PEMBUATAN MINUMAN JELI DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA LAMK) SEBAGAI SUMBER VITAMIN C DAN ß-KAROTEN
RIKA YULIANTI
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ABSTRACT RIKA YULIANTI. Making Jelly Drink from Kelor Leaves (Moringa oleifera Lamk.) as Vitamin C and ß-Carotene Source. Under direction of HIDAYAT SYARIEF and EDDY SETYO MUDJAJANTO. Moringa oleifera leaves are highly nutritious, being a significant source of ß-carotene, vitamin C, protein, iron, and potassium. It has been used successfully to combat malnutrition among infant and women of childbearing age. The leaves are cooked and used like spinach. In Indonesia it hasn’t used maximally, so it is can processed become various food, among jelly drink. Jelly drinks have been known for a long time, and many people like it. The research was started from February to July in IPB, Bogor. The experiment used completely randomized design, with two replication. The factor is extraction replication (once, two and three times replication). The result indicates that first replication of extraction is the best formula, because it has the best acceptance from the panelist. The extraction replication doesn’t influence to pH, water content, vitamin C content, insoluble dietary fiber, soluble dietary fiber and dietary fiber. Keywords : kelor leaves, jelly drink, vitamin C.
RINGKASAN RIKA YULIANTI. A54104031. Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor sebagai Sumber Vitamin C dan ß-Karoten. Dibawah bimbingan HIDAYAT SYARIEF dan EDDY SETYO MUDJAJANTO. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari cara pembuatan minuman jeli daun kelor sebagai sumber ß-karoten dan vitamin C. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) mempelajari cara pembuatan minuman jeli daun kelor dan menentukan formula terbaik dari minuman jeli daun kelor, 2) mempelajari pengaruh ulangan ekstraksi terhadap daya terima dan sifat kimia minuman jeli daun kelor, 3) menganalisis kadar ß-karoten yang terkandung dalam minuman jeli daun kelor terbaik 4) mempelajari pengaruh lama penyimpanan terhadap daya terima, sifat fisik, sifat kimia dan sifat mikrobiologis minuman jeli daun kelor. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan minuman jeli, penentuan perbandingan daun kelor dan air dalam pembuatan ekstrak daun kelor serta penentuan formula minuman jeli daun kelor. Penelitian lanjutan terdiri dari analisis sifat kimia (kadar air, pH, total gula, vitamin C dan serat makanan) minuman jeli daun kelor, uji organoleptik, penentusn produk terbaik, menganalisis kadar ß-karoten minuman jeli terbaik, dan menganalisis sifat fisik, sifat kimia, sifat mikrobiologis serta daya terima minuman jeli selama penyimpanan. Analisis ßkaroten dilakukan dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Sifat kimia minuman jeli yang dianalisis selama penyimpanan meliputi kadar air, pH, aktivitas air (a w), total gula, dan vitamin C, sedangkan sifat fisik yang dianalisis adalah viskositas dan sineresis. Analisis mikroba dilakukan dengan metode TPC (Total Plate Count). Data yang diperoleh diolah menggunakan program Microsoft Excell 2003, SPSS 11.5 for Windows, dan SAS 6.12. Proses pembuatan minuman jeli daun kelor terdiri atas beberapa tahap, yaitu pembuatan ekstrak daun kelor; pemanasan pada suhu 75ºC; pencampuran gula, jelly powder dan kalium sitrat; pemanasan pada suhu 75ºC selama 5 menit; penambahan perisa, pewarna dan natrium benzoat; pewadahan dan pasteurisasi pada suhu 75ºC selama 15 menit. Taraf ulangan ekstraksi yang dicobakan yaitu satu kali, dua kali dan tiga kali. Komposisi bahan penyusun minuman jeli daun kelor adalah 0,35% jelly powder, 0,15% kalium sitrat, 0,4% perisa, 300 ppm pewarna dan 0,1% natrium benzoat. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa persen penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli daun kelor berkisar antara 12-92%. Persen penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli berkisar antara 36-44%, sementara persen penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli berkisar antara 76-96%. Persen penerimaan panelis terhadap rasa minuman jeli berkisar antara 56-84%. Persen penerimaan panelis terhadap keseluruhan minuman jeli berkisar antara 64-88%. Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi
berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan warna, rasa dan penerimaan umum minuman jeli daun kelor. Kadar air minuman jeli daun kelor yang dihasilkan berkisar antara 87,2288,40%. Nilai pH minuman jeli daun kelor berkisar antara 5,8-6,0. Total gula minuman jeli daun kelor berkisar antara 11,15º-11,90ºBrix. Kadar vitamin C minuman jeli daun kelor berkisar antara 34,78-40,64 mg/100g bahan. Kadar serat makanan larut minuman jeli daun kelor berkisar antara 0,23-0,27 g/100g bahan, sedangkan kadar serat tidak larut berkisar antara 0,35-0,43 g/100g bahan. Minuman jeli daun kelor yang dihasilkan mengandung serat makanan total
sebesar 0,62-0,66 g/100g. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar air, pH, serat makanan total, serat makanan tidak larut, serat makanan larut dan vitamin C minuman jeli daun kelor. Berdasarkan persentase penerimaan panelis terbesar terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan umum minuman jeli daun kelor, minuman jeli dengan ulangan ekstraksi satu kali terpilih sebagai produk terbaik. Minuman jeli daun kelor terbaik mengandung ß-karoten sebanyak 0,17 mg/ 100 g bahan. Hasil uji organoleptik minuman jeli daun kelor selama penyimpanan menunjukan bahwa persen penerimaan panelis terhadap warna berkisar antara 60-66-67%. Persen penerimaan panelis terhadap aroma berkisar antara 33,3367%. Persen penerimaan panelis terhadap tekstur berkisar antara 66,67-73,33% sementara persen penerimaan panelis terhadap keseluruhan minuman jeli berkisar antara 53,33-73,33%. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan warna, tekstur dan penerimaan umum minuman jeli daun kelor. Selama penyimpanan minuman jeli daun kelor memiliki kadar air berkisar antara 87,16-87,65%, nilai pH berkisar antara 5,95-6,1, aktifitas air (a w) berkisar antara 0,940-0,956, kadar vitamin C berkisar antara 15,08-33,27 mg/100g bahan. Total gula minuman jeli daun kelor selama penyimpanan tidak berubah, yaitu sebesar 11,15ºBrix. Sidik ragam menunjukkan lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar air, pH, aw, total gula dan vitamin C minuman jeli daun kelor. Viskositas minuman jeli selama penyimpanan berkisar antara 1090-1620 cp. Viskositas mengalami penurunan pada minggu ke-2 dan minggu ke-4, penurunan yang sangat berarti terjadi pada minggu ke-2, yaitu sebesar 485 cp. Lamanya penyimpanan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap viskositas minuman jeli. Sineresis minuman jeli selama penyimpanan berkisar antara 1,20-13,80%, lamanya penyimpanan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap sineresis minuman jeli. Total mikroba minuman jeli selama penyimpanan berkisar antara <25 koloni/ml sampai 7,3 x 101 koloni/ml, lamanya penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap total mikroba minuman jeli daun kelor
PEMBUATAN MINUMAN JELI DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA LAMK) SEBAGAI SUMBER VITAMIN C DAN ß-KAROTEN
RIKA YULIANTI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
:
Nama Mahasiswa
:
Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk) sebagai Sumber Vitamin C dan ßKaroten Rika Yulianti
Nomor Pokok
:
A 54104031
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief,MS NIP. 130516871
Ir. Eddy Setyo Mudjajanto NIP.131760849
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr.Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP.131124019
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga
proses penelitian dan
penulisan tugas akhir ini dapat berjalan dengan baik. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS serta Ir. Eddy. Setyo Mudjajanto, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak sekali bimbingan dan arahan selama penelitian dan penulisan tugas akhir ini. 2. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MS, selaku Dosen Pemandu Seminar dan Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan tugas akhir ini. 3. Mamah, Papah, Kakak, serta segenap keluarga tercinta atas segala doa, dukungan dan kasih sayang. 4. Pak Mashudi, Bu Rizky, Bu Nina, dan Bu Titi atas bantuan, masukan dan saran selama penelitian, Kak Sigit GMSK 35, Bu Rubiah, Mba Ari atas semua bantuan dan kerjasama dalam penyelesaian tugas akhir ini. 5. Seluruh dosen dan staf Program Studi GMSK yang telah membantu kelancaran perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini. 6. Teman-teman sesama penelitian di lab: Rizka, Dewi K, Devita, Aqsa, Edo, Achi, Daru, Pak Dian, Mba Indah, Mba Nita dan Mba Tintin atas bantuan dan kebersamaan selama penelitian di lab. 7. Sahabat-sahabatku: Prita, Devi, Ida, Heni, Ima, Suci, Kiki dan teman-teman GMSK 41 yang telah memberikan semangat, bantuan dan kebersamaan selama empat tahun ini. 8. Kepada semua pihak yang telah memberikan kritik, saran, bimbingan, dan bantuan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 31 Juli 1986 sebagai anak ke tiga dari tiga bersaudara, dari Ayah bernama H. Abdul Malik dan Ibu bernama Yeti Suryati. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1991-1992 di TK Pertiwi I Bogor, kemudian dilanjutkan di SD Negeri Panaragan III Bogor (1992-1998). Pada tahun 1998-2001 penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 6 Bogor, dan tahun 2001-2004 penulis melanjutkan ke SMU Negeri 5 Bogor. Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 2008 penulis mengikuti Pekan Kreativitas Mahasiswa bidang ilmiah (PKMI) dengan judul “Survei Ketahanan Pangan dengan Metode Kualitatif di Kelurahan Sukadamai Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor”.dan berhasil didanai oleh DIKTI. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk) sebagai Sumber vitamin C dan ß-Karoten”.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
vi
PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
Latar Belakang ....................................................................................
1
Tujuan .................................................................................................
2
Kegunaan ............................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
3
Daun kelor ..........................................................................................
3
Sejarah dan Pemanfaatan ....................................................... Energi dan zat gizi ...................................................................
3 4
ß-Karoten.............................................................................................
5
Vitamin C .............................................................................................
8
Jelly Drink ............................................................................................
9
Karagenan ...........................................................................................
10
Sukrosa ..............................................................................................
11
Kalium Sitrat .......................................................................................
12
Perisa ..................................................................................................
12
Pewarna ..............................................................................................
12
Natrium Benzoat..................................................................................
13
Organoleptik ........................................................................................
13
BAHAN DAN METODE................................................................................
15
Waktu dan Tempat ..............................................................................
15
Bahan dan Alat ....................................................................................
15
Metode................................................................................................. Penelitian Pendahuluan .......................................................... Penelitian Lanjutan..................................................................
15 15 20
Pengolahan dan Analisis Data............................................................
23
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
25
Penelitian Pendahuluan ...................................................................... Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor .................................... Penentuan Perbandingan Daun Kelor dan Air ....................... Formulasi Minuman Jeli daun kelor ........................................
25 25 27 28
Penelitian Lanjutan.............................................................................. Mutu Organoleptik Minuman Jeli Daun Kelor ........................ Sifat Kimia Minuman Jeli Daun Kelor ..................................... Penentuan Produk Terbaik ..................................................... Kadar ß-karoten dalam Minuman Jeli Daun Kelor ................. Karakteristik Minuman Jeli Daun Kelor Dibandingkan dengan Minuman Jeli Di Pasaran.......................................... Mutu Organoleptik Minuman Jeli Selama Penyimpanan ....... Sifat Fisik Minuman Jeli Selama Penyimpanan ................... Sifat Kimia Minuman Jeli Selama Penyimpanan .................... Sifat Mikrobiologis Minuman Jeli Selama Penyimpanan........
31 31 37 43 44 45 45 49 51 55
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
58
Kesimpulan.......................................................................................... Saran .................................................................................................
58 59
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
60
LAMPIRAN ...................................................................................................
63
DAFTAR TABEL Halaman 1
Kandungan energi dan zat gizi daun kelor per 100 g berat basah ....
4
2
SNI Jeli Agar .......................................................................................
10
3
Formula tekstur minuman jeli .............................................................
19
4
Nilai absorbansi ekstrak daun kelor ....................................................
27
5
Komposisi minuman jeli daun kelor ....................................................
30
6
Karakteristik minuman jeli daun kelor dibandingkan dengan minuman jeli di pasaran ......................................................................
45
Modus penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli selama penyimpanan ..........................................................................
46
Angka lempeng total minuman jeli selama penyimpanan ..................
56
7 8
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Daun dan pohon kelor .........................................................................
3
2
Pembuatan minuman jeli daun kelor ..................................................
16
3
Diagram alir penelitian pendahuluan dan lanjutan .............................
22
4
Minuman jeli daun kelor yang dihasilkan ............................................
31
5
Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi ...............................................
32
Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi ...............................................
33
Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi ...............................................
34
Persentase penerimaan panelis terhadap rasa minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi ...............................................
35
Persentase penerimaan umum panelis terhadap minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi ...............................................
36
10
Kadar air minuman jeli daun kelor ......................................................
37
11
Nilai pH minuman jeli daun kelor ........................................................
38
12
Nilai total gula minuman jeli daun kelor .............................................
39
13
Kadar vitamin C minuman jeli daun kelor ...........................................
40
14
Kadar serat makanan larut minuman jeli daun kelor ..........................
41
15
Kadar serat makanan tidak larut minuman jeli daun kelor .................
42
16
Kadar serat makanan total minuman jeli daun kelor ..........................
43
17
Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli pada berbagai taraf lama penyimpanan .............................................
46
Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli pada berbagai taraf lama penyimpanan .............................................
47
Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli pada berbagai taraf lama penyimpanan .............................................
48
Persentase penerimaan umum panelis terhadap minuman jeli pada berbagai taraf lama penyimpanan .............................................
48
21
Viskositas minuman jeli selama penyimpanan ...................................
49
22
Sineresis minuman jeli selama penyimpanan ...................................
50
23
Kadar air minuman jeli selama penyimpanan ....................................
52
24
Nilai pH minuman jeli selama penyimpanan.......................................
53
25
Nilai aw minuman jeli selama penyimpanan.......................................
54
26
Nilai total gula minuman jeli selama penyimpanan ............................
54
27
Kadar vitamin C minuman jeli selama penyimpanan .........................
55
6 7 8 9
18 19 20
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Kuesioner organoleptik minuman jeli daun kelor...................................
63
2
Kuesioner organoleptik minuman jeli selama penyimpanan .................
64
3
Prosedur analisis sifat kimia, fisik, dan mikrobiologis minuman jeli ......
65
4
Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna minuman jeli ...........................
70
5
Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma minuman jeli ..........................
70
6
Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur minuman jeli ..........................
70
7
Hasil uji Kruskal Wallis terhadap rasa minuman jeli..............................
71
8
Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan umum minuman............
71
9
Hasil sidik ragam kadar air minuman jeli daun kelor .............................
71
10 Hasil sidik ragam pH minuman jeli.........................................................
71
11 Hasil sidik ragam total gula minuman jeli ..............................................
72
12 Hasil sidik ragam vitamin C minuman jeli ..............................................
72
13 Hasil sidik ragam serat makanan larut minuman jeli .............................
72
14 Hasil sidik ragam serat makanan tidak larut minuman jeli ....................
72
15 Hasil sidik ragam serat makanan total minuman jeli .............................
72
16 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna minuman jeli selama penyimpanan .............................................................................
73
17 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma minuman jeli selama penyimpanan .............................................................................
73
18 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur minuman jeli selama penyimpanan .............................................................................
73
19 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan umum minuman jeli ..... selama penyimpanan .............................................................................
74
20 Hasil sidik ragam viskositas minuman jeli selama penyimpanan..........
74
21 Hasil sidik ragam sineresis minuman jeli selama penyimpanan ...........
74
22 Hasil sidik ragam kadar air minuman jeli selama penyimpanan ...........
75
23 Hasil sidik ragam pH minuman jeli selama penyimpanan.....................
75
24 Hasil sidik ragam nilai aw minuman jeli selama penyimpanan .............
75
25 Hasil sidik ragam vitamin C minuman jeli selama penyimpanan ..........
75
26 Hasil sidik ragam total mikroba minuman jeli selama penyimpanan ....
76
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelor (Moringa oleifera Lamk) merupakan
tanaman
khas
daerah tropis yang juga mudah tumbuh. Di Indonesia tanaman kelor sudah banyak dijumpai di Aceh, Kalimantan, Ujung Pandang dan Kupang. Di luar negeri, tanaman kelor sudah menyebar di daerah Afrika dan seluruh As ia yang sebagian besar memiliki iklim tropis seperti di Indonesia. Pohon kelor sudah dikenal luas di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal dalam kehidupan. Di Indonesia pohon kelor banyak ditanam sebagai pagar hidup, ditanam di sepanjang ladang atau tepi sawah, berfungsi sebagai tanaman penghijau. Selain itu tanaman kelor juga dikenal sebagai tanaman obat berkhasiat dengan memanfaatkan seluruh bagian dari tanaman kelor mulai dari daun, kulit batang, biji, hingga akarnya (Simbolan, Mangatur & Nelly 2007). Daun kelor dikonsumsi sebagai sayuran dengan rasa yang khas, yang memiliki rasa langu dan juga digunakan untuk pakan ternak karena dapat meningkatkan perkembangbiakan ternak khususnya unggas. Selain dikonsumsi daun kelor juga dijadikan obatobatan dan penjernih air (Anonim 2004). Di dunia internasional budidaya daun kelor merupakan suatu program yang sedang digalakan. Terdapat beberapa julukan untuk pohon kelor, diantaranya The Miracle Tree, Tree for Life, dan Amazing Tree. Julukan tersebut muncul karena
bagian pohon kelor mulai dari daun, buah, biji, bunga, kulit
batang, hingga akar memiliki manfaat yang luar biasa. Tanaman kelor mampu hidup di berbagai jenis tanah, tidak memerlukan perawatan yang intensif, tahan terhadap musim kemarau, dan mudah dikembangbiakan (Simbolan et al. 2007) Potensi yang terkandung dalam daun kelor diantaranya adalah tinggi kandungan protein, ß-karoten, vitamin C, mineral terutama zat besi dan kalsium. Menurut Fuglie (2001), di Afrika dan Asia daun kelor direkomendasikan sebagai suplemen yang kaya zat gizi untuk ibu menyusui dan anak pada masa pertumbuhan.
Produk-produk yang berasal dari daun kelor yang kini sudah
beredar di pasaran diantaranya; teh moringa, minyak, sayuran kaleng dan minuman suplemen moringa (Anonim 2007). Daun kelor yang mempunyai potensi zat gizi seharusnya dapat dimanfaatkan menjadi berbagai produk pangan olahan, diantaranya minuman jeli. Minuman jeli merupakan minuman ringan berbentuk gel, umumnya minuman
jeli memiliki sifat elastis namun konsistensinya atau kekuatan gelnya lebih lemah bila dibandingkan jeli agar. Minuman jeli diharapkan menjadi alternatif minuman sari buah yang dapat mengatasi kestabilan sari buah karena minuman ini memiliki konsistensi gel sehingga dapat menghindari pengendapan, tetapi mudah diminum. Keunggulan dari minuman jeli yaitu bukan hanya sekedar minuman, tapi sekaligus dapat dipakai untuk menunda rasa lapar. Keunggulan lain dari produk minuman jeli adalah adanya kandungan vitamin dan serat alami yang berguna bagi metabolisme tubuh (Pranajaya 2007). Minuman jeli cocok digunakan untuk meningkatkan nilai tambah daun kelor karena merupakan minuman ringan yang banyak digemari oleh masyarakat, mudah dibawa atau dikirim dan juga mempunyai biaya pembuatan yang murah, baik diproduksi pada skala kecil maupun industri. Tujuan Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari cara pembuatan minuman jeli daun kelor sebagai sumber vitamin C dan ß-karoten. Tujuan khusus 1. Mempelajari cara
pembuatan
minuman jeli
daun kelor dan
menentukan formula terbaik dari minuman jeli daun kelor. 2. Mempelajari pengaruh ulangan ekstraksi terhadap daya terima dan sifat kimia minuman jeli daun kelor. 3. Menganalisis kadar ß-karoten yang terkandung dalam minuman jeli daun kelor terbaik. 4. Mempelajari pengaruh lama penyimpanan terhadap sifat kimia, fisik, mikrobiologis dan daya terima minuman jeli daun kelor. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pemanfaatan daun kelor yang dapat dikembangkan menjadi produk minuman jeli. Produk ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif produk pangan yang memiliki khasiat bagi kesehatan.
TINJAUAN PUSTAKA Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk) Sejarah dan Pemanfaatan Pohon kelor sejak zaman dahulu telah tersebar di banyak tempat di dunia dan di Indonesia. Daun kelor
secara luas telah digunakan sebagai bahan
konsumsi makanan manusia, produk-produk farmasi, penjernihan air dan makanan hewan. Di Afrika dan Asia, daun kelor direkomendasikan sebagai suplemen yang kaya zat gizi untuk ibu menyusui dan anak pada masa pertumbuhan (Fuglie 2001). Khasiat daun kelor yang lain adalah sebagai obat sakit kuning, obat sakit mata, obat haid yang tidak teratur, obat pusing, obat sesak nafas, ekspektoran (obat yang dapat memudahkan pengeluaran dahak atau getah radang dari paru-paru), encok, obat mual dan penguat tubuh atau tonik (Anonim 2004).
Gambar 1 Daun dan Pohon Kelor Nama umum dari tanaman ini adalah kelor, beberapa nama sebutan di daerah-daerah tertentu seperti Kelor (Jawa, Sunda, Bali, Lampung), Kerol (Buru), Marangghi (Madura), Moltong (Flores), Kelo (Gorontalo), Keloro (Bugis), Kawano (Sumba), Ongge (Bima) dan Hao fo (Timor). Kelor termasuk jenis tumbuhan perdu dengan tinggi pohon dapat mencapai 8 m. Pohon kelor tidak terlalu besar, batang kayunya getas dan cabangnya jarang. Daun kelor berbentuk bulat, berukuran 2-6 cm dan bersusun majemuk dalam satu tangkai (Anonim 2004). Berdasarkan kandungan yang terdapat dalam daun kelor, saat ini daun kelor banyak dikonsumsi manusia hampir di seluruh dunia. Menurut Ghasi, Nwobodo & Ofili (1999), daun kelor di India digunakan untuk mengobati manusia yang mengidap penyakit jantung dan kegemukan hal ini didasarkan dari kemampuan daun kelor yang dapat mereduksi efek dari kolesterol. Selain itu
daun kelor juga dimanfaatkan oleh anak-anak di India karena memiliki kandungan ß-karoten untuk mencegah defisiensi vitamin A.
Daun kelor di
Nigeria dikonsumsi sebagai sayur-sayuran dan tidak pernah dilaporkan menimbulkan efek pada manusia yang mengkonsumsinya. Daun kelor yang muda biasa dimasak dan dimakan seperti bayam atau digunakan untuk membuat sup dan salad (Foild, Makkar & Becker 2007) Di Indonesia daun kelor dikonsumsi sebagai sayuran dengan rasa yang khas, yang memiliki rasa langu dan juga digunakan untuk pakan ternak karena dapat meningkatkan perkembangbiakan ternak khususnya unggas. Selain dikonsumsi daun kelor juga dijadikan obat-obatan dan penjernih air (Anonim 2004). Energi dan Zat Gizi Daun Kelor Kandungan kimia yang dimiliki daun kelor antara lain asam amino yang berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin, valin, leusin, isoleusin, histidin, lisin, arginin, venilalanin, triftopan, sistein dan methionin (Simbolan et al. 2007). Selain itu daun kelor juga mengandung makro elemen seperti potasium, kalsium, magnesium, sodium, dan fosfor, serta mikro elemen seperti mangan, seng, dan besi. Daun kelor merupakan sumber provitamin A, vitamin B, vitamin C, mineral terutama zat besi. Fuglie (2001) menyebutkan kandungan kimia daun kelor per 100 g adalah sebagai berikut : Tabel 1 Kandungan energi dan zat gizi daun kelor per 100 g Komponen Komposisi Air 75 g Energi 92 Kal Protein 6.8 g Lemak 1.7 g Karbohidrat 12.5 g Serat 0.9 g Kalsium 440 mg Potasium 259 mg Fosfor 70 mg Besi 7 mg Zinc 0.16 mg ß-karoten 6.78 mg Tiamin (vitamin B1) 0.06 mg Riboflavin (vitamin B2) 0.05 mg Niacin (vitamin B3) 0.8 mg Vitamin C 220 mg Sumber : Fuglie 2001
Senyawa antinutrisi yang banyak terkandung dalam daun kelor antara lain saponin, tanin dan fenol. Saponin adalah glikosida dalam tanaman dan terdiri atas gugus sapogenin (steroid; C27) atau triterpenoid (C30), gugus heksosa, pentosa, atau asam uronat. Senyawa ini mempunyai rasa pahit dan berbusa bila dilarutkan dalam air. Saponin dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah, dan sangat beracun terhadap hewan berdarah dingin, sedangkan terhadap hewan berdarah panas daya toksisitasnya berbeda-beda (Winarno 1992). Saponin pada daun kelor tidak menimbulkan efek yang berbahaya bagi manusia yang telah mengkonsumsinya. Menurut Duke (1983), saponin hadir dalam dua bentuk yaitu steroid (C27) dan triterpenoids (C30) saponin yang terdapat dalam daun kelor bersifat non hemolitik. Perlakuan panas dalam keadaan basah atau pemisahan dengan ekstraksi alkohol dapat mengurangi saponin. Menurut Foild et al. (2007) daun kelor segar mengandung 5% saponin sedangkan daun kelor yang telah diekstraksi dengan alkohol mengandung saponin sebesar 0,2%. Tanin banyak dijumpai di alam dan terdapat pada tiap-tiap bagian tumbuhan khususnya tanaman di daerah tropis pada daun dan kulit kayu. Tanin dapat menyebabkan rasa sepat karena saat dikonsumsi akan terbentuk ikatan silang antara tanin dengan protein atau glikoprotein di rongga mulut sehingga menimbulkan perasaan kering dan berkerut (Jamriati 2008). Foild et al. (2007), menambahkan bahwa kandungan tanin dalam daun kelor sebanyak 1.4%. Fenol banyak terdapat dalam tanaman dan biasanya pada saat diekstraksi dapat bersifat larut dalam alkohol. Kandungan fenol dalam daun kelor segar sebesar 3,4% sedangkan pada daun kelor yang telah diekstrak sebesar 1,6% (Foild et al. 2007). ß-karoten Vitamin A dalam diet manusia sebagian besar berasal dari vitamin A retinol dan provitamin A karotenoid. Karoten merupakan sumber utama provitamin A yang banyak terdapat dalam bahan-bahan nabati terutama sayursayuran dan buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning. Terdapat hubungan langsung antara derajat kehijauan sayuran dengan kadar karoten. Semakin hijau daun tersebut semakin tinggi karotennya. Dalam tanaman terdapat beberapa jenis karoten yang merupakan provitamin A. Jenis karoten yang paling banyak ditemui adalah a, ß dan ?-karoten, mungkin juga kriptoxantin (Winarno 1992). Diantara ketiga jenis karoten, ß-karoten merupakan provitamin A yang paling
potensial karena ekivalen dengan 2 mol vitamin A (Andarwulan & Koswara 1992). Provitamin A lebih stabil dibandingkan dengan vitamin A selama pengolahan pangan. Hal ini mungkin disebabkan oleh keberadaan karotenoid dalam lokasi yang terhindar dari O2 dalam bahan pangan, misalnya dalam bentuk dispersi koloid pada media lemak atau bentuk kompleks dengan protein (Andarwulan & Koswara 1992). Karoten yang berasosiasi dengan lipid/protein akan terlindungi dari oksidasi (Damayanthi, Marliyati, Syarief & Sukandar 1997). Andarwulan dan Koswara (1992), melaporkan bahwa pada pemasakan buncis segar atau buncis beku, sedikit atau tidak ada karotenoid yang rusak. Hal ini juga terjadi pada wortel beku. Pengukusan menghasilkan kerusakan ß-karoten yang lebih sedikit dibandingkan dengan perebusan. Pada pengukusan wortel diperoleh retensi ß-karoten sebesar 91-93%, sedangkan pada pengukusan bayam sebesar 98%. Pada perebusan wortel, ubi jalar, tomat, asparagus, kubis, brokoli, kacang kapri dan sayuran lainnya retensi ß-karoten berkisar antara 84100%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pembuatan 20 macam makanan umumnya karoten sangat stabil. Sebagian proses pemasakan tersebut dapat menahan jumlah karoten mendekati 100%. Provitamin A mempunyai sifat yang mudah teroksidasi oleh udara karena karoten merupakan molekul organik yang mempunyai ketidakjenuhan tinggi. Karoten akan rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi bersama udara, sinar dan lemak yang sudah tengik (Winarno 1992). Damayanthi et al. (1997), menegaskan bahwa vitamin A dan ß-karoten peka terhadap zat pengoksidasi, cahaya ultraviolet dan dekomposisinya dipercepat oleh katalis ion logam. Perubahan struktur ß-karoten dalam pengolahan dan penyimpanan makanan dapat terjadi melalui berbagai jalur, tergantung pada kondisi reaksi, seperti suhu tinggi, oksidasi kimiawi, oksidasi yang dikatalis oleh cahaya, pemasakan dan pengolahan (Andarwulan & Koswara 1992). Kerusakan provitamin A (ß-karoten) pada pemasakan atau pengawetan bahan pangan tanpa adanya O2 hanya akan menyebabkan transformasi cis-trans isomer ke bentuk neo-ß-karoten yang masih mempunyai aktivitas vitamin A sebesar 38%. Jika terdapat O2, kerusakan karotenoid terjadi lebih banyak dan dipacu oleh enzim dan cahaya (Andarwulan & Koswara 1992). Karoten yang dipanaskan pada suhu 60°C mengalami isomerisasi cis-trans. Cis-isomer mempunyai aktivitas vitamin A yang lebih rendah dari trans-isomer. Secara
alamiah, karoten umumnya terdapat dalam bentuk trans-isomer tetapi juga ada yang berbentuk cis-isomer (Klaui & Baurnfeid 1981) Pengolahan pangan dengan pemanasan akan mempengaruhi kandungan karoten pada sayuran. Lebih lanjut Bauernfeid (1981), menyatakan besar kecilnya pengaruh pemanasan terhadap kandungan karoten sayuran dipengaruhi oleh : (1) waktu dan temperatur pengolahan; (2) jumlah O2 yang tersedia selama proses; (3) pH dari bahan yang diolah; (4) tersedianya logam-logam yang bersifat katalis dan prooksidan yang terdapat dalam bahan yang diolah; (5) sinar matahari dan (6) tersedianya antioksidan dalam bahan yang diolah. Pemanasan dalam suasana asam (pH 4,5 atau kurang) akan mengakibatkan terjadinya isomerisasi dari satu/dua ikatan rangkap dari semua trans karotenoid menjadi isomer campuran cis-trans karotenoid. Aktivitas isomer cis lebih rendah dibandingkan isomer trans, maka isomerisasi sebagian ini pada suasana asam akan menurunkan aktivitas vitamin A (Damayanti et al. 1997). Kerusakan yang berarti pada karoten terjadi karena proses pengeringan (dehidrasi). Monica dan Dowell (1985) dalam Andarwulan dan Koswara (1992), melaporkan bahwa kehilangan ß-karoten pada wortel yang dikeringkan dengan menggunakan pengeringan kabinet, pengeringan dengan udara panas dan pengeringan beku (freeze drying) berturut-turut adalah 26%, 19%, dan 15%. Sweeney dan Marsh (1971) yang dikutip Andarwulan dan Koswara (1992), menambahkan bahwa kehilangan ß-karoten sebesar 13% pada pengeringan dengan pengeringan beku (freeze drying). Akan tetapi pengepakan dengan O2 rendah dapat menurunkan kecepatan kerusakan selama penyimpanan. Konsumsi dan kecukupan vitamin A dinyatakan dalam satuan Retinol Ekivalen (RE). Kandungan vitamin A dalam daftar komposisi bahan makanan (DKBM) sebaiknya tercantum dalam satuan mikrogram (µg) retinol, µg ß-karoten dan µg karoten lainnya, sehingga total vitamin A dalam satuan RE dapat dihitung (Hardinsyah & Martianto 1992). Hubungan antara satuan-satuan tersebut dengan RE didefinisikan sebagai berikut: 1 RE sama dengan 1 µg retinol, 6 µg ß-karoten, 12 µg karoten lainnya, 3.33 Satuan Internasional (SI) vitamin A aktif dari karoten lainnya (Hardinsyah 1988). Tingkat kecukupan vitamin A menunjukkan ukuran penilaian konsumsi vitamin A, yang merupakan rasio konsumsi terhadap kecukupan vitamin A yang dinyatakan dalam persen (Hardinsyah 1988). Di Indonesia yang dianggap memiliki prevalensi tinggi KVA adalah anak balita. Menurut Muhilal & Sulaeman
(2004), angka kecukupan vitamin A seorang anak usia 1-2 tahun adalah 400 RE atau setara dengan 2400 µg ß-karoten. Orang dewasa memiliki angka kecukupan vitamin A sebesar 600 RE atau 3600 µg ß-karoten (pria) dan 500 RE atau 3000 µg ß-karoten (wanita). Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya terang, deferensiasi sel, imunitas, pertumbuhan dan perkembangan serta reproduksi. Kekurangan vitamin A dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi vitamin A, gangguan penyerapan dan penggunaan dalam tubuh, serta kebutuhan yang meningkat. Kekurangan vitamin A banyak terjadi di negara berkembang termasuk di Indonesia, karena makanan sumber vitamin A pada umumnya memiliki harga yang mahal (Almatsier 2002). Vitamin C Vitamin C merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat. Vitamin C yang ada di alam terutama adalah L-asam askorbat. D-asam askorbat jarang terdapat di alam dan hanya memiliki 10% aktivitas vitamin C. Vitamin C mempunyai rumus empiris C6H8O6 dalam bentuk kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau (Andarwulan & Koswara 1992). Sumber vitamin C terutama berasal dari sayuran dan buahbuahan. Buah jeruk baik yang dibekukan maupun yang dikalengkan merupakan sumber vitamin C yang tinggi, jambu, nenas, belimbing juga memiliki kandungan vitamin C yang tinggi. Bayam, brokoli, cabe hijau dan kubis juga merupakan sumber vitamin C yang baik bahkan setelah dimasak (Winarno 1992). Vitamin C disintesis secara alami baik dalam tanaman maupun hewan, dan mudah dibuat dari gula dengan biaya yang sangat rendah. Vitamin C bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh luar dan dapat menyebabkan kerusakan. Vitamin C memiliki sifat mudah larut dalam air, mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta katalis besi dan tembaga. Oksidasi dapat dihambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau pada suhu yang rendah (Winarno 1992). Vitamin C adalah suatu turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat berkaitan dengan monosakarida. Vitamin C cukup stabil dalam keadaan kering, tetapi dalam keadaan larut mudah rusak karena bersentuhan dengan udara terutama bila terkena panas (Almatsier 2002). Asam askorbat sangat larut dalam air sehingga mudah hilang akibat luka di permukaan atau pada waktu pemotongan bahan pangan. Kehilangan vitamin
C pada pemasakan atau pengolahan sayuran sangat bervariasi tergantung pada jenis sayuran dan proses yang digunakan. Perlakuan panas pada waktu memasak sayuran selama satu jam mengakibatkan kerusakan vitamin C lebih dari 50% (Andarwulan & Koswara 1992). Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, diantaranya sebagai koenzim. Beberapa turunan vitamin C seperti asam eritrobik dan askorbik palmitat digunakan sebagai antioksidan di dalam industri pangan untuk mencegah proses menjadi tengik, perubahan warna pada buah-buahan dan untuk mengawetkan daging (Almatsier 2002). Jelly Drink Jelly merupakan makanan ringan berbentuk gel yang dapat dibuat dari pektin, agar, karagenan, gelatin atau senyawa hidrokoloid lainnya dengan penambahan gula, asam dan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan (SNI 01-3552-1994). Jelly drink adalah produk minuman yang berbentuk gel, yang dapat dibuat dari pektin, agar, karagenan, gelatin, atau seyawa hidrokoloid lainnya dengan penambahan gula, asam, dan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Produk jelly drink diharapkan menjadi alternatif minuman sari buah yang dapat mengatasi kestabilan pada sari buah karena minuman ini memiliki konsistensi gel sehingga dapat menghindari pengendapan, namun mudah diminum. Jelly drink memiliki konsistensi gel yang lemah sehingga memudahkan untuk disedot sebagai minuman (Noer 2006). Bahan-bahan pendukung dalam pembuatan jelly drink diantaranya adalah jelly powder dengan kandungan utama berupa karagenan didalamnya, potasium sitrat, sukrosa, asam sitrat, pengawet, dan pewarna (Noer 2006). Syarat mutu yang harus dimiliki oleh jeli dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Syarat mutu jeli (SNI 01-3552-1994) No 1. 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Keadaan Keadaan Bentuk Bau Rasa Warna Tekstur
2.
Jumlah gula (dihitung sebagai sakarosa)
3. 3.1 3.2 3.3
Bahan Tambahan Makanan Pemanis buatan Pewarna tambahan Pengawet
4. 4.1 4.2 4.3 4.4
Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) (Sn)
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks 0.5 Maks 5.0 Maks 20 Maks 40
5.
Cemaran Arsen
mg/kg
Maks 0.1
Koloni/g APM/g APM/g Koloni/g Koloni/g
Maks 10 Maks 20 <3 Negatif/ 25 g 2 Maks 10 Maks 50
6. 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 6.6 Sumber
Cemaran Mikroba Angka lempeng total Bakteri coliform E. coli Salmonella Staphylacoccus aureus Kapang dan khamir SNI 01-3552-1994
Satuan
Persyaratan Semi padat Normal Normal Normal Kenyal
% b/b
Min 20
Negatif Sesuai SNI No.01-0222-1987 Sesuai SNI No.01-0222-1987
4
Karagenan Karagenan adalah polisakarida berantai lurus dari D-galaktosa dan 3,6 anhidro D-galaktosa yang mengandung sulfat yang diekstrak dari berbagai ganggang merah (Fardiaz 1989). Sedangkan menurut Meyer (1978), karagenan diisolasi dari irish moss dengan ekstraksi menggunakan air panas, merupakan campuran polisakarida yang terbuat dari galaktosa mono- atau di-sulfat. Karagenan terutama terdiri dari ester-ester kalium, natrium, magnesium, kalsium dan amonium sulfat dari polimer melalui ikatan a-1,3 dan ß-1,4. karagenan terdiri dari tiga fraksi utama yaitu ? (kappa)-, ? (lamda)- dan ?(iota)karagenan. Kappa- dan iota-karagenan dapat membentuk gel sedangkan lamdakaragenan tidak. ? (kappa)-karagenan merupakan polimer D-galaktosa-4-sulfat dan 3,6-anhidro-D-galktosa yang tersusun secara bergantian. ? (iota)-karagenan strukturnya sama dengan ? (kappa)-karagenan kecuali 3,6-anhidrogalaktosa bersulfat pada atom karbon nomor dua. Pada ? (lamda)-karagenan, gugusan
rantai yang saling bergantian adalah kebanyakan D-galaktosa-2-sulfat yang terikat melalui ikatan a-1,3 dan D-galaktosa-2,6-disulfat yang terikat melalui ikatan ß-1,4 (Fardiaz 1989). Fraksi karagenan larut dalam panas khususnya di atas suhu 70°C, hanya ? (lamda)-karagenan dan garam-garam natrium dari ?- dan ?-karagenan yang larut dalam air dingin. Semua larutan karagenan cenderung membentuk gel jika didinginkan. ? (kappa) dan ? (iota)-karagenan pada konsentrasi 0,1-0,5% dan dikombinasikan dengan galaktomanan dan garam-garam kalium, jika dilarutkan dengan pemanasan akan membentuk gel yang jernih, elastis dan stabil pada suhu kamar (Fardiaz 1989). Karagenan stabil pada pH 7 atau lebih, penurunan pH menyebabkan penurunan stabilitas khususnya pada suhu tinggi. Penurunan pH menyebabkan hidrolisis polimer karagenan, yang mengakibatkan kehilangan viskositas dan kemampuan untuk membentuk gel. Namun pada kenyataannya gel akan terbentuk walaupun pada pH yang rendah dan hidrolisis terjadi tidak lama kemudian dan gel tetap stabil (Glicksman 1983). Sukrosa Peran gula pada produksi pangan sangat penting terutama sebagai pemberi rasa manis dan sukrosa adalah bahan yang biasa digunakan. Sukrosa merupakan disakarida yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengolahan makanan. Sumber bahan pangan yang mengandung sukrosa diantaranya adalah tebu, bit, siwalan, dan kopyor (Winarno 1992). Sukrosa mempunyai sifat mudah larut dalam air dan kelarutannya akan meningkat dengan adanya pemanasan. Titik leleh sukrosa adalah pada suhu 60°C dan akan membentuk cairan yang jernih. Pada pemanasan selanjutnya akan berwarna cokelat atau dikenal dengan proses browning (Buckle, Edwards, Fleet & Wooton 1987). Tujuan penambahan bahan pemanis adalah untuk memperbaiki flavor (rasa dan bau) bahan makanan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan. Penambahan pemanis juga dapat memperbaiki tekstur bahan makanan misalnya kenaikan viskositas, menambah bobot rasa sehingga meningkatkan mutu sifat kunyah (mouth fulness) bahan makanan. Sukrosa merupakan pemanis yang paling banyak digunakan karena flavornya lebih dapat memberikan kenikmatan manis pada manusia sehingga dianggap sebagai pemanis baku (Winarno & Rahayu 1994).
Kalium Sitrat Kalium sitrat yang ditambahkan dalam pembuatan minuman jeli berfungsi untuk
membentuk
sistem
buffer
bersama
dengan
asam
yang
dapat
mempertahankan pH dimana minuman jeli bisa lebih stabil. Kappa karagenan akan membentuk gel yang kokoh dengan adanya kation kalium, sebaliknya bila kationnya adalah sodium maka gugus sulfat yang terdapat pada karagenan akan larut dalam air dingin dan tidak membentuk gel. Penambahan garam kalium yang terlalu banyak, akan menyebabkan gel yang terbentuk menjadi rapuh dan meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya sineresis, yaitu suatu peristiwa dimana cairan merembes keluar dari struktur gel (Noer 2006). Perisa Perisa digolongkan sebagai bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah, atau mempertegas rasa dan aroma (Winarno & Rahayu 1994). Senyawa-senyawa ester tertentu (flavormatik) mempunyai aroma yang menyerupai aroma buah-buahan, misalnya amil asetat mempunyai aroma yang menyerupai aroma pisang, benzil asetat mempunyai aroma strawberry dan amil kaproat mempunyai aroma nanas dan apel (Winarno 1992). Penambahan perisa bertujuan untuk mencegah hilangnya flavor akibat pemasakan pada suhu tinggi dan waktu pemasakan yang terlalu lama. Pemberian perisa sangat penting dalam mempengaruhi tanggapan organoleptik dan lebih lanjut dapat mempengaruhi penerimaan konsumen. Penggunaannya dapat memberikan aroma yang disukai oleh konsumen (Muchtadi & Ali 1991). Pewarna Penentuan mutu bahan pangan sangat tergantung pada beberapa faktor diantaranya warna, aroma, tekstur, citarasa dan nilai gizi. Tetapi sebelum faktorfaktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan sangat menentukan penerimaan konsumen (Cahyadi 2006). Penambahan pewarna pada makanan bertujuan untuk memperbaiki penampakan, mendapatkan warna yang seragam, mendapatkan warna yang lebih tua dari aslinya, melindungi zat-zat flavor dan vitamin yang peka terhadap cahaya selama penyimpanan. Pewarna terdiri atas pewarna alami dan pewarna buatan. Pewarna sintetik mempunyai keuntungan dibandingkan dengan pewarna alami, yaitu mempunyai kestabilan yang lebih tinggi, mewarnai lebih kuat, lebih seragam dan lebih murah (Sulaeman 1990).
Natrium Benzoat Bahan pengawet adalah bahan kimia yang dapat mempertahankan makanan terhadap serangan bakteri dan khamir. Benzoat lebih efektif digunakan dalam makanan yang asam sehingga banyak digunakan sebagai pengawet di dalam sari buah-buahan, jeli, sirup dan makanan lainnya yang mempunyai pH rendah (Winarno 1992). Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Kelarutan garamnya lebih besar maka biasa digunakan dalam bentuk garam Na-benzoat (Winarno 1992). Aktivitas optimum natrium benzoat pada kisaran pH 2,5-4,0 dengan konsentrasi maksimum adalah 0,1%. Daya pengawet asam benzoat berkurang atau tidak ada pada pH 6-7, karena asam benzoat telah banyak terdisosiasi sehingga tidak efektif (Sulaeman 1990). Penggunaan asam benzoat dibatasi dalam hampir semua produk buahbuahan dan sering digunakan bersama dengan belerang dioksida. Asam benzoat lebih efektif terhadap khamir dan bakteri dari pada kapang dan pada konsentrasi diatas 25 mg/l asam tidak terurai akan menghambat pertumbuhan kapang (Buckle et al. 1987). Menurut Dirjen POM (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomer 235/Men.Kes/Per/VI/79), natrium benzoat dapat digunakan sebagai bahan pengawet dalam sari buah dengan batas maksimum penggunaan 1000 mg/kg. Organoleptik Pengujian inderawi adalah pengujian bahan secara subjektif dengan pertolongan panca indera manusia. Pada umumnya uji organoleptik atau disebut juga pengujian secara sensory evaluation didasarkan atas indera penglihatan, indera peraba, indera pencium, indera perasa dan mungkin indera pendengar (Damayanti et al. 1997). Mutu organoleptik adalah sifat produk atau komoditas pangan yang hanya dikenali atau diukur dengan proses penginderaan yaitu penglihatan dengan mata, pembauan dengan hidung, pencicipan dengan rongga mulut, perabaan dengan ujung jari tangan dan pendengaran dengan telinga. Penentuan peneriman terhadap produk minuman jeli dapat dilakukan melalui uji hedonik atau kesukaan. Uji hedonik meliputi tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan umum terhadap minuman jeli (Soekarto 1985).
Kualitas makanan yang dapat ditentukan oleh indera digolongkan menjadi tiga kategori yaitu faktor-faktor rupa, tekstur dan aroma. Faktor-faktor rupa adalah sifat-sifat seperti ukuran, bentuk, keutuhan, warna, kekentalan dan sebagainya. Faktor-faktor tekstur adalah rabaan oleh tangan seperti keempukan dan mudah tidaknya dikunyah. Faktor-faktor aroma adalah bau dan rasa sekaligus, misalnya rasa manis, asam, pahit dan harum. Terdapat beberapa uji organoleptik yang biasa digunakan dalam industri pangan diantaranya, uji kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik. Pada uji hedonik panelis diminta tanggapan pribadinya mengenai kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu produk, sedangkan pada uji mutu hedonik tanggapan yang diberikan berdasarkan kesan baik atau buruk (Damayanti et al. 1997).
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2008. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Analisis Zat Gizi dan Laboratorium Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Pengolahan Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Mikrobiologi Seafast, Institut Pertanian Bogor dan Balai Besar Industri Agro (BBIA), Bogor. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun kelor, gula, jelly powder, kalium sitrat, perisa melon, pewarna makanan, natrium benzoat serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis kimia. Jelly powder dan kalium sitrat diperoleh dari PT. Halim Sakti Pratama, Jakarta. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan minuman jeli yaitu pisau, blender, panci, kompor gas, kain saring, termometer, timbangan, baskom, cup. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah pH meter, aw meter, termometer, refraktometer, pipet, timbangan analitik, penangas air, stirer, dan alat-alat yang digunakan untuk melakukan analisis kimia. Metode Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi tiga tahap, yaitu mempelajari cara pembuatan minuman jeli, penentuaan perbandingan daun kelor dan air dalam pembuatan ekstrak daun kelor dan formulasi minuman jeli daun kelor. 1. Cara Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor Minuman jeli daun kelor merupakan modifikasi minuman jeli yang telah ada. Modifikasi yang dilakukan dalam hal bahan baku utama pembuat minuman jeli dan komposisi bahan penyusun minuman jeli. Minuman jeli yang telah ada di pasaran secara umum memiliki komposisi sebagai berikut; air, gula pasir, karagenan, asam sitrat, pemanis buatan, kalium sitrat, perisa, pengawet natrium benzoat, pengemulsi nabati dan pewarna buatan. Penelitian ini menggunakan ekstrak daun kelor sebagai bahan utama pengganti air pada minuman jeli yang
beredar di pasaran. Prosedur pembuatan minuman jeli daun kelor dapat dilihat pada Gambar 2. Daun kelor ? Dicuci ? Diblansir pada suhu 100°C selama 1 menit ? Diblender selama 5 menit ? Disaring ? Diambil filtratnya ? Ditambahkan gula ? Dipanaskan sampai suhu 75°C ? Ditambahkan jelly powder dan potasium sitrat ? Dipanaskan pada suhu 75°C selama 5 menit ? Ditambahkan perisa, pewarna dan natrium benzoat ? Dimasukkan ke dalam cup ? Dilakukan sealing dengan sealer ? Dilakukan pasteurisasi pada suhu 75ºC selama 15 menit ? Minuman jeli daun kelor Gambar 2 Diagram alir pembuatan jelly drink (Modifikasi dari Ferizal, 2005) Pembuatan minuman jeli daun kelor merupakan modifikasi dari penelitian pembuatan minuman jeli sayur dan buah oleh Ferizal (2005). Ferizal menggunakan ekstrak campuran sayur dan buah yang terdiri dari lemon, nenas, wortel dan tomat. Pembuatan minuman jeli daun kelor tidak menggunakan asam sitrat karena penggunaan asam sitrat menjadikan warna minuman jeli menjadi cokelat. Hal ini disebabkan karena klorofil mempunyai sifat yang labil terhadap asam. Pada suasana asam ion Mg 2+ dalam klorofil akan disubtitusikan dengan ion H+, hal ini menyebabkan berubahnya warna klorofil yang hijau menjadi cokelat, yaitu warna dari feofitin (Gross 1991 dalam Prangdimutri, Muchtadi, Made & Fransiska 2006).
Selain itu asam menyebabkan isomerisasi semua isomer trans karotenoid menjadi cis karotenoid yang menyebabkan penurunan aktivitas vitamin A (Mortensen & Skibsted 2000 dalam MacDougall 2002). 2. Penentuan Perbandingan Daun Kelor dan Air Ekstrak daun kelor dibuat dengan cara mencampurkan air dan daun kelor, dengan berbagai perbandingan. Perbandingan antara daun kelor dan air (daun kelor : air) yang dicobakan adalah 1:5, 1:10, 1:15 dan 1:20. Penentuan perbandingan tersebut berdasarkan pada konsentrasi yang digunakan dalam ekstraksi bahan secara umum yang berkisar antara 1:5 sampai 1:20. Setelah penghancuran dilakukan penyaringan dan didapat ekstrak daun kelor. Kemudian dilakukan pembacaan absorbansi pada masing-masing ekstrak daun kelor yang didapat dari taraf perlakuan perbandingan antara daun kelor dan air (1:5, 1:10, 1:15 dan 1:20). Selanjutnya dilakukan pemilihan ekstrak daun kelor yang mempunyai nilai absorbansi tertinggi. Ekstrak daun kelor yang terpilih kemudian dibuat minuman jeli, dengan penentuan ulangan ekstraksi yang berbeda. Taraf ulangan ekstraksi yang dicobakan yaitu satu kali, dua kali dan tiga kali. Pengertian ulangan ekstraksi dalam penelitian ini adalah penghancuran daun kelor menggunakan blender (pada ulangan ekstraksi yang kedua dan ketiga yang dihancurkan adalah ampas daun kelor hasil penyaringan) dan untuk tiap ulangan ekstraksi ditambahkan air. Pada perlakuan ulangan ekstraksi satu kali, penambahan air pada daun kelor dilakukan sekaligus (100% dari total air yang akan ditambahkan, yaitu 15 kali berat daun kelor) ketika melakukan ekstraksi menggunakan blender. Pada perlakuan ulangan ekstraksi dua kali, total air yang ditambahkan dibagi menjadi dua bagian, yaitu 50% dari total air yang ditambahkan pada perlakuan ulangan ekstraksi satu kali (7,5 kali berat daun kelor). Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali. Ekstraksi pertama dilakukan pada daun kelor segar dengan menambahkan sebagian air (50%), lalu dilakukan penyaringan. Ekstraksi kedua dilakukan dengan cara mengekstrak ampas/padatan hasil penyaringan ekstraksi pertama dengan air yang belum ditambahkan. Kemudian filtrat hasil ekstraksi pertama digabungkan dengan filtrat hasil ekstraksi kedua. Pada perlakuan ulangan ekstraksi tiga kali, air yang ditambahkan untuk mengekstrak dibagi menjadi tiga bagian, yaitu 33,33% dari total air yang ditambahkan pada perlakuan ulangan ektraksi satu kali (5 kali berat daun kelor). Ekstraksi pertama dilakukan pada daun kelor segar dengan menambahkan air
sebesar 33,33% dari total air yang akan ditambahkan selama ekstraksi, kemudian dilakukan penyaringan. Ekstraksi kedua dilakuakan dengan cara mengekstrak ampas/padatan hasil penyaringan ekstraksi pertama dengan air sebesar 33,33% dari total air yang akan ditambahkan selama ekstraksi. Ekstraksi ketiga dilakuakan dengan mengekstrak ampas/padatan hasil penyaringan ekstraksi kedua dengan sisa air yang belum ditambahkan untuk ekstraksi. Kemudian masing-masing filtrat hasil ekstraksi pertama, kedua dan ketiga digabungkan. 3. Formulasi Minuman Jeli Daun Kelor Proses formulasi terdiri dari beberapa tahap yaitu penentuan konsentrasi gula dan konsentrasi perisa yang dapat menutupi bau langu daun kelor, penentuan konsentrasi jelly powder dan kalium sitrat, serta penentuan konsenterasi pewarna dan pengawet. Formulasi minuman jeli daun kelor dilakukan dengan mencampurkan ekstrak daun kelor dengan bahan penyusun minuman jeli yang terdiri dari gula, jelly powder, kalium sitrat, perisa, pewarna, dan natrium benzoat. Proses pencampuran memerlukan pemanasan untuk melarutkan semua bahan penyusun. a. Penentuan Konsentrasi Gula dan Perisa Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh minuman jeli yang disukai panelis. Pada proses penentuan konsentrasi gula digunakan beberapa taraf konsentrasi gula yang dicobakan yaitu 12%, 13% dan 14% dari berat total ekstrak daun kelor. Hal ini didasarkan pada penelitian Ferizal (2005). Penentuan konsentrasi gula dilakukan dengan pencicipan menggunakan panelis terbatas. Setelah didapat konsentrasi gula yang paling disukai panelis, penelitian dilanjutkan dengan penentuan konsentrasi perisa. Penambahan perisa dilakukan pada formula terpilih hasil penelitian penentuan konsentrasi gula. Perisa yang digunakan adalah perisa melon. Penentuan konsentrasi perisa dilakukan secara trial and error sampai didapat rasa dan aroma yang disukai oleh panelis. Konsentrasi perisa yang dicobakan adalah 0,7%, 0,8% dan 0,9% dari berat total ekstrak daun kelor. Hal ini didasarkan pada batas aman penggunaan perisa, yaitu sebesar 1% per berat bahan. Konsentrasi perisa ditentukan dengan cara pencicipan oleh panelis terbatas. Berdasarkan pencicipan diketahui bahwa taraf konsentrasi perisa yang dicobakan tidak disukai panelis, karena bau dan rasa melon yang terlalu menyengat. Sehingga konsentrasi perisa yang dicobakan perlu dikurangi.
Kemudian digunakan konsentrasi perisa sebesar 0,3%, 0,4% dan 0,5% dan dilakukan pencicipan kembali. b. Penentuan Konsentrasi Jelly Powder dan Kalium Sitrat Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh tekstur minuman jeli yang disukai panelis. Jumlah jelly powder dan kalium sitrat yang ditambahkan ditentukan berdasarkan penelitian Ferizal (2005), jumlah jelly powder yang dicobakan adalah 0,2%, 0,3% dan 0,4% dari berat total ekstrak daun kelor, sementara jumlah kalium sitrat yang dicobakan adalah 0,15% dan 0,3%. Ketiga konsentersi jelly powder dan kalium sitrat dikombinasikan (Tabel 3). Tekstur minuman jeli ditentukan dengan penekanan oleh tangan, kemudian masingmasing minuman jeli hasil kombinasi antara jelly powder dan kalium sitrat dibandingkan teksturnya dengan minuman jeli yang ada di pasaran. Tabel 3 Kombinasi formula tekstur minuman jeli daun kelor Kalium sitrat 0,15%
0,3%
Jelly powder
Formula
0,2%
F1
0,3%
F2
0,4%
F3
0,2%
F4
0,3%
F5
0,4%
F6
Minuman jeli F2 memiliki tekstur yang paling mirip dengan tekstur minuman jeli yang ada di pasaran, namun minuman jeli F2 yang disimpan selama tiga hari cenderung mengalami sineresis, sehingga ditambahkan jelly powder sebanyak 0,05% untuk mencegah sineresis yang terlalu tinggi. Penambahan jelly powder sebanyak 0,05% tetap menghasilkan minuman jeli yang disukai panelis dan mudah disedot. c. Penentuan Konsentrasi Pengawet dan Pewarna Pewarna yang digunakan adalah pewarna jenis Tartasine CI Briliant Blue CI, penambahan pewarna disesuaikan dengan anjuran pemakaian yang tertera pada label penggunaan, yaitu sebesar 300 ppm. Banyaknya natrium benzoat yang digunakan ditentukan berdasarkan batas maksimal penggunaan natrium benzoat yaitu sebesar 0,1% per berat bahan (Sulaeman 1990). Penggunaan jumlah tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa minuman jeli mudah ditumbuhi mikroorganisme karena minuman jeli memiliki kadar air yang tinggi, keasaman yang rendah dan penyimpanan minuman jeli dilakukan pada suhu
kamar. Kondisi-kondisi tersebut merupakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme. Penelitian Lanjutan Penelitian lanjutan terdiri dari beberapa bagian yaitu pembuatan minuman jeli dengan taraf ulangan ekstraksi, menganalisis daya terima minuman jeli daun kelor melalui uji hedonik (kesukaan) dan menentukan minuman jeli daun kelor terbaik hasil uji organoleptik, menganalisis sifat kimia minuman jeli daun kelor, menganalisis kadar ß-karoten yang terkandung dalam minuman jeli daun kelor terbaik, dan menganalisis sifat kimia, fisik, mikrobiologis, serta daya terima minuman jeli selama penyimpanan. 1. Analisis Daya Terima Minuman Jeli Daun Kelor Analisis daya terima minuman jeli dilakukan dengan cara uji organoleptik dengan metode uji hedonik (kesukaan). Penilaian dilakukan terhadap lima parameter yaitu warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan umum. Uji hedonik (kesukaan) dilakukan terhadap 25 panelis agak terlatih. Panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap contoh produk berdasarkan skala hedonik 1 sampai 6. Tingkat penilaian meliputi: (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) agak suka, (5) suka, dan (6) sangat suka. Pengujian dilakukan dengan menggunakan kuesioner (Lampiran 1). 2. Analisis Sifat Kimia Minuman Jeli Daun Kelor Minuman jeli hasil ulangan ekstraksi pertama, kedua dan ketiga dianalisis sifat kimianya. Sifat kimia yang dianalisis meliputi kadar air dengan metode oven biasa (Sulaeman, Anwar, Rimbawan & Marliyati 1995), pH (Apriyantono, Fardiaz, Sedarnawati, Budianto 1989), kadar serat makanan dengan metode enzimatis (Sulaeman et al. 1995), total gula dengan metode refraktometri (Sulaeman et al. 1995), dan kadar vitamin C dengan metode iodimetri (Apriyantono et al. 1989). 3. Analisis Kadar ß-karoten Minuman Jeli Daun Kelor Terbaik Kadar ß-karoten pada minuman jeli daun kelor terbaik dianalisis dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). 4. Analisis Sifat Fisik, Kimia, Mikrobiologis dan Daya Terima Minuman Jeli selama Penyimpanan Penyimpanan minuman jeli dilakukan pada suhu ruang (28-30°C) dengan taraf lama penyimpanan 0 minggu, 2 minggu, dan 4 minggu. Penentuan taraf lama penyimpanan minuman jeli berdasarkan pada penelitian Adi (2006), yang
menunjukkan bahwa lamanya penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap total mikroba minuman jeli lidah buaya. Sifat kimia minuman jeli
yang dianalisis selama penyimpanan meliputi
kadar air, pH, aktivitas air (a w), total gula, dan vitamin C. Sedangkan sifat fisik yang dianalisis adalah viskositas dan sineresis. Uji total mikroba terhadap minuman jeli daun kelor juga dilakukan selama penyimpanan dengan metode TPC (Total Plate Count). Analisis daya terima minuman jeli daun kelor selama penyimpanan dilakukan dengan uji organoleptik. Penilaian dilakukan terhadap empat parameter yaitu warna, aroma, tekstur dan penerimaan umum. Uji hedonik (kesukaan) dilakukan terhadap 15 panelis agak terlatih. Parameter rasa tidak dinilai karena uji organoleptik ini menyangkut masa simpan yang dikhawatirkan terdapat mikroorganisme penyebab penyakit yang tumbuh pada minuman jeli. Pengujian dilakukan dengan menggunakan kuesioner (Lampiran 2). Diagram alir penelitian pembuatan minuman jeli daun kelor secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 3.
Penelitian Pendahuluan
§ § §
pembuatan minuman jeli penentuan perbandingan daun kelor dan air penentuan formula minuman jeli daun kelor
Minuman jeli formula terbaik
Penelitian Lanjutan
Pembuatan minuman jeli dengan taraf ulangan ekstraksi
Analisis sifat kimia minuman jeli; kadar air, pH, total gula,vitamin C, serat makanan
Uji organoleptik
Penetapan minuman jeli terbaik
Analisis kadar ßkaroten
Analisis sifat fisik; viskositas, sineresis
Penyimpanan minuman jeli pada suhu ruang dengan taraf lama penyimpanan; 0, 2 dan 4 minggu
Analisis sifat kimia; kadar air, pH, aw, total gula, vitamin C
Uji total mikroba
Gambar 3 Diagram alir penelitan pembuatan minuman jeli daun kelor Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian lanjutan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan. Unit percobaan yang diamati adalah minuman jeli daun kelor. Perlakuan yang diberikan pada unit percobaan adalah ulangan ekstraksi yang terdiri dari tiga taraf yaitu, ulangan
ekstraksi satu kali, dua kali dan tiga kali. Peubah respon yang diamati adalah sifat kimia (kadar air, pH, total gula, kadar serat, dan kadar vitamin C). Model matematisnya adalah sebagai berikut (Sudjana 1995): Yij = µ + Ai + eij Keterangan : Yij
=
Nilai pengamatan respon karena pengaruh taraf ke-i ulangan ekstraksi pada ulangan ke-j
µ
=
Nilai rata-rata pengamatan
Ai
=
Pengaruh ulangan ekstraksi pada taraf ke-i
eij
=
Galat percobaan taraf ulangan ekstraksi pada ulangan ke-j
i
=
Banyaknya taraf ulangan ekstraksi (i = 1x, 2x, 3x)
j
=
Banyaknya ulangan (j = 1,2)
Rancangan percobaan yang digunakan pada penyimpanan minuman jeli produk terbaik adalah RAL dengan dua kali ulangan (Sudjana 1995). Unit percobaan yang diamati adalah minuman jeli daun kelor terbaik. Perlakuan yang diberikan pada unit percobaan adalah lama penyimpanan yang terdiri dari tiga taraf, yaitu 0 minggu, 2 minggu, dan 4 minggu. Peubah respon yang diamati adalah sifat kimia, fisik, dan mikrobiologis dari minuman jeli daun kelor terbaik. Model matematisnya adalah sebagai berikut : Yij = µ + Ai + eij Keterangan : Yij
=
Nilai pengamatan respon karena pengaruh taraf ke-i lamanya penyimpanan pada ulangan ke-j
µ
=
Nilai rata-rata pengamatan
Ai
=
Pengaruh lama penyimpanan pada taraf ke-i
eij
=
Galat percobaan taraf lamanya penyimpanan pada ulangan ke-j
i
=
Banyaknya taraf lama penyimpanan (i = 0 minggu, 2 minggu, 4 minggu)
j
=
Banyaknya ulangan (j = 1,2) Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil uji organoleptik pada penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan dianalisis secara deskriptif berdasarkan skor modus dan persentase penerimaan panelis dari masing-masing taraf perlakuan. Persentase penerimaan panelis dihitung dengan menjumlahkan persentase panelis yang memberikan
penilaian dengan kriteria agak suka (4), suka (5), dan sangat suka (6). Untuk mengetahui pengaruh perlakuan (ulangan ekstraksi) terhadap daya terima panelis dilakukan analisis statistik non-parametrik Kruskal Wallis. Jika hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan yang nyata di antara perlakuan, maka dilanjutkan dengan Multiple Comparison Test (Tukey) pada taraf uji 5% (Damayanthi et al. 1997). Untuk mengetahui pengaruh ulangan ekstraksi daun kelor terhadap sifat fisik dan kimia minuman jeli daun kelor, data dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA). Jika hasil analisis menunjukkan pengaruh yang nyata akibat dari perlakuan yang diberikan maka dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program Microsoft Excell for Windows 2003, SPSS 11.5 dan SAS 6.12.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan 1. Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor Pembuatan minuman jeli daun kelor merupakan modifikasi dari penelitian yang telah ada sebelumnya (Ferizal 2005). Modifikasi yang dilakukan adalah dalam hal komposisi bahan penyusun minuman jeli daun kelor. Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan minuman jeli (Ferizal 2005) adalah campuran sayur dan buah yang terdiri dari lemon, nenas, wortel dan tomat. Proses pembuatan minuman jeli daun kelor terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama adalah persiapan bahan yang meliputi pembuatan ekstrak daun kelor dan persiapan bahan-bahan penyusun minuman jeli. Proses ekstraksi daun kelor diawali dengan menyiapkan daun kelor, memisahkan daun kelor dari batang dan pencucian daun kelor. Daun kelor yang sudah bersih kemudian diblansir selama satu menit pada suhu 100ºC. Blansir dilakukan untuk menghilangkan aroma langu, mengurangi mikroba awal, menginaktivasi enzim dan memperlunak jaringan daun kelor. Menurut Prangdimutri, Muchtadi, Made & Fransiska (2006), waktu blansir yang paling optimum adalah 45 detik sampai 1 menit, dimana aktivitas enzim dan perangsang reaksi oksidasi dapat dihambat sehingga kehilangan zat gizi dapat diminimalisir. Air yang digunakan untuk proses ekstraksi adalah air yang sudah masak, air yang digunakan sebanyak 15 kali berat daun kelor. Daun kelor diekstraksi dengan menggunakan blender, ekstraksi dilakukan selama lima menit, karena waktu tersebut mampu membuat hancuran dengan konsistensi yang halus. Menurut Suyitno (1989) dalam Rosaeka (2008), jumlah ekstrak yang diperoleh dipengaruhi oleh besar kecilnya hancuran bahan. Semakin kecil ukuran hancuran bahan maka semakin besar luas permukaan hancuran bahan sehingga cairan yang diekstrak akan semakin banyak. Hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kain blacu dan dipisahkan antara filtrat dan residu/ampas. Filtrat hasil ekstraksi siap untuk dicampur dengan bahan penyusun minuman jeli. Selanjutnya dilakukan pencampuran filtrat daun kelor dan gula pasir, kemudian dipanaskan sampai suhu 75ºC sambil diaduk hingga gula larut. Setelah itu ditambahkan hidrokoloid pembentuk gel (jelly powder) dan kalium sitrat sambil diaduk dengan cepat agar tidak menggumpal dan mengendap, dengan tetap dipanaskan pada suhu 75ºC selama 5 menit. Tanpa pengadukan
yang sempurna pada waktu pemasakan, maka jelly powder cenderung membentuk gumpalan dan tidak dapat tercampur rata. Hal ini terjadi karena tidak seluruh permukaan jelly powder bersentuhan dengan air sehingga tidak larut. Tahap akhir dalam pembuatan minuman jeli daun kelor adalah penambahan perisa, pewarna dan pengawet. Pemberian perisa sangat penting dalam
mempengaruhi
tanggapan
organoleptik
dan
lebih
lanjut
dapat
mempengaruhi penerimaan panelis. Penggunaan perisa tersebut diharapkan dapat memperbaiki aroma akibat bau langu daun kelor. Penambahan pewarna ditujukan untuk memberikan warna yang lebih menarik dan stabil pada minuman jeli daun kelor. Pembuatan minuman jeli tanpa pewarna menghasilkan warna hijau yang hanya bertahan selama tiga hari, setelah tiga hari warna minuman jeli berubah menjadi cokelat. Hal ini diakibatkan oleh berubahnya klorofil menjadi feofitin yang berwarna cokelat. Klorofil mempunyai sifat yang sangat labil terhadap asam. Warna hijau dari sayuran dengan cepat berubah dari hijau terang menjadi hijau kecokelatan karena pemanasan dan penyimpanan. Diduga asamasam organik dalam jaringan tanaman dibebaskan selama pemanasan dan penyimpanan. Pada suasana asam ion Mg 2+ dalam klorofil akan disubtitusikan dengan ion H+. Hal ini dapat menyebabkan berubahnya warna klorofil yang hijau menjadi cokelat, yaitu warna dari feofitin (Gross 1991 dalam Prangdimutri et.al 2006). Natrium benzoat ditambahkan sebanyak 0,1% sebagai pengawet. Minuman jeli daun kelor dimasukkan ke dalam cup 100 ml dalam keadaan panas. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi yang dapat menyebabkan kerusakan oleh mikroba. Cup yang sudah berisi minuman jeli disealer dan dipasteurisasi pada suhu 75ºC selama 15 menit. Proses pasteurisasi pada minuman jeli daun kelor bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen. Makanan yang memiliki pH netral atau mendekati netral lebih mudah rusak selama penyimpanan dibandingkan dengan makanan yang memiliki pH rendah. Minuman jeli daun kelor memiliki pH yang mendekati pH netral sehingga perlu dilakukan proses pengawetan untuk memperpanjang waktu simpan, salah satunya
adalah
dengan
proses
pasteurisasi.
Menurut
Fardiaz
(1988),
pasteurisasi adalah salah satu cara pengawetan panas. Pemanasan dilakukan secara minimum untuk membunuh semua mikroorganisme patogen.
2. Penentuan Perbandingan Daun Kelor dan Air Penentuan perbandingan antara daun kelor dan air dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang efektif digunakan dalam pembuatan ekstrak daun kelor agar dapat mengeluarkan zat gizi dari dalam daun. Pembuatan ekstrak daun kelor menggunakan beberapa perbandingan antara daun kelor dan air, yaitu 1:5, 1:10, 1:15 dan 1:20, jumlah daun kelor yang digunakan dalam pembuatan ekstrak daun kelor adalah 40 g. Kemudian ekstrak daun kelor yang diperoleh dari masing-masing perbandingan daun kelor dan air disetarakan volemenya menjadi 1,5 liter, dengan cara menambahkan air ke dalam masingmasing hasil ekstraksi daun kelor dan ditera hingga mencapai 1,5 liter. Hal ini dilakukan untuk menghitung konsentrasi komponen terukur melalui serapan warna yang terbaca pada panjang gelombang (?) sebesar 670 nm. Menurut hukum Lambert-Beer, intensitas warna sebanding dengan konsentrasi senyawa yang diukur, sedangkan jumlah sinar yang diabsorpsi sebanding dengan intensitas warna dan dengan demikian juga sebanding dengan konsentrasi bahan terlarut. Menurut Winarno (1992), terdapat hubungan langsung antara derajat kehijauan sayuran dengan kadar karoten. Semakin hijau daun tersebut semakin tinggi kadar karotennya. Karotenoid tidak selalu berdampingan dengan klorofil, tetapi sebaliknya klorofil selalu disertai dengan karotenoid. Karotenoid terdapat dalam kloroplas (0,5%) bersama-sama dengan klorofil (9,3%), terutama pada bagian permukaan atas daun, dekat dengan dinding sel palisade. Hasil pengukuran absorbansi ekstrak daun kelor menunjukkan bahwa perbandingan daun kelor dan air sebesar 1:15 memiliki nilai absorbansi terbesar yaitu 0,839. Nilai absorbansi masing-masing ekstrak daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Nilai absorbansi ekstrak daun kelor Perbandingan daun kelor dan air
Berat daun kelor (g)
Volume air (ml)
1:5
40
200
Nilai absorbansi setelah disetarakan menjadi 1,5 l 0,706
1:10
40
400
0,781
1:15
40
600
0,839
1:20
40
800
0,755
Efektifitas ekstraksi diukur dengan cara membandingkan komponen yang terekstrak dengan jumlah komponen yang terdapat dalam bahan. Perbandingan
daun kelor dan air sebesar 1:15 memiliki nilai absorbansi tertinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa konsentrasi zat-zat yang terekstrak seperti klorofil memiliki konsentrasi terbesar pada ekstraksi dengan perbandingan daun kelor dan air sebesar 1:15. Menurut Rosaeka (2008), semakin besar volume air yang digunakan untuk ekstraksi sampai batas tertentu, maka semakin besar jumlah senyawa yang terekstrak di dalamnya, seperti gula dan ß-karoten juga akan semakin meningkat. Jika air yang digunakan untuk mengekstrak terlalu sedikit maka tidak mampu mengekstrak semua senyawa yang ada di dalam bahan, artinya masih banyak senyawa yang tertinggal di dalam ampas. Berdasarkan hasil tersebut maka perbandingan daun kelor dan air sebesar 1:15 digunakan pada pembuatan minuman jeli daun kelor. 3. Formulasi Minuman Jeli Daun Kelor Tahap formulasi bertujuan untuk menentukan jumlah bahan penyusun minuman jeli daun kelor agar diperoleh minuman jeli yang dapat diterima oleh panelis. Proses formulasi terdiri dari beberapa tahap yaitu penentuan konsentrasi gula dan perisa, penentuan konsentrasi jelly powder dan kalium sitrat, serta penentuan konsentrasi pewarna dan pengawet. a. Penentuan Konsentrasi Gula dan Perisa Penentuan konsentrasi gula dan perisa bertujuan untuk mendapatkan rasa minuman jeli yang paling disukai panelis. Pada proses penentuan konsentrasi pemanis digunakan beberapa taraf konsentrasi gula yang dicobakan yaitu 12%, 13% dan 14% dari berat total ekstrak daun kelor. Hal ini didasarkan pada penelitian Ferizal (2005). Kemudian dibuat minuman jeli dengan tiga taraf konsentrasi gula (12%, 13% dan 14%). Minuman jeli yang dihasilkan dicicipi oleh delapan orang panelis. Hasil pencicipan menunjukkan bahwa konsentrasi gula sebesar 12% merupakan tingkat kemanisan yang paling disukai panelis. Selanjutnya konsentrasi gula sebesar 12% digunakan dalam pembuatan minuman jeli. Setelah didapat konsentrasi gula yang paling disukai kemudian dilakukan penentuan konsentrasi perisa. Penentuan konsentrasi perisa bertujuan untuk menentukan jumlah perisa yang dapat menutupi bau langu daun kelor dan mendapatkan rasa yang disukai panelis. Konsentrasi perisa yang ditambahkan ditentukan secara trial and error sampai didapat rasa yang dapat diterima oleh panelis. Penambahan perisa dilakukan pada formula terpilih hasil penelitian penentuan konsentrasi gula. Perisa yang digunakan adalah perisa melon, hal ini
didasarkan atas warna minuman jeli yang dihasilkan. Menurut Cahyadi (2006), warna pada bahan pangan dapat dikaitkan dengan aroma yang khusus. Konsentrasi perisa yang dicobakan adalah 0,7%, 0,8% dan 0,9% dari berat total ekstrak daun kelor. Hal ini didasarkan pada batas aman penggunaan perisa, yaitu sebesar 1% per berat bahan. Kemudian dilakukan pencicipan oleh delapan orang panelis. Hasil pencicipan menunjukkan bahwa konsentrasi perisa sebesar 0,7%, 0,8% dan 0,9% tidak disukai panelis karena bau dan rasa melon yang terlalu menyengat, sehingga konsentrasi perisa perlu dikurangi. Kemudian digunakan konsentrasi sebesar 0,3%, 0,4% dan 0,5% dari berat total ekstrak daun kelor dan dilakukan pencicipan kembali. Hasil pencicipan menunjukkan konsentrasi perisa sebesar 0,4% merupakan jumlah perisa yang paling disukai panelis. b. Penentuan Konsentrasi Jelly Powder dan Kalium Sitrat Penentuan konsentrasi jelly powder dan kalium sitrat dilakukan untuk mendapatkan tekstur minuman jeli yang disukai oleh panelis. Penentuan jumlah jelly powder menggunakan konsentrasi 0,2%, 0,3% dan 0,4% dari berat total ekstrak daun kelor. Menurut Imeson (1992), pembuatan minuman jeli menggunakan jelly powder dengan konsentrasi jelly powder yang digunakan berkisar antara 0,3-0,5%. Kandungan utama jelly powder adalah karagenan dengan jenis kappa karagenan atau iota karagenan. Jelly powder yang digunakan diperoleh dari PT. Halim Sakti Pratama dan merupakan hasil mixing antara tiga jenis hidrokoloid, yaitu karagenan, konjac glukomanan dan xanthan gum. Konsentrasi kalium sitrat yang digunakan adalah 0,15% dan 0,30% dari berat total ekstrak daun kelor. Hal ini didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan Ferizal (2005). Kemudian ketiga konsentrasi jelly powder dan kalium sitrat dikombinasikan, sehingga didapat enam formula. Tekstur minuman jeli ditentukan dengan penekanan oleh tangan, kemudian dibandingkan dengan tekstur minuman jeli yang ada di pasaran. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa minuman jeli daun kelor dengan jumlah jelly powder sebanyak 0,3% menghasilkan tekstur yang paling mirip dengan tekstur minuman jeli yang ada di pasaran. Minuman jeli dengan jumlah jelly powder kurang dari 0,3% memiliki tekstur yang terlalu encer, mudah disedot dan sineresis tinggi, sedangkan minuman jeli dengan konsentrasi jelly powder 0,4% menghasilkan tekstur minuman jeli yang agak keras dan sulit disedot. Minuman jeli dengan jumlah jelly powder sebanyak 0,3% cenderung
mengalami sineresis selama penyimpanan tiga hari. Untuk mencegah terjadinya sineresis yang terlalu tinggi maka dilakukan penambahan jelly powder sebanyak 0,05%, akan tetapi penambahan tersebut tetap menghasilkan minuman jeli dengan tekstur yang disukai panelis dan mudah disedot. Minuman jeli dengan jumlah kalium sitrat 0,3% memiliki tekstur yang encer dan cendrung mengalami sineresis. Penambahan garam kalium yang terlalu banyak, akan menyebabkan gel yang terbentuk menjadi rapuh dan meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya sineresis, yaitu suatu peristiwa dimana cairan merembes keluar dari struktur gel (Noer 2006). Penambahan kalium sitrat 0,15% menghasilkan minuman jeli dengan tekstur yang lebih baik dan sineresis lebih rendah jika dibandingkan dengan minuman jeli dengan konsentrasi kalium sitrat sebesar 0,3%. Dengan demikian pembuatan minuman jeli daun kelor digunakan jelly powder sebanyak 0,35% dan kalium sitrat 0,15%. c. Penentuan Konsentrasi Pengawet dan Pewarna Pengawet yang digunakan dalam pembuatan minuman jeli adalah natrium benzoat, jumlah yang ditambahkan sebesar 0,1%. Penggunaan jumlah tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa minuman jeli yang dihasilkan mudah ditumbuhi mikroorganisme karena minuman jeli memiliki kadar air yang tinggi, keasaman yang rendah dan penyimpanan minuman jeli dilakukan pada suhu kamar. Kondisi-kondisi tersebut merupakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme. Pewarna yang digunakan adalah pewarna jenis Tartasine CI Briliant Blue CI, penambahan pewarna disesuaikan dengan anjuran pemakaian yang tertera pada label penggunaan, yaitu sebesar 300 ppm. Berikut komposisi minuman jeli daun kelor berdasarkan penelitian pendahuluan. Tabel 5 Komposisi bahan penyusun minuman jeli daun kelor Nama bahan Ekstrak daun kelor Gula Jelly powder Kalium sitrat Perisa Pewarna Natrium benzoat
Jumlah 100 g 12 % 0,35 % 0,15 % 0,4 % 300 ppm 0,1 %
Keterangan : % dari jumlah ekstrak daun kelor yang digunakan.
Penelitan Lanjutan 1. Mutu Organoleptik Minuman Jeli Daun Kelor Mutu organoleptik adalah sifat produk atau komoditas pangan yang hanya dikenali atau diukur dengan proses penginderaan yaitu penglihatan dengan mata, pembauan dengan hidung, pencicipan dengan rongga mulut, perabaan dengan ujung jari tangan dan pendengaran dengan telinga (Soekarto 1985). Penentuan peneriman terhadap produk minuman jeli daun kelor dilakukan melalui uji hedonik atau kesukaan. Uji hedonik meliputi tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan umum terhadap minuman jeli.
A
B
C
Gambar 4 Minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf ulangan ekstraksi Keterangan : A = minuman jeli satu kali ulangan ekstraksi B = minuman jeli dua kali ulangan ekstraks C = minuman jeli tiga kali ulangan ekstraksi
Warna Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya, tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Warna dapat digunakan sebagai indikator kesegaran dan kematangan. Baik atau tidaknya cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata (Cahyadi 2006). Hasil uji hedonik terhadap warna minuman jeli menunjukkan modus penerimaan panelis pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi adalah suka (5) sedangkan pada minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi adalah tidak suka (2), hal ini disebabkan oleh minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi memiliki warna agak kecokelatan. Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli pada berbagai taraf ulangan
ekstraksi berkisar antara 12-92%. Penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli daun kelor tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi, sementara minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi memiliki penerimaan yang paling rendah yaitu sebesar 12%. Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli disajikan pada Gambar 5. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 4) menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan warna minuman jeli. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa warna minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi berbeda nyata dengan warna minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi, sedangkan warna minuman jeli dengan dua kali ulangan ekstraksi tidak
Peneimaan warna (%)
berbeda nyata dengan warna minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi. 100
92
80 60 32
40
12
20 0 1
2
3
Ulangan ekstraksi (kali)
Gambar 5 Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf ulangan ekstraksi Warna kecokelatan pada minuman jeli dengan ulangan ekstraksi dua dan tiga kali dapat disebabkan oleh terdenaturasinya protein yang diakibatkan oleh perlakuan mekanis yang dalam hal ini adalah penghancuran daun dengan blender yang terlalu lama (10 menit dan 15 menit). Klorofil memiliki lokasi yang terlindung
oleh
lipoprotein,
jika
protein
yang
terikat
dalam
lipoprotein
terdenaturasi akan menyebabkan klorofil terbuka terhadap reaksi dari luar sehingga ion Mg 2+ dalam klorofil dapat disubtitusikan oleh ion H+ dan hal ini meyebabkan berubahnya warna klorofil dari hijau menjadi cokelat atau warna dari feofitin (Winarno 1992). Aroma Aroma suatu makanan menentukan kelezatan makanan tersebut. Penilaian aroma suatu makanan tidak terlepas dari fungsi indera penghidu. Tidak seperti indera cecapan, indera penghidu tidak tergantung pada penglihatan, pendengaran dan sentuhan. Bau yang diterima oleh hidung dan otak umumnya
merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam, tengik, dan hangus. (Winarno 1992) Hasil uji hedonik terhadap aroma minuman jeli menunjukkan modus penerimaan panelis pada minuman jeli dengan satu dan dua kali ulangan ekstraksi adalah agak suka (4) sedangkan pada minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi adalah tidak suka (2). Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi berkisar antara 36-60%. Penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli daun kelor tertinggi pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi, sementara minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi memiliki penerimaan yang paling rendah, yaitu sebesar 36%. Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli disajikan pada Gambar 6. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5) menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi tidak berpengaruh nyata (p>0,05)
Penerimaan aroma (%)
terhadap aroma minuman jeli daun kelor. 100 80
60
60
44
40
36
20 0 1
2
3
Ulangan ekstraksi (kali)
Gambar 6 Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf ulangan ekstraksi Aroma dalam suatu sistem pangan tidak hanya ditentukan oleh satu komponen saja tetapi oleh beberapa komponen tertentu serta perbandingan jumlah komponen bahan (Susanti 1993, diacu dalam Karina 2008). Aroma minuman jeli yang dihasilkan merupakan hasil interaksi antara perisa melon yang ditambahkan dalam pembuatan minuman jeli dengan aroma daun kelor. Penambahan perisa melon dilakukan untuk menutupi bau langu daun kelor. Menurut
Muchtadi dan Ali (1991), pemberian perisa sangat penting dalam
mempengaruhi tanggapan organoleptik dan penerimaan konsumen. Tekstur Tekstur dapat didefinisikan sebagai gambaran sensori suatu struktur produk yang merupakan bagian dari reaksi tekanan, diukur sebagai gaya
mekanik (seperti kekerasan, daya adhesif dan kohesif, viskositas, kekenyalan, dan kerenyahan) oleh syaraf kinestetik pada otot tangan, jari, lidah, gigi, dan bibir. Dapat juga berupa tactil syaraf perasa, yang diukur sebagai partikel geometris (bentuk kristal, bijian, lengket) oleh syaraf tactil di permukaan kulit tangan, bibir dan lidah (Meilgaard, Civille & Thomas 1999). Hasil uji hedonik terhadap tekstur minuman jeli menunjukkan modus penerimaan panelis terhadap minuman jeli pada semua taraf ulangan ekstraksi adalah suka (5). Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi berkisar antara 76-96%. Penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli daun kelor tertinggi pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi yaitu sebesar 96%. Sementara minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi memiliki penerimaan yang terendah yaitu sebesar 76%. Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli disajikan pada Gambar 7. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 6) menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penerimaan
Penerimaan tekstur (%)
tekstur minuman jeli. 100
96
92 76
80 60 40 20 0 1
2
3
Ulangan ekstraksi (kali)
Gambar 7 Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf ulangan ekstraksi Tekstur dalam minuman jeli ditentukan oleh viskositas minuman jeli, yaitu derajat kekentalan suatu produk pangan. Viskositas dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi bahan pengental yang ditambahkan dalam hal ini adalah jelly powder. Kekentalan dinyatakan sebagai daya tahan yang diberikan oleh suatu cairan terhadap gerakan-gerakan yang dikenakan pada cairan tersebut (Fardiaz 1989). Viskositas pada minuman jeli daun kelor ditentukan oleh konsentrasi jelly powder dan kalium sitrat yang digunakan. Jelly powder memiliki kandungan utama berupa karagenan yang berfungsi sebagai bahan pembentuk gel. Kalium sitrat dalam pembuatan minuman jeli berfungsi untuk membantu karagenan
membentuk gel yang kokoh (Noer 2006). Konsentrasi jelly powder dan kalium sitrat berturut-turut sebesar 0,35% dan 0,15% merupakan konsentrasi yang paling disukai panelis. Rasa Rasa merupakan parameter yang paling berperan dalam penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Rasa berbeda dengan bau dan lebih melibatkan panca indera lidah. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno 1992). Rasa minuman jeli yang dihasilkan adalah campuran dari rasa daun kelor, perisa dan gula. Hasil uji hedonik terhadap rasa minuman jeli menunjukkan modus penerimaan panelis pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi adalah suka (5) sedangkan pada minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi adalah agak suka (4). Persentase penerimaan panelis terhadap rasa minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi adalah berkisar antara 5684% (Gambar 8). Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 7) menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan rasa minuman jeli daun kelor. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa rasa minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi berbeda nyata dengan rasa minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi, sedangkan rasa minuman jeli dengan dua kali ulangan ekstraksi tidak berbeda nyata dengan rasa minuman jeli
Penerimaan rasa (%)
dengan tiga kali ulangan ekstraksi. 100
84
80 56
60
64
40 20 0 1
2
3
Ulangan ekstraksi (kali)
Gambar 8 Persentase penerimaan panelis terhadap rasa minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf ulangan ekstraksi Rasa getir pada minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi berasal dari tanin. Menurut Fuglie (2001) daun kelor segar mengandung tanin sebesar 1,4%. Perbedaan penerimaan kesukaan rasa minuman jeli disebabkan
oleh adanya perbedaan waktu ekstraksi. Waktu yang digunakan untuk mengekstrak minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi berturutturut adalah 10 dan 15 menit. Menurut Winarno (1992), waktu ekstraksi yang terlalu lama akan melarutkan banyak tanin sehingga menimbulkan rasa sepat yang berlebihan. Penerimaan Umum Penerimaan umum adalah penilaian secara keseluruhan terhadap produk yang berkaitan dengan tingkat kesukaan dan bukan mengukur penerimaan terhadap sifat sensorik tertentu yang bertujuan untuk mengetahui apakah produk dapat diterima atau tidak (Soekarto 1985). Penerimaan umum terhadap minuman jeli yang dihasilkan berdasarkan pada kesukaan panelis terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa. Hasil uji hedonik terhadap penerimaan umum minuman jeli menunjukkan modus penerimaan panelis pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi adalah suka (5) sedangkan pada minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi adalah agak suka (4). Persentase penerimaan umum panelis terhadap minuman jeli daun kelor berkisar antara 64-88%, hal ini dapat diartikan semua aspek yang dinilai meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa dari minuman jeli
Penerimaan umum (%)
dapat diterima oleh panelis. 100
88
80
64
64
2
3
60 40 20 0 1
Ulangan ekstraksi (kali)
Gambar 9 Persentase penerimaan umum panelis terhadap minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf ulangan ekstraksi Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 8) menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap penerimaan umum minuman jeli. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa penerimaan umum minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi berbeda nyata dengan penerimaan umum minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi, sedangkan penerimaan umum
minuman jeli dengan dua kali ulangan ekstraksi tidak berbeda nyata dengan penerimaan umum minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi. 2. Sifat Kimia Minuman Jeli Daun Kelor Kadar Air Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran dan daya tahan bahan makanan. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri (Winarno 1992). Hasil analisis kadar air menunjukkan bahwa kadar air minuman jeli berkisar antara 87,22–88,40%. Kadar air tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi sedangkan kadar air terendah terdapat pada
Kadar Air (%)
minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi (Gambar 10). 100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
88.40
87.96
87.22
1
2
3
Ulangan Ekstraksi (kali)
Gambar 10 Kadar air minuman jeli daun kelor Air yang terdapat pada minuman jeli daun kelor berasal dari air yang ditambahkan saat mengekstrak daun kelor dan air yang berasal dari daun kelor itu sendiri. Kadar air daun kelor yang digunakan dalam pembuatan minuman jeli adalah sebesar 74,9%. Gambar 10 menunjukkan bahwa kadar air minuman jeli daun kelor cenderung mengalami penurunan dengan semakin banyaknya ulangan ekstraksi. Hasil sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa taraf ulangan ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar air minuman jeli daun kelor. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah air yang ditambahkan dalam pembuatan minuman jeli daun kelor adalah sama.
Keasaman (pH) Nilai pH produk pangan sering dihubungkan dengan kualitas produk secara organoleptik dan mikrobiologis. Selain mempengaruhi rasa, nilai pH juga mempengaruhi tingkat keawetan dan perlakuan pengawetan yang diterapkan. Makanan dapat dibedakan atas beberapa kelompok berdasarkan pH-nya. Pembagian makanan dalam beberapa kelompok ini bertujuan untuk mengetahui daya awet suatu makanan. Penggolongan makanan berdasarkan pH-nya dapat digolongkan sebagai berikut 1) makanan berasam rendah yaitu makanan yang mempunyai pH diatas 5,3, 2) makanan asam, yaitu makanan yang mempunyai pH 4,5-5,3 dan 3) makanan berasam tinggi yaitu makanan yang mempunyai pH 3,7 atau kurang (Fardiaz 1988). Nilai pH larutan menunjukkan keasaman atau sifat basa dalam larutan. Nilai pH minuman jeli berasal dari asam-asam organik yang terdapat dalam daun kelor dan bahan-bahan penyusun yang ditambahkan dalam pembuatan minuman jeli daun kelor. Menurut Duke (1983), daun kelor mengandung asam-asam organik seperti asam askorbat dan asam nikotinat. Daun kelor yang digunakan dalam pembuatan minuman jeli memiliki pH sebesar 4,97. Menurut Acroyali (2006) dalam Saputra (2007), jelly powder merupakan gelling agent yang memiliki pH sekitar 7-9. Nilai pH minuman jeli daun kelor berkisar antara 5,8-6,0. Nilai pH tertinggi terdapat pada minuman jeli daun kelor dengan satu kali ulangan ekstraksi sedangkan minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi memiliki nilai pH sebesar 5,8. Hal ini berarti minuman jeli daun kelor termasuk ke dalam kelompok makanan berasam rendah. Hasil sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa taraf ulangan ekstraksi tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap pH minuman jeli daun kelor. 6.00
5.80
5.80
1
2
3
6.00 5.00 pH
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
Ulangan Ekstraksi (kali)
Gambar 11 Nilai pH minuman jeli daun kelor
Ulangan ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata karena saat ulangan ekstraksi pertama, asam-asam organik yang terdapat dalam daun kelor telah terekstrak sehingga ampas sudah tidak mengandung asam organik. Kemungkinan juga pada ekstraksi pertama tekanan mekanis saat pengepresan mampu mengeluarkan asam-asam organik sehingga ekstraksi selanjutnya tidak memberikan perbedaan yang nyata. Menurut Harborne (2006), asam-asam organik pada tumbuhan tertimbun pada jaringan. Jaringan daun akan rusak akibat penghancuran dengan blender sehingga asam-asam yang tertimbun terlarut dalam air. Total Gula Total gula dinyatakan dalam ºBrix dan diukur dengan menggunakan alat refraktometer. Menurut Fardiaz (1989), hasil penentuan jumlah padatan terlarut yang diperoleh dari refraktometer bukan total korbohidrat, melainkan kadar dari molekul-molekul karbohidrat yang mempunyai indeks refraksi seperti gula-gula sederhana. Hasil analisis total gula minuman jeli daun kelor berkisar antara 11,15º11,90ºBrix. Total gula tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi, sedangkan total gula terendah terdapat pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi. Gambar 12 menunjukkan bahwa total gula minuman jeli daun kelor cenderung mengalami peningkatan dengan semakin banyaknya ulangan ekstraksi. Hasil sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan taraf ulangan ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap total gula minuman jeli daun kelor.
Total Gula (Brix)
12.00
11.15
11.20
11.90
1
2
3
10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
Ulangan Ekstraksi (kali)
Gambar 12 Total gula minuman jeli daun kelor Peningkatan total gula dapat disebabkan oleh saat ulangan ekstraksi pertama gula-gula sederhana belum terekstrak secara sempurna, sehingga pada
ulangan berikutnya gula yang belum terekstrak ikut terekstrak. Gula-gula bebas utama dalam tumbuhan adalah monosakarida, yaitu glukosa dan fruktosa serta disakarida yaitu sukrosa namun demikian terdapat sejumlah gula yang tidak terdapat dalam keadaan bebas melainkan terikat dengan molekul organik lain sebagai glikosida tumbuhan (Harborne 2006). Vitamin C Vitamin C merupakan golongan vitamin larut air. Vitamin ini merupakan vitamin yang mudah rusak. Vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator serta oleh katalis tembaga dan besi (Winarno 1997). Hasil analisis vitamin C minuman jeli daun kelor berkisar antara 34,7840,64 mg/100g bahan. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi sedangkan kadar vitamin C terendah terdapat pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi. Gambar 13 menunjukkan bahwa kadar Vitamin C minuman jeli daun kelor cenderung mengalami
Vitamin C (mg)
peningkatan dengan semakin banyaknya ulangan ekstraksi. 45.00 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
34.78
1
36.98
2
40.64
3
Ulangan Ekstraksi (kali)
Gambar 13 Kadar vitamin C minuman jeli daun kelor Hasil sidik ragam (Lampiran 12) menunjukkan taraf ulangan ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar vitamin C minuman jeli daun kelor. Hal ini karena vitamin C merupakan vitamin yang mudah larut dalam air, sehingga ekstraksi pertama sudah mampu mengeluarkan sebagian besar vitamin C dari dalam daun kelor dan pada ekstraksi selanjutnya tidak memberikan perbedaan yang nyata. Serat Makanan Larut Serat makanan terdiri dari dua komponen, yaitu serat makanan larut dan serat makanan tidak larut. Serat makanan larut adalah serat makanan yang larut
dalam air hangat/panas serta dapat terendapkan oleh air yang telah dicampur dengan empat bagian etanol. Gum, pektin dan sebagian hemiselulosa larut yang terdapat dalam dinding sel tanaman merupakan sumber serat makanan larut (Muchtadi 2000). Kadar serat makanan larut minuman jeli daun kelor berkisar antara 0,230,27 g/100g bahan. Minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi memiliki kadar serat larut tertinggi, yaitu sebesar 0,27 g/100 g bahan sedangkan kadar serat larut terendah terdapat pada minuman jeli dengan dua kali ulangan ekstraksi, yaitu sebesar 0,23 g/100 g bahan (Gambar 14). Hasil sidik ragam (Lampiran 13) menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar serat larut minuman jeli.
Serat Larut (%)
0.60
0.40 0.27 0.23
0.26
0.20
0.00 1
2
3
Ulangan Ekstraksi (kali)
Gambar 14 Kadar serat larut minuman jeli daun kelor Menurut Harianto (1996) dalam Nyiwarsini (2003), berbagai jenis pangan nabati seperti sayuran, umumnya banyak mengandung serat pangan yang merupakan bagian dari karbohidrat atau polisakarida. Serat yang larut dalam air biasanya berubah menjadi lendir dalam air. Serat ini berupa getah, biji-bijian dan pektin. Selain itu serat larut yang terdapat pada minuman jeli daun kelor dapat berasal dari jelly powder yang ditambahkan. Karagenan, guar gum, locust bean gum, gum akasia dan xanthan gum merupakan gum yang berperan sebagai serat. Kandungan seratnya bervariasi antara 80-90% dimana semua atau sebagian besar merupakan serat larut (Deiss 1999 dalam Simon 2008). Serat Makanan Tidak Larut Serat makanan tidak larut adalah serat makanan yang tidak larut dalam air panas maupun air dingin. Serat yang tidak larut dalam air adalah komponen struktural tanaman seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Serat yang tidak
larut dalam air terdapat pada kulit gandum, biji-bijian, sayur-sayuran dan kacangkacangan (Muchtadi 2000). Minuman jeli daun kelor yang dihasilkan memiliki kadar serat tidak larut berkisar antara 0,35-0,43 g/100g bahan. Kadar serat tidak larut tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan dua kali ulangan ekstraksi, yaitu sebesar 0,43 g/100 g bahan, sedangkan minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi memiliki kadar serat tidak larut terendah, yaitu sebesar 0,35 g/100g bahan (Gambar 15). Hasil sidik ragam (Lampiran 14) menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi tidak
Serat Tak Larut (%)
berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar serat makanan tidak larut.
0.60 0.40
0.43
0.40
2
3
0.35
0.20 0.00 1
Ulangan Ekstraksi (kali)
Gambar 15 Kadar serat tak larut minuman jeli daun kelor Kadar serat makanan tidak larut pada minuman jeli daun kelor lebih besar dibandingkan dengan kadar serat makanan larut. Hal ini dapat disebabkan oleh proporsi penggunaan daun kelor yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Muchtadi (2000), bahwa sayuran pada umumnya mengandung serat tak larut dan serat larut, akan tetapi porsi serat tidak larut lebih banyak dibandingkan serat larutnya. Serat Makanan Total Serat makanan merupakan zat non-gizi yang berguna untuk diet sebagai salah satu jenis polisakarida yang sukar dicerna oleh enzim pencernaan. Serat makanan tidak dapat diserap oleh dinding usus halus, tetapi akan dilewatkan menuju usus besar dengan gerakan peristaltik usus (Sulistijani 2005). Serat makanan total merupakan penjumlahan dari serat makanan tidak larut dan serat makanan larut. Minuman jeli daun kelor yang dihasilkan mengandung serat makanan total sebesar 0,62-0,66 g/100g. Gambar 16 menunjukkan kadar serat makanan total tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan dua kali ulangan ekstraksi yaitu
sebesar 0,66 g/100 g, sementara minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi mengandung serat makanan total paling rendah, yaitu sebesar 0,62 g/100 g bahan. Hasil sidik ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar serat makanan total minuman jeli. 0.62
0.66
0.65
2
3
Serat Total (%)
0.60 0.40 0.20 0.00 1
Ulangan Ekstraksi (kali)
Gambar 16 Kadar serat makanan total minuman jeli daun kelor Serat makanan total pada minuman jeli daun kelor berasal dari daun kelor dan jelly powder yang ditambahkan. Menurut Duke (1983), daun kelor mengandung serat sebesar 0,9 g/100 g bahan sedangkan kandungan utama jelly powder adalah karagenan. Karagenan merupakan hidrokoloid yang diekstraksi dari rumput laut merah, dan salah satu rumput laut merah yang komersial digunakan adalah Euchema cattonii yang mengandung serat makanan hingga 60%. Minuman jeli yogurt probiotik hasil penelitian Saputra (2007) mengandung serat makanan sebesar 3,32%. Nilai tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan serat makanan yang terdapat pada minuman jeli daun kelor, hal ini disebabkan oleh perbedaan jenis dan konsentrasi jelly powder yang digunakan serta perbedaan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan minuman jeli. Penelitian Saputra (2007) menggunakan jelly powder komersial sebesar 0,8%, sedangkan pada penelitian ini jelly powder yang digunakan adalah sebesar 0,35%. 3. Penentuan Produk Terbaik Penentuan produk terbaik didasarkan pada persentase penerimaan panelis terbesar terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan umum. Minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi memiliki modus dan persentase penerimaan warna, aroma, tekstur, rasa serta penerimaan umum terbesar, walaupun hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan parameter aroma dan tekstur
tidak berbeda nyata (p>0,05) antar taraf ulangan ekstraksi. Berdasarkan persentase penerimaan panelis terbesar terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan umum, maka minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi terpilih menjadi produk terbaik dan kemudian digunakan dalam penelitian lanjutan. Penentuan produk terbaik tidak didasarkan atas sifat kimia minuman jeli daun kelor dengan perlakuan ulangan ekstraksi. Hal ini disebabkan oleh perlakuan ulangan ekstraksi pada umumnya tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap sifat kimia (kadar air, pH, serat larut, serat tak larut, dan vitamin C) yang diamati. 4. Kadar ß-Karoten dalam Minuman Jeli Daun Kelor Terbaik Karoten merupakan sumber utama provitamin A yang banyak terdapat dalam bahan-bahan nabati terutama sayur-sayuran dan buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning. Minuman jeli daun kelor terbaik hasil penelitian pendahuluan dianalisis kadar ß-karotennya. Daun kelor merupakan salah satu sayuran yang memiliki kandungan ß-karoten yang tinggi (Klaui & Baurnfeid 1981). Hasil analisis menunjukkan bahwa minuman jeli daun kelor memiliki kadar ß-karoten sebesar 0,17 mg/100g bahan. Berdasarkan angka kecukupan ßkaroten menurut WNPG 2004, maka kadar ß-karoten per konsumsi minuman jeli dapat memenuhi angka kecukupan ß-karoten anak usia 1-2 tahun sebesar 7,08%, untuk wanita dewasa sebesar 5,67% dan untuk pria dewasa sebesar 4,72%. Kandungan ß-karoten minuman jeli tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan kadar ß-karoten daun kelor. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya kerusakan ß-karoten selama pembuatan minuman jeli. Damayanthi et al. (1997), menegaskan bahwa ß-karoten peka terhadap zat pengoksidasi, cahaya ultraviolet dan dekomposisinya dipercepat oleh katalis ion logam. Perubahan struktur ß-karoten dalam pengolahan dan penyimpanan makanan dapat terjadi melalui berbagai jalur, tergantung pada kondisi reaksi, seperti suhu tinggi, oksidasi kimiawi, oksidasi yang dikatalis oleh cahaya, pemasakan dan pengolahan (Andarwulan & Koswara 1992). Pembuatan minuman jeli dilakukan dalam ruang terbuka dimana terdapat cahaya dan oksigen yang dapat menyebabkan kerusakan pada ß-karoten. Pemasakan dan pengolahan dapat merubah trans-ß-karoten menjadi neo-ß-karoten yang memiliki aktivitas vitamin A sebesar 38%.
5. Karakteristik Minuman Jeli Daun Kelor Dibandingkan dengan Minuman Jeli yang Beredar di Pasaran Produk makanan memiliki karakteristik yang beragam yang diakibatkan oleh perbedaan bahan baku maupun cara pengolahannya. Berdasarkan survei pada minuman jeli yang beredar di pasaran, maka diketahui pada umumnya minuman jeli yang beredar di pasaran memiliki komposisi sebagai berikut; air, gula pasir, karagenan, asam sitrat, pemanis buatan, kalium sitrat, perisa, pengawet natrium benzoat, pengemulsi nabati, dan pewarna buatan. Penelitian ini menggunakan ekstrak daun kelor sebagai bahan utama pengganti air pada minuman jeli yang beredar di pasaran. Dengan demikian diharapkan minuman jeli daun kelor memiliki keunggalan terutama dalam hal komposisi zat gizi. Perbandingan karakteristik minuman jeli daun kelor terbaik dengan minuman jeli yang beredar di pasaran hasil penelitian Pranajaya (2007) disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Perbandingan antara karakteristik minuman jeli daun kelor dengan minuman jeli yang beredar di pasaran Sifat yang diamati Minuman jeli yang Minuman jeli daun ada di pasaran kelor Kadar air (%) 95,16 88,4 pH 4,75 6 Total gula (ºBrix) 4,2 11,15 Vitamin C mg/100 g sampel 1,32 34,78 ß-karoten mg/100g bahan 0,17 Tabel 6 menunjukkan bahwa minuman jeli daun kelor memiliki total gula, vitamin C dan ß-karoten yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan minuman jeli yang beredar di pasaran. Keragaman karakteristik pada minuman jeli dapat berasal dari bahan baku, formula/resep, proses pengolahan, dan peralatan yang digunakan. Keragaman karakteristik produk dapat menghasilkan keragaman mutu. Menurut Syarief, Setiawan & Sukandar (1987), mutu makanan adalah kelompok sifat atau faktor pada makanan yang membedakan tingkat pemuas bagi konsumen. 6. Mutu Organoleptik Minuman Jeli Daun Kelor Selama Penyimpanan Warna Bahan pangan yang enak, bergizi dan memiliki tekstur yang baik tidak akan dikonsumsi jika memiliki warna yang tidak enak dipandang atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna seharusnya (Winarno 1992). Hasil uji hedonik panelis terhadap warna minuman jeli pada berbagai taraf lama penyimpanan memiliki skor modus 4 (agak suka) pada minggu ke-0 dan ke
4, sedangkan pada minggu ke-2 memiliki skor modus 3 (agak tidak suka). Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli pada berbagai
Penerimaan warna (%)
taraf lama penyimpanan adalah 60,0-66,7% (Gambar 17). 100 80
66.67
60
60
0 minggu
2 minggu
60 40 20 0 4 minggu
Waktu simpan
Gambar 17 Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf lama penyimpanan Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 16) menunjukkan bahwa lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan warna minuman jeli daun kelor. Hal ini diduga karena adanya penambahan zat pewarna saat pembuatan minuman jeli yang menyebabkan warna minuman jeli tetap stabil selama penyimpanan, sehingga warna minuman jeli dapat diterima oleh lebih dari sebagian panelis sampai penyimpanan minggu ke-4. Pewarna buatan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pewarna alami, yaitu mempunyai kestabilan yang lebih tinggi, mewarnai lebih kuat, lebih seragam dan lebih murah (Sulaeman 1990). Aroma Bahan pangan yang sudah rusak dapat diketahui dengan cara mencium aromanya. Berdasarkan hasil uji hedonik, panelis masih dapat menerima aroma minuman jeli daun kelor sampai penyimpanan minggu ke-4. Penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf lama penyimpanan memiliki skor modus antara tidak suka (2) sampai suka (5). Tabel 7 menunjukkan bahwa panelis semakin menyukai aroma minuman jeli dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Tabel 7 Modus penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli selama penyimpanan Penyimpanan 0 minggu 2 minggu 4 minggu
Skor Modus 2 4 5
Keterangan Tidak suka Agak suka Suka
Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli pada berbagai taraf lama penyimpanan berkisar antara 33,33-67,00% (Gambar 18). Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli terbesar terdapat pada minuman jeli yang disimpan selama dua minggu, sedangkan persentase penerimaan terendah terdapat pada minuman jeli dengan lama penyimpanan 0
Penerimaan aroma (%)
minggu. 100 80
67
60 40
46.67 33.33
20 0 0 minggu
2 minggu
4minggu
Waktu simpan
Gambar 18 Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf lama penyimpanan Uji Kruskal Wallis (Lampiran 17) menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan aroma minuman jeli daun kelor. Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa penerimaan aroma minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-0 berbeda nyata dengan penerimaan aroma minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-2, tetapi tidak berbeda dengan penerimaan aroma minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-4. Hal ini diduga disebabkan oleh zat-zat folatil pada daun kelor telah terurai selama penyimpanan dan digantikan oleh perisa melon. Tekstur Tekstur merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan kualitas makanan. Faktor tekstur adalah rabaan oleh tangan seperti keempukan dan mudah tidaknya dikunyah. Pada umumnya tekstur minuman jeli daun kelor selama penyimpanan dapat diterima oleh panelis. Hasil uji hedonik terhadap tekstur minuman jeli pada berbagai taraf lama penyimpanan memiliki skor modus 4 (agak suka) pada minggu ke-0 dan ke-4, sedangkan pada minggu ke-2 memiliki modus 5 (suka). Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli pada berbagai taraf lama penyimpanan adalah 66,67-73,33% (Gambar 19). Uji Kruskal Wallis
(Lampiran 18) menunjukkan lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata
Penerimaan tekstur (%)
(p>0,05) terhadap tingkat kesukaan tekstur minuman jeli daun kelor. 100 80
66.67
73.33
73.33
2 minggu
4 minggu
60 40 20 0 0 minggu
Waktu simpan
Gambar 19 Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf lama penyimpanan Selama penyimpanan minuman jeli mengalami sineresis dan penurunan viskositas sehingga tekstur minuman jeli sedikit lebih encer dan mudah disedot. Tekstur inilah yang lebih disukai oleh panelis karena memudahkan minuman jeli untuk dikonsumsi. Penerimaan Umum Penerimaan umum terhadap minuman e j li daun kelor yang disimpan selama 0 minggu, 2 minggu, dan 4 minggu berdasarkan pada kesukaan panelis terhadap warna, aroma, dan tekstur. Pada umumnya panelis dapat menerima minuman jeli yang disimpan pada berbagai taraf penyimpanan, hal ini terbukti pada skor modus penerimaan panelis yang sama pada tiap taraf, yaitu (4) agak
Penerimaan umum (%)
suka. 80 70 60 50 40 30 20 10 0
73.33 60
53.33
0 minggu
2 minggu
4 minggu
Waktu simpan
Gambar 20 Persentase penerimaan umum panelis terhadap minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf lama penyimpanan
Persentase penerimaan umum panelis terhadap minuman jeli daun kelor selama penyimpanan berkisar antara 53,33-73,33% (Gambar 20). Persentase penerimaan umum tertinggi terdapat pada minuman jeli yang disimpan selama dua minggu, yaitu sebesar 73,33%, sedangkan minuman jeli dengan penyimpanan 0 minggu mempunyai persentase penerimaan umum terendah, yaitu sebesar 53,33%. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 19) menunjukkan bahwa lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penerimaan umum minuman jeli daun kelor. 7. Sifat Fisik Minuman Jeli Daun Kelor Selama Penyimpanan Viskositas Viskositas adalah derajat kekentalan suatu produk pangan. Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karagenan, temperatur, jenis karagenan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain (Towle 1973) Minuman jeli daun kelor selama penyimpanan memiliki viskositas sebesar 1090-1620cp.
Viskositas
tertinggi
terdapat
pada
minuman
jeli
dengan
penyimpanan 0 minggu, yaitu sebesar 1620 cp. Viskositas mengalami penurunan pada minggu ke-2 dan minggu ke-4, penurunan yang sangat berarti terjadi pada minggu ke-2, yaitu sebesar 485 cp. Hasil sidik ragam (Lampiran 20) menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap viskositas minuman jeli daun kelor. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa viskositas minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-0 berbeda nyata dengan viskositas minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-2 dan minggu ke-4, sedangkan viskositas minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-2 tidak berbeda nyata dengan viskositas minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-4.
Viskositas (cp)
2000
1620
1500
1135
1090
2 minggu
4 minggu
1000 500 0 0 minggu
Waktu simpan
Gambar 21 Viskositas minuman jeli selama penyimpanan
Kandungan utama jelly powder adalah karagenen. Karagenan stabil pada pH 7 atau lebih, penurunan pH menyebabkan penurunan stabilitas khususnya pada suhu tinggi. Penurunan pH menyebabkan hidrolisis polimer karagenan, yang mengakibatkan kehilangan viskositas dan kemampuan untuk membentuk gel (Glicksman 1983). Keasaman (pH) minuman jeli daun kelor bernilai kurang dari 7. Karagenan akan mengalami depolimerisasi secara perlahan-lahan selama penyimpanan. Proses depolimerisasi akan mempengaruhi kekuatan gel dan viskositas karagenan (Kobenhavs 1978 dalam Pebrianata 2006). Sineresis Sineresis adalah peristiwa keluarnya air dari gel, salah satu penyebab sineresis adalah kontraksi pada gel akibat terbentuknya ikatan-ikatan baru antara polimer dari struktur gel (Sunanto 1995). Penyebab terjadinya sineresis pada minuman jeli dikarenakan sifat karagenan yang memiliki kestabilan gel pada pH 7, sedangkan pada pH dibawahnya kekuatan gel dan viskositasnya akan menurun. Karagenan akan mengalami autohidrolisis dalam larutan asam dengan hidrolisis pada ikatan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Gambar 22 menunjukkan bahwa sineresis cenderung meningkat selama penyimpanan. Sineresis terendah terdapat pada penyimpan 24 jam minggu ke-0, sedangkan sineresis tertinggi terjadi pada penyimpanan 48 jam minggu ke-4. 16.00 13.8013.66 13.53
14.00
12.45
11.97 10.74
Sineresis (%)
12.00 10.00
24 jam
8.34
48 jam
8.00
72 jam
6.00 4.00 2.00
3.67 1.20
0.00 0 minggu
2 minggu
4 minggu
Waktu simpan
Gambar 22 Sineresis minuman jeli selama penyimpanan Menurut Aurand & Woods (1973) dalam Sylviana (2005), sinersis dipengaruhi oleh nilai pH, temperatur, tekanan mekanis dan konsentrasi fase terdispersi. Sineresis akan mencapai maksimum jika gel terletak pada titik
isoelektriknya. Adanya kenaikan suhu pemanasan menyebabkan laju sineresis semakin tinggi, demikian juga dengan penurunan suhu. Sineresis minuman jeli selama penyimpanan 4 minggu menghasilkan sineresis yang tidak terlalu besar dan masih dapat diterima oleh panelis. Hal ini disebabkan oleh jelly powder yang digunakan merupakan mixing antara tiga jenis hidrokoloid, yaitu karagenan, konjac glukomanan dan xanthan gum. Menurut Fardiaz (1989), xanthan gum sering ditambahkan dalam formulasi jelly bakery untuk menghambat sineresis. Sineresis pada minuman jeli merupakan suatu proses yang diharapkan agar minuman jeli lebih mudah disedot, akan tetapi jumlahnya tidak terlalu banyak karena dapat menyebabkan penurunan mutu. Hasil sidik ragam (Lampiran 21) menunjukkan bahwa lamanya penyimpanan (0, 2 dan 4 minggu) berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap sineresis, sedangkan waktu pengukuran sineresis (24, 48, dan 72 jam) tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap sineresis. 8.
Sifat Kimia Minuman Jeli Daun Kelor Selama Penyimpanan
Kadar Air Kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet suatu bahan pangan karena mempengaruhi sifat fisik, perubahan kimia, perubahan mikrobiologis, dan perubahan enzimatis (Buckle et al. 1987). Kerusakan kimia, enzimatis, mikrobiologis, atau kombinasi antara ketiga macam kerusakan tersebut terjadi pada bahan pangan dan memerlukan air selama prosesnya. Oleh karena itu, banyaknya air dalam bahan pangan akan ikut menentukan kecepatan terjadinya kerusakan (Winarno 1992). Kadar air minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf penyimpanan berkisar antara 87,16-87,65%. Gambar 23 menunjukkan bahwa kadar air minuman jeli daun kelor cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan. Kadar air minuman jeli tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan lama penyimpanan 0 minggu, sedangkan terendah terdapat pada minuman jeli yang disimpan selama 4 minggu. Hasil sidik ragam (Lampiran 22) menunjukkan lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar air minuman jeli daun kelor, meskipun kadar air cenderung menurun dengan semakin lamanya penyimpanan.
Kadar air (%)
100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
87.65
87.56
87.16
0 minggu
2 minggu
4 minggu
Waktu simpan
Gambar 23 Kadar air minuman jeli selama penyimpanan Penurunan kadar air pada minuman jeli selama penyimpanan diduga karena terhambatnya aktivitas mikroorganisme yang dapat mengubah substrat dan melepaskan air hasil metabolismenya sehingga jumlah air bebas dalam substrat tidak meningkat. Hal ini juga didukung oleh hasil analisis mikroba yang menunjukkan penurunan jumlah mikroba selama penyimpanan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Winarno (2002), yang menyatakan bahwa kadar air pada bahan pangan dipengaruhi oleh kelembaban udara (RH) disekitar ruang penyimpanan. Jika kadar air suatu bahan pangan tinggi dan kelembaban udara disekitar ruangan rendah maka akan terjadi pelepasan uap air dari bahan, sehingga kadar air dalam bahan pangan menurun. Derajat Keasaman (pH) Derajat Keasaman (pH) berkaitan dengan umur simpan bahan pangan, sehingga nilai pH suatu bahan pangan perlu diketahui karena mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh dalam bahan pangan tersebut (Fardiaz 1988). pH minuman jeli daun kelor berkisar antara 5,95-6,10. pH tertinggi terdapat pada minuman jeli yang disimpan selama 0 minggu, sedangkan terendah terdapat pada minuman jeli yang disimpan selama 4 minggu. Hasil sidik ragam (Lampiran 23) menunjukkan lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap nilai pH minuman jeli daun kelor, meskipun pH cenderung menurun dengan semakin lamanya penyimpanan.
pH
6.1
6.05
5.95
0 minggu
2 minggu
4 minggu
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
Waktu simpan
Gambar 24 pH minuman jeli selama penyimpanan Minuman jeli mengandung antimikroba yang dapat menghambat aktivitas mikroorganisme, sehingga pH minuman jeli tidak mengalami perubahan yang nyata selama penyimpanan. Menurut Fardiaz (1988), selama penyimpanan bahan pangan, mikroba melakukan aktivitasnya yang dapat menimbulkan kerusakan bahan pangan dengan menghasilkan asam. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan adanya penurunan total mikroba selama penyimpanan. Aktivitas Air (aw) Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri memerlukan aw: 0.9; khamir memerlukan aw: 0.8-0.9; dan kapang memerlukan aw: 0.6-0.7 (Winarno 1992). Nilai a w dipengaruhi oleh kandungan air dan konsentrasi gula dalam bahan. Konsentrasi gula yang tinggi mengakibatkan sebagian air bebas pada bahan menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al. 1987). Nilai aw minuman jeli daun kelor selama penyimpanan berkisar antara 0,940-0,956. Nilai aw tertinggi terdapat pada minuman jeli yang disimpan selama 0 minggu, sedangkan terendah terdapat pada minuman jeli yang disimpan selama 4 minggu. Berdasarkan hasil analisis nilai aw pada minuman jeli daun kelor, maka dapat diketahui bahwa mikroba yang umumnya dapat tumbuh pada minuman jeli adalah bakteri dan khamir.
1.000
0.956
0.943
0.940
0 minggu
2 minggu
4 minggu
0.800 Aw
0.600 0.400 0.200 0.000
Waktu simpan
Gambar 25 aw minuman jeli selama penyimpanan Gambar 25 menunjukkan bahwa nilai a w minuman jeli selama penyimpanan cenderung mengalami penurunan. Hal ini juga sesuai dengan kadar air minuman jeli yang mengalami penurunan selama penyimpanan. Hasil sidik ragam (Lampiran 24) menunjukkan bahwa lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap nilai aw minuman jeli daun kelor, meskipun aw cenderung menurun dengan semakin lamanya penyimpanan. Total Gula Total gula minuman jeli daun kelor pada semua taraf penyimpanan bernilai sama, yaitu sebesar 11,5ºBrix. Total gula minuman jeli daun kelor tidak mengalami perubahan selama penyimpanan.
Total Gula (Brix)
14.00 12.00 10.00
11.5
11.5
11.5
0 minggu
2 minggu
4 minggu
8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
Waktu simpan
Gambar 26 Total gula minuman jeli selama penyimpanan Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah tersedianya zat gizi pada bahan makanan. Gula yang terdapat dalam bahan pangan digunakan mikroorganisme sebagai sumber energi. Selama penyimpanan tidak terjadi perubahan total gula pada minuman jeli daun kelor. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan adanya penurunan total
mikroba selama penyimpanan, sehingga gula yang terdapat pada minuman jeli tidak digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan. Vitamin C Vitamin C bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh luar. Selama penyimpanan, vitamin C mudah mengalami kerusakan. Kadar vitamin C pada minuman jeli daun kelor selama penyimpanan berkisar antara 15,08-33,27 mg/100g bahan. Minuman jeli pada minggu pertama memiliki kadar vitamin C tertinggi, yaitu sebesar 33,27 mg/100g bahan dan mengalami penurunan kadar
Vitamin C (mg)
vitamin C pada penyimpanan minggu ke-2 dan minggu ke-4. 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
33.27 24.67 15.08
0 minggu
2 minggu
4 minggu
Waktu simpan
Gambar 27 Kadar vitamin C minuman jeli selama penyimpanan Hasil sidik ragam (Lampiran 25) menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar vitamin C minuman jeli daun kelor. Minuman jeli daun kelor menggunakan pewarna yang dapat melindungi vitamin-vitamin yang peka terhadap cahaya seperti vitamin C. Selain itu pada pembuatan minuman jeli ditambahkan garam kalium sitrat. Menurut Winarno (1992) penambahan asam sitrat dalam bahan pangan dapat menjaga kestabilan vitamin C dalam bahan pengan. 7. Sifat Mikrobiologis Minuman Jeli Daun Kelor Selama Penyimpanan Selama penyimpanan produk dapat mengalami perubahan mutu akibat tumbuhnya mikroorganisme. Kerusakan makanan oleh mikroorganisme dapat menyebabkan makanan atau minuman tidak layak dikonsumsi, akibat penurunan mutunya. Ciri-ciri adanya pertumbuhan mikroba adalah terjadinya perubahan warna, aroma, dan terbentuknya filamen-filamen di permukaan bahan pangan. Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, diantaranya adalah suhu, pH, aw, oksigen dan tersedianya zat makanan (Fardiaz 1988). Analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan pangan sangat penting dilakukan
untuk mengetahui mutu bahan pangan. Analisis mikrobiologi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode Total Plate Count (TPC). TPC adalah suatu metode untuk menentukan jumlah mikroorganisme dalam bahan pangan tetapi metode tersebut tidak bisa menentukan jenis mikroorganisme spesifik lebih lanjut (Fardiaz 1988). Menurut SNI 01-3719-1995 tentang minuman sari buah, angka lempeng total maksimum sari buah yang masih dapat dikonsumsi adalah 2,0 x 102 koloni/ml, sedangkan menurut SNI 01-3552-1994 tentang jeli agar angka lempeng total maksimum yang dapat dikonsumsi sebesar 1,0 x 104 koloni/ml. Angka lempeng total minuman jeli daun kelor selama penyimpanan berkisar antara < 25 koloni/ml - 7,3x101 koloni/ml. Hasil sidik ragam (Lampiran 26) menunjukkan lamanya penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap total mikroba minuman jeli daun kelor. Tabel 8 Angka lempeng total minuman jeli selama penyimpanan Masa simpan
Angka lempeng total (koloni/ml)
0 minggu
7,2 x 101
2 minggu
1,2 x 101
4 minggu
2,2 x 100
Tabel 8 menunjukkan sampai penyimpanan 4 minggu angka lempeng total koloni minuman jeli daun kelor masih berada pada ambang batas yang sesuai dengan syarat mutu SNI 01-3552-1994, bahkan menurun dari angka lempeng total awal. Penurunan total mikroba pada minuman jeli daun kelor
selama penyimpanan dapat disebabkan oleh berfungsinya natrium benzoat sebagai pengawet, proses pasteurisasi pada suhu 75ºC selama 15 menit dan kandungan antimikroba alami yang terdapat pada daun kelor. Menurut Fahey (2005),
pada
daun
kelor
terdapat
suatu
komponen
yang
dinamakan
pterygospermin, yaitu komponen yang terbentuk dari gabungan dua molekul benzyl isothiocyanate, dimana senyawa ini dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba. Antimikroba adalah komponen yang dapat menyebabkan kebusukan atau kerusakan dengan cara menghambat aktivitas mikroba, baik melalui pencegahan aktivitasnya atau dengan cara membunuhnya (Fardiaz 1988). Eilert dan Colleagues (1981) dalam Indian Medical Journal telah berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi 4-(a-L-rhamnopyranosyloxy) atau benzyl glucosinolate dan
turunan isothiocyanate pada daun kelor, serta dapat membuktikan adanya aktivitas antimikroba yang dapat melawan bakteri dan jamur.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Proses pembuatan minuman jeli daun kelor terdiri atas beberapa tahap, yaitu pembuatan ekstrak daun kelor; pemanasan pada suhu 75ºC; pencampuran gula, jelly powder dan kalium sitrat; pemanasan pada suhu 75ºC selama 5 menit; penambahan perisa, penambahan pewarna dan natrium benzoat; sealing dengan sealer; dan pasteurisasi pada suhu 75ºC selama 15 menit. Taraf ulangan ekstraksi yang dicobakan yaitu satu kali, dua kali dan tiga kali. Komposisi bahan penyusun dalam pembuatan minuman jeli daun kelor adalah 0,35% karagenan, 0,15% kalium sitrat, 0,4% perisa, 300 ppm pewarna, dan 0,1% natrium benzoat. Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan warna, rasa dan penerimaan umum minuman jeli daun kelor. Berdasarkan hasil sidik ragam, ulangan ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar air, pH, serat makanan tidak larut, serat makanan larut, serat makanan total, dan vitamin C minuman jeli daun kelor. Sementara ulangan ekstraksi berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap total gula minuman jeli daun kelor. Minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi terpilih sebagai produk terbaik dan digunakan dalam penelitian lanjutan. Minuman jeli daun kelor terbaik mengandung ß-karoten sebesar 0,17 mg/ 100 g bahan. Berdasarkan hasil sidik ragam, lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar air, pH, total gula, vitamin C, dan aktivitas air (aw) minuman jeli daun kelor. Namun, lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap viskositas dan sineresis minuman jeli daun kelor. Total mikroba minuman jeli daun kelor cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan dan tidak melebihi batas maksimum angka lempeng total mikroba standar jeli agar dan minuman sari buah. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap total mikroba minuman jeli daun kelor. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan warna, tekstur dan penerimaan umum minuman jeli daun kelor.
Saran Berdasarkan hasil penelitian, minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi memiliki rasa yang getir, yang disebabkan oleh terlarutnya banyak tanin dalam ekstrak daun kelor. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk mengurangi tanin yang terlarut. Total mikroba minuman jeli selama penyimpanan satu bulan mengalami penurunan. Untuk itu perlu dikaji tentang pengaruh antimikroba pada minuman jeli dengan membuat kontrol minuman jeli tanpa
pengawet
natrium
benzoat
dan
perlakuan
pasteurisasi.
Untuk
pengembangan minuman jeli daun kelor secara komersial, maka harus dilakukan penyempurnaan terhadap formula minuman jeli daun kelor yang telah ada dan dilakukan pengemasan yang lebih baik lagi, sehingga minuman jeli dapat diterima oleh konsumen.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia. Andarwulan N, S Koswara. 1992. Kimia Vitamin. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2004. Cegah Gizi Buruk dengan Konsumsi Daun Kelor. http// :www.portal.com. [25 September 2007] Anonim. 2007. Raja Segala Pokok. http://www.letsliveonline.com. [25 September 2007]. Apriyantono, A, D Fardiaz, NL Puspitasari, Sedarnawati & S Budiyanto. 1988. Analisis Pangan. Bogor : IPB Press. Bauerfeind JC. 1981. Carotenoids as Colorants and Vitamin A Precursors. New York: Academic Press Becker & Makkar HPS. 1996. Nutritional Value and Antinutritional Component of Whole and Ethanol Extracted Moringa Oleifera Leaves. Journal of Feed Science and Tecnology 63, 211-228. Buckle KA, Edwards, GH Fleet, M Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press. Cahyadi W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara. Damayanthi E, SA Marliyati, H Syarief & D Sukandar. 1997. Percobaan Makanan. [Diktat]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Douglas BM. 2002. Colour In Food Improving Quality. Boca Raton: CRC Press. Duke. 1983. Moringa Oleifera Lamk. http//www.hort.purdue.edu/newcrop/duke. energi/htm. [5 Nopember 2007] Eilert U. 1978. Antibiotic Principles of Seeds of Moringa oleifera. Indian Medical Journal 38(235): 1013-1016. Fahey JW. 2005. Moringa oleifera: A Review of the Medical Evidence for Its Nutritional, Therapeutic, and Prophylactic Properties. Part 1. Fardiaz S. 1988. Petunjuk Laboratorium Analisis Mikrobiologi Pangan. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. ________. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Ferizal S. 2005. Formulasi Jelly Drink dari Campuran Sari Buah dan Sari Sayuran. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Foild N, Makkar HPS & Becker. 2007. The Potential Of Moringa Oleifera for Agricultural and Industrial Uses. Mesir: Dar Es Salaam. Fuglie, Lowell J, ed. The Miracle Tree: Moringa oleifera: Natural Nutrition for the Tropics. Training Manual. 2001. Church World Service, Dakar, Senegal. www.moringatrees.org/moringa/miracletree.htm. [5 November 2007] Glicskman. 1983. Food Hidrocoloids. Florida: CRC Press Inc. Boca Ratton Harborne JB. 2006. Metode Fitokimia: Penuntun Cara untuk Menganalisia Tumbuhan. Bandung : ITB Press. Hardinsyah. 1988. Penilaian Konsumsi Vitamin A dalam Satuan RE. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. _________, Martianto. 1992. Gizi Terapan. [Diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Imeson, A. 1992. Thickening and Gelling Agent for Food. New York : Marcell Dekker. Meilgaard M, Civille GV & Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques [3rd edition]. New York: CRC Press US of America. Meyer LH. 1978. Food Chemistry. Connecticut: AVI Publishing Muchtadi, et al. 2000. Kajian terhadap serat makanan dan antioksidan dalam berbagai jenis sayuran untuk pencegahan penyakit degeneratif. [Laporan Penelitian]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Muhilal, A Sulaeman. 2004. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI Noer H. 2006. Hidrokoloid dalam Pembuatan Jelly Drink. Food Review. Vol 1 Edisi 2 Maret 2006. Nyiwarsini. 2003. Keragaan Kandungan Serat pada Pangan Fungsional Minuman Serbuk. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pranajaya D. 2007. Pendugaan Sisa Umur Simpan Minuman Jelly di Pasaran. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Prangdimurti E, D Muchtadi, M Astawan, FR Zakaria. 2006. Peningkatan Khasiat Biologis Ekstrak Daun Suji untuk Digunakan sebagai Pangan Fungsional Pencegah Penyakit Degeneratif. [Laporan Akhir]. Bogor: IPB Press.
Saputra P. 2007. Sifat Kimia dan Viskositas Minuman Jelly Berbahan Baku Yogurt Probiotik selama Penyimpanan pada Suhu 4-7ºC. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Simbolan JM, M Simbolan, N Katharina. 2007. Cegah Malnutrisi dengan Kelor. Yogyakarta: Kanisius. Simon BW. 2008. Bahan Pembentuk Gel. ebookpangan.com [23 Juni 2008]. Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Perairan, Jakarta: Bharata Sudjana. 1995. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito. Sulaeman A. 1990. Bahan Tambahan Makanan (Food Additives) Jenis dan Petunjuk Penggunaannya. [Diktat]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. __________, F Anwar, Rimbawan, SA Marliyati. 1995. Metode analisis zat gizi dan komponen kimia lainnya dalam makanan. [Diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sulistijani, DA. 2005. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta : Trubus Agriwidya. Syarief H, B Setiawan, D Sukandar. 1987. Pengendalian Mutu, Penerapan Prinsip-Prinsip Statistik. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Sylviana. 2005. Pembuatan Produk Minuman Jelly Cincau Hitam (Mesona palustris BL.). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Towle RJ. 1973. Carragenan. Dalam Industrial Gum. London: Academic Press. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. __________, TS Rahayu. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. __________. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. Bogor: M-Brio Press.
Lampiran 1 Lembar penilaian organoleptik minuman jeli daun kelor Lembar Uji Hedonik (Kesukaan)
Nama Panelis
:
Tanggal Pengujian : Jenis Kelamin
:L/P
Nama Produk
: Minuman Jeli Daun Kelor
Di hadapan Saudara disajikan
beberapa produk minuman jeli daun
kelor. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan keseluruhan dari produk minuman jeli tersebut berdasarkan skala yang diberikan berikut ini : 1. Sangat tidak suka 2. Tidak suka 3. Agak tidak suka 4. Agak suka 5. Suka 6. Sangat suka Keterangan : Tidak boleh membandingkan antar sampel Kode
Warna
Aroma
Tekstur
Rasa
Keseluruhan
Komentar ..........................................................................................................................
:
TERIMA KASIH
Lampiran 2 Lembar penilaian organoleptik minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Uji Hedonik (Kesukaan)
Nama Panelis
:
Jenis Kelamin
:L/P
Tanggal Pengujian
:
Nama Produk
: Minuman Jeli Daun Kelor
Di hadapan Saudara disajikan produk minuman jeli daun kelor. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna, aroma, tekstur dan keseluruhan dari produk minuman jeli tersebut berdasarkan skala yang diberikan berikut ini : 1. Sangat tidak suka 2. Tidak suka 3. Agak tidak suka 4. Agak suka 5. Suka 6. Sangat suka Kode
Warna
Aroma
Tekstur
Keseluruhan
Komentar ..........................................................................................................................
TERIMA KASIH
Lampiran 3 Metode analisis sifat fisik, kimia dan mikrobiologis. Metode Analisis Sifat Fisik 1. Pengukuran Sineresis (AOAC 1995) Sineresis gel yang terjadi selama penyimpanan diamati dengan menyimpan minuman jeli daun kelor pada suhu ruang (28-30°C) selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Masing-masing gel diwadahi dengan cawan untuk menampung air yang dibebaskan selama penyimpanan. Sineresis gel dihitung dengan mengukur kehilangan berat selama penyimpanan lalu dibandingkan dengan berat awal gel. Perhitungan : Sineresis gel = A - B x 100% A Keterangan : A = Berat awal sampel sebelum penyimpanan (g) B = Berat akhir sampel setelah penyimpanan (g) 2. Viskositas Viskositas diukur dengan viskometer. Sampel dimasukkan ke dalam wadah dan pada viskometer dipasang dengan lengan pemutar dengan nomor yang sesuai dengan tingkat kekentalan produk, untuk produk minuman jeli nomor yang sesuai adalah nomor 3. Alat dihidupkan selama satu menit dan viskositas produk dapat diketahui dengan satuan centipoise. Metode Analisis Kimia 1. Analisis Kadar Air dengan Metode Oven Biasa (Sulaeman et al. 1995) Cawan logam atau porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 100105°C selama kurang lebih 30 menit. Cawan didinginkan di dalam eksikator (sekitar 30 menit), setelah dingin cawan ditimbang. Sampel sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 100105°C selama 3-4 jam. Setelah itu cawan didinginkan dalam eksikator (sekitar 30 menit) lalu ditimbang. Kadar air sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar air = (B1-B2) x 100% B
Keterangan : B = Berat sampel (gram) B1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan B2 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan 2. pH (Apriyantono, Fardiaz, Puspitasari, Sedarnawati & Budiyanto 1988) Mula-mula sensor pH meter dibilas dengan aquades dan keringkan dengan tissue. Selanjutnya pH meter dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan pH 7. Sampel yang akan diukur dimasukkan ke dalam wadah gelas dan masukkan pH meter yang telah dikalibrasi ke dalam sampel sampai muncul nilai yang stabil pada pH meter. 3. Total Gula Metode Refraktometri (Sulaeman et al. 1995) Total gula ditentukan dengan metode refraktometri. Mula-mula kaca obyek refraktometer dibersihkan dengan kertas tissue yang telah dibasahi dan didiamkan hingga kering. Setelah itu, dua tetes sampel diletakkan di atas kaca obyek dengan menggunakan pipet lalu kaca obyek tersebut ditutup. Selanjutnya tombol putar refraktometer (pengatur pembacaan kasar dan halus) diputar sedemikian rupa sehingga pada kaca okuler terlihat batas antara gelap dan terang, lalu nilai total gula sampel dibaca. 3.
Analisis Kadar Vitamin C (Apriantono et.al. 1989) Kandungan Vitamin C ditentukan dengan cara titrasi iod/iodimetri.
Sebanyak 10 g sampel dilarutkan dengan aquades dalam labu takar 100 ml. Setelah itu sebanyak 25 ml larutan diambil, ditetesi indikator pati sebanyak 3-5 tetes dan dititrasi menggunakan larutan iod 0.01 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi biru. Tiap mol equivalen dengan 0,88 mg asam askorbat. Kadar vitamin C dalam produk dapat dihitung dengan rumus. mg Vitamin C = ml iod x 0,88 x faktor pengenceran x 100 g sampel
5. Nilai aw (Apriyantono et al. 1989) Pengukuran nilai a w menggunakan a w meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan NaCl jenuh yang memiliki nilai aw sebesar 0,750. Setelah alat dikalibrasi, sampel dimasukkan dan ditunggu beberapa menit sampai muncul nilai a w sampel yang dianalisis. 6. Serat Makanan Secara Enzimatis (Sulaeman et al. 1995)
Sebanyak 10 gram sampel ditimbang dan ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer fosfat pH 6 dan 0,1 ml enzim termamyl, kemudian dipanaskan selama 15 menit pada suhu 1000C. Setelah itu didinginkan dan turunkan pH menjadi 1,5 dengan HCl, lalu tambahkan 100 mg pepsin dan panaskan dengan penangas bergoyang pada suhu 400C selama 1 jam. Naikkan pH menjadi 6,8 dengan menggunakan NaOH. Tambahkan 100 mg pankreatin dan panaskan kembali dengan penangas bergoyang pada suhu 400C selama 1 jam. Atur pH menjadi 4,5 dengan menggunakan HCl dan saring dengan menggunakan kertas saring Whatman 41 yang sudah diketahui beratnya, kemudian pisahkan residu dengan filtratnya. Residu (Serat Tidak Larut) Kertas saring yang berisi residu dicuci dengan 20 ml etanol 95% dan 20 ml aseton. Keringkan dalam oven sampai berat konstan dan timbang (D1). Abukan pada suhu 5500C dan ditimbang kembali (I1). Filtrat (Serat Larut) Filtrat ditambah 400 ml etanol 95% hangat dan biarkan mengendap. Setelah mengendap saring menggunakan buchner funnel yang diberi kertas saring yang sudah dikeringkan dalam oven dan diketahui beratnya, kemudian cuci dengan 20 ml etanol 95% dan 20 ml aseton. Keringkan dalam oven sampai berat konstan dan timbang (D2). Abukan pada suhu 5500C dan ditimbang kembali (I2).
% Serat Makanan Tidak Larut = % Serat Makanan Larut =
D1 − I 1 − B × 100 W
D2 − I 2 − B × 100 W
Keterangan : W = berat sampel (g) D = berat setelah pengeringan (g) I = berat setelah pengabuan (g) B = berat blanko bebas abu (D-I) Blanko 7. Analisis ß-karoten (Journal of Chromatography 1992) Penyiapan larutan standar Timbang ± 0,01 g ß-karoten ke dalam erlemeyer bertutup asah. Tambahkan 1 g asam askorbat dan 25 ml aquades, kocok menggunakan stirer hingga homogen. Tambahkan 50 ml etanol dan 10 ml larutan KOH 60%, kocok kembali menggunakan stirer selama 1 jam. Tambahkan 60 ml petroleum eter :
dietil eter (1:1). Kocok menggunakan stirer selama 1 jam. Masukkan larutan ke dalam labu pemisah 500 ml. Kocok larutan dan biarkan larutan terpisah sempurna. Pindahkan lapisan bagian atas ke dalam labu kocok lainnya. Tambahkan 25 ml petroleum eter : dietil eter (1:1), stirer selama 30 menit. Masukkan larutan ke dalam labu pemisah, kocok dan biarkan memisah, kemudian gabungkan lapisan bagian atas ke dalam labu pemisah, ulangi kembali perlakuan ini satu kali. Cuci larutan tersebut dengan aquades sampai bebas basa. Pindahkan larutan ke dalam labu dasar bulat berleher asah dan uapkan dengan menggunakan vakum evaporator hingga kering. Larutkan residu dengan propanol. Masukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian himpitkan hingga tanda tera dengan propanol. Buat larutan deret standar (disesuaikan dengan konsentrasi contoh). Saring larutan dengan Sep pak Catridge C-18. Larutan siap diinjek ke dalam HPLC. Penyiapan contoh Timbang 10 g contoh, kemudian masukkan ke dalam erlemeyer 250 ml bertutup asah. Tambahkan 1 g asam askorbat dan 25 ml aquades, kocok menggunakan stirer hingga homogen. Tambahkan 50 ml etanol dan 10 ml larutan KOH 60%, kocok kembali menggunakan stirer selama 1 jam. Tambahkan 60 ml petroleum eter : dietil eter (1:1). Kocok menggunakan stirer selama 1 jam. Masukkan larutan ke dalam labu pemisah 500 ml. Kocok larutan dan biarkan larutan terpisah sempurna. Pindahkan lapisan bagian atas ke dalam labu kocok lainnya. Tambahkan 25 ml petroleum eter : dietil eter (1:1), stirer selama 30 menit. Masukkan larutan ke dalam labu pemisah, kocok dan biarkan memisah, kemudian gabungkan lapisan bagian atas ke dalam labu pemisah, ulangi kembali perlakuan ini satu kali. Cuci larutan tersebut dengan aquades sampai bebas basa. Pindahkan larutan ke dalam labu dasar bulat berleher asah dan uapkan dengan menggunakan vakum evaporator hingga kering. Larutkan residu dengan propanol. Saring larutan dengan Sep pak Catridge C 18, injeksikan larutan ke dalam HPLC. Kadar ß-karoten dalam contoh dapat dihitung dengan rumus :
Asp × Cst β karoten Ast Csp = wsp
× Fp
Keterangan : Csp Ast
= konsentrasi contoh (mg/kg) = luas area standar
Asp Fp Wsp
= luas area contoh = faktor pengenceran = berat contoh (g)
Metode Analisis Mikrobiologis Uji Total Mikroba Metode standar total plate count mikroba (TPC) digunakan untuk mengetahui kandungan mikroba pada bahan pangan. Metode ini menggunakan media PCA (Plate Count Agar). Sampel diencerkan sebanyak lima kali, lalu dari kelima tingkat pengenceran tersebut dilakukan pemupukan pada cawan steril (duplo) kemudian ke dalam cawan tersebut ditambahkan medium PCA cair steril sekitar 15 ml. Setelah agar membeku, cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 370C selama 2-3 hari. Koloni pada PCA dinyatakan sebagai CFU/ml (Ferizal 2005).
1 ml
1 ml sampel
1 ml
100
1 ml
1 ml
10-1
10-2
10-3
10-4
1 ml
1 ml
1 ml
1 ml
10-1
10-2
10-3
10-4
Gambar 28 Diagram alir pelaksanaan uji total mikroba
0.1 ml
10-5
Lampiran 4 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna minuman jeli daun kelor Ranks kode perlakuan warna 1 kali ekstraksi 2 kali ekstraksi 3 kali ekstraksi Total
N 25 25 25 75
Mean Rank 56.28 33.32 24.40
Test Statistics(a,b) warna Chi-Square 30.889 df 2 Asymp. Sig. .000 a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode perlakuan Lampiran 5 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma minuman jeli daun kelor Ranks aroma
kode perlakuan 1 kali ekstraksi 2 kali ekstraksi 3 kali ekstraksi Total
N 25 25 25 75
Mean Rank 44.46 37.24 32.30
Test Statistics(a,b) aroma Chi-Square 4.237 df 2 Asymp. Sig. .120 a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode perlakuan Lampiran 6 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur minuman jeli daun kelor Ranks tekstur
kode perlakuan 1 kali ekstraksi 2 kali ekstraksi 3 kali ekstraksi Total
Test Statistics(a,b)
N 25 25 25 75
Mean Rank 43.98 36.42 33.60
tekstur Chi-Square 4.055 df 2 Asymp. Sig. .132 a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode perlakuan Lampiran 7 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap rasa minuman jeli daun kelor Ranks rasa
kode perlakuan 1 kali ekstraksi 2 kali ekstraksi 3 kali ekstraksi Total
N 25 25 25 75
Mean Rank 49.48 31.42 33.10
Test Statistics(a,b) rasa Chi-Square 11.358 df 2 Asymp. Sig. .003 a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode perlakuan Lampiran 8 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan umum minuman jeli daun kelor Ranks kode perlakuan penerimaan 1 kali ekstraksi umum 2 kali ekstraksi 3 kali ekstraksi Total
N 25 25 25
Mean Rank 48.12 32.94 32.94
75
Test Statistics(a,b) penerimaan umum Chi-Square 8.933 df 2 Asymp. Sig. .011 a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode perlakuan Lampiran 9 Hasil sidik ragam kadar air minuman jeli daun kelor Sumber db JK KT F hit Keragaman Perlakuan 2 1.41163333 0.70581667 2.85 Galat 3 0.74305000 0.24768333 Total 5 2.15468333
Pr > F 0.2025
Lampiran 10 Hasil sidik ragam pH minuman jeli daun kelor Sumber db JK KT F hit Pr > F Keragaman Perlakuan 2 0.05333333 0.02666667 1.33 0.3852 Galat 3 0.06000000 0.02000000 Total 5 0.11333333 Lampiran 11 Hasil sidik ragam total gula minuman jeli daun kelor Sumber db JK KT F hit Pr > F Keragaman Perlakuan Galat Total
2 3 5
0.70333333 0.02500000 0.72833333
0.35166667 0.00833333
42.20
0.0064
Hasil uji lanjut Duncan pengaruh ulangan ekstraksi terhadap total gula minuman jelly daun kelor Duncan Mean N Perlakuan Grouping A 11.90000 2 3 B 11.20000 2 2 B 11.15000 2 1 Lampiran 12 Hasil sidik ragam vitamin C minuman jeli daun kelor Sumber db JK KT F hit Pr > F Keragaman Perlakuan 2 34.97703333 17.48851667 0.36 0.7218 Galat 3 144.04630000 48.01543333 Total 5 179.02333333 Lampiran 13 Hasil sidik ragam serat larut minuman jeli daun kelor Sumber db JK KT F hit Pr > F Keragaman Perlakuan 2 0.00130000 0.00065000 0.08 0.9269 Galat 3 0.02505000 0.00835000 Total 5 0.02635000 Lampiran 14 Hasil sidik ragam serat tidak larut minuman jeli daun kelor Sumber db JK KT F hit Pr > F Keragaman Perlakuan 2 0.00570000 0.00285000 0.18 0.8448 Galat 3 0.04790000 0.01596667 Total 5 0.05360000 Lampiran 15 Hasil sidik ragam serat makanan total minuman jeli daun kelor Sumber db JK KT F hit Pr > F Keragaman Perlakuan 2 0.00163333 0.00081667 0.03 0.9708 Galat 3 0.08190000 0.02730000 Total 5 0.08353333
Lampiran 16 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Ranks Wkt simpan jelly drink warna 0 minggu 2 minggu 4 minggu Total
N 15 15 15 45
Mean Rank 22.33 24.60 22.07
Test Statistics(a,b) warna Chi-Square .364 df 2 Asymp. Sig. .834 a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: wkt simpan jelly drink Lampiran 17 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Ranks Wkt simpan jelly drink warna 0 minggu 2 minggu 4 minggu Total
N 15 15 15 45
Mean Rank 16.70 28.70 23.60
Test Statistics(a,b) aroma Chi-Square 6.692 df 2 Asymp. Sig. .035 a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: wkt simpan jelly drink Lampiran 18 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Ranks Wkt simpan jelly drink warna 0 minggu 2 minggu 4 minggu
N 15 15 15
Mean Rank 19.47 27.40 22.13
Total
45
Test Statistics(a,b) tekstur Chi-Square 3.059 df 2 Asymp. Sig. .217 a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: wkt simpan jelly drink Lampiran 19 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan umum minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Ranks Wkt simpan jelly drink warna 0 minggu 2 minggu 4 minggu Total
N 15 15 15 45
Mean Rank 19.33 28.63 21.03
Test Statistics(a,b) penerimaan umum Chi-Square 4.855 df 2 Asymp. Sig. .088 a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: wkt simpan jelly drink Lampiran 20 Hasil sidik ragam viskositas minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber db JK KT F hit Pr > F Keragaman Perlakuan 2 345433.33333333 172716.66666667 28.39 0.0112 Galat 3 18250.00000000 6083.33333333 Total 5 363683.33333333 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh penyimpanan terhadap viskositas minuman jeli daun kelor Duncan Mean N perlakuan Grouping A 1620.00 2 0 minggu B 1135.00 2 2 minggu B 1090.00 2 4 minggu Lampiran 21 Hasil sidik ragam sineresis minuman jeli daun kelor selama penyimpanan
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db
JK
KT
F hit
Pr > F
4 4 8
154.31111111 16.63537778 170.94648889
38.57777778 4.15884444
9.28
0.0266
Sumber Keragaman Jam Minggu
db
Anova ss
KT
F hit
Pr > F
5.62667778 71.52887778
1.35 17.20
0.3558 0.0109
2 2
11.25335556 143.05775556
Hasil uji lanjut Duncan pengaruh penyimpanan terhadap sineresis minuman jeli daun kelor Duncan Mean N Minggu Grouping A 13.663 3 4 B 11.720 3 2 B 4.403 3 0 Lampiran 22 Hasil sidik penyimpanan Sumber db Keragaman Perlakuan 2 Galat 3 Total 5
ragam kadar air minuman jeli daun kelor selama JK
KT
F hit
Pr > F
0.26813333 0.10375000 0.37188333
0.13406667 0.03458333
3.88
0.1474
Lampiran 23 Hasil sidik ragam pH minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber db JK KT F hit Pr > F Keragaman Perlakuan 2 0.02333333 0.01166667 7.00 0.0741 Galat 3 0.00500000 0.00166667 Total 5 0.02833333 Lampiran 24 Hasil sidik ragam aw minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber db JK KT F hit Pr > F Keragaman Perlakuan 2 0.00023333 0.00011667 1.17 0.4219 Galat 3 0.00030000 0.00010000 Total 5 0.00053333 Lampiran 25 Hasil sidik ragam vitamin C minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber db JK KT F hit Pr > F Keragaman Perlakuan 2 330.83910000 165.41955000 7.36 0.0696 Galat 3 67.39270000 22.46423333
Total
5
398.23180000
Lampiran 26 Hasil sidik ragam total mikroba minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber db JK KT F hit Pr > F Keragaman Perlakuan 2 5646.45333333 2823.22666667 4234.84 0.0001 Galat 3 2.00000000 0.66666667 Total 5 5648.45333333 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh penyimpanan terhadap total mikroba minuman jeli daun kelor Duncan Mean N perlakuan Grouping A 72.0000 2 0 minggu B 13.0000 2 2 minggu C 2.2000 2 4 minggu