Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
EFEK ANDROGENIK DAN ANABOLIK EKSTRAK AKAR Pimpinella alpina MOLK (PURWOCENG) PADA ANAK AYAM JANTAN [Androgenic and Anabolic Effect of Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) Root on Male Chicken] SRI USMIATI dan S. YULIANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 12 Cimanggu, Bogor
ABSTRACT Pimpinella alpina Molk is one of the Indonesian herb which is probably has androgenic and anabolic effect since it is used by the people as aphrodiciaca. Purwoceng especially root part is used in traditional herb which has function like Korean Ginseng or ‘pasak bumi’ from Kalimantan. Purwoceng is representing endemic crop of Indonesia, so that the research hasn’t been done yet. It is a big challenge to explore purwoceng as aphrodiciaca. It means that purwoceng has potency to be come as good as synthetic aphrodiciaca and also natural drug like ‘pasak bumi’, ginseng or sanrego which commonly have been used for the patient of Erection Disfunction (ED). Referring to the increasing usage of purwoceng plant by people as aphrodiciaca, this research was done to study androgenic and anabolic effect of purwoceng plant as aphrodiciaca. Tis research was done baed on Completely Random Design (CRD) by 5 treatments of concentration of purwoceng root extract 0, 10, 20, 30 and 40% using olive solvent on 3 day male chick, in 6 replications. Control of treatment consisted of control without active compound and control of standard propionate testosterone as comparator by concentration of 0,0 mg, 0,1 mg, 0,2 mg, 0,3 mg, 0,4 mg, 0,6 mg, 0,8 mg and 1,6 mg in corn oil solvent. Parameters perceived by: (i) main parameters which covered pial size (length plus high of pial) and of body weight gain (body weight from machine moment minus initial body weight); and (ii) secondary parameters, consisted of weight of pial, testis, fabricius bursa and spleen. Result indicated that giving root purwoceng extract to male chick had androgenic effect on extract concentration 30% with highest average gain of pial size equal to 0.385 cm and highest body weight gain equal to 53.15 gram. Giving purwoceng root extract up to 40% was insufficient to give anabolic effect. Purwoceng can be used as aphrodiciaca with its androgenic effect which was lower compared to standard testosterone. Key Words: Androgenic, Anabolic, Purwoceng, Male Chick ABSTRAK Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) adalah salah satu tumbuhan obat asli Indonesia yang diduga mempunyai efek androgenik dan anabolik sehubungan dengan pemakaiannya oleh masyarakat sebagai obat afrodisiaka. Tanaman purwoceng terutama bagian akar digunakan dalam ramuan obat tradisional berfungsi seperti Ginseng dari Korea atau Pasak Bumi dari Kalimantan. Tanaman purwoceng di luar negeri belum dikenal karena merupakan tanaman endemik Indonesia oleh sebab itu penelitian terhadap tanaman ini belum banyak dilakukan. Peluang pemanfaatan purwoceng sebagai obat afrodisiaka sangat besar. Hal ini berarti bahwa purwoceng mempunyai potensi yang dapat disetarakan dengan obat kuat sintetis lainnya maupun obat kuat dari bahan alam seperti pasak bumi, ginseng ataupun sanrego yang sudah biasa digunakan untuk penderita Disfungsi Ereksi (DE). Sehubungan dengan meningkatnya penggunaan tanaman purwoceng oleh masyarakat karena adanya efek androgenik dan anabolik maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk untuk mendeteksi efek androgenik dan anabolik tanaman purwoceng sebagai obat afrodisiaka. Penelitian didesain menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan konsentrasi ekstrak akar purwoceng 0, 10, 20, 30 dan 40% dengan menggunakan pengencer minyak zaitun terhadap anak ayam jantan umur 3 hari, masing-masing dengan 6 ulangan. Kontrol terdiri atas kontrol tanpa bahan aktif dan kontrol testosteron propionat standar sebagai pembanding dengan konsentrasi 0,0 mg, 0,1 mg, 0,2 mg, 0,3 mg, 0,4 mg, 0,6 mg, 0,8 mg dan 1,6 mg dalam pelarut minyak jagung. Parameter yang diamati adalah: (i) parameter utama yang meliputi ukuran jengger (ukuran panjang ditambah tinggi) dan pertambahan bobot badan (selisih
744
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
bobot saat penimbangan dengan bobot awal); dan (ii) parameter pendukung, terdiri atas bobot jengger, testis, limpa dan bursa fabrisius. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak akar purwoceng pada anak ayam jantan mempunyai efek androgenik pada pemberian dengan konsentrasi 30% dengan pertambahan ratarata ukuran jengger terbesar sebesar 0,385 cm dan pertambahan bobot badan tertinggi sebesar 53,15 gram. Ekstrak akar purwoceng yang diberikan sampai dengan konsentrasi 40% tidak cukup memberikan efek anabolik yang berarti. Ekstrak purwoceng dapat digunakan sebagai obat afrodisiaka dengan efek androgenik yang lebih rendah dibanding testosteron standar. Kata Kunci: Androgenik, Anabolik, Purwoceng, Anak Ayam Jantan
PENDAHULUAN Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) merupakan salah satu tumbuhan obat asli Indonesia yang diduga mempunyai efek androgenik digunakan oleh masyarakat sebagai obat afrodisiaka (menimbulkan dorongan seksual). Penduduk sekitar dataran tinggi Dieng sejak dulu telah menggunakan tumbuhan obat ini sebagai salah satu bagian ramuan obat tradisional untuk mengobati macam-macam penyakit dan gangguan kesehatan, sedangkan ekstrak akarnya sebagai diuretika, tonika dalam bentuk seduhan dan terutama untuk afrodisiaka (HEYNE, 1987). Tanaman purwoceng dapat dijumpai di dataran tinggi sekitar 800 – 3500 m dpl yang terkena sinar matahari seperti dataran tinggi Dieng (Jawa Tengah), serta Gunung Galunggung dan Pangrango (Jawa Barat). Sampai saat ini dataran tinggi Dieng dikenal sebagai daerah pengembangan purwoceng. Pelestarian dan pengembangan purwoceng dalam skala besar untuk memenuhi kebutuhan industri jamu di luar habitatnya sangat sukar karena tanaman ini hanya tumbuh baik di daerah asalnya. Penanaman di luar daerah asalnya memerlukan pemeliharaan khusus dan waktu yang lama agar dapat beradaptasi dan tumbuh dengan baik. Tanaman purwoceng merupakan tanaman endemik Indonesia. Hal ini sangat menguntungkan untuk mengembangkan purwoceng sebagai obat afrodisiaka yang tidak kalah dengan ginseng dari Korea. Gangguan seksual terutama pada kaum pria sudah ada sejak jaman dahulu. Secara medis gangguan ini dikenal dengan sebutan disfungsi ereksi (DE). Jumlah penderitanya disinyalir makin meningkat tiap tahun. Menurut sebuah studi yang baru diterbitkan dalam jurnal kesehatan British Journal of Urology, tahun 2004 jumlah penderita DE di seluruh dunia
diperkirakan mencapai 152 juta, jumlah tersebut akan bertambah menjadi 322 juta orang pada tahun 2025. Untuk mengatasi gangguan tersebut biasanya digunakan obatobatan afrodisiaka yang erat hubungannya dengan efek/aktivitas androgenik. Aktivitas androgenik adalah aktivitas yang timbul akibat kerja hormon androgen dalam tubuh yang ditunjukkan oleh munculnya sifat kejantanan (efek maskulinisasi), Secara normal androgen utama yang beredar dalam tubuh adalah testoteron, yaitu senyawa hormon steroid yang mengandung 19 atom karbon dengan inti siklopentanoperhidropenantren yang dihasilkan oleh sel-sel Leydig dalam testis pada kondisi normal (KALTENBACH and DUNN, 1980). Aktivitas androgenik testosteron adalah mempengaruhi inisiasi dan pemeliharaan spermatogenesis dalam tubuliseminiferus testis Hormon testosteron penting untuk mengontrol sifat - sifat seks sekunder dan aktivitas kelenjar reproduksi asesori (PINEDA, 1989). Testosteron tidak disimpan dalam tubuh tetapi segera dipecah menjadi androgen yang relatif inaktif dan diekskresikan melalui urin dan feses (TURNER and BAGNARA, 1983). Testosteron memiliki derajat androgenisitas yang tinggi pada pengujian unggas dan mamalia. Pada ayam, kerja androgen dideteksi dari perkembangan sifat seks sekunder yaitu alatalat tambahan pada kepala ayam seperti jengger, pial, dan cuping telinga. Ekspresi lainnya adalah diferensiasi dimorfik bulu dan suara khas ayam jantan (TURNER dan BAGNARA, 1983). Aktivitas androgenik dapat mempengaruhi perkembangan bursa fabrisius unggas yaitu adanya peningkatan kuantitas testosteron dalam tubuh sehingga terjadi penghambatan dan regresi bursa fabrisius. Fungsi organ ini sebagai sistem pertahanan tubuh diganti oleh limpa saat ayam jantan dewasa (GLICK, 1980).
745
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Oleh karena itu, ukuran limpa pada ayam jantan akan meningkat. Aksi metabolik androgen adalah peningkatan aktivitas anabolisme protein, sehingga peningkatan kuantitas androgen pada tingkat tertentu menyebabkan pertambahan berat badan. Pada jumlah yang sangat tinggi dapat menurunkan berat badan karena berkurangnya pengambilan makanan dan bertambahnya lemak tubuh akibat aktivitas katabolisme lemak meningkat (TURNER and BAGNARA, 1983). Beberapa penelitian aktivitas farmakologis akar purwoceng telah dilakukan dengan menguji ekstrak akar purwoceng pada beberapa hewan uji. Menurut CARAPEBOKA dan LUBIS (1975), ekstrak akar purwoceng mempertinggi aktivitas motorik, mempertinggi tonus otot-otot lurik, menstimulasi susunan syaraf pusat dengan titik tangkap kerja pada medula oblongata, serta meningkatkan tingkah laku seksual tikus jantan (CAROPEBOKA et al., 1979). Lebih lanjut dikatakan bahwa ekstrak akar purwoceng mempunyai aktivitas androgenik pada tikus. TAUFIQQURRACHMAN (1999) melaporkan bahwa tikus yang diberi ekstrak purwoceng dengan dosis 2 ml (50 mg) dapat meningkatkan kadar LH dan testosteron. Tikus jantan umur 90 hari dengan berat badan rata-rata 200 g diberi ekstrak purwoceng sebanyak 25 mg, hasilnya menunjukkan bahwa pemberian ekstrak dapat meningkatkan spermatogenesis dalam testis dan motilitas sperma. Penelitian fitokimia untuk mengetahui kandungan bahan aktif tanaman purwoceng dilakukan oleh CAROPEBOKA dan LUBIS tahun 1975, akar purwoceng diketahui mengandung turunan senyawa kumarin, sterol, saponin dan alkaloid. SIDIK (1975) melaporkan bahwa akar purwoceng mengandung bergapten, isobergapten dan sphondin yang termasuk kelompok furanokumarin. Menurut HERNANI dan YULIANI (1991), tumbuhan yang mempunyai khasiat sebagai afrodisiak umumnya mengandung senyawa-senyawa turunan saponin, alkaloid, steroid dan senyawa-senyawa lain yang berkhasiat sebagai penguat tubuh dan memperlancar peredaran darah. Hasil identifikasi secara kualitatif, akar purwoceng mengandung senyawa turunan kumarin seperti bergapten, xanthotoksin,
746
marmesin, 6,8 dimetoksi umbelliferon dan psoralen. SUZERY et al. (2004) melakukan isolasi senyawa aktif dari tanaman purwoceng dan ditemukan adanya stigmasterol yaitu senyawa golongan steroida saponin yang mempunyai gugus OH terikat pada atom karbon ke - 3 dari inti siklopentanoperhidrofenantren, sehingga mampu mengadakan ikatan dengan oligosakarida. Saponin steroid larut dalam air akibat ikatan glikosida yang terbentuk. Menurut DEWICK (1997), senyawa ini diduga sebagai salah satu pemicu timbulnya perilaku seksual setelah menggunakan ekstrak purwoceng. Senyawa saponin steroid tersusun dari suatu aglikon steroid yang terikat pada suatu oligosakarida. Senyawa ini biasa digunakan sebagai bahan dasar industri pada produk hormon seks dan aktivitas anabolik (DEWICK, 1997). Pencarian senyawa saponin dalam tumbuhan didorong oleh kebutuhan akan sumber sapogenin yang akan diubah menjadi sterol hewan yang penting. Dahulu sterol hanya dianggap sebagai senyawa satwa (hormon kelamin, asam empedu) namun setelah banyak dilakukan penelitian senyawa tersebut juga banyak dijumpai dalam jaringan tumbuhan yang dikenal dengan nama fitosterol. Fitosterol terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi dan dibedakan menjadi sitosterol, stigmasterol dan kampesterol dalam bentuk glikosida dan bebas. Sehubungan dengan meningkatnya jumlah penggunaan tanaman purwoceng oleh masyarakat, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mendeteksi efek androgenik dan anabolik tanaman purwoceng sebagai obat afrodisiaka. MATERI DAN METODE Bahan dan alat Penelitian ini menggunakan ekstrak akar purwoceng murni kira-kira 30 gram dilarutkan dalam 30 ml pelarut alkohol absolut. Cara pembuatan ekstrak disajikan pada diagram alir Gambar 1. Konsentrasi ekstrak adalah 0, 10, 20, 30 dan 40% dengan menggunakan pengencer minyak zaitun. Testosteron propionat standar digunakan sebagai
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Akar purwoceng
dicuci
Dikeringkan sampai kadar air 10%
Digiling sampai menjadi serbuk
Dilarutkan menggunakan alkohol absolut konsentrasi bahan 10%
Ekstraksi, maserasi dengan pengocokan
Alkohol diuapkan sampai terbentuk ekstrak murni 100%
Encerkan menggunakan minyak zaitun
Menghasilkan ekstrak 10%, 20%, 30% dan 40% Gambar 1. Diagram alir pembuatan ekstrak akar purwoceng pembanding dengan konsentrasi 0,0 mg, 0,1 mg, 0,2 mg, 0,3 mg, 0,4 mg, 0,6 mg, 0,8 mg dan 1,6 mg dalam pelarut minyak jagung. Hewan percobaan yang digunakan adalah 84 ekor anak ayam jantan jenis White Leghorn umur 3 hari dibagi ke dalam 14 kelompok masing-masing 6 ekor di dalam kandang kawat ukuran 50 cm x 50 cm x 30 cm. Kandang
dilengkapi oleh penerang atau penghangat berupa lampu 10 Watt serta diberi pakan dan minum ad libitum. Keempat belas kelompok terdiri atas: (i) kontrol; (ii) pemberian ekstrak purwoceng; dan (iii) pemberian testosteron. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan analitik (merk Mettler AE 160), pengering (merk Heraeus), pengocok
747
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 2. Perlakuan penyuntikan pada bagian otot dada anak ayam jantan Perlakuan Kelompok anak ayam jantan
Kontrol
I
Tidak diberi apa-apa
II
0,2 ml minyak zaitun
III
0,2 ml minyak jagung
Ekstrak purwoceng dalam minyak zaitun (%)
Kontrol standar testosteron propionat dalam minyak jagung (mg)
0 0
IV
10
V
20
VI
30
VII
40
VIII
0,1
IX
0,2
X
0,3
XI
0,4
XII
0,6
XIII
0,8
XIV
1,6
Setiap kali penyuntikan 0,2 ml
(merk Kottermann 4010), rotavapor (merk Buchi), penggiling (merk Hammermill), jangka sorong, disposable syrinx 1 ml, gelas ukur, batang pengaduk, dan alat-alat gelas lainnya. Penelitian dilakukan menggunakan metode DORFMAN (1962) dengan modifikasi pada jumlah hari penyuntikan. Penelitian dibagi menjadi 3 tahap kegiatan. 1. Penyuntikan ekstrak akar purwoceng dan testosteron propionat Penyuntikan dibagi dalam dua tahap. Pada tahap I dilakukan selama 5 hari berturut turut, sebelumnya dilakukan pengukuran awal bobot badan dan ukuran jengger yaitu panjang ditambah tinggi, kemudian diistirahatkan 1 hari. Pada hari ke-7 dilakukan pengukuran kembali berat badan dan ukuran jengger. Penyuntikan tahap II dilakukan mulai hari ke-7 hingga hari ke-14. Pada hari ke-15 dilakukan pengukuran bobot badan dan ukuran jengger, kemudian anak-anak ayam tersebut disembelih, dibedah dan diambil testis, bursa fabrisius, limpa dan jenggernya, kemudian masing-masing
748
2.
3.
ditimbang. Secara rinci perlakuan yang diberikan disajikan pada Tabel 1. Rancangan percobaan Penelitian terdiri atas penggunaan ekstrak purwoceng dalam pengencer minyak zaitun masing-masing konsentrasi 0, 10, 20, 30 dan 40%. Kontrol dalam penelitian adalah: (a) kontrol tanpa bahan aktif, terdiri atas tanpa penyuntikan, penyuntikan 0,2 ml minyak zaitun dan penyuntikan 0,2 ml minyak jagung; dan (b) kontrol standar yaitu penyuntikan menggunakan testosteron propionat dalam pengencer minyak jagung masing-masing konsentrasi 0,0 mg, 0,1 mg, 0,2 mg, 0,3 mg, 0,4 mg, 0,6 mg, 0,8 mg dan 1,6 mg. Percobaan didesain menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 ulangan. Parameter yang diamati Parameter pengamatan adalah (i) parameter utama yang meliputi pertambahan bobot badan (selisih bobot saat penimbangan dengan bobot awal) dan ukuran jengger (ukuran panjang ditambah tinggi); dan (ii) parameter pendukung yang
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
terdiri atas penimbangan bobot dari bursa fabrisius, limpa, testis dan jengger. Pengukuran parameter pendukung dilakukan untuk melihat efek samping dari perlakuan (ekstrak akar purwoceng maupun testosteron standar) disamping kondisi normal unggas yang bersangkutan tanpa diberi perlakuan. Selain kedua parameter tersebut juga dilakukan pengamatan terhadap perubahanperubahan dari tingkah laku, konsistensi otot dan suara. Data hasil pengukuran parameter utama dianalisis dengan sidik ragam, adanya perbedaan diuji dengan uji Duncan. Hasil terbaik akibat perlakuan selanjutnya dibandingkan dengan kontrol standar. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter utama Pengaruh ekstrak akar purwoceng terhadap ukuran jengger Salah satu karakter maskulinisasi oleh aktivitas androgen yang menonjol dan paling mudah diamati adalah pertumbuhan jengger ayam jantan (BURKE, 1977). Reseptor Dihidrotestosteron sitoplasmik banyak dijumpai pada alat-alat tambahan bagian kepala ayam jantan sehingga dapat dipakai untuk mengidentifikasi dan menguji adanya hormon jantan (TANAKA, 1980). Pemberian androgen eksogen secara umum menimbulkan efek androgenik dan anabolik (WILMANA, 1980). Hasil pengukuran jengger anak ayam jantan setelah diberi ekstrak akar purwoceng dalam minyak zaitun disajikan pada Tabel 3, sedangkan hasil pemberian kontrol standar ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan sangat nyata mempengaruhi pertambahan ukuran jengger (P < 1%). Anak ayam jantan yang disuntik ekstrak akar purwoceng 30% menunjukkan rata-rata pertambahan ukuran jengger yang tertinggi (0,385 cm). Rataan pertambahan ukuran jengger anak ayam tertinggi pada pemberian testosteron propinat 0,8 mg (Tabel 4), dan menurun pada
pemberian yang tinggi (1,6 mg). Pertambahan ukuran jengger anak ayam jantan yang diberi ekstrak purwoceng 30% tidak sama dengan yang diberi testosteron murni dengan konsentrasi terendah (0,1 mg). Tampak bahwa ekstrak akar purwoceng terdeteksi mempunyai efek androgenik. Tumbuhan tersebut mengandung senyawa sterol yang memiliki kerja serupa dengan testosteron. Menurut HARBORNE (1987), komponen sterol mempunyai rangka dasar sistem cincin siklopentanoperhidrofenantren yang sama dengan inti hormon testosteron. Namun efek androgenik senyawa sterol dari purwoceng tidak sebesar testosteron standar, karena senyawa sterol masih terkait dengan komponen lain, sedangkan testosteron standar merupakan hormon steroid murni. Selain itu, purwoceng mengandung zat yang merupakan komponen biosintesis testosteron. Testosteron dihasilkan dari sintesis kolesterol. Menurut HARBORNE, (1987), saponin dan sterol purwoceng tergolong triterpenoid turunan dari skualena, salah satu komponen penting biosintesis testosteron. Skualena dalam tubuh hewan merupakan komponen biosintesis kolesterol. Namun, karena saponin dan sterol purwoceng merupakan turunan skualena maka efek androgenik tidak sebesar testosteron standar. Tabel 3. Rataan pertambahan ukuran jengger anak ayam jantan dengan pemberian ekstrak akar purwoceng dalam pengencer minyak zaitun setelah 12 kali penyuntikan Pemberian ekstrak akar purwoceng dalam pengencer minyak zaitun (%)
Rataan pertambahan ukuran jengger (cm)
Kontrol
0,162
0% (0,2 ml minyak zaitun)
0,182a
10%
0,243ab
20%
0,340ab
30%
0,385b
40%
0,353ab
Huruf superskrip yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,01)
749
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 4. Rataan pertambahan ukuran jengger anak ayam jantan dengan pemberian testosteron propionat pengencer minyak jagung setelah 12 kali penyuntikan Pemberian testosteron propionat pengencer minyak jagung (mg) Kontrol
Rataan pertambahan ukuran jengger (cm) 0,162
0,0 (0,2 ml minyak jagung)
0,182
0,1
1,221
0,2
1,375
0,3
1,387
0,4
1,558
0,6
2,388
0,8
2,502
1,6
2,226
Pertambahan bobot badan anak ayam jantan yang diberi ekstrak akar purwoceng disajikan pada Tabel 5, sedangkan pertambahan bobot badan anak ayam jantan dengan penyuntikan testosteron disajikan pada Tabel 6. Tabel 5. Rataan pertambahan bobot badan anak ayam jantan dengan pemberian ekstrak akar purwoceng dalam pengencer minyak zaitun setelah 12 kali penyuntikan Perlakuan pemberian ekstrak akar purwoceng dalam pengencer minyak zaitun (%)
Rataan pertambahan bobot badan (g)
Kontrol
45,97
0% (0,2 ml minyak zaitun)
41,31a
10%
46,19a
20%
40,75a
30%
53,15a
40%
46,62a
Huruf superskrip yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pengaruh ekstrak akar purwoceng terhadap pertambahan bobot badan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan. Pemberian ekstrak purwoceng
750
30% menghasilkan pertambahan bobot badan anak ayam jantan tertinggi yaitu 53,15 gram (Tabel 5), sedangkan pertambahan bobot badan yang disuntik testosteron tertinggi (61,88 g) pada konsentrasi 0,6 mg. Berdasarkan Tabel 6, pertambahan bobot badan meningkat sejalan dengan penambahan konsentrasi testosteron namun kemudian mulai menurun kembali pada pemberian testosteron konsentrasi 0,8 mg, sedangkan pada pemberian ekstrak akar purwoceng memiliki pola yang tidak teratur namun secara statistik tidak berbeda nyata untuk setiap konsentrasi. Tabel 6. Rataan pertambahan bobot badan anak ayam jantan dengan pemberian testosteron propionat pengencer minyak jagung setelah 12 kali penyuntikan Perlakuan pemberian testosteron propionat pengencer minyak jagung (mg)
Rataan pertambahan bobot badan (g)
Kontrol
45,97
0,0 (0,2 ml minyak jagung)
43,57
0,1
39,35
0,2
44,12
0,3
50,27
0,4
50,24
0,6
61,88
0,8
60,72
1,6
59,62
Efek anabolik ekstrak akar purwoceng tampak pada peningkatan bobot badan anak ayam jantan. Namun jika dilihat dari nilai pertambahan bobot badan yang kecil tampak bahwa efek androgenik ekstrak akar purwoceng adalah kecil dibandingkan dengan pemberian testosteron. Hal ini kemungkinan karena pengaruh pertambahan bobot badan hasil peningkatan kebutuhan energi oleh tubuh untuk memecah atau memetabolisme ekstrak akar purwoceng yang disuntikkan. Oleh karena itu, diperlukan suplai sumber energi tambahan yang dapat diperoleh dari makanan yang dikonsumsi.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Parameter pendukung Pengaruh pemberian ekstrak akar purwoceng terhadap bobot bursa fabrisius Bursa fabrisius adalah organ khas pada organ unggas yang perkembangannya dipengaruhi oleh androgen. Testosteron atau senyawa yang kerjanya menyerupai testosteron dapat menghambat perkembangan bursa fabrisius dengan mempengaruhi sel-sel stroma sehingga menyebabkan regresi (GLICK, 1980). Bobot bursa fabrisius anak ayam jantan yang diberi ekstrak akar purwoceng disajikan pada Tabel 7, sedangkan bobot bursa fabrisius yang diberi kontrol standar disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 7, ukuran bursa fabrisius anak ayam jantan adalah kecil sampai dengan pemberian ekstrak purwoceng konsentrasi 20%, selanjutnya pada konsentrasi lebih tinggi ukuran bursa fabrisius relatif sama dengan kontrol. Tabel 7. Rataan bobot bursa fabrisius anak ayam jantan dengan pemberian ekstrak akar purwoceng dalam pengencer minyak zaitun setelah 12 kali penyuntikan Perlakuan pemberian ekstrak akar purwoceng dalam pengencer minyak zaitun (%) Kontrol
Rataan bobot bursa fabrisius (g) 0,426
0% (0,2 ml minyak zaitun)
0,420
10%
0,341
20%
0,287
30%
0,418
40%
0,415
Tabel 8 menunjukkan bahwa ukuran bursa fabrisius anak ayam jantan yang diberi ekstrak purwoceng konsentrasi 20% setara dengan pemberian testosteron konsentrasi antara 0,4 – 0,8 mg (ukuran bursa fabrisius 0,275 – 0,282 g). Umumnya, ukuran bursa fabrisius yang mengalami regresi akibat pemberian testosteron standar pengaruhnya masih lebih besar dibandingkan dengan pemberian ekstrak akar purwoceng. Pada unggas, regresi/pengecilan ukuran bursa fabrisius terjadi secara normal seiring bertambahnya umur hewan sehubungan beralihnya fungsi bursa fabrisius sebagai organ untuk pertahanan
tubuh oleh organ limpa. Regresi bursa fabrisius dipengaruhi oleh hormon testosteron indigenous yang bekerja menghambat perkembangan dan merusak sel-sel epitel secara irreversible (searah) (GLICK, 1980). Berdasarkan Tabel 7, pemberian ekstrak akar purwoceng memiliki efek androgenik walaupun relatif rendah. Tabel 8. Rataan bobot bursa fabrisius anak ayam jantan dengan pemberian testosteron propionat pengencer minyak jagung setelah 12 kali penyuntikan Perlakuan pemberian testosteron propionat pengencer minyak jagung (mg) Kontrol
Rataan bobot bursa fabrisius (g) 0,426
0,0 (0,2 ml minyak jagung)
0,470
0,1
0,341
0,2
0,324
0,3
0,215
0,4
0,275
0,6
0,298
0,8
0,282
1,6
0,387
Pengaruh pemberian ekstrak akar purwoceng terhadap bobot limpa Limpa merupakan organ limfoid yang berfungsi membentuk limfosit pada hewan dewasa. Pada saat unggas dewasa, limpa akan menggantikan fungsi bursa fabrisius dalam proses pembentukan sistem pertahanan tubuh. Regresi perkembangan bursa fabrisius idealnya akan diikuti oleh pembesaran ukuran limpa. Bobot limpa anak ayam jantan setelah diberi ekstrak akar purwoceng disajikan pada Tabel 9, sedangkan bobot limpa dengan pemberian kontrol standar ditampilkan pada Tabel 10. Tabel 9 menunjukkan bahwa pengaruh pemberian ekstrak akar purwoceng terhadap bobot limpa anak ayam jantan terjadi sampai dengan konsentrasi ekstrak purwoceng 30%, dan bobot limpa lebih ringan pada pemberian konsentrasi 40% dibandingkan konsentrasi 30%. Tabel 10 menunjukkan bahwa bobot limpa anak ayam jantan semakin berat pada pemberian testosteron sampai konsentrasi 0,8
751
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
mg dan pada pemberian testosteron konsentrasi 1,6 mg bobot limpa lebih ringan setara dengan pemberian konsentrasi 0,6 mg. Dengan demikian pemberian testosteron lebih dari 0,8 mg tidak efektif. Pemberian testosteron yang tinggi (1,6 mg) tampaknya memiliki pengaruh negative feedback (efek balik negatif) terhadap bobot limpa. Tabel 9. Rataan bobot limpa anak ayam jantan dengan pemberian ekstrak akar purwoceng dalam pengencer minyak zaitun setelah 12 kali penyuntikan Perlakuan pemberian ekstrak akar purwoceng dalam pengencer minyak zaitun (%)
Rataan bobot limpa (g)
Kontrol
0,081
0% (0,2 ml minyak zaitun)
0,099
10%
0,100
20%
0,106
30%
0,126
40%
0,117
Tabel 10. Rataan bobot limpa anak ayam jantan dengan pemberian testosteron propionat pengencer minyak jagung setelah 12 kali penyuntikan Perlakuan pemberian testosteron propionat pengencer minyak jagung (mg)
Rataan bobot limpa (g)
ekstrak akar purwoceng. Dengan mengacu pada regresi bobot bursa fabrisius yang sangat kecil pada pemberian ekstrak akar purwoceng tampaknya bobot limpa yang makin berat adalah akibat reaksi penolakan tubuh terhadap masuknya benda atau zat asing ke dalam tubuh, dalam hal ini ekstrak akar purwoceng. Seperti diketahui, organ limpa berfungsi menjaga keseimbangan sistem pertahanan tubuh. Pengaruh pemberian ekstrak akar purwoceng terhadap bobot testis Aktivitas androgenik testosteron atau zat yang kerjanya mirip testosteron adalah mempengaruhi inisiasi dan pemeliharaan spermatogenesis dalam tubuli seminiferus testis (TURNER dan BAGNARA, 1983). Aktivitas spermatogenesis dimanifestasikan oleh meningkatnya bobot testis. Tabel 11 menunjukkan bobot testis anak ayam jantan yang diberi perlakuan ekstrak akar purwoceng, sedangkan Tabel 12 menunjukkan bobot testis akibat pemberian testosteron. Tabel 11. Rataan bobot testis anak ayam jantan dengan pemberian ekstrak akar purwoceng dalam pengencer minyak zaitun setelah 12 kali penyuntikan Perlakuan pemberian ekstrak akar purwoceng dalam pengencer minyak zaitun (%)
Rataan bobot testis (g)
Kontrol
0,016
0% (0,2 ml minyak zaitun)
0,027
Kontrol
0,081
10%
0,031
0,0 (0,2 ml minyak jagung)
0,134
20%
0,024
0,1
0,012
30%
0,037
0,2
0,051
40%
0,039
0,3
0,064
0,4
0,065
0,6
0,072
0,8
0,080
1,6
0,076
Berdasarkan hasil tersebut, tampaknya bobot limpa anak ayam jantan dengan pemberian ekstrak akar purwoceng lebih berat dibandingkan dengan pemberian standar testosteron. Bobot limpa yang semakin berat kemungkinan bukan karena efek androgenik
752
Berdasarkan Tabel 11, bobot testis anak ayam jantan semakin berat sampai dengan pemberian ekstrak akar purwoceng konsentrasi 40%. Bila dibandingkan dengan hasil pada Tabel 12, tampak bahwa bobot testis akibat pemberian testosteron pada konsentrasi 0,8 mg jauh lebih berat. Bobot testis yang semakin berat akibat pemberian ekstrak akar purwoceng menunjukkan adanya efek androgenik purwoceng. Bobot testis yang semakin meningkat menunjukkan adanya peningkatan aktivitas spermatogenesis dalam testis.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 12. Rataan bobot testis anak ayam jantan dengan pemberian testosteron propionat pengencer minyak jagung setelah 12 kali penyuntikan Perlakuan pemberian testosteron propionat pengencer minyak jagung (mg) Kontrol
Rataan bobot testis (g)
Tabel 13. Rataan bobot jengger anak ayam jantan dengan pemberian ekstrak akar purwoceng dalam pengencer minyak zaitun setelah 12 kali penyuntikan Perlakuan pemberian ekstrak akar purwoceng dalam pengencer minyak zaitun (%)
Rataan bobot jengger (g)
0,016
Kontrol
0,0 (0,2 ml minyak jagung)
0,038
0% (0,2 ml minyak zaitun)
0,022
0,1
0,016
10%
0,026
0,2
0,025
20%
0,026
0,3
0,024
30%
0,029
0,4
0,023
40%
0,042
0,6
0,027
0,8
0,066
1,6
0,076
Pengaruh pemberian ekstrak akar purwoceng terhadap bobot jengger Testosteron dalam jaringan tubuh akan diubah menjadi Dihidrotestosteron yang lebih aktif yang selanjutnya masuk ke dalam sitoplasma sel dan terikat pada reseptor protein khusus. Reseptor Dihidrotestosteron sitoplasmik pada anak ayam jantan banyak dijumpai pada alat-alat tambahan kepala TANAKA, 1980). Pemberian testosteron atau zat yang kerjanya mirip testosteron pada unggas jantan akan meningkatkan aktivitas Dihidrotestosteron dalam mensintesis protein sehingga menyebabkan bobot alat-alat tambahan pada bagian kepala, antara lain jengger semakin meningkat. Bobot jengger anak ayam jantan yang diberi ekstrak akar purwoceng ditampilkan pada Tabel 13, sedangkan akibat pemberian testosteron standar disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan hasil pada Tabel 13 tampak bahwa bobot jengger anak ayam jantan yang diberi ekstrak akar purwoceng semakin berat sampai dengan pemberian konsentrasi 40%. Namun demikian walaupun bobot jengger semakin berat bila dibandingkan bobot jengger pada pemberian testosteron pada konsentrasi yang paling rendah (0,1 mg) ternyata bobot jengger masih jauh lebih ringan.
0,022
Tabel 14. Rataan bobot jengger anak ayam jantan dengan pemberian testosteron propionat pengencer minyak jagung setelah 12 kali penyuntikan Perlakuan pemberian testosteron propionat pengencer minyak jagung (mg) Kontrol
Rataan bobot jengger (g) 0,022
0,0 (0,2 ml minyak jagung)
0,028
0,1
0,210
0,2
0,328
0,3
0,322
0,4
0,332
0,6
0,449
0,8
0,518
1,6
0,443
Perubahan performans anak ayam jantan Hasil pengamatan terhadap perubahan otot dada anak ayam jantan terjadi pada pemberian ekstrak akar purwoceng 30% dan 40%, sedangkan pemberian testosteron dapat mempengaruhi perubahan otot dada pada pemberian mulai dari konsentrasi 0,2 mg. Bila dibandingkan dengan hasil perubahan otot dada, maka perubahan karena pemberian ekstrak akar purwoceng masih sangat rendah.
753
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Perubahan suara tampak teridentifikasi muncul pada kelompok anak ayam jantan yang diberi testosteron, sedangkan yang diberi ekstrak akar purwoceng tidak ada perubahan. Demikian pula pada tingkah laku. Anak-anak ayam jantan yang diberi testosteron jauh lebih agresif dibandingkan anak ayam jantan yang diberi ekstrak akar purwoceng. Perilaku lebih agresif mulai tampak sejak pemberian testosteron mulai pada konsentrasi 0,2 mg. Ekspresi kerja androgen dapat diamati pada alat-alat tambahan di bagian kepala dan pada organ-organ tempat pengikatan Dihidrotestosteron, antara lain kulit dan otot dada (TURNER dan BAGNARA, 1983). Pemberian androgen eksogen akan meningkatkan pengikatan Dihidrotestosteron sehingga terjadi perubahan struktur bulu pada kulit (diferensiasi dimorfik bulu), pembesaran otot dada dan sebagainya. Pembesaran otot dada memberikan konsekuensi pada konsistensinya. Otot dada menjadi lebih padat dan keras. Pengaruh kerja androgen juga tampak pada perubahan perilaku seksual menjadi lebih agresif. Perubahan suara pada ayam merupakan efek kerja androgen yaitu suara khas yang disebut berkokok. KESIMPULAN Pemberian ekstrak akar purwoceng pada anak ayam jantan mempunyai efek androgenik pada pemberian dengan konsentrasi 30% dengan pertambahan rata-rata ukuran jengger terbesar sebesar 0,385 cm dan pertambahan bobot badan tertinggi sebesar 53,15 gram. Ekstrak akar purwoceng yang diberikan sampai dengan konsentrasi 40% tidak cukup memberikan efek anabolik yang berarti. Ekstrak purwoceng dapat digunakan sebagai obat afrodisiaka dengan efek androgenik yang lebih rendah dibanding testosteron standar. DAFTAR PUSTAKA BURKE, W.H. 1977. Avian reproduction. In. SWENSON, M.J Ed. Duke’s Physiology of Domestic Animals. Cornell University Press Ltd., London. pp. 835 – 838
754
CAROPEBOKA, A.M dan I. LUBIS. 1975. Pemerikasaan pendahuluan kendungan kimia akar Pimpinella alpina (Purwoceng). Pros. Simposium Penelitian Tanaman Obat I. Bogor. hlm. 153 – 158. CAROPEBOKA, A.M, ISKANDAR dan P. PARIDJO. 1979. Pengaruh Ekstrak Akar Pimpinella alpina Koord. Terhadap Reproduksi Hewan. Departemen Fitafarm. Fakultas Kedokteran Hewan, Bogor. DEWICK, P.M. 1997. Medicinal natural products a biosynthetic approach. New York: John Wiley and Sons. DORFMAN, R.I. 1962. Method in Hormone Research. Vol II. Academic Press, New York. pp. 275 – 302. GLICK, B. 1980. The Thymus and Bursa of Fabricius: Endocrine Organs? In: Epple, Ed. Avian Endocrinology. Academic Press, New York. pp. 209 – 225. HARBORNE, J.B. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Yayasan Sarana Wahana Jaya. Jakarta. HERNANI dan S. YULIANI. 1991. Obat-obat afrodisiaka yang bersumber dari bahan alam. Dalam: ZUHUD, E.A.M. (Ed.). Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat dari Hutan Tropis Indonesia. Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan., Fakultas Kehutanan IPB dan IWF. Bogor. hlm. 130 - 134. HEYNE, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Vol. 3. JOHNSON, L., THOMSON JR. D.L. and D.D. VARNER. 2008. Role of Sertoli cell number and function on regulation of spermatogenesis. Animal Reprod. Sci. 105: 23 – 51. KALTENBACH, C.C and T.G DUNN. 1980. Endocrinology of Reproduction. In: Reproduction in Farm Animals. HAFEZ, E.S.E (Ed.). Lea & Febiger. Philadelphia. USA. LIU, H., C. ZHANG, X. TANG, W. ZENG, and Y. MI. 2005. Stimulating effects of androgen on proliferation of cultured ovarian germ cells through androgenic and estrogenic actions in embryonic chickens. Domestic Animal Endrocrinol. 28: 451 – 462. PINEDA, M.H. 1989. Male Reproduction. In: Veterinary Endocrinology and Reproduction. MCDONALD, L.E. (Ed.) Lea & Febiger. Philadelphia. USA. pp. 261 – 292.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PRASTOWO, H. 1979. Pengembangan Bahan Obat Tradisional. Duta Rimba. 5(29): 4 – 8. RIFAI, M. A. 1990. 30 Tumbuhan Obat Langka Indonesia. Flori Bunda 10(15). SIDIK, SASONGKO, E. KURNIA, dan URSULA. 1975. Usaha isolasi turunan Kumarin dari akar Purwoceng (pimpinella alpina Molk.) asal dataran tinggi Dieng. hlm 135 – 138. Dalam: Pros. Simposium Penelitian Tanaman Obat I. Bag. Farmakologi-Dept.Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. 8 – 9 Desember 1975 Bogor. SUZERY, M., B. CAHYONO, NGADIWIYANA, dan H. NURHASNAWATI. 2004. Senyawa stigmasterol dari Pimpinella alpina Molk. (Purwoceng). Suplemen 39 (1): 39 – 41.
TURNER, C.D and J.T BAGNARA. 1983. Endokrinologi Umum. Terjemahan: HARSOJO. Airlangga University Press, Yogyakarta. WILMANA, P.F. 1980. Androgen dan anti androgen. Dalam: Farmakologi dan Terapi. GAN, S., et al. Ed.. hlm. 339 – 3 44. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. ZUHUD, E.A.M. dan HARYANTO. 1991. Pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia. hlm 13 – 26. Dalam: Pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat dari hutan tropis Indonesia. ZUHUD, E.A.M. dan HARYANTO (Ed.). Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan IWF. Bogor.
TANAKA, K. 1980. Hormone Reseptor Interactions II: Steroid Hormones. In: Reproduction in Farm Animals. EPPLE, A. (Ed). Reproduction in Farm Animals. Academic Press, New York. pp. 17 – 31.
755