ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA DARI PERTANIAN, KEHUTANAN DAN PENGGUNAAN LAHAN LAIN DI KABUPATEN BENGKALIS, RIAU
WARI KARTIKANINGSIH
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ABSTRACT WARI KARTIKANINGSIH (G24070037 Estimated Greenhouse Gas Emissions from Agriculture, Forestry and Other Land Use in Bengkalis, Riau. Supervised by Prof. Dr. Ir. RIZALDI BOER, M.Sc. Agriculture, forestry and land use change in Indonesia accounted for substantial emissions. This study assumed greenhouse gas emissions based on methods developed by IPCC. Estimation of emissions based on IPCC methods have been developed by the University of Colorado in the form of software called ALU (Agricultural Land Use). Activity data were collected through the survey results, the data of agriculture and forestry. Known land use change data based on satellite data of 2000, 2003, 2006 and 2009. Emission factors used are set by default IPCC 1996, 2003, and 2006 for the region corresponding to the climate of the study area. Result of research indicate that greenhouse gas emissions sector agriculture, forestry and land use change yielded from 6 activity that is emission from loss biomass, emision of change carbon deposit organic land, emission of dinitrogen oxide of land, emission of usage fertilizer and emission from farm. Emission in subprovince of Bengkalis which written down in sixth of activity yield annual emission equal to 6456,82 Gg CO2e. Total emission from sixth this activity mount every year. Keywords: agriculture, forestry, greenhouse gas emissions, land use change, software ALU.
ABSTRAK WARI KARTIKANINGSIH (G24070037). Estimasi Emisi Gas Rumah Kaca dari Pertanian, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lain di Kabupaten Bengkalis, Riau. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. RIZALDI BOER, M.Sc Sektor pertanian, kehutanan dan perubahan penggunaan lahan di Indonesia menyumbang emisi cukup besar. Penelitian ini menduga emisi gas rumah kaca berdasarkan metode yang dikembangkan IPCC. Pendugaan emisi berdasarkan metode IPCC telah dikembangkan oleh universitas Colorado dalam bentuk software yang dinamakan ALU (Agricultural Land Use). Data aktivitas dikumpulkan melalui hasil survey, data pertanian dan kehutanan. Data perubahan penggunaan lahan diketahui berdasarkan data satelit tahun 2000, 2003, 2006 dan 2009. Faktor emisi yang digunakan adalah default yang ditetapkan IPCC tahun 1996, 2003, dan 2006 untuk wilayah yang sesuai dengan iklim di wilayah kajian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa emisi gas rumah kaca sektor pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lain dihasilkan dari 6 aktivitas yaitu emisi dari hilangnya biomasa, emisi dari perubahan simpanan karbon tanah organik, emisi akibat pembakaran biomasa, emisi dinotogen oksida dari tanah, emisi dari penggunaan pupuk dan emisi dari peternakan. Emisi di Kabupaten Bengkalis yang dituliskan dalam keenam aktivitas tersebut menghasilkan emisi pertahun sebesar 6456,82 Gg CO2e. Total emisi dari keenan aktivitas ini meningkat dari tahun ketahun.
Kata Kunci : emisi gas rumah kaca , kehutanan , pertanian, perubahan penggunaan lahan, software ALU.
ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA DARI PERTANIAN, KEHUTANAN DAN PENGGUNAAN LAHAN LAIN DI KABUPATEN BENGKALIS, RIAU
WARI KARTIKANINGSIH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Mayor Meteorologi Terapan
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi Nama NIM
: Estimasi Emisi Gas Rumah Kaca dari Pertanian, Kehutanan, dan Penggunaan Lahan Lain di Kabupeten Bengkalis, Riau. : Wari Kartikaningsih : G24070037
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc NIP: 19600927 198903 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi,
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS. NIP: 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus:
Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mencantumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Estimasi Emisi Gas Rumah Kaca dari Pertanian, Kehutanan, dan Penggunaan Lahan Lain di Kabupaten Bengkalis, Riau ini. Karya ilmiah ini ditujukan untuk mendapatkan gelar sarjana sains pada program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Dalam proses penelitian maupun penyusunan karya ilmiah penulis mendapatkan banyak bantuan berbagai pihak sehingga penellitian maupun penyelesaian tugas akhir dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan dan support yang diberikan. 2. Pak Bregas sebagai dosen pembimbing akademik atas kesediaan waktunya selama ini. 3. Ibu Rini, Pak Sony, Pak Bey, Pak Yon, Pak Bambang, Pak Hidayat, Pak Heny, Bu Ana, Pak Sobri, Bu Tania, Pak Abu, Pak Daniel, Pak Tofik dan semua dosen saat TPB maupun matakuliah di luar departemen GFM atas segala ilmu yang diberikan. 4. Seluruh Staf CCROM-SEAP terutama kak Gito yang bersedia memberikan waktunya untuk ikut membimbing dalam pengolahan data. 5. Teman-teman GFM 44, Dimas, Joko, Azim, Nedy, Ii, Fitri, Pasha, Syamsu, Riri, Eca, Anies, Anto, Blake, Andi, Afdal, Abang, Aci, Nanas, dll yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaan dan semangat yang selalu diberikan. 6. Teman-teman kostan Aisyah: Indri, Hana, Ici, Aan, Anggun, Kanov, Devi, Junda, Widya, Ade, mb Henti, mb Susan, mb Siti, Chan2, yang turut memberikan support dan semangat. 7. Keluarga besar KSR PMI Unit 1 IPB: mb Via, Roky, Yuda, Dani, Tri, dan semua alumni, teman seangkatan juga adik-adik atas do’a dan dukungannya. 8. Seluruh kakak kelas dan adik kelas di GFM: Kak Yunus, Kak Willy, Kak Sandro, Kak Ria, dll. Karya ilmiah ini penulis dedikasikan untuk Bapak, Mama juga untuk Mba Maolin dan Ifan. Terimakasih atas kesabaran dan pengorbanan juga kepercayaan yang selama ini sudah kalian berikan. Penulis menyadari karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itulah saran dan kritik yang membangun penulis harapkan untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Januari 2012
Wari Kartikaningsih
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Februari 1989 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Tolib dan Muldiyati. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah dasar pada tahun 2001 di SD Negeri Pekayon 11 Pagi dan melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 91 Jakarta dengan tahun kelulusan 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 99 Jakarta, lulus pada tahun 2007. Setelah lulus SMA penulis diterima sebagai mahasiswi IPB program Mayor-Minor melalui jalur USMI dengan memilih program Studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Minor yang berhasil ditempuh oleh penulis adalah Ekonomi Sumberdaya, Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjalani masa perkuliahan penulis aktif dalam organisasi KSR PMI Unit 1 IPB dan HIMAGRETO. Keaktifan penulis dalam organisasi KSR PMI Unit 1IPB dimulai sejak tahun 2008 hingga menyelesaikan program sarjananya. Sedangkan keaktifan penulis dalam organisasi HIMAGRETO hanya pada tahun 2008 sampai 2009. KSR PMI Unit 1 IPB adalah salah satu UKM bidang khusus yang bergerak di bidang kesehatan. Dalam organisasi ini penulis sempat menjabat sebagai Komandan pada tahun 2009 sampai 2010. Dan sejak tahun 2010 sampai 2011 penulis bertindak sebagai Ketua Badan Pengawas Organisasi. Selain aktif dalam kegiatan organisasi penulis juga sempat mengikuti beberapa kegiatan di luar perkuliahan seperti IPB Go Field yang diadakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB pada tahun 2009 dan Seminar Nasional Perubahan Iklim yang diadakan oleh Badan Nasional Perubahan Iklim (BNPI) pada tahun 2011. Pada tahun 2010 penulis juga sempat melakukan kegiatan magang selama satu bulan di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta, ditempatkan di bagian PTISDA (Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam). Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si), penulis membuat tugas akhir dengan judul Estimasi Emisi Gas Rumah Kaca dari Pertanian, Kehutanan, dan Penggunaan Lahan Lain di Kabupaten Bengkalis, Riau dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir.Rizaldi Boer, M.Sc
ix
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................................. iiix RIWAYAT HIDUP ...................................................................................................................iix DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ix DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................................xii I.
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1 1.2 Tujuan ........................................................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................ 1 2.1 Kondisi Umum Wilayah Kajian ...................................................................................... 1 2.2 Gas Rumah Kaca ........................................................................................................... 2 2.3 Perubahan Penggunaan Lahan ........................................................................................ 3 2.3.1 Lahan Gambut sebagai Daerah Penyimpan Karbon .............................................. 3 2.3.2 Emisi Karbon dari Lahan Gambut ........................................................................ 4 2.4 Software Agricultural land Use sebagai Alat Penghitung Emisi....................................... 5 III. METODOLOGI.................................................................................................................... 5 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................................................... 5 3.2 Alat dan Bahan Penelitian .............................................................................................. 5 3.3 Tahapan Penelitian ......................................................................................................... 6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................. 9 4.1 Emisi dari Hilangnya Biomasa (Biomass Loss) ............................................................. 11 4.2 Emisi dari Perubahan Simpanan Karbon Tanah Organik ............................................... 13 4.3 Emisi Akibat Pembakaran Biomasa .............................................................................. 15 4.4 Emisi Dinitrogen Oksida dari Tanah ............................................................................. 16 4.5 Emisi dari Penggunaan Pupuk ...................................................................................... 16 4.6 Emisi dari Peternakan................................................................................................... 17 4.7 Perbandingan Emisi GRK Perkapita Kabupaten Bengkalis dengan Emisi GRK Perkapita Nasional....................................................................................................................... 19 V. SIMPULAN DAN SARAN................................................................................................. 21 5.1 Simpulan ..................................................................................................................... 21 5.2 Saran ........................................................................................................................... 21 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 21 LAMPIRAN .............................................................................................................................. 23
x
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Halaman Sumber, rosot dan peningkatan CO2 (Gt C th-1) ..................................................................... 3 Luas total lahan gambut yang layak untuk pertanian serta sebarannya di Indonesia ................. 4 Asumsi pada pengolahan data ............................................................................................... 9 Hasil perhitungan emisi gas rumah kaca Kabupaten Bengkalis tahun 2001-2009 .................. 10 Emisi akibat hilangnya biomasa (biomass loss).................................................................... 12 Emisi akibat perubahan simpanan karbon tanah organik ...................................................... 14 Emisi akibat pembakaran biomasa ...................................................................................... 15 Emisi N2O dari Tanah ......................................................................................................... 16 Emisi dari penggunaan pupuk ............................................................................................. 17 Emisi metana dari kegiatan peternakan ................................................................................ 18 Emisi N2O dari kegiatan peternakan .................................................................................... 19 Emisi perkapita Kabupaten Bengkalis tahun 2001-2005 .................................................... 20 Emisi perkapita Nasional sektor pertanian dan kehhtanan tahun 2001-2005 ....................... 20
xi
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Halaman Peta Kabupaten Bengkalis .................................................................................................... 2 Skema representasi fenomena efek rumah kaca...................................................................... 2 Pertukaran senyawa karbon dan N2O antara ekosistem terestrial dan atmosfer ........................ 3 Emisi gas rumah kaca dari sektor pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan lain di Kabupaten Bengkalis tahun 2001-2009................................................................................ 11 Emisi gas rumah kaca akibat hilangnya biomasa .................................................................. 13 Saluran drainase pada lahan gambut .................................................................................... 13 Komposisi gas akibat pembakaran biomasa ........................................................................ 16 Emisi GRK dari peternakan ................................................................................................. 18 Grafik perbandingan emisi GRK perkapita nasional dan emisi GRK perkapita Kabupaten Bengkalis ........................................................................................................................... 20
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
2 3 4
5 6
7 8 9 10 11 12
13 14
Luas perubahan pengunaan lahan tahun 2000-2003, 2003-2006 dan 2006-2009 .................. 24 Luas perubahan pengunaan lahan tahun 2000-2003.............................................................. 24 Luas perubahan pengunaan lahan tahun 2003-2006.............................................................. 25 Luas perubahan pengunaan lahan tahun 2006-2009.............................................................. 27 Klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan IPCC 2006 ......................................................... 30 Data luas panen Kabupaten Bengkalis tahun 2009 ............................................................... 31 (A) Produksi kayu olahan di Kabupaten Bengkalis menurut jenisnya ................................... 33 (B) Densitas kelompok kayu meranti, kelompok kayu indah dan kelompok kayu rimba cam pu ran ...................................................................................................................................... 33 Penggunaan kayu bakar di Kabupaten Bengkalis ................................................................. 35 (A) Perubahan biomasa karbon lahan hutan ......................................................................... 36 (B) Perubahan biomas karbon tanaman tahunan .................................................................. 37 (C) Perubahan biomasa karbon dari deforestasi.................................................................... 41 (D) Perubahan biomasa karbon dari biomasa rumputan ........................................................ 43 Perubahan stok karbon tanah organik .................................................................................. 44 Emisi akibat pembakaran biomasa ....................................................................................... 45 Emisi dinotregen oksida dari residu tanaman dan lahan organik yang ditanami..................... 46 Penggunaan pupuk tahun 2001 sampai tahun 2009 di Kabupaten Bengkalis ......................... 47 Perhitungan nilai emisi dari penggunaan pupuk ................................................................... 48 (A) Data populasi ternak Kabupaten Bengkalis tahun 2001-2009 ......................................... 50 (B) Emisi metana dari fermentasi ........................................................................................ 52 (C) Emisi metana dari pupuk ............................................................................................... 52 Perhitungan nilai emisi N2O dari kegiatan peternakam ......................................................... 53 Dokumentasi saat pengumpulan data kuisioner .................................................................... 53
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian, kehutanan dan pengunaan lahan lain merupakan salah satu faktor penyumbangan emisi terbesar di atmosfer. Penggunaan pupuk dan pengolahan sisa hasil pertanian yang dilakukan dengan cara bakar merupakan aktivitas yang menyebabkan emisi dari sektor pertanian. Aktivitas penyebab emisi dari sektor kehutanan misalnya adalah penebangan kayu produksi. Laporan kementrian lingkungan hidup tahun 2010 tentang nilai emisi di Indonesia menujukkan bahwa sektor pertanian dan kehutanan menyumbang 65% dari total emisi. Nilai ini dibandingkan dengan emisi dari sektor energi, proses industri dan sampah (KLH 2010). Perhitungan emisi dari sektor pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan lain yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada metode yang dikembangkan oleh IPCC. Data aktivitas dikalikan dengan faktor emisi merupakan rumusan umum untuk mendapatkan nilai emisi. Data aktivitas didapat berdasarkan hasil survey di daerah kajian, data statistik dari sektor pertanian juga sektor kehutanan. Faktor emisi yang digunakan merupakan default atau nilai yang ditetapkan dalam IPCC 1996, 2003 dan 2006. Pemilihan nilai faktor emisi disesuaikan dengan iklim di wilayah kajian. Menghitung emisi berdasarkan metode tersebut telah dikembangkan oleh universitas Colorado dalam bentuk perangkat lunak yang dinamakan ALU atau Agricultural Land Use Software. Penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan software ini menghasilkan nilai emisi dari sektor pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan tahun 2000 sampai 2009 di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Penggunaan lahan di wilayah kajian diketahui dengan memanfaatkan data satelit Lansat tahun 2000, 2003, 2006 dan 2009. Perubahan penggunaan lahan di wilayah gambut potensial melepas karbon apabila pengelolaan di atas lahan tersebut tidak diperhatikan. Lahan gambut merupakan ekosistem lahan basah yang dicirikan oleh tingginya akumulasi bahan organik dengan laju dekomposisi yang rendah (Noor 2001). Oleh karena itu menghitung nilai emisi di daerah yang mengandung banyak lahan gambut dirasa perlu. Provinsi Riau merupakan provinsi dengan luas lahan gambut terbesar di Pulau Sumatera (Wahyunto 2005). Penggunaan
lahan gambut untuk perkebunan maupun pertanian memang mendatangkan keuntungan ekonomi. Namun ternyata hal tersebut menyebabkan masalah di kemudian hari karena kegiatan tersebut mengurangi simpanan karbon dalam ekosistem terestrial. Dengan mengetahui cara pengelolaan lahan gambut, seperti pengaturan tata air, serta cara penanaman yang benar resiko hilangnya karbon pada ekosistem ini dapat dikurangi. Wilayah kajian yang dipilih dalam penelitian ini adalah salah satu kabupaten di provinsi Riau, yaitu Kabupaten Bengkalis. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah menghitung emisi gas rumah kaca dari pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan lain dalam selang tahun 2000 sampai tahun 2009 di Kabupaten Bengkalis, Riau dengan menggunakan software Agriculrural Land Use (ALU).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Wilayah Kajian Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencangkup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan, dengan total luas 11.481,11 km2. Kabupaten Bengkalis terletak antara 2°30’-0°17’LU dan 100°52’-102°10’BT. Batas wilayah Kabupaten ini antara lain : Selat Malaka di bagian utara, Kabupaten Siak di bagian selatan, Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Rokan Hulu di bagian barat, serta Kabupaten Karimun dan Kabupaten Pelalawan di bagian selatan. Secara administrasi pemerintah Kabupaten Bengkalis terdiri dari 8 wilayah kecamatan yaitu : Kecamatan Bengkalis (luas 514,00 km2), Kecamatan Bantan (luas 424,40 km2), Kecamatan Bukit Batu (luas 1.128,00 km2), Kecamatan Mandau (luas 937,47 km2), Kecamatan Rupat (luas 1.524,85 km2), Kecamatan Rupat Utara (luas 628,50 km2), Kecamatan Pinggir (luas 2.503,00 km2), dan Kecamatan Siak Kecil (luas 724,21 km2). Dalam situs resmi yang diterbitkan oleh pemerintah Kabupaten Bengkalis diketahui bahwa jumlah penduduk pada tahun 2009 adalah 484757 jiwa dengan sifat yang heterogen. Suku yang banyak tinggal di kabupaten ini adalah suku Minang, suku Melayu, suku Jawa, suku Bugis, suku Batak
2
dan etnis Tionghoa (dengan mayoritas penduduk adalah suku Melayu). Letak Kabupaten Bengkalis sangat strategis, karena disamping berada di tepi jalur pelayaran internasional yang paling sibuk di dunia yakni selat Malaka, Kabupaten Bengkalis juga berada pada kawasan segitiga pertumbuhan ekonomi Indonesia-MalaysiaSingapura (IMS-GT) dan kawasan segitiga pertumbuhan ekonomi Indonesia-MalaysiaThailand (IMT-GT). Wilayah Kabupaten Bengkalis pada umumnya merupakan dataran rendah (ratarata berada pada ketinggian 1-6,1 meter diatas permukaan laut). Kelerengan topografi Kabupaten Bengkalis relatif landai. Tanah di kabupaten ini didominasi oleh lahan gambut dengan ketebalan tipis hingga tebal yang mencangkup sekitar 80% dari total wilayah. Wilayah Kabupaten Bengkalis beriklim tropis yang sangat dipengaruhi sifat iklim laut. Temperatur berkisar antara 26°C sampai 32°C dengan curah hujan rata-rata pertahun (8064078) millimeter (www.bengkalis.go.id).
Gambar 1 Peta Kabupaten Bengkalis. 2.2 Gas Rumah Kaca Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan untuk dapat menyerap radiasai matahari yang dipantulkan oleh bumi, sehingga menyebabkan suhu di permukaan bumi menjadi hangat. Menurut konferensi PBB mengenai perubahan iklim (United Nations Framework Convention on Climate ChangeUNFCCC), ada 6 jenis gas yang digolongkan menjadi GRK yaitu : karbondioksida (CO2), dinitro oksida (N2O), metana (CH4), sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbon (PFCs), dan hidroflorocarbon (HFCs) (Trismidianto et al 2008). Gas rumah kaca yang terakumulasi di atmosfer menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Ilustrasi mengenai proses menghangatnya bumi akibat efek rumah kaca dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2 Skema representasi fenomena efek rumah kaca (http://maps.grida.no/go/graphic/ greenhouse-effect). Gas rumah kaca memiliki kemampuan untuk menangkap radiasi gelombang pendek dari matahari dan meneruskannya ke bumi. Namun gas rumah kaca juga dapat memantulkan radiasi gelombang panjang dari bumi, sehingga bumi seakan-akan mendapatkan pemanasan dua kali. Dengan demikian gas rumah kaca berdampak tidak langsung. Waktu tinggal atau life time GRK di atmosfer relatif lama sehingga dapat menjaga suhu dipermukaan bumi tetap hangat. Akan tetapi jika konsentrasi GRK mengalami peningkatan terus menerus dikhawatirkan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem akan terganggu. Penambahan gas rumah kaca yang berasal dari antropogenik atau kegiatan yang dilakukan manusia berasal dari beberapa sektor yaitu : sektor energi, sektor kehutanan juga sektor pertanian dan peternakan. Penyebab utama penambahan GRK dari sektor energi adalah pemanfaatan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara dan gas secara berlebihan dalam berbagai kegiatan. Penyebah emisi GRK dari sektor kehutanan antara lain : kegiatan pengrusakan hutan, penebangan hutan, dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan hutan. Hal tersebut terjadi karena sejumlah GRK yang sebelumnya tersimpan dalam pohon terlepas akibat kegiatan-kegiatan tersebut. Sedangkan dalam sektor pertanian emisi GRK terutama metana dihasilkan dari sawah yang tergenang, pemanfaatan pupuk, pembakaran padang sabana, dan pembusukan sisa-sisa pertanian. Dan sektor peternakan menyumbangkan emisi GRK berupa gas metana (CH4), dilepaskan dari kotoran ternak yang membusuk (Trismidianto et al 2008).
3
2.3 Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan lahan adalah berubahnya fungsi lahan akibat kegiatan manusia ataupun karena kejadian alam dalam kurun waktu tertentu. Perubahan lahan pada ekosistem terestrial tergantung pada interaksi antara siklus biogeokima, siklus karbon, siklus nutrisi dan siklus air yang semuanya itu dapat dimodifikasi oleh aktivitas manusia. Dalam sistem terestrial, karbon yang ditahan memainkan peranan penting dalam siklus karbon global. Karbon tersebut tersimpan dalam biomasa hidup, dekomposisi bahan organik, dan tanah. Pertukaran karbon terjadi secara alami antara sistem dengan atmosfer melalui fotosintesis, respirasi, dekomposisi, dan pembakaran. Dalam hal ini aktivitas manusia merubah cadangan karbon pada ekosistem terestrial. Pertukaran karbon antara ekosistem terestrial dengan atmosfer terjadi melalui penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan, hutan dan aktivitas lainnya. Sejumlah karbon telah terlepas akibat pembersihan hutan di lintang tinggi dan rendah dalam beberapa abad dan di daerah tropis terjadi selama akhir abad ke 20 (IPCC 2000). Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertanian melepaskan cadangan karbon ke atmosfer dalam jumlah yang cukup berarti. Meskipun laju fotosintesis pada lahan pertanian dapat menyamai laju fotosintesis pada hutan, namun jumlah cadangan karbon yang terserap lahan pertanian jauh lebih kecil. Selain itu, karbon yang terikat oleh vegetasi hutan akan segera dilepaskan kembali ke atmosfer melalui pembakaran, dekomposisi sisa panen maupun pengangkutan hasil panen. Pelepasan karbon ke atmosfer akibat konversi hutan berjumlah sekitar 250 Mg ha-1 C yang terjadi selama penebangan dan pembakaran, sedangkan penyerapan kembali karbon menjadi vegetasi pohon relatif lambat, hanya sekitar 5 Mg C ha-1 tahun-1 (Rahayu Subekti et al 2008). Perubahan iklim terutama disebabkan oleh naiknya konsentrasi karbondioksida di atmosfer. Bagaimanapun, ekosistem terestrial memegang peranan penting dalam siklus karbon global. Kira-kira 110 Gt karbon bertukar antara vegetasi, tanah dan atmosfer. Peran hutan dalam pertukaran karbon tersebut adalah 80%. Di bawah ini adalah ilustrasi pertukaran berbagai senyawa karbon dan gas N2O antara ekosistem terestrial dan atmosfer :
Gambar 3 Pertukaran Senyawa Karbon dan N2O antara Ekosistem Terestrial dan Atmosfer (IPCC 2006). Sesungguhnya kenaikan konsentrasi CO2 di atmosfer lebih banyak disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil untuk pembakaran dan produksi semen, namun alih fungsi lahan, terutama deforestasi hutan tidak bisa dilakukan terus menerus tanpa dilakukannya penanaman kembali. Peraturan yang ditetapkan dalam pemanfaatan hutan sebaiknya lebih dipertegas agar fungsi hutan sebagai penyeimbang ekosistem bumi tidak hilang. Berikut ini adalah tabel yang menyatakan sumber, rosot dan peningkatan emisi CO2 dalam satuan Gt C pertahun. Tabel 1 Sumber, Rosot dan Peningkatan Emisi CO2 (Gt C th-1 ) di atmosfer. 1980-1989
1990-1999
1
Sumber Pembakaran BBF dan pro5,5±0,3 6,3±0,4 duksi semen Alih-guna 1,6±1,0 1,7±0,8 lahan tropis 7,1±1,1 8,0±0,6 Emisi Total 2 Rosot 3,2±0,2 3,2±0,1 Atmosfer 2,0±0,5 1,7±0,5 Lautan Pertumbuhan hutan 0,5±0,5 0,2±0,2 subtropics Penyerapan 5,7±1,5 5,1±0,7 Total Peningkatan CO2 1,4±1,5 2,9±0,6 Keterangan : 1 Gt = 1 gigaton = 1x109 ton Satuan Internasional Ton = Mg = Mega gram Sumber : IPCC 1995 dan IPCC 2001 dalam Wahyunto 2005. 2.3.1 Lahan Gambut sebagai Daerah Penyimpan Karbon Lahan gambut merupakan ekosistem lahan basah yang dicirikan oleh tingginya akumulasi bahan organik dengan laju dekomposisi yang rendah (Noor 2001). Di dalam ilmu taksonomi tanah, gambut dikenal dengan istilah Histosols
4
atau dalam bahasa Inggris disebut peat. Histosol merupakan tanah yang memiliki bahan tanah organik dan tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60 persen atau lebih ketebalan diantara permukaan tanah dan kedalaman 60 cm, atau diantara permukaan tanah dan kontak densik, litik, atau paralitik, atau duripan apabila lebih dangkal (Soil Survey Staff 1998). Dari total luasan lahan gambut dunia, Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua (BB Litbang SDLP 2008 dalam Agus Fahmuddin dan Subiksa Made 2008). Untuk lebih lengkapnya luas lahan gambut Indonesia ditunjukkan dalam tabel 2. Tabel 2 Luas Total Lahan Gambut yang Layak untuk Pertanian serta Sebarannya di Indonesia. Pulau/Propinsi
Sumatra Riau Jambi Kalimantan Kalimantan Tengah Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Papua&Papua Barat Total
Luas total (ha) 6.244.101 4.043.600 716.839 5.072.249 3.010.640 1.729.980 331.629 7.001.239 18.317.589
Layak untuk Pertanian (ha) 2.253.733 774.946 333.936 1.530.256 672.723 694.714 162.819 2.273.160 6.057.149
Catatan : Apabila lahan gambut di Propinsi Nanggro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu dan Kalimantan Timur diperhitungkan, maka luas total lahan gambut di Indonesia adalah sekitar 21 juta ha. Sumber : BB Litbang SDLP 2008 dalam Agus Fahmuddin dan Subiksa Made 2008). Cadangan karbon di lahan gambut tergantung pada jenis deposit gambut. Berdasarkan bahan asal atau penyusunnya, gambut dibedakan atas gambut lumutan, gambut seratan dan gambut kayuan. Gambut lumutan (sedimentary/moss peat) adalah gambut yang terdiri atas campuran tanaman air termasuk plankton dan sebagainya. Gambut seratan (fibrous/sedge peat) adalah gambut yang terdiri atas campuran tanaman sphagnum dan rumputan. Dan gambut kayuan (woody peat) adalah gambut yang berasal dari jenis pohon-pohonan (hutan) beserta tanaman semak (paku-pakuan) dibawahnya. Sebagian besar lahan gambut tropik tergolong gambut kayuan, sedangkan gambut seratan tersebar di kawasan iklim sedang atau dingin (Noor 2001).
2.3.2 Emisi Karbon dari Lahan Gambut Tanah gambut di daerah tropis dapat menjadi sumber emsi gas rumah kaca karena tanah ini mengandung banyak karbon tanah dan nitrogen. Bahan organik dalam tanah gambut terbentuk secara alami melalui proses dekomposisi, proses ini berjalan lambat tapi terus menerus. Proses dekomposisi dari bahan organik merupakan peleburan dari komponen organik kompleks, menjadi komponen yang sederhana. Dekomposisi menyebabkan hilangnya massa (biasanya dinyatakan dengan penurunan permukaan tanah) dan terlepasnya massa tersebut menghasilkan formasi tanah gambut yang lebih stabil. Permintaan tanah gambut untuk pertanian dan kebutuhan lainnya meningkat dari waktu ke waktu. Konversi tanah gambut selalu diawali dengan pembangunan parit untuk mengeringkan kelebihan air pada tanah gambut yang masih alami. Konversi tanah gambut ini dapat menjadi kontrol potensial kandungan karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitrogen oksida (N2O) pada ekosistem terestrial (Inubushi et al 2003). Metana (CH4) adalah gas rumah kaca yang memiliki potensi 21 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida dalam hal penyebab terjadinya pemanasan global. Emisi CH4 dari tanah gambut ke atmosfer bergantung dari tingkat produksi dan konsumsi metana dan juga perpindahan gas antara tanah dan tanaman ke permukaan. Tiga faktor lingkungan yang menjadi kontrol utama tingkat emisi di lahan gambut antara lain tinggi permukaan air tanah, suhu, dan kekayaan substat seperti nilai pH dan konsentrasi mineral nitrogen. Hal itu menunjukkan bahwa tingkat konsumsi CH4 bergantung pada pengelolaan seperti pengeringan dan penggunaan pupuk nitrogen (N) (Melling Lulie et al 2005). Keadaaan lingkungan yang paling penting dalam mengatur nilai emisi CH4 adalah tinggi permukaan air tanah. Meiling Lulie (2005) dalam penelitiannya tentang penghitungan CH4 di tiga ekosistem berbeda menyatakan bahwa kadar rata-rata bulanan CH4 tertinggi terjadi pada saat permukaan air diukur pada level tertingginya. Permukaan air tanah yang
5
tinggi menyebabkan kondisi kekurangan oksigen yang dapat memicu terjadinya metanogenesis (proses pembentukan metan). Selain tinggi permukaan tanah faktor lingkungan lain yang juga berpengaruh terhadap pengangkatan CH4 ke udara adalah temperatur. Peningkatan temperatur menyebabkan kadar difusi gas menjadi lebih tinggi. Dalam lingkungan yang kaya oksigen seperti pada ekosistem kelapa sawit, temperatur yang tinggi meningkatkan oksidasi CH4 sehingga pengangkatan CH4 ke atmosfer lebih besar. Dinitrogen Oksida (N2O) adalah gas rumah kaca utama yang berkontribusi menyebabkan pemanasan global kira-kira 6%. Konsentasi gas ini di atmosfer meningkat 0,25% pertahun (IPCC 2001). Aktivitas mikrobiologi dalam tanah merupakan sumber utama N2O di atmosfer. Dalam kondisi kaya oksigen (aerobic) N2O terbentuk melalui proses nitrifikasi sedangkan dalam kondisi tanpa oksigen (anaerobic) N2O terbentuk melalui proses denitrifikasi. Kedua proses tersebut diatur oleh keadaan fisik tanah, faktor biologi dan kimia serta interaksi antar mereka. Akan tetapi pengatur utama dari pembentukan dinitrogen oksida adalah kelembaban tanah, suhu, muatan karbon organik, dan tekstur tanah (Pihlatie Mari et al 2004). Penelitan yang dilakukan Takakai Fumiaki dkk tahun 2006 pada tanah gambut di Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa perubahan N2O lebih tinggi pada saat musim hujan dibandingkan dengan musim kemarau. (terjadi karena kelembaban musim hujan lebih besar). Dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa korelasi antara kandungan Nitrogen dalam penggunaan pupuk berkorelasi lemah atau tidak signifikan dengan hasil perhitungan emisi. Nilai R-Square yg menyatakan hubungan keduanya hanya 0,348. Hasil dari penelitian mereka juga menunjukkan bahwa klasifikasi Grassland dengan kondisi tanpa pemupukan memiliki nilai emisi N2O yang lebih kecil dibandingkan emisi N2O klasifikasi Cropland dengan perlakuan pemupukan. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tersebut adalah kegiatan pertanian
di lahan gambut tropik dapat menyebabkan emisi N2O ke atmosfer. 2.4 Software Agricultural Land Use (ALU) sebagai Alat Penghitung Emisi Software Agricultural Land Use dikembangkan oleh Stephen M. Ogle, Ph.D. dari Colorado State University. Software ini dibuat berdasarkan metode IPCC 1996, 2000, 2003, dan beberapa metode didasarkan pada IPCC 2006 Merupakan metode sederhana yang dapat diterapkan setiap negara untuk memperkirakan emisi. Bentuk dasar untuk mendapatkan nilai emisi dari software ini adalah data aktivitas dikalikan faktor emisi. Pada awalnya software ALU dikembangkan untuk Amerika Tengah melalui program penguatan kelembagaan CAALU (Central America Agriculture and Land Use Software). Proses perhitungan emisi dengan software ini diawali dengan memasukkan data aktivitas, setelah itu dilanjutkan dengan penentuan faktor-faktor emisi dan yang terakhir kalkulasi emisi. Sumber data yang dapat digunakan antara lain adalah data remote sensing, statistik kehutanan, sensus pertanian, data import atau export dari industri kayu. Software ALU menyediakan cara untuk menggabungkan data-data tersebut dalam datebase relasional untuk memperkirakan emisi.
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga November 2011 di Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor dan Centre for Climate Risk Management in Southeast Asia and Pacific (CCROM-SEAP), IPB Baranangsiang. Pengisian kuisioner untuk tambahan data mengenai pengelolaan yang dilakukan petani di daerah kajian dilakukan penulis pada tanggal 26 Januari sampai 13 Februari 2011 di Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian Bahan atau data yang digunakan untuk menunjang penelitian adalah sebagai berikut: 1. Peta penggunaan lahan Kabupaten Bengkalis tahun 2000 (Sumber : BAPLAN, tahun 2009 from lansat ETM+)
6
2. Peta penggunaan lahan Kabupaten Bengkalis tahun 2003 (Sumber : BAPLAN, tahun 2009 from lansat ETM+) 3. Peta penggunaan lahan Kabupaten Bengkalis tahun 2006 (Sumber : BAPLAN, tahun 2009 from lansat ETM+) 4. Peta penggunaan lahan Kabupaten Bengkalis tahun 2009 (Sumber : BAPLAN, tahun 2009 from lansat ETM+) 5. Peta jenis tanah Kabupaten Bengkalis (Sumber : SDLP dan wetlandz) 6. Data curah hujan harian kabupaten Bengkalis tahun 2008-2009 (Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Kabupaten Bengkalis) 7. Data luas hasil panen komoditas pertanian delapan kecamatan di Kabupaten Bengkalis (Sumber: Bengkalis dalam angka tahun 2010). 8. Data jumlah penduduk Kabupaten Bengkalis tahun 2001 sampai tahun 2009. (Sumber: Badan Pusat Statistik) 9. Data produksi kayu olahan di Kabupaten Bengkalis menurut jenis (m3) (Sumber: Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Kabupaten Bengkalis) 10. Data jumlah ternak Kabupaten Bengkalis tahun 2001 sampai 2009 (Sumber: Bengkalis dalam angka tahun 2003, 2007, 2008, dan 2009) Diagram tahap penelitian :
11. Data hasil kuisiner tentang pengelolaan lahan oleh petani di Kecamatan Bukit Batu, Kabuparen Bengkalis. Perangkat yang digunakan yaitu komputer dengan program ArcGIS 9.3, Ms. Excel dan Word 2007 serta Software Agricultural Land Use 2.2.1.2 3.3 Tahapan Penelitian 1. Perubahan biomasa karbon stok dari perubahan penggunaan lahan hutan, LUCF (Biomass Loss) Total perubahan biomasa karbon stok dari hutan dCtotal = Sum(dCg)-(Sum(Ltimber)+ Sum(Lfuel)+Sum(dCl) dCg = A x Gtot x CF Gtot = Gw x (1+R) Ltimber =dC(T)I x (pFor/100) dC(T)l = Vol x D x BEFt x CF x (1 - Fbl) Lfuel = dC(F)l x (pFor/100) dC(F)l = Vol x D x BEFf x CF dCl = Lfire+Lwind+Lpest+Lother Lfire = A x Bw x CF x (1-Fblf) Lwind = A x Bw x CF x (1-Fbw) Lpest = A x Bw x CF x (1-Fblp) Lother = A x Bw x CF x (1-Fblo)
7
Keteragan : dCtotal: Total perubahan biomasa C stok (ton C/thn) dCg : Pertumbuhan biomasa karbon (ton C/thn) A : Area hutan (ha) CF : Fraksi karbon (ton C/ton dm) Gtot : Kenaikan biomasa tahunan hutan (ton dm/ha/thn) Gw : Kenaikan pertumbuhan biomasa di atas tanah (ton dm/ha/thn) R : Akar : Perbandingan tunas dCl : Total biomasa karbon yang hilang akibat gangguan (ton C/thn) Lfire : Biomasa karbon yang hilang dari kebakaran (ton C/thn) Lwind :Biomasa karbon yang hilang dari angin (ton C/thn) Lpest :Biomasa karbon yang hilang karena penyakit/wabah(ton C/thn) Lother :Biomasa karbon yang hilang karena alasan lainnya (ton C/thn) Bw :Cadangan biomasa di atas tanah (ton dm/ha) Fbl : Fraksi biomasa karbon setelah gangguan Ltimber: Biomasa karbon yang hilang dari pemanenan kayu (ton C/thn) Lfuel : Biomasa karbon yang hilang dari pengumpulan kayu bakar (tonC/thn) dC(T)I: Karbon yang hilang dari pemanenan kayu (ton C/thn) dC(F)I: Karbon yang hilang dari pengumpulan kayubakar(tonC/thn) pCrop: Persentase volume kayu panenan dari hutan Vol : Volume panen kayu/ pengumpulan kayu bakar (m3) D : Kerapatan kayu (ton dm/m3) BEF : Faktor perluasan biomasa kayu (0.8) Total perubahan biomasa karbon stok dari tanaman tahunan dCtotal = Sum(dCg)-Sum(Ltimber)+ Sum(Lfuel)+Sum(dCl) dCg = A x G Ltimber =dC(T)I x (pCrop/100) Lfuel = dC(F)l x (pCrop/100) dCl = Lfire+Lwind+Lpest+Lother Lfire = A x L x (1-Fblf) Lwind = A x L x (1-Fblw) Lpest = A x L x (1-Fblp) Lother = A x L x (1-Fblo) Keteragan : dCtotal:Total perubahan biomasa karbon stok (ton C/thn)
dCg : Pertumbuhan biomasa karbon (ton C/thn) Ltimber: Biomasa karbon yan hilang dari panenan kayu (ton C/thn) Lfuel :Biomasa karbon yang hilang dari pengumpulan kayu bakar (ton C/thn) dCl :Total biomasa karbon yang hilang akibat gangguan (ton C/thn) A : Luas panen kayu (ha) G : Tingkat pertumbuhan biomasa karbon kayu (ton C/ha/thn) dC(T)I: Kehilanganan karbon dari panenan kayu (ton C/thn) dC(F)I: Kehilangan karbon dari pengumpulan kayu bakar (ton C/thn) pCrop: Persentase volume panenan kayu dari tanah pertanian Lfire : Biomasa karbon yang hilang dari kebakaran (ton C/thn) Lwind :Biomasa karbon yang hilang dari gangguan angin (ton C/thn) Lpest :Biomasa karbon yang hilang akibat penyakit/wabah (ton C/thn) Lother :Biomasa karbon yang hilang karena alasan lain (ton C/thn) L : Laju kehilangan karbon kayu (ton C/ha) Fbl : Fraksi biomasa karbon setelah gangguan Biomasa karbon yang hilang karena deforestasi Ldf = A x (Bwp-Bwr) x (1+R) x CF Keterangan: Ldf : Hilangnya biomasa karbon (ton C/thn) A : Area deforestasi (ha) Bwp : Stok biomasa atas tanah awal (ton dm/ha) Bwr : Sisa stok biomasa atas tanah (ton dm/ha) R : Akar : Perbandingan tunas CF : Fraksi karbon (ton C/ton dm) Perubahan Biomasa Karbon Rumputan dCherb = A x (Ca – Cb + dCg) Keterangan : dCherb:Perubahan biomasa karbon rumputan (ton C/thn) A :Luas area (ha) Ca :Sisa cadangan karbon rumputan (ton C/ha) Cb :Biomasa karbon rumputan sebelumnya (ton C/ha) dCg :Perubahan biomasa karbon rumputan dari pertumbuhan (ton C/ha)
8
2. Emisi dari perubahan simpanan karbon tanah organik. Lorg = A x EF Keterangan: Lorg : Emisi tanah organik (ton C/thn) A : Area (ha) EF : Faktor emisi tanah organik 3. Emisi Akibat Pembakaran Biomasa Pembakaran biomasa pada deforestasi hutan CR = A x MF x CE x CF L(CH4) =[(CR x ER(CH4) x (16/12)] L(CO) =[(CR x ER(CO) x (28/12)] L(N2O) =[(CRx ER(N2O) xNCx(44/28)] L(NOx) =[(CRx ER(NOx) xNCx(46/14)] Keterangan : CR : Pelepasan Karbon (ton C) A : Area yang terbakar (ha) MF : Massa bahan bakar (ton dm/ha) CE : Efisiensi pembakaran biomasa CF : Fraksi karbon (ton C/ton dm) L(CH4) : Emisi CH4 (ton CH4) ER(CH4) : Rasio Emisi CH4 (ton CH4/ton C) L(CO) : Emisi CO (ton CO) ER(CO) : Rasio Emisi CO (ton CO/ton C) L(N2O) : Emisi N2O (ton N2O) ER(N2O) : Rasio Emisi N2O (ton N20-N/tonN) NC : Rasio N/C(ton N/ton C) L(NOx) : Emisi NOx (ton NOx) ER(NOx) : Rasio emisi NOx (ton N0x-N/ton N) 4. Emisi N2O dari tanah Nitrogen dari residu tanaman Ncr = RR x DMF x CF x NC L(N2O)dir = Ncr x EF x (44/28) Keterangan Ncr : Residu tanaman N (ton N) RR : Jumlah residu tanaman yang ditahan (ton wet matter) DMF : Fraksi bahan kering residu (ton dm/ton residu) CF : Fraksi karbon (ton C/ton dm) NC : Rasio N/C (ton N/ton C) L(N2O)dir: Emisi N2O dari residu tanaman (ton N2O) EF : Faktor Emisi untuk residu tanaman (Kg N2O-N/Kg N) Emisi N2O dari lahan organik yang ditanami L(N2O)dir = [A x EF x (44/28)]/1000 Keterangan : L(N2O) : Emisi N2O dari laha organik yang ditanami (ton N2O)
A EF
: Luas area lahan organik yang ditanami (ha) : Faktor emisi untuk lahan organik yang ditanami (KgN2O-N/ha/thn)
5. Emisi dari penggunaan pupuk L(N2O) = L(N2O)dir + L(N2O)Ndep ` + L(N2O)lr L(N2O)dir = [(N x 1000000) x EF x (44/28)] / 1000 L(N2O)Ndep=[(N x 1000000) x FNv x EFv x (44/28)] / 1000 L(N2O)lr = [(N x 1000000) x FNlr x EFlr x (44/28)] / 1000 Ketarangan : L(N2O) :Total emisi N2O (ton N2O) L(N2O)dir : Emisi langsung N2O dari pupuk N buatan (ton N2O) L(N2O)Ndep:Emisi tidak langsung N2O dari N atmosfer (ton N2O) L(N2O)Ir :Emisi tidak langsung N2O dari limpasan (ton N2O) N :Total pupuk nitrogen (GgN/thn) EF :Faktor emisi pupuk N (Kg N2O-N/kgN) FNv : Fraksi pupuk N yang diuapkan (Kg N volatilized/KgN) EFv :Faktor emisi tidak langsung pupuk N yang diuapkan (KgN2O-N/KgNvolatilized) FNIr : Faktor pupuk N yang melimpas(KgNleached/KgN) EFIr :Faktor emisi tidak langsung nitrogen yang melimpas (Kg N2O-N/KgNLeached) 6. Emisi dari Peternakan Emisi metana dari fermentasi Lent = (Pop x EFb)/1000 Keterangan : Lent : Masukan dasar emisi metana (ton CH4) Pop : Angka populasi (ekor) EFb : Faktor emisi (kg CH4/ekor/thn) Emisi metana dari pupuk Lmm = (Pop x EFb)/1000 Keterangan : Lmm : Emisi metana dari pupuk (ton CH4) Pop : Angka populasi (ekor) EFp : Faktor emisi metana dari pupuk (kg CH4/ekor/thn) Emisi N2O dari pengelolaan pupuk Nm = [Pop x [Nex x Nadj]] x [%MMS/100] L(N2O)dir = [Nm x EF x (44/28)]/1000
9
Keterangan : Nm : Total pengelolaan pupuk N (KgN) Pop : Angka populasi (ekor) Nex : Tingkat pengeluaran N (kgN/hewan/thn) Nadj : Faktor penyesuaian tingkat pengeluaran %MMS : Persentase sistem pengelolaaan pupuk (%) EF : Faktor emisi untuk pengelolaan pupuk (Kg N2O-N/KgN)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan lain di Kabupaten Bengkalis dituliskan berdasarkan beberapa aktivitas sumber. Emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor ini disebabkan karena adanya penggunaan lahan serta perubahannya. Emisi gas rumah kaca dihasilkan dari 6 aktivitas, yaitu : (1) Emisi dari hilangnya biomasa (biomass loss) kayu hutan akibat penebangan dan perubahan penggunaan lahan hutan, atau biasa disebut
dengan Land Use Change and Forestry (LUCF), (2) Emisi dari perubahan simpanan karbon tanah organik, (3) Emisi akibat pembakaran biomasa, (4) Emisi N2O dari tanah, (5) Emisi dari penggunaan pupuk, dan (6) Emisi dari peternakan. Akurasi nilai emisi dari masing-masing point diatas dapat dilihat dari seberapa banyak asumsi yang dipakai. Mengetahui nilai emisi dari suatu wilayah membutuhkan banyak faktor sebagai masukan. Perangkat lunak Agricultural Land Use digunakan sebagai alat untuk mempermudah proses perhitungan. Sebagai bagian dari proses pencarian nilai emisi, beberapa asumsi digunakan agar proses bisa berjalan dengan baik. Asumsi yang digunakan pada pengolahan data ditulis pada Tabel 3. Penggunaan asumsi didasarkan pada beberapa pertimbangan sehingga membuat tingkat ketidakpastian (uncertainly) setiap asumsi berbeda. Asumsi yang didasarkan pada alasan yang kuat memiliki tingkat ketidakpastian yang rendah (<20%) sedangkan jika asumsi tidak berdasarkan alasan yang kuat maka tingkat ketidakpastian menjadi tinggi (>50%). Asumsi yang
Tabel 3 Asumsi pada Pengolahan Data. No 1
Asumsi
Tingkat Ketidakpastian (uncertainly), % <20
Penggunaan Asumsi
Pengelolaan pertanian, hutan dan rumput/grassland (1) (2) (4) (5) sama dari tahun 2000-2009 2 20-50 (2) Pengeringan hutan di lahan organik adalah 10% 3 Tidak ada pengelolaan yang dilakukan pada 20-50 (1) grassland (none of practices) 4 Jenis tanaman musiman dan tanaman tahunan <20 (2) diketahui berdasarkan data tahun 2009 5 Umur tanaman tahunan klasifikasi lahan cropland <20 (2) yang tetep menjadi cropland ditentukan berdasarkan hasil kuisioner 6 20-50 (1) Tidak ada gangguan pada lahan hutan 7 Gangguan pada tanaman tahunan hanya pada tahun >50 (1) 2009 (kebakaran) 8 Persentase masyarakat Kabupaten Bengkalis yang <20 (1) menggunaakan kayu bakar adalah 94% 9 Persentase pengalihan lahan hutan menjadi lahan <20 (4) bukan hutan dengan cara bakar adalah 41% 10 Pengelolaan ternak ditentukan berdasarkan hasil <20 (6) kuisioner 11 Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian dan <20 (2) perkebunan diawali dengan pembuatan saluran drainase Cat: Persentase tingkat ketidakpastian merujuk pada laporan emisi nasional yang dikeluarkan Kementrian Lingkungan Hidup RI, 2010
10
memiliki tingkat ketidakpastian tinggi adalah asumsi pada nomor tujuh yang menyatakan bahwa gangguan pada tanaman tahunan hanya ada pada tahun 2009. Asumsi ini digunakan karena keterbatasan data tentang hal tersebut. Gangguan yang dimaksudkan adalah berupa kebakaran, angin, wabah atau penyakit dan gangguan lain. Data yang mungkin didapat tentang gangguan tersebut adalah data kebakaran. Akan tetapi data kebakaran yang didapatkan di wilayah kajian hanya data kebakaran tahun 2009. Oleh karena itulah data pada nomor tujuh memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi. Asumsi yang menunjukkan tingkat ketidakpastian rendah terdapat pada nomor 1, 2, 4, 5, 8, 9, dan 10. Alasan penggunaan asumsi nomor 1 dan 4 adalah pengelolaan pertanian umumnya sama dari waktu ke waktu begitu juga jenis tanaman yang ditanam. Oleh karena itulah data pada tahun terakhir (2009) memiliki tingkat kepercaaan yang tinggi untuk dapat mewakili pertanian tahun 2000 sampai 2009. Penggunaan asumsi nomor 5, 8, 9, 10 dan 11 digunakan berdasarkan hasil kuisioner yang dijawab oleh masyarakat Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis. Jawaban kuisioner yang diperoleh dapat mewakili keadaaan masyarakat Kabupaten Bengkalis secara keseluruhan. Asumsi pada nomor 2 didasarkan pada referensi yang menyatakan bahwa pengeringan hutan di lahan organik sebesar 10% menghasilkan kualitas kayu yang
baik (Juha 2003). Dengan demikian alasan penggunaan asumsi nomor 1, 2, 4, 5, 8, 9, 10 dan 11 kuat sehingga tingkat ketidakpastian rendah. Dua nomor lain yang menyatakan tingkat ketidakpastian sedang (20-50)% terdapat pada nomor 3 dan 6. Tingkat ketidakpastian pada nomor 3 dikatakan sedang karena pengelolaan rumput pada umumnya memang tidak ada. Namun keterangan ini tidak diperkuat dengan hasil kuisioner. Begitu pula pada nomor 6 yang menyatakan tidak ada gangguan pada lahan hutan dari tahun 2000 sampai tahun 2009. Berkurangnya lahan hutan dari tahun ke tahun disebabkan karena beralihnya fungsi hutan menjadi bukan hutan (bukan kerena kebakaran). Akan tetapi keterangan atau data tentang ada atau tidaknya kebakaran hutan tidak ada sehingga tingkat ketidakpastiannya sedang. Ada sebelas asumsi yang digunakan dalam penelitian ini. Emisi dari hilangnya biomasa (biomass loss) kayu hutan akibat penebangan dan perubahan penggunaan lahan hutan (LUCF) menggunakan banyak asumsi dalam proses pengolahan data. Emisi dari aktivitas ini juga menggunakan asumsi dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi (nomer 7). Oleh karena itu hasil perhitungan emisi dari aktivitas ini memiliki kualitas yang kurang baik.
Tabel 4 Hasil Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kabupaten Bengkalis Tahun 2001-2009. Emisi dari Emisi perubahan Emisi Emisi dari Emisi simpanan akibat dari peng Emisi dari hilangnya N2O dari Total Tahun karbon pembakaran gunaan peternakan biomasa tanah (GgCO2e) tanah biomasa pupuk (Gg CO2e) (LUCF) (GgCO2e) organik (GgCO2e) (GgCO2e) GgCO2e (GgCO2e) 2001
130,74
2135,82
11,18
31,91
79,95
79,51
2469,11
2002
130,74
2135,82
11,18
31,91
82,79
75,50
2467,94
2003
130,74
2135,82
11,18
31,91
85,60
71,50
2466,75
2004
1406,42
2525,84
13,47
35,85
88,43
57,44
4127,44
2005
1406,42
2525,84
13,47
35,85
91,25
38,21
4111,03
2006
1406,42
2525,84
13,47
35,85
94,05
29,32
4104,94
2007
9369,52
3226,04
46,53
32,94
94,20
15,26
1278,.50
2008
9369,52
3226,04
46,53
32,94
94,38
19,02
1278,.44
2009 Ratarata pertahun
9369,52
3226,04
46,53
32,94
94,51
21,67
1279,.22
3635,56
2629,23
23,73
33,57
89,46
45,27
6456,82
11
Gambar 4 Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Pertanian, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lain di Kabupaten Bengkalis Tahun 2001-2009. Hasil perhitungan keenam aktivitas penghasil emisi gas rumah kaca dari tahun 2001 sampai 2009 di Kabupaten Bengkalis disajikan dalam Tabel 4. Terlihat bahwa emisi di Kabupaten Bengkalis dari sektor pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan lain yang dituliskan dalam keenam aktivitas tersebut menghasilkan emisi pertahun sebesar 6456,82 Gg CO2e. Terlihat pula bahwa total emisi dari keenan aktivitas ini meningkat dari tahun ketahun. Peningkatan total emisi lebih jelas terlihat dalam gambar 4. Total emisi pertahun yang dihasilkan dari tabel 4 merupakan penjumlahan dari enam aktivitas yaitu emisi dari hilangnya biomasa (biomass loss), emisi dari perubahan simpanan karbon tanah organik, emisi akibat pembakaran biomasa, emisi N2O dari tanah, emisi dari penggunaan pupuk dan emisi dari peternakan. Proses pengolahan data untuk menghasilkan keenam nilai tersebut tentu saja berbeda-beda, pembahasan lebih lanjut akan disajikan dalam subbab selanjutnya. Akan tetapi bila dibandingkan hasil akhirnya, terlihat bahwa emisi dari hilangnya biomasa dan emisi dari perubahan simpanan karbon tanah organik memiliki persentase yang besar dibandingkan empat nilai yang lain. 4.1 Emisi dari Hilangnya Biomasa (Biomass Loss) Biomasa karbon yang tersimpan dalam kayu atau hasil hutan lain mengalami perubahan akibat berbagai hal. Perubahan fungsi hutan menjadi bukan hutan merupakan sumber utama yang menyebabkan
berkurannya simpanan biomasa karbon dalam suatu ekosistem. Perhitungan nilai emisi akibat berkurangnya biomasa karbon yang dilakukan dalam software ALU didasarkan pada sumber atau dari mana biomasa karbon itu berada. Ada empat sumber yang dapat menyebabkan perubahan biomasa karbon, yaitu lahan hutan, tanaman tahunan, deforestasi dan biomasa rumputan. Hutan merupakan ekosistem yang memiliki fungsi sebagai penyeimbang dengan kemampuan sebagai penyerap gas rumah kaca seperti CO2 . Hutan juga merupakan ekosistem yang sempurna sebagai daerah penyimpan karbon. Karbon yang tersimpan dalam hutan berbentuk tumbuhan, kayu atau biomasa lain. Simpanan karbon dalam hutan yang berubah menyebabkan kemampuan hutan dalam menyerap CO2 berkurang. Perubahan biomasa karbon dari lahan hutan dapat diketahui dengan mengurangi nilai total pertumbuhan biomasa karbon dengan beberapa faktor yang menyebabkan biomasa dari lahan hutan tersebut bisa hilang. Faktor yang menyebabkan biomasa karbon dari lahan hutan hilang antara lain adalah panenan kayu, pengumpulan kayu bakar dan ganggguan seperti kebakaran, angin topan dan sebagainya. Pertumbuhan biomasa karbon atau dCg dapat diketahui dengan mengalikan luas area hutan, kenaikan biomasa hutan tahunan dan fraksi karbon kayu hutan. Data yang didapatkan hanya memungkinkan menghitung hilangnya biomasa hutan melalui hasil panen kayu. Persentase pengumpulan kayu bakar yang bersumber dari hutan adalah
12
0 sehingga tidak ada biomasa hutan yang hilang untuk keperluan kayu bakar. Sedangkan biomasa karbon yang hilang akibat gangguan seperti kebakaran, angin topan, wabah/penyakit dan sebab lainnya tidak dapat dihitung karena data tentang hal tersebut tidak didapatkan. Tanaman tahunan terdiri dari biomasa yang fungsinya dapat juga sebagai penyerap gas rumah kaca seperti CO2. Akan tetapi kemampuan dari tanaman tahunan tidak sebaik tanaman pada hutan. Sama seperti tanaman pada hutan, tanaman tahunan juga merupakan tempat penyimpanan karbon dalam bentuk kayu atau biomasa tumbuhan lain. Kayu dan biomasa tumbuhan pada tanaman tahunan juga mengalami perubahan setiap tahun. Rumus yang digunakan untuk menghitungan nilai biomasa yang hilang dari tanaman tahunan sama dengan pada lahan hutan. Pertumbuhan biomasa dikurangi dengan biomasa yang diambil untuk panen kayu, kayu bakar, dan karena gangguan lainnya. Pada penelitian ini biomasa yang hilang pada tanaman tahunan hanya disebabkan penggumpulan kayu bakar. Persentase kayu bakar yang diambil dari tanaman tahunan adalah 10%. Biomasa tanaman tahunan yang hilang akibat kebakaran tidak dapat dihitung karena data tentang luas kebakaran tanaman tahunan tidak didapatkan Aktivitas deforestasi merupakan sebab utama hilangnya biomasa karbon dari hutan Biomasa karbon yang hilang akibat pengalihan fungsi hutan menjadi bukan hutan dapat diketahui dengan mengalikan luas area deforestai dengan selisih antara biomasa atas tanah awal dan setelah deforestasi, nilai
perbandingan tunas ditambah satu dan fraksi karbon kayu hutan. Persentase penggunaan kayu bakar yang berasal dari deforestasi adalah 50%, namun biomasa yang hilang untuk kayu bakar sudah terwakili dalam perhitungan biomasa hilang dari deforestasi. Biomasa rumputan (herbaceous biomass) merupakan biomasa yang berasal dari klasifikasi lahan cropland dan grassland. Perubahan nilai biomasa rumputan berarti terjadi perubahan penggunaan lahan pada kedua klasifikasi lahan tersebut. Hasil dari pengurangan biomasa karbon rumputan yang tersisa dikurangi dengan biomasa karbon rumputan awal kemudian ditambah pertumbuhan biomasa karbon rumputan dari pertumbuhan adalah salah satu faktor untuk mencari nilai perubahan biomasa rumputan. Hasil nilai ini dikalikan dengan area perubahan penggunaan lahan cropland dan grassland, maka didapatkanlah nilai perubahan biomasa rumputan dalam selang waktu perubahan penggunaan lahan. Klasifikasi penggunaan lahan grassland pada klasifikasi iklim TMSD memiliki nilai simpanan karbon sebesar 7,3 ton C/ha sedangkan klasifikasi penggunaan lahan cropland memiliki nilai simpanan karbon sebesar 5 ton/ha. Hasil perhitungan emisi akibat hilangnya biomasa dari lahan hutan, tanaman tahunan, deforestasi dan biomasa rumputan di Kabupaten Bengkalis tahun 2001 sampai 2009 disajikan dalam Tabel 5. Dari tabel tersebut diketahui bahwa rata-rata pertahun emisi dari hilangnya biomasa adalah 3635,56 GgCO2e. Gambar 5 menunjukkan nilai emisi yang dihasilkan dari masing-masing subsektor.
Tabel 5 Emisi Akibat Hilangnya Biomasa (Biomass Loss) Total Emisi (Gg CO2e)
Tahun
Lahan hutan L.Area CO2e (ha) (GgCO2)
Tanaman tahunan L.Area CO2e (ha) (GgCO2)
Deforestasi L.Area CO2e (ha) (GgCO2)
Biomasa rumputan L.Area CO2e (ha) (GgCO2)
2001 2002
428719 428719
-1752,7 -1752,7
225632 225632
-655,0 -655,0
18898 18898
2577,7 2577,7
29486 29486
-39,3 -39,3
130,74 130,74
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
428719 410304 410304 410304 336272 336272 336272
-1752,7 -919,6 -919,6 -919,6 -187,6 -187,6 -187,6
225632 241714 241714 241714 275326 275326 275326
-655,0 -698,9 -698,9 -698,9 -786,5 -786,5 -786,5
18898 22942 22942 22942 76833 76833 76833
2577,7 3129,3 3129,3 3129,3 10480,0 10480,0 10480,0
29486 51722 51722 51722 115685 115685 115685
-39,3 -104,.4 -104,4 -104,4 -136,4 -136,4 -136,4
130,74 1406,42 1406,42 1406,42 9369,52 9369,52 9369,52
13
Gambar 5 Emisi gas rumah kaca akibat hilangnya biomasa Grafik pada gambar 5 menunjukkan bahwa emisi gas rumah kaca dari hilangnya biomasa (biomass loss) terutama disebabkan oleh deforestasi. Emisi akibat hilangnya biomasa dari deforestasi ditunjukkan oleh grafik batang berwarna hijau. Grafik tersebut memiliki nilai yang terus meningkat dari tahun ketahun. Hal sebaliknya terjadi pada lahan hutan. Kemampuan lahan hutan menyerap CO2 mengalami penurunan setiap tahun. Hal tersebut terlihat dari makin kecilnya grafik batang berwarna biru. Tanaman tahunan dan biomasa rumputan menunjukkan nilai penyerapan CO2 yang relatif stabil setiap tahun. 4.2 Emisi dari Perubahan Simpanan Karbon Tanah Organik Tanah organik atau gambut merupakan jenis tanah yang terdiri dari bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebih. Setiap 1 meter lapisan gambut diperkirakan mampu menyimpan sekitar 7x102 ton C tahun-1 hektar-1 (Notohadiprawiro 1997 dalam Yulianti Nina 2009). Potensi tersebut menyebabkan lahan gambut memiliki fungsi penting sebagai sumber karbon (carbon source) dan pemendaman karbon (carbon sink). Luas lahan gambut di Kabupaten Bengkalis adalah 525.036 ha, yang berarti 62,55% dari seluruh total luas. Cadangan karbon lahan gambut berubah disebabkan oleh adanya drainase atau pengeringan. Lahan gambut mempunyai sifat yang sangat rapuh (fragile) sehingga mudah terjadi degradasi apabila mengalami gangguan dalam ekosistemnya. Apabila terusik maka muka air tanah menjadi sangat cepat menurun yang menyebabkan gambut mengalami kekeringan dan mengkerut (subsidence). Penurunan muka
air tanah gambut mendorong laju dekomposisi bahan organik berjalan lebih cepat yang berakibat peningkatan emisi CO2 serta N2O (Nyman and DeLaune 1991 dalam Yulianti Nina 2009). Drainase yaitu suatu tindakan yang diberikan terhadap tanah untuk membuang kelebihan air dari tanah, sedangkan tujuan utama drainase adalah membuang air lebih di atas permukaan tanah secepat-sepatnya dan mempercepat gerakan aliran air ke bawah di dalam profil tanah sehingga permukaan air tanah turun (Arsyad 2000). Dampak drainase yang dilakukan terhadap lahan gambut yang tergenang adalah menghanyutkan karbon terlarut sehingga mempengaruhi kesetimbangan karbon. Drainase juga akan menyebabkan penurunan (subsiden) ketebalan lahan gambut dan selanjutnya mempengaruhi fungsi hidrologi lahan gambut. Fluktuasi tinggi muka air pada musim hujan dan musim kemarau akan meningkat karena kamampuannya dalam menampung air menurun. Disamping itu drainase juga akan memperbesar peluang interupsi air bergaram dari laut (Murdiyarso et al 2004 dalam Yulianti Nina 2009). Contoh gambar pengeringan/ drainase pada lahan gambut dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6 Saluran Drainase pada Lahan Gambut (Agus Fahmuddin 2008).
14
Karbon mengalir masuk dan keluar dari lahan gambut dalam bentuk karbon terlarut dalam air gambut. Jika lahan gambut mempunyai kerapatan karbon yang tinggi, maka karbon yang keluar umumnya lebih besar dari yang masuk, dalam kasus ini ada kehilangan bersih karbon dari lahan gambut melalui aliran air. Zona aerobik pada lahan gambut yang di drainase adalah salah satu sumber utama bentuk karbon terlarut. Besarnya karbon yang hanyut terbawa aliran air tergantung dari jumlah aliran dan produktivitas ekosistem. Sebagian dari karbon terlarut yang terbawa aliran drainase dapat teroksidasi dan hilang ke atmosfer sebagai CO2 (Dawson et al 2004). Kabupaten Bengkalis yang mengandung banyak lahan gambut mengindikasikan bahwa cadangan karbon di kabupaten ini besar. Pemanfaatan lahan gambut sebagai media tanam biasanya diikuti dengan pembuatan drainase yang dampaknya dapat mengurangi cadangan karbon dari lahan gambut tersebut. Pada hasil pengolahan data tentang perubahan penggunaan lahan yang sudah dilakukan sebelumnya diketahui bahwa pemanfaatan lahan organik (gambut) untuk klasifikasi cropland meningkat dari tahun ke tahun. Baik pada pertanian lahan kering yang ditanami tanaman musiman ataupun pada perkebunan yang ditanami tanaman tahunan pemanfaatan lahan gambut selalu diawali dengan pembuatan saluran drainase. Asumsi ini digunakan karena kondisi lahan gambut yang basah tidak memungkinkan jika saluran drainase ini tidak ada, akar tanaman akan cepat busuk dan tanaman yang diusahakan di daerah tersebut akan gagal. Pengamatan lapang yang dilakukan oleh penulis juga menunjukkan hal yang sama. Pada perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet ataupun daerah yang dimafaatkan untuk pemukiman yang jenis tanahnya adalah tanah gambut, selalu ada saluran air di sekitarnya. Saluran air di daerah berlahan gambut tidak sama dengan saluran air pada lahan mineral seperti yang umum di lihat. Saluran air di lahan gambut dibuat dengan maksud untuk membuang atau mengurangi kandungan air dalam lahan tersebut. Saluran ini cenderung selalu mengalir walaupun debitnya tidak terlalu besar. Air pada saluran tersebut berwarna merah kecoklatan, masyarakat sekitar menyebutnya sebagai air gambut. Pengamatan mengenai tinggi muka air ataupun temperature tidak dilakukan walaupun kedua unsur tersebut sangat berpengaruh terhadap laju pembusukan atau
dekomposisi bahan organik. Perhitungan untuk mengetahui emisi CO2 dari lahan gambut yang dikeringkan dilakukan dengan mengalikan luas lahan gambut (lahan organik) dengan faktor emisi tanah organik. Nilai faktor emisi tanah organik klasifikasi penggunaan lahan cropland dan settlement adalah 20 tonC/ha/thn sedangkan faktor emisi tanah organik klasifikasi penggunaan lahan forestland adalah 1,36 tonC/ha/thn. Proses perhitungan secara rinci emisi CO2 akibat perubahan stok karbon lahan gambut (tanah organik) tahun 2001 sampai tahun 2009 disajikan dalam lampiran 7. Berdasarkan hasil yang disajikan dalam lampiran 7 diketahui bahwa penggunaan tanah organik untuk tanaman tahunan, pertanian, maupun hutan meningkat dalam selang tahun 2001 sampai 2009. Pada tahun 2001 sampai 2003 luas lahan organik yang dikeringkan mencapai 122.234 ha. Luas ini meningkat menjadi 160.009 ha pada tahun 2006 sampai 2009. Emisi akibat pengeringan lahan organik di Kabupaten Bengkalis tahun 2001 sampai 2009 disajikan dalam Tabel 6 dibawah ini. Tabel 6 Emisi Akibat Perubahan Simpanan Karbon Tanah Organik. Perubahan CO2e Tahun stok karbon (Gg CO2) (Gg C/thn) 2001
-582,50
2135,82
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
-582,50 -582,50 -688,86 -688,86 -688,86 -879,83 -879,83 -879,83
2135,82 2135,82 2525,84 2525,84 2525,84 3226,04 3226,04 3226,04
Tabel 6 menunjukkan nilai perubahan stok karbon tanah organik terus meningkat dari tahun 2001 sampai 2009. Total karbon yang hilang karena pengeringan di tanah organik selama 9 tahun mencapai 6453,57 Gg. Karbon yang hilang ini dikonversi menjadi CO2 dengan cara membandingkan bobot molekul. Bobot molekul karbon (C) adalah 12 sedangkan bobot molekul karbon dioksida (CO2) adalah 44 sehingga konversi dari C menjadi CO2 dapat dilakukan dengan mengalikan nilai perubahan karbon dengan 3,6667.
15
Emisi CO2 tanah organik akibat pengeringan menyumbang emisi cukup besar. Rata-rata emisi CO2 pertahun akibat pengeringan lahan organik adalah 2629,23 Gg. Hal ini dapat terjadi karena konversi lahan organik menjadi perkebunan meningkat dalam selang tahun 2001 sampai tahun 2009. Pada tahun 2001 sampai 2003 penggunaan lahan organik untuk perkebunan adalah 68.916 ha. Nilai ini terus meningkat, tercatat bahwa pengunaan lahan organik di Kabupaten Bengkalis untuk perkebunan pada tahun 2003 sampai 2006 adalah 83.436 ha dan pada tahun 2006 sampai 2009 mencapai 113.414 ha. Sebagian besar konversi lahan menjadi perkebunan adalah untuk penanaman kelapa sawit. Pada tahun 2001 sampai 2003 lahan yang digunakan untuk tanaman kelapa sawit adalah 52.699 ha. Nilai tersebut meningkat 64,6 % pada tahun 2006 sampai 2009. Dengan demikian diketahui bahwa konversi lahan menjadi perkebunan di lahan organik tidak baik karena akan mengurangi simpanan karbon ekosistem terestrial. 4.3 Emisi Akibat Pembakaran Biomasa Pengalihan fungsi lahan hutan menjadi lahan bukan hutan dengan cara bakar dan kebakaran pada tanaman tahunan menghasilkan emisi gas CH4, CO, N2O dan NOx. Gas CO dan NOx bukan merupakan gas rumah kaca, namun nilai kedua gas ini dapat digunakan sebagai indikator terjadinya pemanasan global. Untuk mendapatkan nilai emisi dari keempat jenis gas tersebut nilai yang terlebih dahulu didapatkan adalah lepasan karbon atau CR (carbon release). CR dicari dengan cara mengalikan luas area yang terbakar dengan masa bahan bakar, efisiensi pembakaran biomasa dan fraksi karbon. Luas area yang terbakar diketahui dengan mengalikan luas konversi lahan hutan dengan
angka 41%. Angka ini didapatkan dari hasil kuisioner. Masyarakat yang menjawab telah membuka lahan dengan cara bakar dan keadaan awal berupa hutan sekunder ada 16 responden. Sedangkan total jawaban untuk pertanyaan tersebut adalah 39. Dengan demikian 41% pengalihan lahan hutan menjadi lahan bukan hutan dilakukan dengan cara bakar. Nilai masa bahan bakar, efisiensi pembakaran biomasa dan fraksi karbon diketahui dari salah satu Tabel dalam IPCC 2006. Berdasarkan tabel 2.4 dalam IPCC 2006 diketahui bahwa masa bahan bakar hutan dengan umur kurang dari 20 tahun adalah 42,2 ton dm/ha sedangkan hutan dengan umur diatas 20 tahun adalah 119,6 ton dm/ha. Nilai efisiensi pembakaran biomasa berdasarkan tabel 2.6 dalam IPCC 2006 adalah 0,55 untuk hutan yang berumur kurang dari atau sama dengan 20 tahun dan 0,36 untuk hutan yang berumur lebih dari 20 tahun. Fraksi karbon kayu hutan adalah 0,5 Setelah nilai lepasan karbon (CR) diketahui emisi dari masing-masing jenis gas dapat dicari dengan cara mengalikan nilai CR dengan rasio emisi masing-masing gas tersebut. Dalam software ALU nilai rasio emisi gas CH4, CO, N2O ataupun NOx, sudah disiapkan. Nilai ini merupakan nilai yang ditetapkan oleh IPCC (terdapat pada tabel 3.4 IPCC 2003). Nilai tersebut adalah 0,012 untuk CH4, 0,06 untuk CO, 0,007 untuk N2O dan 0,121 untuk NOx. Tabel 7 dibawah ini menunjukkan nilai emisi akibat pembakaran biomasa di Kabupaten Bengkalis dari tahun 2001 sampai 2009. Keterangan lengkap mengenai perhitungan emisi gas-gas tersebut disajikan dalam lampiran 8.
Tabel 7 Emisi Akibat Pembakaran Biomasa Emisi CH4 Emisi CO Emisi N2O Tahun (Gg CH4) (Gg CO) (Gg N2O) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
0,48 0,48 0,48 0,58 0,58 0,58 2,01 2,01 2,01
4,23 4,23 4,23 5,09 5,09 5,09 17,60 17,60 17,60
0,0033 0,0033 0,0033 0,0040 0,0040 0,0040 0,0138 0,0138 0,0138
Emisi NOx (Gg NOx)
CO2 equivalents (Gg CO2 )
0,18 0,18 0,18 0,14 0,14 0,14 0,50 0,50 0,50
11,18 11,18 11,18 13,47 13,47 13,47 46,53 46,53 46,53
16
Nilai emisi keempat gas setiap tahun menunjukkan sumbangan emisi gas CO paling besar. Setelah itu nilai emisi gas CH4, NOx dan N2O berurutan dari terbesar sampai terkecil. Berdasarkan nilai kesetaraan emisi dalam CO2 pembakaran biomasa menghasilkan rata-rata emisi pertahun sebesar 23,73 Gg CO2.
Gambar 7 Komposisi Gas Akibat Pembakaran Biomasa. 4.4 Emisi Dinitrogen Oksida dari Tanah Dinitrogen oksida atau N2O dari tanah dihasilkan oleh residu tanaman dan lahan organik yang ditanami. Ada dua jenis tanaman musiman yang sisa hasil panennya ditinggalkan di ladang. Tanaman tersebut adalah singkong dan padi. Untuk mengetahui nilai emisi, jumlah residu yang ditinggalkan dikali dengan fraksi bahan kering residu, fraksi karbon dan rasio N/C. Fraksi karbon tanaman pertanian adalah 0,45 ton C/ton dm sedangkan rasio N/C adalah 0,01 ton C/ton N. Fraksi bahan kering residu dari singkong dan padi didapat dari tabel 11.2 dalam IPCC 2006. Nilai fraksi bahan kering residu singkong adalah 0,06 tondm/ton residu sedangkan fraksi bahan kering padi adalah 0,11 ton dm/ton residu. Emisi dari lahan organik yang ditanami dicari dengan cara mengalikan luas lahan organik yang ditanami dengan faktor emisi untuk lahan organik yang ditanami pada klasifikasi iklim TMSD. Nilai tersebut adalah 16 Kg N2O/ha/thn (berdasarkan tabel 4.17 IPCC 2000). Perhitungan untuk mendapatkan nilai emisi N2O dari residu tanaman maupun lahan organik yang ditanami disajikan dalam lampiran 9. Tabel 8 dibawah ini merupakan ringkasan yang menyatakan hasil perhitungan tersebut. Emisi yang berasal dari residu tanaman seperti yang ditampilkan dalam Tabel 8 menunjukkan nilai yang tidak besar. Terlihat bahwa emisi N2O paling tinggi terjadi pada tahun 2003-2006. Residu tanaman merupakan bagian dari hasil panen, nilai emisi N2O pada tahun 2003-2006 yang tinggi mengindikasikan
hasil panen pada tahun ini lebih tinggi dibandingkan tahun lain. Tabel 8 Emisi N2O dari Tanah Kwantitas (Gg N2O) Lahan Tahun Residu Organik Tanaman yg ditanami
CO2e (GgCO2)
2001
1,1E-06
0,10
31,91
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
1,1E-06 1,1E-06 1,23E-06 1,23E-06 1,23E-06 1,07E-06 1,07E-06 1,07E-06
0,10 0,10 0,12 0,12 0,12 0,11 0,11 0,11
31,91 31,91 35,85 35,85 35,85 32,94 32,94 32,94
Nilai emisi seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 8 memperlihatkan bahwa lahan organik yang ditanami menyumbangkan emisi cukup besar. Hal ter sebut terjadi karena luas lahan organik yang ditanami cukup besar. Dalam lampiran 9 terlihat bahwa luas lahan organik yang ditanami mencapai 12281 sampai 13798 ha. 4.5 Emisi dari Penggunaan Pupuk Kegiatan pertanian maupun perkebunan tidak terlepas dari pemanfaatan pupuk agar hasil panen yang didapatkan baik. Inforrmasi tentang komoditas pertanian yang ditanam dan juga luas pemanfaatan dalam satuan hektar sudah didapatkan pada pengolahan data untuk melihat emisi dari perubahan penggunaan lahan. Banyak dan jenis pupuk yang digunakan pada setiap komoditas dapat diketahui dari beberapa referensi. Untuk mengetahui emisi dari aktivitas penggunaan pupuk, masukan data yang diperlukan adalah persentase nitrogen dalam pupuk dan jumlah penggunaan pupuk tersebut dalam satuan gigagram. Dengan mengetahui luas lahan yang dimanfaatkan untuk pertanian, komoditas yang ditanam dan umur tanaman maka masukan data tersebut dapat diketahui. Informasi mengenai luas penggunaan lahan, komoditas pertanian dengan banyak penggunaan pupuk berdasarkan referensi disajikan dalam lampiran 10. Software ALU mencari nilai emisi dari penggunaan pupuk berdasarkan rumus seperti yang tertera dalam bab metodologi. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut :
17
Tabel 9 Emisi dari Penggunaan Pupuk. CO2 Kuantitas Tahun Sumber equivalent (Gg N2O) (Gg) 2001
0,2579
79,95
2002
0,2671
82,79
2003
0,2761
85,60
0,2853
88,43
0,2944
91,25
0,3034
94,05
2007
0,3039
94,20
2008
0,3045
94,38
2009
0,3049
94,51
Total
2,5973
805,16
2004 2005 2006
Pupuk N Buatan
Emisi yang dihasilkan dari penggunaan pupuk bedasarkan Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa dalam sembilan tahun penggunaan pupuk nitrogen buatan menyebabkan emisi sebesar 2,5973 Gg N2O atau setara dengan 805,16 Gg CO2. Penggunaan pupuk tahun 2001 sampai 2009 terus meningkat yang menyebabkan nilai emisi juga meningkat. Keterangan lengkap mengenai perhitungan nilai emisi dari penggunaan pupuk disajikan dalam lampiran 11. 4.6 Emisi dari Peternakan Software Agricultural Land Use dapat digunakan untuk mengetahui jumlah emisi dari aktivitas peternakan. Data yang diperlukan adalah jumlah populasi dan pengelolaan yang dilakukan. Pada penelitian ini jumlah populasi ternak di Kabupaten Bengkalis didapatkan dari buku Bengkalis dalam angka. Namun keterbatasan publikasi buku tersebut menyebabkan data populasi ternak tidak didapatkan lengkap selama 9 tahun seperti yang dibutuhkan. Data yang didapatkan hanya data populasi ternak tahun 2003, 2007, 2008 dan 2009. Ada 5 jenis ternak yang angka populasinya tercatat setiap tahun, yaitu kerbau (buffalo), sapi (non-daily cow), kambing (goat), babi (swine) dan unggas (poultry). Pengisian nilai populasi di tahun yang datanya tidak tersedia dapat dilakukan dengan menggunakan teknik interpolasi. Data jumlah populsai ternak yang didapatkan dari publikasi pemerintah Kabupaten Bengkalis dan hasil interpolasi ditampilkan dalam lampiran 12A. Sistem pengelolaan yang dilakukan masing-masing jenis ternak juga merupakan
masukan utama untuk mendapatkan nilai emisi akibat aktivitas peternakan. Data hasil kuisioner yang dapat digunakan untuk mengisi kebutuhan data ini antara lain adalah jenis ternak sapi dan kambing. Ada 16 responden yang memiliki ternak sapi, 13 diantaranya memelihara sapi dengan dikandangkan dan memanfaatkan kotorannya sebagai pupuk. Sedangkan 3 responden lainnnya tidak mengandangkan dan tidak memanfaatkan kotoran sapi (dibiarkan begitu saja). Dengan demikian persentase pengelolaan ternak sapi untuk pupuk kompos (compose intensive) sebesar 81,25% dan 18,75% masuk dalam kelas pengelolaan padang rumput (pasture/range/paddock) karena ternak tidak dikandangkan. Persentase pengelolaan ternak sapi ini juga digunakan untuk ternak kerbau (buffalo) dengan alasan pengelolaan antara sapi dan kerbau tidak jauh berbeda. Pengelolaan ternak kambing (goat) juga didasarkan pada hasil kuisioner. Jumlah responden yang memiliki ternak kambing berjumlah 9 orang, 6 orang diantaranya mengandangkan dan juga memanfaatkan kotoran kambing sebagai pupuk sedangkan 3 orang lainnya tidak. Dengan demikian persentase pengelolaan ternak kambing untuk pupuk kompos (compose intensive) sebesar 66,7% dan 33,3% masuk dalam kelas pengelolaan padang rumput (pasture/range/paddock). Pengelolaan dua hewan lain (unggas dan babi) ditentukan dengan menggunakan asumsi. Unggas (poultry) memiliki kotoran dalam bentuk cair, oleh karena itu persentase pengelolaan unggas yang dipilih adalah liquid/slurry. Babi (swine) merupakan ternak yang memiliki kotoran dengan bau sangat menyengat. Selain itu masyarakat Kabupaten Bengkalis mayoritas beragama Islam. Dengan demikian diasumsikan bahwa pemeliharaan babi dilakukan di dalam kandang dan kotorannya dibersihkan dalam waktu kurang dari 1 bulan (cattle/swine deep litter < 1 month). Kegiatan peternakan menghasilkan emisi berdasarkan 3 kategori, yang pertama emisi metana dari fermentasi (Lent), kedua emisi metana dari pupuk (Lmm) dan yang ketiga emisi N2O berdasarkan pengelolaan kotoran. Komposisi emisi gas rumah kaca (CH4 dan N2O) akibat peternakan berdasarkan ketiga sumber tersebut digambarkan dalam grafik lingkaran dibawah ini.
18
\ Gambar 8 Emisi GRK dari Peternakan. Gas metana dari dari proses fermentasi diproduksi hewan pemakan tumbuhan sebagai hasil sampingan proses pencernaan. Hewan ruminansia menghasilkan metana lebih banyak dibandingkan bukan hewan ruminansia (IPCC 1996). Faktor kedua yang juga menyebabkan emisi metana berasal dari kotoran ternak, karena proses pembusukan dalam kondisi anaerob. Total emisi metana dari peternakan domestik dapat diketahui dengan menjumlahkan nilai emisi metana kedua faktor diatas. Penentuan nilai emisi gas N2O didasarkan pada sistem pengelolaan kotoran ternak. Emisi metana dari peternakan di Kabupaten Bengkalis ditampilkan dalam Tabel 10 sedangkan emisi N2O disajikan dalam Tabel 11. Persamaan yang digunakan untuk memperoleh nilai emisi dari kegiatan peternakan dalam software ALU didasarkan pada metode IPCC 1996 dalam chapter agriculture. Faktor emisi merupakan nilai yang menentukan besarnya emisi baik dalam perhitungan akibat fermentasi maupun pupuk. Perhitungan emisi metana dari fermentasi ternak memiliki nilai faktor emisi (EFb) yang sama untuk semua tipe iklim, kecuali ternak sapi. Faktor emisi sapi dibedakan menjadi sapi
potong atau sapi perah dan nilainya juga didasarkan pada karakteristik regional. Angka populasi sapi yang diperoleh adalah sapi potong, jadi nilai faktor emisi untuk masukan dasar emisi metana dari sapi adalah 44. Ternak lain yaitu kerbau, kambing, dan babi memiliki nilai faktor emisi masing-masing sebesar 55, 5, dan 1, faktor emisi untuk unggas tidak diperkirakan. Berbeda dengan penentuan faktor emisi akibat fermentasi, faktor emisi dari pupuk semua jenis ternak ditentukan berdasarkan iklim. Kerbau, sapi potong, kambing, unggas dan babi masingmasing memiliki nilai faktor emisi sebesar 3,2, 0,22, 0,023, dan 7. Perhitungan emisi metana dari aktivitas peternakan disajikan dalam lampiran 12B. Hasil emisi metana dari perhitungan yang dilakukan sebagaimana disajikan dalam Tabel 10 menunjukkan bahwa emisi dari kegiatan peternakan di Kabupaten Bengkalis dari tahun 2001 sampai tahun 2009 menghasilkan nilai emisi metana sebesar 12,07 Gg. Nilai tersebut sama dengan emisi CO2 sebesar 253,54 Gg. Emisi N2O dari peternakan didapatkan dengan mempertimbangkan persentase pengelolaan kotoran pada ternak beserta faktor emisinya, jumlah populasi, tingkat pengeluaran nitrogen dan juga faktor penyesuaian pengeluaran. Persentase sistem pengelolaan kotoran ternak kerbau dan sapi yang digunakan intensif sebagai pupuk adalah 81,25% dan faktor emisi pengelolaan kotoran untuk pupuk intensif adalah 0,02. Kotoran kambing yang digunakan sebagai pupuk intensif sebesar 66,7%. Liquid/slurry yang merupakan sistem pengelolaan unggas
Tabel 10 Emisi Metana dari Kegiatan Peternakan.
Tahun
Emisi metana dari fermentasi, Lent (Gg CH4)
Emisi metana dari pupuk, Lmm (Gg CH4)
Total Emisi Metana dari Peternakan (Gg CH4)
CO2 equivalent (Gg)
2001 2002
1,157802 1,146958
1,23722 1,078669
2,395022 2,225627
50,29 46,74
2003 2004 2005
1,136114 0,9585765 0,781039
0,920118 0,696263 0,472407
2,056232 1,654839 1,253446
43,18 34,75 26,32
2006
0,6035015
0,248552
0,852053
17,89
2007 2008 2009
0,425964 0,532324 0,53902
0,024696 0,036264 0,077822
0,45066 0,568588 0,616842
9,46 11,94 12,95
12,073309
253,53
Total
19
memiliki faktor emisi sebesar 0,001 dan cattle/swine deep litter < 1 mount yang merupakan pengelolaan ternak babi memiliki faktor emisi 0,005. Keterangan nilai faktor emisi dari sistem pengelolaan ternak di dapatkan berdasarkan Tabel 4.8 (IPCC 1996). Faktor penyesuaian tingkat pengeluaran ternak sama yaitu 1. Nilai tingkat pengeluaran nitrogen ternak diketahui berdasarkan Tabel 4.6 (IPCC 1996). Kerbau, sapi dan kambing di wilayah Asia memiliki tingkat pengeluaran nitrogen sebesar 40 kgN/hewan/thn sedangkan unggas di wilayah Asia memiliki tingkat pengeluaran nitrogen sebesar 0,6 kgN/hewan/thn dan babi 1,6 kgN/hewan/thn. Perhitungan emisi gas N2O dari kegiatan peternakan di Kabupaten Bengkalis tahun 2001 sampai tahun 2009 disajikan dalam lampiran 13. Tabel 11 Emisi N2O dari Kegiatan peternakan.
2001 2002 2003 2004 2005 2006
Emisi N2O (Gg) 0,094 0,093 0,091 0,073 0,038 0,037
CO2 equivalent (Gg) 29,22 28,77 28,31 22,69 11,89 11,43
2007 2008 2009
0,019 0,023 0,028
5,80 7,08 8,71
Total
0,496
153,88
Tahun
Tabel 11 menunjukkan emisi tahunan N2O dari kegiatan peternakan di Kabupeten Bengkalis berkisar antara 0,019 sampai 0,094 GgN2O. Emisi tahunan terbesar tercatat di tahun 2001 sedangkan emisi N2O terkecil pada tahun 2007. Total emisi selama sepuluh tahun mencapai 0,496 Gg N2O atau equivalen dengan 153,884 Gg CO2. Berdasarkan nilai equivalen CO2 emisi metana dari fermentasi, emisi metana dari pupuk dan emisi N2O dari peternakan maka dapat diketahui bahwa setiap tahun aktivitas peternakan menyumbang emisi sebesar 45,27 Gg CO2.
4.7 Perbandingan Emisi GRK Perkapita Kabupaten Bengkalis dengan Emisi GRK Perkapita Nasional Emisi gas rumah kaca nasional dipublikasikan oleh Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia pada bulan November tahun 2010. Ada berbagai sektor yang nilai emisinya dihitung dalam laporan tersebut, antara lain energi, industri, pertanian, kehutanan, dan limbah. Data mengenai emisi dari pertanian dan kehutanan digunakan untuk membandingkan dengan emisi gas rumah kaca di Kabupaten Bengkalis. Emisi sektor pertanian dan kehutanan ditambahkan, kemudian dibagi dengan jumlah penduduk Indonesia pada tahun pengamatan. Emisi gas rumah kaca nasional dihitung mulai dari tahun 2000 sampai tahun 2005. Hasil perhitungan emisi perkapita nasional yang dilakukan disajikan dalam Tabel 13. Nilai yang dibandingkan untuk mengetahui perbedaan emisi gas rumah kaca Kabupaten Bengkalis dengan emisi gas rumah kaca perkapita nasional adalah CO2 equivalent. Emisi gas rumah kaca Kabupaten Bengkalis yang dibandingkan dengan emisi gas rumah kaca nasional adalah emisi pada tahun 2001, 2002, 2003, 2004 dan 2005. Nilai emisi pada kelima tahun di Kabupeten Bengkalis juga dibagi dengan jumlah penduduk pada masing-masing tahun pengamatan. Dengan demikian angka emisi gas rumah kaca perkapita Kabupaten Bengkalis juga diketahui. Berdasarkan data yang disajikan sebelumnya, emisi gas rumah kaca perkapita tahun 2001 sampai 2005 di Kabupaten Bengkalis disajikan pada tabel 12. Perbandingan nilai emisi perkapita Kabupaten Bengkalis dan emisi perkapita nasional lebih mudah dilihat pada grafik garis yang ada pada gambar 9. Pada tahun 2001, 2003, 2004 dan 2005 emisi perkapita Kabupaten Bengkalis lebih tinggi dibandingkan emisi perkapita nasional. Emisi perkapita Kabupaten Bengkalis dari sektor pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan lain tahun 2001 sampai 2005 berkisar antara (5,3-9,7) ton CO2e/jiwa sedangkan emisi perkapita nasional berkisar antara (3,0-9,3) ton CO2e/jiwa.
20
Tabel 12 Emisi Perkapita Kabupaten Bengkalis Tahun 2001-2005. Emisi GRK (CO2e) No Sumber 2001 2002 2003 2004 1 Pembakaran Biomasa 11,18 11,18 11,18 13,47 2 Residu Tanaman dan lahan organik yang 31,91 31,91 31,91 35,85 ditanami 3 Perubahan Simpanan 130,74 130,74 130,74 1406,42 Karbon 4 Pengeringan Tanah 2135,82 2135,82 2135,82 2525,84 Organik 5 Peternakan 79,51 75,50 71,50 57,44 6 Penggunaan Pupuk N 79,95 82,79 85,60 88,43 Buatan Jumlah emisi (Gg CO2e) 2469,10 4875,63 4874,44 4127,44 Jumlah emisi (ton CO2e) 2469107 4875638 4874448 4127443 Jumlah Penduduk (jiwa) Emisi GRK Perkapita Kab.Bengkalis
2005 13,47 35,85 1406,42 2525,84 38,21 91,25 6525,02 6525029
462457
549715
633386
651120
669352
5,34
8,87
7,69
6,34
9,75
Tabel 13 Emisi Perkapita Nasional Sektor Pertanian dan Kehutanan Tahun 2001-2005. No
Emisi GRK (CO2e)
Sumber
1 Pertanian 2 LUCF 3 Gambut Jumlah emisi (Gg CO2e) Jumlah emisi (ton CO2e) Jumlah Penduduk (jiwa) Emisi GRK perkapita Nasional (ton CO2e/capita) Sumber : KLH 2010
2001
2002
2003
2004
2005
77500,80 560546,00 194000
77029,94 1287494,79 678000
79828,80 345489,33 246000
77862,54 617423,23 440000
80179,31 674828 451000
832046,80
2042524,73
671318,13
1135285,77
1206007,31
832046800
2042524730
671318130
1135285770
1206007310
216204000
219026000
221839000
224607000
227303000
3,85
9,32
3,02
5,05
5,30
Gambar 9 Grafik Perbandingan Emisi GRK Perkapita Nasional dan Emisi GRK Perkapita Kabupaten Bengkalis.
21
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Emisi gas rumah kaca dari sektor pertaian, kehutanan dan penggunaan lahan lain di Kabupaten Bengkalis dihasilkan dari 6 aktivitas sumber. Keenam aktivitas tersebut adalah hilangnya biomasa, perubahan simpanan karbon tanah organik, pembakaran biomasa, dinitrogen oksida dari tanah, penggunaan pupuk dan peternakan. Perhitungan emisi dari keenam aktivitas yang dilakukan dari tahun 2001 sampai 2009 menunjukkan bahwa total emisi terus meningkat dari tahun ketahun. Rata-rata emisi gas rumah kaca dari keenam aktivitas ini adalah 6456,82 Gg CO2e pertahun. Pencarian nilai emisi gas rumah kaca dari keenam aktivitas dilakukan dengan rumus yang berbeda. Emisi dari hilangnya biomasa menunjukkan nilai rata-rata pertahun yang paling tinggi dibandingkan lima aktivitas yang lain. Rata-rata emisi dari hilangnya biomasa adalah 3635,56 Gg CO2e/tahun. Rata-rata emisi pertahun dari lima aktivitas yang lain adalah 2629,23 Gg CO2e untuk perubahan simpanan karbon tanah organik, 23,73 Gg CO2e untuk pembakaran biomasa, 33,57 Gg CO2e untuk dinitrogen oksida dari tanah, 89,46 Gg CO2e untuk penggunaan pupuk dan 45,27 Gg CO2e untuk peternakan. 5.2 Saran Kelengkapan data mengenai luas lahan yang terbakar, khususnya pada tanaman tahunan dengan klasifikasi cropland yang tetap menjadi cropland sebaiknya didapatkan agar perhitungan emisi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Agus F., Subiksa I.G.M. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Bogor : Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Arsyad S. 2000. Pengawetan Tanah dan Air. Bogor : Serial Pustaka IPB Press. Budianto. 2009. Tingkat Konsumsi Kayu Bakar Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Management Hutan, Institut Pertanian Bogor. Dawson J.J.C., Billett M.F., Hope D., Palmer S.M., Deacon C. 2004. Sources and
Sink of Acuatic Carbon Linked to a Peatland Stream Continuum. Biogeochemistry 70: 71-92. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 1996. Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. Japan : Institute for Global Environmental Strategies (IGES) for the IPCC. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2000. Land Use, Land-Use Change and Forestry. Cambridge University Press. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2001. Climate Change 2001: The Scientific Basis. Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge : Cambridge University Press. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2003. Good Practice Guidance for Land Use, Land-Use Change and Forestry. Japan : Institute for Global Environmental Strategies (IGES) for the IPCC. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Vol.4. Japan : Institute for Global Environmental Strategies (IGES) for the IPCC. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2007. Climate Change Synthesis Report. Japan : Institute for Global Environmental Strategies (IGES) for the IPCC. Inubushi K., Furukawa Y., Hadi A., Purnomo E., Tsuruta H. 2003. Seasonal changes of CO2, CH4 and N2O fluxes in relation to land-use change in tropical peatlands located in coastal area of South Kalimantan. Chemosphere 52 (2003) : 603–608. Kementrian Lingkungan Hidup. 2010. Indonesia Second National Communication Under The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Melling L., Hatano R., Goh K.J. 2005. Methane fluxes from three ecosystems in tropical peatland of Sarawak, Malaysia. Soil Biology & Biochemistry 37 (2005) : 1445–1453.
22
Murdiyarso D., Rosalina U., Hairiah K., Muslihat L., Suryadiputra I.N.N., dan Jaya A. 2004. Petunjuk Lapangan Pendugaan Cadangan Karbon pada Lahan Gambut. Bogor : Wetlands International-Indonesia Programme. Noor M. 2001. Pertanian Lahan Gambut. Potensi dan Kendala. Yogyakarta : Kanisius. Notohadiprawiro T. 1997. Twenty-five Years Experiences in Peatland Development for Agriculture in Indonesia. Proceedings Biodiversity and Sustainability of Tropical Peatlands. J.O Rieley and S.E Page. Eds. Samara Publ. Ltd. Cardingan. p. 303. Nyman J.A., DeLaune R.D. 1991. CO2 Emission and Soil Eh Responses to Defferent Hydrological Condition in Fresh, Brackish, and Saline Marsh Soils. Limnol. Oceanogr 36 (7): 1406-1414. Pihlatie M., Syväsalo E., Simojoki A., Esala M., Regina K. 2004. Contribution of nitrification and denitrification to N2O production in peat, clay and loamy sand soils under different soil moisture conditions. Nutrient Cycling in Agroecosystems 70 (2004) : 135– 141. Rahayu S., Lusiana B., Noordwijk. M. V., 2008. Pendugaan Cadangan Karbon Di Atas Permukaan Tanah Pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan Di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Word Agroforestry Centre. Rikala J. 2003. Spruce And Pine On Drained Peatlands Wood Quality And Suitability For The Sawmill Industry. Helsinki : University Of Helsink iDepartment Of Forest Resource Management.http://ethesis.helsinki.fi [3 November 2011].
Searly S.D., Owen J.V. 2005. Variation in basic wood density and percentage heartwood in temperate Australian Acacia species. Australian Forestry 2005 Vol. 68 No. 2 : 126–136 http://www.forestry.org.au [3 November 2011]. Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Bengkalis. www.bengkalis.go.id [18 April 2011]. Soil Survey Staff. 1998. Keys to Soil Taxonomy. Eight Edition. USDANatural Resources Conservation Service. Takakai F., Morishita T., Hasyidoko Y., Darung U., Kuramochi K., Dohong S., Limin S.H., Hatano R., 2006. Effects of agricultural land-use change and forest fire on N2O emission from tropical peatlands, Central Kalimantan, Indonesia. Soil Science and Plant Nutrition (2006) 52 : 662–674. Trismidianto., Hermawan E., Samiaji T., Martono., Hadi M., Indrawati A., Hamdan R. 2008. Studi Penentuan Konsentrasi CO2 dan Gas Rumah Kaca (GRK) Lainnya di Wilayah Indonesia. www.dirgantaralapan.or.id [27 Juli 2011]. UNEP. 2002. Greenhouse effect. http://maps.grida.no/go/graphic/green house-effect. [5 Februari 2011]. Wahyunto S., Rintung., Suparto., Subagjo H. 2005. Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan. Bogor : Wetland International – Indonesia. Yulianti N. 2009. Cadangan Karbon Lahan Gambut dari Agroekosistem Kelapa Sawit PTPN IV Ajamu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
23
LAMPIRAN
24
Lampiran 1 Luas Perubahan Penggunaan Lahan tahun 2000-2003, 2003-2006 dan 2006-2009. Luas Perubahan Penggunaan Lahan tahun 2000-2003. Jenis Penggunaan Lahan Tahun Penggunaan Lahan tahun Luas Perubahan Tanah 2000 2003 (ha) Hutan Rawa Sekunder perkebunan 54 Lahan Terbuka pertambangan 52 pertanian lahan kering campur 38 pemukiman pemukiman 3795 perkebunan perkebunan 156537 HAC
pertambangan pertanian lahan kering pertanian lahan kering campur rawa sawah semak belukar
pertambangan pertanian lahan kering pertanian lahan kering campur rawa sawah pertanian lahan kering campur
semak belukar rawa
perkebunan
Total
125 220101
hutan lahan kering sekunder
hutan mengrove primer hutan mengrove sekunder
hutan rawa primer hutan rawa sekunder
LAC hutan tanaman Lahan Terbuka Lahan Terbuka perkebunan Rawa semak belukar semak belukar rawa
tambak air Total
24833 2034 28681 3565 283 103
belukar belukar rawa hutan rawa sekunder tanah kosong hutan mangrove primer hutan mangrove sekunder belukar rawa hutan mangrove sekunder
49 1649 4311 1198 1713 9026 37 12428
tambak hutan rawa sekunder belukar belukar rawa hutan rawa sekunder tanah kosong
71 6118 376 1310 20827 566
hutan tanaman belukar rawa tanah kosong tanah kosong tanah kosong rawa belukar belukar rawa hutan tanaman tanah kosong tambak air
4 88 482 3926 231 2525 3345 20286 266 1290 80 2749 94950
25
hutan lahan kering sekunder
belukar rawa hutan rawa sekunder hutan mangrove sekunder hutan mangrove sekunder tambak hutan rawa sekunder tanah kosong
5 14 1083 2866 59 193825 200
Hutan Rawa Sekunder
belukar belukar rawa hutan rawa sekunder hutan tanaman perkebunan tanah kosong
31 3737 157633 13831 160 9396
hutan tanaman Lahan Terbuka
hutan tanaman belukar belukar rawa hutan tanaman perkebunan pertanian lahan kering campur tanah kosong tanah kosong pemukiman perkebunan tanah kosong pertambangan pertanian lahan kering pertanian lahan kering campur rawa sawah belukar pertanian lahan kering campur tanah kosong belukar rawa perkebunan tanah kosong
hutan mangrove primer hutan mangrove sekunder hutan rawa primer
ORG
Lahan Terbuka pemukiman perkebunan pertambangan pertanian lahan kering pertanian lahan kering campur rawa sawah semak belukar
semak belukar rawa
tambak
tambak
36 975 1024 4738 0 144 1642 12388 2737 68461 19 895 8540 1870 11660 1500 2887 227 865 21938 295 107 50
Total
525840
Grand Total
840891
Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2003-2006. Jenis Penggunaan Lahan Tahun Penggunaan LahanTahun Tanah 2003 2006 HAC
belukar
permukiman pertanian lahan kering campur
Luas Perubahan (ha) 13 256
26
belukar rawa
perkebunan permukiman
hutan rawa sekunder
perkebunan pertanian lahan kering campur perkebunan permukiman pertambangan pertanian lahan kering
1168 471 156537 3795 24885 2034
pertanian lahan kering campur sawah perkebunan pertanian lahan kering pertanian lahan kering campur
28822 283 559 286 1778
perkebunan pemukiman pertambangan pertanian lahan kering pertanian lahan kering campur sawah tanah kosong
Total
14 36
220938 air belukar belukar rawa
hutan mangrove primer hutan mangrove sekunder hutan rawa sekunder LAC
hutan tanaman perkebunan rawa tambak tanah kosong
air belukar tanah kosong belukar belukar rawa
2749 3496 4 1586 19512
tanah kosong hutan mangrove primer hutan mangrove sekunder belukar rawa hutan mangrove sekunder belukar belukar rawa hutan rawa sekunder hutan tanaman tanah kosong hutan tanaman tanah kosong
2223 1650 63 37 21470 474 938 21339 5903 675 269 179
rawa tambak belukar belukar rawa hutan tanaman tanah kosong
Total
6090 191 1414 1246 1277 1134 93918
belukar
ORG belukar rawa
belukar permukiman pertanian lahan kering tanah kosong belukar belukar rawa
3288 27 541 37 288 24331
27
perkebunan tanah kosong hutan mangrove sekunder hutan rawa sekunder
hutan tanaman perkebunan permukiman pertambangan pertanian lahan kering pertanian lahan kering campur rawa sawah tambak tanah kosong
hutan mangrove sekunder belukar belukar rawa hutan rawa sekunder hutan tanaman perkebunan pertanian lahan kering campur tanah kosong hutan tanaman tanah kosong perkebunan permukiman pertambangan pertanian lahan kering pertanian lahan kering campur belukar rawa rawa sawah tambak belukar belukar rawa hutan tanaman perkebunan pertanian lahan kering pertanian lahan kering campur tanah kosong
1012 1073 3896 1255 8883 273042 51150 12682 262 4485 18569 36 68917 2737 895 8540 2242 88 11573 1500 70 1346 2157 11675 825 32 682 7900
Total
526036
Grand Total
840891
Luas Perubahan Penggunaaan Lahan Tahun 2006-2009. Jenis Penggunaan Lahan Tahun Penggunaan Lahan Tahun Tanah 2006 2009 belukar perkebunan permukiman belukar rawa perkebunan permukiman pertanian lahan kering campur HAC hutan mangrove sekunder perkebunan pertanian lahan kering campur hutan rawa sekunder perkebunan perkebunan perkebunan permukiman permukiman pertambangan pertambangan
Luas Perubahan (ha) 1696 153 871 19 105 16 31 3238 155591 3844 24885
28
pertanian lahan kering pertanian lahan kering campur
pertanian lahan kering pertanian lahan kering campur
sawah tanah kosong
sawah perkebunan
Total
2034 29429 283 501 222695
air belukar belukar rawa hutan mangrove primer hutan mangrove sekunder
hutan rawa sekunder LAC
hutan tanaman
perkebunan pertanian lahan kering pertanian lahan kering campur rawa tambak tanah kosong
air belukar
2749 3630
tanah kosong belukar rawa tanah kosong hutan mangrove primer tanah kosong belukar
1493 17524 3214 1619 30 94
belukar rawa hutan mangrove sekunder tambak tanah kosong belukar belukar rawa
136 21229 5 22 544 2532
hutan rawa sekunder hutan tanaman tanah kosong belukar rawa hutan tanaman tanah kosong tanah kosong tanah kosong tanah kosong rawa tambak belukar
9545 2496 2984 527 367 6555 2687 286 1899 6090 191 11
belukar rawa hutan tanaman tanah kosong
635 213 2854
Total
92160 belukar
belukar rawa
belukar hutan tanaman perkebunan permukiman tanah kosong belukar rawa
3369 651 1492 155 511 24877
hutan mangrove sekunder
perkebunan tanah kosong belukar rawa
7391 3191 1
ORG
29
hutan mangrove sekunder tanah kosong hutan rawa sekunder
hutan tanaman
perkebunan permukiman pertambangan pertanian lahan kering pertanian lahan kering campur rawa sawah tambak tanah kosong
belukar belukar rawa hutan rawa sekunder hutan tanaman perkebunan permukiman tanah kosong belukar rawa hutan tanaman tanah kosong perkebunan tanah kosong permukiman pertambangan pertanian lahan kering tanah kosong pertanian lahan kering campur tanah kosong rawa sawah tambak belukar rawa hutan tanaman perkebunan tanah kosong
3893 3 374 5702 217094 22548 18023 22 9279 8661 54678 18055 82352 1083 2764 895 9081 31 2098 1088 11573 1500 71 3382 1939 4156 4055
Total
526036
Grand Total
840891
30
Lampiran 2 Klasifikasi Penggunaan Lahan Berdasarkan IPCC 2006. Kode
Penggunaan lahan
Penggunaan lahan menurut IPCC
1 2
Air Awan
Wet Land Other Land
WL OL
3 4
Bandara Belukar
Other Land Grass Land
OL GL
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Belukar Rawa H Lahan Kering Primer H Lahan Kering Sekunder H Mangrove Primer H Mangrove Sekunder H Rawa Primer H Rawa Sekunder H Tanaman Perkebunan Permukiman Pertambangan Pertanian Lahan Kering
Grass Land Forest Land Forest Land Forest Land Forest Land Forest Land Forest Land Forest Land Crop Land Settlement Land Settlement Land Crop Land
GL FL FL FL FL FL FL FL CL SM SM CL
17 18 19 20 21 22
Pertanian Lahan Kering Campur Rawa Rumput Sawah Tambak Tanah Terbuka
Crop Land Wet Land Grass Land Crop Land Wet Land Other Land
CL WL GL CL WL OL
23 -
Transmigrasi Tanpa Keterangan
Other Land -
OL
Sumber : IPCC 2006
31
Lampiran 3 Data Luas Panen Kabupaten Bengkalis tahun 2009. Kecamatan Pinggir
Kecamatan Bukit Batu No
Tanaman
Luas Panen (ha)
No
1304.5
1 2 3 4 5
Padi Sawah Padi Ladang Jagung Ketela Rambat Ketela Pohon
301 80 24 6 45
6 7
Kacang Tanah Talas
3 4
8 9
Sawi Bayam
6 10
10 11 12 13
Kangkung Kacang Panjang Cabe Besar Cabe Rawit
8 6 15 2
1
Padi Sawah
2 3
Ketela Rambat Ketela Pohon
44 0
4 5 6 7 8 9 10
Bayam Kangkung Terong Kacang Panjang Cabe Besar Cabe Rawit Ketimun
1.5 1.25 1 5.75 5.25 3.25 1.4
Perkebunan No 1 2 3 4 5 6
Tanaman Karet Kelapa Sawit Kelapa Sagu Mangga Durian
Luas Panen (ha) 1913 12758 752 50 401 2568
Kecamatan Bantan No
Tanaman
1 2 3 4 5 6
Padi Sawah Jagung Ketela Rambat Ketela Pohon Kacang Tanah Sawi
7 8 9
Kangkung Cabe Rawit Ketimun
1 2
Tanaman Padi Sawah Padi Ladang
Luas Panen (ha)
1 2
Tanaman Karet Kelapa Sawit
Perkebunan No 1 2 3
Tanaman Karet Kelapa Sawit Kelapa
Luas Panen (ha) 3112 58971 508
No
Tanaman
Luas Panen (ha)
1200 8 5 42 10
1 2 3 4 5 6
Padi Sawah Jagung Ketala Rambat Ketela pohon Kacang Tanah Sawi
3877 9 4 7 4.9 2
8 5 11
7 8 9 10 11 12
Bayam Kangkung Terong Kacang Panjang Cabe Besar Cabe Rawit
5 4 3 10 9 7
13 15 16 17 18 19
Ketimun Mangga Duku Jeruk Siam Durian Sawo
4 153 61 55 691 210
Luas Panen (ha) 8.8 14.8
Perkebunan No
Luas Panen (ha)
Kecamatan Siak Kecil
Kecamatan Mandau No
Tanaman
Luas panen(ha) 1379 31010
32
Kecamatan Rupat Utara No
Tanaman
Kecamatan Rupat Luas Panen ha)
No 1
Padi Sawah
225
2 3
Padi Ladang Jagung
1005 3
4 5
Ketela Pohon Bayam
21 1
6 7 8 9 10 11
Kangkung Terong Kacang Panjang Cabe Besar Cabe Rawit Ketimun
1 1 3 2 2
1 2
Padi Sawah Padi Ladang
2 11
3 4
Jagung Kacang Tanah
1 1
5 6
Kacang Hijau Sawi
2 1
7 Tomat 8 Bayam 9 Kangkung 10 Terong 11 Kacang Panjang 12 Cabe Besar 13 Cabe rawit 14 Durian 15 Sawo Perkebunan No 1 2 3
Tanaman Karet Kelapa Sawit Kelapa
1.5 1.5 2 2 3.5 0.5 2 4.5 0.5 Luas Panen (ha) 2921 1057 103
Sumber : Bengkalis dalam Angka Tahun 2010
Tanaman
Luas Panen (ha)
Perkebunan No
Tanaman
Luas Panen (ha)
1 2 3 4
Karet Kelapa Sawit Kelapa Sagu
4729 1793 784 94
5 6 7 8 9 10 11 12
Kopi Pinang Mangga Duku Jeruk Besar Jeruk Siam Durian Sawo
165 102 5190 1890 2300 1730 2214 560
33
Lampiran 4 (A) Poduksi Kayu Olahan di Kabupaten Bengkalis Menurut Jenisnya (m3) (B) Densitas Kelompok Kayu Meranti, Kelompok Kayu Indah dan Kelompok Kayu Rimba Campuran. A. Produksi Kayu Olahan di Kabupaten Bengkalis menurut Jenisnya (m 3) No
Kayu olahan 2000-2003 2003-2006 2006-2009 Precius Category 1 2581.45 (Kelompok Indah) Meranti Category 2 61509.8 (Kelompok Meranti) Mixed Category 3 412728.3 137576.1 (Kelompok Campuran) Small Wood Category 4 283614.2 151523.7 15416.26 (Kelompok Kayu Bulat) Chips Substance Category 5 1954695.8 1954695.8 (Kelompok Bahan Baku Serpih) Acacia Category 6 1312250.3 3949255.8 6586261.29 (Kelompok Akasia) Sumber data : Perda No.19 Tahun 2004 tentang RTRW Kab.Bengkalis dan Peta Tata Guna Lahan Kesepakatan (TGHK) Catatan : Data pada selang tahun yang ditandai merupakan data penjumlahan berdasarkan nilai rata-rata data asli. Data produksi kayu olahan di Kabupaten Bengkalsi yang diperoleh adalah data tahun 2001, 2002, 2003, 2007, dan 2008. B.
Densitas Kelompok Kayu Meranti, Kelompok Kayu Indah dan Kelompok Kayu Rimba Campuran. Kelompok Kayu Meranti No
Nama Perdagangan
Nama Ilmiah
1 2 3 4 5 6 7
Agatis Balau Balau Merah Bangkirai Damar Durian Gia
Agathis spp. Shorea materialis Ridl. Shorea collina Ridl Hopea celebica Burck, Araucaria cunninghamii D Durio carinatus Homalium tomentosum
0.44 0.7 0.55 0.64 0.43 0.53 0.76
8 9 10 11 12 13
Giam Jelutung Kapur Kenari Keruing Matoa
Cotylelobium burckii Heim Dyera spp Dryobalanops oblongifolia Canarium spp Dipterocarpus spp Pometia pinnata
0.69 0.36 0.61 0.44 0.61 0.54
14 Meranti Merah Shorea johorensis 15 Merawan Hopea dasyrrachis Rata-rata densitas Kelompok Kayu Rimba Campuran No 1 2 3 4
Nama Perdagangan
Nama Ilmiah
Bakau Benuang Berumbung Bintangur
Rhizophora spp Octomeles sumatrana Adina minutiflora Calophyllum calaba L
Densitas
0.4 0.62 0.55 Densitas 0.89 0.32 0.59 0.53
34
5 6
Bipa Bowoi
Pterygota spp Serianthes minahassae Merr
0.52 0.48
7 8 9 10 11 12
Bugis cenge Gempol Gopasa Gerunggam Jabon
Koordersiodendron pinnatum Merr Mastixia rostrata BI. Nauclea spp Vitex spp. Cratoxylum spp Anthocephalus spp
0.69 0.47 0.63 0.65 0.4 0.36
13 Jambu-jambu Syzygium spp 14 Kayu Kereta Swintonia spp 15 Kenanga Cananga sp 16 Mahang Macaranga spp 17 Medang Dehaasia spp 18 Menjalin Xanthophyllum spp 19 Punak Tetramerista glabra Miq 20 Rengas Gluta aptera 21 Terap Artocarpus spp 22 Terentang Pinus spp Rata-rata densitas Kelompok Kayu Eboni/Kelompok Indah No
0.76 0.61 0.29 0.53 0.64 0.63 0.61 0.63 0.58 0.54 0.56
Nama Perdagangan
Nama Ilmiah
1 2 3 4
Eboni Bungur Cempaka Dahu
Diospyros spp Lagerstroemia speciosa Michelia spp Dracontomelon dao
0.7 0.55 0.43 0.5
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kupang Mahoni Melur Mindi Pasang Rengas Ramin Salimuli Sonokembang Sonokeling Tanjung Tinjau Belukar Torem Trembesi Weru
Ormosia spp Swietenia macrophylla Dacrydium spp. Melia spp Quercus spp Gluta spp.; Melanorrhoea spp Gonystylus bancanus Cordia spp Pterocarpus indicus Dalbergia latifolia Mimusops elengi Pteleocarpus lampongus Manilkara kanosiensis Samanea saman Merr. Albizia procera
0.61 0.53 0.46 0.52 0.7 0.63 0.57 0.53 0.67 0.64 0.72 0.65 0.78 0.46 0.7
Rata-rata densitas
Densitas
0.60
35
Lampiran 5 Penggunaan Kayu Bakar di Kabupaten Bengkalis (m3).
No
Jenis Kayu
Densitas
Penggunaan kayu bakar dalam selang tahun (m3) 2000-2003
2003-2006
2006-2009
1 2 3 4 5
Damar (Agathis sp) Pinus (Pinus Merkusii) Sempur (Dillenia sp) Mangga (Mangifera indica) Durian (Durio zibethinus)
0.44 0.54 0.59 0.52 0.53
301376.4 301376.4 301376.4 92912.25 141517
389676 389676 389676 120134.4 182979.7
324313.5 324313.5 324313.5 99983.6 152287.5
6 7
Karet (Hevea brasiliensis) Kelapa (Cocosnucifera)
0.53 0.5
190121.7 141517
245825 182979.7
204591.4 152287.5
36
Lampiran 6Perubahan Biomasa karbon (A)Lahan Hutan (B).Tanaman Tahunan (C) Deforestasi dan (D) Biomasa Rumputan (A) Perubahan Biomasa Karbon Lahan Hutan Tahun
dCg (ton C/3thn)
Ltimber(tonC/3thn)
Lfuel
dCl
dCtotal(ton C/3thn)
2000-2003 2003-2006 2006-2009
2384817.5 2282335.25 1869371.25
950820.0625 1529967.125 1715881
0 0 0
0 0 0
1433997.438 752368.125 153490.25
Tahun
20002003
20032006
20062009
LUSub
Gtot
A
dCg (ton C/3thn)
Tanah
LU
LAC
FL-FL
Hutan Mangrove Primer
2.48
1713
2124.12
LAC
FL-FL
Hutan Mangrove Sekunder
11.16
21454
119713.32
LAC
FL-FL
Hutan Rawa Sekunder
11.16
31256
174408.484
LAC
FL-FL
Hutan Tanaman
11.16
4
22.32
LAC
GL-FL
Hutan Tanaman
11.16
266
1484.28
ORG
FL-FL
Hutan Mangrove Sekunder
11.16
3949
22035.42
ORG
FL-FL
Hutan Rawa Sekunder
11.16
351472
1961213.75
ORG
FL-FL
Hutan Tanaman
11.16
13867
77377.86
ORG
OL-FL
Hutan Tanaman
11.16
4738
26438.04
91.76
428719
2384817.5
LAC
FL-FL
Hutan Mangrove Primer
2.48
1650
2046
LAC
FL-FL
Hutan Mangrove Sekunder
11.16
21533
120154.141
LAC
FL-FL
Hutan Rawa Sekunder
11.16
21339
119071.617
LAC
FL-FL
Hutan Tanaman
11.16
6172
34439.76
LAC
OL-FL
Hutan Tanaman
11.16
1277
7125.66
ORG
FL-FL
Hutan Mangrove Sekunder
11.16
3896
21739.68
ORG
FL-FL
Hutan Rawa Sekunder
11.16
273042
1523574.38
ORG
FL-FL
Hutan Tanaman
11.16
69719
389032
ORG
OL-FL
Hutan Tanaman
11.16
11676
65152.08
91.76
410304
2282335.25
LAC
FL-FL
Hutan Mangrove Primer
2.48
1619
2007.56
LAC
FL-FL
Hutan Mangrove Sekunder
11.16
21229
118457.82
LAC
FL-FL
Hutan Rawa Sekunder
11.16
9545
53261.1
LAC
FL-FL
Hutan Tanaman
11.16
2863
15975.54
LAC
OL-FL
Hutan Tanaman
11.16
213
1188.54
ORG
FL-FL
Hutan Mangrove Sekunder
11.16
3893
21722.94
ORG
FL-FL
Hutan Rawa Sekunder
11.16
217094
1211384.5
ORG
FL-FL
Hutan Tanaman
11.16
77226
430921.063
ORG
GL-FL
Hutan Tanaman
11.16
651
3632.58
ORG
OL-FL
Hutan Tanaman
11.16
1939
10819.62
102.92
336272
1869371.25
37
Tahun
2000-2003
Jenis Kayu
pFor
dC(T)l
Ltimber
Kelompok Akasia
100
341184.969
341184.969
Kelompok Bahan Baku Serpih
100
437851.9
437851.9
Kelompok Campuran
100
94101.98
94101.98
Kelompok kayu bulat
100
63529.54
63529.54
Kelompok Kayu Indah
100
619.44
619.44
Kelompok Meranti
100
13532.2
13532.2 950820
Total
2003-2006
Kelompok Akasia
100
1026806.5
1026806.5
Kelompok Bahan Baku Serpih
100
437851.9
437851.9
Kelompok Campuran
100
31367.33
31367.33
Kelompok kayu bulat
100
33941.38
Total 2006-2009
Kelompok Akasia
100
1712427.88
1712427.88
Kelompok kayu bulat
100
3453.18
3453.18 1715881
Total (B) Perubahan Biomasa Tanaman Tahunan. dCg Tahun (ton C/3thn) Ltimber 2000-2003 2003-2006 2006-2009 Tahun
2000-2003
33941.38 1529967.13
545755.5 587116.375 672617.4375
0 0 0
Lfuel (tonC/3thn)
dCl
dCtotal (tonC/3thn)
9861.0898 15249.06 12691.22
0 0 16464
535894.41 571867.32 643462.22
A
G
dCg(ton C/3thn)
Tanah
LU
Crop
HAC
CL-CL
a fruit
2147
2.6
5582.2
HAC
CL-CL
Durian
5431
2.6
14120.6
HAC
CL-CL
Orange
2611
2.6
6788.6
HAC
CL-CL
Siam Orange
1965
2.6
5109
HAC
CL-CL
Rubber
7438
2.6
19338.8
HAC
CL-CL
Oil Palm
119707
2.6
311238.18
HAC
CL-CL
Mango
6298
2.6
16374.8
HAC
FL-CL
a fruit
1
2.6
2.6
HAC
FL-CL
Durian
2
2.6
5.2
HAC
FL-CL
Orange
1
2.6
2.6
HAC
FL-CL
Siam Orange
1
2.6
2.6
HAC
FL-CL
Rubber
6
2.6
15.6
HAC
FL-CL
Coconuts
1
2.6
2.6
HAC
FL-CL
Oil Palm
41
2.6
106.6
HAC
FL-CL
Mango
1
2.6
2.6
HAC
GL-CL
a fruit
2
2.6
5.2
HAC
GL-CL
Durian
4
2.6
10.4
HAC
GL-CL
Orange
2
2.6
5.2
HAC
GL-CL
Siam Orange
2
2.6
5.2
38
HAC
GL-CL
Rubber
12
2.6
31.2
HAC
GL-CL
Coconuts
2
2.6
5.2
HAC
GL-CL
Oil Palm
96
2.6
249.6
HAC
GL-CL
Mango
5
2.6
13
ORG
CL-CL
a fruit
939
2.6
2441.4
ORG
CL-CL
Durian
2375
2.6
6175
ORG
CL-CL
Orange
1142
2.6
2969.2
ORG
CL-CL
Siam Orange
860
2.6
2236
ORG
CL-CL
Rubber
3252
2.6
8455.2
ORG
CL-CL
Oil Palm
52351
2.6
136112.6
ORG
CL-CL
Mango
2756
2.6
7165.6
ORG
FL-CL
a fruit
2
2.6
5.2
ORG
FL-CL
Durian
6
2.6
15.6
ORG
FL-CL
Orange
3
2.6
7.8
ORG
FL-CL
Siam Orange
2
2.6
5.2
ORG
FL-CL
Rubber
16
2.6
40.8
ORG
FL-CL
Coconuts
2
2.6
5.2
ORG
FL-CL
Oil Palm
122
2.6
317.2
ORG
FL-CL
Mango
7
2.6
18.2
ORG
GL-CL
a fruit
4
2.6
10.4
ORG
GL-CL
Durian
10
2.6
26
ORG
GL-CL
Orange
5
2.6
13
ORG
GL-CL
Siam Orange
4
2.6
10.4
ORG
GL-CL
Rubber
30
2.6
78
ORG
GL-CL
Coconuts
5
2.6
13
ORG
GL-CL
Oil Palm
226
2.6
587.6
ORG
GL-CL
Mango
11
2.6
28.6
HAC
CL-CL
a fruit
2143
2.6
5571.8
HAC
CL-CL
Durian
5427
2.6
14110.2
HAC
CL-CL
Orange
2607
2.6
6778.2
HAC
CL-CL
Siam Orange
1961
2.6
5098.6
HAC
CL-CL
Rubber
7434
2.6
19328.4
HAC
CL-CL
Oil Palm
119739
2.6
311321.39
HAC
CL-CL
Mango
6294
2.6
16364.4
HAC
FL-CL
a fruit
16
2.6
41.6
HAC
FL-CL
Durian
40
2.6
104
HAC
FL-CL
Orange
19
2.6
49.4
HAC
FL-CL
Siam Orange
15
2.6
39
HAC
FL-CL
Rubber
118
2.6
306.8
HAC
FL-CL
Coconuts
19
2.6
49.4
HAC
FL-CL
Oil Palm
894
2.6
2324.4
HAC
FL-CL
Mango
47
2.6
122.2
225632
2003-2006
545755.56
39
HAC
GL-CL
Rubber
2
2.6
5.2
HAC
GL-CL
Oil Palm
11
2.6
28.6
HAC
GL-CL
Mango
1
2.6
2.6
HAC
OL-CL
a fruit
8
2.6
20.8
HAC
OL-CL
Durian
19
2.6
49.4
HAC
OL-CL
Orange
9
2.6
23.4
HAC
OL-CL
Siam Orange
7
2.6
18.2
HAC
OL-CL
Rubber
56
2.6
145.6
HAC
OL-CL
Coconuts
9
2.6
23.4
HAC
OL-CL
Oil Palm
429
2.6
1115.4
HAC
OL-CL
Mango
22
2.6
57.2
ORG
CL-CL
a fruit
1031
2.6
2680.6
ORG
CL-CL
Durian
2458
2.6
6390.8
ORG
CL-CL
Orange
1233
2.6
3205.8
ORG
CL-CL
Siam Orange
952
2.6
2475.2
ORG
CL-CL
Rubber
3322
2.6
8637.2
ORG
CL-CL
Oil Palm
52118
2.6
135506.8
ORG
CL-CL
Mango
2835
2.6
7371
ORG
FL-CL
a fruit
174
2.6
452.4
ORG
FL-CL
Durian
440
2.6
1144
ORG
FL-CL
Orange
211
2.6
548.6
ORG
FL-CL
Siam Orange
159
2.6
413.4
ORG
FL-CL
Rubber
1290
2.6
3354
ORG
FL-CL
Coconuts
197
2.6
512.2
ORG
FL-CL
Oil Palm
9701
2.6
25222.6
ORG
FL-CL
Mango
510
2.6
1326
ORG
GL-CL
a fruit
14
2.6
36.4
ORG
GL-CL
Durian
35
2.6
91
ORG
GL-CL
Orange
17
2.6
44.2
ORG
GL-CL
Siam Orange
13
2.6
33.8
ORG
GL-CL
Rubber
102
2.6
265.2
ORG
GL-CL
Coconuts
16
2.6
41.6
ORG
GL-CL
Oil Palm
774
2.6
2012.4
ORG
GL-CL
Mango
41
2.6
106.6
ORG
OL-CL
a fruit
11
2.6
28.6
ORG
OL-CL
Durian
29
2.6
75.4
ORG
OL-CL
Orange
14
2.6
36.4
ORG
OL-CL
Siam Orange
10
2.6
26
ORG
OL-CL
Rubber
84
2.6
218.4
ORG
OL-CL
Coconuts
13
2.6
33.8
ORG
OL-CL
Oil Palm
631
2.6
1640.6
ORG
OL-CL
Mango
33
2.6
85.8
241714
587116.4
40
2006-2009
HAC
CL-CL
a fruit
2130
2.6
5538
HAC
CL-CL
Durian
5394
2.6
14024.4
HAC
CL-CL
Orange
2592
2.6
6739.2
HAC
CL-CL
Siam Orange
1949
2.6
5067.4
HAC
CL-CL
Rubber
7390
2.6
19214
HAC
CL-CL
Oil Palm
118995
2.6
309386.99
HAC
CL-CL
Mango
6266
2.6
16291.6
HAC
FL-CL
a fruit
45
2.6
117
HAC
FL-CL
Durian
113
2.6
293.8
HAC
FL-CL
Orange
54
2.6
140.4
HAC
FL-CL
Siam Orange
41
2.6
106.6
HAC
FL-CL
Rubber
332
2.6
863.2
HAC
FL-CL
Coconuts
51
2.6
132.6
HAC
FL-CL
Oil Palm
2488
2.6
6468.8
HAC
FL-CL
Mango
130
2.6
338
HAC
GL-CL
a fruit
35
2.6
91
HAC
GL-CL
Durian
89
2.6
231.4
HAC
GL-CL
Orange
43
2.6
111.8
HAC
GL-CL
Siam Orange
32
2.6
83.2
HAC
GL-CL
Rubber
262
2.6
681.2
HAC
GL-CL
Coconuts
40
2.6
104
HAC
GL-CL
Oil Palm
1963
2.6
5103.8
HAC
GL-CL
Mango
103
2.6
267.8
HAC
OL-CL
a fruit
7
2.6
18.2
HAC
OL-CL
Durian
17
2.6
44.2
HAC
OL-CL
Orange
8
2.6
20.8
HAC
OL-CL
Siam Orange
6
2.6
15.6
HAC
OL-CL
Rubber
50
2.6
130
HAC
OL-CL
Coconuts
10
2.6
26
HAC
OL-CL
Oil Palm
382
2.6
993.2
HAC
OL-CL
Mango
20
2.6
52
ORG
CL-CL
a fruit
1127
2.6
2930.2
ORG
CL-CL
Durian
2855
2.6
7423
ORG
CL-CL
Orange
1372
2.6
3567.2
ORG
CL-CL
Siam Orange
1032
2.6
2683.2
ORG
CL-CL
Rubber
3910
2.6
10166
ORG
CL-CL
Oil Palm
62993
2.6
163781.8
ORG
CL-CL
Mango
3311
2.6
8608.6
ORG
FL-CL
a fruit
247
2.6
642.2
ORG
FL-CL
Durian
625
2.6
1625
ORG
FL-CL
Orange
300
2.6
780
ORG
FL-CL
Siam Orange
226
2.6
587.6
ORG
FL-CL
Rubber
1834
2.6
4768.4
41
ORG
FL-CL
Coconuts
280
2.6
728
ORG
FL-CL
Oil Palm
13786
2.6
35843.6
ORG
FL-CL
Mango
725
2.6
1885
ORG
GL-CL
a fruit
122
2.6
317.2
ORG
GL-CL
Durian
308
2.6
800.8
ORG
GL-CL
Orange
148
2.6
384.8
ORG
GL-CL
Siam Orange
111
2.6
288.6
ORG
GL-CL
Rubber
904
2.6
2350.4
ORG
GL-CL
Coconuts
138
2.6
358.8
ORG
GL-CL
Oil Palm
6795
2.6
17667
ORG
GL-CL
Mango
357
2.6
928.2
ORG
OL-CL
a fruit
57
2.6
148.2
ORG
OL-CL
Durian
144
2.6
374.4
ORG
OL-CL
Orange
69
2.6
179.4
ORG
OL-CL
Siam Orange
52
2.6
135.2
ORG
OL-CL
Rubber
422
2.6
1097.2
ORG
OL-CL
Coconuts
65
2.6
169
ORG
OL-CL
Oil Palm
3180
2.6
8268
ORG
OL-CL
Mango
167
2.6
434.2 672617.4
Tahun
2000-2003
2003-2006
2006-2009
Jenis Kayu
Vol
dC(F)l
Persentase
Lfuel (tonC/3thn)
Durian
141517
30001.6
10
3000.16
Karet
190122
40305.86
10
4030.59
Kelapa
141517
28303.4
10
2830.34
98610.86
9861.09
Total Durian
182980
38791.76
10
3879.18
Karet
245825
52114.9
10
5211.49
Kelapa
182980
36596
10
3659.6
Mangga
120134
24987.87
10
2498.79
152490.53
15249.06
Total Durian
152287
32284.84
10
3228.48
Karet
204591
43373.29
10
4337.33
Kelapa
152287
30457.4
10
3045.74
Mangga
99984
20796.67
10
2079.67
126912.2
Total
12691.22
(C) Perubahan Biomasa Karbon dari Deforestasi Tahun
2000-2003
Tanah HAC
LU FL-CL
A 54
Bwp 180
Bwr 0
R 0.24
CF 0.5
Ldf (ton C/3thn) 6026.4
LAC
FL-GL
1698
180
0
0.24
0.5
189496.8
LAC
FL-GL
37
180
0
0.24
0.5
4129.2
LAC
FL-GL
1686
180
0
0.24
0.5
188157.6
42
LAC
FL-OL
1198
180
0
0.24
0.5
133696.8
LAC
FL-OL
566
180
0
0.24
0.5
63165.6
LAC
FL-WL
71
180
0
0.24
0.5
7923.6
ORG
FL-CL
160
180
0
0.24
0.5
17856
ORG
FL-GL
5
180
0
0.24
0.5
558
ORG
FL-GL
3768
180
0
0.24
0.5
420508.8
ORG
FL-OL
200
180
0
0.24
0.5
22320
ORG
FL-OL
9396
180
0
0.24
0.5
1048593.63
ORG
FL-WL
59
180
0
0.24
0.5
6584.4
18898
2003-2006
2109016.75
HAC
FL-CL
1639
180
0
0.24
0.5
182912.4
LAC
FL-GL
37
180
0
0.24
0.5
4129.2
LAC
FL-GL
1412
180
0
0.24
0.5
157579.2
LAC
FL-OL
674
180
0
0.24
0.5
75218.4
ORG
FL-CL
4485
180
0
0.24
0.5
500526
ORG
FL-CL
36
180
0
0.24
0.5
4017.6
ORG
FL-GL
10138
180
0
0.24
0.5
1131400.75
ORG
FL-OL
4485
180
0
0.24
0.5
500526
ORG
FL-OL
36
180
0
0.24
0.5
4017.6
HAC
FL-CL
47
180
0
0.24
0.5
5245.2
HAC
FL-CL
3238
180
0
0.24
0.5
361360.8
LAC
FL-GL
230
180
0
0.24
0.5
25668
LAC
FL-GL
3076
180
0
0.24
0.5
343281.6
LAC
FL-GL
527
180
0
0.24
0.5
58813.2
LAC
FL-OL
30
180
0
0.24
0.5
3348
LAC
FL-OL
22
180
0
0.24
0.5
2455.2
LAC
FL-OL
2984
180
0
0.24
0.5
333014.4
LAC
FL-OL
6555
180
0
0.24
0.5
731538
LAC
FL-WL
4
180
0
0.24
0.5
446.4
ORG
FL-CL
18023
180
0
0.24
0.5
2011366.75
ORG
FL-GL
1
180
0
0.24
0.5
111.6
ORG
FL-GL
14737
180
0
0.24
0.5
1644649.25
ORG
FL-OL
3
180
0
0.24
0.5
334.8
ORG
FL-OL
9279
180
0
0.24
0.5
1035536.38
ORG
FL-OL
18055
180
0
0.24
0.5
2014938
ORG
FL-SM
22
180
0
0.24
0.5
2455.2
22942
2006-2009
76833
2560327.25
8574563
43
(D) Perubahan Biomasa Karbon dari Biomasa Rumputan Tahun
2000-2003
Tanah
LU
A
Ca
Cb
dCg
dCherb (ton C/3thn)
HAC
FL-CL
54
0
0
5
270
HAC
GL-CL
228
0
7.3
5
-524.4
LAC
CL-OL
231
0
5
0
-1155
LAC
FL-GL
3421
0
0
7.3
24973.3
LAC
GL-FL
266
0
7.3
0
-1941.8
LAC
FL-OL
1290
0
7.3
0
-9417
ORG
CL-OL
19
0
5
0
-95
ORG
FL-CL
160
0
0
5
800
ORG
FL-GL
3773
0
0
7.3
27542.9
ORG
GL-CL
522
0
7.3
5
-1200.6
ORG
GL-OL
972
0
7.3
0
-7095.6
29486
Total HAC
2003-2006
FL-CL
1639
0
0
5
HAC
GL-CL
270
0
7.3
5
-621
HAC
GL-SM
49
0
7.3
0
-357.7
LAC
CL-OL
179
0
5
0
-895
LAC
FL-GL
1449
0
0
7.3
10577.7
LAC
GL-OL
2227
0
7.3
0
-16257.1
ORG
FL-CL
4521
0
0
5
22605
ORG
FL-GL
10138
0
0
7.3
74007.4
ORG
GL-CL
1553
0
7.3
5
-3571.9
ORG
GL-OL
1110
0
7.3
0
-8103
ORG
GL-SM
27
0
7.3
0
-197.1
51722
Total
2006-2009
32156.8 8195
85382.3
HAC
FL-CL
3285
0
0
5
16425
HAC
GL-CL
2672
0
7.3
5
-6145.6
HAC
GL-SM
172
0
7.3
0
-1255.6
LAC
CL-OL
4872
0
5
0
-24360
LAC
FL-GL
3833
0
0
7.3
27980.9
LAC
GL-OL
4707
0
7.3
0
-34361.1
ORG
CL-OL
2202
0
5
0
-11010
ORG
FL-CL
18023
0
0
5
90115
ORG
FL-GL
14738
0
0
7.3
107587.406
ORG
GL-CL
8883
0
7.3
5
-20430.9
ORG
GL-FL
651
0
7.3
0
-4752.3
ORG
GL-OL
3702
0
7.3
0
-27024.6
ORG
GL-SM
155
0
7.3
0
-1131.5
Total
115685
111636.7
44
Lampiran 7 Perubahan Simpanan Karbon Tanah Organik.
Tahun
2000-2003
Perkebunan
A 68461
EF 20
Lorg (ton C/3thn) 1369220
CL-CL
Pertanian Lahan Kering
11910
20
238200
FL-CL
Perkebunan
160
20
3200
FL-FL
Hutan Mangrove Sekunder
36929
1.36
50223.44
GL-CL
Perkebunan
295
20
5900
GL-CL
Pertanian Lahan Kering Campur
227
20
4540
OL-CL
Annual Croplands
144
20
2880
OL-FL
Hutan Tanaman
474
1.36
644.64
SM-SM
Settlements
3634
20
72680
LU CL-CL
Ta
Total
2003-2006
122234
CL-CL
Perkebunan
68917
20
1378340
CL-CL
Pertanian Lahan Kering
12282
20
245640
FL-CL
Perkebunan
12682
20
253640
FL-CL
Pertanian Lahan Kering Campur
262
20
5240
FL-FL
Hutan Mangrove Sekunder
34666
1.36
47145.76
GL-CL
Pertanian Lahan Kering
541
20
10820
GL-CL
Perkebunan
1012
20
20240
GL-SM
Settlements
27
20
540
OL-CL
Perkebunan
825
20
16500
OL-CL
Pertanian Lahan Kering
713
20
14260
OL-FL
Hutan Tanaman
1168
1.36
1588.48
SM-SM
Settlements
3632
20
72640
Total
2006-2009
1747488.08
136727
2066594.24
CL-CL
Perkebunan
82352
20
1647040
CL-CL
Annual Croplands
12679
20
253580
FL-CL
Perkebunan
18023
20
360460
FL-SM
Settlements
22
20
440
FL-FL
Hutan Mangrove Sekunder
29821
1.36
40556.56
GL-CL
Perkebunan
8883
20
177660
GL-FL
Hutan Tanaman
65
1.36
88.4
GL-SM
Settlements
155
20
3100
OL-CL
Perkebunan
4156
20
83120
OL-FL
Hutan Tanaman
194
1.36
263.84
SM-SM
Settlements
3659
20
73180
Total
160009
2639488.8
45
Lampiran 8 Emisi Akibat Pembakaran Biomasa. Tahun
20002003
Tanah
LU
A
Bwp
Bwr
R
CF
Ldf (ton C/3thn)
HAC
FL-CL
54
180
0
0.24
0.5
6026.4
LAC
FL-GL
1698
180
0
0.24
0.5
189496.8
LAC
FL-GL
37
180
0
0.24
0.5
4129.2
LAC
FL-GL
1686
180
0
0.24
0.5
188157.6
LAC
FL-OL
1198
180
0
0.24
0.5
133696.8
LAC
FL-OL
566
180
0
0.24
0.5
63165.6
LAC
FL-WL
71
180
0
0.24
0.5
7923.6
ORG
FL-CL
160
180
0
0.24
0.5
17856
ORG
FL-GL
5
180
0
0.24
0.5
558
ORG
FL-GL
3768
180
0
0.24
0.5
420508.8
ORG
FL-OL
200
180
0
0.24
0.5
22320
ORG
FL-OL
9396
180
0
0.24
0.5
1048593.63
ORG
FL-WL
59
180
0
0.24
0.5
6584.4
18898
20032006
2109016.75
HAC
FL-CL
1639
180
0
0.24
0.5
182912.4
LAC
FL-GL
37
180
0
0.24
0.5
4129.2
LAC
FL-GL
1412
180
0
0.24
0.5
157579.2
LAC
FL-OL
674
180
0
0.24
0.5
75218.4
ORG
FL-CL
4485
180
0
0.24
0.5
500526
ORG
FL-CL
36
180
0
0.24
0.5
4017.6
ORG
FL-GL
10138
180
0
0.24
0.5
1131400.75
ORG
FL-OL
4485
180
0
0.24
0.5
500526
ORG
FL-OL
36
180
0
0.24
0.5
22942
20062009
4017.6 2560327.25
HAC
FL-CL
47
180
0
0.24
0.5
5245.2
HAC
FL-CL
3238
180
0
0.24
0.5
361360.8
LAC
FL-GL
230
180
0
0.24
0.5
25668
LAC
FL-GL
3076
180
0
0.24
0.5
343281.6
LAC
FL-GL
527
180
0
0.24
0.5
58813.2
LAC
FL-OL
30
180
0
0.24
0.5
3348
LAC
FL-OL
22
180
0
0.24
0.5
2455.2
LAC
FL-OL
2984
180
0
0.24
0.5
333014.4
LAC
FL-OL
6555
180
0
0.24
0.5
731538
LAC
FL-WL
4
180
0
0.24
0.5
446.4
ORG
FL-CL
18023
180
0
0.24
0.5
2011366.75
ORG
FL-GL
14737
180
0
0.24
0.5
1644649.25
ORG
FL-OL
3
180
0
0.24
0.5
334.8
ORG
FL-OL
9279
180
0
0.24
0.5
1035536.38
ORG
FL-OL
18055
180
0
0.24
0.5
2014938
ORG
FL-SM
22
180
0
0.24
0.5
2455.2
76833
8574563
46
Lampiran 9 Emisi Dinitrogen Oksida dari (A) Residu Tanaman (B) Lahan Organik yang Ditanami. A.
Emisi N2O dari Residu Tanaman
Tahun 20002003
Tanaman
RR
DMF
CF
NC
Ncr
EF
L(N2O)dir (ton)
Singkong
198
0.06
0.45
0.01
0.05
0.01
0.0008
Padi
326
0.11
0.45
0.01
0.16
0.01
0.0025
Total 20032006
0.21
Singkong
218
0.06
0.45
0.01
0.06
0.01
0.0009
Padi
358
0.11
0.45
0.01
0.18
0.01
0.0028
Total 20062009
0.24
0.0037
Singkong
203
0.06
0.45
0.01
0.05
0.01
0.0008
Padi
301
0.11
0.45
0.01
0.15
0.01
0.0024
Total B.
0.0033
0.2
0.0032
Emisi N2O dari Lahan Organik yang Ditanami Tahun
2000-2003 2003-2006 2006-2009
Iklim Tropical Moist, Short Dry Season Tropical Moist, Short Dry Season Tropical Moist, Short Dry Season
Tanah
A
EF
L(N2O)dir (ton)
Organic
12281
16
308.7794
Organic
13798
16
346.9211
Organic
12679
16
318.7863
47
Lampiran 10 Penggunaan pupuk tahun 2001 sampai tahun 2009 di Kabupaten Bengkalis No
Komoditas Tanaman
Penggunaan pupuk per ha(kg)
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Pupuk(Gg)
Pupuk(Gg)
Pupuk(Gg)
Pupuk(Gg)
Pupuk(Gg)
Pupuk(Gg)
Pupuk(Gg)
Pupuk(Gg)
Pupuk(Gg)
1 2 3
Cabe Jagung Kentang
1150 NPK (15-15-15) 124 (Urea) 300 (Urea)
10979 782 3292
11543 824 3491
12107 866 3690
12671 909 3889
13236 951 4088
13800 993 4287
13634 979 4215
13469 965 4143
13303 951 4072
4 5 6 7
Ketimun Padi Ladang Padi Sawah Singkong Tanaman Sayur Karet Kelapa sawit
100 (Urea) 100 (Urea) 250 (Urea) 160 (Urea)
143 2139 1337 695
148 2208 1337 729
153 2278 1337 764
158 2347 1337 799
163 2416 1337 834
168 2486 1337 869
167 2479 1337 858
166 2473 1337 848
165 2467 1337 838
200 kg NPK(18-12-8)
10265
10795
11326
11856
12386
12917
12753
12589
12425
15 (Urea) 50 (Urea)
165 8131
171 8283
177 8435
183 8587
189 8739
195 8891
205 9089
214 9288
224 9487
50 NPK (15-15-15) 8131 Kandungan Nitrogen dalam pupuk Urea = 46 %
8283
8435
8587
8739
8891
9089
9288
9487
8 9 10
47
48
Lampiran 11. Perhitungan Nilai Emisi dari Penggunaan Pupuk Tahun
2001
Jenis Pupuk NPK(15-15-15)
N 2.8665
EF 0.01
L(N2O)dir 45.045
FNv 0.1
EFv 0.01
L(N2O)Ndep 4.5045
FNlr 0.3
EFlr 0.0075
L(N2O)lr 10.1351
L(N2O) 59.6846
NPK(18-12-8)
1.8468
0.01
29.0211
0.1
0.01
2.9021
0.3
0.0075
6.5298
38.453
Urea
7.6728
0.01
120.5726
0.1
0.01
12.0573
0.3
0.0075
27.1288
159.7587
43.7937
257.8963
194.6387
Total
2002
NPK(15-15-15)
2.9745
0.01
46.7421
0.1
0.01
4.6742
0.3
0.0075
10.517
61.9333
NPK(18-12-8)
1.944
0.01
30.5486
0.1
0.01
3.0549
0.3
0.0075
6.8734
40.4769
Urea
7.9074
0.01
124.2591
0.1
0.01
12.4259
0.3
0.0075
27.9583
164.6433
45.3487
267.0535
201.5498
Total
2003
2004
3.081
0.01
48.4157
0.1
0.01
4.8416
0.3
0.0075
10.8935
64.1508
NPK(18-12-8)
2.0394
0.01
32.0477
0.1
0.01
3.2048
0.3
0.0075
7.2107
42.4632
Urea
8.142
0.01
127.9457
0.1
0.01
12.7946
0.3
0.0075
28.7878
169.5281
46.892
276.14212
208.4091
20.841
Total NPK(15-15-15)
3.189
0.01
50.1129
0.1
0.01
5.0113
0.3
0.0075
11.2754
66.3996
NPK(18-12-8)
2.1348
0.01
33.5469
0.1
0.01
3.3547
0.3
0.0075
7.548
44.4496
Urea
8.376599
0.01
131.6323
0.1
0.01
13.1632
0.3
0.0075
29.6173
174.4128
48.4407
285.262
215.2921
21.5292015
NPK(15-15-15)
3.2955
0.01
51.7864
0.1
0.01
5.1786
0.3
0.0075
11.6519
68.6169
NPK(18-12-8)
2.2302
0.01
35.046
0.1
0.01
3.5046
0.3
0.0075
7.8854
46.436
Urea
8.611199
0.01
135.3188
0.1
0.01
13.5319
0.3
0.0075
30.4467
179.2974
49.984
294.350281
222.1512
Total 2006
20.155
NPK(15-15-15)
Total
2005
19.4639
22.2151
NPK(15-15-15)
3.4035
0.01
53.4836
0.1
0.01
5.3484
0.3
0.0075
12.0338
70.8658
NPK(18-12-8)
2.3256
0.01
36.5451
0.1
0.01
3.6545
0.3
0.0075
8.2227
48.4223 48
49
Urea
8.8412
0.01
2007
3.408
0.01
NPK(18-12-8)
2.295
Urea
8.8918
13.8933
0.3
0.0075
22.8962 0.1
0.01
0.01
36.0643
0.1
0.01
139.7283
0.1
31.26
184.0864
51.5165024
303.374481
12.0497
70.9594
5.3554
0.3
0.0075
0.01
3.6064
0.3
0.0075
8.1145
47.7852
0.01
13.9728
0.3
0.0075
31.4389
185.14
51.6031
303.884583
229.3469
22.9346
NPK(15-15-15)
3.414
0.01
53.6486
0.1
0.01
5.3649
0.3
0.0075
12.0709
71.0844
NPK(18-12-8)
2.2662
0.01
35.6117
0.1
0.01
3.5612
0.3
0.0075
8.0126
47.1855
Urea
8.9424
0.01
140.5234
0.1
0.01
14.0523
0.3
0.0075
31.6178
186.1935
51.7013
304.463379
12.0868
71.178
229.7837
Total
2009
0.01
53.5543
Total
2008
0.1
228.9618
Total NPK(15-15-15)
138.9331
NPK(15-15-15)
3.4185
0.01
NPK(18-12-8)
2.2356
Urea
8.9884
Total
22.9784012
53.7193
0.1
0.01
0.01
35.1309
0.1
0.01
141.2463
0.1
230.096512
5.3719
0.3
0.0075
0.01
3.5131
0.3
0.0075
7.9044
46.5484
0.01
14.1246
0.3
0.0075
31.7804
187.1513
51.7716
304.877716
23.0096
49
50
Lampiran 12 (A) Data Populasi Ternak Kabupaten Bengkalis selama 9 tahun. (B) Emisi Metana dari Fermentasi (C) Emisi Metana dari Pupuk A. Data Populasi Ternak Kabupaten Bengkalis tahun 2001-2009 No Ternak 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1 Sapi 9940 10029 10118 9437 8757 8076 7395 9830 9156 2 Kerbau 3814 3820 3826 3047 2267 1488 708 510 530 3 Kambing 69147 70690 72234 57239 42244 27248 12253 14196 20231 4 Babi 164939 142130 119322 89586 59851 30115 379 774 5851 5 Unggas 1570233 1595091 1619949 1241413 862877 484341 105805 284019 543987 Sumber : Bengkalis dalam Angka Tahun 2003, 2007, 2008, dan 2009 B. Emisi Metana dari Fermentasi No Ternak Efb 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1 Sapi 44 437.36 441.28 445.19 415.24 385.29 355.33 325.38 432.52 402.86 2 Kerbau 55 209.77 210.10 210.43 167.56 124.69 81.81 38.94 28.05 29.15 3 Kambing 5 345.73 353.45 361.17 286.19 211.22 136.24 61.27 70.98 101.16 4 Babi 1 164.94 142.13 119.32 89.59 59.85 30.11 0.38 0.77 5.85 5 Unggas 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Total Lent, CH4 (ton)
1157.80
CO2 equivalents (Gg) 24.31 C. Emisi Metana dari Pupuk No Ternak Efb 2001 1
Sapi
2
Kerbau
3
Kambing
4
Babi
5
Unggas
1136.11
958.58
781.04
603.50
425.96
532.32
539.02
24.09
23.86
20.13
16.40
12.67
8.95
11.18
11.32
2002
2003
2
19.88
20.06
20.24
2004
2005
2006
2007
2008
2009
18.87
17.51
16.15
14.79
19.66
18.31
11.44
11.46
11.48
9.14
6.80
4.46
2.12
1.53
1.59
15.21
15.55
15.89
12.59
9.29
5.99
2.70
3.12
4.45
7
1154.57
994.91
835.25
627.10
418.95
210.80
2.65
5.42
40.96
0.023
36.12
36.69
37.26
28.55
19.85
11.14
2.43
6.53
12.51
1237.22
1078.67
920.12
696.26
472.41
248.55
24.70
36.26
25.98
22.65
19.32
14.62
9.92
5.22
0.52
0.76
77.82 1.63 50
3 0.22
Total Lmm, CH4 (ton) CO2 equivalent
1146.96
51
Lampiran 13 Perhitungan Nilai Emisi N2O dari Kegiatan Peternakan. Tahun
2001
2002
2003
Ternak
ManMgmtSys(MMS)
Populasi
%MMS
Nex
Nadj
Nm
EF
L(N2O), ton
Gg (N2O)
CO2 (Gg)
Kerbau Sapi
Compost Intensive Compost Intensive
3814 9940
81.25 81.25
40 40
1 1
123955 323050
0.02 0.02
3.8957 10.1530
0.0039 0.0102
1.2077 3.1474
Kambing Unggas
Compost Intensive Liquid/Slurry Cattle/Swine Deep Litter < 1 Month Compost Intensive Compost Intensive Compost Intensive
69147 1570233
66.7 100
40 0.6
1 1
1844841.96 942139.8
0.02 0.001
57.9807 1.4805
0.0580 0.0015
17.9740 0.4590
164939 3820 10029 70690 1595091
100 81.25 81.25 66.7 100
16 40 40 40 0.6
1 1 1 1 1
2639024 124150 325942.5 1886009.2 957054.6
0.005 0.02 0.02 0.02 0.001
20.7352 3.9019 10.2439 59.2746 1.5039
0.0207 0.0039 0.0102 0.0593 0.0015
6.4279 1.2096 3.1756 18.3751 0.4662
142130 3826
100 81.25
16 40
1 1
2274080 124345
0.005 0.02
17.8678 3.9080
0.0179 0.0039
5.5390 1.2115
Babi Kerbau Sapi Kambing Unggas Babi Kerbau
Liquid/Slurry Cattle/Swine Deep Litter < 1 Month Compost Intensive
Sapi Kambing
Compost Intensive Compost Intensive
10118 72234
81.25 66.7
40 40
1 1
328835 1927203.12
0.02 0.02
10.3348 60.5692
0.0103 0.0606
3.2038 18.7765
Unggas
Liquid/Slurry Cattle/Swine Deep Litter < 1 Month
1619949
100
0.6
1
971969.4
0.001
1.5274
0.0015
0.4735
119322
100
16
1
1909152
0.005
15.0005
0.0150
4.6501
Kerbau
Compost Intensive
3047
81.25
40
1
99027.5
0.02
3.1123
0.0031
0.9648
Sapi
Compost Intensive
9437
81.25
40
1
306702.5
0.02
9.6392
0.0096
2.9882
Kambing
Compost Intensive
57239
66.7
40
1
1527136.52
0.02
47.9957
0.0480
14.8787
Unggas
Liquid/Slurry
1241413
100
0.6
1
744847.8
0.001
1.1705
0.0012
0.3628
Babi
Cattle/Swine Deep
89586
100
16
1
1433376
0.005
11.2622
0.0113
3.4913
Kerbau
Compost Intensive
2267
81.25
40
1
73677.5
0.02
2.3156
0.0023
0.7178
Sapi
Compost Intensive
8757
81.25
40
1
284602.5
0.02
8.9447
0.0089
Kambing
Compost Intensive
27248
66.7
40
1
726976.64
0.02
22.8478
0.0228
2.7728 7.0828
Babi
2004
2005
51
52
484341
100
0.6
1
290604.6
0.001
0.4567
0.0005
0.1416
Babi
Liquid/Slurry Cattle/Swine Deep Litter < 1 Month
30115
100
16
1
481840
0.005
3.7859
0.0038
1.1736
Kerbau
Compost Intensive
1488
81.25
40
1
48360
0.02
1.5199
0.0015
0.4712
Sapi
Compost Intensive
8076
81.25
40
1
262470
0.02
8.2491
0.0082
2.5572
Kambing
Compost Intensive
27248
66.7
40
1
726976.64
0.02
22.8478
0.0228
7.0828
Unggas
484341
100
0.6
1
290604.6
0.001
0.4567
0.0005
0.1416
Babi
Liquid/Slurry Cattle/Swine Deep Litter < 1 Month
30115
100
16
1
481840
0.005
3.7859
0.0038
1.1736
Kerbau
Compost Intensive
708
81.25
40
1
23010
0.02
0.7232
0.0007
0.2242
Sapi
Compost Intensive
7395
81.25
40
1
240337.5
0.02
7.5535
0.0076
2.3416
Kambing
Compost Intensive
12253
66.7
40
1
326910.04
0.02
10.2743
0.0103
3.1850
Unggas
105805
100
0.6
1
63483
0.001
0.0998
0.0001
0.0309
Babi
Liquid/Slurry Cattle/Swine Deep Litter < 1 Month
379
100
16
1
6064
0.005
0.0476
0.0000
0.0148
Kerbau
Compost Intensive
510
81.25
40
1
16575
0.02
0.5209
0.0005
0.1615
Sapi
Unggas
2006
2007
2008
2009
Compost Intensive
9830
81.25
40
1
319475
0.02
10.0406
0.0100
3.1126
Kambing
Compost Intensive
14196
66.7
40
1
378749.28
0.02
11.9035
0.0119
3.6901
Unggas
284019
100
0.6
1
170411.4
0.001
0.2678
0.0003
0.0830
Babi
Liquid/Slurry Cattle/Swine Deep Litter < 1 Month
774
100
16
1
12384
0.005
0.0973
0.0001
0.0302
Kerbau
Compost Intensive
530
81.25
40
1
17225
0.02
0.5414
0.0005
0.1678
Sapi Kambing
Compost Intensive
9156 20231
81.25 66.7
40 40
1 1
297570 539763.08
0.02 0.02
9.3522 16.9640
0.0094 0.0170
2.8992 5.2588
Unggas
Liquid/Slurry Cattle/Swine Deep Litter < 1 Month
543987
100
0.6
1
326392.2
0.001
0.5129
0.0005
0.1590
5851
100
16
1
93616
0.005
0.7356
0.0007
0.2280 183.5507
Babi
Compost Intensive
0.5921
52
Total Emisi NO2 Selama 9 tahun
53
Lampiran 14 Dokumentasi Pengumpulan Data Kuisioner.
Responden pemilik kebun kelapa (Desa Sejangat)
Petani Tanaman pisang (Desa Sei Selari)
Responden pemilik kebun kelapa sawit (Desa Tanjung Leban)
54
Responden pemilik kebun kelapa sawit (Desa Parit 1 Api-Api)
Penulis dan salah satu pengelola kebun kelapa sawit (Desa Sejangat)
Ketua UPTD dan Stasiun Cuaca (Kecamatan Bukit Batu)