Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
EFEK DAUN PAITAN (Tithonia diversifolia (HEMSLEY) A. GRAY) DAN KELOR (Moringa oleifera, LAMK) DI DALAM PAKAN KOMPLIT IN-VITRO (Effect of Tithonia diversifolia (HEMSLEY) A. GRAY and Moringa oleifera, Lamk Leaves in Complete Feed on Gas Production In-Vitro) FIRSONI 1, L. PUSPITASARI 2 dan L. ANDINI1 1
Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta 12710 2 Universitas Negeri Jakarta, Jl. Rawamangun Muha, Jakarta 13220
ABSTRACT This research was done to determine the advantages of Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray and Moringa oleifera Lamk leaves as a protein source in complete feed for ruminants. Randomized block design was applied in this study with five treatments: A. Rice straw (JJ) 100%; B. JJ 60% + Tithonia diversifolia (TD) 40%; C. JJ 60% + TD 30% + ricebrand (DD) 10%; D. JJ 60% + TD 22.5% + Moringa oleifera (MO) 7.5% + DD 10% dan E. JJ 60% + TD 15% + MO 15% + DD 10%) in 4 blocks. Samples were weighted 375±5 mg, placed into 100 ml syringe glass, added with 30 ml rumen liquor with bicarbonat buffer media and incubated in 39ºC for 48 hours. Parameters observed were: gas production after 0, 2, 4, 6, 10, 12, 24, and 48 hours incubation; degradability of dry matter (DBK) and organic matter (DBO); NH3, total VFA concentration; and microbe biomass production after 48 hours incubation. Results showed that Tithonia diversifolia and Moringa oleifera increased NH3, Microbes, DBK and DBO significantly (P < 0.05). The highest gas production was obtained from treatment D (60.30 ml/375 mg DM) and the lowest was from treatment B (50.06 ml/375 mg DM), the highest DBK was obtained from treatment D (62.45%) and the highest DBO from treatment E (61.12%) and the lowest were from A (57.19%) and (55.12%) respectively. Treatment C contributed the highest (32.11 mg/100 ml) on the other hand the lowest NH3 was from A (28.06 mg/100 ml), but the highest microbial biomass was obtained from treatment E (165.6 mg) and the lowest was from A (148.5 mg). Key Words: Maize Straw, Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray, Moringa oleifera Lamk, Complete Feed, In Vitro ABSTRAK Penelitian tentang manfaat tepung daun Tithonia diversifolia dan Moringa oleifera di dalam pakan komplit telah dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok, dengan 5 perlakuan yaitu: (A) Jerami jagung (JJ) 100%; (B) JJ 60% + Tithonia diversifolia (TD) 40%; (C) JJ 60% + TD 30% + Dedak (DD) 10%; (D) JJ 60% + TD 22,5% + Moringa oleifera (MO) 7,5% + DD 10% dan (E) JJ 60% + TD 15% + MO 15% + DD 10% serta 4 kelompok. Sampel ditimbang 375 ± 5 mg, dimasukkan ke dalam syringe glass 100 ml ditambah 30 ml media campuran cairan rumen dengan bicarbonat buffer dan diinkubasi pada suhu 39ºC selama 48 jam. Parameter yang diukur adalah produksi gas setelah inkubasi 0, 2, 4, 6, 10, 12, 24 dan 48 jam, degradasi bahan kering (DBK) dan organik (DBO), NH3, VFA total dan biomassa mikroba cairan rumen setelah inkubasi 48 jam. Hasil penelitian menunjukkan pemakaian Tithonia diversifolia, Moringa oleifera di dalam pakan komplit meningkatkan NH3, Mikroba, DBK dan DBO secara nyata (P < 0,05). Produksi gas tertinggi dihasilkan perlakuan D yaitu 60,30 ml/375 mg BK dan terendah perlakuan B yaitu 50,06 ml/375 mg BK, DBK dan DBO tertinggi dihasilkan oleh perlakuan D (62,45%) dan E (61,12%) terendah perlakuan A (57,19%) dan (55,12%). NH3 tertinggi diperoleh pada perlakuan C (32,11 mg/100 ml) terendah perlakuan A (28,06 mg/100 ml), sedangkan biomassa mikroba tertinggi diperoleh perlakuan E (165,6 mg) dan terendah A (148,5 mg) Kata Kunci: Jerami Jagung, Tithonia Diversifolia (Hemsley) A. Gray, Moringa Oleifera Lamk, Pakan Komplit, In Vitro
522
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PENDAHULUAN Produktivitas ternak ruminansia masih rendah, disamping pengaruh letak strategis Indonesia berada pada daerah tropis, juga ketersediaan pakan yang mengandung protein tinggi yang terbatas. Daerah tropis menyebabkan kualitas hijauan dan rumput yang tumbuh menjadi rendah dengan kandungan serat kasar yang tinggi (PRESTON, 1995). Serat kasar yang tinggi akan semakin lambat dicerna oleh mikroba di dalam rumen (LENG, 1991). Kekurangan protein di dalam pakan menyebabkan pemanfaatan energi yang dihasilkan tidak efisien, dan tidak dapat dimanfaatkan menjadi protein mikroba (ØRSKOV, 1988). Ternak ruminansia sangat membutuhkan protein yang berasal dari mikroba yang terbentuk di dalam rumen untuk kebutuhan hidupnya. Perkembangan mikroba rumen sangat tergantung pada kualitas pakan yang dikonsumsi (CZERKAWSKI, 1986). Ketersediaan protein dan energi yang seimbang dan mencukupi kebutuhan mikroba di dalam rumen, akan dapat meningkatkan metabolisme rumen dan efisiensi sintesis protein mikroba untuk kebutuhan ternak (LENG, 1991). Tithonia diversifolia merupakan tanaman semak atau perdu famili asteraceae berasal dari Mexico yang tumbuh di daerah tropis lembab dan semi lembab di Amerika Tengah dan Selatan, Asia dan Afrika. Tanaman ini mudah tumbuh kembali lagi setelah pemotongan dan banyak ditemui di Indonesia. JAMA et al. (2000) mengatakan bahwa Tithonia diversifolia digunakan petani Afrika sebagai mulsa atau pupuk hijau karena mengandung N, P, K yang tinggi, penahan erosi, pakan ternak, disamping itu ekstrak Tithonia diversifolia juga bermanfaat untuk perlakuan pada penderita hepatitis, fungisida dan juga dapat mengontrol perkembangan amuba disentri. Tithonia diversifolia juga bisa dipakai sebagai suplemen pakan ruminansia terutama selama musim kering dimana ketersediaan hijauan pakan terbatas (OSUGA et al., 2006). Daun Tithonia diversifolia mengandung protein sekitar 20% dari total bahan kering dan juga mengandung bermacam jenis unsur mineral makro seperti mineral Ca, Mg serta beberapa unsur mikro mineral yang sangat bermanfaat (MAHECHA dan ROSALES, 2005).
Moringa oleifera merupakan tanaman asli dan ditemukan tumbuh liar di daerah Utara India dan Pakistan (SIEMONSMA dan PILUEK, 1993) dan merupakan tanaman yang mempunyai banyak manfaat, sebagai pangan, pakan, obat dan jadi pohon pelindung. Kelor bisa tumbuh pada banyak jenis tanah dan bisa beradaptasi pada keadaan iklim panas dan basah (SIEMONSMA dan PILUEK, 1993; ANONIMUS, 2004). Daun kelor mengandung semua jenis asam amino esensial secara berimbang, vitamin A, B, C dan E dan mineral Ca, Mg, P, K,Cu, Fe, dan S, serta mengandung protein kasar sekitar 25,3% (SARWATT et al., 2004); 25,1% (MAKKAR dan BECKER, 1996). Ketersediaan kelor menjadi terbatas, karena beragam manfaat penggunaannya sebagai pakan bersaing dengan kebutuhan manusia. Berdasarkan hal di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemakaian tepung daun Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray dan tepung daun Moringa oleifera (Lamk) di dalam pakan komplit secara in vitro. MATERI DAN METODE Bahan yang dipakai di dalam penelitian ini yaitu jerami jagung setelah selesai panen, daun paitan (Tithonia diversifolia), daun kelor (Moringa oleifera) dan dedak. Jerami jagung diambil dari hasil penanaman di sekitar Lebak Bulus Jakarta Selatan, daun paitan diperoleh dari tepi tegalan sekitar Cisarua (Puncak) Kabupaten Bogor, daun kelor diperoleh dari hasil budidaya di kebun percobaan Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) BATAN Pasar Jumat serta dedak dibeli dari pasar. Semua daun dikeringkan di oven 55 – 60ºC selama 3 – 4 hari, setelah kering digerus sampai 1 mesh dan dicampur homogen sesuai dengan formula perlakuan. Alat yang digunakan adalah waterbath 38ºC, glass syringe ukuran 100 ml, pH meter, oven 105ºC dan furnace 500ºC, timbangan digital serta peralatan destilasi dan Neutral Detergent Fibre (NDF). Cairan rumen yang dipakai adalah rumen kerbau yang diambil segar melalui cannulae, di-blend dan disaring dengan kain kasa yang bersih, lalu dicampurkan dengan media buffer bikarbonat (KHRISNAMOORTHY, 2001). Sampel
523
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
ditimbang 375 ± 5 mg dan dimasukkan ke dalam syringe glass ukuran 100 ml, kemudian ditambahkan 30 ml cairan rumen yang sudah ditambahkan larutan buffer bikarbonat dan diinkubasi di dalam waterbath 39,5ºC. Parameter yang diukur adalah volume produksi gas selama inkubasi 0, 2, 4, 6, 10, 12, 24 dan 48 jam, degradasi bahan kering dan organik, NH3, VFA total dan biomassa mikroba setelah 48 jam inkubasi (MAKKAR et al., 1995; BLUMMEL et. al., 1997). Perlakuan yang diuji yaitu: (A) 100% Jerami jagung (JJ); (B) 60% JJ + 40% Tithonia diversifolia (TD); (C) 60% JJ + 30% TD + 10% Dedak (DD); (D) 60% JJ + 22.5% TD + 7.5% Moringa oleifera (MO) + 10% DD dan 60% (E) JJ + 15% TD + 15% MO + 10% DD. Penelitian dilakukan dengan rancangan acak kelompok dengan 5 perlakuan dan 4 kelompok sebagai ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA) dan untuk melihat perbedaan di antara perlakuan diuji dengan uji Least Significant Difference (LSD), untuk membedakan antar perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi gas tertinggi setelah 48 jam inkubasi dihasilkan oleh perlakuan D yaitu 60,30 ml/375 mg BK, produksi gas yang paling rendah dihasilkan perlakuan B yaitu 57,06 ml/375 mg BK (Tabel 1). Produksi gas yang rendah pada perlakuan B disebabkan oleh kandungan senyawa polifenol yang disebut tagitinin. Senyawa sekunder polifenol dilaporkan menghalangi aktivitas beberapa jenis mikroba rumen. OSUGA et al. (2006), melaporkan bahwa keberadaan senyawa polifenol pada hijauan menyebabkan pengaruh negatif pada peningkatan produksi gas. Secara umum setelah 48 jam inkubasi tidak ada perbedaan nyata di antara perlakuan (P > 0,05), walaupun perlakuan B menghasilkan gas terendah yaitu 57,06 ml/375 mg BK. Produksi gas yang rendah pada perlakuan B dan C terutama dipengaruhi kandungan zat anti nutrisi di dalam daun Tithonia diversifolia, ini terlihat dari produksi gas sampai 8 jam inkubasi. Berbeda dengan perlakuan A, produksi gas yang rendah sampai 8 jam inkubasi disebabkan oleh kandungan protein
524
pakan yang rendah (Tabel 2), sehingga produksi biomassa mikroba jadi lambat. Setelah 8 jam inkubasi terlihat aktivitas fermentasi menjadi lebih cepat pada perlakuan A, B dan C, sehingga kenaikan gas yang dihasilkan lebih tinggi, sedangkan kenaikan produksi gas perlakuan D dan E menjadi semakin berkurang, walaupun total gas yang dihasilkan masih tetap tinggi (Gambar 1). Pemakaian Moringa oleifera pada perlakuan D dan E secara nyata (P < 0,05) mampu menghasilkan gas yang tinggi sampai 8 jam inkubasi. Hal ini disebabkan oleh Moringa oleifera mengandung semua jenis asam amino esensial secara berimbang dan beberapa jenis vitamin A, B, C dan E, mineral Ca, Mg, P, K, Cu, Fe, dan S dan mengandung protein kasar sekitar 25,1 – 25,3% (SARWATT et al., 2004; MAKKAR dan BECKER, 1996). Gas CO2 dan CH4 yang dihasilkan merupakan hasil dari aktivitas mikroba yang terdapat dalam cairan rumen mencerna zat makanan yang terdapat di dalam pakan (MAKKAR et al., 1995). Produksi gas yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) setelah 10 jam inkubasi, menunjukkan bahwa pengaruh antinutrisi yang terdapat pada daun Tithonia diversifolia semakin berkurang karena masa inkubasi yang lebih lama. Pemakaian Moringa oleifera pada perlakuan D dan E dapat menghasilkan produksi gas yang lebih tinggi sampai 8 jam inkubasi dan jadi tidak berbeda nyata setelah 10 jam inkubasi (Tabel 1). MURRO et al. (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan Moringa oleifera sebanyak 20% di dalam ransum domba yang sedang tumbuh menghasilkan peningkatan 20% tingkat pertumbuhan. Setelah 24 jam inkubasi, produksi gas perlakuan B, C, D dan E menunjukkan laju peningkatan yang semakin berkurang (Gambar 1), karena substrat yang dapat difermentasi juga semakin berkurang jumlahnya (HUNGATE, 1966). Berbeda dengan perlakuan A, B dan C, setelah 24 jam masih terlihat peningkatan produksi gas yang cukup tinggi (Gambar 1). Hal ini disebabkan oleh lambatnya proses pencernaan serat kasar jerami jagung sebelum 10 jam inkubasi, karena sumber protein tidak memadai digunakan untuk sintesis protein mikroba (MURRO et al., 2003) dan pengaruh anti nutrisi yang terkandung di dalam Tithonia diversifolia (OSUGA et al., 2006) Penggunaan Tithonia diversifolia dan Moringa oleifera.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
525
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
selain meningkatkan kandungan protein kasar pakan (Tabel 2), juga meningkatkan nilai degradasi bahan kering dan organik, konsentrasi NH3 serta produksi biomassa mikroba selama inkubasi 48 jam (Tabel 3). Produksi gas yang dihasilkan setelah 24 jam inkubasi. Rata-rata konsentrasi NH3 pada setiap perlakuan setelah inkubasi 48 jam, menunjukkan peningkatan setelah penggunaan daun Tithonia diversifolia, Moringa oleifera dan dedak. Perlakuan A memiliki konsentrasi ammonia terendah yaitu 28,06 mg/100 ml, dan terjadi peningkatan setelah menggunakan Tithonia diversifolia dan Moringa oleifera pada perlakuan B, C, D dan E yaitu 31,11;
32,11; 31,68 dan 31,40 mg/100 ml. Setelah dilakukan pengujian lebih lanjut (LSD), diperoleh bahwa NH3 antara perlakuan B, C, D dan E tidak berbeda nyata (P > 0,05), tetapi berbeda nyata (P < 0,05) dengan perlakuan A. Tingginya kandungan NH3 antara perlakuan B, C, D dan E disebabkan oleh pemakaian sumber protein Tithonia diversifolia dan Moringa oleifera, yang langsung bisa dimanfaatkan untuk sintesis protein mikroba. NH3 di dalam rumen sangat dibutuhkan untuk perkembangbiakan mikroba dan sintesis protein (ØRSKOV, 1988). Protein yang didegradasi menjadi asam amino mengalami deaminasi dan menghasilkan amonia yang berfungsi sebagai sumber nitrogen utama dan
Tabel 2. Kandungan bahan kering, organik dan protein kasar %
Perlakuan
Bahan kering
Bahan organik
Protein kasar
A
90,81
93,90
10,36
B
93,61
90,19
17,00
C
92,20
89,86
15,38
D
91,37
90,86
15,35
E
91,99
90,63
15,32
Perlakuan (A) 100% Jerami jagung (JJ); (B) 60% JJ + 40% Tithonia diversifolia (TD); (C) 60% JJ + 30% TD + 10% Dedak (DD); (D) 60% JJ + 22.5% TD + 7.5% Moringa oleifera (MO) + 10% DD dan (E) 60% JJ + 15% TD + 15% MO + 10% DD
Volume gas (ml/375 mg BK)
60 50 40
A B
30
C D
20
E
0 0
10
20
30
40
Inkubasi (jam) Gambar 1. Laju produksi gas (ml/375mg BK) selama inkubasi 48 jam in vitro.
526
50
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Tabel 3. Hasil pengukuran konsentrasi NH3, VFA total, degradasi dan massa mikroba rumen setelah 48 jam inkubasi Variabel diukur
Perlakuan A
B
C
D
E
NH3 (mg/100 ml)
a
28,06
b
31,11
b
32,11
b
31,68
31,40b
VFA total (mMol)
94,05
93,89
93,23
92,40
92,57
Degradasi BK (%)
a
57,19
b
b
b
62,08b
Degradasi BO (%)
55,12a
61,01c
61,12c
Mikroba (mg)
153,50
a
60,70
58,43b 169,28
b
61,08
60,57c 163,85
b
62,45
162,37
b
165,62b
Rataan dengan huruf superskrip berbeda dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
penting untuk sintesis protein mikroba. Sekitar 82% spesies mikroba mampu menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen (SUTARDI, 1980). Konsentrasi VFA total yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) menunjukkan bahwa aktivitas mikroba setiap perlakuan hampir sama. VFA merupakan produk akhir dari fermentasi bahan organik yang dimanfaatkan sebagai sumber energi utama bagi ruminansia dan perkembangan mikroba rumen (SUTARDI, 1980), sedangkan asam lemak terbang berantai cabang sebagai sumber rantai karbon yang berinteraksi dengan radikal amonia digunakan oleh mikroba untuk mensintesis asam amino tertentu (ARORA, 1989). Nilai degradabilitas bahan kering terendah diperoleh pada perlakuan A yaitu 57,19% sedangkan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan D yaitu 62,45% (Tabel 3). Degradabilitas bahan organik terendah diperoleh pada perlakuan A, yaitu 55,12% sedangkan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan E, yaitu 61,12% (Tabel 3). Dari hasil uji F terlihat, bahwa pemakaian Tithonia diversifolia dan Moringa oleifera di dalam pakan komplit secara nyata (P < 0,05) meningkatkan degradabilitas bahan kering dan bahan organik. Penambahan Moringa oleifera pada pemberian pakan chloris gayana hay dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan serat kasar (SARWATT et al., 2004). LENG (1991) menyatakan bahwa efisiensi pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh ketersediaan dan keseimbangan jumlah protein dengan karbohidrat yang terfermentasi dalam rumen. Biomassa mikroba merupakan salah satu hasil dari proses fermentasi yang dapat
dijadikan sebagai sumber protein bagi ternak (ØRSKOV, 1988). Degradasi pakan juga sangat dipengaruhi oleh aktivitas mikroba di dalam rumen terlihat dari produksi biomassa mikroba rumen yang dihasilkan (CZERKAWSKI, 1986). Biomassa mikroba tertinggi diperoleh dari perlakuan E, yaitu 165,62 mg dan terendah perlakuan A, yaitu 153,50 mg. Hasil pengujian lanjutan LSD menunjukkan bahwa perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B, C, D dan E (P < 0,05), sedangkan antara perlakuan B, C, D dan E tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal ini disebabkan oleh penambahan pakan sumber protein seperti Tithonia diversifolia dan Moringa oleifera, dimana kandungan proteinnya seperti Tabel 2. BLUMMEL et al. (1997), mengatakan bahwa peningkatan biomassa mikroba merupakan gambaran tingkat fermentasi bahan pakan di dalam rumen, semakin tinggi aktivitas fermentasi maka produksi mikroba juga tinggi. Faktor utama yang mempengaruhi sintesis mikroba di dalam rumen adalah ketersediaan prekursor pembentukan sel mikroba seperti glukosa, asam amino, amonia, peptida, dan mineral dalam cairan rumen, kebutuhan energi mikroba (dalam bentuk ATP), siklus pembentukan sel mikroba, dan penghancuran bakteri oleh protozoa (ØRSKOV, 1988). KESIMPULAN Penggunaan Tithonia diversifolia dan Moringa oleifera di dalam pakan komplit mampu meningkatkan degradasi bahan kering dan organik, NH3 dan biomassa mikroba secara nyata (P < 0,05), dibandingkan dengan
527
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
pemakaian jerami jagung saja. Produksi gas dan VFA total yang dihasilkan setiap perlakuan tidak berbeda nyata (P > 0,05). UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada saudara Suharyono, Hj. Titin M., Edi I. Kosasih, I Gobel, Ode Irwanto, Adul dan Dedi Ansori, serta pihak lain atas bantuannya sehingga tulisan ini terwujud. DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 2004. Moringa oleifera: Nutritional Value of Leaves and Pods. www.moringatrees.org. (21 Juni 2004). ARORA. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Terj. dari Microbial Digestion In Ruminants. Cetakan pertama. Gadjah Mada University Press. Jakarta. Oleh R. MURWANI. BLUMMEL, M., H.P.S. MAKKAR and K. BECKER. 1997. The in-vitro gas production: a technique revisited. J. Anim. Phys. and Nutr. 77: 24 – 34. CZERKAWSKI, J.W. 1986. An Introduction Rumen Studies. Pergamon Press, New York. HUNGATE, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press, London.
MAKKAR, H.P.S. and K. BECKER. 1996. Nutritional value and anti nutritional components of whole and ethanol extracted Moringa oleifera leaves. Anim. Feed Sci. Technol. 63: 211 – 228. MAKKAR, H.P.S., M. BLUMMEL and K. BECKER. 1995. Formation of complexes between polyvinyl pyrolidones on polyethyleneglycol and tannin and their implication in gas production and true digestibility. British J. Nutr. 73: 893 – 913. MURRO, J.K., V.R.M. MUHIKAMBELE and S.V. SARWATT. 2003. Moringa oleifera leaf meal can replace cottonseed cake in the concentrate mix fed with rhodes grass (Choris gayana) hay for growing sheep. Livestock Research for Rural Development 15(11). www.cipav.org. co/Irrd/Irrd15/11/murr1511.htm. (15 Agustus 2004). ØRSKOV. 1988. Protein Nutrition in Ruminants. 2nd Edition. Academic Press Limited, London. OSUGA. I.M., A. SHAUKAT., ABDULRAZAK., T. ICHINOHE and T. FUJIHARA. 2006. Rumen degradation and in vitro gas production parameters in some browse forages, grasses and maize stover from Kenya. J. Food, Agric. Env. 4(2): 60 – 64. PRESTON, T.R. 1995. Tropical Animal Feeding, A Manual for Research Workers. FAO Animal Production and Health Paper 126. Rome.
JAMA, B., C.A. PALM., R.J. BURESH., A. NIANG., C. GACHENGO., G. NZIGUHEBA and B. AMADALO. 2000. Tithonia diversifolia as a green manure for soil fertility improvement in western Kenya: A review. Agroforestry Systems. 49, (2)/ July, 2000.
SARWATT, S.V., S.S. KAPANGE and A.M.V. KAKENGI. 2004. The effect on intake, digestibility and growth of goat when sunflower seed cake is replaced with moringa oleifera leaves in supplements fed with chloris gayana hay. www.husdyr.kvl.dk/php/ tsap00/sarwatt htm. (21 Juni 2004).
KRISHNAMOORTHY, U. 2001. RCA training workshop on in-vitro techniques for feed evaluation. The International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria. pp. 8 – 26.
SIEMONSMA, J.S. and K. PILUEK. 1993. Plant Resources of South-East Asia, Vegetables, No.8. Pudoc Scientific Publishers. Wageningen.
LENG, R.A. 1991. Application of Biotechnology to Nutrition of Animals in Developing Countries. FAO Animal Production and Health Paper 90, Rome.
SUTARDI, T. 1980. Landasan Nutrisi. Jilid I. Departtemen Ilmu Makanan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
MAHECHA, L. and M. ROSALES. 2005. Valor nutricional del follaje de Botón de Oro (Tithonia diversifolia [Hemsl]. Gray), en la producción animal en el trópico. Livestock Research for rural Develoment 17(9), 2005. www.lrrd.org/lrrd17/9/mahe17100.htm. (10 Juni 2010).
528
TAMINGA, S. and B.A. WILLIAM. 1998. In vitro Techniques as Tools to Predict Nutrient Supply in Ruminants. In: in vitro Techniques for Measuring Nutrient Supply to Ruminants. DEAVILLE, E.R., E. OWEN, A.T. ADESOGAN., C. RYMER., J.A. HUNTINGTON and T.I.J. LAWRENCE (Eds.). Br. Society Anim. Sci. Pub. 22: 1 – 11.