W
ra
ai
Edisi
5
, April-Juni 2012
buletin
DUA SISI MATA UANG SAWIT n VOX POPULI n KAMPUNG KITA n HUMOR POLITIK
Wai
buletin
ra
merupakan media informasi sosialisasi demokrasi yang diterbitkan setiap 3 bulan oleh Elpagar (Lembaga Pemberdayaan Pergerakan Rakyat), bekerjasama dengan Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) dan Kemitraan.
SUSUNAN REDAKSI Penanggung Jawab : Furbertus Ipur (Direktur Elpagar) Pemimpin Redaksi : Muhammad Isa Redaktur Pelaksana : Ar Irham Sidang Redaksi : Furbertus Ipur, Muhammad Isa, Ar Irham Tim Liputan : Sri Pujiani, Yooce Febrina Tutkey Kontributor : Peserta Sekolah Demokrasi Desain Visual : Rudy Fransiskus Alamat Redaksi : Jl. Abdurrahman Saleh 3 No. 7 Pontianak 78124 Telepon: (0561) 735155 Email:
[email protected] Situsweb: sekolahdemokrasi.elpagar.org Redaksi menerima kiriman artikel/opini dan pemasangan iklan layanan masyarakat.
Editorial Benang Merah Semangat Cinta
S
ekolah Demokrasi Sanggau kini memasuki masa kebersamaan dengan Angkatan II. Wajah-wajah baru menghiasi edisi Rawai kali ini. Redaksi juga merasakan warna baru dari tulisan-tulisan para peserta Sekolah Demokrasi Sanggau angkatan II. Mulai dari saran tentang pentingnya dibuat Perda retribusi kelapa sawit yang bisa meningkatkan pendapatan asli daerah, kerinduan terhadap ikan bantak yang makin sulit ditemui lantaran kerusakan lingkungan, catatan pengalaman tentang pungutan oleh Ketua RT, hingga paparan perspektif agama Islam terhadap kesetaraan gender. Menyelami pemikiran dari tulisan peserta Sekolah Demokrasi Sanggau kali ini, terasa “benang merah” semangat untuk menggugah kesadaran pemerintah dan pihak-pihak terkait, demi melihat dan menjalankan solusi dari berbagai permasalahan di Kabupaten Sanggau. Sesungguhnya tulisan kritis para anggota Sekolah Demokrasi, sebagai bentuk cinta kepada Sanggau, agar menjadi lebih baik dan terjadi pemerataan kesejahteraan bagi masyarakat. Tulisan Deasy Anggela, menyampaikan pesan hendaknya jangan ada lagi pungutan liar yang disebut sebagai “ongkos distribusi” alias balas jasa kepada RT. Lembaga-lembaga maupun perpanjangan tangan pelaksana pemerintahan hingga ke lingkup terkecil seperti Rukun Tetangga, sesungguhnya diberi wewenang plus tanggung jawab untuk mengayomi rakyat. Bukan sebaliknya wewenang tersebut menjadi “senjata” demi mengumpulkan rupiah. Kisah romantika lezatnya menyantap taik ikan bantak yang ditulis Mansuetus Apendi, muncul dari keprihatinan terhadap rusaknya ekosistem sungai di Sanggau. Saat ini amat susah menemukan ikan bantak di sungai yang telah keruh. Tumbuh kerinduan mendalam, bisa menuturkan lagi syair, selagi memancing ikan bantak di tepi sungai. Kerinduan juga disampaikan Elis Mardiyatul Jannah, terhadap organisasi yang tidak hanya mengurusi kecantikan fisik perempuan. Dalam tulisannya mengenai kesetaraan gender dalam pandangan Islam, dia mengingatkan bahwa hal paling mendasar tujuan berorganisasi adalah pemberdayaan dan pencerahan terhadap perempuan. Perlu perubahan cara pandang dan sikap terhadap perempuan, hakikinya sejajar dengan laki-laki. Sementara itu ulasan Joni Parinding tentang potensi perkebunan kelapa sawit, memaparkan perhitungannya tentang kemungkinan penambahan pendapatan asli daerah jika diberlakukan Perda retiribusi kelapa sawit. Potensi kelapa sawit juga menjadi pokok bahasan pada laporan utama Rawai kali ini. Sejak mulai dikembangkan, telah diterapkan beberapa pola bagi hasil atau kemitraan antara perusahaan dan masyarakat. Namun sayangnya kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ada kalangan masyarakat merasakan pola kerjasama yang memberatkan. Hendaknya permasa lahan ini dicarikan solusi terbaik, agar prinsip kemitraan dapat terealisasi dengan baik.
Redaksi
Daftar Isi DOK. BULETIN RAWAI
8
RUANG PUBLIK
Bisnis Nakal Ketua RT 9
CERITE KITE
Wartawan Berprestasi Pelecut Semangat Kartini 9
SINOPSIS BUKU
Kisah Perempuan Indonesia dalam Penjara Pemikiran 10 3
LAPORAN UTAMA Dua Sisi Mata Uang Sawit 5
OPINI
Perda Sawit Bisa Tingkatkan PAD
6
VOX POPULI
RUANG PUBLIK
Kesetaraan Gender dalam Pandangan Islam
Bagaimana Anda Menilai Kiprah Perempuan di Sanggau
11
7
Pejabat Amerika: Sekolah Demokrasi Perkuat Suara Rakyat
Rindu Nikmatnya “Taik” Ikan Bantak
12
KAMPUNG KITA
KABAR KITA
GALERI FOTO
Sekolah Demokrasi Sanggau Angkatan II
2
Wai
ra
Laporan Utama
Dua Sisi Mata Uang Sawit alam catatan pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia sejak masa kolonial Belanda hingga kini, kita seakan melihat dua sisi mata uang. Ada pro kontra, keberhasilan dan kegagalan, rasa syukur maupun demonstrasi peno lakan warga. Pola kemitraan bagi hasil antara perusahaan dan petani, adalah satu di antara permasalahan perkebunan kelapa sawit, termasuk di Kabupaten Sanggau. Hingga tahun 1980-an, luas penanaman kelapa sawit Indonesia baru sekitar 200 ribuan hektar, dan kebanyakan adalah tanaman warisan pemerintah kolonial Belanda. Berkat adanya program kredit (PBSN 1 dan 2) serta mulai diperkenalkannya kebun sawit pola PIR-Trans (Perkebunan Inti Rakyat-Transmigrasi) pengembangan kelapa sawit sangat pesat. Hingga tahun 2009 luas perkebunan kelapa sawit Indonesia telah mencapai 7,2 juta hektar, atau pertumbuhan double setiap tahunnya selama 30 tahun. Penanaman kelapa sawit di Kabupaten Sanggau, bermula ketika Gubernur Kalimantan Barat tahun 1975 mengusulkan kepada Departemen Pertanian, untuk melakukan survei potensi pembukaan lahan kelapa sawit di daerahnya, demi pemanfaatan lahan kritis. Perkebunan sawit di Kalimantan Barat awalnya diperkenalkan oleh BUMN perkebunan, yaitu PTP, yang beroperasi di Kabupaten Landak, Sanggau, dan Sintang. Perkebunan sawit hadir di Sanggau pertama kali pada 2 April 1984 melalui Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) milik PTPN XIII. Dua tahun berikutnya pemerintah pusat mencanangkan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang dikaitkan dengan program transmigrasi (PIR-TRANS) melalui Kepres Nomor 1 Tahun 1986. Perkebunan sawit model inti rakyat adalah mo del kemitraan perusahaan dengan petani lokal. Untuk memperkuat perkebunan, didatangkan transmigran yang sudah mempunyai etos bertani. Pola ini awalnya bertujuan meningkatkan produksi nonmigas, meningkatkan pendapatan petani, membantu pengembangan wilayah serta menunjang pengembangan perkebunan, meningkatkan serta memberdayakan KUD di wilayah plasma melalui pola kemitraan. Saat ini di Sanggau mencapai 36 perusahaan sawit. Setiap tahun produksi sawit mengalami peningkatan. Tak Seragam Pada tahun 1988, petani diminta untuk menyerahkan tanah seluas 7,5 hektar per kepala keluarga kepada perusahaan perkebunan. Imbalannya,
“Petani melalui pengurus KUD diberikan daftar penghasilan dan pengeluaran langsung dan tak langsung dari perusahaan, saat klarifikasi harga tandan buah segar.” PRIAMUS (Petani Sawit di Bodok)
DOK. BULETIN RAWAI
D
Warga Dambakan Bagi Hasil Menguntungkan
masyarakat akan mendapat kebun sawit seluas 2 hektare. Karena model perkebunan yang dibangun adalah PIR-TRANS, artinya perusahaan mendatangkan transmigran untuk memperkuat perkebunan, maka masyarakat diminta untuk menyerahkan lahan tambahan seluas 2,5 hektar per kepala keluarga untuk area perumahan transmigrasi. Masyarakat akan mendapat satu kaveling rumah seluas setengah hektar, di kompleks perumahan yang dibangun untuk para transmigran. Jadi dari 7,5 hektar lahan yang diserahkan, petani menerima balik 2,5 hektar berupa lahan sawit dua hektare dan rumah dengan pekarangan seluas setengah hektar. Sisanya menjadi lahan inti yang dikuasai oleh perusahaan, dan sarana perkebunan seperti jalan. PIR-TRANS di Desa Ama, Penyeladi dan Inggis dimulai pada tahun 1991. Tiap petani menyerahkan lahan seluas 7,5 hektar untuk dikelola sebagai kebun sawit oleh perusahaan. Tiap petani yang menye rahkan lahan memperoleh bagi hasil 30 persen dari panen di 2,5 hektar saja. Masyarakat transmigrasi yang bekerja pada perusahaan, juga mendapatkan bagi hasil sama dari lahan 2,5 hektar yang lain. Hasil panen di lahan 2,5 hektar berikutnya merupakan milik perusahaan. Saat itu utang petani ke perusahaan sejumlah 14,5 juta rupiah. PIR-TRANS di Desa Belangin sedikit berbeda de ngan desa sebelumnya. Menurut Aloisius Pius, petani sawit di Desa Belangin Kecamatan Kapuas,, tiap petani yang menyerahkan 7,5 hektar lahan di tahun 1990-an dikenakan kredit Rp 12 juta. “Dari penye rahan lahan itu, dapat bagi hasil panen 30 persen dari perusahaan atau minimal satu juta rupiah,” ucapnya beberapa waktu lalu. Tidak hanya itu, ayah dua anak ini juga menda patkan lahan 0,5 hektar untuk pekarangan dan perusahaan membuatkan rumah sederhana tipe 21 terbuat dari kayu. Selain itu setelah perjanjian kerjasama dengan perusahaan selesai, 2 hektar lahan akan dikembalikan. Sedangkan penyerahan lahan untuk Program Kemitraan Perusahaan Sawit di Kecamatan Parindu, bisa kurang dari 7,5 hektar. Tanah itu tetap akan dikembalikan ke petani, sebesar 30 persen dari luas yang diserahkan ke perusahaan. Luas tanah 70 per sen dari penyerahan petani, sepenuhnya untuk pembangunan kebun perusahaan, karena perusahaan tidak ikut dalam program transmigrasi.
Priamus, petani sawit di Bodok, mengatakan di Kecamatan Parindu jika menyerahkan lahan kosong 6 hektare, maka petani akan mendapatkan kebun sawit seluas 2 hektar. “Kalau lahan yang diserahkan kembali perusahaan ke petani seluas 2 hektar. Plafonnya (kredit) 34 juta rupiah,” ujarnya, Selasa (15 Mei 2012). Bagi hasil yang diberikan kepada petani dari pengembalian perusahaan bisa 100 persen. Sedang kan untuk petani yang belum habis masa pengembalian kreditnya, 30 persen dari hasil panen dikembalikan untuk mengangsur kredit ke perusahaan. Menurut Priamus, petani di Desa Belangin mendapatkan peningkatan pendapatan dibanding sebelum menjadi petani sawit. Hubungan petani dengan perusahaan dinilai Priamus sangat baik dan sudah transparan. Petani melalui pengurus Koperasi Unit Desa (KUD) diberikan daftar penghasilan dan pengeluaran langsung dan tak langsung dari perusahaan, saat klarifikasi harga tandan buah segar (TBS). Perusahaan hingga saat ini telah menyediakan kebun kas desa, untuk memberian pinjaman ke petani. Selain itu perusahaan juga sudah menyediakan bus sekolah untuk Desa Belangin. Di Desa Belangin berlaku hukum adat, yang tidak hanya mengikat masyarakat tapi juga perusahaan. Banyak petani yang mencuri TBS disanksi adat. Perusahaan juga akan mendapatkan sanksi adat, jika tidak membuatkan jalan desa. Ada pula sistem bagi hasil yang semula dirasa menguntungkan, tetapi kemudian menimbulkan protes warga karena merasa dirugikan. Seperti yang diterapkan perusahaan sawit di Semanggis Raya, melalui perjanjian program pemanfaatan lahan perkarangan (PPLP) pada 2008.
“Di Kembayan terjadi gejolak, warga menuntut 7:3 karena tidak mau lagi 8:2. Jika aturannya jelas dan baku serta tegas, tidak akan menimbulkan gejolak.” KHIRONOTO (Anggota Komisi B DPRD Sanggau)
Wai
ra
3
Laporan Utama Petani menyerahkan lahan pekarangannya untuk wilayah tanam sawit dari perusahaan. Petani diberikan utang sebesar Rp 42 juta, dengan bagi hasil 20 persen dari hasil produksi. Saat itu lebih dari 200 petani karet berpindah menjadi petani sawit. Petani dibagi tiga kelompok berdasarkan lokasi tanam. Kemudian pada 14 Maret 2008 perjanjian direvisi. Total kredit naik menjadi Rp 52 juta dengan alasan kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Perusahaan mendapatkan 171,21 hektare lahan sawit dari petani. Seorang warga yang enggan disebutkan namanya, menuturkan mereka hanya ditunjukkan selembar kertas untuk ditandatangani, tanpa membaca perjanjian terlebih dahulu. Sehingga petani tidak mengetahui mengenai bunga pinjaman. Pinjaman tersebut dibarengi potongan overhead 10 persen, management fee lima persen dan lainnya. Perjanjian ini sudah lengkap dengan tanda tangan semua pihak. Sampai Agustus 2008 petani baru mengetahui bunga pinjaman sebesar 18 persen per tahun dari tagihan pijaman berupa rekening koran Bank PT BPR Mitra Prima Lestari. Namun para petani menolak untuk membayarnya, karena tidak mengetahui adanya bunga tersebut. Apalagi bunga dirasa terlalu besar, bahkan baru baru ini utang mereka meningkat menjadi Rp 100 juta lebih per kavling. Dengan adanya bunga ini masyarakat merasa akan sulit sejahtera, mereka menyampaikan keberatan. “Masyarakat itu ibarat gunung api, namun tidak tahu bagaimana mengeluarkan. Mereka hanya ingin bunga itu dihilangkan,” papar warga tersebut.. Warga juga keberatan dengan pemeliharaan sawit. Awalnya seluruh bentuk penanaman dan perawatan sawit berasal dari perusahaan, namun pada tahun 2010 petani mulai melakukan perawatan sendiri, karena petani menilai pemeliharaan sawit yang dilakukan perusahaan kurang baik. Pohon hanya meninggi tanpa daun.
Daftar Perusahaan Perkebunan Sawit di Kabupaten Sanggau No.
Nama Perusahaan
Lokasi
1.
PT. Multi Prima Entakai
Kapuas, Sekadau
2.
PT. Sime Indo Agro
Parindu, Bonti, Tayan Hulu, Kapuas
3.
PT. Mitra Austral Sejahtera
Bonti, Tayan Hulu, Kembayan
4.
PT. Kebun Ganda Prima
Tayan Hulu, Kembayan
5.
PT. Citra Nusa Inti Sawit
Mukok
6.
PT. Surya Deli
-
7.
PT. Bintang Harapan Desa
Meliau
8.
PT. Duta Surya Pratama
Kapuas
9.
PT. Sawit Desa Kapuas
Meliau, Tayan Hilir, Toba
10.
PT. Surya Borneo Indah
Tayan Hilir
11.
PTPN XIII
PIR-TRANS Kembayan, PIR-BUN, PIR-SUS I Parindu, Tayan Hulu, Tayan Hilir, Kebun Gunung Meliau, Kebun Sungan Dekan, Kebun Rimba Belian
12.
PT. Ratubadis Adi Perkasa
Tayan Hulu, Balai
13.
PT. Agrina Sawit Perdana
Kapuas
14.
PT. Bumi Tata Lestari
Noyan, Sekayam
15.
PT. Global Kalimantan Makmur
Sekayam, Beduai, Noyan
16.
PT. Sepanjang Inti Surya Utama 2
Sekayam
17.
PT. Megasawindo Perkasa
Tayan Hilir
18.
PT. Sumatera Jaya Agro Lestari
Toba, Meliau, Tayan Hilir
19.
PT. Agro Palindo Sakti
Tayan Hulu, Balai
20.
PT. Cipta Usaha Tani
Kapuas
21.
PT. Semai Lestari
Kembayan, Beduai, Noyan
22.
PT. Borneo Khatulistiwa Palma
Entikong
23.
PT. Borneo Ketapang Permai
Sekayam, Beduai, Noyan, Kembayan
24.
PT. Mitra Karya Sentosa
Noyan, Sekayam
Tetapkan Bagi Hasil
25.
PT. Agri Sentra Lestari
Kapuas
Anggota DPRD Komisi B Kabupaten Sanggau, Khironoto, berpendapat masyarakat harus sering menonton berita dan baca Koran, agar terbuka pemikirannya sehingga memahami posisi tawar mereka dengan perusahaan, apakah berlandaskan prinsip saling menguntungkan. Selain itu, dia menyarankan pemerintah Kabupaten Sanggau menyeragamkan sistem bagi hasil antara petani dan perusahaan. “Ada yang 6:4, 7:3, 8:2. Di Kembayan terjadi gejolak, warga menuntut 7:3 karena tidak mau lagi 8:2. Jika aturannya jelas dan baku serta tegas, tidak akan menimbulkan gejolak,” ujar Khironoto. Pengamat sosial politik, Stephanus Djuweng, juga menyarankan agar sistem bagi hasil yang digunakan perusahaan, ditentukan oleh pemerintah dalam Undang-undang perkebunan yang diturunkan SK Menteri Kehutanan 26/27, tentang bagi hasil perusahaan pada petani minimal 20 persen. “Tapi dari 20 persen itu petani mendapatkan potongan yang luar biasa, sehingga akhirnya hanya mendapat empat persen,” tuturnya. Djuweng menilai kebijakan tersebut harus dicabut, karena tidak berpihak pada petani, baik dari sistem sampai ke praktiknya. “Polanya harus diubah menjadi 50 persen 50 persen. Tidak ada pemotongan lain kecuali pembayaran kredit,” pungkasnya. (sri pujiani, yooce tutkey)
26.
PT. Agro Abadi Cemerlang
Toba
27.
PT. Tiga Pulau Lestari Jaya
Kapuas, Parindu
28.
PT. Tintin Boyok Sawit Makmur Dua
Kapuas
29.
PT. Surya Agro Palma
Toba
30.
PT. Agro Citra Persada
Tayan Hilir
31.
PT. Arena Agro Andalan
Balai
32.
PT. Rahma Abadi Utama
Tayan Hulu
33.
PT. Papa Agrotama Sawit
Mukok
34.
PT. Borneo Edo Internasional
Toba, Meliau
35.
PT. Intelisys Jaya Gemilang
Eks PT. SBI
4
Wai
ra
Humor Politik
36. Pt. Kapuas Plantation Industry Sebagian wilayah Eks PT. SDK Adaptasi dari Data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sanggau tahun 2009.
Produksi Sawit Kabupaten Sanggau Tahun Produksi
Jumlah Produksi (ton)
2006
93.295
2008
286.605
2009 109.174 Sumber Data: Statistik Perkebunan 2009-2011, Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan.
Opini Perda Sawit Bisa Tingkatkan PAD
B
Joni Parinding (Peserta Sekolah Demokrasi Sanggau)
erbicara tentang kelapa sawit, mungkin tidak asing lagi bagi kita terutama di Sanggau, karena di mana-mana ada kebun kelapa sawit baik perorangan maupun perusahaan. Perusahaan yang bergerak di bidang agrobisnis, berlomba-lomba investasi di Kabupaten Sanggau terutama kelapa sawit. Kabupaten Sanggau masih menjanjikan untuk investasi kelapa sawit, karena lahan yang luas. Di Kabupaten Sanggau sekarang ini jumlah areal perkebunan kelapa sawit yang terdaftar ada 172.086,07 hektar. Jumlah tersebut merupakan data tahun 2010, belum termasuk kebun kelapa sawit pribadi. Perusahaan kelapa sawit tersebar di 15 kecamatan, lokasi perkebunan yang paling besar yakni di Kecamatan Meliau 42.071,10 hektar, kemudian Kecamatan Kembayan 28.883,92 hektare. Hasil kelapa sawit pada tahun 2010 sebesar 1.142.034,71 ton, jadi ratarata setiap produksinya 95.170 ton per bulan. Jumlag produksi tersebut pasti lebih besar pada tahun 2011 dan 2012, karena tiap tahun ada penambahan areal perkebunan. Sekarang kita sudah mengetahui luas dan hasil perkebunan kelapa sawit, sehingga bisa menghitung berapa rupiah yang bisa masuk kas daerah jika Pemda mau menambah pandapatan asli daerah (PAD). Berikut ini, saya mencoba menghitung secara sederhana berapa PAD dari kelapa sawit jika Pemda kita membuat suatu Perda tentang retribusi sawit.
95.170.000 kilogram x Rp 5 95.170.000 kilogram x Rp 10 95.170.000 kilogram x Rp 20 95.170.000 kilogram x Rp 25 95.170.000 kilogram x Rp 50
= Rp 475.850.000 = Rp 951.700.000 = Rp 1.903.400.000 = Rp 2.379.250.000 = Rp 4.758.500.000
Dari hasil kalkulasi tersebut, dapat kita lihat bahwa perkebunan kelapa sawit cukup menjanjikan untuk peningkatan PAD. Masalahnya sekarang kemauan dari pemerintah membuat Perda retribusi sawit. Kalau Pemda bisa membuat Perda retribusi dari kelapa sawit Rp 25 per kilogram, maka PAD akan bertambah sekitar Rp 2,379 miliar per bulan. Jika dana ini dikelola dengan baik, akan besar manfaatnya bagi masyarakat. Misalnya untuk membantu masyarakat yang berprestasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, untuk meningkatkan sumber daya manusia terutama masyarakat pedesaan. Pemda dan DPR sebaiknya membuat Perda retribusi dari kelapa sawit, jika ingin meningkatkan PAD untuk perbaikan taraf hidup masyarakat Sanggau. Perusahaan mengelola tanah masyarakat mendapatkan keuntungan besar, tidak ada salahnya kita minta retribusi untuk kepentingan masyarakat. Yang penting dana tersebut dikelola dengan baik, artinya diketahui publik. Kalau selama ini pembagian hasil diserahkan ke pusat, Pemda harus minta berapa persen sesuai dengan jumlah kebun yang ada. Seandainya hasil dari kelapa sawit yang disetor ke pusat dialokasikan ke daerah bisa digunakan untuk pemeliharaan, tetapi kenyataannya apa yang kita lihat sekarang jalan raya dibiarkan rusak. Di sinilah peranan Pemda untuk ngotot ke pemerintah pusat, supaya pembagian hasil sesuai dengan setoran hasil dan pajak dari kelapa sawit. Kalau SDM kita sudah memadai dan berkualitas, maka dengan sendirinya akan diikuti peningkatan taraf hidup masyarakat. Pemerintah bisa juga menggunakan dana tersebut untuk membantu masyarakat yang tidak mampu untuk berobat, misalnya pelayanan kesehatan rujukan sehingga masyarakat bisa menikmati haknya sebagai warga negara. Melalui tulisan ini, semoga Pemda dan DPR bisa merespon. Sehingga PAD sanggau bisa meningkat dan masyarakat bisa menikmati hasil dari perkebunan kelapa sawit tidak dinikmati oleh segelintir orang saja. (*)
Humor Politik Membeli Jabatan
Melihat Surga Amrozi
A: “Bila kuberi kamu uang sejuta rupiah, bersediakah kamu menjual ja batanmu kepadaku?” B: “Pikiranmu ini merupakan suatu lamunan kosong. Kekuasaan yang suci murni seperti ini mana boleh diperjualbelikan?” A: “Bagaimana kalau kuberi 10 juta rupiah?” B: “Kamu lagi mimpi di tengah hari bolong, aku tak pernah melihat orang yang gila pangkat seperti kamu ini.” A: “Jika kutambah menjadi 100 juta rupiah, bagaimana?” B: “Kamu ini tak kenal sopan santun dan tak tahu diri. Kekuasaan adalah sesuatu yang tak ternilai.” A: “Kalau 1 miliar rupiah bagaimana?” B: “1 miliar... Ah, rupanya kamu ini benar-benar tulus hati, menunjukkan bahwa kamu mempunyai semangat tinggi untuk mengabdi bangsa. Maka itu akan kupertimbangkan dengan baik-baik.” A: “Ah, nggak usah dipertimbangkan, kuberi kamu 50 miliar rupiah!” B: “Keteguhan hatimu sungguh-sungguh mengharukan! Oke, sekali ini kutentukan sendiri. Transaksi kita jadi!”
Almarhum Bendul baru sepekan meninggal dunia, oleh malaikat diajak jalan-jalan di akhirat guna diperkenalkan dengan lingkungan barunya. Di suatu tempat Bendul melihat orang-orang yang disiksa, dicambuk, dan dibakar di atas api neraka. Setelah disiksa mereka mati tapi hidup lagi lalu disiksa lagi. Begitu terus berualng-ulang. Lalu Bendul lalu bertanya kepada malaikat. “Wahai malaikat, tempat apakah itu namanya? Dan kenapa mereka disiksa?” “O..itu namanya neraka, tempat orang-orang yang selama hidupnya suka mencuri, berzina, korupsi, dan semua perbuatan berdosa lainnya,” jawab malaikat. O..begitu ya...lalu Bendul diajak berjalan lagi untuk melihat tempat penyiksaan yang lain sampai suatu saat Bendul melihat Amrozi CS sedang berada di tempat yang sejuk, indah dan pemandangannya indah sekali. Di sana Amrozi CS ditemani wanita-wanita cantik telanjang, diiringi musik nan merdu, di meja dihidangkan makanan yang serba lezat. Lalu dengan sedikit heran Bendul bertanya. “Wahai malaikat tempat apakah itu namanya ?” “O..itu surganya Amrozi !’ Jawab malaikat. Kemudian Bendul diajak berjalan lagi. Tiba-tiba terdengar suara bom, Bluarrr,,Bendul heran tapi masih terdiam,,merekapun berjalan lagi. Sekitar sepuluh menit kemudian terdengar bom lagi. Bendulpun bertanya kepada malaikat, “Suara apakah itu wahai malaikat ?” “Oh, itu suara bom. Setiap sepuluh menit surganya Amrozi kami ledakkan..”
Memukau Calon Pemilih Seorang calon anggota DPR berpidato panjang lebar, membahas bebe rapa isu yang diyakininya pasti memukau massa calon pemilihnya. Selesai berpidato dengan penuh keyakinan diri ia bertanya, “Nah, sekarang apakah ada yang mau bertanya?” “Ada,” kata sebuah suara dari barisan belakang. “Siapa lagi calon lain di samping Anda?”
Wai
ra
5
Vox Populi Populi Vox
K
aum perempuan banyak ketinggalan informasi, karena jauh dari sarana komunikasi. Menurut saya sangat penting bagi ibu atau remaja putus sekolah untuk dilatih mengembangkan usaha mereka. Saya ingin memberi semacam pendidikan khusus untuk kaum perempuan, secara formal atau informal secara gratis. Pendidikan nonformal seperti dunia perpolitikan, demokrasi dalam ruang lingkup perempuan di keluarga dan masyarakat. LINDAWATI M.A.S., POLITISI PARTAI NASDEM
Bagaimana Anda menilai
Kiprah Perempuan di Sanggau M
asih ada pembatasan untuk perempuan. Banyak orangtua membatasi perempuan untuk bersekolah, karena beranggapan laki-lakilah yang akan bekerja. Di kampung saya masih ada upaya menikahkan anaknya setelah tamat dari SMP. Harus ada perlindungan dan pembinaan untuk kaum perempuan, agar tidak ada lagi pembatasan apalagi kekerasan terhadap perempuan. FRANSISKUS SANUSI, STAF KANTOR DESA BELANGIN
Sanggau banyak tokoh perempuan, tapi sedikit sekali yang mampu tampil sebagai penggerak. Saya kenal seorang wanita yang tegas, terbuka, disiplin dan jujur namun belum bisa memilah yang mana pekerjaan dan mana persoalan keluarga. Saya harap perempuan di Sanggau bisa lebih mandiri tidak menunggu uluran tangan orang lain. ASWANDI, PENGURUS KUD Selama ini pendidikan anak hanya dibebankan pada kaum ibu. Maka perlu diajak para bapak untuk ikut andil dalam mengurus dan mendidik anak. Pendidikan khusus untuk menjadi orang tua belum ada hingga saat ini. Perlu juga wadah yang dapat menumbuhkan kreativitas perempuan, memberikan inspirasi pekerjaan sampingan untuk mencari tambahan keuangan keluarga. ELA KARNELA EKA WIHARA, WIRASWASTA
P
erempuan harus diberikan kesempatan berorganisasi dan mengikuti kegiatan. Saya yang bergerak di LSM forum komunikasi perempuan, sulit mencari sosok perempuan yang mau memperjuangkan nasib perempuan. Harapan saya ke depan minimal perwakilan perempuan ada di Pemprov, Pemda, dan DPR mencapai 30 persen perempuan. MARIA DOMINIKA, WIRASWASTA
P
endidikan kaum perempuan di Sanggau pada umumnya sampai SMA. Sebaiknya perempuan memiliki pendidikan setingkat diploma atau lebih, agar bisa lebih maju. Jika saya jadi Menteri Pemberdayaan Perempuan, saya akan membuat Kepmen agar daerah tingkat 1 dan tingkat II menggelar kursus beladiri secara gratis untuk perempuan. Saya juga ingin membuat sekolah informal khusus perempuan, agar mereka bisa membantu perekonomian keluarga, dan wadah khusus perempuan mengembangkan kemampuan. AGUS KURNIAWAN, PNS DISHUTBUN SANGGAU
6
Wai
ra
Kampung Kita Rindu Nikmatnya “Taik” Ikan Bantak
U
sai sekolah, saya dan teman-teman dikala SD tahun 1990-an sering duduk termenung sambil memancing ditepi sungai Senggoret Kecamatan Parindu yang berjarak 120 Km dari Pontianak. Pancing kami terbuat dari batang salak hutan. Sedangkan buah kesurai menjadi umpannya. Buah kesurai hanya dapat ditemukan di pinggir sungai. Bentuknya seperti buah ketapang tapi ada dua sayap. Jika jatuh ketanah dia berputar persis seperti bola bulu tangkis. ukurannya sebesar jari kelingking. Kulit luarnya berwarna coklat sedangkan dagingnya berwarna putih. Selain buah kesurai ikan bantak menyukai jagung muda. Ditempat mandi itu kami memegang pancing ditangan masing-masing sambil menyanyikan syair dalam bahasa dayak hibun. Ciek ku cowiek (nama seseorang yang diulang) Ikan banto nomo iju (/ikan bantak masuk bubu) Otai die’ midie’ (seumur hidupnya) Nicuo himo kae mosu’ (bakar ladang rimba tidak gosong) Benar saja. Selama beberapa menit menyanyikannya joran ditarik oleh ikan Bantak. Lumayan, bisa juga mendapat setusuk yang berisi 5 ekor ikan ban-
tak. rasa senang bercampur bangga bisa mendapat satu tusuk ikan bantak meskipun hanya 5 ekor. Ikan Bantak, ikan air tawar, pemakan lumut, bersisik halus berwarna hitam kemerahan, panjangnya hanya mencapai 15 cm dan ada garis putih memanjang dari insang sampai ekornya. Ikan ini banyak tulangnya. unik dari ikan ini adalah “taik”nya yang bisa dimakan,rasa gurih dan wanginya yang khas,dan sedikit pahit. Itu yang membuat ikan ini sangat digemari orang, khususnya orang Dayak Hibun. Cara memasaknya; “taik” ikan dicampur nasi satu atau dua sendok nasi,daun salam,garam dan penyedap rasa, setelah semuanya tercampur, bisa dipepes, digoreng sama seperti membuat nasi goreng,dan bisa juga memakai bambu muda(dibakar). Begitu resep yang diajarkan kepada kami secara turun temurun. Agak susah mendapatkan ikan Bantak dengan cara memancing, untuk mendapat hasil tangkapan yang lebih banyak bisa memakai pukat,bubu dan nganyang ”memanah ikan dengan cara menyelam”. Itu kisah masa kecil bersama teman-temanku , dan tak pernah terlintas dibenak kami akan hilangnya cerita kami. Dulu sungai Sengoret adalah sungai yang bersih tempat hidupnya berbagai jenis ikan, namun sekarang semuanya hanya tinggal kenangan, akibat
beralih fungsinya hutan menjadi rimba kelapa sawit, ekosistim menjadi sangat berubah,banyak jenis ikan yang punah, salah satunya ikan Bantak. Namun kerinduanku ini masih bisa terobati manakala aku liburan ke kampung istriku, kampung Tebilai sekitar 25 kilometer ke timur dari Sengoret kampungku, di sana masih bisa kita jumpai ikan yang unik dan mulai langka ini di Sungai Sedua. Awal April 2012 aku menggunakan pukat untuk menangkap ikan bantak di sungai sedua pada sore hari. Besok paginya ketika pukat saya angkat, aku tidak menemukan ikan bantak di situ. Hanya sejenis ikan baung saja yang tertangkap. Aku merasa ikan ini hanya ada ketika banjir. Ikan ini berkelompok dan bertelur. Sungai ini pun terancam ekosistemnya, karena di hulu sungai ini telah dibuka perusahaan pertambangan yang entah dari mana datangnya. Selamat jalan ikan Bantak dan “taik”nya yang agak pahit tapi gurih,wangi dan nikmat. Karena ikan bantak hidup di air yang jernih. Dulu Sungai Sengonet sangat jernih dan tempat hidupnya berbagai jenis ikan. Namun sekarang semuanya hanya tinggal kenangan. air sungai sengonet kini menjadi keruh akibat beralih fungsinya hutan menjadi rimbun kelapa sawit, yang mengubah semua ekosistem. Selamat jalan ikan Bantak dan “taik”nya yang nikmat. (Mansuetus Apendi, Peserta Sekolah Demokrasi Sanggau)
Humor Politik Superhero Tak Mau Bantu Indonesia
Human Torch (Johnny Storm) menolak juga sama dengan anggotaanggota Fantastic 4 yang lain, karena belum juga mulai bekerja, dia sudah mendapat panggilan dari Kejagung karena dicurigai menjadi dalang terbakarnya beberapa pasar di Indonesia.
Dengan meningkatnya tingkat kriminalitas di ibu kota, pemerintah Indonesia telah mengirimkan proposal penawaran kerja kepada sejumlah superhero dari negara Paman Sam. Proposal ini menawarkan suatu bentuk kerjasama, di mana para superhero diminta kesediaannya untuk bekerja di Indonesia dalam kerjasama dengan Mabes Polri untuk memerangi kriminalitas yang marak terjadi di kota-kota besar Indonesia , khususnya Jakarta. Tetapi tidak diduga sejumlah besar superhero menolak ajakan kerjasama ini. Berikut adalah alasan penolakan tersebut.
The Flash (Barry Allen) sebenarnya sudah mempertimbangkan untuk menerima proposal ini, tetapi setelah melakukan survei ke berbagai lembaga pemerintahan dia akhirnya menolak. Bayangkan Saja, untuk mendapatkan tanda tangan KTP saja, orang harus menunggu berharihari. Itu saja masih sabar. Jadi kesimpulan saya, orang Indonesia tidak memerlukan seorang superhero yang memiliki kekuatan berupa kece patan. Kecepatan tidak ada artinya buat bangsa yang alon-alon asal kelakon (pelan-pelan asal dikerjakan).
Batman (Bruce Wayne) menolak ajakan kerjasama ini dengan alasan yang terlalu dibuat-buat. Dia keberatan menanggung pajak impor batmobile ke Indonesia. Bayangkan saja, pajak impor mobil mewah yang selangit, apalagi untuk bat-mobile secanggih itu.
Superman (Clark Kent) menolak dengan sopan, karena saya takut di sangkutkan dengan tuntutan melakukan aksi pornografi atau pornoaksi karena celana dalam saya di depan.
Spiderman (Peter Parker) juga menolak ajakan kerjasama ini dengan alasan di Indonesia hanya ada sedikit sekali gedung tinggi, yang menyulitkan dia untuk bergelantungan dari gedung ke gedung. Kalaupun ada gedung tinggi, jaraknya terlalu berjauhan, sehingga sangat menyulitkan. Belum lagi saat bergelantungan, dia takut kecantol kabel listrik dan telepon yang banyak berserakan di langit-langit kota besar Indonesia. Invisible Girl (Susan Storm) menolak dengan alasan minder. Kemampuan menghilang yang dimilikinya masih jauh kalah dengan kemampuan menghilang orang-orang Indonesia. Berikut wawancara yang dilakukan dengan CNN: Saya sih hanya bisa menghilangkan diri sendiri. Banyak orang di Indonesia yang bukan hanya bisa menghilangkan diri sendiri. Malahan utang, aset-aset negara yang pernah dikuasai, sampai utangutang korupsi pun bisa dihilangkan juga. Jadi saya minder nih... The Thing menolak dengan alasan di Indonesia sudah banyak orang dengan kulit yang lebih tebal dari saya. Bukan hanya kebal peluru, malahan sudah kebal malu segala.
Aquaman merasa tidak kuat setelah mencoba pekerjaan baru di Indonesia , karena lautnya sudah tercemar lumpur Lapindo. Wonder Woman pada mulanya merasa yakin bisa membantu pemerintah Indonesia. Tetapi setelah pengamatan lebih lanjut, dia akhirnya menolak juga dengan alas an,” Kalau saya mati di Amerika dalam menunaikan tugas, kan masih bergengsi, dibunuh monster atau villain. Di Indonesia bisa-biasa saya mati digrebek FPI, gara-gara kostum saya yang super seksi ini. Cat Woman menolak setelah ketakutan mendengar lagu Kucing Garong. Hulk (Bruce Banner) menolak karena jalan-jalan di Indonesia, terlalu sempit untuk ukuran tubuhnya. Belum lagi kalo mengejar villain sampai ke gang-gang perumahan, nanti kena portal. Belum lagi dimintai duit cepe-an. Mau ambil dari mana? Gue kan ga pake baju. Belum lagi kalau nyebrang jalan, disorakin disangka Si Komo. (net)
Wai
ra
7
Ruang Publik Bisnis Nakal Ketua RT Deasy Anggela (Peserta Sekolah Demokrasi Sanggau)
P
suaramerdeka.com
ada pertengahan 2011, Ketua RT 04 RW 02 di Tanjung Sekayam Kabupaten Sanggau, membagikan gas elpiji lengkap dengan kompornya. Kami pun bergegas ke rumah Pak RT untuk mengambilnya. Ternyata Pak RT menyatakan siapa pun yang mengambil gas elpiji, wajib membayar sebesar Rp 5.000, katanya sebagai pengganti ongkos kirim. Tanpa bertanya kembali, saya dan ibu-ibu yang lain pun langsung membayar. Saya hanya membayangkan jika kompor elpiji yang dibagikan Pak RT sebanyak 1.000 unit, maka uang yang didapatkannya Rp 5 juta. Wow,nilai yang fantastis.
8
Wai
ra
Mungkin ini juga jadi polemik bagi ibu-ibu yang lain. Tapi dari pada tidak membayar dan tidak mendapatkan kompor plus itu, dengan terpaksa ambil jalan aman saja. Ini fakta yang terjadi di lingkungan saya. Bahkan saya pernah bertanya dengan warga di RT lain. Menurut Bu Ansila di tempat tinggalnya justru pungutan Rp 15 ribu. “ Tapi tak apalah, daripada beli kompor di pasar lebih mahal lagi,” ujarnya. Pungutan oleh Ketua RT juga diberlakukan pada pembagian beras untuk rumah tangga miskin (raskin). Beda RT, beda harga. Di tempat kami tinggal, pengambilan beras 15 kilogram harus membayar Rp 38 ribu sampai Rp 39ribu. Bahkan setiap bulan besarnya pungutan biasa berubah. Tidak semua warga RT 04 RW 02 mendapat Raskin. Seperti seorang tetangga saya yang hidup hanya sebatang kara dan rumahnya sangat sederhana, tapi tidak dapat Raskin. Dia bilang Pak RT mengatakan tidak ada jatah untuknya. Dia juga sudah menanyakan apakah ada kemungkinan mendapat jatah Raskin pada bulan depan, tapi Pak RT mengatakan tidak ada jatah baru, karena berdasarkan data lama penerima Raskin. Padahal orang di sebelah rumah Pak RT mendapat Raskin, sementara dia memiliki dua sepeda motor yang dibelinya tunai. Orang itu juga memiliki suami yang bekerja. “Ya jelaslah, dia kan adik etua RT,” ucap tetanggaku tersebut. Saya baru menyadari ternyata ada unsur ketidaktepatan sasaran Raskin. Tapi ya mau bagimana lagi, wewenang di tangan Pak RT. Saya juga pernah bertanya kepada RT 04 RW 02 Tanjung Sekayam. Menurut seorang warga, mereka harus membayar Rp 30 ribu ketika mengambil Raskin 15 kilogram. Ada juga satu keluarga di daerah Balai Karangan tepatnya di Desa Raut membeli Raskin lebih murah, yakni Rp 60 ribu untuk Raskin 50 kilogram. Menurut warga tersebut, di Desa Raut banyak orang tidak mau makan beras Raskin, karena mereka terbiasa makan beras kampung. Jadi panitia menjual kembali Raskin kepada masyarakat yang mau. Ini adalah fakta yang terjadi mungkin masih banyak lagi ”bisnis nakal” yang dilakukan oleh Ketua RT. Seperti bantuan dana Rp 2 juta untuk masyarakat yang mau mengembangkan usaha, nyata yang diterima oleh masyarakat hanya Rp 1,8 juta. Uang Rp 200 ribu diambil Ketua RT sebagai biaya administrasi. Sekitar lima bulan lalu, abang sepupu saya mengajukan permohonan pembuatan KTP dirianya dan istri. Ketua RT meminta bayaran Rp 200 ribu kepadanya. Saya merasa pungutan yang diberlakukan Ketua RT merupakan tugas bersama kita untuk mengoreksinya. Agar tidak terjadi lagi penyimpanganpenyimpangan, dan masyarakat dapat merasakan pelayanan dan mendapatkan haknya secara gratis.
Cerite Kite Wartawan Berprestasi Pelecut Semangat Kartini lainnya. Dengan menggenggam gelar Docterandus in de Oostersche Talen dari Perguruan Tinggi Leiden, beliau mengembara ke seluruh Eropa, menjelajahi berbagai pekerjaan. Dia menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa suku di tanah Nusantara Pada tahun 1917, Kartono mejadi wartawan perang surat kabar bergengsi Amerika, The New York Herald Tribune, di Kota Wina, Austria. Dia bertugas meliput Perang Dunia I. Agar pekerjaannya lancar, dia diberi pangkat Mayor oleh Panglima Perang Amerika Serikat. Sebelum Perang Dunia I berakhir, November 1918, Sosrokartono terpilih oleh blok Sekutu menjadi penerjemah tunggal, karena ia satu-satunya pelamar yang memenuhi syarat-syarat mereka yaitu ahli bahasa dan budaya di Eropa dan juga bukan bangsa Eropa. Perundingan Ketika banyak wartawan sibuk mencari informasi adanya “perundingan perdamaian rahasia” di Kota Versailles, Prancis, koran The New York Herald Tribune ternyata telah berhasil memuat hasil perundingan rahasia tersebut. Penulisnya “anonym”, cuma menggunakan kode pengenal “Bintang Tiga”. Kode tersebut di kalangan wartawan Perang Dunia I dikenal sebagai kode dari wartawan perang RMP Sosrokartono. Konon tulisan itu menggemparkan Amerika dan juga Eropa. Kartono, sosok penyemangat Kartini yang menjadi wartawan perang dunia dengan prestasi gemilang. Dari berbagai barang peninggalan Kar-
Sinopsis Buku:
B
Kisah Perempuan Indonesia dalam Penjara Pemikiran
uku ini berisi 18 tulisan perempuan muda yang tergabung dalam komunitas JASS (Just Associate) Indonesia, asosiasi aktivis global yang fokus pada upaya memperkuat gerakan perempuan di berbagai belahan dunia. Tulisan mereka dengan bahasa yang sederhana tetapi mendalam, membuat pembaca dapat menikmati scene setiap cerita. Merekam dan menganalisa perjalanan pemikiran perempuan dalam berbagai kondisi perkotaan, pedesaan, profesi sebagai buruh, dan berbagai realita lain di kehidupan dengan masing-masing lakon sebagai perempuan Indonesia. Banyak perempuan tak mampu ke luar dari tatanan nilai yang membelenggunya, sehingga menghambat banyak upaya dilakukan. Niken dari JASS, menceritakan dengan baik pengalamannya bertemu dengan seorang ibu yang terkuras hidupnya dari tekanan dan tuntutan “kodrat” sebagaimana selama ini dipahaminya. Padahal setting cerita sangatlah sederhana, yakni ketika Niken berbincang dengan seorang ibu yang memiliki rumah kontrakan. Tapi pergulatan pemikiran tentang gender, kodrat, dan kepatuhan kepada suami membuat kita berpikir bahwa kisah semacam ini adalah cermin kebanyakan sikap perempuan di Indonesia. Sebaliknya justru tak disadari bahwa penderitaan atas nama “pelabelan
sendang-kapit-pancuran.blogspot.com
R
aden Ajeng Kartini yang kita kenal sebagai pahlawan nasional, memiliki pemikiran yang lebih maju dibanding kebanyakan perempuan pribumi di zamannya. Kumpulan surat RA Kartini kepada sahabatnya di Belanda dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, menjadi cermin kritisnya pemikiran Kartini, meski sehari-hari dia dituntut untuk patuh dalam ajaran tata krama. Ketika berkesempatan mengunjungi Museum Kartini di Jepara, Jawa Tengah beberapa tahun lalu, saya merasakan bagaimana aura sosok Kartini yang anggun tetapi sesungguhnya kedalaman pikirannya mampu menembus tembok keraton. Dari penjelasan penjaga museum kala itu, saya baru tahu sisi lain Kartini. Ternyata Kartini mendapat banyak dukungan dari abang satu-satunya, Raden Mas Panji Sosrokartono atau yang biasa disapa Kartono. Sosok abang dengan pergaulan luas di kancah internasional, membuat Kartini mendapat buku-buku, informasi, dan motivasi yang memupuk mimpi-mimpinya tentang kemajuan perempuan pribumi. Saya ingat betul petugas museum menuturkan kepada saya, bahwa seringkali semangat Kartini untuk mengajar, dipatahkan oleh saudara-saudara perempuannya. Justru Kartono membesarkan hati Kartini, dan mendorongnya terus menimba ilmu serta membagikannya kepada kalangan pribumi yang tidak diberi kesempatan bersekolah. Lantas siapa sebenarnya Kartono? Dalam beberapa literatur, disebutkan bahwa Kartono merupakan mahasiswa Indonesia pertama yang meneruskan pendidikan ke negeri Belanda, yang pada urutannya disusul oleh putra-putra Indonesia
kodrat yang dibuat-buat” adalah penjara pemikiran. Meskipun di satu sisi sebagian cerita membuat miris hati dan mengguratkan kepedihan mendalam, namun tetap dapat ditangkap asa yang disampaikan oleh penulisnya. Misalnya, cerita Yelian, seorang pembantu remaja yang mengalami kekerasan oleh majikannya namun suli mendapatkan keadilan karena sang majikan adalah pejabat Negara. Maspa, sang penulis juga menggambarkan kegigihan mereka sebagai pendamping tak tergoyahkan dalam menghadapi hal ini. Yang menarik, cerita Melania dari Papua, tentang pendekatan Anyam Noken dalam pendampingan korban kekerasan oleh Jaringan Kerja HAM Papua. Empat aspek dalam Anyam Noken; cari kawan, pegang tangan, kumpul cerita, bersuara dan merubah dunia, kemungkinan dapat diterapkan di banyak tempat di Indonesia. Terutama daerah dengan potensial kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga seperti di Nusa Tenggara Timur. Sudah sepantasnya para penulis buku ini mendapatkan apresiasi yang tinggi, bukan hanya karena mereka mampu menuliskan kisahnya, namun lebih dalam lagi karena dedikasi dan komitmen mereka dalam kerja pengorganisasian di basis yang sebagian kecil kisahnya terekam dalam cerita yang mereka buat. (dian lestari)
Raden Mas Panji Sosrokartono tono di museum Kartini, terlihat bahwa ketika pulang ke Tanah Air, hingga akhir hayatnya Kartono juga banyak membagikan ilmunya kepada masyarakat pribumi. Semangat itu juga yang ditularkannya kepada Kartini. (dian lestari)
Judul Penulis Penerbit Jumlah halaman Ukuran
: PRISMA; Refleksi Pengorganisasian Aktivis Perempuan Muda Komunitas JASS : Alifatul Arifiati dkk. : tandabaca kinarya cipta : 136 : 14x21 cm
Wai
ra
9
Ruang Publik Kesetaraan Gender dalam Pandangan Islam Elis Mardiyatul Jannah, S.Sos (Peserta Sekolah Demokrasi Sanggau)
G
ambaran umum dalam diri perempuan tentang kesetaraan gender dapat disandarkan dalam dua unsur. Pertama, unsur kesatuan nasab manusia bahwa laki-laki dan perempuan memiliki satu nasab kesamaan hereditas yaitu dari Adam dan Hawa (Eva). Oleh karena itu wanita adalah saudara laki-laki. Dari kesatuan hereditas ini menimbulkan kesamaan kedudukan (equality of position). Tidak ada yang dilebihkan ataupun direndahkan antara laki-laki dan perempuan. Kedua, perempuan dan laki-laki juga dipandang sebagai satu kesatuan pengertian manusia. Di dalam kitab suci umat Islam (Alquran) banyak ayat-ayat perintah Tuhan, yang dimulai dengan awalan yaa ayyuhan naas (hai manusia). Di sini menjelaskan bahwa naas yang dimaksud laki-laki dan perempuan, sehingga pengertian manusia adalah manusia perempuan adalah sejajar dengan manusia laki-laki. Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad pernah menyatakan bahwa yang patut dihormati adalah ibumu, kemudian ibumu, dan ibumu lagi, kemudian bapakmu. Ini artinya agama memandang bahwa kedudukan seorang perempuan (ibu) sangat tinggi derajat dan peranannya, sehingga disebutkan tiga kali sebelum laki-laki (bapak). Satu hadist ucapan Nabi Muhammad yang biasa kita dengarkan, juga menyatakan bahwa surge itu berada ditelapak kaki ibu (al jannatu tahta aqdamil ummahati). Dari paparan di atas sangat jelas bahwa dalam Islam perempuan mendapat tempat yang mulia. Sebelum Islam datang, perempuan khususnya di jazirah Arab dijadikan komoditas, budak, rampasan perang, dan pelampiasan hawa nafsu. Perempuan hanya dijadikan objek, tidak berlaku sebagai subjek yang mempunyai kemandirian dan kebebasan yang sama dengan laki-laki. Persoalannya adalah meski Islam telah merintis kampanye tentang penyetaraan gender, mengangkat hak-hak perempuan dan memberI jalan le bar bagi kemajuan perempuan, realitas banyak di negeri mayoritas muslim yang berlaku kontradiktif dan kontraproduktif terhadap semangat pence rahan (enlighment) dalam agama Islam.
Pemasungan hak-hak perempuan dalam sektor kehidupan domestik maupun publik, justru terjadi dengan dalih mengaplikasikan ajaran Islam. Dalam sektor privat muncul aturan yang sangat rumit bagi perempuan, mulai dari cara berbusana, tata pergaulan, kesempatan meraih medidikan dan pekerjaan. Apalagi dalam sektor publik, muncul doktrin-doktrin (fatwa) di mana perempuan di sub-ordinasikan sedemikian rupa dan tidak diberikan jalan untuk memimpin, serta diharamkan menuntut hak sosial politiknya. Ha ini terjadi karena dalam proses pertumbuhan dan perkembangan Islam terjadi asimilasi budaya patriarki. Sehingga kemudian perempuan dijadikan korban, bagi kaum yang berpandangan laki-laki mempunyai berbagai kelebihan atas perempuan. Kedudukan perempuan yang dipandang sebagai pelengkap dan sub-ordinat dalam sistem sosial patriarki, menyebabkan perempuan hanya dapat bergerak dalam bidang domestic semata. Perempuan masih dianggap sebagai “teman belakang” yang dijadikan pemanis atau sekadar motivator bagi laki-laki dalam menjalankan tugasnya. Di satu sisi organisasi-organisasi perempuan yang ada, ternyata ke giatannya terjebak pada aktivitas domestik semacam arisan, masak bersama, lomba merias wajah, fashion show, atau sekadar pengadaan seragam organisasi. Belum banyak organisasi perempuan yang mempunyai agenda pemberdayaan (empo wering) atau program-program peningkatan kompetensi sumber daya perempuan. Diperlukan upaya rekonstruksi pemikiran tentang gender, khususnya dogma agama tentang pemberian kesempatan dan hak perempuan terhadap sektor publik baik di bidang ekonomi maupun sosial politik. Hak untuk memperoleh akses dalam bidang ekonomi bagi perempuan, artinya perempuan juga mempunyai nilai-nilai ekonomis dalam dirinya. Kebebasan untuk memilih sebuah pekerjaan yang baik, dan diberikan sebuah kepercayaan dalam pekerjaannya, adalah salah satu bentuk ideal bagi perempuan untuk mengembangkan dirinya guna meningkatkan taraf hidup perempuan. Sesudah adanya langkah rekonstruksi pemikiran, maka persoalan kemudian adalah bagaimana kesiapan perempuan sendiri dalam mengisi pos-pos dan peranan strategis dibidang kemasyarakatan saat ini. Sungguhpun telah dicairkan belenggu-belenggu normatif, tanpa kecerdasan intelektual dan keterampilan manajerial, merekapun pasti tergusur oleh kaum laki-laki ataupun hanya sebagai pemanis atau perhiasan saja dalam kehidupan ekonomi ataupun sosial politik. Disamping itu perlu dukungan dari keluarga. Perempuan yang berkarier di ranah publik memerlukan sikap toleransi yang tinggi dari keluarganya (suami), agar maksimal dalam mengemban tugas dan kemudian berbagi tugas dalam kehidupan domestik rumah tangga. Sehingga dalam perjalanan karirnya tidak terbentur permasalahan-permasalahan domestik keluar ganya. (*)
Humor Politik
10
Instansi Terkorup di Inggris
Demo Menolak Perkawinan Sejenis
Pangeran Charles datang ke Indonesia, ia mengeritik bahwa pejabat di Indonesia memang pejabat negara yang korup. Tentu saja ini membuat berang anggota DPR. Dalam suatu kesempatan seorang anggota DPR ingin membalasnya dengan datang ke Inggris dan menunjukkan bahwa di Inggris pun ada pejabat instansi yang korup. Maka ia berfoto di depan instansi itu dan hasilnya diberikan ke Pangeran Charles. Dalam suratnya ditulis, ”Yang Mulia, ternyata instansi di belakang saya ini adalah instansi terkorup di negara Anda.” Pangeran Charles tersenyum karena instansi itu adalah “Indonesian Embassy (Kedutaan Besar Indonesia)”.
Diceritakan ada sekelompok pemuda, yang masih belum punya pendamping hidup alias jomblo berdemonstrasi di depan gedung DPR. Dalam orasinya dikatakan, “Bapak ibu yang terhormat, kami mene rima jika Anda membungkam aspirasi kami dengan kepentingan politik. Kami memahami jika Anda menghabiskan uang kami untuk kunjungan ke luar negeri. Kami juga mengerti jika Anda memiskinkan kami dengan kenaikan BBM. Tapi kami sangat tidak menerima jika Anda melegalkan pernikahan sejenis, itu sangat merugikan kami. Tanpa adanya pernikahan sejenis saja kami masih jomblo, apalagi kalau ada, maka kami semakin tidak kebagian. Dengarlah jeritan hati kami.”
Wai
ra
Kabar Kita Pejabat Amerika:
DOK. SEKOLAH DEMOKRASI SANGGAU
Sekolah Demokrasi Perkuat Suara Rakyat
KATA SAMBUTAN - Craig L Hall, Pejabat Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Wakil Kepala Bagian Politik, Urusan Politik Domestik menyampaikan sambutannya pada Studium Generale Sekolah Demokrasi Sanggau, Jumat (27 April 2012) di DPRD Sanggau. jang, walaupun bekerja pada bidang sektoral. “Tetapi untuk pendidikan politik profesional, politisi mempunyai tanggungjawab lebih sebab kelak politisi lah, yang seharusnya memenuhi semua kebutuhan sektor dalam masyarakat,” ujarnya. Peserta Sekolah Demokrasi Sanggau diharapkan berdiskusi, memberikan informasi dan kritik untuk pemerataan pembangunan di Sanggau. Turut hadir pada SG kedua di Sanggau tersebut, Riyanto dari DPRD Kabupaten Sanggau dan Wakil Bupati Sanggau, Paolus Hadi.“Diharapkan nantinya peserta Sekolah Demokrasi tidak sembarangan dalam memberikan komentar dan kritiknya dalam hal pembangunan Sanggau. Tetapi komentar-komentar tersebut harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Paolus Hadi. Selain peserta Sekolah Demokrasi Sanggau, turut hadir pula perwakilan dari Komite Komunitas untuk Demokrasi Sanggau (KKDS), Kementerian Agama, KPU Daerah, DPRD, BPBD, Radio Daranante, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Disdukcapil Sanggau, serta Kapuas Post. (yooce tutkey)
DOK. SEKOLAH DEMOKRASI SANGGAU
S
ekolah Demokrasi Sanggau pada 27 April 2012 kedatangan tamu Craig L. Hall, yang merupakan Pejabat Kedutaan Besar Ame rika Serikat untuk Wakil Kepala Bagian Politik, Urusan Politik Domestik. Hall menyampaikan apresiasinya terhadap demokrasi di Indonesia. Proses peralihan ke arah demokrasi di Indonesia, menurutnya berlangsung damai dan sukses. Walau begitu, pro ses demokrasi di Indonesia dan Amerika samasama belum selesai, dalam kurun waktu yang cukup lama. Dia menilai proses demokrasi yang mulai dilakukan oleh peserta Sekolah Demokrasi Sanggau, dapat memperkuat suara rakyat. Selain itu sistem pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat juga sebagai kontribusi pengembangan demokrasi di Indonesia. “Hal ini untuk mencegah otokrat untuk merampok hak rakyat,” ucap Hall. Hall turut hadir dalam Studium Generale yang bertepatan dengan materi Pengantar dan Konsepsi Demokrasi, disampaikan oleh Ignas Kleden dari Komunitas Untuk Demokrasi Indonesia (KID). Ignas Kleden mengingatkan kepada peserta SG tentang betapa pentingnya pendidikan demokrasi. Semua profesi memerlukan waktu tempuh pendidikan profesional yang pan-
Wai
ra
11
Galeri Foto
FOTO-FOTO: DOK. SEKOLAH DEMOKRASI SANGGAU
Sekolah Demokrasi Sanggau Angkatan II
12
Wai
ra