EFEK MEDAN MAGNET TERHADAP KONTRAKSI USUS HALUS KELINCI SECARA IN VITRO
Oleh : CEPY SUARGA G07400045
PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
CEPY SUARGA. Efek Medan Magnet terhadap Kontraksi Usus Halus Kelinci secara In Vitro. Pembimbing: Akhiruddin Maddu, M.Si dan DR. Drh. Koekoeh Santoso.
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh medan magnet terhadap kontraksi spontan usus halus kelinci secara in vitro. Dalam penelitian ini, dihitung amplitudo, frekuensi dan periode kontraksi usus halus dengan menggunakan kymogram yang dirangkai dengan organbath. Bagian usus halus, duodenum, jejunum dan ileum diisolasi dan direndam dalam larutan tyrode dengan suhu dijaga pada 37oC. Perlakuan yang diberikan berupa paparan medan magnet dengan kisaran antara 30 Gauss sampai 180 Gauss. Untuk setiap pengambilan data dan bagian usus halus diambil kontrol dan perlakuannyayang masing-masing dilakukan selama 3 menit. Hasil yang didapatkan menunjukkan terjadinya penurunan amplitudo kontraksi spontan usus halus jika dibandingkan dengan kontrol, baik pada bagian duodenum, jejunum maupun ileum. Tetapi dua parameter kontraksi lainnya, frekuensi dan periode tidak mengalami perubahan. Penurunan yang terjadi pada amplitudo kontraksi diduga terjadi karena adanya perubahan pada yang disebabkan oleh gaya yang dikerahkan medan magnet terhadap ion. aliran ion Ca2+ Gaya yang dikerahkan oleh medan magnet akan menyebabkan arah gerakan ion Ca2+ berubah, sehingga gagal masuk ke dalam intrasel otot polos. Dengan terjadinya perubahan tersebut, maka [Ca2+] yang berfungsi untuk mengaktifkan MLCK akan berkurang sehingga aktivasi MLCK terganggu. Dengan terganggunya aktivasi MLCK tersebut, maka akan terjadi penurunan kontraksi. Efek medan magnet terhadap kontraksi usus halus kelinci ini memiliki hubungan berbanding lurus. Semakin besar medan magnet yang digunakan, semakin besar pula penurunan yang terjadi.
EFEK MEDAN MAGNET TERHADAP KONTRAKSI USUS HALUS KELINCI SECARA IN VITRO
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Oleh : CEPY SUARGA G07400045
PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Skripsi Nama NRP
: Efek Medan Magnet terhadap Kontraksi Usus Halus Kelinci secara In Vitro : Cepy Suarga : G07400045
Menyetujui : Pembimbing I,
Pembimbing II,
Akhiruddin Maddu, M.Si NIP. 132 206 239
DR. Drh Koekoeh Santoso NIP. 131 753 557
Mengetahui, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP. 131 473 999
Tanggal Lulus : . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
OTOBIOGRAFI Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 08 Maret 1982 dari bapak Lili Subakat dan ibu Ilah Jamilah. Penulis merupakan putera pertama dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan sekolah dasar pada tahun 1988 dan melanjutkan pendidikan tingkat pertama pada tahun 1994. Pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMUN 1 Purwakarta. Pada tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Purwakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis diterima pada Program Studi Fisika, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Fisika Dasar I dan II dan Fisika Umum tahun 2003-2005, serta pernah mengikuti program magang selama 1 bulan di PT. Energizer, Jakarta. Disamping itu penulis juga aktif di lembaga kemahasiswaan, diantaranya yaitu sebagai anggota Badan Perwakilan Mahasiswa Fisika IPB periode 2002-2003.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya serta begitu banyak nikmat yang tak terhingga jumlahnya. Hanya dengan izin dan kemudahan yang diberikan-Nya sehingga naskah ilmiah dengan topik “ Efek Medan Magnet terhadap Kontraksi Usus Halus Kelinci secara In Vitro ‘’
berhasil
diselesaikan. Masih terdapat banyak hal yang dapat diungkapkan berhubungan dengan topik tersebut, mengingat masih terbatasnya pengetahuan pada bidang Biofisika. Hal tersebut yang mendorong penulis untuk belajar dan ingin mengetahui lebih jauh. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Bapak Akhirudin Maddu, M.Si dan Bapak DR.Drh. Koekoeh Santoso, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, motivasi dan diskusidiskusi yang sangat membantu.
2.
Segenap staf pengajar, tata usaha dan staf laboratorium di Departemen Fisika yang telah sangat banyak membantu selama masa perkuliahan.
3.
Bapak dan Ibu yang tiada hentinya memberikan do’a, dukungan moril dan spirituilnya.
4.
Staf laboratorium Departemen Fisiologi dan Farmakologi, FKH Institut Pertanian Bogor: Ibu Ida, Ibu Sri, Bapak Wawan dan Bapak Edi. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
5.
Rekan kerja di laboratorium: Armand dan Estivina. Terima kasih atas kekompakan dan kerjasamanya.
6.
Para senior dan yunior di Departemen Fisika
7.
Anggota Schroedinger cat’z ( Armand, Saipul B, Erwin, Sugana, Fuady, Muttaqin, Ichwansyah, Andre, Endang, Fati, Erni, Reiny) dan rekan-rekan Fisika angkatan 37 lainnya yang tidak sempat saya sebutkan. Selama ini kita telah melalui masa yang takkan terlupakan, baik itu masa suka maupun duka. Meskipun kita sudah tidak bersama lagi, tetapi persahabatan kita akan terus terjalin selamanya.
8.
Anak-anak Alamanda Tiga Lima Delapan (Altimapan) : Adi, Getsa, Heru, Milan, Alif, Leo, Sony, Iqbal dan Nico.
Bogor, Maret 2006
Cepy Suarga
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii DAFTAR TABEL..........................................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................................iii PENDAHULUAN........................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 1 1.3 Hipotesis ................................................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................. 1 2.1 Medan Magnetik ........................................................................................................ 1 2.1.1 Gaya yang Dikerahkan oleh Medan Magnetik ................................................. 2 2.1.2 Gerak Muatan Titik dalam Medan Magnetik ................................................... 2 2.2 Motilitas Otot Polos Usus .......................................................................................... 4 2.2.1 Aktivitas Otot Polos ......................................................................................... 5 2.2.2 Sifat Listrik....................................................................................................... 5 2.2.3 Gelombang Pelan (Slow Wave) dan Sel Interstisial Cajal ................................ 6 2.2.4 Kontraksi Usus Halus....................................................................................... 6 2.2.5 Mekanisme Kontraksi Otot Polos..................................................................... 7 2.3 Efek Medan Magnet terhadap Sel Biologis................................................................ 8 2.3.1 Mekanisme Interaksi ........................................................................................ 8 a) Induksi Magnetik......................................................................................... 8 i) Interaksi Elekrodinamik dengan Elektrolit yang Bergerak.................... 8 ii) Arus Faraday ......................................................................................... 8 b) Efek Magnetomekanik ................................................................................ 8 i) Orientasi Magnetik ................................................................................ 8 ii) Translasi Magnetokimia ........................................................................ 8 c) Interaksi Elektronik ..................................................................................... 8 2.3.2 Efek terhadap Hewan dan Berbagai Organisme ............................................... 9 BAHAN DAN METODE ............................................................................................................... 9 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................................... 9 3.2 Bahan dan Alat........................................................................................................... 9 3.2.1 Hewan Uji ........................................................................................................ 9 3.2.2 Sumber Medan Magnet.................................................................................. 10 3.2.3 Sensor Medan Magnet ................................................................................... 10 3.2.4 Alat Ukur dan Pencatat Kontraksi Otot.......................................................... 10 3.3 Metode Penelitian .................................................................................................... 10 3.3.1 Isolasi Organ .................................................................................................. 10 3.3.2 Pemberian Medan Magnet ............................................................................. 10 3.3.3 Uji Fisis dan Pengambilan Data..................................................................... 10 3.3.4 Parameter ....................................................................................................... 10 3.3.5 Analisis Data.................................................................................................. 11 HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................................... 11 Hasil Pengamatan............................................................................................................ 11 Efek Medan Magnet terhadap Kontraksi Usus Halus Kelinci......................................... 11 a. Efek medan magnet terhadap amplitudo kontraksi usus halus kelinci ................ 11 b. Efek medan magnet terhadap frekuensi kontraksi usus halus kelinci.................. 12 c. Efek medan magnet terhadap periode kontraksi usus halus kelinci .................... 13 Pembahasan..................................................................................................................... 14 KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................................... 15 Kesimpulan .................................................................................................................... 15 Saran................................................................................................................................ 16 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 16 LAMPIRAN.................................................................................................................................. 17
ii
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Halaman Data Penelitian ............................................................................................................... 17 Pola Kontraksi Usus Halus Kelinci dengan Berbagai Perlakuan ................................... 19 Analisis Data ................................................................................................................... 22 Peralatan Penelitian.......................................................................................................... 36 Diagram Alir Penelitian ................................................................................................... 37 Rangkaian Alat Penelitian................................................................................................ 38 DAFTAR GAMBAR Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Garis garis gaya magnet pada berbagai sumber medan magnet ....................................... 2 Muatan +q bergerak dengan kecepatan v dalam medan magnet B ........................................ 2 Gaya magnetik yang dikerahkan terhadap muatan yang bergerak mengakibatkan perubahan arah (pembelokan) gerak muatan tersebut .............................................................. 2 Partikel bermuatan yang bergerak dalam bidang tegak lurus terhadap medan magnet seragam B........................................................................................................................... 3 Solenoida yang dialiri arus i dan panjang kumparan L .................................................... 3 Penambahan inti besi pada solenoida dapat menambah kekuatan medan magnet ............. 4 Daerah otot pada dinding usus halus.................................................................................. 5 Sel otot polos usus halus ketika berelaksasi dan ketika berkontraksi................................. 5 Kontraksi otot halus pada usus halus ................................................................................. 5 Ikatan silang aktin-miosin .................................................................................................. 7 Kurva pengaruh medan magnet terhadap amplitudo kontraksi spontan duodenum kelinci ......................................................................................................................................... 11 Kurva pengaruh medan magnet terhadap amplitudo kontraksi spontan jejunum kelinci. 11 Kurva pengaruh medan magnet terhadap amplitudo kontraksi spontan ileum kelinci..... 12 Kurva pengaruh medan magnet terhadap persentase perubahan amplitudo kontraksi usus halus kelinci ..................................................................................................................... 12 Kurva pengaruh medan magnet terhadap frekuensi kontraksi spontan duodenum kelinci ......................................................................................................................................... 12 Kurva pengaruh medan magnet terhadap frekuensi kontraksi spontan jejunum kelinci .. 12 Kurva pengaruh medan magnet terhadap frekuensi kontraksi spontan ileum kelinci ...... 13 Kurva pengaruh medan magnet terhadap persentase perubahan frekuensi kontraksi spontan usus halus kelinci................................................................................................ 13 Kurva pengaruh medan magnet terhadap periode kontraksi spontan duodenum kelinci . 13 Kurva pengaruh medan magnet terhadap periode kontraksi spontan jejunum kelinci ..... 13 Kurva pengaruh medan magnet terhadap periode kontraksi spontan ileum kelinci ......... 13 Kurva pengaruh medan magnet terhadap persentase perubahan periode kontraksi spontan usus halus kelinci ............................................................................................................. 14
DAFTAR TABEL Halaman 1. 2. 3. 4.
Amplitudo, frekuensi dan tonus kontraksi spontan usus halus kelinci sevara in vitro ..... 5 Efek medan magnet terhadap amplitudo kontraksi spontan usus halus kelinci secara in vitro ................................................................................................................................ 11 Efek medan magnet terhadap frekuensi kontraksi spontan usus halus kelinci secara in vitro ................................................................................................................................ 12 Efek medan magnet terhadap periode kontraksi spontan usus halus kelinci secara in vitro ......................................................................................................................................... 13
iii
otot semakin menjurus ke ruang lingkup biofisika (Ackerman et al, 1988). Aktivitas kontraksi otot usus halus secara in vitro telah dipelajari pada sebagian besar hewan mamalia, seperti anjing, kelinci, manusia, dan hewan pengerat, khususnya tikus. Tetapi, penelitian mengenai karakteristik aktivitas kontraksi otot usus halus kelinci dengan dipengaruhi oleh medan magnet secara in vitro belum diketahui dengan baik, mungkin hal tersebut diakibatkan oleh adanya kesulitan teknis dalam hal penggunaan hewan mamalia tersebut dan masih kurangnya pengetahuan mengenai efek medan magnet terhadap sel biologis, mengingat medan magnet merupakan salah satu bidang yang paling sulit dipelajari dan dianalisis.
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Magnet merupakan suatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Kadangkadang kita lupa bahwa sesungguhnya kita ini dikelilingi oleh medan magnet. Bumi yang kita diami adalah suatu medan magnet yang sangat besar. Bintang-bintang seperti matahari yang memberi kehidupan pada makhluk di bumi juga merupakan suatu magnet yang besar. Sesungguhnya keseluruhan bumi kita ini ditembus oleh medan magnetik. Efek medan magnet telah menarik perhatian para ilmuwan karena adanya efek perusakan terhadap manusia maupun bentuk kehidupan yang lebih rendah. Medan magnet AC menghasilkan aliran arus di dalam tubuh yang dapat menyebabkan efek fisik dan psikologi dikarenakan adanya komponen logam di dalam tubuh (Moechtar, 1999). Fenomena mengenai bagaimana medan magnet dapat mempengaruhi sistem biologis merupakan suatu tantangan tersendiri dalam menyelesaikan masalah perlindungan kesehatan dan dalam waktu yang sama, hal tersebut membuka kemungkinan baru dalam penggunaan medan magnet untuk terapi. Penelitian mengenai perlindungan kesehatan difokuskan terutama pada dua daerah frekuensi dengan interaksi biologis yang cukup berbeda: jangkauan frekuensi rendah dengan frekuensi 50 atau 60 Hz dan jangkauan frekuensi tinggi yang digunakan untuk alat-alat radiokomunikasi dan pemanasan diathermik (Glaser, 1996). Aplikasi medan magnetik dalam bidang medis telah mengalami tradisi yang panjang. Berbagai metode eksitasi dengan menggunakan medan magnet frekuensi rendah telah digunakan dalam aplikasi tersebut, misalnya penggunaan medan magnet dalam penyembuhan luka dan tulang, regenerasi jaringan syaraf, dan sebagainya (Glaser, 1996). Dalam hal ini, penulis mencoba untuk melihat pengaruh medan magnet statik terhadap aktivitas kontraksi otot usus halus secara in vitro dengan menggunakan usus halus kelinci. Bertahun-tahun otot telah menarik perhatian para biofisikawan: untuk tahuntahun mendatang kajiannya mungkin merupakan salah satu bidang penelitian biofisika. Kemajuan yang lebih mutakhir dalam penelitian tentang proses kontraksi otot telah sampai pada penggunaan instrumentasi fisis yang sangat canggih. Jadi, pengkajian
1.2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh medan magnet statik terhadap amplitudo, frekuensi dan periode kontraksi usus halus kelinci secara in vitro.
1.3
Hipotesis
Terdapat kemungkinan medan magnet dapat menghambat proses transport ion kalsium dan menghambat kerja enzim ATPase yang berperan dalam proses kontraksi otot polos, sehingga mengganggu kontraksi usus halus yang merupakan bagian dari sistem pencernaan. Teganggunya fungsi kontraksi saluran pencernaan menyebabkan fungsi digesti dan absorbsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal yang ingin diketahui adalah bagaimana pengaruh medan magnet tersebut terhadap kontraksi usus halus kelinci, apakah menyebabkan penurunan atau peningkatan kontraksi.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Medan Magnetik Di sekitar magnet alam, kawat berarus listrik atau suatu kumparan terdapat medan magnet, yaitu daerah di mana terdapat pengaruh gaya magnet. Medan tersebut bukanlah sesuatu yang abstrak tetapi dapat digambarkan dengan garis-garis gaya magnet. Daerah yang memiliki medan magnet kuat digambarkan dengan garis-garis gaya yang rapat, sedangkan daerah yang memiliki medan
1
magnet lemah digambarkan dengan garisgaris gaya yang renggang.
magnetik B, gaya magnetik F pada muatan ialah
r r F = qv × B
(1)
Adapun persamaan besar gaya dikerahkan medan magnetik adalah
yang
F = qvB sin θ
Gambar 1. Garis-garis gaya magnet pada berbagai sumber medan magnet.
Medan magnet berbentuk lingkaran konsentris berlapis-lapis, dimana setiap lapis kekuatannya berbeda, dengan medan magnet terkuat berada pada intinya sebagai sumber medan magnet. Medan magnet dapat menembus sebagian besar benda atau medium apa saja yang berada di dekatnya. Medan magnet dinyatakan dalam besaran H (kuat medan magnet) atau B (rapat fluks magnet), dengan satuan Tesla atau Gauss (T dan G). Konversi nilai T dan G adalah sebagai berikut: 1T = 10.000 G
(2)
θ
v
B
+ q
Gambar 2. Muatan +q bergerak dengan kecepatan v dalam medan magnet B.
2.1.1 Gaya yang Dikerahkan oleh Medan Magnetik Muatan bergerak berinteraksi satu sama lain melalui gaya magnetik. Karena arus listrik terdiri atas muatan yang bergerak, arus listrik itu juga mengerahkan gaya magnetik satu sama lain. Gaya ini diuraikan dengan mengatakan bahwa suatu muatan bergerak atau arus menciptakan medan magnetik yang selanjutnya mengerahkan gaya pada muatan bergerak atau arus lain. Akhirnya, seluruh medan magnetik itu diakibatkan oleh muatan yang bergerak (Tipler, 1998) Apabila muatan q bergerak dengan kecepatan v dalam medan magnetik, akan terdapat gaya yang tergantung pada muatan q, besar kecepatan v dan arahnya. a. Gaya tersebut sebanding dengan muatan q. Gaya pada muatan negatif memliki arah yang berlawanan dengan arah gaya pada muatan positif yang bergerak dengan kecepatan yang sama. b. Gaya tersebut sebanding dengan kecepatan v. c. Gaya tersebut tegak lurus terhadap arah medan magnetik maupun kecepatannya. d. Gaya tersebut sebanding dengan sin θ, dengan θ merupakan sudut antara kecepatan v dan medan magnetik B. Jika v sejajar baik searah maupun berlawanan arah dengan B, maka gayanya sama dengan nol. Secara sistematik, apabila suatu muatan q bergerak dengan kecepatan v dalam medan
Gaya magnetik tersebut dinamakan Gaya Lorentz. Gaya Lorentz yang dikerahkan pada muatan negatif memiliki arah yang berlawanan dengan arah gaya yang dikerahkan pada muatan positif.
B
U
S
- + Gambar 3. Gaya magnetik yang dikerahkan terhadap muatan yang bergerak mengakibatkan perubahan arah (pembelokan) gerak muatan tersebut.
2.1.2 Gerak Muatan Titik dalam Medan Magnetik Karakteristik penting gaya magnetik pada partikel bermuatan yang bergerak melalui suatu medan magnetik ialah bahwa gaya tersebut selalu tegak lurus terhadap kecepatan partikelnya. Gaya magnetik mengubah arah kecepatan tetapi tidak besarnya.
2
Apabila kecepatan partikel tegak lurus terhadap medan magnetik seragam, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4, partikel tersebut bergerak dalam orbit melingkar. Gaya magnetik memberikan gaya sentripetal yang diperlukan agar terjadi gerak melingkar. Kita dapat menghubungkan jari-jari lingkaran r dengan medan magnetik B dan kecepatan partikel v dengan membuat gaya total yang sama dengan massa m partikel kali percepatan sentripetal v2/r yang bersesuaian dengan hukum kedua Newton. Gaya total pada kasus ini sama dengan qvB karena v dan B saling tegak lurus. Dari hukum kedua Newton didapatkan
didefinisikan sebagai medan vektor kerapatan fluks magnet B. Dengan nilai µ (permeabilitas magnetik) ditentukan oleh sifat bahan dan untuk sebagian besar bahan biologis nilainya setara dengan µo, yaitu besarnya permeabilitas udara (IPCS International Programme on Chemical Safety. 1989). Jumlah total dari garis-garis gaya dinamakan fluks magnet, φ, dengan satuan Weber. Induksi magnet atau rapat fluks magnet, B, adalah besaran vektor yang bila dihubungkan dengan garis-garis gaya, besarnya dapat didefinisikan sebagai banyaknya garis gaya yang menembus secara tegak lurus suatu permukaan per satuan luas permukaan tersebut:
F = ma mv 2 qvB = r
B=
atau
r=
mv qB
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
R x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
q
x
v
F
v
x
+
+
F
(4)
A
B = Induksi magnet atau rapat fluks magnet (Tesla atau Gauss) φ = Fluks magnet (Weber) A = Luas bidang yang ditembus (meter2) Sebuah kumparan panjang yang terdiri dari banyak loop dinamakan solenoida. Medan magnet di dalam solenoida kekuatannya besar karena merupakan jumlah dari medan-medan yang disebabkan arus pada setiap loop. Jika kumparan-kumparan solenoida berjarak sangat dekat, medan di dalam solenoida akan paralel dengan sumbunya kecuali di bagian ujung-ujungnya.
(3)
x
φ
Gambar 4. Partikel bermuatan yang bergerak dalam bidang tegak lurus terhadap medan magnet seragam B. Gaya magnetik ini tegak lurus terhadap percepatan partikel, yang menyebabkan partikel itu bergerak dalam orbit melingkar.
Gambar 5. Solenoida yang dialiri arus I dan panjang kumparan L
Medan magnet yang dihasilkan pada pusat solenoida dapat dinyatakan sebagai :
Besaran yang menggambarkan medan magnet antara lain: a. Frekuensi (f) b. Arus (I) c. Kerapatan arus (J) d. Kuat medan magnet (H) e. Kerapatan fluks medan magnet (B) f. Permeabilitas (µ) Kuat medan magnet (H) berhubungan dengan kerapatan fluks magnet (B) melalui persamaan B = µH, yaitu medan magnet
B=
µ 0 Ni L
B = µ 0 ni
(5) (6)
Sedangkan besarnya medan magnet di tepi solenoida:
3
B=
µ 0 Ni
B=
µ 0 ni
2L 2
kuat medan yang ditimbulkannya. Medan magnet dapat dibedakan menjadi medan magnet statik dan medan magnet bergantungwaktu (IPCS International Programme on Chemical Safety, 1989). Medan magnet statik dihasilkan oleh magnet permanen atau melalui aliran arus searah (DC). Medan magnet statik, atau medan arus searah (DC) tersebut besarnya konstan terhadap waktu, dan dapat dikatakan memiliki frekuensi 0 Hz dengan panjang gelombang yang tak-terhingga. Sedangkan, medan magnet bergantung-waktu dihasilkan oleh arus bolak-balik yang mempunyai frekuensi di atas 0 sampai sekitar 300 Hz, juga dapat dikatakan sebagai medan magnet berfrekuensi sangat rendah ( Extremely low Frequency Magnetic Field, ELFMF). Medan magnet ini memiliki amplitudo yang konstan dan berbentuk gelombang sinusoidal.
(7)
(8)
Dimana: N = Banyaknya lilitan pada solenoida n = N/L = Banyak lilitan per meter I = Arus yang mengalir pada solenoida L = Panjang solenoida Jika sepotong besi diletakkan di dalam solenoida, medan magnet akan meningkat sangat besar karena domain-domain besi tersusun oleh medan magnet yang dihasilkan oleh arus (Gambar 6). Medan magnet yang dihasilkan merupakan jumlah dari medan yang disebabkan oleh arus dan yang disebabkan oleh besi, dan bisa ratusan atau ribuan kali lipat dari yang disebabkan oleh arus sendiri. Susunan ini disebut elektromagnet. Besi yang digunakan pada elektromagnet mendapatkan dan kehilangan kemagnetannya cukup cepat jika arus dihidupkan atau dimatikan, sehingga disebut “besi tunak” (Giancoli, 2001). Medan magnet pada solenoida dengan penambahan inti besi dapat dinyatakan sebagai:
B = kµ o nI
2.2
Motilitas Otot Polos Usus Motilitas gastointestinal merupakan suatu proses terpadu yang terdiri dari aktivitas mioelektrik, aktivitas kontraksi, tonus, dan pengangkutan (Grasa et al, 2004). Motilitas tersebut dapat ditimbulkan melalui substansi lokal dan sirkulasi neurohumoral. Kontraksi otot halus usus dapat berupa tonik atau fasik ritmik. Kedua jenis kontraksi tersebut memiliki fungsi motilitas, neurohumoral, sifat listrik, dan sensitivitas terhadap Ca2+ yang berbeda. Dua jenis tonus yang terdapat pada usus antara lain: neurogenik dan miogenik. Tonus neurogenik ditimbulkan dari pelepasan rangsangan dalam yang rendah secara terusmenerus, sedangkan tonus miogenik ditimbulkan oleh sifat otot itu sendiri (Hansen, 2003). Dinding usus halus memiliki dua daerah otot yang teratur: muscularis externa dan muscularis mucosa. Muscularis externa merupakan penyebab utama aktivitas kontraktil. Muscularis externa terdiri dari lapisan melintang (longitudinal) pada bagian luar dan lapisan melingkar (circular) pada bagian dalamnya, berhadapan pada sudut 90o satu sama lain. Lapisan melingkar (circular) bertindak sebagai pola kontraksi dasar, segmentasi (mixing dan propulsion). Lapisan longitudinal mungkin tidak memiliki kemampuan propulsi yang kuat, tetapi dapat memendekkan panjang usus dan mempercepat proses transit. Peranan muscularis mucosa sampai saat ini masih belum dipahami dengan baik, tetapi tampaknya penting dalam proses sekretori.
(9)
Dimana k adalah permeabilitas relatif besi.
Gambar 6. Penambahan inti besi pada solenoida dapat menambah kekuatan medan magnet.
Medan magnet tidak akan berubah nilainya karena mampu menembus bendabenda yang dekat dengan sumber magnet dan dapat menimbulkan induksi sesuai dengan
4
Gambar 7. Daerah otot pada dinding usus halus.
Gambar 8. Sel otot polos usus halus ketika berelaksasi dan ketika berkontraksi.
Gerakan propulsif dan segmental bergantung pada kontraksi dan relaksasi lapisan otot yang terkoordinasi. Sebagian besar kontraksi biasanya berupa fasik dan dikendalikan oleh potensial henti (spike potentials). Relaksasi diakibatkan oleh pemindahan stimulus kontraktil atau penggunaan agen relaksan aktif (Hansen, 2003). Frekuensi maksimal dan arah rambatan kontraksi tersebut diatur oleh gelombang lambat (slow wave) ( Hansen, 2003).
2.2.2 Sifat Listrik Potensial diam membran sel otot usus berada pada kisaran - 40 sampai - 80 mV dan sangat dipengaruhi oleh aktivitas pompa Na+K+ dan saluran ion K+. Saluran konduktansi tinggi dengan campuran selektivitas untuk K+ dan Na+ membawa arus depolarisasi ke arah dalam dan diaktifkan pada potensial negatif membran mencapai -70 mV, yang dikenal sebagai potensial pacemaker (Gambar 9.). Saluran Ca2+ dan saluran Ca2+ yang diaktifkan oleh K+ merupakan peralatan listrik yang menopang ritmisitas pada otot polos (Hansen, 2003).
2.2.1 Aktivitas Otot Polos Perangsangan dengan arus listrik berintensitas dan berfrekuensi rendah biasanya mengakibatkan kontraksi otot polos pada perut atau usus halus. Sedangkan pemberian arus berintensitas dan berfrekuensi tinggi biasanya mengakibatkan penghambatan atau relaksasi. Otot polos dapat mengalami tonus dalam jangka waktu yang panjang tanpa mengalami peningkatan konsumsi oksigen. Pada otot polos terdapat dua mekanisme kontraktil, yang satu bertanggung jawab dalam memelihara tonus dan yang lainnya untuk respon kejang terhadap stimulasi (Bard, 1856). Aktivitas kontraktil pada otot polos dimulai dengan terjadinya interaksi Ca2+ Kalmodulin, yang merangsang fosforilasi rantai ringan miosin. Sensitisasi (kepekaan) protein kontraktil ditandai dengan jalan kecil RhoA/Rho-kinase yang menghambat defosforilasi rantai ringan melalui fosfatase miosin, mengandung pembangkitan gaya. Pelepasan Ca2+ dari cytosol dan stimulasi fosfatase miosin mengawali proses relaksasi otot polos (Webb, 2003).
Gambar 9. Kontraksi otot halus pada usus halus. Kontraksi terjadi ketika spike activity ber-superimposisi (melapis ke atas) pada gelombang yang pelan dan depolarisasi mencapai suatu ambang kritis. ( Sumber Hansen, 2003)
5
mampu berkontraksi secara spontan tanpa ada rangsangan dari luar. Otot polos sebagai struktur utama usus halus memiliki ciri miogenik, yaitu otot dapat melakukan ritme denyutnya secara spontan yang dinamakan ritme basal. Ritme basal akan diperkuat oleh adanya ion Ca2+ yang masuk ke dalam jaringan, sehingga menimbulkan potensial aksi atau kontraksi lebih kuat (Goenarso, 2003). Usus halus merupakan bagian yang sangat penting dari saluran pencernaan. Di dalamnya berlangsung tahap-tahap akhir pencernaan bahan makanan, yang kemudian disiapkan untuk diabsorpsi. Dengan demikian gerakan usus halus erat kaitannya dengan fungsi absorpsi di dalam usus. Pola dasar motilitas terdiri dari kontraksi ritmis, kontraksi segmentasi, dan peristaltik. Kontraksi segmentasi diduga sebagai gerakan usus yang paling penting pada usus halus dan berfungsi memotong-motong massa makanan yang terletak memanjang menjadi potongan-potongan lonjong dengan cara kontraksi pada interval-interval yang teratur sepanjang massa makanan di dalam usus. Kontraksi ritmis (pendulum) berperan dalam pencampuran lokal isi usus dengan getah-getah pencernaan. Pada gerakan ini usus berkontraksi segmental pada interval-interval tertentu sepanjang usus halus, oleh karena itu makanan seolah-olah diremas-remas secara bergilir pada tempat-tempat tertentu (Sastradipradja dkk, 1988). Gerakan peristaltik merupakan mekanisme utama dari gerakan maju isi usus yang lunak. Pada gerakan ini terbentuk cincin kontriksi yang mendorong isi usus ke daerah yang sedang mangalami relaksasi. Gelombang kontriksi ini bergerak sepanjang usus sebagai gelombang peristaltik yang membawa ingesta kearah belakang saluran pencernaan (Sastradipradja dkk, 1988). Terdapat dua macam peristaltik : (1) kontraksi cepat yang menyapu isi perut secara terus menerus dan terjadi pada jarak yang panjang; dan (2) kontraksi pelan (1 – 2 cm per detik) dan terjadi pada jarak yang relatif pendek (4 sampai 5 cm) (Szurszewski, J. H,1998). Potongan otot polos dari duodenum, jejunum dan ileum kelinci menunjukkan adanya kontraksi spontan yang bersifat siklik, fasik dan ritmik. Tabel 1 memperlihatkan ratarata amplitudo, frekuensi dan tonus dari kontraksi spontan otot usus halus kelinci secara melintang dan membujur tanpa ada substansi luar. Frekuensi kontraksi bagian duodenum cenderung lebih tinggi sedangkan
2.2.3 Gelombang Lambat (Slow Wave) dan Sel Interstisial Cajal Ritme listrik dasar pada usus hampir konstan dan dicirikan oleh gelombang yang lambat. Tetapi, sel otot yang halus mengurangi mekanisme ionik yang dibutuhkan untuk menghasilkan listrik gelombang pelan. Suatu gelombang pelan terdiri dari urutan berikut ini: depolarisasi cepat (upstroke), depolarisasi sebagian, plateau penyokong, dan repolarisasi lengkap potensial diam membran (Gambar 9). Pada sebagian besar kasus ketika titik ambang dicapai, potensial henti (spike) muncul dan tersuperimposisi pada fase plateau gelombang pelan. Potensial henti (spike potentials) merupakan depolarisasi membran yang lebih lambat dibanding gelombang pelan, biasanya hanya selama 10 sampai 100 ms, dengan amplitudo mencapai 50 mV. Determinan ionik dari potensial henti muncul sebagai fluks membran Ca2+. Excitatory agonists, seperti acetylcholine (Ach), menstimulasi aktivitas motor phasic intestinal dengan cara meningkatkan aktivitas potensial henti, sehingga gelombang kontraktil melewati usus (Hansen, 2003). Osilasi gelombang pelan berosilasi pada frekuensi, amplitudo, dan durasi yang berbeda pada daerah usus yang berbeda. Frekuensinya sebesar 3 cycles/min di antrum perut, 12 cycles/min di duodenum, 8 cycles/min di ileum dan 6-10 cycles/min di usus besar manusia (Hansen, 2003). Pencarian ritmisitas asal kontraksi usus mengindentifikasikan adanya daerah pacemaker yang terletak pada myenteric dan tepi submucosa otot sirkular serta mengandung jaringan sel yang dikenal sebagai sel interstisial cajal (interstitial cells of cajal ICC). Sel ICC ekivalen dengan serat Purkinje pada jantung. Sel tersebut membentuk kontak satu sama lain, dengan sel otot dan pangkal syaraf serta berfungsi sebagai pacemaker dalam otot gastrointestinal dengan cara membentuk aktivitas listrik ritmis ( Hansen, 2003). 2.2.4 Kontraksi Usus Halus Salah satu perubahan fisis selama terjadi kontraksi otot adalah perubahan tegangan dan panjang. Pola kontraksi tonus usus halus terdiri atas kontraksi duodenum, jejunum dan ileum. Secara morfologis duodenum tampak lebih kenyal dan padat daripada bagian usus halus lainnya. Kontraksi usus halus dilakukan oleh otot polos visera yang memiliki karakteristik
6
amplitudo dan tonusnya lebih rendah di banding bagian lainnya (Grassa, 2004).
Pada tahap kedua, celah aktin akan menutup kembali bersamaan dengan proses hidrolisis ATP yang menyebabkan tegaknya posisi kepala S1. Posisi tegak itu merupakan keadaan molekul dengan energi tinggi. Pada tahap ketiga, kepala S1 mengikatkan diri dengan lemah pada suatu monomer aktin yang posisinya lebih dekat dengan disk Z dibandingkan dengan monomer aktin sebelumnya. Pada tahap keempat, Kepala S1 melepaskan Pi yang mengakibatkan tertutupnya celah aktin sehingga afinitas kepala S1 terhadap aktin membesar. Keadaan itu disebut keadaan transien. Pada saat Pi dibuang maka timbul power stroke yang menyebabkan pergeseran filamen. Selanjutnya, ADP dilepaskan oleh kepala S1 dan siklus berlangsung lengkap.
Tabel 1. Amplitudo, frekuensi dan tonus kontraksi spontan otot halus longitudinal (L) dan sirkular (C) dari deudenum, jejunum, dan ileum kelinci secara in vitro. Nilai yang tercantum merupakan nilai rata-rata ± Standar deviasi untuk n segmen. (Sumber : Grassa, 2004)
Duodenum
Jejunum
Ileum
Amplitudo (mN)
Frekuensi (cpm)
L
C
L
10.1 ± 0.5
2.9 ± 0.2
14.0 ± 0.3
n= 85
n= 42
12.7 ± 0.8
C
Tonus (mN) L
C
12.7 ± 0.4
12.9 ± 0.5
5.2 ± 0.2
n= 85
n= 42
n= 85
n= 42
4.1 ± 0.4
11.8 ± 0.2
11.0 ± 0.5
11.5 ± 0.5
6.4 ± 0.2
n= 80
n= 49
n= 80
n= 49
n= 85
n= 49
24.6 ± 1.5
9.2 ± 0.7
10.4 ± 0.2
10.8 ± 0.3
13.9 ± 0.5
6.7 ± 0.2
n= 70
n= 70
n= 70
n= 70
n= 70
n= 70
2.2.5 Mekanisme Kontraksi Otot Polos Seperti halnya pada otot kerangka kontraksi terjadi akibat interaksi aktin-miosin, namun pengaturan interaksi ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan otot kerangka. Awal mula kontraksi adalah aktifitas depolarisasi spontan serabut otot polos sebagai akibat dari tidak stabilnya membran potensial. Hal ini akan mengakibatkan permeabilitas membran sel otot polos terhadap Ca2+ meningkat dan konsentrasi Ca2+ dengan sendirinya akan meningkat. Di dalam sel otot polos Ca2+ akan diikat oleh kalmodulin sehingga terbentuk senyawa kompleks CaKalmodulin. Senyawa ini akan berikatan dengan myosin light chain kinase tidak aktif (MLCKinaktif), menjadi suatu senyawa enzimatis yang sangat aktif (Ca-KalmodulinMLCKaktif). Senyawa aktif ini akan melakukan fosforilasi residu serin yang terdapat pada myosin light chain (LCp). Proses fosforilasi ini membutuhkan 1 ATP. Hal ini menyebabkan miosin memiliki kemampuan ATP-ase tinggi sehingga mampu melakukan hidrolisa ATP yang berakibat pada ikatan silang aktin-miosin. Pada mulanya, ATP muncul dan mengikatkan diri pada kepala miosin S1 sehingga celah aktin terbuka. Sebagai akibatnya, kepala S1 melepaskan ikatannya pada aktin.
Gambar 10. Ikatan silang aktin-miosin.
7
berhubungan dengan potensial aksi dapat diabaikan (Schenck, 2000). ii) Arus Faraday Medan magnet bergantung-waktu menyebabkan arus (arus eddy) pada jaringan hidup sesuai dengan hukum induksi Faraday. Bukti yang ada menyatakan bahwa mekanisme ini dapat mendasari berbagai efek pada jaringan yang dapat dirangsang secara elektrik, termasuk stimulasi visiosensori yang menghasilkan magnetophosphenes.
2.3
Efek Medan Magnet terhadap Sel Biologis Medan magnet menembus tubuh dan setiap sel tunggal secara sempurna. Sehingga dalam medan elektromagnet, hanya komponen medan magnet yang dapat mempengaruhi tubuh atau sel biologi. Ion di dalam sel dan sistem koloid juga terpengaruhi melalui magnetisme. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui interaksi medan magnet tersebut dengan bahan biologis (Moulder, 2004). 2.3.1 Mekanisme Interaksi Terdapat tiga mekanisme fisis interaksi antara medan magnet statik dan medan magnet bergantung-waktu dengan bahan biologis (IPCS International Programme on Chemical Safety, 1989):
b)
Efek Magnetomekanik Medan magnet statik mempunyai dua jenis efek mekanik terhadap bahan biologis. i) Orientasi magnetik Dalam medan magnet statik yang seragam, molekul diamagnetik dan paramagnetik mengalami torsi (tenaga putaran) yang cenderung menyesuaikan molekul tersebut dengan medan. Ketika bahan magnetik seperti fibrin, kolagen, osteoblas dan sel otot halus dikenai medan magnet statik, bahan tersebut akan mensejajarkan diri baik secara paralel atau tegak lurus terhadap arah medan magnet, tergantung dari anisotrofi bahan tersebut. Torsi magnet yang beraksi terhadap komponen diamagnetik dalam sel biologis mengakibatkan fenomena orientasi magnetik. ii) Translasi magnetokimia Variasi kuat medan magnet statik terhadap jarak menghasilkan gaya netto dalam bahan paramagnetik dan ferromagnetik yang mengarah pada gerak translasi. Dikarenakan terbatasnya jumlah bahan magnetik pada sebagian besar jaringan hidup, pengaruh efek ini terhadap fungsi biologis dapat diabaikan.
a)
Induksi Magnetik Mekanisme ini relevan untuk medan statik dan medan bergantung-waktu dan merupakan akibat dari berbagai macam interaksi. i) Interaksi elektrodinamik dengan elektrolit yang bergerak Medan statik dan medan bergantung waktu mengerahkan gaya pada pembawa muatan ionik yang bergerak, dan dengan demikian memberikan kenaikan pada medan listrik dan arus yang dihasilkan. Interaksi ini merupakan dasar pada potensial aliran darah yang dihasilkan secara magnetik yang telah diteliti dibawah pengaruh medan statik dan medan bergantungwaktu. Gerakan elektron dan ion pada larutan akan di hambat oleh medan magnet yang kuat, dan terdapat dugaan bahwa hal tersebut dapat mengarah pada modifikasi arus depolarisasi bergantung-medan yang bertanggung jawab dalam propagasi (perambatan) potensial aksi syaraf dan otot. Jika jalan bebas rata-rata arus pembawa dan waktu antar tumbukan cukup panjang, resistivitas efektif akan meningkat dan akan terbentuk medan listrik transversal (efek Hall) ketika konduktor ditempatkan dalam medan magnetik. Akan tetapi, potensial aksi jaringan syaraf dan otot bergantung pada aliran ionik. Ion tersebut memiliki jalan bebas rata-rata yang sangat pendek (~ 1 Amstrong) dan waktu tumbukan (10-12 detik) dan oleh karena itu, efek medan magnet terhadap arus yang
c)
Interaksi Elektronik Golongan tertentu reaksi kimia yang melibatkan keadan intermediet elektron radikal dimana interaksi dengan medan statik dapat menyebabkan efek terhadap keadaan spin elektron. Terdapat kemungkinan bahwa waktu hidup keadaan intermediet elektron relevan secara biologi cukup pendek sehingga interaksi medan magnetik hanya menghasilkan pengaruh yang kecil terhadap produk reaksi kimia, dan bahkan dapat diabaikan.
8
Untuk medan magnet bergantungwaktu, rapat arus induksi di bawah 10 mA/m2 belum menunjukkan adanya efek biologis yang berati. Pada jangkauan 10 – 100 mA/m2 (medan lebih tinggi dari 5-50 mT pada frekuensi 50/60 Hz), telah ditunjukkan bahwa pemberian medan magnet dalam jangka waktu pendek (beberapa jam) dapat menyebabkan efek yang bersifat sementara terhadap kesehatan, seperti gangguan penglihatan dan sistem saraf.. Besar arus induksi antara 100 1000 mA/m2 berpotensi menimbulkan stimulasi pada jaringan yang dapat dirangsang dan bahaya terhadap kesehatan. Sedangkan lebih dari 1000 mA/m2 secara nyata menimbulkan ekstrasistole, dan fibrilasi ventrikel jantung (IPCS International Programme on Chemical Safety, 1989). Pada tingkat selular, interaksi medan magnet dengan sel biologis terutama terjadi pada membran sel. Salah satu interaksi medan magnet yang terjadi di membran sel adalah terjadinya modulasi aliran ion dan protein yang melalui membran sel, contohya penurunan aliran keluar ion kalsium melalui membran sel jaringan otak yang teramati oleh Bawin dan rekan kerjanya (Nair. 1989).
2.3.2 Efek terhadap Hewan dan Berbagai Organisme Informasi eksperimen yang tersedia mengenai respon organisme terhadap medan statik dan medan bergantung-waktu mengindikasikan bahwa tiga efek biologis berikut ini dapat dianggap sebagai fenomena yang tidak dapat dipungkiri: a) Induksi potensial listrik pada sistem peredaran darah. b) Induksi magnetophosphene melalui medan magnet bergantung-waktu dan pulsa dengan laju perubahan melebihi 1.3 T/s atau medan sinusoidal sebesar 15 – 60 Hz dengan kuat medan magnet antara 2 sampai 10 mT (bergantung frekuensi). c) Perubahan jaringan dan selular melalui induksi medan bergantung-waktu ketika kerapatan arus melebihi 10 mA/m2. Efek ini banyak muncul sebagai akibat interaksi dengan komponen membran sel. Bukti yang ada mengindikasikan adanya efek yang merugikan terhadap tubuh makhluk hidup selama pemberian medan magnet statik sampai 2 T. Untuk medan magnet statik dengan kerapatan fluks kurang dari 2 T, data eksperimen mengindikasikan adanya efek yang tidak dapat dibantah terhadap perkembangan, tingkah laku, dan parameter fisiologi pada organisme tingkat tinggi. Sembilan jenis fungsi biologis berikut ini tidak dipengaruhi secara berarti oleh medan magnet statik pada tingkat sampai 2 T (IPCS International Programme on Chemical Safety, 1989): − Pertumbuhan sel − Reproduksi − Perkembangan sebelum dan sesudah melahirkan − Aktivitas bioelektrik neuron terisolasi − Darah dan sistem pembentukan darah − Tingkah laku − Fungsi kardiovaskular (penyinaran akut) − Fungsi sistem kekebalan tubuh − Pengaturan fisiologi dan ritme circadian
BAHAN DAN METODE 3.1
Waktu dan Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai akhir bulan Agustus 2004 sampai dengan Januari 2005, bertempat di Laboratorium Fisika Lanjut Departemen Fisika dan Ruang Praktikum Isotop, Departemen Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Hewan Uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci jantan dewasa (umur 10-12 minggu) sebanyak 8 ekor dengan berat badan antara 30,5-35,5 g. Kelinci yang digunakan merupakan hasil biakan Badan Pengembangan dan Penelitian Ternak (BPPT). Hewan selanjutnya dipelihara di ruangan dengan suhu berkisar 24-28 °C serta kelembaban rata-rata 69%. Selama pemeliharaan kelinci diberi pakan berupa pelet dan air minum yang berasal dari saluran Perusahaan Air Minum (PAM) secara ad libitum.
Telah dibuktikan bahwa pemberian medan magnet statik sebesar 125 mT memiliki efek terhadap fungsi membran sel (Rosen, 2003), dan medan magnet statik sebesar 1 mT tidak mempengaruhi kalsium intraselular (kalsium di dalam sel) (Madec et al, 2003).
9
3.2.2 Sumber Medan Magnet Sebagai sumber medan magnet, digunakan sebuah kumparan solenoida yang dihubungkan pada power supply digital (PASCO Scientific SF–9584A low – voltage Power supply). Untuk menambah kuat medan magnet, pada solenoida tersebut ditambahkan inti besi pejal.
3.3.2 Pemberian Medan Magnet Usus halus yang sudah dirangkai pada organ bath dan kymograf, diberi medan magnet yang dihasilkan oleh solenoida. Medan magnet yang digunakan berupa medan magnet statik. Besar medan magnet diubahubah dengan cara memvariasikan arus dan tegangan power supply. Besarnya medan magnet yang dihasilkan dapat dibaca pada komputer dengan menggunakan program DataStudio.
3.2.3 Sensor Medan Magnet Untuk menentukan besarnya medan magnet yang dipakai, digunakan sensor medan magnet PASCO CI-6520A yang dihubungkan dengan interface komputer, PASCO CI-7500 Science Workshop 750 interface. Besarnya medan magnet yang dihasilkan dapat dibaca secara digital, berupa grafik kuat medan magnet terhadap waktu atau berupa angka digital pada komputer dengan menggunakan software DataStudio and Scienceworkshop.
3.3.3 Uji Fisis dan Pengambilan Data Uji fisis yang dilakukan dalam penelitian ini berupa pemberian medan dengan besar yang berbeda pada sampel usus halus kelinci yang berada di dalam larutan tyrode. Tiap sampel usus halus diambil kontrol dan perlakuan. Untuk 3 menit pertama, usus tidak diberi perlakuan apapun (kontrol). Lalu setelah tiga menit tersebut, sampel usus langsung diberikan medan magnet untuk jangka waktu 3 menit (masa perlakuan). Data yang di ambil berupa kymogram yang di cetak oleh kymograf. Kymogram tersebut menggambarkan kontraksi usus halus selama jangka waktu tertentu.
3.2.4 Alat Ukur dan Pencatat Kontraksi Otot Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kymograf yang dirangkaikan dengan sebuah organ bath yang berfungsi untuk mengatur suhu sistem agar konstan (37°) dan sebagai tempat untuk meletakkan organ. Kymograf berfungsi sebagai pencatat yang menterjemahkan energi mekanis kontraksi otot polos menjadi sebuah data berupa miogram.
3.3.4 Parameter Parameter-parameter yang yang diamati dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: i) Amplitudo Kontraksi (A) Amplitudo kontraksi diperoleh dengan menghitung selisih jarak antara puncak dan lembah dari tiga pola yang berdekatan yang kemudian dirata-ratakan, dinyatakan dalam mm. Aturan perhitungan amplitudo yang terbaca melalui kymograf menjadi data amplitudo yang sebenarnya adalah sebagai berikut:
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Isolasi Organ Kelinci dipotong dan dibuka abdomennya dengan menggunakan gunting. Kemudian, usus kelinci tersebut dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam cawan petri besar yang berisi larutan tyrode 37oC. Dengan syringe 20 cc, yang berisi larutan tyrode 37oC, isi usus perlahan-lahan disemprot keluar sampai bersih. Selanjutnya, usus halus diisolasi dari bagian proksimal ke arah distal, yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Kemudian ketiga bagian usus dipotong masing-masing sepanjang 2 cm. Kemudian potongan usus halus tersebut diikat dengan benang (dilakukan dalam gelas beker yang lebih kecil yang berisi larutan tyrode 37oC), salah satu ujung usus diikatkan pada ujung tabung gelas aerator, sedangkan ujung lainnya diikatkan ke bagian kymograf yang berada di atasnya sedemikian rupa sehingga bagian usus dalam keadaan mampu diregang secukupnya.
L H D
C A
B
Amplitudo ( A) =
10
l
l ×H L
Ket: l = Jarak ujung pengumpil ke benang penggantung usus (CD), L = Jarak tuas pengumpil ke ujung jarum pencatat (AB), H = Tinggi pola kontraksi yang tercatat oleh kymograf. ii) Periode Kontraksi (T) Periode kontraksi diperoleh dengan menghitung selisih waktu (t2-t1) antara dua puncak yang berdekatan, dinyatakan dalam sekon iii) Frekuensi Kontraksi (F) Frekuensi kontraksi merupakan kebalikan dari periode (T), dinyatakan dalam kontraksi permenit. Frekuensi diperoleh melalui persamaan
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Bagian usus halus kelinci (Duodenum, Jejunum, Ileum) menunjukkan adanya kontraksi secara spontan. Pergerakan usus halus yang diamati pada penelitian ini merupakan pergerakan autonomik, baik itu berupa myogenik maupun neurogenik oleh pleksus intrinsik. Usus telah diisolasi sehingga tidak lagi berhubungan dan dipengaruhi oleh sistem saraf eksternal simpatik dan parasimpatik. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini merupakan perbandingan antara kontrol tiap sampel dan perlakuannya. Efek Medan Magnet terhadap Kontraksi Usus Halus Kelinci
60 Sekon 1 x = Kontraksi menit Periode ( sekon) menit
a. Efek medan magnet terhadap amplitudo kontraksi usus halus kelinci Kymogram kontraksi duodenum memperlihatkan gambaran ritmik, baik pada kontrol maupun ketika diberikan perlakuan berupa medan magnet dengan kekuatan yang berbeda. Pemberian medan magnet menyebabkan amplitudo kontraksi usus halus kelinci menurun secara signifikan jika dibandingkan dengan kontrol. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 11, 12 dan 13
3.3.5 Analisis Data Data dianalisis dengan menggunakan metode statistik nonparametrik (Uji Kolmogorov-Smirnov) untuk menentukan distribusi populasi sampel dan analisis varians , General Linear Model Univariate. Apabila hasil analisis varians memperlihatkan perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95 %, pengujian dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perlakuan yang mengalami perubahan signifikan. Diagram alir penelitian digambarkan pada lampiran 5.
Amplitudo (mm)
Amplitudo Duodenum 0,6 0,4 0,2 0 30
60
90
120
150
180
Perlakuan (Gauss) Kontrol
Magnetik
Gambar 11. Pengaruh medan magnet terhadap amplitudo kontraksi spontan duodenum kelinci.
Amplitudo (mm)
Amplitudo Jejunum 0,6 0,4 0,2 0 30
60
90
120
150
180
Perlakuan (Gauss) Kontrol
Magnetik
Gambar 12. Pengaruh medan magnet terhadap amplitudo kontraksi spontan jejunum kelinci.
11
yang digunakan semakin besar pula penurunan yang terjadi. Hal ini dapat dianalisa dari besarnya persentase perubahan yang terjadi. Persentase perubahan amplitudo (Gambar 14) menunjukkan terjadinya penurunan. Persentase perubahan yang terjadi pada duodenum hanya terjadi pada paparan medan magnet sebesar 150 dan 180 Gauss. Pada jejunum, persentase perubahan yang signifikan terjadi pada tingkat paparan 120 Gauss, 150 Gauss dan 180 Gauss, sedangkan pada ileum, perubahan signifikan terjadi pada tingkat paparan 30 Gauss, 90 Gauss, 120 Gauss, 150 Gauss dan 180 Gauss, dengan tingkat kepercayaan 95% (Tabel 2). Tingkat kepercayaan tersebut ditentukan melalui uji Duncan.
Amplitudo (mm)
Amplitudo Ileum 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 30
60
90
120
150
180
Perlakuan (Gauss) Kontrol
Magnetik
Persentase perubahan amplitudo
Gambar 13. Pengaruh medan magnet terhadap amplitudo kontraksi spontan ileum kelinci. 0,20 0,10 0,00 -0,10
0
50
100
150
200
-0,20 -0,30
b. Efek medan magnet terhadap frekuensi kontraksi usus halus Kymogram kontraksi usus halus juga menggambarkan kecepatan kontraksi tersebut, yang disebut dengan frekuensi kontraksi, baik pada kontrol maupun pada saat diberikan perlakuan medan magnet. Frekuensi ini dinyatakan dengan satuan kontraksi permenit.
-0,40
Medan magnet (Gauss) Duodenum
Jejunum
Ileum
Gambar 14. Pengaruh medan magnet terhadap persentase perubahan amplitudo kontraksi usus halus kelinci. Tabel 2. Efek medan magnet terhadap amplitudo kontraksi spontan usus halus kelinci secara in vitro.
60
90
120
150
180
∆ Amplitudo
D
0,118 ± 0,185
J
-0,008 ± 0,023
I
0,133 ± 0,0343 *
D
-0,038 ± 0,058
J
-0,038 ± 0,036
I
-0,040 ± 0,057
D
-0,100 ± 0,055
J
-0,042 ± 0,019
I
-0,143 ± 0,027 *
D
-0,133 ± 0,066
J
-0,130 ± 0,091 *
Frekuensi Duodenum Frekuensi (kpm)
30
Seg.
18 17 16 15 14 30
60
90
120
150
180
Perlakuan (Gauss) Kontrol
Magnetik
Gambar 15. Pengaruh medan magnet terhadap frekuensi kontraksi spontan duodenum kelinci. Frekuensi Jejunum
Frekuensi (kpm)
B (Gauss)
20
I
-0,322 ± 0,141 *
D
-0,185 ± 0,072 *
J
-0,152 ± 0,084 *
I
-0,244 ± 0,050 *
D
-0,260 ± 0,019 *
J
-0,230 ± 0,065 *
Perlakuan (Gauss)
I
-0,341 ± 0,097 *
Kontrol
15 10 5 0 30
Keterangan : tanda * menyatakan berbeda nyata (P < 0.05)
60
90
120
150
180
Magnetik
Gambar 16. Pengaruh medan magnet terhadap frekuensi kontraksi spontan jejunum kelinci.
Medan magnet dengan kekuatan 30 Gauss – 180 Gauss mengakibatkan amplitudo kontraksi duodenum, jejunum dan ileum menurun. Semakin besar kuat medan magnet
12
Frekuensi (kpm)
tersebut dapat dilihat pada Gambar 15, 16 dan 17, yang menunjukkan pola acak. Tidak adanya perubahan yang terjadi pada frekuensi kontraksi usus halus tersebut diperkuat dengan persentase parubahan frekuensi yang tidak beraturan (Gambar 18) dan hasil analisis statistik malalui uji Duncan yang meperlihatkan tidak adanya perubahan signifikan.
Frekuensi Ileum
20 15 10 5 0 30
60
90
120
150
180
Perlakuan (Gauss) Kontrol
Magnetik
Gambar 17. Pengaruh medan magnet terhadap frekuensi kontraksi spontan ileum kelinci.
c. Efek medan magnet terhadap periode kontraksi usus halus Periode menyatakan waktu yang diperlukan oleh otot untuk melakukan satu kontraksi. Periode ini merupakan kebalikan dari frekuensi dan dinyatakan dengan satuan sekon.
0,08 0,06 0,04 0,02
Periode Duodenum
0,00 -0,02 0
50
100
150
4,2
200
Periode (s)
Persentase perubahan frekuensi
0,10
-0,04 Medan magnet (Gauss) Duodenum
Jejunum
Ileum
Gambar 18. Pengaruh medan magnet terhadap persentase perubahan frekuensi kontraksi usus halus kelinci.
4 3,8 3,6 3,4 3,2 30
60
90
Kontrol
Tabel 3. Efek medan magnet terhadap frekuensi kontraksi spontan usus halus kelinci secara in vitro.
60
90
120
150
180
∆ Frekuensi
D
0,016 ± 0,067
J
-0,029 ± 0,031
I
0,025 ± 0,056
D
-0,028 ± 0,029
J
0,012 ± 0,021
I
0,025 ± 0,047
D
0,008 ± 0,009
J
0,005 ± 0,036
I
0,011 ± 0,011
D
0,001 ± 0,030
J
-0,026 ± 0,058
I
0,057 ± 0,036
D
-0,004 ± 0,027
J
0,074 ± 0,093
I
0,066 ± 0,059
D
0,028 ± 0,029
J
0,090 ± 0,057
I
0,029 ± 0,035
180
Magnetik
Periode Jejunum 6 Periode (s)
30
Seg.
150
Gambar 19. Pengaruh medan magnet terhadap periode kontraksi spontan duodenum kelinci.
4 2 0 30
60
90
120
150
180
Perlakuan (Gauss) Kontrol
Magnetik
Gambar 20. Pengaruh medan magnet terhadap periode kontraksi spontan jejunum kelinci. Periode Ileum
6 Periode (s)
B (Gauss)
120
Perlakuan (Gauss)
4 2 0 30
60
90
120
150
180
Perlakuan (Gauss)
Selama pemaparan medan magnet dengan paparan 30 Gauss sampai 180 Gauss, frekuensi kontraksi usus halus tidak memperlihatkan adanya perubahan. Hal
Kontrol
Magnetik
Gambar 21. Pengaruh medan magnet terhadap periode kontraksi spontan ileum kelinci.
13
Pe rse ntase pe r ubahan pe rio de
Pembahasan Pola kontraksi usus halus terdiri atas kontraksi duodenum, jejunum dan ileum. Kontraksi usus halus dilakukan oleh otot polos visera yang memiliki karakteristik mampu berkontraksi secara spontan tanpa ada rangsangan dari luar. Hasil yang ditemukan dari penelitian ini menunjukkan terjadinya kontraksi spontan dan ritmik duodenum, jejunum dan ileum baik pada saat sebelum diberikan paparan medan magnet maupun ketika diberikan paparan medan magnet. Kontraksi spontan dan ritmik ini berkaitan dengan adanya potensial gelombang lambat (slow wave potential) yang terjadi secara terus menerus. Dikarenakan keterbatasan jumlah alat maka setiap pengambilan data harus dilakukan secara bergantian, sedangkan usus halus diisolasi dalam waktu yang bersamaan. Hal ini akan mengakibatkan kekuatan kontraksi tiap sampel usus akan berbeda. Setelah jangka waktu tertentu, kekuatan kontraksi sampel kedua akan lebih kecil jika dibandingkan dengan sampel pertama. Oleh karena itu, agar didapatkan data kontraksi yang valid, maka dari satu sampel tersebut harus diambil data kontrol dan perlakuannya. Pemberian medan magnet dari 30 Gauss sampai 180 Gauss dapat mengakibatkan amplitudo kontraksi spontan usus halus menjadi menurun jika dibandingkan dengan kontrol. Tetapi medan magnet tersebut tidak mempengaruhi frekuensi dan periode kontraksinya. Hal ini mengakibatkan kekuatan usus untuk mencerna makanan menjadi berkurang. Dengan kata lain, makanan yang masuk ke dalam usus akan dicerna dalam jumlah yang sedikit sehingga nutrisinya akan banyak yang dikeluarkan dalam bentuk feses dan yang diserap tubuh akan sedikit. Pengaruh yang diberikan oleh medan magnet terhadap amplitudo kontraksi spontan usus halus menunjukkan hubungan berbanding lurus. Artinya semakin besar paparan medan magnet yang digunakan semakin besar pula perubahan yang terjadi. Penurunan tersebut dapat terjadi melalui berbagai kemungkinan. Antara lain terjadi perubahan aliran ion Ca2+ yang berperan dalam kontraksi otot polos, terganggunya membran sel otot polos dan terganggunya aktivitas enzim MLCK. Medan magnet juga dapat mempengaruhi sifat listrik sistem biologis di dalam tubuh.
0,04 0,02 0,00 -0,02
0
50
100
150
200
-0,04 -0,06 -0,08 -0,10 Medan m agnet (Gauss) Duodenum
Jejunum
Ileum
Gambar 22. Pengaruh medan magnet terhadap persentase perubahan periode kontraksi usus halus kelinci. Tabel 4. Efek medan magnet terhadap periode kontraksi spontan usus halus kelinci secara in vitro. B (Gauss) 30
60
90
120
150
180
Seg.
∆ Periode
D
-0,011 ± 0,056
J
0,032 ± 0,037
I
-0,019 ± 0,049
D
0,028 ± 0,031
J
0,002 ± 0,021
I
-0,024 ± 0,046
D
-0,007 ± 0,008
J
0,002 ± 0,041
I
-0,012 ± 0,014
D
0,001 ± 0,029
J
0,023 ± 0,056
I
-0,053 ± 0,033
D
0,004 ± 0,029
J
-0,064 ± 0,082
I
-0,062 ± 0,050
D
-0,025 ± 0,028
J
-0,077 ± 0,041
I
-0,026 ± 0,038
Pada Gambar 19, 20 dan 21, terlihat pola acak periode kontraksi usus halus dari kontrol dan perlakuan, baik pada segmen duodenum, jejunum maupun ileum. Hal ini menunjukkan bahwa medan magnet yang diberikan tidak mempengaruhi periode kontraksi spontan usus halus. Hal ini diperkuat dengan pola acak yang ditunjukkan oleh persentase perubahan periode kontraksinya (Gambar 22). Melalui uji Duncan pada tingkat kepercayaan 95%, tidak ditunjukkan adanya perlakuan yang signifikan. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa periode merupakan kebalikan dari frekuensi. Konsekuensinya, jika frekuensi tidak mengalami perubahan, maka dapat dipastikan periode juga akan mengalami hal yang sama.
14
Medan magnet dapat merubah aliran masuk (influks) ion Ca2+ ke dalam sel dan mempercepat aliran keluar ion Ca2+ (Nair.1989). Perubahan aliran ion tersebut terjadi melalui proses pembelokkan arah masuk ion Ca2+. Ion Ca2+ yang seharusnya masuk kedalam intraseluler sel otot polos usus halus melalui pompa kalium akan mengalami pembelokan sehingga tidak dapat masuk melalui pompa ion tersebut. Hal tersebut mengakibatkan ion Ca2+ yang masuk menjadi sedikit dan [Ca2+] di dalam sel akan cepat berkurang, sehingga akan terjadi ketidakstabilan sistem yang mendukung terjadinya proses kontraksi otot. Kontraksi usus halus dipicu oleh Ca2+ karena miosin rantai ringan kinase (MLCK) secara enzimatik akan menjadi aktif hanya hadir. MLCK jika Ca2+-kalmodulin merupakan sebuah enzim yang memfosforilasi rantai ringan miosin sehingga menstimulasi terjadinya kontraksi otot halus. Dengan berkurangnya aliran masuk ion Ca2+ kedalam sel, maka [Ca2+] yang bereaksi dengan kalmodulin akan berkurang juga, sehingga aktifasi MLCK akan terhambat. Dengan terhambatnya aktifasi MLCK tersebut, maka kontraksi otot polos akan menurun. Mekanisme interaksi tersebut sesuai dengan hukum Faraday. Hukum Faraday menyatakan bahwa medan magnet akan mengakibatkan gaya terhadap aliran ion yang bergerak. Lebih jauh lagi, kelanjutan hukum Faraday yang dinamakan efek Hall menyatakan bahwa ketika medan magnet ditempatkan secara tegak lurus terhadap arah aliran arus listrik, maka akan mengalami pembelokkan dan memisahkan muatan ion. Pembelokan ion tersebut akan berlawanan arah bergantung pada kutub magnet yang dihadapkan dan muatan ion. Terdapat kemungkinan juga medan magnet tersebut mempengaruhi Ca2+ yang keluar dari sarkoplasma retikulum dan mempengaruhi Ca2+ ketika bereaksi dengan kalmodulin. Mekanisme interaksi medan magnet terhadap aliran ion kalsium ini sesuai dengan hasil eksperimen independen yang dilakukan oleh Blackman (Nair,1989). Blackman meneliti perilaku aliran keluar kalsium yang tidak normal dari membran sel jaringan otak secara in vitro. Jaringan otak yang diberi medan magnet menunjukkan terjadinya kenaikan effluks ion kalsium jika dibandingkan dengan yang tidak diberikan medan magnet.
Medan magnet juga dapat mempercepat aktivitas enzim di dalam tubuh (EMF Rapid, 1997). Dengan cepatnya aktivitas yang dilakukan oleh enzim (MLCK) ditambah yang dengan sedikitnya [Ca2+] mengaktifasinya, maka otot akan cepat mengalami kelelahan (fatigue) dan lama kelamaan akan berhenti beraktifitas (mati). Ketika medan magnet statik diterapkan secara simultan terhadap suatu objek yang mengandung ion kalsium, hasilnya menunjukkan perubahan pola spike potential atau perubahan ambang batas potensial membran (Bell.1992). Mungkin proses yang paling sederhana adalah membran memiliki keadaan energi yang menjadi tak-mampu menurun dengan adanya medan magnet, mengarah kepada perubahan tak-berambang batas di dalam potensial membran dan selanjutnya perubahan pada aktivitas listrik ritmik spontan yang teramati sebagai sinyal aferent. Dengan terjadinya perubahan pada aktivitas listrik ritmik spontan tersebut akan mengakibatkan terganggunya gelombang lambat (spike potenstial) yang dihasilkan Sel Interstisial Cajal. Pada duodenum, pemberian medan magnet sebesar 30 G, 60 G, 90 G dan 120 G belum bisa mempengaruhi pola kontraksi usus halus. Perubahan yang signifikan baru terlihat pada perlakuan 150 Gauss. Pada jejunum perubahan signifikan mulai terjadi pada perlakuan 120 Gauss dan pada ileum terjadi hampir pada semua tingkat paparan, tetapi pada perlakuan 60 Gauss perubahannya tidak signifikan. Dari penelitian ini juga dapat terlihat bahwa semakin besar medan magnet yang diberikan, semakin besar pula penurunan amplitudo yang terjadi. Mengenai perubahan yang hanya terjadi pada parameter amplitudo dan tidak pada frekuensi dan periode, sampai saat ini penulis masih belum bisa memperkirakan penyebabnya.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Uji perlakuan medan magnet terhadap kontraksi spontan usus halus secara in vitro menunjukkan penurunan amplitudo kontraksi jika dibandingkan dengan kontrol, tetapi medan magnet tersebut tidak mempengaruhi frekuensi dan periodenya. Semakin besar medan magnet yang digunakan, semakin besar pula persentase perubahan yang terjadi pada amplitudo kontraksi usus halus.
15
World Health Organization, Geneva, Switzerland. Moechtar, M. 1999. Magnetic Field Effect on Human Beings. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 1 Hlm: 1-7. Moulder, John. 2004. Static Electric and Magnetic Field and Human Health. http://www.mcw.edu/gcrc/cop/ststicfields-cancer-faq/toc.html. Sastradipradja, D., dkk. 1988. Penuntun Praktikum Fisiologi Veteriner. Life Sciences Inter University Center. Institut Pertanian Bogor. Schenck, John, F. 2000. Safety of Strong, Static Magnetic Fields. Journal of magnetic resonance imaging 12: 2-19. Szurszewski, J. H.1998. A 100-year Perspective on Gastrointestinal Motility. Am. J. Physiol. 274 (Gastrointest. Liver Physiol. 37): G447-G453. Tennvassas, T, L., Skretting, A. 1998. Methods for Automatic Detection of Peristaltic Waves in the Small Intestine. European Journal of Nuclear Medicine Vol 25, No. 11, November 1998, Springer – Verlag. Nair,I. Biological Effects of Power Frequency Electric and Magnetic fields. Background Paper, Assesment of Electric Power Wheeling and Dealing: Technological Consideration for Increasing Competition, OTA-BP-E53, Washington DC: U. S. Government Printing Office. Webb, R, C. Smooth Muscle Contraction and Relaxation. 2003. Adv. Physiol Educ 27: 201-206.
Saran Untuk pengembangan selanjutnya, disarankan digunakan alat yang lebih teliti dan efektif, dalam hal ini bisa digunakan myograf yang langsung terhubung dengan sistem yang terkomputerisasi. Kuat medan magnet yang digunakan lebih ditingkatkan (dalam orde Tesla), mungkin bisa digunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Dan sampel usus halus diperbanyak lagi, agar lebih relevan dan akurat.
DAFTAR PUSTAKA Ackerman, E., Ellis, B, M, Lynda., Williams, E, Lawrence. 1988. Ilmu Biofisika. Penerjemah: Drs. Redjani, Prof. Abdulbasir, Airlangga University Press. Surabaya. Bard, Philip. 1956. Medical Physiology. Tenth edition. The C. V. Mosby Company, St Louis. Bell, Glenn, B. 1992. Alterations in Brain Electrical Activity caused by Magnetic Fields: Detecting the Detection Process. Electroencephalography and Clinical Neurophysiology, 82 (1992) 389-397. Giancoli, Douglas, C. 2001. Fisika Edisi Kelima. Jilid kedua. Penerbit: Erlangga. Jakarta. Glaser, Roland. 1996. Biophysics. SpringerVerlag Berlin Heidelberg, New York. Goenarso, D, Suripto, Zulfiani. 2003. Efek Gosipol terhadap Kontraksi Usus Halus Mencit (Mus musculus) Swiss Webster Jantan secara In vitro. Jurnal Matematika dan Sains. Vol. 9 No. 1, Maret 2004, hal 183 – 188. Grasa, L., Rebollar,E., Arruebo,MP., Plaza, MA., Murillo,MD. 2004. The Role of Ca2+ in the Contractility of Rabbit Small Intestine in vitro. Journal of Physiology and Pharmacology, 55, 3, 639-650. Gunawan M. S., Adi. Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot. Integral, Vol. 6, No. 2, Oktober 2001, hal 58 – 70. Hansen, M, B. 2003. Neurohumoral Control of Gastrointestinal Motility. Physiol. Res, 52: 1-30. IPCS International Programme on Chemical Safety. 1989. Magnetic Fields Health and Safety Guide. Health and Safety Guide No. 27,
16
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Penelitian
Untuk perhitungan amplitudo didapatkan l = 2 cm L = 19,5 cm H = Tinggi tiap puncak pola kontraksi yang tercatat pada kymograf. Dengan menggunakan persamaan
Amplitudo ( A) =
l ×H, L
maka didapatkan data amplitudo sebagai berikut :
i). 30 Gauss PERLAKUAN
30 Gauss
SEGMENT
Amplitudo
Frekuensi
Periode
C
M
%(∆MC)
C
M
%(∆MC)
C
M
Duodenum 1
0,363
0,483
0,332
14,566
13,906
-0,045
4,160
4,335
%(∆MC) 0,042
Duodenum 2
0,335
0,339
0,010
12,783
13,900
0,087
4,711
4,385
-0,069
Duodenum 3
0,329
0,333
0,014
18,136
18,238
0,006
3,333
3,312
-0,006
Jejunum 1
0,341
0,338
-0,008
19,768
18,479
-0,065
3,044
3,267
0,073
Jejunum 2
0,267
0,259
-0,030
17,382
17,067
-0,018
3,461
3,524
0,018
Jejunum 3
0,322
0,327
0,015
13,760
13,686
-0,005
4,377
4,395
0,004
Ileum 1
0,718
0,839
0,168
10,586
11,532
0,089
5,748
5,317
-0,075
Ileum 2
0,433
0,489
0,130
11,611
11,521
-0,008
5,202
5,251
0,009
Ileum 3
0,595
0,655
0,100
12,777
12,694
-0,007
4,730
4,776
0,010
ii). 60 Gauss PERLAKUAN
60 Gauss
SEGMENT
Amplitudo
Frekuensi
Periode
C
M
%(∆MC)
C
M
%(∆MC)
C
M
Duodenum 1
0,279
0,287
0,028
19,002
18,057
-0,050
3,165
3,330
%(∆MC) 0,052
Duodenum 2
0,330
0,310
-0,059
16,614
15,963
-0,039
3,620
3,765
0,040
Duodenum 3
0,502
0,461
-0,081
15,765
15,855
0,006
3,821
3,794
-0,007
Jejunum 1
0,398
0,396
-0,003
14,036
14,369
0,024
4,281
4,187
-0,022
Jejunum 2
0,209
0,201
-0,035
17,055
17,451
0,023
3,546
3,598
0,015
Jejunum 3
0,224
0,207
-0,075
20,621
20,369
-0,012
2,917
2,956
0,013
Ileum 1
0,863
0,791
-0,083
12,028
11,785
-0,020
5,045
5,158
0,022
Ileum 2
0,596
0,611
0,025
13,705
14,719
0,074
4,452
4,139
-0,070
Ileum 3
0,608
0,571
-0,061
15,976
16,337
0,023
3,791
3,704
-0,023
iii). 90 Gauss PERLAKUAN
90 Gauss
SEGMENT
Amplitudo
Frekuensi
Periode
C
M
%(∆MC)
C
M
%(∆MC)
C
M
%(∆MC)
Duodenum 1
0,646
0,622
-0,037
15,238
15,517
0,018
3,945
3,885
-0,015
Duodenum 2
0,435
0,376
-0,134
18,572
18,575
0,000
3,239
3,242
0,001
Duodenum 3
0,380
0,331
-0,128
14,096
14,196
0,007
4,284
4,256
-0,007
Jejunum 1
0,623
0,596
-0,043
13,387
13,981
0,044
4,492
4,306
-0,041
Jejunum 2
0,275
0,258
-0,060
14,927
14,526
-0,027
4,038
4,205
0,042
Jejunum 3
0,668
0,654
-0,022
13,264
13,232
-0,002
4,558
4,580
0,005
Ileum 1
1,479
1,311
-0,114
12,731
12,767
0,003
4,750
4,762
0,002
Ileum 2
0,730
0,621
-0,149
15,150
15,233
0,005
4,055
4,012
-0,011
Ileum 3
0,621
0,518
-0,166
13,991
14,319
0,023
4,359
4,245
-0,026
17
iv). 120 Gauss PERLAKUAN
120 Gauss
SEGMENT
Amplitudo
Frekuensi
Periode
C
M
%(∆MC)
C
M
%(∆MC)
C
M
%(∆MC)
Duodenum 1
0,531
0,501
-0,057
16,489
16,069
-0,025
3,649
3,747
0,027
Duodenum 2
0,338
0,280
-0,171
17,139
17,046
-0,005
3,509
3,530
0,006
Duodenum 3
0,435
0,360
-0,172
14,342
14,818
0,033
4,201
4,070
-0,031
Jejunum 1
0,435
0,333
-0,235
16,340
15,796
-0,033
3,690
3,808
0,032
Jejunum 2
0,259
0,239
-0,079
17,837
18,467
0,035
3,381
3,254
-0,037
Jejunum 3
0,318
0,295
-0,075
13,573
12,489
-0,080
4,540
4,872
0,073
Ileum 1
0,475
0,248
-0,477
13,800
14,042
0,018
4,373
4,304
-0,016
Ileum 2
0,824
0,658
-0,202
14,038
14,923
0,063
4,309
4,035
-0,064
Ileum 3
0,423
0,301
-0,287
12,291
13,391
0,089
4,931
4,538
-0,080
v). 150 Gauss PERLAKUAN
150 Gauss
SEGMENT
Amplitudo
Frekuensi
Periode
C
M
%(∆MC)
C
M
%(∆MC)
C
M
%(∆MC)
Duodenum 1
0,297
0,242
-0,185
17,604
17,810
0,012
3,423
3,379
-0,013
Duodenum 2
0,574
0,509
-0,114
15,469
14,933
-0,035
3,884
4,029
0,037
Duodenum 3
0,608
0,452
-0,257
15,139
15,317
0,012
3,975
3,925
-0,013 -0,110
Jejunum 1
0,443
0,334
-0,245
12,234
13,829
0,130
4,962
4,419
Jejunum 2
0,667
0,613
-0,081
13,024
12,582
-0,034
4,629
4,775
0,031
Jejunum 3
0,263
0,229
-0,129
13,168
14,803
0,124
4,575
4,059
-0,113
Ileum 1
1,220
0,864
-0,291
11,298
12,092
0,070
5,349
5,028
-0,060
Ileum 2
0,891
0,720
-0,192
13,693
15,386
0,124
4,481
3,978
-0,112
Ileum 3
0,604
0,453
-0,249
12,414
12,479
0,005
4,894
4,831
-0,013
vi). 180 Gauss PERLAKUAN
180 Gauss
SEGMENT
Amplitudo
Frekuensi
Periode
C
M
%(∆MC)
C
M
%(∆MC)
C
M
%(∆MC)
Duodenum 1
0,270
0,205
-0,240
16,870
17,908
0,062
3,565
3,363
-0,057
Duodenum 2
0,248
0,179
-0,278
15,781
15,878
0,006
3,814
3,795
-0,005
Duodenum 3
0,620
0,458
-0,262
15,078
15,335
0,017
3,994
3,945
-0,012
Jejunum 1
0,435
0,320
-0,264
13,009
14,987
0,152
4,657
4,103
-0,119
Jejunum 2
0,558
0,406
-0,272
13,536
14,600
0,079
4,455
4,116
-0,076
Jejunum 3
0,383
0,324
-0,155
15,297
15,900
0,039
3,937
3,789
-0,037
Ileum 1
1,003
0,574
-0,428
12,689
13,582
0,070
4,799
4,478
-0,067
Ileum 2
0,777
0,594
-0,236
13,230
13,308
0,006
4,559
4,593
0,007
Ileum 3
0,998
0,641
-0,358
20,699
20,955
0,012
2,935
2,877
-0,020
18
Lampiran 2. Pola Kontraksi Usus Halus Kelinci dengan Berbagai Perlakuan i). 30 Gauss
Duodenum 1
Duodenum 2
Duodenum 3
Jejunum 1
Jejunum 2
Jejunum 3
Ileum 1
Ileum 2
Ileum 3
Duodenum 1
Duodenum 2
Duodenum 3
Jejunum 1
Jejunum 2
Jejunum 3
Ileum 1
Ileum 2
Ileum 3
ii). 60 Gauss
19
iii). 90 Gauss
Duodenum 1
Duodenum 2
Duodenum 3
Jejunum 1
Jejunum 2
Jejunum 3
Ileum 1
Ileum 2
Ileum 3
Duodenum 1
Duodenum 2
Duodenum 3
Jejunum 1
Jejunum 2
Jejunum 3
Ileum 1
Ileum 2
Ileum 3
iv). 120 Gauss
20
v). 150 Gauss
Duodenum 1
Duodenum 2
Duodenum 3
Jejunum 1
Jejunum 2
Jejunum 3
Ileum 1
Ileum 2
Ileum 3
Duodenum 1
Duodenum 2
Duodenum 3
Jejunum 1
Jejunum 2
Jejunum 3
Ileum 1
Ileum 2
Ileum 3
vi). 180 Gauss
21
Lampiran 3. Analisis Data A. Amplitudo 1.
Duodenum
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Amplitudo N
21
Normal Parameters(a,b)
Most Extreme Differences
Mean
-,0853149
Std. Deviation
,13832841
Absolute
,159
Positive
,159
Negative
-,082
Kolmogorov-Smirnov Z
,729
Asymp. Sig. (2-tailed)
,663
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. Asymp.Syg(2-tailed) = 0.663 > 0.05 Distribusi populasi perubahan amplitudo kontraksi duodenum adalah normal.
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Medan Magnet
Value Label
N
0
kontrol
3
1
30 Gauss
3
2
60 Gauss
3
3
90 Gauss
3
4
120 Gauss
3
5
150 Gauss
3
6
180 Gauss
3
Descriptive Statistics Dependent Variable: Amplitudo Medan Magnet
Mean
Std. Deviation
N
kontrol
,0000000
,00000000
3
30 Gauss
,1183852
,18480832
3
60 Gauss
-,0376619
,05780133
3
90 Gauss
-,0996193
,05463135
3
120 Gauss
-,1333594
,06646134
3
150 Gauss
-,1851515
,07160254
3
180 Gauss
-,2597978
,01929403
3
Total
-,0853149
,13832841
21
22
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Amplitudo Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
,282(a)
6
,047
6,526
,002
Intercept
,153
MEDAN_MA
,282
1
,153
21,231
,000
6
,047
6,526
,002
Error
,101
14
,007
Total
,536
21
Corrected Total
,383
20
a R Squared = ,737 (Adjusted R Squared = ,624)
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Amplitudo Duncan Subset Medan Magnet
N
180 Gauss
3
-,2597978
150 Gauss
3
-,1851515
-,1851515
120 Gauss
3
-,1333594
-,1333594
-,1333594
90 Gauss
3
-,0996193
-,0996193
60 Gauss
3
-,0376619
-,0376619
kontrol
3
30 Gauss
3
1
Sig.
2
3
,0000000
4
,0000000 ,1183852
,104
,068
,096
,110
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,007. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b Alpha = ,05.
2.
Jejunum
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Amplitudo N
21 Mean
-,0855733
Std. Deviation
,09441853
Absolute
,233
Positive
,142
Negative
-,233
Normal Parameters(a,b)
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
1,067
Asymp. Sig. (2-tailed)
,205
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. Asymp.Sig.(2-tailed) = 0.205 > 0.05 Distribusi populasi perubahan amplitudo kontraksi jejunum adalah normal.
23
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Medan Magnet
Value Label
N
0
kontrol
3
1
30 Gauss
3
2
60 Gauss
3
3
90 Gauss
3
4
120 Gauss
3
5
150 Gauss
3
6
180 Gauss
3
Descriptive Statistics Dependent Variable: Amplitudo Medan Magnet
Std. Deviation
N
kontrol
,0000000
Mean
,00000000
3
30 Gauss
-,0076564
,02283965
3
60 Gauss
-,0377525
,03599902
3
90 Gauss
-,0418762
,01922582
3
120 Gauss
-,1297191
,09133793
3
150 Gauss
-,1516648
,08398548
3
180 Gauss
-,2303438
,06532133
3
Total
-,0855733
,09441853
21
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Amplitudo Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
,135(a)
6
Intercept
,154
1
,022
7,187
,001
,154
49,265
,000
MEDAN_MA
,135
6
,022
7,187
,001
Error
,044
14
,003
Total
,332
21
Corrected Total
,178
20
a R Squared = ,755 (Adjusted R Squared = ,650) Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Amplitudo Duncan Subset Medan Magnet
N 1
2
3
180 Gauss
3
-,2303438
150 Gauss
3
-,1516648
120 Gauss
3
-,1297191
90 Gauss
3
-,0418762
-,0418762
60 Gauss
3
-,0377525
-,0377525
30 Gauss
3
-,0076564
kontrol
3
,0000000
Sig.
,054
-,1297191
,075
,411
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,003. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b Alpha = ,05.
24
3.
Ileum
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Amplitudo N
21 Mean
-,1366691
Std. Deviation
,17863972
Absolute
,111
Positive
,052
Negative
-,111
Normal Parameters(a,b)
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
,510
Asymp. Sig. (2-tailed)
,957
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. Asymp.Sig.(2-tailed) = 0.957 > 0.05 distribusi populasi perubahan amplitudo kontraksi ileum adalah normal. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Medan Magnet
Value Label
N
0
kontrol
3
1
30 Gauss
3
2
60 Gauss
3
3
90 Gauss
3
4
120 Gauss
3
5
150 Gauss
3
6
180 Gauss
3
Descriptive Statistics Dependent Variable: Amplitudo Medan Magnet
Mean
Std. Deviation
N
kontrol
,0000000
,00000000
3
30 Gauss
,1326060
,03409493
3
60 Gauss
-,0396049
,05733970
3
90 Gauss
-,1430137
,02680288
3
120 Gauss
-,3220052
,14066518
3
150 Gauss
-,2440252
,04998237
3
180 Gauss
-,3406404
,09734178
3
Total
-,1366691
,17863972
21
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Amplitudo Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
,564(a)
6
,094
17,830
,000
Intercept
,392
1
,392
74,351
,000
MEDAN_MA Error
,564
6
,094
17,830
,000
,074
14
,005
Total
1,030
21
Corrected Total
,638
20
a R Squared = ,884 (Adjusted R Squared = ,835)
25
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Amplitudo Duncan Subset Medan Magnet
N 1
2
180 Gauss
3
-,3406404
120 Gauss
3
-,3220052
150 Gauss
3
-,2440252
90 Gauss
3
60 Gauss
3
kontrol
3
30 Gauss
3
Sig.
3
4
5
-,2440252 -,1430137
-,1430137 -,0396049
-,0396049 ,0000000 ,1326060
,144
,111
,103
,515
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,005. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b Alpha = ,05.
B. Frekuensi 1.
Duodenum
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Frekuensi N
21 Mean
,0031382
Std. Deviation
,03263761
Absolute
,178
Positive
,178
Negative
-,176
Normal Parameters(a,b)
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
,814
Asymp. Sig. (2-tailed)
,521
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. Asymp.Sig.(2-tailed) = 0.521 > 0.05 distribusi populasi perubahan frekuensi kontraksi duodenum adalah normal. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Medan Magnet
Value Label
N
0
kontrol
3
1
30 Gauss
3
2
60 Gauss
3
3
90 Gauss
3
4
120 Gauss
3
5
150 Gauss
3
6
180 Gauss
3
26
Descriptive Statistics Dependent Variable: Frekuensi Medan Magnet
Mean
Std. Deviation
N
kontrol
,0000000
,00000000
3
30 Gauss
,0158878
,06690159
3
60 Gauss
-,0277226
,02947648
3
90 Gauss
,0085439
,00917197
3
120 Gauss
,0007668
,02982486
3
150 Gauss
-,0037387
,02677850
3
180 Gauss
,0282300
,02935859
3
Total
,0031382
,03263761
21
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Frekuensi Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
,006(a)
6
,001
,814
,577
Intercept
,000
1
,000
,183
,675
MEDAN_MA
,006
6
,001
,814
,577
Error
,016
14
,001
Total
,022
21
Corrected Total
,021
20
a R Squared = ,259 (Adjusted R Squared = -,059)
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Frekuensi Duncan Subset Medan Magnet
N 1
60 Gauss
3
-,0277226
150 Gauss
3
-,0037387
kontrol
3
,0000000
120 Gauss
3
,0007668
90 Gauss
3
,0085439
30 Gauss
3
,0158878
180 Gauss
3
,0282300
Sig.
,090
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,001. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b Alpha = ,05.
27
2.
Jejunum
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Frekuensi N
21 Mean
,0178063
Std. Deviation
,06126064
Absolute
,186
Positive
,186
Negative
-,104
Normal Parameters(a,b)
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
,851
Asymp. Sig. (2-tailed)
,463
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. Asymp.Sig.(2-tailed) = 0.463 > 0.05 distribusi populasi perubahan frekuensi kontraksi jejunum adalah normal. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Medan Magnet
Value Label
N
0
kontrol
3
1
30 Gauss
3
2
60 Gauss
3
3
90 Gauss
3
4
120 Gauss
3
5
150 Gauss
3
6
180 Gauss
3
Descriptive Statistics Dependent Variable: Frekuensi Medan Magnet
Mean
Std. Deviation
N
kontrol
,0000000
,00000000
3
30 Gauss
-,0295827
,03152933
3
60 Gauss
,0115760
,02060717
3
90 Gauss
,0050199
,03618530
3
120 Gauss
-,0259317
,05795197
3
150 Gauss
,0735720
,09315553
3
180 Gauss
,0899908
,05715214
3
Total
,0178063
,06126064
21
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Frekuensi Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
,039(a)
6
,006
2,523
,072
Intercept
,007
1
,007
2,585
,130
MEDAN_MA Error
,039
6
,006
2,523
,072
,036
14
,003
Total
,082
21
Corrected Total
,075
20
a R Squared = ,520 (Adjusted R Squared = ,314)
28
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Frekuensi Duncan Subset Medan Magnet
N 1
2
30 Gauss
3
-,0295827
120 Gauss
3
-,0259317
kontrol
3
,0000000
,0000000
90 Gauss
3
,0050199
,0050199
60 Gauss
3
,0115760
,0115760
150 Gauss
3
,0735720
180 Gauss
3
,0899908
Sig.
,382
,068
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,003. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b Alpha = ,05. 3.
Ileum
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Frekuensi N
21 Mean
,0305324
Std. Deviation
,04074120
Absolute
,236
Positive
,236
Negative
-,126
Normal Parameters(a,b)
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
1,080
Asymp. Sig. (2-tailed)
,194
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. Asymp.Sig.(2-tailed) = 0.197 > 0.05 distribusi populasi perubahan frekuensi kontraksi ileum adalah normal.
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Medan Magnet
Value Label
N
0
kontrol
3
1
30 Gauss
3
2
60 Gauss
3
3
90 Gauss
3
4
120 Gauss
3
5
150 Gauss
3
6
180 Gauss
3
29
Descriptive Statistics Dependent Variable: Frekuensi Medan Magnet
Mean
Std. Deviation
N
kontrol
,0000000
,00000000
3
30 Gauss
,0250290
,05570931
3
60 Gauss
,0254678
,04720168
3
90 Gauss
,0105894
,01121383
3
120 Gauss
,0566899
,03638466
3
150 Gauss
,0664152
,05930173
3
180 Gauss
,0295353
,03553359
3
Total
,0305324
,04074120
21
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Frekuensi Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
,010(a)
6
,002
1,017
,453
Intercept
,020
1
,020
11,854
,004
MEDAN_MA
,010
6
,002
1,017
,453
Error
,023
14
,002
Total
,053
21
Corrected Total
,033
20
a R Squared = ,304 (Adjusted R Squared = ,005)
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Frekuensi Duncan Subset Medan Magnet
N 1
kontrol
3
,0000000
90 Gauss
3
,0105894
30 Gauss
3
,0250290
60 Gauss
3
,0254678
180 Gauss
3
,0295353
120 Gauss
3
,0566899
150 Gauss
3
,0664152
Sig.
,096
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,002. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b Alpha = ,05.
30
C. Periode 1.
Duodenum
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Frekuensi N
21 Mean
-,0014380
Std. Deviation
,03005418
Absolute
,182
Positive
,182
Negative
-,179
Normal Parameters(a,b)
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
,835
Asymp. Sig. (2-tailed)
,488
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. Asymp.Sig.(2-tailed) = 0.488 > 0.05 distribusi populasi perubahan periode kontraksi duodenum adalah normal. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Medan Magnet
Value Label
N
0
kontrol
3
1
30 Gauss
3
2
60 Gauss
3
3
90 Gauss
3
4
120 Gauss
3
5
150 Gauss
3
6
180 Gauss
3
Descriptive Statistics Dependent Variable: Frekuensi Medan Magnet
Mean
Std. Deviation
N
kontrol
,0000000
,00000000
3
30 Gauss
-,0112285
,05581218
3
60 Gauss
,0284305
,03122340
3
90 Gauss
-,0069688
,00817297
3
120 Gauss
,0004755
,02943218
3
150 Gauss
,0038822
,02895710
3
180 Gauss
-,0246569
,02799092
3
Total
-,0014380
,03005418
21
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Frekuensi Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
,005(a)
6
,001
,838
,561
Intercept
4,342E-05
1
4,342E-05
,046
,834
MEDAN_MA
,005
6
,001
,838
,561
Error
,013
14
,001
Total
,018
21
Corrected Total
,018
20
a R Squared = ,264 (Adjusted R Squared = -,051)
31
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Frekuensi Duncan Subset Medan Magnet
N 1
180 Gauss
3
-,0246569
30 Gauss
3
-,0112285
90 Gauss
3
-,0069688
kontrol
3
,0000000
120 Gauss
3
,0004755
150 Gauss
3
,0038822
60 Gauss
3
,0284305
Sig.
,081
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,001. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b Alpha = ,05. 2.
Jejunum
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Periode N
21 Mean
-,0118456
Std. Deviation
,05562603
Absolute
,203
Positive
,103
Negative
-,203
Normal Parameters(a,b)
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
,932
Asymp. Sig. (2-tailed)
,350
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Asymp.Sig.(2-tailed) = 0.350 > 0.05 distribusi populasi perubahan periode kontraksi jejunum adalah normal. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Medan Magnet
Value Label
N
0
kontrol
3
1
30 Gauss
3
2
60 Gauss
3
3
90 Gauss
3
4
120 Gauss
3
5
150 Gauss
3
6
180 Gauss
3
32
Descriptive Statistics Dependent Variable: Periode Medan Magnet
Mean
Std. Deviation
N
kontrol
,0000000
,00000000
3
30 Gauss
,0319044
,03654778
3
60 Gauss
,0020167
,02080686
3
90 Gauss
,0016355
,04154249
3
120 Gauss
,0225536
,05584577
3
150 Gauss
-,0635937
,08236761
3
180 Gauss
-,0774360
,04071348
3
Total
-,0118456
,05562603
21
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Periode Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
,032(a)
6
,005
2,462
,077
Intercept
,003
1
,003
1,370
,261
MEDAN_MA
,032
6
,005
2,462
,077
Error
,030
14
,002
Total
,065
21
Corrected Total
,062
20
a R Squared = ,513 (Adjusted R Squared = ,305)
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Periode Duncan Subset Medan Magnet
N 1
2
3
180 Gauss
3
-,0774360
150 Gauss
3
-,0635937
-,0635937
kontrol
3
,0000000
,0000000
,0000000
90 Gauss
3
,0016355
,0016355
,0016355
60 Gauss
3
,0020167
,0020167
,0020167
120 Gauss
3
,0225536
,0225536
30 Gauss
3
Sig.
,0319044 ,077
,057
,456
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,002. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b Alpha = ,05.
33
3.
Ileum
NPar Tests One Sample Kolmogorov-Smirnov Test Periode N
21 Mean
-,0278363
Std. Deviation
,03756437
Absolute
,185
Positive
,137
Negative
-,185
Normal Parameters(a,b)
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
,848
Asymp. Sig. (2-tailed)
,469
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. Asymp.Sig.(2-tailed) = 0.469 > 0.05 distribusi populasi perubahan periode kontraksi ileum adalah normal. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Medan Magnet
Value Label
N
0
kontrol
3
1
30 Gauss
3
2
60 Gauss
3
3
90 Gauss
3
4
120 Gauss
3
5
150 Gauss
3
6
180 Gauss
3
Descriptive Statistics Dependent Variable: Periode Medan Magnet
Mean
Std. Deviation
N
kontrol
,0000000
,00000000
3
30 Gauss
-,0185634
,04873103
3
60 Gauss
-,0236213
,04631876
3
90 Gauss
-,0114933
,01427570
3
120 Gauss
-,0530664
,03326416
3
150 Gauss
-,0616195
,04974436
3
180 Gauss
-,0264903
,03765374
3
Total
-,0278363
,03756437
21
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Periode Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
,009(a)
6
,001
1,053
,434
Intercept
,016
1
,016
11,715
,004
MEDAN_MA
,009
6
,001
1,053
,434
Error
,019
14
,001
Total
,044
21
Corrected Total
,028
20
a R Squared = ,311 (Adjusted R Squared = ,016)
34
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Periode Duncan Medan Magnet
N
Subset 1
150 Gauss
3
-,0616195
120 Gauss
3
-,0530664
180 Gauss
3
-,0264903
60 Gauss
3
-,0236213
30 Gauss
3
-,0185634
90 Gauss
3
-,0114933
kontrol
3
,0000000
Sig.
,093
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,001. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b Alpha = ,05. Keterangan analisis data
a.
Tests of Between-Subjects Effects
ANOVA satu faktor Dalam kasus ini uji ANOVA satu faktor digunakan untuk melihat apakah ada perbedaan yang nyata pada perubahan parameter kontraksi usus halus berdasar medan magnet. Hipotesis Hipotesis untuk kasus ini: Ho = Keenam rata-rata Populasi adalah identik (rata-rata perubahan parameter kontraksi tidak berbeda nyata) Hi = Keenam rata-rata Populasi adalah tidak identik (rata-rata perubahan parameter kontraksi memang berbeda nyata) Pengambilan keputusan Dasar Pengambilan Keputusan berdasar nilai Probabilitas: o Jika probabilitas > 0.05, Ho diterima. o Jika probabilitas < 0.05, Ho ditolak.
MODEL Bagian ini menjelaskan tiga baris output yang berhubungan penggunaan model Anova. ¾ ¾ ¾
Corrected Total ( Jumlah sum of squares dari variable Perubahan amplitudo (variable dependen)) Corrected Model ( Jumlah sum of squares yang dihitung oleh model ANOVA diatas ) Error ( Jumlah sum of squares yang tidak dihitung oleh model ANOVA)
Dengan membandingkan Corrected Model dengan Corrected Total, sebagai berikut :
ℵ =
Corrected Model x 100 % Corrected Total
אmenyatakan seberapa besar model anova yang digunakan diatas kontraksi.
b.
dapat menjelaskan rata-rata perubahan parameter
Post Hoc Test Post Hoc test dilakukan dengan menggunakan Uji Duncan. Uji ini digunakan untuk menunjukkan perlakuan mana yang memiliki pengaruh yang sigifikan, dengan ketentuan perlakuan yang sigifikan adalah yang terdapat pada kolom (subset) yang berbeda dengan kolom (subset) kontrol.
35
Lampiran 4. Peralatan Penelitian
Peralatan penelitian : (a), Solenoida sebagai sumber medan magnet, (b) Kymograf, sebagai pencatat kontraksi usus halus, (c) Organbath yang berfungsi untuk mengatur suhu agar konstan (37°C) dan sebagai tempat untuk meletakkan organ, (d) Sensor medan magnet PASCO CI-6520A untuk menentukan besarnya medan magnet yang dipakai, (e) PASCO CI-7500 Science Workshop 750 interface, (f) PASCO Scientific SF–9584A low – voltage Power Supply sebagai sumber arus - tegangan solenoida.
36
Lampiran 5. Diagram Alir Penelititan Skema sistem penelitian Persiapan Penelitian
Persiapan
Bahan dan Alat
Tidak Siap ? Ya Perancangan Sistem
Eksperimen
Pengambilan dan Pengelolahan Data
Analisa Data
Penyusunan Skripsi
37
Lampiran 6. Rangkaian Alat Penelitian
38