PERKEMBANGAN KEADAAN TEGAKAN TINGGAL DAN RIAI' DIAMETER POHON SETELAH PEMANENAN KAYU DENGAl\' SISTEM TPTI DI AREAL HPH PT. KlANI LESTARI KALIMANTAN TIMUR
Oleh :
ROUP PUROBli\1
E 27.0932
.IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E·C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1995
ROUP PUROHIM. E. 27 0932. perkembangan Keadaan Tegakan Tinggal dan Riap Diameter Pohon Setelah Pemanenan Kayu dengan Sistem silvikultur TPTI di Areal HPH PT. Kiani Lestari, Kalimantan Timur. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Elias dan Ir. Andry Indrawan, MS. RINGKASAN
Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), merupakan
sistem
silvikultur
yang
hingga
sekarang
masih
digunakan dalam pengelolaan dan pengusahaan hutan di Indonesia, khususnya di luar Jawa. mengakibatkan
kerusakan
dengan
silvikultur
sistem
kelestarian hutan. kan
akibat
adalah
tegakan TPTI
tinggal,
pemanenan
diharapkan
dapat
kayu
menjamin
Elias (1993), menyebutkan bahwa kerusa-
pemanenan
kerusakan
Walaupun pemanenan kayu dapat
kayu
yang
dengan
terjadi
sistem silvikultur
pada
bagian
TPTI
tegakan
yang
sebenarnya tidak termasuk dalam rencana untuk dipanen silnya
pada
waktu
berupa pohon roboh,
pemanenan
tersebut.
Kerusakan
ha-
dapat
at au pohon masih berdiri tetapi bagian
batang, banir at au tajuk rusak dan diperkirakan tidak dapat tumbuh normal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan struktur dan komposisi
jenis tegakan tinggal
serta
riap diameter tegakan akibat pemenenan kayu dengan".,,- .--sistem '" silvikultur TPTI. Penelitian Lestari,
ini
Kalimantan
November 1994.
dilaksanakan Timur,
mulai
di
areal
bulan
HPH
PT.
September
Kiani sampai
Pengamatan dilakukan pada 8 (delapan) plot
1
eontoh permanen yang dibuat pada tahun 1993, yang terdiri dari : 3 plot eontoh (Et+l) dengan kelerengan sedang, euram dan datar (plot lA, IB, IC), 1 plot eontoh Et+6 (plot II), 1 plot eontoh Et+ll (plot III), 1 plot eontoh Et+14 (plot IV) dan 1 plot eontoh Et+18 (plot V) serta 1 plot eontoh hutan pr imer (plot VI) yang digunakan sebagai pembanding.
Luas
masing-masing plot I hektar (100 m x 100 m). Data yang dikumpulkan terdiri : potensi tegakan,
nata-
litas dan mortalitas semai serta mortalitas pohon, riap diameter tahun berjalan, anal isis vegetasi serta perkembangan keterbukaan areal satu tahun setelah pemanenan kayu. Hasil p9ngamatan pad a masing-masing plot eontoh penelitian terhadap jumlah spesies yang ditemukan berturut-turut pada plot eontoh lA,
IB,
IC,
I I,
I I I,
IV dan V adalah 73,
67, 74, 82, 81, 78 dan 74 spesies sedangkan pada plot eontoh VI diketemukan 78 spesies. Seeara umum potensi tegakan meningkat dengan bert ambahnya umur tegakan tinggal dan selama satu tahun pengukuran.
Riap volume rata-rata tegakan yang berdiameter 10 em ke
atas untuk semua plot eontoh sebesar 8,877 m3 . Ketersediaan pohon inti at au penggantinya yaitu permudaan tingkat semai, paneang dan tiang dari masing-masing plot eontoh dinilai memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam pedoman TPTI. Riap diameter tahun berjalan rata-rata dari tegakan tinggal dan hutan primer berkisar antara 0.40 em - 0.82 em. 2
Tingkat natalitas semai pada plot contoh lA, lebih besar dari plot contoh lainnya.
IB dan Ie
Natalitas semai yang
tinggi terjadi karena semai jenis pionir banyak tumbuh di areal terbuka bekas pemanenan kayu tahun sebelumnya. Hasil anal isis vegetasi menunjukkan bahwa terjadinya pergantian jenis yang dominan pada semua tingkat pertumbuhan dan terjadi perubahan komposisi spesies selama perkembangan tegakan tinggal. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H) menujukkan bahwa secara keseluruhan tidak terjadi perubahan keanekaragaman jenis akibat kegiatan pemanenan kayu dan terjadi kecenderungan meningkatnya nilai H sesuai dengan pertambahan umur tegakan tinggal. Bentuk pemusatan jenis pada tingkat tiang, plot conto:1,
untuk semua
lebih terpusat pada beberapa spesies saja,
yaitu pada spesies yang dominan terutama pada plot contoh lA,
IB,
IV dan VI.
plot contoh lA, 91.69%),
IB,
Markeladi
Spesies tersebut berturut-turut untuk IV dan VI adalah (INP
=
17.68%),
Hevea sp. Marjelawat
(INP = (INP
=
42.11%), Mersuit (INP = 59.90%) dan Shorea leavifolia (INP 61. 65%).
Perbandingan kesamaan komunitas antara tegakan tinggal dengan hutan primer, pada plot contoh III relatif mendekati kesamaan dengan komunitas hutan primer.
Sedangkan perban-
dingan plot contoh yang lain pada umumnya masih menunjukkan kondisi straKtur dan komposisi jenis masih berbeda (IS 1ebih 3
Secara keseluruhan nilai IS meningkat dengan
kecil 50%).
meningkatnya umur tegakan tinggal. Struktur tegakan terdiri dari tiga strata untuk semua plot contoh, yaitu strata A, B dan C, kecuali untuk plot contoh IV (Et+14) tidak dijumpai strata B. oleh
spesie~
Strata A diisi
dari famili Dipterocarpaeeae, Lauraeeae dan
Myrtaceae. Tabel
1.
Komposisi Penutupan Tajuk (%).
Strata
Plot eontoh
IA A B
e
3.70 7.41 88.86
IB
Ie
3.45 13.79 82.76
3.33 20.00 76.66
II
15.00 22.50 62.50
III
IV
5.77 21.15 73.08
2.38
V
97.62
9.68 24.19 66.13
VI 13.33 22.22 64.44
Tabel 1. menunjukkan bahwa strata C menguasai sebagian besar jalur stratifikasi.
Nilai penutupan strata C eender-
ung menurun iengan bertambahnya umur tegakan tinggal, tetapi sebaliknya untuk strata A.
Dengan demikian dapat diartikan
bahwa penambahan umur tegakan tinggal terjadi perbaikan struktur tegakan. Pada plot contoh satu tahun setelah pemanenan kayu terjadi perubahan luas keterbukaan areal.
Penutupan areal
oleh vegetasi pionir terjadi pada tempat-tempat yang terbukat sebagian besar terjadi pada areal bekas
4
PERKEMBANGAN KEADAAN TEGAKAN TINGGAL DAN RiAI' DIAMETER POBON SETELAB PEMANENAN KAYU DENG ·\N SISTEM TPTI DI AREAL HPH PT. KIANI LESTARI KALIMANTAN TIMUR
Oleh: ROUP PUROHIM
E. 27 0932
S K RIP S I Sebagai Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada FaKultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL BUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1995
Judul Skripsi
PERKEMBANGAN KEADAAN TEGAKAN TINGGAL DAN RIAP DIAMETER POHON SETELAH PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TPTI DI AREAL HPH PT. KIANI LESTARI KALIMANTAN TIMUR
Nama Mahasiswa
ROUP PUROHIM
Nomor Pokok
E 27.0932
Disetujui oleh : Ketua Komisi Pembimbing
Tanggal : _ _ _ __ Anggota Komisi pembimbing
Tanggal : _ _ _ __
DAFTAR lSI
Halaman KATA PENGANTAR .............................. i DAFTAR, lSI .................................. iii DAFTAR TABEL ................................ v DAFTAR GAMBAR ............................... vii i DAFTAR LAMP I RAN ............................. x I.
II.
III.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................... B. Tujuan................................... TINJAUAN PUSTAKA A. Karateristik Hutan Hujan Tropika Basah ... B. Tebang Pilih Indonesia dan Tebang pilih Tanam Indonesia .................... C. Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu ........................... 1. Tipe Kerusakan ........................ 2. Tingkat Kerusakan ..................... 3. Keterbukaan Tanah akibat Penebangan dan Penyaradan ........................ 4. Penurunan Keragaman Jenis ............. D. Struktur dan Komposisi Hutan Tropika Basah ...................... E. Riap Hutan Tropika Basah ................. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Areal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B. Konfigurasi Lapangan Tanah dan Iklim ..... 1. Topografi............................ 2. Geolog i dan Tanah ....................
4 6 9 10 10 11 13 14 16
KEADAAN HUTAN ............................ SEJARAH PENGUSAHAAN HUTAN ................ SISTIM PEMANENAN KAYU .................... 1. Penebangan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2. Pembagian batang ..................... 3. Penyaradan...... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4. Pemuatan di TPn ............ '. . . . . . . . . . 5. Pengangkutan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6. Pembongkaran di Log Yard ............. 7. Pengupasan di Log Yard ...............
19 20 20 21 21 23 25 27 27 28 28 28 29 29 29
METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian .............. B. Obyek dan Alat Penelitian ................
31
3.
C. D. E.
IV.
1 3
Iklim . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
iii
31
c.
D.
Metode Pengumpulan Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1. Data Sekunder ....•................... 2. Data Primer.......................... 2.1. Pengukuran Diameter ............ 2.2. Data Pohon-pohon Mati .......... 2.3. Keterbukaan Areal/Tanah ........ 2.4. Analisis Vegetasi .............. 2.5. Stratifikasi Tajuk ............. ANALISIS DATA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1. Potensi Tegakan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2. Riap Diameter Tahunan Berjalan ....... 3. Riap Diameter Tahunan Rata-rata ...... 4. Keterbukaan Areal/Tanah .............. 5. Analisis Vegetasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6. Stratifikasi Tajuk . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7. Penutupan Tajuk Atas Lantai Hutan .... 8. 'Natalitas dan Mortalitas .............
32 32 32 33
34 34 36 37 38 38 38 39
40 40 43 44 44
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pot ens i Tegakan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45 B. Riap Diameter . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 51 C. Natalitas dan Mortalitas Semai serta Mortalitas Pohon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54 D. Komposisi dan Struktur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 59 1. Komposisi...... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 59 2. Frekuensi (F) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 69 3. Dominansi..... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 79 4. Indeks Kesamaan Komunitas (IS) ....... 94 5. Diversitas (Keragaman) ............... 97 6. Stratifikasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 100 E. Keterbukaan Tanah 124
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 127 B. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 129 DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13 a LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 133
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Nomor 1.
Jumlah Pohon Inti yang Harus Ditinggalkan dan Batas Diameter Boleh Tebang Sesuai Ketentuan TPI 1972 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
2.
Syarat-syarat Pelaksanaan TPTI .................
8
3.
Perbandingan dari Tegakan Tinggal Setelah Tebang Pilih dengan Menggunakan Traktor dan Kabel.............................
9
Tipe-tipe Kerusakan Pohon Akibat Pemanenan Kayu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
11
Keterbukaan Areal/Tanah Akibat Penebangan dan Penyaradan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
12
Perubahan Struktur dan Komposisi Hutan karena Pemanenan Kayu di Lempake ..............
14
Riap Diameter Pohon di Hutan Hutan Produksi dan Hutan Bekas Tebangan di Kalimantan Timur
17
Rata-rata Pertambahan Diameter Pohon di Hutan Alam dan Hutan Bekas Tebangan di Kalimantan Timur ...........................
18
Respon Perlakuan 'rSI dan Tidak Dilakukan TSI pada Plot Bekas Tebangan di Areal HPH Picop, Mindanao, piliphina ...........................
18
10.
Komposisi Kelas Lereng HPH PT. Kiani Lestari
20
11.
Curah Hujan Tahunan di Daerah Kelompok Hutan Jele - Beliwit ..........................
22
Jumlah Hari Hujan Tahunan di Daerah Kelompok Hutan Jele - Beliwit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
22
Keadaan Hutan di Areal HPH PT. Kiani Lestari Setelah Tahap Jangka Waktu Pengusahaan Hutan I (1970/1971 -1990/1991) ................
23
Kerapatan dan Volume Pohon Perhektar Berdasarkan Kelas Diameter di Areal HPH PT. Kiani Lestari ..................
24
4. 5. 6. 7. 8.
9.
12. 13.
14.
v
15.
Jenis-Jenis Dominan yang Dijumpai di Areal HPH PT. Kiani Lestari .........................
24
16.
Reneana dan Realisasi Luas dan Produksi Tebangan HPH PT. Kiani Lestari ................. 26
17.
Potensi Tegakan Masing-masing Plot Contoh yang Berdiameter 10 em ke atas ............... .
45
Potensi Masing-masing Plot Contoh yang Berdiameter 20 em ke atas ............... .
49
Jumlah Tingkat Semai, Paneang dan Tiang pada Plot Contoh Penelitian ....................... .
50
20.
Riap Diameter Berdasarkan Kelas Diameter ..... .
52
21.
Natalitas dan Mortalitas semai ............... .
55
22.
Mortalitas Pohon dan Tiang ................... .
57
23.
Jumlah spesi~s.yang Ditemukan pada Plot Contoh Penelltlan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
59
Jumlah Individu Pohon dan Tiang yang Diketemukan pada Plot Contoh ................. .
60
Beberapa Spesies yang Memiliki Nilai Frekuensi Tinggi ............................. .
70
Beberapa Spesies yang Memiliki INP Tinggi pada Plot Permanen IA (Et+l, RKT 1993/1994)
80
Beberapa Spesies yang Memiliki INP Tinggi pada Plot Permanen IB (Et+l, RKT 1993/1994)
81
Beberapa Spesies yang Memiliki INP Tinggi pada Plot Permanen Ie (Et+l, RKT 1993/1994)
82
Beberapa Spesies yang Memiliki INP Tinggi pada Plot Permanen II (Et+6, RKT 1988/1989)
83
Beberapa spesies yang Memiliki INP Tinggi pada Plot Permanen III (Et+ll, RKT 1983/1984)
84
Beberapa Spesies yang Memiliki INP Tinggi pada Plot Permanen IV (Et+14, RKT 1980/1981)
85
18. 19.
24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Beberapa Spesies yang Memiliki INP Tinggi pada Plot Permanen V (Et+18, RKT 1976/1977)
"",,,86
,>\ vi
33.
Beberapa Spesies yang Memiliki INP Tinggi pada Plot Permanen VI (Hutan primer) ....... .
87
Indeks Kesamaan Komunitas (IS) Antara Dua Tegakan yang Dibandingkan (%) .................
95
35.
Indeks Keanekaragaman .........................
97
36.
Indeks Dominansi (C)
99
37.
Komposisi Penutupan Tajuk dari Plot Contoh .... 105
38.
Luas Penutupan Tajuk (m 2 )
39.
Persen Luas Areal yang Masih Terbuka pada Plot Contoh lA, IB dan IC ................ 124
40.
Persen Luas Keterbukaan Tanah pada Plot Contoh II, III, IV dan V . . . . . . . . . . . . . . . . . 126
34.
..........................
vii
106
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Nomor 1.
Desain Plot Permanen
38
2.
Skema Pengukuran Keterbukaan Tanah Akibat Penebangan Pohon ....... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
41
Skema Pengukuran Keterbukaan Tanah Akibat Penyaradan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
41
Subpetak-Subpetak untuk Penelitian Tingkat Pohon, Tiang, Pancang dan Semai ... ...........
42
5.
Grafik
Peningkatan Potensi Tegakan
55
6.
Diagram peningkatan Potensi Tegakan
55
7.
Grafik Hubungan Antara Jumlah Pohon dengan Kelas Diameter pada Plot Contoh IA ...........
61
Grafik Hubungan Antara Jumlah Pohon dengan Kelas Diameter pada Plot Contoh IE ...........
61
Grafik Hubungan Antara Jumlah Pohon dengan Kelas Diameter pad a Plot Contoh IC ...........
62
Grafik Hubungan Antara Jumlah Pohon dengan Kelas Diameter pada Plot Contoh II ...........
62
Grafik Hubungan Antara Jumlah Pohon dengan Kelas Diameter pada Plot Contoh III ..........
64
Grafik Hubungan Antara Jumlah Pohon dengan Kelas Diameter pad a Plot Contoh IV........ ...
64
Grafik Hubungan Antara Jumlah Pohon dengan Kelas Diameter pada Plot Contoh V............
65
Grafik Hubungan Antara Jum1ah Pohon dengan Kelas Diameter pada Plot Contoh V I . . . . . . . . . . .
65
stratifikasi Tajuk pada Plot Contoh IA (Et+1, RKT 1993/1994) di Areal HPH PT. Kiani Lestari (Kal-Tim) dengan Skala 1 : 400 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
108
3. 4.
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
viii
16.
17.
18.
19.
20.
Stratifikasi Tajuk pada Plot Permanen IB (Et+l, RKT 1993/1994) di Areal HPH PT. Kiani Lestari (Kal-Tim) dengan Skala 1 : 400 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
110
Stratifikasi Tajuk pada Plot Permanen Ie (Et+1, RKT 1993/1994) di Areal HPH PT. Kiani Lestari (Kal-Tim) dengan Skala 1 : 400 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
112
Stratifikasi Tajuk pad a Plot Pemanenen II (Et+6, RKT 1988/1989) di Areal HPH PT. Kiani Lestari (Kal-Tim) dengan Skala 1 : 400 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
114
stratifikasi Tajuk pada Plot Perman en III (Et+ll, RKT 1983/1984) di Areal HPH PT. Kiani Lestari (Kal-Tim) dengan Skala 1 :400 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
116
Stratifikasi Tajuk pada Plot Perman en IV (Et+14, RKT 1980/1981) di Areal HPH PT. Kiani Lestari (Kal-Tim) dengan Skala 1 : 400 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
118
21.
Stratifikasi Tajuk pada Plot Permanen V (Et+18, RKT 1976/1977) di Areal HPH PT. Kiani Lestari (Kal-Tim) dengan Skala 1 : 400 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 120
22.
Stratifikasi Tajuk pada Plot Permanen VI (Hutan primer) di Areal HPH PT. Kiani Lestari (Kal-Tim) dengan Skala 1 : 400 ........... ..... 122
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1.
Halaman Peta Stuasi Areal Kerja HPH PT. Kiani Lestari .. 134
2a.
Peta Kedudukan Pohon dan Tiang serta Keterbukaan Areal pada plot Contoh IA (Et+l, RKT 1993/1994) di Areal HPH PT. Kiani Lestari (Kal-Tim) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 135
2b.
Peta Kedudukan Pohon dan Tiang serta Keter-' bukaan Areal pada Plot Contoh IB (Et+l, RKT 1993/1994) di Areal HPH PT. Kiani Lestari (Kal-Tim) .............. '........................ 138
2c.
Peta Kedudukan Pohon dan Tiang serta Keterbukaan Areal pada plot Contoh IC (Et+l, RKT 1993/1994) di Areal HPH PT. Kiani Lestari (Kal-Tim) ...................................... 141
2d.
Peta Kedudukan Pohon dan Tiang pada Plot Cor.toh II (Et+6, RKT 1988/1989) di Areal HPH PT. Kiani Lestari (Kal-Tim) ........................ 144
2e.
Peta Kedudukan Pohon dan Tiang pada Plot Contoh III (Et+ll, RKT 1983/1984) di Areal HPH PT. Kiani Lestari (Kal-Tim) ........................ 147
2f.
Peta Kedudukan Pohon dan Tiang pada Plot Contoh IV (Et+14, RKT 1980/1981) di Areal HPH PT. Kiani Lestari (Kal-Tim) ........................ 150
2g.
Peta Kedudukan Pohon dan Tiang pada Plot Contoh V (Et+lB, RKT 1976/1977) di Areal HPH PT. Kiani Lestari (Kal-Tim) ........................ 154
2h.
Peta Kedudukan Pohon dan Tiang pada Plot Contoh VI (Hutan Primer, RKT 1993/1994) di Areal HPH PT. Kiani Lestari (Kal-Tim) ............... 158
3a.
Pohon dan Tiang yang Ditemukan pada Plot Contoh IA (Et+1, RKT 1993/1994) di Areal HPH PT. Kiani Lestari ........................................ 161
3b.
Pohon dan Tiang yang Ditemukan pada Plot Contoh IB (Et+l, RKT 1993/1994) di Areal HPH PT. Kiani Lestari ........................................ 163
x
3c.
Pohon dan Tiang yang Ditemukan pada Plot Contoh IC (Et+1, RKT 1993/1994) di Areal HPH PT. Kiani Lestari . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 165
3d.
Pohon dan Tiang yang Ditemukan pad a Plot Contoh II (Et+6, RKT 1988/1989) di Areal HPH PT. Kiani Lestari . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 167
3e.
Pohon dan Tiang yang Ditemukan pada Plot Contoh III (Et+11, RKT 1983/1984) di Areal HPH PT. Kianj Lestari . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 169
3f.
Pohon dan Tiang yang Ditemukan pada plot Contoh IV (Et+14, RKT 1980/1981) di Areal HPH PT. Kiani Lestari . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 171
3g.
Pohon dan Tiang yang Ditemukan pada Plot Contoh V (Et+18, RKT 1976/1977) di Areal HPH PT. Kiani Lestari . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 173
3h.
Pohon dan Tiang yang Ditemukan pada Plot Contoh VI (Hutan Primer, RKT 1993/1994) di Areal HPH PT. Kiani Lestari . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
175
Daftar Pohon/Tiang yang l1ati Tiap Plot Contoh ..
177
4.
Xl
I. PENDAHULUA;\
A.
LATAR BELAKANG Kawasan hutan Indonesia mencakup areal seluas 141 juta hektar atau sekitar 2/3 luas wilayah daratan Indonesia, merupakan aset negara yang harus dimanfaatkan sebagai modal dasar pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dari segi luas,
Indonesia
merupakan negara dengan hutan tropis terluas nomor tiga setelah Brazi dan
zair~.
Sistem silviku1tur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) merupakan sistem silvikultur yang hingga sekarang masih digunakan dalam pengusahaan hutan dan pengelolaan hutan alam tropika basah di Indonesia, susnya di luar Jawa.
khu-
Menurut Elias (1993), walaupun
sistem TPI/TPTI sudah dilaksanakan selama kurang lebih 24 tahun, akan tetapi data/informasi mengenai keberhasilannya masih langka, sehingga banyak pakar kehutanan masih ragu terhadap ketangguhan sistem tersebut dalam menjamin kelestarian hutan alam produksi di Indonesia. Kegiatan pemanenan hasil hutan merupakan kegiatan dalam rangka pemanfaatan hasi1 hutan, terutama kayu. Kegiatan pemanenan kayu
yang dilaksanakan dengan
sistem TPTI tersebut, diharapkan dapat menjamin kelestar ian hutan.
Baik kelestarian hutannya
sendiri
maupun kelestarian bahan baku untuk industri-industri
2
kehutanan
mulai
dari
industri
hulu
sampai
industri
hilir. Untuk perlu
dapat
melestarikan
memperhatikan
hutan
cara-cara
tersebut,
pemanenan
kayu
maka yang
dapat menekan kerusakan akibat pemanenan kayu tersebut.
Karena
mengakibatkan pemanenan
setiap
kegiatan
kerusakan
kayu
itu
pemanenan
tegakaan
kayu
tinggal.
dilaksanakan
dengan
dapat
Walaupun hati-hati,
kerusakan tegakan tinggal tersebut sulit dihindarkan. Menurut
Elias
(1993),
akibat pemanenan kayu
kerusakan
tegakan
tinggal
dengan sistem TPTI adalah keru-
sakan yang terjadi pada bagian tegakan yang sebenarnya tidak termasuk dalam rene ana untuk dipanen hasilnya pada
waktu
pemanenan
tersebut.
tersebut dapat berupa pohon roboh,
Kerusakan
tegakan
atau pohon masih
berdiri tetapi bagian batang, banir, at au tajuk rusak dan diperkirakan tidak dapat tumbuh normal. Selain itu informasi penting yang perlu diketahui dalam pengelolaan hutan adalah perkembangan pertumbuhan (riap) dari tegakan tinggal tersebut, karena riap tegakan
merupakan
data
dasar
yang
diperlukan
dalam
rangka menjamin kelestarian hutan. Riap diameter pohon inti besarnya diasumsikan
sebesar
dalam peraturan TPI/TPTI 1 emjtahun.
Mengingat
jenis pohon itu adalah jenis perdagangan yang terdiri dari beraneka jenis, yang berarti mempunyai sifat yang
3
berbeda-beda
termasuk
penambahan
riap
diameternya,
maka anggapan mengenai penambahan riap diameter ratarata sebesar 1 cm/tahun masih perlu dikaji dan dibuktikan kebenarannya. B.
TUJUAN PENELITIAN Dalam penelitian ini ingin diketahui : 1.
Perkembangan
struktur
dan
komposisi jenis
tegakan tinggal serta keadaan perkembangan
pada permu-
daannya pad a areal bekas tebangan di areal HPH PT. Kiani Lestari. 2.
Riap
diameter
tegakan tinggal
akibat
kayu dengan sistem silvikultur TPTI.
pemanenan
TINJAUAN PUSTAKA
II.
A.
KARAKTERISTIK HUTAN TROPIKA BASAH Richards (1975)
dalam
hutan
tropika
Ashton
(1964),
Bratawinata basah
tinggi
pohonJtegakan
lebih,
banyak
(1991),
mempunyai paling
liana-liana
sifat
rendah
yang
menonjol
adalah
berkayu dan berukuran pohon.
bahwa
selalu 30
hijau,
meter
berbatang
mayoritas
Whitmore
mengatakan
berkayu maupun yang bersifat herba. yang
dan
(1965 )
atau
tebal
dan
Salah satu sifat dari
tumbuhannya
Tidak hanya pohon-pohon
yang mendominasi komunitas hutan hujan tropika basah, tetapi juga tumbuhan yang memanjat dan sebagian epifit yang
berkayu.
hutan
primer,
Gambaran adalah
dari
adanya
wujud
pohon-pohon
bentukan
dari
di
batang-
batang pohon yang umumnya lurus, bentuk batang bundar kadang-kadang pipih, keadaan percabangan dari lapisan pohon bag ian atas umumnya membentuk sudut yang lebar mendekati 90 0 antara cabang dan batang pohon.
Strata
tajuk bagian bawah pada umumnya membentuk tajuk yang lonjong kadang-kadang berbentuk kerucutJpiramid. Soerianegara
dan
Indrawan
(1984),
menyebutkan
bahwa hutan tropika basah di Indonesia seluas juta hektar dengan selalu
basah,
tanah,
dipedalaman
± 89
ciri-ciri sebagai berikut : iklim
tanah kering dan pada
bermacam-macam
jenis
tanah yang rata atau berbu-
5
kit
(::;
m dpl)
1000
dan
dengan 4000 m dpl),
pada
tanah
tinggi
(sampai
dapat dibedakan menjadi
3
zone
menu rut ketinggian yaitu hutan hujan bawah
(2-1000 m
dpl),
dan hujan
hutan hujan tengah (1000-3000 m dpl)
tengah atas (3000-4000 m dpl). Selanjutnya hutan
hujan
Richards
tropika
hutan klimaks
menjelaskan
(1964),
basah
bisa
(Homeo statis) ,
digolongkan
bahwa
sebagai
walaupun secara kenya-
taannya masih terjadi pergantian-pergantian komposisi secara alam (Cyberatic)
sehingga tegakan bisa memper-
tahankan kondisinya sesuai dengan faktor habitatnya. Kartawinata (1975), menerangkan arti keseimbangan biologis
adalah
bahwa
hutan
alam
bersifat
stabil,
perubahan ada tetapi terjadi di dalam hutan itu sendiri.
Salah satu contohnya adalah perubahan-perubahan
dengan terjadinya tempat-tempat terbuka akibat pohonpohon
tua
yang
telah
roboh
terjadinya rumpang (gap), kesempatan masuknya
sehingga
mengakibatkan
selanjutnya akan memberikan
sinar matahari
sampai ke
hutan, sehingga merangsang pertumbuhan anakan.
lantai Pohon-
pohon muda yang selama ini tertekan akan ada kesempatan yang
berkembang terjadi
dengan
karena
baik.
Tempat-tempat
alam hanya mencakup
terbuka
areal
yang
tidak terlalu luas dan hal ini dikategorikan sebagai bag ian dari proses dinamika hutan alam tropika basah yang masih virgin.
6
Menurut Richard
(~964),
hutan di Indonesia seba-
gian besar merupakan hut an hujan dataran rendah yang didominasi
oleh
famili
Dipterocarpaceae
sehingga
sering disebut sebagai hut an dataran rendah Dipterocarpaceae. B.
TEBANG PILIH INDONESIA (TPI) DAN TEBANG INDONESIA (TPTI)
PILIH
TANAM
sistem sil vikul tur untuk pengusahaan hutan produksi di Indonesia dijabarkan dalam Keputusan Direktur Kehutanan
Jenderal
Pedoman Tebang Pi1ih Penanaman,
Tebang
No.
35/Kpts/DD/I/1972
Indonesia,
Habis
dengan
tentang
Tebang Habis dengan Permudaan Alam
dan
Pedoman-pedoman pengawasannya. Dalam
lampiran
SK
Direktur
Jenderel
Kehutanan
Nomor 35/1972 di atas, dinyatakan bahwa sistem Tebang Pilih
Indonesia
adalah
(TPI)
meliputi car a penebangan merupakan
perpaduan
sistem
silvikiultur
dan permudaan hut an ,
antara
sistem-sistem
yang
Tebang
pilih dengan batas minimum diameter Indonesia, Tebang pilih Filipina, (Enrichment)
mengenai
Penyempurnaan hutan dengan pengayaan
dan
Pembinaan
jumlah pohon
Permudaan.
Ketentuan
inti yang harus di tinggalkan
dan batas diameter yang boleh di tebang sesuai dengan ketentuan TPI, seperti pada Tabel
~.
7
Tabel 1. Jumlah Pohon Inti yang Harus ditinggalkan dan Batas Diameter Boleh Ditebang Sesuai Ketentuan TPI 1972 Batas diameter Rotasi yang ditebang (cm) (th)
50 40 30 Sumber
35 45 55
Jumlah pohon inti yang ditinggalkan (batang)
Diameter pohon inti (cm)
25 25 40
" 35 2: 35 ~
20
Vademacum Kehutanan, 1976
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 485/KptsII/1989 tentang sistem silvikutur di Indonesia, disebutkan bahwa pengelolaan hutan produksi di Indonesia dapat dilakukan dengan sistem silvikultur
Tebang
pilih Tanam Indonesian (TPTI), Tebang Habis dengan Permudaan Alam (THPA) dan Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB)
(Direktorat Jenderal Pengusahaan
Hutan, 1990). Tebang pilih Tanam Indonesia (TPTI) adalah suatu sistem silvikultur yang mengatur cara penebangan dan permudaan hutan.
Sistem ini merupakan sistem yang
dinilai sesuai untuk diterapakan di hutan alam produksi di Indonesia, kecuali hutan payau.
Persyaratan
dalam melaksanakan pedoman TPTI, seperti pada Tabel 2. Untuk mencapai sasaran yang diharapakan sesuai dengan sistem silvikultur TPTI maka ditetapkan tahapan-tahapan kegia tan Kehutanan, 1993) :
s ebagai
ber iku t
(Departemen
8
a. Penataan Arel Kerja (Et-3), b. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (Et-2) c. Pembukaan wilayah Hutan (Et-l), d. Penebangan (Et), e. Perapihan (Et+l), f. Inventarisasi Tegakan'Tinggal (Et+2), g. Pembebasan Tahap Pertama (Et+2), h. Pengadaan Bibit (Et+2), i. Pengayaan/Rehabilitasi (Et+3), j. Pemeliharaan Tanaman Pengayaan/Rehabilitasi (Et+3), (Et+4) dan (Et+5), k. Pembebasan Tahap Kedua (Et+4) dan (Et+6), i. Penjarangan
dan (Et+20).
dan
Tegakan Tinggal
Ketiga (Et+10) ,
(Et+1S)
Tabel 2. syarat-Syarat Pelaksanaan TPTI No.
Batas diameter tebang (em)
1-
Hutan a1am campuran
50 2.
Hutan ramin 1)
3.
35 Hutan eboni 2 ) 35
Sumber:
Rotasi tebang (tahun)
35
Jumlah pohon Inti (btgjha)
"
25
Diameter ph. inti (em)
KD 20-49 ? 50 0 + KTD
"
25
35
"
45
" 25
15
" " 15
Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan, 1990
Keterangan : 1). Hutan rawa, bila diameter 50 em up tidak cukup 2). Hutan yang memiliki pertumbuhan lambat, dan sulit ditemukan diameter 50 em up. KD Komersial Ditebang KTD Kornersial Tidak Ditebang
9 c.
KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM TPTI Tegakan tinggal adalah tegakan hutan yang sudah ditebang pilih dan menjadi modal pengusahaan hutan berikutnya yang terdiri dari pohon-pohon binaan dan pohon pendamping (Departemen Kehutanan, 1993). weidelt (1982), memberikan data keadaan tegakan hutan setelah pemanenan kayu dengan menggunakan traktor dan kabel di daerah Mindanao, Philipina. Tabel 3.
Perbandingan dari Tegakan Setelah Tebang pilih dengan nakan Traktor dan Kabel.
Tinggal Menggu-
Tegakan Tinggal (% ) Jenis Pohon Semua jenis Dipt. Non Dipt.
Traktor
Kabel
Rusak
Tdk Rusak
Rusak
54.4 68.8 46.7
45.5 35.2 53.8
56.7 55.5 58.1
Tdk Rusak 43.3 44.5 41.9
Sumber : Weidelt and Banaag, 1982.
Wiradinata et al.
(1985), menyatakan bahwa fak-
tor-faktor yang paling berpengaruh terhadap kerusakan tegakan tinggal adalah pohon rebah, traktor penyarad dan batang yang disarad.
Pengaruh tersebut akan
semakin diperbesar apabila kerapatan tegakan tinggi, frekuensi rendah, penentuan arah rebah tidak teratur dan topografi bervariasi.
Sedangkan Yanuar
(1992),
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mungkin menambah
10
besarnya kerusakan tegakan
tinggal adalah kerapatan
tegakan yang tinggi, perebahan yang tidak
terarah dan
kedudukan pohon tebangan dalam tegakan. Selanjutnya kerusakan kelas
tegakan
diameter.
Yanuar
(1992),
tinggal
tidak
Kerusakan
pohon berdiameter keci 1. dalam tahap penebangan
menyebutkan terjadi
cenderung
pada
dialami
bahwa semua oleh
Kerusakan terbesar timbul kayu.
kerusakan
Tipe
pohon
terberat yang juga mengurangi jumlah pohon dari dalam tegakan adalah pohon patah dan pohon roboh. 1.
Tipe Kerusakan Menurut hasil penelitian Elias,
areal
HPH PT.
Narkata Rimba,
et al.
(1993)
Kalimantan Timur,
di
tipe
kerusakan pohon akibat penebangan adalah : rusak tajuk (9.45%), patah batang (23.08%), batang/kulit dan
pecah
tipe kerusakan pohon (88.32%),
condong
batang
Roboh
(19.23%), luka
(8.24%).
Sedangkan
akibat penyaradan adalah roboh
(4.47%),
luka
batang/kulit,
rusak
tajuk, banir, patah batang (2.74%). Elias
(1993),
membandingkan
dengan
hasil-hasil
penelitian sebelumnya dan hasilnya tidak jauh berbeda, seperti pada Tabel 4. 2.
Tingkat Kerusakan Bila
pohon,
dilihat maka
dari
tingkat
besarnya kerusakan
luka
tiap
pohon-pohon
individu tegakan
11
tinggal akibat pemanenan kayu adalah sebagai berikut (Elias
et.
al.,
1993)
kerusakan
berat
(82.13%),
kerusakan sedang (13.29%) dan keruskan ringan (4.58%). Dari
pohon-pohon
yang
rusak
tersebut,
yang
masih
tinggal atau hidup dalam tegakan tinggal hanya 6.00% dari jumlah populasi tegakan tinggal. Tabel 4. Tipe-tipe Kerusakan Pohon Akibat Pemanenan Kayu Peneliti
Tipe Kerusakan
Lokasi
Penelitian
Roboh/ patah (% )
1. Tinal
dan
Panelewen
1974 2. Muhandis 1976 3. Fernandus 1978 4. Yanuar 1992 5. Elias et al. 1993 Sumber : Elias,
3.
Rusak
Rusak kulit
Rusak
tajuk (% )
(% )
(% )
Banir
Jum1ah (% )
Bilore, KalTim
28.60
5.90
1.
36.40
Berau r KalTim
19.60
3.20
0.10
0.20
23.00
P. Buru
27.53
7.87
2.40
2.94
40.71
Ketapang,
14.19
2.42
1.12
Ka1Bar Muara
16.91
4.08
0.77
70
17.73 0.20
21.96
wahau
1993.
Keterbukaan Tanah Akibat Penebangan dan Penyaradan Keterbukaan
tanah
adalah
terbukanya
permukaan
tanah karena terkupasnya lapisan serasah yang menutupinya, karena terdongkel pohon-pohon yang ditebang dan yang roboh, terkikis dan tergusur oleh traktor sewaktu penyaradan, pembuatan jalan angkutan dan pembuatan TPn (Thaib, 1986).
12
Menurut
Elias
al.
et.
keterbukaan
(1993) ,
areal/tanah akibat penebangan dan penyaradan persatuan luas
sangat
Makin
tergantung
tinggi
dari
intensitas
intensitas
penebangan,
penebangan.
makin
luas
juga
keterbukaan areal/tanah, seperti pada Tabel 5. Tabel 5.
Plot
Keterbukaan Areal/Tanah Akibat Penebangan dan Penyaradan 2 Luas keterbukaan Tanah (m ) Akibat
Intensitas Penebangan (batang/ha)
808 2 512 92
6 16
I II
III
2
Sumber
Penyaradan
Penebangan
Elias,
Total
2 008 2 324 596
2 816 4 856 688
1993
Hasil penelitian Elias et. al.
(1993), menunjukkan
bahwa rata-rata keterbukaan areal/tanah akibat pemanenan
kayu
di
dalam
Narkata Rimba, per
plot
permanen
di
areal
HPH
PT.
Kalimantan Timur adalah sebesar 2 780
hektar
atau
Luas
27.80%.
keterbukaan
areal/tanah tersebut hampir sama dengan hasil penelitian
Yanuar
Kalimantan
(1993) Barat,
di yang
areal
HPH
PT.
menunjukkan
Kayu
luas
Pesaguan,
keterbukaan
areal/tanah berkisar antara 15-30% sebagai akibat dari penebangan
dan
penyaradan
5-11
pohon
per
hektar.
Tetapi lebih kecil dari hasil penelitian Abdullah et. el.
(1981)
di
Lempake
Kalimantan Timur,
sebesar
30%
keterbukaan areal/tanah akibat pemanenan 11 pohon per
13
hektar dan hasil penelitian Butarbutar (1991) di areal HPH PT. Austral Byna Kalimantan Timur, sebesar 32.02% keterbukaan tanah/ areal akibat pemanenan 9 pohon per hektar. Berdasarkan data
di
atas,
Elias
(1993),
menarik
kesimpulan bahwa ada kecenderungan menu- runnya kerusakan
tegakan
tinggal
akibat
pemanenan
kayu
dengan
sistem TPI/TPTI sesuai dengan perjalanan waktu, perkembangan
teknologi,
pengalaman
dan
pengetahuan
para
pengelola hutan. 4.
Penurunan Keragaman Jenis Menurut
Kartawinata
(1982),
pemanenan
kayu
di
Indonesia akan menyebabkan degradasi sumberdaya genetik, yaitu kehilangan jenis dan erosi genetik.
Selan-
jutnya disebutkan bahwa mengingat hutan hujan tropik khususnya hutan Dipterocarpaceae itu sangat heterogen dan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi (yaitu setiap
unit
luas,
setiap
jenis
jumlah individu yang sedikit), hutan
alam
akan
sebanding
yang
ada
mempunyai
kehilangan jenis dari
dengan
jumlah
pohon
yang
ditebang dan yang rusak parah sebagai akibat pemanenan kayu. Perubahan struktur dan komposisi tegakan hutan karena pemanenan kayu tercantum pada Tabel 6 (Abdulhadi et. al.,
1981).
14 Tabel 6. Perubahan Strukur dan Komposisi Hutan karena Pemanenan Kayu di Lempake. Struktur dan Komposisi
Hutan yang sudah dipanen
Hutan yang belum dipanen
- Jumlah pohon/ha - Luas Bidang Dasar,m3/ha - Jumlah Jenis pohon/ha - Dipterocarpa
445 35.98
- Non dipterocarpa
- Jum1ah fami1i tumbuhan
259 16.75
12
7
197
152 41
43
Sumber : Abdulhadi et. ai.,
1981
Suratmo (1992), menyebutkan bahwa penebangan hutan alam dengan sistem TPTI jelas akan menurunkan kelimpahan dan keragaman perubahan dan
struktur
berakhir
pada
perubahan yang spesies
jenis di dalam hutan sampai dalam
atau
dan
bentuk
gangguan
ekosistem.
akan
terjadi
genetik
baik
belum dikena1.
Makin
komunitas
akan
yang
intensif
mampu
dikena1
flora-flora Makin
besar
mengi1angk<'1D maupun
penebangan,
yang
misalnya
makin kecil diameter yang ditebang, makin besar jumlah jenis
yang
hilang
berarti
tidak
menguntungkan
pada
kelestarian dari jumlah jenis flora dan fauna di hutan alamo D.
STRUKTUR DAN KOMPOSISI HUTAN TROPIKA BASAH Banyak pengertian yang dijelaskan oleh para ahli terhadap
istilah
struktur
tegakan
hutan.
Meyer,
Recnagel, stevenson dan Bartoo (1961), memakai istilah struktur
tegakan
hutan
untuk
menerangkan
sebaran
15
jumlah pohon persatuan kelas diameternya.
luas
(hektar)
dalam berbagai
Richard (1964), menggunakan isti-
lah struktur hutan sebagai sebaran individu tumbuhan dalam
lapisan
digunakan
tajuk.
untuk
sedangkan
menyatakan
istilah
keberadaan
komposisi jenis-jenis
pohon dalam hutan. Unesco (1978) dalam Suhendang (1985), menunjukkan hasil peneli tian pada hutan hujan tropika di daerah Imataca (Venezuela Guyana) menunjukkan bahwa struktur tegakan hutan untuk semua jenis mengikuti bentuk huruf J
terbalik tetapi bentuknya menjadi sangat bervariasi
jika dibuatkan untuk setiap jenisnya. Pemanenan kayu pada umumnya akan menurunkan taraf komposisi,
struktur dan massa tegakan hutan.
Akibat
terjadinya kerusakan pada struktur dan komposisi hut an alam,
maka
perubahan hara,
berbagai ataupun
proses
yang
gangguan,
ada
terutama
akan
mengalami
riap,
siklus air dan keseimbangan ekosistem
siklus (Parisy,
Darmawangsa, Hardjoprajitno dan suratinaja, 1987). Reyes
(1959),
mengemukakan
bahwa
apabila
hutan
bekas tebangan di tinggalkan atau tidak diganggu maka dengan
adanya
proses suksesi,
kembali oleh vegetasi klimaks lamanya waktu perubahan kayu.
yang
untuk kembali diakibatkan
hutan akan didominasi (Dipterocarpaceae)
dan
di tentukan oleh tingkat oleh
kegiatan
pemanenan
16
E.
RIAP HUTAN TROPIKA BASAH Pertambahan membesar dari dimensi pohon dan/atau tegakan menurut pertambahan umurnya di sebut pertumbuhan
(growth).
(grDl'lth)
Dalam
seringkali
(increment),
praktek
diterapkan
istilah sarna
pertumbuhan dengan
riap
yang sebenarnya tidak sarna (Suharlan dan
Sudiono, 1973).
Riap adalah pertambahan dimensi atau
pertambahan pertumbuhan.
Dengan demikian antara riap
dan pertumbuhan ada bedanya yaitu a. Pertumbuhan
merupakan
pertambahan
tumbuh
dimensi pohon atau tegakan sepanjang umurnya. b. Riap
merupakan
pertambahan
tumbuh
dimensi
pohon atau tegakan, dimana pertumbuhan
terse-
but suatu saat berhenti. Sedangkan
sifat dari riap ini adalah bahwa pad a
suatu saat besarnya riap sarna dengan nol atau dengan kata lain berhenti meriap.
Pada saat/mulai saat ini
pohon tersebut dikatakan berhenti meriap. Pada hutan primer (klimaks) rendah.
Riap
pohon
di
hutan
riap pohonnya sangat bekas
tebangan
pada
umumnya lebih besar karena persaingan dalam hal ruang, eahaya, air dan hara mineral antara pohon-pohon menjadi berkurang (Kasim, 1987). Pad a
sistem
TPI/TPTI
diasumsikan
diameter rata-rata 1 em/tahun,
bahwa
namun Sutanto et.
riap al.
(1978), dalam penelitian riap diameter di hutan primer
17
dan hutan
bekas tebangan menunjukkan
jenis pohon yang berdiameter diameter antara
pohon
pad a
areal
sampai
0.37
0.98
bahwa
beberapa
15 em atau lebih riap bekas
tebangan
em/tahun
berkisar
(rata-rata
0.7
em/tahun) (Tabel 7). Tabel 7.
Riap Diameter Pohon di Hutan Produksi dan Hutan Bekas Tebangan di Kalimantan Timur
Jenis pohon (diameter 15 em ke atas)
Hutan
(cm/th)
Meranti (Shorea spp.)
0.62
Kapur (Dryobalanops spp.) Bangkirai (Shorea spp.) Ulin (Eusideroxilon zwageri)
1.14
Medang (Lauraceae) Hopea,Vatica Sumber : Sutanto et. a1.,
Hasil mengenai
Hutan 6ekas tebangan
Alam (cm/th)
penelitian
perbandingan
0.75 0.98 0.62 0.50 0.37 0.78
0.65 0.33 0.18 0.65
1976
yang
dilakukan Miller
pertumbuhan
hutan alam yang telah di tebang di
diameter
(1981), pohon
di
Kalimantan Timur,
seperti pada Tabel 8. Hasil penelitian Tang (1977) di Malaysia, apabila tegakan maka
sisa
memakai
terdiri riap
dari
banyak
rata-rata
jenis Dipteroearp,
sebesar
0.78
em/tahun
eukup layak digunakan, tetapi akan lebih aman apabila digunakan angka riap sebesar 0.40 em sampai 0.78 em.
18 Tabel 8. Rata-rata Pertumbuhan Diameter Pohon di Hutan Alam dan Hutan Bekas Tebangan di Kaliamantan Timur Kelas Diameter
Rata-rata pertumbuhan Diameter (cm/th) Intensitas Penebangan (% )
Hutan Alam
0.2 0.6 0.7
15 - 24.9 25 - 34.9 35 - 44.9
4
5
20
0.4 0.4 0.4
0.4 0.6 1.0
1.6 1.6 1.6
Sumber : Miller, 1981
Perlakuan terhadap dilakukan dan tidaknya kegiatan pemeliharaan tegakan tinggalpun memberikan pengaruh terhadap pertambahan diameter pohon, seperti hasil peneli tian Weidel t
(1982),
mengenai pertumbuhan dia-
meter antara pohon yang tidak dilaksanakan dan
yang
dilakukan
TSI
(Timber
Stand
(kontrol)
Improvement)
disalah satu areal HPH di daerah Mindanao, Philipina. Tabel 9. Respon perlakuan TSI dan tidak dilakukan TSI pada plot bekas tebangan di Areal HPH picop, Mindanao, Philipina. Kelas Diameter
Perlakuan
5-15
15-25
25-35
35-45
45-55
55-65
SA (m2jth)
Penambahan rata-rata diameter pOhonjth (em)
0.81 0.32
0.91 0.77
0.73 0.79
1. 33 0.98
0.87 0.64
20.35 32.05
Perbedaan +0.39 +0.49
+0.20
+0.06
+0.35
+0.23
-11. 70
TSI Kontrol
0.78 0.39
Sumber : Weidelt and Sanaag, 1982
20
seluas 223.500 Ha yang seluruhnya terletak di kelompok hutan
Berdasarkan
Jele-Beliwit.
Kesepakatan
(TGHK),
Tata
Guna
Hutan
areal hutan terbagi dalam fungsi
Hutan Produksi Tetap
(134.250 Ha)
dan Hutan Produksi
terbatas (89.250 Ha). B.
KONFIGURASI LAPANGAN, TANAH DAN IKLIM 1.
Topografi Berdasarkan Peta Bentuk wilayah, areal HPH PT. Kiani
Lestari
di
dari
dataran
terdiri
dipinggir
sungai
kelompok aluvial
Telen,
Hutan di
Jele-Beliwit
bagian
dataran
Selatan
bergelombang
terletak di tengahnyadan perbukitan yang meliputi areal punggung di sebelah utara dan Timur. ini terletak pada ketinggian antara
Areal
25-375 m di
atas permukaan laut, dengan kecuraman lereng dari landai sampai agak curam. Tabel 10.
Komposisi Kelas Lereng di Areal HPH PT. Kiani Lestari.
No. Kelas Lereng
Jele-Beliwit (% Wilayah)
1. Datar (0-8%)
20
2. sedang (8-15%)
40
3. Agak Curam (15-25%)
30
4. Curam (25-45 %)
10
Sumber : studi Evaluasi Lingkungan PT. Kiani Lestari 1991.
21
2.
Geologi dan Tanah
Secara geologi, tersusun
oleh
areal HPH PT.
satuan
batuan
Kiani
Lestari
formasi
Pamaluan
(batuan pasir, sisipan lempung, serpih dan batuan gamping)
dan
(batu pasir,
satuan batuan formasi sisipan batu gamping,
Pulau Balang batu lempung,
serpih dan lensa batu bara) . Jenis Kiani
kuning
tanah
yang terdapat
Lestari terdiri dari
dan
aluvial
lempung berpasir.
dengan
di
areal
HPH
PT.
jenis podzolik merah tekstur
liat
sampai
Pada bag ian selatan Batu Ampar
dijumpai sedikit daerah yang berbahan induk organik bercampur liat sehingga membentuk tanah organo-
sol kley humus. 3.
Iklim
Areal tropis
kerj a
HPH
PT.
Kiani
Lestari
beriklim
Koppen
termasuk
yang menurut klasifikasi
tipe Alfa yaitu daerah beriklim hutan hujan tropis dengan curah hujan bulan kering > 60 mm dan suhu bulan terpanas klasifikasi
lebih besar dari
Schmidt
dan
Ferguson
22
°C.
Menurut
termasuk
tipe
iklim A (sangat basah). Curah hujan di areal HPH termasuk sedang yaitu 2.600 m per tahun dengan variasi yang tidak begitu besar.
Jumlah
hari
hujan
dalam
100-1300 hari (Tabel 11 dan 12).
setahun
antara
22 Tabel 11.
stasiun
Curah Hujan Tahunan di Kelompok Hutan Jele-beliwit.
Periode
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
A9t
Sep
Huara I../ahau 1929-90
176
147
189 247 263 214
155
150
158 174 252
252
2377
Huara Marah
1980-83
139
172
192
104
132
151
162 240
232
2214
Satu Ampar
1971-91
247 205
236 246 247 177 118
161
170 246 265
304
2622
242
2~2
196
Okt
Nov
Des Tahunan
1) 2)
Transmigration Area Development Project, 1982 PT. Kiani Lestari, 1991
Tabel 12.
Jumlah Hari Hujan Tahunan di Kelompok Hutan Jele-Beliwit.
sumber
Stasiun
Periode
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
JuL
Agt
Sep
Okt
Nov
Des Tahunan
Huara \.Iahau
1929-90
8
8
9
10
10
9
6
7
7
8
10
11
101
Huara Harah
1980-83
10
9
10
11
11
9
7
7
8
9
11
12
114
Satu Ampar
1971-91
12
10
12
12
12
9
8
8
9
10
13
14
129
Sumber
1) Transmigration Area Development Project, 1982 2) PT. Kiani Lestari 1991-
Suhu udara rata-rata relatif panas dengan rataan suhu udara minimum 23_1 o C dan maksimum 31.5 0 C dan suhu udara rata-rata adalah 26.4 o C. Kelembaban udara tergolong tinggi dengan kisaran 53 % sampai 92
~ o •
Lama penyinaran termasuk
kategori sedang, rata-rata selama 5.6 jam per hari atau sebesar 47%.
Kecepatan angin relatif rendah
yakni sekitar 0_5 m/dt.
23
C.
KEADAAN HUTAN Pada awal Pengusahaan hutan pada tahun 1970, kawasan produktif meliputi 285.000 ha (81%), hutan sekunder non produktif 47.000 ha (14 %) dan rawa-rawa 18.000 ha
Setelah melaksanakan kegiatan sejak tahun
(5%).
1971/1972 sampai dengan tahun 1992/1993 keadaan hutan di
areal
HPH
PT.
Kiani
Lestari
menjadi
sebagaimana
tertera pada tabel 13. Tabel 13.
No.
Keadaan Hutan di Areal HPH PT. Kiani Lestari setelah Tahap Jangka l'iaktu pengusahaan 20 Tahun Pertama (1970/71 - 1990/91). uraian
Slok Jele -
Kariorang
(ha) 1.
Hutan Lindung
Kawasan Penyangga 13.486 Kawasan Hutan yang Belum di Tebang(vir-
4.
Areal Bekas Tebangan
11.500
5.
diluar HTI Hutan Tanaman Indus tri
53.080
Transmigrasi dan Pirbun Areal Non Produktif
18.300 47.251
gin Forest)
7. 8.
10.
71. 214
13.698
areal
non
84.912 53.080
18.542
36.842
22.890
70.141
9.870
9.870 300 100
65.000
350.000
300 100
URKPH Periode II PT. Kiani Lestari,
Dibandingkan hutan,
69.787
285.000
Jumlah Sumber
11. 500 13.486
69.787
Areal Pertambangan Batu Bara Pelestarian Jenis Areal Perkebunan
9.
(ha)
(ha)
2. 3.
6.
Jumlah
Blok Beliwit
dengan
keadaan
produktif
1991.
awal
bertambah
pengusahaan luasnya
dari
65.00 ha menjadi 70.141 ha, bahkan menjadi 123.221 ha
24
apabila
termasuk
Bertambahnya
HTI.
luas
areal
non
produktif ini terutama disebabkan oleh kebakaran hutan pada tahun 1982/1983
seluas 118.772 ha.
Rata-rata kerapatan dan volume pohon perhektar di areal HPH PT. Kiani Lestari disajikan pada Tabel 14. Tabel 14.
Kerapatan dan Volume Pohon Perhektar Berdasarkan Kelas Diameter di Areal HPH PT. Kiani Lestari.
Kelas Diameter
Kerapatan
(em)
volume
(N/ha)
(m 3 /ha)
15.66 14.59
12.38 68.87
1.18 5.68
1.15 15.85
5.68 1.12
5.57 3.79
* Komersial Dipterocarpaceae
20 50
29 up
* Komersial Non Dipterocarpaceae 20 29 50 up * Komersial Lain 20 29 50 up
Sumber , URKL V (1991/1992 - 1996/1997)
Jenis-jenis dominan yang terdapat di areal HPH PT. Kiani Lestari dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15.
No
1-
2. 3. 4. 5. Surnber
Jenis-jenis Dominan yang Dijumpai di HPH PT. Kiani Lestari.
Nama Daerah
Nama Botani
Meranti Kapur Keruing
Shorea sp. Dryobalanops sp. Dipterocarpus sp.
Bangkirai Nyerakat
Shorea laevifolia Hopea bracteata
URKL V (1991/1992
- 1996/1997)
Areal
25
D.
SEJARAH PENGUSAHAAN HUTAN PT.
Kiani Lestari semula bernama PT. Georgia Pa-
cific Indonesia (GPI) yang merupakan perusahaan patungan
antara
dengan M. pad a
PT.
Georgia
Hasan.
tanggal
7
Pacific
International
Corp.
Perusahaan patungan ini didir ikan Agustus
1970
dengan
status
PMA
dan
sejak tahun 1984 seluruh sahamnya telah diambil alih oleh M. Hasan sehingga statusnya menjadi PMDN dengan saham seluruhnya dimiliki oleh M.Hasan. Pada tahun pertama operasi, pemenenan kayu dilaksanakan di kelompok hutan Jele camp Batu Ampar. haan hutan
di
berakhir pad a 1984/1985
Belwit dengan base
Tahun 1972/1973, kegiataan pengusa-
kelompok tahun
kegiatan
hutan Kariorang
1983/1984, pengusahaan
dimulai
sehingga mulai kembali
dan
tahun
terpusat
di
Batu Ampar. Dengan
berakhirnya
pengusahaan
hutan
periode
I
pada tanggal 23 Desember 1990, maka PT. Kiani Lestari telah mengajukan perpanjangan HPHnya dan mendapatkan Persetujuan
Perpanjangan
No. 394/Menhut-IV/1993
HPH
tertanggal
melalui 27
Pebruari
surat 1993,
yang kemudian mengalami revisi dengan dikeluarkannya surat No.1784/Menhut-IV/93 tertanggal 12 Oktober 1993 dengan
luas
areal
188.460
hektar.
Setelah melalui
beberapa surat perpanjangan sementara maka pad a tanggal
15
Sepetember
1994
melalui
Menteri
Kehutanan,
26
akhirnya PT.
Kiani Lestari mendapat surat perpanjangan
HPH untuk periode pengusahaan ke II dengan 2010/2011) Realisasi sahaan jatah
hutan
sampai
dengan luas areal 223.500 Ha.
luas tebangan dalam tahun
tebangan
(1990/1991
1971/1972
tahunan
(Me)
jangka waktu pengu-
sampai
1994/1995
minimum
300.000
dengan m
3
dan
maksimum 500.000 m 3 disajikan pad a Tabel 16.
Tabel 16.
Rencana dan Realisasi Luas dan Tebangan HPH PT. Kiani Lestari
Produksi
Luas (ha) Tahun
Rencana
Realisasi
Rencana
Realisasi
1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981
2.000 6.000 7.200 7.315 7.200 8.000 7.100 7.765 7.500 7.500
1. 324 4.247 5.190 6.151 5.947 6.209 5.275 6.542 6.793 7.316
90.000 225.000 350.000 496.000 490.000 500.000 525.000 515.000 550.000 332.000
65.343,67 261.331,25 327.322,75 344.928,40 352.465,61 399.676,78 339.534,04 494.370,12 375.359,50 304.484,18
1981/1982 1982/1983 1983/1984 1984/1985 1985/1986 1986/1987 1987/1988 1988/1989 1989/1990 1990/1991
8.200 5.950 6.000 7.900 16.900 13.665 11. 000 10.000 11.200
5.185 5.105 1. 965 4.788 5.539 7.332 12.319 8.835 8.693 7.355
397.000 350.000 250.000 330.000 330.000 600.000 573.000 500.000 466.000 400.000
320.004,71 271.442,92 129.712,82 243.060,43 218.141,81 424.260,06 524.499,93 445.305,51 410.360,74 419.094,52
1991/1992 1992/1993 1993/1994 1994/1995
7.751 6.509 5.473 5.664
7.384 4.961 1 5 .743,11 '5.664 ~
381. 000 255.200 225.800 250.000
390.519,92 228.079,15 185.843,38 169.461,44
9.300.500
7.531.876,71
JUMLAH Sumber
8.100
195.150 Lap.
145.273
Tahunan Kegiatan Pengusahaan Hutan (April
Baret 1995)
1994-
27
E.
SISTIM PEMANENAN KAYU sistim
pemanenan
kayu
yang
digunakan
PT.
Kiani
Lestari dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan adalah sistim Tebang Pilih Indonesia (TPI) yang digunakan sampai dengan tahun 1989 dan sistim Tebang pilih Tanam Indonesia (TPTI) yang digunakan sejak tahun 1989 sampai sekarang.
Kegiatan pemanenan kayu yang dilaku-
kan terdiri dari beberapa tahap, yaitu : 1.
Penebangan pekerjaan penebangan terdiri dari kegiatan persia-
pan, penebangan, pembersihan cabang dan ranting serta pembagian batang sehingga kayu siap untuk disarad. Dalam satu regu tebang terdapat 2 - 3 orang tenaga kerj a,
yai tu satu orang operator yang bertugas mene-
bang pohon dan satu sampai dua orang sebagai pembantu operator sekitar pohon
yang
bertugas
pohon yang yang
telah
akan
membersihkan ditebang
ditebang.
tumbuhan
serta
bawah
cabang
Penebangan
dari
dilakukan
dengan menggunakan Chainsaw dengan panjang bar lebih kurang
1.25 meter dan kapasitas tangki bahan bakar
lebih kurang 2 liter. Jenis-jenis
(Shorea
putih
pohon
yang
ditebang
adalah
meranti
leprosula) ,
meranti
merah
(Shorea
smithiana) , meranti kuning (Shorea parvifolia) , merembung
(Anisoptera) ,
merupan
(Shorea
markabang
gibbosa) ,
(Shorea
palembanica) ,
Kebancang
(Shorea
28
Kapur
panciflora), terocarpus
(Dryobalanops
Keledang
sp.),
Keruing
sp.),
(Shorea
(Dip-
Nyerakat
sp.),
(Hopea bracteata) dan jenis komersial lain.
2.
Pembagian Batang pembagian
batang
langsung
dilakukan
tebang yang bersangkutan di petak tebang, suaikan
dengan
ukuran
yang
diinginkan
oleh
regu
yang disedan
kondisi
pohon yang ditebang. 3.
Penyaradan Kegiatan penyaradan di areal HPH PT. Kiani Lestari
dilakukan
dengan
menggunakan
Crawler
tractor
jenis
Komatsu D7F, D7G dan D7H yang dilengkapi dengan Hyster winch. Dalam satu regu
sarad terdapat dua orang tenaga
kerja,
yai tu operator dan pembantunya.
bantu
bertugas
mencari
kedudukan
ditebang dan memberikan alternatif harus
dilalui
yang
telah
jalan sarad yang yang
telah
disarad diletakkan di Tempat Pengumpulan
(TPn)
untuk
di
angkut
operator.
pohon
Kayu-kayu
menunggu
oleh
Seorang pem-
ke
Log
Yard/Tempat
Penimbunan
(TPK) . 4.
Pemuatan di TPn Pemuatan
dilakukan
dengan
crane oleh seorang operator dan
menggunakan
crawler
satu orang bertugas
membantu meletakkan rantai pengikat kayu pad a kendar-
29 aan pengangkut dan memberikan instruksi kepada operator
angkutan
bahwasanya
kayu-kayu
telah
siap
dia-
ngkut. 5.
pengangkutan Pengangkutan di areal HPH PT. Kiani Lestari dila-
kukan dengan menggunakan Truk trailer.
Pengangkutan
dilakukan dari TPn langsung menuju Log Yard. 6.
Pembongkaran di Log Yard Setelah truk trailer bermuatan sampai di Log Yard,
langsung dilakukan pembongkaran oleh regu bongkar muat yang ada di Log Yard dengan menggunakan wheel loader. Setelah
semua
muatan
diturunkan,
trailer
langsung
dimuat kembali ke atas truk, dan dapat langsung kembaIi ke lokasi Tpn. pembongkaran dilakukan oleh satu orang yang bertugas
sebagai
operator
loader
dan
satu
orang
sebagai
pembantu. 7.
Pengupasan di Log Yard Kegiatan
pengupasan
dilakukan
di
Log
regu pengupas dengan menggunakan linggis.
Yard
oleh
Satu regu
pengupas dapat terdiri dari 6 - 7 orang yang melakukan pengupasan secara bersama-sama.
IV.
A.
METODOLOGI PENELITIAN
LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian
dilakukan
di
areal
HPH
PT.
Kiani
Lestari, Kalimantan Timur. Waktu
penelitian
selama
dua
bulan
yaitu
bulan
Oktober - November 1994. B.
BAHAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Pita diameter untuk mengukur diameter pohon 2. Pita meter untuk mengukur luas keterbukaan areal 3. Kompas untuk menentukan arah rintis dan menentukan arah batas petak contoh penelitian 4. Hagameter 5. Karpet plastik,
kantung plastik,
paku,
pisau dan
parang 6.
Patak,
tali dan cat untuk menandai batas petak
penelitian 7. Tally sheet, alat tulis dan kalkulator 8. Daftar nama pohon daerah 9.
Sasak,
kertas koran dan alkohol untuk pembuatan
herbarium 10. Kamera foto dan film negatif 11. Peta areal kerja HPH PT. Kiani Lestari
31
12. Peta tat a letak pohon plot permanen 13. Peta keterbukaan areal plot permanen
14. Data pengukuran plot permanen tahun 1993.
c.
METODE PENGUMPULAN DATA 1. Data Sekunder
Data yang dikumpulkan mengenai keadaan umum lokasi yaitu a. Letak dan luas areal b. Keadaan lapangan, iklim dan tanah c. Keadaan hutan, yang meliputi tipe hutan, potensi dan jenis pohon utama yang terdapat d.
pengusahaan hutan,
yaitu sistem pemanenan kayu,
volume produksi dan jenis kayu yang dipanen.
2. Data Primer Data primer
dikumpulkan dengan cara mengada-
kan pengukuran langsung di plot permanen yang telah dibuat tahun 1993, yang meliputi : a. 1 plot permanen hutan primer (virgin forest) b. 3 plot permanen hutan bekas tebangan tahun ke-1 c. 4 plot permanen hutan bekas tebangan, masingmasing pada areal bekas tebangan tahun ke-5, 10, 13 dan '17.
Luas masing-masing plot permanen satu hektar dan desRln bentuk plot permanen dapat dilihat pada gambar 1.
32 ~------------------- 100 m
--------------------1
IV
III
24 23 25 21 22 -------- -------- --------- --------- --------
17
16
jalur 5
20
19
18
-------- --------
--------- ---------
-----11- -----12-
------13-
jalur 4
--------
------14- -----15-
100 m
UTARA
T
j1r3 10 m --------
6
8
7
-------- --------
10
9
--------- --------- --------
2
1 --------
l.
-------- --------- --------- --------
3
4
-------- --------- ---------
jalur 2
5 --------
I
j alur 1
II +-- 20 m -+
p
--------------
-------------------
Gambar 1.
~
jalan hutan
Desain plot permanen
Keterangan : 1,2,
Nomor urut sub petak ukuran 20m x 20 m Ti tik pasti berupa papan nama plot penelitian di tepi jalan hutan
- P
I,
,25
... , IV
Pal batas pada tiap sudut petak contoh penelitian Jalur stratifikasi tegakan 10m x 100m
33
Subpetak-subpetak di dalam petak eontoh utama dibuat berdasarkan perkembangan tingkat vegetasi yaitu : a.
Untuk tingkat pohon, subpetak ukuran 20 x 20 m 2~banyak
25 buah pada jalur 1 sampai 5.
Inten-
sitas sampling 100 % dari petak utama. b.
Untuk tingkat tiang, subpetak ukuran 10 x 10 m sebanyak 20 buah pada jalur 2 dan 4.
Intensi-
tas sampling 20 % dari petak utama. e.
Untuk tingkat paneang, subpetak ukuran 5 x 5 m sebanyak 20 buah pada jalur 2 dan 4.
Intensi-
tas sampling 5 % dari petak utama. d.
Untuk tingkat semai, subpetak ukuran 2 x 2 m sebanyak 20 buah pada jalur 2 dan 4.
Intensi-
tas sampling 0.8 % dari petak utama. Desain subpetak-subpetak tersebut dapat dilihat pada gambar 4.
2.1. Pengukuran Diameter
Pengukuran diameter dilakukan dengan mengukur diameter pohon pada ketinggian 130 em (dbh) atau 20 em di atas banir,
yaitu pada tanda paku bekas
pengukuran sebelumnya, diameter.
dengan menggunakan pita
Pohon yang diukur adalah pOhon yang
berdiameter 10 em ke atas.
34
Hasil pengukuran dituliskan pad a karpet plastik, dibungkus kantong plastik dan dipakukan tepat disamping pengukuran tahun lalu. sesuai dengan nomor urutnya
Pohon yang diukur
dan apabila terdapat
pohon baru yang meneapai diameter 10 em atau lebih pada tahun pengukuran ini, maka diberi nomor baru dengan
memberi
nomor
pohon
didekatnya
ditambah
huruf a, b, atau c. 2.2. Data Pohon-pohon yang Mati Pohon-pohon dieatat
nomor,
berdiameter jenis,
10
em
diameter
up
dan
yang
mati
sebab-sebab
kematiannya. 2.3. Keterbukaan Areal/Tanah Keterbukaan tanah adalah luas tanah yang terbuka akibat penebangan pohon dan penyaradan. ter
yang
jalan
diukur
sarad
dan
penebangan pohon.
adalah luas
arah,
areal
panjang yang
Parame-
dan
terbuka
lebar akibat
Skema pengukuran sisa keterbu-
kaan tanah akibat penebangan dan penyaradan seperti pada gambar 2 dan 3 berikut :
35
v
1 Gambar 2.
Keterangan a • P 1, 2, 3 . . d
Gambar 3.
Keterangan a p 11 , 2, .. n
Skema Pengukuran Keterbukaan Tanah Akibat Penebangan Pohon
arah pengukuran ( tunggak pohon nomor titik jarak antar titik
0)
Skema Pengukuran Keterbukaan Tanah Akibat Penyaradan
arah pengkuran (0) panjang (m) lebar (m) jalan sarad tegak lurus terhadap sisi jalan sarad 1, 2, ... n nomor titik 1-, 2- ... n-: nomor titik yang berseberangan tegak lurus satu sama lain
36
Analisis vegetasi
2.4.
Untuk dapat melihat perkembangan tingkat vegetasi,
maka dilakukan analisis vegetasi pada
rintis di dalam plot permanen penelitian. vegetasi
pada
plot
penelitian
jalur
Analisis
dilakukan
dengan
sistem jalur seperti terlihat pad a Gambar 4. Parameter yang diukur adalah : 1.
Untuk
tingkat
spesies,
pohon
dan
tiang
diameter setinggi
dada
meliputi atau
20
nama em di
atas banir dan jumlah tiap spesies. 2.
Untuk
tingkat
paneang
dan
semai,
hanya
nama
spesies, jumlah spesies dan jumlah individu tiap spesies.
20 m - - - - - 1
UTARA
;
---- 10 m
- 5 10 m
1
m
~b
----1
-1 -----
EJb
--
-
b
j1r 2,4
c c
---- - - - Gambar 4. Subpetak-subpetak untuk penelitian ting kat Pohon, tiang, paneang dan semai
37
Keterangan : Subpetak a Subpetak b Subpetak c Subpetak d
penelitian penelitian penelitian penelitian
tingkat semai, 2m x 2m tingkat pancang, Sm x Sm tingakat tiang, 10m X 10m tingkat pohon, 20m x 20 m
Kriteria permudaan yang digunakan adalah kriteria
permudaan
berdasarkan
pedoman
teknis
TPTI
(Anonymous, 1990) sebagai berikut : a.
Tingkat
semai
yai tu permudaan yang
(seedling)
tingginya mencapai 1.5 meter. b.
Tingkat pancang tingginya
yaitu permudaan yang
(sapling)
lebih
dari
1.S
m
dan
berdiameter
kurang dari 10 cm. c.
Tingkat
tiang
yaitu
(poles)
pohon
muda
yang
pohon-pohon
yang
berdiameter antara 10-19 cm. d.
Tingkat
pohon
(tree)
yaitu
berdiameter minimal 20 cm. 2.5. stratifikasi Tajuk Jalur di untuk
anal isis
dalam plot permanen yang stratifikasi
tajuk adalah
digunakan jalur
3
yang berukuran 10 x 100 meter (Gambar 1). Pengamatan dilakukan terhadap pohon berdiameter 10 em up.
Parameter yang diamati adalah :
- Tata letak pohon - Jenis pohon - Diameter pohon (DBH atau 20 em di atas banir) - Tinggi pohon sampai cabang pertama - Bentuk percabangan utama
38
- Bentuk tajuk - Bentuk dan ukuran proyeksi tajuk di lantai hutan - Batas terendah tajuk D.
ANALISA DATA 1. Potensi Tegakan Potensi tegakan pad a plot-plot permanen dihitung berdasarkan volume pohon dari persamaan yang merupakan hubungan volume dan diameter pohon hasil pengukuran 1993. 2. Riap Diameter Tahunan Berjalan
Untuk menghitung riap diameter tahunan berjaIan
dari
tegakan
masing-masing jenis,
tinggal
tegakan
masing-masing
Dipterocarpaceae
(D),
dan
hut an
dipisahkan adalah
primer,
dalam
Kelompok
maka
kelompok Komersial
Kelompok KOJJJlllersial Non Dip-
terocarpaeae (ND) serta Kelompok Non Komersial (NL)
dan berdasarkan kelas rumus
diameter.
Dihi tung dengan
(Elias, 1994; pers com.) ADi
=
dimana AD·l
Riap diameter (em) pada tahun ke-i setelah penebangan
D·1
Diameter pohon pada tahun ke-i setelah penebangan
D·l - 1
Diameter pohon pada tahun ke-i-1 setelah penebangan
39 3. Perkiraan Riap Diameter Tahunan Rata-Rata
Berdasar
hasil
pengukuran
bekas tebangan pada tahun ke-O,
diameter
tegakan
I,
10,
5,
6,
II,
13, 14, 17 dan tahun ke-18, dilakukan pendugaan dan perkiraan
terhadap
mengasumsikan
bahwa
riap
tahunan
pengukuran
rata-rata diameter
dengan
pada
ma-
sing-masing tegakan dilakukan seeara periodik pada waktu yang berbeda, pada tegakan yang sarna. Riap diameter tahunan rata-rata tegakan tinggl seeara
keseluruhan
dihitung
dengan
menggunakan
rumus (Elias, 1994; pers com.)
AD = 5
dimana Riap diameter tahunan tinggal
AD
rata-rata tegakan
=
Riap diameter tahun berjalan, 1 tahun setelah penebangan (em)
=
Riap diameter tahun berjalan, 6 tahun setelah penebangan (em)
ADll
=
Riap diameter tahun berjalan, I I tahun setelah penebangan (em)
AD14
=
Riap diameter tahun berjalan, 14 tahun setelah penebangan (em)
.i.D 18
=
Riap diameter tahun berjalan, 18 tahun setelah penebangan (em)
40 4. Keterbukaan Tanah/Areal
Luas
tanah/areal
yang masih
terbuka
dan
yang
sudah tertutup vegetasi dipetakan pada kertas milimeter blok dengan skala 1 : 200,
kemudian dihitung
dengan menggunakan rumus (Elias, 1994; pers com.) :
K ;
L
P
10 000 m2
x 100%
Keterangan : K
Keterbukaan tanah/areal (%)
L
Luas tanah/areal yang terbuka akibat kegiatan penebangan/penyaradan th 1994
P
Luas tanah/areal yang sudah tertutup vegetasi
5. Analisis Vegetasi
Untuk
mengetahui
gambaran
ten tang
komposisi
dan struktur tegakan, dilakukan perhitungan terhadap parameter yang meliputi
nilai penting,
indeks
dominansi dan keanekaragaman. Pengolahan data hasil ana1isa vegetasi meliputi a.
Nilai penting Nilai penting digunakan untuk menentukan dominasi jenis dalam suatu tegakan. merupakan (KR) ,
penjumlahan
Frekuensi
Realatif
(DR) ,
Indrawan, 1988)
dari
Relatif dimana
Nilai penting
Kerapatan (FR)
dan
Relatif Dominasi
(Soerianegara
41
1.
Kerapatan =
Jumlah dari individu Luas petak contoh Kerapatan dari suatu spesies
Kerapatan Relatif (%)= (KR)
Kerapatan seluruuh spesies
Jumlah luas bidang dasar 2.
Dominasi = Luas petak contoh Dominasi dari suatu spesies Dominasi Relatif (%) (DR)
3.
Frekuensi
=
Dominasi dari seluruh spesies
Jumlah plot contoh ditemukan suatu spesies Jumlah seluruh plot
4.
b.
Frekwensi Relatif (%) (FR)
=
Nilai Penting (NPJ =
KR
Frekwesi dari suatu spesies Frekwensi dari seluruh spesies
+
DR +
FR
Indeks Dominansi Indeks
dominansi
digunakan
untuk
mengetahui
pemusatan dan penyebaran jenis dominan. la
dominansi
spesies,
maka
meningkat spesies
dan
lebih
terkosentrasi
ni lai
indeks
sebaliknya
mendominasi
secara
Apabi-
pada
dominansinya apabila
suatu akan
beberapa
bersama-sama
maka
42
,
nilai indeks akan menurun at au rendah. Untuk menentukan indeks dominansi dipergunkan rumus
Simpson da1.iJJII Misra
(1980)
sebagai
berikut :
-:-i-f
c
Keterangan : ni nilai penting masing-masing spesies
c.
N
total nilai penting
C
Indeks dominasi
Indeks Keanekaragaman Keragaman jenis adalah parameter yang berguna untuk membandingkan ma,
2 (dua) komunitas, teruta-
untuk mempelajari pengaruh gangguan biotik
atau
untuk
mengetahui
kestabilan. tung
tingkat
suksesi
Indek keanekaragaman jenis dihi-
menggunakan
rumus
(Margalef,
1968
Misra, 1980) .
n H
=
-
Z;
i=l
[
ni N
]
log e
[
ni N
]
Keterangan :
N
Indeks keanekaragaman Nilai penting masing-masing spesies Total nilai semua spesies
e
2
H
ni
atau
dalam
43
d.
Koefisien Kesamaan Komunitas Koefisien kesamaan komunitas
digunakan untuk
menunjukan komposisi jenis dari dua contoh yang dibandingkan.
Rumusnya adalah (oosting,
Bray dan Curtis,
1957
1956;
dan George-smith,
daIam Soerianegara dan
1964
Indrawan, 1988)
2 W
C
=
x 100
a + b dimana : C (IS)
=
Koefisien kesamaan komunitas
W
Jumlah jenis yang sama dan nilai yangberbeda dari jenis yang terdapat dalam 2 tegakan yang dibandingkan
a
Jumlah nilai kuantitatif dari semua jenis yang terdapat pada tegakan pertama
b
= Jumlah jenis kedua
nilai kuntitatif dari semua yang tedapat pada tegakan
Nilai koefisien komunitas ini berkisar antara 0 100,
makin
dekat
pada
nilai
100
maka
dua
tegakan yang dibandingkan adalah makin sama. 6. stratifikasi Tajuk
Stratifikasi
tajuk
disajikan
dalam
suatu
diagram/gambar yang menggambarkan proyeksi tegakan dari atas (proyeksi tajuk-tajuk pada lantai hutan) dan proyeksi tegakan dari muka atau samping.
44
7.
Penutupan Tajuk Atas Lantai Hutan
Luas penutupan tajuk dinyatakan dalam persen, yang
dihitung
dengan
(Elias,
cara
1994;
pers
com. ) Penutupan tajuk pada lantai hutan
h T
x 100% L
dimana Jumlah luas proyeksi tajuk pada lantai hutan (m2)
h T
Luas lantai hutan petak contoh (Luas jalur stratifkasi ; 10x100 meter)
L
8.
Natalitas dan Mortalitas Tingkat
Natalitas
dan
Mortalitas
dihitung
dengan rumus (Elias, 1994; pers com.) : h Et+i
- h Et+(i-1)
N
x 100% h h
Et+(i-1)
Et+(i-1) -
h
Et+i
x 100 %
M
h Et+(i-1)
dimana Persen natalitas semai
N
Persen mortalitas semai at au pohon/tiang
M
h
Et+1
h Et+(i-1)
Jumlah sernai at au pohon/tiang pada tahun ke-i setelah pemanenan kayu Jumlah semai at au pohon/tiang pada tahun kei-1 setelah pemanenan kayu
v. HASIL DAN PEMBAHASAN A.
POTENSI TEGAKAN Potensi tegakan pada 8 buah plot eontoh penelitian yang masing-masing luasnya yang
berdiameter
10
1
hektar, dari pohon-pohon
em ke atas
dengan
jumlah pohon
perhektar (Njha) di sajikan pada Tabel 17. Tabel 17.
Potensi Tegakan Masing-masing Plot yang Berdiameter 10 em ke atas.
Plot eontoh
N/Ha
Vo (m 3 )
V1 (m 3 )
Riap volume
Per sen
IA IB Ie
405 315 320 506 529 714 677 510
249.370 147.404 136.661 358.461 264.584 271.222 462.972 287.777
257.831 152.979 143.353 367.893 275.524 277.820 476.054 298.967
8.461 5.573 6.695 9.432 10.940 6.058 13.082 11.190
3.39 3.78 4.89 2.63 4.14 2.23 3.83 3.89
8.877
3.45
II
III IV V VI Rataan Keterangan
vo
Volume tahun pengukuran tahun Ke-l (1993) Volume tahun pengukuran tahun ke-2 (1994)
VI Riap IA 18 Ie II
III IV V VI
Pada
VI - Vo Et+l Et+l Et+l Et+6 Et+ll Et+14 Et+18 Hutan
plot
(kelas lereng curam) (kelas lereng datar) (kelas lereng sedang)
primer
eontoh
satu
tahun
setelah
kayu, jumlah pohon mengalami penurunan.
pemanenan
Hal ini
46
dikarenakan adanya pohon-pohon yang mati, yaitu pohonpohon yang mengalami kayu.
Selain
i tu
kerusakan pada waktu pemanenan
masih
mengalami rusak mekanis. yang
ada
berjumlah
405
terdapat
pohon-pohon
Pad a plot IA pohon
(Et+1)
(257.831
yang pohon
m3 ),
yang
terdiri dari 375 pohon sehat -(225.857 m3 ) dan 48 pohon rusak
(31.974 m3 ).
(152.979 m3 ),
Plot IB terdiri dari
terdiri dari 274
315 pohon
pohon sehat
m3 ) dan 41 pohon rusak (18.638 m3 )
(134.431
dan pada plot IC
tersisa 320 pohon (143.493 m3 ), yang terdiri dari 295 pohon sehat
(117.532 m3 ) dan 25 pohon rusak
(25.962
m3 ) •
Sedangkan untuk plot II, III, IV, V, dan VI, umur tegakan tinggal telah mencapai enam tahun at au lebih maka,
kerusakan
tegakan
sudah
tidak
terlalu
besar
lagi. Tabel 17.
juga memperlihatkan adanya peningkatan
nilai potensi tegakan selama satu tahun pengukuran. Pada plot contoh lA,
IB dan
IC,
menunjukkan adanya
peningkatan potensi yang cukup besar, walaupun mempunyai jumlah pohon yang relatif lebih sedikit dari plot contoh yang lainnya.
Keadaan ini dikarenakan terbu-
kanya keadaan tajuk hutan akibat kegiatan pemanenan kayu yang menyebabkan kecilnya persaingan antar pohon untuk mendapatkan sinar matahari dan unsur hara tanah. Sehingga
mendorong
pertumbuhan
tiap
individu
pohon
47
Hal ini juga terlihat pada hasil pengu-
lebih eepat.
kuran riap diameter pohon. Secara
umum
terlihat
adanya
peningkatan
potensi tegakan dari tiap plot eontoh peningkatan umur tegakan tinggal, eontoh II
(Et+6)
sesuai dengan
kecuali untuk plot
ke plot eontoh III
penurunan potensi.
nilai
(Et+ll)
terjadi
Tetapi pada plot eontoh IV (Et+14)
naik kembali sampai plot eontoh V (Et+18) dan diikuti dengan
penurunan
primer).
1agi
Gambar
5
pada dan
plot
6.
eontoh
VI
(hutan
memperlihatkan
adanya
peningkatan potensi tegakan berdasarkan kelompok jenis komersial
Dipteroearpaceae,
non Dipteroearpaeeae dan
non komersial. Saslihadi (1994), menduga penurunan potensi tegakan pada plot eontoh IV, dikarena besarnya keterbukaan areal pada sa at kegiatan pemanenan kayu, hal ini juga dibuktikan
dari
hasil
pengukuran
keterbukaan
areal.
Sehingga pad a umur tegakan tinggal yang telah meneapai 14 tahun, keadaan tegakan masih didominasi oleh jenisjenis
non
komersial
yang
bersifat
pioner
seperti
Mersuit* dan Serkong*. Sedangkan potensi tegakan dari masing-masing plot penelitian jenis
yang
komersial
Dipteroearpaceae) Tabel 18.
berdiameter (komersial
20
em up
dari
Dipteroearpaeeae
kelompok dan
non
dan non komersial ditampilkan pada
48
v,~o~1~.~m~,~p~.:r~H~'~k~t.~r~(~m3~)~________________________~47~05'-~
p. 476.0154
,.. r
...
.
,
! \
11'1'
p 267.831
/
a
".
'U5.Z.979
/
2'7~624
277
TI
/ 143..13156
-~
\
/\\ /
367.093
2lip67 b
82
/
\
-------...!
\
'" _+ ___ - - 1 . _
____ 1_ " _ _ _ _ L - - . _ _ .l..
IA
U
Ie
+_~L__. ___ ~_ _ _ _ _ _L _____~~..J
II
III
TT
T
,"I
Plot ConfOh PCDclttlan
Gombar 5.
Grafik pcningkatan Patensi Tegakan pada Plot Contoh Penel itian
Keterangan Komersial Dipterocarpaceae Komersial Non Dipterocarpaceae
+
Non Komersiat TotaL
*
Volume Per Hektar (m3)
'" -,-----------------..------- ---- -----:-47=-6=-.-:;0::6-:.'
... '"
367.893 298.967 2715.1524 277.28
267.831
'"
,!
16.2.979,43.36
.,
1,-+-",~, .. ~:~~ '~~I--""-~~ ~+N......
Ie
II
III
IT
v
plol Contoh PenelitlaD
Gambar 6.
Diagram Peningkatan Patens; Tegakan pada Plot Contoh Penelitian
Keterangan
.. :=! ~.
Komersial Diptcrocarpaceae Komersial Non Dipterocarpaceae Non Komersiat Total
49
Tabel 18.
Plot
Potensi Tegakan Plot Contoh dari Pohonpohon Berdiameter 20 em up Berdasarkan Kelompok Jenis.
Kelompok Jenis
Jumlah batang
Volume per Ha.
IA
Komersial Dipt. Komersial Non Dipt. Non komersial
25 36 62
.133.864 43.165 31.945
IB
Komersial Dipt. Komersial Non Dipt. Non komersial
19 38 42
60.534 39.659 23.112
IC
Komersial Dipt. Komersial Non Dipt. Non komersial
10 36 36
42.440 41. 641 20.127
II
Komersial Dipt. Komersial Non Dipt. Non komersial
30 73 50
154.447 122.819 61.071
III
Komersial Dipt. Komersial Non Dipt. Non komersia1
62 34 33
172.894 55.572 14.605
IV
Komersial Dipt. Komersial Non Dipt. Non komersial
43 33 114
66.066 30.543 43.499
V
Komersial Dipt. Komersial Non Dipt. Non komersial
102 72 69
370.830 26.795 35.784
VI
Komersial Dipt. Komersial Non Dipt. Non komersial
66 44 41
174.246 51.265 40.136
50
Untuk menjamin
kelestarian
produksi
pada
siklus
tebang berikutnya di areal hutan alam yang diusahakan, pedoman
TPTI
mensyaratkan
pada
bahwa
areal
ditinggalkan harus tersedia paling sedikit
25
yang pohon
Tabel 18. mem-
inti perhektar dari jenis komersial.
perlihatkan jumlah pohon inti yang terdapat pada tujuh plot contoh areal bekas tebangan masih memenuhi persyaratan pedoman TPTI. Sebagai pengganti pohon inti dari tingkat semai, pancang cukup.
dan
tiang
harus
tersedia
dalam
jumlah yang
Pedoman TPTI mensyaratkan minimal tersedia 400
batang/ha
untuk
tingkat
semai,
200
batang/ha
untuk
tingkat pancang dan 75 batang/ha untuk tingkat tiang. Ketersediaan permudaan untuk tingkat semai, pancang dan tiang dari masing-masing plot contoh areal bekas pemanenan kayu dan plot hutan primer disajikan pada Tabel 19. Tabel 19.
Jumlah Tingkat Semai, Pancang dan Tiang pada Plot Contoh Penelitian.
Tingkat vegetasi
Sernai
Pancang
liang
PLot Contoh IA
18
Ie
1.250 1.500
1.875 1.625
Non Dip!.
360 580
Oipt. Non Dipt.
35 30
Dipt. Non Dipt.
Dipt.
IV
V
IV
6.375 8.000
3.790 5.125
10.750 4.875
3.375 2.625
1.340 1.260
2.140 1.000
960 180
4.220 2.440
1.200 580
35 85
60 70
75 65
60 140
55 40
II
III
2.000 2.000
5.625 7.000
160 500
360 840
30 25
20 35
51 B.
RIAP DIAMETER Riap
diameter
tahun
berjalan
dan
riap
diameter
rataan tahunan dari penelitian ini ditunjukkan dengan pertambahan
diameter
Dipteroearpaeeae, non komersial. jikan pad a
dari
non
kelompok
jenis
Dipteroearpaeeae
komersial
dan
kelompok
Riap diameter hasil peneli tian disa-
Tabel 20.
Tabel 20. menunjukkan riap diameter tahun berjalan pada plot eontoh lA, komersial
IB dan Ie,
Dipteroearpaeeae
untuk kelompok jenis
mempunyai
nilai
berkisar
antara 0.40 - 1.60 em dengan rata-rata 0.65 em, untuk komersial non Dipteroearpaeeae berkisar antara 0.20 2.30 em dan non komersial berkisar antara 0.10 - 1.80 em dengan rata-rata berturut-turut 0.57 dan 0.73 em. Pad a plot eontoh IA dan IB, kelompok jenis komersial
Dipteroearpaeeae mempunyai
yang
tinggi.
Rata-rata
pertambahan diameter
pertambahan
diameter
untuk
ketiga plot eontoh lA, IB dan Ie tersebut sebesar 0.66 em,
dengan
pertambahan
diameter
yang
besar
terjadi
pada kelas diameter 30-39 em dan 40-49 em. Hasil ini lebih rendah dengan yang diperoleh hasil penelitian
Padang
(1994),
di
areal
HPH
PT.
Narkata
Rimba yaitu untuk kelompok jenis komersial Dipteroearpaeeae, non Dipteroearpaeeae dan non komersia1 berturut-turut yaitu
0.93
rata -rata 0.81 em.
em,
0.73
em dan
0.78
em dengan
Dengan pertambahan diameter yang
52 besar terjadi pada kelas diameter 40-49 em,
50-59 em
dan 60 em ke atas. Tabel 20. Riap Diameter Berdasarkan Kelas Diameter Plot
Kelompok Jenis
Riap Diameter
10-19
Rata
40-49 50-59 60-up
1. Komersial Dipt. 0.65 Non Dipt. 0.45 2. Non Komersial 0.56
0.71 0.55 0.57
0.71 0.80 0.21
0.33 0.36 1.30
0.40 0.20 0.25
0.68 0.17 0.10
0.58 0.43 0.50
1. Komersial Dipt. 0.73 Non Dipt. 0.42 2. Non Komersial 0.52
0.82 0.49 0.71
1. 60 0.50 0.76
1.00 0.50 0.22
1.10 0.33 0.60
0.63 0.17
0.98 0.41 0.56
Non Dipt. 0.46 2. Non Komersial 0.45
0.55 0.59 0.57
0.53 0.91 1. 80
0.80 0.97 0.95
0.50 2.30 1. 65
0.00 0.00 1. 25
0.49 0.87 1.11
1. Komersial Dipt. 0.46 Non Dipt. 0.41 2. Non Komersial 0.38
0.38 0.37 0.27
0.45 0.43 0.54
0.38 0.57 1.39
0.40 0.50 0.00
0.31 0.20 0.45
0.39 0.40 0.41
1. Komersial Dipt. 0.43 Non Dipt. 0.23 2. Non Komersial 0.23
0.38 0.34 0.77
0.35 0.48 0.86
0.41 0.50 0.55
0.51 0.40 0.00
0.65 0.53
0.46 0.41 0.48
0.53 0.40 0.55
0.87 0.45 0.44
1.10 0.77 0.38
0.43 0.00 0.60
0.54 0.20
0.65 0.43 0.47
Non Dipt. 0.28 2. Non Komersial 0.38
0.35 0.46 0.37
0.45 0.46 0.35
0.40 0.47 0.60
0.50 1. 60 0.38
0.46 0.53
0.42 0.63 0.40
1. Komersial Dipt. 0.38 Non Dipt. 0.23 2. Non Kornersial 0.24
0.33 0.53 0.19
0.32 0.59 0.42
0.62 0.40 0.45
1. 51 0.10
0.73 0.85 1.00
0.65 0.45 0.46
IB, IC, II, IV dan V 1. Komersial Dipt. 0.51 Non Dipt. 0.37 2. Non Komersial 0.40
0.53 0.45 0.54
0.70 0.57 0.70
0.63 0.59 0.62
0.54 0.74 0.49
0.46 0.28 0.60
0.56 0.50 0.55
1. Komersial Dipt.
IC
II
III
IV
1. Komersial Dipt.
0.58
0.41
Non Dipt. 0.33 2. Non Kornersial 0.40
V
lA,
Rata::'
30-39
IB
III,
Kelas Diameter
20-29
IA
VI
(em) ,
1. Komersial Dipt.
0.35
53
Pada
plot
diameter yang III,
IV,
lA,
IB
lebih
dan
IC
juga
menunjukkan
dibanding degan
besar
(kontrol) .
V maupun plot VI
riap
plot
II,
Hal ini dapat
dimengerti karena' satu tahun setelah pemanenan kayu, areal hutan terbuka
sehingga tegakan mendapat ruang
dan
yang
sinar
matahari
lebih
banyak
yang
berarti
mendorong pertumbuhan yang lebih eepat. Riap diameter tahun berjalan plot eontoh VI (hutan primer), untuk kelompok jenis Dipteroearpaeeae sebesar 0.65 em, non Dipteroearpaeeae sebesar 0.45 em dan non komersial sebesar 0.46 em, dengan rata-rata 0.52 em. Riap
diameter
bekas tebangan (lA,
rntaan IB,
IC,
tahunan II,
dari
III,
plot
eontoh
IV dan V)
untuk
kelompok jenis komersial Dipteroearpaeeae sebesar 0.56 em, non Dipteroearpaeeae sebesar 0.50 em dan untuk non komersial sebesar 0.55 em, dengan rata-rata 0.54 em. Seeara
umum
riap
diameter
rata-rata
semua
plot
eontoh bekas tebangan dan hutan primer, untuk kelompok komersial
Dipteroearpaeeae,
non Dipteroearpaeeae dan
non komersial adalah berturut-turut 0.57 em,
0.51 em
dan 0.57 em dengan rata-rata 0.55 em, dengan pertambahan diameter yang tinggi terjadi pada kelas diameter 30-39 em dan 40-49 em. Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa pohonpohon yang masih muda menunjukkan pertambahan diameter yang aktif.
Dalam hal ini makin tua atau makin besar
54
ukuran diameter pohon akan semakin lambat pertambahan diameternya. Tegakan tinggal perlu dilakukan kegiatan pemeliharaan untuk memaeu
pertambahan
diameter
yang
lebih
eepat terutama pad a tegakan tinggal stadium tiang dan pohon inti
(diamrter 10 -
49 em).
Karena keberhasi-
lan pemeliharaan tegakan telah dibuktikan oleh Weidelt (1982)
di
areal HPH pieop,
Pemeliharaan
tegakan
Gonzale Pugat,
memberikan
pilipina.
pengaruh
positif,
artinya riap diameternya menunjukkan pertumbuhan yang lebih besar dibanding pohon-pohon yang tidak dilakukan pemeliharaan. C.
NATALITAS DAN MORTALITAS SEMAI SERTA MORTALITAS POHON Tingkat natalitas dan mortalitas semai dinyatakan dalam
persen
(%),
hasil
perhitungan
natalitas
dan
mortalitas semai disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. menunjukkan pad a plot eontoh lA, IC
seluruhnya
menunjukkan
adanya
tingkat
IE dan
natalitas
semai yang tinggi jika dibandingkan dengan plot eontoh lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan areal
akibat
pemanenan
semai,
terutama
matahari. III
(Et+ll)
Untuk
plot
kayu jenis
akan yang
merangsang
toleran
tumbuhnya
terhadap
Sedangkan untuk plot eontoh II
sinar
(Et+6)
dan
terdapat natalitas dan mortalitas semai. eontoh V
(Et+18)
dan VI
(hutan
primer),
55
seluruhnya
menunjukkan
adanya
mortalitas
semai.
Mortalitas semai ini diduga karena adanya jenis-jenis yang
sudah
tumbuhnya,
tidak
cocok
lagi
dengan
keadaan
terutama jenis-jenis yang intoleran terha-
dap cahaya matahari.
Ataupun akibat kegiatan pemeli-
haraan tegakan tinggal. Tabel Plot
21.
Natalitas dan Mortalitas Semai
Kelompok Jenis
I
IB
Ie
II
III
IV
V
VI
.~~
tempat
Natalitas (%)
A. Komersial 1. Dipt. 2. Non Dipt. B. Non Komersial
11.11 200.00 112.24
A. Komersial 1. Dipt. 2. Non Dipt. B. Non Komersial
150.00 30.00 99.48
A. Komersial 1. Dipt. 2. Non Dipt. B. Non Komersial
60.00 141. 89
A. Komersial 1. Dipt. 2. Non Dipt. B. Non Komersial A. Kornersial 1. Dipt. 2. Non Dipt. B. Non Komersial A. Komersial 1. Dipt. 2. Non Dipt. B. Non Kornersial A. Komersial 1. Dipt. 2. Non Dipt. 8. Non Komersial A. Komersial 1. Dipt. 2. Non Dipt. B. Non Komersial ..----
Mortalitas (% )
12.5 51. 35 6.45 20.31 120.69 5.94 1.07 99.24 13.02 2.27 4.88 10.98 20.59 47.50 24.53
56
Berdasarkan contoh lA,
pengelompokkan
IB dan Ie,
jenisnya,
(Et+6),
III
plot
j enis non komersial mengalami
tingkat natalitas yang tinggi. contoh II
pad a
Sedangkan untuk plot
(Et+l1)
dan IV
(Et+14),
jenis
komersial non Dipterocarpaceae yang mengalami natalitas yang tinggi. Spesies
semai
yang
mempunyai
natalitas
famili Dipterocarpaceae yaitu Anisoptera
tinggi dari
sp. dan Shorea smithiana.
non
tingkat
Dipterocarpaceae
Untuk spesies dari famili
yaitu
Diospyros
punticlosa,
Eugenia sp., Dillenia sp., Amoora cuculata dan Quercus
Sedangkan dari jenis non komersial yaitu Hevea
sp.
sp., Markeladi*, Orampadi*, Mersuit*, Reket*, Sampang*
dan Serkong*. Spesies
semai
yang
mempunyai
tingkat
mortali tas
tinggi dari famili Dipterocarpaceae adalah Dipterocarpus kutaianus,
Hopea bracteata dan Shore a leprosula.
Untuk spesies dari famili non Dipterocarpaceae yaitu Eusideroxylon
zwageri,
Sindora walichii.
adalah Jira*,
borneensis
dan
Sedangkan dari jenis non komersial
Anthocephalus
Mutun*,
Scorodocarpus
Madhuca
cadamba,
Balundo*,
piliphinensis,
Bon-bon*,
pheoba
mac-
rophylla dan polyalthia lateriflora.
Tingkat mortalitas tiang dan pohon dapat dilihat pada Tabel 22.
Sedangkan nama jenis pohon yang mati
disajikan pada Lampiran
4.
57
Tabel 22.
Mortalitas Pohon dan Tiang Mortalitas
N/Ha
Plot contoh
(% )
IA IB IC II III IV
17 28 21
V
3 2
4.36 9.42 6.91 0.61
3 9 3
VI
23.
Tabel
1. 73 1. 84
0.46 0.38
menunjukkan pad a plot contoh lA,
IB
dan IC, pada tingkat tiang dan pohon menunjukkan nilai mortalitas yang tinggi, pohon
yang
mengalami
pemanenan kayu. pohon
yang disebabkan oleh kematian rusak
mekanis
akibat
kegiatan
Sedangkan pad a plot lainnya, kematian
disebabkan
tertimpa patahan
oleh
kerusakan
mekanis,
seperti
dahan yang sebabkan oleh kerusakan
bio1ogis (terserang hama atau penyakit). Selain penyebab di atas, Bratawinata (1991) mengemukakan
terdapatnya
tebangan
dikarenakan
terhadap
perubahan
tajuk
tegakan
cahaya
penuh,
kematian adanya
pohon pohon
ekosistem,
sehingga
tidak
temperatur
pada
areal
bekas
yang
tidak
tahan
misalnya tahan
tinggi
dan
terbukanya
dengan
masuknya
hempasan
angin
yang kencang. Berdasarkan
pengelompokan
jenisnya
mortalitas
yang terjadi adalah sebagai berikut.
Pada plot contoh
IA
Dipterocarpaceae
spesies
dari
famili
komersial
58
jumlah
yang
mati
sebanyak
4
pohon
dari
(1.03%),
spesies non dipterocarpaceae 2 pohon (0.51%) dan dari spesies non komersial 11 pohon (2.82%). Untuk plot contoh IB, pohon yang mati dari spesies Dipterocarpaceae sebanyak 5 pohon
(1.68%),
dari spe-
sies non Dipterocarpaceae 8 pohon
(2.69%)
dan pohon
dari spesies non komersial 15 pohon (5.05%). Plot
contoh
Ie,
masing-masing
3
pohon
(0.99%)
untuk spesies Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae.
sedangkan untuk spesies non komersial sebanyak
15 pohon (4.99%). Pada plot II sebanyak 2 pohon (0.41%) dari spesies Dipterocarpaceae dan 1 pohon dari kelompok spesies non Dipterocarpaceae.
Sedangkan
untuk
non
komersial
tidak ada yang mati. Pada mati
dari
plot
contoh
spesies
III,
sebanyak
Dipterocarpaceae,
pohon
(0.58%)
2 pohon
(0.38%)
3
dari spesies non dipterocarpaceae dan 4 pohon (0.77%) yang mati dari spesies non komersial. Pada plot contoh IV
sebanyak 2 pohon (0.28%) mati
dari spesies Dipterocarpaceae, sedangkan untuk spesies non Dipterocarpaceae dan non komersial berturut-turut sebanyak 1 pohon (0.14%) dan 10 pohon (1.42%). Tidak ada pohon mati dari spesies kelompok Dipterocarpaceae pad a plot contoh V. non
Dipterocarpaceae
sebanyak
Tetapi untuk spesies 2
pohon
(0.31%)
dan
59
untuk non komersial sebanyak 1 pohon (0.15%). Untuk plot eontoh VI
(hutan primer) masing-masing
hanya 1 pohon untuk kelompok spesies Dipteroearpaeeae dan non komersial
(0.19%).
Sedangkan untuk spesies
non Dipteroearpaeeae tidak diketemukan ada yang mati. Dari penjelasan di
atas dapat diambil kesimpulan
bahwa pohon-pohon yang mati pad a umumnya dari spesies non komersial dengan kelas diameter 10-19 em.
D.
KOMPOSISI DAN STRUKTUR 1.
KOMPOSISI Hasil pengamatan pada kedelapan plot eontoh penelitian
jumlah
spesies
untuk
semua
tingkat
pertumbuhan pad a masing-masing plot eontoh disajikan pada Tabel 23. Tabel 23. Jumlah spesies yang Ditemukan pada Plot Contoh lA, IB, IC, II, III, IV, V dan VI. Tii1gkat
Plot Contoh
vegetasi
IA
IB
IC
Pohon
36 47 19 39
35 35 17 36
35 44 23 38
51 56 35 44
35 54 29 48
33 55 38 51
36 53 31 48
36 55 33 50
Semua Tingkat
73
67
74
82
81
78
74
78
Semai Pancang Tiang
~
.,-~
-~--"---~.~-----.~----
II
III
IV
V
VI
60
Jumlah jenis pad a
individu
berdasarkan Tabel
24.
dari
kelas
masing-masing diameter
kelompok
dapat
dilihat
Sedangkan hubungan antara
jumlah
pohon dengan kelas diameter disajikan pada Gambar 7. sampai dengan 14. Tabel 24.
Plot Contoh
Jumlah Individu Pohon dan Tiang yang Diketemukan pada Plot Contoh Berdasarkan Kelas Diameter dan Kelompok Jenis.
Kelompok Jenis
Kelas diameter (em)
Total
10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-up IA
46 42 174
17 22 52
25 18 150
11 18 37
17 41 161
4
3
2
3
9
12
12
2
33
6
4
2
11 32 31
6
3
1
92 218
20
7
5
Non Korn.
78 65 227
21 14 53
Dipt. Non Dipt. Non Kom.
109 54 361
21 12
Oipt. Non Dipt.
Oipt. Non Dipt. Non kern.
18
Dipt. Non Dipt. Non Korn.
Ie
Dipt. Non Dipt. Non Kom.
II
Oipt. Non Dipt. Non Korn.
III
IV
V
Dipt. Non Dipt.
Non Kern.
VI
Dipt. Non Dipt. Non Korn.
44
6 7 9
3 5 4
3 4 2
2
5 2
77 85 243
6
48 61 206
1 7 1
30 83 207
8
9 6
8
1
4
74 165 267
11 11
7 2
10 3
13 4
7
2
1
4
2 1 3 982 12 4 3
6
3 4
4
92
9
1
74 114 246
32 35 57
20 15 6
19 16 3
11
20
2 3
4
59 65 235
26 18 26
12 9 9
7 1
13 6
5
99
290
15 12
8 10
140
11 2
1
152 87 475 176 186 315 125 109 276
61 :J~u.~k=h~P~oh~o=a~PO:r~"~k~I.~r~____________________________-,
''',
262
u,
...
." lO'
\93
:J~u=m~l~.~h~P~O~h~o~D~p~e~rh~e~k~t~.~r________________________________~
"'I
\, '.
\
\.
\
\
\
'
\ ,
. 66 \
C
so L
Gambar
8.
Grafik Hubungan Antara Jumlah Pohon dengan KeLas Diameter pada PLot Contoh IS
Keterangan •
*
KomersiaL Dipterocarpaceae Komersial Non Dipterocarpaceae Non Komersial
CJ
Total
+
1
62
:J~u~m=I~.~h~P~O=h=O~D~P~.~rh=.~k~u=:r________________________________~ :Ho!
219
18 "'-20. U
3'·"
7
9
L=:~=:x
.0.4'
50 • "
"
I
J
• ap
KeIss Diameter (em)
Gambar 9.
Grafik Hubungan Antara Jumlah Pohon dengan Kelas Diameter pada Plot Contoh Ie
Jumlah Pohoa Perbektar '" ------ ----.--!
354
I
q
I
j JOI --
I
i \,
'"
I 18
19
•• - . ,
60 - up
:.9 10 • l '
211. U
30·"
Kelas Diameter (em)
Gambar 10.
Grafik Hubungan Antara JumLah Pohon dengan Kelas Diameter pada Plot Contoh II
Keterangan •
*
Komersial Dipterocarpaceae Komersial Non Dipterocarpaceae Non Komersiat
D
Total
+
I
63 Jumlah Pohon Perhektar
14
17
;;
10 • 19
30.U
30.'"
50 • 59
U . lip
Kelas Diameter (em)
Gambar 11.
' 'Ir
SOl)
oUO
Grafik hubungan antara Jumtah Pohon dengan Kelas Diameter pada Plot Contoh III
524
~
\
L
J
"\
i
,,
100,-
125
10°1 !
",
~
.,..~,~
31
•L__ .~ _____ ::'--=:~:=:::-:si=':~-_--10·1'
n·l'
30-39
16
5
13
SO·H
60 • liP
-;;=~~"~"" ...~-...,,,====::ii;_.-J ), • . ,
Kelas Diameter (em)
Gambar 12.
Grafik Hubungan Antara Jumtah Pohon dengan Kelas Diameter pada pLot contoh IV
Keterangan
•
*
KomersiaL Dipterocarpaceae KomersiaL Non Dipterocarpaceae Non Komersial
'tJ
TotaL
+
1 •• 1.11 Pah. "'flleli:llt
,•• r---------C-------------------------------------------, 434
\
\
\
i
I
24 -£:i
10·" Gambar 13.
::0 ·n
JO·n !(elas Diameter (em) 30.39
50 - 51
=1"--_.J u· .,
Grafik Hubungan Antara JumLah Pohon dengan Kelas Diameter pada PLot Contoh V
.l1I.bll Polio. Perllckllr 400...-
,::: 359 )00 '.
+ 100 ;-
100 /-
70
30·3930·-t9
60 • lip
Kelas Diameter (em)
Gambar 14.
Grafik Hubungan Antara Jumlah Pohon dengan Kelas Diameter pada PLot Contoh VI
Keterangan
• +
*
Komersial Dipterocarpaceae Komersial Non Dipterocarpaceae Non Komersial TotaL
i, !
64
65
Dari Tabel 24. dan Gambar 7. sampai 14. menunjukkan sebagian besar individu terkonsentrasi pada kelas diameter 10-19 em.
Komposisi spesies komer-
sial Dipteroearpaeeae untuk tingkat pohon lebih banyak diketemukan pada plot eontoh V (Et+1B) dan plot eontoh VI
(hutan primer),
sedangkan untuk
spesies non komersial Dipteroearpaeeae lebih banyak diketemukan pada plot eontoh II (Et+6) dan v (Et+1B) dibandingkan dengan plot yang lainnya. Untuk tingkat tiang spesies komersial dipteroearpaeeae lebih banyak diketemukan pada plot eontoh IV, sedang untuk komersial non Dipteroearpaeeae lebih banyak diketemukan pada plot eontoh V (Et+1B). Spesi~s
dari
famili
Dipteroearpaeeae yang
ditemukan pada kedelapan plot eontoh adalah shorea
leprosula,
Shore a
gibbosa,
shorea laevifolia,
shorea palembanica,
Shorea panciflora,
smithiana, Shorea parvifolia, Shorea sp.,
Shorea Anisop-
tera sp., Hopea bracteata, Dipterocarpus kutainus dan Dryobalanops lanceolata. Spesies komersial dari famili Non
Dipteroear-
paceae yang ditemukan pada kedelapan plot contoh adalah
Alseodaphne sp,
Eusideroxylon zwageri,
Schapium macropodum,
Durio sp.,
Palaqium da-
syphyllum, scorodocarpus boeneensis, Gonystyllus
66
sp.,
Eugenia
palembanica, sp.,
sp.,
Diospyros
Koorsiodendron pinna tum,
Dillenia borneensis,
Moora
punticulosa,
cuculata,
Castanopsis
Koompassia malaccensis,
Quercus sp.,
nostachys amantaceae,
Intsia
Dialium sp.,
Parkia speciosa,
Ocha-
Callophyl-
lum teysmanii dan S"indora walichii.
Pad a tingkat semai, spesies pohon yang diketemukan pada semua plot contoh bekas tebangan hutan
primer
adalah
Bali
urung*,
dan
Chaetocarpus
castanocarpus, Eugenia sp., Gymnacranthera contraeta,
Koilodepas sp.,
Teja* dan Shorea leprosula.
Kecuali pad a plot contoh II sula tidak diketemukan.
(Et+6), Shorea lepro-
spesies yang hanya dike-
temukan pada seluruh areal bekas tebangan, hutan primer adalah
tanpa
Shorea smithyana dan Moora
Sedangkan yang hanya diketemukan pada
eueulata.
plot hutan primer adalah Ngayuk*. diketemukan penebangan
hanya adalah
pada
areal
Angit*,
Spesies yang
satu
Basa*,
tahun Luka
bekas
bahau*,
Nayub*, Quercus sp., Reket*, sampang*, Scorodocarpus borneensis, Mersuit* dan serkong*.
Pada
tingkat
pancang,
spesies
pohon
yang
diketemukan pad a seluruh areal bekas tebangan dan areal hutan primer adalah Amoora cuculata, Alseodaphne sp.,
Baccaurea sp., Bali urung*, Balundo*,
Chaetocarpus castanocarpus,
Diospyros punticulsa,
67
Dialium sp., Dipterocarpus kutaianus, Eugenia sp,. Gymnacranthera contracta, Hopea bracteata, Kopi
gunung*, Marjelawat*, Phoeba macrophylla,
Markeladi*,
Sorea sp.,
S.
Orampadi*, Leavifolia,
Teja*, Xanthophyllum lanceatum dan Shorea leprosulao
Kecuali pad a plot contoh II
leprosula tidak diketemukan.
diketemukan
~ada
(Et+6),
Shorea
Spesies yang hanya
araeal bekas tebangan adalah
Aquilaria malacensis dan Bon-bon*.
Sedangkan
spesies yang hanya diketemukan pada areal satu tahun setelah penebangan adalah Angit*,
Intsia
palembanica, Terap*, Serkong* dan Mersuit*.
Pada tingkat tiang, spesies yang diketemukan untuk seluruh plot contoh adalah Dipterocarpus kutaianus, Drypetes sp., Gluta renghas, Marjela-
wat*, Phoeba macrophylla dan Shorea leprosula. Spesies yang hanya diketemukan pada areal bekas tebangan tanpa·areal hutan primer adalah Tebela burung*, Reket*, Jerenjang*, Marlangor*, Konyer* dan Intsia palembanica.
Spesies yang hanya dike-
temukan pada areal satu tahun bekas tebangan adalah
Eusideroxylon zwageri
dan
Scorodocarpus.
Pada tingkat pohon, spesies yang diketemukan pada seluruh plot contoh termasuk areal hutan primer adalah Alseodaphne sp., Dialium sp., Dipterocarpus kutaianus,
Eusideroxylon
zwageri,
68
Cymnacranthera contracta, Ochanostachys amantaShare a
ceae,
leprosula,
Bali urung*,
Marjelawat*, Kumping* dan Sawo gunung*.
Balundo*, Spesies
yang hanya diketemukan pada areal bekas tebangan adalah Castanopsis sp. Amoora cuculata dan Markeladi*.
Sedangkan yang hanya diketemukan pada
hutan primer adalah Lagerstomia speciosa, Jira*, Kelengkeng*,
Teja*,
dan Shorea antrinerfosa.
Spesies yang hanya diketemukan pada areal pada areal satu tahun setelah penebangan adalah Xantophyllum lanceatum, Marlangor*, dan Bloma*_
Dari penjelasan di atas terlihat,
terdapat
satu jenis dari kelompok komersial Dipterocarpaceae yang keberadaanya dapat dikatakan terdapat pada semua plot untuk semua tingkat vegetasi yaitu Shorea leprosula. nus
Sedangkan Dipterocarpus kutaia-
keberadaanya di semua plot tidak didukung
pada tingkat semai.
Sedangkan Eusideroxylon
zwageri, terdapat pada semua plot untuk tingkat
tiang dan pohon, dikarenakan termasuk jenis yang dilindungi. Jenis non komersial yang diketemukan untuk s€mua plot dan untuk semua tingkat adalah Bali urung* dan Marjelawat*. Keadaan di atas menunjukkan bahwa selama perkembangannya
(morphogenesis)
komposisi spesies
69
pada masing-masing plot contoh cenderung bervariasi dan terjadi pergantian spesies pada suatu tSjakan untuk semua tingkat pertumbuhan. Hal (1952),
serupa
juga disebutkan oleh Richard
dalam Indrawan (1985) bahwa pada tempat
yang sarna selama satu periode yang lama bertahuntahun,
kombinasi dari jenis dominan pada suatu
tempat dan waktu tertentu akan digantikan oleh kombinasi yang berbeda.
2.
FREKUENSI (F) Tingkat penyebaran spesies dapat diketahui dari nilai frekuensi suatu spesies. ad~lah
Frekuensi
ukuran keteraturan at au keseragaman suatu
spesies dalam suatu tegakan.
Nilai frekuensi
cenderung meningkat dengan meningkatnya kerapatan individu.
Akan tetapi besarnya nilai frekuensi
tergantung pada kelimpahan individu masing-masing spesies tersebut dalam sub petak contoh. Beberapa spesies yang memiliki frekuensi tinggi ditampilkan pad a Tabel 25.
70
Tabel 25.
Plot
Tingkat
Nama Botani
F
(2)
(3 )
(4 )
(1)
IA
Beberapa Spesies yang Memiliki Nilai Frekuensi Tinggi.
(5 )
0.45 0.35 0.30 0.30 0.25 0.20
9.37 7.29 6.25 6.25 5.20 4.16
Kemuruh*
0.55 0.45 0.35 0.35 0.25 0.25 0.25 0.20
8.33 6.81 5.30 5.30 3.78 3.78 3.78 3.03
Tiang
Hevea sp. Marjelawat* Shorea leprosula Koilodepas sp.
0.50 0.20 0.15 0.15
8.33 10.52 7.89 7.89
Pohon
Hevea sp.
0.72 0.40 0.36 0.28 0.24
14.75 8.19 7.37 5.73 4.91
0.45 0.40 0.30 0.20 0.20 0.20
9.57 8.51 6.38 4.25 4.25 4.25
0.40 0.35 0.25 0.25 0.20 0.20 0.20
8.42 7.36 5.26 5.25 4.21 4.21 4.21
0.30 0.20
18.75 12.50
0.52 0.32 0.32 0.28 0.28 0.20
12.50 7.69 7.69 6·73 6.73 4.80
Semai
Mersuit* Marjelawat* Hopea bracteata Koilodepas sp Hevea sp
Kepi gunung* Pancang
Koilodepas sp. Markeladi* Gymnacranthera cantracta Diospyros puntiulosa Shorea leprosula
Bali urung* Marjelawat*
Shorea leprosula Eusideroxylon zwageri Ochanostachys amantaceae
Merkuak*
I8
Fr (%)
Semai
Marjelawat* Mersuit*
Shorea smithiana Gymnacranthera contracta Koilodepas sp. Bali urung* Pancang
Markeladi* Koilodepas sp. Chaetocarpus castanocarpus Hevea sp.
Dialium sp.
Shorea leprosula Phoeba macrophylla Tiang
Hevea sp.
Marjelawat* Pohon
Hevea sp.
Eusideroxylon zwageri Shorea leprosula Alseodaphne sp. Ochanostachys amantaceae
Kumping*
71
Tabel 25. Lanjutan. Plot ( 1)
Ie
Tingkat (2 )
Semai
Nama Botani (3 ) Bali Urung*
Alseodaphne sp. Ochanostachys amantaceae Sawo gunung*
4.80 4.80 4.80 4.80 4.80 4.00 4.00 4.00 4.00
Hevea sp. Merkuak*
0.50 0.15
26.31
Hevea sp.
0.44 0.32 0.24 0.24 0.20 0.20 0.20
1l. 70 8.51
Kopi gunung* Hopea bracteata Eugenia sp. ( 1) Lempahong* Ochanostachys amantaceae Tengkeles* Marjelawat* Mersuit*
0.85 0.85 0.55 0.50 0.45 0.45 0.45 0.45 0.35
8.29 8.29 5.36 4.87
Sind ora walichii
0.35
Balunduk* Konyer*
0.30 0.30
Shore a parvifolia Ochanostachys amantaceae Dipterocarpus kutaianus Girroniera nerfosa Marjelawat* Teja* Eugenia sp. ( 1 ) Palaqim dasiphyllum Diopyros punticulsa
0.60
Gonystylus sp. Koilodepas sp. Kopi gunung* Diopyros punticulosa
Alseodaphne sp. EusideroxyLon zwageri
Phoeba macrophylla Dialium sp.
Koompasia malacensis Ochanostachys amantaceae
II
Semai
Pancang
Tiang
8.40 7.56 5.88 5.88 5.88 4.20 4.20 4.20
0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.25 0.25 0.25 0.25
Balundo* Eugenia sp.
Pohon
(5 )
3.36
Kopi Gunung* Mersuit* Tebolok'* Anisoptera sp. Eugenia sp. Gymnacranthera conteracta Hopea bract eta
Tiang
Fr (%)
0.50 0.45 0.35 0.35 0.35 0.25 0.25 0.25 0.20
Marjelawat*
Pancang
F
(4 )
Koliodepas sp.
Marjelawat* Phoeba macrophylla Plonchonia valida Drypetes sp. Empela*
0.50 0.45 0.45 0.45 0.40
0.40 0.35 0.30 0.25
0.25 0.20 0.20 0.20
7.89
6.38
6.38 5.31 5.31 5.31
4.37 4.37
4.37 4.37
3.41 3.41 2.92 2.92
5.53 4.60 4.14
4.14 4.10
3.68 3.68 3.22
2.76 7.46 7.46 5.97 5.97 5.97
72
Tabel 25. Lanjutan. Plot
Tingkat
Nama Botani
F
(2 )
(3 )
(4 )
(1 )
Pohon
Shore a leavifolia Koompasia malacensis Alseodaphne sp. Ochanostachys amantaceae
9.16 7.63 6.10 5.34 5.34 4.58 4.58 4.58
Dipterocarpus kutaianus Hopea bracteta
0.45 0.45 0.40 0.30 0.35 0.35 0.30 0.30 0.20 0.20
7.69 7.69 6.83 5.12 5.98 5.98 5.12 5.12 3.41 3.41
Chaetocarpus castanocarpus Dryobalanops lanceolata Teja* Koilodepas sp. Kopi gunung* Diospyros punticulsa Eugenia sp. (2) Shorea leprosula Dipterocarpus kutaianus Hopea bracteata Ochanostachys amantaceae
0.60 0.50 0.50 0.45 0.45 0.35 0.35 0.35 0.30 0.30 0.20
5.94 4.95 4.95 4.45 4.45 3.46 3.46 3.46 2.97 2.97 1.98
Marjelawat*
0.35 0.35 0.20 0.20 0.20
11.29 11.29 6.45 6.45 6.45
0.52 0.32 0.28 0.24 0.24 0.20 0.20
10.31 6.34 5.55 4.76 4.76 3.96 3.96
Dialium sp_ Kumping* Shorea leprosula
Semai
Dryobalanops lanceolata Koilodepas sp Ochanos'tachys amantaceae Bali urung* Chaetocarpus castanocarpus Eugenia sp. ( 1 )
Palaqium dasyphyllum Teja*
Pancang
Tiang
Sawo gunung* Gymnacranthera contracta Ochanostachys amantaceae Serekong* Pohon
(5 )
0.48 0.40 0.32 0.28 0.28 0.24 0.24 0.24
Drypetes sp.
III
Fr (%)
Dryobalanops lanceolata Serkong* Shorea leprosula Eusideroxylon zwageri
Mersuit* Hopea bracteata Ochanostachys amantaceae
73
Tabel 25. Lanjutan. Plot (1) IV
Tingkat (2 )
Nama Botani
(3) Eugenia sp. ( 1 ) Hopea bracteata Teja* Marjelawat* K.Sial* Bali urung* Shorea leprosula Tengkeles*
0.60 0.54 0.45 0.40 0.40 0.35 0.35 0.30
10.34 9.48 7.75 6.89 6.89 6.03 6.03 5.17
Pancang
Eugenia sp Phoeba macrophyl1a Chaetocarpus castanocarpus
0.65 0.65 0.60 0.55 0.55 0.50 0.50
5.80 5.80 5.35 4.91 4.91 4.46 4.46
0.500.40 0.30 0.20
12.50
0.52 0.48 0.28 0.28 0.20
9.35 8.63 5.03 5.03 3.59
0.70 0.60 0.65 0.55 0.40 0.40 0.40
9.45 8.10 8.78 7.43 5.40 5.40 5.40
0.90 0.75 0.80 0.65 0.65 0.55 0.55 0.50
6.45 5.37 5.73 4.65 4.65 3.94 3.58
Serkong* Diospyros punticulosa Drypetes sp. Shorea leavifolia
0.45 0.30 0.25 0.25 0.20 0.20
13.23 8.82 7.35 7.35 5.80 5.80
Shorea leavifolia Shorea leprosula Eugenia sp. (2) Dipterocarpus kutaianus Diopyros punticulosa Pheoba macrophylla Shore a palembanica
0.80 0.52 0.48 0.48 0.36 0.28 0.24
11. 49 7.47 6.68 6.68 5.17 4.03 3.44
Diospyros punticulosa
Tiang
Mersuit*
Pheoba macrophylla Serkong* Shorea leprosula Pohon
Mersuit* Serkong* Drypetes sp. Shorea leprosula
Alseodaphne sp.
Semai
Dipterocarpus kutaianus
Eugenia sp. ( 1 ) Shorea leavifolia
Marj elawat * Kopi Gunung* Shorea leprosula Teja* Pancang
Eugenia sp. (l) Chaetocarpus castanocarpus Shorea leavifolia Ochanostachya amantaceae Teja* Dipterocarpus kutaianus
Pheoba macrophylla Konyer*
Tiang
Ochanostachys amantaceae Phoeba macrophylla
Pohon
-----
Fr (% ) (5 )
Semai
K.Sial* Hopea bracteata (1) Palaqium dasiphyllum
V
F (4 )
JO.OO 7.50 5.00
0
~.
.).~Lt
-----
74
TiOQel 25. Lanjutan. Plot
Nama Botani (3 )
Tingkat (2 )
(1 ) VI
Murup*
Semai
Hopea bracteata Koilodepas sp. Kopi gunung* Bali Urung*
Muyung* Ochanostachys amantaceae Gymnacranthera contracta
Phoeba macrophylla Pancang
Kopi gunung* Harjelawat*
Girroniera nerfosa Shorea 1 eprosul a Alseodaphne sp. Koilodepas sp. Bali urung* Callophyllum teysmanii Dryobalanops lanceolata Ochanostachya amantaceae
Marjelawat*
Tiang
Chaetocarpus castanocarpus Shored leavifolia Bali Urung*
Pohon
Dryobalanops lanceolata Shorea leavifolia
Anisoptera sp. Ochanostachys amantaceae
Alseodaphne sp. Koompasia malacensis
Bali urung*
Keterangan
Dari (Etl),
(5 )
0.55 0.45 0.40 0.40 0.35 0.35 0.30 0.20 0.20
9.16 7.50 6.66 6.66 5.83 5.83 5.83 3.33 3.33
0.55 0.60 0.35 0.35 0.30 0.30 0.25 0.25 0.25 0.25
5.97 6.52 3.80 3.80 3.26 3.26 2.71 2.71 2.71 2.71
0.50 0.25 0.20 0.20
16.12 9.77 6.90 6.90
0.40 0.36 0.32 0.24 0.20 0.20 0.20
7.81 7.03 6.25 4.69 3.91 3.91 3.91
tabel 25. di atas pad a plot contoh IA
jenis yang
penyebarannya untuk tingkat (F ;
0.45), disusul Marjela-
0.35)
Spesies yang lain sebanyak
(16 sp.)
untuk tingkat semai menyebar
(F ;
44.44%
Fr (%)
*) nama daerah setempat
semai adalah Mersuit* wat*
F (4 )
dengan frekuensi 0.05.
Untuk tingkat pancang
jenis yang penyebarannya merata adalah Koilodepas
75
sp.
(F
0.55).
=
Spesies yang lain sebanyak 31.91%
(15) menyebar dengan frekuensi 0.05. ul,~uk
Sedangkan
tingkat tiang dan pohon jenis yang penyebar-
annya merata adalah Hevea (12 sp.)
sp.
Sebanyak 63.16%
spesies lain untuk tingkat tiang menye-
bar dengan frekuensi 0.05 dan sebanyak 38.46% (15 sp.)
spesies lain untuk tingkat pohon menyebar
dengan frekuensi 0.04. plot contoh IB (Et+l),
j enis yang
penyebar-
annya merata untuk tingkat semai adalah Marjelawat*
(F
=
0.45),
disusul Mersuit*
(F
Spesies lain sebanyak 22.05% (18 sp.) merata dengan frekuensi 0.05. pe~cang
=
0.40).
menyebar
Untuk tingkat
jenis yang penyebarannya merata adalah
Markeladi* (F
=
0.40).
Spesies lain sebanyak 25%
(11 sp.) menyebar dengan frekuensi 0.05.
Sedang-
kan untuk tingkat tiang dan pohon jenis yang penyebarannya merata adalah Hevea sp. 73.91% (17 sp.)
Sebanyak
spesies lain untuk tingkat tiang
menyebar dengan frekuensi 0.05 dan sebanyak 55.26% (21 sp.) spesies lain untuk tingkat pOhon menyebar dengan frekuensi 0.04. Plot contoh Ie (Et+l), jenis yang
penyebar-
annya merata untuk tingkat semai adalah Bali Urung* (F 22.85 %
=
0.50).
(8 sp.)
Spesies yang lain sebanyak
untuk
tingkat
semai
menye-
76
Untuk tingkat pancang
bar dengan frekuensi 0.05.
jenis yang penyebarannya merata adalah Baludo* (F =
0.30)
disusul Eugenia sp.,
dan
Spesies lain sebanyak 22.72 % (10
Koilodepas sp.
sp.)
Gonystylus sp.,
menyebar dengan frekuensi
0.05.
untuk tingkat tiang dan pohon,
Sedangkan
jenis yang penye-
barannya merata adalah Hevea sp., dengan frekuensi 0.50 untuk tingkat tiang dan untuk tingkat pohon dengan frekuensi 0.44. Dalam plot contoh II dan
Kopi
gunung*
(Et+6),
menyebar
Koilodepas
mer at a
untuk
semai dengan nilai frekuensi 0.85. sebanyak
35.29%
(18
sp.)
menyebar dengan frekuensi
tingkat
Spesies lain tingkat
untuk 0.05.
sp.
Untuk
semai tingkat
pancang spesies yang menyebar merata adalah Shorea parvifolia dengan nilai
frekuensi 0.6 dan seban-
yak 19.64% (11 sp.) untuk tingkat pancang menyebar dengan frekuensi 0.05. yang
penyebarannya
Spesies
lain
Untuk tingkat tiang jenis
merata
sebanyak
dengan frekuensi 0.05.
adalah
54.28%
(19
Marjelawat*. sp.)
Sedangkan untuk
menyebar tingkat
pohon spesies yang menyebar mer at a adalah Shorea leprosula.
Pada plot contoh III
(Et+ll),
spesies yang
menyebar merata adalah Dryobalanops lanceolata dan Koilodepas
sp.
menyebar
merata
untuk
tingkat
77
semai dengan nilai frekuensi 0.45. sebanyak
31.43%
(11
sp.)
untuk
menyebar dengan frekuensi
0.05.
Spesies lain tingkat Untuk
semai tingkat
pancang spesies yang menyebar merata adalah Chaetocarpus
dengan
castanocarpus
0.60 dan sebanyak 24.07% pancang
menyebar
tingkat
tiang
(13
dengan
jenis
adalah Marje1awat*.
nilai sp.)
frekuensi
yang
frekuensi
untuk tingkat 0.05.
Untuk
penyebarannya
merata
Spesies lain sebanyak 58.63%
(17 sp.) menyebar dengan frekuensi 0.05. kan
untuk
tingkat
pohon Dryobalanops
Sedang-
lanceolata
menyebar mer at a dengan frekuensi 0.52, dan spesies lain sebanyak 16 spesies menyebar dengan
frekuen-
si 0.04 sebanyak 33.33%. Pada plot contoh IV (Et+14) jenis yang penyebarannya
merata
untuk
adalah Mersui t*. (21
sp.)
untuk
tingkat
tiang
pohon
Untuk tingkat
tingkat
tiang
menyebar
menyebar
dengan
semai dan pancang,
(13
sp.)
spesies
lain
dengan
frekuensi Eugenia
0.04. sp. (1)
sebanyak
menyebar
dengan
frekuensi 0.05 untuk tingkat semai dan 23.64 sp.) untuk tingkat pancang.
%
(24 sp.) untuk
adalah jenis yang penyebarannya merata. 39.39%
pohon
spesies lain sebanyak 55.26
frekuensi 0.05 dan sebanyak 47.05% tingkat
dan
(13
78
Pada plot Contoh V (Et+18),
jenis yang penye-
barannya merata untuk tingkat semai adalah Dipterocarpus
kutainus
(F
0.70),
=
laeviiolia (F = 0.65).
Shore a
menyusul
Species yang lain sebanyak
25.00% (9 sp.) untuk tingkat semai menyebar dengan frekuensi 0.05. untuk
tingkat
(0.90). untuk
Jenis yang penyebarannya merata pancang
adalah
Eugenia
sp.
(1)
Sebanyak 16.98% (9 sp.) species yang lain tingkat
frekuensi
pancang
0.05.
dengan
Untuk tingkat tiang
penyebarannya merata ceae (0.45).
menyebar
dengan
j enis yang
adalah Ochnostachys amanta-
Sedangkan species yang lain sebanyak
54.84
(17
sp.)
menyebar
Untuk
tingkat
pohon
merata
adalah
Shorea
dengan
jenis
frekuensi
yang
0.05.
penyebarannya
laevifolia
dengan
nilai
frekuensi sebesar 0.80, disusul oleh Shorea leprosula
= 0.52).
(F
Sedangkan
species
yang
lain
sebanyak 39.58% (19 sp.) menyebar dengan frekuensi O.
04. Pada
plot contoh VI
(hutan primer),
untuk
tingkat semai Murup* menyebar merata dengan frekuensi
0.55.
Sebanyak
36.11%
(16
sp.)
lain menyebar dengan frekuensi 0.05. kat
pancang
dan
tiang
jenis
yang
species
Untuk tingpenyebarannya
merata adalah Marjelawat* dan sebanyak 32.72% (20 sp.)
untuk
tingkat pancang
dan
60.60
(20
sp)
79
untuk
tingkat tiang.
yang
penyebarannya
lanceolata
(0.36)
Untuk tingkat pohon jenis merata
adalah
Dryobalanops
(0.40), disusul oleh Shorea laevifolia
dan
sebanyak
48%
(24
sp.)
species
lain
menyebar dengan frekuensi 0.04. Nilai
frekuensi
meningkatnya
cenderung
kerapatan
meningkat
individu.
dengan
Akan
tetapi
nilai frekuensi tergantung kepada nilai kelimpahan individu
masing-masing
sehingga
ada
species
dalam
sub
tertentu
petak
yang
contoh,
kerapatannya
tidak terlalu besar tetapi tingkat penyebarannya cukup baik.
Hal ini akan menyebabkan nilai fre-
kuensinya akan menyamai species lain yang kerapatannya lebih tinggi. 3.
DOMINANSI Dalam suatu komunitas terdapat berbagai spesies organisma, akan tetapi hanya spesies tertentu saja
yang
tersebut.
akan
berpengaruh
di
dalam
komunitas
Pengaruh ini di tentukan oleh jumlah,
ukuran produksi at au aktivitas lainnya yang menggambarkan
dominansinya
dalam
suatu
komunitas
tegakan. Berdasarkan penting tingkat
(INP)
hasil
perhitungan
masing-masing
pertumbuhan
Indeks
spesies
didapatkan
Nilai
pada
beberapa
tiap
spesies
80
yang dominan pada tiap-tiap plot contoh yang disajikan berdasarkan urutan INP terbesar seperti pada Tabel 26-33. Tabel 26.
Beberapa Spesies yang Memiliki INP Tinggi pada Plot Permanen IA (Et1, RKT 1993/1994).
Tingkat
Nama Botani
INP(%)
Pohon
Hevea sp. Shorea leprosula Eusideroxylon zwageri Anisoptera sp. Merkuak* OChanostachys amantaceae Kurnping* Phoba macrophylla
45.33
32.61 32.06 17.42 12.72 11.12 10.05 10.47
Kumping* Alsedaphne sp. Anisoptera sp.
91. 69 29.42 28.41 25.50 14.28 13.59 13.54
Pancang
Koilodepas sp. Markeladi* Gymnacranthera contracta Diospyros punticulosa Chaetocarpus castanocarpus Shorea leprosula
21.99 14.27 11. 51 10.27 9.65 8.13
Semai
Mersuit* Marjelawat* Hopea bracteata Koilodepas sp. Gymnacranthera contranctra Eusideroxylon zwageri Revea sp.
33.18 14.53 11. 01 11. 01 11. 01 10.76 9.97
Tiang
Hevea sp. Shorea leprosula. Koiiodepas sp.
Marjelawat*
-------------- - - - - - - - - - - - - - Keterangan *)
nama daerah setempat
81
Tabel 27.
Beberapa Spesies yang Memiliki INP Tinggi pacta Plot Permanen IB (Et+1, RKT 1993/1994).
Tingkat
Nama Botani
INP(%)
Pohon
Shorea leprosula Hevea sp. Eusideroxylon zwageri Ochanostachys amantaceae
41.24 38.12 30.57 18.14 18.06 12 .02 11. 56
Aseodaphne sp. Kumping*
Phoeba macrophylla Tiang
Merkuak*
61.28 36.59 19.41 18.94 17.85 17.22 16.74 16.20 11.07
Pancang
Markeladi* Koilodepas sp. Diospyros punticuiosa Hevea sp.
17.68 16.63 11.74 10.82
Sernai
Mersuit* Marjelawat* Shorea smithyana Gymnacranthera contracta
23.89 17 .26 12.36 8.52
Hevea sp.
Marjelawat* Shorea sp.
Bali urung* Eusideroxylon zwageri
Dialium sp. Dipterocarpus kutaianus Shorea leprosula
Keterangan *)
nama daerah setempat
82
Tabel
28.
Beberapa Spesies yang Memiliki INP Tinggi pada Plot Perman en Ie (Et+1, RKT 1993/1994).
Tingkat
Nama Botani
Pohon
Hevea sp
Eusideroxylon zwageri Alseodaphne sp. Koompasia malacensi
Shorea leavifolia Phoeba macrophylla Ochanostachys amantaceae Dillenia borneensis Scorodocarpus borneensis Xanthophyllum Inceatum Tiang
Shorea leprosula Koilodepas sp. Balondo* Hevea sp. Eugenia sp.
10.20 10.20 9.52 9.52
Mersuit*
19.15 15.98 15.62 13.93 11.09 9.99
Bali urung* Kumping* Marjelawat*
Glutta renghas
Sernai
Bali urung*
Marjelawat* Teja* Kopi gunung* Serkong*
Keterangan *)
35.17 28.65 22.48 20.48 18.13 17.70 15.16 12.10 12.13 11. 26 76.56 39.93 20.97 14.47 14.46 13.92 13.42 16.20
Hevea sp. Markeladi* Merkuak*
Pancang
INP (%)
nama daerah setempat
83
Tabel
29.
Beberapa Spesies yang Memiliki INP Tinggi pada Plot Permanen II (Et+6, RKT 1985/1986}.
Tingkat Pohon
Nama Botani
INP(%)
Shorea "leavifolia
52.29 28.41 18.04 15.31 15.11 14.62 11. 63 11.27 10.49
Koompasia malacensis Alseodaphne sp. Ochanostachya amantaceae Shorea leprosula Dryepetes sp_
Dialium sp. Scorodocarpus borneensis Kumping*
Empela*
Tiang
Dryepetes sp. Chaetocarpus castanocarpus Alseodaphne sp. Dipterocarpus kutainaus Palaqium dasyphyl1um
22.02 21. 99 20.78 18.39 16.43 16.42 13.05 12.03 10.77
Pancang
Shorea parvifolia Marjelawat* Eugenia sp. Ochanostachya amantaceae
15.28 9.37 8.56 8.44
Semai
Koilodepas sp.
20.13 17.50 14.24 10.79
Phoeba macrophylla Marjelawat*
Plonchonia valida
Kopi gunung* Hopea bracteta Eugenia sp.
Keterangan *)
nama daerah setempat
84
Tabel
30.
Beberapa Spesies yang Memiliki INP Tinggi pada Plot Permanen III (Et+ll, RKT 1983/1984).
Tingkat
Nama Botani
INP(%)
Pohon
Dryobalanops lanceolata Shorea leprosula Eusideroxylon zwageri Serkong* Mersuit* Anisoptera sp. Dipterocarpus kutaianus Shore a smithyana
33.30 23.11 2l.80 17.43 15.61 15.61 1l. 48 1l. 24 1l.09
Shorea gibbosa Tiang
Diospyros punticulosa Kumping*
42.11 29.30 2l. 05 20.81 20.49 17.03 14.61 13.71 1l. 90 10.73 10.44
Dryobalanops lanceolata Chaetocarpus castanocarpus Marjelawat* Teja* Shorea smithyana
17 .04 15.08 13.36 15.43 8.84
Eugenia sp. ( 1)
21.69 18.64 16.73 12.07 11. 22 9.89 9.41
Marjelawat* Sawo gunung* Serkong* Shorea leprosula Ochanostachya amantaceae Gymnacranthera contracta Dipterocarpus kutaianus Glutta renghas
Phoeba macrophylla
Pancang
Semai
Dryobalanops lanceolata Koilodepas sp. Ochanostachys amantaceae Chaetocarpus castanocarpus Teja*
Palaqium dasyphyllum
Keterangan *)
nama daerah setempat
85
Tabel
31.
Beberapa Spesies yang Memiliki INP Tinggi pada Plot Permanen IV (Et+14, RKT 1980/1981)
Tingkat
Nama Botani
INP(%)
Pohon
Mersuit* Shorea leavifolia Serkong* Shorea palembanica Shorea leprosula Drypetes sp.
41. 39 31. 95 22.35 16.87 13.80 13 .05 10.32
Phoeba macrophylla Tiang
Mersuit*
Shorea leprosula Quercus sp. Mata pelanduk*
59.90 30.73 24.24 16.21 12.86 11. 73 10.30 10.16
Pancang
Chaetocarpus castanocarpus Teja* Pheoba marophylla Eugenia sp. Diospyros punticulosa
17.08 13.56 12.22 12.22 9.65
Semai
Eugenia sp. Teja '" Hopea bracteata Bali urung* Marjelawat*
23.71 21.12 18.03 17.79 17.05 11. 70 10.84
Serkong* Phoeba macrophylla Marjelawat* Anisoptera sp.
Sial'" Shorea leprosula
Keterangan
*)
nama daerah setempat
86
Tabel
32.
Beberapa Spesies yang Memiliki INP Tinggi pada Plot Permanen V (Et+18, RKT 1976/1977)
Tingkat
Nama Botani
INP(%)
Pohon
Shorea leavifolia Shorea leprosula Eugenia sp. (2) Dipterocarpus kutaianus
64.75 25.07 21.13 20.92 14.85 11.64 9.23
Diospyros punticulosa Shorea palembanica ochanostachys mantaceae
serkong*
Tiang
Ochanostachya amantaceae Diospyros punticulosa Shorea leprosula Drypetes sp.
Pancang
Shorea leavifolia Eugenis sp.
Teja* Dipterocarpus kutainaus Chaetocarpus castanocarpus Ochanostachya mantacae
DipterocarpU5 kutaianus shorea leavifolia Marjelawat* Eugenia sp. ( 1 )
Semai
Shorea sp. ( 1)
Teja*
Kopi gunung*
Keterangan *)
nama daerah setempat
37.96 33.32 24.48 20.93 16.48 22.25 13.60 13.17 12.46 9.29 8.40 22.22 18.14 17.21 15.76 13.31 12.21 10.08
87
Tabel 33.
Beberapa Spesies yang Memiliki INP Tinggi pada Plot Permanen VI (Rutan Primer) .
Tingkat
Nama Botani
INP(%)
Pohon
Dryobalanops lanceolata Shorea leavifolia Eusideroxylon zwageri Anisoptera sp.
34.09 33.85 15.63 15.19 12.84 11. 57 10.83 10.62
Shorea gibbosa Bali urung* Koompasia malacensis Intsia palembanica
Shore a leavitolia Marjelawat* Chaetocarpus castanocarpus Bali urung* Hopea bracteata Sawo gunung* Kopi gunung* Balundo*
61. 65 46.94 22.75 14.35 12.37 11.77 11. 55 10.79
Pancang
Marjelawat* Hopea bracteata Kopi gunung* Girroniera nerfosa
18.18 17.22 11. 39 7.55
Semai
Marjelawat* Chaetocarpus castanocarpus
28.81 15.32 14.00 11. 95 11. 95 10.64 9.64
Tiang
Bali urung* Koilodepas sp. Kopi gunung* Muyung* Murup*
Keterangan
*)
nama daerah setempat
88
Jari Tabel 26.
sarnpai 33. di atas dapat dike-
tahui bahwa pada plot contoh IA (Et+l) berdasarkan INP terbesar rnaka jenis yang dorninan pada tingkat pohon adalah Hevea sp. dari jenis non kornersial dan jenis co dorninan shorea leprosula dengan INP rnasing-rnasing 45.34% dan 32.61%.
Keadaan di atas
sarna untuk tingkat tiang dirnana jenis Hevea sp. (INP 91.69%)
sebagai
jenis dorninan dan Shore a
leprosula (INP 29.43%) sebagai jenis co-dorninan. Pada tingkat pancang jenis dorninasi diduduki oleh
Koilodepas sp. dengan INP 21.99% dan jenis codornj nannya Markeladi*
(INP 14.27%).
Sedangkan
untuk tingkat sernai didorninasi oleh rnersuit*
(INP
33.18%) dengan jenis co-dorninan Marjelawat* (INP 14.45%), keduanya dari jenis non kornersial.
Jenis
dari farnili Dipterocarpaceae yang rnendorninasi pada tingkat sernai adalah Hopea bracteata (INP 11.01%). Pada plot contoh pohon,
IB
jenis yang dorninan
(Et+l),
untuk tingkat
adalah shorea leprosula
(INP 41.24%) dari farnil Dipterocarpaceae dengan jenis co dorninan Hevea sp
(INP 38.12%).
Pada
tingkat tiang jenis non kornersial rnendorninasi, yaitu Marjelawat* (INP 36.59%) dan jenis co dorninan Hevea sp.
(INP 61.28%).
Tingkat pancang dan
sernai juga didorninasi oleh jenis-jenis non kornesial yaitu Markeladi* (INP 17.68%) untuk tingkat
89
pancang dan mersuit* (INP 23.89%) untuk tingkat semai.
Jenis dari famili Dipterocarpaceae yang
dianggap dominan adalah Shores leprosula hanya menduduki peringkat kedelapan pada tingkat tiang dan ketujuh untuk tingkat pancang, sedangkan untuk tingkat semai tidak ditemukan jenis Dipterocarpaceae yang dianggap dominan. Pada plot contoh Ie didominasi jenis Hevea sp.
(Et+1)
tingkat pohon,
(INP 35.18%) dan jenis
co dominan Eusideroxylon zwageri (INP 28.65%) dari jenis komersial non Dipterocarpaceae. tiang masih didominasi Hevea sp.
Tingkat
(INP 70.56%).
Tingkat pancang didominasi jenis Koilodepas sp. (INP 10.20%) dan untuk tingkat semai jenis yang mendominasi adalah Mersuit* (INP 19.15%).
Jenis-
jenis dari famili Dipterocarpaceae seperti Shorea leprosula hanya menduduki peringkat keempat pad a
tingkat pohon (INP 18.13%) dan peringkat kesebelas pada tingkat pancang (INP 7.78%), sedangkan untuk tingkat tiang dan semai Shorea leprosula mempunyai INP yang kecil. Dari ketiga plot satu tahun sesudah pemanenan kayu di atas, terlihat bahwa jenis non komersial mendominasi untuk semua tingkat permudaan. Lebih jelasnya Mersuit* mendominasi ditingkat semai dan Hevea sp. mendominasi ditingkat pancang dan pohon,
91
dan Eugenia sp. untuk tingkat semai. Plot
contoh
III
dan
lanceolata
(Et+11),
Shorea
jenis Dryobalanops sebagai
leprosula
jenis
dominan dan co dominan pad a tingkat pohon dengan INP
masing-masing
termasuk famili
33.30%
dan
23.12%,
keduanya
Untuk tingkat
Dipterocarpacea~.
tiang lebih banyak didominasi oleh jenis-jenis non komersial
seperti
Marjelawat*,
Sawo
Gunung*
dan
Serkong*.
Tingkat pancang didominasi oleh Dryoba-
lanops lanceolata
(INP 17.05%) disusul Chaetocar-
pus castanocarpus
(INP 15.08%).
Sedangkan untuk
tingkat semai didominasi oleh famili non Dipterocarpaceae yaitu Eugenia jenis
codominan
(INP
sp.
Dryobalanops
21.67%)
dengan (INP
lanceolata
18.64%) . Pada
plot
contoh
IV
(Et+14)
pOhon didominasi oleh Mersuit*
untuk
tingkat
(INP 41.39%) disu-
suI oleh Shorea leavifolia dari famili Dipterocarpaceae dengan INP 31. 87%) nan.
Pada tingakat tiang didominasi oleh spesies-
spesies
non
serkong*.
13.57%
komersial Pada
castanocarpus
oleh
sebagai jenis co domi-
tingkat
mendominasi
Sedangkan pada
Eugenia
seperti
sp. (1)
dan
pancang
Chaetocarpus
dengan
INP
tingkat
(INP
Mersuit*
sebesar
semai didominasi
23.71%)
disusul
Teja*
(INP 21.26%) dan Hopea bracteata (INP 78.21%).
92
Pad a pohon
plot
contoh
didominasi
V
(Et+18),
Shorea
untuk
tingkat
sekaligus
leavifolia
menjadi jenis co dominan dengan INP masing-masing 64.75%
dan
25.08%.
Tingkat
tiang
didominasi
spesies non komersial yaitu Serkong* (INP 37.96%) disusul Pada
OC!lanostachys
tingkat
22.25%)
pancang
kembali
amantaceae Shorea
mendominasi
(INP
33.00%).
leavifolia
dan
untuk
(INP
tingkat
semai diduduki oleh Dipterocarpus kutaianus
(INP
22.22%) dan Shorea leavifolia (INP 18.14%) sebagai co dominan. Pada
plot
contoh
VI
(hutan
primer)
untuk
tingkat pohon lebih banyak didominasi oleh spesies dari famili Dipterocarpaceae.
spesies yang men-
dominasi antara lain Dryobalanops lanceolata
(INP
34.09), Shorea leavifolia (INP 33.85%) dan Anisoptera sp.
(INP 15.64%).
Pada tingkat tiang dido-
mianasi oleh jenis Shorea leavifolia (INP 61.66%), sedangkan untuk tingkat pancang dan semai
jenis
non komersial Marjelawat* lebih mendominasi dengan INP 18.31% untuk tingkat pancang dan INP 28.81% untuk tingkat semai. Dari
uraian
tingkat pohon,
di
atas
pada
semua
terlihat
bahwa
untuk
plot contoh cenderung
didominasi oleh spesies-spesies dari
famili Dip-
terocarpaceae, kecuali pada plot contoh IA (Et+1),
93
Ie (Et+l) dan plot contoh IV (Et+14) dimana spesies
Dipterocarpaceae
hanya
menduduki
posisi
co
dominan. Untuk tingkat tiang menunjukkan dominasi yang bervariasi
dari
famili
Dipterocarpaceae. cang,
spesies
Lauraceae,
Oleaceae
Sedangkan untuk tingkat
dari
famili
V
(Et+18)
dan
pan-
Dipterocarpaceae yang
dominan terlihat pada plot contoh II (Et+14),
dan
plot
(Et+6),
contoh
III
VI
(hutan
dari
famili
primer) . Untuk
tingkat
semai,
spesies
Dipterocarpaceae yang dominan hanya terjadi pada plot V (Et+18).
Sedangkan pada plot contoh lain
terjadi variasi dari spesies yang menduduki posisi dominan dan co dominan. Komposisi
j enis co dominan non Dipterocarpa-
ceae menunjukkan pola lain dari jenis yang tergolong jenis
famili
Dipterocarpaceae.
co dominan
non
Komposisi
Dipterocarpaceae
dari
cenderung
bervariasi baik pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon.
Sehingga apabila jenis co dominan non
Dipterocarpaceae
mati
pada
tingkat
atas
maka
komposisi tegakan akan berubah dan komposisi jenis co
dominan
baru.
akan
diganti
dengan
komposisi
yang
94
saslihadi
(1994),
menyebutkan
bahwa
adanya
variasi dari spesies-spesies yang menduduki posisi dominan dan co dominan pada tiap tingkat pertumbuhan
memberikan
dominan
pada
pengertian suatu
bahwa
tingkat
spesies
pertumbuhan
yang tidak
selalu dominan pad a tingkat yang lain.
4.
INDEKS KESAMAAN KOMUNITAS Indeks Kesamaan Komunitas (IS) digunakan untuk membandingkan komposisi
jenis vegetasi pada plot
contoh pada dua keadaan. diantara mendekati
0
(0%) 1
dan
(100%)
1
Nilai
IS akan berada
(100%).
apabila
Nilai
keadaan
IS
dua
akan
tegakan
yang dibandingkan mendekati kesamaan dan sebaliknya nilai IS akan mendekati 0 (0%) apabila keadaan dua tegakan yang dibandingkan semakin berlainan. Hasil perhitungan nilai IS antara plot contoh yang ada disajikan pada Tabel 34. Tabel
34.
memperlihatkan
bahwa
pada
tingkat
pohon kondisi struktur dan komposisi jenis tegakan yang
relatif
mendekati
kesamaan
hanya
terjadi
antara plot contoh IV (Et+14) dengan plot contoh V (Et+1S) dan antara plot contoh III (Et+l1) dengan plot contoh VI perbandingan pengertian
(hutan primer).
antara
bahwa
contoh
umumnya
yang
Sedangkan hasil lain
struktur
dan
member ikan komposisi
95
jenis tegakan yang ada berbeda satu sama lain. Tabel 34.
Indeks Kesamaan Komunitas ( IS) Antara Dua Tegakan yang Dibandingkan (% )
Plot
Tingkat Vegetasi Semai
Pancang
Tiang
Pohon
56.80* 41. 54 42.96 37.26 40.48 31. 33 44.17
46.71 50.84 43.48 48.41 52.67 44.24 46.76
51. 32 51. 32 27.29 29.71 28.88 16.71 30.30
66.29* 66.29 49.83 46.42 44.87 46.87 45.76
52.03 42.08 40.55 43.88 33.42 39.47
43.20 30.43 34.48 32.55 26.93 35.08
48.16 38.87 40.02 29.37 25.55 37.80
59.35 50.52 44.16 33.61 30.86 44.77
IA IA IA IA IA IA IA
vs vs vs vs vs vs vs
16 16 16 16 16 16
vs vs vs vs vs vs
Ie Ie Ie Ie Ie
vs vs vs vs vs
III IV V VI
44.12 45.98 46.93 40.14 40.96
52.19 51. 03 50.53 46.39 53.37
29.92 28.58 29.14 26.08 29.44
53.45 33.63 34.73 33.86 44.81
II Vs vs II vs II vs
III IV V VI
51.05 45.94 43.95 52.16
54.19 58.12 49.15 48.28
38.15 36.85 41. 41 37.02
38.16 46.24 41.24 52.73
III vs IV III vs V III vs VI
48.84 48.86 53.63
64.86* 48.73 54.30
47.25 42.12 37.09
52.81 47.28 51.04
IV vs V IV vs VI
50.23 41. 35
63.63 52.74
54.77* 32.18
52.78 40.00
V vs VI
36.10
48.17
24.53
42.25
II
16
Ie II III IV V VI Ie II
III IV V VI II
Hasil perhitungan nilai IS pada tingkat pohon, tingkat kesamaan komuni tas yang
terbesar ditun-
jukkan pad a hasil perbandingan antara plot contoh
96
IA
dengan
plot
contoh
IB,
diikuti
perbandingan
antara plot contoh II (Et+6) dengan plot contoh VI (hutan primer).
Perbandingan antara plot contoh
IA dengan plot contoh IB menujukkan nilai
yang
terbesar karena keduanya
satu
tahun setelah tebangan.
sama-sama areal
Sehingga keadaan komposi-
si dan struktur antara kedua plot
tersebut hampir
sama. Pad a tingkat tiang, jukkan
oleh
nilai IS terbesar ditun-
perbandingan
antara
plot
contoh
IV
(Et+15) dan plot contoh V (Et+18), diikuti antara perbandingan plot contoh IA dengan lB. Untuk tingkat pancang, bandingan
antara
plot contoh IV perbandingan
plot
(Et+14)
antara
di tunjukkan oleh per-
contoh
III
(Et+ll)
degan
dan untuk tingkat semai plot
contoh
IA dengan
IB,
diikuti antara perbandingan plot contoh III dengan plot contoh VI (hutan primer) . Hasil
perbandingan antara plot contoh lA, IB,
dan Ie, ketiganya merupakan areal
bekas tebangan
satu tahundengan plot contoh areal bekas tebangan lainnya serta jukkan
nilai
hutan primer, IS
yang
pada umumnya menun-
relatif
kecil.
Hal
ini
menunjukkan bahwa kondisi struktur dan komposisi spesies
yang dibandingkan relatif berbeda dengan
plot yang lainnya.
97
5.
DIVERSITAS (KEANEKARAGAMAN) Untuk mengetahui tingkat keanekaragaman suatu jenis tegakan digunakan nilai Indeks Keranekaragaman (H).
Nilai Indeks Keanekaragaman pad a masing-
masing plot contoh untuk semua tingkat pertumbuhan disajikan pada Tabel 35. Tabel 35.
Indeks Keanekaragaman (H)
Ti ngkat
Plot Contoh
IA
IB
Ie
Sernai
4.6109
4.8125
4.7263
5.0290
Pancang
5.1106
4.8164
5.2751
liang
3.5981
3.8093
Pohon
4.5812
4.5013
IV
V
4.6355
4.4238
4.6112
4.5800
5.0298
5.1299
5.1562
5.0639
5.2776
3.9317
4.8628
4.2990
4.5398
4.4386
4.2569
4.6710
4.7469
4.9839
4.8835
4.6004
5.0008
II
III
VI
Dari tabel di atas dapat ditujukkan bahwa nilai Indeks Keanekaragaman
(H)
pada tingkat
pohon, untuk plot contoh VI (hutan primer) lebih besar dibandingkan dengan semua plot contoh. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis untuk tingkat pohon pada tegakan hutan primer lebih tinggi dibandingkan dengan tegakan pada plot contoh lain yang merupakan areal bekas tebangan. Keadaan ini dapat diterima mengingat kekayaan spesies yang ada pada plot contoh VI untuk tingkat pOhon lebih besar, sehingga memungkinkan adanya
98
keanekaragaman yang lebih tinggi. Secara keseluruhan pada tingkat pohon terjadi peningkatan
keanekaragaman
pertambahan
umur
dalam
Odum
spesies
tebangan.
(1975)
yang
dikutip
sesuai
dengan
Margaleaf
(1963)
Indrawan
yang menyatakan bahwa keanekaragaman
(1982), cen-
jenis
derung memuncak pad a tingkat permulaan dari proses suksesi dan akan menurun pada tingkat klimaks. sedangkan ngan,
nilai
contoh
III
untuk H
tegakan
tertinggi
(Et+ll).
hutan
bekas
di tujukkan
Pada
tingkat
oleh
tiang
tebaplot
nilai
H
terbesar ditunjukkan oleh plot contoh II (Et+6). Pad a
tingkat pancang nilai H terbesar ditun-
jukkan oleh plot contoh VI dangkan untuk oleh
areal
(hutan primer).
bekas tebangan
Se-
ditunjukkan
plot contoh Ie. Nilai
terjadi
H
yang
pad a
plot
tertinggi contoh
untuk
II
tingkat
(Et+6).
Hal
semai ini
terjadi karena kekayaan spesies yang ada pada plot contoh
II
untuk
tingkat
semai
lebih
besar
dari
pada plot contoh yang lain. Jika nilai H untuk semua tingkat pertumbuhan (semai, pancang, tiang dan pohon) baik untuk areal bekas maka
tebangan maupun hutan primer dibandingkan, nilai H untuk
mempunyai
tingkat
pancang,
nilai yang lebih besar.
secara
umum
Hal ini menun-
99
jukkan
pada tingkat pancang kekayaan spesiesnya
leLih besar dan adanya spesies yang mendominasi tiap plot, sehingga terjadi pemusatan
pada spe-
sies yang dominan. Pemusatan seperti ini memperkecil keragaman. Pemusatan ini dapat dilihat dari nilai Indeks Dominansi (C) pada Tabel 36. Tabel 36.
Indeks Dominansi (C) Plot Contoh
Tingkat
IA
lB
Ie
II
III
IV
V
VI
semai
0.0590
0.0453
0.0468
0.0424
0.0516
0.0641
0.0557
0.0569
Pancang
0.0393
0.0424
0.0312
0.0299
0.0394
0.0379
0.0417
0.0354
Tiang
0.1321
0.0897
0.1044
0.0406
0.0605
0.0722
0.0622
0.0868
Pohon
0.0630
0.0644
0.0531
0.0615
0.0440
0.0531
0.0755
0.0462
Indeks Dominansi (C) menggambarkan pemusatan pada spesies tertentu dalam tegakan. dominansi suatu spesies terpusat,
Apabila
maka nilai C
akan tinggi. Dari tabel di atas dapat dilihat nilai C terbesar untuk tingkat pohon ditunjukkan oleh plot contoh V (Et+18), untuk oleh plot
tingkat tiang ditunjukkan
contoh IA (Et+l)
dan untuk tingkat
pancang dan semai ditunjukkan oleh plot contoh IB (Et+l).
100
Sedangkan contoh
apabi1a
untuk
setiap
dibandingkan tingkat
antar
vegetasi,
sebanyak
empat plot mempunyai nilai C terbesar pada kat tiang. (Et+1),
Plot tersebut adalah
III
(Et+l1), Hal
primer) .
IV
ini
plot
ting-
plot contoh IA
(Et+14)
dan
memperlihatkan
VI
(hutan
bahwa
pada
tingkat tiang untuk plot tersebut sebagian besar individunya
dimiliki
oleh
spesies
yang
dominan.
Spesies yang mendominasi pada tingkat tiang untuk plot contoh lA, turut
Hevea
III,
sp.
IV dan VI adalah berturut-
(INP
91. 69%),
Marjelawat*
(INP
42.11%), Mersuit* (INP 59.90%) dan Shorea leavifolia (INP 61.65%).
6. STRATIFIKASI TAJUK Hasil penggambaran stratif ikasi tegakan pada plot contoh penelitian diperlihatkan pada Gambar 15 sampai 22. Dari hasi1
penggambaran stratifikasi tegakan
terlihat bahwa kedelapan plot contoh memiliki strata, strata
yakni strata A, A dan
strata B dan strata sunnya
yang
B nampak
3
B dan C.
Batas antara
jelas
batas
antara
pohon-pohon
penyu-
m atau
lebih,
dan
c nampak kurang jelas.
A dicirikan
oleh
mempunyai
tinggi
batang pohon tinggi dan lurus
1
30
batang bebas cabang
101
yang tinggi sehingga mampu mengungguli pohon-pohon lain disekitarnya.
Pohon-pohon penyusunnya tidak
terlalu rapat, terpencar sehingga terbentuk tajuk yang diskontinyu. Strata B terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 20-30 m, tajuk pad a umumnya kontinyu, batang pohon
umumnya
bercabang
banyak,
batang
bebas
cabang tidak terlalu tinggi. Strata C terdiri ginya 4 - 20 m.
dari pohon-pohon yang ting-
Pohon-pohon
kecil dan bercabang banyak.
pada umumnya rendah, Terlihat lebih rapat
sehingga terbentuk tajuk yang kontinyu. Gambaran
umum
bekas tebangan
stratifikasi
tegakan
hutan
berbeda dengan tipe hutan primer.
Keadaan lapisan pada areal bekas tebangan cenderung
stratum
lapisan
stratum dibawahnya
atas
(adanya
agak
terputus
gap),
dengan
sedangkan
tipe
hutan primer cenderung statum satu dengan lainnya bersambung. adanya
Hal
tersebut
rumpang tajuk akibat
di
atas
bekas
disebabkan
tebangan
atau
bekas kerusakan tajuk. Pada plot contoh IA (Et+1, kelerengan sedang), stratum
A
stratum B Durio
diisi
jenis
Shorea
Leprosula,
diisi oleh jenis antara lain Merkuak*,
exleyanus,
amentacia.
oleh
Kumping*,
Sedangkan
untuk
dan
Ochhanostachys
stratum C
terdiri
102
dari
jenis
antara
Marjelawat*, Pentaceae
Hevea
sp.,
Eusideroxylon
Perempoh*,
lain
sp.,
Polyalthya
Alseodaphne zwageri,
Kumping*,
Koilodepas
sp.,
sp.,
lateriflora,
Tongkat
sayus*,
Sawo gunung*,
Jerenjang*,
Dipterocarpus
kutaianus,
Koompasia malaccencis, Diospyros bornensis, Palaqium dasyphyllum,
Lagerstromia ovaliofolia,
Amoora
culculata, Instia pelembanica, Bloma* dan Muyung*.
Plot
contoh
stratum
A
diisi
stratum
B
diisi
Merkuak*,
dan
terdiri dari Kerth. ,
gunung*,
(Et+1,
oleh oleh
polyalthia sp ..
jenis Hevea sp.,
Chaetocarpus
Shorea
datar), zwageri.
lateriflora,
dan
stratum
Koilodepas
urung*,
leprosula,
sp. ,
Kopi
castanocarpus,
Bali
C
Girroniera nerfosa
dasyphyllum,
Sawo gunung*,
rophylla,
kelerengan
Eusideroxylon
Alseodaplme
palaqium
Marjelawat*,
IB
Phoeba
mac-
Ochhanostachys
amentacia.
Plot stratum
contoh
A diisi
stratum B
IC oleh
(Et+1, jenis
kelerengan Shore a
curam)
leaviflora.
diisi oleh jenis-jenis Shorea Palemba-
nica, Castanopsisi javanica ,. Koompassia malaccensis,
scodocarpus bornensis, Eusideroxylon zwageri
dan Quercus bennethii. terdiri sp.,
dari
Sedangkan untuk stratum C
jenis-jenis
Sawo gunung*,
antara
Hevea sp.,
..
lain
Anisoptera
Palaqium dasyphyl-
103
Kumping*, Ammora culculatta, Ochhanostachys
lum,
amentacia,
Alseodaphne
Mu1ak*,
sp. ,
Keranji*,
Teja*, Phoeba macrophylla, dan Shorea sp. Dari keadaan di
atas terlihat
bahwa
keadaan
satu tahun setelah pemanenan kayu terlihat adanya statum
dengan
batas
dengan
stratum
B,
yang
jclas
dari
statum
A
juga
untuk
statum
B
demikian
dengan statum C. Pada j alur
plot
peneli tian
Alseodaphne
oleh
contoh
sp.
diisi
(Et+6)
strata
oleh Shorea
dan Kumping*.
spesies-spesies
zwageri,
II
antara
laevifolia,
strata lain
A dalam
B
diisi
Eusideroxylon
Ochanostachys amantaceae dan
Durio sp.,
Sedangkan strata C
Shorea laevifolia.
Alseodaphne sp., Phoebe macrophylla,
diisi oleh
Chaetocarpus
castanocarpus dan lain-lain.
Pada plot contoh III
(Et+ll), strata A
oleh shore a smithiana, Shorea palembanica. B
diisi Strata
diisi oleh Shorea sp., Dryobalanops lanceolata,
Dipterocarpus kutainus,
Scorodocarpus borneensis,
Calophyllum teysmanii, Drypates sp.,
Serkong* dan
Mersuit*. strata diisi
A pada
oleh
plot
spesies
contoh
Shore a
IV
(Et+14)
hanya
dan
tidak
laevifolia
dijumpai adanya spesies penyusun strata B. dangkan
pada
strata
C
diisi
oleh
Shorea
Sesp.,
104
Phoebe macrophylla, Mutun*, Sampang*, Mersuit* dan serkong*. Pada plot contoh V (Et+18),
strata A
diisi
Spesies-
.oleh Shorea laevifolia dan Eugenia sp.
spesies penyusun strata B antara lain Shore a sp.,
Shorea leprosula, sp.,
Tej a *,
Eugenia sp.,
Dipterocarpus kutainus.
diisi
Diospiros
oleh
Drypates sp., cta,
palembanica,
Hopea bracteata Drypates sp.,
amantaceae, dan
Shorea
Hopea bracteata,
tachys
amantaceae,
Ochanostachys
Sindora walichii
Sedangkan
punticulosa,
Perempoh*,
Anisoptera
strata
Shorea
C
sp.,
Gymnacranthera contra-
Girronia nerfosa,
Palaquium
Ochanos-
dasyphyllum
dan
spesies-spesies non komersial lainnya. Pada plot contoh VI
Shore a
Gonystyllus strata
B
laevifolia, sp.
dan
diisi
oleh
strata A
diisi oleh Shorea leprosu-
dalam jalur penelitian
la,
(hutan primer)
Dryobalanops Ochanostachys Dryobalanops
lanceolata, amantaceae. lanceolata,
Anisopthera sp., Instia palembanica, Ochanostachys amantaceae, dan Retap*.
Bali
urung*,
Merkuak*,
Sedangkan strata C
Kopi
gunung*
diisi oleh Quer-
cus sp., Castanopsis sp., Koilodepas sp., Dryobalanops
lanceolata,
Shorea
laevifolia,
Kopi
gunung*, Anisopthera sp. Ochanostachys amantaceae, Karas*, Gluta renghas, Chaetocarpus castanocarpus,
105
Eusideroxylon
Sial*,
zwageri,
Nauclea
sp.
dan
spesies-spesies jenis non komersial lainnya. Dari gambar stratifikasi tajuk dapat dilihat persentasi
penutupan
tajuk
pada
masing-masing
statum pada tiap plot contoh. Tabel
37.
Komposisi Penutupan Tajuk dari Masingmasing Plot Contoh (%).
Stratum
Plot Contoh
IA
IB
Ie
II
III
IV 2.38
A
3.70
3.45
3.33
15.00
5.77
B
7.41
13.79
20.00
22.50
21.15
e
88.86
82.76
76.66
62.50
Dari
tabel
menguasai
di
atas
sebagian
statifikasi
tajuk.
9.68
13.33
24.19
22.22
73.08 97.62 66.13
64.44
terlihat
besar
dari
Nilai
VI
V
bahwa
areal
persentasi
statum C
dari
jalur
penutupan
tajuk stratum C ini eenderung menu run dari plot eontoh primer) , Dengan
IA
(Et+l) keadaan
demikian
sampai
plot
sebaliknya dapat
eontoh untuk
diartikan
VI
(hutan
statum
bahwa
A.
dengan
penambahan umur tegakan tinggal, terjadi perbaikan stuktur tegakan mendekati kearah hutan primer. Apabila dilihat dari proyeksi seeara vertikal dari
bentuk
menunjukkan
tajuk
penyusun
penutupan
tajuk
masing-masing yang
berbeda
strata pad a
106
setiap
plot
contoh.
Luas
penutupan
tajuk
pada
masing-masing plot contoh se1anjutnya ditampi1kan pada Tabel 38. Tabel 38.
Luas Penutupan Tajuk Penutupan Tajuk (m 2 )
Plot contoh Da1am Jalur
Luar Jalur
547,380 271,538 312,217 727,853 738,429 563,175 812,031 591,491
IA IB IC II III IV V VI
Tabe1
38.
Total
153,231 '112,766 127,113 469,415 336,030 404,259 577,486 241,176
700,611 384,304 439,330 1. 222,267 1.074,459 967,434 1.389,517 832,609
memperlihatkan
luas
penutupan
tajuk cenderung meningkat dengan meningkatnya umur tegakan.
Kecenderungan
ini
terlihat
contoh lA,
IB, IC, II, III, V dan plot contoh VI.
Sedangkan pad a plot contoh IV (Et+14),
pada
plot
luas penu-
tupan tajuk yang terjadi 1ebih rendah dibandingkan dengan 1uas penutupan tajuk yang terjadi pada plot contoh II, III dan plot contoh V. Rendahnya
luas
contoh IV (Et+14) tian jalan
stratifikasi sarad
yang
penutupan
tajuk
pada
plot
disebabkan posisi jalur penelitajuk
bertepatan
terjadi
akibat
dengan
pemanenan
bekas kayu
pada areal ini dan diduga tingkat kerusakan yang
107
terjadi akibat pembuatan ja1an sarad eukup tinggi sehingga dengan umur tegakan yang te1ah meneapai 13
tahun masih didominasi bersifat,
yang begitu
tinggi,
1
spesies non komersia1
pioner' dengan berea bang
pohon
banyak
yang
dan
tidak
tajuk
yang
relatif keeil seperti Serkong* dan Mersuit*. Keadaan (Et+14)
yang
terjadi
juga merupakan
pada
penyebab
spesies penyusun strata B.
plot tidak
eontoh
IV
ditemukan
60
~\ CIJ>~
50
40
,"
....
'"
I' I
'
f;J '\'~,
\
~ )
.>-
::+--J
(~.{~/.~~\
C/"::=s '- - ;
,
~ ~'i>"" ""."~,, ~ , V , j . 4).\" ",. " ;g ~'H_, v, ~\"/ C, ,'."," " " w""~ ' ~~\r~~, ~'j:!) ,~~)~ ~~~,.,
E
JO ~ ~
c
..::
,!..,
" Vr
,~
\~ 'Y
.
";., "L C;:v;:;-J\ 'PlPlN " , / C;;:)®,.o,
@E'"
r,;,
,
.
r,i r,.'"
I
"'
''/I '" 1 1I
..
", I /,"I I .', II .
I
§,
".' il"., '.,' "
n
'"('~, :.~---<
r,C/"".
, "''':._' ," ' , i " / \ .::' \A"
r,
/~~T ~,,~ ,~)<" ~ '~J""!f:;'~"~i)UJ'1/ CE4:2: :Zv,,,0:~,~) w J,-~ '_"1 "" s.., ~~V-~ '" • I ~"\ Chi' i~ .,I C'" I~I: IIj' I~J:l ,'1'"' (i1:\+~ --:r-w ,,,,~. :!";.J(,"cu
./
20
10
,.-
!( ""
"'
I'' 0 . ) ,'FI'"I
II
j
I'
j
I
.I'",
/
"N
o
,""
'.
r;r ' A "
y, I ,
, II, I I
I
,,
,.---... , '"
,~j ,~
-/1':.
Gombar
Strobfil-nsl TajJk poda Plot Perm::nen
IA
(RKT 1993 /1S9t., Et+ 1 )
dl.Areal HPH PI Klans lesta(' (KAL TiM) Ckn;io.1 Skala
1: 400
>-'."\ ,',
r:'
.-k,,'i.
I" w,I
" ",, '' I i, ('
i .,1 ", " "N", II L Jl
,,'
"
,
~} •
4
",;'l.t"'~, . JIi1, " ,
, :'C\ ',..,
/' ' , I" I,
'
',"".0 _.
T
,,>,
111/1/ I ",
I
,I
I
~)·~:'!:f'i!.~... .'3: ... ~ ":, ", '1
109
Keterangan plot contoh lA, Nomor
215. 216. 217. 218. 221222. 223. 226. 227. 230. 237. 238. 239A. 242. 243. 254. 255. 256. 260. 261274. 276. 283. 284. 285. 290. 291292. 296. 297. 298. 299.
Nomor
Koilodepas sp. Merjelawat* Hevea sp. Pentaceae sp. Merkuak*
336. 337. 338. 339. 340. 346. 347.
Dipterocarpus kutainus Palaquimum dasyphyllum Hevea sp. Eugenia sp. Alseodaphne sp. Bloma* Shorea leprosula
Hevea sp.
348. 349.
Shorea leprosula
350.
Shorea leprosula Shorea palembanica Merkuak*
Alseodaphne sp. Koilodepas sp.
sial*
Eusideroxylon zwageri
Sawo gunung* Hevea sp.
Jerenjang* Hevea sp.
Durio exleyanus Koilodepas sp. Hevea sp.
Hevea sp. Muyung*
Kumping* Shorea leprosula Hevea sp. Sawo gunung* Dipterocarpus kutainus Koilodepas sp. Ochanostachys amantaceae Hevea sp Hevea sp. Perempoh* Revea sp. Hevea sp.
300.
Merjelawat* Ochanostachys amantaceae Gluta renghas Koompassia malaccensis Hevea sp. Diospiros punticulosa Hevea sp. Palaquium dasyphyllum Lagerstomia speciosa Amoora cUGu1ata
310. 314. 315. 316. 317.
320.
Nama Botani
Nama Botani
307. 308.
309.
(Et+1, RKT 1993/1994)
Shorea leprosula
321322.
Chaetocarpus castanocarpus
323.
Hevea sp.
328. 329. 335.
He,,-ea sp. Hevea sp.
Intsia palembanica
Keterangan *) : nama daerah setempat
,
'"
o
,
( LU)
!5fxJU
d N
o
..;:;
<~ ~. " ....
... ,"
o
o . ....
i
111 Keterangan plot contoh IB, Nomor
179. 180. 181182. 188. 189. 190. 194. ·194A. 198. 199. 199. 201202. 207. 208. 215. 220. 241243. 244. 254. 255. 269. 276. 284.
(Et+1, RKT 1993/1994)
Nama Botani Hevea sp.
Girroniera nerfosa Polyalthia lateriflora Polyalrhia lateriflora Palaqium dasyphyl1um Koilodepas sp. Eusideroxylon zwageri
Eusideroxylon zwageri Marjelawat* Merkuak* Hevea sp. Hevea sp. Alseodaphne sp. Chaetocarpus castanocarpus Kopi gunung* Sawo gunung* Pheoba macrophylla Hev(?a sp.
Sawo gunung* Ochanostachys amantaceae HE~vea
sp.
Hevea sp.
Bali urung* Drypetes sp. Ochanostachys amantaceae Koilodepas sp.
Keterangan *) : nama daerah setempat
-,"-i
I
W)
,cwl
-'
~
;;;
b
-
:2
-'
w ..
d
c c
~
~
E "-0
n:
d
~
d
Y-
"0:
" 5 " " 0:o: d
~
'".,
~
'" " 6
~ :,
Vi
§
E
'"
113 Keterangan plot contoh Ie, Nomor
Nama Botani
195. 199. 200. 202. 203. 206. 207. 208. 209. 210. 21l. 212. 216. 217. 218. 22l. 223. 232. 236. 238. 24l. 254. 263. 264. 265. 27l. 274. 28l. 282.
Anisop'tera sp. Sawo gunung* Hevea sp. Palaqium dasyphyllum Shorea leavifolia Kumping* shore a palembanica.
sp. Dialium sp. Hevea sp
Hevea
Kumping* Castanopsis javanica Hevea sp. Amoora cuculata Ochanostachys amantaceae
Alsedaphne sp. Amoora cuculata Etlsideoxylon zwageri Dyalium sp. Hevea sp.
Ochanostachysa mantaceae Scorodocarpus borneensis Alseodaphne sp.
Eusideroxylon zwageri Dialium sp. Hopea bracteata Quercus benethii Phoeba macrophylla Hevea sp.
Keterangan *) : nama daerah setempat
(Et+1, RKT 1993/1994)
00
o
"'
o
"le-
~ty~--~--~----- ~
o
\
115
Keterangan (plot contoh II, Et+6, RKT 1988/1989) Nomor
203. 204. 205. 206. 213. 214. 215. 221222. 233. 234. 235. 247. 248. 249. 257. 258. 259. 260. 262. 265. 266. 268. 270. 272. 273. 276. 279. 280. 292. 293. 294. 295. 296. 297. 30l. 307.
Nama Botani
Phoebe macrophylla Gymnacranthera contracta
Phoebe macrophylla Alseodaphne Chaetocarpus castanocarpus Eusideroxylon zwageri Gymnacranthera contracta Phoebe macrophyla Bali urung* Merkeladi*
Phoebe macrophylla Amoora cuculata
Sa\... o gunung* Shorea laevifolia
Plonchonia valida Bali urung,;, Kopi gunung* Hllyung* Sho~-ea laevifolia Lobi-lobi Durio exleyanus Bali urung*
Alseodaphne OChanostachys amantaceae Ochanostachys amantaceae Shorea leprosula Merkeladi* Kopi gunung* Shorea laevifolia Alseodaphne Kumping* Dialim sp. Ochanostachys amantaceae
Herjelawat* Kumping* Hopea bracteata Shorea leprosula
Keterangan : *) : nama daerah setempat.
....
0'
o N
o
117 Keterangan (plot contoh III, Et+ll, RKT 1983/1984) Nomor
203. 206. 211. 212. 213. 214. 221225. 223. 224. 231232. 233. 236. 237. 238. 239. 240. 245. 246. 247. 248. 249. 254. 255. 256. 257. 259. 260. 265. 268. 27l. 272. 273. 274. 275. 276. 277. 278.
28I. 285. 286. 287. 288. 295. 296. 297.
Nama Botani
Nomor
Shorea sp. Mersuit*
298. 306. 313. 315.
Mersuit*
Mersuit*
Nama Botani Shorea leprosula Shorea smithiana
Serkong* Serkong*
Merkeladi*
(astanopsis sp. Sawo gunung* Mersuit* T i lung * Scorodocarpus borneensis Sa~"o gunung* Amoora cuculata
Merjela\... at* Hevea sp.
Gymnacranthera contracta Shored palembanica Xantophyllum lanceolata Meretam* Sawo gunung* Calophyl1umteysmanii Shore a smithiana Dipterocarpus kutainus Phoebe macrophyl1a Merjelawat* Girronia nerfosa ShoreD smithiana Chaetocarpus castanocarpus
Kumping* Drypates sp.
Merjel.awat* Merkeladi* Merjelawat* 'Kumping*
Merjelawat* Waso gunung* Balunduk*
Dialil1m sp. Sawo gunung* Castanopsis sp.
Balunduk* Dryoba.lanops lanceolata Shored laevifolia
Sawo gllnung* KumpinrJ* Shored parvifolia DiptC'l?)Carpus sp. MerE?tam*
Keterangan *) nama daerah setempat
5i
~
g
d ------;d-----:::,;
-----::----d---~:---Z t i 0 N
-
(UJ) i56u~
119
Keterangan (plot contoh IV, Et+14, RKT 1980/1981) Nomor
Nama Botani
319. 320. 322. 323. 324. 325. 326. 327. 321. 338. 339. 340. 341349. 354. 356. 357. 358. 369. 374. 375. 376. 377. 378. 379. 380. 381. 382. 383. 384. 386. 387. 390. 392. 393. 394. 395. 402. 403. 404. 408. 409.
!1erkeladi*
Shorea sp. Mersiput* Shorea leprosula
Mutun*
Serkong* Merkuakl\'
Shorea parvifolia Sampang* Serkong* Mersuit* Serkong* Mersuit* Sampang*
Geuhansia petandra Mersuit*
Phoebe macrophylla Mersuit* Hersuit* Mersuit* Mersuit* sampang* Hersuit* sampang* Mersuit* Phoebe macrophylla Alseodaphne !-1ersuit* Phoebe macrophylla Phoebe macrophylla Hersuit* Serkong* serkong* Phoebe macrophylla Shorea laevifolia Mersuit* Serkong* Serkong* Serkong* Mersuit* Hersuit* Ser"kong*
Keterangan : *)
nama rJ;lerah setempat
o
, o
~
(W) ID5ulj
~
0
::-
:'
o
121
Keterangan (plot contoh V, Et+18, RKT 1976/1977) Nomor
Nama Botani
281. 282. 283. 285. 286. 287.
Teja*
288.
Quercus sp.
Anisoptera sp. Girronia nerfosa
Palaquium dasyphyllum Merjelawat*
Drypates sp.
Shorea sp. Madhuca phil1ipinensis Ochanostachys amantaceae Anisoptera sp. Shorea leprosula Ochanostachys amantaceae Ochanostachys amantaceae
289. 290. 291294. 295. 296. 300. 30l. Shorea laevifolia 302. shorea laevifolia 307. Shorea laevifolia 308. Hopea bracteata 309. Ochanostachys amantaceae 310. Perempoh* 311- Ochanostachys amantaceae 312. Sho~-ea laevifolia 313. Merkuak* 317. Eugenia sp. 318. Teja* 319. Castanopsis sp. 320. Drypates sp. 324. Retap* 325. Bali urung* 326. Chaetocarpus castanocarpus Shorea sp. 327. 328. Merkuak* 329. Merjelawat* 334. Shorea laevifolia 335. Drypates sp. 336. Teja* 337. Eugenia sp. 338. Teja* 344. Mersiput* 345. Drypates sp. 350. Sho;!:ea leprosula 351. Hopea bracteata 352. Perempoh* 353. Drypcl r.es sp. 354. Sho!"€a leprosula 355. Heri<.:unk* 356. Sho::-pa 1 eprosul a
Nemer
357. 367. 368. 369. 370. 371. 383.
Nama Botani Dipterocarpus kutainus sindora wallichii Shorea lepresula Teja* Gymnacranthera contracta Mersiput*
384. 385. 386.
Shorea Sp. Shorea palembanica Shorea laevifolia Palaquim dasyphyllum
392. 394. 395. 396.
Diospiros punticulosa Eugenia sp. Shorea laevifolia Diospiros punticulosa
Keterangan :
*) nama daerah setempat
( w)
;6f.lJ11
" ""
123
Keterangan (plot contoh VI, hutan primer) Nomor 219. 222. 223. 224. 225. 226. 227. 231234. 235. 236. 239. 240. 241242. 246. 247. 248. 249. 252. 253. 254. 255. 257. 258. 259. 264. 265. 266. 267. 268. 276. 277. 280. 281282. 292. 294A. 295. 296. 299. 300. 30l. 305. 306. 307. 308.
Nama Botani Quercus sp .. Dl*yobalanops lanceolata l~(lpi gunung* Castanopsis sp.
J'>:Jilodepas sp.
DZ'yobalanops lanceolata
Dryobalanops lanceolata
Castanopsis sp .. Gonystyllus sp. Gluta renghas
Kopi gunung* Dryobalanops lanceolata Nauclea sp. Intsia palembanica Shorea laevifolia Ch~1.etocarpus castanocarpus (;1!1 ta renghas Cha..?t:ocarpus castanocarpus Ponten* Foilodepas sp ..
Bali I.lrung'* Kumping* Jel~enjang*
Gluta renghas Kopi gunung'" Ochanostachys amantaceae
'Sh':Jrea laevifolia (lchanostachys amantaceae Lepat* Chaetocarpus castanocarpus
An.isopthera sp. Anisopthera sp. Chaetocarpus castanocarpus Karas* Hel:'kuak*
Shorea leprosula Bali urung* Sawo gunung* Eusi.deroxylon zwageri O-::nanostachys amantaceae
l.ansium domesticum Glllta renghas flo l i :;~
ep
urung*
'z'ca laevifolia i::;'-:;pthera
I'l'mp:.ng*
sp.
Keterangan : *) nama daerah setempat
124
E.
KETERBUKAAN TANAH Keterbukaan tanah adalah salah satu bentuk
dari
kerusakan tegakan tinggal berupa terbukanya permukaan tanah
dari
lapisan
serasah
yang
menutupinya,
baik
karena terdongkel oleh pohon-pohon yang di tebang dan roboh maupun karena terkikis dan tergusur oleh traktor terutama pad a saat penyaradan, pembuatan jalan angkutan dan TPn (Thaib, 1986). Hasil Tabel
39.
perhitungan
luas
areal
yang
terbuka
pada
sedangkan perkembangannya dilampirkan pada
lampiran 2a - 2c. Tabel 39.
Plot
Persen Luas Areal yang Masih Terbuka pada Plot contoh Satu Tahun Setelah Penebangan.
Penyebab Kerusakan
Keterbukaan (Et+O), (% )
Lahan Tertutup (Et+l) , (% )
Sisa Lahan Terbuka (Et+l),(%)
IA
Penebangan Penyaradan Pemanenan Kayu
20.790 15.007 30.795
16.820 1.900 13.718
3.970 13 .107 17.077
IS
Penebangan Penyaradan Pemanenan Kayu
32.768 20.776 46.108
25.298 1.330 18.192
7.470 19.450 27.916
Ie
Penebangan Penyaradan Pemanenan Kayu
17.609 16.241 30.703
14.259 0.980 12.092
3.350 15.261 18.611
Pada plot contoh lA, IB,
dan Ie, ketiganya meru-
pakan areal bekas tebangan satu tahun, masih merupakan keterbukaan yang memenuhi kriteria keterbukaaan.
125
Dari Tabel 39. dan hasil pemetaannya memperlihatkan bahwa hampir semua bekas keterbukaan akibat penebangan
sudah
tertutupi
daerah
dimana
terjadi
akibat penyaradan.
oleh over
vegetasi, lap
dengan
kecuali
pada
keterbukaan
Areal yang terbuka akibat peneban-
gan pohon memberikankesempatan yang lebih mudah pada vegetasi
untuk
tumbuh.
Hal
ini
dikarenakan
areal
bekas penebangan keadaan tanahnya tidak padat, seperti bekas
j alan
sarad.
Sehingga
vegetasi
yang
tumbuh
lebih banyak didapat di areal tersebut. Vegetasi
yang tumbuh di
daerah bekas penebangan
adalah antara lain berasal dari semai yang telah ada sebelum kegiatan penebangan kayu, vegetasi yang berasal dari terubusan dari pohon-pohon atau tanaman muda yang rusak, akar
dan
jenis tertentu yang tumbuh dari terubusan
batang
pohon
yang
rusak
dan
dari
spesies
pioner yang mempunyai sifat tumbuh mudah beradaptasi dan toleran terhadap cahaya matahari penuh.
Spesies
jenis pohon yang banyak diketemukan di areal tersebut adalah Serkong* dan Mersuit*. Pada daerah bekas jalan sarad,
selama satu tahun
setelah pemanenan kayu tidak banyak perubahan. tupan areal tergolong sangat kecil,
Penu-
hal ini disebab-
kan kondisi jalan sarad masih padat akibat pemadatan oleh
ban
tumbuh.
traktor,
yang
menyebabkan
vegetasi
susah
126
Sedangkan hasil pengukuran' keterbukaan pada plot contoh
II
(Et+6),
III. (Et+11),
IV
(Et+14)
dan
V
(Et+18) disajikan pada Tabel 40. Tabel 40.
Persentase Luas Keterbukaan Tanah Keterbukaan Tanah
Plot
Persen (% )
Luas (m2 ) II
876.765
8.77
III
1357.251
13.57
IV
1167.347
11.67
V
650.524
6.51
Tabel
40.
di
atas
merupakan
hasil
perhitungan
luas keterbukaan tanah yang diduga terjadi pada saat dilakukannya kegiatan pemanenan kayu di areal tersebut. Pendugaan luas keterbukaan tanah pad a keempat plot contoh diatas disebabkan pada bekas jalan sarad telah terjadi
penutupan
total
terhadap
tanah-tanah
yang
terbuka, baik oleh lapisan serasah maupun oleh pohonpohon
dari
seperti sehingga
jenis
Dillenia
sudah
tanah lagi .
non
komersial
borneensis,
tidak
dan
bersifat
Serkong*
memenuhi
pioner
dan Mersui t*,
kriteria
keterbukaan
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN 1.
Seeara
keseluruhan
adanya
peningkatan
potensi
tegakan selama satu tahun dan adanya peningkatan potensi tegakan tinggal dengan bertambahnya umur tegakan tinggal.
Riap volume rata-rata tegakan
yang berdiameter 10 em ke atas untuk semua plot eontoh sebesar 8.877 m3 . 2.
Keadpan
permudaan
komersial untuk dan
seluruh
plot
memenuhi persyaratan
tingkat
pohon
tiang, paneang 3.
alam
dari
jenis-jenis
eontoh TPTI,
meneukupi baik untuk
maupun untuk permudaan tingkat dan
semai.
Riap diameter rata-rata tahunan dari tegakan
pada
plot eontoh bekas teban-gan, untuk komersial Dipteroearpaeeae sebesar 0,56 em,
komersial non
Dipteroearpaeeae sebesar 0,50 em dan non komersial sebesar 0,52 em, dengan rata-rata sebesar 0,54 em. Sedangkan riap diameter rata-rata tahunan dari tegakan untuk semua plot eontoh berkisar antara 0,40 em-O,82 em dengan rata-rata sebesar 0,55 em.
Dimana untuk komersial Dipteroearpaeeae sebesar 0,57 em,
komersial non Dipteroearpaeeae sebesar
0,51 em dan non komersial sebesar 0,55 em.
sies
dari
famili
Dipteroearpaeeae
Spe-
menunjukkan
128
pertambahan diameter yang besar,
terutama pada
kelas diameter 30-39 em dan 40-49 em. 4.
Tingkat
natalitas semai pada plot eontoh
dan Ie lebih besar dari plot lainnya.
lA,
IB
Natalitas
semai yang tinggi terjadi karena semai jenis pionir banyak tumbuh di areal terbuka pada areal bekas pemanenan kayu tahun sebelumnya, terutama pada areal bekas penebangan. 5.
Pada
plot
eontoh lA,
IB
dan Ie,
mortalitas
tingkat tiang dan pohon juga lebih besar dari plot lainnya.
Besarnya tingkat mortalitas ini terjadi
pada pOhon-pohon yang mengalami kerusakan mekanis akibat dari kegiatan pemanenan kayu.
Pada umumnya
spesies yang mati berasal dari famili non komersial. 6.
Spesies
yang mendominasi pada plot contoh lA,
IB
dan Ie lebih banyak dari spesies-spesies non komersial, seperti Mersuit* yang mendominasi pada tingkat semai dan Hevea sp. tingkat pancang dan pohon.
mendominasi pada
Sedangkan untuk plot
lainnya untuk tingkat pohon dari famili Dipteroearpaceae eenderung lebih mendominasi. 7.
Terdapat
satu
jenis
dari
komersial Dipterocarpaceae
kelompok
yang
jenis
keberadaannya
dapat dikatakan terdapat pada semua plot eontoh untuk semua tingkat pertumbuhan yaitu Shorea
129
leprosula.
Sedangkan Dipterocarpus kutaianus
keberadaannya di semua plot contoh tidak didukung pada tingkat semai. 8.
Nilai
keanekaragaman
(H) jenis
dari
plot-plot
contoh areal bekas tebangan cenderung meningkat dengan pertambahan umur tegakan tinggal.
Pada
tingkat pohon, hutan primer mempunyai keanekaragaman yang lebih besar. 9.
Nilal
indeks
kesamaan
komunitas
(IS)
antara
tegakan bekas pemanenan kayu dengan hutan primer menunjukkan bahwa dengan bertambahnya umur tegakan tinggal, kondisi stuktur dan komposisi jenis akan semakin mendekati stuktur dan komposisi seperti pada hutan primer. 10. Struktur
tegakan terdiri dari tiga
strata
untuk
semua plot contoh, dimana strata A ditempati oleh spesies dari famili Dipterocarpaceae, Lauraceae dan Myrtaceae.
Pohon-pohon penyusunnya tidak
terlalu rapat sehingga terbentuk tajuk yang diskontinyu.
Sedangkan pada stata B dan C pohon-
pohon penyusunnya lebih rapat sehingga terbentuk susunan tajuk yang kontinyu. 11. Keterbukaan
areal
kayu selama satu
akibat tahun
Dimana telah terjadinya vegetasi
pioner.
kegiatan
pemenenan
mengalami perubahan. penutupan
Penutupan
areal
oleh
pada areal bekas
130
penebangan
lebih
besar dibandingkan dengan
penutupan areal bekas jalan sarad.
B.
SARAN Disarankan adanya penelitian lanjutan pada plot yang sarna pada periode waktu yang sarna, dan'rnernpe~ajari
untuk rnengetahui
perkernbangan struktur dan kornposisi
tegakan tinggal serta riap diarneternya.
DAFTARPUSTAKA
Abdulhadi, Rochadi, K. Kartawinata dan S. Suhardi. 1981. Effect of Mecanized Logging in the Lowland Dipterocarp Forest at Lempake, East Kalimantan. The Malayan Forester 10 (2.3) : 707-408. Butarbutar, M. 1991. Volume Limbah Pemanenan Kayu dan Struktur Tegakan Sebelum dan Sesudah Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang pilih Tanam Indonesia (TPTI) di Areal HPH PT. Austral Byna, Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Skripsi Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Bratawinata, A.A. 1991. Timber Stand Improvement (TSI) on Loqged Over Dipterocarp Forest and After Forest Fire in Taman Bukit Suharto, East Kalimantan. Lapor~ an Penelitian Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman. Samarinda. Depertemen Kehutanan. 1993. Pedoman dan Petunjuk Teknis Tebang pilih Tanam Indonesia (TPTI) pada Hutan Alam Daratan. Jakarta. Direktorat Jenderal Kehutanan. 1976. Vademacum Kehutanan Indonesia. Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian. Jakarta. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 1990. Pedoman dan Petunjuk Teknis Sistem Silvikultur Tebang pilih Tanam Indonesia (TPTI). Departeman Kehutanan. Jakarta. Elias. 1993. Kerusakan Tegakan Tinggal pada Hutan Tropika Basah Akibat Pemanenan Kayu dengan Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Makalah seri diskusi ilmiah dalam rangka HAPKA IX 1993. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Elias, S. Manan dan Pedoman Tebang HPH (PT. Kiani mantan Timur.
U. Rosalina. 1993. Studi Penerapan Pilih Tanam Indonesia (TPTI) di Areal Lestari dan PT. Narkata Rimba), KaliFakultas Kehutanan, IPB. Bogor.
Indrawan, A. 1985. Suksesi Hutan Hujan Dataran Rendah di Pulau Laut, Kalimantan Selatan. MS Thesis. Fakultas Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Kartawinata, K. 1975. Suksesi Sekunder dan Perubahan Ekologi Lainnya di Hutan Tropika Setelah Perusahaan oleh Manusia di Kalimantan Timur. LBN-LIPI. Bogor.
132
Kartawinata, K. 1975. Biological Change After Logging in Lowland Dipterocarp Forest. In proceeding Symposium the Long-Therm Effect of Logging in Southeast Asia. Special publication No.3, Biotrop. Bogor. Karawinata, K. 1982. Penelitian Suksesi pada Areal Bekas Tebangan di Hutan Pulau Laut Kalimantan Selatan dan Komplek Gunung Tambora, Sumbawa dalam prosiding Lokakarya Peningkatan Hutan Tropika Basah Secara Maksimal dan Lestari. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Kasim, I. 1987. pengaruh Tebang pilih Terhadap Kelestarian hutan Produksi di Batangharileko Sumatera Selatan. MS Thesis, Fakultas Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Manan, S. 1983. Menyingkap Tabir Misteri Hutan Tropika Basah di Indonesia Melalui Penelitian Hutan. Duta Rimba, vol (?) i Hal 19-22. Miller, T.B. 1981. Growth and Yield of Logged over Mixed Dipterocarp Forest in East Kalimantan. The Malayan Forester 44 (2.3) ; Hal 419-424. Meyer, H.A., A.B. Recnagel, D. Stevenson and Bartoo. 1961. Forest Management. The Ronal Press Company. New York. Padang, J. Tegakan HPH PT. Timur.
1994. Studi Riap, Komposisi dan Struktur Satu Tahun Setelah Pemanenan Kayu di Areal Narkata Rimba (Alas Kusuma Group), Kalimantan Skripsi Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.
Parisy, S,. T. Darmawangsa, S. Hardjoprajitno dan I.N. Surtainaja. 1987. Penelitian Fungsi dan Proses Pertumbuhan Hutan Produksi dalam Rangka Baku Mutu Lingkungan Hutan Produksi. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Reyes, M.R. Forest.
1959. Natural Regeneration of the Philipine The Philipine Journal of Forestry, No. 15.
Richard, P.W. 1964. The Tropical Rain Forest, An Ecological Study. An The University Press. Cambridge. Saslihadi. 1994. Studi Perkembangan Tegakan Setelah Pemanenan Kayu di Areal HPH PT. Kiani Lestari, Kalimantan Timur, Skripsi Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.
133
Soerianegara, I dan A. Indrawan. 1984. Ekologi Hutan Indonesia. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Suratmo, F.G. 1992. Fungsi Lingkungan dari Hutan Produksi Areal HPH dalam Menguak Permasalahan Pengelolaan Hutan Tropika di Indonesia. Forum Pengelolaan Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Suharlan, A. dan Y. Sudiono. 1977. Ilmu Ukur Kayu. Lembaga Pene1itian Hutan (LPH). Bogor. Suhendang, E. 1985. Studi Model Struktur Tegakan Hutan .Z\lam Hujan Dataran Rendah di Bengkunat, Propinsi DT I Lampung. MS Thesis, Fakultas Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Tang.
1978. Regeneration Stocking Edequacy Standards. The Malayan Forester 41 (2) : Hal 176-182.
Thaib, J. 1986. Pengaruh Intensitas penebangan dan Lereng Terhadap Keterbukaan Tanah. Jurnal Penelitian Hasil Hutan vol. 2 No.4. Puslitbang Hutan. Bogor. Whitmore, T. C. 1975. Tropical Rain Forest of the Far East. Clarendon Press. Oxford. Weidelt, H.J. and V.S. Banaag. 1982. Aspects of Management and Silviculture of Philipina Dipterocarp Forests. Escborn. Yanuar, D. 1992. Studi Komposisi dan Struktur Tegakan Sebelum dan Sesudah Pemanenan Kayu dengan Sistem Silvikultur Tebang pilih Tanam Indonesia di Areal HPH PT. Kayu Pesaguan (Alas Kusuma Group) Kalimantan Barat. Skripsi Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.
134 PETA
SITUASI
AREAL
KERJA
PT.KIANI
HPH
LESTARI
PROPIN$I KALIMANTAN TlMUR SKALA I· 1000000
fi...____________.-__-ll·~
1°30'
LU
,"00'
rIo Go/e/(
o
<)
'30
SELAT MAKASAR
KlZt
e ran gan ;
c:::J
Areal HPH - ----- _. - - ' - - - - - - /
,
. SUMBER: Pete situasi diperkecil dad petc lampiroo SK HPH PT. KlAN! LESTARI proptnsi Kalimantan Timur skala 1:500.000
SUMBER DATA Petc ini dibJat berdosarkan Petc areal kerja HPH PT. KIANI LESfARI Skala I: 500.000 (dibuor secoro FOfogramelris dari folret l..ldora sl<;·')lo I: 100.000 tahun
disyohkon Oirjen lNTAG No: 703/VII/PPH-3/1991
tan~al
/981)
I Morel 1991
2 . Pete Kowcsoo H../ton Propinsi KofimCYltan Timur skala I : 500.000. ( lempiran SK Mentan No: 24/Kpts/Um/1/1983 fonggol 15 Jonuari 1983)
3. Petc Areal kerjo HTI PT. KlAN! LESTARI skala I: 250.000 'lampiron SK Menhut No: 838/Kpls-1I11992 looggol 25 AguSius 1992 1 . 4. Pe!a Citra Landsat Tn 1992
S. Sk. Menteri Kehutanan No. S15/Kpt~-1I/93 Tg1.6Dese.mber1993 Tenloog Perubahanfungsi Sebaglon ¥Dwasan Hut~n ProduKSI Jang dopot Dlkonvf'rs.i seluas t.493&3 Ho. men}odi Kawasan Huton Produksl Tetop.
135
P.ta K.dudukan ?anon dan TI""I) ...-ta K.tortlukaan Arid poja Plot p
lOJT\'ilron
I A (RKT 1993/1994 , Et. I
Lestar; (KAL- TIM )
dl Areal HPH PT, Klan'(
~;H~)
~'I.Pr}
;0
." -,"'" ~zlItl
41
i~
fj' /i11 ':;:/ I ;"'I~' I I r
"
\
LJ::LI:::--
,
,I
\\ I , \
•....,1;l:O
I 1/
",
~:
W~(Mll~ "",,-HIm)
tlZ'
") ,
~J,1'14~
1'6
Ke terangan :
:zi~
if
'"
~
%!Jl
i.., "l,)f
'."
io
'"
:U5
2AI
i~
ih:,
I,
'\ ;,,,(1;1
it>
,
'", ,"
)h'.UT
;.,
.'' 1
2391. .?~
'"
;,,)
(!9",
iDb
'$A ~.
""
-
I~
• ii
,.
9'
'n
,;,
;,
'p
i)
'l
;0
177 ,
~
~
;1
~
.i'!
~ ~IA
0l4'i
Ol,~7
i<J
..,.
(~
.
IZ¥ "" , ,
, fUrl 'If'
129 122,f:
'"
til J, OJ
.
lID
~
,'" '
"'
(;,
,Oil
liP
119 UJ ' (frJ ·11"
~)
,",,2
.i41:{. U1
i71
7b
"1:;)oA
• )7
,{oi
,
~
141
(Ii
,
I'l.,
197A
,""
in.
g}
• "f:t7
_
Ul
;"2
io)
>"
, >II
~cA-)
174
lOp
\9iI
.,
,If;,
'(:0
alA
~- ---~~ ic
-
--
- ..............
...
_-
Pohon yang dHindungi
pohon \intl ko;nQr,io\ O\pL
J"I9) I I
,I. I
"
"01)
Ii,
Pohon, J<'lYJ bolo, di teban9
Pr'
Pohon yang rusok
-'C:7
Keterbukoan tara.'1 akitxlt ron.bongon
,nr
Ket.rlxJ<Jan tornh cikibat perlIQrocbn
•
Areal yo.r-g tertlt.up vegetos.i baru
'~
.,.~ ::,:~'"
>9
I;"
~Gt)
I)j
/J.I) ..., "9
:'1\
0100\-)
1~7
."1' I'l' ,~
. »
.""l"i
I~Z
I"
~
I'l>
I"JJ Ij't
, jJb !J)
;",
~b
X
Jy,
~
"j
UtUf)
io>
'JO'
lio
$,
;u.
~~,)
i,,(~)
','!q ;'7 "3C6
"" ;.
'!'
'40
liz. I~I 9(ft)
'9'
?l!!
;17
in
JU
lu
;.,
'w
i>
j,.
;" ~
i4l
'" is)
mj!'S
, --:ZI3'~}
' ' ""
Ji,
"J
~
fehon mati
pehon Inti komorslal lain i;olJl i;z
'}'2.
m
o
,',,/ ,
~
!09
in
22<
~
~l
~ibr
-,
:£~l
j"
,.
,;,
.~
-L. ,'"
iU
",", ~.1"" if!
400
".
~67 Url
In
UI ~U9 iZ7
""
~b(fr)
"
i:zb
SKALA
"Ie,
...
~U'l
f
0'\:., eM
,it (Prj
~lI;..;
\
~l~Chl
nl
u
~ UtJ
>l'
.,:
.j
w.
I
'1f7
r,
';4[1-)
-~~(Jf:
, "
,,,,1111
';:'1 (ir) ~h
~,"l
Q
-i9!
I
~'"
!t-;9 '1\-)
, ;;1
~4»
.~
wUr)
"'~~{Pr)
i~
)