1
EFEK JERA SANKSI PIDANA TERHADAP WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI GORONTALO HALID MOKA NIRWAN JUNUS, SH, MH DOLOT A. BAKUNG, SH, MH ABSTRAK Halid Moka. 2014. Efek Jera Sanksi Pidana Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Di Gorontalo. Skripsi, Jurusan Ilmu Hukum. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I Nirwan Junus, SH.,MH dan pembimbing II Dolot A. Bakung, SH.,MH. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa (a) Sanksi yang dikenakan kepada wajib pajak pribadi terbagi dua yakni sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi pidana yang diberikan mengacu pada UU No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagai hukum pajak format dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun, dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana. (b) Sanksi pidana memberikan efek jera kepada wajib pajak orang pribadi yang tidak membayar pajak dan memberikan Surat Pemberitahuan fiktif sehingga mulai aktif membayar pajak.
Kata Kunci: Sanksi Pidana, Wajib Pajak Orang Pribadi 1
1
Halid Moka. Nirwan Junus, SH, MH. Dolot A. Bakung, SH, MH
2
Indonesia saat ini sedang mengalami berbagai permasalahan di berbagai sektor khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat inflasi, naiknya harga barangbarang dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serta turunnya daya beli masyarakat telah menjadi masalah yang sangat rumit yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Untuk tetap dapat bertahan dan memperbaiki kondisi ekonomi yang ada, pemerintah harus mengupayakan semua potensi penerimaan yang ada. Pada saat ini tengah digali berbagai macam potensi untuk meningkatkan penerimaan negara, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun seiring dengan berkembangnya kemampuan analisis para praktisi ekonomi yang menyatakan bahwa mengandalkan pinjaman dari luar negeri sebagai salah satu sumber penerimaan negara hanya akan menjadi bumerang dikemudian hari, potensi penerimaan dari pinjaman luar negeri akan semakin dikurangi. Salah satu sumber penerimaan yang terpenting bagi Negara adalah pajak, karena pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat guna membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan nasional dan ekonomi masyarakat. Oleh karenanya, pajak perlu dikelola secara saksama dengan meningkatkan peran seluruh lapisan masyarakat dan aparat perpajakan sendiri. Meningkatnya kesejahteraan rakyat adalah bagian dari tujuan utama perpajakan di indonesia, untuk mewujudkan tujuan teersebut perlu memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan, pembiayaan pembangunan dapat diperoleh melalui pendapatan pajak. Pajak merupakan keharusan yang harus dipenuhi rakyat kepada kas negara. Hukum pajak disebut hukum fiskal, adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari
3
hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antar negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya sering disebut dengan wajib pajak). Penerimaan dari sektor pajak terbagi menjadi dua golongan, yaitu dari pajak langsung contohnya pajak penghasilan dan dari pajak tidak langsung contohnya pajak pertambahan nilai, bea materai, bea balik nama. Memang, dilihat dari segi penerimaan, Pajak Panghasilan dapat membantu negara dalam membiayai pengeluaran, namun tidak semua orang dapat dikenakan PPh. Pajak Penghasilan hanya dapat dikenakan kepada orang pribadi atau badan yang telah berpenghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)2 Menurut ketentuan UU Nomor 28 Tahun 2007 KUP Pasal 1 angka 2, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan atau pemotongan pajak tertentu. Kemudian badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan lainnya. Sementara itu, pada UU Nomor 36 Tahun 2008 PPh Pasal 2 ayat (1) tentang Pajak Penghasilan, bahwa yang menjadi subjek pajak untuk pajak penghasilan adalah : 1. a. orang pribadi b. warisan yang belum terbagi sebagian satu kesatuan menggantikan yang berhak 2. badan 3. bentuk usaha tetap
2
R. Santoso Brotodiharjo, SH, MH. Pengatar Ilmu Hukum Pajak, 2008, 1
4
Pengertian wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 28 Tahun 2007 KUP Pasal 1 angka 2 harus diubah dengan menampakkan pencerminan sebagai pendukung kewajiban dan hak di bidang perpajakan karena telah memenuhi syarat-syarat objektif dan subjektif sebagaimana dikenal dalam hukum pajak. Wajib pajak tidak boleh diabaikan atau dikesampingkan haknya sebagai salah satu unsur untuk memperoleh perlindungan hukum. Hak yang dimiliki oleh wajib pajak merupakan sarana hukum untuk mendapatkan perlindungan hukum dari kesewenang-wenangan pejabat pajak dalam upaya untuk menegakkan hukum pajak.3 Definisi Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Dari pengertian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pajak merupakan iuran wajib yang bersifat memaksa masyarakat melalui proses peralihan kekayaan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin negara dengan imbalan secara tidak langsung Secara garis besar ciri-ciri yang terdapat pada pajak adalah sebagai berikut : 1. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena didasarkan atas undang-undang. 2. Pihak yang membayar pajak tidak mendapat kontra prestasi langsung 3. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah, dimana jika terjadi kelebihan (surplus) maka akan dipergunakan untuk membiayai 3
Dr. Muhammad Djafar Saidi, SH, MH. Pembahuruan Hukum Pajak, 2007, 68-69
5
Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya sebagai sumber pembiayaan dan pembangunan Negara. Berdasarkan hal di atas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu : 1. Fungsi Penerimaan (budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaranpengeluaran pemerintah. Dalam APBN, pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri. 2. Fungsi Mengatur (regulator) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengukur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Misalnya PPnBM untuk barang-barang mewah, hal ini diterapkan pemerintah dalam upaya mengatur agar tingkat konsumsi barang-barang mewah dapat dikendalikan. 3. Fungsi Stabilitas Fungsi ini berhubungan dengan kebijakan untuk menjaga stabilitas harga (melalui dana yang diperoleh dari pajak) sehingga laju inflasi dapat dikendalikan. 4. Fungsi Redistribusi Dalam fungsi redistribusi, lebih ditekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak. Contohnya dalam pajak penghasilan, semakin besar jumlah penghasilan maka akan semakin besar pula jumlah pajak yang terutang.
6
5. Fungsi Demokrasi Pajak dalam fungsi demokrasi merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak. 4 Sanksi Perpajakan Dalam rangka agar baik masyarakat wajib pajak maupun aparatur perpajakan mematuhi kewajiban-kewajiban, sekaligus sebagai perwujudan unsur pajak dapat dipaksakan sebagaimana didefinisikan, maka dituangkan ketentuan sanksi perpajakan, termasuk yang berkaitan dengan sanksi bagi wajib pajak (PKP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM). Sanksi-sanksi dalam perpajakan terdiri atas sanksi administrasi yang meliputi sanksi berupa denda, sanksi berupa bunga, sanksi berupa kenaikan, serta sanksi pidana perpajakan yang meliputi sanksi yang bersifat pelanggaran, dan sanksi pidana yang bersifat kejahatan. Sanksi administrasi berupa denda dikenakan terhadap pelanggaran peraturan yang bersifat hukum publik. Dalam hal ini, sanksi administrasi dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang akibat pelanggarannya pada umumnya tidak merugikan negara.5 a. Sanksi Administrasi Sanksi administrasi adalah suatu jenis sanksi perpajakan dengan mengenakan pembayaran sejumlah uang, yang besarnya telah ditetapkan dalam nilai uang atau dalam persetase tertentu. Dilihat dari pengenaan yang dilakukan, maka terdapat 3 (tiga) macam sanksi administrasi ini, yakni : 4 5
Aristanti Widyaningsih, S.Pd, M.Si. Hukum Pajak dan Perpajakn, 2011, 2-14 Aristanti Widyaningsih, S.Pd, M.Si. Hukum Pajak dan Perpajakan, 2011, 278-288, Dibit
7
1) Denda 2) Bunga 3) Kenaikan b. Sanksi Pidana Mengenai sanksi pidana yang dikenakan kepada Wajib Pajak, hal ini ditetapkan dalam Pasal 38 dan Pasal 39 UU Nomor 28 Tahun 2008 KUP seperti berikut : 1) Barangsiapa karena kealpaannya : a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan/atau denda seting-tingginya sebesar dua kali jumlah pajak yang terutang 2) Barang siapa dengan segaja : a. Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau mengunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak b. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan c. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap d. Memperlihatkan pembukan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar e. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lainnya
8
f. Tidak menyetorkan Pajak yang telah dipotong atau di pungut Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tiga tahun dan/atau denda setinggi-tinggnya sebesar empat kali jumlah Pajak yang terutang yang kurang atau tidak dibayar. 6 METODELOGI PENELITIAN Metodelogi Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban). Sumber Bahan Hukum Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar dalam (ilmu) penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku, sampai pada dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.7 Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (Library Research). Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kepustakaan yang mencakup buku,
6 7
Liberty Padiangan, SE. Pajak Pertambahan Nilai, 1993, 201-223 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2011,Penelitian Hukum Normatif, Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 24
9
dokumen, laporan dan laporan penelitian.
Data sekunder diperoleh melalui penelitian
kepustakaan, bersumber pada : 1) Bahan hukum sekunder yaitu buku-buku literatul memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: buku-buku penunjang, hasil-hasil penelitian hukum, hasil-hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum, dan sebagainya yang berkaitan dengan perjanjian dan kesehatan. Bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang sanksi pidana. 2) Bahan tersier atau bahan hukum penunjang, yakni mencakup bahan-bahan primer, sekunder dan tersier (penunjang) seperti kamus, ensiklopedia, internet dan bahan-bahan hukum primer atau sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data yang tepat, maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu dengan cara melalui studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum sekunder, primer dan tersier atau bahan non hukum yang berkaitan dengan penyidikan . Penelusuran dapat dilakukan dengan cara membaca, melihat dan mendengarkan. Analisis Data Analisi data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya.8
8
Ibid. hlm 183
10
HASIL PENELITIAN Sejarah Singkat KPP Pratama Gorontalo Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo yang sekarang menempati gedung tiga lantai dengan luas bangunan 3,380 M sebelumnya adalah merupakan gedung Kantor Pelayanan Pajak Gorontalo dan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Gorontalo yang dibangun sekitar tahun1991. Seiring dengan reformasi dilingkungan Diktorat Jenderal Pajak dan sejak adanya Keputusan Direttur Jenderal Pajak Nomor : KEP-195/PJ/2008 tanggal 27 November 2008 tentang penerapan organisasi tata kerja dan saat mulai beroperasinya Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Nusa Tenggara, Kantor Direktorat Jenderal Pajak Papua, dan Maluku serta Kkantor Pelayanan Pajak Pratama dan Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakandilingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat, Kantor Wlayah Direktorat Pajak Kalimantan Selatan dan Tengah, Kantor Wilayah Direkorat Jendral Pajak Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Nusa Tenggara dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Papua dan Maluku, maka sejak tanggal 1 Desember 2008 menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo. Tugas Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan dan pengaasan wajib pajak dibidang pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, pajak tidak langsung lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan
11
serat Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan wilayah wewenanngnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.9 Sanksi Pidana yang Dikenakan Pada Wajib Pajak Pribadi Yang Tidak Patuh Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada 3 macam sanksi pidana, yaitu : denda pidana, kurungan, dan penjara a. Denda pidana Berbeda dengan sanksi berupa dendan administrasi yang hanya diancam/dikenakan kepada Wajib Pajak yang melanggar ketetntuan peraturan perpajakan sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada Wajib Pajak ada juga yang diancam kepada pejabat pajak atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan. b. Pidana kurungan Pidana kurungan hanya diancam kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada Wajib Pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama denga yang diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti denga pidana kurungan selama-lamanya sekian. c. Pidana penjara Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara
9
Sumber Data : KPP Gorontalo
12
tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak.10 Efek Jera Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Setelah Dikenakan Sanksi Pidana Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Pada hakikatnya, pengadaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dengan kata lain, sanksi perpajakan merupakan alat pencegah ( preventif) agar Wajib Pajak tidak melanggar norma. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib Pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan Dengan dikenakannya sanksi pidana kepada Wajib Pajak dapat memberikan efek jera kepada Wajib Pajak. Pada hakikatnya pengadaan sanksi perpajakan dilakukan untuk meninggkatkan kepathan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya dalam membayar pajak sesuai dengan undangundang. 10
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., AK. Perpajakn Edisi Revisi, 2011, 59-60
13
Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak dipengaruhi oleh wajib pajak yang menilai bahwa pajak dirasakan sebagai beban terhadap penghasilan mereka, hal ini dikarenakan tingkat pengetahuan perpajakan oleh wajib pajak masih kurang serta sosialisasi dari pihak kantor pajak tentang pentingnya fungsi pajak sebagai dana umum untuk pelaksanaan fungsi pembiayaan negara dan tugas pemerintah. Kesadaran wajib pajak atas fungsi perpajakan sebagai pembiayaan negara sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Masyarakat harus sadar akan keberadaannya sebagai warga negara yang selalu menjunjung tinggi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum penyelenggaraan negara Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: a. Jika Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya, maka ad konsekuensi hukum, konsekuensi hukum berupa Sanksi pidana yang diberikan mengacu pada UU No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagai hukum pajak format dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun, dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana. b. Dengan adanya Sanksi pidana dapat memberikan efek jera kepada wajib pajak orang pribadi yang tidak membayar pajak dan memberikan Surat Pemberitahuan fiktif sehingga mulai aktif membayar pajak. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas peneliti dapat merumuskan saran antar lain sebagai beriktu : 14
Perlu disosialisasikan sikap membayar pajak di masyarakat. Sosialisasi ini hendaknya dilaksanakan secara merata di setiap daerah, guna menumbuhkan kesadaran wajib pajak Pemerintah daerah hendaknya meningkatkan pembangunan infrastruktur yang perlu diupayakan dan ditingkatkan dan kulitasnya dengan demikian masyarakat akan sadar terhadap fungsi pajak sebagai pembangunan dan pembiayaan negara.
15
DAFTAR PUTAKA
Adrian, Sutedi, S.H., M.H, 2011. Hukum Pajak, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta Aristanti, Widyaningsih, S.Pd., M.Si, 2011. Hukum Pajak dan Perpajakan, Penerbit Alfabeta, Bandung Dr. Muhammad, Djafar, Saidi, S.H., M.H, 2007. Pembaruan Hukum Pajak, Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta Liberty, Pandiangan, S.E, 1993. Pajak Pertambahan Nilai, Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta Prof. Dr. Mardiasmo, MBA, AK, 2011. PerpajakanEdisi Revisi, Penerbit C.V ANDI, Yogyakarta
R. Santoso, Brotodiharjo, S.H, 2008. Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Penerbit PT Refika Aditama, Bandung Sumber Data : KPP Gorontalo Ibid. hlm 183
16