J. Tek. Ling
Edisi Khusus
Hal. 41 - 47
Jakarta, Juni 2009
ISSN 1441-318X
EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) SEKTOR SAMPAH DAN LIMBAH CAIR PERKOTAAN DI INDONESIA Wahyu Purwanta, dan Joko Prayitno Susanto Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstract
Landfills are very important issue on the solid waste management (SWM), because recently, there is no landfill site in Indonesia that is managed properly. The landfill site which is unmanaged will become a source of the GHGs emission, mainly the methane emission. According to this study, Indonesia’s landfill site receives nearly 49 million tons of waste/year. Based on the Indonesian population, using FOD IPCC Tier-2 method, CH4 generated from MSW sector (landfill only) in 2000 is 574.65 Gg CH4 and increase up to 584 Gg in 2005, and 586 Gg in 2008. The increase number of this CH4 emission is caused by the increase of population number that will increase the waste production and also increase the volume waste that is collected in the disposal area. The quantity of the domestic wastewater will increase corresponding to the increase of population. The GHGs emission potential from domestic wastewater sector in Indonesia can be estimated from the amount of population and BOD weight per capita per day. For calculating the amount of CH4 generation from domestic wastewater, the population increasing number used as assumption is 1.3% per year and a BOD weight number is 40 g/cap/day with the methane generation potential is 0.6 kg CH4 per kg of BOD wastewater For the domestic wastewater, using the year 2000 data, the calculated methane emission is 470.12 Gg/ year. With business as usual (BAU) and the population rate of 1.3% per year, the methane emission in 2004 is 499.27 Gg and increase to 520.52 Gg in 2007. Key words : Municipal Solid Waste, Domestic Wastewater, GHGs emission
1.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penyusunan data emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada dasarnya adalah aktivitas manajemen data dan merupakan bagian utama dari kegiatan pengkajian GRK. Keberadaan data emisi GRK secara nasional akan memberi arah bagi pengambilan kebijakan pembangunan. Hal ini disampaikan dalam UNFCC Article 2 “.. stabilisasi konsentrasi GRK di atmosfer pada tingkat aman ... “ dimana tingkat aman menurut IPCC adalah 450 – 550 ppm. Pada dasarnya upaya inventarisasi emisi GRK juga akan berguna dalam hal tindakan pengurangan emisi melalui instrumen ekonomi (misal Certified Emission Reduction). Inventarisasi emisi GRK maupun potensi Carbon Sink-nya
akan sangat berguna bagi Indonesia dalam perundingan-perundingan atau negosiasi internasional terlebih berdasar pengalaman pernah ada isu bahwa Indonesia adalah emitor terbesar ke tiga di dunia terkait dengan seringnya terjadi kebakaran hutan. Hal-hal seperti ini hanya bisa di-counter dengan data yang akurat. Salah satu sektor yang turut menyumbang emisi GRK adalah limbah (waste sector). Dalam 2006 IPCC Guidelines for National GHGs inventory, waste sector meliputi sampah perkotaan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) (managed dan unmanaged solid waste disposal site), pengolahan
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)...Edisi Khusus: 41 - 47
41
sampah secara biologis (anaerobic digester), incineration (pembakaran terkendali) dan open burning (pembakaran terbuka) serta limbah cair domestik dan industri (domestic and industrial wastewater)1) . Dalam tulisan ini akan disampaikan hasil-hasil penghitungan emisi CH4 (GRK dengan Global Warming Potential sebesar 21) dari TPA sampah dan limbah cair domestik di Indonesia. Pembakaran terbuka dan limbah cair industri tidak dihitung karena keterbatasan data-data secara nasional. Sedang anaeroic digestion tidak dihitung karena relatif tidak ada dalam skala yang besar di Indonesia. 1.2.
Dasar Teori
Proses-proses yang menghasilkan gas bio di TPA terkait dengan dekomposisi mikrobiologi dari materi organik di TPA. Farquhar membagi proses-proses tersebut kedalam empat fase yakni ; (1) aerobik; (2) anaerobik, non-methanogenik; (3) anaerobik methanogenik, unsteady; dan (4) anaerobik, methanogenik steady2). Pada fase 1 (aerobik), rongga-rongga di TPA terisi udara (kira-kira 20% oksigen dan 80% nitrogen). Keberadaan oksigen ini memicu proses dekomposisi bakteri aerob dan menghambat proses anaerob. Pada laju penggunaan oksigen yang terus meningkat, proses pembentukan CO2 juga terus terjadi, sehingga komposisi gas akan berubah dan secara perlahan keberadaan oksigen tergantikan oleh CO2. Pada fase 2, sesaat setelah konsentrasi oksigen cukup rendah, dimulailah prosesproses anaerobik dan fakultatif. Pada mulanya, hidrolisis (ekstra seluler, proses enzimatik) hadir untuk mereduksi materi partikulat organik menjadi unsur-unsur yang dapat larut. Proses ini membutuhkan kelembaban yang cukup maupun kontak fisik antara mikroorganisme dengan “limbah”. Limbah kemudian memecah dengan bantuan berbagai enzim seperti; cellulose J (cellulose) J glucose protein J (protease) J asam amino 42
starch J (amylase) J glucose fats J (lipase) J fatty acids Selama proses hidrolisis ini tidak terjadi produksi gas. Namun segera setelah berbagai gula dan asam-asam organik terbentuk, akan digunakan oleh mikroba melalui berbagai rantai metabolic guna memproduksi asam-asam organik sederhana, air, karbon dioksida, ammonia dan bahkan hidrogen (H2). Selama tahap fermentasi asam ini, produksi CO2 berjalan sangat cepat. Dari berbagai penelitian dilaporkan komposisi gas CO2 mencapai 5070% setelah 11 hingga 23 hari, atau hampir 90% setelah 40 hari. Pada fase 3, gas methane (CH4) mulai terbentuk; laju pembentukan CO2 menurun dan pembentukan H 2 . Periode fase III dilaporkan antara 180 hingga 500 hari. Pada fase 4, ini adalah fase pembentukan gas methane steady, gas berada dalam komposisi yang konstan dan tetap. Berbagai penelitian memperlihatkan komposisi gas metan sebanyak 50 hingga 66% dalam kesetimbangan dengan CO2. Selain TPA sampah, sumber utama gas metan adalah juga berasal dari limbah cair. Limbah cair seperti dari domestik (rumah tangga dan perkantoran) maupun industri bila dalam kondisi anaerob atau sengaja diolah secara anaerob dapat menjadi sumber emisi GRK yakni CH 4, N2O maupun CO2, hanya saja CO2 tidak diperhitungkan karena dianggap biogenik. Limbah cair beserta lumpur yang dihasilkan dapat menghasilkan CH4 jika terdegradasi secara anaerob. Banyaknya emisi CH4 yang dihasilkan sangat tergantung oleh kuantitas materi organik degradable dalam limbah, temperatur dan jenis pengolahan4). Seiring meningkatnya suhu maka produksi CH4 akan meningkat, ini umumnya mudah terjadi pada sistem-sistem pengolahan yang tidak dikontrol dengan baik dan di wilayah beriklim tropis. Pada suhu di bawah 150C, maka produksi CH4 cenderung menurun
Wahyu Purwanta, dkk. 2009
dan tidak signifikan jumlahnya karena mikroba methanogeic tidak aktif, sebaliknya akan sangat signifikan produksinya manakala di atas 150C. Faktor utama yang menentukan besaran potensi emisi CH4 adalah kandungan material organik dalam limbah cair. Parameter umum dalam mengukur kandungan materi organik ini adalah Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD). Dapat dikatakan bahwa nilai BOD maupun COD yang lebih tinggi juga akan menghasilkan CH4 yag lebih tinggi. Untuk Indonesia, secara umum nilai limbah cair dari domestik umumnya sebesar 0,6 kg CH4/kg BOD5). 2.
2.
3.
4.
5.
DDOCm = W . DOC . DOCf . MCF W = mass of decomposable DOC deposited (Gg) DOC = degradable organic carbon in the year of deposition, fraction (Gg C/Gg waste) DOCf = fraction of DOC that can decompose (fraction) MCF = CH4 correction factor for aerobic decomposition in the year of deposition Lo = DDOCm . F . (16/12)
METODOLOGI
Penghitungan emisi GRK dari sub sektor sampah perkotaan dilakukan terhadap timbunan sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dengan pertimbangan, di TPA lah akumulasi CH4 akan lebih banyak terjadi dibanding di tempat lain. Emisi CH4 di TPA dihitung dengan model First Order Decay (FOD) , dimana data-data inputan model dapat berupa ‘default’ atau data riil yang dipunyai suatu negara. Adapun langkah-langkah penghitungannya adalah ; 1.
Bangkitan metan (CH4) yang timbul dalam suatu TPA diperkirakan dengan persamaan1) :
Mengumpulkan data ‘generation rate’ sampah baik secara nasional, kota metropolitan, kota besar, kota sedang dan kota kecil. Mengumpulkan data ‘pengelolaan sampah’ untuk kota metropolitan, besar, sedang dan kecil serta secara nasional. Mengumpulkan data komposisi sampah yang masuk ke TPA yang sesuai IPCC criteria, untuk kota metropolitan, besar, sedang dan kecil serta nasional. Survei data primer untuk ‘generation rate’, % sampah ke TPA dan komposisi sampah di TPA untuk kota metropolitan, besar, sedang dan kecil. Mengolah data yang didapat dan memasukkan dalam IPCC Waste Calculation.
Lo = CH4 generated potential, Gg CH4 DDOCm = mass of decomposable DOC, Gg F = fraction of CH4 in generated landfill gas (vol. fraction) 16/12 = molecular weight ratio CH4/C (ratio) Langkah-langkah dalam penghitungan CH4 dari sub sektor limbah cair adalah; 1. Mengumpulkan data sosek (pendapatan dll) penduduk. 2. Mengumpulkan data jumlah buangan air limbah per kapita, baik untuk daerah perkotaan (urban), semi urban dan pedesaan (rural). 3. Mengumpulkan data jumlah penggunaan septic tank, lantrine, sewer atau yang belum membuang secara baik air limbahnya, baik di perkotaan, semi perkotaan dan pedesaan. 4. Mengumpulkan data centralized waste treatment yang ada di beberapa kota besar di Indonesia, khususnya persen pelayanan, metode pengolahan dan efisiensi pengolahan.
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)...Edisi Khusus: 41 - 47
43
Adapun formula perhitungan sesuai 2006 IPCC Guidelines adalah1) :
TOW =
Total organik dalam limbah cair pada tahun inventarisasi, kg BOD CH4
S
= Komponen organik yang disisihkan sebagai lumpur (sludge) pada tahun inventarisasi, kg BOD/tahun
Ui
= Fraksi populasi pada di golongan pendapatan i pada tahun inventarisasi
Tij
= Tingkat utilisasi sistem/ jalur pengolahan dan pembuangan, j, untuk tiap fraksi golongan
i
= Golongan pendapatan:pedesaan, perkotaan pendapatan rendah, perkotaan pendapatan tinggi
j
= Tiap jalur/sistem pengolahan/ pembuangan
EFj
= Faktor emisi, kg CH4/kg BOD
R
= Recovery CH4 pada tahun inventarisasi, kg CH4/tahun
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
Limbah Padat/Sampah
pendapatan i pada tahun inventarisasi
Dalam penelitian ini digunakan beberapa parameter yang didapat dari hasil penelitian lapangan tetapi beberapa parameter lain tetap menggunakan ‘default’ IPCC, sehingga metode ini termasuk dalam Tier-2. Tahap pertama adalah menentukan data-data awal dan mengganti data ‘default’ yang ada dengan data yang kita miliki. Jika dalam default IPCC, generation rate sampah adalah 0,7 kg/org/hari (Asia Tenggara) dan 0,76 kg/org/hari (Indonesia), maka berdasarkan penghitungan dari berbagai data dan klasifikasi kota didapat angka 0,61 kg/kap/hari. Angka ini mendekati perhitungan B.G Yeoh dalam Municipal Solid Waste Generation and Composition (ACST, 2006) sebesar 0,6 kg/org/hari6). Demikian pula rerata penanganan sampah, berdasar data default IPCC, didapat data 80% sampah terangkut ke TPA. Angka ini dianggap terlalu besar untuk kondisi saat ini. Dari perhitungan tim dan data dari berbagai sumber, rerata terangkut ke TPA untuk kota besar adalah 40% sedangkan kota lain diluar kota besar adalah 30 %.
44
Dengan demikian maka parameter penghitungan adalah : 1. 2. 3. 4. 5.
Jumlah penduduk tahun 2005 : 218.868.791 Tingkat pertumbuhan penduduk : 1,3 % Generation rate sampah 0,61 kg/org/ hari Sampah terangkut ke TPA : kota besar (40%) dan kota lainnya (30%). Komposisi sampah, menggunakan data rata-rata komposisi kota metropolitan, kota besar dan kota sedang sebagaimana di tampilkan pada Tabel 1.
Wahyu Purwanta, dkk. 2009
Tabel 1. Komposisi Sampah ke TPA dari Beberapa Sumber3) 5 Kotaa) (%)
Bandungb) (%)
Yogyakartac) (%)
Rata-rata (%)
Food waste
59.47
54.97
16.37
43.6
Garden & park
6.92
5.26
49.46
20.5
Paper & cardboard
12.85
3.03
4.07
6.7
Komponen
Wood
0.75
0.84
0.95
0.8
Textile
0.81
0.89
1.45
1.0
Nappies
-
-
3.10
3.1
Rubber & leather
-
-
0.79
0.8
Plastic
10.71
1.54
12.43
7.3
Metals
1.77
0.25
0.12
0.6
Glass
1.33
1.13
0.93
1.0
Others
6.21
32.08
10.34
14.4
Sumber: a.
KLH – Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004 ( Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, Bandung)
b.
Prihartini, I. W, Departemen Teknik Lingkungan , ITB (2007)
c.
BPPT, Studi Neraca GRK di Indonesia, Laporan Akhir (2008)
Penghitungan emisi CH 4 dilakukan terhadap produksi sampah sejak tahun 2000 hingga 2008, dengan memasukan data penduduk dari BPS serta parameter/ nilai dan teteapan di atas, ini biasa disebut sebagai emisi baseline. Tahun 2000 emisi CH4 mencapai 574,65 Gg dan meningkat
menjadi 584 Gg di tahun 2005 serta sekitar 586 Gg di akhir tahun 2008. Meningkatnya emisi dari TPA ini seiring naiknya jumlah penduduk dan jumlah sampah yang masuk ke TPA dari tahun ke tahun. Gambar 1 berikut menggambarkan tren kenaikan emisi CH4 dari sektor persampahan.
588 586 584 582 580 CH4 (G g)
578 576 574 572 570 568 2003
2000
2004
2001
2002
2005
2006
2007
2008
Ta h u n
Gambar 1. Emisi CH4 dari TPA Eksisting di Indonesia Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)...Edisi Khusus: 41 - 47
45
Baseline adalah emisi dengan mengasumsikan tidak ada tindakan apaun dalam penanganan sampah. Tetapi sebenarnya sejak beberapa tahun ke belakang, telah ada penggalakan pengurangan sampah ke TPA melalui program 3R (reduce, reuse dan recycle), program ini bahkan ditetapkan dalam UU no.18/2008 tentang pengelolaan persampahan sebagai ‘target activity’ bagi pengelolaan sampah di Indonesia. Dengan 3R seperti pengomposan diharapkan sampah yang masuk ke TPA akan berkurang dan berarti juga mengurangi emisi GRK di TPA.
3.2 . Limbah Cair Domestik Emisi CH4 di sub sektor limbah cair dalam 2006 IPCC Guidelines berasal dari sungai, danau, estuari atau saluran limbah yang stagnan (tidak mengalir). Selain itu emisi CH4 dapat juga berasal dari Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) baik yang berupa reaktor atau kolam (lagoon) dan septic tank atau cubluk dari rumah penduduk1). Penghitungan total CH4 teremisi digunakan beberapa parameter default seperti fraksi urbanisasi dan proporsi jenis pembuangan limbah rumah tangga seperti septic tank, latrine, sewer dan lainnya. Nilai default fraksi urbanisasi untu Indonesia adalah rural 0,54 untuk urban-high 0,2 dan urban-low sebesar 0,343). Hasil penghitungan untuk data tahun 2000 diperoleh besaran emisi 470,12 Gg dan meningkat menjadi 499,27 Gg di tahun 2004 serta 520,52 Gg di tahun 2007. Pengurangan emisi sub sektor limbah cair ini tidak dapat seprogresif sub sektor sampah, mengingat sebagian besar emisi berasal dari septic tank atau latrine dan sungai yang sangat sulit memitigasinya. Beberapa skema CDM mulai banyak diusulkan untuk emisi dari IPAL industri seperti tapioka, sawit atau limbah peternakan. Gambar 3 berikut memperlihatkan hasil proyeksi dan estimasi skenario dari reduksi emisi sub sektor limbah cair domestik.
Demikian pula beberapa daerah saat ini bekerjasama dengan swasta mulai memanfaatkan TPA yang sudah jalan dengan ‘menambang’ gas CH4 melalui skema CDM. Recovery gas CH4 model ini juga akan turut mereduksi emisi secara nasional. UU no 18/2008 juga mensyaratkan bahwa Kota/ Kabupaten dalam 5 tahun ke depan harus menutup TPA open dumping dan membuat TPA control landfill atau sanitary landfill. Jika ini berjalan sesuai rencana maka emisi GRK dari TPA pada tahun 2020 di harapkan akan sama dengan emisi di tahun 2000 lalu. Seluruh skenario penurunan emisi ini dapat dilihat pada Gambar 2.
650
600
550
Emission with 3R scenario
Emission with CDM-OD scenario
Emisi with new SWDS/SL scenario
Wahyu Purwanta, dkk. 2009
2025
2024
2023
2022
BAU Emission
Gambar 2. Beberapa Skenario Penurunan Emisi CH4 di TPA
46
2021
2020
2019
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
450
2010
500
C H 4 (G g )
6 5 0
6 0 0
5 5 0
5 0 0 B A U
E m issio n
E m i ssio n w ith M e th a n e
R e c o v e ry S c e n a rio
4 5 0 2 0 00
2 0 05
2 0 10
20 1 5
20 2 0
20 2 5
Ta hun
Gambar 3. Perkiraan Emisi CH4 dari Limbah Cair Domestik di Indonesia 4.
KESIMPULAN
1.
TPA sampah (limbah padat) dan limbah cair (domestik dan industri) merupakan sumber emisi GRK dimana gas metan (CH4) merupakan gas dominan. Gas ini selain sebagai sumber penyebab pemanasan global juga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai energi dengan mekanisme pembangunan bersih (CDM).
2.
3.
4.
Emisi gas metana dari sub sektor sampah di Indonesia sangat besar yakni sekitar 500 s.d 550 Gg per tahun dimana terdapat l.k 400 TPA yang hampir semuanya beroperasi secara open dumping. Sebagian besar gas ini dihasilkan dari proses degradasi sampah organik. Mitigasi dan pemanfaatan gas metana umumnya akan ekonomis bila dilakukan di TPA secara langsung. Emisi gas metana dari limbah cair domestik rata-rata mencapai 400 s.d 500 Gg/tahun. Emisi ini kebanyak berasal dari tempat penampung limbah rumah tangga (grey water dan black water), sementara IPAL terpusat masih sangat rendah tingkat utilisasinya di Indonesia. Beberapa upaya mitigasi gas metan sub sektor sampah yang dapat dilakukan antara lain : sosialisasi teknik 3R, recovery LFG dari TPA eksisting, dan pembangunan TPA
TPA sanitary landfill guna menggantikan TPA open dumping sesuai amanat UU no. 18 tahun 2008. Sedangkan untuk limbah cair domestik sedapat mungkin diarahkan utuk membangun IPAL komunal atau IPAL kota yang terpusat. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Eggleston S., L. Buendia , M. Kyoko, T. Ngara, 2006, “2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories”, Vol 5 Waste, WMO, UNEP, IGES Farquhar, G.J, 1973, Gas Production During Refuse Decomposition, CiteSeer Beta Kardono, Purwanta, W., Wahyono, S., & Indriyati, 2009, Technology Needs Assessment : Waste Sector, National Working Group Metcalf & Eddy, Inc., 2003, Wastewater Engineering : Treatment, Disposal, Reuse, McGraw-Hill, New York, ISBN 0-07-041878-0 Strait, R., Doorn, M.R.J, and Eklund., B., 1997, Estimate of Global Greenhouse Gas Emissions from Industrial and Domestic Wastewater Treatment, Final Report, EPA-600 R-97-091, Research Triangle Park, NC, USA Yeoh. B.G, 2006, Municipal Solid Waste Generation and Composition, Asean Committee on Science & Tecnology, Sub Committee on Non Conventional Energy Research
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)...Edisi Khusus: 41 - 47
47