No.107 l Tahun XXX l Mei-Juni 2013
Raden Pardede
Efek Samping BBM Terus Berlanjut Eko Budiwiyono:
Fokus Pasar Domestik Lezatnya Kurang Adil? Menimbang-Nimbang Bank Spesial
Segenap Pengurus PERBANAS
Mengucapkan
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1434 H Mohon Maaf Lahir Batin
a
Dari Redaksi
Juni Minggu Ketiga
P
PENERBIT Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) PELINDUNG Pengurus Pusat Perbanas PEMIMPIN REDAKSI Danny Hartono, Wakil Sekretaris Jenderal Perbanas WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Rita Mirasari, Ketua Bidang Humas Perbanas REDAKTUR PELAKSANA Eri Unanto SIRKULASI Wara Sri Indriani Adrian Burhan KONSULTAN Infobank Communication Redaksi menerima tulisan dari pihak luar. Panjang tulisan 3.000– 6.500 karakter. TARIF IKLAN Cover Depan dalam dan belakang dalam/luar berwarna • 1 halaman: Rp5.000.000,00 Isi • 1 halaman: Rp4.000.000,00 • ½ halaman: Rp2.000.000,00 Probank menerima pemasangan iklan dalam bentuk laporan keuangan, display produk, dan suplemen profil perusahaan. ALAMAT REDAKSI/IKLAN Griya Perbanas Lantai 1 Jalan Perbanas, Karet Kuningan Setiabudi, Jakarta 12940 Telepon: (021) 5255731,5223038 Faksimile: (021) 5223037, 5223339 website: www.perbanas.org e-mail:
[email protected] IZIN PENERBITAN KHUSUS MENPEN No. 1882/SK/DITJEN PPG/ STT/1993, 2 September 1993 ISSN: 0854-4174
ada pertengahan 2013, publik Indonesia dihangatkan dengan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerintah. Menurut rencana, harga premium dan solar masing-masing naik jadi Rp6.500 dan Rp5.500 per liter. Kebijakan yang kurang populis itu tentu saja menuai pandangan dan sorotan yang lumayan tajam. Pro dan kontra tentang hal itu pun menghiasi media massa belakangan ini. Di kalangan akar rumput dan masyarakat golongan ekonomi lemah, kenaikan harga BBM bersubsidi diyakini bakal semakin menekan hajat hidup mereka. Terlebih, kondisi ekonomi global masih belum tentu dan belum tertangani secara tuntas oleh pemerintah negara-negara maju. Akhir-akhir ini, sebagian anggota masyarakat republik ini sudah terteror oleh potensi kenaikan harga sembilan bahan pokok (sembako) dan transportasi umum. Teorinya, jika harga BBM bersubsidi naik, inflasi mafhumnya mengikuti kemudian, turut naik. Kondisi demikian tak urung membikin masyarakat resah dan gelisah, lalu berteriak. Namun, tak semua anggota masyarakat menolak kebijakan pemerintah itu. Bagi mereka yang notabene berpendidikan tinggi dan berpenghasilan di atas rata-rata, kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan upaya logis untuk menghemat kantong (anggaran) pemerintah demi kepentingan anak cucu kita di masa depan. Mengenai penghematan anggaran dan pengeluaran pemerintah, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia malah beropini lebih ekstrem. Dalam pandangan mereka, lebih baik subsidi BBM dihapus dari kertas kerja pemerintah, lalu dialihkan ke sektor-sektor produktif yang benar-benar tepat sasaran. Kebijakan subsidi BBM kerap dinilai tidak tepat sasaran karena justru lebih banyak dinikmati kaum menengah-atas, bukan rakyat kecil. Jika melihat realitas dan kepentingan ekonomi bangsa ke depan, pemerintah tak akan menunda kenaikan harga BBM bersubsidi tahun ini. Memang, itu bukanlah pilihan yang gampang, tapi pemerintah harus berani melakukan sesuatu yang benar bagi masa depan republik ini. Pada titik ini, pemerintah perlu melakukan komunikasi dua arah dengan rakyatnya. Hakikatnya, pemerintah perlu menjelaskan bahwa pemangkasan subsidi BBM adalah solusi terbaik jika negara ini ingin lebih maju dan tak terbebani ongkos impor minyak dan gas (migas) serta subsidi yang semakin tinggi. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013, pemerintah menganggarkan subsidi BBM sebesar Rp193,8 triliun, tapi kemudian direvisi menjadi Rp209,9 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2013. Sementara, peningkatan impor migas dari waktu ke waktu tak bisa dibendung. Sekadar informasi, impor migas selama Januari-April 2013 mencapai US$15,11 miliar atau meningkat 3,21% dibandingkan dengan periode yang sama 2012 yang sebesar US$14,64 miliar. Peningkatan impor migas tersebut tak pelak turut menyokong terjadinya defisit neraca perdagangan negeri ini. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir, neraca perdagangan Indonesia periode Januari-April 2013 mengalami defisit US$1,85 miliar. Total ekspor mencapai US$60,11 miliar, sedangkan impor US$61,96 miliar. Pada 17 Juni 2013, RUU APBN-P 2013 pun akhirnya disahkan menjadi UU APBN-P 2013 oleh DPR. Ini pertanda BBM bersubsidi pasti akan naik. Untuk kepentingan jangka panjang, pemerintah harus menyadarkan rakyatnya bahwa negara tak bisa terus-menerus menyubsidi BBM dan mengimpor migas dengan nilai yang terus membengkak. Dus, penghematan BBM yang hebat juga harus dilakukan. Proses itu memang tak mudah, tapi harus ditempuh. Pemerintah pun perlu mengimbanginya dengan tata kelola negara yang lebih baik, transparan, dan prudent agar masyarakat tak merasa dizalimi dengan kebijakan-kebijakan yang ada, terutama berkaitan dengan kenaikan harga BBM bersubsidi. n
No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013 l
PROBANK
1
Daftar Isi
Dari Redaksi ......................................................................1 Perbanas Utama Menghalau Teror BBM ......................................................3
Kenaikan harga BBM subsidi menyumbang peningkatan inflasi secara permanen ke depan. Agar perekonomian tak guncang, pemerintah beserta pemangku otoritas lain perlu mengantisipasi via kebijakan dan strategi yang tepat dan terarah.
Ramainya Aksi Koreksi ....................................................6 Mengekang Bunga Kredit?...............................................8
Profil Eko Budiwiyono
Fokus Pasar Domestik...............................................14
Pada 2020, integrasi perbankan se-ASEAN akan mewujud. Peluang dan tantangan terhampar di depan. Opsi mengoptimalkan pasar domestik dinilai lebih baik dan realistis.
Liputan Khusus Demi Daya Saing.........................................................18
Persaingan industri perbankan diramal makin ketat menjelang integrasi keuangan ASEAN yang diawali sektor perbankan pada 2020. Agar kompetitif, pengembangan TIK secara tepat dan memadai mutlak dilakukan.
Trade Off Suku Bunga......................................................10 Sekilas Berita Ibex 2013: Langkah Awal Hadapi MEA 2015..................................11
Ibex 2013: Menyongsong MEA 2015................................................17
Semua sektor industri, termasuk perbankan, terus menyiapkan diri menghadapi MEA 2015 dan integrasi sektor keuangan pada 2020. Ajang Ibex 2013 menakar sekaligus memberi gambaran kesiapan perbankan menuju era perdagangan bebas di kawasan ASEAN itu.
Setetes Darah untuk Sesama........................................24
Sebanyak 110 kantong darah disumbangkan Perbanas Pekanbaru, Riau, kepada PMI. Melalui aksi itu, karyawan bank anggota Perbanas Pekanbaru tak perlu mencari darah pengganti jika mereka membutuhkan bantuan darah.
Aktualita Lezatnya Kurang Adil?....................................................12
Meski berpeluang meningkatkan pendapatan nonbunga, interkoneksi jaringan ATM juga mengandung rasa ketidakadilan bagi bank domestik. Integrasi jaringan ATM dinilai lebih menguntungkan bank asing.
2
PROBANK
l
No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013
Wacana Menimbang-Nimbang Bank Spesial........................20 Kendati diwarnai kontroversi, wacana pembentukan bank khusus terus bergulir dan direspons secara positif. Bank khusus diyakini membawa manfaat riil bagi sektor produktif.
Kinerja Siapa yang Lebih Compete?......................................22 Sejumlah bank makin concern menata servisnya. Melalui strategi spesial di bidang pelayanan, mereka mampu menyalip kompetitornya tahun ini. Hasil survei sebuah lembaga riset mengabarkan pencapaian itu.
Perbanas Utama
Menghalau Teror BBM Kenaikan harga BBM subsidi menyumbang peningkatan inflasi secara permanen ke depan. Agar perekonomian tak guncang, pemerintah beserta pemangku otoritas lain perlu mengantisipasi via kebijakan dan strategi yang tepat dan terarah.
P
emerintah akhirnya memutuskan dan mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi pada 21 Juni 2013 lalu. Bensin premium menjadi Rp6.500 dan solar Rp5.500 per liter. Sebelumnya, selama berbulan-bulan kenaikan harga BBM subsidi telah diwacanakan dan sempat menjadi konsumsi publik yang penuh ketidakpastian. Kondisi yang demikian itu tentu sangat mengganggu dunia usaha di negeri ini. Ketua Umum Perbanas, Sigit Pramono, sempat berujar langsung mengenai ketidakpastian itu pada pembukaan “Indonesia Banking Expo (Ibex) 2013”, akhir Mei lalu. Saat itu, Wakil Presiden Republik Indonesia, Boediono, hadir dan membuka acara tersebut. Pada kesempatan itu, Sigit mengatakan, “Kami (para pelaku usaha di sektor perbankan) mendukung pemerintah untuk menaikkan harga BBM subsidi dan kami meminta hal itu segera dipastikan. Karena, ketidakpastian akan menyulitkan para pelaku usaha di sektor industri. Ketidakpastian bisa menjadi risiko yang besar”.
Dalam hitungan bank sentral, kenaikan harga BBM subsidi menyumbang peningkatan inflasi sekitar 2,2%-2,4%. Sigit juga menambahkan, kenaikan harga BBM subsidi tersebut mendorong peningkatan berbagai biaya produksi di sektor industri dan harga bahan pokok. Dus, kenaikan harga BBM juga dapat menyulut pembengkakan biaya perbankan. Nah, kenaikan harga di berbagai bidang tersebut ujungnya mempercepat laju inflasi di negeri ini. Bank Indonesia (BI) memprediksi, tingkat inflasi hingga akhir 2013 secara year on year (yoy) berada di kisaran 7%7,74%. Dalam hitungan bank sentral, kenaikan harga BBM
No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013 l
PROBANK
3
Perbanas Utama
subsidi menyumbang peningkatan 6,8% pun dapat terealisasi ke depan. inflasi sekitar 2,2%-2,4%. Menurut Sebagai informasi, melihat kondisi Direktur Eksekutif Departemen mutakhir di republik ini, Bank Dunia Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi Dody Budi Waluyo, laju inflasi bisa Indonesia pada 2013 sebesar 6,2%, diredam hingga 7,2% jika sedangkan Bank Pembangunan Asia penanganan dan koordinasi (Asian Development Bank atau ADB) antarpemangku kebijakan dilakukan sebesar 6,4%. Untuk menekan lonjakan secara tepat. Jika sebaliknya, tingkat inflasi, salah satunya, pemerintah harus inflasi bisa mencapai 7,6% dan akan melakukan pembenahan terhadap jalur tembus 7,9% jika kebijakan dan distribusi bahan-bahan pokok agar koordinasi gagal diimplementasikan. traffic-nya menjadi lebih mudah dan Dalam Anggaran Pendapatan dan lancar. Dengan demikian, kenaikan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) harga bisa terpantau dan ditekan. 2013, pemerintah mengasumsikan laju inflasi tahunan secara yoy Kebijakan Bank Sentral sebesar 7,2% atau meningkat 2,3% Meningkatnya laju inflasi telah dibandingkan dengan asumsi yang direspons BI sebelumnya dengan dicantumkan dalam APBN 2013 menaikkan suku bunga acuan atau BI sebesar 4,9%. Hingga Mei 2013, Rate dan Fasilitas Simpanan Bank menurut data yang dirilis Badan Indonesia (Fasbi) sebesar 25 basis poin Pusat Statistik (BPS), laju inflasi atau BI Rate menjadi 6% dan Fasbi secara yoy sudah mencapai 4,25%. Kenaikan tersebut 5,47%. diumumkan pada saat Rapat Deputi Bidang Statistik Dewan Gubernur BI Dampak langsung yang mesti Distribusi dan Jasa Badan Pusat pertengahan Juni lalu. Memang Statistik (BPS), Sasmito Hadi saat itu harga BBM subsidi diperhatikan pelaku usaha di sektor Wibowo, mengungkapkan, belum diumumkan naik, tetapi perbankan ialah terkait dengan dampak kenaikan harga BBM sinyalemen kenaikan sudah kemampuan bayar nasabah (debitor). subsidi hanya bakal berlangsung sangat kuat. temporer, setidaknya selama tiga Melihat proyeksi laju inflasi bulan ke depan. Dampak paling yang meningkat besar diperkirakan terjadi pada Juli dan akan surut pada pascapengumuman kenaikan harga BBM subsidi, beberapa bulan-bulan berikutnya. Setelah itu, masih menurut prediksi pengamat memprediksi ada kemungkinan BI akan kembali BPS, keadaan akan kembali normal. menaikkan BI Rate dan Fasbi pada bulan-bulan mendatang. Sementara itu, Mulya Effendi Siregar, Asisten Deputi Ekonom dan analis Bank Negara Indonesia (BNI), Ryan Gubernur BI, berpandangan, kenaikan harga BBM pada Kiryanto, menyatakan, ada peluang bagi BI untuk kembali dinamikanya berpotensi mengoreksi pertumbuhan ekonomi menaikkan BI Rate dan Fasbi sebesar 25 basis poin pada Juli nasional. Dia menambahkan, dampak langsung yang mesti nanti. diperhatikan pelaku usaha di sektor perbankan ialah terkait Hal senada diungkapkan Sri Adiningsih, ekonom dari dengan kemampuan bayar nasabah (debitor). Jika tak dikelola Universitas Gadjah Mada (UGM). Menurutnya, peningkatan dan diantisipasi dengan tepat bisa meningkatkan risiko kredit BI Rate dan Fasbi pada pertengahan Juni lalu merupakan bermasalah (non performing loan atau NPL). respons bank sentral atas potensi kenaikan inflasi. Namun, Walau ekonomi nasional diperkirakan mengalami koreksi, saat itu proyeksi nilai inflasi belum menunjukkan angka yang laju pertumbuhan ekonomi sesungguhnya masih bisa dijaga sebenarnya karena kenaikan harga BBM subsidi belum dengan baik. Untuk itu, Aviliani, pengamat ekonomi dari diumumkan secara resmi oleh pemerintah. Melihat Institute for Development of Economics and Finance (Indef), perkembangan ke depan, sambung Sri, peluang BI untuk menyarankan pemerintah mendorong pertumbuhan di sektor menaikkan kembali BI Rate dan Fasbi sangat terbuka. investasi. Upaya itu diharapkan mampu mendorong Di bidang stabilisasi moneter, bauran kebijakan yang pertumbuhan ekonomi di tengah menurunnya tingkat konsumsi ditempuh BI secara efektif diharapkan mampu menguatkan domestik. Jadi, pemerintah harus terus berupaya menciptakan kembali rupiah yang terpuruk dan di lain sisi dapat kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk mendorong iklim mengendalikan inflasi serta yang tak kalah penting ialah bisa investasi di Indonesia. mengembalikan tingkat kepercayaan pasar. Selain itu, pemerintah harus mampu menjaga ketahanan Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo, menyatakan pangan agar harga bahan-bahan pokok tidak melonjak tinggi. bauran kebijakan yang ditempuh BI merupakan respons Dengan demikian, stabilisasi harga bisa dilakukan. peningkatan ekspektasi inflasi sekaligus upaya memelihara Pertumbuhan ekonomi yang dipatok pemerintah sebesar 6,3%kestabilan makro-ekonomi dan stabilitas sistem keuangan di
4
PROBANK
l
No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013
Antrian di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum; bersifat temporer
Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo, menyatakan bauran kebijakan yang ditempuh BI merupakan respons terhadap peningkatan ekspektasi inflasi sekaligus upaya memelihara kestabilan makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan
tengah ketidakpastian ekonomi global. Agus menjelaskan, kondisi saat ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Sekarang, ada situasi yang mesti diwaspadai, yaitu kondisi transaksi berjalan yang defisit, fiskal yang defisit, investor yang khawatir, dan lonjakan inflasi. BI menyadari, kenaikan BI Rate dan Fasbi akan berdampak terhadap industri perbankan. Karena itu, hingga saat ini BI terus memantau kemungkinan dampak yang bakal terjadi terhadap perbankan. Halim Alamsyah, Deputi Gubernur BI, menyampaikan bahwa sejauh ini dari sisi likuiditas, perbankan memiliki rasio kecukupan modal yang memadai dan cukup kuat untuk proses intermediasi. Namun, pada beberapa bank pertumbuhan kredit berlangsung lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK). Nah, terkait dengan kecenderungan ekonomi ke depan, bank-bank akan melakukan berbagai respons sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan bisnis masingmasing. Langkah yang biasa dilakukan ialah menyesuaikan suku bunga, baik suku bunga kredit maupun simpanan, menaikkan keduanya, atau sama sekali tidak menaikkan suku bunga keduanya.n
Jurus Eksis Multifinance Respons terhadap kenaikan harga BBM subsidi memang beragam. Menurut sejumlah pelaku usaha di sektor pembiayaan sepeda motor, kenaikan harga BBM justru diprediksi akan mendorong pertumbuhan bisnis. Itu karena ada potensi pergeseran need nasabah, yakni dari pembelian mobil beralih ke sepeda motor. Hal tersebut diakui oleh Direktur Utama PT Adira Multi Finance Tbk, Willy S. Dharma. Menurutnya, kenaikan harga BBM subsidi tidak akan memengaruhi pembiayaan sepeda motor. Malah, dia memprediksi pembiayaan sepeda motor akan mengalami pertumbuhan. Sebaliknya, bagi pelaku usaha pembiayaan mobil, kenaikan harga BBM subsidi berpotensi memperlambat laju bisnis pembiayaan. Direktur Utama BCA Finance, Roni Haslim, mengungkapkan, kebijakan harga BBM akan berdampak terhadap laju pertumbuhan pembiayaan roda empat. Kendati demikian, beberapa waktu mendatang, pelaku usaha di bidang pembiayaan, khususnya yang bergerak di pembiayaan mobil, akan bisa melakukan recovery. Namun, bagi perusahaan pembiayaan mobil untuk segmen menengah ke atas, kenaikan harga BBM
bersubisidi justru tidak terlalu berpengaruh. Hal tersebut diakui Alexander, Presiden Direktur PT BII Finance Center. Menurutnya, konsumen pada segmen tersebut memiliki daya beli yang berbeda dengan kelas menengah ke bawah yang notabene cukup resistan dengan harga BBM subsidi. Alexander pun berpendapat, segmentasi menengah ke atas sejatinya bisa menjadi alternatif perusahaan pembiayaan untuk melakukan switching bisnis. Apalagi, potensi pasarnya masih sangat besar. Dari total penjualan mobil menengah ke atas, potensi atau porsi yang bisa dibiayai perusahaan pembiayaan sebesar 40%-50%. Kendati demikian, switching bisnis tidak mudah dilakukan begitu saja. Selain harus bisa meyakinkan shareholders untuk beralih, mesti memiliki pengetahuan pasar yang baik. “Mereka juga harus kuat di pricing,” ujarnya. Selain switching, sebenarnya ada alternatif bisnis lain bagi pelaku usaha di segmen pembiayaan mobil menengah ke bawah, yakni beralih ke bisnis refinancing. “Biasanya, mereka yang fokus membiayai menengah ke bawah alternatifnya akan bermain di refinancing,” ungkapnya.
No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013 l
PROBANK
5
Perbanas Utama
Ramainya Aksi Koreksi Memasuki paruh kedua 2013, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan melemah akibat inflasi yang didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi. Bagaimana laju bisnis perbankan?
K
enaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang ditetapkan pemerintah pada 21 Juni 2013 diyakini mendorong lonjakan inflasi di dalam negeri. Walau dampaknya berlaku temporer, peningkatan inflasi tersebut akan memengaruhi perekonomian nasional sepanjang paruh kedua tahun ini. Menurut data Bank Indonesia (BI), tingkat inflasi hingga akhir 2013 secara year on year (yoy) diproyeksikan berada di angka 7% hingga 7,74%. Sedangkan, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013, pemerintah memberikan asumsi laju inflasi tahunan (yoy) sebesar 7,2%, meningkat ketimbang asumsi yang dicantumkan dalam APBN 2013 yang sebesar 4,9%. Hingga Mei lalu, berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), laju inflasi secara yoy sudah mencapai 5,47%. Kondisi itu diyakini akan memengaruhi kegiatan bisnis para pelaku usaha di sektor industri, termasuk perbankan. Selain lonjakan inflasi, industri perbankan dihadapkan pada peningkatan suku bunga acuan BI Rate—BI Rate dan Fasilitas
6
PROBANK
l
No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013
Simpanan Bank Indonesia (Fasbi) naik sebesar 25 bps, masing-masing menjadi 6% dan 4,25%. Bank sentral menaikkan BI Rate sebagai upaya merespons ekspektasi adanya peningkatan inflasi. Menurut Aviliani, pengamat ekonomi, suku bunga kredit perbankan tidak akan secara otomatis mengalami peningkatan, mengikuti kenaikan BI Rate. Sebab, ada masa kontrak yang diberikan bank terhadap debitor. Karena itu, kenaikan suku bunga kredit tidak bisa serta-merta dilakukan oleh bank. Aviliani menilai, dampak kenaikan BI Rate sebesar 25 bps tak akan berpengaruh besar terhadap bisnis perbankan. Namun, jika kenaikannya lebih dari angka tersebut, dampaknya bisa jadi lebih besar, mengingat masih ada potensi BI menaikkan BI Rate dalam waktu dekat. Karena itu, Aviliani mengimbau agar bank sentral tidak menaikkan kembali suku bunga acuan tersebut. Sejauh ini memang ada prediksi terkait dengan kenaikan BI Rate pada waktu mendatang karena adanya potensi dan ekspektasi lonjakan inflasi dari prediksi sebelumnya—yakni,
ketika BI menaikkan BI Rate dan Fasbi sebesar 25 bps pada pertengahan Juni lalu. Hal itu diungkapkan Mirza Adityaswara, Ketua Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Mirza memprediksi, suku bunga acuan BI atau BI Rate masih akan naik sebelum akhir 2013. BI Rate diperkirakan naik menjadi 6,25% dengan asumsi angka inflasi pada 2013 secara yoy mencapai 8,1%. Meski begitu, kemungkinan kenaikan BI Rate tidak akan terealisasi jika pasar bisa merespons secara positif suku bunga acuan yang ada sekarang. Intinya, jika tak ada gejolak atau kondisi pasar sudah stabil, BI Rate bisa jadi tidak naik. Melihat kecenderungan belakangan ini, Halim Alamsyah, Deputi Gubernur BI, menyatakan bahwa ada tren bagi sebagian bank untuk menaikkan suku bunga, tapi ada juga yang akan tetap mempertahankannya. Sejauh ini, BI melihat kemampuan perbankan nasional masih sangat bagus dan rasio kecukupan modalnya masih mampu menyerap risiko kredit serta risiko pasar dengan cukup baik. Namun, ada kemungkinan sebagian bank akan mengalami tekanan karena meningkatnya beban biaya operasional. Sebagai informasi, hingga posisi April 2013, kinerja industri perbankan masih sangat baik dan solid. Hal itu tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio atau CAR) yang mencapai 18,6% dan rendahnya rasio kredit bermasalah (non performing loan atau NPL) gross yang sebesar 1,96%. Sementara, pertumbuhan kredit melambat menjadi 21,9% (yoy) sejalan dengan tingkat kompetisi yang mengetat dan perlambatan ekonomi domestik. Namun, kredit modal kerja dan kredit investasi masih tumbuh cukup tinggi, yakni masing-masing 23,0% dan 23,7%. Sedangkan, kredit konsumsi tumbuh 18,8%. Dari catatan kinerja tersebut, BI memandang tingkat pertumbuhan kredit perbankan masih cukup konsisten dengan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Ke depan, BI meyakini stabilitas sistem keuangan akan tetap terjaga dengan moderasi fungsi intermediasi perbankan seiring dengan perlambatan kinerja perekonomian nasional. Perbankan nasional memang telah memproyeksikan bahwa BI akan merespons ekspektasi lonjakan inflasi dengan menaikkan BI Rate. Juniman, Kepala Ekonom Bank Internasional Indonesia (BII), mengatakan, tren suku bunga
rendah akan berakhir pada tahun ini. Menurutnya, hal itu akan berimbas pada perlambatan ekonomi nasional. Juniman memperkirakan, pertumbuhan ekonomi hanya akan sebesar 5,8%-6,1% dan pertumbuhan kredit perbankan hanya akan sebesar 20% atau mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang berada di angka 23%. Sementara, menurut Sigit Pramono, Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas), perbankan tidak akan serta-merta menaikkan suku bunga dana maupun kredit, meski suku bunga BI Rate naik. Karena, selain faktor suku bunga acuan, ada faktor lain yang juga menjadi penentu, yakni persaingan antarbank. Daripada ditinggalkan nasabahnya, bisa jadi bank lebih memilih tidak menaikkan suku bunga. Selain itu, kenaikan BI Rate sangat wajar dan merupakan sinyal dari pemangku kebijakan untuk menjawab ekspektasi lonjakan inflasi. Terkait dengan kenaikan harga BBM bersubsidi yang notabene mendorong lonjakan inflasi, Sigit menilai, kondisi itu akan berdampak pada industri perbankan nasional. Lonjakan inflasi akan mendorong peningkatan biaya operasional bank. Namun, hitungan secara pastinya belum ada, termasuk kemungkinan adanya koreksi terhadap penyaluran kredit dan rasio kredit bermasalah (NPL) perbankan. Melihat kondisi ekonomi yang ada, sekali lagi Sigit meyakini bahwa (untuk beberapa waktu mendatang) bank akan memilih untuk tidak menaikkan suku bunga kredit. Sebaliknya, bank justru akan lebih memilih mengorbankan keuntungan (margin), sehingga beban nasabah tidak bertambah. Dengan kondisi dan situasi yang berkembang akhir-akhir ini, bank sentral berpendapat, hingga akhir tahun ini akan ada koreksi kinerja perbankan nasional. Selain didorong oleh gejolak ekonomi global, koreksi tersebut didorong oleh dampak lanjutan kenaikan BBM bersubsidi yang berkontribusi pada peningkatan laju inflasi. Sekadar catatan, pada akhir April lalu, BI melakukan revisi pertumbuhan kredit, dana pihak ketiga (DPK), dan rasio kredit bermasalah perbankan. Kredit diproyeksikan tumbuh sekitar 21,7%-23,6% dari proyeksi sebelumnya 22,5%-24,3%, pertumbuhan DPK direvisi menjadi 17%-17,9% dari proyeksi sebelumnya 17,5%-18,5%, dan rasio kredit bermasalah perbankan nasional direvisi menjadi 1,6%-2,1% dari proyeksi sebelumnya 1,5%-2%.n No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013 l
PROBANK
7
Perbanas Utama
Mengekang Bunga Kredit? Pemerintah akhirnya memutuskan harga BBM bersubsidi naik. Pelaku usaha di sektor riil berharap perbankan masih dapat mengerem laju suku bunga pinjamannya.
H
arga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, baik jenis solar maupun premium, akhirnya naik pada akhir Juni 2013 masing-masing sebesar Rp1.000 dan Rp2.000 per liter. Penaikan harga BBM awalnya memang sempat menuai kontroversi, termasuk protes keras dari sebagian masyarakat dan mahasiswa yang berujung bentrok dengan aparat keamanan di sejumlah daerah. Namun, begitu harga BBM naik, nyaris tak terjadi guncangan berlebihan seperti yang dikhawatirkan sebelumnya. Kendati secara sosial tidak terjadi imbas besar pascakenaikan harga BBM, secara ekonomi terjadi kenaikan harga-harga barang. Walau hanya dirasakan seminggu sepanjang Juni, dampak kenaikan harga BBM terhadap harga barang secara umum yang terefleksi melalui laju inflasi belakangan mulai terlihat. Berdasarkan angka inflasi yang diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS), laju inflasi pada Juni 2013 mencapai 1,03%. Sebagai perbandingan, angka tersebut memang masih belum
8
PROBANK
l
No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013
Kenaikan harga BBM bersubsidi masih akan berpengaruh terhadap pembentukan laju inflasi pada bulan-bulan mendatang. Apalagi, efektivitas pengaruh kenaikan harga BBM terhadap laju inflasi pada Juni 2013 baru terasa satu minggu terakhir pada bulan tersebut.
menyamai laju inflasi pada Juni 2008 yang sebesar 2,46% dan saat itu pemerintah juga mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi. Namun, menurut BPS, kontribusi laju inflasi pada Juni 2013 tersebut cukup besar. Data BPS menunjukkan, secara akumulatif laju inflasi yang terbentuk dari Januari hingga Juni 2013 telah mencapai 3,35%. Kepala BPS, Suryamin, memperkirakan, kenaikan harga BBM bersubsidi masih akan berpengaruh terhadap pembentukan laju inflasi pada bulan-bulan mendatang. Apalagi, efektivitas pengaruh kenaikan harga BBM terhadap laju inflasi pada Juni 2013 baru terasa satu minggu terakhir pada bulan tersebut. “Kami menduga pengaruh kenaikan (harga) BBM kemarin belum penuh karena kenaikannya juga baru tanggal 22 Juni 2013. Memang belum terlalu tinggi, tapi sudah di atas 1%,” jelas Suryamin. Kenaikan harga BBM memang berdampak cukup luas terhadap harga barang dan jasa di pasaran. Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) terlihat sangat berhati-hati menyikapi kenaikan harga BBM tersebut. Kadin menilai, harga barang-barang di pasaran telah lebih dulu mengalami kenaikan sebelum pengumuman kenaikan harga BBM itu sendiri. Menyikapi fenomena tersebut, Ketua Umum Kadin, Suryo B. Sulisto, mengimbau agar alasan kenaikan harga BBM tak dijadikan momentum oleh pengusaha untuk menaikkan harga secara berlebihan. Kalaupun harus melakukan penyesuaian harga, para pengusaha diminta benar-benar memperhitungkannya secara matang. Kenaikan harga barang tersebut memang sulit dihindari. Menurut pihak Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), para pelaku usaha merasa kesulitan dalam merespons kebijakan pemerintah tersebut. Momentum kenaikan harga BBM bersubsidi dinilai Apindo tidak tepat. Kebijakan tersebut diambil menjelang tahun politik dan ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sedang terdepresiasi. Ditambah lagi adanya tekanan dari kalangan serikat pekerja kepada para pengusaha untuk menaikkan upah minimum provinsi (UMP). Walaupun para pengusaha berkomitmen untuk menetralisasi harga sewajar mungkin, Apindo tidak menggaransi dapat mengontrol bahan-bahan segar, seperti sayur mayur. Apalagi pengusaha tengah merasakan lonjakan biaya logistik (pengiriman barang-barang menjelang puasa dan Lebaran) yang cukup tinggi.
Selain berupaya menetralisasi harga di pasaran, para pelaku usaha berharap ada dukungan dari sektor perbankan untuk menyikapi secara bijak kenaikan harga BBM. Ini penting mengingat kenaikan harga BBM tak sekadar berdampak terhadap kenaikan harga barang dan jasa. Di balik itu, laju inflasi yang terjadi diyakini akan menyulut kenaikan suku bunga kredit. Apalagi, tren inflasi bulanan yang cukup tinggi masih akan membayangi perekonomian dalam beberapa waktu ke depan. Peluang suku bunga pinjaman bakal naik masih cukup terbuka lebar. Para pelaku pasar, termasuk Kadin, melihat bahwa instrumen suku bunga tampaknya akan dipakai Bank Indonesia (BI) untuk menjaga laju inflasi agar dapat tetap dikendalikan. Dengan naiknya suku bunga acuan, kemungkinan besar terjadi penyesuaian suku bunga bank sehingga suku bunga kredit secara otomatis juga turut merangkak naik. Sejauh ini antisipasi kenaikan harga BBM untuk menjaga laju inflasi sudah dilakukan BI melalui kenaikan suku bunga acuan, BI Rate, yang disampaikan pada Rapat Dewan Gubernur BI, medio Juni lalu, sebesar 25 basis points (bps), naik dari 5,75% menjadi 6%. BI Rate tersebut diyakini sebagian pengamat masih akan bergerak naik, setidaknya sekitar 25 bps lagi untuk mengimbangi laju inflasi yang terbentuk. Pasalnya, laju inflasi saat ini masih belum riil. Melihat kemungkinan bakal naiknya suku bunga kredit perbankan, Kadin berharap perbankan tak tergesa-gesa merespons kenaikan BI Rate. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang UKM dan Koperasi, Erwin Aksa, meminta perbankan tak serta-merta menaikkan suku bunga kredit, khususnya kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). “Dunia usaha berharap perbankan tidak terburu-buru menaikkan suku bunga kredit usaha kecil dan menengah mengikuti kenaikan bunga acuan Bank Indonesia, BI Rate,” ungkapnya. Erwin berharap, perbankan dapat lebih bijak dalam mendukung sektor UMKM yang tengah kesulitan. Pasalnya, kenaikan harga BBM dan inflasi dipastikan akan mengurangi daya saing para pelaku UMKM. Di samping itu, BI selaku regulator perbankan diminta dapat mendorong persaingan pada segmen kredit UMKM di perbankan seperti halnya pada kredit konsumsi agar suku bunga kredit UMKM makin kompetitif. Sejauh ini, dia menilai, persaingan suku bunga kredit UMKM masih belum terlihat secara nyata. n No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013 l
PROBANK
9
Perbanas Utama
Trade Off Suku Bunga Kenaikan suku bunga pinjaman susah ditampik perbankan. Perlambatan pertumbuhan kredit pun bisa benar-benar terjadi. Namun, pelaku perbankan optimistis kredit tetap tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
D
ampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi terhadap kenaikan harga barang-barang dan jasa mulai terlihat. Indikasinya, laju inflasi mencapai 1,03% Juni lalu. Laju inflasi tersebut diasumsikan bakal terus meningkat dalam beberapa bulan mendatang. Bank Indonesia (BI) selaku regulator perbankan, moneter, dan sistem pembayaran, yang memiliki tujuan tunggal untuk menjaga inflasi, tentu tak akan membiarkan inflasi bergerak ke level yang sangat tinggi. Instrumen suku bunga pun “dimainkan” agar laju inflasi terkendali sesuai dengan ekspektasi. Langkah BI merespons kenaikan harga BBM tersebut dapat dilihat dari kenaikan suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 basis points (bps) di level 6% dengan suku bunga deposit facility dan suku bunga lending facility masing-masing sebesar 4,25% dan 6,75%. Di lain sisi, kebijakan itu sekaligus sebagai “tameng” nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terus mengalami pelemahan beberapa waktu terakhir. Dalam spektrum yang lebih luas, upaya tersebut merupakan bagian dari bauran kebijakan BI untuk merespons meningkatnya ekspektasi inflasi serta memelihara stabilitas makro-ekonomi dan sistem keuangan di tengah ketidakpastian pasar keuangan global. Kenaikan BI Rate diumumkan BI sebelum Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan angka resmi laju inflasi yang terbentuk pada Juni lalu. BI berkeyakinan, kenaikan harga BBM bersubsidi yang bersifat temporer akan berpengaruh (selama tiga bulan), yang— diperkirakan—memuncak pada Juli tahun ini. Jika hal itu benar adanya, secara otomatis BI memiliki keyakinan bahwa pengaruh terbesar kenaikan harga BBM bersubsidi terhadap inflasi memang akan terjadi pada Juli. Hal tersebut mengindikasikan bahwa suku bunga acuan BI Rate masih akan terus naik pada level yang diyakini mampu meredam kenaikan inflasi. Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Tony Prasetiantono, mengungkapkan, BI sebaiknya menaikkan lagi BI Rate yang sekarang berada pada posisi 6% menjadi 6,25%
10
PROBANK
l
No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013
(naik 25 bps). Kenaikan BI Rate diyakini bisa membantu para pelaku bisnis perbankan dalam menghadapi tekanan akibat kenaikan inflasi. Pasalnya, laju inflasi yang tinggi mengakibatkan bank kesulitan membendung arus dana keluar. Dengan kata lain, akan banyak orang yang menarik dananya dari bank untuk dikonversikan ke dolar, pasar modal, atau instrumen investasi lainnya. Jika bank benar-benar kewalahan membendung dana keluar, ada potensi sejumlah bank akan menaikkan bunga depositonya. Hal itu akan berakibat pada meningkatnya cost of fund perbankan, dan dalam jangka panjang akan melemahkan daya saing. Di lain sisi, ketika ada potensi kenaikan suku bunga pinjaman, kondisi itu akan memicu pelemahan pertumbuhan kredit perbankan. Kendati demikian, Tony optimistis, perlambatan pertumbuhan kredit tak akan terlalu besar. Dalam asumsinya, kredit industri perbankan masih mampu tumbuh sekitar 19%20%. “Angka ini (pertumbuhan kredit) ekuivalen dengan pertumbuhan ekonomi, yakni antara 5,9% sampai dengan 6,0%,” ujarnya. Potensi kenaikan suku bunga kredit ke depan memang tak bisa ditampik para pelaku bisnis bank. Pihak Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) mengungkapkan, berdasarkan pengalaman sebelumnya, kenaikan BI Rate biasanya akan diikuti dengan kenaikan suku bunga perbankan. “Seberapa cepat proses penyesuaian kenaikan suku bunga itu? Nah, itu tergantung pada masing-masing individu bank. Jadi, pasti ada pengaruhnya,” tandas Eko Budiwiyono, Ketua Umum Asbanda. Meski pertumbuhan kredit berpotensi melambat, dengan kondisi pertumbuhan ekonomi nasional yang sedang baik saat ini, Eko Budiwiyono yakin, perbankan dapat menetralisasi perlambatan pertumbuhan tersebut. Hanya, bank perlu mengantisipasi kenaikan undisbursed loan (kredit yang tak terserap) dan peningkatan kredit bermasalah. Itu bisa dipahami, mengingat kenaikan inflasi dan suku bunga perbankan bisa memicu penurunan daya beli masyarakat, yang berujung pada berkurangnya kemampuan debitor membayar cicilan kredit. n
Sekilas Berita
Ibex 2013:
Langkah Awal Hadapi MEA 2015
P
ada 23-25 Mei 2013, Perbanas menggelar “Indonesia Banking Expo (Ibex)” di Assembly Hall, Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta. Acara yang dibuka oleh Boediono, Wakil Presiden Republik Indonesia, tersebut mengambil tema “Penguatan Struktur Perbankan Nasional untuk Meningkatkan Daya Saing dalam Menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)”. Makin dekatnya pem berlakuan MEA, mendorong semua pihak untuk bersiap diri, termasuk sektor perbankan. Dalam acara tersebut digelar semi nar, Expert Panel Discusion, pameran, dan Banker's Perfor mance Contest. Diharapkan, melalui Ibex 2013, perbankan sebagai lembaga intermediary dapat mengonsolidasikan diri. n
No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013 l
PROBANK
11
Aktualita
Lezatnya Kurang Adil? Meski berpeluang meningkatkan pendapatan nonbunga, interkoneksi jaringan ATM juga mengandung rasa ketidakadilan bagi bank domestik. Integrasi jaringan ATM dinilai lebih menguntungkan bank asing?
P
ada Juli tahun ini, semua nasabah bank dapat melakukan transaksi pengiriman dana melalui anjungan tunai mandiri atau automatic teller machine (ATM) dari dan ke semua bank. Nasabah tidak lagi akan dibatasi dalam mengirim uang hanya pada satu jaringan principal atau pengelola jaringan ATM. Seperti diketahui, di Indonesia ada tiga principal pengelola jaringan ATM, yakni PT Artajasa Pembayaran Elektronis (ATM Bersama), PT Rintis Sejahtera (ATM Prima), dan PT Alto Network (ALTO). Dimungkinkannya pengiriman dana antarbank melalui dan ke bank mana pun ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman dalam rangka interkoneksi layanan ATM tiga principal pengelola jaringan ATM tersebut pada awal Mei lalu. Ada beberapa hal positif yang diyakini terjadi akibat kerja sama tersebut. Hal positif yang dimaksud di antaranya berkurangnya jumlah uang beredar, meningkatnya jumlah transaksi nontunai, mendorong efisiensi dan meningkatkan daya saing perbankan, meningkatkan fee based income di
12
PROBANK
l
No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013
semua bank, serta membuat nasabah lebih nyaman karena cukup hanya memiliki satu kartu untuk dapat bertansaksi apa pun dan di bank mana pun. Adapun biaya jasa transfer dana antarbank dengan operator ATM yang berbeda itu hanya sebesar Rp5.000 per transaksi. Di lain sisi, para pengelola ATM sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka lakukan mengaku tak akan mengalami penurunan pendapatan, walaupun ada pengurangan biaya transfer. Hal ini bisa dipahami karena potensi volume transaksi yang diperkirakan akan makin meningkat diyakini dapat menutupi pendapatan yang mereka harapkan. Porsi terbesar dari biaya transaksi pengiriman dana tersebut dialokasikan untuk biaya pengelolaan ATM, sisanya untuk biaya transaksi. Namun, para operator layanan ATM tersebut berharap ada dukungan bank dalam melakukan penyesuaian sistem operasional, termasuk sosialisasinya. Direktur Utama PT Artajasa Pembayaran Elektronis, Arya Damar, optimistis volume transaksi yang dihasilkan integrasi ketiga operator pengelola jaringan ATM perbankan tersebut akan meningkat signifikan. Dia mengungkapkan, besarnya volume yang dihasilkan melalui integrasi tersebut pada akhirnya akan menutup biaya transfer yang berkurang dari nasabah. Yang pasti, para operator pengelola ATM optimistis bahwa upaya integrasi yang bertujuan memberi layanan terbaik kepada nasabah bakal berdampak positif terhadap peningkatan layanan transfer dana.
Hal tersebut didukung dengan data Namun, mengingat kedua bank tersebut dari Bank Indonesia (BI) yang terikat perjanjian secara eksklusif dengan menunjukkan bahwa sepanjang tiga masing-masing vendor, yakni Jasa Marga tahun terakhir (periode 2010-2012) untuk tol dan Secure Parking untuk layanan terjadi peningkatan signifikan pada perparkiran, untuk sementara waktu rencana transfer dana antarbank, yakni tumbuh pembagian “kue” e-money itu masih rata-rata 50% setiap tahunnya. Sampai tertutup kerannya. dengan April 2013, volume transaksi antarbank untuk kartu debit dan ATM Bank Asing Untung? mencapai 84,63 juta transaksi dengan Sejumlah bank menyambut positif upaya nominal sebesar Rp136,73 triliun. pengintegrasian layanan jaringan ATM Sementara itu, total transaksi ATM antarbank yang memungkinkan layanan dan debit sepanjang April 2013 transfer dana antarbank jadi lebih mudah sebanyak 283,160 juta transaksi dan lebih murah. Salah satu dukungan dengan nilai Rp306,130 triliun. Setiap positif datang dari pihak Bank hari terjadi sebanyak 8,7 juta volume Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi transaksi di ATM dan debit yang Selatan-Sulawesi Barat (Bank Sulselbar). secara nominal mencapai Rp9,45 Menurut Direktur Utama Bank Sulselbar, triliun. Peningkatan volume transaksi Ellong Tjandra, BPD mendukung rencana tersebut diyakni akan memicu BI dalam penerapan national payment penurunan tarif transaksi. gateway (NPG) sebagai langkah integrasi Ronald Waas; meningkat hingga 25% Data BI tersebut juga didukung jaringan yang dapat memudahkan nasabah dengan data transfer dana antarbank bertransaksi dan meningkatkan efisiensi pada tiga operator pengelola jaringan ATM. Pihak Artajasa perbankan. Apalagi, kebutuhan nasabah bertransaksi keuangan Pembayaran Elektronis (ATM Bersama) yang mengelola ATM di daerah kini makin pesat dan menguntungkan bank daerah Bersama untuk 83 institusi, baik bank maupun nonbank yang dalam mendongkrak kenaikan fee based income. terkoneksi dengan 47.000 ATM, menyatakan, pangsa transfer Dukungan positif juga dikemukakan oleh Direktur Utama dana antarbank mencapai 70% dari total nominal transaksi BCA, Jahja Setiaatmadja. Dia berpandangan, bank-bank yang sepanjang kuartal pertama 2013. tergabung dalam jaringan ATM maupun debit kelak akan Di pihak lain, PT Rintis Sejahtera pengelola ATM Prima membawa manfaat positif bagi perekonomian nasional. “Jika dengan anggota 52 bank dan memiliki 50.000 ATM seluruh pengelola jaringan ATM atau debit dapat digabungkan, menyebutkan, hingga kuartal pertama 2013, kontribusi transfer efisiensi maupun efektivitas penggunaan jaringan dapat dana antarbank mencapai 86% terhadap total nominal tercipta secara signifikan,” ungkapnya. transaksi. Dus, PT Alto Network, pengelola jaringan ATM Kendati demikian, dengan dibukanya transaksi dana Alto, yang terkoneksi dengan 8.900 ATM dari 20 bank, antarbank secara penuh tanpa memilah apakah itu untuk bank melansir bahwa pada kuartal pertama 2013 kontribusi transfer nasional atau bank asing dan tanpa menakar jumlah ATM dana antarbank secara nominal pangsanya mencapai 74%. yang dimiliki masing-masing bank, pada akhirnya memicu Sebenarnya, jika ditilik lebih jauh, proses interkoneksi semacam “kecemburuan” dari bank nasional. Menurut Jahja, jaringan ATM telah dimulai sejak awal 2010. Hanya saja, kebijakan pengintegrasian ATM dianggap lebih menguntungkan rumitnya proses dan prosedur serta tantangan mencapai kata bank asing yang umumnya memiliki jumlah ATM lebih sedikit sepakat antaroperator pengelola jaringan ATM membuat tetapi diikutsertakan dalam pengitegrasian tersebut tanpa kesepakatan mewujudkan interkoneksi sistem antarjaringan modal. Apalagi, di luar negeri, ketika bank-bank lokal di ATM baru terlaksana Juli 2013. Tanah Air akan membuka ATM, bank-bank asal Indonesia Deputi Gubernur BI, Ronald Waas, memperkirakan, setelah harus lebih dulu melewati persyaratan sangat ketat dengan interkoneksi dilakukan, transaksi nontunai melalui ATM dapat biaya yang jauh lebih tinggi daripada bank lokal di sana. meningkat hingga 25%. Peningkatan itu terutama akan berasal Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, dari transfer dana antarbank. “Dengan jumlah transaksi yang menegaskan, Indonesia terlalu ramah terhadap ekspansi bank bertambah, pendapatan bank dari nonbunga akan meningkat. asing, tetapi negara di luar negeri seperti Malaysia dan Belum dihitung, tetapi potensi itu ada,” ujar Ronald. Singapura memberikan batasan yang ketat. Di Singapura, Tren berbagi “kue” fee based income kalau dilihat tak misal, interkoneksi yang dilakukan seolah tertutup bagi bank hanya terjadi pada ATM dan kartu debit. Pada jaringan Indonesia. Sedangkan, di Malaysia tarif yang dikenakan electronic money (e-money), dua penguasa terbesar e-money, berbeda antara bank asing dan bank lokal Malaysia. masing-masing untuk transaksi parkir yang dikuasai oleh Bank Dus, selisih tarifnya bisa berbeda tiga sampai dengan lima Central Asia (BCA) melalui BCA Flazz dan jaringan e-money kali lipat antara bank lokal dan bank asing. Entah itu dalam transaksi tol yang dikuasai Bank Mandiri dengan Mandiri bentuk joining fee, annual fee, entah biaya transaksi. “Jadi, e-Toll Card, diminta untuk membagi “kuenya” ke bank-bank ada yang tidak adil karena di sini terbuka untuk semua bank, lain. namun di sana tidak dibuka,” cetusnya.n No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013 l
PROBANK
13
Profil
Eko Budiwiyono
Fokus Pasar Domestik Pada 2020, integrasi perbankan se-ASEAN akan mewujud. Peluang dan tantangan terhampar di depan. Opsi mengoptimalkan pasar domestik dinilai lebih baik dan realistis.
G
aung pengintegrasian pasar ASEAN makin dekat. Hal itu menjadi penanda bagi pelaku sektor riil dan sektor keuangan untuk bersiap dan berbenah diri. Pada 2015, komunitas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan mewujud sesuai dengan kesepakatan masing-masing negara anggota ASEAN. Integrasi tersebut dimulai dengan sektor riil dan dilanjutkan dengan sektor keuangan yang diawali sektor perbankan pada 2020. Oleh banyak pihak, peluang dan potensi menggarap pasar di kawasan regional dianggap sangat besar. Di lain sisi, ada penilaian, pasar di dalam negeri juga tak kalah menarik. Dengan demikian, ada opsi yang harus diprioritaskan. Wakil Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas), Eko Budiwiyono, mengungkapkan, menggarap pasar di negara ASEAN lainnya bukan perkara mudah. Itu sebabnya, dia berpendapat akan banyak bank di Indonesia yang—sejak sekarang—mempersiapkan diri untuk lebih fokus mengembangkan pasar domestik ketimbang berekspansi ke negara-negara anggota ASEAN lainnya. Selain MEA, tantangan lain yang akan dihadapi perbankan nasional yaitu masa pengalihan fungsi dan wewenang pengaturan dan pengawasan perbankan dari Bank Indonesia (BI) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kendati demikian, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) ini optimistis, proses pengalihan wewenang dan tanggung jawab dari BI ke OJK tersebut akan berjalan dengan lancar. Pada sebuah kesempatan, awal Juni lalu, selain membagi pandangannya seputar MEA dan tantangan perbankan di Tanah Air ke depan, Eko Budiwiyono yang kini dipercaya sebagai Direktur Utama Bank DKI membagi kisah sukses pencapaian kinerja ciamik bank yang dipimpinnya itu hingga paruh 2013 ini. Terus merapatkan barisan dan membangun kerja sama dengan bank pembangunan daerah (BPD) lain di Indonesia untuk menggenjot pembiayaan sektor prioritas merupakan upaya konkret yang ditempuhnya selama ini. Selengkapnya, simak bincang-bincang Probank dengan peraih strata dua (S2) dari Saint Louis University, Amerika Serikat (AS), ini. Nukilannya:
14
PROBANK
l
No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013
Deadline MEA makin dekat. Bagaimana Perbanas mengingatkan anggotanya menghadapi integrasi pasar ASEAN itu? Kita sebenarnya belum banyak mempersiapkan diri mengenai kehadiran pasar tunggal ASEAN. Ini yang betulbetul diingatkan. Kalau bicara kondisi bank-bank di Indonesia dibandingkan dengan bank-bank khususnya di ASEAN, ada gap yang agak jauh. Coba lihat saja, bank-bank terbesar di ASEAN dibandingkan dengan bank terbesar di Indonesia, Bank Mandiri, yang asetnya sekitar Rp600 triliun, itu hanya peringkat 6 atau 8 di ASEAN. Saya sebenarnya agak worry juga. Terutama soal kapabilitas bankir-bankir kita menghadapi serbuan bankirbankir asing di ASEAN. Perbanas dalam banyak hal, termasuk saya juga dalam kapasitas sebagai Ketua Asbanda (Asosiasi Bank Pembangunan Daerah), concern mempersiapkan diri menghadapi pasar ASEAN. Ini sudah dimulai dengan berbagai edukasi dan seminar. Dari sisi Perbanas, kita (memang) harus terus mengingatkan. Apakah menyangkut modal, sumber daya manusia (SDM), serta aspek-aspek lainnya yaitu kompetensi di bidang perbankan. Demikian juga dengan variasi servis, produk, dan sebagainya. Kreativitas perbankan nasional dituntut dapat bersaing dengan bank-bank lain yang sudah punya nama di ASEAN. Waktunya tidak lama lagi, movement goods dan services jadi terbuka. Tantangan terbesar? Secara nasional harus punya blue print. Perbankan mau dibawa ke mana? Pilar apa yang harus diperkuat agar kita bisa bersaing dengan bank-bank di ASEAN yang sudah kuat. API (Arsitektur Perbankan Indonesia) mungkin perlu dipertajam lagi (agar) memiliki arah yang pasti dan jelas,bagaimana kita mau membawa industri perbankan kita pada masa depan. Makanya, Perbanas memiliki usulan Blue Print Perbankan Indonesia ke depan. Ini penting sekali. Jangan sampai kita jadi penonton di negeri sendiri dan bukan menjadi pemain. Kita menghadapi suatu era keterbukaan. Menurut hemat saya,
(kondisi kepemilikan saham perbankan di Tanah Air) terlalu liberal. Bayangkan, kepemilikan bank oleh asing di Indonesia bisa sampai 99%. (Sementara), di Malaysia, Singapura, mereka tak seberani Indonesia. Jadi, (kebijakan) harus ditinjau kembali. Kemudian, jangkauan akses. Perbankan asing sebegitu bebasnya, sampai pelosok-pelosok. Dari Singapura, mereka bisa branchless di Surabaya. Tak perlu buka cabang, mereka bisa beroperasi di Surabaya, terutama yang wealth management. RM-RM (risk manager) dari Singapura (banyak yang) “bergentayangan”. Akses (bank asing) begitu bebas (di Indonesia) hingga masuk pengusaha-pengusaha. Kita (Perbanas) menyampaikan ke pemerintah, (kepemilikan) asing itu sudah cukup besar (46%). Itu memungkinkan mereka punya akses yang cukup leluasa. Itu harus jadi perhatian kita. Apakah kita akan membiarkan semuanya diakses oleh asing. Kemudian, kita juga harus introspeksi bagaimana kualitas SDM kita di bidang perbankan. Apakah kita sudah mempersiapkan diri dengan baik. Strategi mengatasi tantangan tersebut? Indonesia dinilai sebagai pasar yang sangat potensial. Punya keunggulan demografi, area yang sangat luas, pertumbuhan ekonomi stabil dan tinggi pada kisaran 6,2%, dan penduduk yang belum dijamah perbankan juga sangat besar sekitar 50%. Beda jika bank dari Indonesia masuk negara-negara ASEAN lain, seperti Singapura, Malaysia. Pasar mereka berapa, sih? Mereka pun menerapkan proteksi yang cukup kuat. Treatment-nya jomplang (tidak seimbang). Itu juga yang harus jadi perhatian regulator supaya bank-bank kita bisa berkembang dan jadi pemain di negeri sendiri. Kita harus introspeksi dan meningkatkan kompetensi bankir kita agar tidak kalah dari bankir asing. Itu harus disertai policy agar kompetensi bankir nasional diakui dan semua bank yang beroperasi di Indonesia memiliki komitmen kuat membangun Indonesia. Posisi-posisi yang selama ini dipegang orang-orang Indonesia dapat dipersyaratkan untuk tetap dipegang orang-orang Indonesia. Termasuk level direksi ke bawah, harus ada policy-nya, karena posisi-posisi itu sangat mungkin dipegang orang Indonesia. Selain untuk melindungi bankir kita, itu sebagai komitmen untuk pembangunan nasional, khususnya di bidang sumber daya manusia. Mana yang lebih penting sebenarnya, memperkuat posisi perbankan di dalam negeri atau ekspansi ke luar negeri? Berdasarkan pengalaman saya, tak mudah masuk di pasar keuangan luar negeri (LN). Berapa besar size kita di sana, kecil sekali. Kalaupun kita mendapat nasabah lokal di sana, biasanya nasabah yang ditolak bank lokal. Jadi, grade yang “KW-KW” (kualitas dua dan seterusnya). Jadi, mengapa tidak menggarap pasar sendiri secara optimal. Pasar kita besar sekali dan masih membutuhkan pembangunan infrastruktur yang banyak. Sekarang yang harus dilakukan yaitu orientasi mengembangkan pasar domestik. Untuk itu, harus diikuti regulasi yang membuat lingkungan kita jadi kondusif untuk pengembangan pasar domestik. Kalau mau keluar, itu hanya untuk menambah pengalaman dan mem-plot nama kita di market bahwa di negara tersebut ada nama Indonesia. Tapi, No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013 l
PROBANK
15
Profil
jika secara bisnis,(ekspansi) tidak terlalu menguntungkan. Selain MEA, pengalihan pengaturan dan pengawasan bank dari BI ke OJK kabarnya masih menjadi tantangan tersendiri. Menurut Anda? Bagi pelaku perbankan, yang diharapkan ada transisi smooth dari BI ke OJK. Itu yang harus diupayakan dan tidak ada gap, baik dari regulasinya maupun supervisinya. Itu yang kita harapkan, supaya tidak ada guncangan. Saya pikir dengan Gubernur BI yang sekarang, Agus D.W. Martowardojo, beliau waktu jadi Menteri Keuangan adalah yang membidangi OJK. Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D. Hadad, itu juga dari BI. Saya melihat ada hubungan yang baik sekali antara Lapangan Banteng (Kementerian Keuangan) dan Thamrin (BI) yang saling melengkapi. Mereka memiliki pandangan yang sama untuk bagaimana mengembangkan industri keuangan di bidang mikro maupun makroprudensial. Ekspektasi perihal premi yang kelak dikenakan OJK? Sebetulnya dalam hal premi tidak perlu kesepakatan karena itu wewenang regulator. Kita hanya mengimbau agar biayanya nanti tidak terlalu memberatkan. Saya dulu juga mengusulkan agar biaya premi LPS dengan OJK dijadikan satu. Apalagi dasar pemungutan biaya untuk OJK lebih luas karena didasarkan pada aset. Kalau LPS hanya berdasarkan DPK (dana pihak ketiga). Apa tidak bisa digabungkan? Tapi, memang, undang-undangnya dipisah. Sebenarnya tujuan keduanya (LPS dan OJK) sama, yakni agar industri perbankan sehat dan menjaga kepercayaan masyarakat. Satunya (OJK) dalam skim supervisi, satunya lagi dalam skim asuransi (perlindungan). Dengan perkembangan ekonomi mutakhir belakangan, bagaimana kinerja keuangan Bank DKI hingga pertengahan 2013? Hingga sekarang (medio Juni 2013), aset Bank DKI Rp28,4 triliun, naik dari posisi Desember 2012 yang sebesar Rp26,6
triliun. Laba sampai dengan Juni mencapai Rp368 miliar, pertumbuhan year on year hampir 50%. NPL (non performing loans) gross per akhir April itu 3,16%; CAR (capital adequacy ratio) 15,43%, NIM (net interest margin) 5,79%, rasio BO/PO (biaya operasional terhadap pendapatan operasional) 70,69%, LDR (loan to deposit ratio) 72,98%, ROE (return on equity) 33,8%, dan ROA (return on asset) 3,29%. Apa yang menjadi tantangan berat di Bank DKI? Semester pertama, kami (menghadapi) soal permodalan. Modal kami masih rendah, tapi kami sudah dapat tambahan modal sehingga CAR sudah ada di posisi 15,43%. Tantangannya bagaimana meningkatkan ketahanan kelembagaan, terutama dari sisi permodalan; meningkatkan kompetensi human capital; upaya men-deliver good business result; mengembangkan intermediasi secara merata di semua segmen (karena pada segmen produktif, BPD umumnya kurang); dan mengembangkan teknologi informasi (TI) yang memadai. Salah satu yang kami upayakan sekarang yaitu memperkuat pembiayaan mikro. Bank DKI salah satu pemegang sahamnya adalah PD Pasar Jaya yang memiliki pasar di seantero Jakarta. Ini potensi dan kami ingin memberdayakan potensi tersebut, khususnya untuk memperluas segmen kredit produktif. (Sebagai informasi), Bank DKI sudah memiliki divisi mikro dan kami mulai bergerak pada pembiayaan mikro. Apa yang ditempuh Bank DKI untuk memperkuat modalnya? Kami memang mengupayakan penambahan modal. Kami upayakan dari pemegang saham ada tambahan Rp1 triliun dan kami juga akan go public. Jika disetujui, rencananya semester kedua 2013. Kami berharap ada tambahan modal dari go public sebesar Rp1,5 triliun. Sehingga, dengan tambahan modal tersebut (modal yang sekarang sudah Rp2,6 triliun), diharapkan kami bisa naik ke kelompok BUKU (bank umum kegiatan usaha) tiga pada 2016 mendatang.n
Teori Memanusiakan Manusia “Ojo dumeh, Gusti Allah ora sare” menjadi filosofi hidup yang dipegang Eko Budiwiyono, baik dalam menjalani kehidupan keluarga maupun dalam pekerjaan yang dilakoninya seharihari. Jangan “mentang-mentang” karena Allah tidak tidur”. Demikian prinsip hidup yang sejak dulu selalu dipesankan orang tuanya kepada salah satu anggota board of founder CWMA ini. Pria yang berharap meraih gelar profesor tersebut yakin, sikap “mentang-mentang” sangat tidak menguntungkan. “Kalau jadi orang begitu, kalau jatuh, sakitnya luar biasa,” terang doktor ilmu studi kebijakan publik Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut. Hal sebaliknya akan dirasakan jika seseorang tidak bersikap “mentang-mentang” dan semena-mena, yaitu ketika jatuh akan banyak orang yang membantu. Sikap dan prinsip tersebut sangat dirasakan manfaatnya ketika Eko Budiwiyono merasa sedang “di bawah”. Dengan memegang prinsip tersebut, selain banyak membantu ketika di tengah kesulitan juga sangat bermanfaat memotivasi bawahan sekaligus meningkatkan kinerja perusahaan yang dipimpinnya. Pengalaman tersebut dia rasakan baik ketika di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Exco Nusantara Indonesia maupun di PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) Tbk. Dengan prinsip hidup seperti itu, selaku pemimpin, dosen magister manajemen UGM ini mengaku lebih senang menggunakan teori Y ketimbang teori X (dikenalkan Douglas McGregor pada 1960). ”(Teori Y dipilih) karena cenderung memanusiakan orang. (Karena itu), saya tidak menggunakan teori X yang cenderung memandang manusia sebagai faktor produksi,” tandasnya.
16
PROBANK
l
No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013
Sekilas Berita
Ibex 2013:
Menyongsong MEA 2015 Semua sektor industri, termasuk perbankan, terus menyiapkan diri menghadapi MEA 2015 dan integrasi sektor keuangan pada 2020. Ajang Ibex 2013 menakar sekaligus memberi gambaran kesiapan perbankan menuju era perdagangan bebas di kawasan ASEAN itu.
M
eski baru diberlakukan pada 2020 untuk integrasi sektor keuangan yang diawali dengan sektor perbankan, perbankan nasional sudah melakukan berbagai persiapan untuk menyongsong liberalisasi sektor keuangan dan perbankan tersebut. Sebagai lembaga pembiayaan yang terkait dengan sektor riil, kesiapan sektor perbankan merupakan keharusan yang tak bisa ditawar. Sehubungan dengan itu, ajang “Indonesia Banking Expo (Ibex) 2013” digelar untuk membuka wawasan pelaku industri perbankan, regulator, dan masyarakat luas atas kesiapan industri perbankan menghadapi MEA 2015 dan integrasi sektor keuangan 2020. Acara yang dilaksanakan pada 23-25 Mei 2013 di Assembly Hall Jakarta Convention Center tersebut dibuka oleh Wakil Presiden Boediono. Dengan tema “Penguatan Struktur Perbankan Nasional untuk Meningkatkan Daya Saing Menghadapi Era MEA”, Ibex 2013 melibatkan berbagai sektor yang terkait dengan industri perbankan. Melalui acara tersebut, kita dapat melihat sejauh mana komitmen perbankan dalam mendukung dan menggerakkan perekonomian bangsa melalui produk dan layanan yang disediakan untuk mengakomodasi kebutuhan sektor perdagangan dan investasi. Sepanjang Ibex 2013 berlangsung, pengunjung yang berasal dari kalangan perbankan, pengusaha, dan masyarakat
umum dapat menikmati dan mengikuti berbagai acara, seperti pameran, seminar, Expert Panel Discusion, dan Banker’s Performance Contest. Yang menarik, pembicara yang hadir dalam seminar dan Expert Panel Discusion berasal dari pelaku industri perbankan, regulator, dan pengusaha. Tema seminar umumnya berkisar tentang kesiapan elemen perbankan, seperti bank umum, bank pembangunan daerah (BPD), sumber daya manusia (SDM), dan teknologi informasi (TI) dalam menghadapi MEA. Selain seminar dan talkshow, pengunjung dapat menikmati bakat-bakat seni karyawan bank yang diperlombakan dalam Banker’s Performance Contest. Pengunjung yang hadir juga dapat melihat pameran yang diikuti oleh 15 bank dan 15 institusi nonbank di Assembly Hall serta 36 institusi nonbank di Lower Lobby. Beberapa stan di Lower Lobby memperlihatkan produkproduk dari pengusaha yang menjadi binaan beberapa bank di Indonesia. Meski hanya digelar tiga hari, Ibex 2013 yang dikunjungi sebanyak 2.472 pengunjung ini ternyata mampu memberi gambaran sekaligus mengingatkan sektor industri yang lain bahwa MEA sudah di depan mata. Karena itu, seluruh elemen ekonomi bangsa ini harus menyiapkan diri sebaik mungkin agar bisa berperan aktif dalam liberalisasi perdagangan dan investasi di kawasan ASEAN itu. n No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013 l
PROBANK
17
Liputan Khusus
Demi Daya Saing Persaingan industri perbankan diramal makin ketat menjelang integrasi keuangan ASEAN yang diawali sektor perbankan pada 2020. Agar kompetitif, pengembangan TIK secara tepat dan memadai mutlak dilakukan.
S
aat pembukaan “Indonesia Banking Expo (Ibex) 2013”, Wakil Presiden Republik Indonesia, Boediono, mengatakan bahwa pasar bebas kawasan Asia Tenggara atau yang dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah suatu keniscayaan. “Mengenai MEA memang waktunya sudah sangat dekat. Karena sudah menjadi kesepakatan bersama, maka kita harus menyiapkan dan memaksimalkan peluang dalam konteks tersebut,” terang Boediono. Menurut Boediono, ada dua kemungkinan atau peluang terkait dengan MEA. Satu, menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Dua, melakukan ekspansi atau merambah pasar baru di negara lain. Peluang pertama tentu saja menjadi prioritas utama, mengingat pasar domestik potensinya masih sangat besar. Belajar dari Siprus yang industri keuangan dan perbankannya dikuasai asing, kondisi tersebut malah membuat Siprus gampang guncang ekonominya. “Jadi, kemampuan perbankan nasional bagi perekonomian nasional sangat penting,” ungkap Boediono. Untuk itu, segenap stakeholders perbankan nasional, termasuk pemerintah dan regulator, perlu terus melakukan persiapan. Upaya penguatan yang penting dan kini tengah dilakukan yaitu terkait dengan permodalan serta peningkatan daya saing (competitiveness), termasuk pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pengembangan TIK dinilai penting bagi perbankan untuk meningkatkan daya saing di tengah persaingan yang makin ketat.
18
PROBANK
l
No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013
Melalui pengembangan TIK yang tepat dan berkesinambungan, bank bisa meningkatkan efisiensi dan ketepatan delivery channel dalam menyasar setiap segmen nasabah yang diinginkan melalui customer information file (CIF). Melalui pengembangan TIK yang tepat dan berkesinambungan, bank bisa meningkatkan efisiensi dan ketepatan delivery channel dalam menyasar setiap segmen nasabah yang diinginkan melalui customer information file (CIF). Pengembangan TIK juga dapat menjadi pendorong bagi inovasi produk dan jasa perbankan. Pandangan itu
disampaikan Sukarelawati Permana, Analis pengembangan yang berkesinambungan Senior Departemen Akunting dan Sistem harus terus dilakukan. Jika tidak, hal itu Pembayaran Bank Indonesia (BI), pada akan menurunkan tingkat daya saing. Di sebuah seminar yang menjadi rangkaian lain sisi, cost jadi kian mahal. Hal tersebut acara IBEX 2013, Mei lalu. bisa mendorong terjadinya perlambatan Seperti kita ketahui bersama, melalui produksi dan jalur distribusi. layanan bank berbasis elektronik, nasabah Seperti halnya infrastruktur di bidang dapat mengakses produk dan jasa perbankan lain, pengembangan sistem pembayaran ke dengan menggunakan berbagai media depan memiliki tantangan visi yang jelas. elektronik, seperti automatic teller machine Karenanya, diperlukan kerja sama lintas (ATM), internet banking, telephone banking, industri yang solid dan pemahaman dan mobile banking. Melalui layanan (persepsi) yang sejalan mengenai biaya elektronik itu, bank dapat menyediakan investasi jangka panjang yang notabene layanan kepada nasabah secara lebih efektif cukup besar secara nominal. Segenap pihak, dan efisien dengan biaya yang lebih rendah. baik pelaku usaha maupun pemangku Jika melihat peluang dan pasar ke depan, kebijakan di bidang sistem pembayaran, potensi pengembangan TIK perbankan penting untuk membangun sinergi yang nasional masih sangat luas. Ini bisa dilihat apik ke depan. melalui rasio ATM dan kantor cabang Kini, berbagai persiapan dilakukan ASPI. berbanding dengan jumlah penduduk negeri Persiapan yang dimaksud antara lain ini. Menurut data BI, rasio kantor cabang melakukan standardisasi kartu ATM/debit per 100.000 penduduk hanya 2,3. Berbeda yang dikenal dalam National Standard jauh dengan negara tetangga, seperti Implementation Chip Card Specification Filipina sebesar 7,7, Singapura sebesar (NSICCS), standardisasi uang elektronik Tahap awal 10,3, dan Malaysia sebesar 10,9. (electronic money/e-money), serta Sedangkan, rasio jumlah ATM per 100.000 pengembangan inovasi penyusunan dan penyiapan National penduduk sebesar 0,5. Sangat jauh dengan Payment Gateway (NPG). Upaya ASPI financial inclusion Filipina yang mencapai 14,9, Malaysia tersebut bertujuan agar standardisasi yang memang perlu investasi digunakan perbankan nasional tidak 56,2, dan Singapura 58,6. Potensi pengembangan layanan berbeda-beda, bisa meningkatkan keamanan, yang cukup besar. perbankan melalui telepon seluler (ponsel) dan memudahkan transaksi. Tingginya biaya investasi juga dinilai sangat besar. Menurut data Terkait dengan MEA, ASPI pun yang dirilis Telco pada Desember 2012, membantu penyusunan blue print Sistem ini mengakibatkan jumlah pengguna ponsel sebanyak 240 juta Pembayaran Nasional, yang terbagi dalam penerapan financial dan 305 juta nomor ponsel yang aktif. tiga kerangka kerja, yakni jangka pendek inclusion pada awal Terkait dengan potensi itu, BI pun merilis (2012-2013), jangka menengah (2014-2015), kebijakan branchless banking. Upaya itu dan jangka panjang (setelah 2015). Untuk periode tak cukup dilakukan dalam rangka financial inclusion. pendek, telah distandardisasi ISO menguntungkan sebelum jangka Tahap awal pengembangan inovasi 20022, tranparansi untuk konsumen, dan financial inclusion memang perlu investasi volume transaksi interoperabilitas. Untuk jangka menengah, yang cukup besar. Tingginya biaya investasi tengah disiapkan ASEAN Payment Network mencapai volume ini mengakibatkan penerapan financial (APN), serta settlement dan penggunaan tertentu. inclusion pada awal periode tak cukup mata uang lokal untuk ASEAN 5. Untuk menguntungkan sebelum volume transaksi jangka panjang, akan disiapkan dan dikaji mencapai volume tertentu. Selain itu, pengembangan kemungkinan pengembangan linkages antara berbagai sistem branchless banking harus dilakukan secara tepat sesuai dengan (same-day settlement, Continuous Link Settlement, dan linkage keinginan serta kebiasaan masyarakat agar dapat dengan antara ACH (automated clearing house). mudah menjangkau masyarakat luas. Untuk itu, dibutuhkan Agar lebih komprehensif, pengembangan sistem komitmen dari segenap stakeholders guna mencapai efektivitas pembayaran tidak hanya dilakukan di industri perbankan, tapi inovasi TI dalam mendukung perbankan mencapai financial juga di industri telekomunikasi dan internet, misal layanan inclusion. kirim uang dan virtual money yang dikembangkan industri Sementara itu, terkait dengan sistem pembayaran, pelaku telekomunikasi dan layanan e-commerce yang dikembangkan usaha yang tergabung dalam Asosiasi Sistem Pembayaran Amazon dan eBay PayPal. Karena itu, kolaborasi yang Indonesia (ASPI) hingga saat ini terus melakukan ditempuh dalam beberapa tahun mendatang mesti dilakukan pengembangan. Sistem pembayaran merupakan salah satu lintas industri dan dilandasi spirit bersama untuk melahirkan bagian penting dalam infrastruktur industri keuangan. Karena efisiensi dan efektivitas bagi dunia usaha di Tanah Air dalam itu, Ketua Komisi V ASPI, Jeffrey Cheung, mengungkapkan, menghadapi era perdagangan bebas ASEAN. n No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013 l
PROBANK
19
Wacana
Menimbang-Nimbang Bank Spesial Kendati diwarnai kontroversi, wacana pembentukan bank khusus terus bergulir dan direspons secara positif. Bank khusus diyakini membawa manfaat riil bagi sektor produktif.
B
elakangan, ide pembentukan bank khusus santer dibicarakan kalangan perbankan. Kendati industri perbankan di Tanah Air secara struktur disebut telah memiliki struktur bank khusus, masih terdapat sejumlah tantangan sebelum bank khusus secara legal terbentuk dan diakui keberadaannya. Di antaranya, soal regulasi dan indikator penilaian bank khusus dibandingkan dengan bank umum. Berbagai pihak menilai, pembentukan bank khusus akan memberi banyak manfaat, khususnya bagi masyarakat. Salah satunya adalah pemerataan pembiayaan. Melalui bank khusus, pemerataan pembiayaan ke sektor-sektor yang selama ini dianggap belum optimal diyakini dapat lebih optimum nantinya. Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas), Sigit Pramono, mengungkapkan, universal banking merupakan tren yang berkembang di industri perbankan saat ini. Salah satu tandanya, perbankan mulai berperan seperti broker di pasar modal, bertindak selaku perusahaan asuransi dan/ataupun jasa keuangan lainnya. Padahal, pembiayaan seharusnya menjadi fokus utama bank dalam menjalankan fungsi intermediasi. Dari sudut pandang ini, pembentukan bank khusus dinilai akan lebih bermanfaat dan mendukung fungsi intermediasi. “Keberadaan bank khusus diperlukan. Sebab, faktanya, pembiayaan terhadap sektorsektor ekonomi penting masih rendah. Pembiayaan sektor pertanian, peternakan, kelautan, dan perikanan terus-menerus rendah, hanya 8% dalam 10 tahun,” ujar Sigit. Malah, imbuhnya, sektor utama yang menunjang pertumbuhan ekonomi nasional nyaris tak banyak didukung perbankan. Sebut saja sektor konstruksi yang hanya mengambil porsi pembiayaan 3%-5%; listrik, gas, dan air bersih sekitar 1%-3%; serta pengangkutan dan komunikasi yang mendapat kontribusi pembiayaan dari perbankan hanya sekitar 4%-7%. Selain itu, Perbanas mencatat, pembiayaan lebih banyak terfokus di wilayah perkotaan, khususnya di kota besar seperti Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Jawa, yang mengambil porsi pembiayaan 72%. Untuk Aceh dan Sumatra, baru sekitar 16%. Sementara, Maluku dan Papua hanya 0%-1%. Dengan demikian, keberadaan bank khusus dalam “kacamata”
20
PROBANK
l
No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013
Perbanas sangat diperlukan demi pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Saat ini, upaya pembentukan bank khusus memang tengah dikaji regulator. Baik oleh Bank Indonesia (BI) yang masih mengemban amanat selaku regulator perbankan hingga akhir 2013 maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan mengambil alih peran pengaturan dan pengawasan bank awal tahun depan.
Direktur Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan badan usaha milik negara (BUMN) yang sudah ada. Atau, Perbankan (DPNP) BI, Mulya E. Siregar, mengungkapkan, BI bisa juga dengan membentuk bank BUMN baru. sedang mengkaji pembentukan bank khusus dan tak keberatan “Pembentukan bank ini (bank khusus infrastruktur) dengan ide tersebut. Hanya saja, hal itu harus lebih dulu mempunyai fungsi strategis,” tegas Bambang. dilegalkan dalam undang-undang (UU) perbankan yang masih dalam tahap revisi. Namun, Mulya mewanti-wanti soal adanya Sukses Bank Khusus tantangan tersendiri yang harus dipecahkan sebelum bank Untuk mengonstruksi bank khusus, kita bisa belajar dari khusus diterapkan di Indonesia. apa yang ditempuh China. Boleh dibilang, Negeri Tirai Salah satunya, jika bank khusus dibuat secara sektoral dan Bambu itu dapat menjadi salah satu benchmarking kemudian sektor itu mengalami kebangkrutan, hal tersebut pembentukan bank khusus di negeri ini. Negara berpenduduk akan berdampak besar terhadap sektor dimaksud. Berbeda terbesar di dunia yang jadi salah satu kekuatan ekonomi dengan bank umum yang masih bisa menyiasatinya melalui dunia itu dinilai sukses mengoptimalkan peran pembiayaan pembiayaan ke sektor lain yang sedang naik daun. “Jadi, bank khusus guna memajukan perekonomiannya. ketika kita persiapkan bagaimana Di China, sektor-sektor utama sebetulnya mitigasi risikonya, pendukung perekonomian, seperti concideration risk yang dihadapi pertanian dan konstruksi, mendapat BI sebenarnya memiliki empat oleh bank fokus (khusus) itu perhatian khusus pemerintah negara karena dia hanya bergerak dalam itu. Untuk itu, China pun skenario dalam pembiayaan satu sektor,” tandasnya. mendirikan bank khusus (policy melalui jalur khusus, yang dua di BI sebenarnya memiliki empat bank dan state owned banks), skenario dalam pembiayaan sehingga kebijakan ekonomi makro antaranya dapat dilakukan oleh melalui jalur khusus, yang dua (moneter dan fiskal) dapat bank khusus, terutama bank di antaranya dapat dilakukan ditransmisikan secara merata ke khusus untuk pembiayaan oleh bank khusus, terutama bank semua sektor. Keberadaan bank khusus untuk pembiayaan khusus di China juga membuat dana infrastruktur. infrastruktur. Melalui bank tak hanya terkonsentrasi di sektor khusus, opsi yang dapat diambil keuangan, tapi juga dapat adalah dengan mendirikan bank dialokasikan secara proporsional ke baru (opsi pertama) serta sektor riil. Sedangkan, sektor penugasan khusus kepada bank milik pemerintah (opsi kedua). keuangan nonbank tetap diberikan porsi tersendiri di antara Sementara, untuk jalur nonbank, langkah yang dapat diambil bank-bank khusus sesuai dengan kebutuhan perekonomian adalah dengan memperkuat lembaga pembiayaan infrastruktur masyarakat. yang telah ada (opsi ketiga) atau memperluas fungsi Lembaga Selain China, ada Thailand dan Vietnam yang dinilai Pembiayaan Ekspor Indonesia atau LPEI (opsi keempat). sukses menjalankan bank khusus, yakni bank khusus Jika opsi pertama yang dipilih, dalam jangka panjang pertanian. Menurut pengamat ekonomi, Bustanul Arifin, keberadaan bank khusus dinilai bisa lebih sustain, memiliki kemajuan pertanian—yang menopang perekononomian—di dasar hukum kuat, serta memiliki kewenangan mencari Thailand dan Vietnam dewasa ini karena kedua negara itu sumber dana yang lebih luas. Hanya, memang, butuh modal memiliki bank khusus pertanian. Namun, kedua negara awal lebih besar, mengingat ada risiko konsentrasi pembiayaan tersebut dinilai “menyontek” model bank khusus yang dulu dan proses pembentukannya lebih lama. pernah diterapkan Indonesia. Sementara, pada opsi kedua, pembentukan bank khusus Tanpa bermaksud untuk memaksakan kehendak, keberadaan akan lebih cepat diimplementasikan dan tak perlu landasan bank khusus, apa pun bentuknya, memang diperlukan, baik hukum baru. Juga, tak mengganggu target pasar dan bisnis demi pemerataan pembiayaan dan pembangunan ekonomi model yang sudah berjalan pada bank dimaksud. Namun, opsi maupun untuk persiapan pengintegrasian sektor perbankan setersebut memerlukan pengelolaan manajemen risiko yang lebih ASEAN pada 2020 mendatang. “Sebetulnya (bank di andal karena tetap mengandung risiko konsentrasi pembiayaan. Indonesia) lebih lengkap. Baik (dari sisi) pelajaran maupun Ide dan wacana pembentukan bank khusus ternyata modal sudah cukup (untuk membentuk bank pertanian). Yang mendapat perhatian yang cukup serius dari sektor riil. Kamar dikhawatirkan, praktik-praktik manajemen yang selama ini Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga mendorong untuk penyaluran (pembiayaan) masih banyak yang pemerintah agar membentuk bank khusus untuk membiayai bermasalah,” ujar Bustanul. kredit infrastruktur. Menurut Ketua Komite Tetap Sarana dan Nah, yang penting untuk dicatat dan dieksekusi oleh pihakPrasarana Kadin, Bambang Soeroso, pembentukan bank pihak yang berkepentingan dalam hal pembentukan bank khusus diperlukan guna mendorong pertumbuhan infrastruktur khusus adalah regulasi yang tegas dan kajian yang mendalam. di Tanah Air. Apalagi, Indonesia dinilai tertinggal dalam Jangan sampai keberadaan bank khusus bernasib sama dengan pembiayaan infrastruktur. bank-bank khusus yang karena alasan tertentu malah “disuntik Kadin menilai, pembentukan bank khusus infrastruktur mati” oleh pemerintah, seperti yang dialami Bank dapat dilakukan melalui penugasan kepada salah satu bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) pada masa lalu. n No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013 l
PROBANK
21
Kinerja
Siapa yang Lebih Compete? Sejumlah bank makin concern menata servisnya. Melalui strategi spesial di bidang pelayanan, mereka mampu menyalip kompetitornya tahun ini. Hasil survei sebuah lembaga riset mengabarkan pencapaian itu.
D
ewasa ini, memberi pelayanan terbaik kepada pelanggan sudah jadi “menu utama” hampir semua korporasi bisnis di berbagai industri. Bukan hal aneh jika kemudian pelayanan terbaik itu muncul sebagai senjata pamungkas untuk memenangi persaingan bisnis yang kian ketat. Karena itu, perusahaan umumnya getol melakukan pengembangan dan perubahan pelayanannya. Hal yang demikian itu terjadi di industri perbankan nasional. Sekadar contoh, jika kita sekarang masuk ke banking hall sebuah bank, kita akan menjumpai suasana yang berbeda ketimbang beberapa tahun lalu. Salah satu pemandangan yang mungkin lumrah ketika itu yaitu pembawaan petugas sekuriti yang cenderung kaku dan kurang murah senyum. Maklum, tugas mereka memang identik dengan ketertiban dan pengamanan kantor bank bersangkutan, bukan melakukan tugas-tugas ringan lainnya. Kini, pemandangan itu hampir semuanya berubah. Petugas sekuriti yang kita temui sekarang cenderung lebih bersahabat dan hangat. Mereka sudah dibekali teknik melayani nasabah. Sehingga, selain lebih luwes, mereka lebih percaya diri ketika berhadapan dengan tipe nasabah yang beragam. Yang menarik dan sudah jadi pemahaman umum, sejauh pengamatan Probank, mereka umumnya bukan karyawan tetap, melainkan tenaga outsourcing. Itu artinya, bukan hal sulit bagi bank bila menginginkan petugas sekuriti, misalnya, yang memiliki standar pelayanan sesuai dengan kehendak pihak bank. Pihak bank tinggal mengajukan persyaratan khusus kepada perusahaan penyedia tenaga outsourcing. Demi memenuhi kebutuhan itu, pihak supplier tenaga outsourcing biasanya mempunyai standar tersendiri bila menempatkan orangnya di sebuah bank. Untuk memberikan nilai lebih, beberapa di antara tenaga outsourcing—untuk sekuriti—bahkan lulusan setingkat akademi. Dari segi penggajian, standar mereka pun di atas tenaga keamanan biasa. Konsekuensinya, bank harus merogoh kocek lebih dalam untuk biaya operasionalnya. Dalam kondisi seperti sekarang, bank sudah tak segan lagi menggeber pelayanannya untuk memenangkan persaingan. Ketika produk yang ditawarkan satu bank dengan bank lainnya seperti tak ada bedanya, kreativitas dalam mengemas pelayanan memang diperlukan.
22
PROBANK
l
No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013
Bahkan, saking bagusnya bank dalam menawarkan pelayanan, menurut Blasius Haryanto, pengamat perbankan, pelayanan di industri perbankan kini sudah melampaui harapan nasabah. Sekarang, bank-bank sudah mampu memberikan emotional touch kepada nasabahnya. Namun, tak berhenti sampai di situ, industri perbankan tetap harus mengembangkan konsep pelayanannya agar lebih kompetitif. Dalam iklim kompetisi yang ketat, peran lembaga riset yang menyurvei pelayanan perbankan ternyata punya andil yang tak bisa dipandang sebelah mata. Dari hasil riset, bank bisa mengintip posisi layanannya dibandingkan dengan bank pesaingnya. Salah satu lembaga riset yang secara konsisten menyurvei pelayanan perbankan adalah Marketing Research Indonesia (MRI). Terakhir, MRI meriset pelayanan perbankan sepanjang semester kedua 2012 hingga kuartal pertama 2013 dengan mengambil sampel bank umum, bank syariah (bank umum syariah atau BUS dan unit usaha syariah atau UUS), serta bank pembangunan daerah (BPD). Bank umum diwakili 4 bank pemerintah, 21 bank swasta dengan aset terbesar, dan 3 bank asing yang aktif di retail banking. Dua bank, yakni Bank Commonwealth dan Bank Jabar Banten (Bank BJB), untuk pertama kalinya ikut serta dalam riset kali ini. Untuk BPD dan bank syariah, MRI menyertakan 16 BPD dan 16 bank syariah (BUS dan UUS). Dibandingkan dengan hasil survei periode sebelumnya, kali ini
terjadi pergeseran posisi bank-bank 2012–2013 bertengger di posisi teratas YANG TERBAIK DI PELAYANAN yang disurvei. Beberapa bank untuk kelompok BUS memiliki NO. BANK UMUM PERIODE tampaknya mulai berbenah diri untuk dimensi pelayanan yang makin 2011-2012 PERINGKAT 2012-2013 meningkatkan pelayanannya. modern. Perluasan jaringan automatic 1 Bank Mandiri 88.47 1 91.37 Di kelompok bank umum teller machine (ATM) merupakan salah 2 BNI 82.18 4 89.86 konvensional, misalnya, Bank Negara satu strategi yang ditempuh Bank 3 PermataBank 84.12 2 87.81 Indonesia (BNI) berhasil menduduki Muamalat untuk memuaskan 4 Bank BRI 81.91 5 85.94 5 Bank Danamon 77.95 8 82.96 peringkat kedua. Padahal, dalam nasabahnya. survei periode 2011–2012, bank Dinamika pelayanan pun terjadi di NO. BANK UMUM SYARIAH PERIODE 2011-2012 PERINGKAT 2012-2013 BPD. Dalam survei 2012–2013, pemerintah ini harus puas berada di 1 Bank Muamalat 84.23 3 85.91 urutan keempat. Kegerahan BNI banyak pemain baru yang masuk 2 Bank Syariah Mandiri 82.07 7 82.72 terhadap hasil survei sebelumnya jajaran 10 besar. Bank NTT, Bank 3 BCA Syariah 82.92 4 79.71 membuahkan hasil. BNI sukses Kalbar, dan Bank Sulut adalah tiga 4 BNI Syariah 76.75 9 77.34 menggeser PermataBank dan Bank BPD yang masuk dalam kelompok 10 5 BRI Syariah 82.54 6 75.51 Internasional Indonesia (BII) yang besar dalam survei terakhir. Yang NO. UNIT USAHA SYARIAH PERIODE tahun lalu berada di posisi kedua dan cukup mengejutkan adalah Bank DKI. 2011-2012 PERINGKAT 2012-2013 ketiga. Namun, pada survei kali ini, Jika dalam survei 2011–2012 Bank 1 PermataBank Syariah 89.47 1 84.1 BNI belum mampu menggeser Bank DKI berada di posisi keempat, tahun 2 CIMB Niaga Syariah 82.92 5 78.88 Mandiri yang duduk di peringkat ini berhasil naik ke peringkat kedua. 3 BII Syariah 87.08 2 78.63 pertama. Untuk urusan pelayanan, Bank DKI 4 Danamon Syariah - - 76.12 5 BTN Syariah 76.73 10 74.29 Dalam setahun terakhir, BNI memang tak tanggung-tanggung. Salah memang sukses meningkatkan semua satunya, dengan memberi sweetener NO. BPD PERIODE aspek pelayanan yang disurvei MRI. 2011-2012 PERINGKAT 2012-2013 bagi divisi yang unggul dalam event Bahkan, untuk aspek kenyamanan culture fair yang digelar secara rutin. 1 Bank NTB 89.45 1 89.59 ruangan, BNI berhasil menduduki Praktiknya, Bank DKI mengirim peraih 2 Bank DKI 80.7 4 83.98 3 Bank Kalsel 84.28 2 83.34 posisi puncak. Padahal, tahun juara pertama dan kedua ke luar 4 Bank NTT - - 73.51 sebelumnya, aspek kenyamanan negeri. “Untuk studi banding service 5 Bank Kalbar - - 71.92 ruangan bank yang dikomandani excellence di negara tersebut,” ujar Keterangan: Gatot M. Suwondo ini tak masuk Eko Budiwiyono, Direktur Utama - Pada 2011 - 2012 bank syarian belum dikelompokkan menjadi dalam jajaran 10 besar. Bank DKI. BUS dan UUS; Selama dua periode survei, yakni Pelayanan prima memang tak bisa - Disusun berdasarkan hasil survei pada 2012 - 2013. 2011–2012 dan 2012–2013, MRI lepas dari sumber daya manusia Sumber : MRI, diolah kembali oleh Biro Riset Infobank. mengambil kota sampel yang berbeda. (SDM). Salah satu kunci penerapan Pada periode 2011–2012, kota-kota pelayanan adalah pemahaman SDM yang disurvei adalah Jakarta, Medan, Semarang, dan Cirebon. akan pentingnya service excellence. Untuk membumikan Sedangkan, untuk survei yang terakhir, MRI mengambil service excellence, semua SDM, baik yang baru, masih sampel di Jakarta, Bogor, Bekasi, Bandung, dan Solo. Dengan bekerja, ataupun sudah meninggalkan bank tempatnya bekerja, asumsi bahwa semua bank menerapkan model pelayanan yang bisa menjadi objek pengembangan layanan. sama untuk semua kantor cabangnya, survei dua periode itu Menurut Blasius, SDM yang baru harus diinduksi tentang cukup menggambarkan effort bank dalam meningkatkan pentingnya service excellence. SDM yang masih eksis bisa layanannya. dilibatkan dalam mengembangkan pelayanan prima. Sedangkan, SDM yang sudah keluar bisa menyampaikan ke Survei Bank Syariah dan BPD pihak luar tentang pelayanan prima bank tempat dia bekerja Bagaimana dengan pelayanan bank syariah dan BPD? sebelumnya. Itu menjadi tantangan perbankan untuk mengelola Dalam survei 2012–2013, ada metode yang sedikit berbeda SDM-nya dengan baik dan dinilai sebagai investasi ke depan. untuk kelompok bank syariah. Jika pada periode sebelumnya Di lain sisi, agar lebih komprehensif dan menjangkau need MRI tidak memisahkan hasil survei antara BUS dan UUS, pelayanan masa depan, lembaga riset dituntut untuk selalu dalam survei 2012–2013 kedua kelompok bank syariah ini di mengembangkan dan memutakhirkan metodologi riset pisahkan. Pengelompokan itu menunjukkan hasil yang lebih penelitiannya. Di level pelayanan perbankan yang hampir akurat karena model pelayanan dua kelompok tersebut pasti seragam dewasa ini, metodologi yang semakin baik dapat berbeda. Dalam model pelayanannya, UUS masih menerapkan menghasilkan survei yang lebih akurat. standar kualitas bank induknya yang sudah mapan. Survei ter Dengan begitu, harapannya, pelayanan perbankan bisa akhir menunjukkan, PermataBank Syariah masih menduduki memberi warna dan dinamika tersendiri bagi nasabah serta posisi teratas untuk kelompok UUS. publik perbankan di Tanah Air. Harapan itu muncul, Bila UUS masih menggunakan standar pelayanan bank mengingat pelayanan perbankan—menurut hasil analisis induknya, BUS banyak mengalami perubahan dalam sebuah lembaga riset yang cukup ternama di negeri ini—bakal paradigma pelayanan. Bank Muamalat yang dalam survei relatif stagnan dalam beberapa tahun ke depan.n No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013 l
PROBANK
23
Sekilas Berita
Setetes Darah untuk Sesama Sebanyak 110 kantong darah disumbangkan Perbanas Pekanbaru, Riau, kepada PMI. Melalui aksi itu, karyawan bank anggota Perbanas Pekanbaru tak perlu mencari darah pengganti jika mereka membutuhkan bantuan darah.
K
egiatan donor darah yang dilakukan Perbanas Pekanbaru, Riau, menjadi bukti bahwa pelaku bisnis perbankan tak melulu berpikir soal keuntungan bisnis semata. Di tengah kondisi ekonomi global yang belum menentu, mereka masih menyempatkan diri untuk berbagi kepada pihak-pihak yang membutuhkan melalui kegiatan donor darah tersebut. Pada 24 Mei 2013, karyawan-karyawan yang berasal dari 32 bank anggota Perbanas Pekanbaru menggelar donor darah. Kegiatan yang diselenggarakan di Kantor Cabang Utama PaninBank Pekanbaru ini mendapat respons positif sejumlah pihak, termasuk karyawan bank dan rekanan mereka. Alhasil, dari kegiatan tersebut, Perbanas Pekanbaru berhasil menyumbangkan 110 kantong darah kepada Palang Merah Indonesia (PMI).
24
PROBANK
l
No. 107 Tahun XXX Mei-Juni 2013
Aksi donor darah ini dinilai memberikan dampak positif bagi karyawan bank anggota Perbanas Pekanbaru. Praktiknya, jika donor darah tersebut berjalan secara rutin, nantinya karyawan bank anggota Perbanas Pekanbaru tak perlu lagi mencari darah pengganti ketika mereka membutuhkannya. Melalui surat rekomendasi dari Perbanas, karyawan bank bersangkutan bebas dari kewajiban menyedikan darah pengganti. Menurut Dewan Penasihat Perbanas Pekanbaru, Harry Panjaitan, aksi sosial donor darah tersebut rencananya dilaksanakan dua kali setahun. Selain donor darah, kepedulian Perbanas Pekanbaru terhadap kehidupan sosial masyarakat diwujudkan melalui sejumlah aktivitas lain, yaitu sepeda santai, menanam pohon, dan mengunjungi panti asuhan. Kegiatan-kegitan sosial tersebut diharapkan dapat mendukung bisnis perbankan sekaligus membangun kehidupan sosial masyarakat Riau menjadi lebih baik. n