TINJAUAN EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh : DWI ROHMAYANTI
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M
TINJAUAN EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh : DWI ROHMAYANTI NIM: 107046101820
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Juni 2011
Dwi Rohmayanti
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada pemimpin umat, Rasulullah saw, kepada keluarganya, para sahabatnya dan seluruh umatnya. Alhamdulillah, akhirnya penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “TINJAUAN EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL” dengan baik. Tentunya penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki. Sebagai manusia biasa, tentunya penulis memiliki keterbatasan kemampuan dan pengetahuan. Untuk itu, kiranya pembaca dapat memaklumi atas keterbatasan dan kekurangan yang ada pada skripsi ini. Penulis menyadari bahwa sejak awal penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu dan memberi dukungan secara moril maupun materil hingga terselesaikan skripsi ini dengan baik. Perjalanan studi penulis dari awal hingga akhir, tidak ada yang sukses dilalui sendiri. Dibalik keberhasilan selalu ada kebersamaan yang memberikan semangat, motivasi, bimbingan serta doa. Untuk itu, tak lupa pada kesempatan ini penulis secara khusus ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
i
1.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM yang sekaligus merangkap sebagai Dosen Pembimbing skripsi.
2.
Kepala dan Sekretaris Program Studi Muamalat, Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Mu’min Rauf, MA., yang senantiasa meluangkan waktunya di tengah kesibukannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.
3.
Dr. Nurhasanah, M.Ag., dan M. Nur Rianto Al Arif, SE, M.Si., selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan penilaian terhadap skripsi ini.
4.
Segenap Dosen Pengajar dan Civitas Akademika Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Program Studi Muamalat tempat penulis melakukan studi.
5.
Ayahanda Abdul Rohmat dan Ibunda
Asmanih tercinta yang senantiasa
memberikan dukungan dan kasih sayang tanpa rasa lelah hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Kepada kakakku Hasbiyallah serta adik-adikku Ahmad Syatiri dan Muhammad Lutfi, terima kasih atas dukungan dan motivasi kalian. 6.
Teman-teman PS C 2007 , Antika, Putri, Atikah, Maesaroh, Dian, Azizah, Amel, Farah, Ratna, Nur, Hilwa, Maya, Annafi, Layali, Opi, dan Yuke, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya selama 4 tahun ini kita saling mengenal dan menjalin persahabatan yang tidak akan pernah terlupakan.
ii
7.
Teman-teman PS C Putra, teristimewa untuk Didin Najmudin yang telah memberikan semangat dan motivasi dengan rasa sayangnya yang tulus. Serta teman-teman lain Try, Fitoy, Fahmi, Fairuz, Hadi, Wahyu, Fikri dan kawankawan lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih untuk semuanya.
8.
Seluruh Staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta yang telah banyak membantu dalam mendapatkan bukubuku atau referensi lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini.
9.
Semua pihak yang ikut serta membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu. Mengakhiri kata pengantar ini, atas semua bantuan yang telah diberikan
penulis hanya dapat memanjatkan doa kepada Allah SWT semoga kebaikan yang telah diberikan dapat bernilai ibadah dan dibalas oleh Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua, amin. Jakarta, 20 Juni 2011
Dwi Rohmayanti
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................
i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv BAB I :
BAB II:
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................
1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................
6
D. Review Studi Terdahulu ...................................................
7
E. Sistematika Penulisan .......................................................
8
LANDASAN TEORI A. Dumping ............................................................................ 10 1. Pengertian Dumping .................................................... 10 2. Jenis-jenis Dumping dalam Perdagangan Internasional ............................................................... 14 3. Tujuan dan Akibat Negatif Dumping .......................... 20 iv
4. Ketentuan Dumping dalam GATT-WTO .................... 21 5. Ketentuan Kerugian Dumping dalam GATT-WTO .... 24 B. Perdagangan Internasional ............................................... 28 1. Pengertian .................................................................... 28 2. Manfaat Perdagangan Internasional ............................ 31 3. General Agreement on Tariff and Trade (GATT) And World Trade Organization (WTO) .......................................... 34 BAB III
: METODE PENELITIAN A. Jenis Pendekatan ............................................................... 40 B. Jenis Penelitian ................................................................. 40 C. Jenis Data dan Sumber Data ............................................. 41 D. Teknik Pengumpulan Data ............................................... 41 E. Teknik Analisa Data ......................................................... 42 F. Teknik Penulisan .............................................................. 42
v
BAB IV:
TINJAUAN EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Konsep Jual Beli .............................................................. 43 B. Tinjauan Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Dumping Dalam Perdagangan Internasional ........................................................ 53
BAB V:
PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................... 70 B. Saran ................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 74
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Arus globalisasi yang multi dimensional yang meliputi hampir seluruh aspek hidup manusia sangat terlihat nyata dibidang ekonomi. Hal ini disebabkan kemajuan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi. Penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, penggunaan mata uang dolar sebagai mata uang internasional merupakan penyebab lain semakin derasnya arus globalisasi ekonomi dunia. 1 Di era ekonomi yang bersifat global, hubungan ekonomi dalam bentuk perdagangan luar negeri merupakan hal penting yang turut mempengaruhi perekonomian suatu negara. Hal ini antara lain disebabkan oleh perbedaan kemampuan antara negara dalam menghasilkan produk yang dibutuhkan, atau untuk tujuan perluasan pasar dan peningkatan keuntungan diantara para negara yang melakukan hubungan perdagangan tersebut. Persaingan dalam dunia bisnis dan ekonomi itu adalah sebuah keharusan. Persaingan usaha dapat diamati dari dua sisi, yaitu sisi pelaku usaha atau produsen dan sisi konsumen. Dari sisi produsen, persaingan usaha berbicara mengenai bagaimana perusahaan menentukan strategi bersaing, apakah
1
Dochak latief, Pembangunan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Global (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2002), h.104.
1
2
dilakukan secara sehat atau saling mematikan. Dari sisi konsumen, persaingan usaha terkait dengan seberapa tinggi harga yang ditawarkan dan seberapa banyak ketersediaan pilihan.
Kedua
faktor tersebut
akan menentukan tingkat
kesejahteraan konsumen atau masyarakat.2 Perdagangan merupakan media untuk mempertemukan dua pihak yang saling membutuhkan, yaitu penjual yang menawarkan barang dan jasa dengan pembeli yang memerlukan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Perdagangan kini telah melintasi batas-batas negara sehingga tak satu negara pun yang dapat mengisolasi diri dari interaksi dan transaksi perdagangan. Bahkan beberapa negara mencapai kebesarannya melalui penjagaan perdagangan internasional guna membuat pasar-pasar untuk hasil produksinya. Tak ada satu negara manapun juga di dunia ini yang mampu memenuhi kebutuhannya hanya dengan mengandalkan barang-barang dan jasa yang diproduksi dalam negerinya sendiri. Dalam konteks inilah tak terhindarinya perdagangan antar negara (perdagangan internasional). 3 Hal yang sangat menarik untuk diteliti yaitu ternyata setiap negara saling berlomba-lomba untuk menguasai pasar internasional, namun sayangnya cara-cara yang ditempuh untuk menguasai pasar tersebut dilakukan dengan kecurangan-kecurangan yang berakibat pada rusaknya mekanisme pasar. Distorsi
2
“Etika Persaingan bisnis dalam Perspektif Islam”, artikel diakses pada 14 Desember 2010 dari http://mudharabah-ekonomisyariah.blogspot.com/2010/05/etika-persaingan-bisnis-dalam.html. 3 Muhammad, Aspek Hukum dalam Muamalat (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h.100.
3
pasar yang besar tentunya akan mengganggu keseimbangan ekonomi negaranegara tersebut. Dipihak lain, persaingan memperebutkan pasar dalam kondisi pasar yang kian terbuka ini akan makin keras. Praktek-praktek yang tidak sehat dalam memperebutkan pasar yang terbuka ini akan sering muncul. 4 Dalam perdagangan internasional, bentuk diskriminasi harga yang biasa dilakukan adalah dumping, yakni suatu praktik pengenaan harga dimana perusahaan mengenakan harga yang lebih rendah terhadap barang-barang yang diekspor daripada barang-barang yang sama yang dijual di pasar domestik.5 Salah satu bentuk kecurangan yang sering dilakukan untuk menguasai pasar tersebut adalah Dumping atau Siyasah Al-Ighraq, yaitu menjual produk sejenis di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibanding negara lain. Tentunya produk dari negara yang melakukan dumping akan lebih diminati oleh para konsumen. Dumping merupakan praktek perdagangan yang tidak fair dan dapat merusak mkanisme pasar. Dumping dapat menimbulkan kerugian terhadap dunia usaha atau industri produk barang sejenis di dalam negeri, dengan banyaknya barang-barang impor yang masuk ke dalam negeri dengan harga yang jauh lebih murah dibanding produk dalam negeri akan mengakibatkan barang domestik
4
Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.152. 5 Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.294.
4
kalah bersaing, dan hal ini akhirnya akan mematikan pasar barang dalam negeri dan berdampak pada PHK besar-besaran, pengangguran serta tutupnya perusahaan dalam negeri. Menurut Yahya bin Umar (w. 289 H/901 M) pemerintah tidak boleh melakukan intervensi pasar kecuali dalam dua hal, yaitu; Pertama, para pedagang yang tidak memperdagangkan barang dagangan tertentunya yang sangat dibutuhkan masyarakat sehingga dapat menimbulkan kemudharatan serta merusak mekanisme pasar. Dalam hal ini pemerintah dapat mengeluarkan para pedagang tersebut dari pasar serta menggantikannya dengan para pedagang lain berdasarkan kemaslahatan dan kemanfaatan umum. Kedua, para pedagang yang malakukan praktek siyasah al-ighraq atau banting harga (dumping) yang dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat serta dapat mengacaukan stabilitas harga pasar. Dalam hal ini pemerintah berhak memrintahkan para pedagang tersebut untuk menaikan kembali harganya sesuai dengan harga yang berlaku dipasar.6 Akan tetapi, tidak selamanya dumping itu dapat merugikan suatu negara. Dumping juga dapat
dipandang sebagai praktek yang dapat
menyelamatkan perekonomian suatu negara jika terjadi krisis ekonomi dan resesi, seperti halnya negara-negara Asia Tenggara, dimana produk yang
6
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer. (Jakarta. Pustaka Asatruss. 2005) hal. 116-117
5
ditawarkan dengan harga rendah untuk merangsang ekspor dan meningkatkan pendapatan dengan membantu mereka untuk menghadapi krisis keuangan. Setidaknya ada tiga jenis dumping dalam perdagangan internasional, yaitu dumping permanen, dumping predator dan dumping sporadic. Dari tiga jenis dumping ini yang sama sekali dilarang dan tidak sesuai dengan prinsip ekonomi islam adalah dumping permanen dan dumping predator karena kedua jenis dumping tersebut sangat jelas dapat merusak mekanisme pasar dan bertujuan untuk menyingkirkan para pesaingnya. Sedangkan dumping sporadic itu tujuannya hanya mengatasi masalah kelebihan kapasitas saja. Dari gambaran di atas, maka penulis ingin mengetahui bagaimana sebenarnya klasifikasi kesesuaian masing-masing jenis dumping tersebut berdasarkan perspektif ekonomi islam, oleh karena itu penulis memberi judul skripsi ini yaitu TINJAUAN EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Mengingat luasnya pembahasan tentang dumping dan perdagangan internasional, maka penulis hanya membatasi pada tinjauan ekonomi syariah terhadap praktik dumping dalam perdagangan internasional, khususnya dalam perspektif fiqh muamalat.
6
Dari pembatasan masalah diatas, dapat dirumuskan bahwa pokok-pokok masalah yang dibahas adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana praktik dumping dalam perdagangan internasional? 2. Bagaimana tinjauan ekonomi syariah terhadap praktik dumping dalam perdagangna internasional? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian adalah: Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk
mengetahui
bagaimana
praktik dumping dalam perdagangan
internasional. b. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan ekonomi syariah terhadap praktik dumping dalam perdagangna internasional. Sedangkan manfaat dari penelitian ini antara lain adalah: a. Bagi penulis sendiri sangat bermanfaat sekali untuk menambah wawasan ataupun pengetahuan mengenai tinjauan ekonomi Syariah terhadap praktek dumping dalam perdagangan internasional. b. Bagi akademisi, untuk menambah literatur yang telah ada serta dapat digunakan sebagai rujukan yang berkaitan dengan dumping dan perdagangan internasional. c. Bagi masyarakat luas, untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang bagaimana praktek dumping dalam perdagangan internasional
7
D. Review Studi Terdahulu Review studi terdahulu dari penelitian penulis adalah: 1. Makalah yang didapatkan dari internet, yaitu dari DR. Sukarmi, S.H, M.H yang
disampaikan
pada
seminar,
tema
makalah
tersebut
adalah
“Implementasi Peraturan Anti Dumping Serta Pengaruhnya Terhadap Persaingan Usaha Dan Perdagangan Internasional”. Hanya saja dalam makalah ini lebih banyak membahas tentang dumping dari sisi hukum positif, sementara penulis ingin menggali lebih jauh tentang bagaimana sebenarnya pandangan syariah terhadap masalah dumping ini jika dilihat dari jenisnya. 2. Skripsi
dengan
judul ”Tinjauan
Etika
Bisnis
Syariah
terhadap
Perdagangan Global” oleh Jalaluddin Al Mahalli, Fakultas Syariah dan Hukum, 2010. Hasil penelitian ini menyebutkan mengenai kesesuaian antara prinsip perdagangan menurut hukum islam dan hukum perdagangan internasional, ada yang sesuai dengan hukum islam, ada yang tidak sesuai serta ada juga yang tidak sesuai tapi masih dapat ditoleransi dan ada prinsip perdagangan menurut hukum islam yang tidak dimiliki oleh hukum perdagangan internasional. Perbedaannya dengan skipsi saya adalah penulis lebih fokus terhadap praktik dumping dalam perdagangan internasional serta konsep etika perdagangan internasional. 3. Skripsi dengan judul “Etika Bisnis Islam dalam Persaingan Usaha pada PT. Asuransi Syariah Mubarakah” oleh Zulkipli, Fakultas Syariah dan Hukum, 2011. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa ada dampak positif
8
yang ditimbulkan oleh PT. Asuransi Syariah Mubarakah ketika perusahaan tersebut menggunakan etika bisnis islam dalam kegiatan usahanya, diantaranya adalah memberikan brand yang baik sebagai budaya perusahaan yang islami, selain itu tentunya seluruh kegiatan usaha tidak akan melenceng dari koridor syariah. E. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN: terdiri dari Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Studi Terdahulu serta Sistematika Penulisan.
BAB II
LANDASAN TEORI: terdiri dari Pengertian Dumping, Jenisjenis Dumping dalam Perdagangan Internasional, Tujuan dan Akibat Negatif Dumping, Ketentuan Dumping dalam GATTWTO, Ketentuan Kerugian Dumping dalam GATT-WTO, Pengertian Perdagangan Internasional, Manfaat Perdagangan Internasional, General Agreement On Tariff and Trade (GATT) and World Trade Organization (WTO).
BAB III
METODE PENELITIAN: terdiri dari Jenis Pendekatan, Jenis Penelitian, Jenis Data dan Sumber Data, Teknis Pengumpilan Data, Teknik Analisis Data dan Teknis Penulisan.
9
BAB IV
TINJAUAN EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL: terdiri dari Konsep Jual Beli dan Tinjauan Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Dumping Dalam Perdagangan Internasional
BAB V
PENUTUP: terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Dumping 1. Pengertian Dumping Dumping menurut aturan GATT diartikan sebagai keadaan suatu produk dimasukkan ke dalam pasar negara lain dengan harga yang lebih rendah dari harga normal. Rumusan ini dapat berarti harga yang lebih rendah dari harga jual di dalam negara pengekspor, dalam hal tidak adanya penjual di negara pengekspor untuk produk tersebut harga yang lebih rendah dari dari harga jual di negara pengimpor lain atau setelah dikoreksi dengan biaya pengangkutan dan biaya lain yang lazim dalam perdagangan.1 Menurut
kamus
istilah
perdagangan
internasional,
Dumping2
merupakan praktek penjualan produk di negara tujuan ekspor dengan harga di bawah harga normal atau harga produsennya yang bertujuan untuk menguasai pasar diluar negeri. Sesuai peraturan The General Aggrement on Tariff and Trade (GATT), praktek dumping dianggap sebagai praktek perdagangan yang tidak jujur dan dapat merugikan produsen produk yang disaingi serta mengacaukan sistem pasar internasional. Dalam peraturan GATT, penurunan
1
Hendra Halwani. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h.358. 2 Eddie Rinaldy. Kamus Istilah Perdagangan Internasional (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000), h.74.
10
11
harga pada dasarnya dapat disahkan sepanjang tidak ada pihak yang dirugikan. Menurut Kamus Lengkap Perdagangan Internasional dumping adalah penjualan suatu komoditi di suatu pasar luar negeri pada tingkat harga yang lebih rendah dari nilai yang wajar, biasanya dianggap sebagai tingkat harga yang lebih rendah daripada tingkat harga di pasar domestiknya atau di negara ketiga. Sementara itu menurut Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia) dumping adalah suatu bentuk diskriminasi harga, di mana misalnya seorang produsen menjual pada dua pasar yang berbeda atau dengan harga-harga yang berbeda, karena adanya penghalang tertentu antara pasar-pasar tersebut dan terdapat elastisitas permintaan yang berbeda antara kedua pasar tersebut. Secara umum, praktik pengenaan harga yang berbeda terhadap pembeli yang berbeda disebut diskriminasi harga (price discrimination).3 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Dumping adalah sistem penjualan barang dipasaran luar negeri dalam jumlah banyak dengan harga yang rendah sekali dengan tujuan agar harga pembelian di dalam negeri tidak
3
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Edisi ke-3, (Jakarta: PT. Raja \Grafindo Persada, 2006), h.294.
12
diturunkan sehingga akhirnya dapat menguasai pasaran luar negeri dan dapat menguasai harga kembali. 4 Dumping menurut Kamus Istilah Ekonomi Populer adalah praktik penjualan produk di suatu negara tujuan ekspor dengan harga yang lebih rendah di bandingkan harga jual produk yang sama di negara produsennya. Para ahli ekonomi tidak sepakat mengenai pengaruh merugikan dari dumping. Sebagian dari mereka memandang bahwa dumping adalah sebagai usaha untuk mendapatkan “tumpukan” di pasar
baru,
merupakan praktik
perdagangan normal. Tetapi peraturan GATT menyatakan bahwa dumping adalah praktik dagang yang tidak jujur yang dapat mengacau pasar dan merugikan produsen produk yang bersaing di negara-negara pengimpor. Namun, dumping secara teknis sah menurut peraturan GATT, kecuali jika ada pihak yang di rugikan. 5 Dumping adalah ekspor dari suatu komoditi dengan harga jauh dibawah harga pasaran, atau penjualan suatu komoditi keluar negeri dengan harga jauh lebih murah di bandingkan dengan harga penjualan domestiknya. 6 Dumping
merupakan
sebuah
kebijakan
perdagangan
yang
kontroversial dan secara luas dikenal sebagai sebuah praktik yang tidak fair
4
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.I, edisi IV, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h.279. 5 Henricus W. Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer.(Jakarta: Kompas, 2006), h.67. 6 Ali Yafie dkk., Fiqih Perdagangan Bebas (Jakarta: Teraju, 2003), h.96.
13
karena menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan merusak mekanisme pasar.7 Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi negara pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang serta bankrutnya perusahaan dalam negeri. Membanjirnya produk-produk impor di negara kita ini, baik itu produk makanan, minuman ataupun tekstil yang harganya jauh lebih murah dari produk sejenis buatan lokal, kemungkinan besar itu juga merupakan salah satu cara pengusaha negara lain untuk memenangkan persaingan dan mematikan pengusaha lokal dengan praktek dumping ini. Dari beberapa definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dumping itu adalah praktik dagang yang dapat merusak mekanisme pasar, karena produk yang dijual di pasar negara ekspor jauh lebih rendah harganya dibanding produk yang dijual di negara domestik. Akan tetapi sebagian para ahli ekonomi tidak setuju dengan pengaruh merugikan dari dumping. Mereka memandang praktik ini merupakan praktek dagang yang normal. Akan tetapi
7
Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.294.
14
menurut GATT daumping secara teknis itu sah selama tidaka ada pihak yang dirugikan. 2. Jenis-jenis Dumping dalam Perdagangan Internasional Para ahli ekonomi pada umumnya mengklasifikasikan dumping dalam tiga kategori, yaitu masing-masing: dumping yang bersifat sporadis (Sporadic Dumping), dumping yang menetap (persistent dumping), dan dumping yang bersifat
merusak
(Predatory
dumping).
Disamping
itu,
dalam
perkembangannya, muncul istilah diversinary dumping dan downscream dumping. 1. Sporadic Dumping Sporadic dumping adalah dumping yang dilakukan dengan menjual barang pada pasar luar negeri (ekspor) pada jangka waktu yang pendek dengan harga di bawah harga dalam negeri negara pengekspor atau biaya produksi barang tersebut. Biasanya produsen menjual barang untuk jangka waktu yang pendek dengan harga jual di bawah harga biasa, sering dimaksudkan untuk menghapuskan barang yang tidak diinginkan. Dumping jenis tersebut merupakan diskriminasi harga pada waktu tertentu yang dilakukan oleh produsen yang mempunyai keuntungan karena mempunyai over produksi (karena perubahan dalam pasar dalam negeri yang tidak terantisipasi atau buruknya perencanaan produksi). Dengan kata lain, dumping sporadic adalah penjualan suatu komoditi di bawah harga atau penjualan komoditi itu keluar negeri dengan harga
15
yang sedikit lebih murah dibandingkan harga domestik, namun hal itu hanya terjadi sekali-kali saja, dan tujuannya pun sekedar untuk mengatasi surplus komoditi yang sekali-kali terjadi tanpa harus menurunkan harga domestiknya. Jadi, niatnya sama sekali tidak untuk menindas atau mematikan produk pesaing. 2. Persistent Dumping Persistent dumping atau disebut juga diskriminasi harga internasional adalah penjualan pada pasar luar negeri dengan harga dibawah harga domestik atau biaya produksi yang dilakukan secara menetap dan terusmenerus yang merupakan kelanjutan dari penjualan barang yang dilakukan sebelumnya. Penjualan tersebut dilakukan oleh produsen barang yang mempunyai pasar secara monopolistik di dalam negeri dengan maksud untuk memaksimalkan total keuntungannya dengan menjual barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dalam pasar domestiknya. Dengan kata lain, dumping terus-menerus atau praktik “banting harga” secara permanen, istilah lainnya adalah, diskriminasi harga. Diskriminasi harga internasional adalah kecenderungan terus-menerus dari sebuah perusahaan monopolis domestik untuk memaksakan total keuntungannya dengan menjual suatu komoditi dengan harga yang lebih tinggi di pasaran domestik (berlindung dari biaya transportasi dan berbagai hambatan perdagangan lainnya), sedang harga yang dipasangnya di untuk pasar-pasar
16
di luar negeri sengaja dibuat lebih murah (karena ia harus bersaing dengan produk serupa dari negara lain yang harganya lebih murah dan kompetitif). Dumping yang menetap itu mulai muncul pada awal tahun 1970-an. Pada tahun 1970-an sebagai bagian dari suatu kampanye untuk meredakan persaingan dagang dengan negara-negara lain, pemerintah AS menugaskan perusahaan-perusahaan di sejumlah negara bagian untuk melakukan dumping atas produk-produk mereka di pasar Amerika Serikat. Amerika Serikat adalah negara penggugat utama sementara Masyarakat Eropa dan negara-negara industri baru atau yang biasanya disebut New Industry Company adalah negara-negara yang paling kerap dituduh melakukan dumping secara menetap. Dumping yang menetap itu terjadi dalam masa yang lama. Dumping jenis itu terjadi karena perbedaan keadaan pasar di negara importir dan negara eksportir. 3. Predatory Dumping Predatory dumping terjadi apabila perusahaan untuk sementara waktu membuat diskriminasi harga tertentu sehubungan dengan adanya para pembeli asing. Diskriminasi itu untuk menghilangkan pesaing-pesaingnya dan kemudian menaikkan lagi harga barangnya setelah persaingan tidak ada lagi. Predatory dumping adalah dumping yang paling buruk, karena dumping itu dipraktekkan hanya untuk tujuan merebut keuntungan
17
monopoli dan membatasi perdagangan untuk jangka waktu yang lama, meskipun hal itu menyebabkan kerugian jangka pendek. Dengan kata lain, Diskriminasi harga yang bersifat predator (predatory dumping) adalah praktik penjualan komoditi di bawah harga atau dengan harga yang lebih murah ketimbang harga domestiknya, ia acapkali diambil sebagai strategi untuk “mengusir” produk pesaing dari negara lain. Proses dumping predator ini hanya berlangsung sementara, namun penciptaan selisih harganya sangat tajam sehingga benar-benar dapat menggusur atau bahkan mematikan produk pesaingnya dalam waktu singkat. Begitu pelakunya memperoleh pangsa pasar yang besar bahkan monopoli, maka ia akan segera meningkatkan harga ekspornya dan menghentikan dumping itu. Predatory dumping untuk barang-barang manufaktur dipraktekkan secara luas selama terjadinya kekacauan internasional pada tahun 1920-an. Pada saat sekarang, dumping jenis itu kemungkinan sudah jarang dilakukan di pasar-pasar modern yang bersaing. Sebuah perusahaan yang yang mencoba menghalau semua pesaingnya untuk sementara waktu dengan cara menurunkan harga produksinya akan segera mendapati bahwa kalau kemudian ia menaikkan harganya lagi, banyak perusahaan lain yang bermunculan sebagai pesaing-pesaing yang memproduksi keluarnya dalam skala yang jauh lebih besar dan efisien.
18
4. Diversinary Dumping Diversinary dumping adalah dumping yang dilakukan oleh produsen luar negeri yang menjual barangnya kedalam pasar negara ketiga dengan harga di bawah harga yang adil dan barang tersebut nantinya diproses untuk dijual ke pasar negara lain. 5. Downstream Dumping Downstream Dumping ini dilakukan apabila produsen luar negeri menjual produknya dengan harga dibawah harga normal kepada produsen yang lain di dalam pasar dalam negerinya dan produk tersebut diproses lebih jauh untuk dijual kembali ke pasar negara lain. Menurut Robert Willig ada 5 tipe dumping yang dilihat dari tujuan eksportir, kekuaran pasar dan struktur pasar import, antara lain : 8 1. Market Expansion Dumping Perusahaan pengeksport bisa meraih untung dengan menetapkan “mark-up” yang lebih rendah di pasar import karena menghadapi elastisitas permintaan yang lebih besar selama harga yang ditawarkan rendah. 2. Cyclical Dumping Motivasi dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang luar biasa rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang 8
“Tuduhan Praktek Dumping yang Dilakukan Indonesia Pada Sengketa Anti-dumping Produk Kertas dengan Korea Selatan”, artikel diakses pada 7 Mei 2011 dari http://www.foxitsoftware.com.
19
menyertai kondisi dari kelebihan kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan produk terkait. 3. State Trading Dumping Latar belakang dan motivasinya mungkin sama dengan kategori dumping lainnya, tapi yang menonjol adalah akuisisi moneternya. 4. Strategic Dumping Istilah ini diadopsi untuk menggambarkan ekspor yang merugikan perusahaan saingan di negara pengimpor melalui strategis keseluruhan negara pengekspor, baik dengan cara pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan masuknya produk yang sama ke pasar negara pengekspor. Jika bagian dari porsi pasar domestik tiap eksportir independen cukup besar dalam tolok ukur skala ekonomi, maka memperoleh keuntungan dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pesaing-pesaing asing. 5. Predatory Dumping Istilah predatory dumping dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan tujuan mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka memperoleh kekuatan monopoli di pasar negara pengimpor. Akibat terburuk dari dumping
jenis
ini
adalah
memproduksi barang sejenis.
matinya
perusahan-perusahaan
yang
20
3. Tujuan dan Akibat Negatif Dumping Dumping terjadi bila para produsen (biasanya para pelaku monopoli) dari suatu negeri menjual hasil mereka ke negara lain dibawah harga yang dikenakan pada para konsumen negara asal. Tujuan dumping tersebut antara lain adalah:9 a) Untuk menghabiskan persediaan yang berlebihan karena keliru menilai permintaan. b) Mengembangkan hubungan perdagangan baru dengan menetapkan harga yang rendah. c) Mengenyahkan pesaing pasar asing, produsen asing, atau pribumi, dan d) Memungut keuntungan sebesar-besarnya dalam perekonomian. Ada berbagai macam akibat yang ditimbulkan dari praktik dumping ini, antara lain adalah produk barang sejenis dalam negeri kalah bersaing karena harga produk impor tersebut jauh lebih murah dibandingkan dengan harga produk barang sejenis yang ada di negara domestik, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara besar-besaran karena perusahaan dalam negeri harus menghemat biaya operasionalnya agar dapat bersaing dengan barangbarang impor yang harganya murah tersebut, dan yang lebih parah lagi adalah tutupnya perusahaan dalam negeri akibat produksinya terus menurun dan barang-barangnya tidak laku di pasaran.
9
M.A. Mannan, Ekonomi Islam Teori dan Praktek (Jakarta: PT. Intermasa, 1992), h.294.
21
Akan tetapi, tidak selamanya dumping itu dapat merugikan suatu negara. Tergantung dari mana orang-orang menilainya. Selain banyak akibat yang ditimbulkan praktik tersebut, dumping juga punya sisi positif. Antara lain dumping dapat dipandang sebagai praktik yang dapat menyelamatkan perekonomian suatu negara jika terjadi krisis ekonomi dan resesi. Praktik tersebut dilakukan untuk merangsang ekspor dan meningkatkan pendapatan serta dapat mambantu suatu negara dalam menghadapi krisis keuangan. Dumping itu diperbolehkan, sepanjang tidak menyebabkan kerugian industri barang sejenis di negara pengimpor. Kerugian dimaksud dinyatakan dalam bentuk margin dumping ≥ 3 s/d 2 %.10 Margin dumping adalah selisih antara harga jual dalam negeri (normal value - NV) dikurangi harga jual ekspor (export price - EP) dikali 100%. Margin dumping (MD) diperoleh dengan menggunakan rumus: NV - EP MD =
x 100% EP
4. Ketentuan Dumping dalam GATT-WTO GATT mengatur masalah dumping yang dianggap sebagai salah satu bentuk persaingan tidak sehat melalui diskriminasi harga. Pada dasarnya dumping dilarang karena dianggap selalu dapat merugikan perekonomian
10
“Penanganan www.scribd.com.
Tuduhan
Dumping”,
artikel
diakses
pada
12
Maret
2011
dari
22
negara lain. Kriteria umum yang diberikan oleh GATT adalah dumpin yang dapat menimbulkan kerugian material baik terhadap industri yang sudah berdiri maupun telah menimbulkan hambatan pada pendirian industri domestik. Sebagaimana terlihat dibawah ini: “The contracting parties recognize that dumping, by which products of one country are introduced into the commerce of another country at less than normal value (sering dipergunakan istilah “less than fair value” atau LTFV) of the product, is to be condemned if it causes of threatments material injury to an established industry in the territory of a contracting party or materially retards the establishment of a domestic industry.” Ada variabel sebab akibat yang diajukan oleh GATT untuk melarang tindakan dumping, yakni dumping yang dilakukan oleh suatu negara yang less than fair value dianggap dapat menyebabkan “kerugian material” (material injury) terhadap industri dalam negara importir. Jadi tindakan itu: 1. Harus ada tindakan dumping yang LTFV 2. Harus ada kerugian material di negara importir 3. Adanya causal link antara harga dumping dengan kerugian yang terjadi. Maka apabila telah dilakukan dumping yang LTFV tetapi tidak menimbulkan kerugian, maka dumping itu tidak dilarang. Aricle 2 agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994 (persetujuan tentang pelaksanaan pasal VI dari GATT 1994) dinyatakan: “For the purpose of this agreement, a product is to be considered as being dumped, i.e. introduced into the commerce of another country at less than its normal value, if the export price of the product exported from one country to another is less than the comparable price, in the ordinary course of trade, for the like product when desrined for consumption in the exporting country.”
23
Berdasarkan pasal tersebut, suatu produk dianggap sebagai dumping apabila diperkenalkan dalam perdagangan di negara lain dengan harga kurang dari nilai normal, jika harga produk ekspor yang lebih rendah dari harga pembanding (comparable price), produk sejenis (like product) yang dikonsumsi di negara pengekspor. Apabila tidak ada penjualan dalam negeri atau penjualan di pasar negara ketiga, harga ekspor dapat dibandingkan dengan constructed value yang dihitung sebagai penjumlahan dari biaya produksi, pengeluaran administrasi, penjualan dan laba. John H. Jackson mengatakan, tidak semua dumping dapat merugikan negara importir dan menguntungkan negaranya. Bahkan sebaliknya, ada dumping yang dapat merugikan produsen sendiri serta menguntungkan konsumen, karena konsumen dapat membeli barang yang murah harganya. Secara teori ekonomi ada beberapa hal yang menentukan apakah dumping itu dapat menguntungkan atau tidak, yaitu sebagai berikut: 11 1. The demand for the firm’s product in its own contry an abroad, 2. The barriers to reentry into the exporting market, 3. The nature of the firm’s cost structure. Apabila tidak ada ketiga hal tersebut, menurut J.H. Jackson, mungkin barangnya akan dikirim kembali ke negara asal. Sedangkan Kindleberger 11
Sukarmi, Regulasi Antidumping Dibawah Bayang-bayang Pasar Bebas (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h.45.
24
berpendapat bahwa dumping dapat menguntungkan produsen apabila permintaan barang dipasar domestik inelastis sedangkan di pasar importer elastis. 5. Ketentuan Kerugian Dumping dalam GATT-WTO Pasal VI ayat (1) GATT memberikan criteria umum bahwa dumping yang dilarang oleh GATT adalah dumping yang dapat menimbulkan kerugian material baik terhadap industri yang sudah berdiri (to an established industry) maupun telah menimbulkan hambatan pada pendirian industri domestik (the establishment of a domestic industry). Perbedaan harga yang dimaksudkan oleh Pasal VI GATT adalah sebagai berikut:12 1) Harga jual di pasar internasional (in the ordinary coure of trade) lebih rendah daripada harga jual di pasar domestik sendiri. 2) Harga jual di pasar internasional lebih rendah dari perbandingan harga tertinggi dengan ekspor dari negara ketiga. 3) Harga jual di pasar internasional lebih rendah daripada jumlah hal sebagai berikut, yaitu biaya produksi, biaya penjualan, dan keuntungan. Pasal tersebut kemudian dijabarkan lagi dalam persetujuan tentang pelaksanaan Pasl VI dari persetujuan GATT (The Implementation of Article VI of GATT 1994) Pasal 3, penentuan kerugian (Injury) dalam Pasal VI tersebut
12
Ibid., 45-46
25
didasarkan pada bukti-bukti positif dan melibatkan pengujian objektif mengenai: a) volume produk impor harga dumping dan dampaknya terhadap hargaharga di pasar dalam negeri untuk produk sejenis, dan b) dampak impor itu terhadap produsen dalam negeri yang menghasilkan produk sejenis. Sehubungan dengan adanya volume impor dengan harga dumping, yang berwenang (authorities) akan mempertimbangkan apakah telah terjadi peningkatan yang berarti dari impor produk dumping tersebut, baik dalam nilai absolut maupun relatif terhadap produksi atau konsumsi di negara pengimpor. Apabila akibat impor produk dumping itu berhubungan dengan harga-harga, yang berwenang akan mempertimbangkan, apakah ada pemotongan harga yang berarti pada impor produk dumping dibandingkan dengan harga produk sejenis negara pengimpor, atau apakah akibat impor seperti itu tidak akan menekan harga-harga pada tingkat yang berarti. Tidak ada satu atau beberapa faktor pun yang dapat memberikan kesimpulan atau petunjuk yang diperlukan. Terjadinya dumping itu harus ada causal link antara harga dumping dan kerugian yang terjadi. Untuk menentukan hubungan sebab akibat tersebut akan didasarkan pada pengujian semua bukti sebelum dilakukan oleh yang berwenang. Yang berwenang juga menguji faktor-faktor yang diketahui selain dari produk impor dengan harga dumping yang pada waktu yang sama
26
merugikan industri dalam negeri. Kerugian tersebut disebabkan oleh faktorfaktor lain yang tidak dapat dipertimbangkan sebagai impor dengan harga dumping. Faktor-faktor yang mungkin relevan termasuk antara lain volume dan harga impor yang tidak dijual dengan harga dumping, pengurangan permintaan atau perubahan pola konsumsi, praktek pembatasan perdagangan, dan persaingan antar produsen luar negeri dengan produsen dalam negeri, kemajuan-kemajuan teknologi dan kinerja ekspor dan produktivitas industri dalam negeri. 13 Penentuan ancaman kerugian material akan didasarkan pada faktafakta dan bukan hanya pada tuduhan atau perkiraan. Perubahan keadaan yang akan menciptakan situasi sehingga dumping akan dapat menyebabkan kerugian. Hal itu harus diketahui dulu secara jelas. Dalam membuat penentuan mengenai adanya ancaman kerugian material, yang berwenang harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut: a) laju kenaikan yang besar produk impor dengan harga dumping di pasar dalam negeri yang menunjukkan kemungkinan meningkatnya besar. b) Peningkatan yang berarti dalam kapasitas eksportir yang menunjukkan kemungkinan peningkatan yang berarti ekspor dengan harga dumping ke pasar anggota pengimpor dengan mempertimbangkankemampuan pasarpasar eksporlain menyerap setiap tambahan ekspor.
13
Ibid.,47
27
c) Apakah impor dengan harga yang akan mempunyai akibat menekan atau menahan atas harga-harga dalam negeri, dan akan meningkatkan permintaan impor selanjutnya. d) Persediaan produk yang sedang dalam penyelidikan. Tindakan dumping tidak hanya menyebabkan kerugian langsung, tetapi juga dapat menimbulkan kerugian yang tidak langsung. Misalnya, Indonesia telah mengimpor komoditas sepatu dari Jepang yang harganya sangat murah karena telah dikenakan dumping. Akibatnya industry Indonesia banyak yang gulung tikar karena produknya kalah dalam persaingan sehingga barang tidak laku. Konsekuensi lebih lanjut adalah timbulnya pengangguran karena para karyawan pabrik Indonesia banyak yang dikenakan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) untuk menyelamatkan kelanjutan perusahaan sepatu tersebut. Kerugian demikian merupakan kerugian langsung. 14 Di samping kerugian langsung, juga dapat mengakibatkan kerugian yang tidak langsung. Misalnya sebagai berikut: a) Jepang telah mengekspor sepeda motor denga volume seluruh total impor
sepeda
motor Indonesia.
15 persen dari
Kemudian Jepang
mengenakan harga dumping yang less than fair value (LTFV). Maka sekalipun volume ekspor sepeda motor Jepang ke Indonesia tetap 15 persen, karena daya saingnya lebih kuat berdasarkan LTFV, secara diamdiam telah merugikan produsen importer (Indonesia). 14
Ibid.,48
28
b) China telah melakukan produk dumping TV denag harga LTFV yang diekspor ke Indonesia, kemungkinan dapat menimbulkan dampak negative dalam bagi para produsen radio Indonesia, karena harga barang TV buatan Jepang yang murah telah mengubah selera masyarakat Indonesia terpaksa harus tutup karena tidak laku di pasaran. B. Perdagangan Internasional 1. Pengertian Perekonomian suatu negara berhubungan dengan dan dipengaruhi oleh perekonomian negara lain. Hubungan ini meliputi transaksi ekonomi berupa perdagangan barang-barang, jasa-jasa dan sumber-sumber serta transaksi investasi penanaman modal dan transaksi finansial utang-piutang. Salah satu aspek dalam perekonomian internasional adalah aspek Perdagangan Internasional Perdagangan Internasional adalah hubungan tukar-menukar barang atau jasa yang saling menguntungkan antara suatu negara dengan negara lainnya. Perdagangan Internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang ataupun jasa-jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan.
29
Perdagangan atau pertukaran dapat diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi dari pertukaran tersebut, dari sudut kepentingan masing-masing dan kemudian menetukan apakah ia mau melakukan pertukaran atau tidak. Pada dasarnya ada dua teori yang menerangkan tentang timbulnya perdagangan internasional. 15 Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. 16 Menurut kamus istilah perdagangan internasional, perdagangan internasional17 adalah perdagangan yang dilakukan oleh pihak-pihak dari negara yang berbeda, secara garis besar diimplementasikan dalam bentuk transaksi ekspor dan impor. Ciri-cirinya antara lain, para pelakunya saling tidak mengenal, pengiriman barang melintasi batas negara, pembayaran dalam mata uang yang disepakati, prosedurnya cukup kompleks, memerlukan jasa 15
“Teori Perdagangan Internasional”, artikel diakses pada 4 April 2011 dari www.pdfking.net/pdf/teori-perdagangan-internasional.html. 16 “Perdagangan Internasional”, artikel diakses pada 25 November 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_internasional. 17 Eddie Rinaldy, Kamus Istilah Perdagangan Internasional (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000), h.195.
30
pihak ketiga dan merupakan sektor yang banyak dan sering diatur (heavy regulation). Perdagangan internasional menciptakan suatu pasar global gabungan yang lebih besar dari pasar nasional manapun, dan karena itu memungkinkan ditawarkannya berbagai macam produk yang semakin beragam dengan harga lebih rendah kepada para konsumen. 18 Salah satu sebab munculnya perdagangan luar negeri (internasional) itu tidak lain adalah memperoleh keuntungan atas perdagangan tersebut. Menurut Adam Smith (w. 1790 M) perdagangan dalam skala yang lebih luas (internasional) mendukung pencapaian kesejahteraan masyarakat suatu negara. Dengan kata lain, kesejahteraan masyarakat justru akan semakin meningkat jika perdagangan internasional dilakukan dalam pasar bebas dan intervensi pemerintah dilakukan seminimal mungkin. 19 Setiap orang mengetahui bahwa perdagangan internasional itu menguntungkan yaitu, jika suatu negara menjual barang dan jasa kepada negara lain maka manfaatnya hampir pasti diperoleh kedua belah pihak. Perdagangan menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang kepada setiap
negara
untuk
mengekspor
barang-barang
yang
produksinya
menggunakan sebagian besar menggunakan sumber daya yang berlimpah
18
Paul R.Krugman & Maurice Obstfeld, Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan. Terjemahan Dr. Faisal Basri (Jakarta: PT. INDEKS, 2005), h.193. 19 Muhammad, Aspek Hukum dalam Muamalat. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h.101.
31
terdapat dinegara yang bersangkutan serta mengimpor barang-barang yang produksinya yang langka di negara tersebut. Perdagangan
internasional
juga
memungkinkan
setiap
negara
melakukan spesialisasi produksi terbatas pada barang-barang tertentu sehingga memungkinkan mereka mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi dengan skala produksi yang besar. Adapun
faktor
yang
menyebabkan
terjadinya
perdagangan
internasional, antara lain : a. Perbedaan sumber daya yang dimiliki. b. Perbedaan kualitas penduduk ditinjau dari segi pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya. c. Berkembangnya sistem komunikasi dan sarana transportasi. d. Adanya spesialisasi produksi 2. Manfaat Perdagangan Internasional Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut:20 a) Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan
20
“Perdagangan Internasional”, artikel diakses http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_internasional.
pada
24
Maret
2011
dari
32
internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri. Setiap negara tidak dapat menghasilkan semua barangbarang yang dibutuhkannya, untuk itu diperlukan perdagangan antar negara yang satu dengan negara yang lain. Misalnya, negara-negara maju memerlukan hasil alam tetapi barang tersebut tidak dapat dihasilkan di negara-negara mereka. Maka mereka terpaksa mengimpor barang-barang tersebut dari negara-negara di Asia Tenggara terutama dari Indonesia, Thailand, dan Malaysia. Sebaliknya negara-negara di Asia Tenggara belum dapat memproduksi sendiri beberapa hasil Industri modern, seperti pesawat terbang, kapal pengangkut minyak dan mesin-mesin industri. Maka negaranegara itu harus mengimpor barang-barang tersebut dari negara maju. b) Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri. Contoh: Amerika Serikat dan Jepang mempunyai kemampuan untuk memproduksi kain. Tetapi Jepang dapat memproduksikannya dengan lebih efisien dari Amerika Serikat. Dalam keadaan seperti ini, untuk mempertinggi koefisien penggunaan faktor-faktor produksi, Amerika
33
Serikat perlu mengurangi produksi kainnya dan mengimpor barang tersebut dari Jepang. Dengan mengadakan spesialisasi dan perdagangan, setiap negara dapat memperoleh keuntungan yang berikut: 1) Faktor-faktor produksi yang dimiliki setiap negara dapat digunakan dengan lebih efisien. 2) Setiap negara dapat menikmati lebih banyak barang dari yang dapat diproduksikan di dalam negeri c) Memperluas pasar dan menambah keuntungan Beberapa jenis industri telah dapat memenuhi permintaan dalam negeri sebelum alat-alat produksi sepenuhnya digunakan, ini berarti bahwa industri
masih
dapat
menaikkan
produksi
dan
meningkatkan
keuntungannya apabila masih terdapat pasar untuk barang-barang yang dihasilkan oleh industri itu. Karena seluruh permintaan dari dalam negeri telah terpenuhi satu-satunya cara untuk memperoleh pasaran adalah dengan mengekspornya keluar negeri. Apabila kapasitas dari mesin-mesin masih rendah, sehingga produksi mesin-mesin itu belum mencapai titik yang optimum, ekspor ke luar negeri akan mempertinggi keefisienan dari mesin-mesin yang digunakan dan mengurangi biaya produksi. Dengan demikian, untuk industri-industri yang mempunyai sifat seperti itu, perdagangan luar negeri bukan saja akan
34
menambah produksi dan meningkatkan keuntungan. Tetapi juga dapat menurunkan biaya produksi. d) Transfer teknologi modern Selanjutnya perdagangan luar negeri memungkinkan sesuatu Negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan cara-cara manajemen yang lebih modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan negara tersebut mengimpor mesin-mesin atau alat-alat yang lebih modern untuk melaksanakan teknik produksi dan cara produksi yang lebih baik. Keuntungan-keuntungan ini terutama dinikmati oleh Negara-negara berkembang. Di negara-negara tersebut kegiatan ekonomi masih banyak yang menggunakan teknik produksi dan cara menajemen yang tradisional. Oleh karena itu daya produktivitasnya masih rendah dan produksinya terbatas. Dengan mengimpor teknologi yang lebih modern negara tersebut dapat menaikkan produktivitasnya, dan ini akan mempercepat pertumbuhan produksi. C. General Agreement On Tariff and Trade (GATT) And World Trade Organization (WTO) Adapun organisasi internasional yang mengatur masalah perdagangan internasional adalah GATT, yang kemudian digantikan oleh WTO, organisasi ini mempunyai kewenangan dalam mengatur kegiatan perdagangan antar negara anggota, sehingga diharapkan akan tercipta suatu sistem perdagangan yang baik.
35
Menurut Kamus Istilah Perdagangan Internasional GATT adalah suatu perjanjian inetrnasional dibidng perdagangan internasional (International Trade) yang mengikat lebih dari 120 negara, bertujuan untuk menetapkan iklim perdagangan internasional yang aman dan jelas bagi masyarakat bisnis, serta untuk menciptakan perdagangan yang berkelanjutan didalam penanaman modal, lapangan kerja dan menciptakan iklim perdagangan yang sehat sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan diseluruh dunia. Pada awalnya pendirian GATT, tidak direncanakan sebagai organisasi internasional, namun dalam perjalanannya justru GATT berperan sebagai organisasi internasional. GATT (General Agreement On Tariff and Trade) adalah perjanjian internasional, multilateral, yang mengatur perdagangan iindustri di barat mengalami nternasional sesudah perang dunia Ke-II dan didirikan tahun 1948. GATT lahir setelah Perang Dunia Ke-II, setelah negara industri di Barat mengalami banyak proteksionisme dan semangat autarki yang berkembang setelah depresi besar tahun 1930-an. Pada masa tersebut, setiap negara membatasi perdagangan impor atau ekspor. Alasannya ialah proteksi untuk produsen,
proteksi
untuk
konsumen,
masyarakat,
neraca
pembayaran,
pertahanan, dan keamanan. Negara berkembang (misalnya ASEAN) cenderung melindungi industrinya yang masih pemula (infant industry). Tujuan GATT adalah sebagai berikut: 1. Terjadinya perdagangan dunia yang bebas, tanpa diskriminasi.
36
2. Menempuh disiplin di antara anggotanya supaya tidak mengambil langkah yang merugikan anggota yang lain. 3. Mencegah terjadinya perang dagang yang akan merugikan semua pihak. Namun, aturan GATT tidak mengharuskan perdagangan bebas tanpa syarat karena dunia memang belum atau tidak mencapai hal itu secara utuh. Oleh karena itu, GATT hanya berusaha ke rezim perdagangan yang lebih bebas, atau fair trade tanpa diskriminasi untuk memperbesar pertumbuhan dunia. GATT dibentuk dengan pengaturan kelembagaan yang minimum pada tahun 1948 dengan 3 prinsip utama, yaitu: 1. Most Favoured Nations (MFN). Prinsip tersebut berisi ketentuan bahwa suatu negara memberikan perlakuan yang istimewa kepada negara partner dagangnya dan hendaklah juga
memberikan perlakuan yang sama
istimewanya dengan negara-negara lain yang melakukan dengan melakukan transaksi perdagangan dengan negara bersangkutan. Perlakuan yang sama itu harus tercermin dalam tarif impor, pajak ekspor, dan pungutan lain. Tujuannya agar semangat perdagangan bebas menjadi meluas, sehingga manfaat yang timbul dari perdagangan bebas itu dapat dinikmati oleh seluruh negara yang melakukan transakasi perdagangan internasional. 2. Reciprocity. Penurunan atau penghapusan tarif suatu negara hendaklah dilakukan setelah melakukan perundingan dengan negara-negara partner dagangnya. Artinya adalah bahwa penurunan atau penghapusan tarif oleh
37
suatu negara untuk komoditi tertentu hendaklah dilakukan dengan penurunan atau penghapusan tarif untuk komoditi yang sama oleh negara-negara lain. 3. Nondiscrimination. Setiap barang impor yang msuk ke pasaran domestik dalam suatu negara hendaklah dilakukan sama dengan barang domestik. Barang impor dan barang domestik mempunyai hak sama dalam melakukan persaingan dan tidak boleh diperlakukan berbeda dalam pengenaan pajak. Dalam praktek perdagangan internasional, prinsip-prinsip GATT di atas telah banyak dilanggar. Yang melanggarnya, terutama, adalah negara-negara maju atas korban negara-negara berkembang. Seluruh prinsip GATT akhirnya dalam praktek dibuat untuk kepentingan negara maju, sehingga GATT diberi julukan “the richman’s club”. World Trade Organization (WTO) atau organisasi perdagangan dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. System perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negaranegara anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antara negara anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importir
38
dalam kegiatan perdagangan. WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 januari 1995.21 Pembentukan WTO menggantikan GATT itu sendiri disetujui 125 negara pada pertemuan para menteri di Marrakesh (Maroko) 15 April 1994, sebagai bagian dari kesepakatan putaran Uruguay, putaran terakhir perundingan perdagangan bebas multilateral dibawah GATT. WTO sendiri menurut kamus istilah ekonomi populer adalah bagian dari perjanjian Putaran Uruguay (PU) dimana negara penandatangan GATT sepakat menciptakan organisasi payung baru yang permanen untuk menggantikan GATT. WTO kemudian dibentuk yang akan mempermudah pelaksanaan dan administrasi kesepakatan PU. Seperti halnya GATT, WTO akan menyediakan forum bagi perundingan perdagangan mancanegara, melakukkan peninjauan atas kebijakan perdagangan negara anggota dan bekerja sama dengan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) dalam usaha mencapai koherensi yang lebih besar dalam pembuatan kebijakan ekonomi dunia. Tetapi, WTO berbeda dengan GATT dalam beberapa hal yang lebih mempersempit bagi kemungkinan tindakan sepihak. Pertama, jangkauan masalah perdagangan yang akan digarap WTO telah sangat berkembang luas. Kedua, WTO mempunyai prosedur penyelesaian perselisihan yang jauh lebih tegas. Ketiga, badan itu memberikan sifat permanen yang tidak dimiliki GATT (yang memang direncanakan hanya 21
Jalaluddin Al-Mahalli, “Tinjauan Etika Bisnis Syariah Terhadap Perdagangan Global”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h.60.
39
merupakan badan sementara). Semua penandatanganan WTO harus sepakat menerima secara otomatis semua kesepakatan PU tanpa kecuali.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Pendekatan Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis adalah normatif yaitu menggunakan tinjauan ekonomi syariah dalam perdagangan internasional yang telah dirumuskan dalam penelitian ini untuk menilai objek penelitian (dumping). B. Jenis Penelitian Secara keseluruhan jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu pendekatan yang tidak mengadakan penghitungan matematis, statistik dan lain sebagainya, melainkan menggunakan penekanan ilmiah1 atau penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi. Bilamana terdapat ilustrasi yang mengarah pada perhitungan yang berbentuk angka-angka (kuantitatif), maka hal itu dimaksudkan hanya untuk mempertajam analisa dan menguatkan argumentasi penelitian. Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, maka jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari
1
Lexi Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. VIII, (Bandung: PT remaja Rosda Karya, 1997), h.6.
40
41
data-data atau bahan-bahan dari berbagai daftar kesusastraan yang ada. Dengan cara membaca, mempelajari, mencatat, dan merangkum teori-teori yang ada kaitannya dengan masalah pokok pembahasan melalui buku-buku, skripsi terdahulu, majalah, surat kabar, artikel, buletin, brosur, internet dan media lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. C. Jenis Data dan Sumber Data Dalam penyusunan skripsi ini, penullis menggunakan jenis data kualitatif yaitu berupa kata-kata atau gambar bukan angka-angka, kalaupun ada angka-angka sifatnya hanya sebagai penunjang.2 Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber, yakni: a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian. b. Data Sekunder Yaitu memberikan penjelasan yang menguatkan data primer yang mencakup buku-buku, karya tulis berupa makalah, Koran , majalah, artikel, dan lain-lain yang relevan dengan pembahasan skripsi ini. D. Teknik Pengumpulan Data Alat pengumpulan data dalam penelitian ini berupa dokumentasi naskah.
2
Sudarman Danim, Menjadi Peneliti Kuaitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), h.51.
42
E. Teknik Analisa Data Dalam menganalisa data, penulis menggunakan metode Analisis Deskriptif. Analisis deskriptif yaitu suatu teknik analisa data dimana penulis membaca, mempelajari, memahami dan kemudian menguraikan semua data yang diperoleh lalu membuat analisa-analisa komprehensif sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Dengan menggunakan metode analisis ini maka selanjutnya penulis akan menjelaskan secara komprehensif semua data yang diperoleh dalam skripsi ini. F. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi
ini adalah
menggunakan “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007”.
BAB IV TINJAUAN EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
A. Konsep Jual Beli 1. Pengertian Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al Bai, al tijarah dan al mubadalah, sebagaimana Allah SWT, berfirman: (surat fathir:29). Secara etimologi, al-bai‟ (jual beli) merupakan bentuk isim mashdar dari akar kata bahasa Arab bâ‟a , maksudnya, penerimaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata al-bai‟ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata al-syirâ`. Dua kata ini masing-masing mempunyai makna dua (jual dan beli) yang satu sama lain bertolak belakang. Secara terminologi, jual-beli adalah pertukaran harta dengan harta yang lain berdasarkan tujuan tertentu, atau pertukaran sesuatu yang disukai dengan yang sebanding atas dasar tujuan yang bermanfaat dan tertentu, serta diiringi dengan ijab dan qabul . Menurut Sayyid Sâbiq, jual-beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan. Apabila akad pertukaran (ikatan dan persetujuan) dalam jual-beli telah berlangsung, dengan terpenuhinya rukun dan syarat, maka konsekuensinya penjual akan memindahkan barang kepada pembeli. Demikian pula sebaliknya, pembeli memberikan miliknya kepada
43
44
penjual, sesuai dengan harga yang disepakati, sehingga masing-masing dapat memanfaatkan barang miliknya menurut aturan dalam Islam. Dalam konteks modern, terminologi jual-beli digunakan untuk menunjukkan proses pemindahan hak milik barang atau aset yang mayoritas mempergunakan uang sebagai medium pertukaran.1 Jual beli dalam arti umum adalah suatu perikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemnfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat kedua belah pihak. Tukar menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain. Dan sesuatu yang bukan manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan ialah zat (berbentuk), ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan manfaatnya atau bukan hasilnya. Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya bukan emas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang itu ada dihadapan si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifatsifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu. 2
1
Fiqh Siyasah Muamalah, artikel ini diakses pada http://www.slideshare.net/lukmanul/presentasi-fiqh-siyasahmuamalah-9 2
22
Agustus
2011
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007, hal. 69-70
dari
45
2. Landasan Syariah Jual beli disyariatkan berdasarkan Al-Qur‟an, Sunnah, dan Ijma, yakni3: a) Al-Qur‟an 1) Al-Baqarah 275
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S Al-Baqarah: 275) 3
Rachmat Syafe‟I, Fiqih Muamalah. Bandung:Pustaka Setia, 2004, hal 75
46
2) An-Nisa 29
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu,
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.” (Q.S An-Nisaa: 29) b) Sunnah diantaranya, artinya Nabi SAW ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik. Beliau menjawab: seseorang bekerja dengan tanganya dan setiap jual beli yang mabrur (HR. Bajjar, Hakim menshahihkannya dari Rifa‟ah Ibn Rafi‟). Maksud mabrur dalam hadits diatas adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu menipu dan merugikan orang lain. “wainnamal bai‟u antaraaddin” jual beli harus dipastikan harus saling meridhai (HR. Baihaki dan Ibnu Majah). c) Ijma, ulama telah sepakat bahwa jual beli telah dibolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu untuk mencukupi kebutuhan dirinya tanpa bantuan orang lain, namun demikian, bantuan atau barang milik
47
orang lain yang dibutuhkan yaitu harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. 3. Rukun dan Syarat Jual Beli Para ulama berbeda pendapat mengenai rukun jual beli. Menurut ulama Hanafiyah, rukun jual beli hamya ijab dan qabul. Berarti menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi, dapat tergambar dalam ijab dan qabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan harga barang. Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun jual beli terdiri: 4 a) Orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli) Syarat bagi orang yang melakukan akad adalah berakal, baligh, atas kehendak sendiri, dan tidak pemboros. Oleh karena itu, baik laki-laki maupun perempuan selama terpenuhi syarat tersebut, ia berhak melakukan jual beli tanpa ada seorang pun yang boleh menghalanginya, termasuk wali maupun suaminya. b) Lafadz ijab dan qabul (sighat) Dalam ijab dan qabul tidak ada keharusan untuk menggunakan kata-kata khusus, karena ketentuan hukumnya ada pada akad dengan tujuan dan makna, bukan dengan kata-kata dan bentuk kata-kata itu sendiri. Yang diperluka adalah saling rela yang direalisasikan dalam bentuk mengambil 4
AH. Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta:UIN Jakarta Press, 2005), hal. 101
48
dan member atau cara lain yang dapat menunjukkan keridhoan dan berdasarkan makana pemilikan dan mempermilikkan. Syarat yang terkait dengan ijab dan qabul : 1) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal. 2) Qabul sesuai dengan ijab. 3) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis. c) Objek Jual Beli (Ma‟qud alaih) Yang terdiri dari barang yang diperjualbelikan, dan harga barang. Barang yang diperjualbelikan disyaratkan suci (bersihnya
barang),
dapat
dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Oleh karena itu, bangkai, khamar, dan benda-benda haram lainnya tidak sah menjadi objek jual beli, karena benda-benda tersebut tidak bermanfaat bagi manusia dalam pandangan syara‟. Selanjutnya, barang tersebut milik seseorang yang melakukan akad, dapat diserahkan pada saat akad berlangsung atau pada waktu yang telah disepakatibersama ketika akad berlangsung. d) Nilai Tukar (harga barang) Hendaknya merupakan harga yang disepakati kedua belah pihak. Harus jelas jumlahnya, dapat diserahkan pada waktu akad (transaksi) sekalipun secara hokum (seperti pembayaran cek atau kartu kredit). Apabila barang itu dibayar kemudian (berhutang), maka harus jelas waktu pembayarannya. Apabila jual beli itu dilakukan secara barter atau saling mempertukarkan barang (al muqayadhah), maka barang yang dijadikan nilai tukar, bukan
49
barang yang diharamkan syara‟ seperti babi dan khamar, karena kedua jenis benda itu tidak bernilai dalam pandangan syara‟. 4. Bentuk-Bentuk Jual Beli Ulama Hanafiah membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya menjadi tiga bentuk: a) Jual Beli yang Sahih Jual beli yang sesuai dengan disyari‟atkan, memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan, bukan milik orang lain, tidak tergantung pada hak khiyar lagi. Sifatnya mengikat kedua belah pihak. b) Jual Beli yang Batal Apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyari‟atkan. Diantara bentuknya: Jual beli sesuatu yang tidak ada (bai‟ al-ma‟dum), Jual beli yang mengandung unsur penipuan (gharar). Jual beli benda-benda najis dan tidak mengandung makna harta, seperti bangkai. al-‟Arbun, jual beli yang dilakukan melalui perjanjian, pembeli membeli sebuah barang dan uangnya seharga barang diserahkan kepada penjual, dengan syarat apabila pembeli tertarik dan setuju, maka jual beli sah. Tapi jika pembeli tidak setuju dan barang dikembalikan, maka uang yang telah diberikan pada penjual menjadi hibah bagi penjual.
50
c) Jual beli yang Fasid Ulama Hanafiah membedakan jual beli fasid dengan batal. Jika kerusakan dalam jual beli terkait dengan barang yang diperjualbelikan maka hukumnya batal (seperti bai‟ al-ma‟dum dan jual beli benda haram). Tapi apabila kerusakan pada jual beli menyangkut harga/nilai barang dan boleh diperbaiki, maka dinamakan fasid. Contoh yang fasid adalah bai‟ almajhul, seseorang membeli HP blackberry, ternyata cuma casingnya yang bermerek, mesin dalamnya malah palsu atau tiruan, padahal harganya hampir sama dengan merek asli. 5. Jual Beli yang Terlarang a) Jual beli yang dilarang tidak sah: 1) Jual beli barang yang zatnya haram, najis atau tidak boleh diperjualbelikan. 2) Jual beli yang dilarang karena belum jelas (sama-samar), antara lain: jual beli buah-buahan yang belum tampak hasilnya, jual beli barang yang belum tampak, seperti menjual ikan di kolam, menjual anak ternak yang masih dalam kandungan. 3) Jual beli bersyarat. 4) Jual beli yang menimbulkan kemudharatan, seperti menjual narkoba, buku atau vcd porno, lambang-lambang salib dsb. 5) Jual beli yang dilarang karena dianiaya, seperti menjual anak binatang yang masih begantung kepada induknya.
51
6) Muhaqalah, yaitu menjual tanam-tanaman yang masih di sawah. 7) Mukhadharah, menjual buah-buahan yang masih hijau (belum pantas dipanen) 8) Mulamasah, jual beli secara sentuh menyentuh. Misal, orang yang menyentuh sehelai kain atau barang berarti dianggap/diharuskan membeli barang tersebut. 9) Munabadzah/ al-hishshah , jual beli secara lempar melempar, seperti seseorang berkata: “Lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku.” Setelah lemparmelempar terjadilah jual beli. 10) Muzabanah, jual beli barter yang diduga keras tidak sebanding, menjual buah yang basah dengan buah yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi basah, sedangkan ukurannya dengan ditimbang, sehingga akan merugikan pemilik padi kering. b) Jual beli yang dilarang sah: 1) Jual beli dari orang yang masih dalam tawar menawar. 2) Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota/pasar. Menguasai barang sebelum sampai ke pasar agar dapat membeli murah kemudian menjual di pasar dengan harga murah pula, sehingga merugikan pedagang lain yang belum mengetahui harga pasar. Dilarang karena mengganggu kegiatan pasar, meskipun akadnya sah.
52
3) Ihtikar (monopoli), membeli barang dengan memborong untuk ditimbun, kemudian akan dijual ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut. 4) Jual beli barang rampasan atau curian. 5) Bentuk Jual Beli Yang Juga Dilarang 6) Bai‟ „Inah . Maksud jual beli „inah yaitu apabila seseorang menjual suatu barang dagangan kepada orang lain dengan pembayaran tempo (kredit) kemudian orang itu (si penjual) membeli kembali barang itu secara tunai dengan harga lebih rendah dari harga awal sebelum hutang uangnya lunas. 7) Bai‟ Najasy. Yaitu menawar suatu barang dagangan dengan menambah harga secara terbuka, ketika datang seorang pembeli dia menawar lebih tinggi barang itu padahal dia tidak ingin membelinya, tujuannya untuk menyusahkan orang lain membelinya. 8) Bai‟ Gharar. Seorang penjual menipu pembeli dengan cara menjual barang dagangan yang didalamnya terdapat cacat. Penjual itu mengetahui adanya cacat tapi tidak memberitahukannya.
53
B. Tinjauan
Ekonomi
Syariah
Terhadap
Praktek
Dumping
Dalam
Perdagangan Internasional 1. Praktik Dumping dalam Perdagangan Internasional Pengertian dumping dalam konteks hukum perdagangan internasional adalah suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor, yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk ekspor tersebut. Sedangkan menurut kamus hukum ekonomi dumping adalah praktik dagang yang dilakukan eksportir dengan menjual komoditi di pasaran internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah daripada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena dapat merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara pengimport. Contoh Kasus Dumping “Tuduhan Praktek Dumping yang dilakukan oleh Indonesia : Pada Sengketa Anti-Dumping Produk Kertas dengan Korea Selatan” 5 Indonesia sebagai negara yang melakukan perdagangan internasional dan juga anggota dari WTO, pernah mengalami tuduhan praktek dumping
5
“Kasus Dumping Kertas Indonesia-Korea”, artikel diakses pada 26 April 2011 dari http://letbrain-answer.blogspot.com/2008/01/kasus-dumping-kertas-indonesia-korea.html.
54
pada produk kertas yang diekspor ke Korea Selatan. Kasus ini bermula ketika industri kertas Korea Selatan mengajukan petisi anti-dumping terhadap produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commission (KTC) pada 30 September 2002. Perusahaan yang dikenakan tuduhan dumping adalah PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT. Pindo Deli Pulp & Mills, PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk dan April Pine Paper Trading Pte Ltd. Produk kertas Indonesia yang dikenai tuduhan dumping mencakup 16 jenis produk, tergolong dalam kelompok uncoated paper and paper board used for writing, printing, or other graphic purpose serta carbon paper, self copy paper and other copying atau transfer paper. Indonesia untuk pertama kalinya memperoleh manfaat dari mekanisme penyelesaian sengketa atau Dispute Settlement Mechanism (DSM) sebagai pihak penggugat utama (main complainant) yang merasa dirugikan atas penerapan peraturan perdagangan yang diterapkan oleh negara anggota WTO lain. Indonesia mengajukan keberatan atas pemberlakuan kebijakan antidumping Korea ke DSM dalam kasus Anti-Dumping untuk Korea-Certain Paper Products. Sebagai negara yang telah menjadi anggota WTO yaitu dengan meratifikasinya Agreement Establishing the WTO melalui Undang – Undang Nomor. 7 Tahun 1994 tentang Pembentukan WTO, maka Indonesia juga harus melaksanakan prinsip-prinsip pokok yang dikandung dalam General Agreement on Tariff and Trade/GATT 1947 (Persetujuan Umum mengenai
55
Tarif dan Perdagangan Tahun 1947), berikut persetujuan susulan yang telah dihasilkan sebelum perundingan Putaran Uruguay. GATT merupakan perjanjian perdagangan multilateral dengan tujuan menciptakan
perdagangan
bebas,
adil,
dan
membantu
menciptakan
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan umat manusia. GATT dimaksudkan sebagai upaya untuk memperjuangkan terciptanya perdagangan bebas, adil dan menstabilkan sistem perdagangan internasional, dan memperjuangkan penurunan tarif bea masuk serta meniadakan hambatan-hambatan perdagangan lainnya. GATT berfungsi sebagai forum konsultasi negara-negara anggota dalam membahas dan menyelesaikan
masalah-masalah
yang
timbul
dibidang
perdagangan
internasional, GATT juga berfungsi sebagai forum penyelesaian sengketa di bidang perdagangan antara negara-negara peserta, masalah-masalah yang timbul diselesaikan secar bilateral antara negara-negara yang terlibat dalam persengketaan dagang melalui kosultasi dan konsiliasi. Indonesia
berhasil
memenangkan
sengketa
anti-dumping
ini.
Indonesia telah menggunakan haknya dan kemanfaatan dari mekanisme dan prinsip-prinsip multilateralisme sistem perdagangan WTO terutama prinsip transparansi. Investigasi anti-dumping juga harus dihentikan jika fakta dilapangan membuktikan bahwa marjin dumping dianggap tidak signifikan (dibawah 2% dari harga ekspor) .Dan jika volume impor dari suatu produk dumping sangat
56
kecil volume impor kurang dari 3% dari jumlah ekspor negara tersebut ke negara pengimpor, tapi investigasi juga akan tetap berlaku jika produk dumping impor dari beberapa negara pengekspor secara bersamaan diperhitungkan berjumlah 7% atau lebih. Kasus Indonesia-Korea Daftar Produk Ekspor Indonesia yang Terkena Tuduhan Dumping pada Oktober 20056 No 1
Negara Penuntut Afrika selatan
2
Australia
3
Amerika Serikat
4 5 6 7 8
Argentina China Malaysia Thailand Turki
9
Selandia Baru
6
Produk Ekspor
Posisi
Glass block, Polyethylene Terephthalate (PET), Drawn and Float Glass Clear Float Glass, Low Linear Density Polythelene Lined Paper School Supplies
Sedang dalam proses Preeliminary Determination
Sepeda Octanol PET Glass Block PET, Laminated Parquet Oil Filters
Sedang dalam proses Sedang dalam proses Dikenakan BMAD Dikenakan BMAD Sedang dalam proses
Sedang dalam proses Akan dibawa ke WTO
Sedang dalam proses
Dikenakan BMAD namun sedang proses naik banding di Selandia Baru
“Kasus dumping kertas Indonesia – Korea”, artikel diakses pada 26 April 2011 dari http://letbrain-answer.blogspot.com/2008/01/kasus-dumping-kertas-indonesia-korea.html
57
10
Uni Eropa
11
Korea
Syntetic Staple Fibers of Polyester (PSF) woodfree copy paper
Tahap Peninjauan
Dimenangkan oleh Indonesia
Daftar Produk Indonesia Yang Terkena Tuduhan Dan Sanksi Dumping Sampai Tahun 2002 No.
Jenis Komoditas
Negara Penggugat
Keterangan
1.
Aluminium foil rolls
Selandia Baru
Negatif
2.
Aluminium sheet
Selandia baru
Negatif
3.
Sepeda
Uni Eropa
Positif
4.
Canned tuna
Australia
Negatif
5.
Clear float glass
Australia
Negatif
6.
Cotton fabric
Uni Eropa
Positif
7.
Cotton yarn
Uni Eropa
-
8.
Denim
Uni Eropa
Negatif
9.
Descated coconut
Brasil
-
10.
Exercise books
Australia
Negatif
11.
Flat glass/CPG
Australia
Negatif
12.
Flatt glass
Australia
Negatif
13.
Footwear
Uni Eropa
-
14.
Footwear
Selandia Baru
Positif
15.
Glassware
Turki
Positif
16.
Glutamic acid
Uni Eropa
Positif
58
17.
Instant noodle
Australia
Negatif
18.
Lead acid battery
Australia
Positif
19.
Lead acid battery
Selandia Baru
Negatif
20.
Melamine table ware
USA
-
21.
Monosodium glutamate
Filipina
-
22.
Monosodium glutamate
Uni Eropa
Positif
23.
Mosqouito colls
Filipina
Negatif
24.
Photo album
Kanada
Positif
25.
Photocopy papers
Australia
Positif
26.
Phthalic anhydride
Australia
Positif
27.
Phthalic anhydride
Australia
Negatif
28.
Polyester fabric
Uni Eropa
-
29.
Polyester yarn
Uni Eropa
Negatif
30.
Polyefin bage
Australia
Berhenti
31.
Rubber tyre
Filipina
-
32.
Sacks & bags poly
Uni Eropa
-
33.
Safety watches
Filipina
Positif
34.
Sorbitol 70%
Australia
Negatif
35.
Micro disk
Uni Eropa
-
Sumber : Sukarmi. Regulasi Antidumping di Bawah Bayang-Bayang Pasar Bebas. Sinar Grafika.2002
59
2. Tinjauan Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Dumping Dalam Perdagangan Internasional Islam memperkenalkan kepada manusia lima komponen hidup yang menjadi kepentingan bagi semua manusia. Hukum Islam berfungsi menjaga lima komponen “al-kulliyyat al-khams” (lima dasar), yaitu jiwa, akal pikiran, harta benda, keturunan, dan keyakinan beragama manusia. Masalah harta benda merupakan salah satu dari lima komponen kehidupan dalam hukum islam yang menduduki posisi yang sama, yaitu kesemuanya harus dijamin keselamatannya. Pengelolaan harta benda merupakan masalah muamalah, termasuk di dalamnya masalah perdagangan. Rasulullah SAW bersabda: “Tis‟ah al-asy‟ari al-rizki min al-tijarah”, bahwa perolehan rezeki itu 90% berasal dari perdagangan. Proses globalisasi dalam berbagai bidang serta perkembangan lain yang terjadi selama ini, menimbulkan gejala menyatunya ekonomi semua bangsa. Terjadi hubungan saling ketergantungan dan integrasi ekonomi nasional kedalam ekonomi global. Proses itu terjadi secara bersamaan dengan bekerjanya mekanisme pasar yang dijiwai persaingan. Untuk mendapatkan manfaat dari globalisasi, maka produk-produk dalam negeri harus dapat menembus bukan saja pasar domestik melainkan juga pasar dunia. Oleh karena itu kebijakan perdagangan internasional yang
60
melancarkan arus barang, jasa, dan produksi mau tidak mau harus mengandalkan produk yang mutu dan harganya bersaing. 7 Selanjutnya, prinsip dasar perdagangan Islam adalah adanya kebebasan dalam melakukan transaksi dengan mengindahkan keridhaan dan melarang pemaksaan. Akan tetapi, tidak sedikit orang-orang yang menyalahartikan kebebasan ini. Sehingga mereka dapat menghalalkan segala macam cara untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memperdulikan orang-orang disekitarnya. Tindakan persaingan antarpelaku ekonomi mendorong dilakukannya persaingan curang, baik dalam bentuk harga maupun dalam bukan harga (price or nor price competition). Dalam bentuk harga misalnya terjadi diskriminasi harga (price discrimination)yang dikenal dengan istilah dumping. Substansi dari dumping itu sendiri adalah masalah perbedaan harga, pemikir muslim pun tidak luput untuk membahas masalah harga ini, salah satu pemikir yang paling menaruh perhatian khusus terhadap masalah harga adalah Ibnu Taimiyah (w. 728 H/1328 M). diantaranya mengenai masalah harga yang adil (just price). Konsep harga yang adil pada hakikarnya telah ada dan digunakan sejak awal kehadiran Islam. Al Qur‟an sendiri sangat menekankan keadilan dalam setiap aspek kehidupan umat manusia. Oleh karena itu, adalah hal
7
Sukarmi, Regulasi Antidumping di Bawah Bayang-Bayang Pasar Bebas (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h.2.
61
yang wajar jika keadilan juga diwujudkan dalam aktivitas pasar, khususnya harga. Istilah harga yang adil telah disebutkan dalam beberapa hadis nabi dalam konteks kompensasi seorang pemilik, misalnya dalam kasus seorang majikan yang membebaskan budaknya. Dalam hal ini, budak menjadi manusia merdeka dan pemiliknya memperoleh sebuah kompensasi dengan harga yang adil (qimah al-adl). Istilah harga yang adil juga ditemukan pada masa khalifah Umar bin Khattab dalam menentukan jumlah diyat yang baru setelah daya beli dirham jatuh karena naiknya harga-harga. Dalam membahas persoalan yang berkaitan dengan harga, Ibnu Taimiyah seringkali menggunakan dua istilah, yakni kompensasi yang setara („iwadh al-mitsl) dan harga yang setara (tsaman al-mitsl). Selain itu, ia juga membedakan antara dua jenis harga: harga yang tidak adil dan dilarang, dan harga yang adil dan diinginkan. Ia memandang harga yang setara sebagai harga yang adil. Konsep ibnu Taimiyah mengenai kompensasi yang setara („iwadh almitsl) tidak sama dengan harga yang adil (tsaman al-mitsl) persoalan tentang kompensasi yang adil muncul ketika mengupas persoalan kewajiban moral dan hukum. Dalam mendefinisikan kompensasi yang setara, Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kesetaraan adalah jumlah yang sama dari objek khusus yang dimaksud dalam pemakaian umum. Hal ini juga
62
berkaitan dengan tingkat harga dan kebiasaan („adah). Lebih jauh lagi, ia mengemukakan bahwa evaluasi yang benar terhadap kompensasi yang adil didasarkan atas analogi dan taksiran dari barang tersebut dengan barang lain yang setara. Ibnu Taimiyah menggunakan istilah kompensasi yang setara ketika menelaah dari sisi legal etik dan harga yang setara ketika meninjau dari aspek ekonomi. Ketika membahas tentang kompensasi yang setara, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa untuk menilai kompensasi sesuatu berdasarkan barang yang setara adalah keadilan yang wajib ditegakkan dan jika pembayarannya terhadap itu dinaikkan, maka itu jauh lebih baik; tetapi untuk mengurangi kompensasi merupakan hal yang dilarang karena merupakan suatu ketidakadilan. Harga yang adil muncul ketika menghadapi harga yang sebenarnya, pembelian dan pertukaran barang. Harga yang adil adalah harga yang dibentuk oleh kekuatan pasar yang berjalan secara bebas, yakni pertemuan antara kekuatan permintaan dan penawaran. Dalam menjelaskan arti harga yang setara beliau merinci ada hal yang menentukan harga yang setara yaitu: tingkat harga (rate) di mana orang-orang menjual barang mereka, dan diterima sebagai harga yang setara oleh masyarakat untuk harga sejenis pada masa dan tempat tertentu. Jadi kompensasi yang setara dan harga yang adil sebenarnya berkaitan. Kompensasi bisa juga berkaitan dengan penentuan harga, karena harga
63
barang juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Jika kompensasi suatu barang setara dengan faktor yang mempengaruhi barang seperti kerja dan biaya operasional, maka itu juga disebut dengan harga yang adil. Akan tetapi harga yang adil lebih fleksibel karena terpengaruh oleh kondisi permintaan dan penawaran. Menurut pemikir muslim yang lain, yakni Imam Yahya bin Umar, harga ditentukan oleh kekuatan pasar, yakni kekuatan penawaran (supply) dan permintaan (demand). Namun, ia menambahkan bahwa mekanisme harga itu harus tunduk kepada kaidah-kaidah. Diantara kaidah-kaidah itu adalah pemerintah berhak untuk melakukan intervensi pasar ketika terjadi tindakan sewenang-wenang kemudaratan bagi
dalam
masyarakat.
pasar
Dalam
yang
hal
ini,
dapat
menimbulkan
pemerintah berhak
mengeluarkan pelaku tindakan itu dari pasar. Hukuman ini berarti melarang pelaku melakukan aktivitas ekonominya di pasar, bukan \erupakan hukuman maliyah. Sedangkan menurut Dr. Rifa‟at al-Audi, pernyataan imam Yahya bin Umar yang melarang praktek banting harga atau dumping bukan dimaksudkan untuk mencegah harga-harga menjadi murah. Akan tetapi pelarangan tersebut dimaksudkan untuk mencegah dampak negatifnya terhadap mekanisme pasar dan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. 8
8
Euis amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2005), h.118.
64
Dengan demikian, dalam ekonomi islam, undang-undang mempunyai peranan sebagai pemelihara dan penjamin pelaksanaan hak-hak masyarakat yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka secara keseluruhan, bukan sebagai alat kekuasaan untuk memeperoleh kekayaan secara semenamena. Dari pernyataan para pemikir ekonomi Islam diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa naik turunnya harga itu tidak selamanya disebabkan oleh tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terlibat transaksi, melainkan disebabkan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Dalam islam adil itu adalah “La tuzhlimuuna wa la tuzhlamuuna”. Oleh karena itu, dumping masuk kedalam kategori harga yang adil selama tidak ada pihak yang dirugikan atas tindakan dumping tersebut. Dan menurut
Direktorat
Pengamanan
Perdagangan
Ditjen
Kerjasama
Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan RI, praktek dumping itu diperbolehkan, sepanjang marjin dumpingnya kurang dari 2-3%. Karena bagi negara pengimpor jika marjin dumping lebih dari 3% maka akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, hal ini akan ditandai dengan membanjirnya barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri dan akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan kerja massal,
65
penggangguran dan bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri. Dengan kata lain hakikat dumping sebagai praktek curang jika margin dumping melebihi 3%. Dumping sendiri dipergunakan bukan hanya untuk merebut pasaran di negara lain tetapi juga dapat berakibat menggerogoti, bahkan mematikan perusahaan domestik yang menghasilkan produk sejenis. 9 Selain criteria margin dumping tadi, suatu produk bisa dikatakan dumping apabila memenuhi 3 kriteria lain, yakni sebagai berikut: 1. Produk ekspor suatu negara telah diekspor dengan melakukan dumping. 2. Akibat dumping tersebut telah mengakibatkan kerugian secara material 3. Adanya hubungan kausal (causal link) antara dumping yang dilakukan dengan akibat kerugian (injury) yang terjadi. Namun, seperti yang telah dikatakan oleh John H. Jackson pada bab sebelumnya, bahwa tidak semua dumping itu dapat merugikan negara importir dan menguntungkan negaranya. Bahkan sebaliknya, ada dumping yang dapat merugikan produsen sendiri serta menguntungkan konsumen, karena konsumen dapat membeli barang yang murah harganya. Dalam praktiknya, dumping baru dipandang sebagai sebuah kebijakan perdagangan yang lebih menguntungkan oleh sebuah perusahaan jika ditemukan dua hal, yaitu pertama, industry tersebut bersifat kompetitif tidak sempurna, sehingga perusahaan dapat bertindak sebagai price maker, bukan
9
“Praktik Dumping Dalam Persaingan Usaha”, artikel di akses pada 4 April 2011 dari http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/1858450-praktik-dumping-dalam-persaingan-usaha/.
66
sebagai price taker; kedua, pasar harus tersegmentasi, sehingga penduduk di dalam negeri tidak dapat dengan mudah membeli barang-barang yang akan diekspor.10 Agar dapat dipahami secara lebih jelas tentang bagaimana dumping dapat menjadi sebuah pilihan strategi memaksimalkan keuntungan, berikut ini akan disajikan sebuah contoh kasus. Perusahaan komputer Amanah menjual 1000 unit komputer didalam negeri. Harga computer adalah 20 juta per unit didalam negeri, dan 15 juta per unit di luar negeri. Dari data penjualan ini, timbul kesan bahwa perusahaan akan memperoleh keuntungan yang lebih banyak jika melakukan ekspansi penjualan di dalam negeri daripada diluar negeri. Namun, kesan tersebut akan berubah jika faktor biaya ekspansi penjualan diperhitungkan. Katakan saja bahwa untuk melakukan ekspansi penjualan satu buah unit, dipasar manapun, baik didalam maupun didalam negeri, perusahaan memerlukan pengurangan harga sebesar 0,01 juta. Akibat pengurangan domestic sebesar 10 ribu rupiah tersebut, penjualan akan meningkat sebesar 1 buah unit, yang berarti secara langsung menambah pendapatan sebesar 19,99 juta. Namun disisi lain, mengurangi pendapatan terhadap penjualan 1000 unit yang dijual seharga 20 juta sebesar 10 juta. Dengan demikian, pendapatan marjin dari tambahan unit yang dijual adalah
10
Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, edisi III, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h.294.
67
hanya sebesar 9,99 juta. Disisi lain, pengurangan harga diterapkan terhadap para pembeli di luar negeri, dan oleh Karena itu, perluasan ekspor sebanyak 1 unit secara langsung akan meningkatkan pendapatan hanya sebesar 14,99 juta. Biaya tidak langsung terhadap pendapatan terhadap 100 unit yang dijual seharga 15 juta adalah sebesar hanya 10 ribu. Dengan demikian, pendapatan marjin atas penjualan ekspor adalah sebesar 13,99 juta. Dari kasus ini, tampak dengan jelas bahwa ekspansi ekspor lebih dapat menguntungkan daripada penjualan di dalam negeri, sekalipun harga yang diterima pada penjualan ekspor lebih rendah. Dari contoh perhitungan diatas, dumping dapat dijadikan sebagai alat untuk
memaksimalkan
keuntungan.
Namun,
jika
dihitung
margin
dumpingnya dengan menggunakan rumus margin dumping diatas, maka akan didapatkan MD sebesar 33,33%, artinya angka ini melebihi ketentuan toleransi batas margin dumping dan dapat dikenai sanksi. Hal ini disebabkan dengan margin sebesar itu akan menyebabkan kerugian di Negara pengimpor. Dari berbagai penjelasan yang dipaparkan diatas, Substansi dari praktik dumping itu adalah masalah harga. Pengertian dari dumping itu sendiri secara umum adalah praktek perdagangan yang menjual produk atau barang dengan harga di bawah harga pasar. Dalam hukum Islam manusia dibolehkan untuk berbeda dalam harga. Namun bila manusia itu memurahkan
68
harga dengan maksud membahayakan orang lain, maka di sini hal tersebut adalah haram hukumnya. Dalam kaidah ushul fiqh disebutkan:
ار َ ض َر َ َال ِ َض َر َر َوال “Tidak ada bahaya bagi diri sendiri, dan tidak ada pembahayaan bagi orang lain.” Jika seseorang mengerjakan dumping dengan maksud membahayakan orang lain maka itu adalah haram. Pada dasarnya praktik dumping itu hampir mirip dengan cuci gudang yakni menjual barang di bawah harga pasar. Namun yang membedakan dengan cuci gudang itu sendiri adalah tujuan dari penjualan produk itu sendiri. Biasanya cuci gudang dimaksudkan untuk menghabiskan persediaan barang yang ada di gudang para produsen, maka kadang perbuatan seperti ini terpaksa dilakukan untuk menjual barangnya dengan harga murah sehingga dia dapat menghabiskan persediaan barang yang menumpuk di gudangnya tersebut. Kita tidak berkata di sini bahwa ia telah melakukan suatu hal yang diharamkan, bahkan pembahayaan tidak terjadi. Apabila dia membahayakan yang lainnya, maka jadilah hal tersebut sebagai perkara yang haram. Dan hal itulah yang membedakan cuci gudang dengan dumping (diversinary dumping, predatory dumping, persistent dumping, downstream dumping)
69
Namun jika dipahami betul secara seksama, sebetulnya suatu perbuatan dikatakan dumping jika ditemukan hal yang menjadi dasar atau standar apakah praktik tersebut disebut dumping atau tidak. Karena ada beberapa kriteria yang menentukan apakah suatu negara atau perusahaan itu melakukan dumping atau tidak. Antara lain adalah: a. Produk ekspor suatu negara telah diekspor dengan melakukan dumping. b. Akibat dumping tersebut telah mengakibatkan kerugian secara material. c. Adanya hubungan kausal (causal link) antara dumping yang dilakukan dengan akibat kerugian (injury) yang terjadi. Selain itu, dumping yang diperbolehkan adalah jika margin dumping yang dihasilkan itu harus kurang dari 2-3% dari total perhitungan ekspor, jika melebihi dari angka tersebut maka itu tidak diperbolehkan dan dapat menimbulkan kerugian bagi negara industri barang sejenis di dalam negeri.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dumping dalam perdagangan internasional
sering sekali disebut sebagai
salah satu tindakan perdagangan yang tidak fair, karena praktik dumping adalah praktik menjual suatu produk di pasar luar negeri dengan harga jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga produk yang sama yang ada di dalam negeri. Akan tetapi, jika ditelusuri lebih dekat lagi tentang bagimana praktik dumping dalam perdagangan internasional akan ditemukan beragam jenis dumping yang dipraktikkan. Dan dari beberapa jenis tersebut, tidak semuanya praktik dumping itu dapat merugikan pihak produsen dalam negeri yang menjual produk yang sama. Jenis-jenis dumping tersebut antara lain adalah sporadic dumping, Diversinary Dumping, Predatory Dumping, Persistent Dumping, Downstream Dumping. Dari jenis-jenis tersebut yang tidak mempunyai niat untuk memonopoli pasar adalah jenis dumping Sporadic, jenis dumping ini dilakukan ketika penjualan suatu komoditi di bawah harga atau penjualan komoditi itu keluar negeri dengan harga yang sedikit lebih murah dibandingkan harga domestik, namun hal itu hanya terjadi sekali-kali saja, dan tujuannya pun sekedar untuk mengatasi surplus komoditi yang
70
71
sekali-kali terjadi tanpa harus menurunkan harga domestiknya. Jadi, niatnya sama sekali tidak untuk menindas atau mematikan produk pesaing. Selain itu, tidak semua produk atau komoditi yang harganya murah itu disebut dengan dumping, akan tetapi ada kriteria-kriteria yang dapat menentukan pakah produk itu disebut dumping atau bukan. Kriteria-kriteria tersebut adalah: a. Produk ekspor suatu negara telah diekspor dengan melakukan dumping. b. Akibat dumping tersebut telah mengakibatkan kerugian secara material. c. Adanya hubungan kausal (causal link) antara dumping yang dilakukan dengan akibat kerugian (injury) yang terjadi. Selain dari criteria tersebut, dumping yang diperbolehkan itu adalah jika marjin dumpingnya kurang dari 2-3%. Karena bagi negara pengimpor jika marjin dumping lebih dari 3% maka akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri. 2. Subtansi dari praktik dumping itu adalah masalah harga. Pengertian dari dumping itu sendiri secara umum adalah praktek perdagangan yang menjual produk atau barang dengan harga di bawah harga pasar. Dalam hukum Islam manusia dibolehkan untuk berbeda dalam harga. Namun bila manusia memurahkan harga dengan maksud membahayakan orang lain, maka di sini hal tersebut adalah haram hukumnya. “Tidak ada bahaya bagi diri sendiri, dan tidak ada pembahayaan bagi orang lain.” Kalau dia mengerjakannya dengan maksud ingin membahayakan orang lain, maka itu adalah haram. Namun kalau ia melakukannya dan tidak memaksudkan sesuatu tertentu maka
72
hal tersebut sah-sah saja. Dalam ekonomi syariah, ada beberapa kemungkinan hukum dumping menurut syariah, hal tersebut tergantung darimana kita melihatnya, dalam peraturan GATT dinyatakan bahwa dumping adalah praktik dagang yang tidak jujur yang dapat merusak mekanisme pasar dan merugikan produsen produk yang bersaing di negara-negara pengimpor. Namun, dumping secara teknis sah menurut peraturan GATT, kecuali jika ada pihak yang di rugikan. Dapat dikatakan, jika tidak ada pihak yang dirugikan akibat dumping, maka praktik tersebut sah atau boleh dilakukan. Begitu pun dalam ekonomi syariah, karena peraturan perdagangan internasional diatur oleh GATT maka tentu hukum ekonomi syariah pun akan mendukung peraturan GATT selama peraturan tersebut sesuai dengan syariah. Salah satunya adalah masalah dumping tersebut, GATT tidak memperbolehkan dumping jika hal tersebut sudah mempunyai kriteria merugikan. Memang tujuan dari dumping adalah untuk memonopoli pasar dengan maksud mencari keuntungan sebesar-besarnya. Dalam ekonomi Islam siapa pun boleh berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual (monopoli) atau ada penjual lain. jadi monopoli sah-sah saja. Namun siapapun tidak boleh melakukan ihtikar, yaitu mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi atau istilah ekonominya monopolistic rent. Artinya, selama dumping itu tidak merugikan, dumping tersebut sah-sah saja. Akan tetapi, jika dumping sudah
73
mulai merugikan dan merusak mekanisme pasar maka dumping tersebut dilarang. B. Saran Dari kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Hendaknya untuk para pelaku ekonomi itu harus mempunyai etika dalam berbisnis, karena dengan adanya etika tersebut diharapkan prilaku-prilaku moral hazard dapat dicegah. Sehingga akan tercipta kondisi perekonomian yang stabil dan menguntungkan semua pihak. 2. Seharusnya para produsen yang ingin memperoleh keuntungan besar janganlah menggunakan cara-cara yang dapat merugikan pihak yang lain. seperti praktik dumping dengan margin diatas 3%. Karena hal itu dapat menyebabkan kerugian yang besar terhadap pihak lain. 3. Untuk pemerintah, seharusnya lebih memperhatikan perdagangan produkproduk yang akan di ekspor keluar negeri, karena nyatanya banyak produk dalam negeri yang terkena tuduhan dumping. Selain itu juga pemerintah harus mengawasi produk-produk asing yang masuk kedalam negeri terutama yang berpotensi melakukan dumping, agar produk dalam negeri tidak kalah bersaing.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer. Jakarta: Pustaka Asatruss. 2005. Danim, Sudarman. Menjadi Peneliti Kulaitatif. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2002. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.I. edisi IV. Jakarta: Balai Pustaka. 2007. Djakfar, Muhammad. Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam. Malang: UIN Malang Press. 2007. Halwani, Hendra. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002. Islahi. Konsep Ekonomi Ibnu Taimiyah. Penerjemah Anshari Thayib. Surabaya: PT Bina Ilmu. 1997. Ismanthono, Henricus W. Kamus Istilah Ekonomi Populer. Jakarta: Kompas. 2006. Karim, Adiwarman Azwar. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press. 2001. ______________. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006. ______________. Ekonomi Mikro Islami, cet. II. Jakarta: IIT Indonesia. 2003. Krugman, Paul & Obstfeld, Maurice. Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan. Penerjemah Dr. Faisal Basri. Jakarta: PT. INDEKS. 2004. Lathif, Azharuddin. Fiqh Muamalat. Jakarta: UIN Jakarta Press. 2005. 74
.Latief, Dochak. Pembanguasnan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Global. Surakarta: Muhammadiyah University Press. 2002. Mannan, Muhammad Abdul.
Ekonomi Islam Teori dan Praktek.
Jakarta: PT.
Intermasa. 1992. Moleong, Lexi. Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. VIII. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 1997 Muhammad. Aspek Hukum dalam Muamalat. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007. Rinaldy, Eddie. Kamus Istilah Perdagangan Internasional.
Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada. 2000. Sukarmi. Regulasi Antidumping di Bawah Bayang-Bayang Pasar Bebas. Jakarta: Sinar Grafika. 2002. Tim Penulis Fakultas Syariah & Hukum. Pedoman Penulisan Skipsi, cet.I. Jakarta: Fakultas Syariah & Hukum. 2007. Yafie, Ali. Fiqih Perdagangan Bebas. Bandung: Mizan. 2003.
Internet “Aprilia Gayatri dan Femita Adriani. “Tuduhan Praktek Dumping yang Dilakukan Indonesia” Pada Sengketa Anti-dumping Produk Kertas dengan Korea Selatan. Artikel diakses pada 7 Mei 2011 dari http://www.foxitsoftware.com. “Etika Bisnis dalam Islam”. Artikel diakses pada 14 Desember 2010 dari http://mudharabah-ekonomisyariah.blogspot.com/2010/05/etika-persainganbisnis-dalam.html. “Konsep Ekonomi Islam”. Artikel diakses pada 25 Maret 2011 dari http://wonkciperna.blogspot.com/2010/08/konsep-ekonomi-islam.html
75
“Perdagangan Internasional”. Artikel diakses pada 25 November 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_internasional. “Praktik dumping dalam persaingan usaha”. Artikel diakses pada 4 April 2011 dari http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/1858450-praktik-dumping-dalampersaingan-usaha/. “Sukarmi. “Praktek dumping dalam Perspektif hukum persaingan usaha: Seminar Implementasi peraturan anti dumping serta Pengaruhnya terhadap persaingan usaha dan Perdagangan Internasional”. Artikel diakses pada 10 Januari 2011 dari www.scribd.com. “Teori Perdagangan Internasional”. Artikel diakses pada 4 April 2011 dari www.pdfking.net/pdf/teori-perdagangan-internasional.html.
76