PENGARUH KEBERADAAN DEWAN KOMISARIS TERHADAP EARNINGS MANAGEMENT Yuni Pristiwati Noer Widianingsih Dosen STIE Swastamandiri Surakarta
ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari jumlah dewan komisaris, independensi dewan komisaris, kepemimpinan komisaris independen, komite audit, jumlah direksi, independensi dewan direksi terhadap earnings management. Penelitian ini mengambil sampel 59 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang mempublikasikan laporan tahunan (annual report) 2008 dan 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen, berpengaruh signifikan terhadap earnings management. Sedangkan jumlah dewan komisaris, dan kepemimpinan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap earnings management. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa semakin besar jumlah dewan komisaris, proporsi komisaris independen serta dengan adanya kepemimpinan dari komisaris independen dapat mengurangi tindakan earnings management. Secara keseluruhan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peranan dewan komisaris sangat penting dalam mengurangi tindakan earnings management yang dilakukan oleh perusahaan Kata Kunci : dewan komisaris, earnings management
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu struktur adalah adanya keberadaan dewan komisaris. Kepengurusan perseroan terbatas di Indonesia dijalankan oleh Dewan Komisaris dan Direksi yang mempunyai wewenang dantanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing (KNKG : 2006). Dewan Komisaris dan Direksi mempunyai tanggung jawab bersama dalam menjaga kelangsungan usaha perusahaan dalam jangka panjang yang tercermin pada: a. terlaksananya dengan baik kontrol internal dan manajemen risiko; b. tercapainya imbal hasil (return) yang optimal bagi pemegang saham; c. terlindunginya kepentingan pemangku kepentingan secara wajar; d. terlaksananya suksesi kepemimpinan yang wajar demi kesinambungan manajemen di semua lini organisasi. Dewan Komisaris mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan corporate governance secara efektif. Dalam pelaksanaan tugasnya, Dewan komisaris dibantu oleh Komite Audit yang bertugas untuk memastikan
38TALENTA EKONOMI – FE UKS – VOL 5. No. 2, Juli – Desember 2011
bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen (KNKG : 2006) FCGI (2006) menyatakan bahwa pada umumnya komisaris belum efektif dalam menjaga kepentingan shareholders karena adanya hubungan keluarga yang mempunyai posisi dominan, Penerapan corporate governance sangat penting karena dari penerapan tersebut dapat memberikan manfaat bagi perusahaan sebagai upaya untuk memberikan kepercayaan kepada investor dalam memperoleh modal, dapat mengurangi agency cost, mengurangi biaya modal (cost of capital), meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan kepada publik dalam jangka panjang serta menciptakan dukungan para stakeholder. Penelitian mengenai pengaruh keberadaan dewan komisaris dan earnings management sudah banyak dilakukan di beberapa negara, diantaranya penelitian yang dilakukan dengan mengambil sampel dari perusahaan Amerika oleh Dechow dan Dichev (2002), dimana dari penelitian tersebut diketahui bahwa perusahaan yang memiliki independent board dapat mengurangi earnings management. Jaggi et.al (2009) melakukan penelitian dengan mengambil sampel dari perusahaan di Hongkong. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa adanya hubungan negatif antara independent non-executive directors dan earnings management.. Dari beberapa penelitian tersebut dapat digambarkan bahwa keberadaan dewan komisaris dapat mengurangi tindakan earnings management. Meskipun masih banyak perbedaan hasil penelitian mengenai pengaruh keberadaan dewan komisaris terhadap earnings management, hal ini sebabkan karena adanya perbedaan lingkungan institusional dari masing – masing negara (Jaggi et.,al, 2009). Penelitian ini selanjutnya akan mengembangkan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya yaitu akan diteliti mengenai pengaruh keberadaan dewan komisaris yang meliputi jumlah dewan komisaris, independensi dewan komisaris, dan kepemimpinan komisaris independen, terhadap earnings management. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh keberadaan dewan komisaris yang meliputi jumlah dewan komisaris, independensi dewan komisaris, dan kepemimpinan komisaris independen, terhadap earnings management
TALENTA EKONOMI – FE UKS – VOL 5. No. 2, Juli – Desember 201139
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh secara parsial variable jumlah dewan komisaris, independensi dewan komisaris dan kepemimpinan komisaris independen, terhadap earnings management 2. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan jumlah dewan komisaris, independensi dewan komisaris dan kepemimpinan komisaris independen terhadap earnings management D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi perkembangan literature mengenai pengaruh keberadaan dewan komisaris terhadap earnings management. 2. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Agency Theory Dalam perekonomian modern, manajemen dan pengelolaan perusahaan harus dipisahkan dari kepemilikan perusahaan. Hal ini sejalan dengan implikasi Agency Theory yang menekankan kepentingan para pemegang saham (shareholders) dan para pengelola perusahaan. Tujuan dilakukan pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan disini adalah untuk memaksimalkan keuntungan pemegang saham dengan biaya yang seefisien mungkin sedangkan bagi pengelola dapat memiliki keleluasaan dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaannya. Akan tetapi dalam pelaksanaannya seringkali terjadi konflik antara pengelola dan pemilik (Jensen dan Meckling, 1976). 2. Earnings Management Ada beberapa definisi earnings management diantaranya Schipper (1989) : Earnings management dapat terjadi dalam proses pengungkapan laporan keuangan eksternal dengan berdasarkan real earnings management berdasarkan waktu investasi atau keputusan pembiayaan” Heally dan Wahlen (1999) menyatakan bahwa: Earnings management terjadi ketika menajer menggunakan penyesuaian dalam pelaporan keuangan dan strukturisasi transaksi sebagai alternative pelaporan keuangan untuk menghindari kurangnya pemahaman dari stakeholders mengenai bisnis dari perusahaan dalam mempengaruhi hasil kontraktual yang tergantung dari jumlah angka yang dilaporkan dalam pelaporan keuangan Aljifri (2007:76) mendefinisikan ada dua pendekatan dalam earnings yaitu accrual accounting (misal : pengakuan biaya dan pendapatan) dan perubahan metode akuntansi (misal FIFO ke LIFO). Pendekatan pertama lebih mudah untuk digunakan , lebih murah dan lebih sulit dilakukan deteksi
40TALENTA EKONOMI – FE UKS – VOL 5. No. 2, Juli – Desember 2011
oleh auditor. Sedangkan pendekatan kedua, relative lebih mahal, dapat dilakukan observasi serta lebih mudah dilakukan deteksi oleh auditor. Kedua pendekatan tersebut dapat digunakan untuk untuk menurunkan atau menaikkan laba sepanjang hal tersebut tidak menambah biaya (Heally, 1985) seperti yang dikutip oleh Aljifri (2007:76). Ada dua proksi yang digunakan untuk menghitung earnings management (Jaggi dan Leung (2006): a. Discretionary accrual terdiri dari total discretionary accrual dan current discretionary accrual.Total discretionary accrual (TDA) dihitung menggunakan model cross-sectional discretionary accrual oleh Jones (1991) yang dimodifikasi oleh Dechow et al.(1995). Current discretionary accrual digunakan model performance-adjusted current discretionary accrual (PACDA) b. Quality accrual menggunakan model yang digunakan oleh Francis et al.(2005). Dechow dan Dichev (2002) berpendapat bahwa quality accrual lebih baik dalam mencerminkan besarnya cash flow. B. Pengembangan Hipotesis 1. Jumlah Dewan Komisaris Penelitian sebelumnya mengenai pengaruh jumlah dewan komisaris terhadap earnings management sudah banyak dilakukan. Salah satu penelitian tersebut dilakukan oleh Xie et al. (2003) yang mengindikasikan bahwa semakin besar jumlah corporate boards akan berpengaruh terhadap rendahnya tingkat earnings management. Hasil ini sama dengan penelitian Yermarck dan Eisenberg (1996), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semakin sedikit jumlah corporate boards akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan yang semakin baik. Berbeda dengan penelitian Beasley (1996) yang menemukan hubungan positif antara jumlah corporate board dengan adanya kecurangan dalam pelaporan keuangan. Meskipun masih ada perbedaan hasil penelitian yang sudah dilakukan tersebut, akan tetapi penelitian tersebut telah memberikan bukti bahwa ada pengaruh jumlah dewan komisaris terhadap earnings management. Oleh karena itu perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1 : Ada pengaruh jumlah dewan komisaris terhadap earnings management 2. Independensi Dewan Komisaris Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan efektifitas monitoring yang dilakukan oleh independent corporate board (Klein, 2002; Fama dan Jensen, 1983). Dechow et al (1996) menyatakan bahwa independensi dari corporate board akan mengurangi kecurangan dalam pelaporan keuangan. Jensen dan Meckling (1976) juga menyatakan
TALENTA EKONOMI – FE UKS – VOL 5. No. 2, Juli – Desember 201141
bahwa independensi dari corporate board dapat mengurangi konflik antara shareholder dan manajer. Penelitian tersebut telah meberikan bukti bahwa ada pengaruh independensi dewan komisaris terhadap earnings management. Oleh karena itu perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah: H2 : Ada pengaruh independensi dewan komisaris terhadap earnings management 3. Kepemimpinan Dewan Komisaris Berkaitan dengan independensi, keberadaan komisaris independen diharapkan dapat meningkatkan efektifitas pengawasan dan mengupayakan meningkatkan kualitas dari laporan keuangan (Peasnel et.al, 2000). Penelitian Coles et al. (2000) menunjukkan bahwa kepemimpinan independen berhubungan dengan superior accounting earnings. Berbeda dengan penelitian Schimd dan Zimmermann (2008) yang menyatakan bahwa struktur kepemimpinan independen tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.. Dengan demikian denga adanya independensi ketua komisaris diharapkan bisa lebih meningkatkan efektifitas pengawasan serta peningkatan kualitas dari laporan keuangan yang dsajikan oleh perusahaan. Meskipun masih ada perbedaan hasil penelitian yang sudah dilakukan tersebut, akan tetapi penelitian tersebut telah memberikan bukti bahwa kepemimpinan komisaris independen berpengaruh terhadap earnings management. Sehingga hipotesis dalam penelitian ini adalah: H3 : Ada pengaruh kepemimpinan dewan komisaris terhadap earnings management 3. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian ini mengambil data sekunder berupa laporan tahunan (annual report) tahun 2008 dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Data tersebut diakses melalui website BEI di www.bei.co.id. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dari populasi tersebut diambil sampel dengan metode purposive sampling, yaitu perusahaan yang menjadi sampel mempunyai kriteria sebagai berikut: 1. perusahaan manufaktur yang meliputi perusahaan industri dasar kimia, aneka industri dan industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI yang mempublikasikan laporan tahunan (annual report) tahun 2008 2. perusahaan mengalami laba pada tahun 2007 dan 2008 3. perusahaan mencantumkan secara lengkap mengenai atribut dari dewan komisaris yaitu jumlah dewan komisaris, komposisi dewan komisaris dan komisaris independen
42TALENTA EKONOMI – FE UKS – VOL 5. No. 2, Juli – Desember 2011
B. Perumusan Variabel dan Pengukurannya 1. Variabel Dependen Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah earnings management yang diwakili oleh discretionary accruals (Klein, 2002 ; Jaggi dan Leung, 2006). Discretionary accrual yang digunakan adalah total discretionary accrual (TDA) dan dihitung berdasarkan modified Jones model (Jaggi dan Leung, 2006). Total discretionary accrual merupakan selisih antara total accrual dengan non discretionary accrual =
−
Total accrual yang dihitung dengan Model Jones (1991) menggunakan perubahan revenue dan property, plant dan equipment. Persamaan tersebut adalah: TA 1 ∆REV PPE = a! + a + a( + ε AT AT AT AT
Persamaan tersebut untuk mengestimasi besarnya α0, α1 dan α2. Estimasi ini kemudian digunakan untuk menghitung besarnya non discretionary accrual dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: NDA 1 ∆REV − ∆AR PPE = a! + a . + a( AT AT AT AT
Dimana: TA ∆REV ∆AR PPE AT εit
: Total accruals yang merupakan selisih antara net income dengan operating cash flows : perubahan revenue : perubahan account receivable : property plant and equipment : total asset : error
2. Variabel Independen Variabel independen yang digunakan adalah: a. Jumlah dewan komisaris (KSIZE) digunakan jumlah dewan komisaris b. Independensi dewan komisaris (KIND)digunakan proporsi jumlah komisaris independen dari total komisaris
TALENTA EKONOMI – FE UKS – VOL 5. No. 2, Juli – Desember 201143
c. Kepemimpinan dewan komisaris (KLEAD) digunakan variable dummy, jika ketua komisaris adalah komisaris independen maka diberi skor 1, jika tidak diberi skor 0 C. Teknik dan Model Analisis 1. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui model persamaan yang digunakan apakah telah memenuhi asumsi klasik yaitu normalitas, multikolinearitas, autokorelasi dan heterokedastisitas a. Uji Normalitas Data Uji Normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak (Ghozali, 2001). Untuk mengetahui apakah sebaran data berdistribusi normal atau tidak digunakan metode rasio skewnes dan kurtosis. Menurut Santoso (2001 : 53) data berdistribusi normal jika rasio skewnes dan kurtosis berada diantara -2 hingga +2 b. Uji Multikoliniearitas Uji Multikoloniearitas digunakan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2005). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi adanya korelasi linier di antara dua atau lebih variabel bebas. Multikolinearitas terjadi apabila antara X1 ,X2 , dan Xk ada yang memiliki korelasi tinggi. Multikolinearitas dilihat dari nilai toleransi dan variation inflation factor (VIF) yang diperoleh. Kriteria pengujinya adalah apabila besar korelasi antar variabel bebas berada dibawah 90% atau nilai VIF kurang dari 10 maka dikatakan tidak terjadi multikolinearitas yang serius (Ghozali, 2005). c. Uji Autokorelasi Untuk menguji apakah dalam model yang diteliti terdapat masalah autokorelasi atau tidak, maka sebagai analisanya adalah dengan uji Durbin-Watson test (D-W). Menurut Gujarati (2004 : 470) keputusan mengenai ada tidaknya autokorelasi berdasarkan criteria berikut ini : i. Ada autokorelasi positif jika 0 < d < dL ii. Tidak dapat disimpulkan jika dL ≤ d ≤ dU iii. Ada autokorelasi negative jika 4 – dL< d < 4 iv. Tidak dapat disimpulkan jika 4 – dU≤ d ≤ 4 – dL v. Tidak ada autokorelasi jika dU< d <4 – dU d. Uji Heterokedastisitas Uji Heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah ada pengganggu yang mempunyai varians yang sama atau tidak. Apabila diperoleh varians yang sama maka asumsi dari heteroskedastisitas dapat diterima. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan metode Glejser Test. Uji ini dilakukan dengan meregres nilai absolut
44TALENTA EKONOMI – FE UKS – VOL 5. No. 2, Juli – Desember 2011
residual yang diperoleh atas variabel bebas. Dari hasil regresi, jika variabel bebas signifikan mempengaruhi variabel terikat (reskua), berarti ada heterokedaksitas. 2. Analisis Regresi Berganda Data yang telah diperoleh akan diuji dengan program SPSS (Statistic Packages for Social Science). Metode Analisis yang akan digunakan adalah Metode Regresi Berganda(Analisis Multiple Regression). Persamaan yang digunakan adalah: TDA = α! + α KSIZE + α( KIND + α4 KLEAD + λ Dimana: TDA KSIZE KIND
: Discretionaray accrual : Jumlah dewan komisaris : Proporsi jumlah komisaris independen dibagi total jumah komisaris KLEAD :Variabel dummy, jika ketua komisaris adalah komisaris independen diberi skor 1 dan jika ketua komisaris bukan komisaris independen maka diberi skor 2 3. Uji Statistik a. Uji Koefisien Regresi Serentak (Uji-F) Dimaksudkan untuk mengetahui apakah semua variabel independen yang digunakan dalam model regresi secara bersama-sama (simultan) dapat mempengaruhi variabel dependen. b. Koefisien Determinan (R2) Angka R2 menunjukkan berapa besar pengaruh variable independen terhadap variable dependen c. Uji Signifikansi Parameter Individual ( Uji-t) Untuk menguji secara terpisah masing-masing variabel independen dapat berpengaruh terhadap variabel dependen. 4. ANALISA DATA Pada bab ini akan dibahas mengenai uji asumsi klasik, statistik deskriptif, hasil korelasi dan model analisis regresi. A. Uji Asumsi Klasik Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Kriteria pengujiannya adalah apabila besar rasio skewness dan kurtosis berada diantara -2 dan +2 maka data berdistribusi normal. Hasil pengujian menunjukkan bahwa besar rasio skewness dan kurtosis berada diantara -2 dan +2, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh data yang digunakan berdistribusi normal
TALENTA EKONOMI – FE UKS – VOL 5. No. 2, Juli – Desember 201145
Uji Multikoloniearitas digunakan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau tidak. Kriteria pengujian untuk mengetahui terjadinya multikolinearitas adalah apabila besarnya nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi masalah multikolinearitas. Nilai VIF dari semua persamaan yag digunakan kurang dari 10. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas. Berdasarkan uji autokorelasi menunjukkan nilai Durbin Watson untuk masing – masing persamaan besarnya berkisar antara dU< d < 4-dU. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi. Uji heterokedastisitas dilakukan dengan menggunakan Glejser Test yaitu digunakan untuk mengetahui apakah model persamaan yang digunakan terjadi masalah heterokedastisitas atau tidak.Pengujian dilakukan dengan menggunakan regresi antara variable reskua (hasil kuadarat dari unstandarized residual) sebagai variable dependen dengan variable independen yang digunakan dalam model penelitian. Kriteria pengujiannya adalah apabila nilai t dari masing – masing variable menunjukkan hasil yang tidak signifikan maka tidak terjadi masalah heterokedastisitas. Hasill ini menunjukkan bahwa nilai t dari seluruh persamaan tidak signifikan sehingga dapat disimpulkan bahwa model persamaan yang digunakan tidak terjadi masalah heterokdeastisitas. Hasil uji asumsi klasik secara keseluruhan menunjukkan bahwa model persamaan yang digunakan telah memenuhi syarat asumsi klasik yaitu data yang digunakan berdistribusi normal, tidak terjadi masalah multikolinearitas, autokorelasi dan heterokedastisitas. B. Statistik Deskriptif dan Analisis Univariate Tabel 1 menyajikan statistik deskriptif dari variabel yang digunakan. KSIZE KIND KLEAD TDA Minimum 2.000 0.000 0.000 -0.866 Maximum 10.000 0.800 1.000 0.207 Mean 4.610 0.378 0.153 -0.042 Std. Dev 1.921 0.134 0.363 0.154 KSIZE 1.000 KIND 0.125 1.000 KLEAD -0.086 0.264b 1.000 a TDA -0.073 0.455 -0.169 1.000 abc
, , signifikan pada tingkat 1%, 5% dan 10%
Jumlah rata – rata dewan komisaris 5 orang dengan jumlah minimum 2 orang dan maksimum 10 orang. Jumlah ini sudah sesuai dengan ketentuan
46TALENTA EKONOMI – FE UKS – VOL 5. No. 2, Juli – Desember 2011
yang disyaratkan dalam Undang – undang Perseroan Terbatas1. Rata – rata proporsi komisaris independen adalah 37,8% (hampir 88% dari 59 perusahaan sampel memiliki proporsi komisaris independen diatas 30%). Jumlah ini menunjukkan bahwa perusahaan telah mengikuti peraturan pasar modal2 yang mensyaratkan jumlah minimal komisaris independen sekurang – kurangnya 30% dari jumlah komisaris (PT Unilever tbk memiliki proporsi jumlah komisaris independen 80%, lihat lampiran 1). Prosentase kepemimpinan komisaris independen menunjukkan angka yang relative kecil yaitu hanya sebesar 15,3%. Tabel 1 juga menyajikan koefisien korelasi antar variable yang digunakan dalam penelitian. Keseluruhan besarnya korelasi antar variable independen lebih kecil dari 80%, hal ini menunjukkan bahwa model persamaan terbebas dari masalah multikolinearitas (Gujarati : 2004). Variabel discretionary accrual yang merupakan proksi dari earnings management mempunyai korelasi pada tingkat signifikansi 1% dengan komiaris independen sebesar 45,5%.
C. Analisis Regresi Berganda Tabel 2 merupakan hasil analisis dengan menggunakan variable independen yaitu jumlah komisaris (KSIZE), komisaris independen (KIND), kepemimpinan komisaris (KLEAD) serta discretionary accrual sebagai variable dependen. 1 (Constant) KSIZE KIND KLEAD R2 Adj-R2 F Sig a bc , , signifikan pada tingkat 1%, 5% dan 10%
0.020b (-2.397) 0.850 (-0.190) 0.001a (-3.477) 0.659 (-0.444) 0.210 0.167 4.872 0.004
1
Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 pasal 108 ayat 3 yaitu “Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih.” 2 Peraturan Pencatatan Efek No 1-A angka 1-a
TALENTA EKONOMI – FE UKS – VOL 5. No. 2, Juli – Desember 201147
Tabel 2 menunjukkan nilai F sebesar 4,872 yang berarti bahwa secara simultan jumlah komisaris (KSIZE), komisaris independen (KIND), kepemimpinan komisaris (KLEAD) berpengaruh signifikan terhadap earnings management. Nilai R2 sebesar 21% menunjukkan bahwa jumlah dewan komisaris, komisaris independen dan kepemimpinan komisaris berpengaruh sebesar 21% terhadap discretioanary accrual. Nilai t menunjukkan bahwa komisaris independen mempunyai pengaruh signifikan terhadap earnings management pada tingkat signifikansi 1% dengan nilai t sebesar -3,477. Tanda negative menunjukkan hubungan negative antara komisaris independen dengan earnings management. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya komisaris independen dapat mengurangi prakting earnings management. Hasil ini konsisten dengan penelitian Dechow et al (1996) yang menyatakan bahwa independensi dari corporate board akan mengurangi kecurangan dalam pelaporan keuangan. Sedangkan variable jumlah komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap earnings management dengan nilai t = -0,190. Tanda negative menunjukkan hubungan negative antara jumlah komisaris dengan earnings management. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah komisaris dapat mengurangi earnings management. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Xie et al. (2003) yang menyatakan bahwa semakin besar jumlah corporate boards akan berpengaruh terhadap rendahnya tingkat earnings management. Akan tetapi hasil ini berbeda dengan penelitian Beasley (1996) yang menemukan hubungan positif antara jumlah corporate board dengan adanya kecurangan dalam pelaporan keuangan. Variabel kepemimpinan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap earnings management dengan besarnya nilai t = -0,444 dan signifikansi 0,659. Tanda negative menunjukkan bahwa dengan adanya kepemimpinan komisaris independen dapat mengurangi praktik earnings management. Hasil ini konsisten dengan penelitian Peasnel et.al, (2000) yang menyatakan keberadaan komisaris independen diharapkan dapat meningkatkan efektifitas pengawasan dan mengupayakan meningkatkan kualitas dari laporan keuangan. Hasil ini sama dengan penelitian Schimd dan Zimmermann (2008) yang menyatakan bahwa struktur kepemimpinan independen tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Sedangkan Coles et al. (2000) menunjukkan bahwa kepemimpinan independen berhubungan dengan superior accounting earnings. 5. KESIMPULAN A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah komisaris, proporsi komisaris independen dan kepemimpinan komisaris independen terhadap earnings management dengan menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesian.
48TALENTA EKONOMI – FE UKS – VOL 5. No. 2, Juli – Desember 2011
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah dewan komisaris, komisaris independen dan kepemimpinan komisaris independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap earning management. Meskipun secara parsial hanya variable komisaris independen saja yang berpengaruh signifikan terhadap earnings management akan tetapi hasil pengujian dari ketiga variable tersebut menunjukkan bahwa semakin besar jumlah dewan komisaris, adanya komisaris independen dan kepemimpinan komisaris independen dapat mengurangi tindakan earnings management. Dechow et al (1996) menyatakan bahwa independensi dari corporate board akan mengurangi kecurangan dalam pelaporan keuangan. Jensen dan Meckling (1976) juga menyatakan bahwa independensi dari corporate board dapat mengurangi konflik antara shareholder dan manajer. Hal ini menunjukkan adanya efektifitas monitoring yang dilakukan oleh independent corporate board (Klein, 2002; Fama dan Jensen, 1983). B. Keterbatasan Penelitian ini masih memiliki banyak keterbatasan yang mempegaruhi hasil dari penelitian. Keterbatasan itu antara lain: a. Besarnya earnings management berdasarkan perhitungan discretionary accrual yang menggunakan total discretionary accrual (TDA) berdasarkan modified Jones model b. Atribut dari variabel dewan komisaris hanya menggunakan jumlah, proporsi dan kepemimpinan komisaris independen. C. Saran Saran bagi penelitian selanjutnya berdasarkan keterbatasan dalam penelitian ini adalah: a. Besarnya earnings management ditentukan dari beberapa metode perhitungan discretionary accrual antara lain current discretionary accrual dengan menggunakan model lain seperti Performance-Adjusted Current Discretionary Accrual (PACDA), Heally Model, DeAngelo Model, Industry Model atau Cross-Sectional Model b. Menambah atribut dari variabel dewan komisaris misalnya kompetensi, pengalaman dan jumlah rapat yang dilakukan
TALENTA EKONOMI – FE UKS – VOL 5. No. 2, Juli – Desember 201149
DAFTAR PUSTAKA Alison. 2006. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Rangka Implementasi Corporate Governance. http://www.reindo.co.id Bartov, E., Gul, F. and Tsui, J. 2001. Discretionary accruals models and audit qualifications. Journal of Accounting and Economics 30: 421-452. Beasley, M., 1996. An Empirical Analysis of The Relation Between The Board of Director Composition and Financial Statement fraud. The Accounting Review 71 (4), 443–464. Coles, J., & Hesterly, W. 2000. Independence of the Chairman and Board Composition: Firm Choices and Shareholder Value. Journal of Management, 26(2), 195-214. Dalton, D., et al. 1999. Meta-Analytic Reviews of Board Composition, Leadership Structure, and Financial Performance. Strategic Management Journal, 19(3), 269-290. Dechow, P., Dichev, I., 2002. The quality of accruals and earnings: The role of accrual estimation errors. The Accounting Review 77, 35–60. Durnev, A., & Kim, E. 2003. To Steal or Not to Steal: Firm Attributes, Legal Environment, and Valuation. William Davidson Working Paper Number 554 Fama, E., and M. Jensen. 1983. Agency problems and residual claims. Journal of Law and Economics 26 (June): 327-349. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). 2006. FCGI Publication 2006. www.fcgi.or.id/en/aboutgc.shtml Fransis, J., LaFond, R., Olsson, P.M., Schipper, K.: The market pricing of accruals quality, Journal of Accounting and Economics 39, 259-327 (2005) Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro. Gujarati, Damodar N. 2004. Basic econometric. Fourth Edition. International. Edition. New York: McGraw Hill Companies Healy, P. and J. Wahlen. 1999. A Review of The Earnings Management Literature and Its Implications for Standard Setting. Accounting Horizons 13 (December): 365-383. Jaggi, B and Leung. S 2007. Impact of Family Dominance on Monitoring of Earnings Management by Audit Committees: Evidence from Hong Kong. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, Elsevier, Vol 16, Issue 1, pp 27-50 Jaggi, B., Leung, S., dan Gul, F. 2009. Family Control, Board Independence and Earnings Management: Evidence Based on Hong Kong Firms. Journal Account Public Policy. http://www.elsevier.com/locate/jaccpubpol Jensen, M., and W. Meckling. 1976. Theory of the firm: Management behavior, agency costs, and ownership structure. Journal of Financial Economics 3:305-360.
50TALENTA EKONOMI – FE UKS – VOL 5. No. 2, Juli – Desember 2011
Jensen, M.C. (1993). The Modern Industrial revolution, Exit, and the Failure of Internal Control System. Journal of Finance, Vol. 48. July , hal.831-880. Jones, J., 1991. Earnings management during import relief investigations. Journal of Accounting Research 29 (Autumn), 193–228 Klein, A., 2002. Audit Committee, Board of Director Characteristics, and Earnings Management. Journal of Accounting and Economics 33 (3) : 375–400. Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Jakarta. www.governance-indonesia.or.id La Porta, R., F. Lopez De Silanes, and A. Shleifer. 1999. Corporate ownership around the world. Journal of Finance (April): 471-517. Matsuura, S. 2008. On The Relation Between Real Earnings Management And Accounting Earnings Management: Income Smoothing Perspective. Journal of International Business Peasnell, K., Pope, P., Young, S., 2000. Accrual management to Meet Earnings Targets: UK Evidence pre- and post-Cadbury. The British Accounting Review 32 (4), 415–445. Santoso, Singgih. 2001. SPSS Versi 10, Mengolah Data Statistik secara Profesional. Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta. Schmid, M., & Zimmermann, H. 2008. Should Chairman and Ceo Be Separated? Leadership Structure and Firm Performance in Switzerland. Schmalenbach Business Review, 60(April), 182 - 204. Schipper, K., 1989, Commentary on earnings management. Accounting Horizons (December), 91-102. Xie, B., Davidson III, W.N., DaDalt, P.J., 2003. Earnings management and corporate governance: The roles of the board and the audit committee. Journal of Corporate Finance 9 : 295–316.RESS . Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 pasal 108 ayat 3. Perseroan Terbatas
TALENTA EKONOMI – FE UKS – VOL 5. No. 2, Juli – Desember 201151