49
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Estimasi Fungsi Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri Terhadap Emisi Gas Rumah Kaca Dalam penelitian ini berusaha untuk menganalisis 6 buah model regresi yang didapat tentang kualitas lingkungan ditinjau dari emisi gas rumah kaca yaitu CO2, N2O, dan CH4. Tabel 5.1. Hasil Estimasi dengan Fixed Effect (cross section SUR) Sektor Ekonomi
Variabel Dependen
Variabel Independen
Koefisien
Std. Error
GDPP GDPP2 C GDPP GDPP2 C GDPP GDPP2 C GDPI GDPI2 C GDPI C GDPI GDPI2 C
0.669943 9.19E-05 482334.6 0.003961 4.05E-09 157.8713 -0.035092 5.64E-07 8777.112 4.959568 -1.10E-06 -313656.6 0.000470 169.1472 0.028428 -8.86E-09 3763.894
0.104504 9.99E-07 2891.146 5.35E-05 3.90E-10 1.425229 0.000672 5.95E-09 19.15967 0.009292 5.11E-09 2317.000 1.62E-06 0.454451 0.000142 5.30E-11 27.69002
CO2 Sektor Pertanian
N2O CH4 CO2
Sektor Industri
N2O CH4
t-Statistik 6.410682 92.05541 166.8316 73.98600 10.37394 110.7690 -52.20475 94.75305 458.1035 533.7378 -216.0724 -135.3719 290.6054 372.2009 200.6526 -167.0856 135.9296
Turning Point (miliar US$)
31.1
2250 1600
Sumber: Lampiran 11-16
Berdasarkan hasil estimasi regresi pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian terhadap emisi gas rumah kaca, maka diperoleh persamaan regresi kuadratik sebagai berikut: CO2 = 482334.6 + 0.669943GDPP + 9.19e-05GDPP2 ................................. (1) N2O = 157.8713 + 0.003961GDPP + 4.05e-09GDPP2 ................................. (2) CH4 = 8777.112 - 0.035092GDPP + 5.64e-07GDPP2 .................................. (3)
50
Berdasarkan hasil estimasi regresi pertumbuhan ekonomi di sektor industri terhadap emisi gas rumah kaca, maka diperoleh persamaan regresi linear dan kuadratik sebagai berikut: CO2 = -313656.6 + 4.959568GDPI - 1.10e-06GDPI2 ..................................... (4) N2O = 169.1472 + 0.000470GDPI ................................................................... (5) CH4 = 3763.894 + 0.028428GDPI - 8.86e-09GDPI2 ...................................... (6)
dimana: CO2 = karbondioksida (kilotonne) N2O = nitrogen oksida (kilotonne) CH4 = metana (kilotonne) GDPP = Pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian (US$) GDPI = Pertumbuhan ekonomi di sektor industri (US$)
5.2.
Kriteria Statistik
5.2.1. Uji Signifikansi Simultan (Uji f) Berdasarkan Tabel 5.2, nilai probabilitas F statistik pada delapan persamaan regresi untuk variabel dependen karbondioksida, nitrogen oksida, dan metana, masing-masing persamaan memiliki nilai 0.0000. Mengacu pada probabilitas F-statistik yaitu sebesar 0.0000 yang lebih kecil pada taraf nyata lima persen, maka seluruh persamaan ini lulus uji-F. Nilai ini menandakan bahwa minimal ada satu parameter dugaan yang tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel dependennya (karbondioksida, nitrogen oksida, dan metana) pada taraf nyata lima persen.
51
Tabel 5.2. Nilai Probabilitas t-statistic, Probabilitas F-statistic, dan Adjusted R-square Sektor Ekonomi
Variabel Dependen
Variabel Independen
Prob. tstatistic
GDPP GDPP2 C GDPP GDPP2 C GDPP GDPP2 C GDPI GDPI2 C GDPI C GDPI GDPI2 C
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
CO2 Sektor Pertanian
N2O
CH4 CO2 Sektor Industri
N2O CH4
Prob. Fstatistic
Adjusted Rsquare
0.000000
0.998893
0.000000
0.996823
0.000000
0.999663
0.000000
0.999602
0.000000
0.999542
0.000000
0.999616
Sumber: Lampiran 11-16
5.2.2. Uji Koefisien Regresi Secara Individual (Uji t) Uji-t statisik digunakan untuk mengetahui apakah koefisien masingmasing variabel independen secara individu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya. Berdasarkan Tabel 5.2, nilai statistik uji-t menunjukkan bahwa seluruh variabel independen pada delapan persamaan tersebut berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap variabel dependennya pada tingkat kepercayaan lima persen.
5.2.3. Koefisien Determinasi (Adjusted R-squared) Berdasarkan
Tabel
5.2,
persamaan
kuadratik
hubungan
emisi
karbondioksida (CO2), nitrogen oksida (N2O), dan metana (CH4) dengan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian tersebut (GDPP dan GDPP2) memiliki
52
variabel penjelas (Adjusted R-squared) berturut-turut sebesar 99.89, 99.68, dan 99.97 persen. Artinya yaitu variasi variabel dependen dari persamaan kuadratik emisi CO2, N2O, dan CH4 dapat dijelaskan oleh variabel independen pada masingmasing persamaan berturut-turut sebesar 99.89, 99.68, dan 99.97 persen. Sedangkan,
persamaan
linear
dan
kuadratik
hubungan
emisi
karbondioksida (CO2), nitrogen oksida (N2O), dan metana (CH4) dengan pertumbuhan ekonomi di sektor industri tersebut (GDPI dan GDPI2) memiliki variabel penjelas (Adjusted R-squared) berturut-turut sebesar 99.96, 99.95, dan 99.96 persen. Artinya yaitu variasi variabel dependen dari persamaan emisi CO2, N2O, dan CH4 dapat dijelaskan oleh variabel independen di dalam persamaan berturut-turut sebesar 99.96, 99.95, dan 99.96 persen.
5.3.
Kriteria Ekonometrika
5.3.1. Uji Autokorelasi Pengujian asumsi autokorelasi dapat dilakukan dengan melihat angka Durbin Watson pada tabel hasil regresi, kemudian disesuaikan dengan tabel DW (Tabel 3.2). Berdasarkan Tabel 5.3, hasil regresi tiga persamaan kuadratik dengan variabel dependen yaitu karbondioksida (CO2), nitrogen oksida (N2O), dan metana (CH4) dan variabel independen pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian (GDPP dan GDPP2) menunjukkan nilai DW berturut-turut sebesar 1.788580, 1.876952, dan 1.800434. Jika disesuaikan dengan tabel DW, angka tersebut masuk dalam kategori tidak terdapat autokorelasi. Sedangkan, hasil regresi tiga persamaan dengan variabel dependen yaitu karbondioksida (CO2), nitrogen oksida (N2O), dan metana (CH4) dan variabel independen pertumbuhan ekonomi di sektor industri (GDPI dan GDPI2) menunjukkan nilai DW berturut-turut sebesar
53
1.762220, 1.827206, dan 1.721550. Jika disesuaikan dengan tabel DW, angka tersebut masuk dalam kategori tidak terdapat autokorelasi. Tabel 5.3. Nilai DW-statistic dan Probabilitas Jarque Bera Sektor Ekonomi
Variabel Dependen
Variabel Independen
CO2
Sektor Pertanian
N2O
CH4 CO2 Sektor Industri
N2O CH4
GDPP GDPP2 C GDPP GDPP2 C GDPP GDPP2 C GDPI GDPI2 C GDPI C GDPI GDPI2 C
DW-statistic
Prob. Jarque Bera
1.788580
0.901770
1.876952
0.000036
1.800434
0.000028
1.762220
0.910426
1.827206
0.131748
1.721550
0.000001
Sumber: Lampiran 11-16 dan Lampiran 23-27.
5.3.2. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan Lampiran 17 sampai 23, kesimpulan yang diperoleh adalah regresi model tidak mengalami gejala heteroskedastisitas. Kesimpulan ini didapat dari karakterisitik plot grafik pada seluruh persamaan yang membentuk pola horizontal atau konstan beraturan yang menandakan regresi model sudah memenuhi asumsi homoskedastisitas.
5.3.3
Uji Normalitas Untuk menguji kenormalan digunakan Jarque-Bera Test. Berdasarkan
Tabel 5.3, hasil uji normalitas tiga persamaan kuadratik dengan variabel dependen yaitu karbondioksida (CO2), nitrogen oksida (N2O), dan metana (CH4) dan
54
variabel independen pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian (GDPP dan GDPP2) menunjukkan bahwa probabilitas jarque bera berturut-turut sebesar 0.90170, 0.000036, dan 0.000028 sehingga dapat disimpulkan bahwa residual (error terms) terdistribusi normal pada persamaan regresi dengan variabel dependen karbondioksida (CO2), sedangkan persamaan regresi pada variabel dependen nitrogen oksida (N2O) dan metana (CH4) memiliki residual (error terms) tidak terdistribusi normal ditandai dengan nilai probabilitas jarque bera kurang dari taraf nyata lima persen. Untuk permasalahan asumsi normalitas pada model bisa diabaikan, karena tidak mempengaruhi parameter pendugaan pada model. Berdasarkan Tabel 5.3, hasil uji normalitas tiga persamaan linear dan kuadratik dengan variabel dependen yaitu karbondioksida (CO2), nitrogen oksida (N2O), dan metana (CH4) dan variabel independen pertumbuhan ekonomi di sektor industri (GDPI dan GDPI2) menunjukkan bahwa probabilitas jarque bera berturut-turut sebesar 0.910426, 0.131748, dan 0.000001 sehingga dapat disimpulkan bahwa residual (error terms) terdistribusi normal pada persamaan regresi dengan variabel dependen karbondioksida (CO2) dan nitrogen oksida (N2O), sedangkan persamaan regresi pada variabel dependen metana (CH4) memiliki residual (error terms) tidak terdistribusi normal ditandai dengan nilai probabilitas jarque bera kurang dari taraf nyata lima persen. Untuk permasalahan asumsi normalitas pada model bisa diabaikan, karena tidak mempengaruhi parameter pendugaan pada model.
55
5.4.
Kriteria Ekonomi Tabel 5.4 menunjukkan perbandingan pengaruh pertumbuhan ekonomi di
sektor pertanian dan industri negara-negara berkembang dan maju terhadap emisi gas rumah kaca. Berdasarkan Tabel 5.4, emisi karbondioksida disumbang sebagian besar oleh sektor industri sedangkan emisi nitrogen oksida dan metana disumbangkan sama rata oleh sektor industri maupun sektor pertanian. Tabel 5.4. Nilai Cross Section Effects Hasil Estimasi dengan Fixed Effect (cross section SUR) Effect Cross Section
Sektor Pertanian CO2
Indonesia Thailand Cina India Brasil Argentina Meksiko Mesir Afrika Selatan Turki AS UK Kanada Jepang Korea Selatan Australia Selandia Baru Spanyol Italia Perancis
-333548 -346500 426210 -332198 -312779 -373575 -180885 -402561 -136529 -383472 3854522 51514 -37832 -42766 -211034 -198199 -458950 -267105 -129736 -184569
N2O 165.63 -138.33 365.15 72.72 273.79 -73.03 -103.35 -144.61 -95.21 -158.73 604.41 -48.71 -51.69 -401.19 235.29 5.24 -135.81 -146.77 -158.49 -66.28
Sektor Industri CH4
4916.20 -4354.39 32986.81 15242.33 8225.90 -3754.96 -3453.00 -6876.01 -6037.39 -5843.77 17901.20 -3687.08 -3981.51 -6905.40 -6812.45 -2932.95 -7364.95 -6766.65 -6147.70 -4354.17
CO2 238569 267876 1893880 787255 -116598 104419 107641 300220 478469 189955 220077 -597402 -85913 -3305760 -10439 199783 284244 -59375 -447944 -448958
N2O 220.27 -128.45 853.80 386.67 307.71 -69.83 -85.84 -113.33 -109.88 -99.60 121.69 -159.95 -93.15 -716.90 242.04 -4.20 -138.09 -146.30 -192.04 -74.61
CH4 7776.55 -763.36 37692.19 19107.49 8805.52 -1004.13 -2099.51 -2911.32 -2197.09 -3019.90 2811.65 -7173.62 -4254.18 -23058.89 -5924.23 -585.86 -2794.20 -5775.81 -8262.83 -6368.40
Sumber: Lampiran 11-16 5.4.1. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian Negara Berkembang dan Maju terhadap Emisi Karbondioksida Berdasarkan model dan analisis data yang didapat, adanya hubungan yang tidak signifikan dengan model Environmental Kuznets Curve (EKC) antara emisi CO2 dengan pendapatan di sektor pertanian. Model regresi kuadratik: CO2 = 482334.6 + 0.669943GDPP + 9.19e-05GDPP2 ................................. (1)
56
Berdasarkan model kuadratik yang didapat (Tabel 5.1), persamaan akan membentuk kurva-U dengan titik balik minimum GDP pertanian sebesar -3,64 miliar US$, namun GDP pertanian selalu lebih besar dari nol maka nilai terkecil dari emisi CO2 adalah pada saat GDP pertanian sama dengan nol sehingga peningkatan GDP pertanian selalu memiliki efek positif dan meningkatkan emisi CO2. Berdasarkan persamaan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian memiliki increasing effect pada emisi CO2. Sebagai contoh ketika GDP pertanian sebesar 100 miliar US$ maka emisi CO2 diprediksi meningkat dari tahun sebelumnya sekitar (0.669943 + 2 (9.19e-05) (10e+4)) ≈ 19.05 kilotonne dan ketika GDP pertanian sebesar 1000 miliar US$ maka emisi CO2 diprediksi akan tetap meningkat dari tahun sebelumnya dengan peningkatan yang semakin besar sekitar
(0.669943 + 2 (9.19e-05) (10e+5)) ≈ 184.47
kilotonne, dan akan terus meningkat dengan peningkatan yang semakin besar seiring pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian.
Berdasarkan dampak individu
yang dapat dilihat melalui nilai cross section effects (Tabel 5.4), pertumbuhan ekonomi tiga negara yang memiliki dampak terbesar terhadap emisi CO2 yaitu Amerika Serikat, Cina, dan United Kingdom. Menurut Hairah (2005) dalam Minardi (2009), semakin intensif suatu sistem penggunaan lahan maka semakin rendah cadangan Cnya. Konversi ekosistem alami menjadi lahan pertanian biasanya menyebabkan penurunan cadangan C dan selanjutnya akan mempengaruhi biodiversitas dalam tanah. Pembukaan lahan dengan menebangi pohon-pohon ikut meningkatkan jumlah CO2 karena menurunkan penyerapan CO2, dan dekomposisi dari tumbuhan yang
57
telah mati juga meningkatkan jumlah CO2. Menurut Knorr et al (2005) dalam Minardi (2009) menyatakan bahwa peningkatan suhu yang ditimbulkan oleh perubahan fungsi ekosistem akan menyebabkan mikroorganisme tanah lebih cepat dalam menguraikan bahan organik serta melepaskan karbondioksida (CO2). Penjelasan tersebut dapat menjelaskan penyebab peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian selalu memiliki efek positif dan meningkatkan emisi CO2 dengan pendekatan efek skala pada sektor pertanian. Semakin besar GDP pertanian menandakan semakin besar skala ekonomi pada sektor pertanian dan semakin menuju pertanian generatif. Tahapan pembangunan pertanian berawal dari pertanian ekstraktif, yaitu pertanian yang dilakukan dengan hanya mengambil atau mengumpulkan hasil alam tanpa upaya reproduksi, menuju pertanian generatif yaitu corak pertanian yang memerlukan usaha pembibitan atau pembenihan, pengolahan, pemeliharaan dan tindakan agronomis lainnya. Semakin besar skala ekonomi pada sektor pertanian dan semakin menuju pertanian generatif maka semakin maraknya pembukaan lahan pertanian seperti menebangi hutan untuk perkebunan kelapa sawit serta semakin intensifnya pengelolaan lahan pertanian. Mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian selalu memiliki efek positif dan meningkatkan emisi CO2 dengan pendekatan efek skala pada sektor pertanian, cateris paribus.
58
5.4.2. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian Negara Berkembang dan Maju terhadap Emisi Nitrogen Oksida Berdasarkan model dan analisis data yang didapat (Tabel 5.1), adanya hubungan yang tidak signifikan dengan model Environmental Kuznets Curve antara emisi N2O dengan pendapatan di sektor pertanian. Model regresi kuadratik: N2O = 157.8713 + 0.003961GDPP + 4.05e-09GDPP2 ................................. (2) Berdasarkan model kuadratik yang didapat, persamaan akan membentuk kurva-U dengan titik balik minimum GDP pertanian sebesar -489 miliar US$, namun GDP pertanian selalu lebih besar dari nol maka nilai terkecil dari emisi N2O adalah pada saat GDP pertanian sama dengan nol sehingga peningkatan GDP pertanian selalu memiliki efek positif dan meningkatkan emisi N2O. Berdasarkan
persamaan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan
ekonomi di sektor pertanian memiliki increasing effect pada emisi N2O. Sebagai contoh ketika GDP pertanian sebesar 100 miliar US$ maka emisi N2O diprediksi meningkat dari tahun sebelumnya sekitar (0.003961 + 2 (4.05e-09) (10e+04)) ≈ 0.00477 kilotonne dan ketika GDP pertanian sebesar 1000 miliar US$ maka emisi N2O diprediksi akan tetap meningkat dari tahun sebelumnya dengan peningkatan yang semakin besar sekitar
(0.003961 + 2 (4.05e-09) (10e+05)) ≈ 0.01206
kilotonne, dan akan terus meningkat dengan peningkatan yang semakin besar seiring pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian.
Berdasarkan dampak individu
yang dapat dilihat melalui nilai cross section effects (Tabel 5.4), tiga negara yang memiliki dampak terbesar terhadap emisi N2O yaitu Amerika Serikat, Cina, dan Brasil. Menurut Minardi (2009), pengelolaan lahan untuk pertanian menjadi sumber emisi N2O dengan mekanisme pelepasan atom N untuk bereaksi dengan
59
udara. Tingkat emisi N2O ini akan meningkat apabila kegiatan pengolahan tanah pada budidaya pertanian tersebut dipupuk dengan pupuk nitrogen seperti urea, walaupun pupuk organik bila berlebihan dapat pula meningkatkan masukan hara nitrogen pada tanah. Penjelasan tersebut dapat menjelaskan penyebab peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian selalu memiliki efek positif dan meningkatkan emisi N2O. Semakin besar GDP pertanian menandakan semakin besar skala ekonomi pada sektor pertanian dan semakin besar output pertanian. Semakin besar output pertanian menandakan semakin intensifnya pengelolaan lahan untuk pertanian. Mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian selalu memiliki efek positif dan meningkatkan emisi N2O, cateris paribus.
5.4.3. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian Negara Berkembang dan Maju terhadap Emisi Metana Berdasarkan model dan analisis data yang didapat (Tabel 5.1), adanya hubungan yang tidak signifikan dengan model Environmental Kuznets Curve antara emisi CH4 dengan pendapatan di sektor pertanian. Hasil regresi model kuadratik : CH4 = 8777.112 - 0.035092GDPP + 5.64e-07GDPP2 .................................. (3) Berdasarkan model kuadratik yang didapat, persamaan akan membentuk kurva-U dengan titik balik minimum GDP pertanian sebesar 31,1 miliar US$ dimana tahap awal emisi CH4 mengalami penurunan seiring dengan pembangunan ekonomi di sektor pertanian. Namun pengaruh dari peningkatan pendapatan dari
60
sektor pertanian terhadap peningkatan emisi CH4 akan berubah mencapai titik balik pertama yaitu GDP pertanian sebesar 31,1 miliar US$. Setelah melewati titik balik pertama, maka pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan peningkatan pendapatan dari sektor pertanian akan membawa dampak yang buruk bagi lingkungan, yaitu peningkatan tingkat emisi CH4. Berdasarkan titik balik yang didapat menunjukkan bahwa Indonesia, Cina, India, Brasil, Amerika Serikat, Jepang, dan Perancis dalam fase tumbuh melewati titik balik pertama pada kurva-U dan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian akan dikaitkan ke kenaikkan emisi CH4. Sedangkan negara berkembang dan maju lainnya dalam fase awal menurun belum melewati titik balik pertama pada kurvaU dan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian akan dikaitkan ke penurunan emisi CH4. Berdasarkan persamaan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian memiliki diminishing effect pada emisi CH4 sebelum melewati turning point dan increasing effect pada emisi CH4 setelah melewati turning point. Sebagai contoh sebelum melewati turning point ketika GDP pertanian sebesar 20 miliar US$ maka emisi CH4 diprediksi menurun dari tahun sebelumnya sekitar (-0.035092 + 2 (5.64e-07) (20e+3)) ≈ -0.0125 kilotonne dan ketika GDP pertanian sebesar 30 miliar US$ maka emisi CH4 diprediksi akan tetap menurun dari tahun sebelumnya dengan penurunan yang semakin kecil sekitar (-0.035092 + 2 (5.64e-07) (30e+3)) ≈ -0.00126 kilotonne, dan akan terus menurun dengan penurunan yang semakin kecil sampai turning point. Setelah melewati turning point ketika GDP pertanian sebesar 40 miliar US$ maka emisi CH4 diprediksi meningkat dari tahun sebelumnya sekitar (-
61
0.035092 + 2 (5.64e-07) (40e+3)) ≈ 0.01 kilotonne dan ketika GDP pertanian sebesar 50 miliar US$ maka emisi CH4 diprediksi akan tetap meningkat dari tahun sebelumnya dengan peningkatan yang semakin besar sekitar (-0.035092 + 2 (5.64e-07) (50e+3)) ≈ 0.0213 kilotonne, dan akan terus meningkat dengan peningkatan yang semakin besar seiring pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian. Berdasarkan dampak individu yang dapat dilihat melalui nilai cross section effects (Tabel 5.4), tiga negara yang memiliki dampak terbesar terhadap emisi CH4 yaitu Cina, Amerika Serikat, dan India. Menurut Minardi (2009) metana dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill) dan budidaya padi sawah. Penjelasan tersebut dapat menjelaskan penyebab terbentuknya kurva-U dampak antara pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian terhadap CH4 dengan pendekatan efek skala pada sektor pertanian. Pada tahap awal ketika pendapatan pertanian sebelum titik balik pada kurva-U seperti apa yang dialami sebagian negara berkembang dan maju dalam sampel penelitian kecuali Indonesia, Cina, India, Brasil, Amerika Serikat, Jepang, dan Perancis, skala ekonomi pada sektor pertanian cenderung masih kecil. Negara yang sedang berkembang dan maju tersebut tidak mengeluarkan banyak output pertanian sehingga masih sedikitnya sampah organik yang dihasilkan oleh sektor pertanian dan lahan budidaya padi sawah cenderung berkurang akibat konversi lahan seiring dengan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian. Pada tahap ini peningkatan emisi CH4 oleh sampah organik yang dihasilkan oleh sektor pertanian lebih kecil dibandingkan penurunan emisi CH4 oleh lahan budidaya padi sawah sehingga pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian akan dikaitkan ke penurunan emisi CH4.
62
Pada tahap selanjutnya ketika pendapatan pertanian sudah melewati titik balik seperti apa yang dialami Indonesia, Cina, India, Brasil, Amerika Serikat, Jepang, dan Perancis skala ekonomi pada sektor pertanian cenderung sudah besar. Indonesia, Cina, India, Brasil, Amerika Serikat, Jepang, dan Perancis mengeluarkan banyak output pertanian sehingga banyaknya sampah organik yang dihasilkan oleh sektor pertanian. Walaupun, lahan budidaya padi sawah cenderung berkurang akibat konversi lahan, pada tahap ini peningkatan emisi CH4 oleh sampah organik yang dihasilkan oleh sektor pertanian lebih besar dibandingkan penurunan emisi CH4 oleh lahan budidaya padi sawah. Mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa emisi metana awalnya menurun kemudian meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian, cateris paribus.
5.4.4. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri Berkembang dan Maju terhadap Emisi Karbondioksida
Negara
Berdasarkan model dan analisis data yang didapat (Tabel 5.1), adanya hubungan yang signifikan dengan model Environmental Kuznets Curve antara emisi CO2 dengan pendapatan di sektor industri. Model regresi kuadratik: CO2 = -313656.6 + 4.959568GDPI - 1.10e-06GDPI2 ..................................... (4) Berdasarkan model kuadratik yang didapat, persamaan akan membentuk kurva-U terbalik Environmental Kuznets Curve dengan titik balik maksimum GDP industri sebesar 2,25 triliun US$ dimana tahap awal emisi CO2 mengalami peningkatan yang cukup pesat seiring dengan pembangunan ekonomi di sektor industri. Namun pengaruh dari peningkatan pendapatan dari sektor industri
63
terhadap peningkatan emisi CO2 akan berubah ketika mencapai titik balik pertama yaitu GDP industri sebesar 2,25 triliun US$. Setelah melewati titik balik pertama, maka pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan peningkatan pendapatan dari sektor industri akan membawa dampak yang baik bagi lingkungan, yaitu penurunan tingkat emisi CO2. Berdasarkan titik balik maksimum yang didapat menunjukkan bahwa semua negara dalam sampel baik negara berkembang maupun maju masih dalam fase awal tumbuh belum melewati titik balik pertama pada kurva EKC dan pertumbuhan ekonomi di sektor industri akan dikaitkan ke peningkatan emisi CO2. Berdasarkan persamaan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di sektor industri memiliki increasing effect pada emisi CO2 sebelum melewati turning point dan diminishing effect pada emisi CO2 setelah melewati turning point. Sebagai contoh sebelum melewati turning point ketika GDP industri sebesar 1 triliun US$ maka emisi CO2 diprediksi meningkat dari tahun sebelumnya sekitar (4.959568 + 2 (-1.10e-06) (10e+05)) ≈ 2.76 kilotonne dan ketika GDP industri sebesar 2 triliun US$ maka emisi CO2 diprediksi akan tetap meningkat dari tahun sebelumnya dengan peningkatan yang semakin kecil sekitar (4.959568 + 2 (-1.10e-06) (20e+05)) ≈ 0.56 kilotonne, dan akan terus meningkat dengan peningkatan yang semakin kecil sampai turning point. Berdasarkan dampak individu yang dapat dilihat melalui nilai cross section effects (Tabel 5.4), tiga negara yang memiliki dampak terbesar terhadap emisi CO2 yaitu Cina, India, dan Afrika Selatan.
64
Setelah melewati turning point ketika GDP industri sebesar 3 triliun US$ maka emisi CO2 diprediksi menurun dari tahun sebelumnya sekitar (4.959568 + 2 (-1.10e-06) (30e+05)) ≈ -1.64 kilotonne dan ketika GDP industri sebesar 4 triliun US$ maka emisi CO2 diprediksi akan tetap menurun dari tahun sebelumnya sekitar (4.959568 + 2 (-1.10e-06) (40e+05)) ≈ -3.84 kilotonne, dan akan terus menurun dengan penurunan yang semakin besar seiring pertumbuhan ekonomi di sektor industri. Ada beberapa penyebab terjadinya hal ini yaitu salah satunya dengan pendekatan efek skala pada sektor industri. Pada tahap awal dari pertumbuhan ekonomi di sektor industri, karbondioksida secara umum meningkat karena tidak ada kebijakan dan regulasi yang diimplementasikan pada sektor industri seperti apa yang dialami semua negara berkembang dan maju dalam sampel. Hal ini terjadi karena tujuan dari pertumbuhan pada tahap ini, yaitu peningkatan output dengan penggunaan sejumlah besar sumber alam atau yang berasal dari lingkungan. Lebih dari itu, sektor industri cenderung berfokus pada peningkatan pendapatan perusahaannya saja dengan mengabaikan permasalahan lingkungan. Dengan kata lain, pada tahap pertumbuhan ini memperlihatkan suatu efek skala pada lingkungan karena peningkatan pada produksi ekonomi menghasilkan lebih banyak polusi dan degradasi lingkungan. Dalam tahap pertumbuhan selanjutnya, bila sektor industri mulai menikmati pendapatan perusahaannya yang lebih besar, maka pilihan-pilihan mereka akan berubah menuju pada pemeliharaan lingkungan. Dengan kata lain, perusahaan akan lebih memperhatikan emisi karbondioksida dimana mereka menunjukkan suatu kesediaan membayar biaya yang akan dikeluarkan untuk
65
menurunkan emisi karbondioksida. Mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa emisi karbondioksida awalnya meningkat kemudian menurun seiring dengan pertumbuhan ekonomi di sektor industri, cateris paribus. Hasil ini sesuai dan didukung dengan penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Hutabarat. Hutabarat (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh PDB sektor industri terhadap kualitas lingkungan yang ditinjau dari emisi CO2 dan sulfur di 5 negara ASEAN periode 1980-2000 dimana hasil penelitian ini terbukti adanya hubungan yang signifikan dengan model Environmental Kuznets Curve antara emisi CO2 dengan pertumbuhan ekonomi di sektor industri.
5.4.5. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri Berkembang dan Maju terhadap Emisi Nitrogen Oksida
Negara
Berdasarkan model dan analisis data yang didapat (Tabel 5.1), adanya hubungan yang tidak signifikan dengan model Environmental Kuznets Curve antara emisi N2O dengan pendapatan di sektor industri. Model regresi linear: N2O = 169.1472 + 0.000470GDPI ................................................................... (5) Berdasarkan intrepretasi model linear, apabila GDP riil industri meningkat 1 juta US$ maka akan meningkatkan emisi N2O sebesar 4.70e-4 kilotonne, cateris paribus, yang berarti bila GDP meningkat maka kualitas lingkungan akan menurun yang ditinjau dari emisi N2O. Berdasarkan dampak individu yang dapat dilihat melalui nilai cross section effects (Tabel 5.4), tiga negara yang memiliki dampak terbesar terhadap emisi N2O yaitu Cina, India, dan Brasil. Nitrogen Oksida (N2O) terutama dihasilkan dari industri nilon dan asam nitrat. Serat nilon pada saat ini dipergunakan untuk kain dan tali, sedangkan asam nitrat dipergunakan sabagai bahan pengawet yang baik dan alami pada makanan
66
dan minuman ringan. Penjelasan tersebut dapat menjelaskan penyebab terbentuknya hubungan linier dampak pertumbuhan ekonomi di sektor industri terhadap N2O. Tidak adanya barang substitusi yang dapat menggantikan nilon dan asam sitrat sesuai dengan fungsinya masing-masing serta skala ekonomi pada sektor industri yang semakin besar menyebabkan emisi Nitrogen Oksida (N2O) semakin meningkat seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor industri, cateris paribus. 5.4.6. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Berkembang dan Maju terhadap Emisi Metana
Industri
Negara
Berdasarkan model dan analisis data yang didapat (Tabel 5.1), adanya hubungan yang signifikan dengan model Environmental Kuznets Curve antara emisi CH4 dengan pendapatan di sektor industri. Model regresi kuadratik: CH4 = 3763.894 + 0.028428GDPI - 8.86e-09GDPI2 ...................................... (6) Berdasarkan model kuadratik yang didapat, persamaan akan membentuk kurva-U terbalik sesuai konsep Environmental Kuznets Curve dengan titik balik maksimum GDP industri sebesar 1,6 triliun US$ dimana tahap awal emisi CH4 mengalami peningkatan yang cukup pesat seiring dengan pembangunan ekonomi di sektor industri. Namun pengaruh dari peningkatan pendapatan dari sektor industri terhadap peningkatan emisi CH4 akan berubah ketika mencapai titik balik pertama yaitu GDP industri sebesar 1,6 triliun US$. Setelah melewati titik balik pertama, maka pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan peningkatan pendapatan dari sektor industri akan membawa dampak yang baik bagi lingkungan, yaitu penurunan tingkat emisi CH4. Berdasarkan titik balik maksimum yang didapat menunjukkan bahwa Amerika Serikat dan Jepang sudah dalam fase menurun melewati titik balik
67
pertama pada kurva EKC dan pertumbuhan ekonomi di sektor industri akan dikaitkan ke penurunan emisi CH4. Sedangkan semua negara negara berkembang maupun maju lainnya dalam sampel masih dalam fase awal tumbuh belum melewati titik balik pertama pada kurva EKC dan pertumbuhan ekonomi di sektor industri akan dikaitkan ke peningkatan emisi CH4. Berdasarkan persamaan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di sektor industri memiliki increasing effect pada emisi CH4 sebelum melewati turning point dan diminishing effect pada emisi CH4 setelah melewati turning point. Sebagai contoh sebelum melewati turning point ketika GDP industri sebesar 1 triliun US$ maka emisi CH4 diprediksi meningkat dari tahun sebelumnya sekitar (0.028428 + 2 (-8.86e-09) (10e+05)) ≈ 0.0107 kilotonne dan ketika GDP industri sebesar 1,5 triliun US$ maka emisi CO2 diprediksi akan tetap meningkat dari tahun sebelumnya dengan peningkatan yang semakin kecil sekitar (0.028428 + 2 (-8.86e-09) (15e+05)) ≈ 1.82E-03 kilotonne, dan akan terus meningkat dengan peningkatan semakin kecil sampai turning point. Setelah melewati turning point ketika GDP industri sebesar 2 triliun US$ maka emisi CH4 diprediksi menurun dari tahun sebelumnya sekitar (0.028428 + 2 (-8.86e-09) (20e+05)) ≈ -7.04E-03 kilotonne dan ketika GDP industri sebesar 2,5 triliun US$ maka emisi CH4 diprediksi akan tetap menurun dari tahun sebelumnya dengan penurunan yang semakin besar sekitar
(0.028428 + 2 (-8.86e-09)
(25e+05)) ≈ -1.59E-02 kilotonne, dan akan terus semakin menurun dengan penurunan yang semakin besar seiring pertumbuhan ekonomi di sektor industri. Berdasarkan dampak individu yang dapat dilihat melalui nilai cross section effects
68
(Tabel 5.4), tiga negara yang memiliki dampak terbesar terhadap emisi CH4 yaitu Cina, India, dan Brasil. Ada beberapa penyebab terjadinya hal ini yaitu salah satunya dengan pendekatan efek skala pada sektor industri. Pada tahap awal dari pertumbuhan ekonomi di sektor industri seperti apa yang dialami semua negara berkembang dan maju dalam sampel kecuali Amerika Serikat dan Jepang, emisi metana secara umum
meningkat
karena
tidak
ada
kebijakan
dan
regulasi
yang
diimplementasikan pada sektor industri terutama industri penghasil batu bara, gas alam, dan minyak bumi sebagai sumber penghasil emisi metana. Hal ini terjadi karena tujuan dari pertumbuhan pada tahap ini, yaitu peningkatan output dengan penggunaan sejumlah besar sumber alam atau yang berasal dari lingkungan. Lebih dari itu, sektor industri cenderung berfokus pada peningkatan pendapatan perusahaannya saja dengan mengabaikan permasalahan lingkungan. Dengan kata lain, pada tahap pertumbuhan ini memperlihatkan suatu efek skala pada lingkungan karena peningkatan pada produksi ekonomi menghasilkan lebih banyak polusi dan degradasi lingkungan. Dalam tahap pertumbuhan selanjutnya seperti apa yang dialami Amerika Serikat dan Jepang, sektor industri terutama industri penghasil batu bara, gas alam, dan minyak bumi mulai menikmati pendapatan perusahaannya yang lebih besar, maka pilihan-pilihan mereka akan berubah menuju pada pemeliharaan lingkungan. Dengan kata lain, industri batu bara, gas alam, dan minyak bumi akan lebih memperhatikan emisi metana dengan menunjukkan suatu kesediaan membayar biaya yang akan dikeluarkan untuk menurunan emisi metana. Mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa emisi metana awalnya meningkat
69
kemudian menurun seiring dengan pertumbuhan ekonomi di sektor industri, cateris paribus.
5.4.7. Perbandingan Emisi Gas Rumah Kaca Negara Berkembang dan Maju Berdasarkan Tabel 5.4, p-value pada masing-masing emisi CO2, N2O, dan CH4 berturut-turut sebesar 0,004, 0,032, dan 0,000 atau lebih kecil daripada alpha lima persen (tolak H0). Dapat disimpulkan bahwa emisi gas rumah kaca (CO2, N2O, dan CH4) yang dihasilkan negara maju tidak sama dengan
negara
berkembang. Emisi CO2 yang dihasilkan negara maju lebih besar daripada negara berkembang, sedangkan emisi N2O, dan CH4 yang dihasilkan negara berkembang lebih besar daripada negara maju. Tabel 5.5. Hasil Estimasi Uji Beda (Uji-t) Variabel CO2 N2O CH4 Sumber: Lampiran 29- 31
Koefisien Beda -299849 68,75 7004
P-Value 0,004 0,032 0,000
Hipotesis: H0: emisi CO2/ N2O/ CH4 negara berkembang = emisi CO2/ N2O/ CH4 negara maju H1: emisi CO2/ N2O/ CH4 negara berkembang ≠ emisi CO2/ N2O/ CH4 negara maju
Menurut United Nations Development Programme (2007), negara-negara di seluruh dunia tanpa henti membuang gas rumah kaca dalam jumlah besar ke atmosfer. Negara-negara maju mengeluarkan emisi lebih banyak per kapita, terutama karena mereka memiliki lebih banyak kendaraan atau secara umum membakar lebih banyak bahan bakar fosil, tetapi begitu negara-negara
70
berkembang mulai membangun, mereka juga lalu lambat laun akan menyusul dalam sumbangan emisi gas-gas ini.