DR. DEDEN MAKBULOH, M.Ag
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Arah Baru Pengembangan Ilmu dan Kepribadian di Perguruan Tinggi
DR. DEDEN MAKBULOH, M.Ag
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Arah Baru Pengembangan Ilmu dan Kepribadian di Perguruan Tinggi
KATA PENGANTAR
ϢϴΣήϟ ϦϤΣήϟ Ϳ ϢδΑ Segala Puji bagi Allah Swt., hanya dengan izin Allah terlaksana segala macam kebajikan dan diraih segala macam kesuksesan. Salawat dan salam semoga dilimpah curahkan kepada Rasulullah Muhammad Saw. kepada beliau agama Islam disempurnakan hingga beliau menjadi teladan dalam pelaksanaannya. Semoga keberkahan juga tercurah kepada keluarga dan sahabat beliau serta seluruh manusia yang taat dan setia kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Penulis memiliki niat dan motivasi dalam penulisan buku yang ada di tangan pembaca, yaitu mengamalkan ilmu melalui tulisan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Hal ini merupakan gereget nurani penulis dalam konteks iman dan ilmu sebagai kunci diangkatnya harkat derajat manusia. Penulis sejak pertama kali memberikan kuliah Pendidikan Agama Islam, pikiran dan perasaan merasa tidak puas, karena mahasiswa umumnya masih kurang membaca buku-buku agama Islam. Penulis berujuan agar mahasiswa itu dapat iv
Kata Pengantar
Pendidikan Agama Islam
v
memahami Al-Islam secara baik dan komprehensif. Oleh karena itu, penulis bermaksud memberikan kesempatan waktu yang luas untuk membaca dan belajar Al-Islam di luar jam kuliah. Tentu, usaha seperti itu tidak mudah karena diperlukan ilmu yang mendalam dan iman yang kokoh. Berkaitan dengan beratnya tugas tersebut, penerbitan buku ini secara luas banyak tertunda karena terlalu banyak yang dipertimbangkan. Pertimbangan utama yaitu sejauh mana manfaat ditulisnya buku ini bila dibandingkan dengan bukubuku yang sudah ada. Tetapi, berhenti dalam pertimbangan tidak menghasilkan sebuah karya. Akhirnya, penulis sadar bahwa bermanfaatnya buku tergantung pada pembaca, sehingga niatnya dilanjutkan lagi. Buku ini terbit atas bantuan penerbit RajaGrafindo Persada Jakarta. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hj. Magdalena, direktur RajaGrafindo Persada, Ibu Sri Mulyani bagian produksi dan Bapak Embun bagian editor. Semoga amal kebaikan kita mengalir sampai akhirat. Atas dasar itu, dengan rendah hati semata-mata hanya mengharap rida dari Allah Ta’ala, penulis menantikan saran-saran dari pembaca untuk mendapatkan cahaya kesempurnaan Islam. Penulis Dr. Deden Makbuloh, M.Ag.
vi
Kata Pengantar
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
v
BAB 1 : ARAH PENGEMBANGAN STUDI AGAMA
1
A. Definisi Agama dalam Islam B.
Ukuran Kebenaran Agama
1 10
C. Kedudukan Agama Bagi Manusia
15
D. Manfaat Agama dalam Era Globalisasi
20
E.
Kontinuitas Agama Islam
23
F.
Penyebab Kesalahan dalam Beragama
28
G. Masuk Islam Secara Kaffah
31
H. Istiqamah dalam Beragama
36
BAB 2 : MODEL MANUSIA SEMPURNA
41
A. Istilah Manusia dalam Al-Qur`an
42
B.
Potensi Utama Manusia
49
C. Proses Penciptaan Manusia
62
D. Proses Kehidupan Manusia
71
E.
Karakteristik Manusia
76
F.
Amanah Manusia
79 Pendidikan Agama Islam
vii
BAB 3: SUBSTANSI AKIDAH ISLAM
85
G. Penafsiran Al-Qur’an
181
A. Makna Akidah bagi Manusia
85
H. Metode Memahami Al-Qur’an
186
B.
89
Tanamkan Iman yang Kamil
C. Proses Mantapnya Iman D. Satukan Iman kepada Allah dan Rasul-Nya E. F.
95 100
BAB 7: AL-HADIS SEBAGAI SUMBER ILMU ISLAM 191 A. Al-Sunnah dan Al-Hadis
191
B.
Fungsi Al-Hadis
197
Perbaiki Pemahaman tentang Qadha dan Qadar
108
C. Macam-macam Hadis
198
Implikasi Iman dalam Kehidupan Nyata
117
D. Sikap Muslim terhadap Al-Sunnah
204
BAB 4: SUBSTANSI SYARIAH ISLAM
121
A. Pengertian Syariah
121
B.
126
Memahami Syariah dan Fiqh
C. Kandungan Syariah
130
D. Fungsi Syariah
134
E.
Syariah Islam dari Masa ke Masa
135
BAB 5 : IMPLEMENTASI AKHLAK ISLAM
139
A. Pengertian Akhlak Islam
139
B.
144
Implementasi Akhlak Islam
BAB 6 : MENGKAJI AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER ILMU ISLAM
155
BAB 8: MENGHIDUPKAN IJTIHAD DALAM PENGEMBANGAN ILMU
207
A. Pengertian Ijtihad
207
B.
211
Landasan Ijtihad
C. Syarat dan Sifat Mujtahid
212
D. Ijtihad dari Masa ke Masa
214
BAB 9 : ALAM SEMESTA SEBAGAI AYAT KAUNIAH 219 A. Tujuan Mengkaji Alam Semesta
219
B.
224
Sikap Ilmuwan Muslim
C. Hakikat Alam Semesta
228
D. Macam-macam Alam
231
E.
Alam Semesta dan Al-Qur`an Saling Menjelaskan
233
Proses Penciptaan Alam
250
164
G. Bumi : Planet untuk Manusia
254
D. Kandungan Al-Qur’an
168
H. Langit : Atap yang Terpelihara
259
E.
Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan
171
I.
262
F.
Manfaat Al-Qur’an bagi Manusia
174
A. Al-Qur’an dan Wahyu
155
B.
162
F.
C. Kebenaran Al-Qur’an
Nama-Nama Al-Qur’an
viii Daftar Isi
Prinsip-prinsip Memahami Alam
DAFTAR PUSTAKA
265
TENTANG PENULIS
271 Pendidikan Agama Islam
ix
BAB 1 ARAH PENGEMBANGAN STUDI AGAMA
A. Definisi Agama dalam Islam Apa yang dimaksud dengan agama? Pemahaman terhadap pengertian agama dalam kehidupan manusia ternyata sangat beragam. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan latar belakang seseorang. Selain itu, sangat dominan pengaruh dari misi seseorang yang mengartikulasikan agama. Oleh karena itu, perlu cermat dan teliti dalam menggunakan makna agama, kredibilitas si pemberi makna perlu diperhatikan. Istilah agama digunakan dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah religion. Dalam bahasa Arab digunakan istilah al-dîn (baca: addin). Berbeda lagi dalam bahasa-bahasa lainnya. Tentunya, dalam setiap istilah yang berbeda memiliki makna yang berbeda pula walaupun ada kesamaannya. Dalam istilah yang sama pun dapat berbeda makna, demikian pula dalam perbedaan istilah. Oleh karena itu, bagi umat Islam salah satu istilah yang paling relevan
Pendidikan Agama Islam
1
dengan sumber ilmu dan pemahaman umat Islam, yakni menggunakan istilah al-dîn untuk memahami pengertian agama. Mengapa istilah selain al-dîn kurang relevan? Karena istilah agama diserap dari bahasa Sanskerta, yang menyebar di kepulauan Nusantara dan diambil alih oleh bahasa Melayu yang akhirnya masuk ke dalam bahasa Indonesia. Istilah agama ini sangat erat kaitannya dengan keyakinan yang tumbuh di dalam masyarakat Hindu dan Buddha. Adapun istilah religion diserap dari bahasa Latin yaitu relegere yang erat kaitannya dengan sistem ajaran Nasrani dan Yahudi. Istilah al-dîn terdapat dalam bahasa Arab sekaligus juga dalam Al-Qur`an sebagai sumber ilmu bagi umat Islam. Istilah al-dîn erat kaitannya dengan Islam. Istilah al-dîn ini yang akan dijelaskan dalam buku ini sebagai pengertian agama yang penulis gunakan. Tujuannya, agar umat Islam menyadari bahwa agama Islam yang dianut memiliki makna yang lebih relevan dengan istilah al-dîn sebagaimana dijelaskan oleh Allah Swt.. dalam Al-Qur`an. Terdapat tiga istilah yang akan dijelaskan yaitu:
1.
Al-Dîn al-Haqq
Dalam Al-Qur`an, pengertian agama yaitu al-dîn al-haqq (baca: addinul haq) artinya agama yang benar. Allah Swt.. berfirman1 dalam QS Al-Taubah [9]: 33;
1 Demikian juga dalam QS Al-Shaff [61]: 9 redaksinya sama dengan ayat di atas. Kemudian dalam QS Al-Fath [48]: 28 redaksi ayat sama kecuali di akhir ayat yaitu (dan cukuplah Allah sebagai saksi).
2
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
ﻋﻠﹶﻰ ﺮﻩ ﹾﻈ ﹺﻬﻟﻴ ﻖ ﺤ ﻳ ﹺﻦ ﺍﹾﻟﻭﺩ ﻯﻬﺪ ﺑﹺﺎﹾﻟﻮﹶﻟﻪﺭﺳ ﺳ ﹶﻞ ﺭ ﻱ ﹶﺃﻮ ﺍﱠﻟﺬ ﻫ ﺸ ﹺﺮﻛﹸﻮ ﹶﻥ ﻤ ﻩ ﺍﹾﻟ ﻮ ﹶﻛ ﹺﺮ ﻭﹶﻟ ﻪ ﻳ ﹺﻦ ﹸﻛﻠﱢﺍﻟﺪ
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. Menurut Al-Qur`an, agama yang dianut manusia harus agama yang benar. Kata “agama yang benar” berarti dapat dipahami ada lawannya yaitu “agama yang salah”. Agama yang benar bersumber dari Allah Swt.. yang disampaikan melalui Rasul-rasul Allah. Seorang Rasul Allah dipilih oleh Allah Swt.., bukan dipilih oleh manusia sebagai pengikutnya. Seorang Rasul Allah bukan pula mengaku dirinya sendiri sebagai Rasul. Seorang Rasul tetap Rasul sampai akhir hayatnya, dengan mengemban tugas dari Allah Swt.. untuk disampaikan kepada umat manusia. Rasul tidak mungkin berubah menjadi Allah Swt.. atau tidak mungkin menggantikan posisi sebagai Allah Swt.. Allah Swt.. sebagai sumber kebenaran tetap “Ahad/Esa/Satu”. Umat manusia menjalankan agama berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah Saw. Apabila menjalankan agama tidak ada sumbernya dari Rasul, maka termasuk orang musyrik. Rasulullah Saw. tidak pernah menyampaikan ajaran agama yang mengandung kemusyrikan. Sebab, kemusyrikan itu sendiri bertentangan dengan Allah Swt.. Sedangkan Rasul menjalankan tugas dari Allah Swt.. Allah Swt.. membenci bahkan tidak akan mengampuni dosa manusia yang berbuat syirik. Salah satu bentuk kemusyrikan yaitu mengimani Tuhan lebih dari satu, percaya kepada Tuhan juga percaya kepada selain Tuhan dapat mengatur nasib hidup manusia, sehingga timbul persembahan-persembahan, permintaanPendidikan Agama Islam
3
permintaan kepada selain Allah, terutama dalam urusan nasib. Jadi, al-dinul haqq berkaitan dengan sumber agama, yaitu Allah Swt.. Allah Swt.. mengutus seorang Rasul dari kalangan manusia itu sendiri. Apa yang telah disampaikan oleh Allah Swt.. dan Rasul-Nya, maka itulah ajaran agama yang benar. Allah telah menurunkan Al-Qur`an. Rasul Allah telah mengeluarkan hadis-hadis. Maka sumber ajaran agama yang benar yaitu Al-Qur`an dan al-Hadis. Manusia yang menolak ajaran Al-Qur`an dan al-Hadis berarti menolak Allah dan Rasul-Nya; manusia yang tidak mengamalkan keduanya dalam beragama berarti musyrik (orang yang berbuat syirik).
2.
Al-Dîn al-Qayyim
Dalam Al-Qur`an terdapat istilah al-din al-qayyim (baca: addinul qayyim) yaitu agama yang tegak lurus. Allah berfirman dalam QS Yusuf [12]: 40;
ﺎﻢ ﻣ ﻛﹸﺎﺅﻭﺀَﺍﺑ ﻢ ﺘﻧﺎ ﹶﺃﻮﻫﺘﻤﻴﺳﻤ ﺎ ًﺀﺳﻤ ﻪ ﹺﺇﻟﱠﺎ ﹶﺃ ﻭﹺﻧﻦ ﺩ ﻣ ﻭ ﹶﻥﺒﺪﻌ ﺗ ﺎﻣ ﻭﺍ ﹺﺇﻟﱠﺎﺪﻌﺒ ﺗ ﺮ ﹶﺃﻟﱠﺎ ﻣ ﻪ ﹶﺃ ﻟﻠﱠ ﻢ ﹺﺇﻟﱠﺎ ﺤ ﹾﻜ ﻥ ﺍﹾﻟ ﻥ ﹺﺇ ﺳ ﹾﻠﻄﹶﺎ ﻦ ﻣ ﺎﻪ ﹺﺑﻬ ﺰ ﹶﻝ ﺍﻟﱠﻠ ﻧﹶﺃ
ﻮ ﹶﻥﻌﹶﻠﻤ ﻳ ﺱ ﻟﹶﺎ ﺎ ﹺﺮ ﺍﻟﻨ ﻦ ﹶﺃ ﹾﻛﹶﺜ ﻜ ﻭﹶﻟ ﻴﻢﻦ ﺍﹾﻟ ﹶﻘ ﺪﻳ ﻚ ﺍﻟ ﻟﻩ ﹶﺫ ﺎﹺﺇﻳ
Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
4
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
Kemudian dalam QS Al-Rum [30]: 43;
ﻦ ﻣ ﺩ ﹶﻟﻪ ﺮ ﻣ ﻡ ﻟﹶﺎ ﻮ ﻳ ﻲ ﺗﻳ ﹾﺄ ﺒ ﹺﻞ ﹶﺃ ﹾﻥﻦ ﹶﻗ ﻣ ﻴ ﹺﻢﻳ ﹺﻦ ﺍﹾﻟ ﹶﻘﻠﺪﻚ ﻟ ﻬ ﺟ ﻭ ﻢ ﻗﹶﻓﹶﺄ ﻮ ﹶﻥﺪﻋ ﺼ ﻳ ﺬ ﺌﻣ ﻮ ﻳ ﻪ ﺍﻟﻠﱠ
Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah suatu hari yang tak dapat ditolak (kedatangannya): pada hari itu mereka terpisah-pisah. Dalam QS Al-Bayyinah [98]: 5;
ﻮﺍﻴﻤﻳﻘﻭ ﻨﻔﹶﺎ َﺀﺣ ﻦ ﻳ ﺍﻟﺪﲔ ﹶﻟﻪ ﺼ ﻠﺨ ﻪ ﻣ ﻭﺍ ﺍﻟﻠﱠﺪﻌﺒ ﻴﻟ ﻭﺍ ﹺﺇﻟﱠﺎﻣﺮ ﺎ ﺃﹸﻭﻣ ﺔ ﻤ ﻴﻦ ﺍﹾﻟ ﹶﻘ ﻳﻚ ﺩ ﻟﻭ ﹶﺫ ﺰﻛﹶﺎ ﹶﺓ ﻮﺍ ﺍﻟﺆﺗ ﻭﻳ ﺼﹶﻠﺎ ﹶﺓ ﺍﻟ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. Menurut Al-Qur`an, agama yang dijalankan oleh manusia adalah agama yang lurus. Kata “agama yang lurus” berarti dipahami sebaliknya ada juga “agama yang bengkok”. Agama yang lurus sejak dahulu zaman Nabi Adam a.s. hingga zaman Nabi Muhammad Saw. tetap teguh menegakkan tauhid dan amar ma’ruf nahi munkar. Demikian pula, sejak Nabi Muhammad Saw. hidup hingga sekarang dan yang akan datang tetap lurus menegakkan tauhid dan amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini berkaitan dengan bentuk hablum minallah dan hablum minannas. Tauhid yang lurus adalah tertuang dalam rukun iman, sedangkan ibadah yang lurus sudah tertuang dalam rukun Islam.
Pendidikan Agama Islam
5
Agama yang bengkok adalah agama yang sudah bercampur dengan keyakinan dan bentuk peribadatan tradisi tertentu. Tradisi yang baik adalah tradisi yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. sebagai suri teladan bagi umat Muslim. Tradisi dalam peribadatan yang tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. berpotensi untuk bengkok.
3.
Al-Dîn al-Hanif
Dalam Al-Qur`an, terdapat istilah al-dinul hanif yaitu agama yang sejalan dengan fitrah manusia. Kebutuhan ibadah adalah kebutuhan fitrah manusia, sebab manusia akan hampa tidak punya makna dalam hidupnya jika tidak beribadah. Manusia diciptakan sesuai dengan fitrah, sehingga agama yang bersumber dari Allah Swt.. pasti sejalan dengan kebutuhan-kebutuhan fitrah manusia. Manusia hanya disuruh menghadapkan diri kepada agama hanif seperti ini. Perhatikan firman Allah Ta’ala dalam QS Al-Ruum [30]: 30;
Agama Islam adalah agama yang diridai oleh Allah Ta’ala. Perhatikan firman-Nya dalam QS Ali Imran [3]: 19;
ﺏ ﺎﻜﺘ ﻮﺍ ﺍﹾﻟﻦ ﺃﹸﻭﺗ ﻳﻒ ﺍﱠﻟﺬ ﺘﹶﻠﺧ ﺎ ﺍﻭﻣ ﻡ ﺳﻠﹶﺎ ﻪ ﺍﹾﻟﹺﺈ ﺪ ﺍﻟ ﱠﻠ ﻨ ﻋ ﻦ ﻳﹺﺇ ﱠﻥ ﺍﻟﺪ
ﻪ ﺕ ﺍﻟﻠﱠ ﺎﺮ ﺑﹺﺂﻳ ﻳ ﹾﻜ ﹸﻔ ﻦ ﻣ ﻭ ﻢ ﻬ ﻨﻴﺑ ﺎﻐﻴ ﺑ ﻌ ﹾﻠﻢ ﺍﹾﻟﻢﺎ َﺀﻫﺎ ﺟﺪ ﻣ ﻌ ﺑ ﻦ ﻣ ﹺﺇﻟﱠﺎ ﺏ ﺴﺎ ﹺ ﺤ ﻊ ﺍﹾﻟ ﺳﺮﹺﻳ ﻪ ﹶﻓﹺﺈﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. Kemudian dalam QS Ali Imran [3]: 85;
`= WmV¼VÙ ³ª/ _1WmÕ¼°Ù <Ýk°=\O ©ÛÏ°G° \\IÕBXT Ô2°U VÙ
]C°% ®QWm¦\)[ r¯Û XSÉFXT ÈOØ<°% #WÙ Äc CQ VÙ ;
¿2®JjV Ù »ÚÏ°G |^°Vl ©Ú \¼° #c°i×V" Y SM×nQ WÆ
]Ccm¦\bÙ
WDSÀ-Q ÕÈWc Y ¥= XnV<ÓU ¦¦VXT
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Berdasarkan ayat-ayat di atas, agama Islam adalah agama yang diformalkan dari istilah al-dîn al-haqq, al-dîn alqayyim, dan al-dîn al-hanif. Artinya, secara legal formal (resmi) namanya agama Islam. Namun demikian, secara substansial 6
(isi) tetap sesuai dengan makna Islam yang mencakup ketiga istilah tersebut. Itulah agama yang benar dan Allah Ta’ala yang menamakan agama Islam.
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
Dalam konteks sejarah, al-dîn dimaknai sebagai pandangan hidup manusia. Orang Arab Jahiliah dahulu memandang patung berhala sebagai pandangan dan sandaran hidup mereka disebut al-dîn. Sebaliknya, Nabi Muhammad Saw. memandang hanya Allah Ta’ala sebagai sandaran hidup yang disebut juga al-dîn. Perhatikan firman Allah Swt.. dalam QS Al-Kafirun [109]: 6 berikut ini: Pendidikan Agama Islam
7
ﻳ ﹺﻦﻲ ﺩ ﻟﻭ ﻢ ﻨ ﹸﻜﻳﻢ ﺩ ﹶﻟ ﹸﻜ Untukmu agama-mu dan untukku agama-ku. Agama bagi orang Quraisy Jahiliah adalah kepercayaan dan kebiasaan menyembah kepada patung berhala. Sedangkan bagi Nabi Muhammad Saw. adalah keimanan dan penghambaan kepada Allah Ta’ala. Hal ini merupakan pandangan hidup manusia yang berbeda. Atas dasar di atas, tidak semua pandangan hidup manusia benar. Artinya, tidak semua “agama” benar. Kita pisahkan antara agama yang benar dan agama yang salah. Benar dan salah dalam agama adalah jelas. Karena sudah jelas, maka tidak ada paksaan dalam beragama. Barangsiapa beriman kepada agama yang benar, maka ia telah berpegang pada buhul (tali) yang kokoh. Agama yang benar selalu dihubungkan dengan Allah, karena sumbernya dari Allah Ta’ala; dihubungkan dengan para Nabi dan Rasul, karena mereka sebagai pembawanya; serta dihubungkan dengan umat, karena mereka pemeluknya. Namun dalam perkembangan umat berikutnya, agama sudah diberi nama tambahan. Adakalanya nama agama dikaitkan dengan nama seseorang tertentu atau umat tertentu. Agama ada yang diberi nama oleh manusia sendiri dan ada yang diberikan oleh Allah Ta’ala dalam kitab suci-Nya. Agama Masehi diambil dari nama Isa Al-Masih; agama Yahudi diambil dari nama Yahuzha; agama Buddha diambil dari pendirinya Buddha. Begitulah seterusnya.2 Agama Islam berbeda dengan nama agama yang lain. Nama Islam sesuai dengan hakikat Islam itu sendiri. Oleh Lihat, Abul A’la Al-Maududi, Prinsip-prinsip Islam (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1985), hlm. 7. 2
8
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
karena itu, Islam bukan milik seseorang tertentu, atau umat tertentu, melainkan milik semua manusia. Agama Islam sesungguhnya adalah agama semua manusia. Tujuannya adalah untuk menghiasi penduduk sedunia dengan sifat Muslim. Sejak umat Nabi Adam dahulu kala hingga umat Nabi Muhammad Saw. bahkan alam semesta yang taat patuh pada ajaran Allah Swt. dan Rasul-Nya disebut Muslim. Muslim berarti taat patuh kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya serta menerima hukum-hukum yang ditetapkan secara total. Inilah pandangan hidup manusia yang benar. Dalam Ensiklopedi Islam, kata Islam diambil dari kata aslama, yuslimu, islam, mempunyai beberapa makna, yaitu: (1) melepaskan diri dari segala penyakit lahir dan batin, (2) kedamaian dan keamanan, dan (3) ketaatan dan kepatuhan.3 Orang Islam seharusnya orang yang sehat lahir dan batin. Secara lahiriah, memiliki tubuh yang bersih, pakaian rapi dan mampu bekerja keras. Secara batin, memiliki hati yang bersih, jiwa yang suci, dan mampu beribadah dengan khusyu. Selain itu, orang Islam seharusnya merasakan damai, tenang, dan aman dalam melaksanakan tugas-tugas hidup. Demikian pula, orang Islam seharusnya taat dan patuh hanya pada ajaran Allah Swt. dan Rasul-Nya; melaksanakan perintahperintah Allah Swt. dan Rasul-Nya, menjauhi laranganlarangan Allah dan Rasul-Nya. Itulah orang-orang Islam. Orang yang memeluk agama Islam disebut Muslim. Dalam Al-Qur`an, Islam artinya berserah diri secara totalitas dalam wujud ketaatan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Sikap berserah diri ini lebih baik bagi manusia, karena berserah diri ataupun mengingkari tetap manusia akan 3 Ensiklopedi Islam, Jilid 2,(Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 246.
Pendidikan Agama Islam
9
kembali kepada Allah Ta’ala. Dalam hal ini, Islam adalah agama yang memiliki pilar logika paling sempurna. Tidak ada ruang dan gerak untuk menafikan Islam. Dengan sendirinya, manusia sadar bahwa taat ataupun tidak ternyata tetap akan kembli menghadap kepada Allah Swt., Tuhan semesta alam. Tentu konsekuensinya berbeda antara yang taat dan tidak, sebagaimana sudah diatur dalam hukum-hukum Allah Ta’ala dalam sistem agama Islam itu sendiri.
relatif karena masih terbuka kemungkinan untuk keliru. Doktrin keberagamaan ini dapat saja bernuansa politik atau karena ada kepentingan tertentu. Agar kepentingan tersebut mendapat legitimasi (pengakuan) sakral (suci), maka dibuat doktrin keberagamaan yang diklaim sebagai doktrin agama.
Orang yang benar-benar menganut agama Allah adalah manusia yang mengerahkan segala sikap dan perilakunya hanya kepada Allah. Artinya, apa yang dilakukan selalu dikaitkan dengan pengawasan dan penilaian dari Allah. Hal ini dinyatakan sesungguhnya shalat, ibadat, hidup dan mati hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam (QS Al-An’am [6]: 162). Itulah orang-orang yang benar dalam beragama.
ﻮﺍﺘ ﹶﻘﻄﱠﻌ ﹶﻓ.ﻥ ﺗﻘﹸﻮﻢ ﻓﹶﺎ ﺑ ﹸﻜﺭ ﺎﻭﹶﺃﻧ ﺪ ﹰﺓ ﺣ ﺍ ﹰﺔ ﻭﻢ ﹸﺃﻣ ﺘ ﹸﻜﻩ ﹸﺃﻣ ﺬ ﻫ ﻭﹺﺇﻥﱠ ﻮ ﹶﻥﻢ ﹶﻓ ﹺﺮﺣ ﻳ ﹺﻬﺪ ﺎ ﹶﻟﺏ ﹺﺑﻤ ﺰ ﹴ ﺣ ﺍ ﹸﻛﻞﱡﺑﺮﺯ ﻢ ﻬ ﻨﻴﺑ ﻢ ﻫ ﺮ ﻣ ﹶﺃ
B. Ukuran Kebenaran Agama Banyak orang yang terjebak oleh doktrin (ajaran keyakinan) yang mengatasnamakan agama. Seolah-olah doktrin tersebut adalah doktrin agama, padahal bukan. Doktrin agama bersumber pada wahyu Allah Ta’ala. dan tertuang dalam kitab suci yang asli. Kitab suci yang asli itu disampaikan oleh para Nabi dan Rasul Allah. Nabi dan Rasul Allah sejak zaman Adam a.s. sampai Muhammad Saw. adalah benar. Sifat kebenaran doktrin agama ini adalah mutlak. Sedangkan doktrin yang bersumber dari pikiran manusia bukan doktrin agama, melainkan doktrin keberagamaan. Doktrin keberagamaan ini sangat bergantung pada tingkat hasil pemahaman manusia. Apa yang dipahami oleh manusia tentang agama disebut doktrin keberagamaan. Sifat kebenaran doktrin keberagamaan ini adalah relatif. Disebut
10
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
Perhatikan firman Allah Swt. dalam QS Al-Mu’minun [23]: 52-53;
Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). Ayat di atas secara tegas membedakan antara doktrin agama dan doktrin keberagamaan. Doktrin agama adalah satu – agama tauhid – untuk semua manusia. Sedangkan doktrin keberagamaan tergantung golongan masing-masing. Kenyataan yang dapat disaksikan sekarang, banyak agama-agama di dunia ini. Misalnya Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Yahudi, dan sebagainya. Setiap golongan merasa bangga dengan agama masing-masing. Bahkan setiap golongan berani mengklaim bahwa agamanya yang paling benar; agama orang lain sesat. Padahal agama yang benar hakikatnya satu, yaitu agama tauhid yang menerima pengakuan kepada para Nabi dan Rasul Allah sejak Adam a.s. sampai Muhammad Saw.
Pendidikan Agama Islam
11
Agama tauhid adalah agama yang meng-Ahad-kan Allah. Informasi tentang agama tauhid ini langsung dari Allah Swt. sendiri yang disampaikan melalui Rasul-Nya yang terkumpul dalam kitab suci yang asli. Agama tauhid ini diperuntukkan bagi semua manusia. Akan tetapi, ada manusia yang mengatasnamakan ajaran agama —walaupun rekayasa sendiri— supaya informasinya dapat diterima oleh orang lain tanpa keraguan. Itulah yang dimaksud pecahan-pecahan agama. Mereka golongangolongan manusia yang menciptakan agama palsu. Mereka masing-masing merasa bangga karena ada pengikutnya. Agama palsu ini, umumnya disebarkan dengan cara dipaksakan. Paksaan tidak mungkin langgeng. Arus yang dipaksakan akan tersendat-sendat dan akhirnya hancur. Sebaliknya arus yang alamiah (dalam bahasa agama disebut fithriah) akan terus mengalir dan langgeng. Oleh karena itu, supaya langgeng Islam tidak memaksakan seseorang untuk masuk agama Islam. Kebenaran agama Islam sudah bersifat fithriah, sehingga tidak perlu dipaksakan kepada orang lain untuk memeluknya. Agama Islam hanya perlu dijelaskan dan disampaikan kepada orang lain baik melalui dakwah maupun pendidikan, tanpa harus memaksa. Tanpa dipaksa pun oleh manusia, orang yang diberi hidayah oleh Allah Swt. akan memeluknya. Jadi, kebenaran agama Islam bukan hanya menurut rekaan manusia. Andaikata kebenaran itu diukur menurut hawa nafsu manusia, maka binasalah langit dan bumi itu. Akan tetapi, kebenaran itu menurut Allah Swt. melalui RasulNya. Perhatikan firman Allah Swt. dalam QS Al-Mu’minun [23]: 71:
12
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
ﻦ ﻣ ﻭ ﺽ ﺭ ﺍﹾﻟﹶﺄﺕ ﻭ ﺍﻤﻮ ﺴ ﺕ ﺍﻟ ﺪ ﺴ ﻢ ﹶﻟ ﹶﻔ ﻫ ﺍ َﺀﻫﻮ ﻖ ﹶﺃ ﺤ ﻊ ﺍﹾﻟ ﺒﺗﻭﹶﻟ ﹺﻮ ﺍ ﻮ ﹶﻥﻌ ﹺﺮﺿ ﻣ ﻢ ﻫ ﺫ ﹾﻛ ﹺﺮ ﻦ ﻋ ﻢ ﻬ ﻢ ﹶﻓ ﻫ ﺬ ﹾﻛ ﹺﺮ ﻢ ﹺﺑ ﻫ ﺎﻴﻨﺗﺑ ﹾﻞ ﹶﺃ ﻦ ﻴ ﹺﻬﻓ Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. Agama yang benar sumbernya Allah Ta’ala walaupun kepada Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. Allah Ta’ala telah mensyariatkan suatu agama yang telah diwasiatkan kepada Nabi Nuh dan diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw., dan yang telah diwasiatkan kepada Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa, yakni tegakkanlah agama dan janganlah berpecah belah tentangnya. Perhatikan firman Allah Swt. dalam QS Al-Syura [42]: 13:
X=Ùj\OØTU Ýs°XT =PSÈ5 °O¯ ³~XT W% ©ÛÏ°G ]C°K% 1ÅV WÍXn SÄ.j°U ØDU ³_j°ÃXT ³\{SÄ%XT W/Ì°FWmׯ à°O¯ X=ÙjXT W%XT \ÙkV¯ °OÙjV¯ ×1ÉFSÄÃÕiV" W% WÛÜ°¯nÕÀ-Ù rQ"Wà XnÄ[ °Oj°Ù SÉm[ÝW*V" YXT WÛÏ°G ½ k°AÄc CW% °OÙkV¯ Ýs°i×MXiXT ÃÄWRd CW% °OÙkV¯ ܳªW)ÙIVf Dia telah mensyariatkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) -Nya orang yang kembali (kepada-Nya). Pendidikan Agama Islam
13
Setiap kelompok manusia yang hidup di masa-masa yang lalu, pasti memiliki agama dan sesembahan yang dipuja, baik karena rasa takut atau karena rasa cinta.4 Hal itu menurut Yusuf Musa karena manusia wataknya selalu ingin tahu. Kita boleh saja mengatakan bahwa menurut wataknya manusia merupakan makhluk beragama. Oleh karena itu, menurutnya tidak ada kelompok manusia yang hidup dalam zaman apa pun, kecuali pasti mempunyai pola pikiran tertentu, mempunyai pendapat – benar atau salah – mempunyai konsepsi tentang kekuatan yang mengatur gejala dan peristiwa. Kemudian mereka merasa takut terhadapnya. Dari rasa takut itu, mereka mempersembahkan kurban dan kebaktian untuk mengharapkan kebaikan dan menghindari musibah. Semua itu tiada lain hanyalah sebagian dari aspek dan bentuk-bentuk agama. Namun, jangan sampai terkecoh oleh pola pikiran yang salah melembaga dalam agama. Sekarang yang terpenting adalah berpeganglah pada doktrin agama yang didesain oleh Allah. Dalam doktrin agama ini, pasti benarnya. Allah Swt. yang menciptakan makhluk dan mengatur tata cara kehidupan makhluk yang baik. Jangan tertipu oleh doktrin-doktrin yang dibuat manusia. Cukup dalam beragama kita memegang teguh kitab suci yang otentik yang sampai kini hanya dalam Al-Qur`an. Selanjutnya, berpegang teguh pada apa yang diajarkan Rasul Allah Swt. yakni sejak Nabi Adam a.s. sampai Nabi Muhammad Saw. Dalam doktrin agama, semua Rasul Allah adalah benar. Kalau ada doktrin yang menolak salah satu saja dari Rasul Allah itu, maka termasuk kafir (sesat). Dengan demikian, ukuran kebenaran agama adalah Al-Qur’an dan
4 Muhammad Yusuf Musa, Islam: Suatu Kajian Komprehensif,(Jakarta: Rajawali Pers, 1988), hlm. 4.
14
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
al-Hadis. Al-Qur’an adalah kumpulan firman-firman Allah Ta’ala. Al-Hadis adalah kumpulan sabda-sabda Rasulullah Saw.
C. Kedudukan Agama Bagi Manusia Manusia hidup tidak dapat melepaskan diri dengan agama. Namun anehnya, tidak semua manusia dapat menempatkan agama dalam kedudukan yang benar. Oleh karena itu, kita perlu mendudukkan agama dalam kehidupan manusia secara benar. Menempatkan agama secara benar dapat menghantarkan hidup kita selamat baik di dunia sekarang maupun di akhirat kelak. Menurut Muthahari, bahwa fenomena kehidupan manusia itu dipengaruhi oleh kebutuhan manusia itu sendiri. Kebutuhan manusia ada dua bagian, yaitu kebutuhan alamiah dan non-alamiah.5 Kebutuhan alamiah ialah kebutuhan manusia yang tidak mungkin dapat ditinggalkannya. Hal ini sudah menjadi kebutuhan fitri manusia. Adapun kebutuhan non-alamiah ialah kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan manusia, akan tetapi manusia itu memiliki kemampuan untuk melepaskan diri daripadanya dan menggantikannya dengan yang lain. Agama akan langgeng jika memiliki dua syarat, yaitu pertama agama merupakan kebutuhan fitri. Artinya, agama tidak bertentangan dengan fitrah manusia. Kedua, agama menjadi sarana pokok guna memenuhi kebutuhan fitrah manusia. Artinya, agama merupakan satu-satunya sarana yang paling baik dapat mengatur tata cara pemenuhan kebutuhan fitrah. 5 Murthada Muthahari, Manusia dan Agama, (Selanjutnya disebut Agama), (Bandung: Mizan, 1984), hlm. 43.
Pendidikan Agama Islam
15
Permulaan perjalanan bertemu dengan Allah Swt.. adalah fitrah, dan akan kembali kepada Allah Swt.. adalah fitrah juga. Sehubungan dengan itu, hadapkan wajah kepada agama Allah Swt. yang menurut fitrahnya itu. Jangan sekalikali menyimpang dari agama fitrah. Hal ini adalah kebenaran yang paling asasi. Agama fitrah adalah agama yang dirancang sesuai dengan fitrah manusia. Hakikat fitrah manusia hanya diketahui oleh Allah Swt.. sehingga agama yang dirancang khusus untuk memenuhi fitrah tersebut tidak bisa oleh manusia. Kita tahu agama yang masih asli dari Allah Swt.. adalah agama Islam. Sedangkan agama lainnya sudah direkayasa, walaupun tujuannya untuk memenuhi fitrah manusia, tetapi kenyataannya malah bertentangan dengan fitrah manusia itu sendiri. Misalnya, atas nama agama seseorang manusia dikatakan paling sempurna dan paling suci kalau ia mampu tidak boleh menikah. Padahal ini jelas menentang fitrah manusia. Ikrar primordial (ikatan perjanjian manusia dengan Allah Swt. ketika di alam rahim) itu memang tidak disadari manusia. Tetapi hal ini tampak dalam kecenderungan universal manusia sendiri yang selalu mendapat bisikan dari hati nurani. Menurut Fazlur Rahman, tugas para Nabi adalah menjagakan hati nurani manusia sehingga ia dapat membaca apa-apa yang telah digoreskan pada hatinya itu dengan lebih jelas dan lebih meyakinkan.6 Hal itu merupakan pembawaan sejak lahir yang merupakan kenangan jiwa manusia terhadap ikrar itu. Kemudian oleh Al-Qur`an, ikrar itu diceritakan kembali kepada manusia, bahwa mereka akan berserah diri kepada 6 Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka, 1996), hlm. 117.
16
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
Allah. Di situ timbul rasa berutang dalam roh manusia karena telah dibawa dari tiada menjadi ada. Dalam konteks ini bahwa ikrar primordial telah memberikan utang manusia kepada Tuhan. Secara jujur, manusia sendiri yang merasa berutang kepada Tuhan yang telah menghidupkan dan memberi petunjuk ke jalan yang lurus dalam hidup. Satusatunya jalan untuk membayar utang adalah dengan taat dan kembali pada-Nya. Dalam kenyataan bahwa semua manusia dan kelompokkelompoknya selalu mempunyai kepercayaan tentang adanya suatu wujud Yang Maha Tinggi. Percaya kepada suatu “tuhan” adalah hal yang taken for granted (bawaan dasar) pada manusia, sepenuhnya manusiawi sehingga menurut Nurcholish Madjid bahwa memaksa manusia untuk percaya kepada Tuhan adalah tindakan berlebihan.7 Manusia tidak mungkin dapat meninggalkan kebutuhan fitrah. Salah satu dari kebutuhan fitrah manusia ialah agama. Lebih jauh mengenai kefitrian agama bagi manusia, dapat kita rasakan di saat-saat adanya suatu guncangan jiwa seperti cemas, was-was, kekhawatiran, ketakutan, kesedihan, kerinduan, dan berbagai perasaan yang menyesak di dada manusia, maka pada saat itulah tanpa disadari, kita akan sangat mengharapkan datangnya bantuan dari juru penyelamat Yang Maha Kuasa sebagai penguasa yang menguasai semuanya itu, dengan ungkapan kata-kata: Ya Tuhan,... Ya Allah, ... Ya Gusti, ...tolonglah hambamu ,...dan sebagainya. Pada saat itu manusia benar-benar merasakan kelemahan dan ketidakberdayaan pada dirinya.
7 Lihat Nurcholish Madjid, Islam: Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 2000), hlm. xxi
Pendidikan Agama Islam
17
Kefitrian agama, dalam Al-Qur`an telah diungkapkan Allah Swt.. yang meletakkan agama pada lubuk jiwa manusia: “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia sesuai dengan fitrah itu,...” (Q.S.Al-Rum [30]: 30). Kehadiran para Nabi sebagai utusan Allah Swt. di tengah-tengah manusia, adalah untuk mengingatkan manusia kepada perjanjian, yang telah diikat oleh fitrah mereka, yang kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya. Perjanjian itu tidak tercatat di atas kertas, tidak pula diucapkan oleh lidah, melainkan terukir dengan pena ciptaan Allah di permukaan kalbu dan lubuk fitrah manusia dan di atas permukaan hati nurani serta kedalaman perasaan batiniah. Perhatikan pula firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman); “Bukankah Aku ini Tuhanmu?. Mereka menjawab; “Betul (Engkau Tuhan kami), kami mengambil saksi!”; (QS Al-A’raf [7]: 172). Dengan demikian, Al-Qur`an telah menandaskan jauh sebelum manusia menyadari dan berpendapat bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia. Oleh karena itu, posisikan agama di depan kehidupan kita; segala yang dilakukan atas dasar perintah dan larangan agama. Orang sering percaya bahwa dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan modernisasi yang dicapai oleh manusia, kebutuhan akan agama segera hilang, karena ilmu pengetahuan akan dapat memenuhi semua kebutuhan dan dambaan manusia. Namun kini setelah kemajuan dan modernisasi dicapai, manusia tetap merasakan adanya kebutuhan mendesak akan agama berkenaan dengan kebahagiaan individu maupun masyarakat.
18
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
Saat ini, secara umum telah diketahui bahwa sains, teknologi, dan pen didikan tidak mampu menciptakan kehidupan manusia yang sejahtera. Sains tidak dapat dipisahkan dari iman. Sejarah telah membuktikan bahwa pemisahan sains dari keimanan telah menyebabkan kerusakan yang tak bisa diperbaiki lagi. Walaupun keimanan seseorang dapat diperkuat lewat sains; keimanan akan tetap aman dari berbagai tahayul melalui pencerahan sains. Keimanan tanpa sains akan berakibat fanatisme dan jumud. Oleh karena itu, iman perlu sains, dan sains perlu iman. Memang manusia sering kali membuat lelah dirinya sendiri dengan mencari keabadian. Namun semuanya itu hanya khayalan-khayalan yang tidak bersandar pada sesuatu yang logis. Satu-satunya cara untuk memenuhi perasaanperasaan dan keinginan-keinginan ini dalam bentuknya yang sempurna dan memuaskan, ialah perasaan dan keyakinan atau akidah keagamaan. Akidah agama yang kokoh akan memperoleh keyakinan akan kelestarian dan kehidupan lain yang abadi, dan bahwa hidup yang sekarang ini hanyalah sementara. Manusia perlu mengatakan “kupalingkan diriku dari dunia dan kuputuskan pandanganku kepada agama, sebab dunia tanpa agama bagaikan sumur yang dalam atau penjara yang gelap gulita. Agama dalam lubuk jiwaku merupakan kerajaan yang amat luas, yang tak tersentuh kebinasaan dan keruntuhan untuk selama-lamanya”. Agama juga berkedudukan sebagai sumber undangundang dan akhlak al-karimah. Pernyataan bahwa untuk mewujudkan akhlak tanpa agama sama sekali tidak dapat dibenarkan. Akhlak sama halnya dengan keadaannya uang kertas, yang jika tidak didukung oleh cadangan dana di bank, berupa emas atau lainnya, maka akan kehilangan nilainya. Pendidikan Agama Islam
19
Memang tidak ada sesuatu selain agama yang mampu mengarahkan manusia ke tujuan-tujuan yang agung dan suci. Kemanusiaan tidak mungkin terlepas dari agama dan iman, bila agama tidak ada, kemanusiaan pun tidak akan ada.
D. Manfaat Agama dalam Era Globalisasi Agama akan bermanfaat manakala dilihat dari keyakinan keagamaan seseorang. Keyakinan keagamaan seseorang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh positif yang luar biasa dalam menjalankan hidup. Pada dasarnya, manfaat agama dapat dilihat dari dua sisi, yaitu individual dan sosial.
1.
Manfaat Agama Secara Individual
Manfaat agama secara individual intinya berkaitan dengan totalitas individu baik secara fisik maupun rohani. Ada tiga aspek berkaitan dengan manfaat agama secara individual tersebut, yaitu: Pertama, agama yang diimani dapat menumbuhkan sikap optimis dalam menjalankan hidup dan kehidupan seseorang di dunia ini. Pengaruh ini menampilkan penciptaan manusia yang memiliki tujuan hidup yang jelas berikut aturan mainnya. Kedudukan orang beragama di dunia ini adalah seperti manusia yang hidup di suatu negeri yang memiliki hukum, aturan dan sistem yang benar dan adil. Kesadaran ini akan segera mengubah diri menuju tatapan masa depan yang luas dan jelas. Berbeda dengan orang yang kurang percaya pada agama. Ia memandang dunia ini sempit. Ia jarang merasakan nikmatnya hidup karena dunia terasa penjara yang mengerikan, persaingan yang melelahkan. Allah Swt. berfirman; Tetapi orang yang berpaling dari mengingat-
20
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
Ku, baginya kehidupan yang sempit (QS Thaha [20]: 124). Semua hukum, aturan, dan sistem di dunia ini dilanjutkan dengan pembalasannya bagi orang beragama sudah jelas. Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka Allah Swt. tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik (QS Yusuf [12]: 90). Orang beragama yang berbuat baik, walaupun orang lain tidak membalas kebaikan tersebut, tidak akan merasa rugi karena yang akan membalas kebaikan itu sebenarnya adalah Allah Ta’ala. Agama memberikan harapan yang pasti bagi manusia. Kedua, agama yang diimani akan menimbulkan ketentraman hati. Keyakinan beragama bagi manusia akan melihat jagat tampak cerah oleh adanya cahaya Allah (nurullah) berupa kebenaran, sehingga dapat menghidupkan rohnya yang berfungsi sebagai obor yang menerangi kesadarannya. Manusia mendambakan dua kebahagiaan, yaitu berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan rohani. Dua kebahagiaan tersebut sama pentinganya bagi manusia, walaupun kebahagiaan rohani lebih kuat dan terasa lebih lama. Ketiga, agama menjadi pencerahan pikiran. Pikiran yang dipandu dengan petunjuk-petunjuk agama, akan tampak jernih dan tertata rapi. Untuk mendapatkan ilmu yang luas, diperlukan pemikiran yang cerah. Kehidupan manusia, disukai atau tidak, mengandung kegagalan dan kepahitan sebagaimana juga menawarkan keberhasilan dan kebahagiaan. Keyakinan keagamaan menciptakan di dalam diri manusia kekuatan untuk bertahan dan menjelmakan kepahitan menjadi rasa manis. Seorang beragama, tahu bahwa hidup di dunia ini memiliki pola aturan yang jelas. Jika ia menyikapi kegagalan dengan tepat, maka Allah Swt. akan memberikan jalan lain yang tidak terpikirkan sebelumnya. Pendidikan Agama Islam
21
Semua kemajuan peradaban manusia yang gemerlapan yang pernah dicapai dalam sejarah petualangan manusia bersumber dari keyakinan keagamaan.
2.
Manfaat Agama Secara Sosial
Manfaat agama secara sosial berkaitan dengan relasirelasi kehidupan bermasyarakat baik seagama maupun berbeda agama. Manusia-manusia yang beragama seharusnya tidak menimbulkan masalah dalam tata kehidupan sosial. Hidup tampak rukun dan harmonis, saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa, berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran. Kehidupan sosial yang sehat adalah kehidupan yang saling menghargai hak individu lainnya, menghargai aturan dan pembatasan, menilai kebenaran dan keadilan sebagai sesuatu yang suci. Mereka saling memahami apa yang diinginkan orang lain. Setiap individu mempunyai kewajiban terhadap masyarakatnya. Dalam agama, dijelaskan hak dan kewajiban setiap individu. Tidak ada sesuatu yang melebihi agama dalam hal menghargai kebajikan, menganggap suci keadilan, menyentuh hati sesamanya, menciptakan saling percaya. Oleh karena itu, orang yang paling baik adalah orang yang memberikan manfaat pada orang lain. Bahkan, tidak termasuk beriman (beragama yang baik), bagi mereka yang berkecukupan dengan materi sementara tetangganya dalam keadaan lapar. Al-Qur`an banyak menyebutkan bahwa iman harus disertai dengan amal saleh. Dengan demikian, manfaat agama secara sosial jelas mendorong individu untuk menciptakan kehidupan sosial yang harmonis, saling memelihara hak dan kewajiban.
22
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
E. Kontinuitas Agama Islam Dalam ilmu sejarah, dikenal teori kontinuitas (ketersambungan) dan diskontinuitas (keterputusan). Unsurunsur dalam sejarah ada yang terus berlangsung dan ada yang terputus. Oleh karena itu, dalam perspektif sejarah suatu fenomena tidak cukup hanya dilihat apa adanya saat peristiwa itu terjadi, melainkan perlu dikaji bagaimana kondisi sebelumnya dan bagaimana sesudahnya. Dalam ilmu Al-Qur`an kita juga mengenal ilmu munasabah ayat, yaitu hubungan antara ayat Al-Qur`an yang satu dengan ayat lainnya. Ketika memahami satu ayat, tidak cukup melihat ayat tersebut sendirian, melainkan bagaimana pembicaraan ayat sebelum dan sesudahnya. Bahkan bagaimana ayat yang lainnya berbicara dalam rumpun topik yang sama (maudhu’iy). Baru kemudian dapat dipahami maksud ayat tersebut. Demikian pula dalam ilmu agama, ada yang terus berjalan sejak agama itu ada sampai sekarang dan ada pula yang terputus karena sudah tidak diberlakukan; atau karena memang sengaja ada yang memutuskan. Misalnya, tata cara beribadah dalam agama Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad sudah diganti dan tidak berlaku lagi, sehingga yang berlaku adalah tata cara yang baru, yang tentunya lebih disempurnakan. Sedangkan yang terus bersambung adalah tujuan ibadah itu sendiri. Islam sebagai agama Allah dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. sebagai kelanjutan dan penyempurna agama yang dibawa oleh para Nabi sebelumnya. Perhatikan firman Allah Swt. dalam QS Al-Baqarah [2]: 132:
Pendidikan Agama Islam
23
ﺻ ﹶﻄﻔﹶﻰ ﹶﻟﻜﹸﻢ ﻪ ﺍ ﻲ ﹺﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﺑﹺﻨﺎﺏ ﻳ ﻌﻘﹸﻮ ﻳﻭ ﻪ ﺑﻨﹺﻴ ﻴﻢﺍﻫﺑﺮﺎ ﹺﺇﻰ ﹺﺑﻬﻭﺻ ﻭ ﻮ ﹶﻥﻠﻤﺴ ﻣ ﻢ ﺘﻧﻭﹶﺃ ﹺﺇﻟﱠﺎﺗﻦﻮﺗﻤ ﻦ ﹶﻓﻠﹶﺎ ﻳﺍﻟﺪ Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. Islam dibawa oleh Rasulullah Muhammad Saw. sebagai agama yang benar untuk dimenangkan Allah Swt. walaupun orang musyrik tidak menyukainya. Islam diturunkan untuk memperkenalkan mana yang benar dan mana yang salah; mana yang haq dan mana yang bathil. Islam dalam hal ini telah ada sejak manusia itu ada dan diutus seorang Rasul hingga datangnya Rasul akhir zaman yaitu Nabi Muhammad Saw., sehingga Islam untuk seluruh umat manusia dan berlaku sepanjang zaman. Sebelum Nabi Muhammad diutus, umat manusia sudah mulai hidup dalam kesesatan dan penyimpanganpenyimpangan dari agama Allah sebelumnya. Orang menyembah berhala yang diciptakannya sendiri. Zaman Jahiliah, setiap suku memiliki patung sembahannya sehingga terdapat sekitar 360 tuhan yang disembah. Kebiasaan mereka membunuh anak perempuan karena mitos lambang kehinaan. Perang terus-menerus karena membela kepentingan suku masing-masing. Mereka gemar minum khamar, berjudi, dan berzina. Allah Swt. memerintahkan umat manusia agar menganut agama Islam dan mengerahkan seluruh kehidupan untuk mematuhi ajaran Allah dan Rasul-Nya. Nabi dan Rasul itu dipilih dan diangkat oleh Allah Swt.. Tujuannya adalah 24
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia sekarang dan di akhirat kelak. Jika kita baca dalam literatur buku agama Kristen, Rasul itu diangkat oleh manusia, bahkan mulai tahun 1970-an mereka mengangkat seorang Nabi yang berbeda dengan Rasul. Cara ini masih berjalan sampai sekarang ada Rasul dan ada Nabi baru yang diangkat oleh Pemuka Gereja. Sementara yang nyata-nyata Rasul Allah yaitu Nabi Isa al-Masih diangkat oleh mereka sebagai Tuhan. Alangkah mudahnya memutuskan ajaran agama yang otentik. Sejarah telah menunjukkan bukti bahwa sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul, sudah ada Rasul-rasul Allah. Akan tetapi, menurut Al-Qur`an Rasul-rasul Allah sebelum Nabi Muhammad secara estapet hanya diperuntukkan bagi umat tertentu dan dalam batas waktu tertentu pula. Umat manusia berjalan seiring dengan berjalannya waktu itu sendiri. Rasul Allah itu diutus kepada umat manusia dari waktu ke waktu, sehingga yang membatasi masa kerasulan sekaligus masa berlakunya agama adalah dengan diutusnya Rasul yang baru oleh Allah Ta’ala. Nabi Muhammad adalah Rasul Allah terakhir yang melanjutkan dan menyempurnakan Rasul-rasul sebelumnya. Dalam ajaran agama mana pun setelah Nabi Muhammad Saw. tidak ada lagi Nabi dan Rasul Allah yang diangkat. Oleh karena itu, akal yang sehat, jernih, dan jujur akan berkata: Kita sekarang ini berada di zaman Nabi Muhammad Saw..Berarti pula umat manusia sekarang hidup dalam zaman Rasul Allah Muhammad Saw. Dengan demikian, manusia yang hidup sekarang ini menolak agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad sama halnya dengan menolak kenyataan hidup yang sebenarnya. Alangkah rugi dan bodohnya manusia yang hidup sekarang, tetapi menolak ajaran agama yang dibawa Pendidikan Agama Islam
25
oleh Nabi Muhammad Saw., yang sudah disempurnakan oleh Allah Swt.. Allah Ta’ala berfirman, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS Al-Maidah [5]: 3). Ayat tersebut merupakan wahyu Allah yang turun di akhir masa hidup Nabi Muhammad Saw., yaitu pada saat melaksanakan haji wada, haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi. Dalam ayat ini, ditegaskan bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan diridai oleh Allah Ta’ala. Hal ini wajar dan logis, karena sesuai dengan kronologis sejarah bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah Nabi dan Rasul terakhir yang menutup semua para Nabi. Sejak dahulu hingga sekarang ada umat yang Muslim dan ada yang kafir. Dikatakan Muslim jika mereka tunduk dan patuh kepada ajaran Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan kafir adalah mereka yang menolak ajaran tersebut. Proses sejarah kenabian telah selesai (25 Nabi dan Rasul yang diketahui namanya), tetapi umat manusia tidak terputus hingga sekarang. Sejak zaman Nabi Adam a.s. sudah ada kelompok manusia yang menolak dan ada pula yang menerima. Zaman Nabi Musa a.s. ada umat yang menolak sehingga mereka disebut kafir, demikian pula zaman Nabi Isa a.s. sampai zaman umat Nabi Muhammad Saw. Jika proses kenabian berjalan menurut hitungan waktu, maka umat sekarang semuanya ada dalam kelompok umat Nabi Muhammad Saw. Umat sekarang yang menolak ajaran Nabi Muhammad disebut kafir, sedangkan yang taat patuh kepada ajaran Nabi Muhammad Saw. disebut Muslim. Oleh karena itu, umat yang benar-benar dirihai Allah dari dahulu sampai sekarang adalah orang Muslim yaitu orang yang taat dan kepada Allah dan Rasul yang diutus pada zamannya. Sekarang identifikasi 26
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
orang Muslim hanya ada dalam ajaran agama Islam. Selain itu, mereka kafir. Kekafiran mereka disebabkan penolakan terhadap ajaran Nabi Muhammad Saw. sebagai Nabi dan Rasul Allah. Orang yang tidak paham sejarah agama akan mudah tertipu oleh bujukan-bujukan yang mengatasnamakan agama. Lagi-lagi jika ditelusuri akar-akar permasalahan akan ditemukan inkonsistensi (tidak konsisten) dalam memeluk ajaran ketauhidan. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa umat Kristiani telah terjebak oleh aliran teologi yang menTuhan-kan nabi sendiri. Seorang Nabi tiba-tiba dianggap sebagai Tuhan yang fungsi politisnya untuk mengukuhkan kebenaran agama Kristen. Dalam pandangan teologi Islam, umat Kristiani selain bertuhan tiga —walaupun dengan berbagai dalil mereka bahwa yang tiga adalah satu— juga tidak logis menolak kenyataan proses kenabian yang berjalan dari waktu ke waktu. Islam tidak menolak kebenaran Nabi Isa a.s. tetapi itu hanya berlaku pada zaman Nabi Isa masih hidup dan aktif menyampaikan wahyu Allah Swt. kepada umatnya. Setelah Nabi Isa a.s. wafat, wahyu Allah Swt. disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw., kepada umatnya. Kita yang ada sekarang semuanya dalam fase kenabian Nabi Muhammad Saw. sebagai Nabi akhir zaman. Jika saja (berandaiandai) setelah Nabi Muhammd Saw. wafat ada Nabi yang menggantikan dan meneruskannya, maka kita tidak lagi menganut keseluruhan ajaran Nabi Muhammad Saw. melainkan agama yang dibawakan oleh Nabi baru tersebut. Akan tetapi, sudah dijelaskan dalam kebenaran firman Allah Swt., tidak akan ada lagi Nabi setelah Nabi Muhammad Saw., sehingga kita cukup yakin dengan agama Islam yang disampaikan Nabi Muhammad Saw. hingga sekarang ini. Pendidikan Agama Islam
27
F. Penyebab Kesalahan dalam Beragama Kita dapat menyaksikan agama di dunia ini bermacammacam nama dan ajarannya. Masing-masing pemeluk agama menyatakan yang paling benar. Kata benar hanya dikatakan oleh para pemeluknya, belum tentu benar menurut Allah Pencipta agama itu sendiri. Karena benar dan salah hanya ke luar dari ukuran manusia, maka dapat saja manusia keliru dalam menerjemahkan kebenaran agama tersebut. Beberapa penyebab kesalahan fatal dalam mengamalkan agama, di antaranya:
1.
Mengandalkan Persangkaan daripada Ilmu Perhatikan firman Allah Swt. dalam QS Al-An’am [6]:
116:
ﻪ ﹺﺇ ﹾﻥ ﺳﺒﹺﻴ ﹺﻞ ﺍﻟﻠﱠ ﻦ ﻋ ﻙ ﻀﻠﱡﻮ ﻳ ﺽ ﺭ ﹺ ﻲ ﺍﹾﻟﹶﺄﻦ ﻓ ﻣ ﺮ ﻊ ﹶﺃ ﹾﻛﹶﺜ ﻄ ﺗ ﻭﹺﺇ ﹾﻥ ﻮ ﹶﻥﺮﺻ ﺨ ﻳ ﻢ ﹺﺇﻟﱠﺎ ﻫ ﻭﹺﺇ ﹾﻥ ﻮ ﹶﻥ ﹺﺇﻟﱠﺎ ﺍﻟ ﱠﻈﻦﺘﹺﺒﻌﻳ Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). Agama pada dasarnya mendorong penganutnya agar berilmu. Akan tetapi, sering terjadi kontradiksi antara keluhuran ajaran agama dengan perilaku penganutnya. Para pakar agama Islam, sudah menyadari kontradiksi tersebut. Umumnya yang disebut prasangka, yaitu anggapananggapan yang tidak berdasarkan bukti, baik pembuktian lewat dalil naqli (Al-Qur`an dan al-Hadis) atau lewat dalil aqli (akal). Kemalasan orang menggali ilmu agama dapat mengakibatkan ia akhirnya mengandalkan prasangka. Orang 28
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
beragama, tidak dibenarkan mengikuti suatu pendapat tanpa memiliki ilmunya.
2.
Mendustakan sebelum Mendapatkan Penjelasannya Perhatikan firman Allah Swt. dalam QS Yunus [10]: 39:
ﻚ ﻟﻪ ﹶﻛ ﹶﺬ ﺗ ﹾﺄﻭﹺﻳﹸﻠ ﻢ ﺗ ﹺﻬﻳ ﹾﺄ ﺎﻭﹶﻟﻤ ﻪ ﻤ ﻌ ﹾﻠ ﻴﻄﹸﻮﺍ ﹺﺑﻳﺤ ﻢ ﺎ ﹶﻟﻮﺍ ﹺﺑﻤﺑ ﹾﻞ ﹶﻛﺬﱠﺑ ﲔ ﻤ ﻟﺒﺔﹸ ﺍﻟﻈﱠﺎﻗﺎﻒ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﻋ ﻴﺮ ﹶﻛ ﻧ ﹸﻈﻢ ﻓﹶﺎ ﻠ ﹺﻬﺒﻦ ﹶﻗ ﻣ ﻦ ﻳﺏ ﺍﱠﻟﺬ ﹶﻛﺬﱠ Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (Rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu. Kalau orang sudah menolak dan mengingkari terlebih dahulu sebelum mendapatkan penjelasannya sudah tentu kategorinya egois. Sikap egois menunjukkan merasa benar sendiri, tidak menerima penjelasan dari orang lain. Dalam agama, sikap demikian dapat menyimpangkan dari kebenaran, karena sikap demikian umumnya hanya terjadi pada orang-orang jahil (bodoh).
3.
Adanya Paham-paham Sesat dan Klenik
Klenik dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan akan hal-hal yang mengandung mitos, takhayul. Kegiatan dukun dalam meramal, menceritakan akan nasib seseorang dengan menggunakan bantuan kekuatan jin termasuk klenik. Mencari harta karun yang didasarkan pada petunjuk dukun adalah perbuatan takhayul yang menyimpangkan kepercayaan agama. Kebenaran agama banyak dimanipulasi oleh mitosPendidikan Agama Islam
29
mitos, takhayul dan bid’ah-bid’ah sehingga ajaran agama terkontaminasi (tercemar kotor) oleh kepercayaan sesat. Tentu masih terbuka lagi sebab-sebab lain yang dapat menimbulkan seseorang keliru atau salah dalam memahami agama. Akibat dari kekeliruan itu timbul kesesatan-kesesatan yang pada gilirannya dapat menghancurkan amal-amal yang telah diperbuatnya. Hal ini dapat menimbulkan bencana dan musibah dalam hidup dan kehidupan seseorang. Selanjutnya, ada penyebab yang tegas bertentangan dengan agama, di antaranya: a.
30
Ideologi Ateis. Ideologi ini yang mengingkari penciptaan dan pemeliharaan aktif dari Allah. Pikiran para ateis telah memengaruhi pikiran penganut agama, sehingga mereka semakin tergeser pada pola pikir bahwa semua yang menentukan dalam hidup ini adalah manusia. Tuhan diyakini ada, tetapi tidak ada peranan aktif dari Tuhan. Semua hanya berjalan berdasarkan hukum alam. Ideologi Ateis telah terselubung dalam iptek, dan alasan-alasan ilmiah lainnya. Ideologi ateis menghembuskan pikiran bahwa kejadian di alam semesta ini bukan karena adanya penciptaan, melainkan kebetulan saja dan bergerak menurut hukum alam saja. Tuhan tidak mendapat ruang dalam pikiran orang-orang ateis. Hukum Tuhan tidak ada, yang ada hanya hukum alam. Padahal dalam agama secara tegas dikatakan bahwa hukum alam itu sendiri diciptakan oleh Tuhan. Mustahil Tuhan tidak aktif dalam mengatur perjalanan hukum alam tersebut. Bahkan Tuhan itu yang akan menghentikan perjalanan hukum alam sehingga terjadi peristiwa yang disebut kiamat. Itulah hukum Tuhan di atas segala hukum.
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
b.
Sekularisme. Sekularisme adalah isme (paham) yang memisahkan antara urusan dunia dan urusan agama; memisahkan ilmu dari iman. Sejarah telah membuktikan bahwa pemisahan sains dari keimanan telah menyebabkan kerusakan yang tidak bisa diperbaiki lagi. Sains tanpa agama adalah seperti sebilah pedang di tangan orang mabuk; seperti cahaya di tangan pencuri di tengah malam. Akibat sekularisme, orang terpelajar sekuler masa kini tidak berbeda dengan orang jahiliah kafir masa lampau dalam perilakunya. Para penganut sekularisme telah mencampakkan agama. Mereka memisahkan antara urusan dunia dan urusan agama.
Berdasarkan beberapa sebab kesalahan dalam beragama di atas, hendaknya diintrospeksi dalam diri sendiri (evaluasi diri) agar tidak terjadi hal-hal tersebut. Beragama harus dilakukan dengan cara yang benar, berdasarkan petunjuk Allah dan Rasul-Nya yang jelas. Pelajari seluruh petunjuk itu dalam kitab suci Al-Qur`an dan al-Hadis. Ditambah dengan penjelasan para ulama (ahli ilmu) yang otoritatif. Bertanya harus kepada ahli ilmu yang otoritatif dalam bidangnya. Jangan bertanya kepada orang yang mengaku paham agama, akan tetapi sebenarnya tidak mendalami ilmu agama.
G. Masuk Islam Secara Kaffah Ditinjau dari isi ajarannya, Islam merupakan agama yang sempurna dan mulia. Kesempurnaan dan kemuliaan agama Islam ini tidak ada yang dapat menandinginya. Tetapi, jika ditinjau dari umat Islam itu sendiri, kita masih sering bertanya: Apakah kesempurnaan Islam sudah dimiliki oleh umatnya, sehingga mereka adalah orang-orang yang sempurna dan mulia? Apa artinya kesempurnaan Islam, jika tidak disertai dengan kesempurnaan umat Islam itu sendiri? Pendidikan Agama Islam
31
Agar kesempurnaan Islam dapat dinikmati oleh kita, maka kita perlu memasukinya secara sempurna pula. Perhatikan firman Allah Swt. dalam QS Al-Baqarah [2]: 208:
ﺕ ﺍﺧ ﹸﻄﻮ ﻮﺍﺘﹺﺒﻌﺗ ﻭﻟﹶﺎ ﺴ ﹾﻠ ﹺﻢ ﻛﹶﺎﻓﱠ ﹰﺔ ﻲ ﺍﻟﺧﻠﹸﻮﺍ ﻓ ﺩ ﻮﺍ ﺍﻣﻨ ﻦ ﺀَﺍ ﻳﺎ ﺍﱠﻟﺬﻳﻬﺎﹶﺃﻳ ﲔ ﻣﹺﺒ ﺪﻭ ﻋ ﻢ ﻪ ﹶﻟ ﹸﻜ ﻥ ﹺﺇﻧ ﻴﻄﹶﺎﺸ ﺍﻟ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. Berdasarkan ayat di atas, orang yang sudah beriman, didorong untuk masuk pada Islam yang sempurna secara kaffah (keseluruhan), jangan sepotong-sepotong. Hanya dengan cara itu, kesempurnaan dan kemuliaan manusia akan terwujud. Ciri pokok bagi orang yang sudah masuk pada Islam secara kaffah yaitu hati dan pikirannya selalu diwarnai oleh ajaran Islam. Dalam setiap keputusan, perkataan dan tindakannya selalu ingat ajaran Islam, sehingga yang menjadi kontrol segala aktivitas seseorang itu adalah ajaran Islam yang bersemayam dalam nuraninya. Hasil dialog antara ajaran Islam dengan hati nurani dalam diri seseorang itulah yang akan melahirkan perkataan dan perbuatan yang benar. Salah satu sebab terjadinya perpecahan di kalangan umat Islam, salah satunya karena tidak memasuki Islam secara kaffah (keseluruhan). Umat Islam ada yang hanya masuk sepotong-sepotong, mengambil salah satu dimensi saja dari ajaran Islam yang lengkap. Akibatnya, ia hanya merasa benar dengan satu dimensi tersebut dan menganggap salah orang yang berada pada dimensi lainnya. Gambaran ini mirip dengan kisah si buta menjelaskan gajah yang lengkap. Si buta pertama hanya meraba kuping gajah kemudian diceritakan
32
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
sosok gajah yang benar berdasarkan kupingnya yang tipis dan lebar. Si buta kedua meraba kakinya, lalu menceritakan kebenaran gajah berdasarkan ciri-ciri kakinya yang agak bulat dan panjang. Demikian seterusnya hingga tidak ada yang melihat gajah secara utuh menyeluruh, dari ekor sampai belalai, bahkan sampai isi perutnya jika perlu. Masih banyak umat Islam dalam memahami agama yang sempurna, hanya melek dalam satu aspek, tetapi buta dalam aspek lainnya. Tentu tidak mudah menuduh begitu saja, tetapi paling tidak kenyataannya demikian. Dalam kehidupan sehari-hari kita menyaksikan perpecahan di kalangan umat Islam sendiri. Kelompok satu menuduh sesat kelompok yang lain, demikian sebaliknya. Sesama kelompok Islam saling menuduh orang lain masuk neraka. Oleh karena itu, yang diperlukan sebenarnya adalah memahami Islam dari berbagai aspeknya. Dalam Al-Qur`an, orang yang sudah beriman harus masuk ke dalam Islam secara kaffah, dan jangan mengikuti langkah setan yang suka mengadu domba. Agama Islam yaitu agama yang sudah dinyatakan sempurna, oleh karenanya masuk ke dalamnya secara sempurna pula. Masuk Islam secara sempurna maksudnya memahami ajaran Islam dari berbagai dimensi dan melaksanakan Islam secara sempurna pula. Praktik yang tidak dilandasi ilmu sama buruknya dengan ilmu yang tidak dipraktikkan. Kalau orang beriman hanya mementingkan praktik-praktik ibadah tanpa menggali ilmunya secara luas, termasuk tidak kaffah. Sebaliknya, jika orang hanya mementingkan pemahaman ilmu yang luas tapi tidak melaksanakan agama juga tidak termasuk kaffah. Bervariasinya praktik orang-orang beragama salah satu sebabnya karena ada perbedaan paham keagamaan, walaupun agamanya sama. Paham keagamaan sifatnya relatif, Pendidikan Agama Islam
33
kebenarannya pun relatif. Oleh karena itu, yang diperlukan dalam menghadapi keragaman praktik keagamaan adalah keterbukaan dan kejujuran. Terbuka untuk dikoreksi oleh orang lain terutama yang memiliki paham keagamaan berbeda. Jujur untuk menyadari keterbatasan pemahaman. Sikap terbuka dan jujur memungkinkan orang untuk mengoreksi diri sendiri sebelum pada orang lain. Pada tingkat tertentu sikap terbuka dan jujur dapat menambah keyakinan keagamaan yang selama ini dipraktekkan, karena sudah melalui pengujian terbuka. Ada dua macam sikap seseorang memahami agama, yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Ekstrinsik adalah menilai agama dari luar atau melaksanakan agama bagian kulit. Ia hanya melaksanakan bentuk-bentuk luar dari ajaran agama, seperti shalat, puasa, haji, tetapi inti dari pekerjaan tersebut tidak tercapai. Intrinsik adalah agama dipandang sebagai komitmen. Nilai-nilai agama terhujam dalam hati nurani. Pokok ilmu agama Islam amat luas. Begitu juga cabangcabang ilmunya. Sekurang-kurangnya perlu memahami empat disiplin ilmu ke-Islam-an yang menjadi pilar pemikiran Islam itu sendiri, yaitu: ilmu kalam, ilmu fikih, ilmu tasawuf, dan filsafat Islam. Dalam ilmu kalam perlu diketahui dan dipahami berbagai aliran dan sejarahnya, seperti: Khawarij, Murji’ah, Syi’ah, Muktazilah, Jabariah, Qadariyah, Asy‘Ariyah, Maturidiyah dan lain-lain. Dalam ilmu fikih, dikenal metodologi pemikiran Ahnaf dan Mutakallimin, termasuk para Imam Mazhab (Maliki, Syafi’i, Hanafi, dan Hambali) di dalamnya. Dalam ilmu tasawuf, ada konsep-konsep maqamat dan ahwal. Dalam filsafat Islam dikenal logika berpikir untuk mempertahankan argumentasi kebenaran ajaran agama. Ilmu ke-Islam-an berkaitan dengan sumber ajaran Islam dikenal ilmu-ilmu Al-Qur`an dan ilmu-ilmu al-Hadis. Kedua 34
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
ilmu ini, banyak cabangnya. Berkaitan dengan istinbath hukum dikenal ushul fiqh. Semua ilmu dan cabang-cabangnya itu berkaitan dengan pintu masuk Islam yang kaffah. Makin banyak dimensi ilmu yang diselami seseorang, makin arif ia dalam prakteknya, mampu membedakan antara sejarah dan paham keagamaan, tidak gegabah menilai sesama Islam sesat. Berkaitan dengan praktik-praktik Rasulullah Saw. yang agung, agar kaffah tidak semestinya hanya mengambil aspekaspek lahiriah Rasul yang mungkin konteksnya sebagai budaya Arab. Tetapi perlu memahami esensi dari semua yang dilambangkan oleh simbol lahiriahnya. Misalnya, orang yang tidak berjenggot bukan berarti kurang sempurna Islamnya, atau kurang mengikuti Sunnah Rasul, karena ukuran semuanya itu adalah nilai ketakwaannya. Cara dan model berpakaian adalah simbol budaya, yang esensinya adalah menutup aurat, bersih dan rapi. Jadi praktik seorang Muslim yang kaffah tidak hanya mengutamakan simbolik, tetapi juga substansi. Di sini perlu dijelaskan bahwa kedua-duanya sama pentingnya dalam mewujudkan Islam yang kaffah. Hasil dari Islam yang kaffah, lahirnya manusia sempurna yaitu mereka yang cerdas akalnya, berkualitas hatinya dan sehat jasmaninya. Sebagai seorang Muslim perlu memiliki otak-otak yang brilian, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, menguasai Al-Qur`an dan al-Sunnah. Hati yang berkualitas cirinya pandai bersyukur dan sujud baik di keheningan malam maupun di siang hari; mengingat Allah baik sambil berdiri maupun sambil duduk. Sedangkan jasmani agar sehat dan kuat perlu memakan makanan yang bergizi dan halal. Semua itu bersinergi menjadi manusia yang dicintai dan mencintai Allah Ta’ala.
Pendidikan Agama Islam
35
H. Istiqamah dalam Beragama Istiqamah artinya teguh dalam pendirian sesuai dengan hakikat kebenaran. Pengujian istiqamah sudah terjadi ketika Rasulullah Saw. wafat. Ketika Rasul wafat ada di antara orang yang keluar dari agama Islam. Menghadapi hal tersebut, Abu Bakar Ash-Shiddiq, khalifah pertama, melakukan pemberantasan terhadap mereka yang murtad (keluar agama). Mereka yang murtad dapat dikatakan tidak konsisten dengan agamanya. Demikian pula dengan orang munafik juga dapat dikategorikan tidak konsisten. Ciri-ciri orang munafik, di antaranya: jika berbicara ia dusta, jika berjanji ia mengingkari, jika diberi amanat ia khianat. Mereka adalah orang-orang yang tidak konsisten. Orang Islam yang tidak shalat, tidak zakat, tidak puasa, dan tidak menunaikan haji ketika mampu juga termasuk tidak konsisten. Karena orang Islam tersebut sebenarnya sudah berikrar melalui dua kalimat syahadat. Konsekuensi dari penerimaan dua kalimat syahadat tersebut adalah melaksanakan apa perintah Allah dan Rasul-Nya; siap menjauhi larangan Allah dan Rasul-Nya. Tentu maksud itu adalah sesuai dengan kadar kemampuan yang tidak dibuatbuat. Kewajiban menjalankan agama itu sudah pasti sesuai dengan kadar kemampuan manusia. Perhatikan firman Allah Swt. dalam QS Al-Mu’minun [23]: 62:
ﻢ ﻫ ﻭ ﻖ ﺤ ﺑﹺﺎﹾﻟﻄﻖ ﻨﻳ ﺏ ﺎﻛﺘ ﺎﻳﻨﺪ ﻭﹶﻟ ﺎﻌﻬ ﺳ ﻭ ﺎ ﹺﺇﻟﱠﺎﻧ ﹾﻔﺴ ﻒ ﻧ ﹶﻜﻠﱢ ﻭﻟﹶﺎ ﻮ ﹶﻥﻳ ﹾﻈﹶﻠﻤ ﻟﹶﺎ Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.
36
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
Berdasarkan ayat di atas, beban yang dihadapi oleh manusia pada dasarnya sanggup dilaksanakannya. Dengan segala potensi yang dianugerahkan Allah Swt. kepada manusia, menjadi alat untuk melaksanakan beban tersebut. Tidak ada beban terutama dalam agama yang di luar batas kemampuannya. Agama tidak pernah memaksakan seseorang untuk melakukan itu dan ini, kecuali pasti ia sanggup melaksanakannya. Oleh karena itu, menyangkut teknis pelaksanaan dalam agama bersifat fleksibel. Misalnya, shalat harus dengan cara berdiri bagi yang mampu, namun bisa juga sambil duduk atau terlentang bagi yang hanya mampu demikian. Secara waktu, dilaksanakan tepat pada waktunya, namun bisa juga jama’ dengan waktu sebelum atau sesudahnya bagi yang ketersediaan waktu demikian. Demikian pula dalam puasa, zakat, dan ibadah haji. Bahkan dalam kehidupan apa pun, tugas kerja apa pun sesungguhnya manusia itu sesuai dengan kesanggupannya. Atas dasar itu, jangan mengeluh karena alasan tidak mampu kemudian yang dikorbankan adalah agama. Ada orang yang mengabaikan agama karena dianggap menghambat karier, menghalangi produktivitas dan kreativitas. Pandangan ini akan menimbulkan hilangnya konsistensi dalam beragama. Di satu sisi ia ingin selamat dunia akhirat, namun di sisi lain tidak mau melaksanakan perintah agama. Padahal perintah agama untuk keselamatan dunia dan akhirat. Berikut ini, beberapa langkah praktis agar seseorang konsisten dalam beragama, yaitu: 1.
Memiliki ilmu pengetahuan agama yang benar.
2.
Meningkatkan pengetahuan menjadi pemahaman yang kuat.
Pendidikan Agama Islam
37
3.
Menerima hasil pemahaman itu dengan sepenuh hati yang mantap.
4.
Melakukan aktivitas pengabdian totalitas pada kebenaran agama tersebut.
5.
Melakukan jihad, hubungkan antara ilmu dengan amal sehari-hari.
Pengetahuan adalah tahapan paling awal dan rendah dalam perspektif kognitif. Ia hanya sekadar tahu. Untuk menjadi orang tahu cukup membaca dan mendengar. Walaupun demikian, bukan hal yang remeh dalam agama diawali dari pengetahuan tentang agama. Ketahuilah agama seluas-luasnya untuk modal pertama. Al-Qur`an menegaskan bahwa manusia jangan mengikuti suatu perbuatan yang tidak memiliki ilmu pengetahuan tentangnya.
penerimaan kebenaran. Jika agama hanya diterima tetapi tidak mengabdikan diri padanya, sama halnya dengan menerima surah perintah dari orang terhormat, tapi tidak dilaksanakan perintahnya. Akibatnya yang muncul adalah kemurkaan dari Allah Swt. sebagai pencipta agama. Tahap tertinggi dalam mengukur keberagamaan seseorang adalah tingkat kesungguhan dalam menegakkan agama tersebut. Jihad itu perjuangan sungguh-sungguh. Pengertian ini bukan hanya menyangkut fisik, tapi juga mental spiritual. Niscaya kelezatan beragama akan dirasakan bagi orang yang sungguh-sungguh, sehingga agamanya akan terus dipertahankan. Inilah konsistensi keberagamaan yang menemukan bentuknya dalam segala aktivitas hidup manusia.
Setelah tahu, kita tingkatkan agar yang diketahui tersebut benar-benar dapat dipahami. Untuk memahami suatu ilmu termasuk ilmu agama memerlukan keseriusan dalam mengoptimalkan daya pikir. Hal ini memerlukan proses psikologis yang kompleks, karena selain kecerdasan intelektual yang diperlukan juga kecerdasan emosional, bahkan berkaitan dengan agama diperlukan kecerdasan spiritual. Setelah dipahami, agama diterima sebagai suatu kebenaran. Agama diterima karena ia benar, bukan karena dipaksakan. Untuk mengukur benar tidaknya pemahaman diperlukan informasi-informasi agama itu sendiri. Tingkat penerimaan hati manusia umumnya ditentukan oleh tingkat pemahamannya. Setelah agama diterima sebagai suatu yang benar, maka kita mengabdikan diri pada kebenaran tersebut. Fungsi pengabdian dimaksud agar merasa yakin dan tentram atas
38
Bab 1| Arah Pengembangan Studi Agama
Pendidikan Agama Islam
39
BAB 2 MODEL MANUSIA SEMPURNA
Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman, beramal saleh dan saling menasehati tentang kebenaran dan kesabaran”.1 Menurut Al-Maraghi, pada surah sebelumnya, Allah Swt. menjelaskan tentang keadaan orang-orang yang hanya gemar menyombongkan diri dengan memperbanyak harta dan melupakan taat kepada Allah Swt. Dalam surah ini, dijelaskan bahwa orang yang mempercantik diri dengan perwatakan yang baik, adalah dengan iman, amal, sabar, dan perilaku benar.2 Orang yang rugi adalah mereka yang sombong, tidak pandai berzakat, tidak bersedakah, tidak berzikir kepada Allah, mengabaikan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Sebaliknya, orang yang untung adalah mereka yang beriman dan beibadah hanya kepada Allah, berhubungan baik dan saling menolong antara sesama manusia. Oleh QS Al-‘Ashr [103]: 2-3. Lihat Al-Qur`an dan Terjemahnya Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Jilid 30, (Semarang: CV. Toha Putera, 1993), hlm. 408. 1 2
Pendidikan Agama Islam
41
karena itu, keselarasan antara hubungan vertikal dengan hubungan horizontal menjadi syarat pokok terwujudnya pribadi-pribadi yang beruntung.
A. Istilah Manusia dalam Al-Qur’an Pembicaraan tentang manusia adalah pembicaraan tentang diri kita sendiri, suatu pembicaraan yang tidak pernah kering dan berakhir. Manusia dalam perspektif Islam berbeda dengan konsep manusia dalam pandangan agamaagama selain Islam. Al-Qur`an telah mengungkapkan dan menjelaskan istilah-istilah manusia, yaitu:
1.
Al-Insan dan al-Nas
Kata al-insan, berakar kata uns yang berarti jinak dan harmonis. Kata insan ini tampak sebagai lawan dari makna “binatang liar”. Kata insan digunakan Al-Qur`an untuk menunjuk kepada manusia dengan segala totalitasnya, jiwa, dan raga. Manusia berbeda dengan binatang. Manusia memiliki rasa malu, jika melanggar aturan. Manusia adalah makhluk terhormat dan mulia. Kata insan disebut sebanyak 65 kali dipakai untuk sebutan manusia tunggal (individu), sedangkan kata al-nas disebut 241 kali untuk sebutan manusia jamak (sosial). Pemakaian kata insan ditujukan kepada seluruh manusia secara individu menyangkut dimensi karakter, seperti menerima pelajaran dari Tuhan, (QS Al-Alaq [95]: 4), amanat yang dipikul dari Tuhan, (QS Al-Ahzab [33]: 72); waktu yang harus digunakan supaya tidak merugi (QS.Al-‘Ashr [103]: 2); balasan dari apa yang dikerjakannya (QS An-Najm [53]: 39; An-Naazi’aat [79]: 35), musuh yang nyata dengan setan (QS Al-Anbiyaa’ [21]: 5; Al-Israa’ [17]: 53); sopan santun dan etika (QS Al-Ankabut [29]: 8; Luqman [31]: 14; Al-Ahqaf [46]: 15). 42
Bab 2| Model Manusia Sempurna
Manusia menerima pelajaran dari Allah Ta’ala sehingga memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Dengan ilmu pengetahuan manusia menjadi tinggi derajatnya; manusia dapat mengatasi masalah hidup dengan baik. Segala fenomena dan kejadian ditampakkan oleh Allah Swt. untuk menjadi pelajaran bagi manusia. Dalam setiap kejadian sekecil apa pun terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Itulah al-Insan namanya. Manusia yang baik adalah manusia yang amanah. Amanah pertama adalah amanah iman yang pernah diberikan oleh Allah Swt. ketika di alam roh dalam perjanjian primordial. Amanah iman harus dijaga agar tidak kotor bercampur dengan kemusyrikan. Iman yang bersih adalah iman yang sesuai dengan rukun iman, jangan dicampurkan dengan bentuk-bentuk kepercayaan yang tumbuh dalam tradisi. Amanah kedua adalah amanah Islam yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad Saw. Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. tidak boleh dinodai dengan label-label yang memecah kesatuan Islam. Label organisasi sering kali menodai amanah Islam, sehingga masing-masing organisasi terpecah belah. Umat menjadi terpecah-pecah oleh label-label organisasi Islam baik ormas (organisasi massa) maupun orsospol (organisasi sosial politik). Setiap organisasi memiliki pemimpin, namun tidak amanah Islam. Amanah ketiga adalah amanah umur yang diberikan Allah Swt. kepada manusia, sehingga dengan umur mendapat kesempatan untuk beribadah dan menikmati nikmatnya dunia. Umur berkaitan dengan masa muda, masa sehat, dan masa lapang. Manusia harus memanfaatkan masa muda sebelum tua dengan tenaga, pikiran, dan jiwa muda dalam membangun peradaban sehingga menjadi bangsa yang maju. Manusia harus memanfaatkan masa sehat sebelum sakit dengan cara
Pendidikan Agama Islam
43
melakukan pekerjaan-pekerjaan penting. Manusia harus memanfaatkan masa lapang sebelum merasakan sesak dan sempitnya diri karena dililit oleh berbagai masalah. Harta yang dimiliki sebagai amanah harus dijaga agar benar-benar digunakan pada jalan yang diridai Allah Ta’ala. Istilah al-nas, berkaitan dengan interaksi kehidupan manusia yang bersifat kolektif, seperti: kepemimpinan (QS Al-Baqarah [2]:124), perubahan sosial (QS Ali-Imran [3]:140; Al-Anfal [8]:26), dan perubahan alam (QS Al-Baqarah [2]:164). Manusia selalu membutuhkan orang lain dalam berinteraksi, sehingga tercipta saling memberikan manfaat antara satu dengan lainnya. Soal kepemimpinan harus profesional. Manusia jangan sombong merasa berkuasa ketika diberi amanah pimpinan. Hakikat jadi pemimpin adalah menjadi pelayan yang melayani kebutuhan rakyat dan/atau bawahannya. Setiap manusia adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Ta’ala. Jadilah pemimpin (khalifah) yang amanah sebagai al-nas yang digambarkan oleh Allah Swt. dalam Al-Qur’an. Umat Islam sebagai hamba Allah yang taat pada ajaran agama harus menjadi pemimpin. Sebab, kepemimpinan yang tidak berdasarkan pada agama akan menimbulkan kebohongan publik. Kebohongan publik semata-mata demi mempertahankan kekuasaan. Kekuasaan dipertahankan dengan menghalalkan berbagai cara. Hal ini tidak ada manfaatnya bagi hamba Allah yang saleh, meraih dunia dengan cara mengorbankan agama. Manusia sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dapat melakukan perubahan sosial dan perubahan alam. Perubahan suatu bangsa adalah karena bangsa yang mau berubah. Perubahan itu pasti adanya, sehingga tidak ada
44
Bab 2| Model Manusia Sempurna
yang tetap kecuali perubahan itu sendiri. Namun yang penting dipahami adalah bahwa perubahan harus selalu menuju ke posisi yang lebih baik. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan esok lebih baik daripada hari ini. Manusia menurut Al-Qur’an maupun hadis-hadis dapat melakukan perubahan sosial dan alam.
2.
Al-Basyar
Al-Basyar adalah gambaran manusia secara materi yang dapat dilihat, makan dan minum, berjalan dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Atau berarti menampakkan sesuatu dengan baik dan indah. Kata basyar diulang dalam Al-Qur`an sebanyak 36 kali, dipakai untuk menyebut manusia dalam kaitannya dengan aspek-aspek jasmaniah. “Dan ingatlah, ketika Rab-mu berfirman kepada para malaikat. Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.” (QS. Al-Hijr [15]: 28, QS Al-Nali [16]: 103, QS Al-Isra [17]: 93, QS Maryam [19]: 26). Menurut Asy-Syathi, pemakaian kata basyar di seluruh isi Al-Qur`an memberikan pengertian bahwa yang dimaksud adalah anak Adam yang biasa makan, minum, dan berjalan di pasar-pasar yang saling bertemu atas dasar persamaan.3 Nabi Muhammad Saw., dalam Al-Qur`an juga disebut al-basyar (manusia) seperti kita, hanya saja beliau menerima wahyu dari Allah Ta’ala, (QS Al-Kahfi [18]: 110). Dalam konteks ini, al-basyar adalah manusia berdimensi biologis, yang banyak dikaji oleh ilmu biologi dan kedokteran. Hasilnya dapat dimanfaatkan oleh manusia sendiri. 3 A’isyah Abd ar-Rahman Bint Asy-Syathi, Al-Maqal fi Al-Insan Dirasah Quraniyah, (Mesir: Dar Al-Ma’Arif, 1966), hlm. 11.
Pendidikan Agama Islam
45
3.
Bani Adam
Bani Adam artinya keturunan Adam yang menunjukkan manusia dilihat dari sudut keturunannya. Manusia keturunan dari Nabi Adam a.s. Jika ada yang mengaku bukan keturunan dari Nabi Adam a.s. berarti bukan manusia. Oleh karena itu, bagi umat beragama (Islam) tidak perlu memperdebatkan teori-teori yang mengaku ilmiah tentang asal-usul manusia berasal bukan dari Nabi Adam a.s. Sebagian ahli memahami bahwa sebelum Nabi Adam sudah ada makhluk sejenis manusia. Hal ini dapat dipahami berdasarkan Al-Qur`an tentang dialog para malaikat dengan Allah Ta’ala. Allah berfirman kepada para malaikat bahwa akan dijadikan khalifah di muka bumi ini. Para malaikat bertanya tentang kelayakan Adam untuk menjadi khalifah. Hal ini dipahami oleh sebagian ahli bahwa para malaikat sudah memiliki pengalaman tentang makhluk-makhluk sebelumnya. Walaupun, pada akhirnya Allah Ta’ala tetap sesuai dengan desainnya bahwa Adam layak menjadi khalifah atas uji kelayakan yang ditunjukkannya di hadapan para malaikat. Dengan demikian, dapat dibenarkan adanya makhluk sebelum Nabi Adam menjadi khalifah. Para mufassir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata “khalifah” tersebut di atas adalah “Adam”. Akan tetapi, para pakar bahasa berpendapat bahwa kata “khalifah” dalam pandangan mereka berasal dari kata ( ﺧﻠﻒkhalafa) artinya belakang. Namun demikian, kata “khalifah” menurut mereka tidak selamanya diartikan dengan belakang, tapi juga diterjemahkan dengan pengganti. Kata “pengganti” dapat dipahami dengan menggantikan atau menempati posisi yang telah ditinggalkan orang sebelumnya. Orang yang menggantikan biasanya datang belakangan. Jadi pengganti adalah orang yang datang 46
Bab 2| Model Manusia Sempurna
kemudian atau belakangan. Demikian gambaran pengertian dalam arti pengganti. Al-Raghib al-Isfahani dalam Mufradat fi Gharib Al-Qur`an sebagaimana dikutif oleh M. Quraish Shihab mengatakan kata ( ﺧﻠﻴﻔﺔkhalifah) atau pengganti adalah menggantikan orang lain untuk melaksanakan suatu tugas atas nama yang digantikan, baik bersama yang digantikannya maupun sesudahnya.4 Nabi Adam sebagai manusia pertama dan kita merupakan keturunan Nabi Adam tetap dapat dibenarkan, yaitu bahwa manusia sekarang yang hidup dan ada merupakan keturunan Nabi Adam a.s. Hal ini pun berdasarkan firmanfirman Allah dalam Al-Qur`an. Walaupun ada makhluk lain sebelum Nabi Adam, tidak berarti manusia sekarang ini keturunan dari makhluk sebelumnya tersebut. Hal itu berkaitan dengan periodisasi kehidupan di alam semesta ini. Kelak setelah terjadi hari kiamat pun, akan ada kehidupan makhluk Allah yang baru dengan segala hukum dan aturan yang baru. “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan hak? Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu dan mengganti (mu) dengan makhluk yang baru”.5 “Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu)”.6 Akan tetapi, hal ini bukan untuk generasi manusia yang ada sekarang. Hal ini akan dibatasi dengan apa yang disebut hari kiamat, akhir kehidupan semua makhluk yang ada. Kewajiban manusia sekarang adalah menjalankan aturan-aturan yang berlaku sekarang yang telah disampaikan oleh para Nabi dan Rasul Allah Muhammad Saw. 4 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an, (Bandung, Mizan, 1999), hlm. 157. 5 QS Ibrahim [14]: 19 6 QS Fathir [35]: 16
Pendidikan Agama Islam
47
Allah Swt. berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah memulia kan anak-anak Adam (manusia). Kami angkat mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka dari rezeki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS Al-Isra. [17]: 61, 70).
bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mengucikan-Mu?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS Al-Baqarah [2]: 30)
Semua agama wahyu atau agama yang bersumber dari Allah Swt. seperti agama Yahudi, Nasrani, dan Islam sepakat bahwa manusia yang pertama adalah Adam. Pernyataan tersebut dalam agama Yahudi dan Nasrani atau Kristen dapat ditemukan dalam kitab suci mereka yakni dalam “Biblia” atau sering disebut “al-Kitab”. Al-Kitab dalam agama Kristen populer dengan sebutan “Old Testament” yaitu Perjanjian Lama. Dalam kitab tersebut yaitu pada Kitab Kejadian (Genesis) mulai dari Pasal I sampai Pasal X, diterangkan tentang cerita kejadian alam semesta, kejadian Adam dan Hawa serta kisah keturunan Adam hingga Nuh yang dilanda angin Topan Besar (Great Deluge) yang berakhir dengan hancurnya semua pada waktu itu kecuali Nabi Nuh, keluarga dan pengikutnya yang setia dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Nuh. Dalam kitab tersebut juga diinformasikan secara detail turunan Adam sampai kepada Nuh.
Para Mufassirin (pakar tafsir Al-Qur`an) seperti Ibn Katsir, al-Qurthubi, dan al-Maraghi mengatakan yang dimaksud dengan “khalifah” dalam ayat tersebut adalah “Adam”. Menurut para mufassirin tersebut, Adam lah manusia yang pertama sekali dijadikan Allah Swt. di atas bumi ini. Dan Adam pula manusia yang pertama sekali diamanahi oleh Allah untuk mengelola, mengatur, dan menata bumi ini dengan sebaik-baiknya. Bahkan Adam bukan hanya manusia yang pertama, tetapi dia juga merupakan utusan atau Rasul dan Nabi yang pertama sekali yang membawa ajaran untuk mentauhidkan (meng-Esa-kan) Allah. Pernyataan tersebut didasari kepada ucapan Nabi Saw., dalam sebuah sabdanya sebagai berikut: “Adam merupakan Rasul yang pertama dari sekalian Rasul dan Muhammad adalah Rasul yang terakhir dari semua Rasul” (HR. Al-Hakim dari Abu Dzar).
Agama Islam juga mengajarkan bahwa manusia yang pertama adalah “Adam”. Adam merupakan khalifah di muka bumi ini. Firman Allah Swt.:
B. Potensi Utama Manusia
ﻴ ﹶﻔ ﹰﺔ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍﺧﻠ ﺽ ﺭ ﹺ ﻲ ﺍﹾﻟﹶﺄﻋ ﹲﻞ ﻓ ﺎﻲ ﺟﺔ ﹺﺇﻧ ﺋ ﹶﻜﻤﻠﹶﺎ ﻟ ﹾﻠ ﻚ ﺑﺭ ﻭﹺﺇ ﹾﺫ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺢ ﺴﺒ ﻧ ﺤﻦ ﻧﻭ ﺎ َﺀﺪﻣ ﺍﻟﻔﻚ ﺴ ﻳﻭ ﺎﻴﻬ ﻓﺴﺪ ِ ﹾﻔﻦ ﻳ ﻣ ﺎﻴﻬﻌﻞﹸ ﻓ ﺠ ﺗﹶﺃ َﻮﻥﻌﹶﻠﻤ ﺗ ﺎ ﻟﹶﺎ ﻣﻋﹶﻠﻢ ﻲ ﹶﺃﻚ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹺﺇﻧ ﹶﻟﺱ ﹶﻘﺪﻭﻧ ﻙ ﺪ ﻤ ﺤ ﹺﺑ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka 48
Bab 2| Model Manusia Sempurna
1.
Potensi Jasad dan Roh
Manusia berasal dari tanah yang dinyatakan dengan macam-macam istilah, seperti tanah, tanah kering, tanah liat, dan tanah berlumpur, sampai ditiupkan-Nya roh ciptaan Tuhan. Dalam bahasa manusia, lumpur adalah simbol kenistaan terendah. Tidak ada makhluk yang lebih rendah daripada lumpur, sebagaimana tidak akan ada Dzat yang paling luhur dan paling suci kecuali Allah Swt. Sedangkan bagian yang terluhur dan tersuci dari Dzat tersebut ialah rohPendidikan Agama Islam
49
Nya. Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa manusia ialah zat yang multidimensi sebagai gabungan lumpur dengan roh Allah Swt. Lumpur selaku unsur materi atau jasad yang berasal dari bermacam-macam bahan yang terdapat dalam tanah, dan roh selaku unsur nonmateri atau rohani yang berasal dari Tuhan. Dengan posisi di antara dua posisi demikian, maka manusia harus memelihara keseimbangan diri agar kestabilan hidupnya dapat selalu terpelihara. Sebagai individu dan genus atau species, kejadian jasad manusia itu bertahap. Perbedaan manusia dan organisme lain, baik nabati maupun hewani tampak jelas. Perbedaan asasi itu seperti disebutkan Al-Qur`an ialah bahwa pada manusia ditiupkan roh Tuhan, sedangkan pada makhluk organism lainnya tidak. Jadi manusia ialah makhluk Tuhan yang kepadanya Dia meniupkan roh-Nya. Keberadaan jasad dapat dilihat dan ditandai dengan apa yang disebut bagian kepala, badan, dan kaki dengan segala bagian-bagiannya. Jasad, sesuai dengan asal-usulnya maka ia tunduk sepenuhnya dengan hukum-hukum Tuhan yang berkenaan dengan materi yang disebut dengan sunnatullah, yang juga lazim kita kenal sebagai hukum alam atau hukum sebab akibat. Dengan demikian, secara jasadiah maka seluruh umat manusia adalah Muslim. Dan karenanya pula manusia secara jasadiah kalau ia telah habis masa berlakunya (hidupnya) ia akan luluh dan kembali lagi menjadi materi yaitu tanah sebagai asal, usulnya semula. Oleh karena itulah maka jasad sebagai bagian dari materi atau benda ia akan dapat diteliti, diukur, diamati, diurai, dan dipelajari oleh akal manusia. Sedangkan keberadaan roh, tidak demikian. Roh hanya dapat diketahui melalui firman Tuhan dari ayat-ayat di atas. Tuhan sendiri sudah menegaskan dalam firman-Nya: ‘‘Dan 50
Bab 2| Model Manusia Sempurna
mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang roh, katakanlah bahwa masalah roh adalah urusan Tuhan-mu, dan tidaklah kamu diberi ilmu kecuali hanya sedikit (QS Al-Israa [17]: 85). Tuhan hanya mengisyaratkan keberadaan roh itu dengan adanya: as-sam`a, al-abshara, dan al-af’idah, sebagaimana di dalam firman-Nya (QS As-Sajdah [32]: 9, QS Al-Mu’minuun [23]: 78, QS An-Nahl [16]: 78). Potensi roh itu kemudian menjadi potensi agama, sebagai potensi yang mendekati manusia melalui wahyu-Nya. AlQur`an telah mengkisahkan perjalanan Nabi Ibrahim yang mencari Tuhannya, QS Al-An’am [6]: 74 -79. Al-Qur’an mempergunakan istilah roh untuk arti Rahmat, malaikat Jibril, Al-Qur’an, Nabi Isa atau wujud spiritual yang menyatu dengan badan raga. Roh dalam konteks wujud spiritual yang ada dalam badan manusia, merupakan potensi untuk berhubungan dengan Allah Ta’ala. Dalam Al-Qur`an diceritakan dialog antara Allah Swt. dan Malaikat. Allah berfirman: Aku akan menciptakan manusia dari “tanah”. Jika telah Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan roh ciptaan-Ku, maka kamu bersujud kepadanya (QS Shaad [38]: 71-72). Kemuliaan manusia sehingga pantas dihormati karena ada roh Allah di dalamnya. Setiap orang memiliki roh yang artinya setiap orang pantas dihormati. Menghormati manusia bukan karena pangkat dan jabatan akademik, melainkan karena ada roh di dalamnya. Bukan hanya manusia yang menghormati sesamanya, melainkan malaikat pun menghormatinya Tiga komponen roh tersebut yaitu (al-sam’a, al-abshara, al-af’idah) adalah sama halnya dengan tiga komponen jasad (kepala, badan, kaki) sebagai satu keutuhan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Apabila hal ini terjadi maka akan
Pendidikan Agama Islam
51
timbul kelabilan dalam diri manusia. Keberadaan roh dalam jasad manusia telah menjadikannya berbeda dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain yaitu diberikannya hak kemerdekaan atau kebebasan dalam menentukan hak pilihnya untuk tunduk (Islam) atau inkar (kafir) kepada Tuhan Penciptanya. Inilah salah satu perbedaan yang sangat mendasar antara manusia dengan hewan dan makhluk lainnya.
2.
Potensi Akal
Potensi akal banyak disinggung dalam Al-Qur’an. AlQur’an menghendaki agar manusia dengan akalnya itu bisa memahami, digunakan untuk berpikir apa saja, baik yang empiris maupun yang tidak empiris. Dalam Al-Qur’an, menurut Harun Nasution, ada tujuh kata yang digunakan untuk menyebut konsep berpikir, yaitu: nadzara, tadabbara, tafakkara, faqiha, tadzakkara, fahima, dan ‘aqala.7 Istilah-istilah yang betebaran dalam Al-Qur’an tersebut, dapat dipahami sebagai penghargaan yang tinggi terhadap akal manusia. Menurut Al-Farabi, kemampuan berpikir adalah kekuatan yang dimanfaatkan manusia untuk memahami8. Pemahaman yang benar dapat membedakan antara baik dan buruk. Melalui pemahaman yang benar pula manusia dapat bertindak yang benar. Memang masalah baik dan buruk, manusia tidak bisa menentukannya sendiri. Hukum yang benar tidak bersumber pada budi alami ataupun pada budi insani. Hal
7 Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm. 39-48. 8 Lihat Osman Bakar, Hierarki Ilmu: Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu, (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 72.
52
Bab 2| Model Manusia Sempurna
ini dapat dibuktikan dengan cerita tentang Nabi Adam dalam Al-Qur`an, (QS Al-Baqarah [2]: 30-38). Menurut AlQur`an, Tuhan menjadikan Adam sebagai prototipe manusia penguasa di dunia. Sebelum manusia itu dijadikan atau diangkat sebagai penguasa di atas dunia, maka kepadanya diberikan alat-alat yang diperlukan sebagai seorang penguasa. Kepadanya diberikan kesanggupan pikiran yang luas, sehingga dengan kesanggupan pikiran yang luas itu, dia akan dapat menguasai apa yang diperlukannya di atas dunia. Bahkan dengan kesanggupan pikiran yang ada padanya itu, manusia akan dapat pula menguasai seluruh kekuatan alam, yang secara allegoris disebutkan dengan tunduknya malaikat kepadanya. Dengan pemberian ini manusia sudah mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan segala alam materi yang ada di dunia. Dengan bersenjatakan kesanggupan yang besar itu, prototipe manusia dilepas ke dalam masyarakat (QS AlBaqarah [2]: 35). “Dan Kami berfirman: `Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orangorang yang zalim”. Dalam masyarakat yang ditempatinya dan ditempuhnya, prototipe manusia itu menemui kegagalan. Dia tergelincir dan jatuh ke dalam perjuangan batin, dalam perjuangan menentukan mana yang baik dan mana yang jahat. Dia jatuh dalam menentukan nilai-nilai rohani (QS Al-Baqarah [2]: 36), “Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu, dan dikeluarkan dari keadaan semula, dan Kami berfirman; “Turunlah kamu sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan”. Rupanya segala kesanggupan yang sudah ada padanya itu tidak dapat
Pendidikan Agama Islam
53
menolongnya dalam perjuangan batin. Dia jatuh di tengahtengah kesanggupan akal yang melimpah ruah. Dia gagal dalam pertimbangan rasionya yang luas. Prototipe manusia ini dipanggil oleh Tuhan. Setelah ia diberi ampun (QS Al-Baqarah [2]: 37) dia disuruh mendirikan masyarakat yang baru. Dikatakan kepadanya, bahwa untuk menjadi senjata dalam perjuangan batin yang menjatuhkannya dalam masyarakat yang pertama itu, adalah petunjuk-petunjuk Tuhan yang harus senantiasa menjadi pedoman (QS Al-Baqarah [2]: 38); “Kami berfirman: `Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepada-mu, maka barangsiapa yang mengikiuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati`”. Berkaitan dengan akal, Al-Ghazali mengatakan bahwa apabila engkau mengadakan penyelidikan atau penalaran terhadap ilmu pengetahuan, maka engkau akan melihat kelezatan padanya.9 Pernyataan tersebut, menunjukkan bahwa penelitian, penalaran, dan pengkajian yang mendalam dengan mencurahkan tenaga dan pikiran adalah mengandung kelezatan akal yang menumbuhkan sikap ilmiah dalam mencari ilmu pengetahuan. Dalam literatur ilmu hadis, Ibnu Abbas dijuluki Al-Bahr karena keluasan ilmunya. “Ia adalah tinta umat, ia telah diberi akal yang cerdas dan pemahaman yang mendalam. Rasulullah Saw. telah mendoakannya agar diberi pemahaman yang mendalam tentang agama.” Demikian pula Abu Hurairah dalam meriwayatkan hadis-hadis, menunjukkan kecerdasannya dan kuatnya hafalan.
9 Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Jilid I, (Semarang: CV. Asy-Syifa, t.t). hlm. 13.
54
Bab 2| Model Manusia Sempurna
Menurut Al-Qardhawi, berpikir dalam Islam adalah ibadah, mencari bukti adalah wajib dan menuntut ilmu adalah fardu, sebagaimana kejumudan itu keji dan taklid adalah kejahatan.10 Sebab itu tidaklah diragukan pendidikan akal merupakan keharusan seperti pendidikan keimanan. Perjalanan hidup manusia adalah gambaran dari pemikiran dan pandangannya terhadap alam maujud, kehidupan, dan terhadap manusia. Pemahaman mendahului semua aktivitas dan manusia tidak akan ikhlas terhadap kebenaran, mengamalkan dan memperjuangkan kecuali ia memahaminya. Akal merupakan potensi yang mampu membuat manusia menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu yang bersifat objektif tetapi relatif, menghasilkan kebenaran yang bersifat relatif juga. Kegiatan akal yang lebih lanjut lagi disebut falsafah. Berfalsafah artinya berpikir secara benar dan mendasar dalam mencari kebenaran. Namun sifatnya tetap subjektif dan spekulatif sehingga kebenarannya pun bersifat relatif dan spekulatif pula. Atas dasar di atas, akal yang benar ialah akal yang dibimbing dengan petunjuk-petunjuk Allah Swt., Al-Qur`an adalah hidayah (petunjuk) yang nyata bagi potensi akal manusia. Oleh karena itu, potensi akal perlu dididik agar tumbuh sehat dan genius. Berpikirlah tentang apa pun untuk mendapatkan kebenaran, memahami jejak-jejak Ilahi.
3.
Potensi Qalbu
Al-qalb secara bahasa adalah memindahkan atau membalikkan sesuatu dari permukaan. Sesuai dengan 10 Yusuf Al-Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Bana, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hlm. 41.
Pendidikan Agama Islam
55
maknanya, maka sifat qalb yaitu mudah berbolak-balik. Terkadang ia cenderung baik, terkadang pula ia cenderung jelek. Hati manusia terkadang terombang ambing oleh hiruk pikuknya dunia, sehingga hilang keteguhan pendirian. Atas dasar itu, seorang Muslim patut berdoa seperti yang diajarkan Rasulullah Saw., : Wahai Allah yang membolak balikhan hati, tsabit qalbi (teguhkan hati ini) terhadap agamamu!. Supaya hati ini tenang, teguh pendirian, lurus, perlu selalu mengingat Allah Swt. (QS Ar-Ra’d [13]: 28). Dalam Islam, kedudukan qalb dalam diri manusia terungkap dalam Hadis Rasulullah Saw., yaitu:
ﺪ ﺴ ﺠ ﺍﹾﻟﺋﺮﺎﺢ ﺳ ﺻﻠﹸ ﺖ ﺤ ﺻﻠﹸ ﹺﺇﺫﹶﺍ,ﻐ ﹰﺔ ﻀ ﺪ ﻣ ﺴ ﺠ ﰱ ﺍﹾﻟ ﹶﺃ ﹶﻻ ﹺﺇﻥﱠ ﹺ ﻲ ﺍﹾﻟ ﹶﻘ ﹾﻠﺐ ﻫ ﻭ ﹶﺃ ﹶﻻ,ﻪ ﺪ ﹸﻛﻠﱢ ﺴ ﺠ ﺍﹾﻟﺋﺮﺎﺪ ﺳ ﺴ ﺕ ﹶﻓ ﺪ ﺴ ﻭﹺﺇﺫﹶﺍ ﹶﻓ ,ﻪ ﹸﻛﻠﱢ “Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging, bila ia baik maka akan sehatlah seluruh tubuh itu; dan jika ia rusak maka akan sakitlah seluruh tubuh itu. Ketahuilah sesungguhnya itu adalah al-qalb” (HR. Bukhari dan Muslim). Fungsi qalb dapat menentukan kualitas manusia secara keseluruhan, apakah ia baik atau sebaliknya. Salah satu fungsi qalb adalah untuk mengimani dan memahami ayatayat Allah Swt. dan kekuasaan-Nya. Orang sesat adalah mereka yang mempunyai hati tetapi tidak dapat memahami, mereka mempunyai mata tetapi tidak dapat melihat, mereka mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar, (QS Al-A’raf [7]: 179). Menurut ayat ini, hati manusia berfungsi untuk memahami. Allah Swt. memberikan isyarat bahwa hati yang digunakan jika tidak sesuai dengan fungsinya akan membawa manusia pada posisi sebagai penghuni neraka, karena orang semacam itu dianggap sesat, bahkan lebih sesat daripada 56
Bab 2| Model Manusia Sempurna
binatang.11 Orang kafir tidak bisa menerima ajaran Islam, karena hatinya telah menolak kebenaran (QS Al-Baqarah [2]: 10). Gambaran hati demikian diumpamakan seperti kerasnya batu atau lebih keras dari itu (QS Al-Baqarah [2}: 74). Potensi qalbu juga dapat mengembangkan daya rasa yang ada di samping akal, yang kemudian menyatakan dirinya dalam bentuk seni, dan orangnya disebut sebagai seniman. Campuran dari berbagai warna yang ditangkap oleh mata seorang seniman akan menimbulkan rasa indah, sebagaimana keteraturan dari bermacam-macam nada yang ditangkap oleh telinga akan terasa indah bagi pendengarnya. Tetapi rasa indah yang ditangkap oleh mata dan telinga, ternyata tidak sama nilainya pada setiap orang. Daya rasa pada manusia ini kemudian dikembangkan oleh kaum sufi yang menghasilkan tasawuf. Keindahan yang menyentuh indranya mencerminkan ke Maha Indahan Sang Penciptanya. Kebesar an yang dihadapinya mencerminkan ke Maha Besaran yang menciptanya. Potensi qalb (hati) ini perlu dipelihara dengan memperbanyak zikir menyebut asma-asma Allah. Apabila qalb sudah tidak berfungsi lagi, maka akan terjadi kehampaan, kering dan gelisah dalam hidup manusia. Obat penyakit hati adalah membaca Al-Qur`an dan siraman rohani. Niscaya tidak ada penyakit dalam diri manusia apabila qalb yang dimilikinya sehat wal afiat. Sehat qalbu akan menyebar pada keseluruhan sehatnya badan dan totalitas jati diri manusia.
4.
Potensi Nafs
Allah memegang nafs ketika manusia mati dan yang belum mati ketika tidurnya. Demikian petunjuk yang kita Lihat Suplement 1, Ensiklopedi Islam, Op.Cit., hlm. 308.
11
Pendidikan Agama Islam
57
dapatkan dalam Al-Qur`an. Orang yang sudah ditetapkan mati ditahan nafs-nya dan yang lain dilepaskan sampai waktu yang ditentukan (QS Az-Zumar [39]: 42). Tiap-tiap yang memiliki nafs akan merasakan mati, (QS Ali-Imran [3]: 185). Jadi, istilah nafs ini berkaitan erat dengan hidup atau matinya makhluk hidup. Hal ini memperkuat bahwa mati atau hidupnya manusia bukan karena roh sebagai potensi manusia yang sudah dijelaskan di atas, tetapi karena ada satu potensi yang disebut nafs.
yang diberi rahmat, (QS Yusuf [12]: 53). Berdasarkan ayat ini, nafs bisa mendorong kejahatan tapi juga ada yang nafs mendorong kebaikan. Nafs kejahatan kita sebut saja hawa nafsu, sedangkan nafs kebaikan kita sebut nafs muthmainnah. Orang yang menuruti hawa nafsu tidak lain seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat, (QS Al-Furqan [25]: 43-44). Manusia yang menuhankan hawa nafsunya akan terkunci hati nuraninya sehingga tidak akan terbuka menerima petunjuk untuk menjadi orang bertakwa.
Kata nafs banyak bertebaran dalam Al-Qur’an yang diartikan beragam antara lain jiwa, diri, dan nafsu. Dalam bahasa Indonesia ada kata nafsu yang berarti keinginan. Seorang filsuf Barat, Herbert Marcuse, tahun 1955 menampilkan sebuah karya pemikiran berjudul Eros and Civilization, sebuah pembahasan filosofis tentang peradaban Barat berdasarkan teori libido sexsual Sigmund Freud.12 Makna eros tersebut dapat diartikan nafsu. Membangun peradaban berdasarkan nafsu. Nafsu ini dipahami sebagai daya yang terdapat dalam setiap individu. Nafsu ini walaupun tidak tampak, tapi kehadirannya dapat dirasakan. Nafsu yang paling dikenal adalah nafsu berkaitan dengan syahwat. Tetapi, sebenarnya bukan hanya itu, ada juga nafsu makan, nafsu mengalahkan lawan, nafsu ingin menguasai dan seterusnya. Nafsu ini merupakan ego sentris bagi kepuasan manusia. Oleh karena itu, tidak ada nafsu untuk kalah, nafsu untuk lapar, sebab hal itu tidak menyenangkan.
Berdasarkan potensi-potensi manusia yang sudah dijelaskan di atas, yaitu potensi jasad, roh, akal, qalbu, dan nafs dapat dianalisis jati diri manusia tersebut. Manusia adalah makhluk Allah yang penciptaannya lebih sempurna dari makhluk Allah yang lain, dan terdiri dari jasmani yang tersusun dari berbagai organis dan semua organis tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, lalu dilengkapi dengan roh, qalb, nafs, dan akal untuk berpikir. Manusia tidak dapat disejajarkan dengan binatang apalagi disamakan. Manusia ya manusia, bukan malaikat apalagi binatang. Namun kadang kala manusia dapat menyamai binatang jika ditilik dari sifat dan tingkah laku dan sifat yang melekat pada diri seseorang, misalnya ketika manusia yang tidak melaksanakan aturan-aturan atau normanorma yang berlaku dalam masyarakat dan agama yang dianutnya. Manusia disejajarkan dengan hewan atau binatang tidaklah begitu tepat walaupun tidak dapat dikatakan salah sepenuhnya. Tapi yang jelas manusia jauh berbeda dengan hewan atau binatang, baik ditilik dari kehidupan biologisnya maupun psikologisnya. Dari segi biologis manusia dan hewan sama-sama punya hawa nafsu untuk mendapatkan lawan jenisnya, namun manusia apabila ia akan mendapatkan lawan jenisnya harus melalui proses yang akan membolehkan atau menghalalkannya, yakni akad nikah terlebih dahulu.
Dalam Al-Qur’an, makna nafs dapat dipahami sebagai akumulasi kejiwaan manusia yang kompleks. Nafs itu berkecenderungan untuk menyuruh kejahatan, kecuali nafs 12 Lihat M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an, (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 247-248.
58
Bab 2| Model Manusia Sempurna
Pendidikan Agama Islam
59
Demikian juga kalau akan memakan suatu makanan harus dengan hasil keringat sendiri yang bersifat halal lagi baik. Ajaran Islam di samping harus halal lagi baik, pada saat akan menyantap suatu makanan seorang Muslim diwajibkan membaca “basmallah”. Hadis Rasulullah Saw.:
ﺻﻠﱠﻰ ﻪ ﻮ ﹺﻝ ﺍﻟﻠﱠﺭﺳ ﺠ ﹺﺮ ﺣ ﻲﺖ ﻓ ﻨﻤ ﹶﺔ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹸﻛ ﺳﹶﻠ ﺑ ﹺﻦ ﹶﺃﺑﹺﻲ ﺮ ﻤ ﻦ ﻋ ﻋ ﻭ ﹸﻛ ﹾﻞ ﻚ ﻴﹺﻨﻴﻤﻭ ﹸﻛ ﹾﻞ ﹺﺑ ﻪ ﻢ ﺍﻟﻠﱠ ﺳ ﻡ ﺎ ﹸﻏﻠﹶﺎﻲ ﻳ ﹶﻓﻘﹶﺎ ﹶﻝ ﻟ,ﻢ ﺳﻠﱠ ﻭ ﻪ ﻴﻋﹶﻠ ﷲ ﺍﱠ (ﻚ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ ﻴﻳﻠ ﺎﻣﻤ “Dari ‘Umar bin Abi Salamah, ia berkata: Aku berada dalam kamar Rasulullah Saw. Lalu Rasulullah Saw. berkata kepadaku, hai anakku! Bacalah basmallah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang (paling) dekat denganmu” (HR Mutafaqun ‘alaih). Segi psikologis yang dimiliki manusia jauh berbeda dengan jiwa yang dipunyai oleh hewan atau binatang. Perbedaan yang sangat mendasar tersebut adalah bila dilihat dari hal yang berkaitan dengan fungsi jiwa yang dimiliki oleh manusia itu sendiri, sebagaimana pernyataan Allah Swt. dalam firman-Nya:13
ﺏ ﻟﹶﺎ ﻢ ﹸﻗﻠﹸﻮ ﻬ ﺲ ﹶﻟ ﻧ ﹺﺍﹾﻟﹺﺈﻦ ﻭ ﺠ ﻦ ﺍﹾﻟ ﹺ ﻣ ﺍﺜﲑﻢ ﹶﻛ ﻨﻬ ﺠ ﻟ ﺎﺭﹾﺃﻧ ﺪ ﹶﺫ ﻭﹶﻟ ﹶﻘ ﻮ ﹶﻥﻤﻌ ﺴ ﻳ ﻢ ﺀَﺍﺫﹶﺍ ﹲﻥ ﻟﹶﺎ ﻭﹶﻟﻬ ﺎﻭ ﹶﻥ ﹺﺑﻬﺼﺮ ﺒﻳ ﻦ ﻟﹶﺎ ﻴﻋ ﻢ ﹶﺃ ﻭﹶﻟﻬ ﺎﻮ ﹶﻥ ﹺﺑﻬﻳ ﹾﻔ ﹶﻘﻬ ﻓﻠﹸﻮ ﹶﻥﺎﻢ ﺍﹾﻟﻐ ﻫ ﻚ ﺌﺿﻞﱡ ﺃﹸﻭﹶﻟ ﻢ ﹶﺃ ﻫ ﺑ ﹾﻞ ﺎ ﹺﻡﻧﻌﻚ ﻛﹶﺎﹾﻟﹶﺄ ﺌﺎ ﺃﹸﻭﹶﻟﹺﺑﻬ
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. Ayat tersebut di atas secara tegas menyatakan bahwa manusia berbeda dengan hewan atau binatang, walaupun pada keduanya (manusia dan binatang) Allah berikan hati, mata, dan telinga. Namun hati, mata, dan telinga yang diberikan Allah Swt. kepada manusia berbeda dengan hati, mata, dan telinga yang diberikan-Nya kepada hewan. Perbedaan tersebut yakni dari segi fungsinya. Hati yang diberikan Allah Swt. kepada manusia berfungsi untuk memahami aturanaturan, hukum-hukum, undang-undang Allah. Semua itu merupakan undang-undang Allah yang Haq karena dibuat oleh Dzat yang Haq pula. Mata bagi manusia berfungsi untuk memerhatikan kekuasaan Allah Swt. sehingga ia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya. Sedangkan telinga yang dimiliki manusia berfungsi untuk mendengar ayat-ayat Allah dan mendengarkan nasihat-nasihat dari ayatayat tersebut, lalu ia merenungkan dan mengambil hikmah dari apa yang didengarnya.14 Berdasarkan potensi-potensi tersebut, manusia memiliki peluang untuk lebih sempurna melebihi para malaikat jika mengoptimalkan potensi secara benar. Namun, juga manusia berpeluang sesat menjadi lebih rendah daripada hewan jika tidak menggunakan potensi tersebut.
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi 13
60
QS Al-A’raf [7]: 179.
Bab 2| Model Manusia Sempurna
Penerbit? 14 Ismail Haqqi al-Buruswi, Tafsir Roh Al-Bayan, Juz 1, (Beirut: 1997), hlm. 325.
Pendidikan Agama Islam
61
C. Proses Penciptaan Manusia Ada tiga bentuk fenomena penciptaan manusia dalam Al-Qur’an. Pertama, Nabi Adam a.s. sebagai kisah manusia pertama yang kita kenali diciptakan dari tanah tanpa ibu dan ayah. Kedua, Nabi Isa a.s. diciptakan dari seorang ibu tanpa ayah. Ketiga, umumnya manusia diciptakan dari adanya pertemuan sel sperma (ayah) dan sel telur (ibu). Bentuk yang terakhir ini, yang lumrah dialami oleh kebanyakan manusia. Tapi, semua bentuk tersebut hakikatnya diciptakan oleh Allah Swt. dengan kekuasaan-Nya. Kisah penciptaan manusia pada bentuk ketiga yaitu pertemuan sel sperma dan sel telur, berawal di dua tempat yang saling berjauhan. Manusia telah menapaki kehidupan melalui pertemuan zat yang terpisah di dalam tubuh laki-laki dan tubuh perempuan, yang diciptakan saling terpisah namun selaras. Keselarasan ini dapat diamati misalnya sperma tidak dihasilkan atas kehendak dan kendali laki-laki, dan juga sel telur dalam tubuh perempuan tidak terbentuk atas kehendak dan kendali perempuan. Bahkan, laki-laki dan perempuan tidak menyadari pembentukan sel-sel ini. Siapa yang menciptakan nutfah yang dipancarkan? (QS Al-Waqi’ah [56]: 57-59). Sperma merupakan tahap pertama dalam penciptaan wujud manusia. Sperma diproduksi di luar tubuh manusia, karena produksinya hanya mungkin terjadi di lingkungan bersuhu 2 0 C di bawah suhu tubuh normal. 15 Untuk menstabilkan suhu tersebut, buah pelir dilapisi kulit khusus. Kulit ini mengerut di waktu cuaca dingin dan mengembang pada cuaca panas, sehingga suhu tetap konstan. Apakah lakilaki yang mengatur keseimbangan rumit tersebut? 15 Harun Yahya, Menyingkap Rahasia Alam Semesta, (Bandung: Dzikra, 2002), hlm. 46.
62
Bab 2| Model Manusia Sempurna
Sperma diproduksi dalam buah pelir dengan laju produksi 1000 sel per menit.16 Sel ini memiliki desain khusus untuk perjalanan menuju indung telur perempuan yang seolah-olah mereka sudah saling mengenal. Sperma terdiri atas kepala, leher, dan ekor. Bagian kepala mengandung kode genetis bayi yang ditutupi pelindung khusus. Pelindung ini akan terbuka di pintu masuk rahim ibu. Ekornya membantu bergerak seperti ikan menuju rahim. Dalam rahim ibu lingkungannya sangat asam. Dalam Al-Qur’an terdapat pernyataan bahwa manusia diciptakan dari air mani yang bercampur (QS Al-Insaan [76]: 1-2). Air mani adalah campuran berbagai macam cairan yang berasal dari gula, untuk memberi energi yang dibutuhkan sperma. Salah satu tugas cairan adalah menetralkan asam pada pintu masuk rahim dan menjaga kelicinan medium untuk pergerakan sperma. Bagaimana hal ini terjadi sangat hebat walaupun belum jadi manusia seperti kita yang penuh kesadaran. Jika sperma didesain sesuai dengan sel telur, maka sel telur pun disiapkan sebagai benih kehidupan. Sel telur dan sperma bertemu dalam ujung organ tubuh yang disebut tuba falopii.17 Untuk menyambut kedatangan sperma, sel telur mengeluarkan cairan khusus. Dengan bantuan cairan ini sperma menemukan lokasi sel telur. Dan cairan ini berfungsi untuk melarutkan perlindungan sperma. Sehingga terbuka enzim pelarut pada ujung sperma. Ketika sperma mencapai sel telur, enzim-enzim ini melubangi membran sel telur dan akhirnya sperma mulai masuk. Dalam Al-Qur’an disebutkan: “Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina” (QS As-Sajdah [32]: 8). 16 17
Ibid, hlm. 46. Ibid., hlm. 47 Pendidikan Agama Islam
63
Menurut ayat ini, bukan cairan yang membuahi telur, melainkan saripatinya. Saripati air mani adalah kromosom dalam sperma. Ketika sperma satu masuk, yang lain tidak dapat masuk. Hal ini disebabkan oleh proses medan magnet. Sel telur bermuatan negatif (-) sedangkan sperma bermuatan positif (+). Ketika sperma (muatan positif) satu bertemu dengan sel telur (muatan negatif), maka sel telur berubah menjadi positif. Oleh karena itu, sekarang sel telur bermuatan sama dengan sperma yang lain di luar, akhirnya mulai saling menolak. Di sini mulai bergabung DNA laki-laki dan perempuan. Sel pertama dari manusia baru di dalam kandungan ibu, berupa zigot. Zigot ini adalah sel tunggal dan akan mulai berkembang. Zigot melekat pada rahim bagaikan akar yang menancap kuat ke bumi. Melalui ikatan ini, zigot memperoleh zat gizi dari tubuh sang ibu. Zigot dalam bahasa Al-Qur’an disebut sebagai ‘alaqah yang diartikan dalam bahasa Indonesia, segumpal daging (QS Al-‘Alaq [96]: 1-3). Dalam bahasa Arab, ‘alaq adalah benda yang melekat pada suatu tempat. ‘Alaq ini ibarat lintah yang menempel pada kulit untuk mengisap darah. Jadi, ‘alaq adalah sel tunggal yang menempel pada dinding rahim untuk menyerap makanan dari ibu. Dalam hadis Nabi, dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata: Rasulullah Saw. bersabda kepada kami, sedang beliau adalah orang yang jujur dan terpercaya. “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi ‘alaqah selama waktu itu juga (40 hari), kemudian menjadi mudghah selama waktu itu juga (40 hari), kemudian Allah Swt. mengutus malaikat untuk meniupkan roh kepadanya dan mencatat empat perkara yang ditentukan,
64
Bab 2| Model Manusia Sempurna
yaitu rezeki, ajal, amal perbuatan, dan sengsara atau bahagianya….. (HR. Bukhari dan Muslim) Dalam Al-Qur’an dijelaskan proses perjalanan panjang manusia, yaitu: 1) mulai dari saripati tanah, 2) air mani yang tersimpan kokoh, 3) segumpal darah, 4) segumpal daging, 5) jadi tulang belulang yang terbungkus dengan daging, 6) kemudian jadilah makhluk yang berbentuk lain, 7) setelah itu benar-benar manusia akan mati, 8) kemudian akan dibangkitkan di hari kiamat, (QS Al-Mukminun [23]: 12-16). Dalam ayat lain dijelaskan dengan ada tambahan, yaitu: 1) Dia menjadikan keturunannya dari saripati air mani, 2) kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam tubuhnya roh ciptaan-Nya, 3) Dia menjadikan pendengaran (telinga), penglihatan (mata), dan afidah (hati), (QS As-Sajdah [32]: 8-9). Ayat lainnya juga menjelaskan, “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”, (QS Al-Hijr [15]: 29; Shaad [38]:72). Jika digabungkan dari keterangan-keterangan tersebut di atas, maka susunan proses penciptaan manusia yaitu: 1.
Dari saripati berasal dari tanah,
2.
Saripati dijadikan air mani yang tersimpan kokoh,
3.
Air mani dijadikan segumpal darah,
4.
Jadi segumpal daging,
5.
Jadilah tulang belulang yang terbungkus dengan daging,
6.
Dia menjadikan pendengaran (telinga), penglihatan (mata), dan afidah (hati),
Pendidikan Agama Islam
65
7.
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam tubuhnya roh ciptaan-Nya,
8.
Kemudian jadilah makhluk yang berbentuk lain,
9.
Setelah itu benar-benar manusia akan mati,
10. Kemudian akan dibangkitkan di hari kiamat. Setelah manusia sempurna dilengkapi dengan pendengaran, penglihatan dan hati, kemudian ditiupkan roh Allah, maka jadilah makhluk berbentuk lain, yaitu manusia. Makhluk yang lain tidak diberikan roh, kecuali manusia. Di sinilah mulianya manusia. Sehingga para malaikat sujud kepada Adam setelah ditiupkan roh-Nya. Latar belakang penciptaan manusia menunjukkan secara fitrah manusia memiliki roh yang sama. 18 Namun demikian, ternyata walaupun manusia diciptakan dari asal yang sama, namun kemudian dijadikan berbeda dalam suku dan bangsa, (QS Az-Zukhruf [43]: 13). Ditiupkannya roh kepada manusia menunjukkan tanda keagungan. Walaupun ayat mengenai roh sedikit jumlahnya, tetapi terdapat bukti yang kuat adanya perubahan akibat ditiupkannya roh ke dalam badan yang sudah sempurna. Tubuh tidak lagi berada dalam karakteristik semula, tetapi berubah menjadi sesuatu yang lain, yaitu manusia yang memiliki kesempurnaan potensi. Seorang dokter dan ahli biologi berkebangsaan Prancis yakni Maurice Bucaille, ia menjelaskan tentang fase-fase perkembangan manusia dari mulai embrio. Bucaille mengatakan manusia terjadi melalui proses-proses yang
18 Jalaluddin, dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangannya, (Jakarta: Rajawali Pers, 1996), hlm. 94.
66
Bab 2| Model Manusia Sempurna
lazim dan umum terjadi bagi hewan yang menyusui. 19 Kejadian manusia pada awalnya terjadi karena pembuahan (fecondation) dalam saluran telur (tuba fallopii). Ada suatu telur (ovum) yang memisahkan diri dari ovarium pada saat terjadi siklus menstruasi, yang menyebabkan pembuahan oleh sperma laki-laki atau yang lebih populer dengan sebutan spermatozoa. Satu sel benih sudah memadai dan cukup, walaupun ia mengandung puluhan juta spermatozoa. Cairan tersebut merupakan hasil kelenjar laki-laki. Untuk sementara cairan tersebut disimpan dalam ruangan dan saluran yang bermuara ke jalan atau saluran air kencing. Dalam cairan tersebut juga terdapat kelenjar tambahan yang berpencar sepanjang saluran sperma dan menambah zat pelumas sperma, tapi zat ini tidak mengandung unsur pertumbuhan. Telur yang dibuahi menetap pada suatu tempat tertentu dalam rahim wanita. Telur tersebut turun sampai ke rahim dan tinggal atau menetap dalam rahim dengan cara berpegangan pada selaput lendir, dan lengan otot sesudah tersusunnya placenta. Jika telur yang sudah dibuahi tersebut menetap di saluran “fallopian” dan bukan di “uterus” (rahim) kehamilan akan terganggu. Jika embrio sudah dapat dilihat dengan mata biasa (tidak memakai teknologi), embrio tersebut terlihat seperti sepotong daging, namun di dalam daging tersebut bentuk manusia belum tampak jelas. Bentuk manusia terjadi secara bertahap dan menimbulkan tulang belulang serta perlengkapan lainnya seperti otot, sistem syaraf, sistem sirkulasi, pembuluh-pembuluh, dan lain-lain. Tahapan19 Maurice Bucaille, Bibel, Quran dan Sains Modern, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 230, 231 dan 232.
Pendidikan Agama Islam
67
tahapan seperti tersebut di atas dalam bahasa Arab disebut dengan “( ” ﺍﻃﻮﺍﺭathwar) seperti firman Allah Swt. dalam Al-Qur`an surah Nuh ayat 14, ﺍﺍﺭﻢ ﹶﺃ ﹾﻃﻮ ﺧ ﹶﻠ ﹶﻘﻜﹸ ﺪ ﻭ ﹶﻗ (Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian). Sayyid Quthb memahami kata ﺍﻃﻮﺍﺭadalah proses kejadian manusia melalui beberapa fase pertumbuhan, yakni mulai dari bertemunya sperma dan ovum kemudian menjadi janin dalam perut ibu hingga lahir seorang manusia yang sempurna fisiknya. Bucaille mengemukakan bahwa kata “ “ ﺍﻃﻮﺍﺭdalam ayat tersebut merupakan proses kejadian melalui tahapan-tahapan yakni: a.
setetes cairan yang menyebabkan terjadinya pembuahan (fecondation);
b.
watak dari zat cair yang membuahi;
c.
menetapnya telur yang sudah dibuahi;
d.
perkembangan embrio.
Untuk memulai karyanya tersebut Bucaille menuliskan ayat Al-Qur`an yang terdapat dalam surah Al-Mu’minun [23]: 14 sebagai dasar berpijak.
ﻐ ﹶﺔ ﻀ ﺎ ﺍﹾﻟﻤﺨﹶﻠ ﹾﻘﻨ ﻐ ﹰﺔ ﹶﻓ ﻀ ﻌﹶﻠ ﹶﻘ ﹶﺔ ﻣ ﺎ ﺍﹾﻟﺨﹶﻠ ﹾﻘﻨ ﻋﹶﻠ ﹶﻘ ﹰﺔ ﹶﻓ ﻨ ﹾﻄ ﹶﻔ ﹶﺔﺎ ﺍﻟﺧﹶﻠ ﹾﻘﻨ ﹸﺛﻢ ﻙ ﺭ ﺎﺘﺒﺮ ﹶﻓ ﺧ ﺧ ﹾﻠﻘﹰﺎ ﺀَﺍ ﻩ ﺎﺸ ﹾﺄﻧ ﻧ ﹶﺃﺎ ﹸﺛﻢﺤﻤ ﻡ ﹶﻟ ﻌﻈﹶﺎ ﺎ ﺍﹾﻟﻮﻧ ﺴ ﺎ ﹶﻓ ﹶﻜﻋﻈﹶﺎﻣ ﲔ ﻘ ﻟﺎ ﺍﹾﻟﺨﺴﻦ ﺣ ﻪ ﹶﺃ ﺍﻟﱠﻠ Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (QS Al-Mu’minun [23]: 14).
Dalam perspektif Bucaille tentang proses kejadian manusia diawali dengan setetes cairan yang menyebabkan pembuahan (fekondation). Setetes cairan tersebut dalam bahasa Al-Qur`an adalah “nuthfah”. Kata “nuthfah” dalam pandangan Bucaille adalah setetes sperma (air mani). Nuthfah adalah sesuatu yang menetes atau sesuatu yang mengalir. Dengan demikian, kata tersebut menunjukkan air yang ingin tetap dalam suatu wadah atau tempat yang telah kosong. Setetes air yang dimaksud adalah setetes air sperma, seperti yang diungkapkan dalam Firman-Nya “bukankah ia dahulu setetes mani yang ditumpahkan?” (QS Al-Qiyamah [75]: 37). Sesuatu yang ditumpahkan memerlukan tempat atau wadah untuk tempat menampung yang ditumpahkan. Dalam hal ini wadah yang diperlukan adalah wadah atau tempat penampung tetap, yang selanjutnya menjadi tempat berprosesnya sesuatu yang ditampung. Wadah atau tempat penampungan tersebut dalam bahasa Al-Qur`an disebut dengan “qarar” yakni alat kelamin.20 Ungkapan “qarar” terdapat dalam Al-Qur`an surah Al-Mu’minun [23]: 13 ﲔ ﻜ ﹴ ﻣ ﺍ ﹴﺭﻲ ﹶﻗﺮ ﹾﻄ ﹶﻔ ﹰﺔ ﻓﻩ ﻧ ﺎﻌ ﹾﻠﻨ ﺟ ﻢ ( ﹸﺛKemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh/rahim). Sementara kata “makin” Bucaille tidak sanggup memberikan pengertian yang tepat ke dalam bahasa Prancis, akan tetapi ia memberikan pengertian kata tersebut dengan “tempat yang terhormat, tinggi, dan kokoh lagi kuat”. Yang jelas kata “makiin” adalah suatu tempat yang telah dipersiapkan Allah Swt. dalam rahim seorang ibu atau perempuan sebagai tempat menyimpan janin yang kelak akan menjadi seorang bayi (manusia). Karena rahim merupakan tempat bertumbuhnya embrio, maka ia dilengkapi dengan tiga lapisan yang terdiri dari:
Bucaille, Op.Cit., 1978, hlm. 233
20
68
Bab 2| Model Manusia Sempurna
Pendidikan Agama Islam
69
a.
Chorion (dinding ari-ari atau plasenta)
b.
Amnion (dinding perut)
c.
Uterus (dinding rahim)
Lapisan-lapisan tersebut dalam bahasa Al-Qur`an disebut tiga kegelapan, firman-Nya dalam surah Al-Zumar [39] ayat 6: ﳜﻠﻘﻜﻢ ﻓﻴﺒﻄﻮﻥ ﺍﻣﻬﺎﺗﻜﻢ ﺧﻠﻘﺎ ﻣﻦ ﺑﻌﺪ ﺧﻠﻖ ﰱ ﻇﻠﻤﺎﺕ ﺛﻼﺙ (Dia ciptakan kamu di dalam rahim ibumu dari satu stadium ke stadium berikutnya dengan diliputi tiga lapis tabir (dinding) kegelapan). Tim penyusun Tafsir al-Muntakhab seperti yang dikutip M. Quraish Shihab memberikan tafsiran tentang kata ﰱ ﻇﻠﻤﺎﺕ ﺛﻼﺙdalam ayat tersebut sebagai berikut. a.
Perut, rahim, dan plasenta atau selaput pembalut janin
b.
Perut, chorion dan amnion.
c.
Perut, punggung dan rahim.21
Pendapat penyusun tafsir al-Muntakhab tersebut di atas jika dibandingkan dengan pendapat Bucaille terdapat perbedaan dalam menempatkan urutan lapisannya, yakni; dalam tafsir al-Muntakhab menggabungkan antara perut, rahim, dan plasenta jadi satu, demikian pula perut, chorion dan amnion dijadikan satu, sementara Bucaille semua hal tersebut dipisah satu sama lain, dan Bucaille sendiri tidak memasukkan punggung dan rahim dalam dinding atau lapisan yang terdapat pada rahim seorang ibu. Apa pun persepsi tentang ayat di atas pada prinsipnya tidaklah mengubah pendirian dan keyakinan kita sebagai seorang Muslim bahwa semua itu merupakan kekuasaan Allah yang sangat luar biasa dan pantas untuk direnungkan sekaligus dipikirkan, betapa tidak…,bagaimana rahim seorang ibu
21
70
yang setiap saat dan detik senantiasa bergerak sejalan dengan gerakan si ibu dan berguncang setiap kali si ibu bepergian mempergunakan kendaraan yang kadangkala menempuh rute ribuan kilo meter bahkan ratusan ribu kilo meter, sementara di dalam kandungan atau rahimnya terdapat seorang atau bahkan dua dan tiga bayi yang mempunyai berat kadangkala mencapai 2-4 kg per bayi, sementara jika dilihat dari lapisan tempat bayi tersebut hanya terbuat dari semacam kulit ari yang tipis, namun demikian tidak pernah pecah dan hancur lantaran guncangan dari luar, ia tetap stabil sampai bayi cukup waktunya untuk dilahirkan ke atas dunia. Itulah kekuasaan Allah Swt. walaupun menurut perhitungan akal manusia hal itu lemah karena ia tidak dilapisi dengan tembok dan dipagari dengan besi yang kuat, tapi ia tetap bertahan dan kokoh. Inilah yang digambarkan Allah dalam firmanNya: bayi yang begitu berat kadang-kadang bisa mencapai 3 kg beratnya bahkan lebih, namun kandungan seorang ibu tidak pernah rusak.
D. Proses Kehidupan Manusia 1.
Alam Roh
Alam roh yaitu alam di mana umat manusia masih berwujud roh tanpa raga/jasad. Al-Qur`an mengisyaratkan, pada waktu itu umat manusia telah secara sepakat bulat mengakui Allah Swt. sebagai satu-satunya Tuhan Yang akan disembah dan tempat mengabdi. Al-Qur`an menyebutkan (QS Al-A’raf [7]: 172), artinya: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu hendak mengembangbiakkan keturunan Adam dari tulang sulbi mereka, lalu diminta-Nya pengakuan mereka atas jiwanya masingmasing. ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘Benar, kami mengakui Engkau Tuhan kami’. Hal ini kami lakukan agar
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 12, 2003, hlm. 189
Bab 2| Model Manusia Sempurna
Pendidikan Agama Islam
71
nanti di hari kiamat kalian tidak mengatakan: ‘Kami dahulu lupa tentang perjanjian ini’. Ayat tersebut selain menggambarkan telah terjadinya ikrar Bani Adam dengan Allah Swt. tentang tauhidullah, pun mengisyaratkan, semua umat manusia dilahirkan dalam keadaan Muslim (tunduk, taat, dan berpasrah kepada Tuhan). Hal ini didukung oleh sebuah hadis yang mangatakan, semua anak dilahirkan dalam keadaan fitrah dan kedua orang tuanyalah yang bisa menjadikan mereka seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Hadis ini tidak menyebut kata Muslim, karena kata itu sudah inheren dalam kata fitrah. Dengan kata lain, manusia ketika dilahirkan masih dalam keadaan suci dan bersih, sehingga kehidupan duniawinyalah yang membentuk dan mewarnai hidupnya di dunia.
2.
Alam Dunia
Setelah alam roh dilalui, roh akan masuk ke dalam janin yang tumbuh menjadi anak manusia dan hidup di alam dunia melalui pintu kelahiran dari alam rahim sang ibu dalam keadaan suci dan bersih sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Di dunia, alam di mana manusia dihadapkan pada berbagai cobaan, untuk menguji apakah manusia benar-benar menjadikan Allah Swt. sebagai Tuhan-nya. Jadi, dunia ini merupakan ajang ujian dari-Nya. Disebutkan dalam Al-Qur`an: (QS Al-Kahfi [18]: 7). “Sesungguhnya Kami telah jadikan segala yang ada di bumi ini sebagai perhiasan bagi bumi itu sendiri dan penghuninya, untuk menguji siapakah di antara mereka yang paling baik amalnya”. Alam dunia merupakan tempat di mana manusia dituntut untuk melaksanakan atau membuktikan pengakuannya ketika di Alam Roh (mengakui Allah Swt. sebagai Tuhan). Diakuinya Allah Swt. sebagai Tuhan, ketika manusia berada dialam roh, karena pada waktu itu tidak ada hal-hal yang 72
Bab 2| Model Manusia Sempurna
menggoda yang dapat memalingkan manusia dari-Nya. Di dunia inilah segala godaan itu muncul, dan manusia dituntut keteguhannya menjadikan Allah Swt. sebagai satusatunya Tuhan (ilah) yang mengendalikan hidupnya tempat berbaktinya, dan kepada siapa ia menyembah (beribadah). Alam dunia merupakan juga tempat persinggahan manusia sebagai pengelana menuju tujuan akhir dari hidupnya, yakni Alam Akhirat dengan alam transisinya di Alam Barzah atau Alam Kubur. Di Alam Dunia inilah manusia harus pandai-pandai mengatur waktu hidupnya guna mengumpulkan bekal untuk kehidupan akhiratnya, berupa amal saleh. Imam Al-Ghazali mengibaratkan dunia ini sebagai sebuah panggung atau pasar yang disinggahi oleh para musafir di tengah perjalanannya ke tempat lain. Di alam inilah mereka membekali diri dengan berbagai bekal untuk perjalanan itu.Untuk menguji pengakuan atau keimanan manusia kepada Allah Swt. di alam dunia ini Allah Swt. memberikan garis ketentuan yang harus diikuti agar manusia selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat kelak. Garis ketentuan tersebut tidak lain adalah syariat Islam yang berintikan ajaran tauhid. Untuk memahamkan dan membimbing manusia mengikuti garis ketentuan tersebut, Allah Swt. mengangkat di antara manusia sebagai utusan-Nya (Rasul) dengan Adam a.s. sebagai Nabi pertama dan Nabi/Rasul terakhir-Nya Muhammad Saw. Manusia dalam menjalani hidupnya di dunia ini berstatus sebagai makhluk dan hamba Allah Swt. yang harus mengabdi kepada-Nya, sebagai khalifah-Nya yang harus mewujudkan sifat-sifat Ilahiyah sebatas kodrat kemanusiaannya, dan sebagai pengemban amanah-Nya yang harus menegakkan ajaran-Nya. Pendidikan Agama Islam
73
Setelah menjalani kehidupan di alam dunia, dengan melalui pintu kematian (ajal), manusia akan pergi menuju alam akhirat, untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya di dunia, baik atau buruk, dan hidup kekal di sana dalam kebahagiaan jika amal perbuatannya baik dan/atau menderita jika amal perbuatannya buruk. Di alam akhiratlah kebahagiaan atau penderitaan hakiki berada.
3.
Alam Barzakh
Setelah mengalami kematian, manusia akan memasuki kehidupan alam berikutnya yang disebut Alam Barzakh yang lazim disebut Alam Kubur. Barzakh dalam arti lughat ialah, suatu yang terletak di antara dua barang, atau suatu halangan rintangan, atau boleh juga disebut sebagai sekat atau tabir. Kata Barzakh tercantum dua kali di dalam Al-Qur`an (QS Al-Muminun [23]: 99-100, dan QS Al-Rahman [55]: 29), pada dua kata tersebut barzakh berarti tabir antara dua lautan. Dalam Al-Qur`an disebutkan: “Orang kafir itu senantiasa tidak ingat akan akibat kejahatan yang mereka lakukan), sehingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka dia berkata; ‘Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat memperbaiki kembali perbuatanku dalam berbuat kebajikan. Sekali-kali tidak. Sungguh itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding atau sekat (yang menghalangi mereka kembali ke dunia) sampai mereka dibangkitkan (QS Al-Mukminun [23]: 99-100). Dinding atau sekat yang dimaksud dalam ayat di atas adalah alam barzakh. Dinding atau sekat adalah semacam batas yang membatasi kehidupan manusia antara dunia dan akhirat. Orang yang sudah meninggal berada di sana sampai datangnya hari kiamat yang dikenal sebagai hari kebangkitan 74
Bab 2| Model Manusia Sempurna
sekalian manusia dari alam kubur, sebagaimana diuraikan dalam QS Al-Adiyat [100]: 9 dan QS Al-Hajj [22]: 7, “Dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya, dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.” Maksud ayat tersebut adalah kebangkitan sekalian manusia, baik mereka yang benar-benar dimakamkan dalam kubur maupun tidak. Sebagai alam transit menuju alam akhirat, manusia lebih dulu tinggal di alam barzakh atau alam kubur sampai hari kebangkitan tiba.
4.
Alam Akhirat
Kehidupan di alam dunia ini hanyalah sementara dan bukan kehidupan manusia yang sesungguhnya. Kehidupan yang sesungguhnya dan berlangsung abadi adalah kehidupan di alam akhirat. Al-Qur`an menyebutkan: “Kehidupan di alam dunia ini, tidak lain hanya sebagai hiburan dan permainan. Kehidupan yang sebenarnya ialah kehidupan akhirat, kalau mereka itu mengerti, (QS Al-Anhabut [29]: 64). Setelah transit di alam barzakh, manusia memasuki alam yang hakiki dan abadi melalui proses hari kebangkitan (yaumul ba`ts), hari Kiamat (yaumul qiyamah) dan hari Perhitungan (yaumul hisab). Pada saat inilah semua perhitungan dilakukan, semua amal perbuatan yang pernah dilakukan tanpa kecuali, yang baik ataupun buruk akan ditampakkan dan diperlihatkan kepada masing-masing pelaku dan pemiliknya. Al-Qur`an menggambarkan suasana kehidupan di akhirat waktu itu sebagaimana antara lain disebutkan “Masing-masing manusia memikirkan dan mencemaskan nasibnya, sehingga masing-masing tidak sempat untuk memikirkan nasib anggota keluarga lainnya, bapak, anak, istri dan sebagainya. Semua amal perbuatan manusia selama Pendidikan Agama Islam
75
hidupnya di dunia ditimbang atau dihitung (dihisab). Siapa yang lebih berat amal kebaikannya, ia beruntung dan masuk surga. Siapa yang ringan timbangan amal baiknya (lebih berat amal buruknya), maka itulah orang yang merugi dan kekal di dalam neraka (QS Al-Mu’minun [23]: 101-108).
E. Karakteristik Manusia Karakteristik manusia dan kehidupannya telah banyak menjadi objek pembahasan kalangan ilmuwan di setiap masa. Hal ini memang sangat penting, mengingat peran manusia dalam kehidupan umat di planet ini demikian dominan, sehingga sangat berpengaruh kalau tidak boleh dikatakan menentukan kepada kelangsungan kehidupan itu sendiri. Teori demi teori telah disusun, namun harus segera disadari bahwa dengan segala keterbatasan yang dimiliki suatu teori, baik karena bedanya landasan pijak, kajian ilmu, keyakinan, tetap tidak dapat memberikan kesimpulan yang final dan pemahaman yang utuh tentang sosok manusia yang serba kompleks itu. Al-Qur`an menerangkan bahwa manusia adalah makhluk paradoksal. Allah Swt. telah mengilhamkan kepada manusia itu sifat fuzur dan taqwa, (QS Asy-Syam [91]: 8). Berdasarkan ayat ini, sifat yang melekat pada manusia ada dua macam yaitu sifat baik dan sifat buruk. Baik dan buruk sebenarnya kontradiktif dan tidak mungkin pada saat dan tempat yang sama dua hal yang berlawanan bersatu, kecuali menjadi sifat ketiga. Panas dan dingin jika disatukan dalam waktu dan tempat yang bersamaan, tidak panas dan tidak dingin, akan tetapi timbul hangat. Hangat adalah ciri tersendiri yang berbeda kadarnya dengan panas maupun dengan dingin. Siang dan malam tidak akan bersatu, tetapi ada antara keduanya. Pada dirinya terdapat sifat-sifat baik dan sifat-sifat 76
Bab 2| Model Manusia Sempurna
jahat sekaligus. Tetapi sifat-sifat tersebut hanyalah hal-hal yang potensial. Berdasarkan potensi-potensi yang dimilikinya maka manusia harus membentuk dirinya. Kemampuan membentuk diri adalah kemampuan khas manusia, yang tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lainnya. Lebih jauh perlu segera dijelaskan bahwa Al-Qur`an pun menegaskan bahwa dalam upaya manusia menuju kejatian dirinya Al-Qur`an menegaskan tentang fitrah yang menjadi kecenderungan pada manusia yang disebut dengan `Hanief.` Penegasan Al-Qur`an terhadap hal ini melalui firman-Nya dalam QS Al-Rum [30]: 30, artinya “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” ”Hanief” berarti, “Kecenderungan” dan kerinduan pada yang serba agung, mulia, dan suci (yang benar, baik, indah, adil, lurus). Manusia pada kodrat dan fitrahnya, mencintai kebaikan dan cenderung kepadanya. Tidak ada manusia yang mencintai kejahatan dan cenderung kepadanya.Kalau ternyata ada yang berbuat jahat sebenarnya dalam pribadinya saat itu sedang terjadi pergulatan. Apa yang dibuatnya tersebut sesungguhnya berlawanan dengan nuraninya. Ketakaburan dan kesombongan serta gengsinyalah yang membuat orang sulit mundur dari perbuatn yang salah. Tidak mau meminta maaf kalau khilaf, tak mempan nasihat dan sebagainya. Itulah orang yang menutup diri, dan hatinya, sebagaimana yang dimaksud oleh Tuhan dalam firman-Nya: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia; mereka mempunyai hati tapi tidak dipergunakannya, mereka mempunyai mata tapi tidak digunakannya untuk melihat, mereka mempunyai telinga tetapi tidak digunakannya untuk Pendidikan Agama Islam
77
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”(QS Al-A’rof [7]: 179) Sebelumnya telah dijelaskan tentang karakteristik pembeda antara manusia dengan hewan, maka ayat ini menegaskan kembali tentang lumpuhnya daya-daya potensial (qalbun, ‘a`inun, dan ‘uzunun) dalam kinerja sistem yang ada pada diri manusia, sehingga dapat menjadikan ia labil dan kehilangan kontrol dalam tindakan dan sikap perilakunya selaku makhluk utama. Manusia sebagai makhluk syahadah (jasad, jasmani), tunduk kepada ketentuan Allah (Sunnatullah). Misalnya; kulit merasakan panas, dingin, terluka; tubuh memiliki gaya grafitasi dan sebagainya. Firman Allah Swt. menyebutkan: “Telah bertasbih apa yang ada di langit dan di bumi, dan Ia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS Al-Shaff [61]: 1). Ayat-ayat sejenis ini mengisyaratkan bahwa semua makhluk khususnya manusia secara jasmaniah biologis, senang atau tidak senang, rela atau tidak rela harus tunduk dan taat kepada ketentuan Allah Swt. yang disebut sunnatullah. Sedangkan manusia dalam wujud komponen gaibnya mempunyai kebebasan sehingga sering terjadi perbedaan pendapat antara sesama manusia. Bahkan manusia dapat berbeda pendapat dengan Allah, sehingga bisa membantah dan memusuhi-Nya. Hal ini ditentukan oleh hukum Allah yang disebut atau dikenal dengan sebutan syariat. Hal ini dapat ditangkap melalui isyarat ungkapan Al-Qur`an berikut: “Dia (Allah) telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia (manusia) menjadi pembantah yang nyata.” (QS Al- Nahl [16]: 4). “Tidak ada paksaan dalam agama, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah,” (QS Al-Bagarah [2]: 256.). Kekebasan, memang menjadi bagian dari salah satu nikmat yang diberikan Tuhan kepada manusia, kebebasan mana 78
Bab 2| Model Manusia Sempurna
yang tidak diberikan-Nya kepada makhluknya yang lain selain manusia dan jin. “... Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya...” (QS Al-Kahfi [18]: 50)... Sungguh ini merupakan nikmat yang sangat berharga bagi manusia, yang harus ia pelihara dan pertahankan demi eksistensi kehidupannya sebagai wujud syukurnya kepada Sang Khalik. Karena nikmat kemerdekaan atau kebebasan itulah, yang menyebabkan manusia dapat memiliki hidayah Tuhan berupa imtak dan ipteks.
F. Amanah Manusia Manusia adalah jembatan antara langit dan bumi, instrumen yang menjadi perwujudan dan kristalisasi kehendak Allah di dunia ini.22 Dengan demikian, tanggung jawab manusia meliputi, diri sendiri, kerabat keluarga, orang lain, dan terhadap Allah Swt. Salah satu wujud dari tanggung jawab yaitu terlaksananya tugas-tugas dengan sempurna dan sungguh-sungguh sebagai amanah dari Allah Swt.
1.
Menjadi Khalifah yang Amanah
Menurut konsepsi akidah Islam, manusia diciptakan bukan secara main-main melainkan untuk mengemban amanah Tuhan (QS Al-Mu’minun [23]: 115, QS Al-Alzab [33]: 72, QS Al-Dzariyat [51]: 56, QS Al-Baqarah [2]; 30, QS Al-An’am [6]; 165, QS Ali-Iman [3]; 110, QS Al-Rahmaan [55]; 31, QS Al-Qiyaamah [75]; 36): “Manusia diciptakan bukan secara main-main, melainkan untuk mengemban amanah yang diperhatikan oleh Allah dan akan dimintai pertanggungjawabannya”. Untuk itu pertama kali manusia diperkenalkan sebagai Khalifah di 22 Seyyed Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern: Bimbingan untuk Kaum Muda Muslim, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 40
Pendidikan Agama Islam
79
muka bumi (QS Al-Baqarah [2]: 30, QS Al-An’am [6]: 165). Bermula Allah Swt. berfirman kepada para malaikat:”Aku hendak menciptakan khalifah di bumi”. Perhatikanlah, betapa luhurnya nilai manusia menurut Islam. Allah Swt. yang dalam pandangan Islam dan semua mereka yang beriman, adalah zat yang maha agung lagi maha mulia, pencipta Adam serta alam semesta memperkenalkan manusia selaku khalifah-Nya kepada para malaikat. Dari firman Allah Swt. itu jelas dapat dibaca seluruh tugas manusia. Apa yang dilakukan Allah Swt. dalam alam semesta, sekarang harus dilaksanakan manusia selaku khalifah Allah di bumi. Dalam Al-Qur’an, “Wahai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil”, (QS Shad [38]: 26). Di ayat ini, khalifah diperintah berbuat adil untuk menunjukkan pelaksanaan wewenang. Pengertian Khalifah di sini, kalau boleh saya terjemahkan adalah sebagai mandataris Tuhan yang artinya pengemban amanat Tuhan, di bumi ciptaan-Nya. Sebagai mandataris Tuhan maka manusia harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya kelak kepada Tuhan (QS Ali-Iman [3]: 110, QS Rahman [55]:31, QS Al-Qiyamah [75]: 36). Al-Qur`an menggambarkan manusia sebagai satu makhluk pilihan Tuhan, sebagai khalifah-Nya di muka bumi, serta sebagai makhluk yang semi samawi dan semi duniawi, yang di dalam dirinya ditanamkan sifat mengakui Tuhan, bebas, terpercaya, rasa tanggung jawab terhadap dirinya maupun alam semesta; serta karunia keunggulan atas alam semesta, langit dan bumi. Manusia dipusakai dengan kecenderungan ke arah kebaikan maupun kejahatan. Kemaujudan mereka dimulai dari kelemahan dan
80
Bab 2| Model Manusia Sempurna
ketidakmampuan, yang kemudian bergerak ke arah kekuatan, tetapi itu tidak akan menghapuskan kegelisahan mereka, kecuali mereka dekat dengan Tuhan dan mengingat-Nya. Kemudian khalifah digambarkan sebagai manusia yang melakukan interaksi dengan lingkungan fisik; mereka membangun rumah-rumah kediaman dan istana-istana di gunung-gunung dan dataran. Dalam konteks ini, fungsi kekhalifahan untuk memakmurkan bumi sangat relevan. Mereka sebagai khalifah agar bertanggung jawab terhadap perbuatan mereka. Dalam Al-Qur’an, “Kemudian Kami jadikan kalian penggantipengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami perhatikan bagaimana kalian berbuat”, (QS Yunus [10]: 14). Dari ayat ini jelas manusia dipilih menjadi khalifah dalam kondisikondisi tertentu. Pemegang jabatan khalifah ini tidak dapat lepas dari pengawasan Allah Swt. dalam melaksanakan fungsinya. Namun manusia sebagai khalifah Allah Swt. tidak mungkin melaksanakan tugas kekhalifahannya, kecuali dibekali dengan potensi-potensi yang memungkinkan dirinya mampu mengemban tugas tersebut. Manusia lahir sudah disiapkan potensi fitrahnya yang baik. Sebagai Khalifah, maka manusia diberi potensi dan kewenan gan untuk mengelola dan mengoordinasikan kekuatan-kekuatan alam yang ada agar kesemuanya dapat berjalan sesuai dengan kehendak Tuhan. Ajaran Islam memandang manusia sebagai khalifah Allah Swt. di bumi yang bertugas mengurus, membangun, dan mengolah bumi serta memakmurkannya sesuai dengan petunjuk Allah Ta’ala. Firman-Nya:
Pendidikan Agama Islam
81
ﺾ ﻌ ﹴ ﺑ ﻕ ﻮ ﻢ ﹶﻓ ﻀ ﹸﻜ ﻌ ﺑ ﻊ ﺭﹶﻓ ﻭ ﺽ ﺭ ﹺ ﻒ ﺍﹾﻟﹶﺄ ﺋﺧﻠﹶﺎ ﻢ ﻌﹶﻠﻜﹸ ﺟ ﻱﻮ ﺍﱠﻟﺬ ﻭﻫ ﻪﻭﹺﺇﻧ ﺏ ﻌﻘﹶﺎ ﹺ ﻊ ﺍﹾﻟ ﺳﺮﹺﻳ ﻚ ﺑﺭ ﻢ ﹺﺇﻥﱠ ﺎ ﹸﻛﺎ ﺀَﺍﺗﻲ ﻣﻢ ﻓ ﻮﻛﹸ ﺒﻠﹸﻴﻟ ﺕ ﺎﺭﺟ ﺩ ﻢ ﻴﺭﺣ ﺭ ﻐﻔﹸﻮ ﹶﻟ Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS Al-An’am [6]: 165). Dalam surah Hud, Allah Swt. berfirman:
ﻮﺍﻮﺑ ﺗﻩ ﹸﺛﻢ ﻭﻔﺮ ﻐ ﺘﺳ ﺎ ﻓﹶﺎﻴﻬﻢ ﻓ ﺮﻛﹸ ﻤ ﻌ ﺘﺳ ﺍﺽ ﻭ ﺭ ﹺ ﻦ ﺍﹾﻟﹶﺄ ﻣ ﻢ ﺸﹶﺄﻛﹸ ﻧﻮ ﹶﺃ ﻫ ﺐ ﻣﺠﹺﻴ ﺐ ﻲ ﹶﻗﺮﹺﻳﺭﺑ ﻪ ﹺﺇﻥﱠ ﻴﹺﺇﹶﻟ Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya). (QS Hud [11]: 61). Tugas khalifah, menurut Quraish Shihab, tergabung dalam empat sisi yang saling berkaitan, yaitu: 1) mematuhi tugas yang diberikan Allah, 2) menerima tugas tersebut dalam melaksanakannya dalam kehidupan perorangan maupun kelompok, 3) memelihara serta mengolah lingkungan hidup untuk kemanfaatan bersama, 4) menjadikan tugas-tugas khalifah sebagai pedoman pelaksanaannya.23 23 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Amanah, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1992), hlm. 172-173.
82
Bab 2| Model Manusia Sempurna
Manusia menikmati afinitasnya dengan Allah Swt., menerima pelaja ran dari-Nya, dan telah menyaksikan betapa semua malaikat Allah bersujud kepada-Nya. Manusia berdimensional, yang memikul beban tanggung jawab demikian, memerlukan agama yang tidak hanya berori entasi kepada dunia ini ataupun akhirat saja, melainkan agama yang mengajarnya bagaimana memelihara keseimbangan. Hanyalah dengan agama demikian manusia bisa melaksanakan tanggung jawabnya yang besar dalam kekhalifahannya di muka bumi yang diberikan Allah Swt. melalui firman-Nya bahwa; Bumi dengan segala isinya diserahkan sebagai amanah bagi manusia untuk mengagungkan dan mengabdi pada kebesaran Allah Swt., karena manusialah yang berani bertanggung jawab memegang amanah Allah Swt. (QS AlAhzab [33]: 22).
2.
Menjalankan Ibadah Sesuai Syariat
Tugas ibadah tertuang dalam QS Adz-Dzariyat [51]: 56. Ibadah di sini adalah hablum minallah, berhubungan khusus dengan Allah melalui ibadah-ibadah yang khusus diatur oleh syariat Islam, seperti shalat, zakat, puasa, dan menunaikan haji. Konteks ibadah adalah manusia sebagai hamba Allah. Manusia yang melalaikan ibadah-ibadah tersebut, sama dengan menghilangkan kenyataan tugas pokok yang diembannya. Manusia semacam ini, tidak berhak mendapat rida Allah Ta’ala, karena mengingkari posisi sebagai hamba Allah. Balasan mereka adalah neraka jahannam, karena murka-Nya. Evaluasi terhadap tugas ibadah perlu dilakukan setiap saat. Apakah kita sudah melaksanakan ibadah-ibadah khusus tersebut dengan baik dan sempurna sesuai dengan ketentuan agama. Jika belum segera bertobat dan memperbaiki Pendidikan Agama Islam
83
kebiasaan menjadi hamba-hamba yang tekun beribadah baik yang fardhu maupun yang mandub. Selanjutnya, dalam kehidupan sosial juga dalam kerangka beribadah kepada Allah Swt. yang disebut ghair mahdhoh (muamalah). Muamalah di sini adalah hablum minannas, berhubungan dengan sesama manusia. Muamalah ini berkaitan dengan segala aspek persoalan kebutuhan manusia seperti: berpolitik dan bernegara, berbisnis dan berekonomi, bergaul dan kemasyarakatan, bertani dan berteknologi, berdagang, bekerja profesional, praktik kedokteran, dan lain-lain. Semua aktivitas muamalah itu diatur juga dalam syariat Islam. Tujuan bermuamlaah adalah mendapatkan rida Allah Ta’ala. Oleh karena itu, setiap perilaku merugikan orang lain, menyalahgunakan kepercayaan, menipu, korupsi adalah perbuatan yang bertentangan dengan syariat Islam tidak akan sampai pada keridaan Allah Ta’ala. Dengan demikian, dua tugas manusia di atas sebagai dwitugas manusia merupakan satu kesatuan. Jika salah satunya tidak dikerjakan berarti manusia tersebut tidak lagi pantas disebut sebagai manusia sejati yang sesuai dengan fitrahnya. Tugas ibadah adalah sebagai jati diri yang mampu berkomunikasi dengan Allah Swt. Tugas muamalah sebagai jati diri yang mampu mendongkrak interaksi sosial dengan sesama manusia. Tugas khalifah sebagai jati diri yang memakmurkan alam dunia sesuai dengan kehendak Allah Swt.
84
Bab 2| Model Manusia Sempurna
BAB 3 SUBSTANSI AKIDAH ISLAM
A. Makna Akidah bagi Manusia Akidah adalah ikatan dan perjanjian yang kokoh. Manusia dalam hidup ini terpola ke dalam ikatan dan perjanjian baik dengan Allah Swt., dengan sesama manusia maupun dengan alam lainnya. Jika seseorang terikat dengan kekafiran disebut akidah kafir; jika terikat dengan kemusyrikan disebut akidah musyrik; jika terikat dengan ke-Islam-an disebut akidah Islam, dan seterusnya. Ruang lingkup kajian akidah berkaitan erat dengan rukun iman. Rukun iman perlu dipahami dengan benar. Adapun rukun iman yang populer ada enam, yaitu 1) iman kepada Allah, 2) iman kepada malaikat, 3) iman kepada kitab Allah, 4) iman kepada Rasul Allah, 5) iman kepada hari akhir, dan 6) iman kepada qadha-qadar. Rukun iman ini tersimpul kokoh dalam hati bersifat mengikat dan mengandung perjanjian dengan Allah Ta’ala sebagai rukun pertama.
Pendidikan Agama Islam
85
Pengertian akidah secara istilah, dapat dilihat dari beberapa pandangan tokoh berikut ini. Menurut Hasan AlBanna, akidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketenteraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.1 Menurut Abu Bakar Al-Jazairi, akidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam hati dan menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.2 Dan menurut Yusuf Al-Qardhawi, akidah Islam bersifat syumuliyah (sempurna) karena mampu menginterpretasikan semua masalah besar dalam wujud ini, tidak pernah membagi manusia di antara dua Tuhan (Tuhan kebaikan dan Tuhan kejahatan), bersandar pada akal, hati, dan kelengkapan manusia lainnya.3 Berdasarkan pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa akidah yang benar yaitu akidah yang dapat dipahami oleh akal sehat dan diterima oleh hati karena sesuai dengan fitrah manusia. Alat ukur aqidah seseorang adalah hati. Tentu yang paling tepat mengukur hati adalah dirinya sendiri. Oleh karena itu, mengukur aqidah seseorang hanya akan akurat manakala dievaluasi oleh pemilik hati itu sendiri. Orang lain tidak bisa menilai akidah seseorang. Contohnya, orang yang berbeda agama dapat saling menilai akidah orang lain, karena dirinya sendiri sudah mengklaim beda akidah. Jadi, yang pertama kali menilai beda akidah adalah dirinya sendiri. Baru kemudian direfleksikan dalam mengukur akidah orang lain. 1 Lihat Azyumardi Azra, dkk., Buku Teks: Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta: Depag RI, 2002), hlm. 117. 2 Ibid. 3 Yusuf Al-Qardhawi, Karakteristik Islam: Kajian Analitik, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hlm. 126.
86
Bab 3| Substansi Akidah Islam
Agar tidak salah dalam menilai akidah sendiri, perlu melihat pada petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Allah Swt. dalam Al-Qur`an ditambah dengan petunjuk-petunjuk Rasul dalam al-Hadis. Setelah itu, perlu melihat penjelasan ulama yang otoritatif. Dalam hal ini potensi akal sehat sangat diperlukan. Allah Swt. mendorong manusia untuk berpikir mengoptimalkan akalnya. Jadi, akal dan hati dalam akidah Islam ditempatkan secara proporsional. Akidah Islam, bukan hanya dogma yang dipaksakan harus diimani, tetapi juga dapat dimengerti oleh akal sehat. Akal dapat digunakan untuk mengokohkan kebenaran yang diinformasikan oleh Allah Swt. dalam wahyu (Al-Qur`an). Akal bekerja untuk menimbulkan keyakinan hati setelah dipandu oleh petunjuk-petunjuk dalam Al-Qur`an. Akal dan hati secara sinergi berproses untuk mengokohkan akidah. Akidah menjadi kokoh jika ada keselarasan antara akal dan hati. Jika terjadi pertentangan antara akal dan hati tentang akidah, maka akan timbul keragu-raguan. Keragu-raguan akan menimbulkan kemunafikan. Kemunafikan adalah tipuan yang paling berbahaya. Sesungguhnya orang munafik telah menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan tersebut. Allah Swt. berfirman dalam QS An-Nisa [4]: 142:
ﻮﺍ ﹺﺇﻟﹶﻰﻭﹺﺇﺫﹶﺍ ﻗﹶﺎﻣ ﻢ ﻬﺩﻋ ﺎﻮ ﺧ ﻭﻫ ﻪ ﻮ ﹶﻥ ﺍﻟﻠﱠﺩﻋ ﺎﺨﲔ ﻳ ﻘ ﻓﺎﻤﻨ ﹺﺇﻥﱠ ﺍﹾﻟ ﻴﻠﹰﺎﻪ ﹺﺇﻟﱠﺎ ﹶﻗﻠ ﻭ ﹶﻥ ﺍﻟﻠﱠﻳ ﹾﺬ ﹸﻛﺮ ﻭﹶﻟﺎ ﺱ ﺎﺍﺀُﻭ ﹶﻥ ﺍﻟﻨﺮﺎﻟﹶﻰ ﻳﻮﺍ ﹸﻛﺴﺓ ﻗﹶﺎﻣ ﺼﻠﹶﺎ ﺍﻟ Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Pendidikan Agama Islam
87
Berdasarkan ayat di atas, orang munafik merasa raguragu terhadap perintah Allah. Shalat diperintahkan oleh Allah. Orang munafik meragukan perintah ini sebagai kewajiban sekaligus kebutuhan bagi manusia. Hal ini tiada lain akibat dari tidak sinerginya antara akal dan hati dalam menetapkan akidah. Untuk keperluan ini diperlukan ilmu yang benar. Orang berakal bisa belajar untuk meningkatkan ilmunya. Orang yang mengikuti petunjuk Al-Qur`an akan mampu meningkatkan ilmu. Dengan meningkatnya ilmu, akan meningkat kekokohan akidahnya. Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Hajj [22]: 54:
ﻪ ﻮﺍ ﹺﺑﻣﻨ ﺆ ﻚ ﹶﻓﻴ ﺑﺭ ﻦ ﻣ ﻖ ﺤ ﻪ ﺍﹾﻟ ﻢ ﹶﺃﻧ ﻌ ﹾﻠ ﻮﺍ ﺍﹾﻟﻦ ﺃﹸﻭﺗ ﻳﻢ ﺍﱠﻟﺬ ﻌﹶﻠ ﻴﻟﻭ ﻁ ﺍﺻﺮ ﻮﺍ ﹺﺇﻟﹶﻰﻣﻨ ﻦ ﺀَﺍ ﻳﺩ ﺍﱠﻟﺬ ﺎﻪ ﹶﻟﻬ ﻭﹺﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﻢ ﻬ ﺑ ﹸﻗﻠﹸﻮﺖ ﹶﻟﻪ ﺨﹺﺒ ﹶﻓﺘ ﻴ ﹴﻢﺘﻘﺴ ﻣ Dan agar orang-orang yang diberi ilmu meyakini bahwasanya AlQur`an itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus. Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa meningkatnya ilmu harus berbanding lurus dengan meningkatnya iman. Orang beriman sekaligus berilmu akan meningkat harkat martabatnya dibandingkan dengan orang yang hanya beriman saja atau berilmu saja. Oleh karena itu, agar iman kita benar harus ditopang dengan ilmu yang benar. Hal ini menegaskan bahwa akal dan hati dalam akidah Islam ditempatkan secara proporsional.
88
Bab 3| Substansi Akidah Islam
B. Tanamkan Iman Yang Kamil Al-Qur`an mengemukakan iman dengan menggunakan bentuk kata yang bervariasi, di antaranya bentuk indifinite imanan ( ﺎﺎﻧ )ﹺﺇﳝdisebutkan sebanyak 7 kali.4 Bentuk kata imanan ini jumlahnya sebanding dengan kata kufr dalam Al-Qur`an. Keseimbangan jumlah bilangan kata iman dengan antonimnya kufr ini merupakan salah satu bukti kebenaran Al-Qur`an.5 Selanjutnya, Al-Qur`an menggunakan bentuk definite aliman (ﺎﻥﻹﳝ ِْ )ﺍdisebutkan sebanyak 17 kali.6 Bentuk kata al-iman ini juga jumlah bilangannya sebanding dengan antonimnya kata al-kufr dalam Al-Qur`an.
Selain itu, Al-Qur`an menggunakan kata ﻣﺆﻣﻦ,ﺁﻣﻦ dengan segala derivatifnya yang jumlahnya tidak kurang dari 610 kali yang bertebaran dalam Al-Qur`an. Hal ini, jika dilihat dari banyaknya jumlah ayat Al-Qur`an yang berbicara tentang iman, maka persoalan seputar iman, dapat dijelaskan melalui ayat-ayat Al-Qur`an tersebut. Banyak ayat dalam Al-Qur`an yang menunjukkan perbedaan antara iman kamil (sempurna) dengan iman naqis
4 Lihat QS Ali-‘Imran [3]:173; QS al-Anfal [8]: 2 ; QS Al-Taubah [9 ]:124 ; QS Al-Taubah [9]:124; QS Al-Ahzab [33]: 22; QS Al-Fath [48]: 4; dan QS Al-Mudatsir [74]: 31. 5 Bukti kebenaran Al-Qur`an salah satunya tampak jelas pada keseimbagan jumlah bilangan kata dengan antonimnya, seperti: al-hayah (hidup) dengan al-mawt (mati), al-naf’ (manfaat) dengan al-madharrah (mudarat), al-iman dengan al-kufr, dan seterusnya. Lihat M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an, (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 30. 6 QS Al-Baqarah [2]:108; QS Ali-Imran [3]: 167; QS Ali-Imran [3]: 177; QS Ali-Imran [3]:193; QS Al-Maidah [5]: 5; QS At-Taubah [9]: 23; QS Al-Nahl [16]: 106; QS Al-Rum [30]: 56; QS Ghafir [40]: 10; QS Asy-Syuura [42]: 52; QS Al-Hujurat [49]: 7; QS Al-Hujurat [49]: 11; QS Al-Hujurat [49]: 14; QS Al-Hujurat [49]: 17 ; QS Al-Mujadilah [58]: 22; QS Al-Hasyr [59]: 9 ; dan QS Al-Hasyr [59]: 10. Lihat Muhammad Fu`ad Abd. Baqy, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz Al-Qur`an al-Karim, (Dar al-Hadis, t.t). hlm. 110
Pendidikan Agama Islam
89
(tidak sempurna). Perhatikan Al-Qur`an surah Al-Hujurat [49]: 14;
ﺎﻭﹶﻟﻤ ﺎﻤﻨ ﺳﹶﻠ ﻦ ﻗﹸﻮﹸﻟﻮﺍ ﹶﺃ ﻜ ﻭﹶﻟ ﻮﺍﻣﻨ ﺆ ﻢ ﺗ ﺎ ﹸﻗ ﹾﻞ ﹶﻟﻣﻨ ﺏ ﺀَﺍ ﺍﻋﺮ ﺖ ﹾﺍ َﻷ ﻗﹶﺎﹶﻟ ﻢ ﺘ ﹸﻜﻠﻳ ﹶﻻﻮﹶﻟﻪﺭﺳ ﻭ ﻪ ﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻴﻌﺗﻄ ﻭﹺﺇ ﹾﻥ ﻢ ﻲ ﹸﻗﻠﹸﻮﹺﺑ ﹸﻜﺎ ﹸﻥ ﻓ ﹺﻞ ﺍ ِْﻹﳝﺪﺧ ﻳ ٌﻴﻢﺭﺣ ﺭ ﻪ ﹶﻏﻔﹸﻮ ﻴﺌﹰﺎ ﹺﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﺷ ﻢ ﻟ ﹸﻜﺎﻋﻤ ﻦ ﹶﺃ ﻣ Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah (kepada mereka): “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: “Kami telah Islam”, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Ayat di atas menjelaskan hakikat iman dan siapa sebenarnya yang dinilai oleh Allah Swt. sebagai orang Mukmin. Ayat ini menurut Sayyid Quthb, merupakan hakikat akidah dan syariah, serta hakikat eksistensi kemanusiaan.7 Ayat ini turun berkaitan dengan serombongan orang Badui dari Bani Asad ibn Khuzaimah tahun IX Hijriyah ketika terjadi paceklik di daerah mereka.8 Orang-orang Arab Badui menduga mereka telah beriman dengan benar. Mereka berkata dengan lisan “ﺎ”ﺀﺍﻣﻨ (kami telah beriman), tetapi Allah Swt. memerintahkan Nabi Muhammad Saw., katakanlah kepada mereka: “Kamu belum beriman secara mantap, sebab hati kamu belum sepenuhnya percaya, perbuatan kamu pun belum mencerminkan iman sesuai dengan apa yang kamu katakan”. Tetapi, hai orang Sayyid Quthb, Fi Dzilal Al-Qur`an, Juz 25,(al-Hrabiy Dar al-Ihya alKitab, t.t). hlm. 124. 8 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Volume 13, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 266. 7
90
Bab 3| Substansi Akidah Islam
Badui! Katakanlah: “Kami telah tunduk kepadamu, yakni menampakkan ketundukan kami kepadamu”. Ucapan itu yang seharusnya dikatakan oleh orang Badui, karena iman belum masuk tertancap ke dalam hati kamu hingga sekarang.9 Orang Arab Badui datang kepada Nabi Muhammad Saw., dengan harapan mendapat bantuan Nabi Saw. Mereka berkata: “Kami datang kepadamu bersama sanak keluarga kami tanpa mengangkat senjata melawanmu sebagaimana yang dilakukan beberapa kelompok yang lain”. Ucapan ini dengan maksud agar Nabi Saw. menilai kehadiran mereka sebagai jasa yang wajar mendapat imbalan materi. Kata ( ﳌﹼﺎlamma) digunakan untuk menafikan sesuatu pada saat pengucapannya, tetapi diharapkan apa yang dinafikan itu akan terjadi di masa datang.10 Oleh karena itu, ayat di atas mengisyaratkan bahwa walaupun sekarang mereka belum beriman secara mantap, namun di masa datang mereka diharapkan akan beriman dengan baik. Orang Arab Badui boleh jadi dalam benaknya merasa telah mencapai peringkat Mukmin sempurna. Sebab, dalam suatu riwayat dinyatakan bahwa beberapa orang di antara mereka bersumpah bahwa mereka benar-benar telah beriman.11 Padahal mereka bertujuan menyebut-nyebut jasa dengan dalih bahwa mereka telah beriman dan mengikuti Nabi Saw. Dengan cara itu, orang Badui merasa telah memberikan nikmat kepada Nabi Saw. dengan masuknya mereka sebagai orang beriman. Allah Ta’ala dengan tegas menolak ucapan mereka, karena mereka mengucapkan kata9 Muhammad ‘Ali al-Shabuny, Shafwat al-Tafasir, Jilid 3, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t). hlm. 237. 10 Wahbah al-Zuhaily, al-Tafsir al-Munir fi al-akidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, Juz 25, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), hlm. 269. 11 M. Quraish Shihab, Op.Cit, hlm. 267.
Pendidikan Agama Islam
91
kata yang belum masuk dalam hati, sehingga belum disebut beriman secara sempurna.12 Dengan demikian, belum termasuk iman kamil (sempurna) walaupun keimanan itu diucapkan berkali-kali dalam mulut. Bahkan ucapan demikian cenderung menjadi ciri kemunafikan. Mengaku beriman padahal sesungguhnya tidak beriman. Orang yang mengatakan dengan mulut, apa yang tidak terkandung dalam hati disebut “lebih dekat pada kekafiran daripada keimanan”. Firman Allah Ta’ala dalam QS Ali-Imran [3]: 167;
ﻢ ﻬ ﻨﻣ ﺮﺏ ﺬ ﹶﺃ ﹾﻗ ﺌﻣ ﻮ ﻳ ﻟ ﹾﻠ ﹸﻜ ﹾﻔ ﹺﺮ ﻢ ﻫ ﻢ ﺎ ﹸﻛﻌﻨ ﺒﺗﺎ ﹰﻻ ﹶﻻﻗﺘ ﻌﹶﻠﻢ ﻧ ﻮ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﹶﻟ ﺎ ﹺﺑﻤﻋﹶﻠﻢ ﹶﺃﺍﻟﻠﱠﻪﻢ ﻭ ﻲ ﹸﻗﻠﹸﻮﹺﺑ ﹺﻬﺲ ﻓ ﻴﺎ ﹶﻟﻢ ﻣ ﻫ ﹺﻬ ﻳﻘﹸﻮﻟﹸﻮ ﹶﻥ ﹺﺑﹶﺄﻓﹾﻮﺍ ﻥ ﳝﺎ ﻺ ِ ﻟ َ ﻮﻥﻤﻳ ﹾﻜﺘ Mereka berkata: “Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu”. Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan”.
ﻫ ﹺﻬ “ ﹺﺑﹶﺄﻓﹾﻮﺍyakni mulut-mulut mereka, bukan Penggunaan “ ﻢ “ ( ” ﺃﻟﺴﻨﺘﻬﻢlidah mereka) untuk mengisyaratkan apa yang mereka suarakan kosong dari makna. Itu sebabnya tidak ada dalam hati.13 Al-Thabarsy memaknai “lebih dekat pada kekafiran daripada keimanan” dengan munafik. Sesungguhnya mereka terpisah antara ucapan lisan dan hati, dengan berkata: “Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu (Muhammad Saw.), tetapi Wahbah al-Zuhaily, Op.Cit, hlm. 269 Al-Thabarsy, Majma’ul Bayan fi Tafsir Al-Qur`an, (.... Dar al-Ma’arif, Juz I, 1986), hlm. 878.
menurut kami perang tidak akan terjadi, karena itu kami tidak ikut.14 Hal ini diungkapkan pada kasus gagalnya Perang Uhud yang menunjukkan siapa yang nyata beriman, dan siapa yang munafik. Perkataan mereka itu hanya di mulut, tidak ada dalam hati, karena dalam hati mereka sebenarnya yakin akan ada perang. Dengan demikian, sebenarnya yang disebut Mukmin sejati yaitu terdapat dalam surah Al-Hujurat [49]: 15;
ﻭﺍﻫﺪ ﺎﻭﺟ ﻮﺍﺎﺑﺮﺗ ﻳ ﻢ ﹶﻟﻪ ﹸﺛﻢ ﻟﻮﺭﺳ ﻭ ﻪ ﻮﺍﺑﹺﺎﻟﻠﱠﻣﻨ ﻦﺀَﺍ ﻳﻮ ﹶﻥ ﺍﻟﱠﺬﻣﻨ ﺆ ﻤ ﺎﺍﹾﻟﻧﻤﹺﺇ ﺩﻗﹸﻮ ﹶﻥ ﺎﻢ ﺍﻟﺼ ﻫ ﻚ ﺌﻪ ﺃﹸﻭﹶﻟ ﺳﺒﹺﻴ ﹺﻞ ﺍﻟﻠﱠ ﻲﻢ ﻓ ﺴ ﹺﻬ ِ ﻧﻔﹸﻭﹶﺃ ﻢ ﻟ ﹺﻬﺍﻣﻮ ﹺﺑﹶﺄ Sesungguhnya orang-orang Mukmin hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak raguragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. Seorang Mukmin sejati yaitu orang yang beriman kepada Allah dan menyaksikan kebenaran Rasul-Nya dalam segala apa yang disampaikannya, kemudian hati mereka tidak tersentuh oleh ragu walaupun mengalami aneka ujian dan bencana, sehingga terbukti dalam bentuk berjihad membela kebenaran dengan mengorbankan harta dan jiwa dalam jalan Allah. Mereka itu Mukmin sejati yang benar dalam ucapan dan perbuatan. Kata innama (ﻤﺎ ) ﺍﻧmenunjuk kepada makna pembatasan, yakni hanya yang memiliki sifat-sifat tersebut yang dinamai Mukmin. Adapun yang dimaksud pembatasan di sini yakni iman yang sempurna sebagai ciri Mukmin sejati. Itulah orangorang Mukmin yang haq. Selain mereka yang tidak memiliki
12 13
92
Bab 3| Substansi Akidah Islam
?
14 Al-Thabarsy, Majma’ul Bayan fi Tafsir Al-Qur`an, ( ... Dar al-Ma’arif, Juz I, 1986), hlm. 878.
Pendidikan Agama Islam
93
sifat-sifat tersebut secara menyeluruh bukanlah orang-orang Mukmin sempurna. Penggunaan kata “Mukmin” tentu berbeda dengan “yang beriman”. Perbedaan ini seperti ungkapan “penyanyi” dan “yang menyanyi”; “pencuri” dan “yang mencuri”. Bagi seorang penyanyi, pekerjaan yang melekat dalam dirinya yaitu menyanyi. Sedangkan yang menyanyi belum tentu kebiasaan mereka menyanyi, mungkin hanya sesekali saja menyanyi. Jadi kata Mukmin ditujukan kepada mereka yang benar-benar telah beriman sebagaimana terdapat dalam ayat di atas. Al-Maraghi, ketika menafsirkan QS Al-Baqarah [2]: 3, bahwa iman tidak cukup hanya dengan tashdiq (pembenaran hati), tetapi harus ditandai dengan amal perbuatan.15 Hal ini sebagaimana pula diterangkan dalam QS Al-Hajj [22]: 34-35, secara tersurat bahwa pernyataan iman dirangkaikan dengan ketaatan dalam shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang telah dikaruniakan Allah Swt. Oleh karena itu, orang yang bertambah yakin dalam beriman, bertambah mantap dalam ketentraman dan bertambah semangat dalam beramal. Mereka inilah yang beriman dengan sebenar-benar iman. Sesungguhnya orang beriman, percaya dalam hati dengan sempurna dan diikrarkan dalam lisan, kemudian dibuktikan dengan jihad harta dan jiwa sebagai wujud ketaatan pada Allah Ta’ala. Jadi, iman yang sempurna yaitu bersatunya antara keyakinan kebenaran dalam hati hingga tidak ada ragu-ragu, diucapkan oleh lisan, diwujudkan dalam amal wajib dan amal saleh lainnya. Ayat-ayat Al-Qur`an banyak mengemukakan iman yang benar disertai dengan bukti amal saleh.16 15 16
94
Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid I, Juz 3, hlm. 44 QS Al-Baqarah [2]: 62; Al-Maidah [5]: 69; Al-An’am [6]: 48; Al-Al’raf
Bab 3| Substansi Akidah Islam
Dengan demikian, iman yang sempurna (iman kamil) dalam ajaran Islam adalah bersatunya tashdiq bi al jinan, ikrar bi al lisan, ‘amal bi al arkan, al-takhaluq bi al-a’yan. Apabila hilang salah satu dari ketiga unsur tersebut, maka iman tersebut menjadi tidak sempurna (iman naqis).
C. Proses Mantapnya Iman Orang-orang Mukmin yang mantap imannya hanyalah mereka yang membuktikan pengakuan iman mereka dengan perkataan dan perbuatan. Iman yang kamil (sempurna) itu terhujam mantap dalam hati (qalb). Iman yang ada dalam qalb, dapat berubah-ubah bertambah atau berkurang tergantung pada amal perbuatannya. Iman yang benar tampak dalam perbuatan yang benar pula. Oleh karena itu, tashdiq dalam hati agar sempurna perlu didukung oleh ma’rifat (ilmu) yang benar agar perbuatan tidak menyimpang dari aturan sistem Allah Ta’ala yang menjadi sentral keimanan seseorang. Sekarang bagaimana proses iman itu sendiri dalam hati tersebut. Firman Allah Ta’ala dalam QS Al-Anfal [8]: 2;
ﺖ ﻴﻠﻭﹺﺇﺫﹶﺍ ﺗ ﻢ ﻬ ﺑﺖ ﹸﻗﻠﹸﻮ ﻭ ﹺﺟﹶﻠ ﻪ ﺮ ﺍﻟﱠﻠ ﻛ ﻦ ﹺﺇﺫﹶﺍ ﺫﹸ ﻳﻮ ﹶﻥ ﺍﱠﻟﺬﻣﻨ ﺆ ﻤ ﺎ ﺍﹾﻟﻧﻤﹺﺇ ﻮ ﱠﻛﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﺘﻳ ﻢ ﺑ ﹺﻬﺭ ﻋﻠﹶﻰ ﻭ ﺎﺎﻧﻢ ﹺﺇﳝ ﻬ ﺗﺩ ﺍ ﺯﻪﺎﺗﻢ ﺀَﺍﻳ ﻴ ﹺﻬﻋﹶﻠ Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. Berdasarkan ayat di atas, Mukmin sejati yang imannya sempurna memiliki ciri, yaitu: merasa gemetar hatinya ketika [7]: 75; Al-Kahfi [18]: 88; Maryam [19]: 60; Thaha [20]: 82; Al-Furqan [25]: 70; Al-Qashshas [28]: 67, 80; Saba [34]: 37 Pendidikan Agama Islam
95
mengingat Allah; bertambah imannya ketika dibacakan ayatayat Allah; dan bertawakal kepada Allah Sang Pencipta. Hati gemetar, karena dampak iman yang menimbulkan rasa takut ketika ingat perintah dan larangan Allah Swt.17 Rasa takut bagi orang beriman terlihat pada ucapan Nabi Ibrahim: “Sesungguhnya kami merasa takut kepadamu” (QS Al-Hijr [15]: 52). Sifat orang Mukmin itu takut kepada Allah, lalu mendirikan shalat dan menafkahkan rezeki (QS Al-Hajj [22]: 35). Sesungguhnya orang Mukmin sejati jika disebut nama Allah Swt., gemetar hati mereka karena sadar akan kekuasaan Allah Swt. Demikian pula jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah Swt., bertambah iman mereka. Hal ini sejalan dengan ayat: “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram (QS Al-Ra’du [13]: 28). Keimanan seseorang bertambah ketika merasa dekat dengan Allah Swt. Dalam kasus Perang Uhud, setelah ada berita bahwa pasukan musuh akan menyerang. Orang beriman menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung” (QS Ali-Imran [3]: 173). Melalui ucapan tersebut, bertambahlah keimanan mereka, bukan semakin takut pada musuh.
menurunkan perkataan yang paling baik yaitu kitab Al-Qur`an yang serupa lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah” (QS Al-Zumar [39]: 23).
Tahap kedua yaitu berzikir. Zikir ( )ﺫﻛﺮpada mulanya berarti mengucapkan dengan lidah. Walaupun makna ini kemudian berkembang menjadi “mengingat”. Memang, mengingat sesuatu sering kali mengantar lidah untuk menyebutnya. Kalau kata “menyebut” dikaitkan dengan sesuatu maka yang disebut adalah namanya. Karena itu, ayat di atas dipahami dalam menyebut Nama Allah. Lalu setelah nama Allah disebut, teringatlah sifat-sifat yang berkaitan dengannya. Dari sini pula menjadi teringat dengan janji pahala dan siksa, perintah dan larangan-Nya. Setelah itu, sadar dengan keagungan Allah Swt. yang dapat menjatuhkan siksaan atau mencabut nikmat.
Menurut Sayyid Quthub kata ﻢ ﻭﺟﻠﺖ ﻗﻠﻮmenggambarkan getaran rasa yang menyentuh qalb seorang Mukmin ketika diingatkan tentang Allah Swt., perintah atau laranganNya. Ketika itu jiwanya dipenuhi oleh keindahan dan kekuasaan Allah Swt. Semua itu mendorong untuk taat dan beramal.18
Jadi, tahap pertama dari proses masuknya iman yaitu adanya gejolak hati. Gejolak hati ini terjadi baik karena takut akibat membayangkan siksa Allah (QS Al-Anfal [8]: 2), atau karena mengingat rahmat kasih sayang Allah Swt. Kedua kondisi psikologis ini tertampung dalam firman-Nya; “Allah telah
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas menafsirkan QS Al-Anfal [8]: 2 di atas, “Tidak ada sedikit pun keteringatan kepada Allah di dalam hati orang munafik ketika mengerjakan berbagai kewajiban. Mereka tidak beriman terhadap ayat-ayat Allah. Sedangkan sifat Mukmin sejati yakni gemetar hati mereka, kaget, dan takut lalu melaksanakan aneka kewajiban Allah.19
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, Jilid 7, (Beirut: Dar alFikr, t.t.), hlm. 589.
Sayyid Quthub, Fi Dzilal Al-Qur`an, Juz I, hlm. 494. M. Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibn Katsir, Jilid II, (Jakarta: GIP, 1999), hlm. 485 18
17
96
Bab 3| Substansi Akidah Islam
19
Pendidikan Agama Islam
97
Ayat di atas menegaskan penambahan iman bagi orang Mukmin yang mendengar ayat-ayat Al-Qur`an. Demikian ditegaskan Al-Bukhari yang menjadikan ayat ini sebagai dalil yang menunjukkan bertambahnya keimanan dan kelebihan di dalam hati.20 Tahap ketiga terjadi kemantapan iman dalam diri seseorang. Hal ini dapat dipahami dari pernyataan Nabi Ibrahim a.s. dalam QS Al-Baqarah [2]: 260:
ﻢ ﻭﹶﻟ ﻰ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹶﺃﻮﺗ ﻤ ﺤﻴﹺﻲ ﺍﹾﻟ ﺗ ﻒ ﻴﺏ ﹶﺃ ﹺﺭﻧﹺﻲ ﹶﻛ ﺭ ﻴﻢﺍﻫﺑﺮﻭﹺﺇ ﹾﺫ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹺﺇ ﻦ ﹶﻗ ﹾﻠﺒﹺﻲ ﺌﻤ ﻴ ﹾﻄﻟ ﻦ ﻜ ﻭﹶﻟ ﺑﻠﹶﻰ ﻦ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻣ ﺆ ﺗ Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati”. Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?”. Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)”. Nabi Ibrahim a.s. sudah beriman, tetapi masih ingin bertambah tenang hatinya, sehingga Ia meminta bukti agar iman itu semakin mantap. Ungkapan “ ﻦ ﹶﻗ ﹾﻠﺒﹺﻲ ﺌﻤ ﻴ ﹾﻄﻟ “. Menurut Ibnu Katsir, Nabi Ibrahim ingin meningkatkan dari ‘ilmu alyaqin kepada ‘ainul yaqin.21 Selanjutnya, Ibnu Katsir mengutip riwayat Ibnu Abbas, bahwa Ibrahim a.s. memegang keempat kepala burung itu. Allah Swt. memperlihatkan kepada Ibrahim cara menghidupkan empat ekor burung tersebut.22 Menurut al-Maraghi dalam tafsirnya, bahwa ayat ini merupakan tata krama bagi seluruh orang Mukmin. Permohonan tersebut tujuannya adalah untuk memantapkan iman, bukan untuk mengetahui tentang kebangkitan.23 Ibid, hlm. 486 Ibid, hlm. 435 22 Ibid, hlm. 436 23 Al-Maraghi, Op.Cit, Jilid 3, hlm. 49. 20 21
98
Bab 3| Substansi Akidah Islam
Dalam banyak hal, seseorang telah percaya tetapi merasa kurang mantap karena belum mengetahuinya. Oleh karena itu, orang Mukmin yang gemetar hatinya lalu bertambah imannya ketika mendengar atau membaca ayat-ayat Al-Qur`an, jika mereka memahami isi yang dibacanya. Walaupun sebagian mufassir menyatakan bahwa hal itu lebih disebabkan karena mukjizat Al-Qur`an, namun sebagian mufassir lainnya seperti Al-Maraghi, lebih melihat pada adanya pengetahuan rinci tentang apa yang dibaca. Firman Allah Ta’ala dalam QS Al-Fath [48]: 4:
ﻊ ﻣ ﺎﺎﻧﻭﺍ ﹺﺇﳝﺍﺩﺰﺩ ﻴﻟ ﲔ ﻣﹺﻨ ﺆ ﺏ ﺍﹾﻟﻤ ﻲ ﹸﻗﻠﹸﻮ ﹺﻨ ﹶﺔ ﻓﻴﺴﻜ ﺰ ﹶﻝ ﺍﻟ ﻧﻱ ﹶﺃﻮ ﺍﱠﻟﺬ ﻫ ﺎﻴﻤﻋﻠ ﻪ ﻭﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﺍﻟﱠﻠ ﺽ ﺭ ﹺ ﺍﹾﻟﹶﺄﺕ ﻭ ﺍﻤﻮ ﺴ ﺩ ﺍﻟ ﻮﺟﻨ ﻪ ﻟﻠﱠﻭ ﻢ ﺎﹺﻧ ﹺﻬﹺﺇﳝ ﺎﻴﻤﺣﻜ
Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orangorang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. Ayat ini mengisyaratkan bahwa sakinah itu ditampung dalam hati dan secara mantap. Penggunaan kata ﲔ ﻣﹺﻨ ﺆ ﺏ ﺍﹾﻟﻤ ﻲ ﹸﻗﻠﹸﻮ ﹺﻓ bukan ﻢ ﺇﱃ ﻗﻠﻮmenunjukkan sakinah itu bukan turun ke hati, melainkan bersemayam dalam hati. Orang yang mantap hatinya dengan iman, mereka itulah yang rida kepada Allah dan Allah pun rida kepada mereka, mereka itu yang beruntung (QS Al-Mujadilah [58]: 22). Orang yang mantap imannya juga karena merasa gembira dengan adanya ayatayat Al-Qur`an (QS Al-Taubah [9]: 124). Bertambahnya iman, menunjukkan bahwa iman itu bertambah atau berkurang. Keimanan yang bertambah Pendidikan Agama Islam
99
atau berkurang itu dapat dibuktikan dari amal perbuatan seseorang, (QS Al-Imran [3]: 173). Iman orang Mukmin itu bertambah dan bertambah walaupun yang dilihatnya dan dialaminya berupa ujian (QS Al-Ahzab [33]: 22). Keimanan yang benar yang menimbulkan ketenangan dalam hati orang-orang Mukmin. Keimanan terus bertambah di samping keimanan yang telah ada. Bagi orang beriman, cobaan-cobaan bahkan dapat menambah keimanan, sehingga tidak ada lagi ragu-ragu (QS Al-Muddatsir [74]: 31).
D. Satukan Iman Kepada Allah dan Rasul-nya Islam menempatkan syahadatain sebagai pintu gerbang bahwa seseorang telah memiliki akidah Islam. Syahadatain merupakan kunci pembuka pintu masuk ke dalam wilayah Islam. Konsekuensi dari dua kalimat syahadat adalah menerima hukum-hukum Allah Swt. dan Rasul-Nya. Kita sudah hapal dua kalimat syahadat, akan tetapi banyak yang belum tahu konsekuensinya. Ketika seseorang akan masuk agama Islam, maka ia harus mengucapkan dua kalimah syahadat. “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu utusan Allah”. Akan tetapi, pemahaman kita yang terbatas pada pengakuan adanya Allah Swt. tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku kita. Kita masih banyak yang takut kepada selain Allah Swt. Kita masih banyak yang percaya kepada selain Allah Swt. juga dapat menentukan nasib hidup kita. Kita tidak merasa bahwa segala kejadian yang muncul di muka bumi ini adalah atas dasar kehendak dan hukum ketetapan dari Allah Swt. Apabila ada orang sakit, kemudian ia hanya mengucapkan berkali-kali “kina …. kina….kina” walaupun sampai beribu100 Bab 3| Substansi Akidah Islam
ribu, tetapi tidak memakannya maka tidak akan berfaedah ucapan tersebut. Demikian pula dua kalimat syahadat, tidak akan bermanfaat jika hanya diucapkan tetapi tidak merasakan maknanya atau memahami tanggung jawab ikrar tersebut. Jadi, ucapan itu harus meresap ke dalam hati nurani dan yakin benar persaksian diri sendiri itu berkaitan dengan tanggung jawab sendiri atas apa yang diperbuat, sehingga kalimat syahadat mencegah kita melakukan suatu perbuatan syirik, kecil maupun besar. Meskipun orang percaya pada keesaan Allah, tetapi banyak terbenam dalam lumpur syirik dan kekufuran akibat dari kebodohan memahami ucapan kalimat syahadat. Dalam kalimat “laa ilaaha illa Allah” mengandung arti bahwa Allah Swt. tidak berhajat kepada seseorang, sedangkan yang lain berhajat kepada Allah Swt., terpaksa meminta-minta pertolongan Allah Swt. dalam segala urusan kehidupan mereka.24 Semua keadaan manusia yang sampai kepada kita semenjak masa yang paling lama dari sejarahnya, dan apa yang kita saksikan dari jejak-jejak umat sepanjang masa senantiasa menjadikan sesuatu sebagai Tuhannya dan disembahnya. Tetapi, manakala kejahilan (kebodohan) telah tersingkap dan cahaya ilmu dapat menembus ke dalam hatinya, ia tahu bahwa semua benda yang disembah sebagai Tuhan yang keliru adalah nyata kelemahan dan tidak berdaya menolongnya. Jadi dalam kalimat syahadat, terdapat makna agung, di antaranya: 1.
Konsepsi ketuhanan yang benar. Akal manusia tidak sanggup mengetahui alam yang luas ini awal dan
24
Abul A’la Al-Maududi, Op.Cit., hlm. 70. Pendidikan Agama Islam 101
kesudahannya, yang telah tercipta maupun yang belum, yang terjadi berulang-ulang atau sekali saja, hal-hal baru yang mempesonakan akal manusia, kecuali Allah Ta’ala telah mengajarkannya. 2.
Sifat-sifat ketuhanan semuanya tidak mungkin terhimpun dalam dua atau lebih Dzat yang sama banyaknya, karena satu yang lainnya akan saling menguasai.
3.
Jika anda melihat konsepsi ketuhanan kemudian melihat diri anda dan alam semesta, niscaya anda akan mengatakan tidaklah memiliki sifat-sifat tersebut, karena semuanya berhajat pada Allah Ta’ala.
4.
Jika anda mendalami salah satu ilmu seperti ilmu fisika, ilmu kimia, ilmu falak, ilmu bumi, ilmu biologi, kedokteran, maka iman dan keyakinan anda akan bertambah kuat dan terbuka bahwa tiap-tiap medan penyelidikan selalu ditemukan keagungan Allah Pencipta segalanya.
Kemudian, dampak dari pemahaman kalimat syahadat yang benar dalam kehidupan manusia, yaitu: 1.
Tidak mungkin orang yang imannya benar akan menjadi seorang yang berpandangan sempit, karena Allah yang diimani itu adalah pencipta semua makhluk dan kehidupan yang luas;
2.
Dapat melahirkan harga diri yang terhormat, karena ia tahu bahwa pemilik semuanya adalah Allah Swt., sehingga apa pun yang diinginkan tinggal mengikuti hukum ketetapan yang diajarkan Allah Swt.;
3.
Tidak ada jalan untuk mencapai keselamatan dan keberuntungan kecuali iman pada Yang Maha Kuasa dan Maha Adil;
102 Bab 3| Substansi Akidah Islam
4.
Tidak akan mudah dihinggapi rasa takut dan putus asa, merasa hilang harapan, karena Allah Swt. tiada terhingga pemberian-Nya;
5.
Yang terpenting adalah menjadikan kita terikat dengan hukum-hukum Allah dan patuh kepada-Nya.
Sesungguhnya tidak ada penghalang antara Allah Swt. dan hamba-Nya kecuali dosa dan kebodohan hamba itu sendiri. Allah Maha Suci dan hanya dapat didekati dengan kesucian pula. Jika manusia ingin berkomunikasi dengan Allah Swt., maka dia harus bersuci dari hadas. Ketika ia akan shalat yang di dalamnya terjalin komunikasi dengan Allah Swt., ia harus berwudhu dahulu atau bertayamum agar mensucikan diri. Jika memiliki hadats besar, maka sebelum ia berkomunikasi dengan Allah Swt. harus mandi terlebih dahulu. Ini menunjukkan bahwa hanya manusia yang selalu menjaga kesucianlah yang dapat menembus hijab dengan Allah Swt. Jadi yang membuka hijab itu bukan orang lain, bukan makhluk lain, tetapi diri kita sendiri. Akidah Islam adalah akidah Rubbubiyah dan Uluhiyah yang tidak ada kebatilan baik datang dari depan atau belakangnya. akidah Rubbubiyah berkaitan dengan penciptaan, yaitu kebaikan-kebaikan yang diberikan Allah Swt. Konsep Rabb adalah konsep pertama kali Tuhan memperkenalkan kepada Nabi Muhammad Saw.. Misalnya, dalam surah pertama kali turun Al-‘Alaq [96]: 1-5, menggunakan istilah dengan nama Rabb, bukan dengan nama Allah. Artinya, yang pertama kali diperkenalkan adalah kebaikan Allah Swt. melalui ciptaan-ciptaan-Nya. Sedangkan akidah uluhiyah berkaitan dengan ibadah dan mohon pertolongan hanya kepada Allah Swt. Setelah manusia paham akan kebaikan yang telah diberikan Allah Pendidikan Agama Islam 103
Swt., maka sudah sepantasnya manusia beribadah kepada Allah Swt. Tanpa diperintahkan pun, manusia yang tahu diri betapa Allah Swt. sudah berbuat baik, maka ia akan berterima kasih (syukur) melalui ibadah-ibadah khusus. Inilah yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw. bahwa ia beribadah semata-mata untuk mensyukuri nikmat-nikmat yang telah diberikan Allah Swt. kepadanya. Tidak ada dari seorang sahabat Nabi, atau para imam maupun fuqaha berani menggeser dan mengubah akidah Islam. Berbeda halnya dengan agama Kristen, telah diubah oleh Santo Paulus, hingga sebutannya pun menjadi Kristen Paulus, bukan Kristen Isa Putra Maryam lagi. Padahal, dalam Al-Qur`an ditegaskan: “Penciptaan Nabi Isa sama dengan penciptaan Nabi Adam” (QS Ali-Imran [3]: 59). Sebenarnya, Isa Putra Maryam adalah tetap seperti nabi-nabi dan Rasul lainnya, bukan sebagai Tuhan sebagaimana yang menjadi akidah umat Kristen sekarang ini. Rasul itu memercayai apa yang diturunkan kepadanya dari Allah Swt., begitu pula orang beriman, semuanya percaya pada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan utusan-Nya (mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara utusan-utusan Allah itu” (QS Al-Baqarah [2]: 285). Manusia tidak mungkin mengetahui informasi tentang Allah, kecuali Allah sendiri mengemukakan sifat-sifat-Nya melalui wahyu-Nya. Percaya kepada Rasul merupakan awal pengenalan kepada Allah. Segala informasi yang berkenaan dengan Allah terkandung dalam kumpulan wahyu yang dibawakan melalui seorang Rasul Allah. Beriman kepada Allah Swt. merupakan hal yang pokok dan mendasar, merupakan dasar bagi keimanan selanjutnya.
104 Bab 3| Substansi Akidah Islam
Jika seseorang telah beriman kepada Allah, maka apa saja yang datang dari Allah akan diterimanya tanpa ragu. Tetapi hal itu tidak akan terjadi, kalau tidak menerima kehadiran Rasul Allah itu sendiri sebagai penyampai kebenaran dari Allah Swt. Rasul adalah manusia pilihan yang menerima wahyu dari Allah untuk disampaikan kepada umatnya dan sekaligus sebagai contoh konkret pribadi manusia yang terbaik. Rasul Allah ada yang dikisahkan dalam Al-Qur’an sehingga kita tahu nama-namanya dan ada pula yang tidak dikisahkan sehingga kemungkinan kita tidak tahu sama sekali (QS AlMu’min [40]: 78 dan QS an-Nisa [4]: 164). Sebab, tidak ada satu umatpun melainkan telah datang padanya suatu peringatan yaitu seorang Rasul Allah (QS Yunus [10]: 47 dan QS Faatir [35]: 24). Rasul untuk manusia diangkat dari kalangan manusia sendiri. Dasarnya bukan hanya untuk menyampaikan wahyu Allah melainkan mempraktekkan wahyu dalam kehidupan sehari-hari (QS Al-Kahfi [18]: 110 dan QS Al-Furqan [25]: 20). Perubahan manusia hanya mungkin dilakukan dan diberi contoh oleh manusia sendiri. Sebab, jika tidak begitu maka akan jauh dari realitas kemanusiaan. Akan tetapi, Rasul itu tentu bukan lagi seorang laki-laki biasa, melainkan sudah pilihan Allah yang disucikan (QS Al-Ahzab [33]: 40). Nabi Muhammad adalah Rasul terakhir untuk seluruh umat manusia, menjadi rahmat bagi seluruh alam. Semua Rasul menyampaikan akidah yang sama yaitu ketauhidan. Akidah Islam adalah ilmu tentang ke-Esa-an Allah. Dalam bahasa Al-Qur`an dikenal dengan istilah ahad. Ahad diambil dari bahasa Arab yang artinya tunggal. Dalam surah Al-Ikhlas [112]: 1-4, disebutkan:
Pendidikan Agama Islam 105
ﻢ ﻭﹶﻟ (3)ﺪ ﻮﹶﻟﻢ ﻳ ﻭﹶﻟ ﺪ ﻠﻳ ﻢ (ﹶﻟ2)ﺪ ﻤ ﻪ ﺍﻟﺼ (ﺍﻟﱠﻠ1)ﺪ ﺣ ﻪ ﹶﺃ ﻮ ﺍﻟﱠﻠ ﹸﻗ ﹾﻞ ﻫ (4)ﺪ ﺣ ﺍ ﹶﺃ ﹸﻛ ﹸﻔﻮﻦ ﹶﻟﻪ ﻳ ﹸﻜ Katakanlah bahwa Dia (Allah) itu Ahad, Allah tempat bergantung, Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada yang menyamai dengan Dia”. Allah itu Esa, Dialah Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia. Bagi Allah segala puji di dunia dan di akhirat, bagi Allah segala penentuan, hanya kepada Allah kita semua akan dikembalikan (QS Al-Qashshas[28]: 70 dan 80). Bagi orang yang mengimani Tuhan itu banyak, Tuhan itu “tiga”. Dia telah memperskutukan Allah Swt., kelak di akhirat akan ditanya: “Dimanakah sekutu-sekutu yang dahulu kamu katakan, maka orang yang kena hukuman yang disekutukan dengan Allah berkata: “Kami telah menyesatkan mereka sebagaimana kami sendiri sesat” (QS Al-Qashshas [28]: 62-63). Menurut Al-Qur`an, orang yang tidak meng-Esa-kan Allah akan menyesal di akhirat, mereka ketika diazab kiranya ingin dahulu di dunia menerima petunjuk. Petunjuk Allah hanya akan diberikan kepada mereka yang ingin petunjuk Allah. Allah Maha Tahu siapa yang menutup diri dari hidayah atau siapa yang benar-benar ingin hidayah. Dalam hal ini sebenarnya tergantung pada manusianya. Orang yang tidak mempersekutukan Allah, hanya takut kepada Allah Yang Esa, beriman pada ayat-ayat Allah, mereka adalah seorang Muslim yang mukhlis (QS Al-Mu’minun [23]: 57-59). Allah itu maha melindungi, akan tetapi tidak ada yang dilindungi dari azab-Nya (QS Al-Mu’minun [23]: 88).
106 Bab 3| Substansi Akidah Islam
Allah itu Esa, Dia sekali-kali tidak mempunyai anak, jika ada Tuhan lagi selain Dia, maka masing-masing Tuhan akan membawa makhluk yang diciptakan-Nya masing-masing seperti prasangka orang yang mengatakan Tuhan itu tiga atau lebih dari satu (QS Al-Mu’minun [23]: 91). Allah Swt. pemberi cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tidak tembus yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca dan kaca itu seakan-akan bintang yang bercahaya seperti mutiara yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya yaitu pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat (tumbuh di puncak bukit sehingga dapat sinar matahari baik di waktu terbit maupun di waktu akan terbenam), minyaknya saja hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya berlapis-lapis. Allah membimbing kepada cahaya siapa yang dikehendaki-Nya (QS An-Nur [24]: 35). Kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak mempunyai anak dan tidak ada sekutu bagi Allah dan kekuasaan-Nya itu. Dia telah menciptakan segala sesuatu dan menetapkan ukuran-ukuran dengan serapi-rapinya. Akan tetapi, masih banyak orang yang mengambil Tuhan-tuhan selain Allah, yang Tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apa pun, bahkan Tuhan-tuhan itu sendiri diciptakan, tidak kuasa menolak kemudharatan, tidak kuasa mengambil kemanfaatan, tidak kuasa mematikan, tidak menghidupkan dan tidak pula membangkitkan (QS Al-Furqan [25]: 2-3). Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindungpelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Sesungguhnya rumah yang paling lemah
Pendidikan Agama Islam 107
adalah rumah laba-laba kalau kamu mengetahui (QS AlAnkabut [29]: 41). Keyakinan kepada Allah merupakan titik keimanan, karena setiap aktivitas seorang Muslim senantiasa dipertautkan secara vertikal kepada Allah Ta’ala. Islam mengajarkan bahwa iman kepada Allah harus bersih dan murni, menutup pintu masuknya syirik. Syirik merupakan dosa besar yang tidak akan diampuni Allah Swt. (QS An-Nisaa [4]: 48).
E. Perbaiki Pemahaman tentang Qadha dan Qadar Qadha dan qadar dibahas di sini mengingat masih rentan orang memahami istilah tersebut. Pemahaman tentang qadha dan qadar itu akan berpengaruh terhadap sikap hidup manusia itu sendiri. Rukun iman yang lainnya, seperti iman pada malaikat, kitab, dan hari akhir sudah bisa dimaklumi relatif tidak menimbulkan beragam penafsiran. Oleh karena itu, penulis memandang penting dalam bab ‘akidah ini, mengemukakan rukun iman tentang qadha dan qadar. Masalah qadha dan qadar dapat disatukan menjadi masalah taqdir. Masalah takdir termasuk di antara masalahmasalah filosofis yang amat pelik dan rumit yang sejak abad pertama hijriah telah menjadi bahan pembicaraan di kalangan pakar Muslim. Berbagai pemikiran masuk, dan memiliki kesimpulan pemahaman yang berbeda-beda. Setiap kelompok ini akan berdampak terhadap pola pikir umat Islam. Pola pikir orang Muslim yang benar-benar mempelajari Islam dapat meletakkan konsep takdir yang menuntut perannya dalam menentukan masa depan hidupnya. Allah menciptakan manusia beserta akal, kemauan dan kemampuan. Karenanya dengan akal itu manusia dapat 108 Bab 3| Substansi Akidah Islam
berpikir dan memilih, dengan kemauan dapat menentukan, dan dengan kemampuan dapat melaksanakan. Semua itu karunia Allah, takdir Allah, kehendak Allah. Perhatikan surah Al-Insan [76]: 30:
ﺎﻴﻤﺣﻜ ﺎﻴﻤﻋﻠ ﻪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﻪ ﹺﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﺎ َﺀ ﺍﻟﱠﻠﻳﺸ ﺸﺎﺀُﻭ ﹶﻥ ﹺﺇﻟﱠﺎ ﹶﺃ ﹾﻥ ﺗ ﺎﻭﻣ Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Manusia memiliki daya dan kekuatan bukan terpisah hanya karena dirinya sendiri melainkan karena ada ketetapannya dari Allah Ta’ala. Atas dasar itu pula bisa dipahami, Allah menentukan kewajiban dan larangan, mengutus seorang Rasul, agar manusia memahami ketetapan Allah. Oleh karena itu, manusia memiliki tanggung jawab. Tidak ada artinya tanggung jawab jika manusia tidak memiliki kesanggupan memilih. Qadha artinya ketetapan, sedangkan qadar artinya batasan, ukuran. Kata “ukuran” sering kali menjadi makna yang bias (menyimpang) dalam pemahaman orang Islam. Terkadang keyakinan terhadap adanya “ukuran” masingmasing menggiring orang Islam pada sikap pesimis seperti dalam kelompok jabariyah. Akhirnya, orang Islam pasrah begitu saja. Sebenarnya, kata “ukuran” tidak menunjukkan pada pengertian deterministik (ukuran mati yang sudah dipatok dari sananya), tetapi yang dimaksud adalah terbatas.25 Semua ciptaan Allah memiliki ukuran, berarti memiliki batas. Sedangkan Allah sendiri tidak terbatas. Pola pikir seperti ini lebih mudah kita pahami dan tidak akan ada Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka, 1996), hlm. 98. 25
Pendidikan Agama Islam 109
yang bertentangan ketika dihubungkan dengan ayat-ayat Al-Qur`an yang mana pun. Perbedaan terpenting antara Allah dengan ciptaan-Nya adalah jika Allah mutlak tak terbatas, sedangkan ciptaan-Nya relatif terbatas. Dalam Al-Qur`an, setiap yang diciptakan memiliki ukuran masing-masing. Justru karena ukuran inilah, semua ciptaan Allah menjadi selaras dan seimbang. FirmanNya dalam QS Al-A’la [87]: 1-3:
ﺭ ﺪ ﻱ ﻗﹶـﺍﻟﱠـﺬ ﻭ.ﻯﺴﻮ ﻖ ﹶﻓ ﺧﹶﻠ ﻱ ﺍﱠﻟﺬ.ﻋﻠﹶﻰ ﻚ ﺍﹾﻟﹶﺄ ﺑﺭ ﻢ ﺳ ﺒ ﹺﺢ ﺍﺳ ﻯﻬﺪ ﹶﻓ Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk. Firman-Nya dalam QS Al-Qamar [54]: 49:
ﺪ ﹴﺭ ﻩ ﹺﺑ ﹶﻘ ﺎﺧﹶﻠ ﹾﻘﻨ ﻲ ٍﺀ ﺷ ﺎ ﹸﻛ ﱠﻞﹺﺇﻧ Sesungguhnya Kami telah menciptakan setiap sesuatu menurut ukurannya. Jika sesuatu yang diciptakan tidak mengiringi ukurannya, maka akan rusak dan menjadi kacau balau. Justru karena setiap makhluk termasuk manusia memiliki qadar (ukuran) masing-masing, maka semua berjalan dengan sempurna. Pernyataan keseluruhan Al-Qur`an tersebut pada umumnya menggambarkan kebesaran Allah yang tak terbatas. Karena itu, Al-Qur`an menyeru orang beriman untuk bersyukur. Demi kebesaran Allah, kita patut bersyukur dengan diciptakannya makhluk sesuai keterbatasan masingmasing yang bermanfaat bagi manusia sendiri.
110 Bab 3| Substansi Akidah Islam
Supaya qadha (ketetapan) dan qadar (ukuran) bermanfaat bagi seluruh makhluk Allah yang diciptakan, maka Allah menentukan takdirnya. Takdir adalah hukum ketetapan. Perpaduan antara qadha dan qadar melahirkan takdir. Kita harus memahami hukum ketetapan tersebut. Dalam setiap kejadian, ada hukum ketetapannya; ada takdirnya. Jadi, takdir itu bukan rahasia Allah. Dan keliru kalau ada orang mengatakan bahwa takdir itu baru diketahui setelah terjadi. Sebab, takdir itu sendiri sudah dijelaskan yang berarti sudah diketahui oleh manusia hukum ketetapannya, seperti kebaikan sekecil apa pun akan dibalas pahala dan kejahatan sekecil apa pun akan dibalas dosa. Orang yang taat patuh (Muslim) kepada Allah dan Rasul-Nya akan dibalas surga, dan orang yang kafir (menolak) akan dibalas neraka. Itu adalah takdir. Tidak ada manusia yang dapat mengubah hukum ketetapan (takdir) tersebut. Yang dapat diubah adalah posisi manusianya, yang tadinya kafir dapat pindah menjadi Muslim; yang tadinya miskin dapat pindah menuju kaya, tadinya bodoh dapat pindah menuju pintar. Perubahan tersebut, bukan mengubah takdir, tapi mengubah posisi manusianya. Perubahan posisi manusia dapat dilakukan dengan cara ikhtiar manusia. Inilah yang dimaksud perubahan nasib. Jadi, yang bisa diubah adalah nasib, bukan takdir. Sebab, takdir itu adalah hukum ketetapan dari segala yang diciptakan. Semua yang diciptakan, baik manusia, hewan, maupun alam semesta berjalan di atas takdir Allah. Kelompok ekstrem baik kanan maupun kiri dalam sejarah ilmu kalam, mengambil ayat-ayat Al-Qur`an yang hanya sesuai dengan pola pikiran mazhab masing-masing. Teori takdir bagi mereka yang memahami semuanya atas perbuatan Allah, maka peranan manusia tidak diperhatikan. Sebaliknya, mereka yang mendewakan rasio, telah menolak Pendidikan Agama Islam 111
perbuatan-perbuatan aktif dari Allah Ta’ala. Al-Qur`an memang sesekali menegaskan bahwa apa pun yang kamu perbuat, hakikatnya adalah perbuatan Allah, tetapi dalam ayat lain, yang mengubah nasib manusia adalah manusia itu sendiri. Kita ikhtiar dan berbuat sesuatu, supaya Allah memberi balasan yang lebih baik dari apa yang telah kita kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada kita. Perhatikan QS An-Nur [24]: 38:
ﻕﺮﺯ ﻳ ﺍﻟﻠﱠﻪﻪ ﻭ ﻠﻀ ﻦ ﹶﻓ ﻣ ﻢ ﻫ ﺪ ﻳﺰﹺﻳﻭ ﻤﻠﹸﻮﺍ ﻋ ﺎﻦ ﻣ ﺴ ﺣ ﻪ ﹶﺃ ﺍﻟﱠﻠﻢﻳﻬﺠ ﹺﺰ ﻴﻟ ﺏ ﺎ ﹴﺣﺴ ﻴ ﹺﺮﻐ ﺎ ُﺀ ﹺﺑﻳﺸ ﻦ ﻣ (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karuniaNya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas. Ketika kita berdoa dan ikhtiar, kemudian berhasil, karena hukum ketetapan Allah telah membalasnya dengan keberhasilan. Demikian itu, takdirnya ikhtiar kita. Dalam ikhtiar itu sendiri ada takdir-takdirnya. Jadi, takdir tidak dapat dipertentangkan dengan ikhtiar. Ikhtiar bukan pula untuk mengubah takdir, sebab takdir tidak dapat diubah. Takdir itu berbeda dengan nasib. Kalau nasib bisa diubah. Barangsiapa yang mengubah nasib, maka Allah akan mengubahnya. Jadi ikhtiar itu upaya untuk mengubah nasib agar mendapatkan jalan takdir yang lebih baik. Beriman kepada takdir akan melahirkan sikap positif, ulet bekerja dan terus ikhtiar. Manusia diberi kemampuan untuk memilih taqdir. Kemampuan memilih itu sendiri sudah
112 Bab 3| Substansi Akidah Islam
taqdir Allah. Takdir berjalan atas penguasaan Allah. Manusia punya kebebasan untuk memilih takdir yang mana. Takdir itu jalan yang pasti. Misal, takdir “A” dapat diperoleh dengan jalan “A” sedangkan takdir “Z” hanya dapat diperoleh dengan jalan “Z” pula. Artinya, jika kita ingin takdir “A’ jangan berada pada jalan “Z”. Jadi, manusia tinggal memilih mau takdir yang mana. Takdir yang kita pilih akan sesuai dengan jalan menuju takdir tersebut. Kemudian jika takdir itu sudah jelas nyata menimpa kepada diri kita, maka itulah yang disebut nasib kita. Nasib artinya bagian. Nasib kita berarti bagian kita. Nasib ini bisa diubah dengan cara ikhtiar, yaitu mengambil jalan takdir yang lain. Dari jalan takdir yang lain, kita akan memperoleh nasib yang lain pula. Firman-Nya dalam QS Al-Nur [24]: 46:
ﻁ ﺍـﺮﺎ ُﺀ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﺻﻳﺸ ﻦ ﻣ ﻱﻬﺪ ﻳ ﺍﻟﻠﱠﻪﺕ ﻭ ﺎﻴﻨﺒﻣ ﺕ ﺎﺎ ﺀَﺍﻳﺰﹾﻟﻨ ﻧﺪ ﹶﺃ ﹶﻟ ﹶﻘ ﻴ ﹴﻢﺘﻘﺴ ﻣ Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. Dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. Dalam QS Al-Ankabut [29]: 69
ﲔ ﺴﹺﻨ ِﺤ ﻊ ﺍﹾﻟﻤ ﻤ ﻪ ﹶﻟ ﻭﹺﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﺎﺒﹶﻠﻨﺳ ﻢ ﻨﻬﻳﺪ ﻬ ﻨﺎ ﹶﻟﻴﻨﻭﺍ ﻓﻫﺪ ﺎﻦ ﺟ ﻳﺍﱠﻟﺬﻭ Dan orang-orang yang berjihad (sungguh-sungguh) untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. Menurut Mahmud Syaltut, Islam menetapkan bahwa Allah telah menetapkan kesanggupan pada manusia Pendidikan Agama Islam 113
untuk membahagiakan dirinya dengan kebaikan atau mencelakakan dengan kejahatan.26 Kebaikan adalah segala yang menguntungkan manusia, sedangkan kejahatan adalah segala yang menyiksa manusia dalam hidupnya. Firman-Nya dalam QS Al-Balad [90]: 10;
ﻳ ﹺﻦﺪ ﺠ ﻨﻩ ﺍﻟ ﺎﻳﻨﺪ ﻫ ﻭ Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Allah telah menunjukkan dua jalan, yaitu ada jalan baik dan ada jalan buruk. Manusia tinggal memilih jalan mana yang akan ditempuh. Pilihan manusia adalah tanggung jawab manusia sendiri. Tidak ada celah untuk melemparkan tanggung jawab kepada orang lain apalagi kepada Allah Swt. Akal manusia dapat memilih antara dua jalan yang menguntungkan. Akal itu juga yang dapat meredam emosional yang salah kaprah. Manusia berbeda-beda dalam mengasah akalnya, adakalanya dipakai untuk mencabik-cabik agama dan ada juga yang dipakai untuk membela agama. Penggunaan akal tersebut pada dasarnya diserahkan pada manusia itu sendiri, berikut konsekuensi-konsekuensinya. Allah hanya akan membalas sesuai dengan apa yang dikerjakan manusia dengan sebaik-baiknya. Perhatikan QS An-Nahl [16]: 97:
ﺎ ﹰﺓﺣﻴ ﻪﻴﻨﺤﹺﻴ ﻦ ﹶﻓﹶﻠﻨ ﻣ ﺆ ﻣ ﻮ ﻭﻫ ﻧﺜﹶﻰﻭ ﹸﺃ ﻦ ﹶﺫ ﹶﻛ ﹴﺮ ﹶﺃ ﻣ ﺎﻟﺤﺎﻤ ﹶﻞ ﺻ ﻋ ﻦ ﻣ ﻤﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﻌ ﻳ ﻮﺍﺎ ﻛﹶﺎﻧﺴ ﹺﻦ ﻣ ﺣ ﻢ ﹺﺑﹶﺄ ﻫ ﺮ ﺟ ﻢ ﹶﺃ ﻨﻬﻳﺠ ﹺﺰ ﻨﻭﹶﻟ ﺒ ﹰﺔﻴﹶﻃ Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
26
Syekh Mahmud Syaltut, Op.Cit., hlm. 45.
114 Bab 3| Substansi Akidah Islam
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. Hal ini karena sudah ada hukum ketetapannya; sudah ada takdirnya, yang baik dibalas pahala, yang jahat dibalas dosa. Ini adalah takdir Allah Swt. Adapun manusia berbuat baik atau jahat, bukan ditakdirkan demikian melainkan ia sendiri memilih jalan tersebut, sehingga ia sendiri yang bertanggung jawab. Dengan demikian, manusia bebas memilih dalam kehidupan ini. Jika ia berbuat baik dengan ikhtiar sungguhsungguh akan dibalas pahala, tetapi jika berbuat jahat dikenai hukuman atas kejahatannya. Sebab, jika Allah berkehendak semuanya baik, bisa saja, tetapi itu tidak mungkin dan bertentangan dengan hukum yang ditetapkan Allah sendiri. Itu sebabnya pula tidak akan bermakna apa-apa yang disebut surga dan neraka; pahala dan dosa jika tidak ada hukum ketetapannya. Adakah mereka akan menerima balasan selain dari yang dikerjakannya? Perhatikan QS Al-A’raf [7]: 147:
ـ ﹾﻞﻢ ﻫ ـﺎﻟﹸﻬﻋﻤ ﺖ ﹶﺃ ﺣﹺﺒ ﹶﻄ ﺓ ﺮ ﺧ ﻟﻘﹶﺎ ِﺀ ﺍﻟﹾﺂﻭ ﺎﺗﻨﺎﻮﺍ ﺑﹺﺂﻳﻦ ﹶﻛﺬﱠﺑ ﻳﺍﱠﻟﺬﻭ ﻤﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﻌ ﻳ ﻮﺍﺎ ﻛﹶﺎﻧﻭ ﹶﻥ ﹺﺇﻟﱠﺎ ﻣ ﺰ ﺠ ﻳ Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan. Konon, ada orang musyrik pernah berdalil bahwa syirik mereka bukanlah karena kemauan sendiri, melainkan semata-mata kemauan Allah dan mereka hanya korban paksaan. Tuhan membantah dengan menyatakan bahwa mereka telah dianugerahi akal dan kepada mereka telah Pendidikan Agama Islam 115
diutus seorang Rasul. Mengapa tidak menggunakan akal dan mengikuti pimpinan Rasul itu.27 Itulah pekerjaan orang yang mengandalkan persangkaan dan kebohongan (QS Al-An’am [6]: 148-149). Islam tidak membiarkan manusia bertindak sesat dan menyeleweng dari agama Allah, lantas mengelak dan mencari dalil dengan qadha dan qadar. Dengan demikian, tidak mungkin dihilangkan iman kepada qadha dan qadar. Tetapi, yang penting adalah memaknai qadha dan qadar secara benar dan tepat. Kalau ada yang membagi takdir menjadi dua, yaitu mu’alaq dan mubram itu tidak benar, sebab kalau kita uji pembagian ini yang ada hanyalah inkonsistensi (ketidakajegan) dengan makna takdir yang sebenarnya. Biasanya pembagian ini muncul karena mereka tidak dapat membedakan antara takdir dan nasib. Sebenarnya, peranan hidup manusia bukan mengutak-atik takdir, tapi memainkan perubahan nasib. Dalam Al-Qur`an, Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, apabila kaum itu sendiri tidak mengubahnya. Contoh, anda sekarang menjadi mahasiswa adalah nasib (bagian) anda, dan nasib saya adalah dosen. Kemudian kelak anda bisa mengubah nasib dari mahasiswa menjadi dosen. Anda ikuti hukum ketetapannya untuk menjadi dosen. Jika syarat dosen adalah minimal S.2, maka jika ukuran anda terbatas hanya S.1 tidak masuk akal jika anda ingin nasib sebagai dosen. Itulah namanya hukum ketetapan dalam bentuk yang sederhana.
27
Syekh Mahmud Syaltut, Op.Cit., hlm. 47.
116 Bab 3| Substansi Akidah Islam
F. Implikasi Iman dalam Kehidupan Nyata Dalam kehidupan manusia berhadapan dengan nikmat dan bencana, bahagia dan sengsara, sukses dan gagal. Untuk menghadapi keadaan demikian, diperlukan tempat berpijak yaitu iman yang kokoh. Dengan modal iman itu manusia akan mampu menguasai keadaan yang dihadapi, bukan sebaliknya dikuasai oleh keadaan. Hanya orang yang tidak kokoh dalam iman yang akan diombang-ambing oleh keadaan. Iman kamil yang sudah masuk ke dalam hati, kemudian hati menjadi mantap berimplikasi terhadap kesucian hati itu sendiri yang diwujudkan dalam amal-amal saleh. Iman kamil terbebas dari bercampurnya dengan kezaliman. Al-Qur`an mengingatkan dalam QS Al-An’an [6]: 82;
ﻢ ﻫ ﻭ ﻦ ﻣ ﺍﹾﻟﹶﺄﻢﻚ ﹶﻟﻬ ﺌﻢ ﹺﺑﻈﹸ ﹾﻠ ﹴﻢ ﺃﹸﻭﹶﻟ ﻬ ﻧﺎﻮﺍ ﹺﺇﳝﻳ ﹾﻠﹺﺒﺴ ﻢ ﻭﹶﻟ ﻮﺍﻣﻨ ﻦ ﺀَﺍ ﻳﺍﱠﻟﺬ ﻭ ﹶﻥﺘﺪﻬ ﻣ Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Sebenarnya iman dan kezaliman merupakan dua hal yang kontradiktif; dua hal yang tidak mungkin bersatu dalam waktu dan tempat yang sama. Ayat di atas sejalan dengan firman-Nya; “Jangan engkau campurkan antara yang haq dan bathil” (QS Al-Baqarah [2]: 42). Haq dan bathil merupakan dua hal yang bertentangan. Oleh karena itu, maksud ayat dapat dipahami sebagai pergantian. Iman yang masuk ke dalam pintu hati manusia, masih terbuka pintu-pintu masuk lainnya. Karena masih terbuka pintu masuknya berbagai kondisi dalam hati manusia, maka Pendidikan Agama Islam 117
ada orang yang menukarkan keimanan dengan kekafiran. Jadi, mencampurkan iman dengan kezaliman dapat bermakna “menukarkan”, sebagaimana menukarkan iman dengan kekafiran (QS Al-Imran [3]: 177). Hal itu dapat dilihat pula dalam ayat (QS Al-Baqarah [2]: 108 ) yang menegaskan bahwa:
ﺒﻞﹸﻦ ﹶﻗ ﻣ ﻰﻮﺳﺌ ﹶﻞ ﻣﺎ ﺳﻢ ﹶﻛﻤ ﻮﹶﻟ ﹸﻜﺭﺳ ﺴﹶﺄﻟﹸﻮﺍ ﺗ ﻭ ﹶﻥ ﹶﺃ ﹾﻥﺮﹺﻳﺪﻡ ﺗ ﹶﺃ ﺴﺒﹺﻴ ﹺﻞ ﺍ َﺀ ﺍﻟﺳﻮ ﺿﻞﱠ ﺪ ﻥ ﹶﻓ ﹶﻘ ﺎﺮ ﺑﹺﺎﹾﻟﹺﺈﳝ ﺪ ﹺﻝ ﺍﹾﻟ ﹸﻜ ﹾﻔ ﺒﺘﻳ ﻦ ﻣ ﻭ Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus”. Kata “ ﻥ ﺎﺮ ﺑﹺﺎﹾﻟﹺﺈﳝ ﺪ ﹺﻝ ﺍﹾﻟﻜﹸ ﹾﻔ ﺒﺘﻳ ﻦ ﻣ ﻭ “ yaitu orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan ayat-ayat-Nya dengan ucapan, namun kemudian berpaling dan mencari penjelasan dari selain ayat-ayat Allah.28 Dengan demikian, berarti janganlah menukarkan iman dengan kezaliman. Oleh karena itu, iman yang sudah masuk perlu dipelihara. Orang yang beriman dengan benar-benar iman, maka ia menjadi cinta kepada keimanan dan iman menjadi indah dalam hati mereka, sehingga hati menjadi benci pada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan (QS AlHujurat [49]: 7). Perhatikan ayat-ayat berikut.
ﻢ ﻭﹶﻟﻬ ﻴﺌﹰﺎﺷ ﻪ ﻭﺍ ﺍﻟﻠﱠﻀﺮ ﻳ ﻦ ﻥ ﹶﻟ ﺎﺮ ﺑﹺﺎﹾﻟﹺﺈﳝ ﺍ ﺍﹾﻟ ﹸﻜ ﹾﻔﺮﻭ ﺘﺷ ﻦ ﺍ ﻳﹺﺇﻥﱠ ﺍﱠﻟﺬ ﻢ ﻴﺏ ﹶﺃﻟ ﻋﺬﹶﺍ 28
Sesungguhnya orang-orang yang menukar iman dengan kekafiran, sekali-kali mereka tidak akan dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun; dan bagi mereka azab yang pedih” (QS Al-Maidah [3]: 177).
ﻦ ﺌﻤ ﹾﻄ ﻣﻪﻭﹶﻗ ﹾﻠﺒ ﻩ ﻦ ﺃﹸ ﹾﻛ ﹺﺮ ﻣ ﻪ ﹺﺇﻟﱠﺎ ﺎﹺﻧﺪ ﹺﺇﳝ ﻌ ﺑ ﻦ ﻣ ﻪ ﺮ ﺑﹺﺎﻟﻠﱠ ﻦ ﹶﻛ ﹶﻔ ﻣ ﻪ ﻦ ﺍﻟﻠﱠ ﻣ ﺐ ﻀ ﻢ ﹶﻏ ﻴ ﹺﻬﻌﹶﻠ ﺍ ﹶﻓﺪﺭ ﺻ ﺡ ﺑﹺﺎﹾﻟ ﹸﻜ ﹾﻔ ﹺﺮ ﺮ ﺷ ﻦ ﻣ ﻦ ﻜ ﻭﹶﻟ ﻥ ﺎﺑﹺﺎﹾﻟﹺﺈﳝ ﻢ ﻴﻋﻈ ﺏ ﻋﺬﹶﺍ ﻢ ﻭﹶﻟﻬ “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar” (QS An-Nahl [16]: 106). Dari sini akan muncul dua kemungkinan; pertama iman yang naqis (sebagian) dan kedua, iman yang kamil (sempurna). Iman naqis yaitu iman yang ada dalam seseorang namun masih bercampur dengan kezaliman. Iman itu tidak hilang, melainkan tidak tampak ciri-ciri iman tersebut dalam ucapan dan perbuatan. Al-Qur`an menyebutnya dengan iman yang tipis (QS Al-Nisa [4]: 46). Iman kamil yaitu iman yang bersih dari kezaliman. Iman kamil dengan demikian berimplikasi pada perbuatan yang mengikuti sistem aturan Allah Ta’ala yang disampaikan melalui Rasul-Nya. Sayyid Quthub mengarisbawahi anugerah iman yang dinyatakan Allah pada surah Al-Hujurat ayat 17, “Sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepada kamu dengan menunjukki kamu kepada keimanan”, adalah nikmat yang terbesar yang dianugerahkan Allah kepada hamba-hambaNya. Iman adalah nikmat yang menjadikan wujud manusia
Al-Thabarsy, Op.Cit, Juz I, hlm. 352.
118 Bab 3| Substansi Akidah Islam
Pendidikan Agama Islam 119
menjadi satu hakikat. Yang pertama kali dipersembahkan oleh iman kepada manusia pada saat iman mantap dalam qalbu adalah keluasan wawasan terhadap wujud serta keterkaitan sang Mukmin dengan Allah Ta’ala. Iman itu mempersembahkan untuknya ketenangan dalam perjalanan hidup di pentas bumi ini hingga menemui Allah Ta’ala. Iman menjadikan merasa senang dengan seluruh wujud, merasa bahagia dengan Allah Pencipta. Jadi, implikasi dari iman adalah melakukan perbuatan yang baik-baik. Ia akan bertakwa kepada Allah dan meninggalkan perbuatan-perbuatan riba (QS Al-Baqarah [2]: 278). Jauh dari itu lagi ia akan berjihad dengan harta dan jiwa (QS Al-Nisa [4]: 95). Artinya, iman tidak ada manfaatnya jika tidak disertai amal saleh. Iman berimplikasi pada perbuatan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, terpelihara dari unsur-unsur yang menodai kesucian qalb baik secara individual maupun sosial. Itu sebabnya, ayat-ayat Al-Qur`an menyebut iman dirangkaikan dengan amal saleh.
120 Bab 3| Substansi Akidah Islam
BAB 4 SUBSTANSI SYARIAH ISLAM
A. Pengertian Syariah Secara bahasa, syariah artinya jalan lurus menuju mata air. Mata air digambarkan sebagai sumber kehidupan. Syariah berarti jalan lurus menuju sumber kehidupan yang sebenarnya. Sumber hidup manusia yang sebenarnya adalah Allah. Untuk menuju Allah Ta’ala, harus menggunakan jalan yang dibuat oleh Allah tersebut (syariah). Syariah ini menjadi jalan lurus yang harus ditempuh seorang Muslim.2 Tidak ada jalan lain bagi orang Muslim, kecuali menggunakan syariah Islam sebagai hukum yang mengatur hidupnya. 1
1 M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Rajawali Pers, 1995), hlm. 5. 2 Azyumardi Azra, dkk, Buku Teks: Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum,(Jakarta: Depag RI, 2002), hlm. 167.
Pendidikan Agama Islam 121
Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Jaatsiyah [45]: 18;
XÄXSØFU Õ̯.V" YXT \IØȯ"VÙ mÙ%)] ]C°K% R\Èc¯n rQ"Wà \R<Ú \È\B 2É2 WDSÀ-Q ÕÈWc Y WÛÏ° Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariah dari urusan itu, maka ikutilah syariah itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Secara istilah, syariah adalah hukum-hukum yang ditetapkan Allah Ta’ala untuk mengatur manusia baik dalam hubungannya dengan Allah Swt., dengan sesama manusia, dengan alam semesta, dan dengan makhluk ciptaan lainnya. Syariah ini ditetapkan oleh Allah untuk kaum muslimin, baik yang dimuat dalam Al-Qur`an maupun dalam Sunnah Rasul.3 Para fuqaha (ahli fikih) menjelaskan syariah untuk menunjukkan nama hukum yang ditetapkan oleh Allah untuk para hamba-Nya dengan perantaraan Rasul-Nya, supaya para hamba-Nya itu melaksanakannya dengan dasar iman, baik hukum itu mengenai hukum formal maupun hukum etika (akhlak).4 Menurut Hossein Nasr, syariah atau hukum Ilahi Islam merupakan inti agama Islam sehingga seseorang dapat dikatakan sebagai Muslim jika ia menerima legitimasi syariah sekalipun ia tidak mampu melaksanakan seluruh ajarannya.5 Pendapat Nasr ini menekankan bahwa yang terpenting
Muhammad Yusuf Musa, Islam: Suatu Kajian Komprehensif, (Jakarta: Rajawali Press, 1988), hlm. 131. 4 M. Ali Hasan, Op.Cit., hlm. 6. 5 Seyyed Hosein Nasr, Menjelajah Dunia Modern: Bimbingan Untuk Kaum Muda Muslim, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 56. 3
122 Bab 4| Substansi Syariah Islam
adalah menerima syariah Islam, walaupun belum mampu melaksanakannya. Akan tetapi, jangan sekali-kali orang Islam merasa tidak mampu untuk melaksanakan tatanan kehidupan berdasarkan syariah. Karena syariah itu sendiri sebenarnya hukum-hukum Allah yang pasti manusia mampu melaksanakannya. Perhatikan firman Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah [2]: 286:
ﺖ ﺒﺴ ﺘﺎ ﺍ ﹾﻛﺎ ﻣﻴﻬﻋﹶﻠ ﻭ ﺖ ﺒﺴ ﺎ ﹶﻛﺎ ﻣﺎ ﹶﻟﻬﻌﻬ ﺳ ﻭ ﺎ ﹺﺇﻻﱠﻧ ﹾﻔﺴ ﻪ ﻒ ﺍﻟﱠﻠ ﻳ ﹶﻜﻠﱢ ﹶﻻ ﺍﺻﺮ ﺎ ﹺﺇﻴﻨﻋﹶﻠ ﻤ ﹾﻞ ﺤ ﺗ ﻭ ﹶﻻ ﺎﺑﻨﺭ ﺎﺧ ﹶﻄ ﹾﺄﻧ ﻭ ﹶﺃ ﺎ ﹶﺃﻧﺴِﻴﻨ ﺎ ﹺﺇ ﹾﻥﺧ ﹾﺬﻧ ﺍﺗﺆ ﺎ ﹶﻻﺑﻨﺭ ﻪ ﺎ ﹺﺑﺎ ﹶﻻ ﻃﹶﺎﹶﻗ ﹶﺔ ﹶﻟﻨﺎ ﻣﻤ ﹾﻠﻨ ﺤ ﺗ ﻭ ﹶﻻ ﺎﺑﻨﺭ ﺎﻠﻨﺒﻦ ﹶﻗ ﻣ ﻦ ﻳﻋﻠﹶﻰ ﺍﱠﻟﺬ ﺘﻪﻤ ﹾﻠ ﺣ ﺎﹶﻛﻤ ﻮ ﹺﻡ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟ ﹶﻘ ﺎﺮﻧ ﺼ ﻧﺎ ﻓﹶﺎﻮ ﹶﻻﻧ ﻣ ﺖ ﻧﺎ ﹶﺃﻤﻨ ﺣ ﺭ ﺍﺎ ﻭﺮ ﹶﻟﻨ ﻔ ﺍ ﹾﻏﺎ ﻭﻋﻨ ﻒ ﻋ ﺍﻭ ﻦ ﻓﺮﹺﻳﺍﹾﻟﻜﹶﺎ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. Berdasarkan ayat di atas, jelas semua yang dibebankan kepada manusia, ia sanggup untuk melaksanakannya. Hanya saja, sering kali akibat dari kemalasan sendiri sehingga merasa tidak mampu, kemudian meninggalkannya. Allah Maha Tahu Pendidikan Agama Islam 123
kadar kemampuan manusia dalam mengerjakan amalnya. Oleh karena itu, beramal baik akan dibalas pahala sedangkan beramal buruk dibalas siksa. Allah adalah pembuat hukum yang tertinggi. Syariah Islam adalah penjelmaan konkret kehendak Allah di tengah manusia hidup bermasyarakat. Syariah merupakan prinsip yang tercantum dalam Al-Qur`an dan prinsip Al-Qur`an itu sendiri. Agar prinsip tersebut dapat diwujudkan dengan baik, tentu memerlukan contoh. Dalam hal ini, dibutuhkan contohcontoh dari Nabi. Melalui perilaku dan ucapan Nabi tersebut, manusia dapat memahami apa yang menjadi kehendak Allah Ta’ala itu. Oleh karena itu, Nabi dan Rasul patut dicontoh dalam melaksanakan syariah. Menurut Yusuf Al-Qardhawi, kesempurnaan syariah Islam tampak dalam menembus kedalaman berbagai problema dengan segenap penyelesaiannya, memandangnya dengan sebuah pandangan yang mencakup dan menyeluruh, berdasarkan pengetahuan tentang kondisi, hakikat, motivasi dan keinginan jiwa manusia, berdasarkan pada situasi dan kondisi kehidupan manusia dan aneka ragam kebutuhan maupun gejolak jiwanya, serta berusaha untuk menghubungkannya dengan nilai-nilai agama dan akhlak.6 Apabila kita perhatikan seluruh isi Al-Qur`an, maka tampak jelas bahwa hukum-hukum yang ada di dalamnya sarat dengan kondisi. Artinya tidak terpisah dari kenyataan hidup yang dihadapi manusia pada saat itu. Al-Qur`an tidak bersifat utopis (tidak berdiri di ruang kosong), tetapi benar-benar realistis. Oleh karena itu, kita dapat melihat sisi fleksibelitas teknis pelaksanaan dari hukum tersebut.
Orang yang mengetahui hal ini dengan baik, maka ia akan mampu memahami posisi dan kehebatan syariah Islam dalam berbagai persoalan. Sebenarnya cacat manusia, karena hanya melihat salah satu aspek saja, mengabaikan aspek lainnya. Atau juga kerena kaku memahami maqasid al-syar’i (tujuan hukum) tersebut. Berikut ini, beberapa prinsip dasar syariah Islam yang bersifat kontekstual (waqi’iyyah), seperti: 1.
Syariah Islam memerhatikan fitrah manusia.
2.
Syariah Islam mengatur hukum dalam realitas kehidupan dan kebutuhan manusia.
3.
Syariah Islam memertimbangkan sisi darurat yang sewaktu-waktu terjadi pada manusia.
4.
Syariah Islam mendorong agar kebutuhan manusia disalurkan melalui jalan yang benar, karena pada dasarnya manusia menyukai kebenaran.
Atas dasar kontekstualisasi tersebut, syariah Islam mengandung prinsip umum, yaitu: 1.
Memudahkan dan menghilangkan kesulitan;
2.
Memerhatikan tahapan waktu dalam pelaksanaanya
3.
Memerhatikan realitas situasi dan kondisi.
Syariah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah disebut dengan ‘ibadah, sedangkan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia atau alam lainnya disebut muamalah. Semua itu adalah hukum-hukum Allah Ta’ala untuk keselamatan hidup manusia. Syariah Islam yang mengatur kehidupan manusia di dunia dalam rangka mencapai kebahagiaannya di dunia dan akhirat.
6 Yusuf Al-Qardhawi, Karakteristik Islam: Kajian Analitik, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hlm. 137.
124 Bab 4| Substansi Syariah Islam
Pendidikan Agama Islam 125
B. Memahami Syariah dan Fikih Terkadang masih ada orang yang menyamakan syariah dengan fikih. Salah kaprahnya ketika menyebut kata syariah padahal yang dimaksud sebenarnya adalah fikih. Apalagi istilah syariah sekarang banyak dipakai dalam perbankan, seperti Bank Syariah. Hal ini tentu baik dan menunjukkan makin populernya istilah syariah. Akan tetapi, secara keilmuan perlu dipahami apa itu syariah dan apa itu fikih. Kata syariah mempunyai makna hukum yang suci sepenuhnya, dan mengandung nilai-nilai uluhiyah, sedangkan fikih merupakan ilmu tentang syariah. Kata syariah mengingatkan kita kepada wahyu dan/atau Sunnah Nabi, sedangkan fikih mengingatkan kita kepada ilmu hasil ijtihad.7 Tata kehidupan seorang Muslim diatur dengan hukumhukum syariah berdasarkan Al-Qur`an dan al-Sunnah. Hukum syariah tersebut dikodifikasikan secara lebih jelas, rinci dan operasional melalui ijtihad oleh para ulama. Hasil kodifikasi hukum syariah ini disebut fikih. Fikih pada awalnya, bermakna pemahaman. Kemudian berkembang menjadi disiplin ilmu tersendiri yang disebut ilmu fikih. Ilmu fikih ini diturunkan dan disusun dari syariah Islam. Fikih Islam tak ubahnya bagaikan wujud material yang tumbuh dari sesuatu yang sudah ada. Fikih mencapai kesempurnaan tidak secara sekaligus, melainkan tumbuh secara bertahap dari sesuatu yang telah ada sebelumnya sampai mencapai puncak kematangan dan kesempurnaan. Hal ini mencerminkan perkembangan ilmu manusia. 7 Lihat A. Djazuli, Ilmu Fiqh: Sebuah Pengantar, (Bandung: Orba Sakti, 1993), hlm. 25.
126 Bab 4| Substansi Syariah Islam
Bangsa Arab telah mengenal kata syariah jauh sebelum kata fikih. Kata syara’a dan turunannya disebutkan dalam banyak ayat Al-Qur`an. Allah Swt. berfirman: “Kemudian Kami jadikan kamu di atas satu syariah, maka ikutilah ia”. Pengertian syariah dalam ayat ini digunakan sebagai imbangan bagi syariah Nabi Musa dan syariah Nabi Isa. Dalam ayat tersebut kata syariah berarti agama secara umum. Sementara kata fikih dalam pengertiannya yang kita kenal sekarang ini baru dikenal dalam bahasa Arab setelah (pasca) periode awal Islam. Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah mengatakan: “Fikih adalah pengetahuan tentang hukum-hukum Allah mengenai perbuatan-perbuatan orang-orang mukallaf sebagai wajib, haram, sunat, makruh, dan mubah. Hukum-hukum itu diambil dari Al-Qur`an, Sunnah Nabi dan dalil-dalil yang ditetapkan oleh perbuatan hukum (syar’i) untuk mengetahuinya. Jika hukum-hukum tersebut digali dari dalildalil itu maka itulah yang dinamakan fikih. Pada awal Islam, menurut Ibnu Khaldun bahwa orang-orang yang menggali hukum-hukum itu dikenal dengan nama qurra’ untuk membedakan dari orang-orang yang tidak bisa membaca Al-Qur`an. Kemudian wilayah kekuasaan Islam meluas dan lantaran mempelajari Al-Qur`an, orang-orang Arab tidak buta huruf. Hal ini memungkinkan mereka untuk melakukan penggalian hukum. Akhirnya fikih menjadi sempurna dan menjadi suatu keahlian serta disiplin ilmu tersendiri, dan nama qurra’ (para pembaca) diganti dengan fuqaha.8 Jadi, fikih berisi peraturan-peraturan pelaksanaan yang memberi pegangan dan pedoman dalam berperilaku. Hukum syariah yang telah dikodifikasikan secara luas yang berkaitan dengan aspek ibadah dalam bentuk fikih ibadah. Sedangkan Lihat Ibn Khaldun, Mukaddimah, Mathba’at al-Taqaddum, 1322 H., hlm. 353. 8
Pendidikan Agama Islam 127
yang berkaitan dengan aspek sosial kemasyarakatan dikodifikasi dalam bentuk fikih muamalah.
dari Nabi itulah yang lebih patut kamu turuti dan jangan kamu bertaklid kepadaku”.
Kitab-kitab fikih itu telah disusun oleh banyak ulama menurut metode masing-masing. Tetapi ada empat pakar fikih yang diikuti kebanyakan kalangan Sunni hingga sekarang, yaitu:
Imam Ahmad berkata:
1.
Fikih Hanafi, disusun oleh Abu Hanifah;
2.
Fikih Maliki, disusun oleh Imam Malik bin Anas;
3.
Fikih Syafi’i, disusun oleh Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i;
4.
Fikih Hambali, disusun oleh Imam Ahmad bin Hambal.
Penyusunan Fikih yang empat di atas sudah selesai dalam dua abad pertama sesudah Rasulullah. Berkaitan dengan ilmu fikih sebagai hasil ijtihad, para Imam Mazhab menganjurkan para generasi selanjutnya jangan bertaklid buta. Artinya harus terus mengembangkan ijtihad untuk melahirkan ilmu fikih baru. Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf berkata: “Tidak boleh bagi seseorang berkata dengan perkataan kami sehingga ia mengetahui dari mana kami ambil perkataaan kami itu”. Imam Malik berkata: “Aku ini hanya seorang manusia mungkin salah dan mungkin benar, oleh sebab itu periksalah pendapatku itu. Semua yang sesuai dengan Al-Qur`an dan Al-Sunnah ambilah ia dan segala yang tidak sesuai tinggalkanlah”.
“Jangan kamu bertaklid kepadaku, jangan pula kepada Malik, Syafi’i, dan Ats-Tsaury, dan ambillah hukum itu dari tempat mereka mengambil”.9 Dalam fikih khususnya terhadap masalah furu’iyyah, (masalah cabang) banyak terjadi perbedaan pendapat atau ikhtilaf. Ikhtilaf di antara umat sebenarnya dapat menjadi rahmat, karena dengan ikhtilaf itu semua orang dapat saling memberikan nasihat tentang kebenaran dan kesabaran. Akan tetapi, akibat kejahilan manusia, perbedaan pendapat itu sering mengarah pada perpecahan. Seperti umat Islam sekarang terkesan berpecah belah akibat perbedaan fikih yang dipakai. Padahal itu masalah kecil (cabang) jika dilihat dari kebesaran Allah dan keluasan Syariah Islam. Saat ini di dunia Islam, seluruh Afrika Utara dan Afrika Barat mengikuti mazhab Maliki yang paling dekat dengan Madinah. Sejumlah orang di Suriah dan Arab Saudi mengikuti mazhab Hambali yang paling ketat mentaati Al-Qur`an dan Sunnah. Mazhab Syafi’i diikuti oleh sebagian besar warga Mesir dan mayoritas masyarakat Asia Tenggara, yakni Indonesia dan Malaysia. Mazhab Hanafi sebagai mazhab terkemuka pada masa Utsmaniyah, dianut oleh Bangsa Turki dan anak Benua India. Mazhab Ja’fari, satu-satunya mazhab Syi’ah, berkembang di Iran, Irak, dan Lebanon.10
Imam Syafi’i berkata: “Apa yang telah aku katakan, padahal Nabi telah berkata berlainan dengan perkataan itu, maka apa yang shahih diterima 128 Bab 4| Substansi Syariah Islam
9
Lihat M. Ali Hasan, Op.Cit., hlm. 43-44. Seyyed Hosein Nasr, Op.Cit., hlm.58
10
Pendidikan Agama Islam 129
C. Kandungan Syariah Syariah biasanya dibagi menjadi dua subjek yang berhubungan dengan ibadah yang disebut ibadat dan yang berhubungan dengan kemasyarakatan yang disebut mu’amalat. Dengan menganalisis subjek-subjek tersebut, kita dapat melihat bahwa syariah bukan hanya mencakup kehidupan beragama secara pribadi, tetapi juga menyentuh aktivitas manusia secara kolektif seperti ekonomi, sosial, politik, budaya, kedokteran, pendidikan, teknologi, dan lain-lain. Syariah dalam aspek pertama, yaitu ibadah merupakan perbuatan paling inti dalam Islam, yaitu shalat, zakat, puasa, dan haji. Seluruh mazhab fikih memaparkan secara rinci ajaran yang berkaitan dengan ibadah-ibadah tersebut. Aspek ibadah ini menyangkut kondisi internal dan eksternal agar tetap terlaksana dalam keadaan apa pun, tetapi tidak menjadikan sebagai beban. Karena yang utama dari aspek ibadah adalah kebutuhan manusia itu sendiri yang dapat diterima oleh Allah Swt. sebagai amal kebaikan. Pembahasan tentang ibadah ini akan dikaji secara luas dan mendalam dalam bab tersendiri. Syariah dalam aspek kedua, yaitu muamalah merupakan aplikasi dari ibadah dalam hidup bermasyarakat. Buah dari ibadah adalah tercermin dalam bermu’amalah. Syariah dalam bidang muamalah ini jauh lebih luas kajiannya, karena meliputi seluruh aktivitas manusia. Dengan demikian, tidak mungkin menolak syariah bagi seorang Muslim yang menerima Islam sebagai agama. Mengingat luasnya kajian tentang muamalah ini, maka di dalam buku ini sebagai bahan perkuliahan di perguruan tinggi belum cukup untuk disajikan, kecuali munakahat. Hal ini diperlukan lanjutan
130 Bab 4| Substansi Syariah Islam
kuliah agama Islam dengan arah kurikulum pada Islam Disiplin Ilmu (IDI), seperti Hukum Islam, Ekonomi Islam, Politik Islam, Sosiologi Islam, Kedokteran Islam, Pertanian Islam, Pendidikan Islam, Olahraga Islam, Seni Budaya Islam, Teknologi Islam, dan seterusnya. Semua ini dikaji dalam perspektif Islam, sehingga lahir para ilmuwan Muslim dalam berbagai cabang ilmu sesuai jurusan masing-masing. Sebagai bahan penegasan dalam aspek ibadah, hal pokok yang diwajibkan itu termuat dalam rukun Islam, yaitu shalat, zakat, puasa, dan haji. Kewajiban ini menduduki posisi yang paling tinggi dalam Al-Qur`an. Shalat merupakan kewajiban pertama yang diperintahkan kepada Nabi. Banyak alasan mengapa shalat begitu penting. Shalat merupakan langkah permulaan dalam mencapai kemajuan rohani. Bahkan shalat disebut mi’raj; kenaikan rohani yang paling tinggi. Shalat menjauhkan manusia dari kejahatan, sehingga memungkinkan dapat mencapai kesempurnaan. Shalat membantu mewujudkan sifat ketuhanan dalam batin. Terwujudnya sifat ketuhanan bukan saja mendorong manusia untuk berbuat tanpa pamrih kepada sesamanya, melainkan pula memungkinkan manusia mencapai derajat rohani dan akhlak yang paling sempurna. Shalat menghilangkan perbedaan pangkat, warna kulit, dan kebangsaan, bahkan jauh dari itu alat menggalang persatuan. Hal ini menjadi landasan untuk menghayati kemajuan peradaban manusia. Jika kita telaah ayat permulaan Al-Qur`an, shalat dapat memperkembangkan diri sendiri. Orang yang beriman, mendirikan shalat, dan menjalankan zakat berada pada jalan yang benar, mereka adalah orang-orang yang muflihun. Perhatikan QS Al-Baqarah [2]: 3-5: Pendidikan Agama Islam 131
ﻢ ـﺎﻫﺯ ﹾﻗﻨ ﺭ ـﺎﻣﻤ ﻭ ـﻠﹶﺎ ﹶﺓﻮ ﹶﻥ ﺍﻟﺼﻴﻤﻘﻭﻳ ﺐ ﻴ ﹺﻐ ﻮ ﹶﻥ ﺑﹺﺎﹾﻟﻣﻨ ﺆ ﻳ ﻦ ﻳﺍﱠﻟﺬ ﻚ ﻠﺒﻦ ﹶﻗ ﻣ ﻧ ﹺﺰ ﹶﻝﺎ ﺃﹸﻭﻣ ﻚ ﻴﻧ ﹺﺰ ﹶﻝ ﹺﺇﹶﻟﺎ ﺃﹸﻮ ﹶﻥ ﹺﺑﻤﻣﻨ ﺆ ﻳ ﻦ ﻳﺍﱠﻟﺬ(ﻭ3)ﻔﻘﹸﻮ ﹶﻥ ﻨﻳ ﻚ ﺌﻭﺃﹸﻭﹶﻟ ﻢ ﺑ ﹺﻬﺭ ﻦ ﻣ ﻯﻫﺪ ﻋﻠﹶﻰ ﻚ ﺌ(ﺃﹸﻭﹶﻟ4)ﻮ ﹶﻥﻗﻨﻮﻢ ﻳ ﻫ ﺓ ﺮ ﺧ ﻭﺑﹺﺎﻟﹾﺂ (5) ﻮ ﹶﻥﻠﺤﻤ ﹾﻔ ﻢ ﺍﹾﻟ ﻫ (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab (AlQur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. Kata muflihun berakar dari falaha artinya sukses dan tercapainya sesuatu yang diinginkan secara smpurna. Falah itu ada dua macam, pertama bertalian dengan kehidupan dunia, dan kedua berkaitan dengan kehidupan akhirat. Yang pertama berarti tercapainya hal-hal yang baik yang membuat kehidupan dunia. Manifestasinya serba kecukupan dan terhormat. Yang kedua berarti tercapainya kehormatan yang tidak pernah mengenal kehinaan. Kedudukan shalat dalam perkembangan batin manusia begitu penting, hingga pada tiap-tiap adzan dan iqamah, seruan hayya ‘alash shalah (mari menjalankan shalat) selalu disusul dengan seruan hayya ‘alal falah (mari menuju falah/ kemenangan). Ini menunjukkan bahwa perkembangan diri itu dicapai dengan melalui shalat. Dalam ayat lain, sungguh beruntung (aflaha) kaum Mukmin yang khusyu dalam shalatnya. Perhatikan QS AlMukminun [23]: 1-2:
132 Bab 4| Substansi Syariah Islam
(2)ﻮ ﹶﻥﺷﻌ ﺎﻢ ﺧ ﺗ ﹺﻬﺻﻠﹶﺎ ﻲﻢ ﻓ ﻫ ﻦ ﻳ(ﺍﱠﻟﺬ1)ﻮ ﹶﻥﻣﻨ ﺆ ﻤ ﺢ ﺍﹾﻟ ﺪ ﹶﺃ ﹾﻓﹶﻠ ﹶﻗ Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam shalatnya. Iman kepada Allah adalah asas pokok tiap-tiap agama. Tetapi, tujuan agama bukan sekadar mengajarkan adanya Allah secara teori, melainkan lebih dari itu untuk menanamkan keyakinan bahwa Allah Swt. adalah daya kekuatan bagi kehidupan manusia. Sarana untuk mencapai tujuan besar tersebut adalah shalat. Wujudkan daya kekuatan dalam batin melalui shalat. Mohonlah pertolongan dengan jalan sabar dan shalat; sesungguhnya ini adalah berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu, yaitu orang yang tahu bahwa mereka akan bertemu dengan Tuhan mereka, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya (QS Al-Baqarah [2]: 45-46). Perkembangan daya kemampuan manusia itu tergantung kepada sucinya batin manusia. Sungguh beruntung orang yang menyucikan hatinya. Shalat sebagai sarana pokok dalam menyucikan hati. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar (QS Al-Ankabut [29]: 45). Perbuatan baik itu akan menghapuskan perbuatan buruk (QS Hud [11]: 14). Shalat dapat dijalankan dengan sendirian atau berjamaah. Shalat bisa dijalankan sendirian bermakna memperkembangkan rohani pribadi. Tetapi yang dijalankan dengan jamaah memiliki makna shalat mengandung tujuan persatuan umat. Dalam shalat hilanglah perbedaan-perbedaan teknis seperti jabatan, suku, kaya-miskin, cantik-biasa, penguasa-rakyat, dan seterusnya. Semuanya berdampingan karena yang membedakan sesungguhnya adalah ketakwaan. Bagi mereka yang mampu berdampingan bersama akan merasakan kebahagiaan. Pendidikan Agama Islam 133
Syariah adalah aturan-aturan Allah yang berisi perintah Allah untuk ditaati dan dilaksanakan, serta aturan-aturan tentang larangan Allah untuk dijauhi dan dihindarkan. Ketaatan terhadap aturan menunjukkan ketundukan manusia terhadap Allah dan penghambaan manusia kepada-Nya. Tanpa melaksanakan syariah, maka manusia tidak akan sampai pada posisi sebagai hamba Allah yang baik dan benar.
Bahasa yang dipakai dalam shalat yaitu bahasa AlQur`an dan bahasa Arab. Ada orang yang paham artinya dan ada juga yang tidak. Tetapi, perlu kita sadari bahwa dalam shalat itu memuat komunikasi kita dengan Allah. Sudah sewajarnya kalau kita akan mencurahkan isi hati di hadapan Allah dengan bahasa yang dimengerti. Dalam shalat diberi keleluasaan untuk membuka isi hati. Seandainya ada orang yang tidak mengerti akan arti kalimat yang dibacakan waktu shalat, namun ia sadar bahwa ia sedang shalat, ruku dan sujud, maka dengan gerakan itu pun sudah termasuk komunikasi ia dengan Allah. Artinya, ada yang menggunakan dengan bahasa verbal, dan ada juga yang menggunakan dengan tubuh atau isyarat. Namun yang lebih baik adalah mereka yang mengerti seluruh bacaan shalat. Ini sudah diatur dalam Islam.
2.
Manusia sebagai khalifah Allah harus mengikuti hukum Allah yang diwakilinya. Kalau melampaui batas bukan lagi wakil. Maka dari itu, syariah Islam memberikan batasan yang jelas dari kebebasan yang dimiliki manusia. Dengan demikian, kekhalifahan manusia diatur dalam tatanan pencapaian kesejahteraan lahir-batin manusia dan terhindar dari kesesatan sejalan dengan kehendak Allah Swt.
D. Fungsi Syariah Tidak dapat disangkal bahwa hukum merupakan landasan tatanan berdirinya suatu bangsa. Akan tetapi, hukum jika tidak dipikirkan implementasinya, hanya akan melahirkan kebekuan. Dalam hukum perlu memecahkan masalah-masalah zaman yang terus ada dan berganti-ganti dari waktu ke waktu. Hal ini perlu dipikirkan dan dikerjakan sungguh-sungguh dan terus-menerus. Hukum-hukum Allah jauh lebih efektif untuk mencegah segala bentuk kejahatan yang merajalela. Di samping itu, bukan hanya mencegah kejahatan melainkan mengarahkan pada kebaikan. Berikut ini beberapa fungsi syariah, yaitu: 1.
Menghantarkan manusia sebagai hamba Allah yang mukhlis
134 Bab 4| Substansi Syariah Islam
Menghantarkan manusia sebagai khalifah Allah Swt.
3.
Menunjukkan kebahagiaan dunia dan akhirat Syariah Islam mengarahkan manusia pada jalan yang lurus menuju sumber kebenaran. Dengan syariah Islam, manusia dapat mencapai tujuan hidup yang hakiki. Dengan syariah, manusia dapat memilah dan memilih jalan yang akan ditempuhnya sesuai dengan daya kemampuan sehingga apa pun akan dipertanggungjawabkannya sendiri di hadapan Allah Ta’ala.
E. Syariah Islam dari Masa ke Masa Allah pada mulanya menurunkan berbagai syariah kepada nabi-nabi dengan memerhatikan keadaan berbagai umat dan zamannya. Tatkala semua itu telah selesai ditangani
Pendidikan Agama Islam 135
oleh nabi-nabi terdahulu, datanglah di akhir mereka penghulu dan penutup dengan membawa undang-undang yang menyeluruh sampai pada hari kiamat.11 Masyarakat Islam pada zaman terdahulu hidup dengan kehadiran realitas yang menyelami Al-Qur`an dan perilaku Nabi yang dicontohkan, baik oleh para sahabat atau generasi pertama sesudah mereka. Pada periode awal generasi sahabat belum ada kodifikasi mazhab fikih. Berbagai interpretasi syariah dan syariah itu sendiri belum dikodifikasikan dan dirumuskan dalam kitabkitab fikih, tetapi realitasnya benar-benar telah terwujud. Misalnya, cara masyarakat bertingkah laku sudah diatur sedemikian rupa. Secara alamiah masyarakat Arab dahulu telah mengenal hukum-hukum yang mengatur kehidupan dan hubungan kemasyarakatan mereka. Akan tetapi, hukum-hukum itu tidak ditetapkan oleh suatu kekuasaan legislatif seperti yang terjadi sesudah ajaran Al-Qur`an dan Al-Sunnah Nabi, tetapi merupakan tradisi dan adat istiadat yang sebagian besarnya diambil dari negara-negara tetangga yang mempunyai hubungan dengan mereka. Misalnya, Syria yang menerapkan hukum Romawi sedangkan Irak mempraktikkan hukum Persia. Bangsa Arab, mengambil dari Yastrib yang kemudian dikenal dengan Madinah tempat tinggal masyarakat Yahudi yang menganut hukum-hukum dari syariah Nabi Musa a.s. Selanjutnya dari sejarah bangsa-bangsa, kita mengetahui bahwa setiap masyarakat betapapun tingkat kebudayaan dan intelektualnya, mempunyai kaidah-kaidah hukum yang
Abul A’la Al-Maududi, Prinsip-prinsip Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1985), hlm. 124. 11
136 Bab 4| Substansi Syariah Islam
mengatur hubungan perdagangan dan transaksi-transaksi finansial, mengatur masalah-masalah perseorangan dalam membangun keluarga seperti perkawinan dan lain-lain, mengatur tindak pidana kejahatan dengan menetapkan hukuman yang dapat membuat jera pelakunya dan yang mengatur masalah-masalah kehidupan yang lain. Masyarakat Arab di semenanjung Arabia, tidak dikecualikan dari kenyataan di atas yang menjadi landasan kehidupan pribadi, bangsa, masyarakat, dan kebudayaan manusia. Dari sejarah kita mengetahui bahwa bangsa Arab di zaman Jahiliah mengenal banyak hukum yang menjadi landasan masyarakat mereka yang meliputi berbagai bidang, yang pada saat berikutnya ada yang direvisi Islam dengan hukum-hukum yang dibawa Rasulullah Muhammad Saw. Rasulullah menetapkan berlakunya tidak sedikit dari hukum mereka itu yang telah mengkristal menjadi tradisi yang mereka anut. Islam tidak mengganti semua tradisi bangsa Arab secara radikal. Karena itu, kita dapat mengatakan bahwa Islam datang pada satu masyarakat yang telah memiliki tradisi dan hukum-hukum. Masyarakat Arab mengenal banyak macam transaksi seperti jual-beli, gadai, dan sewa menyewa. Di dalam AlQur`an dan Sunnah Rasul, Islam menetapkan tidak sedikit macam transaksi itu yang dipandang baik untuk dilestarikan dan seraya membuang yang tidak baik. Ukuran tidak baik itu adalah dampak dari hukum tersebut pada kepentingan bersama dan kemaslahatan umat secara keseluruhan dengan tidak memihak pada orang kaya maupun yang miskin. Misalnya, riba adalah salah satu transaksi yang dilarang dalam ajaran Al-Qur`an dan Sunnah Rasul karena
Pendidikan Agama Islam 137
mengandung unsur mengambil harta orang lain dengan jalan bathil. Begitu pula Islam melarang beberapa hubungan jualbeli yang menyebabkan penipuan dan persengketaan. Masyarakat Arab juga telah mengenal sewa menyewa dan bagi hasil (mudharabah). Akad-akad ini dilestarikan oleh Islam karena dampaknya positif dan dibutuhkan dalam kehidupan praktis. Kemudian fikih di masa-masa berikutnya membuat kaidah, syarat, dan batas-batasnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga secara bersama-sama kemaslahatan kedua belah pihak yang mengadakan transaksi dalam batas-batas yang telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya. Perkembangan selanjutnya, muncul peluang makin besar terjadinya interpretasi yang beragam terhadap hukum Allah. Kosekuensinya perlu mendasarkan pada sumber pokok kembar Al-Qur`an dan Al-Sunnah yang secara berangsurangsur para fuqaha (ahli hukum) mulai menggali metode pengumpulan prinsip-prinsip tertentu melalui ijtihad seperti yang dikenal dalam mazhab fikih. Jadi, sejak dahulu umat manusia membutuhkan syariah. Tanpa syariah, kehidupan manusia akan kacau karena jika sepenuhnya hukum diserahkan pada kebebasan akal manusia akan terjadi inkonsistensi (kerancuan), karena hasil akal yang satu dengan lainnya bisa berbeda secara tajam. Akan tetapi, dengan panduan syariah itu manusia dapat menemukan titik temu persamaannya. Berdasarkan hal itu, hingga sekarang dan akan datang jelas kebutuhan manusia terhadap syariat Islam untuk mengatur pola hidup dan kehidupan yang harmonis dalam segala bidang (shalat, zakat, puasa, haji, ekonomi, politik, pendidikan, teknologi, dan lain-lain) dan diridhai Allah Ta’ala. Hal ini dijelaskan dalam syariah Islam.
138 Bab 4| Substansi Syariah Islam
BAB 5 IMPLEMENTASI AKHLAK ISLAM
A. Pengertian Akhlak Islam Akhlak Islam dapat dikatakan sebagai akhlak yang islami adalah akhlak yang bersumber pada ajaran Allah dan RasulNya. Akhlak islami ini merupakan amal perbuatan yang sifatnya terbuka sehingga dapat menjadi indikator seseorang apakah seorang Muslim yang baik atau buruk. Akhlak ini merupakan buah dari akidah dan syariah yang benar. Secara mendasar, akhlak ini erat kaitannya dengan kejadian manusia yaitu Khaliq (pencipta) dan makhluq (yang diciptakan). Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak yaitu untuk memperbaiki hubungan makhluq (manusia) dengan Khaliq (Allah Ta’ala) dan hubungan baik antara makhluq dengan makhluq. Kata “menyempurnakan” berarti akhlak itu bertingkat, sehingga perlu disempurnakan. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak bermacam-macam, dari akhlak sangat buruk, buruk, sedang, baik, baik sekali hingga sempurna. Rasulullah
Pendidikan Agama Islam 139
sebelum bertugas menyempurnakan akhlak, beliau sendiri sudah berakhlak sempurna. Perhatikan firman Allah Ta’ala dalam Surah Al-Qalam [68]: 4 :
ﻴ ﹴﻢﻋﻈ ﻠﹸ ﹴﻖﻠﻰ ﺧﻚ ﹶﻟﻌ ﻧﻭﹺﺇ Sesungguhnya engkau (Muhammad) mempunyai akhlak yang agung. Dalam ayat di atas, Allah Swt. sudah menegaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. mempunyai akhlak yang agung. Hal ini menjadi syarat pokok bagi siapa pun yang bertugas untuk memperbaiki akhlak orang lain. Logikanya, tidak mungkin bisa memperbaiki akhlak orang lain kecuali dirinya sendiri sudah baik akhlaknya. Karena akhlak yang sempurna itu, Rasulullah Saw. patut dijadikan uswah al-hasanah (teladan yang baik). Firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Ahzab [33]: 21:
ﻮﺮﺟ ﻳ ﻦ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﻤ ﻟ ﻨ ﹲﺔﺴ ﺣ ﻮ ﹲﺓ ﺳ ﻪ ﹸﺃ ﻮ ﹺﻝ ﺍﻟﻠﱠﺭﺳ ﻲﻢ ﻓ ﺪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﹶﻟ ﹸﻜ ﹶﻟ ﹶﻘ ﺍﺜﲑﻪ ﹶﻛ ﺮ ﺍﻟﻠﱠ ﻭ ﹶﺫ ﹶﻛ ﺮ ﺧ ﻡ ﺍﻟﹾﺂ ﻮ ﻴﺍﹾﻟﻪ ﻭ ﺍﻟﻠﱠ Sesungguhnya pribadi Rasulullah merupakan teladan yang baik untuk kamu dan untuk orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari akhirat dan mengingat Allah sebanyak-banyaknya. Berdasarkan ayat di atas, orang yang benar-benar ingin bertemu dengan Allah dan mendapatkan kemenangan di akhirat, maka Rasulullah Saw. yang dijadikan contohnya. Rasulullah Saw. adalah teladan yang paling baik. Tampak jelas bahwa akhlak itu memiliki dua sasaran: Pertama, akhlak dengan Allah. Kedua, akhlak dengan sesama makhluk. Oleh karena itu, tidak benar kalau masalah akhlak hanya dikaitkan dengan masalah hubungan antara manusia saja. 140 Bab 5| Implementasi Akhlak Islam
Atas dasar itu, maka benar akar akhlak adalah akidah dan pohonnya adalah syariah. Akhlak itu sudah menjadi buahnya. Buah itu akan rusak jika pohonnya rusak, dan pohonnya akan rusak jika akarnya rusak. Oleh karena itu akar, pohon, dan buah harus dipelihara dengan baik. Bagi Nabi Muhammad Saw., Al-Qur`an sebagai cerminan berakhlak. Orang yang berpegang teguh pada Al-Qur`an dan melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, maka sudah termasuk meneladani akhlak Rasulullah. Sumber akhlak adalah Al-Qur`an. Adapun indikator akhlak yang bersumber dari Al-Qur`an yaitu: 1.
kebaikannya bersifat mutlak (al-khairiyyah al-muthlaq), yaitu kebaikan yang terkandung dalam akhlak merupakan kebaikan murni dalam lingkungan, keadaan, waktu, dan tempat apa saja;
2.
kebaikannya bersifat menyeluruh (as-shalahiyyah alammah), yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya kebaikan untuk seluruh umat manusia;
3.
implementasinya bersifat wajib (al-ilzam al-mustajab), yaitu merupakan hukum tingkah laku yang harus dilaksanakan sehingga ada sanksi hukum;
4.
pengawasan bersifat menyeluruh (al-raqabah al-muhitah), yaitu melibatkan pengawasan Allah Swt. dan manusia lainnya, karena sumbernya dari Allah Swt.1
Selanjutnya, mari kita pelajari pengertian akhlak secara istilah. Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak yaitu sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan 1 Bandingkan dengan Ensiklopedi Islam, Jilid I , (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 102-103.
Pendidikan Agama Islam 141
perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.2 Sejalan dengan itu, Ibrahim Anis mengatakan: “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan baik dan buruk tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. 3 Demikian pula, Imam Al-Ghazali mengatakan: “Suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dan mudah dilakukan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan lebih lama.4 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah sifat yang sudah tertanam dalam jiwa yang mendorong perilaku seseorang dengan mudah sehingga menjadi perilaku kebiasaan. Jika sifat tersebut melahirkan suatu perilaku yang terpuji menurut akal dan agama dinamakan akhlak baik (akhlak mahmudah). Sebaliknya, jika ia melahirkan tindakan yang jahat, maka disebut akhlak buruk (akhlak mazmumah).
Karena akhlak merupakan suatu keadaan yang melekat dalam jiwa, maka perbuatan dikatakan akhlak jika terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut. 1.
Perbuatan itu dilakukan berulang-ulang. Jika seseorang melakukan perbuatan tertentu hanya dilakukan sesekali saja, maka belum dapat disebut akhlak. Tapi ini baru disebut perilaku saja. Apabila perilaku ini dilakukan berulang kali sehingga menjadi kebiasaan dalam dirinya, baru disebut akhlak. Sebab, perbuatan sesekali itu, mungkin hanya karena kondisi yang memaksa melakukan demikian. Orang mencuri karena terpaksa dalam keadaan lapar tak tertahankan, bukan berarti ia berakhlak buruk. Akan tetapi, apabila orang tersebut berulang kali mencuri, maka dapat dinilai bahwa akhlak dia buruk.
2.
Perbuatan itu timbul dengan sangat mudah tanpa berpikir panjang terlebih dahulu sehingga berperilaku spontan. Misalnya, pekerjaan shalat. Orang yang berakhlak baik dalam shalat akan melakukannya dengan mudah tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar shalat. Ia tidak berpikir-pikir lagi apakah ia harus shalat atau tidak. Sebaliknya, apabila ia shalat tapi karena riya, tentu tidak dapat disebut berakhlak baik walaupun shalatnya dikerjakan. Jadi, akhlak bukan sekadar perbuatannya.
Menurut Al-Abrasyi, pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan Islam. Usaha maksimal untuk mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari proses pendidikan Islam.5 Oleh karena itu, pendidikan akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam pendidikan Islam, sehingga setiap aspek proses pendidikan Islam selalu dikaitkan dengan pembinaan akhlak yang mulia.
2 Ibnu Miskawaih, Tahzib al-Akhlak wa Tathhit al-A’raq, (Mesir: AlMathba’ah al-Mishriyyah, 1934), hlm. 40. 3 Ibrahim Anis, Al-Mu’jam al-Wasith, (Mesir: Dar Al-Ma’arif, 1972), hlm. 202. 4 Imam Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, Jilid III, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t). hlm. 56. 5 M. Athiyah Al-Abrasyi, Tarbiyah al-Islamiyah wa Falsafatuh, (Kairo: Isal Babiyul Hilbi wa Syirkah, 1969), hlm. 10
142 Bab 5| Implementasi Akhlak Islam
Adapun hal-hal yang perlu dibiasakan sebagai akhlak yang terpuji dalam Islam, antara lain: 1.
Berani dalam kebaikan, berkata benar serta menciptakan manfaat, baik bagi diri maupun orang lain;
2.
Adil dalam memutuskan hukum tanpa membedakan kedudukan, status sosial ekonomi, maupun kekerabatan;
3.
Arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan; Pendidikan Agama Islam 143
4.
Pemurah dan suka menafkahkan rezeki baik ketika lapang maupun sempit;
5.
Ikhlas dalam beramal semata-mata demi meraih rida Allah;
6.
Cepat bertobat kepada Allah ketika berdosa;
7.
Jujur dan amanah;
8.
Tidak berkeluh kesah dalam menghadapi masalah hidup;
9.
Penuh kasih sayang;
10. Lapang hati dan tidak balas dendam; 11. Menjaga diri dari perbuatan yang menghancurkan kehormatan dan kesucian diri;
tatkala rasa lapar lebih besar dibandingkan jumlah makanan yang tersedia, mau tidak mau akan terjadi pertentangan, peperangan, dan pertumpahan darah. Namun, ada satu hal yang menyelamatkan manusia yang terkadang kurang diperhatikan secara serius yaitu akhlak mulia. Akhlak mulia itu yang menghindarkan pertentangan. Akhlak mulia ini perlu diimplementasikan dalam hidup sehari-hari. Bentuk implementasinya bisa dalam ucapanucapan yang mulia (qaulan kariman) atau dalam perbuatanperbuatan terpuji (amal shaleh). Islam mengatur tata cara berakhlak mulia baik terhadap Allah, diri sendiri, keluarga, tetangga, dan lingkungan.
12. Malu melakukan perbuatan yang tidak baik;
1.
13. Rela berkorban untuk kepentingan umat dan dalam membela agama Allah.
Allah Swt. telah mengatur hidup manusia dengan adanya hukum perintah dan larangan. Hukum ini, tidak lain adalah untuk menegakkan keteraturan dan kelancaran hidup manusia itu sendiri. Dalam setiap pelaksanaan hukum tersebut terkandung nilai-nilai akhlak terhadap Allah Swt.
B. Implementasi Akhlak Islam Investasi akhlak yang baik dan budi pekerti yang luhur tidaklah terbatas sebagaimana investasi harta. Apabila harta benda ada dalam genggaman seseorang, ribuan orang yang lain akan merana karena tidak memilikinya. Bahkan investasi harta dapat menimbulkan kemarahan dan kebencian orang lain. Akan tetapi, investasi akhlak pasti menimbulkan kesenangan dan kecintaan orang lain.
Berikut ini beberapa contoh akhlak terhadap Allah Swt.: a.
Ikhlas, yaitu melaksanakan hukum Allah semata-mata hanya mengharap rida-Nya. Kita melaksanakan perintah atau larangan Allah, karena mengharap balasan terbaik dari Allah. Jadi, ikhlas itu bukan tanpa pamrih. Tetapi pamrih hanya diharapkan dari Allah berupa keridaanNya. Oleh karena itu, dalam melaksanakannya harus menjaga akhlak sebagai bukti keikhlasan menerima hukum-hukum tersebut.
b.
Khusyu’ yaitu bersatunya pikiran dengan perasaan batin dalam perbuatan yang sedang dikerjakannya.
Murtada Muthahari mengatakan, segala bentuk pertentangan itu lahir dari keterbatasan.6 Tatkala orang yang mencari jauh lebih banyak daripada harta yang dicari,
6 Lihat dalam Murthada Muthahari, Jejak-Jejak Rohani, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 140
144 Bab 5| Implementasi Akhlak Islam
Akhlak Terhadap Allah Swt.
Pendidikan Agama Islam 145
Ciri khusyu’ yaitu adanya perasaan nikmat ketika melaksanakannya. Shalat perlu dilakukan dengan khusyu’. Jika orang melakukan shalat tetapi belum merasakan nikmatnya shalat, itu pertanda belum khusyu’. Agar khusyu’ dalam shalat, sejak niat kita harus sungguh-sungguh hanya terpusat pada perbuatan yang berkaitan dengan shalat. Apa yang dibacakan oleh lidah, dimaknai oleh pikiran, diresapi oleh hati, dan difokuskan pada Allah yang sedang kita hadapi. c.
d.
e.
f.
Sabar, yaitu ketahanan mental dalam menghadapi kenyataan yang menimpa diri kita. Ahli sabar tidak akan mengenal putus asa dalam menjalankan ibadah kepada Allah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Oleh karena itu, perintah bersabar bukan perintah berdiam diri, tetapi perintah untuk terus berbuat tanpa berputus asa. Syukur, yaitu merealisasikan apa yang dianugerahkan Allah kepada kita sesuai dengan fungsinya. Semakin bersyukur kepada Allah semakin bertambah anugerahNya. Karena Allah telah menganugerahkan kebaikankebaikan kepada manusia, mulai dari penciptaan dengan segala potensinya hingga ketersediaan kebutuhan hidup, maka sudah pasti manusia wajib bersyukur. Tidak etis kalau manusia tidak bersyukur kepada Allah. Tawakkal, yaitu menyerahkan amal perbuatan kita kepada Allah untuk dinilai oleh-Nya. Setelah beramal, diserahkan dalam penilaiannya kepada Allah. Jadi, bukan penyerahan kosong, tetapi sudah berbuat terlebih dahulu baru bertawakal. Doa, yaitu memohon hanya kepada Allah. Orang yang tidak berdoa kepada Allah, karena merasa mampu dengan usahanya sendiri adalah orang yang sombong.
146 Bab 5| Implementasi Akhlak Islam
Ia tidak sadar bahwa semua itu berkat izin Allah. Jadi, doa merupakan etika bagi seorang hamba di hadapan Allah Ta’ala.
2.
Akhlak Terhadap Diri Sendiri
Islam mengajarkan agar manusia menjaga diri meliputi jasmani dan rohani. Organ tubuh kita harus dipelihara dengan memberikan konsumsi makanan yang halal dan baik. Apabila kita memakan makanan yang tidak halal dan tidak baik, berarti kita telah merusak diri sendiri. Perbuatan merusak ini termasuk berakhlak buruk. Oleh karena itu, Islam mengatur makan dan minum tidak berlebihan. Perhatikan QS Al-A’raf [7]: 31:
ﻭﻟﹶﺎ ﻮﺍﺮﺑ ﺷ ﺍﻭﻛﹸﻠﹸﻮﺍ ﻭ ﺪ ﺠ ﺴﹺ ﻣ ﺪ ﹸﻛﻞﱢ ﻨﻋ ﻢ ﺘﻜﹸﻨﺧﺬﹸﻭﺍ ﺯﹺﻳ ﻡ ﺩ ﺑﻨﹺﻲ ﺀَﺍﺎﻳ ﲔ ﻓﺴ ﹺﺮ ﺍﹾﻟﻤﺤﺐ ﻳ ﻪ ﹶﻟﺎ ﺴ ﹺﺮﻓﹸﻮﺍ ﹺﺇﻧ ﺗ Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Akal kita juga perlu dijaga dan dipelihara agar tidak tertutup oleh pikiran kotor. Jiwa harus disucikan agar menjadi orang yang beruntung. Perhatikan QS Asy-Syam [91]: 9-10:
ﺎﺎﻫﺩﺳ ﻦ ﻣ ﺏ ﺎﺪ ﺧ ﻭﹶﻗ ( )ﺎﺯﻛﱠﺎﻫ ﻦ ﻣ ﺢ ﺪ ﹶﺃ ﹾﻓﹶﻠ ﹶﻗ
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. Termasuk akhlak diri menahan pandangan dan memelihara kemaluan. Demikian pula para wanita muslimah, hendaknya menahan pandangan, memelihara kemaluan, dan jangan Pendidikan Agama Islam 147
menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak. Kemudian para wanita hendaknya menutup dadanya dengan kain kudung. Ini terutama jika berhadapan dengan orang lain yang sudah mempunyai keinginan terhadap wanita dan mengerti tentang aurat wanita. Perhatikan QS Al-Nur [24] 30-31:
ﻚ ـﻢ ﹶﺫﻟ ﻬ ﺟ ﻭﺤ ﹶﻔﻈﹸﻮﺍ ﹸﻓﺮ ﻳﻭ ﻢ ﻫ ﺎ ﹺﺭﺑﺼﻦ ﹶﺃ ﻣ ﻮﺍﻐﻀ ﻳ ﲔ ﻣﹺﻨ ﺆ ﻟ ﹾﻠﻤ ﹸﻗ ﹾﻞ ﺕ ـﺎﻣﻨ ﺆ ﻟ ﹾﻠﻤ ﻭﻗﹸـ ﹾﻞ (30)ﻮ ﹶﻥﻨﻌﺼ ﻳ ﺎﲑ ﹺﺑﻤ ﺧﹺﺒ ﻪ ﻢ ﹺﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﻬ ﺯﻛﹶﻰ ﹶﻟ ﹶﺃ ﻦﺘﻬﻨﻦ ﺯﹺﻳ ﻳﺒﺪﻳ ﻭﻟﹶﺎ ﻬﻦ ﺟ ﻭﻦ ﹸﻓﺮ ﺤ ﹶﻔ ﹾﻈ ﻳﻭ ﻦ ﻫ ﺎ ﹺﺭﺑﺼﻦ ﹶﺃ ﻣ ﻦ ﻀ ﻀ ﻐ ﻳ ﻦ ﻳﺒﺪﻳ ﻭﻟﹶﺎ ﻦ ﻮﹺﺑ ﹺﻬﺟﻴ ﻋﻠﹶﻰ ﻫﻦ ﹺﺮﻤﻦ ﹺﺑﺨ ﺑﻀ ﹺﺮ ﻴﻭﹾﻟ ﺎﻨﻬﻣ ﺮ ﻬ ﺎ ﹶﻇﹺﺇﻟﱠﺎ ﻣ ....ﻦ ﺘ ﹺﻬﻮﹶﻟﺒﻌﻟ ﹺﺇﻟﱠﺎﻦﺘﻬﻨﺯﹺﻳ Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka…. Ajaran Islam tentang menjaga kehormatan diri baik lakilaki maupun wanita ini sungguh suci dan mulia. Tidak ada dalam ajaran agama lain yang mengatur demikian cermatnya. Jika ini dilaksanakan, tidak mungkin ada perzinaan, prostitusi, dan perselingkuhan suami istri. Bukankah kita semua tahu akibat dari perzinaan, menimbulkan kehinaan dan kenistaan. Orang Islam tidak boleh hina dina, tetapi sebaliknya harus suci dan mulia. 148 Bab 5| Implementasi Akhlak Islam
Islam telah memberikan solusi bagi mereka yang sudah pantas dan tak mampu menahan kemauan sahwatnya. Pantas dan layak itu bukan diukur dari banyaknya harta yang sudah dikumpulkan. Sebab, jika mereka miskin, maka Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui, (QS Al-Nur [24]: 32). Kita kadang membatasi diri, padahal Allah memberi rezeki tanpa batas kepada siapa yang dikehendaki-Nya, (QS Al-Nur [24]: 38). Oleh karena itu, selama kita tahu hukum ketetapan dari Allah Ta’ala, kita tidak khawatir tentang rezeki. Akan tetapi, karena kebodohan kita yang menyebabkan kita hanya diselimuti oleh rasa takut dalam melakukan perbuatan yang baik. Ada orang menunda pernikahan hanya karena belum mendapat pekerjaan formal seperti pegawai negeri atau pegawai perusahaan bonafid. Akhirnya, tidak ada niat baik dan tulus dalam bergaul melainkan hanya ingin mengambil senangnya saja tanpa risiko. Padahal di dunia ini tidak ada yang bebas dari risiko. Oleh karena itu, jangan membatasi diri dalam kesempitan karena sesungguhnya Allah telah memberi kelapangan
3.
Akhlak Terhadap Keluarga
Akhlak terhadap keluarga meliputi ayah, ibu, anak, dan keturunannya. Kita harus berbuat baik pada orang tua. Ibu telah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah. Menyusui dan mengasuhnya selama 2 tahun. Bersyukurlah pada Allah dan kedua orang tua. Jika kedua orang tua kita menyuruh berbuat dosa, maka jangan diikuti, tapi tetaplah pergauli keduanya di dunia dengan baik. Dalam berkeluarga ikutilah orang-orang yang ada dalam jalan Allah.
Pendidikan Agama Islam 149
Berbuat baik pada ibu bapak walaupun beda amal perbuatan. Perhatikan QS Al-Ahqaf [46]: 15:
ﺘﻪﻌ ـﻭﺿ ﻭ ﺎﺮﻫ ﻪ ﹸﻛ ﹸﺃﻣﺘﻪﻤﹶﻠ ﺣ ﺎﺎﻧﺣﺴ ﻪ ﹺﺇ ﻳﺪ ﻟﺍﺎ ﹶﻥ ﹺﺑﻮﻧﺴﻨﺎ ﺍﹾﻟﹺﺈﻴﺻ ﻭ ﻭ ﺑﹶﻠ ﹶﻎﻭ ﻩ ﺷﺪ ﺑﹶﻠ ﹶﻎ ﹶﺃ ﻰ ﹺﺇﺫﹶﺍﺣﺘ ﺍﻬﺮ ﺷ ﻪ ﹶﺛﻠﹶﺎﺛﹸﻮ ﹶﻥ ﺎﹸﻟﻓﺼﻭ ﻤﻠﹸﻪ ﺣ ﻭ ﺎﺮﻫ ﹸﻛ ﺖ ﻤ ﻌ ﻧﻲ ﹶﺃﻚ ﺍﱠﻟﺘ ﺘﻤ ﻌ ﺮ ﹺﻧ ﺷﻜﹸ ﻋﻨﹺﻲ ﹶﺃ ﹾﻥ ﹶﺃ ﻭ ﹺﺯ ﺏ ﹶﺃ ﺭ ﻨ ﹰﺔ ﻗﹶﺎ ﹶﻝﺳ ﲔ ﻌ ﺑﺭ ﹶﺃ ﻲﻲ ﻓﺢ ﻟ ﻠﺻ ﻭﹶﺃ ﻩ ﺎﺮﺿ ﺗ ﺎﻟﺤﺎﻤ ﹶﻞ ﺻ ﻋ ﻭﹶﺃ ﹾﻥ ﹶﺃ ﻱ ﺪ ﻟﺍﻋﻠﹶﻰ ﻭ ﻭ ﻲ ﻋﹶﻠ ﲔ ﻤ ﻠﺴ ﻦ ﺍﹾﻟﻤ ﻣ ﻲﻭﹺﺇﻧ ﻚ ﻴﺖ ﹺﺇﹶﻟ ﺒﺗ ﻲﻲ ﹺﺇﻧﻳﺘﺭ ﹸﺫ Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. Di samping itu, orang tua jangan membunuh anak karena takut miskin. Perhatikan QS Al-Isra’ [17]: 31:
ﻢ ﹺﺇﻥﱠ ـﺎﻛﹸﻭﹺﺇﻳ ﻢ ﻗﹸﻬﺮﺯ ﻧ ﺤﻦ ﻧ ﻕ ﻣﻠﹶﺎ ﹴ ﻴ ﹶﺔ ﹺﺇﺸ ﺧ ﻢ ﺩ ﹸﻛ ﻭﻟﹶﺎ ﻠﹸﻮﺍ ﹶﺃﺗ ﹾﻘﺘ ﻭ ﹶﻻ ﺍﺧ ﹾﻄﺌﹰﺎ ﹶﻛﹺﺒﲑ ﻢ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﻬ ﺘﹶﻠﹶﻗ Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.
150 Bab 5| Implementasi Akhlak Islam
Dengan demikian, Islam jelas mengatur tata pergaulan hidup dalam keluarga yang saling menjaga akhlak. Sebab, dalam Islam semua anggota keluarga memiliki hak dan kewajiban yang sama-sama harus dilaksanakan. Seluruh anggota keluarga berperan untuk memberikan konstribusi menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah dan penuh rahmah. Hal ini akan terwujud hanya jika semuanya menjalankan hak dan kewajiban berlandaskan akhlakul karimah.
4.
Akhlak Terhadap Masyarakat
Islam mengajarkan agar seseorang tidak boleh memasuki rumah orang lain sebelum minta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Jika tidak ada orangnya, maka janganlah masuk. Perhatikan QS Al-Nur [24]: 27-28:
ـﻰﺣﺘ ﻢ ﺗﻜﹸـﻮﻴﺮ ﺑ ـﺎ ﹶﻏﻴﻮﺗﺑﻴ ﻠﹸﻮﺍﺪﺧ ﺗ ﻮﺍ ﻟﹶﺎﻣﻨ ﻦ ﺀَﺍ ﻳﺎ ﺍﱠﻟﺬﻳﻬﺎﹶﺃﻳ ﻢ ﻌﱠﻠﻜﹸـ ﻢ ﹶﻟ ﺮ ﹶﻟﻜﹸـ ـﺧﻴ ﻢ ﻟﻜﹸﺎ ﹶﺫﻠﻬﻫ ﻋﻠﹶﻰ ﹶﺃ ﻮﺍﺴﻠﱢﻤ ﻭﺗ ﻮﺍﺘ ﹾﺄﹺﻧﺴﺴ ﺗ ـﻰﺣﺘ ﺎﻠﹸﻮﻫﺪﺧ ﺗ ﺍ ﹶﻓﻠﹶﺎﺣﺪ ﺎ ﹶﺃﻴﻬﻭﺍ ﻓﺠﺪ ﺗ ﹺ ﻢ (ﹶﻓﹺﺈ ﹾﻥ ﹶﻟ27)ﻭ ﹶﻥﺗ ﹶﺬ ﱠﻛﺮ ﻢ ﺯﻛﹶﻰ ﹶﻟﻜﹸـ ﻮ ﹶﺃ ﻮﺍ ﻫﺭ ﹺﺟﻌ ﻮﺍ ﻓﹶﺎﺭ ﹺﺟﻌ ﺍﻴ ﹶﻞ ﹶﻟﻜﹸﻢﻭﹺﺇ ﹾﻥ ﻗ ﻢ ﺆ ﹶﺫ ﹶﻥ ﹶﻟ ﹸﻜ ﻳ ﻢ ﻴﻋﻠ ﻤﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﻌ ﺗ ﺎ ﹺﺑﻤﺍﻟﻠﱠﻪﻭ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: “Kembali (saja) lah”, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Pendidikan Agama Islam 151
Ini ajaran yang luhur, mempunyai dampak yang mendalam untuk tata kehidupan manusia. Akhlak Islami ini, jika diaplikasikan, tidak mungkin ada pencurian. Bukankah pencurian adalah perbuatan yang paling meresahkan dan merusak tali kemanusiaan. Jadi, bicara soal kemanusiaan sudah ada dalam ajaran Islam, tidak perlu berkiblat pada Humanisme yang diteorikan Barat.
tanah, tumbuh-tumbuhan, dan hewan. Jangan membuat kerusakan di muka bumi ini. Perhatikan firman Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah [2]: 11-12:
Kemudian dalam Islam, tidak boleh menyebarkan berita bohong. Kita sering kali menganggap ringan dan kecil membicarakan kebohongan atau fitnah dari mulut ke mulut. Padahal kita sendiri tidak mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya. Hal ini di sisi Allah adalah besar, sementara kita menganggapnya sepele.
Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.
ﻦ ـﻧﺤ ـﺎﻧﻤﺽ ﻗﹶـﺎﻟﹸﻮﺍ ﹺﺇ ﺭ ﹺ ﻲ ﺍﻟﹾـﹶﺄﻭﺍ ﻓﺴﺪ ِ ﹾﻔﻢ ﻟﹶﺎ ﺗ ﻬ ﻴ ﹶﻞ ﹶﻟﻭﹺﺇﺫﹶﺍ ﻗ ﻭ ﹶﻥﻌﺮ ﺸ ﻳ ﻦ ﻟﹶﺎ ﻜ ﻭﹶﻟ ﻭ ﹶﻥﺴﺪ ِ ﻤ ﹾﻔ ﻢ ﺍﹾﻟ ﻫ ﻢ ﻬ ﻧ( ﹶﺃﻟﹶﺎ ﹺﺇ11).ﻮ ﹶﻥﻠﺤﺼ ﻣ
Dalam surah Al-Baqarah [2]: 205:
Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai (QS Luqman [31]: 18-19).
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.
Dalam berbisnis juga harus berakhlak. Jangan curang dalam takaran jual beli (QS Al-Muthaffifin [83]: 1-3). Urusan yang tidak tunai harus dicatat baik-baik, teliti, dan jujur (QS Al-Baqarah [2]: 282). Hal ini merupakan akhlak mulia yang tidak terbantahkan oleh alasan apa pun bahwa itu semua diperlukan dalam membangun hidup dan kehidupan bermasyarakat.
Demikian di antara nilai-nilai akhlak Islam yang memiliki dampak signifikan dalam segala tata kehidupan manusia. Segala masalah dan kebutuhan manusia pada hakikatnya sudah diantisipasi dalam ajaran Islam. Hanya saja, manusia yang bodoh tidak mau menjabarkan ajaran Islam secara kreatif, sehingga dengan kebodohannya menilai ajaran Islam tidak dapat memenuhi kebutuhan manusia.
5.
Akhlak Terhadap Lingkungan
Akhlak terhadap lingkungan ini yaitu lingkungan alam dan lingkungan makhluk hidup lainnya, termasuk air, udara, 152 Bab 5| Implementasi Akhlak Islam
ﺙ ﺮ ﹶ ـﻚ ﺍﹾﻟﺤ ـﻬﻠ ﻳﻭ ﺎﻴﻬﺪ ﻓ ﺴ ِ ﹾﻔﻟﻴ ﺽ ﺭ ﹺ ﻲ ﺍﹾﻟﹶﺄﻰ ﻓﺳﻌ ﻮﻟﱠﻰ ﺗ ﻭﹺﺇﺫﹶﺍ ﺩ ﺎ ﺍﹾﻟ ﹶﻔﺴﺤﺐ ﻳ ﻟﹶﺎﺍﻟﻠﱠﻪﺴ ﹶﻞ ﻭ ﻨﺍﻟﻭ
Akhlak Islam sudah dikenal sebagai akhlak agama yang jelas dan tegas. Akhlak Islam menjangkau semua sisi dan bidang kehidupan manusia. Akhlak Islam tidak pernah meninggalkan salah satu pun dari sekian aspek kebutuhan Pendidikan Agama Islam 153
hakiki manusia baik rohani maupun jasmani; akhlak lahir dan akhlak batin, sebagai individu atau sebagai sosial. Kesempurnaan akhlak Islam ini tentunya tidak berarti apa-apa jika manusianya terutama umat Islam tidak melaksanakannya dalam tatanan kehidupan. Umat Islam perlu berakhlak mulia terlebih dahulu, sehingga menjadi teladan bagi umat-umat manusia lainnya. Dari sinilah umat Islam baru akan mampu membangun peradaban mulia. Rasulullah Saw. mampu membangun masyarakat kota Madinah yang makmur karena keluhuran dan kekayaan dalam akhlak.
154 Bab 5| Implementasi Akhlak Islam
BAB 6 MENGKAJI AL-QU’RAN SEBAGAI SUMBER ILMU ISLAM
Al-Qur’an pertama kali turun di Bulan Ramadhan, berfungsi untuk menjadi petunjuk hidup bagi manusia dan penjelasan-penjelasannya, serta membedakan antara yang haq (benar) dan bathil (sesat), (QS Al-Baqarah [2]: 185). “Maka bacalah dari Al-Qur’an apa yang mudah bagimu”, (QS AlMuzzammil [73]: 20). “Wahai manusia, Aku tidak menurunkan Al-Qur’an ini agar kau menjadi susah, melainkan sebagai peringatan bagi orang-orang yang takut, yang turun dari Dzat pencipta bumi dan langit yang tinggi…” (QS. Thaha [20]: 1-4).
A. Al-Qur’an dan Wahyu 1.
Pengertian Al-Qur’an
Secara lughawi (bahasa) Al-Qur’an akar dari kata qara’a yang berarti membaca, sesuatu yang dibaca. Membaca yang dimaksud adalah membaca huruf-huruf dan kata-kata antara
Pendidikan Agama Islam 155
satu dengan yang lain.1 Membaca di sini khusus ditujukan pada Al-Qur’an sebagai teks seperti yang dapat kita saksikan. Al-Qur’an sebagai teks sebenarnya merupakan kumpulan dari teks-teks kitab sebelumnya yang sudah disempurnakan. Oleh karena itu, kata qara’a dapat pula diartikan menghimpun. Al-Qur’an menghimpun segala kitab sebelumnya, juga menghimpun segala ilmu pengetahuan. Prof. Dr. M. Quraish Shihab, mengungkapkan falsafah dasar iqra sebagai surah pertama kali turun pada Nabi Muhammad Saw., menyimpulkan bahwa iqra (perintah membaca yang berakar kata qara’a diartikan membaca, menelaah, meneliti, menghimpun, dan menyampaikan baik teks tertulis maupun ayat-ayat tidak tertulis.2 Jadi perintah membaca dalam konteks surah al-Alaq ayat 1-5 adalah perintah menelaah ayat Al-Qur’an, alam raya, diri sendiri, masyarakat, majalah, koran dan buku-buku lainnya. Pengertian membaca menurut versi ini tentu sangat luas, tidak mengenal batasnya, baik menyangkut bacaan bersumber dari Allah (QS Al-Isra’ [17]: 45) maupun bacaan bersumber dari produk manusia (QS Al-Isra’ [17]: 14).
tanpa terputus-putus. Namun ada sebagian kecil ahli kalam yang mengatakan Al-Qur’an bersifat hadis (baru) dan makhluk. Perbedaan ini terletak pada sudut pandang hakikat Al-Qur’an yang dimaksud. Al-Qur’an dikatakan baru jika yang dimaksud adalah wujud fisik seperti yang ditulis berulang-ulang oleh manusia melalui suatu penerbitan. Sementara jika yang dimaksud adalah Al-Qur’an sebagai wahyu Allah di lauh mahfuzd atau hakikat bacaannya itu sendiri, maka Al-Qur’an tetap qadim. Menurut ahli fikih, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. yang ditulis dalam bentuk mushaf berdasarkan penukilan secara mutawatir dan dianggap ibadah bagi yang membacanya.3 Definisi ahli fikih ini yang disambut lebih positif oleh kaum muslimin termasuk di Indonesia. Definisi ahli fikih ini bagi kaum muslimin tidak mengandung pertentangan interpretasi.
Secara istilahi (istilah) Al-Qur’an didefinisikan dalam ragam pandangan yang dilatarbelakangi oleh bidang ilmu masing-masing. Ada dua kelompok besar yang ahli dalam Al-Qur’an tetapi mempunyai perspektif ilmu yang berbeda, yaitu Ahli Kalam (mutakalim) dan Ahli Fikih (fuqaha). Menurut sebagian besar ahli kalam, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang bersifat qadim bukan makhluk, dan bersih dari sifat-sifat yang baru dan lafal-lafalnya bersifat azali yang berkesinambungan
Abdul Halim Mahmud, mempertegas eksitensi AlQur’an dengan mendefinisikan Al-Qur’an sebagai firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dan memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat sebagai kitab yang keotentikannya selalu dijamin oleh Allah, sehingga para orientalis (orang Barat yang mengkaji Islam) pun tidak ada celah untuk meragukan keotentikan tersebut.4 Kalaupun ada orientalis yang meragukan, sebenarnya karena ingin merusak ajaran Al-Qur’an dan membius umat Islam agar ikut meragukannya. Sebab, jika dikaji secara jujur alasan meragukan mereka, malah tujuan orientalis tersebut sangat
1 Muhammad Abdul Adzim Al-Zarqani, Manahil al-Irfan fi ‘Ulum AlQur’an, Al-Halabi, tt. hlm. 14. 2 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat,(Bandung: Mizan, 1993), hlm. 168.
Muhammad Abdul Adzim Al-Zarqani, Op.Cit., hlm. 3. Abdul Halim Mahmud, Al-Tafkar al-Falsafi fi al-Islam, al-Labnani, Beirut, tt, hlm. 50.
156 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
3 4
Pendidikan Agama Islam 157
subjektif, mengada-ada. Misalnya, Christhop Luxenberg menyangkal keaslian Al-Qur’an berbahasa Arab, teks asli Al-Qur’an telah dimusnahkan Khalifah Usman bin Affan, salinan Al-Qur’an banyak disalahartikan.5 Menurut Al-Qur’an sendiri, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. melalui Malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya, (QS. Asy-Syu’ara [26]: 192-195). Lafal Al-Qur’an dalam bahasa Arab sudah jelas dan maknanya sesuai dengan watak bahasa Arab itu sendiri. Namun demikian, Al-Qur’an tetap maknanya dapat dipahami dalam berbagai bahasa manusia. Oleh karena itu, Al-Qur’an tetap konsisten dengan peranannya sebagai hudan (petunjuk) bagi manusia. Dalam ayat lain ditegaskan bahwa Al-Qur’an sesungguhnya tanggungan Allah mengumpulkan dalam dada Nabi dan membacakannya, (QS Al-Qiyamah [75]: 16-18). Dengan demikian, Al-Qur’an mutlak bersumber dari Allah dan isinya benar sebagai petunjuk bagi manusia. Kesimpulan berdasarkan uraian di atas, kita dapat mendefinisikan Al-Qur’an yaitu wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. yang ditulis dalam bentuk mushaf berdasarkan penukilan secara mutawatir. Wahyu Allah yang sudah ditulis dan diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. adalah Al-Qur’an. Wahyu Allah yang tidak tertulis bukan Al-Qur’an. Demikian pula wahyu Allah yang turun kepada nabi-nabi lain bukanlah Al-Qur’an. Demikian juga, wahyu Allah yang turun kepada makhluk lainnya tidak disebut Al-Qur’an.
Lihat, Orientalis Masih Terus Memojokkan Islam, dalam Amanah, No. 41, Agustus 2003, Jakarta, hlm. 15. 5
158 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
2.
Pengertian Wahyu
Setelah kita memahami Al-Qur’an sebagai wahyu Allah yang tertulis, sekarang pemahaman kita dapat ditarik ke tatanan yang lebih abstrak yaitu apa yang dimaksud dengan wahyu itu sendiri. Di sini penulis akan menelaah terlebih dahulu pendapat pakar agama, kemudian akan mengkaji ulang petunjuk-petunjuk dari Al-Qur’an itu sendiri. Setelah dipahami konsep abstraknya, kita tarik lagi ke konsep operasional. Dalam konsep operasional, akan dipetakan konsep wahyu secara keseluruhan, sehingga kita dapat menilai bagian-bagian mana wahyu yang menjadi Al-Qur’an. M. Hasbi Ash Shiddieqy mengutip berbagai pendapat pakar tentang wahyu mengatakan bahwa wahyu menurut bahasa adalah isyarat yang cepat atau segala yang kita sebut kepada orang lain untuk diketahui6. Isyarat cepat dapat saja datang dari Allah atau datang dari selain Allah termasuk iblis. Sedangkan menurut istilah, wahyu adalah nama bagi sesuatu yang dituangkan dengan cara cepat dari Allah ke dalam dada Nabi-nabi-Nya, sebagaimana dipergunakan juga untuk lafazh Al-Qur’an7. Menurut versi ini, wahyu itu khusus dari Allah yang dihujamkan dalam dada Nabi-nabi Allah, termasuk Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. Selanjutnya, M. Hasbi Ash Shiddieqy mengutip kitab Al-Masyariq bahwa wahyu pada asalnya: “Sesuatu yang diberitahukan dalam keadaan tersembunyi dan cepat. Wahyu Allah kepada Nabi-nabi-Nya ialah pengetahuanpengetahuan yang Allah tuangkan ke dalam jiwa nabi agar 6 M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 12. 7 Ibid.
Pendidikan Agama Islam 159
mereka sampaikan kepada manusia untuk menunjuki mereka dan memperbaiki di dunia serta membahagiakan mereka di akhirat. Nabi, sesudah menerima wahyu itu, mempunyai kepercayaan yang penuh bahwa yang diterimanya adalah dari Allah Swt.8 Muhammad Abduh, seorang pakar ilmu tauhid mengatakan bahwa wahyu adalah suatu irfan (pengetahuan) yang didapat oleh seseorang di dalam dirinya serta diyakini olehnya bahwa yang demikian itu datang dari Allah.9 Dalam versi ini, wahyu tidak terbatas hanya untuk Nabi, tetapi juga untuk seseorang manusia, termasuk kita. Akan tetapi, sebagaimana menurut Rasyid Ridha, wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi-nabi-Nya ialah suatu ilmu yang dikhususkan untuk mereka dengan tidak mereka usahakan dan dengan tidak mereka pelajari. Pengetahuan ini merupakan pengetahuan halus yang timbul dengan sendirinya, dituangkan dalam jiwa oleh Allah. Dengan demikian, wahyu untuk nabi jelas berbeda dengan wahyu untuk selain Nabi. Menurut petunjuk Al-Qur’an sendiri, istilah wahyu sendiri memiliki pengertian yang berbeda-beda jika dikaitkan dengan pemahaman bahasa manusia. Paling tidak, ada enam surah yang sekaligus menjadi enam pemahaman pengertian wahyu berdasarkan Al-Qur’an sendiri, yaitu: a)
Wahyu diartikan isyarat, (QS Maryam [19]: 11). Wahyu dalam bentuk isyarat ini dihujamkan kepada Nabi Zakaria.
b)
Wahyu diartikan ilham, (QS Al-Qashash [28]: 7). Wahyu dalam bentuk ilham ini dihujamkan kepada ibu Musa. Artinya wahyu yang diturunkan kepada manusia. Ibid., hlm. 13. Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Jakarta: Bulan Bintang), hlm. 108.
8 9
160 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
c)
Wahyu diartikan ilham, (QS An-Nahl [16]: 68). Wahyu dalam bentuk Ilham ini diturunkan kepada lebah. Artinya wahyu berlaku untuk binatang.
d) Wahyu diartikan perintah, (QS Al-Maidah [5]: 111). Wahyu dalam bentuk perintah dihujamkan kepada kaum Hawariyyin (pengikut Nabi Musa). Artinya wahyu yang diturunkan kepada manusia biasa. e)
Wahyu diartikan bisikan, (QS Al-An’am [6]: 121). Wahyu dalam bentuk bisikan ini datang dari kelompok Iblis.
f)
Wahyu diartikan bisikan dalam sukma, (QS. Asy-Syu’ara [26]: 21 dan 42).
Khusus untuk Nabi Muhammad Saw. sendiri, Allah Swt. menegaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu melainkan apa yang dikatakan adalah dibimbing dengan wahyu, (QS Al-Najm [53]: 2-4). Jadi, AlQur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. adalah wahyu Allah. Bagi Al-Qur’an sendiri dan konsekuensinya juga bagi kaum muslimin. Al-Qur’an adalah firman Allah, sedangkan Nabi Muhammad Saw. adalah penerima pesan dari Allah. Perlu ditegaskan di sini, Al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. bukan hanya dalam makna dan ide-idenya saja, yang membuka kemungkinan Nabi untuk lupa atau tidak sadar dapat ditolak. Karena Al-Qur’an benar-benar murni Ilahi. Walaupun ada kenyataan lain yakni setelah diwahyukan, Al-Qur’an berhubungan intim dengan pribadi Nabi, sehingga kata-kata suci tersebut tidak dapat diamati secara mekanis seperti halnya catatan, namun tetap Nabi tidak bisa diidentikkan dengan Allah. Demikian pula Nabi Isa pada umat Kristiani sekarang sebenarnya tidak mesti dianggap sebagai Tuhan Yesus. Al-Qur’an secara kategoris mengharamkan hal itu dan itu dianggap syirik sebagai dosa paling besar. Pendidikan Agama Islam 161
Berdasarkan uraian di atas, Allah berbicara dengan makhluknya melalui wahyu (QS Al-Syura [42]: 51). Wahyu yang tertulis disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. disebut Al-Qur’an. Wahyu kepada Nabi-nabi lainnya walaupun tertulis tidak disebut Al-Qur’an, melainkan al-Kitab saja. Sedangkan wahyu untuk selain Nabi (manusia biasa) semuanya tidak tertulis, karena berupa ilham, bisikan atau insting. Berdasarkan pemahaman demikian, maka Malaikat Jibril yang tugasnya menurunkan wahyu tidak berhenti. Yang berhenti hanya wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dalam bentuk Al-Qur’an.
petunjuk apa-apa dari Al-Qur’an. Jadi, yang terpenting adalah bacaannya, bukan tulisannya. Dengan bacaan tersebut, Al-Qur’an menjadi milik si pembaca yang bersatu dengan jiwa raganya. 2.
Al-Kitab, (QS Al-Baqarah [2]: 2; Al-An’am [6]:114). Dikatakan Al-Kitab karena Al-Qur’an itu wahyu yang tertulis. Nama Al-Kitab ini disandarkan pula pada wahyu tertulis lainnya yaitu kitab Taurat, Zabur, dan Injil. Sehingga Al-Qur’an sebenarnya penyempurna dari kitab-kitab tersebut. Al-Qur’an itu bukan sesuatu yang baru, karena sudah benar-benar tersebut dalam kitab-kitab orang terdahulu, dan para ulama Bani Israil mengetahuinya (QS Al-Syu’ara [26]: 196-197).
3.
Al-Furqan, (QS Al-Furqan [25]: 1). Dikatakan demikian karena isi dalam Al-Qur’an tentang pembeda yang jelas antara yang haq (benar) dan bathil (sesat). Orang yang mengikuti yang haq adalah mereka yang mengikuti AlQur’an. Melalui penjelasan Al-Qur’an, akal kita dapat mengetahui yang haq dan bathil.
4.
Al-Dzikra, (QS Al-Hijr [15]: 9). Dikatakan demikian, karena Al-Qur’an mengingatkan kembali manusia pada jati dirinya yang benar. Akibat manusia berinteraksi dengan lingkungan tertentu, ia menjadi lalai atau bahkan lupa pada kebenaran. Al-Qur’an mengingatkan kembali agar manusia segera ingat dan sadar akan dirinya. Dari mana asalnya, apa yang harus diperbuat dan akan pulang ke mana setelah meninggal dijelaskan dalam Al-Qur’an.
5.
Al-Tanzil, (QS Al-Syu’ara [26]: 192). Dikatakan demikian karena Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan. Wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. disebut al-Tanzil yang dapat berarti Al-Qur’an.
B. Nama-nama Al-Qur’an Nama Al-Qur’an banyak, tetapi semua nama-nama tersebut menunjukkan pada yang satu, yaitu Al-Qur’an sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Nama Al-Qur’an umumnya dikaitkan dengan fungsi dan peranan Al-Qur’an itu sendiri. Semakin beragam orang memosisikan Al-Qur’an, akan semakin banyak jumlah nama Al-Qur’an. Abu Ma’ali Syaidzalah (wafat 494 H) memberikan nama sebanyak 55 nama; Abul Hasan Al-Harali (wafat 647 H) memberikan lebih dari 90 nama; M. Natsir Arsyad sendiri memilih 30 nama saja.10 Namun demikian, nama yang diberikan oleh Al-Qur’an sendiri, sekurang-kurangnya ada (lima) nama, yaitu: 1.
Al-Qur’an, (QS Al-Hasyr [59]: 21). Dikatakan nama AlQur’an karena sesuai dengan sifatnya yaitu untuk dibaca. Kalau Al-Qur’an hanya disimpan walaupun di tempat yang mewah, maka manusia tidak akan mendapat
10 M. Natsir Arsyad, Seputar Al-Qur’an, Hadis dan Ilmu, Al-Bayan, (Bandung: mizan, 1996), hlm. 13.
162 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
Pendidikan Agama Islam 163
Nama-nama Al-Qur’an tersebut menunjuk pada yang satu, yaitu Al-Qur’an Al-Karim. Sedangkan banyaknya nama hanya menunjukkan banyaknya fungsi dari Al-Qur’an itu sendiri. Semakin banyak manusia mengidentifikasi fungsi AlQur’an, akan semakin banyak memberikan nama kepadanya. Tetapi, yang terpenting bukan namanya, melainkan fungsinya itu sendiri bagi manusia di dunia ini.
C. Kebenaran Al-Qur’an Al-Qur’an itu diturunkan oleh Allah Swt. yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi, bukan dongengandongengan orang terdahulu sebelum Nabi Muhammad Saw. yang dibacakan setiap pagi dan petang (QS Al-Furqan [25]: 56). Dalam ayat lain, sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar diturunkan oleh Allah semesta alam yang dibawa turun oleh Malaikat Jibril ke dalam hati Nabi Muhammad Saw. dengan bahasa Arab yang jelas (QS Asy-Syu’ara [26]: 192-195). Menurut pendapat yang paling kuat bahwa Al-Qur`an itu dua kali diturunkan. Pertama, diturunkan secara langsung dari Lauh Mahfuzh ke Baitul Izah di langit dunia. Peristiwa turunnya terjadi pada malam al-Qadr (QS Al-Qadr [97]: 1-5) di bulan Ramadhan (QS Al-Baqarah [2]:185). Kedua, diturunkan dari langit dunia ke bumi, yakni kepada Nabi Muhammad Saw. secara berangsur-angsur selama 22 tahun, 22 hari (23 tahun).11 Ayat yang pertama kali turun adalah surah Al-‘Alaq [96]:1-5) dan ayat yang terakhir turun menurut jumhur ulama adalah surah Al-Maidah [5]: 3 ) yang berbunyi:
11
Manna’ Khaliil Al-Qattan, Op. Cit, hlm. 151.
164 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
ﺖ ﻴﺭﺿ ﻭ ﻲﻤﺘ ﻌ ﻢ ﹺﻧ ﻴ ﹸﻜﻋﹶﻠ ﻤﺖ ﻤ ﺗﻭﹶﺃ ﻢ ﻨ ﹸﻜﻳﻢ ﺩ ﹶﻟ ﹸﻜﻤ ﹾﻠﺖ ﻡ ﹶﺃ ﹾﻛ ﻮ ﻴﺍﹾﻟ ﻟﹺﺈﹾﺛ ﹴﻢ ﻒ ﺎﹺﻧﺘﺠﻣ ﺮ ﻴﺔ ﹶﻏ ﺼ ﻤ ﺨ ﻣ ﻲ ﻓﺿﻄﹸﺮ ﻤ ﹺﻦ ﺍ ﺎ ﹶﻓﻳﻨﻡ ﺩ ﻠﹶﺎ ﺍﹾﻟﹺﺈﺳﹶﻟﻜﹸﻢ ﻢ ﻴﺭﺣ ﺭ ﻪ ﹶﻏﻔﹸﻮ ﹶﻓﹺﺈﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam sebagai agamamu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Al-Qur’an memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu cirinya bahwa keotentikan (keaslian) AlQur’an dijamin oleh Allah Swt. dan dipelihara oleh Allah pula (QS Al-Hijr [15]: 9). Kaum muslimin tidak meragukan bahwa apa yang dibaca dan didengar tentang bacaan Al-Qur’an tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah Saw. dan didengar oleh para sahabat. Tetapi, bagaimana bukti keotentikan Al-Qur’an dapat diterima oleh orang non-Muslim? M. Quraish Shihab mengutip pendapat ‘Abdul Halim Mahmud (alm.) bahwa: Para orientalis yang dari saat ke saat berusaha menunjukkan kelemahan Al-Qur’an tidak mendapatkan celah untuk meragukan keotentikannya.12 Sejarah turunnya Al-Qur’an sangat jelas dan terbuka sampai sekarang. Al-Qur’an dihapal dan dibaca oleh kaum muslimin sejak dahulu hingga sekarang. Secara terbuka tanpa ada keraguan, Al-Qur’an sendiri yang menentang siapa yang akan mampu mematahkan Al-Qur’an walaupun satu ayat atau yang semisal. Firman Allah Swt.: “Dan sekiranya Al-Qur’an ini bukan dari sisi Allah tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.”(QS An-Nisaa [4]: 82). 12
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Op.Cit., hlm. 21. Pendidikan Agama Islam 165
Sumber Al-Qur’an adalah Allah Ta’ala. Pandangan ini sangat kuat jika dikaitkan dengan posisi Nabi sebagai penerima Al-Qur’an yang diangkat dari golongan manusia sendiri. Umumnya, manusia merasa bangga dan ingin mengklaim suatu karya sebagai miliknya, terutama jika karya tersebut mutunya tinggi. Tetapi Nabi tidak melakukan demikian, padahal secara manusiawi Nabi bisa saja mengklaim bahwa Al-Qur’an sebagai karya dirinya sehingga diakui kepandaiannya oleh orang Arab Quraisy saat itu. Pada masa itu perlombaan karya sastra adalah bagian dari kehidupan masyarakat Quraisy untuk memilih karya-karya terbaik. Tetapi di tengah ketakjuban daya saing Al-Qur’an yang tak terkalahkan, Al-Qur’an tetap dikatakan sumbernya dari Allah, bukan karya Nabi Muhammad Saw. Al-Qur’an memiliki gaya kesusastraan yang paling tinggi dan dapat mengalahkan telak sastrawan pada zamannya. Dalam isinya Al-Qur’an menjangkau segala persoalan manusia, baik persoalan ibadah maupun muamalah dalam arti yang seluas-luasnya. Al-Qur’an melampaui pikiran manusia siapa pun dan di mana pun. Tidak ada manusia yang mampu menjangkau gagasan sampai mengcover masa lampau dan masa yang akan datang, bahkan persoalan akhirat sudah dapat diketahui oleh Nabi Muhammad dan umat Muslim melalui Al-Qur’an. Walaupun Al-Qur’an tidak turun sekaligus ke alam dunia, tetapi dalam waktu sekitar 23 tahun, namun isinya konsisten tidak bertentangan dan mampu membangkitkan kesadaran terdalam manusia. M. Quraish Shihab mengutip Mustafa Mahmud dari Rasyad Khalifah, bukti-bukti keotentikan Al-Qur’an dari segi huruf-huruf hijaiyah dalam suatu surah yang habis dibagi angka 19. Misalnya, huruf qaf dalam surah Qaaf [50] terulang sebanyak 57 kali yang berarti 3x19. Huruf nun dalam surah 166 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
Al-Qalam ditemukan 133 yang berarti 7x19. Huruf ya dan sin dalam surah Yaasin masing-masing ditemukan sebanyak 285 yang berarti 15x19. Huruf tha dan ha dalam surah Thaha masing-masing ditemukan sebanyak 342 yang berarti 18x19, dan seterusnya.13 Penelitian ini terfokus pada huruf awwal (fawatih al-suwwar) yang menjadi pembuka suatu surah yang terdapat dalam masing-masing surah di dalamnya. Hal ini merupakan konsistensi Al-Qur’an yang sudah ditemukan, dan tentu masih banyak lagi konsistensi dari sisi lainnya yang belum ditemukan manusia sekarang. Dengan demikian, Al-Qur’an menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad Saw. Gambaran paling jelas, bukti kebenaran Al-Qur’an berkaitan dengan tantangan-tantangan secara bertahap kepada manusia kafir yang meragukan AlQur’an. Tantangan tersebut, lahir karena sangat yakin bahwa Al-Qur’an adalah informasi yang bersumber dari Allah Ta’ala. Paling tidak ada tiga aspek dalam Al-Qur’an yang dapat menjadi bukti bahwa seluruh petunjuk yang disampaikan adalah bersumber dari Allah Ta’ala, yaitu: 1. 2. 3.
Aspek keindahan bahasa dan ketelitian redaksinya. Pemberitaan-pemberitaan gaibnya. Isyarat-isyarat ilmiahnya.
Ketiga aspek di atas, manusia tidak ada yang mampu baik diukur pada zaman awal turunnya Al-Qur’an maupun sampai saat ini pun. Karya siapa yang menyentuh kesadaran manusia terdalam, abadi, dan menjangkau semua lapisan manusia. Itulah keistimewaan Al-Qur’an yang sekaligus kebenaran di dalamnya, baik sumber maupun isinya.
13
Ibid., hlm. 22. Pendidikan Agama Islam 167
D. Kandungan Al-Qur’an Al-Qur’an terdiri atas 114 surah, yang tersusun dari surah Al-Fatihah sampai surah Al-Naas sebagaimana telah tauqify (ditetapkan Nabi atas petunjuk Allah). Jika dikaitkan dengan tempat turunnya Al-Qur’an, maka ayat-ayat Al-Qur’an terbagi menjadi dua, yaitu ayat makiyah dan ayat madaniyah. Kandungan Al-Qur’an pun menjadi dua yaitu kandungan yang berkaitan dengan situasi Makkah dan Madinah. Tentu karena dua perbedaan tempat itu, isi pesannya pun memiliki karakteristik yang berbeda antara ayat makiyah dan ayat madaniyah. Para pakar tafsir mengelompokkan demikian. Akan tetapi, makiyah bukan berarti hanya surah yang turun di Makkah saja, tetapi dapat saja turun di Madinah tetapi berkaitan dengan situasi kondisi Makkah. Oleh karena itu, bukan tempatnya yang menjadi tolak ukur, tetapi setting sosial dan perkembangan pemikiran manusianya. Tempatnya bisa berlaku di mana saja. Akan tetapi, mengingat situasi sosialnya yang menjadi sasaran, maka kandungan isinya Al-Qur’an sesuai dengan situasi tersebut. Pada awal-awal turunnya, Al-Qur’an bersentuhan dengan aspek psikologis berupa kesadaran manusia. Kesadaran manusia terdalam bersifat religius. Pengenalan pertama dalam surah Al-Alaq [96]: 1-5 menyadarkan kembali aktivitas manusia yang harus dikaitkan dengan menyebut asma Allah, karena manusia telah diciptakan oleh Allah. Ayat tersebut merupakan petunjuk pertama bagi manusia dalam menjalankan hidup di dunia ini. Nabi Muhammad Saw. yang menerima petunjuk Allah Swt. berusaha sekuat tenaga dan pikiran untuk menyampaikan kepada umat manusia secara umum. Walaupun konteks sejarahnya berhadapan dengan orang Arab yang sudah paham bahasa Al-Qur’an, tetapi hakikat misinya untuk seluruh manusia di segenap penjuru 168 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
alam. Sejarah telah mencatat, keberhasilan yang dahsyat dicapai Nabi Muhammad Saw. sebagai tonggak keberhasilan umat Islam. Manusia keluar dari alam jahiliyah menuju alam terang benderang. Manusia selamat dari keterbelengguan adat istiadat nenek moyang mereka yang sesat. Hal ini terjadi sepanjang kesejarahan di Makkah. Pada periode selanjutnya, di Madinah Al-Qur’an turun bersentuhan dengan aspek sosiologis. Tata pemerintahan yang islami mulai mendapat petunjuk yang jelas dari Al-Qur’an. Prinsip musyawarah mendapat penekanan penting dalam merumuskan kebijakan-kebijakan suatu tata pemerintahan. Al-Qur’an memberikan petunjuk agar setiap urusan sosial dimusyawarahkan. Prinsip musyawarah dalam Al-Qur’an berbeda dengan prinsip demokrasi baik di Barat maupun di Indonesia sendiri. Dalam musyawarah tidak diputuskan berdasarkan suara terbanyak untuk mufakat, tetapi berdasarkan manfaat bagi semua pihak. Di sini jelas sekali asas keadilan akan terlaksana dengan sendirinya. Keadilan menurut petunjuk Al-Qur’an bukan untuk diperdebatkan, melainkan untuk dirasakan semua pihak. Dengan demikian, secara sosiologis, Madinah menjadi kota yang berperadaban tinggi karena terbangun kedewasaan manusia yang saling berinteraksi. Ayat-ayat makiyah terdiri atas ¾ dari isi Al-Qur’an pada umumnya mengandung keimanan, perbuatan baik-buruk, pahala dan dosa, kisah-kisah para Rasul, cerita umat terdahulu dan perumpamaan-perumpamaan. Adapun ayat-ayat madaniyah umumnya berbicara soal hidup kemasyarakatan, hukum-hukum perkawinan, waris, perjanjian, dan perang.14 14 Lihat Ensiklopedi Islam, Jilid 4, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 140.
Pendidikan Agama Islam 169
Seluruh isi Al-Qur’an jika dikategorikan dalam sudut pandang kerangka dasar Islam, terbagi menjadi: (1) aspek akidah, (2) aspek syariah, (3) aspek akhlak. Aspek akidah melahirkan ilmu-ilmu tauhid (teologi), aspek Syariah melahirkan ilmu hukum, dan aspek akhlak melahirkan ilmu akhlak (etika). Ilmu hukum terbagi menjadi dua yaitu hukum ibadah dan hukum muamalah. Hukum muamalah melahirkan ilmu-ilmu yang luas termasuk hukum alam dan hukum sosial, dan hukum teknologi dengan segala ilmu murninya. Untuk menggali semua kandungan Al-Qur’an tersebut, seorang Muslim mutlak merujuk pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah dalam rangka berpikir (berijtihad). Al-Qur’an dan Al-Sunnah sudah tidak dapat diubah-ubah lagi, tetapi penafsirannya dapat diteruskan sampai tak terhingga yaitu dengan ijtihad mengerahkan segenap kemampuan akal dan hati manusia. Hasil-hasil ijtihad dapat menjadi rujukan bagi generasi selanjutnya dalam berijtihad yang baru. Demikian seterusnya, termasuk dalam berijtihad untuk melahirkan sains dan teknologi. Abdul Wahhab Khallaf, secara terinci membagi ayat Al-Qur’an menjadi: 1. 2. 3.
500 ayat tentang hukum; 140 ayat tentang ibadah; 228 ayat tentang kemasyarakatan. Bidang kemasyarakatan dibagi lagi menjadi: a.
70 ayat tentang keluarga, perkawinan, perceraian, hak waris;
b.
70 ayat tentang perdagangan, jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, gadai, perseroan, kontrak;
c.
30 ayat tentang pidana;
d.
25 ayat tentang hubungan orang Islam dengan nonIslam;
170 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
e.
13 ayat tentang pengadilan;
f.
10 ayat tentang hubungan orang kaya dan orang miskin;
g.
10 ayat tentang kenegaraan.15
Menurut Al-Qur’an sendiri, bahwa dalam Al-Qur’an tidak ada yang terlupakan (QS Al-An’am [6]: 38). Jika tidak ada yang luput dari Al-Qur’an, berarti Al-Qur’an menjelaskan segala sesuatu (QS Al-Nahl [16]: 89). Dari watak Al-Qur’an demikian, dapat melahirkan ilmu-ilmu seperti pendidikan, hukum, sosial, politik, ekonomi, pertanian, kedokteran, dan teknologi.
E. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Al-Qur`an selain sebagai sumber hukum dan norma, juga sebagai sumber ilmu pengetahuan, baik pengetahuan umum maupun agama, serta mendorong kepada umat manusia untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut. Cukup banyak ayat-ayat Al-Qur`an baik yang tersurat maupun tersirat yang menganjurkan kepada umat manusia supaya menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun adalah surah Al- ‘Alaq [96]: 1-5, yang mengandung perintah membaca, yakni membaca ayat-ayat kauniyah (alam semesta beserta isinya) dan ayat-ayat qauliyah (Al-Qur’an), yang dengan membaca ayat-ayat tersebut manusia dapat mengenal Allah melalui ciptaan-Nya, dan dengan membaca ayat-ayat itu juga manusia akan memperoleh pengetahuan yang luas. Di bagian lain secara tersurat Allah Swt. menegaskan bahwa Dia akan Ibid., hlm. 141.
15
Pendidikan Agama Islam 171
meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan (QS Al-Mujadilah [58]: 11). Penggunaan kata-kata ya’qilun (pengembangan potensi akal), yatafakkarun (pengembangan potensi pikir), yanzhurun (pengembangan potensi nalar), ya’lamun (pengembangan pengetahuan), dan ulul albab (pengembangan potensi pikir dan zikir secara seimbang) di berbagai ayat-ayat dalam AlQur`an secara tersirat mendorong manusia menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Intinya bahwa Allah Swt. menurunkan Al-Qur`an karena menghendaki manusia unggul akhlaknya dan unggul pengetahuannya. Dua hal inilah yang kelak membawa manusia bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Isyarat-isyarat ilmiah Al-Qur`an, selain ajakan dan dorongan supaya manusia menggunakan akal dalam memahami ciptaan-ciptaan Allah di alam semesta ini, juga banyak sekali ayat-ayat Al-Qur`an yang mengandung pesanpesan ilmiah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya disiplin ilmu-ilmu tertentu. Misalnya Al-Qur`an surah QS An-Nahl [16]: 4, QS Al-Qiyaamah [75]: 37, QS Al-Mu’minuun [23]: 13 - 14, QS Al-Insaan [76]: 2, QS Ath-Thaariq [86]: 6 dan ayat-ayat lain yang berbicara tentang reproduksi manusia, telah menjadi cikal bakal lahirnya ilmu reproduksi16. AlQur`an surah QS Qaaf [50]: 6, QS Ali-‘Imran [3]: 190-191, QS Luqman [31]: 10, QS Yunus [10]: 5, QS Ath-Thaariq [86]: 1-3, QS An-Nuur [24]: 35, QS Luqman [31]: 29, dan ayat-ayat lain yang berbicara tentang langit, matahari, bulan, bumi, bintang-bintang, dan planet-planet diruang angkasa, menjadi
cikal bakal lahirnya ilmu astronomi.17 Al-Qur`an surah QS Al-Nisa [4]:7-14 yang berbicara tentang pembagian waris, menjadi cikal bakalnya lahirnya ilmu hitung (matematika). Al-Qur`an surah QS Al-Baqarah [2]: 168 yang berbicara tentang pentingnya makanan yang halal dan baik, menjadi cikal bakal lahirnya ilmu gizi. Masih banyak lagi pesan-pesan ilmiah Al-Qur`an yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya disiplin ilmu yang bermanfaat bagi umat manusia. Pendeknya kemukjizatan ilmiah Al-Qur`an tidak ada bandingannya dan di luar kemampuan manusia. Berikut ini, proses keilmuan dalam Islam, yang lahir dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun dari alam semesta. Proses Keilmuan dalam PAI
Allah Ta’ala Ayat Kauniyah (Alam)
Ayat Qur’aniyah
Proses PeneliƟan, Penafsiran, Pemahaman
Proses PeneliƟan, Penafsiran, Pemahaman
Lahir Ilmu SistemaƟs (Science)
Lahir Ilmu SistemaƟs (Keislaman) Manusia
16 Maurice Bucaille, Bibel, Quran dan Sains Modern (terj), Jakarta: Bulan Bintang, 1978, Cet, 7, hlm. 230-240
172 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
Ibid., hlm. 149-210
17
Pendidikan Agama Islam 173
Keserasian, keseimbangan dan pengulangan kata-kata dalam Al-Qur`an, selain menambah keindahan bahasa Arab juga mengandung informasi yang tepat dengan pengetahuan manusia. Misalnya pengulangan kata “hari” (yaum) diulang sampai 365 kali, sama dengan jumlah hari dalam satu tahun18. Kata “bulan” (syahr) diulang sampai 12 kali, menunjukkan jumlah bulan dalam satu tahun. Demikian pula jumlah kata Al-Qur`an, Al-Wahyu, dan Al-Islam yang sama-sama diulang 70 kali. Jumlah kata Al-hayah dan Al-maut sama-sama diulang 145 kali dan keserasian kata-kata yang lain mengandung pesan-pesan ilmiah, hanya saja sebagian pengetahuan kita ada yang belum mampu menggalinya. Ketika dunia Islam mampu merespons pesan-pesan ilmiah dari Al-Qur’an secara baik dan menggali serta mengembangkan pesan-pesan tersebut secara maksimal, dunia Islam di abad ke 8- 13 Masehi pernah mencapai kemajuan dan peradaban yang sangat tinggi. Dunia Islam di zaman sekarang pun akan mampu mencapai peradaban yang tinggi jika mau melakukannya.
F. Manfaat Al-Qur’an bagi Manusia Sebagian besar masyarakat zaman sekarang memperlakukan Al-Qur’an berbeda sama sekali dengan tujuan penurunan Al-Qur’an sebenarnya. Sebagian di antara mereka menyampul Al-Qur’an dengan bagus dan menyimpannya pada dinding rumah yang hanya dibaca sekali-sekali. Sebagian lagi ada yang menjadikan Al-Qur’an sebagai jimat yang dianggap sebagai penangkal gangguan makhluk jahat. Atau dijadikan semacam isim untuk menentukan keberuntungan seseorang. Tentu hal ini, kekeliruan terbesar yang menimpa sebagian 18
umat Islam. Akibatnya, umat Islam tidak mendapatkan manfaat yang signifikan dari hadirnya Al-Qur’an. Jika kita membaca proses kesejarahan turunnya AlQur’an, maka Al-Qur’an sebenarnya petunjuk manusia hidup di dunia. Al-Qur’an bukan petunjuk untuk hidup di akhirat, karena akhirat merupakan hasil dari kehidupan di dunia. Jika ada yang menganggap Al-Qur’an untuk akhirat, maka perlu diluruskan. Sebab, pandangan ini akan menggiring manusia memperlakukan Al-Qur’an sesuatu yang dibaca teksnya agar dapat pahala untuk akhirat. Akses langsung memahami AlQur’an yang kemudian merumuskan segala kepentingan hidup manusia di dunia menjadi terabaikan. Dari sini muncul penilaian, agama Islam yang berdasarkan Al-Qur’an tidak dapat menyelesaikan problematika hidup manusia. Padahal, manusianya yang sempit memahami petunjuk-petunjuk Al-Qur’an. Di sini sebenarnya diperlukan tafsir-tafsir yang langsung berinteraksi dengan kenyataan-kenyataan, faktafakta, kejadian-kejadian dalam situasi zaman sekarang. Mengubah penafsiran lama tidak perlu lagi merasa takut berdosa. Kita justru harus takut kalau hidup kita sekarang ini tidak memahami paradigma Al-Qur’an. Pada zaman Nabi masih hidup, Al-Qur’an adalah petunjuk hidupnya. Jika ditanya bagaimana Akhlak Rasulullah, maka jawabannya adalah Al-Qur’an. Akhlak adalah segala perilaku manusia. Perilaku manusia meliputi perilaku politik, sosial, ekonomi, pendidikan, budaya, dan agama itu sendiri. Nabi berhasil membangun perilaku manusia menuju yang mulia berdasarkan Al-Qur’an. Jadi, Al-Qur’an berperan sebagai petunjuk hidup manusia. Allah telah menurunkan kepada Nabi Muhammad Saw. ayat-ayat yang memberi penerangan, contoh-contoh
Supriadi, dkk., Op. Cit., hlm. 58
174 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
Pendidikan Agama Islam 175
kehidupan orang terdahulu, dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa (QS Al-Nur [24]: 34). Turunnya Al-Qur’an tidak ada keraguan padanya, dari Allah semesta alam. Itulah kebenaran, agar Nabi Muhammad Saw. memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu, mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk (QS Al-Sajdah [32]: 2-3). Maha Suci Allah yang telah menurunkan al-furqan kepada hamba-Nya. Agar dia (Nabi Muhammad) menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (QS Al-Furqan [25]: 1). Inilah ayat-ayat AlQur’an yang menerangkan (QS Asy-Syu’ara [26]: 2). Ayatayat Al-Qur’an adalah ayat-ayat kitab yang menjelaskan untuk menjadi petunjuk dan berita gembira bagi orang-orang yang beriman (QS Al-Naml [27]: 1-2). Sesungguhnya dalam Al-Qur’an itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman (QS Al-‘Ankabut [29]: 51). Al-Qur’an adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu (QS Al-‘Ankabut [29]: 49). AlQur’an dihapal turun temurun oleh banyak kaum muslimin dan dipahami oleh mereka. Orang kafir bertanya-tanya: Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad sekali turun saja? Allah menjelaskan, tujuannya Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur supaya kuat dalam hati dan dibacakan secara teratur dan benar (tartil) (QS AlFurqan [25]: 32). Syaikh Muhammad Al-Ghazali mengkritik orang yang menitikberatkan kepada bacaan Al-Qur’an, ilmu tajwid dan terpaku pada hapalan teks Al-Qur’an semata.19 Menurutnya, mereka tidak begitu mementingkan aspek dialogisnya 19 Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Bedialog Dengan Al-Qur’an,(Bandung: Mizan, 2001), hlm. 15.
176 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
sehingga mengakibatkan tertinggalnya umat Islam dari bangsa-bangsa lain. Kritik ini sangat mengejutkan umat Islam lainnya, terutama yang sudah biasa membaca ayatayat Al-Qur’an, tetapi kurang memahami makna isinya. Padahal membaca saja sudah mendapat pahala, bahkan yang mendengarkannya juga mendapat pahala. Jadi, yang lebih bijak yaitu setelah kita membaca kemudian dilanjutkan dengan mengkaji isinya. Ada yang perlu mendapat catatan berkenaan dengan pendapat Al-Ghazali di atas, yaitu kemunduran umat Islam disebabkan karena tidak memahami Al-Qur’an. Dengan kata lain dapat dikatakan, jika umat Islam ingin maju, maka pahamilah Al-Qur’an. Supaya paham Al-Qur’an, kita harus berdialog terus dengan Al-Qur’an. Ketika kita berusaha memahami suatu buku, biasanya timbul inspirasi-inspirasi dari pikiran pengarang buku tersebut. Demikian pula lebihlebih dengan Al-Qur’an, inspirasi dari pikiran Allah jauh lebih dahsyat. Tentu yang kita maksud adalah kemenangan ganda, yaitu kemajuan di dunia dan memilki modal untuk akhirat. Menurut Fazlur Rahman, kegagalan memahami AlQur’an sebagai suatu kesatupaduan yang berjalin dan menghasilkan pengetahuan yang pasti, telah mengakibatkan terjadinya bencana besar dalam lapangan pemikiran teologi.20 Terdapat kesalahan umum dalam memahami pokok-pokok keterpaduan Al-Qur’an, hanya berpegang pada ayat-ayat secara terpisah. Dari dua pemikiran di atas, dapat ditarik benang merahnya, bahwa menjauhkan Al-Qur’an dapat menyebabkan terbelakangnya umat Islam. Kemudian di sisi lain juga 20 Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual, (Bandung: Pustaka, 1995), hlm. 3.
Pendidikan Agama Islam 177
berusaha memahami Al-Qur’an, tetapi terpisah-pisah yang mengakibatkan salah pemahaman, menjadi malapetaka pemikiran. Jadi, kita perlu benar memahami Al-Qur’an secara menyeluruh. Memahami Al-Qur’an memang tidak mudah, tetapi juga jangan dianggap terlalu sulit. Sebab, dengan membaca sambil lalu saja, kita sudah dapat menangkap gambaran sekilas tentang maksud ayat tersebut. Yang agak sulit, memahami AlQur’an dalam konteks menemukan hukum, ketentuan, dan peranan umat Islam dalam membangun peradaban dunia. Melalui pemahaman yang benar terhadap Al-Qur’an, kita dapat mengambil manfaat darinya dan menjalani hidup yang benar. Jadi sebelum melihat peranan Al-Qur’an, sebaiknya kita melihat peranan kita terhadap Al-Qur’an. Berkaitan dengan hal itu, timbul konsekuensi, yaitu: 1.
Al-Qur’an harus dipelajari sedemikian rupa hingga utuh menyeluruh;
2.
Pemilihan ayat-ayat tertentu untuk memproyeksikan sudut pandang yang parsial, harus dihindarkan; dan
3.
Berdialog terus dengan Al-Qur’an hingga menemukan ketuntasan dalam satu tema, dilanjutkan dengan tema lainnya dan seterusnya tanpa batas selama manusia hidup di dunia ini.
Dalam Al-Qur’an, Allah mengajak manusia agar berpikir. Manusia harus memikirkan tentang dirinya, apa yang ada di alam dan kejadian di lingkungan hidup sehari-hari. AlQur’an, memberikan wawasan yang luas dan kerangka berpikir yang jelas dalam memetakan kehidupan manusia. Kehidupan manusia di muka bumi bertujuan untuk mencapai kebahagiaan. Al-Qur’an memberikan petunjuk ke arah
178 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
pencapaian kebahagiaan yang hakiki. Kebahagiaan yang hendak dicapai bukanlah kebahagiaan berdasarkan perkiraan pikiran manusia saja, melainkan kebahagiaan yang abadi. AlQur’an diturunkan Allah ke muka bumi untuk memberikan penjelasan segala sesuatu, sehingga manusia memiliki pedoman dan arahan yang jelas dalam melaksanakan tugas hidupnya sebagai makhluk Allah. Al-Qur’an dapat memberikan ketenangan dan ketenteraman jiwa. Dengan demikian, peranan Al-Qur’an bagi manusia dapat dirinci sebagai berikut. 1.
Al-Qur’an berperan sebagai hudan li an-naas (petunjuk bagi manusia) Al-Qur’an diturunkan pada Bulan Ramadhan untuk menjadi petunjuk bagi manusia, penjelas atas petunjuk tersebut dan pembeda antara yang haq dan bathil, (QS Al-Baqarah [2]:185). Berkaitan dengan peranan tersebut, Al-Qur’an merupakan rujukan utama dan pertama yang menempati posisi sentral bagi seluruh disiplin ilmu keislaman. Logis, jika Al-Qur’an mendapat perhatian besar dari umat Muslim yang ingin memperoleh cahaya petunjuk, bahkan non Muslim yang ingin mengenal lebih dekat agama Islam. Sebab, tidak mungkin memahami Islam, jika tidak memahami sumber Islam itu sendiri yaitu Al-Qur’an.
2.
Al-Qur’an berperan sebagai penjelasan segala sesuatu untuk membimbing akal manusia Sebagai penjelas, Al-Qur’an pada pembukaannya menegaskan terlebih dahulu tidak ada keraguan di dalamnya (QS Al-Baqarah [2]:2). Kemudian disusul dengan penegasan pula bahwa semua hal dijelaskan dalam Al-Qur’an, (QS Al-An’am [6]:38; An-Nahl [16]:89).
Pendidikan Agama Islam 179
Penjelasan-penjelasan Al-Qur’an sebenarnya untuk menjadi petunjuk juga, sebab tidak mungkin orang mendapatkan petunjuk jika tidak paham petunjuk. Agar paham petunjuk, perlu ada penjelasan-penjelasan. 3.
Al-Qur’an berperan sebagai obat bagi pemeliharaan jiwa manusia. Sebagai obat, Al-Qur’an dikhususkan bagi orang-orang yang beriman, sementara bagi orang zalim (hianat) tidak akan menjadi apa-apa kecuali kerugian (QS Al-Israa [17]: 82). Al-Qur’an sebagai obat umumnya dipahami sebagai obat jiwa saja. Memang benar, yang pokok adalah mengobati penyakit kejiwaan. Mungkin orang dapat berpikir bahwa lebih baik sehat jiwa walaupun badan sakit, daripada sehat badan tapi jiwa sakit (gila). Visi umat Islam sebaiknya mengubah cara berpikir demikian, sebab jiwa dan raga sama-sama pentingnya. Oleh karena itu sama-sama harus dipelihara dengan baik. Orang memperindah badan tentu baik, namun perlu disertai dengan memperindah jiwa. Orang yang sudah diciptakan dengan badan yang bagus harus taat beragama. Ini kesempurnaan seseorang yang meliputi sehat jasmani, cerdas akal, dan berkualitas hatinya. Pada suatu ketika datang seseorang kepada Ibnu Mas’ud (sahabat Rasul). Katanya: “Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasihat yang dapat menjadikan obat bagi jiwaku yang sedang gelisah. Dalam akhir-akhir ini aku merasa tidak tentram, jiwaku gelisah, pikiranku kusut, sehingga makan tidak enak, tidur pun tak nyenyak”. Lalu Ibnu Mas’ud memberikan nasihat: “Kalau itu yang menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu: 1) tempat orang membaca Al-Qur’an, engkau baca Al-Qur’an atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya; 2) atau
180 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
engkau pergi ke majelis pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah; 3) atau engkau cari tempat yang sunyi, disana engkau berkhalwat menyembah Allah, umpama di tengah malam mengerjakan shalat tahajjud, memohon kepada Allah ketenangan jiwa, ketentraman pikiran dan kebersihan hati. Jika dengan cara demikian belum juga tersembuhkan, engkau minta kepada Allah digantikan hati yang lain”. Setelah mendapat nasihat itu orang tersesat, kembali ke rumah dan diamalkan nasihat tersebut. Dia pergi mengambil air wudhu kemudian diambilnya Al-Qur’an, terus dibaca dengan hati yang khusyu. Selesai membaca Al-Qur’an berubahlah hatinya menjadi tenang dan tenteram, kegelisahan hilang, dan pikiran jadi jernih. Dari kisah di atas, dapat dipahami bahwa penyakit hati dapat menyebabkan penyakit badan. Hati yang sakit, menimbulkan tidak enak makan, kurang tidur, akhirnya dapat jatuh sakit. Sehubungan dengan itu, dalam hadis Nabi yang lain, jika hati kita sehat, maka sehatlah seluruh tubuh, tapi jika hati kita sakit, sakitlah seluruh tubuh. Itulah pentingnya Al-Qur’an menjadi obat jiwa yang pada gilirannya menjadi obat sakit fisik. Sejumlah peranan Al-Qur’an di atas, sebaiknya menimbulkan refleksi dan perenungan ulang bagi umat Islam apakah benar-benar sudah merasakannya atau belum. Jika belum tentu perlu evaluasi diri.
G. Penafsiran Al-Qur’an Kaum muslimin berkeyakinan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang dapat menjadi rahmat dan petunjuk bagi semua manusia yang berlaku sepanjang waktu dan di Pendidikan Agama Islam 181
semua tempat. Al-Qur’an tidak akan mengalami perubahan, sekalipun masyarakat terus menerus mengalami perubahan. Al-Qur’an memang tidak pernah berubah dan tidak akan direvisi oleh kaum muslimin.
‘alaq adalah zigot yang melekat pada suatu tempat. ‘Alaq ini ibarat lintah yang menempel pada kulit untuk menghisap darah. Jadi, ‘alaq adalah sel tunggal yang menempel pada dinding rahim untuk menyerap makanan dari ibu.
Akan tetapi, tafsiran orang tentang makna isi Al-Qur’an dapat berkembang dari waktu ke waktu. Dalam proses penafsiran akan terjadi perbedaan. Orang yang berpikir sederhana cenderung menafsirkan Al-Qur’an secara harfiah. Tetapi bagi orang tertentu dalam kata yang sama dapat ditafsirkan luas, karena dikategorikan sebagai simbol. Gambaran orang tentang suatu simbol dapat mengalami perkembangan.
Selanjutnya kata dzarrah dalam Al-Qur’an oleh orang dulu digambarkan sebagai “biji sawi”. Kemudian ada juga yang menerjemahkan “atom”. Gambaran pokok dari kata dzarrah yaitu suatu benda yang paling kecil. Dalam teori fisika klasik, atom adalah benda terkecil. Tetapi teori fisika modern dapat membagi lagi atom menjadi partikel. Partikel adalah bagian terkecil dari atom yang terdiri atas inti atom dan elektron. Jadi, kata dzarrah sekarang dapat diterjemahkan sebagai partikel. Di sini wujud dari suatu benda dalam gambaran manusia dapat berubah-ubah. Perubahan pengetahuan tentu akan berpengaruh terhadap perubahan penafsiran. Jadi, istilah dzarrah dalam Al-Qur’an tidak berubah, tetapi penafsiran tentang apa itu dzarrah bisa berubah.
Misalnya, dalam Al-Qur’an surah Al-Alaq terdapat kata qalam. Orang dulu mempunyai gambaran terbatas tentang nama qalam, yaitu suatu alat tulis tertentu. Gambaran orang sekarang tentang qalam sudah jauh berkembang, yakni dapat berupa komputer. Istilah qalam dalam Al-Qur’an tidak berubah, tetapi penafsiran tentang qalam bisa berubah. Demikian pula kata ‘alaq, ditafsirkan berbeda antara orang yang ahli ilmu kedokteran dengan orang yang ahli agama saja. ‘Alaq diartikan “segumpal darah” oleh orang dulu. Manusia diciptakan dari segumpal darah. Jika kita mengikuti terjemahan tersebut, gambarannya bahwa segumpal darah adalah benda statis. Akan tetapi dengan bantuan ilmu kedokteran, ‘alaq adalah zigot. Ketika sperma satu bertemu dengan sel telur, di sini mulai bergabung DNA laki-laki dan perempuan. Sel pertama dari manusia baru di dalam kandungan ibu, berupa zigot. Zigot ini adalah sel tunggal dan akan mulai berkembang. Zigot melekat pada rahim bagaikan akar yang menancap kuat ke bumi. Melalui ikatan ini, zigot memperoleh zat gizi dari tubuh sang ibu. Jadi,
182 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
Dalam konsep-konsep Al-Qur’an yang abstrak, penafsirannya akan lebih semakin bervariasi. Kata amanah, pada awalnya hanya terbatas pada pengertian seseorang diberi amanat oleh orang lain, ia harus menyampaikan amanat tersebut. Kini sudah bervariasi, dalam setiap aspek kehidupan manusia diperlukan amanah, baik dalam manajemen modern maupun dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, penafsiran baru terjadi karena berubah dan berkembangnya berbagai jenis ilmu, baik yang empiris maupun filosofis. Dawam Rahardjo berobsesi untuk memperkenalkan model penafsiran baru atas Al-Qur’an yang sesuai dengan tingkat pengetahuan, pendidikan, dan intelektual seseorang.21 21 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 11.
Pendidikan Agama Islam 183
Dasar pemikiran Rahardjo, Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang merupakan petunjuk dan rahmat bagi sekalian manusia. Manusia di sini bukan hanya orang-orang tertentu, tetapi setiap manusia. Oleh karena itu, sudah sewajarnya kalau setiap Muslim mempunyai akses langsung kepada AlQur’an. Akses yang dimaksud yaitu bukan hanya dibaca, tetapi mengetahui artinya, memahami maknanya, dan dapat menafsirkan untuk mengutarakan suatu pandangan. Dalam Ulum Al-Qur’an (ilmu-ilmu Al-Qur’an), ditentukan syarat-syarat yang berat jika ingin menafsirkan Al-Qur’an. Misalnya, ia harus menguasai Tata Bahasa Arab dan cabang-cabangnya, ilmu Balaghah dan sastra Arab, ilmu asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya ayat), ilmu tafsir dan cabang-cabangnya. Tentu persyaratan tersebut diperlukan untuk menjaga standar kualitas penafsiran Al-Qur’an. Akan tetapi, bukan berarti orang yang belum memiliki persyaratanpersyaratan tersebut lantas menjadi acuh terhadap Al-Qur’an. Orang ini juga dapat langsung memahami makna Al-Qur’an sesuai dengan kemampuan. Obsesi Rahardjo di atas, tampak jelas telah memberikan solusi tersendiri untuk dapat langsung mengakses Al-Qur’an. Kunci utama untuk dapat mengambil petunjuk dan pelajaran Al-Qur’an adalah sikap hati terhadap Al-Qur’an itu sendiri. Penguasaan bahasa Arab tidak menjadi jaminan untuk bisa menafsirkan Al-Qur’an dengan baik dan benar. Orang-orang Arab Quraisy ahli bahasa tetapi tidak mendapat petunjuk dari Al-Qur’an, karena sikap hati yang tertutup. Akan tetapi, orang buta yang benar-benar ingin membersihkan dirinya dan ingin mendapat pelajaran dapat mengambil manfaat dari Al-Qur’an. Berkaitan dengan ini, Rasul pernah ditegur oleh Allah, karena lebih melayani orang Quraisy, sementara berpaling muka dari orang buta, 184 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
(QS ‘Abasa [80]: 1-4). Orang buta dalam kisah ini bernama Ibnu ‘Ummi Maktum, salah seorang yang buta huruf dan masih miskin pengetahuan, tetapi memiliki hati bersih dan terbuka. Penafsiran baru bukan berarti meninggalkan semua yang lama, tetapi keterbukaan hati untuk menerima perubahan tafsiran. Penafsiran baru ini, lebih banyak dipengaruhi oleh pengalaman dan kondisi-kondisi sosial kemasyarakatan yang berubah-ubah, sementara perlu dipecahkan masalahnya melalui Al-Qur’an. Oleh karena itu, ilmu sosial membantu ilmu tafsir. Bukan sebaliknya, ilmu tafsir untuk membantu ilmu sosial. Dengan demikian, kembali kepada Al-Qur’an artinya kembali pada semangat Al-Qur’an, bukan kembali kepada zaman turunnya Al-Qur’an. Saya menilai, sebenarnya Nabi berhasil menyelesaikan masalah-masalah hidup manusia karena Nabi menafsirkan Al-Qur’an dalam konteks situasi zaman itu. Hanya saja, Nabi tidak menuliskan tafsirnya. Apabila ada sahabat yang bertanya tentang suatu ayat atau bertanya tentang suatu masalah, barulah Rasul menjelaskan cara penyelesaiannya. Dan ini kontekstual. Dalam masalah yang sama, tetapi menyangkut orang yang berbeda, Rasul pernah memberikan jawaban yang berbeda pula. Tentu hal ini semata-mata karena konteksnya harus demikian. Dengan contoh itulah, Rasul mampu memberikan keputusan yang terbaik sebagai solusi yang benar-benar solutif. Selanjutnya, saya juga menilai bahwa al-Sunnah adalah tafsir dari Al-Qur’an. Oleh karena itu, al-Sunnah bukanlah sesuatu yang lain yang dipisahkan dari Al-Qur’an. Dari sini kita dapat menilai, tidak mungkin ada al-Sunnah yang bertentangan dengan Al-Qur’an. Kalau menemukan apa yang
Pendidikan Agama Islam 185
ada dalam al-Sunnah, seakan-akan tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, itu salah satu ciri dari tafsir. Tafsir dari orang yang berbeda, hasilnya pun relatif berbeda. Tapi, karena Nabi sendiri yang memiliki otoritas untuk menafsirkan Al-Qur’an dalam rangka menyelesaikan masalah-masalah aktual yang dihadapi manusia zaman itu, maka tidak ada dua al-Sunnah yang bertentangan. Kalau ada yang bertentangan, pasti salah satunya palsu. Tetapi kalau kedua-duanya hanya berbeda keputusan, sekali lagi itu karena konteks yang berbeda. Di sini, Ahli hukum umumnya menyusun Al-Qur’an sebagai sumber pertama, sedangkan al-Hadis sebagai sumber kedua.
H. Metode Memahami Al-Qur’an Dalam QS. Al-Muzzammil [73]: 20, “Maka bacalah dari AlQur’an apa yang mudah bagimu”. Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur adalah untuk memudahkan pemahaman Rasul dan Para Sahabat pada waktu itu. Dalam satu surah pun, sebenarnya banyak yang tidak diturunkan sekaligus. Karena sifat turunnya itu maka walaupun Al-Qur’an tersusun dari surah-surah, tidak bisa disamakan dengan buku biasa atau buku ilmiah lainnya. Bahkan temanya pun melompat dari satu hal ke lain hal yang jauh berbeda dalam satu surah. Hal ini mudah dipahami karena dalam satu surah tidak turun sekaligus. Tetapi dalam satu kali turun adalah satu gugus tema yang logis dan sistematis. Misalnya surah Al-Alaq ayat 1-5 turun sekaligus dan menjadi ayat pertama kali turun adalah suatu tema yang runtut dan jelas. Walaupun satu surah memiliki tema yang berbeda-beda, tetapi pembacanya tidak merasakan ada kejanggalan. Bahkan orang banyak yang mudah hapal. Inilah merupakan keistimewaan Al-Qur’an yang sulit ditandingi oleh ahli bahasa sekalipun. 186 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
Umar bin Khattab sebelum masuk Islam termasuk orang yang bengis justru masuk Islam ketika dibacakan surah Thaha ayat 1-4 yang artinya: “Wahai manusia, Aku tidak menurunkan Al-Qur’an ini agar kau menjadi susah, melainkan sebagai peringatan bagi orang-orang yang takut, yang turun dari Dzat pencipta bumi dan langit yang tinggi…”. Di sini kita mengikuti pendekatan sejarah dalam memahami Al-Qur’an. Dawam Rahardjo, membedakan antara pendekatan sejarah dengan pendekatan asbab al-nuzul. Melalui keterangan sebab-sebab turunnya Al-Qur’an kita memang dapat meletakkan suatu ayat dalam konteksnya. Tetapi penafsiran seperti ini bisa membawa pada penyempitan arti, karena maksud suatu ayat dan interpretasinya dibatasi oleh kaitan peristiwanya.22
1.
Terjemah
Terjemah adalah menyalin atau memindahkan dari suatu bahasa ke bahasa lain. Terjemah Al-Qur`an berarti menyalin atau memindahkan dari bahasa Al-Qur`an ke bahasa lain. Secara umum ada dua model: Terjemah harfiah dan terjemah maknawiyah. Terjemah harfiah ialah menerjemahkan makna “bahasa” Al-Qur`an kata per kata ke dalam bahasa lain sesuai dengan kemampuan dan daya serap penerjemah bahasa Al-Qur`an dan bahasanya sendiri. Contoh terjemah harfiah dalam QS Al-Israa [17]: 29. “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah terlalu mengulurkannya…” (QS Al-Israa’ [17]: 29). Ibid., hlm. 651.
22
Pendidikan Agama Islam 187
Sedangkan terjemah maknawiyah ialah menerjemahkan makna “kandungan“ bahasa Al-Qur`an secara tepat dan benar berdasarkan keyakinan penerjemah, walaupun secara harfiahnya tidak cocok dengan teksnya. Terjemahan maknawiyah dari ayat di atas yaitu: “Dan janganlah kamu terlalu kikir dan jangan terlalu pemurah.”
2.
Tafsir
Tafsir secara bahasa adalah penjelasan atau pengungkapannya. Secara istilah, tafsir adalah pengetahuan untuk memahami kitabullah yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. dengan menjelaskan makna-maknanya, mengeluarkan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya. Menurut Quraish Shihab ada dua hal yang harus diperhatikan dalam penafsiran Al-Qur`an, yaitu: a.
b.
Materi tafsir. Semua ayat boleh ditafsirkan kecuali: 1)
Ayat yang tidak mungkin dijangkau pengertiannya, seperti alif laam miim, shaad, dan qaaf di awal surah.
2)
Ayat yang hanya diketahui secara umum artinya, tetapi tidak dapat dijangkau kedalaman maknanya oleh pikiran manusia, seperti masalah metafisika (hal-hal yang tidak dapat dipahami secara fisik).
Orang yang menafsirkan harus memiliki syarat: 1)
Pengetahuan bahasa Arab dengan berbagai bidangnya.
2)
Pengetahuan ilmu-ilmu Al-Qur`an dan sejarah turunnya, hadis-hadis Nabi dan ushul fiqh (kaidahkaidah hukum Islam).
3)
Pengetahuan tentang prinsip-prinsip keagamaan.
4)
3.
Pengetahuan tentang disiplin ilmu yang menjadi materi bahasan ayat.23
Takwil
Takwil secara bahasa artinya mengembalikan atau memalingkan makna. Secara istilah takwil ialah mengembalikan makna suatu ayat kepada apa yang dikehendaki-Nya, atau memalingkan makna asalnya dengan makna lain yang sejiwa dengannya. Al-Qur`an sendiri terkadang menyebut takwil dengan arti “mencari kebenaran“. Ulama tafsir mendefinisikan takwil, yaitu menerangkan atau menjelaskan apa yang terdapat dalam kalimat, baik sesuai dengan teksnya ataupun tidak. Memalingkan makna ayat kepada makna yang lebih kuat dari makna yang tampak. Seperti mengalihkan pengertian “tangan“ menjadi “kekuasaan”. Dengan demikian, yang diperlukan yaitu metodemetode dalam memahami Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an tanpa dipahami tidak akan memberikan manfaat apa-apa. Jika umat Muslim, tidak berusaha untuk memahami kandungan isi AlQur’an secara keseluruhan, maka dapat dinilai sebagai orang yang tidak pantas beragama Islam. Oleh karena itu, berbagai upaya yang termudah yang mungkin dapat kita lakukan menuju kesempurnaan perlu terus-menerus dilatihkan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, walaupun paham tapi tidak dilaksanakan sama buruknya dengan melaksanakan tapi tanpa pemahaman ilmu yang benar.
23 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1993), Cet. 2, hlm. 78-79
188 Bab 6| Mengkaji Al-Qu’ran Sebagai Sumber Ilmu Islam
Pendidikan Agama Islam 189
BAB 7 AL-HADIS SEBAGAI SUMBER ILMU ISLAM
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”, (QS Al-Nisa [4]: 59). Orang beriman taat pada Rasul, karena sesungguhnya diri Rasulullah itu suri teladan yang baik, bagi orang yang mengharap rahmat Allah, (QS Al-Ahzab [33]: 21). al-Sunnah dalam pengertian ini, segala sesuatu yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Dan kita perlu mengikuti dan melaksanakannya sebagaimana melaksanakan Al-Qur’an.
A. Al-sunnah dan Al-Hadits 1.
Pengertian al-Sunnah
Secara lughawi, al-Sunnah adalah jalan, perjalanan. Jika diungkapkan aku menjalaninya, berarti aku melakukan untuk kalian suatu sunnah, maka ikutilah. Rasulullah bersabda: Pendidikan Agama Islam 191
ﻦ ـﻦ ﺳ ﻣ ﻭ ﻬﺎ ﻤ ﹶﻞ ﹺﺑ ﻋ ﻦ ﻣ ﺮ ﺟ ﻭﹶﺃ ﻫﺎ ﺮ ﺟ ﻪ ﹶﺃ ﻨ ﹰﺔ ﹶﻓﹶﻠﺴ ﺣ ﻨ ﹰﺔﺳ ﻦ ﺳ ﻦ ﻣ (ﻢ ﻠﺴ ﻣ ﻩ ﻭﺍ ﺭ ) ﻬﺎ ﻤ ﹶﻞ ﹺﺑ ﻋ ﻦ ﻣ ﺭ ﺯ ﻭ ﹺﻭ ﻫﺎ ﺭ ﺯ ﻪ ﹺﻭ ﻴﻌﹶﻠ ﻴﹶﺌ ﹰﺔ ﹶﻓﺳ ﻨ ﹰﺔﺳ 1
“Barangsiapa melakukan suatu sunnah (perjalanan, perbuatan) yang baik maka ia akan memperoleh pahalanya dan pahala orangorang yang melakukannya, dan barangsiapa melakukan suatu sunnah yang buruk maka ia akan menerima dosa dan dosa orangorang yang mengikutinya” (H.R. Muslim).1 Sunnah dalam konteks sabda Rasul di atas dapat berarti baik atau buruk. Semua orang dapat menciptakan sunnah. Apakah sunnah baik atau sunnah buruk. Setiap orang yang memulai sesuatu kemudian diikuti oleh orangorang sesudahnya, maka yang dikatakan atau diperbuat itu adalah sunnah. Sunnah dalam pengertian ini adalah sebuah konsep perilaku, baik yang diterapkan pada aksi-aksi fisik maupun aksi-aksi mental. Oleh karena sunah adalah konsep perilaku, maka sunnah adalah sebuah hukum tingkah laku dari perilaku-perilaku yang sadar. Sebagai hukum tingkah laku, maka sunnah berkaitan pula dengan hukum moral yang bersifat normatif. Jika sunnah dipahami sebagai hukum, maka kata sunnah tidak bisa berdiri sendiri, melainkan terkait dengan hukum apa, siapa, bagaimana, di mana, dan kapan. Kita mengenal istilah populer yaitu sunnatullah (hukum-hukum Allah). Sebagian orang menilai sunnatullah itu tempatnya di alam semesta. Alam semesta bertingkah laku menurut hukum-hukumnya. Seperti kayu terapung di atas air, api dapat membakar dan sebagainya. Tetapi sebagian orang ada yang menilai sunatullah itu tempatnya dalam hukum 1 M. Ajaj Al-Khathib, al-Sunnah Qabla al-Tadwin, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1401 H/1981 M), hlm. 35.
192 Bab 7| al-Hadis Sebagai Sumber Ilmu Islam
sosial kemasyarakatan, sebab hukum bagi alam semesta disebut taqdir. Dalam Al-Qur’an disebutkan matahari dan bulan beredar menurut takdirnya (QS Yasin [36]: 38-39). Sebenarnya, sunatullah itu bisa di alam semesta dan bisa juga dalam kehidupan sosial. Jadi, pemahaman sunnah dalam arti hukum-hukum tingkah laku tertentu, melahirkan berbagai istilah seperti sunah Allah, sunah Nabi dan sunnah umat Islam. Implikasi dari pengertian sunnah-sunnah ini menyangkut persoalanpersoalan manusia secara umum sejak diciptakan Adam a.s., hingga manusia yang terakhir nanti. Secara istilahi, sunnah ditinjau dalam kajian ilmu yang berbeda-beda, seperti pakar hadis dan pakar hukum atau ushul fiqh. Pakar hadis menyebutkan, al-Sunnah adalah segala sesuatu yang datang dari Rasulullah Saw. atau segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi baik ucapan, perbuatan, atau taqrir (ketetapan) baik sifat fisik maupun psikis, setelah beliau diangkat menjadi Rasul maupun sebelumnya.2 Pakar hadis memosisikan Rasul sebagai teladan. Keteladanan Rasul sudah ada sejak masa sebelum diangkat menjadi Rasul, apalagi sesudah menjadi Rasul. Sehubungan dengan itu, pakar hadis menukil segala hal yang berhubungan dengan diri Rasul meliputi perjalanan, akhlak, tabiat, khabar, ucapan dan perbuatan Nabi baik yang menetapkan hukum syara’ ataupun tidak. Segala yang disandarkan kepada Nabi disebut al-Sunnah. Menurut pakar fikih (fuqaha), al-Sunnah adalah segala ucapan, perbuatan Rasul yang berkaitan dengan hukum, baik wajib, haram atau mubah.3 Ucapan dan perbuatan Nabi yang Subhi Shalih, Ulum al-Hadis wa Musthalahuhu, t.t. Beirut, hlm. 3. M. Ajaj Al-Khatib, Op.Cit., hlm. 36.
2 3
Pendidikan Agama Islam 193
tidak berimplikasi pada ketetapan hukum, tidak termasuk al-Sunnah. Karena segala sesuatu harus berkaitan dengan hukum, maka sebelum masa kerasulan tidak termasuk alSunnah. Menurut pakar ushul, al-Sunnah adalah segala ucapan dan perbuatan Nabi yang mengandung dalil-dalil hukum untuk para mujtahid sesudah beliau menjelaskan undangundang kehidupan bagi manusia. Pakar ushul pada dasarnya sama dengan pakar hukum, bahwa al-Sunnah terkait dengan hukum syara’. Dalam konteks hukum syara’, dikembangkan lebih jauh menjadi hukum wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram. Konsep al-Sunnah makin jauh dari makna aslinya, karena menjadi sejajar dengan wajib, haram, dan lain-lain. Konsep al-Sunnah menjadi sempit dan implikasi perbuatannya jika diperbuat mendapat pahala, jika ditinggalkan tidak apa-apa. Kadang-kadang menurut pakar hukum fikih, al-Sunnah diartikan sebagai lawan bid’ah. Bid’ah adalah suatu yang baru. Dalam istilah syara, bid’ah adalah segala sesuatu yang diwujudkan oleh manusia dalam agama dan syiar-syiarnya, berupa ucapan atau perbuatan yang tidak bersumber dari Rasulullah Saw. Rasul bersabda: 4
ﺭﺩ ﻮ ﻬ ﻪ ﹶﻓ ﻨﻣ ﺲ ﻴﻣﺎﹶﻟ ﻫ ﹶﺬﺍ ﻧﺎﻣ ﹺﺮ ﰱ ﹶﺍ ﺙ ﹺ ﺪ ﹶ ﺣ ﻦ ﹶﺃ ﻣ
“Barangsiapa mengada-ada dalam urusan kami ini sesuatu (ibadah) yang tidak termasuk darinya, maka ia tertolak”.4 Kata “ahdatsa” dalam sabda Nabi di atas diartikan mengada-ada atau baru. Orang yang mengada-ada dalam 4
Shahih Muslim, Juz 3, hlm. 1343.
194 Bab 7| al-Hadis Sebagai Sumber Ilmu Islam
ibadah termasuk dalam kategori bid’ah. Bid’ah pasti berlawanan dengan Sunnah Rasul. Oleh karena itu, bid’ah berlawanan pula dengan al-Hadis, walaupun sama-sama baru tetapi konteksnya berbeda. Pengertian bid’ah dalam bahasa Arab yaitu:
ﻉ ﺭ ﺴﺎ ﺗﻭ ﻳ ﹺﻦﺪ ىﺎﻟ ِ ﺱﻓ ﻨﺎﻪ ﺍﻟ ﺪﹶﺛ ﺣ ﻣﺎﹶﺃ ﹸﻛﻞﱡ:ﻋ ﹸﺔ ﺪ ﹶﺍﹾﻟﹺﺒ “Bid’ah adalah segala sesuatu yang baru diadakan oleh manusia dalam ibadah dan syiar-syiarnya”. Sesuatu yang baru datang dari manusia dalam ibadah, kategorinya bid’ah. Bid’ah itu sesat, segala kesesatan masuk neraka jahannam. Tetapi, sesuatu yang baru datang dari Rasul itulah al-Sunnah. Kemudian sesuatu yang baru walaupun datang dari manusia, tetapi bukan dalam ibadah, tidak termasuk bid’ah yang sesat. Dalam hal Iptek, pendidikan, sosial kemasyarakatan, seni berpakaian dan perhiasan tidak termasuk bid’ah yang sesat. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan al-Sunnah adalah segala ucapan, perbuatan, atau taqrir (ketetapan) Rasulullah Saw. al-Sunnah dibagi menjadi tiga, yaitu: Sunnah qauliyah, Sunnah fi’liyah, dan Sunnah taqririyah. Qauliyah berkaitan dengan ucapan-ucapan Nabi. Fi’liyah berkaitan dengan perbuatan-perbuatan Nabi. Sedangkan taqririyah berkaitan dengan ketetapan Nabi dalam suatu urusan yang tidak dilarang juga tidak diperintahkan, artinya ketika melihat suatu perbuatan seseorang sahabat, Nabi diam saja.
2.
Pengertian al-Hadis
Menurut lughawi, hadis adalah sesuatu yang baru.5 Dikatakan baru karena hadis ada bersamaan dengan M. Ajaj Al-Khatib, Op.Cit., hlm. 42.
5
Pendidikan Agama Islam 195
diangkatnya Muhammad menjadi Rasul oleh Allah Ta’ala. Kedudukan Rasul termasuk baru, walaupun isi ajaran Rasulullah Saw. tidak semuanya baru. Ajaran sebelumnya juga ada dalam ajaran Nabi Muhammad Saw., hanya saja praktik-praktiknya tentu baru dalam arti berbeda dengan sebelumnya. Menurut istilahi, hadis adalah perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad Saw. yang sudah tertulis. Sebelum tertulis kita sebut saja al-Sunnah, tetapi setelah al-Sunnah tersebut diriwayatkan oleh para sahabat dan generasi selanjutnya secara bersambung, itulah al-Hadis. Pakar hadis umumnya menilai sama antara al-Sunnah dan al-Hadis. Persamaannya karena sama-sama dari Rasulullah. Demikian pula implikasi hukumnya sama. Pembedaan antara al-Sunnah dan al-Hadis ini dalam pemetaan istilah saja, sama halnya dengan istilah wahyu dan Al-Qur’an. Memang perlu dipahami perbedaannya dari istilah yang berbeda. Kita mengenal ilmu hadis, tapi tidak ada ilmu sunnah. Dari situ, muncul ilmu-ilmu hadis dengan segala cabangnya. Dalam ilmu hadis diteliti apakah riwayat tersebut benar-benar datang dari Rasulullah atau tidak. Jadi, hadis yang beredar sampai kepada kita sekarang sudah melalui proses seleksi ketat oleh para pakar hadis. Sebagian pakar hadis, mengkaji lahirnya istilah al-Hadis hanya dari sunnah qauliyah. Sedangkan Sunnah fi’liyah, dan taqririyah tidak menjadi al-Hadis, melainkan Sunnah saja. Dipandang demikian karena apa saja yang diriwayatkan oleh para sahabat dan generasi selanjutnya yang terkumpul menjadi kitab-kitab Hadis, yaitu tentang perkataan-perkataan Nabi.
196 Bab 7| al-Hadis Sebagai Sumber Ilmu Islam
Jadi, posisi al-Hadis, dapat dilihat dalam model berikut ini: Posisi al-Sunnah dan al-Hadis Nabi Muhammad Saw.
al-Sunnah
Qauliyah
Fi’liyah
Sahabat, Tabi’in, dan Seterusnya
Taqririyah
al-Hadis Perlu dikemukakan di sini tentang Hadis Qudsi, yaitu hadis dari Rasul yang disandarkan kepada Allah Ta’ala. Hadis Qudsi tingkatannya lebih tinggi karena memiliki sandaran langsung kepada Allah. Oleh karena itu, Hadis Qudsi sifatnya kudus, suci, bersih. Dikatakan bersandar pada Allah, karena Rasul sewaktu mengatakan hadis tersebut, secara tersurat menyebutkan Allah Swt. telah berfirman, tetapi bukan firman dalam Al-Qur’an.
B. Fungsi al-Hadis Seorang Muslim tidak hanya menggunakan Al-Qur’an, tetapi ia juga harus percaya pada al-Hadis sebagai sumber hukum, sumber ilmu dan sumber peradaban. Al-Qur’an sendiri memerintahkan kita taat pada Allah dan taat pada Rasul-Nya. Taat kepada Allah adalah mengikuti perintah
Pendidikan Agama Islam 197
yang tercantum dalam Al-Qur’an sedangkan taat kepada Rasul adalah mengikuti al-Hadis.
Adapun ciri-ciri hadis yang masuk dalam kategori mutawatir, yaitu:
Adapun hubungan antara Al-Qur’an dengan al-Hadis adalah sebagai berikut.
a.
Diriwayatkan oleh perawi yang banyak;
b.
Jumlah perawi pada setiap tingkatan sama banyaknya;
1.
al-Hadis menguatkan hukum yang ditetapkan AlQur’an;
c.
Menurut akal dan adat, mustahil mereka sepakat untuk berdusta; dan
2.
al-Hadis memberikan rincian terhadap pernyataan AlQur’an yang bersifat global;
d.
3.
al-Hadis sebagai Sunnah Nabi Saw. merupakan wujud konkret pelaksanaan hukum ketetapan dari spirit AlQur’an.
Hadis tersebut disaksikan oleh para perawi dengan pancaindra, sehingga redaksinya memakai kata-kata: sami’na (kami mendengar), ra’aina (kami melihat).
C. Macam-macam Hadits Menurut ilmu hadis, hadis dapat dilihat dari dua segi, yaitu kuantitas dan kualitas. Dari segi kualitas hadis dapat dilihat dari sanad atau matan. Dari segi kuantitas, hadis dibagi tiga macam, yaitu:
1.
Hadis Mutawatir
Menurut bahasa, mutawatir artinya berurutan. Kedatangan seseorang setelah orang lain dengan memiliki jarak antara keduanya secara berurutan. Orang yang berikut dengan kita, beriring-iringan antara satu dengan yang lainnya dengan tidak ada jarak. Menurut istilah, hadis mutawatir adalah yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut akal dan kebiasaan tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta. Sejumlah orang, sejak awal sanad hingga akhir sanad pada setiap tingkatan (thabaqat) tidak mungkin berbuat dusta dalam meriwayatkan hadis tersebut. 198 Bab 7| al-Hadis Sebagai Sumber Ilmu Islam
Kategori hadis mutawatir, bisa dilihat secara lafdzi (redaksi) atau ma’nawi (arti). Redaksi hadis terkadang ada perbedaan walaupun sedikit antara perawi satu dengan lainnya, akan tetapi maknanya sama. Kita tidak perlu meragukan hadis-hadis tersebut, karena ukuran diterima atau ditolaknya hadis tergantung pada tingkatan kualitasnya, bukan kuantitasnya. Penentuan kualitas hadis melalui proses penelitian yang teliti yaitu takhrij al-hadis. Hadis tentang Nabi mengangkat tangan dalam berdoa diriwayatkan oleh sekitar 100 hadis dengan redaksi yang berbeda-beda, tetapi maknanya sama, yaitu kalau berdoa Nabi mengangkat tangan. Kita dapat berhujjah dengan hadis-hadis mutawatir tanpa harus meragukan keotentikannya.
2.
Hadis Ahad
Menurut bahasa, ahad artinya satu. Pada prinsipnya, hadis ahad yaitu hadis yang diriwayatkan oleh perawi, tapi tidak mencapai kategori mutawatir. Jika ukuran hadis mutawatir yaitu diriwayatkan minimal oleh 5 orang, maka 1 sampai 4 orang termasuk hadis ahad. Oleh karena itu, ahad bukan dalam arti harfiah, melainkan kategorisasi dalam ilmu hadis. Hadis ahad tidak berimplikasi pada kualitas hadis. Pendidikan Agama Islam 199
Sebab, bisa saja hadis diriwayatkan oleh satu orang tetapi kualitasnya shahih. Sebaliknya, diriwayatkan oleh 4 orang, tetapi kualitasnya dhaif.
3.
Hadis Masyhur
Masyhur artinya populer. Dikatakan demikian karena hadis tersebut tersebar luas di kalangan masyarakat. Namun demikian, suatu hadis bisa saja masyhur di kalangan masyarakat tertentu atau menurut lingkungan disiplin ilmu tertentu, tetapi tidak masyhur bagi yang lainnya. Hadis yang masyhur di kalangan pakar fikih, belum tentu masyhur di kalangan pakar tasawuf. Hal ini dipengaruhi oleh sejauh mana mereka mencari dalil-dalil yang mendukung untuk diamalkan mereka. Demikian pembagian hadis secara kuantitas, yaitu dilihat dari jumlah orang yang meriwayatkan. Hal ini menunjukkan pada klasifikasi perawi hadis, bukan pada diterima atai ditolaknya hadis. Selanjutnya pembagian hadis dari segi kualitas, terdiri atas: a. b. c.
Hadis Shahih Hadis Hasan Hadis Dhaif
Pakar hadis yang meneliti kualitas suatu hadis, didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: Sumber suatu hadis tidak semuanya berasal dari Nabi, bisa saja berasal dari sahabat, tabiin, tabiit tabiin, atau si pembicara itu sendiri. Hal ini dikarenakan ketika si A menjadi sandaran perbuatan oleh si B, belum tentu si A mengerjakan hal tersebut. Demikian pula ketika Nabi dijadikan sandaran perkataan atau perbuatan, belum tentu hal itu berasal dari Nabi. Sebab, mungkin saja 200 Bab 7| al-Hadis Sebagai Sumber Ilmu Islam
penyebutan nama Nabi hanya sebagai alat mencari legitimasi dari para pendengar atau orang yang diajak bicara. Tentu hal ini banyak dilakukan oleh orang-orang zindik, para pembenci Islam. Para sahabat sejati tidak mungkin berdusta, bahkan memahami benar sebuah hadis Nabi yang mengatakan:
ﻨﺎ ﹺﺭﻦ ﺍﻟ ﻣ ﻩ ﺪ ﻌ ﻣ ﹾﻘ ﻮﹾﺃ ﺒﺘﻴﺑﺎ ﹶﻓ ﹾﻠﺬ ﻰ ﹶﻛ ﻋﹶﻠ ﺪ ﻤ ﻌ ﺗ ﻦ ﻣ “Barangsiapa sengaja mendustakan atas diriku, maka bersegeralah ia mengambil tempat di neraka jahannam”. Berdasarkan pertimbangan di atas, hadis-hadis perlu diteliti oleh ahlinya yakni pakar hadis. Hasil-hasil penelitian tersebut melahirkan kualifikasi hadis, yaitu: shahih, hasan, dha’if dan palsu. Hadis palsu inilah yang dilakukan oleh orang-orang zindik untuk menghancurkan Islam itu sendiri dari sisi hadis, karena dari sisi Al-Qur’an sudah jelas mereka tidak mampu memalsukan. Mereka mengatasnamakan Nabi padahal bukan dari Nabi, hanya karena kepentingan membela pendapatnya, kelompoknya, politiknya, dan kepentingankepentingan rendah lainnya. Sedangkan istilah hadis shahih, hasan dan dha’if muncul karena alasan-alasan yang sifatnya manusiawi seperti kuat lemahnya hafalan dan sempurna tidaknya keadilan perawi. a.
Hadis Shahih
Shahih artinya tidak sakit. Hadis shahih adalah hadis yang tidak sakit. Kriteria hadis tidak sakit, yaitu: sanadnya bersambung, dikutip dari orang yang adil dan dhabit oleh orang yang adil dan dhabit pula, tidak mengandung kontroversi dan tidak cacat (illat).6 6 Lihat definisi hadis shahih dalam M. Ajaj Al-Khatib, Ushul al-Hadis ‘Ulumuhu wa Musthalahuhu, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1989), hlm. 304.
Pendidikan Agama Islam 201
Sanad bersambung maksudnya setiap rawi meriwayatkan hadisnya dari awal sanad hingga akhir sanad sampai pada Nabi. Para perawi dalam kategori hadis shahih, mendengar langsung dari gurunya masing-masing sampai pada Nabi sebagai sumber hadis. Perawi yang adil maksudnya konsisten dalam menjalankan agama, berakhlak mulia, bebas dari fasik, dan muru’ah. Muru’ah yaitu adab jiwa yang mendorong pemiliknya untuk senantiasa mengerjakan keutamaan-keutamaan dan menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang hina.7 Dhabith maksudnya kuat hafalan, ingatannya lebih banyak daripada lupanya. Dhabith seseorang dapat diukur dari ketetapan hafalan antara waktu menerima dengan waktu mengeluarkan kembali (dhabith al-shadri), atau ketepatan berdasarkan kitab yang dipunyainya (dhabith al-kitabi). Dengan demikian, ciri-ciri dhabit, yaitu: 1)
Tidak lupa atau hafal apa yang didiktekan;
2)
Mengauasi apa yang diriwayatkan, memahami maksudnya, mengetahui makna yang dapat mengalihkan maksud bila meriwayatkan maknanya saja.8
Tidak mengandung kontroversi artinya tidak janggal (syadz). Sedangkan tidak berillat artinya tidak cacat isinya (matan) dan tidak cacat urutan rawinya (sanad).
b.
Hadis Hasan
Hasan artinya bagus, indah. Hadis hasan adalah hadis yang bagus. Kata hasan digunakan untuk membedakan dengan kualitas hadis shahih. Ukuran yang membedakan antara shahih dan hasan adalah kedhabitan perawinya saja. Jika suatu hadis diriwayatkan oleh perawi yang kurang dhabith, maka hadis tersebut dikelompokkan menjadi hadis hasan. c.
Hadis Dha’if
Dha’if artinya lemah. Hadis dha’if adalah hadis yang lemah. Tetapi bukan berarti palsu, hanya lemah saja kualitasnya. Apabila sifat-sifat yang telah ditetapkan dalam hadis shahih dan hasan tidak terkumpul, maka masuk dalam kategori hadis dha’if. Berdasarkan pembagian hadis dha’if yang rumit, kita dapat memahami hadis dha’if sebagai berikut. 1)
Si A menyandarkan pada Nabi langsung, padahal selama hidupnya si A tidak pernah bertemu langsung dengan Nabi. Atau si A mengatakan dari seorang guru, padahal si A tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, karena perbedaan tempat atau perbedaan zaman.
2)
Isinya kacau, tidak beraturan. Terkadang ada hadis yang berbeda isinya antara yang satu dengan yang lain. Penyebab bedanya isi hadis tersebut, bukan karena hadis dari Nabinya tidak konsisten, melainkan perawinya lemah ingatan. Dalam menghadapi hadis-hadis yang berbeda, pakar hadis melakukan tarjih untuk memilih salah satu yang lebih kuat.
7 Ahmad Umar Hasyim, Qawaid al-Ushul al-Hadis, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), hlm. 23. 8 Lihat Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalah al-Hadis, (Bandung: PT AlMa’arif, 1985), hlm. 100.
202 Bab 7| al-Hadis Sebagai Sumber Ilmu Islam
Pendidikan Agama Islam 203
D. Sikap Muslim Terhadap al-Sunnah Mayoritas umat Islam, mengakui al-Sunnah sebagai bentuk ajaran yang paling nyata dan merupakan realisasi dari ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an. Aplikasi kaidah-kaidah Al-Qur’an dalam realitas sosial terefleksikan melalui al-Sunnah. al-Sunnah berfungsi menafsirkan AlQur’an. Hasil penafsiran terhadap Al-Qur’an itu diwujudkan dalam kehidupan Nabi secara nyata. Nabi memiliki otoritas sebagai pembawa risalah untuk memberikan petunjuk hidup pada umatnya, hal ini dibenarkan oleh Allah Ta’ala. Ketaatan terhadap al-Sunnah menjadi indikator ketakwaan seseorang. Namun demikian, sikap terhadap al-Sunnah bermacammacam. Ada kelompok yang menolak secara keseluruhan. Ada kelompok yang hanya menolak sebagian yang dianggap bertentangan dengan Al-Qur’an. Dan ada juga yang hanya menolak hadis-hadis ahad. Bahkan bagi sekelompok lainnya, ada yang ingin menghancurkan al-Sunnah. Tentu ini merupakan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh umat Islam sendiri yang datangnya ada dari dalam dan ada dari luar. Menurut al-Syiba’i, keraguan terhadap keotentikan alSunnah tidak hanya timbul dari akibat pemikiran orientalis, melainkan juga akibat dari kelompok inkar al-Sunnah. Keraguan para orientalis akibat ketidaktahuan, sedangkan akibat inkar al-Sunnah dapat karena ketidaktahuan atau kesengajaan.9 Sedangkan menurut Yusuf Al-Qardhawi, keraguan terhadap al-Sunnah sebagai manhaj Nabawi timbul akibat tiga sikap
Lihat Al-Syiba’i, al-Sunnah wa Makanatuhu fi al-Tasyri’ al-Islami, Dar al-Qaumiyah, Kairo, 1949. 9
204 Bab 7| al-Hadis Sebagai Sumber Ilmu Islam
utama, yaitu: sikap berlebihan, sikap menyesatkan, dan bodoh dalam memahami dan mengamalkan al-Sunnah.10 Sikap berlebihan (ekstrem) berasal dari ketidaktahuan menyikapi ajaran Islam sebagai ajaran yang terbuka serta mudah. Akibatnya, mereka berlebihan dalam akidah, ibadah, dan perilaku dengan memasukkan unsur-unsur bid’ah pada manhaj nabawi.11 Akibat ketidaktahuan ini, konsep-konsep al-Sunnah menyeleweng dari aslinya. Misalnya, menolak hadis shahih karena sulit memahaminya. Oleh karena itu, Yusuf al-Qardhawi menyarankan, sikap umat Islam terhadap al-Sunnah adalah berusaha menghindari sikap berlebihan, menyesatkan, bodoh memahami, memelihara dan mengamalkan al-Sunnah. Berkaitan dengan hal di atas, umat Islam berusaha: 1.
Meneliti keshahihan al-Sunnah berdasarkan kerangka pemikiran yang telah ditetapkan pakar hadis;
2.
Memahami kebenaran nash yang berasal dari Nabi berdasarkan pengertian bahasa Arab, konteks hadis, nash Al-Qur’an, nash hadis lain, atau prinsip dan tujuan ajaran Islam.
Dengan cara demikian, fungsi al-Sunnah bagi manusia dalam mengembangkan peradaban akan tercipta. alSunnah sebagai sumber peradaban manusia. Dalam konteks peradaban umat Islam, Al-Qur’an berfungsi sebagai peletak dasar peradaban, dan al-Sunnah sebagai rincian peradaban. al-Sunnah merupakan contoh aplikasi prinsip-prinsip pengembangan peradaban. Sumber peradaban yang demikian,
10 Yusuf al-Qardhawi, Dr. Kaifa Nata’amul ma’a al-Sunnah al-Nabawiyah, Al-Ma’had al-‘Alami li al-Fikr, hlm. 22. 11 Ibid, hlm. 23.
Pendidikan Agama Islam 205
menghasilkan peradaban Islam yang unik. Keunikan itu akan tampak dalam berbagai bidang kehidupan manusia, seperti: sosial, politik, budaya, seni, sastra, kesehatan, dan Iptek.
206 Bab 7| al-Hadis Sebagai Sumber Ilmu Islam
BAB 8 MENGHIDUPKAN IJTIHAD DALAM PENGEMBANGAN ILMU
A. Pengertian Ijtihad Ada tiga istilah dalam bahasa Arab yang hampir sama artinya dalam bahasa Indonesia. Ketiga istilah tersebut yaitu ijtihad, jihad, dan mujahadah. Wacana ijtihad biasa dipakai dalam ushul fiqh dan terkadang pula dalam pemikiran. Wacana jihad biasa dipakai dalam fikih yang lebih ditekankan pada kemampuan fisik dalam menegakkan agama Allah. Sedangkan mujahadah biasa dipakai dalam tasawuf yang menekankan kemampuan rohaniah. Pada dasarnya kata ijtihad artinya berusaha sungguhsungguh. Kata ijtihad hampir sama dengan kata jihad yang artinya berjuang. Tetapi kedua istilah tersebut berkembang membentuk konsep sendiri-sendiri. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid, sedangkan orang yang jihad dan mujahadah disebut mujahid. Karena ketiga akar kata tersebut sama, maka tafsiran maknanya tergantung konteks ayat Al-Qur’an. Dalam salah satu ayat Al-Qur’an, jihad dimaknai jihad melawan orang Pendidikan Agama Islam 207
kafir, (QS Al-Furqan [25]: 52). Dalam ayat lain, jihad dimaknai jihad menuju Allah, (QS Al-Ankabut [29]: 69). Oleh karena itu, artinya bisa berupa materi atau nonmateri; fisik atau jiwa. Sedangkan ijtihad berkaitan dengan intelektual. Hadis yang diriwayatkan dari Muadz bin Jabbal; ajtahid bi ra’yi (Aku akan berijtihad dengan akal pikiran). Kata ijtihad dapat berarti al-thaqah (kemampuan, kekuatan) atau berarti al-masyaqqah (kesulitan, kesukaran). Dikatakan demikian, karena lapangan ijtihad adalah masalah-masalah yang sukar dan berat. Orang yang mampu melakukan ijtihad adalah orang yang benar-benar pakar. Berkaitan dengan itu, isu pintu ijtihad tertutup karena semakin banyak orang yang serampangan dalam ijtihad, walaupun sebenarnya tidak ada yang menutup pintu ijtihad. Pintu ijtihad terus terbuka sejak dahulu hingga sekarang bahkan sampai yang akan datang. Tetapi, isu pintu ijtihad tertutup dalam lapangan fikih terasa hingga sekarang, sehingga kita hanya mengenal empat mazhab terkenal dalam sejarah yang hasil-hasil ijtihad mereka dipakai terus terutama di kalangan Sunni. Kita, seakan-akan segala keputusan fikih tidak sah kalau tidak menurut salah satu mazhab tersebut. Sehubungan beratnya lapangan ijtihad, Al-Ghazali menekankan bahwa ijtihad hanya berlaku pada upaya-upaya yang sulit dilakukan, sedangkan pekerjaan yang ringan tidak dapat dikatakan ijtihad1. Demikian juga Al-Syaukani mengatakan bahwa ijtihad yaitu pengerahan kemampuan dalam aktivitas-aktivitas yang berat dan sukar.2
Lihat Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad Al-Syaukani: Relevansinya bagi Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 74. 2 Ibid. 1
208 Bab 8| Menghidupkan Ijtihad dalam Pengembangan Ilmu
Bertolak dari pandangan demikian, Al-Syaukani melihat bahwa ijtihad secara umum memiliki makna segenap mencurahkan daya intelektual dan bahkan spiritual dalam menghadapi suatu kegiatan atau permasalahan yang sukar. Berkaitan dengan spiritual, Ibnu Taimiyah melihat bahwa upaya sungguh-sungguh kaum sufi dalam kepatuhan kepada Tuhan merupakan bentuk ijtihad, dan para sufi itu adalah mujtahid-mujtahid pada bidang tersebut.3 Berdasarkan pendapat Al-Ghazali, Al-Syaukani dan Ibnu Taimiyah di atas, dapat diketahui bahwa ijtihad menyangkut segala bidang keilmuan Islam seperti ilmu fikih, ilmu tasawuf, ilmu kalam dan filsafat. Bahkan aplikasi hasil-hasil ijtihad dapat menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia, seperti sosial, ekonomi, politik, hukum, pendidikan, kedokteran, dan lain-lain. Menurut Muhammad Iqbal, ijtihad merupakan prinsip gerakan susunan Islam. Dalam institusi hukum, ijtihad berarti usaha serius untuk memanfaatkan pertimbangan akal dalam penetapan masalah hukum.4 Pertimbangan akal sehat dalam institusi hukum berkembang sesuai dengan kebutuhan riil di bidang hukum. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari tuntutan yang muncul akibat perubahan situasi sosial. Namun, ijtihad tidak boleh terlepas dari Al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai sumber pokok. Pakar Muslim, umumnya menerima dan meyakini bahwa dalam kedua sumber itu sudah tercakup segala kepentingan manusia. Paling tidak, mereka sepakat bahwa prinsip-prinsip pokok sudah ada di
3 Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, (Beirut: Dar Al-‘Arabiyah, 1398), Jilid II, hlm. 18. 4 Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam, Translate M. Ashraf, (Lahore, 1951), hlm. 148.
Pendidikan Agama Islam 209
dalamnya berdasarkan keterangan ayat Al-Qur’an, (QS AlAn’am [6]: 38; Al-Nahl [16]: 89). Teknisnya mungkin tidak ada semuanya. Menciptakan prinsip jauh lebih bermutu ketimbang menentukan teknisnya, karena dalam prinsip harus mampu menjangkau segala kemungkinan yang akan terjadi, segala waktu dan tempat. Itulah Al-Qur’an dan alSunnah mencakup prinsip-prinsip yang menjangkau segala ruang dan waktu, bahkan akhirat pun sudah disentuh dan dijelaskannya. Untuk mewujudkan teknisnya diserahkan pada manusia melalui ijtihad-ijtihad. Eratnya ijtihad dengan Al-Qur’an dan al-Sunnah mendorong para mujtahid untuk melihat terlebih dahulu pada Al-Qur’an kemudian al-Sunnah, baru berijtihad. Tugas mujtahid adalah mengeluarkan hukum dari Al-Qur’an dan al-Sunnah tersebut. Jadi, ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan intelektual dan spiritual untuk mengeluarkan hukum yang ada dalam Al-Qur’an atau al-Sunnah, sehingga hukum tersebut dapat diterapkan dalam lapangan kehidupan manusia sebagai solusi atas persoalan-persoalan umat. Sukar tidaknya masalah yang dihadapi tergantung kepada tinggi rendahnya kualitas intelektual dan spiritual seorang mujtahid. Jadi, bukan masalahnya yang sukar dan berat sebagaimana dikemukakan Al-Ghazali dan Al-Syaukani di atas, tetapi kualitas mujtahidnya. Zaman sekarang tidak muncul hasil-hasil ijtihad baru, karena rendahnya kualitas mujtahid dibandingkan dengan para pendiri Imam Mazhab. Jadi bukan tertutupnya pintu ijtihad, tetapi tertutupnya pintu intelektual dan spiritual manusia itu sendiri. Dilihat dari pelaksanaanya, ijtihad dapat dibagi atas dua macam, yaitu ijtihad fardhi dan ijtihad jama’i. Ijtihad fardhi merupakan ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid 210 Bab 8| Menghidupkan Ijtihad dalam Pengembangan Ilmu
secara pribadi. Sedangkan ijtihad jama’i adalah ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid secara kelompok. Namun pada hakikatnya, ijtihad jama’i tersebut, tetap dilakukan oleh akal orang per orang, hanya saja dalam merumuskan satu masalah secara bekerja sama.
B. Landasan Ijtihad Konsep ijtihad sebenarnya berkembang dan berasal dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Nabi Saw. bernama Mu’adz bin Jabbal, ketika diutus oleh Nabi ke Yaman. Pada waktu itu, Nabi bertanya:
.ﷲ ِﺏﺍ ﺎ ﹺﻜﺘ ﻰ ﹺﺑ ﹶﺃ ﹾﻗﻀ:ﺎﺀٌ؟ ﻗﹶﺎ ﹶﻝﻚ ﹶﻗﻀ ﺽ ﹶﻟ ﺮ ﻋ ﺍﺫﹶﺍ ﺾ ﺗ ﹾﻘ ﹺ ﻒ ﻴﹶﻛ .ﷲ ِ ﻮ ﹺﻝ ﺍ ﺭﺳ ﺔ ﻨ ﹶﻓﹺﺒﺴ:ﺏ ﺍﷲِ؟ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺎ ﹺﻛﺘ ﰱ ﺪ ﹺ ﺠ ﺗ ﹺ ﻢ ﹶﻓﹺﺈ ﹾﻥ ﹶﻟ:ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺭﹾﺃﻳﹺﻰ ﺘ ﹺﻬﺪﺟ ﹶﺃ:ﻮ ﹺﻝ ﺍﷲِ؟ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺭﺳ ﺔ ﻨﰱ ﺳ ﺪ ﹺ ﺠ ﺗ ﹺ ﻢ ﹶﻓﹺﺈ ﹾﻥ ﹶﻟ:ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﷲ ِ ِ ﺪ ﻤ ﺤ ﹶﺍﹾﻟ:ﻭﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻩ ﺪ ﹺﺭ ﺻ ﻋﻠﹶﻰ ﷲ ِ ﻮ ﹸﻝ ﺍ ﺳ ﺭ ﺏ ﺮ ﻀ ﹶﻓ.ﻮ ﻭ ﹶﻻﹶﺍﻟﹸ ﷲ ِ ﻮﻝﹸ ﺍ ﺭﺳ ﻰﺮﺿ ﻳﺎﻟﻤ ﷲ ِ ﻮ ﹺﻝ ﺍ ﺭﺳ ﻮ ﹶﻝ ﺭﺳ ﻖ ﻭﻓﱠ ﻯ ﺬ ﺍﻟﱠ “Apa yang kamu lakukan jika kami diminta memutuskan suatu perkara?” Mu’adz menjawab: “Saya memutuskan berdasarkan Al-Qur’an”. Lalu Nabi bertanya lagi: “Bagaimana kalau tidak ada dalam Al-Qur’an?” Mu’adz menjawab: “Saya akan mencari dalam Sunnah Rasul”. Lalu Nabi bertanya lagi: “Bagaimana kalau tidak ada dalam Sunnah Rasul?”. Mu’adz menjawab: “Saya akan melakukan ijtihad dengan pendapat saya dan saya tidak akan meremehkan suatu urusan”. Kemudian Rasulullah Saw. berkenan dengan jawaban Mu’adz tersebut dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pertolongan kepada utusan Rasulullah tentang suatu hal yang memuaskan Rasulullah”.
Pendidikan Agama Islam 211
Bertitik tolak dari hadis tersebut, timbullah pengertian mengenai bolehnya ijtihad. Ijtihad yang dimaksud berdasarkan hadis di atas, memiliki konotasi sebagai berikut: 1.
2. 3.
Suatu ijtihad dilakukan karena orang tidak menemukan pedoman dalam bentuk konkret dari Al-Qur’an maupun al-Hadis, sementara orang tersebut perlu mengambil sikap dan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi suatu masalah; Ijtihad merupakan bagian dari ajaran Islam, dan karena itu dapat pula disebut sebagai suatu sumber hukum. Walaupun suatu ijtihad merupakan suatu institusi yang dianggap independen, namun hal itu dilakukan setelah orang berusaha merujuk pada Al-Qur’an atau Sunnah Nabi, bahkan dalam rangka dinamika ajaran Islam itu sendiri.
Sebenarnya yang melakukan ijtihad bukan hanya Mu’adz bin Jabbal, melainkan para sahabat lainnya. Bahkan Nabi sendiri dalam hal-hal tertentu berijtihad untuk mengambil keputusan hukum. Adapun hal yang menyebabkan ijtihad menjadi menonjol adalah ketika Nabi Muhammad Saw., telah wafat. Masalah-masalah hidup terus bergulir, sementara tempat rujukan tunggal yaitu Nabi sudah tiada. Kegiatan ijtihad yang berlangsung sesudah Nabi wafat makin berkembang dan mengandung berbagai model.
C. Syarat dan Sifat Mujtahid Syarat adalah ketentuan formal yang harus terpenuhi seluruhnya oleh seorang mujtahid. Jika salah satu syarat tidak terpenuhi, maka tidak sah (gugur) aktivitas ijtihadnya. Sedangkan sifat adalah kepribadian yang idealnya dimiliki oleh seorang mujtahid untuk sempurnanya hasil ijtihad. Sifat 212 Bab 8| Menghidupkan Ijtihad dalam Pengembangan Ilmu
ini merupakan adab batin seseorang. Jika sifat-sifat ideal tidak dimiliki, tidak berarti gugurnya hasil ijtihad. M. Dawam Raharjo mengutip pendapat Yusuf alQardhawi, tentang syarat-syarat mujtahid, yaitu: 1.
memahami Al-Qur’an;
2.
memahami Sunnah Rasul;
3.
menguasai bahasa Arab;
4.
mengetahui masalah-masalah hukum yang telah ijma’;
5.
menguasai ilmu ushul fiqh, terutama metode qiyas dan ijma’;
6.
memahami maksud dan tujuan syariat;
7.
mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya, dan
8.
memiliki sikap adil dan takwa.5
Yang menjadi persyaratan di atas adalah para mujtahid yang berprofesi sebagai pakar menyusun pedoman keputusan hukum yang hasilnya disajikan kepada masyarakat umum. Persyaratan yang berat ini dimaksudkan agar menghasilkan standar mutu yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Akan tetapi, ijtihad sebagai upaya kemauan seseorang dalam menemukan suatu hukum perlu didorong dan dilatih agar tradisi keilmuan dapat berkembang terus. Mereka yang baru ahli dalam ilmu kedokteran misalnya, tetapi tidak ahli dalam bahasa Arab perlu mencari korelasi antara pendekatan medis dengan pendekatan ayat Al-Qur’an melalui terjemahan yang paling sederhana ditambah tafsir-tafsir yang sudah diterjemahkan. Dengan demikian, persyaratan berat di atas 5 M. Dawam Rahardjo, Intelektual Inteligensia dan Perilaku Politik Bangsa, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 132.
Pendidikan Agama Islam 213
tidak menakut-nakuti yang berakibat tidak melakukan suatu action (tindakan). Mulailah bekerja dari apa yang sudah mulai dapat dikerjakan. Dengan kata lain, mulailah ijtihad dengan memanfaatkan ilmu yang sudah dimiliki untuk mengembangkan tradisi keilmuan Islam.
selanjutnya berproses menurut irama persoalan-persoalan zaman yang dihadapi secara aktual. Urutan konstruksi berpikirnya yaitu ijtihad untuk melahirkan ijma’, bukan sebaliknya. Melalui ijtihad segala persoalan umat Islam akan dapat diatasi dengan baik, hingga mencapai ijma’.
D. Itjihad dari Masa ke Masa
Fazlur Rahman, memetakan pemahaman ijtihad yang cukup menarik dikaitkan dengan Sunnah, sebagai berikut.
Instrumen yang dipergunakan oleh generasi Muslim di masa lampau adalah aktivitas pemikiran yang bertanggung jawab. Melalui aktivitas pemikiran tersebut, teladan Nabi dapat kian berkembang menjadi peraturan yang tegas dan khusus terhadap tingkah laku manusia. Aktivitas pemikiran (ra’yu) menghasilkan banyak ide-ide di bidang hukum, sosial, dan politik. Instrumen ra’yu memungkinkan pemikiran yang lebih sistematis terhadap Al-Qur’an dan terhadap alSunnah yang sudah ada. Pemikiran sistematis ini disebut juga qiyas. Hasil-hasil qiyas yang telah disepakati secara bersama diterima oleh umat disebut ijma’. Proses dari qiyas menjadi ijma’ adalah aktivitas ijtihad. Ijtihad banyak diterapkan dalam bidang fikih. Aktivitas ijtihad secara nyata telah dipraktikkan oleh para imam mazhab. Hasil-hasil ijtihad para imam mazhab seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Hanafi, dan Imam Hambali yang terkenal di kalangan Sunni telah sampai kepada kita sekarang dalam tata cara ibadah formal. Melalui ijtihad pakar fikih tersebut, umat Islam mampu menyelesaikan problematika yang dihadapinya terutama dalam bidang fikih. Para Imam mazhab tersebut menyatakan bahwa kita harus melaksanakan ijtihad sehingga bidang yang menjadi ijma’ semakin meluas. Sedangkan terhadap hal-hal yang masih diperselisihkan harus dihadapi dengan qiyas yang baru sehingga tercapailah ijma’ yang baru pula. Demikian 214 Bab 8| Menghidupkan Ijtihad dalam Pengembangan Ilmu
1.
Bahwa sunnah kaum muslimin di masa lampau secara konsepsional berhubungan erat dengan Sunnah Nabi;
2.
Bahwa kandungan yang khusus dan aktual dari sunnah kaum muslimin di masa lampau sebagian besar adalah produk dari kaum muslimin itu sendiri;
3.
Bahwa unsur kreatif dari kandungan itu adalah ijtihad personal yang mengalami kristalisasi menjadi ijma’ berdasarkan petunjuk pokok dari Sunnah Nabi;
4.
Bahwa kandungan sunnah dalam arti praktik yang disepakati bersama adalah identik dengan ijma’. Hal ini membuktikan bahwa keseluruhan masyarakat Muslim merasa amat perlu untuk menghidupkan kembali Sunnah Nabi dan ijma’ adalah jaminan untuk mencapai kebenaran.6
Salah satu Sunnah Nabi yang mengarahkan semangat berijtihad adalah Nabi dalam suatu situasi historis tertentu, berhak menafsirkan dan memberikan arti baru kepada wahyu Allah. Contoh, Al-Qur’an mengajarkan kesaksian dari dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki dan dua orang perempuan. Tetapi dalam praktik yang aktual pada kasuskasus perdata, keputusan diambil berdasarkan kesaksian satu 6 Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, (Bandung: Pustaka, 1984), hlm. 26-27.
Pendidikan Agama Islam 215
orang ditambah dengan sumpahnya. Tentu ada pertimbangan prinsipil dari petunjuk Al-Qur’an tersebut yang sama bobot kekuatannya dalam persaksian antara dua orang laki-laki tanpa sumpah, dengan satu orang laki-laki bersumpah. Esensinya adalah kekuatan persaksian yang meyakinkan. Mengeluarkan esensi maksud Al-Qur’an dalam bentuk praktiknya memerlukan ijtihad. Menurut Ali Syari’ati, ijtihad dalam mazhab Syi’ah adalah faktor yang memengaruhi dinamisme agama sepanjang waktu7. Ia merupakan integrasi berbagai keputusan hukum agama dengan evolusi dan perubahan di dalam kondisi-kondisi kehidupan manusia. Setelah prinsip-prinsip fikih ditetapkan, muncullah persoalan yang memerlukan keputusan hukum dengan kemajuan mutakhir. Ijtihad berusaha memecahkan problema ini melalui empat prinsip, yaitu: Al-Qur’an, Sunnah, akal, dan konsensus. Dengan cara begini, semua masalah dan fenomena baru yang belum pernah terjadi sebelumnya bisa diselesaikan dengan bantuan satu dari keempat prinsip tersebut. Ijtihad adalah cara yang pasti untuk menjaga agama atau pemikiran keagamaan dari kemandekan dalam pola-pola lama dan menjadi terasing dalam masyarakat yang berubah dengan cepat. Menurut Hasan Sho’ub, Kitab Islam selalu terbuka untuk orang-orang yang beriman. Kitab tersebut selalu merangsang ijtihad untuk melahirkan pengetahuan. Ijtihad secara rasional terhadap Al-Qur’an telah ada semenjak periode Rasul.8 Ijtihad telah menjadi kewajiban yang tak terbatasi, karena Al-Qur’an sendiri memang tiada batas. Siapa pun tidak boleh 7 Ali Syari’ati, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 72. 8 Hasan Sho’ub, Islam dan Revolusi Pemikiran: Dialog Kreatif Ketuhanan dan Kemanusiaan, (Surabaya: Risalah Gusti, 1997, hlm. 31.
216 Bab 8| Menghidupkan Ijtihad dalam Pengembangan Ilmu
memisahkan rujukan dengan Al-Qur’an dalam melakukan aktivitas ijtihad. Jika kita benar-benar berpijak pada Al-Qur’an yang ada, Allah Swt. benar-benar akan menganugerahkan kebenaran. Periode puncak dalam perkembangan hukum ditandai oleh munculnya para mujtahid. Para mujtahid berhasil mensintesa dengan dasar-dasar ilmiah yang kuat dan diakui oleh sebagian besar umat Islam, termasuk sekarang di Indonesia. Empat mazhab yang mencerminkan berbagai metode yang berbeda, yang terjadi 3,5 abad setelah wafat Nabi Saw. adalah masa yang penuh dinamika dalam pemikiran yang disemangati roh ijtihad. Jika diamati, perbedaan hasil ijtihad setiap mazhab karena lingkungan tempat mereka berbeda. Imam Hanafi, hidup di Irak, di daerah yang kosmopolit, heterogen, plural, kompleks, dan sedang mengalami perubahan. Di Irak, hadis yang tersebar jumlahnya sedikit karena jarak yang jauh dari Madinah. Situasi demikian mendorong berpikir rasional dan pragmatis. Sebaliknya Imam Hambali, hidup dalam situasi yang labil, menjauh dari tradisi dengan munculnya kelompok yang ekstrem. Situasi demikian mendorong untuk mengembalikan pemikiran kepada nilai-nilai yang dianggapnya fundamental. Sedangkan Imam Malik yang hidup di Hijaz masih dekat dengan tradisi kehidupan Nabi Saw. dan para sahabat. Di daerah Hijaz mudah mendapatkan hadis, sehingga dia ingin mengukuhkan iklim dengan mengembalikan segala persoalan kepada cara-cara Nabi Saw. dan para sahabat melalui riwayatriwayat al-Sunnah. Kemudian Imam Syafi’i yang pernah hidup di dua lingkungan yang berbeda, berusaha untuk menempuh jalan moderat. Sesudah masa pematangan oleh Imam yang empat dan murid-murinya, maka yang berlangsung selanjutnya dalam Pendidikan Agama Islam 217
perkembangan ilmu fikih tidak lagi disebut periode ijtihad, melainkan periode taqlid. Julukan periode itu sebagai masa kebekuan dan kemandekan. Seruan untuk membuka kembali pintu ijtihad dilakukan pertama kali oleh Ibnu Taimiyah pada abad ke-13 M. 9 Semangat ijtihad yang dikobarkan Ibnu Taimiyah hidup kembali pada abad ke-20. Seperti Muhammad Abduh benarbenar ingin membawa kegiatan berpikir yang hidup. Pada zaman modern, seruan ijtihad semakin meluas menyangkut persoalan konkret seperti pendidikan, ekonomi, politik, dan kemasyarakatan. Oleh para pakar Muslim modern istilah ijtihad agaknya telah dibebaskan dari definisi ilmu fikih yang mapan. Dewasa ini kita melihat betapa banyak permasalahan yang sebenarnya harus menjadi objek ijtihad. Akan tetapi, karena pola berpikir umat Islam masih ketinggalan, akhirnya yang menangani masalah-masalah umat Islam yaitu dalam ilmu-ilmu sosial, bahkan ilmu fisika dan biologi. Para pakar fikih sendiri yang berpegang pada objek formal ilmu fikih tentu tidak akan sanggup menangani masalah-masalah kedokteran, kimia, fisika, biologi, ekonomi, psikologi, budaya, seni, dan Iptek. Oleh karena itu, pakar hukum Islam perlu memiliki wawasan keilmuan lainnya yang memadai. Sebaliknya, pakar ilmu modern tersebut, perlu memiliki syarat-syarat menjadi mujtahid selama mereka umat beragama Islam.
9
M. Dawam Rahardjo, Op.Cit., hlm. 139.
218 Bab 8| Menghidupkan Ijtihad dalam Pengembangan Ilmu
BAB 9 ALAM SEMESTA SEBAGAI AYAT KAUNIAH
Maha suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui, (QS. Yasin [36]: 36). Menurut ayat ini, semua yang tercipta sudah memiliki pasangannya. Melalui pasangan tersebut, terbentuk sinergi yang kokoh dan serasi dalam hukum alam. Keserasian hukum alam melahirkan keseimbangan, sehingga semua kejadian alam berjalan berdasarkan ukurannya menurut hukum keseimbangan tersebut. Hanya saja, ilmu manusia sedikit, sehingga tidak sanggup mengetahui seluruh pasangan yang tercipta yang akhirnya tidak memahami secara terang hukum keseimbangannya.
A. Tujuan Mengkaji Alam Semesta Kajian tentang alam semesta ini, bertujuan untuk mengetahui peta kehidupan manusia. Pengetahuan ini dapat membantu memahami lebih baik situasi zaman kita sekarang ini. Kita berharap dapat melihat kemungkinan peranan kita Pendidikan Agama Islam 219
selaku orang Muslim dalam mengubah keadaan menjadi lebih baik. Pembahasan ini perlu merujuk pada ilmu Allah Ta’ala yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dengan petunjuk Al-Qur’an, kita dapat menjabarkan alam secara kreatif. Al-Qur’an merupakan sumber ilmu yang tidak terbantahkan. Namun di sisi lain, alam juga bisa merupakan sumber pengetahuan. Menurut aliran empirisisme bahwa pengetahuan manusia itu diperoleh lewat pengalaman konkret. Gejala-gejala alamiah menurutnya adalah bersifat konkret dan dapat dinyatakan lewat tanggapan pancaindra.1 Sumber pemikiran di Barat adalah akal semata-mata dalam mempelajari perilaku alam semesta, tidak memerhatikan AlQur’an. Ternyata, hasil-hasil pemikiran Barat itu, sekarang mulai disadari kekeliruannya. Kekeliruan Barat terletak pada kekeliruan paradigma ilmu sebagai landasan teori. Kekeliruan paradigma ilmu disebabkan oleh kekeliruan dalam memahami alam semesta. Fritjof Capra seorang ilmuwan Barat yang menekuni perubahan teori fisika menyadari kekeliruan tersebut. Menurut Capra, kebudayaan kita (Barat) merasa bangga dengan keilmiahan; zaman kita juga disebut zaman ilmiah. Zaman ini didominasi oleh pemikiran rasional dan pengetahuan ilmiah sering dianggap sebagai satu-satunya jenis pengetahuan yang bisa diterima. Kenyataan bahwa terdapat pengetahuan intuitif, atau kesadaran, yang sama shahih dan terpercayanya, tidak dikenal. Sikap ini tersebar luas dan muncul di mana-mana dalam sistem pendidikan kita dan semua lembaga sosial dan politik lainnya.2
1 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hlm. 51 2 Fritjof Capra, Titik Balik Peradaban: Sains, Masyarakat, dan Kebangkitan Kebudayaan, (Yogyakarta: Bentang, 2000), hlm. 31
220 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
Penekanan pada pemikiran rasional dalam kebudayaan Barat dilambangkan dalam pernyataan terkenal Descartes “cogito, ergo sum” – “Saya berpikir, maka saya ada” – yang mendorong kuat orang-orang Barat menyamakan identitas mereka dengan pikiran rasional. Pengaruh dari pemisahan antara pikiran dan tubuh manusia semacam ini bisa dirasakan dalam keseluruhan budaya Barat. Pemisahan antara pikiran dan materi membawa pada pandangan alam semesta sebagai sebuah sistem mekanis yang terdiri dari bendabenda yang terpisah, yang nantinya bisa direduksi menjadi balok-balok bangunan materi pokok yang sifat-sifat dan interaksinya dianggap sangat menentukan semua fenomena alam. Pandangan alam semesta semacam ini kemudian dikembangkan lebih jauh hingga pada organisme hidup, yang dianggap sebagai mesin yang dibangun atas bagian-bagian yang terpisah. Konsep dunia mekanis semacam ini masih menjadi dasar bagi sebagian besar ilmu Barat. Konsep ini telah menimbulkan pemisahan yang begitu terkenal dalam disiplin akademik dan sistem pemerintahan telah berfungsi sebagai dasar pemikiran untuk memperlakukan lingkungan alam seolah-olah terdiri atas bagian-bagian yang terpisah untuk dieksploitasi oleh berbagai kelompok yang berkepentingan. Alam menjadi sebuah sistem mekanis yang bisa dimanipulasi dan dieksploitasi. Menurut Capra, kini tampaklah bahwa penekanan yang berlebihan pada metode ilmiah dan pada pikiran rasional analitis telah menimbulkan sikap-sikap yang antiekologis. Pemahaman terhadap ekosistem menjadi terganggu oleh pikiran rasional. Dengan demikian, kemajuan yang kita capai sebagian besar berupa urusan rasional dan intelektual, serta evolusi yang sepihak ini kini telah mencapai tahap yang sangat menghawatirkan, suatu situasi yang sedemikian paradoksikal sehingga mencapai batas-batas kegilaan. Pendidikan Agama Islam 221
Khusus dalam teori fisika, Capra menuturkan bahwa sejak abad ke-17 ilmu fisika telah menjadi contoh gemilang dalam ilmu pasti, dan telah berfungsi sebagai model bagi semua ilmu yang lain. Selama 2,5 abad para ahli fisika telah menggunakan suatu pandangan dunia mekanistik untuk mengembangkan dan memperhalus kerangka konseptual yang dikenal dengan fisika klasik.3 Mereka mendasarkan konsep-konsep pada teori matematika Isaac Newton, filsafat Rene Descartes dan metodologi ilmiah Francis Bacon. Ini terjadi sepanjang abad ke-17, 18, dan 19. Materi dianggap sebagai dasar dari semua eksistensi dan dipandang sebagai mesin raksasa yang sama dengan mesin buatan manusia. Hal semacam itu diidentifikasi sebagai metode ilmiah. Akhirnya, setiap kali para psikolog, sosiolog dan ekonom ingin disebut ilmiah, mereka berpaling kepada konsep-konsep dasar fisika Newton. Akan tetapi, ketika para ahli fisika memperluas rentang penelitian mereka dengan memasuki alam fenomena atom dan subatom, mereka tiba-tiba menyadari keterbatasanketerbatasan konsep klasik dan harus melakukan revisi radikal terhadap konsep dasar tentang realitas. Di antara ilmu-ilmu yang sudah dipengaruhi oleh pandangan dunia Cartesian dan fisika Newtonian, terpaksa harus berubah.4 Einstein mengalami kejutan ketika dihadapkan pada teori fisika baru tentang atom, dalam ungkapannya: “Semua usaha saya untuk menyesuaikan landasan teori fisika dengan pengetahuan jenis baru ini telah gagal sama sekali. Rasanya seolah-olah tanah tempat kita berpijak telah diambil dari bawah, Ibid., hlm. 43. 4 Ibid., hlm. 46. 3
222 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
tanpa ada landasan kuat lainnya yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk mendirikan bangunan”5. Penyelidikan tentang dunia atom dan subatom membuat para ilmuwan berhadapan dengan suatu realitas aneh dan tak terduga yang meruntuhkan landasan pandangan hidup dan memaksa mereka berpikir dengan cara yang sama sekali baru. Setiap kali mereka bertanya pada alam tentang suatu pertanyaan tertentu dalam eksperimen atom, alam menjawabnya dengan suatu paradoks, dan semakin kuat mereka berusaha memperjelas situasinya, semakin tajamlah paradoks itu. Mereka menjadi sadar bahwa konsep-konsep mereka tentang alam tidak memadai untuk menggambarkan fenomena atom yang sebenarnya. Menurut Capra, pengertian alam semesta sebagai sesuatu yang bersifat organik, hidup, dan spiritual digantikan oleh pengertian bahwa dunia itu laksana mesin, dan mesin dunia itu kemudian menjadi metafora yang dominan pada zaman modern.6 Terjadinya pergantian revolusioner dalam ilmu fisika dan astronomi mencapai puncaknya pada Copernicus, Galileo dan Newton. Ilmu pada abad ke-17 itu, didasarkan metode baru dari Francis Bacon dengan deskripsi alam matematis, dan metode penalaran analitik yang dirumuskan oleh filsafat Descartes. Descartes menyandarkan keseluruhan pandangannya tentang alam terbagi menjadi dua yang mandiri dan terpisah, yaitu alam pikiran dan alam materi.7 Bagi Descartes alam materi adalah sebuah mesin, akan bekerja sesuai hukum mekanik. Perubahan drastis gambaran alam menjadi mesin Ibid., hlm. 87. Ibid., hlm. 52. 7 Ibid., hlm. 61. 5 6
Pendidikan Agama Islam 223
mempunyai pengaruh yang kuat pada sikap manusia terhadap lingkungan alam. Pengaruh itu meliputi semua disiplin ilmu dan semua aspek kehidupan. Pandangan hidup manusia pun menjadi mekanis laksana robot.
B. Sikap Ilmuwan Muslim Kritik Capra di atas tentu menarik bagi pakar Muslim, karena keberaniannya mengungkapkan jati diri paradigma ilmu di Barat yang hanya mementingkan aspek materiil dan terbatas pada hukum-hukum mekanika. Sedangkan pengetahuan wahyu, intuisi, spiritual tidak diakui. Akibatnya, hilang keseimbangan dan krisis timbul dalam berbagai bidang kehidupan. Bertolak dari krisis dan transformasi ilmu di Barat, Capra menawarkan paradigma ilmu berdasarkan falsafatnya I Ching dalam kebudayaan Cina untuk memahami alam semesta sebagai keseimbangan antara Ying dan Yang. Untuk menuju zaman surya, paradigma ilmu di Barat harus diubah, dan memang sudah berubah-ubah kemudian digantikan dengan paradigma filsafat I Ching berbudaya Cina. Sayangnya, Capra tidak membaca Al-Qur’an untuk memahami keseimbangan alam semesta ini. Jika Al-Qur’an dipelajari, tentunya akan lebih dahsyat penjelasan Capra tersebut. Di sini menjadi tugas lanjutan bagi pakar Muslim untuk menawarkan suatu pandangan baru tentang alam semesta yang penuh keseimbangan dan konsistensi tersebut dari sudut pandang petunjuk-petunjuk Al-Qur’an. Penulis di sini temasuk dalam upaya memperkenalkan pemahaman alam semesta berdasarkan Al-Qur’an. Sebenarnya, para pakar Muslim sudah ada yang mulai berlomba untuk mencarikan solusi atas problematika ilmu224 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
ilmu Barat. Ismail Faruqi, pakar Muslim pertama yang telah menawarkan konsep islamisasi sains. Kemudian Harun Yahya, telah mengkaji ulang dan akhirnya membuktikan kekeliruan teori evolusi Darwin tentang asal-usul manusia yang sudah mendarah daging di kalangan ilmuwan termasuk di sekolah-sekolah umat Islam. Di Indonesia sendiri, Prof. Dr. Herman Soewardi, mempertegas signifikansi islamisasi sains. Akan tetapi, kebanyakan orang Islam sendiri memang masih ketinggalan informasi baru tentang perubahan paradigma ilmu di Barat, sehingga masih tetap mengagumkan teori-teori Barat secara buta. Padahal di Barat sendiri sudah diubah pandangan teorinya. Ini problem internal umat Muslim. Misalnya, pandangan tentang “ilmu Barat bebas nilai” masih dalam perdebatan. Padahal, sekarang ini ilmu di Barat sudah tidak ada yang bebas nilai. Dalam Islam, ilmu memang sudah sejak dahulu tidak boleh bebas nilai. Mengapa Barat sendiri yang menghembuskan bahwa ilmu bebas nilai? Tentu mereka memiliki tujuan tersendiri yang terselubung dalam zaman keilmiahan. Richard Tarnas dalam bukunya, The Passion of the Western Mind (1993), mengatakan yang artinya bahwa di seluruh dunia telah terjadi kerusakan-kerusakan sebagai akibat dari sains Barat sekuler. Akibat-akibat ini bukan saja disebabkan oleh ilmu terapan, akan tetapi oleh ilmu murninya itu sendiri.8 Tarnas di sini telah menunjukkan jati dirinya sains Barat yang cacat pada ilmu murninya, bukan hanya terapannya dan kelakuan manusia dalam menggunakan ilmu terapan itu. Ini berarti sains Barat sudah tidak bebas nilai. Artinya,
8 Herman Suwardi, Islamisasi Sains: Apa Signifikansinya?, dalam Mimbar Studi: Jurnal Ilmu Agama Islam, Nomor I tahun xxiii, SeptemberDesember 1999, IAIN SGD Bandung, hlm. 27.
Pendidikan Agama Islam 225
ketika sains dirumuskan sebenarnya sudah dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Barat. Pengetahuan kita sebelum Tarnas masih menerima ilmu Barat itu bebas nilai. Artinya, tergantung pada orang yang memakainya. Akan tetapi, pasca Tarnas seharusnya pengetahuan kita sudah berubah sebaliknya. Sains itu dirumuskan karena ada kepentingan ideologi di dalamnya. Paham ilmu bebas nilai sebenarnya hanya politis, agar ilmu itu diterima oleh siapa saja, walaupun sudah dibumbui dengan muatan nilai-nilai budaya. Kalau ilmu Barat tentu muatannya nilai-nilai budaya Barat yang sekuler, tidak ada syariah dan norma-norma agama. Contoh lainnya tentang teori Evolusi Darwin. Semua filsafat Ateis yang mengingkari penciptaan, langsung maupun tidak, mempertahankan Teori Evolusi Darwin ini. Keruntuhan teori evolusi ini telah dibuktikan oleh Harun Yahya seorang pakar riset melalui pembuktian ilmiah. Menurut Harun Yahya yang artinya bahwa Eksperimen di laboratorium dan perhitungan probabilitas membuktikan bahwa asam amino, cikal kehidupan tidak dapat muncul secara kebetulan. Begitu pula sel, yang menurut anggapan evolusionis muncul secara kebetulan pada kondisi bumi primitif dan tidak terkendali, ternyata tidak dapat disintesis oleh laboratorium abad ke20 yang tercanggih sekalipun. Tidak pernah ditemukan di belahan dunia mana pun makhluk “bentuk transisi” yang menunjukkan evolusi bertahap organisme maju dari organisme yang lebih primitif sebagaimana dinyatakan oleh neo-Darwinis, walaupun melalui pencarian fosil secara teliti dan dalam waktu yang panjang.9 Ide evolusionis ini kata Harun Yahya telah diselubungi dengan penyamaran
ilmiah. Ada kepentingan membela filsafat ateis dan ideologi anti-Tuhan. Catatan fosil yang digunakan ketika diteliti malah lebih menyanggah teori daripada mendukungnya. Namun begitu mereka menyusun interpretasi sendiri, bahkan berspekulasi membuatnya sendiri. Fragmen tulang yang tidak lengkap dan terpencar-pencar sangat mudah mendistorsi data dan menggunakan sebagaimana diinginkan.10 Jadi, teori evolusi itu dikembangkan untuk membela filsafat dan ideologi mereka yang ateis (menolak ruang Tuhan) sehingga tidak mengakui adanya penciptaan Allah Ta’ala. M. Quraish Shihab dalam mukadimah Mukjizat AlQur’an mengutip dialog antara Laplace (1749-1827) seorang pakar astronomi dengan Napoleon Bonaparte. Napoleon bertanya: “Di mana anda menemukan tempat pemeliharaan Tuhan dalam sistem kerja alam raya ini?”. Laplace menjawab: “Saya tidak mengetahui di mana tempat pemeliharaan Tuhan itu”. Maksud jawabannya, ia ingin menjelaskan tata kerja alam raya berdasarkan hukum-hukum alam tanpa melibatkan Tuhan.11 Sekarang kita sudah mengetahui bahwa ilmu disusun terkait dengan kepentingan ideologi. Oleh karena itu, ilmu tidak bebas nilai. Nilai dari suatu ilmu harus menampakkan kemaslahatan umat. Di sini pakar Muslim, memiliki kesempatan untuk menawarkan paradigma Islam sebagai landasan menyusun teori-teori keilmuan. Upaya umat Muslim untuk memikirkan dan mengelola alam, sebenarnya telah dirintis oleh ulama zaman keemasan Ibid., hlm. 218. M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, (Bandung: Mizan, 2000), hlm. 19. 10
Lihat Harun Yahya, Keruntuhan Teori Evolusi, dalam buku Menyingkap Rahasia Alam Semesta, (Bandung: Dzikra, 2002), hlm. 210. 9
226 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
11
Pendidikan Agama Islam 227
Islam selama 350 tahun (abad ke-8–11 M), yakni para ulama yang memiliki ilmu agama, filsafat dan ilmu sosial.12 Terhadap teori ilmu pengetahuan, Al-Qur’an memberikan gambaran yang secara urut memiliki skala naik, yakni: ‘ilmu yaqin (QS. Al-Takatsur [102]: 5), ‘ainul yaqin (QS. Al-Takatsur [102]: 7), haqqul yaqin (QS. Al-Haqqah [69]: 51). ‘Ilmu yaqin adalah pengetahuan kita yang didasarkan pada informasi-informasi. Kemudian, ainul yaqin adalah pengetahuan yang didasarkan atas bukti-bukti yang memperkuat kebenaran informasi tetapi belum mengalaminya. Haqqul yaqin adalah pengetahuan yang sudah dialami dan dibuktikan sendiri.
C. Hakikat Alam Semesta Dalam bahasa Arab, alam semesta berakar kata ‘alam, seakar kata dengan ‘ilm (ilmu) dan ‘alamah (petanda).13 Hal ini disebut demikian, karena alam semesta ini adalah petanda adanya Allah sebagai pencipta. Sebagai petanda adanya Allah itu, alam disebut juga sebagai ayat-ayat yang menjadi pelajaran bagi manusia. Salah satu pelajaran yang dapat diambil yaitu keserasian, kekokohan, dan ketertiban. Allah Swt. berfirman: Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. Begitulah perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan, (QS Al-Naml [27]: 88).
Alam ini bergerak. Bumi berputar mengelilingi matahari, walaupun prasangka kita sebaliknya yaitu matahari yang bergerak mengelilingi bumi ini. Gunung-gunung bergerak 12 Yusuf Al-Qardhawi, Metode dan Etika Pengembangan Ilmu Perspektif Sunnah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1989), hlm. x. 13 Nurcholish Madjid, Islam: Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 2001), hlm. 289.
228 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
seperti geraknya awan. Dalam fisika, gerak dari satu tempat ke tempat lainnya memiliki ukuran waktu. Jadi, alam semesta ini adalah ruang dan waktu. Segala sesuatu yang memerlukan tempat dan berada dalam suatu waktu tertentu disebut alam. Dalam Al-Qur’an, alam adalah suatu yang diciptakan oleh Allah Swt. pada zaman tertentu yang mengandung hikmah dan bergerak sesuai hukum-hukumnya. Pengertian ini mengandung arti bahwa sebelumnya alam tidak ada, tetapi setelah diciptakan barulah ia ada. Dalam penciptaan alam ini banyak hikmah yang terkandung di dalamnya. Banyak lahir para ilmuwan kaliber, baik sekuler maupun Muslim karena mengkaji alam ini. Kemudahan ini dapat dicapai karena penciptaan alam ini sesuai dengan hukumhukumnya. Bagi mereka yang benar-benar paham hukum alam tersebut, mudahlah ia mengendalikan hidupnya. Dengan demikian, alam adalah ruang dan waktu yang diciptakan oleh Allah Swt. Karena ruang dan waktu diciptakan berarti ia makhluk, sedangkan Allah yang menciptakan disebut Khalik. Jadi, alam semesta adalah semua makhluk; semua yang diciptakan. Dalam Al-Qur’an banyak disebutkan: Rabb al-‘aalamiin (Allah semesta alam). Aalamiin (semesta alam) yaitu semua yang diciptakan Allah yang terdiri atas bermacam-macam jenis. Misalnya, alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda tak hidup dan sebagainya.14 Dalam Islam, alam dunia ini disebut tempat tinggal sementara. Dalam keterangan hadis, dunia ini ibarat tempat singgah bagi seorang musafir yang sedang dalam perjalanan. 14 Lihat penjelasan catatan kaki QS Al-Fatihah [1]: 3, Khadim alHaramain asy Syarifain, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Saudi Arabia-Depag RI, 1971, hlm. 5
Pendidikan Agama Islam 229
Sesuai dengan sifatnya orang musafir, maka waktu di dunia ini hanya sebentar jika dibandingkan dengan akhirat.15 Tetapi, meskipun alam dunia ini hanya tempat tinggal sementara, Islam mengajarkan bahwa seorang Muslim tidak boleh melupakan kehidupan di dunia ini (QS Al-Qashash [28]: 77). Jadi, eksistensi alam tidak dengan sendirinya, melainkan ada yang menciptakannya. Manusia makhluk yang paling cerdas pun tidak kuasa menciptakan alam, demikian pula makhluk macam jin dan malaikat, apalagi binatang. Banyak dalil dan bukti untuk menjelaskan adanya proses penciptaan dan pengaturan alam semesta oleh Allah Ta’ala. Kekeliruan dalam memahami kemajemukan alam semesta dapat mengakibatkan manusia tunduk pada alamnya, bukan pada pencipta alam. Ciri-ciri manusia tunduk pada alam yaitu memuja-muja batu, patung, gua, dan gunung; takut pada penghuni alam tumbuhan, menyediakan sesajen sebagai bakti ia kepada makhluk ghaib yang dianggapnya mengatur perjalanan hidup manusia. Kekeliruan ini ujung-ujungnya menjerumuskan manusia ke dalam syirik. Syirik yaitu menyekutukan Allah. Orang yang berbuat syirik tidak akan diampuni dosanya dan tidak diterima amal kebaikannya, sehingga tidak mungkin ia mendapatkan surga Allah Swt. Oleh karena itu, alam semesta harus dipahami secara wholeness (keseluruhan) sebagaimana yang dikemukakan dalam Al-Qur’an. Bukan hanya bertumpu pada sisi empiriknya alam sebagaimana dikembangkan dalam sains dan teknologi Barat, tetapi juga sisi nonempiris yang dikemukakan Al-Qur’an. Sisi nonempiris ini juga memiliki peranan penting dalam mengarahkan hidup manusia yang 15 Ensiklopedi Islam Jilid 1, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 319
230 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
benar. Dalam kajian Islam, selalu diperhatikan dua sisi secara terpadu dan komprehensif.
D. Macam-macam Alam Dalam kehidupan kita sering terdengar bahwa Allah Swt. adalah pencipta langit, bumi, dan segala isinya. Artinya secara sempit banyak yang mengartikan alam yaitu langit dan bumi saja. Dalam ayat-ayat Al-Qur’an memang penciptaan langit dan bumi yang banyak ditemukan. Al-Qur’an menyebutnya dengan istilah al-sama’ dan al-ardh. Langit dan bumi ini bagian alam yang mudah dilihat dan dirasakan langsung, diperhatikan oleh siapa pun tanpa memerlukan alat yang mutakhir. Penyebutan langit dan bumi dalam Al-Qur’an sebagai refresentasi dari alam untuk mendekatkan pada pemahaman manusia secara umum. Para muballigh sering membagi alam menjadi dua bagian, yaitu alam dunia dan alam akhirat. Sedangkan menurut filosof Muslim alam menjadi dua yaitu alam potensial dan alam aktual.16 Alam aktual bermula dari alam potensial. Pembagian alam menurut para filosof ini memiliki latar belakang pemikiran yang rumit dan panjang. Selama tiga abad, antara abad ke-9-12 M, terjadi proses perkembangan ilmu yang luar biasa dalam bidang filsafat Islam. Sejak Al-Ma’mun (786833) menjadi khalifah dalam pemerintahan Islam, Baghdad menjadi salah satu pusat perdagangan dan industri di dunia, kota ilmu dan budaya yang paling masyhur.17 Al-Ma’mun betul-betul mendorong umat Islam untuk ikut serta dalam kehidupan yang menggabungkan antara dimensi ilmiah dan 16 Lihat Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 55 17 Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung: Rosdakarya, 1995), hlm. 71.
Pendidikan Agama Islam 231
rohaniah. Dia menganjurkan diadakan pertemuan mingguan di istananya yang dihadiri oleh ulama untuk berdiskusi dan bertukar pikiran.
Sedangkan alam ghaibah tidak dapat dilihat oleh pancaindra. Alam jin tidak dapat dilihat pancaindra, sehingga termasuk dalam kategori alam ghaibah.
Al-Farabi (870-950) seorang filosof abad ke-10, menyusun teori maujud (adanya suatu zat). Filsafat menurut Al-Farabi adalah ilmu tentang maujud-maujud. Filsafat adalah ilmu yang mencakup segala hal, yang meletakkan bentuk dunia yang lengkap di depan akal. Menurutnya, tujuan akhir adalah mengetahui Sang Pencipta. Sang Pencipta satu-satunya sebab pertama bagi adanya segala hal. Dia-lah yang mengatur alam semesta ini dengan kebijaksanaan dan keadilan-Nya.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa alam ada tiga macam, yaitu:
Abad ke-11, Ibnu Sina (980-1037) seorang filosof dan seorang ahli kedokteran menegaskan bahwa salah satu kewajiban yang ditetapkan Allah yaitu akal manusia mesti dipakai untuk memikirkan hal-hal yang ada di alam semesta ini. Menurutnya, alam semesta ini bersifat qadim, tidak akan berakhir. Sampai di sini, mulai para filosof merumuskan bagaimana membuktikan alam semesta ini bersifat kekal abadi. Maka muncullah pembagian alam menjadi dua, yaitu alam potensial dan alam aktual. Manusia hidup sekarang ini dalam alam aktual. Tapi alam aktual ini berasal dari alam potensial. Alam potensial ini ada sejak azali dan akan tetap abadi. Walaupun alam aktual ini hancur sehancur-hancurnya, tetapi bahan dasar alam tidak akan hilang, sebab ia tetap ada dalam bentuk unsur yang paling kecil sekalipun. Yang kekal adalah alam potensial. Berbeda dengan Imam Al-Ghazali, tokoh abad ke-12 membagi alam menjadi dua, yaitu alam shahadah dan alam ghaibah. 18 Alam shahadah yaitu alam benda yang dapat kita saksikan. Alam ini berkembang dan berubah-ubah. 18
Lihat Al-Syaibany, Op.Cit., hlm. 55
232 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
1. 2. 3.
alam shahadah; alam ghaibah; dan alam akhirat.
Alam shahadah dan ghaibah berada di dunia sekarang ini, sedangkan alam akhirat akan ditemui setelah kita meninggalkan dunia. Semua alam tersebut perlu kita pahami dengan benar agar tindakan hidup kita juga benar.
E. Alam Semesta dan Al-Qur’an Saling Menjelaskan Al-Qur’an berbicara tentang alam. Ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan alam umumnya berkaitan dengan dorongan agar manusia menggunakan akal, memikirkan apa yang terdapat di alam tersebut. Melalui optimalisasi pemikiran itu, manusia dapat merumuskan ilmu-ilmu alam. Dalam ilmu alam kita mengenal hukum-hukum alam. Tujuan akhir dari ilmu alam itu sendiri adalah mengenal Allah Swt. sebagai pencipta alam. Berikut ini beberapa poin yang akan dibahas, antara lain:
1.
Alam Diciptakan Secara Rapi, Seimbang, dan Sempurna
Menurut Al-Qur’an alam diciptakan oleh Allah Ta’ala dengan serapi-rapinya. Kemudian Allah Swt. memeliharanya dengan penuh kasih sayang. Keseluruhan alam semesta ini adalah sebuah struktur yang kokoh dan terpadu tanpa celah Pendidikan Agama Islam 233
dan retak. Dalam firman-Nya, “Allah yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Allah Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?. Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.“ (QS Al-Mulk [67]: 3-4). Dalam Islam, alam ini berjalan seimbang karena ada hukum keseimbangan yang ditetapkan oleh Allah. Tugas manusia adalah melaksanakan keseimbangan tersebut. Di sinilah tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Saya tidak berlebihan kalau menilai bahwa teori keseimbangan alam ini sejak awal sudah ada dalam ajaran Islam. Selain Islam, teori-teori hasil pikiran manusia semata-mata pasti ada titik lemahnya. Apa yang sudah dipikirkan saat ini, belum tentu akan berlaku untuk sekian tahun ke depan. Apa yang akan terjadi di depan belum tentu terpikirkan sekarang.
2.
Semua yang Ada di Alam Muslim dan Bertasbih
Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa keseluruhan alam semesta sebagai “Muslim” karena segala sesuatu yang ada di dalamnya menyerah kepada kehendak Allah, (QS Ali-Imran [3]: 83). Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah), (QS Al-Hadid [57]: 1). Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, (QS Al-Hasyr [59]: 1). Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang di langit dan apa yang di bumi; hanya Allahlah yang mempunyai semua kerajaan dan semua puji-pujian; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS At-Taghabun [64]: 1). 234 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa alam semesta yang diciptakan oleh Allah telah bersyukur, memuji, dan mengagungkan Allah dengan caranya sendiri. Sedangkan manusia yang diciptakan paling sempurna, malah ada yang menafikan kekuasaan Allah sehingga tidak pandai bersyukur. Jika manusia mau menyadari dirinya, maka yang pertama kali yang dilakukan adalah memuji Allah dengan segala keagungan yang diciptakan dalam diri manusia. Jika manusia memikirkan apa yang terjadi dalam dirinya, maka akan menemukan ketakjuban karena di luar kendali dirinya sendiri.
3.
Semua Alam Bergerak Menurut Hukum dan Ukurannya
Kalau kita menyaksikan gunung yang disangka diam pada tempatnya, sebenarnya gunung-gunung itu bergerak bagaikan awan, (QS An-Naml [27]: 88). Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan. Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan), (QS Al-Rahman [55]: 5 dan 7). Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya, (QS Al-Furqan [25]: 2). Allah menciptakan tujuh buah langit, kemudian diturunkan dari langit itu air menurut suatu ukuran, lalu air itu menetap di bumi, dan Allah kuasa menghilangkan air itu, dengan air, Allah tumbuhkan kebun-kebun kurma dan anggur hingga diperoleh buahnya yang banyak dan dimakan sebagiannya, (QS Al-Mu’minun [23]: 17-19). Dalam ayat lain, Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan, (QS Al-Zumar [39]: 5). Dan suatu tanda Pendidikan Agama Islam 235
(kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan, dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendahului bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masingmasing beredar pada garis edarnya. (QS Yasin [36]: 37-40)
Nya relatif terhingga. Dalam Al-Qur’an, setiap sesuatu selain daripada Allah memiliki ukuran masing-masing. Tetapi justru karena ukuran inilah, semua ciptaan Allah menjadi selaras dan seimbang. “Dialah yang menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, dan yang memberikan ukuran kepada sesuatu itu” (QS Al-A’la [87]: 1-2). “Sesungguhnya Kami telah menciptakan setiap sesuatu menurut ukurannya” (QS Al-Qamar [54]: 49). Jika sesuatu yang diciptakan melanggar hukumnya dan melampaui ukurannya, maka alam semesta ini akan menjadi kacau.
Alam semesta ini bekerja menurut hukumnya sendiri yang bersumber dari Allah.19 Oleh karena itu, terkadang alam terlihat bekerja secara otonom (mandiri) karena hukumnya sudah ditetapkan secara inheren. Tetapi kita pun akan segera menyadari bahwa dalam suatu peristiwa ada akibat langsung dari luar hukum alamiah yang inheren, yaitu hukum ilahiah. Karena alam terjalin dengan sempurna dan bekerja sesuai hukum yang telah ditetapkan Allah padanya, maka jelas ada hukum sebab akibat yang alamiah20. Adanya hukum alamiah, bukan berarti lantas Allah “beristirahat”, melainkan Allah selalu berada dan aktif dalam ciptaan-Nya. Tanpa aktivitas Allah, maka aktivitas alam menjadi sesat, kacau, dan sia-sia. “Janganlah engkau seperti orang-orang yang melupakan Allah sehingga Allah membuat mereka lupa kepada diri mereka sendiri”, (QS Al-Hasyr [59]: 19). Jadi, segala sesuatu pasti berhubungan langsung dengan Allah Ta’ala.
Kata “ukuran” sering kali menjadi makna yang bias (menyimpang) dalam pemahaman orang Islam. Keyakinan terhadap adanya “ukuran” masing-masing menggiring orang Islam pada sikap pesimis seperti dalam kelompok jabariyah. Akhirnya, orang Islam pasrah begitu saja pada takdir yang sedang dialaminya. Padahal kita bisa pindah dari takdir yang satu menuju takdir lainnya. Jadi sebenarnya, kata “ukuran” tidak menunjukkan pada pengertian deterministik, tetapi yang dimaksud adalah terbatas.21 Semua ciptaan Allah memiliki ukuran, berarti memiliki batas. Ini lebih mudah kita pahami.
Perbedaan terpenting antara Allah dengan ciptaan-Nya adalah jika Allah mutlak tak terhingga, sedangkan ciptaan-
19
hlm. 4 20
Pernyataan keseluruhan Al-Qur’an tersebut pada umumnya menggambarkan kebesaran Allah yang tak terhingga. Karena itu, Al-Qur’an menyeru orang beriman untuk bersyukur. Demi kebesaran Allah, kita patut bersyukur dengan diciptakannya alam yang bermanfaat bagi manusia. Supaya alam bermanfaat, kita harus mengetahui sebabmusabab setiap kejadian, fenomena dan hukum-hukum lainnya. Dalam setiap kejadian, ada sebab-sebabnya.
Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka, 1996),
Ibid., hlm. 6
236 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
21
Ibid., hlm. 98. Pendidikan Agama Islam 237
Prinsip ini harus kita tempatkan pada posisi yang benar. Sebab, banyak teori di Barat yang bertolak dari pemahaman adanya sebab-akibat telah meniadakan dengan sendirinya kekuasaan Allah Ta’ala. Posisi Allah Ta’ala dicampakan begitu saja, dianggap tidak ada peran aktif secara langsung dalam terjadinya fenomena-fenomena di alam semesta yang kita saksikan ini. Kemudian di sisi lain, disayangkan bahwa umat Islam memiliki kesalahan lama yang sampai hari ini pengaruhnya begitu terasa, yakni pemahaman jabariyah. Ini merupakan aliran filsafat yang jelas-jelas menafikan hukum sebab-akibat atau ketentuan hukum alam.22 Karena mengikuti filsafat tersebut, kita menjadi terbelakang dalam memakmurkan bumi. Dan ini berakibat pada melemahnya etos kerja dan kepasrahan yang tidak beralasan. Ini menjadi salah satu faktor penyebab terbelakangnya peradaban Islam. Sama parahnya dengan prinsip qadariyah yang tidak mampu menentukan nasib bangsa, kebudayaan, dan peradaban, karena keengganan menguak ayat-ayat Allah Swt.23 Bagaimana dengan hadis berikut ini, yang artinya: “Sungguh, orang yang saleh bila ditetapkan menjadi rusak, maka jadilah ia orang yang rusak. Sebaliknya, orang yang asalnya jahat bila ditetapkan menjadi saleh maka jadilah ia orang yang saleh.” Banyak hadis serupa yang diriwayatkan, tetapi permasalahannya adalah nilai dikotomis, lemahnya pemahaman nash serta menentukan satu tema yang searah dengan permasalahan. Sanad hadis tersebut shahih, tapi sedikit sekali yang memahaminya secara tepat. Makna hadis tersebut seolah-olah tidak berbeda dengan gambaran seorang
22 Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Berdialog Dengan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2000), hlm. 53-55. 23 Ibid.
238 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
dosen yang mengajar sejumlah mahasiswa. Kemudian ia memerhatikan pelajaran sejumlah mahasiswanya, siapa di antara mereka yang benar-benar rajin dan malas. Kemudian diajukan pertanyaan, apa pendapat anda tentang nilai? Apa perkiraan anda tentang hasil ujian mereka? Dosen tersebut menjawab: Sejumlah mahasiswa akan lulus dan yang lain akan gagal. Kemudian dia menyebutkan nama-namanya. Setelah ujian diadakan, ternyata hasilnya seperti dugaannya. Hadis tersebut erat hubungannya dengan Ilmu Allah. Dengan demikian, mungkin ada salah seorang dari sekian banyak manusia di dunia ini, yang semula saleh tetapi menurut ilmu Allah orang tersebut jahat. Atau sebaliknya. Hal-hal seperti itu masih ada pada umat Islam, yang kurang memerhatikan ketentuan-ketentuan hukum sebab akibat, serta melupakan maknanya. Sehingga ada kemenangan atau kekalahan sama saja, tidak berpengaruh apa-apa, tanpa harus meneliti dan mengkaji faktor-faktor penyebabnya. Hal serupa ini banyak kita jumpai pada tulisan-tulisan atau kajian historis yang tak menghiraukan masalah keterbelakangan, kekalahan, dan kemunduran. Akhirnya umat Islam hanya menunggu datangnya sebuah pertolongan. Menunggu tanpa reaksi apa-apa. Bila sebuah perusahaan bangkrut, umpamanya, pasti ada faktor-faktor penyebab tertentu yang mengakibatkan kebangkrutannya. Ini harus kita pikirkan dengan menggunakan pendekatan yang tepat, menuju ke objek permasalahan. Kenyataannya, kita belum memahami ketentuan dan undang-undang Allah yang menjadi pokok pembicaraan Al-Qur’an, sebagai pedoman hidup kita. Terlebih lagi memanifestasikannya untuk kepentingan pembangunan dan kemasyarakatan. Hasilnya jelas, kita benar-benar terbelakang, menjadi penonton setia peradaban dunia. Kita tidak dapat Pendidikan Agama Islam 239
ke luar dari bingkai kesulitan ini, kecuali menyimak kembali wahyu yang ada, dan mengkajinya secara intensif. Berikutnya, kita membangkitkan yang diharapkan. Ada dua macam sebab dalam alam semesta ini. Pertama, sebab alamiah yaitu sebab yang terjadi dalam hukum alam yang sudah inheren. Misalnya, jika kita menaburkan benih dan merawatnya maka kita dapat mengharapkan hasilnya. Jika kita buat kapal, kemudian menaruh ke lautan, maka kita dapat mengharapkan manfaat. Kedua, sebab ilahiah yaitu sebab yang memberikan makna kepada keseluruhan proses alamiah tersebut. Ini merupakan sebab yang paling penting dan paling tinggi tingkatannya.
4.
Semua yang Ada di Alam Berpasangan
Terkadang ada orang yang menilai apa yang terjadi di dunia ini, adalah suatu kebetulan saja. Padahal bukan kebetulan, melainkan semuanya kebenaran. Artinya benar menurut hukumnya. Jika ada orang mencuri, lalu dihakimi massa adalah kebenaran. Supaya tidak dihakimi massa jangan mencuri. Demikian pula orang yang selalu berbuat baik kemudian suatu waktu ditolong orang lain bukan kebetulan. Untuk membuktikan semua kebenaran itu, Allah mencipatakan sesuatu berpasang-pasangan. Ada baik dan ada jahat; ada laki-laki dan ada perempuan; ada siang dan ada malam; ada dunia dan ada akhirat; ada surga dan ada neraka. Dan Dia-lah Allah Swt. yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasangpasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
240 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
(kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan, (QS Al-Ra’d [13]: 3). Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasanganpasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui, (QS. Yasin [36]: 36). Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah, (QS AlDzariyat [51]: 49). Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, (QS Al-Syura [42]: 11). Berdasarkan ayat-ayat di atas, semua yang diciptakan Allah sudah memiliki pasangan masing-masing. Tetapi, pasangan itu bukan dalam arti khusus yang sifatnya linear. Seperti pasangan laki-laki adalah perempuan; bukan si A berpasangan dengan si B, si X dengan si Z dan seterusnya. Di samping itu, manusia perlu menyadari bahwa ada yang tidak diketahui manusia mengenai pasangan-pasangan dari apa yang diciptakan Allah. Itulah sebabnya manusia perlu berdoa agar ditunjukkan ilmunya. Sebaliknya, ada orang yang mengingkari fungsi doa, karena merasa sudah tahu semuanya. Kesombongan manusia dapat menutupi suatu kebenaran. Oleh karena itu, untuk mempertemukan suatu pasangan diperlukan ikhtiar kreatif dari manusia. Dengan pasangan-pasangan yang tercipta baik dalam alam semesta maupun dalam diri manusia sendiri semuanya berjalan sinergi dan seimbang. Dalam kehidupan sosial, pasangan hak adalah kewajiban. Jika manusia dalam interaksi sosial hanya menuntut dilaksanakan hak saja, mengabaikan kewajiban maka Pendidikan Agama Islam 241
interaksi akan kacau. Demikian sebaliknya, hanya dijalankan kewajiban tanpa ada hak, orang akan merasa dirugikan yang akhirnya timbul kekacauan sosial. Jadi, hukum alam dan hukum sosial bukan sesuatu yang terpisah dan berjalan sendiri-sendiri.
5.
apakah gunung, laut, langit dan pohon-pohonan dengan segala aneka warnanya. Tetapi, yang sering dilupakan yaitu kedalaman spiritual dalam menuangkan seni-seni artistik yang langsung berhubungan dengan Sang Pencipta Allah Ta’ala. Padahal tanpa kasih sayang Allah, tidak mungkin keindahan penciptaan dapat dikembangkan dalam seni-seni lainnya.
Alam Mengandung Seni Artistik
Kita tidak hanya wajib memerhatikan keseimbangan langit dan bumi serta berubahnya waktu dari siang menjadi malam, tetapi juga ciptaan-ciptaan Allah lainnya sehingga kita menemukan keindahan di dalamnya. Firman Allah Swt., Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang di langit dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang (nya), (QS Al-Hijr [15]: 16). Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun? Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah). Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, (QS. Qaf [50]: 6-10). Ayat-ayat tersebut pada dasarnya merupakan pancingan bagi manusia agar memikirkan keindahan-keindahan yang ada di langit dan di bumi. Hal ini telah memberikan inspirasi pada para seniman ketika melukiskan karya-karyanya,
242 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
6.
Belajar Pada Alam
Tujuan pokok diciptakan alam adalah untuk menjadi ayat-ayat bagi orang berpikir. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Allah, kami tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (QS Ali-Imran [3]: 190-191). Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan (QS Al-Baqarah [2]: 164). Regularitas siang dan malam, hujan yang menyuburkan tanah dan musim kemarau yang menggersangkan tanah saling bergantian terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang yang berpikir. Bukan hanya sebagai tanda adanya Allah,
Pendidikan Agama Islam 243
melainkan pula sebagai tanda kebenaran-Nya dalam menetapkan hukum-hukum. Manusia gampang melupakan Allah ketika alam semesta ini menguntungkan. Tetapi ketika alam ini menyebabkan kemalangan, barulah mencari-cari siapa yang dapat dijadikan perlindungan. Betapa dangkal dan pendeknya pandangan manusia.
yang diperhatikan? Yaitu bagaimana alam bekerja. Kita harus menemukan hukum-hukum yang bekerja dalam alam ini. Kita menjalankan hidup di atas hukum tersebut. Orang yang paham hukum alam, maka ia akan paham cara menjalani hidup. Kesuksesan seseorang dalam ekonomi misalnya, hanya dapat diraih melalui penguasaan atas hukum ekonomi.
Manusia meremehkan, melengahkan, bahkan mengingkari Allah, karena menurut pandangannya proses alam terjadi karena sebab alamiah tersendiri. Ia tidak menyadari bahwa alam semesta adalah sebuah pertanda yang menunjukkan kepada adanya Allah di atasnya. Padahal tanpa Allah, alam semesta beserta sebab-sebab alamiahnya tidak pernah ada. Jika bukan karena belas kasihan Allah, tidak ada ciptaan yang banyak ini.
Dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran, (QS An-Nahl [16]: 13). Apakah kamu tidak memerhatikan (penciptaan) Allahmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang; dan kalau dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayang-bayang itu, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu, kemudian Kami menarik bayang-bayang itu kepada Kami dengan tarikan yang perlahan-lahan (QS Al-Furqan [25]: 45-46).
Mengenai keteraturan alam semesta ini digunakan untuk membuktikn kegunaannya bagi manusia. Alam semesta ini ada untuk dimanfaatkan manusia. Faedah alam yang mengabdi kepada manusia dinyatakan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, (QS Al-Baqarah [2]: 29; Luqman [31]: 20; Al-Jatsiyah [45]: 12). Walaupun alam menggambarkan kekuasaan Allah, namun tujuan utama dari itu adalah untuk memperlihatkan bagaimana Allah menggunakan kekuasaanNya untuk kebaikan manusia; bukan untuk kebaikan Allah. Manusia diberi sarana untuk mendapatkan manfaat dari alam semesta ini. Oleh karena itu, perbuatan baik terhadap alam merupakan konsekuensi logis dari kebutuhan manusia itu sendiri terhadap alam. Adanya alam bagi kita adalah wajib. Karena tanpa alam ini, kita sulit hidup. Kalau ada yang mengatakan kita dapat hidup tanpa alam raya artinya dia menolak suatu kenyataan hidup. Karena keberadaan alam ini wajib bagi kita, maka wajib kita memerhatikan alam semesta ini. Apa 244 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) supaya kamu dapat mencari karunia-Nya; mudahmudahan kamu bersyukur. (QS Al-Rum [30]: 46). Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS Al-Jatsiyah [45]: 13). Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar Pendidikan Agama Islam 245
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran). Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum daripada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan. Dan Allahmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohonpohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia,” (QS Al-Nahl [16]: 65-68). Ayat di atas, mendorong manusia untuk menyelidiki sifat-sifat dan kelakuan alam. Segala yang diciptakan Allah tidak ada yang sia-sia. Hal ini harus menjadi asumsi untuk meneliti alam. Allah menciptakan alam ini mengandung maksud dan tujuan yang sempurna. Dengan demikian, menghayati fenomena alam merupakan perwujudan iman dan syukur. Alam semesta telah menyadarkan kita pada penghayatan kekuasaan Allah. Jadi, orang yang meneliti alam semesta, dapat membawa kepada keimanan terhadap wujud dan kekuasaan Allah. Orang yang berakal dikhususkan sebagai orang yang dapat memerhatikan makna perpindahan siang menjadi malam, dan malam menjadi siang. Orang biasa, hanya mengetahui perpindahan itu sekadar untuk tidur ketika malam tiba. Padahal orang berakal yang cerdas memikirkan adanya perpindahan yang tertata rapih, sedangkan manusia tidak kuasa mengatur hal tersebut. Kesadaran yang dalam mengenai kehebatan yang mengatur alam dirasakan setiap saat, baik ketika berdiri, duduk maupun ketika berbaring. 246 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
Keseimbangan alam yang kita perhatikan terus-menerus hingga menyentuh jantung kesadaran yang paling dalam.
7.
Allah yang Mengatur Alam Semesta
Allah mengatur alam semesta dan menurunkan perintahperintah-Nya melalui para malaikat dan roh kudus. Setelah menyampaikan perintah-perintah tersebut mereka kembali kepada Allah dengan membawa laporan. Al-Qur’an banyak berbicara mengenai gerakan pulang-pergi ini, (QS Al-Hajj [22]: 5; Al-Ma’arij [70]: 4; Saba’ [34]: 2; Al-Hadid [57]: 4). Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa Allah mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian urusan itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadar lamanya adalah 1.000 tahun menurut perhitungan kita (QS Al-Sajdah [32]: 5). Yang demikian itulah Allah Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. Kemudian dalam QS Al-Ma’arij [70]: 4, dikatakan jangka waktu tersebut adalah sama dengan 50.000 tahun menurut pengalaman biasa. Perbandingan waktu tersebut, tidak bisa diartikan secara harfiah. Ungkapan ini menunjukkan pada kondisi pengalaman manusia. Seperti kisah ashabul kahfi, walaupun sebenarnya bertahun-tahun dalam gua, tetapi terasa mereka tertidur beberapa saat atau beberapa jam saja. Atau sebaliknya dalam kondisi tertentu, walaupun sebenarnya sebentar tetapi terasa begitu lama. Allah Swt. mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara bagian-bagiannya, kemudian menjadikannya bertindihtindih, kemudian dari celah-celahnya ke luar hujan dan Allah juga menurunkan butiran-butiran es dari langit yaitu dari gumpalan awan seperti gunung-gunung, dan kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan (QS AlPendidikan Agama Islam 247
Kita harus berani menyatakan bahwa di dunia ini banyak pertolongan aktif dari Allah. Kita tidak boleh memandang peristiwa-peristiwa alam karena sebab-sebab alamiah saja, tetapi harus memahami keterlibatan Allah di dalam peristiwa tersebut. Terjadinya banjir, gempa, dan badai merupakan petanda yang jelas. Dalam Al-Qur’an direkam semua kejadian yang diakibatkan oleh orang-orang berdosa.
pembantah yang nyata. Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Allahmu benarbenar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar). Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanamtanaman; zaitun, korma, anggur, dan segala macam buahbuahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya), (QS Al-Nahl [16]: 3-12)
Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak. Maha Tinggi Allah daripada apa yang mereka persekutukan. Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi
Siapa yang berkuasa melakukan hal-hal di atas? Ahli pertanian sekalipun, tidak sanggup menumbuhkan sebatang pohon dengan tumbuh subur. Kesanggupan ini
Nur [24]: 43). Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin menggerakkan awan, kemudian Allah membentangkannya di langit, kemudian bergumpal-gumpal, kemudian hujan ke luar dari celah-celahnya (QS Al-Rum [30]: 48). Dan Allah, Dialah Yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu ke suatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu. Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur. Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuan pun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuanNya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah. (QS. Fathir [35]: 9-11).
248 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
Pendidikan Agama Islam 249
diukur sejak mula pertama pohon ditanam. Ia tidak akan sanggup mengatakan bahwa pohon ini pasti akan subur. Kejujuran nuraninya akan mengatakan Allah yang berkuasa menumbuhkan pohon menjadi subur. Ia hanya akan melakukan hukum-hukum kesuburan tanaman menurut ilmu pertanian. Tentu hal ini, merupakan ikhtiar yang baik, tetapi mungkin ia belum tahu ada hukum lain berupa doa untuk menumbuhkan pohon yang ditanam. Hal ini banyak terjadi karena keterbatasan memahami hukum alam. Oleh karena itu, apa yang difirmankan Allah pasti mengandung hukum tertentu yang berlaku bagi manusia dalam hidup di alam semesta.
F. Proses Penciptaan Alam Kata “proses” berarti adanya suatu tahapan tertentu menuju kesempurnaan. Jika alam semesta ini diciptakan oleh Allah, mengapa harus berproses? Bukankah Allah kuasa untuk menciptakan sekaligus? Orang yang belum paham ilmu agama secara luas dan dalam akan keliru memahami pertanyaan tersebut. Anehnya lagi, jika masih ada seorang Muslim yang mengikuti prasangka orang-orang kafir atau pendapat pakar Barat yang sekuler. Jika kita kumpulkan informasi-informasi dari Al-Qur’an, adanya proses penciptaan alam justru mengarahkan pada manusia agar mengambil pelajaran dari proses penciptaan alam. Ilmu manusia terkondisikan oleh pemahaman segala sesuatu itu dapat diwujudkan secara berproses. Walaupun penciptaan alam melalui proses tertentu, ternyata manusia tetap saja tidak sanggup melakukannya. Apalagi jika diciptakan tanpa proses.
250 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
Ada yang penting, sebagai pelajaran bagi kita mengenai proses penciptaan alam. Terkadang keinginan kita supaya cepat terpenuhi dalam waktu yang singkat. Kita tidak sabar menunggu. Ketika berdoa ingin saat ini juga terpenuhi, walaupun sebenarnya kita sendiri belum layak menerima apa yang ada dalam isi doa, karena tidak paham proses-proses apa yang perlu dilakukan untuk mendapatkan ijabah doa tersebut. Semua kehidupan ada prosesnya. Seorang petani, untuk bisa menuai buah pohon pisang setelah sekian tahun ditanam. Ia harus menanam dulu, kemudian memelihara dengan baik, barulah ia dapat menuainya. Seorang mau jadi sarjana, ia harus daftar dulu sebagai mahasiswa, kemudian tekun belajar, lulus semua mata kuliah, dapat menjalankan semua proses perkuliahan dengan baik, barulah ia ikut wisuda dan jadilah sarjana yang baik. Berkaitan dengan proses penciptaan alam, perhatikan ayat-ayat berikut ini: “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman” (QS Al-Anbiya [21]: 30). Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa (fi yaumaini) dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Allah semesta alam”, (QS. Fushilat [41]: 9). “Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati,” (QS. Fushilat [41]: 11).
Pendidikan Agama Islam 251
Allah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa (fi sittati ayyam), kemudian Dia (Allah) bersemayam di atas ‘arsy…. Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian urusan itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadar lamanya adalah 1.000 tahun menurut perhitunganmu. Yang demikian itulah Allah Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang (QS Al-Sajdah [32]: 4-6). Sesungguhnya Allah kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas `arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintangbintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Allah Semesta Alam, (QS Al-A’raf [7]: 54). Dan Dialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa (fi sittati ayyam), dan ‘arsy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya …(QS Hud [11]: 7). Di sini, Allah menjadikan langit dan bumi untuk tempat berdiam makhluk-Nya serta tempat berusaha dan beramal, agar nyata di antara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah.24 Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)“ maka jadilah ia, (QS Al-Nahl [16]: 40). Berdasarkan ayat-ayat di atas dapat kita tafsirkan proses penciptaan langit dan bumi sebagai berikut. Pada awalnya, langit dan bumi itu keduanya adalah suatu yang padu. Langit dan bumi tidak terpisah seperti yang kita saksikan sekarang ini. Kemudian Allah pisahkan antara keduanya. Sehingga menjadi dua yaitu langit dan bumi. 24 Lihat Footnote, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Saudi-Indonesia, 1971, hlm. 327.
252 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
Setelah dipisahkan menjadi dua, Allah menciptakan bumi dalam dua masa (fi yaumaini). Artinya, khusus untuk bumi saja diciptakan dalam dua masa. Setelah bumi tercipta, langit masih merupakan “asap”. Kemudian Allah menuju langit. Di sini, menggunakan kalimat metafora, untuk memudahkan akal manusia dalam menerima alur cerita. Dalam ilmu kalam, disebutkan bahwa Allah tidak berjisim. Allah jangan digambarkan sebagaimana manusia, walaupun ada kata “tangan” Allah. Sekarang kita sudah mengetahui proses penciptaan bumi dalam dua masa. Tapi belum menemukan proses penciptaan langit dalam berapa masa. Kita baru menemukan proses penciptaan langit dan bumi dalam enam masa. Kalau bumi dalam dua masa, kemudian langit dan bumi enam masa, berarti untuk proses pencipataan langit saja empat masa. Jadi, langit diciptakan oleh Allah dalam empat masa. Dengan demikian, penciptaan langit, bumi, matahari, bulan, dan bintang dan segala isinya yang tidak kita ketahui dalam enam masa sudah selesai sempurna. Hal ini merupakan bagian dari desain Allah. Kita tidak punya otoritas untuk membantah desain tersebut. Bagi kita yang penting bagaimana mendesain rencana kita dalam kehidupan yang ingin kita wujudkan itu dengan proses tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula sehingga menjadi sempurna. Demikianlah Allah telah memberikan contoh yang besar dan agung kepada manusia. Bagaimana dengan ungkapan: kun fa yakun bagi Allah? Sesungguhnya perkataan Kami (Allah) terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”, maka jadilah ia, (QS Al-Nahl [16]: 40). Dalam teologi Islam (ilmu tentang Allah), dari kun menuju fayakun ada selang waktu, ada proses. Hal ini tidak Pendidikan Agama Islam 253
mengurangi arti kekuasaan Allah, melainkan justru bagi Allah tidak ada yang sulit. Apa yang dikehendaki Allah, semuanya pasti terjadi. Berbeda dengan manusia, walaupun sangat dikehendaki, belum tentu terwujud kalau tidak dikehendaki Allah. Itulah makna kun fayakun. Oleh karena itu, jangan menentang kehendak Allah. Kehendak Allah itu dapat dilihat pada hukum-hukum larangan dan perintah yang ditetapkan bagi manusia. Jika kita menentangnya, maka pasti kita celaka. Menentang apa yang dilarang atau mengingkari apa yang diperintahkan, pasti kita yang rugi. Di sini, Allah menjadikan langit dan bumi untuk tempat berdiam makhluk-Nya serta tempat berusaha dan beramal, agar nyata di antara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah Swt.25
G. Bumi: Planet untuk Manusia Hasan Hanafi menulis tentang teologi tanah. Menurutnya, setiap teologi merupakan ungkapan dari tafsirnya sendiri dengan memakai kosa kata zamannya dan didorong oleh kebutuhan dan tujuan masyarakat, baik keinginan objektif, subjektif maupun egoisme murni.26 Karena para teolog sering kali membaca kitab sucinya, maka teologi merupakan sejarah proyeksi dari keinginan manusia ke dalam kitab suci suatu masyarakat tersebut. Istilah bumi, tanah (ardh) dalam Al-Qur’an memberikan pengertian “bukan objek pemilikan”. Menurut Hasan Hanafi, tanah ada di sini, dalam kategori “ada”, bukan “memiliki”.27 Dalam arti ini tanah adalah bumi, seluruh tanah. Tanah adalah kebenaran objektif. Tak seorang pun dapat menganggap Lihat Footnote, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op.Cit., hlm. 327. Hasan Hanafi, Pandangan Agama tentang Tanah: Suatu Pendekatan Islam, dalam Agama dan Tantangan Zaman, (Jakarta: LP3ES, 1985), hlm. 91. 27 Ibid., hlm. 94. 25 26
254 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
dirinya memiliki tanah. Tanah tak menjadi milik siapa pun, kecuali Allah. Tanah adalah bumi, luas dan lapang, cukup untuk semua manusia guna menyembah Allah. Allah tidak mewariskan tanah. Rasul pun tidak mewariskan tanah. Tanah tetap milik Allah secara mutlak. Proses pewarisan hanya terjadi pada perbuatan baik. Manusia hanya dapat mewarisi perbuatan baik dan mewariskan lagi perbuatan yang baik kepada penerusnya. Jadi, yang dimiliki manusia sebenarnya perbuatannya. Allah yang disebutkan dalam Al-Qur’an bukan saja Allah di langit, melainkan Allah segala langit dan bumi. Di bumi kalam Allah menjelma dan Allah adalah kebenaran di atas bumi. Manusia adalah khalifah Allah di bumi. Kebaikan manusia di atas bumi dilukiskan dengan dua hal, yaitu iman dan amal. Iman kepada Allah dan berbuat amal kebaikan di atas bumi. Orang beriman, sebagai khalifah di bumi tidak akan sombong, bangga, dan angkuh. Allah Ta’ala yang menjadikan malam untuk kamu supaya kamu beristirahat padanya; dan menjadikan siang terang benderang. Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. Yang demikian itu adalah Allah, Allahmu, Pencipta segala sesuatu, tiada Allah (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka bagaimanakah kamu dapat dipalingkan? Seperti demikianlah dipalingkan orang-orang yang selalu mengingkari ayat-ayat Allah. Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezeki dengan sebagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Allahmu, Maha Agung Allah, Allah Semesta Alam, (QS AlMu’min [40]: 61-64). Pendidikan Agama Islam 255
Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah), (QS Ibrahim [14]: 32-34).
daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur, (QS Al-Nahl [16]: 10-14)
Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanamtanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buahbuahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya), dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlainlainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran. Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya
Filsafat materialisme menjelaskan keteraturan alam semesta ini kebetulan saja. Jika kita teliti, kebetulan itu akan menimbulkan kekacauan. Alam semesta ini diciptakan dengan keseimbangan yang stabil, cocok untuk berlangsungnya kehidupan makhluk hidup. Jarak bumi dari matahari, kemiringan sumbu bumi terhadap orbit, keseimbangan dalam atmosfer, kecepatan rotasi bumi mengelilingi matahari, fungsi laut dan gunung di bumi, sifat dan interaksi makhluk hidup.28
256 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
Allahlah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir, (QS Al-Jatsiyah [45]: 12-13)
Dalam perspektif ilmu pengetahuan alam, poros bumi membuat sudut miring (inklinasi) sebesar 230 dari orbitnya. Musim terbentuk karena kemiringan sudut tersebut. Andaikan sudut kemiringan ini sedikit lebih besar atau lebih kecil, perbedaan suhu antara musim akan menjadi sangat ekstrem. Jika ini terjadi, di bumi akan terjadi kondisi ekstrem 28 Harun Yahya, Menyingkap Rahasia Alam Semesta, (Bandung: Dzikra, 2002), hlm. 180.
Pendidikan Agama Islam 257
yang tak tertahankan, musim panas yang sangat panas dan musim dingin yang sangat dingin.29 Kemudian keseimbangan di atmosfer bumi yang terdiri atas empat gas utama, yaitu nitrogen (78%), oksigen (21%), argon (kurang dari 1%), dan karbon dioksida (0,03%). Gas yang ada di atmosfer dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yakni gas yang reaktif dan tidak reaktif. Gas-gas reaktif melibatkan gas reaktif sangat penting bagi kehidupan, sedangkan gas-gas yang tidak reaktif akan menghasilkan senyawa yang merusak jika bereaksi. Argon dan Nitrogen gas tidak aktif, dan hanya bereaksi terbatas. Bila gas tersebut mudah bereaksi, lautan akan berubah menjadi asam nitrat. Sebaliknya, oksigen bereaksi dengan atom lain, senyawa organik dapat menghasilkan molekul-molekul dasar kehidupan seperti air dan karbon dioksida.30 Andaikan konsentrasi oksigen di atmosfer lebih tinggi, oksidasi akan terjadi lebih cepat dan mengakibatkan batuan dan logam terkikis lebih cepat. Oleh karena itu, bumi akan terkikis dan hancur dan kehidupan di bumi akan menghadapi ancaman besar. Andaikan konsentrasi oksigen lebih kecil, pernapasan akan menjadi sulit, dan lebih sedikit ozon yang dihasilkan. Perubahan jumlah ozon akan berakibat fatal bagi kehidupan. Hal ini akan menyebabkan sinar ultraviolet mencapai bumi dengan intensitas yang tinggi, sehingga kehidupan di bumi akan lenyap.31 Keseimbangan nitrogen dan bakteri merupakan bukti lain bahwa bumi dirancang untuk makhluk hidup. Nitrogen adalah salah satu unsur dasar yang terdapat dalam jaringan Ibid., hlm. 182. Ibid. 31 Ibid, hlm. 183. 29
tubuh semua organisme hidup. Meskipun 78% dari atmosfer merupakan nitrogen, manusia dan hewan tidak dapat menyerap secara langsung. Disinilah bakteri berfungsi dengan membantu kita memenuhi kebutuhan nitrogen. Daur nitrogen dimulai dengan gas nitrogen (N2) yang ada di udara. Bakteri yang hidup di beberapa tanaman mengubah nitrogen menjadi amonia (NH3). Sebaliknya, jenis bakteri lain mengubah amonia menjadi nitrat (NO3). Pada tingkat selanjutnya, manusia dan hewan memenuhi kebutuhan nitrogen melaui tumbuh-tumbuhan tersebut. Nitrogen pada manusia dan hewan kembali ke alam melalui kotoran dan bangkai yang diuraikan oleh bakteri. Tidak adanya bakteri dalam daur nitrogen mengakibatkan berakhirnya kehidupan.32 Dengan demikian, berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an, maupun ilmu pengetahuan alam, bumi dan keteraturan komposisinya merupakan kasih sayang Allah untuk menjamin kehidupan manusia dan makhluk-makhluk lainnya. Semua itu sudah diatur sedemikian rupa hingga akurasi dan ekosistemnya tertata rapi. Manusia perlu berterima kasih atas kasih sayang Allah tersebut. Bumi yang disediakan oleh Allah itu, merupakan anugerah besar agar manusia mampu menjalani kehidupan tanpa hambatan. Sebab, hambatan itu sendiri pada dasarnya bukan karena alam yang tersedia, tetapi karena ulah manusia sendiri.
H. Langit: Atap yang Terpelihara Firman Allah, “Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya”, (QS Al-Anbiya [21]:
30
258 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
Ibid., hlm. 186.
32
Pendidikan Agama Islam 259
32). Ada yang perlu digarisbawahi dalam ayat tersebut, yaitu “atap yang terpelihara”. Langit adalah atap yang terpelihara. Ilmu fisika dapat membantu memahami maksud “atap yang terpelihara” tersebut. Hal itu merupakan tanda kekuasaan Allah. Berikut ini ikuti penjelasannya: Kita biasanya kurang sadar, sesungguhnya banyak meteorit jatuh ke bumi tempat kita hidup ini. Meteorit itu membentuk kawah besar, yang dapat menghancurkan tempat ia jatuh. Tetapi mengapa bumi ini tetap terpelihara. Allah telah menciptakan atmosfer yang berfungsi untuk menggesek meteorit. Meteor tidak dapat bertahan lama melawan gesekan dengan atmosfer. Meteor akan kehilangan sejumlah massa akibat terbakar. Menurut Harun Yahya, lapisan teratas atmosfer adalah daerah medan magnet yang disebut “Sabuk Van Allen”.33 Daerah ini dibentuk oleh sifat-sifat inti bumi. Inti bumi mengandung unsur-unsur magnet, seperti besi dan nikel. Ada dua struktur inti bumi, yaitu inti dalam dan inti luar.34 Inti dalam berbentuk padat, sedangkan inti luar berbentuk cair. Lapisan luar itu membentuk medan magnet. Sabuk Van Allen adalah perpanjangan medan magnet ini yang mencapai lapisan atmosfer. Medan magnet ini melindungi bumi dari kemungkinan bahaya dari angkasa. Bahaya angkasa tersebut selain meteorit juga angin matahari. Angin matahari tidak dapat menembus Sabuk Van Allen. Ketika angin matahari dalam bentuk hujan partikel bertemu dengan medan magnet bumi, akan terurai dan mengalir mengitari medan magnet bumi. Selain itu, atmosfer menyerap sinar X dan sinar ultraviolet yang dipancarkan matahari. Sinar tersebut jika
tidak diserap oleh atmosfer dapat menghancurkan kehidupan di bumi ini. Hebatnya, atmosfer hanya dapat dilalui oleh sinar yang tidak berbahaya, seperti gelombang radio dan cahaya tampak. Dalam istilah fisika, atmosfer memiliki sifat impermeabilitas.35 Jika atmosfer tidak memiliki sifat impermeabilitas ini, kita tentu tidak dapat menggunakan gelombang radio untuk komunikasi, tidak juga cahaya yang penting bagi kehidupan. Selanjutnya, ozon bagian dari langit yang diciptakan secara khusus. Ozon dihasilkan dari oksigen.36 Oksigen dibentuk dari dua atom oksigen. Dan ozon dibentuk dari tiga atom oksigen. Sinar ultraviolet dari matahari menambah satu atom kepada molekul oksigen untuk membentuk molekul ozon. Dengan demikian, ozon dapat menahan sinar ultraviolet menembus ke bumi. Di samping itu, dalam konteks memahami “atap yang terpelihara” kita perlu mencermati planet-planet yang jaraknya berdekatan dengan bumi. Planet-planet yang berdekatan dengan bumi, ukuran kekuatan gravitasinya lebih kecil daripada bumi. Jika kekuatan gravitasi planet lebih besar dari bumi, maka akan mengubah inti bumi, baik inti luar yang berbentuk cair maupun inti dalam berbentuk padat.37 Bahkan dapat menghalangi terbentuknya medan magnet seperti yang ada sekarang ini. Terjadinya keteraturan struktur inti bumi yang dapat menjaga kehidupan dari bahaya-bahaya angkasa, dipahami oleh ilmu sekuler sebagai “kebetulan”, bukan diciptakan. Dan Ibid., hlm. 188. Ibid. 37 Ibid. 35
Ibid., hlm. 187. 34 Ibid. 33
260 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
36
Pendidikan Agama Islam 261
ini akan berjalan terus secara mekanis. Hal ini juga sudah dianggap sebagai hukum alam. Mereka tidak memahami peranan Tuhan dalam menjaga alam semesta ini. Memang sekilas dipahami tidak ada lagi peranan Tuhan di situ, yang ada adalah kerja alam semesta dengan hukum-hukumnya. Akan tetapi, jika ditelusuri lebih lanjut, siapa yang menciptakan hukum alam tersebut. Manusia jelas tidak melakukannya, karena memang tidak akan mampu. Allah yang menciptakan langit sebagai “atap yang terpelihara”. Suatu ketika Alah akan mencabut hukum alam tersebut, sehingga alam tidak lagi abadi. Inilah yang disebut akan terjadinya “hari kiamat”. Orang sekuler menapikan adanya hari kiamat. Peristiwa hari kiamat adalah peristiwa hancurnya hukum-hukum alam yang telah ditetapkan dan diganti dengan hukum baru yang akan berlaku dalam kehidupan manusia yang baru. Kehidupan manusia yang baru adalah di akhirat, bukan di dunia lagi. Riwayat dunia sudah habis, tinggal hukum akhirat yang akan berlaku. Oleh karena itu, perpaduan pemahaman antara ilmu dunia beserta hukum-hukumnya dengan ilmu agama beserta hukum-hukumnya yang dapat menyelamatkan manusia pada dua kebahagiaan. Kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Seorang Muslim yang mengerti hakikat hidup tidak mungkin hanya memilih salah satu dari dua kebahagiaan tersebut.
I.
Prinsip-prinsip Memahami Alam
Kita perlu memegang suatu prinsip berkaitan dengan alam semesta sebagai tempat hidup manusia. Di antara prinsip tersebut, yaitu: Pertama, alam jagat ialah selain dari Allah. Sebagian ulama Islam membagi alam ini kepada empat
pangkal, yaitu roh, benda, waktu, dan tempat.38 Jenis manusia dianggap sebagai salah satu unsur alam ini. Alam jagat bukan saja mencakup segala makhluk yang telah terperinci di atas, tapi juga mencakup sistem, hukum, dan undang-undang alam yang semuanya tunduk pada Allah Ta’ala. Dalam hal ini, kita tidak lupa bahwa alam sebagai sesuatu yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Ada hubungan alam yang menjalin ikatan antara bagian-bagian alam itu. Namun, dalam scope (cakupan) ikatan hubungan yang umum ini terdapat perbedaan-perbedaan. Setiap bagian mempunyai wujudnya tersendiri, peraturan dan disiplin yang tersendiri dan khas bentuknya. Kalau kita jadikan bumi sebagai contoh, kita akan dapati bahwa baik materinya maupun undang-undang yang berlaku di dalamnya berbeda. Meskipun ini berlaku dalam suatu ruang lingkup umum yang berhubungan dalam alam raya ini. Setiap planet ada undang-undang yang mengikat hubungannya dengan planet lain. Namun tiap palanet mempunyai undangundang tersendiri. Yang berlaku pada binatang, berbeda dengan yang berlaku dalam diri manusia. Kedua, segala wujud yang ada adalah fisik dan non-fisik sekaligus. Tidak terpisah antara alam fisik dengan alam non fisik. Agama mengajak manusia ke arah menghayati alam yang penuh kebaikan. Kehidupan tidak akan terjadi kecuali dengan terpenuhinya kebutuhan materiil dan spirituil. Ketiga, alam dan isinya senantiasa berubah. Alam berkembang terus sesuai dengan kehendak hukum yang telah digariskan oleh Allah Ta’ala sebagai pencipta. Menurut Dr. Syaikh Subhi Saleh, alam kehidupan yang dinamakan ‘alamin sebenarnya sampai kepada titik kesempurnaannya Al-Syaibany, Op.Cit., hlm. 58.
38
262 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
Pendidikan Agama Islam 263
dengan berangsur-angsur.39 Pendapat ini perlu diwaspadai jangan sampai menjadi semacan sokongan pada teori evolusi Darwin. Keempat, setiap unsur bergerak mengikuti hukum umum yang menunjukkan kesatuan. Hal ini akan dapat disaksikan pada kejadian yang harmonis. Kelima, ada hubungan yang erat antara sebab dan musabab. Hukum kausalitas ini mempertalikan kejadian alam semacam urutan mata rantai yang berentetan. Urutan sebabmusabab ini, akhirnya sampai kepada Allah Ta’ala. Keenam, alam semesta ini adalah teman yang setia bagi kemajuan manusia. Alam dapat menjadi tanda untuk menolong akal manusia berpikir mencari kebenaran. Hal ini akan benar dirasakan jika manusia dapat mengetahui rahasia alam semesta dan undang-undangnya. Kita harus dapat mengungkapkan keindahan alam. Ketujuh, alam ini diciptakan dari tiada menjadi ada. Teori Darwin yaitu teori evolusi yang menolak proses penciptaan dari tiada menjadi ada, kini sudah tumbang. Buku Harun Yahya, secara khusus mengupas tentang runtuhnya teori Darwin. Oleh karena itu, kalau ada yang masih membela-bela teori evolusi Darwin, pertanda dia tidak tahu perkembangan ilmu.
39
Ibid., hlm. 70.
264 Bab 9| Alam Semesta Sebagai Ayat Kauniah
DAFTAR PUSTAKA
A. Djazuli. Ilmu Fiqh: Sebuah Pengantar, Bandung, Orba Sakti, 1993. A’isyah Abd ar-Rahman Bint Asy-Syathi, Al-Maqal fi Al-Insan Dirasah Quraniyah, Mesir, Dar Al-Ma’Arif, 1966 Abi Zakariya Yahya Abi Syarif Al-Nawawi, Shahih Muslim, Bairut-Libanon, Darul Fikr, 1997. Abu Bakar Jabir. Ensiklopedi Muslim. Jakarta, Darul Falah. 2000. Abul A’la Al-Maududi, Prinsip-prinsip Islam, Bandung, PT. Al-Ma’arif, 1985. Adib Bisri Musthafa, Shahih Muslim, Semarang, Asy-Sifa’, 1992. Ahmad Sunarto, Shahih Bukhari, Semarang, Asy- Syifa’, 1993. Al Imam Jalal al-Luddin ‘Abdu al-Rahman bin Abi Bakar alSuyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, Mesir, Dar- al-Katib, 1967 Al Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid I, Juz 3. Al Thabarsy, Majma’ul Bayan fi Tafsir Al-Qur`an, Mesir, Dar al-Ma’arif, Juz I, 1986. Pendidikan Agama Islam 265
Ali Issa Othman. Manusia Menurut Al-Ghazali, Bandung, Pustaka, 1981.
Harun Yahya, Dr., Menyingkap Rahasia Alam Semesta, Bandung, Dzikra, 2002
Ali Syari`ati. Sosiologi Islam, Yogyakarta, Ananda, 1982.
Hasan Hanafi, Pandangan Agama tentang Tanah: Suatu Pendekatan Islam, dalam Agama dan Tantangan Zaman, Jakarta, LP3ES, 1985
Andi Hakim Nasution. Manusia Khalifah di Bumi, Jakarta, PT Intermasa, 1994 Ari Ginanjar Agustian. Emotional, Spiritual, Quotient (ESQ) Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Jakarta, Arga, 2001. Azyumardi Azra, dkk, Buku Teks: Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta, Depag RI, 2002. Bahreisy Salim, Irsadul ‘Ibad Ila Sabilirrasyad, Surabaya, Darus – Saggaf, tt. Deden Makbuloh, Pengantar kepada al-Islam untuk Perguruan Tinggi, Bandar Lampung, Gunung Pesagi, 2003 Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahannya, Jakarta, 1973. Djauhari Muhsin, Kuliah Iman Yang Qur`ani Suatu Pemahaman Baru, Bandung, Pustaka, 1987. Ensiklopedi Islam, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002. Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, Bandung, Pustaka, 1996. Franz Dhler, Chandra, Julius. Asal dan Tujuan Manusia, Yogyakarta, Penerbit Yayasan Kanisus, 1976. Fritjof Capra, Titik Balik Peradaban: Sains, Masyarakat, dan Kebangkitan Kebudayaan, Yogyakarta, Bentang, 2000 Harun Nasution, Islam Rasional, Bandung, Mizan, 1994. _________, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1982 _________, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta, UI Press, 1982. 266 Daftar Pustaka
Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Puasa, Jakarta, Bulan Bintang, 1954. Herman Suwardi, Islamisasi Sains: Apa Signifikansinya?, dalam Mimbar Studi: Jurnal Ilmu Agama Islam, Nomor I tahun xxiii, September-Desember 1999, IAIN SGD Bandung. Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Bandung, Rosdakarya, 1995 Ibn Khaldun, Mukaddimah, Mathba’at al-Taqaddum, 1322 H. Ibn Miskawaih, Tahzib al-Akhlak wa Tathhit al-A’raq, Mesir, Al-Mathba’ah al-Mishriyyah, 1934. Ibrahim Anis, Al-Mu’jam al-Wasith, Mesir, Dar Al-Ma’arif, 1972. Imam Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, Jilid III, Beirut, Dar alFikr, t.t. Ismail Haqqi al-Buruswi, Tafsir Roh al-Bayan, Juz.I, Beirut, Dar al-Fikr, 1997. Jalaluddin Rahmat, Renungan Sufistik, Bandung, Mizan, 1994. Jalaluddin, dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangannya, Jakarta, Rajawali Press, 1996 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1995.
Pendidikan Agama Islam 267
M. Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniyah Manusia, Jakarta, Bulan Bintang,1976
Murthada Muthahari, Jejak-Jejak Rohani, Bandung, Pustaka Hidayah.
M. Daud Ali. Agama Islam (Bagian Pertama), Jakarta, Badan Penerbitan Tarumanagara, 1989.
___________, Manusia dan Agama, Bandung, Mizan, 1984.
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, Jakarta, Paramadina, 2002.
Nasruddin Razak, Dienul Islam, Bandung, PT Alma’arif, 1989. Nipan Kauma Fuad, Kisah-Kisah Rukun Islam, Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2001.
M. Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibn Katsir, Jilid II, Jakarta, GIP, 1999.
Nurcholish Madjid, 30 Sajian Rohani: Renungan di Bulan Ramadhan, Bandung, Mizan, 2000.
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an, Bandung, Mizan, 1999.
___________, Islam: Doktrin dan Peradaban, Jakarta, Paramadina, 2000.
__________, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, Bandung, Mizan, 2000
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1979
__________, Tafsir Al-Misbah, Volume 13,Jakarta, Lentera Hati, 2002.
Osman Bakar, Hierarki Ilmu: Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu, Bandung, Mizan, 1998
Mahyuddin, Masailul Fiqhiyah, Jakarta, Kalam Mulia, 1998.
Permadi Ali Basyah, Bahan Renungan Kalbu: Pengantar mencapai Pencerahan Jiwa, Jakarta, Yayasan Mutiara Tauhid, 2004.
Maurice Bucaille, Bibel, Quran dan Sains Modern, Jakarta, Bulan Bintang, 1978
Sayid Sabiq, Al-‘Aqaid-u al-Islamiyah, Bandung, Diponegoro, 1993.
Muhammad ‘Ali al-Shabuny, Shafwat al-Tafasir, Jilid 3, Beirut, Dar al-Fikr.
Sayyid Quthb, Fi Dzilal Al-Qur`an, Juz I, 25, Dar al-Ihya alKitab, al-Arabiy, t.t.
Muhammad Al-Ghazali, Berdialog Dengan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 2000
Seyyed Hosein Nasr, Menjelajah Dunia Modern: Bimbingan Untuk Kaum Muda Muslim, Bandung, Mizan, 1994.
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi. Al-lu’lu’ Wal Marjan, Terj. Salim Bahreisy, Surabaya, Bina Ilmu, 1996.
Syeh Muhammad Abdul Wahab, Fathul- Majid: Syarah Kitabut- Tauhid, Surakarta, Muhammadiyah University Press, 2001.
__________, Wawasan Al Qur’an. Bandung, Mizan, 1999.
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, Jilid 7, Beirut, Dar al-Fikr, t.t. Muhammad Yusuf Musa, Islam: Suatu Kajian Komprehensif, Jakarta, Rajawali Press, 1988. 268 Daftar Pustaka
Thanthawiy Jauhary, Al-Jawahir Fi Tafsiril Qur`anil Karim, Juz I, Teheran, Afthab, Tt.
Pendidikan Agama Islam 269
Yusuf Al-Qardhawi, Karakteristik Islam: Kajian Analitik, Surabaya, Risalah Gusti, 1996. _________, Metode dan Etika Pengembangan Ilmu Perspektif Sunnah, Jakarta, Gema Insani Press, 1989 _________, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Bana, Jakarta, Bulan Bintang, 1980 _________, As-Sunnah Sebagai Sunber Iptek dan Peradaban, 1999, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar.
BIODATA PENULIS
Dr. Deden Makbuloh, M.Ag. lahir di Ciamis, 03 Mei 1973. Memperoleh gelar Sarjana (S1) IAIN Sunan Gunung poto Djati Bandung, Fakultas Tarbiyah, Jurusan PAI tahun 1994belum ada pak? 1998; gelar Magister (S2) IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, Pendidikan Islam tahun 1999-2001; dan gelar Doktor (S3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan Islam tahun 2004-2010; serta Short Course, The University of Melbourne Australia, November-Desember 2009. Saat ini berprofesi sebagai Dosen IAIN Raden Intan (S1 dan S2); Dosen Universitas Lampung; Dosen Universitas Muhammadiyah Lampung; Kepala Pusat Penjaminan Mutu Pendidikan IAIN Lampung; dan Wakil Dekan Fakultas Agama Islam UM Lampung. Dengan berbagai mata kuliah yang diampu, yaitu Manajemen Pendidikan, Metode Pembelajaran PAI, Pendidikan Agama Islam, Aplikasi Metode Penelitian PAI, Sejarah Pendidikan Islam, Sejarah Peradaban Islam, Metode Pengajaran Al Qur’an dan Hadis, Manajemen Pendidikan Islam, Manajemen SDM, Teknologi dan Media Pengajaran, Manajemen Pendidikan Islam, Desain Pengajaran Al-Qur’an Tafsir, Metode Pengajaran PAI, Ilmu Pendidikan Islam, dan Filsafat Pendidikan Islam. 270 Daftar Pustaka
Pendidikan Agama Islam 271