1 P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 3 November 2011
Indeks 1. Dua pejabat Pajak Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Korupsi 2. Kejaksaan Bidik Kasus Korupsi Rp 43 Miliar di Dirjen Pajak 3. PPATK-KPK Siapakan Jeratan Pencucian Uang Nazaruddin 4. Politikus PPP Akui Terima Cek pelawat 5. Dua Pejabat Ditjen Pajak jadi Tersangka 6. Anggota DPR Terancam Kasus 5 Kampus
Tribunnews.com
Kamis, 3 November 2011
Dua Pejabat Pajak Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Korupsi TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung akhirnya menetapkan dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) tahun 2006.
"Setelah penggeledahan kemarin (Kamis 3/11/2011) sudah ditetapkan dua orang tersangka untuk sementara, masih akan berkembang sesuai dengan pendalaman
penyidikan nantinya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Noor Rachmad ketka dihubungi wartawan, Jumat (4/11/2011).
Noor menjelaskan keduanya merupakan pejabat di Direktorat Jenderal Pajak.
Pertama berinisial B yang menjabat sebagai Ketua Panitia Proses Pengadaan Sistem Informasi Manjamen.
"Ditetapkan berdasarkan sprindik no. 152/f2/fd1/11/2011, tertanggal 3 November 2011," katanya. Sedangkan pejabat kedua, bernisial PS adalah Pejabat Pembuat Komitmen. Ia
ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan sprindik no.153/f2/fd1/11/2011, tertanggal 3 November 2011.
Mantan Kajati Gorontalo itu juga menjelaskan pihaknya telah melakukan
penggeledahan di empat tempat untuk mencari barang bukti. Tim jaksa penyidik
pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) menggeledah Kantor Pusat Ditjen Pajak, Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Pajak di Jakarta Barat. Kemudian dua lokasi rumah pejabat pajak berisial B di Jl Madrasah Gandaria, Jakarta Selatan dan Komplek Cinere, Depok, Jawa Barat.
Jaksa penyidik lalu menemukan dokumen yang terkait pengadaan barang sistem informasi tersebut. "Yang lain masih diinventarisir," kata Noor.
Penggeledahan tersebut dilakukan melalui izin pengadilan yakni penetapan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan no. 18/pen/2011/PN Jaksel tanggal 3 November 2011 dan Penetapan Pengadilan Negeri Jakbar no. 1443/pen/p10/PN Jakbar.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Pada Jampidsus Arnold Angkouw telah menjelaskan adanya dugaan korupsi tersebut. "Jadi itu perkara pengadaan sistem informasi dirjen pajak, ini temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) pengadaan tahun 2006 senilai
kurang lebih Rp43 miliar," ujar Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Arnold Angkouw di Gedun Bundar Jampidsus, Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (3/11/2011).
Arnold lalu menjelaskan kasus tersebut berawal saat proses pengadaan sistem
informasi di kantor Ditjen Pajak. Tetapi, sistem tersebut sudah ada yang terpasang dari satu produk dan telah ditemukan produk tambahan. Atas perbuatan tersebut,
maka jaksa penyidik akan menjerat tersangka dengan pasal 2 dan 3 UU Tipikor dan Keppres nomor 80 tentang pengadaan barang dan jasa.
Mediaindonesia.com
Kamis, 3 November 2011 Kejaksaan Bidik Kasus Korupsi Rp43 miliar di Dirjen Pajak
JAKARTA--MICOM: Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan sedang membidik
tersangka dalam perkara korupsi pengadaan sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) tahun 2006.
Dijelaskan bahwa proyek pengadaan ini merupakan hasil temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp43 miliar.
Informasi itu disampaikan oleh Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Arnold Angkouw ketika ditemui di Gedung Bundar,
Jakarta, Kamis (3/11). Akan tetapi, Arnold menegaskan bahwa sampai saat pihaknya masih belum menetapkan siapa saja tersangka dalam perkara tersebut.
"Kita sudah melakukan penyelidikan dan dari hasil penyelidikan itu kita sudah tingkatkan ke penyidikan sejak dua minggu lalu. Namun kita masih belum
menentukan siapa tersangkanya. Akan tetapi, dalam proses itu kita sudah meminta agar semua dokumen diserahkan dan pihak-pihak terkait yang sudah kita mintai keterangannya," ujar Arnold ketika dikonfirmasi.
Lebih lanjut, Arnold menambahkan bahwa tim jaksa sudah melakukan tindakan penggeledahan serta penyitaan dan ternyata ditemukan dokumen yang sudah
dipindahkan dari kantor pusat Dirjen Pajak ke kantor pelayanan pajak di wilayah Jakarta Barat.
"Jadi, apakah mereka beritikad baik atau tidak, jaksa sudah mengerti bagaimana
caranya mereka mendapatkan dokumen itu. Artinya sudah sesuai dengan UU Jaksa yang mempunyai wewenang dalam melakukan penggeledahan karena memang itu bagian dari pengumpulan alat bukti," beber Arnold. Sementara itu, untuk posisi kasus ini, Arnold mengatakan bahwa bermula pada
proses pengadaan sistem informasi di kantor Dirjen Pajak. Namun, dikatakan bahwa sistem tersebut sudah ada yang terpasang dari satu produk dan telah ditemukan produk tambahan.
"Nah dalam pengadaan ini ternyata didalam proses lelangnya sendiri diubah jenisnya sehingga tidak tersambung dengan produk yang sudah ada sebelumnya. Padahal merknya sama untuk supaya tersambung," jelasnya.
Atas perbuatan itu, Arnold menegaskan bahwa nantinya para tersangka akan
dikenakan pasal 2 dan 3 UU Tipikor dan Keppres nomor 80 tentang pengadaan barang dan jasa.
"Juga sudah kita periksa panitia lelang dan beberapa pejabat pembuat komitmen
(PPK). Hanya saja di tingkat penyidikan pemeriksaannya harus diulang kembali. Kita
juga akan cek apakah dalam kasus ini ada dugaan tindak pidana pencucian uang," tutup Arnold. (FA/X-12)
Tempointeraktif.com
Kamis, 3 November 2011
PPATK-KPK Siapkan Jeratan Pencucian Uang Nazaruddin TEMPO Interaktif, Jakarta - Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan
menggelar pertemuan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis, 3 November 2011. Kedua lembaga ini membahas mengenai Undang-Undang Pencucian Uang
yang kemungkinan akan menjerat M. Nazaruddin, tersangka kasus suap wisma atlet SEA Games, Palembang.
"Kami sedang diskusikan hal itu," kata Ketua KPK Busyro Muqoddas di kantornya. Busyro mengatakan penggunaan undang-undang itu masih membutuhkan
pengkajian mendalam. Sebab, KPK harus memiliki alat bukti yang kuat. "Nah, apakah bukti itu menunjukkan fakta yang bisa digunakan untuk TPPU (Tindak Pidana
Pencucian Uang)?" kata Busyro. "Kalau memang demikian, maka kami akan terapkan." Busyro belum bisa memberi kepastian kemungkinan penggunaan undang-undang itu pada kasus Nazaruddin. "Harus didiskusikan lagi."
M. Nazaruddin adalah bekas anggota Komisi Hukum DPR yang dituduh menerima
suap Rp 4,3 miliar dari Muhammad El Idris, Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah, dan Mindo Rosalina Manulang, Direktur Marketing PT Anak Negeri.
Bekas Bendahara Demokrat itu bakal menerima duit sebesar Rp 24 miliar atau 13
persen dari dana proyek wisma atlet Rp 191 miliar. Duit itu diduga sebagai imbalan bagi dia karena ikut berperang memenangkan tender PT Duta dalam proyek wisma atlet.
Busyro mengaku kemungkinan pekan depan berkas Nazaruddin dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Wakil Ketua KPK M. Jasin mengatakan Nazaruddin akan dijerat pasal penyuapan.
"Karena dia diduga menerima suap," ujarnya. Namun tak menutup kemungkinan akan dijerat dengan Undang-Undang Pencucian Uang. Sebab, dalam kasus ini
terdapat unsur-unsur yang mendukung penerapan beleid tersebut. "Seperti ada
pemberi (duit) dan ada yang menerima," katanya. Namun ia membantah telah membahas hal tersebut dalam diskusi dengan KPK. Ia
mengaku hanya membicarakan mengenai persamaan persepsi dalam penanganan hukum ke depan. "Jadi, tidak detail (soal Nazaruddin)," ujarnya.
Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah mengatakan PPATK dalam pertemuan memang sangat mendorong agar lembaganya menggunakan Undang-Undang Pencucian Uang dalam penanganan kasus korupsi. Namun ia juga menolak menjelaskan pembahasan mengenai Nazaruddin. "Tidak spesifik soal Nazar." TRI SUHARMAN
Tempointeraktif.com
Kamis, 3 November 2011
Politikus PPP Akui Terima Cek Pelawat TEMPO Interaktif, Jakarta - Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Sofyan
Usman, mengaku menerima cek pelawat dari Otorita Batam senilai Rp 1 miliar. "Saya
tidak menyangkal ada cek," kata Sofyan dalam sidang kasusnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI hari ini, Kamis, 3 November 2011.
Dalam sidang hari ini, Pengadilan menghadirkan tiga orang saksi. Mereka adalah mantan Ketua Otorita Batam Ismeth Abdullah dan dua sopir Sofyan, Niman dan Bahsan.
Ismeth dalam kesaksiannya membantah mengetahui pemberian cek dari Otorita
kepada Sofyan, yang saat itu adalah anggota DPR. Menurut Ismeth, ia tidak pernah menghubungi seorang pun anggota DPR terkait pengajuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bagi Otorita Batam tahun anggaran 2004 dan 2005. Ia juga
mengatakan tak tahu Deputi Otorita Batam Mochamad Prijanto pernah menyerahkan cek pelawat ke Sofyan.
"Saya saat itu sibuk menyusun macam-macam, karena sejak Juli 2004 ditunjuk
sebagai pembantu gubernur, mempersiapkan Kepulauan Riau sebagai provinsi baru. Jadi, sisa waktu baru saya kasih ke OB (Otorita Batam). Yang lebih tahu Pak Deputi," kata Ismeth. Ismeth bahkan mengklaim tak mengenal Sofyan saat itu. Ia mengaku baru mengenal Sofyan ketika sama-sama ditahan di Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur.
Pernyataan Ismeth berseberangan dengan dakwaan yang disusun tim jaksa. Menurut
jaksa, Sofyan menerima Rp 150 juta dan 34 lembar cek pelawat senilai Rp 25 juta per lembarnya.
Adapun dua sopir Sofyan, Niman dan Bahsan, mengaku pernah diminta mencairkan 19 lembar cek pelawat di Bank Mandiri cabang Klender, Jakarta Timur. Keduanya kompak mengatakan uang yang dicairkan pada akhir 2004 itu digunakan Sofyan untuk membangun masjid di kompleks rumahnya.
Dalam perkara ini, Sofyan terancam hukuman penjara maksimal lima tahun. ISMA SAVITRI
Suaramerdeka.com
Kamis, 3 November 2011
Dua Pejabat Ditjen Pajak Jadi Tersangka
Jakarta, CyberNews. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan dua tersangka kasus penyimpangan terhadap pengadaan peralatan Sistem Informasi Manajemen di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
"Sudah ada dua tersangka, mereka ditetapkan kemarin," kata Juru Bicara Kejaksaan Agung Noor Rachmad saat dihubungi, Jumat (4/11).
Kedua tersangka itu berinisial B yang menjabat sebagai ketua panitia proses
pengadaan sistem informasi manajamen. B ditetapkan berdasarkan surat perintah
penyidikan no. 152/f2/fd1/11/2011, tertanggal 3 November 2011. Tersangka lain berinisial PS, dia menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen. PS ditetapkan
sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan no.153/f2/fd1/11/2011, tertanggal 3 November 2011.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung juga telah menggeledah empat tempat di
antaranya di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Gator Subroto dan Kantor
Pengolahan Data dan Dokumen Pajak di Jakarta Barat. Selain itu, tempat lain yang tak luput di geledah Kejagung yaitu dua lokasi rumah pejabat pajak yang berisial B di Jalan Madrasah Gandaria, Jakarta Selatan dan Komplek Cinere, Depok, Jawa Barat.
"Dalam penggeledahan ditemukan beberapa dokumen serta surat-surat lain yang diduga berkaitan dengan dugaan korupsi yang disangkakan," katanya.
Kasus ini merupakan temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan pada tahun 2006 dan nilainya kurang lebih Rp 43 miliar. Dari temuan BPK ada kejanggalan sekitar Rp 12
miliar dari nilai proyek Rp 43 miliar. BPK juga menilai bahwa ada alat-alat yang tidak ada wujudnya dari pengadaan itu.
Atas perbuatan keduanya, Kejaksaan Agung akan menjerat tersangka dengan pasal 2 dan 3 UU Tipikor dan Keppres nomor 80 tentang pengadaan barang dan jasa. ( vvn / CN31 ) Tempointeraktif.com
Kamis, 3 November 2011
Anggota DPR Terancam Kasus 5 Kampus TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menelisik keterlibatan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam dugaan korupsi proyek
pengadaan laboratorium penelitian di lima perguruan tinggi negeri pada 2009-2010. Kemarin, penyelidik KPK telah meminta keterangan I Wayan Koster, anggota Komisi
Olahraga dan Pendidikan serta Badan Anggaran DPR, terkait kasus bernilai triliunan rupiah ini.
Menurut juru bicara KPK, Johan Budi SP, KPK maih mungkin memeriksa anggota
Komisi Pendidikan atau anggota Badan Anggaran lainnya. "Jangan disimpulkan dulu hanya dia (Wayan) yang akan diperiksa. Ini kan masih penyelidikan," kata Johan di
kantornya, Jakarta, kemarin.
Kelima proyek itu, kata Johan, digarap oleh perusahaan-perusahan yang menjadi anak usaha Permai Grup milik M. Nazaruddin. Ia adalah bekas Bendahara Umum
Partai Demokrat yang menjadi tersangka kasus suap Proyek Wisma Atlet. Kelima
kampus negeri pada proyek tersebut adalah Universitas Sultan Ageng Tirtayasa di Banten, Universitas Negeri Malang, Universitas Sriwijaya Palembang, Universitas Negeri Jakarta, serta Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Johan enggan mengungkapkan nama-nama perusahaan yang terlibat dan nilai
proyeknya. Meski begitu KPK pernah mengungkapkan, kelima proyek itu ditambah
dua proyek lainnya di Departemen Kesehatan memiliki nilai total Rp 2,6 triliun. Pada proyek di Universitas Negeri Malang, misalnya, anggarannya Rp 44,3 miliar.
Kala itu Wayan Koster adalah Wakil Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) Anggaran
dan anggota Komisi Olahraga dan Pendidikan DPR. Koordinatornya adalah Angelina
Sondakh dari Partai Demokrat. Keduanya juga anggota Badan Anggaran yang bertuga menentukan proyek-proyek yang didanai negara. Pokja ini dan Badan Anggaran
masih disorot gara-gara kasus korupsi Proyek Wisma Atlet. Wayan menampik dikait-kaitkan dengan Nazaruddin dalam proyek-proyek itu. "Tak ada. Ini penjelasan secara keseluruhan," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu setelah pemeriksaan. "Ini hanya diskusi."
Menurut pengacara Nazaruddin, Afrian Bondjol, kliennya belum pernah diperiksa terkait dugaan korupsi dalam proyek-proyek di Kementerian Pendidikan.
"Seharusnya Nazaruddin diperiksa lagi supaya bisa menjelaskan bahwa tak ada kasus-kasus lain, seperti di Kemendiknas," ucapnya kemarin. TRI SUHARMAN| KARTIKA C | JOBPIE S.
Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER: Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.