PEMETAAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA USIA (0-5) TAHUN BERDASARKAN KELURAHAN DI PUSKESMAS SRONDOL SEMARANG TAHUN 2013
*Dyah Ayu Novitasari *DIII Rekam Medis Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
[email protected] Abstract Mapping using GIS can help to process and analyze the data, because the system uses hardware and software specifically to integrate the data in graphical and tabularfrom that can be presented simultaneously in an interesting map. In Semarang Srondol healthcenters in the reporting of data is still using tables. Based on the data of 2013 in a period of one one year ARI is a major disease categories with a total of 3227 patients that most patients. Tuse the purpose of this study was to map respiratory disease by neighborhood, gender, age group, and the density of population in Semarang Srondol Health Centers. This type of research is a descriptive cross-sectional approach. The object under study is a respiratory health centers reporting activities Srondol Semarang in 2013. Thedata collectedby the observation method of reporting health centers ARI Srondol Semarang. The subject of this study are all involved in making regular reports in particularhealth centers report ARI disease is theHead office center and eradication of infectious diseases. The study concluded that with the mapping will facilitate classifiying the number of patients health certers ARI Srondol. Number of patients by neighborhood, gender, age group, and population density in the year 2013. Found the highest number of people with respiratory infection found in village in Srondol Wetan the is numbered 0,250%, while the lowest was in the village Banyumanik. Based on the number of people with the highest gender is male 0,250% and female 0,339%. Based on the age group, most patients occurred in infans younger than 1year. The population in the village health center is highest in the village Srondol Wetan which amounted to 19933. Researchers suggest to health centers Srondol Semarang to map cases of the disease, as well as decision-making in accordance with the case both prevention and mitigation measures ARI cases. Keywords : mapping, ARI, Toddler Kepustakaan : 13 (1994-2009)
PENDAHULUAN
Pengetahuan ibu tentang penyakit
ISPA adalah radang akut saluran
ISPA merupakan modal utama untuk
pernapasan atas maupun bawah yang
terbentuknya kebiasaan yang baik demi
disebabkan oleh infeksi jasad renik atau
kualitas kesehatan anak. Pengetahuan
bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa
atau kognitif (pengertian yang luas
atau
mengenai
disertai
radang
parenkim
berpikir
dan
mengamati)
paru.Kejadian ISPA pada balita akan
merupakan domain yang sangat Penting
memberikan gambaran klinik yang lebih
untuk terbentuknya tindakan seseorang
berat dan buruk. Hal ini disebabkan
(over
karena ISPA pada anak balita umumnya
pengetahuan,
merupakan kejadian infeksi pertama
yang positif akan berlangsung lama dan
serta
belum
optimal
behavior).
Didasari
kesadaran
dan
oleh sikap
terbentuknya
secara
bersifat permanen, ibu yang memiliki
kekebalan
secara
pengetahuan yang baik tentang ISPA
proses
alamiah.
diharapkan akan membawa dampak
ISPA
merupakan
penyakit
yang
salah
satu
positif bagi kesehatan anak karena
dipengaruhi
oleh
resiko kejadian ISPA pada anak dapat
lingkungan. Lingkungan dan sosiokultur merupakan
variabel
dapat
Kejadian ISPA pada balita akan
mempengaruhi insiden dan keparahan
memberikan gambaran klinik yang lebih
penyakit infeksi saluran pernapasan
berat dan buruk. ISPA pada anak yang
akut.
berusia
Sosiokultur
yang
dieleminasi seminimal mungkin.
adalah
lingkungan
dibawah
2
tahun
harus
sosial masyarakat yang berpengaruh
diwaspadai karena dapat menyebabkan
pada tingkat pengetahuan, sikap dan
kematian.
praktek
mempengaruhi tingginya kejadian ISPA
masyarakat
dalam
bidang
kesehatan.
pada
Menurut WHO ISPA merupakan
Banyak
bayi
intrinsik.
dan
Faktor
faktor
balita intrinsik
yakni
yang
faktor
merupakan
salah satu penyebab kematian tersering
faktor yang berasal dari dalam tubuh
pada anak di negara berkembang.
balita itu sendiri. Faktor intrinsik adalah
Menurut para ahli, daya tahan tubuh
faktor yang meningkatkan kerentanan
anak sangat berbeda dengan orang
pejamu terhadap kuman. Faktor intrinsik
dewasa
pertahanan
terdiri dari status gizi, status imunisasi
tubuhnya belum kuat. Resiko ISPA
balita, riwayat BBLR (Berat Bayi Lahir
mengakibatkan kematian pada anak
Rendah), umur balita. Dari seluruh
dalam
tetapi
kematian balita proporsi kematian yang
menyebabkan kecacatan seperti otitis
disebabkan oleh ISPA mencakup 20-
media akut (OMA) dan mastoiditis.
30%. Kematian oleh ISPA ini sebagian
karena
jumlah
sistem
kecil,
akan
besar adalah pneumonia.
Faktor
resiko
yang
lain dapat meningkatkan resiko ISPA,
berhubungan dengan penyakit ISPA
maka peningkatan cakupan imunisasi
terdiri
dan
seperti seperti difteri, pertusis serta
ekstrinsik
campak akan berperan besar dalam
dari
imunisasi
lain
faktor balita.
ekstrinsik Faktor
merupakan faktor yang berasal dari luar
upaya
tubuh,
faktor
tersebut. Bayi dan balita mempunyai
lingkungan. Faktor ekstrinsik adalah
status imunisasi lengkap bila terserang
faktor
penyakit
biasanya
yang
pemaparan
disebut
dapat dari
meningkatkan
pejamu
terhadap
kuman penyebab yang terdiri dari tiga
pemberantasan
diharapkan
penyakit
perkembangan
penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.
unsur yaitu biologi, fisik dan sosial
Derajat
kesehatan
seseorang
ekonomi yang meliputi kondisi fisik
dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu
rumah, jenis bahan bakar, ventilasi,
meliputi keturunan, lingkungan, perilaku
kepadatan
dan
hunian,
care
seeking,
pelayanan
kesehatan.
Faktor
kebiasaan orang tua merokok, polusi
lingkungan memiliki andil paling besar
asap dapur, lokasi dapur, pendidikan
terhadap status kesehatan, kemudian
ibu,
disusul
pekerjaan
orang
tua,
dan
penghasilan keluarga.
intervensi
kesehatan
yang
sangat efektif dalam upaya penurunan angka
kematian
bayi
dan
balita.
Imunisasi salah
meningkatkan seseorang
kekebalan
secara
untuk
satu
aktif.
cara tubuh
Pemberian
mencegah
terjadinya
penyakit tertentu atau imunisasi adalah suatu
kemudian
yang mempunyai andil yang paling kecil terhadap status kesehatan. Dibutuhkan
sarana
yang
memberikan
dapat
kemudahan
memvisualisasikan masalah kesehatan
merupakan
vaksin
perilaku,
pelayanan kesehatan dan keturunan
Imunisasi balita adalah salah satu bemtuk
oleh
upaya
kekebalan
untuk
terhadap
mendapatkan suatu
penyakit
dalam
hubungannya
dengan
situasi
penduduk sehingga dapat secara efektif memantau
dan
mengolah
program
penyakit dan kesehatan masyarakat. Laporan
Puskesmas
Srondol
Semarang masih menggunakan laporan berupa
tabel
sehingga
dengan cara memasukkan uman atau
masih
sulit
dalam
produk kuman yang telah dilemahkan
kebijakan secara cepat dan tepat dalam
atau dimatikan kedalam tubuh.
upaya
Imunisasi lengkap perlu diupayakan untuk
mengurangi
faktor
yang
meningkatkan mortalitas ISPA. Campak, pertusis, difteri dan beberapa penyakit
kesehatan,
peningkatan sehingga
manajemen pengambilan
pelayanan perlu
adanya
penyajian laporan yang lebih variatif, yaitu dalam bentuk
peta. Laporan menggunakan tabel data
deskriptif.
Penelitian
yang dihasilkan kurang maksimal dan
penelitian
yang
secara
pelayanan
mendeskripsikan atau menggambarkan
kesehatan yang dilakukan oleh pihak
objek penelitian berdasarkan keadaan
puskesmas
nyata yang diamati dengan pendekatan
otomatis
tidak
tingkat
merata
di
setiap
kelurahan, tetapi dengan menggunakan peta puskesmas akan lebih mudah dalam
mengolah
meningkatkan
data
pelayanan
dan
kesehatan
secara menyelur di setiap kelurahan.
deskriptif
yaitu
digunakan
cross sectional. Subjek pada penelitian ini adalah semua
pihak
yang
terlibat
dalam
pembuatan pelaporan penyakit ISPA : a. Kepala Puskesmas b. Petugas P2M (Pemberantasan Penyakit Menular)
TUJUAN PENELITIAN
Objek dalam penelitian ini adalah
Mengetahui gambaran penyebaran penyakit ISPApada balita dengan cara memetakan diwilayah kerja Puskesmas
waktu
cakupan
kasus
ISPA
di
Puskesmas Srondol Semarang pada tahun 2013.
Srondol Semarang. Tujuan
Khusus
memetakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
penyebaran penyakit ISPA pneumonia dan
pneumonia
beratberdasarkan
kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Srondol Semarang 2013. Memetakan penyakit
ISPA
penyebaran berdasarkan
jenis
kelamin di wilayah kerja Puskesmas Srondol Semarang. Memetakan
penyebaran
penyakit ISPA berdasarkan golongan umur
di
wilayah
kerja
Puskesmas
Srondol Semarang. Memetakan
Gambar penyebaran
4.1
:
Pemetaan
ISPAPada Balita Usia
Penyakit
(0-5)
Tahun
penyakit ISPA berdasarkan kepadatan
berdasarkan Kelurahan Di Puskesmas
penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Srondol Semarang Tahun 2013
Srondol Semarang.
Berdasarkan
gambar
4.1
menunjukkan bahwa penderita ISPA METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian
terbanyak berada di kelurahan Srondol Wetan, dengan total penderita ISPA
mencapai5
penderita.
Kelurahan
Dari
gambar
4.3
dapat
Srondol Kulon total penderita ISPA
diketahui bahwa jumlah penderita
mencapai4
ISPA pada balita usia (0-5) tahun
kelurahan
penderita, Banyumanik
sedangkan tidak
ada
penderita ISPA.
usia <1 tahun.
Gambar 4.2 : Pemetaan Penyakit ISPA Pada Balita Usia (0-5) Tahun berdasarkan Jenis Kelamin Di Kelurahan Srondol Semarang Tahun 2013 Dari gambar 4.2 dapat diketahui bahwa
penderita
berdasarkan umur terbanyak pada
ISPA
laki-laki
di
Gambar 4.4 : Pemetaan Penyakit ISPA Pada Balita Usia (0-5) Tahun berdasarkan Kepadatan Penduduk Di Kelurahan Srondol Semarang Tahun 2013 Dari gambar 4.4 dapat dilihat
kelurahan Srondol Wetan lebih banyak
kelurahan
dibandingkan
kepadatanpenduduk
penderita
ISPA
perempuan. Begitu pula untuk kelurahan
adalah
Srondol Kulon.
dengan
yang paling
banyak
Srondol
Wetan
kepadatan
0,250
kelurahan total
memiliki
penduduk. Untuk kelurahan Srondol Kulon total kepadatan0,339 penduduk, kelurahan Banyumanik total kepadatan 0 penduduk. Dari
hasil
penelitian
mengenai
pemetaan penyakit ISPA pada balita usia (0-5) tahun di Puskesmas Srondol Semarang tahun 2013, diketahui bahwa Gambar 4.3 : Pemetaan Penyakit ISPA Pada Balita Usia (0-5) Tahun berdasarkan Golongan Umur Di
Kelurahan Srondol Semarang Tahun 2013
satu kelurahan yang memiliki jumlah penderita
ISPA
kelurahan
Srondol
terbanyak, Wetan.
yaitu Srondol
Wetan adalah kelurahan yang memiliki jumlah penderita ISPA sebanyak 5 penderita.
Wilayah kelurahan Srondol Wetan
Faktor umur mempunyai pengaruh
memiliki jumlah kepadatan penduduk
besar pada kejadian ISPA. Penyakit
yang
penduduk.
ISPA yang terjadi pada balita akan
Diantaranya balita yang menderita ISPA
memberikan gambaran klinik yang lebih
balita laki-laki lebih banyak dari pada
jelek bila dibandingkan orang dewasa.
penderita
Gambaran klinik yang jelek dan tampak
mencapai
19.933
ISPA
Berdasarkan
perempuan.
sebuah
penelitian
lebih
berat
tersebut
terutama
imunologi menunjukkan bahwa sistem
disebabkan oleh infeksi virus pada bayi
kekebalan tubuh laki-laki lebih rentan
dan anak yang belum memperoleh
dibandingkan perempuan. Dan biasanya
kekebalan alamiah ISPA pada anak
balita yang masih berumur 0-5 tahun
yang berusia dibawah 2 tahun harus
rentan terkena penyakit ISPA.
diwaspadai karena dapat menyebabkan
Menurut penelitian yang dilakukan
kematian resiko akan menjadi berlipat
oleh Suyami, Sunyoto dengan judul
ganda pada anak yang berusia dibawah
”KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO
dua tahun yang daya tahan tubuhnya
ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI
masih kurang sempurna.
PUSKESMAS
PEMBANTU
Menurut jurnal penelitian yang di
KRAKITAN, BAYAT, KLATEN” Anak
lakukan
laki-laki lebih suka bermain di tempat
terdahulu, Menurut pendapat peneliti,
yang
banyak
kemungkinan hal ini terjadi karena anak
bermain di luar rumah, sehingga kontak
usia lebih 2 tahun sampai 5 tahun sudah
dengan
kotor,
berdebu,
penderita
dan
Suyami,
Sunyoto
lain
yang
banyak terpapar oleh lingkungan luar
dan
anak
dan kontak dengan penderita ISPA
terkena ISPA. Hal ini sesuai dengan
lainnya, sehingga memudahkan anak
penelitian yang di lakukan Dharmage
untuk menderita ISPA. Hal ini sesuai
(1996), bahwa kejadian ISPA lebih
dengan hasil penelitian yang di lakukan
sering didapatkan pada anak laki-laki di
Suwanjutha (1994) bahwa usia lebih 2
banding anak perempuan. Anak laki-laki
tahun sampai 5 tahun mempunyai resiko
lebih
menderita ISPA lebih besar di banding
memudahkan
ISPA
oleh
penularan
rentan
terhadap
ISPA
dibandingkan dengan anak perempuan. Faktor lingkungan sekitar juga dapat mempengaruhi
berkembangnya
anak usia 2 bulan sampai kurang 1 tahun. Kasus
ISPA
pneumonia
penyakitan ISPA, contohnya lingkungan
merupakan
yang dekat dengan polusi seperti pabrik,
menunjukkangejala-gejala
dan jalan raya, karena asap atau debu
yang terjadi pada balita yaitu usia 0-5
yang
tahun. Pada tahun 2013 terjadi kasus 9
dihasilkan
dapat
pernapasan bagi balita.
mengganggu
kasus
ISPA
balita yang
pneumonia
balita penderita ISPA dari tiga kelurahan
di wilayah kerja Puskesmas Srondol Semarang.
2. Balita
yang
berdasarkan
menderita jenis
ISPA
kelamin
di
Pelaporan mengunakan pemetaan
Puskesmas Srondol yaitu terdiri dari
dapat mempermudah puskesmas dalam
5 laki-laki dan 4 perempuan selama
meningkatkan kualitas pelayanan dan
tahun 2013.
standart pelayanan puskesmas hingga
3. Penyebaran
ISPA
berdasarkan
merata sampai keseluruh kelurahan
golongan umur di wilayah kerja
puskesmas Srondol Semarang.
Puskesmas Srondol tahun 2013
Tanggapan
Kepala
Puskesmas
mengenai hasil pemetaan penyakit ISPA pada balita usia 0-5 tahun yang terjadi
terjadi pada balita yang usianya masih dibawah 1 tahun. 4. Penyebaran
ISPA
berdasarkan
berdasarkan kelurahan di Puskesmas
kepadatan
Srondol Semarang tahun 2013, yaitu
kerja Puskesmas Srondol terdapat
beliau
pada
menanggapi
bahwa
dengan
penduduk
kelurahan
di
wilayah
Srondol
Wetan
menggunakan peta merupakan sesuatu
dengan total kepadatan sebanyak
yang baik untuk meningkatkan kinerja
0,250 penduduk pada tahun 2013.
petugas puskesmas dalam memberi pelayanan kesehatan kepada warga, sehingga
pelayanan
yang
diberikan
SARAN Dalam
penelitian
yang
telah
dapat merata dengan baik disetiap
dilakukan, peneliti ingin memberikan
kelurahan Puskesmas Srondol. Maka
saran
dari itu dengan menggunakan peta
kekurangan yang ada, sebagai berikut :
pihak puskesmas akan lebih efisien
1. Sebaiknya
dalam bekerja.
SIMPULAN
Puskesmas program
mengenai
pemetaan
Srondol pelaporan penyakit
kelurahan
di
Puskesmas Srondol Semarang. 2. Bagi Puskesmas Srondol sebaiknya
Semarang terhadap pemetaan penyakit
memanfaatkan program SIG dalam
ISPA pada balita usia (0-5) tahun,
penyajian data dan pelaporan, agar
diperoleh kesimpulan bahwa :
lebih
yang
Puskesmas
memperbaiki
Srondol
1. Balita
di
dapat
membuat
berdasarkan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
yang
menderita
penyakit
mempermudah
penyajian
datanya
untuk
ISPA pneumonia yaitu berjumlah 9
mengetahui
penderita dan tidak ada balita yang
pasien Rawat Jalan di Puskesmas
menderita ISPA pneumonia berat
Srondol Semarang.
selama tahun 2013.
cakupan
dalam
pelayanan
3. Bagi Puskesmas Srondol sebaiknya memanfaatkan program SIG dalam
penyajian data dan pelaporan, agar
Penerbit
lebih
2005
mempermudah
penyajian
dalam
datanya
mengetahui
untuk
cakupan
informatika.
Bandung.
7. Dinas Kesehatan Prov. NTB. Modul
pelayanan
Pelatihan
pasien Rawat Jalan di Puskesmas
Geografis
Srondol Semarang.
Bidang
Sistem (SIG)
Informasi
Tingkat
Dasar
Kesehatan.
www.ighealt.org/id/product/downloa DAFTAR PUSTAKA
dfile/85/modul-pelatihan-gis.
1. Hood Alsagaff dan Abdul Mukty.
8. Ilmukomputer.org/wp-
2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit
content/uploads/2007/.../dhani-
Paru.Surabaya: Airlangga university
dataspasial.doc 9.
Press
Budiyanto,
Eko.
2002.
Sistem
S. 2005.
Informasi Geografis Menggunakan
Hubungan Sanitasi Rumah dengan
ArcView GIS. Yogyakarta: Penerbit
Kejadian
Infeksi
Andi.
Pernapasan
Akut
2. Triska S.N dan Lilis
Balita.
Saluran (ISPA)
JURNAL
pada
KESEHATAN
10. DepKes
RI.
Pemberantasan
“
Pedoman
Penyakit
Infeksi
LINGKUNGAN, vol 2, No.1, Juli
Saluran Pernafasan Akut Untuk
2005: 43-52
Penanggulangan Pneumonia Pada
3. Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan
11. Kusumadewi S. 2009. Informatika
Masyarakat.Jakarta:Rineka 2005.
Metodologi
Cipta.
Kesehatan, Graha Ilmu, Yogyakarta.
penelitian
12. www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/200
Kesehatan, jakarta: Penerbit Rineka Cipta. 4. WHO.
9~Perlamp1.htm 13. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/
2003.
Penanganan
ISPA
pada Anak di Rumah Sakit Kecil NegaraBerkembang.
Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 5. Raper J., Green N., „Gis Tutor 2 for Microsoft
Windows”,
Geolnformation Science
Balita”. Jakarta. 2002
Park,
307
Longman Cambridge
Milton
Road,
Cambridge CB4, 4ZD, UK, 1 March 1994. 6. Prahasta, Eddy. ”Sistem Informasi Geografis:konsep-konsep
dasar”.
132/jtptunimus-gdl-marnibatua6576-2-babi.pdf 14. IG.N. Gde Ranuh. SpAK. 2005. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC