SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI PEKERJAAN UMUM, DAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 648-384 TAHUN 1992 NOMOR : 739/KPTS/1992 NOMOR : 09/KPTS/1992 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN LINGKUNGAN HUNIAN YANG BERIMBANG MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI PEKERJAAN UMUM, DAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT.
Menimbang:a. bahwa pembangunan perumahan dan permukiman bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia mewujudkan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman serasi dan teratur, memberi arah pada pertumbuban wilayah, serta menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan bidang-bidang lain, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat menuju masyarakat adil dan makmur berdasarakan Pancasila; b. bahwa untuk mencapai tujuan pembangunan perumahan dan permukiman yang serasi seperti tersebut di atas, perlu diwujudkan lingkungan perumahan yang penghuninya terdiri dari berbagai profesi, tingkat ekonomi dan status sosial yang saling membutuhkan dengan dilandasi oleh rasa kekeluargaan, kebersamaan dan kegotong royongan, serta menghindari terciptanya lingkungan perumahan dengan pengelompokan hunia yang dapat mendorong terjadinya kerawanan sosial; c. bahwa pembangunan perumahan dan permukiman pada hakekatnya adalah pemanfaatan tanah yang berdaya guna dan berhasil guna sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang; d. bahwa pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman perlu terus didorong dengan dilandasi kesetiakawanan sosial di antara berbagai kelompok masyarakat dimana yang lebih mampu membantu kelompok masyarakat yang kurang mampu; e. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, perlu diatur pedoman pembangunan perumahan dan permukiman dengan
lingkungan hunian yang berimbang, dikaitkan dengan ketentuan perijinan penggunaan tanah bagi keperluan badan usaha dibidang pembangunan perumahan; Mengingat :1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria; 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah; 3. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun; 4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan permukiman; 5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah di bidang Pekerjaan Umum Kepada Daerah; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang koordinasi kegiatan Instansi Vertikal di Daerah; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1992 tentang penyelengaraan Otonomi Daerah dengan Titik Berat Pada Daerah tingkat II; 10.Keputusan Presiden RI Nomor 8 Tahun 1985 juncto Nomor 8 Tahun 1989 tentang Badan Kebijaksanaan Perumahan Nasional; 11.Keputusan Presiden RI Nomor 64/M Tahun 1988 tentang Pembentukan kabinet Pembangunan V; 12.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Penyediaan Dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan; 13.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1984 tentang Penyediaan dan pemberian Bak Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan Sederhana/Perumahan Murah yang diselenggarakan Dengan Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Dari Bank Tabungan Negara; 14.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan;
15.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 54/PRT/1991 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sangat Sederhana; 16.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun; 17.Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/KPTS/ 1986 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak tersusun; 18.Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 378/ KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan Indonesia; 19.Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/KPTS/ 1989 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Kaveling Siap Bangun (KSB); 20.Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 08/KPTS/1992 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman dengan Dukungan Fasilitas Kredit Pemilikan Kaveling Siap Bangun (KP-RSB), Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KP-RSS), Kredit Pemilikan Rumah Sederhana (KP-RS) dan Kredit Pemilikan Rumah Susun Sederhana (KP-RUSUN); 21.Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1989 tentang Pengaturan dan Pengendalian Secara Proporsional pembangunan Rumah Tinggal Di Wilayah Perkotaan; Memperhatikan:Hasil Sidang Badan Kebijaksanaan Perumahan Nasional pada tanggal 24 September 1992 mengenai Pembangunan permukiman Dengan Lingkungan Hunian Yang Berimbang. MEMUTUSKAN : Menetapkan:SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI PEKERJAAN UMUM, DAN MENTERI NEGARA PERUMARAN RAKYAT TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN LINGKUNGAN HUNIAN YANG BERIMBANG. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1)
Pembangunan perumahan dan permukiman diarahkan untuk mewujudkan kawasan dan lingkungan perumahan dan permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah dengan perbandingan dan kriteria tertentu sehingga dapat
menampung secara serasi antara kelompok masyarakat dari berbagai profesi, tingkat ekonomi dan status sosial. (2)
Dalam surat Keputusan Bersama ini yang dimaksud dengan : a. Kawasan perumahan dan permukiman adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian. b. Lingkungan perumahan dan permukiman adalah kawasan perumahan dan permukiman yang mempunyai batas-batas dan ukuran yang jelas dengan penataan tanah dan ruang, prasarana serta sarana lingkungan yang terstruktur.
(3)
Perbandingan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah perbandingan jumlah rumah sederhana, berbanding rumah menengah, berbanding rumah mewah, sebesar 6 (enam) atau lebih, berbanding 3 (tiga) atau lebih, berbanding 1 (satu).
(4)
Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1); a. Rumah sederhana adalah rumah yang dibangun diatas tanah dengan luas kaveling antara 54 m2 sampai 200 m2 dan biaya pembangunan per m2 tidak melebihi dari harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintah kelas C yang berlaku. b. Rumah menengah adalah rumah ying dibangun diatas tanah dengan luas kaveling antara 200 m2 sampai 600 m2 dan/atau biaya pembangunan per m2 antara harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintah kelas C sampai A yang berlaku. c. Rumah mewah adalah rumah yang dibangun diatas tanah dengan luas kaveling antara 600 m2 sampai dengan 2000 m2 dan/atau biaya Pembanj jinan per m2 diatas harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan p( I umahan dinas kelas A yang berlaku. d. Dalam hal luas kaveling atau harga satuan pembangunan per m2 masing-masing memenuhi kriteria yang berlainan, sebagaimana dimaksud dalam butir a, b, dan c maka kualitas ditentukan sesuai kriteria yang tinggi. BAB II PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN LINGKUNGAN HUNIAN YANG BERIMBANG Pasal 2
(1)
Pembangunan suatu kawasan atau lingkungan perumahan dan permukiman oleh badan usaha dibidang pembangunan perumahan dan permukiman, wajib diselengarakan untuk mewujudkan perumahan dan permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang dengan perbandingan jumlah rumah sederhana, berbanding rumah menengah, berbanding rumah mewah sebesar (enam) atau lebih berbanding 3 (tiga) atau lebih berbanding I (satu), sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1.
(2)
Hal-hal khusus untuk mendorong badan usaha di bidang pembangunan perumahan dan permukiman dalam membangun rumah sederhana, dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sepanjang berdasarkan rencana tata ruang dapat diizinkan apabila : a. Kawasan perumahan dan permukiman adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian. b. Pembangunan lingkungan perumahan dan permukiman tersebut diwujudkan seluruhnya melalui pembangunan rumah susun. c. Pembangunan lingkungan perumahan dan permukiman tersebut hanya diperuntukan bagi lingkungan hunian dengan tipe rumah menengah dan atau tipe rumah mewah dengan batasan sebagai berikut : pembangunan tipe rumah menengah saja sebanyak-banyaknya 900 unit pada setiap lokasi dianjurkan menibangun 2 (dua) tipe rumah sederhana untuk setiap 1 (satu) tipe rumah menengah di lokasi lain. pembangunan tipe rumah mewah saja selanyak-banyaknya 100 unit pada satu lokasi. pembangunan tipe rumah mewah antara 100 unit sampai dengan 300 unit pada satu lokasi diwajibkan membangun 6 (enam) tipe rumah sederhana untuk setiap 1 (satu) tipe rumah mewah, dan dianjurkan membangun 3 (tiga) tipe rumah menengah di lokasi lain.
(3)
Pelaksanaan pembangunan rumah sederhana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dilakukan secara mandiri oleh badan usaha dibidang pembangunan perumahan dan permukiman atau bekerjasama dengan badan usaha lain dan atau perum perumnas, dengan dukungan kredit konstruksi dan kredit pemilikan dari Bank Tabungan Negara dan atau lembaga keuangan lainnya. Pasal 3
(1)
Pembangunan kawasan atau lingkungan perumahan dan permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang dapat dilakukan oleh satu badan usaha dibidang pembangunan perumahan atau oleh beberapa badan usaha dibidang pembangunan perumahan dalam ikatan kerja sama operasi (kso).
(2)
Pemberian izin lokasi untuk pembangunan kawasan atau lingkungan perumahan dan permukiman dilakukan oleh kepala daerah yang bersangkutan sesuai kewenangannya, dengan memperhatikan ketentuan dalam Surat Keputusan Bersama ini.
(3)
a. b.
Koordinasi pengendalian pelaksanaan Surat Keputusan Bersama ini secara nasional dilakukan oleh Menteri Negara Perumahan Rakyat. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II secara berjenjang melakukan koordinasi, pengendalian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan dari Surat Keputusan Bersama ini di wi1ayah masing-masing. BAB III
KETENTUAN LAIN Pasal 4 Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 dan pasal 2 Surat Keputusan Bersama ini wajib digunakan sebagai acuan dalam penataan ruang wilayah daerah tingkat I maupun daerah tingkat II. Pasal 5 (1)
Hal-hal yang belum diatur dalam Surat Keputusan Bersama ini secara nasional akan ditetapkan lebih lanjut oleh para Menteri yang bersangkutan.
(2)
Ketentuan-ketentuan operasional ditingkat daerah akan diatur lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/ atau Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah tingkat II, masing-masing sesuai dengan kebutuhan. KETENTUAN PENUTUP Pasal 6
Surat Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. DITETAPKAN DI : JAKARTA PADA TANGGAL : 16 NOPEMBER 1992 MENTERI DALAM NEGERI,
MENTERI PEKERJAAN UMUM,
MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,
RUDINI
RADINAL MUCHTAR
SISWONO YUDOHUSODO