V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi Mesin pendingin icyball beroperasi pada tekanan tinggi dan rawan korosi karena menggunakan ammonia sebagai fluida kerja. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sudrajat (2007), menggunakan tekanan sebesar 3 bar dengan suhu regenerasi 70
o
C dan suhu minimum evaporasi yang dihasilkan 26,8
o
C.
Perbaikan dilakukan pada bagian pressure gauge dan level gauge (Lampiran 2).
Pressure gauge yang digunakan merupakan pressure gauge khusus untuk ammonia, terbuat dari bahan stainless steel. Level gauge merupakan bagian yang rawan terjadi kebocoran yaitu pada sambungan antara pipa acrylic dan knee yang dilem menggunakan lem epoxy. Kebocoran ini terjadi pada tekanan yang tinggi sehingga diperlukan mekanisme level gauge yang tahan tekanan tinggi dan terbuat dari stainless steel. Bagian lain yang masih terjadi kebocoran adalah pada tutup tabung G-A, sehingga perlu dikencangkan lagi dengan memasang packing yang baru dan dipasang dengan baut yang dikencangkan.
Gambar 17. Perbaikan mesin pendingin icyball
Uji tekanan dilakukan dengan cara memasukkan udara bertekanan dari kompresor melalui saluran masuk, kemudian untuk mengecek adanya kebocoran atau tidak, dilakukan tes menggunakan air sabun yang dioleskan pada seluruh bagian mesin. Apabila ada kebocoran pada salah satu bagian mesin, maka akan timbul gelembung sabun pada bagian yang bocor tersebut. Hasil uji tekanan yang telah dilakukan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa mesin pendingin ini mampu menahan tekanan sebesar 8 kg/cm2 selama 5 jam. Turunnya tekanan pada pengujian ini disebabkan karena adanya goncangan yang diakibatkan karena pemindahan mesin dari satu tempat ke tempat lain saat pengujian.
Analisis Kinerja Mesin Pendingin Absorpsi Intermitten Tekanan dan Suhu Proses Pengujian pada mesin pendingin ini dilakukan sebanyak tiga kali, dan proses kerja yang terjadi pada mesin pendingin absorpsi intermitten untuk uji I dapat dilihat pada Gambar 18, yang memperlihatkan hubungan tekanan dan suhu selama proses berlangsung terhadap waktu, sedangkan proses kerja untuk uji II dan uji III dapat dilihat di Lampiran 3 dan 4. 1. Proses regenerasi – kondensasi Tekanan dan suhu pada tabung G-A dan tabung K-E meningkat saat panas diberikan hingga mencapai tekanan regenerasi maksimum yang dapat diberikan yaitu 5,5 bar. Tekanan tabung G-A meningkat seiring dengan peningkatan suhu dari sumber panasnya, sedangkan tekanan tabung K-E meningkat akibat prinsip kesetimbangan tekanan pada bejana berhubungan. Pada proses ini tekanan regenerasi sama dengan tekanan kondensasi, dan terjadi perbedaan suhu antara kedua tabung. Suhu larutan ammonia di dalam tabung G-A meningkat akibat proses regenerasi, sedangkan suhu larutan ammonia di dalam tabung K-E hampir sama dengan suhu air yang digunakan untuk proses kondensasi. Suhu maksimum larutan ammonia di dalam tabung G-A adalah 97,4 oC, sedangkan suhu larutan ammonia di tabung K-E pada akhir proses adalah 34,6 oC.
2. Proses penurunan tekanan tabung G-A Tekanan tabung G-A menurun secara drastis ketika didinginkan menggunakan air hingga mencapai tekanan vakum (± 0,6 bar). Penurunan tekanan ini sebanding dengan penurunan suhu larutan ammonia, dimana tekanan pada tabung G-A turun sampai mencapai tekanan minimumnya sementara suhu larutan ammonia sama dengan suhu air yang dipakai untuk mendinginkan tabung (± 36 oC). Tekanan pada tabung K-E juga turun tetapi tidak terlalu signifikan (± 3,9 bar) akibat kondisi larutan ammonia di dalamnya yang belum stabil dan suhunya relatif konstan (± 33 oC). Perbedaan tekanan yang ditimbulkan ini diperlukan untuk proses refrigerasi, yaitu tekanan maksimum pada tabung K-E yang berisi larutan ammonia konsentrasi tinggi dan tekanan minimum pada tabung G-A yang berisi larutan ammonia konsentrasi rendah. 3. Proses evaporasi – absorbsi Tekanan awal tabung G-A adalah 0,5 bar sedangkan tekanan awal tabung K-E adalah 3,9 bar. Tekanan tabung K-E turun secara drastis akibat dibukanya katup penghubung hingga tekanannya setimbang dengan tekanan tabung G-A yaitu 0,7 bar. Akibatnya larutan ammonia konsentrasi tinggi yang terdapat di dalam tabung K-E terevaporasi pada tekanan rendah menghasilkan efek pendinginan dengan mengambil panas dari suhu sekeliling. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan suhu yang cukup drastis di dalam tabung K-E dari semula 28 oC turun menjadi 19,4 oC. Uap refrigeran ammonia ini diabsorbsi oleh larutan ammonia encer yang tertinggal dalam tabung G-A yang mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu larutan yang relatif kecil, dan terdapat sejumlah panas yang dikeluarkan ke lingkungan.
P G-A
P K-E
T G-A
T K-E
6
120
Penurunan tekanan tabung G-A
Evaporasi – Absorpsi
5
100
4
80
3
60
2
40
1
20
0
0 0
30
60
90
120
150 180
0
30
60
90
120 150
180
0
5
10
15
20
25
35
45
55
waktu (menit)
Gambar 18. Grafik hubungan tekanan dan suhu selama proses terhadap waktu untuk uji I
65
75
85
95
suhu (oC)
tekanan (b ar)
Regenerasi Kondensasi
Konsentrasi Larutan Ammonia Grafik suhu – konsentrasi yang menggambarkan kondisi larutan ammonia selama proses berlangsung pada uji I ditunjukkan oleh Gambar 19, sedangkan grafik suhu – konsentrasi untuk uji II dan III dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. 170 160
garis uap jenuh
150 140
p = 5,5 bar
130
garis cair jenuh
120 110
3
100
p = 3,9 bar
90
3” 2”
2
80
p = 5,5 bar
suhu (oC)
70 60 50 40
2*3* 1; 5
30
4
20
1*
4*
5*
10 0 -10
p = 0,8 bar
-20
p = 0,5 bar
-30 -40
p = 0,7 bar
-50 -60 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
konsentrasi
1,2,3,4,5
: Larutan ammonia di dalam tabung G-A
2”,3”
: Uap ammonia hasil proses regenerasi
1*,2*,3*,4*,5* : Larutan ammonia di dalam tabung K-E
Gambar 19. Grafik suhu – konsentrasi pada uji I
0.9
1
Proses regenerasi pada tabung G-A disamping menaikkan tekanan dan suhu juga terjadi proses pelepasan uap ammonia dari larutan ammonia. Terlepasnya uap ammonia pada proses 2-3 Gambar 19 mengakibatkan turunnya konsentrasi larutan ammonia dalam tabung G-A dari 25,2 % menjadi 22,38 % di akhir proses regenerasi. Pada saat yang bersamaan uap ammonia tekanan tinggi keluar dari tabung G-A setelah melalui proses rektifikasi. Proses rektifikasi ini bertujuan untuk mendapatkan uap ammonia konsentrasi tinggi yang mengalir menuju tabung K-E yang didinginkan dengan air supaya terjadi proses kondensasi uap ammonia dengan harapan untuk mendapatkan refrigeran ammonia dengan konsentrasi tinggi. Konsentrasi refrigeran ammonia yang terbentuk pada akhir proses regenerasi (titik 2*3*) pada tekanan 5.5 bar dan suhu kondensasi 34 oC adalah 56,87 %. Pada saat penurunan tekanan tabung G-A (proses 3-4), turunnya tekanan dan suhu tabung G-A mengakibatkan konsentrasi larutan ammonia juga sedikit turun menjadi 21,95%. Sedangkan refrigeran ammonia yang terbentuk di tabung K-E pada titik 4* mempunyai konsentrasi 53,7 %. Konsentrasi refrigeran yang dihasilkan ini berbeda dengan konsentrasi pada akhir proses kondensasi, penurunan konsentrasi ini disebabkan karena kondisi refrigeran pada akhir proses kondensasi masih belum stabil dimana masih belum terjadi kesetimbangan antara uap dan cairannya. Kesetimbangan massa setelah proses regenerasi – kondensasi merupakan perbandingan massa awal larutan ammonia dengan massa larutan ammonia setelah proses regenerasi dan massa refrigeran yang terbentuk di dalam kondensor, dimana Larutan awal, m1 = 2,996 kg dan X1’ = 25,2 % Larutan setelah proses regenerasi : m4 = 2,87 kg dan X4 = 21,9 % Larutan ammonia yang terbentuk di kondensor : m3* = 0,108 kg dan X3* = 53,7 % Dari perhitungan persamaan 6, terdapat selisih sekitar 0,0672 kg antara jumlah massa larutan awal di dalam tabung G-A dengan jumlah larutan ammonia yang terbentuk di tabung K-E dan jumlah massa larutan dalam tabung G-A setelah proses regenerasi. Hal ini disebabkan karena pada saat rektifikasi terdapat uap ammonia yang terkondensasi di pipa penghubung.
Pada awal proses evaporasi – absorbsi, sejumlah uap refrigeran ammonia dalam tabung K-E berpindah ke tabung G-A sehingga konsentrasi refrigeran di dalam tabung K-E turun menjadi 32,94 % yaitu pada titik 5*, sedangkan larutan ammonia di dalam tabung G-A menigkat konsentrasinya menjadi 23,87 % pada titk 5. Refrigeran ammonia yang tertinggal di dalam tabung K-E mengalami proses evaporasi dan uapnya diabsorbsi oleh larutan absorber konsentrasi lemah yang ada dalam tabung G-A, akibatnya konsentrasi larutan dalam tabung K-E turun menjadi 26,76 % sedangkan larutan absorber bertambah konsentrasinya menjadi 25,44 %.
Entalpi Campuran Gambar 20 memperlihatkan entalpi larutan ammonia yang terjadi selama proses untuk uji I, sedangkan grafik entalpi – konsentrasi untuk uji II dan III dapat dilihat pada lampiran 7 dan 8. Entalpi dari suatu campuran dipengaruhi oleh suhu yang diberikan, dimana semakin besar suhu maka semakin besar pula entalpinya. Proses 1 – 2 – 3 merupakan proses regenerasi untuk memisahkan uap ammonia dari larutannya sehingga konsentrasi larutan ammonia di dalam tabung K-E berkurang. Proses regenerasi yang dilakukan pada uji I menaikkan suhu larutan ammonia maksimum dalam tabung G-A sebesar 97,4 oC. Larutan ammonia pada suhu ini mempunyai entalpi dalam fase cairnya sebesar 262,36 kJ/kg dan entalpi dalam fase uap sebesar 1646,667 kJ/kg. Nilai entalpi ini dimasukkan dalam persamaan 8 untuk menghitung jumlah panas regenerasi. Pada siklus refrigerasi, refrigeran ammonia di dalam tabung K-E (titik 5*) mengalami proses evaporasi yang menyebabkan penurunan suhu tabung K-E dan menghasilkan efek pendinginan. Besarnya entalpi penguapan refrigeran ammonia ini merupakan selisih antara entalpi refrigeran pada fase cair sebesar -138,681 kJ/kg dan entalpi refrigeran pada fase uap yaitu sebesar 1352,384 kJ/kg, dan didapat nilai entalpi penguapan refrigeran hfg sebesar 1491,065 kJ/kg. Nilai ini kemudian dimasukkan ke dalam persamaan 13 untuk mendapatkan besarnya kapasitas pendinginan.
2700
2500
2300
p = 5,5 bar
2100
1900
p = 0,8 bar 1700
3” 2”
entalpi (kJ/kg)
1500
1300
1100
900
700
p = 5,5 bar p = 3,9 bar
500
3
300
97,4 oC 2 34,6 oC 93,1 oC
100
1; 5 -100
o
29,7 C
4
2*3*
1*
4*
5*
p = 0,8 bar
o
-300
19,4 C p = 0,5 bar
p = 0,7 bar
-500 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
konsentrasi
1,2,3,4,5
: Larutan ammonia di dalam tabung G-A
2”,3”
: Uap ammonia hasil proses regenerasi
1*,2*,3*,4*,5* : Larutan ammonia di dalam tabung K-E Gambar 20. Grafik entalpi – konsentrasi pada uji I
0.9
1
Performa Mesin Pendingin Hasil perhitungan yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai COP untuk mesin pendingin absorpsi intermitten tipe icyball pada uji I adalah 0,1487. Nilai COP yang rendah ini menunjukkan efek pendinginan yang dihasilkan jauh lebih kecil daripada jumlah panas yang diberikan pada proses regenerasi. Kebutuhan panas untuk proses regenerasi dalam siklus pendinginan absorpsi intermitten ini adalah sekitar 1080,08 kJ dan waktu yang diperlukan untuk proses regenerasi adalah 3 jam. Selama proses regenerasi suhu maksimum yang dicapai adalah 97,4 o
C menghasilkan tekanan 5,5 bar dengan suhu kondensasi antara 29 - 34 oC. Kapasitas pendinginan yang dihasilkan oleh mesin pendingin absorpsi ini
kecil yaitu sekitar 160,574 kJ. Kecilnya kapasitas pendinginan ini ada hubungannya dengan sedikitnya jumlah larutan ammonia yang terevaporasi di tabung K-E, dimana pada saat katup penghubung dibuka, sejumlah uap ammonia di dalam tabung K-E berpindah ke tabung G-A, larutan ammonia konsentrasi tinggi yang tertinggal di tabung K-E terevaporasi dan uapnya diabsorbsi oleh larutan ammonia encer di tabung G-A. Suhu terendah yang dapat dicapai oleh tabung dalam K-E sekitar 19,4 oC dan suhu luar tabung 24,3 oC. Penurunan suhu yang drastis ini hanya berlangsung sekitar 30 menit, selanjutnya akibat beban pendinginan maka suhu tabung K-E baik di dalam maupun di luar hampir sama dengan suhu lingkungan, Beban pendinginan yang diterima oleh mesin pendingin ini berupa panas ruangan yang ada di dalam gerobak serta panas yang ditimbulkan oleh fan. Gambar 21 menunjukkan distribusi suhu yang terjadi pada uji I, sedangkan distribusi suhu untuk uji II dan III dapat dilihat pada lampiran 9.
T ruangan
T K-E in
T K-E out
100 120 menit ke-
140
31
29
suhu (o C)
27
25
23
21
19
17 0
20
40
60
80
160
180
200
Gambar 21. Distribusi suhu yang terjadi pada uji I
Perbandingan Kinerja Tiap Pengujian Hasil uji kinerja mesin pendingin absorpsi intermitten tipe icyball untuk masing-masing pengujian ditunjukkan oleh Tabel 6. Ada dua hal yang menunjukkan performa dari suatu mesin pendingin ini, yaitu suhu minimum tabung K-E saat proses refrigerasi dan koefisien performansi (COP) mesin pendingin.
Tabel 6. Perbandingan hasil uji kinerja mesin pendingin absorpsi intermitten Proses Awal Regenerasi Kondensasi
Penurunan tekanan tabung G-A
Evaporasi Absorpsi
Analisa data
•
Parameter Massa larutan NH3 awal (kg) Konsentrasi larutan NH3 awal (%) Tabung G-A Tekanan (bar) Suhu regenerasi (oC) Konsentrasi larutan NH3 (%) Tabung K-E Tekanan (bar) Suhu kondensasi (oC) Konsentrasi larutan NH3 (%) Tabung G-A Tekanan (bar) Suhu larutan NH3 (oC) Konsentrasi larutan NH3 (%) Tabung K-E Tekanan (bar) Suhu larutan NH3 (oC) Konsentrasi larutan NH3 (%) Tabung G-A Tekanan (bar) Suhu larutan NH3 (oC) Konsentrasi larutan NH3 (%) Tabung K-E Tekanan (bar) Suhu minimum larutan NH3 (oC) Konsentrasi larutan NH3 (%) mvg (kg) mvc (kg) mfl (kg) mev (kg) Qg (kJ) hfg (kJ/kg) Qe (kJ) COP
Uji I 2.996 25,2 5.5 97,4 22,38 5.5 29 – 34 56,87 0,5 28,1 21,95 3.9 28 53,7 0,7 29,7 25,44 0,7
Uji II 2,969 28,2 6 95 24,95 6 28 – 35 58,73 0,6 28,2 24,25 3.6 28,8 51,46 1 32,9 28,48 1
Uji III 3.013 26,76 6.5 99,8 24,15 6.5 27 – 33 62,58 0,6 31,3 23,59 5.5 31 59,75 0,8 30,5 26,77 0,8
19,4
21,6
16,3
26,76 0.1279
27,24 0.1382 0.1207 0.1084 0.00076 0.00072 0.10767 0.1199 1080.08 1107.6 1491,06 1489,53 160.574 178,664 0.1487 0.1613
27,86 0.1199 0.1026 0.00513 0.0974 1178.10 1507,23 146.880 0.1246
Suhu minimum tabung K-E pada proses refrigerasi Suhu minimum tabung K-E pada proses refrigerasi dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya konsentrasi larutan ammonia yang dihasilkan melalui proses regenerasi – kondensasi. Semakin tinggi konsentrasi larutan ammonia yang dihasilkan, maka suhu minimum tabung K-E juga semakin rendah. Indikator yang menunjukkan konsentrasi larutan yang tinggi adalah tekanan tabung K-E tetap tinggi pada suhu lingkungan. Tekanan maksimum yang dihasilkan proses regenerasi – kondensasi untuk masing-masing pengujian uji I, II, dan III secara berturut-turut yaitu 5.5 bar, 6 bar, dan 6.5 bar (Gambar 22). Tekanan ini sama dengan tekanan jenuh larutan
ammonia di dalam tabung G-A dan berlangsung konstan sampai suhu regenerasi maksimum yang dapat dicapai. Pada tabung K-E, uap ammonia tekanan tinggi dari tabung G-A berkondensasi membentuk larutan ammonia konsentrasi tinggi yang dipengaruhi oleh suhu kondensasi tabung K-E. Tekanan yang dihasilkan pada uji III cenderung lebih konstan dibanding dengan kedua uji yang lain, hal ini disebabkan suhu kondensasi pada uji III lebih konstan dibanding dengan kedua pengujian lainnya. uji I
uji II
uji III
7
6
te k a n a n (b a r )
5
4
3
2 1
0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
menit ke-
Gambar 22. Tekanan regenerasi pada masing-masing pengujian Tekanan tabung K-E pada masing-masing pengujian mengalami penurunan pada proses selanjutnya. Turunnya tekanan pada tabung K-E ini diakibatkan belum stabilnya larutan ammonia yang terbentuk pada suhu lingkungan. Tinggi rendahnya konsentrasi larutan ammonia yang terbentuk, salah satunya dipengaruhi oleh suhu kondensasi tabung K-E. Gambar 23 menunjukkan suhu kondensasi selama proses regenerasi – kondensasi untuk masing-masing pengujian.
uji I
uji II
uji III
40
o
suhu kondensasi ( C)
35
30
25
20
15
10 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
waktu (menit)
Gambar 23. Suhu kondensasi selama proses regenerasi – kondensasi pada masing-masing pengujian. Dari ketiga pengujian, suhu kondensasi pada uji III menunjukkan suhu yang paling rendah, diikuti oleh uji I dan uji II. Setelah proses regenerasi – kondensasi, tekanan tabung K-E untuk uji I, II, dan III berturut-turut adalah 3,9 bar; 3,6 bar; dan 5,5 bar. Berdasarkan suhu dan tekanannya, konsentrasi larutan ammonia di tabung K-E yang terbentuk pada uji III adalah yang paling tinggi, yaitu sekitar 59,75 %; berturut-turut kemudian adalah uji I sebesar 53,7 % dan uji II sebesar 51,46 %. Proses penurunan tekanan tabung G-A bertujuan untuk menciptakan beda tekanan yang optimal antara tabung G-A dan tabung K-E, yaitu tekanan minimum pada tabung G-A dan tekanan maksimum pada tabung K-E. Beda tekanan yang optimal ini dapat tercapai apabila terdapat beda konsentrasi antara larutan ammonia di dalam tabung K-E dan larutan ammonia yang ada di dalam tabung GA, dimana yang diharapkan adalah konsentrasi larutan ammonia yang tinggi di tabung K-E dan konsentrasi larutan ammonia yang rendah di tabung G-A. Beda
tekanan yang dihasilkan pada proses penurunan tekanan untuk masing-masing pengujian dapat dilihat pada gambar 24. uji I
uji II
uji III
5.5 5.0
beda tekanan (bar)
4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
waktu (menit)
Gambar 24.
Beda tekanan antara tabung K-E dan G-A pada akhir proses penurunan tekanan tabung G-A
Tekanan awal saat siklus refrigerasi untuk masing-masing pengujian adalah 3.9 bar untuk uji I, 3.6 bar untuk uji II, dan 5.5 bar untuk uji III. Pada saat katup dibuka, suhu dan tekanan tabung K-E turun secara drastis bersamaan dengan berpindahnya sejumlah ammonia dari tabung K-E ke tabung G-A sehingga menurunkan konsentrasi larutan ammonia di tabung K-E dan menambah konsentrasi larutan ammonia di tabung G-A. Konsentrasi larutan ammonia yang tertinggal di tabung K-E untuk masing-masing pengujian, berturut-turut untuk uji I, uji II, dan uji III adalah 32,94 %, 31,7 %, dan 46,83 %. Larutan ammonia yang tertinggal ini kemudian terevaporasi pada tekanan rendah sehingga tercipta efek pendinginan dan uapnya diabsorpsi oleh larutan ammonia di tabung G-A. Suhu minimum yang mampu dihasilkan oleh tabung K-E untuk masing-masing pengujian adalah 19,4 oC untuk uji I, 21,6 oC untuk uji II, dan 16.3 oC untuk uji III. Gambar 25 memperlihatkan suhu minimum tabung K-E yang dicapai pada siklus refrigerasi untuk masing-masing pengujian.
uji I
uji II
uji III
35
o
suhu minimum tabung K-E ( C)
30
25
20
15
10
5
0 0
20
40
60
80
100
120
140
menit ke-
Gambar 25. Suhu minimum tabung K-E yang dicapai masing-masing pengujian Pada proses evaporasi – absorpsi ini, waktu yang efektif digunakan untuk pendinginan hanya sebentar yaitu sekitar 30 menit, hal ini ditunjukkan oleh kenaikan suhu yang relatif cepat, dimana setelah ± 30 menit suhu evaporator hampir sama dengan suhu ruangan. Hal ini dikarenakan massa larutan ammonia yang terkumpul di tabung K-E sedikit yaitu 0,1084 kg pada uji I, 0.1207 kg pada uji II, dan 0.1026 kg pada uji III sehingga waktu evaporasi atau pengambilan panas dari lingkungan juga sebentar. Massa refrigeran yang kecil ini erat kaitannya dengan banyaknya uap ammonia yang dapat dihasilkan oleh proses proses rektifikasi yaitu proses pemurnian uap ammonia yang kurang baik. Dari level gauge dapat dilihat bahwa setelah proses regenerasi penurunan ketinggian ammonia relatif kecil yaitu sekitar ± 0.1 liter.
•
Koefisien performansi mesin pendingin Koefisien prestasi (COP) dari mesin pendingin absorpsi dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu jumlah panas yang diberikan pada proses regenerasi dan kapasitas pendinginan yang dihasilkan. Jumlah panas regenerasi tergantung dari suhu tabung G-A maksimum yang diberikan dan jumlah massa uap yang dihasilkan oleh proses regenerasi. Dari ketiga pengujian, jumlah panas regenerasi paling
besar adalah pada uji III yaitu sebesar 1178,1 kJ dengan suhu maksimum generator 99,8 oC dan , lalu uji II diikuti uji I dengan jumlah panas regenerasi berturut-turut adalah 1107,6 kJ dan 1080,08 kJ dengan suhu maksimum generator 95 oC dan 97,4 oC. Jumlah massa uap hasil proses regenerasi untuk uji I, II, dan III berturutturut adalah 0,1279 kg, 0,1382 kg, dan 0,1199 kg. Besarnya nilai mvg ini berkaitan dengan suhu jenuh larutan ammonia yang digunakan dan semakin bertambah sampai suhu maksimum yang diberikan pada tabung G-A, dimana pada uji I, suhu jenuh larutan ammonia adalah sebesar 88,6 oC, uji II adalah 91,3 oC, dan uji III sebesar 94,2 oC. Efek pendinginan yang dihasilkan masing-masing pengujian adalah 160,574 kJ untuk uji I, 178,664 kJ untuk uji II, dan 146,88 KJ untuk uji III. Besarnya efek pendinginan ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu banyaknya larutan ammonia yang terevaporasi di tabung K-E (mev) serta suhu minimum tabung K-E yang dihasilkan. Uji II mempunyai suhu minimum tabung K-E paling tinggi yaitu 21,6 o
C, sehingga entalpi penguapannya juga paling kecil 1489,53 kJ/kg, tetapi massa
larutan ammonia yang terevaporasi
paling besar, yaitu 0,1199 kg sehingga
kapasitas pendinginannya paling besar. Koefisien performansi (COP) mesin pendingin untuk masing-masing pengujian adalah 0.1487 untuk uji I, 0.1613 untuk uji II, dan 0,1246 untuk uji III, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 28. Nilai COP pada uji II paling besar, karena kapasitas pendinginannya juga besar yaitu 178,664 KJ dan jumlah panas regenerasi yang digunakan juga tidak terlalu besar, yaitu sekitar 1107,6 kJ. Uji III meskipun menghasilkan suhu minimum tabung K-E yang paling kecil dibandingkan pengujian yang lain, tetapi jumlah panas regenerasi yang dibutuhkan adalah yang paling besar yaitu 1178,1 kJ dan massa refrigeran yang terevaporasi juga paling sedikit dibanding pengujian yang lain. Nilai COP untuk masing-masing pengujian dapat dilihat pada gambar 26.
uji I
uji II
uji III
0.18
0.16
0.14
COP
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0 0
5
10
15
20
25
30
35
o
Suhu minimum tabung K-E ( C)
Gambar 26. Perbandingan nilai COP untuk masing-masing pengujian
Verifikasi Hasil Pengujian Pengujian terhadap performa mesin pendingin absorpsi intermitten telah dilakukan sebanyak 3 kali dan untuk membandingkan performa dari ketiganya dilakukan simulasi terhadap performa mesin pendingin hasil pengujian berdasarkan data-data yang diperoleh. Simulasi dilakukan menggunakan persamaan (1) sampai (14) dengan program MS-Excel. Asumsi yang diambil dalam simulasi ini antara lain : -
Suhu kondensasi konstan selama proses regenerasi – kondensasi.
-
Penurunan tekanan tabung G-A berlangsung pada konsentrasi konstan. Data-data yang digunakan dalam simulasi ini adalah :
Data
Uji I
Uji II
Uji III
25,2
28
26,76
Suhu regenerasi maksimum ( C)
97,4
95
99,8
Tekanan regenerasi (bar)
5,5
6
6,5
34,6
35,1
33,3
Konsentrasi awal larutan ammonia (%) o
o
Suhu kondensasi ( C)
Proses regenerasi menyebabkan terlepasnya uap dari larutan ammonia. Uap ammonia mulai terbentuk setelah larutan ammonia mencapai tekanan jenuh pada suhu tertentu, dan suhu dimana larutan mencapai tekanan jenuh disebut dengan suhu jenuh larutan. Suhu jenuh larutan ammonia pada masing-masing pengujian berturut-turut untuk uji I, II, dan III adalah 91,7 oC, 88,6 oC, dan 95,8 oC. Gambar 27 menunjukkan banyaknya uap yang dapat dihasilkan oleh masing-masing pengujian. Massa uap yang terbentuk pada proses regenerasi hasil perhitungan ini tidak berbeda jauh dari massa uap hasil pengukuran dan menunjukkan kecenderungan yang sama, dimana uji II menghasilkan massa uap yang paling banyak, diikuti uji I dan uji III. (Lampiran 11). Hasil pengukuran dengan level gauge dipengaruhi oleh ketelitian dalam melihat penurunan larutan ammonia di dalam tabung G-A, sehingga terjadi perbedaan dengan hasil perhitungan. Uji I hitung
Uji II hitung
Uji III hitung
Uji I ukur
Uji II ukur
Uji III ukur
Massa uap yang dihasilkan proses regenerasi, mvg (kg)
0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100 101
o
Suhu regenerasi, tg ( C)
Gambar 27. Pengaruh suhu regenerasi terhadap massa uap yang dihasilkan proses regenerasi
Besarnya jumlah panas regenerasi dipengaruhi oleh banyaknya jumlah uap yang dihasilkan proses regenerasi serta suhu maksimum yang diberikan pada tabung G-A. Gambar 28 menunjukkan uji III memiliki jumlah panas regenerasi yang paling besar (1178,1 kJ) dibanding pengujian yang lain, dan berdasarkan perhitungan pindah panas, didapat bahwa jumlah panas regenerasi untuk uji III memiliki nilai yang paling besar dibanding uji yang lain (Lampiran 11), hal ini dikarenakan suhu regenerasi maksimum pada uji III adalah yang paling besar yaitu 99,8 oC Uji I hitung
Uji II hitung
Uji III hitung
Uji I ukur
Uji II ukur
Uji III ukur
1300
Jumlah panas regenerasi, Qg (kJ)
1200
1100
1000
900
800
700
600 87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100 101
o
Suhu regenerasi, tg ( C)
Gambar 28. Jumlah panas regenerasi pada tiap-tiap pengujian Kapasitas pendinginan yang dihasilkan oleh mesin pendingin absorpsi intermitten dipengaruhi oleh banyaknya uap ammonia yang terkondensasi di dalam tabung K-E. Gambar 28 menunjukkan jumlah uap ammonia yang terkondensasi di dalam tabung K-E, dimana uji II menghasilkan larutan ammonia hasil kondensasi yang paling banyak, yaitu 0,1207 kg diikuti uji I sebesar 0,1084 kg dan uji III sebesar 0,1026 kg.
Uji I
Uji II
Uji III
Massa larutan ammonia yang terkondensasi di tabung K-E, mvc (kg)
0.14
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0 86
88
90
92
94
96
98
100
102
o
Suhu regenerasi, tg ( C)
Gambar 29. Jumlah uap ammonia yang terkondensasi di dalam tabung K-E Kapasitas pendinginan merupakan besarnya panas yang diserap larutan ammonia di tabung K-E untuk menghasilkan efek pendinginan dan besarnya dipengaruhi oleh banyaknya uap ammonia yang terkondensasi di tabung K-E.. Kapasitas pendinginan yang dapat dihasilkan berturut-turut untuk uji I, II, dan III adalah 160,574 kJ, 178,664 kJ, dan 146,88 kJ. Uji I
Uji II
Uji III
200
Kapasitas pendinginan, Qe (kJ)
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
o
Suhu regenerasi ( C)
Gambar 30. Kapasitas pendinginan yang dihasilkan masing-masing pengujian
Koefisien performansi mesin pendingin absorpsi intermitten merupakan perbandingan antara kapasitas pendinginan dan jumlah panas regenerasi, dan dari hasil simulasi yang dilakukan didapat nilai COP untuk masing-masing pengujian berturut-turut adalah untuk uji I, II, dan III adalah 0,1487; 0,1613; dan 0,1246. Uji I
Uji II
Uji III
0.18 0.16 0.14
COP
0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
o
Suhu regenerasi ( C)
Gambar 31. Koefisien performansi masing-masing pengujian
Analisis Performansi Mesin Pendingin Absorpsi Intermitten Pengujian terhadap mesin pendingin absorpsi intermitten telah dilakukan dan ada beberapa permasalahan yang timbul saat pengujian yang mengakibatkan performansi mesin pendingin tidak optimal. Permasalahan tersebut antara lain adalah konsentrasi awal larutan ammonia yang rendah, suhu kondensasi yang masih tinggi (± 30 oC), serta kebocoran alat yang timbul pada saat tekanan tinggi. Simulasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi awal larutan ammonia ,suhu kondensasi tabung K-E, dan proses rektifikasi terhadap performansi mesin pendingin absorpsi intermitten. Performansi mesin pendingin yang akan dianalisa adalah nilai COP yang ditentukan oleh jumlah panas untuk proses regenerasi (Qg) dan efek pendinginan (Qe).
Asumsi yang digunakan dalam simulasi ini antara lain :
•
Kondensasi berlangsung pada suhu konstan selama proses
•
Proses rektifikasi berlangsung sempurna sehingga didapat konsentrasi larutan ammonia murni 100 %.
a. Konsentrasi awal larutan ammonia Konsentrasi awal ammonia merupakan faktor yang mempengaruhi performansi mesin pendingin absorpsi intermitten. Hal ini berkaitan dengan jumlah massa larutan ammonia yang didapat pada tabung K-E. Simulasi dilakukan untuk mengetahui performa mesin pendingin dengan menggunakan konsentrasi awal larutan ammonia yang bervariasi, yaitu 25 %, 30 %, dan 35 % dengan suhu kondensasi yang sama yaitu 30 oC. Gambar 30 menunjukkan pengaruh konsentrasi awal larutan ammonia di tabung G-A terhadap suhu jenuh larutan ammonia untuk menghasilkan larutan ammonia konsentrasi tinggi di tabung K-E yang bervariasi pada suhu kondensasi 30 oC. Semakin tinggi konsentrasi awal larutan ammonia, maka semakin rendah suhu jenuhnya, sehingga akan semakin banyak uap yang dihasilkan pada suhu regenerasi maksimum. Disamping itu, semakin tinggi konsentrasi larutan ammonia yang dihasilkan pada tabung K-E (XK-E), semakin tinggi pula suhu jenuh larutan ammonia di tabung G-A pada konsentrasi awal yang sama sehingga membutuhkan suhu regenerasi maksimum yang tinggi pula.
X K-E = 60%
X K-E = 70%
X K-E = 80%
X K-E = 90%
X K-E = 100%
130 120
100
o
suhu jenuh larutan ammonia ( C)
110
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 20
25
30
35
40
45
50
55
Konsentrasi larutan NH3 awal (%)
Gambar 32. Pengaruh konsentrasi awal larutan ammonia terhadap suhu jenuhnya untuk menghasilkan larutan ammonia yang bervariasi Dari Gambar 32 dapat dilihat bahwa dengan massa larutan awal 3 kg, konsentrasi awal larutan ammonia sebesar 25%, 30 %, dan 35% serta suhu kondensasi 30 oC, untuk menghasilkan larutan ammonia murni 100%, tekanan jenuh larutannya tercapai pada 11,74 bar dengan suhu jenuh larutan masingmasing sebesar 121,9 oC, 110,7 oC, dan 100 oC. Gambar 33 menunjukkan, pada suhu regenerasi maksimum yang sama, semakin tinggi konsentrasi awal larutan ammonia, maka semakin besar pula jumlah panas regenerasi yang dibutuhkan, karena uap ammonia yang dihasilkan juga semakin banyak (Lampiran 12)
X awal = 0.25 5000
X awal = 0.3
X awal = 0.35
Suhu kondensasi 30 oC
Jumlah panas regenerasi, Qg (kJ)
4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 80
90
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190
o
Suhu regenerasi, tg ( C)
Gambar 33. Jumlah panas regenerasi hasil simulasi pengaruh konsentrasi awal larutan ammonia Kapasitas pendinginan yang dihasilkan mesin pendingin juga semakin besar dengan menggunakan larutan ammonia dengan konsentrasi tinggi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 34 berikut: X awal = 25 %
X awal = 30 %
X awal = 35 %
1000
Suhu kondensasi 30 oC 900
Kapasitas pendinginan, Qe (kJ)
800 700 600 500 400 300 200 100 0 80
100
120
140
160
180
200
o
Suhu regenerasi, tg ( C)
Gambar 34. Kapasitas pendinginan hasil simulasi pengaruh konsentrasi awal larutan ammonia
Semakin besar suhu regenerasi yang digunakan akan meningkatkan kapasitas pendinginan, akan tetapi semakin tinggi suhu yang digunakan peningkatan kapasitas pendinginan semakin sedikit. Hal ini dikarenakan massa larutan ammonia yang terbentuk di dalam tabung K-E lebih sedikit pada suhu tinggi dibanding pada suhu yang rendah dimana uap ammonia yang dihasilkan pada suhu tinggi mengandung lebih banyak uap air sehingga uap ammonia yang dikondensasi menjadi lebih sedikit. COP mesin pendingin absorpsi merupakan perbandingan antara jumlah panas regenerasi dengan efek pendinginan yang terjadi. Gambar 35 menunjukkan hubungan antara suhu regenerasi terhadap COP, dimana pada mulanya COP meningkat hingga mencapai nilai maksimum dan kemudian secara perlahan turun. Kecenderungan ini dikarenakan suhu regenerasi akan meningkatkan jumlah panas regenerasi (Qg) seperti ditunjukkan oleh Gambar 33, sedangkan Gambar 34 menunjukkan menunjukkan bahwa efek pendinginan yang dihasilkan (Qe) pada awalnya naik secara drastis tetapi kemudian konstan, sehingga pada saat Qe konstan dan Qg semakin tinggi maka COP dari mesin akan turun secara perlahan X awal = 25% 0.25
X awal = 30%
X awal = 35%
Suhu kondensasi 30 oC
0.2
COP
0.15
0.1
0.05
0 80
100
120
140
160
180
200
o
Suhu re ge nerasi, tg ( C)
Gambar 35. COP hasil simulasi pengaruh konsentrasi awal larutan ammonia
b. Pengaruh suhu kondensasi Larutan ammonia dengan konsentrasi tinggi pada kenyataannya sulit untuk didapat, dan yang ada di pasaran mempunyai konsentrasi sekitar 25 – 30 %. Untuk menciptakan larutan ammonia dengan konsentrasi tinggi di tabung K-E menggunakan larutan ammonia konsentrasi rendah, salah satu caranya adalah dengan menggunakan suhu kondensasi yang rendah. Simulasi dilakukan untuk mengetahui performa mesin pendingin dengan menggunakan suhu kondensasi yang bervariasi, yaitu 20 oC, 25 oC, dan 30 oC dengan massa larutan awal 3 kg dan konsentrasi awal larutan ammonia 30 %. Gambar 36 menunjukkan pengaruh suhu kondensasi terhadap suhu regenerasi maksimum dari larutan ammonia dengan konsentrasi awal 30%. Semakin besar suhu kondensasi yang digunakan, maka suhu regenerasi yang digunakan juga semakin besar dan semakin tinggi konsentrasi larutan ammonia yang ingin diperoleh (XK-E), semakin besar pula suhu regenerasi yang dibutuhkan. X K-E = 60%
X k-E = 70%
X K-E = 80%
X K-E = 90%
X K-E = 100%
130 120
100
o
Suhu jenuh larutan ammonia ( C)
110
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 14
16
18
20
22
24
26
28
30
32
34
36
38
40
o
.
Suhu kondensasi ( C)
Gambar 36. Pengaruh suhu kondensasi terhadap suhu regenerasi maksimum yang dibutuhkan proses regenerasi.
Dari Gambar 36 dapat dilihat bahwa untuk menghasilkan larutan ammonia murni 100% di tabung K-E dengan konsentrasi awal larutan ammonia 30% menggunakan suhu kondensasi 20 oC, 25 oC, dan 30 oC, maka suhu jenuh larutan akan tercapai pada suhu 98,2 oC, 104,5 oC, dan 110,7 oC. Hasil simulasi menunjukkan bahwa proses regenerasi larutan ammonia konsentrasi 30% dengan suhu kondensasi 20 oC membutuhkan panas regenerasi yang paling besar. Hal ini dikarenakan pada suhu kondensasi 20 oC, suhu jenuh larutannya lebih rendah, sehingga dengan suhu regenerasi maksimum yang sama mampu menghasilkan massa uap yang lebih banyak (Lampiran 13). Akibatnya semakin besar pula panas regenerasi yang dibutuhkan, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 37. tc = 20 oC
tc = 25 oC
tc = 30 oC
6000
Jumlah panas regenerasi, Qg (kJ)
Konsentrasi awal larutan ammonia 30% 5000
4000
3000
2000
1000
0 80
100
120
140
160
180
200
o
Suhu regenerasi, tg ( C)
Gambar 37. Jumlah panas regenerasi hasil simulasi pengaruh suhu kondensasi Kapasitas pendinginan dihasilkan pada suhu kondensasi 20 oC juga lebih besar, seperti yang ditunjukkan Gambar 38. Jumlah massa refrigeran yang diperoleh di tabung K-E pada suhu kondensasi 20 oC lebih banyak daripada suhu kondensasi yang lebih tinggi, hal ini sebagai akibat dari banyaknya massa uap yang dihasilkan selama proses regenerasi.
tc = 20 oC
tc = 25 oC
tc = 30 oC
1000
Konsentrasi awal larutan ammonia 30%
Kapasitas pendinginan, Qe (kJ)
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 80
100
120
140
160
180
200
o
Suhu regenerasi, tg ( C)
Gambar 38. Kapasitas pendinginan hasil simulasi pengaruh suhu kondensasi Gambar 38 juga menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu regenerasi, pertambahan kapasitas pendinginan semakin sedikit. Hal ini dikarenakan pada suhu tinggi, konsentrasi uap yang dihasilkan mengandung lebih banyak uap air sehingga uap ammonia yang terkondensasi juga semakin sedikit. Hasil simulasi suhu regenerasi terhadap koefisien performansi mesin pendingin absorpsi intermitten dengan suhu kondensasi yang bervariasi ditunjukkan oleh Gambar 39. tc = 20 oC
tc = 25 oC
tc = 30 oC
0.25
Konsentrasi awal larutan ammonia 30% 0.2
COP
0.15
0.1
0.05
0 80
100
120
140
160
180
o
Suhu regenerasi, tg ( C)
Gambar 39. COP hasil simulasi pengaruh suhu kondensasi
200
Coefficient of Performance (COP) mesin pendingin pada Gambar 37 menunjukkan bahwa dengan suhu kondensasi yang rendah akan meningkatkan nilai COP. Nilai COP ini meningkat seiring dengan meningkatnya suhu regenerasi, tetapi kemudian turun secara perlahan-lahan setelah mencapai nilai yang maksimum. Hal ini dikarenakan pada suhu regenerasi yang tinggi, jumlah panas yang dibutuhkan untuk proses refrigerasi semakin meningkat, sementara kapasitas pendinginan yang tercipta semakin kecil sehingga perbandingan antara kapasitas pendinginan dan jumlah panas regenerasi semakin kecil yang menyebabkan nilai COP-nya turun.
c. Pengaruh proses rektifikasi Proses regenerasi menyebabkan terlepasnya uap dari larutan ammonia, uap yang dihasilkan ini terdiri dari uap air dan uap ammonia. Proses rektifikasi merupakan proses pemurnian ammonia sehingga diharapkan uap yang akan dikondensasikan menghasilkan larutan ammonia konsentrasi tinggi di tabung K-E. Semakin tinggi konsentrasi larutan ammonia di tabung K-E maka akan semakin rendah suhu minimum evaporasi yang dihasilkan. Simulasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses rektifikasi terhadap performansi mesin pendingin absorpsi intermitten dengan asumsi massa larutan awal 3 kg, konsentrasi awal larutan ammonia 30% dan suhu kondensasi 30 oC. Dari Gambar 32 dan 36 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan ammonia yang dihasilkan di tabung K-E, maka semakin tinggi pula suhu dan tekanan yang harus diberikan pada tabung G-A, sehingga untuk menghasilkan larutan ammonia murni diperlukan suhu dan tekanan yang tinggi, yaitu 110 oC dan 11,74 bar. Larutan ammonia dengan konsentrasi yang lebih rendah dihasilkan pada suhu dan tekanan yang rendah pula, hal ini tergantung dari proses rektifikasi yang digunakan. Gambar 40 menunjukkan jumlah panas regenerasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan larutan ammonia dengan konsentrasi yang berbeda di tabung K-E.
X K-E = 1
X K-E = 0.9
X K-E = 0.8
X K-E = 0.7
X K-E = 0.6
JUmlah panas regenerasi, Qg (kJ)
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
o
Suhu regenerasi, tg ( C)
Gambar 40. Jumlah panas regenerasi hasil simulasi pengaruh proses rektifikasi Gambar 40 menunjukkan bahwa pada suhu regenerasi maksimum yang sama, semakin rendah konsentrasi larutan ammonia di tabung K-E akan semakin besar jumlah panas regenerasi yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan suhu yang tinggi antara suhu jenuh larutan dan suhu regenerasi maksimum sehingga massa uap yang dihasilkan (mvg) juga semakin banyak (Lampiran 14). Kapasitas pendinginan yang dihasilkan dipengaruhi oleh banyaknya massa larutan ammonia yang terevaporasi di tabung K-E serta suhu minimum tabung KE yang dapat dihasilkan. Larutan ammonia dengan konsentrasi 60% lebih banyak terbentuk dibandingkan dengan larutan ammonia konsentrasi 100 % pada suhu regenerasi yang sama (± 140 oC) sehingga kapasitas pendinginannya pun lebih besar (Gambar 41), meskipun pada tekanan yang sama suhu minimum evaporator yang mampu dihasilkan lebih rendah daripada larutan ammonia konsentrasi 100% (Lampiran 15).
X K-E = 1
X K-E = 0.9
X K-E = 0.8
X K-E = 0.7
X K-E = 0.6
K a p a s ita s p e n d in g in a n , Q e (k J )
1200
1000
800
600
400
200
0 60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
o
Suhu regenerasi, tg ( C)
Gambar 41. Kapasitas pendinginan hasil simulasi pengaruh proses rektifikasi Gambar 42 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan ammonia di tabung K-E maka akan semakin rendah nilai COP-nya. Hal ini berkaitan dengan jumlah larutan ammonia yang dihasilkan di tabung K-E semakin banyak pada suhu regenerasi yang sama sehingga kapasitas pendinginan yang dihasilkan juga semakin besar. X K-E = 1
X K-E = 0.9
X K-E = 0.8
X K-E = 0.7
X K-E = 0.6
0.35
0.3
0.25
COP
0.2
0.15
0.1
0.05
0 60
70
80
90
100
110
120
130
140
o
Suhu regenerasi, tg ( C)
Gambar 42. COP hasil simulasi pengaruh proses rektifikasi
150