Kadar K2O, N-Total dan Kapasitas Tukar Kation dengan Pemberian Pasir Pantai, Sabut Kelapa, dan Sabut Batang Pisang pada Ustic Epiaquerts yang Ditanami Padi Varietas Ciherang Zulham Husein1, Nurdin2 dan Fauzan Zakaria3 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang terhadap ketersediaan K, N dan KTK pada Ustic Epiaquerts yang ditanami padi varietas ciherang serta menentukan perlakuan yang memberikan pengaruh terbaik terhadap ketersediaan K, N dan KTK melalui pemberian pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang pada ustic epiaquerts yang ditanami padi varietas ciherang. Penelitian ini menggunakan Rancangan faktorial tiga faktor yaitu faktor pertama adalah pasir pantai, kemudian sabut kelapa dan sabut batang pisang dengan pola 33. Sehingga terdapat 27 kombinasi perlakuan yang masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bandungrejo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Pengamatan meliputi pengaruh pemberian pasir pantai, sabut kelapa dan sabut batang pisang terhadap kadar K2O, pengaruh pemberian pasir pantai, sabut kelapa dan sabut batang pisang terhadap kadar N-Total, pengaruh pemberian pasir pantai, sabut kelapa dan sabut batang pisang terhadap nilai KTK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pasir 50% berpengaruh nyata terhadap kadar K2O. Pemberian pasir pantai berbeda nyata terhadap kadar K2O, N-Total dan KTK dalam tanah. Sedangkan pemberian sabut batang pisang dan sabut kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap kadar K2O, N-Total dan KTK. Perlakuan terbaik terhadap kadar K2O dalam tanah diperoleh melalui pemberian pasir pantai 25%, sabut kelapa dan sabut batang pisang pada dosis 10 ton ha-1 namun secara statistik tidak menunjukkan adanya beda nyata terhadap kontrol, hal yang sama juga terjadi pada N-Total dan KTK dimana taraf perlakuan pasir 25% berbeda nyata dengan kontrol. Sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan terbaik tunggal yaitu taraf perlakuan 25% pemberian pasir.
Kata Kunci : Nitrogen, Kalium, Kapasitas Tukar Kation, Pasir, Pantai, Sabut, Kelapa, Pisang, Vertisol
PENDAHULUAN Sawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata atau relatif datar, dibatasi oleh pematang yang pada umumnya ditanami padi. Pada periode tertentu padi memerlukan genangan air dalam pertumbuhannya. Sawah yang pengairannya bergantung pada air hujan dikenal sebagai sawah tadah hujan, sementara yang lainnya adalah sawah irigasi. Tanah Vertisol memiliki prospek pemanfaatan yang relatif
lebih sesuai jika dimanfaatkan sebagai areal
persawahan. Secara kimiawi Vertisol tergolong kaya hara karena cadangan sumber hara yang tinggi dengan kapasitas tukar kation yang tinggi (Deckers et al. 2010) dalam
Nurdin (2011:2). Areal STH di daerah Paguyaman Provinsi
Gorontalo dominan tergolong tanah Vertisol dengan great grup yang dijumpai diantaranya adalah Ustic Endoaquert dan Ustic Epiaquerts
(Hikmatullah
et.al,2002; Prasetyo, 2007) dalam Nurdin (2012:3). Tanah Vertisol memiliki kadar liat rata-rata terbobot ≥ 30% dalam fraksi tanah halusnya, apakah antara permukaan tanah mineral kedalaman 18 cm atau dalam horizon Ap (Rachim, 2003:203). Jenis tanah ini mengandung mineral liat 2:1 atau smektit yang memiliki sifat fisik mengembang saat basah (swelling) dan mengkerut saat kering (shiriking) selain itu K terestrak N NH4OAK pH 7 dalam jenis tanah ini tergolong kaya, namun K terestrak HNO3 dan K yang dilepaskan termasuk sedang (Bhonshie et.al, 1992) dalam Kasno (2002:1). Pada kondisi mengembang ion K lebih mudah dipertukarkan dibanding saat mengkerut (Kasno, 2002:2). Menurut Grimme (1985) dalam Kasno (2002:2) bahwa hara K cukup tersedia pada periode dengan curah hujan cukup dan berada di bawah optimum pada periode kering. Pada tipe mineral liat 2:1 ketersediaan K pada tanaman umumnya terfiksasi oleh mineral liat. Hal ini disebabkan pada saat mengembang ion-ion K+ tertarik kemuatan negatif pada permukaan dalam, kemudian pada saat kering, K terikat ini menjadi terjepit sehingga terikat lebih kuat di dalam kisi-kisi sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Hanafiah, 2005:298). Karena sifat fisiknya yang terpisah-pisah atau berstruktur lepas serta sifat antar butiran yang lepas maka pasir memiliki aerasi yang baik, seperti yang telah
dikemukakan Ashari (1995) dalam Halada (2013:8) pasir cukup baik digunakan sebagai media tanam karena dapat menciptakan kondisi porous dan aerasi yang baik. Bahan amelioran lainnya yang dapat di gunakan dalam penelitian ini adalah sabut kelapa.
Menurut
Putri dan Nurhasybi (2010) dalam Halada (2013:2)
Serbuk sabut kelapa memiliki kapasitas memegang air yang tinggi (66,61%) serta kerapatan lindak yang rendah. Kondisi fisik media tersebut memungkinkan untuk akar tanaman berkembang dengan baik dan memiliki pasokan air yang cukup memadai. Selain sabuk kelapa, juga terdapat sumber bahan ameliorant lain yang masih jarang digunakan atau dimanfaatkan yaitu sabut batang pisang, padahal menurut Indrawati (2009) dalam Halada (2013:2) batang pisang yang sudah dikeringkan memiliki daya serap yang tinggi karena mempunyai pori-pori yang saling berhubungan. Dengan asumsi bahwa K lebih mudah tersedia saat kondisi mengembang dibanding pada kondisi mengkerut dan pertimbangan mengenai sifat fisik tanah Vertisol, maka perlu , upaya agar tanah Vertisol tidak kembali pada posisi mengkerut. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian amelioran tanah untuk memperbaiki sifat fisik tanah Vertisol khususnya pada Ustic Epiaquerts di sawah irigasi.
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bandungrejo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Waktu pelaksanaan penelitian ini selama 4 bulan mulai April 2013 sampai Juli 2013.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : pisau, bajak, meteran, cangkul, kamera digital, gunting, cutter, dan label. Sedangakan bahan penelitian yang digunakan adalah bahan amelioran (pasir pantai, sabut pisang dan sabut kelapa) dan tanah Vertisol dengan great group Epiaquert Ustic.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan faktorial tiga faktor dengan pola 33. Sehingga terdapat 27 kombinasi perlakuan yang masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Table 1. Taraf perlakuan Amelioran tanah Faktor Bahan Amelioaran Tanah/Taraf/Simbol Sub Grup Tanah
Epiaquerts Ustic
Sabut
Pasir Pantai
Sabut Kelapa
(%)
(ton ha-1)
0 (P0)
0 (C0)
0 (B0)
25 (P1)
10 (C1)
10 (B1)
50 (P2)
20 (C2)
20 (B2)
Batang
Pisang (ton ha-1)
Analisis contoh tanah awal terlebih dahulu dilakukan terhadap beberapa sifat tanah seperti pH, N-Total, C-Organik, K2O, KTK, kelembaban, suhu tanah dan tekstur tanah. Kemudian melakukan persiapan lahan sama seperti budidaya padi sawah pada umumnya dengan cara membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya. Kemudian tanah digenangi dan dibajak hingga tanah menjadi lebih rata. Setelah tahap persiapan lahan maka selanjutnya adalah membuat petak berukuran 1 x 1 m dengan jarak antar perlakuan 35 cm dan jarak antar ulangan 50 cm . Pemberian amelioran berupa pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang, diaplikasikan sehari sebelum tanam. Khusus sabut kelapa dan sabut batang pisang, terlebih dahulu direndam dengan air hingga seluruh pori terisi air, sebelum pengaplikasian dalam petak percobaan sabut kelapa dan sabut batang pisang yang direndam tersebut ditiriskan selama 1 malam hingga posisi air tidak lagi menetes atau setara dengan ruang pori yang diisi. Setelah 3 bulan masa inkubasi di lakukan uji laboratorium, yang kemudian hasil analisis laboratorium berupa kadar K2O, Ntotal dan KTK yang merupakan parameter dari penelitian ini akan dianalisis secara statistik. Penyajian dan pengaruh pemberian beberapa bahan amelioran terhadap kadar K2O, N-total dan KTK disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
Selanjutnya, data hasil penelitian dianalisis mengunakan sidik ragam faktorial. Apabila terdapat perlakuan yang berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Duncen Multiple Range test (DMRT).
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan sifat fisik tanah vertisol sangat nampak pada taraf perlakuan pasir. Pemberian pasir sangat mempengaruhi persentasi fraksi liat, debu dan pasir itu sendiri. Jika dibandingkan dengan taraf perlakuan pasir 0% , persentasi jumlah fraksi pasir pada taraf perlakuan 25% meningkat 98.19% dan menjadi 145.15% pada taraf perlakuan 50%. Keadaan ini secara otomatis juga mempengaruhi persentasi jumlah fraksi liat dan debu dalam tanah yaitu, persentasi jumlah fraksi liat sangat menurun jika taraf perlakuan pasir 25% dan 50% dibandingkan dengan taraf perlakuan pasir 0% dengan persentasi masing-masing adalah 16.5% dan 25.6%. Tidak jauh berbeda dengan persentasi liat, persentasi jumlah fraksi debu juga mengalami penurunan yang cukup besar. Penurunan persentasi jumlah frakasi debu pada taraf perlakuan
Persentasi Fraksi Tanah
25% dan 50% masing-masing adalah 20.5% dan 31.1% (Gambar 1). 50 40 30 20
47.17 34.24
37.47 33.97 28.56
42.02 32.51 25.46
Pasir Liat
17.14
10
Debu
0 0 % (P0)
25% (P1)
50% (P2)
Pemberian Pasir
Gambar 1. Persentasi fraksi liat, debu dan pasir pada taraf perlakuan P0, P1 an P2
Pemberian sabut kelapa pada Ustic Epiaquerts tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata. Pada fraksi pasir, pemberian sabut kelapa 10 ton ha-1 menurunkan fraksi pasir dalam tanah sebesar 2.05 % dari taraf sabut kelapa 0 ton ha-1 dan naik 15.1 % pada taraf perlakuan 20 ton ha-1, sedangkan untuk fraksi liat
dan debu pemberian sabut kelapa juga mengalami fluktuasi angka yang cukup berfariasi. Fraksi liat pada taraf perlakuan sabut kelapa 10 ton ha-1 -1
kenaikan 4.5 % dari 0 ton ha
mengalami
dan menurun 13.1 % pada taraf perlakuan 20 ton
ha-1. Beda halnya dengan fraksi liat, pemberian sabut kelapa pada tanah vertisol justru menurunkan persentasi fraksi debu. Pada taraf 10 ton ha-1 persentasi fraksi debu menurun sebesar 1.58 % dari 0 ton ha-1
dan kembali menurun pada
pemberian sabut kelapa 20 ton ha-1 sebesar 6.58 % dari 0 ton ha-1. Sama halnya dengan pemberian sabut kelapa, pemberian sabut batang pisang pada Ustic Epiaquerts juga tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap tekstur tanah. Rata-rata persentasi fraksi pasir, liat dan debu menurun setelah dilakukan pemberian sabut batang pisang sebesar 10 ton ha-1 dan 20 ton ha-1. Kalium (K2O) Sabut kelapa dan Sabut batang pisang tidak menunujukan pengaruh nyata terhadap kadar K2O dalam tanah seperti yang terlihat pada hasil sidik ragam, walaupun demikian kadar K2O tertinggi diperoleh melalui pemberian 10 ton ha-1 sabut kelapa yaitu 112.06 ppm atau mengalami kenaikan 11% dari taraf 0 ton ha-1 dan 1.05 kali lebih besar dari taraf 20 ton ha-1 pemberian sabut kelapa. Hal serupa juga ditunjukkan dalam hasil sidik ragam pada taraf perlakuan sabut batang pisang yaitu, taraf 10 ton ha-1 mengalami kenaikan sebesar 9% dari taraf 0 ton ha-1 dan taraf 20 ton ha-1 pemberian sabut batang pisang 1.5% lebih sedikit dari taraf 10 ton ha-1 sabut batang pisang dimana kadar K2O tertinggi diperoleh
pada
pemberian sabut batang pisang 10 ton ha-1 kadar K2O 110.33 ppm. Penambahan sabut kelapa dan sabut batang pisang yang diharapan dapat menetralisir pemberian pasir, tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap kadar K2O dalam tanah. Penambahan kedua bahan amelioran ini awalnya di harapkan dapat mengurangi dampak negative yang diberikan oleh penambahan pasir kedalam tanah dan juga sekaligus dapat mempengaruhi pergerakan kalium terutama hubunganya dengan peningkatan Kadar K2O dalam tanah. Meskipun keduanya menunjukkan performa terbaik pada taraf perlakuan 10 ton ha
-1
namun
belum mampu menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap kadar K2O dalam tanah. Taraf perlakuan Pasir pantai nyata terhadap kadar K2O dalam tanah. Pemberian pasir 25% berbeda nyata dengan taraf perlakuan pasir 50% dan tidak berbeda nyata dengan taraf perlakuan 0% , dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian pasir 0 % tidak berbeda nyata dengan taraf 25 % dan 50 %. Hal ini diduga karena besarnya range perlakuan antara taraf perlakuan 25% dan 50% sehingga kemungkinan terdapat perlakuan terbaik pada range antara 25% dan 50%. 115
0% (P0)
110
25% (P1)
105
50% (P2)
100 0 ton ha-1 (C0)
95
10 ton ha-1 (C1)
90
20 ton ha-1 (C2)
85
Gambar 2. Kadar K2O dalam tanah melalui pemberian pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang
Jika dilihat dari fluktuasi nilai yang diperlihatkan oleh pemberian pasir 0%, 25% dan 50% (Gambar 2), maka taraf 50 % dapat dianggap sebagai batas kritis penambahan pasir terhadap kadar K2O dalam tanah atau juga telah melebihi dosis yang diharapkan dalam peningkatan kadar K2O, sehingga pemberian pasir 50% ke dalam tanah menurunkan kadar K2O sebesar 14,5% dari taraf 25 %, meskipun taraf perlakuan 50 % berkorelasi positif dengan perbaikan sifat fisik tanah dimana jumlah fraksi pasir meningkat dan menurunkan presentasi jumlah fraksi debu dan liat pada Epiaquerts Ustic (Gambar 1) , akan tetapi berbanding terbalik dengan kadar K2O dalam tanah, dengan adanya penambahan pasir sebanyak 50% justru menurunkan kadar K2O dalam tanah.Pemberian pasir 50% kedalam tanah menyebabkan persentasi liat dan debu menurun, persentasi pasir
yang terlalu banyak dalam tanah dapat mengakibatkan kadar K2O menurun, karena keadaan tanah yang berpasir diduga dapat mempercepat pencucian kalium, persentasi fraksi liat dan debu menurun pada pemberian pasir 50% kedalam tanah yang menyebabkan konsistensi tanah dalam menahan kalium juga menurun. Hal ini sejalan dengan pernyataan Widjaja (1996) dalam Suci (2010) bahwa kalium adalah hara tanaman yang mudah tercuci seperti halnya nitrogen. Tanah di daerah tropis mengalami pencucian kalium terus menerus Karena curah hujan tinggi menyebabkan tanah tua dan tanah berpasir miskin kalium.
N-Total Jumlah rata-rata nitrogen total tertinggi dalam tanah diperoleh pada taraf perlakuan pasir 0% atau tanpa perlakuan dan terus mengalami penurunan pada taraf 25% dan 50% penambahan pasir (Gambar 3). Taraf 25% penambahan pasir mengalami penurunan jumlan N total sebesar 17.6% dari 0% sedangkan taraf 50% menurun 23.5% dari taraf pasir 0%, hal ini dikarenakan pasir telah merubah sifat fisik dari tanah vertisol dimana fraksi liat dan debu rata-rata menurun sebesar 23% dibandingkan tanpa perlakuan, sedangkan jumlah N dalam tanah juga dipengaruhi oleh jumlah dan jenis dari mineral liat, dan karena N merupakan unsur yang mudah hilang dari dalam tanah menjadikan N lebih mudah tercuci dibandingkan dengan tanah tanpa di berikan pasir. Hal ini sejalan dengan pernyataan Bartholomew (1965) dalam suci (2010) bahwa jumlah dan jenis mineral liat mempengaruhi jumlah nitrogen dalam tanah. Makin tinggi kapasitas adsorpsi mineral liat makin stabil bahan organic makin tinggi kadar N dalam tanah. Selain karena penambahan pasir dalam tanah, penurunan jumlah N total dalam tanah juga bisa dikarenkan oleh hubungan N dan K yang berkorelasi negatif dengan peningkatan kadar K2O dalam tanah melalui pemberian pasir pantai. Pada taraf pemberian pasir 25% ke dalam tanah kadar K2O naik 1.65% dari pada taraf pemberian pasir 0% sedangkan jumlah N turun sebesar 17.6% ada kemungkinan besar bahwa posisi K dalam tanah digantikan oleh sebagian kecil N, seperti yang telah dikemukakan oleh Kilic et al. (1999); Evangelou dan lumbanradja (2002) dalam Nursyamsi (2008) bahwa NH4+ dapat saling
menggantikan 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0
tempatnya
di
posisi-i
mineral
liat
tipe
(P0)
(P1)
(P2)
(C0)
(C1)
(C2)
(B0)
(B1)
(B2)
0.17
0.14
0.13
0.15
0.15
0.14
0.15
0.15
0.13
2:1.
Gambar 3 Kadar N-total dalam tanah melalui pemberian pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang
Sabut batang pisang dan sabut kelapa sama sekali tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap jumlah nitrogen dalam tanah. Jika dilihat dari perbandingan jumlah N maka tidak ada perubahan yang begitu berarti antara penambahan sabut batang pisang sebanayak 10 ton ha-1 kedalam tanah dengan tanpa perlakuan. Sama halnya dengan taraf perlakuan sabut batang pisang, pada taraf perlakuan sabut kelapa juga tidak terdapat perubahan yang berarti. Penambahan sabut 10 ton ha-1 memiliki nilai yang sama dengan tanpa perlakuan yang artinya sama sekali tidak berpengaruh terhadap penambahan jumlah N dalam tanah. Pada taraf perlakuan 20 ton ha-1 masing - masing perlakuan baik penambahan sabut kelapa maupun sabut batang pisang mengalami penurunan kadar N dalam tanah. Pada taraf perlakuan pemberian sabut kelapa 20 ton ha-1 kadar N menurun sebesar 6.6% dari taraf perlakuan 0 ton ha-1 sedangkan pada taraf perlakuan pemberian sabut batang pisang 20 ton ha-1, kadar N menurun sebesar 13.3% dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi pemeberian sabut kelapa dan sabut batang pisang tidak berpengaruh nyata terhadap kadar N. Pertama adalah dosis 10 ton ha-1 belum mampu merespon dengan baik perbaikan sifat fisik tanah vertisol pada Epiaquerts Ustic dan disisi lain penambahan 20 ton ha-1 sabut
kelapa dan sabut batang pisang dianggap telah berada pada batas kritis sehingga lebarnya range ini menjadi masalah. Kedua adalah lamanya masa inkubasi yang dilakukan relitif cepat.
Kapasitas Tukar Kation Pemberian pasir pantai kedalam tanah menunjukkan adanya beda nyata antara 0%, 25% dan 50%. Besar KTK pada taraf pasir 25% menurun sebesar 18.5 % dari 0% dan besar KTK pada taraf pasir 50% menurun sebesar 2.8 %. Sedangkan besar KTK pada taraf pasir 50% jika dibandingkan dengan 0% menurun sebesar 26.8 %. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pasir sebesar 25 % dan 50 % dapat menurunkan besaran nilai Kapasitas Tukar Kation. Hal ini di sebabkan karena pemberian pasir pantai diduga telah mampu merubah sifat fisik dari tanah vertisol. Pemberian pasir pantai baik 25 % ataupun 50 % mampu menurunkan persentasi fraksi liat dan debu pada tanah vertisol. Penurunan persentasi fraksi liat dan debu ini juga diikuti oleh penurunan persentasi kadar H2O dalam tanah hal ini sejalan dengan pernyataan Indranada (1994) bahwa tanah bertekstur kasar tidak pernah menyediakan air dan unsure hara yang tinggi jumlahnya. Kapasitas tukar kation sebenarnya dapat didefinisikan sebagai kemampuan koloid tanah dalam menyerap dan mempertukarkan kation. Menurut Indranada (1994) bahwa liat dan humus (bahan organic aktif) sebetulnya tergolongkan koloid. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian pasir pantai 25 % dan 50 % dapat menurunkan KTK pada tanah vertisol karena pemberian pasir pantai mampu menurunkan persentasi fraksi liat yang notabene merupakan koloid tanah. Berkurangnya persentasi liat berarti menurunnya kemampuan koloid tanah dalam meyerap dan mempertukarkan kation. Kalium merupakan salah satu kation yang ada dalam tanah. Penurunan KTK secara otomatis dapat menganggu pergerakan Kalium dalam tanah hal ini berkorelasi positif dengan hasil sidik ragam yang menunjukkan penurunan kadar K2O pada taraf perlakuan pemberian pasir 50 % dengan penurunan nilai KTK pada taraf perlakuan pemberian pasir 25 % dan 50% .
KESIMPULAN Pemberian pasir pantai nyata mempengaruhi kadar K2O, N-Total dan KTK dalam tanah. Sedangkan pemberian sabut batang pisang dan sabut kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap kadar K2O, N-Total dan KTK Perlakuan terbaik terhadap kadar K2O dalam tanah diperoleh melalui pemberian pasir pantai 25%, sabut kelapa dan sabut batang pisang pada dosis 10 ton ha-1 namun secara statistik tidak menunjukkan adanya beda nyata terhadap kontrol, hal yang sama juga terjadi pada N-Total dan KTK dimana taraf perlakuan pasir 25% berbeda nyata dengan taraf pasir 0%, Sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan terbaik tunggal yaitu pasir 25% karena pada taraf ini baik kadar K2O, N-Total dan KTK tergolong baik sehingga mampu menopang pertumbuhan tanaman padi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Foth, H. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah edisi keenam. Erlangga. Jakarta Halada, R. 2013. Hasil Tanaman Padi Dengan Pemberian Pasir Sungai, Sabut Kelapa Dan Sabut Batang Pisang Pada Ustic Epiaquerts [Skripsi] :2-8. Gorontalo.
Program studi Agroteknologi Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian
Universitas Negeri Gorontalo. Hanafiah . 2005. Dasar-dasar Ilmu tanah :295-298. PT RajaGrafindo. Jakarta Hardjowigeno, Sarwono. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. CV Akademika Pressindo. Jakarta Hariyanto T, D Suherianto. 2004.
Pemisahan Sabut Kelapa Menjadi Serat
Kelapa dengan Alat Pengolah (Defibring Machine) Untuk Usaha Kecil [Jurnal ISSN:1441-4216]. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri dan Perdagangan. Yogyakarta Hikmatullah, BH Prasetyo, Dan M Hendrisman. 2002. Vertisol Dari Daerah Gorontalo : Sifat-Sifat Fisik-Kimia Dan Komposisi Mineralnya. Jurnal Tanah Dan Air 3(1):21-32 Idrus, I. 2011. Pengujian Parameter Kuat Geser Tanah Melalui Proses Stabilisasi Tanah
Pasir
Menggunakan
Clean
Set
Cement
(cs-10)
[jurnal
ILTEKM6(12): 916-922] (6):916. Makassar: Universitas ISlam Makasar
Indranada, H K. 1994, Pengolahan Kesuburan Tanah. Bumi aksara. Jakarta Indrawati E. 2009. Koefisien Penyerapan Bunyi Bahan Akustik Dari Pelepah Pisang Dengan Kerapatan Yang Berbeda [Skripsi] :13. Malang: Jurusan Fisika Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas ISlam Negeri Maliki. Kasno, A.2002. Pengaruh k/ca dalam larutan tanah terhadap dinamika hara k pada tanah vertisol dan ultisol lahan kering. [skripsi] :2. Bogor. Program pasca sarjana Institut Pertanian Bogor. Nurdin. 2010. Develisment and Rainfed Paddy Soils Potency Derived from Lacustrine Material in Paguyaman, Gorontalo. J. Tropical Soils 16(3):268278 ___________, F Zakaria.2012. Teknologi Perbaikan Tanah Vertisol Melalui Pemberian Pasir, Sabut Kelapa Dan Sabut Batang Pisang Serta Pengaruhnya terhadap Hasil Padi. Laporan Hibah Bersaing (tahun1), Universitas Negeri Gorontalo. Nursyamsih. 2008. Jerapan dan Pengaruh Na+, NH4+, dan Fe3+ terhadap Ketersediaan K pada Tanah-tanah yang Didominasi Mineral Liat Smektit. J. Tanah Tropika 16(1):33-40 Rachim, D. 2003. Mengenal Taksonomi Tanah. Penerbit IPB, Bogor. Riyanti Y. 2009. Pengaruh jenis media tanam terhadap pertumbuhan bibit sirih merah (Piper crocatum Ruiz and Pav.) [Skripsi] :6. Bogor: Program Studi Hortikultura Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Sinulingga, M dan Darmanti Sri. TT. Kemapuan Mengikat Air oleh Tanah Pasir diperlakukan dengan Tepung Rumput Laut. [Jurnal:32-38]. Semarang. FMIPA Jurusan Biologi Universitas Diponegoro Soemarno. 2011. Hubungan tanaman, tanah dan hara. [Jurnal]. Malang. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Suci, O T. 2010. Pergerakan nitrogen dan kalium pada andisol getasan, semarang serta serapannya dalam tanaman brokoli [Jurnal], Bogor. Institute Pertanian Bogor Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas tanah :127137. Gaya media. Yokyakarta
Yustinah, Hartini. 2011. Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang Aktifdari Sabut Kelapa [Jurnal ISSN:1693-4393]. Jakarta: Universitas Muhammadiyah Jakarta.