SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI PEKERJAAN UMUM, DAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 648-384 TAHUN 1992 NOMOR : 739/KPTS/1992 NOMOR : 09/KPTS/1992 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN LINGKUNGAN HUNIAN YANG BERIMBANG MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI PEKERJAAN UMUM, DAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT.
Menimbang:a. bahwa pembangunan perumahan dan permukiman bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia mewujudkan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman serasi dan teratur, memberi arah pada pertumbuban wilayah, serta menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan bidang-bidang lain, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat menuju masyarakat adil dan makmur berdasarakan Pancasila; b. bahwa untuk mencapai tujuan pembangunan perumahan dan permukiman yang serasi seperti tersebut di atas, perlu diwujudkan lingkungan perumahan yang penghuninya terdiri dari berbagai profesi, tingkat ekonomi dan status sosial yang saling membutuhkan dengan dilandasi oleh rasa kekeluargaan, kebersamaan dan kegotong royongan, serta menghindari terciptanya lingkungan perumahan dengan pengelompokan hunia yang dapat mendorong terjadinya kerawanan sosial; c. bahwa pembangunan perumahan dan permukiman pada hakekatnya adalah pemanfaatan tanah yang berdaya guna dan berhasil guna sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang; d. bahwa pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman perlu terus didorong dengan dilandasi kesetiakawanan sosial di antara berbagai kelompok masyarakat dimana yang lebih mampu membantu kelompok masyarakat yang kurang mampu; e. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, perlu diatur pedoman pembangunan perumahan dan permukiman dengan
lingkungan hunian yang berimbang, dikaitkan dengan ketentuan perijinan penggunaan tanah bagi keperluan badan usaha dibidang pembangunan perumahan; Mengingat :1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria; 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah; 3. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun; 4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan permukiman; 5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah di bidang Pekerjaan Umum Kepada Daerah; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang koordinasi kegiatan Instansi Vertikal di Daerah; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1992 tentang penyelengaraan Otonomi Daerah dengan Titik Berat Pada Daerah tingkat II; 10.Keputusan Presiden RI Nomor 8 Tahun 1985 juncto Nomor 8 Tahun 1989 tentang Badan Kebijaksanaan Perumahan Nasional; 11.Keputusan Presiden RI Nomor 64/M Tahun 1988 tentang Pembentukan kabinet Pembangunan V; 12.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Penyediaan Dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan; 13.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1984 tentang Penyediaan dan pemberian Bak Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan Sederhana/Perumahan Murah yang diselenggarakan Dengan Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Dari Bank Tabungan Negara; 14.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan;
15.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 54/PRT/1991 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sangat Sederhana; 16.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun; 17.Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/KPTS/ 1986 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak tersusun; 18.Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 378/ KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan Indonesia; 19.Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/KPTS/ 1989 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Kaveling Siap Bangun (KSB); 20.Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 08/KPTS/1992 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman dengan Dukungan Fasilitas Kredit Pemilikan Kaveling Siap Bangun (KP-RSB), Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KP-RSS), Kredit Pemilikan Rumah Sederhana (KP-RS) dan Kredit Pemilikan Rumah Susun Sederhana (KP-RUSUN); 21.Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1989 tentang Pengaturan dan Pengendalian Secara Proporsional pembangunan Rumah Tinggal Di Wilayah Perkotaan; Memperhatikan:Hasil Sidang Badan Kebijaksanaan Perumahan Nasional pada tanggal 24 September 1992 mengenai Pembangunan permukiman Dengan Lingkungan Hunian Yang Berimbang. MEMUTUSKAN : Menetapkan:SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI PEKERJAAN UMUM, DAN MENTERI NEGARA PERUMARAN RAKYAT TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN LINGKUNGAN HUNIAN YANG BERIMBANG. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1)
Pembangunan perumahan dan permukiman diarahkan untuk mewujudkan kawasan dan lingkungan perumahan dan permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah dengan perbandingan dan kriteria tertentu sehingga dapat
menampung secara serasi antara kelompok masyarakat dari berbagai profesi, tingkat ekonomi dan status sosial. (2)
Dalam surat Keputusan Bersama ini yang dimaksud dengan : a. Kawasan perumahan dan permukiman adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian. b. Lingkungan perumahan dan permukiman adalah kawasan perumahan dan permukiman yang mempunyai batas-batas dan ukuran yang jelas dengan penataan tanah dan ruang, prasarana serta sarana lingkungan yang terstruktur.
(3)
Perbandingan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah perbandingan jumlah rumah sederhana, berbanding rumah menengah, berbanding rumah mewah, sebesar 6 (enam) atau lebih, berbanding 3 (tiga) atau lebih, berbanding 1 (satu).
(4)
Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1); a. Rumah sederhana adalah rumah yang dibangun diatas tanah dengan luas kaveling antara 54 m2 sampai 200 m2 dan biaya pembangunan per m2 tidak melebihi dari harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintah kelas C yang berlaku. b. Rumah menengah adalah rumah ying dibangun diatas tanah dengan luas kaveling antara 200 m2 sampai 600 m2 dan/atau biaya pembangunan per m2 antara harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintah kelas C sampai A yang berlaku. c. Rumah mewah adalah rumah yang dibangun diatas tanah dengan luas kaveling antara 600 m2 sampai dengan 2000 m2 dan/atau biaya Pembanj jinan per m2 diatas harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan p( I umahan dinas kelas A yang berlaku. d. Dalam hal luas kaveling atau harga satuan pembangunan per m2 masing-masing memenuhi kriteria yang berlainan, sebagaimana dimaksud dalam butir a, b, dan c maka kualitas ditentukan sesuai kriteria yang tinggi. BAB II PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN LINGKUNGAN HUNIAN YANG BERIMBANG Pasal 2
(1)
Pembangunan suatu kawasan atau lingkungan perumahan dan permukiman oleh badan usaha dibidang pembangunan perumahan dan permukiman, wajib diselengarakan untuk mewujudkan perumahan dan permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang dengan perbandingan jumlah rumah sederhana, berbanding rumah menengah, berbanding rumah mewah sebesar (enam) atau lebih berbanding 3 (tiga) atau lebih berbanding I (satu), sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1.
(2)
Hal-hal khusus untuk mendorong badan usaha di bidang pembangunan perumahan dan permukiman dalam membangun rumah sederhana, dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sepanjang berdasarkan rencana tata ruang dapat diizinkan apabila : a. Kawasan perumahan dan permukiman adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian. b. Pembangunan lingkungan perumahan dan permukiman tersebut diwujudkan seluruhnya melalui pembangunan rumah susun. c. Pembangunan lingkungan perumahan dan permukiman tersebut hanya diperuntukan bagi lingkungan hunian dengan tipe rumah menengah dan atau tipe rumah mewah dengan batasan sebagai berikut : pembangunan tipe rumah menengah saja sebanyak-banyaknya 900 unit pada setiap lokasi dianjurkan menibangun 2 (dua) tipe rumah sederhana untuk setiap 1 (satu) tipe rumah menengah di lokasi lain. pembangunan tipe rumah mewah saja selanyak-banyaknya 100 unit pada satu lokasi. pembangunan tipe rumah mewah antara 100 unit sampai dengan 300 unit pada satu lokasi diwajibkan membangun 6 (enam) tipe rumah sederhana untuk setiap 1 (satu) tipe rumah mewah, dan dianjurkan membangun 3 (tiga) tipe rumah menengah di lokasi lain.
(3)
Pelaksanaan pembangunan rumah sederhana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dilakukan secara mandiri oleh badan usaha dibidang pembangunan perumahan dan permukiman atau bekerjasama dengan badan usaha lain dan atau perum perumnas, dengan dukungan kredit konstruksi dan kredit pemilikan dari Bank Tabungan Negara dan atau lembaga keuangan lainnya. Pasal 3
(1)
Pembangunan kawasan atau lingkungan perumahan dan permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang dapat dilakukan oleh satu badan usaha dibidang pembangunan perumahan atau oleh beberapa badan usaha dibidang pembangunan perumahan dalam ikatan kerja sama operasi (kso).
(2)
Pemberian izin lokasi untuk pembangunan kawasan atau lingkungan perumahan dan permukiman dilakukan oleh kepala daerah yang bersangkutan sesuai kewenangannya, dengan memperhatikan ketentuan dalam Surat Keputusan Bersama ini.
(3)
a. b.
Koordinasi pengendalian pelaksanaan Surat Keputusan Bersama ini secara nasional dilakukan oleh Menteri Negara Perumahan Rakyat. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II secara berjenjang melakukan koordinasi, pengendalian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan dari Surat Keputusan Bersama ini di wi1ayah masing-masing. BAB III
KETENTUAN LAIN Pasal 4 Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 dan pasal 2 Surat Keputusan Bersama ini wajib digunakan sebagai acuan dalam penataan ruang wilayah daerah tingkat I maupun daerah tingkat II. Pasal 5 (1)
Hal-hal yang belum diatur dalam Surat Keputusan Bersama ini secara nasional akan ditetapkan lebih lanjut oleh para Menteri yang bersangkutan.
(2)
Ketentuan-ketentuan operasional ditingkat daerah akan diatur lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/ atau Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah tingkat II, masing-masing sesuai dengan kebutuhan. KETENTUAN PENUTUP Pasal 6
Surat Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. DITETAPKAN DI : JAKARTA PADA TANGGAL : 16 NOPEMBER 1992 MENTERI DALAM NEGERI,
MENTERI PEKERJAAN UMUM,
MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,
RUDINI
RADINAL MUCHTAR
SISWONO YUDOHUSODO
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG PEREMAJAAN PEMUKIMAN KUMUH YANG BERADA DI ATAS TANAH NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
a. bahwa dalam rangka mempercepat peningkatan mutu kehidupan masyarakat terutama bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang bertempat tinggal di kawasan pemukiman kumuh yang berada di atas tanah Negara, perlu dilaksanakan peremajaan pemukiman kumuh; b. bahwa untuk mempercepat pelaksanaan peremajaan pemukiman kumuh tersebut, perlu didorong keikutsertaan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan dan Perusahaan Swasta serta masyarakat luas; c. bahwa penggunaan peremajaan pemukiman tersebut perlu dilakukan secara terkoordinasi oleh instansi-instansi yang terkait; d. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut dipandang perlu untuk mengeluarkan Instruksi Presiden;
Mengingat
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-pokok Perumahan menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611); 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 5. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahtaraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039); 6. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215); 7. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1958 tentang Penyerahan Tugas Urusan Perumahan Kepada Pemerintah Daerah Tingkat I (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 10); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa Menyewa Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2586) sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3208); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3338); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Pekerjaan Umum Kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3353);
:
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
SJDI HUKUM
-212. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3372);
Kepada
:
Untuk
:
MENGINSTRUKSIKAN : 1. Menteri Negara Perumahan Rakyat; 2. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; 3. Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup; 4. Menteri Dalam Negeri; 5. Menteri Pekerjaan Umum; 6. Menteri Sosial; 7. Menteri Keuangan; 8. Kepala Badan Pertanahan Nasional; 9. Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I; 10. Para Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II; Melaksanakan peremajaan pemukiman kumuh di daerah perkotaan terutama yang berada di atas tanah Negara di seluruh Indonesia, sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran Instruksi Presiden ini.
Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan.
Dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 6 September 1990 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. SOEHARTO
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
SJDI HUKUM
LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TANGGAL 26 September 1990 PEDOMAN PELAKSANAAN PEREMAJAAN PEMUKIMAN KUMUH DI ATAS TANAH NEGARA Pasal 1 Yang dimaksud dengan Peremajaan Pemukiman Kumuh adalah pembongkaran sebagian atau seluruh pemukiman kumuh yang sebagian besar atau seluruhnya berada di atas tanah Negara dan kemudian di tempat yang sama dibangun prasarana di atas fasilitas lingkungan rumah susun serta bangunan-bangunan lainnya sesuai dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan. Pasal 2 Peremajaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 bertujuan untuk : a. Meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan, harkat, derajat dan martabat masyarakat penghuni pemukiman kumuh terutama golongan masyarakat berpenghasilan rendah dengan memperoleh perumahan yang layak dalam lingkungan pemukiman yang sehat dan teratur; b. mewujudkan kawasan kota yang ditata secara lebih baik sesuai dengan fungsinya sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang kota yang bersangkutan; c. mendorong penggunaan tanah yang lebih efisien dengan pembangunan rumah susun, meningkatkan tertib bangunan, memudahkan penyediaan prasarana dan fasilitas lingkungan pemukiman yang diperlukan serta mengurangi kesejangan kesejahteraan penghuni dari berbagai kawasan di daerah perkotaan. Pasal 3 (1) Penghuni lingkungan yang diremajakan ditampung kembali di rumah susun hasil peremajaan atau di lokasi lain yang berdekatan dengan lokasi peremajaan, baik dengan cara memiliki yang didukung dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah maupun cara menyewa. (2) Selama proses pembangunan rumah susun, Developer menyediakan rumah penampungan sementara bagi penghuni pemukiman kumuh sepanjang diperlukan. Pasal 4 (1) Dalam menetapkan lokasi pemukiman kumuh yang akan diremajakan, disamping harus sesuai dengan Pola Dasar Rencana Pembangunan Daerah dan/atau Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTK), perlu ada pendekatan kepada masyarakat setempat agar masyarakat berperan secara aktif dalam proses peremajaan tersebut. (2) Peremajaan pemukiman kumuh dilakukan dengan menerapkan sistem subsidi saling antara pembangunan rumah susun dengan areal komersiil yang berada di kawasan yang diremajakan. (3) Biaya yang dikeluarkan oleh developer untuk pengosongan pemukiman kumuh, penampungan sementara para penghuni pemukimah kumuh, pembangunan rumah susun lengkap dengan prasarana dan fasilitas lingkungannya, pemindahan penghunian ke rumah susun dan tingkat keuntungan yang wajar, memperoleh imbalan berupa areal komersiil yang senilai. Pasal 5 (1) Rumah susun yang dibangun di lokasi peremajaan berikut tanahnya menjadi milik negara. (2) Menteri Keuangan menyerahkan pengelolaan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Perusahaan Umum (PERUM) PERUMNAS. Pasal 6 (1) Rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat disewakan atau dijuan oleh Perusahaan Umum (PERUM) PERUMNAS. (2) Harga sewa satuan rumah susun ditetapkan dengan memperhatikan besarnya biaya operasi dan pemeliharaan rumah susun.
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
SJDI HUKUM
(3) Harga jual satuan rumah susun ditetapkan dengan memperhatikan kemampuan penghasilan penghuni pemukiman kumuh. Pasal 7 Sumber pembiayaan untuk pelaksanaan peremajaan pemukiman kumuh dengan pola ini disediakan dari : a. Badan Usaha Milik Negara, khususnya Perusahaan Umum (PERUM) PERUMNAS; b. Yayasan, khususnya Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial; c. Developer Swasta. Pasal 8 Ratio atas lahan rumah susun dan areal komersiil serta banyaknya satuan rumah susun yang dibangun ditetapkan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dengan persetujuan Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan, dan khusus untuk DKI Jakarta ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah. Pasal 9 Peremajaan pemukiman kumuh di Daerah Khusus Ibukota Jakarta ditetapkan sebagai proyek percontohan untuk dapat dikembangkan di kota-kota lain. Pasal 10 (1) Menteri Negara Perumahan Rakyat mengkoordinasikan unsur-unsur yang terkait dalam pelaksanaan peremajaan pemukiman kumuh serta memonitor tahap pelaksanaan dan purna pelaksanaan pembangunan. (2) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengkoordinasikan program peremajaan pemukiman kumuh ini dengan program-program lain yang berkaitan dengan program peremajaan pemukuman kumuh. (3) Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup memberikan bimbingan dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan pemukiman dari kawasan yang diremajakan. (4) Menteri Dalam Negeri memberikan pembinaan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dalam penyiapan program dan pengaturan peremajaan lingkungan pemukiman kumuh di daerahnya masing-masing serta menginstruksikan kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II untuk melakukan inventarisasi pemukiman-pemukiman kumuh yang ada di setiap kota, menyusun usulan proyek dari rencana peremajaan masing-masing kawasan pemukiman kumuh, mencari developer bai Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan-yayasan maupun perusahaan swasta yang berminat untuk meremajakan serta menetapkan persyaratan-persyaratan hubungan kerjasama antara Pemerintah Daerah yang bersangkutan dengan developer yang berminat. (5) Menteri Pekerjaan Umum : a. memberikan bimbingan dan bantuan atas pembangunan prasarana bidang pekerjaan umum; b. mengatur persyaratan teknis pembangunan rumah susun; c. menetapkan harga sewa dan harga jual satuan rumah susun. (6) Menteri Sosial memberikan penyuluhan kepada masyarakat pemukiman kumuh yang akan diremajakan, membina peningkatan kesejahteraannya serta mengarahkan penggunaan sebagian dana dari Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial untuk mendukung pelaksanaan peremajaan pemukiman kumuh ini. (7) Menteri Keuangan memberikan bimbingan dan pengaturan atas sumber dana untuk pembangunan dan pengelolaan rumah susun yang dibangun oleh Perusahaan Umum (PERUM) PERUMNAS dan pemanfaatan dari hasil penjualan dan penyewaan rumah susun yang dikelola oleh Perusahaan Umum (PERUM) PERUMNAS. (8) Kepala Badan Pertahanan Nasional menyelenggarakan pemberian hak atas tanah dalam likasi yang diremajakan termasuk hak atas tanah areal komersiil. (9) Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bertanggung jawab atas pengawasan pelaksanaan peremajaan pemukiman kumuh di Daerah Tingkat II. (10) Khusus Gubernur Kepala Daerah DKI Jakarta bertanggung jawab atas : a. penetapan lokasi peremajaan pemukiman kumuh sesuai dengan Pola Dasar Rencana Pembangunan Daerah dan/atau Rencana Umum Tata Ruang Kota; b. pengaturan peremajaan pemukiman kumuh di wilayah DKI Jakarta;
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
SJDI HUKUM
c. pemberian kemudahan dalam proses perizinan, bantuan pengadaan prasarana, fasilitas lingkungan dan pemindahan penghuni; d. pengawasan mutu bangunan rumah susun beserta prasarana dan fasilitas lingkungan. (11) Para Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II bertanggung jawab atas : a. penetapan lokasi peremajaan pemukiman kumuh sesuai pola Dasar Rencana Pembangunan Daerah dan/atau Rencana Umum Tata Ruang Kota; b. pengaturan peremajaan pemukiman kumuh di Daerah Tingkat II yang bersangkutan; c. pemberian kemudahan dalam proses perizinan, bantuan pengadaan prasarana, fasilitas lingkungan dan pemindahan penghuni; d. pengawasan mutu bangunan rumah susun beserta prasarana dan fasilitas lingkungan. Pasal 11 Hal-hal yang belum diatur dalam Pedoman ini akan diatur lebih lanjut secara bersama-sama atau sendiri-sendiri oleh Menteri-Menteri/Kepala Lembaga yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugasnya serta tanggung jawab masing-masing dengan koordinasi yang sebaik-baiknya.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. SOEHARTO
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
SJDI HUKUM