Lembar Fakta – Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia ¶ Keenam sektor; Kehutanan, pertanian, pembangkit listrik, transportasi, bangunan dan semen bersama-sama dengan emisi yang berhubungan dengan lahan gambut mayoritas berkontribusi untule emisi Indonesia pada tahun 2005 ¶ Emisi Indonesia pada tahun 2005, diperkirakan berada pada 2.3 Gt CO2e, dan merupakan salah satu yang terbesar di dunia. (satu Giga ton setara dengan satu milyar ton.) ¶ Emisi Indonesia diperkirakan akan tumbuh 2% per tahun, dan akan mencapai 2.8 Gt CO2e pada tahun 2020 dan 3.6 GtCO2e pada tahun 2030 ¶ Sumber utama dari kenaikan emisi tersebut berasal dari pembangkit listrik, transportasi dan lahan gambut. ¶ Indonesia memiliki potensi untuk mengurangi emisi hingga 2.3 GtCO2e pada tahun 2030 dengan melaksanakan lebih dari 150 peluang pengurangan di seluruh sektor utama yang menghasilkan emisi ¶ Bercermin dari profil emisi Indonesia, lebih dari 80 persen peluang pengurangan terletak pada sektor kehutanan, lahan gambut dan pertanian. Sektor hutan Emisi - 2030: 850 MtCO2e; potensi pengurangan: 1,100 MtCO2e ¶ Sektor kehutanan pada tahun 2005 berkontribusi atas 850 MtCO2e, atau 38 persen dari total emisi Indonesia. Emisi-emisi tersebut merupakan dampak dari penebangan hutan (deforestation) (562 MtCO2e), degradasi hutan (211 MtCO2e) dan kebakaran hutan (77 MtCO2e). ¶ Jika kecepatan penebangan dan degradasi hutan saat ini yang sebesar 0.8 juta hektar dan 1 juta hektar terus berlanjut, maka hal tersebut akan berkontribusi terhadap emisi sebesar 850 MtCO2e hingga tahun 2030. (Perkiraan emisi-emisi kehutanan tidak termasuk emisi-emisi yang
berhubungan dengan lahan gambut, dimana beberapa diantaranya terjadi di area yang diklasifikasikan sebagai kehutanan.) ¶ Sektor kehutanan saja dapat mengurangi emisi sebesar 1,100 MtCO2e , yaitu dengan mengurangi laju deforestasi dan mencegah degradasi hutan akan diperoleh pengurangan emisi GRK sebesar 850 MtCO2e, sedangkan upaya penanaman pohon (aforestasi dan reboisasi) akan memberikan pengurangan tambahan sebesar 250 MtCO2e ¶ Melaksanakan seluruh potensi akan membalikkan kondisi kehutanan sebagai porsi sumber emisi yang besar menjadi media penyimpan karbon (carbon sink) yang signifikan ¶ Pengelolaan Lahan Gambut Emisi - 2030: 1.2 GtCO2;, potensi pengurangan: 700 MtCO2e ¶ Emisi lahan gambut Indonesia pada tahun 2005 adalah 1.0 GtCO2e, atau 45 persen dari total emisi Indonesia Emisi-emisi dari lahan gambut berasal dari oksidasi lamban di tanah yang kaya karbon setelah pengeringan, atau oksidasi yang lebih cepat melalui kebakaran lahan gambut. Kedua sumber emisi tersebut sangatlah besar, dan mencapai rata-rata 0.77 GtCO2e umtuk emisi tahunan saat ini. Selanjutnya sebanyak 0.25 Gt disebabkan oleh deforestasi dan degradasi (dengan mengambil kayu) hutan-hutan lahan gambut. ¶ Sumber utama emisi di lahan gambut pada tahun 2005 adalah deforestasi (21.5%), degradasi hutan dengan mengambil kayunya (3.4%), kebakaran di lahan gambut (45.8%) dan dekomposisi lahan gambut melalui pengeringan (29.5%). ¶ Emisi-emisi dari lahan gambut diperkirakan akan meningkat sebesar 20 persen, mencapai 1.2 Gt CO2e pada tahun 2030 jika konversi lahan gambut menjadi penggunaan lahan lainnya terus berlanjut (mis.,. perkebunan kelapa sawit) dan kerentanannya terhadap kebakaran meningkat, karena degradasi hutan dan pengeringan.
¶ Peluang untuk pengurangan emisi sebesar 700 MtCO2e diidentifikasi berada pada sektor lahan gambut, termasuk :
Menghentikan penebangan dan degradasi lahan gambut seluas 300,000 ha dapat mencegah emisi sebesar 250 MtCO2e yang berasal dari pemindahan biomassa bagian atas tanah Pemulihan lahan gambut non-komersial sebesar 5 juta ha (membasahkan dan menanam kembali) akan memberikan pengurangan tambahan sebesar 360 MtCO2e ¶ Pengurangan lainnya yang berhasil diidentifikasi adalah dengan menyempurnakan manajemen pengairan dan kebakaran pada lahan pertanian dan perkebunan pulpwood yang ada.
Sektor pertanian Emisi - 2030: 152 MtCO2e; potensi pengurangan: 105 MtCO2e ¶ Emisi gas rumah kaca dari pertanian adalah sebesar 139 Mt CO2e pada tahun 2005, dimana lahan padi menjadi penyumbang emisi terbesar, berkontribusi terhadap emisi sebesar 51.4 MtCO2e, terutama dalam bentuk gas metana (CH4). (perkiraan emisi pertanian tidak termasuk emisi-emisi yang berhubungan dengan lahan gambut, beberapa diantaranya terjadi pada area yang diklasifikasikan sebagai daerah pertanian.) ¶ Emisi-emisi yang berasal dari pertanian diestimasikan mencapai 152 MtCO2e pada tahun 2030, terutama didorong oleh peningkatan area peternakan dan lahan pertanian yang besar. Potensi pengurangan emisi pada sektor pertanian diperkirakan mencapai 105 MtCO2e atau 63 persen dari emisi-emisi sektor lainnya pada tahun 2030 ¶ Peluang pengurangan terbesar didapatkan dengan meningkatkan pengelolaan air dan nutrien bagi lahan padi dan pemulihan lahan pertanian yang sudah terdegradasi Sektor listrik Emisi-2030: 750 MtCO2e; potensi pengurangan: 220 MtCO2e ¶ Emisi-emisi dari sektor listrik diperkirakan sebesar 110 MtCO2e pada tahun 2005; lebih dari 75% emisi disebabkan oleh penggunaan batu bara
¶ Emisi-emisi yang berasal dari sektor listrik diperkirakan akan meningkat hingga tujuh kali lipat, mencapai 750 MtCO2e pada tahun 2030 Perningkatan emisi didorong oleh pertumbuhan permintaan yang pesat (mis., menigkatkan elektrifikasi pada daerah perdesaan Indonesia yang saat ini masih 60 persen menjadi 100 persen pada tahun 2030) dan peningkatan ketergantungan atas pembangkit listrik berbahan bakar batu bara ¶ Beberapa peluang yg muncul untuk pengurangan sebesar 220 MtCO2e pada tahun 2030, termasuk: – Meningkatkan penetrasi sumber energi yang bersih dan terbarukan (166 MtCO2e) – Meningkatkan penggunaan teknologi batubara bersih (6.1 MtCO2e) Sektor transportasi Emisi - 2030: 500 MtCO2e; potensi pengurangan: 100 MtCO2e ¶ Emisi langsung gas rumah kaca pada tahun 2005 yang berasal dari sektor transportasi diperkirakan mencapai 70 MtCO2e ¶ Emisi langsung dari sektor transportasi akan mencapai 500 MtCO2 pada tahun 2030, didorong oleh peningkatan kendaraan komersial dan pribadi (mis. level penetrasi akan meningkat dari saat ini 115 kendaraan untuk tiap 1,000 penduduk menjadi 312 pada tahun 2030) ¶ Emisi tidak langsung dari sektor transportasi memilik potensi untuk dikurangi hingga 100 MtCO2e (20 persen) melalui dua pendorong mitigasi utama Peningkatanan penggunaan mesin-mesin pembakaran internal/internal combustion engines (ICE) di seluruh kelas kendaraan (75 MtCO2e) Berpindah dengan menggunakan mobil-mobil listrik dan hibrid (15 MtCO2e) Sektor bangunan Emisi - 2030: 40 MtCO2e; potensi pengurangan: 47 MtCO2e ¶ Emisi-emisi langsung dari sektor bangunan naik dua kali lipat yang awalnya 20 MtCO2e pada tahun 2005 menjadi 40 MtCO2e pada tahun
2030, didorong oleh peningkatan konsumsi energi komersial dan perumahan. ¶ Sektor bangunan dapat mengurangi emisinya (termasuk emisi tidak langsung) hingga 47 MtCO2e pada tahun 2030 Peluang-peluang pengurangan meliputi 6 area, termasuk menggunakan pemanas air alternatif (8.8 MtCO2e), lampu-lampu yang lebih efisien (11.3 MtCO2e) dan peralatan-peralatan yang lebih efisien (9.3 MtCO2e) Sektor semen Emisi – 2030: 70 MtCO2e; potensi pengurangan: 12 MtCO2e ¶ Dengan harapan pertumbuhan ekonomi yang kuat terjadi di Indonesia pada 20 tahun ke depan, emisi langsung sektor semen akan meningkat lebih dari tiga kali lipat yang awalnya 20 MtCO2e menjadi 70 MtCO2e Sebagian besar dari emisi-emisi ini dihasilkan akibat penggunaan clinker, elemen utama untuk memproduksi semen Sektor semen dapat mengurangi 12 MtCO2e dari proyeksi emisi tidak langsungnya pada tahun 2030 – Peluang terbesar untuk pengurangan hingga 5 MtCO2e berasal dari substitusi clinker dengan slag – Bahan bakar alternatif (mis. limbah industri dan perkotaan) dapat mengurangi emisi lebih banyak lagi sebesar 3.4 MtCO2e