula. Jilid 1 terdiri dari empat bab, yaitu Bab I membahas tentang Huruf Jer, bab II tentang Dhamir, bab III tentang Isim Isyarah (kata tunjuk) dan bab IV tentang Isim Maushul (kata penghubung). Jilid 2 terdiri dari lima bab, yaitu mencakup Bab I tentang Alamat Isim (tanda-tanda Isim), bab II tentang Anwaa’ul Ismi (macam-macam Isim), bab III tentang Auzanu Ismi al Fa’il (wazan-wazan Isim Fa‟il), bab IV tentang Auzanu Ismi al Maf’ul (wazan-wazan isim maf‟ul) dan bab V tentang Auzanul Mashdar (wazan-wazan Isim Mashdar). Jilid 3 terdiri dari VI bab. Bab I membahas tentang Mubtada’, bab II tentang An Nawasikh (yang mempengaruhi Mubtadha), bab III tentang Isim Ghairu Munsharif (Isim tanpa Tanwin), bab IV tentang Isim al Musytaq (isim yang dibentuk dari kata lain), bab V tentang Isim Mu’tal (isim cacat) dan bab VI tentang At Tawabi’ (isim yang mengikuti I‟rab sebelumnya Badal/pengganti).
(Na‟at/sifat,
Taukid/penguat,
Athaf/sambung,
Jilid 4 terdiri dari IV bab, yaitu Bab I tentang Fi’il madli (kata kerja lampau), bab II tentang al Fa’il (pelaku), bab III tentang Auzanu al Madli al Mazid (wazan-wazan Fi‟il madli yang mendapatkan tambahan huruf) dan bab IV tentang Pelengkap Kalimat. Jilid 5 terdiri dari VI bab yang mencakup Bab I membahas tentang Fi’il Mudhari’ (kata kerja yang menunjukkan masa sekarang atau masa yang akan datang), bab II tentang Auzanu al Mudhari’ al Mazid (wazanwazan Fi‟il Mudhari‟ Mazid), bab III tentang Awamilu An Nawashib (yang menashabkan Fi‟il Mudhari‟), bab IV Awamilu al Jawazim (yang menjazemkan Mudhari‟), bab V tentang Fi’il Amr (Kata Perintah), dan bab VI tentang Muhimmaat (qaidah-qaidah penting). Kitab Amtsilati didukung dengan kitab Khulashoh alfiyah Ibn Malik sebagai pijakan kaidah yang berisikan 183 bait nadzam yang diberi makna dengan huruf pegon (Arab Jawa), terjemahan bahasa Jawa serta terjemahan bahasa Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman bagi santri pemula, khususnya mereka yang belum memahami bahasa jawa. Kitab lain sebagai pendukung Amtsilati adalah Qaidati (Rumus dan Kaidah) dan Sharfiyah (Metode praktis memahami Sharaf dan I‟lal). Qaidati adalah intisari Amtsilati yang terdidi dari juz satu sampai juz lima dan dilengkapi petunjuk nadzman yang ada pada kitab Khulashoh. Kitab ini disusun guna para santri lebih mudah mengingat seluruh materi Amtsilati yang terdapat dalam lima jilid tersebut tanpa harus
membuka kembali satu persatu jilid. Sedangkan Sharfiyah digunakan sebagai pendamping Amtsilati mulai juz empat, yang disusun dengan tabel sehingga apabila santri menemukan kata yang sulit dapat diperoleh jalan dengan cara mengqiyaskan kata-kata sejenis. Target utama disusunnya kitab ini adalah guna mengetahui perubahan kata baik lughawi maupun istilahi, di mana lughawi untuk mengetahui jumlah dan jenis pelakunya sedangakan istilahi guna mengetahui bentuk-bentuk lain yang sering digunakan. Kitab terakhir dari rangkaian kitab Amtsilati adalah kitab Tatimmah (Implementasi Rumus). Kitab ini terdiri dari dua jilid dan ia merupakan kitab yang penting, karena berisi tentang bagaimana menerapkan rumus-rumus yang telah dipelajari dalam Amtsilati itu. Uraian
mengenai
model
pemebelajaran
Amtsilati
di
atas
menunujukan adanya keterkaitan antara satu unsur dengan unsur yang lain. Oleh karena itu cukup beralasan jika metode ini dapat dikategorikan sebagai model pembelajaran tersendiri. Model pembelajaran apapun pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, hal tersebut sebagaimana yang ada pada Metode Amtsilati.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitain dan pembahasan yang telah peneliti lakukan tentang Implementasi Metode Amtsilati Dalam Membaca Kitab Kuning di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Desa Pilangwetan Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak. Maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. Sejauh
pengamatan
peneliti
tentang
Implementasi
Metode
Amtsilati dalam membaca Kitab Kuning (Ta‟limul Muta‟allim) di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in. 1.
Metode yang digunakan dalam membaca Kitab Kuning di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin demak. Metode pendidikan di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin pada umumnya masih menggunakan metode klasikal atau tradisional yaitu metode Metode Sorogan, Metode Bandhongan, Metode Musyawarah, Metode Hafalan.
2.
Implementasi Metode Amtsilati dalam membaca Kitab Kuning (Ta‟limul Muta‟allim) di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in dengan menggunakan Rumus qoidah, Shorfiah, dan Tatimmah.
3.
Kelebihan dan kekurangan pada Pembelajaran Metode Amtsilati dalam membaca Kitab Kuning.
Beberapa kelebihan yang dimiliki metode Amtsilati ini yaitu: Peletakan rumus yang disusun secara sistematis, contoh diambil dari Quran dan Hadist, siswa dituntut untuk aktif, komunikatif, dan dialogis,
siswa
dapat
menjadi
guru
bagi
teman-temannya,
penyelesaian gramatika melalui penyaringan dan pentarjihan yang diikat dengan rumus qa’idah dan khulasoh alfiyah. Sedangkan
kekurangan yang dimiliki metode Amtsilati ini
yaitu santri cepat merasa bosan karena metode ini membutuhkan kesabaran, kedisiplinan pada setiap individu. Kekurangan lainya yaitu dalam pelaksanaanya metode Amtsilati di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in menggunakan Kurikulum Berbasis Kelas. Hal ini dinilai kurang cocok untuk pelajaran Amtsilati tersebut, karena dirasa merugikan bagi santri lain yang memiliki kemampuan lebih. Metode Amtsilati ini dinilai cukup efektif dalam kaitanya memahami Qowaid (Nahwu Sharaf) dan Implementasiya dalam membaca Kitab Kuning. Hal ini terbukti dari beberapa unsur yang saling terkait satu dengan yang lainya. Unsur yang dimaksud yaitu adanya strategi, metode dan evaluasi.
B. Saran Hasil penelitian tentang Implementasi Metode Amtsilati Dalam Membaca Kitab Kuning di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Demak, ada beberapa saran yang bisa kami berikan sebagai berikut: 1. Untuk Pengurus a. Membuat buku absensi hafalan untuk santri agar santri dapat terkontrol dengan baik. b. Diusahakan untuk memperbanyak tenaga pengajar khususnya bagian pengampu hafalan, karena semakin bertambahnya santri. 2. Untuk Asatidz a. Meningkatkan khasanah keilmuan agar santri tidak bosan ketika pemebelajaran madrasah diniyah kususnya dalam kaitanya pembelajaran Amtsilati. b. Menejemen waktu yang baik ketika madrasah diniyah sehingga pembelajaran kajian kitab berjalan dengan optimal. 3. Untuk Santri a. Santri hendaknya selalu mengulang-ulang pelajaran mengenai Amtsilati sehingga akan membantu proses sorogan dan hafalan. b. Santri tidak perlu segan untuk bertanya kepada kyai atau pengurus apalagi tentang kajian kitab mengenai Amtsilati c. Santri hendaknya bisa mengatur waktu dengan sebaik-baiknya khususnya untuk menghafal Amtsilati
DAFTAR PUSTAKA
A. Rofiq. 2005. Pemberdayaan Pesantren Pustaka Pesantren. Yogyakarta: PT. Lkis Pelangi Aksara. Akbar, Fu‟ad. 2010. Skripsi Pembelajaran Qowa’id dengan Menggunakan Metode Amtsilati di Pondok Pesantren Cijantung Ciamis. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Bina Aksara. Bagong, Suyanto. 2006. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Fajar Interpratama Offset. Bakker, Anton dan Ahmad Charis Zubair. 1990. Metode Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Bawani, Imam. 1980. Segi-segi Pendidikan Islam. Departemen Agama RI. 2003.
Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah
Pertumbuhan dan Perkembanganya. Jakarta: Departemen Agama RI. Dhofier, Zamakhsyari. 2007. Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES. Furchan Arief. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Usaha Nasional, Surabaya. Hadi, Sutrisno. 1980. Metode Research, Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM. Hakim, Taufiqul. 2004. Amtsilati Jilid . Jepara: Al Falah offset. Hasbulloh. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. Islami SM. 2011. Strategi Pembelajaran Agama Islama Berbasis Paikem. Rasail Media Group. Masyhud. 2003. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka. Moeloeng, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Muawanah. 2009. Managemen Pesantren Mahasiswa. Yogyakarta: Sukses Offset. Nasir, Ridwan. 2005. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nazir, Muh. 1993. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Putra, Aminudur Yusuf. 2014. Penerapan Metode Amtsilati dalam Pembentukan Karakter Islami Siswa Pondok Pesantren Darul Falah Bangsri Jepara. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Saleh, Sonhaji. 1988. Dinamika Pesantren. Jakarta: CV Guna Aksara. Sugiono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitaf dan Kualitatif R & A, Bandung: Alfabeta. Syukron, Enceng Fu‟ad. 2010. Skripsi Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Sunni Darussalam Maguoharjo Sleman Yogyakarta (Studi Tentang Penerapan Thariqah Al-Qiraah). Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. Tafsir, Ahmad. 2005. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Wina Sanjaya. 2012. Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara. Yamin, Martinis. 2010. Desain Pemebelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Putra Grafika. Zulfajri. 1972. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Diva Publiser.
DAFTAR SANTRI PUTRA
NO
NAMA
ALAMAT
1.
Ahmad Abidin
Kuantan Singingi Riau
2.
Ahmad Khoironi
Toroh, Grobogan
3.
Ahmad Munawar
Sedayu, Boyolali
4.
Ahmad Nur Fais
Kedungjati, Grobogan
5.
Ahmad Rifais
Karangrayung, Grobogan
6.
Ahmad Nur Iman
Kedungjati, Grobogan
7.
Ahmad Sugiyanto
Bangsri, Jepara
8.
Ahmad Sholeh
Sarimulyo, Demak
9.
Ahmad Susilo
Toroh, Grobogan
10.
Ainur Rofiq
Gubug, Grobogan
11.
Ali Sodikin
Guntur, Demak
12.
Angga Budi Listyanto
Toroh, Grobogan
13.
Ari Kuswandani
Air Putih, Riau
14.
Arif Arizatul Fata
Brati, Grobogan
15.
Arsya Dhani
Karangrayung, Grobogan
16.
Atsalin Musofa
Gubug, Grobogan
17.
Azwar Anas
Gubug, Grobogan
18.
Dani Adi Saputro
Toroh, Grobogan
19.
Fajar Ainun Najib
Gubug, Grobogan
20.
Fajrul Falah
Godong, Grobogan
21.
Fatkhur Rohman
Kedungjati, Grobogan
22.
Habib Yusro
Dempet, Demak
23.
Haidar Najahi
Gubug, Grobogan
24.
Heri Fahrudin
Ngawi, Jawa Timur
25.
Imam Ady Prasetyo
Kedungjati, Grobogan
26.
Ivan Feri Nugganda
Toroh, Grobogan
27.
Joko Supriyanto
Penawangan, Grobogan
28.
Joko Sutrisno
Wonosalam, Demak
29.
Joko Wahyudi
Gubug, Grobogan
30.
Khoirum Misbah
Kedungjati, Grobogan
31.
Khoiruman Zakka
Air Putih, Riau
32.
Mahda Yasfi
Gubug, Grobogan
33.
Muhamad Arif Rahman
Air Putih, Riau
34.
Muhamad Baha‟udin
Godong, Grobogan
35.
Muhamad Choirudin
Gubug, Grobogan
36.
Muhamad Makhasin
37.
Muhamad Haidar Izzul Pandan Sari, Pekalongan Haq
38.
Muhamad khoirul Wafa
Sarimulyo, Demak
39.
Muhamad Khosiin
Gubug, Grobogan
40.
Muhamad Ridwan
Toroh, Grobogan
41.
Muhamad Puji Yunianto
Penawangan, Grobogan
42.
Muhamad Sholikin
Toroh, Grobogan
43.
Muhamad Turkhamun
Guntur, Demak
44.
Muhamad Ubaidillah
Kedungjati, Grobogan
45.
Muhamad Zuhri
Toroh, Grobogan
46.
Mulyadi
Kebonagung, Demak
Darul Karangrayung, Grobogan
47.
Muslih
48.
Nur Wahid Kurnia
49.
Rotama
Sragen
50.
Saiful Anam
Godong, Grobogan
51.
Sahal Mahfudz
Dempet, Demak
52.
Slamet Mujiono
Toroh, Grobogan
53.
Syahrul Hidayat
Air Putih, Riau
54.
Thobroni
Sarimulyo, Demak
55.
Wan Achmad Ishnafi
Brati, Grobogan
56.
Zainal Mustofa
Toroh, Grobogan
57.
Zainul Khoirul Akhyar
Gubug, Grobogan
Toroh, Grobogan Agung Toroh, Grobogan
DAFTAR SANTRI PUTRI
NO
NAMA
ALAMAT
1.
Ainul Hikmah
Gubug, Grobogan
2.
Ana Pujiati
Penawangan, Grobogan
3.
Anisatul Khiyaroh
Karangrayung, Grobogan
4.
Anis Nurul Chabibah
Dempet, Demak
5.
Alif Dzikriyah
Dempet, Demak
6.
Ari Rahayu
Ngawi, Jawa Timur
7.
Chabibatul Muniroh
Gubug, Grobogan
8.
Dian Anggraini
Toroh, Grobogan
9.
Dian Mayasari
Toroh, Grobogan
10.
Devi Lestianingrum
Karangrayung, Grobogan
11.
Eva Nisaul Mafaida
Toroh, Grobogan
12.
Faizatul Abdiyah
Gubug, Grobogan
13.
Fina Rohmatul Ummah Tegownu , Grobogan
14.
Fitri Munafiatus Sholehah
Toroh, Grobogan
15.
Himmatul Aliyah
Gubug, Grobogan
16.
Indah Pujiati
Toroh, Grobogan
17.
Ika Maya Saroh
Toroh, Grobogan
18.
Indah Yulia Santi
Penawangan, Grobogan
19.
Jihan Alhani
Gubug, Grobogan
20.
Khoirun Nisa
Penawangan, Grobogan
21.
Khofifah Fahrul. M
Toroh, Grobogan
22.
Kholisatus Zahro
Kedungjati, Grobogan
23.
Kori Prisilia
Kebumen
24.
Krisnawati
Gubug, Grobogan
25.
Laila Mufarikhah
Gubug, Grobogan
26.
Laili Miftahul Hidayah
Godong, Grobogan
27.
Lutfiatul Afifah
Kedungjati, Grobogan
28.
Lutfiana
Tanggungharjo, Grobogan
29.
Mely Efita Sari
Tanggungharjo, Grobogan
30.
Ma‟rifatul Umayah
Mliwang, Grobogan
31.
Ma‟unatul Khiyaroh
Godong, Grobogan
32.
Nailun Nahdliyah
Godong, Grobogan
33.
Nila Zakiyatul Umami
Tegownu , Grobogan
34.
Nurul Sholeha Dewi
Penawangan, Grobogan
35.
Nur Alfi Lail
Mliwang, Grobogan
36.
Ratna Kumala Sari
Toroh, Grobogan
37.
Rima Umaimah
Tegowanu , Grobogan
38.
Roihatul Jannah
Karangrayung, Grobogan
49.
Saniatu Maswa
Kedungjati, Grobogan
40.
Shofiana Abiyah
Gubug, Grobogan
41.
Siti Fatimah
Dempet, Demak
42.
Siti Hasanah
Gubug, Grobogan
43.
Siti Miftahul Hidayah
Dempet, Demak
44.
Siti Nurhamidah
Dempet, Demak
45.
Sri Wahyuni
Dempet, Demak
46.
Tarwiyatul Umami
Kedungjati, Grobogan
47.
Waqi‟atul Mardliyah
Dempet, Demak
48.
Wiji Astutik
Sedayu, Boyolali
49.
Zumrotus Sholihah
Tanggungharjo, Grobogan
50.
Zuzun Faridatul Ulfa
Kedungjati, Grobogan
DAFTAR SARANA DAN PRASARANA
1
NO NAMA BARANG Sound system 2 Microfone 3 Spiker aktif 4 Meja 5 Lemari 6 Kipas 7 Kamar mandi 8 Ruang aula 9 Ruang kantor 10 Ruang pengurus 11 Ruang kelas 12 Komputer 13 Ruang tamu 14 Ruang gudang 15 Tempat sepeda 16 Ruang dapur
JUMLAH 3 3 4 3 7 4 10 1 1 1 8 1 1 1 1 1
PROGRAM UNGGULAN
1. Pengajian Kitab Kuning 2. Tahfidhul Quran 3. Pengajian Istighosah Selapanan 4. Pembelajaran Amtsilati (cara cepat baca kitab kuning) 5. Pembelajaran Qiroati (caracepat baca Al quran)
DAFTAR PENGURUS SANTRI PUTRA
Pengasuh
: KH. Masykuri Syahri, S.Pd.I Hj, Siti Zaenah, AH
Mustasyar
: Ahmad Khoeroni, AH
Ketua
: Muhammad Turkhamun
Wakil Ketua
: Arshadani, S.Pd.I
Sekretaris
: Fatkhur Rohman, S.Kom
Bendahara
: Riyyan Hidayat
Sie. Pendidikan
: 1. Muhammad Baha‟uddin 2. Muhamad Khoirudin
Sie. Keamanan
: 1. Suwarno 2. Ali Shodikin
Sie. Perlengkapan
: 1. Bisri Mustofa 2. Sholikul Hadi
DATA USTADZ DAN USTADZAH
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
NAMA KH. Masykuri Syahri. S.Pd.I K. Mughni Ar-Rosyid. AH K. Muhammad Khoiri K. Abdul Hamid Muhammad Baha‟uddin Fatkhur Rohman Ahmad Khoeroni. AH Muhammad Khoiruddin. AH Arshadani, S.Pd.I Hj. Siti Zaenah. AH Anisatul Khiyaroh Khoirun Nisa‟ Tarwiyatul Umami. AH Fina Rahmatul Ummah
ALAMAT Kebonagung, Demak Gubug, Grobogan Gubug, Grobogan Kebonagung, Demak Karanggeneng, Grobogan Mliwang, Grobogan Toroh, Grobogan Gubug, Grobogan Putatnganten, Grobogan Kebonagung, Demak Mojo Karangrayung Karanggeneng, Grobogan Mliwang, Grobogan Tegowanu Grobogan
PEDOMAN WAWANCARA
Informan/Responden
: K.H Masykuri Syahri S.Pd.I
Jabatan
: Pengasuh Pondok Pesantren
Waktu
:
Hari, Tanggal
: Sabtu,
Fokus
: Wawancara
Peneliti
: Bagaimana Latar Belakang berdirinya Pondok
. Juli
Pesantren Hidayatul Mubtadiin ini ? Responden
: latar belakang berdirinya Pondok Pesantren
Hidayatul Mubtadiin adalah Karena banyaknya santri yang mengaji dan setiap tahunya terjadi peningkatan, yang semula berada di tempat saya (KH. Masykuri Syahri) yang dijadikan tempat belajar dan mengaji tidak muat. Dari situlah saya mempunyai keinginan untuk mendirikan Pondok Pesantren. Peneliti
: Apa tujuan berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadiin ini ? Responden
: secara umum tujuan saya mendirikan Pondok
Pesantren ini untuk melanjutkan pejuang-pejuang Islam. Sebagai salah satu alternatif lembaga pendidikan yang bercirikan Islam. Sebagai usaha untuk membendung dampak negatif dari era globalisasi. Peneliti Pesantren ini ?
: Metode apa sajakah yang digunakan di Pondok
Responden
: Secara umum Metode yang digunakan di Pondok
Pesantren ini sama dengan yang digunakan di Pondok Pesantren lainya seperti bhandongan, sorogan, musyawarah, hafalan. Akan tetapi di sini juga menerapkan Metode Amtsilati sebagai kurikulum pokok dalam kegiatan belajar mengajar. Peneliti
: Bagaimana Implementasi metode Amtsilati dalam
pembelajaranya ? Responden
: Dalam penerapanya, Metode Amtsilati harus
menggunakana beberapa kitab pokok yang dijadikan pedoman dan sekaligus menjadi pelengkap Kitab Amtsilati tersebut, antralain: 1.
Rumus qoidah adalah inti sari dalam Amtsilati dari juz 1 sampai juz 5 dan dilengkapi dengan petunjuk nadloman yang ada pada khulasoh.
2.
Shorfiah adalah kitab pendamping Amtsilati yang target utamanya adalah mengetahui perubahan kata Istilakhi atau Lughawai. Diaman bahasa (Lughawai) untuk mengetahui jumlah dan jenis pelakunya, sedangkan (Istilakhi) untuk mengetahui bentuk-bentuk lain yang sering digunakan, bila menemui kata-kata yang sulit maka dapat dicari dalam shorfiyah dengan cara mengkiaskan kata yang ada dan sejenisnya. Shorfiah sendiri sering digunakan mulai jilid 4 untuk dijadikan tabel tasrifiyah karena sudah menginjak untuk mempelajari bab fi‟il.
3.
Tatimmah merupakan kitab yang tidak kalah penting karena bersifat sebagai penyempurna, yang di dalamnya berisi tentang bagaimana penerapan rumus pada kata yang ditemui.
Peneliti
: Bagaimana sistem evaluasi yang dilakukan dalam
pembelajaran kitab Amtsilati tersebut ? Responden
: Sistem evaluasi pada metode Amtsilati adalah
dengan menggunakan metode tes (baik tes tertulis maupun tes lisan). Dengan cara ustadz memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada santri sebelum dan sesudah dimulainya pembelajaran, dengan menyertakan contoh. Selain itu juga terdat tes tulis yang dilakukan di setiap kenaikan kelas atau jilid. Peneliti
: Bagaimana hasil dari pemebelajaran Amtsilati
tersebut ? Responden
: Sejauh ini, hasil dari pembelajaran Amtsilati cukup
baik, terbukti dengan banyaknya santri yang dapat membaca Kitab Kuning dengan lancar dalam kurun waktu 6 bulan sampai 2 tahun. Meski demikian, metode ini adalah masih dalam tingkatan dasar artinya masih banyak lagi yang harus dipelajari para santri agar mampu memperdalam Ilmu qowaid (nahwu sharaf) kususnya dan juga memperdalam ilmu agama pada umumnya.
PEDOMAN WAWANCARA
Informan/Responden
: Ustadz Muhammad Turhamun
Jabatan
: Ketua Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin
Demak Waktu
:
.
Hari, Tanggal
: Sabtu,
Fokus
: Wawancara
Peneliti
: Bagaimana keadaan ustadz/ ustadzan yang ada di
Juli
sini ? Responden
: Untuk mendukung proses pembelajaran dan
pengamalan ilmu kepada santri, dibutuhkan pengajar atau ustadz yang mampu memnuhi tujuan tersebut. KH Masykuri Syahri selaku Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin juga dibantu oleh beberapa santri dan pengurus dalam kegiatan proses belajar mengajar. Di Pondok tersebut hampir semua pengurus menjadi ustadz dan mengajarkan kitab-kitab yang diajarkan kepada santri-santri yang lain. Peneliti
: lalu bagaimana Implementasi Metode Amtsilati di
Pondok Pesantren ini ? Responden
: yaitu selain dari kitab Amtsilati yang terdiri dari
jilid 1-5, ada juga kitab yang berfungsi sebagai pelengkap yaitu qoidati, sorfiyah
dan tatimmah yang digunakan sebagai pelengkap dalam penerapan rumus-rumus atau metode Amtsilati. Peneliti
: Kemudian bagaimana kekuranga dan kelebihan
yang ada pada metode ini ? Responden
: Seperti Pondok Pesantren pada umumnya juga
menggunakan metode pembelajaran yang berbeda. Akan tetapi hal itu juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pada dasarnya Metode Amtsilati ini lebih menekankan hafalan dan praktik. Karena Metode ini mengambil contoh-contoh dari Al-qur‟an dengan tujuan agar mudah difahami dan sekaligus dapat mendalami lebih jauh tentang Ilmu Al-qur‟an.
PEDOMAN WAWANCARA
Informan/Responden
: Ustadz Ahmad Khoironi
Jabatan
: Pengurus Pondok Pesantren
Waktu
:
Hari, Tanggal
: Sabtu,
Fokus
: Wawancara
Peneliti
: Bagaimana proses pembelajaran Amtsilati di
. Juli
Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin ? Responden
: Metode Amtsilati adalah suatu alat atau cara untuk
menyajikan materi kitab Amtsilati di mana dalam kitab tersebut lebih menekankan pada contoh dan praktik. Dalam Kitab Amtsilati terdiri dari sembilan macam kitab yang digunakan antaralain yang terdiri dari lima jilid (1-5), yaitu Rumus Qoidati, Sharfiyah dan Tatimmah dan juga khulasoh sebagai dasar atau nadzam dari kitab Alfiyah. Peneliti
: lalu bagaimana penerapan Metode Amtsilatinya ?
Responden
: Dalam kitab Amtsilati terdapat sembilan jilid.
Akan tetapi yang tidak kalah penting adlaah qoidah, shorfiyah dan tatimmah yang berfungsi sebagai pelengkap dan sekaligus penerapan rumus-rumus.