EFEK EKSTRAK KULIT BUAH RAMBUTAN TERHADAP JUMLAH ERITROSIT, KADAR HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT TIKUS PUTIH YANG DIPAPAR ASAP ROKOK Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Biologi
oleh
Fera Kartika Dewi 4411411048
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016
i
ii
iii
ABSTRAK Dewi, Fera Kartika. 2015. Efek Ekstrak Kulit Buah Rambutan terhadap Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin dan Hematokrit Tikus yang Dipapar Asap Rokok. Skripsi, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Lisdiana, M.Si. Asap rokok merupakan salah satu sumber radikal bebas eksogen. Apabila terinhalasi, aktivitasnya dapat merusak struktur fungsi membran eritrosit. Pengaruh radikal bebas dapat ditekan melalui pemberian antioksidan. Kulit buah rambutan mengandung senyawa fenolik dalam bentuk polifenol yang bersifat antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok dan pada dosis berapa ekstrak kulit buah rambutan dapat memberikan pengaruh signifikan. Penelitian ini menggunakan desain Post Test Control Group Design. Sampel dibagi dalam 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol (K+, K-) dan kelompok perlakuan (KP1, KP2, KP3). Masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih. Kelompok kontrol positif (K+) diberi pakan standar dan air minum, kelompok kontrol negatif (K-) diberi 3 batang rokok, kelompok perlakuan (KP1, KP2, KP3) diberi 3 batang rokok dan ekstrak kulit buah rambutan masing-masing kelompok perlakuan dengan dosis 15 mg/kgBB, 30 mg/kgBB, dan 45 mg/kgBB selama 30 hari. Variabel bebas adalah ekstrak kulit buah rambutan sedangkan variabel terikat adalah jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit darah. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke 6, 12, 18, 24 dan 30 melalui sinus orbitalis mata dengan pipet hematokrit sebanyak 1 ml dan ditampung dalam tabung eppendorf kemudian mengukur parameter sampel darah dengan Hematology Analyzer BC 2600. Data dianalisis dengan uji LSD dan dosis optimum dianalisis menggunakan uji regresi. Hasil penelitian menunjukkan dari hasil uji LSD pada jumlah eritrosit terdapat perbedaan bermakna antara kelompok K- terhadap kelompok K+, KP1, KP2 dan KP3. Pada kelompok K+ tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap kelompok KP1, KP2 dan KP3, namun terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kelompok KP3 dengan taraf siginifkansi sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 (p<5%). Sedangkan hasil uji LSD kadar hemoglobin dan hematokrit darah menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok K- terhadap kelompok K+, KP1, KP2 dan KP3. Pada kelompok K+ tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap kelompok KP1, KP2 dan KP3. Sedangkan antara kelompok KP1, KP2 dan KP3 tidak terdapat perbedaan bermakna. Namun dari hasil rerata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit darah pada hari ke 30, kelompok KP3 yang paling tertinggi. Simpulan dari penelitian ini adalah ekstrak kulit buah rambutan dengan dosis 45 mg/kgBB dapat meningkatkan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok. Kata kunci: asap rokok, darah, kulit buah rambutan
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul “Efek Ekstrak Kulit Buah Rambutan terhadap Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin dan Hematokrit Tikus yang Dipapar Asap Rokok” dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi Strata 1 di Universitas Negeri Semarang. 2. Dekan Fakultas MIPA yang telah memberikan ijin dan kelancaran administrasi dalam melaksanakan penelitian. 3. Ketua Jurusan Biologi Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan arahan dan kelancaran administrasi. 4. Dr. Lisdiana, M.Si. sebagai dosen pembimbing dan selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi. 5. Dr. Wiwi Isnaeni, M.S. dan Dr. Aditya Marianti, M.Si. sebagai dosen penguji I dan dosen penguji II yang telah memberikan arahan dan saran perbaikan serta memberikan waktunya untuk berkonsultasi. 6. Mbak Tika dan Pak Ngatiman selaku teknisi Laboratorium Biologi Unnes yang telah membantu dalam melakukan penelitian. 7. Pak Mahali dan Mbak Arista selaku teknisi Laboratorium Patologi Klinik Universitas Muhammadiyah Semarang yang telah memfasilitasi, membantu menganalisis dan memberikan arahan dalam melakukan penelitian. 8. Ayahanda R. Indrakama Wedanta, BSc, Ibunda Hariani dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril, doa maupun materil. 9. Pemerintah RI melalui DIKTI yang telah membantu dan memberikan berbagai sarana materil selama perkuliahan berlangsung untuk menyelesaikan studi Strata 1. 10. Mas Herdi, Dek Wawan dan Dek Erni yang selalu memberi motivasi, saran dan setia bersama-sama dalam menjalankan penelitian skripsi ini. 11. Nihayatul Milah yang telah membantu dengan segala bentuk keikhlasannya.
v
12. Kakak-kakak ku yakni Mas Yanto, Mbak Astridya Paramita, M.KM. dan Mas Dimas Satrio Herlambang, S.Si., yang selalu memberikan semangat, motivasi, doa, kasih sayang dan materil dalam pembuatan skripsi ini. 13. Sahabat-Sahabat-ku Nanda, Maulana, Ria dan lain-lain yang selalu mendoakan dan memberi semangat dalam pembuatan skripsi ini. 14. Dek Eva, Anwar, Syarif dan Husein yang telah membantu dan memberikan arahan serta berbagai keceriaan selama penelitian di Unit Perawatan dan Perbiakan Hewan Coba Laboratorium Biologi FMIPA UNNES. 15. Rekan-rekan Biologi Unnes dan Sebico (Second of Biology Community) yang selalu memberi motivasi saya dalam melakukan penelitian. 16. Teman-teman berbagai organisasi CBF (Cempaka Bio Farm), JSC (Jasmina Study Center), UKM Penelitian dan lain-lain, yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat serta memberi motivasi saya dalam penulisan skripsi ini. 17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, baik moril, doa maupun materil demi terselesaikannya skripsi ini. Tidak ada satu pun yang dapat penulis berikan sebagai imbalan, kecuali doa semoga Allah SWT memberikan balasan yang sebaik-baiknya dan berlimpah rahmat serta hidayah-Nya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta menjadi bahan kajian dalam bidang ilmu yang terkait. Amin.
Semarang, 25 April 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..........................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................
iii
ABSTRAK .........................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................
v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ..............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................
4
C. Penegasan Istilah .............................................................................
5
D. Tujuan Penelitian .............................................................................
5
E. Manfaat Penelitian ...........................................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Kandungan Senyawa Kimia Kulit Buah Rambutan (Nephelium lappaceum) ..................................................................
7
B. Kandungan Asap Rokok .................................................................. 11 C. Gambaran Umum Darah ................................................................. 14 D. Kerangka Berpikir ........................................................................... 22 E. Hipotesis .......................................................................................... 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 25 B. Populasi dan Sampel ....................................................................... 25 C. Variabel ........................................................................................... 25 D. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................... 26 E. Rancangan Penelitian ...................................................................... 27 F. Prosedur Penelitian .......................................................................... 28 G. Analisis Data ................................................................................... 32
vii
Halaman BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ............................................................................... 33 B. Pembahasan ..................................................................................... 42 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ......................................................................................... 54 B. Saran ................................................................................................ 54 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 55 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 62
viii
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1. Alat yang digunakan untuk penelitian ......................................................... 26 2. Bahan yang digunakan untuk penelitian ...................................................... 27 3. Pemberian perlakuan pada penelitian .......................................................... 27 4. Rerata Jumlah eritrosit (106/µl) selama 30 hari perlakuan .......................... 33 5. Hasil uji LSD terhadap jumlah eritrosit (106/µl) ......................................... 35 6. Rerata kadar hemoglobin (gr/dL) selama 30 hari perlakuan ....................... 36 7. Hasil uji LSD terhadap kadar hemoglobin (gr/dL) ...................................... 38 8. Rerata persentase hematokrit (%) selama 30 hari perlakuan ....................... 39 9. Hasil uji LSD terhadap persentase hematokrit (%) ..................................... 41
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
1. Buah dan kulit buah rambutan ...................................................................
8
2. Struktur polifenol .......................................................................................
8
3. Struktur kimia asam ellagat, corilagin dan geraniin ...................................
9
4. Mekanisme peredaman radikal oleh senyawa fenolik ............................... 10 5. Gambaran sampel darah ............................................................................. 15 6. Morfologi sel darah merah ......................................................................... 16 7. Struktur dari membran sel .......................................................................... 17 8. Struktur hemoglobin .................................................................................. 20 9. Kerangka berpikir penelitian efek ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok .......................................................... 24 10. Seperangkat alat smoking chamber ............................................................ 30 11. Skema tahap pelaksanaan penelitian .......................................................... 31 12
Grafik rerata jumlah eritrosit selama 30 hari perlakuan ............................. 34
13. Garis regresi linier antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dengan jumlah eritrosit ............................................................................... 36 14. Grafik rerata kadar hemoglobin selama 30 hari perlakuan ........................ 37 15. Garis regresi linier antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dengan kadar hemoglobin .......................................................................... 39 16. Grafik rerata persentase hematokrit selama 30 hari perlakuan .................. 40 17. Garis regresi linier antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dengan persentase hematokrit .................................................................... 42 18. Struktur flavonoid ...................................................................................... 52
x
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1. Pembuatan ekstrak kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.) .......................................................................... 63 2. Cara pemeriksaan sampel darah dengan alat Hematology Analyzer ............................................................................ 64 3. Prosedur pengoperasian Hematology Analyzer BC 2600 ............................ 65 4. Data hasil penelitian ..................................................................................... 67 5. Analisis statistik data jumlah eritrosit .......................................................... 70 6. Ringkasan hasil uji regresi linier data jumlah eritrosit ................................. 73 7. Analisis statistik data kadar hemoglobin ..................................................... 76 8. Ringkasan hasil uji regresi linier data kadar hemoglobin ............................ 79 9. Analisis statistik data persentase hematokrit ............................................... 82 10. Ringkasan hasil uji regresi linier data persentase hematokrit ...................... 85 11. Dokumentasi penelitian ................................................................................ 88
xi
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada sebagian masyarakat merokok merupakan hal kebiasaan yang sulit dihilangkan dan berbahaya bagi kesehatan tubuh. Merokok tidak hanya berbahaya bagi perokok tetapi juga orang di sekitarnya yang terkena asap rokok. Pembakaran rokok akan menghasilkan asap rokok yang terbagi menjadi asap rokok utama (mainstream smoke) dan asap rokok samping (sidestream smoke). Asap rokok utama merupakan asap rokok yang dihasilkan dari hisapan perokok aktif yang mengandung 25% kadar bahan berbahaya, sedangkan asap rokok samping merupakan asap rokok dari pembakaran rokok yang terhirup oleh perokok pasif yang mengandung 75% kadar bahan berbahaya (Nurjanah et al. 2014). Asap rokok samping dapat menimbulkan polusi udara sehingga disebut pula Environtment Tobacco Smoke (ETS) yang sangat berbahaya dan dampaknya lebih besar. Asap rokok merupakan aerosol heterogen dari hasil pembakaran tembakau. Kandungan kimia tembakau yang sudah teridentifikasi jumlahnya mencapai 2.500 komponen, sedangkan dalam asap rokok telah teridentifikasi 4.800 macam komponen kimia yang dapat membahayakan kesehatan (Gaur 2007). Asap rokok terbagi menjadi dua komponen yakni komponen gas dan partikel. Komponen gas terdiri atas karbon monoksida (CO), oksida, aldehid, asam hidrosianat, akrolein, ammonia, nitrosamin, hidrazin dan vinil klorida. Sedangkan komponen partikel terdiri atas tar, nikotin, hidrokarbon aromatik polinuklear, fenol, kresol, βnaftilamin, benzo(a)piren, katekol, indol dan karbazol (Behr 2002). Asap rokok, baik asap rokok utama dan samping apabila terinhalasi ke dalam sistem pernafasan dapat masuk ke sistem sirkulasi darah sehingga menimbulkan Reactive Oxygen Species (ROS) yaitu senyawa pengoksidasi turunan oksigen yang bersifat sangat reaktif yang menyebabkan stress oksidatif terutama pada eritrosit. Di dalam eritrosit terkandung hemoglobin (Hb) yakni suatu struktur yang terdiri atas heme dan globin. Hemoglobin memiliki kemampuan mengikat O2 dan CO2 sehingga hemoglobin merupakan komponen
1
2
yang amat penting dalam mempertahankan keutuhan sistem sirkulasi tubuh. Fungsi utamanya yakni mengatur pertukaran O2 dan CO2 dalam jaringan tubuh yaitu mengambil O2 dari paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan tubuh digunakan untuk metabolisme serta membawa CO2 dari jaringan tubuh hasil metabolisme ke paru-paru untuk dibuang. Hemoglobin juga turut berfungsi dalam mempertahankan bentuk normal sel darah merah (Hoffbrand 2006). Kandungan asap rokok terutama karbon monoksida bereaksi dengan hemoglobin membentuk karbon monoksihemoglobin (karboksihemoglobin). Afinitas hemoglobin untuk O2 jauh lebih rendah daripada afinitasnya terhadap karbon monoksida, sehingga CO menggantikan O2 pada hemoglobin dan menurunkan kapasitas darah sebagai pengangkut oksigen. Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk berikatan dengan hemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen ke seluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan (Harvey 2009). Membran eritrosit tersusun atas karbohidrat, protein, oligosakarida dan lipid (fosfolipid, kolesterol, glikolipid). Fosfolipid merupakan lipid yang jumlahnya paling banyak dan tersusun dalam dua lapisan/dwi lapis (bilayer). Fosfolipid merupakan salah satu membran yang rentan terhadap stres oksidatif. Apabila radikal bebas tidak dihentikan, aktivitasnya dapat merusak seluruh tipe makromolekul seluler, termasuk karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat (Abdollahi et al. 2004). Lemak tidak jenuh adalah lemak yang peka terhadap serangan oksigen sehingga menimbulkan perubahan struktur kimia. Dalam sistem seluler peroksidasi terjadi pada biomembran, akibatnya kandungan asam lemak tidak jenuh yang ada menjadi sangat reaktif. Serangan radikal bebas pada lipid dapat menyebabkan terbentuknya peroksida yang disebut peroksidasi lipid (Suhartono et al. 2007). Peroksida lipid pada membran eritrosit dapat mengakibatkan hilangnya fluiditas membran dan meningkatkan fragilitas atau kerapuhan membran eritrosit
3
yang selanjutnya mengakibatkan eritrosit akan mudah pecah atau hemolisis (Ratnaningtyas 2010). Lisisnya membran eritrosit menyebabkan hemoglobin terbebas ke dalam plasma, sehingga jumlahnya semakin berkurang. Hal ini mengakibatkan kadar hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit rendah. Akibatnya sel-sel tubuh akan kekurangan oksigen (Ahumibe dan Braide 2009). Apabila kerusakan membran eritrosit terus berlanjut, maka kemungkinan akan menimbulkan penyakit anemia sehingga terjadi penurunan nilai hematokrit darah. Dari hasil penelitian Kilinc et al. (2004) menunjukkan bahwa nilai hitung eritrosit pada perokok pasif lebih rendah daripada perokok aktif. Perokok pasif yang sering menghirup asap rokok samping dari hasil pembakaran rokok yang diakibatkan oleh perokok aktif. Perokok pasif lebih memiliki resiko yang besar daripada perokok aktif karena asap rokok yang terhirup lebih berbahaya disebabkan oleh senyawa aktif yang kuat dari hasil pembakaran tidak sempurna rokok. Pengaruh radikal bebas dari asap rokok terhadap eritrosit, hemoglobin dan hematokrit dapat ditekan melalui pemberian antioksidan. Antioksidan dapat berperan dalam mencegah terjadinya stress oksidatif akibat paparan radikal bebas. Antioksidan dapat diperoleh dari senyawa kimia hasil metabolit sekunder dari berbagai tanaman. Salah satu jenis kulit buah yang berkhasiat sebagai obat dan memiliki aktivitas antioksidan yaitu rambutan (Nephelium lappaceum). Rambutan merupakan buah yang umum dikonsumsi di Indonesia, mudah diperoleh, serta dikenal masyarakat luas. Rambutan adalah salah satu buah yang semua bagiannya dari kulit, daun, biji, sampai akar, dapat berfungsi sebagai obat (Syamsidi 2014). Namun untuk kulit buah rambutan hingga kini masih menjadi limbah. Kulitnya yang berwarna merah masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Kulit buah rambutan diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang mengandung senyawa fenolik, alkaloid, steroid dan terpenoid (Wardhani dan Supartono 2015), flavonoid (Fidrianny et al. 2015) serta antosianin (Hutapea et al. 2014) dengan kandungan tertinggi adalah senyawa fenolik (Fila 2012). Menurut Thitilertdecha et al. (2010), kulit buah rambutan mengandung senyawa fenolik dalam bentuk polifenol dengan komponen utama asam ellagat, geraniin dan coraligin. Polifenol ini berperan melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas dengan cara mengikat radikal bebas (Guo et al. 2003).
4
Polifenol merupakan senyawa kimia yang bersifat antioksidan kuat yang mempunyai cincin aromatik dengan gugus hidroksil lebih dari satu (Thitilertdecha et al. 2010). Aktivitas antioksidan polifenol lebih efektif dan lebih kuat dibandingkan dengan aktivitas antioksidan pada vitamin C dan vitamin E. Kemampuan antioksidan dari suatu zat adalah IC50 (Inhibitory Concentration
50)
yang didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat meredam radikal bebas sebanyak 50%, dimana semakin kecil nilai IC50 maka aktivitas peredaman radikal bebas semakin tinggi dan akan semakin efektif zat tersebut sebagai antioksidan. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Tjandra et al. (2011) uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif menunjukkan bahwa ekstrak metanol kulit buah rambutan nilai IC50 sebesar 0,412 µg/mL dan nilai IC50 vitamin C sebesar 1.776603 µg/mL, sedangkan dari hasil penelitian Khasanah (2011) ekstrak etanol kulit buah rambutan menunjukkan nilai IC50 sebesar 4,29 µg/mL dan nilai IC50 vitamin E sebesar 8,48 µg/mL. Maka dari hasil dua penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah rambutan memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan senyawa vitamin C dan vitamin E. Namun demikian, sampai saat ini belum diketahui efek ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana efek ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok? 2. Pada dosis berapa efek ekstrak kulit buah rambutan dapat memberikan pengaruh signifikan pada jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok?
5
C. Penegasan Istilah Untuk menghindari salah penafsiran terhadap judul “Efek Ekstrak Kulit Buah Rambutan terhadap Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin dan Hematokrit Tikus yang Dipapar Asap Rokok” maka perlu ditegaskan istilah-istilah yang terkait dengan judul di atas sebagai berikut. 1. Asap Rokok Bahan toksik yang diperoleh dari hasil pembakaran rokok. Asap rokok akan dipaparkan ke tikus. Jenis rokok yang digunakan merupakan jenis rokok kretek yang dijual bebas di pasaran, dengan kandungan tar 38 mg dan nikotin 2,4 mg per batang rokok. Tujuan digunakan asap rokok dalam penelitian ini adalah menimbulkan efek toksik pada darah. 2. Ekstrak Kulit Buah Rambutan Zat dalam bentuk serbuk yang dimurnikan dari zat asal. Dalam penelitian ini kulit buah rambutan dibuat dengan cara meserasi menggunakan pelarut metanol. Hasil akhir ekstrak berupa larutan. 3. Jumlah Eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah Komponen sel darah yang terdiri dari 45% berupa sel-sel darah merah yang mengandung hemoglobin dan nilai hematokrit berkaitan erat dengan jumlah eritrosit/sel darah merah dalam tubuh. Dalam penelitian ini digunakan sebagai indikator penting kerusakan darah yang diambil dengan melihat parameter hematologi melalui pemeriksaan darah di laboratorium. D. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis efek ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok. 2. Untuk mengetahui dosis ekstrak kulit buah rambutan yang berpengaruh signifikan pada jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah darah tikus yang dipapar asap rokok.
6
E. Manfaat Penelitian Manfaat dilakukannya penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai efek ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok. 2. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut tentang prospek pengembangan efek ekstrak kulit buah rambutan sebagai antioksidan. 2. Manfaat Aplikatif Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk menggunakan ekstrak kulit buah rambutan sebagai obat alternatif untuk mencegah penurunan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah akibat dipapar asap rokok.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Kandungan Senyawa Kimia Kulit Buah Rambutan (Nephelium lappaceum) Rambutan merupakan tanaman buah tropis asli Indonesia, namun saat ini telah menyebar luar di daerah yang beriklim tropis seperti Filipina dan negaranegara Amerika Latin dan ditemukan pula di daratan yang mempunyai iklim subtropis. Tanaman rambutan merupakan salah satu tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai antioksidan alami yang dalam perkembangannya juga digunakan sebagai tanaman obat (Nugraha 2008). Rambutan banyak ditanam sebagai pohon buah dan kadang-kadang ditemukan tumbuh dengan liar. Tumbuhan tropis ini memerlukan iklim lembab dengan curah hujan tahunan paling sedikit 2000 mm. Rambutan merupakan tanaman dataran rendah yang ketinggiannya mencapai 300-600 m dpl (Hasbi 1995). Sistematika dan klasifikasi tanaman rambutan adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Sub kingdom
: Tracheobionta
Super divisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub kelas
: Rosidae
Ordo
: Sapindales
Famili
: Sapindaceae
Genus
: Nephelium
Spesies
: Nephelium lappaceum L.
Kultivar
: Binjai
Menurut Hasbi (1995) buah rambutan berbentuk bulat sampai lonjong dan seluruh permukaan kulitnya banyak ditumbuhi rambut-rambut (duri-duri lunak), oleh karena itu disebut rambutan (Gambar 1). Buah rambutan terbentuk pada ujung ranting yang berbentuk bulat berukuran 5 cm yang berwarna hijau muda dan akan berubah warna menjadi kuning atau merah apabila sudah matang. Dinding buah tebal. Biji berbentuk elips, terbungkus daging buah berwarna putih 7
8
transparan yang dapat dimakan dan banyak mengandung air, rasanya bervariasi dari masam sampai manis. Kulit biji tipis berkayu (Hutapea et.al. 2014).
Gambar 1. Buah dan kulit buah rambutan (Sumber: Dok. Pribadi) Buah rambutan tersusun atas 3 komponen yakni buah, biji dan kulit. Kulit buah (perikarp) rambutan yang biasanya dibuang dan belum termanfaatkan, ditemukan mengandung antioksidan yang sangat tinggi dan aktivitas antibakteri serta berpotensi memberikan aktivitas antioksidan sebagai penangkal radikal bebas. Kulit buah sebagai sumber senyawa antioksidan secara perlahan mendapatkan perhatian karena aktivitas biologinya lebih baik daripada bagian yang lain (Zulkifli et al. 2012). Berdasarkan penelitian Wardhani dan Supartono (2015) bahwa kulit buah rambutan diketahui mengandung senyawa fenolik, alkaloid, steroid dan terpenoid (Wardhani dan Supartono 2015), flavonoid (Fidrianny et al. 2015) serta antosianin (Hutapea et al. 2014) dengan kandungan tertinggi adalah senyawa fenolik (Fila 2012).
Gambar 2. Struktur polifenol (Sumber: Hamid et al 2010) Menurut Thitilertdecha et al (2010) menjelaskan bahwa senyawa fenolik pada kulit buah rambutan dalam bentuk polifenol. Polifenol ini merupakan senyawa kimia yang bersifat antioksidan kuat dan paling banyak yang mempunyai
9
cincin aromatik dengan gugus hidroksil lebih dari satu (Gambar 2). Asam ellagat, corilagin dan geraniin yang diisolasi dari ekstrak metanol kulit buah rambutan merupakan komponen utama yang berpotensi sebagai antioksidan (Gambar 3). Asam elagat merupakan senyawa yang mempunyai kapasitas antioksidan yang tinggi dibanding antioksidan yang beredar di pasaran.
Asam ellagat
Corilagin
Geraniin Gambar 3. Struktur kimia asam ellagat, corilagin dan geraniin (Sumber: Thitilertdecha et al. 2010) Senyawa polifenol berperan sebagai antioksidan, bertindak sebagai penampung radikal hidroksil dan superoksida sehingga melindungi membran lipid (Sundaryono 2011). Selain itu kulit buah rambutan mengandung senyawa aktif fenolik yaitu flavonoid dan antosianin yang diduga sebagai pigmen yang membuat kulitnya berwarna merah tua (Nurdin et al. 2013). Flavonoid merupakan senyawa aktif polifenol yang berperan sebagai antioksidan, yang dapat meningkatkan eritropoiesis (proses pembentukan eritrosit) dalam sumsum tulang dan memiliki efek immunostimulan (Sundaryono 2011). Sifat antioksidan ini dapat menjaga haeme iron tetap dalam bentuk ferro yang berhubungan dengan produksi methemoglobin (Ahumibe dan Braide 2009). Dengan adanya flavonoid saat
10
terdapat bentuk ferrylHb diperkirakan dapat mencegah setengah dari molekul oxyHb teroksidasi menjadi metHb. Sehingga hemoglobin tetap dapat menjalankan fungsinya untuk mengikat oksigen karena tetap terdapat dalam bentuk oxyHb (Gebicka dan Banasiak 2009). Antosianin merupakan zat warna merah yang terdapat dalam kulit buah rambutan merupakan senyawa golongan flavonoid yang juga berpotensi sebagai antioksidan di dalam tubuh sehingga dapat melindungi integritas sel endotel yang melapisi dinding pembuluh darah sehingga tidak terjadi kerusakan, melindungi lambung dari kerusakan dan menghambat sel tumor (Arinaldo 2011), serta senyawa antosianin diduga dapat menstimulir produksi eritropoietin sehingga mempengaruhi pembentukan sel darah merah (Chu dan Chen 2006).
Gambar 4. Mekanisme peredaman radikal oleh senyawa fenolik (Sumber: Cholisoh 2008) Dalam penelitian Thitilertdecha et al (2010), menunjukkan bahwa senyawa polifenol pada ekstrak kulit buah rambutan memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang bertugas untuk menangkal radikal bebas. Hal ini membuktikan bahwa polifenol memiliki kemampuan sebagai antioksidan karena pada strukturnya terdapat gugus hidroksil yang dapat mendonorkan atom hidrogennya kepada radikal bebas sehingga dapat meredam radikal bebas dan efektif dalam menghambat oksidasi lipida. Mekanisme dari senyawa fenolik dalam meredam radikal bebas dapat dilihat pada Gambar 4. DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) merupakan contoh radikal bebas sintetik. Senyawa ini bereaksi dengan senyawa antioksidan polifenol yang memiliki kemampuan sebagai penangkal radikal yang umumnya merupakan pendonor atom hidrogen (H). Melalui pengambilan atom hidrogen (H) dari senyawa antioksidan polifenol ini bertujuan untuk mendapatkan pasangan elektron. DPPH bereaksi dengan antioksidan sebagai pendonor hidrogen sehingga atom H tersebut dapat ditangkap oleh radikal DPPH membentuk DPPH-
11
H sehingga absorbansi dari DPPH akan berkurang dan berubah menjadi bentuk netralnya (Rajesh dan Natvar 2011). Hasil penelitian Ratnaningtyas (2010) juga membuktikan bahwa kandungan senyawa polifenol pada ekstrak kulit delima merah (Punica ganatum) dapat meningkatkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus putih. B. Kandungan Asap Rokok Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiona tabacuni, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Alviventiasari 2012). Rokok yaitu suatu gulungan kecil yang terbuat dari tembakau yang sudah dipotong-potong menjadi halus dan di bungkus oleh kertas tipis sehingga menjadi bentuk silinder yang panjangnya berukuran antara 70-120 mm dengan diameter sekitar 10 mm (masing-masing negara berbeda). Merokok adalah kegiatan menghisap asap dari pembakaran tembakau yang ada pada rokok, dimana salah satu ujungnya di bakar dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain (Riady 2014). Rokok merupakan produk yang tersusun dari tembakau. Bahan penyusun rokok selain tembakau yakni bunga cengkeh yang digunakan sebagai bahan tambahan untuk memberi aroma pedas pada rokok khususnya rokok kretek (Towaha 2012). Rokok mengandung lebih dari 4000 partikel yang sangat berbahaya bagi metabolisme sel seperti tar, nikotin, dan CO. Selain itu juga mengandung bahan-bahan kimia beracun antara lain: Hydrogen Cyanide, Ammonia,
Toluene,
Dimethylnitrosamine,
Acetone, Arsenic,
Methanol, DDT,
Napthalene,
Urethane,
Vinyl
Dibenzacridine,
Chloride, Pyrene,
Cadmium, Benzopyrene, Naphthylamin, Butane, Phenol, Polonium-210 dan Toluidine (Slaughter et al. 2011). Asap rokok atau Environmental Tobacco Smoke (ETS) dibedakan menjadi 2 yaitu asap rokok aktif dan asap rokok pasif. Asap rokok aktif atau disebut juga dengan mainstream cigarette smoke adalah asap rokok yang dihirup dan asap rokok yang dihembuskan oleh seorang perokok, sedangkan asap rokok pasif atau disebut juga dengan sidestream cigarette smoke adalah asap rokok yang terbentuk
12
dari ujung rokok yang terbakar. Mainstream cigarette smoke terdiri dari 8% fase tar dan 92% fase gas. Asap rokok di ruangan sekitar perokok 85% sidestream cigarette smoke dan 15% mainstream cigarette smoke (Riady 2014). Asap rokok merupakan radikal bebas yaitu atom atau molekul yang sifatnya tidak stabil sehingga untuk memperoleh pasangan elektron senyawa ini bersifat sangat reaktif dan merusak jaringan. Peningkatan radikal bebas yang tidak diikuti oleh peningkatan antioksidan akan menyebabkan stress oksidatif, yaitu kondisi gangguan keseimbangan antara penurunan antioksidan dan peningkatan radikal bebas yang berpotensi menimbulkan kerusakan oleh reaksi berantai di dalam tubuh dan bila reaksi berantai terus berjalan nantinya dapat menyebabkan terbentuknya radikal baru yang jumlahnya terus bertambah (Aldina 2015). Menurut Batubara (2013) bahwa asap rokok mengandung berbagai macam radikal bebas namun tiga komponen toksik utama yang terdapat dalam asap rokok, yaitu tar, nikotin dan karbonmonoksida yang telah dibuktikan bersifat karsinogen dan mutagen yaitu sebagai berikut: 1. Tar Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat dari asap rokok dan bersifat karsinogen. Tar didefinisikan sebagai nikotin bebas kering yang berwarna cokelat, berbau tidak sedap dan berupa partikel yang terbentuk selama pemanasan tembakau pada rokok. Pada saat rokok dihisap, tar akan masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap. Setelah dingin maka uap tar tersebut akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna cokelat pada permukaan gigi, saluran nafas dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 340 mg per batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar antara 24-45 mg (Tanijaya 2012). Rokok yang menggunakan filter dapat mengalami penurunan kandungan tar sekitar 5-15 mg. efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru walaupun rokok diberi filter. Kadar tar meningkat saat rokok dibakar dan hembusan terakhir dari rokok mengandung tar 2x lebih banyak dari hembusan yang pertama (Gondodiputro 2007). Rokok jenis kretek banyak dikonsumsi oleh sekitar 90% perokok di Indonesia (Nitcher 2005). Hal ini justru berbahaya karena rokok kretek cenderung dihisap lebih dalam karena efek anestesi yang terkandung dalam kretek
13
dan kandungan tar menyebabkan peningkatan terjadinya resiko kanker (Oktavianis 2011). 2. Nikotin Nikotin merupakan zat yang paling sering diteliti dan banyak di bicarakan. Zat ini adalah alkaloid beracun yang merupakan senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen, nitrogen dan oksigen. Zat ini biasanya digunakan sebagai bahan racun serangga. Nikotin ini berbentuk cairan, tidak berwarna dan merupakan basa yang mudah menguap. Nikotin berikatan dengan reseptor asetilkolin pada ganglion otonomik, medula adrenal, neuromuscular junction dan otak. Kadar nikotin 4-6 mg yang dihisap oleh setiap orang setiap hari dapat membuat seseorang ketagihan terhadap rokok Kandungan nikotin dalam rokok bervariasi tiap mereknya, berkisar 1.8-41.3 mg/g tiap rokok dengan rata-rata 8.32 mg/g (Tanijaya 2012). Kandungan nikotin dalam rokok kretek lebih besar dari rokok filter. Nikotin yang terdapat dalam asap rokok arus samping 4–6 kali lebih besar dari asap rokok arus utama. Rokok kretek mengandung lebih banyak nikotin dibandingkan dengan rokok putih yaitu sebesar 46,8 mg untuk rokok kretek dan 16,3 mg untuk rokok putih. Nikotin yang dikeluarkan oleh rokok kretek jumlahnya lebih banyak karena tidak dilengkapi filter yang berfungsi mengurangi asap yang keluar dari rokok seperti yang terdapat pada jenis filter (Susanna et al. 2003). Nikotin yang merupakan senyawa utama rokok diserap ke dalam sistem peredaran darah. Nikotin dapat meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada orang yang menggunakannya (Tanijaya 2012). Menurut Oktavianis (2011) bahwa nikotin akan merangsang hormon adrenalin sehingga menyebabkan naiknya kerja jantung. 3. Karbon Monoksida (CO) Karbon Monoksida adalah gas beracun yang tidak berwarna dan tidak berbau yang merupakan hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan yang mengandung karbon. Dalam rokok terdapat CO sejumlah 2%-6% pada saat
14
merokok. Rokok kretek juga mengandung lebih banyak CO yaitu sebesar 28,3 mg dan 15,5 mg untuk rokok putih (Raub et al. 2000). Karbon monoksida menyebabkan kurangnya supply oksigen bagi tubuh. Karbon monoksida (CO) merupakan sekelompok senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan atau disebut sebagai radikal bebas. Elektron yang tidak berpasangan akan mengganggu keseimbangan sel – sel dalam tubuh, karena dapat mengganggu proses oksidasi lemak, protein, serta asam nukleat (DNA) dalam tubuh (Oktavianis 2011). Karbon monoksida memiliki kecenderungan kuat untuk berikatan dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah sehingga dapat mengganggu transportasi O2 karena CO dapat menggeser oksigen yang terikat pada hemoglobin dan mengikat Hb menjadi karboksihemoglobin. CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm sudah dapat meningkatkan kadar karboksihemoglobin dalam darah (Peers et al. 2009). Seharusnya hemoglobin ini berikatan dengan oksigen yang sangat penting untuk pernapasan sel-sel tubuh, tetapi karena afinitas gas CO terhadap hemoglobin lebih kuat dari O2 sehingga akan terbentuk karboksihemoglobin yang lebih banyak yang menyebabkan jaringan pembuluh darah menyempit dan mengeras sehingga terjadi penyumbatan serta gejala anemia (Tanijaya 2012). C. Gambaran Umum Darah Darah adalah jaringan cair yang mengalir dalam sistem sirkulasi tertutup, tersusun oleh plasma 55% dan sel darah 45%. Unsur sel darah terdiri dari eritrosit, leukosit, dan trombosit yang tersuspensi dalam plasma. Unsur sel darah mempunyai
jangka
waktu
hidup
tertentu,
sehingga
dibutuhkan
proses
pembentukan sel darah tersebut. Organ pembentuk sel darah utama adalah sumsum tulang dan nodus limfatikus (Wulangi 1993; David 1995). Darah berperan sebagai pembawa berbagai zat dalam sistem sirkulasi, yaitu sistem transport yang menghantarkan O2 dan berbagai zat yang diabsorbsi dari saluran pencernaan menuju jaringan, mengembalikan CO2 ke paru-paru serta hasil metabolisme lainnya menuju ginjal (Ganong 1995). Zat kimia yang diberikan kepada hewan per oral akan melewati saluran pencernaan masuk ke sistem sirkulasi menuju sel (Lu 1995). Umumnya, kadar zat kimia di organ sasaran sama dengan kadarnya di dalam darah.
15
Pergerakan konstan darah sewaktu melalui pembuluh darah menyebabkan unsur-unsur sel tersebar relatif merata di dalam plasma. Namun apabila suatu sampel darah utuh diletakkan dalam sebuah tabung reaksi dan diberi zat untuk mencegah pembekuan, maka unsur-unsur sel yang lebih berat akan secara perlahan mengendap di dasar dan plasma yang lebih ringan naik ke bagian atas. Leukosit dan trombosit yang tidak berwarna dan kurang padat dibandingkan dengan eritrosit mengendap, membentuk sebuah lapisan tipis berwarna krem “buffy coat” diatas kolom sel darah merah. Lapisan ini menempati kurang 1% volume darah total (Gambar 5).
Gambar 5. Gambaran sampel darah (Sumber: Kay 1998) 1. Eritrosit (Sel darah merah) Secara morfologi, eritrosit berbentuk cakram bikonkaf, jika dilihat pada bidang datar berbentuk bulat. Pada penyakit-penyakit tertentu ditemukan eritrositeritrosit yang telah berubah bentuk di dalam peredaran darah. Eritrosit bersifat elastis dan mampu berubah bentuk, hal ini terbukti dari kemampuannya melalui kapiler-kapiler berdiameter kecil (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Eritrosit berfungsi untuk transport O2 dan CO2. Selama perkembangan, dibentuk hemoglobin. Sebelum dilepaskan ke peredaran darah, inti eritrosit lisis dan menjelang dewasa semua organel sitoplasma berdegenerasi. Oleh karena itu, eritrosit yang yang telah berkembang hanya terdiri dari membran plasma yang membungkus hemoglobin serta sejumlah enzim untuk fungsi transport gas (Burkitt et al. 1995). Di dalam sel darah merah tidak terdapat organel intrasel seperti mitokondria, lisosom atau aparatus golgi. ATP disintesis dari glikolisis dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah proses yang membantu sel darah
16
merah mempertahankan bentuk bikonkafnya di samping dalam pengaturan transportasi ion dan air yang mengalir masuk serta keluar sel. Bentuk bikonkaf akan meningkatkan rasio sel darah merah terhadap volumenya sehingga memperlancar pertukaran gas.
Gambar 6. Morfologi sel darah merah (Sumber: Smith dan Mangkoewidjojo 1988) Sel darah merah mengandung komponen sitoskeletal yang memainkan peranan penting dalam menentukan bentuknya. Ukuran eritrosit 7,2 mikron, tidak memiliki inti dengan sitoplasma berwarna keunguan. Bentuknya bulat dari samping, di bagian sentral terdapat cekungan yang disebut central pallor. Sifat dindingnya fleksibel serta semipermebel dimana permeabel untuk air, anion dan kation serta impermeabel untuk Hb. Di bagian luar terdiri atas membran yang melindungi Hb, protein dan enzim sedangkan di dalamnya terdiri dari lapisan glukoprotein dan fosfolipid (Murray et al. 2003). Tidak mempunyai nukleus, mitokondria dan retikulum endoplasma tetapi mempunyai enzim sitoplasma yang dapat memetabolisme glukosa dan membentuk ATP. Sel ini mempunyai masa hidup yang singkat yaitu selama rata-rata 120 hari. Struktur sel darah merah matang yang unik ini memberikan daya lenturan yang maksimal saat melewati pembuluh darah yang sempit (Guyton 1996). Membran eritrosit tersusun atas karbohidrat, protein, oligosakarida dan lipid (fosfolipid, kolesterol, glikolipid). Fosfolipid merupakan lipid yang jumlahnya paling banyak dan tersusun dalam dua lapisan/dwi lapis (bilayer). Fosfolipid adalah molekul-molekul amfilik, artinya setiap molekul mengandung “kepala” yang bersifat hidrofilik dan “ekor” yang hidrofobik (Sumadi dan Aditya 2007). Membran eritrosit dapat ditembus dengan air dan mudah dilalui ion H+, OH-, NH4,
17
PO42-, HCO3-, glukosa, asam amino, urea dan asam urat tetapi tidak dapat ditembus oleh Na+, K+, Ca2+, Mg2+, fosfat organik dan protein plasma. Enzimenzim dalam eritrosit berfungsi mempertahankan kelenturan membran sel, mempertahankan transport ion melalui membran, menjaga besi hemoglobin agar tetap dalam bentuk ferro dan mencegah oksidasi protein di dalam eritrosit (Murray et al. 2003). Membran sel eukariot terdiri dari 2 lapisan fosfolipid dimana terdapat kolestrol dan berbagai protein terbenam pada bagian-bagian tertentu membran tersebut (Gambar 7). Menurut Campbell (2004) Fosfolipid dan kolesterol merupakan dasar struktur membran, sementara protein mempunyai tugas-tugas khusus seperti membantu pengangkutan molekul-molekul melintasi membran sel.
Gambar 7. Struktur dari membran sel (Sumber: Geibel 1999) Dari gambar di atas terlihat bahwa struktur utama dari membran sel adalah fosfolipid dua lapis. Lipid yang terdapat dalam membran sel mengandung ikatan tak jenuh ganda (PUFA) yang sangat rentan terhadap oksidasi. Oleh karena itu lipid tersebut dilindungi oleh antioksidan di dalam maupun di bagian intinya (Ceska 2000). Adanya aktivitas radikal bebas yang terlalu tinggi dapat menyebabkan stress oksidatif, sehingga lipid dalam membran sel tersebut bisa teroksidasi. Sel darah merah berasal dari sel yang dikenal sebagai hemositoblast. Hemositoblast yang baru secara kontinyu dibentuk dari sel induk primordial
18
sumsum tulang. Hemositoblast mula-mula membentuk eritoblast basofil yang mulai
mensintesis
hemoglobin.
Eritoblast
kemudian
menjadi
eritoblast
polikromatofilik, setelah ini inti sel menyusut, sedangkan hemoglobin dibentuk dalam jumlah yang lebih banyak dan sel menjadi normoblast. Setelah sitoplasma normoblast terisi dengan hemoglobin, inti menjadi sangat kecil dan dibuang. Pada waktu yang sama, retikulum endoplasma direabsopsi. Sel pada stadium ini dinamakan retikulosit karena ia masih mengandung sejumlah kecil retikulum endoplasma basofilik yang menyelingi di antara hemoglobin di dalam sitoplasma. Sementara sel dalam stadium retikulosit ini, mereka masuk ke dalam kapiler darah dengan diapedesis (menyelip melalui pori membran). Retikulum endoplasma tersisa di dalam retikulosit terus menghasilkan hemoglobin dalam jumlah kecil selama satu sampai dua hari, tetapi pada akhir waktu itu retikulum hilang sama sekali dan pada akhirnya menjadi eritrosit dan membelah secara mitosis. Proses keseluruhan yang meliputi perkembangan dan pembentukan dinamakan eritropoiesis. Eritropoietin adalah suatu hormon glikoprotein yang terdapat dalam darah dalam keadaan hipoksia dan selanjutnya bekerja pada sumsum tulang untuk meningkatkan kecepatan pembentukan sel darah merah. Ginjal memegang peranan penting dalam pembentukan eritropoietin sebagai berikut: bila ginjal mengalami hipoksia, ia mengeluarkan enzim yang dinamakan faktor eritropoietin ginjal. Enzim ini disekresi ke dalam darah tempat enzim ini bekerja, dalam beberapa menit bekerja pada salah satu globulin plasma, untuk memecahkan molekul glikoprotein eritropoietin. Eritropoietin selanjutnya beredar dalam darah selama kira-kira satu hari dan selama waktu ini ia bekerja pada sumsum tulang dengan menyebabkan eritropoiesis. Pada keadaan tidak ada ginjal sama sekali, eritropoietin masih dibentuk dalam jumlah sedikit pada bagian tubuh lain. Oleh karena itu, tanpa adanya ginjal orang biasanya orang menjadi sangat anemia karena kadar eritropoietin dalam sirkulasi yang sangat rendah. Bila kecepatan pembentukan eritrosit lebih besar daripada kecepatan sintesis hemoglobin, maka eritrosit yang dihasilkan akan mengandung hemoglobin yang kurang daripada eritrosit normal dan sel-sel akan nampak lebih pucat (hipokrom) daripada eritrosit normal (normokrom). Kelainan warna eritrosit yang lain adalah
19
polikrom, yaitu eritrosit tampak lebih besar dan berwarna lebih biru (dalam pewarnaan Giemsa) (Tjokronegoro 2000). Jumlah eritrosit pada hewan berbedabeda, dipengaruhi faktor spesies, umur, jenis kelamin, lingkungan, status nutrisi dan iklim. Jumlah eritrosit pada tikus putih normal adalah 7,2 - 9,6 x106/µl (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). 2. Hemoglobin Pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah hewan vertebrata adalah hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri empat sub unit. Setiap sub unit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengancung besi. Polipeptida itu secara kolektif sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin (Guyton 1996). Di dalam menjalankan fungsinya membawa oksigen ke seluruh tubuh, hemoglobin di dalam sel darah merah mengikat oksigen melalui suatu ikatan kimia khusus. Reaksi tersebut Hb + O2 ↔ HbO2 yang dapat berlangsung dalam 2 arah. Reaksi yang berlangsung dalam arah ke kanan, merupakan reaksi penggabungan atau asosiasi terjadi di dalam alveolus paru-paru, tempat berlangsungnya pertukaran udara antara tubuh dengan lingkungan. Sebaliknya, reaksi yang berjalan dari kiri ke kanan merupakan reaksi penguraian atau disosiasi, terutama terjadi di dalam berbagai jaringan. Hemoglobin yang tidak atau belum mengikat oksigen disebut deoksihemoglobin (deoksiHb atau Hb saja), sedangkan hemoglobin yang mengikat oksigen disebut oksihemoglobin (HbO2) (Sadikin 2002). Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat berikatan dengan karbondioksida (CO2), karbonmonoksida (CO) dan bagian ion hidrogen asam (H+) dari asam karbonat yang terionisasi yang terbentuk dari CO2 pada tingkat jaringan (Sherwood 2001). Pada fungsi transport CO2, hanya sebagian kecil saja yang berikatan langsung dengan molekul hemoglobin melalui ikatan karbondioksida berupa HbCO2. Sebagian yang lain mengangkut CO2 sebagai bentuk terlarut dalam plasma. Tetapi berbeda dengan oksigen, CO2 tidaklah larut secara fisik dalam bentuk senyawa tersebut, tetapi sebagai ion bikarbonat (HCO3-) yang pembentukannya sangat memerlukan sel darah merah. Kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu umur, jenis kelamin, kehamilan,
20
menstruasi, asupan makanan, kebiasaan merokok dan penyakit infeksi. Selain itu ada beberapa masalah klinis yang menyebabkan penurunan kadar hemoglobin seperti anemia, kanker, penyakit ginjal, pemberian cairan intravena berlebihan dan penyakit atau infeksi kronis; juga pemberian obat-obatan dalam waktu yang lama seperti antibiotika, aspirin, sulfonamide, primaquin, kloroquin. Kurangnya asupan makanan yang mengandung Fe juga dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), kadar hemoglobin normal pada tikus putih antara 11,1-18 g/dl. Hemoglobin tersusun atas senyawa porfirin besi (hemin) yang berikatan dengan protein globin (Isnaeni 2006). Hem sendiri tersusun dari suatu senyawa lingkar yang bernama porfirin, yang bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi, hem adalah senyawa porfirin-besi (Fe-porfirin), sedangkan hemoglobin adalah kompleks antara globinhem. Satu molekul hem mengandung 1 atom besi dan 4 molekul hem berikatan dengan satu molekul globin, suatu globulin yang disintesis dalam ribosom retikulum endoplasma. Sedangkan 1 molekul hemoglobin terdiri atas 4 buah kompleks molekul globin dengan hem. Jadi tiap molekul hemoglobin terkandung 4 atom besi. Tersedianya besi merupakan faktor yang penting untuk mempertahankan kadar hemoglobin (Guyton 1991; Widmann 1999).
Gambar 8. Struktur hemoglobin (Sumber: bio.miami.edu) Sintesis heme berlangsung di dalam mitokondria dan terjadi secara bertahap. Dimulai dari pembentukan kerangka porfirin disusul oleh inkorporasi besi ke dalam keempat heme sedangkan sintesis rantai globin terjadi di dalam ribosom
21
sitoplasma. Suksinil Ko-A dan glisin mengalami kondensasi membentuk asam aminilevulinat (ALA) dengan dikatalisis oleh enzim mitokondria aminolevulinat sintase, yang meninggalkan mitokondria secara difusi pasif dan masuk dalam sitoplasma. Dalam sitoplasma, 2 molekul asam aminolevulinat bersatu membentuk porfobilinogen dengan bantuan enzim aminolevulinat dehidratase. Kemudian 4 molekul porfobilinogen mengalami kondensasi membentuk uroporfirinogen, dengan dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase menjadi koproporfirinogen III, kemudian membentuk protoporfirinogen IX. Protoporfirinogen
IX
dioksidasi
oleh
enzim
protoporfirinogen
oksidase
menghasilkan protoporfirin IX. Oksidasi ini menghasilkan sistem ikatan rangkap terkonyugasi yang merupakan ciri khas porfirin. Uroporfirinogen tipe I, III dan koproporfirinogen juga dapat dioksidasi menjadi porfirin. Kemudian terjadi pemasukan ion fero ke dalam cincin porfirin dari protoporfirin dengan dikatalisis enzim feroketalase menghasilkan heme (Dharma 1989; Widmann 1999). Heme disintesis di mitokondria dan penggabungan dengan globin terjadi dalam sitoplasma eritrosit yang sedang berkembang (Hoffbrand dan Pettit 1996). 3. Hematokrit/Packed Cell Volume (PCV) Hematokrit (PCV) adalah perbandingan antara eritrosit dan plasma darah yang dinyatakan dalam persen volume. Nilai hematokrit berkaitan erat dengan jumlah eritrosit/sel darah merah dalam tubuh. Nilai hematokrit secara umum juga menjadi indikator penentuan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen (Davey et al. 2000). Nilai hematokrit merupakan persentase dari sel-sel darah terhadap seluruh volume darah, termasuk eritrosit (Soeharsono et al. 2010). Jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit berjalan sejajar satu sama lain apabila terjadi perubahan (Meyer dan Harvey 2004). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), persentase hematokrit tikus putih normal antara 45-47%. Kadar hematokrit akan meningkat saat terjadinya peningkatan hemokonsentrasi, baik oleh peningkatan kadar sel darah atau penurunan kadar plasma darah (Sutedjo 2007). Penurunan nilai hematokrit dapat dijumpai pada kondisi anemia atau akibat kekurangan sel darah (Wientarsih et al. 2013). Kadar hematokrit akan menurun ketika terjadi penurunan hemokonsentrasi, karena penurunan kadar seluler darah
22
atau peningkatan kadar plasma darah (Sutedjo 2007). Penurunan nilai hematokrit di bawah normal dapat disebabkan oleh kerusakan eritrosit, penurunan produksi eritrosit atau dipengaruhi oleh jumlah, ukuran eritrosit dan pakan yang nutrisinya kurang menyebabkan pembentukan darah berkurang sehingga nilai hematokrit menurun (Wardhana et al. 2001). Apabila nilai persentase hematokrit semakin besar diatas kisaran normal maka akan menyebabkan makin banyak pergeseran diantara lapisan-lapisan darah dan pergeseran inilah yang menentukan viskositas. Viskositas dalam darah akan meningkat ketika hemotokrit meningkat yang mengakibatkan aliran darah melalui pembuluh sangat lambat (Guyton 1996). D. Kerangka Berpikir Asap rokok merupakan salah satu sumber radikal bebas eksogen yang berasal dari hasil pembakaran rokok. Asap rokok terdiri dari beberapa komponen gas dan partikel yang berbahaya seperti karbon monoksida, tar dan nikotin dan lain-lain (Batubara 2013). Apabila asap rokok terinhalasi ke dalam sistem pernafasan, maka akan masuk ke sistem sirkulasi darah yang dapat menimbulkan Reactive Oxygen Species (ROS) sehingga dapat menyebabkan stress oksidatif pada eritrosit. Di dalam eritrosit terkandung hemoglobin (Hb) yakni suatu struktur yang terdiri atas heme dan globin. Hemoglobin memiliki kemampuan mengikat O2 dan CO2 sehingga hemoglobin merupakan komponen yang amat penting dalam mempertahankan keutuhan sistem sirkulasi tubuh. Kandungan asap rokok terutama karbon monoksida bereaksi dengan hemoglobin membentuk karbon monoksihemoglobin (karboksihemoglobin). Afinitas hemoglobin untuk O2 jauh lebih rendah daripada afinitasnya terhadap karbon monoksida, sehingga CO menggantikan O2 pada hemoglobin dan menurunkan kapasitas darah sebagai pengangkut oksigen. Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk berikatan dengan hemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihemoglobin (HbCO)
yang 200 kali
lebih stabil
dibandingkan
oksihemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen ke seluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan (Harvey 2009).
23
Membran eritrosit tersusun atas karbohidrat, protein, oligosakarida dan lipid (fosfolipid, kolesterol, glikolipid). Fosfolipid merupakan salah satu membran yang rentan terhadap stres oksidatif (Murray et al. 2003). Apabila radikal bebas tidak dihentikan, aktivitasnya dapat merusak seluruh tipe makromolekul seluler, termasuk karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat (Abdollahi et al. 2004). Lemak tidak jenuh adalah lemak yang peka terhadap serangan oksigen sehingga menimbulkan perubahan struktur kimia. Dalam sistem seluler peroksidasi terjadi pada biomembran, akibatnya kandungan asam lemak tidak jenuh yang ada menjadi sangat reaktif. Serangan radikal bebas pada lipid dapat menyebabkan terbentuknya peroksida yang disebut peroksidasi lipid (Suhartono et al. 2007). Peroksida lipid pada membran eritrosit dapat mengakibatkan hilangnya fluiditas membran dan meningkatkan fragilitas atau kerapuhan membran eritrosit yang selanjutnya mengakibatkan eritrosit akan mudah pecah atau hemolisis (Ratnaningtyas 2010). Lisisnya membran eritrosit menyebabkan hemoglobin terbebas ke dalam plasma, sehingga jumlahnya semakin berkurang. Hal ini mengakibatkan kadar hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit rendah. Selain itu hemoglobin juga rentan terhadap oksidasi oleh oksidan, sehingga terbentuk methemoglobin yang tidak mampu mengangkut oksigen untuk dibawa ke sel-sel tubuh. Akibatnya sel-sel tubuh akan kekurangan oksigen (Ahumibe dan Braide 2009). Bila kerusakan membran eritrosit terus berlanjut, maka kemungkinan akan menimbulkan penyakit anemia sehingga terjadi penurunan nilai hematokrit. Ekstrak kulit buah rambutan mengandung banyak senyawa polifenol yang berperan sebagai zat antioksidan. Aktivitas antioksidan senyawa polifenol ini dapat menghambat kerja radikal bebas melalui pengubahan senyawa radikal bebas reaktif menjadi stabil sehingga mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal hidroksil dengan mendonorkan atom hidrogennya kepada radikal bebas sehingga dapat meredam radikal bebas dan efektif dalam menghambat oksidasi lipida (Thitilertdecha et al 2010) serta melindungi membran lipid eritrosit dari radikal bebas sehingga fragilitas atau kerapuhan membran eritrosit dapat dicegah (Sundaryono 2011). Secara ringkas, skema aktivitas antara asap rokok dengan ekstrak kulit buah rambutan pada darah dapat ditunjukkan dalam Gambar 9.
24
Ekstrak Kulit Buah Rambutan
Asap Rokok
Radikal bebas Karbon monoksida (dominan), Nikotin, Tar & senyawa lain
Polifenol dan senyawa fenolik lainnya
Inhalasi
Pendonor atom hidrogen (H)
Sistem pernafasan Sirkulasi darah Hb mengikat CO → HbCO
ROS pada eritrosit
Terbentuk radikal bebas OH-
Peroksida lipid
Fluiditas membran
Fragilitas membran
Hemolisis eritrosit Jumlah eritrosit
Hb keluar
Kadar hemoglobin
Keterangan: : Memacu : Menghambat
Nilai hematokrit
Gambar 9. Kerangka berpikir penelitian efek ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok E. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah pemberian ekstrak kulit buah rambutan berpengaruh terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok.
27
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Unit Perawatan dan Perbiakan Hewan Coba Laboratorium Biologi FMIPA UNNES. Pemeriksaan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik, Universitas Muhammadiyah Semarang. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober sampai November 2015. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah tikus (Rattus novergicus) jantan usia 2 bulan, dengan berat badan 180-200 gram, sehat dan tidak cacat secara anatomi yang ada di Unit Perawatan dan Perbiakan Hewan Coba Laboratorium Biologi FMIPA UNNES. 2. Sampel Sampel pada penelitian terdiri dari 25 ekor tikus jantan galur wistar diambil secara acak dan dibagi menjadi 5 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 tikus. Hal ini sesuai rekomendasi dari WHO (2000) bahwa jumlah sampel minimal untuk tiap kelompok pada uji eksperimental adalah 5 ekor. C. Variabel Ada 3 macam variabel dalam penelitian ini yaitu: 1. Variabel Bebas Variabel bebas berupa pemberian dosis ekstrak kulit buah rambutan. 2. Variabel Terikat Variabel tergantung dalam penelitian ini jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus. 3. Variabel Kendali Variabel kontrolnya adalah jenis rokok, jenis kelamin, umur, berat badan, jenis pakan dan ukuran kondisi lingkungan kandang.
25
26
D. Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Alat yang digunakan untuk penelitian No Nama Alat 1. Gelas ukur
2.
Pengaduk
3.
Neraca digital
4.
Wadah minum
5.
Sonde lambung spuit (Jarum kanul) Spuit (tabung injeksi)
6.
7.
Kandang tikus
8.
Smoking chamber
9.
Mikropipet
10. Pipet hematokrit 11. Tabung eppendorf 12. Hematology Analyzer 13. Container box
14. Kamera
Spesifikasi Terbuat dari kaca merck Pyrex® IWAKI ukuran 25 ml dan 1000 ml Terbuat dari besi dengan panjang 18,5 cm Merck Camry model: EK 3650/EK3651 Max. 5 kg Botol kaca volume 250 ml One Med. Ukuran max. 6 ml
Fungsi Tempat untuk mengukur aquades dan larutan ekstrak kulit buah rambutan
Alat spuit yang dimodifikasi menjadi tabung pemompa asap Baskom terbuat dari plastik dengan ukuran 36 cm x 28 cm x 12 cm Sebuah kotak terbuat dari papan kayu dengan ukuran 42 cm x 29 cm x 33 cm Merck BOECOGermany ukuran 100-1000 µl Merck Marienfeld ISO: 12772 Terbuat dari plastik ukuran 1 ml Merck BC 2600
Alat untuk memberi asap rokok
Untuk mengaduk ekstrak kulit buah rambutan Untuk menimbang berat tikus
Tempat minum tikus Alat untuk menginjeksi ekstrak kulit buah rambutan secara oral
Tempat pemeliharaan tikus
Tempat untuk pengasapan rokok pada tikus
Untuk memberi EDTA pada tabung eppendorf Untuk mengambil darah pada sinus orbitalis tikus Untuk menampung darah
Untuk menghitung jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah Max. 6 liter ukuran 25 Untuk penyimpanan sementara cm x 20 cm x 20 cm sampel darah saat dibawa ke laboratorium Casio Exilim 16,1 Sebagai alat dokumentasi mega pixels
27
Tabel 2. Bahan yang digunakan untuk penelitian No Nama Bahan 1. Ekstrak kulit buah rambutan 2. Asap Rokok kretek
3.
Aquades
4.
EDTA
5. 6.
Tikus putih jantan Asam pikrat
7.
Tissue
Spesifikasi Kultivar Binjai. Buah yang telah berwarna merah Djarum 76 dengan kandungan tar 38 mg dan nikotin 2,4 mg per batang rokok Air hasil penyulingan
Fungsi Bahan uji coba yang dilakukan
Bahan uji coba sebagai perusak darah (eritrosit, Hb dan hematokrit)
Pelarut ekstrak kulit buah rambutan Merck IndoReagen Untuk mencegah terjadinya No. Reg. AKD. koagulasi atau penggumpalan 10204600152 darah Galur wistar Hewan uji coba sebagai model untuk perokok pasif Pro analis (PA) larutan Untuk menandai tikus berwarna kuning Merck Multi Untuk membersihkan alat
E. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan sederhana (The Post Test only Control Group Design) dan rancangan acak lengkap. Tikus jantan usia 2 bulan dengan bobot 150-200 gram sebanyak 25 ekor dibagi menjadi 5 kelompok kandang. Tiap kelompok tikus dibandingkan secara individual dan mendapatkan pakan dan minum standar. Kelima kelompok tersebut adalah: Tabel 3. Pemberian perlakuan pada penelitian Treatment 1) Kel. Asap Rokok 2) Ekstrak Kulit Buah Rambutan 3) K+ K- 3 Batang rokok KP 1 3 Batang rokok Dosis 15 mg/kgBB KP 2 3 Batang rokok Dosis 30 mg/kgBB KP 3 3 Batang rokok Dosis 45 mg/kgBB
Pengambilan Data Hari ke6, 12, 18, 24 dan 30 6, 12, 18, 24 dan 30 6, 12, 18, 24 dan 30 6, 12, 18, 24 dan 30 6, 12, 18, 24 dan 30
Keterangan Darah Darah Darah Darah Darah
Keterangan: 1) Selama penelitian hewan coba diberi minum dan pakan standart. 2) Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB selama 30 hari. 3) Diberi perlakuan ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB.
28
F. Prosedur Penelitian Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Persiapan penelitian 1. Menyiapkan hewan uji yaitu tikus jantan wistar sejumlah 25 ekor dengan umur 3 bulan berat badan 180-200 gram. 2. Menyiapkan kandang tikus lengkap dengan tempat pakan standart dan minum. 3. Menyiapkan rokok kretek dan menentukan penggunaan rokok pada tikus. 4. Mengacu pada penelitian Adyttia (2014) telah menyebabkan meningkatnya kadar Malondialdehida (MDA) pada kelompok perlakuan yang dipapar dengan 3 batang rokok tiap harinya. Jumlah rokok yang digunakan didasarkan pada nilai LD50 nikotin untuk tikus yaitu sebesar 50 mg/kgBB (Bradbury 2008). Pemaparan rokok secara akut merupakan metode yang relatif mudah dan sensitif untuk menyelidiki efek spesifik dari asap rokok pada stress oksidatif. Paparan asap rokok secara akut dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang diikuti dengan peningkatan produk peroksidasi lipid, maka pemberian rokok dalam penelitian ini sebanyak 3 batang rokok. Tikus dengan kelompok perlakuan K-, KP1, KP2 dan KP3 dipapar dengan asap rokok. 5. Menyiapkan alat smoking chamber 6. Menyiapkan ekstrak kulit buah rambutan. 7. Menentukan dosis penggunaan ekstrak kulit buah rambutan 8. Dosis penggunaan ekstrak kulit buah rambutan didasarkan pada hasil penelitian Dewi et al. (2013) bahwa pemberian ekstrak kulit buah rambutan dengan dosis 15 mg/kgBB pada tikus wistar jantan yang berpengaruh dalam mengurangi stress oksidatif. Maka untuk memvariasi dosis penggunaan ekstrak kulit buah rambutan, dosis ekstrak kulit buah rambutan yang digunakan selain 15 mg/KgBB juga menggunakan dosis 30 mg/KgBB dan 45 mg/KgBB. 9. Menyiapkan alat pipet hematokrit untuk mengambil darah dan tabung eppendorf untuk menampung darah.
29
2. Pelaksanaan penelitian 1. Tikus diadaptasikan dengan lingkungan selama 1 minggu sebelum diberikan perlakuan serta diberi pakan standart dan minum secara ad libitum. 2. Membagi tikus menjadi menjadi 5 kelompok yakni K+, K-, KP1, KP2 dan KP3. Kelompok K- merupakan kelompok kontrol negatif dan K+ merupakan kelompok kontrol positif, sedangkan kelompok KP1, KP2 dan KP3 merupakan kelompok perlakuan. 3. Pada hari ke-1 hingga hari ke-30, untuk kelompok K+ hanya diberi pakan dan minum saja, sedangkan semua kelompok KP1, KP2 dan KP3 diberi perlakuan ekstrak kulit buah rambutan dengan dosis 15 mg/kgBB, 30 mg/kgBB dan 45 mg/kgBB pada jam 10.00 selama 30 hari, 1x sehari. Kemudian melakukan pengasapan 3 batang rokok pada kelompok K-, KP1, KP2 dan KP3 pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB selama 30 hari. 4. Pada hari ke 6, 12, 18, 24 dan 30 semua tikus diambil darahnya dari sinus orbitalis mata dengan pipet hematokrit sebanyak 1 ml dan ditampung dalam tabung eppendorf. Setelah itu, dibaca jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokritnya dengan Hematology Analyzer BC 2600. 3. Cara Pemaparan Asap Rokok Smoking chamber merupakan alat untuk memaparkan asap rokok pada hewan coba. Alat ini dirancang khusus dalam penelitian ini yang terbuat dari papan kayu dengan ukuran 42 cm x 29 cm x 33 cm yang dilengkapi dengan tempat pembakaran rokok, jeruji pembatas antara hewan coba dengan ujung rokok yang terbakar dan ventilasi (Gambar 10). Mekanisme kerja dari alat ini adalah pada saat akan diberi paparan asap rokok, hewan coba yang ditempatkan dalam kandang hewan sesuai dengan kelompoknya, kemudian dipindahkan dalam kandang khusus berupa kotak pengasapan yaitu smoking chamber yang di dalamnya terdapat jeruji pembatas untuk memisahkan hewan coba dengan ujung rokok yang terbakar, sehingga hewan coba dapat secara langsung terkena paparan asap rokok tersebut. Smoking chamber memiliki satu lubang, dimana fungsi lubang tersebut untuk memasukkan ujung rokok yang dibakar dan sebagai jalan
30
arus pengeluaran asap yang dipaparkan. Adapun asap rokok dihembuskan berulang kali dengan spuit (tabung injeksi) sampai rokok habis terbakar.
Gambar 10. Seperangkat alat smoking chamber (Sumber: Dok. Pribadi) Keterangan gambar: a. Kotak terbuat dari papan kayu dengan ukuran 42 cm x 29 cm x 33 cm b. Lubang untuk memasukkan ujung rokok yang dibakar dan jalan arus pengeluaran asap yang dipaparkan c. Jeruji pembatas untuk memisahkan hewan coba dengan ujung rokok yang terbakar d. Tempat tikus selama proses pemaparan asap rokok e. Penutup smoking chamber f. Ventilasi untuk aliran udara
31
4. Alur Pelaksanaan Penelitian Tikus jantan galur wistar 25 ekor
Adaptasi pakan standart dan minum (ad libitum) selama 1 minggu
Randomisasi
K+
K-
KP 1
KP 2
KP 3
Pemberian pakan standart dan minum
1 batang rokok pada jam 08.00 WIB selama 30 hari
Pemberian Ekstrak kulit buah rambutan pada jam 10.00 WIB selama 30 hari
15 mg/kgBB
30 mg/kgBB
45 mg/kgBB
1 batang rokok pada jam 12.00 WIB selama 30 hari
1 batang rokok pada jam 14.00 WIB selama 30 hari
Pengambilan darah hari ke 6, 12, 18, 24 dan 30
Pengukuran jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah Gambar 11. Skema tahap pelaksanaan penelitian
32
G. Analisis Data Data yang diperoleh dari lima kelompok dianalisis statistik dengan One Way Anova menggunakan program komputer SPSS (Statistical Package for Social Science) for Windows versi 16. Sebelum melakukan analisis data dengan One Way Anova (Analysis of Variance)
terlebih
dahulu
melakukan
uji
normalitas
dan
homogenitas
menggunakan program SPSS versi 16. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Statistik uji yang digunakan adalah Kolmogorov-smirnov test. Hipotesis uji normalitasnya sebagai berikut: H0 : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal H0 diterima jika sig. > 5% Setelah uji normalitas, dilakukan uji homogenitas untuk mengetahui apakah varians hasil akhir kedua kelompok sama atau tidak. Statistik uji yang digunakan adalah homogenitas of varian. Hipotesis uji homogenitasnya sebagai berikut: H0 : Kedua kelompok memiliki varians yang homogen H1 : Kedua kelompok memiliki varians yang tidak homogen H0 diterima jika sig. > 5% Setelah diketahui data berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen dilakukan uji One Way Anova dan jika terdapat perbedaan nyata dilanjut dengan uji beda nyata terkecil atau LSD (least significant difference). Dosis ekstrak kulit buah rambutan yang optimum dianalisis menggunakan uji regresi.
33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian tentang efek ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok selama 30 hari, didapatkan data hasil pengamatan sebagai berikut: 1. Jumlah Eritrosit Data rerata hasil perhitungan jumlah eritrosit (106/µl) pada hari ke 6, 12, 18, 24 dan 30 pada tiap kelompok disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata jumlah eritrosit dari hari ke 6 sampai hari ke 30 pada kelompok kontrol positif, KP1, KP2 dan KP3 mengalami peningkatan jumlah eritrosit bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif yang mengalami penurunan jumlah eritrosit. Namun pada hari ke 12 kelompok kontrol negatif mengalami peningkatan dan mengalami penurunan kembali pada hari 18 sampai hari ke 30. Pada hari ke 30 rerata jumlah eritrosit kelompok KP3 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif, KP1 dan KP2. Sedangkan kelompok kontrol negatif memiliki rerata jumlah eritrosit yang paling rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik pada Gambar 12. Tabel 4. Rerata jumlah eritrosit (106/µl) selama 30 hari perlakuan *) Rerata jumlah eritrosit hari keKelompok
6 12 18 24 K+ 7,36 7,44 7,50 7,48 K6,90 7,15 6,97 6,73 KP 1 7,24 7,29 7,38 7,47 KP 2 7,32 7,45 7,49 7,63 KP 3 7,42 7,58 7,62 7,89 Keterangan: *) Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4
33
30 7,53 6,64 7,58 7,79 8,16
34
Gambar 12. Grafik rerata jumlah eritrosit selama 30 hari perlakuan Keterangan: Perlakuan K+ : Selama penelitian hewan coba hanya diberi minum dan pakan standart Perlakuan K- : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB selama 30 hari Perlakuan KP1 : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB dan 15 mg/KgBB ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB selama 30 hari Perlakuan KP2 : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB dan 30 mg/KgBB ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB selama 30 hari Perlakuan KP3 : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB dan 45 mg/KgBB ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB selama 30 hari Data mengenai rerata jumlah eritrosit pada hari ke 30, diuji dengan uji statistik Kolmogorov-smirnov, homogenitas of varian, dan One Way Anova menggunakan program SPSS versi 16. Hasil perhitungan uji normalitas kelompok perlakuan diperoleh bahwa nilai sig. 0,789 (sig. > 0,05), maka H0 diterima yang berarti kelima kelompok berdistribusi normal. Dari hasil perhitungan uji homogenitas diperoleh bahwa nilai sig. 0,108. Karena sig. 0,108 > 0,05, maka H0 diterima yang berarti kelima kelompok memiliki varians yang homogen. Selanjutnya untuk mengetahui rerata semua kelompok, maka dilanjutkan uji One Way Anova. Hasil uji One Way Anova diperoleh F hitung 13.219 dengan sig. 0,00 < 0,05, sehingga menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara ekstrak kulit buah rambutan dengan jumlah eritrosit.
35
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap kelompok memiliki variasi jumlah eritrosit. Untuk mengetahui letak perbedaan masing-masing kelompok tersebut, dilakukan uji lanjut LSD pada taraf 5%. Hasil uji LSD jumlah eritrosit (106/µl) dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara kelompok kontrol negatif terhadap kelompok kontrol positif, KP1, KP2 dan KP3. Pada kelompok kontrol positif tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap kelompok KP1, KP2 dan KP3, namun terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kelompok KP3 dengan taraf siginifkansi lebih kecil dari 0,05 (p<5%). Hasil uji statistika mengenai data rerata jumlah eritrosit ini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 5. Hasil uji LSD terhadap jumlah eritrosit (106/µl) Kelompok K+ KKP 1
Perlakuan
Jumlah Eritrosit (Mean ± SD) 7,53 ± 0,200b 6,64 ± 0,339a
Kontrol 3 batang rokok Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + 7,58 ± 0,516b Rokok 3 batang KP 2 Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + 7,79 ± 0,347b Rokok 3 batang KP 3 Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + 8.16 ± 0,082c Rokok 3 batang Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan pada setiap kelompok dengan taraf ketelitian p<0,05 (Lampiran 5). Pada penelitian ini untuk mengetahui dosis ekstrak kulit buah rambutan yang paling efektif untuk meningkatkan jumlah eritrosit tikus, maka dilakukan uji statistika berupa regresi linier. Hasil uji regresi linier data jumlah eritrosit menunjukkan hubungan antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dan jumlah eritrosit dengan model persamaan regresi liniernya adalah Y = 7,26 + (0,29)X (Gambar 13). Artinya bahwa bila dosis ekstrak kulit buah rambutan bernilai 0 (nol) maka jumlah eritrosit bernilai 7,26 dan setiap peningkatan dosis sebesar 1 (satu) maka jumlah eritrosit akan meningkat sebesar 0,29. Koefisien bernilai positif (0,29) artinya semakin besar dosis ekstrak kulit buah rambutan, maka jumlah eritrosit semakin naik. Jadi ekstrak kulit buah rambutan dosis 45 mg/kgBB merupakan dosis yang paling efektif dalam meningkatkan jumlah eritrosit karena memiliki nilai prediksi jumlah eritrosit (Y) yang tertinggi (Lampiran 6).
36
Gambar 13. Garis regresi linier antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dengan jumlah eritrosit 2. Kadar Hemoglobin Data rerata hasil perhitungan kadar hemoglobin (gr/dL) pada hari ke 6, 12, 18, 24 dan 30 pada tiap kelompok disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa rerata kadar hemoglobin dari hari ke 6 sampai hari ke 30 pada kelompok kontrol positif, KP1, KP2 dan KP3 mengalami peningkatan kadar hemoglobin bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif yang mengalami penurunan kadar hemoglobin. Namun pada hari ke 12 kelompok kontrol negatif mengalami peningkatan dan mengalami penurunan kembali pada hari 18 sampai hari ke 30. Pada hari ke 30 rerata kadar hemoglobin kelompok KP3 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif, KP1 dan KP2. Sedangkan kelompok kontrol negatif memiliki rerata kadar hemoglobin yang paling rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik pada Gambar 14. Tabel 6. Rerata kadar hemoglobin (gr/dL) selama 30 hari perlakuan *) Rerata kadar hemoglobin hari keKelompok
6 12 18 24 12,26 12,38 12,44 12,42 K+ 11,82 12,12 11,6 11,02 K12,2 12,36 12,3 12,32 KP 1 12,34 12,48 12,54 12,58 KP 2 12,46 12,56 12,62 12,82 KP 3 Keterangan: *) Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4
30 12,48 10,88 12,34 12,68 13,14
37
Gambar 14. Grafik rerata kadar hemoglobin selama 30 hari perlakuan Keterangan: Perlakuan K+ : Selama penelitian hewan coba hanya diberi minum dan pakan standart Perlakuan K- : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB selama 30 hari Perlakuan KP1 : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB dan 15 mg/KgBB ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB selama 30 hari Perlakuan KP2 : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB dan 30 mg/KgBB ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB selama 30 hari Perlakuan KP3 : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB dan 45 mg/KgBB ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB selama 30 hari Data mengenai rerata kadar hemoglobin pada hari ke 30, diuji dengan uji statistik Kolmogorov-smirnov, homogenitas of varian, dan One Way Anova menggunakan program SPSS ver. 16. Hasil perhitungan uji normalitas kelompok perlakuan diperoleh bahwa nilai sig. 0,420 (sig. > 0,05.), maka H0 diterima yang berarti kelima kelompok berdistribusi normal. Dari hasil perhitungan uji homogenitas diperoleh bahwa nilai sig. 0,119. Karena sig. 0,119 > 0,05, maka H0 diterima yang berarti kelima kelompok memiliki varians yang homogen. Selanjutnya untuk mengetahui rerata semua kelompok, maka dilanjutkan uji One Way Anova. Hasil uji One Way Anova diperoleh F hitung 10.496 dengan sig. 0,00 < 0,05, sehingga menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara ekstrak kulit buah rambutan dengan kadar hemoglobin.
38
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap kelompok memiliki variasi kadar hemoglobin. Untuk mengetahui letak perbedaan masing-masing kelompok tersebut, dilakukan uji lanjut LSD pada taraf 5%. Hasil uji statistik kadar hemoglobin (gr/dL) dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil uji LSD menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan taraf siginifkansi sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 (p<5%) terhadap kelompok kontrol positif, KP1, KP2 dan KP3. Pada kelompok kontrol positif tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap kelompok KP1, KP2 dan KP3. Sedangkan antara kelompok KP1, KP2 dan KP3 tidak terdapat perbedaan bermakna. Hasil uji statistika data mengenai kadar hemoglobin selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 7. Hasil uji LSD terhadap kadar hemoglobin (gr/dL) Kelompok K+ KKP 1
Perlakuan
Kadar Hemoglobin (Mean ± SD) 12,48 ± 0,506b 10,88 ± 0,725a
Kontrol 3 batang rokok Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB 12,34 ± 0,114b + Rokok 3 batang KP 2 Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB 12,68 ± 0,496b + Rokok 3 batang KP 3 Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB 13,14 ± 0,826b + Rokok 3 batang Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan pada setiap kelompok dengan taraf ketelitian p<0,05 (Lampiran 7). Pada penelitian ini untuk mengetahui dosis ekstrak kulit buah rambutan yang paling efektif untuk meningkatkan kadar hemoglobin tikus, maka dilakukan uji statistika berupa regresi linier. Hasil uji regresi linier data kadar hemoglobin menunjukkan hubungan antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dan kadar hemoglobin dengan model persamaan regresi liniernya adalah Y = 11,92 + (0,40)X (Gambar 15). Artinya bahwa bila dosis ekstrak kulit buah rambutan bernilai 0 (nol) maka kadar hemoglobin bernilai 11,92 dan setiap peningkatan dosis sebesar 1 (satu) maka kadar hemoglobin akan meningkat sebesar 0,40. Koefisien bernilai positif (0,40) artinya semakin besar dosis ekstrak kulit buah rambutan, maka kadar hemoglobin semakin naik. Jadi ekstrak kulit buah rambutan
39
dosis 45 mg/kgBB merupakan dosis yang paling efektif dalam meningkatkan kadar hemoglobin karena memiliki nilai prediksi kadar hemoglobin (Y) yang tertinggi (Lampiran 8).
Gambar 15. Garis regresi linier antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dengan kadar hemoglobin 3. Persentase Hematokrit Data rerata hasil perhitungan persentase hematokrit (%) pada hari ke 6, 12, 18, 24 dan 30 pada tiap kelompok disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa rerata persentase hematokrit dari hari ke 6 sampai hari ke 30 pada kelompok kontrol positif, KP1, KP2 dan KP3 mengalami peningkatan persentase hematokrit bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif yang mengalami penurunan persentase hematokrit. Namun pada hari ke 12 kelompok kontrol negatif mengalami peningkatan dan mengalami penurunan kembali pada hari 18 sampai hari ke 30. Pada hari ke 30 rerata persentase hematokrit kelompok KP3 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif, KP1 dan KP2. Sedangkan kelompok kontrol negatif memiliki rerata persentase hematokrit yang paling rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik pada Gambar 16. Tabel 8. Rerata persentase hematokrit (%) selama 30 hari perlakuan *) Rerata persentase hematokrit hari keKelompok
6 12 18 24 43,48 43,78 44,3 44,8 K+ 41,44 42,44 41 40,42 K42,16 43,42 41,66 42,18 KP 1 43,2 44,18 42,92 43,82 KP 2 43,98 44,94 43,86 44,64 KP 3 Keterangan: *) Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4
30 45,08 40,38 45,02 45,46 46,02
40
Gambar 16. Grafik rerata persentase hematokrit selama 30 hari perlakuan Keterangan: Perlakuan K+ : Selama penelitian hewan coba hanya diberi minum dan pakan standart Perlakuan K- : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB selama 30 hari Perlakuan KP1 : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB dan 15 mg/KgBB ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB selama 30 hari Perlakuan KP2 : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB dan 30 mg/KgBB ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB selama 30 hari Perlakuan KP3 : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB dan 45 mg/KgBB ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB selama 30 hari Data mengenai rerata persentase hematokrit pada hari ke 30, diuji dengan uji statistik Kolmogorov-smirnov, homogenitas of varian, dan One Way Anova menggunakan program SPSS ver. 16. Hasil perhitungan uji normalitas kelompok perlakuan diperoleh bahwa nilai sig. 0,073 (sig.> 0,05.), maka H0 diterima yang berarti kelima kelompok berdistribusi normal. Dari hasil perhitungan uji homogenitas diperoleh bahwa nilai sig. 0,108. Karena sig. 0,243 > 0,05, maka H0 diterima yang berarti kelima kelompok memiliki varians yang homogen. Selanjutnya untuk mengetahui rerata semua kelompok, maka dilanjutkan uji One Way Anova. Hasil uji One Way Anova diperoleh F hitung 39.718 dengan sig. 0,00 < 0,05, sehingga menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara ekstrak kulit buah rambutan dengan persentase hematokrit.
41
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap kelompok memiliki variasi persentase hematokrit. Untuk mengetahui letak perbedaan masing-masing kelompok tersebut, dilakukan uji lanjut LSD pada taraf 5%. Hasil uji statistik persentase hematokrit (%) dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil uji LSD menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan taraf siginifkansi sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 (p<5%) terhadap kelompok kontrol positif, KP1, KP2 dan KP3. Pada kelompok kontrol positif tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap kelompok KP1, KP2 dan KP3. Sedangkan antara kelompok KP1, KP2 dan KP3 tidak terdapat perbedaan bermakna. Hasil uji statistika data mengenai persentase hematokrit selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 9. Hasil uji LSD terhadap persentase hematokrit (%) Kelompok K+ KKP 1
Perlakuan
Persentase Hematokrit (Mean ± SD) 45,08 ± 0,687b 40,38 ± 1,346a
Kontrol 3 batang rokok Ekstrak kulit buah rambutan 15 45,02 ± 0,630b mg/kgBB + Rokok 3 batang rokok KP 2 Ekstrak kulit buah rambutan 30 45,46 ± 0,536b mg/kgBB + Rokok 3 batang rokok KP 3 Ekstrak kulit buah rambutan 45 46,02 ± 0,544b mg/kgBB + Rokok 3 batang rokok Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan pada setiap kelompok dengan taraf ketelitian p<0,05 (Lampiran 9). Pada penelitian ini untuk mengetahui dosis ekstrak kulit buah rambutan yang paling efektif untuk meningkatkan persentase hematokrit tikus, maka dilakukan uji statistika berupa regresi linier. Hasil uji regresi linier data persentase hematokrit menunjukkan hubungan antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dan persentase hematokrit dengan model persamaan regresi liniernya adalah Y = 44,50 + (0,50)X (Gambar 17). Artinya bahwa bila dosis ekstrak kulit buah rambutan bernilai 0 (nol) maka persentase hematokrit bernilai 44,50 dan setiap peningkatan dosis sebesar 1 (satu) maka persentase hematokrit akan meningkat sebesar 0,50. Koefisien bernilai positif (0,50) artinya semakin besar dosis ekstrak kulit buah rambutan, maka persentase hematokrit semakin naik. Jadi ekstrak kulit buah rambutan dosis 45 mg/kgBB merupakan dosis yang paling efektif dalam
42
meningkatkan persentase hematokrit karena memiliki nilai prediksi persentase hematokrit (Y) yang tertinggi (Lampiran 10).
Gambar 17. Garis regresi linier antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dengan persentase hematokrit B. Pembahasan 1. Pengaruh ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit tikus yang dipapar asap rokok Hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan asap rokok sebanyak 3 batang/hari selama 30 hari pada kelompok kontrol negatif berpengaruh terhadap penurunan jumlah eritrosit yaitu berkisar antara 6,64-7,15 x 106/µl darah, sedangkan pada kelompok KP3 diberi dosis 45 mg/kgBB ekstrak kulit buah rambutan menunjukkan rerata jumlah eritrosit tertinggi berkisar antara 7,42-8,16 x 106/µl darah (Tabel 4). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) jumlah eritrosit pada tikus putih normal berkisar antara 7,2-9,6 x 106/µl. Jumlah eritrosit yang lebih rendah pada kelompok kontrol negatif ini diperkirakan disebabkan oleh radikal bebas dari paparan asap rokok. Radikal bebas merupakan suatu atom, molekul, senyawa yang dapat berdiri sendiri mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan di orbital terluarnya. Radikal bebas yang terbentuk dari asap rokok salah satunya adalah radikal hidroksil (•OH) yang mempunyai sifat sangat reaktif. Asap rokok yang terinhalasi ke dalam sistem pernafasan, maka akan masuk ke sistem sirkulasi darah sehingga menimbulkan Reactive Oxygen Species (ROS) dan menyebabkan stres oksidatif pada eritrosit. Di dalam tubuh pembentukan radikal bebas terjadi pada membran plasma eritrosit yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids = PUFA) yang secara alami mudah sekali teroksidasi menghasilkan berbagai
43
senyawa radikal bebas terutama radikal hidroksil. Radikal hidroksil ini dapat menimbulkan
reaksi
berantai
yang
dikenal
dengan
peroksidasi
lemak
(Suryohudoyo 1995; Kartikawati 1999). Akibat dari reaksi ini adalah terputusnya rantai asam lemak menjadi senyawa yang bersifat toksik terhadap sel dan jaringan seperti aldehid sehingga mengakibatkan rusaknya membran sel dan muncul penyakit-penyakit degeneratif (Halliwel 1992). Proses oksidasi tersebut menyebabkan kadar asam lemak esensial pada membran plasma menjadi berkurang dan permeabilitas membran terganggu sehingga radikal bebas menjadi makin mudah menerobos masuk ke dalam sel dan mengakibatkan berbagai kerusakan, seperti merusak DNA yang dapat memicu timbulnya kanker (Sundaryono 2011). Radikal bebas tersebut dapat merusak komponen lipid pada membran sel yang berupa fosfolipid, kolesterol dan protein. Fosfolipid dan kolesterol ini mengandung asam lemak tak jenuh ganda (linoleat, linolenat dan arakhidonat) yang sangat peka terhadap serangan radikal bebas. Kerusakan sel oleh radikal bebas didahului oleh kerusakan membran sel dengan proses sebagai berikut: 1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen membran, sehingga terjadi perubahan struktur dari fungsi reseptor; 2) Oksidasi gugus tiol pada komponen membran oleh radikal bebas yang menyebabkan proses transpor lintas membran terganggu; 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran yang mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA = poly unsaturated acid). Hasil peroksidasi lipid membran oleh radikal bebas berpengaruh langsung terhadap kerusakan membran sel antara lain struktur dan fungsi dalam keadaan yang lebih ekstrim yang akhirnya akan menyebabkan kematian sel (Muhammad 2009). Hasil uji statistik dengan menggunakan One Way Anova dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Least Significant Different (LSD), menunjukkan adanya adanya perbedaan bermakna antara kelompok kontrol negatif terhadap kelompok kontrol positif, KP1, KP2 dan KP3. Hal ini karena pada masing-masing kelompok KP1, KP2, KP3 diberi ekstrak kulit buah rambutan dengan dosis yang berbeda sedangkan kelompol kontrol negatif tanpa diberi ekstrak kulit buah rambutan hanya paparan asap rokok. Pada kelompok kontrol positif tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap kelompok KP1, KP2
44
dan KP3, namun terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kelompok KP3 dengan taraf siginifkansi lebih kecil dari 0,05 (p<5%). Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak kulit buah rambutan pada kelompok KP3 tersebut memberikan efek yang tinggi dalam meningkatkan jumlah eritrosit dalam kisaran normal. Sedangkan kelompok KP1 dan KP2 tidak terdapat perbedaan yang bermakna dimana hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak kulit buah rambutan tersebut memberikan efek yang sama dalam meningkatkan jumlah eritrosit dalam kisaran normal. Namun dari hasil rerata jumlah eritrosit pada Gambar 12, bahwa kelompok KP1, KP2 dan KP3 mengalami peningkatan jumlah eritrosit hingga hari ke 30. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah eritrosit seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak pada kelompok perlakuan sesuai dengan hasil uji regresi linier. Hasil uji regresi linier data jumlah eritrosit menunjukkan hubungan antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dan jumlah eritrosit dengan model persamaan regresi liniernya adalah Y = 7,26 + (0,29)X, bahwa semakin besarnya dosis ekstrak kulit buah rambutan yang diberikan, maka dapat meningkatkan jumlah eritrosit. Namun dari hasil R2 diperoleh sebesar 0,320 = 32%, hal ini menunjukkan nilai yang rendah dibawah 50%. Jadi kandungan senyawa di dalam ekstrak kulit buah rambuatan kurang berpengaruh terhadap peningkatan jumlah eritrosit dan masih ada 68% disebabkan oleh pengaruh atau faktor lain yang tidak diketahui dan tidak diamati dalam penelitian ini, sehingga ekstrak kulit buah rambutan kurang berpontensi untuk dikembangkan sebagai agen proteksi. Sundaryono (2011) menyatakan bahwa flavonoid merupakan senyawa aktif polifenol yang berperan sebagai antioksidan, yang dapat meningkatkan eritropoiesis (proses pembentukan eritrosit) dalam sumsum tulang. Peningkatan jumlah eritrosit pada kelompok KP1, KP2 dan KP3 yang diberi perlakuan ekstrak kulit buah rambutan secara oral diduga kuat disebabkan karena adanya kerja polifenol (Thitilertdecha et al 2010). Hal ini sesuai dengan pernyataan Sundaryono (2011) bahwa kandungan flavonoid pada ekstrak kulit buah rambutan dapat meningkatkan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan persentase hematokrit darah.
45
Polifenol merupakan senyawa yang berperan sebagai antioksidan eksogen, yang bertindak sebagai pendonor atom hidrogen (H+) kepada radikal bebas agar menjadi radikal bebas stabil yang sifatnya tidak merusak sehingga membran lipid pada sel darah dapat terlindungi dari radikal bebas. Antioksidan dapat melindungi suatu penyusun lipid yang terdapat dalam membran sel (PUFA) dari serangan oksidasi termasuk serangan dari radikal bebas (Muhtadi et al. 2014). Salah satu dari kelompok senyawa polifenol yang dapat ditemukan di kulit buah rambutan yang berperan sebagai antioksidan yaitu flavonoid (Dewi et al. 2013). Flavonoid bersifat lipofilik sehingga mampu berikatan dengan membran sel eritrosit dan berfungsi sebagai pelindung terhadap radikal bebas. Flavonoid yang terkandung dalam ekstrak kulit buah rambutan yang diberikan secara oral, akan mengalami proses pencernaan dan penyerapan oleh dinding-dinding pencernaan kemudian diedarkan melalui darah. Flavonoid yang berada di dalam peredaran darah ini akan menstimulir ginjal pada sel globulin plasma untuk mengeluarkan hormon yang dinamakan eritropoietin. Eritropoietin adalah suatu hormon glikoprotein yang terdapat dalam darah, selanjutnya hormon eritropoietin yang beredar dalam pembuluh darah sehingga menstimulasi sumsum tulang untuk meningkatkan pembentukan sel darah merah atau eritropoiesis. Sel induk primordial sumsum tulang akan membentuk hemositoblast yang baru secara kontinyu. Hemositoblast mula-mula membentuk eritoblast basofil yang mulai mensintesis hemoglobin. Eritoblast kemudian menjadi eritoblast polikromatofilik, setelah ini inti sel menyusut, sedangkan hemoglobin dibentuk dalam jumlah yang lebih banyak dan sel menjadi normoblast. Setelah sitoplasma normoblast terisi dengan hemoglobin, inti menjadi sangat kecil dan dibuang. Pada waktu yang sama, retikulum endoplasma direabsopsi. Sel pada stadium ini dinamakan retikulosit karena ia masih mengandung sejumlah kecil retikulum endoplasma basofilik yang menyelingi di antara hemoglobin di dalam sitoplasma. Sementara sel dalam stadium retikulosit ini, mereka masuk ke dalam kapiler darah dengan diapedesis (menyelip melalui pori membran). Retikulum endoplasma tersisa di dalam retikulosit terus menghasilkan hemoglobin selama satu sampai dua hari, tetapi pada akhir waktu itu retikulum hilang sama sekali dan pada akhirnya menjadi eritrosit dan membelah secara mitosis.
46
2. Pengaruh ekstrak kulit buah rambutan terhadap kadar hemoglobin tikus yang dipapar asap rokok Hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan asap rokok sebanyak 3 batang/hari selama 30 hari pada kelompok kontrol negatif berpengaruh terhadap penurunan kadar hemoglobin yaitu berkisar antara 10,88 gr/dL darah, bila dibandingkan dengan kadar hemoglobin yang terukur pada kelompok kontrol positif, KP1, KP2 dan KP3 menunjukkan hasil yang cenderung konstan dan berada dalam kisaran normal (Gambar 14). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), kadar hemoglobin normal pada tikus putih antara 11,1-18 g/dl. Kadar hemoglobin yang rendah pada kelompok kontrol negatif terjadi karena salah satu kandungan dari asap rokok yang dominan adalah karbonmonoksida (Inayatillah 2014). Karbon monoksida merupakan gas racun yang tidak berwarna dan tidak berbau. Karbon monoksida dapat menyebabkan berkurangnya pengiriman dan pemanfaatan oksigen pada jaringan tubuh (Batubara 2013). Secara umum, udara masuk ke dalam tubuh makhluk hidup melalui saluran pernafasan dan masuk ke paru-paru. Di dalam paru-paru terjadi pertukaran oksigen dan karbonmonoksida dengan karbondioksida yang diangkut oleh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh oleh hemoglobin. Hemoglobin (Hb) adalah protein kompleks yang terdiri atas protein, globin dan pigmen hem yang mengandung zat besi. Hemoglobin berfungsi sebagai pembawa oksigen yang kaya akan zat besi dalam sel darah merah dan oksigen dibawa dari paru-paru ke dalam jaringan (Hoffbrand 2006). Saat mencapai alveolus, afinitas hemoglobin untuk oksigen jauh lebih rendah dari pada afinitasnya dengan karbonmonoksida sehingga dapat menurunkan kapasitas darah sebagai pengangkut oksigen. Sebagian karbonmonoksida yang masuk, larut dalam cairan yang membasahi epitel yang tipis dari alveolus. Kemudian karbonmonoksida berdifusi ke dalam darah yang terdapat dalam kapiler dalam dinding alveolus. Sebagian besar karbonmonoksida kemudian berikatan dengan hemoglobin membentuk karbon monoksihemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah. Secara simultan, sebagian karbondioksida dalam darah berdifusi ke alveolus yang dapat dihembuskan keluar. Sirkulasi darah kemudian membawa karbonmonoksida ke semua
sel
tubuh.
Dalam
jangka
waktu
yang
lama,
akibat
afinitas
47
karbonmonoksida yang kuat terhadap hemoglobin mampu menyebabkan terjadinya stress oksidatif seningga mengakibatkan jumlah eritrosit dalam peredaran darah menjadi berkurang karena terjadi hemolisis sel darah merah dan hemoglobin terbebas ke dalam plasma seningga tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sehingga menyebabkan kadar hemoglobin menurun. Hasil uji statistik dengan menggunakan One Way Anova, terdapat perbedaan bermakna pada kelompok kontrol negatif dengan taraf siginifkansi sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 (p<5%) terhadap kelompok kontrol positif, KP1, KP2 dan KP3. Hal ini karena pada masing-masing kelompok KP1, KP2, KP3 diberi ekstrak kulit buah rambutan dengan dosis yang berbeda sedangkan kelompol kontrol negatif tanpa diberi ekstrak kulit buah rambutan hanya paparan asap rokok. Pada kelompok KP1, KP2 dan KP3 tidak terdapat perbedaan yang bermakna dimana hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak kulit buah rambutan tersebut memberikan efek yang sama dalam meningkatkan kadar hemoglobin dalam kisaran normal. Namun dari hasil rerata kadar hemoglobin pada Gambar 14 terjadi peningkatan hingga hari ke 30. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar hemoglobin seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak kulit buah rambutan pada kelompok perlakuan sesuai dengan hasil uji regresi linier. Hasil uji regresi linier data kadar hemoglobin menunjukkan hubungan antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dan kadar hemoglobin dengan model persamaan regresi liniernya adalah Y = 11,92 + (0,40)X, bahwa semakin besarnya dosis ekstrak kulit buah rambutan yang diberikan, maka dapat meningkatkan kadar hemoglobin. Namun dari hasil R2 diperoleh sebesar 0,297 = 29,7%, hal ini menunjukkan nilai yang rendah dibawah 50%. Jadi kandungan senyawa di dalam ekstrak kulit buah rambuatan kurang berpengaruh terhadap peningkatan kadar hemoglobin dan masih ada 70,3% disebabkan oleh pengaruh atau faktor lain yang tidak diketahui dan tidak diamati dalam penelitian ini, sehingga ekstrak kulit buah rambutan kurang berpontensi untuk dikembangkan sebagai agen proteksi. Kadar hemoglobin yang meningkat disebabkan karena pada ekstrak kulit buah rambutan terdapat kandungan polifenol yang berperan sebagai pendonor atom hidrogen (H+) kepada radikal bebas agar menjadi radikal bebas stabil yang
48
sifatnya tidak merusak, sehingga membran lipid eritrosit dapat terlindungi dari radikal bebas dan hemoglobin tidak terbebas ke dalam plasma. Salah satu dari kelompok senyawa polifenol yang dapat ditemukan di kulit buah rambutan yang berperan sebagai antioksidan yaitu flavonoid (Dewi et al. 2013). Flavonoid bersifat lipofilik sehingga mampu berikatan dengan membran sel eritrosit dan berfungsi sebagai pelindung terhadap radikal bebas. Flavonoid yang terkandung dalam ekstrak kulit buah rambutan yang diberikan secara oral, akan mengalami proses pencernaan dan penyerapan oleh dinding-dinding pencernaan kemudian diedarkan melalui darah. Flavonoid yang berada di dalam peredaran darah ini akan menstimulir ginjal mengeluarkan hormon yang dinamakan eritropoietin. Eritropoietin adalah suatu hormon glikoprotein yang terdapat dalam darah, selanjutnya hormon eritropoietin yang beredar dalam pembuluh darah sehingga menstimulasi sumsum tulang untuk meningkatkan pembentukan sel darah merah yaitu eritropoiesis. Sel induk primordial sumsum tulang akan membentuk hemositoblast yang baru secara kontinyu. Hemositoblast mula-mula membentuk eritoblast basofil yang mulai mensintesis hemoglobin. Sintesis heme berlangsung di dalam mitokondria dan terjadi secara bertahap. Dimulai dari pembentukan kerangka porfirin disusul oleh inkorporasi besi ke dalam keempat heme sedangkan sintesis rantai globin terjadi di dalam ribosom sitoplasma. Suksinil KoA dan glisin mengalami kondensasi membentuk asam aminilevulinat (ALA) dengan dikatalisis oleh enzim mitokondria aminolevulinat sintase, yang meninggalkan mitokondria secara difusi pasif dan masuk dalam sitoplasma. Dalam sitoplasma, 2 molekul asam aminolevulinat bersatu membentuk porfobilinogen dengan bantuan enzim aminolevulinat dehidratase. Kemudian 4 molekul porfobilinogen mengalami kondensasi membentuk uroporfirinogen, dengan
dikatalisis
koproporfirinogen Protoporfirinogen
oleh III, IX
enzim
uroporfirinogen
kemudian dioksidasi
membentuk
oleh
enzim
dekarboksilase
menjadi
protoporfirinogen
protoporfirinogen
IX.
oksidase
menghasilkan protoporfirin IX. Oksidasi ini menghasilkan sistem ikatan rangkap terkonyugasi yang merupakan ciri khas porfirin. Uroporfirinogen tipe I, III dan koproporfirinogen juga dapat dioksidasi menjadi porfirin. Kemudian terjadi pemasukan ion fero ke dalam cincin porfirin dari protoporfirin dengan dikatalisis
49
enzim feroketalase menghasilkan heme (Dharma 1989; Widmann 1999). Heme disintesis di mitokondria dan penggabungan dengan globin terjadi dalam sitoplasma eritrosit yang sedang berkembang (Hoffbrand dan Pettit 1996). Eritoblast kemudian menjadi eritoblast polikromatofilik, setelah ini inti sel menyusut, sedangkan hemoglobin dibentuk dalam jumlah yang lebih banyak dan sel menjadi normoblast. Setelah sitoplasma normoblast terisi dengan hemoglobin, inti menjadi sangat kecil dan dibuang. Pada waktu yang sama, retikulum endoplasma direabsopsi. Sel pada stadium ini dinamakan retikulosit karena ia masih mengandung sejumlah kecil retikulum endoplasma basofilik yang menyelingi di antara hemoglobin di dalam sitoplasma. Sementara sel dalam stadium retikulosit ini, mereka masuk ke dalam kapiler darah dengan diapedesis (menyelip melalui pori membran). Retikulum endoplasma tersisa di dalam retikulosit terus menghasilkan hemoglobin selama satu sampai dua hari, tetapi pada akhir waktu itu retikulum hilang sama sekali dan pada akhirnya menjadi eritrosit dan membelah secara mitosis. 3. Pengaruh ekstrak kulit buah rambutan terhadap persentase hematokrit tikus yang dipapar asap rokok Persentase hematokrit dalam penelitian ini memiliki rerata yang bervariasi. Rerata persentase hematokrit yang diperoleh pada kelompok perlakuan KP1, KP2 dan KP3 sebesar 41,66-46,02% sedangkan pada kelompok kontrol positif sebesar 43,48-45,08% dan kelompok kontrol negatif yang hanya dipapar asap rokok sebesar 40,38-42,44% yang cenderung lebih rendah dibawah normal (Tabel 8). Penurunan persentase hematokrit di bawah nilai normal dapat mengindikasikan terjadinya anemia. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), persentase hematokrit tikus putih normal antara 45-47%. Persentase hematokrit yang rendah tersebut dapat disebabkan adanya proses destruksi eritrosit yang sudah tua. Persentase hematokrit yang rendah juga dapat disebabkan oleh darah yang terlalu encer karena jumlah eritrositnya rendah (Dharma et al. 2010). Penurunan nilai hematokrit dapat dijumpai pada kondisi anemia atau akibat kekurangan sel darah (Wientarsih et al. 2013). Besarnya persentase hematokrit tergantung pada jumlah eritrosit total dan jumlah kebutuhan oksigen bagi metabolisme tubuh. Menurut
50
Preet dan Prakash (2011), jumlah eritrosit juga memiliki korelasi dengan kadar hemoglobin yang terukur. Hasil uji statistik dengan menggunakan One Way Anova persentase hematokrit, terdapat perbedaan bermakna pada kelompok kontrol negatif dengan taraf siginifkansi sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 (p<5%) terhadap kelompok kontrol positif, KP1, KP2 dan KP3. Hal ini karena pada masing-masing kelompok KP1, KP2, KP3 diberi ekstrak kulit buah rambutan dengan dosis yang berbeda sedangkan kelompol kontrol negatif tanpa diberi ekstrak kulit buah rambutan hanya paparan asap rokok. Pada kelompok KP1, KP2 dan KP3 tidak terdapat perbedaan yang bermakna dimana hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak kulit buah rambutan tersebut memberikan efek yang sama dalam meningkatkan persentase hematokrit dalam kisaran normal. Namun dari hasil rerata persentase hematokrit pada Gambar 16 terjadi peningkatan hingga hari ke 30. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan persentase hematokrit seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak kulit buah rambutan pada kelompok perlakuan sesuai dengan hasil uji regresi linier. Hasil uji regresi linier data persentase hematokrit menunjukkan hubungan antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dan persentase hematokrit dengan model persamaan regresi liniernya adalah Y = 44,50 + (0,50)X, bahwa semakin besarnya dosis ekstrak kulit buah rambutan yang diberikan, maka dapat meningkatkan persentase hematokrit. Peningkatan persentase hematokrit ini disebabkan karena pada ekstrak kulit buah rambutan terdapat kandungan polifenol yang berperan sebagai pendonor atom hidrogen (H+) kepada radikal bebas agar menjadi radikal bebas stabil yang sifatnya tidak merusak, sehingga membran lipid eritrosit dapat terlindungi dari radikal bebas. Namun dari hasil R2 diperoleh sebesar 0,388 = 38,8%, hal ini menunjukkan nilai yang rendah dibawah 50%. Jadi kandungan senyawa di dalam ekstrak kulit buah rambuatan kurang berpengaruh terhadap peningkatan persentase hematokrit dan masih ada 61,2% disebabkan oleh pengaruh atau faktor lain yang tidak diketahui dan tidak diamati dalam penelitian ini, sehingga ekstrak kulit buah rambutan kurang berpontensi untuk dikembangkan sebagai agen proteksi.
51
Berdasarkan pola grafik dan nilai yang didapat dari keseluruhan penelitian ini terlihat sejalan dengan peningkatan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan persentase hematokrit darah. Terjadinya peningkatan dan penurunan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan persentase hematokrit dalam batas normal pada kelompok KP1, KP2 dan KP3. Berdasarkan hasil uji regresi linier menunjukkan bahwa semakin besarnya dosis ekstrak kulit buah rambutan yang diberikan, maka dapat meningkatkan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan persentase hematokrit darah secara optimal. Hal tersebut disebabkan karena adanya kerja antioksidan polifenol. Antioksidan merupakan senyawa kimia yang mampu menghambat terbentuknya senyawa radikal bebas yang tidak stabil melalui reaksi reduksi yakni transfer atom hidrogen (H+) kepada radikal bebas untuk menjadi radikal bebas stabil yang sifatnya tidak merusak. Antioksidan dapat melindungi suatu membran tertentu (khususnya yang berlemak) dari serangan oksidasi termasuk serangan dari radikal bebas (Muhtadi et al. 2014). Senyawa polifenol telah diketahui memiliki berbagai efek biologis seperti aktivitas antioksidan melalui mekanisme sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkhelat logam, peredam terbentuknya oksigen singlet serta pendonor elektron (Thitilertdecha et al 2010). Salah satu senyawa aktif polifenol dalam kulit buah rambutan yaitu flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu dari kelompok senyawa polifenol yang dapat ditemukan di kulit buah rambutan yang berperan sebagai antioksidan (Dewi et al. 2013). Flavonoid inilah yang dapat mencegah terjadinya stress oksidatif. Flavonoid yang terdapat pada ekstrak kulit buah rambutan diduga dapat menghambat proses terjadinya peroksidasi lipid, sehingga radikal bebas tidak dapat berkembang menjadi radikal bebas yang baru. Mekanisme kerja dari flavonoid sebagai antioksidan dapat secara langsung maupun secara tidak langsung. Flavonoid sebagai antioksidan secara tidak langsung bekerja di dalam tubuh dengan meningkatkan ekspresi gen antioksidan endogen melalui beberapa mekanisme seperti peningkatan ekspresi gen antioksidan melalui aktivasi nuclear factor eryhtrid 2 related factor 2 (Nrf2) sehingga terjadi peningkatan gen yang berperan dalam sintesis enzim antioksidan endogen seperti SOD (superoxide dismutase) (Sumardika 2012). Flavonoid sebagai antioksidan secara langsung yaitu dengan cara menyumbangkan satu elektron pada elektron yang tidak
52
berpasangan dalam radikal bebas sehingga banyaknya radikal bebas menjadi berkurang. Bilamana menerima atom hidrogen, radikal bebas menjadi tidak reaktif (Suparmi et al. 2012). Flavonoid yang terbentuk dalam tumbuhan berasal dari asam amino aromatik fenilalanin dan tirosin dan malonat. Struktur dasar flavonoid adalah inti flavan yang terdiri 15 atom karbon yang terangkai dalam 3 cincin (C6-C3-C6) yang ditandai dengan A,B,C (Gambar 18). Berbagai kelas flavonoid berbeda dalam tingkat oksidasi dan pola substitusi pada cincin C, sedangkan perbedaan setiap senyawa dalam kelas adalah berbeda dalam substitusi pada cincin A dan B. Hubungan antara flavonoid dan aktivitas peredaman radikal bebas (free radical scavenging) menunjukkan bahwa diantara senyawa flavonoid terdapat perbedaan aktivitas, perbedaan tergantung pada struktur dan substituen pada cincin heterosiklik cincin C dan cincin B. Ada 2 gugus fungsi utama pada flavanoid yang menentukan potensi peredaman radikal bebas yaitu: (a). gugus hidroksil 3‟,4‟ (orto-dihidroksi) pada cincin B flavonoid, yang mempunyai sifat sebagai donor elektron dan merupakan target radikal; (b). ikatan rangkap 2,3 yang terkonjugasi dengan gugus 4-okso (gugus 1,4-piron) pada cincin C dan (c). gugus hidroksil pada posisi 3 dan 5 pada cincin heterosiklik yang berperan pada delokalisasi elektron.
Gambar18. Struktur flavonoid (Sumber: Simanjuntak 2012) Aktivitas
antioksidan
flavonoid
berkaitan
dengan
bentuk
struktur
senyawanya. Potensi antioksidan flavonoid dengan substitusi polihidroksilasi dipengaruhi oleh lokasi substitusi hidroksi pada cincin B dan kemampuan memerangkap radikal yang dihasilkan oleh gugus hidroksi fenolik (Miyake dan Shibamoto 1997). Dari berbagai penelitian substitusi hidroksil (OH) pada posisi
53
orto dalam cincin B memberikan aktivitas antioksidan yang besar, hal ini disebabkan meningkatnya stabilitas bentuk radikal flavonoid dan polifenol melalui delokalisasi elektron yang menyertai pembentukan radikal. Penambahan gugus OH dalam posisi para juga meningkatkan aktivitas antioksidan. Posisi orto dan para mempunyai aktivitas pemerangkapan yang tinggi dibanding posisi meta (Ogata et al. 1997). Aktivitas antioksidan yang tinggi dihasilkan adanya ikatan rangkap C2-C3 dan gugus okso pada cincin C, sebagai contoh kuersetin flavanol dengan jumlah gugus OH yang sama dengan katekin tetapi memiliki tingkat aktivitas yang lebih tinggi. Reduksi kuersetin menjadi dihidrokuersetin menunjukkan ikatan rangkap C2-C3 dapat meningkatkan aktivitas antioksidan (Aruoma dan Cuppet 1997). Pada penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah rambutan mampu meningkatkan dan mempertahankan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok dengan dosis 45 mg/kgBB yang paling efektif untuk mencegah terjadinya anemia, namun belum dijadikan sebagai pengobatan penurunan jumlah darah atau anemia pada manusia. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan ekstrak kulit buah rambutan sebagai pengobatan penyakit anemia ke tingkat hewan yang lebih tinggi yaitu kelinci untuk mencari bukti efek terapeutik (afficacy) dan keamanan (safety) serta efek samping (side effect) yang terjadi. Beberapa hal yang berkaitan dengan keterbatasan penelitian ini misalnya terkait dengan alat yang digunakan yaitu Hematology Analyzer BC 2600 tidak spesifik untuk mengukur parameter hematologi khususnya pada hewan karena alat ini merupakan alat untuk mengukur parameter hematologi pada manusia, sehingga data yang diperoleh dari hasil penelitian ini kurang akurat dan teliti, serta ekstrak kulit buah rambutan yang digunakan dalam penelitian ini tidak dilakukan isolasi senyawa aktif (chemical marker) dari kulit buah rambutan yang memiliki aktivitas antioksidan paling kuat, sehingga tidak diketahui senyawa mana yang spesifik dalam meningkatkan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan persentase hematokrit darah.
54
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan data dan hasil penelitian, simpulan dari penelitian ini bahwa ekstrak kulit buah rambutan dapat meningkatkan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah pada tikus putih yang dipapar asap rokok. Dosis yang efektif dalam meningkatkan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah yaitu 45 mg/kgBB. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diajukan yaitu 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi senyawa aktif (chemical marker) dari kulit buah rambutan yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan paling kuat dalam meningkatkan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan persentase hematokrit darah. Selain itu cara ekstraksi dalam penelitian harus diperhatikan untuk mendapatkan senyawa yang diinginkan dalam penelitian. 2. Apabila akan melakukan penelitian yang berkaitan dengan pemeriksaan hematologi, sebaiknya menggunakan alat Hematology Analyzer Sysmax KX21® yang spesifik untuk parameter hematologi pada hewan, sehingga data hasil penelitian yang didapat benar-benar akurat dan teliti. 3. Perlu diadakan penelitian serupa pada penelitian lebih lanjut ke tingkat hewan yang lebih tinggi yaitu kelinci, karena sudah diketahui sebelumnya bahwa ekstrak kulit buah rambutan dapat meningkatkan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan persentase hematokrit darah tikus. 4. Rokok dapat menyebabkan penurunan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan persentase hematokrit darah yang mengakibatkan kejadian anemia, oleh karena itu diharapkan kepada pengkonsumsi rokok untuk menghentikan kebiasaan buruk tersebut karena banyak menyebabkan kerugian pada kesehatan.
54
55
DAFTAR PUSTAKA
Abdollahi M, Ranjbar A, Shadnia S, Nikfar S & Rezale A. 2004. Pestiscides and Oxidative Stress. Med Sci.monit, 10 (6): 141-147. Adyttia A, Eka KU & Sri W. 2014. Efek Ekstrak Etanol Daun Premna cordifolia terhadap Malondialdehida Tikus yang Dipapar Asap Rokok. Jurnal Pharm Sci. Res., Vol. 1 No. 2. Ahumibe AA & Braide VB. 2009. Effect of Gavage Treatment with Pulverized Garcinia kola Seeds on Erythrocyte Membrane Integrity and Selected Haematological Indices in Male Albino Wistar Rats. Nigerian Journal of Physiological Sciences, 24 (1): 47-52. Aldina P. 2015. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Rambutan (Nephelium lappaceum L.) terhadap Kadar Glukosa Darah dan Histologi Pankreas Mencit yang Diinduksi Aloksan. Skripsi. Jember: Universitas Jember. Alviventiasari RS. 2012. Pengaruh Pemberian Dosis Bertingkat Jus Mengkudu (Morinda citrifolia L) terhadap Jumlah Eritrosit Tikus Galur Wistar (Rattus norvegicus) yang Diberi Paparan Asap Rokok. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Arinaldo B. 2011. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Asam Asetat pada Pelarut Etanol terhadap Efektifitas Ekstraksi Zat Warna Antosianin Terung Belanda. Skripsi. Padang: Universitas Andalas. Aruoma OI & Cuppet SL. 1997. Antioxidant Methodology In Vivo and In Vitro Concepts. AOCS press., Champaign, Illinois. Batubara IVD, Benny W & Lydia T. 2013. Pengaruh Paparan Asap Rokok Kretek ierhadap Kualitas Spermatozoa Mencit Jantan (Mus musculus). Jurnal eBiomedik (eBM), Vol. 1 No. 1. Behr J & Nowak D. 2002. Tobacco Smoke and Respiratory Disease. J European Respiratory Monograph, 21: 161-179. Bradbury S. 2008. Registration Eligibility Decision for Nicotine. US: Enviromental Protection Agency (EPA). Burkitt HG, Young B & Heath JW. 1995. Histologi Fungsional. Edisi III. Alih bahasa: J. Tambajong. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Campbell. 2004. Biologi, (Terj.): Manalu, W., Biologi. Edisi kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
56
Ceska AP. 2000. Pengaruh Rumput Laut (Euchema spinosum) terhadap Aktivitas Radikal Bebas Pada Hepar Tikus. Skripsi. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Cholisoh Z. 2008. Aktivitas Penangkap Radikal Ekstrak Etanol 70% Biji Jengkol (Archidendron jiringa). Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Chu SC & Chen C. 2006. Effects of Origins and Fermentation Time on The Antioxidant Activities of Kombucha. Food Chemistry, 98: 502-507. Davey C, Lill A & Baldwin J. 2000. Variation During Breeding in Parameters that Influence Blood Oxygen Carrying Capacity in Shearwaters. Aust. J. Zool. 48, 347-356. David CH. 1995. HAM Histologi. Jakarta: Binarupa Aksara. Dewi AK, Umie L & Sri RL. 2013. The Effect of Fruit Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Peel Extract on Lipid Peroxidation in Liver of Obese Rats. Makalah disajikan dalam International Conference Biologi Sciences, di UGM tanggal 20-21 September. Dharma A. 1989. Ringkasan Biokimia Harper. Terjemahan dari Colby DS. Biochemistry. Jakarta: EGC Penerbit buku Kedokteran. Dharma R., Immanuel S & Wirawan R. 2010. Penilaian Hasil Pemeriksaan Hematologi Rutin. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/ files/10PenilaianHasil Pemeriksaan.pdf/10PenilaianHasilPemeriksaan.pdf. Diakses Pada 24 Juni 2015. Fidrianny I, Sari PI & Wirasutisna KR. 2015. Antioxidant Activities in Various Peel Extracts of Four Varieties Rambutan (Nephelium lappaceum) Using DPPH, FRAP Assays. International Journal of Pharmacognosy and Phytochemical Research, 7 (2); 280-285. Fila WO, Johnson JT, Edem PN, Odey MO, Ekam VS, Ujong UP & Eteng OE. 2012. Comparative Anti-Nutrients Assessment of Pulp, Seed and Rind of Rambutan (Nephelium Lappaceum). Annals of Biological Research, 3 (11): 5151-5156. Ganong WF. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Gaur DS, Talekar M & Pathak V P. 2007. Effect of Cigarette Smoking on Semen Quality of Infertile Men. Med J.; 48 (2): 119.
57
Gebicka L & Banasiak E. 2009. Flavonoids as Reductants of Ferryl Hemoglobin. Journal Acta Biocimia Polonica, 56 (3): 509–513. Geibel G. 2002. The Cell Membrane. http://www.people.virginia.edu/ ~rjh9u/cellmemb.html. [diakses 25 Juli 2015]. Gondodiputro S. 2007. Bahaya Tembakau dan Bentuk-Bentuk Sediaan Tembakau. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Guo C, Yang J, Wei J, Li Y, Xu J & Jiang Y. 2003. Antioxidant Activities of Peel, Pulp and Seed Fractions of Common Fruits as Determined by FRAP assay. Nutrition Research, 23: 1719-1726. Guyton CA. 1991. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Guyton AC 1996. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Halliwel B, Gutteridge JMC & Cross EC. 1992. Free Radicals, Antoxidants and Human Deseases: Where are We Now?. J. Lab. Clin. Med., 119: 598-613. Hamid AA, Aiyelaagbe OO, Usman LA, Ameen OM & Lawat A. 2010. Antioxidants: Its Medicinal and Pharmacological Applications. African Journal of Pure and Applied Chemistry, Vol. 4(8). Harvey RA. 2009. Farmakologi Ulasan Bergambar. Lippincottt‟s Illustrated Reviews: Farmacology. Penerjemah Azwar Agoes. Edisi II. Jakarta: Widya Medika. Hasbi. 1995. Pengkajian Pengemasan Atmosfir Termodifikasi Buah Rambutan (Nephelium lappaceum Linn). Tesis. Bogor: Program Pasca Sarjana-IPB. Hoffbrand V. 2006. At a Glance Hematology. Jakarta: EMS Hoffbrand AV & Pettit JE. 1996. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 2. Diterjemahkan oleh Iyan Darmawan. Jakarta: EGC Penerbit buku Kedokteran. Hutapea ERF, Laura OS & Rondang T. 2014. Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit Rambutan (Nephelium lappaceum) dengan Pelarut Metanol. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol.3 No.2. Inayatillah IR. 2014. Kadar Karbon Monoksida Udara Ekspirasi pada Perokok dan Bukan Perokok serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jurnal Respirasi Indonesia, Vol. 34 No. 4.
58
Isnaeni W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius. Kartikawati D. 1999. Studi Efek Protektif Vitamin C dan E terhadap Respon Imun dan Enzim Antioksidan pada Mencit yang Dipapar Paraquat. Disertasi. Bogor: Pascasarjana Institut Pertanian. Kay I. 1998. Introduction to Animal Physiology. Biddles, Guilford: BIOS Scientific Publiners Limited. Khasanah AN. 2011. Uji Aktivitas Penangkap Radikal Ekstrak Etanol, FraksiFraksi dari Kulit Buah dan Biji Rambutan (Nephelium lappaceum L.) serta Penetapan Kadar Fenolik dan Flavonoid Totalnya. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kilinc M, Yildirim I, Inanc F & Kurutas EB. 2004. The Investigation of The Efferct of Marafl Powder (smokeless Tobacco) on Hematological Parameters.http://aoh.tjh.com.tr/Article.aspx?article_id=253&searchTerm=c ategoryWHITE%20CELLS&founds=0#prettyPhoto.[diakses tanggal 17 Agustus 2015]. Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko. Ed. 2. Jakarta: IU Press. Meyer DJ & Harvey JW. 2004. Veterinery Laboratory Medicine Interpretation & Diagnosis. 3rd Edition. USA: Saunders. Miyake T & Shibamoto T. 1997. Antioxidative of Natural Compunfs Found in Plants. J. Agric. Food. Chem., 45. 1819-1822. Muhammad I. 2009. Efek Antioksidan Vitamin C terhadap Tikus (Rattus norvegicus L) Jantan Akibat Pemaparan Asap Rokok. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Muhtadi, Anggita LH, Andi S, Tanti AS & Haryoto. 2014. Pengujian Daya Antioksidan dari Beberapa Ekstrak Kulit Buah Asli Indonesia dengan Metode FTC. Simposium Nasional RAPI XIII, ISSN 1412-9612. Murray RK, Granner DK, Mayes PA & Rodwell VW. 2003. editor. Biokoimia Harper. 25th ed. Jakarta: EGC, p. 254-281. Nitcher M. 2005. Reading Culture from Tobacco Advertisement in Indonesia. Tobacco Control, 18, p.98-107,http://tobaccocontrol.bmj.com/content/ 18/2/98.full.pdf. [diakses pada tanggal 22 April 2015]. Nugraha A. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Rambutan (Nephelium lappaceum L.) terhadap Kadar Kolesterol Total Serum pada Tikus Wistar. Artikel Ilmiah. Semarang: Universitas Diponegoro.
59
Nurdin BN, Yeni S & Emriadi. 2013. Inhibisi Korosi Baja oleh Ekstrak Kulit Buah Rambutan (Nephelium lappaceum Linn) dalam Medium Asam Sulfat. Jurnal Kimia Unand, Vol.2 No. 2, ISSN No. 2303-3401. Nurjanah, Lily K & Abdun M. 2014. Gangguan Fungsi Paru dan Kadar Cotinine pada Urin Karyawan yang Terpapar Asap Rokok Orang Lain. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10 (1): 43–52. Ogata M, Hoshi M, Shimtohmo K, Urano S & Endo T. 1997. Antioxidant Activity of Magnolol, Honokiol and Related Phenolic Compounds. Journal AOCS., 7 (5): 557-562. Oktavianis. 2011. Efek Pemberian Asap Rokok terhadap Kehamilan Tikus Putih (Rattus norvegicus). Tesis. Padang: Universitas Andalas. Peers C, Dallas ML & Scragg JL. 2009. Ion Channels as Effectors in Carbon Monoxide Signaling. Journal Commun Integr. Biol., 2(3): 241–242. Preet S & Prakash S. 2011. Haematological Profile in Rattus norvegicus during Experimental Cysticercosis. J. Par. Dis., 35: 144-147. Rajesh MP & Natvar JP. 2011. In Vitro Antioxidant Activity of Coumarin Compounds by DPPH, Super Oxide and Nitric Oxide Free Radical Scavenging Methods. Journal of Advanced Pharmacy Education & Research, 1, 52-68. Ratnaningtyas N. 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin pada Tikus Putih (Rattus novergicus) yang Dipapar Gelombang Elektromagnetik Ponsel. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Raub JA, Mathieunolf M, Hampson NB & Thom SR. 2000. Carbon Monoxide Poisoning - A Public Health Perspective. Carbon Monoxide Poisoning - a Public Health Perspective. Journal Toxicology, 145: 1-14. Riady WA. 2014. Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana) Menghambat Peningkatan Kadar F2 Isoprostan Urin Tikus Wistar (Rattus norvegicus) yang Dipapar Asap Rokok. Tesis. Denpasar: Universitar Udayana. Sadikin M. 2002. Biokimia Darah. Jakarta: Widya Medika. Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC Kedokteran. Simanjuntak K. 2012. Peran Antioksidan Flavonoid dalam Meningkatkan Kesehatan. Jurnal Bina Widya, Vol. 23 No. 3: 135-140.
60
Slaughter E, Gersberg RM, Watanabe K, Rudolph J, Stransky C & Novotny TE. 2011. Toxicity of Cigarette Butts and Their Chemical Components, to Marine and Freshwater Fish. Journal Tob Control, 20: 418. Smith JB & Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan Pembiakan dan Penggunaan hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Indonesia University Press. Soeharsono L, Andriani E, Hermawan, Kamil KA & Musawwir A. 2010. Fisiologi Ternak Fenomena dan Nomena Dasar, Fungsi dan Interaksi Organ pada Hewan. Bandung: Widya Padjadjaran. Suhartono E, Fachir H & Setiawan B. 2007. Kapita Sketsa Biokimia Stres Oksidatif Dasar dan Penyakit. Banjarmasin: Pustka Banua. Sumadi & Aditya M. 2007. Biologi Sel. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sumardika J. 2012. Water Extract of Sweet Potato Leaf Improved Lipid Profile and Blood SOD Content of Rats with High Cholesterol Diet. Medicina, Vol. 43: 2. Sundaryono A. 2011. Uji Aktivitas Senyawa Flavonoid Total dari Gynura segetum (Lour) terhadap Peningkatan Eritrosit dan Penurunan Leukosit pada Mencit (Mus Musculus). Jurnal Exacta, Vol. IX No.2. Suparmi, Hady A & Niche D. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah Rambutan (Nephelium lappaceum, L.) dengan Metode LinoleatTiosianat. Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 9 No. 1. Suryohudoyo P. 1995. Oksidan, Antioksidan dan Radikal bebas. Dalam Kongres Nasional IV Himpunan Kimia Klinik Indonesia, Surabaya. Susanna D, Hartono B & Fauzan H. 2003. Penentuan Kadar Nikotin dalam Asap Rokok. Jurnal Makara Kesehatan, 7 (2):23. Sutedjo AY. 2007. Mengenal Penyakit melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta: Amara Books. Syamsidi A. 2014. Pengaruh Variasi Ekstrak Metanol Kulit Buah Rambutan (Nephelium lappaceum L.) terhadap Kestabilan Fisik Krim Antioksidan Journal of Natural Science, Vol. 3 (2): 1-9. Tanijaya SCE. 2012. Pemberian Alpha Lipoic Acid Menurunkan Kadar F2 Isoprostan Urine pada Perokok Aktif Sedang. Tesis. Denpasar: Universitas Udayana.
61
Thitilertdecha N, Teerawatgulrag A, Rakariyatham N & Kilburn JD. 2010. Identification of Major Phenolic Compounds from Nephelium lappaceum L. and their Antioxidant Activities. Journal Molecules, 15: 1453-1465. Tjandra O, Rusliati R & Zulhipri. 2011. Uji Aktivitas Antioksidan dan Profil Fitokimia Kulit Rambutan (Nephelium lappaceum). Artikel Ilmiah. Solo: UPT Penerbitandan Percetakan UNS. Tjokronegoro A. 2000. Pemeriksaan laboratorium Sederhana. Fakultas Kedokteran. Jakarta: Universitas Indonesia. Towaha J. 2012. Manfaat Eugenol Cengkeh dalam Berbagai Industri di Indonesia. Persperktif, 11 (2):79-90. Wardhana AH., Kencanawati E, Nurmawati, Rahmaweni & Jatmiko CB. 2001. Pengaruh Pemberian Sediaan Patikan Kebo (Euphobia hirta L) terhadap Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin dan Nilai Hematokrit pada Ayam yang Diinfeksi dengan Eimeria tenella. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 6 (2): 126-133. Wardhani RAP & Supartono. 2015. Uji Aktivitas Anti Bakteri Ekstrak Kulit Rambutan (Nephelium lappaceum L.) pada Bakteri. Indo. J. Chem. Sci, 4(1). Widmann FK. 1999. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi ke-9. Alih bahasa: Siti BK, R. Gandasoebrata dan J. Latu. Jakarta: EGC Penerbit Buku kedokteran. Wientarsih I, Widhyari SD & Aryanti T. 2013. Kombinasi Imbuhan Herbal Kunyit dan Zink dalam Pakan sebagai Alternatif Pengobatan Kolibasiolosis pada Ayam Pedaging. Jurnal Veteriner, 14 (3): 327-334. World Health Organization. 2000. Research Guidelines for Evaluating The Safety and Efficacy of Herbal Medicines. Hong Kong: Special Administrative Region of China. Wulangi KS. 1993. “Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan”. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Departemen pendidikan dan Kebudayaan Direktur Jenderal Perguruan Tinggi. Zulkifli KS, Abdullah N, Abdullah A, Aziman N & Kamarudin SSW. 2012. Bioactive Phenolic Compounds and Antioxidant Activitu of Selected Fruits Peels. International Conference on Environment, Chemistry and Biology, 49: 66-70.
62
LAMPIRAN-LAMPIRAN
63
LAMPIRAN 1 Pembuatan ekstrak kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.) Membuat ekstrak kulit buah rambutan dilakukan dengan cara maserasi (perendaman). Teknik ekstraksi maserasi digunakan karena merupakan teknik ekstraksi yang mudah dan sederhana dengan hasil produk yang baik, selain itu teknik ekstrak maserasi mempunyai keunggulan tidak merusak senyawa yang tidak tahan terhadap panas. Maserasi adalah proses ekstraksi dengan cara perendaman dalam air atau pelarut organik sampai meresap yang akan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang terkandung di dalamnya akan larut. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi adalah methanol. Pelarut methanol digunakan karena termasuk pelarut polar. Pelarut polar merupakan pelarut yang dapat melarutkan senyawa fenolik dan flavanoid yang sifatnya polar, yang terkandung dalam kulit buah rambutan (Khasanah 2011). Metode ekstraksi yaitu, sampel kulit buah rambutan kultivar Binjai yang digunakan dan diambil dari buah yang sudah matang memiliki warna kulit meraht tua, dikumpulkan dari daerah Kota Semarang. Kulit buah rambutan dicuci bersih dan diiris kecil-kecil, kemudian kulit buah rambutan dikeringkan di bawah sinar matahari. Kulit buah rambutan yang telah kering, direndam dalam methanol di dalam beker gelas yang ditutup dengan kertas aluminium foil selama 3 hari, selanjutnya di blender sampai halus. Setelah proses ekstraksi, larutan ekstrak dikeringkan dengan menggunakan rotary evaporator untuk menguapkan pelarutnya sehingga didapatkan ekstrak yang kering berupa serbuk. Ekstrak kulit buah rambutan yang berbentuk serbuk kemudian ditimbang dan dilarutkan dalam aquades.
64
LAMPIRAN 2 Cara pemeriksaan sampel darah dengan alat Hematology Analyzer 1. Darah yang telah diambil dari sinus orbitalis tikus dan disimpan dalam micro tube yang berisi antikoagulan (EDTA) dirotasikan.
2. Micro tube dibuka secara hati-hati agar sampel tidak tumpah.
3. Micro tube diletakkan pada alat, kemudian ditekan tombol start.
4. Ketika layar LCD memunculkan “Aspirating”, micro tube tidak boleh dipindahkan dari alat. Pada tahap ini, sampel akan ditarik sebanyak 20 µl. Apabila sampel tersebut terlalu kental, maka secara otomatis alat mengencerkan. 5. Micro tube baru dapat dipindahkan dari alat setelah layar LCD memunculkan “Analyzing” . Kemudian secara otomatis alat tersebut akan menganalisis dan menampilkan hasil analisa pada layar LCD. 6. Layar LCD akan memunculkan “Rinsing” untuk mencuci sisa sampel pada alat. Proses pencucian dilakukan menggunakan cellpack. 7. Ready status akan muncul pada layar LCD setelah sampel pertama selesai dianalisis dan siap untuk menganalisis sampel berikutnya.
65
LAMPIRAN 3 Prosedur pengoperasian Hematology Analyzer BC 2600 5. Persiapan sebelum menyalakan alat Periksa volume reagen Periksa cairan reagen (keruh atau kotor) Periksa seluruh selang (bila terdapat tekukan) Periksa botol pembuangan, jika penuh kosongkan kembali 6. Menyalakan alat a. Tekan tombol power pada bagian belakang, posisi ON (I). Tunggu proses inisialisasi 4-7 menit, hingga pada layar tampil menu [count]. b. Apabila pada „error message‟ muncul tulisan „Background Abnormal‟, maka
tekan
[MENU]
lalu
masuk
ke
[SERVICE]
dan
pilih
[MAINTENACE]. Lakukan [CLEAN BATH]. Setelah proses itu selesai, kembali ke [COUNT] dan alat bisa langsung dioperasikan (running). c. Apabila Backgrund Normal, maka tidak perlu melakukan prosedur di atas. 7. Whole blood count a. Tekan tombol [MENU] → “Count” → Enter, lalu tekan tombol [MODE] maka pada layar atas muncul meriksaan dengan metode (“Whole BloodALL”, “WB-WBC/HGB”, atau “WB-RBC/PLT”) dengan display warna biru. b. Tekan tombol [F1] untuk mengisi atau menuliskan data pasien. c. Kocok antikoagulan dengan cara membolak-balikan tabung hingga merata, dengan perbandingan dosis K2EDTA (1,5 – 2,2 mg/ml darah). d. Masukan antikoagulan pada sampel probe hingga menyentuh ke dasar tabung. e. Lalu tekan tombol probe, dan hasil akan tampil di layar. 8. Capillary blood count a. Tekan tombol [MENU] → “Count” → Enter, lalu tekan tombol [MODE] maka pada layar atas muncul meriksaan dengan metode (“PredilutedALL”, “PB-WBC/HGB”, atau “PB-RBC/PLT”) dengan display warna biru.
66
b. Siapkan sampel cup yang bersih pada ujung sampel probe, lalu tekan tombol [DILUENT], maka cairan Diluent akan keluar sebanyak 1,6 ml. c. Tambahkan segera 20 µl darah kapiler dengan menggunakan pipet pada sampel cup yang telah terisi Diluent. Pastikan darah kapiler pada pipet telah terampur keseluruhan dengan Diluent (ulangi beberapa kali aspirating dan dispensing pada pipet). d. Kocok hingga rata, lalu inkubasi selama 5 menit, lalu kocok kembali dan letakkan sampel cup yang sudah tercampur pada sampel probe hingga menyentuh dasar probe. e. Tekan tombol probe untuk proses perhitungan. Dan hasil akan tampil pada layar. 9. Mematikan alat Tekan tombol [MENU] → “Shutdown” → Enter, jika benar ingin mematikan alat pilih YES lalu Enter. Muncul perintah pada layar untuk menghisapkan “EZ Cleanser” pada probe lalu tekan tombol probe. Proses mematikan alat akan bekerja. Sampai muncul “Turn Off the Analizer Now” maka matikan tombol power di belakang alat.
67
LAMPIRAN 4 Data hasil penelitian Tabel hasil pemeriksaan jumlah eritrosit (106/µl) Data Hari ke-
6
12
18
24
30
Ulangan 1 2 3 4 5 Total Rerata 1 2 3 4 5 Total Rerata 1 2 3 4 5 Total Rerata 1 2 3 4 5 Total Rerata 1 2 3 4 5 Total Rerata
KK+ 7,71 6,84 7,93 6,54 7,82 36,84 7,36 7,52 7,38 7,86 6,81 7,65 37,22 7,44 7,42 7,54 7,65 7,16 7,76 37,53 7,50 7,52 7,63 7,72 7,09 7,48 37,44 7,48 7,6 7,75 7,49 7,22 7,63 37,69 7,53
KK7,33 6,28 6,67 6,81 7,42 34,51 6,90 7,19 6,79 7,04 7,22 7,55 35,79 7,15 7,03 6,36 7,18 6,94 7,38 34,89 6,97 6,4 6,19 7,22 6,72 7,14 33,67 6,73 6,32 6,62 6,47 6,58 7,21 33,2 6,64
Perlakuan KP 1 7,65 7,34 7,2 7,18 6,87 36,24 7,24 7,51 7,44 7,35 7,13 7,02 36,45 7,29 7,73 7,52 7,49 7,4 6,76 36,9 7,38 7,6 7,51 7,44 7,45 7,36 37,36 7,47 7,84 7,63 7,56 7,67 7,21 37,91 7,58
KP 2 7,22 7,45 7,06 7,34 7,57 36,64 7,32 7,39 7,56 7,17 7,44 7,72 37,28 7,45 7,48 7,65 7,34 7,53 7,49 37,49 7,49 7,56 7,49 8,21 7,62 7,31 38,19 7,63 8,14 7,26 8,5 7,43 7,62 38,95 7,79
KP 3 7,28 7,31 7,55 7,26 7,74 37,14 7,42 7,49 7,62 7,71 7,32 7,8 37,94 7,58 7,29 7,83 8,14 7,26 7,58 38,1 7,62 7,48 7,53 8,62 8,25 7,6 39,48 7,89 7,72 8,27 8,56 8,37 7,89 40,81 8,16
68
Tabel hasil pemeriksaan kadar hemoglobin (gr/dL) Data Hari ke-
6
12
18
24
30
Ulangan 1 2 3 4 5 Total Rerata 1 2 3 4 5 Total Rerata 1 2 3 4 5 Total Rerata 1 2 3 4 5 Total Rerata 1 2 3 4 5 Total Rerata
KK+ 12,5 11,4 13 11,7 12,7 61,3 12,26 12,5 12,3 12,8 11,9 12,4 61,9 12,38 12,4 12,5 12,6 12,5 12,2 62,2 12,44 12,3 12,6 12,7 12 12,5 62,1 12,42 12 12,8 12,3 12,1 13,2 62,4 12,48
KK12,4 10,8 11,5 12 12,4 59,1 11,82 12,1 11,7 12 12,3 12,5 60,6 12,12 11,9 10,8 12 11,2 12,1 58 11,6 10,4 10,2 11,6 10,9 12 55,1 11,02 9,7 11,3 10,8 11 11,6 54,4 10,88
Perlakuan KP 1 12,6 12,5 12 11,8 12,1 61 12,2 12,6 12,5 12,5 12,2 12 61,8 12,36 12,5 12,4 12,4 12,4 11,8 61,5 12,3 12,6 12,5 12,2 12,2 12,1 61,6 12,32 12,4 12,3 12,3 12,5 12,2 61,7 12,34
KP 2 12,2 12,5 11,7 12,8 12,5 61,7 12,34 12,3 12,8 12,2 12,5 12,6 62,4 12,48 12,4 12,7 12,5 12,6 12,5 62,7 12,54 12,6 12,5 13 12,5 12,3 62,9 12,58 12,7 12,4 13,5 12,2 12,6 63,4 12,68
KP 3 12,2 12,4 12,6 12,3 12,8 62,3 12,46 12,6 12,6 12,7 12,2 12,7 62,8 12,56 12,3 12,8 13,1 12,3 12,6 63,1 12,62 12,5 12,5 13,5 13,2 12,4 64,1 12,82 12,2 13,7 14,2 12,5 13,1 65,7 13,14
69
Tabel hasil pemeriksaan persentase hematokrit (%) Data Hari ke-
6
12
18
24
30
Ulangan 1 2 3 4 5 Total Rerata 1 2 3 4 5 Total Rerata 1 2 3 4 5 Total Rerata 1 2 3 4 5 Total Rerata 1 2 3 4 5 Total Rerata
KK+ 44,3 42,2 43,6 42,8 44,5 217,4 43,48 44,1 44 44,2 42,7 43,9 218,9 43,78 43,6 44,7 44,8 43,9 44,5 221,5 44,3 45 44,5 45,2 44 45,3 224 44,8 44,3 45,7 44,8 44,7 45,9 225,4 45,08
KK41 39,7 40,7 42,2 43,6 207,2 41,44 41,6 40,1 43 43,3 44,2 212,2 42,44 40,5 39 41,8 41 42,7 205 41 41,4 40 40,4 38,8 41,5 202,1 40,42 38,8 40,8 39,7 40,2 42,4 201,9 40,38
Perlakuan KP 1 41,8 43,4 42,3 40,5 42,8 210,8 42,16 44,2 43,9 43,7 42,5 42,8 217,1 43,42 41,4 42,7 42,7 40,5 41 208,3 41,66 42,8 42,5 41,2 42,3 42,1 210,9 42,18 45,7 45,5 44,8 45 44,1 225,1 45,02
KP 2 42,9 44 42,3 43,6 43,2 216 43,2 44,1 45,8 42,5 43,7 44,8 220,9 44,18 42,1 43,7 43,5 42,9 42,4 214,6 42,92 43,1 44,3 45,1 43 43,6 219,1 43,82 45,4 45,5 46 45,8 44,6 227,3 45,46
KP 3 42,6 43,8 44,6 43 45,9 219,9 43,98 45 45,2 45,5 44,7 44,3 224,7 44,94 43,5 44 44,7 42,9 44,2 219,3 43,86 44,2 43,7 45,4 45 44,9 223,2 44,64 45,7 46,3 46,8 45,4 45,9 230,1 46,02
70
LAMPIRAN 5 Analisis statistik data jumlah eritrosit 1. Uji normalitas jumlah eritrosit One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Jumlah Eritrosit N a Normal Parameters
25 7.5424 .60176 .130 .097 -.130 .652 .789
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.
2. Homogeneous subsets Jumlah Eritrosit Subset for alpha = 0.05 Perlakuan a
Duncan
N
1
3
2
Rokok 3 batang
5
Kontrol
5
7.5380
Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang
5
7.5820
Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang
5
7.7900
Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang
5
Sig.
3. Uji homogenitas data Test of Homogeneity of Variances Jumlah Eritrosit 2.184
df1
df2 4
Sig. 20
.108
7.7900
8.1620 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
Levene Statistic
6.6400
.288
.104
71
4. Uji pengaruh ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit Descriptives
Jumlah Eritrosit Perlakuan
N
Mean
Std. Deviation Std. Error Minimum Maximum
Kontrol
5
7.5380
.20042
.08963
7.22
7.75
3 batang rokok
5
6.6400
.33919
.15169
6.32
7.21
5
7.5820
.23210
.10380
7.21
7.84
5
7.7900
.51624
.23087
7.26
8.50
5
8.1620
.34738
.15535
7.72
8.56
25
7.5424
.60176
.12035
6.32
8.56
.34533
.06907
Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang Total Model
Fixed Effects Random Effects
.25111
5. Uji One Way Anova ANOVA Jumlah Eritrosit
Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
6.306
4
1.576
Within Groups
2.385
20
.119
Total
8.691
24
F 13.219
Sig. .000
Berdasarkan hasil one way ANOVA, menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara ekstrak kulit buah rambutan dengan jumlah eritrosit (sig. 0,00 < 0,05).
72
6. Post Hoc Test Multiple Comparisons Dependent Variable:Jumlah Eritrosit
(I) perlakuan LSD Kontrol
Rokok 3 batang
(J) perlakuan
Mean Difference (I-J) Std. Error
95% Confidence Interval Sig.
Lower Bound
Upper Bound
Rokok 3 batang
.89800*
.21841
.001
.4424
1.3536
Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang
-.04400
.21841
.842
-.4996
.4116
Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang
-.25200
.21841
.262
-.7076
.2036
Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang
-.62400*
.21841
.010
-1.0796
-.1684
Kontrol
-.89800*
.21841
.001
-1.3536
-.4424
Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang
-.94200*
.21841
.000
-1.3976
-.4864
Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang
-1.15000*
.21841
.000
-1.6056
-.6944
Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang
-1.52200*
.21841
.000
-1.9776
-1.0664
.04400
.21841
.842
-.4116
.4996
*
.94200
.21841
.000
.4864
1.3976
-.20800
.21841
.352
-.6636
.2476
-.58000*
.21841
.015
-1.0356
-.1244
Ekstrak kulit buah Kontrol rambutan 15 Rokok 3 batang mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah Kontrol rambutan 30 Rokok 3 batang mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah Kontrol rambutan 45 Rokok 3 batang mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang
.25200
.21841
.262
-.2036
.7076
1.15000*
.21841
.000
.6944
1.6056
.20800
.21841
.352
-.2476
.6636
-.37200
.21841
.104
-.8276
.0836
.62400*
.21841
.010
.1684
1.0796
*
1.52200
.21841
.000
1.0664
1.9776
.58000*
.21841
.015
.1244
1.0356
.37200
.21841
.104
-.0836
.8276
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keterangan: Apabila terdapat pada tanda (*) pada Mean Difference menunjukkan bahwa jumlah eritrosit antar kelompok berbeda nyata dengan signifikansi 95%.
73
LAMPIRAN 6 Ringkasan hasil uji regresi linier data jumlah eritrosit Model Summary Model
R
1
.566
Adjusted R Square
R Square a
.320
Std. Error of the Estimate
.268
.37071
a. Predictors: (Constant), Dosis b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
.841
1
.841
Residual
1.787
13
.137
Total
2.628
14
F 6.120
Sig. .028
a
a. Predictors: (Constant), Dosis b. Dependent Variable: Jumlah Eritrosit
Coefficients
a
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) Dosis
Std. Error 7.265
.253
.290
.117
a. Dependent Variable: Jumlah Eritrosit
Standardized Coefficients Beta
t
.566
Sig.
28.686
.000
2.474
.028
74
Persamaan regresi linier: Y = a + bX Keterangan: Y
: nilai prediksi variabel dependen
A
: konstanta : nilai Y jika X = 0
b
: koefisien regresi, yaitu peningkatan atau penurunan variabel Y yang didasarkan variabel X
X
: variabel independen
Y = 7,26 + (0,29)X Artinya:
Nilai konstanta (a) adalah 7,26; artinya jika dosis ekstrak kulit buah rambutan bernilai 0, maka jumlah eritrosit bernilai 7,26.
Nilai koefisien regresi variabel dosis ekstrak kulit buah rambutan adalah 0,24 Artinya bahawa setiap peningkatan dosis sebesar 1, maka jumlah eritrosit juga akan meningkat 0,24.
Cara menetukan garis regresi linier: X = dosis 15 mg/KgBB Y = 7,26 + (0,29)X Y = 7,26 + (0,29) (15) Y = 7,26 + 4,35 Y = 11,61 X = dosis 30 mg/KgBB Y = 7,26 + (0,29) (30) Y = 7,26 + 8,7 Y = 15,96 X = dosis 45 mg/KgBB Y = 7,26 + (0,29) (45) Y = 7,26 + 13,05 Y = 20,31
75
Uji T Digunakan apakah dosis berpengaruh signifikan atau tidak terhadap jumlah eritrosit. Pengujian menggunakan tingkat signifikan 0,05 dan 2 sisi. Langkahlangkah pengujian sebagai berikut: Merumuskan hipotesis H0
: dosis tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah eritrosit
H1
: dosis berpengaruh signifikan terhadap jumlah eritrosit
Menentukan t hitung sebesar 2.474 dengan signifikansi 0,028 Menentukan t tabel T tabel dapat dilihat pada tabel statistik pada signifikansi 0,05 / 2 = 0,025 dengan derajat kebebasan (df) = N-1 atau (df) = 15-1=14. Hasil yang diperoleh untuk t tabel sebesar 2.144 (lihat pada t tabel). Kriteria pengujian # jika t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel maka H0 diterima # jika t hitung < t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 ditolak Berdasarkan signifikansi # jika sig > 0,05, maka H0 diterima # jika sig < 0,05, maka H0 ditolak Kesimpulan Karena nilai t hitung > t tabel (2.474 > 2.144) dan signifikansi < 0,05 (0,028 < 0,05), maka H0 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa dosis ekstrak kulit buah rambutan berpengaruh terhadap jumlah eritrosit.
76
LAMPIRAN 7 Analisis statistik data kadar hemoglobin 1. Uji normalitas kadar hemoglobin One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Kadar Hb N
25
Normal Parameters
a
Mean
12.3040
Std. Deviation Most Extreme Differences
.94449
Absolute
.176
Positive
.100
Negative
-.176
Kolmogorov-Smirnov Z
.881
Asymp. Sig. (2-tailed)
.420
a. Test distribution is Normal.
2. Homogeneous subsets Kadar Hemoglobin Subset for alpha = 0.05 perlakuan a
Duncan
N
1
2
Rokok 3 batang
5
Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang
5
12.3400
Kontrol
5
12.4800
Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang
5
12.6800
Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang
5
13.1400
10.8800
Sig.
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
3. Uji homogenitas data Test of Homogeneity of Variances Kadar Hemoglobin Levene Statistic 2.102
df1
df2 4
Sig. 20
.119
.061
77
4. Uji pengaruh ekstrak kulit buah rambutan terhadap kadar hemoglobin Descriptives Kadar Hemoglobin Std. Perlakuan
N
Kontrol 3 batang rokok
Mean
Deviation
Std. Error Minimum Maximum
5
12.4800
.50695
.22672
12.00
13.20
5
10.8800
.72595
.32465
9.70
11.60
Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang
5
12.3400
.11402
.05099
12.20
12.50
Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang
5
12.6800
.49699
.22226
12.20
13.50
Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang
5
13.1400
.82644
.36959
12.20
14.20
25
12.3040
.94449
.18890
9.70
14.20
.58771
.11754
Total Model
Fixed Effects Random Effects
.38081
5. One Way Anova ANOVA Kadar Hemoglobin Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares
df
Mean Square
14.502
4
3.625
6.908
20
.345
21.410
24
F 10.496
Sig. .000
Berdasarkan hasil one way ANOVA, menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara ekstrak kulit buah rambutan dengan kadar hemoglobin (sig. 0,000 < 0,05).
78
6. Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: Kadar Hemoglobin
(I) perlakuan LSD Kontrol
Rokok 3 batang
(J) perlakuan
Mean Difference (I-J) Std. Error
95% Confidence Interval Sig.
Lower Bound Upper Bound
*
1.60000
.37170
.000
.8246
2.3754
Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang
.14000
.37170
.710
-.6354
.9154
Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang rokok
-.20000
.37170
.596
-.9754
.5754
Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang
-.66000
.37170
.091
-1.4354
.1154
Kontrol
-1.60000*
.37170
.000
-2.3754
-.8246
Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang
-1.46000*
.37170
.001
-2.2354
-.6846
Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang rokok
-1.80000*
.37170
.000
-2.5754
-1.0246
Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang
-2.26000*
.37170
.000
-3.0354
-1.4846
Rokok 3 batang
Ekstrak kulit buah Kontrol rambutan 15 Rokok 3 batang mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang rokok Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah Kontrol rambutan 30 Rokok 3 batang mg/kgBB + Rokok 3 batang rokok Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah Kontrol rambutan 45 Rokok 3 batang mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang rokok
-.14000
.37170
.710
-.9154
.6354
1.46000*
.37170
.001
.6846
2.2354
-.34000
.37170
.371
-1.1154
.4354
-.80000*
.37170
.044
-1.5754
-.0246
.20000
.37170
.596
-.5754
.9754
*
1.80000
.37170
.000
1.0246
2.5754
.34000
.37170
.371
-.4354
1.1154
-.46000
.37170
.230
-1.2354
.3154
.66000
.37170
.091
-.1154
1.4354
*
2.26000
.37170
.000
1.4846
3.0354
.80000*
.37170
.044
.0246
1.5754
.46000
.37170
.230
-.3154
1.2354
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keterangan: Apabila terdapat pada tanda (*) pada Mean Difference menunjukkan bahwa kadar hemoglobin antar kelompok berbeda nyata dengan signifikansi 95%.
79
LAMPIRAN 8 Ringkasan hasil uji regresi linier data kadar hemoglobin Model Summary Model
R
1
.545
Adjusted R Square
R Square a
.297
Std. Error of the Estimate
.243
.53952
a. Predictors: (Constant), Dosis b
ANOVA Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
1.600
1
1.600
Residual
3.784
13
.291
Total
5.384
14
F 5.497
Sig. .036
a
a. Predictors: (Constant), Dosis b. Dependent Variable: Kadar Hemoglobin
Coefficients
a
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) Dosis
Std. Error 11.920
.369
.400
.171
a. Dependent Variable: Kadar Hemoglobin
Standardized Coefficients Beta
t
.545
Sig.
32.342
.000
2.345
.036
80
Persamaan regresi linier: Y = a + bX Keterangan: Y
: nilai prediksi variabel dependen
A
: konstanta : nilai Y jika X = 0
b
: koefisien regresi, yaitu peningkatan atau penurunan variabel Y yang didasarkan variabel X
X
: variabel independen
Y = 11,92 + (0,40)X Artinya:
Nilai konstanta (a) adalah 11,92, artinya jika dosis ekstrak kulit buah rambutan bernilai 0, maka kadar hemoglobin bernilai 11,92.
Nilai koefisien regresi variabel dosis ekstrak kulit buah rambutan adalah 0,40. Artinya bahwa setiap peningkatan dosis sebesar 1, maka kadar hemoglobin juga akan meningkat 0,40.
Cara menetukan garis regresi linier: X = dosis 15 mg/KgBB Y = 11,92 + (0,40)X Y = 11,92 + (0,40) (15) Y = 11,92 + 6 Y = 17,92 X = dosis 30 mg/KgBB Y = 11,92 + (0,40)X Y = 11,92 + (0,40) (30) Y = 11,92 + 12 Y = 23,92 X = dosis 45 mg/KgBB Y = 11,92 + (0,40)X Y = 11,92 + (0,40) (45) Y = 11,92 + 18 Y = 29,92
81
Uji T Digunakan apakah dosis berpengaruh signifikan atau tidak terhadap kadar hemoglobin. Pengujian menggunakan tingkat signifikan 0,05 dan 2 sisi. Langkahlangkah pengujian sebagai berikut: Merumuskan hipotesis H0
: dosis tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar hemoglobin
H1
: dosis berpengaruh signifikan terhadap kadar hemoglobin
Menentukan t hitung sebesar 2.345 dengan signifikansi 0,036 Menentukan t tabel T tabel dapat dilihat pada tabel statistik pada signifikansi 0,05 / 2 = 0,025 dengan derajat kebebasan (df) = N-1 atau (df) = 15-1=14. Hasil yang diperoleh untuk t tabel sebesar 2.144 (lihat pada t tabel). Kriteria pengujian # jika t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel maka H0 diterima # jika t hitung < t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 ditolak Berdasarkan signifikansi # jika sig > 0,05, maka H0 diterima # jika sig < 0,05, maka H0 ditolak Kesimpulan Karena nilai t hitung > t tabel (2.345 > 2.144) dan signifikansi < 0,05 (0,036 < 0,05), maka H0 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa dosis ekstrak kulit buah rambutan berpengaruh terhadap kadar hemoglobin.
82
LAMPIRAN 9 Analisis statistik data persentase hematokrit 1. Uji normalitas persentase hematokrit One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Persentase Hematokrit N
25
Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
Mean
44.3920
Std. Deviation
2.20641
Absolute
.258
Positive
.154
Negative
-.258
Kolmogorov-Smirnov Z
1.288
Asymp. Sig. (2-tailed)
.073
a. Test distribution is Normal.
2. Homogeneous subsets Persentase Hematokrit Subset for alpha = 0.05 Perlakuan a
Duncan
N
1
2
Rokok 3 batang
5
Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang
5
45.0200
Kontrol
5
45.0800
Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang
5
45.4600
Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang
5
46.0200
Sig.
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
3. Uji homogenitas data Test of Homogeneity of Variances Persentase Hematokrit Levene Statistic 1.491
40.3800
df1
df2 4
Sig. 20
.243
.086
83
4. Uji pengaruh ekstrak kulit buah rambutan terhadap persentase hematokrit Descriptives Persentase Hematokrit Std. Perlakuan
N
Kontrol 3 batang rokok
Mean
Deviation Std. Error
Minimum
Maximum
5
45.0800
.68702
.30725
44.30
45.90
5
40.3800
1.34611
.60200
38.80
42.40
Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang
5
45.0200
.63008
.28178
44.10
45.70
Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang rokok
5
45.4600
.53666
.24000
44.60
46.00
Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang
5
46.0200
.54498
.24372
45.40
46.80
25
44.3920
2.20641
.44128
38.80
46.80
.80821
.16164
Total Model
Fixed Effects Random Effects
1.01870
5. One Way Anova ANOVA Persentase Hematokrit Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
103.774
4
25.944
13.064
20
.653
116.838
24
F 39.718
Sig. .000
Berdasarkan hasil one way ANOVA, menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara ekstrak kulit buah rambutan dengan persentase hematokrit (sig. 0,000 < 0,05).
84
6. Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable:Persentase Hematokrit
(I) Perlakuan LSD Kontrol
Rokok 3 batang
(J) Perlakuan
Mean Difference (I-J) Std. Error
95% Confidence Interval Sig.
Lower Bound
Upper Bound
*
4.70000
.51116
.000
3.6337
5.7663
Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang
.06000
.51116
.908
-1.0063
1.1263
Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang rokok
-.38000
.51116
.466
-1.4463
.6863
5
-.94000
.51116
.081
-2.0063
.1263
Kontrol
*
-4.70000
.51116
.000
-5.7663
-3.6337
Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang
-4.64000*
.51116
.000
-5.7063
-3.5737
Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang rokok
-5.08000*
.51116
.000
-6.1463
-4.0137
Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang
-5.64000*
.51116
.000
-6.7063
-4.5737
-.06000
.51116
.908
-1.1263
1.0063
*
4.64000
.51116
.000
3.5737
5.7063
-.44000
.51116
.400
-1.5063
.6263
-1.00000
.51116
.065
-2.0663
.0663
.38000
.51116
.466
-.6863
1.4463
*
5.08000
.51116
.000
4.0137
6.1463
.44000
.51116
.400
-.6263
1.5063
-.56000
.51116
.286
-1.6263
.5063
Rokok 3 batang
Ekstrak kulit buah Kontrol rambutan 15 Rokok 3 batang mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang rokok Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah Kontrol rambutan 30 Rokok 3 batang mg/kgBB + Rokok 3 batang rokok Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah Kontrol rambutan 45 Rokok 3 batang mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB + Rokok 3 batang Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB + Rokok 3 batang rokok
.94000
.51116
.081
-.1263
2.0063
5.64000*
.51116
.000
4.5737
6.7063
1.00000
.51116
.065
-.0663
2.0663
.56000
.51116
.286
-.5063
1.6263
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keterangan: Apabila terdapat pada tanda (*) pada Mean Difference menunjukkan bahwa persentase hematokrit antar kelompok berbeda nyata dengan signifikansi 95%.
85
LAMPIRAN 10 Ringkasan hasil uji regresi linier data persentase hematokrit Model Summary Model
R
1
.623
R Square a
Adjusted R Square
.388
Std. Error of the Estimate
.341
.55052
a. Predictors: (Constant), Dosis b
ANOVA Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
2.500
1
2.500
Residual
3.940
13
.303
Total
6.440
14
F
Sig.
8.249
.013
a
a. Predictors: (Constant), Dosis b. Dependent Variable: Persentase Hematokrit
Coefficients
a
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) Dosis
Std. Error 44.500
.376
.500
.174
a. Dependent Variable: Persentase Hematokrit
Standardized Coefficients Beta
t
.623
Sig.
118.326
.000
2.872
.013
86
Persamaan regresi linier: Y = a + bX Keterangan: Y
: nilai prediksi variabel dependen
A
: konstanta : nilai Y jika X = 0
b
: koefisien regresi, yaitu peningkatan atau penurunan variabel Y yang didasarkan variabel X
X
: variabel independen
Y = 44,50 + (0,50)X Artinya:
Nilai konstanta (a) adalah 44,50, artinya jika dosis ekstrak kulit buah rambutan bernilai 0, maka persentase hematokrit bernilai 44,50.
Nilai koefisien regresi variabel dosis ekstrak kulit buah rambutan adalah 0,50. Artinya bahawa setiap peningkatan dosis sebesar 1, maka persentase hematokrit juga akan meningkat 0,50.
Cara menetukan garis regresi linier: X = dosis 15 mg/KgBB Y = 44,50 + (0,50)X Y = 44,50 + (0,50) (15) Y = 44,50 + 7,5 Y = 52 X = dosis 30 mg/KgBB Y = 44,50 + (0,50)X Y = 44,50 + (0,50) (30) Y = 44,50 + 15 Y = 59,5 X = dosis 45 mg/KgBB Y = 44,50 + (0,50)X Y = 44,50 + (0,50) (45) Y = 44,50 + 22,5 Y = 67
87
Uji T
Digunakan apakah dosis berpengaruh signifikan atau tidak terhadap persentase hematokrit. Pengujian menggunakan tingkat signifikan 0,05 dan 2 sisi. Langkahlangkah pengujian sebagai berikut: Merumuskan hipotesis H0
: dosis tidak berpengaruh signifikan terhadap persentase hematokrit
Ha
: dosis berpengaruh signifikan terhadap persentase hematokrit
Menentukan t hitung sebesar 2.872 dengan signifikansi 0,013 Menentukan t tabel T tabel dapat dilihat pada tabel statistik pada signifikansi 0,05 / 2 = 0,025 dengan derajat kebebasan (df) = N-1 atau (df) = 15-1=14. Hasil yang diperoleh untuk t tabel sebesar 2.144 (lihat pada t tabel). Kriteria pengujian # jika – tabel ≤ t hitung ≤ t tabel maka H0 diterima # jika – t hitung < t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 ditolak Berdasarkan signifikansi # jika sig > 0,05, maka H0 diterima # jika sig < 0,05, maka H0 ditolak Kesimpulan Karena nilai t hitung > t tabel (2.872 > 2.144) dan signifikansi < 0,05 (0,013 < 0,05), maka H0 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa dosis ekstrak kulit buah rambutan berpengaruh terhadap persentase hematokrit.
88
LAMPIRAN 11 Dokumentasi Penelitian
Penjemuran kulit buah rambutan
Kulit buah rambutan yang telah kering
Serbuk ekstrak kulit buah rambutan
Penimbangan dan pembuatan larutan ekstrak kulit buah rambutan
Ekstrak kulit buah rambutan yang telah di larutkan ke akuades
Pemberian tanda asam pikrat pada tikus
Penimbangan berat badan tikus
Tikus perlakuan dari kiri atas K+, K- & KP1 dan dari kiri bawah KP2 & KP3
89
Rokok kretek yang digunakan dan alat spuit untuk pengasapan
Persiapan pemberian asap rokok
Pemberian asap rokok dengan menggunakan Smoking chamber
Pemberian ekstrak kulit buah rambutan per oral
Pemberian EDTA pada tub
Sampel darah dalam container box
Proses pengambilan darah dari sinus orbitalis mata tikus
Alat Hematology Analyzer BC 2600
90
Proses perhitungan dengan menggunakan alat Hematology Analyzer BC 2600