UNIVERSITAS INDONESIA
DYNAMIC CAPABIUTIESDANENTREPRENEURSHIP PADA ORGANISASI PEMERINTAH
RIJ\CKASAN DISERTASI
SALUSRA WIDVA
086'40183
PROGRAN PASCASARJANA ILMU l\fANAJEMEN F AKULTASEKONOMIDAN DISNIS
UNIVERSITAS INDONESIA JULI 2015
PRO MOTOR Prof. Rhenald K.asali, Ph.D.
KO-PROMOTOR Sari Wahyani, Ph.D. Ur. T. l:mi Ralqiah
TIM PENGt:JT Kttua l'rof. Dr. Llnda'11'ati G:ani
Anggota Dr. Acbmad Sanusi Budi W. Soetjipto, DBA. Riaoi JUchmawati, Ph.D. Ruslan Prijadl, Ph.D.
DEKAN FAKt"LTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSJTAS INDONESIA Prof. Ari Kuncoro, Ph.D.
KETUA PROGRAM PASCA SARJANA ILMUMANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS - UNIVERSITAS INDONESlA Dr. Irwan Adi Ekaputro
UCAl'AN 'IERIMA KASIH
Puji syukur peuulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Kuasa atas bcrkah dan karuniaNya penulis dapet menyelesaikan disertasi ini dan pendidikan pada Program Doktor llmu Manajcmcn, kekhususan Manajemen Stratejik, Faknhes Ek.onomi dan Bisnis Universitas Indonesia Untuk menyelesaikannya, penulis melalui perjalanan panjang yang memberikan pembelajeran
dan pemahaman tentang banyak bal, terutama pada ibnu dan pengetahuan
Manajemen yang sangat luas daa tidak akan pemah habis untuk dipelajeri. Mernpelajari dan mernbahas masalah organisasi publik kedalam bidang Manajemen Strat.ejik merupakan bagian dari proses pembclajaran yang penulis dapmkan, sehingga penulis menyusun disertasi dengan topik ini. Banyak yang mendoroog,mendukung, membanta, dan memfasilitasi sehingga disertasi mt dapat diselesaikan, Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besamya pada: Dapak Prof. Rhenald Kasali, Ph.D. selaku Promoter, Ibu Sari Wahyuni, Ph.D. clan Ibu Dr. T. Fzni Balqiah selaku Ko-promotor yang telah membimbing dan rneagarahkan penulis untuk mernbuat dan memperbaikl, sena menyelesaikan disertasi ini dengan baik, Kemampuan, ilmu, dan dedikasi Bapak Promotor dan Ibu Ko-promoter membuat semua masalah yang penulis hadapi selama proses penulisan disertasi ini dapat di pecahkan. Ibu Prof. Dr. Lindawati Gani selaku Ketua Tim Penguji, dengan anggota Bapak Dr.
Achmad Sanusi, Bapak Budi W. Soetjipto,DBA., Ibu Riani Rachrnawati, Ph.D., dan Bapak Ruslan l'rijadi, Ph.U., yang telah membahas materi penelitian melalui pertanyaan yang menantang dan konstruktif melalui diskusi ynng menarik, sehingga memacu penu!is untuk memperbaiki dan mempetkaya materi disertasi.
Ketua Program Pasca Sarjana llmu Manajemeo Bapak Dr. Irwan Adi Bkaputra, Sekretaris Program Ibu Sari Wahyo.111i, PhD., dan IbwBapak dosen pengajar yang tclah
memberi landasan teori dan membuka W!IWllSlln serta pemikiran tentang Ilmu Manajemen, khususnya Manaiemen Stratejik pada penulis. Pimpinan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), tempat penulis bertugas saar ini, yang telah mcmb«ikan dakungan dan izin pada penulis untuk dapat menyelesaikan disertasi ini. Juga rekan-rekan di LKPP yang membantu pelaksenaan tugas penulis di kantor selame menyclcsaikan disertasi. Plmpiuan Kementerian PPN!Bappen!IS dan rekan-rekan penulis di Kcmcnterian PPN/Bappe11SS yang mendorong dan membautu peoulis sejak awal srudi Program Doktor Manajemen Stratejik sampai dengan penyelesaian disenesi ini, Para rekan sesama mahasiswa Program Doktor Manajemen Stratejik Ul, terutama rekan-rekan aeperjuangan Angkatan 2008: lndah, Vivi, Harris, Jahja. Edhi, Yudha, Yudi, dan rebri yang dengan kerjesamanya yang tutus dan sa\ing mendukungtelah membua1 k.ita bcrsama dapat melakllanakan kewaji.ban kita.
Kepada Ibu dan Bapak clan rekan j>l.-'llulis yang menjad! Pimpinnn peda sembilan Kementerian yang nienjadi obyek penelitian, atas banman dan fasilitasi pelak~naan survei
pengumpulan
data, sehingga data y.mg dibmuhkan dapat terkumpul dengan baik pada
waktunya. Scluruh staf PPIM, terutama pada Devi, Undang, Rizali, Syarif, Era, Putri, yang tanpo lelah selalu siap membantu menyelesaikan urusan penulis. Keluarga, terutama istri tercinta, Boediaioeti Ontowirjo, yang tidak banya mendukung studi, tetapi bersama-sama penulis menjadi mahasiswa dan menjalanl seluruh proses studi, bersama belajar dan memecahkan m;r;•lsh, sehi.ngga bersama dapat menyelesa.ikannya dengan baik, Anak tunggai kami, Rayhan Rashad Salusra, yang sangat mendukung clan mcngalah waktunya demi memberikan ke s npatan pada Ayah dan Ibunya unmk belajar dan menyelesaikan disertasi, Besamya pengorbanan Rayhan membuat motivasi penulis menjadi lcbih bcsar legi, schingga kcberhasilea menyelesoikan studi ini merupakan keberhasilan
Rayhan juga, Keluarga besar, Kakak dan Adil: penulis yang mendukung clan rnembantu selama masa studi. Kedua almarhum orang tua penulis yang telah mendidik dan menginspirasi penulis untuk rnenjalankan studi. Mertua penulis sekeluarga yang atas dukungan dan doanya membuat penulis dapat segera menyelesaikan studi. Akhimya, penulis mengucapkan terima kasih pada seluruh rekan, pihalc, dan saudara/saudari, yang tidak dapat pcnulis scbutkan satu persatu. Kontribusi semua membuat penulis dapat menyelesaikan studi dan disertasi ini. Sernoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberi berkah dan rahmat pada kita semua, dan semoga disertasi ini bermanfaat bagi Junia akademis dan dapat dimanfaatkan dalam praktek manaj erial.
Jakarta, Juli 2015 Salusra Widya
Penelitian ini menggunekan pendeklltan Dynamic Capabilities dan Entrepreneurship dalam menganalisis peugaruh Li11gkwigan clan Faktor Organisasi terhadap pembcntukan Kinerja pada organisasi Pernerintah. Penggunaan secara bersama konsep Dynamic Capabttities dan Entrepreneurship sehingga saling melengkapi rnerupakan operasionalisasi dari konsep Strategic Entrepreneurship, dan belwn dilal'Ukan pada organisas! pnblik. Karena organisasi Pemerintah memiliki rugas yang spesifik pada bidangnya, atau adanya spesialisasi, ckan terjadi eksternalitas daa adanya tujuan bersama antar organisasi, maka diperlukan adanya Koordinasi untuk pencapaian Kincrja yang optimal. Dalam pcnelitian diuji sepuluh hipotesis atas hubungan enam variabel penelitian, yairu Faktor Organisasi, Lingkungan, Dynamic Capabilities, Entrepreneurial Orientation, Koordinasi, clan Kinerja, Penelitlan dilakukan tertiadap unit organisasi Pemerintah 1ingkat eselon dua, at.au level manajer mencngah, pad.a sembilan Kcmentcrian yang bertugas di bidang infrastruktur, melalui survei pada bulan Juni - Juli 2014. Analisis terhadap 138 unit organisasi yang roenjadi sample penelitian dilakukan dengan menggunakan Structural
Equation Model (SBM). Dynamic Capabiltties dan Emrevreneurship secara beesamaan dan saling ml?lcnglalpi dapat dijalankan, dan model dapat diterapkan pada organises! Pemerintnh. Pola pembeotukan Kinetja yang slgniflkan adalah Faktor Organisasi mempengarub! Dynamic Capabilities daa Entrepereneurla/ Ortentatton, dimana Dynamic Capabilities secara simultan juga mempengllruhi Entrepreneurial Orientation. kemudian Entrepreneurial Orientatilm mempengaruhi Kioerja. Hal ini mengindikasikan bahwa pada unit organisasi P~rintah level meueugeh, karena lebih fokus pade rencana, governance, dan akuntabllitas, bahwa: (I) Faktor Organi.sasi yang dimiliki Berdasarkan
basil
analisis,
penggunaan
konsep
berkontribusi pada kcmampuan Dynamic Capabilities dan Enir~pri:neurship yang meningkatkan Kinerja unit organisasi, (2) perubahan Linglrungan tidak segera membuat unit organisasi dapat merubah strateginya atau merealokasi resources dan capabilities yang dimilikinya, den (3) bclwn signifiknn rnembangun Koordina.si alctif dengan unit organisssi lam unruk meningkatkan Kmerja, Agar Kinerja organisasi Pemerimah dapat Iebih
dltlngkatkan, diperlukan perhatian pada (I) ruasalah kewenangan dan prosodur pengambilan keputusan untuk melakukan perubaban strategi pelaksanaan kegiatan, (2) mekanisme Koordinasi dan perubahan strategi pelaksanaan sebagai bagian dari perencanaan kegiatan, dun (3) masalah pengukuran Kinerja organisasi,
Kata kunci:
dynamic capabilities, entrepreneurship, entrepreneurial orientation, Iaktor
organisesi, governance, kincrja, koordinasi, li.ngkungan, organlsasi pernerintah, ResourceRase View, SEM, spesialisasi, strategi, strategicentrepreneurship.
iv
DAFTARISI
UCAPAN Tl!:lUMA KASIH
. ii iv
ABSTRAK
DAFT AR lSI............................................................................................................................. DAFT AR T ABEL..................................................................................................................... DAFT AR GAMBAR................................................................................................................
BAB I.I. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6. 1.7. J .8.
I PENDAHULUAN.......................................................................................................... Latar Belakang................................................................................................................ Dynamic Capabiluies bersama Entrepreneurship Konsepdan Penelitian !crkait........................................................................................ Koordinasi antar Organisesi Pemerintt.lh............................................... .. .. .. Dynamic Capobilitiesdan Entrepreneurshippada Organisasi Pemerint.ah Gap Penelitian............................................................................................................... Tujuan Penelitian , ,..................................................... Pertanyean Penelitlan...... .. . .. .
BAB 0 TINJAUAN LJTERATUR.......................................................................................... 2.1. S1ratel(ICManol(ement........................................ .. 2.2. Resource-BaseView........................................................................................................ 2.3.
vii viii
..
Dynamic Capabilities...................................................................................................... 2.3.J Dimensi Dynamic C.apnbilities........................................................................... 2.3.2 Peranan Mansjer tingkat Menegah 2.3 .J Dynamic Capab!lltie~·pada Organisasi Publik..............
2.4.
5 6 9 I0 11 13 I3
15 15 16
18 21 22
23
Entreprenew1>hip............................................................................................................ 2.4.1 2.4.2 2.4.3
1 I
Corporate Emrcpreneurship............................................................................... Public Enferpreneurship..................................................................................... Peranan Manajer Tmgkat Meoengah..................................................................
24 25
27 27
2.4.4 Entreprenuerrial Orlemarion..............................................................................
29
2 .5. 2.6.
F aktor Organisasi., . .. .. . . .. . .. Limgkungan.. ..
31 32
2.7.
Koordinasi Dynamic Capabilities, Emreprenewship. dan Kinerja.............
2.8. 2.9.
.. .. .. .. ..
.. . .. .. .. .. . .. . .. . . . .. . . . . . .
. . . .. . . . . . . . . . . .. . . . . ..
.. . . . . .. . . . . .. .
-·········-······
Organisasi Pemerintah.................................................................................................... 2.9. l Perkembangan Model Organisasi Pcmerintah... · 2.9.2 Organisasi Pemerintab di Indonesia....................................................................
33
36 37 37 39
Universitas Indonesia
v
DAB Ill MODEL PENELITIAN DAN HIPOTESIS
-
41
3.1.
ModelPl)nditian.............................................................................................................
41
3.2.
Hiporesa Penelilian................................................................................................
41
BAB IV METODA PEJ\"ELETIAN.........................................................................................
43 43 44 44 48 48
4 .1. 4 .2. 4.3. 4.4. 4.5.
Disain Penelitian....... .. .. . . .. .. . Model Struktural Penelitian.......................................... Operasionalisasl Vanabel Penelitian............................................................................... Populasi, Srunpel, clan Responden.................................................................................. Metoda Analisis Data.....................................................................................................
:SAD V ANALISJS DATA......................................................................................................... 5.1. Pcnycbaran kuesioner
S.2. 5 .3.
59
5. l. l Profll Responden......... .. Analis Deskrlptif............................................................................................................. Struaurol Equation 1Wodeling..................... . . . . . . . .. 5.3. l Confirmatory Factor Analysis.............................................................................
59 60
5.3.2
62
Model Struktural.................................................................................................
BAB VI PEMBAHASAN BASIL PENELITIAN.......... 6.1. Diskusi Hasil Test............................................................................................................. 6.2. Diskusi Hasil Uji Hipotesis...............................................................................................
6.2. l 6.2.2 6.2.3 6.2.4 6.2.5 6.2.6 6.2.7 6.2.8 6.2.9
6.2. l 0 6.2.11 6.3
59
Hubungan Faktor Organisasi terhadap DynamicCapabililies.............................. Hubungan .FaktorOrganisasi terhadap Entrepreneurial Orienta1/on................... Hebungan Llngkungan dengan Dynamic Capabilllles......................................... Hubungen Liogkungllll dengan Entrepreneurial Orientation............................... Huoungan DynamicCapabilities dengan Entrepreneurial Orientation............... Hubungan DynamicCapabilities dengan Koordinasi........................................ Hubungan Entrepreneurial Onentation denganKoordinasi................................ HubunganDynamicCapabi/ilies dengen Kinerja................................................ Hubungan Entrepreneurial Orientatlon dengan Kincrja...................................... Hubungan Koordinasi dengan Kinerja........ . . . . . . . . . . .. . .. . .. .. Hubungan Antar Variahel yang .Signifilca.,c;n.........................................................
Anahsis Tambahan untuk Altematif Model....................................................................
BAB VII KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .. .. .. 7 .1. Kcsimpulan .. .. . . .. . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . .. . . . . . . . .. . . .. 7.2. Kontribusi Teori . .. .. .. . .. .. .. . . . .. . . .. .. . .. . .. . .. . .
61 61
5' 56 57
57 58 59 61
62 63 64 65 66 66
68 69
73 73 72
unlversltas Indonesia
7.3. 7.4.
Kontribusi Monajerial .. .. .. Kontribusi Kebijakan .
..
7.S.
Keterbarasan Penelitian ,
7 .6.
Saran Pcnclitian Mendatang .. .. .. .. .. .. .. .. . . .. .. .. .. . .. .. .. .. . .. .. .. .. . .. .. .. .. . .. .. .. .. . . . ..
..
..
77 78
..
.. .. .
..
.
.
.. . .. ..
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
79 .
80
81
unrw.r~it:is Indonesia
vii
DAFTARTABEL
Tabel 4.1. Definisi dan Pengukuran VariabeL........................................................................................
45
Tabel 5.1. Profit Responden Berdasarkan Jenis Kel:uni.n...............................
59
Tube! 5.2. Profit Responden Berdasarkan Usia.....................................................................................
59
Tabet 5.3. Profil Responden Berdasarkan lama Rekerja....................................................................
60
Tabel 5.4. Profil Responden Berdasarknn Pendidikan Terakhir........................................................
60
'Iabe! 5.5. Statistik Deskriptif
60
-····-·-·-································................................
Tabel 5.6. Uji validitas dan Realibilitas Variabel Penelitian .•.................................................
61
Tabel 5.7. Goodness of Ft! CFA Simulatan -
62
-.........................................................................
Tabel 5.~. Hasil Uji Hipotesis l'eneJitian.............................................................................................. Tabel 5.9. Goodness of Fit Model Struktural....................................................................................
64 ..
Tabel 7.1. Implikasi Malll\ierial Peningkatan Kinerja......
65 72
Universitas Indonesia
viii
DAFTARGAl\fBAR
Gambar 2.1. Urutan Pembahasan Literamr.. Garn bar 3.1. .Model dan Hipotesis Penelitian......................
. . .. . .. ..
.. . ..
15
.. ..
69
Gambar4. t. Proses Penelitiari......................................................
.
43
Gambar 4.2. Mndel Struktural Penelitian........................................................................
44
Gambar 5.1. Diagram Lintasan Model Struktural (SlF)...............................................................
63
Gambar 5.2. Diagram Lintasan Model Struktural (t Statistik)...........
63
Gambar 6.1. Alur Pernbentuk Kinerja .. .
..
.
..
Gambar 6.2. Ahrr Pernbentukan Koordinasi dan Kinerja • . • .. .. . .. .. ..
.. . ..
68
.. .. .. .. . • .. .. . .. . . . .. .. .. ..
69
Gamber 6.3. Diagram Lintasan Model Strukturnl Altemarif
70
Garn bar 6.4. Lintasan Struktural Model Altematif
71
Gambar 6.5. Model Alternatif
72
Unlversttas lndol\l!Sia
1
BABI PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Studi pada Strategic Management berfokus pada peningkatan kinerja organisasi (Venkatamaran & Ramanujam, 1986), sehingga pertanyaan mendasar dalam penelitian dibidang Strategic Management adalah bagaimana organisasi dapat mencapai dan mempertahankan kinerjanya melalui Competitive Advantage yang dimiliki dalam menghadapi lingkungan yang dinamis. Organisasi memiliki Competitive Advantage apabila organisasi mengimplementasikan strategi penciptaan nilai yang tidak dipergunakan juga oleh kompetitomya (Barney, 1991). Organisasi, dapat berupa perusahaan atau organisasi pemerintah, berada pada lingkungan dinamis, yang berarti selalu berubah dan tidak pasti, sehingga kondisi dan tuntutan kepada organisasi dalam menghasilkan kinerja juga selalu berubah. Situasi tersebut menyebabkan organisasi harus selalu memperhatikan ketidakpastian lingkungan dan memanfaatkan perubahan agar organisasi dapat bertahan dan menghasilkan kinerja yang diharapkan (Lawrence & Lorsch, 1967). Untuk itu, organisasi harus mempertahankan Competitive Advantage yang dimilikinya agar tidak dapat ditiru dan diambil manfaatnya oleh pesaing, atau disebut Sustained Competitive Advantage (Barney, 1991), sehingga organisasi terus dapat mempertahankankinerjanya. Pertanyaan mendasar diatas tentang kinerja organisasi dapat dijawab melalui konsep Resource-Based View (RBV), yang menyatakan bahwa organisasi dapat meningkatkan dan mempertahankan Competitive Advantage dengan mengelola resources yang berada dalam kendalinya (Barney, 1991; Dierickx & Cool, 1986; Wemerfelt, 1984). Ketersediaan dan akses pada resources yang berada pada kendalinya tidak dengan sendirinya dapat menghasilkan kinerja organisasi, karena tergantung dari bagaimana cara organisasi mengelola dan memanfaatkan resources tersebut (Venkataraman & Sarasvathy, 2001). Karena tidak dengan sendirinya akses dan kepemilikan dapat menghasilkan outcomes yang maksimal, menyebabkan hanya organisasi yang mengelola dengan baik sejumlah resources yang dibutuhkan akan bertahan karena menghasilkan kinerja yang lebih baik daripada organisasi lain. Pengelolaan resources yang ada dalam kendali organisasi pada lingkungan yang berubah dapat dilakukan melalui pendekatan Dynamic Capabilities (Teece, Pisano & Shuen, 1997). Dynamic Capabilities adalah kemampuan organisasi untuk mengintegrasikan, membangun, dan merekonfigurasi kompetensi internal dan ekstemal untuk menghadapi perubahan lingkungan yang cepat (Teece et al, 1997) melalui kegiatan strategic oleh organisasi. Karena fokusnya mengelola resources yang ada, maka Dynamic Capabilities ini merupakan cara bagaimana memanfaatkan resources, yang merupakan inti dari RBV. Pengembangan konsep RBV menjadi Dynamic Capabilities ini merupakan Universitas Indonesia
2
[awaban dari kekurangan konsep RBV dalam ha! bagaimana rnekanisme organisasl mcndapatkan resources dan bagaimana kontribusinya pada pcningkatlm kinerjn orgenisasi pada lingkungan yang berubah sehingga mempengaruhi Competitive Advantage (Priem &. Butler, 200 l ). Dynamic capabilities merupakan tanggapan organisasi terhadsp perubahan lingkungannya agar orgnnlsasi tetap dapat mempertahankan Competitive Advuntage yang dimilikinya. Resources yang dimiliki tersebut harus bemilai, Iangka etau unik, tidak bisa ditiru (Bamey,1991). Secora lebih jclas pcmbcdanya, Resources odalah availablefactors yang dimiliki dan dikontrol oleh organisasi yang dimanfaatkan bersama d engan faktor lain dan mekaaisme yang dimiliki organisasi, sedangkan capabilities adalah kemampuan organisasi dalam memanfaatkan clan mengelola resources, yang berupa tangible etau intangible resources, untuk mencapai tujuan organisasi (Am.it & Schoemaker, 1983).
Pada saat yang sama, organisasi lain akan
Competitive Advantage yang dim.iliki, agar orgaaisasi lain eersebut dapat juga memiliki Competitive Advantage yang sama sehinggn dnpnt ikut tumbub dan babkan melebihi dan mengalahkan organisasi yang semula memilikinya, Unruk itu dibutnhkan sesuatu yang baru clan selalu diperbarui meairu
sebelum ditiru oleh organisasi lain, agar organisasi dapat terus merniliki dan menambah Competttive Advantage, yang akhiruya bermuara pada peniogkatan kinerja yang lebih baik, Proses tersebut disebut Entrepreneurship (Covin & Slevin, 1989·, Morris & Sexton, 1996). Pelalru dari proses membuat sesuatu )'l!Ilg baru tersebut menurut Baringer dan Bluedom (1999) mengutip pendapat Schumpeter adalah para entrepreneur yang memperkenalkan produk baru, metoda baru dalam produksi dan berbagai inovasi yang
mendorong aktivitas ekonomi. Kemudian dijelaskan bahwa Entrepreneurship sebagai
proses 'creative destruction' yang dilakukan seeara terus menerus oleh entrepreri~-ur dengan merubah atau mengganti produk atau metoda produksi dengan yang baru, Schumpeter menggunakan .istilah creativ« du/ruction karena produk dan metoda barn tersebut dspat menghancurkan produk dan metoda, bahkan sosial struktnr yang lama, dan membentuk keseimbangan baru sampai adanya produk atau metoda baru lagi (Becker, Knudsen & Swedberg, 2011). Entrepreneur tersebuc adalah individu yang melakukan inovasi sehingga Entrepreneurship diidentifikasikan sebagai inovasi (Stevenson & Jarillo,
1990). Esurepreneurshrp' yang terjadi pada organisasi, atau disebut jugn Corporate Entrepreneurship (Burgelman, 1983; Mill&r, 1983), edalah proses yang dilalukan oleh lndividu atau grup individu dalam suatu organisasi yang menghasilkan usaha baru, produk baru, metoda baru, pelayanan barn, jaringan baru, pasar atau konsurnen baru, atau
mendorong pembaaaruau clan inovasi dalam organieasi (Baringer & Bluedom, 1999; Sharma & Chrisman, 1999; Wolcott & Lippitz, 2007). Zahra & Covin (199;) mengernukakan bahwa Competitive Advantage dalam konteks sustained profi1abilify merupakan basil dari Corporate Emrepreneurship. Entrepreneur menterjemahkan proses Entrereneurship ini kedalam &!.repremiurlal Orientation (Covin &. Slevin, 1991; Lumpkin & Dess, !996) dalam pclaksanaannya Pada pelaksll!laannya tersebut, Kuratko,
Ireland, Covin dan Hornsby (2005) mcnjelaskan bahwa enrreprene11rship behavior para Unl•-ersltas 1ncionesia
manajer level menengah menjadi peranan yang terpenting dalam proses implementasi Corporate Entrepreneurship, karena manajer level menengah mengendalikan fungsi level rendah, serta memiliki akses pada level pimpinan tinggi. Berdasarkan pembahasan diatas, pro!U!S Dynamic Capabilities dan Entrep,.11n1wr.~hip
dapat berjalan bersama sating mempengaruhi, menciptakan competitive advantage baru dan mempertabankannya, sehlngge menghasilkan Kinerja organisasi. Dalam pclaksanaannya, kedua pendekatan tersebut belum sepenuhnya dikembangkan secara bersama walaupun berfokus pada masalah yang sama (Hitt et al, 2001; Venkataraman & Sarasvathy, 2000). Beberapa peneliti mengusulkan untuk mempersatukan kedua konsep tersebut (McUratll & McMillan, 2000). Dalam perekonomian nasional, organisasi yang berperan dalam peningkatannya adalah organisasi swasta atau perusahaan, dan organisasi pernerintah, Kinerja kedua organisasi tersebut akan mempengaruhi tingkat perekonomian nasional. Organisasi Pemerintoh memiliki peranan penting dalam perekonomian karena memiliki kewenangan yang besar dan mengelola banyak resources, yang dampaknya sangat besar pada kesejahteraan masyarakat, Selain itu, peranan organisasi Pemerintah dalam aktifites dunia usaha sangat pcnting karena Pemerintah dapat mempengaruhi perilaku dunia usaha secara langsung atau tidak langsung dengan mcmbuat bcrbagai kcbijakan, peratursn, pajak, dan
subsldl (StiQlitz, 1986), sehingga berdampak luas pada pertumbuhan dunia usaha dan ekonomi. Kondisi ini memhuat saling ketergantungan antara organisasi Pemerintah dan organisasi swasta dalam pertumbuhan usaha (Luo & Junkunc, 2008), sehingga organisasi Pemerintah dan swasta merupakan partner yang sepadan. Pada kondisi yang baik hams terjadi keseimbangaa antara pemerintah don swasta, sehingga sektor pcmerintah juga harus
bcrjalan sama baiknya dengan sekror swasta (Mintzberg, 1996). Sayangnya, penelitian tentaog topik yang diuraikan diatas jarang dilakukan pada organisasi Pemerintah. Pendekatan Entrepreneurship dengan berbagai knnteks dan hentuknya untuk diterapkan pada organisasi Pemerintah dalam rangka menghadapi tantangan yang dinamis dalam rangka menghasilkan kinerja, clidukung oleh banyak pendapai dan basil penelitian (Osborne & Gaebler, 1992; Morris & Jones, 1999; Klein et al, 2010). Mintzberg (1996) beragumentasi bahwa organisasi pemerintah hams dijalankan seperti menjalanlan bisnis pada sektor swasta. Sayangnya, penelitian rnengenai entrepreneurship belum menjadi perhatian unmk organisasi Pemerintah (Zerbinati & Soutaris, 2005). Sesuai dengan model dari Kuraiko et al (2005) yang menunjukkan bahwa entrepreneurship behavior pada level menengab sangat berperan dalam proses implementasi Corporate Entrepreneurship. Pada crganisasi pemerintah, seperti yang terjadi pada swasta, peranan manajer level menengahjuga penling karena menjadi inisiator dan sumber dari kreatifita~ enrrepreneuria/ organisasi (Bernier & Hatsi, 2007; Horins, 2000; Morris & Jones, 1993) Public entreprel'l{!urjuga berlaku sepeni emrepreneur pada o.rganisasi swasta, walaupun terdapat perbedaan dalam pi::hoosantll1llll}'8 (Bernier &. Hafsi. 2007; Klein, Mahoney, McGahan & Pitelis, 2010). E11trepre11eur.s/Jip pada organi~i Unlversitas lndonesla
4
Pemerintah juga terjadi, contohnya pada kegiatan pembuatan kebiiaken atau peraturan baru, Walaupun tidak berhubungan dengan peaciptaan marker value yang disyaratkan.oleh b e berapa dd°u)isi ten1ang Emrepreneurship; kegiatan ierseout tetep mengikuti general pulh of opportunity discovery, evaluasi, dan eksploitasi untuk penciptaan nilai pada analisisnya (Ireland & Webb. 2007). Karena organisasi Pemerintah dibentuk untuk memenuhi
kebutuhan masyareket, bukan hanya untuk mengeiar keuntungan finansial saja, pendekatan stratejik organisasi Pemerintah harus berfokus pada memaksimalkan kinerja organisasi (Pablo et al, 2007), dan ini sejalen 1h:ngan fokus dari srudi Strategic Management yaitu pcningkatan ki nerja organisasi (V enkauumwn & Ramanuj am, 1986). Doogan demikian, penelitian tentang Kinerja organisasi Pemerintah rncnjadi relevan untuk dilakukan. Organisasi Pemerintah berada peda konteks lingkungan yang sama dengan berbagai organisasi laianya, yairu kondisi lingkungan dinamis. Llngkungan ekstemal organisasi Pemerintah memilik:i lauakteristi'K oengan turbulensi tinggi sehingga dinamis, tidak ramah, dan dalam lin,gkungllII yang kompteks (Nutt & Back:o~ 1993; Osborne & Gaebler, 1992). Pc:rubiUwn liDglamgan organisasi yang lll'llhnya sulit untuk diprediksi, misalnya edanya
kebijnkan dnn peraruran baru, perubahan kondisi alam, perubahan politik, perubahan organisasi, perubahan runtutan stakeholder dan rnasyarakat, fluktuasi ekonomi clan
keuangan, anggaran diteotukan pectalwn. pecubahan tek:nologi. den perubahan slstem clan nilai pada masyarakat (Boyne&. Meier, 2009; Osborne & Gaebler, 1992). Walaupun tidak berkompetisl dalam membcrikan produknya, crganisasi pemerintah harus berkompetisl dengan organlsasl Pcm.erintah lainnya untuk menu111)1:1liwl. alckasi auggar&.11 bag] organisasinya (Matthews & Shulman, 2005). Untuk bisa mcndapatbn resources yeng dibutuhkannya, orgaalsasi Pemerintah harus menjelaskan kepada stakeholder tentang apa yang dllakukan dan meagspa hal itu harus dilakukao, ntjuan dan output organisasi, yang merupakan strategi dari organisasi (Llewelyin & Tappin, 2003). Kompetisi antar organisasi Pemerintah juga terjadi karena kinerja setiap organisusi Pemerintah, selalu dipublikasikan sehi.ngga dapat diperbwdi.ngkan. Setiap organisasi dibentuk dengan tujuan tertentu, dan tujuan tcrsebut alum tercapai apabila organisasi dalam menjalankan kegiatsnnya dapat menunjukkan k.inerja yang
sesuai, Kondisi ini menyebabkan organisasi Pemerintah saat ini juga barns memiliki dan memenuhi kaidah sebagai organisasi yang baik, sehingga juga harus merniliki strategi untuk dapat mencapai tujuan pembentuhumya, dun harus memiliki kompetensiyang ~e~U
menjadi arahan bagi organisasi dalam mencapai tujuannya (Rumeh, 1991 ). Sayangnya studi tentang pendekatan dan pengem.bangan srrategi pada organi sasi Pemerintah belwn berkembang (Pab1o, .Reay, Dewald & Caseber, 2007). Membahas orgarjsasi Pemerintah dengan menggunakan perspeli.tif Strutegil: Management dalarn rangka meoghildapi lingkungan yang diruunis untuk rncningkatkan .ldru:rj(lilya, merupakan ha! yang sangat penting dan relevan serta perlu dilakidam lairerla sampai ~t inipenelitian dan Jiteratur c!engim kont.eks organisasi Pemerintah masih ja.rang (Llewellyin & Tappin, 2003}. Unlversltas Indonesia
1.2 Dy11amic Capa/Jifities bersama Entrepreneurship
Berdasarkan tujuai1 konsep Dynamic Capabilities dan Entrepreneurship, yaitu untuk rnenghasilkan kincrja organisasi, seharusnya keduanya dapat berjalan bersama karena akan soling melengkapi, Dynamic Capabilitil's sebagai respon organisasi terhadap perubahan lingkungan agar tetap memiliki dan mempertahankan Competitive Advanrage, pada sisi lain, Entrepreneurship mencari opportunity baru agar dapat menciptakan Competitive Advantageyaug baru Proses mendapatkan Dynamic Capabilities yang dilakukan oleh para manajer melalui strategi yang dijalankannya merupakan proses dari Stral<'gic Management, karena Strategic Jlanagement adalah direction of organization melalui set of .~trategy (Rumelt, 1991).Venkataraman & Sarasvathy {2001) rnenyatakan bahwa StrafeRic Management dan Enrreprneurship merupakan dua sisi p11d11 satu koin, pada satu sisi koin, Strategic Management bcrkaitan untuk mencapai tujuan organisasi yaitu menghasilkan pangsa pasar, keuntungan, dan Susrained Competitive Advantage, sedangkan pada sisi koin lainnya, Entrepreneurship berkaitan pada lcondi~i awal yaitu menciptakan produk atau cara baru, dan pasar baru. Walaupun bidang Strategic .Management dan Entrepreneurship dikeml:angkan secara independen saru sama lain. keduanya berfokus peda bagaimana orga.nisasi beradaptasi pada lingkungan yang dinamis dan mengeksploitasi peluang karena ketidakpastian untuk menciptakan wealth (Hitt, Ireland, Camp & Sexton. 2001), dan organisasi yang tidak mampu menyesuaikan diri karena lingkungan yang berubah akan keluar dari persaingan (Hanan&. Freman, 1977). Kedua ha! tersebut sebaiknya dilakukan secara bersama, karena Dynamic Capabilities saja tidak cukup untuk dapat membuat Sustained Competitive Advantug~ [Bisenhardt &. Martin, 2000). Entrepreneur menciptakan produk dan mctodn bnru ynng
inovatif untuk dimanfaatkan oleh organisasi melalui kegiatan strategic untnk meningkatksn dan mempertahankan kinerjanya Kegiatan yang inovatif tersebut atau disebut brilliant improvisation bukan merupakan hasil dari Dynamic Capabilities (Schilke, 2014; Winter, 2003). Deegan demikian, Entrepreneurship dan kegiatan strat~gic akan saling melengkapi dan akan memberik:an wealth yang bcsar apahila keduanya terintegrasi {Hitt, Ireland, Comp &. Sexton, 2002). Sejalan dengan konsep Dynamic Capabilities, Emreprenewial Organizations dapat mengidentifikasi clan meogeksploitasi petuang dengan mengunakan resources yang dimilikinya secara tepat (Hill et al, 2002). Penelitian ini akan mencoba melengkapi pendekatan Dynamic Capabililies dengan pendekatan Entrepreneurship dan digambarkan kedua pendekatan tersebut terintegrasi dalam satu model, sehingga dampak kedua pcndckatan tcrscbur dapat dilihat secara bersamaan pada kinerja satu organisasi. Konstruksi proses Dynamic Capabilities adalah anteseden - Dynamic Capabilities - Kinerja (Teece. et al, 1997). Kenstruksi proses Emrepreneurship adalah anteseden - Emrepreneunol Orientation - Kim:rja (Hult, Snow & Kandernir, 2003; Lumpkin & Dess, 1996; Felicio, Rodrigues & Caldeirinha, 2012; Covin & Slevin, 1991). Karena terjadi pada satu organisasi. maka anteseden dan Kinerja
dari kedua proses tersebut adalah hal yang sama, dan yang berheda adalah proses mendapatkan Competitive Advantage yaitu melalui Dynamic Capabilities dan Universitas lndonesi;:
Erurepreneurial Oriematton, sehingga dalam peneliuan ini akan dicoba digambarkan kedalam satu model. Routines terletak daJam dalam proses manejcrial clan organisasi, kemudian dengan tuntutan perubahan lingkungan membentuk Dynamic Capabilities (Teece et al, 199 7), sehingga keduanya, Faktor Organisasi dan Lingkungan menjadi anteseden dari Dynanuc Capabilities (Eriksson, 2013). Sejalan dengan itu, antesedea dari Entrepreneurship adalah Faktor Organisasi dan Lingkungan sebegai pendorong terjadinya proses Entrepreneurship (Hornsby, Kumtko & Zahra. 2002; Kearney, Hisrich & Roche, 2007; Kuratko et al, 2005). Saling melengkapi antara Dynamic Capabilities clan Entrepreneurship sejalan dengan konsep pengtntegrasian perspektif entrepreneurial dengan perspektif Straregtc Management dari Hitt et al (2002)yangbertuiuan untuk secara berkelaojuten menciptakan Competitive Advantag« yang mcmbcrikan maximum wealth
creation.
1.3 Konsep dan Penelitian Terbit Melengkapi konsep Dynamic Capabilitiesdengan konsep Emrepreneurship masih
terbuka karena status perkembangan konsep Dynamic Capabilities clan konsep Enirepreneurshipyang ada sampai saat ini, dan juga seiaian dengan beberapa penelitian yang ada, seperti diuraikan berikut. Konsep Entrepreneurship masih memerlukan kesatuan dasar teori yang dapat digunakan untuk meqielaskan, memprediksi, dan menguji secara cmpiris fenomena entrepreneurial yang terjtu:li pada organisasi, disebabkan karena penelirian tentang Entrepreneurshin masih pada tahap 'penggambaran fenomena', termasuk pada studi empiris, dan tnenggunakan teori ad hoc yang sudah ada pada bidang lain (Alvarez & Barney, 2002). Kondisi ini, menurul Alvarez dan Barney (2002), membuat penelitian dari disiplin lain dapat menggunakan konsep Entrepreneurship sebagai perluasan dari framework :eori atau konsep yang digunakan. Peaelitian dibidang Entrepreneurship masih relatif muda dan masih mencari rsnah sendiri sebagai bidang srudi yang independen (Ireland. Hitt & Sirmon, 2003). Selain itu, keberhasilan proses Emrepreneurship saja masih tidal;. cukup untuk diukur Iangsung dengan kinerja organisasi, karcna konsep Emrepreneursbip membahas sebetas teotang discovery clan eksploitasi peluang yang menguntungkan organisasi saja (Shane & Venkatararoan, 2000), yang berarti
tidak mencaku:p keseluruhan kegiatan .uraregic yang dilakukan pada organisasl, Sedangkan pada sisi RBV, konsep RBV tidak memberikan perspektlf yang dihasilkan dari krearifitas dan tindakan emreprereuna! (Barney. 2001). Melengkapi kegiaran entrepreneurial kedalam RBV dapat menambah perspektif RBV dengan memberikan a!tematif yang bclum ditcmukan dalam penggunaan resources clan menj~annya sebagai heteregeneous assets yang selanjutnya menjadi Competitive Advantage organisasi (Alvarez & Barney, 2002). Konsep Dynamic Capabilities yang merupakan pengembangan dari RBV dengan menjadi lebih dinamis, juga masih belum mengakomodasi tindakan entrepremeial dalam konsepnya karena sebatas merekonfigurasi kompetensi internal dan ekstemal organisasi (Teece et ol, 1997). Kegiatnn entnpreneurial merupakan kegiatan penciptaan resources yang baro atau m~kombinasi.kan resources uni~rslu.slndonesl~
7
yang sudah ada kcpada bentuk baru yang menghasilkan peningkatan wealth creation melalui proses paca oeganisasi yang kompetitif(Ireland et al, 200 l ). Wafaupun mengkombinasikan kedna perspektif tersebut akan memberikan maximum wealth creation, penelitian dan publikasi tentang hal ini masih sebatas konseptual dan tidak
spesifik sebagai komplemen antara Dynamic Capabilities dan Entrepreneurship. Beberapa penelitian dan publikasi rerdahulu sudah mo:oy.ung perbedaan Iokus antara Dynamic Capabilities dan Entrepreneurship dalam mc)aksans.lcsn keduanya, namun tidak secara spesifik disebut sebagai Dynamic Capabilities; tctapi merupakan strategic action dalam mengimplementasikan Dynamic Capabilities, sehingga proses Dynamic Capabilities ini dilihat sebagai bagian dari Strategic Management (Hitt et al. 2001). Sementara itu, kegiatan Entrepreneurship selalu dilihat sebagai proses mencari opportunities untuk value creation (Venkataraman & Sarasvathy, 2001). Pembedaan ini diperjelas oleh Vmkataraman dan Sarasvathy (2001) dengan mcnyatakan bahwa Entrepreneurship cdnlnh creation, sednngkan Strategic Management adalah bagaimana advantage dibangun dan dipertahankan dari apa yang sudah diciptakan terse but. Sejalan dengan ini, Hitt et al (2001) beragumentasi bahwa wealth creation adalah inti dari keduanya, Selanjutnya Hitt et al meaambahkan bahwa outcomes dari creation (yang merupakan Entrepreneurship). dan mcngcksploitasi sesuatu yang beru tersebut (yang merupakan Strategic Management), keduanya dapat menghasilkan peningkatan
wealth organisasi. Kesimpulannya entrepreneurial dan strategic perspective harus dapat berjalan bersama untuk dapar memastikan terjadinya entrepreneurialstrategies yang dapat menghasllkan wealth, yang kemudian pendekatan atau konsep ini disebut sebagai Strategic Entrepreneurship (Hitt ct al, 2001). Dcngan kata lain, Hitt et o.1 (2001) menyimpulkan
Entrepreneurship adalah merupalcan penggabungan antara entrepreneurial actions deagan strategic perspectives, sehingga Strategic Entrepreneurshipadalah entrepreneurial action dengan srratel{icperspective. bahwa
Strategic
Beberapa pendapat dan penelitian sudah mencoba menghubungkan Enrrepreneur-ship dengan Strategic .Managemenr. Barringer dan Bluedorn (1999) menyatakan bahwa perusahaan yang entrepreneurial akan sclalu mclakukan kcgiatan strategic seperti melakukan perencanaan dan scanning Jingl..-ungan, sehingga membuat perusahaan mampu mengeoali dan mengeksploitasi perlcembangan opportunities yang ada. Kesimpulan dari Barringer dan Bluedorn (1999) bahwa pen&haan yang entrepreneurial selalu juga melakukan kegiatan strategic. Zahra, Sapienza dan Davidson (2006) rnenyatakan bahwa sumber kemampuan perusahaan untuk dapat terus menerus menciptakan, menemukan, dan mengeksploitasi entrepreneurial opportunities dalam menghadapi perubahan lingkungan, berada pada kemampuan perusahaan itu sendiri dalam meagembangkan dan menggunak.an Dynamic Capabilities. Tetapi tidak sejalan dengan pendapat itu, Shane dan Yenkataraman (2000) mengusulkan bahwa kerangka koeseprual Enirepreneurship seharusnya berbeda dengan yang ada pada Strategic ,\,J(lJtagement,karcna konscp Erurepreneurship lcbih terfokus pada kinerja individual, atau perusaha.an dalam kontekskecil atau baru, Unive~ita~•ndc>nesla
8
Organisasi memiliki heterogeneus dan idiosyncrattc resources yang menjadi dasar pernbuatan strateginya, clan Competitive Advantage akan tercepai apabila strategi tcr~but berhasil dijalankan dalam mcmnnfontkon resources terse but (Hilt et al, 200 I). Penelitian Adner dan Helfer (2003) pada industri perminyakan di I !SA menyimpulkan bahwa walaupun berada pada lingkungan yang sama, keputusan corporate managerial dari masing-masing perusahaan rnenghasilkan kinerja bisnis yang bervariasi. Teece (2007) memberikan gambaran bahwa organlsas] yang memiiiki Dynamic Capabilines dengan baik juga memiliki sifat entrepreneur,karena organisasi juga akan mempengaruhi lingkungan dengan kemampuan mengenali dan memanfaatkan entrepreneurialopportunityyang dapat memberikan nilai tambah. Teece (2012) mengemukakan bahwa entrepreneurialpimpinan puncak dan kemampuan kepemimpinan dibutuhkan untuk mempertahankan Dynamic
Capabilities. Selanjumya Teece mengemukakan bahwa kemampuan Entrepreneurship dan kepemimpinan tersebut digunakan untuk mclakukan kalibrasi opportunities dan mendiagnosa ancaman mcngarahkan dan meninjau-ulang arahan resources sesuai kebijakaa atau reneana organisasi, serta juga melakukan pembentukan kernbali struktur organisasl dan sistem, sehingga dapat menciptakan dan mengarahkan technological opportunities den competitive threat. Hal lnl menunjukkan bahwa keduanya soling melengkapl, dan Teece (2012) menyebut hal tersebut sebagai new hybrid: entrepreneurial
managerial capitalism. McGrath u1111 Mu;;Milllill (2000) mcnggabungkan pendekatan Entrepreneursbip dengan Strate[(ic Management dalam mendefinisikan mlnds111 seseorang yang sedah berjiwa entreprenew, yang disebut habitual entrepreneurs yang memilik.i lima karakteristik, yaitu (I) selalu mencari opportunities baru, (2) memao.faatkan peluang dengan dlsipJin, (3) memanfaatkan hanya opportunuies letba.ik, (4) fokus pada eksekusi yang adaptif, dan (S) melibatkan banyak pihak yang sesuai pada bidangnya. Dari konsep mindset entrepreneur olch McGrath den MnoMillan (2000) tersebut dapat dilihat bahwa karakteristik pertama, yalru mencari peluang baru menunjukkan si.kap seorang entrepreneur, kemudian, karakteristik ketiga, memanfuatk:an opportunities yang terbaik dan digabuntikan dengan karakteristik kedua, yaltu menjalankannya dengan disiplin, mcnunjukkan perspektif Sh·ategic Management (Hitt cl al, 2001). Tidak semua organisasi dapat menghasllkan kinerja maksimal dengan rnenjalankan Srrcm:gic Emrepreneurship,Ketchen, Iceland dan Snow (2007) bcrergumcmaei bahwa organisasi akan menghadapi kesulitan melaksonakannya karena masiug-rnasing konsep membutuhkan kemampuan yang berbeda yang belum tentu dimiliki, Ketchen et al (2007) menulis bahwa organisasi besar memliki kelebihan pada mempertabankan
Advantage dengan
Compecltlve
kemampuannya
rnengeflsienkan proses bisnis tetapi memiliki keterbatasan pada eksplorasi opportunities, sedangkan organisasi kccil fokus pada eksplorasi opportunities tetapi mcmiliki keterbatasan do.lam reJ·ources dan kekuata.11 pasar. Untuk dapat dimanfoatka.n s~ara optimal bagi semu.a organisasi, Ketchen et al (2007) mengusulkan organisa.•i bekerjasama dengan organisasi lain untuk me.lakukan
Univer~itil~ Indonesia
9
collaborative in11ovatio11, yaitu mengejar inovasi melalui tukar menukar ide, pengetahuan, keahlian dan peluang.
Monsen dan Boss (2009) meneliti dampak Strategic Entrepreneurship pada tekanan pekeriaan dan retensi dad manajer dan staf ketiks menjalankannya, dan menyimpulkan bahwa Strategic Entrepreneurhip' menimhulkan dampak herheda pada manajer dan stat: tetapi tidak sampai menunjukkan dampak negatif dan perbedaan tersebut dapat diperbaiki dcngan kepemimpinan entreprenewia' yang efektif pada organisasi, Kemudian Monsen dan Boss (2009) menyimpulkan bahwa kondisi tersebut sejalan dengan konscp Strategic Entrepreneurship (Ireland ct al, 20-03) yang dapat rnembantu individu dalam mengatasi kekhawatiran terbadap adanya inovnsi dan bisnis model yang baru. Karena keterbatasan dan perdebatan konsep Dynamic Capabilities dalam secara
spesifik menghubungkan dengan kinerja (Bareto, 2010). hnnya sedjkit studi empirik yang telsh dllakukan dalam Dynamic Capabiiities (Ambrosini & Bowman. 2009; Pablo, Reay, Dewald & Casebeer, 2007). Meskipun demlkian, ada peneiitian yang rnernbahas secara spesifik fokusnya sebagai Dynamic Capabilities dan Entrepreneurship dan menghubwlgkannya dengan kinerja Woldeosenbet, Ram dan Jones (2012) pada penelitian di 18 perusahaen kecil di lnggris yang berinteraksi dengan perusahaan besar, dalam memakslmaJkan l
resources dan kinetja. 1.4
Koordiniui 1mtar Orgauisasi Pemerintah
Struktur dan pekerjaan pada organisasi Pemerintah dapat dlanahsis menurut dua variabel, yai tu spesielisasi clan koordinasi, dimana keduanya memilild komponen vertikal dan horisontal (Christensen & Laegreid, 2008). Pada organisasi Pemerintah Pusat, terjadi spesialisasi dengan membagi tugas dengan fokus berbeda-beda ke setiap Kementerian. 'Ietapi karena memiliki tujuan yang untuk mendapatkan outcome yang sesuai harus dilok\l.kan bersama, maka semua Kementerian membutuhkan kerjasama dan dukungan wll& instans! dalam bekerja, Bekerjasama lintas organisasi Pemerintah, baik secara v~mkal maupun horisonw, akan menghasilkan pembuacan kebijakan, implementasi Uniw.rsitas Indonesia
k.ebijakan, dan pemberian pelayanan meniadi lebih efisien dan efeklif (Christensen, Christensen, Laegreld &. Midtbo, 2012).
organisasi Pemerintah clan swasta, dimana kinerja organlsasi swasta dapat dicapai sendiri oleh organisasinya, atau kerjasama dengan perusahaaa lain melalui kontrak. Sedangkan pada organisasi Pemerintah, kinerja akan tercapai melalui kerjasama yang baik dengan organisasi pemerintah lainnya sehingga dibutuhkan koordinasi. Pemanfaatan suatu fasilitas umum, misalnya pelabuhan udara,yang baru dibangun akan optimal apabila didukung oleh fasilitas jalan dan pijSobn energi yang scsuai, y£111g difasilitasi oleh organisasi pernerintah yang berbeda. Ateu contoh lain, Pada kondisi diatas to::rjadi perbedaan
Mlara
penerapan peramran stander keselamatan transportasi tidak akan efektif apabila tidak
didulcung oleh peraturan standar konstruksi. Sayangnva, koordinasi pada sektor pemerintah, sejak: dahulu, selalu menjadi problem (Webb, 1991 ).
1.5 Dynamic Capabilities dan Entrepre11eurshlp pada Organlsasi Pemeriotah Penelitian dilakukan pada organisasi Pemerintah disamping karena kinerjanya sangat penting untuk meningkalkan kesejahteraen masyarakat, juga karcna pembahasan mcngenai organisasi pemerintah belum banyek yang memasuki ranah entrepreneurship secara sistematis dan ernpiris (Zerbinatl &. Souitaris, 2005), dan belum banyak pembahasan mengenai bagaimana manajer pada organisasi Pemerintah mengembangkan dan mengimplementasikan pendekatan strategic yang baru (Pablo et al, 2007) yang menjadi perhatian ranah Dynamic Capabilities. Karena posisi manajcr level mcnengah strategis dalarn pembentukan kinerja organisasi (Floyd & Wooldridge, 1999; King et al, 2001; Kuratlm et al, 200:'i; Nonaka, 1994), peuelitian dilakukan pada pimpinan unit organisasi l'emerintah tingkat menengah, yaitu Direktur, Kepala Biro atau Asisten DeputL Organisasi Pemerintah, sama seperti perusahaan swasta, memiliki resource base clan juga menghadapi tantangan perubahan lingkungan yang harus dlantislpast dengan perubahan pada resource base yang dimiliki. Perubahan lingkungan organisasi yang
arahnya sulit diprediksi misalnya kebijakan dan peraturan, perubahan kondisi alam, perubahan politik, perubahan organisasi, perubahan tuntutan .~tafazhol~rdan masya.rakat, fluktuasi ekoromi dan keuangan, anggaran ditentukan pertahun. perubahan teknologi, dan perubahan sistem dan nilai pada masyarakat (Boyne &. Meier, 2009: Osborne .t Gaebler, 1992). Kondisi ini menyebabkan crganisasi Pemerintah saat ini juga harus m<:miliki Dynamic Copabiliues agar dapat menghasilkan kinerja yang baik. Langkah dan dimens.i dasar dan dalam proses Entrepreneurship tidak berbeda apabila dilakukan dalam organisasi swasta dan organisasi Pemerintah (Morris, Kumtko & Covin, 2011 ), dan h.asil penelitian Boyne (2002) tidak mendukung adanya perbedaan yang mendasar antara manajemen swasta dan manajemen Pemerintah. Pada walctu lalu kebutuban ini belum dirasakan karena situasi belum seperti saat ini. Pcnclitian Llewellyn dan Tappin (2003) menemukan bahwa pada waktu lalu Strategic Universrtas Indonesia
11
Management tidak tcrdapat dalam sektor publik tradisional disebabkan oleh (l) sifat monopoli dan tidak rnemiliki pesaing, sehingga tidak membutuhkan adanya Competitive Advantage, (2) bentuk produk dan pelayanan yang sudah terstandar dan berulang, sehingga tidak membutuhkan intervensi strategic, dan {3) inconsistent demands yang dihadapi merupakan masalah )illllg tidak W.pal dlpecahkan dan membuat sulit untuk memuaskaa
semua stakeholders. Organisasi Pemerintah yang akan menjadi obyek pcnelitian adalah organisasi Pemerintah yang memiliki tugas dibidaag pembangunan dan pengelolaan infrastruktur. Pcmilihan ini dilatarbelaksngi karena infrastruktur merupakan kebutuhan dasar bagi pertumbuhan ekonomi, scdangkan kondisi infrastruktur di Indonesia pada saat ini berada pada kondisi dibawah standar yang dibutuhkan untuk dapat dengan baik meningk.atkan kesejalueraan masyarakat, dan juga untuk dapat bersaing dengim negara lain (RPJMN 2010-2014). Hal ini mcmbuat organisesi Pemerintah dibidang pembangunan dan pengelolaan infrastruktur barus bekerja seeera khusus untuk menghadapainya Poon sisi lain, karena keterbatasan pendanaan yang dimiliki Pemerintah dan dalam masalah pengelolaannya, penanganan beberapa jenis infrasrruktur tertentu memburuhkan keahlian tertentu yang lebih dilcuasai oteh senor swasta darlpada oleb organisas! Pemerintah. Menurur RPJMN 2010-2014, sebagian pembangunan dan pengelolaan inlTastruktur dilakukan dcngan pola kcrjosam11 pemerintah dengan swasta, atau biasa disebut Public-Private Partnership (PPP). Ses\18i deogan prinsip kerjasama antar pihak yang setara, mah kemampuan organisasi Pemerintah ketika melakukan kerjasama dituntut pada level yang sama pula dengao partner swasta. Beberapa penelitian mendapatkaa bahwa pemerintah berusaha mereplikasi efisiensi perusahaan swasta dc:ngan cara mengadopsi manajemen perusabaao swasta (Klm, 2010). Kcdua koadisi ini menuntut organisasi Pemerintah untuk memiliki Dynamic Capabilities dan Emrepreneurshipdalam
mengelola resources yang ada secara lebih baik agar dapat melaksanakan dan menghasilkan
kinerja yang bermanfaat bagi pemecahan
masalahnya. Kinerja
dan
produktivitas yang tinggi pada setiap organlsasi Pemerintah yang bertugas dibidang pembangunan dau peogelolaan iniiastruklur dengan sendirinya me.njadi tunnnan yiwg nyeta pada seat ini.
1.6 Gflp J'enelltian Dari penjelasen sebelumnya, kedua pendekatan terscbut, Dynamic Capabilities dan Entrepreneurship, apabiln digunakan oleh organisasi masing-mesing abo meningkatkan Competitive A.dw1ntage yang dimiliki dalam organisasi clan akan menuju basil yang sama, yaitu peningkatan kinerja (Teece et al, 1997; Zahra & Covin, 1995). Competitive Advantage adalah sttategi dalam penciptaan nilai tambeh yang tidak dilakukan oleh organ.isasi lain (Barney, 1981), yang dilakukan oleh organisasi dalam proses Dynamic Capabilities clan Enll'epreneurship terSebut. Dynamic Capabilities merupakan konsep atau pendekatan dalam Strategic Managemenr untuk meodapatkan dan mempertahankan Universlta~ Indonesia
12
Competitive AdlJantage (Teece et al, 1997). Fokus kedua konsep ini berbeda. Konsep Entrepreneur.ship berfokus pada kondisi awal berupa membangun inovasi dan penciptaan, sedangkan konsep Strategic Alanagement berfokus pada mempertahankan yang sudah dibangun seaingga okhimyn menjadi Sustained Competitive Advantage (Venkataraman & Saravasthy, 2001}. Perbedasn lainnyu, teori dan konsep Entrepreneurship berangkat dari kemampuan alertness terhadap opportunities (Kinner, 1973) dan kemudian mcngeksploitasi opportunities terscbut untuk menghasilkan sesuatu ypng b11CU. Sebagai hasilnya, Strategic Management mengara!ikan menjadi advaraage seeking, sementara konsep Entrepreneurship mengarahkan menjadi opportunities seeking dalam membangun dan melaksanakan tindakan yang dirancang untuk menciptakan wealth (Hitt et al, 2001). Terdapat perbedaan yang mendasari konsep untuk membangun kedua ha! tersebut, Untuk itu akan so.ngot menurik npabila Dynamic Capabilities dan Entrepreneurship saling melengkapi dan dibangun dalam satu model, serta dilihat dampaknya secara bersama pada organisasi, Penelitian tentang Dynami« Capabilities clan Entrepreneurship yang dilakukan secara tcrpisah diatas sudab banyak dilakukan pada perusahaan swasta (Covin & Slevin, 2000; Helfat & Peteraf, 2003; Ireland el
resources pada Dynamic Capabiliries didentlflkasikan sebagai importan: strategic approach (Eisenhardt & Martin, 2000). Pada sisi Jain organisasi Pemerintab, model birokrasi memiliki beberapa kelebihan dan akan efektif berproses pada lingkungan yang stabil den dapat diprediksi (Morris & Jones, 1999). Menghadapi perubahan lingkungan yang cepat, Osborne dan Gaebler (l 992) menyatakan bahwa s:ttuktur dan fungsi orgaaisasi Pemerintah hams bertnmsformssi dan
berubah dari sifat birokrasi dan kaku menjadi lebih dinamis agar cepat dapat beradaptasi sesuai kebutuhan, dan untuk itu diperlukan spirit entrepreneurial. Ide yang innovatif tidak dapat muncul dan bertahan pada struktur birokrasi dan formal prosedur organisasi, sehingga diperlukan adanya Corporate Entrepreneurship (Christensen, 2004). Wala.upun demikian, penelitian tentang Entrepreneurship dan D)wlamk Capabiiisie» pada orgaoisas! Pemerintah masih sangat jarang (Pablo et al, 2U07; Zerbinati & Souitaris, 2005), sehingga terdapat gap dalam obyek penelitian. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diidentifikasikan hal yang perlu dibahas lebih !~jut dan menjadi gap penelitian dan gap obyek penelitian. Penama, penelitian empiris tentang Dynamic Capabilities den Entrepreneurship masih dilalrukan secara terpisah karena menggwiakan pendekatan masing-masing, sehingga rnasih terdapat gap penelitian Uni~ersitas Indonesia
13
antara kcduanya. Kedua, penelitian pada organisasi Pemerintah jarang yang memasuki
ranah Dynamic Capabilities daa Entrepreneurship, sehingga belum banyak basil empiris
yang menunjukkan adanya kedua hal tersebut dan peranannya dalam organisasi Pemerintah. Ketiga, setiap organisasi pemerintah memillki tugas spesifik terapi banyak organises! ymig sating tcrlutil kegietannya, menyebabkan untuk mecdapatkan outcome yang bail: diperlukan Koordinasi antar organisasi, sehingga diperlukan studi empiris tentang peranan Koordinasi te:rsebut.
1.7 Tujuan Penelitian Penelitian ini mengeksplorasi proses pembentukan Kinerja pada organisasi Pemerintah deogan menggunakan konsep Dynamic Capabilities bersama konsep Entrepreneurship dalam satu konstruk model, dan melihet peransn Koordinasi antar
organisasi dalam peningkaran Kinerjanya.. Dengan menggunakan konstruk model tersebut dapat dianalisis secara lengkap aktivitas yang terjedi sampai dengan pembentukan Kinerja, karena model dapat menielaskan kedua konsep yang menghasilkaa wealth creation (Hitt et al, 2002) dan sinergi antar organisasi, Dcngan demikian tujuan penelitian
ini adalah
mempelajari kondisi Dynamic CapabJlities clan Entrepreneurship serta penman Koordinasi kegiatan yang ada pada organisasi pemerintah dalam rangka mening)
1.8 Pertunyaan PeneJitian Masyarakat cenderung berfikir bahwa organisasi Pemerintah adalah organisasi yang
produk dan pelayanannya bersifat monopolistik dengan captive demand, memiliki sumberdaya yang pasti dan relatif tidak terpengaruh oleh perubahan Iingkungan (Morris & Kuratko, 2000). Pada waktu lalu, kebutuhan adanya stratcgi pada kcgiatan organisasi pemerintah belum dirasakan karena situasi belum seperti saat in.i. Dalam tulisannya, Llewellyn clan Tappin (2003) berargumentasi bahwa pada waktu Jalu, Strategic Management tidak terdapat dalam scktor publi.k yang tradisonal disebabkan oleh (I) sifat monopoli produk clan pelayanannya sehingga orgamsast tidak membutuhkan Competitive Advantage. (2) bentuk produk dan pelayanan yang sudah terstandar serta berulang,
sehingga organisasi tidak membutuhkan intervensi strategic, dan (3) inconsi.,renc demands yang dihadapi merupakan masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan stakeholders
banyak, sehingga memang sulit untuk dapat memuaskan semua stakeh()/ders. Organisesi Pemerintah umumnya dibangun dengan mengacu pada konsep birokrasi Weber yang bentuk dan struktur organisaslnya disusun dengan Standar Operasional Proscdur (SOP) yang jelas sehingga organisasi dapat bekerja secara akuntabel (Jones, 2010). Namun dalam pelaksanaannya, Jones (2010) mengemukakan bahwa konsep tersebut tidak dapat berjalan dengan baik karena adanya [l ) keterbatasan para manajer
dalam mengontrol hirarkinya, dan (2) dalam pelaksanannya menjadi tidal< tleksibel karena terpaku pada SOP. Sememara itu terjadi perubahan kondlsi masyarakat yaug menuntut agar orglll'lisasi pemerintah dapat bckcrja cepat dan secnrn efektif sert11 efisien. Sebagai Unlverslta~bdonesia
14
konsekuensinya, organisasi Pemerintah selalu dikaitkan dengan organisasi yang memiliki kinerja rendah clan lamban, sehingga perlu dilalrukan transformesi clan memasukkan spirit entrepreneurial untuk dapat meningkarkan kinerjanya (Osborne & Gaebler, I 992). Penelitian ini akan mencoba melihat dan mengkaji permasalahan tersebut.
Sudah banyak penelitian yang membahas terbentuknya Dynamic Capabilities clan pengaruhnya pada kinerja organisasi, dengan kesimpulan bahwa organisasi dengan Dynamic Capabilities tinggi memilili kinerja lebih baik (Barreto, 2010), dan juga penelitian yang membahas terbentulcnya Entrepreneurial Orientation dan pengaruhnya pada kinerja organisasl, dengan kesimpulan bahwa organisasi yang rnemiliki Entrepreneurial Orientation memiliki kinerja yang baik (Zahra, 2008). Tetapi, kedua bidang penelitian tersebut dilakukan secara terpisah dan umumnya dila.kukan pada nrganisasi swasta Sejalan dengan konscp Strategtc Entrepreneurs/zip (Hitt et al, 2001: Ireland et al, 2003) clan dari penehtian sebelumnya (Woldensenbet et al, 2010), Dynamic
Capabtiities dan Entrepreneurship memberikan pengaroh masing-masing pada kinerja organisasi. Dalam penelitian ini, kedua perspekrif tersebut digambarkan bcrsama dalam satu model penelitian sehingga i>aling melengkapi, dilengkapai dengan karakteristik organisasi peme.rintah yairu Kocrdinasi antar instansi, Perspektif tersebut digunakan dalam
rnenganalisls organisasi Pemerintah uotuk menjawab pertanyaan penelinen: Apakab kon!ep Dynamic Capabilities dan kouep EntrepreneurilllOrlentativn Yll.Di dil11mb11b aktifita.5 Koordinasl dapat 11ali:ng melengk.api dao membtri pengaruh posllif pada
killerj• organhasi Pemcrlntah?
Uni•ersitas Indonesia
15
BABII TINJAUAN LITERATUR Penggambaran teori dan kondlsi dilakukan dengan unuan seperti pada gamoar 2.1 benkut . .·
• _- __-_-_--_·-_··-_···_--_- ------
ENTR£PRCNC1JRSHIP
~----:i
_-_-_s~_~_-··_~~~IC~M-~-~--AG_·-E_~_·~~-· ·r
., _--.--·
:-~=~-: · -· · ·_ .
1
l RESOURCI:
DtPENOENT
COlillNG£tiiC.Y
TH!ORV
I
········---·L
DYNAMIC tAPA~IUTIES
l
Gambar :2. 1. Urutan Pcinbaha~anLitcratur
2.1. Strotegic Management Strategic Management adalah tentang direction of organizations (Rumelt, 1991 ). Perusebaen mempunyai pilihM-piliban yang harus dibunt untuk membuat tetap survive dalam kompetisi, clan pilihan-pilihan ini disebu strategi, Selanjutnya Rumelt (1991) menjelaskan bahwa strategi itu terdiri dari menseleksi berbagai tujuan, pemiliban produk etau pelayanan yang akan ditawarkan, disain dan konligurasi policies yang menentukan bagaimana posisi perusahean pada kompetisi product markets (competitive strategy), pilihan tingkat cakupan dan perbedaan yang sesuai, disain struktur organisasi, sistem administrasi dan kebijakan yang digunakan untuk menentukan dan mengkoordinasikan tugas, Preposisi dasar dari stratel{Ji field adalah pilihan-pilihan tersebut memiliki peranan penting dalam sukses atau gagalnya perusahean, dan pihhan-pilihan terscbut harus tcrintegrasi. Integrasi berbagal pilihan-pilihan membuat the set of strategy (Rurnelt, I 991 ). Strutegii: Munagemetll berkembang dan bcrevolusi dalam empat era (Meyer et al, 2002) yaitu (1) pembuatnn kebijakan (2) policy and planning, yang sudah mulai proactive, (3) initial strategy, dimana mulai membahas organisasi kompleks yang beroperasi pada wilayah Iuas dan memproduksi berbagai produk, dan (4) S'trafexic J.{anaKemenJ, yang Universitas Indonesia
16
membahas kinerja clan pemunbuhan organisasi, dan pemakaian sistem dan strategi untuk pertumbuhan. Interest utama dari para peneliti dibidang Sirategtc•.\fanagementp..W saat ini adalah mcnjelaskan tentang perbedaan kinerja antor perusahaan yang dihasilkan dari kegiatan strategic masing-rnasing (Ireland et al, 200 J ). Tindakan strategic adalah proses
menjalankan srrategi yang menghasilkan Competaive Advantage yang membuat perusahaa.n menghasilkan kinerja yang berbeda tersebut. Selanjutnya dikatakan oleh Ireland ct al (200 I), Strategic Manugemenl adalah context-specific proses yang berisi kornitmcn, kcpurusan, den tindakan }'illl% dibutuhican oleh perusahaan utuk menciptakan wealth. Competitive Advanra~ adalah basil dari positioning dalarn industri, eksploitAsi yang etektif dari firm-specific resources, capabilities, dan core competencies, serta partisipasl dalam unique networks atau kerjasama dengan perusahaan lain (Barney, 1991; Porter, 1980). S1rategic ,\{anagement terkait dengan set of commitments, keputusan, disain pelaksanaan kegiaian, dan pelnksnn•on kegiatan UDtuk menghasilkan Competittve Advantag» dan mendapatkan above-average returns (Hitt et al, 2001 ). Strategic Managemeru menyediakan konteks pada semea kegiatan organisasi, termasuk kegiatan
entrepreneur/cl (Ireland et al, 2001).
2.l. Resource-B ase View Pembahasan tentang resources internal psda perusahaan secara aktif dimullli oleh Penrose ( 1959) pada bukuoya yang sangat terkenal.yaitu The theory of Growth of Firm. Penrose (1959) beragumentasi bahwa pmisahaan merupakan kumpulan dari productive resources, clan resources tersebut akan berkontribusi pada posisi competitiveness perusahaan apabila dieksploitasi secara benar dan bagaimana potensi yang bemilai tersebut dapat dirnanfaatkan oleh perusahaan, Kemudian Penrose menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan, balk secara i ntemal atau eksternal, tergantung pad a cara perusahaan memanfeatken potensi resources yang dimilikinya, Wernerfelt (1984) menulis bshwa bagi perusahaan, produk clan resources adalah sejalan, dimana produk menghasilkan secara langsung kinerja, dan produk tersebut merupakan basil tidak langsung dari resources yang diguna.kan dalam produksi,
Selanjutnya, perusahaan dapat memperoleh return diatas normal dengan mengidentifikasi dan menggunakan resources yang tepaI unruk menghasilkan produk ywig rnerupakan Competitive Advantage. Dierickx dan Cool (1989) menghubungkan akumulesi aset dengan sustainability of Competitive Advantage dengan menamhahkan perlunya aset untuk tidak bisa ditiru dan disubstitusi oleb perusahal1n lain. Setiap perusahaan harus memiliki kompetensi khusus yang spesifik berdasarkan resources yang dimilikinya, seperti dinyatakan oleh Prahalad dan Hamel (1990) bahwa tugas manajer untuk menciptakan produk baru yg radikal yang dnpnt dihasilkan dengan cara mengeksploitasi core competence dari perusahaan yang berupa keahlian )'g tida.k dapat ditiru, pengaleman, dan teknologi, yang dipergunakan, Unlvi;rsltas Indonesia
17
Barney (1991) melanjutkan pcmbahasan RBV dcngan mcnampilkan dua asumsi bahwa, pertama, resources dan capabilities tersebar pada berbagai perusahaan secara heterogeneusly, dan kedua, dan resources tersebut imperfectly mobile. Kondisi ini menyebabkan perbedaan pada resource endowment yang meayebebkan ado perusahuan yang memiliki Competititve Ach>antage dibanding perusahaan lainnya, tetapi dalam rentang waktu pendek sampai perusahaan lain dapat memiliki resource endowment yang sama. Barney ( 1991) menyirnpulkan bahwa perusahaan untuk dapat memiliki sustain Competitive Advantage, perusahaan harus memiliki Voluaole. Rare, Inimitable. dan nonsubtitutable resources dan capahilities. Resources adalah kumpulan falctor yang tersedia clan yang dimiliki atau dikontrol oleh perusahaan (Amit & Shoemaker, 1993), yang dapat terdiri dari aset fisik (misalnya properti dan peralatan), dana atau keuangan, human capital, atau knowhow dan tntelectual capital (misalnya merek, sistem, paten atau lisensi). Dalam benmk lain, Barney (1991) mengumikan bahwa resources terdiri dari tangible dan intangible assets, human dan nonhuman, yang dikontrol perusahaan clan dapat digunaken daJam melaksanakan strategi perusahaan, dan kemudianreso11rc:es tersebut ak.an meajadi modal yang dapat membuat perusahaan memiliki keunggulan, atau Competitive Advantage. Resources dan capabtltttes tersebut merupakan dasar da.ri perusahaan untuk merobuat st.rategi karena internal resources dan capabiltties mcmberlkan arah desar pada stratcgi pcrusahean, clan merupakan sumber utama profit perusahaan (Grant, 1991 ). Capabilities adalah kemampuan dalam menggunakan resources yang ada untuk meneiptakan produk dan [asa atau kompetensi (Nelson &. Winter, 1982), yang digunakan untuk melaksanakan srrategi peru.sahaan. Capabilittes tersebut merupakan proses spesifik yang merupakan basil dari kombinasi dan interaksi penggunaaa dan kemampuan perusahaan mengelola re.wurc:e$ untuk mcningl.atkan produkuvuas dan efektivitas resources tersebut dalam rangka mcncapai tujuan (Amit&. Shoemaker, 1993). Capabilities merupakan karakter spesifik pcrusahaan karena melekat pada organisssi dan proses yMS ada didalamnya, sehingga apabila organisas! berubah atau hilang, maka capabilities akan
hilang (Makadok, 200 I), berbeda dengan resources yang bisa ditransfer atau dipindahkan. Inti dari RBV adalah pada strategi penggunaan resources dan capabilities sebagai alat untuk me.ncapai Sustainable Competitive Advontag«; karena resources dan capabilities bersifat heterogeu (Penrose, 1959; Wernerfelt, 1984; Barney, 1991). Perusahaen akan merniliki Sustainable Competitive Advamage apabila implementasi strategi penciptaan nilai perusahaan tidak dapat ditiru oleh kompetitor atau pemsahaan lain, dan apabila
perusahaan lain tidak dapat meniru kemanfaatan strategi tersebut (Barney, 1991 ). Perusahaan akan berusaha mernaksimumkan profitnya, diarahkan oleh para manajer yang rasional dan terbatas, dan beroperasi pada lingkungan pasar tertentu yang dapat diprediksi, sehingga menuju pada keseimbangan (Leiblein, 2003). Kondisi ini menyebabkan bahwa informasi tentang resU11rces dimasa datang tidak terdistribusi secnra simctris. dan tcrgantung padn kemrunpuan pora mnnnjer tersebut dolnm mencari dan Unlversitas lndonesla
18
mengolah informasi. Apabila manajer dapat mernperkirakan nilai masa depan dari resourcessecara lebih baik dari kompetitor, akan membuat perusahaaa memi!iki ~ ante source of Sustainable Competitive Advantage, dan apabila manajer dapat membuet mekanisme yang melindungi resources yang dapat diakses perusahaan dari kompetitomya, akan memberikan ex post source of Sustaunable Competttive Advantage bagi perusahaan (Mahoney, 1995; Rwnelt, 1984). Karena sering menjadl aeean clan pembahasan, RB'V menjadi teori yang paling baoyak mendapat perhatian dan meniadi teori yang dominan dibidang Srrategic Management (Newbert, 2007). Perkembangan RDV tidak tertepas dari perkembangan pembahnsan pada vfow organises! industri yang dikembangkan oleh Porter (1981), dimana kinerja perusahaan sangat berhubungan dengan koudisi diluar perusahaan, yaitu bcrfokus pada struktur industri tempat perusahaan berada Walaupuo RBV memandang dari stsi lain yang tidak sama dengan view orgamisa:1i industri, RBV menjewkan behwa resources iuternal dapat menjadi sebab mengapa perusahaan dalam industri yang sama menghasilkan kinerja yang berbeda, sehingga posisi RBV tidak bertentangan atau menggantiksn view organi•a~i industri dan kedW111Ya saling komplementer (Barney, 2002: Mahoney & Pandian, 1992; Peteraf &. Barney, 2003).
Disamping berkembang dengan konsep Dynamic Capabilities, peranan resources juga menjadi dasar bagi proses Entrepreneurship. McOrath dan MacMillan (2000) berargurneatasi bahwa sejumlah resources yang cukup, dibutuhkan untuk mengidentifikasi entrepreneurial opportunities dengan potensi return yang terbesar, dan digunakan dalam cara tertentu untek dapat mengeksploitasinya. Sejalan dengan pendapat tersebut, untuk
dapat mengidentifikasi dan mengeksploitasi enrrepreneurial opponwanes, perusahaan hams memiliki atau ada akses kepada heterogen dan idiosyncratic resources yang tidak dapat secara mudsh ditiru oleh perusahaan lain yung menjudi kompetitor (Amit & Schoemaker, 1993; Barney, 1991 ).
2.3. Dymunic Capabilities Pendckatan Dynamic Capabilities berkembang sebagai k.elanjutan atau penyempumaan dari R.BV karena terdapat beberapa kelemahan. Untuk dapat memberikan Competitive Advantage, perusahaan hams mengelola resources yang dimilikinya secara properly leverage (Peteraf, 1993). Perusahaan mendapatkan rent bulcan karena memiliki resources yaug lebih baik, tetapi karena kompetensi spesifik pcrusahaan mcmbuar perusahaan dapat memanfaatkan resources secara 1.ebih baik (Mahoney &Pandian, 1992). Mahoney dan Panclian (1992) menjelaskan bahwa agar pemsahaan dapat mengbasiikan penggunanaan resources yang terbaik, perusahaan harus mengalokasikaa resources dalam cara tertentu yang menghasilkan produktivitas dan keuntungan maksimal.
Universitas lndo11esia
19
Winter ( 1995) rnenyataken tidak diraguknn lagi bahwa resources penting untuk mencapai Competitive Advantag€, tetapi ha! itu belum cukup untuk menghasllkan return diatas normal, sehingga perusahaan harus dapat mereplikasi routines dan mengitegrasikan dengan resources yang akan dimanfaatkan. RBV berasumsi bahwa resources dan capabtlities terdistribusi heterogen antar perusahean, dan kwupulan resources yang dimiliki perusahaan memberikan Compeutive Advantage apabila bemilai, langka, dan sulit ditiru (Bamey, 1991). Namun konsep tersebut dasamya staris dan tidak dapat menjelaskan Competitive Advantage perusahaan pada sitaasi yang dinamis !<arena lingkungan berubah (Priem & Butler, 2001 ), atau dengan kata lain, menjelaskan kondisi eksisnng saat itu i.aja. Teece et al (1997) mendefinisikan Dynamic Capabilities adalah kemampuan
perusahaan untuk mengitegrasikan, membangun, dan merestruktur internal dan ekstemal kompetensi dalam rangka menghadapi perubahan lmgkungan, Konsep ini merupakan dan berasal dari pengembangan RBV {Amit&: Shoemaker, 1993; Barney, 1991; Peteraf, 1993; Wemerfelt, 1984). Dynamic Capabilities ini menjelaskan pola dan aktivitas bersama dalarn organisesi, yang secara sistematis mengembangkan dan memodifikasi resources dan operational routines organisasi untuk. me11.i11gkatkan efektivitas sehubungan dengan perubahan yang tei)adi (Teece et al, 1997; Zollo & Winter, 2002). Dynamic Capabilities vit>w tidak hanya memperha1ikan resources yang berada dalam perusahaan, tetapi juga memperhatikan resources yang berada diluar namun masih dalam kontro: perusahaan (Barney. 2001; Hitt et al, 2001). Dengan demikien, Dynamic Capobtlities tidak hanya berdampak pada basil perusahaan saja, tetapi juga secara tidak Iangsung mempengaruai capabilities operasional dan lingkup perusahaan (Helfat & Peteraf, 2003). Wang & Ahmed (2007) mcnjclaskan hubungan antara resources don capabilities melalui hierarchical order. Sebagai zero order, resources didefinisikan sebagai stocks of available factors yang dimiliki atau dilmntrol oleh perusahaan, dan dimanfaatkan bersama aset lainnya. Sebagaifirst order.capabilities didefinisikan sebagai kemampuaa perusahaan untulc: memanfaatkan kombinasi resources unluk mencapai tujuan. Sebagai second order· adalah core capabilities pcrusahaan yang menekanknn integrasi resources dan capabilities yang sesuai dengan strategi perusahaan. Akhimya, Dynamic Capabilities sebagai third order, yang merupakan kemampuan perusahaan secara terus menerus mengintegrasikan, membangun, merekontigurasi resources clan ,·upabilities 8~b11gai core capabilities menghadapi lingkungan yang berubah (Wang & Ahmed, 2007). Pembahasan tentang Competitive Advantage bagi perusahaan menarik perhatian benyak penelitian dan berkcmbang. Pcrkembangan ini ti.dak selalu menuju pada satu kesepakatan, tetapi menimbulkan beberapa perbedaan konsep dan definisi (Barreto, 2010) sehingga memunculkan perbedaan perspektif. Perspektif dari Teece et al (1997) mendefinisikan Dynamic Capabilities sebagai capabilities perusahaan unmk berhasil pada aktifitas terteDtu yang digunakan pada aktifitas regular, sehingga perusahaan mampu mengidentifikasi kcbutuhan untuk mcrespon perubahan. Beberapa peneliti berikutnya (Helfat, 2007; Teece, 2007; Winier, 2003; Zahra et al, 2006) sejalan dengan konsep tersebut. Perspektif dari Eisenhardt dan Marlin (2000) menempatkan Dynamic Capabilities Univer~ilas Indonesia
20
sebagai proses firm-specific karena merupakan kegiatan routines perusahaan seperti pengambilan keputusan srrattgic, riset, pembelajaran karena pengulsngan pengalaman, sehingga rnembuat perusahaao meruillki Competitive Advantage. Pada perspektif Eisenhardt dan Martin, Dynamic Capabilities membuat commonalities antar perusah.aan yang mengbasilkan best practice. Perspektif dari 7..-0110 dan Winter (2002) mengarah pada evolutionary yang menjelaskan proses dari Dynamic Capabilities dapat mengbasil.kan pembetaiaran yang menghasilkan pattern begi perusahaan yang meajadikan Dynamic Capabilitiessebagei path dependent, Teece et al (1997) menjelaskan bahwa outcomes Dynamtc Capabtltttes adalah kinerja. Hal ini sejalan dengan Makadok (2001) yang menyatakan bahwa pcndckatannya adalah causal mechanism, dengan perusahaan menghasilkan ren; dari Dynamic Capabilities. Namun dengan pandangan lain, Zott (2003) menyatakan hahwa Dynamic Cnpahilitie., tidak secara langsung rnenghasilkan kinerja, tetapi mempengaruhi kinerja melalui rekonfigurasi resources dan routines, sebingga bisa terjadi perusahaan deegan Dynamic Capabtittte« yang sama dapat menghasilkan konugW'lCli resourcesyang berbeda sehingga akibet pada Kin.:rja tidak sama. Zahra et nl (2006) mengusulkan hubungan antara Dynamic Capabilities clan k.iDerja secara tidak langsung melalui perubahan substantive capahilit/es oleh Dynamic (;apahilities.
Teece (2007) melanjutkan kensepnya dengan argumentasi bahwa perusahaan dengan Dynamic Capabtlittes yang kuat akan dapat meagadopsi Dynamic Capabilities ke Strarezlc Entrepreneurship karena perusahaan tidak hanya mampu beradeptasi dcngan lingkungan saja, tetapi juga al::an mampu membenruk lingk:ungan deegan keniampuannyn untuk mengCIUlli dan memollfaatkan peluang deng1111 merek.on.iigurasi core competence. Kondisi ini membuat fokus konsep Dynamic Capabtlities berkembang dari hanya beradaprasl karena perubahan lingL'llllgan menjadi juga mampu mempengaruhi perubaban Iingkungan (Eisenhardt & Martin. 2000; Helfat et al, 2007; Teece, 2007). Dynamic Capabilities dibangun dalam organisasi. tidak bisa dibeli atau diambil dari luar dan dimasukkan kedalam organisasi (Malcadok, 200 I), karena Dynamic Capabilities ruerupakan organizulioool processes pada keseluruhaa organisasi (Helfat et al, 2007), mengembangkan rousines yang ada (Zollo & Winter, 2002), sehingga menjadi embedded dalam organisasi dan berkembang sesuai dengan benambabnya waktu. Hal itu membuat Dynamic Capobilities dipandang sebagai path dependent karena terbentuk oleh pengalaman pembelajaran dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan aset yang climiliki (Dierickx & Cool, 1989; Eisenhardt& Martin, 2000; Zollo&. Winter, 2002).
Proses pembelajaran pada Dynamic Capabilities menghastlkan beberapa tingkatan Dynamic Capabtlities. Winier (2003) mengidenlifik:asi adanya tiga tingkatan, yaitu (I) zero level, adalah capabilities yang memung.L:inkan organisesi dapat hidup dan berjalan dalam kondisi saat ini, (2) first order, dimana org!\llisasi mrunpu merubah kondisi pada zero level dengan cara rnerubah proses produksi, dan (3) higher order, dimana capabilities sudah merupakan pembelajaran organisasi yang mengbasilkan atau dapat memodifikasi un
21
Dynamic Capabilities organisasi, Dihubungkan dengan persepsi manajer terhadap dinamika lingkungan, Ambrosini et al (2009) mengidentifikasi adanya tiga tingkatan Dynamic Capabilities, yaitu (I) incremental Dynamic Capabilities, yang berfokus pada secara berkelanjutan, (2) renewing Dynamic Capabilities, yang berfokus pada memperbahMui, mengadaptasi dan mcrnpcrbcsar resource base, dan (3) regenerative Dynamic Capabilities, yans fokusnya tidak hanya pada resource base saja, tetapi sudah pada eksisting Dynamic Capabilities, misalnya peningkatan
resource base organisasi
merubah cars pengelolaan resource base. Aoalisis oleh Augier dan Teece (2009) mengemukakan bahwa implementasi konsep Dynamic Capabiltties berkaitan dan menggunakan oeberapa perspektif dari teori behavioriai, teori transaction cost, dan teori evolutionary. Dari perspektif teori behaviorial, konsep Dynamic Capabilities mengambil proses keputusan manajerial yang berbeda ketika melakukan alokasi resources dalam rangka pengembangan capabilities; kemudian dari perspektif teori transoaion cost. dengan mernpertimbangkan adanya transaction clan switching costs k:etika mengadakan transfer dan rekonfigurasi resources dan capabilities; dan dari perspektif teori evolution dengan mempertimbangkan usaha organisasi untuk membangun dan mengeksploitasi aset pengetahuan yang bemilai dan
kemampuen pembelajaran membuat organisasi mampu menggunakan resources secara efisien (Angier & Teece, 2009). Walaupun sudah berkembang
empiris, dan belum jelas implikasi praktisnya, Kurang penelitian ernpiris juga menjadi perhatian dari Wang dan Ahmed (2007) karena banyak masih berupa studi kasus yang kualitatif pada bagian kecil dari konsepnya. Barreto (2010) menyatakan bahwa belum dapat dishnpulkan tentang anteseden dan konsekucasi dari Dynamic Capabilities, dan sampai saat ini konstruknya masih abstrak dan terlalu panjang karena operasionsl variabelnya belum diterima secara luas, Lebi.h janh lag], 7.ahra et al (2006) menyatakan
bahwa konsep Dynamic Capabitittes sering dioperasionalkan dengan cara yang masih sulit untuk membedakan antara eksistensi atau efek dari Dynamic Capabilities sendiri, 2.3.1. Dimemi Dynamic Capabilities Dynamic Capabilities bersifat multidimemi yang konstruknya sallng berhubungan dan komplementer (Barreto, 2010; Teece el al, 1997). Sesuai dengan kegunaannya untuk
menghadapi pcrubahan lingkungan, Dynamic Capabilities mcmiliki kcmampuan untuk rnengidentifikasi kebutuhan untuk berubah, memfonnulasikan respon terhadap perubahan, dan mengimplementasikan perubahan tersebut (Helfat et al, 2007). Kemampuan tersebut meliputi kemampuan koordinasi aktivitas daJam perusahaan, kemarnpuan learning atau belajar memperbaiki proses dan melibnt peluang, dan kemampuan recorftguratton resources (Teece et al, l 997). Kemampuan tersebut dinyatekan dalam bentuk lain menjadi Universitas Indonesia
22
ser.sing opp0rtunitie1 and threat, seumg opportunities, dan managing threat dan reconfiguration peda Teece (2007). Bentuk kedua lebih dinamis karena dihubwtgbn dengan adanya perubahan, yaitu dari koordinasi aktivitas menjadi sensing opportunities. Seming. Karena untuk menghedapai lingkungan yang berubah, mw kemampuan
yang pertama perlu dimiliki adalah kemampuan untuk memahami informasi adanya perubahan tersebut. Setiap pernsahaan memiliki akses yang herheda terhadap informasi dan pengetahuan, dan dengan adanya perbedaan ini, menciptkan pelwngbagi perusahaan (Kinner, 1973). Kemampuan sensing meliputi kemampuan perusahaan mengenali dan mcmahami perubahan pada lingk.ungan yang berdampak pada perusahaan (Teece, 2007), baik lingkungan ekster.lll1! maupun lingkungan internal perusahaan kareWl perubaban terjadi pada keduanya. Kemampuan melakukan scanning lingkungan merupakan langkah kunci dalam organisasi untuk beradaptast (Hambrick, 1982), dan selam itu, monitoring clan
analisis kondlsi lingkungan akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mengenali peiuang baru (Daft et al, 1988). Informasi yilllg ada harus dipilali agar mfonnasi yang berguaa saja yang rnenjadi perhatian (Teece, 2007). Learning. Mcrupakan komponen yang penting, karena learning adalah proses yang membuat penguhmgan dan eksperimen dapat membuat pekerjaan menjadi lebih baik clan lebih cepat, dan mengidennfikas! peluang produk baru (Teece et al, 1997). Kemampuan
perusahaan untuk belajar tereermin dari kemampuan menciplakan pengetahuan internal, kemampuan mengakuisisi pengetahuan dari luar, dan kcmampuan mengasirnilasi pcngctahuan ckstemol dan intemal melalui berbagi pengetahuan {Kogut & Zander, 1992; Zahra & George, 2002), dimana kemampnan peneiptaan pengetahuan dan akuisisl pengetahuan sangat penting untuk membangun kemampuan untuk meneiptakan capabilities {Kogut & Zander, 1992).
Rtconjiguratwn. Dalam lingkungan yang dinamis, kemampuan unmk rnerekonflgurasi assets dan struktur perusahaan dalam rangka transformasi internal dan eksternal sangat penting (Amit & Shoemaker, 1993). Sumber dori capabilities dapat dibangun dsri internal perusahean, atau akuisisi dari ekstemal perusahaan. Kunci untuk dapat rnenghasilkan pertumbuhaa keuntungan yang berkelanjuran adalah kemampuan untuk rekombmasi clan rekonfigurasi aset dan struktar organisast, sejalan dengan pertumbuhaa perusabaan, penibahan pasar dan tekaologi, yang terns bcrlangsung(Teece et al, 199i). Selanjutnya Teece et al (1997) menyatakan bahwa rekonfigurasi tersebut diperlukan untuk menjaga evolutionary fitness, dan apabila diperlukan, untuk beruhah d.ari
unfavorable path dependencies. 2.3.2. 'Peranan Manajer Tingkat Meaengah Posisi manajer tingkat menengah yang strategis pada organisasi membuat
peranannya menjadi penting dalam peningkatan kinerja. organisasi. Karena posisi tersebut, meaajer tingkat menengah menterjemahkan ;;>crspektif dan s1rategi droi top level Universitas Indonesia
23
management, kemudian mengimplementasikan strategi tersebut pada
unit organisasinya
dan kepada para manajcr dibawahnya (Floyd & Wooldridge, 1999).King et al (2001) mengemukakan bahwa dengan rnenggunakan cmnpe1e11cy characteristics of tacitness. robustness, embeddedness. dan konsensus, ditemukan adanya hubungan yang kuat antara lcarakteristik manajer tingkat mengah dengan kinerja organisasi. Manajer tingkat menengah memilid kesempatan untuk mendapatkan informasi dari dalam dan luar organisasi, dan kemudian rnensintesakan informasi tersebut sena melakukan sharing kepada seluruh anggota organlsasi. Manajer tingkat menengah harus mengharmoniskan pcrspcktif dari top manajer dengan implernentasi yang dilakukan oleh manajer tingkat bawah, kcmudian manajer tingkat rnenengah hams memutuskan penggunaan competencies pemsahaan, sehingga mempengaruhi Kinerja (King et al, 200 I). Dorongan pada pembentukan insiatif pada organisasl tidak berasal dari top manaier, tapi berasal dari idea generation pada T1W1111jer lingkat bawah yang digabungkan dan dipirupin oleh manajer tingkat moncngah dan dikcmbangkan sebngai inisiatif strategi baru (Burgelman, 1983). Selanjutnya, Wooldridge dan Floyd (1989) mengemukakan bahwa
apabila menajer tingkat menengah ndak memahami atau tidak komit pada top manajer strategic goa/3, meka para manajcr tingkat menengeh tidak mendukung lmplementasi strategi dari top manajer sehingga pelaksanaan sttategi tersebut tidal< dapat berjelan cfcktif :\.1anajer tingkat menengah juga rncmiki kemampuan untuk melakukan perubaban pada unit organisasi yang dipimpinnya, sehingga berkontribusi pada organisasi yang lebih besar . .Manajer tingkat rnenengah dapat mempengaruhi strategl yang berasal dari top manajer clan meningkatkan kualitas lceputusao serta meningkatkan efisiensi pe!oksanaannya (Wooldridge & Ployd, 1990).Wooldrige et al (2008) menyimpulkan bahwa orgoolsasi besar tidak dapat dikelola olch satu orang atau sckclompok keeil orang, tetapi dlbutuhkan banyak manajer tlngkat menengah yang memimpin kelompok-kelompok fungsicnat sebagai mediator antar group yang ada. Proses pembelajaran dan sharing knowledge banyak dilakukan oleh para manajer tingkat mcnengah (Nonaka, 1994) karena manaier tingkat menengah menyerap, merangkum, dan menyebarkan ide dan inovasi pada organisasi, yang implernentaslnye dapat berupa pembelejaran atau rekonfigurasi pada organisasi. Dalam kontck.s RBV, manajer tingkat mencngah mernpuuyai posisi lebih baik daripada top manajcr dalam membentuk dan berbagi pengertian tentang core capabilities dari organisasi, dan menjadi katalis yang penting untuk mengcksploitasi capabilities organisasi dan pengembangan capahilities yang baru (Wooldridge et al. 2008). Hal ini merupakan kemamp1.1an yang
dibutuhkan untuk mendapatkan Dynamic: C"pabilities begi organisasi. 2.3.3 Dynamic CapabiJilies pada Organisasi Publik
Petbed!IM utama antara organisa~i publik dan swasta adalah pada kepemilikan. Otganisasi swasta dimiliki oleh para shareholder yang mendirikan organisasi untuk memberik1111 ballil ittau profit, sedangkan organisasi publik otau Pemcrintah merupakan milik bersama masyarakat untuk memberikan manfaat pada seluruh stakeholder. Tujuan Universitas Indonesia
24
pendirian organisasi swasa likurannya sangs; [etas dan teruknr, yaitu prQfiJ yang dapat diukur nilai finansialnya, sedangkan tujuan pendiriaa organisasi Pemerintah lebih sulit pengukurannya karcaa bcrupa menciptakan public value atas kegiatan yang dilakukannya (Nutt & Backoff, 1993). Persamaan organisasi publik dan swasta adalah keduanya berada pads lingkungan ekstemal yang sama, yaitu lingkungan yang memiliki karakteristik dengan turbulensi tinggi yang dinamis, tidak ramah, dan dalam lingkungan yang kompleks (Nutt & Backoff, 1993; Osborne &. Gaebler, 1992). Keduanya memiliki tujuan yang harus dicapai dengaa melakukan aktifitas organisasi, schingga mcmiliki pcrangkat organisasi berupa resources, prosedur dan tatacara, Kondisi ini membu.at adanya beberapa kesamaan, sehingga Boyne (2002) menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang mendasar antara manajemen swasta dan manajemen publik kareoa manajer publik belajar praktek manajerial dari
perusahaan swasta untuk mellingkatkan kincrjanya. serta Mintzberg (I 996) beragumentasi bahwa organisasi Pemerintah barns dijalankan seperti menjalEIIlkon bisnis pada sektor swasta, sehingga keduanya dapat berjalan berssma secara baik dan sepadan, Kedua ha! diatas membuai adanya ka:akteristik yang khas dalam tiap orgaaisasi, Pimpinan dalam perusahaan swasta lebih memiliki fleksibilitas dalam bekerja karena yang menjadi ukuran keoerhasilannya adalah profit, dan prosedur adalah alat unruk mencapal tujuan, sedangkan pimpinan dalam organisasi publik dalam meucapai tojuannya lebih terikat pada hirarki, prosedur, dan akuntabilitas publik. Piening (2013) mcngutip Bryson el al (2010) menyatakaa bahwa l:onsep strategic management dapat diterapkan pada organisasi pubiik, tetapi dit.ambah dengan kondisi bahwa pimpinan organisasi publik kurang sepenuhnya memiliki kontrol terhadap siraregyformulation dan implementasinya, Selanjalnya, Piecing menyimpulkan dari berbagai penelitian dengan menyatakan bahwa sama seperti pcrusahaan swasta, organisasi publik berfungsi sebagai kumpulan dari
resources dan organizational routines yang bertujuan untuk membuat dan rnelaksanakan kebijakan serta mcnyediakan pelayanan masyarakatyang dibutuhkan. Hal ini memenuhi penjabaran dari konsep Dynamic Capabilities oleh Teece et al (1997) dan Zollo dan Wimer (2002) dapat diterapkan pada pausahaan swasta clan organisasi publik, dimana kedua bentuk crganisasi merekonfigurasi operational routines unruk meningkatkan effectiveness organisasinya (Piening, 2013).
2.4. Entrepreneursh;p Shane dan Venkataraman (2000) memberikan tiga ha] yang menyebabkan penelitian dibidang J::ntrepreneurship merupakan hal peering dan menarik, yaitu (1)
Entrepreneurship rnerupakan mekanisme untuk me.oterjemahkan informasi teknis rnenjadi produk, (2) Entrepreneurship adalah mekanisme untuk dapat menemukan dan mencegah temporal dan spatial inejficienry dalam elconomi, dan (3) Entrepreneurship merupakan motor dari inovasi proses dan produk yang mendorong pertumbuhan u.~a Entrepreneurship didefinisikan oleh SW.'eDSOn dan Jarillo (1990) adalah proses yang Unlvershas Indonesia
25
dilakukan oleh individu atau sekelompok individu untuk mengejar peluang, tanpa memperhatikan resources yang dikontrol oleh indivldu tersebut. Sedangkan individu yang melakukan Entrepreneurship tersebut adalah entrepreneur yang didefinisikan oleh Shanna dan Chrisman ( 1999) sebagai individu atau sekelompok individu yang bertindak independen atau sebagai bagian dari organisasi, yang menghasilkan usaha baru, memperbaharui, atau inovasi pada perusahaan yang ada. Kemampuan Bntrepreneurshiprnenjadi jalan untuk membesarkan perusahaan Hult, ct al (2003) mcnyimpulkan bahwa perusahaan yang muda okan memiliki peluong menjndi perusahaan yang besar dengan lebih cepat npAhilA memfokuskan pada pengembftnBJln Emrepreneurship. Perusahaan yang memiliki Entrepreneurship dapar ditihat dari kemampuannya untuk berinovasi, melakukan perubahan, dan menanggapl secara cerdas terhadap perubahan dan fleksibilitas lingkungan (Naman & Slevin, 1993 ). Mcmanfaatkan entrepreneurial opportunities berkontribusi kepada usaha perusahaan membentuk Sllstainuble Competitive Advantages dan menciptakan wealth (Ireland, et al, 2003) Konsep En1repr1me11rship berkembang dari dua konsep, yaitu Emrepreneurshlp
sebagai alertness dan sebagai judgement, Kensep sebagal alertness dikembangkan Kirzner (1973) yang berasumsi bahwa alertness timbul karena adanya subjectivism of knowledge, dan Entrepreneurship timbul sebagal alertness terhadap opportunities yang ada karena disequfllbrlum. Menurut K.lrzner, alertness entrepreneur dengllll akan menemukan dan mengeksploitasi kondisi yang memungkinkan entrepreneur meDjual produknya dengan harga yang lebih tinggi dibandlngkan dengan harga pembeliannya. Entrepreneurial profit adalah selisih harga pembelian dan penjualan tersebut (Kirzner, 1973). Konsep kedua dikembangkaa Knight (1921), yang memandang Entrepreneurship sebagai judgmental dee/son making, dimana setiap individual merniliki persepsi berbeda
terhadap kondisl pasar sehingga menghasilkan perbedaan dalam memandang peluangnya. Knight (1921) bercendapat bahwa profit opportunities belum eksis sampai sesudah gains atau losses terjadi, Judgement rnengacu kepada decision making ketika harus mcmilih kemungkinan outcomes yang tidak diketahui, dan Knight (1921) menyebut bal itu lebib
sebagai uncertainty daripada probability. :2.4.1. Corporate Entrepreneurship Terdapat banyak perusahaan yang pasar dan produknya sama atau hampir sema, sehingga persaingan antar perusahaan dalam rangka memperebetkan pasar merupekan hal
yang terjadi setiap saat, Ahuja dan Lampert (2001) menyatakan bahwa tingkat keberhasilan dan survival dari suatu perusahaan berdasarkan kemampua.nnya dalam memenuhi sedikitnya tiga persyaratan, yaitu (l) harus dapat memenuhi kebutuhan pasar, (2) barus mengembangkan Competitive Advantage yang Jebih dari perusahaan lain yang menawarkan produk pada pasar sama, dan (3) harus rnembangun secara konsisten kemampuan internal yang mcnjamin kesesualan produk dan Competitive Advantage.
Universitas Indonesia
26
Corporate Entrepreneurship aWJah proses yang dilakukan oleh individu atau grup individu didalam suatu perusahaaa yang mcnghasilkan usahn baru, mendorong pcrnbaharuan atau inovasi dalam perusabnu.n tersebut (Sharma &, Chrisman, 1999). Definisi ini diperluas oleh Wolcott dan Lippitz (2007) bahwa Corporate Entrepreneurship tidak hanya pada pengembangan produk barn saja, tetapi juga termasuk membangun inovasi dalam pelayanan, jaringan usaha, merek dan lainnya, Sedangkan Burgelman ( l 984)
mendefinlslkan Corporate Enmepreneurship sebagai upaya membesarkan kemampuan yang menjadi domain perusahaan dan menghubungk.an kelompok opportunity dengan cara membangun kombinasi resources yang baru. kegiatannya, Stopford d3I\ Baden-Fuller (1984) mengelompokkan Corporate Entrepreneurship' menjadi tiga, yaitu {I) individual, individu yang menghasilkan inovasi atau membangun usaha bsru dalam perusahaan, (2) bisnis renewal, adalah aktivasi inovasi dalam skala fungsional yang menghasilkan transformasi bisnis perusahaan, Win (3) Schumpeterian Entrepreneurship berupa aktivitas inovasi terintegrasi dalam corporate stra1cgy yang mempengaruhi rule of competition. Fokus penelitian Corporate Enlrepreneurship berade pada tiga area, yaitu (1) entrepreneur individual yang membahas karakterisrik individual dan dukungan organlsasi pada entrepreneur, (2) formauon of 11ew corporate venture! yang membahas perbedasn bcntuk-beruuk new Berdasarkan
ventures, c.lan (3) entrepreneurial organ/M1io11 yang membahas karakteristik organisasi (Antoncic & Hisrich, 2003). Secara spesifik Miller (1983) menyataken bahwa entrepreneurial organizasion adaiah org4lli.sasi yang bertbkus pada inovasi produk sesuai tuntutan pasar, berani rnengambil resiko dalam mcngemhangkan produk, dan yang pertama melakukan lnovasi yang proaktif sehiogga dapat mengalahkan koropetitornya. Organisasi membutubksn edanya CorporateEnlrepreneurshipkarena ada problem yang menekan orgaaisasi, Tekanan tersebut men.urut Kuratko et al (J 990) adalah (I) kebutuhan akan perubahan, inovasi, dan peaingkatan dipasar produk untuk menghindari penurunan dan stagnasi (Miller & Friesen, 1982), (2) merasa adanya kelemahan dan kekurangan pada metoda tradisicnal corporate management, don (3) adanya turnover pegawai yang tidak puas dengan cara kerja organisasi yang birokratis. Menerapkan atau mencapai kemempuan Corporate Entreprenurship selanjutnya akan mernerlukan
kemampuan tertentu dari perusahaan dan akan menjaili umtangan baru bagi organisasi. Hasil kegiatan Corporate Entrepreneurship dikelompokkan oleh Covin dan "Miles (1999) menjadi (!) sustained regeneration, yaitu perusahaan secara reguler dan terus menerus rnemperkenalkan produk baru atau masuk ke pasar baru, (2) organizotional rejuvenation, yaitu kondisi peTUS
27
2.4.2. Public Entrepreneurship Sama scperti perusahaan, organisesi Pemerintah juga berada pada lingkungnn eksternal yang memiliki karakteristik turbulensi tinggi, dinamis, tidak ramah, dan dalam lingknngan yang kompleks (Nutt & Backoff, 1993; Osborne & Gaebler. 1992). Langkah dan dimensi dasar dalam proses Entrepreneurship tidak berbeda apabila dilakukan dalam organisasi swasta dan organisasi Pemerintah (.Morris et al, 2011 ), disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang mendasar antara manajcmcn swastn dnn mmmjemen Pemerintah (Boyne, 2002), sehingga Mint~berg (1996) beragumentasi bahwa organisasi Pemerintah barus dijalankan seperti menjalankan bisnis pada sektor swasta.
Entrepreneurship organisasi Pemerintah mirip dengan Entrepreneurship perusahaan besar (Morris et al, 20 l l ). Morris et al (2011) mcnggambarkan bentuk organisasi tersebut memiliki hirarki formal, srakeholders grottp deagan demand tertentu, kultur yang kuar, detail operasional prosedur dalam melakukan tugasnya, keinginan manajer pada kekuasaan dan kearnanan, sistcm kontrol keuengen kaku, sistem alokasi biaya clan penganggaran, dan sistem reward. Manajer kedua tipe organisasi ini cenderung lebih perharian kepada rnasalah internal daripada eksternal, dan fokus leblh pada proses daripada outcomes (Morris et al, 2011). Bernie dan Hafsi (2007) melihat entrepreneur organisasi Pemerintah
jarang menciptakan yang baru dan bcsar, tctapi me!akukan reinventing organisosi secara perlahan dalam rangka efisiensi dae efektifitas. Lingkungan yang turbulen membuat entrepreneur organisasi Pemerintah lebih sistemik (Bernie & Hafsi, 2007).
Peneliti yang melalrukan penelitian pads organisasi Pemerintah berangkat dari asumsi dan pengertian yang tidak sama sehingga pcnelitiannya menghasilkan definisi yang
tidak sama juga, Tetapi pada prinsipnya, semua mengarah pada selalu ada elernen inovasi don Entrepreneurship pada organisasi Pemerintah (Zerbinati & Soutaris, 2005). Mirip
dengan Dynamic Capabilities diatas, definisi dan pengertian Entrepreneurs/tip pada organisasi Pemerintah juga ada yang sebagai proses dan sebagai capabilities. Walaupun Entrepreneurship merupakan konsttuk universal clan dapat diaphkasikan pada sektor publik (Morris & Kuracko, 2002), ada hambetan yang rnembuat Entrepreneurship berjalan tidak optimal. Penelitian Morris dan Jones (1999) pada para
mnnajer sektor publik mengidentifi.kasi bahwa hambataa terbesar implementasi Entrepreneurship adalah extensive policies dan prosedur, keterbatasan dalam merekrut dan keterbatasan besaran reward, dan keterbatasan otonomi managerial. Sedangkan hambataa pda mullip/Jclty of goals, reward system yang menghukwn kesalahan, menjadi sorotan publik, dan sulit mengidentifikasi customer, merupakan hambatan yang paling keeil (Monis & Jones, 1999). memberhentikan
personel,
2.4.J. Peranan Manajer Tingkat Meoenph ·
Pengukuran
peda tiga dimensi Entrepreneurship' tersebut merupakan pengukuran Corporate Entrepreneurship pada individu l:arena variabel yang din\rur sehubungan Uni11ersitas Indonesia
28
ketiga hal tersebut adalah feaomena level individu pada Corporate Entrepreneurship (Antoncic & Hisrich, 2004). Da!am satu perusahaan, individu dapal mempengaruhi individu lain dan merubah behavior sehingga dapat menciptakan resources dengan
baru bagi perusahaan (Stopford & Baden-Fuller, 1994). Kegiatan Entrepreneurship dimulai dan dihasilkan oleh individu dalam organisasi, sehingga organisasi meniadi Innovatif proaktif, dan risk taking' melalui kegiatan yang dilakukan oleh anggota organisasi (Stevenson & Jarillo, 1990). Iadividu tcrsebut terdiri dari setiap orang yang berada dalam perusahaan, tetapi posisi sanga; menentukan pengaruh pada inteasitas Entrepreneurship dalam perusahean. Para manajer memainkan peranan penting dalam proses entrepreneurial dalam perusahaan (Kuratko, et al: 2005). Floyd dan Lane (2000) menyatakan bahwa manajer pada semua
level memainkan peranan penting dalarn berbagai ma.cam kesuksesan perusahaan, Kuratko, et al (2005) mengintegrasikan midi rentang role dan behavior dari manajer tingkat menengah, dan mengusulkan model konscptual manajcr tingkat menengllh entrepreneurial behavior. Mereka berargumentasi entnprenewship behavior manajer tingkat menengah menjadi peranan yang terpenting dalam proses implementasi Corporate Emrepreneurship. Dalarn menjalankan peranan teresebut, manajec tingkat menengah secara aktifmensintesa dan mendesiminasi informasi kepeda top-level dan manajer tingkat bawah, dan kemudian apabila dlpedukan memimpin kegiatan yang mengbasilkan pembaharuan dibidang produk atau pelayanan (Kuratkc, et al: 2005). Nonaka (1994) menyarakan bahwa dengan posisi yang strategis pada organisasi membuat. manajer tingkat menengah dapar mengumpulkan dan rnenyerap ide-ide inovatif dari dalam dan luar organisasi, dan dengan berinteraksi dengan semua tingkatan manbuat manajer tingkat mcncngah dapat merongkurn dan mengintegrasikan ide-ide inovatifyang tersebar clan terkotak-kotak dalam organisasi. Manajcr tingkat mcnengah didefinisikan seoagai koordinator kegiatan sehari-hari dari unit organisasi dengan aktifitas yang bethubungan secara vertikal dalam organis.asi (Floyd & Wooldridge, I 992) sehingga mempengaruhi lrualitas dari implementasi strat.egi yang ada dalam perusahean. l'eraoan IOp manajer berada pada level pengambilan keputuan strategis yang berorientasi pada pembentukan arah perusahaan clalam mencapai tujuan, sedangkan peranan manajer tingk.at menensah berfokus pada efektif komunikasi dan informasi antara top manajer dan IIlllllajer tingkat bawah. Ghosal dan Bartlett (1994)
menjelaskan peranan manajer tiogkat menengah sebagai pendorong kegiatan individual entrepreneurial kearah penciptaan kegiatan barn atau keterlil:>atan dalam pembahanum strategis. King, er al (200 J) menyampaikzn peranan penting manajer tingkat menengah kinerja perusahaan karena manajer tingkat menengah mengharmoniskan lop-level perspelaif derigan roasalah implementasi oleb IClWer-level dan
dalam
membentuk
menyesuaikan dengan l
19
dibutuhkan banyak manajcr tingkat mcncngahs ynng memimpinfiinctio11al gro11p1 sebagai mediator amar group yang ada. Floyd dan Wooldridge (1999) membagi tiga peran manajer tingkat menengah dalam menciptakan dan mengintegrasikan pengetahuan dalam Corporate Entrepreneurship, yaitu (I) mengidentitikasikan opportunities, (2) mengembangkan Inisiatif, dan (3) memperbaharui renewing capabilities organisasi. Kurarco et al (2005) beragumentasi bahwa entrepreneurtal behavior manaler tingkat menengah menjadi penting untuk mengimplementasi seem-a efektif Corporate Entrepreneurs/rip, baik dalam rangka penciptaan new 1Jen111re ataupun strategic renewal. 2.4.4. Entreprenewlal Orient11tion
Konscp Entrepreneurial Orientation berkembang dengan dimulai dari pernyataan Miller (1983) bahwa entrepreneurial firm adalab perusahaan yang melakukan product market innovation. membuatri~ky ventures, dan yang pertama menghasilkan proactive innovation, sehingga mengalahkan kompetitomya. Ketiga hal dari Miller, tnnovatton risktaldnl( - proactive, kemudian dielaborasl oleh Covin dan Slevin (I 991) dan disebut sebagei Entrepreneurial Orientation olch Lumpkin dan Dess ( 1996), kemudian dipakai delam berbogai penelitien empiris dibidang Corporate Entrepreneuriihlp (Zahra et al, 1999). Review Literatur oleh Rauch et al (2009) menyimpulkan bahwa Entrepreneurtai Orientation merupakan representasi dari policies dan practices yang menjadi basis kepurusan dan tindakan entraprcneurlal organisasi. SelBJ'\iutnya, Entrepreneur/a/ Orientation dapat dipandang sebagai proses entrepreneurial strategy-making yan9 digunakan oleh pengambil kcputusan untuk rnencapai tajuan organises], mempert:Bhankan visi, dan menciptakan Competitive Advantage. Zahra clan Covin (1995) menyatak.an bahwa i11nnvatlon, risk taking danprouctiveness merupakan csensi CorporateEntrepreneurship. lm1ovQ/iveness. Lumpkin dan Dess (1996) menggambarkan innovativeness sebagai keoenderungan perusahaan unh1k herusaha mendapatkan dan mendukung pencarian ide barn, novelty, eksperimen dan proses krearif yang menghasilkan produk, servis, arau teknologi baru. Scbumpeter rnenyatakan babwa pertumbuban ekonomi dan penciptaan kesejahteraan bcrjalan karena adanya creative destruction yang dilakukan oleh para entrepreneur dengan mengahasilkan produk atau earn baru, sehingga inovasi adalah karak1er penting dari Entrepreneurshlp (Lumpkin & Dess, 1996). Rauen et al (2009) rnenambahkan innovattveness merupakan kecenderungan bekreasi dan bereksperimen melalui pemunculan produk, services atau Lek.uologi baru rnelalul riset dan development. Pada organisasi Pemeriotah, innovativeness berupa perbaikan atau rnembuat baru proses kerja, membuka pelayanan baru, atau merubah dan membuat struktur organisasi (Morris & Jones, 1999), sehingga masih sejalan dengan gambaran Lumpkin clan Dess ( 1996) bahwa innovariveness sebagai kecenderungan perusahaan untuk berusaha mendapatkan dan meodukung pencarian ide baru, novelty, eksperimen dan proses kreatir yang menghasilkan produk, servis, atau teknolog! baru. Walaupun demikian, ada tiga harnbatan yang dapat muncul ketika penerapan innovaiivenss pada organieasi Pemerintah
(Borins, 200 I), yoitu (I) birokrasi, terjadi karena masih adanya sikap tidak ramah, Universitas Indonesia
30
kesulitaa koordinasi dalam organisasi, rnasalah Icgistik, kesulitan mempertahankan semangat, kcsulitan mcmp<:rkcnalkantcknologi baru, (2) lingkungan politik, terjadi kerene adanya keterbatasan pendanaan, regulasi, dan tentangan secara politis, dan (3) lingkungan eksternal, yaitu adanya keraguan publik terbadap efektifitas kegiatan.
Menurut Covin clan Slevin (1989), proactiveness diasosiasikan sebagai pioneering behavior. Sedangkan menunrt Lumpkin dan Dess (1996), proactiveness merupakan pengambilan inisiatif Wlruk: mendapatkan peluang dan pasar baru atau mengantisipasi kedepan tcrlehlh dahulu diDandingkan pesaing, dan menghentikan proses atau produk yang sudah tidak layak. Proaaiveneesjuga disebut sebagai pioneering (Miller, 1983), inisiatif (Lumpkin & Dess, 1996), atau competitive aggresiveness (Covin & Slevin, 1991). Literatur psikolcgi mendefinisikanproactive behavior sebagai inisiatif sendiri yang Proactiveness.
beiorlentasi kedepan yang bertujuan Ullblk merubah dan memperbaiki l.ingkungan dan diri sendiri (Plll'ker, et al, 2006). Parker daa Collins (2010) mengklasifikasikan proaaive
behavior menjadi tiga jenis aktivitas, yaitu (I) benujuan untuk memperbailci Iingkungan internal organlsasi, seperti memperbeiki meroda kerja, (2) bertujuan untuk meningkatkan kesesuaian ancara organisasi dan lioglmng.an diluar organisasi, dan (3), meningkatkan kesesuaian antara individu dengan lingkungan dalam organisasinya,
Kegiatan yang bertujuan uutuk menir@tisipasi perubahan dan kebutuhan kondisi mendatang yang akan terjadi nanti adalah ccrminan dari proactive (Lumpkin & Dess, 1996). Morris dan Jones (1999) beragumentasi bahwa proactiveness membutuhkan kegiatan yang berorientasi dan menebnlcan pada antisipasi dan pencegahan problem sektor publik, sebelurn kejadiannya berlangsung. Selanjutnya Morris dan Jones (1999) menjabarkan orientasi kegiatan tersebur adalah interpretasi kreatif terhadap peraturan, keahlian pada networking and leveraging of resources, dan kemampuan yang tioggi don persisten dalam mendorong perubshan. Proactive adalah mengimplementasikan konsep yang emrepreneurial kedalam tindakan. Dengan demikian, proocttveness pada organisasi l:'emerintah tercermin pada kegiatan yang berorientasi pads perubahan, dan berfokus pada antisipasi pencegaban rimbuinya potensi masalab dikemudian hari. R/$11 taking. Risk merupakan kemungkinan untuk menderita kerugian, Antoncic dan Hisrich (2003) dan Lumpkin dan Dess (1996) menyatakea bahwa risk-taking adafah dasar dari Entrepreneurship karena seorang entrepreneur harus menanggung resiko yanJ! hasilnya bisa mendapatkan keuntungan atau menderita kerugian,Risk taking didefinisikan Miller daa Friesen ( 1978) sebagai tingkat atau situasi dimana manajer berkeingnan melakukan k.omitment beresiko terllBd•p resources yang dikendalikannya, dimana komitmeu tersebut berpeiuang gagal. Rauch et al (2009) menambahkan risk taking merupakan pengambilan keputusae dalam lingkungan yang tidak pasti. Parker dan Collins (20 I 0) menyatakan bahwa proactive behavior merupakan kegiatan yang beresiko karena seorang entrepreneur merubah lingkungan dirinya dengan rnendobrak status quo atau mengajukan bal-hal yang konrroversial. Hal-ha! tersebut rnenyebabkan risk laking merupakan sebuah distinctive charasteristic atau dimensi dari Enrrepre11eurship dalam perusahaan yang sudah eksis (Covin & Slevin, 1989; Lumpkin &: Dess, 1996). Monis Universitas lndune~ia
31
Jones (1999) mcnyatakan bahwa pnda organisasi Pemcrintah risk taking terjadi ketika memberikan komitmen untuk investasi resources yang besar dengsn dengan resiko
rasional terhadap kegagalan. Apabila pada organisasi Pemerintah sudah menunjukkan adanya ketiga komponen dimensi diatas, maka sudah terjadi Entrepreneurship pada organlsast, karena adanya innovativeness, proactive, dan risk taking merupakan indikator dari Entrepreneurship (Miller, 1983; Wiklund & Sheperd, 2005; Zahra &Covin, 1995). Analisis yang dilakukan oleh Klein et al (2010) menyimpulkan bahwa public entrepreneur berlolru seperti private entrepreneur, serta public entrepreneur dan private entrepreneurakan saling berinteraksi. Selanjutnya, private entrepreneurship terjadi dalam konteks public, dimana public action
dilakukan oleh aktor individu. Sebagai hasilnya, Klein et al (20 l 0) menyimpnlkan bahwa pada pengelolaan organisasi Pemerintah yang modem rerdapat keduanya, Public Entrepreneurship dan Private Entrepreneurship.
2.5.
Faktor Organisasi
Organisasi dengan berbagi bentuk dan besaranr.ya, adalllh sesuatu yang rnemfasilit.asl berbagai aktifi(C$ yang dilakukan oleh sekelompok orang. Ouchi (1980) mengutip buku
The Function of the Executive oleh Chester Barnard (1968) mengatak.an bahwa organisasi formal terbentuk ketika kebutuhan akan kcmampuan teknis, tenaga. kecepatan, ketahanan, adaptasi, atau keberlanjutaa, melebihi kemampunn satu orang. Penda:pat dari March dan Simun (1958) yang dikutip oleh Ouchi (1980) bahwa orgnnisasi akan eksis apabila orgaaisasi dapat mcmbcrikan sesuatu yang melebihi kontribusi y311g diberikan o2ch
anggotanya. Dalam prosesaya terjadi sinergi di.antara para anggota organisasi. Organisasi menjadi sesuatu yang menarik karens memberikau nilai lchih bagi anggotanya, sehingga banyak orang yang tertarik membangun organisasi dan organisasi mcnjadi semakin besar, Kondisi ini membuat orang mendirikao organisasi karena mengharepkan adanya nilal lebih dari organisasi yang dibangunnya. Pandangan Coase (1937) dan Wiliamson (1975) yang disirnpulkan dalam Ouchi (1980) menyatakan bahwa organisasl eksis karena dapat
melakukan mediasi kegiatan atau traosaksi ekonomi diantara anggotanya dengan biaya
yang lebih rendah dibandingkan apabila dilakukan diluar organisasi, Peodekatan ini, biaya yang lebih murah atau efisiensi kegiatan, menjadi ukuran yang bisa menjadi pertirnbangan dari kebutuhan dan besaran organisasi yZlllg akan dibangun. Dengan demikian, organisasi dapat didefinisikan sebagai kum.pulan orang yang
bekerjasama dalam kclompok pckcrjaan dalarn rangka mencepai tujuan bcrsama (Schermerhorn & Osborn, J 998). Berdasarkan definisi ini maka bentuk organisasi dapat bermacam-maeam, misalnya berupa perusahaan, perkumpulan sosial, atau organisasi Pemerintah. Perusahaan akan bertujuan memproduksi sesuatu yang dapat menghasilkan keuntungan bagi anggota perusahaim, perl.wnpuhm rositd aka.n membedkan manfaat nonekonomi bagi anggotanya, dan organisasi Pemerintah nknn memberikan m1mfaut berupa pelayanan Pemerintah bagi masyarakat. Universitas Indonesia
32
Dalam organisast terja.di proses yang menghasilkan outpul yang menjadi rujuan organisasi, Kemampuan para enggota organisasi dalam memproses input menjadi output menunjukkan tingkat kcmatangan organisasi tersebut, Mcnurut Teece et al (1997), kinerja output dari organisasi tergantung dari resources dan capabilities yang dimiliki oleh organisasi. Anggota organisasi merupakan bagian dari masyarekar secara keseluruhan dan
outpu: dari organisasi disamping dimanfaatkan oleh anggota organisasi, juga dirasakan oleh masyarakat diluar organlsasi mmana organisasi berada, Pada organisasi swasta, produk yang dihasilkan dimanfaatkan oleh anggota diluar organisasi dengan adanya keunrungan ckonomi bagi anggota organisasl, Pada organisasi Pemerintah, manfaat dari kegiatan organisasi ditujukan bagi keseluruhan masyarakat karena tujuan pendirian organisasi adalah untuk pelayenan masyarakat. De:ngandemikian, organlsasi berada dalam Iingkungan yang menjadi stakeholder dari organisasi tersebut, schingga orgsnlsasi dan
lingkuagan akan saling mempengnruhi. Faktor Orgaaisasi terdiri dari beberapa dimeasi. Dimensi dari Faktor Organisasi yang digunakan dalam pcnclitian ini ada!sh Management Support, Work Discretion, Reward/reinforcement, dan Resource Availahiliry (Hnrshy et al, 2002; Kuratko et al. 2005). Management Support adalah kondisi orgaalsasi mendukung, memfasilitasi dan mempromosikan entrepreneurial behavior (Hornsby et al, 2002). Work Discretion merupakan komitmen organisasi uotuk mentoleransi kesalahan, kelcluasaan bertindak, clan pendelegasian wewenang (Kuratko et al, 2005). Reward/reinforcementmerupakan sistem dimana reward diberikan kepada pelaksananya berdasarkan kinerja, achievement, dan tamangan yang dihadapi (Kuratko et al, 2995). Sedangkan Resource Availability merupakan ketersediaan resources yang dapat dimenfaatkan oleh organisasi untuk melaksanakan kcgiatan (Hornsby et al, 2005).
2.6. Lingk1111gau
Kondisi lingkuagan diluar organisasi atau lingkungan eksternal selalu berubah dan penuh ketidakpastian sehingga organi•asi .barus selalu merespon secara efekrif dengan merekonfigurasi kompetensinya agar kinerja organisasi dapat optimal (f eece et al, 1997). Untuk melihat perubahan lingkungan tersebut, dapat melalui dua perspektif, yaitu perspektif dari teori contlngencydan perspektif dari teori resourcedependence. Perspektif teori contingency menjelaskan bahwa organisasi harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang kompleks dan dinamis agar tctap eksis, Teori contingency menempatkan crganisasi sebagsi organisasi yang fleksibe! yang hams menyesuaikan dengan berbagai ketidakpastian, dan sebagai konsekuensinya. dalam pengembangan strategi hams fit dengan ketidak pastian yang dihadapi tersebut (Donaldson, 2001). Penelitian pada perspektif ini menekankan persepsi dan subyektifitas dari pelaku organisasi pada informasi (Lawrence & Lorsch, 1967). U niversltas Indonesia
33
Perspektif teori resource dependence memandang ketergantungan organisasi dan organisasi lainnya pada resources yang tersedia, Pfeffer dan Salancik (1978) menyatakan bahwa. ketergemungan lingkungan adalah nilai dari resources unruk organisasi dan jumlah dari resources yang dapat diakses oleb organisasi, mer:upakan hasil dari kemampuan organisasi berkompetisi untuk mcndapetkannya. Kemudiam rnereka melanjutkao bahwa
berbagai strategi organisasi dapat digunakan untuk meogw:angi ketergantungan pada eksternal resources yang diperebutkan tersebut. Penelitian pada perspektif ini menempatkan lingkungan sebagai sumber resources yang juga diperebutkan oleh organlsasi lain (Pfeffer & Salancik. 1978). Dess dan Beards (1984) menggabungkan kedua perspektif diatas dalam merumuskan tiga dirnensi Lingkungan, yaitu dynamism, complexity, dan munificence. Dynamism clan complexity menekankan clan berhubungan dengan ketidakpastian lingkungan sedangkan munificence lebih terkait dsn rnerupakan penjaharan pada perpektifresource dependences. Dynamism fo!rus pada perubahan lingkungllll dimana organisasi berada, sehingga menggambarkan kondisi stabilitas atau turbulensi lingkungan organisasi. Pada dimensi Dynamism tergamber variability clan predictability perubahan lingkungan (Tan & Litschert, 1993). Kondisi ini dinmjukkan dengan tingb.t volatility atau unpredictability kegiatan yang dilakukan oleh customers dan competitors organisasi (Miller & Friesen. 1983). Dynamism menunjukkan tingkat perubaban prefereasikonsumen terhadap produk perusahaan (Dess & Beard, 1984), sehingga untuk organisasi Pemerintah dynamism dapat dilihat sebagai perubahan prefernsi s1ak£holder terhadap produk dan layanan organisasi, Complexity fokus pada heterogenity dan diversity !ingkup aktifitas yang mempengaruhi organisasi yang sulit untuk dapat diidentifikasi dengan jelas (fan & Listchert, 1993).
Complexity dan heterogenity yang tinggi menunjukkan tingkat ketidakpastian terhadap lingkungan yang tinggi pula. Mwtificence menuniukkan kondisi lingkungan yang memungkinkan organisasi dapat menjelaribm akrifitasnya dengan baik. Kondisi ini ditunjukkan dengan ketersediaan resources dan tanggapan positif dari stakeholders yang mendukung aktifitas organisasi, Dengsn demikian, Munificence merupakan kornponen eksternal yang memungkinkan clan memfasititasi organisasi untuk dapat melakukan aktifitasnya (Tan & Litschett, 1993).
2.7 Koordinasi Setiap organisasi dibentuk dengan tujuan tertcnta, Makin spcsifik tujuan organisasi akan membuat kegiatan organisasi terfokus pada suatu aktifitas tertentu saja, atau terjadi
spesialisasi kegiatan yang dilakukan oleh organisasi Begitu juga dengan organisasi Pemerintah, tanggung jawabnya dibagi berdasarkan bidang-bidang tertentu, sehingga setiap Kementerian atau Lembaga menangani dan berwenang pada suatu bidang tertentu saja, misalnya Kementerian yang menangani masalah Pcrumahan atau Kcrnentcrian yang menangani masalah transportasi, Hal ini menyebabkan terjadinya spesialisasi rugas pada setiap Kcmenterian, Pembagian kewenangan ini berdasarkan konsep rasionaHegaJ, Universitas Indonesia
34
kompetensi teknis, dan standar (Jones, 2010). Kondisi ini membuat setiap Kernenterian akan fokus dan spesialis pada bidangnya, sehingga terj adi akumulasi pecgalamcn, pengetahuan dan keahliun pada bidang tertentu tersebut, Indikator keberhasilan ditentukan pada keberhasilan bidang ysng menjadi tanggungjawahnya masing-masing, Pada kenyaraannya, keberhasilan suaru bidang dipengaruhi oleh kontribusi bidang lain yang terkait karena adanya eksternalitas pada setiap kegiatan yang dilakukan (Glavan, 2008). Pembaugunan kawasaa industri S<mgat dipengaruhi oleh dukungan pembangunan infrastruktur transportaei, komunikasi, dan pasokan energi. Kondisi spesialisasi membutuhkan koordinasi untuk pengintegra.siaya, sehingga dalam menganalisis organisasi Pemerintah dapat melalui dua variabel yaitu spesialisasi dan koordinasi (Christensen & Laegreid, 2008). Koordin&i ada!ah kemampuan unruk menselaraskan tugas, resources, dan aktifitas dengan oiganisasi ekstemal (Pavlou & El Sawy, 2011).
Bekerj asama lintas organisasi menghasilkau pcmbuatan kebijakan, implementasi kebijakan, dan pemberian pelayanan menjadi lebih cfisien clan cfcktif (Christensen et al, 2012) yang menghasilkan kinerja lebih baik. Orgaaisasi membangun hubungan antar organisasi unruk mendapatkan mutual manfaat kegiatan dengan bekerjasarna menciptakan nilai tambah dari kegiatannya (Dekker. 2004). Kerjasama antar organisasi yang sudah terspesialisasi tersebuc dilakukan meWui koordinasi (Christensen & Laegreid, 2008). Kctcrgantungan entar orgaaisasi y311g rendab membutuhkan tingkat koordinasi yang rendah. Terjadi hubungan antara spesialisasi dan koordinasi, dimana hubungan dinemis
antara spesialisasi dan koordinasi
ada[ah
semakin spesialisasi organisasi publik
membutuhkan tingkat koordinasi yang semakiJl tmggi (Christensen & Lagreid, 2008). Kebutuhan koonlinasi timbul karena adenya ketergant=gan, sehingga apabila ketergantungan tersebut hilang maka koordinasi tidak diperlukan Iagi (Galbraith, 1994; Malone & Crowston, 1994). \Aalone (1988) mendefinisikan Koordinasi sebagai kegiatan berkomunikasi tambahan yang dilakukan oleh setiap aktor ketika banyak aktor secara
bersama melakukan kegiatan yang memiliki tujuan sama, Hal ini meogindikesikan bahv.11 kunci dari koordinasi adalah komunikasi antar organisasi yang terkait pada tujuan sama. Koordinasi j uga diperl ukan dalam kegiatan organisasi karcna untuk menghindari adaaya l) redundancy, dimana satu kegiatan dilaksanakan oleh lebih dari sa1u orgaaisasi, sebagai conroh adanya overlap, 2) lacunae, dimana terjadi ada kebutnhan kegiatan yang temyata tidak ada yang meDllllgani atau adanya grey area, 3) incoherence, dimana kegiatan pada saru sasaran merniliki tujuan Disainping
masalah cksternalitas,
mm
dan requirement yang berbeda (Peters. 1998). Perlu konwnikasi clan pertukaran informasi yang baik antar organisasi wituk dapat mcmastikun bahwa ketiga ha! tersebut dapat diminimalisir. Ketiga kondisi teisebut, dengan berbagai variasinya. dapat terjadi pada kegiatan ylll1g dilakukan oleh perusahaan swasta atau organisasi .l'emerintah.
Analog dengan konteks pada perusahaan sw.L~ta, kegagalan koordinasi mendorong pasar mendapatkm basil equilibrium dibawah potensi yang seharusnya dihasill:an dimana resources dialokasikan dengan benar sehingga seluruh agen merasa better off (Glavan, UniversltasIndonesia
35
2008). Karena kondisi saat ini makin lromplcks dan plural, Pcmcrintah mcndapat kesukaran untuk secara cfcktif untuk dapat menghasil.kan Kinerja yang baik (Muller, 2004), dan koordinasi menjadi makin sulit karena selalu ada perubahan tingkat dan peranan dari tiap organisasi Pemerintah (Peters, l 'i98). Update informasi tentang perubahan tersebut menjadi hal penting disini, karena koordinasi dapat tercapai melalui adanya komunikasi dan pertukaran infonnasi yang baik (Weigand et al, 2003). Kegagala:n koordinasi mcmbuat srakeholder merasa tidak puas dengen Kinerja organisasi Pemerintah. Pada organisasi Pemerintah, aktifitas koordinasi mcmbcrikan dampak positif pada kinerja proyek dengan cara menjagn kesesuaian antara rencana dengan realisasi anggaran, waktu pelaksanaan, kualitas pekerjaan, dan dapat rnencegah ketidaksesuaian yang mungkin teriadi dalam kegiatan (Jha & Iyer. 2006). T(ljuan pembentukan organisasi adalah untuk mengkoordinasikan kegi.atan agar dapat berialan, dan koordinssi yang baik akan meughasilkan output yang baik (Kogut & Zander, 1992). Mintzberg (1996)
mengusulkan meknr.isme organisasi melakukan koordinasi
mclalui mutual adjustment, direct supervision. dan standardization, Mutual adjustment
adalah mekanisme koordinasi kegiatan dilakuknn dengan proses komunikasi diantara pelaksana kegiaran dalam organiioaqi dengan pelaksana kegiatan pada organisasi lain. Kegiatan koordinasi ini simpel dan berupa koordinasi horisontal. Mekanisme kedua, direct supervlsior: adalah koordinasi YllllR dilakul
baik. (Christensen et al, 2012). Keempat 001 iersebut yang menjadi indikator Koordinasi
pada organisasi Pcmcrintah pada pcnclitian ini.
2.8 Dynamic Cap4bUiJie3,Entrepreiul!lnhip,dan Kiner}a
Untuk dapat memberikan Competitive Advantage, perusahaan hams menge!ola resources yang dimilikinya secara properly leverage (Peteraf, 1993). Perusahaan mcndapatkan rent bukan banya karena memiliki resources yang lebih baik, tetapi karena distinctive competence perusahaan membuat perusahaan memanfaatkan resources secara lebih baik (Mahoney &. Pandian, 1992). Kondisi Iingkungan selalu bembah sehingga tantangan yang dihadapi juga selalu berubah. Dynamic Capabilities merupakan aktivitas dalam. organisasi yang secara sistematis meogernbangkan dan memodifikasi resources dan capabilities untuk tetap memiliki Competitive Advan1agedalam lingkungan yang berubah (Teece et al, 1997; Zollo & Wmter, 2002). Dengan demildsn, pendekatan dynamic
capabilities ini menekankan upeya organisasi untuk mempertahankan Competitive Advamage yang harus dimilikinya, atauadvantage seeking. Penelirian dibidang Emrepreneurship fokus pada usaha bagaimana proses untuk mengejar petuang yang tidal< nanya pada resources yang dimilikinya (Stevenson & Jarillo, 1990). Perusahaen yang memiliki Emrepreneurship dapat dilihat dari kemampuannya
untuk meiakukan inovasi dan perubahan sebagai tanggapan atas kondisi lingkungan (Naman & Slevin, 1993). Memanfaatkan emrepreneurial opportunities berkontribusi pada usaha perusahaan membentuk Compeutive Advamag« {Ireland et al, 2003). Dengan Competitive Advantage dengan cara mengcl::splorasi pduang yang ada, atau opportunity seeking. dcmikian,
Entrepreneurship DlcnJpakan upaya organisesi
mendopnt.kan
Peiaksanaan kedua aktivites, advantage 1eeldng dan opportunity seeking, dalam perusahaan dilakukan oleh para manager (Hitt el al. 2001 ). Floyd dan Lane (2000) menyimpulkan bahwa managers pada semua level memiliki peranan dalam kesuksesan perusabaan, dengan peranan terpenting dilakukan oleh para manajer tingkat menengah (Kuratko et al, 2005). Nonab dan Takeuchi (1995) menyatakan bahwa para manajer tingkat rnenengah mengumpulkan dan menyerap ide-ide inovanf dari dalam dan luar organisasi, dan merangkum dan sharing kepa.da seluruh organisasi. Menurut Kuratko et al (2005), manajer tingkat menengah aktif rnen;;iDtesa infonnasi dan mengl:omunikasikan dengan top rnanajer dan inanajer tingkat bawah, dan inemlrupin pernbaharuan dalam
perusahaan, Sarna halnya dengan konsep Dynamic Capabilities, entrepreneurial organtzaiions mengidentifikasi dan meageksploitasi peluang dengan rnengunakan resources yang dimilikinya secara tepat (Hitt et al, 2002}. Dengan demikian, kegiaian adwuuage ~eking dan opportunity seeki11g dapat saling melengkapi dan dilakukan secara simultan serta berkaitan. Entrepreneur menciptakan
produk dan metoda baru yang dimanfaatkan oleh organisasi dengan Dynamic Capobiluies yang dimilikinya untuk meningkatkan dan mempertahankan kincrjanya. Saling mclengkapi Universitas Indonesia
37
kedua konsep ini sejalan dengan konsep :itrotegic Entreprenership yang melibatkan advance ~eeking behavior dan opportunity seeking behavior dilakuken seeara simultan (Ireland, el al, 200.3). Ssrategtc Entrepreneurship' memfasihtesi usaha perusahean untuk mengidentifikasi opportunities terbaik, sesuai dengan resources yang dimilikinya, dengan
highesl potential returns, dan kemudian dieksploitasi dengan rencana clan disiplin strategic business (Hitt et al, 2002). Tujuan dan basil dari saling melengkapi tersebut, atau menjadi Strategic Entrepreneurship mcnurut Hin et al (2002) adalah unrek secara berkelanjutan menciptal:an Competitive Advantage yang membcrikan maximum wealth creation. Dengan demikian, keduanya secara bersama dapat rnembuat organisasi mencapai tiduannya, dimana Kinerja organisasi dapat diukur dari wealth creation yang dihasllkannya,
2.9 Organisasi Pemerlntah 2.9. l
Pi:rkemhilngan Model Organisasi Pemerintab
Organisasi Pemeriniah diidemikkan deugau birokrasi yang mengacu pada konsep birokrasi Weber. Konsep birokmsi yang dimaksud oleh Weber adalah bentuk dari struktw
organisasi dimana orang dapat menjalankan pekerja.annya secara akuntabel karena mereka dituntut untuk bekerja secara spesifik sesuai dengan aturan dan standar operasional proscdur. Prinsip struktur birokrasi Weber adalah (1) birokrasi dikembangkan dengan konsep rational-legal authority, (2) organizational roles dibangun berdasarkan technical competence, (3) tugas kewajiban dan kewenangan peagambilan keputusan serta hubungan dengan tugas lain harus dijelaskan secara spesifik, (4) organizational roles dalam birokrasi adalah setiap hirarki yang lebih rendah dibawah kontrol dan pengawasan hirarki yang lebih tingggi, (5) Peramran, standar prosedur operasi, dan nonna harus digunakan untuk mengontml behavior dau hubungan antara rugas dalam crganlsasi, dan ( 6) kegiatan administrasi, pengambilan keputusan, dan peraturan harus diformulasikan secara tertulis (iones, 2010). Prinsip organisasi birokrasi Weber tersebut memberikan pemecahan yang jelas tentang cam bagaimana menciptakan dan membedakan struktur organisasi yang tugas
tanggung jawab dan kewenangan pengambilan keputusan didistribusikan dengan cara tertentu yang dapat meningkatkan efcktifitas organisasi (Jones, 20 l 0). Konsep Weber menjadi inspirasi bagi banyak pembuatan dan desain organisasi Pemerintah, .karcna bcrlaku umum, konsep ini dupat dileksanakan oleh oeganisasi swasta, Kelebihan dari konsep birokrasi Weber sdalah menjclR.•kanaturan dasar untuk mendesain
hirark.i organisasi yang secara efisien mengontrol intraksi amara level organisasi, Selanjutnya Jones (2010) mengambarkan kelebihan konsep birokrasi: (t) birokrasi memberikan spcsifikasi jelas tentang tanggung jawab vertikal dan hubungan kerja horisontal, sehingga tidak ada pertanyaan tentang peranan setiap orang dalam organisasi, (2) setiap ocang akuntabel atas pekcrjaannya clan akuntabilitas ini menurunkan 1ransac1ion cost yang timbul apabiln orang hams bemcgosiasi dan mendefinisikan dulu peranannya dalam organi:sasi, (3) aturao terrulis terrtang reward clan punishmem serta promo3i, mengumngi bioya pengav.-asan dan evaluasi kinerja perorangan. Universltas Indonesia
38
Dihubungkan deugan resources, Adler dan Borys (1996) berpendapat bahwa birokrasi mcmbcrikan kesempatan kepada orang untuk mengembangkan keahliannya, sehingga meningkatkan core competence organisasi, yang kemudian menambah cemampuan berkomperisi dalam rangka memperebutkan resources yang ada. Kondisi ini membuat birokrasi mernberikan stabilitas yang dibutuhkan organisasi dalam jangka panjang dan dihubungkan dengan perubahan lingkungan, Dari rumusan diatas, oirokrasi seharusnya dapat memberikan kontribusi positif bagi organisasi dalam mencapai Lujuannya. Namun dalam pelaksanaannya, kelebihan yang dltawarkan dlatas tidak sepenuhnya dapat terjadi, sehingga konscp birokrasi dianggap mengharnbat dan tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi. Jones (2010) mengidentifikasi problem dalam pelaksanaan birokrasi sehingga tidak berjalan seperti y911g diharapkan adalah (I) Manajer tidak mampu mengontrol pengembangao birarki organisasi secara proper, sehlngga organisasi roenjadi terlalu besar, terpusat dan tidak fleksibel, menyebabkau lambalnya proses pengambilan keputusan, Kegiatan organisesi metrjadi stagnant, dan biaya birokrasi membesar karena mansjer cenderung membuat pekerjaan untuk dlrinya seodiri, (2) Anggota organisasi terlalu tergantung pada amran dan standar presedur dalam pembuatan keputusan, sehlngga organisasi menjadi tidak responslf terhadapa perubahan lingkungan. Kelemehan pelaksanaan yan11 diidentlfikasilcan Jones diataS membuat birokrasl yang dijalankan oleh organisasi Pemerlntah meajadl lambat, tidak c:li$ic:u, dan Impersonal (Osborne & Gaebler, 1992). Mereka rnenyatakan bahwa bal t.crsebut sudah berlangsung lama dan model bi.rola-asi dapat b()ljnlan terus bu.kan karena birokrasi berjalan efisien, tetapi ksrena ha! tersebut dapat memecahkan masalah dasar y1111g diinginkan masyarakat $a31 itu, Pada waktu tersebm, model birokrasi dapat membenkan security, stability, dan sense t.erhadap fairness dan <1qu1ty, disamping juga memberikan lapangan kc:rj11 Jau penyediaan pelayauan dasar yang dibutuhkan masyarakat (Osborne & Gaebler, 1992). Kondisi saat ini sudah berbeda dengan kondisi ketika konsep birokrasi tersebut dikembangkan oleh Weber. Menurut Osborne dan Gaebler (1992), model birokrasi tersebut dikembangken kctika mOS11 perkembangan soslal larnbat, penuh hirarki, hanya orang yang pada posisi top soja yimg memiliki informasi untuk mengambil keputusan, masyarakat bekerja lebih banyak me.nggunakan tangan daripada pikiran, pasar produk massal, dan keinginan serta kebutuhnn masyarakat maslh seragam, Karena kondisi sekarang sudah berubah, aliran lnformasi sangat cepat clan banyak, kecepatan perobahan td<.t1ologi, clan keinginan masyarakat berbeda, mc.nycbabkru1 S1lasana dan kebutuhan menjadi. berbeda. Dipicu oleh kedua penjelasan diatas, yaitu mMlllah dalam pel11ksanaat1 (Jones, 2010) dan situasi yang berubah (Osborn & Gaebler, 1992) menimbulk\11\ tuntu1all adanya perobahan dalam org,anisasi Pemetimah dari model biroknrni menjm.li model yang lebih fleksibel dan 8allggUp merespons p~rubahan lingkungan. Kon.sep New l'ublic Management (NPM) dipopulerkan oleh Hood (1991) yang menganjurkan bahwa manajemen sektor publik yimg berocientasi pada market akan Universitas Indonesia
39
memberikan
efisiensi biaya pada Pemerintah tanpa memberikan dampak negatif pada tuiuannya. Hood (1991) menyatakan bahwa perkembangan NPM terkait dengan adanya empai megatrends yang terjadi pada saat itu, yaitu (I) usaha untuk mengurangi public: spending dan jumlab scat; (2) privatisasi dan quasi-privatisasi, serta menge!Wllf
informasi dan otomatisasi dalam pembanguaan, prodnksi clan distribusi pelayanan umurn, dan (4) adanya globalisasi yang berfokus dan berdampak pada isu rnanajemen publik, disain kebijakan publik, dan administrasi publik. Menwut Hood (1991), komponen yang menjadi doktrin dari NPM adalah (I) hands-on profesional management pada organisasi sektor publik (2) standar dan pengukuran kinerja yang eksplisit, (3) penekanan yang lebih besar pada pengawasan output, (4) memeeah wit pelayanan, (5) meningkatkan kompetisi pada sektor publik, (6) mqad(}µsi gaya selaor privat kedalam pelabanwm Illlllllije!llen sektor publik, clan (7) uieningkatkan disiplin dan efisiensi penggunaan resources. Konscp NPM sudah dijalankan dengan baik dibanysk negara. terutama di Inggris, Australia, New Zealand, dan beberapa negara OECD.
Osborne
dan Gaebler (1992) menganjurkan agar sctiap organisasi Pemerintah mernpertimbangkan untuk memasukkan prinsip-prinsip mekanisme pasar dan entrepreneur ship daiam bekerja unruk dapat membuat organisasi Pemerintah berkinerja
lebih baik. Osborne dan Gaebler (1992) menganjurkan agar organisasi Pemerintah fokus pada 10 tema, ysitu (1} Catalytic Govemmens, peran Pcmcrintah scbagal katalis mengarahkan agar masyarakat dan dunia usaha dapat berkembang, bukan sepenuhnya Pemerintah yang melakukan, (2) Commumty-owea government, Pemerintah berperan rneningkatkan kemampuan dan peran masyarakat, (3) Competttive grH•ernmenr, rnemperhitungkan adanya kompetisi dalam pembedan pelayanan masyarakat, (4) Missiondriven government, dimana Pemerintah fokus pada misi Pemerintah clan kebutuhan masyarakat, tidak terpaku pada peraturan dan prosedur saja, (5) Result-oriented government, melakukan pengukuran hasil pada outcomes bukan pada nilai input, (b)
Customer-driven government, menempatkan
pelayanan dan kepuasan rnasyarakai sebagai
pada ukuran keberhasilan birokrasi, (7) Enterprising government, berupa meningkatkan kemampuan Pemerintah membiayai pelayanan deagan menciptakan alternatif pembiayaan clan penerimaan baru, restrukrur pembiayaan, atau memanfaatkan aset secara optimal, (8) Axticipatory government, fokus pada masa depan ukuran
keberhasilan,
bukan
clan antisipasi pencegahan timbulnya masa)ah, (9) Decentralized government, berupa IJ)enjalankan pola manajemen penisipasl, meoyederhanakan struktur organisasi, dclcgasi wewenang dan pengambilen kepurusan, dan (JO) Market-orieniedgovernment. mengelola
penawaran-permintaan
pelayanan dengan cara yang ekonomis dan efisien.
2.9.2 Organislll!iPemeriotah di Inoonaia Organlsasi Pemerintah dibagi dalam bcberapa tingkatan yang discbut eselcnisasi. Sebagai pimpinan tertingsi sepcrti CEO adalah Menteri atau Kepala Lembaga, dimana
Universius Indonesia
40
Menteri dapat berasal dari karier, profesional, atau politikus. Menteri didampingi olch pejabat eselon I, yaitu Dirjen, Deputi, Sekjen, atau Kepala Badan, sebagai top manajer di Kementerian. Para eselon I tersebut membawahkan para eselon 2, yang terdiri dari Direktur, Kepala Biro, K epala PLL~ Asisten Deputi, atau Sekretans Diretarat Jeaderal. Para eselon 2 dalam organisasi Pemerintah merupakan manajer tingkat menengah karena eselon 2 sebagai will kerja yang melaksanakan a1ctivita.s teknis clan membawahken unitunit yang operasional, Unit operasional ini merupakan eselon 3, y311g terdiri dari Kepala
Sub-Direktorat, Kepala Bagian, atau Kepala Bidang. Para eselon 3 ini membawahkan unit organisasi yang dipimpin oleh eselon 4, yaitu Kepala Sub-Bagian atau Kepala Seksi. Pengkategcrian level managerial tersebut sesuai dengan konsep bahwa manajer tingkat menengahberada dibawah top manajer dan diatas first-level supervision pada hirarki (Woolridge, 2008). Dutton dan Ashford i 1993) mendeflnlsiken manejer tingkat mcnengah adalah manajer yang berada pada imermediate level pads hirarki organlsasi dan berada pada dua atau tiga level dibawah CEO. Sedangkan dalamperspektif
kegiatan,
maruijer tinglcat menengah didefrnisikan sebagai koordi.nator kegiatan sehari-heri dari unit organisasi dengan aklifilas yang berbubungan secara vertikal dalam orgaaisasi (Floyd & Wooldridge, 1992). Walaupun top manajer meagalckasikan resources untuk mengidcntifikasi, mengembaogkae, don mengeksploitasicompetencies yang ada pada organisasi, rnereka jarang terlibat pada aktivitas sehari-hari yang mengeksploitasi competencies tersebct, Dengan demikian, manajer tingkat menengah harus mengharmoniskan perspektif top manajer dengan implementasinya oleh manajer tingkat bawah, dan manajer tingkat meoengah hams rnemumskan penggunaan competencies organisasi, schingge mempcngaruhi Kinerja (King et al, 2001).
Universitas Indonesia
41
BABIII MODEL PENELITIAN DAN IDPOTESIS
s.i, Model Penelitian Model dibangun dengan berdasarkan tujuan untuk ruengcksplorasi apakah Dynamic Capabilities dan Erurepreneurship' terjadi dalam organisasi Pemerintah. Untuk itu, kedua konsep tersebur diintegrasikan terlebih dahulu menjadi satu konstruk, dan digunakan untuk mengeksplorasi apakah Dynamic Capabtttttes clan Entrepreneurship' terjadi dalam
organisasl Pemerintah, dan berpengaruh pada pcmbcntukan kincrja organisasi. Konsep Entrepreneurship berupa Entrepreneurial Orientation dengan anteseden Faktor organisasi dan Lingkungan serta outet>mP. berupa kinerja (Hornsby et al, 2002, Kearney et al, 2007; Kuratko et al, 2005). Faktor Organisasi dan Ling)<.ungan serta JGnerja adalah sama, yaitu pada organisasi yang diteliti, Didulcung uleh beberepa penelitian dan pcndepar (Arif. 2013; Covin & Slevin, 1991; Harahap, 2012; King&; Tucci, 2002; Teece, 2012; Zahra, 2008) yang menyimpull::an bahwa Dynamic Capabilities berhubungan clan
mempengaruhi pembereukan Entrepreneurial Orientation. Pada organisasi Pemerintah terdapat karakteristik yang khusus, yaitu tcrjadi spesialisasi l\128S tiap Kenenterian. Kerjasama melalul koordinasl karena adanya spesiallsasi membuat produk dan kegiutan berjalan lebih efektif dan efisicn (Christensen & Lacgrcid, 2008; Christensen ct ol, 2012). Kemampuan koordinasi terjadi dan bertambab dengan adanya Dynamic Capabilltles dan Entrcprennrial Orientation pada organisasi (Glavan, 200R; Helfat &. Winter, 2011; Pavlou & El Sawy, 2011). Melalui Koordinasi juga dihasilkan Kinerja.
3.2. HipotesiJ P(nelitian Ada sepuluh hipotesis dalam penelitian ini y1111g akan diuj], yaitu:
HI: Faktor Organisasi berpengaruh positifterhadap Dynamic Capabilities. H2: Faktor Organi~asi berpengaruh positif'terhsdap EntrepreneurialOrientation. H3: Lingkungan berpengaruh positifterhadapl)ynamic Capabilities. H4: Lingkungan berpengaruh posilif lcrllllUlip En1repre111turia/Orientation. HS: Dynamic Capabilities berpengaruh positifterhadap Entrepreneurial Orientation. H6: Dynamic Capabilities berpengaruh J)Q~itifterhadap Koordinasi. H7: Entrepreneurlul Orientation berpengaruh posinf pada Koordinasi. HS: Dynamic Capabilities berpengaruh positifterhadap Kinerja. H9: Entrepreneurial Orieruation berpengaruh positif terhadap Kinerja. HlO: Koordinasi berpengaruh positifterhadap Kinerja.
Universit;;s Indonesia
,
42
Model pcnehrian dan Hipotesis Pcnclitian dapar dilihat pade Gambar berikut
Dy~ITk
Capabnitios
HlO
H5
&urepreneu11a1 Orientalio•
H9
G11mb11r 3.1. Model d1u1 Hlpoteala Penelitiau
Universitas Indonesia
43
BAB JV METODA PENELITIAN
Penelitian ini menggcnakan meroda penelitian lruantitatif karena akan melihat hubungan antara saru variabel dengan variabel lain, rnenguji hipotesis dan mencakup banyak sarnpel yllllg ia1u.n diteliti dan diuji. 4.1.Disaio Peoelitian Proses Penelitian didisain secara sistematis melalui beberapa rahapan kegiatan yang ierstruktur, dimulai dengan tinjauan literatur, pengembangan kerangka penelitian, pelaksanaan pcnelitian, analisis data, pcngujian hipotesis, dan kcsimpulan penelitinn, Urutan keseluruhan proses penelitian seperti pada Gambar 4.1 berikut.
"'~NOeMeANGAN KUESIONll\ PRlt·T!ST KUeSIONEA t
AKHIR.
--A-~~=:7~-~~~:----. .
I'_. _. ._. _-~: . . .-.._-- .. [
I
PENGUMPULAN
('lA,.TA
PENGUJIA~ HIPOTESIS --K~;.~·~~·~P-1!-NELl-Tl_A_N_
Gambar 4.J. Proses Penellttnn
Universitas Indonesia
44
4.2.Model Struktural l'eneliCiau
Model struktural penelitian adalah sebagai berikut,
Rt~1ardJ
Rtlnfori:t· .11tnt
~es011rre
A•allability
1.11~1·
ftce11Ce
Gambar 4.Z. Model Struktural Penelitlan
4.3. Operasionalisasi Variahel Penelitiun Berdasarkan model penelitian pada Rah 4.2, lerdapat lima variabel konstruk yang
dioperasionelisasikan peda tabe! 4.1 sebagai berikut,
Unlversrtas Indonesia
.....,.
.. i ';;
g
~
•
"Cl
~
< ~
-::- il JE "' s
"'
~ ;;
~
.... ~"
.,
..
"' "' c 0
ea~
..
"'::!! "'s
~
"
~~
." "'. .. ..
Oi c
... ..
~~
';:
.D
~
-" -e
~
> C-:;;;Ct:: ·-~Ow
·w; -~ 0 .a ·-"'~cj c "'C) .;,/. 61!' .. t: :.:: o E ::1
. -. ~g ·;,;
~ ~ 1:
~
....
a
N
a
~ ~ ~ ~
.
Q.
... o; ~
.
"'~
.. f~
c
·-c
,.,
~ c:: E
"VI
0 0
:c !:!. ~
:c - " N
"'
a;
.§' ~ .s
5 ~ '5
....
... O'I
;;;
<:
~ ~
~~
Zi ~
•
~l~ .s s ~~6
...
~ti ~~
5~
"'l3 ~"'
·"'!!I~
~ ~ ~
~
.... ~~"-~ -. :.c; ~
(1i'
Q
.,s>- es s
...
& ·-..
'10 .... r-t
2
~~~~~ ~SE-:;;::;
"
~
"
~
'
e,
QI
1
·~
I .
·~
I .J!
~
""E
.
::>
c
..;: !.
...
I
....w
"' N
...
"'
....
N
~Q
"' Q
~
,."'
e
3
'ill
"c:
.e
c
e i ·e ! ;:
...i
c:
0
i5. ~
!l ""' c
"".~ mi t
- .. ..
" e c~ c
1 t~ "'-~
~
~ ~ I' c
"' c
f ""~ j 'i i ~ .'I!
~ e c: 0
.e ~
8J
f I!j "
:i
~
" :! .. E _,. 11 Q.
"e ,;::., c
"' "
"'c
"e
~
48
4.4. Populati, Sampel, dan Respenden Penelitian dilakukan pada organisasi Kementerian yang berhubungan Iangsung
dengan pembngunan dan penyediaan infrnstrukrur, yaitu sebanyak 8 Kemenrerian. Unit analisis adalah organisasi setingkat eselon 2, berupa Direktorat, Biro, Inspektorat, Sekretariat Direktorat Jenderal, Sckretariat Inpektorat Jenderal, ?usat, atau Asisten Deputi, Jumlah seluruh unit organisasi setingkal eselon 2 yang ada pada 8 Kementenan tersebut yang terlibat secara teknis dan memberikan produk atau pelayanan kepada stakeholder, scbanyak 2'25 unit organisasi, dan semua populasi menjodi obyek penelitian. Responden penelitian adalah para Direktur, Sekretaris Direktorat Jenderal, Jnspektur, Sekretaris Inspektorat Jenderal, Kepala Pusat, d1111 Asisten Deputi, karena mereka sdalah pimpinan organisasi level ese!on 2 yang bertanggungjawab pada pelaksanaan kerja unit
organisasinya, 4.5.
Metoda Analisis Dab
Data dianalisis dengan me.nggunakan metoda analisis deskriptif data Jan dianilisis menggunakan Structural Equation Model (SEM). Alasan pengguoaan analisisis SEM k.arena dalam penelitian ini mencakup beberapa variabel sekaligus tmultivariate analysis) dimana terdapat hubungan antar variabel ya.ng terjadinya secara simultan, dan vanabel latcn yang diukur perlu dikuantifisir terlebih dahulu dengan membuat Laten Varlabel Score (L VS). Dengan SEM akan dilakukan uji kecocokan (Goodness of Fir - OOF) antara 1fa1<1 dan model yang dlbanguu, Evaluasi terbadap GOP model dllakukan melalui kecccokan keseluruhan model, kecocokan model pcngukutan, don kecocokaa model struktural (Hair, 2006).
Unlversltas Indonesia
S9
BABV ANAi.ISiS DATA
S.L
Penycbenn Kuesiener
Penyebaran kuesioner dilaknkan pada bulan Juni 2014. Jumlah unit organlsasi yang menjadi populasi penelitiaa sebanyak 225 unit crganisasi yang tersebar pada 8 kementerian, dengan responden sebanyak 870 orang yang Jerdiri dari plmpinan unit
organisasi eselou 2 yang merupakan middle manager pada organisasi Pemcrintah dan staf dibawahnya dengon obyek pcnelitian sama, yaitu unit kerja eselon 2. Sampai pada minggu terakhir Juni 2014, jumlah knesioner yang diterima sebanyak 336 buah atau ~R,6%. Setelah diperiksa kuesioner yang memenuhi syarat sebanyak 321 buah yang berasal dari 13 8 unit organisasi, sehingga mewakili 61,3% unit organisesi yang menjadi obyek penelitian, S.1.1. Profil Respeuden
Tabel 5.l.. Profit Responden Berdasarkaa Jenis Kelamin Jenis KElamin
Frdwemi Perseetsse Respond~~---+----=-f---~-Perempuan 80 25% Laki-Laki Jumlab
241
75%
321
100%
Sumber: Data diolah
Tabel S.2. Profil Responden Berdasarkan U~ia
Usia Responden (Tlut) < 35
Fn:kuensi
Persentase 9
35-41 41-46 46-50 SJ -55
>55
19 62 70
124
37 .Tumlah
321
3% 6% l !f"!O 22% 39% 12% IOOQ/o
Sumber: Data diolah
Unlversitas lnclon~sia
60
Tabel 5.3. Profil Respoaden Berdasar~D Lama Bekerja La111 a Bekerja
Frelwensi
Resnenden < 10
10- 15 15-20 21-25 26-30
> 30 Jumlab
Perseatsse
7 26 13
2% 8% 23%
104
32%
90 21
28%
7'/o 100%
321
Sumber; Data diolah Tabel 5.4. Profil Respendea Berduarkan Pe11didika11 Tt'rakhir Peneattse
F rdracnsi
Pendld ikan Tc rakhir D3 Sl
0
0%
33
S2
235
S3
53
10% 73'/o 17% 100%
Jumlah
321
Sum ber: Data diolah
s.2.
Anallsis Deskriptif Tabel S.S. Statistik Deskriptif No 1.
2.
Vanabel
Faktor Organ isasi Lingkuagan
Dimeui
Rerata
Managerial Support .·-·
5.019
Wark Discretion
4.633
.Rew4rdliWinforcement
4.280
fi;;namism
4.588 4.454 4.8()8
Compluily
3.
Dynamic CupabiJities
SeJtsing Uaming
-
Recon.figurali>lg 4.
_,_ . . s.
Entrepreneurial lnnovaiveness Orientation Prooaive -· - . Koordinasi
Kinerja Sumber: Data diolah
6.
Risk.Tu/Ung K«>rdinasi KinerjA
4.674 4.590
4.555 4360 4.658
1.8&9 4.634
Standar Deviui
..
0.526 0.495 0.610 0.511 0564 0.478
0.506 O.Sl2 0.523 0.533 0.464 0 ..514 0.650
umversnas Indonesia
61
S.J.
StructllNI Equation Modeling
Structural Equation Modeling (SEM) merupakan enalisis untuk menguji teori model berdasarkan data empiris. Model SEM terdiri dari model pengukuran atau disebut Cnnfirma/ory Factor Anal~is dan model sttuktural. Penelitian ini menggunakan
pendekatan estimasi two step appmach dimana estimasi dilakukan terhadap model pengukuran hingga memperoleh indikator yang valid dan rellabel, dan pengujian model struktur:al.
S.3.1. Confirmatory Factor Analysis Confirmatory Factor Analysis (CFA} adalah evaluasi model pengukurau yang diguuakan untuk mengetahui seberapa baik indikator yang digunakan delam penelitian mencerminkan dimensi atau variabel laten, Evaluasi CFA dapat dilihat uji validitas dan reliabiliras. I 1ji validitas digunakan untuk mengetahui apakah setiap indikator mengukur apa yang seharusnya diu.'cur.
Tabel 5.6. Uji validilas dan Reliabilitas Variabel Penelitian Dimensi/ Indllwtur
SLF
Error
DYNAMISM
0.94
0.12
14.68
COMPLEXITY MANAG
0.52
WORK
0.9~ 0.93 0.6S 0.97 0.98 0.89 0.73 0.77 0.80
0.73 0.08 0.04 0.14
6.19 15,16 15.76 14.42
0.58
8,56
0.06 0.04 0.21 0.47
15,34 15,&9 12,87 9,66
fl.41
10,~9
0.36
10.87 12.41 10.46 10.74 10.75
Vanabel LINUKUNGAN
FAKTOR OROANISASI
REWARD SENSING
DYNAMIC CAPABILITIES
LEARNING
.RECONF INNOV
ENTREPRENEURIAL ORIENTATION
PROACT RISK Kl
K2
KOORDINASI
KJNERJA
--
---····--K3 K4 .Kii KI2 .. .. KB Kl4
t Statlstik
..
0.96
I
0.24 0.39 0.78 0.79 0.38 1 0.80 0.36 0.77 0.41 0.68 0.54 0.65 O.S8 0.87
'
CR
-
·-
10.12 8.65
8.06
VE
0,72
0,58
0,97
fl,92
0,91
0,77
0,8'1
0,64
0,88
0,66
0,82
0,53
'I
Sumber: Data d1olah
Universitas lndo~esia
62
Hasil respestflkasl model menunjukan bahwa nilai SLF semua dimensi atau indikator valid dengan nilai SLF ~ 0,SO. Nilai CR yang menggambarkan reliabilitas alat ukur menunjukan hasil yang acceptable dengan masiag-maslag CR setiap variabel laten ~ 0,60 (reliable). Demikian dengan nilai VE yang roenggambarkan keragaman data dirnensi atau indikator yang dikandung oleh variabel laten cukup tinggi diatas 0,50. Hal ini meounjukan bahwa model pengukuran (CFA simultan) mernpunyai nilai validitas dan rehabilitas yang
balk.
Tabel 5. 7. Goodness of Fit CFA Si.multan
UkuraoGoF Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
Keterangan
P> 0,05
Est1masl 0,00
~ 0,08
0,065
Good Fit
2: 0,90
0,95
Good Fit
2: 0,90
0,97
Good Fit Good Fit
Standard
Normed Fil Index (NFI) Non-Normed Fil Index (l'll"NFI) Comparative Fil Index (CFI) Incremental Fit Index (IFI)
0,90
0,91!
2: 0,90
0,9R
Standard1%ed RMR
s 0,08
0,056
2: 0,90
0,86 0.80
Goodness qf Fit index (OFT) t A4justedGoodness of Fit Index ( A.GFI)
2:
2: 0,90
Poor Fir
Good Fit Good Fit Marginal Flt Marginal Jilt
Sumher : Data cliolah Hasil uji kecocokau model dengan ukuren Goodness of Fit 1nenwijukau sebagian bcsar mcnuojukan model good fit seperti ukuran OoF incremental NFI, NNFI, CFI dan IFI diates (0,90). Uk:uran GoF absohn seperti SRMR menunjukan (0,056 :$ O.OR) Good Fit rneskipun beberapa ukuran GoF absolut seperti uji chi square menuniukan model poor flt dan GFI, AGPI serta RMSEA menunjukan model marp,inalfit.
5.3.2. Model Struklunil
Arullisis model struktural ditujul
menjadi model penelitian, yang telah disederhsnal
Universitas Indonesia
63
. . . e.ee
1-o., ..
·I --
·"~o.••. . . . . _ --i.....=......~·~-: ~,
9.0• e, ":-t (l.'t"
•I
-I
--.
I - -
..
._D,tt
l~o ~.. l-t.4t t-o.ll5
Gambar 5.1. Diagram Lin!asan Model Struktural (SLF)
~~
·····' ?:S.~.1;~"'-. •.•
;e~ . ---
f~;e 7.91~
~ ( ....
/
·I
4..t-:
-- I-···· - 1-'t.1$ 1-- ... •t
a. ,,.4u.•:
.....
lt. 4t
Gambar 5.2. Diagram Llntasau Model Stroktunil (t uatistik)
Unive rsitas Indonesia
64
Tabel S.8. Ha.sU UJI Hlpotesls Penelitian
IUPOTESIS Hipotesis 1. Faktor Organi.sa.iberpengarub positif terhadap Dy11amlc ca1111bililies
e
Nllal t 1,96 - Sig.)
Nilai Koefisien
0,43
41152
2,90 I
0,19
0,85
0,07
0,04
0,63
pengaruh positif, Hipotesi8 2 diterillla, data
eda pengaruh, Hipotesis 3 dltoh•k, data tidak
Tidak signifikan _. tidak ada pengaruh, Hipote$i8 4 dilolak, diltn tidak rnendukunz hinctesis
0,75
7,:l9
E11tr1mreneurialOrientation
Hipotesis 6. Dynamic
Hipotesis 7. Entrqnn11urlal Orkntalion berpengaruh
Ada
mendukunz hipotesis
Hipotesis 5. Dyn11111ic
capabl/ltitsberpengarub posltif terb11dap Koordinasl
-+
mendukuna hiootesis Tidak signifikan -+ tidak
Ori111tation Copabilltiuberpengarub po,IClfCcrbadap
Hipolesis 1 dUcrima, data Signifikan
Entreoreneurial Orietdatiun Hipotesis 3. Linglrnngan berpengaruh positif terhadap Dy1111.J11k ..£!!.Pllbllllle$ Hipotesis 4. Lnigluuigan berpengaruh positif Ccrhadap E11terepreneurial
Signifikan -+ Ada pengaruh positif, mendakuna hinotesis
Hipotesis 2. Fllktor
Organi1asi berpengaruh positif terhadap
KESCMPULAN
1,22
0,17
Signifikan -+ uda pengaruh poglnf, Blpotesls S dlterima, data
mendukuna hipotesis Tidak signifikan - tida.~ ada pengaruh, Hlpotesls 6 dltobk, da1a tidak mendukw111 hiootesis Signlfikan -. ada
0,68
4,50
pen£8fllh positif;
positif Cerbadap Koordlnasi
Hlpotesis 7 Diterima, data mendukunit hiootesis
Hipotesis 8. DynlJltlic
Tidak Signifikan-« tidak ada pengaruh, Hipotesis 8
capabilitiesberpengHuh positif t.irbadap Kiu.erja Hipotesis 9. E111repreneurial Orientatwnberpcngaruh pnsitif terhadap Kinerja Hipotesis 10. Koordinasi berpcogaruh positif terhadap Kinerja
0,06
0,48
ditolak, data tidak men
.
hiootcsis
Signifilrnn--> ada
0,79
3,84
pengaruh pcsitif,
Hip1>te.Jis 9 Diterima, .. . data ~e.~ukull!! hipott~is
Tidak signitlkan _. ddak 0,24
'
0,05
ada pengaruh, Hipotesis 10 dltolak, data tidak
men
hinotesis
Universitas Indonesia
65
Tabel 5.9. Goodness offit Model Struktural UkuranGoF Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square Root Mean Square Error of AppfOJ(imation (RMSEA) Nonned Pie Index (NP!) Non-Norrnod Fit Index (NNFI) Comparative Fit ln
Standard
Eslimasi
I'> U,U5
o,uo
so,os
0,065 0,95 0,97 0,98
~0.90 ~0,90 :!:0,90 ~0.90
s 0,08
0,9&
~ 0,90
0,061 0,85
~0.90
0,80
Ketcraogao Poor fit Good Fit Good Fit Good Fit Good Fit C'.10od Fit Good Fit Marginal Fit Marginal Fit
Sumber: Data diolsh
Uji kecocokan absolut sepeni RMSEA dan standardized RMR berada dalam tingkat kecocokan yang baik (good fit) meskipun ukuran uji Chi Square OOIE1111 area Poor Fit, don GFI serta AGFI dalam area marginal fit. Ukuran GoF incremental menunjukan model fit bail: NFI, NNFf, CPI dan IF!. Sehingga dapat dikatakan bahwa model struktural yang menguii hipotesis penelitian dapat diterima.
Universitas Indonesia
56
BAB VI PEMBAHASAN
RASIL PENELITIAN
6.1. Diskusi Hasil Ttl't Dari label 5.8 dtdapatkan bahwa koefisien Entrepreneurial Orientation terhadap Kincrja scbeser 0,79, Dynamic Capabilities terhadap K.incrja 0,06, dan Koordlnasi terhadap Kinerja 0,05. Kondisi ini menunjukkan bahwa Kinerja pada organisasi Pcmerintah sangat ditentukan oleh tingkat Entrepreneurship yang dirniliki oleh unit organlsasinya, sedangkan Dynamic Capabilities dan kemarnpuan Koordinasi unit
organisasi tidak memberikan kontribusi pada Kinetja. Koefisien Dynamic Capabiltties terhadap Entrepreneurial Orientation sebesar 0,75, sedangkan koefisien Faktor Organisa.i terhadap Entrepreneurial Orientation sebesar (),I9
dan koefisien Lingkungan terhadap Entrepreneurial Orientation sebesar 0,07, menunjukkan bahwa tingkat Entrepreneurship pada organisasi Pemerintah dipengaruhi oleh Dynamic Capabilitiesyang dimllild oleh Unit Organlsasl, dan juga dipengaruhi oleh Faktor Organisasi, sedangkaa Lingkungan tiJak. beckonulbusi kepada Entrepreneurial Orlentationyang dimillki unit organlasi. Koeflsien Dynamic Capabilities terhedap Koordinasi sebesar 0, 17 dan koe:fisien Entrepreneurial Orientation terhadap Koordinasi sebesar O.<'iR, menunjukkan bahwa kernampuan Koordinasi unit organisasi sangat ditententukan oleh kemampuan Enrrepre11eurshlp yang dimillklnya, dan Dynamic Capatnlutes tidak member! pengaruh pada Koordinasi. Selaniumya, kemampuan Koordinasi uleh wilt organisasi ternyata tidak mcmbcrikan pengaruh kepada J
organisasi Pemerintah yang menjadi obyek penelitian, sangat dominan dipengaruh.i oleh kemampuan Entrepreneurship yang dimiliki, dimana kemampuan Entrepreneurship tersebut dibangun secara kuat oleh Dynamic Capabilities dan didukuog oleh Faktor Organisasi, Dengan demikian dapat digarnbarkan bahwa pembentukan Kinerja pads organisasi Pemerintah prosesnya adalah Faktor Organisasi membangun dua hal, Dynamic Capabilities dan Entrepreneurship yang ada pada organisesi, kemudian sccara paralel dengan Faktor Organisasi, Dynm11ir. Copabtlitie» memhangun Entrepreneurship
sehingga
Entrepreneurship menjadi kuat, dan selanjutnya Entrepreneurshtp secara signifikan mernbangun Kinerja. Paktor Lingkungun dim Koordinasi tidak signifikan pcngaruhnya pada prosC3 pcmbcntukan Kinerja di organisasi Pemerintah. Uniwrsitas
lndone~ra
57
6.2. Diskusi Ha.sit Uji Hipotesis
6.2.1. Hubungan Faktor Orgaolsad dengan I>y11a'11ic C11pabiliJi~s Hasil uji hipotesis I yaitu pengaruh Faktor Organisasi terhadap Dynamic Cnpabilitie.r rnenunjukknn hahwa Faktor Organisasi berpengaruh secera positif temadap Dynamic Capabilities. Hasil ini sejalao dengan kesimpulan dari Augier dan Teece (2009) yang beragumentasi bahwa unruk mcndorong Dynamic Capabilitiesdibutuhkan dukungan dari pimpman organisasi yang lebih tinggi karena diperluksn dukungau pimpinan dalam orchestating orgonitational assets dan membuat model bisnis yang dapat digunakan oleh
organisasi. Faktor Organisasi yang terwejud dalam Management Support, Work Discretion. dan Reward. yang memoerikan fleksibilitas pada organisasi akan membangun capabilities yang dibumhkan. Kondiai Dynamic Capabilities dalam pelaksanaauya embcded pada strultur orgsnisasl (Greenwood& Miller, 2010).
Komponen Faktor Organisesai yang signifikan adalah .\/cmagement Support. Work Discretion, dan Reward, merupakan resources organisasi yang merupakan peri laku dari pimpinan berupa respon terhadap perilaku dan cara bekerja unit organlsasl. sehingga bersitat dinamis. PiJnpinan dijelaskan dalam kuesioner adalah eselon-l atau :Menter! yang membawabkan unit organisasl eselon-2 yan11 meojiuli ubyc:k. pcnelltlao, seblugga~"bljakM atau putusannya adaleh putusnn organisas]. Sedangkan komponen Resource Availability yang merupakan koodisi resources yang relatif konstan berupa ketersedlaan staf dan angg11ran yang cukup, tidak berpengaruh pada Dynamic Capabltnes. Hal ini menuniukkan bahwa Dynamic Capabilities dibangun oleh pimpinan dengan kondisi dan suasaaa keda yang dinarois dalam ocganisasi, bukan yang statis. Walden ~t al (2013) menyirnpulkan bahwa ~tcuktur orgenisasi yang organik dapat memfasilitas! dampak Dynamic Capabilities p3da Kinerja organisasi. Hal ini dapat diinterprewikan bahwa organisasi Pemerintah juga memiliki fleksibilitas dalem cara kerja. Komponen dengan faktor loading terbesar dari Faktor Organisasi adalah Managerial Support, yang sejalan dengan kesimpulan Prieto et al (2009) yang menyimpulkan bahwa anteseden dari Dynamic Capabilities agar dapat berjalan dalam orgwlisa:>i adalah Management Support. dan kemudian agar Dynamic Capabilities dapat berjalan dengan baik, diperlukan dlsain karakteristik organlsasi yang jelas (Greenwood & Miller, 2010). Komponen Faktor Organisasl adalah berupa dorongan dan bantuan untuk berbuat, serta reward dan sanksi, menunjukkan bahwa suasana kerja yang balk dan aturan yang ada pada organisasi Pemerintah membuat unit organisasi dapai mengembangkan Dynamic Capabilities. Pada orgaaisasi Peroerintah, hampir semua rugas yang diberikan didukung olch anggota organisasi, sehingga walaupun dengan resources yang kurang mernadai dan sulit untuk dirubah, tugas yang diberilcan tetap dapat
diselesaikan. Pimpinan level ting!.>i memberi support pada unit organisasi level menengah merupakan faktor yang pentiog dalam organisasi Pemerlntah. Pengembangm ini membuaC organisasi mampu rnclakuk.an rc:kon1igurasi resow-ces dan capabilities dalam rangka mempertahankan Competitive Advantage yong dimiliki (Teece et al, 1997), atau disebut sebagai kemampuan advantage seeking. Universltas lndonesla
58
6.2.:2. Hubungan Fal.."torOrgaJtisasi dcngao Entr~pnmeurial Orientation
Hasil uji hipotesis 2 yaitu pcngaruh Faktor Organisasl terhadap Entrepreneurial Orientation menunjukkan bahwa Faktor Organisasi berpengaruh secara positif terhadap Entrepreneurial Orieruatum Hasil ini sejalan dengan kesimpulan penelitian Covin dan Slevin (1991) yang menyatakan bahwa akumulasi dari riset terdahulu menyarankan bahwa internal organizational factor memiliki perdI111!1 pentiag dalllJil mellingkalkau Corporate Entrepreneurship. Penelitinn lain juga mendukung, seperti Zahra (1991) tentang faktor organises! mempengaruhi entrepreneurial action, kultur organisasi (Kanter, 1985), clan strukrur organisasi (Covin & Slevin, 1991, Dess et al, 1991). Corporate Entrepreneurshtp tersebut mendorong pada sesuatu yang barn dan inovatif (Sharma & Chrisman, 1999), dengaa memanfaarkan oppol"tunity yang ada (Burgelman, 1984; Kirmer, 1973j, sehingga disebut sebagal opportunityseeking (Hitt et all, 2001; Hitt et al, 2002) Pada penelitian ini, R.esource Availability yang berisi ketersediean staf dan dana yang cukup, dik.eluarkan d.ari model karena nilai pengukuran SLF dan t-statistik sangat rendah. Temvan ini menarik lcarena dapat diinterpretasikan bahwa Bmreprenesrshippada organisasi l:'emerintah tidsk terpengaruh olch besarnya dukungan staf dan anggaran yang cukup, tetapi dipenga.ruh.i oleh resources lain seperti Management support, Work Discretion, dan sistem Rt-ward pada unit organisas]. Entrepreneurship behavior pada organlsasl Pemerintah bise terjo.di karena behavior pimpinan yaog mendukuns, aturan, dan sistem kerja yang berjalan pada organisasi, clan tidak tcrlalu tergantung pada ketersediaan stsf dan dana yang cukup untuk dapat berlaku menjadl enirepreneur. Dess et al (2003) menyatakan bahwa pimpinan mem.fwsilitasi 118&r tcrjadi kondisi yang kondusif dalam entrepreneurshlp, Pimpinan yang dijelask.ao dalam kuesioner adalah eselon-l atau Menteri yang membawahkan unit organisasi eselon-2 YaJlS menjadi obyek. penelitian, sehingga kebijakan atau keputusannya meajadi kepr•flr~lln myanisasi. Hasil ini s~alan dengan deogan kesimpulan dari penelitian Hornsby et al (2009) pada perusahaan swasta, dan Wood et al (2003) pada organisast publik yang rnenyatakan bahwa ketiga dimensl Faktor Organisasi mcmberikan pengaruh signifikan pada pada Entrepreneurial Orientation, scdangkan Resource Availability yang berupa resources statis tidak mempengaruhi secara signifikan. Dalam prakteknya, unit organisasi Pemerintah sering rneadapst tugas tambahan yang diluar rencana dan anggaran. Karena keterbatasan resources. rnaka dalam pelaksanaan tugasnya, unit organises! berusaha mengoptimalkan penggunaan resources yang ada dengan mcncari cara baru yang lebih efektif clan etisien, untuk menyelesaikan tugas tambahan tersebut. Berdasarkaa kesimpulan tersebut, konsep birokrasi yang dikembangkan oleh Weber yang menekankan pada rational-leg"/ authority, kemampuan teknis, tugas, roles. clan aturan jelas (Jones, 2010). tldak tcrlalu tergantung pads duk:u11gan re.wurces yang statis, dnpat memfasilitasi •mtrepreneurship behavior yang ada melalui resources yang dinamis, k!U'ena birokrasi tersebut dapat 111emberikan kesempatan kepada orang untnk mengembangkan keahliannya sehingga meningkatkan co1•e competence organisasi (Adler & Boris, 1996). Universita~ lndone•i~
59
6.2.3. Hubungan Lingkaogan dcog11nDy11amk Capahilitie.s
Hasil uji hipotesis 3 yaitu pengaruh Lingkungen terhadap Dynamic Capabilities menunjukkan bahwa Lingkungan tidak berpengaruh secara positif rerbadap Dynamic Capabtlhies. Hasil ini tidak sejalan dengan konsep bahwa Dynamic Capabilities merupakan respon organisasi dalam cara mengelola resources dan capabiiities untuk menghasilkan kinerja dan mempertahankan competitive advansage yang dimilild tersebut, karena pengaruh linglmngnn yang beruboh (Helf at, 2007: Mahoney & Pandian, 1992: Teece et al, 1997; Zollo & Winter, 2002). Temuan penelitian bahwa pengaruh Lingkungan terhadap Dynamic Capablities tidak signifikan, bisa terjadi karena beberapa kondisi. Dalam melaksanakan kegiatarmya, temyata organisasi Pemerintah harus konsisten dengan peramran dan prosedur, yang kemudian aturan clan prosedur tersebut mempengamhi pembenrukan routines organisast. Kondisi aturan dan proeedur pada organisasi Pemerintah sanget rinci, spesifik, sehingg«
menjadl knku clan tidak fleksibel, lamban dan impersonal (Jones, 2010; Osborne & Gaebler, 1992). Hnmpir semua alctifitas pada organisasi Pemerintah memiliki SOP yang harus diikuti, sehingga untuk 111erubah kegiataa diperlukan beberapa tahapan dan perserujuan unit organises! yang Iebih tingg]. Aktbatnya, perubahan atau penyesuaian k.eSiullln pada organisasi Pe111el'in1ah memerlukan Wllktu Yllll8 lebih paqjaog untuk .sampai reaJisasinya. Disarnping itu, sumber dari Dynamic Capabllllies adalah bera.aal dari routines yang ada dalam organlsesi, mak.tl dapat terjadi iutanya inertia dan lnjlexlhilty (Hannan & Freeman, 2004; Zollo & Winter, 2002), sehingga routines sulit untuk berubah. Kondisi tersebut membuat simasi organlsasl meojadl 'i>verregulateli' sehingga sulit bagi organlsasl untuk merubah secara cepai alokas! resources sebagai Dynamic Capabilities karena adanya dllJl\pak perubahan Lingkungan. Piening (2013) rncoyimpulkaa dari beberapa studi (Gilmore & Krantz, 1991; McCabe et al, 2008; Pablo et al, 2007) bahwa sering terjadiuya perubahan, problem solving melalui kegiatan ad-hoc, dan seringnya pergantian pimpinan publik, membuat kemarnpuan untuk mengimplemeatasikan Dynamic Capabllltles pada organisasi Pemerintah menjadi menurun. Dari kuesioner penelitian, pertanyaan dengan SLF yang terbesar dalam variabel Dynamic Capabilitiesadalah pada mcmbangun pengetahusn baru dan pada implementasi pengetahu.an baru pada proses dan cara kerja. Pengetahuan bani seharusnya rnerupakan sesuani yang did.apatk.an di luar organisasi sebingga dapat memperkaya kemampuan organisasl apabila pengetahuan tersebut mernperbaiki proses atau routines yang ada di organisasi, Pada kenyataannya, pada organises! Peruerintah selalu terjadi perbaikan pelayanan atau manajerial kecil yang tidak diwnumkan pada masyarakat (Fernandez & Wise, 2010). Temuan bahwa Lingkungan tidak signifikan ruempcngaruhi Dynamic Capabilities mengindi'
Unlversltas Indonesia
60
atau penciptaan y(lllg besar dan baru, tetapi Jebih pada reinventing organisasi secara perlahan dalam rsngka efisiensi dan efektifitas (Bernie & Hafsi, 2007). Dari kuesioner penelitian, perranyaan dengan ST .F yang rendah pada variabel T .ingkungan ad.alah banyaknya macam cara pe)ayanan, banyaknya pihak yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan, dan sering ada perubahan kebijakan aturan. Hal ini menunjukkan bahwa unit organisasi yang jadi obyek penelitian merasa tldak banyak macam cam pelayanan yang harus dilakukan, tidak baayak pihak yang mempengaruhi cara kerjanyo., dan kebijakan peraturan yang mempengaruhi kegiatannya relatif tetap. Pelayanan
dan pembangunan yang dilakukan cenderung tidak berubah. Kondisi ini dapat membuat sebagian unit organisasi merasa lrurang mendapat tunrutan dari lingkungan kerjanya, sementara kebijakan arau aruran yang ada misalnya tiirg1il dun SOP tetap, sehiugga kurang memperhatikan lingkungan dan tetnp bekerja sesuai rencena,
Setiap kegiatan organisasi Pemerintah sudah terencana secara rinci besaran
kegiatan, jadwal, output, dan besaran dana, dalam DlPA. Revisi DU' A memerlukan persetuiuan eselon I untuk hal yang kecil, persetujuan Dirjen Anggaran pada haJ yang lebih besar, bah.kan persetujuan DPR untuk sampaJ perubahan program. Tingkat penyerapan anggaran meajadi salah iialu ukuran Kinerja organises], sebingga organisasi akan berfokus pdda pcnyclcsaien kegiaten yong sudah direncanakan. Masalah akuntabilitas terhadap proses dan prosedur sangat ditekankan pada kegiaran di organisasi Pemerintah, sehingga apabila belum ada perubshan terhadap rencana maka tidak dilakuk:an perubahan terhndap kegiatan. Kondisi tersebut dapat membuat pengaruh Lingkungan untuk bereaksi
laagseng dan merubah kegiatan secara eepat, menjadisulit. Dari sis! lain, terllhat adanya 1e mu1;111 iaenarik. Dllihat dad proftl responden, dimana 73% responden berpeudidikan S2, dan J 7% responden berpendidikan SJ, YMS menunjukkan tingkat pendidikan pimpiaan unit organlsas! yang baik. Disamping itu,
bidang infra.strulrtur pada saat ini memperoleh perhatian lebih dari Pemerintah sehmgga memperoleh dana yang lebih besar dan kesempatan diklat lebih baik. Dengan dcmikian, proses pembelaiaran dapat dilakukan dengan cepat, dan mereka dapat mencerna tujuan dan target unit organisasi, kemudian mentejjemahkan kedalam pclaksenaan kegiatan. Zollo dan Winter (2002) menyatakan bahwa proses dari Dynamic Capabilhies menghasilkan pembelsjaran yang dapat menghasdkan pattern bagi organisasi yang meniadikan Dynamic Capabilities sebagai pall! dependent. Dynamic Capabilutes yang ada pada organisasi Pemerintah dapat berjalan bail dengim :seodirinytt, walaupun buk.an hanya dipcngaruhi oleh pcrubahan lingkungao, :ieperti kcsimpulan Zahra ct al (2006) bahwn nilai drui Dynamic Capabilities yang bemda dalam kapasitas
61
Pcnclitian yang dilakukan oleh Irbansyab (20 I 0) pada industri agrochemical, dimana Llngkungan tidak memberi pengaruh positif pada Dynamic Capabilities
perusahaan, memiliki kemiripan dengan situasi crganisasi Pemerintah. Irbansyah (20 IO) menyimpulkan bahwa karena hanya sedikit perusahaan yang bergerak pada bisnis agrochemical menyebabkan kompetis! dan persaingan pada industrinyatidak terlalu tinggi, sehingga pengaruh lingkungan pada Dynamic Capabilities menjadi tidak signifikan. Pada penelinan ini, hal yang sama jugs terjadi, dimana tidak baayak organisasi yang menghasilkan produk dan layanan yang sama, dan produk dan layanan pasti dibutuhkan masyarakat. Hal ini dapat membuat unit organlsasl Pemcrintah lebih fokus pada pelaksaaaan tugasnya danpada menganalisis lingkungan. Dengan kenyataanoya bahwa kondisi organisasi Pemerintah yang ·regulated' olch pcraturan dan SOP, tctapi memiliki anggota organisasi yang berpendidikan serta kemampuan untuk cepat melakukan pembelajaran, unit organisasi dapar bekerja mencapai targetnya, Hal ini mengindikasilcan bahwa Dynamic CapahlitJes pada organisasi Pemerintah lebih didorong oleh kondisi internal daripada tuntutan ekstemal.
6.2.4. Hubungan Lingkungan ilcngan Entrepreneurial Orientalitm uji hipotesis 4 yaitu pc:ngaruh Lingkungan terhadap Emreprenurial Orientation menunjukkan bahwa Lingkungan tidak berpengaruh secara positif terhadap Entrepeneurial Orientanon. Kesimpulan ini tidak sejalan dengan banyak penelitian yang menyatakan bahwa kondisl Lingkungan yang berubah dan tidak pasti saagat Hasil
rnernpengaruhi Entrepreneurial Oriemation suatu organisasi (Covin & Slevin, 1989; Daglio & Katz, 2001; Tan & Litschert, 1994). bahwa Linglrungan tidak signitilwn mempengaruhi Entrepreneurial Orieruatton pada organisasi Pemerintah dapat terjadi knrenn beberapa hal. Penelitian Zahra (1993) menunjukkan hubungan positifyang kuat antara entrepreneurship dengan kinerja pada organisasi yang berada di lingkungan dinamis, sementara pada lingkungan yang statis dan tidak banyak tantangan, mcnunjukkan hubungan negatif, Kathuaria den Joshi (2006) menyimpulkun bahwa orgaaisasi akan menunjukkan kemampuan Enirepremurship apabila manajer rnenganggap perubahan dan kondi~i Iingkungan berdampak pada organisasinya. Temuan menuaiukan bahwa indikator Lingkungan SLF complexiry relatif rendah sehingga menganggap bahwa lingkungan tidak kompleks schingga kurang mendorong entrepreneurship. Orgaaisas! Pemerintah kegiatannya sudah relatif terspesialisasi, besaran kegiatan dan output serta target sasaran, sudah ditetapkan, sehmgga organisasi dapat merasa tidal ada yang perlu disesuaikan atau berubah dalam melaksankan kegiatan sampal waktu tertentu. Sejalan dengan kondisi ini, karena pimpinan organisasi publik. terlalu fuku~ pada misi organisasinya, kemampuaonya untuk mengeuali peluang baru menjadi berkurang (Dess, 1998). Temuan
pcnelitian
Jaworski dan Kohli (1993) mendefmisikan lingkungan dinamis dengan tingkat perubahan teknologi, preferensi pelanggan, dan tingkat kompetisi. Penanyaan pada Uoiversi~5 lndonesi~
62.
kuesioner peuelitian yang rnemiliki SLF )1lllg rendah adalnh tentang perubahan teknologi, perlu reaksi cepat, dan kebutuban pengetahuan tinggi, Jcemudian rerata dimensi Dinamism juga tidak paling tinggi, menunjnkkan bahwa unit organisasi tidak sepenuhnya merasa berada delam lingkungan dinamis yang dimaksud oleh Zahra (1993), Kathuaria dan Joshi (2006), Jaworski clan Kohli (1993) diatas, Hal ini dapat membuat unit organisasi Peruerintah kurang memperhatikan Lingkungan sehingga membuat variabel menjadi tidak signifikan mempengaruh.i Enrreprcneurship. Temuan penelitian menunjukkan SLF terbesar pada Entrepreneurial Ortenuuion
adalah perencanaan kegiatan memperhitungkan resiko, berhati-hati dalarn menjalankan tugas, clan terhuka untulc mcmpelajari pemikiran baru, Hal ini menunjukkan bahwa organises! Pemerintah sudah memperhitungkAn resiko kegiatan, menjalankan tugas secara seksame sesuai aturan, dan rnau belajar untuk memperbaikinya. Hal ini mengindikesikan bahwa SOJ;', peraturan, dsn capabilities yq
dimililcinya rnasih dapat membuat organisasi
Pemerintah memiliki kemampuan entrepreneurship, sehingga menurut Fernandez dan Weis (2010) selalu terjadi inovasi, walaupun kecil dan tidak terpublikasi, pada organisasi Pemerintah, 6.1.5. Hub11upn Dynamic Capabilllieadencan E11treprenuerl4/Orienta/lo" 5 yaitu pengaruh Dynamic Capabilities terhadap Entrepreneurial Ortentation menunjukkan bahwa Dynamic Capabiltttes berpengaruh secara posirif terhadap EntrepeneurialOrientation. Hasil
uji
blpotetsis
Dynamic Copabllitles mengembangkan kcrnampuan proses produksi yang barn (Prieto et al, 2009) melalui pcngembangan produk dan jasa yang inovatif (Eisenhardt & Manin, 2000; Zahra et al, 2006). Dalarn ruelakukan rekonfigueasi, crganisesi hams mampu membangun capabilities baru, dan mengintegrasikaa capabilities baru tesebut dengan konfigurasi yang ada (Barreto, 2010: Eisenhardt & Martin, 2000, Teece, 2007). Kondis ini membangun kemampuan Erurepreneurship organisasi. Teece et al. (1997) menjelaskan peranan Dynamic: Capabilitles sebagai mekanisme yang menghasilkan inovasi dengan mengldentifikasi dan membangun kombinasi capabilities baru yang uiendukung pengembangan produk dan proses baru yang valuable. Selanjutnya.Teece (2007} berargumentasi bahwa Dynamic Capabilities membantu mencari oppfJrtunilies melalui sensing lingkungan, dan memanfaatkan opportunities melalui akumulasi pengetahuan dan melakukan transformasi dengan merekenfigurasl capabilities yang dimiliki. Hal ini mernbuat pengembangan capobtlities mendocong terjadinya inovasi yang merupakan ciri utama dari entrepreneurship, Zollo don Winter (2002) menyatakan bahwa proses dari Dynamic Capabilities menghasilkan pembelajaran yang dapat menghaalkan pattern bagi organisasi yang
menjadikan Dynamic Capabilities sebagai path dependent. Dilihat darl profil responden, dimana i3% responden berpendidikan 82, dan 17% responden berpendidikan 83, yang menu11juk.kau tlngkat pendidikan pimpiaan unit organisasi yang baik. Dengan tingkat Unlversitas Indonesia
63
pendidikan seperti itu, proses pembelajaran dapat dilakukan dengan cepat, dan makin meningkatkan Dynamic Capabilities unit organisasi. Sclanjutnyo, tingkat Dynamic Capabilities yang tinggi ini akan mempercepat mekanisme yang menghasilkan inovasi den mencari opportunities yang di.maksud oleh Teece et al (1997). Pada organisasi Pemerintah, inovasi lebih banyak dituntut dengan cara melakukan rekonfigurasi resources dan
capabilities yang ada daripada dilakukan dengan menggunakan misalnya merubah jam kcrja daripada
menambah
resources tambahau,
jam kcrj11 pelayonan.
Hal ini
menyebabkan Dynamic Capabilities yang diniiliki pada organisasi Pemerintah dapat mcmbangun kemampuan Entreprneurship.
6.2.6. Hubuogan Dynamic Capabilities dc11ganKoordinasi
Hasil uji biporesis 6 yaitu pengaruh Dynamic Capabilities terhadap Koordinasi menunjukkan bshwa Dynamic Capabiiiues tidak herpengaruh secara positif terhadap Koordinasi. Kesimpulan ini tidak sejalan dengan pendapat bahwa sebagai basil dari Dynumtc Capabilities, organisasi acan melakukan rekonfigurasi resources clan capabilities internal clan ckstemal yang dikendnliknnnya (Teece et al, 1997), termasuk meningkatkan capabilities opeeasional (Helfat & Winter, 2011) termasuk juga capabilities dalam berhubungan dengan ekstemal, Kondisi ini juga tidak menempatkan kemampuan Koordinasi sebagai capabilities organisasi yang ditingkatkan, sebagai produk antara Dynamic Capabilities yang menghasilkan peningkatan Kincrja. Zott (2003) meajclaskan bahwa Dynamic Capabilities tidak langsung menghasilkan Kinerja, tetapi mempengaruhi Kinerja melalui rekonfigurasi resources dan routines yang dimililc sebagai produk antara. Penolakan ini dapat terjadi karena beberapa hal. Hasil lcuesioner pada variabel Dynamic Capabilities menghasilkan dimensi dengan rerata terendah adalah Sensing, yang merupakan keglatan untuk mengenali perubahan diluar organisasi, aiau persepsi organlsasi terhadap kondisi dinamis lingkungan yang mempengarehi organisasi, Kemampuan Koordinasi merupakan salah satu competitive advantage yang dimiliki organises]. Kondisi
ini membuat situasi seperti yang disimpulkan penelitian Schilke (2014) bahwa Dynamic Capabilities dalam besarnya komribusi pada competitive advw11age organisasi sangal dipengaruhi oleh tingkat dinamis Iiagkungan eksternal yang mempcngaruhi organisasi. Koordinasl adalah pengendalian kegiatan yang dilakukan organisasi yang berkaitan
dengan kegiata.n yang dilakukan oleh organisasi lain. Penanyaan pada kuesioner lebih mengarah pada Koordinasi yang aktif atau inisiatif mereview dan menindaklanjuti kegiatan organisasi lain. Sedangkan capabilities pada organisasi Pemerintah hanya merupakan capabtiuies untuk mengknordinasikan kegialan intemal organisasi saja, sejalan dengan dari penelitian Pavlou clan El Sawy (2011) pada perusahaaa. Pelaksanaan Koordinasi melalu.i struktur daa hirarki membuat capabilities untuk mengkoordinasi
kesimpulan
organisasi lain seeara aktif tidak berkernbang. Organisasi mengonuol resources yq ada dihiar, tetapi terbatas hanya pada resources yang mllllih btm1da dalam kendali organisasi saja (Barney, 2991; Hitt et it!, 2001). \Jnlversltas lndo11esia
64
Kondisi diatas bisa menyehabk:m capabilities Koordinasi tidak berkembang karena tingkat dinamis lingkungaa yang diakses oleh organisasi tidak pada tingkat yang optimal, dan organisasi tidak mampu mengenda!il:ao resources diluar kewenangannya. Hal-ha! tersebut dapat menjelaskan mengapa kornribusi Dynamic Capabilities dalam peneiitian ini tidak signifikan pada kegiatan Koordinasi yang dilakukan bersarna organisasi lain. 6.2.7. Hubungnn Entrepreneurial Orie11tati01t dengan Koordinasl 7 yaitu penganih Entrepreneurial Orientation terhadap Koordinasi menunjukkan bahwa EntrepremmalOrientation berpengaruh positif terhadap Koordinasi. Kondisi ini sejalan dengan pendapat. Gia.van (2008) bahwa organisasi dapat meningkatkan kinerjanya apabila entrepreneur menyadari bahwa keberhasilan organisainya juga te~amung dari kegiatan organisasi lain yang terkait dengan kegiatannya, karena adanya eksternalitas. Setisp unit organisasi Pemerintah bekerja berdasarkan acuan yang sama yaitu Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang mernuat prioritas kegiatan yang memp11lrnn pe'xerja11n berssma dari berbagai organisasi dan unit organisasi, sehingga setlap unit organlsasi dapat mengetahui kontribusinya rnasing-msini?. clan unit organisasi mana yang melakukan kegiatan berkaitan. Unit organisasi yang entrepreneur akan berusaha sating rnencari opportunities pada organisasi lain untuk mcningkatknn Kinerja, sehingga terjadilah Koordinasi antar unit organisasl. Unit organisasi akan memMfaatkan kerjasama Hasil uji hipotesis
dengan organisasi lainnya sehingga output unit organisasinya bisa meningkat, misalnya kerjasama membangun suatu fasilitas yang terdiri dari berbagai macam infrastruktur pendukuag. Kondlsi lni didukung oleh sifat inovatif yang mendorong organlsasi mencari earn dan terooosan baru agar produk lebih bermanfaat bagi yang membutunkan, clan sifat proaktlf meadorong erganisasi menjalin komunikasi dengan orgaoisasi lain agar produk sesuai dengan kebutuhan, serta sifat risk: taJing yang selalu memper1imbangkan resiko dalam bekerja. Hal ini terlihat dari komponen pada kuesionee penelitian yang memiliki faktor loading terbcsar adalah sering menggunakan cara baru, mendahului melakukan kegiatan dan memperhitungkan resiko pekcrjaan. Pada variabel Koordinasi, komponen dengan faktor loading terbesar adalah keaktifan unit organisasi mendiskusikan kegiatan
dengan uni I organiasi lain. Hasil dari kuesioncr tersebut mendukung hipotesa F:ntrepreneursltipmeningkatkan kinerja karcna sejalan juga dengan pendapat dari Kirmer (1973) yang menielaskan proses koordinasi yang terjadi pada individu yang entrepreneuriol dengan menyatakan bahwa bagian dari proses entrepreneurial competitive adalah proses mengkomunikasikan informasi. Sel.anjutnya, proses pembelajaran mendorong rencana individual menjadi leblh terkoordinasi. dan koordinasi iDfonnasi akan meningkatkan koordinasi kcgiatan. Apabila pemikiran para anggota organisasi mampu memabami situasi
Universitas lndone~ia
65
mcnguntungkan, maka kegiatan untuk mengkoordinasikan keputusaa, rencana, dan kegiatao, menja.di concerned setiap individu (Kirzner, 1973).
6.2.!I. Hubungan Dynamic Capabilities dengan Kinerja
Hasil uji hipotesis 8 yaitu pengaruh Dynamic Capabilities terhadap Kinerja menwtjukkan bahwa Dynamtc Capabtltttes tidak berpengaruh secara positif terhadap Kinerja. Kondisi ini tidak scjalon dengan bnnyak pendapat dD11 kesimpulan, misalnya dari Drnevich dan Kriauciunas (2011), Teece et al (1997), Woldensanbet et al (2012), yang menyatakan bahwa outcomes dari Dynamic Capabilities adalah peningkatan Kinerja. Organisasi Pemerintah yang menjadi obyek penelitian sebagian besar adalah organisasl besar dan sudah mapan Kondisi inl membuat organisasi sudah memiliki routines d<m prosedur lt:rlcnlu kare111i mcu1iliki target besar yang hams dilaksanakan. Apabila dilihat pada komponennya di kuesioner penelitian, pengukuran yang nilai SLF
resources dan capabilities, kemampuan ketika alokasi berubah, dan pengamatan perubahan lingkungan. Muara dari Dynamic Capabilites adalah melakuk.an rekonfigurasi resources dan capafJlllltes dari routines organisasi yang temyata memiliki nilai SLF rendah. Peraturan, rencana dan SOP mcrupakan acuan utama kegiatan pada organisesi Pemerintah. Karena sudah mapan, akan terendah
adalah
pada
pengukuran
frekuensi
realokasi
terjadi adanya inertia tian inflexibilty (Hannan & Freeman, 2004; Zollo & Winter, 2002), schingga routines sulit untuk berubab dan variabel yang menjadi pengukuran diatas nilainya rnenjadi rendah. Kondisi ini tidak mendukung kinerju organlsasi Pemerintah karena Dynamic Capabilines dirnulai dari pengamatan pcrubahen lingkungan dan muaranya adalah justru melakukan rekonfigurasi berupa melakubn realokasi dan
menialankan hasil realokasi tersebut. Kemampuan Dynamic Capabilities yang rendah menurut Piening (20 B) yang menyimpulkan dari beberapa studi (Gilmore & Krantz, 1991; McCabe et al, 2008; Pablo et al, 2007) karena sering terjadi perubahan, problem solving melalui kegiatan ad-hoc, dan scnngnya pergantian pimpinan publik, membuat kemampuan
mengimplementasi Dynamic Capabilities pada organisasi Pemerintah menjacli menurun, sehingga tidak mendukung Kinerja, Beberapa penelitian dapar memberi penjelasan penyebab kondisi tidak berpengaruh secara signifikan. Zou (2003) menyatakan bahwa Dynamic Capabilities tidak bisa secara huigi;uug menghasilkan Kinerja, tetapi mempengarubi Kinerja melalui rekonfigurasi resources dan routines. Helfat dan Peteraf (2003) rnenyatakan bahwa Dynamic Capabilities tidak secara langsung mempengaruhi output organisasi, tetapi secara tidak
langsung melalui capabilities lain yang mendukung pembentukan oUipur. Zahra ct al (2006) berargurnentasi bahwa hubungan antara Dynamic Capabilities dengan Kinerja adalah tidak langsung' tetapi melalui perubahan substantive capabilities. Dari penelitiau tersebut, dapat disimpulkan bahwa Dynamic Capabtliries akan berpengaruh pada Kinerja apabila tidak dihubungkan secara langsung.
Universitas Indonesia
66
6.2.9.
Hubungan Entrepreneurial Orimtation dcngan Kincrj11 Hasil uji hipotesis 9
yaitu pengaruh Entrepreneurial Orientation terhadap
Kinerja
menunjukkan bahwa Ensreprenurial Orientation berpengaruh secara posirif terhadap Kineria, Kesimpulan ini sejalan dengan kesimpulan banyak penelitian, misalnya meta analysis oleh Rauch et al. {2009), penetitlan perusahaan di USA olch Hult et al, (2003), penelitian tentang industri surat kaber di Iodonesla oleh Arif (2013),
Kondisi ini menyebabkan semakin tinggi Entrepreneurial Orientation yang dimilikl organlsasi akan membuar semakin balk K.ioerja organisasL 6.2.10. Hubungan Koordb111si deogao Kinerj• Hasil uji hipotesis 10 yaitu pcngaruh Koordinasi terhadap Kinerja menunjukkan bahwa Koordinasi tidak berpengaruh secara positif dengan Kinerja. Kondisi ini tidak sejalan dengan kesimpulan bahwa bekcrjasama lintas orgenisasi akan menghasilkan pembuatan kcbijakan, implcmeotasi kcbijakan, dllll pernberian pelayana.n menjadi lcbih efisien clan efelctif (Christensea et al. 2012) yang meaghasilkan kinerja Jebih baik. Juga kondisi tersebut tidak seje.lan dengan tujuan pembentukan organisasi untuk mengkcocdinasikaa kegiatan agar kegiatan tersebut dapat berjalan, dan Jcoordinasi yang
balk akan menghasilkan output yang baik (Kogut & Zander, 1992) Organisasi Pemerintah dibagi sehingga setiap orgrwisasi fokus dan mcnurut dua variabel, Spesialisasi Selanjulnya, orgaaisasi Kementerian
kedal.am Kemeaterian dengan tugas yang spesifik terspesiallsasi pada bidangnya, dan dapat dianalisis dan Koordinosi (Cbristensen & Laegreid, 2008). dibagi kedalam unit organisasi yang menyebabkan
pekerjaan unit organisasi menjadi lehih teri;pe.<.ialisa."i karena berdasarkan kewenangan rasional-legal, kompetensi teknis dan standar (Jones. 2010).
Akibatnya, karena kegletannya
sudah terspesialisasi, kinerja unit organisasi juga tergantung dari eksternalitas keglatsn unit organisasi lain yang tcrkait (Glavan, 2008)-. Penelitian dilakukan pada unit organisasi Jovel menengah di sektor Pemeriotah
karena peranan manajer level menengah penting dalarn pembentukan kinerja organisasi melalui peranannya sebagai inisiator dan ~her dari kreatifitas entrepreneurialorganisasi (l:lemier & Hafsi, 2007; Borins, 2000; Moris & Jones, 2003). Pada pelaksamannya, untuk Universitas lndone~la
67
melakukan Koordlnasi pada organisasi Pemerintah, kebijakan dan caranya dtpuniskan lx:rjcnjang sampai harus pada level yang lebih tinggi sehingga tidak bisa langsung diputuskan oleh level menengah saja. Hal ini mirip dengan temuan dari Davis (1995) bahwa bentuk umum koordinasi pada organisasi Pemerintah adalah top-down hirarki dan tergantung pada organisasi pusar, Ketidakberhasilan atau kesulitan kegiatan koordinasi pada organisasi Pemerintah dapat disebabkan oleh (I) Redundancy atau lebih dari satu organisasi melakukan hal yang sama, (2) Lacunae atau tidak ada organisasi melakukan hal yang diperlukan, dan (3) Incoherence atau kebijakan pada satu sasaran memiliki tujuan dan requirement berbeda (Peters, 1998). Ketiga hal tersebut dapat terjadi pada writ organisasi Pemerintah yang menjadi obyek penelitian, karena bergerak pada bidang besar yang sama yaitu infrastruktur, banyak unit organisasi lain yang terlibat dan terkait, clan satu stakeholder dapat menerima manfaat atau bekerjesama dengan beberapa unit organisasi sekaligus. Kondisi pada organisasi Pemerintah dalam penelitian ini dapat dijelaskan dengan
Webb ( 199 l) menyatakan bahwa koordinasi pada sektor Pemerintah sejak dahulu selalu moojll.di problem. Koordinasi meajadi semakln sulit dengan antara lain adanya penambahan kegietan yang dilakukan organisasi Pemerintah, pemecahan dan penambahan organisasi, problem fiskal, clan desentralisasi (Peters, 1998). Bekerja bersama organisasi Pemerintah dalam jaringan kegiatan juga sering menimbulkan konJ:lik dengan akuntabilites masing-masing organisasi (.Burgon, 201 l), padahal masalah beberapa
argumentasi.
govemunce dan prosedur rnerupakan hal yang penting bagi organisasi Pemerintah. Pieaiug
(2013) mengutip dari Bryson et al (2010) menyetekan bahwa dominasi Pemerinl.llh pusat pada organisasi Pemerintah melalui proses auditing dan target-setting, dikombinasikan dengan kontrol pada resources, rnembatasi pilihan strategis yang dllpat dilaknken. Padehal, proses komunikasi dan koordinasi membutllhkan altematif pilihan strategis tersebut, Saling komuniknsi memang merupakan awal koordmasi, tetapi dengan tidak melanjutkan menjadi review kegiatan yang mungkin siding tcrkait Mau tcrgantung dapat menyebabkan hasil komunikasi menjadi tidak efektif. Kemwigkinan ada kengganan untuk
mereview kegiatan organisasi lain yang diluar kewenangannya, karena kecendenmgan organisasi hanya mengelola atau mengontrol resources yang berada dalam kendalinya. Ketergantungan pada unit organisai lain membutuhkao kemampuaa berkomunikasi Win koordinasi, Pertanyaan variabel Koordinasi yang memiliki SLF terendeh sdalah pada kellktifun unit orgonisasi melakukan pertemuan reguler melalrukan review kegiatan, dan
mendorong unit organisasi lain menindaklanjuti basil review kegiaran, Hal ini menunjukkan bahwa writ organisasi hanya. berkomunikasi dengan organisasi lain sebatas saling memberi in!bnnasi dan diskusi saja, tidak sampai mereview lcegiatan atau bahkan ~ampai mt:1t.indak.laojuti hasil review. Snling komun.ik83i mema.ng merupakan awal koordina.~i, tetapi dengan tidilk melanjutkan menjadi review kegialall yang mungkin sating terkait atau tergantung dapat menyebabkan basil komllllikasi menjadi tidak efektif. Contohnya adalah pembangunan fasilitas pelayananmasyarakat yang dibangun pada lokasi Unlversiras lndonesla
68
yang belum ada jaringan listrik atsu fastlitas sanitasi yang belum ada uti!itas air bersih,
sehingga fasilitas yang sudah selesai dibanguan tidak dapat dimanfaatkan seeara optimal. Kemungkinan ada kengganan untuk mereview kegiatan organisasi Jain yang diluar kewenangannya, karena kecenderungan organisasi hanya mengelola atau mengonrrol resources yang berada dalam kendalinya. Koordinasi disini adalah Koordinasi yang aktif dari orgenisasi kepada organisasi lain. Keterganrungen antar organisasi tidak dapat diatasi tanpa adanya komunikasi (Weigand et al, 2003), sayangnya temuan menunjukkan bahwa komunikasi tidak dilanjutkan dengan secara aktif melakuten koordinasi kegiatan,
Kemampuan knordinasi pada Dynamic Capabilities yang dimiliki oleh organisasi terbatas pada kemampuan koordinasi internal organisasi (Pavlou & El Sawy, 2011 ), juga dimiliki oleh organisasi Pemerintah. Kecenderungan organisasi adalah mengintemalkan proses ketidakpastian diluar organisasi dan menempatkannya dalam konteks hlrarki organisasi sehingga lebih mudah dikendalikan (Lorenzoni & Lipparini, 1999; Ouchi, 1980;
Williamson, 1975). Pelaksanean di Organisasi Pemerintaban sudah menyadari lemalmya dan pentingnya koordinasi ekstemal organisasi untuk mencapai Kinerja, sehingga diinternallcan dalam hicarki organisast dengan dibeetuknya beberapa Kementerian Kocrdinator yung benugas secara khusus melakukan koordinasi pelaksaaaan kegletan entar Kernenterian. Walaupun sudilh dibentuk. tamuan penelitian mengindikasikan tidak berbasil mendorong adanya Koordinasi alctif dari masing-rnasing organisasi Pemerintah.
6.2.11 Hubungan Antar Variabel yao.g Signifakln
Alur yang menunjukkan hubungan positif sampai ke pembentukan K.incrja adalah
U.ICTOll ORGANISASI
EN111EPRENEVlllAI. OllENrATION
Gambar 6.1 Alar Pembeot11.kau KiDerja
Dari alur model tersebut dapat dijelaskan bahwa penelitian menghasilkan pola pembentukan Kinerja pada organisasi Pemerintah yang signifikan adalah Faktor Organisasi mempengaruhi Dynamic Capabilities dan Entrepreneurial Orientation, dimana Dynamic Capabilities secara simultan juga mempeogeruhi EntrepreneurialOrientation, kemudisn Entreprenurial Orientation mempengaruhi Kinetja. Pengaruh Jangsung Faktor Organisasi pada Entrepreneurial Orientation adalah 0, 19. Peagaruh Faktor Organisasl terhadap Entrepreneurial Orientation melalui Dynamic Capabilities adalah 0,43 x 0,75 sebesar 0,32 yang ternyata lebih besar dari pengaruh Jangsnngnya. Angka tersebut menunjukkan bahwa pengaruh pembentukan Entrepreneunal Orieraotion lebih signiflkan melalui Dynamic Universitas Indonesia
69
Capubililil
itu, Faktor Organisasi, Dynamic Capabilities,
dan Erurepreneuriol
Orientation juga mempengaruhi Koordinasi dengan alur yang sama dengan Kinerja. Entrepreneurial Orientation juga mempengaruhi Koordinasi, walaupun Koordinasi tidak signi:fikan mempengaruhi Kinerja. Besar pengaruh E111reprerreuriul Orientatta« kepada Koordinasi scbcsar 0,68 yang berarti lebih kccil dari pengaruh Entrepreneurial Orientation kepada Kinerja sebesar 0,79 . Alur sampai pembentukan Koordinasi dan Kinerja dapai dilihat pada gambsr berikuL
l'AKTOR OAGANIW4
\ \
ENNIEPMN£UlllA< OIUENTAllON
.E::) . . G
Gambar 6.2. Alur Pemheotukan Koordinasi dau Kinerja Alur model diatas memberikan gambaran bahwa Pembentukan Kinerja organisasi l'emerintah dirnulai dari Faktor Organisasi membangun Dynamic Capabilities dan Emreoreneurial Orienta/ion, dimana Dynamic Capabilities secara simultan memperkuat
Entrepreneurial Oriemotton,
Entrepreneurial Orientation membangun Kinerja. Pada penelitian ini, kontribusi variabel Liagkungan dan Koordinasi tidak cukup dan selanjutnya
signifikan mempengaruhi Kinerja pada organisasi Pernerintah. 6.3. Analisis 1'ambahan untuk Alternatif Model
Karena ternuan berdasarkan model penelitian menunjukkan bahwa Lingkungan clan Koordinasi tidak signifikan mempengaruhi proses pembentukan Kinetja pada organisasi Pemerinteh, perhi dianalisa altematif model lain sebagai perbandingannya. Pada model penelitian, Lingkungan dan Organisasi mempengaruhi Dynamic CapfJbili1ies dan Entrepreneurial Orientation. Setelah melakukan simulasi beberapa altematif model, diajukan altematif model dengan analisis bahwa Organisasi berada dalam suatu iingkWlgan,
dan bahwa organisasi
menghadapi
ketidakpastian terhadap
perubahan
kcbutuban lingkungan dan ketergantungan pada yang diberikan oleh Lingkungan, sehingga Universltas lndonesla
70
ada persepsi dan subyektifitas pelaku dalam organisasi, dan harus fit dengan ketidakpastian tersebut (Donaldson, 200 I; Hatch, 2006; Lawrence & Lorsch, 1967). Pada altematif model yang dibangun, Lingkungan mempengaruhi Faktor Organisasl dahulu, kemudian Faktor Organisasi yang mempengaruhi Dynamic Capabilities den Entrepreneurial Orientation. Dcngan demikian, pada altematif model ini, Dynamic Capabilities dan Emrepreneuria! Orientation merupakan pmduk dari Faktor Organisasi akibat dari pengaruh lingkungan. Selanjutnya, kerjasama lintas instansi menghasilkan pembuatan dan implementasi kebijaken, dan pelayanan lebib efisien (Christensen et al, 2012), sehingga antar organisasi melakukan Koordinasi, dan hasilnya, Koordinasi yang baik akan menghasilkan output yang balk (Kogut & Zander, 1992) atau Kinerja organisasi yang lebih baik, Pada model altematif, Koordinasi merupaken variabel independen yang mempengaruhi langsung Kinerja atnu memoderasi pengarnh r)ynamic Canahulitie.r dan Entrepreneurial Orientation
terhadap Kinerja. Dengan demikian, model altematif yang dibangun menjadi variabel Lingkungan mempengaruhi Faktor Organisasi, dan Fal.tor Organisasi kemudian mempengaruhi Dynamic Capabilities dan Entrepreneurial Onenunton; keduanya, Dynamic Capabilities dan Entrepreneurial Orientation, mempcngaruhi Kincrja. Variabel Koordinasi sebagai variabel independen memoderasi pengaruh Dynamic Capabilities dan Entrepreneurial Ortentation pada Kinerja, danjuga variabel Koordinasi mempcngaruhi Kine1:ja. Dengan menganalisis data penelitlan yang sams, model alternatif menghasilkan nilai perhitungan signifikansi sebagaimana dalam gambar berikut
C.1~~0
. .,5
__,,.0.3?~0.l]
~e.93
l -
1-o.S?
I
t-~·.•S
0.,,~0.GO Q. !·~
O.t!~-~.OS
o.~t
-
0.1~~-r;.!r
9.,.~
-~~0.1,(
Gambar 6.3 Diagram Linlasan Model Struktural Allernatif (SLF) UniversitasIndonesia
71
i. ,,
-
i.e.u
·-
l•s.9t
~J.4i
!.t6~:..c'
M.lE~-1.3< 10.iE..._
"'l -
1•1.2!
a.a~
Giunbar 6.4 Liot:uan Strulrtural Model Altenu1tir(t statistik)
Hasil perhitungan diaras menunjukkan bahwa variabel Lingkungan signifikan rnempengaruhi Faktor Organisasi dengan nilai t-statistik -2,34 dan koefisien -0,21 , dan Koordinasi signifikan mempengaruhi Kinerja dengan nilai t-statistik 2,44 dan koefisien 0.18. Berdasarkan model alternatifini dih.asilkan banwa Lingkungan berpengareh negatif
secara signifikan terhadap Faktor Organisasi, clan Koordinasi berpengaruh positif signifikan pada Kinerja. Temuan menarik dari model alternatif ini adalah Linglrungan berpengaruh aignifikan tetapi negatif terhadap Faktor Organisesi, yang dapat diterjernahkan bahwa perubahan lingk:ungan direaksikan secara negatif oleh Faktor Orgsnisssi. Hal ini mengindikasikan hshwa tuntutan karena peruhahan dari Lingkimgan membuat Faktor Organisasi rnenjadi responsif destructive. Kuratko et al (2011) menyimpulkan bahwa birokrasi organisasi publik ruerniliki banyak kelebihan clan berjalan efektif pada lingkungan yang stabil clan depar diprediksi, arau dcagan kata lain, kelebihan yang ada
pada birokrasi orgaaisasi Pemerintah tidak berjalan pada lingkungan yang tidak stabil atau pada lingkungan yang tidak dapat diprediksi, Tuntutan perubahan dari lingk:ungan diterima olel:. organisasi, clan organisasi menginterpretasinya clan berusaha merespon dengan melakukan penyesuain atau perubahan kegiatannya. Tetapi karena orgenlsasl Pemerintah merniliki aturan dan SOP yang ketat serta adanya hirarki pengambilan keputusan, maka
perubahan yang akan dilakukan tidak dapat langsung dilaksanakan, tapi melalui proses Universitas Indonesia
72
yang panjang terlebih dabulu. Sementara itu, masyarakat sebagai stakeholder organisasi Pemerintah akan menuntut segera tanggapan organisasi. Selain nu, tuntutan pada akuntabilitas prosedur dan pembiayaan pada kegiatan yang sudah direncanakan, serta adanya routines yang pada organisasi membuat adatiya inertia atau ifl/le:r:ibility (Hannan & Freeman, 2004; Zollo & Winter, 2002). Hal-hal tcrscbut dapat mcmbuat tuntutnn perubaaan dari lingkungan direaksikan secara negatif oleh Organisasi. Data analisis penelitian menunjullin nilai ST.F terbesar pada Faktor Organisasi adalah Work Discretion, yang herupa pimpinan memberikan altematif, kreatifitas, delegasi wewenang, dan otonomi dalam bekerja. Tekanan Lingkungan berdampak negatif besar pada komponen dalam Work Discretton, sehingga diskresi organisasi dalam bekerja menjadi bcrkuraag. Mnkiu besar tekanan Lingkungan akan membuat organisasi menjadi makin sentralistis dan kaku, sehingga membuat organisasi Pemerintah terlihat makin birokratis, Hal ini sejalan dengan Kuratko et al (2011) diatas yang menyatakan bahwa birokrasi berjalan lebih efektif pada Lingkungan yang stabll. Faktor Organisasi tetap mempengarohi positif Dynamic Capoblities dan Entrepreneurial Oriemation. Menarik juga, bahwa dcngan posisi Koordinasi yang independen, Koordinasi berpengaruh positif terhadap Kinerja. Hasil SLF tcrbesar pada Koordinas! adalah keaktifan organisasi mendiskusikan basil kegiatan dengon orgaaisasi lain terkatt, dengan yang rendah pada review kegiatan organisasi lain. Hal ini mengindikasikan bahwa diskusi mengenai kegiatan antar organisasi Pemerintah sudah dapat memperbaiki Kincrja organisasi walaupun belwn sampai saling' mereview kegiatan organisas! lain secara optimal. Hal tersehut memhuat model altematif menjadi sebagai berikut .
koordlnasl
Faktol' org.anlsasi (Q1Jtprenturlal
orietmtlon
Gambar 6.5 Model Alteroatif.
Universitas Indonesia
73
BAB VII
KESIMPULANIMPLIKASIOANSARAN 7.1. Kesimpulan Hasil penelitiaa menunjukkan bahwa Falctor Organisasi berpengaruh signifikan pada Dynamic Capabtlities dan Entrepreneurship yang ada pada organlsasi. Faktor Organisasi berkontribusi pada kcmampuan Dynamic Capabilities dan Entrepreneurship yang akhirnya berpengaruh poda Kinerja organisasi. Dimensi Faktor Organisasi yang
mendukung terbentuknya Dynamic Capabilities dan Entrepreneurship adalah Managp,rfrrl Support. Work Discretion, dan Reward, adalah resources yang bersifat dinamis dalam organisasi, Sedangkan Resources Availabilby berupa ketersediaan personil dan anggaran, yang bersifat relatif statis, tidak signifikan mc.ndukung. Hal ini menuojukkan bahwa komponea resources yang dinamis dan merupakaD behavior dan capabilities saja yang mendukung, sedangkan resources yang bersifat relatif statis, tidak mendulrung. Hasil analisis menyimpulkan bahwa [,ingkungan tidak berpeogaruh signifikan pada Dynamic Capabilities clan Entrepreneurship yang berbeda dengan umumnya penelitian yang ada, walaupun penelitian umumnya dilakukan pada perusahaan, Kondisi ini menunjukkan bahwa organisasi pemerintah lidak terpengaruh langsung oleh adanya
perubahan Lingkungan, tetapi Organisasi Pemeriotah bekerja konstan berdasarkan rencana kerja dan target yang sudah ditetaplam, dan dalam perjalannnya ternyata tidak melakukan pcrubahan cara kerjany a walaupun terjadi perubahan kondisi eksternal. Peneli tian dilakukan pada unit organlsasi level menengah karena sebagai pelaksane kegiatan organisasi ke masyarakat, kondisi ini juga mengindt'kasik.&nbahwa perubahan kegiatan atau strategi organisasi pemerintah tidak bisa langsung dilakukan pada manajer level menengah, Situasi terse but menurut I oofilovic (200I) yang menyebabkan organisasi pemerintah kurang mampu berinovasi atau bernbah, Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun sudah ditakukan proses cvaluasi pclaksanaan kcgiatan yang dapat menjadi umpen balik bagi perbaikan kegiatan, !et.api perubahan kegiatan tidak dapat Jangsung dilakukan oleh unit organisasi karena adanya proses hirarki pengarnbilan kepumsan dan perubahan barn bisa dilaksanakan pada tahun sesudahnya setelah dilakukan perubahan rencana, Organisasi pemerintah adalah organisasi mekanistik yang memang didisain
scbagai orgaaisasi yang memiliki tingkllt kepastian yang tinggi, deogan rencana kegiatan dan target yang spesifik, penggunaan teknologi cenderung tidak berubah, organisasi berskala besar dengan pola ltirarki.
Dynamic Capabilities memfasilitasi akumulasi pengetahuan sehingga mampu rnengembangkan proses daa copubilitlesbaru, Kedua hal tersebut mendorong organisasi untuk rnampu melakukan inovasi dan meocari opportunities, schingga tirnbu!
Ent_rcpreneurship pada orsanisasi. Dengan demilrian, semakin tinggi tingkat Dynamic Capabilities akan membuat organisasi lebih proaktif dan mempercepat mekanisme yang menghasilkan inovasi. Hasil penelitian sejalan dengan koosep tersebut dengan U n\ve rsltas Indonesia
74
menunjuldcan pengaruh Orientation.
signiftlcan Dynamic
Capabtitues pada
Entrepreneurial
Entrepreneurial Onentatio« yang dimiliki secara langSlll\g mempengaruhi Kinerja organisasi Pemerintah, sedangkan l>ynflltfit: Capabilities tidat mempengaruhi Kin.erja secara langsung, kendati demikian, Dynamic Capabilities mempengaruhi Entrepreneurtal Orientation, dan seleniutnya rnempengaruhi Kinerja. Hal ini sejahm dengan Helfat & Peteraf (2003) yang menyatakan bahwa Dynamic Capabtltttes mernpengaruhi ouipur organisasi melalui capabilities lain yang mendukung pcmbentukan output organisasi. Dengan demikian, keduanya, Dynamic Capabilities dan Bntrepreneurisl Orientation mempengaruhi Kinerja, tetapi tidalc keduanya secara langsung. Penelitiao pada organisasi Pemerintah menuojul1can hahwa Dynamic Capabilities tidak berpengaruh langsung pada Koordinasi, sedangkan Entrepreneurial Orientation berpengaruh pada Koordinasl, Kondisi ini menunjukkan bahwa Dynamic Capabilitiesyang ada pada organisasi Pernerintah hanya mcrckonfugurasi resources dan capabilities yang mcmpengaruhi
tit\g~
'Entrepreneurial
Oricntalion organisasi,
yaog
kemudian
mempengAnlhi Konrdinasi. Koordinasi adaiah kegiatan ckstemal dari organisasi, sedangken Dynamic l.apabi/ilies temyaca hanya membangun capabilities internal saja. Dalanl Koordinasi ada proses negosiasi dan kesepekstan denga.n organisasi lain, sedangk!Ul tanpa K.ordinasi antar kegiatan s1::1i11p Orgonili!lsi Pemerintah lebih mcngikuti rencana clan aturan yllllg suda.b ada saja. Kondisi ini sesuai dengiin pendepo; Peters (1998) bahwa organ.isasi pemerintah. lebib rncngilculi peraturan daripada bemegesiasi, yang merupakan conventional behavior organisasi Peznerintah, Peranan Eatrcpreneuria! Orientation lebih dcminan dibanding Dynamic Capabilirlesdalam mempengaruhl kemampuan Koordinasi pada organisas! Pemerintah mengindikasikan bahwa keinginan unrul proaktif, mencari sesuaru yaug baru clan inovatif dan menganalisis resiko kcgiatan yang akan dilakukan, mendorong organisasi pernerintah un1ul:: me:ning)wlkml Koo!dinasi dengan organisasi lainnya.
Temuaa bahwa Koordlnasi tidllk signifikan mempengaruhi Kinerja adelab hal yang menarik dan tidak sejalan dengan hipotesa yang dibangun pada awal penelitlan. Pertanyaan penelitian yang \ebih cenderung pada keaklifim berkeordinasi, dapai diinterpretesikan berupa aktif berxoordiuasi, sedangkan dalaru kenyataannya yang dilakuksn adii.lah Koordinasi yang pasif saja Setiap organisasi Pemerintah 11lCllliliki tugas spesifik sehingga terspesiatisesi pada bidang targetnya, sedanglc:an karena adanya eksternalitas m.aka semua kegiatan akan saling mernpengaruhi (Glavan, 2008). Tetapi kenyataannya, Koordinasi
antar organisasl Pemerintah yang memberikan pelayanan atau pekerjaan sejenis merupekan ha! yang sangat sulit (Peters, 1998). Kesulitan ini disadari olch Pemcrintah sehingga dibentuklah Kementerian Koordinator untuk melakukan Koordinasi antar organisasi secara struktural. Hal ini sejalan dengan pendapet Muller (2004 j bahwa melalui pendekatan hira.rki, kebutuhan negosiasi dalam membangun kesepakatan mex\iadi berkurang, dan Peters (1998) menyatakan bahwa organisasi Pemerintah h:bib fokus ke atllnl.ll 1.huipada bernegosiasi. Hal ini menggambukan kQtKlisi yang 11da saroa seperti yang te.rjadi di negara Univ~rsitas Indonesia
75
lain, bahwa mekanisme yang paling umum digunakan untuk. mengkoordinasi di sektor pemerintahan adalah melalui hirarki (Peters, 19')8). Temuan bahwa Koordinasi tidak
signifikan mempengaruhi Kinerja memberikan indikasi bahwa usaha dari rnasmg-masing organisasi untuk berkoordinasi seeara aktif tidak optimal, sehingga tidak berkonrribusi positif pada peillngkatan Kinerja. Pcmbcntulc.an Kementerian Koordinator dapat mengambit alih inisiatif dan keaktifan masing-masing organisasi untuk berkoordinasi, dan koordinasi berjalan melalui hirarki dan struktural yang dibentuk, bukan melatui diskusi atau negosiasi langsung antar organisasi. apabila rnekanisrne ketjanya tidak sesuai kondisi yang ada. Chisholm (1989) dalam Peters (1998) menyatakan bahwa apabila crganisasi secara strukmral mcmpunyai hubuogan yang dekat atau involved pada kebijabn yang kompleks sehiogga membutuhkart pertukaran informasi dan interaksi dengan banyak
organisasi, maka keampuban birarki menjadi berkurang. Akibatnya, Koordinasi yang sebaiknya berupa Kuurdinasi ak(if dau inatladi inisiarif masing·masiJl8 organisesi belum efcktif dan belum membcrikan pengaruh positif dalam pembentukan Kinerja di masingmasing organisasi. Pengukuran tolok ukur Kinerja dan insentif organisasi secara individual kurang mendorong anrar orgMisasi untuk mengkoordmasikan kegiatannya (Peters, l 998). Hal-hal diatas meniadi penyebab masing-maslng Organisasi Pemerintah rnasih lebih fokus pada rencana dan aturannya maslng-masing, daripada aktif dan inisiatif bernegosiesi untuk memperbeiki proses dan outputkcgiatan. Hasil penelitiaa menunjukkan bahwa Dynamic Copobtlities tidal berpengaruh langsung pada Kinerja organisasi, sedangkan Entrepreneurial Orienunion berpengaruh langsung pada Kinerjanya. Dynamic Capabilities juga tidak mempengaruhi Koordinasi. sedangkan Entrepreneurial Orumatton signifikan mempengaruhi Koordinasi. Selanjutnya Koordinasi tidak signifikan mempengaruhi Kincrja. Kondisi Dynamic Capabilities di organisasi Pemeriotah tidak sejalan dengan kesimpnlan Helfat & Peteraf (2003) clan Zott (2003 ), atau Zahra et al (2006) yang menyimpulkan bahwa Dynamic Capabilities merubah substantive capabilities yang mempengaruhi Kinerja. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan Koordinasi masih belum cukup d1:1pa< dibangun oleh Dynamic Capabilities yang ada pada Organisasi, tctapi dapat dipengaruhi olch kemampnan Entrepreneurial Orientation yang dimiliki. Hai ini membawa kesimpulan bahwa Kordinasi pada organisesi pemcrintah Jebih merupakan sesuatu yang dihasilkao oleh sitar proaktif inovatif atau memperhitungkan reslko, daripada hat y311g sudah menjadi routines capabtlities orgenisasi, Mengingat bahwa Kcordinasi mcrupakan hill Ylllll: sangat perlu untuk mcningl:atkan Kinerja bersama (Christensen et al, 2012; Kogut & Zander. 1992; Muller, 2004; Peters. 1998), sehingga dibutuhkan usaha khusus dalam ha! men~elola internal
capabilities untuk da!)at membangun kemampuan Koordinasi antar organisasi. Dynamic Capabllirles dan Entrepreneurship lc:rjadi pa
juga pada organisasi privat, tetapi dengan tujuan yang bcrbeda. Orgonisasi priv11t menggunakan kedua konsep tersebnt untuk memberikan profit pada .vhareholder, sedangkan organisasi publik nntuk memberikan kemanfaatan pada seluruh .ftakeho!der atau masyarakatnya. Organisasi privat melidui kedua konsep tersebut mcncari dan mempenahankan co1npeti1ive advantage untuk keuoggulannyit dibanding orgmi:sal>i privat Universitas lr.donesla
76
Iainnya, sedangkan organisasi publik akan mensebarkan keunggulannya pada organisasi publik lainnya untuk kemanfaatan bersarna selurub stakeholder. Dengan demikian, dari analisis clan kesimpulan penelitian ini dap..t digambarkan
bhawa, konsep Dynamic Capabilitiespeda orgaaisasi pemerintah merupaknn kcrnampuan organisasi mengelola resources dan capabilitiesyang dikendalikanya daiam menghadapi lingkungan yang dinamis 1intuk mempe.rtabankan tingkat layanan publik. Sedangkan konsep Entrepreneurship pada organisasi pemerintah merupakan suatu usaaa proaktif Inovasi, yang dilakukan mempcrbaiki tingkat layruian publik. rnencari
dalam
resiko yang dapat
dikendallkan,
untuk
7.2. Kontribusi Tt-0ri
Pertama, pcnelitian tentang Dynamic Capabilities dan Entreprtneurshipumnmnya pada perusahaan
saja. Penelitian ini dapar melakulcannya pada organisasi Pemerintah
dengan melelcukan modifikasi pada dimensi pengukurannya agar sesuai dan relevan dengan konteks organisasi Peme.rintah. Penelitian ini berkontrtbus! pada petluasan penerapan konsep Dynamic Capabtltnes dan Entrepreneurship. Dlmensi den pengukuran hasil modifikasi pada pcnelitian ini dapet digunaktm pada penelitian selnajutnyn tentang Dynamic Capabllitle11 d3JI Entrepreneurshipdi organisssi J>emerintah lainnya, Kedua, penelitian W memberikan kontribusi pada altematif lain dari pandangen dalam konscp Dynamic Capabilities bahwa organisasi sangat terpengaruh oleh Unglrungan.nya (Donaldson, 2001; Pfeifer &; Salancik, 1978). Hasll penelitian menunjekkan bahwe organfo11si Pt:ruc:rinl.ah t.i
bentuk respcn organlsasi untuk melaln1k.:m pembahan (Teece, 1996). Pada organlsasi pernerintah, pimpinan unit organisasi akan berfolcu.s padn governance prosedur kegiatan, dan 11:1Ig1:1 kinerja unit organisaslnya )'WlS sudah ditectukan secaia spesifik, sehingga proses umpan bafil untuk memperbail:.i kegiatan tidak depat langsung dilekukan. Orgaaisasi pemerintah secara mekaoik teiap bek:erja seperti reneana yang sudah ditetapkao walaupun ada keburuhan penyesuaian strategi akibat adanya perubahan lingkungan. Ketiga, hasil peaelitian menunjukkan bahwa tidak semua dimensi Faktor Organisasi mempcngarubi Dynamic Capabtlities dan Entrepreneurship. Dimensi Faktor Organisasi yruig merupakan resources organises! yang mempengaruhi edalah AfanageinenJ
Support, Work Discretion; Reward ReinfarcemUll,dan Resource Avuilubili1y{Hornsby el al, 2002; Kuratko et al, 1999). Dahlm penelitian ini, dimensi Resource Avaifabilityternyata tidak signifi.kan sehingga dikeluarkan dari model. Berbeda dengan ketiga di.rriensi lai11nya yang merupakan respon pimpinan dalam proses organisasi seh.ingga bersifa1 dinamis dan rnerupak.an ki:mampuan sumbenlitya manusianya, Resource Availability 111erupakan bagian dari resources organisas1 yang kaku dan sudah dit~tapkrul. Kondisi iDi menyimpulkan bahwa hanya dimensi re.~ource.r organisasi yang bersifat dinamis yang berpengan1h pada Unrversitas Indonesia
77
pembentukan
Dynamic Capabilities dan Entrepreneurial Orientation pada orgamsasi
pemerintah.
Keempat, penelitian mi melihat pengaruh Dynamic Capabilities dan Entrepreneurship ke Kinerja secara terintegrasi. Penelitian mengenai Kinerja umumnya dilakukan menggunakan satu konsep saja, dilihat dengan konsep Dynamic Capabilities, atau dengan konsep Entrepreneurship. Kinerja yang dihasilkan organisasi merupakan hasil dari Dynamic Capabilities yang dimiliki oleh Organisasi (Drnevich & Kriauciunas, 2011; Priem & Butler, 2001; Zahra et al, 2006)), atau hasil dari Entrepreneurial Orientation yang dimiliki organisasi (Covin & Slevin, 1989; Lumpkin & Dess, 1996; Morris & Sexton, 1996). Masing-masing konsep memiliki karakteristik tertentu yang saling melengkapi (Hitt et al, 2001; Venkataraman & Sarasvathy, 2001). Penelitian ini berkontribusi secara empiris dengan mengintegrasikan kedua konsep tersebut dalam membahas Kinerja, dan model yang clibangun dapat dijalankan pada organisasi pemerintah, Penelitian ini juga berkontribusi dalam mengoperasionalisasikan konsep Strategic Entrepreneurship (Hitt et al, 2001) yang menggabungkan entrepreneurial actions dengan strategic perspectives.
7.3. Kontribusi Manajerial
Tabel 7.1. lmplikasi Manajerial Peningkatan Kinerja LING KUNG AN
. VP_dateteknologi yang r~le:van Belajar memahami perubahan kebutuhan stakeholder
---
~--
"
'•
.~
,,
~
~
Menganalisis penilaian stakeholder FAKTOR
_ ~er;i~~};. k~s~~~a~_P.a:!_i~i£~i ~~1~1:1.£e~g~bil~ k~R~~s~ ~.
ORGANISASI •
DYNAMIC CAPABILITIES
so~~~ni,n$~~~an ~~isl_a~f ct:m kreatifitas Memperbaiki sistem reward Membangun standar fasilitas •
-
..
'
-
o
•
,...
I
'"'
-
Pengamatan lingkungan sebagai bagian kegiatan Membangun knowledge management dalam organisasi Memfasilitasi Implementasi pengetahuan dan cara baru
ENTREPRENEURIAL ORIENTATION
I
E)
_ --~~ng~~Ji m~.iil~ ~ebih_~ep~t den~~-kebu~an Me~do_rong timbulnya usu_!~. dan ini~atif baru . ]_en_in&_~ata11.Een!?ie!l!!11!an_!~l1.t~g ~eb!)~han stakeholder _ ~-en~-~t~u81l.~e~?.?!t~e~~<:l.?~aai:~i~~o Penghargaan dan bimbingan pelaksanaan inisiatifbaru -~-M_e~~~gu~_:i.st:~ ~o~.~~!,k~~ ru.1tru.' i~s~an~i Aktif memulai komunikasi Menindaklanjuti komunikasi pada implementasi kegiatan
~
Menambah pengukuran kinerja outcome
'~
Menambah pengukuran Kinerja bersama
Universitas Indonesia
78
7 .4 Kontribusi Kebijakan Implikasi kebijakan yang dapat di lalmkan adalah: a Penelitian ini 1uenunjukkaa bahwa Iingkungan udak signifikan mempengarub! capabilities dan Kinerja organisasi. Analisis mengindikssikan bahwa tidnk segera terjadi perubahan pada tingkat unit organisasi level meneugah karena kewenangan perubahan kegiatan at.au kebijakan hams difakukan pada level yang Jebih tinggi dan ada prosedur yang harus dilalui terlebih dahulu, Mengingat bahwa Kineria orgaaisasi sangat dlpengamhi oleh Kinerja Unit organisasi yang ada dibawahnya, perlu dievaluasi pcndelegasian sebagian weweaang yang tertentu lcepada unit organisasi level menengah dan prosednrnya, dalam menghadapi lingkungan ekstemal, lmtuk
meningkatkan Kirerjanya. b. Faktor Organisasi yang berupa resources dinamis saja, management support dan reward punishment, yang signifikan mempengaruhi proses pembentukan Kinerja otganisasi Pcmerintah. Scnap organisasi mcmpunyai karakterisrik tcrtcntu sehubungan dengan tugasnya, Kinerja dibangun lebih karena kemampuan entrepreneurship para anggota unit orgaaisasi, Kebijskan untuk tidak menyamaratakan pengaturan mengenai
management support dan reward punishmeru, membuai organisasi dapat menyesuaikan sistem dan proscdur yang dibutuhkan, agar kcmampuan emrepreneurship dapat berkernbang, sehingga perbaikan Kinerja dapat difasilitasi lebih baik lagi. c. Koordinasi tidal: signifikan membangun Kinerja karena kurang efekrifnya tindakan aktif yang dilakukan dalam rangka Koordinasi dengan unit organisasi lain, ketika kegiatan rnasing-maslog urganisasi sedang bedangsung. Peroaikan atau perubahan kegiatan orgenisasi untuk barmouisesi dengan kegiaran organisesi loin, yang membuat kegiaran jadi berbeda dengan peteJJCIU!"M semula, akea menimbulkan kesulitan bagi organisasi dalam pelaksaaaannya. Unmk itu diperlukan Koordinasi pelaksansan kegiatan antar organisasi terkait sejak dari perencanaan kegiatan. Pada saat ini sudah ada proses keterpaduan antar organisasi melalui saru Rencana yang melibatkan seluruh organisasi Perncrintah dan prOS<:S musyawarah untuk pencntuan kcgiatan tahunannya. Diperlukan adanya pengembsngan mekanisme untuk dapat mendorong keterpaduan antar organisasi dalam cara pelaksanaan kegiatan, Proses koordinasi pelaksanaan kegiatan ini sebaiknya masuk dalam reacana kegiatan, sehtngga proses koordinasi
berjalsn karena menjadi bagill!l dari aktlfitas yimg harus dijalaula.n. d. Koordinasi ya11g berjalan dan difasilitasi oleh institusi Koordinasi ekan dapat mernbuat Koordiaasi secara hirarki lebih dominan dibaading Kocrdiaasi secara inisiatif dan proak1i.t: apabila sistemnya tidak dl'buat secara cermat dao benar sena sesuai dengan karakteristik kegiatamiya. Koordinasi melalui hirarki dapat menjadi kurang efektif apabila masalah makin kompleks dan interaksi antar organisasi makin banyak. Perlu dibangun sistem yang mClllbunt iJlstitusi Koordi nasi dnpat I ebih mendorong s~inp organisasi berinisiatif dan proaktif untuk belkoordinasi, dcipada menimggu untuk dikoordinasikan.
e. Kelemaluun dalarn Koordinasl adal:ib kurangnya komunikasi anw pelaksana kegiataD di mnsing·masmg organisasi. Komunik.asi akan lebih baik npabila onggota antar Universitas Indonesia
79
organisasi saling mengenal dan memahami tugas organisasi lain yang terkait. Kebijakan mutasi antar organisasi pemerintah dapat memperbaiki komunikasi antar organisasi, karena pengetahuan tentang organisasi lain dan kegiatannya akan tersebar dan membuat mudah berkomunikasi. f. Tolok ukur Kinerja organisasi akan menjadi acuan para pimpinan dan anggota organisasi dalam pelaksanaan kegiatan. Kebijakan bahwa Kinerja diukur dengan tingkat penyerapan anggaran setiap organisasi merupakan hal yang sesuai dengan peran pengeluaran Pemerintah dalam mendorong perekonomian. Di sisi lain, perlu juga dibangun tolok ukur lain yang mendorong organisasi untuk bersinergi dengan organisasi lain, dan juga mengefisienkan penggunaan anggaran, agar didapatkan output kegiatan yang lebih besar.
7.5 Keterbatasan Penelitian a. Obyek penelitian hanya dilakukan pada delapan Kementerian yang memiliki karakteristik sama, yaitu bertugas dibidang infrastruktur, dan merupakan organisasi setingkat Kementerian Pemerintah Pusat. Karena pembangunan infrastruktur pada saat ini mendapatkan perhatian khusus, pendanaan dan sumber daya manusianya juga mendapat perhatian lebih baik, sehingga ada kemungkinan memiliki karakteristik berbeda dengan organisasi Kementerian Pemerintah Pusat lainnya, organisasi Pemerintah Pusat yang bukan setingkat Kementerian, atau bisa jauh berbeda dengan organisasi Pemerintah Daerah. b. Unit organisasi yang menjadi obyek penelitian adalah pada level yang sama, tetapi tidak membedakan besar unit organisasi atau besar dana yang dikelolanya. Perbedaan ini dapat menimbulkan perbedaan persepsi dalam menjawab kuesioner. c. Beberapa pertanyaan dalam kuesioner temyata belum dapat sepenuhnya menggambarkan secara spesifik kondisi yang akan diukur, misalnya mengukur pimpinannya atau organisasinya. d. Penelitian ini dilakukan secara sesaat (cross-sectional) sehingga tidak dapat mengakomodasikan lag effectterhadap Kinerja. e. Level pimpinan dan unit organisasi yang menjadi responden adalah level menengah, sehingga kemungkinan ada perbedaan persepsi dan kondisi dengan pimpinan level yang lebih tinggi atau rendah. Perbedaan level menyebabkan adanya perbedaan informasi dan kewenangan yang dimiliki. f. Teori dan konsep yang digunakan untuk membangun model penelitian merupakan teori yang dipakai untuk perusahaan swasta. Sebagian pertanyaan dalam kuesioner penelitian juga diambil dari kuesioner yang digunakan untuk penelitian pada perusahaan swasta. Walaupun sudah dimodifikasi dan dilakukan pre-test yang hasilnya kuesioner dapat digunakan dan model dapat dijalankan, masih terbuka peluang adanya salah persepsi responden atas pertanyaan.
Universitas Indonesia
80
7,6 Saran Penelitian Mendatang a. Organisasi Pemerintah diluar yang berkanan dengan pembangunan dan pelayanan infr-dstruk!Ur serta Pemerintah Daerah, perlu diteliti agar dapat memberikan garnbaran
yang lebih lengkap tentang organisasi Pemcrintah,
b. Karakterisuk dan wewenang pengambilan kepntusan untuk melakukan perubahan kebijakau dan kegiatan, berbeda menurut hirarki atau tingkatan dalam organisasi. Melihat analisis bahwa peranan hirarki cukup dominan dalam proses pengambilan keputusan untuk melakukan perubahan, maka perlu dilakukan penelitian lebih 111.Djuc pada level unit organisasi yang berbeda. Penelitiau pada berbagai level unit organisasi akan dapat memberikan peujelasan tentang hubungan level kewenangan pcngambilan
keputusan daiam organisasi dengan tingkat dinamis organises! sebagai respon terhadap
perubahan lingkungan. c. Kousep Koordinasi yang dalam hipotesa penelitian akan meningkatkan K.inerja karena akan mensinergikan eksternalitas kegiatan masing-masiag organisasi, tidak didukung dnlam penelitian ini. Perlu dilakukan penelitian lanjutM lcbih dalam dan pcnelltian
dengan menggunakan pendek.Atan atan kriteria Koordinasi yang berbeda agar <'tap111 digambarkan peranan Koordinasl antar organlsasi dalam mensinergiken eksternalnas. d. Alternaiif model 'J)enelltlan perlu dltindaklaajuti untuk blsa menggambarkan dan menjdas.kau ha! yang belum tcrjawab dengan baik pada penelitiau lni. e, Secara n1>Sional, Organisasi Pem~rintah selalu melaksanakan perbalkan scsnai dcngan l:emajuan dan tuntutan peeubahen. Pad.a waktu penelinan dilakukan, sedang dimulal kcgiatsn Refonnasi Blrokrasl dan petsksanaan e-Go11ernme111. Kedua ak:iviuis lni berpotensi a.kiln mernpengaruhl sistem dan cara kerja pada organlsasi Pcmerintah. Penelitian lanjutacL yang ui.i:wa.sukkan kedea a.klifitas ll!rscbul akau dapat lebil1 mendckatkan pada kondisi husil perubahan yang terjadi. f. Karakteristik Dynamic Capabtlities dan Entrepreneurship berdasarkan penelitian ini dapat dikembangkan secara khosus, untuk didapatkan konstruk yang spesifik bagi organisasi pemerintah di Indonesia. g. Perle dllakukau dengan menggunakan data lime series agar dapat rnenggambarkan
kecenderungan den perubahan kondisi organisasi. h. Penelitian dapat lebih disernpumakan dengan mengikutsertakan variabel lain yang
mempengaruhi proses dan kinerja organisasi, misalnya variabel Kultur Organisasi dan Kepemimpinan.
Uni11ersitas Indonesia
[
81
DAFT AR PUST AKA Adler, P.S., Borys, B.,
(1996), Two types of bureaucracy: Administratif Science Quarterly, 41 (1), 61-89.
enabling and coercive,
Adner, R., Helfat, C.E., (2003), Corporate effects and dynamic managerial capabilities,
Strategic Management Journal, 24 (10), 1011-1025. Alvarez, S.A., Barney, J.B., (2002), Resource-Based theory and the entrepreneurial firm, dalam Hitt, et. al. (eds), Strategic Entrepreneurship: Creating a New Mindset, Malden, MA: Blackwell Publisher, 89-105. Ambrosini, V., Bowman, C., (2009), What are dynamis capabilities and are they a useful construct in strategic management?, International Journal of Management Review, 11 (1), 29-49. Ambrosini, V., Bowman, C., Collier, N., (2009), Dynamic capabilities: An exploration of how firms renew their resource base, British Journal of lvfanagement, 20 ( l ), 9-24. Amit, R., Shoemaker, P.J., (1993), Strategic asset and organizational rent, Strategic Management Journal, 14 (1), 14-36. Andersen, T.J., (2004), Integrating decentralized strategy making and strategic planning processes in dynamic capabilities, Journal of Management Studies, 41(8),1271-1299. Antoncic, B., Hisrich, R.D., (2004), Corporate entrepreneurship contingencies organizational wealth creation, Journal of Management Development, 23(6), 518-550.
and
Arend, R., Bromiley, P., (2009), Assessing the dynamic capabilities view: spare change, everyone?, Strategic Organization, 7(1), 75-90.
The effect of Dynamic Managerial Capabilities on Corporate Entrepreneurship and firms performance: an evidence from Indonesian newspaper industry, disertasi, Universitas Indonesia. Arif, M.R., (2013),
Barney, J.B., (1991), Firm resources and sustained competitive advantage, Journal of Management, 17, 99-120 Barreto, I., (2010), Dynamic capabilities: A review of past research and an Agenda for the future, Journal of Management, 36 (1), 256-280. Barringer, B.R. & Bluedorn, A.C. (1999), The relationship between corporate entrepreneurship and strategic management, Strategic Management Journal, 20, 421-444. Becker, M.C., Knudsen, T., Swedberg, R., (2011), The Entrepreneur: Classic Text by Joseph A Schumpeter, Stanford University Press.
Universitas Indonesia
82
Bernier, L., Hafsi, T., (200 7), TI1e chaoging nature of public entrepreneurship, Pub/le Administration Review, 67, 408-533. Borins, S., (2000), Leadership and innovation in the public sector, Leadership & Organizatton Development Journal, 28 (3), 467-476. Boyett, I .. (1997). The public sector entrepreneur - a definition, tmernanonal Journal <>f Emrepreneurial Behavior and Reyearch,:) (2), 77-92. Boyne GA. 2002. Public and private management: Wh
Press. Castrogiovanni, GJ., (1991). Environmental Mwiificence: A theoretical assessment, The
A,·ademy of }Janagemenr Review, 16 (3), 542-565. Christensen, K.s .• (2004), A classification of the corporate entrepreneurship umbrella: labels and perspectives, lnternational Journal Management Entreprise Dovelopment, I (4),
301-315. Christensen, T., Laegreid, P., (2008), The challenge of coordination in central govenment organizations: the Norwegian case, Public Organti:arlon Review: A Global Journal, & (2), 97-116. Christensen, D.A., Christensen, T., Laegreid, P., Midtbo, T., (2012), Cross-Border coordination activities in central government administration - combining organizational conditions and individual features, Public Organizational Review, 12, 367-382. Covin, J.G. & Slevin, D.P. (1989), Strategic management of small firms in hostile and benign environments, Strategic l>{anagement Journal, 10, 75-87. Covin, J.G. & Slevin, D.P. (1991), A conceptual model of entrepreneurship as finn behavior. Entrepreneurship Theory and Practice, 16 (l), 7-25. Cullen, T.L.. Cushman, D.P., (2000), Transition to Competitive Government: Speed, Consensus and Performance, Albany: State University of New York, dalam Morris, M.H., Kuratko, D.F., t2002), Corporate Entr€preneurship: Entreprene11rial Development within Organization, Hartcourt College Publisher. Danneels, E., (2008), Organizational antecedeets of second-order competences, Straregic: Management Journal, 29, 519-543. Universitas Indonesia
83
Dekker, H.C., (2004), Control of inter-organizational relationships: evidence on appropriation concerns and coordination requirements, Accounting Organizations and Society, 29, 27-49. Dess, G.G., Beard, D.W., (1984), Dimension of organizational task enviroments, Administrative Science Quarterly, 29, 52-73. Dierickx, I., Cool, K., ( 1989), Asset stock accumulation and sustainability of competitive advantage, Management Science, 3 5 (12), 1504-1511. Donaldson, L., (2001), The Contingency Theory of Organizations, Sage Publication. Dmevich, P.L., Kriauciunas, A.P., (2011), Clarifying the conditions and limits of the contributions of ordinary and dynamic capabilities to relative firm performance, Strategic Management Journal, 32, 254-279. Eisenhardt, K.M., Martin, J.A., (2000), Dynamic capabilities: What are they?,Strategic Management Journal, 21, 1105-1121. Felicio, J.A., Rodrigues, R., &Caldeirinha, V.R. (2012).The effect of intrapreneurship on corporate performance, Management Decision, 50 (10), 1717-1737. Fernandez, S., Wise, L., (2010), An exploration of why public organizations 'ingest' innovations, Public Administration, 88 (4), 979-998. Floyd, S.W. & Lane, P.J. (2000), Strategizing throught the organization: Managing role conflict in strategic renewal, Academy of Management Review, 25, 154-177. Floyd, S.W.& Wooldridge, B. (1992), Middle management involvement in strategy and its association with strategic type: a research note, Strategic Management Journal, 13, 153167. Gautam, V., Verma, V., (1997), Corporate entrepreneurship: Changing perspective, Journal of Entrepreneurship, 6, 233-244. Ghoshal, S.& Bartlett, C.A. (1994). Linking organizational context and managerial action: the dimensions of quality of management.Strategic Management Journal, 15, 91-112. Gittell, J.H., (2002), Coordinating Mechanisms in Care Provider Groups: Relational Coordination as a Mediator and Input Uncertainty as a Moderator of Performance Effects, Management Science, 48 (11), 1408-1426. Glavan, B., (2008), Coordination failures, cluster theory, and entrepreneurship: a critical view, Quarterly Journal Austrian Economics, 11, 43-59. Grant, It M., (1991), The Resource-based theory of competitive advantage: Implication for strategy formulation, California Management Review, 2, 114-135.
Universitas Indonesia
84
Greenwood, R., Miller, D., (2010), Tackling Design Anew: Getting back to the heart of organiwtiOMI theory, Academy 0,fManagement Perspective, 78-88. Hair, J.F., Black, W.C., Babin, BJ., Anderson, R.E., Tatham, R.L., (2006), M11llivari"te Data Analysis, 6!h edition, NJ: Pearson Prentice Hall. Hannan, M.T.& Freeman, J. (1977), The population ecology of organization, American
Journal o[Soc:iology, 82 (5), 929-964. Harahap, SJ.{, (2013), The effects of dynamic capabilities and social capital on corporate social entrepreneurship: an empirical study of Perum Bulog, disertasi, Universiias
Indonesia. Helfat, G.P., Peteraf, M.A., (2003), The dynamic resource-based view: capability lilecycles,Straregic M1111agemenf Journal, 24 (10), 997-1010. Helfat, C.E .. Winter, S.G,, (2011), Untangling dynamic and operationa; capabilities: strategy for (n)ever-changing world, StrategicManagementJournal, 32, 1243-1250. Hitt, M.A .. Ireland, R.D., Crunp, S.M., Scxto, D.L., (2001), Guest editors' introduction to the special issue - strategic entrepreneurship: entrepreneurial strategies for wealth creation, Strutflgi''Munagxmen: Journal, 22, 479-491.
Hitt. M.A., Ireland, R.O .. Camp, S.M., &:Sexton, D.L. (2002), Stra\egic entrepreneurship: integrating entrepreneurial and 3ll'lltegic management perspectives, druwn Hitt, et. a.I. (eds), Strategic Entrepreneurship: Creating a New Mtndset, Malde11, MA: Blackwell Publisher, 1-16. Hood, C., (1991), A public management for all sea.sons?, l'ublic A.drnlnistratiQn,69, 3 -19 Hornsby, J.S., Kurstko, D.F., & Zahra, SA., (2002), Middle managers' perception of internal environment for corporate entrepreneurship: assessing n measuremenr scale, Journalof Business Ve11111ring, 17, 253-273. Hult, G.T.M., Snow, C.C. & Kandemir, D. (2003). The role of entrepreneurship in building
cultural competitiveness in differenr organizadonal types, Journal of Ma11ugeme11t, 29 (3), 401-426. Ireland, R.D., Hitt, M.A. Camp, S.M. Sexton, D.L., (2001), Integrating entrepreneurship and startegic management actions to create firm wealth, Academy of Management Executive, 15 (I), 49-63. Ireland, R.O., Hitt, M.A., & Sirmon, D.G. (20()3). A model of strategic entrepreneurship. the construct and its dimensions, Journal of Managemera, 29 (6), 963-989. Jensen, J.J.P., Van Den Bosch, F.A.J., Volbcrda, H.W., (2006), Exploratory innovarion, exploitative innovation. and performance: Effects of organizational antacedents and environmental moderators, Management Science, 52(11), 1661-1674.
U11i~rsitas ll'ldonesia
85
Jha, K.N., Iyer, K.C., (2006), Critical determinants of project coordination, International Journal of Projrct Management, 24, 314-322. Jones, G., (2010), Organizational Theory, Design and Change, NJ: Pearson Education. Kearney, C., Hisrich, R., Roche, F., (2007), A conceptual model of public sector corporate entrepreneurship, International Entrepreneurship Management Journal, 4, 295-313. Ketchen, D.J., Ireland, R.D., Snow, C.C., (2007), Stretegic entrepreneurship, collaborative innovation, and wealth creation, Strategic Entrepreneurship Journal, 1, 371-385. Kim, Jungin., (2010), Strategic human resource practices: Introducing alternatives for organizational performance improvement in the public sector, Public Administration Review, 79, 38-48. King, A.W., Fowler, S.W.,&Zeithaml, C.P. (2001), Managing organizational competencies for competitive advantage: The middle-management edge, Academy of Management Executive, 15 (2), 95-106. Kirzner, I.M., (1973), Competition and Entrepreneurship, Chicago: The University of Chicago Press. Klein, P.O., Mahoney, J.T, McGahan, A.N., Pitelis, C.N., (2010), Toward theory of public entrepreneurship, European Management Review, 7, 1-15. Knight, F.H., (1921), Risk, Uncertainty and Profit, NY: Sentry Press. Kogut, B., Zander, U., (1992), Knowledge of the firm, combinative capabilities, and the replication of technology, Organization Science, 3, 383-397. Kuratko, D.F., Montagne, R.V., Hornsby, J.S., (1990), Developing an intrapreneurial assesment instrument for an effective corporate entrepreneurial environment, Strategic Management Journal, 11, 49-58. Kuratko, D.F., Ireland, R.D., Covin, J.G., &Hornsby, J.S., (2005). A model of middle managers' entrepreneurial behavior, Entrepreneurship Theory and Practice, 29 (6), 699716. Lawrence, P.R., Lorsch, J.W., (1967), Differentation and integration in complex organization, Administrative Science Quarterly, 12 (1), 1-47. Llewellyn, S., Tappin, E., Strategy in the public sector: Management in the wilderness, Journal of Management Studies, 40 (4), 955-982. Lorenzoni, G., Lipparini, A., (1999), The leveraging of interfirm relationships as a distinctive organizational capability: a longitudinal study, Strategic Mangement Journal, 20, 317-338. Lumpkin, G.T, & Dess, G.G. (1996), Clarifying the entrepreneurial orientation construct and linking it to performance, Academy of Management Review, 12 (1), 135-172. Universitas Indonesia
86
Luo Y, Junkuoc M. 2008. How private enterprises respond to government bureaucracy in emerging economies: The effects of entrepreneurial type and governance. Strater
Mahoney, J.T., Pandian, J.R., (1992), The resource-based view within conversation of strategic management, StrategicManagementJournal, 13 (5 ), 363-380. Makadok, R., (2001), Toward syntesis of the resource-based and dynamic capability views of rent creation, Strategic ManagementJournal, 22, 387-40 I.
Malone, T. W., (1988), Whal is Coordination Theoryr, National Science Foundation Coordinadon Theory Workshop, MJT, Cambridge. J., Shulmea, A.D., (2005), Competitive advantage in public-sector organizations: explaining the public good/sustainable competitive advantage paradox, Jownal of Business Research, 53, 232-240. Matthews,
McGrath, R.O., MacMillan, I., (2000), The EntrepreneurialMindset, Harvard Business
School Press, Boston MA. Meyer, G.D., Neck, H.M., Meeks, M.D., (2002), The entrepreneurship - strategic management interface, dalamHitt, et. al. (eds), Strategic E11trepr1neurship: Creating a New Mindset,Blackwell Publisher, 19-44. Miller, u., (l 983), The correlates of entrepreneurship in three types of firms, Managemen: Scince, 29, 780-791 Mintzberg II. 1996. Managing government, governing management. Harvard Business
Review, 74(3): 75-83. Monsen, B., Boss, R.W., (2009), The impact of strategic entrepreneurship inside the organization: examining job stress and employee retention, Entrepreneurship Theory and Practice,71-104. Montanary JR, Bracker JS. 1986. Strategic management process at public planniag unit level. Strategic Management Journal, 7: 251-265.
Morris, M.H., Jones, F.F., (1999), Entrepreneurship in established organizations: The case of the public sector, EntrepreneurshipTheory and Practice, 71-91. Morris. M.H., Kuratko, O.F., (2002), Corporoie Entrepreneurship: Entrepreneurial Development within Organlzation,Hartcourt College Publisher. Morris, M.H., Kuratko, D.F., Covin, J.G., (2011), Corporate Entrepreneurship &
Innovation, Mason, OH: South· Western. Muller, K., (2004), Sustainable Development: The question coordination, Journal of Public Administration, 39 (3), 398-410.
of integration mid
Universltas Indonesia
87
Naman, J.L., Slevin, D.P., (1993), Entrepreneurship and concept of fit: a model and emperical test, Strategtc Management Journal, 14 (2), 137-153. Nelson, R.R., Winter, S.G., (19&2),An Evoluti<>na!'y Theory of Economic Change,
Cambridge, Harvard University Press. Newbert, S.L., (2007), Emperical result of the resource-based view of the firm: an assessmen; and sugestions for the future research, Srrategic Management Journal, 28, 121 • 146. Nonaka, L, (1994), A dynamic theory of organizational knowledge creation, Organization
Science, 5(1), 14-37. Nutt PC, Backoff RW. 1993. Transforming public organizations with strategic
management and strategic leadership.Journal of Management, 19(2). 299-349. Osborne, D., Gaebler, T.A, (1992). Reim>enling Government: How the entrepreneurial spirit is transforming in public sector, Reading, MA: Addison·Wesley. Ouchi, W.G ., (1980), Makets, bureaucracies, and clans, Admimstrative Science Quarterly, 25, 129-141.
Pablo, A.L., Reay, T .• Dewald, R.D., Casebeer, A.L., (2007), Identifying, enabling and managing dynamic capabilities in the public sector, JQ1Jrt1al of Management Studies, 44,
687-708. Parker, S.K., William, H.M., &Turner, N. {2006), Modelling the antacedents of proactive behavior at work, Journal of Applied Psychology. (l (3), 636-652. Parker. S.K.,& Collins. C.O. (2UIO). Taking stock: integrating and differentiating multiple proactive behaviors, Journal of Management, 36, 633-662. Pavlou, P.A., El Sawy, O.A., (2011), Understanding the elusive black box of dynamic
capabilities, Decision Sciences, 42(l ), 239-273. Penrose, E., (1995). The Theory of the Growth of the Firm, New York: Oxford University Press. Peters, R.G., (1998), Managing Hori7.0lltal Government: The politics of coordination, J'ublic Administration, 16, 295-31 J. Piening, E.P., (2013), Dynamic Capabilities in public organizmions, Public Managemen: Review, 15 (2), 209-245. Porter, M.E., (1981), The contribution of industrial organization Academy ofManagemem Review, 6 (4), 609-620.
to
strategic management.
llniversitas Indonesia
88
Prahslad, C.K., Hamel, G., (1990}, The con: competence of corporation, Harvard Business Review, 79-90. Priem, R.L., Butler, J.E., (2002), Tautology in resource-based view Md implication of externally determined resource value: further comments, Academy of Management Review,
26 (!), 57-66.
Ramarnurty, R.,
(1986), Public entrepreneurs: "f10 they are and bow they operate,
California ManagementReview, 28 (3), 142-158. Rauch, A., Wiklund, J., Lumpkin, J.T., Freese, M., (2009), Entrepreneurial Orientation and business performance: An assessment of past research and suggestion for future, Entrepreneurship Theory and Practice, 761-787.
Rwnelt, R.P., Schendel, D.E, Teece, DJ., (1994), Strategic management and economics, Strategic Management Journal, 12. 5-29. Schermerhorn, J.R., Hunt, J.G., Osborn. R.N., (1998), Basic Organizational Behavior, John Wiley & Sons, NY.
Schilke, 0., (2014),
On Contingent value of dynamic capabilities for competitive advantage: the nonlinear moderating effect of environmental dynamism, Strategic Management Journal, 35, l 79-203. Shane, S., Venkataraman, S. (2000).'Ibe promise of entrepreneurship as a field of research, Academy of Management Review, 25 (I), 217-226. Sharma, P., & J. Chrisman (1990), Toward a reconcilitation of definitional issues in lhe field of corporate entrepreneurship, Entrepreneurship Theory and Practice, 23 (3), 11-27. Stevenson, H.H. & J.C. Jarillo (.1990), A paradigm of entrepreeeurship: entrepreneurial management, Strategic Management Journal, 11, l 7-27. Stiglitz, J, 1986. Economics o.f Publtc Seaor, WW Norton Company, NY. Tan, J.J., Litschert, R.J., (1994), Environment-strategy relationship and its performance
implications; an empirical study of tbe chinese electronic industry, Strategic Management Journal, 15 (1), 1-20. Teece, D.J., (2007), Explicating dynamic capabilities: TI;e nature and microfoundetions of (sustainable) entreprise performance, Strategic Management Journal. Teece, D.J., Pisano, G., Shuen, A., (1997). Dynamic capabilities and management, Strategic Management Joumal, 18, 509·533.
strategic
Teece, D.J., (2012), Dynamic capabilities: Routines versus entrepreneurial action, Journal of Management studies, 49 (&), 1395-1401.
Unlversitas Indonesia
89
Teofilofic, N., (2002), The Reality of innovation in government, The Innovation Journal. 7 (3), 1-29. Tippins, M., Sohi, R., (2003), IT competency and firm performance: Is organizational learning a missing link?, Strategic Managemenl Journal,24(8), 745-761. Venkatamaran N, Ramanujam V. 1986. Measurement of business performance in strategy
research; A comparison of approaches. AcademyofManageme1uReview. 11(4): 801-814. Venkataraman, S., Sarasvathy, D., (2001), Strategy and entrepreneurship: outline of an untuld story, in Hitt, M., Freeman, E., Harrison, J., (eds), Handbook of Strategic Management, Blackwell, Oxford.
Wang, C.L., Ahmed, P.K., (2007), Dynamic capabilities: A review and research agenda, The IruemationalJournal of Managemens Review, 9 (1), 31-51. Wang, C.L., (2008), Entrepreneurial orientation, leamiog orientation, and firm performance, EntrepreneurshipTheory and Practice, 32 (4), 635-656. Webb, A., (1991), Coordlnation: A problem in public sector management, Policy and Politics, 18 (4), 229-241. Weigand, H.. Poll, F., Moor, A., (2003), Coordination through Communica1ion, International Working Conference on Language Action Perspective on Communication Modelling, Tillhurg, Netherland. Wernerfelt, B. (1984), A resource-based view of the firm, Strategic ManagementJournal, 5(2), 171-180.
Winter, S.G., (2003), Understanding dynamic capabilities, StrategicManagementJournal, 24, 99l-99S. Wijanto, S.11., (2008), Structural Eqiauion Modelling dengan Lisrell 8.8: Kansep & Tutorial. Graha Ilmu, Yogyakarta. Wiklund, J., (1999). The sustainability of the eetrepreneurial orientation - performance
relationship, Entrepreneurial Theory and Practice, 24 (I), 37-48. Wilden. R., Gudergan, S., Nielsen, B., Lings, L. (2013), Dynamic capabilities and performance: strategy, structure and environment l.ongRange Planning, 46, 72-96.
Wolcott R.C. & Lippitt, M. J. (2007), The four models of corporateentrepreneurship. JI,{{[ Sloan Managemen: Review, 49 (I}, 75-82
Woldensenbet, K., Ram, M., Jones. T., (2011), Supplying Large firms: the role of entrepreneurial and dynamic capabilities in smaJl businesses,International Small Business Journal. 30 (5}, 493-512.
UniversltAs Indonesia
90
Wood, C., Holt, 1J., Reed, T., Hudgens, P.. (2008), Perceptions of corporate entrepreneurship in airforce organizations: antacedents and outcomes, Journal of Small Business and Entrepreneurship, 21 (I), 117-132. Wooldridge, Schmid, Floyd, (2008), The middle management perspective on strategy of Management, 34 (6), 1190-1221.
prucl::;s: .Jouma;
Wu, L., (2007), Entrepreneurial resources, dynamic capabilities and start-up performance of Taiwan's high-tech firms, Journal of B11si1US$ Research, 60, 549-555. Zahra, S.A., {1993), Bnvironmeut, corporate entrepreneurship, aad financial performance: a taxonomic Approach, Journal ofBusiness Venturing, S, 319-340. Zahra, S.A., (2008), Being entrepreneurial and market driven: implication for company performance, Journal of Strategyand Management, 1 (2), 125-142 Zahra, S.A. & Covin, I.G. (1995) Contextual influences on the corporate entrepreneurship
perfonnance relationship: a longitudinal analysis, Joumal of Business Venturing, JO (I), 43-58.
Zahra, S.A., Jennings, D., Kurad::o, D.F. (1999), Antecedents awl concequences of flrmlevel entrepreneurship: The state of field, EntrepreneurshipTheory and Practice,3, 4S-65. Zahra, S. A., Sapienza, H.J.. Davidson, P., (2006), Entrepreneurship and dynamic cepabihties: a review, model, and research agenda, Journal of ManagemelltStudies, 43 (4), 917-955.
Zahra, S.A., Kuratko, D.F., Jennings, D.F., (1999), Entrepreneurship and the acquisition of dynamic organizational capabilities, EntrepreneurshipTheory and Practtce,23 (3), 5-10. Zerbiuati S, Soeraris V. 2005. Entrepreneurship in the public sector: a framework of analysis in European local governments. Entrepreneurshipand Regional Development, 17: 43-64. Zollo, M., Winter, S.G., (2002), Deliberate learning and evolution of dynamic capabilities, Organization Sciece, 13 (3), 339-35 I.
Zott, C., (2003), Dynamic capabilities '11!d emergence of intraindustry differential firm
performance: insight from a simulation study, Strategic Management Journal, 24(2), 97125.
Universltas lndone$ia
CURRICULU)l VJTAt:
Nama Tempat/Tanggal Lahir
Salusra Widy11
Atsmat
Komp. PLN Senayan no. 3-0
Padang, 9 Mei 1%1
JI. Asia Afrik11 Jakarta Selatan. 122 IU Pendidikan 2008-2015
Doktor Manajemcn Stratejik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia
1993-1995
Master of Art in Economics Boston University. USA
1979-1987
Sarjana ieknik Planologi
Fakultas Teknik Sipil clan Perencanaan Institut Teknologi Bandung Pekcrjaan 2008 - sekarang
Lembaga Kebijakan Peagadaan Barang/Jasa Pemerintah (L.KPP)
I 989 - sekarang
PNS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
1987-1988
StafDepactemcn Pckeriaan Umum