PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN, HEMATOKRIT DAN JUMLAH ERITROSIT PADA DARAH DENGAN EDTA 10% VOLUME 10 µL DAN 200 µL
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan pada Program Studi D3 Analis Kesehatan
Oleh : FITRI KUSTIANI NIM. 13DA277015
PROGRAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN, HEMATOKRIT DAN JUMLAH ERITROSIT PADA DARAH DENGAN EDTA 10% VOLUME 10 µL DAN 200 µL1 Fitri Kustiani2, Atun Farihatun3, Doni Setiawan4 INTISARI Pemeriksaan hematokrit, hemoglobin dan jumlah eritrosit merupakan bagian dari pemeriksaan hematologi di Laboratorium. Salah satu faktor yang mempengaruhi pemeriksaan hematologi adalah perbandingan antikoagulan dengan darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada perbedaan hasil antara volume EDTA 10 µL dan 200 µL. Penelitian ini bersifat eksperimen, yaitu melakukan pemeriksaan hematokrit, hemoglobin dan jumlah eritrosit dengan dua volume EDTA 10% yang berbeda. Penelitian dilakukan terhadap 30 sampel darah mahasiswi D3 Analis Kesehatan di Laboratorium Klinik STIKes Muhammadiyah Ciamis. Hasil analisa data menunjukkan perbedaan rata-rata dari kedua kelompok. Rata-rata nilai hematokrit volume 10 µL dan 200 µL adalah 38,13% dan 25,33% dengan besar α = 0,05 diperoleh nilai signifikasi 0,000 (<0,05). Rata-rata nilai hemoglobin adalah 13,39 g/dL dan 10,52 g/dL dan diperoleh nilai signifikasi 0,000 (<0,05). Rata-rata jumlah eritrosit adalah 4.236.000 sel/mL dan 4.006.666 sel/mL diperoleh nilai signifikasi 0,292 (<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin pada darah EDTA 10% volume 10 µL dan 200 µL. Sedangkan pada pemeriksaan jumlah eritrosit tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Kata Kunci
: Hematokrit, Hemoglobin, Jumlah Eritrosit, Antikoagulan EDTA. Kepustakaan : 21, (2005-2015). Keterangan : 1 judul, 2 mahasiswa, 3 nama pembimbing I, 4 nama pembimbing II
iv
THE DIFFERENCE IN THE LEVELS OF HEMOGLOBIN, HEMATOKRIT AND ERYTHROCYTES BLOOD EDTA 10% VOLUME 10 µL AND 200 µL1 Fitri Kustiani2, Atun Farihatun3, Doni Setiawan4 ABSTRACT Examination hematokrit, hemoglobin and number of erythrocytes is part of an examination of laboratory hematology. One of the factors that influence the examination of Hematology is a comparison of anticoagulants with blood. The purpose of this research is to see whether there is any difference in the results between the volume of EDTA 10 µL and 200 µL. This research are experiments, i.e. checks hematokrit, hemoglobin and number of erythrocytes with two volumes of EDTA 10% different. Research done to 30 blood sample Student Health in the laboratory Analysts D3 Clinic STIKes Muhammadiyah Ciamis. The results of the analysis of the data shows the average difference of the two groups. The average value of the hematokrit volume 10 µL and 200 µL is 38,13% and 25,33% with a large α = 0,05 retrieved value significance 0,000 (<0,05). The average value of hemoglobin is 13,39 g/dL and 10,52 g/dL and retrieved value significance 0,000 (<0,05). Average number of erythrocytes is 4.236.000 sel/mL and 4.006.666 sel/mL retrieved value significance 0,292 (<0,05). The conclusion from this study is there is a significant difference between an examination and blood hemoglobin hematokrit EDTA 10% volume 10 µL and 200 µL. While the number of erythrocytes on examination there was no significant difference.
Keywords
: Hematokrit, Hemoglobin, Erythrocytes, Amount Of Anticoagulant EDTA. Library : 21, (2005-2015). Description : 1 the title, 2 students, 3 name of supervisor I, 4 name of supervisor II
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Darah merupakan jaringan cair yang didalamnya terdapat dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah. Jenis sel darah yaitu eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan trombosit. Volume darah dalam tubuh secara keseluruhan adalah 1/12 berat badan atau kira-kira lima liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedangkan 45% sisanya terdiri dari sel darah (Pearce, 2006). Pemeriksaan
laboratorium
merupakan
pemeriksaan
yang
digunakan oleh dokter untuk mendiagnosa suatu kondisi, memantau perkembangan penyakit dan melihat efektifitas pengobatan. Hasil suatu tes laboratorium harus dapat dipertanggung jawabkan. Karena itu, perlu diperhatikan mengenai prosedur dan teknik pemeriksaannya (Robert M. dan Youngson, 2009). Pemeriksaan hematokrit merupakan salah satu dari sekian banyak tes laboratorium. Nilai hematokrit adalah volume eritrosit dalam 100 mL darah yang dinyatakan dalam % volume darah. Biasanya nilai hematokrit ditentukan dengan darah kapiler atau darah vena (Gandasoebrata R, 2010). Terdapat
dua
metode
pemeriksaan
hematokrit
yaitu
makrohematokrit dan mikrohematokrit. Namun metode pemeriksaan secara mikro lebih sering digunakan karena lebih cepat dan mudah dibandingkan dengan metode makro yang membutuhkan sampel lebih banyak dan waktu yang lama. Metode pemeriksaan secara mikro berprinsip pada darah dengan antikoagulan disentrifuge dalam jangka waktu dan kecepatan tertentu, sehingga sel darah dan plasma terpisah dalam keadaan mapat. Presentase volume kepadatan sel darah merah terhadap volume darah semula dicatat sebagai hasil pemeriksaan hematokrit (Gandasoebrata R, 2010).
1
2
Hemoglobin merupakan zat protein yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) yang memberi warna merah pada darah dan merupakan pengangkut oksigen utama dalam tubuh (Riswanto, 2013). Menurut Riswanto (2013) terdapat berbagai macam cara atau metode yang dapat digunakan untuk menentukan kadar hemoglobin dalam darah, diantaranya adalah metode tallquist, tembaga sulfat, sahli
dan
sianmethaemoglobin.
Metode
sianmethaemoglobin
(hemoglobin sianida) adalah metode yang paling luas digunakan karena reagen dan instrument dapat dengan mudah dikontrol terhadap standar yang stabil handal dan kesalahannya hanya mencapai 2% dibandingkan metode lain. Metode sianmethaemoglobin merupakan
metode
yang
dianjurkan
untuk
penetapan
kadar
hemoglobin di laboratorium oleh WHO. Metode fotometrik saat ini sudah diintegrasikan ke dalam alat pengukur hitung otomatis dengan menggunakan Hematology Analyzer (Riswanto, 2013). Hitung jumlah eritrosit merupakan suatu pemeriksaan untuk menentukan jumlah eritrosit dalam 1 µL darah. Satuan yang digunakan yaitu sel/mm3, sel/µL, x 103 sel/mL, x 106 sel/L. Metode yang
digunakan
dalam
pemeriksaan
eritrosit
adalah
secara
mikroskopik dengan menggunakan bilik hitung pada kotak eritrosit (0,2 mm x 0,2 mm) (Nugraha, 2015). EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid) adalah antikoagulan yang paling sering digunakan dalam pemeriksaan laboratorium hematologi. Garam di-kalium (K2EDTA) dan garam di-natrium (Na2EDTA) merupakan EDTA dalam bentuk serbuk sedangkan bentuk cairnya tri-kalium (K3EDTA). Kelebihan menggunakan antikoagulan EDTA adalah karena sifat aditifnya yang tidak merubah morfologi sel dan menghambat agregasi trombosit dengan lebih baik
dari
antikoagulan lainnya (Nugraha, 2015). Darah
EDTA
dapat
dipakai
untuk
beberapa
macam
pemeriksaan hematologi, seperti penetapan kadar hemoglobin, hitung
3
jumlah leukosit, eritrosit, trombosit, retikulosit, hematokrit, penetapan laju endap darah (LED) menurut Westergren dan Wintrobe, tetapi tidak dapat dipakai untuk percobaan hemoragik dan pemeriksan faal trombosit (Gandasoerata R, 2010). Pemakaian antikoagulan masih sembarang dilakukan, padahal hal ini jelas ada ketentuan untuk pemakaian konsentrasi antikoagulan dan darah yang berdampak pada hasil pemeriksaan. Apabila perbandingan volume darah dengan antikoagulan tidak sesuai dapat menyebabkan kesalahan pada hasil. Jika volume EDTA berlebihan, maka sel–sel eritrosit akan mengkerut sehingga nilai hematokrit menurun (Handayani, 2009; Riswanto, 2013). Menurut
R.
Gandasoebrata
(2010)
antikoagulan
EDTA
digunakan 1 mg dalam bentuk serbuk untuk 1 mL darah dan dalam bentuk cair pada konsentrasi 10% adalah 10 µL dalam 1 mL darah (1:100). Sedangkan menurut Riswanto (2013) menyatakan bahwa pemakaian antikoagulan dalam bentuk cair adalah 1 mL EDTA 10% untuk 5 mL darah (1:5). Allah berfirman dalam surat Al-Kahfi ayat 30 yang berbunyi:
Artinya : “Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal shaleh, tentulah kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalannya dengan baik” (QS Al-Kahfi [18] : 30). Ayat tersebut menerangkan bahwa iman dan amal shaleh adalah dua istilah yang saling berkaitan. Iman harus dibuktikan dengan amal, dan amal harus dilandasi dengan iman. Oleh karena itu Allah menegaskan bahwa Dia tidak akan menyia-nyiakan amalan orang beriman yang dikerjakan dengan baik dan benar. Berkaitan dengan hal tersebut, seperti pada pemeriksaan sampel di Laboratorium tenaga
4
analis dituntut untuk melakukan pemeriksaan sampel dengan benar, jujur, teliti dan sesuai prosedur yang telah ditetapkan seperti pada pengambilan
sampel,
perbandingan
antikoagulan,
penambahan
reagen dan lain-lain sehingga hasil yang dikeluarkan adalah benar dan tepat. Ayat tersebut juga berkenaan dengan hadis Riwayat Bukhari dan Muslim dijelaskan “Apabila seorang hakim memutuskan hukum, lalu ia berijtihad (dalam keputusannya itu) dan ternyata ia benar, maka baginya dua pahala. Apabila ia memutuskan hukum lalu ia berijtihad, ternyata keliru (dalam berijtihadnya itu), maka baginya hanya satu pahala” (HR. Bukhari dan Muslim). Berdasarkan hal tersebut, dengan adanya perbedaan teori mengenai volume EDTA yang digunakan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbedaan kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung jumlah eritrosit pada 1 mL darah dengan menggunakan antikoagulan EDTA 10 % volume 10 µL dan 200 µL.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas dapat diambil permasalahan yaitu “Apakah ada perbedaan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit pada darah yang menggunakan antikoagulan EDTA 10% dengan volume 10 µL dan 200 µL?”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit pada darah yang menggunakan antikoagulan EDTA 10% dengan volume 10 µL dan 200 µL. 2. Tujuan Khusus
5
a. Mengetahui kadar hemoglobin metode sianmethaemoglobin pada darah yang menggunakan antikoagulan EDTA 10% volume 10 µL. b. Mengetahui kadar hemoglobin metode sianmethaemoglobin pada darah yang menggunakan antikoagulan EDTA 10% volume 200 µL. c. Mengetahui nilai hematokrit metode mikrohematokrit pada darah yang menggunakan antikoagulan EDTA 10% volume 10 µL. d. Mengetahui nilai hematokrit metode mikrohematokrit pada darah yang menggunakan antikoagulan EDTA 10% volume 200 µL. e. Mengetahui jumlah eritrosit metode haemocytometer pada darah yang menggunakan antikoagulan EDTA 10% volume 10 µL. f.
Mengetahui jumlah eritrosit metode haemocytometer pada darah yang menggunakan antikoagulan EDTA 10% volume 200 µL.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Menambah keterampilan dalam melakukan pemeriksaan hematokrit,
eritrosit
dan
hemoglobin
metode
manual
dan
mendapatkan hasil perbedaan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit metode manual pada darah EDTA 10% volume 10 µL dan 200 µL. 2.
Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan baru khususnya Prodi D3 Analis Kesehatan STIKes Muhammadiyah Ciamis yang dapat menjadi acuan bagi peneliti yang akan meneliti lebih lanjut.
6
3.
Bagi Tenaga Kesehatan Memberikan
informasi
tentang
perbedaan
kadar
hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit pada darah EDTA 10% volume 10 µL dan 200 µL.
E. Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan yang dilakukan oleh peneliti pernah dilakukan oleh Santosa (2005), yaitu “Mengetahui hasil pengukuran hematokrit metode mikro pada darah yang menggunakan antikoagulan EDTA volume 10 µL dan 50 µL
pada
konsentrasi 10%”. Hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan antara volume EDTA 10 µL dan 50 µL. Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah pada salah satu variabel dependen (terikat) yang diteliti yaitu nilai hematokrit. Adapun perbedaan dengan penelitian tersebut adalah populasi, sampel, waktu, tempat, dua variable terikatnya yaitu hemoglobin dan hitung jumlah eritrosit dan variabel bebasnya yaitu penelitian ini membedakan nilai hematokrit, hemoglobin dan hitung jumlah eritrosit pada volume EDTA 10% volume 10 µL dan 200 µL berdasarkan perbedaan teori. Sedangkan pada penelitian Santosa (2005) membedakan nilai hematokrit pada volume EDTA 10 µL dan 50 µL berdasarkan kesenjangan teori dengan praktek lapangan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Darah a. Pengertian Darah Darah merupakan jaringan cair yang di dalamnya terdapat dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah. Jenis sel darah yaitu eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan trombosit. Volume darah dalam tubuh secara keseluruhan adalah 1/12 berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedangkan 45% sisanya terdiri dari sel darah. Angka ini dinyatakan dengan nilai hematokrit atau volume sel darah yang dipadatkan berkisar antara 40–47% (Pearce, 2006). b. Karakteristik Darah Pada umumnya karakteristik darah meliputi warna, viskositas, pH, volume dan komposisinya (Tarwoto dan Wartonah, 2008). 1) Warna Warna merah muda pada arteri menunjukkan bahwa banyaknya oksigen yang berikatan dengan hemoglobin dalam sel darah merah. Sedangkan warna merah tua pada vena dikarenakan kurangnya oksigen yang berikatan dengan hemoglobin. 2) Viskositas Tiga
per
empat
viskositas
darah
lebih
tinggi
dibandingkan viskositas air yaitu sekitar 1,048 sampai 1,066. 3) pH pH darah bersifat basa dengan pH 7,35 sampai 7,45.
7
8
4) Volume Volume darah orang dewasa adalah sekitar 70 sampai 75 mL/Kg berat badan atau sekitar 4 sampai 5 liter darah. 5) Komposisi Dua komponen utama penyusun darah adalah plasma darah dan sel darah. a) Plasma darah yaitu 55% bagian cair darah yang sebagian besar terdiri dari 92% air, 7% protein, 1% nutrient, hasil metabolisme, gas pernapasan, enzim, hormon-hormon, faktor pembekuan dan garam-garam organik. Serum albumin merupakan protein
dalam
plasma yg terdiri dari alpha – 1 globulin, alpha - 2 globulin, beta globulin, dan gamma globulin. Selain itu fibrinogen, protombin dan protein esensial untuk koagulasi juga merupakan protein dalam plasma. Serum albumin dan gamma globulin sangat penting untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan gamma
globulin
juga
mengandung
antibodi
(immunoglobulin) seperti IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE untuk pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme. b) Sel-sel darah yaitu bagian padat dari darah yang terdiri dari 45% eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit atau platelet. Sel darah merah merupakan unsur terbanyak yaitu sekitar 44% sedangkan sisanya 1% adalah sel darah putih dan trombosit. Sel darah putih terdiri dari basofil, eosinofil, neutrofil, limfosit dan monosit. (Tarwoto dan Wartonah, 2008).
9
c. Susunan Darah 1) Sel Darah Merah atau Eritrosit Sel darah merah merupakan sel yang memiliki fungsi khusus untuk mengangkut oksigen ke jaringanjaringan
tubuh
karbondioksida
dan
dan
membantu
proton
yang
pembuangan dihasilkan
oleh
metabolisme jaringan tubuh. Sel darah merah merupakan sel terbanyak dengan struktur sederhana dibandingkan sel tubuh lainnya. Bentuknya bulat pipih seperti cakram bikonkaf berupa sekedar membran yang membungkus larutan hemoglobin yang merupakan 95% total protein dalam sel darah merah, tanpa adanya organela sel termasuk inti sel (Sofro M, 2012). Masa
hidup
eritrosit
sejak
dibentuk
jaringan
hematopoietik adalah 120 hari. Pada orang dewasa sehat terdapat sekitar 4,7-6,1 juta sel/µL pada laki-laki dan pada perempuan sekitar 4,2-5,4 juta sel/µL. Jumlah sel darah merah ini akan menghasilkan nilai hematokrit sebesar 4753% pada laki-laki dan pada perempuan 36,1–44,3% (Sofro M, 2012). 2) Sel Darah Putih atau Leukosit Sel darah putih merupakan komponen darah yang sangat penting yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Dikenal ada tiga jenis leukosit, yaitu limfosit (baik B maupun T), granulosit (neutrofil, eosinofil, basofil), dan monosit. Limfosit B berfungsi menghasilkan antibodi, sedangkan limfosit T berperan utama dalam mekanisme imun seluler seperti membunuh sel-sel yang terinfeksi virus atau sel-sel kanker. Monosit adalah calon makrofag yang berperan dalam pagositosit. Sementara itu granulosit neutrofil memfagositasi bakteri dan berperan dalam
10
inflamasi akut. Basofil menyerupai mastosit, mengandung histamine dan heparin serta berperan dalam reaksi hipersensitivitas imunologik, sedangkan eosinofil berperan dalam reaksi alergi dan infeksi penyakit cacing (Sofro M, 2012). Dalam darah tepi, jumlah leukosit relatif paling sedikit dibandingkan dua sel darah lainnya dengan masa hidup 13–20 hari. Pada orang dewasa normal jumlah keseluruhan leukosit adalah sekitar 4.500–10.000 sel/µL dengan persentasi limfosit 25–35%, granulosit neutrofil (segmen) 50–70%, basofil 0,4–1%, eosinofil 1–3% dan monosit 4–6%. Leukosit meningkat disebut leukositosis, dan leukosit menurun disebut leukopenia (Sofro M, 2012) 3) Sel Penggumpal atau Pembeku Darah (Trombosit atau Platelet) Fungsi pembekuan
sel
ini
darah
dalam
dan
darah
hemostasis
adalah
untuk
(menghentikan
perdarahan). Dalam darah tepi, sel pembeku darah ini berjumlah
sekitar
150.000–400.000
sel/µL.
Pada
gangguan kesehatan trombosit dapat menurun yang disebut thrombositopenia atau dapat meningkat disebut thrombositosis (Sofro M, 2012). Trombosit mempunyai masa hidup satu sampai dua minggu atau kira-kira 8 hari. Trombosit tersusun atas substansi fospolipid yang penting dalam pembekuan dan juga
menjaga
keutuhan
pembuluh
darah
serta
memperbaiki pembuluh darah yang kecil yang rusak. Trombosit diproduksi di dalam sumsum tulang kemudian sekitar 80% beredar di sirkulasi darah dan hanya 20% yang disimpan dalam limpa sebagai cadangan (Tarwoto dan Wartonah, 2008).
11
d. Fungsi Darah 1) Transportasi internal Darah membawa berbagai macam substansi untuk fungsi metabolisme
seperti
respirasi,
nutrisi,
sekresi,
mempertahankan air, dan regulasi metabolisme. 2) Proteksi tubuh terhadap bahaya mikroorganisme yang merupakan fungsi dari sel darah putih. 3) Proteksi terhadap cedera dan perdarahan Pencegahan perdarahan merupakan fungsi dari trombosit karena adanya factor pembekuan, fibrinolitik yang ada dalam plasma. 4) Mempertahankan temperatur tubuh Darah membawa panas dan bersirkulasi ke seluruh tubuh. Hasil metabolisme juga menghasilkan energi dalam bentuk panas. (Tarwoto dan Wartonah, 2008).
2. Eritrosit a. Definisi Sel darah merah (eritrosit) merupakan sel yang memiliki fungsi khusus untuk mengangkut oksigen ke jaringan-jaringan tubuh dan membantu pembuangan karbondioksida dan proton yang dihasilkan oleh metabolisme jaringan tubuh. Sel darah merah merupakan sel terbanyak dengan struktur sederhana dibandingkan sel tubuh lainnya (Sofro M, 2012). Eritrosit adalah sel darah yang berupa cakram bikonkaf kecil, cekung pada kedua sisinya, sehingga dilihat dari samping tampak seperti dua buah bulan sabit yang saling bertolak belakang. Dalam setiap millimeter kubik darah terdapat 5.000.000 sel darah. Kalau dilihat satu per satu warnanya kuning tua pucat, tetapi dalam jumlah besar
12
kelihatan merah dan memberi warna pada darah. Strukturnya terdiri atas pembungkus luar atau stroma, berisi massa hemoglobin (Pearce, 2014). Eritrosit harus diproduksi dalam jumlah yang memadai, dan hemoglobin sel-sel ini secara kuantitatif harus normal dan dipertahankan dalam suatu status fungsional agar dapat menyalurkan oksigen. Penurunan jumlah eritrosit dapat menyebabkan anemia, suatu keadaan yang ditandai dengan menurunnya
kadar
hemoglobin
yang
mengakibatkan
penurunan kapasitas pengangkutan oksigen (Riswanto, 2013). Jumlah eritrosit dan hemoglobin tidak selalu meningkat atau menurun bersamaan. Sebagai contoh, penurunan jumlah eritrosit disertai kadar hemoglobin sedikit meningkat atau normal terjadi pada kasus anemia pernisiosa, serta jumlah eritrosit sedikit meningkat atau normal disertai dengan penurunan hemoglobin terjadi pada anemia defisiensi zat besi (ADB) (Riswanto, 2013). b. Fungsi Eritrosit Sel eritrosit mengandung hemoglobin yang mengikat dan mengangkut oksigen dari paru-paru ke berbagai sel atau jaringan tubuh. Eritrosit mengangkut karbondioksida dari sel atau jaringan ke paru-paru untuk dibuang. Karbondioksida tersebut merupakan hasil akhir metabolisme kebanyakan senyawa organik dalm tubuh (Riswanto, 2010). c. Pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit Menghitung jumlah eritrosit dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu manual dan otomatis. Metode manual dilakukan dengan metode bilik hitung dan metode otomatis dilakukan
dengan
menggunakan
alat
otomatis
hematology Analyzer (Gandasoebrata R, 2010).
yaitu
13
Hitung jumlah eritrosit merupakan suatu pemeriksaan untuk menentukan jumlah eritrosit dalam 1 µL darah. Satuan yang digunakan yaitu sel/mm3, sel/µL, x 103 sel/mL, x 106 sel/L. Metode yang digunakan dalam pemeriksaan eritrosit adalah secara mikroskopik dengan menggunakan bilik hitung pada kotak eritrosit (0,2 mm x 0,2 mm) (Nugraha, 2015). Jumlah eritrosit dalam darah lebih banyak sehingga pengenceran darah dilakukan lebih tinggi dibandingkan leukosit yaitu 100 kali atau 200 kali. Jika jumlah eritrosit dalam darah meningkat dan jumlahnya meningkat terlalu jauh dari normal,
maka
perlu
pengenceran
lebih
tinggi
untuk
mempermudah perhitungan di bawah mikroskop dan menjaga keakuratan hasil pemeriksaan. Jika eritrosit dalam darah menurun,
maka
dapat
dilakukan
cara
memperkecil
pengenceran darah atau menghitung luas bidang lebih dari 5 kotak eritrosit dengan tujuan untuk menghindari kesalahan dalam perhitungan (Nugraha, 2015). Ukuran eritrosit yang sangat kecil dapat menjadi kesulitan dalam menghitung jumlah eritrosit dalam bilik hitung dibandingkan menghitung jumlah leukosit, sehingga dapat menjadi faktor kesalahan pemeriksaan. Oleh karena itu perhitungan eritrosit di bawah mikroskop menggunakan bilik hitung Improved Neubauer dilakukan pada kotak yang lebih kecil dari leukosit yaitu 0,20 mm x 0,20 mm yang di dalamnya terbagi menjadi 16 kotak kecil dengan ukuran 0,05 mm x 0,05 mm. Kesalahan menggunakan metode ini berkisar 15% sampai 20% (Nugraha, 2015). Larutan pengencer yang digunakan dalam hitung jumlah eritrosit adalah Hayem. Larutan pengencer eritrosit tersusun atas berbagai macam garam yang dilarutkan ke dalam akuades untuk menghasilkan larutan isotonis yang
14
dapat melisiskan sel selain eritrosit. Secara umum faktor kesalahan dalam pemeriksaan jumlah eritrosit terletak pada teknik pengenceran dan perhitungan (Nugraha, 2015). Prinsip hitung jumlah eritrosit metode bilik hitung yaitu darah akan diencerkan dengan penambahan reagen Hayem, dalam suasana isotonis sel selain eritrosit akan lisis dan mudah dihitung di bawah mikroskop. Sel
eritrosit
dihitung
di
bawah
mikroskop
pada
pembesaran 40 kali. Kotak yang dihitung adalah 16 kotak kecil dengan ukuran 0,05 mm × 0,05 mm pada 5 kotak sedang eritrosit dengan ukuran 0,20 mm × 0,20 mm. Eritrosit dihitung secara zigzag dengan aturang kanan-bawah atau kiri-bawah.
Gambar 2.1 Kamar Hitung Sumber : Riswanto (2013)
Perhitungan 1) Faktor pengenceran darah 200x 2) Volume satu biang tengah = 1/20 x 1/20 x 1/10 x 80 kotak = 1/50 = 50 mm3 3) Misalkan didapatkan nilai N sel pada bidang sedang di tengah jadi : Jumlah eritrosit per mm3 = P x V x N
15
Keterangan : N = Jumlah sel yang ditemukan V = Volume P = Pengenceran (Pangesti, 2012) d. Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan 1) Pemipetan atau pengenceran tidak tepat. 2) Larutan pengencer tercemar darah atau bahan lainnya. 3) Terjadi gelembung udara pada saat menghisap sampel darah (terutama untuk penggunaan pipet Thoma). 4) Alat yang dipergunakan seperti pipet, bilik hitung dan kaca penutupnya kotor dan basah. 5) Ketidaktelitian dalam menghitung sel. 6) Penghitungan mikroskopik menggunakan pembesaran lemah (10x). 7) Dehidrasi dapat menyebabkan hemokonsentrasi, yaitu suatu kondisi dimana komponen darah tidak dapat dengan mudah meninggalkan aliran darah. Hemokonsentrasi ini dapat menyebabkan meningkatnya nilai eritrosit. 8) Merokok dalam jumlah berlebihan dapat menaikan nilai eritrosit. 9) Umur dapat mempengaruhi hasil dari pemeriksaan hitung jumlah eritrosit. 10) Jenis kelamin Peningkatan cairan tubuh yang normal selama kehamilan memiliki efek pengenceran pada eritrosit (hemodilusi) yang menyebabkan jumlah eritrosit rendah. 11) Faktor
lingkungan
seperti
dan
kelembaban
mempengaruhi komposisi cairan tubuh
yang dapat
mempengaruhi hasil tes.
suhu
16
12) Perbandingan
darah
dengan
antikoagulan.
Jika
antikoagulan berlebih maka eritrosit akan mengalami krenasi atau mengkerut (Riswanto, 2013) e. Tujuan Pemeriksaan Eritrosit Memantau kadar sel darah merah dalam darah f.
Nilai Rujukan 1) Bayi Baru Lahir
: 4,8 – 7,2 juta sel/µL
2) Anak
: 3,8 – 5,5 juta sel/µL
3) Pria Dewasa
: 4,6 – 6,0 juta sel/µL
4) Wanita Dewasa : 4,0 – 5,0 juta sel/µL (Nugraha, 2015) g. Masalah Klinis 1) Penurunan Jumlah Eritrosit Kehilangan darah, anemia, infeksi kronis, leukemia, myeloma multiple, cairan per intravena berlebih, gagal ginjal kronis, kehamilan, hidrasi berlebih. 2) Peningkatan Jumlah Eritrosit Polisitemia
vera,
hemokonsentrasi/dehidrasi,
dataran
tinggi, kor pulmonal, penyakit kardiovaskuler. (Nugraha, 2015)
3. Hemoglobin a. Definisi Hemoglobin merupakan zat protein yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) yang memberi warna merah pada darah dan merupakan pengangkut oksigen utama dalam tubuh (Riswanto, 2013). Sebagai salah satu contoh protein, hemoglobin adalah suatu protein majemuk yang mengandung unsure non-protein yaitu heme. Pada makhluk hidup, secara fisiiologis kompleks
17
protein heme berfungsi mengangkut oksigen, mengikat oksigen, mengatur elektron dan fotosintesis (M. Sofro, 2012). Jumlah hemoglobin dalam darah normal kira-kira 15 gram setiap 100 mL darah., dan jumlah ini biasanya disebut 100 persen (Pearce, 2006) b. Fungsi Hemoglobin Eritrosit dalam darah mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan kembali dalam darah vena dengan membawa CO2
ke
paru-paru.
Pada
saat
molekul
hemoglobin
mengangkut dan melepas O2 masing-masing rantai globin dalam molekul hemoglobin bergerak pada satu sama lain. Fungsi utama hemoglobin adalah sebagai berikut : 1) Mengatur pertukaran oksigen dan karbondioksida di dalam jaringan tubuh. 2) Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan tubuh. 3) Membawa karbondioksida dari jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru untuk dibuang (Hoffbrand, A.V dan Pettit, J.E, 2014) c. Pemeriksaan Hemoglobin Terdapat berbagai macam cara atau metode yang dapat digunakan untuk menentukan kadar hemoglobin dalam darah, diantaranya adalah metode tallquist, tembaga sulfat, sahli dan sianmethaemoglobin. Metode sianmethaemoglobin menjadi rekomendasi dalam penetapan kadar hemoglobin karena kesalahannya hanya mencapai 2% dibandingkan metode lain (Nugraha, 2015). 1) Metode Tallquist Pemeriksaan ini didasarkan pada warna darah karena hemoglobin berperan dalam memberikan warna merah dalam eritrosit, konsentrasi hemoglobin dalam
18
darah
sebanding
dengan
warna
darah
sehingga
pemeriksaan ini dilakukan dengan cara membandingkan warna terhadap warna standar yang telah diketahui konsentrasi hemoglobinnya dalam satuan persen (%). Standar warna pada Tallquist memiliki 10 gradasi dari warna merah muda sampai merah tua dengan rentang 10% sampai 100% dan setiap gradasi selisihnya 10%. Metode ini tidak digunakan lagi karena tingkat kesalahan pemeriksaan
mencapai
30-50%,
salah
satu
faktor
kesalahan adalah standar warna yang tidak stabil (tidak dapat mempertahankan warna asalnya) dan mudah memudar karena standar berupa warna dalam kertas (Nugraha, 2015). 2) Metode Tembaga Sulfat (CuSO4) Metode ini didasarkan pada berat jenis, CuSO4 yang digunakan memiliki berat jenis 1,053. Penetapan kadar hemoglobin metode ini dilakukan dengan cara meneteskan darah pada wadah atau gelas yang berisi larutan CuSO4 BJ 1,053 sehingga darah akan terbungkus tembaga proteinase, yang mencegah perubahan BJ dalam 15 menit. Jika darah tenggelam dalam waktu 15 detik, maka kadar hemoglobin lebih dari 12,5 g/dL. jika darah menetap ditengah-tengah atau muncul kembali ke permukaan, maka kadar hemoglobin kurang dari 12,5 g/dL. Jika tetesan darah tenggelam secara perlahan, hasil meragukan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan ulang atau konfirmasi dengan metode lain yang lebih baik. Metode ini bersifat kualitatif, sehingga penetapan kadar hemoglobin ini pada umunya hanya digunakan untuk penetapan
kadar
hemoglobin
pada
pendonor
atau
19
pemeriksaan hemoglobin yang bersifat masal (Nugraha, 2015). 3) Metode Sahli Metode ini merupakan pemeriksaan hemoglobin yang didasarkan pada pembentukan warna (visualisasi atau kolorimetri). Darah yang direaksikan dengan HCl akan membentuk asam hematin dengan warna coklat yang terbentuk akan disesuaikan pada standar dengan cara diencerkan menggunakan akuades. Pemeriksaan ini masih sering dilakukan pada beberapa laboratorium klinik kecil dan puskesmas karena memerlukan alat sederhana, namun
pemeriksaan
penyimpangan
hasil
ini
memiliki
mencapai
15%
kesalahan
atau
sampai
30%.
Beberapa faktor kesalahan tersebut terjadi karena pada metode ini tidak semua hemoglobin diubah menjadi asam hematin seperti methemoglobin,
sulfhemoglobin dan
karboksihemoglobin. Selain faktor metode, alat yang digunakan juga dapat menjadi faktor kesalahan, warna standar yang sudah lama, kotor atau dibuat oleh banyak pabrik
sehingga intensitas warna
standar berbeda.
Diameter ukuran tabung sahli sebagai pengencer. Selain itu faktor kesalahan dapat terjadi ketika pemeriksaan, misalnya pemipetan kurang tepat, pemakaian batang pengaduk
yang
menghomogenkan
terlalu
sering
pengenceran,
digunakan sumber
untuk cahaya,
kemampuan untuk membedakan warna serta kelelahan mata (Nugraha, 2015). Prinsip pemeriksaan hemoglobin metode sahli adalah darah yang ditambahkan asam HCl 0,1 N, maka hemoglobin akan diubah menjadi asam hematin yang berwarna coklat tua. Warna yang terbentuk diencerkan
20
menggunakan akuades sampai warna yang terjadi sama dengan warna standar. 4) Metode Sianmethemoglobin Metode ini merupakan pemeriksaan berdasarkan kolorimetri dengan menggunakan alat spektrofotometer atau fotometer, sama dengan pemeriksaan hemoglobin menggunakan oksihemoglobin dan alkali-hematin. Metode ini
menjadi
rekomendasi
dalam
penetapan
kadar
hemoglobin karena kesalahannya hanya mencapai 2%. Reagen
yang
digunakan
disebut
Drabkins
yang
mengandung berbagai macam senyawa kimia sehingga jika direaksikan dengan darah dapat menghasilkan warna yang sebanding dengan kadar hemoglobin di dalam darah. Faktor kesalahan pemeriksaan metode ini pada umumnya bersumber dari alat pengukur, reagen dan teknik analisis (Nugraha, 2015). Metode sianmethaemoglobin (hemoglobin sianida) adalah metode yang paling luas digunakan karena reagen dan instrument dapat dengan mudah dikontrol terhadap standar yang stabil dan handal (Riswanto, 2013). Metode ini merupakan metode yang dianjurkan untuk penetapan kadar hemoglobin di laboratorium oleh WHO. Metode fotometrik saat ini sudah diintegrasikan ke dalam
alat
pengukur
hitung
otomatis
dengan
menggunakan Hematology Analyzer (Riswanto, 2013). Prinsip metode ini adalah reagen Drabkins yang mengandung kalium sianida dan kalium ferrisianida jika ditambahkan dengan darah akan membentuk reaksi kimia. Ferrisianida akan membentuk Fe dalam hemoglobin dari ferro
(Fe2+)
menjadi
ferri
(Fe3+)
membentuk
methemoglobin. Kemudian bergabung dengan kalium
21
sianida membentuk sianmethemoglobin dengan warna yang stabil. Warna yang terbentuk sebanding dengan kadar hemoglobin dalam darah dan diukur pada fotometer dengan panjang gelombang 540 nm. Kadar hemoglobin ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi atau dihitung menggunakan factor (Nugraha, 2015). Membuat kurva kalibrasi dan faktor a) Buat pengenceran larutan standar dengan larutan Drabkins dengan kadar hemoglobin yang berbeda, paling sedikit 3 larutan standar. b) Ukur menggunakan fotometer atau spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm dengan larutan Drabkins sebagai blanko. c) Buat
kurva
dengan
absis
(sumbu
X)
adalah
konsentrasi kadar hemoglobin dan ordinat (sumbu Y) sebagai absorban standar. d) Menentukan hemoglobin sampel dilakukan dengan cara memplotkan absorban standar pada kurva atau absorban sampel dikalikan dengan faktor. e) Faktor ditentukan dengan menggunakan rumus Faktor (F) =
Nilai rerata kadar hemoglobin Nilai rerata absorban standar
Hemoglobin g/dL = Absorban x F (Nugraha, 2015) d. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan Hemoglobin 1) Terjadinya bekuan darah 2) Tidak mengocok darah sewaktu akan diperiksa 3) Menggunakan reagen yang kadaluarsa 4) Panjang gelombang tidak tepat. 5) Penurunan
asupan
atau
kehilangan
cairan
akan
meningkatkan kadar hemoglobin akibat hemokonsentrasi,
22
dan kelebihan asupan cairan akan mengurangi kadar hemoglobin (Riswanto, 2013) 6) Waktu inkubasi yang kurang menyebabkan eritrosit belum dilisiskan sehingga tidak bereaksi dengan sempurna dengan sianida dan menyebabkan kadar hemoglobin tinggi. (Kee, 2008) e. Tujuan Pemeriksaan Hemoglobin Tujuan dari pemeriksaan hemoglobin adalah membantu untuk mendiagnosa anemia dan dapat menentukan deficit cairan tubuh akibat peningkatan kadar hemoglobin (Nugraha, 2015). f.
Nilai Rujukan 1) Bayi baru lahir
: 14 – 24 g/dL
2) Bayi
: 10 – 17 g/dL
3) Anak
: 11 – 16 g/dL
4) Pria Dewasa
: 13,5 – 17 g/dL
5) Wanita Dewasa
: 12 – 15 g/dL
(Nugraha, 2015) g. Masalah Klinis 1) Hemoglobin meningkat Dehidrasi atau hemokonsentrasi, polisitemia, daerah dataran tinggi, luka bakar yang parah, gagal jantung kronis, pengaruh obat-obatan (gentamisin, metildopa). 2) Hemoglobin menurun Anemia
(defisiensi
zat
besi,
aplastik,
hemolitik),
perdarahan hebat, sirosis hati, leukemia penyakit hodkin, sarkoidosis, kanker (usus besar dan usus halus, rectum, hati, tulang), talasemia mayor, kehamilan, penyakit ginjal. (Riswanto, 2013)
23
4. Hematokrit a. Pengertian Hematokrit Hematokrit terdiri dari 2 perkatan yaitu Haem yang berarti
darah,
Krinein
yang
berarti
memisahkan.
Nilai
hematokrit ialah volume eritrosit dalam 100 mL darah yang dinyatakan dalam persen (%) volume darah. Biasanya nilai hematokrit ditentukan dengan darah kapiler atau darah vena (Gandasoebrata, R. 2008). Nilai hematokrit dapat digunakan sebagai tes skrining sederhana untuk anemia, sebagai referensi kalibrasi untuk metode otomatis hitung sel darah, juga secara kasar digunakan
untuk
membimbing
keakuratan
pengukuran
hemoglobin yaitu nilai hematokrit sama dengan tiga kali kadar hemoglobin (Kiswari, 2014). Terdapat dua metode pemeriksaan hematokrit yaitu makrohematokrit
dan
mikrohematokrit.
Pada
metode
makrohematokrit, specimen darah yang digunakan adalah darah vena yang dimasukan ke dalam tabung wintrobe dan disentrifuge terpisah
pada kecepatan tertentu sehingga
dari
plasmanya
secara
sempurna.
eritrosit Metode
mikrohematokrit, specimen darah berasal dari vena atau kapiler yang dimasukan ke dalam pipa kapiler atau tabung mikrokapiler yang memiliki ukuran 7 cm dengan diameter tabung 1 mm. Tabung mikrohematokrit yang berisi darah diputar dengan kecepatan tinggi dalam waktu tertentu hingga eritrosit terpisah dari plasmanya. Perbandingan eritrosit ditentukan
dengan
menggunakan
alat
ukur.
Metode
mikrohematokrit sangat efektif dan efisien karena selain sederhana, sampel darah yang digunakan sedikit dengan waktu pemeriksaan lebih singkat dibandingkan metode makrohematokrit (Nugraha, 2015).
24
Antikoagulan yang baik untuk pemeriksaan hematorit adalah asam heparin dan Ethylen Diamin Tetraacetik Acid. Sampel darah vena dan dan darah kapiler mempunyai nilai hematokrit yang sama, nilai keduanya lebih besar daripada hematokrit total pada tubuh (Kiswari, 2014). Darah kapiler digunakan bila jumlah darah yang dibutuhkan hanya sedikit. Bila lebih dari 0,5 mL maka lebih baik menggunakan darah vena (Kiswari dan Agung, 2005). Pada pembendung
sampling yang
darah terlalu
vena lama
pemakaian atau
kuat
ikatan dapat
mengakibatkan hemokonsentrasi. Hemolisis juga dapat terjadi jika spuit dan jarum yang digunakan basah atau tidak melepaskan jarum spuit terlebih dahulu ketika memasukan darah ke dalam botol sampel (Gandasoebrata R, 2010). Hematokrit
merupakan
angka
yang
menunjukkan
persentasi zat padat dalam darah, dengan demikian jika terjadi pembesaran cairan darah keluar dari pembuluh darah, sementara zat-zat padat masih ada dalam pembuluh darah maka akan terjadi peningkatan kadar hematokrit. Biasanya kadar hematokrit normal berkisar 3 kali lebih besar dari kadar hemoglobin (Gandasoebrata R, 2010). b. Pengukuran Kadar Hematokrit Penetapan kadar hematokrit dengan cara langsung atau manual dapat dilakukan dengan metode makrohematokrit atau metode mikrohematokrit. Pada metode mikrohematokrit menggunakan tabung kapiler yang panjangnya 75 mm dan diameter 1 mm, tabung ini ada dua jenis ada yang dilapisi antikoagulan EDTA atau heparin di dalamnya dan ada yang tanpa antikoagulan. Metode ini mempunyai keunggulan lebih cepat, sampel yang dibutuhkan sedikit, dan sederhana (Gandasoebrata R, 2010).
25
Pada metode makrohematokrit menggunakan tabung Wintrobe yang mempunyai diameter dalam 2,5–3 mm, panjang 110 mm dengan skala interval 1 mm sepanjang 100 mm dan volumenya adalah 1 mL. Cara makrohematokrit jarang digunakan karena membutuhkan sampel yang banyak dan waktu yang lama (Gandasoebrata R, 2010) Prinsip
pemeriksaan
dipisahkan dari plasma
hematokrit
adalah
eritrosit
dengan cara disentrifuge dan
dinyatakan dalam persen (%) (Gandasoebrata R, 2010). Metode pemeriksaan secara mikro sering digunakan karena lebih cepat dan mudah dibandingkan dengan metode makro yang membutuhkan sampel lebih banyak dan waktu yang lama. Metode pemeriksaan secara mikro berprinsip pada darah dengan antikoagulan disentrifuge dalam jangka waktu dan kecepatan tertentu, sehingga sel darah dan plasma terpisah
dalam
keadaan
mapat.
Presentase
volume
kepadatan sel darah merah terhadap volume darah semula dicatat sebagai hasil pemeriksaan hematokrit (Gandasoebrata R, 2010). c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan hematokrit secara teknis 1) Diameter tabung Diameter tabung yang bervariasi dapat menyebabkan kesalahan
pembacaan
sehingga
tabung
untuk
pengukuran hematokrit distandarkan dari Inggris dengan diameter tabung 2,5 mm. semakin besar diameter tabung, maka hasil nilai hematokri akan rendah. 2) Bila menggunakan darah kapiler, tetesan darah yang pertama keluar harus dilap dengan tissue mengandung cairan intertisial.
karena
26
3) Perbandingan jumlah darah dengan antikoagulan. Jika antikoagulan
berlebihan
maka
akan
mengakibatkan
eritrosit mengkerut sehingga nilai hematokrit menurun. 4) Pencampuran
darah
dengan
antikoagulan
harus
homogen. 5) Sentrifuge dengan pemusingan yang kurang kuat akan mendapatkan endapan sel darah merah yang tidak maksimal. Pemusingan yang terlalu cepat juga dapat menyebabkan berkurangnya sel darah merah. 6) Darah yang diperiksa tidak boleh mengandung bekuan. 7) Darah yang dimasukkan ke dalam tabung hematokrit harus memenuhi ¾ bagian tabung. 8) Tabung
hematokrit
yang
mengandung
antikoagulan
heparin di daerah iklim tropis akan mudah rusak, oleh karena itu harus disimpan dalam lemari es. 9) Suhu Penyimpanan Tempat penyimpanan sebaiknya dilakukan pada suhu 4 selama tidak lebih dari 6 jam. 10) Pembacaan pada skala hematokrit (Purwaningsih, 2011). d. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
hasil
pemeriksaan
hematokrit secara klinis 1) Ukuran Eritrosit Ukuran sel darah merah dapat mempengaruhi viskositas darah. Viskositas darah tinggi maka nilai hematokrit juga akan tinggi. 2) Jumlah Eritrosit Apabila jumlah eritrosit dalam keadaan banyak (polisitemia) maka nilai hematokrit akan meningkat dan jika eritrosit sedikit (anemia) maka nilai hematokrit akan menurun.
27
3) Bentuk Eritrosit Apabila terjadi kelainan bentuk (poikilositosis) maka akan terjadi trapped plasma (plasma yang terperangkap) sehingga nilai hematokrit akan meningkat. 4) Obat-obatan Pengaruh obat seperti : antibiotik (kloramfenikol dan penisilin), dan obat radioaktif dapat menurunkan kadar hematokrit. (Purwaningsih, 2011). e. Tujuan Pemeriksaan Hematokrit Pemeriksaan hematokrit bertujuan untuk mengukur konsentrasi sel-sel darah merah dalam darah, yang dapat mendeteksi adanya anemia, kehilangan darah,gagal ginjal kronis, defisiensi vitamin C dan B. Untuk mengetahui adanya ikterus yang dapat diamati dari warna plasma, dimana warna yang terbentuk kuning atau kuning tua.Dapat juga digunakan untuk menentukan rata-rata volume eritrosit yang merupakan screening test dalam mendeteksi adanya hyperbilirubinemia. Warna plasma yang diperoleh dari pemusingan yang berwana kuning atau kuning tua baik dalam keadaan fisiologi atau patologi merupakan indikasi naiknya bilirubin dalam darah, misalnya pada infeksi hepatitis (Purwaningsih, 2011). f.
Nilai Rujukan Hematokrit 1) Laki-laki dewasa
: 40 – 52%
2) Perempuan dewasa
: 35 – 47%
3) Bayi baru lahir
: 44 – 72%
4) Anak usia 1 – 3 tahun
: 35 – 43%
5) Anak usia 4 – 5 tahun
: 31 – 43%
6) Anak usia 6 – 10 tahun
: 33 – 45%
(Riswanto, 2013)
28
g. Masalah Klinis 1) Peningkatan Nilai Hematokrit Ht tinggi (>50%) dapat ditemukan pada berbagai kasus yang menyebabkan kenaikan Hb, antara lain penyakit Addison, luka bakar, dehidrasi/diare, diabetes mellitus, dan polisitemia. Ambang bahaya adalah Ht>60%. 2) Penurunan Nilai Hematokrit Ht rendah (<30%) dapat ditemukan pada anemia, sirosis hati, gagal jantung, perlemakan hati, hemolisis, pneumonia, dan overhidrasi. Ambang bahaya adalah Ht<15%. (Hardjoeno, 2007). 5. Antikoagulan a. Definisi Antikoagulan
adalah
zat
yang
mencegah
penggumpalan darah dengan cara mengikat kalsium atau dengan menghambat pembentukan trombin yang diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan. Jika tes membutuhkan darah atau plasma, spesimen harus dikumpulkan dalam sebuah tabung yang berisi antikoagulan. Spesimen dengan antikoagulan harus dicampur segera setelah pengambilan spesimen untuk mencegah
pembentukan
microclot.
Pencampuran
yang
lembut sangat penting untuk mencegah hemolisis (Riswanto, 2013). b. Jenis-jenis antikoagulan 1) EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid) Pada umumnya EDTA tersedia dalam bentuk garam sodium (natrium) atau potassium (kalium), yang berguna
untuk
mencegah
koagulasi
dengan
cara
29
mengikat kalsium. EDTA memiliki keunggulan dibanding dengan antikoagulan yang lain, yaitu tidak mempengaruhi sel-sel darah, sehingga ideal untuk pengujian hematologi, seperti pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, LED, hitung leukosit, hitung trombosit, retikulosit, apusan darah, dan sebagainya (Riswanto, 2013). Ada tiga macam EDTA, yaitu dinatrium EDTA (Na2EDTA) dipotassium EDTA (K2EDTA) dan tripotassium EDTA (K3EDTA). Na2EDTA
dan K2EDTA
biasanya
digunakan dalam bentuk kering, sedangkan K3EDTA biasanya digunakan dalam bentuk cair. Dari ketiga jenis EDTA tersebut, K2EDTA adalah yang paling baik dan dianjurkan
oleh
ICSH
(International
Council
for
Standardization in Hematology) dan CLSI (Clinical and Laboratory Standards Institute). Tabung EDTA tersedia dalam bentuk tabung hampa udara (vacutainer tube) dengan tutup lavender (purple) atau pink seperti yang diproduksi oleh Becton Dickinson (Riswanto, 2013). K2EDTA biasanya digunakan dengan konsentrasi 1-1,5 mg/mL darah. Pemakaian dalam bentuk cair dapat dilakukan dengan membuat larutan 10%. Pemakaiannya adalah 1 mL EDTA 10% untuk 5 mL darah (1:5). Penggunaannya harus tepat. Bila jumlah EDTA kurang, darah dapat mengalami koagulasi. Sebaliknya, bila EDTA kelebihan,
eritrosit
mengalami
krenasi,
trombosit
membesar dan mengalami disintegrasi. Setelah darah dimasukkan
ke
dalam
pencampuran/homogenisasi
tabung, dengan
segera cara
lakukan
membolak-
balikkan tabung dengan lembut sebanyak 6 kali untuk menghindari penggumpalan trombosit dan pembentukan bekuan darah (Riswanto, 2013).
30
Menurut R.Gandasoebrata (2010) antikoagulan EDTA digunakan 1 mg dalam bentuk serbuk untuk 1 mL darah dan dalam bentuk cair pada konsentrasi 10% adalah 10 µL dalam 1 mL darah (1:100). Antikoagulan yang paling banyak digunakan di laboratorium baik pemerintah maupun swasta pada umumnya
adalah
antikoagulan
EDTA
Karena
ada
beberapa keuntungan menggunakan EDTA yaitu : a) Lebih ekonomis b) Dapat
digunakan
untuk
parameter
lain
dalam
pemeriksaan hematologi rutin c) Mudah diperoleh d) Penggunaannya sangat mudah, baik serbuk maupun dalam bentuk larutan e) Tersedia dalam gram Natrium (Na) dan Kalium (K) 2) Trisodium citrate dihidrat (Na3C6H5O7.2H2O) Citrat bekerja dengan mengikat atau mengkhelasi kalsium. Trisodium sitrat dihidrat 3,2% buffer natrium sitrat (109
mmol/L)
direkomendasikan
untuk
pengujian
koagulasi dan agregasi trombosit. Penggunaannya adalah 1 bagian citrate dan 9 bagian darah. Secara komersial, tabung sitrat dapat dijumpai dalam bentuk tabung hampa udara dengan tutup berwarna biru terang (Riswanto, 2013). Spesimen harus segera dicampur segera setelah pengambilan untuk mencegah aktivasi proses koagulasi dan pembentukan bekuan darah yang menyebabkan hasil tidak valid. Pencampuran dilakukan dengan membolakbalikkan tabung sebanyak 4-5 kali secara lembut, karena pencampuran yang terlalu kuat dan berkali-kali (lebih dari
31
5 kali) dapat mengaktifkan penggumpalan platelet dan mempersingkat waktu pembekuan (Riswanto, 2013). Darah sitrat harus segera dicentrifuge selama 15 menit
dengan kecepatan
maksimal
2
konsentrasi
jam
1500 rpm dan dianalisa
setelah
3,8%
sampling.
digunakan
untuk
Natrium
sitrat
pemeriksaan
Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) atau LED cara Westergreen. Penggunaannya adalah 1 bagian sitrat untuk 4 bagian darah (Riswanto, 2013). 3) Heparin Heparin banyak digunakan pada analisa kimia darah, enzim, kultur sel, OFT (osmotic fragility test). Konsentrasi dalam penggunaan adalah : 15 IU/mL +/- 2,5 IU/mL
atau
0,1–0,2
mg/mL
darah.
Heparin
tidak
dianjurkan untuk pemeriksaan apusan darah karena menyebabkan latar belakang biru (Riswanto, 2013). Setelah dimasukkan dalam tabung, spesimen harus segera dihomogenisasi 6 kali dan disentrifuge 13002000 rpm selama 10 menit kemudian plasma siap dianalisa. Darah heparin harus dianalisa dalam waktu maksimal 2 jam setelah sampling (Riswanto, 2013). 4) Oksalat a) Natrium Oksalat (Na2C2O4). Natrium oksalat bekerja dengan cara mengikat kalsium. Penggunaannya 1 bagian
oksalat
dan
9
bagian
darah.
Biasanya
digunakan untuk pembuatan adsorb plasma dalam pemeriksaan hemostasis. b) Kalium Oksalat NaF. Kombinasi ini digunakan pada pemeriksaan
glukosa.
Kalium
oksalat
berfungsi
sebagai antikoagulan dan NaF berfungsi sebagai antiglikolisis dengan cara menghambat kerja enzim
32
Phosphoenol pyruvate dan urease sehingga kadar glukosa darah stabil. (Riswanto, 2013)
B. Kerangka Konsep Kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit
Faktor yang mempengaruhi
Perbandingan antikoagulan EDTA dengan darah
1. Kapiler dan vena 2. Suhu penyimpanan 3. Pembendungan yang terlalu lama
10 µL EDTA
200 µL EDTA
Kadar hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti
33
C. Hipotesis Penelitian Ha
: Ada perbedaan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit pada 1 mL darah yang menggunakan antikoagulan EDTA10% volume 10 µL dan 200 µL.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, dkk. (2011) Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Bina Aksara. Al-Quran Cordoba. (2012) Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia. Dahlan, Sopiyudin M. (2008) Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Sagung Seto. Dorlan, W.A. Newman. (2011) Kamus Kedokteran (Albertus Agung Mahmode et al. Penerjemah). Jakarta : EGC. Gandasoebrata, R. (2010) Penuntun Laboratorium Klinik, cetakan ke 16. Jakarta: Dian Rakyat. Handayani, Tri. (2009) Pengaruh Antikoagulan EDTA 10% volume 10 µL dan 50 µL Terhadap Pemeriksaan Jumlah Leukosit di Laboratorium Cendia Semarang (KTI). Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang. Harjdjoeno, H. (2007) Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Edisi III. Makassar: LPI UNHAS. Hoffbrand, A.V. dan P.A.H. Moss. (2013) Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC. Imam As-Syaukani. (2010) Tafsir Fathul Qadir Jilid 6. Kairo : Dar El-Hadist Kairo. Kiswari dan Agung. (2005) Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Jakarta : EGC. Kiswari, Rukman. (2014) Hematologi dan Transfusi. Jakarta : Erlangga. Notoatmojo, Soekidjo. (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nugraha, Gilang. (2015) Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar. Jakarta Timur : CV Trans Info Media. Pangesti, Ira. (2012) Eritrosit. Jakarta : Unimus. Pearce, Evelyn C. (2006) Anatomi dan Fisiologis Untuk Paramedis. PT. Gramedia.
56
57
Purwaningsih, Indah. (2011) Perbedaan Hasil Kadar Hematokrit Secara Manual dan Otomatis. Semarang : UMS. Riswanto. (2013) Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogya : Alfamedia. Robert, M dan Youngson, (2009) Pustaka Kesehatan Populer : Mengenal Pemeriksaan laboratorium. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer. Santosa, Budi. (2005) Perbedaan Hasil Pengukuran Hematokrit Metode Mikro pada Darah yang menggunakan Antikoagulan EDTA 10 µL dan 50 µL pada Konsentrasi 10%. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang. Sofro M, Abdul Salam. (2012) Darah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Tarwoto dan Wartonah. (2008) Keperawatan Medical Bedah Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Perpustakaan Nasional.