EFEK ANTELMINTIK INFUSA BUAH NANAS (Ananascomosus (L) Mer ) TERHADAP WAKTU PARALISIS ATAU KEMATIAN CACING GELANG BABI (AscarissuumGoeze)IN VITRO
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Farmasi Pada Program Studi DIII Farmasi
Oleh : YENI SANTIKA NIM: 13DF277050
PROGRAM STUDI DIII FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan masalah utama dalam suatu Negara
berkembang.Salah
satu
penyakit
infeksi
yaitu
yang
disebabkan oleh cacing terutama yang ditularkan melalui tanah atau soil-transmitted helminths,
prevalensinya
masih tinggi. Hal
ini
disebabkan oleh iklim tropis dan kelembaban udara yang tinggi dan beberapa
kebiasaan
yang
berhubungan
dengan
kebudayan
masyarakat Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi antara 60-90%, tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan (Pohan, 2007). Askariasis paling sering ditemukan di iklim tropis hangat dan subtropis di Sub-Saharan Afrika dan Asia Tenggara, lebih dari 807 juta orang terinfeksi dengan ascaris dan lebih dari 60.000 orang mati dalam per tahun akibat penyakit ini (World Health Organization, 2012). Objek penelitian yang digunakan adalah cacing gelang babi (Ascaris suumGoeze) merupakan spesies cacing gelang penyebab askariasis pada babi,memiliki morfologi yang sama dengan Ascaris lumbricoides, Linn dan Ascaris suumGoeze juga dapat menginfeksi manusia ( Mahmudah, 2010 ). Bukti-bukti ilmiah menunjukkan bahwa larva Ascaris suum Goeze sp dapat hidup ini juga bisa ditemukan dan menginfeksi manusia, sapi, kambing pada cacing tanah dan kumbang tinja (Geotrupes) yang bertindak sebagai hospes cadangan..Infeksi Ascaris suum pada manusia dapat menyebabkan efek negatif secara mendadak
pada
kesehatan
seperti
anemia,
diare
malnutrisi
(Claerebout, 2009). Sebagai metode penelitian yang digunakan metode in vitroyaitu suatu metode untuk menunjukkan gejala yang ditelitiyang prosesnya dilakukan di luar tubuh makhluk hidup dalam kondisilaboratoris.In vitro
1
2
dapat memudahkan peneliti dalam menganalisa suatu sample yang tidak dapat dianalisa dalam lapangan. Hal ini karena penelitian secara in vitro menggunakan alat – alat yang memungkinkan peneliti dapat menganalisa secara keseluruhan sample yang ada.Hasil penelitian in vitro mempunyai hasil yang mendekati akurat dibandingkan dengan penelitian di lapangan langsung (in vivo). Uji
anthelmintik
perendamandan mediasebagai
secara
kemudian
tempat
efek
rendaman
in
vitro
dilakukan
yang
timbul
yang
akan
dengan
diamati. digunakan
(Faktor perlu
diperhatikan. Olehkarena itu, perlu dipilih media yang paling cocok untuk kelangsunganhidup cacing di luar tempat hidup sebenarnya misalnya komponen garamfisiologis, nutrisi, oksigen, dan derajat keasaman. Metode in vitroinimenggunakan metode dari Lamson dan Brown yang sudahdimodifikasi . Teknik in vitroini memberikan hasil analisisyang cepat dan proses yang murah (Makkar, 2002). Untuk memerangi cacing yang kadang menghuni perut, biasanya digunakan obat antelmintik (anti cacing).Ada dua golongan bahan
pelawan
cacing,
yakni
vermifuga
(obat-obat
yang
melumpuhkan cacing dalam usus dan cacing yang dikeluarkan dalam keadaan hidup) dan vermicida (obat-obat yang dapat mematikan cacing dalam tubuh).Penggunaan obat – obatan yang berasal dari alam akhir – akhir ini semakin diminati oleh masyarakat. Ramuan obat tradisional yang ada di masyarakat berupa rebusan yang memiliki kemiripan dengan infusa, meskipun kadar infusa lebih rendah dari ekstrak tetapi pembuatan yang praktis bisa diaplikasikan untuk kegunaan masyarakat sehari-hari.Penggunaan obat-obatan yang berasal dari alam akhir-akhir ini semakin diminati oleh masyarakat, karena obat dan bahan – bahan alam atau obat tradisional dipercaya oleh masyarakat mempunyai efek samping yang sedikit dibanding obat – obatan kimia serta relatif mudah didapat.
3
Allah llah menciptakan segala yang ada di langit dan di bumi dengan beraneka ragam, baik jenisnya maupun manfaatnya.Allah Swt. berfirman dalam Q.s. an an-Nahl: 11
“Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam tanamtanaman;
zaitun,
korma,
anggur
dan
segala
macam
buahbuah
buahan.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar - benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan memikirkan.”
(Q.s. An-
nahl/16: 11). Beberapa jenis tanaman di Indonesia telah lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat sebagai obat cacing, sseperti eperti daun kelor, biji lamtoro, buah nanas, putri malu, ketepeng, daun kemangi dan sebagainya, namun pemanfaatannya belum banyak dibuktikan secara ilmiah (Yongabi, 2005). Sebagai mana yang diterangkan dalam hadist (HR. Bukhari) “Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya.” Beberapa jenis tanaman di Indonesia telah lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat sebagai obat cacing, di antaranya tanaman putri malu,ketepeng dan biji pinang. Syahid (2006) meneliti efek antihelmintik ekstrak putri malu (Mimosa pudica,, Linn.) terhadap Ascaris suum Goeze sp secara in vitro.Kandungan .Kandungan bahan kimia dari ekstrak putri malu di antaranya mimosin, asam pipekolinat, tannin, alkaloid, dan saponin.Selain itu, putri malu juga mengandung triterpenoid, sterol, polifenol dan flavonoid.Kandungan bahan kimia tersebut yang memiliki efek antihelmintik adalah mimosin dan
4
tanin.Senyawa
tanin
memiliki
kemampuan
denaturasi
protein
menyebabkan proteinpada permukaaan tubuh cacing terdenaturasi sehingga permukaan tubuhcacing menjadi tidak permeabel lagi terhadap zat di luar tubuh cacing.Mimosin memiliki efek antihelmintik melalui
mekanisme
neurotoksik
dengan
menghambat
asetilkolinesterase sehingga terjadi penumpukkan asetilkolinpada tubuh cacing yang menyebabkan cacing mati dalam keadaan kaku. Kuntari (2008) meneliti efek antihelmintik air rebusan daunketepeng (Cassia alata L) terhadap cacing tambang anjing secara In vitro.Daun Cassia
alata
L
diketahui
mengandung
alkaloid,
flavonoid,
tanin,saponin dan antrakinon. Daya antihelmintik air rebusan daun ketepeng didugadisebabkan oleh senyawa aktif saponin yang menghambat kerja kholinesterasesehingga cacing akan mengalami paralisis spastik otot yang akhirnya dapatmenimbulkan kematian. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mighra (2007) menunjukkan perasan buah segar dan infus daun Nanas memiliki khasiat sebagai anthelmintik. Hasil analisis menunjukkan perasan buah Nanas segar memiliki potensi sebagai anthelmintik yang lebih baik dibandingkan dengan infus daun nanas menunjukkan adanyagolongan senyawa flavonoid, saponin, tanin dan triterpenoid/steroid, bromealin.Meskipun buah nanas memiliki kandungan kimia seperti saponin dan tanin,yang menurut
teori
bisa
membunuh
cacing,
belum
ada
penelitian
yangmenyebutkan secara ilmiah bahwa buah naans bisa bermanfaat sebagaiantihelmintik. Dan penelitian kali ini menggunakan Nanas madu Subang, karena rasa buahnya yang asam manis dan memiliki kelebihan tidak membuat gatal dimulut tidak seperti nanas lainnya yang
menimbulkan
rasa
gatal
dimulut
(Raina,
2015).
Untuk
mengetahui seberapa besar efek antihelmintik yang dimiliki oleh buah nanas yang juga mengandung tanin dan saponin, bromealin maka perlu dilakukan penelitian tentang “Efek antelmintik infusa buah nanas
5
(Ananas comosus (L) Mer)terhadap waktu paralisis atau kematian cacing gelang babi ( Ascaris suum goeze ) secara in vitro. B. Batasan Masalah Penelitian ini hanya diteliti untuk menguji efek anthelmintik infusa buah Nanas (Ananas comosus (L) Mer) terhadap waktu paralisis atau kematian cacing gelang babi (Ascaris suum Goeze) secara in vitro C. Rumusan Masalah 1. Apakah infusa buah Nanas (Ananas comosus (L) Mer) memiliki aktivitas anthelmintik terhadap cacing gelang babi (Ascaris suum Goeze) secara in vitro ? 2. Berapakah Konsenterasi Infusa Buah Nanas (Ananas comosus (L) Mer yang memiliki efek anthelmintik terhadap cacing gelang babi, (Ascaris suum Goeze). ? 3. Bagaimana efek anthelmintik setelah pemberian infusa buah nanas
dibandingkan
dengan
pemberian
obat
anthelmintik
piperazin ? D. Tujuan Penelitian 1. Penelian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
pengaruh
efek
anthelmintik infusa buah Nanas(Ananas comosus (L) Mer) terhadap waktu paralisis atau kematian cacing gelang babi (ascaris suum Goeze )secara in vitro. 2. Untuk mengetahui konsentrasi infus buah nanas, yang memiliki efek pada waktu dan jumlah cacing gelang babi yang paralisis 3. Untuk mengetahui konsentrasi infus buah nanas yang memiliki efek pada waktu dan jumlah cacing gelang babi yang mati.
6
E. Manfaat Penelitian 1. Untuk mengetahui efek anthelmintik infusa buah Nanas (Ananas comosus (L) Mer) terhadap cacing gelang babi (Ascaris suum Goeze) secara in vitro. 2. Dapat
memberikan
informasi
bagi
masyarakat
dan
dunia
kesehatan khususnya dunia kefarmasian mengenai manfaat buah Nanas (Ananas comosus (L) Mer) yang berefek sebagai anthelmintik. 3. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya data ilmiah tentang khasiat obat tradisional khususnya anthelmintik dan infus buah nanas dalam rangka pengembangan obat alami.
7
F. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitiian Judul
Nama
Efektivitas Fraksi Etil Asetat Buah Nanas (Ananas comosus (L.) Merr) sebagai Antelmintik terhadap Cacing Gelang Babi (Ascaris suum Goeze) secara in vitro, A.A.G.R.Y.)
Sudarmik a, I M., Astuti, K. W., Putra
Uji In Vitro Ekstrak Etanol buah Nanas (Ananas comosus (L) Mer) Terhadap daya Mortalitas Cacing Gelang Babi (Ascaris suum Goeze)
judul Uji Efektifitas daya anthelmintik Perasan Buah Segar dan Infusa Daun nanas (Ananas Comosus (L) Merr) terhadap Ascaridia galli secara In vitro Efek antihelmintik ekstrak etanol daun kemangi(Ocim um americanumL.) Terhadapkema tianAscaris suum Goeze
Putra, B .P.A, Astuti, K.W., Dwinata, I.M
Tempat
Universitas Udayana
Universitas Udayana
Bazzar Ari migrha
Universitas Diponegoro Semarang
Okkie mharga sentana
Fakultas kedokteranU niversitas sebelas maretSurak arta
Tahun
Persamaan
Perbedaan
2012
Penelitian menggunakan buah nanas dan cacing gelang babi
Secara Fraksi Etil
2013
2007
2010
Penelitian yang digunakan buah nanas dan cacing gelang babi
Penelitian yang digunakan buah nanas
Sampel yang digunakan Tanaman kemangi, objek yang digunakan cacing Ascaris suum Goeze dan
menggunaka n ekstrak etanol buah Nanas (Ananas comosus (L) Mer.
Menggunaka n perasan segar buah nanas dan infusa daun nanas (Ananas comosus (L) Mer.
Sediaan yang digunakan
8
spSecara vitro
in
Uji efek antelmintik infus biji pinang sirih (areca catechu l) terhadap cacing gelang (ascaris suum).
metode yang digunakan in vitro
Adeanne C. Wullur
Poltekkes Depkes Manado
2010
Sediaan yang digunakan infusa dan Tanaman objek yang yang digunakan digunakan cacing Ascaris suum Goeze
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1
Buah Nanas (Ananas comosus (L.) Merr) ) a. Klasifikasi Tanaman Buah Nanas Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Sub Kingdom : Tracheobionta Divisi
: Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )
Kelas
: Monocotyledoneae (tumbuhan monokotil)
Ordo
: Farinosae ( Bromeliales)
Famili
: Bromiliaceae
Genus
: Ananas
Species
: Ananas comosus (L) Merr.
(Gunawan, 2004) b. Sinonim dan Nama Daerah Nanas yang mempunyai nama latin (Ananas Comosus (L) Merr) mempunyai nama lain henas, kenas, honas (Batak). Ganas, danas (Sunda), manas (Bali), padang (Makasar). Buah nanas tergolong dalam family Bromeliaceace yang bersifat tumbuh ditanah.(Gunawan, 2004) c. Morfologi Tumbuhan Tanaman nanas mempunyai nama ilmiah (Ananas comosus.(L) Merr.)nanas termasuk family bromeliaceae. Perawakan (habitus) tumbuhnya rendah, herba (menahun) dengan 30 atau lebih daun yang panjang ,tingginya antara 90 – 100 cm. buah ini berasal dari brasil, Amerika Selatan, buahnya dalam bahasa Inggris disebut sebagai
pineapple
karena bentuknya yang seperti pohon pinus . Nanas yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah Nanas Madu yang berasal Subang, Jawa barat. Alasan
9
10
digunakannya nanas subang ini karena rasa buahnya yang asam manis dan memiliki kelebihan tidak membuat gatal dimulut tidak seperti nanas lainnya yang menimbulkan rasa gatal dimulut (Riana, 2015) Nanas adalah merupakan hasil dari perpanjangan batang.Daun Nanas berbentuk sangat panjang, berukuran sekita 130-150 cm dengan lebar 3-5 cm lebih.Permukaan daun bersifat halus dan mengkilap berwarna hijau tua, terkadang warna merah tua atau cokelat kemerahan.Jumlah daunnya tiap batang sekitar 70 – 80 helai tergantung varietasnya.Letak daun Nanas berbentuk spiral, mengelilingi batang bahkan hingga batangnya sendiri tak terlihat. Tanaman Nanas memiliki rangkaian bunga majemuk pada ujung batangnya yang bersifat hermafrodit (bunga sempurna) dengan jumlah kisaran 100 - 200 (jumlah bervariasi).Letaknya
pada
Ketiak
daun
pelindung.Pertumbuhan bunga memakan waktu 6 – 16 bulan dari waktu mulai penanaman. d. Ekologi dan Syarat Tumbuhan 1) Iklim Tanaman nanas dapat tumbuh pada keadaan kondisi cuaca lembab maupun kering. Suhu yang sesuai untuk budidaya tanaman nanas adalah 21 – 320C, tetapi juga dapat hidup di lahan bersuhu rendah sampai 100C (Suyanti, 2010). 2) Media Tanam Pada umumnya hamper semua jenis tanah yang digunakan untuk pertanian cocok untuk tanaman nanas. Meskipun demikian, lebih cocok pada jenis tanah yang engandung
pasir,
subur,
gembur,
dan
banyak
11
mengandung bahan organic serta kandungan kapur rendah (Evitasari, 2013). Nanas cocok ditanam dengan ketinggian 800- 1200 m diatas permukaan laut.Pertumbuhan optimum tanaman nanas antara 100 – 700 m diatas permukaan laut (Evitasari, 2013). e. Manfaat Buah Nanas (Ananas comosus (L) Mer) Daun, buah dan akar nanas mengandung saponin, flavonoida dan polifenol. Buah masak sifatnya dingin, berkhasiat
mengurangi
keluarnya
asam
lambung
yang
belebihan, membantu mencernakan makanan di lambung, anti radang, peluruh kencing (diuretik), membersihkan jaringan kulit
yang
pertumbuhan trombosit
mati sel
(agrerasi
(skindebdridement), kanker,
menghambat
platelet),
dan
mengganggu penggumpalan
mempunyai
aktifitas
fibrinolitik. Buah muda rasanya asam, berkhasiat memacu enzim
pencernaan,
antelmintik,
diuretik,
pleuruh
haid
(emenagog), abortivum, peluruh dahak (mukolitik), dan pencahar.Daun berkhasiat antipiretik, antelmintik, pencahar, anti radang dan menormalkan siklus haid. Daun, buah dan akar nanas mengandung saponin, bromealin, flavonoida dan polifenol. Buah masak sifatnya dingin, berkhasiat mengurangi keluarnya asam lambung yang belebihan, membantu mencernakan makanan di lambung, anti radang, peluruh kencing (diuretik), membersihkan jaringan kulit
yang
pertumbuhan trombosit
mati sel
(agrerasi
(skindebdridement), kanker,
menghambat
platelet),
dan
mengganggu penggumpalan
mempunyai
aktifitas
fibrinolitik. Buah muda rasanya asam, berkhasiat memacu enzim
pencernaan,
antelmintik,
diuretik,
pleuruh
haid
(emenagog), abortivum, peluruh dahak (mukolitik), dan
12
pencahar.Daun berkhasiat antipiretik, antelmintik, pencahar, anti radang dan menormalkan siklus haid. f.
Kandungan Buah Nanas (Ananas comosus (L) Mer) Tumbuhan
umumnya
mengandung
senyawa
aktif
dalam bentuk metabolit sekunder seperti bromealin, alkaloid, steroid, tanin, saponin, triterpenoid, senyawa fenol dan lainlain. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi
sebagai
pelindung
tumbuhan
tersebut
dari
gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya (Lenny, 2006). Buah nanas mengandung vitamin (A dan C), kalsium, fosfor, magnesium, besi, natrium, kalium, dekstrosa, sukrosa (gula tebu), dan enzim bromelain.Bromelain berkhasiat anti radang,
membantu
melunakkan
makanan
di
lambung,
mengganggu pertumbuhan sel kanker, menghambat agregasi platelet,
dan
mempunyai
seratnya
dapat
aktivitas
mempermudah
fibrinolitik.Kandungan
buang
air
besar
pada
penderita sembelit (Setiawan, 2004). 1) Alkaloid Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar atom
nitrogen
ini
merupakan
bagian
dari
cincin
heterosiklik (Lenny, 2006). Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun namun adapula yang sangat berguna dalam
13
pengobatan seperti kuinin, morfin dan stikinin. Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit batang. Alkaloid umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit berasal dari jaringan tumbuhan (Lenny, 2006). 2) Steroid Steroid adalah golongan terpen dengan kerangka inti 17 atom C, diluar rantai samping. Steroid terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan pengelompokkan ini didasarkan pada efek fisiologis yang diberikan oleh masing-masing
senyawa.
Percobaan-percobaan
biogenetik menunjukkan bahwa steroid yang terdapat di alam berasal dari triterpenoid. Steroid yang terdapat dalam jaringan hewan berasal dari triterpenoid lanosterol sedangkan yang terdapat dalam jaringan tumbuhan berasal dari triterpenoid sikloartenol setelah triterpenoid ini mengalami serentetan perubahan tertentu (Lenny, 2006). Ditinjau dari segi struktur molekul, perbedaan antara berbagai kelompok steroid ditentukan oleh jenis substituen R1, R2 dan R3 yang terikat pada kerangka dasar karbon. Tahap-tahap awal dari biosintesa steroid adalah sama bagi semua steroid alam yaitu pengubahan asam asetat melalui asam mevalonat dan skualen (suatu triterpenoid) menjadi lanosterol dan sikloartenol (Lenny, 2006). 3) Triterpenoid Triterpenoid
adalah
senyawa
yang
kerangka
karbonnya berasal dari 6 satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang kebanyakan
14
berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat.Senyawa ini paling umum ditemukan pada tumbuhan berbiji, bebas dan sebagai glikosida.Triterpenoid yang paling penting dan paling tersebar luas adalah triterpenoid pentasiklik. 4) Saponin Saponin adalah segolongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur steroid dan mempunyai sifatsifat khas dapat membentuk larutan koloidal dalam air dan membui bila dikocok. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin juga bersifat dapat menghancurkan butir darah merah melalui reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan (Gunawan, 2004). 5) Tanin Tanin secara umum didefinisikan sebagai senywa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis (Sulistiono, 2011).Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak dijumpai pada tumbuhan. Tanin dahulu digunakan untuk menyamakkan kulit hewan karena sifatnya yang dapat mengikat protein. Selain itu juga tanin dapat mengikat alkaloid dan gelatin. Tanin memiliki
peranan
biologis
yang
kompleks.
Hal
ini
dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga
15
dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Sulistiono, 2011). 6) Senyawa fenol Istilah
senyawa
fenol
meliputi
aneka
ragam
senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya mereka sering kali berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat dalam vakuola sel. Ilmu kimia senyawa-senyawa fenol yang ditemukan di alam mengalami kemajuan yang sangat pesat setelah Kekule berhasil menerapkan struktur dari cincin aromatik, bahkan struktur dari senyawa fenol telah dapat ditetapkan sejak abad ke-19 ( Senyawa fenolik dapat berbentuk fenol bebas atau bentuk glikosidik.Akibat penggandaan gugus hidroksil, fenol cenderung atau menjadi relatif polar dan larut dalam alkohol berair, karena senyawa merupakan asam lemah, maka dapat diekstraksi atau dipisahkan dalam alkali encer sebagai garam fenolat. Cara klasik untuk mendeteksi senyawa fenol sederhana ialah dengan menambahkan larutan besi (III) klorida 1% pada air atau etanol kepada larutan cuplikan yang menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat (Lenny, 2006). 7) Nanas mengandung suatu enzim tersebut
yaitu
enzim
bromealin.
proteolitik, enzim Enzim
bromeealin
tersebut diduga berfungsi sebagai anthelmintik dengan membuat paralisis cacing. Selain itu juga enzim ini berkhasiat sebagai anti radang , membantu melunakkan makanan
dilambung,
mengganggu
pertumbuhan sel
16
kanker, menghambat agregasi platelet dan mempunyai aktivitas fibrinolitik. (Sibuca P. 2007) 2
Metode penelitian a. In vivo Dengan
hewan
utuh,
parameternya
perubahan
kelakuan atau gejala, atau parameter biokimia.Perlakuan prikebinatangan.In vivo bisa dikatakan sebagai melihat nasib obat dalam tubuh. b. In situ Dengan hewan utuh umumnya teranastesi sasaran perlakuan
atau
pengamatannya
pada
organ
tertentu
parameternya perubahan organ tersebut. Induksi sakit atau perubahan obat bisa oral atau cara pemberiannya lain atau lokal pada organ tersebut. Obat yang diujikan langsung disuntikan. Misalnya peristaltik usus c. In vitro In vitro adalah eksperimen yang diluar tubuh hewan dengan organ atau sel terisolasi, keadan dijaga agar tetap hidup dan dalam suasana fisiolagis selama pengamatan. Perlu dilakukan kajian sifat organ atau sel, larutan fisiolagis yang digunakan tergantung sifat organ atau sel dan tujuan eksperimen. Parameter pengamatan terhadap perubahan organ atau sel, diperlu proses dan alat khusus seperti alat bedah, ruang steril atau kerja asepstik, organ bath, pencacat dengan atau tanpa amplifier. d. In silico Kehidupan atau gambaran yang disimulasikan dalam gambar
dikomputer
yang
terdapat
ramalan
efek
atau
kajian.Pengamatan perubahan gambaran dengan pengkuran
17
tertentu. Digunakan dalam pengembangan obat dengan struktur analogi . 3
Ekstraksi Ekstraksi adalah kegiatan penarikkan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida, falvonoida dan lain – lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilohan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM,2000). Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yatu : a. Maserasi Maserasi
adalah
proses
sederhana,menggunakan
pelarut
ekstraksi yang
yang
cocok
paling dengan
beberapa kali pengadukan pada temperature ruangan (kamar) (Ditjen POM, 2000). Maserasi digunakan untuk menyari zat aktif
yang
mudah
larut
dalam
cairan
penyari,
tidak
mengandung stirak, benzoin dan lain –lain, b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan pelarut melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.Prosesnya terdiri dari tahap pengembangan dan perkolasi
sebenarnya
(penetesan/penampungan
ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. c. Refluks Refluks adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus
18
sehingga terjadi ekstraksi yang berkelanjutan dengan jumlah pekarut relatif konstan dengan adanya pendingin baik. d. Digesti Digesti adalah maserasi konetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan
(kamar)
yaitu
secara
umum
dilakukan
pada
temperature 40-500C. e. Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur pemanasan air (bejana infus tercelup dalam air penangas air mendidih), temperature terukur (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit). f.
Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dengan temperature titik didih air.
g. Destilasi Uap Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial. Senyawa menguap akan terikut dengan fase uap air dari ketel secara kontinu dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguapn ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian (Ditjen POM, 2000). 4
Infusa Infusa adalah sediaan cair hasil penyarian simplisia nabati menggunakan air pada suhu 900C selama 15 menit. Infusa dibuat dengan cara mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, kemudian dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu 900C
19
sambil sekali-kali diaduk. Campuran disaring selagi panas melalui kain kassa, ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki (Sarwono, 2006). Penyarian dengan metode ini menghasilkan sari/ekstrak yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Pembuatan campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dalam panci dengan air secukupnya. Panaskan tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90o C sambil sesekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flannel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki. Infus simplisia yang mengandung minyak atsiri diserkai setelah dingin. Infus simplisia yang mengandung lendir tidak boleh diperas. Pada pembuatan infus simplisia yang mengandung glikosida antrakinon, ditambahakan natrium karbonat 10% dari bobot simplisia. Kecuali dinyatakan lain dan kecuali simplisia yang tercantum dalam Farmakope Indonesia, infus yang mengandung bukan bahan khasiat keras, dibuat dengan menggunakan 10% simplisia, untuk pembuatan 100 bagian infus. (Farmakope Indonesia Edisi III, 1979 :12 ) Pembuatan infusa merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga. Infusa dapat diminum dalam keadaan panas atau dingin (Tapan, 2004). Terdapat keunggulan dan kelemahan dalam metode infusa, salah satu keunggulannya adalah biaya yang dibutuhkan relatif murah, mudah di aplikasikan kepada masyarakat dan dapat menyari simplisia dengan pelarut air dalam waktu singkat (Wijayanti, 2008). Terdapat juga kelemahan infusa diantaranya
20
sari/ekstrak yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. 5
Anthelmintik Anthelmintik memusnahkan
atau
cacing
obat dalam
cacing tubuh
adalah manusia
obat dan
yang hewan.
Mekanisme kerja anthelmintik yaitu dengan menghambat proses penerusan impuls neuromuskuler sehingga cacing dilumpuhkan. Mekanisme lainnya dengan menghambat masuknya glukosa dan mempercepat penggunaan glikogen pada cacing. Anthelmintik mencangkup semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran pencernaan maupun obat – obat sistemis yang membasmi cacing maupun larva cacing yang berada dalam organ dan jaringan tubuh (Tjay dan Rahardja, 2008). Anthelmintik yang ideal yaitu efektif dan aman , lebih disukai pemberian oral dengan dosis tunggal dan stabil pada keadaan tertentu dalam waktu yang cukup lama (Rahardjo, 2004). Obat – obat penyakit cacing : a. Mebendazol Mebendazol sangat efektif untuk mengobati infestasi gelang, cacing kremi, cacing tambang dan T. trichiura, maka berguna untuk mengobati infestasi campuran cacing – cacing tersebut.
Mebendazol
menyebabkan
kerusakan
struktur
subseluler dan menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing (Syarif, dkk 2007). b. Piperazin Pengalaman
klinik
menunjukkan
bahwa
piperazin
efektif sekali terhadap A. lumbricoides dan E. vermicularis. Carakerja
piperazin
pada
otot
cacing
askaris
dengan
mengganggu permeabilitas membran sel terhadap ion – ion
21
yang berperan dalam mempertahannkan potensial istirahat, sehingga menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan, disertai paralisis (Syarif, dkk 2007). c. Albendazol Obat ini bekerja dengan cara berkaitan dengan βtubulin parasit sehingga menghambat polimerasi mikrotubulus dan memblok pengambilan glukosa oleh larva maupun cacing dewasa,
sehingga
persediaan
glikogen
menurun
dan
pembentukan ATP berkurang akibatnya cacing akan mati (Syarif, dkk 2007). d. Pirantel Pamoat Pirantel pamoat digunakan untuk memberantas cacing gelang, cacing kremi, dan cacing tambang. Pirantel pamoat dan analognya menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls, sehingga cacing mati dalam keadaan spastik (Syarif, dkk 2007). 6
Askariasis Ascarisis adalan infeks cacing karena Ascaris lumbricoides (Zulkoni, 2010). a. Etiologi Penyebab penyakit askariasis ini adalah cacing Ascaris lumbricoides Linn. Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides Linn. b. Epidemiologi Penyakit askariasis
ini sifatnya kosmopolit
yakni
terdapat hampir di seluruh dunia (Rasmaliah, 2001).Di Indonesia,
prevalensi
90%,tergantung (Pohan,2007).
pada
askariasis lokasi
Kurangnya
dan
tinggi
antara
sanitasi
pemakaian
jamban
60-
lingkungan keluarga
menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar
22
halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci, dan di tempat pembuangan sampah. Sumber penularan askariasis salah satunya adalah ternak babi. Telur cacing penyebab askariasis dikeluarakan oleh babi kemudian mencemari tanah, air, atau makanan (Soeharsono, 2002). c. Patofisiologi dan pathogenesis Patogenesis infeksi Ascaris lumbricoides berhubungan eratdengan respons umum hospes, efek migrasi larva, efek mekanik cacing dewasa, dan defisiensi gizi.Selama larva mengalami
siklus
dalam
jumlah
yang
besar
dapat
menimbulkan pneumonitis.Larva yang menembus jaringan dan masuk ke dalam alveoli dapat mengakibatkan kerusakan pada epitel bronkhus (Onggowaluyo, 2002). Manusia menelan telur Ascaris lumbricoides yang mengandung larva stadium 2, dengan ukuran 50-70 µm x 40-50 µm. Telur menetas dalam jejunum dan melepaskan larva stadium 2 tersebut. Larva tersebut kemudian menembus dinding usus kecil (beberapa juga ada yang menembus usus besar), lalu masuk ke dalam sirkulasi vena porta, dan bermigrasi ke hati selama 2-8 hari.Selanjutnya, larva bermigrasi melalui vena ke sirkulasi paru-parudan perpindahannya
kemudian ke
ke
paru-paru
paru-paru, larva
selama
menyebabkan
pneumonia.Gejala pneumonia ini adalah demam (39,9o C40,0o C), batuk, ada sedikit darah di sputum, dan asma.Pada sejumlah besar wanita, meningkat reaksi alerginya akibat terjadi peningkatan jumlah eosinofil. Selain itu juga terdapat adanya gambaran infiltrat pulmoner yang bersifat sementara, akan hilang dalam beberapa minggu dan berhubungan dengan eosinofilia perifer. Manifestasi klinik ini disebut juga Loeffler’s syndrome (Shoff, 2008 ; Onggowaluyo, 2002).
23
Setelah
berada
dalam
paru-paru,
larva
tersebut
kemudian masuk ke ruang-ruang alveolar, dan berdifferensiasi menjadi larva stadium 3 dengan ukuran 1700-2000 µm, berganti kulit (meranggas) dan berubah menjadi larva pada stadium 4. Waktu yang diperlukan untuk mencapai stadium 4 ini seluruhnya adalah 4-14 hari.Setelah larva sudah berubah menjadi stadium 4, larva terus melakukan migrasi hingga kemudian naik ke trakhea yang pada akhirnya ikut tertelan dan kembali ke usus kecil (biasanya pada usus halus), berganti kulit (meranggas) untuk yang terakhir kalinya, dan berkembang menjadi dewasa dalam waktu 14-20 hari. Total waktu yang diperlukan pada manusia dari tertelan hingga menjadi dewasa adalah 18-42 hari (Shoff, 2008). Sementara itu, untuk mekanisme patofisiologisnya, dijelaskan oleh Shoff (2008) yaitu cacing dewasa bermigrasi sepanjang saluran pencernaan, bergerak masuk dan keluar pada lubanglubang yang dilewatinya (misalnya : saluran empedu, pankreas, usus buntu). Apabila cacing tersebut ‘dormant’ di suatu saluran, maka dapat menyumbat saluran tersebut dan menyebabkan obstruksi patologis.Sedangkan apabila cacing tersebut mati di dalam salah satu saluran yang ditempatinya,
maka
dapat
menyebabkan
peradangan,
nekrosis, infeksi, hingga pembentukan abses. Adanya cacing dewasa di usus halus dalam jumlah kecil, tidak menimbulkan gejala yang berarti, akan tetapi bisa meningkatkan nyeri abdominal yang samar atau intermiten colik, terutama pada anak-anak. Komplikasi lebih lanjut, infeksi cacing Ascaris lumbricoides akan menimbulkan malnutrisi berat pada anakanak. Cacing dewasa yang bermigrasi melalui perforasi sekunder pada dinding usus akibat TBC atau demam typhoid,
24
akan menyebabkan peritonitis granulomatosa. Selama larva bermigrasi, larva tersebut dapat berdiam diri di otak, saraf tulang belakang, ginjal, ataupun organ lain yang pada akhirnya dapat menyebabkan inflamasi atau infeksi. Selain itu, larva dapat menempel pada bolus makanan sehingga dapat menghambat pencernaan pada usus kecil di mana kejadian ini paling sering terjadi di lokasi terminal dari ileum (Shoff, 2008). d. Gejala Klinik Kelainan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat pengaruh migrasi larva dan adanya cacing dewasa
ke
organorgan
tubuh
misalnya
ke
lambung,
oesophagus, mulut, hidung, dan bronkhus. Pada umumnya, orang yang terkena infeksi tidak menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang cukup besar (hiperinfeksi) terutama pada anak-anak akan menimbulkan kekurangan gizi. Cacing Ascaris lumbricoides mengeluarkan cairan tubuh yang dapat menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid yang disertai dengan tanda alergi seperti urtikaria, oedem di wajah, konjungtivitis dan iritasi pernapasan bagian atas. Selain itu, cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti obstruksi usus dan perforasi ulkus di usus . Ada kalanya askariasis menimbulkan manifestasi berat dan gawat dalam beberapa keadaan berikut
Bila sejumlah
besar cacing menggumpal maka akan menjadi suatu bolus yang menyumbat rongga usus dan menyebabkan gejala abdomen akut. 2) Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing ke appendiks, kandung empedu (ductus choledocus), dan ductus pancreaticus. Bila cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat dan disusul kolangitis supuratif dan abses multiple.Peradangan terjadi
25
karena
desintegrasi
cacing
yang
terjebak
dan
infeksi
sekunder.Desintegrasi betina menyebabkan dilepaskannya terlur dalam jumlah besar yang dapat dikenali dalam pemeriksaan histologi. Untuk menegakkan diagnosis pasti harus ditemukan cacing dewasa dalam tinja atau muntahan penderita dan telur cacing dengan batuk yang khas dapat dijumpai dalam tinja atau dalam cairan empedu penderita melalui pemeriksaan mikroskopik . e. Terapi Obat pilihan utama untuk askariasis adalah pirantel pamoat
atau
mebendazole,
sedangkan
untuk
pilihan
keduanya adalah levamizole, piperazine ataupun albendazole . Pirantel dipasarkan sebagai garam pamoat yang berbentuk kristal putih yang bersifat labil. Pirantel pamoat dan analognya menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls, sehingga cacing mati dalam keadaan spastis.Pirantel juga menghambat enzim asetilkolinesterase. Pirantel pamoate tersedia dalam bentuk sirup berisi 50 mg pirantel basa/ml serta tablet 125 mg dan 250 mg. Pirantel diberikan dengan dosis tunggal 10 mg/kgBB basa (Ganiswara, 2007). Obat ini mempunyai efek samping ringan yang biasanya dapat diterima (well tolerated) . Mebendazole adalah obat yang berupa bubuk berwarna putih kekuningan, tidak larut dalam air, tidak bersifat higroskopis
sehingga
terbuka.Mebendazole subseluler
dan
stabil
menyebabkan
menghambat
sekresi
dalam kerusakan
keadaan struktur
asetilkolinesterase.
Mebendazole tersedia dalam bentuk sirup berisi 10 mg/ml serta tablet 100 mg. Mebendazole diberikan dengan dosis 100 mg 2 kali sehari selama 3 hari .
26
7
Cacing Gelang Babi (Ascaris suum Goeze) a. Taksonomi Kingdom
: Animalia
Subkingdom
: Metazoa
Filum
: Nemathelminthes
Kelas
: Nematoda
Subkelas
: Scernentea
Ordo
: Ascaridia
Superfamilia
: Ascarididea
Famili
: Ascarididae
Genus
: Ascaris
Spesies
: Ascaris suum, Goeze (Loreille, 2003)
b. Morfologi Cacing Gelang Babi (Ascaris suum Goeze) Ascaris
suum
Goeze
berbentuk
bulat
panjang,
berkutikula tebal sehingga memiliki tiga buah bibir pada bagian mulutnya dan tidak ditemukan adanya buccal capsule. Ascaris suum Goeze atau cacing gelang babi memiliki panjang sekitar 10-15cm dan terdapat pada usus halus. Cacing jantan dewasa memiliki panjang 15-25cm dengan garis tengah 3mm, sedangkan cacing betina memiliki panjang 41cm dengan garis tengah 5mm. satu ekor cacing betina dewasa dapat mengeluarkan telur dalam jumlah yang sangat banyak, sampai 20.000 telur sehari yang dikeluarkan dalam tinja dan selama hidupnya diduga dapat bertelur 23 milyar butir. Telur cacing Ascaris suum Goeze yang telah dibuahi mempunyai ciri – ciri berbentuk lonjong, mempunyai 3 lapis dinding
yang tebal
dengan
ukuran panjang
45-47µm.
penularan dapat terjadi melalui makanan yang terinfeksi oleh telur dan larva dengan panjang kira – kira 0,25mm yang berkembang
dalam
usus
halus
sedangkan
penularan
27
cacingnya sendiri dapat melalui mulut atau langsung ke kulit (Soulsby, 1982; Tjay dan Raharja, 2008) c. Daur hidup Cacing dewasa Ascaris suum Goeze memproduksi telur setelah 2-3 bulan. Telur ini kemudian tertelan sampai pada saluran cerna dan menetas menjadi larva. Larva cacing ini tidak melakukan penetrasi langsung setelah menempel pada dinding saluran cerna, tetapi hanya transit sebentar pada usus halus dan melakukan penetrasi kolon bagian atas. Kemudian cacing ini terakumulasi di hati sampai 48 jam. Dari sini larva masuk ke pebuluh porta. Bermigrasi mengikuti aliran darah sampai ke bronkus paru. Larva kemudian tertelan, menetap di usu halus , dan menjadi paten dalam waktu 6 sampai 8 minggu, dan selanjutnya dapat memulai siklus baru dengan penetasan telur oleh cacing dewasa yang dikeluarkan melalui feses (Loreile dan Bouchet, 2003). Hospes utama A. suum adalah babi, meskipun dapat pula menjadi parasit pada tumbuhan manusia, sapi, kambing, domba, anjing, dan lain – lain. Dengan distribusi yang luas diseluruh dunia. Untuk menghindari infeksi pada manusia, babi harus dalam kondisi higuenis sebelum dikonsusi (Miyazaki, 1991) B. Hasil Penelitian Yang Relevan Pada penelitian jurnal Bazzar Ari Migrha dengan judul Uji Efektifitas daya anthelmintik Perasan Buah Segar dan Infusa Daun Nanas (Ananas Comosus (L) Merr) terhadap Ascaridia galli secara In vitro tahun 2007 memiliki kesamaan yaitu sama-sama menggunakan sediaan infusa terhadap waktu kematian cacing dan perbedaannya dengan jurnal yaitu Bazzar Ari Migrha yaitu bagian pada daging buah nanas
yang digunakan, dan kesimpulan dari penelitian Migrha
28
Perasan buah segar dan infus daun nanas memiliki daya anthelmintik terhadap cacing Ascaridia galli secara in vitro.n Piperazin sitrat mempunyai hasil yang lebih baik dibandingkan perasan buah dan infus daun nanas.
29
C. Kerangka Berfikir Infusa Buah Nanas (Ananas comosus (L) Mer)
Uji Anthelmintik
Waktu Paralisis atau Kematian Cacing gelang babi
Jumlah Paralisis atau Kematian Cacing Gelang babi
(Ascaris suum Goeze)
(Ascaris suum Goeze)
Satuan
menit
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
30
D. Hipotesis Terdapat efek anthelmintik di infusa buah Nanas (Ananas comosus (L) Mer) pada waktu paralisis atau kematian cacing gelang babi secara in vitro.