Draft laporan KLHS bidang sumber daya air Pengantar Yth Mas Budi, terlampir adalah outline sementara dari laporan KLHS bidang geologi dan sumber daya air, sesuai dengan pembidangan saya. Laporan ini adalah hasil yang semaksimal mungkin dapat kami upayakan berdasarkan data literature dan kunjungan lapangan yang telah kami lakukan.
1
Bab 1 Pendahuluan 1.1
Latar belakang Saat ini pencemaran dan kerusakan lingkungan terus berlangsung karena instrumen lingkungan yang ada saat ini belum memadai. Untuk menilai hal tersebut diaplikasikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atau Strategis Environmental Assessment (SEA), sebagai instrumen untuk pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan melalui intervensi terhadap kebijakan/rencana/program. Landasan hukum pelaksanaan KLHS tercantum dalam UndangUndang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut undang-undang tersebut, Kajian Lingkungan Hidup Strategis adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Salah satu komponen yang dinilai adalah kondisi potensi sumber daya air yang ada di wilayah Kab. Pangandaran.
1.2
Tujuan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan wilayah dan/atau KRP (UU PPLH Pasal 15 ayat 1). Secara lebih spesifik tujuannya adalah sebagai berikut:
1.3
Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dan keberlanjutan melalui penyusunan Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP Mengarahkan, mempertajam fokus, dan membatasi lingkup penyusunan dokumen lingkungan yang dilakukan pada tingkat rencana dan pelaksanaan usaha/kegiatan
Dasar hukum
Diisi oleh Tim Mas Budi.
1.4
Ruang lingkup
Diisi oleh Tim Mas Budi.
2
1.5
Sistematika pembahasan
Diisi oleh Tim Mas Budi.
Berikut ini adalah lintasan survey yang telah dilakukan oleh tim. Start dari Kecamatan Padaherang, perbatasan dengan Kabupaten Ciamis kemudian masuk Kecamatan Kalipucang, Pangandaran. Rutenya adalah sebagai berikut: Pangandaran – Kecamatan Sidamulih – Kecamatan Parigi – Kecamatan Cijulang – Kecamatan Cimerak – Kecamatan Cigugur – Kecamata Langkaplancar (Gambar 1). Obyek utama dari survey ini adalah observasi sungai. Beberapa yang dikunjungi adalah:
Citanduy (perbatasan dengan Jawa Tangah) Cipunapinggang setelah Kalipucang Cikembulan sebelah barat Pangandaran Cijulang dekat Green canyon Cigugur Utara Green Canyon
Metode observasi yang dilakukan: 1. Pengambilan titik-titik elevasi 2. Pengamatan geologi dan geomorfologi. Pengambilan foto singkapan dan foto geomorfologi. 3. Mencari sumur di kawasan non batugamping dan mencari mata air di kawasan batugamping 4. Pengukuran nilai konduktivitas, resistivitas, dan properti fisik lainnya 5. Pengukuran debit dengan mengukur kecepatan aliran benda mengambang di permukaan 6. Dalam survey ini dilakukan pengambilan sampel air dengan metode semi acak berdasarkan elevasi dan kondisi geologi: a. Di Kecamatan Padaherang. Kalau bisa ambil di Formasi Jampang atau Formasi Kalipucang b. Di Kecamatan Kalipucang. Ambil di Formasi Jampang. c. Di Pangandaran Ambil di alluvial d. Di Parigi ambil di formasi Bentang dan di green canyon e. Di Cimerak Ambil di batugamping Formasi Pamutuan f. Di Langkaplancar Ambil di Formasi Jampang
3
Gambar 1 Lintasan survey lapangan yang telah dilakukan oleh tim (keterangan: warna
kuning: jalan, biru: muda sungai, dan bintang: stasiun pengamatan)
4
Bab 2 Regulasi Diisi oleh Tim Mas Budi.
5
Bab 3 Gambaran umum
3.1 Letak geografis Kab. Pangandaran resmi dibentuk pada tanggal 25 Oktober 2012 berdasarkan UU No.21 tahun 2012, sebagai hasil pemekaran dari Kab. Ciamis. Kabupaten ini terdiri dari 10 kecamatan dengan total luas wilayah 1.680 km2, yaitu: Cigugur, Cijulang, Cimerak, Kalipucang, Langkaplancar, Mangunjaya, Padaherang, Pangandaran, Parigi, dan Sidamulih Dari sisi posisi geografis, Kab. Pangandaran memiliki beberapa kelebihan, yakni: rentang waktu perjalanan dari pusat kota Pangandaran ke kawasan perbatasan rata-rata 1,5 jam (Mutakaliman, 2014), artinya luasnya daerah memenuhi syarat, serta memiliki komponen bentang alam yang lengkap dari pegunungan hingga pantai. Kondisi ini merupakan aset yang bila tidak dikelola dengan baik, maka hanya akan menjadi beban dalam pengelolaan daerah. Kabupaten Pangandaran (Gambar 2) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Parigi. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Ciamis di utara, Kabupaten Cilacap di timur, Samudera Hindia di selatan, sertaKabupaten Tasikmalaya di barat. Luas wilayah Kabupaten Pangandaran yaitu 168.509 Ha dengan luas laut 67.340 Ha. Kabupaten Pangandaran memiliki panjang pantai 91 Km. Batas wilayahnya adalah sebagai berikut.
6
Gambar 2 Peta batas administrasi Kabupaten Pangandaran (BIG, 2008)
No .
Arah
Batas Wilayah
1
Utara
Kabupaten Ciamis : (1). Kecamatan Banjarsari : Desa Ciulu, Pasawahan, Cikupa. (2). Kecamatan Pamarican : Desa Sidarahayu, Purwadadi, Sidamulih Kabupaten Tasikmalaya : (1). Kecamatan Karangjaya : Desa Citalahab. (2). Kecamatan Cineam : Desa Cisarua
2
Timur
Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah : (1). Kecamatan Kedungreja : Desa Tambaksari, Sidanegara, Rejamulya. (2). Kecamatan Patimuan : Desa Sidamukti, Patimuan, Rawaapu, Cinyawang, Purwodadi
3
Barat
Kabupaten Tasikmalaya : (1). Kecamatan Cikatomas : Desa Pasanggrahan. (2). Kecamatan Panca Tengah : Desa Neglasari, Tawang, Panca Wangi, Mekarsari. (3). Kecamatan Cikalong : Desa Cimanuk. (4). Kecamatan Salopa :Desa Mulyasari
4
Selata n
Samudera Indonesia
7
3.2 Kondisi fisik 3.2.1 Bentang alam Kondisi topografi Kabupaten Pangandaran berupa dataran pantai di selatan yang secara gradual menjadi pegunungan di utara. Topografi mulai dari ketinggian 0 hingga ketinggian 1050 mdpl di Barat Laut. Topografi datar hingga bergelombang dengan ketinggian 0-200 mdpl tersebar di Kecamatan Cimerak, Kecamatan Cigugur, Kecamatan Cijulang, Kecamatan Parigi, bagian selatan Kecamatan Sidamulih, bagian selatan Kecamatan Pangandaran, dan timur Kecamatan Padaherang. Sedangkan topografi bergelombang hingga pegunungan dengan ketinggian 200- 1050 mdpl berada di Kecamatan Kalipucang, Pangandaran, sedikit bagian utara Kecamatan Parigi, Kecamatan Langkaplancar, dan bagian utara Kecamatan Cigugur.
Gambar 3 Peta Topografi Kabupaten Pangandaran. Sumber data topografi adalah citra Shuttle Radar Tomographic Mission (SRTM) Tabel 1 Klasifikasi bentang alam Kab. Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)
8
3.2.2 Geologi dan jenis tanah A. Geologi regional Kawasan pesisir Selatan Jawa Barat secara fisiografi merupakan bagian dari zona jalur pegunungan selatan Jawa Barat yang memanjang dari Ujung Kulon dan Segara Anakan di bagian Timur. Zona ini dicirikan oleh perbukitan yang terjal dengan pantai yang juga terjal dan pada beberapa tempat dijumpai dataran-dataran pantai yang cukup luas. Secara umum morfologi daerah pesisir selatan dapat dibagi menjadi tiga tipe: morfologi dataran pantai, morfologi perbukitan bergelombang, dan morfologi karst.
9
Gambar 4
Morfologi dataran pantai Kawasan ini umumnya datar. Pada umumnya satuan ini memiliki luasan yang kecil (sempit), kecuali di beberapa daerah termasuk pantai di kawasan Pangandaran. Batuan penyusun satuan ini berupa pasir, lempung, lanau, dan kerikil sebagian mengandung cangkang moluska dalam keadaan lepas (unconsolidated rock). Ketinggian dari 0-15 m di atas permukaan air laut (m dpl) dengan kemiringan kurang dari 8%. Morfologi perbukitan bergelombang
10
Satuan ini meliputi sebagian besar kawasan pesisir selatan Jawa BArat. Satuan ini tersusun oleh batuan gunung api tua yang terdiri dari breksi gunung api, tuf, batu pasir gampingan, batu pasir glaukonit, dan batu pasir tuffan dan pada beberapa tempat ditemukan aglomerat dan napal. Secara umum kondisi batuan telah lapuk atau padu, setempat memiliki kekar-kekar. Ketinggian berkisar antara 20-600 m dpl dengan kemiringan lereng berkisar antara 8-40%. Morfologi karst Satuan ini disebut demikian karena morfologinya yang khas pada daerah batugamping, membentuk morfologi tersendiri berupa kerucut-kerucut yang tingginya mencapai puluhan meter. Penyebaran satuan ini antara lain di daerah Kalipucang dan Cijulang. Berdasarkan pemetaan geologi teknik yang dilakukan di sekitar kawasan pesisir Pangandaran (Budiono dan Raharjo, 2008) dan modifikasi dari hasil pemetaan geologi yang telah dilakukan oleh Simandjuntak dan Surono (1992), Supriatna (1992) serta Sutrisno (1983), maka kondisi geologi teknik daerah penelitian adalah sebagai berikut: ◦ Sedimen pasirlanauan: Pasirlanauan merupakan endapan pantai dan pematang pantai, berwarna abu-abu kehitaman, berbutir halus – sedang, membundar – membundar tanggung, lepas – sangat lepas, bergradasi baik dengan kelembaban basah- kering, mengandung fragmen batuan, mineral hitam, plagioklas, gelas vulkanik dan karbonat. Sedimen ini tersebar di sepanjang Pantai Parigi – Pangandaran. ◦ Sedimen pasirlempungan: Sedimen ini pada umumnya merupakan endapan limbah banjir, terdiri dari pasir, lempung dan sedikit kerikil, berwarna abu kehitaman-coklat, berbutir halus – kasar, berbentuk membundar tanggung – menyudut tanggung, sortasi jelek, bersifat lepas – agak padat, kelembaban lembab – basah, mengandung fragmen batuan, mineral hitam, plagioklas dan gelas vulkanik. Tersebar di sebelah barat Parigi. Berikut ini adalah hasil observasi lapangan yang telah dilakukan oleh tim berdasarkan kompilasi peta geologi regional (Gambar 5). Formasi Jampang
11
Formasi Jampang ditandai dengan warna coklat pada peta geologi (Gambar 5). Formasi ini tersebar terutama di bagian utara dan barat laut Kabupaten Pangandaran, yaitu di Kecamatan Langkaplancar, bagian utara Kecamatan Pangandaran, bagian barat Kecamatan Padaherang dan Kecamatan Kalipucang. Selain itu formasi ini juga berada di barat daya Kabupaten Pangandaran, yaitu di Kecamatan Cimerak. Formasi Jampang tersusun atas breksi gunungapi, tuf dengan sisipan lava. Berselingan dengan batupasir, batulempung napalan, dengan sisipan konglomerat dan batupasir kerikil diamikit. Formasi ini memiliki permeabilitas batuan yang rendah (Gambar 6).
Gambar 5 Peta geologi Kabupaten Pangandaran. Dimodifikasi dari 4 lembar peta geologi yang menyusun Kabupaten Pangandaran, yaitu: Peta Geologi Lembar Karangnunggal, Peta Geologi Lembar Pangandaran, Peta Geologi Lembar Majenang, dan Peta Geologi Lembar Tasikmalaya.
12
Gambar 6 Breksi volkanik Formasi Jampang. Lokasi singkapan di tepi jalan
raya BanjarPangandaran. Karena tersusun atas batuan yang resisten, maka batuan formasi ini menempati topografi yang terjal. Karena permeabilitas batuan yang rendah, batuan formasi ini kedap air dan menjadikannya bukan akifer yang baik. Formasi Pamutuan Formasi Pamutuan ditandai dengan warna merah pada peta geologi (gambar 5). Formasi ini tersebar di sekitar Kecamatan Cijulang, Cimerak, bagian utara Kecamatan Parigi, Kecamatan Pangandaran dan bagian selatan Kecamatan Kalipucang. Formasi Pamutuan disusun oleh batupasir, kalkarenit, napal, tuf, batulempung, dan batugamping. Namun di beberapa tempat, Formasi Pamutuan didominasi oleh kalkarenit dan batugamping klastika berselingan dengan napal. Formasi Pamutuan di Cijulang umumnya memiliki perlapisan yang datar dengan sistem kekar yang intensif (Gambar 7).
13
Gambar 7 Perlapisan batugamping dan karst Formasi Pamutuan Formasi Pamutuan terutama yang berlitologi batugamping telah dan sedang mengalami karstifikasi yang intensif. Karstifikasi ini membentuk kawasan karst kemudian dikembangkan sebagai tempat wisata, seperti Citumang, Green Canyon, dan Santirah. Selain itu karstifikasi intensif juga membentuk gua-gua, seperti Goa Sinjanglawang (Gambar 8). Secara hidrogeologi, sistem akifer pada formasi ini berupa sistem akifer rekahan. Formasi Kalipucang Formasi Kalipucang ditandai dengan warna biru tua pada peta geologi (gambar 5). Formasi ini tersebar setempat di Kabupaten Pangandaran, yaitu di sepanjang Jalan Raya Banjar Pangandaran sebelum masuk Kecamatan Pangandaran, di Cagar Alam Pangandaran, dan setempat di Kecamatan Langkaplancar. Formasi Kalipucang tersusun atas batugamping terumbu. Secara kenampakan, sulit membedakan antara batugamping Formasi Kalipucang dengan Formasi Pamutuan. Batugamping Formasi Kalipucang membentuk morfologi karst, terutama di kawasan Cagar Alam Pangandaran. Di sepanjang Jalan Raya Banjar-Pangandaran teramati galian C batugamping, terutama untuk bahan kapur (Gambar 9).
Gambar 8 Kenampakan Karst Cijulang di Green Canyon atau Cukang Taneuh
yang sudah membentuk ornamenornamen karst.
Formasi Bentang Formasi ini ditandai dengan warna coklat muda pada peta geologi. Formasi ini terutama tersebar di Kecamatan Cijulang, Kecamatan Cigugur, Kecamatan Parigi, dan Kecamatan Pangandaran. Batupasir gampingan, batupasir tufan, bersisipan serpih dan lensa-lensa batugamping
14
Endapan Pantai Endapan ini ditandai dengan warna biru muda pada peta geologi. Endapan pantai terutama tersebar di sepanjang Teluk Pangandaran, meliputi Kecamatan Cijulang, Parigi, dan Pangandaran. Tersuun atas pasir, kerikil, dengan porositas dan permeabilitas baik. Kawasan Pantai Pangandaran telah lama dikenal sebagai kawasan pariwisata. Meski begitu kawasan ini berombak besar dan seringkali memakan korban. Berdasarkan peta keluaran Pusat.
Gambar 9 Galian C di tepian jalan BanjarPangandaran.
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), sebagian besar kawasan ini termasuk kawasan rawan bencana tsunami dengan level tinggi. Pada tsunami tahun 2006, kawasan ini terkena dampak tsunami yang cukup parah. Endapan Sungai Endapan ini ditandai dengan warna biru muda pada peta geologi. Dataran Aluvial Sungai Citanduy berada di sebelah barat Sungai Citanduy, yaitu pada Kecamatan Banjarsari, Padaherang, dan Parigi. Endapan ini tersusun atas pasir, kerakal, kerikil endapan sungai. Dataran ini dimanfaatkan penduduk untuk kawasan persawahan (Gambar 10).
15
Gambar 10 Sawah yang ditanam di dataran aluvial Ci Tanduy.
Tabel 1 Susunan stratigrafi batuan di kawasan Kab. Pangandaran
16
Sedimen lempungpasiran: Sedimen lempung pasiran terdapat di sekitar rawa-rawa muara Sungai Citonjong dengan penyebaran yang merata. Sedimen ini berwarna abu-abu kehitaman sampai kelabu terang, agak kenyal – kenyal, berplastisitas sedang – tinggi, setempat mengandung cangkang moluska dan sedikit material vulkanik.Sedimen kerikil lempungan. Sedimen ini terdiri dari fragmen batu lempung dan batu gamping, berwarna kelabu – coklat, bentuk butir membundar tanggung – menyudut tanggung, bersifat lepas, tersebar di sekitar Kampung Parigi.
Batulempung: Batulempung terdapat di sebelah barat daerah penelitian, berwarna kelabu muda, bersifat padu, berlapis baik, kadang-kadang bercampur dengan batuan tufa pasiran. Lingkungan pengendapan batuan ini adalah laut dangkal yang berumur Miosen Tengah (Simandjuntak dan Surono, 1992).
Tufa: Tufa, berwarna kelabu kecoklatan–kekuningan, padat, berlapis baik, mengandung plagioklas, piroksin, oksida besi dan setempat bersifat gampingan. Batuan ini berumur Miosen Tengah dan merupakan endapan laut dangkal terbuka (Simandjuntak dan Surono, 1992).
Batupasir: Batupasir ini bersifat gampingan, berwararna putih kotor – putih kekuningan, berukuran sedang-kasar, berbentuk membundar tanggung, terdiri dari kuarsa dan mineral hitam, bersifat lunak dan setempat terdapat sisipan lignit. Batuan ini terdapat disebelah barat daerah penelitian. Umur batuan ini adalah Miosen Akhir dan merupakan endapan neritik (Supriatna et al., 1992).
Breksi: Batuan ini berwarna kelabu tua – hitam, terdiri dari aneka bahan, bersifat padat dan keras, komponen berukuran antara 0,5 cm dan 2 meter yang terdiri dari andesit, batu gamping, tufa dan batu pasir ,berbentuk menyudut tanggung.
Batugamping: Batuan ini merupakan batugamping terumbu, berwarna putih kelabu, padat, keras, berongga dan pada beberapa tempat berlapis, merupakan endapan laut dangkal yang berumur Miosen Tengah –Pliosen Awal (Simandjuntak dan Surono, 1992).
Secara regional, daerah selatan Jawa Barat sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng Samudra Hindia. Berdasarkan laporan
17
Badan Meteorologi dan Geofisika, daerah penelitian termasuk pada zona gempa 5,5 – 6 skala Richter dan mempunyai percepatan permukaan antara 150 – 200 mgal. B. Geologi teknik Jenis tanah didominasi oleh Latosol, podsolik, alluvial dan grumusol. Jenis tanah atau sedimen sangat berpengaruh terhadap kerentanan liquifaksi (gerakan tanah akibat gempa bumi). Sedimen pasir, pasirlanauan dan lanaupasiran diklasifikasikan sebagai sedimen atau tanah yang rentan terhadap liquifaksi. Hal-hal lain yang mempengaruhi kerentanan terhadap liquifaksi adalah, ukuran butir, bentuk butir dan lainlain. Resiko kerusakan bangunan yang diakibatkan oleh liquifaksi bergantung pada tinggi rendahnya indeks potensi liquifaksi (IL).Indeks potensi liquifaksi dipengaruhi oleh kedalaman dan faktor ketahanan tanah terhadap liquifaksi (FL). Berdasarkan hasil pemboran inti, pengujian SPT (Purnomo, 2001), pengujian laboratorium dan pengolahan data maka karakteristik sedimen atau tanah di daerah penelitian adalah sebagai berikut. Litologi di daerah penelitian terdiri dari pasir lanauan, pasir dan lempung. Pasir lanauan merupakan lapisan paling atas, sangat halus, berwarna abu-abu kecoklatan – kehitaman, berukuran halus – kasar, berbentuk membundar tanggung – menyudut tanggung, bersifat lepas, mengandung material vulkanik dan pecahan cangkang moluska, tersebar merata dengan ketebalan lebih kurang 1 – 15 m. Secara umum jenis sedimen ini merupakan endapan dekat pantai. Di bawah sedimen pasir dan lanau dijumpai sedimen pasir, berwarna abu-abu kehitaman, berukuran kasar, bersifat lepas, mengandung fragmen vulkanik yang cukup melimpah dan merupakan lensa-lensa. Sedimen ini merupakan endapan limbah banjir dengan ketebalan 1,5 – 6 meter. Sedimen lempung, merupakan lapisan paling bawah, berwarna abu-abu terang, bersifat plastis, , lunak, kenyal, mengandung material vulkanik dan pecahan cangkang moluska, ketebalan 5 – 8.5 meter. Berdasarkan sejarah kegempaan, daerah penelitian pernah mengalami pengaruh gempa yang cukup merusak yaitu: Gempa bumi Jawa Tengah dan Sukabumi dengan magnitude 4,3 – 5,5 skala Richter dan kedalaman antara 33 – 100 km. Pengujian SPT (Budiono dan Rahardjo, 2008) sangat membantu dalam analisis geoteknik, khususnya untuk melihat karakteristik
18
sedimen terhadap pengaruh liquifaksi. Hasil pengujian SPT di lapangan selanjutnya dikoreksi terhadap tegangan efektif tanah dan dikorelasikan dengan densitas untuk jenis tanah pasir dan konsistensi untuk jenis tanah lempung (Terzaghi & Peck, 1984). Berdasarkan korelasi nilai N-SPT koreksi, dengan sifat fisik tanah seperti jenis sedimen dan densitas, terdapat beberapa lapisan tanah atau sedimen yang cukup rentan terhadap pengaruh liquifaksi (Tabel 1). Pada lubang pemboran 1 (BH-1), pada kedalaman 2 – 6 meter terdapat pasir halus yang bersifat lepas, demikian pula di BH-3 pada kedalaman 0,25 – 2,3 meter. Pada jenis tanah yang sama, nilai N-SPT akan semakin besar seiring dengan bertambahnya kedalaman. Sedimen atau tanah yang rawan terhadap liquifaksi adalah sedimen yang memiliki densitas kecil atau bersifat lepas dan ditandai oleh nilai SPT yang kecil. Selanjutnya diperkirakan, tanah yang mengalami liquifaksi pada umumnya berada pada kedalaman < 10 meter. Di daerah penelitian sedimen yang rentan terhadap liquifaksi berada pada kedalaman 0,25 – 6 m. Tabel hasil pengukuran SPT dan peta geologi teknik di kawasan pantai Kab. Pangandaran (Budiono dan Rahardjo, 2008) dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
3.2.3 Topografi dan kelerengan Dari segi topografi wilayah dikelompokkan menjadi:
Kab.
Pangandaran
dapat
bagian utara merupakan dataran tinggi berbukit, yaitu wilayah Gunung Sawal dengan kemiringan lahan antara 15%-40%. Namun demikian kemiringan pada beberapa daerah mencapai lebih dari 40%. bagian tengah dan selatan merupakan dataran rendah hingga pantai, sebagian kecil bergelombang dengan kemiringan lahan 15-40 % dan sebagian pesisir relatif landai dengan kemiringan antara 0%-15%.
3.2.4 Sumber daya air A. Air hujan Rata-rata curah hujan di Kab. Pangandaran Ciamis selama tahun 2002-2012: nilai maksimum pada bulan Desember sebesar 472,2 (mm) dan minimum terjadi pada bulan Agustus sebesar 0 (mm), yang tergolong tipe C berdasarkan Schmidt-Ferguson.
19
20
Gambar 11 B. Air permukaan Kabupaten ini dialiri oleh sungai utama yaitu sungai Citanduy yang mengalir mulai dari Gunung Cakrabuana (hulu) di Kabupaten Tasikmalaya dan bermuara di Sagara Anakan Provinsi Jawa Tengah dengan anak-anak sungainya terdiri dari sungai Cimuntur, sungai Cijolang dan sungai Ciseel. Dibagian selatan mengalir sungai Cimedang dengan anak sungainya terdiri dari sungai Cikondang, sungai Cibegal, sungai Cipaledang, sungai Cibungur, sungai Citatah I, sungai Citatah II, sungai Cigugur, sungai Ciharuman, sungai Cigembor, sungai Cikuya, sungai Cijengkol, sungai Cimagung dan sungai Cicondong. Sebagian besar wilayah Kabupaten Ciamis termasuk ke dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy, sedangkan sisanya termasuk ke dalam DAS Cimedang. Berikut tabel daerah aliran sungai di wilayah Kabupaten Ciamis. Tabel 2 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten Ciamis, Pangandaran, dan sekitarnya
Nama DAS
Luas (Ha)
DAS Citanduy a. Sub DAS Citanduy Hulu b. Sub DAS Ciseel
365.667 22.279,38 77.421,08
Debit (M3/dtk) 236,59 39,83 51,66 21
c. Sub DAS Cimuntur d. Sub DAS Cijolang
55.163,99 18.665,99
Sumber: BBWS Citanduy,Dinas Bina Marga, SDA,ESDM Kab.Ciamis,2013
30,69 17,68
Gambar 12 menunjukan sebaran jaringan sungai di wilayah kabupaten pangandaran. Secara kualitatif wilayah utara merupakan area dengan jaringan sungai yang lebih banyak. Gambar 13 menunjukan lokasi jaringan sungai pada kenampakan satelit Landsat 8 dengan RGB : 321. Data tersebut tidak ditunjang dengan jumlah debit air dan kelengkapan data sungai yang lebih rinci. Untuk analisis hirdologi masih membutuhkan data tambahan terkait karakteristik fisik sungai di sekitar wilayah kabupaten pangandaran. Pada Gambar 14 dan Gambar 15 diperlihatkan distribusi kenampakan citra satelit dengan konfigurasi Read Green Blue (RGB) : 321 (Gambar 14) dan konfigurasi Read Green Blue (RGB) : 432 (Gambar 15). Citra ini dambil pada tanggal 2 Mei 2016, pukul 10 menit 00 detik 07 dengan nama file LC81210652016095LGN00.tar.gz. Citra ini merupakan citra generasi terbaru dengan memiliki 8 band yaitu band 1, band 2, band 3, band 4, band 5, band 6, band 7, dan band 8. Pada konfigurasi RGB : 321 (Gambar 14) biasanya digunakan untuk melihat fitur alam dengan warna asli (true color), artinya warna yang disajikan dalam citra sama dengan warna fitur di lapangan. Sebagai contoh jika kita perhatikan pada Gambar 14 terlihat sebaran warna hijau yang mendominasi diselingi warna coklat dan coklat tua. Warna hijau adalah untuk area vegetasi baik itu hutan, kebun, padang rumput. Coklat dan coklat muda untuk area yang telah dibuka baik menjadi area garapan pertanian atau perkebunan maupun menjadi area pemukiman. Citra satelit ini memiliki keterbatasan pixel (resolusi), sehingga perlu dukungan citra lain yang lebih tinggi resolusinya untuk interpretasi secara rinci. Pada konfigurasi RGB: 432 (Gambar 15) biasanya digunakan untuk melihat kenampakan area genangan air atau badan air. Dengan kata lain dapat melihat area basah pada saat citra tersebut diambil. Jika kita perhatikan pada bagian ini terdapat kenampakan warna merah yang mendominasi diselingi warna coklat muda dan biru tua. Untuk warna merah merupakan daerah dengan kondisi tidak basah, sedangkan warna coklat muda dan biru tua menunjukan daerah basah dan daerah basah sekali (tergenang). Sebagai contoh bagian selatan yang merupakan laut menujukan kenampakan warna biru tua yang
22
tegas. Hal yang sama terlihat di sekitar bagian timur Kab. Pangandaran terdapat area tergenang.
Gambar 12 Peta jaringan Sungai kabupaten Pangandaran
Gambar 13 Peta Jaringan sungai Kabupaten Pangandaran (sumber BIG 2008) dioverlay dengan citra satelit Lansat 8 (RGB : 321) tanggal 2 Mei 2016 (USGS, 2016).
23
Gambar 14 Peta Kenampakan citra satelit Lansat 8 (RGB : 321) tanggal 2 Mei 2016 (USGS).
Gambar 15 Citra satelit Lansat 8 (RGB : 432) tanggal 2 Mei 2016. (USGS)
24
C. Air tanah Secara umum, terdapat empat Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten Pangandaran, yaitu DAS Cimedang di sebelah barat, DAS yang bermuara di Teluk Parigi, DAS yang bermuara di Teluk Pangandaran, dan DAS Citanduy di sebelah timur. Daerah tangkapan air utama berada di utara Kabupaten Pangandaran, yaitu di bagian pegunungan terjal yang tersusun oleh batuan keras Formasi Jampang. Di sebelah barat, sungai-sungai bermuara ke Ci Medang dan kemudian ke Laut Selatan. Di tengah Kabupaten Pangandaran, sungai-sungai bermuara ke Teluk Parigi dan Teluk Pangandaran. Sedangkan sungai-sungai di sebelah timur bermuara ke Ci Tanduy yang kemudian ke Segara Anakan. Berdasarkan Peta Hidrogeologi Lembar Ciamis skala 1:100.000 (IWACO-WASECO-PU, 1989), Hidrogeologi Kabupaten Pangandaran dapat dibagi berdasarkan karakteristik berikut.
Gambar 16 Peta hidrogeologi Kab. Ciamis dan sekitarnya, mencakup Kab. Pangandaran (IWACO-WASECO-PU, 1989)
25
Daerah Dengan Akifer Aliran Melalui Ruang Antar Butir: Daerah dengan akifer jenis ini ditandai dengan warna biru muda pada Peta Hidrogeologi. Daerah ini terutama berada di kawasan Pantai Pangandaran, tepatnya di Kecamatan Pangandaran, Sidamulih, dan Parigi. Batuan yang menyusun akifer jenis ini adalah endapan aluvial pantai dan dataran banjir serta endapan aliran sungai. Dengan penyusun kerikil, kerakal, dan pasir besi. Akifer jenis ini berada pada kawasan dataran tepi pantai dan sekitar sungai. Kawasan ini memiliki produktifitas akifer sedang dengan kelimpahan cukup baik, namun bersifat setempat. Daerah Dengan Akifer Aliran Melalui Celahan, Rekahan, dan Saluran: Daerah dengan akifer jenis ini ditandai dengan warna hijau pada Peta Hidrogeologi (gambar 2). Kawasan ini terutama tersebar terutama di Kecamatan Cijulang, sebagian Kecamatan Cimerak, sebagian Kecamatan Cigugur, bagian selatan Kecamatan Langkaplancar, Sebagian Kecamatan Parigi, Sidamulih, Pangandaran, dan Kalipucang. Batuan penyusun akifer ini terutama adalah batugamping Formasi Kalipucang dan batugamping Formasi Pamutuan. Secara geomorfologi kawasan ini berupa kawasan karst dengan akifer yang mengisi rekahan- rekahan. Pada kawasan ini banyak dijumpai mata air dan juga sungai-sungai yang masuk ke dalam rekahan. Contoh paling baik untuk menggambarkan kawasan ini adalah Green Canyon atau Cukang Taneuh.
Gambar 17 Mata air Cirengganis di kawasan Cagar Alam Pangandaran (gambar atas) dan aliran Cijulang yang diduga menyusui rekahan (gambar bawah)
Daerah Dengan Akifer Bercelah dengan Produktivitas Kecil dan Daerah Airtanah Langka: Daerah dengan akuifer bercelah dengan produktivitas kecil dan daerah air tanah langka tersebar cukup banyak di Kabupaten Pangandaran dan ditandai dengan warna coklat pada peta hidrogeologi (gambar 2). Daerah ini terutama disusun oleh batuan breksi volkanik Formasi Jampang (gambar 4). Daerah ini dicirikan dengan relief yang kasar dan berada pada topografi tinggian.
26
Gambar 18 Batuan Formasi Jampang. Berupa breksi volkanik yang keras dan impermeabel. Lokasi tepi jalan raya Banjar-Pangandaran
Dari sisi kualitas air, kami telah mendapatkan 10 sampel air dengan rincian:
lima sampel air dari data sekunder dan lima sampel air data primer
Sebanyak tiga sampel dari total 10 sampel di atas diambil dari S. Cijulang, dan tujuh sampel lainnya adalah air tanah berasal dari mata air dan sumur warga. Dari sisi kualitas air tanah dan air sungai yang dilihat dari konsentrasi ion utama (major ions) Ca, Na, Mg, SO4, CO3, HCO3, Cl, memperlihatkan kemiripan dengan air hujan (Gambar 19) yang ditampilkan dalam Diagram Piper (Piper, 1944; Helsel and Hirsch, 2002; Zaporozec, 1972; Dalton and Upchurch, 1978). Kedua air ini masuk ke dalam siklus air meteorik, sehingga keduanya memiliki korelasi sangat dekat dengan air hujan. Tentunya kondisi ini dapat berbeda bila sampel air tanah dalam (atau air tanah tertekan) diuji. Namun karena tidak ditemukan adanya sumur bor dalam, maka kami tidak mendapatkan sampel untuk air jenis tersebut. Dari gambar Diagram Piper di bawah ini didapatkan klasifikasi fasies air sebagai berikut:
air hujan: fasies netral, air tanah: fasies Na-Mg-HCO3, masih memperlihatkan pengaruh batuan gunungapi dan gamping. air sungai: fasies Na-K-Cl, pada sampel sungai telah memperlihatkan adanya pengayaan klor (Cl) yang diduga berasal dari limbah pertanian, peternakan dan domestik di sepanjang aliran S. Cijulang namun masih dalam batas normal. 27
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa CAT di Kab. Pangandaran dibatasi di permukaan oleh tinggian yang merupakan perbukitan gunungapi tua, serta di bagian bawahnya oleh lapisan batuan gunungapi tua dan batuan sedimen berumur Tersier. Dengan demikian menurut pandangan kami akuifer yang dapat dimanfaatkan adalah yang berada pada endapan aluvial permukaan yang kapasitas suplainya terbatas.
Gambar 19 Diagram Piper kualitas air
3.2.5 Sumber daya mineral 3.2.6 Penggunaan lahan Pada Gambar 20 diperlihatkan sebaran tata guna lahan TGL (landuse) sekitar wilayah Kab. Pangandaran dari mulai area laut, area air tawar, semak belukar, empang, hutan, hutan rawa, kebun, pasir darat, pasir pantai, pemukiman, rawa rumput, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tanah berbatu, dan tanah ladang. Jika kita merujuk pada kenampakan citra satelit pada bagian sebelumnya, area basah pada konfigurasi RGB 432 (warna coklat muda dan biru tua) (Gambar 15) memiliki batas 28
wilayah yang kurang lebih sama dengan area sawah irigasi dalam peta TGL. Dengan kata lain lokasi tergenang air dapat dikonfirmasi dengan menggabungan informasi antara dua peta tersebut. Hal yang sama ditunjukan oleh data kawasan hutan dan kebun pada Gambar 20 memiliki pisisi irisan yang hampir presisi dengan lokasi kenampakan hijau pada citra satelit konfigurasi RGB: 321 (Gambar 14). Pada Gambar 20, lebih lanjut kita dapat melihat distribusi pemukiman penduduk yang relatif masih sedikit jika dibandingkan keseluruhan wilayah Kab. Pangandaran. Disamping itu pula, area hutan, kebun, semak belukar, sawah irigasi masih relatif luas, sehingga potensi pengembangan wilayah masih terbuka luas di Kab. Pangandaran.
Gambar 20 Peta tata guna lahan wilayah Kabupaten Pangandaran (BIG, 2008)
29
Gambar 21
3.2.7 Status lingkungan hidup 3.2.8 Bencana alam Berikut ini adalah ikhtisar potensi bencana dan kawasan yang rawan bencana di PP Pangandaran.
30
Tabel 2
A. Banjir (rob) Kabupaten Pangandaran memiliki kerawanan bencana banjir, khususnya di bagian dataran pantai. Banjir ini dapat dikarenakan curah hujan yang besar dalam waktu pendek atau naiknya muka laut (rob). Peristiwa banjir terakhir yang terjadi pada tanggal 9-10 Oktober 2016, yang menggenangi tujuh kecamatan yang memiliki wilayah dataran rendah, yakni: Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Kalipucang, Padaherang, dan Mangunjaya yang menggenangi 2000 rumah (BPBD, 2016).
B. Gerakan tanah Kabupaten Pangandaran memiliki kerawanan gerakan tanah, salah satu yang dilaporkan berada di Kec. Kalipuncang (VSI 2014). Secara umum topografi di sekitar lokasi gerakan tanah berupa pedataran. Topografi dengan kemiringan lereng agak terjal sampai terjal umumnya dijumpai pada tebing-tebing jalan dan sungai (Peta Rupa Bumi Lembar Kalipucang, Bakosurtanal, 1999). Berdasarkan Peta Geologi Lembar Pangandaran (Simanjuntak dan Surono, 1992) batuan penyusun daerah bencana berupa endapan permukaan yang terdiri dari endapan aluvium (Qa). Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Potensi Terjadi Gerakan Tanah di Provinsi Jawa Barat bulan April 2014 (Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi), daerah bencana termasuk zona potensi 31
terjadi gerakan tanah menengah sampai tinggi artinya pada daerah ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan dan gerakan tanah lama dapat aktif kembali. Faktor penyebab terjadinya gerakan tanah di Kab. Pangandaran secara umum adalah: ◦ Batuan penyusun yang bersifat sarang, mudah meloloskan air, dan luruh jika terkena air, ◦ Kemiringan lereng pada tebing sungai yang terjal, ◦ Curah hujan tinggi yang turun sebelumnya semakin memicu terjadinya gerakan tanah. Beberapa rekomendasi dan Saran Penanggulangan:
Mengingat curah hujan yang diperkirakan masih tinggi, dan terdapatnya potensi gerakan tanah susulan, direkomendasikan:
Penduduk yang tinggal pada lokasi yang berdekatan dengan tebing yang mengalami longsoran agar selalu meningkatkan kewaspadaan dan diharap mengungsi ke tempat yang lebih aman terutama pada saat dan setelah turun hujan.
Tidak melakukan aktivitas di atas, bawah, atau pada bagian lereng yang mengalami longsoran pada saat dan setelah turun hujan.
Kawasan rawan bencana gerakan tanah di Kabupaten Pangandaran telah dipetakan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dengan skala peta 1:100.000 (Gambar 22). Terdapat empat zona kerentanan gerakan tanah, yaitu:
Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah: Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan sangat rendah untuk terkena gerakan tanah. Pada zona ini jarang atau hampir tidak pernah terjadi gerakan tanah, baik gerakan tanah lama maupun gerakan tanah baru, kecuali pada daerah tidak luas pada tebing sungai.
Merupakan daerah datar sampai landau dengan kemiringan o
lereng lebih kecil dari 15% (8.5 ) dan lereng tidak dibentuk oleh endapan gerakan tanah, bahan timbunan atau lempung yang bersifat plastis atau mengembang. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah ditandai dengan warna biru muda pada
32
Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah. Kawasan ini tersebar terutama di dataran aluvial Ci Tanduy dan dataran pantai Pangandaran. Di tempat lain umumnya hanya tersebar setempat dengan luas terbatas.
Gambar 22 Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Pangandaran keluaran Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang dimodifikasi.
Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah: Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan rendah untuk terkena gerakan tanah. Umumnya pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah. Jika tidak mengalai gangguan pada lereng, dan jika terdapat gerakan tanah lama, lereng telah mantap kembali. Gerakan tanah berdimensi kecil mungkin dapat terjadi, terutama pada tebing lembah (alur) sungai. Kisaran kemiringan lereng mulai dari landau (5-15%) sampai sangat terjai (50-70%), tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah pembentuk lereng. Pada lereng terjal, umumnya dibentuk oleh tanah pelapukan yang tipis dan vegetasi penutup baik, umumnya berupa hutan atau perkebunan. Zona Kerentanan 33
Gerakan Tanah Rendah ditandai dengan warna hijau pada Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah. Kawasan ini tersebar luas di Kabupaten Pangandaran hampir di seluruh kecamatan. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah: Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan menengah untuk terkena gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah, terutma pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan, atau jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi dan erosi kuat. Kisaran kemiringan lereng mulai dari landau (5-15%) sampai curah hingga hampir tegak (>70%), tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah pelapukan pembentuk lereng. Kondisi vegetasi penutup umumnya kurang sampai sangat jarang. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah ditandai dengan warna kuning pada Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah. Kawasan ini tersebar terutama di bagian utara Kabupaten Pangandaran. Persebarannya terutama pada lereng-lereng terjal batuan Formasi Jampang. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi: Daerah yang mempunya tingkat kerentanan tinggi untuk terkena gerakan tanah. Pada zona ini sering terjadi gerakan tanah, sedangkan gerakan tanah lama dan gerakan tanah batu masih aktif bergerak, akibat curah hujan yang tinggi dan erosi yang kuat. Kisaran kemiringan lereng mulai dari agak terjal (30-50%) hingga hampir tegak (>70%) tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah pelapukan pembentuk lereng. Kondisi vegetasi penutup umumnya sangat kurang. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi ditandai dengan warna merah pada Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah. Kawasan ini terutama di bagian utara. Persebarannya berada pada batuan keras Formasi Jampang. Kecamatan yang dengan zona kerentanan gerakan tanah tinggi yaitu Kecamatan Langkaplancar dan utara Kecamatan Pangandaran.
C. Gempa bumi dan tsunami Gemba bumi Berdasarkan peta geologi teknik dan pemboran inti, kawasan pesisir Pangandaran dan sekitarnya (Budiono dan Rahardjo, 2008) dicirikan oleh sedimen lempung dan pasir, bersifat lepas dan jenuh air. Catatan gempa regional menyatakan bahwa daerah ini terletak pada zona gempa dengan kekuatan 5 – 6
34
skala Richter dengan percepatan permukaan 150 – 200 Mgal. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya liquifaksi (lihat Bab Geologi Teknik). Tsunami Tsunami merupakan gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut seperti adanya gempa bumi tektonik di laut. Di lokasi pembentukan tsunami tinggi gelombang diperkirakan sekitar 0,5 m sampai 3 m dan panjang gelombangnya lebih dari puluhan kilometer. Selama penjalaran dari tengah laut menuju pantai, kecepatan semakin berkurang karena gesekan dengan dasar laut yang semakin dangkal sehingga tinggi gelombang di pantai menjadi semakin besar karena adanya penumpukan masa air. Gelombang tsunami melimpas memasuki daratan melewati semua benda yang ada di pantai dan daratan hingga kecepatannya berkurang dan air kembali ke laut. Tinggi gelombang (run up) saat mencapai pantai akan mempengaruhi distribusi dan jarak genangan ke arah daratan (Zaitunah et al., 2012). Karena Kab. Pangandaran sebelumnya merupakan bagian dari Kab. Ciamis, maka sejarah bencana tsunaminya adalah sebagai berikut. Tsunami yang terjadi pada tanggal 17 Juli 2006 di pantai selatan Jawa menimbulkan kerusakan bangunan dan jumlah korban di wilayah pantai selatan Jawa Barat termasuk Kabupaten Ciamis. Kerusakan rumah paling banyak tercatat di Kecamatan Cimerak yaitu lebih dari 400 rumah hancur total, sedangkan di Kecamatan Pangandaran tercatat lebih dari 200 rumah hancur total. Korban jiwa tertinggi tercatat di wilayah Pangandaran yaitu 137 orang meninggal, kemudian diikuti Kecamatan Cimerak tercatat 97 orang meninggal. Di kedua tempat tersebut juga banyak korban dengan luka parah dan ringan dan hilang dalam peristiwa tsunami tersebut. Korban jiwa dan kerusakan fisik juga tercatat di wilayah Kabupaten Tasikmalaya yaitu khususnya di Kecamatan Cikalong dan Cipatujah namun tidak separah yang terjadi Kab. Ciamis. Dalam catatan World Food Program PBB dan LAPAN tahun 2006 diketahui korban meninggal di wilayah Jawa Barat adalah 427 orang sedangkan yang hilang dan terluka 856 orang. Rumah yang hancur total lebih dari 900 rumah dan lebih dari 1200 rumah mengalami kerusakan parah dan ringan (Zaitunah et al., 2012). Kemungkinan wilayah yang tergenangi setinggi 7,5 m menunjukkan bahwa sedikit saja wilayah desa di Kecamatan Kalipucang dan Cimerak yang tergenangi karena sebagian besar 35
wilayahnya adalah dataran tinggi. Wilayah pemukiman pantai Pangandaran, Parigi, Sidamulih dan Cijulang terkena imbas gelombang tsunami. Begitu pula daerah sawah dan pertanian lahan kering serta tutupan lahan sepanjang pantai lainnya (lihat Gambar).
Gambar 23 Tutupan lahan yang diprediksi akan terkena genangan setinggi 7,5 m per desa pantai per kecamatan di wilayah Kab. Ciamis dan Kab. Pangandaran (Zaitunah et al., 2012).
3.3 Kependudukan <<Pak Budi>>
3.4 Perekonomian <<Pak Budi>>
3.5 Prasarana <<Pak Budi>>
3.6 Sarana
<<Pak Budi>>
36
37
Bab 4 Analisis KLHS Note: Pak Budi Bab 4 berikut ini dianalisis berdasarkan kondisi air saja sesuai data yang saya miliki, belum mencakup analisis dari bidang lain.
Penetapan Wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran, akan memberikan pengaruh besar dalam pertumbuhan penduduk, daya saing ekonomi dan perkembangan pembangunan. Dengan demikian Pangandaran menjadi salah satu penghela pembangunan ekonomi yang berkeberlanjutan di Jawa Barat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Dinas PSDA Jawa Barat, 2016). Dalam hal ini, tekanan terhadap sumberdaya air sangat tinggi. Sebagai informasi dasar wilayah Pusat Pertumbuhan (PP) Pangandaran akan dikembangkan sebagai wilayah dengan mengkombinasikan kawasan pariwisaya, pusat transportasi laut, serta agroforesty.
Gambar 24 Peta pengembangan Pusat Pertumbuhan dan Metropolitan di Jawa Barat (Dinas PSDA Jabar, 2016)
38
Gambar 25 Diagram beberapa fungsi terkait wilayah Kab. Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)
Gambar 26 Diagram zonasi Pusat Pertumbuhan (PP) Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)
39
Gambar 27 Keterangan pembagian zonasi PP Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)
4.1 Analisis kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
Daya dukung lingkungan adalah kapasitas atau kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus mempertahankan produktivitas, kemampuan adaptasi, dan kemampuan memperbarui diri. Daya dukung lingkungan diartikan sebagai kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia. Sebagai salah satu komponen lingkungan, air perlu mendapatkan perhatian khusus. Berdasarkan analisis kami, kondisi sumber daya air yang mencakup air hujan, air permukaan, dan air tanah di Kab. Pangandaran masih mencukupi dari sisi kuantitas, untuk kategori pemukiman, pertanian, dan perkebunan. Sedangkan untuk perindustrian, kebutuhan air ini akan sangat bergantung kepada jenis industrinya, dengan catatan bahwa Pemkab Pangandaran harus memperhatikan isu-isu sebagai berikut:
Curah hujan yang tinggi dengan waktu hujan pendek: ini akan menimbulkan bencana tanah longsor dan banjir bandang;
40
Sistem pengelolaan sumberdaya air yang terintegrasi, meliputi pengelolaan air hujan, air permukaan, dan air tanah. Terintegrasi di sini selain mencakup ketiga jenis air di atas, juga terintegrasi secara kewilayahan mengingat wilayah Kab. Pangandaran terdiri dari dua Wilayah Sungai dan DAS yang lintas provinsi (lihat gambar berikut);
Gambar 28 Peta wilayah sungai (WS) dan daerah aliran sungai (DAS)
Air hujan juga perlu dimanfaatkan, dengan ditampung (Pemanenan/Penangkapan Air Hujan atau rain water harvesting) untuk memenuhi kebutuhan air pada musim kemarau, serta mengurangi run of pada musim hujan (lihat tabel berikut). Perencanaan air baku yang telah dibuat oleh Dinas PSDA Jabar (2016) harus menjadi rujukan utama. Berbagai teknologi penangkapan air hujan telah dikembangkan oleh Kementerian PU, sehingga dapat dijadikan rujukan utama tanpa perlu ada kajian untuk menghemat dana. Upaya penangkapan air hujan dapat menggunakan tangkapan atap dan media penyimpangan tanki bawah tanah (underground tank) meniru instalasi tanki penyimpanan BBM di SPBU. Hal ini sangat penting untuk mengurangi beban sungai dalam menampung air run of. Tabel di bawah ini memberikan ilustrasi potensi air sungai di WPP Pangandaran yang sudah baik, sehingga perlu ada perencanaan penanganan yang terintegrasi dengan sumber air yang lain;
41
Tabel 3 Inventarisasi WS dan DAS di WPP Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)
Walaupun kapasitas sumberdaya air memadai (bila dikelola dengan baik), namun sistem tampungan air baku masih terbatas, sistem yang saat ini ada masih merupakan peninggalan pemerintah kabupaten yang sebelumnya (sebelum pemekaran), sehingga perlu segera dikembangkan mengikuti dokumen Perancangan Masterplan Air Baku yang telah disusun oleh Dinas PSDA Jawa Barat (lihat gambar di bawah ini). Gambar-gambar berikut ini mengilustrasikan kesiapan perencanaan penyiapan sumber air baku di PP Pangandaran oleh Dinas PSDA Jabar. Untuk itu pihak terkait perlu mengadakaan koordinasi yang erat dengan OPD provinsi, sehingga dana kajian dapat dihemat. Namun demikian dari perencanaan yang telah ada, menurut kami pengelolaan air hujan perlu ditambahkan ke dalam modul masterplan; Perencanaan sumberdaya air permukaan menurut kami lebih maju dibandingkan perencanaan sumber air lainnya (air tanah dan air hujan). Di bawah ini, Pemkab Pangandaran telah menentukan alur sungai yang potensial untuk pengembangan suplai air, dilanjutkan dengan rencana titik bendung.
42
Lokasi situ/waduk/embung yang saat ini ada dinilai sudah bagus, tapi perlu ada peningkatan kuantitas dan kualitas jalur distribusinya.
Gambar 29 Sungai-sungai potensial terpilih untuk pengembangan potensi sumberdaya air WPP Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016) Tabel 4 Inventarisasi situ/waduk/embaung di WPP Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)
43
Gambar 30 Peta rancangan PSDA WPP Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)
44
Gambar 31 Peta lokasi rencana bendung di WPP Pangandaran
45
Gambar 32 Peta lokasi potensi sumber air yang dapat dikembangkan (Dinas PSDA Jabar, 2016)
Pencemaran air perlu mendapat perhatian tidak saja dari industri rumahan, juga limbah dari pertanian, perkebunan dan domestik (pemukiman), misal S. Cijulang yang kualitas airnya kami uji di lapangan.
4.2 Analisis kemampuan sistem sarana dan prasarana
Hasil dari analisis kami, dengan sistem yang saat ini ada, maka Pemkab Pangandaran baru mampu memberikan layanan kepada sektor rumah tangga maksimum 40% dari total kebutuhan (lihat dua tabel di bawah ini). Untuk sektor yang lain, seperti pertanian-perkebunanpeternakan, layanan air baku masih sangat minim. Para praktisi (petani, pekebun, dan peternak), banyak yan secara mandiri mencari sumber air bakunya, tanpa ada arahan dari pihak berwenang. Akibatnya dari sisi penggunaan air dan pengolahan limbah belum memenuhi standar kriteria minimum.
Tabel 5 Pola pengembangan jaringan prasarana sumberdaya air
46
Selain itu overpumping sumur air yang berada dekat dengan pantai dapat menimbulkan dampak lain yakni intrusi air laut, bila tidak dirancang dengan baik. Kualitas air yang baik pada saat perencanaan dan awal operasi masih kemudian dapat berubah menjadi payau bahkan asin, bila kegiatan ini tidak ditelaah dengan baik.
Tabel 6 Inventarisasi air tanah dan mata air di WPP Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)
4.3 Analisis perkiraan mengenai dampak dan resiko lingkungan hidup
Dampak program pembangunan akan saling mempengaruhi, sehingga seringkali realitas tidak berjalan sesuai rencana. Dalam bidang sumberdaya air, khususnya air tanah, sistem hidrogeologi yang berkaitan dengan suplai air akan rentan gangguan dari sisi tata guna lahan. Kawasan yang berfungsi sebagai kawasan imbuhan air (recharge area) ditutup dan dialihfungsikan sebagai kawasan pemukiman misalnya, tanpa ada rekayasa khusus. Hal ini di banyak daerah akan sangat mengganggu pemenuhan kebutuhan air masyarakat yang tinggal di daerah yang lebih rendah, biasanya disebut daerah keluaran (discharge area).
47
Dampak yang kedua umumnya akan dihasilkan oleh program pembangunan yang berujung kepada peningkatan aktivitas ekonomi. Untuk WPP Pangandaran, kami menyoroti aktivitas pertanian, perkebunan dan peternakan yang juga rawan memberikan zat-zat kontaminan ke badan air. Pupuk, zat pembasmi hama, dan limbah kotoran hewan bila tidak diolah terlebih dahulu, akan menjadi kontaminan yang signifikan. Berdasarkan analisis di atas, maka dokumen RTRW selain berisi ketentuan mengenai batas spasial penggunaan lahan, juga perlu membahas upaya-upaya yang harus diambil agar tidak terjadi pencemaran ke badan air, baik untuk sektor domestik, maupun untuk sektor pertanian-perkebunan-peternakan.
Gambar 33 Sistem pelayanan dalam arahan RTRW antara kecamatan di WPP Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)
4.4 Analisis efisiensi pemanfaatan Dalam pemanfaatan sumberdaya air pihak Pemkab Pangandaran perlu bersandar kepada kapasitas suplai, proyeksi jumlah penduduk, serta tata ruang. Prioritas harus diberikan kepada sektor Rumah Tangga. Dalam hal ini cakupan PDAM yang saat ini kurang lebih hanya 40% dapat ditingkatkan, karena banyak sumber air belum dikelola dengan baik. Lokasi sumber air baku serta perancangan alur distribusi air baku dan air sambungan PDAM saat ini masih menggunakan paradigma saat masih bergabung dengan Kab. Ciamis. 48
Setelah itu kelas perkebunan-pertanian-peternakan perlu mendapatkan perhatian karena sektor ini merupakan tulang punggung WPP Pangandaran. Kebun teh adalah salah satu yang perlu mendapatkan penanganan lebih mengingat teh Jawa Barat adalah no 1 di Indonesia. Setelah itu baru kemudian bila ada, perhatian diberikan pada sektor industri. Ditempatkan terakhir karena memang tidak masuk ke dalam fokus pengembangan WPP Pangandaran.
Gambar 34 Skema kapasitas dan alur distribusi air baku (Dinas PSDA Jabar, 2016)
Tabel 7 Rekapitulasi kebutuhan air baku WPP Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2014)
49
Tabel 8 Tabel inventarisasi prasarana air bersih eksisting (tahun 2015)
50
Tabel 9 Lokasi sumber air baku PDAM Tirta Galuh Ciamis Cabang Pangandaran
51
Tabel 10 Jumlah sambungan rumah aktif di WPP Pangandaran
52
Gambar 35 Wilayah pelayanan PDAM dan Non PDAM eksisting (Dinas PSDA Jabar, 2016)
53