1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Nilai tukar mata uang rupiah terhadap US Dollar sangat fluktuatif dalam dua belas tahun terakhir ini, dan puncaknya adalah saat terjadi krisis moneter pada tahun 1998. Ketidakstabilan mata uang rupiah terhadap US Dollar ini tentu menghasilkan dampak yang besar. Pihak yang paling besar merasakan dampaknya adalah para praktisi bisnis atau pemilik perusahaan yang sering melakukan kegiatan
ekspor-impor.
mengakibatkan
Sehingga
banyaknya
tak
perusahaan
heran di
jika
masa-masa
Indonesia
yang
tersebut, mengalami
kebangkrutan. Sebab, jika suatu perusahaan mengimpor bahan baku yang dibutuhkannya keluar negeri pada saat rupiah melemah, maka modal pokok yang perlu di siapkan olehnya harus lebih besar dibandingkan modal pokok sebelum melemahnya rupiah. Akibatnya perusahaan berupaya untuk menutupi dana tambahan modal pokok, diantaranya dengan menaikan harga barang jadinya. Namun strategi tersebut cenderung menimbulkan masalah baru, berupa turunnya permintaan pasar barang, sehingga kerugian tetap tidak terelakkan. Peramalan adalah salah satu alat penting dalam dunia bisnis. Salah satunya adalah peramalan dalam mengamati fluktuasi nilai tukar mata uang rupiah terhadap US Dollar yang pergerakannya sangat tidak menentu. Oleh karena itu, sangat penting terutama bagi importir, untuk meramalkan nilai jual atau beli mata
2
mungkin timbul. Peramalan juga sangat diperlukan untuk meminimumkan resiko ketidak pastian perkembangan fluktuasi mata uang yang cenderung berubah-ubah setiap waktunya. Pada skripsi ini, akan dilihat dan diikuti perkembangan nilai beli mata uang US Dollar, dengan metode-metode peramalan yang sudah ada. Penggunaan metode peramalan haruslah tepat untuk tiap kasusnya, agar memberikan hasil peramalan yang akurat (mendekati kenyataan yang sebenarnya). Penulis akan membandingkan dua metode peramalan, dengan
data
sebenarnya.
Peramalan
yang hasilnya akan dibandingkan yang
paling
mendekati
keadaan
sebenarnyalah yang nanti akan dipakai untuk meramalkan fluktuasi mata uang. Dalam dunia peramalan, terdapat elemen-elemen yang sangat penting, yaitu: •
Masa yang akan datang
•
Ketidakpastian
Penambahan jenis-jenis metode peramalan, tentu menimbulkan masalah baru bagi para praktisi bisnis dalam hal bagaimana memahami karakteristik suatu metode peramalan, sehingga metode yang ia pilih tersebut benar-benar merupakan metode yang tepat bagi pengambilan keputusan untuk kasus tertentu. Dari banyaknya metode peramalan yang tersedia, metode pemulusan (Smoothing) dan metode peramalan deret berkala Box-Jenkins adalah diantaranya. Metode pemulusan eksponensial ini sebenarnya terdiri dari banyak metode. Namun dalam skripsi ini, penulis hanya menggunakan Metode pemulusan eksponensial ganda dengan pendekatan metode linear satu-parameter dari Brown dan metode
3
pemulusan eksponensial ganda dengan pendekatan metode linear dua-parameter dari Holt. Metode kedua yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah metode peramalan deret berkala Box-Jenkins, yang sering diidentikkan dengan model ARIMA (Auto Regressive Integrated Moving Average), karena George P. Box dan Gwilym Jenkins (1976) inilah yang mempopulerkan model ARIMA ini.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Bagaimankah metode peramalan yang sesuai untuk data yang diambil dengan menggunakan metode pemulusan eksponensial?
2.
Bagaimanakah metode ARIMA yang sesuai untuk data yang diambil?
3.
Diantara dua metode (metode pemulusan eksponensial yang terbaik dan metode ARIMA), metode manakah yang paling baik untuk data yang ada?
4.
Hari-hari apa saja dalam seminggu (kecuali Sabtu dan Minggu) yang dianggap paling menguntungkan untuk membeli US Dollar?
1.3 Batasan Masalah Berdasarkan rumusan masalah yang sudah diuraikan, maka batasan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.
Pengaruh yang ditimbulkan oleh situasi politik, sosial, dan ekonomi diasumsikan konstan
4
2.
Data nilai beli US Dollar yang akan diolah dalam studi kasus pada skripsi ini adalah data empat bulan terakhir. Adapun periode yang diambil adalah dari Bulan Maret 2007 sampai dengan Bulan Juni 2007
3.
Data nilai beli US Dollar yang digunakan untuk analisis data harian dalam studi kasus skripsi ini adalah data satu tahun. Adapun periode yang diambil adalah dari Bulan Juli 2006 sampai dengan Bulan Juni 2007
1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Dari hasil perumusan masalah diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1.
Menentukan model yang sesuai untuk data yang diambil dengan menggunakan metode pemulusan eksponensial dari Brown dan Holt
2.
Menentukan model ARIMA yang sesuai untuk data yang diambil dengan menggunakan metode peramalan deret berkala Box-Jenkins
3.
Mencari metode yang paling baik untuk meramalkan nilai beli US-Dollar
4.
Mencari hari-hari tertentu yang dianggap paling menguntungkan untuk membeli US Dollar
Adapun beberapa manfaat diharapkan dari skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagi penulis, dapat mengetahui metode yang cocok untuk meramalkan fluktuasi mata uang
2.
Bagi eksportir, dijadikannya metode peramalan terbaik yang kelak didapat, secara luas, tidak hanya oleh kalangan eksportir, namun digunakan pula oleh
5
masyarakat umumnya, terutama untuk kalangan masyarakat yang hendak menyekolahkan putra-putrinya ke Amerika Serikat 3.
Bagi khasanah ilmiah, dapat lebih memahami pentingnya peramalan, yaitu berupaya agar segala sesuatu yang telah direncanakan tidak meleset dari kenyatannya
1.5 Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Bab ini memberikan penjelasan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan kegunaan, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menguraikan teori dan konsep yang berhubungan dengan masalah yang diangkat dalam topik skripsi ini. Khususnya konsep-konsep yang mendukung BAB III
BAB III PEMBAHASAN Bab ini berisikan pembahasan utama dalam skripsi ini, yaitu metode pemulusan eksponensial ganda dan metode peramalan deret berkala Box-Jenkins.
6
BAB IV STUDI KASUS DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan dilakukan pengolahan data yang berkaitan dengan masalah nilai beli US Dollar, dengan menggunakan kedua metode peramalan diatas, kemudian dianalisa output hasil peramalannya
terhadap
data
aktual,
sehingga
dapat
membandingkan hasil akhir dari kedua metode tersebut, untuk selanjutnya melihat mana yang merupakan metode peramalan yang terbaik berkenaan dengan masalah diatas.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan dan saran hasil-hasil pengolahan data serta analisa yang telah diperoleh di BAB IV, sehingga tercapailah apa yang diharapkan dari tujuan penyusunan skripsi ini, sebagaimana telah diuraikan dalam tujuan dan kegunaan penelitian skripsi ini diatas.
7
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dikemukakan pengertian nilai tukar mata uang asing yang berkaitan erat dengan permasalahan yang dibahas pada skripsi ini. Selain itu dibahas juga teori-teori dasar yang akan digunakan pada bab-bab selanjutnya.
2.1 Pendahuluan Sering terjadinya senjang waktu (time lag) antara kesadaran akan peristiwa dengan kebutuhan mendatang peristiwa itu sendiri, adanya waktu tenggang (lead time) ini merupakan alasan utama bagi perencanaan dan peramalan. Jika waktu tenggang ini nol atau sangat kecil, maka perencanaan tidak diperlukan. Jika waktu tenggang ini panjang dan hasil peristiwa akhir bergantung pada faktor-faktor yang dapat diketahui, maka perencanaan dapat memegang peranan penting. Dalam situasi seperti itu, peramalan diperlukan untuk menetapkan kapan suatu peristiwa akan terjadi atau timbul, sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan (Makridakis dan Wheelwright,1983: 3)
2.2 Tinjauan Ekonomi 2.2.1 Alasan Penggunaan Mata Uang Asing Berikut ini beberapa alasan suatu negara, menggunakan mata uang asing dalam proses transaksi jual-beli, terutama yang berkaitan dengan interaksi jualbeli dengan negara lain, diantaranya:
8
1. Adanya forward market bagi mata uang negara-negara maju, tetapi tidak ada pasar bagi negara-negara berkembang. 2. Kekhawatiran adanya devaluasi yang berakibat buruk baik pada investasi asing maupun domestik. 3. Sering terjadinya perubahan nilai tukar mata uang negara yang sedang berkembang, menyebabkan berkurangnya kepercayaan untuk memegang dan menyimpannya. 4. Banyak negara-negara yang sedang berkembang, tidak mempunyai derajat kesamaan dalam pengawasan terhadap tingkat harga dalam negeri. Namun pengaitan mata uang suatu negara, khususnya negara berkembang terhadap mata uang asing lain, tentunya bukan tanpa masalah. Terkadang negara berkembang tersebut mengalami fluktuasi jangka pendek, ketika negara yang mata uangnya dikaitkan oleh negara berkembang, mengalami hal tersebut. Semakin kuat pengaitannya, akan mengakibatkan perubahan baik dalam nilai tukar efektifnya, maupun harga mata uang lokal untuk ekspor dan impor. Apalagi negara berkembang biasanya menggunakan
mata uang asing lebih banyak
sebagai alat bayar dalam aktivitas ekspor-impornya pada negara asing tersebut. Padahal tujuan awal suatu negara berkembang memegang uang internasional adalah agar negara berkembang tersebut memiliki cadangan berupa devisa.
2.2.2 Pengertian Valuta Asing (Foreign Exchage) Valuta asing (valas) diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi
9
ekonomi dan keuangan internasional atau luar negeri, adapun catatan kurs resmi ada pada Bank Sentral atau Bank Indonesia. Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut sebagai hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadang-kadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai terhadap mata uang lainnya. Hard currency pada umumnya berasal dari negara-negara industri maju, seperti US Dollar, Japan Yen, Denmark Mark, GB Pounsterling, France Franc, AUS Dollar. Sedangkan soft currency adalah mata uang lemah yang jarang digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya relatif tidak stabil dan sering mengalami depresi atau penurunan nilai terhadap mata uang lainnya. Soft currency ini pada umumnya berasal dari negara-negara yang sedang berkembang, seperti Rupiah-Indonesia, Peso-Filipina, Bath-Tailand, dan RupeeIndia Total valas yang dimiliki oleh pemerintah dan swasta dari suatu negara disebut juga sebagai cadangan devisa. Cadangan tersebut dapat diketahui dari posisi balance of payment (BOP) atau neraca pembayaran internasionalnya. Makin banyak devisa yang dimiliki oleh pemerintah dan penduduk suatu negara, maka makin besar pula kemampuan negara tersebut dalam melakukan transaksi ekonomi dan keuangan internasional, serta makin kuat pula nilai mata uang negara tersebut (Hamdy Hady, 2004: 24)
10
2.2.3 Teori Nilai Tukar Winardi (1987:168) memberikan pengertian nilai tukar yaitu harga persatuan sebuah valuta asing yang dinyatakan dalam satuan domestik. Robert D. Tollison (1985:428) serta Roger A. Arnold (1996:478) memberikan pengertian yaitu the price of one country’s currency stated in term of another. Paul A. Samuelson dan William D. Nordhas (1992:450) menyatakan kurs (nilai tukar) valuta asing yaitu harga mata uang asing dalam satuan mata uang domestik. Nopirin (2000:163) menyatakan nilai tukar itu sebenarnya merupakan semacam harga didalam pertukaran tersebut. Jadi nilai tukar rupiah terhadap US-Dollar merupakan harga rupiah terhadap mata uang Amerika. Nilai tukar merupakan faktor resiko yang harus diperhitungkan dalam memperkirakan tingkat hasil portofolio di reksa dana (Institusi jasa keuangan yang menerima uang dari pemodal yang kemudian menginfestasikan dana tersebut dalam portofolio yang terdiversifikasikan pada efek/sekuritas). Semakin tinggi fluktuasi nilai tukar suatu negara, mengindikasikan tingginya ketidakpastian nilai tukar mata uang negara bersangkutan. Dengan demikian, investor harus mempertimbangkan pula resiko nilai tukar tersebut. Resiko nilai tukar mata uang merupakan faktor ketidakpastian yang dihadapi investor bila melakukan investasi di pasar global. Pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, akan terdapat perbedaan nilai atau harga antara mata uang tersebut (Sadono Sukirno, 2002:358)
11
2.2.4 Mekanisme Bursa Valuta Asing (Valas) 2.2.4.1 Pendahuluan Bursa atau pasar valas diartikan sebagai suatu tempat atau sistem dimana perorangan, perusahaan, dan bank dapat melakukan transaksi keuangan internasional dengan jalan melakukan pembelian atau permintaan (demand) dan penjualan atau penawaran (supply) atas valas (Hamdy Hady, 2004: 25)
2.2.4.2 Tiga Prinsip Bursa Valas Tiga prinsip pokok bursa valas adalah sebagai berikut: 1. Pengertian kurs jual dan beli selalu dilihat dari pihak bank atau money changer. 2. Kurs jual selalu lebih tinggi dari kurs beli atau sebaliknya kurs beli selalu lebih rendah dari kurs jual. 3. Kurs jual/beli suatu mata uang (valas) adalah sama dengan kurs beli/jual dari mata uang (valas) lawannya. Denga kata lain, kurs jual/beli US-Dollar sama dengan kurs beli/jual IDR (menjual atau membeli rupiah) (Hamdy Hady, 2004: 26)
2.2.4.3 Fungsi Bursa Valas Fungsi bursa valas sebagai berikut: 1. Mempermudah pertukaran valas serta pemindahan dana dari suatu negara ke negara lain. 2. Karena sering terdapat transaksi internasional yang tidak perlu segara diselesaikan pembayaran atau penyerahan barangnya, maka pasar valas
12
memberikan kemudahan untuk dilaksanakannya perjanjian/kontrak jual-beli atau kredit. 3. Memungkinkan dilakukannya hedging, yaitu tindakan pengusaha atau pedagang valas untuk menghindari resiko kerugian atas fluktuasi nilai tukar valas. (Hamdy Hady, 2004: 26)
2.2.4.4 Penyebab Perbedaan Kurs Valas Perbedaan kurs valas disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya: 1. Perbedaan antara kurs beli dan jual oleh pedagang valas, ataupun bank 2. Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam waktu pembayaran.
2.3 Beberapa Ukuran Statistik yang Diperlukan Beberapa ukuran statistik yang diperlukan dalam skripsi ini diantaranya: 2.3.1. Rataan hitung Rataan hitung adalah jumlah pengamatan dibagi dengan banyaknya pengamatan. Jika setiap pengamatan dipandang mempunyai suatu satuan masa dan didistribusikan sepanjang sumbu (seperti dalam histogram), maka rataan hitung ditempatkan pada sentroida atau pusat gravitasi distribusi itu (Wilfrid J. Dixon dan Frank J. Massey, Jr.,1991:29) Sehingga bila ada data X1, X2, X3,....., Xn, maka rataan hitung dinyatakan n
X + X 2 + X 3 + ........ X n sebagai: X = 1 n
atau biasa disingkat:
X =
∑X i =1
n
i
13
2.3.2 Variansi Secara sederhana Wilfrid J. Dixon dan Frank J. Massey (1991:34-35) mendefinisikan
variansi
sebagai
ukuran
yang menunjukkan
tersebarnya
pengamatan-pengamatan itu di sekitar rataan. Atau disebutkan pula sebagai ukuran penyebaran atau variabilitas. Biasanya suatu ukuran penyebaran menjadi besar jika pengamatan-pengamatan jauh dari rataan dan kecil jika dekat dengan rataan. Sepintas lalu, jumlah simpangan pengamatan dari rataan hitung
∑ (X
i
− X)
terlihat merupakan suatu ukuran yang baik untuk maksud ini. Tetapi pada pemeriksaan lebih jauh nampak nilainya sama dengan nol. Misalnya, rataan hitung bilangan 2, 3, 5, dan 8 adalah 4,5. Sehingga simpangan dari rataan adalah 2,5; -1,5; 0,5; 3,5. Jumlah dari bilangan-bilangan tersebut adalah nol. Keberatan ini dapat diatasi dengan mengkuadratkan simpangan itu sebelum dijumlahkan. Sehingga variansi didefinisikan sebagai jumlah kuadrat simpangan pengamatan dari X dibagi dengan jumlah pengamatan kurang satu. Dengan lambang X 1 − X adalah
simpangan
pengamatan
pertama
dari
rataan,
X 2 − X simpangan
pengamatan kedua dari rataan, dan sebagainya. Jadi variansi yang kita sajikan dengan lambang s 2 , didefinisikan sebagai
∑ (X n
s2 =
(X
− X ) + ( X 2 − X ) + ...... + ( X n − X ) = N −1 2
1
2
2
i =1
−X)
2
i
N −1
Akan tetapi selanjutnya kita perlu membagi dengan N - 1, bukan dengan N, dalam penggunaan s 2 untuk berbagai peranannya dalam sejumlah metode
14
statistika. Banyak buku yang memperkenalkan s 2 dan N, bukan N - 1, sebagai penyebut dan kemudian menyesuaikan ini dengan mengalikannya dengan
N (N − 1)
jika dilakukan pengamatan sampel. Selanjutnya akan terlihat bahwa pengurangan dengan 1 berhubungan dengan penggunaan X dalam pembilang Untuk menyederhanakan perhitungan, rumus yang sering digunakan untuk s 2 adalah
s2 =
∑X
2 i
( X) − ∑
2
i
N −1
N
2.4 Dasar-dasar Peramalan Kuantitatif 2.4.1 Peramalan eksplanatoris dan Deret Berkala Peramalan eksplanatoris mengasumsikan adanya hubungan sebab dan akibat diantara input dengan output dari suatu sistem, seperti ditunjukkan pada gambar (2.1)
Sistem Input
Hubungan Sebab dan akibat
Output
Gambar (2.1) Hubungan Kausal atau Eksplanatoris
Sistem itu dapat berupa apa saja, misalnya ekonomi nasional, pasar suatu perusahaan, atau rumah tangga. Menurut peramalan eksplanatoris, setiap perubahan dalam input akan berakibat pada output sistem dengan cara yang dapat
15
diramalkan, dengan menganggap hubungan sebab dan akibat itu tetap. Tugas pertama peramalan adalah menemukan hubungan sebab dan akibat dengan mengamati output sistem (baik menurut waktu, maupun dengan mempelajari contoh yang mewakili sistem serupa) dan menghubungkannya dengan input yang bersangkutan. Sebagai contoh, orang mungkin ingin mencoba menentukan hubungan sebab dan akibat dalam suatu sistem untuk meramalkan output seperti GNP (Produk Bruto Nasional), penjualan perusahaan, atau pengeluaran rumah tangga. Proses seperti ini jika dilakukan dengan benar akan memberikan taksiran tentang jenis dan tingkat hubungan antar input dan output. Hubungan ini kemudian dapat digunakan untuk meramalkan keadaan sistem yang akan datang, dengan memberikan input yang telah diketahui untuk keadaan mendatang itu. Penentuan dan penggunaan hubungan sebab akibat dapat digambarkan dengan menggunakan hubungan fisika yang terkenal, yaitu hukum Boyle. Hukum ini menyatakan:
P =Θ
N V
...( 2.1)
dengan P adalah tekanan N adalah jumlah volume V adalah volume, dan Θ adalah faktor proporsi Misalkan bahwa persamaan (2.1) diketahui, maka persamaan ini dapat dipandang sebagai contoh dari gambar (2.1). Untuk setiap nilai input N dan V, dan Nilai Θ , akan dihasilkan dari output P yang bersangkutan, yaitu tekanan.
16
Persamaan (2.1) mempunyai nilai peramalan, karena dengan input yang telah diketahui, output-nya dapat diramalkan. Tak perlu dikatakan bahwa hubungan kausal atau eksplanatoris di dunia nyata ini hampir tak terbatas jumlahnya. Namun pertanyaan yang sangat penting bagi peramal adalah ada hubungan tertentu yang dapat diramalkan. Berbeda
dengan
sistem
eksplanatoris,
peramalan
deret
berkala
memperlakukan sistem sebagai kotak hitam (black box) dan tak ada usaha untuk menemukan faktor yang berpengaruh pada perilaku sistem tersebut. Seperti ditunjukkan pada gambar (2.2), sistem secara sederhana dipandang sebagai proses bangkitan (generating process) yang tidak diketahui mekanismenya.
Sistem Input Proses bangkitan
Output
Gambar (2.2) Hubungan Deret Berkala
Terdapat dua alasan utama untuk memperlakukan sistem sebagai kotak hitam. Pertama, sistem itu mungkin tidak mengerti, dan kalaupun hal itu diketahui, mungkin sangat sulit untuk mengukur hubungan yang dianggap mengatur perilaku sistem tersebut. Kedua, perhatian utamanya mungkin hanya untuk meramalkan apa yang akan terjadi dan bukan mengetahui, mengapa hal itu terjadi. Selama abad delapan belas, sembilan belas, dan dua puluh, sebagai contoh, terdapat beberapa orang yang memperhatikan besarnya bintik hitam pada
17
matahari. Pada saat itu sedikit diketahui tentang penyebab terjadinya bintik pada matahari
atau
sumber
energi
matahari
tersebut.
Walaupun
demikian,
kekurangtahuan ini tidak menghalangi para penyidik untuk mengumpulkan dan menganalisis frekuensi terjadinya bintik pada matahari. Schuster (1906) menemukan pola yang teratur mengenai besarnya bintik pada matahari, dan dia serta beberapa orang lainnya dapat meramalkan kesinambungan tersebut melalui analisis deret berkala. Sering peramalan dapat menggunakan baik pendekatan kausal maupun deret berkala. Kegiatan ekonomi, sebagai contoh dapat diramalkan dengan menemukan dan mengatur hubungan GNP terhadap beberapa faktor yang memengaruhinya, seperti kebijakan moneter dan fiskal, inflasi, pengeluaran modal, dan impor serta ekspor. Hal ini merupakan bentuk hubungan dan parameter yang berupa: GNP = f( kebijakan moneter dan fiskal, inflasi, pengeluaran modal, impor, ekspor )
...( 2.2)
Telah diketahui bahwa besarnya GNP tidak berubah secara drastis dari bulan ke bulan, atau bahkan dari tahun ke tahun. Jadi GNP bulan mendatang akan bergantung pada GNP bulan sebelumnya, atau mungkin beberapa bulan yang lalu. Berdasarkan hal ini, GNP dapat ditunjukkan sebagai berikut:
GNPt +1 = f ( GNPt , GNPt −1 , GNPt − 2 , GNPt −3 ....) Dengan t adalah bulan ini t + 1 adalah bulan mendatang t - 1 adalah bulan yang lalu
...( 2.3)
18
t - 2 adalah dua bulan yang lalu dan seterusnya Persamaan (2.3) serupa dengan persamaan (2.2) kecuali faktor di ruas kanan merupakan nilai sebelumnya dari faktor di ruas kiri. Pekerjaan peramalan akan lebih mudah ketika persamaan (2.3) diketahui, karena tidak diperlukan nilai input tertentu seperti persamaan (2.2). Namun masalah utama pada persamaan (2.2) dan (2.3) adalah bahwa hubungan antara ruas kiri dan ruas kanannya harus ditentukan dan diukur (Makridakis dan Wheelwright,1983:15-17)
2.4.2 Taksiran Kuadrat Terkecil Karena hubungannya dengan ilmu pengetahuan alam dan fisika biasanya bersifat pasti, maka hal ini sering disebut hukum. Sebagai contoh, persamaan (2.1) akan selalu berlaku dalam kondisi tertentu. Hal yang sama berlaku pula untuk dua hukum Kepler pertama tentang gerakan planet yang menetapkan dengan tepat kedudukan planet sebagai fungsi dari waktu. Tetapi tingkat ketepatan yang tinggi akan hilang bila kita beranjak dari sistem fisika atau ilmu alam ke sisi sosial. Hubungan GNP pada persamaan (2.2) atau (2.3) tidak akan pernah pasti. Selalu terdapat perubahan GNP yang tidak dapat diterangkan oleh variasi pada ruas kanan persamaan (2.2) atau (2.3)
19
Sistem Input
Hubungan Sebab dan akibat
Output
Pengaruh Random
Gambar (2.3) Hubungan Eksplanatoris atau Kausal dengan Pengaruh Gangguan Random
Dengan demikian sebagian perubahan GNP akan tetap tidak teramalkan. Oleh karena itu agar menjadi lengkap, maka gambar (2.1) dan (2.2) harus dimodifikasi dengan memasukkan unsur random yang memengaruhi GNP. Hal ini ditunjukkan dalam Gambar (2.3) dan (2.4). Persamaan (2.2) dan (2.3) harus dimodifikasi juga untuk memasukkan unsur random, biasanya ditunjukkan dengan u, untuk menerangkan sebagian perilaku sistem yang tidak dapat digambarkan melalui hubungan kausal atau deret berkala. GNP = f(kebijakan moneter dan fiskal, inflasi, pengeluaran modal, impor, ekspor, u)
(lihat ( 2.1))
...( 2.4)
GNPt +1 = f ( GNPt , GNPt −1 , GNPt − 2 , GNPt −3 ,...., ut ) (lihat ( 2.2))
...( 2.5)
dan
Hal yang diamati sebagai keluaran sistem bergabung pada dua persoalan, yang hubungan fungsionalnya mengatur sistem tersebut (untuk seterusnya akan disebut pola) dan unsur random (atau kesalahan/galat). Sehingga Data = Pola + Kesalahan
...( 2.6)
20
Sistem Input
Proses Bangkitan
Output
Pengaruh Random
Gambar (2.4) Hubungan Deret Berkala dengan Pengaruh Gangguan Random
Masalah kritis dalam peramalan adalah memisahkan pola dari komponen kesalahan (galat), sehingga pola tersebut dapat digunakan untuk peramalan. Prosedur umum untuk menduga pola hubungan, baik kausal maupun deret berkala, adalah dengan mencocokkan suatu bentuk fungsional sedemikian rupa sehingga komponen kesalahan pada persamaan (2.6) dapat diminimumkan. Salah satu bentuk pendugaan ini adalah kuadrat terkecil. Pendekatan ini sudah lama dilakukan (dikembangkan pertama kali oleh gauss pada tahun 1980-an) dan merupakan pendekatan yang paling luas digunakan dalam statistika klasik. Istilah kuadrat terkecil didasarkan pada kenyataan bahwa prosedur penaksiran ini berusaha meminimumkan jumlah kuadrat kesalahan pada persamaan (2.6) (Makridakis dan Wheelwright,1983:17-18)
21
2.5 Pengukuran Kesalahan Peramalan Jika X i merupakan data aktual untuk periode i dan Fi merupakan ramalan (atau kecocokan/fitted value) untuk periode yang sama, maka kesalahan/galat didefinisikan sebagai: ei = X i − Fi Arsyad (1999) juga menyebutkan bahwa salah satu cara untuk mengevaluasi teknik peramalan adalah menggunakan penjumlahan kesalahan absolut atau Mean Absolute Deviation (MAD) yang mengukur akurasi peramalan dengan merata-ratakan kesalahan peramalan (nilai absolutnya). MAD ini sangat berguna jika seorang analis ingin mengukur kesalahan peramalan dalam unit ukuran yang sama dengan data aslinya. Galat Rata-rata (Mean Error) n
ME =
∑( X i =1
i
−F)
n
Nilai Tengah Kesalahan Absolut (Mean Absolute Error) n
MAE =
∑X i =1
i
−F
n
Nilai Tengah Kesalahan Kuadrat atau Mean Squared Error (MSE) merupakan metode alternatif dalam mengevaluasi suatu teknik peramalan. Setiap kesalahan atau galat dikuadratkan, kemudian dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah observasi.
22
Jumlah Kuadrat Kesalahan (Sum of Squared Error) n
SSE = ∑ ( X i − Fi )
2
i =1
Nilai Tengah Kesalahan Kuadrat (Mean Squared Error) n
MSE =
∑ (X i =1
i
− Fi )
2
n
Deviasi standar kesalahan (Standard Deviation of Error)
SDE =
1 n ∑ ( X i − Fi ) n − 1 i =1
Kadangkala lebih bermanfaat jika menghitung kesalahan peramalan dengan menggunakan secara persentase daripada absolutnya. Nilai Tengah Kesalahan Persentase atau Mean Absolute Percentege Error (MAPE) dihitung dengan menemukan kesalahan absolut tiap periode, kemudian membaginya dengan nilai observasi pada pariode tersebut dan akhirnya merata-ratakan persentase absolutnya. Pendekatan ini sangat berguna jika ukuran variabel peramalan merupakan faktor penting dalam mengevaluasi akurasi peramalan tersebut. MAPE memberikan petunjuk seberapa besar kesalahan peramalan dibandingkan dengan nilai sebenarnya dari deret data tersebut. MAPE juga dapat digunakan juga untuk membandingkan akurasi dari teknik yang sama atau berbeda pada deret data yang berbeda. Kesalahan Persentase (Percentage Error)
X − Fi PEt = i x100% Xt
23
Nilai Tengah Kesalahan Persentase Absolut (Mean Absolute Percentage Error) n
PEt
i =1
n
MAPE = ∑
Perlu juga untuk menentukan apakah suatu metode peramalan bias atau tidak (secara konsisten tinggi atau rendah). Nilai Tengah Kesalahan Persentase atau Mean Percentage Error (MPE) digunakan dalam kasus seperti ini. MPE dihitung dengan cara memasukkan kesalahan tiap periode, kemudian membaginya dengan nilai sebenarnya pada periode tersebut. Jika pendekatan peramalan tersebut tak bias maka MPE akan menghasilkan persentase mendekati nol. Jika hasil persentase negatifnya cukup besar, maka metode peramalan tersebut menghasilkan peramalan yang terlalu tinggi, demikian sebaliknya. Nilai Tengah Kesalahan Persentase (Mean Percentage Error) n
MPE = ∑ i =1
PEt n
Keputusan kita dalam memilih suatu teknik peramalan sebagian tergantung pada apakah teknik tersebut menghasilkan kesalahan/yang bisa dianggap kecil atau tidak.
2.6 Metode Perataan (Average) Data masa lalu, dapat diratakan dalam berbagai cara. Dalam bagian ini akan dibahas beberapa metode perataan yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini. Diantaranya adalah rata-rata bergerak sederhana (simple moving average), dan rata-rata bergerak ganda (double moving average). Semua kasus,
24
tujuannya adalah memanfaatkan data masa lalu untuk mengembangkan suatu sistem peramalan pada periode mendatang.
2.6.1 Nilai Tengah (Mean) Diberikan sekumpulan data yang meliputi N periode waktu terakhir:
X1 , X2 ,X3…..
….., XN-1 ,XN
dan ditentukan t titik data pertama sebagai “kelompok inisiasi” dan sisanya sebagai “kelompok pengujian”
X1, X2, X3, …..
,Xt
KELOMPOK INISIASI
Xt+1, Xt+2…..
,XN
KELOMPOK PENGUJIAN
Metode rata-rata sederhana adalah mengambil rata-rata dari semua data dalam kelompok inisiasi tersebut t
X =∑ i =1
Xi = Ft +1 t
...( 2.7)
Sebagai ramalan untuk periode (t+1), kemudian bila data periode (t+1) tersedia, maka dimungkinkan untuk menghitung nilai kesalahannya: et +1 = X t +1 − Ft +1
...( 2.8)
25
Untuk periode (t+2) keadaannya adalah
X1, X2……
…. Xt,,Xt+1
KELOMPOK INISIASI
Xt+2, Xt+3
…,XN
KELOMPOK PENGUJIAN
Dalam kelompok data masa lalu terdapat satu lagi titik data, sehingga nilai rataratanya yang baru adalah t +1
X =∑ i =1
Xi =F ( t + 1) t + 2
...( 2.9)
Dan unsur kesalahan yang baru, jika telah tersedia, adalah et + 2 = X t + 2 − Ft + 2
...( 2.10)
Peramalan sederhana, akan menghasilkan ramalan yang baik hanya jika 1. Proses yang mendasari nilai pengamatan tidak menunjukkan adanya trend. 2. Tidak menunjukkan adanya unsur musiman. Dengan semakin banyak kelompok data masa lalu, maka nilai tengah tersebut menjadi lebih stabil (menurut teori statistika dasar), dengan anggapan proses yang didasarinya adalah stasioner. Banyak data yang perlu disimpan untuk prosedur ini, tetapi kenyataannya hanya dua item yang perlu disimpan dengan bergeraknya waktu. Halangan utama dalam penggunaan metode sederhana ini adalah tidak adanya deret berkala bisnis yang benar-benar didasarkan atas proses “konstan”. Jika proses yang mendasari mengalami peningkatan (step function), maka nilai
26
tengah yang digunakan sebagai ramalan untuk periode mendatang tidak dapat menangkap adanya perubahan tersebut. Kata lain dari step function tersebut adalah bahwa datanya mengalami perubahan mendadak pada suatu saat. Demikian pula, jika deret data tersebut menunjukkan adanya trend dan musiman, nilai tengah sebagai ramalan adalah tidak tepat Secara umum rumus untuk beberapa nilai t disajikan pada tabel berikut ini Waktu
Yang Disimpan
Input Pada
dari Periode
Waktu Ini
Output
Lalu t
X1, ......,Xt
t
Ft +1 = ∑ i =1
t+1
t, Ft+1
Xt+1
Ft + 2 =
t+2
t+1, Ft+2
Xt+2
Ft +3 =
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Xi t
(t . F
t +1
+ X t +1 )
(t + 2)
( ( t + 1) . F
t +2
+ X t +2 )
( t + 3)
(Makridakis dan Wheelwright,1983:65-67)
2.6.2 Rata-rata Bergerak Tunggal (Single Moving Average) Salah satu cara untuk mengubah pengaruh data masa lalu terhadap nilai tengah sebagai ramalan adalah dengan menentukan sejak awal berapa jumlah nilai observasi masa lalu yang akan dimasukkan untuk menghitung nilai tengah. Untuk
27
menggambarkan prosedur ini digunakan istilah rata-rata bergerak (moving average) karena setiap muncul nilai observasi baru, nilai rata-rata baru dapat dihitung dengan membuang nilai observasi yang paling tua dan memasukkan nilai observasi yang terbaru. Rata-rata bergerak ini kemudian akan menjadi ramalan untuk periode mendatang. Perhatikan bahwa titik data dalam setiap rata-rata tetap konstan dan observasi yang dimasukkan adalah yang paling akhir. Diberikan N titik data dan diputuskan untuk menggunakan t observasi pada setiap rata-rata [yang disebut dengan rata-rata bergerak berorde t, atau bila disingkat MA (t)], sehingga keadaannya adalah sebagai berikut:
X1 X2 …..
Xt
KELOMPOK INISIASI
Waktu t
t +1
t+2
Xt+1…..
KELOMPOK PENGUJIAN
Rata-rata Bergerak X= X= X=
XN
Ramalan
X 1 + X 2 + .... + X t t
Ft +1 = X = ∑
Xi t
X 2 + X 3 + .... + X t +1 t
Ft + 2 = X = ∑
t +1
Xi t
X 3 + X 4 .... + X t + 2 t
Ft +3 = X = ∑
t +2
Xi t
t
i =1
i =2
i =3
28
Dibandingkan dengan nilai tengah sederhana (dari semua data masa lalu) rata-rata bergerak berorde t mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Hanya menyangkut t periode terakhir dari data yang diketahui. 2. Jumlah titik data dalam setiap rata-rata tidak berubah dengan berjalannya waktu. Tetapi metode ini juga mempunyai kelemahan sebagai berikut: 1. Metode ini memerlukan penyimpanan yang lebih banyak, karena semua t observasi terakhir harus disimpan, tidak hanya nilai tengahnya. 2. Metode ini tidak dapat menanggulangi dengan baik adanya trend atau musiman, walaupun metode ini lebih baik dibanding rata-rata total. Karena seorang peramal harus memilih jumlah periode (t) dalam rata-rata bergerak, ada baiknya beberapa aspek dari pemilihan ini dikemukakan. 1. MA (1) yaitu rata-rata bergerak dengan orde 1. Nilai data terakhir yang diketahui (Xt) digunakan sebagai ramalan untuk periode berikutnya (Ft+1 = Xt). Contohnya adalah “ramalan harga jadi dari saham IBM besok adalah harga jadi hari ini”. Metode ini dinamakan ramalan naif (NF1) 2. MA (4) untuk data kuartalan, rata-rata bergerak empat periode secara efektif mengeluarkan pengaruh musiman (terutama jika pengaruh musiman ini bersifat aditif), namun jika digunakan secara ramalan untuk periode mendatang tidak akan dapat menyesuaikan unsur trend atau musiman itu sendiri. Dalam keadaan ini MA (4) akan bermanfaat jika digunakan sebagai
29
rata-rata bergerak terpusat (centered), daripada sebagai ramalan, untuk membantu memeriksa komponen dalam deret berkala. 3. MA (12). Sekali lagi, untuk data bulanan, metode ini menghilangkan pengaruh musiman dari deret data dan bermanfaat dalam mendekomposisi deret menjadi komponen trend atau musiman, dan lain-lain. Tetapi metode ini sendiri tidak efektif jika digunakan sebagai alat peramalan untuk data yang menunjukkan kecenderungan atau musiman. 4. MA (besar). Secara umum, makin besar orde dari rata-rata bergerak, yaitu jumlah nilai data yang digunakan untuk setiap rata-rata, maka pengaruh penghalusan data akan semakin besar. Jika digunakan sebagai ramalan, MA (besar) tidak banyak memperlihatkan fluktuasi dalam deret data. Secara aljabar, rata-rata bergerak (MA) dapat dituliskan sebagai berikut: Ft +1 =
X 1 + X 2 + .... + X t 1 t = ∑ Xi t t i =1
Ft + 2 =
X 2 + X 3 + .... + X t +1 1 t +1 = ∑ Xi t t i=2
Dengan
membandingkan
Ft+1
dapat
dilihat
bahwa
Ft+2
perlu
menghilangkan nilai X1 dan menambahkan nilai Xt+1 begitu nilai ini tersedia, sehingga cara lain untuk menulis Ft+2 adalah Ft + 2 = Ft +1 +
1 ( X t −1 − X 1 ) t
...( 2.11)
Dapat dilihat pada persamaan tersebut bahwa setiap ramalan baru (Ft+2) hanya merupakan penyesuaian dari ramalan satu periode sebelumnya (Ft+1). Penyesuaian ini adalah (1/t) dari selisih antara Xt+1 dan X1. Jelaslah jika t merupakan suatu
30
angka yang besar, penyesuaian ini adalah kecil, sehingga rata-rata bergerak dari orde tinggi menghasilkan ramalan yang tidak terlalu banyak berubah. Sebagai ringkasan, suatu sistem peramalan MA (t) akan memerlukan t nilai data yang disimpan pada suatu saat. Jika t adalah kecil (katakanlah 4), maka keperluan penyimpanan tidak begitu berat walaupun untuk ribuan deret berkala (katakanlah untuk inventory yang meliputi ribuan unit barang) hal ini dapat menimbulkan masalah. Walaupun demikian, dalam prakteknya teknik rata-rata bergerak sebagai prosedur peramalan tidak sering digunakan karena metode pemulusan (smoothing) eksponensial, biasanya lebih baik (Makridakis dan Wheelwright,1983:67-72).
2.6.3 Rata-rata Bergerak Ganda (Double Moving Average) Dalam dua bagian sebelumnya telah dinyatakan bahwa kedua nilai ratarata (dari semua data masa lalu ) dan rata-rata bergerak (dari t nilai yang terakhir), bila digunakan sebagai ramalan untuk periode mendatang, tidak dapat mengatasi trend yang ada. Disini dijelaskan suatu variasi dari prosedur rata-rata bergerak yang diinginkan untuk dapat mengatasi adanya trend secara lebih baik. Untuk mengurangi kesalahan secara sistematis yang terjadi bila rata-rata bergerak dipakai pada data berkecenderungan, maka dikembangkan metode ratarata bergerak linear (linear moving averages). Dasar metode ini adalah menghitung rata-rata bergerak yang kedua. Rata-rata bergerak “ganda” ini merupakan rata-rata bergerak dari rata-rata bergerak, dan menurut simbol
31
dituliskan sebagai MA (M X N) dimana artinya adalah MA M-periode, dari Nperiode. Jadi prosedur peramalan rata-rata bergerak linier meliputi tiga aspek: 1. Penggunaan rata-rata bergerak tunggal pada waktu t (ditulis St' ) 2. Penyesuaian, yang merupakan perbedaan antara rata-rata bergerak tunggal dan ganda pada waktu t (ditulis St' − St'' ) 3. Penyesuaian untuk kecenderungan dari periode t ke periode t+1 (atau ke periode t + m jika kita ingin meramalkan m periode kedepan)
Penyesuaian 2, paling efektif bila trend bersifat linier dan komponen kesalahan randomnya tidak begitu kuat. Penyesuaian ini efektif, karena adanya kenyataan bahwa MA tunggal tertinggal (lags) dibelakang data yang menunjukkan trend Prosedur rata-rata bergerak linier secara umum dapat diterangkan melalui persamaan sebagai berikut: St' =
X t + X t −1 + X t − 2 .... + X t − N +1 N
...( 2.12)
St'' =
St + St'−1 + St'− 2 .... + St'− N +1 N
...( 2.13)
(
)
at = S t' + S t' − S t'' = 2 S t' − S t'' bt =
2 ( St' − St'' ) N −1
Ft + m = at + bt m
...( 2.14) ...( 2.15) ...( 2.16)
Persamaan (2.12) mempunyai asumsi bahwa saat ini berada pada periode waktu t dan mempunyai nilai masa lalu sebanyak N. MA (N) tunggal dituliskan dengan
32
St' . Persamaan (2.13) menganggap bahwa semua rata-rata bergerak tunggal S '
telah dihitung. Dengan persamaan (2.13) itu dapat dihitung rata-rata bergerak Nperiode dari nilai –nilai S ' tersebut. Rata-rata bergerak ganda dituliskan sebagai
( S '') .
Persamaan (2.14) mengacu terhadap penyesuaian MA tunggal St' dengan
perbedaan
(S
' t
− St'' ) , dan persamaan (2.15) menentukan taksiran terhadap
kecenderungan dari periode waktu yang satu ke periode waktu berikutnya. Akhirnya, persamaan (2.16) menunjukkan bagaimana memperoleh ramalan untuk m periode kedepan dari t. Ramalan untuk m periode kedepan adalah dimana
merupakan nilai rata-rata yang disesuaikan untuk periode t titambahkan m kali komponen kecenderungan . Perhatikan bahwa bt mencakup faktor 2/(N-1) dalam persamaan. Faktor ini muncul karena rata-rata bergerak N periode sebenarnya harus diletakkan di tengah-tengah pada periode waktu (N+1)/2 dan rata-rata bergerak tersebut dihitung pada periode waktu N (untuk rata-rata bergerak yang pertama), menghasilkan perbedaan
33
N− 1
2
N +1 N −1 = 2 2 3
4
MA seharusnya diletakkan di tengah-tangah ini
Perbedaan adalah
periode
5
6
(Misalkan untuk N = 6)
MA (6) dihitung Pada periode ini
N −1 6 −1 5 = = = 2,5 periode 2 2 2
Demikian pula, perbedaan waktu antara saat rata-rata bergerak dihitung dan dimana hasilnya diletakkan dipusat, adalah (N – 1)/2 untuk sistem MA (N X
N) sehingga perbedaan ( St' − St'' ) merupakan perbedaan untuk periode waktu (N – 1)/2, dan perbedaannya (atau trend-nya) per-periode adalah
(S
' t
− St'' )
( N − 1) / 2 Atau 2 St' − St'' ) = bt ( ( N − 1) (Makridakis dan Wheelwright,1983:72-76)
...( 2.17)
34
2.6.4 Kombinasi Rata-rata Bergerak Lainnya Kombinasi rata-rata bergerak dengan orde yang lebih tinggi dapat dibayangkan mempunyai variasi yang tak terbatas. Metode rata-rata bergerak linear yang dibahas pada bagian sebelumnya menggunakan orde yang sama, baik untuk rata-rata bergerak tunggal ataupun ganda. Hal yang perlu diperhatikan tentang semua prosedur rata-rata bergerak adalah bahwa kesemuanya menunjukkan adanya pembobotan untuk nilai pengamatan masa lalu. Hal ini penting untuk membandingkannya dengan metode pemulusan (smoothing) eksponensial dan berbagai model linier umum lainnya. Sebagai contoh, nilai rata-rata sederhana dari N observasi masa lalu, menunjukkan bobot yang sama untuk semua N nilai data. 1 1 1 X = X 1 + X 2 + .... + X N N N N
...( 2.18)
(Bobot sama) Hal ini tentu saja berlaku untuk semua sistem rata-rata bergerak tunggal. Untuk rata-rata bergerak ganda bobotnya dapat ditentukan sebagai berikut: Sebagai contoh, MA (3X3) S1' =
X1 + X 2 + X 3 3
S 2' =
X2 + X3 + X4 3
35
S3' =
'' 1
S
X3 + X4 + X5 3
(S =
' 1
+ S 2' + S3' ) 3
1 2 3 2 1 = X1 + X 2 + X 3 + X 4 + X 5 9 9 9 9 9
...( 2.19)
(Bobot tidak sama) Dalam metode rata-rata bergerak linear (LMA) ramalan untuk periode t+1 [ persamaan (2.15)] adalah
Ft +1 = at + bt 2 ( St' − St'' ) N −1 2 N ' N + 1 '' = St − St N −1 N −1
= 2 St' − St'' +
...( 2.20)
Jika N = 3, ramalan untuk periode t +1 menunjukkan bobot pada lima nilai masa lalu sebagai berikut: 2 4 3 5 7 Ft +1 = − X t − 4 + X t −3 + X t − 2 + X t −1 + X t 9 9 9 9 9
(Bobot tidak sama yang biasanya makin meningkat pada data yang paling akhir) ...( 2.21)
36
Kesimpulannya adalah bahwa rata-rata bergerak ganda, tripel, dan kombinasi lainnya, secara otomatis memberikan bobot pada data masa lalu, dimana bobot terbesar diberikan pada nilai yang terletak ditengah dari kelompok data masa lalu. Seperti telah diketahui, rata-rata bergerak tersebut berguna untuk pemulusan/smoothing (disamping sebagai ramalan) deret data dan akan lebih sering digunakan sebagai rata-rata bergerak terpusat (centered). Tetapi bila digunakan dalam konteks peramalan-seperti LMA-sistem pembobotannya lebih ditekankan pada data yang paling baru.
2.7 Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Tunggal Kasus yang paling sederhana dari pemulusan (smoothing) eksponensial tunggal (SES) dapat dikembangkan dari (2.11), atau secara lebih khusus, dari suatu variasi persamaan tersebut, yaitu sebagai berikut: X X Ft +1 = Ft + t + t − N N N
...( 2.22)
Misalnya observasi yang lama X t − N tidak tersedia sehingga tempatnya harus digantikan dengan suatu nilai pendekatan (aproksimasi). Salah satu pengganti yang mungkin adalah nilai ramalan periode yang sebelumnya. Dengan melakukan substitusi ini persamaan (2.22) menjadi persamaan (2.23), dan dapat ditulis kembali sebagai (2.24): X F Ft +1 = Ft + t + t N N
...( 2.23)
37
1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 8 8 8 8 8 8 8 8 Nilai Tengah (N = 8)
Rata-rata Bergerak Tunggal (N = 5)
t
t+1
Waktu
1 1 1 1 1 5 5 5 5 5
t
t+1
Waktu
1 2 3 2 1 9 9 9 9 9
Rata-rata Bergerak Ganda MA(3X3)
t
t+1
Waktu
3 5 7 9 9 9
Rata-rata Bergerak Linear MA(3X3)
t 2 4 − − 9 9
Gambar (2.5) Pembobotan yang Diberikan Kepada Data
t+1
Waktu
38
Gambar (2.5) merupakan gambar pembobotan yang diberikan kepada data masa lalu bila dilakukan peramalan pada waktu t untuk periode mendatang, dengan menggunakan prosedur peramalan 1 1 Ft +1 = X t + 1 − Ft N N
...( 2.24)
(Perhatikan bahwa jika datanya stasioner, maka substitusi diatas merupakan pendekatan yang cukup baik, namun bila terdapat trend metode SES yang dijelaskan disini tidak cukup baik) Dari persamaan (2.24) dapat dilihat bahwa ramalan ini (Ft + 1) didasarkan atas pembobotan observasi yang terakhir dengan suatu nilai bobot (1/N) dan pembobotan ramalan yang terakhir sebelumnya (Ft) dengan suatu bobot [1 – (1/N)]. Karena N merupakan suatu bilangan positif, 1/N akan menjadi suatu konstanta antara nol (jika N tak terhingga) dan 1 (jika N = 1). Dengan mengganti 1/N dengan α , persamaan (2.24) menjadi
Ft +1 = α X t + (1 − α ) Ft
...( 2.25)
Persamaan ini merupakan bentuk umum yang digunakan dalam menghitung ramalan dengan menggunakan metode pemulusan eksponensial. Metode ini banyak mengurangi masalah penyimpangan data, karena tidak perlu lagi menyimpan semua data masa lalu atau sebagian daripadanya (seperti dalam kasus rata-rata bergerak). Agaknya hanya observasi terakhir, ramalan terakhir, dan suatu nilai yang harus disimpan.
39
Implikasi pemulusan eksponensial dapat dilihat dengan lebih baik bila persamaan (2.25) diperluas dengan mengganti F dengan komponennya sebagai berikut:
Ft +1 = α X t + (1 − α ) α X t −1 + (1 − α ) Ft −1
...( 2.26)
= α X t + α (1 − α ) X t −1 + (1 − α ) Ft −1 2
Jika proses substitusi ini diulangi dengan menggantikan komponennya,
Ft −1
dengan
Ft −2 dengan komponennya, dan seterusnya, hasilnya adalah
persamaan (2.27):
Ft +1 = α X t + α (1 − α ) X t −1 + α (1 − α ) X t − 2 + α (1 − α ) X t −3 2
3
+α (1 − α ) X t − 4 + α (1 − α ) X t −5 + .... + α (1 − α ) 4
5
N −1
X t −( N −1)
...( 2.27)
+ (1 − α ) Ft −( N −1) N
Berikut ini disajikan contoh pembobotan observasi-observasi yang lalu untuk berbagai nilai α . Diantaranya untuk α = 0,2 ; 0,4 ; 0,6; atau 0,8.
Bobot yang Diberikan Pada: α = 0,2
α = 0,4
α =0,6
α =0,8
Xt
0,2
0,4
0,6
0,8
Xt-1
0,16
0,24
0,24
0,16
Xt-2
0,128
0,144
0,096
0,032
Xt-3
0,1074
0,0384
0,0384
0,0064
Xt-4
(0,2)(0,8)4 (0,4)(0,6)4
(0,6)(0,4)4
(0,8)(0,2)4
40
Jika bobot ini di plot, dapat dilihat bahwa bobot tersebut menurun secara eksponensial, dari sana nama pemulusan (smoothing) eksponensial muncul. (perlu dikemukakan bahwa walaupun tujuannya adalah menemukan nilai
α
yang
meminimumkan MSE pada kelompok data pengujian, penaksiran yang terjadi dalam pemulusan eksponensial adalah metode non-linier) Cara lain untuk menuliskan persamaan (2.25) adalah dengan susunan sebagai berikut:
Ft +1 = Ft + α ( X t − Ft )
...( 2.28)
Secara sederhana
Ft +1 = Ft + α ( et )
...( 2.29)
Dimana et adalah kesalahan ramalan (nilai sebenarnya dikurangi ramalan) untuk periode t. Dari dua bentuk Ft+1 ini dapat dilihat bahwa ramalan yang dihasilkan dari SES secara sederhana merupakan ramalan yang lalu ditambah suatu penyesuaian untuk kesalahan yang terjadi pada ramalan terakhir. Dalam bentuk ini terbukti bahwa jika α mempunyai nilai mendekati 1, maka ramalan yang baru akan mencakup penyesuaian kesalahan yang besar pada ramalan sebelumnya. Sebaliknya, jika α mendekati 0, maka ramalan yang baru akan mencakup penyesuaian yang sangat kecil. Jadi, pengaruh besar kecilnya α
benar-benar
analog (dalam arah yang berlawanan) dengan pengaruh memasukkan jumlah pengamatan yang kecil atau besar pada perhitungan rata-rata bergerak. Perlu juga diperhatikan bahwa pemulusan (smoothing) eksponensial tunggal akan selalu mengikuti setiap trend dalam data yang sebenarnya, karena yang dapat
41
dilakukannya tidak lebih dari mengatur ramalan mendatang dengan suatu persentase dari kesalahan yang terakhir. Persamaan (2.28) mengandung prinsip dasar dari umpan balik (feedback) yang negatif, karena persamaan ini berperan sebagai proses kontrol yang dilakukan oleh alat otomatis seperti termostat, pilot otomatis, dan sebagainya. Kesalahan ramalan masa lalu dipakai untuk mengoreksi ramalan mendatang pada arah yang berlawanan dengan kesalahan tersebut. Penyesuaian tersebut tetap berlangsung sampai kesalahan dikoreksi. Prinsip ini sama dengan prinsip alat pengendali otomatis yang mengarah kepada keseimbangan begitu terjadi penyimpangan (kasalahan). Prinsip ini, yang tampaknya sederhana, memainkan peranan yang sangat penting dalam peramalan. Jika digunakan secara tepat prinsip ini dapat digunakan untuk mengembangkan suatu proses mengatur diri sendiri (self-adjusting process) yang dapat mengoreksi kesalahan paramalan secara otomatis. Pemulusan eksponensial tunggal memerlukan sedikit penyimpangan data dan perhitungan. Oleh karena itu, metode ini menarik jika diperlukan peramalan untuk sejumlah besar item. Salah satu hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan tahap inisialisasi SES. Sebagai contoh, untuk dapat memulai sistem peramalan SES kita memerlukan F1 karena
F2 = α X 1 + (1 − α ) F1
...( 2.30)
Karena nilai untuk F1 tidak diketahui, dapat digunakan nilai observasi pertama (X1) sebagai ramalan pertama (F1 = X1) dan kemudian dilanjutkan dengan menggunakan persamaan (2.25). Ini merupakan salah satu metode inisialisasi.
42
Kemungkinan lain adalah merata-ratakan empat atau lima nilai pertama dalam kelompok data, dan menggunakan sebagai ramalan pertama. Perhatikan persamaan (2.27) bahwa ramalan awal memainkan peranan dalam semua ramalan selanjutnya. Suku terakhir pada persamaan (2.27) adalah
(1 − α )
N
Ft −( N −1)
...( 2.31)
Misalnya N = 5 dan Ft −4 . Perhatikan persamaan berikut Ft +1 = α X t + α (1 − α ) X t −1 + α (1 − α ) X t − 2 2
+ α (1 − α ) X t −3 + α (1 − α ) X t − 4 3
4
...( 2.32)
+ (1 − α ) Ft − 4 5
(Ramalan awal) Jika α = 0,1 bobot untuk Ft − 4 adalah 0,59049 Jika α = 0,5 bobot untuk Ft − 4 adalah 0,03125 Jika α = 0,9 bobot untuk Ft − 4 adalah 0,00001 Jelaslah bahwa bila dipilih α
yang kecil, maka nilai ramalan awal memainkan
peranan yang lebih berarti dibanding dengan menggunakan nilai yang besar. Walaupun pemulusan (smoothing) eksponensial ini sederhana, namun metode inipun mempunyai masalah. Salah satunya adalah dalam menentukan α
yang
optimal. Apakah optimasi tersebut untuk meminimumkan MSE, MAPE, ataukah ukuran yang lainnya. Misalkan ingin meminimumkan MSE. Tidak seperti nilai tengah (mean), dimana minimisasi ini terjadi setiap kali dilakukan perhitungan nilai tengah dari sekelompok angka, untuk pemulusan eksponensial minimum
43
MSE harus ditentukan melalui cara coba-coba atau salah (trial and error). Suatu nilai dipilih, dihitung MSE pada kelompok pengujian, dan kemudian dicoba yang lain. Lalu seluruh MSE tersebut dibandingkan untuk menemukan nilai α yang memberikan minimum MSE (Makridakis dan Wheelwright,1983:79-84)
2.8 Pemulusan Eksponensial Tunggal dengan Pendekatan Adiptif Metode peramalan SES merupakan spesifikasi nilai α
dan telah
ditunjukkan bahwa ukuran MAPE dan MSE bergantung pada pemilihan ini. Pemulusan eksponensial tunggal dengan tingkat respon yang adaptif (ARRSES) memiliki kelebihan yang nyata atas SES dalam hal nilai α yang dapat berubah secara terkenali, dengan adanya perubahan dala pola datanya. Karakteristik ini tampaknya menarik bilamana beberapa ratus atau bahkan ribuan item perlu diramalkan. ARRSES bersifat adaptif dalam arti bahwa nilai α akan berubah secara otomatis bilamana terdapat perubahan dalam pola data dasar. Persamaan dasar untuk peramalan dengan metode ARRSES adalah serupa dengan persamaan (2.25) kecuali bahwa nilai α diganti dengan α Ft +1 = α t X t + (1 − α t )Ft
...( 2.33)
dimana
α t +1 =
Et Mt
...( 2.34)
Et = β et + (1 − β )Et −1
...(2.35)
M = β et + (1 − β )M t −1
...(2.36)
et = X t − Ft
...(2.37)
44
α dan β merupakan parameter antara 0 dan 1, serta
menunjukkan nilai
absolut Persamaan(2.34) menunjukkan bahwa nilai α
yang dipakai untuk
peramalan periode (t + 2) ditetapkan sebagai nilai absolut dari rasio antara unsur kesalahan yang halus (Et) dan unsur kesalahan absolut yang dihaluskan (Mt). Dua unsur yang telah dihaluskan ini diperoleh dengan menggunakan SES seperti ditunjukkan pada persamaan (2.35) dan (2.36) Inisialisasi proses ARRSES sedikit lebih rumit daripada SES. Seperti telah ditunjukkan (dalam catatan kaki) ARRSES seringkali terlalu responsif terhadap perubahan dalam pola data (Makridakis dan Wheelwright,1983:85-86)
2.9 Beberapa Konsep Dasar dalam Analisis Deret Berkala 2.9.1 Stasioneritas dan Pengujian Stasioneritas Suatu Deret Berkala Deret berkala stasioner adalah satu keadaan dimana semua dituntut berada pada titik keseimbangan dengan suatu rata-rata bersama µ dan varians bersama
σ 2 . Deret berkala non-stasioner adalah suatu deret dimana kondisi rata-rata bersama µ dan varians bersama tidak berada pada titik keseimbangan. Contoh plots dari dua tipe deret berkala ditunjukkan dalam gambar (2.6) dan gambar (2.7)
45
C1
350
300
250
Index
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Gambar (2.6) Plot Deret Berkala Stasioner
Gambar (2.7) Plot Data Non-Stasioner Deret berkala dinotasikan dengan xt (t = 1, 2, ....., T) baik untuk deret berkala stasioner maupun non-stasioner. Untuk memudahkan, digunakan zt (t = 1, 2, 3, ....., T) yang akan digunakan untuk mengidentifikasi kestasioneran suatu deret. Untuk keadaan dimana xt juga stasioner, maka zt = xt untuk setiap t. Mean dari deret stasioner dinotasikan dengan µ , dimana µ menjadi nilai yang diharapkan dari z. Juga untuk memudahkan, deret w t = zt - µ
t = 1, 2, 3,...., T
46
Digunakan. wt adalah deret stasioner, tapi sekarang rata-rata dari w adalah nol. Ini adalah deret yang digunakan kemudian, untuk memudahkan menggambarkan berbagai macam tipe model peramalan, yang merupakan bagian dari model ARIMA Box-Jenkins (Nicholas T. Thomopoulos,1980:216) Bentuk visual dari suatu plot deret berkala seringkali cukup meyakinkan para peramal (forcarter) bahwa data tersebut adalah stasioner atau tidak stasioner. Demikian pula plot autokorelasi dapat dengan mudah memperlihatkan ketidak stasioneran. Nilai-nilai autokorelasi dari data stasioner akan turun sampai nol sesudah time-lag kedua atau ketiga, sedangkan untuk data yang tidak stasioner, nilai-nilai tersebut berbeda signifikan dengan nol untuk beberapa periode waktu. Apabila disajikan secara grafik, autokorelasi data yang tidak stasioner memperlihatkan suatu trend searah diagonal dari kanan kekiri bersama dengan meningkatnya jumlah time-lag (selisih waktu) Adanya suatu trend (linier atau tidak linier) dalam data berarti bahwa setiap nilai yang berturut-turut akan berkorelasi positif satu sama lainnya. Autokorelasi untuk suatu time-lag r1, relatif akan besar dan positif. Autokorelasi untuk dua time-lag juga akan relatif besar dan positif, tetapi tidak sebesar r1, karena komponen kesalahan random telah dimasukan dua kali. Demikian pula, secara umum, rk untuk data yang tidak stasioner akan relatif besar dan positif, sampai nilai k menjadi cukup besar, sehingga komponen kesalahan random mulai mendominasi autokorelasi (Makridakis dan Wheelwright,1983:351)
47
2.9.2 Model Stasioner Dua tipe dasar dari model stasioner adalah model autoregressive (AR) dan model moving average (MA). Kombinasi dari kedua model juga, mungkin terbentuk, dan disebut sebagai model mixed autoregressive/ moving average atau model campuran. Berbagai tipe dari kedua model tersebut ditunjukkan dengan notasi (p,q), dimana p menunjukkan bilangan koefisien dalam model AR, dan q menunjukkan
bilangan
koefisien
dalam
model
MA
(Nicholas
T.
Thomopoulos,1980:216)
2.9.2.1 Model Autoregressive (p,0) Didalam model AR, entri-entri wt yang sekarang wt barelasi secara linear kepada p data sekarang yang lebih banyak, dan terhadap gangguan (noise) yang tidak diketahui (at) dari relasi wt = φ1 wt −1 + φ 2 wt − 2 + ...... + φ p wt − p + a t Diberikan koefisien φi (i = 1, 2, 3, ....., p) untuk menetapkan bobot untuk i entri awal. dan noise (at) adalah peristiwa random dengan mean nol dan varians σ 2 . Dua model yang biasa ditemukan diantaranya, model AR (1,0) dan AR (2,0) (1,0): wt = φ1wt −1 + at (2,0): wt = φ1wt −1 + φ2 wt − 2 + at Kondisi penting yang harus diperhatikan adalah, dalam model AR (1,0) harus terletak pada interval (-1< φ1 <1). Sedangkan AR (2,0), dalam interval (-1< φ1 <1),
48
( φ1 + φ 2 <1), dan ( φ1 - φ 2 <1). Daerah yang dimuat didalam batas tersebut disebut sebagai daerah penerimaan. Untuk model AR (1,0), jika wt = zt - µ , maka z t = µ (1 − φ1 ) + φ1 z t −1 + at Sedangkan untuk model AR (2,0) z t = µ (1 − φ1 − φ 2 ) + φ1 z t −1 + φ 2 z t −2 + at (Nicholas T. Thomopoulos,1980:217)
2.9.2.2 Model Moving Average (0,q) Pada model moving average (MA), data sekarang (wt) berelasi ke q data untuk satu periode kedepan kesalahan peramalan (at-1, at-2, ......, at-q) dan gangguan (noise) sekarang at . Dirumuskan sebagai zˆt − j , suatu representasi peramalan satu periode kedepan dari z t − j , maka a t − j = z t − j − zˆ t − j
untuk j =1, 2, ....., q
Sehingga modelnya menjadi wt = −θ1at −1 − θ 2 at − 2 − ...... − θ q at − q + at dimana adalah − θ j pembobotan untuk j sesatan peramalan awal Model MA (0,1) dan MA (0,2) keduanya biasa menjadi model bagi tipe ini. (1,0): wt = −θ1 a t −1 + at (2,0): wt = −θ 1a t −1 − θ 2 a t − 2 + at
49
Daerah penerimaan untuk model MA (0,1) adalah (-1< θ1 <1) untuk dan untuk model MA (0,2) adalah (-1< θ1 <1), ( θ1 + θ 2 <1), dan ( θ1 - θ 2 <1) Jika wt = zt - µ , maka MA (0,1) memberikan suatu relasi yang berkenaan dengan zt , yaitu: z t = µ − θ1 a t −1 + a t Dengan cara yang sama untuk MA (0,2) diperoleh z t = µ − θ1 at −1 + −θ 2 at −2 + at (Nicholas T. Thomopoulos,1980:216-218)
2.9.2.3 Model Mixed Autoregressive/ Moving Average atau Model Campuran Dalam model campuran (ARMA), entri wt di berelasi terhadap p data yang lebih banyak diterima (wt-1, wt-2, ......, wt-q), q data peramalan kesalahan yang lebih banyak diterima (at-1, at-2, ......, at-q) dan gangguan (noise) at . Diberikan sebagai berikut: wt = φ1 wt −1 + ...... + φ p wt − p − θ 1 a t −1 − ...... − θ q at − q + at Model untuk tipe ini adalah model ARMA (1,1), menjadi wt = φ1wt −1 − θ1at −1 + at Untuk model ini, daerah penerimaannya adalah (-1< φ1 <1).
dan (-
1< θ1 <1). Juga relasi yang berkenaan dengan zt, dengan mudah dapat ditentukan. Yaitu: z t = µ (1 − φ1 ) + φ1 z t −1 − θ1 a t −1 + at (Nicholas T. Thomopoulos,1980: 218)
50
2.9.2.4 Fungsi Autokorelasi Autokorelasi memberikan ukuran dari hubungan diantara entri-entri w1, w2, w3,....., wt . Autokorelasi dengan lag-k periode waktu adalah hubungan antara wt dan wt-k. Secara teoritik, nilainya dinotasikan denga ρ k , dimana k = 1, 2, 3, ......, ρ 0 = 1 , dan (-1 ≤ ρ 0 ≤ 1) untuk k >1 Fungsi autokorelasi menunjukkan suatu hubungan dari semua nilai ρ k dari rata-rata untuk semua nilai k. Fungsi autokorelasi ada untuk setiap model stasioner yang digambarkan subbab sebelumnya. Fungsi ini [sesudah menggunakan langkah kerja sebelumnya (2.9.2.1 – 2.9.2.3)] digunakan untuk mengidentifikasi model yang sesuai untuk data derat berkala yang dipelajari. Secara teoritik, fungsi autokorelasi untuk lima model yang telah diberikan sebelumnya disajikan sebagai berikut: (1,0): ρ k = ρ1k
( k ≥ 1)
(2,0): ρ1 =
φ1 , ρ k = φ1 ρ k −1 − φ 2 a k − 2 1 − φ2
(k ≥ 2)
(0,1): ρ1 =
− θ1 , ρk = 0 1 − θ12
(k ≥ 2)
(0,2): ρ1 =
− θ1 (1 − θ 2 ) −θ2 , ρ1 = , ρk = 0 2 2 1 + θ1 + θ 2 1 + θ12 + θ 22
(k ≥ 3)
(1,1): ρ1 =
(1 − θ1φ1 )(φ1 − θ1 ) , 1 + θ12 + 2φ1θ1
ρ k = ρ k −1φ1
(Nicholas T. Thomopoulos,1980:219-220)
(k ≥ 2)
51
2.9.2.5 Operator Backshift Didalam teknik Box-Jenkins, sering digunakan prosedur matematika yang disebut operator backshift (B). Operator backshift untuk entri yt, memberikan hitungan entri bahwa dijadikan satu periode kedepan Byt = yt-1 Dengan cara yang sama B(B) yt = B2yt = yt-2 B(B) yt = B3yt = yt-3 Demikian juga seterusnya Dengan menggunakan operator backshift, kelima model yang telah disinggung sebelumnya, dapat ditulis sebagai berikut: (1,0): (1 − φ1 B ) wt = at (2,0): (1 − φ1 B − φ2 B 2 ) wt = at (0,1): wt = (1 − θ1 B ) at (0,2): wt = (1 − θ1 B − θ 2 B 2 ) at (1,1): (1 − φ1 B ) wt = (1 − θ1 B ) at (Nicholas T. Thomopoulos,1980:220)
2.9.2.6 Menghilangkan Ketidakstasioneran dalam Deret Berkala Walaupun konsep sebelumnya dapat digunakan untuk deret berkala stasioner, konsep-konsep tersebut mungkin saja secara luas digunakan untuk deret non-stasioner dalam cara yang sederhana. Hal ini sangat menguntungkan dalam
52
mengubah deret berkala non-stasioner ke deret berkala stasioner dengan menggunakan
teknik
penyelisihan
(differencing)
(Nicholas
T.
Thomopoulos,1980:220), yaitu dengan membuat deret baru yang terdiri atas perbedaan angka antara periode yang berturut-turut. Untuk mendapatkan kestasioneran, dapat digunakan metode pembedaan (differencing), yaitu dengan membuat deret baru yang terdiri atas perbedaan angka antara periode yang berturut-turut: X t' = X t − X t −1
Deret baru
...(2.38)
X t' , akan mempunyai n-1 buah nilai dan akan stasioner
apabila dari data awal Xt adalah linier (pada orde pertama). Apabila autokorelasi dari data yang dibedakan pertama tidak mendekati nol sesudah lag kedua atau ketiga, hal ini menunjukkan bahwa stasioneritas tidak dicapai dan oleh karena itu perbedaan pertama dari data yang telah dibedakan pertama dapat dilakukan dengan: X t'' = X t' − X t'−1
...(2.39)
Dinyatakan sebagai deret pembedaan orde kedua (second order difference). Deret ini akan mempunyai n-2 buah nilai Dengan mensubstitusikan (2.38) kedalam (2.39) akan diperoleh: X t'' = ( X t − X t −1 ) − ( X t −1 − X t − 2 ) X t'' = X t − 2 X t −1 + X t − 2 Pencapaian stasioneritas dapat diturunkan menjadi pekerjaan yang agak mekanis dengan melakukan pembedaan berturut-turut sampai nilai autokorelasi mendekati nol didalam dua atau tiga lag. Dalam prakteknya, jarang diperlukan
53
perbedaan sampai melebihi perbedaan kedua, karena data asli pada umumnya tidak stasioner dengan hanya satu atau dua tingkat (Makridakis dan Wheelwright,1983:352-355) Operator selisihnya dinotasikan dengan ∇ , dan ketika digunakan untuk entri xt, hasil penyelisihannya adalah ∇xt = xt − xt −1 Dangan cara yang sama,
∇ ( ∇xt ) = ∇xt − ∇xt −1 = xt − 2 xt −1 + xt − 2 ∇ ( ∇ 2 xt ) = ∇xt − 2∇xt −1 + ∇xt − 2 = xt − 3 xt −1 + 3 xt − 2 + xt −3 Bilangan penyelisihan diperlukan untuk mengubah deret awal (yang tidak stasioner) ke deret berkala stasioner, yang dinotasikan dengan d. Sehingga, jika deret stasioner (zt) dihubungkan pada deret asal (xt), ditunjukkan oleh relasi zt = ∇ d xt
Dengan wt = zt - µ , dimana µ , adalah rata-rata dari z Untuk memperjelas konsep penyelisihan, pertimbangkan entri xt yang terdapat dalam tabel diberikut ini (untuk satu dan dua penyelisihan)
54
t
xt
∇xt
∇ 2 xt
1
8
-
-
2
9
1
-
3
12
3
2
4
11
-1
-4
5
15
4
5
6
17
2
-2
7
20
3
1
8
25
5
2
9
31
6
1
10
34
3
-3
11
37
3
0
12
38
1
-2
(Nicholas T. Thomopoulos,1980:222)
2.9.2.7 Model Umum Pada saat ini sangat memungkinkan untuk menetapkan model dalam suatu definisi umum, dimana model berlaku baik untuk deret berkala stasioner, maupun non-stasioner. Model tersebut dinotasikan dengan ARIMA (p,d,q), dimana p dan q mempunyai kesamaan arti sebagaimana yang telah dijelaskan dipembahasan sebelumnya, dan d menunjukkan suatu bilangan selisih yang diperlukan untuk
55
mendapatkan deret stasioner. Untuk semua situasi yang diperlukan, relasi berikutnya dapat digunakan: zt = ∇ d xt
dan w t = zt - µ Sebagai contoh adalah model-model berikut: (1,d,0): wt = φ1wt −1 + at (2,d,0): wt = φ1wt −1 + φ2 wt − 2 + at (0,d,1): wt = −θ1at −1 + at (1,d,1): wt = φ1wt −1 − θ1at −1 + at (Nicholas T. Thomopoulos,1980:222-223)
2.9.3 Faktor Musiman (Seasionality) dalam Suatu Deret Berkala Musiman didefinisikan sebagai suatu pola yang berulang-ulang dalam selang waktu yang tetap. Sebagai contoh, penjualan minyak untuk alat pemanas, adalah tinggi pada musim dingin dan rendah pada musim panas yang yang memperlihatkan suatu pola musim 12 bulan. Apabila pola tersebut konsisten, yang tinggi memperlihatkan adanya pengaruh musiman. Apabila signifikansinya tidak berbeda dari nol, ini akan memperlihatkan bahwa bulan-bulan didalam satu tahun adalah tidak berhubungan (random) dan tanpa pola yang konsisten dari satu tahun kepada tahun berikutnya. Data seperti ini bukanlah data musiman (seasional).
56
Untuk data yang stasioner, faktor musiman dapat ditentukan dengan mengidentifikasikan koefisien autokorelasi pada dua atau tiga time-lag yang berbeda secara signifikan dengan nol. Autokorelasi yang secara signifikan berbeda dengan nol menyatakan adanya suatu pola dalam data. Untuk mengenali adanya faktor musiman seseorang harus malihat pada autokorelasi yang tinggi semacam ini. Adanya faktor musim dapat dengan mudah dilihat didalam grafik autokorelasi atau dilihat sepintas pada autokorelasi dari time-lag yang berbeda, apabila hanya ini pola yang ada. Namun, hal ini tidaklah selalu mudah apabila dikombinasikan dengan pola lain seperti trend. Semakin kuat pengaruh trend akan semakin tidak jelas adanya faktor musim, karena secara relatif besarnya autokorelasi yang positif merupakan hasil dari adanya ketidakstasioneran data (adanya trend). Sebagai pedoman, data tersebut harus ditranformasikan ke bentuk yang stasioner sebelum ditentukan adanya faktor musim (Makridakis dan Wheelwright,1983:356-358)
57
BAB III PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas materi yang menjadi inti pembahasan dalam skripsi ini, yang akan menjadi sumber materi utama pada studi kasus yang diulas pada bab selanjutnya.
3.1 Metode Pemulusan (smoothing) Eksponensial Ganda Dengan cara analogi yang dipakai pada waktu berangkat dari rata-rata bergerak tunggal ke pemulusan eksponensial tunggal, kita dapat juga berangkat dari rata-rata bergerak ganda ke pemulusan eksponensial ganda. Analogi seperti itu menarik karena salah satu keterbatasan dari rata-rata bergerak tunggal -yaitu perlunya menyimpan N nilai terakhir- masih terdapat pada rata-rata bergerak linier, kecuali bahwa jumlah nilai data yang diperlukan sekarang adalah 2N – 1. Pemulusan eksponensial linier dapat dihitung hanya dengan tiga nilai data dan satu nilai untuk α . Pendekatan ini juga memberikan bobot yang semakin menurun pada observasi data masa lalu. Dengan alasan ini pemulusan eksponensial linier lebih disukai daripada rata-rata bergerak linier sebagai suatu metode peramalan dalam berbagai kasus utama.
58
3.1.1 Pemulusan (smoothing) Eksponensial Ganda dengan Metode Linier Satu Parameter dari Brown Dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial linier dari Brown adalah serupa dengan rata-rata bergerak linier, karena kedua nilai pemulusan tunggal dan ganda pemulusan tunggal dan disesuaikan dengan trend. Persamaan yang dipakai dalam implementasi pemulusan eksponensial linier satu parameter dari Brown ditunjukkan pada persamaan (3.1) sampai dengan (3.5) dan aplikasinya disajikan pada lampiran (3.1) Hasil pada kolom (2) yang terdapat pada lampiran (3.1) didapat dari pengerjaan dengan menggunakan persamaan
St' = α X t + (1 − α ) St' −1
...(3.1)
Hasil pada kolom (3) yang terdapat pada lampiran (3.1) didapat dari pengerjaan dengan menggunakan persamaan
St''' = α St' + (1 − α ) St''−1
...(3.2)
dimana St' adalah nilai pemulusan eksponensial tunggal dan St'' adalah nilai pemulusan eksponensial ganda. Hasil pada kolom (4) yang terdapat pada lampiran (3.1) didapat dari pengerjaan dengan menggunakan persamaan
(
)
at = St' + St' − St''' = 2 St' − St'''
...(3.3)
Hasil pada kolom (5) yang terdapat pada lampiran (3.1) didapat dari pengerjaan dengan menggunakan persamaan
bt =
α ( St' − St''' ) 1−α
...(3.4)
59
Akhinya, hasil pada kolom (6) yang terdapat pada lampiran (3.1) didapat dari pengerjaan dengan menggunakan persamaan Ft + m = at + bt m
...(3.5)
dimana m adalah jumlah periode ke muka yang diramalkan. Perhitungan pada lampiran (3.1), yang merupakan perhitungan terhadap data permintaan persediaan untuk suatu produk, didaftarkan nilai α = 0, 2 dan ramalan untuk satu periode ke muka. Sebagai contoh, dalam periode 23 ramalan untuk periode 24 adalah sebagai berikut: ' S23 = 0, 2 X 23 + 0,8S22 = 0, 2 ( 239 ) + 0,8 ( 216, 768 ) = 221, 238
...[menggunakan (3.1)] ''' ' '' S23 = 0, 2S23 + 0,8S22 = 0, 2 ( 221, 238 ) + 0,8 (197,968) = 202, 622
...[menggunakan (3.2)] ' ''' a23 = 2 S 23 − S 23 = 239,855
b23 =
(
)
0, 2 ' 1 ''' S 23 − S 23 = (18, 616 ) = 4, 654 0,8 4
...[menggunakan (3.3)] ...[menggunakan (3.4)]
Sehingga didapat
F24 = a23 + b23 (1) = 239,855 + 4, 654 (1) = 244,51 Ramalan untuk periode 25 adalah
F25 = a24 + b24 (1) = 252, 246 + 5,514 (1) = 257, 76 dimana a 24 dan b24 dihitung seperti sebelumnya. Ramalan untuk periode 26 adalah
F26 = a24 + b24 ( 2 ) = 252, 246 + 5,514 ( 2 ) = 263, 274
...[menggunakan (3.5)]
60
sementara itu ramalan untuk periode 30 akan menjadi
F30 = a24 + b24 ( 6 ) = 252, 246 + 5,514 ( 6 ) = 285,33 karena nilai yang tersedia paling akhir untuk a dan b berasal dari periode 24. Agar dapat menggunakan persamaan (3.1) dan (3.2), nilai St'−1 dan St''−1 , harus tersedia. Tetapi pada saat t = 1, nilai-nilai tersebut tidak tersedia. Jadi nilainilai ini harus ditentukan pada awal periode. Hal ini dapat dilakukan dengan hanya menetapkan St' dan St'' = X t atau dengan menggunakan suatu nilai rata-rata dari beberapa nilai pertama sebagai titik awal. Jenis masalah inisialisasi ini muncul dalam setiap metode pemulusan eksponensial. Jika parameter pemulusan α tidak mendekati nol, pengaruh dari proses inisialisasi ini dengan cepat menjadi kurang berarti dengan berlalunya waktu. Tetapi, jika α mendekati nol, proses inisialisasi tersebut dapat memainkan peranan yang nyata selama periode waktu ke muka yang panjang.
3.1.2 Pemulusan (smoothing) Eksponensial Ganda Dengan Metode Dua Parameter dari Holt Metode pemulusan eksponensial linier dari Holt pada prinsipnya serupa dengan Brown kecuali bahwa Holt tidak menggunakan persamaan pemulusan berganda secara langsung. Sebagai gantinya, Holt memuluskan nilai trend dengan parameter yang berbeda dari parameter yang digunakan pada deret asli. Ramalan dari pemulusan eksponensial linier Holt diperoleh dengan menggunakan dua konstanta pemulusan (dengan nilai antara 0 dan 1) dan tiga persamaan:
61
Perhitungan pada kolom (4) digunakan persamaan
St = α X t + (1 − α )( St −1 + bt −1 )
...(3.6)
Perhitungan pada kolom (5) digunakan persamaan
bt = γ ( St − St −1 ) + (1 − γ ) bt −1
...(3.7)
Akhirnya, perhitungan pada kolom (6) digunakan persamaan Ft + m = St + bt m
...(3.8)
Persamaan (3.6) menyesuaikan St secara langsung untuk trend periode sebelumnya yaitu bt −1 , dengan menambahkan nilai pemulusan yang terakhir, yaitu St −1 . Hal ini membantu untuk menghilangkan kelambatan dan menempatkan St ke dasar perkiraan nilai data saat ini. Kemudian persamaan (3.7) meremajakan trend, yang ditunjukkan sebagai perbedaan antara dua nilai pemulusan yang terakhir. Hal ini tepat karena jika terdapat kecenderungan didalam data, nilai yang baru akan lebih tinggi atau lebih rendah daripada nilai sebelumnya. Karena mungkin masih terdapat sedikit kerandoman, maka hal ini dihilangkan oleh pemulusan dengan γ (gamma) trend
pada periode terakhir
( St − St −1 ) ,
dan
menambahkannya dengan taksiran trend sebelumnya dikalikan dengan (1 − γ ) . Jadi, persamaan (3.7) serupa dengan bentuk dasar pemulusan tunggal pada persamaan (2.25) tetapi dipakai untuk meremajakan trend. Akhirnya persamaan (3.8) digunakan untuk ramalan ke muka. Trend
bt , dikalikan dengan jumlah
periode ke muka yang diramalkan m, dan ditambahkan pada nilai dasar St . Berdasarkan data yang ditunjukkan pada lampiran (3.1), lampiran (3.2) menunjukkan penggunaan pemulusan linier dari Holt, terdapat deret data dengan
62
adanya trend. Perhitungan yang ada dapat digambarkan dengan pertama kali melihat ramalan untuk periode 23, dengan menggunakan α = 0, 2 perhitungannya diperoleh: S 22 = 0, 2 X 22 + 0,8 ( S 21 + b21 )
= 0, 2 ( 242 ) + 0,8 ( 233,11 + 5, 43) = 239, 23
b22 = 0,3 ( S 22 + S 21 ) + 0, 7b21
= 0,3 ( 239, 23 − 233,11) + 0, 7 ( 5, 43) = 5, 63
...[menggunakan (3.6)]
...[menggunakan (3.7)]
sehingga
F23 = S22 + b22 (1) didapat
F23 = 239, 23 + 5,63 (1) = 244,87 demikian pula ramalan untuk periode 24 adalah
S23 = 0, 2 ( 239 ) + 0,8 ( 239, 23 + 5,63) = 243, 70 dan
b23 = 0,3 ( 243, 70 − 239, 23) + 0, 7 ( 5, 63) = 5, 28 didapat
F24 = 243, 70 + 5, 28 (1) = 248,98 Akhirnya, ramalan untuk periode 25, 26, dan 30 adalah
F25 = 252,39 + 6,30 (1) = 258, 69 F26 = 252,39 + 6,30 ( 2 ) = 264,99 F30 = 252,39 + 6,30 ( 6 ) = 290,19
...[menggunakan (3.8)]
63
Proses inisialisasi untuk pemulusan eksponensial linier dari Holt memerlukan dua taksiran, yang satu mengambil nilai pemulusan pertama untuk S1 dan yang lain mengambil trend b1 . Untuk yang pertama pilih
S1 = X 1 .
Sedangkan taksiran trend kadang-kadang lebih merupakan masalah. Kita memerlukan taksiran trend dari satu periode ke periode lainnya. Dengan beberapa kemungkinan sebagai berikut: b1 = X 2 − X 1 b1 =
( X 2 − X1 ) + ( X 3 − X 2 ) + ( X 4 − X 3 ) 3
b1 = taksiran kemiringan (slope) setelah data tersebut diplot Bila data tersebut berkelakuan baik, hal ini tidak akan banyak menjadi masalah, tetapi data persediaan pada tabel (3.2) menunjukkan penurunan (drop) yang dramatis pada periode 3 ke periode 4. Jika perubahan
( X4 − X3 )
dimasukkan
kedalam taksiran kemiringan awal, maka sistem peramalan dalam jangka panjang dapat mengatasi penurunan nilai yang besar tersebut bilamana keseluruhan trendnya meningkat.
3.2 Metode Deret Berkala Box-Jenkins 3.2.1 Tahap-tahap Analisis Deret Berkala Box-Jenkins 3.2.1.1 Pendahuluan Ada beberapa tahapan dalam melakukan analisis deret berkala BoxJenkins:
64
1. Identifikasi Model Pada tahap ini, akan dipilih model paling sesuai yang bisa mewakili deret pengamatan. Identifikasi model dilakukan dengan membuat plot deret berkala. Dengan plot deret berkala, kita dapat mengetahui pola data dan trend deret pengamatan. Identifikasi model tidak hanya dilakukan dengan melihat plot data, tetapi harus pula disertai dengan pengetahuan mengenai data yang akan dianalisis, beserta ciri-ciri teoretik dari berbagai model pada proses ARIMA. Berdasarkan plot data dan pengetahuan cukup mengenai data, model yang akan dibuat diupayakan menggunakan parameter sesedikit mungkin, prinsip ini disebut prinsip parsimoni. 2. Taksiran Model Pada tahap ini, akan dipilih taksiran parameter pada model yang baik (efisien). Dalam hal ini, penaksiran model dilakukan dengan metode kuadrat terkecil atau metode maksimum likelihood. 3. Diagnosis Parameter pada Model Model yang dibuat belum tentu sesuai dengan data yang dimiliki atau dengan asumsi dari model yang dibuat. Oleh karena itu, perlu didiagnosis model yang telah dibuat, untuk selanjutnya disesuaikan dengan hasil pengamatan. jika model yang dibuat belum sesuai dengan data yang dimiliki atau dengan asumsi model yang dibuat, maka ketiga tahapan diatas diulang sampai model yang benar-benar sesuai, didapatkan. Setelah model dan koefisien sesuai didapatkan, model tersebut digunakan untuk meramalkan.
65
3.2.2 Identifikasi Untuk model-model deret berkala tertentu dalam mempertimbangkan
( x1 , x2 , x3 ,..., xt ) ,
tugas pertama peramal adalah mengidentifikasi model terbaik
yang menggambarkan deret tersebut. Hal ini diperlukankan untuk menentukan estimasi dari parameter ( p, d , q ) dari suatu analisis data masa lalu. Alat dasar penting yang digunakan untuk identifikasi ini adalah fungsi autokorelasi. Untuk penyelisihan (difference) d, fungsi tersebut dinotasikan dengan
rk ( d )
k = 0, 1, 2, 3, ..., K
dimana d = 0, 1, 2, 3, .... Nilai dari K tergantung dari jumlah data yang diperlukan 1 (T), yang tersedia dari data masa lalu, dengan menggunakan K ≤ T . 4 Pada saat d = 0, autokorelasi dengan lag-k dinotasikan dengan N
rk ( 0 ) =
∑ ( x − x )( x
t −k
t
t = k +1
N
∑( x − x ) t =1
− x) ...(3.9)
2
t
dimana
x=
1 N ∑ xt T t =1
...(3.10)
untuk d = 1, maka ∇xt = xt − xt −1 dan
∑ (∇x N
rk (1) =
t =k + 2
t
− ∇ x )(∇xt − k − ∇ x )
∑ (∇x N
t =2
− ∇x )
2
t
...(3.11)
66
dimana ∇xt =
1 N ∑ ∇xt N − 1 t =2
...(3.12)
dengan cara yang sama, untuk d ≥ 2 pun dapat ditentukan. Nilai d yang dipilih adalah yang terkecil hingga menghasilkan fungsi autokorelasi yang menunjukkan sifat deret berkala stasioner. Dalam hal ini fungsi autokorelasi akan menurun menuju nol. Adapun untuk deret nonstasioner, fungsinya akan cenderung tertinggal dengan nilai-nilai yang tinggi untuk banyak periode waktu. Setelah mempunyai d yang dipilih, peramal memeriksa rk ( d ) , k = 0, 1, 2, 3, ..., K, untuk mencari nilai (p,d) yang paling tepat. Hal ini diselesaikan dengan membandingkan pergerakan fungsi rk ( d ) dengan fungsi yang telah diketahui
( ρ k ) , untuk menentukan nilai p dan q. Pasangan terbaik yang telah terpilih dan nilai yang sesuai dari p dan q, dipilih. Akhirnya model (p,d,q) teridentifikasi.
3.2.3 Taksiran Parameter pada Model (Fitting) Setelah memiliki model yang teridentifikasi, langkah peramal selanjutnya adalah mencari perkiraan untuk koefisien yang tidak diketahui dari φ dan θ yang
(
)
) ) ) ) termuat dalam model. Estimasi ditunjukkan sebagai φ1 ,......., φ p , θ1 ,......., θ q , yang didapat dari metode kuadrat terkecil. Deret yang digunakan ditingkat penyesuaian ini adalah penyelisihan d dari deret asal.
67
zt = ∇ d xt
...(3.13)
dimana d ditentukan ditingkat identifikasi Karena itu, barisan asal adalah xt
t = 1, 2, 3, ...., N
dan barisan dengan penyelisihan d adalah zt
t = d +1, d + 2, d + 3, ...., N
dimana N
z=
∑z
t = d +1
t
...(3.14)
T −d
Untuk model ARIMA (1, d, 0), koefisien yang tidak diketahui
(φ1 )
ditaksir dengan N
∑z z= ∑w t = d +1
t
...(3.15)
2 t −1
dimana penyajian dimulai dari dari t = d + 2 ke N. Pada model ARIMA (2, d, 1), koefisien φ1 dan φ2 ditaksir dengan w w ∑ w w − ∑ w w ∑(w ) φ =∑ (∑ w w ) ∑ w w ) ) ∑ w w −φ ∑ w w φ = ∑w
)
t
t
t −1
t −2
2
2
t −1
t
1
t
t −1
2 t −1
t −2
t −2
2
t −2
2
t −1
2 t −2
...(3.16)
t −1
2 t −1
hasilnya didapat dengan metode kuadrat terkecil. Ketika model ARIMA (0, d, 1), (0, d, 2), dan (1, d, 1) sedang digunakan, estimasi dari koefisien yang tidak diketahui, didapat dengan menggunakan metode
68
kuadrat terkecil non-linier. Ini adalah prosedur untuk mencari pemecahan secara berulang-ulang. Metode kuadrat terkecil nonlinier menjelaskan secara singkat taksiran parameter pada model ARIMA (0, d, 1), dimana estimasi dari θ1 diperlukan.
) Dipermulaan, nilai dari θ1 yang dipilih, sebutlah θ10 . Dengan ini, jumlah dari kuadrat sisa
( )
) ) 2 S θ10 = ∑ ( wt − wt )
...(3.17)
) ) ) ditentukan, dimana wt termuat dalam θ10 . Dengan hasil diatas, katakanlah θ11 dipilih. Sekarang jumlah kuadrat sisa
( )
) ) 2 S θ11 = ∑ ( wt − wt )
...(3.18)
) ) dapat ditemukan, dimana wt termuat dalam θ11 . Proses ini berlangsung dalam pencarian yang optimal, sampai koefisien yang ditemukan menghasilkan jumlah kuadrat error sisa yang minimum. Hasil dari θ1 yang memberikan hasil ini
) dinotasikan sebagai θ1 dan digunakan setelah fase peramalan.
3.2.4 Diagnosis Model Fase selanjutnya pada model Box-Jenkins adalah memeriksa kecukupan atau kesesuaian model. Pengecekan ini, menggunakan error sisa ) et = zt − zt
...(3.19)
) dimana zt adalah nilai yang disesuaikan dari zt . Model yang disesuaikan dengan
pantas, akan membuat error sisa ( et ) berdistribusi independen dengan rerata nol.
69
Keadaan ini telah teruji pada hasil pertama fungsi autokorelasi dari error sisa. Untuk lag-k, autokorelasi adalah rk =
∑ ( e − e )( e − e ) ∑ (e − e ) t −k 2
t
...(3.20)
t
dimana pembahasan terakhir dilakukan untuk nilai t pada error sisa yang diukur. Rata-rata dari error adalah e dan harus tak berbeda secara signifikan dengan nol. Pemeriksaan kecocokan model selanjutnya, digunakan persamaan k
χ 2 = n∑ rk2
...(3.21)
k =1
dimana
n =T −( p + q+ d) Nilai yang terdahulu dari χ 2 (Chi-kuadrat) dibandingkan dengan nilai χ 2 tabel dengan derajat kebebasan m = K − ( p + q ) . Hasil tabel ini digambarkan dengan
χ 2 m (α ) , dimana α adalah peluang kejadian secara acak dari χ 2 yang nilainya melebihi nilai χ 2 m (α ) . Karena itu, dipilih α (katakanlah, α = 0.05). Kesesuaian diterima apabila χ 2 ≤ χ 2 m ( 0.05 ) . Jika sebaliknya, maka kesesuaian dianggap tidak memenuhi dan memungkinkan sembarang error sistematik termuat dalam data. Pada keadaan seperti ini, peramal harus memeriksa ulang data yang telah digunakan dalam tingkat identifikasi untuk menentukan apakah model lain lebih pantas. Peramal bisa juga memeriksa sebuah pola autokorelasi dari error sisa. Pada suatu keadaan tertentu, yaitu adanya nilai yang lebih besar (katakanlah, rko ),
70
hal ini mengindentifikasikan bahwa peramalan dengan lag-ko harus dimasukkan kedalam model. Cara untuk mendeteksi bahwa suatu error sisa tertentu bernilai tinggi adalah dengan mengukur standar error dari autokorelasi. Standar error dari k autokorelasi adalah S rk =
k −1 1 2 1 + 2∑ r j K j =1
k = 1, 2, …, K
...(3.22)
dimana K adalah bilangan autokorelasi yang terukur. Perkiraan 95% batas ditentukan dengan ±2 S rk . Ketika rk terletak dalam batas-batas ini, autokorelasi cukup (tidak berbeda secara signifikan dengan nol). Jika sebaliknya, maka nilainya tinggi.
3.2.5 Peramalan Setelah peramal merasa puas, dimana model yang didapat sesuai dengan data yang ada, peramal boleh memulai untuk menggunakan hasil-hasil tersebut untuk meramalkan data (entries) yang akan digunakan dari xt . Hal ini diperlukan pertama kali untuk mengubah relasi yang ditemukan menggunakan entri wt untuk menghubungkan himpunan dari relasi yang menggunakan entri awal dari deret berkala ( xt ). Pengubahan tergantung bilangan penyelisihan (d) yang telah diambil. Berikut ini adalah relasi antara wt dan xt
( d = 0) : ( d = 1) : ( d = 2) :
wt = xt − x wt = xt − xt −1 wt = xt − 2 xt −1 + xt −2
71
Meramalkan persamaan untuk model ARIMA (1, d, 0), (2, d, 0), (0, d, 1), (0, d, 2), dan (1, d, 1) dengan d = 0, 1, dan 2 terdaftar pada lampiran (3.3). Untuk ) ) kemudahan, didaftarkan φ dan θ daripada φ dan θ . Pada tabel, entri xT , xT −1 ,
dan xT − 2 adalah tiga hasil yang paling sering muncul,sedangkan aT dan aT −1 adalah error peramalan satu periode kedepan yang paling sering muncul. Ditunjukkan dengan ) aT = xT − xT −1 (1) ) aT = xT −1 − xT − 2 (1) dimana, x adalah rerata dari hasil awal xt . Sebagai ilustrasi, dipilih model ARIMA (2, 1, 0), dengan φ1 = 0, 3 dan
φ2 = −0, 6 . Asumsi sejauh ini dimana T = 50, x50 = 95 , x49 = 103 , dan x48 = 98 . Menggunakan peramalan persamaan yang terdaftar pada lampiran (3.3), peramalan untuk empat periode kedepan sebagai berikut:
) x50 (1) = 1.3 ( 95 ) − 0,9 (103) + 0, 6 ( 98 ) = 89, 60 ) x50 (1) = 1.3 ( 89, 6 ) − 0,9 ( 95 ) + 0, 6 (103) = 92, 78 ) x50 (1) = 1.3 ( 92,78 ) − 0,9 ( 89, 6 ) + 0, 6 ( 95 ) = 96,97 ) x50 (1) = 1.3 ( 96,97 ) − 0,9 ( 92, 78 ) + 0, 6 ( 89, 6 ) = 96,32 Untuk setiap periode waktu berikutnya, ramalan dapat dikembangkan lebih luas. Sebagai contoh, diberikan ketika T = 51, dan x51 = 92 , yang memberikan ramalan baru ) x51 (1) = 1.3 ( 92 ) − 0,9 ( 95 ) + 0, 6 (103) = 95, 90 ) x51 ( 2 ) = 1.3 ( 95, 9 ) − 0,9 ( 92 ) + 0, 6 ( 95 ) = 98,87 dan seterusnya.
72
Contoh kedua adalah menggunakan model ARIMA (0, 1, 2). Dalam keadaan ini diberikan θ1 = 0, 6 dan θ 2 = −0, 2 . Diasumsikan identifikasi model dan kesesuaian dengan T = 50, x50 = 96 , aT = 0 , dan aT −1 = 0 . Ramalan di T = 50 adalah sebagai berikut: ) x50 (1) = 96 ) x50 ( 2 ) = 96 ) x50 (τ ) = 96 τ ≥ 3
Sekarang diberikan T = 51, x51 = 104 . Sehingga, a51 = 104 − 96 = 8 , dan peramalan terbaru menjadi ) x51 (1) = −0, 6 ( 8 ) + 104 = 99, 2 ) x51 ( 2 ) = 0, 2 ( 8 ) + 99, 2 = 100,8 ) x51 (τ ) = 100,8
τ ≥3
Pada T = 52, entri yang diberikan
x52 = 112 . Ini memberikan
a52 = 112 − 99, 2 = 12,8 , peramalannya sebagai berikut ) x52 (1) = −0, 6 (12,8 ) + 0, 2 ( 8 ) + 112 = 105, 92 ) x52 ( 2 ) = 0, 2 ( 8 ) + 105, 92 = 107,52 ) x52 (τ ) = 107,52
τ ≥3
73
BAB IV STUDI KASUS
Pada bab ini akan dibahas penerapan dari metode-metode peramalan yang telah dibahas di bab tiga, berupa pencarian metode yang lebih akurat dan tepat apabila dibandingkan dengan data aktualnya, untuk data nilai beli mata uang US Dollar, khususnya nilai belinya. Metode peramalan terbaik, akan digunakan untuk meramalkan. Kemudian dicari pula pada hari apa dari hari senin sampai jum’at, hari yang dianggap menguntungkan untuk membeli mata uang US Dollar.
4.1 Data Penguji Tabel (4.1) adalah tabel nilai beli mata uang US Dollar pada periode bulan Maret 2007 sampai dengan bulan juni 2007. Data yang diambil terhitung mulai dari hari senin sampai dengan jum’at, karena tidak terdapat data pada hari sabtu dan minggu. Gambar (4.1) adalah plot ln data harian nilai beli mata uang US Dollar. Dari 82 data, akan digunakan 70 data awal untuk membangun model dan 12 data terakhir sebagai data penguji dari model yang didapat. Untuk memudahkan perhitungan nilai beli mata uang US Dollar dikonversi dengan menggunakan fungsi logaritma (perhitungan dapat dilihat pada lampiran (4.1))
74
Tabel (4.1) Tabel Nilai Beli Rupiah terhadap US Dollar Maret-Juni’07 Tanggal
Kurs
Tanggal
Dollar
Kurs
Tanggal
Dollar
Kurs
Tanggal
Dollar
Kurs Dollar
1 Mar 2007
9630
2 Apr 2007
9610
2 Mei 2007
9580
5 Juni 2007
9279
2 Mar 2007
9670
3 Apr 2007
9620
3 Mei 2007
9574
6 Juni 2007
9356
5 Mar 2007
9700
4 Apr 2007
9605
4 Mei 2007
9511
7 Juni 2007
9429
6 Mar 2007
9705
5 Apr 2007
9610
7 Mei 2007
9375
8 Juni 2007
9534
7 Mar 2007
9695
9 Apr 2007
9595
8 Mei 2007
9394
11 Juni 2007
9528
8 Mar 2007
9710
10 Apr 2007
9597
9 Mei 2007
9417
12 Juni 2007
9531
9 Mar 2007
9675
11 Apr 2007
9610
10 Mei 2007
9264
13 Juni 2007
9583
12 Mar 2007
9670
12 Apr 2007
9600
11 Mei 2007
9326
14 Juni 2007
9534
13 Mar 2007
9690
13 Apr 2007
9610
14 Mei 2007
9278
15 Juni 2007
9556
14 Mar 2007
9725
16 Apr 2007
9598
15 Mei 2007
9303
18 Juni 2007
9476
15 Mar 2007
9710
17 Apr 2007
9591
16 Mei 2007
9322
19 Juni 2007
9386
16 Mar 2007
9720
18 Apr 2007
9585
21 Mei 2007
9291
20 Juni 2007
9402
20 Mar 2007
9685
19 Apr 2007
9590
22 Mei 2007
9192
21 Juni 2007
9486
21 Mar 2007
9630
20 Apr 2007
9597
23 Mei 2007
9172
22 Juni 2007
9503
22 Mar 2007
9600
23 Apr 2007
9596
24 Mei 2007
9230
25 Juni 2007
9523
23 Mar 2007
9615
24 Apr 2007
9594
25 Mei 2007
9307
26 Juni 2007
9539
26 Mar 2007
9605
25 Apr 2007
9590
28 Mei 2007
9205
27 Juni 2007
9614
27 Mar 2007
9610
26 Apr 2007
9580
29 Mei 2007
9264
28 Juni 2007
9581
28 Mar 2007
9635
27 Apr 2007
9590
30 Mei 2007
9315
29 Juni 2007
9554
29 Mar 2007
9645
30 Apr 2007
9583
31 Mei 2007
9328
30 Mar 2007
9618
1 Mei 2007
9583
4 Juni 2007
9279
75
Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Maret - Juni '07 9,19 9,18 9,17
C5
9,16 9,15 9,14 9,13 9,12 1
7
14
21
28
35 Index
42
49
56
63
70
Gambar (4.1) Grafik Ln Nilai Beli Mata Uang US Dollar (70 data awal) Nilai awal pada pemulusan eksponensial tunggal sama dengan nilai observasi pertama. S1' = S1'' = X 1 = 9630
4.2 Pola Data 4.2.1 Autokorelasi Autokorelasi berguna untuk mencari korelasi antar data dan berguna untuk menentukan ordo-q pada MA(q). Dibawah ini adalah gambar fungsi autokorelasi (fak) dari nilai mata uang US Dollar
76
Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar 1,0 0,8
Autocorrelation
0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Lag
Gambar (4.2) Plot Autokorelasi Ln Nilai Beli Mata Uang US Dollar (70 data awal)
4.2.2 Autokorelasi Parsial Autokorelasi parsial atau fungsi autokorelasi parsial (fakp) digunakan untuk mengukur tingkat keeratan antara Yt dan Yt −k . Tujuan penggunaan koefisien autokorelasi parsial dalam analisis derat berkala adalah untuk membantu menetapkan model ARIMA yang tepat untuk meramalkan, khususnya untuk menentukan ordo-p dari model AR(p). Dibawah ini adalah gambar fakp dari nulai beli mata uang US Dollar. Plot fakp disajikan pada gambar (4.3) dibawah ini:
77
Nila Tukar Rupiah Terhadap US Dollar 1,0
Partial Autocorrelation
0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Lag
Gambar (4.3) Plot Fakp Ln Nilai Beli Mata Uang US Dollar (70 data awal)
4.3 Metode Pemulusan Eksponensial 4.3.1 Metode Pemulusan Eksponensial dari Brown Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab II bahwa untuk mendapatkan parameter α (konstanta pemulusan) yang meminimumkan kesalahan peramalan digunakan cara “trial and error”. Pertama pilih α tertentu kemudian hitung nilai kesalahan peramalan. Yang terakhir adalah membandingkan seluruh kesalahan peramalan untuk menentukan nilai α yang menghasilkan tingkat kesalahan yang paling kecil. Nilai α itulah yang akan digunakan untuk peramalan. Dari hasil “trial and error”, untuk nilai beli US Dollar ini didapat bahwa nilai α yang meminimumkan MAPE adalah 0,2, yang bersesuaian MAPE = 0,5.
78
4.3.1.1 Model Peramalan Setelah kita mempunyai nilai α yang meminimumkan MAPE yaitu pada saat α = 0,2 dan S1' = S1'' = X 1 = 9630 maka diperoleh nilai-nilai sebagai berikut: S 2' = 9638
...[Menggunakan rumus (3.1)]
S 2'' = 9631.60
...[Menggunakan rumus (3.2)]
a 2 = 2 S 2' - S 2'' = 9644.4
...[Menggunakan rumus (3.3)]
Dan b2 =
(
)
0,2 S 2' - S 2'' = 1.6 1 − 0,2
Sehingga F3 = a 2 + b2 (1) = 9646
...[Menggunakan rumus (3.4)] ...[Menggunakan rumus (3.5)]
Dengan cara yang sama ramalan untuk dua belas periode kedepan dapat dicari. Ramalan ke 71 sebagai berikut (untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di lampiran (4.2)): S 70' = 9456.70
S
'' 70
= 9371.76
a70 = 2(9456.70 ) - 9371.76 = 9541.64 Dan b70 =
0,2 (9456.70 - 9371.76) = 21.23534 1 − 0,2
Sehingga F71 = 9541.64 + 21.23534(1) = 9562.879 Kemudian
F82 = 9541.64 + 21.23534(12 ) = 9796.467 Karena nilai yang paling akhir untuk a dan b berasal dari periode 70
79
Secara singkat ramalan beberapa periode ke depan dapat disajikan pada tabel berikut ini: Periode
Ramalan
71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
9562.879 9584.114 9605.349 9626.585 9647.820 9669.055 9690.291 9711.526 9732.761 9753.997 9775.232 9796.467
Untuk perhitungan ketepatan peramalan untuk metode pemulusan eksponensial ganda dengan pendekatan metode linear satu-parameter dari brown ini, dapat dilihat di lampiran (4.3)
4.3.2 Metode Pemulusan Eksponensial dari Holt’s Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab II, berbeda dengan metode pemulusan eksponensial dari Brown, metode pemulusan eksponensial dari Holt’s ini selain menggunakan parameter α , juga menggunakan parameter γ . Untuk mendapatkan parameter α
(konstanta pemulusan) dan γ
(menghilangkan
kerandoman) yang meminimumkan kesalahan peramalan digunakan cara pula “trial and error”. Pertama pilih α dan γ tertentu kemudian hitung nilai kesalahan peramalan. Yang terakhir adalah membandingkan seluruh kesalahan peramalan untuk menentukan nilai α
dan γ
yang menghasilkan tingkat
80
kesalahan yang paling kecil. Nilai α dan γ itulah yang akan digunakan untuk peramalan. Dari hasil “trial and error” didapat bahwa nilai α dan γ yang meminimumkan MAPE adalah α = 0,2 dan γ = 0,4, yang bersesuaian dengan MAPE = 0,5.
4.3.2.1 Model Peramalan Setelah kita mempunyai nilai α dan γ yang meminimumkan MAPE yaitu pada saat α = 0,2 ; γ = 0,4 dan S1' = S1'' = X 1 = 9630 maka diperoleh nilai-nilai sebagai berikut: S 3 = 0,2 X 3 + 0,8(S 2 − b2 )
= 0,2(9670 ) + 0,8(9670 - 40 ) = 9670
...[Menggunakan rumus (3.6)]
dengan b2 = 0,4(S 2 − S1 ) + 0,6(b1 )
= 0,4(9670 - 9630 ) + 0,6(40 ) = 40
sehingga F3 = S 2 + b2 (1) = 9670 + 40(1) = 9710
...[Menggunakan rumus (3.7)] ...[Menggunakan rumus (3.8)]
Dengan cara yang sama ramalan untuk dua belas periode kedepan dapat dicari. Ramalan ke 71 sebagai berikut (untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di lampiran (4.4)): S 70 = 0,2 X 70 + 0,8(S 69 − b69 )
= 0,2(9583) + 0,8(9524,008 - 47,40767 ) = 9573.732
dengan b70 = 0,4(S 70 − S 69 ) + 0,6(b69 )
= 0,4(9573,732 - 9524,008) + 0,6(47,40767 ) = 48,33444
81
sehingga F71 = S 70 + b70 (1) = 9573.732 + 48,33444(1) = 9622,067 Ramalan ke-82 sebagai berikut: F71 = S 70 + b70 (12 ) = 9573.732 + 48,33444(12) = 10153.75 karena nilai yang paling akhir untuk a dan b berasal dari periode 70 Secara singkat ramalan beberapa periode ke depan dapat disajikan pada tabel berikut ini: Periode 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
Ramalan 9622.07 9670.40 9718.74 9767.07 9815.40 9863.74 9912.07 9960.41 10008.74 10057.08 10105.41 10153.75
Untuk perhitungan ketepatan peramalan untuk metode pemulusan eksponensial aanda dengan pendekatan metode linear dua-parameter dari holt’s ini, dapat dilihat di lampiran (4.5)
4.3.3 Metode Peramalan Box-Jenkins Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, metode ini mempunyai tiga tahap dasar pendekatan, yaitu identifikasi, penaksiran, dan diagnosis model. Di bawah ini adalah perhitungan peramalan nilai beli mata uang
82
US Dollar menggunakan metode Box-Jenkins (Data dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran (4.6))
4.3.3.1 Peramalan Nilai Beli Mata Uang US Dollar 4.3.3.1.1 Fungsi Autokorelasi (fak) Berdasarkan grafik fak pada gambar (4.2) di atas, fungsi dapat dilihat bahwa fungsi autokorelasi (fak) relatif turun atau berkurang secara perlahan menuju nol.
4.3.3.1.2 Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) Berdasarkan grafik fakp pada gambar (4.3) di atas dapat dilihat bahwa: •
Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) relatif turun secara perlahan, dengan berganti tanda dan menuju nol.
•
Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) terputus oleh dua standard error nya setelah lag ke-1.
4.3.3.1.3 Identifikasi Model Berdasarkan plot grafik pada gambar (4.1) tampak bahwa data nilai beli US Dollar stasioner. Beberapa model runtun waktu stasioner yang akan diidentifikasi berdasarkan fak dan fakp di atas adalah model AR (1), model ARMA (1,1), model ARMA (1,2)
83
4.3.3.1.4 Estimasi Parameter Model AR(1) Mean ( Z ) Final Estimates of Parameters Type AR 1 Constant Mean
Coef 0,9641 0,329153 9,16509
SE Coef 0,0337 0,000571 0,01591
T 28,59 576,18
P 0,000 0,000
Number of observations: 70 Residuals: SS = 0,00148173 (backforecasts excluded) MS = 0,00002179 DF = 68
Berdasarkan output diatas diketahui mean Z = 9,16509
dan SE (Z ) =
0,01591 sehingga Z = 9,16509 > 2 SE ( Z ) = 2(0, 01591) = 0, 03182 artinya Z berbeda signifikan dengan nol. Oleh karena itu, model awal untuk AR (1) sebagai berikut: Z t − Z = φ ( Z t −1 − Z ) + a t
Nilai Parameter ( φˆ ) Diketahui φˆ = 0,9641 dan SE (φˆ) = 0,0337 sehingga
φˆ = 0,9641 > 2 SE (φˆ) = 2(0.0337) = 0, 0674 artinya φˆ
signifikan dengan nol atau cukup berarti dalam model.
Variansi Sesatan ( σ a2 )
σ a2 =
SS − MS 0, 00148 − 0, 00002 = = 0, 00002 DF 68
Model AR (1) Z t − 9,16509 = 0,9641( Z t −1 − 9,16509) + at
berbeda
84
Dengan at independen N (0;0, 00002) Model ARMA (1,1) Mean ( Z ) Berdasarkan output diketahui mean Z = 9,16487 dan SE (Z ) = 0,01537 sehingga Z = 9,16487 > 2 SE ( Z ) = 2(0,01537) = 0, 03074 artinya Z berbeda signifikan dengan nol. Oleh karena itu, model awal untuk Final Estimates of Parameters Type AR 1 MA 1 Constant Mean
Coef 0,9610 -0,0439 0,357019 9,16487
SE Coef 0,0366 0,1277 0,000599 0,01537
T 26,25 -0,34 596,26
P 0,000 0,732 0,000
Number of observations: 70 Residuals: SS = 0,00147946 (backforecasts excluded) MS = 0,00002208 DF = 67
ARMA (1,1) sebagai berikut: Z t − Z = φ ( Z t −1 − Z ) + a t + θ at −1
Nilai Parameter ( φˆ dan θˆ ) Diketahui φˆ = 0,9610 dan SE (φˆ) = 0,0366
θˆ = -0,0439 dan SE (θˆ) = 0,1277 sehingga
φˆ = 0,9610 > 2 SE (φˆ) = 2(0,0366) = 0, 0732 dan θˆ = 0,0439 < 2 SE (θˆ) = 2(0,1277) = 0, 2554 , artinya φˆ berbeda signifikan
85
dengan nol
atau berarti dalam model sedangkan θˆ tidak berbeda
signifikan dengan nol atau tidak berarti dalam model. Variansi Sesatan ( σ a2 )
σ a2 =
SS − MS 0, 00148 − 0, 00002 = = 0, 00002 DF 67
Model ARMA (1,1) Z t − 9,16487 = 0,9610 (Z t −1 − 9,16487) + at
dengan at independen N (0;0, 00002)
Model ARMA (1,2) Mean ( Z ) Berdasarkan output diketahui mean Z = 9,17218 dan SE ( Z ) = 0,02521 sehingga Z = 9,17218 > 2 SE ( Z ) = 2(0,02521) = 0, 05042
Final Estimates of Parameters Type AR 1 MA 1 MA 2 Constant Mean
Coef 0,9736 -0,0468 0,0637 0,242302 9,17218
SE Coef 0,0356 0,1284 0,1283 0,000666 0,02521
T 27,32 -0,36 0,50 363,86
P 0,000 0,717 0,621 0,000
Number of observations: 70 Residuals: SS = 0,00148209 (backforecasts excluded) MS = 0,00002246 DF = 66
artinya Z berbeda signifikan dengan nol. Oleh karena itu, model awal untuk ARMA (1,2) sebagai berikut: Z t − Z = φ ( Z t −1 − Z ) + at + θ1at −1 + θ 2 at − 2
86
Nilai Parameter ( φˆ dan θˆ ) Diketahui
φˆ = 0,9736 dan SE (φˆ) = 0,0356
θˆ1 = -0,0468 dan SE (θˆ1 ) = 0,1284 θˆ2 = 0,0637 dan SE (θˆ2 ) = 0,1283 Sehingga
φˆ = 0,9736 > 2 SE (φˆ) = 2(0,0356) = 0, 0712 kemudian θˆ1 = 0,0468 < 2 SE (θˆ1 ) = 2(0,1284) = 0, 2568 , dan
θˆ2 = 0,0637 < 2 SE (θˆ2 ) = 2(0,1283) = 0, 2566 artinya φˆ berbeda
signifikan dengan nol atau berarti dalam model sedangkan θˆ1 dan θˆ2 tidak berbeda signifikan dengan nol atau tidak berarti dalam model.
Variansi Sesatan ( σ a2 )
σ a2 =
SS − MS 0, 00148 − 0, 00002 = = 0, 00002 DF 66
Model ARMA (1,2) Z t − 9,17218 = 0,9736 (Z t −1 − 9,17218) + at
dengan at independen N (0;0, 00002)
87
4.3.3.1.5 Diagnosis Model Uji Kesesuaian (Lack of fit) Hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah: Ho: Model sesuai dengan data yang diamati H1 : Model tidak sesuai Kriteria Penolakan : Tolak H0 jika Chi-Square Hitung > Chi- Square Tabel (Tabel Chi-Square dapat dilihat di lampiran (4.9)) Pada pengujian ini α yang digunakan adalah 5%. Model AR (1) Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 19,6 9 0,021
24 31,1 21 0,072
36 33,7 33 0,434
48 43,2 45 0,547
Dengan menggunakan taraf signifikasi α = 0,05 maka untuk lag12, hipotesis nol (H0) ditolak artinya model AR (1) tidak sesuai, sebab Chi-Square Hitung > Chi- Square Tabel. Dapat dilihat pada tabel berikut ini Lag-K 12
Df (K-k) 10 (12-2)
Statistik Ljung-Box 19,6
Chi- Square Tabel 18,307
p-value 0,021
24
22 (24-2)
31,1
33,920
0,072
48
34 (36-2)
43,2
48,602
0,620
88
Model ARMA (1,1) Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 7.5 21.8 30.4 42.6 DF 9 21 33 45 P-Value 0.583 0.409 0.599 0.576
Hipotesis nol (H0) diterima pada semua lag artinya model ARMA (1,1) adalah model yang sesuai. Sebab Chi-Square Hitung > Chi- Square Tabel. Dapat dilihat pada tabel berikut ini: Lag-K 12
Df (K-k) 10 (12-2)
Statistik Ljung-Box 7,5
Chi- Square Tabel 18,307
p-value 0,583
24
22 (24-2)
21,1
33,920
0,409
48
34 (36-2)
42,6
48,602
0,576
Model ARMA (1,2) Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 18,4 8 0,019
24 30,1 20 0,068
36 32,6 32 0,436
48 42,1 44 0,554
Dengan menggunakan taraf signifikasi α = 0,05 maka untuk lag12, hipotesis nol (H0) ditolak artinya model ARMA (1,2), sebab ChiSquare Hitung > Chi- Square Tabel. Dapat dilihat pada tabel berikut ini Lag-K 12
Df (K-k) 10 (12-2)
Statistik Ljung-Box 18,4
Chi- Square Tabel 18,307
p-value 0,019
24
22 (24-2)
30,1
33,920
0,068
48
34 (36-2)
42,1
48,602
0,554
89
Tabel (4.2) Hasil Analisis Diagnosis Model MODEL
AR (1)
VARISANSI UJI SESATAN
LACK
( σ a2 )
OF FIT
0,00002
H0
Z t − 9,16509 = 0,9641( Z t −1 − 9,16509) + at
ditolak untuk lag ke12
ARMA (1,1)
0,00002
Z t − 9,16487 = 0,9610 (Z t −1 − 9,16487) + at
H0 diterima di semua lag
ARMA (1,2) Z t − 9,17218 = 0,9736 (Z t −1 − 9,17218) + at
0,00002
H0 ditolak untuk lag ke12
90
4.3.3.1.6 Kesimpulan Model yang memadai untuk data nilai beli mata uang US Dollar untuk periode Bulan Maret – Juni 2007 adalah model ARMA (1,1), dengan model Z t − 9,16487 = 0,9610 (Z t −1 − 9,16487) + at
dengan at independen N (0;0, 00002) Hal tersebut karena koefisien parameternya ( θ ) berarti dan variansi sesatannya kecil.
4.3.3.1.7 Peramalan (forcasting) Berikut peramalan nilai beli mata uang US Dollar untuk periode Bulan Maret – Juni 2007 Forecasts from period 70
Period 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
Forecast 9,16787 9,16775 9,16764 9,16753 9,16743 9,16733 9,16723 9,16714 9,16705 9,16697 9,16689 9,16681
95 Percent Limits Lower Upper 9,15866 9,17708 9,15469 9,18081 9,15184 9,18344 9,14956 9,18550 9,14767 9,18718 9,14605 9,18861 9,14464 9,18982 9,14340 9,19088 9,14230 9,19180 9,14132 9,19262 9,14043 9,19334 9,13963 9,19399
Actual
91
Dengan mentransformasikan ramalan diatas dengan menggunakan fungsi eksponensial Yt = exp Y 't , nilai ramalan diatas dapat diubah kedalam bentuk awal menjadi sebagai berikut:
PERIODE
RAMALAN
RAMALAN
(Y
HASIL KONVERSI
't )
( Yt ) 71
9,16787
9584,19
72
9,16775
9583,04
73
9,16764
9581,98
74
9,16753
9580,93
75
9,16743
9579,97
76
9,16733
9579,01
77
9,16723
9578,06
78
9,16714
9577,19
79
9,16705
9576,33
80
9,16697
9575,55
81
9,16689
9574,80
82
9,16681
9574,03
92
4.3.4 Perbandingan Metode Peramalan Saat ini akan diperlihatkan perbandingan hasil peramalan flukstuasi nilai beli mata uang US Dollar antar metode-metode yang digunakan dalam skripsi ini
4.3.4.1 Perbandingan Error Peramalan Periode
Error
Error
Pemulusan Pemulusan Brown
Holt’s
Error Metode BoxJenkins
71
-28.8785
-88.0668
-50.19
72
-28.1139
-114.401
-27.04
73
-129.349
-242.736
-105.98
74
-240.585
-381.07
-194.93
75
-245.820
-413.405
-177.97
76
-183.055
-377.739
-93.01
77
-187.291
-409.073
-75.06
78
-188.526
-437.408
-54.19
79
-193.761
-469.742
-37.33
80
-139.997
-443.077
38.45
81
-194.232
-524.411
6.2
82
-242.467
-599.746
-20.03
93
Metode
MAPE
SDE
Pemulusan Brown
1.756062
189.3654
Pemulusan Holt’s
3.941944
420.9201
Metode Box-Jenkins
0.775212
97.55464
Berdasarkan data diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa metode peramalan ARIMA Box-Jenkins adalah yang paling baik untuk meramalkan nilai mata uang US Dollar karena MAPE dan SDE yang paling kecil, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa nilai error-nya paling kecil dibandingkan dengan metode yang lainnya dan metode tersebut pasti mempunyai hasil ramalan yang paling mendekati data aktualnya (perhitungan ketepatan kesalahan peramalan dapat di lihat pada lampiran (4.3), lampiran (4.5), dan lampiran (4.6).
4.3.5 Peramalan dengan Metode ARIMA Box-Jenkins Berdasarkan analisis terhadap MAPE dan SDE diatas yang menunjukkan bahwa metode Box-Jenkins merupakan metode yang dianggap paling baik untuk meramalkan, maka berikut ini akan disajikan hasil peramalan untuk delapan periode kedepan (dua minggu kedepan), dengan terlebih dahulu melakukan konversi output ramalan yang telah didapat (Output perhitungan dapat dilihat di lampiran (4.7))
94
Periode
Ramalan
83
9551.66
84
9551.18
85
9550.61
86
9550.13
87
9549.65
88
9549.27
89
9548.89
90
9548.51
4.4 Analisa Nilai Mata Uang Tertinggi dan Terendah dalam Seminggu 4.4.1 Pendahuluan Analisis ini bertujuan membantu orang-orang (khususnya para importir) yang ingin mengetahui fluktuasi nilai beli mata uang US Dollar dalam kurun waktu satu minggu, sehingga dapat diambil keputusan apakah membeli atau tidak membeli guna menghindar dari resiko kerugian. Kemudian akan dilakukan pula peramalan untuk periode empat periode kedepan, sehingga dapat pula diramalkan titik tertinggi atau terendah dari fluktiasi nilai beli mata uang tersebut. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data perhari. Adapun banyaknya data yang digunakan sebanyak 48 data untuk Hari Senin, 50 data untuk Hari Selasa, 50 data untuk Hari Rabu, 49 data untuk Hari Kamis, dan 47 data untuk Hari Jum’at, yang diambil dari kurun setahun terakrir (Bulan Juli 2006-Juni 2007)
95
Dalam sub-bab ini, metode peramalan yang digunakan adalah metode peramalan Box-Jenkins, karena pada sub-bab sebelumnya telah terbukti bahwa metode ini paling cocok dan paling akurat untuk meramalkan nilai beli mata uang US Dollar.
4.4.2 Metode peramalan Box-Jenkins untuk Hari Senin 4.4.2.1 Plot Data untuk Hari Senin Plot Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar untuk Hari Senin 9800
9700
C1
9600
9500 9400 9300
9200 1
5
10
15
20
25 Index
30
35
40
45
Gambar (4.4) Plot Data untuk Hari Senin
4.4.2.2 Fungsi Autokorelasi (fak) Berdasarkan grafik fak pada gambar (4.5) di bawah ini, dapat dilihat bahwa fungsi autokorelasi (fak) relatif turun atau berkurang secara perlahan menuju nol.
96
Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Senin 1.0 0.8
Autocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Lag
Gambar (4.5) Plot Fak untuk Hari Senin
4.4.2.3 Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) Berdasarkan grafik fakp pada gambar (4.6) di bawah ini, dapat dilihat bahwa: •
Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) relatif turun secara perlahan, dengan berganti tanda dan menuju nol. Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) terputus oleh dua standard error nya setelah lag ke-1. Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Senin 1,0 0,8 Partial Autocorrelation
•
0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Lag
Gambar (4.6) Plot Fakp untuk Hari Senin
97
Berdasarkan plot grafik pada gambar (4.4) tampak bahwa data nilai beli US Dollar stasioner. Model daret barkala stasioner yang akan diidentifikasi berdasarkan fak dan fakp di atas adalah model AR (1)
4.4.2.4 Peramalan Dengan menggunakan model AR (1), diperoleh ramalan sebagai berikut (output ramalan terdapat pada lampiran (4.8))
SENIN
RAMALAN
RAMALAN
KE
( Y 't )
HASIL KONVERSI ( Yt )
1 2 3 4
9.16271 9.16369 9.16446 9.16507
9534.86 9544.21 9551.56 9557.39
98
4.4.3 Metode peramalan Box-Jenkins untuk Hari Selasa 4.4.3.1 Plot Data untuk Hari Selasa Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Selasa 9.19 9.18 9.17
C4
9.16 9.15 9.14 9.13 9.12 1
5
10
15
20
25 Index
30
35
40
45
50
Gambar (4.7) Plot Data untuk Hari Selasa
4.4.3.2 Fungsi Autokorelasi (fak) Berdasarkan grafik fak pada gambar (4.8) di bawah ini, dapat dilihat bahwa fungsi autokorelasi (fak) relatif turun atau berkurang secara perlahan menuju nol. Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Selasa 1.0 0.8
Autocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
2
3
4
5
6
7 Lag
8
9
10
11
12
13
Gambar (4.8) Plot Fak untuk Hari Selasa
99
4.4.3.3 Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) Berdasarkan grafik fakp pada gambar (4.9) di bawah ini, dapat dilihat bahwa: •
Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) relatif turun secara perlahan, dengan berganti tanda dan menuju nol.
•
Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) terputus oleh dua standard error nya setelah lag ke-1. Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Selasa 1.0
Partial Autocorrelation
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
2
3
4
5
6
7 Lag
8
9
10
11
12
13
Gambar (4.9) Plot Fakp untuk Hari Selasa Berdasarkan plot grafik pada gambar (4.7) tampak bahwa data nilai beli US Dollar stasioner. Model deret barkala stasioner yang teridentifikasi di lampiran (4.8) berdasarkan fak dan fakp di atas adalah model AR (2)
4.4.3.4 Peramalan Dengan menggunakan model AR (2), diperoleh ramalan sebagai berikut (output ramalan terdapat pada lampiran (4.8))
100
SELASA
RAMALAN
RAMALAN
KE
( Y 't )
HASIL KONVERSI ( Yt )
1 2 3 4
9.16201 9.16304 9.16361 9.16412
9528.19 9538.01 9543.45 9548.31
4.4.4 Metode peramalan Box-Jenkins untuk Hari Rabu 4.4.4.1 Plot Data untuk Hari Rabu Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Rabu 9.19 9.18 9.17
C7
9.16 9.15 9.14 9.13 9.12 1
5
10
15
20
25 Index
30
35
40
45
50
Gambar (4.10) Plot Data untuk Hari Rabu
4.4.4.2 Fungsi Autokorelasi (fak) Berdasarkan grafik fak pada gambar (4.11) di bawah ini, dapat dilihat bahwa fungsi autokorelasi (fak) relatif turun atau berkurang secara perlahan menuju nol.
101
Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Rabu 1.0 0.8
Autocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
2
3
4
5
6
7 Lag
8
9
10
11
12
13
Gambar (4.11) Plot Fak untuk Hari Rabu
4.4.4.3 Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) Berdasarkan grafik fakp pada gambar (4.12) di bawah
ini, dapat dilihat
bahwa: •
Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) relatif turun secara perlahan, dengan berganti tanda dan menuju nol.
•
Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) terputus oleh dua standard error nya setelah lag ke-1.
102
Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Rabu 1.0
Partial Autocorrelation
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
2
3
4
5
6
7 Lag
8
9
10
11
12
13
Gambar (4.12) Plot Fakp untuk Hari Rabu Berdasarkan plot grafik pada gambar (4.10) tampak bahwa data nilai beli US Dollar stasioner. Model deret barkala stasioner yang teridentifikasi di lampiran (4.8) berdasarkan fak dan fakp di atas adalah model AR (3)
4.4.4.4 Peramalan Dengan menggunakan model AR (3), diperoleh ramalan sebagai berikut (output ramalan terdapat pada lampiran (4.8))
RABU
RAMALAN
RAMALAN
KE
( Y 't )
HASIL KONVERSI ( Yt )
1 2 3 4
9.16061 9.17253 9.16574 9.17140
9514.86 9628.95 9563.80 9618.08
103
4.4.5 Metode peramalan Box-Jenkins untuk Hari Kamis 4.4.5.1 Plot Data untuk Hari Kamis Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Kamis 9.18
9.17
C8
9.16
9.15
9.14
9.13 1
5
10
15
20
25 Index
30
35
40
45
Gambar (4.13) Plot Data untuk Hari Kamis
4.4.5.2 Fungsi Autokorelasi (fak) Berdasarkan grafik fak pada gambar (4.14) di bawah ini, dapat dilihat bahwa fungsi autokorelasi (fak) relatif turun atau berkurang secara perlahan menuju nol. Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Kamis 1.0 0.8
Autocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Lag
Gambar (4.14) Plot Fak untuk Hari Kamis
12
104
4.4.5.3 Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) Berdasarkan grafik fakp pada gambar (4.15) di bawah
ini, dapat dilihat
bahwa: •
Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) relatif turun secara perlahan, dengan berganti tanda dan menuju nol.
•
Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) terputus oleh dua standard error nya setelah lag ke-1. Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Kamis 1.0
Partial Autocorrelation
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Lag
Gambar (4.15) Plot Fakp untuk Hari Kamis Berdasarkan plot grafik pada gambar (4.13) tampak bahwa data nilai beli US Dollar stasioner. Model deret barkala stasioner yang teridentifikasi di lampiran (4.8) berdasarkan fak dan fakp di atas adalah model AR (1)
105
4.4.5.4 Peramalan Dengan menggunakan model AR (1), diperoleh ramalan sebagai berikut (output ramalan terdapat pada lampiran (4.8))
KAMIS
RAMALAN
RAMALAN
KE
( Y 't )
HASIL KONVERSI ( Yt )
1 2 3 4
9.16769 9.16780 9.16789 9.16795
9582.46 9583.52 9584.38 9514.86
4.4.6 Metode peramalan Box-Jenkins untuk Hari Jum’at 4.4.6.1 Plot Data untuk Hari Jum’at Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Kamis 9.18
9.17
C8
9.16
9.15
9.14
9.13 1
5
10
15
20
25 Index
30
35
40
45
Gambar (4.16) Plot Data untuk Hari Jum’at
106
4.4.6.2 Fungsi Autokorelasi (fak) Berdasarkan grafik fak pada gambar (4.17) di bawah ini, dapat dilihat bahwa fungsi autokorelasi (fak) relatif turun atau berkurang secara perlahan menuju nol. Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Jum'at 1.0 0.8
Autocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Lag
Gambar (4.17) Plot Fak untuk Hari Jum’at
4.4.6.3 Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) Berdasarkan grafik fakp pada gambar (4.18) di bawah
ini, dapat dilihat
bahwa: •
Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) relatif turun secara perlahan, dengan berganti tanda dan menuju nol.
•
Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) terputus oleh dua standard error nya
•
setelah lag ke-1.
107
Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Jum'at 1.0
Partial Autocorrelation
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Lag
Gambar (4.18) Plot Fakp untuk Hari Jum’at Berdasarkan plot grafik pada gambar (4.16) tampak bahwa data nilai beli US Dollar stasioner. Model deret barkala stasioner yang teridentifikasi di lampiran (4.8) berdasarkan fak dan fakp di atas adalah model AR (1)
4.4.6.4 Peramalan Dengan menggunakan model AR (1), diperoleh ramalan sebagai berikut (output ramalan terdapat pada lampiran (4.8)) JUM’AT
RAMALAN
RAMALAN
KE
( Y 't )
HASIL KONVERSI ( Yt )
1 2 3 4
9.16598 9.16684 9.16742 9.16782
9566.09 9574.32 9579.88 9583.71
108
4.4.7 Nilai Beli US Dollar Tertinggi dan Terendah Tabel (4.3) Nilai Tertinggi dan Terendah untuk Nilai Beli US Dollar Hari
Nilai Beli Tertinggi
Nilai Beli Terendah
Senin
9557.39
9534.86
Selasa
9548.31
9528.19
Rabu
9628.95
9514.86
Kamis
9584.38
9514.86
Jum’at
9583.71
9566.09
Dari tabel (4.3) diatas terlihat bahwa nilai beli tertinggi adalah Rp 9584,38 yang bertepatan dengan Hari Kamis, dan nilai terendah adalah Rp 9514,86 yang bertepatan dengan Hari Rabu. Dari sini dapat disimpulkan untuk periode dua minggu
kedepan,
Hari
Rabu
merupakan
hari
yang
dianggap
paling
menguntungkan untuk membeli US Dollar, sedangkan Hari Kamis merupakan hari yang dianggap dapat menimbulkan kerugian jika kita melakukan pembelian US Dollar
109
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Model yang sesuai untuk data yang diambil dengan menggunakan metode pemulusan eksponensial ganda adalah model dari metode pemulusan eksponensial ganda metode linier satu parameter dari Brown. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, model ramalan yang memadai untuk meramalkan beberapa periode kedepan adalah
Ft + m = at + ( bt ) m = 9541, 76 + 21, 23534(m) Dengan m jumlah periode ke muka yang diramalkan 2. Model ARIMA yang sesuai untuk data yang diambil dengan menggunakan metode peramalan deret berkala Box-Jenkins adalah model ARIMA (1, 0, 1) 3. Berdasarkan perbandingan MAPE dan SDE dapat disimpulkan bahwa metode yang paling baik untuk meramalkan nilai beli US Dollar adalah model ARIMA Box-Jenkins 4. Berdasarkan analisis data perhari (Hari Senin-Jum’at), dapat diketahui bahwa hari yang dianggap paling menguntungkan untuk membeli US Dollar adalah hari Kamis
110
5.2 Saran 1. Metode peramalan terdiri atas berbagai metode. Oleh karena itu, penulis menyarankan untuk mempertimbangkan pula metode peramalan selain yang dibahas dalam skripsi ini. Seperti Metode Pemulusan Eksponensial Tripel dengan Pendekatan Metode Kuadratik Satu-Parameter dari Brown, Metode Pemulusan Eksponensial Ganda dengan Pendekatan Metode Tiga-Parameter untuk Kecenderungan dan Musiman dari Winter, dsb. 2. Dari model peramalan terhadap nilai beli US Dollar dari Bulan Maret sampai dengan
Juni
2007,
penulis
hanya
mencari
nilai
parameter
yang
meminimumkan MAPE dan SDE, sehingga hanya dapat diambil kesimpulan mengenai petunjuk sebarapa besar nilai tengah kesalahan persentase absolut saja. Untuk itu disarankan untuk meninjau lebih jauh lagi informasi lain yang dapat diperoleh dari model paramalan tersebut. 3. Dalam memanfaatkan metode peramalan terbaik yang dibahas dalam skripsi ini untuk suatu proses ramalan, perlu adanya tambahan informasi lain, sebab output yang dihasilkan suatu metode peramalan hanya salah satu aspek dari sekian banyak aspek yang ikut memengaruhi hasil peramalan.
111
DAFTAR PUSTAKA Makridakis, S. dan Wheellwright, S.C. (1983). Forecasting (2nd Edition). New York: Jonh Wiley & Sons, Inc. Thomopoulos, N. T. (1980). Apllied Forecasting Mithods. New Jersey: PrenticeHall, Inc. Makridakis, S. dan Wheellwright, S.C. (1992). Metode dan Aplikasi Peramalan (Terjemahan). Jakarta: Penerbit Erlangga. Soejoeti, Z. (1987). Analisis Runtun Waktu. Jakarta: Penerbit Karunika. Dxon, W.J dan Massey, F.J. (1991). Pengantar dan Analisis Statistik (Terjemah). Yogyakarta: Gajah Mada Univercity Press. Irawan, N. dan Astuti, S. P. (2006) Mengolah Data Statistika dengan Mudah Menggunakan MINITAB-14. Yogyakatya: Penerbit Andi. Atur Rezeki, P. W. (2004). Metode Pemulusan Eksponensial Ganda (Metode Linier Satu Parameter dari Brown). Tugas Akhir pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
112
Lampiran (3.1) Tabel Perhitungan Permintaan Persediaan Untuk Produk dengan Menggunakan Metode Pemulusan Eksponensial Ganda dengan Pendekatan Metode Linear Satu-Parameter dari Brown Periode
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Permintaan
Pemulusan
Pemulusan
Nilai
Nilai b
Nilai
Persediaan
Eksponensial
Eksponensial
a
[lihat
Ramalan
Untuk
Tunggal
Ganda
[2(2)-(3)]
(2.28)]
a + b(m)
Produk
[(4)+(5)]
1
143,00
143,00
143,00
2
152,00
144,80
143,36
146,240
0,360
3
161,00
148,04
144,30
151,784
0,936
146,60
4
139,00
146,23
144,68
147,781
0,387
152,72
5
137,00
144,39
144,62
144,148
0,060
148,17
6
174,00
159,31
145,76
154,856
1,137
144,09
7
142,00
148,65
146,34
150,956
0,577
155,99
8
141,00
147,12
146,49
147,741
0,156
151,53
9
162,00
150,09
147,21
152,974
0,720
147,90
10
180,00
156,08
148,99
163,164
1,772
153,69
K
11
164,00
157,66
150,72
164,599
1,735
164,94
E
12
171,00
160,33
152,64
168,014
1,921
166,33
L
13
206,00
169,46
156,01
182,919
3,364
169,94
O
14
193,00
174,17
159,64
188,701
3,633
186,28
M
15
207,00
180,74
163,86
197,614
4,219
192,33
P
16
218,00
188,19
168,72
207,653
4,866
201,83
O
17
229,00
196,35
174,25
218,452
5,525
212,52
K
18
225,00
202,08
179,82
224,346
5,566
223,98
19
204,00
202,46
184,35
220,584
4,530
229,91
P
20
227,00
207,37
188,95
225,793
4,605
225,11
E
21
223,00
210,50
193,26
227,735
4,309
230,40
N
22
242,00
216,80
197,97
235,628
4,708
232,04
G
23
239,00
221,24
202,62
239,855
4,654
240,34
U
24
266,00
230,19
208,14
252,246
5,514
244,51
J I A N
25
257,76
(m=1)
26
263,27
(m=2)
27
268,78
(m=3)
28
274,30
(m=4)
29
279,81
(m=5)
113
30 Analisis Kesalahan dari Periode 19 ke periode 24 7,99 = Nilai Tengah Kesalahan 12,73 = Nilai Tengah Kesalahan Absolut 6,04 = Nilai Tengah Kesalahan Persentase Absolut (MAPE) 14,99 = Deviasi Standar Kesalahan (Tak Berbias) 273,47 = Nilai Tengah Kesalahan Kuadrat (MSE) 1,33 = Statistik Durbin-Watson 0,98 = Statistik U dari Theil 302,48 = Rata-rata Batting dari McLaughlin a
Nilai
α
ditetapkan pada t,2.
285,33
(m=6)
114
Lampiran (3.2) Tabel Perhitungan Permintaan Persediaan Untuk Produk dengan Menggunakan Metode Pemulusan Eksponensial Ganda dengan Pendekatan Metode Linear Dua-Parameter dari Holt’s Periode
(1)
(4)
(5)
(6)
Permintaan
Data
Trend
Ramalan Bila
Persediaan
Pemulusan
Pemulusan
Untuk
(3.6)
(3.7)
m=1 (3.8)
Produk
K E L O M P O K P E N G U J I A N
1
143,00
143,00
9,00
2
152,00
152,00
9,00
3
161,00
161,00
9,00
161,00
4
139,00
163,80
7,14
170,00
5
137,00
164,15
5,10
170,94
6
174,00
170,20
5,38
169,25
7
142,00
168,87
3,37
175,59
8
141,00
165,99
1,49
172,24
9
162,00
166,39
1,16
167,49
10
180,00
170,05
1,91
167,56
11
164,00
170,37
1,43
171,96
12
171,00
171,64
1,38
171,80
13
206,00
179,62
3,36
173,03
14
193,00
184,99
3,96
182,99
15
207,00
192,56
5,04
188,96
16
218,00
201,69
6,27
197,61
17
229,00
212,17
7,53
207,96
18
225,00
220,76
7,85
219,70
19
204,00
223,69
6,37
228,61
20
227,00
229,45
6,19
230,06
21
223,00
233,11
5,43
235,64
22
242,00
239,23
5,63
238,54
23
239,00
243,70
5,28
244,87
24 25
266,00
252,39
6,30
248,98 258,69
(m=1)
26
264,99
(m=2)
27
271,31
(m=3)
28
277,61
(m=4)
29
283,92
(m=5)
290,19
(m=6)
30 Analisis Kesalahan dari Periode 19 ke periode 24 0,51 = Nilai Tengah Kesalahan 13,04 = Nilai Tengah Kesalahan Absolut
115
6,16 = Nilai Tengah Kesalahan Persentase Absolut (MAPE) 15,21 = Deviasi Standar Kesalahan (Tak Berbias) 248,53 = Nilai Tengah Kesalahan Kuadrat (MSE) 1,28 = Statistik Durbin-Watson 0,90 = Statistik U dari Theil dan 310,45 = Rata-rata Batting dari McLaughlin
116
Lampiran (3.3)
Tabel Persamaan Peramalan Box-Jenkins
Model (1,0,0)
(1,1,0)
(1,2,0)
(2,0,0)
(2,1,0)
(2,2,0)
Persamaan Peramalan ) xT (1) = φ1 xT + (1 − φ1 ) x ) ) xT (τ ) = φ1 xT (τ − 1) + (1 − φ1 ) x
τ = 2, 3,...
) xT (1) = (1 + φ1 ) xT + φ1 xT −1 ) ) xT ( 2 ) = (1 + φ1 ) xT (1) + φ1 xT ) ) ) xT (τ ) = (1 + φ1 ) xT (τ − 1) + φ1 xT (τ − 2 )
τ = 3, 4,...
) xT (1) = ( 2 + φ1 ) xT − (1 + 2φ1 ) xT −1 + φ1 xT −2 ) ) xT ( 2 ) = ( 2 + φ1 ) xT (1) − (1 + 2φ1 ) xT + φ1 xT −1 ) ) ) xT ( 3) = ( 2 + φ1 ) xT ( 2 ) − (1 + 2φ1 ) xT (1) + φ1 xT ) ) ) ) xT (τ ) = ( 2 + φ1 ) xT (τ − 1) − (1 + 2φ1 ) xT (1 − 2 ) + φ1 xT (τ − 3) ) xT (1) = φ1 xT + φ2 xT −1 + (1 − φ1 − φ2 ) x ) ) xT ( 2 ) = φ1 xT (1) + φ2 xT + (1 − φ1 − φ2 ) x ) ) xT (τ ) = φ1 xT (τ − 1) + φ2 xT (τ − 2 ) + (1 − φ1 − φ2 ) x
τ = 4,5,...
τ = 3, 4,...
) xT (1) = (1 + φ1 ) xT + (φ2 − φ1 ) xT −1 − φ2 xT −2 ) ) xT ( 2 ) = (1 + φ1 ) xT (1) + (φ2 − φ1 ) xT − φ2 xT −1 ) ) ) xT ( 3) = (1 + φ1 ) xT ( 2 ) + (φ2 − φ1 ) xT (1) − φ2 xT ) ) ) ) xT (τ ) = (1 + φ1 ) xT (τ − 1) + (φ2 − φ1 ) xT (τ − 2 ) − φ2 xT (τ − 3)
τ = 4,5,...
) xT (1) = ( 2 + φ1 ) xT + (φ2 − 2φ1 − 1) xT −1 + (φ1 − 2φ2 ) xT −2 + φ2 xT −3 ) ) xT ( 2 ) = ( 2 + φ1 ) xT (1) + (φ2 − 2φ1 − 1) xT + (φ1 − 2φ2 ) xT −1 + φ2 xT − 2 ) ) ) xT ( 3) = ( 2 + φ1 ) xT ( 2 ) + (φ2 − 2φ1 − 1) xT (1) + (φ1 − 2φ2 ) xT + φ2 xT −1 ) ) ) ) xT ( 4 ) = ( 2 + φ1 ) xT ( 3) + (φ2 − 2φ1 − 1) xT ( 2 ) + (φ1 − 2φ2 ) xT (1) + φ2 xT ) ) ) ) xT (τ ) = ( 2 + φ1 ) xT (τ − 1) + (φ2 − 2φ1 − 1) xT (τ − 2 ) + (φ1 − 2φ2 ) xT (τ − 3) ) + φ2 xT (τ − 4 ) τ = 4,5,...
117
(0,0,1)
) xT (1) = −θ1aT + x ) τ = 2, 3,... xT (τ ) = x
(0,1,1)
) xT (1) = −θ1aT + xT ) ) xT (τ ) = xT (τ − 1)
(0,2,1)
(0,0,2)
(0,1,2)
τ = 2,3,...
) xT (1) = −θ1aT + 2 xT − xT −1 ) ) xT ( 2 ) = 2 xT (1) − xT ) ) ) xT (τ ) = 2 xT (τ − 1) − xT (τ − 2 )
τ = 3, 4,...
) xT (1) = −θ1aT − θ 2 aT −1 + x ) xT ( 2 ) = −θ 2 aT + x ) τ = 3, 4,... xT (τ ) = x ) xT (1) = −θ1aT − θ 2 aT −1 + xT ) ) xT ( 2 ) = −θ 2 aT + xT (1) ) ) τ = 3, 4,... xT (τ ) = xT (τ − 1)
(0,2,2)
) xT (1) = −θ1aT − θ 2 aT −1 + 2 xT − xT −1 ) ) xT ( 2 ) = −θ 2 aT + 2 xT (1) + xT ) ) ) τ = 3, 4,... xT (τ ) = 2 xT (τ − 1) + xT (τ − 2 )
(1,0,1)
) xT (1) = φ1 xT − φ1aT + (1 − φ1 ) x ) ) xT (τ ) = φ1 xT (τ − 1) + (1 − φ1 ) x
(1,1,1)
(1,2,1)
τ = 2, 3,...
) xT (1) = (1 + φ1 ) xT + φ1 xT −1 − θ1aT ) ) xT ( 2 ) = (1 + φ1 ) xT (1) + φ1 xT ) ) ) xT (τ ) = (1 + φ1 ) xT (τ − 1) + φ1 xT (τ − 2 )
τ = 3, 4,...
) xT (1) = ( 2 + φ1 ) xT − (1 + 2φ1 ) xT −1 + φ1 xT −2 − θ1aT ) ) xT ( 2 ) = ( 2 + φ1 ) xT (1) − (1 + 2φ1 ) xT + φ1 xT −1 ) ) ) xT ( 3) = ( 2 + φ1 ) xT ( 2 ) − (1 + 2φ1 ) xT (1) + φ1 xT ) ) ) ) xT (τ ) = ( 2 + φ1 ) xT (τ − 1) − (1 + 2φ1 ) xT (1 − 2 ) + φ1 xT (τ − 3)
τ = 4,5,...
118
Lampiran (4.1) Tabel Konversi Nilai Beli Mata Uang US Dollar dengan Menggunakan Fungsi Logaritma Nilai Ln Nilai Nilai Ln Nilai Nilai Ln Nilai Nilai Ln Beli US Beli US Beli US Beli US Beli US Beli US Beli US Nilai Dollar Dollar Dollar Dollar Dollar Dollar Dollar Beli US Dollar 9630 9670 9700 9705 9695 9710 9675 9670 9690 9725 9710 9720 9685 9630 9600 9615 9605 9610 9635 9645 9618
9.172639 9.176784 9.179881 9.180396 9.179366 9.180912 9.177301 9.176784 9.178850 9.182455 9.180912 9.181941 9.178334 9.172639 9.169518 9.171080 9.170039 9.170560 9.173158 9.174195 9.171392
9610 9620 9605 9610 9595 9597 9610 9600 9610 9598 9591 9585 9590 9597 9596 9594 9590 9580 9590 9583 9583
9.170560 9.171600 9.170039 9.170560 9.168997 9.169206 9.170560 9.169518 9.170560 9.169310 9.168580 9.167955 9.168476 9.169206 9.169102 9.168893 9.168476 9.167433 9.168476 9.167746 9.167746
9580 9574 9511 9375 9394 9417 9264 9326 9278 9303 9322 9291 9192 9172 9230 9307 9205 9264 9315 9328 9279
9.167433 9.166806 9.160204 9.145802 9.147826 9.150272 9.133891 9.140561 9.135401 9.138092 9.140132 9.136801 9.126089 9.123911 9.130214 9.138522 9.127502 9.133891 9.139381 9.140776 9.135509
9279 9356 9429 9534 9528 9531 9583 9534 9556 9476 9386 9402 9486 9503 9523 9539 9614 9581 9554
9.135509 9.143773 9.151545 9.162620 9.161990 9.162305 9.167746 9.162620 9.164925 9.156518 9.146974 9.148678 9.157572 9.159363 9.161465 9.163144 9.170976 9.167537 9.164715
119
Lampiran (4.2) Tabel Perhitungan Nilai Beli US Dollar dengan Metode Pemulusan Eksponensial Ganda dengan Pendekatan Metode Linear Satu-Parameter dari Brown periode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Nilai Beli US Dollar 9630 9670 9700 9705 9695 9710 9675 9670 9690 9725 9710 9720 9685 9630 9600 9615 9605 9610 9635 9645 9618 9610 9620 9605 9610 9595 9597 9610 9600 9610 9598 9591 9585 9590 9597 9596 9594 9590 9580 9590 9583 9583 9580
S t' 9630 9638 9650.4 9661.32 9668.056 9676.445 9676.156 9674.925 9677.940 9687.352 9691.881 9697.505 9695.004 9682.003 9665.603 9655.482 9645.386 9638.309 9637.647 9639.117 9634.894 9629.915 9627.932 9623.346 9620.677 9615.541 9611.833 9611.466 9609.173 9609.338 9607.071 9603.857 9600.085 9598.068 9597.855 9597.484 9596.787 9595.430 9592.344 9591.875 9590.100 9588.680 9586.944
S t'' 9630 9631.600 9635.360 9640.552 9646.053 9652.131 9656.936 9660.534 9664.015 9668.682 9673.322 9678.159 9681.528 9681.623 9678.419 9673.832 9668.142 9662.176 9657.270 9653.639 9649.890 9645.895 9642.303 9638.511 9634.944 9631.064 9627.218 9624.067 9621.088 9618.738 9616.405 9613.895 9611.133 9608.520 9606.387 9604.606 9603.043 9601.520 9599.685 9598.123 9596.518 9594.951 9593.349
at
9644.400 9665.440 9682.088 9690.059 9700.758 9695.376 9689.316 9691.864 9706.021 9710.441 9716.852 9708.480 9682.384 9652.786 9637.133 9622.629 9614.442 9618.024 9624.596 9619.898 9613.935 9613.562 9608.180 9606.409 9600.019 9596.448 9598.865 9597.258 9599.939 9597.737 9593.818 9589.037 9587.616 9589.322 9590.361 9590.531 9589.339 9585.003 9585.627 9583.682 9582.409 9580.539
bt
1.6 3.76 5.192 5.5008 6.0784 4.804928 3.597709 3.481180 4.667355 4.639812 4.836592 3.369068 0.09509 -3.20406 -4.58735 -5.68917 -5.96676 -4.90575 -3.63047 -3.74908 -3.99502 -3.59262 -3.79139 -3.56694 -3.88061 -3.84614 -3.15023 -2.97884 -2.35000 -2.33354 -2.50966 -2.76200 -2.61301 -2.13314 -1.78069 -1.56390 -1.52260 -1.83526 -1.56196 -1.60456 -1.56765 -1.60131
Ft
9646 9669.200 9687.280 9695.560 9706.837 9700.180 9692.913 9695.346 9710.689 9715.080 9721.688 9711.849 9682.479 9649.582 9632.545 9616.940 9608.475 9613.118 9620.965 9616.149 9609.940 9609.969 9604.389 9602.842 9596.138 9592.602 9595.715 9594.279 9597.589 9595.403 9591.308 9586.275 9585.003 9587.189 9588.580 9588.967 9587.817 9583.167 9584.065 9582.077 9580.842
120
44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
9574 9511 9375 9394 9417 9264 9326 9278 9303 9322 9291 9192 9172 9230 9307 9205 9264 9315 9328 9279 9279 9356 9429 9534 9528 9531 9583
9584.355 9569.684 9530.747 9503.398 9486.118 9441.695 9418.556 9390.445 9372.956 9362.765 9348.412 9317.129 9288.103 9276.483 9282.586 9267.069 9266.455 9276.164 9286.531 9285.025 9283.820 9298.256 9324.405 9366.324 9398.659 9425.127 9456.702
9591.550 9587.177 9575.891 9561.393 9546.338 9525.409 9504.038 9481.320 9459.647 9440.270 9421.899 9400.945 9378.376 9357.998 9342.915 9327.746 9315.488 9307.623 9303.405 9299.729 9296.547 9296.889 9302.392 9315.178 9331.875 9350.525 9371.760
9577.160 9552.191 9485.603 9445.403 9425.899 9357.980 9333.073 9299.569 9286.264 9285.259 9274.925 9233.314 9197.830 9194.968 9222.257 9206.392 9217.422 9244.705 9269.658 9270.321 9271.093 9299.623 9346.418 9417.469 9465.444 9499.729 9541.643
-1.79881 -4.37325 -11.2860 -14.4987 -15.0548 -20.9286 -21.3707 -22.7188 -21.6728 -19.3765 -18.3717 -20.9539 -22.5683 -20.3787 -15.0823 -15.1693 -12.2582 -7.86476 -4.21837 -3.67595 -3.18176 0.341788 5.503189 12.78636 16.69613 18.65054 21.23534
9578.937 9575.361 9547.818 9474.317 9430.905 9410.844 9337.052 9311.702 9276.851 9264.592 9265.882 9256.553 9212.360 9175.262 9174.589 9207.175 9191.222 9205.164 9236.840 9265.439 9266.645 9267.911 9299.965 9351.921 9430.256 9482.140 9518.380 9562.879 9584.114 9605.349 9626.585 9647.820 9669.055 9690.291 9711.526 9732.761 9753.997 9775.232 9796.467
121
Lampiran (4.3)
Tabel Ketepatan Metode Peramalan untuk Metode Pemulusan Eksponensial Ganda dengan Pendekatan Metode Linear Satu-Parameter dari Brown
Nilai Beli 9534 9556 9476 9386 9402 9486 9503 9523 9539 9614 9581 9554
Nilai Ramalan 9562,879 9584,114 9605,349 9626,585 9647,820 9669,055 9690,291 9711,526 9732,761 9753,997 9775,232 9796,467
et
( et )
et
-28,8785 -28,1139 -129,349 -240,585 -245,820 -183,055 -187,291 -188,526 -193,761 -139,997 -194,232 -242,467
∑e = t
-271,346 ME = 22,6122
2
28,87853 28,11387 129,3492 240,5846 245,8199 183,0552 187,2906 188,5259 193,7613 139,9966 194,2320 242,4673
833,9696 790,3899 16731,22 57880,93 60427,43 33509,22 35077,77 35542,03 37543,43 19599,05 37726,06 58790,39
=
SSE = 394451,9 MSE = 32870,99 SDE = 189,3654
∑e
t
271,346 MAE = 22,61215
PEt
PEt
-0,30290 -0,29420 -1,36502 -2,56323 -2,61455 -1,92974 -1,97086 -1,97969 -2,03125 -1,45617 -2,02726 -2,53786
0,302900 0,294201 1,365019 2,563228 2,614549 1,929741 1,970858 1,979691 2,031254 1,456175 2,027262 2,537862
∑ ( PE ) ∑ PE t
=- 21,0727 MPE = -1,756062
t
=
21,07274 MAPE = 1,756062
122
Lampiran (4.4) Tabel Perhitungan Nilai Beli US Dollar dengan Metode Pemulusan Eksponensial Ganda dengan Pendekatan Metode Linear Dua-Parameter dari Holt’s periode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Nilai Beli US Dollar 9630 9670 9700 9705 9695 9710 9675 9670 9690 9725 9710 9720 9685 9630 9600 9615 9605 9610 9635 9645 9618 9610 9620 9605 9610 9595 9597 9610 9600 9610 9598 9591 9585 9590 9597 9596 9594 9590 9580 9590 9583 9583 9580
St 9630 9670 9708 9738,760 9758,667 9772,500 9771,566 9762,093 9751,148 9744,499 9734,621 9726,749 9712,911 9688,608 9658,476 9632,693 9608,652 9590,126 9581,895 9581,559 9580,966 9581,854 9586,816 9590,440 9595,504 9597,715 9599,667 9603,615 9605,284 9608,197 9608,271 9606,109 9601,970 9598,302 9596,103 9594,216 9592,449 9590,359 9586,659 9585,166 9582,958 9581,195 9579,329
bt 40 40 39,2 35,824 29,45728 23,20732 13,55077 4,341466 -1,77329 -3,72324 -6,18534 -6,86019 -9,65125 -15,5120 -21,3596 -23,1290 -23,4941 -21,5067 -16,1963 -9,85219 -6,14876 -3,33411 -0,01566 1,440347 2,889928 2,618399 2,351703 2,990211 2,46180 2,642127 1,615019 0,104131 -1,59291 -2,42311 -2,33342 -2,15500 -1,99986 -2,03576 -2,70162 -2,21817 -2,21397 -2,03348 -1,96642
Ft + m
9710 9747,2 9774,584 9788,124 9795,707 9785,116 9766,435 9749,374 9740,776 9728,436 9719,888 9703,259 9673,096 9637,117 9609,564 9585,157 9568,619 9565,699 9571,707 9574,817 9578,519 9586,800 9591,880 9598,394 9600,334 9602,019 9606,605 9607,746 9610,839 9609,886 9606,213 9600,378 9595,879 9593,770 9592,061 9590,449 9588,323 9583,957 9582,947 9580,744 9579,162
123
44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
9574 9511 9375 9394 9417 9264 9326 9278 9303 9322 9291 9192 9172 9230 9307 9205 9264 9315 9328 9279 9279 9356 9429 9534 9528 9531 9583
9576,690 9561,764 9518,562 9476,315 9440,532 9379,424 9333,703 9286,910 9253,763 9234,984 9220,722 9195,135 9170,415 9162,365 9176,736 9178,254 9193,408 9221,379 9253,845 9275,950 9293,879 9322,431 9362,558 9420,975 9475,551 9524,008 9573,732
-2,23545 -7,31184 -21,6680 -29,8995 -32,2527 -43,7951 -44,5654 -45,4564 -40,5327 -31,8311 -24,8033 -25,1169 -24,9583 -18,1949 -5,16847 -2,49389 4,565282 13,9274 21,3429 21,64787 20,16002 23,51693 30,16111 41,46356 46,70844 47,40767 48,33444
9577,363 9574,455 9554,452 9496,894 9446,415 9408,280 9335,629 9289,137 9241,454 9213,230 9203,153 9195,919 9170,018 9145,456 9144,170 9171,568 9175,760 9197,974 9235,306 9275,188 9297,598 9314,039 9345,948 9392,719 9462,439 9522,260 9571,415 9622,067 9670,401 9718,736 9767,070 9815,405 9863,739 9912,073 9960,408 10008,74 10057,08 10105,41 10153,75
124
Lampiran (4.5)
Tabel Ketepatan Metode Peramalan untuk Metode Pemulusan Eksponensial Ganda dengan Pendekatan Metode Linear Dua-Parameter dari Holt’s
Nilai Beli 9534 9556 9476 9386 9402 9486 9503 9523 9539 9614 9581 9554
Nilai Ramalan 9622,067 9670,401 9718,736 9767,070 9815,405 9863,739 9912,073 9960,408 10008,74 10057,08 10105,41 10153,75
et
( et )
et
-88,0668 -114,401 -242,736 -381,070 -413,405 -377,739 -409,073 -437,408 -469,742 -443,077 -524,411 -599,746
∑e
t
=
-687,812 ME = 57,3177
2
88,06676 114,4012 242,7356 381,0701 413,4045 377,7389 409,0734 437,4078 469,7422 443,0767 524,4111 599,7456
7755,754 13087,63 58920,59 145214,4 170903,3 142686,7 167341,0 191325,6 220657,8 196316,9 275007,0 359694,7
=
SSE = 1948911 MSE = 162409,3 SDE = 420,9201
∑e
t
687,8123 MAE = 57,31769
PEt
PEt
-0,92371 -1,19717 -2,56158 -4,05998 -4,39698 -3,98207 -4,30468 -4,59317 -4,92444 -4,60866 -5,47345 -6,27743
∑ ( PE ) = t
-47,3033 MPE = -3,94194
0,923713 1,197166 2,561583 4,059984 4,396985 3,982068 4,304676 4,593172 4,924439 4,608661 5,473449 6,277429
∑ PE
t
= 47,30332 MAPE = 3,941944
125
Lampiran (4.6)
Tabel Ketepatan Metode Peramalan untuk Metode ARIMA Box-Jenkins
Nilai Beli 9534 9556 9476 9386 9402 9486 9503 9523 9539 9614 9581 9554
Nilai Ramalan 9584,19 9583,04 9581,98 9580,93 9579,97 9579,01 9578,06 9577,19 9576,33 9575,55 9574,80 9574,03
et -50,19 -27,04 -105,98 -194,93 -177,97 -93,01 -75,06 -54,19 -37,33 38,45 6,2 -20,03
∑e
t
=
-70,22 ME= -5,85167
et
( et )
50,19 27,04 105,98 194,93 177,97 93,01 75,06 54,19 37,33 38,45 6,2 20,03
2519,036 731,1616 11231,76 37997,70 31673,32 8650,860 5634,004 2936,556 1393,529 1478,403 38,44000 401,2009
=
SSE = 104686 MSE = 8723,831 SDE = 97,55464
∑e
t
70,22 MAE = 5,851667
2
PEt
PEt
-0,52643 -0,28296 -1,1184 -2,07682 -1,8929 -0,9805 -0,78986 -0,56904 -0,39134 0,399938 0,064711 -0,20965
0,526432 0,282964 1,118404 2,076817 1,892895 0,980498 0,789856 0,569043 0,391341 0,399938 0,064711 0,209650
∑ ( PE ) = ∑ PE t
-0,73608 MPE = -0,06134
t
=
9,302548 MAPE = 0,775212
126
Lampiran (4.7)
Final Estimates of Parameters Type AR 1 MA 1 Constant Mean
Coef 0.9487 -0.0746 0.469797 9.16338
SE Coef 0.0383 0.1174 0.000575 0.01122
T 24.80 -0.64 816.68
P 0.000 0.527 0.000
Number of observations: 82 Residuals: SS = 0.00182423 (backforecasts excluded) MS = 0.00002309 DF = 79
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 15.7 9 0.072
24 34.8 21 0.030
36 40.6 33 0.171
48 47.4 45 0.376
Forecasts from period 82 95 Percent Limits Period Forecast Lower Upper 83 9.16447 9.15505 9.17389 84 9.16442 9.15094 9.17789 85 9.16436 9.14807 9.18065 86 9.16431 9.14586 9.18277 87 9.16426 9.14406 9.18447 88 9.16422 9.14255 9.18588 89 9.16418 9.14128 9.18707 90 9.16414 9.14018 9.18809
Actual
127
Lampiran (4.8) Hari Senin Final Estimates of Parameters Type AR 1 Constant Mean
Coef 0.7883 1.94062 9.16733
SE Coef 0.0918 0.00111 0.00525
T 8.59 1746.91
P 0.000 0.000
Number of observations: 48 Residuals: SS = 0.00272481 (backforecasts excluded) MS = 0.00005923 DF = 46
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 5.5 10 0.852
24 11.0 22 0.975
36 20.8 34 0.963
48 * * *
Forecasts from period 48
Period 49 50 51 52
Forecast 9.16271 9.16369 9.16446 9.16507
95 Percent Limits Lower Upper 9.14762 9.17780 9.14447 9.18290 9.14308 9.18584 9.14245 9.18769
Actual
Hari Selasa Final Estimates of Parameters Type AR 1 AR 2 Constant Mean
Coef 0.6839 0.1117 1.87349 9.16642
SE Coef 0.1485 0.1526 0.00115 0.00565
T 4.60 0.73 1623.14
P 0.000 0.468 0.000
Number of observations: 50 Residuals: SS = 0.00311411 (backforecasts excluded) MS = 0.00006626 DF = 47
128
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 6.3 9 0.711
24 9.5 21 0.985
36 16.2 33 0.994
48 57.6 45 0.098
Forecasts from period 50
Period 51 52 53 54
Forecast 9.16201 9.16304 9.16361 9.16412
95 Percent Limits Lower Upper 9.14605 9.17797 9.14370 9.18237 9.14218 9.18504 9.14140 9.18684
Actual
Hari Rabu Final Estimates of Parameters Type AR 1 AR 2 AR 3 Constant Mean
Coef 0.6250 0.4629 -0.4235 3.07626 9.16677
SE Coef 0.1414 0.1802 0.1502 0.00108 0.00323
T 4.42 2.57 -2.82 2841.12
P 0.000 0.014 0.007 0.000
Number of observations: 50 Residuals: SS = 0.00269181 (backforecasts excluded) MS = 0.00005852 DF = 46
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 7.9 8 0.446
24 17.4 20 0.629
36 24.0 32 0.845
48 50.8 44 0.222
Forecasts from period 50
Period 51 52 53 54
Forecast 9.16061 9.17253 9.16574 9.17140
95 Percent Limits Lower Upper 9.14561 9.17561 9.15485 9.19022 9.14391 9.18757 9.14876 9.19404
Actual
129
Hari Kamis Final Estimates of Parameters Type AR 1 Constant Mean
Coef 0.7642 2.16227 9.16817
SE Coef 0.0947 0.00099 0.00418
T 8.07 2192.51
P 0.000 0.000
Number of observations: 49 Residuals: SS = 0.00223827 (backforecasts excluded) MS = 0.00004762 DF = 47
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 8.2 10 0.606
24 12.6 22 0.945
36 21.3 34 0.955
48 32.9 46 0.926
Forecasts from period 49
Period 50 51 52 53
Forecast 9.16769 9.16780 9.16789 9.16795
95 Percent Limits Lower Upper 9.15416 9.18121 9.15077 9.18483 9.14912 9.18666 9.14824 9.18767
Actual
Hari Jum’at Final Estimates of Parameters Type AR 1 Constant Mean
Coef 0.6797 2.93643 9.16867
SE Coef 0.1098 0.00094 0.00293
T 6.19 3130.66
P 0.000 0.000
Number of observations: 47 Residuals: SS = 0.00185751 (backforecasts excluded) MS = 0.00004128 DF = 45
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 3.9 10 0.953
24 9.8 22 0.988
36 19.8 34 0.975
48 * * *
130
Forecasts from period 47
Period 48 49 50 51
Forecast 9.16598 9.16684 9.16742 9.16782
95 Percent Limits Lower Upper 9.15339 9.17858 9.15161 9.18207 9.15112 9.18373 9.15105 9.18460
Actual