SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
EFEK ANTIINFLAMASI DARI EKSTRAK KULIT BUAH DURIAN (Durio zibethinus Murray) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN Masayu Azizah dan Fitriani Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang Email :
[email protected] ABSTRACT The observation on anti-inflammatory effects ofextract of durian rind(Durio zibethinus Murray) has been done. Extractof durian rind(Durio zibethinus Murray) dose were: 100 mg/kg, 200 mg/kg and 400 mg/kg. Tween 80 2% was used as negative control and diclofenac sodium 0.9 mg/200g was used as positive control. The parameter was the percentage of inflammation observed in the left foot of male albino rats induced by 1% suspension of carrageen. Measurements of parameter was done every 30 minutes for 360 minutes. The results showed that percentage of anti-inflammatory of diclofenac sodium 0.9 mg/200g, the extract in dose of 400 mg/kg, 200 mg/kg and 100 mg/kg were 64.9%, 61.86%, 52.98% and 48.58%respectively. It can be concluded that ethanolic extract of durian rind(Durio zibethinus Murray) has an anti-inflammatory effects. The optimal dose as an anti-inflammatory agentwas 400mg/kg BW. Keywords : extract of durian (Durio zibethinus Murray)rind,flavonoid,extraction, inflammation
PENDAHULUAN Masyarakat Indonesia gemar mengkonsumsi buah durian (Durio zibethinus Murray) dan tanpa disadari 65-80% bagiannya yang merupakan kulit durian menjadi sampah yang banyak dan dibiarkan menumpuk, membusuk. Keadaan ini memberikan dampak negatif bagi kesehatan dan kelestarian lingkungan. Namun disisi lain kulit durian memiliki khasiat sebagai obat tradisional yang antara lain sebagai obat demam, malaria, obat cacing, liver, sakit perut,obat pencahar, obat penyakit kulit, bengkak, sariawan,infeksi, pelancar haid, abortivum dan juga digunakan untuk pemulihan pasca melahirkan (De Padua,1978) Kulit buah durian mengandung senyawa kimia antara lain kulit durian mengandung tanin, saponin (DePadua,1978), alkaloid,flavonoid, triterpenoid (Nurliani, 2004). Flavonoid diketahui mempunyai aktivitas antiinflamasi karena dapat menghambat enzim siklooksigenase yang berperan dalam terjadinya inflamasi (Narayana,et al., 2001). Inflamasi merupakan respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini akan menyebabkan timbulnya reaksi radang seperti bengkak dan rasa nyeri (Adjirni, 2008). Proses inflamasi dimulai dari suatu stimulus yang ISSN : 2087-5045
mengakibatkan kerusakan sel. Sebagai reaksi terhadap kerusakan ini, maka sel tersebut akan melepaskan enzim fosfolipase yang akan menghidrolisis enzim fosfolipasedan menghasilkan asam arakhidonat. Setelah asam arakhidonat tersebut bebas akan segera diaktifkan oleh beberapa enzim, diantaranya lipooksigenase dan siklooksigenase. Bila jaringan cedera, misalnya karena terbakar, teriris, atau karena infeksi kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi serangkaian reaksi yang merusak jaringan. Reaksi-reaksi ini juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera ini disebut radang (Hamid, 1986). Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antiinflamasi dari kulit buah durian terhadap tikus putih jantan.
METODOLOGI PENELITIAN Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Na-diklofenak tablet (cataflam®), aquadest, kulit buah durian, etanol 96%, NaCl Fisiologis 0,9%, karagen 1%, tween 80 2%.
74
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
Hewan percobaan Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur wistar dengan bobot kurang lebih 200 gram dalam kondisi sehat, umur 2-3 bulan sebanyak 30 ekor. Sebelum perlakuan, hewan percobaan diaklimatisasi selama satu minggu. Hewan yang digunakan adalah dalam keadaan sehat, mempunyai tingkah laku normal dan tidak mempunyai perubahan berat badan lebih dari 10 % (Vogel, 2002).
dibagi secara acak. Jumlah hewan pada masing-masing kelompok adalah 6 ekor. Dosis Yang Digunakan Pada penelitian ini digunakan 5 kelompok percobaan yang terdiri dari kontrol negatif, kontrol positif (pembanding) dan 3 variasi dosis ekstrak kulit buah durian, seperti dalam tabel : Tabel 1. Pembagian Kelompok Hewan Coba
PROSEDUR KERJA Pengambilan Sampel dan Identifikasi Tumbuhan Sampel yang digunakan pada penelitian ini diambil di Tebing tinggi sebanyak 1 kg simplisia, bagian kulit buah durian (Durio zibethinus Murray) yang diambil adalah bagian kulit luar sampai bagian kulit dalam yang berwarna putih yang pembatas isinya dibuang. Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Durian 1 kg kulit buah durian, dicuci bersih dan dikering anginkan, kemudian sampel dipotong kecil-kecil. Simplisia ini kemudian dimasukkan ke dalam botol gelap dan disari dengan cara maserasi menggunakan etanol 96%. Pelarut dimasukkan sampai permukaan sampel terendam seluruhnya dan disimpan di tempat gelap sambil sesekali diaduk. Setelah 5 hari, pisahkan ekstrak etanol dengan cara penyaringan dan ulangi perendaman sebanyak 3 kali. Maserat yang diperoleh dari penyaringan dikumpulkan. Dan diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator hingga terbentuk ekstrak yang kental (Rustam., 2007). Kandungan flavonoid ekstrak diuji dengan uji sianidin. Persiapan Hewan Uji Aklimatisasi hewan percobaan selama 7 hari, diberikan makanan dan minuman secukupnya. Berat badan hewan ditimbang dan diamati tingkah lakunya. Selama aklimatisasi berat badan naik atau turun tidak lebih dari 10 % serta menunjukkan tingkah laku yang normal. Kemudian hewan percobaan dipuasakan selama lebih kurang 14 jam (Depkes RI, 1979). Pada penelitian ini digunakan 5 kelompok hewan percobaan yang
ISSN : 2087-5045
No 1 2
Kel I II
3 4 5
III IV V
Keterangan Kontrol yaitu tween 80 2% Kelompok pembanding yang diberikan Natrium Diklofenak dengan dosis sesuai konversi dosis yaitu :50 mg x 0,018 = 0,9 mg/ 200 g BB 100 mg/kg BB 200 mg/kg BB 400 mg/kg BB
Uji Efek AntiInflamasi Kelompok I sebagai kelompok kontrol negatif diberikan aquadest yang ditambahkan tween 80 2%v/v, Kelompok II diberikan Natrium Diklofenak dengan dosis sesuai konversi dosis. Kelompok III, IV, V merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak secara oral. Selanjutnya volume normal kaki tikus diukur dengan alat plethismometer dan dinyatakan sebagai volume dasar untuk setiap tikus (Vo).Setelah 30 menit pemberian ekstrak dan pembanding, hewan percobaan diinjeksi dengan 0,1 ml suspensi karagenin 1% secara subplantar pada tiap telapak kaki kiri tikus. Kaki tikus yang telah diinduksi karagen setelah dan setiap 30 menit setelah penyuntikan sampai dengan 6 jam, diukur dengan cara dicelupkan kedalam air raksa pada alat plethismometer (Vtn), catat pertambahan volume kaki untuk setiap pengukuran dan hitung volume udema. Pengolahan Data dan Analisa Data Metode Mansjoer (1997) yang telah dimodifikasi digunakan untuk mengetahui efek inflamasi, yang dihitung dalam persen (%) inflamasi dengan rumus sebagai berikut : %
(
)=
−
× 100%
75
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
Keterangan : Vt = Volume kaki waktu pengukuran Vo = Volume kaki waktu pengukuran
Keterangan : Rt-1 = persen radang pada waktu t-1 R t = persen radang pada waktu ke-t
Dari data persen radang dapat dihitung nilai AUC (Area Under Curve) dengan rumus:
Dari harga AUC30-360 pada masingmasing kelompok dapat dihitung nilai persentase daya antiinflamasi dengan rumus:
+ 2
= %
( − =
(
) −
)
× 100% ( ℎ
Keterangan: AUCK = luas daerah di bawah kurva persentase radang terhadap waktu kelompok kontrol. AUCP = luas daerah di bawah kurva persentase radang terhadap waktu kelompok perlakuan rata-rata (Shargel, 1988) Data disajikan dalam bentuk tabel. Data persen radang dan AUC yang diperoleh dianalisa dengan uji ANOVA (Analysis of varians) one way, dan dilanjutkan dengan uji Duncan.
, 1998)
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penyarian 1 kg sampel segar kulit buah durian dengan pelarut etanol 96% diperoleh ekstrak kental seberat 49 gram yang berwarna coklat kehitaman, berbau khas dan sedikit berminyak dengan rendemen 4,9 %. Pengujian identifikasi flavonoid pada ekstrak kulit buah durian positif mengandung flavonoid yang ditandai terbentuknya warna merah. Rata-rata persentase radang telapak kaki tikus masing-masing kelompok perlakuan dapat dilihat dalam tabel 2 :
Tabel 2. Rerata Persen Radang telapak kaki tikus masing-masing kelompok perlakuan Kelompok Perlakuan
Persen Radang Tiap Waktu Pengukuran (menit) 30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
Kontrol
35.65 ± 8.9
36.80 ± 8.8
37.98 ± 9.1
38.86 ± 9.2
40.31 ± 9.4
41.18 ± 9.4
41.78 ± 10.4
42.66 ± 9.8
39.30 ± 8.0
41.23 ± 10.3
39.77 ± 10.7
38.27 ± 10.5
Pembanding
10.41 ± 1.3
11.6 ± 1.5
15.07 ± 3.5
16.30 ± 3.7
17.2 ± 3.4
18.42 ± 3.9
17.21 ± 3.7
15.39 ± 3.2
14.19 ± 3.3
11.0 ± 2.0
9.5 ± 1.8
8.62 ± 1.7
Ekstrak 100 mg/kg BB
16.28 ± 0.86
19.43 ± 0.9
22.01 ± 0.9
23.45 ± 1.4
25.17 ± 1.9
27.19 ± 2.4
22.60 ± 1.8
21.49 ± 3.2
19.17 ± 2.4
16.87 ± 1.8
15.16 ± 1.9
13.19 ± 1.6
Ekstrak 200 mg/kg BB
14.03 ± 1.4
16.72 ± 2.2
20.01 ± 2.2
22.68 ± 2.4
25.10 ± 2.4
26.28 ± 2.4
20.95 ± 3.1
18.84 ± 2.9
17.03 ± 2.0
14.98 ± 2.5
12.86 ± 2.3
10.77 ± 1.8
Ekstrak 400 mg/kg BB
12.73 ± 1.2
11.14 ± 1.6
15.54 ± 1.7
17.24 ± 1.7
18.39 ± 2.2
19.81 ± 2.1
17.30 ± 2.2
15.52 ± 1.9
14.4 ± 2.1
13.54 ± 2.3
11.46 ± 2.2
9.27 ± 2.1
ISSN : 2087-5045
76
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
Pada kelompok kontrol, injeksi karagenin subplantar menghasilkan edema lokal, yang meningkat cepat pada menit ke-30 dan terus meningkat sampai menit ke-240. Karagenin akan menginduksi cedera sel sehingga sel yang cedera melepaskan mediator yang mengawali proses inflamasi. Setelah pelepasan mediator inflamasi, terjadi edema yang mampu bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam setelah injeksi. Setelah injeksi karagenin, terjadi respon yang menyebabkan edema yang terbagi dalam dua fase. Fase awal berhubungan dengan pelepasan histamin dan serotonin. Antara fase I dan II, edema dipertahankan oleh kinin. Fase kedua berhubungan dengan pelepasan prostaglandin (PG) dan Slow Reacting Substances yang mencapai puncak pada 3 jam. Pemberian karagenin subplantar akan meningkatkan kadar COX-2 (Hidayati, et al., 2008). Pada kelompok pembanding persentase radang meningkat perlahan dan terus berlangsung sampai menit ke-180. Persentase radang kelompok perlakuan dengan kontrol positif lebih kecil dibandingkan dengan kontrol negatif karena AINS seperti Na-diklofenak diduga dapat menekan respon pada fase akhir, yang juga disebut fase PG, karena kemampuan menekan migrasi leukosit mononuklear kejaringan radang (Hidayati, et al., 2008). Persentase radang kelompok perlakuan dosis 100 mg/kg BB lebih kecil apabila dibandingkan dengan kontrol. Persentase radang ini terus meningkat dan mencapai maksimal pada menit ke-180. Persentase radang kelompok perlakuan dosis 200 mg/kg BB lebih kecil apabila dibandingkan dengan kontrol. Persentase radang maksimal dicapai
pada menit ke-180, Pada dosis 400 mg/kg BB, persentase radang juga lebih kecil dibandingkan kontrol dan persentase radang maksimal dicapai pada menit ke-180. Berdasarkan uji statistik ANOVA (Oneway) pada menit ke-30 sampai menit ke360 terjadi perbedaan persen radang pada telapak kaki tikus yang ternyata ada perbedaan yang bermakna (p<0,05) antar kelompok. Untuk melihat kelompok mana yang memiliki efek yang sama atau berbeda dan efek yang paling kecil atau yang paling besar antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Uji Duncan pada menit ke-30 sampai ke-90 menunjukkan kelompok kontrol positif memiliki perbedaan yang tidak bermakna dengan ekstrak 400 mg/kgBB dan ekstrak 200 mg/kgBB (p>0.05), tetapi memiliki perbedaan yang bermakna dengan ekstrak 100 mg/kgBB dan kelompok kontrol negatif. Uji Duncan pada menit ke-120 sampai ke-180 menunjukkan ekstrak 400 mg/kgBB memiliki perbedaan yang tidak bermakna dengan kelompok kontrol positif tetapi memiliki perbedaan yang bermakna dengan ekstrak 200 mg/kggBB, ekstrak 100 mg/kgBB, dan kelompok kontrol negatif. Uji Duncan pada menit ke-210 sampai ke-360 menunjukkan kelompok kontrol positif memiliki perbedaan yang tidak bermakna dengan ekstrak 400 mg/kgBB, 200 mg/kggBB, ekstrak 100 mg/kgBB, tetapi memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok kontrol negatif. Dari persen radang yang terbentuk kemudian dicari nilai AUC (Area Under Curve), tiap kelompok untuk memperoleh persentase daya antiinflamasi seperti tertera pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Nilai Parameter AUC (Area Under Curve), Rerata Nilai AUC, serta % Daya Antiinflamasi Tiap Kelompok Kelompok I Kontrol II Pembanding III Ekstrak Dosis 100mg/kg BB IV Ekstrak Dosis 200mg/kg BB V Ekstrak Dosis 400mg/kg BB
ISSN : 2087-5045
Rerata nilai AUC± SD
% Daya Antiinflamasi
13265.3 ± 3274.8
-
4648.3 ± 716.1
64.95 %
6820 ± 472.6
48.58 %
6236.3 ± 710.9
52.98 %
5058.8 ± 533.0
61.86%
77
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
Bedasarkan uji statistik ANOVA (Oneway) pada menit ke-30 sampai menit ke360 terjadi perbedaan nilai AUC yang bermakna (p<0,05) pada tiap kelompok. Uji Duncan untuk nilai AUC pada menit ke-30 sampai menit ke-360 menunjukkan pembanding memiliki perbedaan yang tidak bermakna dengan ekstrak 400 mg/kg BB dan ekstrak 200 mg/kg BB, tetapi memiliki perbedaan yang bermakna dengan ekstrak 100 mg/kg BB dan kelompok kontrol negatif. Dosis 400 mg/kg BB dan 200 mg/kg BB memiliki efek antiinflamasi mendekati pembanding. Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus tersebut diketahui kelompok pembanding memiliki persen daya antiinflamasi sebesar 64,95 % lebih besar dibanding ekstrak dosis 400 mg/kg BB (61,86 %). Hal ini dikarenakan proses penghilangan mediator-mediator inflamasi dalam tubuh hanya terjadi secara alamiah (Hidayati, et al., 2008).
KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang efektifitas antiinflamasi ekstrak kulit buah durian dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak kulit buah durian memiliki efek sebagai antiinflamasi, dan setelah dilakukan pengujian efek antiinflamasi didapatkan pada dosis 400 mg/kg BB aktivitasnya mendekati pembanding (Na diklofenak).
DAFTAR PUSTAKA Adjirni dan Sa’roni, Penelitian Antiinflamasi dan reToksisitas Akut Ekstrak Akar Carica Papaya L pada Tikus Putih, Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Departemen Kesehatan RI, 2008. De Padua, 1978, Medicinal and Toxicological Properties: Durio– a bibliographic review.http://www.ipgri.cgiar.org/region s/apo/publications/durio/durio-3.pdf, Diakses tanggal 4 Februari 2012. Departemen Kesehatan R.I., (1979), Farmakope indonesia, Edisi III, Jakarta. Hamid, R. Z. dan Anwar, Y., 1986, ”Histamin dan Reseptornya pada Organ Tubuh”, ISSN : 2087-5045
Majalah Farmakologi Indonesia dan Terapi, 3(1):39-43. Hasballah, K., Murniana, dan A. Azhar, 2005, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Eclipta alba L.Hassk serta Ekstrak dan Minyak Atsiri Daun Piper betle L Terhadap Bakteri Penyebab Karies Gigi, Jurnal Kedokteran Yarsi, 13(3):286. Hidayati, Nurannis., Shanti Listyawati, dan Ahmad Dwi Setyawan, 2008, Kandungan Kimia dan Uji Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana camara L. Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus L.), Bioteknologi, 5(1):14,15,16. Mansjoer, S., 1997, Efek Antiradang Minyak Atsiri Temu Putih (Curcuma ZedoriaRosc.) terhadap Udem Buatan pada Tikus Putih Betina Galur Wistar, Majalah Farmasi Indonesia, 8(2):3541. Mansjoer, S., 2004. Mekanisme Kerja Obat Anti Radang, Bagian Farmasi, Fakultas Kedokteran Sumatera Utara. Narayana, K.R.,Reddy, M.R, and Chaluvadi, M.R., 2001, Bioflavonoids Classification, Pharmacological, Biochemical Effects and Therapeutic Potential, Indian Journal Pharmacology 1(2):2-16. Nurliani, A. 2004. Gambaran Struktur Mikroanatomi Tubulus Seminiferus Mencit setelah Pemberian Ekstrak Kulit Kayu Durian, Skripsi, FMIPA Unlam, Banjarbaru. Shargel, L., 1988, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Airlangga University Press, Surabaya. Sobir dan Napitulu, F. Iodame, M., 2010, Bertanam Durian Unggul, Penebar Swadaya, Jakarta. Vogel G.H., 2002, Drug Discovery And Evalution, Pharmakological Assay, Second Completely Revised, Up Dated And England Ed, Springer – Verlag Berlind Heidelberg New York. Rustam, Erlina., Indah Atmasari, danYanwirasti., 2007, Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kunyit (Curcuma domestica Val.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar, Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi 12(2):113.
78