EL-VIVO Vol.2, No.2, hal 37 – 45, September 2014
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
PENINGKATAN KANDUNGAN STIGMASTEROL PADA SIMPLISIA PURWOCENG (Pimpinella alpine, Molk) MELALUI PENGELOLAAN CAHAYA DAN PUPUK SULFUR
Nyudi Hermanto 1, Djoko Purnomo 2, dan W.S. Dewi 3 1 2 3
Mahasiswa Program Studi Agronomi Pascasarjana UNS
Dosen Pembimbing I Program Studi Agronomi Pascasarjana UNS Dosen Pembimbing II Program Studi Agronomi Pascasarjana UNS ( e-mail:
[email protected] )
ABSTRAK - Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peningkatan kandungan stigmasterol pada tanaman Purwoceng yang diberi perlakuan naungan dan dosis pupuk S. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di Kebun Percobaan BBPTO Tawangmangu di Tlaga Dlingo – Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah dengan ketinggian tempat kurang lebih 1800 m dpl, pada tanah Andisol. Penelitian menggunakan Rancangan LingkunganAcak Lengkap (RAL), yang disusun secara spit plot dengan dua faktor perlakuan, yaitu naungan (3 taraf) terdiri dari N1 = naungan 20%, N2 = naungan 40%, dan N3 = naungan 55% dan dosis pupuk S (4 taraf) terdiri S0 = tanpa pupuk S, S1 = dosis 25kg ZA/Ha, S2 = dosis 50kg ZA/Ha, dan S3 = 75kg ZA/Ha. Masing masing kombinasi perlakuan diulang 5 kali dan setiap satuan percobaan terdapat 2 polybag sehingga terdapat 120 polybag. Kadar stigmasterol simplisia tanaman diukur dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa naungan berperan penting terhadap peningkatan kadar stigmasterol, naungan terbaik untuk Purwoceng dalam meningkatkan stigmasterol adalah 40% dengan nilai 0,114%. Pupuk sulfur tidak berpengaruh terhadap kadar stigmasterol tanaman. Kata kunci : Stigmasterol purwoceng, intensitas cahaya , dan pupuk Sulfur
PENDAHULUAN Purwoceng
kualitas simplisia tersebut sebagai bahan
(Pimpinella
alpine,
Molk)
baku obat (Rofiatul et al., 2009).
merupakan salah satu tanaman obat tradisional
berkhasiat
subur pada ketinggian 1800 – 3300 meter
sebagai obat aprodisiak seperti pada
dpl dengan kondisi tanah yang subur dan
tanaman ginseng dari Korea (Balittro,
gembur, suhu udara berkisar 15 -26 C,
2000; Anwar, 2001). Bagian tanaman
kelembaban udara berkisar 60 -70 %,
purwoceng
sebagai
serta curah hujan diatas 4.000 mm/tahun
bahan baku obat adalah akar. Kualitas
(Rostiana et al, 2006). Purwoceng awalnya
simplisia akar sangat dipengaruhi oleh
merupakan tanaman liar yang tumbuh di
kandungan
sekunder
bawah tegakan tanaman keras atau hutan
tinggi
sehingga kurang bagus pertumbuhannya
bagus
jika mendapat sinar matahari langsung.
stigmasterol. stigmasterol,
yang
yang
dikenal
Tanaman purwoceng bisa tumbuh
digunakan
metabolit Semakin maka
semakin
37
EL-VIVO Vol.2, No.2, hal 37 – 45, September 2014
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Oleh karena itu, untuk mendapatkan
merupakan unsur penyusun metabolit
pertumbuhan
diperlukan
yang sangat diperlukan yaitu asam amino
(Rahardjo,
metionin (Gardner et al. 1991). Sulfur
naungan
yang
buatan
baik,
(paranet).
2005).
terutama diserap tanaman dalam bentuk
Pertumbuhan tanaman dan kualitas
ion sulfat (SO4²ˉ) dan ditranslokasikan
simplisia purwoceng dipengaruhi oleh
secara
banyak
lain: naungan,
demikina daun juga dapat menyerap gas
kondisi iklim mikro, kandungan unsur
SO2 dalam jumlah yang cukup besar
hara
interaksi
(Gardner, 1991). Ada tiga sumber alam
dengan berbagai biota tanah (Rahardjo et
pokok dari mana tanaman mendapatkan
al.,2006). Penggunaan naungan bertujuan
sulfur yaitu tanah mineral, gas sulfur
untuk mengurangi intensitas radiasi yang
dalam
sampai
Naungan
senyawa organik (Buckman and Brady,
berfungsi untuk pengurangan intensitas
1982). Tujuan penelitian ini adalah untuk
cahaya, memperkecil proses transpirasi
mengetahui pengaruh intensitas cahaya
dan
dan
dan dosis pupuk S terhadap pertumbuh-
cit.
an dan kandungan stigmasterol tanaman
faktor,
di
antara
dalam
ke
tajuk
respirasi,
temperatur
tanah,
dan
tanaman.
kecepatan
udara
(
angin
Yulia,
2002
Kusumodewi, 2003).
pasif
dan
atmosfer
aktif,
dan
meskipun
sulfur
dalam
purwoceng.
Kandungan unsur S dalam tanah di Tawangmangu sangat rendah, yaitu 15,26
METODE PENELITIAN
ppm, hanya setengah dari kandungan
Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun
unsur
Penelitian BPTO Tawangmangu di Tlaga
S
dalam
tanah
di
Dieng
(Rahardjo,M et al., 2005). Pemupukan
Dlingo
sulfur dapat meningkatkan kandungan
Karanganyar. Ketinggian tempat kurang
minyak biji tanaman budidaya seperti
lebih 1800 m dpl, dengan suhu berkisar
Linu (rami halus) dan kedelai (Gardner et
antara 21 C pada siang hari dan pada
al.1991).
malam
tanaman faktor
Ketersediaan dipengaruhi
termasuk
sulfur oleh
bagi
beberapa
kelembaban,
–
Tawangmangu,
hari
18C.
Jenis
kabupaten
tanah
yang
digunakan tanah Andisol. Pelaksanaan
aerasi,
bulan Maret – Agustus 2010 .
suhu, dan pH tanah (Buckman dan Brady,
Bahan percobaan bibit purwoceng
1982). Sulfur merupakan unsur esensial
(umur 3 bulan) berasal dari Dataran
(penting)
tanaman
Tinggi Dieng (2050m dpl), polybag (30 x
budidaya. Sulfur sangat esensial untuk
45 cm), paranet (ukuran 20%, 40%, dan
pertumbuhan
55%). Alat percobaan meliputi 1) cangkul,
untuk
seluruh
tanaman
karena
dalam
keadaan kekurangan unsur ini tanaman
2)
akan gagal tumbuh atau tidak dapat
timbangan digital, 6) klorofil meter, 7)
menyelesaikan daur hidup. Sulfur juga
luxmeter, 8) thermometer. 38
sabit,
3)
meteran,
4)
oven,
5)
EL-VIVO Vol.2, No.2, hal 37 – 45, September 2014
Penelitian
ini
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
menggunakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rancangan Acak Lengkap (RAL) spit plot
Kadar Klorofil Daun
yang terdiri
Tanaman purwoceng yang ditanam di
atas dua faktor perlakuan
yaitu naungan terdiri 3 taraf (25,40, dan
lokasi
55%) dan pupuk S menggunakan pupuk
(1.800m
ZA terdiri atas 4 taraf (kontrol/tanpa
(2.100m dpl) menunjukkan tanggapan
pupuk S, 25, 50, dan 75 kg/ha, sehingga
berbeda terhadap beberapa intensitas
terdapat
cahaya (p<0,05), demikian pula terhadap
12
kombinasi
perlakuan,
dengan dpl)
elevasi
lebih
daripada
habitat
S
(pupuk
asli
masing-masing diulang 5 kali. Setiap
penggunaan
satuan percobaan terdiri atas 2 polybag
(p<0,05), dan kedua perlakuan terjadi
sehingga terdapat 120 polibag.
interaksi. Kadar klorofil daun purwoceng
Bibit purwoceng berumur 3 bulan
pupuk
rendah
ZA)
tertinggi (58,91/cm² per tanaman) terjadi
yang diperoleh dari bibit pindahan dari
pada
lapang kedalam pot/polybag yang berasal
memperoleh penyinaran 83.200 lux (20%
dari daerah Dieng. Kemudian dipindah-
naungan) pada dosis pupuk S 75kg/ha.
kan ke polybag besar, setelah diisi media
Hal
tanah
intensitas
bercampur
pupuk
kandang,
kemudian disusun sesuai perlakuan.
interaksi
ini
tanaman
dikarenakan
yang
semakin
penyinaran
akan
tinggi
semakin
meningkatkan kadar klorofil daun yang
Parameter yang diamati meliputi
membuat proses fotosintesis meningkat.
kadar klorofil daun, biomasa, panjang
Penelitian ini sejalan dengan Mendes et
akar, kadar S pada tanaman, kandungan S
al. (2001), yang meneliti pengaruh cahaya
di
sebagai
tanah,
dan
tanaman.
kadar
Tanaman
stigmasterol
diambil
dengan
faktor
communis
yang
tunggal
pada
hasilnya
bahwa
akar atau yang tertinggal. Hasil panen
memberikan kadar klorofil lebih tinggi di
tersebut
banding dengan perlakuan 70% naungan.
bersih
dengan
air
tanpa
dinyatakan
cangkul sehingga tidak terjadi kerusakan dicuci
perlakuan
Myrtus naungan
mengalir, kemudian dikering anginkan. Hasil pengamatan percobaan dianalisis dengan varian (anova) atau Uji Sidik Ragam (Uji F 5%) dan Sidik Ragam yang menunjukkan nilai F hitungnya nyata dilanjutkan
dengan
uji
beda
jarak
berganda Duncan’s (DMRT).
Gambar 1. Tanggapan tanaman terhadap interaksi antara Intensitas cahaya (lux) dengan Dosis pupuk S kg ha-1
39
EL-VIVO Vol.2, No.2, hal 37 – 45, September 2014
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Pemberian pupuk S (Pupuk ZA) berpengaruh
nyata
terhadap
klorofil
daun dan peningkatkan kadar klorofi daun secara linier (Gambar
1) yang
berarti dosis pupuk S 75 kg per hektar belum
merupakan
dosis
optimum.
Peningkatan kadar klorofil daun akibat pengaruh unsur S dikarenakan Sulfur merupakan salah satu unsur makro yang berperan
sebagai
penyusun
Gambar 2. Pola hubungan antara biomasa tanaman dengan intensitas cahaya
beberapa
asam amino yaitu sistin, sistein dan Cahaya
metionin yang merupakan bahan sintesa
berhubungan fotosintesis
Biomasa tanaman tanaman
adalah
lebih
tinggi
mengakibatkan hambatan pertumbuhan
protein dan klorofil (Gardner et al., 1996).
Biomasa
intensitas dengan dan
keseimbangan
respirasi.
intensitas tinggi, meningkatkan
hasil
Cahaya suhu,
fotosintesis yang lebih lanjut disintesis
sehingga meningkatkan respirasi yang
menjadi organ tanaman (daun, batang,
berakibat pada biomasa lebih rendah.
dan akar) setelah kehilangan air (karena
Intensitas cahaya lebih rendah berakibat
pengeringan). Tanaman purwoceng yang
pada
ditanam di lokasi dengan elevasi lebih
sehingga biomasa lebih rendah (Purnomo
rendah (1.800 m dpl) daripada habitat
dkk., 2010; Taiz and Zieger,1998).
asli
(2.100
m
dpl)
penurunan
laju
fotosintesis
menunjukkan
tanggapan berbeda terhadap beberapa intensitas cahaya (p<0,05), demikian pula terhadap penggunaan pupuk S (pupuk ZA) (p<0,05), namun kedua perlakuan tidak terjadi interaksi. Bobot biomasa tanaman purwoceng tertinggi (6,67 g per Gambar 3. Tanggapan tanaman purwoceng terhadap dosis pupuk S
tanaman) dicapai pada tanaman yang memperoleh penyinaran 41.500 lux (40%
Pemberian pupuk S (Pupuk ZA)
naungan). Tanaman yang memperoleh penyinaran dibawah (20.500 lux, 55%
meningkatkan
naungan) dan diatasnya (83.200 lux, 20%
linier (Gambar 3) yang berarti dosis
naungan)
pupuk
biomassa
masing-masing
S
75
bobot kg
biomasa
per
hektar
secara belum
merupakan dosis optimum. Unsur sulfur
mencapai 4,68 dan 2,87 g per tanaman.
meningkatkan 40
bobot
biomasa
karena
EL-VIVO Vol.2, No.2, hal 37 – 45, September 2014
sulfur
merupakan
komponen
Hal ini bisa dikorelasikan dengan
dalam beberapa jenis asam amino yaitu
hasil biomasa tanaman. Tanaman yang
sistin,
yang
mendapatkan intensitas cahaya tinggi
merupakan bahan penyusun protein dan
menghasilkan biomasa yang lebih berat
co-enzim
daripada
sistein,
sebagai
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
dan
metionin
yang
mempengaruhi
tanaman
yang
dikenakan
metabolisme tanaman (Gardner et al.,
intensitas cahaya lebih rendah, biomasa
1991).
tanaman terdiri dari bagian atas tanaman
Dengan
meningkatnya
proses
metabolisme pada tanaman maka akan
dan
meningkatkan
tanaman yang mendapatkan intensitas
hasil
metabolit
yang
akhirnya meningkatkan berat kering.
bawah
cahaya
tanaman,
yang
tinggi
sehingga lebih
akar
panjang
daripada tanaman yang mendapatkan Panjang Akar Tanggapan
intensitas cahaya yang rendah.
tanaman
purwoceng
yang
ditanam di lokasi dengan elevasi lebih
Kandungan S pada Tanaman
rendah (1.800m dpl) di Tawangmangu
Tanggapan
menunjukkan pengaruh nyata terhadap
beberapa
beberapa
demikian pula terhadap dosis pupuk S
intensitas
cahaya,
tetapi
yang
berbeda
intensitas
(pupuk
ZA) tidak memberikan pengaruh, dan
tanaman purwoceng yang ditanam di
kedua perlakuan tidak terjadi interaksi.
Tawangmangu namun kedua perlakuan tidak
terjadi
(p<0,05)
(p<0,05),
terhadap penggunaan pupuk S (pupuk
Panjang akar tanaman purwoceng
ZA)
cahaya
terhadap
interaksi.
ditunjukkan
Kandungan
S
tertinggi (22.57 cm per tanaman) dicapai
tertinggi terdapat pada tanaman dengan
pada
memperoleh
intensitas
cahaya
penyinaran (83.200 lux (20% naungan).
naungan),
yaitu
Tanaman yang memperoleh penyinaran
tanaman yang memperoleh penyinaran
dibawah (41.500 lux, 55% naungan) dan,
83.200 lux (20% naungan) dan 41.500 lux
20.500 lux, 40% naungan) panjang akar
(40% naungan) masing-masing kandungan
masing-masing
S
tanaman
yang
mencapai
17.35
dan
17.39 cm per tanaman (gambar 4).
tanaman
(gambar
5).
20.500 0,354%.
adalah Ini
lux
(55%
Sedangkan
0,33% dan
menunjukkan
0,35% bahwa
tanaman purwoceng yang mendapatkan intensitas cahaya yang tinggi kandungan S tanaman menjadi rendah.
41
EL-VIVO Vol.2, No.2, hal 37 – 45, September 2014
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Gambar 5. Grafik pengaruh intensitas cahaya terhadap kandungan Sulfur tanaman
Gambar 6. Grafik pengaruh dosis pupuk S terhadap kandungan Sulfur tanaman
Hal ini bisa dilihat dari korelasi
Kandungan S Tersedia di Tanah
antara S tanaman dengan kadar klorofil daun.
Pada
intensitas
analisa
cahaya
klorofil
yang
tinggi
Kandungan S tersedia ditanah adalah
daun
jumlah unsur S yang dapat di serap oleh
akan
tanaman dalam bentuk sulfat anionik
meningkatkan kadar klorofil daun, ini menunjukkan
bahwa
kandungan
(SO4² ). Unsur tersebut aktif diangkut ke
S
dalam akar dan kemudian didistribusikan
tanaman banyak yang disintesa sebagai
ke seluruh bagian tanaman. Dari hasil
prekusor klorofil sehingga kandungan S
analisis ragam kadar S tersedia ditanah
tanamannya menjadi rendah.
(tabel 9) bahwa tanaman purwoceng yang
Pemberian pupuk S (Pupuk ZA) meningkatkan tetapi
tidak
kandungan secara
S
ditaman
tanaman
signifikan
menunjukan
dalam
terhadap
jumlah dosis yang diberikan (Gambar 6).
kandungan unsur
S
S
S
tanaman.
dengan
jalan
intensitas
cahaya
75kg/ha yaitu 3,58 sedang pada dosis
dan 0,353% . Nilai tersebut tidak berbeda penambahan
berbeda
tanah tertinggi pada dosis pupuk S
50kg/ha nilainya masing-masing 0,355%
statistik
beberapa
yang
ZA) (Tabel.7) Hasil kadar S tersedia di
0,36%. Sedang pada dosis S 25kg/ha dan
diluar
respon
tidak
terhadap penambahan pupuk S (pupuk
pada dosis S (pupuk ZA) 75kg/ha yaitu
walaupun
Tawangmangu
tetapi menunjukan respon yang berbeda
Kandungan S tanaman tertinggi didapat
nyata,
di
dibawahnya
perhitungan
25
dan
50kg/ha
hasil
masing-masing kadar S tersedia di tanah
menaikkan
3,32
Penambahan
dan
3,48.
Hal
ini
berarti
penambahan pupuk S (pupuk ZA) pada
pemupukan
tanah yang kandungan S rendah (15,26
meningkatkan ketersediaan sulfur bagi
ppm,
tanaman dan lebih banyak unsur ini yang
Raharjdo
et
al,.2005)
bisa
meningkatkan ketersedian S di tanah
diserap tanaman sehingga kandungan S
yang mudah diserap oleh akar tanaman
tanaman meningkat.
dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman.
42
EL-VIVO Vol.2, No.2, hal 37 – 45, September 2014
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
optimum pada cahaya dengan intensitas 41.500 lux. Pada tanaman umumnya cahaya
intensitas
lebih
tinggi
meng-
akibatkan hambatan pertumbuhan berhubungan
dengan
fotosintesis
dan
keseimbangan
respirasi.
Sedangkan
intensitas cahaya lebih rendah berakibat penurunan laju fotosintesis.
Gambar 7. Grafik pengaruh dosis pupuk S terhadap kandungan Sulfur tersedia di tanah
Kandungan Stigmasterol Stigmasterol
merupakan
zat
yang
berkasiat sebagai afrodisiak hasil dari metabolisme
sekunder
tanaman
purwoceng yang habitat aslinya di daerah Dieng.
Tanaman
purwoceng
yang
ditanam di Tawangmangu dengan elevasi lebih
rendah
(1.800m
dpl)
Gambar 8. Grafik pengaruh intensitas cahaya terhadap kadar stigmasterol akar tanaman
daripada
habitat asli (2.100m dpl) menunjukkan
Pemberian pupuk S (Pupuk ZA)
tanggapan berbeda terhadap beberapa
tidak
intensitas cahaya, tetapi tidak demikian
stigmasterol
terhadap penggunaan pupuk S (pupuk
dibandingkan
ZA), dan kedua perlakuan tidak terjadi
peran pupuk S lebih rendah sebagai
interaksi.
penentu kandungan stigmasterol. Unsur
Kandungan
purwoceng
tertinggi
stigmasterol
kandungan
(Gambar dengan
12). peran
Bila cahaya,
per
sulfur tidak meningkatkan kandungan
tanaman) dicapai pada tanaman yang
stigmasterol karena sulfur merupakan
memperoleh penyinaran 41.500 lux (40%
sebagai komponen dalam beberapa jenis
naungan). Tanaman yang memperoleh
asam amino yaitu sistin, sistein, dan
penyinaran dibawah (20.500 lux, 55%
metionin
naungan) dan diatasnya (83.200 lux, 20%
penyusun protein dan co-enzim yang
naungan)
stigmasterol
mempengaruhi
metabolisme
0,096%
(Gardner
al.,
kandungan
masing-masing
mencapai
0,090%
tanaman.
per
(0.114%
meningkatkan
dan
yang
et
merupakan
1991).
bahan tanaman Dengan
Kandungan
meningkatnya proses metabolisme pada
stigmasterol sebesar 0.114% per tanaman
tanaman maka akan meningkatkan hasil
lebih rendah dibandingkan dengan hasil
metabolit
stigmasterol purwoceng di Dieng yaitu
kandungan
0,150% per tanaman (Riyadi, I, 2010). Ini
stigmasterol
menunjukkan bahwa tanaman purwoceng
metabolisme sekunder yang dihasilkan 43
tetapi
tidak
stigmasterol, merupakan
meningkatkan dikarenakan hasil
dari
EL-VIVO Vol.2, No.2, hal 37 – 45, September 2014
atau
disintesa
purwoceng
pada
akibat
sel
stress
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
tanaman
kandungan
lingungan
S
pada
tanaman
dengan
kadar S tersedia di tanah nilai 0,77.
tertentu. Senyawa ini diproduksi hanya dalam jumlah sedikit tidak terus menerus
DAFTAR PUSTAKA
untuk
Anwar, N.S. 2001. Manfaat obat tradisional sebagai ofrodisiak serta dampak positifnya untuk menjaga stamina. Makalah pada seminar Setengah hari “Menguak manfaat herbal sebagai vitalitas seksual”, Jakarta, 13 Oktober 2001. Balittro, 2000. Penggalian pemanfaatan dan karakterisasi mutu tumbuhan obat potensial dan langka. Laporan penelitian Balittro, 47p Buckman, O.H. dan Brady, N.C. 1992. Ilmu Tanah (Edisi Terjemahan oleh Soegiman). Jakarta; Penerbit PT.Bhatara Karya Aksara. 788 hal. Djoko Purnomo, Amalia T.S, Muji R, 2010. Fisiologi Tumbuhan – Dasar Ilmu Pertanian. Fakultas Pertanian UNS dengan UNS Press. Gardner, F.P., Brent R.P., and Roger, L.M. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. (Edisi terjemahan oleh Herawati Susilo dan Subiyanto). Jakarta: Universitas Indonesia Press.423 hal. Hans Lambers, F. Stuart Ch apin III, and Thijs L.Pons. 1998. Plant Physiological Ecology. SpringerVerlag New York Inc. James, E.R., Marilyn, K.S., Varro, E.T. 1996 Pharmacognosy and Pharmacobiotecnology, Williams & Wilkins. 351 West Camden Street Baltimore, Maryland 21201-2436 USA. Kwanchai A. Gomez and Arturo A.Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Penerjemah Endang Sjamsuddin, Justika S. Baharsjah. Penerbit universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Mariska, I. 2013. Metabolit Sekunder: Jalur pembentukan dan kegunaannya. Biogen Litbang Departemen Pertanian Bogor. Rahardjo, M. 2005. Purwoceng budidaya dan pemanfaatan untuk obat perkasa pria. Penebar Swadaya, Jakarta 60 hlm.
mempertahankan
diri
dari
habitatnya dan tidak berperan penting dalam
proses
metabolisme
utama
(primer).(Mariska, I. 2013). KESIMPULAN DAN SARAN Aplikasi
pengaturan
cahaya
lewat
naungan berpengaruh nyata terhadap kadar
stigmasterol
akar
tanaman,
naungan 40% (intensitas cahaya 41.500 lux) menghasilan bobot biomasa dan kandungan stigmasterol yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan cahaya lewat naungan 20% (intensitas cahaya 83.200 lux) dan 55% (intensitas cahaya 20.500 lux). Penambahan pupuk S (pupuk ZA) tidak
berpengaruh
terhadap
kadar
stigmasterol akar tanaman purwoceng tetapi
meningkatkan
bobot
boimasa,
kadar klorofil daun, kandungan S pada tanaman, dan kadar S tersedia di tanah. Terjadi interaksi antara intensitas cahaya (lux) dan pemupukan S (pupuk ZA) terhadap kadar klorofi daun, yang menghasilkan
kadar
klorofil
daun
tertinggi (58,91) pada intensitas cahaya 83.200
lux
dengan
dosis
pupuk
S
75kg/ha. Terdapat korelasi yang tinggi di antara parameter biomassa dengan kadar stigmasterol tanaman yaitu 0,81 dan
44
EL-VIVO Vol.2, No.2, hal 37 – 45, September 2014
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Rahardjo, M., Rostiana. 2006. Budidaya Tanaman Obat Langka purwoceng. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Tanaman Obat Menuju Kemandirian Masyarakat dalam Pengobatan Keluarga. Jakarta. Hal 138-146. Rofiatul, U.E.M, Cahyono,B, Suzery, M. 2009. Analisa kadar stigmasterol dari tanaman purwoceng (Pimpinella alpine Molk.) yang tumbuh pada tingkat ketinggian berbeda. Jurusan Kimia FMIPA UNDIP, Semarang. Rostiana, O., W. Haryudin dan S. Aisyah. 2006. Karakteristik nomor-nomor koleksi purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) di Gunung Putri. Prosiding Seminar Nasional dan pameran Tumbuhan Obat Indonesia XXVIII, Bogor. Hal. 55-61. Taiz, L dan Zeiger, E. 1998. Plant Physiology. Sinauer Associates, Inc., Publisers. Sunderland, Massachusetts. Widiyastuti, Y. 2000. Pengaruh pemberian sulphur dan pupuk mikro terhadap peningkatan kadar minyak astiripada budidaya bawang putih (Allium satiivum L.). Laporan Penelitian. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 41 hal.
45