PERAN GATT/ WTO TERHADAP ISU LINGKUNGAN HIDUP MELALUI EKOLABEL DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH : KIKI PUSPITA MAYASARI NIM
: 050200123
Departemen : Hukum Internasional
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
PERAN GATT/ WTO TERHADAP ISU LINGKUNGAN HIDUP MELALUI EKOLABEL DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
OLEH KIKI PUSPITA MAYASARI NIM : 050200123 DIKETAHUI DAN DISAHKAN OLEH KETUA DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
(SUTIARNOTO SH, M.HUM) NIP.131 616 321
DOSEN PEMBIMBING I,
DOSEN PEMBIMBING II,
( Arif, SH, MH ) NIP. 132 049 441
( Dr.Jelly Leviza, SH,M.Hum) NIP. 132 300 077
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
PERAN GATT/WTO TERHADAP ISU LINGKUNGAN HIDUP MELALUI EKOLABEL DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Kiki Puspita Mayasari 1 Arief 2 Jelly Leviza 3 ABSTRAK Pengaruh isu lingkungan dalam perdagangan internasional akhir-akhir ini semakin sering dirasakan sehubungan dengan telah timbulnya kesadaran umat manusia akan pentingnya lingkungan hidup sebagai suatu masalah yang perlu ditanggulangi bersama demi kelangsungan hidup di dunia. Salah satu isu lingkungan yang dibicarakan dalam forum WTO adalah ekolabel yang kini dikenal sebagai suatu standar lingkungan hidup. Dalam pertemuannya di Marakesh, WTO telah menetapkan diterimanya ekolabel sebagai suatu standar lingkungan hidup internasional sepanjang hal tersebut dilaksanakan secara non diskriminatif, transparansi, serta penanganan masalah lingkungan dilakukan dengan pendekatan secara multilateral dan sejauh mungkin berdasarkan standar-standar internasional. Penelitian ini membahas keterkaitan WTO sebagai organisasi perdagangan internasional dengan isu lingkungan hidup dan keterkaitan ekolabel dalam kerangka perdagangan WTO, serta memaparkan bagaimana persetujuanpersetujuan WTO terhadap isu lingkungan hidup. Penelitian ini bersifat yuridis normatif, yang meneliti ketentuan-ketentuan berupa Agreement yang dihasilkan oleh GATT/WTO. Pengumpulan data dilakukan melalui library research. Hasil dari penelitian ini bersifat deskriptif, yang berupaya menggambarkan peran GATT/WTO terhadap isu lingkungan hidup melalui ekolabel. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan ada beberapa Persetujuan GATT 1994 yang ketentuan-ketentuannya berkaitan dengan isu lingkungan hidup, baik yang dimuat dalam Preambule, Batang Tubuh maupun Lampiranlampirannya, yakni Agreement Establishing the World Organization (Persetujuan tentang Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) Agreement on Agriculture (Persetujuan tentang Pertanian), Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (Persetujuan tentang Pelaksanaan Tindakan Perlindungan Kesehatan Manusia, Hewan, dan Tumbuh-tumbuhan), Agreement on Technical Barriers to Trade (Persetujuan tentang Hambatan Teknis Dalam Perdagangan) 1 2 3
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
GATT/WTO memang telah menaruh perhatian yang besar terhadap lingkungan, dan hal tersebut terdapat di dalam Agreement-agereementnya. Namun disarankan kepada WTO hendaknya dapat membuat suatu kebijakan di bidang perdagangan internasional yang dapat mengakomodir kepentingan pelestarian lingkungan hidup dan kepentingan perdagangan dalam porsi yang seimbang.
Kata Kunci : - Ekolabel - Isu Lingkungan Hidup - GATT/WTO
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmaniraahim Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skrpsi ini. Judul skripsi ini adalah : “PERAN GATT/WTO TERHADAP ISU LINGKUNGAN HIDUP MELALUI EKOLABEL DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL” yang disusun guna memenuhi persyaratan dalam rangka menyelesaikan studi S-1 Program Ilmu Hukum dengan konsentrasi Hukum Internasional pada Universitas Sumatera Utara Medan. Selanjutnya isampaikan pula rasa terima kasih dan penghargaan setulusnya kepada : 1. Dekan Fakultas Hukum USU, yaitu Bapak Runtung Sitepu 2. Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III. 3. Ketua jurusan Hukum Internasioanal, Bapak Sutiarnoto 4. Dosen Pembimbing I, yaitu Bapak Arif, SH,.M.H, terima kasih banyak Pak, atas bimbingan dan arahannya. 5. Dosen Pembimbing II, Yaitu Bapak Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum., terima kasih atas bimbingan dan arahannya. Motivasi dan juga dukungannya.
Secara khusus terimakasih dan cinta yang sedalam-dalamnya buat kedua orang tuaku, Papa dan Mami tersayang : Bapak Sulaiman Sembiring dan Ibu
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Susilawati,
yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, serta memberi
dukungan, semangat, dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih penulis juga teristimewa ditujukan kepada teman-teman semuanya, yang telah bersama-sama melewati hari-hari yang menyenagkan ini. Buat sahabat-sahabatku, Reza, Lila, Cipie, Indri, Lili, Arky, Iqbal, Anti, Ani, Teman-teman di Jurusan Hukum internasional, dan Teman-teman PERMAHI. Thanks a lot, guys... Akhirnya penulis menyadari bahwa apa yang penulis peroleh ini masih banyak kekurangan, tidak lain adalah karenakemampuan penulis yang terbatas. Namun demikian, penulis mengharapkan skripsi ini dapat berguna bukan hanya bagi penulis tetapi juga kepada masyarakat, khususnya di lingkungan pendidikan. Kiranya Allah SWT selalu membimbing kita ke arah kesempurnaan yang lebih baik.
Medan, 3 Maret 2009 Penulis,
Kiki Puspita Mayasari
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ............................................................................................i Abstrak .............................................................................................................ii Kata Pengantar...................................................................................................iii Daftar Isi................................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
1
A. ............................................................................................................. La tar Belakang..................................................................................................1 B.
Pe rumusan Masalah........................................................................................11
C............................................................................................................... Tu juan dan Manfaat Penulisan........................................................................11 D. Keaslian Penulisan..........................................................................................13 E. Tinjauan Pustaka.............................................................................................13 F. Metode Penelitian...........................................................................................18 G. Sistematika Penulisan.....................................................................................21
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI GATT/WTO............................24
A. Sejarah GATT/WTO.......................................................................................24 B. Tujuan dan Keanggotaan GATT/WTO...........................................................30 C. Garis-garis besar ketentuan GATT/WTO.......................................................39 D. Keterkaitan GATT/WTO sebagai organisasi perdagangan internasional dengan isu lingkungan hidup..........................................................................45 Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI EKOLABEL..............................51 A. Sejarah ekolabel..............................................................................................51 B. Pengertian dan Tipe ekolabel..........................................................................57 C. Tujuan dan manfaat.........................................................................................60 D. Keterkaitan ekolabel dalam kerangka Perdagangan GATT/WTO..................61
BAB IV
PERSETUJUAN - PERSETUJUAN
GATT / WTO YANG
BERKAITAN DENGAN ISU LINGKUNGAN HIDUP A.
Agreement Establishing the World Organization (Persetujuan tentang Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia)............................................64
B.
Agreement on Agriculture (Persetujuan tentang Pertanian) a.
Preambule..............................................................................................66
b.
Ba tang tubuh..........................................................................................70
C.
A greement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (Persetujuan tentang Pelaksanaan Tindakan Perlindungan Kesehatan Manusia, Hewan, dan Tumbuh-tumbuhan)..................................................81
D.
a.
Preambule..............................................................................................81
b.
Batang tubuh..........................................................................................
Agreement on Technical Barrier to Trade (Persetujuan Tentang Hambatan Teknis Perdagangan)....................................................................................92 a.
Preambule..............................................................................................92
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
b.
Batang tubuh.........................................................................................94
BAB V
Kesimpulan dan Saran.........................................................................95
A. Kesimpulan..............................................................................................95 B. Saran........................................................................................................96 DAFTAR PUSTAKA
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Problem lingkungan ternyata juga bisa dipolitisasi demi kepentingan
tertentu. Ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa isu-isu tentang manajemen lingkungan tak bisa lagi diremehkan. Urgensi terhadap kepedulian itu tidak lain merupakan implementasi dari KTT Rio tahun 1992 lalu. Konferensi Tingkat Tinggi Lingkungan Hidup dan Pembangunan (KTT Bumi) Rio de Janeiro tahun 1992 lalu mencanangkan diadopsinya prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan generasi kini tanpa mengorbankan generasi mendatang. 4 Sejak itu, isu pembangunan selalu dikaitkan dengan lingkungan hidup, mengingat bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memanfaatkan sumber daya alam (SDA) yang ada dalam lingkungan secara lebih bijaksana, efisien dan memperhatikan kemungkinan pemanfaatannya oleh generasi mendatang.
4
Tahun 1992, di Rio de Jainero, Brazil; dua puluh tahun setelah Konferensi Stockholm dan lima tahun setelah laporan Brundtland (our common future), PBB menyelenggarakan KTT Bumi atau biasa dikenal dengan United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) atau Konferensi Khusus tentang Masalah Lingkungan dan Pembangunan. KTT ini diantaranya menghasilkan konvensi penting seperti, Convention on Biological Diversity, dan Convention on Climate Change. Motto terkenalnya yang mendunia melalui ”think globally, act locally” menekankan pada pentingnya kebersamaan dari negara-negara di dunia untuk bersama-sama mengatasi berbagai masalah kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pelaksanaan pembangunan. (Dayoe, KTT Bumi dan Program Sustainable Development dengan CBDR Principle http://www.dayoewordpress.com)
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Selain itu yang juga harus diperhatikan bahwa karena pembangunan selalu dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia, maka pembangunan tidak terlepas dari isu perdagangan, yaitu bagaimana pemenuhan kebutuhan manusia secara efisien melalui pertukaran barang-jasa oleh produsen yang kompetitif yang memanfaatkan keunggulan komparatif
5
dalam pemanfaatan SDA
dalam
lingkungan hidup. Dengan keterkaitan itu, maka pembentukan organisasi perdagangan dunia World Trade Organization (WTO), sebagai sisi perluasan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade), juga tidak terlepas dari pembahasan kaitan antara sisi perdagangan bebas dan lingkungan. 6 WTO bermarkas di Jenewa, Swiss. Direktur Jendral sekarang ini adalah Pascal Lamy (sejak 1 September 2005). Pada Juli 2008 organisasi ini memiliki 153 negara anggota. 7
Keberadaan WTO dalam lalu lintas perdagangan internasional begitu mengemuka, ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa : ”Sejak awal perdagangan internasional yang tercakup dalam peraturan yang ditentukan di dalam GATT meliputi antara 80% hingga 90 % dari perdagangan dunia”. 8
5
Keunggulan komparatif, adalah keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh organisasi seperti SDM, fasilitas, dan kekayaan lainnya, yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi atau perpaduan keuanggulan beberapa organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Contoh, beberapa instansi / lembaga pemerintahan, dengan memanfaatkan segala keuanggulan yang dimilikinya, dan mereka mempunyai satu tujuan bersama, yakni untuk mewujudkan visi dan misi yang telah dibuatnya bersama-sama. 6
Suharjo & E.P Saputro, Persoalan Lingkungan dalam Potret Globalisasi, http://www.sinarharapan.co.id 7 Organisasi Perdagangan Dunia, www.wikipedia.or.id 8 H.S.Kartadjomena, GATT dan WTO, Sistem, Forum dan Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan, Jakarta, UI Press 1996. hal 1. Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Perjanjian pembentukan World Trade Organization (WTO) merupakan perjanjian terpenting yang dihasilkan Putaran Uruguay di Marrakesh tanggal 15 April 1994, dengan terbentuknya WTO mulai 1 Januari 1995 maka persoalan tentang apakah GATT sebuah organisasi internasional atau bukan, kini telah berakhir. GATT 1947 kini diintegrasikan ke dalam salah satu perjanjian yang merupakan annex perjanjian WTO yakni Multilateral Agreement On Trade In Goods. Para penandatangan perjanjian dengan tegas mencantumkan dalam Agreement Establishing The World Trade Organization niat mereka untuk mendirikan sebuah organisasi bernama WTO (Pasal 1) yang memiliki legal personality (Pasal VIII: 1). WTO, para pejabatnya serta utusan negara anggota akan memiliki hak-hak istimewa serta kekebalan sebagaimana hak-hak dan kekebalan serupa yang diberikan sesuai dengan Convention on the Previleges and Imunities of Special Agencies yang disetujui oleh Majelis Umum PBB 21 November 1947 (Pasal VIII: 4) WTO didirikan negara anggotanya dengan maksud dan tujuan bersama sebagaimana dicantumkan dalam mukadimahnya sebagai berikut : “Bahwa hubungan-hubungan perdagangan dan kegiatan ekonomi negaranegara anggota harus dilaksanakan dengan maksud untuk meningkatkan standar
hidup,
menjamin
lapangan
kerja
sepenuhnya,
peningkatan
penghasilan nyata, memperluas produksi dan perdagangan barang dan jasa, dengan penggunaan optimal sumber-sumber daya dunia sesuai dengan tujuan
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
pembangunan berkelanjutan. Juga mengusahakan perlindungan lingkungan hidup dan meningkatkan cara-cara pelaksanaannya dengan cara-cara yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing negara yang berada pada tingkat pembangunan ekonomi yang berbeda. Dalam mengejar tujuan-tujuan ini diakui adanya suatu kebutuhan akan langkah-langkah positif untuk menjamin agar supaya negara berkembang, teristimewa yang paling terbelakang, mendapat bagian dari pertumbuhan perdagangan internasional sesuai dengan kebutuhan pembangunan ekonominya”. 9 Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dilihat bahwa pola kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di masing-masing negara yang antara lain melalui pendekatan perdagangan, perlu dikaitkan dengan sistem perdagangan WTO. Terdapat 3 hal pokok yang dapat dikaitkan dengan masalah lingkungan hidup. Pertama, salah satu pendekatan yang belum dikembangkan secara memadai adalah pendekatan perdagangan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang sering disebut sebagai ”perdagangan hijau” (green trade). Pendekatan ini bertumpu pada upaya mempromosikan pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan dan akrab lingkungan. Pendekatan ini mengarah pada upaya mengembangkan pola ”produksi hijau”(produksi bersih). Kedua,
pendekatan
dengan
mengatasi
masalah
pencemaran
lingkungan langsung pada sumbernya atau first best policy. Pendekatan ini 9
Hatta, Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT & WTO Aspek –aspek Hukum & Non Hukum, PT Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 87.
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
bisa dilakukan“cleaner
production”.
Selain itu, masalah lingkungan hidup yang digunakan sebagai alasan untuk menghambat perdagangan (barriers to trade), perlu lebih dicermati dengan hati-hati. Apakah tujuan utamanya benar-benar bagi perlindungan lingkungan atau sebenarnya murni demi kepentingan dagang. Ini disebabkan dimanfaatkanya isu tersebut, justru dapat memperparah kerusakan lingkungan hidup. Inilah yang kemudian memicu munculnya isu tentang politisasi lingkungan demi kepentingan sesaat. Ketiga, seiring dengan pesatnya agenda era liberalisasi perdagangan yang menghendaki format perdagangan bebas yang disepakati dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), prinsip-prinsip dasar keterkaitan antara perdagangan dengan lingkungan hidup dituangkan dalam perjanjian yang bersifat bilateral, regional, serta multilateral. Di dalam perjanjian tersebut terdapat berbagai sisi ketentuan lingkungan di bidang perdagangan yang menetapkan standar produksi, metode produksi, norma emisi, kesehatan serta sanitary phytosanitary. Terkait
hal ini, Soemarwoto
merupakan soko
menegaskan bahwa lingkungan
guru dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Artinya, lingkungan (termasuk sumber-sumber daya alam), mempunyai nilai objektif intrinsik dan subjektif bagi kepentingan yang luas, termasuk ekonomi. Intinya, bahwa isu lingkungan memiliki nilai instrumental bagi
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
kelangsungan pembangunan nasional, tidak hanya di mayoritas negara industri-maju, tapi juga di negara miskin-berkembang. 10 “Pengaruh isu lingkungan dalam perdagangan internasional akhir-akhir ini semakin sering dirasakan (khususnya bagi akses pasar negara-negara berkembang di negara-negara maju) sehubungan dengan telah timbulnya kesadaran umat manusia akan pentingnya lingkungan hidup sebagai masalah yang perlu ditanggulangi bersama demi kelangsungan hidup di dunia”. 11 Hal tersebut terefleksi dari diselenggarakannya Konferensi PBB tentang lingkungan hidup manusia yang diselenggarakan di Stockholm pada tanggal 5-11 Juni 1972. Serta sebagai langkah antisipasi atas keadaan semakin terealisirnya era globalisasi dalam dunia perdagangan dengan terbentuknya WTO, dimana arus informasi dan barang mengalir dari suatu negara ke negara lain tanpa mengalami hambatan sehingga menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya kerusakan lingkungan hidup. Menurut Vandara Shiva, seorang aktifis lingkungan dari India, “GATT/WTO adalah merupakan isu lingkungan yang paling penting saat ini karena menyangkut berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan hewan, tumbuhan dan jasad renik”. 12 Berkaitan dengan isu lingkungan dan globalisasi perdagangan telah timbul dua pendapat yang bertolak belakang, disatu pihak kalangan penganjur perdagangan bebas (khusus negara-negara maju anggota WTO) menyatakan bahwa ekspansi perdagangan dan pertumbuhannya akan memberikan
10
Suharjo & E.P Saputro, loc.it Koesnadi Hardjosoemantri, Hukum Tata Lingkungan,UGM Press, Yogyakarta , 1999, hal. 8. 12 Hira Jhamtani,”Perdagangan Bebas dan Etika Lingkungan”, Pancaroba, Musim Hujan, Jakarta, 1995. hal 87. 11
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
dukungan terhadap upaya perlindungan lingkungan hidup. Kelompok ini menunjuk sejumlah penelitian yang telah membuktikan bahwa pendapatan yang tinggi hampir selalu mendukung upaya perlindungan lingkungan hidup, sedangkan pendapatan yang rendah akan mengakibatkan kurangnya kepedulian atau bahkan ketidakpedulian terhadap masalah lingkungan hidup. Sejalan dengan hal tersebut diatas, Menteri Perdagangan Amerika Serikat, William M. Daley mengungkapkan : I think we can all agree that sound regulation and a sound economy are the two keys to a better environment about the globe. While ini this job, I have travelled to some 40 countries, many of them in the developing world. And the worst environmental conditions I have seen are in closed or struggling economies. They can’t afford to buy cleaner technologies, or they don’t listen to calls for cleaner water and air, to a better environment. 13 Menyadari realitas tersebut, salah satu dokumen fundamental dari gerakan lingkungan global yang terkenal dengn nama, “Brundtland Report”secara khusus mengesahkan upaya untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi yang akan digunakan sebagai suatu alat untuk melindungi lingkungan, meski Brundtland Report juga mensyaratkan adanya kebijakan-kebijakan tertentu yang memastikan terjaminnya perlindungan lingkungan hidup.” 14 Sebaliknya
kalangan
pemerhati
lingkungan
(environmentalist)
berpendapat bahwa secara teoritis globalisasi perdagangan memang memberikan kemampuan pada suatu negara untuk membiayai kegiatan 13
William M. Daley, Trade and The Environment : Finding Common Ground, Woodrow Wilson Center, Washington DC http://www.yahoo/WTO-environment. 14 Cat Lazaroff, Environmental at Staake, USA : Copyright Journal of Commerce, Inc.1999 Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
pelestarian lingkungan, namun dalam prakteknya, kerusakan lingkungan secara global justru terjadi saat perdagangan bebas itu dipopulerkan. Menurut Sudharto P.Hadi bahwa, “Hal ini disebabkan karena pola produksi dan pola konsumsi yang mendasari perdagangan bebas itu bersifat eksploitatif dan merusak lingkungan,” 15 Martin Khor kembali mempertegas pendapat di atas dengan menyatakan bahwa, “Jika globalisasi perdagangan memang memberikan kemampuan untuk membiayai kegiatan pelestarian lingkungan hidup, maka perdagangan dunia secara besar-besaran yang terjadi selama dua dasawarsa terakhir ini seharusnya telah menciptakan lingkungan global yang baik, namun krisis lingkungan global justru terjadi dalam dua sampai empat dasawarsa terakhir ini”. 16 Dalam perspektif perdagangan, terkait isu lingkungan pada era globalisasi tersebut mengharuskan setiap negara untuk bisa menyesuaikan standar (kualitas suatu barang) di bidang lingkungan dengan kriteria internasional. Standar dimaksud mengacu pada kriteria yang diformulasikan oleh suatu lembaga internasional yang dikenal
dengan International
Standard Organization (ISO). Standar yang diformulasikan oleh ISO tersebut dalam prakteknya menemui beberapa kendala karena setiap negara memiliki kriteria yang berbeda-beda dan jumlahnya banyak sekali, sehingga jika hal
15
Sudharto P. Hadi, Industri Berwawasan Lingkungan, Potret dan Tantangan Di Era Globalisasi, Pancaroba No.10 Musim Hujan, Jakarta, Januari 1997, hal. 111. 16 Hira Jhamtani. Loc.it. Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
tersebut dibiarkan lebih lanjut dikhawatirkan akan dapat menghambat aktivitas perdagangan internasional. Keadaan ini mendorong munculnya intervensi dari WTO dan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) 17. WTO dan UNCTAD menganjurkan dilakukannya penyederhanaan terhadap kriteria yang dapat diterima secara global. Untuk itu ISO membentuk komisi teknik yang
disebut
Technical
Committee
207
(TC)
207
dengan
tugas
mempersiapkan serta menyusun suatu sistem standar bidang lingkungan yang lebih dapat diterima secara internasional. Hasilnya adalah apa yang sekarang dikenal dengan ISO 140000, yang memiliki beberapa komponen utama, antara lain : “Environmental Management System (EMS) yang diberi kode nomor 14000-an, Environmental Auditing yang diberi nomor ISO 14010-an dan Environmental Labelling dengan nomor ISO 14020-an. Komponen yang terakhir inilah yang saat ini disebut-sebut sebagai Ekolabeling”. 18 Sertifikasi pengelolaan hutan lestari (PHL) dan pelabelan produk hasil hutan, sebagaimana program ekolabel yang lain, dimaksudkan untuk memberi informasi dan meningkatkan kesadaran konsumen mengenai karakteristik produk hasil hutan yang berkaitan dengan permasalahan lingkungan. Pada era dimana tingkat kesadaran konsumen mengenai lingkungan semakin meningkat, adanya program sertifikasi PHL dan ekolabel memberi manfaat
17
United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) adalah sebuah organisasi internasional, yang merupakan salah satu badan atau organ dari majelis umum PBB mengenai perdagangan dan pembangunan.(Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal.110) 18
Jurnal Hukum Bisnis, Volume VI, Jakarta :1999, hal. 55
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
bagi konsumen sebagai bahan pengambilan keputusan sebelum memilih dan mempertimbangkan untuk membeli produk-produk yang ramah lingkungan. Di sisi lain, program sertifikasi PHL dan ekolabeling juga merupakan sarana bagi para produsen untuk memberi informasi kepada konsumen bahwa produk yang mereka hasilkan diproduksi dengan mempertimbangkan aspekaspek kelestarian lingkungan, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan akses pasar dan daya saing bagi produk yang mereka hasilkan. Berkenaan dengan manfaat tersebut di atas, maka program sertifikasi PHL dan ekolabelling semakin banyak diterapkan oleh pemerintah, industri dan badanbadan non-pemerintah di banyak negara. Dengan adanya tuntutan untuk menginternalisasikan permasalahan lingkungan ke dalam perdagangan global sebagaimana diimplementasikan dalam bentuk sertifikasi PHL dan ekolabel tersebut, banyak pihak yang mengkhawatirkan bahwa program tersebut dipersiapkan dan diaplikasikan sedemikian rupa sehingga menimbulkan hambatan yang tidak semestinya timbul dalam praktek perdagangan antar negara (unnecessary barrier to trade), walaupun pada kenyataannya program tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan terhadap lingkungan. Sertifikasi PHL merupakan suatu proses untuk melihat dan menilai suatu praktek pengelolaan hutan dengan didasarkan pada suatu standar (kriteria dan indikator) yang telah ditetapkan. Mengingat bahwa pada saat ini terdapat banyak sekali skema sertifikasi yang dikembangkan di tingkat nasional, regional dan internasional, maka menjadi sangat sulit dan sangat
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
mahal bagi produsen untuk dapat memenuhi semua set atau standar kriteria dan indikator yang ada dan sangat beragam, walaupun pada dasarnya standarstandar tersebut hanya terdiri dari 3 (tiga) aspek kelestarian, yaitu kelestarian produksi (ekonomi), kelestarian sosial dan kelestaian lingkungan (ekologi). Mengingat bahwa perdagangan hasil hutan menyangkut kepentingan antar negara, disamping volumenya yang sangat besar, maka perlu upayaupaya yang terarah dan konkrit untuk meminimalkan kemungkinan timbulnya hambatan perdagangan yang tidak semestinya timbul sebagai akibat dari penerapan sertifikasi PHL dan ekolabelling. 19 Dalam rangka meningkatkan kesiapan Indonesia di segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong pemberlakuan Asia Free Trade Area (AFTA), Asia Pasific Economics Cooperation (APEC) dan WTO, maka di bidang hukum perlu dilakukan pengkajian atas pengaturan masalah lingkungan hidup menurut PersetujuanPersetujuan GATT 1994 (telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan UU No.7/1994) sehingga akan menghasilkan pemahaman yang mendalam di bidang yuridis untuk menopang implementasinya. Hal tersebut di atas melatarbelakangi mengapa secara akademis penelitian ini perlu untuk dilakukan.
B.
Perumusan Masalah
19
Vivian Liu, Trade Aspects of Certificationand Labelling. Proceedings. International Conference on Certification and Labeling of Products from Sustainably Managed Forests. BrisbaneAustralia.1996 dan Jan Klabbers, Forest Certificatication and the WTO. European Forest, (http: //www.dephut.go.id) Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dirumuskan beberapa hal yang akan dikaji dalam tulisan ini yaitu : 1. Bagaimana keterkaitan WTO sebagai organisasi perdagangan internasional dengan isu lingkungan hidup? 2. Bagaimana keterkaitan ekolabel dalam kerangka perdagangan WTO ? 3. Apakah persetujuan-persetujuan WTO telah cukup mengakomodasi
isu
lingkungan hidup?
C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan
1)
Tujuan
Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan gambaran konkrit atas persoalan yang diungkapkan dalam perumusan masalah. Secara rinci tujuan dari dilaksanakan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk
mengetahui keterkaitan WTO sebagai organisasi perdagangan
internasional dengan isu lingkungan hidup. 2. Untuk mengetahui keterkaitan ekolabel dalam kerangka perdagangan WTO. 3. Untuk mengetahui apakah persetujuan-persetujuan WTO telah cukup mengakomodasi isu lingkungan hidup.
2)
Manfaat Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat secara teoritis dan manfaat
secara praktis. Secara teoritis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
1. Sebagai bahan informasi bagi para akademisi maupun sebagai bahan perbandingan bagi penelitian lebih lanjut. 2. Memperkaya khasanah kepustakaan (khususnya Hukum Lingkungan dan Hukum Bisnis) Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakankebijakan yang berkenaan dengan upaya peningkatan ekspor sekaligus sebagai upaya perlindungan lingkungan hidup. 2. Menjadi bahan masukan bagi pengusahan HPH maupun perusahaanperusahaan yang produknya berasal dari kayu hasil hutan akan pentingnya sertifikasi ekolabel bagi upaya perluasan akses pasar di negara-negara maju anggota WTO. D.
Keaslian Penelitian
“Peran GATT/WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional” yang diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyusunnya melalui referensi buku-buku, media cetak dan elektronik, serta bantuan dari berbagai
pihak.
Dengan
demikian,
keaslian
skripsi
inii
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E.
Tinjauan Pustaka
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari buku-buku, majalah-majalah, laporan-laporan, dan informasi dari internet. Dan untuk itu penulis akan memberikan penegasan dan pengertian dari judul diatas, yang diambil dari sumber-sumber buku yang memberikan pengertian terhadap judul skripsi ini, yang penulis tinjau dari sudut etimologi (arti kata) dan pengertian-pengertian lainnya baik dari sudut ilmu hukum maupun dari pendapat para sarjana, sehingga mempunyai arti yang lebih tegas. Judul tulisan diatas, dalam hal ini dapat penulis kelompokkan ke dalam beberapa frase dan kata yang penulis anggap dapat menggambarkan penulisan skripsi ini yaitu : -
Peranan GATT/WTO
-
Lingkungan hidup
-
Ekolabel
-
Perdagangan internasional
Frase pertama yaitu “Peranan GATT /WTO”, jika ditinjau dari etimologi, bahwa peranan mengandung arti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama. 20 Sedangkan GATT/WTO adalah Organisasi Perdagangan Dunia yang merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral GATT/WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil dari perundingan yang telah ditandatangani oleh
20
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
negara-negara
anggota. 21
Hal
ini
menunjukkan
GATT/WTO
sebagai
badan/lembaga internasional yang bertindak sebagai subjek Hukum Internasional. Yang dimaksud dengan subjek hukum adalah: (a) Pemegang hak-hak dan kewajiban menurut hukum internasional (b) Pemegang previlege prosedural untuk mengajukan tuntutan di muka sebuah pengadilan internasional (c) Pemilik kepentingan-kepentingan untuk mana dibuat ketentuan oleh hukum internasional. 22 Dengan demikian frase pertama dari judul tulisan ini berarti bahwa GATT/WTO ini berarti bahwa GATT/WTO adalah badan yang mempunyai hak dan kekuasaan yang diberikan oleh Hukum Internasional sebagai subjek hukum dalam merealisasikan tujuannya. Frase kedua yaitu “lingkungan hidup”. Pengertian “Lingkungan hidup” menurut Otto Soenarwoto, yaitu jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan
kita. Batasan lingkungan
berdasarkan isinya untuk kepentingan praktis atau kebutuhan analisis kita perlu dibatasi hingga lingkungan dalam arti biosphere saja, yaitu permukaaan bumi, air dan atmosfir tempat terdapat jasad-jasad hidup. Batasan lingkungan hidup dalam arti ini adalah semua benda, daya, kehidupan, termasuk di dalamnya manusia dan
21
World Trade Organization (WTO)/Organisasi Perdagangan Dunia, http://www.deptan.go.id 22 J.G, Starke, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta,1989.hal.91. Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
tingkah tingkah lakunya yang terdapat dalam suatu ruang, yang mempengaruhi kelangsungan dan kesejahteraan manusia serta jasad-jasad hidup lainnya. 23 Sedangkan menurut penjelasan UULH, istilah “lingkungan hidup” berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPLH adalah: “kesatuan ruang dengan dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.” 24 Kata berikutnya yaitu Ekolabel. Pengertian “Ekolabel” yaitu, merupakan salah satu sarana penyampaian informasi yang akurat, ‘verifiable’ dan tidak menyesatkan kepada konsumen mengenai aspek lingkungan dari suatu produk (barang atau jasa), komponen atau kemasannya. Pemberian informasi tersebut pada umumnya bertujuan untuk mendorong permintaan dan penawaran produk ramah lingkungan di pasar yang juga mendorong perbaikan lingkungan secara berkelanjutan. Ekolabel dapat berupa simbol, label atau pernyataan yang diterakan pada produk atau kemasan produk, atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media internet. Selain itu, informasi yang disampaikan dapat pula lebih lengkap dan mengandung informasi kuantitatif untuk aspek lingkungan tertentu yang terkait dengan produk tersebut Ekolabel dapat dibuat oleh produsen, importir, distributor,
23
M.Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, PT.Alumni, Bandung,2001, hal.9. 24 Siti Sundari Rangkuti, Hukum lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga University Press, Surabaya, 2005, hal. 2. Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
pengusaha ‘retail’ atau pihak manapun yang mungkin memperoleh manfaat dari hal tersebut. 25 Frase yang ke-empat adalah “Perdagangan Internasional”. Ada beberapa defenisi dari para sarjana yang akan dipaparkan sebagai berikut : 1.
Defenisi Schmitthoff
Defenisi pertama adalah defenisi yang dikeluarkan oleh Sekretaris Jenderal PBB dalam laporannya tahun 1996. Defenisi ini sebenarnya merupakan defenisi buatan seorang guru besar ternama dalam hukum dagang internasional dari City of London College, yaitu Profesor Clive M. Schittmoff. Sehingga dapat dikatakan bahwa defenisi yang tercakup dalam Laporan Sekretaris Jenderal tersebut tidak lain adalah laporan Schittmoff. Schmitthoff mendefenisikan hukum perdagangan internasional sebagai: “.....the body of rules governing commercial relationship of a private law nature involving different nations” Dari defenisi tersebut dapat tampak unsur-unsur berikut. 1. Hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifatnya hukum perdata 2. Aturan-aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda negara Defenisi di atas menunjukkan dengan jelas bahwa aturan-aturan tersebut bersifat komersial. Artinya, Schmitthoff dengan tegas membedakan antara hukum perdata (private law nature) dan hukum publik. 25
Lembaga Ekolabel Indonesia, September 2000, http:/www.lei.or.id.
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Dalam defenisinya itu, Smchmitthoff menegaskan bahwa ruang lingkup bidang hukum ini tidak termasuk hubungan komersial internasional dengan ciri hukum publik. Termasuk dalam bidang hukum publik ini yakni aturan-aturan yang mengatur tingkah laku atau perilaku negara-negara dalam mengatur perilaku perdagangan yang mempengaruhi wilayahnya. Dengan kata lain, Schmithoff menegaskan wilayah hukum perdagangan internasional tidak termasuk atau terlepas dari aturan-aturan hukum internasional publik yang mengatur hubungan dagang dalam kerangka GATT aturan-aturan yang mengatur komoditi, dan sebagainya. 2.
26
Defenisi M. Rafiqul Islam Dalam upaya memberi batasan atau defenisi hukum perdagangan
internasional, Rafiqul Islam menekankan keterkaitan erat antara perdagangan internasional dan hubungan keuangan (financial relations). Dalam hal ini Rafiqul Islam memberi batasan perdagangan internasional sebagai “......a wide ranging, transnational, commerciall exchange of goods and services between individual business persons, trading bodies and states” Hubungan finansial terkait erat dengan perdagangan internasional. Keterkaitan
erat
ini
tampak
karena
hubungan-hubungan
keuangan
ini
mendampingi transaksi perdagangan antara para pedagang (dengan pengecualian transaksi barter atau counter trade) Dengan adanya keterkaitan erat antara perdagangan internasional dan keuangan, Rafiqul Islam mendefenisikan “hukum perdagangan dan keuangan 26
Huala.Adolf, Hukum Perdagangan Internasional. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 4.
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
(international trade and finance law) sebagai suatu kumpulan aturan, prinsip, norma dan praktek yang menciptakan suatu pengaturan (regulatory regime) untuk transaksi-transaksi perdagangan transnasional dan sistem pembayarannya, yang memiliki dampak terhadap perilaku komersial lembaga-lembaga perdagangan.
F. Metode Penelitian Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan sebagai berikut : 1.
Jenis Penelitian Sebagaimana lazimnya penulisan dalam penyusunan dan penulisan karya tugas ilmiah yang harus berdasarkan fakta-fakta dan data-data yang objektif (benar dan layak dipercaya), demikian juga halnya dalam menyusun dan menyelesaikan penulisan penelitian ini sebagai karya tulis ilmiah juga menggunakan
pengumpulan
data
secara
ilmiah
(metodologi),
guna
memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunannya sesuai dengan yang telah direncanakan semula yaitu menjawab permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya. Metode penulisan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah metode yang mengacu pada norma-norma hukum yang berlaku. Dalam penelitian ini metode yuridis normatif digunakan untuk melihat norma-norma hukum lingkungan internasional dan norma hukum lingkungan nasional.
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Pengumpulan data yang dilakukan melalui library research (penelitian kepustakaan) dengan cara mengumpulkan bahan dari berbagai sumber yang terkait
dengan
penelitian
ini,
seperti
buku,
jurnal,
surat
kabar,
majalah,termasuk berbagai artikel dari internet. Penulisan ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang berupaya untuk menggambarkan, mendeskripsikan/menjelaskan peran GATT/WTO terhadap isu lingkungan hidup melalui ekolabel dalam perdagangan internasional. 2.
Data Penelitian Penelitian ini memusatkan pada berbagai norma hukum internasional yang
menjadi dasar eksistensi WTO sebagai suatu organisasi internasional dan normanorma hukum internasional yang mengatur tentang ekolabel terkait dengan isu lingkungan hidup. Data dalam penelitian ini mempergunakan data sekunder yang terdiri dari : a.
Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang relevan dengan masalah penelitian, antara lain : 1) Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tentang pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization. Lembaran Negara Tahun 1994 2)
Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup
3)
Agreement on Establishing the World Organization (Persetujuan tentang Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia)
4) Agreement on Agriculture (Persetujuan tentang Pertanian)
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
5)
Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (Persetujuan tentang Pelaksanaan Tindakan Perlindungan Kesehatan Manusia, Hewan, dan Tumbuh-tumbuhan)
6)
Agreement On Technical Barriers To Trade (Persetujuan Tentang Hambatan Teknis Dalam Perdagangan)
b.
Bahan hukum sekunder, yaitu tulisan-tulisan atau karya-karya para ahli hukum dalam buku-buku teks, makalah, surat kabar, majalah, internet dan lain-lain yang relevan dengan masalah penelitian.
c.
Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk membantu memahami bahan hukum primer dan sekunder, antara lain kamus-kamus hukum dan kamus-kamus bahasa.
3.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan
(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut : a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundangundangan. c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan. d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian. 4.
Analisis Data Data primer dan data sekunder yang telah disusun secara sistematis
kemudian dianalisa secara perspektif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menterjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
G.
Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, pembahasan harus dilakukan secara sistematis. Untuk mempermudah penulisan skripsi ini diperlukan adanya sistematis penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab perbab yang saling terangkai satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah : BAB I
: Bab ini merupakan pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat
penulisan,
keaslian
penulisan,
tinjauan
kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
BAB II
: Dalam bab ini akan dibahas mengenai tujuan umum tentang World Trade Organization (WTO) yang antara lain akan mengulas secara singkat sejarah GATT/WTO, tujuan dan keanggotaan GATT/ WTO, garis-garis besar ketentuan GATT/WTO, keterkaitan GATT/WTO sebagai organisasi perdagangan internasional dengan lingkungan hidup.
BAB III
: Dalam bab ini akan dibahas secara singkat mengenai sejarah ekolabel, pengertian dan tipe ekolabel, tujuan dan manfaat
ekolabel serta keterkaitan ekolabel dalam
kerangka perdagangan GATT/WTO. BAB IV
: Bab ini akan mengulas mengenai peranan GATT/WTO melalui ekolabel yang tertuang dalam persetujuanpersetujuan GATT/WTO yang berkaitan dengan isu lingkungan hidup. Persetujuan-persetujuan tersebut antara lain : E. Agreement
Establishing
(Persetujuan
tentang
the
World
Organization
Pembentukan
Organisasi
Perdagangan Dunia) F. Agreement
on
Agriculture
(Persetujuan
tentang
Pertanian) G. Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary
Measures
(Persetujuan
tentang
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Pelaksanaan
Tindakan
Perlindungan
Kesehatan
Manusia, Hewan, dan Tumbuh-tumbuhan) H. Agreement (Persetujuan
on
Technical
tentang
Barriers
Hambatan
To
Trade
Teknis
Dalam
Perdagangan) BAB V
: Bab ini merupakan bab terakhir yaitu sebagai bab penutup yang
berisi kesimpulan dan saran-saran
mengenai
permasalahan yang dibahas.
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI GATT/WTO
A.
Sejarah GATT/ WTO World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia
merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Dengan diterbitkanya Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tanggal 2 Nopember 1994 tentang pengesahan
(ratifikasi)
“Agreement Establising the World Trade Organization”, maka Indonesia secara resmi telah menjadi anggota WTO dan semua persetujuan yang ada di dalamnya telah sah menjadi bagian dari legislasi nasional. WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 tetapi sistem perdagangan itu sendiri telah ada setengah abad yang lalu. Sejak tahun 1948, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) - Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan telah membuat aturan-aturan untuk sistem ini. 27 GATT dibentuk sebagai suatu dasar (atau wadah) yang sifatnya sementara setelah Perang Dunia II. Pada masa itu timbul kesadaran masyarakat internasional akan perlunya suatu lembaga multilateral di samping Bank Dunia dan IMF 28. Kebutuhan akan adanya suatu lembaga multilateral yang khusus ini pada waktu itu sangat dirasakan benar. Pada waktu itu, masyarakat internasional menemui kesulitan untuk mencapai kata sepakat mengenai pengurangan dan penghapusan berbagai pembatasan kuantitatif serta diskriminasi perdagangan. Hal 27
Lovetya, World Trade Organization, Malang 2009, http://www.lovetya.wordpress.com Oliver Long, Law and Its Limitations in the GATT Multilateral Trade System, Dordrecht: Matinus Nijhoff, 1987, hal. 1. 28
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
ini dilakukan untuk mencegah terulangnya praktik proteksionisme 29 yang berlangsung pada tahun 1930-an yang memukul perekonomian dunia. Seperti yang disebutkan di muka, pada waktu pembentukannya, negaranegara yang pertama kali menjadi anggota adalah 23 negara. Ke-23 ini juga membuat dan merancang Piagam International Trade International (Organisasi Perdagangan Internasional) yang pada waktu itu direncanakan sebagai suatu badan khusus PBB. Piagam tersebut dimaksudkan bukan saja untuk memberikan ketentuanketentuan atau aturan-aturan dalam perdagangan dunia, tetapi juga membuat keputusan-keputusan mengenai ketenagaakerjaan (employment), persetujuan komoditi, praktik-praktik restriktif (pembatasan) perdagangan, penanaman modal internasional dan jasa. Benih sejarah pembentukan GATT sebenarnya berawal dari pada waktu ditandatanganinya Piagam Atlantik (Atlantic Charter) pada bulan Agustus 1941. Salah satu tujuan dari piagam ini adalah menciptakan suatu sistem perdagangan dunia yang didasarkan pada nondiskriminasi dan kebebasan tukarmenukar barang dan jasa. Dengan tujuan tersebut, serangkaian pembahasan dan perundingan telah berlangsung antara tahun 1943-1944, khususnya antara Amerika Serikat, Inggris dan Kanada. Pada tanggal 6 desember, Amerika Serikat pertama kalinya mengusulkan perlunya pembetukan suatu Organisasi Perdagangan Internasional (ITO).
29
Praktek proteksionisme adalah sistem atau teori untuk melindungi para produsen domestik dengan menerapkan berbagai kendala atau pembatasan dalam perdagangan internasional, http://www.id.answeryahoo.com Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Tujuan organisasi ini, menurut versi Amerika Serikat pada waktu itu, adalah untuk menciptakan liberalisasi perdagangan secara bertahap, memerangi monopoli, memperluas permintaan komoditi dan mengkordinasi kebijakan perdagangan negara-negara. Usul pembentukan suatu organisasi perdagangan ini disambut baik oleh ECOSOC (Economic and Soial Council). Badan khusus PBB ini menyatakan keinginannya untuk menyelenggarakan suatu konferensi. Untuk maksud itu, negara-negara berhasil membentuk suatu komisi persiapan. Persidanganpersidangan komisi berlangsung di London dari tanggal 18 Oktober sampai dengan 26 Desember 1946. Komisi berhasil mengeluarkan suatu Rancangan Piagam London (the London Draft Charter). Namun, para anggota peserta pertemuan ini gagal mencapai kata sepakat untuk mengesahkan Rancangan Piagam tersebut. Dengan adanya kegagalan ini kemudian negara-negara besar tersebut membentuk suatu komisi perancang yang beranggotakan Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Prancis dan negara-negara Benelux. Tugas komisi ini adalah mencari rumusan baru untuk merancang suatu organisasi perdagangan baru. Komisi ini mengadakan pertemuan kedua yang berlangsung di Lake Succes, New York dari tanggal 20 Januari sampai 25 Februari 1947. Pertemuan ini membahas masalah-masalah tertentu atau terbatas saja. Pertemuan tidak membahas hal-hal penting. Pertemuan penting diseenggarakan di Jenewa dari bulan April sampai November 1947. Dari tanggal 10 April sampai dengan 22 Agustus, panitia
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
persiapan melanjutkan tugasnya membuat rancangan Piagam ITO, dan dari tanggal 10 April sampai 30 Oktober, perundingan-perundingan bilateral berlangsung antar negara-negara anggota komisi, antara lain, Brasil, Myanmar, Ceylon, Pakistan, dan Rhodesia Selatan. Hasil perundingan mengenai konsesi timbal-balik (reciprocal tariff concession) dicantumkan ke dalam GATT yang ditandatangani pada tanggal 30 Oktober 1947. Hasil perundingan tersebut berisi pula suatu kodifikasi sementara mengenai
hubungan-hubungan
perdagangan
di
antara
negara-negara
penandatangan. Berdasarkan persyaratan-persyaratan protokol tanggal 30 Oktober 1947, GATT ditetapkan sejak tanggal 1 Januari 1948, bersamaan dengan ITO. Pertemuan penting keempat berlangsung di Havana (21 November 194724 Maret 1948). Pertemuan ini membahas Piagam ITO oleh delegasi dari 66 negara. Pertemuan berhasil mengesahkan Piagam Havana. Namun, sampai dengan pertengahan tahun 1950-an, negara-negara peserta menemui kesulitan dalam meratifikasinya. Hal ini lebih disebabkan karena Amerika Serikat, pelaku utama dalam perdagangan dunia, pada tahun 1958, menyatakan bahwa negaranya tidak akan meratifikasi Piagam tersebut. Sejak itu pulalah ITO secara efektif menjadi tidak berfungsi sama sekali. Meskipun tidak pernah berlaku, namun minimnya ratifikasi tersebut tidak menyebabkan GATT menjadi tidak berlaku. Para perunding GATT mengeluarkan suatu perjanjian internasional baru, yaitu the Protocol of Provisional Application, suatu protokol (perjanjian) yang memberlakukan GATT untuk sementara
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
(provisional). Sejak dikeluarkannya protokol inilah, GATT kemudian terus berlaku sampai saat ini. Pada tahun 1954-1955, teks GATT mengalami perubahan. Ada dua perubahan yang penting yang terjadi. Pertama, dikeluarkannya protokol yang mengubah bagian 1 dan Pasal XXIX dan XXX dan protokol yang mengubah preambule dan bagian 2 dan 3. Protokol pertama mensyaratkan penerimaan oleh semua negara peserta. Namun karena Uruguay tidak meratifikasinya, protokol ini menjadi tidak berlaku sejak tanggal 1 Januari 1968. Sementara itu, protokol kedua mulai berlaku sejak tanggal 28 November 1957. Pada tahun 1965, GATT mendapat tambahan bagian baru, yaitu bagian keempat. Bagian ini berlaku secara de facto tanggal 8 Februari 1965 dan mulai berlaku efektif tanggal 27 Juni 1965. Bagian ini khusus mengatur kepentingan perluasan ekspor bagi negara-negara sedang berkembang (Pasal XXXVIXXXVIII). 30 I.
Putaran-putaran perundingan Pada tahun-tahun awal, Putaran Perdagangan GATT mengkonsentrasikan
negosiasi pada upaya pengurangan tariff. Pada Putaran Kennedy (pertengahan tahun 1960-an) dibahas mengenai tariff dan Persetujuan Anti Dumping (Anti Dumping Agreement). Putaran Tokyo (1973-1979) meneruskan upaya GATT mengurangi tariff secara progresif. Hasil yang diperoleh rata-rata mencakup sepertiga pemotongan dari bea impor/ekspor terhadap 9 negara industri utama, yang mengakibatkan tarif 30
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal.102. Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
rata-rata atas produk industri turun menjadi 4,7%. Pengurangan tarif, yang berlangsung selama 8 tahun, mencakup unsur “harmonisasi” – yakni semakin tinggi tarif, semakin luas pemotongannya secara proporsional. Dalam isu lainnya, Putaran Tokyo gagal menyelesaikan masalah produk utama yang berkaitan dengan perdagangan produk pertanian dan penetapan persetujuan baru mengenai “safeguards” (emergency import measures). Meskipun demikian, serangkaian persetujuan mengenai hambatan non tariff telah muncul di berbagai perundingan, yang dalam beberapa kasus menginterpretasikan peraturan GATT yang sudah ada. Selanjutnya adalah Putaran Uruguay (1986-1994) yang mengarah kepada pembentukan WTO. Putaran Uruguay memakan waktu 7,5 tahun. Putaran tersebut hampir mencakup semua bidang perdagangan. Pada saat itu putaran tersebut nampaknya akan berakhir dengan kegagalan. Tetapi pada akhirnya Putaran Uruguay membawa perubahan besar bagi sistem perdagangan dunia sejak diciptakannya GATT pada akhir Perang Dunia II. Meskipun mengalami kesulitan dalam permulaan pembahasan, Putaran Uruguay memberikan hasil yang nyata. Hanya dalam waktu 2 tahun, para peserta telah menyetujui suatu paket pemotongan atas bea masuk terhadap produk-produk tropis dari negara berkembang, penyelesaian sengketa, dan menyepakati agar para anggota memberikan laporan reguler mengenai kebijakan perdagangan. Hal ini merupakan langkah penting bagi peningkatan transparansi aturan perdagangan di seluruh dunia. 31 B.
31
Tujuan dan Keanggotaan GATT/WTO
Lovetya, World Trade Organization, loc.it
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
1.
Tujuan GATT/WTO
WTO memiliki beberapa tujuan penting, yaitu pertama, mendorong arus perdagangan antarnegara, dengan mengurangi dan menghapus berbagai hambatan yang dapat mengganggu kelancaran arus perdagangan barang dan jasa. Kedua, memfasilitasi perundingan dengan menyediakan forum negosiasi yang lebih permanen. Hal ini mengingat bahwa perundingan perdagangan internasional di masa lalu prosesnya sangat kompleks dan memakan waktu. Tujuan penting lainnya adalah untuk penyelesaian sengketa, mengingat hubungan dagang sering menimbulkan konflik – konflik kepentingan. Meskipun sudah ada persetujuan – persetujuan dalam WTO yang sudah disepakati anggotanya, masih dimungkinkan terjadi perbedaan interpretasi dan pelanggaran sehingga diperlukan prosedur legal penyelesaian sengketa yang netral dan telah disepakati bersama. Dengan adanya aturan – aturan WTO yang berlaku sama bagi semua anggota, maka baik individu, perusahaan ataupun pemerintah akan mendapatkan kepastian yang lebih besar mengenai kebijakan perdagangan suatu negara. 32 Namun tujuan WTO sebagaimana termuat di dalam Preambule GATT 1947 adalah sebagai berikut : 1. “Meningkatkan standar hidup para peserta (raising standards of living 2. Menjamin kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan (ensuring full employment and a large and steadly growing volume of real income and effective demand) 32
Aprilia Gayatri, WTO http://www.binchoutan.wordpress.com
dan
Pengaruhnya
Terhadap
Indonesia,
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
3. Mengembangkan penggunaan sepenuhnya sunber daya dunia dan memperluas produksi serta pertukaran barang (developing the full use of the resources of the world and expanding the production and exchange of goods)” Tujuan-tujuan tersebut diperluas pula guna melaksanakan kegiatankegiatan berikut: 1. WTO memperkenalkan pemikiran “pembangunan berkelanjutan” (sustainable development) dalam pemanfaatan sumber kekayaan dunia dan kebutuhan untuk melindungi serta melestarikan lingkungan yang sesuai dengan tingkat-tingkat pemabangunan ekonomi yang berbeda-beda; 2. WTO mengakui adanya upaya-upaya positif guna mendapatkan kepastian bahwa negara-negara sedang berkembang, dan khususnya negara-negara yang kurang beruntung, mendapat bagian perkembangan yang lebih baik dalam perdagangan internasional. 33 Isu lingkungan tampaknya sudah mendapat perhatian khusus di dalam GATT/WTO, hal ini tampak jelas tercantum di dalam tujuannya. Isu lingkungan di dalam GATT/WTO merupakan suatu sejarah yang cukup panjang yaitu sejak tahun tahun 1965,
GATT
telah
memiliki
"Komisi Perdagangan dan
Pembangunan" yang memperdulikan persoalan perdagangan di belahan bumi selatan.
Pada tahun 1972, komisi itu membentuk sebuah kelompok yang
dinamakan "Tindakan terhadap Lingkungan dan Perdagangan lnternasional". Kelompok ini dibentuk setelah munculnya kecemasan bahwa kepentingan lingkungan akan menghambat perdagangan. 33
Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005,
hal. 118. Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Perangkat utama yang tersedia bagi GATT untuk menangani masalah lingkungan adalah Pasal XX (yang tidak menggunakan kata lingkungan) dan Persetujuan mengenai Hambatan Teknik terhadap Perdagangan (yang menggunakan kata lingkungan). Setiap negara memiliki hak untuk menggunakan tindakan perdagangan seperlunya untuk melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan dengan pengawetan sumber daya alam yang dapat habis. Tindakan semacam itu juga dapat diterapkan untuk membatasi produksi atau konsumsi dalam negeri, namun tidak boleh menghasilkan diskriminasi yang sewenang-wenang atau tidak boleh berlaku di semua negara dan tindakan itu tidak boleh merupakan pembatasan terselubung atas perdagangan internasional. Persetujuan mengenai Hambatan Teknis Terhadap Perdagangan memberikan kerangka untuk menangani masalah yang berkaitan dengan perdagangan di tingkat multilateral yang timbul akibat peraturan dan standar teknis. Pasal XX GATT tidak boleh dibiarkan menjadi celah yang dapat dimanfaatkan oleh para proteksionis. Melanggar asas perdagangan bebas harus dilihat sebagai kekecualian, dan sifat kekecualian ini harus pula dipertahankan bila ada bahaya terhadap lingkungan. Beberapa asas dasar berikut ini harus dimasukkan ke dalam peraturan GATT untuk menangani masalah lingkungan: -
Keterbukaan:
Persyaratan
"pemberitahuan"
perlu
dimasukkan sehingga semua peraturan mengenai lingkungan yang dapat
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
berdampak terhadap perdagangan tidak bermakna ganda secara internasional. -
Keabsahan:
Tindakan
perlindungan
lingkungan
yang
membatasi perdagangan harus sah; jadi didukung oleh bukti ilmiah yang kuat. Badan atau panel pakar ilmiah internasional harus dibentuk untuk menguji keabsahan tindakan semacam itu. Kalau ancaman terhadap lingkungan sangat serius atau tidak dapat diubah, GATT /WTO harus menerapkan asas pencegahan. -
Kesebandingan: Tindakan yang membatasi perdagangan tidak boleh melampaui batas yang memang diperlukan untuk melindungi lingkungan.
-
Subsidioritas:
jika kepentingan lingkungan sudah terpenuhi
tanpa tindakan yang mempengaruhi perdagangan, maka tindakan yang mengganggu perdagangan harus ditiadakan. 34 Keterkaitan antara pembangunan ekonomi dalam hal ini perdagangan dan lingkungan hidup yang saling mempengaruhi itulah pada akhirnya menimbulkan suatu permasalahan baru di dunia internasional. PBB mengadakan konferensi mengenai lingkungan hidup yang kemudian dikenal dengan The United Nations Conference on the Human Environment pada tahun 1972 di Stockholm, Swedia dan merupakan sejarah penting dalam kepedulian terhadap lingkungan hidup global. Dalam konferensi tersebut dihasilkan kesepakatan mengenai keterkaitan antara konsep pembangunan dan pengelolaan lingkungan hidup. Persoalan
lingkungan
hidup
diidentikkan
dengan
kemiskinan,
34
Soemarno, Sistem Perdagangan Global, Instrumen Ekonomi, Neraca Ekonomi dan Lingkungan, http://www.renaisshun.co.id Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
keterbelakangan, tingkat pembangunan yang masih rendah dan pendidikan rendah, intinya faktor kemiskinan yang menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan hidup di dunia. Sehingga dalam forum tersebut disepakati suatu persepsi bahwa kebijakan lingkungan hidup harus terkait dengan kebijakan pembangunan nasional. Kemudian forum ini menyepakati pembentukan lembaga lingkungan hidup internasional, UNEP (United Nations Environment Program) untuk menindaklanjuti dan memonitor pelaksanaan kesepakatan dalam konferensi tersebut. Sedangkan dalam dokumen konferensi Stockholm “The Control of Industrial Pollution and International Trade” secara langsung mendorong GATT untuk meninjau kembali kebijakannya. Kemudian pada tahun 1992 diadakan United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) di Rio de Janeiro, KTT Bumi ini menjadikan persoalan lingkungan hidup ini semakin jelas dengan adanya hubungan antara ekonomi perdagangan dan lingkungan hidup dengan adanya pembahasan tentang kesepakatan hambatan non-tariff dalam perdagangan sebagai kontrol terhadap produk ekspor yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup. Keberadaan lembaga tersebut belum sepenuhnya memberikan penanganan terbaik bagi masalah lingkungan hidup, sehingga mendorong PBB untuk membentuk suatu komisi khusus untuk menelaah persoalan-persoalan kritis berkenaan dengan lingkungan hidup yaitu Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Perkembangan (World Commision on Environment and Development) yang dikenal dengan nama Brundlant Commision. Komisi tersebut menghasilkan
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
laporan mengenai pentingnya pengembangan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebagai elemen signifikan dalam upaya konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup pada umumnya. Konsep Sustainable Development ini merupakan model pembangunaan yang berusaha memenuhi kebutuhan hidup (perekonomian) pada saat sekarang ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dengan demikian pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan berwawasan jangka panjang dengan pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan tetap memperhatikan kelangsungan sumber daya alam yang dieksploitasi. 35 Menindaklanjuti
gagasan
tersebut,
lnggris
mengeluarkan
standar
pengelolaan lingkungan yang pertama kali di dunia pada tahun 1992, yaitu British Standard (BS) 7750. Komisi Uni Eropa mulai memberlakukan Eco-Management and Audit Scheme (EMAS) pada 1993. Dengan diberlakukannya EMAS, BS 7750 direvisi dan kembali ditetapkan pada tahun 1994. Beberapa negara Eropa yang lain juga mulai mengembangkan standarisasi pengelolaan lingkungan. Di tingkat internasional, dengan dorongan kalangan dunia usaha "International
Standardization
Organization"
(ISO)
dan
International
Electrotechnical Commission (IEC) membentuk "Strategic Advisory Group on the Environment" (SAGE) pada bulan Agustus 1991. SAGE merekomendasikan kepada ISO akan perlunya suatu Technical Committee (TC) yang khusus bertugas 35
Arin Fithriani, Isu Lingkungan Hidup: Potensi Ancaman Perdagangan Internasional Negara Berkembang, http//www.mukhyi.staff.gunadarma.ac.id Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
untuk mengembangkan suatu seri standar pengelolaan lingkungan yang berlaku secara internasional. Pada tahun 1993, ISO membentuk TC 207 yang khusus bertugas mengembangkan standar pengelolaan lingkungan yang dikenal sebagai ISO seri 14000. Standar yang dikembangkan mencakup rangkaian enam aspek, yaitu: 1. Environmental Management System (EMS). 2. Environmental Auditing (EA). 3. Environmental Labelling (EL). 4. Environmental Performance Evaluation (EPE). 5. Life Cycle Analysis (LCA). 6. Term and Definitions (TD). Beberapa pokok pemikiran yang mendasari ISO seri 14000 adalah sebagai berikut: 1. Menyediakan elemen-elemen dari suatu sistem pengelolaan lingkungan yang efektif dan dapat dipadukan dengan persyaratan pengelolaan lainnya. 2. Membantu tercapainya tujuan ekonomi dan lingkungan dengan meningkatkan kinerja lingkungan dan menghilangkan serta mencegah terjadinya hambatan dalam perdagangan. 3. Tidak dimaksudkan sebagai hambatan perdagangan non-tarif atau untuk mengubah ketentuan-ketentuan hukum yang harus ditaati. 4. Dapat diterapkan pada semua tipe dan skala organisasi. 5. Agar tujuan dan sasaran lingkungan dapat tercapai maka harus didorong dengan penggunaan Best Practicable Pollution Control Technology (Teknologi
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Pengendalian Pencemaran Terbaik yang Praktis) dan Best Available Pollution Control Technology EconomicaIly Achieveable (Teknologi Pengendalian Pencemaran Terbaik yang Tersedia).
2.
Keanggotaan GATT/WTO Negara anggota GATT adalah anggota WTO. Perlu dikemukakan disini
bahwa istilah anggota pada GATT bukan member, tetapi contracting party. Hal ini merupakan konsekuensi dari status GATT yang sifatnya, dengan meninjau sejarah berdirinya organisasi. Karena itu pula negara – negara yang ikut serta dalam GATT tidak tepat untuk disebut sebagai anggota karena memang sebutan anggota (member) hanya untuk menunjuk pada istilah peserta/pihak pada suatu organisasi internasional. Maka itu untuk GATT yang bukan organisasi ini, istilah yang tepat adalah contracting party. Pada dasarnya ada dua cara untuk dapat menjadi anggota WTO. Berdasarkan Pasal XXXIII GATT, suatu negara anggota dapat menjadi anggota berdasarkan prosedur normal. Untuk ini diperlukan suatu putusan dua pertiga mayoritas suara dari negara anggota. Untuk dapat menjadi anggota, maka aksesi negara tersebut harus disetujui oleh Contracting Parties. Berikut ini langkah – langkah atau proses aksesi ke WTO : 1. Permintaan resmi untuk menjadi anggota 2. Negosiasi dengan seluruh anggota WTO 3. Menyusun draft keanggotaan baru 4. Keputusan akhir
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Dalam kenyataannya untuk mendapatkan persetujuan ini tidaklah mudah. Ada cukup banyak persyaratan yang perlu dipenuhi, misalnya komitmen negara tersebut mengenai kebijakan perdagangannya dan kemungkinan kebijakan perdagangan negara pemohon di masa depan. Cara kedua adalah melalui cara sponsorship berdasarkan Pasal XXVI : 5 (C). Pasal ini ditujukan khusus terhadap negara – negara yang baru merdeka dan sebelum merdeka, ia berada di bawah penguasaan suatu negara anggota GATT. Negara pertama yang memanfaatkan cara ini adalah Indonesia yang menjadi anggota GATT pada 1950. Walaupun tugas – tugas WTO dijalankan oleh perwakilan negara – negara anggota, akar kegiatannya sebenarnya bersumber pada aktivitas perdagangan dan industri sehari – hari. Kebijakan perdagangan dan posisi negosiasi dipersiapkan di ibukota negara dengan meminta saran dari pihak swasta, organisasi bisnis, petani, konsumen dan kelompok yang berkepentingan lainnya. Sebagian besar negara – negara anggota mempunyai perwakilan diplomatik di Jenewa yang dikepalai oleh seorang dubes khusus untuk WTO. Pejabat – pejabat dari perwakilan – perwakilan menghadiri sidang – sidang dewan, komite – komite, kelompok kerja dan kelompok perunding di markas besar WTO. Beberapa pejabat ahli dikirim secara langsung dari ibukota negara untuk menyampaikan pandangan pemerintahnya pada persoalan khusus. Luasnya cakupan isu – isu yang dibahas oleh WTO dan banyaknya materi yang dibahas yang bersifat sangat teknis, sering menyulitkan negara berkembang dan negara terbelakang dalam mengirimkan
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
pejabatnya untuk mengikuti berbagai sidang di WTO. Hal ini juga telah mendapat perhatian WTO untuk dibahas lebih lanjut. 36
C.
Garis-Garis Besar Ketentuan GATT GATT memiliki 38 pasal yang secara garis besarnya, dari pasal-pasal tersebut dibagi ke dalam 4 bagian, yaitu :
Bagian I, terdiri dari 2 pasal : a) Pasal I, berisi pasal utama yang menetapkan prinsip utama GATT, yaitu keharusan negara anggota untuk menerapkan klausula most favoured national tretment, kepada semua anggotanya. b) Pasal II, berisisi tentang penurunan tarif yang disepakati berdasarkan GATT. Kesepakatan penurunan tarif ini dicantumkan dalam lampiran ketentuan GATT dan menjadi bagian dari GATT. Bagian II, terdiri dari 30 pasal: Dari pasal III sampai pasal XXII : Pasal II berisi larangan pengenaan pajak dan upaya-upaya lainnya yang diskriminatif terhadap impor. Pada bagian ini Pasal XX diatur ketentuan mengenai pengecualian umum (General Exception) yang berkaitan dengan masalah lingkungan. Pasal IV berada di bawah judul ketentuan-ketentuan khusus mengenai film sinematografi
(cinematograph film), pasal ini memperbolehkan suatu negara
untuk menetapkan kuota terhadap film-film melalui peraturan tentang pembatasan film. Namun demikian, pembatasan-pembatasan atau kuota ini harus tetap tunduk 36
Aprilia Gayatri, WTO dan Pengaruhnya Bagi Indonesia ,loc.it
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
kepada negosiasi dengan pihak-pihak yang terpengaruh oleh adanya pembatasanpembatasan dalam bentuk kuota ini. Pasal V mengatur kebebasan transit. Pasal ini mengakui adanya kebebasan transit barang-barang, termasuk perahu dan sarana angkutan lainnya melalui wilayah suatu negara anggota dengan menggunakan rute-rute yang digunakan untuk transit internasional guna melakukan transit ke atau dari wilayah negara anggota GATT lainnya. Dalam hal adanya transit ini, setiap negara anggota dapat mengenakan bea-bea
dan menetapkan peraturan-peraturan terhadap transit ke dan dari
wilayah-wilayah negara anggota lainnya. Pengenaan biaya dan pembuatan peraturan tersebut haruslah wajar dengan memerhatikan keadaaan-keadaan atau kondisi dari lalu lintas transit (ayat 4). Pasal IV (custom valuation), Pasal VIII (fees and formalities), Pasal IX (market origin) dan Pasal X (publikasi dan pengaturan –pengaturan perdagangan) adalah “pasal-pasal teknis” yang dibuat untuk mencegah atau mengawasi upayaupaya lainnya sebagi pengganti tarif. Pasal XI sampai XV mengatur tentang restriksi kuantitatif, Pasal XI menagtur larangan umum mengenai restriksi ini, pasal XII menetapkan bagaiamana restriksi kuantitatif ini dapat digunakan untuk melidungi neraca pembayaran, pasal XIII mensyaratkan bahwa perencanaan tanpa diskriminasi dan pasal XIV mengatur pengecualian-pengecualian penerapan restriksi kuantitatif. Pasal XV mengatur tentang kerja sama antar GATT dengan IMF. Pasal XVI mengatur himbauan himbauan mengenai penghapusan subsidi ekspor. Pasar
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
XVII menyarankan perusahaan-perusahaan milik negara agar tidak melakukan diskriminasi dalam perdagangan luar negerinya. Pasal XVIII mengakui bahwa negara-negara sedang berkembang membutuhkan tarif yang fleksibel dan dapat menerapkan beberapa restriksi kuantitatif untuk mempertahankan alat tukar luar negerinya untuk kebutuhan pembangunannya. Pasal XX menetapkan pengecualian-pengecualian umum (General Exception) terhadap GATT. Pasal ini mengatur tentang perlunya perlindungan lingkungan dengan menyatakan: “Subject to the requirement thatsuch measures are not applied in a manner which would allow constitute a means of arbitraty or unjustifiable discrimination between countries where the conditions prevail, or a disquised restriction on international trade, nothing in this agreement shall be construed to prevent the adpotion or enforcement by any contracting parties of measures : a. Necessary to protect public moral b. Necessary to protect human, animal or plant life or health c. ............” Dengan adanya Pasal XX (b) tersebut, maka negara penandatangan GATT dibenarkan untuk mengadakan perlakuan yang berbeda atau diskriminatif terhadap produk-produk yang berasal dari negara lain yang dinilai potensial untuk mengancam kesehatan dan keselamatan lingkungan hidupnya (masyarakat, hewan, tumbuhan). “Hal ini berarti pemerintah dari negara pengimpor dapat
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
menerapkan hambatan perdagangan seperti tarif yang tinggi, quota bahkan pelarangan impor”. Dalam penerapannya, Amerika Serikat pernah menggunakan ketentuan Pasal XX ini sebagai dasar hukum untuk menjatuhkan embargo terhadap impor ikan tuna dari Mexico (Kasus Tuna Dolphin). Menurut Amerika Serikat, nelayan Mexico masih menggunakan teknologi yang tradisional dalam menangkap ikan tuna. Dampak dari penggunaan teknologi itu adalah banyaknya Dolphin yang mati. Dijatuhkannya embargo itu menurut Amerika Serikat dibenarkan oleh ketentuan Pasal XX tersebut. Sehubungan dengan kasus di atas, panel GATT mengeluarkan suatu keputusan yang mengejutkan dengan menyatakan bahwa : “..............trade restrictions for the protection of any resourses out side the national geographical boundaries of the country imposing the restrictions were illegal.” Hal ini berarti bahwa embargo impor Amerika Serikat tersebut tidak sesuai dengan ketentuan GATT sebab embargo itu dijatuhkan untuk mengatur masalah lingkungan, yaitu berkurangnya ikan dolphin yang berada di luar batas yurisdiksi nasionalnya, tepatnya di wilayah Timur Lautan Pasifik. Di samping itu dalam keputusan panel juga menyatakan : “............the tuna import embargo was GATT-illegal because the method of production of a product could not be taken into account in determining equal treatment under GATT”. Arti kutipan tersebut diketahui bahwa menurut panel negara pengimpor memang dimungkinkan untuk menerapkan standar lingkungan yang berlaku di negaranya terhadap produk-produk impor (Pasala XX). Namun standar itu
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
berkenaan dengan produk yang bersangkutan bukan berkenaan dengan metode produksi tidak dapat dimasukkan sebagai hitungan dalam menetapkan perlakuan yang sama di bawah GATT. Selanjutnya panel kedua, meskipun berbeda dengan panel pertama mengenai tindakan perlindungan yang menurut panel kedua dapat dilakukan di luar batas-batas negara, namun panel ini tetap menentang tindakan Amerika Serikat dengan menyatakan bahwa : “........the panel ruled againts the US because it found that embargo’s application to all tuna from countries that import any dolphin-insafe tuna was not “primarily aimed at” the goal of dolphin conservation and was instead a masked effort to make other countries change their fishing practises”. Jadi panel kedua berkesimpulan bahwa embargo ikan tuna oleh Amerika Serikat itu tidak benar-benar memberikan kontribusi bagi tujuan pelestarian dolphin, malahan panel berpendapat tindakan itu hanyalah “topeng” belaka dalam upaya merubah tehnik pengangkapan ikan di negara-negara lain. Berdasarkan kasus diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bagi negaranegara anggota GATT sangat diperlukan adanya pemahaman yang mendalam mengenai ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam GATT, agar jangan sampai menimbulkan kerugian bagi kepentingan nasional dalam hubungan perdagangan internasional. Bagi Indonesia pemahaman ketentuan-ketentuan GATT tersebut memiliki arti penting berkaitan dalam upaya umtuk meningkatkan kesiapan Indonesia dalam menghadapi pemberlakuan AFTA,APEC dan WTO.
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Selanjutnya dalam Pasal XXII mengatur konsultasi dan XXIII mengatur penyelesaian sengketa di bidang perdagangan. Bagian III terdiri dari pasal : Pasal XXIV mengatur bagaimana custom union dan free trade area dapat memanfaatkan pengecualian-pengecualian terhadap ketentuan Most Favoured Nation. Pasal XXIV menetapkan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh negara anggota para pemerintah. Pasal ini mengakui pula diperbolehkannya beberapa pengecualian (waiver) terhadap aturan GATT. Pasal XXIV sampai XXV adalah pasal-pasal berisi pengoperasian GATT, berupa penerimaaan dan berlakunya ketentuan GATT (Pasal XXVI), peranan kondisi tarif dari negara bukan anggota (Pasal XXVII), ketentuan untuk perundingan tarif dan perubahan-perubahan dalam tarif (Pasal XXVIII), hubungan antara GATT dan Piagam Havana (Pasal XXIX), perubahan terhadap GATT (Pasal XXX), penarikan atau pengunduran diri anggota dari GATT (XXXI), batasan contracting parties) (keanggotaan GATT) (Pasal XXXII), dan tidak diterapkannya beberapa aturan GATT di antara anggota-anggota GATT tertentu (Pasal XXXV). Bagian IV terdiri dari 3 pasal : Pasal-pasal dalam bagian IV ini ditambahkan pada tahun 1965. Bagian ini berisi kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara anggota untuk melaksanakan
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
tujuan itu, dan Pasal XXXVII mengatur tindakan bersama oleh para anggota (negara sedang berkembang). 37
D. Keterkaitan GATT/WTO sebagai organisasi perdagangan internasional dengan isu lingkungan hidup Selama beberapa tahun terakhir, wacana perbincangan mengenai lingkungan hidup kembali mengemuka dan mulai mendapatkan perhatian yang serius bukan hanya dari kalangan akademisi dan pemerhati lingkungan saja; melainkan juga dari masyarakat dunia. Lingkungan hidup dan diadakannya KTT Bumi telah menunjukkan seberapa besar keinginan negara untuk menyikapi kecenderungan semakin menurunnya kualitas lingkungan. KTT Bumi juga berusaha untuk melaksanakan sustainable development yang bertujuan untuk menyelaraskan upaya pembangunan yang dipelopori oleh kaum developmentalist dengan program ramah terhadap lingkungan yang dipelopori oleh kaum enviromentalist. Dan dengan common but differentiated responsibilities principles, diharapkan kontribusi dari negara-negara maju untuk ikut peduli terhadap lingkungan dapat dilaksanakan. 38 Berdasarkan pada hasil KTT Bumi yang tertuang dalam agenda 21, negara berkembang harus memperhatikan proses produksi dalam pembangunan ekonomi yang
berdasarkan
pada
pembangunan
yang
berkelanjutan
(sustainable
development). Maka sangat jelas bila suatu negara ingin tetap stabil dalam pembangunan perekonomiannya yang mengandalkan ketersediaan sumber daya 37 38
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional,Op.cit. hal.118. Dayoe, ktt bumi dan program sustainable development dengan cbdr principle.loc.it.
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
alam, maka harus memasukkan kebijakan mengenai lingkungan hidup tersebut dalam kebijakan ekonomi. 39 Masalah pelestarian lingkungan hidup dan masalah perdagangan bebas pada awalnya dipahami sebagai suatu hal yang masing-masing memiliki dasar idealisme. Para pemerhati masalah lingkungan memusatkan perhatiannya pada upaya-upaya pelestarian alam dan lingkungan hidup sehingga tetap dapat diambil manfaatnya secara berkelanjutan demi kesejahteraan umat manusia. Sedangkan para penganut sistem perdagangan bebas mengupayakan agar tidak ada lagi hambatan-hambatan dalam perdagangan internasional yang pada akhirnya akan menguntungkan semua negara. 40 Perdagangan bebas sendiri diartikan sebagai suatu mekanisme transaksi perdagangan antar negara yang meniadakan hambatan tarif maupun hambatan non-tarif di antara negara-negara dalam suatu kawasan yang menyepakatinya. 41 Membahas perdagangan bebas tentu tak lepas kaitannya dengan organisasi perdagangan dunia yaitu WTO, dan kali ini akan dibahas keterkaitan WTO terhadap lingkungan. WTO berpendapat bahwa liberalisasi perdagangan (removing trade restriction and distortion) akan berdampak positif terhadap lingkungan hidup. Bahkan lebih jauh lagi akan menguntungkan tiga aspek secara bersama-sama, yaitu perdagangan, lingkungan dan pembangunan (dikenal dengan win-win-win outcomes).
39
Arin Fithriani, op.cit.hal.92.Lingkungan Hidup: Potensi Ancaman Perdagangan Internasional Negara Berkembang,op.cit.hal. 94. 40 ibid. hal.92. 41 GATT dan WTO, http://www.indoskripsi.com Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Korelasi positif antara liberalisasi perdagangan dan lingkungan hidup didasarkan pada argumentasi bahwa: a. Kompetisi menyebabkan pola konsumsi dan penggunaan sumber daya menjadi lebih efisien. b. Ekspansi perdagangan menyebabkan pengurangan kemiskinan yang pada akhirnya mendorong eksploitasi sumber daya alam yang lebih berkelanjutan. c. Liberalisasi pasar meningkatkan penyediaan barang dan jasa lingkungan (environmental goods and services) d. Adanya kondisi yang lebih baik bagi kerjasama internasional melalui proses negosiasi multilateral yang lebih berkelanjutan. Salah satu sektor yang dianggap akan menghasilkan win-win-win outcomes tersebut adalah sektor kehutanan. Namun apakah liberalisasi perdagangan di sektor kehutanan akan berpengaruh secara positif terhadap kelestarian lingkungan hidup, tampaknya masih harus dibuktikan. Salah satu permasalahan mendasar di sektor kehutanan yang mengancam kelestarian lingkungan di Indonesia saat ini adalah praktek Illegal logging, yang telah menyebabkan berkurangnya pasokan air tanah, banjir dan tanah longsor, perubahan iklim, penurunan produktifitas lahan, erosi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Penyebab makin meningkatnya illegal logging di Indonesia, tidak terlepas dari tingginya permintaan terhadap kayu baik dari dalam maupun dari luar negeri. Sistem perdagangan di bawah rezim WTO kemudian memperparah keadaan. Hal ini disebabkan karena: (a) Aturan perdagangan internasional yang tidak fair. Di mana harga dan pasar kayu bulat dan kayu olahan sangat ditentukan
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
oleh negara-negara konsumen. Sementara pemerintah Indonesia tidak punya kekuasaan untuk mengontrol harga kayu di pasar internasional. (b) Adanya perubahan tariff antara barang-barang manufaktur dan bahan baku dalam sistem GATT. Semenjak Putaran Uruguay, tariff atas produk kayu menjadi lebih tinggi di banding tariff kayu gelondongan. Sehingga menimbulkan permintaan yang tinggi atas kayu gelondongan karena harga yang lebih murah. Hal ini menyebabkan eksploitasi kayu meningkat di negara-negara produsen. Sementara aturan nasional melarang atau membatasi ekspor kayu gelondongan, permintaan pasar atas kayu gelondongan ini kemudan dipenuhi oleh kayu illegal. Ketentuan WTO tidak hanya mendorong eksploitasi hutan secara berlebihan, namun juga menghalangi berkembangnya kebijakan negara untuk menjaga kelestarian fungsi hutan dan menggerakan perekonomian domestik. Pembatasan ekspor dan impor
merupakan salah strategi untuk untuk
menumbuhkan industri di dalam negeri dengan meningkatkan nilai tambah produk dan menjaga kelestarian lingkungan dengan mengurangi volume kayu. Namun pada kenyataannya ketentuan WTO menghalangi diambilnya kebijakan seperti itu. 42 Berikut ini adalah salah satu contohnya. Dalam kasus pelarangan terhadap ekspor kayu tropis serta penangkapan ikan yang menyangkut hajat hidup penduduk miskin yang jumlahnya cukup besar, biaya yang sangat tinggi untuk pemeliharaan dan pelestarian terhadap lingkungan yang bersih dan murah, serta mengurangi daya saing bagi barang-barang produksi lokal. 42
Cecep Aminudin, Liberalisasi Perdagangan dan Degradasi Hutan di Indonesia, http://www.cecepaminudin.info Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Diberlakukannya boycott terhadap ekspor kayu tropis ke Uni Eropa dan AS berlangsung cukup lama karena alasan hutan kita yang nyaris gundul sebagai akibat dari penebangan hutan secara terus-menerus. Itulah alasan mereka yang berlindung di balik istilah “penyelamatan lingkungan”, padahal “otak” dari semua kasus illegal logging adalah mereka sendiri. Demikian pula dengan kasus boycott terhadap ekspor ikan tuna oleh Amerika Serikat karena ketika penangkapannya dituduh membantai ikan lumbalumba. Tidak hanya itu, Indonesia pernah mendapat ancaman oleh AS perihal penangkapan udang laut yang katanya membantai jenis penyu yang sudah hampir punah. Padahal, para nelayan sudah demikian kesulitan memperoleh hasil laut karena ladang tangkapan mereka sudah dijarah oleh kapal-kapal induk dari negara-negara maju sehingga mereka terpaksa untuk mencari udang di kawasan komunitas penyu. Baru setelah Indonesia bisa membuktikan bahwa penangkapan udang laut menggunakan turtle extruder device, Indonesia dibebaskan dari tuduhan. Ancaman-ancaman seperti ini tidak hanya terbatas pada komoditi alam saja, tetapi juga pada produk-produk manufaktur di mana Indonesia mengalami kesulitan dalam mengekspor barang-barang hasil industri dalam negeri. Sebagai contoh dalam kasus pelarangan ekspor pensil dan barang pecah belah ke luar negeri. Lagi-lagi, dengan alasan yang sangat diplomatis, yaitu bahwa mereka sangat concern dengan pelestarian alam. 43
43
Asti Latifa Sofi, Mahasiswa sebagai Pionir Strategis dalam Mewaspadai dan
Mengantisipasi WTO; Sebuah kekuatan Adidaya, http://www.deraplangkahbiru.multiply.com
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Selain kasus-kasus 44 di atas masih banyak lagi kasus lainnya yang menggambarkan bukti lain dari keterkaitan WTO dengan isu lingkungan.Dengan demikian dapat dilihat dengan jelas bahwa WTO sebagai organisasi perdagangan terbesar dunia, tidak bisa terlepas dari isu lingkungan.
44
KASUS UDARA BERSIH : Atas nama industri minyaknya, Venezuela menentang Undang-Undang Udara Bersih Amerika (Clean Air Act) yang mewajibkan pabrik gas untuk menghasilkan gas yang lebih bersih. Undang-undang tersebut menggunakan data aktual tahun 1990 dari kilang-kilang minyak yang bersesuaian dengan EPA (kebanyakan kilang-kilang minyak Amerika) sebagai dasar perbaikan yang dibutuhkan oleh kilang-kilang minyak yang tidak memiliki data akurat (kebanyakan kilang minyak di luar Amerika). Venezuela menganggap undang-undang ini berat sebelah terhadap kilang minyak asing/di luar Amerika dan mengajukan kasusnya ke WTO.HASIL : Panel WTO digelar melawan Undang-undang Amerika tersebut. Pada tahun 1997, EPA mengubah Undang-undang udara bersih tersebut untuk memberi pilihan bagi kilang-kilang minyak luar Amerika untuk menggunakan data-datanya sendiri (sebagai langkah awal). EPA mengakui bahwa perubahan ini ‘menciptakan potensi dampak yang merugikan bagi lingkungan’. IMPLIKASI: Pengusaha minyak dari Venezuela dan negara lainnya akan menggunakan opsi datanya sendiri bila hal ini memberikan mereka dasar yang lebih lunak, dan dengan demikian mengijinkan mereka menjual minyak yang lebih kotor ke Amerika, yang akan memperburuk kualitas udara. WTO membuka jalan bagi para pelaku bisnis untuk menentang kebijakankebijakan semacam Undang-Undang Udara Bersih tersebut dan mengalahkan keberatan masyarakat setempat. KASUS HORMON DAGING SAPI : Amerika menentang larangan Uni Eropa atas penjualan daging sapi dari peternakan yang menggunakan hormon pertumbuhan buatan tertentu.HASIL : Pada tahun 1998 panel WTO dijalankan untuk menentang Undang-Undang Uni Eropa tersebut, dan hasilnya meminta agar Uni Eropa sejak tanggal 13 Mei 1999 untuk membuka pasarnya bagi daging sapi yang menggunakan hormon. IMPLIKASI : Larangan penggunaan hormon buatan diberlakukan sama bagi peternak Eropa maupun luar negeri. Jika konsumen dan pemerintah Eropa menentang penggunaan hormon buatan dan peduli terhadap potensi resiko kesehatan atau ingin mengembangkan metode peternakan yang lebih alami, mereka seharusnya berhak membuat aturan perundangan yang mendukung pilihan mereka itu. Sebaliknya, WTO memberi kuasa bagi pengadilannya untuk mempertanyakan apakah undang-undang kesehatan dan lingkungannya memiliki dasar keilmiahan yang sah. Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI EKOLABEL
A.
Sejarah Ekolabel Negara Indonesia adalah negara yang memiliki hutan tropik terluas nomor
dua setelah Brazil. Dewasa ini hutan tropik diisukan sebagai paru-paru dunia yang dikaitkan dengan salah satu penyebab terjadinya pemanasan global (global warming). Pernyataan ini mengarah pada pengakuan bahwa hutan tropis, termasuk yang dimiliki Indonesia, merupakan warisan dunia (global heritage) yang berarti pula seluruh dunia berkewajiban melestarikannya. 45 Dewasa ini masalah hutan makin berkembang degan cepat, terutama pada hutan-hutan tropis, sehingga memerlukan kesadaran untuk memperlakukan kualitas asal dan hasil produknya. Hasil tersebut diperlukan terutama dalam penetapan aturan sehubungan dengan lingkungan. 46 Sejak berlangsungnya Konferensi Stockholm pada tahun 1972, masalah lingkungan hidup terus berkembang "menjadi isu global ". Negara-negara industri maju, khususnya di Amerika dan Eropa semakin meningkatkan kepeduliannya terhadap kondisi lingkungan di seluruh bagian dunia. Sebaliknya negara-negara berkembang juga terpacu untuk terus menerus meningkatkan upaya dalam menjaga, memelihara, dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup di negaranya masing-masing. 47
45
Bambang Pamulardi, Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta 1995.hal 89. 46 Arifin Arief,Hutan dan Kehutanan, Kanisius,Yogyakarta 2001.hal 162. 47 Elisa, Ecolabelling, http://www elisa.ugm.ac.id Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Pada tahun-tahun akhir era 80-an hingga awal-awal tahun 90-an para penggiat lingkungan yang tergabung dalam lembaga swadaya masyarakat (Environmental non-government organization/ ENGO) melihat bahwa upayaupaya yang dilakukan oleh pemerintah (atau para pemerintah) dalam mengurangi laju pengurangan luasan kawasan hutan ataupun untuk menghentikan laju deforestasi sangat minimal sekali, baik yang terjadi di kawasan hutan tropik maupun sub-tropik. Upaya boikot terhadap hasil-hasil hutan terutama pada kayu tropis, nyatanya tidak terlalu membawa hasil yang menggembirakan. Terutama, selain tersandung ketentuan WTO
yang tidak
membolehkan ada
penghalang
perdagangan, juga karena perdagangan kayu dan hasil turunannya tidak dapat dihindarkan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Situasi ini mendorong munculnya inisiatif untuk menggunakan sistem sertifikasi hutan (forest certification system ) yang berorientasi pasar dan bersifat sukarela. Berdasarkan
sudut
pandang
konsumen,
sertifikasi
menunjukkan
kepedulian mereka dalam penggunaan produk hijau. Dalam konteks ini, konsumen menghendaki dilakukannya internalisasi faktor kelestarian lingkungan hidup dalam aktivitas ekonomi, mulai dari ekstraksi/eksploitasi bahan baku, proses produksi, hingga pengemasan. Konsumen memerlukan simbol - atau semacam label - yang menunjukkan bahwa produk yang dipilihnya telah melalui proses produksi yang akrab lingkungan. Indikasi atau simbol tersebutlah yang kemudian dikenal dengan sebutan ekolabel (ecolabelling ). Ekolabel memberikan
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
informasi bahwa suatu standar yang akrab lingkungan telah dilaksanakan dalam proses produksi barang/jasa yang membawa label tertentu itu. Sebuah aliansi antara Bank Dunia dan WWF Internasional mengakui potensi sertifikasi hutan dalam pencapaian praktek pengelolaan hutan yang baik. Bahkan menargetkan bahwa pada tahun 2005, 200 juta hektar hutan di dunia yang terbagi dalam hutan tropis dan sub-tropis – telah disertifikasi. Inisiatif yang mendorong sertifikasi pengelolaan hutan dan label ramah lingkungan untuk produk hutan, dengan demikian, muncul sebagai bagian dari respon masyarakat atas tantangan konservasi hutan dan pengelolaan hutan secara lestari. Meski begitu, inisiatif sertifikasi hutan tetap membuka peluang pada konsumen; apakah akan memilih produk yang berasal dari hutan yang dikelola secara berkelanjutan/lestari/baik (sustainable or well managed forest ) atau tidak. Dengan demikian, bagi para produsen, sertifikasi ekolabel hutan pada dasarnya bersifat sukarela (voluntary ) dan bukan keharusan (mandatory ). Oleh karena itu dapat dimaklumi jika Stephen Bass berpandangan bahwa sertifikasi hutan ini sebagai instrumen ekonomi yang berbasiskan pasar yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan menyediakan insentif baik bagi produsen maupun konsumen menuju penggunaan hasil hutan yang lebih bertangggung jawab. Tuntutan konsumen tentang kelestarian hutan terutama menekankan pada fungsi ekologis dari hutan sebagaimana tercermin pada slogan-slogan yang digunakan dalam gerakan-gerakan (boikot, diskusi, karya tulis, iklan): eco-label, green products, green economics, green prices . Tuntutan konsumen pada adanya pengakuan (recognition ) hak-hak masyarakat lokal (indigenous community rights
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
) juga muncul. Dalam hal tuntutan terhadap ekologis, insiatif sertifikasi diberlakukan tidak terbatas terhadap hutan-hutan alam tropis yang diusahakan oleh perusahaan swasta skala besar (HPH), melainkan juga terhadap hutan-hutan yang dikelola atau diusahakan oleh masyarakat. Sedangkan tuntutan tentang adanya pengakuan hak-hak masyarakat lokal diberlakukan terhadap perusahaan swasta yang berasal dari luar komunitas, dan tidak diberlakukan terhadap komunitas pengelola hutan 48. Sejalan dengan hal di atas, dunia internasional juga telah melakukan berbagai upaya melindungi lingkungan global. Konferensi
PBB
tentang
Lingkungan
Hidup
Manusia
yang
diselenggarakan di Stockholm pada bulan Juni 1972 adalah merupakan gambaran awal dari lahirnya kesepakatan dari negara-negara di dunia untuk melindungi lingkungan global. Konferensi yang kemudian dikenal dengan nama Konferensi Stockholm 1972 tersebut telah memberi dorongan yang kuat bagi perkembangan gerakan-gerakan di bidang lingkungan, baik dalam tingkat nasional , regional maupun internasional. Pada tingkat internasional sejak diadakannya konferensi itu, telah lahir gerakan hijau yang memfokuskan diri pada lingkungan hidup manusia. Selanjutnya pada tahun 1980, International Union for The Conservation of Nature and Nature Resources (IUCN), bersama-sama dengan United Nations Environmental Programme (UNEP) dan World Wildlife Fund (WWF) telah 48
Muhlasin, Ekolabeling, Strategi Bisnis Jitu Peduli Hutan, http://www.kabarindonesia.com
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
melahirkan kesepakatan mengenai strategi Konservasi Bumi (World Conservation Strategy) yang memfokuskan diri pada konservasi Sumber Daya Hayati. Puncak dari gerakan hijau di tingkat internasional adalah dengan disepakatinya Deklarasi Rio, Konvensi Keanekaragaman Hayati, Konvensi Perubahan Iklim, Agenda 21dan Prinsip-prinsip Kehutanan pada KTT Bumi (United Nations Conference on Environment and Development/ UNCED) pada bulan Juni 1992 di Rio de Janeiro, Brazil. 49 Sebagai bagian dari proses di atas negara-negara anggota ITTO (International Tropical Timber Organization) dalam konferensinya di Bali pada bulan Mei 1990 telah menyepakati bahwa pada tahun 2000, seluruh kayu tropis yang diperdagangkan harus berasal dari hutan yang dikelola secara lestari. Dalam perkembangannya kesepakatan ini kemudian dikaitkan dengan implementasi ekolabel pada kayu tropis di negara-negara anggota ITTO, termasuk Indonesia. Berbagai inisiatif telah berkembang pada level internasional, nasional dan unit manajemen, melibatkan berbagai pihak, baik produsen maupun konsumen, yang secara langsung atau tidak langsung terkait dengan hutan dan kehutanan. Beberapa inisiatif internasional yang penting dalam kaitan pengelolaan hutan adalah : 1. International Tropical Timber Organization (ITTO) : Penetapan tahun 2000 sebagai target pengelolaan hutan lestari ditindaklanjuti dengan penerbitan seri kebijakan, antara lain : “ITTO Guidlines For Sustainable Management of
49
Lembaga Ekolabel Indonesia, http:/www.lei.or.id.
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Natural Tropical Forest” (1991), “Criteria for The Measurement of Sustainable Tropical Forest Management” (1992) 2. “Biological Diversity in Tropical Production Forest” (1995). Keseluruhan dokumen ITTO tersebut merupakan arahan di tingkat kebijaksanaan dan panduan implementasi umum yang diacu oleh negara-negara anggotanya, termasuk Indonesia, untuk mengembangkan kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari dalam konteks audit internal dan diacu oleh lembaga-lembaga sertifikasi yang bergerak di hutan tropis untuk mengembangkan kriteria dan indikator Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dalam konteks audit internal. 3. Forest Stewardship Council (FSC) : FSC adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) independen, nirlaba dan didirikan oleh perwakilan berbagai kelompok yang mewakili lembaga lingkungan, perdagangan kayu, profesional kehutanan, organisasi masyarakat lokal, asosiasi kehutanaan dan lembaga sertifikasi dari 25 negara. FSC tidak secara langsung melakukan sertifikasi, tetapi merupakan organisasi yang bertujuan untuk mempromosikan prinsip dan kriteria
pengelolaan
hutan
lestari
(Prinsip
dan
Kriteria
FSC),
mengakreditasikan lembag-lembaga sertifikasi berdasarkan prinsip-prinsip dan kriteria tersebut, dan mendukung pengembangan standar lokal berdasarkan prinsip dan kriteria FSC. 4. Proses Montreal : Dalam proses ini dibentuk kelompok kerja untuk menyusun “Criteria and Indicators for The Conservation and Suistanable Management of Temperate and Boreal Forests”. Pada tahun 1995, proses
Montreal
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
menghasilkan Kesepakatan Santiago (Santiago Agreement) yang berisi kesepakatan
kriteria
dan
indikator
pengelolaan
hutan
lestari
yang
dikembangkan oleh kelompok kerja di atas. 5. International Standard Organization (ISO) : Organisasi ini didirikan pada tahun 1947 dan berdomisili di Geneva, Switzerland, merupakan federasi badan standarisasi nasional lebih dari 100 negara. Misi ISO adalah standarisasi barang dan jasa yang diperdagangkan secara internasional. Aktivitasnya mencakup bidang milik hak intelektual, pengembangan ilmu dan teknologi dan ekonomi. Pada akhir 1990, organisasi ini mengeluarkan seri standar ISO 9000 mengenai kualitas produk. Menindaklanjuti UNCED, ISO mengembangkan seri standar baru yang dikenal dengan seri ISO 14000 sebagai alat ukur mengenai sistem manajemen lingkungan. ISO membentuk komisi Teknis TC 207 pada tahun 1993 untuk mengembangkan seri ISO 14000. 50 Selain inisiatif-inisiatif di atas, terdapat berbagai inisiatif multilateral lain yang
berkaitan
dengan
pengelolaan
hutan
lestari,
antara
lain:
“The
Intergovernmental Working Group on Forest (IWGF), African Timber Organization (ATO), Proses Tarapoto untuk negara Amazonia dan The World Commision on Forest and Suistanable Development (WCFSD) 51 Berbagai kelompok yang memperhatikan keinginan konsumen dan mengelola konsep ekolabel melibat bahwa konsumen menginginkan label yang dapat dipercaya. Dituntut agar penilaian tingkat keakraban lingkungan dari suatu produk dilakukan dengan informasi yang akurat. Ketetapan informasi ini dianggap 50 51
Lembaga Ekolabel Indonesia, Loc it. ibid
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
hanya dapat diperoleh bila badan/lembaga penerbit sertifikat dapat secara transparan menyajikan prosedur penilaian yang dilakukan. Banyak badan sertifikasi internasional telah mengembangkan kriteria dan indikator pengelolaan hutam lestari dan secara aktif mengimplementasikan sertifikasi PHPL, antara lain : Rainforest Alliance (Smart Wood), Scientific Certification System (SCS), SGS Forestry and The Soil Association (Woodmark). Selain kayu juga telah dikembangkan sistem sertifikasi untuk produk industri yang akrab lingkungan, antara lain Blue Angel dari Jerman, Green Seal dari Amerika, Ecomark dari Jepang, Europian Flower dari Masyarakat Uni Eropa, Stiching Milieukeur dari Belanda dan White Swan dari negara-negara Skandinavia. 52
B.
Pengertian dan Tipe Ekolabel
1.
Pengertian Ekolabel Ekolabel merupakan salah satu sarana penyampaian informasi yang akurat,
‘verifiable’ dan tidak menyesatkan kepada konsumen mengenai aspek lingkungan dari suatu produk (barang atau jasa), komponen atau kemasannya. Pemberian informasi tersebut pada umumnya bertujuan untuk mendorong permintaan dan penawaran produk ramah lingkungan di pasar yang juga mendorong perbaikan lingkungan secara berkelanjutan. Ekolabel dapat berupa simbol, label atau pernyataan yang diterakan pada produk atau kemasan produk, atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media internet. Selain itu, 52
Lembaga Ekolabel Indonesia, Ekolabel dan Lembaga Ekolabel Indonesia, (Jakarta:2000). Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
informasi yang disampaikan dapat pula lebih lengkap dan mengandung informasi kuantitatif untuk aspek lingkungan tertentu yang terkait dengan produk tersebut Ekolabel dapat dibuat oleh produsen, importir, distributor, pengusaha ‘retail’ atau pihak manapun yang mungkin memperoleh manfaat dari hal tersebut.53 Dunia internasional menggunakan badan-badan resmi untuk menekan apabila negara penghasil kayu masih tidak memperhatikan masalah pelestarian, yakni dengan memboikot penjualan kayu. Informasi kepada konsumen harus memberikan penjelasan tentang tata cara pengambilan bahan baku, pengangkutan ke lokasi industri, proses dalam pabrik, pemakaian produk, dan proses pengolahan limbah secara keseluruhan harus ramah lingkungan atau tidak mencemari lingkungan. Berbeda dengan pelabelan dari produk lainnya, umumnya memberi keterangan tentang bahan yang dipakai (ingredients), petunjuk carapemakaiannya atau sifat produknya, misalnya sifat mudah melapuk (biodegradeble) atau aman bagi kesehatan. Di bidang pertanian, label diberikan bila telah menunjukkan benih dari suatu hasil pengelolaan lapang dengan beberapa kriteria, seperti tidak tercampurnya dengan biji-biji lain, kandungan air, dan daya tumbuh. Ekolabel pada dasarnya terdapat komponen yang meliputi serifikasi, sehingga diharapkan mempunyai akses pasar tinggi atau dapat bersaing. Meskipun label bukan merupakan standar produk yang berhubungan dengan harga, tetapi merupakan
53
Ekolabel, www.menlh.go.id
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
standar untuk mampu memasuki segmen pasar dunia karena saat ini konsumen (negara) telah mempunyai sifat kritis terhadap permasalahan lingkungan. 54
2.
Tipe Ekolabel Dalam prakteknya, secara garis besar ekolabel terdiri dari tiga tipe. Tipe pertama adalah tipe voluntary, multiple criteria based practitioner programs, sedangkan tipe yang kedua adalah tipe self declaration environmental claims dan tipe yang terakhir yaitu tipe quantified product information label.
1.
Ekolabel tipe 1 Jenis ekolabel yang banyak digunakan di dunia sampai saat ini adalah ekolabel tipe 1 yang dilaksanakan oleh pihak ketiga yang independen. Kriteria
pemberian
ekolabel
pada
umumnya
bersifat
multi-kriteria,
berdasarkan pertimbangan pada dampak lingkungan yang terjadi sepanjang daur hidup produk. Setelah melalui proses evaluasi oleh badan pelaksana ekolabel tipe 1, maka pemohon diberi lisensi untuk mencantumkan logo ekolabel tertentu pada produk atau kemasan produknya. Keikutsertaan para pelaku usaha dalam penerapan ekolabel tipe 1 bersifat sukarela. Secara umum, ekolabel tipe 1 terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut: 1. Pemilihan kategori produk dan jasa 2. Pengembangan dan penetapan kriteria ekolabel
54
Arifin Arief, Op.cit, hal 165.
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
3. Penyiapan mekanisme dan sarana sertifikasi, termasuk pengujian, verifikasi dan evaluasi serta pemberian lisensi penggunaan logo ekolabel
2.
Ekolabel tipe 2 Ekolabel tipe 2 merupakan pernyataan atau klaim lingkungan yang dibuat sendiri oleh produsen/pelaku usaha yang bersangkutan. Ekolabel tipe 2 dapat berupa simbol, label atau
pernyataan yang dicantumkan pada produk atau kemasan produk, atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media internet, dll. Contoh pernyataan atau klaim tersebut adalah ‘recyclable’, ‘recycled material’, ‘biodegradable’, ‘CFC-free’, dll. Keabsahan ekolabel tipe 2 sangat dipengaruhi oleh: 1. Metodologi evaluasi yang jelas, transparan, ilmiah, dan terdokumentasi 2.
Verifikasi yang memadai
3.
Ekolabel tipe 3 Ekolabel tipe 3 berbasis pada multi-kriteria seperti pada ekolabel tipe 1, namun informasi rinci mengenai nilai pencapaian pada masing-masing item kriteria disajikan secara kuantitatif dalam label. Evaluasi pencapaian pada masing-masing item kriteria tersebut didasarkan pada suatu studi kajian daur hidup produk. Dengan penyajian informasi tersebut, konsumen diharapkan dapat membandingkan kinerja lingkungan oleh berbagai produk
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
berdasarkan informasi pada label dan selanjutnya memilih produk berdasarkan item kriteria yang dirasakan penting oleh masing-masing konsumen. 55
C.
Tujuan dan Manfaat ekolabel Ekolabel diartikan sebagai kegiatan pemberian label yang berupa simbol,
atribut atau bentuk lain terhadap suatu produk dan jasa. Label ini akan memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk/jasa yang dikonsumsi tersebut sudah melalui proses yang memperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan lingkungan. Secara umum, tujuan sertifikasi ekolabel dapat berupa : 1.
Meningkatkan kepedulian konsumen terhadap hubungan industri dan lingkungan hidup
2. Meningkatkan kualitas lingkungan global 3. Meningkatkan pangsa pasar/daya saing produk 4. Mempromosikan program pengelolaan lingkungan/pengelolaan hutan lestari 5. Meningkatkan keyakinan penerimaan konsumen 6. Menunjukkan bahwa manajemen hutan yang baik dapat melestarikan produksi,ekologi dan sosial. 56 Sedangkan manfaat ekolabel yaitu dapat dimanfaatkan untuk mendorong konsumen agar memilih produk-produk yang memberikan dampak lingkungan yang lebih kecil dibandingkan produk lain yang sejenis. 55
Ekolabel, loc.it Siti Latifah, Sistem Manajemen Llingkungan, http://www.usulibrary.ac.id 56
Lingkungan Untuk MenyongsongEra Ramah
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Penerapan ekolabel oleh para pelaku usaha dapat mendorong inovasi industri yang berwawasan lingkungan. Selain itu, ekolabel dapat memberikan citra yang positif bagi ‘brand’ produk maupun perusahaan yang memproduksi dan/atau mengedarkannya di pasar, yang sekaligus menjadi investasi bagi peningkatan daya saing di pasar. Bagi konsumen, manfaat dari penerapan ekolabel adalah konsumen dapat memperoleh informasi mengenai dampak lingkungan dari produk yang akan dibeli/digunakannya. Karena kepentingan tersebut, konsumen juga memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam penerapan ekolabel dengan memberikan masukan dalam pemilihan kategori produk dan kriteria ekolabel. Penyediaan ekolabel bagi konsumen juga akan meningkatkan kepedulian dan kesadaran konsumen bahwa pengambilan keputusan dalam pemilihan produk tidak perlu hanya ditentukan oleh harga dan mutu saja, namun juga oleh faktor pertimbangan lingkungan. Ukuran keberhasilan ekolabel dapat dilihat dari adanya perbaikan kualitas lingkungan yang dapat dikaitkan langsung dengan produksi maupun produk yang telah mendapat ekolabel. Selain itu, tingkat peran serta dari kalangan pelaku usaha dalam menerapkan ekolabel juga menjadi indikator penting keberhasilan ekolabel. 57
D.
Keterkaitan Ekolabel dalam kerangka Perdagangan GATT/WTO Pada
putaran
terkhir
Uruguay,
mulanya
delegasi
negara-negara
berkembang mengemukakan ketidaksetujuannya atas usul dari Amerika Serikat
57
Ekolabel, http://www.penakayu.blogdrive.com
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
dan Prancis yang mengakaitkan isu lingkungan idup dan hak asasi buruh ke dalam mekanisme perdagangan internasional. “Menurut negara-negara berkembang pada waktu itu, baik isu lingkungan maupun isu hak asasi buruh adalah merupakan masalah sosial yang tidak relevan dengan masalah perdagangan, sehingga menurut mereka tidak selayaknya jika kedua isu tersebut dimasukkan dalam pengaturan tata perdagangan internasional.” 58 Banyak pihak menyadari bahwa ekolabel berpotensi menjadi ‘non-tariff trade barriers’ apabila tidak ada pedoman yang disepakati secara internasional. Berbagai organisasi internasional telah membahas isu ini, termasuk UNEP, WTO, UNCTAD, OECD, UNIDO, dan ISO. Di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini telah muncul berbagai permasalahan dalam perdagangan internasional yang dikaitkan dengan ekolabel. Sebagai contoh: embargo kopi Lampung di Eropa karena isu penanaman kopi di kawasan hutan lindung, pelarangan impor ikan tuna dari Indonesia oleh Amerika Serikat karena isu konservasi penyu, persyaratan ‘oekotex 100’ oleh para pembeli di Eropa untuk produk tekstil, dll. Sebagai salah satu upaya untuk menghindari penggunaan ekolabel sebagai hambatan
dalam
perdagangan
secara
tidak
bertanggungjawab,
ISO
mengembangkan satu seri standar internasional untuk ekolabel, yang menjadi bagian dari standar ISO seri 14000 untuk Manajemen Lingkungan. Pada saat ini, standar ISO untuk ekolabel meliputi: ISO 14020: Prinsip Umum Ekolabel 58
Afifah Kusumadara, Perlindungan Lingkungan Hidup Dalam Perdagangan Internasional, Hukum dan Pembangunan, No.5, Jakarta : Oktober 1995. Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
ISO 14021: Ekolabel Tipe 2 ISO 14024: Ekolabel Tipe 1 ISO/TR 15025: Ekolabel Tipe 3 Semua standar ISO tersebut di atas berisi pedoman yang bersifat sukarela dan tidak bersifat mengikat. Walaupun demikian, beberapa program/pelaksana ekolabel telah mulai upaya harmonisasi dengan pedoman dalam standar ISO tersebut, walaupun pada umumnya belum sepenuhnya tercapai. 59 Dalam perkembangan selanjutnya menjelang berakhirnya negosiasi putaran Uruguay, isu lingkungan berhasil mendapat penagkuan dan menjadi bagian dari Final Act of Uruguay Round. Hal ini sangat kontradiktif dengan isu hak asasi buruh yang tidak berhasil meyakinkan negara-negara putaran Uruguay, sehingga akhirnya harus “tersingkir” dari pengaturan tata perdagangan internasional. Diterimanya isu lingkungan hidup dalam Act of Uruguay Round memang cukup beralasan, mengingat sejak pertama kali GATT disusun pada tahun 1947 isu lingkungan hidup telah dimuat secara eksplisit pada pasal XX GATT tentang General Exception. Aturan dasar dalam pasal XX itu kemudian lebih lanjut dibahas pada Putaran Tokyo yang menghasilkan Agreement on Technical Barriers to Trade yang juga dikenal dengan standar kode, Agreement tersebut lebih disempurnakan lagi pada Putaran Uruguay.
59
Elisa, loc.it
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Melalui Agreement on Technical Barriers to Trade inilah, GATT mengakui keberadaan ISO yang berarti GATT/WTO juga mengakui hubungan perdagangan dengan lingkungan hidup. Ekolabel adalah suatu bentuk standarisasi yang umum digunakan dalam perdagangan internasional dewasa ini. Sikap WTO yang menerima ekolabel sebagai suatu standar umum dalam perdagangan internasional dinyatakan pada Putaran Uruguay tersebut, dengan beberapa persyaratan yaitu transparansi maksimum (Maximum Transparancy), tidak diskriminatif (Non Discrimination), penanganan masalah lingkungan dilakukan dengan pendekatan secara multilateral dan sejauh mungkin berdasarkan standar-standar internasional. Oleh karena itu negara-negara berkembang saat ini, termasuk Indonesia harus bersedia menerima persyaratan ekolabel atas produk-produknya, negaranegara berkembang tidak lagi dapat menuduh bahwa persyaratan ekolabel adalah sebagai bentuk hambatan perdagangan tersembunyi (hidden trade barrier) sebab Putaran Uruguay telah mengakui bahwa perdagangan internasional harus tetap memperhatikan aspek penyelamatan dan perlindungan lingkungan hidup, sebagaimana yang tercantum pada preambule GATT/WTO.
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
BAB IV PERSETUJUAN-PERSETUJUAN GATT 1994 YANG BERKAITAN DENGAN ISU LINGKUNGAN HIDUP
A.
Agreement
On
Establishing
The
World
Trade
Organization
(Persetujuan Tentang Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Dalam preambule persetujuan itu dinyatakan bahwa : “The Parties to this Agreement” Recognizing that their relations in the field of trade and economic and economic endeavour should be conducted with aview to raising standarts of living, ensuring full employment and a large and steadily growing volume of real income and effective demand, and expanding the production of ang trade in goods and services. While allowing for the optimal use of the world’s resources in accordance with objective of sustainable development, seeking both to protect a preserve the environment and to enhance the means for doing so in a manner consistent with their respective needs and concern at different levels of economic development.” (Para pihak pada persetujuan ini Mengakui bahwa hubungan mereka di bidang perdagangan dan ekonomi harus diupayakan guna meningkatkan standar kehidupan, menjamin tersedianya kesempatan dan pertumbuhan secara pesat dan mantap dari volume pendapatan dan permintaan yang nyata, serta memperluas produksi dan perdagangan dalam barang-barang dan jasa-jasa, sambil memanfaatkan secara optimal sumber-sumber
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
dunia sesuai dengan tujuan pembangunan yang berkelanjutan, melindungi dan melestarikan lingkungan hidup dan meningkatkan upaya-upaya dalam melakukan melalui cara-cara yang konsisten dengan kebutuhan dan kepentingan masingmasing sesuai dengan tingkat pembangunan ekonominya). Dari isi preambule di atas dapat dilihat bahwa secara garis besar tujuan dari dijalinnya hubungan antar negara peserta dalam Organisasi Perdagangan Dunia itu adalah: 1. Meningkatkan standar kehidupan (raising standards of living). 2. Menjamin tersedianya kesempatan dan pertumbuhan secara pesat dan mantap dari volume pendapatan dan permintaan yang nyata (ensuring full employment and a large and steadily growing volume of real income and effective demand). 3. Memperluas produksi dan perdagangan dalam barang-barang dan jasa (expanding the production and trade in goods dan services). Dalam rangka mencapai ketiga tujuannya tersebut, maka GATT/WTO mengizinkan dilakukannya pemanfaatan sumber daya dunia yang berupa kekayaan alam di masing-masing negara peserta, sepanjang hal tersebut dilakukan dengan : 1)
Berdasarkan “konsep pembangunan berkelanjutan” (sustainable development). Pengertian tentang konsep pembangunan berkelanjutan itu sendiri tidak di dalam persetujuan-persetujuan GATT maupun di dalam lampiran-lampirannya, oleh karena itu pengertian konsep “pembangunan berkelanjutan” dimaksud dapat disimpulkan mengacu pada agenda 21 Global yang telah diterima dan
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
ditandatangani oleh 179 negara yang berisikan program aksi dunia yang memuat serangkaian stategi untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di bumi ini. Preambule GATT/WTO ini juga menetapkan bahwa untuk merealisir “pembangunan berkelanjutan”, maupun upaya-upaya untuk meningkatkan perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup, masing-masing anggota dapat menginterpretasikannya sendiri sesuai dengan tingkat perekonomiannya.
B.
Agreement On Agriculture (Persetujuan Tentang Pertanian)
a.
Preambule Disusunnya Persetujuan tentang Pertanian ini adalah “sebagai dasar untuk
memprakarsai suatu proses perbaikan dalam perdagangan di bidang pertanian sejalan dengan tujuan perundingan yang telah dikemukakan pada deklarasi di Punta Del Este” (Paragraf I Preambule). Tujuan jangka panjang dari persetujuan ini, sebagaimana yang telah disetujui pada Tinjauan Paruh Masa (Mid-Term Review) Putaran Uruguay adalah “.......untuk membentuk suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar”. Di samping itu proses perbaikan seperti dimaksud di atas “.....harus diprakarsai melalui suatu komitmen perundingan di bidang bantuan dan perlindungan serta dengan memperkuat keberadaaan dan lebih mengefektifkan operasionalisasi peraturan dan disiplin Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan” (paragraf II Prembule). Selanjutnya pada paragraf III Preambule ini disebutkan bahwa :
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
“.......lebih lanjut tujuan jangka panjang di atas adalah untuk menetapkan suatu pengurangan bentuk bantuan dan perlindungan di bidang pertanian yang cukup besar dan progresif, terus-menerus selama jangka waktu yang telah disetujui, yang pada akhirnya dapat mencegah dan memperbaiki pembatas dan distorsi dalam pasar pertanian dunia”. Berdasarkan isi dari ketiga paragraf Prembule tersebut secara ringkas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Persetujuan tentang Pertanian ini adalah: 1) Sebagai dasar untuk memprakarsai suatu proses perbaikan dalam perdagangan di bidang pertanian (“.......to establish a basis for initiating a process of reform of trade in agriculture....”). 2) Membentuk suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar (“....to establish a fair and market-oriented agricultural trading system.........). 3) Mencegah dan memperbaiki pembatas dan distorsi dalam pasar pertanian dunia (“.........preventing restrictions and distortions in world agricultural markets”). Untuk merealisir ketiga tujuannya tersebut, maka negara-negara peserta telah bersepakat untuk mencapai komitmen ikatan khusus (specific binding commitments) dalam area tertentu, sebagaimana diatur dalam Paragraf IV Preambule yang menyatakan: “Committed to achieving specific binding commitments in each of the following areas : market access; domestic support; export competition and to reaching in agreement on sanitary and phytosanitary issues;...........”
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
(Menjanjikan untuk mencapai komitmen ikatan khusus dalam setiap area sebagai berikut : akses pasar; bantuan dalam negeri ; kompetisi ekspor, untuk menjangkau persetujuan dalam isu sanitary dan phytosanitary). Jadi dari paragraf IV tersebut dapat dilihat bahwa negara-negara peserta telah sepakat (di bidang pertanian) untuk mencapai komitmen ikatan khusus dalam beberapa area, dimana isu lingkungan hidup yang berupa sanitary (kebersihan) dan phytosanitary (kesehatan) termasuk di dalamnya. Dalam paragraf VI Preambule Persetujuan Tentang Pertanian ini disebutkan pula bahwa : “Nothing that commitmens under the reform programme should be made in equitable way among all members, having regard to non trade concerns,including food security and the needto protect the environment; having regard to the agreement that special and differential treatment for developing countries is an integral element of the negotiations, and taking into a count the possible negative effects of the implementation of the programme on leastdeveloped and net food importing developing countries”. (Memperhatikan bahwa komitmen yang termasuk dalam program perbaikan harus dibuat melalui kesamaan pendapat diantara semua anggota; mempertimbangkan kepada kepentingan non perdagangan; termasuk keamanan pangan dan kebutuhan untuk perlindungan lingkungan; mempertimbangkan kepada persetujuan bahwa perlakuan khusus dan berbeda untuk negara-negara berkembang adalah suatu elemen terpadu pada negoisasi-negoisasi, dan dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya pengaruh negatif dari penerapan
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
program perbaikan kepada negara-negara belum berkembang yang sangat tergantung pada impor). Paragraf VI Preambule Persetujuan ini telah memberikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh negara-negara peserta dalam mengadakan “program perbaikan”sebagaimana dimaksud dalam persetujuan ini. Adapun syarat-syarat bagi program perbaikan tersebut adalah : 1.
Harus dibuat melalui kesamaan pendapat diantara semua anggota (......the reform programme should be made in an equitable way among all members)
2.
Mempertimbangkan kepada kepentingan non perdagangan (...having regard to non trade concerns)
a.
Keamanan pangan (food security)
b.
Kebutuhan untuk perlindungan lingkungan (“.....the need to protect the environment”)
3.
Mempertimbangkan perlakuan khusus dan berbeda untuk negara-negara berkembang (“.....having regard to the agreement that special and differential treatment for developing countries....”)
4.
Memperhitungkan kemungkinan adanya pengaruh negatif dari penerapan program perbaikan kepada negara-negara belum berkembang yang sangat tergantung pada impor (“....taking into account the possible negative effects of the implementation of the reform programme on least developed & net food importing developing countries”). Hal ini penting untuk membuat keseimbangan antara terwujudnya
pengelolaan lingkungan hidup ayng bersih (sanitary) dan sehat (phytosanitary) di
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
satu sisi, dengan terwujudnya dasar bagi proses perbaikan dalam perdagangan di bidang pertanian di sisi lainnya. b. Batang Tubuh : Part VIII Article 14 : Sanitary and Phytosanitary Measures (Bagian VIII Pasal 14 : Kebijakan Sanitary dan Phytosanitary). Pada pasal 14 diatur bahwa : “Members agree to give effect to the Agreement on the application of Sanitary and Phytosanitary Measures”. (Negara anggota menyetujui berlakunya Persetujuan tentang Aplikasi Kebijakan Kebersihan dan Kesehatan). Pasal 14 di atas merupakan penegasan kembali dari apa yang telah disebutkan sebelimnya dalam Paragraf IV Prembule Persetujuan Pertanian ini. Ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan (aplikasi) dari kebijakan kebersihan dan kesehatan seperti dimaksud dalam pasal ini mengacu pada Persetujuan tentang pelaksanaan Tindakan Perlindungan Kesehatan Manusia, Hewan dan Tumbuhtumbuhan (Agreement on The Application of Sanitary and Phytosanitary Measures). Part VIII Article 20 “Continuation of The Reform Process” (Bagian VIII Pasal 20 “Kelajutan dari Proses Perbaikan”). Negara-negara
peserta
persetujuan
ini
menyadari
bahwa
tujuan
untukmerealisir program perbaikan, membentuk sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar, serta mencegah dan memperbaiki distorsi dalam pasar pertanian dunia memerlukan persiapan yang komprehensif sehingga hal tersebut tidak dapat segera diimplementasikan dalam jangka waktu yang singkat atau memiliki pengaruh dalam hubungan perdagangan pertanian dunia. Rentang
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
waktu atau periode implementasi yang disepakati oleh negra-negara peserta untuk dapat mencapai ketiga tujuannya tersebut adalah 6 tahun terhitung mulai tahun 1995, sebagaimana diatur dalam Bagian I Pasal 1 butir (f) Persetujuan ini, yang menyebutkan : “....implementation period means the six years period commencing in the year 1995, except hat, for the pupposed of Article 13, it means the nine years period commencing in the 1995” (......periode implementasi adalah selama 6 tahunan terhitung mulai tahun 1995 kecuali untuk hal yang dimaksud pada pasal 13 yang berupa Hak Persetujuan untuk hak tersebut berlaku 9 tahunan terhitung mulai tahun 1995). Salah satu faktor yang menjadi bahan pertimbangan bagi negara-negara peserta dalam upaya merealisir tujuan-tujuannya tersebut adalah kenyataan bahwa sejak awal pembentukan World Trade Organization (Organisasi Perdagangan Dunia) terdapat tiga kelompok negara yang memiliki kategori yang berbeda, yakni : 1. Negara peserta yang beraal dari kelompok negara maju (Develop Counrty) 2. Negara peserta yang berasal dari kelompok negara berkembang (Developing Counrty). 3. Negara peserta yang berasal dari kelompok negara belum berkembang (Least develop Country). Negara belum berkembang kategorinya ditentukan oleh PBB (Pasal XI Persetujan Pembentukan OPD). Dengan latar belakang perbedaan kategori seperti di atas, maka programprogram perbaikan yang harus diambil guna mencapai ketiga tujuan itu tidak
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
dapat digeneralisir atau disamaratakan di setiap negara. Atas dasar itulah maka ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan Pertanian ini (termasuk Preambule) memberi pengecualian-pengecualian dan perlakuan-perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang dan negara-negara belum berkembang. Secara rinci pengaturan tentang perlakuan yang khusus dan berbeda itu (Special and Different Treatment) dapat dilihat pada bagian IX Pasal 15 yang menyatakan bahwa : 1. “In keeping with the recognition that differential and more favourable treatment for developing country members is an integral part of the negotiation, special and differential as set out in the relevant provision of this agreement and embodised in the schedules of concessions and commitments. 2. Developing country members shall have the flexibility to implement reduction commitments over a period of up 10 years. Least –develop counrty members shall not be required to understake reduction commitments.” (1. Sesuai dengan pengakuan bahwa perlakuan yang berbeda dan lebih menguntungkan negara anggota dari negara berkembang adalah bagian integral dari negosiasi, perlakuan khusus dan berbeda yang sesuai dengan komitmennya dapat diterapkan sebagaimana yang dikemukakan pada ketentuan yang sejalan dengan itu pada Persetujuan ini serta melekat pada daftar konsesi dan komitmen. 2.
Negara anggota dari negara berkembang memiliki fleksibilitas dalam mengimplementasikan komitmen pengurangan tidak perlu dilaksanakan oleh negara yang belum berkembang).
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Selanjutnya dalam Bagian X Pasal 16 ayat (1) diatur bahwa negara maju juga harus mempertimbangkan pengaruh negatif dari program perbaikan terhadap negara-negara yang belum berkembang dan negara berkembang. Jadi dapat dilihat bahwa untuk mencapai maksud dari Persetujuan Pertanian ini diperlukan hal-hal sebagai berikut : • Perlakuan yang khusus dan berbeda bagi negara-negara belum berkembang dan negara-negara berkembang. • Jangka waktu yang cukup sebagai suatu proses yang berkesinambungan. • Memperhatikan dan mengevaluasi faktor-faktor terkait lainnya sehingga akhirnya perlu diadakan waktu komitmen lanjutan. Berkaitan dengan hal tersebut Bagian XIII Pasal 20 tentang “ Kelanjutan dari proses perbaikan” (Part XIII Articles 20 “Continuation of The Reform Process”) mengatur bahwa : “Recognizing that long-term objective of substantial progressive reduction in support and protection resulting in fundamental reform is an going process. Members agree that negotiations for continuiting the process will be initiated one year before the end of the implementation period, taking into account : (a) The experience to that date from implementing the reduction commitments; (b) The effects of the reduction commitments on world trde in agriculture: (c) Non-trade concerns, special and differential treatment to the developing country members, and the objective to establish a fair and market oriented agricultural trading system, and the other objectives and concerns mentioned in the preambule to this Agreement; and
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
(d) What further commitments are necesarry to achieve the above mentioned long term objective”. (Menyadari bahwa tujuan jangka panjang dari pengurangan secara progresif terhadap perlindungan dan bantuan untuk menghasilkan perbaikan yang mendasar merupakan proses yang berkesinambungan. Negara-negara anggota setuju bahwa perundingan untuk melanjutkan proses akan dilaksanakan 1 tahun sebelum periode akhir implementasi, dengan memperhitungkan : (a) Pengalaman sampai saat itu dari implementasi komitmen pengurangan. (b) Pengaruh komitmen pengurangan terhadap perdagangan pertanian dunia (c) Sehubungan dengan non perdagangan, perlakuan khusus dan berbeda kepada negara berkembang dan tujuan untuk membentuk suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar, serta tujuan dan pertimbanganpertimbangan lainnya sebagaimana disebutkan dalam pembukaan Persetujuan ini; dan (d) Komitmen lebih lanjut diperlukan untuk mencapai tujuan jangka panjang sebagaimana tersebut di atas). Dari pasal 20 point (c) tersebut dapat diketahui bahwa masalah non perdagangan merupakan salah satu hal yang harus diperhitungkan dalam perundingan 1 tahun dalam periode akhir implementasi. Kalimat yang menyatakan :”....the other objectives and concerns mentioned in the preambule to this Agreement....”(...tujuan-tujuan dan pertimbangan-pertimbangan lain
yang
disebutkan dalam preambule Persetujuan ini.....), dapat diinterpretasikan sebagai kesungguhan dari negara-negara peserta untuk tetap memperhatikan dan
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan upaya perlindungan lingkungan hidup, sebab jika dilihat lebih lanjut salah satu pertimbangan mendasar yang dimuat dalam preambule persetujuan ini adalah masalah kebutuhan akan perlindungan lingkungan hidup. Pada ketentuan final dari Persetujuan Pertanian ini, yakni pasal 21 ayat (2) diebutkan bahwa : “The Annexes to this Agreement are hereby made an integral part of this Agreement” (Lampiran-lampiran Persetujuan ini dibuat sebagai bagian integral dari persetujuan ini). Dengan demikian hal-hal yang dimuat
dalam lampiran-lampiran
Persetujuan ini khususnya yang bertalian dengan masalah lingkungan hidup juga harus dibahas lebih lanjut agar diperoleh pemahaman yang komprehensif dan integral. Annex 2 : Domestic Support : The Basis for Exemption from reduction Commitments (Lampiran 2 : Bantuan Dalam Negeri : Dasar-dasar Pengecualian dari komitmen pengurangan). Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa untuk mencapai ketiga tujuan dari Persetujuan Pertanian ini dibutuhkan beberapa hal, yaitu : • Perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang dan belum berkembang. • Jangka waktu/periode implementasi yang cukup. • Memperhatkan dan mengevaluasi faktor-faktor terkait lainnya. Berkenaan dengan hal yang disebut terakhir ini, maka negara-negara peserta telah sepakat bahwa ternyata ada beberapa kebijakan nasional yang tidak
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
dapat dikenakan komitmen pengurangan. Untuk itu Lampiran-2 ini memberikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh negara-negara peserta dalam mengambil kebijaksanaan nasional seperti yang dimaksud. Adapun syarat-syarat tersebut yang merupakan dasar-dasar pengecualian dari komitmen pengurangan itu adalah sebagai berikut: 1.
“Kebijaksanaan yang tidak atau paling minimal besar distorsinya atas perdagangan atau dampaknya atas produksi. Kriteria-kriteria pokok untuk hal tersebut :
a)
Kebijaksanaan bantuan yang dituntut seharusnya diberikan melalui programprogram pemerintah yang didanai masyarakat yang tidak termasuk transfer dari konsumen; dan (the support in question shall be provided through a publicly funded government programme including govenment revenue forgone, not involving transfer from consumers; and).
b) Kebijaksanaan bantuan yang dituntut seharusnya tidak berdampak terhadap tersedianya bantuan harga pada produsen ditambah kriteria dan kondisi khusus seperti kebijaksanaan program pelayanan pemerintah (the support in question shall not have the effect of providing price support to producers). 2.
Pelayanan Umum (General Services)
3.
Penimbunan stok masyarakat untuk tujuan keamanan pangan (Public Stock holding for good security purposes).
4.
Bantuan Pangan Domestik (Domestic food aid)
5.
Pembayaran langsung kepada produsen (Direct payments to producers)
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
6.
Bantuan pendapatan pada petani yang tidak mempengaruhi produksi (Decoupled income support).
7.
Partisipasi pemerintah dalam masalah keuangan pada program-program asuransi pendapatan dan program jaminan pendapatan (Government financial participation in income insurance and income safety-net programmes).
8.
Pembayaran (dibayarkan baik langsung atau melalui partisipasi Pemerintah dalam pendanaan pada skema asuransi tanaman) untuk pertolongan bencana alam (Payments; made either directly or by way of government financial perticipation in crop insurance schemes, for relief from natural disasters).
9.
Bantuan penyesuaian struktural yang diberikan melalui program-program pensiunan sumber daya (Structural adjustment assistance provided through producer refirement programmes).
10. Bantuan penyesuaian struktural yang disajikan melalui program-program pensiunan sumber daya (Structural adjustment assistance provided through resource refirement programmes). 11. Bantuan penyesuaian struktural yang didasarkan melalui bantuan investasi (Structural adjustment assistance provided through investment aids). 12. Pembayaran
program-program
lingkungan
hidup
(Payments
under
environmental programmes). 13. Pembayaran Program-program bantuan regional (Payments under regional assistance programmes).
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Dari seluruh kebijaksanaan Nasional yang memperoleh pengecualian atas komitmen pengurangan tersebut, maka terdapat kebijaksanaan Nasional yang pengaturannya bertalian dengan masalah lingkungan hidup. Kedua kebijaksanaan Nasional tersebut dalam Lampiran-2 Persetujuan diatur sebagai berikut : 1) “ General Services Policies in this category involve expenditures (or revenue forgone) in relation to programmes which provide services or benefits to agriculture or the rural community. They shall not involve direct payments to producers or processors. Such programmes, which include but are not restricted to the following list, shall meet the general criteria in paragraph 1 above and policy-specific conditions where set out bellow: a) Research, including general research, research in connection with environmental programmes, and research programmes relating to particular products; b) Pest and disease control, including general and product-specicif pest and disease control measures, sucg as early- warning system, quarantine and eradication; c) Training services, including the provisions of means to facilitate the transfer of information and the results of research to producers and consumers; d) Extension and advisory services, including the provisions of means to facilitate the transfer of information and the results of research to producers and consumers;
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
e) Inspection services, including general inspection servicesand the inspection of particular products for health, safety, grading or standarization purposes; f)
Marketing and promotion services, including market information, advice and promotion relating to particularproducts but excluding expenditure for unspecified purposes that could be used by sellers to reduce their selling price or confer a direct economics benefit to purchasers;
g) Infrastuctural services, including : electricity reticulation, roads and other means of transport, market and port facilities, water supply facilities, dams,and drainage schemes, and infrastuctural works associated with environmental programmes. In all cases the expenditure shall be directed to the provision o constuction of capital works only, and shall exclude the subsidized provision of on-farm facilities other than for the reticulation of generally available public utilities. It shall not include subsidies to inputs or operating costs, or preferential user charges” (Pelayanan Umum Kebijaksanaan-kebijaksanaan
dalam
kategori
ini
termasuk
pengeluaran yang berkaitan dengan program penyediaan pelayanan atau keuntungan kepada sektor pertanian atau mastarakat pedesaan. Kebijaksanaan tersebut seharusnya tidaktermasuk pembayaran langsung kepada produsen atau pengolah hasil pertanian. Program-program seperti itu yang termasuk, akan tetapi tidak dilarang adalah sebagai berikut: seharusnya memenuhi
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
kriteria dalam alinea 1 dia atas dan bilamana kebijaksanaan tersebut memenuhi kondisi khusus yang tercantum di bawah : (a) Penelitian termasuk penelitianumum, penelitian yang berhubungan dengan program lingkungan hidup, dan program-program penelitian yang berkaitan dengan produk-produk tertentu. (b) Pengendalian hama dan penyakit, termasuk kebijaksanaan pengendalian hama dan penyakit produk khusus, seperti sistem peringatan awal, karantina dan pemberantasan. (c) Pelayanan kursus, termasuk fasilitas kursus spesialis maupun umum (d) Pelayanan penyuluhan dan penasehat, termasuk peraturan sebagai bekal transfer informasi dan hasil penelitian kepada produsen dan konsumen (e) Pelayanan inspeksi, termasuk pelayanan inspeksi umum dan inspeksi produkproduk tertentu untuk tujuan kesehatan/keamanan dan standarisasi. (f) Pelayanan pasar dan promosi, termasuk informasi pasar, penasehat dan promosi yang berkaitan dengan produk-produk tertentu tetapi di luar pengeluaran untuk tujuan-tujuan yang mengurangi harga penjualannya atau memberikan keuntungan ekonomi langsung kepada pembeli, dan (g) Pelayanan infrastruktur, termasuk retikulasi yang berkaitan dengan pelistrikan, jalan dan angkutan lainnya, fasilitas pasar dan pelabuhan, fasilitas pemasok air, skema bendungan dan drainase dan pekerjaan-pekerjaan lingkungan hidup. Dalam
segala hal pengeluaran seharusnya ditujukan pada kebutuhan atau
konstruksi pada pekerjaan pusat dan seharusnya tidak termasuk ketentuan subsidi pada fasilitas di luar pertanian selain daripada yang diperuntukkan
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
retikulasi yang disediakan untuk manfaat umum. Hal itu, seharusnya tidak termasuk subsidi input atau biaya operasi atau pungutan-pungutan preferensi pengguna).
C.
Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measure (Persetujuan tentang Pelaksanaan Tindakan Perlindungan Kesehatan Manusia dan Tumbuh-tumbuhan)
a. Preambule Ada dua elemen yang dapat ditarik dari materi Prembule Persetujuan ini, yaitu : 1. Perlunya perlindungan kehidupan dan kesehatan terhadap manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan; 2. Pengakuan akan kedaulatan yang dimiliki oleh masing-masing negara peserta dalam mengimplementasikan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berupa penegakan peraturan-peraturan yang perlu untuk melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan, sepanjang hal tersebut bukan merupakan restriksi terselubung terhadap perdagangan internasional. Komitmen untuk memberi perlindungan terhadap kehidupan dan kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan itu tercantum pada paragraf I dan II preambule ini. Pada paragraf I secara tegas disebutkan bahwa :”....no Member should be prevented from adopting or enforcing measures necesaary to protct human, aniamal or plantlife or health”. (tidak ada anggota yang harus
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
dihalangi untuk menetapkan dan menegakkan peraturan-peraturan yang perlu untuk melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhtumbuhan). Selanjutnya pada paragraf II komitmen tersebut kembali ditegaskan dengan menyatakan : “Desiring to improve the human health, animal health and phytosanitary situation in all members”. (menginginkan untuk meningkatkan kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan si semua Angggota). Paragraf I Preambule tersebut sekaligus merupakan pengakuan akan kedaulatan yang dimiliki oleh masing-masing negara anggota untuk menegakkan peraturan-peraturan yang diperlukan untuk melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewa dan iumbuh-tumbuhan dalam batas yurisdiksinya, namun hal tersebut harus didasarkan pada itikad baik sehingga bukan merupakan bentuk restriksi terselubung perdagangan, seperti dimaksud pada bagian akhir paragraf I : ”.........these measure are not applied in a manner which would constitute a means of arbitrary or unjustifiablle discrimination between members where the same conditions prevail or a disguised restriction on international trade”. (peraturanperaturan ini dilaksanakan dengan cara yang akan merupakan baik bentuk diskriminasi semena-mena dan yang tidak dapat dibenarkan antara para anggota dimana terdapat keadaan yang sama, maupun bentuk restriksi terselubung terhadap perdagangan internasional). Prembule ini sebagai suatu kesepakatan perdagangan internasional yang berskala global, sebenarnya memiliki kepentingan lain di balik tujuan
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
perlindungan kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan tersebut,yakni mencegah timbulnya dampak atau pengaruh negatif dari masalah-masalah perlidungan itu terhadap kelancaran hubungan perdagangan internasional (seperti yang dimaksud pada bagian akhir paragraf I Prembule ini). Paragraf I tersebut di satu sisi memang memberi pengakuan akan “kedaulatan” masing-masing Anggota untuk mengambil kebijaksanaan (tindakantindakan) yang diperlukan untuk melindungi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan dalam batas yurisdiksinya, namun di sisi lain pada bagian akhir paragraf I tersebut ternyata kedaulatan itu disertai dengan syarat untuk tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap perdagangan. Permasalahan akan timbul manakala suatu negara menganggap perlu untuk mengambil kebijaksanaan perlindungan tersebut, sedang bagi anggota-anggota lain (khususnya ayng berkepentingan) kebijaksanaan tersebut mungkin saja menimbulkan kecurigaan karena dianggap lebih sebagai suatu bentuk restriksi terselubung dalam perdagangan internasional. Apabila hal tersebut di atas benar-benar terjadi maka jalan tengah yang harus ditempuh antara lain adalah : Anggota yang mengambil kebijaksanaan perlindungan tersebut harus mengajukan fakta-fakta yang dapat dibuktikan secara ilmiah. Ketentuan tentang masalah ini tidak dapat ditemui dala Preambule, namun pengaturannya dapat dilihat pada pasal 2 ayat (2) Persetujuan ini. b. Batang tubuh : Article 3 : Harmonization (Pasal 3 : Harmonisasi) Selain upaya untuk mengajukan “bukti ilmiah” yang cukup seperti diatur dalam pasal 2 ayat (2), maka upaya lain yang disepakati dalam Persetujuan ini
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
untuk mengantisipasai terjadinya perbedaan persepsi atas “hak untuk mengambil tindakan-tindakan perlindungan”(pasal 2 ayat (1) Persetujuan ini) adalah dengan jalan “......melakukan harmonisasi tindakan-tindakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan secara luas dimana tindakan-tindakan tersebut sejauh mungkin
harus
didasarkan
pada
standar,
pedoman
atau
rekomendasi
internasional” (Pasal 3 ayat (3) Persetujuan ini). Lebih lanjut pada ayat (2) pasal ini diatur bahwa :”....standar, pedoman atau rekomendasi internasional tersebut dianggap konsisten dengan ketentuanketentuan dalam Persetujuan ini dan dalam Persetujuan Umum Tarif dan Perdagangan 1994”. Jika dikaitkan dengan ketentuan pasal 2 makadapat disimpulkan bahwa tindakan perlindungan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti yang dimakud dalam persetujuan ini harus didasarkan pada kondisi-kondisi sebagai berikut : 1. Tindakan itu tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam persetujuan ini, seperti diatur dalam pasal 2 (1) 2. Tindakan perlindungan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan itu hanya dilakukan sejauh diperlukan dan disertai dengan bukti ilmiah yang cukup seperti diatur pada pasal 5 (7) (pasal 2 (2) persetujuan ini). 3. Tindakan perlindungan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan itu tidak menimbulkan diskriminasi semena-mena atau tidak beralasan serta bukan merupakan restriksi terselubung terhadap perdagangan internasional. (pasal 2 (3) persetujuan ini).
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
4. Tindakan perlindungan manusia, hewan da tumbuh-tumbuhan itu harus disertai dengan
kewajiban-kewajiban
Anggota
menurut
ketentuan-ketentuan
Persetujuan Umum Tarif dan Perdagangan 1994 mengenai tindakan-tindakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan terutama ketentuanketentuan dalam Pasal XX (b). (Pasal 2 (4) persetujuan ini). 5. Tindakan perlindungan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan ini harus dilakukan berdasarkan standar, pedoman atau rekomendasi internasional yang ada. (pasal 2 ayat (1) persetujuan ini). 6. Tingkat perlindungan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan di suatu negara yang lebih tinggi dari tingkat standar, pedoman atau rekomendasi internasioanl harus dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan tidak menyimpang dari setiap ketentuan lain dalam persetujuan ini.(pasal 3 ayat (3) persetujuan ini). Article 4 : Equivalence (Pasal 4 : Kesepadanan) “Kesepadanan” yang dimaksud dalam pasal 4 ini terkait denagn “Hak” yang dimiliki oleh tiap Anggota guna mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhtumbuhan sebagaimana diatur dalam pasal 2 persetujuan ini. Dengan adanaya pengakuan “Hak” tersebut pada tiap Anggota maka masing-masing Anggota harus menghormati tindakan-tindakan perlindungan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan yang diambil oleh Anggota lainnya : “.......as equivalent, even if these measures different from their own or from those used by otherMembers trading in the same products, if the exporting Member objectively demonstrates to the importing Members that its measures
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
achieve the importing Member’s appropriate level of sanitary or phytosanitary protection. For these purpose, reasonable access shall be given, upon request, to the importing Member for inspection, testing and other relevant procedures”. (sebagai tindakan sepadan, meskipun tindakan ini berbeda dengan tindakan merekasendiri atau dengan tindakan yang digunakan oleh para Anggota lain yang berdagang dalam produk yang sama, jika Anggota pengekspor menujukkan pada Anggota pengimpor secara objektif bahwa peraturannya mencapai tingkat perlindungan kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan yang layak bagi negara Anggota pengimpor tesebut. Untuk tujuan ini, Anggota pengimpor harus diberikan akses yang sewajarnya atas permintaan untuk mengadakan pemeriksaan, pengujian dan prosedur lain yang relevan). Seperti diatur dalam pasal 4 ayat 1 Persetujuan ini. Dari ketentuan pasal 4 ayat 1 tersebut, terlihat adanya kewajibankewajiban Anggota pengekspor untuk : - Menunjukkan kepada Anggota pengimpor secara objektif bahwa “tindakantindakan perlindungan” yang diambilnya telah cukup layak bagi Anggota pengimpor. - Selanjutnya memberikan akses sewajarnya atas permintaan Anggota pegimpor untuk pemeriksaan, pengujian dan prosedur lain yang relevan. Dalam rangka memenuhi kewajiaban pertama di atas, maka Anggota pengekspor antara lain harus : - Menggunakan prinsip-prnsip ilmiah dan bukti ilmiah yang cukup (pasal 2 ayat (2) persetujuan ini).
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
- Mendasarkan tindakan-tindakannya pada standar, pedoman atau rekomendasi internasional (pasal 3 ayat (1) persetujuan ini). - Memenuhi kewajiban-kewajiban seperti diatur dalam persetujaun GATT/WTO mengenai tindakan-tindakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan, terutama pasal XX (b) (pasal 2 ayat (4) persetujuan ini). Annex A : Definitions (Lampiran A : Defenisi) Sebelumnya baik di dalam Preambule maupun dalam batang tubuh Persetujuan ini tidak ditemui ketentuan yang menjelaskan pengertian tentang “Tindakan Perlindungan Kesehatan Manusia, Hewan dan Tumbuh-tumbuhan” (sanitary or phytosanitary measure). Pasal 1 yang merupakan Ketentuan Umum dalam persetujuan ini juga secara tidak langsung memberi defenisi dari “Tindakan Perlindungan Kesehatan Manusia, Hewan dan Tumbuh-tumbuhan” tersebut hanya saja dalam ayat (2) ditetapkan bahwa : “For the purposes of this Agreement, the definitions provided in Annex A shall apply” (Untuk keperluan Perserujuan ini, defenisi yang berlaku adalah yang disajikan dalam Lampiran A). Selanjutnya ayat (3) memberi penegasan bahwa :”The Annexes are an integral part of this Agreement” (Lampiran-lampiran Persetujuan ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Persetujuan ini). Dalam pasal 1 ayat (1) Lampiran A Persetujuan ini dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan : “Sanitary or phytosanitary measure : - Any measure applied :
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
(a) To protect animal or plant life or health within the territory of Member from risks arising from the entry, estabilshment or spread of pests, disease, disease-carrying organism or disease-causing organism; (b) To protect human or animal life or health within the teritory of the Member from risks arising from the additives, contaminants, toxins or disease-causing organism in foods, beverages or feedstuffs; (c) To protect human life or health within the teritoryof the Member from risks arising from disease carried by animals, plants or product thereof, or from the entry, establishment or spread of pests; or (d) To prevent or limit other damage within the teritory of the Member from the entry, establishment or spread of pests. Sanitary or phytosanitary measures include all relevant laws, decrees, regulations, requirement and procedures including, inter alia, ang product criteria; processes and production methods; testing, inspection, certification and approval procedures; quarantine treatments including relevant requirement associated with the transport of animals or plants, or with the materials necessary for their survival during transport; provisions on relevant statistical methods, sampling procedures and methods of risk assesment; and packaging ang labelling requirements directly related o food safety”. (Tindakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan : - Setiap tindakan diterapkan untuk : (a) Melindungi kehidupan atau kesehatan hewan atau tanaman dalam wilayah Anggota dari resiko yang timbul dari masuknya, pembentukan atau
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
penyebaran hama penyakit, organisme pembawa penyakit atau organisme penyebab penyakit; (b) Melindungi kehidupan atau kesehatan manusia atau hewan dalam wilayah Anggota dari resiko yang timbul dariaditif, kontaminan (zat-zat yang mencemarkan), toksin atau organisme penyebab penyakit yang terkandung dalam makanan, minuman atau bahan pakan ternak; (c) Melindungi kehidupan dan kesehatan manusia dalam wilayah Anggota dari risiko yang timbul dari penyakit yang dibawa hewan, tanaman atau produknya, atau dari masuknya, pembentukan atau penyebaran hama; atau (d) Mencegah atau membatasi kerugian lain dalam wilayah Anggota yang timbul dari masuknya, pembentukan atau penyebaran hama. Tindakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan mencakup semua undang-undang, surat keputusan, peraturan-peraturan, persyaratan dan prosedur yang relevan, termasuk antara lain,kriteria produk jadi; proses dan metode produksi; proses pengujian, pemeriksaan, pengesahan kelayakan dan persetujuan; perlakuan karantina termasuk persyaratan relevan yang berhubungan dengan pengangkutan hewan dan tanaman, atau material yang perlu agar mereka tetap hidup selama diangkut, ketentuan tentang metode statistik yang relevan, prosedur pengambilan contoh dan penelitian risiko; dan persyaratan pengemasan dan pemberian label yang langsung berhubungan dengan keamanan makanan). Berdasarkan defenisi tersebut,dapat ditarik 4 subjek “Tindakan Kesehatan” itu yakni : 1) Manusia
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia dari dari aditif kontaminan (zat-zat yang mencemarkan), toksin maupun penyakit yang dibawa hewan, tumbuhtumbuhan atau produknya. 2) Hewan Pada catatan kaki lampiran A ini diterangakan bawa pengertian hewan termasuk ikan dan hewan liar. Di sini “Tindakan Kesehatan” tersebut ditujukan unutk melindungi kesehatan hewan dari penyebaran hama, penyakit, organisme penyebab penyakit serta melindungi resiko yang timbul dari aditif, kontaminan dan toksin. 3) Tumbuh-tumbuhan Seperti pengertian “hewan”, maka pegertian “tumbuh-tumbuhan” juga disebutkan dalam catatan kaki Lampiran A ini, yaitu “tumbuh-tumbuhan” yang didalamnya termasuk hutatn dan tanaman liar. Di sini tujuan dari “Tindakan kesehatan” tersebut adalah melindungi tumbuh-tumbuhan dari penyebaran hama. 4) Negara Masuknya manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan sebagai subjek “Tindakan kesehatan” serta adanya kalimat yang menyebutkan “.......dalam wilayah Anggota........”, pada akhirnya secara tidak langsung akan melibatkan negara sebagai subjek dari “Tindakan Kesehatan” tersebut. Satu hal yang menjadi catatan sehubungan dengan masalah ini adalah tidak ditemuinya defenisi tentang lingkungan hidup dalam persetujuan GATT 1994 tersebut (meskipun diketahui Persetujuan ini antara lain sebagi rincian
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
dari pasal XX (b)), padahal “Tindakan Kesehatan Manusia, Hewan dan Tumbuh-tumbuhan” yang diautur di dalamnya lebih tepat disebut sebagai tindakan perlindungan lingkungan hidup. Kalimat dan defenisi dari “Tindakan Kesehatan Manusia, Hewan dan Tumbuh-tumbuhan” tersebut denagn sendirinya telah dibatasi maksud dan esensi dari tindakan itu, sedangkan isu-isu lingkungan hidup saat ini (termasuk yang berkaitan dengan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhtumbuhan) terus berkembang dalam segala bentuk maupun dampakya. Di samping itu perlu digaris bawahi bahwa di dalam Prembule Persetujuan Pembentukan OPD sebelumnya telah ditetapkan bahwa untuk merealisir salah satu tujuannya yakni ”memperluas produksi dan perdagangan dalm barang-barang dan jasa, ambil memanfaatkan seoptimal mungkin sumber-sumber dunia.......” perlu keelarasan dengan tujuan pembangunan yang berkelanjutan serta dengan “tetap melindungi dan melestarikan lingkungan hidup”. Unsur-unsur “melindungi dan melestarikan lingkungan hidup” itulah yang seharusnya tepat untuk dijabarkan lebih lanjut dalam Persetujuan ini, khususnya yang menyangkut aktivitas perdagangan internasional. Apabila Persetujuan tentang Pelaksanaan Tindakan Perlindungan Kesehatan Manusia, Hewan dan Tumbuh-tumbuhan ini dibandingkan dengan tiga (3) Persetujuan lainnya, yakni : Persetujuan Tentang Pembentukan OPD, Persetujuan Tentang Pertanian dan Persetujuan tentang Hambatan Teknis Dalam Perdagangan, maka akan diketahui bahwa ternyata Persetujuan yang
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
mengatur perlindungan bagi manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan ini justru merupakan satu-satunya Persetujuan yang tidak memuat istilah “perlindungan lingkungan hidup” sehingga hal ini menimbulkan kesan yang rancu dan tidak konsisten. Pada bagian akhir pasal 1 Lampiran A Persetujuan ini dapat dilihat bahwa “Tindakan Kesehatan Manusia, Hewan dan Tumbuh-tumbuhan” itu mencakup semua Undang-undang, Surat keputusan, peraturan-peraturan, persyaratan dan prosedur yang relevan, dan lain-lain.
D.
Agreement On Technical BarriersTo Trade (Persetujuan Tentang Hambatan Teknis Dalam Perdagangan)
a.
Preambule Diadakannya Persetujuan ini adalah didasarkan pada tujuan untuk
“mendorong berkembangnya standar internasional dan sisitem pengkajian kesesuaian” seperti yang disebutkan dalam paragraf IV. Hal tersebut penting sebab diakui dapat meningkatkan efisiensi produksi sekaligus melancarkan pelaksanaan perdagangan internasional.meskipun demikian, peraturan teknis dan standar itu tidak sampai menjadi hambatan yang tidak perlu dalam perdagangan internasional. Sebagaimana halnya dengan Persetujuan sebelumnya (Persetujuan tentang Pelaksanaan Tindakan Perlindungan Kesehatan Manusia, Hewan dan Tumbuhtumbuhan) maka persetujuan ini juga mengatur isu lingkungan hidup, bahkan dalam Persetujuan ini dijumpai kalimat “perlindungan lingkungan hidup”,
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
sehingga meskipun Persetujuan ini sebenarnya mengatur masalah standar atau peraturan teknis namun dalam isu lingkungan lingkungan hidup Persetujuan ini lebih tegas penyebutannya jika dibandingkan dengan Persetujuan sebelumnya, yang justru sama sekali tidak menyebutkan secara langsung pentingnya perlindungan lingkungan hidup. Dalam Persetujuan ini kesadaran akan pentingnya perlindungan hidup dicantumkan pada paragraf VI dimana disebutkan : “Recognizing that no country should be prevented from taking measures necessary to ensure the quality of its exports, or for the protection of human, animal practises, at the levels it considers appropriate, subject to requirment that they are not applied in a manner which would constitute a means of arbitrary or unjustifiable discriminations between countries where the same conditions prevail or a disguised restriction on international trade, and are other wise in accordance with the provisions of this agreement”. (Mengakui bahwa tidak boleh ada negara yang dihalangi dalam membuat aturan yang diperlukan untuk menjamin mutu ekspornya, atau untuk perlindungan kehidupan dan kesehatan manusia, hewan atau tumbuh-tumbuhan,perlindungan lingkungannya atau untuk pencegahan praktek yang menyesatkan, pada tingkat yang dianggap layak, dengan syarat bahwa hal tersebut tidak dilakukan dengan cara yang merupakan diskriminasi yang tidak tetap, atau tidak tepat antar negara dimana berlaku kondisi yang sama, atau sarana pembatasan tersamar dalam perdagangan internasional, dan sebaiknya mengikuti ketentuan dalam persetujuan ini).
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Pada bagian awal paragraf VI tersebut, terlihat adanya pengakuan penuh akan “kedaulatan” masing-masing Anggota untuk membuat aturan-aturan yang diperlukan antara lain untuk perlindungan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan serta
perlindungan
lingkungannya,
namun
ternyata
pada
bagian
akhir
“kedaulatan” itu masih disertai dengan sejumlah persyaratan seperti tersebut di atas. Jadi pengakuan akan “kedaulatan” yang berkaitan dengan isu lingkungan hidup, baik dalam Persetujuan ini maupun dalam Persetujuan sebelumnya, masih disertai dengan sejumlah persyaratan sehingga hal tersebut dapat diinterpretasikan secara sempit oleh pihak-pihak atau Anggota yang berkepentingan di atasnya. Dari perspektif lingkungan hidup, dampak konkrit yang mungkin timbul dari persyaratan-persyaratan itu adalah terbatasnya kedaulatan negara untuk melaksanakan tindakan-tindakan perlindungan lingkungan hidup yang dalam skala nasional dianggap perlu. b. Batang tubuh : Article 2 : Preparation, Adoption and Application of Technical Regulation by Central Governments Bodies (Pasal 2 : Penyusunan, Penetapan dan Penerapan Peraturan Teknis oleh badab-badan pemerintah Pusat). Ayat (1) pasal ini merupakan penegasan tentang syarat untuk tidak melakukan “diskriminasi” seperti yang dimaksud dalam Preambule, yakni: “...produk yang diimpor dari wilayah setiap Anggota harus diberikan perlakuan yang tidak kurang menguntungkan ketimbang perlakuan yang diberikan kepada produk nasioanal serupa, dan produk serupa yang berasal dari negara lain”.
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Selanjutnya pada ayat (2) kembali ditekankan agar peraturan teknis dimaksud tidak boleh mengahambat perdagangan internasional kecuali untuk memenuhi tuuan-tujuan yang syah, yakni antara lain : “.....persyaratan keamanan nasional, pencegahan praktek yang menyesatkan, perlindungan kesehatan atau keselamatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan atau lingkungan hidupnya”. Untuk dapat memenuhi kriteria sebagai tujuan yang syah, maka antara lain diperlukan informasi ilmiah dan teknis. Jadi disini Anggota harus menjamin bahwa peraturan teknis yang dibuatnya bukan sebagai hambatan dalam perdagangan internasional, kecuali apabila peraturan teknis itu antara lain digunakan sebagai sarana untuk perlindungan lingkungan hidup. Untuk membuktikan bahwa peraturan teknis itu memang digunakan sebagai perlindungan lingkungan hidup maka Anggota yang bersangkutan harus menyediakan informasi ilmiah dan teknis.
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Pembentukan WTO tidak terlepas dari pembahasan kaitan antara sisi perdagangan bebas dan lingkungan. Sebagai salah satu bentuk nyata dari upaya perlindungan lingkungan terhadap aktivitas perdagangan internasonal dibuatlah suatu standar yang dikenal dengan istilah International Standard Organization (ISO). ISO adalah badan standarisasi internasional yang diakui oleh GATT/WTO, khususnya dalam Persetujuan Tentang Hambatan Teknis Perdagangan. 2) Ekolabel adalah bentuk standarisasi umum yang digunakan dalam perdagangan internasional dewasa ini. Sikap WTO yang menerima ekolabel sebagai suatu standar umum dalam perdagangan internasional dinyatakan pada Putaran Uruguay tersebut, dengan beberapa persyaratan yaitu transparansi maksimum (maximum transparancy), tidak diskriminatif (Non discrimination),
penanganan
masalah
lingkungan
dilakukan
dengan
pendekatan secara multilateral dan sejauh mungkin berdasarkan standarsatndar internasional. 3) Isu lingkungan hidup sudah diakomodasi dlm persetujuan WTO antara lain: Agreement
Establishing
the World
Trade Organization,
Agreement
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Establishing the World Organization, Agreement on Agriculture, Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measure, Agreement on Technical Barrier to Trad. Namun WTO harus tetap memperhatikan normanorma hukum Lingkungan internasional lainnya.
2. Saran 1. Sertifikasi ekolabel memerlukan biaya yang mahal. Untuk itu
harus
dipikirkan suatu cara agar standar ekolabel tidak cenderung memberatkan produsen perkayuan. Karena dengan adanya sertifikat ekolabel tersebut, akan menjamin produk-produk perkayuan akan dapat bersaing di pasaran internasional dan sekaligus dapat memberikan citra positif kepada konsumen dengan produk ramah lingkungan yang dihasilkan oleh produsen. 2. Dalam penerapan ekolabel sebaiknya syarat-syarat yang telah disepakati dalam putaran Uruguay, dijalankan dengan baik. Demi terwujudnya perdagangan internasional yang memenuhi transparansi maksimum (maximum transparancy), tidak diskriminatif (Non discrimination), dan sejauh mungkin berdasarkan standar-standar internasional. 3. WTO telah mengakomodasi isu lingkungan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, namun dalam persetujuan terlihat bahwa WTO lebih mengutamakan perdagangan dari pada lingkungan. Padahal seharusnya antara perdagangan dan isu lingkungan harus ditempatkan pada posisi yang sejajar.
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Buku : Arief, Arifin, Hutan dan Kehutanan, Kanisius,Yogyakarta 2001. Adolf, Huala, Hukum Ekonomi Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. ,Hukum Perdagangan Internasional. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006. Hardjasoemantri Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan,UGM Press, Yogyakarta , 1999. Hatta, Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT & WTO Aspek –aspek Hukum & Non Hukum, PT Refika Aditama, Bandung, 2006. Kartadjomena, H.S., GATT dan WTO, Sistem, Forum dan Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan, Jakarta, UI Press 1996. Long, Oliver, Law and Its Limitations in the GATT Multilateral Trade System, Dordrecht: Matinus Nijhoff, 1987. Pamulardi, Bambang, Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta 1995 Rangkuti, Siti Sundari, Hukum lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga University Press, Surabaya, 2005. Silalahi, M.Daud, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, PT.Alumni, Bandung, 2001. Starke, J.G, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1989.
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Makalah/Jurnal/Majalah : Hadi, Sudharto P, “Industri Berwawasan Lingkungan, Potret dan Tantangan Di Era Globalisasi”, Pancaroba No.10 Musim Hujan, Jakarta, Januari 1997. Hira Jhamtani,”Perdagangan Bebas dan Etika Lingkungan”, Pancaroba, Musim Hujan, Jakarta, 1995. hal 87. Jurnal Hukum Bisnis, Volume VI, Jakarta :1999. Kusumadara, Afifah, “Perlindungan Lingkungan Hidup Dalam Perdagangan Internasional”, Hukum dan Pembangunan, No.5, Jakarta : Oktober 1995. Cat Lazaroff, “Environmental at Staake”, USA : Copyright Journal of Commerce, Inc.1999 Lembaga Ekolabel Indonesia, Ekolabel dan Lembaga Ekolabel Indonesia, (Jakarta:2000).
Internet/Website Aprilia Gayatri, WTO dan Pengaruhnya Terhadap Indonesia, http://www.binchoutan.wordpress.com Arin Fithriani, Isu Lingkungan Hidup: Potensi Ancaman Perdagangan Internasional Negara Berkembang, http//www.mukhyi.staff.gunadarma.ac.id Asti Latifa Sofi, Mahasiswa sebagai Pionir Strategis dalam Mewaspadai dan Mengantisipasi WTO; Sebuah kekuatan Adidaya, http://www.deraplangkahbiru.multiply.com
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Cecep Aminudin, Liberalisasi Perdagangan dan Degradasi Hutan di Indonesia, http://www.cecepaminudin.info Dayoe, KTT Bumi dan Program Sustainable Development dengan CBDR Principle http://www.dayoewordpress.com) Ekolabel,http:// www.menlh.go.id Ekolabel, http://www.penakayu.blogdrive.com Elisa, Ecolabelling, http://www elisa.ugm.ac.id GATT dan WTO, http://www.indoskripsi.com Lembaga Ekolabel Indonesia, http:/www.lei.or.id. Lovetya, World Trade Organization, Malang 2009, http://www.lovetya.wordpress.com Muhlasin, Ekolabeling, Strategi Bisnis Jitu Peduli Hutan, http://www.kabarindonesia.com Organisasi Perdagangan Dunia,http://www.wikipedia.or.id Praktek proteksionisme, http://www.id.answeryahoo.com Siti Latifah, Sistem Manajemen Lingkungan Untuk Menyongsong Era Ramah Lingkungan, http://www.usulibrary.ac.id Soemarno, Sistem Perdagangan Global, Instrumen Ekonomi, Neraca Ekonomi dan Lingkungan, http://www.renaisshun.co.id Suharjo & E.P Saputro, Persoalan Lingkungan dalam Potret Globalisasi, http://www.sinarharapan.co.id Vivian Liu, Trade Aspects of Certification and Labelling. Proceedings. International Conference on Certification and Labeling of Products from
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Sustainably Managed Forests. Brisbane-Australia.1996 dan Jan Klabbers, Forest Certificatication and the WTO. European Forest, (http: //www.dephut.go.id) William M. Daley, Trade and The Environment : Finding Common Ground, Woodrow Wilson Center, Washington DC http://www.yahoo/WTOenvironment World Trade Organization (WTO)/Organisasi Perdagangan Dunia, http://www.deptan.go.id
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009
Kiki Puspita Mayasari : Peran GATT/ WTO Terhadap Isu Lingkungan Hidup Melalui Ekolabel Dalam Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009