sebagai variabel kontrol. Dari hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh earnings management, audit commitee mempunyai pengaruh yang posifif signifikan dengan CSR.
BAB II LANDASAN TEORITIS
2.1. Tanggung Jawab Sosial (Corporate social responsibility) 2.1.1. Defenisi CSR Ada berbagai definisi CSR, antara lain menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) sebagai berikut: “Corporate Social Responsibility is the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”. Berdasarkan pengertian tersebut, tanggung jawab yang melekat pada perusahaan merupakan suatu komite bisnis yang berkelanjutan untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, pertanggung jawaban sosial merupakan konsep yang lebih manusiawi dimana suatu organisasi di pandang sebagai agen moral, oleh karena itu dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi termasuk didalamnya organisasi bisnis wajib menjunjung tinggi moralitas. Dengan demikian kendati tidak ada aturan hukum atau etika masyarakat yang mengatur, tanggung jawab sosial bisa dilaksanakan dalam berbagai situasi dengan mempertimbangkan hasil terbaik dan paling sedikit merugikan stakeholder. Tindakan tepat yang dilakukan oleh perusahaan akan memberikan manfaat bagi masyarakat (Edwin, 2009). CSR juga berusaha memberikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial kedalam operasinya. Darwin (2004) menyatakan pertanggungjawaban sosial adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial kedalam dan interaksinya dengan pihakpihak yang berkepentingan, yang melebihi tanggung jawabnya di bidang hukum. Dengan demikian operasi bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tidak hanya berkomitmen dengan ukuran keuntungan sercara finansial saja, tetapi juga harus berkomitmen pada pembangunan sosial ekonomi secara menyeluruh dan berkelanjutan. Pada akhirnya perusahaan harus lebih memperhatikan hubungannya dengan lingkungannya. Tilt (2004) dalam Yosefa (2007) perusahaan semakin menyadari bahwa
kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan
perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan tempat perusahaan beroperasi. Hal
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
ini sejalan dengan legitimacy
theory yang mengatakan bahwa perusahaan
memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai
justice dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok
kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Jika terjadi ketidakselarasan antara sistim nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat maka perusahaan dalam kehilangan legitimasinya yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (Lindlom, 1998 dalam Yosefa, 2007).
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa CSR pada dasarnya adalah suatu upaya tanggung jawab perusahaan atas dampak yang ditimbulkan dari kegiatan operasianalnya terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
2.1.2. Pengungkapan CSR di Indonesia. Banyak perusahaan semakin menyadari pentingnya menerapkan CSR. Akibat dampak negatif dari aktivitas perusahaan terhadap lingkungan telah menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaan, diharapkan dengan mengungkapkan informasi mengenai operasi perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan sebagai tanggung jawab sosial dapat diketahui oleh pihak yang terkait, maka perlu diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. Sejalan dengan (ACCC, 2004 dalam Anggraini, 2006) bahwa seluruh pelaksanaan tanggung jawab sosial yang telah dilaksanakan oleh perusahaan akan disosialisasikan kepada publik, salah satunya melalui pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perausahaan yang disebut sustainability reporting. Sustainability reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi, lingkungan dan pengaruh sosial terhadap kinerja organisasi.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Kewajiban pengungkapan CSR di Indonesia telah di atur dalam beberapa regulasi. Ikatan Akuntan Indonesiab (IAI) mengimplementasikan pengungkapan sosial perusahaan dalam Pernyataan Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) NO. 1 tahun 2009, paragraf kesembilan. “Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (Value Added Statement) khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”.
Dalam mendukung praktik pengungkapan tanggung jawab sosial selain melalui UU NO.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 74, hal ini juga tertuang dalam UU Penanaman Modal NO.25 tahun 2007 yang mengatur setiap penanam modal
diwajibkan untuk ikut serta dalam tanggung jawab sosial
perusahaan. Saat ini perusahaan semakin menyadari pentingnya menerapkan CSR sebagai strategi bisnis karena melakukan praktik pengungkapan CSR, akan mendapat banyak manfaat. Kiroyan ( 2006 ) dalam Yosefa
(2007) dengan
menerapkan CSR, diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan keuangan dalam jangka panjang. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang menerapkan CSR mengharapkan akan direspon positif oleh para pelaku pasar. Menurut Susanto (2009) manfaat dari pengungkapan CSR adalah: 1. CSR akan mendongkrak citra perusahaan, yang dalam rentang waktu panjang
akan meningkatkan reputasi perusahaan.
2. 2.CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
3. CSR akan menghasilkan loyalitas karyawan, sehingga mereka bisa merasa lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras demi kemajuan perusahaan. Hal ini akan berujung pada peningkatan kinerja dan produktivitas. 4. Melaksanakan CSR secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholder-nya. 5. Meningkatkan penjualan, konsumen akan lebih menyukai produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalankan tanggung jawab sosialnya sehingga memiliki reputasi yang baik. Standar pengungkapan CSR yang berkembang di Indonesia adalah merujuk standar yang dikembangkan oleh GRI (Global Reporting Intiatives). Standar GRI berfokus pada standar pengungkapan berbagai kinerja ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan. Dalam melakukan penilaian luas pengungkapan CSR, item-item yang akan di beri skor akan mengacu pada indikator kinerja atau item yang disebut dalam GRI yang meliputi: 1. Indikator kinerja, meliputi aspek kinerja ekonomi, keberadaan pasar, dan dampak ekonomi secara tidak langsung. 2. Indikator kinerja lingkungan hidup, melalui aspek material, energi, air, keanekaragaman hayati, emisi dan limbah produk. 3. Indikator kinerja praktek ketenagakerjaan dan lingkungan kerja, meliputi aspek ketenagakerjaan, hubungan tenaga kerja/manajemen, keselamatan dan
kesehatan
kerja,
pendidikan
dan
pelatihan,
serta
aspek
keanekaragaman dan kesempatan yang sama. 4. Indikator kinerja hak asasi manusia, meliputi aspek praktik investasi dan pengadaan, aspek non diskriminasi, kebebasan berserikat dan daya
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
tawarkelompok, tenaga kerja anak, pegawai tetap dan kontrak, praktek keselamatan serta hak masyarakat (adat). 5. Indikator kinerja masyarakat, meliputi aspek kemasyarakatan, kebijakan mengenai korupsi, kebijakan umum/publik, perilaku anti persaingan, dan aspek kesesuaian. 6. Indikator kinerja tanggung jawab produk, yang meliputi aspek keselamatan dan kesehatan konsumen, labeling produk dan jasa, komunikasi pemasaran, privasi konsumen dan aspek kesesuaian. 2.1.3. Prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility Tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) mengandung dimensi yang sangat luas dan kompleks. Disamping itu tanggung jawab sosial (social responsibility) juga mengandung interpretasi yang sangat berbeda, terutama dikaitkan dengan kepentingan pemangku kepentingan (stakeholder). Untuk itu, dalam rangka memudahkan pemahaman dan penyederhanaan, banyak ahli
mencoba
menggarisbawahi
prinsip
dasar
yang
terkandung
dalam
tanggungjawab sosial (social responsibility). ( David, 2008 dalam Nor Hadi, 2010) menguraikan prinsip-prinsip tanggung jawabsosial (social responsibility) menjadi
3
(tiga)
bagian
yaitu;(1)Sustainability;(2)
accountability;
dan
(3)transparency. a. Sustainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan aktivitas (action) tetap mempertimbangkan keberlanjutan sumber daya dimasa depan. Keberlanjutan
juga
memberikan
arahan
bagaimana
pengguna
sumberdaya sekarang tetap memperhatikan dan memperhatikan kemampuan generasi masa depan. Dengan demikian sustainability merupakan upaya
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
keberpihakan society memanfaatkan sumberdaya agar tetap memperhatikan generasi masa depan. b. Accountability merupakan upaya perusahaan terbuka dan bertanggungjawab atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dibutuhkan ketika aktivitas perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan eksternal. Konsep ini menjelaskan pengaruh kuantitatif aktivitas perusahaan terhadap pihak internal dan eksternal. . c. Transparency, merupakan prinsip penting eksternal. Tranparansi berhubungan dengan pelaporan aktivitas perusahaan berikut dampak terhadap pihak eksternal. Transparansi merupakan satu hal yang amat penting bagi pihak eksternal, berperan untuk mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman, khususnya informasi dan pertanggungjawaban berbagai dampak lingkungan. 2.2. Earnings Management 2.2.1. Definisi Earnings Management Penyajian laporan keuangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu dengan metode akrual metode kas. Metode akrual mengakui transaksi pada saat terjadi, sedangkan metode kas mengakui transaksi pada saat kas diterima. Penyajian dalam metode akrual memungkinkan pihak manajemen untuk menggeser angka-angka untuk mengubah laba. Tindakan ini sering disebut manajemen laba (earnings mangement). Lewit (1999) dalam Sulistyanto (2008) “Manajemen laba is flexibility in accounting allows it to keep pace with business innovation.Abuses such as earning occur when people exploit this pliancy. Trickery is employed to abscure actual financial volatility. This in turn, make the true consequences of management decision”.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Scott (1997) dalam Halim (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut:“Given that manager can choose accounting policies from a set ( for example, GAAP),it is natural to expect that they will choose polices so as to maximize their own utility and/or market value of the firm. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya earnings management merupakan aktivitas
pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari akuntansi yang ada
dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Scott ( 1997) dalam Halim (2005) membagi cara pemahaman atas earnings management menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya
dalam menghadapi
kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political cost (Opportunistic Earning Manajemen). Kedua, dengan memandang earnings management dari perspektif efficient contracting (Efficient
Earnings Management), dimana earnings
management memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaan melalui earnings management, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Timbulnya earnings management dapat dijelaskan dengan teori keagenan (agency theory). Agency theory berasumsi hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih principal mempekerjakan manajer (agent). Pemegang saham selaku principal mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang semakin meningkat. Manajer selaku agen
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
termotivasi
untuk memaksimalkan
pemenuhan
kebutuhan
ekonomi
dan
psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oprtunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan
principal.
Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk mendapatkan bonus dari principal. Watts dan Zimmerman
(1986) dalam Halim (2005) menyatakan bahwa
laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dilaporkan oleh agent sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, principal dapat menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh mana agent tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya, serta memberikan kompensasi kepada agent. Laporan keuangan yang digunakan oleh principal untuk memberikan kompensasi kepada agent dengan harapan dapat mengurangi kotnflik keagenan dapat dimanfaatkan oleh agent untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Akuntansi akrual yang dicatat dengan basis akrual (accrual basis) merupakan subjek manajerial discretion karena fleksibilitas yang diberikan oleh GAAP memberikan dorongan kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan agar dapat menghasilkan laporan laba seperti yang diinginkan, meskipun menciptakan distorsi dalam pelaporan laba. 2.2.2. Faktor-faktor Pendorong Earnings Management
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Perilaku earnings management dapat dijelaskan melalui positif accounting theory atau PAT dan agensi teori. Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan pemahaman tindakan earnings management yang dirumuskan oleh (Watts dan Zimmerman, 1986 dalam Halim, 2005). a. Bonus dan plan hipotesis Bahwa rencana bonus atau kompensasi manajerial akan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi yang akan membuat laba yang dilaporkannya lebih tinggi. Konsep ini membahas bahwa bonus yang dijanjikan pemilik kepada manajer perusahaan tidak akan memotivasi manajer untuk bekerja lebih baik tetapi juga memotivasi manajer untuk melakukan kecurangan manajerial. Agar
selalu bisa mencapai tingkat kinerja yang
memberikan bonus, manajer mempermainkan besar kecilnya angka-angka akuntansi dalam laporan keuangan sehingga bonus itu selalu didapatnya setiap tahun. Hal inilah yang mengakibatkan pemilik mengalami kerugian ganda yaitu memperoleh informasi palsu dan mengeluarkan sejumlah bonus untuk sesuatu yang tidak semestinya. b. Debt equity hypothesis Debt equity hypothesis menyatakan bahwa perusahaan yang mempunysi rasio antara utang dengan ekuitas lebih besar, cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi dengan laporan laba yang lebih tinggi serta cenderung melanggar perjanjian hutang apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya. Keuntungan tersebut berupa permainan laba agar kewajiban hutang piutang dapat ditunda untuk periode berikutnya sehingga semua pihak yang ingin mengetahui kondisi perusahaan yang
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
sesungguhnya memperoleh informasi yang keliru dan membuat keputusan bisnis menjadi keliru pula. Akibatnya terjadi kesalahan dalam mengalokasikan sumber daya. c. Political cost hypothesis Political cost hypothesis menyatakan bahwa perusahaan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi yang dapat memperkecil atau memperbesar laba yang dilaporkannya. Konsep ini membahas bahwa manajer perusahaan cenderung melanggar regulasi pemerintah, seperti undang-undang perpajakan, apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diprolehnya. Manajer akan mempermainkan laba agar kewajiban pembayaran tidak terlalu tinggi sehingga alokasi laba sesuai dengan kemauan perusahaan.
2.2.3. Teknik Earnings Management Semakin meluasnya aktivitas earnings management yang memang telah mengakibatkan hancurnya tatanan ekonomi, etika dan moral dipertanyakan kembali, kelayakan prisip akuntansi,
integritas dan kredibilitas para pelaku
ekonomi serta akuntan publik tidak ada kesepakatan antar pihak terhadap aktivitas kecurangan ini. Kelayakan akuntansi berterima umum ini disebabkan prinsip akuntansi merupakan regulation driven yang harus disepakati seseorang ketika mencatat transaksi dan membuat laporan keuangan. Oleh sebab itu, saat ini berkembang pendapat yang dipakai untuk menjelaskan mengapa earnings management dilakukan perusahaan terkait dengan prisip akuntansi ini. Menurut
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Setiawati dan Na”im (2000) dalam Halim (2005) tehnik dan pola manajem laba dapat dilakukan dengan tiga tehnik: a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi. Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, biaya garansi dan lain-lain b.
Mengubah metode akuntansi. Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi yaitu merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.
c. Menggeser periode biaya atau pendapatan. Rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat / menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat / menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat / menunda pengiriman produk kepelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak terpakai. 2.2.4. Metode Earnings Management Setelah memilih metode akuntansi dan menentukan nilai estimasi sesuai dengan
kepentingannya,
manajer
membuat
kebijakan
bagaimana
cara
menerapkannya tanpa harus melanggar prinsip akuntansi. Upaya untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi yang sesuai dengan kepentingan manajer bisa dilakukan untuk mengelola dan mengatur labanya. Metode earnings management menurut Scott (1997) dapat dilakukan dengan cara :
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
a. Taking a bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba dimasa datang. b. Income minimization. Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat probilitas yang tinggi sehingga jika laba periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. c. Income maximization. Dilakukan pada saat perusahaan mengalami penurunan laba. Tindakan atas maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi dengan tujuan manajer memperoleh bonus yang lebih besar.
d. Income smoothing. Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. 2.2.5.Hubungan Earnings Management dengan Corporate Social Responsibiliti (CSR). Earnings management merupakan aktivitas manajerial untuk mempengaruhi dan mengintervensi laporan keuangan. Apa yang dilakukan manajer itu bisa diterima, sejauh yang dilakukan manajer masih dalam ruang lingkup prinsip akuntansi yang berterima umum. Namun jika tindakan yang dilakukan seorang
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
manajer untuk mempengaruhi laporan keuangan dilakukan untuk mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri dengan memanfaatkan ketidaktahuan orang lain akan informasi
perusahaan yang sesungguhnya, maka earnings management
dianggap sebagai perbuatan curang. Salah satu konsekuensi dari tindakan earnings management adalah bahawa perusahaan kehilangan dukungan dari pemangku kepentingan, yang dapat mengakibatkan peningkatan kewaspadaan dari pemegang saham (shareholder) dan kelompok stakeholder yang terkena dampak (Zahra et al, 2005). Untuk memanipulasi aktivitas earnings managemnt, manajer dapat membuat Corporate Social Responsibility (CSR). Kegiatan CSR adalah alat yang ampuh untuk mendapat dukungan dari stakeholder. Dengan cara ini manajer akan mengurangi kemungkinan dipecat. Sebuah perusahaan dengan CSR yang baik dianggap tidak melakukan earnings management karena perusahaan yang bertanggungjawab sosial tidak akan menyembunyikan laba yang realistis. Dengan CSR akan menambah transparansi dan mengurangi peluang untuk mengelola laba dan dengan membuat banyak ungkapan dapat mengelabui para shareholder . Menurut Prior et.al (2008). “ management flexibility of financial report as it does not requesentveal earning condition obtained by the company. Methode to make manager possible to protect his position and keep his interest is by involving theirself to the activity that widely aimed todevelop the relationship with stakeholder of the company and environmental activity, that commonly known as CSR, to get support from the prior groups”. Alasan lain melakukan CSR, manajer mendapat liputan dari media, legitimasi dari masyarakat, regulasi yang menguntungkan, dan pengawasan yang berkurang dari investor dan karyawan. Pada saat yang sama aktivitas tersebut dapat juga mengurangi kemungkinan produk perusahaan untuk diboikot. Manajer
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dalam mempertahankan posisinya melakukan praktek menajemen laba akan proaktif dalam supporting public protection and stakeholder through social responsibility.
2.3. Good Corporate Governance (GCG) 2.3.1. Pengertian dan konsep Good Corporate Governance. Seperti halnya suatu pemerintahan, perusahaan juga tidak lepas dari berbagai kelompok dengan disertai berbagai kepentingan demi mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu muncul konsep “corporate governance” dalam mengatasi konflik kepentingan tersebut agar perusahaan dapat dikelola dengan baik (Warjanto, 2009). Monks dan Minov (2001) dalam Wardani (2006) menyatakan corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan. Menurut OECD ( Organisation for economic co- operation and development) Corporate Governance didefinisikan sebagai berikut: “Corporate Governance is the system by which business corporation are directed and controlled. The corporate governanve structure specifes the distribution of the right and responsibilities among different participant in the corporation,Such as the board, manager, shareholder, and other stakeholder”. Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan Corporate Governance
adalah untuk mengendalikan dan mengarahkan perusahaan agar
dapat mendistribusikan hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perusahaan dengan baik sehingga akan menciptakan nilai tambah bagi seluru pemegang kepentingan (stakeholder). Definisi yang tak
jauh berbeda
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
diungkapkan menurut FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia) mempergunakan definisi Cadbury Commitee, yaitu. “Suatu sistem yang mengatur dan mengarahkan hubungan antara pihak pemegang saham, pengurus (pengelola perusahaan), pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehingga terpelihara kepentingan dan tujuan masing-masing pihak”. Dapat disimpulkan Corporate Governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui pemantauan kinerja manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Kaihatu, 2006). Konsep Good Corporate Governance muncul dilandasi dengan teori agensi (Agency Theory), dimana terdapat pemisahan antara pihak agen dan prinsipal yang mengakibatkan munculnya polemik atas kepentingan yang berbeda. Pihak agen selaku pengelola diperlukan pengendalian dan pengawasan. Dengan adanya mekanisme Good Corporate Governance ini, maka tindakan kecurangan dapat dikurangi sehingga tidak menimbulkan kerugian.
2.3.2. Prinsip dasar Good Corporate Governance Implementasi good corporate governance akan berhasil jika memiliki sejumlah prinip. Menurut pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia, GCG memiliki prinsip sebagai berikut : transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility), independensi (independency), serta kewajaran dan kesetaraan (fairness). a. Transparansi (transparency).
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang relevan dan dengan cara yang mudah diakses serta dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk mengambil keputusan oleh pemegang saham, kreditur,
dan pemangku kepentingan
lainnya. Traparansi meliputi (1) penyediaan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. (2) mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan (3) investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan. b. Akuntabilitas (accountability). Perusahaan
harus
dapat
mempertanggungjawabkan
kinerjanya
secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur,
dan
sesuai
dengan
kepentingan
perusahaan
dengan
tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Akuntabilitas merupakan prasyaratan yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Akuntabilitas adalah fungsi, struktur, sistem dan
pertanggungjawaban
organisasi
perusahaan
sehingga
pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif. Akuntabilitas meliputi pengertian bahwa (1) Anggota dewan komisaris harus bertindak mawakili kepentingan perusahaan dan para pemegang saham (2) memiliki komisaris yang bersifat independent terlepas dari manajemen (3) praktek audit internal yang efektif. c. Pertanggungjawaban (responsibility.)
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Pertanggungjawaban
perusahaan
(responsibility)
adalah
kesesuaian
(kepatuhan) dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapatkan pengakuan sebagai good corporate citizen. Pertanggungjawaban meliputi (1) Menjamin dihormatinya
segala
hak
pihak-pihak
yang berkepentingan
terhadap
perusahaan, (2) lewat prinsip responsibility diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar. d. Independensi (independency) Independensi (independency) adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan prinsip-pinsip korporasi yang sehat. Indepedensi meliputi proses pengambilan keputusan seharusnya berpihak pada kepentingan perusahaan. e. Kewajaran dan kesetaraan (fairness) Kewajaran dan kesetaraan (fairness) didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi hak-hak stockeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness meliputi (1) kejelasan bagi seluruh hak pemegang saham (2) perlakuan yang sama bagi
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
para pemegang saham (3) asset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati). 2.3.3. Struktur Good Corporate Governance Agar pelaksanaan good corporate governance mudah untuk dilaksanakan diperlukan struktur good corporate governance. Ada dua pola corporate governance yang digunakan untuk membedakan mekanisme pengawasan. 1.
Sistem satu tingkat atau one tier system. One tier system disebut juga sistem satu tingkat (single board system). Sistem ini digunakan oleh negara Anglo-Saxon seperti Amerika dan Inggris. Dalam sistem ini struktur corporate governance hanya ada satu badan dibawah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yaitu Board of Director. Ada dua jabatan dalam Board of Director yaitu Chairman of the Board dan Chief Executive officier dan dua jabatan ini biasanya dirangkap satu orang. Pada model ini single-board system ini memiliki struktur corporate governance yang tidak memisahkan keanggotaan dewan komisaris serta dewan direksi dan anggota dewan komisaris juga merangkap anggota dewan direksi. Kedua dewan ini disebut Board of Director. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Dewan Dereksi Direktur Eksekutif
Direktur Non-Eksekutif
Gambar 2.1. Struktur Board Of Dorictor Dalam One Tier System
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.
Sistem dua tingkat atau Two Tiers System. Sistem dua tingkat berasal darisitem hukum Kontinental Eropa (Continental Europe). Pada sistem ini perusahaan mempunyai dua badan terpisah yaitu, dewan pengawas (Dewan Komisaris) dan Dewan Manajemen (Dewan Direksi). Dewan Direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan dibawah pengawasan Dewan Komisaris. Dewan Direksi juga menjawab halhal yang menyangkut perusahaan yang diajukan Dewan Komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Dewan Komisi Dewan Direksi
Gambar 2.2. Struktur Board Of Dorictor Dalam Two Tier System
Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Dewan Direksi serta memastikan apakah pelaksanaan good corporate governance telah dilaksanakan sesuai peraturan. Dewan Komisaris tidak mempunyai wewenang untuk menangani operasional perusahaan. Wewenang operasional sepenuhnya dilaksanakan oleh Dewan Direksi. Sistem ini banyak digunakan di negara Eropa seperti Belanda dan Jerman.
Indonesia
menganut Two Tiers System yang
dimodifikasi dimana kedudukan Dewan Komisaris tidak secara langsung diatas Dewan Direksi. Pertanggungjawaban Dewan Direksi langsung kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), bukan kepada Dewan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Komisaris. Hal ini sesuai dengan Undang- Undang Perseroan Terbatas tahun 1995 yang menyatakan bahwa anggota Dewan Direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS ( pasal 80 ayat 1), dan anggota Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS (pasal 95 ayat 1 pasal 101 ayat 1). 2.3.4. Perkembangan Good Corporate Governance di Indonesia. Beberapa alasan mendasar yang mendorong di terapkannya corporate governance. Becht et.al. (2002) dalam solihin (2009) antara lain;1) munculnya gelombang privatisasi di seluruh dunia; 2) Terjadinya reformasi dana pensiun; 3) Adanya merger dan pengambilalihan perusahaan ;;4) Adanya deregulasi dan integrasi pasar modal;5) Krisis ekonomi Asia Timur, Rusia dan Brazil; 6) Berbagai skandal yang menimpa perusahaan besar. Perkembangan corporate governance di Indonesi tidak lepas dari faktor – faktor diatas. Kejadian yang paling mendorong diterapkannya corporate governance adalah terjadinya krisis yang melanda Asia. Menurut kajian Asia Develovment Bank (ADB) yang dikutip Kaihatu (2006) dalam Warjanto (2010) terdapat beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris ; ketiga inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal, dan kelima, ketidakmemadainya pengawasan oleh para kreditur. Pemerintah Indonesia melalui Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (NKKCG) yang dibentuk berdasarkan keputusan Menko Ekuin pada
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
tahun 1999 mengeluarkan surat edaran KEP/31/M.EKUIN/08/1999 .Keputusan tersebut telah beberapa kali mengalami penyempurnaan, terakhir tahun tahun 2001. Kebutuhan akan penerapan prinsip-prinsip corporate governance juga dirasakan oleh sektor perbankan. Peraturan Bank Indonesia No.2/27/PBI/2000 tanggal 15 Desember tentang Bank Umum dimana didalamnya diatur kriteria yang wajib dipenuhi calon anggota Direksi dan Komisaris Bank Umum, serta batasan transaksi yang diperbolehkan atau dilarang oleh pengurus bank. Selain itu bagi perusahaan BUMN di atur melalui Keputusan Menteri BUMN No.Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara dan menjadikan prinsip good corporate governance sebagai landasan operasionanya. Penerapan Good Corporate Governance didukung juga oleh sektor swasta melalui mekanisme pasar modal seperti PT. BEI dan Bapepem-LK mengeluarkan regulasi-regulasi guna mendukung implementasi Good corporate Governance di Indonesia (Taridi, 2009). a. Tahun 2000, BEJ (sekarang BEI) memberlakukan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor Kep-315/BEJ/06/2000 perihal Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A yang antara lain mengatur tentang kewajiban mempunyai Komisaris Independen, Komite Audit, memberikan peran aktif Sekretaris Perusahaan di dalam memenuhi kewajiban keterbukaan informasi untuk mewajibkan perusahaan tercatat untuk menyampaikan informasi yang material dan relevan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
b. Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor KEP-63/PM/1996 yang kemudian diperjelas dalam Peraturan Nomor IX-14 tentang pembentukan sekretaris perusahaan. c. Surat Edaran Ketua Bapepam-LK Nomor SE-03/PM/2000 tentang Komite Audit yang berisi imbauan perlunya Komite Audit dimiliki setiap Emiten. d. Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor KEP-40/PM/2003 yang dijelaskan dalam peraturan Nomor VIII.6.11 tentang tanggung jawab direksi atas laporan keuangan. e. Surat Edaran Ketua Bapepam-LK Nomor SE-07/PM/2004 yang dijelaskan dalam peraturan Nomor IX.15 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja Komite Audit. f. Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor KEP-45/PM/2004 yang dijelaskan dalam peraturan Nomor IX.1.6 tentang Direksi dan Komisaris pada Emiten dan perusahaan go publik. g. Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor KEP-134?BL/2006 yang dijelaskan dalam peraturan Nomor X.K.6 tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan tahunan bagi perusahaan publik. Selain peraturan diatas, penerapan good corporate governance didukung dengan munculnya beberapa organisasi independen, seperti Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD), Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG). Dengan adanya lembaga tersebut diharapkan implementasi good corporate governance. semakin berkembang dan dapat bermanfaat bagi perusahaan diIndonesia.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.3.5 Hubungan mekanisme Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility The organization for economic and development merumuskan tujuan dari good corporate governance adalah melindungi hak dan kepentingan pemegang saham, melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non pemegang saham, meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham, meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dewan pengurus atau Board of Directors dan manajemen perusahaan serta meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan. Corporate governance mengandung lima unsur penting yaitu transparency, accountability, responsibility, indepedency, fairness diharapkan dapat menjadi suatu jalan untuk mengurangi konflik keagenan. Implementasi program CSR oleh perusahaan pada hakekatnya bersifat orientasi dari dalam keluar. Hal tersebut berarti sebelum melaksanakan aktivitas CSR yang bersifat voluntary perusahaan terlebih dahulu harus membenahi kepatuhan perusahaan terhadap hukum. Perusahaan pun harus
menjalankan
bisnisnya dengan baik sehingga dapat menjamin tercapainya maksimalisasi laba (economic responsibilities). Selain itu perusahaan perlu mengembangkan sejumlah kebijaksanaan untuk menuntun pelaksanaan CSR. Semua hal tersebut tidak akan terlaksana dengan baik bila perusahaan tidak menerapkan good corporate governace yang baik (GCG). Implementasi CSR juga menjadi salah satu prinsip pelaksanaan GCG, sehingga perusahaan yang melaksanakan GCG sudah seharusnya melakukan pelaksanaan CSR. Dalam pedoman good governance Indonesia khususnya prisip
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
responsibility dimana dalam pedoman tersebut dinyatakan “Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen”. a. Independensi dewan komisaris Salah satu permasalahan dalam penerapan corporate governance adalah adanya CEO atau manager yang memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan dewan komisaris padahal fungsi dari dewan komisaris ini adalah untuk mengawasi kinerja dari CEO tersebut. Keberadaan komisaris independen (sesuai dengan peraturan BEJ No. Kep-339/BEJ/07-2001) memiliki keahlian dan pemahaman yang baik tentang perusahaan dan bisnis memegang peranan penting terhadap perlindugan stakeholders perusahaan. Komisaris independen dengan bantuan komite audit bisa mengawasi dan mencegah tindakan manajemen yang bisa membuat laporan keuangan berkurang liabilitasnya. Dewan komisatis juga memiliki kemampuan untuk mengevaluasi strategi sehingga
memungkinkan
dewan
kommisaris
untuk
menemukan
dan
memperbaiki kesalahan dari efektifitas manajer. Berkaitan dengan ukuran komisaris, Coller dan Gregory (1999) dalam Suryana (2005) mengatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan memonitoring agar semakin efektif. Dikaitkan dengan tanggung jawab sosial, maka tekanan manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya. Macheinzie (2007) dalam Handayani (2009)
mengatakan bahwa dewan komisaris
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
perusahaan memiliki peran penting yang menjamin perusahaan untuk mememuhi standar tanggung jawab sosial perusahaan. (Haniffah, 2002 dalam Handayani, 2009) menunjukkan bahwa ada hubungan antara proporsi dewan komisaris dengan pengungkapan sukarela perusahaan. Dewan komisaris independen dalam struktur dewan diharapkan secara efektif meningkatkan kebijakan dalam tindakan strategi manajemen untuk memberikan informasi pengungkapan tanggungjawab social. b. Komite audit Komite audit merupakan salah satu komponen penting dalam corporate governance. Agar penyelenggaraan corporate governance dapat berjalan dengan baik (good corporate governance ), pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan antara lain Bapepam dengan surat Edaran No.SE03/PM/2000 menyatakan bahwa setiap perusahaan public di Indonesia wajib membentuk Komite Audit dengan anggota minimal 3 orang yang diketuai oleh satu komisaris independent perusahaan dengan dua orang eksternal yang independent terhadap terhadap perusahaan .Komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam masalah pengendalian. Dengan adanya komita audit diharapkan sebagai control yang meningkatkan fungsi audit dalam menyusun laporan keuangan, sehingga dewan direksi mendelegasiakan tanggung jawab control laporan keuangan kepada komite audit untuk meningkatkan relevansi dan reabiliti dari laporan keuangan (Bradbury1990 dalam Suryana 2005). Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memonitor proses pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
keuangan (Bradbury et al,2004 dalam Suryana 2005). Tugas komite audit meliputi, menelaah, menilai pengendalian internal,menelaah sisitim pelaporan eksternal (Bradbury at al.2004 dalam Suryana, 2005). Adanya komunikasi formal antara komite audit, audit internal, dan auditor eksternal dilakukan dengan baik.Proses audit internal dan eksternal yang baik akan meningkatkan akurasi laporan keuangan dan pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan terhadap laporan keuangan (Anderson et al, 2003 dalam Suryana, 2005) (Ho dan Wong, 2001 dalam Handayani, 2009) memberikan bukti empiris bahwa ada pengaruh positip antara pengungungkapan sukarela perusahaan dengan komite audit. Futherly ,Kurihama (2007) mengatakan bahwa sistem audit merupakan sebuah elemen yang terintegrasi untuk membangun system corporate governance untuk meyakinkan jalannya CSR. Komite audit juga dapat meningkatkan kualitas informasi antara stakeholder dan manajer, terutama dalam menyusun laporan kinerja lingkungan dimana keduanya mempunyai pandangan yang berbeda (Baroka, 2006). Sebagai bagian corporate governance, komite audit diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan. c.
Kepemilikan institusional Kepemilikan saham institusional merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh investor institusional. Investor institusional meliputi bank , dana pensiun perseroan terbatas dan lembaga lainnya. Menurut Mursalin (2007) Kepemilikan institusional dapat dijadikan upaya mengurangi masalah agensi
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
melalui proses monitoring. Investor institusional juga merupakan pengawas dalam pasar modal, karena memiliki saham yang cukup besar. Disamping itu, pemegang saham institusional memiliki opportunity, resourses dan expertise menganalisis kinerja dan tindakan manajer (Bhatala et,al 1994 dalam Mursalim, 2007). Perusahaan dengan Investor institusional yang besar akan lebih mampu untuk memonitor manegemen semakin besar. Semakin besar pemilik Investor institusional semakin evisien pemanfaatan aktiva dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan manajemen (Mahmud, 2008). Sementara (Chung, 2005) dalam (Mursalim, 2007) Investor institusional sebagai pemilik sangat berkepentingan untuk membangun reputasi perusahaan. Sedangkan Aguilera (2006) menyatakan kepemilikan institusional dalam perspektif jangka panjang cenderung memahami tanggungjawab sosial perusahaan sebagai pertimbangan untuk menarik investor. Baroka (2006) dalam Handayani (2009) juga menemukan melalui penelitian perusahaan yang ada di Kenya menemukan kepemilikan asing mempunyai hubungan positif dengan pengungkapan sukarela. Kepemilikan institusional sebagai mekanisme corporate governance yang memahami tanggung jawab sosial akan meningkatkan investasi sehingga pada akhirnya nanti akan meningkatkan nilai perusahaan dalam jangka panjang dan kepemilikan institusional lainnya diharapkan untuk mendukung operasi dan informasi yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial. Tabel 1.1. Daftar Peneliti Terdahulu
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
NO
Judul
1
Karekteristik perusahaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial
2
3
4
Nama Peneliti Sembiring (2005)
Variabel Independent: size, profitabilitas, profil perusahaan , ukuran dewan komisris dan leverage Dependent: CSR disclosure
Hasil Ukuran perusahaan , profil perusahaan dan ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan positif terhadap luas pengungkapn CSR, sedangkan profitabilitas dan leverage tidak berpengaruh terhadap CSR Kepemilikan managerial dan tipe industri berpengaruh signifikan terhadap CSR.
Pengungkapan informasi sosial dan faktor – faktor yang mempengaruhi informasi sosial dalam laporan keuangan.
Anggraini (2006)
Independent: kepemilikan managerial, leverage, ukuran perusahaan, tipe industri. Dependent: Tanggung jawab sosial dan lingkungan
Pengaruh CSR disclosure terhadap earnings respone coefisient
Yosefa Sayekti (2007)
Independent: Unxepexted Earrning (UE), CSRI (CSR disclosure, Indeks). Dependent: Cummulative Abnormal
Tingkat pengungkapan informasi CSR berpengaruh negatif terhadap ERC (investor mengapresiasi informasi yang di ungkapkan dalam laporan keuangan Perusahaan)
Faktor – faktor yang mempengaruhi pengungkapan ( sosial disclosure ) dalam laporan keuangan tahunan
Rosmasita (2007)
Independent: Kepemilikan managemen , tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas Dependent: Pengungkapan sosial
Kepemilikan manajemen mempunyai pengeruh yang signifikan terhadap CSR.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
5
perusahaan corporate sosial, responsibility, investor, protection and earnings management
6
Exploring the relational between earning management and corporase sosial responeibility
7
The effect to earnings management and corporate coverance mechanisme to corporate sosial responsibility Pengaruh karekteristik good corporate governance terhadap luas pengungkapan CSR
8
Chich et al Independent: (2008) earnings management Dependent: corporate sosial responsibility Prior (2008)
Independent: Tanggung jawabsosial Dependent: Earing managereal
Handayani Independent: (2009) Earning management, CCG Dependent: CSR
Waryanto (2010)
Independent: dewan komisaris , jumlah pertemuan dewan komisaris, jumlah komisaris independent, audit komite, jumlah rapat komite audit, kompetensi komite audit, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusisional, kepemilikan asing, kepemilikan saham terkonsentrasi, ukuran perusahaan, dan laverage Dependent: corporate sosial responsibility
Adanya hubungan positif antara CSR dan earnings management
Adanya hubungan positif antara earning manager dan CSR dan kombinasi praktik CSR dan Emberdampak negatif terhadap kinerja financial perusahaan. EM, audit, comite, company profile, and type industri mempunyai pengaruh terhadap CSR.
Secara simultar good corporate governance berpengaruh terhadap CSR secara panincial hanya kepemilikan saham terkonsentrasi, ukuran perusahaan dan lavarage berpengaruh terhadap CSR
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA