EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H. Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme kerja antara kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa, mengetahui efektifitas dan kendala-kendala Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa. Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup tentang mekanisme kerja antara kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa, mengetahui efektifitas dan kendala-kendala Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis dan normatif dengan tinjauan teori yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta hasil observasi penyelenggaraan di lapangan yang hasilnya dianalisis untuk dapat memecahkan permasalahan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Mekanisme kerja antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa Imbanagara pada umumnya menjalankan pemerintahannya dilakukan dengan pembagian tugas antara Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa. Kepala Desa adalah pimpinan eksekutif yaitu sebagai pimpinan pemerintah Desa yang membawahi beberapa Dusun dan Perangkat Desa, sedangkan Badan Perwakilan Desa adalah Lembaga legislatif pada Desa yang berfungsi sebagai pengawas dalam pelaksanaan tugas Kepala Desa. Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai mitra dan pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa belum efektif karena keberadaan Badan Permusyawaratan Desa belum bisa dirasakan oleh masyarakat hal ini terlihat dengan masyarakat jarang sekali menemui Badan Permusyawaratan Desa untuk menyampaikan aspirasinya. Dan Kendala-kendala dalam efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai mitra dan pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa adalah kurangnya Sumber Daya Manusia yang potensial dibidangnya; kurangnya keinginan masyarakat untuk memiliki Badan Permusyawaratan Desa sebagai sarana untuk menyampaikan aspirasi terhadap semua kebijakan Desa terhadap kepentingan masyarakat sendiri; dan Peraturan Daerah yang diaggap mempersempit kewenangan dari Badan Permusyawaratan Desa. Saran yang disampaikan dari hasil penelitian adalah diharapkan adanya peningkatan kerja dan pelayanan yang baik dari Kepala Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa di Desa Imbanagara; Diharapkan adanya sosialisasi terhadap keberadaan Badan Permusyawaratan Desa kepada masyarakat agar mengetahui fungsi yang sebenarnya dari Badan Permusyawaratan Desa; dan diharapkan adanya penumbuhan kesadaran dan tanggungjawab segenap aparat desa dan Badan Permusyawaratan Desa dengan dilakukan penyuluhan-penyuluhan mengenai kedisiplinan dan ketertiban. Kata Kunci: BPD, Mitra dan Pengawas, Kepala Desa, Pembangunan Desa
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
23
Hendi Budiaman
Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam Pelaksanaan Pembangunan Desa
Pendahuluan Pergeseran politik dan pemerintahan yang terjadi pada era reformasi saat ini merupakan momentum tetap untuk merumuskan kembali model pemerintahan desa di Indonesia yang efisien, efektif dan demokratis. Kebutuhan akan reformasi pemerintah desa didasari oleh pertimbangan bahwa selama perjalanan Pemerintahan desa berdasarkan Undangundang Nomor 5 Tahun 1979 banyak diwarnai oleh berbagai masalah krusial, seperti dominasi kekuasaan Kepala Desa, lemahnya Lembaga Musyawarah Desa yang mengakibatkan lemahnya kontrol terhadap Kepala Desa. Pengaturan dan pembangunan masyarakat Desa yang telah dilakukan lebih dari 30 tahun di sepanjang Orde Baru sepertinya telah menghasilkan desa dengan wajah cukup memprihatinkan (Sarundang, 1999 : 173). Padahal data menunjukkan bahwa sebagian besar warga masyarakat Indonesia tinggal di daerah pedesaan. Penduduk daerah pedesaan merupakan suatu modal dasar bagi pembangunan nasional yang dimiliki oleh rakyat dan bangsa Indonesia (Soerjono Soekanto, 1995: 1). Reformasi pemerintahan desa mempunyai makna perubahan dan pembaharuan atas berbagai kelemahan yang menimbulkan sejumlah permasalahan masa lalu dan juga sebagai langkah antisipatif dalam menghadapi tuntutan perubahan global yang sarat dengan berbagai tantangan. Oleh karena itu, salah satu sasaran reformasi pemerintahan desa adalah selain untuk membentuk organisasi pemerintahan desa yang mampu menjawab permasalahan yang terjadi selama ini, juga mampu memenuhi tuntutan perubahan global. Desa akan ditata dengan tepat sekaligus memberi arahan pembangunan masyarakat desa yang peduli pada community development. Secara teoritis pemerintahan yang baik mengandung makna bahwa pengelolaan
kekuasaan didasarkan pada aturan-aturan hukum yang berlaku. Pengambilan kebijaksanaan secara transparan, serta pertanggungjawaban kepada masyarakat. Kekuasaan juga didasarkan pada aspek kelembagaan dan bukan atas kehendak seseorang atau kelompok tertentu. Kekuasaan dilihat dari sudut hukum adalah hak untuk mengambil tindakan yang wajib ditaati yang dapat dipandang dari sudut formal dan sudut materil (Mahfud, 1996: 65) Paradigma pemerintahan desa berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah melahirkan sejumlah perubahan. Salah satu perubahan yang sangat signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa adalah dipisahkannya secara tegas antara institusi Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pemisahan secara tegas kedua institusi tersebut menandai dimulainya sistem pemerintahan desa yang dipandang lebih demokratis terutama dibanding dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa karena dalam Undangundang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mendudukkan Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) sejajar dan menjadi mitra Pemerintahan Desa sehingga posisi Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) sangat kuat karena mengawasi pemerintahan Desa. Tugas dan wewenang yang dimiliki oleh BPD yang begitu luas telah menempatkan BPD sebagai lembaga yang terpisah dengan Pemerintahan Desa sehingga dapat membawa aspirasi masyarakat, memperjuangkan tuntutan dan kepentingan masyarakat sehingga rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi yang akan menempati posisi penentu dengan fungsi yang dimilikinya. Badan Permusyawaratan Desa
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
24
Hendi Budiaman
Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam Pelaksanaan Pembangunan Desa
(DPD) dapat membuat Peraturan Desa, dan setiap keputusan Kepala Desa harus mendapatkan persetujuan Badan Permusyawaratan Desa. Fakta menunjukkan, tidak sedikit produk hukum Desa dalam bentuk Peraturan Desa yang harus dilaksanakan oleh Pemerintahan Desa di dalam menjalankan tugas dan kewajibannya menjadi naskah mati. Hubungan hukum dengan kekuasaan menjadi dilematis. Secara normatif, hukumlah yang harus mendasari kekuasaan seperti tercermin dalam konsep negara hukum. Asas legalitas harus dijunjung tinggi. Ini berarti semua tindakan pemerintah haruslah di dasarkan pada hukum. Dilemanya adalah bahwa norma-norma hukum itu justru merupakan produk kekuasaan, karena itu kecenderungan untuk mengamankan kepentingan sendiri akan selalu lebih besar (Yusril, 1996:24). Banyak persoalan yang terjadi di dalam tubuh Badan Permusyawaratan Desa yaitu yang pertama menyangkut tingkat kompetensi anggotanya dalam menjalankan fungsinya dan tingkat pendidikan yang dimiliki anggota Badan Permusyawaratan Desa masih rendah sehingga dimungkinkan bahwa kualitas Badan Permusyawaratan Desa tersebut berpengaruh terhadap keputusan yang akan ditetapkan, dan yang kedua adalah kemungkinan Badan Permusyawaratan Desa dipakai sebagai alat oleh anggotanya untuk memperoleh sumber daya politik dan ekonomi yang ada di desa, hal ini diperkuat adanya hubungan antara Badan Permusyawaratan Desa dengan Kepala Desa. Latar belakang pandangan tersebut, menimbulkan permasalahan yang dapat dikaji yaitu Bagaimanakah mekanisme kerja antara kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa? Sejauhmana efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa? Dan Apa yang menjadi kendala-kendala dalam efektifitas Badan
Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme kerja antara kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa, mengetahui efektifitas dan kendala-kendala Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan dan cakrawala ilmu pegetahuan hukum, dan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan perenungan bagi pihak-pihak terkait untuk peningkatan mengefektifkan kembali pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa sebagai mitra dan pengawas kepala desa dalam pelaksanaan pembangunan desa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis dan normatif dengan tinjauan teori yang berkaitan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku serta hasil observasi penyelenggaraan di lapangan yang hasilnya dianalisis untuk dapat memecahkan permasalahan. Pembahasan 1. Mekanisme Kerja Antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa Mekanisme kerja antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan pada umumnya menjalankan pemerintahannya dilakukan dengan pembagian tugas antara Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa. Kepala Desa adalah pimpinan eksekutif yaitu sebagai pimpinan pemerintah Desa yang membawahi beberapa Dusun dan Perangkat Desa, sedangkan Badan Perwakilan Desa adalah Lembaga legislatif pada Desa yang berfungsi sebagai pengawas dalam pelaksanaan tugas Kepala Desa.
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
25
Hendi Budiaman
Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam Pelaksanaan Pembangunan Desa
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 6 tahun 2006 Tentang Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi, wewenang dan hak sebagai berikut: Pasal 3 BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. (1) Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. (2) Selain fungsi sebagaimana dimaksud ayat (1), Badan Permusyawaratan Desa berfungsi sebagai lembaga yang secara aktif menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Pasal 4 BPD mempunyai wewenang: a. membahas Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa. b. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa. c. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa; d. membentuk panitia pemilihan Kepala Desa. e. menyusun tata tertib BPD. Pasal 5 BPD mempunyai hak : a. meminta keterangan yang dianggap perlu yang berkaitan dengan pelayanan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembedayaan masyarakat kepada Pemerintah Desa. b. menyatakan pendapat. Mekanisme rapat Badan Permusyawaratan Desa yaitu rapat yang dilakukan sekurang-kurangnya tiga kali dalam setahun. Rapat-rapat Badan Permusyawaratan Desa bersifat terbuka dan tertutup.
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
Rapat terbuka mengenai: 1. Rancangan pemilihan Kepala Desa 2. Rencana pelaksanaan pemilihan anggota Badan Permusyawaratan Desa. 3. Rapat-rapat lain yang dinyatakan tidak tertutup oleh Badan Permusyawaratan Desa. Rapat tertutup mengenai: 1. Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa. 2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. 3. Badan Usaha Milik Desa. 4. Persetujuan pinjaman dan penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya. 5. Persetujuan kerjasama antar desa. 6. Rapat-rapat lain yang dinyatakan tertutup oleh Badan Permusyawaratan Desa. Cara kerja Badan Permusyawaratan Desa merupakan kerjasama yang baik dalam persiapan pelaksanaan dan motivasi pemerintahan, pembangunan ,kemasyarakatan dan peningkatan perndapatan asli Desa sesuai dengan aspirasi masyarakat yang terjaring melalui rapat Badan Permusyawaratan Desa dan rapat koordinasi dengan Kepala Desa. Kepala Desa yang mempunyai wewenang menyusun Rancangan Peraturan Desa mengadakan rapat desa dengan tokoh masyarakat dan Badan Permusyawaratan Desa untuk menentukan Rancangan Peraturan Desa yang kemudian rancangan tersebut disapaikan kepada Badan Permusyawaratan Desa untuk mendapat persetujuan. Dalam hal ini Badan Permusyawaratan Desa memberikan pertimbangan-pertimbangan mengenai Rancangan Peraturan Desa tersebut. Setelah diadakan perbaikan oleh Kepala Desa maka Rancangan Peraturan Desa tersebut diajukan kembali kepada Badan Permusyawaratan Desa untuk mendapat 26
Hendi Budiaman
Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam Pelaksanaan Pembangunan Desa
persetujuan. Kemudian Badan Permusyawaratan Desa selambatlambatnya enam hari kerja mengadakan rapat untuk membahas Rancangan Peraturan Desa tersebut yang dihadiri oleh 2/3 dari jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa dan Perangkat Desa. Setelah mendapat persetujuan bersama maka Rancangan Peraturan Desa tersebut ditetapan sebagai Peraturan Desa.
apabila masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya tidak dapat bertemu dengan anggota Badan Permusyawaratan Desa. 3.
2. Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam Pelaksanaan Pembangunan Desa Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai mitra dan pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa belum efektif karena keberadaan Badan Permusyawaratan Desa belum bisa dirasakan oleh masyarakat hal ini terlihat dengan masyarakat jarang sekali menemui Badan Permusyawaratan Desa untuk menyampaikan aspirasinya. Selain itu anggota Badan Permusyawaratan Desa masih melakukan pelanggaran-pelanggaran ringan seperti: a. Adanya anggota Badan Permusyawaratan Desa yang jarang mengikuti rapat yang diadakan baik oleh Desa maupun oleh Badan Permusyawaratan Desa itu sendiri. b. Adanya anggota Badan Permusyawaratan Desa yang melanggar tata tertib kedisiplinan yaitu kedatangan yang tidak tepat waktu pada waktu mengikuti pertemuan atau rapat yang diadakan baik oleh Desa maupun oleh Badan Permusyawaratan Desa itu sendiri. c. Tidak adanya anggota Badan Permusyawaratan Desa yang melaksanakan tugas piket. Karena Badan Permusyawaratan Desa memiliki kegiatan lain sehingga CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
Kendala-kendala Dalam Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa Dalam Pelaksanaan Pembangunan Desa Dalam menjalankan suatu organisasi tentu ada kendala –kendala yang dihadapi. Kendala-kendala dalam efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai mitra dan pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa adalah sebagai berikut: 1. Kurangnya Sumber Daya Manusia yang potensial dibidangnya. Hal ini terlihat pada tingkat pendidikan anggota Badan Permusyawaratan Desa yang sebagian besar hanya menempuh pendidikan sampai Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas saja. Kurangnya latar belakang pendidikan yang memadai mengakibatkan kurang pekanya para anggota Badan Permusyawaratan Desa terhadap permasalahan yang dihadapi oleh anggota Badan Permusyawaratan Desa itu sendiri maupun warga masyarakat. Selain itu kurangnya latar belakang pendidikan yang memadai mengakibatkan adanya anggota Badan Permusyawaratan Desa yang tidak dapat mengemukakan pendapatnya di dalam rapat maupun di forum umum yang diadakan Desa, sehingga aspirasi yang seharusnya dapat disampaikan akhirnya menjadi terpendam. 2. Kurangnya keinginan masyarakat untuk memiliki Badan Permusyawaratan Desa sebagai 27
Hendi Budiaman
3.
Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam Pelaksanaan Pembangunan Desa
sarana untuk menyampaikan aspirasi terhadap semua kebijakan Desa terhadap kepentingan masyarakat sendiri. Hal ini disebabkan masih adanya tradisi yang sangat mendasar pada kehidupan masyarakat yaitu ingin hidup tentram, damai tanpa dibebani oleh masalah-masalah yang bukan menjadi tanggungjawabnya. Apalagi masalah yang menyangkut pemerintahan sehingga menjadi acuh tak acuh terhadap keberadaan Badan Permusyawaratan Desa. Peraturan Daerah yang diaggap mempersempit kewenangan dari Badan Permusyawaratan Desa. Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 6 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa tersebut tidak tepat. Peraturan tersebut dibuat tidak berdasarkan aspirasi dari masyarakat sehingga mempersempit kewenangan yang dimiliki oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap Kepala Desa. Dengan demikian ruang gerak yang dimiliki Kepala Desa bertambah luas sehingga di mungkinkan adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa yang tidak diketahui oleh Badan Permusyawaratan Desa serta Pihak Pemerintah Desa yang dirasakan kurang transparan dalam menyampaikan informasinya.
Kesimpulan Mekanisme kerja antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa Imbanagara pada umumnya menjalankan pemerintahannya dilakukan dengan pembagian tugas antara Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa. Kepala Desa adalah pimpinan eksekutif yaitu sebagai pimpinan pemerintah Desa yang
membawahi beberapa Dusun dan Perangkat Desa, sedangkan Badan Perwakilan Desa adalah Lembaga legislatif pada Desa yang berfungsi sebagai pengawas dalam pelaksanaan tugas Kepala Desa. Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai mitra dan pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa belum efektif karena keberadaan Badan Permusyawaratan Desa belum bisa dirasakan oleh masyarakat hal ini terlihat dengan masyarakat jarang sekali menemui Badan Permusyawaratan Desa untuk menyampaikan aspirasinya. Kendala-kendala dalam efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai mitra dan pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa adalah kurangnya Sumber Daya Manusia yang potensial dibidangnya; kurangnya keinginan masyarakat untuk memiliki Badan Permusyawaratan Desa sebagai sarana untuk menyampaikan aspirasi terhadap semua kebijakan Desa terhadap kepentingan masyarakat sendiri; dan Peraturan Daerah yang diaggap mempersempit kewenangan dari Badan Permusyawaratan Desa. Saran Diharapkan adanya peningkatan kerja dan pelayanan yang baik dari Kepala Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa di Desa Imbanagara; Diharapkan adanya sosialisasi terhadap keberadaan Badan Permusyawaratan Desa kepada masyarakat agar mengetahui fungsi yang sebenarnya dari Badan Permusyawaratan Desa; dan diharapkan adanya penumbuhan kesadaran dan tanggungjawab segenap aparat desa dan Badan Permusyawaratan Desa dengan dilakukan penyuluhan-penyuluhan mengenai kedisiplinan dan ketertiban.
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
28
Hendi Budiaman
Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam Pelaksanaan Pembangunan Desa
Daftar Pustaka
Riwayat Penulis
Abdullah Rozali, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai Suatu Alternatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Ihza M Yusril, Dinamika Tata Negara Indonesia, Gema Insani Perss, Jakarta, 1996.
Hendi Budiaman, S.H., M.H., lahir di Ciamis, 16 Agustus 1972. Riwayat pendidikan Sarjana Hukum (S1) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (1998), Magister Hukum (S2) STH Iblam Jakarta (2006). Riwayat pekerjaan; 2004 – 2006 sebagai dosen luar biasa Universitas Galuh Ciamis dan tahun 2006 s.d. sekarang sebagai dosen tetap Yayasan Pendidikan Galuh pada Fakultas Hukum Universitas Galuh Ciamis.
Mahfud M, Perkembangan Politik Kebangsaan dan Produk Hukum Otonomi Daerah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996. Sarundang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Sinar Harapan, Jakarta, 1999. Soekanto Soerjono, Kedudukan Kepala Desa sebagai Hakim Perdamaian, CV Rajawali, Jakarta, 1995. _____, Pengantar Penelitian Ilmiah, Universitas Indonesia, Jakarta, 2006. Surakhmad Winarno Pengantar Penelitianpenilitian Ilmiah, Tarsito, Bandung, 1990. Sumber Undang-Undang: Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa. Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 6 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa. Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 1 Tahun 2010 tentang perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 5 Tahun 2006 tentang tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan, pelantikan dan pemberhentian kepala desa.
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
29
Hendi Budiaman
Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam Pelaksanaan Pembangunan Desa
CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012
30