Vol.14 No.1. Februari 2013
Jurnal Momentum
ISSN : 1693-752X
STUDI KEGAGALAN STRUKTUR DAN PERBAIKAN GEDUNG PUSAT JANTUNG REGIONAL (PJR) RSUD M. JAMIL PADANG PASCA GEMPA 30 SEPTEMBER 2009 Oleh : ARMAN. A Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil & Perencanaaan Institut Teknologi Padang
ABSTRACT Padang City is an area that suffered considerable damage and great material losses in the earthquake of 2009, one of the buildings that suffered severe damage to both structural damage and non-structural is building the Regional Heart Center (PJR). So that needs to be analyzed the causes of damage to the structure of the building column. To find out the cause of damage to the column was done evaluation of existing buildings visually and compared with analysis of building structures using ETABS program. Results of analysis of existing conditions of the building is visually found that there was damage to the structural columns of the building collapse was the result of analysis of structural columns in the building suffered flexural and shear. From the visual results and analysis can be concluded that the structure of column building collapse caused by the earthquake and must be given strong reinforcement for the building to receive the load mainly by the quake. Key words: Earthquake, concrete structures, the Framework.
aturan-aturan lainya yang berhubungan dengan gedung. 1. Tujuan Penelitian
I. Latar Belakang Hasil penelitian menempatkan Indonesia, sebagai salah satu wilayah yang paling rawan terhadap gempa bumi di seluruh belahan dunia. Posisinya yang berada pada pertemuan Tiga lempeng besar, Pasifik, euroasia dan indo-australia, ditambah lagi wilayah ini memiliki banyak gunung berapi membuat daerah ini memiliki potensi terjadinya gempa bumi yang sangat besar. Pada gempa 30 September 2009 ini gedung Pusat Jantung Regional (PJR) mengalami kerusakan yang cukup berat dimana hampir semua kolom lantai satu mengalami kerusakan, terutama terjadi pada kolom dan joint balok dan kolom sehingga tulangannya kelihatan akibat lepasnya beton. Pada penelitian ini akan dilakukan evaluasi ulang terhadap gedung Pusat Jantung Regional (PJR) tersebut, analisa dilakukan secara visual dilapangan terhadap kondisi gedung existing maupun analisa stuktur yang sesuai dengan data perencanaan dimana gedung ini dalam rencananya adalah berlantai 5. Gedung ini akan dievaluasi sesuai Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung [SNI 1726, 2002] dan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung [SNI 03- 2874 - 2002] dan
Tujuan Penelitian adalah : 1. Mencari penyebab kegagalan struktur gedung Pusat Jantung Regional (PJR). 2. Mengevaluasi apakah gedung Pusat Jantung Regional (PJR) yang telah mengalami kerusakan ini masih bias diperbaiki. 3. Menganalisa kemampuan gedung jika diteruskan pembangunannya sesuai dengan rencana awal yaitu berlantai 5. 2. Batasan Masalah Batasan Masalah kegiatan yang berada pada pada kompleks RSU Dr. M. Jamil Padang kajian yang melingkupi pola perilaku dari struktur secara secara umum seperti betuk banguann maupun elemen strukturnya terhadap masalah-masalah yang menyebabkan kegagalan struktur gedung ini. Berikut diuraikan batasan masalah pada peneltian ini mencakup : 1. Data yang ditinjau lebih difokuskan pada data gambar kerja yang dibuat oleh konsultan perencana dan foto-foto kerusakan gedung pasca gempa 30 September 2009.
1
Vol.14 No.1. Februari 2013
Jurnal Momentum
Penelitian mengenai analisa penyebab kegagalan stuktur gedung Pusat Jantung Regional (PJR) secara sistematik dilakukan dengan tahapan proses sebagai berikut : 1. Studi literatur 2. Studi kasus dan kajian analitis dilakukan untuk mengetahui kondisi dan pola perilaku elemen struktur gedung Pusat Jantung Regional (PJR) terhadap gempa tanggal 30 september 2009 yaitu terdri dari: a. Analisa awal dilakukan pada data existing berupa pengamatan secara visual pada gedung Pusat Jantung Regional (PJR). b. Pemodelan struktur gedung Pusat Jantung Regional (PJR) dengan menggunakan progam Extended Three Dimensional Analysis of Building Systems ( ETABS v9.0.0 ) c. Permodelan struktur pada gedung dua lantai untuk mengetahui penyebab kerusakan. d. Kesimpulan
2. Data-data pendahuluan diperoleh dari hasil penelitian lapangan oleh Assesment Building Institut Teknologi Padang yang melakukan penelitian pasca gempa 30 september 2009. 3. Analisa kekuatan bangunan struktur beton bertulang tahan gempa dilakukan dengan menggunakan program Komputer yaitu Extended Three Dimensional Analysis of Building Systems ( ETABS v 9.0.0 ) 4. Untuk mengetahui penyebab kerusakan dilakukan analisa struktur pada gedung existing yaitu berupa struktur gedung dua lantai. 5. Pembebanan dihitung berdasarkan Peraraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983. 6. Analisa Gempa berdasarkan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung [SNI-03-1726-2002] dengan respon spektrum gempa berdasarkan Peta Hazard Gempa Indonesia 2010. 7. Perhitungan beton berdasarkan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung [SNI 03- 2874 - 2002] 3.
ISSN : 1693-752X
Rangkuman metoda penelitian berupa diagram alir dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Metodologi penelitian
Start Studi Literatur Identifikasi masalah
Evaluasi data
Data Perencana
Tulanga
Mutu
Data Eksisting
Kerusakan Struktur
Mutu Beton
Penyebab
Selesai
2
Analisa Struktur
Kemiringan
Kapasitas Struktur
Vol.14 No.1. Februari 2013
Jurnal Momentum
ISSN : 1693-752X
Gambar 1 Diagram Alir Penelitian bertujuan untuk memberi rekomendasi perbaikan struktur akibat gempa. 2.1. Perilaku daktilitas dan kekuatan 2.2 Dasar Teori kolom dengan beton mutu tinggi yang 2.2.1 Gempa Bumi dikekang dengan baja mutu tinggi untuk Gempa bumi adalah fenomena alam yang menahan beban horizontal (Zulfikar, dapat terjadi setiap saat di permukaan bumi. Teknik sipil ITB, 2007). Kapan dan dimana akan terjadinya tidak dapat Pada penelitian sebelumnya tentang ditentukan secara pasti. Akan tetapi, dengan kolom dibahas tentang Efek pengekangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kolom berlubang beton mutu normal terhadap saat ini, kemungkinan terjadinya gempa bumi daktilitas kurvatur, dimana analisis kekuatan di masa yang akan datang dapat diprediksi penampang kolomnya dihitung Kekuatan lokasi dan dampak yang akan ditimbulkannya penampang kolom beton terkekang dianalisis dengan tingkat akurasi tertentu. berdasarkan beberapa fase, penentuan letak Sebagainya yang berdasarkan pada fase ini ditinjau atas dasar tegangan regangan hasil-hasil penelitian terhadap kejadian gempa beton yang terjadi. Setiap fase yang satu yang pernah terjadi sebelumnya (Moch. dengan yang lainnya akan berbeda bentuk Munir, 2006). diagramnya, maka kekuatan penampang kolom akan berbeda setiap fasenya. 2.2.2 Kondisi Kegempaan di Indonesia Metoda penelitian tentang Efek Keadaan geologis Indonesia terletak di pengekangan kolom berlubang beton mutu pertemuan jalur pegunungan sirkum Pasifik normal terhadap daktilitas kurvatur ini dan Mediterania. Selain itu, Indonesia juga dilakukan dengan benda uji, Untuk berada di pertemuan lempeng-lempeng besar mengetahui pengaruh lubang terhadap dunia yaitu Euroasia di utara, lempeng Indodaktilitas kolom maka dibuat dua benda uji Australia di selatan dan lempeng Pasifik di kolom berlubang 4,53%; dua benda uji kolom sebelah timur. Lempeng Indo-Australia berlubang 7,07% dan satu benda uji kolom tak bergerak ke utara sekitar 6 cm/tahun dan berlubang. lempeng Pasifik bergerak dengan kecepatan 8 Prediksi teoritis momen dan daktilitas cm/tahun. Lempeng Indo-Australia menjorok kurvatur benda uji kolom berlubang dan tak kedalam lapisan litosfer sehingga membentuk berlubang yang menerima gaya kombinasi zona subduksi di sebelah selatan pulau jawa aksial dan lentur dilakukan untuk dan sebelah barat Sumatra. Daerah subduksi memprediksikan perilaku benda uji kemudian tersebut dibandingkan dengan hasil eksperimen. adalah daerah pusat gempa bumi. Berdasarkan interaksi kompabilitas teganganInteraksi yang kompleks antara ketiga regangan dengan bantuan komputer diperoleh lempeng ini menyebabkan Indonesia prediksi teoritis hubungan momen vs mempunyai aktivitas gempa yang sangat daktilitas kurvatur. tinggi. Sehingga tidak mengherankan bila Sesuai dengan hal tersebut diatas, Indonesia senantiasa dilanda gempa bumi setelah dilakukan analisa kiranya dapat ditarik setiap tahunnya (Moch. Munir, 2006). kesimpulan lagi bahwa: semakin besar lubang, daktilitas kolom semakin turun, maka syarat Lempeng Samudera ini mendesak besarnya lubang tetap diambil 4% (sesuai lempeng Eurasia di bawah Samudera Hindia anjuran ACI 318M-95 tentang pembatasan ke arah barat laut di Sumatera dan frontal ke lubang/konduit). utara terhadap pulau Jawa, dengan kecepatan Pada penelitian diatas hasil akhirnya pergerakan bervariasi. Puluhan hingga akan mendapatkan nilai daktilitas dan ratusan tahun, dua lempeng itu saling kekuatan kolom dengan mengekang kolom menekan. Namun lempeng Indo-Australia sementara penelitian yang akan dilakukan ini bergerak lebih aktif.
II. Studi Literatur
3
Vol.14 No.1. Februari 2013
Jurnal Momentum
ISSN : 1693-752X
Gambar 2 Lempeng yang ada dibumi Dalam penelitian ini dikhususkan Pergerakan yang hanya beberapa kegagalan struktur yang terjadi akibat gempa milimeter hingga beberapa sentimeter per yang terjadi pada tanggal 30 September 2009. tahun itu memang tidak terasa oleh manusia di bumi ini, karena dorongan lempeng Indo2.2 Pembebanan Beban yang bekerja pada struktur dapat Australia terhadap bagia utara Sumatera 5,2 digolongkan dalam tiga bagian, yaitu beban cm per tahun, sedangkan bagian selatan 6 cm mati, beban hidup dan beban akibat pengaruh per tahun. Pergerakan lempeng di daerah barat alam, selain beban alam dapat ditunjukan Sumatera yang miring posisinya ini lebih pada Gambar 2.2., terdiri dari: cepat dibandingkan di Jawa, karena pergerakannya hanya 2 cm per tahun. 1. Beban Mata Berbagai faktor dapat menjadi 2. Beban Hidup penyebab terjadinya gempa bumi. Akan tetapi 3. Beban Akibat Pengaruh Alam : kebanyakan gempa bumi disebabkan dari a. Beban Angin pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan [Ref. 11]. yang dilakukan oleh lempengan bumi yang b. Beban Gempa bergerak. Semakin lama tekanan itu kian Efek gempa berasal dari gaya inersia membesar dan akhirnya mencapai pada internal yang arahnya horisontal dan keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat disebabkan oleh adanya percepatan tanah ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada (ground acceleration). Besar gaya inersia saat itulah gempa bumi akan terjadi. horisontal ini terutama tergantung pada massa 2.1 Kegagalan struktur bangunan, intensitas pergerakan tanah, Fungsi utama bangunan adalah memikul interaksi struktur terhadap tanah dan sifat beban dan pengaruh lingkungan luar. Jadi dinamis bangunan seperti misalnya periode bangunan yang gagal adalah jika tidak mampu getar dan nilai redaman [Ref. 11]. memikul beban atau rusak akibat pengaruh gempa. Adapun tolok ukurnya adalah kekuatan dan kekakuan struktur terdiri dari: (Febrin Anas Ismail, Dr, Ir) 1. Gaya gempa sangat kuat 2. Kolom tidak diangker dengan baik ke pondasi atau stek kolom atau panjang penyaluran 3. Kolom atau balok tidak kuat atau pada beban datang dari luar (beban gempa) 4. Sambungan tidak kuat atau sambungan tulangan tidak standar.
4
Vol.14 No.1. Februari 2013
Jurnal Momentum
ISSN : 1693-752X
Gambar 3 Pembebanan mati dan hidup [Ref. 4]. b. Sesaat Setelah Terjadi Gempa yang Merusak. Segera pasang penyanggah sementara untuk menopang komponen yang rusak berat dan mungkin dapat roboh. Setelah itu segera laksanakan perbaikan darurat. Tindakan tersebut perlu agar bangunan dapat berfungsi kembali dan tidak roboh akibat gempa susulan.
2.2.1
Kombinasi Pembebanan Kombinasi pembebanan yang digunakan pada analisis ini terdiri dari beban mati (DL), beban hidup (LL) dan beban gempa (EQ), yaitu : 1 : U = ( 1,4 DL ) 2 : U = 1,6 DL + 1,2 LL + 0,5 A 3 : U = 1,2 DL + 1.0 LL + EQx + 0,3 EQy 4 : U = 1,2 DL + 1.0 LL - EQx - 0,3 EQy 5 : U = 1,2 DL + 1.0 LL + EQx - 0,3 EQy 6 : U = 1,2 DL + 1.0 LL - EQx + 0,3 EQy 7 : U = 1,2 DL + 1.0 LL + EQy + 0,3 EQx Faktor beban untuk LL boleh direduksi menjadi 0,3
III. DATA EXISTING 3.1 Deskripsi Bangunan Existing Lokasi Bangunan : Rumah Sakit M. Jamil Padang Propinsi Sumatera Barat
2.3 Kriteria Struktur Tahan Gempa : Akibat gempa kecil dan sedang (1-5 SR), bangunan masih kuat termasuk elemen struktural (kolom, balok, lantai), maupun nonstruktural (dinding, jendela, plafon, dll) Akibat gempa kuat (6-7SR), elemen non-struktural sudah mulai retak atau runtuh, kecuali elemen strukturalnya. Akibat gempa sangat kuat (> 8SR), elemen struktural dan non-struktural sebagian akan runtuh, namun keruntuhannya direncanakan sedemikian rupa agar tidak banyak menimbulkan korban jiwa (Dr. Ir. Febrin Anas Ismail, 2007).
Luas : Lebar 42 x Panjang 157= 6594 m 2 Tinggi tiap lantai : a. Lantai dasar = 5 m : b. Tipikal Tinggi total dari muka tanah
=4m =9m
Material Utama = Beton Bertulang 3.1.1 Evaluasi Kerusakan Struktural Bangunan Dari hasil investigasi langsung dan pengamatan visual di lapangan, secara umum kerusakan yang terjadi dapat dikelompokkan dalam kerusakan elemen struktural bangunan, seperti : kolom, balok, pelat tangga. Hasil pengecekan di lapangan dan pengamatan visual yang dilakukan pada elemen struktur pada lantai 2, kolom tidak mengalami kerusakan struktur. Tingkat kerusakan elemen struktur kolom pada lantai 2 hanya mencapai 15%.
2.3.1 Klasifikasi masalah : Sumber: Teddy Boen a.Sebelum Terjadi Gempa Bangunan yang lemah harus diperkuat agar tahan gempa, survey dilakukan dan kemudian dibuat analisanya.
5
Vol.14 No.1. Februari 2013
Jurnal Momentum
terdapat massa dan kekakuan yang lebih besar dari lantai 2.
2.1. Evaluasi Kemiringan Bangunan Evaluasi kemiringan bangunan dilakukan dengan mengukur kemiringan bangunan terhadadap sumbu vertikal dan horizontal dengan menggunakan alat ukur Theodolit. 2.2. Evaluasi Kualitas Mutu Beton dengan Hammer Test Dari hasil pengujian Hammer Test yang telah dilakukan pada sejumlah elemen struktur kolom, diperoleh mutu beton (fc’), untuk kolom berkisar antara 200 kg/cm2 – 260 kg/cm2 (K-225)., terdapat dalam tabel lapangan dibawah ini:
4.2 pembebanan Struktur & Beban Kerja Beban yang bekerja pada struktur terdiri atas beban gravitasi yang merupakan beban hidup dan beban mati terdiri dari : a. Pada hitungan strukturnya beban mati yang diinputkan pada progam Extended Three Dimensional Analysis of Building Systems ( ETABS v9.0.0 ), adalah beban mati tambahan akibat ubin, spesi dan plafond sedangkan beban mati akibat berat sendiri struktur seperti berat balok, kolom dan dinding bata dihitung secara otomatis oleh progam Extended Three Dimensional Analysis of Building Systems ( ETABS v9.0.0 ). b. Beban mati tambahan akibat ubin, spesi dan plafond di perkirakan maksimal 129 kg/cm2. c. Beban mati tambahan dan beban hidup seperti diatas diinputkan sebagai beban “uniform area” pada elemen lantai struktur.
Tabel 1 Data Existing Pemeriksaan Hammer Test hasil yang telah dikoreksi Data Existing
Faktor Koreksi Satuan
Faktor Koreksi %
Data
17.234 MPa (N/mm2) Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kualitas mutu beton yang ada dari elemen kolom, balok dan pelat lantai kurang baik mutu untuk gedung dalam persyaratan untuk gedung bertingkat .
K - 260 Kg/cm2
0,83
ISSN : 1693-752X
0,80
4.3 Analisa Kegempaan Analisa kegempaan dilakukan untuk menghitung gaya geser dasar gempa rencana, menghitung faktor reduksi gempa, dan mencek perilaku struktur akibat gempa sesuai Peta Hazard Gempa Indonesia.
IV. PERMODELAN STRUKTUR Untuk keseluruhan bangunan menggunakan mutu beton K-260 (fc’ = 17,24 MPa) data existing, untuk tulangan longitudinal menggunakan baja dengan mutu fy = 390 MPa dan tulangan sengkang menggunakan baja mutu fy= 240 MPa.
Langkah perhitungan: Data-data yang diperlukan untuk mencari Gaya Geser Dasar Nominal (V) sebagai Ragam pertama terhadap pengaruh Gempa Rencana (Vi) : a. Spektrum respon gempa rencana yang digunakan adalah gempa dengan probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun atau gempa dengan periode ulang 500 tahun pada Peta Hazard Gempa Indonesia.
4.1
Idealisasi Struktur Idealisasi struktur gedung Pusat Jantung Regional (PJR) yang akan dianalisis enyebab keruntuhan pelaksanaan lantai 1 dan lantai 2, existing portal dimana pada lantai 1
6
Vol.14 No.1. Februari 2013
Jurnal Momentum
ISSN : 1693-752X
Gambar 4 Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak Pola gerak masing-masing ragam 4.4 Ketentuan untuk Analisa Respons terlihat dari modal participating mass ratios Dinamik Sesuai dengan pasal 7.1.1 SNI-03-1726U x , U y , dan R z sebagai berikut: 2002 untuk mencegah terjadinya respon struktur terhadap gempa yang dominan dalam rotasi, paling tidak gerak ragam fundamental harus dominan dalam translasi (perpindahan). Dari tabel dibawah 4.2 terlihat, bahwa untuk struktur ini gerak ragam pertama adalah dominan dalam translasi arah x, gerak ragam kedua adalah dominan dalam translasi arah y dan gerak ragam ketiga dominan rotasi, maka karakteristik dinamik struktur ini baik dan memenuhi persyaratan. Tabel 3 Pola gerak masing-masing ragam .
Keterangan Nomor Ragam
Ux (%) massa)
Uy (%) massa)
Rz (%) massa)
1
94.69371
1.06E-05
0.000645
Dominan dalam translasi - x
2
1.16E-05
26.24031
68.49727
3
3.52E-05
68.40714
26.04436
Dominan dalam translasi - y Dominan dalam rotasi - z (torsi)
sampai dengan 3 mempunyai total komulatif modal participating mass ratios lebih besar dari 90 %, maka sudah memenuhi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
4.5
Penjumlah Ragam Sesuai dengan pasal 7.2.1 SNI-031726-2002 jumlah ragam vibrasi yang ditinjau dalam penjumlahan respons ragam menurut metoda partisipasi massa. Dari output ragam 1
7
Vol.14 No.1. Februari 2013
Jurnal Momentum
ISSN : 1693-752X
Tabel 4 Total Komulatif Modal Participating Mass Ratios. Nomor Ragam
Komulatif Komulatif Komulatif U y (%) U x (%) R x (%)
Komulatif Komulatif R y (%) R z (%)
1
94.7159
1.55E-05
0.000597
1.21E-05
99.79658
2
94.71592
25.38525
69.35433
25.96335
99.79711
3 94.71597 94.65639 94.56814 99.78075 99.7972 gedung tidak beraturan yang memiliki waktu Prosentase Waktu Getar Alami getar alami yang berdekatan pada tabel Sesuai dengan pasal 7.2.2 SNI-03dibawah ini : 1726-2002 penjumlahan respons ragam untuk Tabel 5 Prosentase selisih waktu getar alami 4.6
Nomor Ragam
Waktu Getar alami
% Selisih Waktu Getar [ T(i)-T(i + 1)]/T(i)
1
0.585769
0.046147
2
0.373129
0.240108
3
0.357895
0.240108
Total
1.325850
Rata-rata
0.110487
Prosentase Diperoleh selisih periode getar alami terdekat dengan nilai 11.091387 %, untuk selisih kurang dari 15 % struktur gedung tidak beraturan yang memiliki waktu getar alami, penjumlahan respons ragam tersebut dapat dilakukan dengan metoda yang dikenal dengan Kombinasi Kuadratik Lengkap atauKKL (Complete Quadratic Combination atau CQC).
11.048747% 4.7 Kapasitas Perhitungan Kuat Lentur Kolom K1 Komponen yang ditinjau kolom tepi dan kolom tengah struktur gedung Pusat Jantung Regional (PJR) yang menerima kombinasi lentur dan beban aksial, dimana dimensi kolom 400 x 650 cm (seragam), dari existing. Terdiri dari :
a. Diagram interaksi Kolom Tepi Lantai 1 (400 x 650 mm).
Grafik 4. 2 Diagram interaksi kolom Tepi Lantai 1 (400 x 650)
8
Vol.14 No.1. Februari 2013
Jurnal Momentum
ISSN : 1693-752X
b. Diagram interaksi Kolom Tengah Lantai 1 (400 x 650 mm)
Grafik 4. 3 Diagram interaksi kolom Tepi Lantai I (400 x 650) c. Diagram interaksi Kolom Tepi Lantai II (400 x 650 mm)
Grafik 4.4 Diagram interaksi kolom Tepi Lantai I (400 x 650) d. Diagram interaksi Kolom Tengah Lantai II (400 x 650 mm)
4.8
Grafik 4.5 Diagram interaksi kolom Tepi Lantai I (400 x 650) Kapasitas Geser penampang Kolom Lantai 1 dan 2 Kapasitas geser penampang kolom adalah seperti pada tabel berikut : Tabel 6 Kapasitas daya dukung geser kolom eksisting Dimensi Geser N Gaya Tulangan Tulangan Kode Maksim o Aksial geser terpasang b h um Spasi Spasi KLM D (cm) D (cm) 1
K1 TEPI
400
650
27.051
79.140
13
15
13
20
2
K1 TGH
400
650
27.981
84.164
13
16
13
20
3
K1 TEPI 2
400
650
21.990
52.548
13
16
13
20
4
K1 TGH 2
400
650
26.099
79.140
13
16
13
20
9
Keterangan
T. Geser Kurang ! T. Geser Kurang ! T. Geser Kurang ! T. Geser Kurang !
Vol.14 No.1. Februari 2013
Jurnal Momentum
Dari tabel terlihat bahwa beberapa kolom menerima gaya geser/gaya lateral yang cukup besar dan tulangan geser yang terpasang lebih kecil dari yang dibutuhkan, hal ini merupakan salah satu peneyebab keretakan yang terjadi pasca gempa 2009.Selanjutnya dilakukan perkuatan kolom untuk bias menerima gaya geser/gaya lateral. V. 5.1.
VI. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
KESIMPULAN DAN SARAN
3.
Kesimpulan
Dari hasil perhitungan yang telah penulis lakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
4.
1. Hasil evaluasi data existing dan analisis struktur memperlihatkan bahwa perencana sudah merencanakan gedung Pusat Jantung Regional (PJR) dengan baik peraturan yang berlaku. 2. Penyebab utama dari kegagalan struktur gedung Pusat Jantung Regional (PJR) adalah adanya perbedaan antara perencanaan dan pelaksanaan dilapangan. 3. Dari hasil analisa struktur terlihat bahwa kolom dari gedung Pusat Jantung Regional (PJR) mengalami kegagalan struktur akibat lentur dan geser hal ini terjadi karena : a. mutu beton yang dilaksanakan jauh lebih rendah dari perencanaan b. Diameter tulangan lentur yang terpasang lebih kecil dari diameter tulangan lentur perencanaan. 5.2.
ISSN : 1693-752X
5.
6.
7.
8.
9. 10.
Saran-Saran
1. Pelaksana dalam mengerjakan konstruksi gedung harus berpedoman pada dokumen pelaksanaan. 2. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan harus ditingkatkan sebagai hasil pekerjaan sesuai dengan bestek dan peraturan yang berlaku. 3. Pada penulisan tesis yang akan datang diharapkan untuk mengumpulkan data pendukung selengkap-lengkapnya, agar kesalahan dalam menganalisa menjadi lebih kecil. 4. Diharapkan penulisan ini dapat bermanfaat dan dijadikan sebagai inspirasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjut dan lebih mendalam.
11.
12.
13.
10
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pekerjaan Umum, Peta Hazard Gempa Indonesia 2010, Jakarta, 2010 Edward G. Nawy, PE, Dr; 1998, BETON BERTULANG, Suatu Pendekatan Dasar, Bandung : Penerbit PT. REFIKA ADITAMA. Febrin Anas Ismail, Dr, Ir, 2007, Jurnal SISTEM STRUKTUR TAHAN GEMPA Febrin Anas Ismail, Dr, Ir, 2007, Jurnal SISTEM STRUKTUR TAHAN GEMPA Istimawan Dipohusodo; 1996, Struktur Beton Bertulang, Bedasarkan SK SNI T – 15 1991 – 03, Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Kusuma, Gideon;W.C.Vis.1993. DasarDasar Perencanaan Beton Bertulang. Jakarta : Erlangga. Muto, Kiyochi; (1993), Analisa Perancangan Gedung Tahan Gempa, Erlanga Jakarta. Moch. Munir, 2006. Jurnal penelitian terhadap kejadian gempa yang pernah terjadi sebelumnya penelitian terhadap kejadian gempa yang pernah terjadi sebelumnya. Park & Paulay, Reinforced Concrete structures, John Wiley & Son Inc. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung, Ditjen Cipta Karya Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. Tim Audit Sipil & ME Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Padang, Laporan Evaluasi Fasilitas RSUP DR. M. Jamil Padang, Pasca Gempa 30 September 2009, Padang, 2010 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. SNI 032874-2002. Bandung : Standar Nasional Indonesia (SNI). Zulfikar, Teknik sipil ITB, 2007 Jurnal Pengaruh Daktilitas Kolom