UNIVERSITAS INDONESIA
FAKTOR UPAYA BERHENTI MEROKOK PADA PEROKOK AKTIF UMUR 15 TAHUN KEATAS DI INDONESIA
DISERTASI
FIRZAWATI 0806475486
FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI DOKTOR DEPOK JUNI 2015
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
2
UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR UPAYA BERHENTI MEROKOK PADA PEROKOK AKTIFUMUR 15 TAHUN KEATAS DI INDONESIA
DISERTASI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat
FIRZAWATI 0806475486
FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI DOKTOR DEPOK JUNI 2015
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
5
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena atas rahmatNya peneliti dapat menyelesaikan dan menyusun laporan penelitian ini. Penelitian ini berjudul "Faktor Upaya Berhenti Merokok pada Perokok Aktif Umur 15 Tahun Keatas di Indonesia”. Penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Doktor pada Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Proses pelaksanaan penelitian dan penyusunan disertasi ini tak lepas dari bantuan dan dukungan serta ajaran banyak pihak. Dengan demikian, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Indonesia, Prof Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met, beserta jajaran pimpinan UI atas ijin dan kesempatan yang telah diberikan serta bantuan bagi penyelesaian studi saya ini. 2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Dr. Agustin Kusumayati, M.Sc., P.hD beserta jajaran pimpinan yang telah memberikan kesempatan dan dukungan selama saya menyelesaikan program studi ini 3. Prof. Dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, selaku promotor saya yang telah memberikan bimbingan, dukungan, motivasi, dan gagasan serta kesabaran yang luar biasa membimbing dan memotivasi saya untuk terus berjuang sampai akhir. 4. Dr. Pujianto, SKM, M.Kes, selaku kopromotor pertama saya yang pertama yang telah memberikan dukungan dan bimbingan untuk menyelesaikan disertasi dan mengingatkan hal hal yang sering tak terpikirkan oleh saya. 5. Prof. Dr. Anhari Achadi, SKM, Sc.D, selaku ketua tim penguji yang telah memberikan banyak masukan, kritik, dan motivasi yang berharga untuk menyelesaikan disertasi ini. 6. Dr. Drg. Mardiati Nadjib, M.Kes selaku penguji yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya memberikan masukan yang berharga dan ketulusan beliau dalam membantu menyelesaikan masalah yang saya hadapi dalam melaksanakan penelitian ini. 7. Dr. Dian Ayubi, SKM, MIQH selaku penguji saya yang telah bersedia memberikan pengarahan dan bimbingan yang bermanfaat selama penelitian, terutama dalam memperkuat ilmu prilaku kesehatan dalam penelitian saya. 8. Soewarta Kosen, M.D, M.PH, Dr. PH selaku penguji saya yang telah bersedia memberikan masukan masukan yang sangat penting untuk kemajuan penelitian saya terutama dalam memberikan referensi - referensi yang berharga 9. Nunik Kusumawardhani, PhD, selaku penguji saya yang telah memberikan masukan, gagasan, dan dukungan demi penyempurnaan penyusunan disertasi ini. 10. Dr. H. Muharmansyah, B. S.JP, FIHA selaku Kepala Dinas Kesehatan Kab Bekasi, yang telah mengizinkan saya untuk menyelesaikan studi doktoral ini.
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
6
11. Hj. Nining Hernawati, MKM selaku Sekretaris Dinas Kesehatan Kab Bekasi yang telah memberikan banyak penguatan penguatan kepada peneliti dalam menuntas disertasi ini. 12. Suami tercinta saya, Abdullah, dan anak saya yang sayangi: Ahmad dan Salwa terima kasih atas pengorbanannya, baik waktu maupun perhatian yang sediannya saya berikan selaku seorang istri dan ibu bagi mereka 13. Mama dan Abah saya yang selalu mendoakan keberhasilan saya dalam hal apapun, serta keluarga besar saya yang selalu memberikan dukungan 14. Seluruh rekan kerja staf bidang kesehatan keluarga khususnya ibu susy, pak hamdani, ibu niken, dr. rosa dll, yang senantiasa membantu menyelesaikan pekerjaan tugas peneliti di kantor 15. Teman-teman di FKM UI khusunya Bapak Wasis, Bapak Ferri, Bapak pri, Mbak Evi, Mbak Novri, Mbak Atiek, Mbak Asih yang selalu memberikan dukungan dan bantuan bagi saya untuk menyelesaikan studi. 16. Terima kasih kepada My Great Team yang secara silih berganti membantu penulis dalam penyelesaian disertasi ini: Aini, Adi, Ririn, Minati, Sindu, Dita serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah berkontribusi dalam penelitian ini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan sebaik-baik pembalasan. 17. Staff adminitrasi di FKM yang memberikan banyak sekali bantuan dan dukungan dalam kelancaran studi ini. 18. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu dan memberikan kontribusi dalam penelitian ini. Allah balas kebaikan kalian. Akhir kata, peneliti berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat menambah warna dalam pengembangan ilmu.
Depok,
Firzawati
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
Juni 201
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
8
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul Karya Ilmiah Akhir
: Firzawati : Doktor Kesehatan Masyarakat : Faktor Upaya Berhenti Merokok pada Perokok Aktif Umur 15 Tahun ke Atas di Indonesia
Merokok merupakan suatu kebiasaan yang dapat berdampak pada kesehatan. Indonesia sebagai salah satu negara dengan perokok terbanyak harus menurunkan jumlah perokok. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis model faktor upaya berhenti merokok dan Kesiapan berhenti merokok pada perokok aktif berumur 15 tahunkeatas di Indonesia. Desain Penelitian ini potonglintang dengan menggunakan data sekunder dari Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2011 dengan sampel sebanyak 2.424 responden Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 19 variabel yang diidentifikasi, terdapat beberapa faktor yang berperan meningkatkan upaya mencoba berhenti merokok diantaranya bertempat tinggal di daerah perkotaan, mendapatkan nasehat berhenti merokok, merokok setiap harinya 1-10 batang, lama merokok dibawah 20 tahun, membutuhkan jeda waktu merokok di pagi hari lebih dari 30 menit, melihat peringatan kesehatan, mendapatkan informasi bahaya merokok, terpajan iklan rokok, dan berpengetahuan tinggi tentang bahaya merokok. Pada Rencana berhenti merokok faktor yang berperan yaitu berpendidikan tinggi, berpengetahuan tinggi terhadap bahaya merokok, mendapatkan nasehat berhenti merokok, melihat peringatan kesehatan, mendapatkan informasi bahaya merokok, dan menghabiskan 1-10 batang rokok perharinya. Perlu dilakukan intervensi yang sesuaikan dengan tempat tinggal dan tingkat pendidikan, meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan agar dapat memberikan nasehat berhenti merokok dengan maksimal. Kata Kunci: Upaya Mencoba Berhenti Merokok, GATS, Siap Berhenti Merokok, Ingin Berhenti Merokok, Rokok
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
9
ABSTRACT
Name Study Program Title
: : :
Firzawati Doctor of Public Health Factor of attempt to quit smoking in active smokers over 15 years old in Indonesia
Smoking is a habit that can have an impact on health. Indonesia as one of the countries with the most smokers, have to decrease the number of smoker. The purpose of this study was to analyze factors attempts to quit smoking and plan to quit smoking in active smokers aged 15 years in Indonesia. This reseach is crosssectional design. The processed secondary data from the Global Adult Tobacco Survey (GATS) in 2011 by taking a sample of households and individuals. A total of 2,424 respondents who met the inclusion criteria. The results showed that of the 19 variables were identified, there are several determinant factors which related to attempts to quit smoking, smoker who live in urban areas, get advice to quit smoking from doctor, smoking every day 1-10 stick, length of smoking less than 20 years, needed time smoking in the morning after wake up more than 30 minutes, see a health warning, get information about the dangers of smoking, exposure to cigarette advertising, and have high knowledge about the dangers of smoking. While smoker which have plan to quit smoking, there are several factors, smoker which high educated, have high knowledge about the dangers of smoking, get advice to stop smoking, see health warnings, get information dangers of smoking, and spend 1-10 cigarettes per day. Interventions need to be tailored with spesific characteristic at every community and improving the ability of health professionals have to provide advice to stop smoking at heath facilities Keywords: Attempt to Quit Smoking, Cigarette, GATS, Readiness to Quit Smoking, Willing to quit smoking
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................... HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................................. HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................ ABSTRAK .................................................................................................................... ABSTRACT .................................................................................................................. DAFTAR ISI................................................................................................................. DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... DAFTAR TABEL ....................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ DAFTAR SINGKATAN ..............................................................................................
i ii iii iv vii viii ix x xii xiv xv xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 1.3 Pertanyaan Penelitian .......................................................................................... 1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 1.5 Manfaat Penelitian ..............................................................................................
1 1 10 11 11 12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 2.1 Rokok .................................................................................................................. 2.2 Distribusi masalah rokok..................................................................................... 2.3 Jenis Rokok ......................................................................................................... 2.4 Kandungan Merokok ........................................................................................... 2.5 Perilaku Merokok ................................................................................................ 2.6 Dampak Merokok ................................................................................................ 2.7 Pengkategorian Kebiasaan Merokok................................................................... 2.8 Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok ............................................... 2.9 Program Pengendalian Tembakau ....................................................................... 2.10 Dampak Positif Pengendalian Tembakau ........................................................... 2.11 Implementasi FCTC ............................................................................................ 2.12 Strategi Mpower .................................................................................................. 2.13 Upaya Berhenti Merokok .................................................................................... 2.14 Rencana Berhenti Merokok................................................................................. 2.15 Manfaaat Berhenti Merokok ............................................................................... 2.16 Program berhenti merokok .................................................................................. 2.17 Metode Berhenti Merokok ..................................................................................
14 14 14 18 20 21 24 27 29 31 36 38 39 42 52 57 58 63
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
11
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN ........................................................ 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................................... 3.2 Hipotesis .............................................................................................................. 3.3 DefinisiOperasional.............................................................................................
69 69 72 72
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 4.1 Rancangan Penelitian .......................................................................................... 4.2 Global Adult Tobaco Survey .............................................................................. 4.3 Lokasi dan WaktuPenelitian ............................................................................... 4.4 Populasi danSampel ............................................................................................ 4.5 Jenis dan Sumber Variabel .................................................................................. 4.6 Pengumpulan Data .............................................................................................. 4.7 Pengolahan Data .................................................................................................. 4.8 Analis Data ..........................................................................................................
81 81 81 81 81 84 84 84 85
BAB 5 HASIL PENELITIAN ..................................................................................... 5.1 Gambaran Rencana Berhenti Merokok ............................................................... 5.2 Gambaran Mencoba Berhenti Merokok .............................................................. 5.3 Gambaran Variabel Independen Responden ....................................................... 5.4 Analisis Hubungan Faktor-Faktor dengan Rencana Berhenti Merokok ............. 5.5 Analisis Hubungan Faktor-Faktor dengan Mencoba Berhenti Merokok ............ 5.6 Analisis Multivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Rencana Berhenti Merokok ............................................................................................... 5.7 Analisis Multivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Mencoba Berhenti Merokok ...............................................................................................
89 89 90 91 94 99
BAB 6 PEMBAHASAN ............................................................................................... 6.1 Keterbatasan Penelitian ....................................................................................... 6.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Rencana Berhenti Merokok Tahun Ini dan Ingin Berhenti Merokok pada Perokok Aktif Umur 15 Tahun ke Atas di Indonesia ................................................................................. 6.2.1 Tingkat Pendidikan …………………………………………………... 6.2.2 Pengetahuan Bahaya Merokok……………………………………… 6.2.3 Nasihat berhenti merokok…………………………………………….. 6.2.4 Peringatan Kesehatan pada bungkus rokok…………………………... 6.2.5 Informasi Bahaya Merokok………………………………………….. 6.2.6 Jumlah Konsumsi Rokok …………………………………………….. 6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Mencoba Berhenti Merokok Jangka Panjang dan Jangka Pendek pada Perokok Aktif Umur 15 Tahun ke Atas di Indonesia ................................................................................................ 6.3.1 Tempat Tinggal……………………………………………………… 6.3.2 Pengetahuan Bahaya Merokok……………………………………… 6.3.3 Lama Merokok……………………………………………………... 6.3.4 Jumlah Konsumsi Rokok……………………………………………...
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
103 107 112 112
114 116 117 119 122 125 127
128 129 131 132 133
12
6.3.5 Jeda Waktu Merokok Setelah bangun tidur………………………….. 6.3.6 Nasihat Berhenti Merokok……………………………………………. 6.3.7 Peringatan Kesehatan pada Bungkus Rokok…………………………. 6.3.8 Informasi Bahaya Merokok…………………………………………... 6.3.9 Pajanan Iklan Rokok………………………………………………… 6.3.10 Pajanan Promosi dan Sponsor Rokok………………………………..
134 138 143 144 146 148
BAB 7 KESIMPULAN ................................................................................................ 7.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 7.2 Saran ....................................................................................................................
149 149 150
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... LAMPIRAN
152
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 3.1 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 5.4 Gambar 6.1 Gambar 6.2 Gambar 6.3 Gambar 6.4
Tahapan epidemik tembakau di Dunia ................................................... Lima negara dengan konsumsi rokok terbesar........................................ Prevalensi perokok berdasarkan kelompok umur pada laki-laki di Indonesia Tahun 1995, 2001, 2004, 2007, dan 2010 .............................. Prevalensi perokok berdasarkan kelompok umur pada perempuan di Indonesia Tahun 1995, 2001, 2004, 2007, dan 2010 .............................. Skoring fagerstrom test for nicotine ....................................................... Tahapan perubahan dalam transtheoritical model .................................. Kerangka teori ......................................................................................... Kerangka konsep penelitian .................................................................... Distribusi Responden yang Berencana Berhenti merokok di Indonesia ................................................................................................ Distribusi Responden yang Berencana berhenti merokok berdasarkan kelompok umur ………………………………………………………. Distribusi Perokok yang Mencoba Berhenti Merokok berdasarkan Kelompok Umur ..................................................................................... Distribusi Responden yang Mencoba Berhenti Merokok berdasarkan Kelompok Status Sosial Ekonomi & Jumlah Rokok per hari ................. Skenario Dampak Nasihat Berhenti merokok dari Dokter dan Tenaga Kesehatan Lainnya .................................................................................. Strategi Marketing Bahaya Merokok Tahun 2012 – 2015...................... Diagram Penilaian Tingkat Intensi dan Tingkat Ketergantungan sesuai dengan Intervensinya ................................................................... Siklus Penggunaan Tembakau pada Masyarakat Perdesaan ...................
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
4 15 15 15 51 64 70 73 89 90 90 91 120 127 128 131
14
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Negara dengan perokok laki-laki terbanyak di dunia ................................ Tabel 2.1 Persentase perokok umur > 15 tahun berdasarkan umur mulai merokok di Indonesia Tahun 1995, 2001, 2004, 2007, dan 2010 ............................. Tabel 2.2 Kandungan bahan berbahaya (Tar) dalam rokok serta efek terhadap kesehatan .................................................................................................... Tabel 2.3 Resiko relatif rokok pada penyakit ............................................................ Tabel 2.4 Perbandingan harga rokok merek internasional di ASEAN ...................... Tabel 2.5 Roadmap pengendalian dampak konsumsi rokok bagi kesehatan ............. Tabel 2.6 Gejala putus nikotin, sebab, durasi, dan cara penanganannya ................... Tabel 2.7 Angka keberhasilan metode berhenti merokok .......................................... Tabel 3.1 Definisi Operasional .................................................................................. Tabel 5.1 Distribusi frekuensi variabel independen berdasarkan jenis kelamin ........ Tabel 5.2 Analisis hubungan faktor-faktor dengan rencana berhenti merokok ......... Tabel 5.3 Analisis hubungan faktor-faktor dengan mencoba berhenti merokok ....... Tabel 5.4 Hasil analisis regresi logistik pertama Rencana berhenti merokok dalam seleksi kovariat model ................................................................................ Tabel 5.5 Faktor yang Berhubungan dengan Rencana berhenti merokok ................. Tabel 5.6 Hasil analisis regresi logistik pertama Mencoba berhenti merokok dalam seleksi kovariat model ................................................................................ Tabel 5.7 Faktor yang Berhubungan dengan Mencoba berhenti merokok dalam seleksi kovariat model ................................................................................ Tabel 6.1 Faktor yang Berhubungan dengan Rencana Berhenti Merokok ................ Tabel 6.2 Peluang Peningkatan Status Berhenti Merokok setelah mendapatkan Nasehat Berhenti merokok Tabel 6.3 Bagaimana Menggunakan Tahapan Berhenti Merokok dalam Transtheoritical…………………………………………………………… Tabel 6.4 Faktor yang Berhubungan Secara Signifikan dengan Upaya Mencoba Berhenti Merokok Jangka Panjang dan Jangka Pendek Tabel 6.5 Alasan Utama Perokok menghentikan kebiasaan Merokok Karakteristik Perokok yang Mendapat Nasehat Merokok Tabel 6.6 Distribusi Perokok yang mendapatkan nasihat berhenti merokok berdasarkan kelompok umur, pendidikan dan jenis kelamin………………..
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
4 17 21 27 36 37 65 70 74 92 97 102 104 106 108 109 115 121 122 129 138 140
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Global Adult Tobacco Survey (GATS)
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
16
DAFTAR SINGKATAN
ASEAN BPS DEPKES FCTC FTND GATS GTSS INB KEMENKES KMB KTR MPOWER NRT OTC PBC PBC PP QALY s.d SKM SKT UU WHO
: Asociation South East Asian Nations : Badan Pusat Statistik : Departemen Kesehatan : Framework Convention on Tobacco Control : Fagestrom Test Nikotin Dependence : Global Adult Tobacco Survey : Global Tobacco Survailance System : Intergovermental Negotiating Body : Kementerian Kesehatan : Klinik Berhenti Merokok : Kawasan Tanpa Rokok : Monitoring, Protect, Offer, Warn, Eliminate, Sponsorship : Nicotine Replacement Therapy : Over the counter : Perceived Behavioral Control : Percieve Behaviour Control : Peraturan Pemerintah : Quality Adjusted Life Year : Sampai dengan : Sigaret Kretek Mesin : Sigaret Kretek Tangan : Undang-undang : World Health Organization
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
17
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok merupakan salah satu perilaku yang sangat potensial menimbulkan penyakit-penyakit kronis, namun kebiasaan ini sudah
lazim
dilakukan oleh 2 (dua) dari 3 (tiga) orang laki laki dewasa di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari sangat mudah dijumpai orang yang merokok, baik di berbagai pertemuan, di dalam rumah bahkan di fasilitas umum yang seharusnya bebas dari asap rokok sehingga akan memicu tingginya penduduk menderita penyakit kronis (Barber et. al, 2008)
Bahan-bahan kimia yang terdapat dalam tembakau mengakibatkan berbagai dampak buruk bagi kesehatan. lebih 4.000 bahan kimia berbahaya terdapat dalam tembakau, dan diantaranya terdapat 50 bahan kimia bersifat karsinogenik (WHO, 2015). Tiga zat utama yang terkandung dalam rokok yakni tar, nikotin dan karbonmonoksida. Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam asap rokok dan sebagian bersifat karsinogenik. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke rongga mulut sebagai uap yang setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran napas, dan paru-paru. Nikotin merupakan bahan yang bersifat toksik dan dapat menimbulkan ketergantungan psikis. Gas karbonmonoksida dalam rokok dapat meningkatkan
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
18
tekanan darah yang akan berpengaruh pada sistem pertukaran haemoglobin (Harris J.E. et al, 2004).
Merokok menyebabkan penyakit-penyakit di hampir semua organ manusia, sehingga meningkatnya jumlah perokok juga meningkatkan beban penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dengan hidup sehat, salah satunya adalah dengan tidak merokok. Penelitian mengenai penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan merokok sudah banyak dilakukan baik didunia maupun di Indonesia. Berdasarkan publikasi terakhir pada tahun 2008 menyatakan bahwa terdapat sembilan belas kategori penyakit dan empat dampak negatif pada bayi yang diakibatkan oleh merokok secara langsung (WHO,2007).
Penyakit utama yang sangat terkait dengan kebiasaan merokok yaitu CVD (cardiovascular disease), diabetes tipe 2, kanker dan penyakit pernafasan kronis. Rokok meningkatkan risiko kanker paru-paru sebesar 23 kali lebih besar pada laki-laki dan 13 kali lebih besar pada dibandingkan dengan yang tidak merokok. Rokok juga meningkatkan 2-4 kali lebih besar terjadinya penyakit CHD (coronary heart disease) (CDC, 2009).
Perilaku merokok telah mempredisposisikan terjadi peningkatan kematian akibat penyakit tidak menular yaitu 41,7% pada tahun 1995 menjadi 49,9% pada tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007 dan tahun 2012 mencapai 61%, dan 21% dari jumlah kematian tersebut disebabkan akibat penyakit terkait rokok, yakni jantung koroner, stroke, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis (Achadi et al., 2005 dalam Susanto et al. 2011). Pendapat tersebut kemudian dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Sajinadiyasa et al. (2010) yang menyebutkan penyakit tidak menular yang berhubungan dengan rokok adalah kanker, penyakit kardiovaskuler dan penyakit paru seperti bronkitis, empisema/PPOK dan pneumonia.
Pada saat ini terdapat lebih dari 1,2 milyar
penduduk dunia yang memiliki
kebiasaan merokok, bahkan 1 dari 10 kematian di dunia diakibatkan karena
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
19
penyakit yang terkait dengan rokok dengan total kematian hampir 6 juta orang setiap tahunnya, 5 juta diantaranya perokok aktif dan sisanya merupakan perokok pasif, angka ini melebihi kematian akibat TBC, HIV/AIDs dan malaria (WHO, 2011).
Terdapat penelitian yang memproyeksikan bahwa setengah dari perokok ini akan mengalami kematian secara prematur, karena penyakit yang diakibatkan oleh merokok dengan kehilangan rata rata delapan tahun produktif dalam hidupnya dengan proporsi kematian pada laki-laki sebesar 12% dan pada wanita 6%, dan pada tahun 2030 akan terdapat 10 juta kematian secara global akibat tembakau (Shavey, Erickson, Rooss, & Mackay, 2012) . Berdasarkan data yang diperoleh dari Fact sheet diperkirakan sekitar 70% kematian terjadi di negara dengan berpenghasilan rendah dan menengah termasuk Indonesia (WHOb, 2003) dan jumlah kematian akibat tembakau di negara berkembang lebih banyak pada lakilaki daripada perempuan dengan proporsi 25% untuk laki-laki dan perempuan sebanyak 7%. Perokok remaja akan lebih beresiko untuk mengalami ganggguan kesehatan terbesar dibandingkan kelompok umur lainnya (Britton, 2004).
Merokok juga menyebabkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit di seluruh dunia (WHOb, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kosen pada 2010 bahwa 12,7 % kematian akibat penyakit yang terkait dengan merokok, dengan total 190.260 jiwa terdiri dari 100,680 jiwa laki-laki dan perempuan sebesar 89.580 jiwa. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh rokok di Indonesia mencapai Rp. 245,41 Trilyun yang terdiri dari pengeluaran untuk pembelian rokok sebesar Rp. 138 Trilyun (53,20%) dan produktivitas yang hilang akibat kesakitan dan disabilitas terkait merokok sebesar Rp. 105,3 Trilyun (40,60%). Biaya untuk rawat inap sebesar Rp. 1,85 Trilyun (5,51%) dan biaya untuk rawat jalan sebesar Rp. 0,26 Trilyun (0,96%) (Kosen S., 2012). Beban ekonomi yang terkait dengan tembakau ini hampir 4 kali lipat lebih besar daripada pendapatan negara dari cukai rokok tahun 2010 (Rp. 63,2Trilyun).
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
20
Berdasarkan tahapan epidemik rokok yang terdiri dari empat tahap yang dimulai dari peningkatan prevalensi perokok kemudian penurunan prevalensi yang selanjutnya pada dua hingga tiga dekade kemudian terjadi pola kematian akibat rokok dengan trend yang sama. Saat ini jumlah perokok pada negara yang maju (developed countries) telah mengalami penurunan sejak puncaknya pada tahun 1960, dan telah masuk dalam tahap keempat pada epidemik tembakau, namun bagi negara berkembang epidemik ini baru saja dimulai, karena berdasarkan data survei, telah terjadi peningkatan secara cepat proporsi perokok di negara-negara berkembang (Britton, 2004).
Sumber : Lopez et.al descriptive of cigiarette epidemeic in developed countries. Tobbaco Cotrol 1994; 3: 242 – 7
Gambar. 1.1 Tahapan Epidemik Tembakau di Dunia
Jumlah perokok di Indonesia tahun 2011 sebanyak 61,4 juta atau sebesar 36,1 % yang terdiri dari 67,4% laki-laki dan 4,5% perempuan angka ini melonjak jika dibandingkan dengan tahun 1995 dimana prevalen perokok di Indonesia hanya 27% dimana perokok laki-laki sebesar 53% dan perempuan 1,7% (TCSC-IAKMI, 2012). Indonesia menempati urutan negara yang memilik prevalen perokok yang tertinggi pada penduduk laki-lakinya yang berumur diatas 15 tahun diantara negara negara lain di dunia. Hal ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
Tabel 1.1. Negara dengan Perokok Laki-laki Terbanyak di Dunia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
21
No 1 2. 3. 4. 5 6. 7.
Nama negara Indonesia Rusia Banglades Cina Ukraina Filipina India Sumber (Ahsan A. , 2014)
% 67,4 60,6 58,0 52,9 50,2 49,2 47,9
Peningkatan jumlah perokok yang cepat ini yang diikuti dengan banyaknya jumlah batang rokok yang konsumsi pertahun akan menjadi ancaman terbesar bagi
pembangunan
kesehatan
saat
ini
dan
kedepannya,
karena
akan
mengakibatkan kerugian yang besar baik pada individu, maupun negara Oleh karenanya upaya berhenti merokok menjadi suatu hal yang menjadi prioritas untuk dilakukan (Prabaningrum & Wulansari, 2008)..
Pada tahun 2008 WHO dalam rangka Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) telah menyusun strategi digunakan oleh negara negara anggota dalam melakukan pengendalian epidemik tembakau. Strategi MPOWER ini
berisi
langkah-langkah yang harus dilakukan oleh sebuah negara untuk mengendalikan epidemik tembakau di negaranya. MPOWER ini meliputi M untuk Monitor tobacco use yakni memantau penggunaan tembakau dan upaya pencegahan, P untuk Protect People from tobacco smoke yakni perlindungan masyarakat dari paparan asap rokok, O untuk Offer help to quit tobacco use yakni membantu perokok untuk berhenti merokok, W untuk Warn about dangers of tobacco yakni mewaspadakan masyarakat terhadap bahaya tembakau, E untuk Enforce bans on tobacco advertising, promotion and sponsorship, yakni melarang iklan dan sponshorship mengenai tembakau dan R untuk Raise taxes on tobacco yakni peningkatan cukai rokok (WHOa, 2008). Gerakan ini sudah diterapkan kepada lebih dari 2,3 miliar penduduk pada 92 negara atau dengan kata lain sekitar 1/3
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
22
dari jumlah penduduk dunia telah terlindungi minimal oleh satu jenis intervensi dari MPOWER.
Untuk menurunkan prevalensi perokok di Indonesia, Langkah offering to quit smoking harus di-proritaskan. Namun berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Global Adult Tobacco survey pada tahun 2008 sampai dengan 2012 pada berbagai negara, prevalensi dukungan berhenti merokok oleh tenaga kesehatan di Indonesia hanya 9,5%, angka ini lebih rendah dari India (12,6%), Cina (12,8%), Mesir (16,6%), Banglades (17,8%), Rusia (18,3%), Filipina (21,5%) , Vietnam (23,5%) dan Thailand (28,8%).
Konsekuensi penyakit akibat mengkonsumsi tembakau menyebabkan perokok yang ingin untuk berhenti merokok. Berbagai manfaat didapat ketika seseorang berhasil berhenti merokok, antara lain dapat meningkatkan kesehatan perokok, baik tua maupun muda, jangka pendek maupun jangka panjang. Perokok yang berhenti sebelum usia 35 tahun mempunyai usia harapan hidup yang hampir sama dengan orang yang tidak merokok. Berhenti merokok setelah umur 35 tahun akan menurunkan risiko penyakit akibat rokok dibandingkan dengan orang-orang yang masih tetap merokok. Resiko kematian akibat tembakau akan menurun drastis setelah berhenti merokok minimal 10 hingga 15 tahun (Britton, 2004). Selain itu berhenti merokok akan mengurangi resiko perokok pasif terhadap timbulnya penyakit-penyakit akibat rokok, terutama kelompok-kelompok yang rentan, yaitu anak-anak dan kaum wanita (Tobacco Free Union, 2009).
Hasil survei yang dilakukan oleh LM3 (Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok), dari 375 responden, terdapat 66,2 % perokok menyatakan pernah mencoba berhenti merokok, tetapi mereka gagal. Penyebab kegagalan ini meliputi tidak tahu cara untuk berhenti merokok sebanyak 42,9%, mengalami sulit berkonsentrasi sebanyak 25,7% dan 2,9 % terikat oleh sponsor rokok. Sementara itu, ada beberapa yang berhasil berhenti merokok disebabkan oleh kesadaran sendiri sebanyak 76%, dikarenakan sakit sebanyak 16 % serta adanya tuntutan
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
23
profesi sebanyak 8% (Fazwani & Triratnawati, 2005). Hasil serupa ditemukan pada tahun 2004 oleh CDC, yaitu bahwa sepertiga perokok telah mencoba berhenti merokok setiap tahunnya tanpa bantuan orang lain, tetapi lebih dari 95% dari mereka gagal (CDC, 2009).
Merokok merupakan kebiasaan yang sulit dihentikan. Berhenti merokok merupakan proses yang dinamis yang meliputi sebuah rangkaian dari keinginan, rencana berhenti, mencoba berhenti, kegagalan berhenti, kambuh, mencoba berhenti lagi hingga kemudian berhenti total. (Charlotte, 2009). Dua pertiga perokok menyatakan mereka akan berhenti merokok, dan hanya sepertiga dari perokok yang mencoba untuk berhenti dan hanya beberapa diantara mereka yang berhasil berhenti merokok (Rigoutti, 2002).
Kesulitan utama yang dihadapi para perokok adalah ketergantungan akan nikotin, dimana nikotin secara cepat akan mencapai otak pada saat seseorang merokok. Setelah menghirup asap dari sebatang rokok, kadar nikotin dalam arteri meningkat tajam dalam waktu 15 detik. Nikotin menstimulasi produksi dopamin secara berlebihan dan membuat tubuh menjadi lebih relaks serta menyebabkan toleransi dan ketergantungan fisik, ketika penggunaan tembakau dihentikan, atau yang disebut sindrom withdrawal. Sindrom ini yang ditandai dengan kemarahan, ketidaksabaran, kegelisahan, kesulitan berkonsentrasi, insomnia, peningkatan nafsu makan, kecemasan dan perasaan depresi (Bhattacharyya et al., 2008). Lebih dari 80% perokok akan mengalami sindrom withdrawal ketika menghentikan kebiasaannya (Sadikin & Louisa, 2008).
Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi program berhenti merokok dapat diintegrasikan dengan sistem pelayanan kesehatan. Pada saat ini program berhenti merokok yang telah terbukti paling efektif untuk membantu menghentikan kebiasaan rokok adalah kombinasi intervensi konseling berhenti merokok dan penggunaan farmakoterapi seperti penggunaan nikotin pengganti (NRT-Nicotine Replacement Therapy) dan obat obatan lainnya. Dua komponen ini memiliki
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
24
kontribusi yang sama akan kesuksesan intervensi berhenti merokok (Britton, 2004). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zhu et al. (2000), Seseorang yang mendapatkan bantuan untuk dapat berhenti merokok, berupa non-farmakoterapi, farmakoterapi maupun gabungan keduanya meningkatkan kesuksesan seseorang untuk berhenti merokok. Di sisi lain banyak perokok yang belum yakin bahwa program berhenti merokok tersebut dapat efektif menghentikan kebiasaan merokoknya, hal ini ditandai dengan sedikitnya perokok yang mencoba berhenti merokok menggunakan fasilitas dan metode-metode yang telah direkomendasikan oleh WHO tersebut (Britton, 2004).
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk menurunkan jumlah perokok di Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mendirikan Klinik Berhenti Merokok (KBM) di fasilitas pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan. Klinik ini berupaya membantu para perokok aktif untuk berhenti merokok berdasarkan tahap demi tahap yang disertai dengan konseling dari tenaga kesehatan terlatih. (Susanti, D, 2015). Namun sejak tahun 2010, hampir keseluruhan klinik berhenti merokok yang ada, sepi dari pengunjung1.
Hambatan dalam penyelenggaraan klinik berhenti merokok antara lain disebabkan karenanya adanya permasalahan dalam pembiayaan, kurangnya sarana dan prasarana dan lain sebagainya. (Susanti, D., 2009)
Permasalahan ini
juga
diperberat dengan ketidakyakinan tenaga kesehatan akan efektifitas program berhenti merokok, sehingga hanya sedikit dari tenaga kesehatan yang mencatat status merokok pasien sebagai tanda-tanda vital dalam rekam medis pasien dan rendah jumlah merujuk pasien dengan status merokok aktif ke klinik berhenti merokok (Vogt, Hall, & Marteau, 2005) 1
Kompas. (2010, Jul 16). Klinik Berhenti Merokok Sepi Peminat, 16 juli 2010, . Retrieved Mei 1, 2015, from http://health.kompas.com : http://health.kompas.com/read/2010/07/16/18313366/Klinik.Berhenti.Merokok.Sepi.Peminat
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
25
Berdasarkan hasil penelitian di berbagai negara, pada setiap proses berhenti merokok tersebut terdapat faktor-faktor dominan yang mempengaruhi perokok untuk
berhenti
merokok,
faktor-faktor
tersebut
dapat
secara
langsung
meningkatkan keberhasilan berhenti merokok. Faktor faktor ini dapat digunakan oleh tenaga kesehatan untuk mempermudah penapisan perokok yang perlu segera mendapatkan intervensi, sehingga dapat meningkatkan peluang kesuksesan konseling berhenti merokok, terutama dengan menyesuaikan strategi atau metode berhenti merokok dengan karakteristik perokoknya (Marino, 2010).
Terdapat faktor-faktor yang melatarbelakangi individu untuk berhenti merokok yakni faktor internal, yakni faktor yang berasal dari dalam dirinya dan faktor eksternal yang berasal dari luar dirinya dapat berupa dorongan atau kondisi dramatis seperti tersentak oleh permintaan anak dan keluarga, peringatan keras dari dokter, menyaksikan kematian yang disebabkan penyakit akibat merokok, atau rasa bersalah telah mencemari lingkungan (Rothman, 2000).
Pada penelitian di Amerika, terdapat beberapa prediktor utama keberhasilan menghentikan kebiasaan merokok antara lain jenis kelamin, umur, status sosial ekonomi, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, jumlah rokok yang dikosumsi perhari, tingkat ketergantungan nikotin, lama penggunaan rokok, umur pertama kali merokok, riwayat merokok masa lalu, keinginan yang kuat untuk berhenti merokok, keberadaan perokok lain dalam rumah tangga (Hymowitz, et al, 1997).
Berdasarkan analisis 202 literatur selain faktor diatas terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi kesuksesan berhenti merokok yakni tingkat depresi dan ansietas, memiliki pasangan (Caponetto & Ricardo, 2008). Sedangkan faktor faktor yang mempersulit perokok untuk berhenti merokok adalah merokok lebih dari 20 batang per hari, merokok sebelum 30 menit setelah bangun tidur, mempunyai riwayat kambuh dari upaya berhenti merokok sebelumnya, mempunyai masalah psikososial, baik sekarang ataupun dahulu, dan mempunyai
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
26
riwayat ketergantungan terhadap alkohol
maupun obat-obatan terlarang
(Bhattacharyya et al., 2008).
Penelitian yang mengidentifikasi faktor-faktor berhenti merokok seperti yang disebutkan diatas, lebih fokus kepada faktor-faktor yang berhubungan langsung dengan karakteristik dan riwayat si-perokok. Program berhenti merokok pada hakikatnya merupakan satu rangkaian dari stategi pengendalian epidemik tembakau. Mengingat setiap program tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain yakni untuk menurunkan prevalensi perokok, sehingga diperlukan penelitian yang dapat menelaah peranan faktor faktor yang berhubungan dengan upaya berhenti merokok di Indonesia, terutama dengan melibatkan faktor faktor yang berasal dari indikator makro program pengendalian epidemik tembakau.
Dalam melakukan identifikasi faktor faktor yang berhubungan dengan upaya berhenti merokok. Prochasca telah mengkategorikan perokok dalam beberapa katagori yakni perokok yang tidak ingin berhenti (unwilling to quit), perokok yang ingin berhenti (willing to quit), perokok yang siap berhenti (ready to quit), perokok yang telah mencoba berhenti merokok (attempt to quit) (Prochaska & diClemente, 1984). Untuk mendapatkan faktor faktor dominan dalam setiap kategorinya, peneliti menelaah secara lebih mendalam faktor faktor yang diduga memiliki peran terhadap upaya berhenti merokok pada masing masing katagori tersebut. Selain itu hal ini bertujuan untuk memudahkan untuk menerapkan intervensi, sehingga dapat tepat dan sesuai dengan target sasarannya.
1.2 Rumusan Masalah Indonesia termasuk salah satu negara yang mempunyai jumlah perokok laki-laki terbanyak. Penting bagi Indonesia menurunkan jumlah perokok, karena semakin banyak jumlah perokok akan semakin membebani program kesehatan. Indonesia sudah melakukan berbagai upaya pengendalian tembakau baik berupa sosialisasi informasi bahaya merokok, pelarangan iklan promosi dan sponsorship produk
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
27
tembakau hingga pelayanan klinik berhenti merokok. Hal tersebut belum dapat meningkatkan perokok yang dapat berhenti merokok, bahkan saat ini program berhenti merokok sepi dari peminat (Susanti, 2015). Untuk meningkatkan efektifitas program berhenti merokok di Indonesia perlu analisis faktor-faktor yang berperan dalam upaya berhenti merokok pada perokok umur 15 tahun keatas.
1.3. Pertanyaan penelitian Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka berbagai pertanyaan dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Bagaimana hubungan faktor faktor yang memudahkan perokok dengan mencoba berhenti merokok pada perokok berumur 15 tahun keatas ? 2. Bagaimana hubungan faktor faktor yang mendukung perokok untuk berhenti merokok dengan mencoba berhenti merokok pada perokok berumur 15 tahun keatas? 3. Bagaimana hubungan faktor faktor yang mendorong perokok terhadap mencoba berhenti merokok pada perokok berumur 15 tahun keatas ? 4. Bagaimana hubungan karakteristik individu, informasi tentang bahaya merokok dan kesadaran perokok dengan rencana berhenti merokok pada perokok berumur 15 tahun keatas ? 5. Bagaimana hubungan keyakinan perokok mengendalian perilaku merokoknya dan norma norma subjektif di lingkungan perokok dengan rencana berhenti merokok pada perokok berumur 15 tahun keatas ?
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan pada upaya berhenti merokok pada perokok berumur 15 tahun keatas di Indonesia 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Menjelaskan peranan faktor-faktor dalam kelompok predisposisi, yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, tempat tinggal, dan
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
28
pengetahuan bahaya merokok yang berhubungan dengan mencoba berhenti merokok pada perokok berumur 15 tahun keatas di Indonesia. 2. Menjelaskan peranan faktor-faktor dalam kelompok pemungkin, yaitu umur pertama kali merokok, lama merokok, jumlah rokok perhari, jenis rokok, dan jeda waktu merokok di pagi hari yang berhubungan dengan mencoba berhenti merokok pada perokok berumur 15 tahun keatas di Indonesia 3. Menjelaskan peranan faktor-faktor dalam kelompok pendorong, yaitu pembatasan merokok di dalam rumah, nasehat berhenti merokok, tinggal dengan perokok lain, peringatan kesehatan pada bungkus rokok, informasi bahaya merokok, terpajanan iklan rokok, dan terpajan promosi-sponsorship rokok yang berhubungan dengan mencoba berhenti merokok pada perokok berumur 15 tahun keatas di Indonesia 4. Menjelaskan peranan faktor-faktor dalam kelompok pre-intensi, yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, tempat tinggal, pengetahuan bahaya merokok, peringatan kesehatan pada bungkus rokok, informasi bahaya rokok, terpajan iklan rokok, dan terpajan promosisponsorship rokok yang berhubungan dengan rencana berhenti merokok pada perokok berumur 15 tahun keatas di Indonesia 5. Menjelaskan peranan faktor-faktor dalam kelompok intensi, yaitu pembatasan merokok di rumah, nasehat berhenti merokok, tinggal bersama perokok, umur pertama kali merokok, lama merokok, jumlah rokok perhari, jenis rokok, dan jeda waktu merokok di pagi hari yang berhubungan dengan rencana berhenti merokok pada perokok berumur 15 tahun keatas di Indonesia
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat bagi kepentingan ilmu pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang berperan pada setiap tahapan berhenti merokok dengan mengikutsertakan faktor faktor yang terkait dengan program pengendalian epidemik tembakau di Indonesia.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
29
1.5.2 Manfaat aplikatif Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam upaya menurunkan prevalensi perokok di Indonesia terutama dalam strategi menawarkan berhenti merokok kepada perokok di Indonesia dengan memberikan intervensi yang tepat dan efisien sesuai dengan karakteristik perokok aktif di Indonesia. Pemerintah dan LSM atau Komisi Nasional Pengendalian Tembakau di Indonesia dapat memanfaatkan hasil penelitian sebagai acuan dalam menentukan prioritas sasaran dalam meningkatkan keberhasilan program pengendalian tembakau terutama upaya berhenti merokok di masyarakat. Hasil penelitian ini juga bermanfaat untuk klinik berhenti merokok pada fasilitas pelayanan kesehatan dimana faktor faktor dominan dalam penelitian ini dapat diintegrasikan dalam metode 5A yang dilaksanakan dalam klinik berhenti merokok.
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
30
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rokok Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan menyatakan bahwa rokok ialah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Sedangkan menurut Wikipedia Indonesia rokok adalah gulungan tembakau berbalut kertas atau bahan tipis lainnya dengan ukuran 70 hingga 120 mm, diameter sekitar 10 milimeter bergantung jenis dan tipe rokoknya.
Merokok merupakan kegiatan membakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara hingga asapnya dapat hirup lewat ujung yang lain. Rokok biasanya dijual dalam bentuk kemasan kertas atau kotak sehingga dapat dengan mudah dimasukan ke saku atau kantong baju dan sejak beberapa tahun terakhir bungkusan rokok ini telah disertai dengan informasi kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang ditimbulkan akibat merokok. (Jaya, 2009).
2.2 Distribusi Masalah Rokok Menurut WHO didapatkan jumlah perokok di seluruh dunia lebih dari 1,2 milyar individu dan 80% diantaranya berada di negara berkembang salah satunya Indonesia. Indonesia sendiri merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India (Britton, 2004).
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
31
Indonesia merupakan negara dengan konsumsi rokok terbesar di dunia, yaitu pada urutan keempat setelah China, USA, dan Rusia. Jumlah batang rokok yang dikonsumsi di Indonesia cenderung meningkat dari 182 milyar batang pada tahun 2001 (Tobacco Atlas, 2002) menjadi 260,8 milyar batang pada tahun 2009 (Tobacco Atlas, 2012). Sedangkan untuk peringkat perokok terbesar, Indonesia menempati peringkat ketiga.
Gambar 2.1 Lima negara dengan konsumsi rokok terbesar (milyar batang) Pada tahun 2010 jumlah perokok sebanyak 34,7% dari jumlah penduduk. Jumlah ini mengalami peningkatan tajam jika dibandingkan dengan data survai yang dilakukan pada tahun 1995 yang hanya sebesar 27%. Permasalahan konsumsi tembakau antara laki-laki dan perempuan terjadi perbedaan. Prevalensi perokok pada laki-laki cenderung lebih tinggi dan meningkat sejak 1995 (53,4%) sampai dengan tahun 2010 sebanyak 65,9% dan memiliki persentase terbesar pada kelompok umur 15 sampai 19 tahun, seperti yang dijelaskan melalui gambar 2.2 berikut.
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
32
Sumber : Fakta dan Data Tembakau , 2012.
Gambar 2.2 Prevalensi perokok berdasarkan kelompok umur pada laki-laki di Indonesia tahun 1995, 2001, 2004, 2007 dan 2010 Sementara pada perempuan pada tahun 1995 sebanyak 1,7% dan pada tahun 2007 sebanyak 5,2% . Peningkatan yang cukup tajam terjadi pada kelompok perempuan umur 50 tahun ke atas pada tahun 2007, seperti dijelaskan pada gambar 2.3 sebagai berikut.
Sumber : Fakta dan Data Tembakau , 2012
Gambar 2.3Prevalensi perokok berdasarkan kelompok umur pada perempuan di Indonesia tahun 1995, 2001, 2004, 2007 dan 2010 Berdasarkan kelompok umur peningkatan prevalensi yang cukup tinggi terjadi kelompok remaja laki-laki umur 15 sampai 19 tahun atau umur sekolah SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi dari 13,7% pada tahun 1995 menjadi 38,4% pada tahun 2010. Rata-rata batang rokok yang dikonsumsi per hari pada tahun 2010 sebanyak 10 batang. Lebih banyak pada kelompok populasi perkotaan, pendidikan lebih tinggi, bekerja dan umur produktif yaitu 25 sampai 54 tahun. Pada kelompok perempuan yang tidak kawin jumlah rata-rata rokok yang dihisap lebih tinggi dibandingkan wanita yang kawin (Depkes a, 2010).
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
33
Terdapat kencenderungan lebih tinggi prevalensi konsumsi tembakau pada daerah perdesaan, pendidikan rendah, dan kuintil pendapatan yang lebih rendah dari tahun 1995 sampai 2010. Sementara itu untuk rata rata jumlah rokok yang dihisap per hari lebih tinggi pada populasi penduduk yang berpendidikan tinggi, ekonomi yang tinggi dan bekerja (Sulistiadi, 2014). Pada tahun 2011 didapatkan bahwa prevalensi perokok yang merokok saat ini sebesar 67% pada laki-laki dan 2,7% pada perempuan, sementara prevalensi perokok yang merokok setiap hari sebesar 56% pada laki-laki dan 1,8% pada perempuan, sementara itu prevalensi mantan perokok semakin hari semakin menurun hal ini menjelaskan kebiasaan merokok seseorang itu tidak dapat dengan mudah dihentikan (Depkes b, 2011).
Sebagian besar perokok Indonesia menghisap rokok kretek saja (80,4%) dan 5,6% menghisap rokok linting, 3,7% menghisap rokok putih saja sementara sisanya mengkonsumsi kombinasi dari ketiganya (10,3%) (Depkes a, 2010). Pada tahun 2011 sebesar 51,3% menjadi perokok pasif di lingkungan kerjanya dan 78,4% di rumah, dan 86% penduduk mempercayai bahwa merokok dapat menyebabkan penyakit berat (Depkes b, 2011).
Berdasarkan kelompok umur terlihat prevalensi yang cukup tinggi pada kelompok remaja laki-laki umur 15-19 tahun atau umur sekolah SMP, SMA, dan perguruan tinggi dari 13,7% pada tahun 1995 sampai dengan 38,4% pada tahun 2010 (TCSCIAKMI, 2012). Umur mulai merokok di Indonesia relatif tergolong muda terlihat peningkatan yang mengkhawatirkan terhadap persentase perokok pada kelompok umur mulai merokok 10 sampai 14 tahun dimana pada tahun 1995 hanya 9% dan pada tahun 2010 menjadi 17,5% sesuai dengan tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Persentase Perokok Umur > 15 tahun Berdasarkan UmurMulai Merokok di Indonesia Tahun 1995, 2001, 2004,2007 dan 2010 Umur mulai merokok 5-9
Tahun 1995 0,6
2001 0,4
2004 1,7
2007 1,9
2010 1,7
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
34
10-14 15-19 20-24 25-29 30+
9,0 54,6 25,8 6,3 3,8
9,5 58,9 23,9 4,8 2,6
12,6 63,7 17,2 3,1 1,82
16,0 50,7 19,0 5,5 6,9
17,5 43,3 14,6 4,3 18,6
Sumber : SUSENAS tahun 1995 , 2001 dan 2004 dan RISKESDAS 2007, 2010
Smeth pada tahun 1994 juga menyatakan bahwa 85 % sampai dengan 90% remaja merokok sebelum berumur 18 tahun dan pertama kali merokok paling banyak pada umur 15 sampai 19 tahun, dimana setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Survey lainnya yang menggambarkan permasalahan tembakau pada remaja yakni Global Youth Tobacco Survey pada tahun 2009 menemukan bahwa diantara siswa yang berumur 13 sampai 15 tahun yang merupakan perokok aktif sebanyak 20,3% terdiri dari 41% laki-laki dan 3,5% perempuan serta 83,4% dari mereka ingin berhenti merokok dan 78% dari mereka sudah mencoba berhenti merokok pada satu tahun terakhir, dengan kata lain sekitar 8 dari 10 perokok pelajar ingin berhenti merokok (WHO, Global Youth Tobacco Survey Fact Sheet , 2009).
2.3. Jenis Rokok Di Indonesia rokok merupakan produk yang unik dan penuh kontroversi serta merupakan convinience produk yakni barang yang dibeli konsumen secara terus menerus
tanpa
harus
banyak
melakukan
pertimbangan
dalam
proses
pembeliannya. Jenis olahan tembakau berdasarkan bahan baku yang beredar di Indonesia yang telah beredar sejak lama, yaitu (IAKMI, 2013): a)
Rokok putih (White Cigarette) atau di Indonesia dikenal sebagai rokok pabrikan. Rokok ini merupakan jenis rokok yang paling banyak di komsumsi di dunia. Rokok putih ini berisi hanya daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan rasa dan aroma tertentu seperti mentol dan digulung dengan
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
35
menggunakan penggulung kertas dan biasanya ujungnya diberi filter (cellulose acetat). b)
Rokok Kretek (Kretek Cigarette) adalah rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. Kandungan utama cengkeh adalah eugenol yang merupakan anastetik lokal yang mengakibatkan setiap hisapan rokok menjadi lebih berbahaya.
c)
Pipa adalah tembakau yang digunakan dengan menggunakan pipa yang terbuat dari batu atau tanah liat, tembakau tersebut diletakan didalam angkok dan asapnya dihisap dari ujung tangkai pipa.
d)
Rokok batangan terbuat dari tembakau yang tidak dijemur dan dibungkus dengan kertas rokok.
e)
Tembakau Cerutu yakni tembakau yang difermentasi yang digulung dengan daun tembakau atau dengan kata lain terdapat 2 fungsi tembakau yakni sebagai pembungkus dalam (omblad) dan pembungkus luar (dekblad).
f)
Linting (handroll) adalah rokok yang dibuat sendiri oleh perokok yang terdiri dari irisan tembakau halus dan kertas rokok. Umumnya perokok yang melinting sendiri rokoknya akan terpapar
tembakau yang lebih tinggi
kandungan nikotinnya dan tarnya. g)
Rokok klembak adalah rokok yang bahan bakunya atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
h)
Tembakau kunyah adalah tembakau yang dikunyah dimulut dalam pipi, bibir bagian dalam dengan dihisap atau dikunyah.
Menurut Sitepoe tahun 2000 di Indonesia pada umumnya rokok dibedakan menjadi beberapa jenis, perbedaan ini didasarkan pada bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok dan penggunaan filter pada rokok. 1. Rokok berdasarkan bahan pembungkusnya a) Klobot yakni rokok yang bahan pembungkusnya berupa jagung
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
36
b) Kawung yakni rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren c) Sigaret yakni rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas d) Cerutu yakni rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau
2. Rokok berdasarkan proses pembuatan. Berdasarkan proses pembuatan, rokok dibedakan menjadi : a) Sigaret Kretek Tangan (SKT) adalah rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana b) Sigaret Kretek Mesin (SKM) adalah rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin. Bahan baku rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok, dimana berupa rokok batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah mampu menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai delapan ribu batang per menit. Mesin pembuat rokok biasanya dengan dilengkapi dengan mesin pembungkus rokok sehingga keluaran yang dihasilkan bukan lagi berupa rokok batangan namun telah dalam bentuk pak. Adapula mesin pembungkus rokok yang mampu menghasilkan keluaran berupa rokok dalam press berisi 10 pak.
3. Rokok berdasarkan penggunaan filter a) Rokok filter yakni rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus. b) Rokok non filter yakni rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.
2.4. Kandungan Rokok Menurut Tjandra tahun 1997, rokok pada dasarnya merupakan pabrik bahan kimia, dimana didalamnya terdapat sekitar 4000 bahan kimia, 40 dari zat tersebut sudah diketahui dapat menyebabkan kanker. Secara umum bahan-bahan ini dapat dibagi menjadi dua golongan besar yakni komponen gas dan komponen padat atau partikel. Komponen gas dalam rokok terbesar adalah CO atau karbonmonoksida sedangkan komponen padat atau partikel dibagi menjadi nikotin dan tar. Tar
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
37
merupakan kumpulan dari ratusan bahkan ribuan bahan kimia dalam komponen pada asam rokok setelah dikurangi nikotin dan air, bahan inilah yang mengandung bahan-bahan karsinogenik. Sementara nikotin adalah bahan adiktif yang dapat membuat seseorang menjadi ketagihan, daun tembakau mengandung 1 – 3 % nikotin didalamnya (Mcween, Hajek, McRobbie, & West, 2006). Kandungan bahan berbahaya yang terdapat dalam tar serta efeknya terhadap kesehatan diringkas dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2 Kandungan Bahan Berbahaya (Tar) dalam Rokok serta efek terhadap kesehatan Kandungan Cadmium Hydrogen cyanide Carbon manoxide
Produk Umum Cat Minyak Racun Gas knalpot
Vinyl chloride Toluene Benzene Naphtalene Arsenic
Plastik sampah Lem Karet Pigmen Cat Racun Semut
Efek yang ditimbulkan Noda di Gigi Masalah pernapasan Kekurangan oksigen dalam darah Reynauld like syndrome Kulit pecah-pecah Sakit kepala, mual Sakit kepala, kebingungan Sensasi gatal-gatal di tangan dan kaki
Sumber: (Charlotte & Mitchel, 2009)
2.5. Perilaku merokok Merokok adalah kebiasaan yang diasosiasikan dengan suatu urutan ritual (Peters and Morgan, 2002). Ritual tersebut dimulai dengan mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya, lalu salah satu dibakar, kemudian menghisap asap pembakaran tembakau tersebut melalui ujung yang tidak terbakar. Perilaku merokok dapat juga dikatakan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan kemudian menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya. Menurut Soetiarto (1992) merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik dengan membentuk batangan rokok maupun dengan menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 90
0
C untuk ujung rokok yang
dibakar dan 20 0 C untuk ujung rokok yang terselip di antara bibir perokok. Asap rokok yang diisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar yang dihembuskan ke udara
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
38
oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke menyebabkan seseorang menjadi perokok pasif. Asap rokok mainstream bersifat asam dengan ph 5,5 sampai dengan 6,2, sedangkan sidestream smoke bersifat netral hingga alkalis dengan ph 6,5 hingga 8,0.
Menurut Silvan & Tomkins dalam (dalam Ratna, 2009) ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan management of affect theory, keempat tipe tersebut adalah: 1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. a. Pleasure relaxation, Perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan. b. Simulation to pick them up. Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan. c. Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh dari memegang rokok.
2. Tipe perokok yang dipengaruhi perasaan negatif. Banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif dalam dirinya. Misalnya merokok bila marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak. 3. Tipe perokok yang adiktif. Perokok yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. 4. Tipe kebiasaan merokok (ritual). Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah menjadi perilaku.
Perilaku merokok dapat pula diuraikan berdasarkan tahapan yang telah disusun oleh Leventhal dan Cleary(1980, dalam Schultz & Oscamp, 1998), yaitu:
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
39
a. Tahap prepatory Tahap persiapan muncul sebelum seseorang mencoba untuk merokok. Tahap ini melibatkan pengembangan sikap dan intensitas terhadap perilaku merokok dan citra yang muncul pada observasi pribadi terhadap orang dewasa yang merokok (khususnya orang tua dan kenalan) dan kesan yang terbentuk dari iklan rokok atau media yang ada di masyarakat. Levental dan Clearly (1980, dalam Schultz & Oscamp, 1998) menyatakan bahwa tiga bentuk sikap (attitude) yang meningkatkan ketertarikan individu untuk merokok, yaitu image, pola kecemasan, dan pemahaman merokok pada individu. Image tangguh atau keren saat merokok dianggap menarik bagi dewasa muda atau (remaja) yang ingin dipandang menjadi individu yang mandiri, dewasa, tangguh dan menentang peraturan.
b. Tahap intiation Banyak perokok memulai perilaku merokok pada umur remaja, yaitu dibawah umur 18 tahun. Pada masa remaja diketahui bahwa desakan dari teman sebaya memegang peranan penting dalam sebuah perilaku khususnya perilaku merokok (Sarafino, 1990). Penelitian yang dilakukan oleh (Flay, dkk, 1983 dalam Sheridan & Radmacher, 1992) menemukan bahwa 90% diantara para remaja telah mencoba merokok paling tidak sekali dan 50% diantaranya didamping oleh teman sebayanya. Oleh karena itu, faktor penting dalam tahap ini adalah pengaruh desakan teman sebaya dan kurangnya kemampuan individu pada masa remaja untuk menolak tawaran merokok
c. Tahap becoming a smoker Tidak semua orang yang mencoba merokok akan menjadi perokok tetap (regular) namun 70% sampai 90% dari remaja yang merokok 4 batang atau lebih akan menjadi perokok tetap (Salber, dkk.,1968 dalam Kaplan, dkk., 993). Pada tahap ini individu akan melibatkan konsep terhadap perilaku merokok sebagai contoh, rutinitas merokok (cara memegang rokok tepat waktu dan waktu untuk merokok, sikap membutuhkan sesuatu yang berhubungan rokok (asbak atau pematik api) atau kecenderungan pada sebuah produk rokok (Kaplan & Sacuzzo, 1993).
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
40
d. Tahap maintance of smoking Tahap ini merupakan tahap terakhir dimana tahap psikologis dan mekanisme biologis (tingkat kencanduan nikotin yang sudah stabil) saling membentuk pola perilaku yang sama. (Kaplan & Sacuzzo, 1993) menyatakan bahwa proses menuju tahap ini kurang lebih memakan waktu merokok selama dua tahun, alasan merokok mulai diarahkan untuk mengurangi perasaan gelisah atau gangguan kecemasan dibandingkan dengan sosial confidence. Selain itu, banyak individu mempertahankan rokok, karena menurut mereka rokok mempunyai makna yang mendalam. Para perokok menganggap bahwa merokok dapat membuat mereka lebih bersemangat, lebih waspada, lebih terjaga, lebih konsentrasi atau lebih dewasa (Soewando, 1993)
2.6. Dampak Merokok Kandungan rokok membuat seseorang tidak mudah berhenti merokok, karena dua alasan, yaitu faktor ketergantungan atau adiksi pada nikotin, dan faktor psikologis yang merasakan adanya kehilangan suatu kegiatan tertentu jika berhenti merokok. Seseorang yang meneruskan kebiasaan merokoknya akan memberikan dampak, antara lain (Ogden, 2000): 1. Dampak Positif Graham Ogden (2000) menyatakan bahwa perokok meyebutkan dengan merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu menghadapi keadaan-keadaan yang sulit. Smet (1994) menyebutkan keuntungan merokok (terutama bagi perokok) yaitu mengurangi ketegangan, membantu berkonsentrasi, dukungan sosial dan menyenangkan.
2. Dampak negatif. Dampak negatif rokok terhadap kesehatan sudah diketahui secara luas. Terdapat hubungan dose respon terhadap perokok berat, lama merokok, serta umur pertama kali merokok dengan tingginya resiko penyakit dan kematian yang terkait dengan rokok. Berdasarkan data kohort terhadap perokok selama 40 tahun di Inggris
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
41
menunjukan bahwa dampak merokok secara berkepanjangan pada level yang berbeda memiliki hubungan yang signifikan terhadap terjadinya kanker paru dan penyakit paru obstrusik kronik.
Dampak negatif terhadap kesehatan juga meningkat pada perokok muda. Resiko serangan jantung pada perokok yang berumur diatas umur 60 tahun memiliki resiko dua kali lipat dibandingkan yang tidak merokok sedangkan perokok yang umur dibawah 50 tahun resikonya meningkat hingga lima kali lipat. Perokok juga memiliki resiko menderita penyakit non fatal lainnya, misalnya osteoporosis, periodontal, gangguan gigi, impotensi, ketidaksuburan dan katarak. Merokok pada kehamilan memiliki pengaruh terhadap meningkatnya angka kematian janin dan bayi serta menurunkan berat badan bayi baru lahir (Britton, 2004).
Merokok bukanlah penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Berbagai jenis penyakit dapat dipicu karena merokok mulai dari penyakit di kepala sampai dengan penyakit di kaki. Penyakit yang bisa disebabkan oleh merokok adalah seperti penyakit kardiovaskuler (jantung dan hipertensi) dan kanker seperti kanker paru-paru, kanker mulut, kanker esophagus dan lain-lain.
Penyakit yang paling banyak disorot adalah kanker paru terkait kebiasaan merokok.Risiko terkena kanker paru meningkat 2.82 kali lipat dengan peningkatan jumlah rokok yang diisap dalam sehari. Risiko terkena kanker paru menurun 0.332 kali lipat dengan peningkatan umur sebanyak 10 tahun perokok mulai merokok (Situmeang SBT, 2002). Tidak hanya itu, sekitar 85% penderita penyakit paru-paru yang bersifat kronis dan obstruktif misalnya bronchitis dan emfisema ini adalah perokok. Gejala yang ditimbulkan pada penyakit paru dan obstruktif berupa batuk kronis, berdahak dan gangguan pernafasan. Apabila
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
42
diadakan uji fungsi paru maka pada perokok, fungsi parunya jauh lebih jelek dibandingkan dengan bukan perokok (Sitepoe, 2000).
Pada wanita hamil yang perokok, akan terjadi efek pada janin dalam kandungannya. Merokok pada wanita hamil memberi risiko yang tinggi untuk terjadinya keguguran, kematian janin, kematian bayi sesudah lahir dan kematian mendadak pada bayi (Sitepoe, 2000). Chainoine J.P (dalam Sitepoe, 2000) juga mengatakan merokok bisa mengurangi peluang seseorang untuk memiliki anak. Fertilitas pria ataupun wanita perokok akan mengalami penurunan dibandingkan dengan bukan perokok.
Wanita perokok akan mengalami masa menopause lebih cepat dibandingkan wanita yang tidak merokok. Rokok bisa mengakibatkan kulit menjadi mengerut, kering, pucat dan mengeriput terutama di daerah wajah. Mekanisme ini terjadi akibat bahan kimia yang dijumpai didalam rokok yang mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah tepi dan di daerah terbuka misalnya pada wajah. Bagi mereka yang berkulit putih, kulit menjadi pucat, kecoklatan, mengeriput terutama di bagian pipi dengan adanya penebalan di antara bagian yang mengeriput (Sitepoe, 2000). Tabel 2.3 Resiko Relatif Rokok pada Penyakit No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
Penyakit yang berhubungan dengan tembakau Kanker pencernaan atas Kanker lambung Kanker hati Kanker pancreas Kanker serviks uterus Kanker kandung kemih Kanker sel darah putih Kanker saluran kemih dan ginjal Penyakit jantung iskemi 30-44 years 45-69 years 60-69 years 70-79 years 80 tahun ke atas Stroke 30-44 years 45-59
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
Laki-laki 8.1 2.2 2.3 2.2 3.0 1.9 2.5
Perempuan 6.0 1.5 1.5. 2.2 1.5 2.4 1.2 1.5
5.5 3.0 1.9 1.4 1.1
2.3 3.8 2.5 1.7 1.4
3.1 3.1
2.3 3.8
43
60-69 70-79 80 years & over 11 Hipertensi 12 Penyakit kardioaskular lainnya 13 Penyakit paru obstruksi kronik 14 Penyakit pernapasan lainnya 15 Tuberkulosis Sumber (Mathers, Gretchen , & Wolfenden, 2011)
1.9 1.4 1.1 2.0 2.2 10.8 1.9 1.6
2.5 1.7 1.4 2.1 2.0 12.3 2.2 1.6
Selain itu, rokok juga bisa menjadi penyebab polusi udara dalam ruangan. Asap rokok menjadi penyebab paling dominan polusi ruangan tertutup. Rokok memberikan polutan berupa gas dan logam-logam berat. Gangguan akut dari polusi ruangan dengan rokok adalah bau yang kurang menyenangkan serta menyebabkan iritasi mata, hidung dan tenggorokan. Bau polusi rokok akan mempengaruhi rasa tidak enak badan. Bagi penderita asma, polusi ruangan akan memicu terjadinya asma (Sitepoe, 2000).
Dampak lainnya yakni terhadap ekonomi, dimana perilaku merokok akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga miskin dan meningkatkan beban ekonomi makro negara. Biaya rata rata yang dibelanjakan rokok dalam satu bulan adalah sebesar Rp. 216.000,00. Angka ini sekitar 11,7% dari total pendapatan rumah tangga yang nilainya lebih besar dari pada pengeluaran rumah tangga untuk membeli ikan, daging, telur, susu dan kombinasinya yang sebesar 11 % dan untuk kesehatan sebesar 2,3% serta pendidikan sebesar 3,2% (Sulistiadi, 2014).
Berdasarkan penelitian yang di Indonesia yang menghitung kerugian ekonomi akibat pengeluaran yang tidak perlu sebesar 231,27 trilyun rupiah, yang terdiri dari 138 trilyun rupiah untuk pembelian rokok, 2,11 trilyun rupiah untuk biaya perawatan medis rawat inap dan rawat jalan, dan 91,16 trilyun rupiah akibat kehilangan produktivitas karena kematian kematian prematur dan morbiditasdiasabilitas (Kosen, 2012).
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
44
2.7. Pengkategorian kebiasaan merokok WHO mendefinisikan bahwa merokok aktif adalah aktifitas menghisap rokok secara rutin minimal satu batang per hari. Ditambahkan oleh Davidson et al. (1998) bahwa perokok aktif adalah seseorang yang merokok satu batang atau lebih sekurang-kurangnya selama 1 tahun. Bagi perokok yang tidak setiap hari merokok di kategorikan sebagai perokok sosial, sementara yang disebut mantan perokok (former smoker) adalah perokok yang telah meninggalkan kebiasaan merokoknya selama satu bulan terakhir.
Menurut Smet (1994) perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah : 1. Perokok berat yang menghisap lebih dari 20 batang rokok dalam sehari. 2. Perokok sedang yang menghisap 11 s.d 20 batang rokok dalam sehari. 3. Perokok ringan yang menghisap 1s.d 10 batang rokok dalam sehari.
Debora, 2005 menggolongkan derajat berat dan ringan perokok berdasarkan dampaknya terhadap penyakit akibat rokok dinilai dengan menggunakan Indeks Brinkman (IB) yaitu mengali lama merokok dalam tahun dengan jumlah rokok yang di konsumsi per hari. Indeks Brinkman ini dibedakan menjadi : 1. Perokok dengan derajat keparahan ringan jika 0 s.d 199. 2. Perokok dengan derajat keparahan sedang jika 200 s.d 599. 3. Perokok dengan derajat keparahan berat jika diatas 60.
Berdasarkan psikologis (Mu'tadin, 2002) perokok dibedakan menjadi : 1. Perokok dengan ketergantungan sangat berat bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang per hari dan selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi. 2. Perokok dengan ketergantungan berat bila mengkonsumsi rokok 21 s.d 30 batang dengan selang waktu sejak bangun pagi antara 6 s.d 30 menit. 3. Perokok dengan ketergantungan sedang menghabiskan 11 hingga 20 batang rokok dengan selang waktu merokok sejak bangun pagi antara 31 s.d 60 menit.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
45
4. Perokok dengan ketergantungan ringan mengkonsumsi rokok kurang atau sama dengan 10 batang per hari dengan selang waktu merokok sejak bangun tidur diatas 1 jam.
Selain itu dikenal juga istilah pack-year atau bungkus per tahun adalah suatu metode pengukuran seseorang yang telah merokok dalam jumlah dan waktu tertentu. Pack year didapatkan dengan mengalikan jumlah bungkus yang diisap per hari dengan lamanya merokok dalam tahun.
2.8. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok Kegiatan merokok dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi lingkungan sosial disekitar perokok, kondisi psikologis atau kondisi biologis perokok itu sendiri (Schultz & Oscamp, 1998). Menurut (Baraja, 2008), faktor-faktor penyebab
merokok
dapat
dibagi
dalam
beberapa
golongan
sekalipun
sesungguhnya faktor-faktor itu saling berkaitan satu sama lain: 1. Faktor Genetik Beberapa studi menyebut faktor genetik sebagai penentu dalam timbulnya kebiasaan merokok dan bahwa turunan genetik menderita kanker, serta tendensi untuk merokok adalah faktor yang diwarisi bersama-sama. Studi menggunakan pasangan kembar membuktikan adanya pengaruh genetik, karena kembar identik, walaupun dibesarkan terpisah, akan memiliki pola kebiasaan merokok yang sama bila dibandingkan dengan kembar non-identik.
2. Faktor Kepribadian (personality) Banyak peneliti mencoba menetapkan tipe kepribadian perokok. Tetapi studi statistik tak dapat memberi perbedaan yang cukup besar antara pribadi perokok atau bukan perokok. Oleh karena itu, tes-tes kepribadian kurang bermanfaat dalam memprediksi apakah seseorang akan menjadi perokok. Lebih bermanfaat adalah pengamatan dan studi observasi dilapangan. Anak sekolah yang merokok menganggap dirinya, seperti orang lain juga memandang dirinya,
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
46
sebagai orang yang mengalami masalah dalam menjalanankan fungsinya sebagai bagian dari lingkungan sosialnya.
3. Faktor Kejiwaan (pshycodinamic) Dua teori yang paling masuk akal adalah bahwa merokok itu adalah suatu kegiatan kompensasi dari kehilangan kenikmatan oral yang dini atau adanya suatu rasa rendah diri yang tak nyata. Ahli lainnya berpendapat bahwa merokok adalah semacam pemuasan kebutuhan oral yang tidak dipenuhi semasa bayi. Kegiatan ini biasanya dilakukan sebagai pengganti merokok pada mereka yang sedang mencoba berhenti merokok.
4. Faktor Sensorimotorik Bagi sebagian perokok, kegiatan merokok itu sendirilah yang membentuk kebiasaan tersebut, bukan efek psikososial atau farmakologiknya. Sebungkus rokok,
membukanya,
mengambil
dan
memegang
sebatang
rokok,
menyalakannya, mengisap, mengeluarkan sambil mengamati asap rokok, aroma, rasa dan juga bunyinya semua berperan dalam terciptanya kebiasaan ini. Dalam suatu penelitian ternyata lebih dari 11% menganggap aspek-aspek ini penting buat mereka.
5. Faktor Farmakologis Nikotin mencapai otak dalam waktu singkat, mungkin pada menit pertama sejak dihisap. Cara kerja bahan ini sangat kompleks. Pada dosis sama dengan yang didalam rokok, bahan ini dapat menimbulkan stimulasi dan rangsangan di satu sisi tetapi juga relaksasi di sisi lainnya. Efek ini tergantung bukan saja pada dosis dan kondisi tubuh seseorang, tetapi juga pada suasana hati (mood) dan situasi. Oleh karena itu, bila kita sedang marah atau takut, efeknya adalah menenangkan. Tetapi dalam keadaan lelah atau bosan, bahan itu akan merangsang dan memacu semangat. Dalam pengertian ini nikotin berfungsi untuk menjaga keseimbangan mood dalam situasi stres.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
47
Pendapat lain dikemukan oleh Hansen (dalam Nasution, 2007) tentang faktorfaktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok: 1. Faktor biologis; banyak penelitian menunjukan bahwa nikotin yang terdapat dalam rokok merupakan salah satu bahan kimia yang berperan penting dalam menyebabkan efek ketergantungan merokok. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Aditama tahun 1997 bahwa nikotin dalam darah perokok menyebabkan seseorang menjadi memiliki kecenderungan untuk terus menerus merokok. 2. Faktor psikologis; salah satu efek positif dari nikotin adalah dapat meningkatkan konsentrasi, menghalau rasa kantuk mengakrabkan suasana bahkan dapat menimbulkan kesan modern dan berwibawa sehingga membuat rokok merupakan perilaku kunci dalam bergaul dengan orang lain. 3. Faktor lingkungan sosial; lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap, kepercayaan dan perhatian individu kepada perokok, jika lingkungan sosialnya
tidak
bermasalah
dengan
perilaku
merokok,
maka
akan
mempengaruhi individu tersebut untuk merokok. 4. Faktor demografis; faktor ini meliput karakteristik dasar individu yang mendukung indivu untuk merokok seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, dan lainnya. 5. Faktor sosial budaya; kebiasaan budaya, etnik tertentu, tingkat pendidikan, agama serta pekerjaan seseorang akan mempengaruhi perilaku merokoknya. 6. Faktor sosial politik; kebijakan dan upaya baik berupa peningkatan harga rokok, pelarangan iklan hingga kampanye dari individu maupun institusi untuk mencegah seseorang dari merokok akan mempengaruhi seseorang untuk merokok atau tidak.
2.9. Program Pengendalian Tembakau di Indonesia Hampir 80% perokok mulai merokok ketika umurnya belum mencapai 19 tahun. Pada umur yang rawan ini, remaja berhadapan dengan gencarnya iklan dan citra yang dijual oleh industri tembakau, sementara kemampuan untuk menilai dan mengambil keputusan dengan benar belum dimiliki. Umumnya orang mulai
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
48
merokok sejak muda dan tidak tahu resiko mengenai bahaya adiktif rokok. Keputusan konsumen untuk membeli rokok tidak didasarkan pada informasi yang cukup tentang risiko produk yang dibeli namun efek ketagihan dan dampak pembelian yang dibebankan pada orang lain baik yang membeli maupun yang tidak membeli produk tersebut.
Berdasarkan UU no. 40 tahun 1999 tentang Pers dan UU no. 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang didalamnya mengatur mengenai larangan iklan, promosi dan sponsorship rokok walaupun tidak secara menyeluruh (total ban) namun hanya melarang iklan di media elektronik mulai pukul 05.00 – 21.30 WIB diluar waktu tersebut bebas atau pada media cetak dan visual dilarang memeragakan wujud rokok atau penggunaan rokok. Undang undang ini dianggap paling lemah dalam upaya melindungi generasi muda untuk mengkonsumsi tembaka. Undangundang ini
dapat secara
komprehensif menjelaskan mengenai bahaya dan
dampak tembakau bagi masyarakat yang melihat tayangan iklan rokok baik di media TV maupun cetak.
Dalam UU Kesehatan no. 36 tahun 2009 telah mengatur lebih jauh lagi mengenai produksi, peredaran dan penggunaan, produk yang mengandung tembakau baik padat, cair dan gas yang bersifat adiktif. Bahkan dalam Undang-undang ini telah menyebutkan beberapa ruang publik yang dijadikan sebagai KTR (Kawasan Tanpa Rokok) yakni fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses ajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat tempat umum yang telah di tetapkan.
Sebagai turunan dari UU kesehatan No. 36 tahun 2009 tersebut diterbitkanlah PP no. 109 tahun 2012 yang berisi regulasi produksi dan peredaran produk tembakau. Peraturan pemerintah ini bertujuan untuk meningkatkan perlindungan terhadap masyarakat mengenai produk atau bahan yang mengandung zat adiktif berupa tembakau bagi kesehatan. Hal hal yang diatur dalam PP tersebut antara lain dalam produksi tembakau, setiap produsen berkewajiban melakukan pengujian kadar
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
49
nikotin dan tar kecuali untuk produk klobot, klembak, menyan, cerutu dan tembakau iris selama teknologi belum memungkinkan. Dilarang menggunakan bahan tambahan lain kecuali yang telah dapat dibuktikan tidak berbahaya bagi kesehatan serta terdapat pembatasan jumlah minimal batang per bungkus yakni paling sedikit 20 batang bagi rokok putih mesin, diluar jenis itu terdapat ketentuan yang berbeda.
Beberapa informasi yang wajib dicantumkan dalam bungkus rokok bilamana produk tersebut akan diedarkan antara lain: a) Kadar tar dan nikotin b) Pernyataan bahwa “tidak ada batas aman” dalam merokok c) Mengandung lebih dari 4000 zat kimia berbaaya serta lebih dari 43 zat penyebab kanker d) Dilarang menjual atau memberi rokok kepada anak berumur dibawah 18 tahun dan perempuan hamil e) Kode produksi, tanggal-bulan-tahun, nama dan alamat produsen
Dalam PP ini juga melarang menjual rokok dengan mesin layan diri (vending machine) dan mencantumkan kata “Light”, “Ultra Light” “Mild” “Low Tar” dan kata-kata lain yang mengindikasikan kualitas, superioritas, rasa aman, pencitraan dan lain sebagainya. Selain itu, dalam setiap peredaran produk tembakau berkewajiban mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar dan tulisan seluas 40% pada kemasan depan dan belakang. Ketentuan ini tidak berlaku bagi rokok klobot, klembak menyan, dan cerutu batangan.
Upaya pemerintah untuk dapat melindungi anak dan remaja dari upaya agresif adalah dengan membuat kebijakan terhadap industri tembakau. Salah satu upaya pengendalian tembakau dalam media iklan berdasarkan PP no. 102 tahun 2012 adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
50
1. Iklan dalam media cetak tidak boleh di sampul/halaman depan, berdekatan dengan iklan makanan/minuman, tidak se-halaman penuh, tidak pada media cetak bagi anak, remaja dan perempuan. 2. Iklan di media penyiaran iklan di TV maupun radio hanya boleh ditayangkan pukul 21.30 s/d 05.00, yang merupakan waktu istirahat bagi anak-anak dan remaja. 3. Iklan di media teknologi informasi harus menerapkan verifikasi umur 18+ untuk membatasi akses, contohnya iklan pada laman-laman internet. 4. Iklan di media luar ruang tidak di KTR, tidak di jalan utama atau protokol, harus sejajar 35 dengan bahu jalan, maksimal 72 m2 .
Mengenai informasi kesehatan dalam bungkus rokok, pemerintah dalam hal ini kementerian kesehatan telah mengeluarkan Permenkes no. 28 tahun 2013 yang mengatur mengenai mekanisme dan persyaratan dalam pencantuman peringatan kesehatan dan infomasi kesehatan dalam produk tembakau, dimana didalamnya terdapat gambar yang akan dicantumkan dalam kemasan produk tembakau. Hal lainnya yang telah dilakukan Indonesia dalam upaya pengendalian tembakau adalah dengan diterbitkannya Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri No. 188/MENKES/PB/I/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Peraturan bersama ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 dibuat dengan tujuan untuk memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan KTR, memberikan perlindungan yang efektif dari bahaya asap rokok, memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat, dan melindungi kesehatan secara umum dari dampak buruk merokok baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun ruang lingkup KTR yang ditetapkan dalam peraturan bersama ini sesuai dengan yang diatur oleh UU No. 36 Tahun 2009 antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, tempat belajar mengajar, tempat ibadah, tempat bermain anak, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
51
Terhitung sejak terbit UU no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan beberapa daerah secara inisiatif sudah membuat peraturan mengenai KTR dalam bentuk perda, peraturan gubenur, peraturan bupati maupun peraturan walikota yakni 3 provinsi yang memiliki perda tentang KTR yakni DKI Jakarta, Bali dan Sumatra Barat, 58 Kabupaten kota yang memiliki perda, peraturan bupati maupun peraturan walikota tentang KTR serta 15 kabupaten/kota yang sudah memiliki kebijakan dalam bentuk SK/instruksi maupun surat edaran. Dengan terbitnya Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri No. 188/MENKES/PB/I/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) akan mendorong semua kabupaten kota untuk menerbit kebijakan turunannya baik perda, perbu maupun perwali yang terkait dengan pelaksanaan KTR di kabupaten kota.
Dalam keadaan tertentu, pengelola gedung yang termasuk dalam ruang lingkup KTR dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok sebagaimana diatur dalam pasal 5 asalkan memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Merupakan ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung dengan udara luar sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik; 2. Terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang digunakan untuk beraktivitas; 3. Jauh dari pintu masuk dan keluar; dan 4. Jauh dari tempat orang berlalu-lalang
Berdasarkan UU no. 39 tahun 2007 tentang cukai, besaran cukai rokok ditetapkan adalah sebesar 57 persen dari harga jual eceran. Jika dibandingkan dengan praktek penerapan cukai di negara-negara di ASEAN, cukai rokok di Indonesia memang lebih rendah dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand, dan lain lain. Murahnya harga rokok di Indonesia menjadi faktor utama meningkatkan jumlah perokok baru terutama generasi muda. Perbandingan harga rokok merek internasional di ASEAN terdapat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.4. Perbandingan Harga Rokok Merek Internasional di ASEAN
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
52
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Negara Singapura Brunei Darussalam Malaysia Thailand Laos Indonesia Kamboja Vietnam Filipina
Harga Rokok (USD per bungkus) 8,3 5,9 3,32 2,36 1,46 1,24 1,19 0,74 0,63
Sumber : Atlas Tembakau Indonesia Ed. 2013 http://tcsc-indonesia.org/wpcontent/uploads/2014/02/Atlas.pdf
Kementrian kesehatan telah menerbitkan sebuah Roadmap pengendalian tembakau di Indonesia melalui Permenkes RI No. 40 tahun 2013 Tentang Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan. Peta jalan pengendalian dampak konsumsi rokok bagi kesehatan digunakan sebagai acuan bagi pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengambilan kebijakan dan strategi berbagai program pengendalian dampak konsumsi rokok di Indonesia. Peta jalan ini juga bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan upaya pengendalian dampak konsumsi rokok yang terintegrasi, efektif, dan efisien. Capaian peta jalan pengendalian tembakau ini diukur kedalam tiga tahap yaitu tahun 2009-2014, 2015-2019, dan 2020-2024. Adapun capaian yang diharapkan pada setiap tahapan tersebut antara lain dijabarkan pada tabel 2.5.
Tabel. 2.5. Roadmap Pengendalian dampak konsumsi rokok bagi kesehatan 2009 – 2014 1. Ditetapkannya kebijakan yang melindungi masyarakat dari ancaman bahaya rokok
2015 – 2019 1. Penurunan prevalensirokok sebesar 1% pertahun.
2020 – 2024 1. Penurunan prevalensi perokok 10% pada tahun 2024 dibanding prevalensi perokok pada tahun 2013
2. Indonesia menjadi anggota conference of parties FCTC
2. Penurunan perokok pemulasebesar 1% per tahun
2. Perubahan normal sosial kebiasaan anak merokok
3. Pelaksanaan proses legislasi Perda/kebijakan KTR di seluruh wilayah
3. Penurunan prevalensi mortalitas10%, 4 Penyakit Tidak Menular terbesar
Sumber : Permenkes no. 40 tahun 2013
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
53
2.10. Dampak Positif Pengendalian Tembakau Organisasi Convention
Kesehatan on
Sedunia
Tobacco
(WHO)
Control
telah
(FCTC)
mengeluarkan
yang
merupakan
Framework perjanjian
internasional, efektif berlaku sejak tanggal 27 Februari 2005. FCTC bertujuan untuk melindungi generasi saat ini dan yang akan datang dari kehancuran kesehatan, konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi yang diakibatkan oleh rokok dan paparan asapnya (artikel 3) (WHOa, 2003).
Pemerintah mempunyai kewajiban dan wewenang untuk melindungi masyarakat melalui: 1. Peningkatan cukai Salah satu upaya pengendalian tembakau yang dapat meningkatan pemasukan negara, serta efektif meningkatan pencegahan individu dari merokok terutama pada perokok dari remaja dan perokok yang berasal dari keluarga miskin. Peningkatan cukai sebesar 100% meningkatkan output perekonomian sebesar Rp. 335 milyar, pendapatan masyarakat sebesar Rp. 492 milyar dan lapangan pekerjaan sebanyak 281.135 pekerjaan baru (Ahsan & Wiyono, 2007). Sementara setiap kenaikan cukai sebesar 10% hanya akan mengurangi konsumsi sebesar 4% di negara maju dan 8% di negara berkembang.
2. Larangan iklan secara menyeluruh Larangan iklan secara menyeluruh merupakan upaya menghindari masyarakat dari informasi yang menyesatkan. Pelarangan ini mecakup iklan, promosi, dan sponsorship dari industri tembakau baik di masyarakat maupun untuk remaja. Hingga saat ini industri rokok telah menjadikan anak-anak dan remaja merupakan sasaran target investasi untuk keberlangsungan industri rokok. Untuk itu kebijakan larangan iklan rokok secara menyeluruh tersebut meliputi pelarangan (1) iklan, baik langsung maupun tidak langsung di semua media massa; (2) promosi dalam berbagai bentuk, misalnya potongan harga, hadiah, peningkatan citra perusahaan dengan menggunakan nama merek atau perusahaan dan (3)
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
54
sponsorship dalam bentuk pemberian beasiswa, pemberian bantuan untuk bidang pendidikan, kebudayaan, olah raga, lingkungan hidup, dll.
3. Penerapan kawasan tanpa rokok Penerapan kawasan tanpa rokok melindungi hak individu yang berada di sekitar perokok untuk menghirup udara yang bersih dan sehat, bebas dari asap rokok. Larangan merokok perlu diterapkan di tempat-tempat umum, tempat kerja dan transportasi umum bahkan di dalam rumah sekalipun. Selain itu penerapan kawasan tanpa asap rokok ini sebenarnya ingin menginisiasi perokok untuk dapat menahan menunda kebiasaan merokoknya dan sebagai langkah awal perokok untuk berhenti merokok.
4. Peringatan kesehatan berbentuk gambar Peringatan kesehatan berbentuk gambar pada bungkus rokok adalah sarana informasi dan edukasi yang murah dan efektif. Untuk melaksanakan kebijakan ini pemerintah tidak perlu mengeluarkan anggaran khusus untuk mendidik masyarakat akan bahaya merokok, khususnya masyarakat yang buta huruf. Gambar yang ditampilkan mengenai komplikasi penyakit akibat merokok harapannya dapat menangkal iklan rokok yang cenderung menyesatkan.
2.11. Implementasi FCTC FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) adalah sebuah kerangka konvensi pengendalian tembakau atau treaty adalah traktat dunia untuk mengendalikan tembakau yang dirancang oleh WHO yang memiliki kekuatan mengikat secara hukum. Naskah ini dirancang tahun 1995 dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Intergovermental Negotiating Body (INB) di Geneva dilatar belakangi oleh bukti bukti bahwa tembakau merupakan zat adiktif dan kandungannya baik yang terkandung dalam tembakau maupun asapnya menyebabkan gangguan kesehatan bahkan kematian prematur. Naskah ini mendapat masukan dari negara-negara di dunia, dan secara resmi dibuka ratifikasi dan tanda tangan pada juni 2003 dan juni 2004.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
55
Konvensi FCTC ini baru ditandatangani oleh 169 negara. Ketentuan menurut World Health Assembly traktat akan berlaku secara otomatis di semua negara dalam 5 tahun apabila sudah ditandatangani oleh 40 negara dan sejak 27 Februari 2005 traktat ini sudah mulai berlaku menjadi Hukum Internasional. Indonesia walaupun ikut terlibat aktif dalam menyusun rancangan FCTC baik dalam pertemuan-pertemuan internasional maupun pertemuan regional antara negara anggota WHO di kawasan Asia Tenggara. Namun Indonesia satu-satunya negara di Asia Pasifik yang belum atau tidak meratifikasi dan menandatangani traktat ini. Berdasarkan ketentuan tetap saja Indonesia harus melaksanakan traktat pada tahun 2010. Padahal seluruh masyarakat global sepakat bahwa butir-butir dalam FCTC merupakan upaya perlindungan kesehatan masyarakat yang merupakan hak azasi manusia yang bersifat universal.
Tujuan dari FCTC adalah melindungi generasi saat ini dan yang akan datang dari perusakan kesehatan, sosial, lingkungan dan ekonomi yang diakibatkan oleh konsumsi tembakau atau rokok dan paparan asap rokok, yang diterapkan pada semua institusi/bagian/negara pada tingkat nasional regional dan internasional untuk terus menerus dan substansial mengurangi prevalensi penggunaan tembakau dan prevalensi paparan asap rokok, FCTC ini terdiri dari 21 bagian dengan 38 pasal ditambah 2 lampiran, dimana didalamnya tercantum pokok-pokok kebijakan serta protokol pengendalian tembakau yang mencakup: 1. Menaikan harga dan pajak rokok (pasal 6) 2. Perlindungan terhadap paparan asap rokok (pasal 8) 3. Pembungkusan dan label produk rokok (pasal 11) 4. Edukasi, komunikasi dan pelatihan untuk kesadaran publik (pasal 12) 5. Pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok (pasal 13) 6. Tindakan pengurangan terhadap ketergantungan rokok dan pengobatan ketergantungan rokok (pasal 14) 7. Tindakan untuk mengurangi suplai rokok atau tembakau (pasal 15 – 17), termasuk pelarangan penjualan oleh dan kepada anak anak.
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
56
8. Perlindungan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia (pasal 18)
2.12. Strategi MPOWER dan Penerapannya di Indonesia Guna memperluas perlawanan terhadap epidemi tembakau, World Health Organization menyarankan 6 langkah pengendalian tembakau dan kematian yang disebut dengan strategi MPOWER. 1. Monitor penggunaan tembakau dan pencegahannya Monitor penggunaan tembakau dan dampak yang ditimbulkan harus diperkuat untuk kepentingan perumusan kebijakan. Saat ini 2/3 negara berkembang di seluruh dunia tidak memiliki data dasar penggunaan tembakau pada anak muda dan orang dewasa. Hampir 2/3 perokok tinggal di 10 negara dan Indonesia menduduki posisi ketiga (WHOf, 2008). Saat ini Indonesia telah memiliki data dasar penggunaan tembakau untuk remaja dan dewasa secara berkala dalam beberapa survei berbasis masyarakat (SKRT, RISKESDAS, GATS, GYTS, GSPS, dan GSHP) sejak tahun 1995. Survei nasional ini mengalami peningkatan metodologi sehingga bisa dibandingkan secara nasional maupun internasional 2. Perlindungan terhadap asap tembakau Asap rokok tidak hanya berbahaya bagi orang yang menghisap rokok tetapi juga orang di sekitarnya (perokok pasif). Lebih dari separuh negara di dunia, dengan populasi mendekati 2/3 penduduk dunia, masih membolehkan merokok di kantor pemerintah, tempat kerja dan di dalam gedung. Perlindungan terhadap asap tembakau hanya efektif apabila diterapkan Kawasan Tanpa Rokok 100%.
Sampai saat ini, sudah ada tiga provinsi dan 12 kabupaten atau kota yang memiliki Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok. Pelaksanaan lebih menekankan pada penegakan hukum (law enforcement). Sebanyak 15 kabupaten/kota sudah memiliki Peraturan Walikota/Bupati dan Peraturan Gubernur. Kabupaten dan Kota pada tahap ini masih perlu memperjuangkan Peraturan Daerah melalui DPRD setempat.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
57
3. Optimalkan dukungan untuk berhenti merokok Tiga dari 4 perokok di seluruh dunia menyatakan ingin berhenti merokok namun bantuan komprehensif yang tersedia baru dapat menjangkau 5% nya. Bantuan yang dapat diberikan adalah: 1) Pelayanan konsultasi bantuan berhenti merokok yang terintegrasi di pelayanan kesehatan primer; 2) Quitline: Telepon layanan bantuan berhenti merokok yang mudah diakses dan cuma-cuma; 3) Terapi obat yang murah dengan pengawasan dokter. Pada tahun 2012, ada tiga Provinsi
yang sedang dalam uji coba untuk pelayanan konseling berhenti
merokok di tingkat Puskesmas, yaitu DKI Jakarta, Banten, dan Lampung. Sejak tahun 2007, pada tingkat pelayanan sekunder dan tersier (BP4 dan RS), sudah dilakukan inisiasi pelayanan berhenti merokok di Klinik Quitline FK UGM DI Yogyakarta, BP4 DI Yogyakarta, Klinik Berhenti Merokok FK UNDIP Semarang, RS Persahabatan Jakarta, RS Sahid Suherman Jakarta, dan beberapa klinik yang tersebar di kabupaten/ kota di Indonesia
4. Waspadakan masyarakat akan bahaya tembakau Walaupun sebagian besar perokok tahu bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan, namun kebanyakan dari mereka tidak tahu apa bahayanya. Karena itulah, pesan kesehatan wajib dicantumkan dalam bentuk gambar. Sebagian besar perokok tahu bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan, namun kebanyakan dari mereka tidak tahu apa bahayanya. Karena itulah, pesan kesehatan wajib dicantumkan dalam bentuk gambar. Sesuai Amanat UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Pasal 115 sudah terdapat Peraturan Pemerintah (PP) no. 102 tahun 2012 yang mengatur peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok.
5. Eliminasi iklan, promosi dan sponsor terkait tembakau Pemasaran tembakau memiliki peranan besar dalam meningkatkan gangguan kesehatan dan kematian karena tembakau. Larangan terhadap promosi produk tembakau adalah senjata yang ampuh untuk memerangi tembakau. Sepuluh tahun sejak inisiasi larangan iklan rokok dijalankan, konsumsi rokok di negara
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
58
dengan larangan iklan turun 9 kali lipat dibandingkan dengan negara tanpa larangan iklan (Saffer, 2000).
6. Raih kenaikan cukai tembakau Dengan menaikkan cukai tembakau, harga rokok menjadi lebih mahal. Hal ini merupakan cara yang paling efektif dalam menurunkan pemakaian tembakau dan
mendorong
perokok
untuk
berhenti.
Strategi
MPOWER
harus
dilaksanakan secara keseluruhan untuk mencapai hasil yang efektif. Dengan menaikkan cukai tembakau, harga rokok menjadi lebih mahal. Hal ini merupakan cara yang paling efektif dalam menurunkan pemakaian tembakau dan mendorong perokok untuk berhenti. Sejak tahun 2007, Indonesia secara bertahap sudah meningkatkan cukai rokok, dari 42% harga eceran menjadi 51% pada tahun 2012. Diharapkan peningkatan cukai tetap berlangsung sehingga dapat menurunkan konsumsi rokok.
2.13. Upaya Berhenti Merokok Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Secara garis besar perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yakni aspek fisik, psikis dan sosial. Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, intensi, persepsi, sikap dan sebagainya.
Pada tahun 1980 Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok yakni faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor yakni: 1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai nilai dan lain yang memudahkan atau menghambat intensi pribadi untuk berubah
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
59
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat obatan, alat alat kontrasepsi, jamban keterbatasan fasilitas, tidak mencukupinya kemampuan, tidak ada asuransi kesehatan, ketergantungan, dan rendahnya pendapatan, serta adanya regulasi atau undang-undang yang membatasi. 3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan dan petugas lainnya yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat yang hasilnya dapat mendorong atau melemahkan perubahan perilaku
Pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam megubah dan menguatkan ketiga faktor tersebut agar searah dengan tujuan kesehatan sehingga menimbulkan perilaku yang positif dari masyarakat terhadap kesehatannya. Terdapat beberapa modifikasi terhadap teori Green, diantara kerangka fikir PRECEDE – PROCEED, dimana: 1.
PRECEDE
adalah
Predisposing,
Enabling, Reinforcing,
Cause
in
Educational, Diagnosis, and Evaluation, yang merupakan arahan dalam menganalisis dan mendiagnosis perilaku untuk promosi kesehatan atau dengan kata lain merupakan fase diagnosis masalah. 2.
PROCEED adalah
Policy, Regulatory, Organizational, Constact in
Educational and Environment Development, yang merupakan arahan dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi pendidikan kesehatan.
Berbagai alasan perokok ingin berhenti merokok, walaupun itu merupakan proses yang sulit. Dalam pelayanan kedokteran telah dibuat standar program berhenti merokok yang dilakukan oleh dokter di layanan primer atau dokter keluarga (Whiney, 1997 dalam Mallin, 2002).
Program ini idealnya merupakan bagian terpadu dari upaya pelayanan kesehatan dan sebaiknya didukung oleh kebijakan kesehatan lainnya antara lain pelarangan
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
60
iklan rokok, mencantumkan peringatan pada kemasan rokok, meningkatkan cukai rokok dan melarang penjualan rokok pada anak-anak, ruang umum, kewajiban membayarkan kompensasi akibat rokok, class action sampai ke pemberlakuan undang-undang anti rokok (Tjandra, 2004). Terdapat 70% perokok di USA ingin berhenti merokok selama mereka merokok. 41% diantara sudah mencoba berhenti merokok dalam 12 bulan terakhir, namun hanya 7 % dapat berhenti merokok pada satu tahun kedepan (Britton, 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan berhenti merokok antara lain jenis kelamin umumnya laki-laki, umur dewasa, ekonomi menengah ke atas, rendahnya konsumsi alkohol, sedikitnya jumlah rokok per hari, waktu pertama kali merokok di pagi hari di atas satu jam setelah bangun tidur, penggunaan waktu premium, umur pertama kali setelah umur 20 tahun, riwayat merokok masa lalu, keinginan yang kuat untuk berhenti merokok dan tidak ada perokok lain dalam rumah tangga (Chandolla, Head, & Barthley, 2004)
Senada dengan yang disampaikan Chandolla, terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan berhenti merokok seperti terlambat umur mulai merokok, pernah mencoba mencoba berhenti merokok dalam jangka waktu yang lama, tidak cemas dan depresi, rendahnya ketergantungan nikotin, tidak mengkonsumsi alkohol, menikah, dan atau tidak mempunyai anggota keluarga yang merokok di rumah atau di tempat kerja. (Caponetto & Ricardo , 2008). Fazwani & Triratnawati (2005) menambahkan alasan utama perokok berhenti merokok adalah faktor organisasi keagamaan dan keluarga.
Dari keseluruhan faktor-faktor diatas yang paling berpengaruh adalah kebiasaan merokok setiap hari dan waktu pertama kali merokok di pagi hari (Hymowitz, Cummings, Hyland, Lynn, & Pechacek, 1997). Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Caponetto & Ricardo (2008) determinan yang mempengaruhi individu untuk berhenti merokok yang ditemukan pada saat
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
61
konseling berhenti merokok dikelompokkan dalam 3 kelompok yakni faktor karakteristik individu dan keluarga, faktor psikologis dan kognitif.
1. Karakteristik individu dan keluarga a. Gender Pada penelitian yang dilakukan oleh (Fiore, 2000), laki-laki memiliki peluang untuk berhenti merokok yang lebih besar dibandingkan perempuan. Dalam kehidupan sehari hari sebenarnya tidak ada perbedaan gender dalam berhenti merokok, namun pada perempuan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yakni berat badan, penggunaan obat, dukungan sosial, memiliki kepekaaan terhadap lingkungan yang cenderung lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
b. Umur Proporsi remaja yang mulai merokok masih sangat tinggi selama 20 tahun terakhir. Perokok di umur muda cukup memperhatikan kesehatannya serta banyak diantara mereka yang mau berhenti merokok. Akan tetapi, mereka memiliki kesulitan untuk mengubah kebiasaannya meskipun jumlah rokok yang mereka hisap tidak terlalu banyak. Hal ini disebabkan perokok muda tersebut sudah mengalami ketergantungan nikotin dan merasa berhenti merokok merupakan hal yang sulit.Banyak diantara mereka juga mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang. Cara mencegah remaja untuk berhenti merokok belum ditemukan, satu hal yang bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan yaitu memberikan konsultasi dan kampanya anti rokok. Hal tersebut dikarenakan penggunaan obat-obatan tidak dianjurkan bagi remaja.
c. Umur pertama kali merokok Umur merokok pertama kali sangat penting dalam menentukan keberhasilan berhenti merokok. Semakin muda umur pertama kali merokok akan semakin tinggi tingkat ketergantungan nikotin dan kekambuhan. Oleh karena perlu dilakukan strategi berhenti merokok yang komprehensif agar program berhenti merokoknya berhasil. Umur yang paling banyak manfaat kesehatan untuk berhenti
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
62
yakni 35 hingga 44 tahun akan tetapi berhenti diumur 45 hingga 54 masih memiliki manfaat (Jah & Chaloupka , 2000).
d. Pernah mencoba berhenti merokok Individu yang pernah mencoba berhenti merokok memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk berhasil berhenti merokok di masa depan dan perokok yang telah mencoba berhenti merokok lebih dari 5 hari akan lebih berhasil berhenti merokok kedepannya. Tenaga kesehatan sebaiknya memberikan penguatan untuk perokok yang telah mencoba berhenti merokok untuk memperpanjang waktu berhenti merokoknya pada rencana berhenti merokok selanjutnya. Dalam proses ini perlu diidentifikasi faktor faktor yang menyebabkan kekambuhan keinginan merokok sebelumnya, agar dapat melakukan pencegahan kekambuhan di masa yang akan datang.
e. Menikah atau memiliki pasangan Menikah atau memiliki pasangan merupakan salah satu dukungan yag berasal dari luar diri yang merupakan bagian dari program berhenti merokok (OR 1,43, 95% CI 1,25–1,65.) Perokok cenderung lebih
bisa
berhenti
merokok jika
mempertimbangakan orang-orang yang ada di lingkungan sekitarnya. Hal tersebut dikarenakan rokok tidak bisa diterima di lingkungan sosial. Penelitian terakhir yang dilakukan di Inggris bahwa faktor sosial demografi yang sangat kuat dalam prediksi berhenti pekerja adalah pergaulan sosial dipekerjaan, dukungan sosial, dukungan dari masyarakat dan adanya perokok lain dalam keluarga, khususnya status menikah dan tingkat dukungan dari anggota keluarga menjadi faktor penting dalam keberhasilan berhenti merokok (Chandolla, Head, & Barthley, 2004). Perokok yang memiliki partner biasanya lebih banyak untuk berhenti merokok dan bilamana partnernya tersebut perokok juga akan mengajak pasangannya untuk berhenti merokok pada saat yang sama. Oleh karena itu, dukungan dari pasangan menjadi variabel yang sangat penting untuk mendukung kesuksesan berhasil berhenti merokok
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
63
f. Sosial ekonomi Pada beberapa negara maju prevalensi merokok sudah menurun dalam 30 tahun terakhir namun pada masyarakat tidak mampu masih belum terjadi penurunan yang signifikan bahkan cenderung meningkat. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan umur harapan hidup antar kelompok masyarakat yang mampu dengan yang tidak mampu.
Kelompok masyarakat tidak mampu umumnya memiliki
intensi yang rendah untuk berhenti merokok sehingga banyak diantara mereka yang gagal dalam mencoba berbagai metode untuk berhenti merokok. Sementara itu, ketergantungan nikotin terjadi lebih besar pada kelompok masyarakat yang tidak mampu
2. Psikologis faktor a. Depresi Pada saat konsultasi hendaknya didapatkan mengenai riwayat depresi rokok. Perokok yang mengalami depresi merokok cenderung mengalami masalah putus nikotin yang berat selama tidak merokok. Peggunaan obat sebagai terapi depresi putus nikotin sangat penting, namun harus mendapatkan saran terapi dari tenaga spesialis terlebih dahulu. Perokok yang menggunakan terapi anti depresan memiliki hubungan yang kuat dengan tingkat depresi dan kesuksesan berhenti merokok (OR 1.35 CI 95% 1.00 - 1,81)
b. Kecemasan Selama konsultasi perokok mendapatkan saran yang pasti mengenai tingkat kecemasan menggunakan kuesioner sederhana dan tervalidasi seperti Hamilton Anxiety Scale. Tingkat kecemasan perlu mendapat perhatian dalam strategi berhenti merokok karena merupakan salah satu gejala putus nikotin (OR pada laki-laki 2,2 dan OR untuk perempuan 2,6) serta perokok mendapatkan masukan mengenai tingkat kecemasannya dan kemungkinan peningkatnnya dalam minggu pertama setelah berhenti merokok. Dalam kondisi seperti ini akan lebih bermanfaat jika diintervensi dengan obat-obatan. Untuk penggunaan ansietas harus dipertimbangkan keperluan per individu.
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
64
c. Tingkat ketergantungan nikotin Nikotin merupakan zat kimia utama dalam rokok yang menyebabkan orang menderita ketergantungan. Karena nikotin merupakan suatu zat psiaktif yang mencetuskan euforia saat digunakan dan dapat mengakibatkan withdrawl bila tidak digunakan serta mempengaruhi mood dan penampilan (Sherina, 2003) (Hughes 2000).
Mekanisme kerja nikotin dalam tubuh adalah sebagai berikut: setelah menghisap rokok kadar nikotin dalam darah meningkat tajam dalam 15 detik, bolus nikotin mengaktifkan suatu sistem yang disebut brain reward system dengan cara meningkatkan pelepasan dopamin. Nikotin mempengaruhi banyak neutransmitter dan merangsang reseptor asetilkolin pada neuron yang berisi dopamin. Stimulasi reseptor asetilkolin inilah yang menyebabkan timbunan dopamin dipusat brain reward system. (Pots & Garwood, 2007)(Petter & Morgan, 2002).
Aktifasi brain reward system ini menimbulkan perasaan senang seperti yang ditimbulkan oleh aktivitas seksual dan makan (Petter & Morgan, 2002). Kadar puncak nikotin diikuti dengan turunnya kadar nikotin secara bertahap sampai pada satu titik withdrawl yang hanya dapat dihilangkan dengan menghisap rokok. Selanjutnya ketergantungan nikotin timbul dari hubungan temporal antara ritual menghisap rokok dan input sensorik dengan stimulasi berkurang dan hilangnya withdrawl (Petter & Morgan, 2002) (Benowitz, 1996). Oleh karena itu, salah satu hambatan seorang perokok untuk berhenting merokok adalah terjadinya withdrawl symptomps atau gejala putus nikotin .
Faktor faktor yang mempengaruhi adiksi nikotin : 1. Faktor biologi/genetik, pada sebuah penelitian dikatakan bahwa faktor genetik lebih berpengaruh terhadap ketergantungan nikotin dibandingkan dengan faktor lingkungan (72% berbanding 28%). Lingkungan sendiri berpengaruh terhadap onset umur seorang individu mulai menggunakan nikotin namun
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
65
genetik lebih berpengaruh terhadap waktu antara pertama kali merokok dengan penggunaan yang rutin dan berkelanjutan. 2. Individu yang mempunyai alel Taq 1-A dan Taq 1-B pada reseptor dopamin D2 cenderung menggunakan rokok pada onset umur lebih dini, menggunakan rokok lebih banyak dan sulit untuk berhenti. 3. Faktor psikodinamis, individu yang kecanduan terhadap rokok memiliki defek pada ego sehingga individu tidak dapat melakukan koping atau penyesuaian terhadap rasa sakit (rasa bersalah, kemarahan, dan kecemasan). 4. Dinamika keluarga sering kali seorang anak melakukan identifikasi dan imitasi terhadap perilaku orang tua atau saudara yang lebih tua. 5. Kepribadian
ada
beberapa
jenis
yang
dikatakan
berkaitan
dengan
ketergantungan nikotin, sebagai contoh kepribadian dependen dan antisosial seringkali dikaitkan ketergantungan nikotin. 6. Komorbiditas dengan gangguan mental, 80% penderita schizofrenia cenderung menjadi perokok berat karena berkaitan dengan kebutuhan dopamin D dan self medication untuk menghilangkan gejala negatif ataupun untuk menghilangkan efek samping ekstra piramidal.
Ketergantungan nikotin mengakibatkan gejala putus obat bila seseorang mencoba berhenti merokok. Gejala ini terjadinya selama 2 sampai 3 hari dan akan berkurang setelah 14 hari. Keinginan untuk kembali merokok pada orang yang merokok biasanya dapat bertahan sebulan bahkan lebih. Dibawah ini terdapat tabel 2.6 yang menjelaskan gejala putus nikotin, sebab, durasi dan cara penanganannya.
Tabel 2.6 Gejala putus nikotin, Sebab, Durasi dan Cara penanganannya Gejala
Sebab
Durasi
Cara penanganan
Gangguan tidur (Cth. Insomsia)
Fungsi gelombang otak kembali normal
2–4 minggu
Latihan relaksasi dan menghindari kafein
Keinginan merokok
Ketagihan nikotin akibat penurunan kadar dopamin
> 10 minggu
Hindari situasi yang memicu keingian merokok
Batuk
Terdapat sekresi mukus yang berlebihan
Beberapa hari
Minum air, makan permen
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
66
Emosi yang tidak stabil
Ketagihan nikotin
2–4 minggu
Berjalan jalan, menghindari kafein
Susah berkonsentrasi
Hilangnya stimulasi dari nikotin
Beberapa minggu
Menghindari stress tambahan
Nafsu makan yang Indera pengecap kembali Beberapa meningkat berfungsi minggu Sumber : http://quit-smoking-stop.com/nicotine-addiction.html
Minum air, makan cemilan rendah kalori
Terdapat metode yang dapat di gunakan untuk menilai tingkat ketergantungan nikotin yakni dengan menggunakan skor Fagestrom Test Nikotin Dependence (FTND). Secara umum perokok yang memiliki nilai Fagestrom Test Nikotin Dependence (FTND) lebih besar daripada tujuh, memiliki kecenderungan gejala putus nikotin yang lebih sering. Terdapat indikator utama dalam Fagestrom Test yang berhubungan terhadap kegagalan perokok untuk berhenti merokok yaitu merokok 30 menit sebelum bangun tidur (OR 0,40 CI 95% = 0,25-0,62). Perokok dalam kategori seperti ini akan bermanfaat jika diberikan intervensi obat-obatan pada minggu pertama berhenti merokok.
Sumber : Charlotte & Mitchel, 2009
Gambar 2.4 Skoring Fagerstrom Test for Nicotine
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
67
Perokok yang sudah kecanduan akan sulit menghentikan kebiasaannya sehingga diperlukan strategi dan program pengendalian tembakau yang sistematis dalam rangka mengendalikan tembakau di masyarakat (Wismanto & Sarwo, 2007)
d. Ketergantungan alkohol Semua perokok seharusnya mendapatkan nasehat untuk berhenti merokok dari dokter namun jika ada riwayat pengguna alkohol, maka penting untuk melakukan rujukan kepada spesialis karena perokok dalam kategori ini sulit untuk berhenti merokok. Tingkat ketergantungan yang ringan dan sedang selama proses berhenti merokok dapat menurunkan kesuksesan pengobatan sebanyak (OR 4,1 CI 95% 0,2-92,7) jika dibandingkan perokok yang tidak memiliki masalah ketergantungan merokok
3. Kognitif Kognitif yang terlibat dalam berhenti merokok antara lain pengetahuan individu, opini, keyakinan terhadap lingkungan, diri sendiri dan perilaku sehari-hari. Setiap orang memiliki konsistensi antara yang mereka lakukan dengan pemikiran yang baik dalam diri mereka atau yang disebut teori disonansi kognitif yang dikemukan oleh Fertinger. Terdapat beberapa strategi untuk menyeimbangan pemikiran. Langkah pertama terdiri dari mengubah perilaku inkonsistensi menjadi berhenti merokok. Hal ini harus didasari dengan kekuatan emosi untuk mendapatkan manfaat dari melakukan perubahan.
Cumming at al. mengusulkan beberapa informasi yang digunakan untuk membuat perokok akan menghentikan kebiasaan merokoknya antara lain; 1. Informasi mengenai dampak kesehatan dan sosial dari merokok. 2. Strategi spesifik dan berlatih untuk mencapai kesuksesan berhenti merokok. 3. Strategi spesifik dan berlatih untuk memelihara keberhasilan tidak merkok serta upaya mengatasi relaps dengan koping strategi.
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
68
Terdapat beberapa kelompok perokok yang cara penyampaian informasi untuk berhenti merokok ini membutuhkan cara penyampaian yang khusus antara lain untuk kelompok perokok dengan ganguan mental atau adanya ketergantungan lain seperti narkoba atau alkohol, perokok yang berumur diatas 65 tahun, perokok yang berasal dari suku dan etnik yang berbeda. Perokok wanita yang hamil, perokok yang memperhatikan kenaikan berat berat ketika merokok.(Kinzie, d'Avernas , & Naylor, 2004)
Untuk memprediksi keberhasilan individu dalam berhenti selain dari faktor-faktor diatas juga perlu didukung oleh pendidikan individu, komunitas, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kesehatan, kebijakan yang berdampak kepada lingkungan sosial di sekitar untuk dapat berhasil berhenti merokok (Lewis, 2013)
2.14 Rencana dan keinginan berhenti merokok Banyak penelitian yang hanya terpaku pada pencegahan perilaku merokok. Namun tidak kalah penting adalah pengkajian bagaimana para perokok dapat menghentikan kebiasaan merokoknya. Berhenti merokok merupakan perubahan perilaku yang radikal sehingga dalam proses berhenti merokok dipengaruhi oleh empat aspek, yakni: fisiologi, psikologi, lingkungan, dan faktor sosial. Intensi atau keinginan berhenti merokok merupakan prediktor utama terjadinya perilaku berhenti merokok.
Belum ada teori yang menjelaskan mengenai keinginan atau intensi berhenti merokok. Sehingga definisi intensi berhenti merokok diperoleh dari definisi keinginan/intensi dan definisi berhenti merokok. Intensi perilaku merupakan determinan terdekat dengan perilaku yang dimaksud dan merupakan prediktor tunggal terbaik bagi perilaku yang akan dilakukan seseorang. Intensi merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjektif individu dalam kaitan antara diri dan perilaku. Bandura (1986), menyatakan
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
69
bahwa intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan tertentu di masa depan. Intensi menurutnya adalah bagian vital dari self regulation individu yang dilatarbelakangi intensi seseorang untuk bertindak
Menurut Theory of Planned Behavior, seseorang dapat bertindak berdasarkan intensi atau niatnya hanya jika ia memiliki kontrol terhadap perilakunya (Ajzen, 2002). Teori ini tidak hanya menekankan pada rasionalitas dari tingkah laku manusia, tetapi juga pada keyakinan bahwa target tingkah laku berada di bawah kontrol kesadaran individu tersebut atau suatu tingkah laku tidak hanya bergantung pada intensi seseorang, melainkan juga pada faktor lain yang tidak ada dibawah kontrol dari individu, misalnya ketersediaan sumber dan kesempatan untuk menampilkan tingkah laku tersebut (Ajzen, 2005). Dari sinilah Ajzen memperluas teorinya dengan menekankan peranan dari tingkah laku yang kemudian disebut sebagai Perceived Behavioral Control (Vaughan & Hogg, 2005). Berdasarkan Theory of Planed Behavior, intensi merupakan fungsi dari tiga determinan, yang satu yang bersifat personal, kedua merefleksikan pengaruh sosial dan ketiga berhubungan dengan masalah kontrol (Ajzen, 2005). Berikut ini adalah penjabaran dari variabel utama dari Theory of Planned Behavior yang terdiri dari: intensi, attitude toward behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control.
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
70
Sumber: Ajzen, I. (2005). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50, p. 179-211.6
Gambar 2.6. Teori Planned Behaviour
Intensi adalah suatu fungsi dari beliefs dan atau informasi yang penting mengenai kecenderungan bahwa menampilkan suatu perilaku tertentu akan mengarahkan pada suatu hasil yang spesifik. Intensi bisa berubah karena waktu. Semakin lama jarak antara intensi dan perilaku, semakin besar kecenderungan terjadinya perubahan intensi. Sikap dianggap sebagai anteseden pertama dari intensi perilaku. Sikap adalah kepercayaan positif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Kepercayaan-kepercayaan atau beliefs ini disebut dengan behavioral beliefs. Seorang individu akan berniat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu ketika ia menilainya secara positif. Sikap ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan individu mengenai konsekuensi dari menampilkan suatu perilaku (behavioral beliefs), ditimbang berdasarkan hasil evaluasi terhadap konsekuensinya (outcome evaluation). Sikap-sikap tersebut dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap intensi berperilaku dan dihubungkan dengan norma subjektif dan perceived behavioral control.
Norma subjektif juga diasumsikan sebagai suatu fungsi dari beliefs yang secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk menampilkan suatu perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang termasuk dalam norma-norma subjektif disebut juga kepercayaan normatif (normative beliefs). Seorang individu akan berniat menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia mempersepsi bahwa orang-orang lain yang penting berfikir bahwa ia seharusnya melakukan hal itu. Orang lain yang penting tersebut bisa pasangan, sahabat, dokter, dan sebagainya. Hal ini diketahui dengan cara menanyai responden untuk menilai apakah orang-orang lain yang penting tadi cenderung akan setuju atau tidak setuju jika ia menampilkan perilaku yang dimaksud.
Theory of Planned Behavior dikembangkan untuk memprediksi perilaku-perilaku yang sepenuhnya tidak dibawah kendali individu dengan penambahan penentu
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
71
intensi berperilaku yang ke-tiga, yaitu perceived behavioral control (PBC). PBC ditentukan oleh dua faktor yaitu control beliefs (kepercayaan mengenai kemampuan dalam mengendalikan) dan perceived power (persepsi mengenai kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan suatu perilaku).
PBC mengindikasikan bahwa intensi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana ia mempersepsi tingkat kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Jika seseorang memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut memiliki persepsi yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu perilaku. Sebaliknya, seseorang tersebut akan memiliki persepsi yang rendah dalam mengendalikan suatu perilaku jika ia memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang menghambat perilaku. Persepsi ini dapat mencerminkan pengalaman masa lalu, antisipasi terhadap situasi yang akan datang, dan sikap terhadap normanorma yang berpengaruh di sekitar individu. TRA/TPB dimulai dengan melihat intensi berperilaku sebagai anteseden terdekat dari suatu perilaku. Dipercaya bahwa semakin kuat intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu, diharapkan semakin berhasil ia melakukannya.
teoritik dari Teori Planned Behavior (perilaku yang direncanakan) mengandung berbagai variabel yaitu :
1. Latar belakang (background factors) Seperti umur, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian, dan pengetahuan) mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal. Faktor latar belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri seseorang, yang dalam Kurt Lewin dikategorikan ke dalam aspek O (organism). Dalam kategori ini Ajzen (2005),
memasukkan tiga faktor latar
belakang, yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
72
adalah umur, jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan, penghasilan, dan agama. Faktor informasi adalah pengalaman, pengetahuan, dan ekspose pada media.
2. Keyakinan perilaku (behavioral belief) Hal-hal yang diyakini oleh individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan negatif, sikap terhadap perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif terhadap suatu perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku tersebut.
3. Keyakinan normatif (normative beliefs) Berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan yang secara tegas dikemukakan oleh Lewin dalam Field Theory. Pendapat Lewin ini digaris bawahi juga oleh Ajzen melalui perceived behavioral control. Menurut Ajzen (2005), faktor lingkungan sosial khususnya orang-orang yang berpengaruh bagi kehidupan individu (significant others) dapat mempengaruhi keputusan individu.
4. Norma subjektif (subjective norm) Sejauh mana seseorang memiliki intensi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya (Normative Belief). Kalau individu merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya. Fishbein dan Ajzen (1975), menggunakan istilah ”motivation to comply” untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.
5. Keyakinan dari dalam diri individu bahwa suatu perilaku yang dilaksanakan (control beliefs) dapat diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman melakukan perilaku yang sama sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
73
karena melihat orang lain misalnya, teman, keluarga dekat dalam melaksanakan perilaku itu sehingga ia memiliki keyakinan bahwa ia pun akan dapat melaksanakannya. Selain pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman, keyakinan individu mengenai suatu perilaku akan dapat dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk melaksanakan perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya, dan memiliki kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat pelaksanaan perilaku.
6. Persepsi kemampuan mengontrol tingkah laku (perceived behavioral control) Keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan estimasi atas kemampuan dirinya apakah dia punya kemampuan atau tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan perilaku tersebut. Ajzen (2005) menamakan kondisi ini dengan “persepsi kemampuan mengontrol” (perceived behavioral control).
2.15
Manfaat berhenti merokok
Banyak manfaat yang didapatkan oleh perokok jika menghentikan kebiasaan merokoknya yaitu meningkatnya umur harapan hidup dan terhindar dari bahaya penyakit akibat rokok. Di Inggris telah terjadi penurunan angka kematian laki-laki umur dewasa produktif yang diakibat penyakit terkait tembakau dari 69.000 menjadi 28.000 selama 1965 – 1995 hal ini disebabkan banyaknya remaja yang berhenti merokok (Peto, Lopez, Boreham , & Thun, 1992).
Manfaat kesehatan yang didapatkan seseorang yang berhenti merokok seiring dengan waktu yakni 20 menit setelah berhenti merokok, menurunnya detak jantung dan tekanan darah setelah 2 minggu hingga 3 bulan setelah berhenti merokok, meningkatnya sirkulasi peredaran darah dan fungsi pada paru-paru. Satu tahun setelah berhenti merokok dapat menurunkan resiko jatung koroner menjadi setengahnya, 5 sampai 15 tahun setelah berhenti mengurangi resiko stroke dan
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
74
resiko kematian akibat kanker paru menurun menjadi setengahnya (Charlotte & Mitchel, 2009)
Penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan dan pelayanan masyarakat di Inggris didapatkan resiko relatif penyakit jantung koroner pada laki-laki mantan perokok yang telah berhenti kurang dari 5 tahun berumur diantara 30 hingga 54 tahun sebesar 1,9 kali dibandingkan individu yang merokok, dan sebesar 1,3 kali pada laki-laki mantan perokok yang telah berhenti diatas 5 hingga 15 tahun serta tidak ada beda yang signifikan antara mantan perokok yang telah berhenti atas 15 tahun dengan individu yang tidak merokok (Jah & Chaloupka , 2000).
2.16 Program berhenti merokok Walaupun 70% perokok mengatakan ingin berhenti merokok hanya 7,9% yang dapat melakukan tanpa bantuan. Bila terapi dilakukan dengan bantuan dari dokter atau tenaga medis dapat meningkatkan keberhasilan berhenti merokok menjadi 10.2 %. Sedangkan bila semua modalitas terapi digunakan seperti kombinasi farmakologi dan psioterapi serta dukungan sosial maka akan meningkatkan keberhasilan terapi menjadi 35%. Ketergantungan nikotin merupakan penyakit kronik dan berulang kali terdapat kekambuhan. Seorang perokok akan mencoba berhenti 5 -7 kali sebelum berhenti permanen, individu tersebut akan mengalami berbagai tahapan sebelum individu tersebut benar-benar berhenti merokok (Ginting T, 2011).
Program berhenti merokok pada dasarnya merupakan keterpaduan antara terapi kognitif, terapi kebiasaan dan terapi obat. Sarana yang digunakan dalam melakukan program berhenti merokok terdiri dari rangkaian pertanyaan mengenai kebiasaan merokok, faktor pendukung dan penghambat dan beberapa kali pertemuan konseling. Dokter keluarga adalah orang yang tepat untuk melaksanakan program berhenti merokok karena program ini membutuhkan dukungan dari keluarga dan pendekatannya sangat individual (Susanto, 2010).
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
75
Berbagai pedoman (guideline) berhenti merokok konsisten merekomendasikan yang dilakukan pertama adalah identifikasi perokok kemudian memberi motivasi mereka untuk berhenti merokok. Selanjutnya memberikan dukungan agar berhasil berhenti merokok dengan konseling, farmakoterapi. dan follow up teratur. Departement of Health and Human Service USA tahun 2008 mengeluarkan pedoman mengenai upaya berhenti merokok, dimana didalamnya menyatakan bahwa kombinasi konseling dan obat – obatan (farmakologi) lebih efektif untuk berhenti merokok dibanding konseling saja atau obat – obatan saja (Evidence A). Konseling sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain konseling singkat, multisession support, konseling via telepon ataupun konseling kelompok. Konseling yang diberikan berguna untuk meningkatkan motivasi, mengatasi berbagai withdrawal effect dan membantu mengatasi masalah psikososial yang mungkin terjadi.
Oleh karenanya sebagai langkah awal dalam program berhenti dikenal sebagai pendekatan 5A’s yakni (Fiore, 2000) : 1. Ask untuk menanyakan mengenai rokok dalam setiap kesempatan yang ada, 2. Assess yakni menilai ketertarikan perokok untuk berhenti merokok, 3. Advice adalah nasihat mengenai bahaya rokok dan berhenti merokok, 4. Assist untuk menolong perokok untuk berhenti merokok dan 5. Arrange yakni untuk menyusun rencana tindak lanjut. Pendekatan 5A’s ini dilakukan dalam konsultasi klinik rutin dengan pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan perokok. Pada orang yang sudah ingin berhenti merokok (willing to quit) lakukan pendekatan 5 A’s sedangkan pada yang belum ingin berhenti merokok (unwilling to quit) diberikan motivasi untuk berhenti merokok dengan pendekatan 5-A’s dan 5-R’s yakni dengan: 1. Relevance, memberikan dukungan kepada pasien untuk mempertimbangkan berhenti merokok bukan hanya bermanfaat pada diri sendiri tetapi juga pada keluarga serta lingkungan yang terpapar asap rokok secara pasif.
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
76
2. Risk, pasien diminta untuk mengidentifikasi konsekuensi negatif dari penggunaan rokok, misalnya masalah kesehatan, keuangan dan menjadi panutan yang buruk bagi anak – anak 3. Rewards, pasien diminta untuk mengidentifikasi konsekuensi positif dari berhenti merokok misanya kesehatan, finansial dan lain – lain, utamakan yang berkaitan dengan pasien 4. Roadlocks, pasien di minta untuk mengidentifikasi hambatan – hambatan yang ada untuk berhenti merokok termasuk hambatan yang ada ketika ia mencoba berhenti merokok dimasa lalu dan koping yang digunakan mengatasi hambatan itu 5. Repetition, ulangi intervensi motivasi tiap kali pertemuan dengan memberikan perhatian serta menanyakan status merokoknya serta keluhan yang dideritanya. Langkah 5A’s ini bertujuan untuk menilai apakah pasien telah memiliki motivasi dan rencana untuk berhenti merokok. Selanjutnya dilakukan konseling untuk membantu perokok mengambil keputusan untuk berhenti merokok dan pada pertemuan berikutnya konseling dilakukan untuk mendukung mantan perokok agar tidak merokok lagi (Mallin, 2002).
Menurut Majdi Ezzati (2003) menyatakan bahwa berhenti merokok bukan merupakan proses yang sulit, bila ada niat dan kesungguhan. Motivasi individu menjadi sangat penting dalam memprediksi keberhasilan berhenti merokok. Instruksi dari dokter kepada perokok untuk menghentikan kebiasaan merokoknya akan sangat bermanfaat bagi perokok untuk memotivasi perokok untuk berhenti merokok secepatnya, instrumen yang dapat digunakan untuk menganalisis motivasi perokok untuk berhenti merokok berskala 0-10 dan memakan waktu sekitar 30 menit. Akumulasi dari beberapa data menunjukan tingkat dari motivasi perokok untuk berhenti merokok makin hari makin menipis, oleh karenanya motivasi tersebut harus diberikan secara berkala dan terus menerus (Charlotte & Mitchel, 2009)
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
77
Terdapat yang secara teoritis menjelaskan tahapan tahapan berhenti merokok, dimana berhenti merokok adalah upaya untuk mengubah suatu kebiasaan Teori ini menjadi
basis
untuk
mengembangkan
intervensi
yang
efektif
untuk
mempromosikan perubahan kebiasaan kesehatan. Untuk berhenti merokok digambarkan dengan menggunakan tahapan perubahan atau yang lebih dikenal sebagai Transtheoretical
(Prochaska & Diclemente, 1983; Prochaska,
DiClemente, & Norcross, 1992; Prochaska & Velicer, 1997) adalah suatu yang integratif tentang perubahan kebiasaan. Ini adalah suatu perubahan yang disengaja untuk mengambil suatu keputusan dari individu tersebut dengan melibatkan emosi, pengamatan dan kebiasaan, melibatkan pula suatu kepercayaan diri. Berdasarkan transtheoritical rencana perokok untuk berhenti merokok dibedakan atas 5 tahap pada tahap pertama perokok masih belum percaya bahwa merokok akan menimbulkan masalah bagi kesehatannya bahkan perokok menolak untuk berhenti merokok atau tahapan precontemplation. Pada tahap contemplation perokok mulai menyadari dan berkeinginan untuk menghentikan kebiasaan merokok. Setelah itu tahap preparation perokok diajak untuk mempersiapkan dan merencanakan kapan mulai berhenti merokok, hal ini meliputi penetapan tanggal dan hari berhenti merokok dan cara yang dipilih untuk menghentikan kebiasan berhenti merokok.
Pada tahap Action perokok dibantu untuk membuat rencana berhenti merokok dengan menetapkan tanggal untuk berhenti merokok dalam satu minggu kedepan, memberitahu dan meminta dukungan dari keluarga tetangga dan teman akan keinginannya untuk berhenti merokok. Pada tahap ini juga dapat diantisipasi berbagai kendala untuk berhenti merokok antara lain gejala withdrawal dan kemungkinan relaps dengan cara: 1.
Menjauhkan rokok dari lingkungan.
2.
Identifikasi situasi resiko tinggi relaps dengan mendiskusikan pengalaman berhenti dimasa lalu bagaimana kendala dan cara menghadapinya
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
78
3.
Menyediakan sarana dan dukungan yang suportif dari klinik berhenti merokok untuk mengawasi dan menolong berhenti merokok serta memberikan farmako terapi untuk meringankan gejala putus nikotin.
Tahap Maintenance melakukan evaluasi kepada perokok baik pada minggu pertama bulan pertama dan selanjutnya secara berkala berikan pujian bilamana sudah berhenti merokok (abstinensia) dan bila pasien masih merokok diskusikan keadaan yang membuatnya masih merokok masalah yang dihadapi, evaluasi farmakologi dan pertimbangkan rujukan untuk pengobatan intensif. Tahapantahapan di atas bersifat fleksibel, terkadang ada orang yang tidak sampai ke tahapan maintenance tapi kembali ke tahapan precontemplation karena beberapa faktor penghambat, seperti lingkungan, ekspektasi dan lainnya. Keberhasilan seseorang untuk merubah kebiasaan buruknya juga tergantung pada perenungan diri seseorang tersebut. Apabila pada tahap perenungan, perenungannya salah maka seseorang tersebut tidak akan berhasil pada tahap pemeliharaan.
Sumber : Smoking Prevention and Cessation (BAB 10, Hal 234)
Gambar 2.5 Tahapan Perubahan dalam Transtheorical Berdasarkan tahapan-tahapan dalam stages of changes perokok dikelompokkan dalam 3 kelompok utama dalam tahapan dalam berhenti merokok yakni (Ginting T, 2011) 1. Perokok dalam fase prekontemplasi sebanyak 40% dimana perokok tersebut tidak berfikir untuk berhenti merokok (unwilling to stop smoking). Mereka tidak menyadari bahayanya merokok. Pada saat ini terapis berusaha untuk
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
79
menstimulasi rasa ambivalen, misalnya dengan memberikan informasi mengenai bahaya merokok dengan pendekatan 5-A’s dan 5-R’s. 2. Perokok berada dalam fase kontemplasi sebanyak 40 %, dimana perokok sedang berada dalam fase ambivalen atau dissonansi kognitif. Sudah ada keinginan perokok (willing to stop smoking) untuk berhenti merokok serta mencari informasi bagaimana caranya untuk berhenti merokok namun masih terdapat beberapa kendala atau masih belum siap perokok untuk membuat komitmen untuk berhenti merokok. Pada saat ini terapis diharapkan dapat menggoyahkan ambivabelnya dengan memberikan bantuan untuk berhenti merokok dengan pendekatan 5-A’s kepada perokok. 3. Perokok yang berada pada fase tahapan determinasi (persiapan) sebanyak 20%, dimana artinya ia siap untuk berhenti merokok pada bulan yang akan datang dan sudah melakukan tahapan – tahapan awal untuk berhenti merokok, misalnya ia sudah mengatakan pada orang lain mengurangi jumlah banyak rokok berimajinasi seakan ia sudah tidak merokok lagi walau sudah pernah mencoba berhenti merokok. Gerakan merokok ibarat semacam ritual yang dimulai dari membuka bungkus rokok lalu diikuti dengan menyalakan api kemudian menghisap rokok. Tidak mudah menghentikan seseorang yang menganggap rokok sebagai ritualnya sehari hari (Pots & Garwood, 2007) (Petter & Morgan, 2002). Sehingga Dalam menghentikan kebiasaan merokok selain mengatasi masalah ketergantungan nikotin juga mengatasi masalah kebiasaan oleh karenanya kunci utama keberhasilan program berhenti merokok adalah motivasi dan keinginan yang kuat untuk berhenti merokok (Rakel, 1998) (Fiore, 2000).
Seluruh strategi berhenti merokok tidak akan efektif jika tidak ada perubahan dalam gaya hidup dan keinginan dan usaha yang kuat untuk berhenti merokok dengan terus mencoba berhenti dan mengembang kemampuan dan ide untuk mengembangkan strategi koping serta menahan untuk merokok ketika gejala putus nikotin terjadi (Wolten, Johnstone, Munavo, Nevile, & Griffths, 2001).
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
80
2.17 Metode Berhenti Merokok Menurut Choulapka (2000), menyatakan terdapat tiga intervensi yang efektif untuk mengurangi jumlah perokok yakni program komunitas berhenti merokok, nasihat berhenti merokok dari tenaga kesehatan, penanganan farmakologi. Terdapat tiga metode yang selama ini dikembangkan para ahli untuk menghentikan kebiasaan rokok (Jackcen, 2002) yaitu metode yang mengandalkan perubahan kebiasaan dan metode yang mengandalkan terapi obat-obatan dan metode kombinasi dari keduanya, berikut ini penjelasannya:
2.17. 1. Metode Perubahan Kebiasaan, Metode perubahan kebiasaan dalam menghentikan kebiasaan merokok adalah metode yang merubah kebiasaan perokok untuk tidak merokok diantaranya: a. Metode Cold Turkey Metode ini adalah metode yang paling sederhana dan paling mudah dimengerti tetapi paling banyak terjadi kegagalan. Caranya adalah menghentikan kebiasaan merokoknya. Metode ini tidak menggunakan perencanaan dan metode berhenti merokok. Perokok cukup menentukan kapan dia akan mulai tidak merokok (Syafiie Raka & NRH, 2009). b. Cognitive Behavioral Therapy atau terapi kebiasaan kognitif Inti dari pendekatan ini ialah pengetahuan atau kesadaran akan kebiasaan menjadi dasar untuk merubah kebiasaan ke arah yang diinginkan Perokok hanya akan merubah kebiasaan rokoknya jika seseorang tahu merokok itu buruk. Pengetahuan tersebut membuat seseorang akan merubah kebiasaan dari merokok menjadi berhenti merokok yang sesuai dengan sifat dan keadaan yang menyebabkan dia merokok. c. Aversive Conditioning atau pengkondisian berbalik Teknik ini sangat unik yaitu memasangkan (pairing) stimulus yang negatif dapat berupa kebiasaan atau pikiran dengan kebiasaan yang ingin diubah Hal ini sulit dipahami, namun terbukti hal ini dapat membantu perokok untuk berhenti
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
81
merokok. Contoh aversie conditioning yaitu perokok dibiarkan merokok terus menerus tanpa berhenti hingga kenikmatan merokok hilang dan saat sedang merokok, perokok diminta membayangkan dampak buruk akibat merokok. d. Metode Hipnotis Untuk menghentikan kebiasaan merokok, hipnotis digunakan karena mampu merubah kebiasaan seseorang secara setengah sadar namun tetap sukarela. Jika pada saat trance seseorang diberi intervensi oleh penghipnotis bahwa merokok itu buruk dan seseorang tersebut harus tersebut. Maka pada saat seorang tersebut sadar kembali, kemungkinan besar akan berhenti, sekalipun seseorang tersebut tidak tahu siapa yang menyuruhnya berhenti. Sebagian besar perokok yang sudah atau berniat untuk menghentikan kebiasaan merokok, bagaimana terganggunya kesehatan mereka atau berapapun umur mereka, berhenti merokok akan menurunkan resiko gangguan kesehatan mereka.
2.17.2. Metode dengan Farmakoterapi atau Obat-obatan a. Nicotine Replacement Therapy (NRT) merupakan upaya pertama
untuk
mengatasi gejala putus nikotin yakni dengan memberikan nikotin itu sendiri dengan dosis yang kecil secara terus menerus. Sediaan NRT pertama yang disetujui oleh FDA adalah nicotine gum, nicotine patch, nicotine nasal spray, nicotine inhaler (Fiore, 2000). Sediaan ini tidak beredar di Indonesia , namun di luar negeri tersedia sebagai produk over the counter (OTC) atau dijual bebas. Tujuan NRT adalah memberikan kadar nikotin konstan untuk menurunkan gejala withdrawl pada program berhenti merokok. NRT melepaskan nikotin kedalam darah secara perlahan tidak mendadak tinggi seperti nikotin dalam rokok sehingga potensi adiksinya minimal (Okuyemi, Ahluwalia, & Harris, 2000).
Uji klinik NRT telah banyak dilakukan oleh Cochrane Review telah menganalisis 132 penelitian yang melibatkan 40 ribu pasien. Dimana kesimpulan yang didapat bentuk NRT dapat meningkatkan keberhasilan berhenti merokok hingga 50-70% dan sangat bermanfaat untuk perokok berat.
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
82
Penggunaan NRT harus diikuti dengan terapi kognitf dan terapi behavioral. Efek samping tersering dari NRT terjadi karena penghentian terapi antara lain iritasi ditempat penggunaan atau ruam pada kulit dan rongga mulut (Stead, Pereru, Mamt, & Lancaster, 1996).
b. Obat-obatan selain nikotin Obat yang digunakan dalam berhenti merokok antara lain bupropion, klonidin dan vareniklin. Tidak ada kriteria khusus untuk pasien yang akan memulai terapi dengan obat tertentu, semua perokok dengan ketergantungan yang berat maupun ringan yang ingin berhenti merokok dapat memulai berhenti merokok dengan farmakoterapi kecuali jika terdapat kontraindikasi atau pada ibu hamil serta perokok remaja.
Penggunaan obat ini dimulai pada tahap action. Menurut Review Cochrane, vareniklin dapat meningkatkan keberhasilan berhenti merokok tiga kali lipat jika dibandingkan tanpa obat. Efek samping yang paling sering muncul dari penggunaan farmakoterapi adalah gejala gastrointestinal (mual, konstipasi, dispesia, dan muntah), insomnia,sakit kepala dan mimpi buruk. Penyesuaian dosis serta minum obatnya setelah makan dapat menurunkan kejadian efek samping tersebut (Ravichand & Vijaya, 2007).
2.17.3. Metode Kombinasi (Klinik berhenti merokok) Nasehat dan dukungan tenaga kesehatan dan keluarga. Metode ini sangat efektif untuk menghentikan kebiasaan merokok dimana metode ini merupakan metode kombinasi antara pemberian motivasi dengan penggunaan farmakoterapi. Tenaga kesehatan diharapkan dapat menggunakan strategi ini untuk perokok berhenti merokok atau setidaknya dapat memberikan nasehat singkat dan dukungan kepada perokok melalui tulisan-tulisan yang mengingatkan mereka untuk berhenti merokok, hotline telepon dan strategi mencegah dan mengatasi relaps.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
83
Penggunaan metode berhenti berokok yang beragam akan lebih berhasil menghenti kebiasaan merokok dibanding hanya menggunakan satu metode berhenti merokok. (Caponetto & Ricardo, 2008) Hanya sekitar 3 – 5 % perokok yang sudah mencoba berhenti merokok secara permanen tanpa bantuan metode berhenti merokok yang direkomendasikan. Dibawah ini terdapat angka keberhasilan pasien yang berhenti merokok dengan berbagai metode terapi dan intensitas penggunaannya.Berdasarkan penelitian bentuk intervensi berupa saran dan dukungan dari tenaga medis sangat efektif dalam memotivasi perokok untuk berhenti merokok
Tabel 2.8 Angka Keberhasilan Metode Berhenti Merokok Metode berhenti merokok
Angka keberhasilan berhenti merokok
Tanpa metode Upaya diri sendiri Telpon Konseling Konseling Group Konseling individual Menggunakan 2 metode Menggunakan diatas 2 metode Menggunakan 1 sesi konseling Menggunakan 2 sampai 3 kali sesi konseling Menggunakan 4 sampai 8 kali sesi konseling Menggunakan diatas 8 kali sesi konseling Konseling tanpa obat Konseling dengan obat
10,8% 12,3% 13,1% 13,9% 16,8% 18,5% 23,2% 21,8% 28,0% 26,9% 32,5% 14,6% 22,1%
Sumber : Charlotte & Mitchel, 2009
Universitas Indonesia
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
84
Gambar 2.7.Kerangka Teori
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
85
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1. Kerangka Konsep Penelitian Untuk menjawab pertanyaan penelitian, peneliti menggunakan dasar pijakan konsep dari transtheoretical model yang digagas oleh Prochaska & Diclemente, 1983). Model ini merupakan model perubahan perilaku yang telah menjadi basis untuk mengembangkan intervensi yang efektif melakukan perilaku kesehatan. melibatkan emosi, pengamatan dan kebiasaan, serta melibatkan suatu kepercayaan diri.
Keberhasilan seseorang untuk merubah perilaku sangat ditentukan oleh tahap kontemplasi (perenungan), dimana pada tahap ini pergulatan pemikiran (dissonansi kognitif) yang menentukan apakah perokok tersebut akan berhenti merokok atau tidak. Perokok yang mengalami kegagalan tahap ini, maka perokok tersebut sulit untuk melanjutkan proses perubahan perilaku berhenti merokoknya (Prochaska & Diclemente, 1983).
Terdapat faktor-faktor yang berperan dalam setiap tahapan perubahan (stage of change), faktor tersebut bersifat fleksibel. Pada penelitian ini, upaya berhenti merokok dijabarkan menjadi dua variable, yaitu “Rencana berhenti merokok” dan “Mencoba berhenti merokok”. Untuk menganalisis faktor-faktor yang berperan dengan rencana berhenti merokok, peneliti menggunakan Theory of Planned Behaviour (TPB) dimana rencana dibagi dalam 3 kategi yakni “Siap berhenti merokok” dan “Ingin berhenti merokok” dan “Tidak ingin berhenti merokok”. Teori TPB mendasari bahwa untuk menelaah faktor yang berperan dalam rencana atau keinginan berhenti merokok ditentukan oleh faktor sikap terhadap perilaku, norma subyektif dan persepsi terhadap kontrol perilaku.. Selain itu terdapat faktor lain yang berperan pada intense (keinginan), yakni adanya eksternal faktor yang terdapat sebelum terbentuknya intensi. (Ajzen, 2005).
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
86
Tahapan sebelum terjadinya intensi (pre-intensi) dipengaruhi oleh adanya faktor eksternal yang tidak dapat dikontrol oleh individu yang bersangkutan, seperti karakteristik, ketersediaan sumber informasi dan kesempatan untuk menampilkan tingkah laku tersebut. Untuk itu, peneliti mengelompokkan faktor-faktor tersebut dalam kelompok pre-intensi dan kelompok intensi. Pada kelompok pre-intensi terdiri dari faktor eksternal, faktor informasi dan faktor awareness (kesadaran) dan kelompok faktor intensi yang terdiri dari faktor norma subjektif dan faktor persepsi terhadap kontrol perilaku. Variabel dependen yang kedua adalah “Mencoba Berhenti Merokok” yang dikatagorikan dalam 3 (tiga) kelompok yakni “Mencoba berhenti merokok jangka panjang” atau mencoba berhenti meokok diatas 30 hari, “Mencoba berhenti merokok jangka pendek” mencoba berhenti merokok hingga 30 hari dan “Tidak mencoba berhenti merokok”. upaya berhenti merokok tersebut didasarkan kepada pertanyaan mengenai pengalaman responden dalam mencoba berhenti merokok sebelumnya dalam 12 bulan terakhir
Untuk
menelaah
variabel
upaya
mencoba
berhenti
merokok,
peneliti
menggunakan pendekatan teori yang dikemukan oleh Lawrence Green. Pada teori ini, dinyatakan bahwa terdapat faktor faktor yang mempengaruih perubahan perilaku, yakni faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor), dan faktor pendorong (reinforcing factor). Ketiga faktor tersebut digunakan peneliti untuk mengelompokkan variabel independen penelitian.
Faktor predisposisi terdiri dari variabel umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, tempat tinggal, dan pengetahuan bahaya merokok. Faktor pemungkin (enabling factor) terdiri dari variabel umur pertama kali merokok, variabel lama merokok, variabel jumlah rokok per hari, variabel jenis rokok, dan variabel jeda waktu merokok di pagi hari. Faktor pendorong (reinforcing factor) terwujud pada sikap dan perilaku petugas kesehatan dan petugas lainnya, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat,
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
87
seperti variabel pembatasan merokok dirumah, variabel nasehat dari tenaga kesehatan, variabel tinggal bersama perokok, peringatan kesehatan pada bungkus rokok, variabel informasi bahaya rokok, variabel terpajan iklan rokok, dan variabel terpajan promosi dan sponshorsip rokok.
Definisi konseptual dalam kerangka konsep akan menghubungkan antara teori dengan kondisi nyata sehingga dapat dijadikan acuan untuk memperoleh hasil dari tujuan penelitian. Berdasarkan telaahan di atas, disusunlah kerangka konsep penelitian yang mengintegrasikan model Transteoritical yang di kombinasikan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku yang dikemukakan oleh Green Theory dan Theory of Planned Behaviour (TPB). Berdasarkan studi kepustakaan, maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
88
3.2. Hipotesis 1. Terdapat hubungan antara faktor-faktor dalam kelompok faktor predisposisi, pemungkin, dan pendorong dengan mencoba berhenti merokok pada perokok berumur 15 tahun keatas di Indonesia 2. Terhadap hubungan antara faktor faktor dalam kelompok faktor kelompok faktor pre-intensi dan intensi dengan rencana berhenti merokok pada perokok berumur 15 tahun keatas di Indonesia.
3.3 Definisi Operasional Definisi operasional adalah mendefinisikan suatu variabel secara operasional berdasarkan karteristik yang diamati ketika melakukan pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena dengan menggunakan parameter yang jelas (Hidayat, 2008). Berikut ini tabel yang menggambarkan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
89
Tabel 3.1. Definisi Operasional 1. Variabel Dependent Variabel Mencoba berhenti merokok
Definisi Operasional Upaya seseorang yang pernah dilakukan untuk mencoba berhenti berhenti merokok dalam 12 bulan terakhir (Marino, 2010)
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Section D, Pertanyaan Nomor D01 dan D02a
Kuesioner GATS
1 = Tidak pernah mencoba 2 = Mencoba kurang dari atau sama dengan 30 hari 3 = Mencoba lebih dari 30 hari
Kuesioner GATS
a) 3 = Siap berhenti merokok (“saya akan berhenti merokok bulan depan” dan “saya akan berhenti merokok 12 bulan ke depan” ) b) 2 = Ingin berhenti merokok (“saya akan berhenti merokok, tetapi tidak dalam 12 bulan ke depan”) c) 1 = Tidak Ingin berhenti merokok (“saya tidak tertarik untuk berhenti merokok”, “tidak tahu”, dan “menolak”)
D02a1 “dalam bulan” nilai dikali 30
Skala Ukur Nominal
D02a2 “dalam minggu” nilai dikali 7 D02a3 “dalam hari” nilai tetap D02a4 “kurang dari 1 hari” nilai tetap”
Rencana berhenti merokok
Responden berpikir dan besiap untuk berhenti merokok ke depan (Fiore, 2000)
Section D , Pertanyaan Nomor D08, Kategori 1 adalah D081 atau “dalam bulan ini” dan D082 atau “dalam 12 bulan kedepan” Kategori 2 adalah D083 Kategori 3 adalah D084
Ordinal
2. Variabel Independent Variabel Umur
Definisi Operasional Umur responden yang ditentukan oleh tanggal lahir responden (Marino, 2010)
Cara Ukur
Alat Ukur
Section A, Pertanyaan Nomor A03
Kuesioner GATS
Hasil Ukur Umur respoden ditampilkan dalam satuan tahun. Kemudian untuk analisis diklasifikasikan menjadi: 4 = 15-24 tahun 3 = 25-44 tahun 2 = 45-64
Skala Ukur Ordinal
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
90
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1 = > 65 tahun
Jenis kelamin
Pertanda gender yang dimiliki oleh responden
Section A, Pertanyaan Nomor A01
Kuesioner GATS
untuk analisis diklasifikasikan menjadi: 0 = Perempuan 1 = Laki-laki untuk analisis diklasifikasikan menjadi: a) 1 = Tidak Bekerja (pelajar/ mahasiswa/ ibu rumah tangga/ pensiunan/ pengangguran/ penyandang cacat/ sakit) b) 0 = Bekerja (PNS/ Pegawai Swasta/ Karyawan/ Buruh/ Wiraswasta/ Petani)
Nominal
Pekerjaan
Pekerjaan yang dimiliki responden (Marino, 2010)
Section A, Pertanyaan Nomor A05,
Kuesioner GATS
Tingkat Pendidikan
Jenjang pendidikan pendidikan formal sampai lulus (Marino, 2010)
Section A, Pertanyaan Nomor A04
Kuesioner GATS
untuk analisis diklasifikasikan menjadi: a) 1 = Tinggi (SLTA/ Aliyah/ Paket C/ Akademi/ Sarjana/ Magister/ Doktor) b) 0 = Rendah (SLTP/ MTS/ Paket B/ SD/ MI/ Paket A/ Tidak Sekolah / belum tamat SD)
Ordinal
Sosial Ekonomi
Status yang diukur dari kepemilikan responden terhadap barang-barang berharga sebagai berikut elektronik, toilet duduk, telpon rumah ,telpon genggam, televisi, radio, lemari es, mobil, motor, mesin cuci, komputer, sepeda, kapal dan AC
Section A, Pertanyaan nomor A06AA06N
Kuesioner GATS
Variabel ini terdiri dari 14 pertanyaan, yaitu: 1) Adakah listrik: Ya =1, Tidak = 0 2) Kloset Duduk: Ya =1, Tidak = 0 3) Telepon rumah: Ya =1, Tidak = 0 4) Telepon seluler: Ya =1, Tidak = 0 5) Televisi: Ya =1, Tidak = 0 6) Radio : Ya =1, Tidak =0 7) Lemari es: Ya =1, Tidak = 0 8) Mobil: Ya =2, Tidak =0 9) Motor: Ya =1, Tidak
Ordinal
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
Nominal
91
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
=0 10) Mesin Cuci: Ya =1, Tidak = 0 11) Komputer/ Laptop: Ya =1, Tidak = 0 12) Sepeda: Ya =1, Tidak = 0 13) Perahu: Ya =2, Tidak = 0 14)Pendingin Ruangan: Ya =1, Tidak = 0 Nilai dari masingmasing pertanyaan diakumulasi, kemudian dikategorikan menjadi 1=Tinggi, jika ≥ median (8) 0 = Rendah, jika <median (8) Tempat Tinggal
Alamat rumah atau lokasi tempat tinggal responden
RESND
Pengetahuan bahaya merokok
Pengetahuan dan keyakinan responden bahwa merokok akan mengakibatkan stroke, jantung , kanker paruparu, PPOK, kanker kandung kemih, kanker usus, kelahiran prematur dan osteoporosis
H02A-H02H Pengetahuan rokok dapat menyebabkan: a) stroke : Ya = 1, tidak dan tidak tahu = 0 b) serangan jantung : Ya = 1, tidak dan tidak tahu = 0 c) kanker paruparu: Ya = 1, tidak dan tidak tahu = 0 d) PPOK: : Ya = 1, tidak dan tidak tahu = 0 e) Kanker Kandung Kemih: Ya = 1, tidak dan tidak tahu = 0 f) Kanker Perut : Ya = 1, tidak dan tidak tahu = 0 g) kelahiran premature : Ya
Kuesioner GATS
untuk analisis diklasifikasikan menjadi: 1 =Perkotaan 0 =Perdesaan
Kuesione 1 = Tinggi (>Median r GATS (3,5)) 0 = Rendah (≤Median (3,5))
Nominal
Ordinal
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
92
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
= 1, tidak dan tidak tahu = 0 h) osteoporosis : Ya = 1, tidak dan tidak tahu = 0 Lama merokok
Banyaknya waktu yang telah dihabiskan oleh responden untuk merokok dimulai sejak pertama kali merokok hingga saat ini(Marino, 2010)
Section B, pertanyaan nomor AGE (pertanyaan ini adalah hasil kompilasi dari A02a, A02b, dan A03a) dan pertanyaan nomor B04 (umur dikurangi umur pertama kali merokok)
Kuesioner GATS
Lama merokok dalam satuan tahun. Kemudian untuk analisis diklasifikasikan menjadi: 1 = ≤20 tahun 2 = 21-30 tahun 0 = >30 tahun
Ordinal
Jumlah rokok/hari
Rata rata banyakya rokok putih, hand role, kretek, pipa tembakau, cigarate dan lain-lain yang dikonsumsi saat ini oleh responden setiap hari (Loon, 2005)
Section B, pertanyaan nomor B06A B06G (Jumlah konsumsi per satu jenis rokok per minggu dibagi 7 hari ditambah dengan jumlah konsumsi rokok per hari) Hasil tersebut dijumlahkan untuk semua jenis rokok
Kuesioner GATS
Jumlah rokok/hari dalam satuan Batang. Kemudian untuk analisis diklasifikasikan menjadi: 1 = ≤ 10 batang 2 = 11-20 batang 0 = >20 batang
Ordinal
Umur pertama kali merokok
Umur pertama kali responden pertama kali terpapar kebiasaan merokok (Marino, 2010)
Section B, Pertanyaan Nomor B04
Kuesioner GATS
Ordinal
Jenis rokok
Varian atau jenis rokok yang paling banyak dikonsumsi oleh responden setiap hari
Section B, Pertanyaan B06A- B06G
Kuesioner GATS
Umur pertama kali merokok dalam satuan tahun. Kemudian untuk analisis diklasifikasikan menjadi: 1 = > 17 tahun 0 = ≤ 17 tahun untuk analisis diklasifikasikan menjadi: 1. Kretek (Jika hanya memilih rokok kretek saja) 2. Linting / handroll (Jika hanya memilih rokok linting saja)
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
Nominal
93
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
4. Campuran (Jika merokok lebih dari satu jenis rokok) 5. Rokok putih (Jika hanya rokok putih saja) Jeda Waktu merokok di pagi hari
Waktu yang diperlukan responden untuk pertama kali merokok sejak bangun tidur di pagi hari
Section B, pertanyaan nomor B07
Pembatasan merokok
Pernyataan responden mengenai pembatasan rokok di dalam rumah
Section E, pertanyaan nomor E01
Kuesioner GATS
untuk analisis diklasifikasikan menjadi: 1 = Ketergantungan >60 menit 2 = Ketergantungan 3160 menit 0 = Ketergantungan ≤ 30 menit
Kuesioner GATS
untuk analisis diklasifikasikan menjadi: 1 = Tidak diperbolehkan (Jika responden “tidak diijinkan, dengan pengecualian” dan “tidak pernah diijinkan”)
Ordinal
Nominal
0 =Diperbolehkan (Jika responden “diijinkan” dan “tidak ada peraturan”) Nasehat berhenti merokok
Tinggal bersama perokok lain
Peringatan kesehatan
Pernyataan responden yang mendapatkan nasehat untuk berhenti merokok oleh tenaga kesehatan dalam 12 bulan terakhir Pernyataan responden mengenai terdapat anggota keluarga lain di dalam rumah yang merokok (Marino, 2010)
Section D, pertanyaan nomor D07
Pernyatan responden melihat peringatan kesehatan
Section G, pertanyaan nomor G202
Section H, pertanyaan nomor HH4E1 – HH4E8
Kuesioner GATS
Kuesioner GATS
Kuesioner GATS
untuk analisis diklasifikasikan menjadi: 1 = Ya Mendapatkan nasehat 0 = Tidak mendapatkan
Nominal
untuk analisis diklasifikasikan menjadi: 1 = Tidak ada (Jika anggota keluarga lain yang merokok < 1) 0 = Ada (Jika anggota keluarga lain yang merokok ≥ 1) untuk analisis diklasifikasikan menjadi: 1 = Melihat (jika memilih “ya melihat
Nominal
Nominal
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
94
Variabel
Informasi bahaya merokok
Definisi Operasional mengenai bahaya rokok pada bungkus rokok dalam 30 hari terakhir
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
peringatan”) 0 =Tidak Melihat (jika memilih “tidak meliat peringatan” dan “tidak melihat bungkus rokok”)
Pernyataan responden yang mendapat informasi dan dukungan untuk berhenti merokok yang didapatkan oleh responden melalui surat kabar, majalah, televisi, radio, bilboard dan tempat lainnya pada responden yang merokok kretek maupun rokok putih namun tidak termasuk peringatan kesehatan pada bungkus rokok dalam 30 hari terakhir
Section G, pertanyaan nomor G201A1&2 sampai G201E1&2
Kuesioner GATS
G201A1&2 tentang Informasi bahaya rokok putih dan kretek dikoran dan majalah: Ya = 1, Tidak = 0 G201B1&2 tentang Informasi bahaya rokok putih dan kretek dari televisi: Ya = 1, Tidak = 0 G201C1&2 tentang Informasi bahaya rokok putih dan kretek radio: Ya = 1, Tidak = 0 G201D1&2 tentang Informasi bahaya rokok putih dan kretek papan iklan/ billboard: Ya = 1, Tidak = 0 G201E1&2 tentang Informasi bahaya rokok putih dan kretek di tempat lainnya: Ya = 1, Tidak = 0
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
untuk analisis diklasifikasikan menjadi: 1 = Mendapatkan (≥1) 0 = Tidak mendapatkan (<1)
Ordinal
95
Variabel
Terpajan Iklan rokok
Definisi Operasional
Cara Ukur
Pernyataan responden yang terpajan informasi mengenai iklan produk tembakau pada tempat menjual rokok, televisi, radio, bilboard, poster, surat kabar, majalah, cinema, internet, transportasi umum , di dinding publik, banner, dll pada responden yang merokok kretek maupun rokok putih selama 30 hari terakhir
Section G, pertanyaan nomor G204AG204K
Alat Ukur
Kuesioner GATS
G204A iklan rokok di toko/ kedai/ warung: Ya = 1, Tidak dan tidak tahu = 0
Hasil Ukur
untuk analisis diklasifikasikan menjadi: 1 = tidak mendapatkan (≤median) 0 = mendapatkan (>median)
Skala Ukur
Ordinal
G204B Televisi warung: Ya = 1, Tidak dan tidak tahu = 0 G204C radio: Ya = 1, Tidak dan tidak tahu = 0 G204D Papan iklan: Ya = 1, Tidak dan tidak tahu = 0 G204E poster: Ya = 1, Tidak dan dan tidak tahu = 0 G204F koran atau majalah: Ya = 1, Tidak dan tidak tahu = 0 G204G Bioskop: Ya = 1, Tidak dan tidak tahu = 0 G204H Internet: Ya = 1, Tidak 0 G204I Kendaraan Umum: Ya = 1, Tidak dan tidak tahu = 0 G204Ja ruang
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
96
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Kuesioner GATS
untuk analisis diklasifikasikan menjadi: 1 = Tidak mendapat dan Tidak tahu (<1) 0 = Mendapatkan (≥1)
Skala Ukur
publik: Ya = 1, Tidak dan tidak tahu = 0 G204Jb Spanduk: Ya = 1, Tidak dan tidak tahu = 0 G204K Tempat lain: Ya = 1, Tidak dan tidak tahu = 0 Terpajan promosi dan sponsorship rokok
Pernyataan responden yang telah mendapatkan jenis promosi dan sponshorship dari industri rokok berupa pemberian sampel gratis, potongan harga, voucher rokok, pemberian souvenir atau diskon produk lain ketika membeli rokok, merchandise dari industri rokok, dan promosi berbentuk surat pada responden yang merokok kretek maupun rokok putih selama 30 hari terakhir
Section G, pertanyaan nomor G206A-G206F a)Promosi produk gratis: Ya = 1, Tidak dan tidak tahu = 0 b) Promosi harga obral: Ya = 1, Tidak dan tidak tahu = 0 c)Promosi dengan kupon: Ya = 1, tidak dan tidak tahu = 0 d)Promosi dengan hadiah dan diskon produk lain: Ya = 1, tidak dan tidak tahu = 0 e)Promosi dengan souvenir berlogo merk rokok: Ya = 1, tidak dan tidak tahu = 0 f)Promosi dengan flyers: Ya = 1, tidak dan tidak tahu = 0
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
Nominal
97
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Desain penelitian dibutuhkan untuk memberikan gambaran kondisi populasi yang sedang diteliti pada saat pengambilan data, dimana saat pengambilan data tersebut antara variabel dependen dan independen dilakukan pada saat yang bersamaan. Pada penelitian ini desain yang digunakan adalah survei dengan desain potong lintang. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengukur variabel dependen dan variabel independen.
4.2 Global Adult Tobacco Survey (GATS) Penelitian ini menggunakan data GATS yang merupakan bagian dari Global Tobacco Survailance System (GTSS), yang merupakan standar global yang sistematis untuk memonitoring penggunaan tembakau dan menelusiri indikator pengendalian tembakau di suatu negara. GATS merupakan representatif survei rumah tangga yang dilakukan secara nasional pada populasi dewasa di atas 15 tahun. Hasil GATS dipublikasikan oleh WHO bekerjasama dengan Badan Peneliti dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2012. Setelah dilakukan publikasi, data GATS dapat diakses secara terbuka melalui website resmi WHO.
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama enam bulan yaitu pada bulan Oktober 2014 hingga bulan April 2015.
4.4. Populasi dan sampel 4.4.1. Populasi Populasi dalam survei GATS meliputi seluruh laki-laki dan perempuan di Indonesia yang berumur 15 tahun ke atas, dengan kriteria inklusinya adalah individu yang menjadikan Indonesia sebagai tempat tinggal dan menetap,
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
98
termasuk warga negara asing yang menetap di Indonesia. Kriteria eksklusi dalam peneltian ini adalah individu yang sedang berkunjung ke Indonesia yang sedang bertempat tinggal di pangkalan militer atau tempat tinggal kelompok tertentu, misalnya asrama, serta individu yang sedang dilembagakan dan termasuk individu yang berada di rumah sakit, penjara, panti jompo dan lembaga lain seperti itu. Sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah semua pria dan wanita dewasa di Indonesia yang berumur 15 tahun ke atas yang merokok yang memenuhi kriteria populasi dalam survei GAT.
4.4.2. Sampel Sampel dalam penelitian ini merupakan sub sampel dari yang menjadi responden survei GAT dengan kriteria seluruh pria dan wanita yang berumur diatas 15 tahun keatas yang merokok setiap hari dengan kriteria inklusi antara lain tidak mengalami gangguan jiwa, dapat menjawab semua pertanyaan yang diberikan, dan bertempat tinggal di Indonesia.
Berdasarkan Joreskog dan Sorbom (1996) menyatakan jumlah sampel minimum yang dibutuhkan untuk suatu penelitian tergantung kepada jumlah variabel yang akan diteliti. Rumusnya adalah k (k+1)/2 dimana k adalah jumlah variabel yang diteliti.
Perkiraan besaran sampel minimum ditentukan berdasarkan besaran sampel pada penelitian kesehatan. Besarnya sampel diperhitungkan dengan menggunakan uji hipotesa dengan 2 proporsi (uji dua sisi) (Lemeshow, Hosmer, Klar, & Lwanga, 1993). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana Keterangan : P1
= Proporsi perokok yang sudah mencoba berhenti merokok sebanyak 32,5 % (Marino, 2010)
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
99
P2
= Proporsi perokok yang tidak mencoba berhenti merokok sebanyak 67,5% (Marino, 2010) = Interval kepercayaan 95% = 1,96 = Nilai z berdasarkan kekuataan uji = 80% (0,84)
n
= Jumlah kebutuhan sampel sebesar 29
Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus diatas didapatkan minimal dari sample untuk masing-masing variabel sebanyak 29 responden. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan 19 variabel, sehingga minimal total sampel yang digunakan sebanyak 551 responden. Sementara dalam survei GAT terdapat 2424 responden yang memenuhi kriteria inklusi sampel penelitian. Oleh karena itu untuk meningkatkan kekuatan penelitian dan signifikansi, maka seluruh sub sampel dijadikan sampel penelitian ini.
Desain sampling dalam survei GAT menggunakan blok sensus yang didapatkan dari sensus penduduk tahun 2010 yang dilaksanakan oleh BPS. Pengambilan sampel menggunakan 4 tahap stratified cluster sampling sesuai dengan penjelasan sebagai berikut 1. Pada tahap pertama dilakukan penetapan 100 unit sampling utama (PSUs Primary Sampling Units) dengan komposisi 50 PSU di daerah perkotaan dan 50 PSU di daerah perdesaan dipilih dengan menggunakan teknik probability proporsional to size. PSU terdiri dari sekelompok blok sensus di kecamatan dalam jenis daerah yang sama (perkotaan / perdesaan). 2. Pada tahap kedua, memilih tiga unit sampel sekunder (SSUs - Secondary Sample Units) dari PSU yang terpilih juga dengan menggunakan probability proporsional to size. Setelah ditetapkan unit sample sekunder dilakukan sensus dan membuat listing populasi rumah tangga pada blok sensus. 3. Pada tahap ketiga dipilih 30 rumah tangga secara linear sistematik sampling dari hasil listing di setiap blok sensus terpilih. 4. Pada tahap akhir, salah satu responden dipilih secara acak untuk berpartisipasi dalam survei.
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
100
4.5. Jenis dan Sumber Variabel Data diperoleh dari hasil GATS diambil dari kuesioner rumah tangga dimana hasilnya digunakan untuk menetapkan anggota rumah tangga yang memenuhi kriteria untuk kuesioner individu. Kuesioner individu terdiri dari 10 bagian berikut ini karakteristik sosial demografi, konsumsi rokok, konsumsi rokok tanpa asap, berhenti merokok, perokok pasif, faktor ekonomi, media serta pengetahuan, sikap dan persepsi. Terdapat dua jenis kuesioner yang digunakan yang pertama adalah kuesioner rumah tangga dan yang kedua kuesioner individu untuk semua orang dewasa berumur 15 tahun ke atas dalam rumah tangga tersebut.
Kuesioner rumah tangga mengumpulkan informasi dari seluruh anggota keluarga dalam sampel rumah tangga untuk mengidentifikasi orang-orang yang memenuhi syarat dari rumah tangga dan menangkap informasi dasar dari anggota rumah tangga sehingga dapat dipilih secara random responden yang memenuhi syarat untuk kuesioner individu. Informasi dasar tentang umur dan jenis kelamin dari semua anggota rumah tangga yang terpilih dikumpulkan. Informasi pada umur digunakan untuk mengidentifikasi responden yang memenuhi syarat untuk kuesioner individu. Kuesioner juga mengumpulkan informasi tentang penggunaan rokok dan tembakau tanpa asap saat ini.
4.6. Pengumpulan Data Data survei GAT tahun 2011 dikumpulkan oeh Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Kesehatan tahun 2011
dengan wawancara
menggunakan teknologi data elektronik iPAQs yang dirancang secara khusus untuk memastikan proses pengumpulan data terkendalikan kualitas dan validitasnya.
4.7. Pengolahan Data Setelah memperoleh seluruh data dilakukan cleaning terhadap data tersebut membuat set data baru sesuai dengan sampel yang hendak diteliti yakni laki-laki dan
perempuan
yang
merokok.
Tahapan
berikutnya
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
yakni
dilakukan
101
pengkategorian ataupun pembuatan variabel baru dari variabel composite yang diteliti dimana setiap pertanyaan yang menggambarkan variabel composite tersebut dilakukan skoring untuk kemudian skoring tersebut dijumlah sesuai dengan jumlah pertanyaan yang termasuk dalam variabel tersebut.
4.8. Analisis Data Data dianalis dengan menggunakan program statistik SPSS, dan diinterpretasikan untuk menguji hipotesis yang diajukan, data disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan spasial. Penggunaan data statistik multivariat digunakan untuk memberikan gambaran secara utuh tentang upaya berhenti merokok. Estimasi paramater yang digunakan adalah estimasi interval karena data yang digunakan adalah data penelitian yang menggunakan standar error (SE) dan confident interval (CI).
4.8.1. Analisis Data Univariat Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui distribusi karakteristik masingmasing variabel baik independen maupun variabel dependen. Analisis univariat dilihat dari nilai central (mean, median, modus maupun nilai sebaran, serta adanya data outlier). Semua variabel yang berbentuk kategori dilakukan analisis distribusi frekuensi berbentuk tabel atau grafik.
4.8.2. Analisis Data Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara variabel independen terhadap upaya kejadian berhenti merokok dan rencana berhenti merokok. Pada tahap ini dilakukan uji kolinieritas yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat dua indikator yang memiliki korelasi sangat tinggi, jika ada dua indikator yang berkolerasi sangat tinggi maka hal ini mengindikasikan bahwa kedua indikator tersebut mengukur hal yang sama.
4.7.3. Analisis Data Multivariat Analisis multivariat menggunakan analisis regresi multinomial logistik. Analisis multivariat dengan menggunakan regresi multinomial logistik menggunakan prinsip yang sama dengan regresi logistik yang perbedaannya hanya pada variabel
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
102
dependen pada regresi logistik hanya untuk yang dikotomi sedangkan multinomial untuk variabel dependen yang politomi.
Regresi logistik digunakan ketika variabel dependen berbentuk dikotomi (0-1) sedangkan variabel dependennya berbentuk kuantitatif, katagori atau gabungan dari keduanya (Retherford & Minja, 1993). Bentuk dasar dari regresi logistik adalah:
………………………………………………………..…………(4.1)
…………………………………………(4.2)
Dimana P adalah probabilitas terjadinya sesuatu, Z variabel independen dan e adalah eksponensial (natural logaritm = 2,71828) persamaan 4.1 dibagi dengan 4.2 ………………………………………………………..…………(4.3)
Jika kedua sisinya dilogkan maka ………………………………………………………….……….(4.4)
P/(1-P) dinamakan dengan Odds yang dlambangkan dengan Ω dengan kuantitas log [P/(1-P)] dinamakan dengan log Odds atau Logit P sehingga resgresi mutivariat logistik dapat dituliskan sebagai berikut : Log Ω = β1 + β2X2 + β3X3 …….+ βkXk………………………………………..(4.5) Proses penaksiran persamaan 4.5 dengan mengunakan metode maksimum likelihood yang mencari sekumpulan parameter β yang dapat memaksimalkan fungsi likelihood (Nachrowi & Hardius, 2002). Hasil estimasi regresi logistik bisa
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
103
berbentuk koefisien dengan mengukur logit P dalam bentuk Odds ratio. Interpretasi parameter hasil reresi dengan odd rasio tergantung dari jenis variabel independennya yakni apakah jenis katagorik dikotomi atau politomi atau kontinu. Jika variabel independennya merupakan data katagorik dikotomi atau politomi interpretasi dilakukan dengan cara membandingkan nilai odds dari salah satu nilai pada variabel tersebut dengan nilai odds dari nilai lainnnya.
Tahapan dalam menganalisis multivariat menggunakan regresi multinomial logistik adalah sebagai berikut : 1. Lakukan pean lengkap, mencakup semua variabel utama yang signifikan dalam masing masing
baik itu berupa variabel dependen, kandidat
confounding dan kandidat interaksi dari secara berurutan satu persatu dengan metode enter dimulai dari p value paling besar, hingga semua variabel independen nilai p value nya signifikan atau sama dengan kurang dari 0,25. Setelah didapatkan variabel-variabel dengan p value <0,25 dilakukan analisis multivariat dengan regresi mulinomial logistik. 2. Lakukan penilaian interaksi dengan cara mengeluarkan variabel interaksi yang nilai p-value yang paling besar yang tidak signifikan dikeluarkan. Uji statistik dengan uji log-likelihood ratio yang dapat dilihat dari tes uji chi square dengan p value <0,05. 3. Lakukan penilaian terhadap variabel confounding dengan cara mengeluarkan confounding satu persatu dimulai dari yang memiliki nilai p value terbesar, bila setelah dikeluarkan diperoleh selisih OR pada variabel utama lebih besar 10%. Maka variabel tersebut dapat dianggap sebagai confounder. Apabila variabel yang dikeluarkan tersebut merupakan variabel penting, variabel tersebut dinyatakan sebagai confounding dan tetap dipertahankan dalam .
Hasil yang diharapkan dari hasil analisis multivariat dengan hasil multivariat regresi multinomial logistik adalah mendapatkan yang parsimoni, yaitu yang fit dan sederhana. tersebut dapat menggambarkan hubungan antara variabel terikat dengan variabel tidak terikat. Analisis dilakukan dengan metode LR backward dengan p value to entry 0,05 dan removal sebesar 0,10 di dalam .
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
104
Gujarati (2003) menyatakan bahwa regresi logistik mengabaikan heteroscedacity, artinya variabel dependen tidak memerlukan homoscedacity untuk masing-masing variabel independen. Pengujian terhadap
regresi logistik pada penelitian ini
dilakukan dengan: 1) Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah
regresi ditemukan
adanya korelasi antara variabel independen. 2) Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test Kelayakan regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Dasar pengambilan keputusan adalah jika probabilitas >0,05 Ho diterima dan jika probabilitas <0,05 Ho ditolak 3) Uji fit Adanya pengurangan nilai antara – 2LL awal (initial – 2LL function) dengan nilai – 2LL pada langkah berikutnya menunjukkan bahwa
yang
dihipotesiskan fit dengan data. Log Likehood pada regresi logistik mirip dengan pengertian ”Sum of Square Error” pada regresi sehingga penurunan log Likehood menunjukkan regresi semakin baik. 4) Summary Summary dalam regresi logistik sama dengan pengujian R2 pada persamaan regresi linear. Tujuan dari summary adalah untuk mengetahui seberapa besar kombinasi variabel independen mampu menjelaskan variasi variabel dependen. 5) Omnibus Test of Coefficient (pengujian simultan) Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel-variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen. 6) Uji Parsial Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
105
BAB 5 HASIL PENELITIAN
Survei Global Adult Tobacco merupakan survei yang mewakili populasi yang unit sampelnya adalah individu dan rumah tangga. Responden yang lengkap mengisi kuesioner rumah tangga sebesar 97,4% dan kuisioner individu sebesar 96,8%. unit sampling dalam penelitian ini adalah perokok aktif berumur 15 tahun keatas. Berikut hasil analisis pada penelitian upaya berhenti merokok perokok aktif berumur diatas 15 tahun di Indonesia. 5.1. Gambaran “Rencana berhenti merokok” Variabel dependen yang lainnya yang digunakan adalah rencana berhenti merokok yang dideskripsikan dalam bentuk distribusi frekuensi yang digambarkan dalam grafik pie dibawah ini:
Gambar 5.1. Disribusi Responden yang Berencana Berhenti Merokok di Indonesia (n =2.422) Gambar 5.1 menunjukkan sebanyak 8% (n=193) perokok siap berhenti merokok dalam tahun ini, dan sebanyak 39,5% (n=956) perokok yang berkeinginan untuk berhenti merokok. dan sisanya sebesar 52,5% perokok tidak ingin berhenti merokok (n=1.273).
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
106
Hasil penelitian juga menunjukan gambaran keinginan berhenti merokok lebih banyak kelompok umur 45 s.d 65 tahun (33,7,8%) dan yang paling banyak ingin berhenti merokok pada kelompok usia 24 – 44 tahun (54,8%), seperti tersaji pada grafik dibawah ini. 54.80%
60.00% 45.10%
50.00%
33.70%
40.00%
28.70%
Siap Berhenti pada tahun ini
30.00% 20.00%
Ingin berhenti 13.00%
11.90%
8.30%
10.00%
tidak ingin berhenti
4.60%
0.00% 15-24
25-44
45-64
>65
Gambar 5.2 Distribusi Responden yang Berencana Berhenti Merokok berdasarkan Kelompok Umur
5.2 Gambaran Mencoba Berhenti Merokok Gambaran terjadinya upaya mencoba berhenti merokok, dideskripsikan dalam bentuk distribusi frekuensi dengan bentuk grafik pie dibawah ini:
12%
12%
76%
Mencoba Berhenti Merokok <= 30 hari Mencoba Berhenti Merokok > 30 hari Tidak Mencoba
Gambar 5.3. Distribusi Responden yang Mencoba Berhenti Merokok di Indonesia (n = 2.424)
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
107
Gambar 5.3 menunjukkan bahwa 12,5% (n=298) perokok mencoba berhenti merokok >30 hari, 12% (n=285) perokok mencoba berhenti merokok ≤30 hari, dan sebanyak 75,5% (n=1794) tidak pernah mencoba berhenti merokok. Dengan kata lain satu dari empat orang perokok yang berumur 15 tahun keatas telah mencoba berhenti merokok.
Pada hasil penelitian didapatkan pada perokok yang mencoba berhenti merokok dengan status ekonomi tinggi lebih banyak merupakan perokok berat (mengkonsumsi >21 batang per hari) sebesar 58,8% sedangkan perokok berat yang status ekonominya rendah memiliki proporsi mencoba berhenti merokok yang terendah yakni sebesar 41,20%. (gambar 5.4)
70% 60% 58.8%
50%
54.4%
54.5% 45.6% 45.5%
40%
1.00-10.00 batang 41.2%
11.00-20.00 batang
30%
>21.00 batang
20% 10% 0% Sosial Ekonomi Tinggi
Sosial Ekonomi Rendah
Gambar 5.4. Distribusi Responden yang Mencoba Berhenti Merokok berdasarkan Kelompok Status Sosial Ekonomi & Jumlah Rokok per hari
5.3. Gambaran Variabel Independen Responden Responden pada penelitian ini merupakan sampel dari populasi pada Global Adult Tobacco Survey (GATS), yakni responden yang berumur 15 tahun ke atas baik laki-laki maupun perempuan, yang memiliki kebiasaan merokok setiap hari dengan jumlah sebesar 2.424 responden. Gambaran proporsi variabel independen responden ditampilkan secara lebih rinci pada tabel 5.1 berikut:
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
108
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Variabel Independen Berdasarkan Jenis Kelamin Karakteristik
Laki-laki (n=2.335) n Persen
Kelompok Umur 15 – 24 266 25 – 44 1.199 45 – 64 687 Diatas 65 183 Tingkat Pendidikan Tinggi 626 Rendah 1.709 Pekerjaan Tidak Bekerja 188 Bekerja 2.147 Sosial Ekonomi Tinggi 1.106 Rendah 1.184 Tempat Tinggal Perkotaan 1.064 Perdesaan 1.271 Pengetahuan bahaya merokok Tinggi 981 Rendah 1.354 Lama Merokok ≤20 tahun 1.107 21 – 30 tahun 534 > 30 tahun 666 Jumlah Batang Rokok/hari ≤10 batang 837 11 – 20 batang 1.167 > 20 batang 331 Umur Pertama kali Merokok ≥ 17 tahun 783 < 17 tahun 1.524 Jenis Rokok Rokok Putih 71 Campuran 256 Linting 167 Kretek 1.841 Jeda waktu merokok setelah bangun tidur >60 menit 906 31 – 60 menit 704 ≤30 menit 725 Pembatasan merokok dalam rumah Tidak diperbolehkan atau Tidak 1.545 diperblehkan dgn Pengecualian Dibolehkan atau tidak ada aturan 790 Nasihat berhenti merokok Ya 269 Tidak 2.066 Tinggal bersama perokok lain Tidak ada 1.719 Ada 591 Peringatan kesehatan
Perempuan (n=89) n Persen
Total n
Persen
11,4% 51,3% 29,4% 7,8%
1 23 45 20
1,1% 25,8% 50,6% 22,5%
267 1.222 732 203
11% 50,4% 30,2% 8,4%
26,8% 73,2%
9 80
10,1% 89,9%
635 1.789
26,2% 73,8%
8,1% 91,9%
8 81
9,0% 91,0%
196 2.228
8,1% 91,9%
48,3% 51,7%
24 61
28,2% 71,8%
1.130 1.245
47,6% 52,4%
45,6% 54,4%
31 58
34,8% 65,2%
1.095 1.329
45,2% 54,8%
42% 58%
22 67
24,7% 75,3%
1.003 .1421
41,4% 58,6%
48,0% 23,1% 28,9%
27 17 43
31,0% 19,5% 49,4%
1.134 551 709
47,4% 23,0% 29,6%
35,8% 50,0% 14,2%
64 18 7
71,9% 20,2% 7,9%
901 1.185 338
37,2% 48,9% 13,9%
33,9% 66,1%
21 66
24,1% 75,9%
804 1.590
33,6% 66,4%
3,0% 11,0% 7,2% 78,8%
2 7 14 66
2,2% 7,9% 15,7% 74,2%
73 263 181 1.907
3,0% 10,8% 7,5% 78,7%
38,8% 30,1% 31,0%
25 18 46
28,1% 20,2% 51,7%
931 722 771
38,4% 29,8% 31,8%
66,2%
55
61,8%
1.600
66,0%
33,8%
34
38,2
824
34%
11,5% 88,5%
6 83
6,7% 93,3%
275 2.149
11,3% 88,7%
74,4% 25,6%
39 48
44,8% 55,2%
1.758 639
73,3% 26,7%
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
109
Laki-laki (n=2.335) n Persen 1.654 70,8% 681 29,2%
Karakteristik Melihat Tidak melihat Informasi bahaya merokok Mendapatkan informasi Tidak mendapatkan informasi Terpajan iklan rokok Tidak terpajan Terpajan
Perempuan (n=89) n Persen 36 40,4% 53 59,6%
Total n 1.690 734
Persen 69,7% 30,3%
1.200 1.135
51,4% 48,6%
24 65
27,0% 73,0%
1.224 1.200
50,5% 49,5
317 2.018
89,8% 97,4%
36 53
10,2% 2,6%
353 2.071
14,6% 85,4%
899 1.436
38,5% 61,5%
15 74
16,9% 83,1%
914 1.510
37,7% 62,3%
Terpajan Promosi dan Sponsor Rokok
Tidak Terpajan atau tidaktahu Mendapatkan
Berdasarkan tabel 5.1, pada responden laki-laki terbanyak pada kelompok umur 25 hingga 44 tahun, yaitu sebesar 51,3%, sedangkan pada responden perempuan lebih banyak pada kelompok umur 45 hingga 64 tahun, yaitu sebesar 50,6%. Berdasarkan tingkat pendidikan pada kedua jenis kelamin tidak menunjukkan adanya perbedaan proporsi yakni perokok lebih banyak yang memiliki pendidikan rendah baik laki-laki maupun perempuan, yaitu sebesar 73,2% dan 89,9%. Berdasarkan pekerjaan, responden baik laki-laki maupun perempuan hampir keseluruhan bekerja (91,9% pada laki-laki dan 91% pada perempuan). Tingkat sosial ekonomi baik laki-laki maupun perempuan didominasi oleh kelompok responden dengan tingkat sosial ekonomi rendah, hal ini juga berlaku pada karakteristik tempat tinggal responden yang secara keseluruhan lebih banyak berdomisili di perdesaan.
Pada variabel
pengetahuan bahaya merokok hampir semua responden
berpengetahuan rendah akan bahaya merokok bahkan pada responden perempuan jumlahnya mencapai 75,3% dari total responden perempuan sedangkan pada responden laki-laki memiliki proporsi yang sama besarnya antara yang berpengetahuan tinggi dan berpengetahuan rendah. Pada variabel lama merokok, responden laki-laki lebih banyak yang merokok kurang dari 20 tahun, sedangkan pada responden perempuan paling banyak yang lama merokoknya lebih dari 30 tahun (49,4%). Berdasarkan jumlah batang rokok yang dikonsumsi per hari, pada responden laki-laki lebih banyak mengonsumsi rokok dengan jumlah batang 11
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
110
hingga 20 batang per hari sedangkan pada responden perempuan lebih banyak yang mengonsumsi rokok dengan jumlah 1 hingga 10 batang per hari.
Umur pertama kali merokok dan jenis rokok tidak ada perbedaan proporsi terbanyak antara kelompok responden laki-laki maupun perempuan, dimana umur pertama kali merokok terbanyak kurang dari 17 tahun dan jenis rokok yang paling banyak dikonsumsi adalah kretek. Jeda waktu merokok setelah bangun tidur di pagi hari pada kelompok responden perempuan lebih banyak dengan jeda waktu kurang dari 30 menit sebesar 51,7% dan pada responden laki-laki paling banyak pada tingkat waktu merokok di pagi hari diatas 60 menit sebesar 38,8% dengan sebaran jeda merokok di pagi hari pada kelompok laki-laki terbagi rata pada variabel tersebut.
Baik responden laki-laki maupun perempuan, memiliki proporsi yang sama besar pada variabel pembatasan merokok di dalam rumah yakni lebih besar proporsi yang tidak dibolehkan atau diijinkan dengan pengecualian, demikian pula pada variabel nasihat berhenti merokok. Pada variabel adanya perokok lain yang tinggal bersama responden, pada kelompok responden laki-laki lebih banyak yang tidak tinggal bersama perokok lain di dalam rumah (74,4%), sedangkan pada kelompok responden perempuan lebih banyak yang tinggal bersama perokok lain di dalam rumah (55,2%).
Kelompok responden perempuan memiliki proporsi yang lebih tinggi untuk tidak melihat peringatan kesehatan pada bungkus rokok dan mendapatkan informasi bahaya merokok dibandingkan responden laki-laki sedangkan pada variabel terpajan iklan rokok dan variabel terpajan promosi-sponsor rokok baik laki-laki maupun perempuan memiliki proporsi yang lebih banyak responden yang terpajan iklan maupun promosi dan sponsor rokok. 5.4 Analisis Hubungan Faktor – Faktor dengan “Rencana Berhenti Merokok” Analisis faktor-faktor pre-intensi dan intensi dengan rencana berhenti merokok dilakukan dengan analisis regresi multinomial logistik. Pada kelompok pre-intensi
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
111
hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kelompok umur dengan rencana berhenti merokok, semakin muda umur perokok akan semakin meningkat peluangnya untuk berkeinginan berhenti merokok, dengan nilai odd ratio berturut pada kelompok umur 45 s.d 64, 25 s.d 44, dan 15 s.d 24 yakni sebesar 2,27; 2,79; dan 2,89 kali lebih besar dibandingkan kelompok umur di atas 65 tahun. Pada responden yang siap berhenti merokok pada tahun ini tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok umur tersebut.
Tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan rencana berhenti merokok. Responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi berpeluang 2,6 kali lebih besar memilih ingin berhenti merokok daripada kelompok responden berpendidikan rendah. Demikian pula responden yang tingkat pendidikan tinggi berpeluang 2,02 kali lebih besar memiliki kesiapan berhenti merokok dalam tahun ini dibandingkan responden dengan tingkat pendidikan rendah.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa variabel jenis kelamin dan pekerjaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan dengan rencana berhenti merokok, namun pada variabel tingkat sosial ekonomi dan tempat tinggal responden memiliki hubungan yang bermakna. Pada responden yang tingkat sosial ekonomi tinggi memiliki peluang yang sama besar antara perokok yang berkeinginan berhenti merokok dengan perokok yang siap berhenti merokok dalam tahun ini yakni sebesar 1,5 kali lebih besar. Berdasarkan variabel tempat tinggal, responden yang bertempat tinggal di perkotaan memiliki peluang 1,31 kali lebih besar ingin berhenti merokok dibandingkan responden yang bertempat tinggal di perdesaan namun, perbedaan tempat tinggal tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kesiapan berhenti merokok dalam tahun ini.
Responden yang memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai bahaya merokok baik pada kelompok yang siap berhenti merokok tahun ini maupun yang hanya ingin berhenti merokok saja, memiliki peluang yang hampir sama yakni 2,20 (siap) dan 2,21 (ingin) kali lebih besar dari pada perokok yang tidak memiliki pengetahuan yang baik. Demikian pula dengan melihat peringatan kesehatan pada
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
112
bungkus rokok memiliki pengaruh yang cukup besar untuk meningkatkan peluang kesiapan berhenti merokok dalam tahun ini atau hanya berkeinginan berhenti merokok dengan odd rasio berturut turut 2,50 dan 2,61 kali. Informasi bahaya merokok dan manfaat berhenti merokok akan meningkatkan peluang yang lebih besar untuk siap berhenti merokok (OR 2.17) daripada hanya
berkeinginan
berhenti merokok (OR 1,62). Terpajan iklan rokok tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan siap berhenti merokok. Perokok yang tidak terpajan promosi dan sponsor rokok atau tidak tahu akan meningkatkan peluang yang sama besar untuk siap berhenti merokok (OR 1,4) maupun berkeinginan berhenti merokok (OR 1,45).
Responden yang mendapat nasihat berhenti merokok berpeluang 2,12 kali lebih besar siap berhenti merokok dalam tahun ini daripada yang tidak mendapatkan nasihat berhenti merokok. Responden yang mendapat nasihat berhenti merokok berpeluang 1,16 kali lebih besar memilih ingin berhenti merokok daripada yang tidak mendapatkan nasihat berhenti merokok. Pembatasan merokok dan tinggal bersama perokok lainnya tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan rencana berhenti merokok.
Variabel lama merokok memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel rencana berhenti merokok, responden dengan lama merokok sampai dengan umur 20 tahun berpeluang 1,67 kali lebih besar memilih ingin berhenti merokok daripada responden yang merokok di atas 30 tahun. Tak jauh berbeda dengan responden dengan lama merokok 20-30 tahun memiliki peluang yang sama yakni sebesar 1,65 kali memilih ingin berhenti merokok. Untuk perokok yang siap berhenti merokok, hanya perokok dengan riyawat merokok 20 s.d 30 tahun saja yang berpeluang lebih besar untuk siap berhenti merokok tahun ini yakni sebesar 1,55 kali.
Pada variabel jumlah rokok yang dikonsumsi per hari, responden yang jumlah rokok per harinya kurang dari 10 batang memiliki peluang untuk siap berhenti merokok dalam tahun ini sebesar 1,88 kali lebih besar dari pada responden yang
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
113
merokok lebih dari 20 batang per hari. Umur pertama kali merokok juga memiliki hubungan yang signifikan dengan rencana berhenti merokok, responden dengan umur pertama kali merokok kurang dari 17 tahun berpeluang 1,75 kali lebih besar memilih ingin berhenti merokok daripada responden yang umur pertama kali merokok lebih dari 17 tahun. Dan responden dengan umur pertama kali merokok kurang dari 17 tahun berpeluang 1,52 kali lebih besar memilih siap berhenti merokok dalam tahun ini daripada responden yang umur pertama kali merokok lebih dari 17 tahun.
Jenis rokok memiliki hubungan yang signifikan dengan rencana berhenti merokok, responden yang menggunakan jenis rokok kretek berpeluang lebih kecil memilih siap berhenti merokok dalam tahun ini yakni sebesar 0,39 kali daripada yang merokok menggunakan jenis rokok putih. Demikian pula pada responden yang menggunakan jenis rokok linting, peluangnya menjadi sangat kecil untuk siap berhenti merokok yakni sebesar 0,19 kali. Sedangkan pada variabel waktu merokok di pagi hari tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan siap berhenti merokok. Penjelasan lebih lanjut pada tabel 5.2 berikut ini:
Tabel 5.2 Analisis Hubungan Faktor - Faktor dengan Rencana Berhenti Merokok Faktor
Siap berhenti dalam tahun ini
1. Faktor Pre Intensi Kelompok Umur 15 – 24 25 (9,4%) 25 – 44 87 (7,1%) 45 – 64 65 (8,9%) Diatas 65! 16 (7,9%) Jenis Kelamin Perempuan 4 (4,5%) Laki-Laki! 189 (8,1%) Tingkat Pendidikan Tinggi 59 (9,3%) Rendah! 134 (7,5%) Pekerjaan Tidak Bekerja 11 (5,6%) Bekerja! 182 (8,2%) Sosial Ekonomi Tinggi 100 (8,9%) Rendah! 90 (7,2%) Tempat Tinggal Perkotaan 83 (7,6%)
Ingin berhenti Merokok
Tidak ingin berhenti Merokok
Total
OR (95 % CI) Siap berhenti dalam Tahun ini
OR (95% CI) Ingin Berhenti Merokok
114 (42,7%) 524 (42,9%) 274 (37,5%) 44 (21,7%)
128 (47,9%) 610 (50,0%) 392 (53,6%) 143 (70,4%)
267 1.221 731 203
1,75 (0,89 - 3,42) 1,27 (0,73 - 2,24) 1,48 (0,83 - 2,65)
2,89 (1,90 - 4,41)* 2,79 (1,95 - 3,99)* 2,27 (1,57 - 3,29)*
34 (38,2%) 922 (39,5%)
51 (57,3%) 1.222 (52,4%)
89 2.333
0,51 (0,18 - 1,42)
0,88 (0,57 - 1,38)
346 (54,7%) 610 (34,1%)
228 (36,0%) 1.045 (58,4%)
633 1.789
2,02(1,44-2,83)*
2,60 (2,14 - 3,16)*
77 (39,3%) 879 (39,5%)
108 (55,1%) 1.165 (52,3%)
196 2.226
0,65 (0,34 - 1,24)
0,94 (0,70 - 1,28)
501 (44,4%) 441 (35,5%)
528 (46,8%) 713 (57,3%)
1.129 1.244
1,50 (1,10-2,04)*
1,53(1,29 - 1,82)*
470 (43,0%)
540 (49,4%)
1.093
1,02 (0,75 - 1,39)
1,31(1,11 - 1,55)*
P value *
0,001*
0,400
0,001*
0.417
0,001*
0,005*
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
114
Faktor
Siap berhenti dalam tahun ini Perdesaan! 110 (8,3%) Pengetahuan Bahaya Merokok Tinggi 99 (9,9%) Rendah! 94 (6,6%) Peringatan Kesehatan Melihat 153 (9,1%) Tidak Melihat! 40 (5,4%) Informasi Bahaya merokok Mendapatkan 122(10,0%) tidak 71 (5,9%) mendapatkan! Terpajan Iklan Rokok Tidak terpajan 28 (7,9%) Terpajan! 165 (8,0%) Terpajan Promosi dan Sponsor Rokok Tidak mendapatkan 80 (8,8%) dan tdk tahu Mendapatkan! 113 (7,5%) 2. Faktor Intensi Pembatasan merokok didalam rumah Tidak 130 (8,1%) diperbolehkan atau Dibolehkan atau 63 (7,7%) tidak ada aturan! Nasihat berhenti merokok
Mendapatkan 37 (13,5%) Tidak mendapatk! 156 (7,3%) Tinggal bersama perokok lainnya Tidak ada 147 (8,4%) Ada! 43 (6,7%) Lama Merokok ≤20 tahun 89 (7,9%) 21 – 30 tahun 50 (9,1%) >30 tahun! 52 (7,3%) Jumlah Rokok (batang/ hari) ≤10 batang 85 (9,4%) 11-20 batang 88 (7,4%) >20 batang! 20 (5,9%) Umur Pertama kali Merokok ≥ 17 tahun 57 (7,1%) <17 tahun! 134 (8,4%) Jenis Rokok Rokok putih 10 (13,7%) Rokok linting 9 (5,0%) Campuran 18 (6,8%) Rokok kretek! 156 (8,2%) Jeda waktu merokok setelah bangun tidur >60 menit 70 (9,1%) 31-60 menit 54 (7,5%) ≤30 menit! 69 (7,4%)
Ingin berhenti Merokok
Tidak ingin berhenti Merokok
Total
486 (36,6%)
733 (55,2%)
1.329
OR (95 % CI) Siap berhenti dalam Tahun ini
OR (95% CI) Ingin Berhenti Merokok
P value *
0,001* 491 (49,0%) 465 (32,7%)
412 (41,1%) 861 (60,6%)
1.002 2,20 (1,62 - 2,99)* 1.420
2,21(1,86 -2,62)*
765 (45,3%) 191 (26,0%)
770 (45,6%) 503 (68,5%)
1.688 734
2,50 (1,73 - 3,60)*
2,62 (2,15 - 3,18)*
538 (44,0%)
563 (46,0%)
1.223
2,17 (1,58 - 2,96)*
1,62 (1,37 - 1,92)*
418 (34,9%)
710 (59,2%)
1.199
81 (22,9%) 875 (42,3%)
224 (53,8%) 1.029 (51,3%)
333 2.069
0,716 (0,47 - 1,09)
0,39 (0,29 - 1,06)
0,001*
0,001*
0.435
0,001*
405 (44,4%)
428 (46,9%)
913
551 (36,5%)
845 (56,0%)
1.509
1,40 (1,03 - 1,90)*
1,45 (1,22 - 1,73)*
0.153 651 (40,7%)
818 (51,2%)
305 (37,1%)
455 (55,3%)
1.599
1,15 (0,83 - 1,58)
1,19 (0,99 - 1,42)
823 0.001*
110 (40,0%) 846 (39,4%)
128 (46,5%) 1.145 (53,3%)
275 2.147
2,12 (1,42 - 3,17)*
1,16 (0,89 - 1,52)* 0.153
704 (40,1%) 240 (37,6%)
906 (51,6%) 355 (55,6%)
1.757 638
1,34 (0,93 - 1,92)
1,15 (0,95 - 1,39)
489 (43,2%) 233 (42,4%) 227 (32,0%)
555 (49,0%) 267 (48,5%) 430 (60,6%)
1.133 550 709
1,33 (0,92 - 1,91) 1,55 (1,02-2,35)*
1,67 (1,36 - 2,04)* 1,65 (1,30 - 2,10)*
365 (40,5%) 473 (40,0%) 118 (34,9%)
451 (50,1%) 622 (52,6%) 200 (59,2%)
901 1.183 338
1,88 (1,13 - 3,15)* 1,41 (0,85 - 2,36)
1,37 (1,05 - 1,79)* 1,29 (1,00 - 1,67)*
256 (31,8%) 693 (43,6%)
491 (61,1%) 761 (47,9%)
804 1.588
0,66 (0,47 – 0,92)
0,57 (0,48 - 0,69)*
38 (52,1%) 51 (28,2%) 107 (40,7%) 760 (39,9%)
25 (34,2%) 121 (66,9%) 138 (52,5%) 989 (51,9%)
73 181 263 1.905
2,54 (1,20 – 5,38)* 0,47 (0,23-0,95)* 0,83 (0,49 – 1,39)
1,98 ( 1,18-3,31)* 0,55 (0,39-0,77)* 1,01 (0,77-1,32)
0.001*
0.031*
0,001*
0.001*
0.065 314 (40,8%) 258 (35,8%) 384 (41,2%)
386 (50,1%) 409 (56,7%) 478 (51,3%)
770 721 931
*p value < 0,05 “Tidak Ingin berhenti merokok” = Pembanding Dependen ! = Pembanding Independen
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
1,26 (0,88 - 1,80) 0,92 (0,63 - 1,34)
1,01 (0,83 - 1,24) 0,78 (0,64 - 0,96)
115
5.5. Analisis Hubungan Faktor – Faktor dengan “Mencoba Berhenti Merokok “ Pengaruh faktor-faktor dengan upaya berhenti merokok responden dilakukan dengan menggunakan analisis regresi multinomial logistik. Hasil penelitian menunjukkan pada faktor predisposisi yakni kelompok umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, tempat tinggal, dan pengetahuan bahaya merokok, sedangkan variabel yang tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan upaya mencoba berhenti merokok adalah variabel jenis kelamin dan pekerjaan.
Kelompok umur memiliki hubungan yang signifikan dengan upaya berhenti merokok, yakni pada kelompok umur 15-24 tahun pada kelompok perokok yang telah mencoba berhenti merokok diatas 30 hari (OR 1,87) maupun kelompok responen yang mencoba berhenti merokok jangka pendek (≤30 hari) dengan OR berturut turut 1,87 dan 4,3.
Responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi lebih berpeluang untuk berhenti merokok jangka panjang dibandingkan dengan yang jangka pendek yakni sebesar 1,85 kali untuk jangka panjang dan 1,5 kali untuk jangka pendek Demikian pula halnya dengan status sosial ekonomi, responden yang status sosial ekonominya tinggi memiliki kesempatan untuk mencoba berhenti merokok sebesar 1,63 kali lebih besar untuk mencoba berhenti merokok lebih 30 hari (jangka panajang) dan berpeluang 1,30 kali untuk mencoba berhenti merokok hingga 30 hari (jangka pendek) dibandingkan dengan responden dengan tingkat sosial ekonomi rendah.
Kejadian yang sama juga terjadi pada responden yang bertempat tinggal di perkotaan akan dapat meningkatkan peluang perokok untuk mencoba berhenti merokok jangka panjang atau diatas 30 hari sebesar 2,2 kali lipat lebih besar, dan responden yang mencoba jangka pendek memiliki peluang yang sedikit lebih rendah atau sekitar 1,39 kali dibandingkan perokok yang tinggal di wilayah perdesaan.
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
116
Berbeda halnya dengan perokok yang mencoba berhenti merokok jangka pendek atau hingga 30 hari, responden pada kelompok ini memiliki pengetahuan yang tinggi tentang bahaya merokok sebesar 2,08 kali, dan sedikit lebih kecil untuk mencoba berhenti mencoba berhenti merokok jangka pendek yakni sebesar 1,92 kali dibandingkan perokok yang berpengetahuan rendah.
Pada variabel dalam kelompok faktor pemungkin, seluruh semua variabel memiliki hubungan yang signifikan. Pada variabel lama merokok, responden yang mencoba berhenti merokok hingga 30 hari dan mencoba berhenti merokok di atas 30 hari memiliki peluang yang besar pada perokok yang lama merokoknya kurang dari 20 tahun dengan peluang sebesar 1,85 kali untuk mencoba berhenti merokok hingga 30 hari dan berpeluang 1,48 kali untuk mencoba berhenti merokok di atas 30 hari dibandingkan perokok yang telah merokok lebih dari 30 tahun.
Pada variabel jumlah rokok per hari, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang lebih berpeluang untuk mencoba berhenti merokok diatas 30 hari dan mencoba berhenti merokok hingga 30 hari memiliki peluang yang lebih besar dengan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari hingga 10 batang dengan peluang berturut turut 2,39 kali dan 1,55 kali. Responden yang umur pertama kali merokoknya 17 tahun keatas akan menjadi faktor yang dapat meningkatkan peluang untuk mencoba berhenti merokok jangka pendek (OR 1,28), sedangkan pada kelompok responden yang usia pertama kali merokok kurang 17 tahun akan meningkatkan keinginan perokok untuk mencoba berhenti merokok jangka panjang (diatas 30 hari).
Jenis rokok yang digunakan oleh responden dengan jenis linting dan rokok campuran telah menurunkan peluang perokok untuk mencoba berhenti merokok jangka panjang maupun jangka pendek, penggunaan rokok linting dapat menurunkan peluang untuk upaya mencoba berhenti merokok jangka panjang sebesar 0,14 kali (jangka pendek) dibandingkan dengan responden yang menggunakan rokok kretek atau dengan pengertian lain jenis rokok linting akan menghambat mencoba berhenti merokok sebesar 7,14 kali.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
117
Berdasarkan variabel Jeda waktu merokok setelah bangun tidur, perokok yang memiliki jeda waktu merokok diatas 60 menit memiliki peluang lebih besar untuk mencoba berhenti merokok jangka panjang (OR 2,19) dan semakin menurun peluang tersebut jika jeda merokok dipagi harinya semakin singkat yakni pada perokok yang Jeda waktu merokok setelah bangun tidur 30 sampai 60 menit berpeluang 1,41 kali untuk mencoba berhenti merokok jangka panjang. Faktor – faktor dalam kelompok pendorong yang memiliki hubungan yang signifikan dengan upaya mencoba berhenti merokok adalah pembatasan merokok di dalam rumah, nasihat berhenti merokok dari dokter atau tenaga kesehatan, membaca peringatan kesehatan, mendapat informasi bahaya merokok dan manfaat berhenti merokok, terpajan iklan rokok dan terpajan promosi serta sponsor rokok. Faktor yang tidak memiliki hubungan yang signifikan adalah tinggal bersama perokok lain didalam rumah.
Variabel pembatasan merokok di dalam rumah memiliki hubungan yang signifikan namun dengan nilai OR sebesar 0,69 kali untuk berpeluang pada mencoba berhenti merokok hingga 30 hari. Responden yang mendapat nasihat berhenti merokok dari tenaga kesehatan memiliki peluang lebih besar untuk berhenti merokok diatas 30 hari sebesar 2,12 dan yang mencoba berhenti hingga 30 hari sebesar 1,89 kali dibandingkan responden yang tidak mendapat nasihat berhenti merokok.
Pada responden yang melihat peringatan kesehatan pada bungkus rokok memiliki peluang yang sama besar untuk mencoba berhenti merokok jangka panjang 1,73 maupun jangka pendek (≤30 hari) yakni sebesar 1,84 kali dibandingkan responden yang tidak melihat peringatan kesehatan pada bungkus rokok. Mendapatkan informasi bahaya merokok dan manfaat berhenti merokok meningkatkan peluang lebih besar perokok untuk mencoba berhenti merokok jangka panjang (OR 2,29; CI 95% 1,78 – 2,97), dibandingkan responden yang tidak mendapat informasi bahaya merokok.
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
118
Pengaruh pajanan iklan rokok akan meningkatkan peluang untuk mencoba berhenti merokok dibandingkan responden yang banyak terpajan iklan rokok (OR 0,59). Responden yang tidak mendapatkan dan tidak tahu tentang promosi rokok dan sponsor rokok berpeluang lebih besar mencoba berhenti merokok baik jangka panjang maupun jangka pendek dibandingkan responden yang mendapatkan promosi rokok dan sponsor rokok. Pemaparan lebih lanjut dari hasil analisis faktor dengan upaya berhenti merokok dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini:
Tabel 5.3. Analisis Hubungan Faktor – Faktor dengan Mencoba Berhenti Merokok
Faktor
Mencoba Berhenti Merokok >30hari
1. Faktor Predisposisi Kelompok Umur 15 – 24 34 (13%) 25 – 44 150 (12,5%) 45 – 64 96 (13,4%) Diatas 65! 18 (9%) Jenis Kelamin Perempuan 14 (16,1%) Laki-Laki! 1732 (74,2%) Tingkat Pendidikan Tinggi 108 (17,4%) Rendah! 190 (10,8%) Pekerjaan Tidak Bekerja 22 (11,5%) Bekerja! 276 (12,6%) Sosial Ekonomi Tinggi 167 (15,2%) Rendah! 125 (10,2%) Tempat Tinggal Perkotaan 182 (17%) Perdesaan! 116 (8,9%) Pengetahuan Bahaya Merokok Tinggi 158(16,1%) Rendah! 140(10%) 2. Faktor Pemungkin Lama Merokok ≤20 tahun 152(13,6%) 21 – 30 tahun 69(12,8%) >30 tahun! 72(10,4%) Jumlah Rokok (batang/hari) ≤10 batang 149(16,8%) 11-20 batang 122(10,5%) ≥21 batang! 27(8,2%) Umur Pertama kali Merokok ≥ 17 tahun 70(8,8%) <17 tahun! 223(14,4%) Jenis Rokok
Mencoba Berhenti Merokok ≤30hari
Tidak Mencoba Berhenti
Total
56 (21,5%) 146 (12,2%) 70 (9,7%) 13 (6,5%)
171(65,5%) 901(75,3%) 553(76,9%) 169(84,5%)
11 (12,6%) 603 (25,8%)
OR (95 % CI) Coba Berhenti Merokok >30hari
OR (95 % CI) Coba Berhenti Merokok ≤30hari
261 1.197 719 200
1,87(1,02 – 3,43)* 1,56(0,93 – 2,62) 1,63(0,96 – 2,78)
4,3(2,25–8,07)* 2,1(1,13 –3,80)* 1,6(0,89–3,05)
62(71.3%)
87 2.290
1,38 (0,761–2,45)
1,21 (0,58–2,16)
90 (14,5%) 195 (11,1%)
422 (68,1%) 1372 (78,1%)
620 1.757
1,85 (1,43–2,39)*
1,50 (1,14 –1,97)*
27 (14,1%) 258(11,8%)
143(74,5%) 1651(75,6%)
192 2.158
0,92(0,58–1,47)
1,21 (0,79 – 1,86)
144 (13,1%) 135 (11,0%)
791(71,8%) 967(78,8%)
1.102 1.227
1,63(1,27–2,09)*
1,30(1,05–1,68)*
142 (13,3%) 143 (10,9%)
746(69,7%) 1048(80,2%)
1.070 1.307
2,20(1,72–2,83)*
1,39 (1,09 – 1,79)*
157(16%) 128(9,2%)
665(67,9%) 1129(80,8%)
980 1.397
1,92(1,49–2,45)*
2,08(1,62–2,68)*
161(14,5%) 61(11,3%) 61(8,8%)
801(71,9%) 408(75,8%) 562(80,9%)
1.114 538 695
1,48(1,09–2,00)* 1,32(0,93–1,88)
1,85(1,35–2,53)* 1,38(0,95–2,00)
115(13%) 138(11,9%) 32(9,8%)
622(70,2%) 903(77,6%) 269(82%)
886 1.163 328
2,39(1,55–3,68)* 1,34(0,87–2,09)
1,55(1,02–2,34)* 1,29(0,85–1,93)
113(14,2%) 170(11%)
612(77%) 1159(74,7%)
795 1.552
0,59 (0,64-0,79)*
1,26(0,97-1,63)
P value*
0,001*
0.581
0,001*
0.625
0,001*
0,001*
0,001*
0,001*
0,001*
0,000*
0,000*
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
119
Mencoba Mencoba Berhenti Berhenti Faktor Merokok Merokok >30hari ≤30hari Rokok putih 14(19.7%) 10(14,1%) Rokok linting 18(10,1%) 4(2,2%) Campuran 27(10,6%) 28(11%) Rokok kretek! 239(12,8%) 243(13%) Jeda waktu merokok setelah bangun tidur >60 menit 131(17,4%) 93(12,3%) 31-60 menit 85(12%) 89(12,5%) ≤30 menit! 82(9%) 103(11,3%) 3. Faktor Pendorong Pembatasan merokok didalam rumah Tidak diperbolehkan / 199(12,7%) 167 (10,7%) Tidak diijinkan Pengecualian Dibolehkan atau 99(12,2%) 118(14,6%) tidak ada aturan! Nasihat berhenti merokok Mendapatkan 53(20%) 46(17,4%) nasihat Tidak mendapatkan 245(11,6%) 239(11,3%) nasihat! Tinggal bersama perokok lainnya Tidak ada 266(15,1%) 146(8,3%) Ada! 113(17,7%) 48(7,5%) Peringatan Kesehatan Melihat 231(14%) 224(13,6%) Tidak Melihat! 67(9,2%) 61(8,4%) Informasi Bahaya merokok Mendapatkan 197(16,5%) 171(14,3%) Tidak 101(8,5%) 114(9,6%) mendapatkan! Terpajan Iklan Rokok Tidak terpajan 28(8,1%) 48(13,9%) Terpajan! 270(13,3%) 237(11,7%) Terpajan Promosi dan Sponsor Rokok Tidak mendapatkan dan 134(14,9%) 133(14,8%) tdk tahu Mendapatkan! 164(11,1%) 152(10,3%)
Tidak Mencoba Berhenti
Total
47(66,2%) 157(87,7%) 199(78,3%) 1391(74,3%)
71 179 254 1.873
531(70,3%) 536(75,5%) 727(79,7%)
755 710 912
OR (95 % CI) Coba Berhenti Merokok >30hari 1,73(0,94-3,20) 0,67(0,40-1,10) 0,79(0,52-1,21)
2,19(1,62-2,95)* 1,41(1,02-1,94)*
OR (95 % CI) Coba Berhenti Merokok ≤30hari
P value*
1,22(0,61-2,44) 0,14(0,05–0,40)* 0,80(0,53–1,22)
1,24(0,91–1,68) 1,17(0,86–1,59)
0,001*
0,022* 1.202(76,7%)
1.568
592(73,2%)
809
166(62,6%)
265
0,99(0,76–1,28)
0,69(0,54–0,90)*
2,12(1,51–2,98)*
1,89(1,33–2,69)*
0,001*
1.628(77,1%)
2.112
1.321(76,2%) 478(73,9%)
1.758 639
1,08(0,76–1,52)
0,84(0,66–1,07)
1195(72,4%) 599(82,4%)
1.650 727
1,73(1,29–2,30)*
1,84(1,36–2,48)*
824(69,1%)
1.192
2,29(1,78–2,97)*
1,77(1,37–2,28)*
970(81,9%)
1.185
270(78%) 1.524(75%)
346 2.031
0,59(0,39–0,88)*
1,14(0,82–1,60)
0,249
0,001*
0,001*
0,013*
0,001* 630(70,2%)
897
1164(78,6%)
1.480
1,51(1,18–1,93)*
1,62(1,26–2,08)*
*p value < 0,05 “Tidak mencoba berhenti merokok” = Pembanding Dependen ! = Pembanding Independen
5.6. Analisis Multivariat pada Faktor-faktor yang Berhubungan dengan “Rencana Berhenti Merokok” Dalam kerangka konsep, faktor faktor yang berperan terhadap rencana berhenti merokok pada tergabung dalam 2 kelompok besar yakni kelompok pre-intensi dan intensi. Untuk mendapatkan faktor yang signifikan berhubungan dengan rencana berhenti merokok, Analisis dilakukan secara bertahap. Tahap pertama dalam pean adalah identifikasi kovariat potensial dari seluruh variabel yang termasuk dalam
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
120
kelompok pre-intensi dan intensi. Kovariat dengan nilai p value < 0,25 merupakan kandidat yang akan masuk ke dalam
multivariat. Dari 19 variabel yang
dimasukkan ke dalam penelitian, terdapat beberapa variabel yang dikeluarkan karena nilai p value > 0,25, yaitu jenis kelamin, pekerjaan, pembatasan merokok di dalam rumah, terpajan iklan rokok, tidak tinggal dengan perokok lain, dan jeda merokok di pagi hari.
Variabel lainnya yang memiliki p value < 0,25 dimasukkan ke dalam multivariat, variabel tersebut antara lain: kelompok umur, pendidikan, sosial ekonomi, tempat tinggal, pembatasan merokok di rumah, nasihat berhenti merokok, tinggal bersama perokok lain, lama merokok, jumlah rokok batang per hari, umur pertama kali merokok, jenis rokok, waktu merokok di pagi hari, peringatan kesehatan, informasi bahaya merokok, terpajan promosi dan sponsor rokok, dan pengetahuan bahaya merokok. Setelah dilakukan analisis menggunakan regresi logistik, didapatkan sebagai berikut dalam tabel 5.4.
Berdasarkan data yang tertera dalam tabel 5.4, variabel yang dikeluarkan dalam untuk analisis berikutnya adalah variabel yang memiliki nilai p value > 0,05, dimulai dari variabel yang memiliki nilai p value terbesar. Setiap pengeluaran variabel,
dilakukan
penilaian
dengan
perubahan
nilai
OR,
dengan
membandingkan nilai OR sebelum variabel tersebut dikeluarkan dengan nilai OR setelah variabel tersebut dikeluarkan.
Tabel 5.4. Hasil Analisis Regresi Logistik Pertama Kesiapan Berhenti Merokok dalam Seleksi Kovariat Regresi Logistik DenganSiap Berhenti Merokok* Konstanta Kelompok Umur 15 – 24 25 – 44 45 – 64 Diatas 65! Pendidikan Tinggi Rendah! Sosial Ekonomi Tinggi
Siap berhenti dalam tahun ini β (SE)
P
-3,228 (0,441)
0.000*
-0,28 (0,52) -0,66 (0,45) 0,11 (0,36)
0.60 0.14 0.76
0,24 (0,204-1,35)
0,142 (0,18)
Ingin berhenti β (SE)
P
-1,73 (0,24)
0.000*
0,76 (0,27 - 2,10) 0,52 (0,21 - 1,12) 1,12 (0,55 - 2,26)
0,46 (0,31) 0,29 (0,27) 0,41 (0,21)
0.14 0.28 0.05
1,59 (0,86 - 2,93) 1,34 (0,79 - 2,26) 1,51 (1,00 - 2,27)
0.245
1,35 (0,90 - 2,02)
0,52 (0,12)
0.000
1,67 (1,33 - 2,11)
0,415
1,153 (0,85 – 1,891)
0,08 (0,10)
0.405
1,1 (0,9 - 1,32)
OR (95% CI)
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
OR (95% CI)
121
Regresi Logistik Siap berhenti dalam tahun ini DenganSiap Berhenti β (SE) P OR (95% CI) Merokok* Rendah! Tempat Tinggal Perkotaan -0,36 (0,18) 0.047 0,70 (0,49 - 0,99) Perdesaan! Pengetahuan Bahaya merokok Tinggi 0,53 (0,17) 0.002 1,70 (1,21 - 2,4) Rendah! Nasihat Berhenti Merokok Ya mendapatkan 0,73 (0,22) 0.01 2,08 (1,36 - 3,19) Tidak Mendapatkan! Peringatan Kesehatan Melihat 0,66 (0,22) 0.003 1,88 (1,24 - 2,87) Tidak Melihat! Informasi Bahaya merokok Mendapatkan 0,52 (0,19) 0.005 1,69 (1,17–2,42) Tidak Mendapatkan! Terpajan Promosi dan Sponsor Rokok Tidak Mendapatkan 0,54 (0,17) 0.753 1,06 (0,75 - 1,48) dan tidak tahu Mendapatkan! Lama merokok <20 0,42 (0,35) 0,23 1,52 (0,77 - 3,00) 20-30 0,61 (0,28) 0.031 1,83 (1,06 - 3,18) >=30! Jumlah rokok batang per hari 1-10 batang 0,24 (0,27) 0.39 1,27 (0,74–2,16) 11-20 batang 0,25 (0,28) 0.37 1,28 (0,75 - 2,21) >21 batang! Umur pertama kali merokok <17 tahun -0,31 (0,19) 0.11 0,737 (0,51 - 1,07) ≥17 tahun! Jenis rokok rokok putih 1,02 (0,40) 0.011 2,77 (0,26–6,08) rokok linting -0,56 (0,46) 0.23 0,57 (0,23–1,41) Campuran 0,003 (0,28) 0.99 1,003 (0,58–1,74) rokok kretek!
Ingin berhenti β (SE)
P
OR (95% CI)
0,20 (0,10)
0.84
1,02 (0,84 - 1,24)
0,48 (0,98)
0.000
1,62 (1,34 - 1,96)
0,70 (0,12)
0.000
2,02 (1,61–2,54)
0,70 (0,12)
0.000
2,02 (1,6 - 2,54)
0,04 (0,10)
0.67
1,05 (0,86–1,28)
0,08 (0,10)
0.4
1,09 (0,89–1,32)
0,03 (0,21) 0,21 (0,18)
0.88 0.23
1,03 (0,69 - 1,55) 1,24 (0,87 - 1,75)
0,36 (0,15) 0,14 (0,14)
0.02 0.33
1,43 (1,1 –1,92) 1,15 (0,87 - 1,52)
-0,46 (0,11)
0.000
0,63 (0,512–0,77)
0,52 (0,28) 0,20 (0,21) 0,27 (0,15)
0.061 0.32 0.08
1,68 (0,98–2,89) 1,23 (0,82 - 1,84) 1,31 (0,97 - 1,77)
! = Pembanding Dependen “Tidak ingin berhenti merokok” = Pembanding Independen
Jika terdapat perubahan OR yang cukup besar (>10%) berarti variabel tersebut tidak dapat dikeluarkan karena akan mengganggu koefisien dan OR kovariat lainnya atau dengan kata lain variabel tersebut merupakan variabel konfounder. Variabel yang dikeluarkan pada analisis berikutnya, yaitu variabel umur, terpapar promosi-sponsor rokok, sosial ekonomi, lama merokok, tempat tinggal, dan usia pertama kali merokok. Semua variabel tersebut dikeluarkan satu-persatu secara berurutan, sehingga didapatkan multivariat akhir. Berikut disajikan pada tabel 5.5 hasil analisis pada tahap akhir dalam multivariat upaya berhenti merokok.
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
122
Tabel 5.5. Faktor yang Berhubungan dengan Rencana Berhenti Merokok Regresi Logistik Rencana Berhenti Merokok* Konstanta Pendidikan Tinggi Rendah! Pengetahuan Bahaya merokok Tinggi Rendah! Nasihat Berhenti Merokok Ya mendapatkan Tidak Mendapatkan! Peringatan Kesehatan Melihat Tidak Melihat! Informasi Bahaya merokok Mendapatkan Tidak Mendapatkan! Jumlah rokok (batang/hari) 1-10 batang 11-20 batang >21 batang!
Siap berhenti dalam tahun ini β (SE) P OR (95% CI) -3,36 (0,29) 0.000*
β (SE) -1,41 (0,15)
Ingin berhenti P OR (95% CI) 0.000*
0,292 (0,186)
0.117
1,34 (0,93 - 1,93)
0,65 (0,11)
0.000
1,91 (1,55 - 2,36)*
0,51 (0,167)
0.002
1,67 (1,20 - 2,31)*
0,48 (0,1)
0.000
1,61 (1,34 - 1,94)*
0,74 (0,21)
0.002
1,87 (1,26–2,76)*
0,113 (0,14)
0.433
1,12 (0,84 - 1,49)
0,623 (0,20)
0.007
1,59 (1,14 – 2,23)*
0,73 (0,107)
0.000
2,06 (1,68 - 2,54)*
0,46 (0,17)
0.000
2,09 (1,39– 3,16)*
0,81 (0,09)
0.39
1,08 (0,90-1,31)
0,68 (0,27) 0,27 (0,27)
0.011 0.314
1,98 (1,17- 3,33)* 1,31 (0,78 - 2,19)
0,35 (0,14) 0,12 (0,14)
0.014 0.371
1,41 (1,07–1,86)* 1,13 (0,86 - 1,47)
*p value < 0,001 ! = Pembanding Dependen “Tidak ingin berhenti merokok” = Pembanding Independen *-2LL=3.339,56; X²=300,64; df=40; p<0,001; Pseudo R²=0,143
Model akhir pada “Rencana berhenti merokok” menghasilkan 6 variabel memiliki hubungan yang signifikan dari 13 variabel yang dimasukkan ke dalam analisis. Enam variabel tersebut secara statistik memiliki signifikasi di bawah 0,05. ini memiliki nilai pseudo R2 = 0,143, dimana nilai pseudo R2 berkisar 0 sampai 1. Menurut Greene (2001) sepanjang nilai pseudo R2, tidak bernilai 0 dapat diartikan bahwa seluruh variasi dalam variabel independen dapat dijelaskan oleh logistik, sehingga dapat disimpulkan logistik dalam tabel 5.5 sudah baik. Interpretasi dari rencana berhenti merokok dapat dijelaskan dibawah ini.
Faktor pendidikan tinggi berhubungan secara signifikan dalam meningkatkan peluang perokok untuk ingin berhenti merokok, sebesar 1,91 kali dibandingkan yang berpendidikan rendah. Perokok yang memiliki pengetahuan mengenai bahaya merokok yang tinggi akan meningkatkan peluang yang sama besar pada perokok untuk siap berhenti dalam tahun ini sebesar 1,67 dan berkeinginan untuk berhenti merokok sebesar 1,61. Perokok yang mendapatkan nasihat berhenti
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
123
merokok dari tenaga kesehatan akan meningkatkan peluangnya (1,87) untuk siap berhenti merokok tahun ini daripada yang tidak mendapatkan nasihat.
Faktor peringatan kesehatan akan memberikan perngaruh lebih besar kepada perokok yang berkeinginan untuk berhenti merokok (2,06) dan lebih kecil peluangnya pada perokok yang siap untuk berhenti merokok. Perokok yang siap berhenti merokok tahun ini merupakan perokok yang mendapatkan informasi bahaya merokok dengan peluang sebesar 2,09. Pada rencana berhenti merokok, perokok yang siap berhenti tahun ini dan ingin berhenti merokok dipengaruhi oleh faktor jumlah rokok yang dihabiskan kurang dari 10 batang per hari memiliki hubungan meningkatkan peluang ingin dan siap berhenti merokok, dengan nilai peluang lebih besar kepada siap berhenti merokok yakni sebesar 1,98 kali. 5.7. Analisis Multivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan “Mencoba Berhenti Merokok” Menelaah faktor faktor yang berhubungan dengan variabel “Mencoba Berhenti Merokok”, seluruh variabel yang diduga berhubungan “mencoba berhenti merokok” berada dalam 3 (tiga) kelompok faktor yakni kelompok faktor memudahankan (predisposisi), kelompok faktor yang memungkinkan (enabling) dan kelompok faktor yang mendorong perokok berhenti merokok (reinforcing). Analisis multivarian dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama dalam permodelan adalah identifikasi kovariat potensial yang dilakukan dengan uji regresi multinomial logistik dari variabel-variabel predisposisi, variabel enabling, dan variabel reinforcing. Kovariat dengan nilai p value kurang dari 0,25 merupakan kandidat yang akan masuk ke dalam multivariat. Dari 19 variabel yang dimasukkan ke dalam penelitian, terdapat dua variabel yang dikeluarkan karena nilai p value > 0,25, yaitu jenis kelamin dan pekerjaan dan tinggal bersama perokok lain. Kemudian variabel lainnya yang memiliki p value < 0,25 dimasukkan ke dalam multivariat, variabel tersebut antara lain: kelompok umur, pendidikan, sosial ekonomi, tempat tinggal, pembatasan merokok di rumah, nasihat berhenti merokok, tinggal bersama perokok lain, lama merokok, jumlah rokok batang per hari, umur pertama kali merokok, jenis rokok, Jeda waktu merokok setelah bangun tidur, peringatan kesehatan, informasi bahaya merokok,
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
124
terpajan iklan rokok, terpajan promosi dan sponsor rokok, dan pengetahuan bahaya merokok. Setelah dilakukan analisis didapatkan sebagai berikut dalam tabel 5.6: Tabel 5.6. Hasil Analisis Regresi Logistik Pertama Mencoba Berhenti Merokok dalam Seleksi Kovariat Regresi Logistik Mencoba Berhenti Merokok >30hr Dengan Siap β (SE) p OR (95% CI) Berhenti Merokok* Konstanta -3,67(0,41) 0,000 Umur 15 – 24 -0,32 (0,44) 0,47 0,73 (0,30 – 1,73) 25 – 44 -0,59 (0,39) 0,13 0,56 (0,26 – 1,18) 45 – 64 -0,42 (0,31) 0,89 0,96 (0,53 – 1,74) >65! Pendidikan Tinggi -0,01(0,164) 0,96 0,99 (0,72 – 1,37) Rendah! Tempat Tinggal Perkotaan -0,59(0,15) 0,000 1,81(1,35-2,43)* Perdesaan! Sosial Ekonomi Tinggi 0,15 (0,15) 0,32 1,16 (0,87 – 1,55) Rendah! Nasihat Berhenti Merokok Ya mendapatkan 0,84(0,19) 0,00 2,38 (1,65-3,44)* Tidak Mendapatkan! Peringatan Kesehatan Tidak diperbolehkan atau Tidak diijinkan dgn Pengecualian
-0,95(0,15)
0,52
Dibolehkan atau tidak ada aturan Lama Merokok ≤20 0,46(0,29) 0,12 21-30 0,41(0,24) 0,93 >30! Jumlah rokok batang per hari ≤10 batang 0,56(0,25) 0,02 11-20 batang 0,06(0,24) 0,82 >20 batang! Jenis Rokok rokok putih 0,46(0,34) 0,17 rokok linting 0,18(0,31) 0,57 Campuran 0,19(0,24) 0,43 rokok kretek! Jeda waktu merokok setelah bangun tidur >60 menit 0,61(0,17) 0,00 31-60 menit 0,35(0,18) 0,05 ≤30 menit! Peringatan Kesehatan Melihat 0,40(0,18) 0,03 Tidak Melihat! Informasi Bahaya merokok Mendapatkan 0,55(0,16) 0,00 Tidak Mendapatkan! Terpajan Iklan Rokok Ya 0,17(0,26) 0,52
Mencoba Berhenti Merokok ≤30hr β (SE)
p
-3,54(0,43)
0.000
0,52(0,47) -0,11(0,42) 0,10(0,34)
0,27 0,8 0,76
1,68(0,6 –4,2) 0,9 (0,4-2,05) 1,1(0,57-2,16)
0,013 (0,15)
0,93
1,01(0,76-1,35)
0,33 (0,15)
0.028
1,39 (1,04 - 1,87)
0,01 (0,15)
0,93
0,806(1,93)
0,000
2,24 (1,54 – 3,3)
0,91(0,68-1,21)*
0,34(0,18)
0,064
1,403(0,98-2,0)
1,58(0,89-2,81) 1,50(0,93-2,41)
0,35(0,31) 0,23(0,27)
0,26 0,4
1,42(0,77-2,61) 1,25(0,74-2,11)
1,76(1,09-2,84)* 1,06(0,66-1,70)
0,41(0,24) 0,15(0,23)
0,087 0,512
1,504(0,93-2,4) 1,16(0,75-1,80)
1,59(0,82-3,08) 1,2(0,65-2,2) 1,21(0,76-1,93)
0,21(0,37) -1,34(0,53) -0,01(0,24)
0,57 0,012 0,98
1,24(0,59-2,56) 0,26(0,09-0,74) 0,99(0,63-1,58)
1,85(1,33-2,56)* 1,42(1,00-2,01)*
0,09(0,17) 0,26(0,17)
0,6 0,114
1,09(0,78-1,53) 1,30(0,94-1,80)
1,50(1,05-2,14)*
0,34(0,18)
0,064
1,403(0,98-2,01)
1,74(1,28-2,38)*
0,49(0,16)
0,002
1,64(1,20-2,26)
1,18(0,71-1,97)
0,97(0,22)
0,000
2,65(1,71-4,09)
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
OR (95% CI)
1,01 (0,76 – 1,35)
125
Regresi Logistik Mencoba Berhenti Merokok >30hr Dengan Siap β (SE) p OR (95% CI) Berhenti Merokok* Tidak! Terpajan Promosi &SponsorRokok Tidak mendapatkan 0,17(0,14) 0,22 1,19(0,9-1,57) dan tidak tahu Mendapatkan! Umur pertama kali merokok ≥ 17 Tahun -0,33(0,16) 0,41 0,72(0,52-0,99)* < 17 Tahun! Pengetahuan Bahaya merokok Tinggi 0,48(0,15) 0,001 1,61(1,21-2,14)* Rendah!
Mencoba Berhenti Merokok ≤30hr β (SE)
p
OR (95% CI)
0,27(0,145)
0,064
1,31(0,99-1,74)
0,285(0,151)
0,058
1,33(0,99-1,79)
0,56(0,143)
0,000
1,75(1,322-2,32)
*p value < 0,05 “Tidak mencoba berhenti merokok” = Pembanding Dependen ! = Pembanding Independen
Berdasarkan hasil analisis diatas, variabel yang dikeluarkan dalam untuk analisis berikutnya adalah variabel yang memiliki nilai p-value > 0,05, dimulai dari variabel dengan p-value terbesar. Setiap pengeluaran variabel, dilakukan penilaian dengan perubahan nilai OR, dengan membandingkan nilai OR sebelum variabel tersebut dikeluarkan dengan setelah dikeluarkan. Jika terdapat perubahan OR yang cukup besar (>10%) berarti variabel tersebut tidak dapat dikeluarkan karena akan mengganggu koefisien dan OR kovariat lainnya, atau dengan kata lain variabel tersebut merupakan variabel konfounder. Variabel yang dikeluarkan pada analisis berikutnya dari penelitian ini, yaitu variabel umur, pendidikan, sosial ekonomi, jenis rokok, pembatasan merokok di rumah, dan umur pertama kali merokok. Semua variabel tersebut dikeluarkan satu-persatu secara berurutan, sehingga didapatkan multivariat akhir. Berikut disajikan pada tabel 5.7 hasil analisis pada tahap akhir multivariat upaya berhenti merokok.
Tabel 5.7. Faktor yang Berhubungan dengan Mencoba Berhenti Merokok Regresi Logistik Mencoba Berhenti Merokok >30hr Dengan Rencana β (SE) p OR (95% CI) Berhenti Merokok Konstanta -3,763 (0,29) 0,000 Tempat Tinggal Perkotaan 0,63(0,14) 0,000 1,80(1,43-2,47)* Perdesaan! Pengetahuan Bahaya merokok Tinggi 0,46(0,14) 0,001 1,58(1,21-2,06)* Rendah! Nasihat Berhenti Merokok Ya mendapatkan 0,84(0,18) 0,000 2,32(1,62-3,33)* Tidak Mendapatkan!
Mencoba Berhenti Merokok ≤30hr β (SE)
P
-3,77 (0,29)
0.000
0,22 (0,14)
0.122
1,24 (0,94 - 1,63)
0,57 (0,14)
0.000
1,77 (1,35 - 2,32)*
0,75(0,19)
0.000
2,11 (1,46 - 3,05)*
OR (95% CI)
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
126
Regresi Logistik Mencoba Berhenti Merokok >30hr Dengan Rencana β (SE) p OR (95% CI) Berhenti Merokok Lama Merokok ≤20 0,08(0,17) 0,658 1,08(0,77-1,51) 21-30 0,12(0,19) 0,054 1,12(0,77-1,63) >30! Jumlah rokok batang per hari ≤10 batang 0,58(0,24) 0,015 1,78(1,12-2,82)* 11-20 batang 0,04(0,23) 0,852 1,04(0,66-1,65) >20 batang! Jeda waktu merokok setelah bangun tidur >60 menit 0,65(0,16) 0,000 1,92(1,39-2,65)* 31-60 menit 0,43(0,17) 0,014 1,53(1,09-2,16)* ≤30 menit! Peringatan Kesehatan Melihat 0,35(0,17) 0,043 1,42(1,01-1,99)* Tidak Melihat! Informasi Bahaya merokok Mendapatkan 0,53(0,15) 0,001 1,69(1,25-2,29)* Tidak Mendapatkan! Terpajan Iklan Rokok Tidak Terpajan 0,14(0,25) 0,566 1,15(0,71-1,88) Terpajan! Terpajan Promosi &Sponsor Rokok Tidak mendapatkan 0,15(0,14) 0,268 1,17(0,89-1,53) dan tidak tahu Mendapatkan!
Mencoba Berhenti Merokok ≤30hr β (SE)
P
OR (95% CI)
0,46 (0,18) 0,25 (0,20)
0.008 0.218
1,59 (1,13 - 2,24)* 1,28 (0,87–1,89)
0,34 (0,23) 0,11 (0,22)
0.140 0.618
1,40 (0,90- 2,19) 1,12 (0,73 - 1,71)
0,13 (0,17) 0,23 (0,16)
0.42 0.15
1,14 (0,83 - 1,58) 1,26 (0,92 - 1,74)
0,46 (0,18)
0.010
1,59 (1,12–2,26)*
0,48 (0,16)
0.002
1,61 (1,18 – 2,18)*
1,06 (0,22)
0.000
2,89 (1,90 – 4,41)*
0,33 (0,14)
0,023
1,38 (1,05 – 1,83)*
*p value < 0,001 ! = Pembanding Dependen “Tidak mencoba berhenti merokok” = Pembanding Independen *-2LL=2.761,56; X²=266,84; df=25; p<0,001; Pseudo R²=0,142
upaya berhenti merokok diatas melibatkan 10 variabel dari 16 variabel yang dimasukkan ke dalam analisis , dimana ke-10 variabel tersebut secara statistik memiliki signifikasi di bawah 0,001.
ini memiliki nilai pseudo R2 = 0,142,
dimana nilai pseudo R2 berkisar 0 sampai 1. Menurut Greene (2001) sepanjang nilai pseudo R2, tidak bernilai 0 dapat diartikan bahwa seluruh variasi dalam variabel independen dapat dijelaskan oleh logistik, sehingga dapat disimpulkan logistik dalam tabel 5.7 sudah baik. Interpretasi dari upaya berhenti merokok dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kecenderungan perokok yang bertempat tinggal di perkotaan akan berpeluang lebih besar untuk berhenti merokok terutama merokok jangka panjang dibandingkan perokok yang tinggal di perdesaan. Pengetahuan bahaya merokok yang tinggi akan memberikan peluang untuk mencoba berhenti merokok baik
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
127
jangka panjang maupun jangka pendek dengan nilai OR berturut-turut 1,58 dan 1,77.
Nasihat berhenti merokok akan meningkatkan peluang perokok untuk berhenti merokok secara jangka panjang maupun jangka pendek dengan nilai OR secara berurutan 2,32 dan 2,11. Perokok yang tidak terlalu lama merokok menjadi faktor yang mendukung perokok untuk berhenti merokok jangka pendek sebesar 1,59 kali, kemudian faktor lainnya yang berhubungan dengan upaya mencoba berhenti merokok adalah jumlah rokok yang dikonsumsi per hari. Perokok yang setiap harinya menghabiskan hingga 10 batang per hari memiliki peluang untuk berhenti merokok jangka pendek (OR 1,40).
Jeda waktu merokok setelah bangun tidur lebih dari 60 menit akan meningkatkan peluang perokok untuk mencoba berhenti merokok jangka panjang, sebesar 1,92 kali. Demikian pula pada perokok yang membutuhkan sedikit lebih cepat untuk merokok di pagi hari yakni antara 30 hingga 60 menit akan menurunkan peluang mencoba berhenti merokoknya sebesar 1,53 kali. Jadi, Jeda waktu merokok setelah bangun tidur merupakan faktor yang mempengaruhi perokok untuk mencoba berhenti merokok jangka panjang. Perokok yang melihat peringatan kesehatan dibungkus rokok akan meningkatkan peluang perokok untuk mencoba berhenti merokok baik jangka panjang (1,42) maupun jangka pendek (1,59). Perokok yang mendapatkan informasi bahaya merokok juga dapat lebih berpeluang untuk mencoba berhenti merokok jangka panjang (1,69) dan jangka pendek (1,61). Responden yang tidak mendapatkan iklan rokok akan meningkatkan peluang 2,89 kali untuk mencoba berhenti merokok jangka pendek, sedangkan tidak mendapatkan promosi-sponsor rokok memiliki peluang sedikit lebih kecil untuk berhenti merokok jangka pendek, yakni 1,38 kali.
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
128
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian Penelitian
ini
menggunakan
data
sekunder
sehingga
memiliki
banyak
keterbatasan. Rancangan penelitian ini adalah penelitian potong lintang (cross sectional) yang memiliki kelemahan temporal ambiguity, dimana tidak dapat dipastikan mana yang terjadinya lebih dahulu variabel independen dan dependennya. Hal ini disebabkan karena variabel-variabel tersebut diukur pada saat yang bersamaan. Sehingga penelitian tidak cukup kuat untuk membuktikan hubungan sebab akibat. Data potong lintang hanya mampu menilai adanya hubungan atau kolerasi antar faktor yang diduga mempunyai hubungan kausal. Namun penelitian memiliki mempunya kekuatan yakni memiliki jumlah sampel yang representatif untuk mewakili populasi perokok di Indonesia (keterwakilan nasional), sehingga dengan
tersedianya sampel yang cukup besar ini dapat
meningkatkan variasi pada penelitian yang pada akhirnya akan mempengaruhi kekuatan penelitian.
Pada penelitian ini, peneliti tidak terlibat langsung dalam proses pengumpulan data sehingga peneliti tidak dapat mengontrol kualitas data yang dikumpulkan, karena sangat dimungkinkan dalam setiap penelitian terdapat keterbatasan yang dapat mempengaruhi kualitas hasil penelitian. Penggunaan data sekunder memiliki banyak keterbatasan terutama pada jenis variabel-variabel terkait dengan obyek penelitian, terbatas hanya pada variabel yang tersedia pada data sekunder tersebut.
Berdasarkan teori, perilaku merokok sangat sulit untuk dihentikan karena dua hal, yakni adanya faktor ketergantungan dan faktor psikologis (Samrotulfikriyah, 2012). Pada penelitian ini, faktor-faktor berhenti merokok yang tersedia lebih banyak yang terkait dengan faktor ketergantungan, faktor pengetahuan dan informasi. Faktor ketergantungan yang terdapat dalam penelitian inipun masih belum dapat menjelaskan tingkat keergantungan perokok secara menyeluruh,
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
129
sebab masih terdapat faktor-faktor lain yang dapat menggambarkan tingkat ketergantungan perokok yang dapat dievaluasi dari gejala gejala withdrawl yang muncul. Gejala ini muncul pada perokok bilamana perokok mengalami craving nikotin, seperti gangguan tidur, gelisah, cemas, depresi dan lain lain.
Data mengenai hal ini tidak terdapat dalam survei GAT, sehingga tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian, padahal berdasarkan hasil penelitian perokok yang mengalami kecemasan atau depresi yang tinggi sebelum berhenti merokok sebanyak 30% akan kembali merokok dalam triwulan pertamanya berhenti merokok ( Zhou, X., et all. 2009). Penelitian lainnya yang menyatakan bahwa faktor psikologis seperti depresi, kecemasan, dan lemahnya motivasi, memiliki pasangan hidup yang perokok dan mengalami ketergantungan alkohol akan mempengaruhi kesuksesan mencoba seseorang untuk berhenti merokok (Petter & Morgan, 2002).
Untuk mendapatkan
faktor upaya berhenti merokok yang menggunakan
pendekatan tahapan berhenti merokok yang dikemukan oleh Procasca 1983, seharusnya responden yang dianalisis tidak hanya terpaku kepada perokok aktif saja, namun dapat mengikutsertakan perokok yang telah berhasil berhenti merokok (mantan perokok).
Pada survei GAT, data yang terkait dengan pola atau riwayat merokok pada mantan perokok tidak didapatkan sehingga peneliti tidak dapat mengikutsertakan unit sampel mantan perokok sebagai sampel dalam penelitian. Padahal data ini akan berguna dalam melengkapi faktor dominan serta determinan faktor dalam setiap tahapannya terutama dalam tahapan maintenance atau pemeliharaan, mengingat pada tahapan ini merupakan tahapan kritis bagi perokok, karena besarnya kejadian gagal berhenti pada perokok yang telah mencoba berhenti merokok (Kaleta, D et al. 2012), Upaya peneliti mengantisipasi hal tersebut adalah dengan membuat kategori pada variabel mencoba berhenti merokok menjadi tiga katagori yakni mencoba berhenti merokok jangka panjang dan mencoba berhenti jangka pendek dan tidak mencoba berhenti merokok.
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
130
Menurut Suparmi (2010), penelitian yang menggunakan desain cross sectional memiliki keterbatasan recall bias, misalnya responden diminta mengingat kejadian dalam satu tahun terakhir, durasi mencoba berhenti merokok atau paparan informasi rokok, lama merokok dan umur kali pertama merokok sehingga dapat mempengaruhi data yang diperoleh. Oleh karena itu pada instrumen pengumpulan data GATS, menggunakan kuisioner elektronik yang didalamnya terdapat program yang mampu meminimalisir efek recall bias. Selain itu pada survei GAT pertanyaan mengenai kegiatan yang dilakukan responden dibatasi hanya dalam rentang 1 (satu) tahun terakhir.
Bias konfounding terjadi ketika efek faktor risiko eksternal lainnya bercampur dengan efek pajanan faktor risiko utama, sehingga menimbulkan distorsi asosiasi antara variabel dependen dan independen. Bias konfounding dapat dikendalikan dengan cara melakukan pengontrolan konfounder dengan menggunakan analisis multivariat.
Prosedur pemilihan sampel pada survei GATS dilakukan secara bertingkat dengan menggunakan kerangka pengambilan sampel berdasarkan kluster sampling berbasis Blok Sensus (BS). Uuntuk meningkatkan randomisasi pengambilan sampel akibat efek disain, maka sampel pada penelitian ini dilakukan koreksi, dengan cara mengalikan jumlah minimal sampel yang diperlukan dengan sebuah nilai kontanta yang dapatkan dari hasil penelitian sebelumnya yang serupa . 6.2 Faktor yang Berhubungan dengan Rencana Berhenti Merokok pada Perokok Aktif Umur 15 Tahun keatas di Indonesia Berdasarkan hasil penelitian bahwa distribusi perokok di Indonesia berdasarkan setiap tahap berhenti meokok yakni prekontemplasi sebesar 53%, kontemplasi 39% dan perokok yang siap untuk berhenti merokok sebanyak 8%. Distribusi perokok ini tidak jauh berbeda dengan distribusi perokok di Amerika Serikat dimana perokok yang siap berhenti merokok 7%, perokok dalam fase kontemplasi 33% dan 60% dalam fase kontemplasi (Clark M, et All 1997). Jika mengacu kepada negara-negara Eropa yang dianggap berhasil menanggulangi epidemik
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
131
tembakau seperti Inggris, pembagian proporsi perokok berdasarkan tahapan berhenti merokoknya adalah 40% prekontemplasi, 40% kontemplasi dan 20% preparasi. (Ginting T., 2011)
Faktor penting yang mempengaruhi kenginan seseorang untuk berhenti merokok adalah intensi atau keinginan yang kuat dari perokok untuk berhenti merokok. Keinginan yang kuat ini akan semakin baik jika mendapat dukungan dan dorongan dari sekitar (Nainggolan, 1990). Pada penelitian ini diidentifikasi faktorfaktor yang berperan pada rencana berhenti merokok. faktor-faktor tersebut dikelompokkan berdasarkan kelompok faktor pre-intensi dan faktor intensi(tabel 6.2).
Tabel 6.1 Faktor yang Berhubungan dengan Rencana Berhenti Merokok No Faktor
Pre Intensi
1
Pendidikan
2
Pengetahuan Bahaya Merokok Nasihat berhenti merokok Peringatan kesehatan
3 4 5 Faktor 6
Kesiapan untuk Berhenti merokok (Preparasi)
Variabel
Tinggi (1,34)
hasil
analisis
Tinggi (1,91)
Tinggi (1,67)
Informasi bahaya Merokok Intensi Jumlah Batang rokok per Hari
Berdasarkan
Keinginan untuk berhenti merokok (Kontemplasi )
Tinggi (1,61)
Mendapatkan (1,87) Membaca peringatan (1,59) Mendapatkan (2,09)
Membaca peringatan (2,06) Mendapatkan (1,08)
<10 batang (1,98)
< 10 batang (1,41)
penelitian
didapatkan
bahwa
faktor
yang
mempengaruhi kesiapan berhenti merokok dan keinginan berhenti perokok pada perokok aktif berumur diatas 15 tahun di Indonesia lebih didominasi oleh kelompok pre-intensi, atau dengan kata lain dipengaruh oleh faktor-faktor yang berasal dari karakteristik individu dan paparan informasi dan kesadaran dari luar. Faktor-faktor ini terdiri dari faktor pendidikan, pengetahuan bahaya merokok, nasihat berhenti merokok, membaca peringatan kesehatan, dan mendapatkan informasi bahaya merokok.
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
132
Hipotesis 1 Terdapat hubungan antara faktor faktor dalam kelompok faktor pre-intensi dan intensi dengan rencana berhenti merokok pada perokok berumur 15 tahun keatas di Indonesia. TERBUKTI
6.2.1 Tingkat Pendidikan Pada penelitian ini, tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan untuk meningkatkan peluang pada perokok dalam siap berhenti merokok pada tahun ini dan berkeinginan untuk berhenti merokok. Penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa orang-orang memiliki tingkat pendidikan tinggi (minimal setingkat SMA) terbukti banyak yang berhasil berhenti merokok, dimana lulusan perguruan tinggi, berpeluang lebih besar berhasil berhenti merokok sebesar 1,83 kali dibandingkan dengan yang tidak tamat SMA (CI 95% 1,24-2,69) (Lee & Kahende, 2007). Penelitian yang dilakukan di India pada 1.569 perokok yang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah menggambarkan hal yang serupa, bahwa tingkat pendidikan di atas SMA akan semakin meningkatkan peluang ingin berhenti merokok sebesar 2,32 kali lebih besar dibandingkan tingkat pendidikan dibawah SMA (Panda et al, 2014).
Data lain yang mendukung adalah hasil survei yang dilakukan di Amerika Serikat menyatakan bahwa perokok yang berusia 30 s.d 49 tahun yang siap untuk berhenti merokok adalah perokok yang memiliki pendidikan yang tinggi selain mendapatkan nasihat dari dokter untuk berhenti merokok. (Clark, M, 1997) Perokok yang berumur 65 tahun ke atas yang berhasil berhenti merokok adalah perokok yang berpendidikan tinggi (Velicer, 2003).
Penelitian di Polandia menyebutkan bahwa kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan merupakan faktor yang dapat mengurangi peluang berhenti merokok, perokok dengan tingkat pendidikan yang tinggi, lebih tertarik dengan isu isu yang
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
133
terkait dengan kesehatan yang akan meningkatkan keinginan dan kesiapannya untuk mengubah prilaku untuk dapat lebih siap. (Stoklosa, A, 2010)
6.2.2 Pengetahuan Bahaya Merokok Perilaku merokok berkaitan dengan pengetahuan, sikap seseorang terhadap rokok, pengetahuan yang cukup akan memotivasi individu untuk berperilaku sehat. Individu yang dipenuhi banyak informasi akan mempersepsikan informasi tersebut sesuai dengan predisposisi psikologisnya, yang pada akhirnya akan menbentuk pengetahuannya. Pengetahuan yang memadai tentang bahaya rokok bagi kesehatan diharapkan membuat orang yang belum merokok tetap tidak merokok dan para perokok yang sudah terlanjur bisa menghentikan kebiasaan yang sangat berbahaya ini (Putri, 2010).
Nainggolan pada tahun 2004 juga menguatkan temuan ini, dengan menyebutkan bahwa keinginan seseorang berhenti merokok timbul
disebabkan oleh
pengetahuan seseorang terhadap bahaya rokok yang disertai dengan keinginan dan motivasi yang kuat untuk melaksanakannya. Berdasarkan hasil penelitian, pengetahuan bahaya merokok yang tinggi akan meningkatkan kecenderung perokok untuk siap berhenti merokok dan ingin berhenti merokok.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Clark (1997), yang menyatakan perokok yang memiliki persepsi bahwa merokok dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatannya
memiliki kesiapan untuk berhenti merokok terutama pada
kelompok usia 30 – 49 tahun dengan peluang sebesar 1,55 kali, dan bedasarkan hasil penelitian Sansone G., et al (2012) perokok yang memiliki pengetahuan bahaya merokok bagi kesehatannya akan meningkatkan keinginan untuk berhenti merokok.
Pada umumnya perokok akan termotivasi untuk berhenti merokok ketika melihat perokok lain yang memburuk kondisi kesehatannya akibat merokok, namun pengalaman ini harus didukung oleh data pendukung lain yang akan menguatkan persepsi perokok mengenai bahaya merokok. Perokok yang tidak didukung
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
134
dengan evidence lainnya akan lebih banyak gagal berhenti merokok, hingga muncul keparahan penyakit akibatnya merokok pada dirinya. Penelitian yang dilakukan oleh pun menyebutkan bahwa perokok akan berhenti merokok lebih banyak ketika mereka dilaporkan telah menderita gangguan jantung atau penyakit lainnya akibat merokok. (Kaleta, et al. 2012).
Dalam perseptif ilmu kesehatan masyarakat, hal ini tidak dapat dibiarkan, karena akan timbul banyak kerugian baik materil maupun immaterial akibat kegagalan menghentikan
kebiasaan
perokok
tersebut,
sehingga
pendekatan
untuk
meningkatkan pengetahuan perokok akan bahaya merokok harus dapat diintensifkan dengan lebih banyak dengan menggunakan berbagai media informasi untuk mendorong perokok untuk berhenti merokok. (Saffer, 2000)
Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan bahwa pengetahuan bahwa merokok akan mengakibatkan penyakit penyakit berbahaya tidak secara utuh dimiliki oleh perokok. Perokok lebih banyak mengetahui merokok menyebabkan serangan jantung dan kanker paru (diatas 75%), namun untuk penyakit lainnya seperti kanker kandung kemih, PPOK, stroke dan kanker abdominal tidak banyak perokok yang mengetahuinya (kurang dari 35%). Oleh karenanya berdasarkan temuan diatas peneliti menyarankan agar dalam menyebarluasan informasi bahaya merokok, lebih menyajikan fakta fakta penyakit akibat merokok yang lebih lengkap dengan mengunakan multimedia, karena hal tersebut akan meningkatkan kesiapan berhenti merokok pada perokok aktif tersebut.
Pengetahuan bahaya merokok dapat menimbulkan penyakit merupakan motivasi terkuat untuk berhenti merokok pada perokok laki-laki maupun perempuan yang mengunjungi klinik berhenti merokok. Kesiapan untuk mencoba berhenti merokok secara tidak langsung dapat dinilai dari penyataan waktu kapan dia mulai
mencoba
berhenti
merokok,
tidak
berhubungan
motivasinya.(Stoklosa, A.,2010)
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
dengan
tingkat
135
6.2.3 Nasihat Berhenti Merokok Menurut Cochrane Tobacco Adiction Group bentuk intervensi berupa saran dan nasihat dari dokter atau tenaga kesehatan lebih efektif dapat meningkatkan kesiapan berhenti merokok. Definis nasihat singkat berhenti merokok menurut Cochrane adalah suatu instruksi verbal untuk berhenti merokok dengan atau tanpa adanya informasi bahaya merokok yang diberikan terlebih dahulu. Berdasarkan pedoman berhenti merokok menyatakan bahwa seluruh tenaga kesehatan seharusnya memberikan nasihat singkat sekitar 1 hingga 2 menit yang rutin kepada seluruh perokok yang ditemui. (Stead, F, 2013)
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa adanya nasihat kesehatan yang diberikan oleh dokter akan lebih efektif meningkatkan kesiapan berhenti merokok sebesar 1,87 kali. Penelitian yang lain yang mendukung adalah kecenderungan ini yakni penelitian yang dilakukan oleh Clark (1997) yang menyatakan bahwa kesiapan berhenti merokok pada perokok yang berusia diatas 30 tahun memiliki hubungan dengan diberikannya nasihat berhenti merokok oleh dokter saat melakukan kunjungan ke fasilitas kesehatan (Clark, M., 1997).
Kemampuan seseorang untuk berhenti merokok sangat bergantung kepada tinggi rendah intensi untuk berhenti merokok, namun tidak semua perokok dapat berhenti merokok walaupun sudah memiliki intensi berhenti merokok yang cukup, karena terdapat beberapa perokok yang tetap membutuhkan pertolongan dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya, untuk menjadi pemicu atau trigger dalam berhenti merokok. Perokok yang hanya dengan mengandalkan motivasi diri sendiri dan lingkungan, umumnya akan mengalami kegagalan dan kembali merokok. (Widiastuti, 2009)
Dokter dapat membantu perokok untuk berhenti merokok dengan menggunakan dua cara yakni dengan memotivasi mereka untuk mulai berhenti merokok saat ini juga dan membantu perokok agar berhasil pada upaya berhenti merokok pertamanya. Skenario yang mengambarkan peran pentingnya nasihat dokter
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
136
dalam
meningkatkan
tahap
perubahan
berhenti
merokok
seperti
yang
digambarkan pada gambar 6.2.
Sumber : Hugher, J.R.,2003
Gambar 6.2 Skenario Dampak Nasihat Berhenti merokok dari Dokter & Tenaga Kesehatan Lainnya
Perokok yang berada pada masa prekontemplasi, terpapar informasi informasi bahaya merokok sehingga memiliki pengetahuan yang cukup bahwa rokok dapat menyebabkan penyakit serius dikemudian hari. Pengetahuan yang baik mengenai dampak bahaya merokok bagi kesehatan akan membuat perokok beranjak dari tahap prekontemplasinya. Pada perjalanan selanjutnya sangat dimungkinkan adanya permintaan atau dorongan berhenti merokok orang orang yang berada di sekitar perokok seperti pasangan hidupnya, anak-anak orang tua atau teman sepergaulannya. Permintaan tersebut akan semakin meningkatkan keinginannya untuk berhenti merokok atau perokok berada dalam tahap kontemplasi(Hughes, J.R, 2003).
Ketika sudah mulai muncul keluhan terhadap kondisi kesehatannya, perokok selain mendapatkan terapi juga dinasihati untuk berhenti merokok, hal ini akan menjadi pemicu kesiapannya dalam berhenti merokok. Pada skenario ini dokter merasa menjadi posisi kunci namun kenyataannya hal itu merupakan efek kumulatif dari permintaan sebelumnya dari orang orang yang berada di sekitarnya sehingga tidak perlu mengharapkan agar dokter memberikan nasihat pada setiap tahapnya (Hughes, J.R, 2003).
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
137
Nasihat berhenti merokok yang diberikan oleh dokter hendaknya memperhatikan status tahapan perokok untuk berhenti merokok, karena setiap tahapan berhenti merokok akan mendapatkan intervensi yang berbeda dari tenaga kesehatan. Tahapan berhenti merokok selalu dievaluasi pada setiap kunjungan pasien, karena sangat dimungkinkan perokok akan mengalami perpindahan tahapan berhenti merokoknya, setelah mendapat terapi atau konseling dari dokter. Dokter atau tenaga kesehatan sangat naif jika harus memberikan pengobatan berhenti merokok yang intensif kepada seluruh perokok. Oleh karennya diperlukan screening terhadap perokok berdasarkan tahapan berhenti merokoknya. Dibawah ini terdapat tabel 6.2 yang menunjukkan peluang nasihat berhenti merokok pada setiap tahapan berhenti merokok (Prochaska & DiClemente, 1992).
Tabel. 6.2 Peluang Peningkatan Status Berhenti Merokok setelah Mendapat Nasihat Berhenti Merokok No
1.
Status pada Kunjungan Pertama Prekontemplasi
2.
Kontemplasi
3.
Preparasi
Status Perokok Pada Satu Bulan Setelah Kunjungan Pertama Prekontemplasi Kontenplasi Preparasi Kontemplasi Preparasi Aksi
Peluang Meningkat ke Tahap Berikutnya 3% 7% 52% 20% 41% 94%
Pada pasien yang memulai program berhenti merokok dalam tahap persiapan, secara menakjubkan akan menunjukan bahwa 94% dari pasien tersebut tidak merokok di enam bulan berikutnya. Persentase ini akan menjadi lebih tinggi 66% untuk tidak merokok jika pasien menerima pengingatan dan konseling secara rutin dari tenaga kesehatan. Program konseling berhenti merokok secara khusus tidak memiliki efek yang signifikan pada
pasien yang berada pada tahap
prekontemplasi dan kontemplasi. Jadi dapat disimpulkan berdasarkan hasil penelitian dengan melakukan pengamatan secara terus menerus selama 18 bulan menunjukkan bahwa jumlah keberhasilan yang berhenti merokok adalah perokok berada pada tahap siap berhenti merokok (Prochaska & DiClemente, 1992).
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
138
Oleh
karenanya
setiap
tenaga
kesehatan
khususnya
dokternya
dapat
memperhatikan bentuk nasihat dan informasi yang berikan untuk berhenti merokok. setiap tahapan berhenti merokok memiliki peluang dan jenis intervensi yang berbeda beda. Misalnya pemberian orientasi mengenai terapi berhenti merokok yang tepat dan sesuai, hendaknya yang diberikan kepada perokok yang telah berada dalam tahap siap berhenti (tahap preparasi), menjadi lebih efektif jika dibandingkan nasihat ini disampaikan kepada perokok yang berada pada tahap prekontemplatsi atau kontemplasi. Dibawah ini terdapat tabel 6.3 yang menjelaskan jenis jenis intervensi yang disesuaikan dengan tahap berhenti merokoknya
Tabel 6.3. Bagaimana Menggunakan Tahapan Berhenti Merokok dalam Transtheoritical Tahapan Precontemplation
Definisi Tidak peduli terhadap bahaya rokok dan tidak berkeinginan untuk berhenti
Strategi Meningkatkan kepedulian tentang penting berhenti merokok serta mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang akan didapat dari merokok
Contemplation
Thinking untuk berhenti di masa depan Membuat perencanaan untu berhenti serta menentukan tanggal untuk berhenti Upaya berhenti merokok
Motivasi dan membuat rencana yang spesifik
Preparation
Action
Mantainance
Membantu mengembangkan rencana tindak lanjut untuk berhenti merokok Membantu mengatasai masalah, mendukung dan memberikan kekuatan positif
Mempertahankan untuk tetap berhenti merokok
Membantu ex smoker untuk tetap bertahan dengan memilih koping yang tepat alternatif dan terus menerus untuk memotivasi Sumber : adaptation stage of change by the comunication initiative (http://www.cominit.com/ctheories/sld-2920.html
6.2.4 Peringatan Kesehatan pada Bungkus Rokok Mengenai keefektifan peringatan kesehatan pada bungkus rokok sudah tidak dapat disangsikan lagi sebagai salah satu intervensi yang dapat digunakan untuk perokok menghentikan kebiasaan merokoknya. Efek dari peringatan kesehatan pada bungkus rokok akan memberikan pesan kesehatan langsung kepada perokok untuk meningkatkan rasa kekhawatiran akan risiko rokok pada kesehatannya yang
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
139
secara langsung berhubungan dengan meningkatnya keinginan untuk berhenti merokok.(Charlotte, H., & Mitchel, M., 2009)
Penggunaan PHW (Pictorial Health Warning) akan lebih efektif jika dibandingkan menggunakan tulisan.
Berdasarkan hasil penelitian komparatif
diberbagai negara yang menerapkan peringatan kesehatan berbentuk gambar seperti Australia, Kanada, dan Inggris dan negara yang menerapkan peringatan bentuk tulisan seperti Amerika Serikat (AS) menyimpulkan bahwa peringatan kesehatan berbentuk gambar yang lebih besar dan jelas memberikan efektifitas yang lebih tinggi untuk mencegah perokok baru dan membuat perokok berkeinginan untuk berhenti merokok. Di Kanada, 84% perokok melihat peringatan di bungkus rokok sebagai sumber informasi bahaya merokok angka ini dua kali lipat dibandingkan perokok yang berada di AS (47%). Perokok tersebut bahkan mengusulkan gambar spesifik, informatif dan menakutkan. Peringatan kesehatan di Selandia Baru, selain perokok mendapat informasi bahaya merokok juga dicantumkan nomor telepon layanan berhenti merokok sehingga dapat meningkatkan motivasi perokok dalam menggunakan layanan quitline tersebut. (Britton, J., 2004)
Penelitian lainnya yang dilakukan di Indonesia pada tahun 2015, menyimpulkan bahwa visualisasi ancaman kesehatan pada bungkus rokok cukup memberikan perubahan sikap bagi perokok, dari yang perokok berat menjadi mengurangi kebiasaan merokoknya, ada juga yang sampai ingin berhenti merokok. Oleh karenanya untuk meningkatkan perokok yang siap dan berkeinginan berhenti merokok peringatan kesehatan di Indonesia harus diatur sesuai dengan yang standarkan oleh FCTC bahwa setiap orang harus diinformasikan mengenai dampak kesehatan, gejala ketagihan bahkan ancaman kematian akibat mengkonsumsi rokok dan terpapar asap rokok. Indonesia sejak tahun 2013 sudah mulai menggunakan Pictoral Health Warning pada bungkus rokok, namun berdasarkan survei yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
140
(YLKI) menemukan fakta bahwa 66 persen peringatan kesehatan bergambar (pictorial health warning/PHW) di bungkus rokok ditutupi oleh pita cukai.2
Saat ini ada lima macam gambar peringatan kesehatan atau pictorial health warning (PHW) yang digunakan pada bungkus rokok Indonesia. Di antara gambar tersebut ada beberapa yang terbukti lebih efektif mendorong orang menjauhi rokok. TCSC (Tobacco Control Support Center)-IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia) beserta 20 institusi lain di 18 kota memaparkan hasil penelitian bersamanya terkait persepsi masyarakat terhadap peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok. Salah satu aspeknya adalah seberapa efektif gambar
mempengaruhi
keinginannya
untuk
berhenti
merokok.
Terdapat tiga gambar yang efektif memberikan dampak mengubah persepsi responden untuk berhenti merokok, tidak mulai merokok, serta menginformasikan bahaya rokok yakni gambar pertama adalah gambar deskripsi tentang kanker mulut, gambar ketiga kanker tenggorokan, dan gambar kelima yakni gambar kanker paru-paru, sedangkan gambar orang merokok dan orang merokok sama anak itu ternyata paling tidak efektif.3
Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang linier antara besarnya peringatan bahaya merokok pada bungkus rokok dengan keputusan perokok untuk berhenti merokok. dengan semakin besarnya peringatan kesehatan tersebut akan semakin efektif untuk semakin memperbanyak perokok yang berpindah ke tahap kontemplasi. Perokok yang berada London, Inggris yang berumur 31 s.d 50 tahun menyatakan bahwa peringatan kesehatan yang bergambar pada bungkus rokok seakan selalu membayangi mereka setiap saat, 2
Linggasari, Y, YLKI Duga Ada Permainan Bea Cukai dengan Produsen Rokok, CNN Indonesia, Selasa 28 April 2015, Available at http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150428143335-2049734/ylki-duga-ada-permainan-bea-cukai-dengan-produsen-rokok/ 3
Anwar F, Kurang Seram, PHW untuk Rokok Disarankan Pakai Tiga Gambar Saja, www.detik.com, 29 April 2015, available at http://health.detik.com/read/2015/04/29/171653/2901719/763/kurang-seram-phw-untukrokok-disarankan-pakai-tiga-gambar-saja
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
141
dan menyebutnya sebagai salah satu sumber informasi bahaya rokok yang efektif walaupun banyak diantara mereka yang tidak mau melihat peringatan tersebut.4
Penelitian eksperimental yang dilakukan di Kanada juga menguatkan bahwa peringatan bahaya merokok terhadap kesehatan, pada penelitian ini responden di evaluasi dampak emosional dan manfaat yang didapatkan ketika merokok dengan peringatan bergambar. Peneliti mengemukan bahwa responden merasa takut dan jijik bahkan peringatan tersebut dapat menginduksi proses berhenti merokok pada beberapa perokok. Dan penelitian ini pun menyebutkan bahwa peringatan bergambar akan lebih memiliki efikasi untuk berhenti merokok dibandingan hanya berbentuk tulisan. (Volchan, 2013)
6.2.5 Informasi Bahaya Merokok Pada penelitian ini didapatkan bahwa perokok yang siap berhenti merokok memiliki peluang sebesar 1,77 dengan mendapatkan informasi bahaya merokok, sedangkan pada perokok yang berkeinginan berhenti merokok mendapatkan informasi bahaya tidak menjadi faktor yang dominan. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian lain yang mengemukakan bahwa perokok yang mengetahui bahwa merokok akan membuat masalah pada kesehatannya akan memutuskan untuk bersiap berhenti merokok, oleh karenanya perokok harus lebih banyak diintervensi informasi bahaya merokok, agar dapat meningkat keinginannya berhenti merokok.(Babatunde et al, 2012).
Inggris sebagai salah satu negara yang dianggap sukses mengendalikan epidemik tembakau di negaranya, merumuskan suatu strategi marketing untuk bebas dari rokok (Smokefree Marketing Campaign 2012- 2015). Strategi marketing ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan memicu perokok untuk siap berhenti merokok dan seketika mencoba berhenti merokok. Upaya marteking ini secara umum bertujuan untuk mengurangi prevalensi merokok di Inggris dengan menargetkan kampanye pada kelompok perokok yang tingkat motivasinya rendah. 4
Research Finding on health warning on Tobacco Product, Action on Smoking and Health, August 2000; available at http://www.ash.org.uk/files/documents/ASH_601.pdf
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
142
Strategi menggunakan pendekatan PUSH dan PULL, dengan penjabaran sebagai berikut (NHS, 2011): a) PUSH, strategi ini dilakukan dengan melaksanakan kampanye yang membahas mengenai kerusakan yang disebabkan rokok baik terhadap perokok maupun keluarga , upaya ini dilakukan dengan mengingatkan masyarakat akan bahaya merokok dan bagaimana cara meningkatkan rasa kepedulian yang rendah akan risiko merokok yang akan terjadi dikemudian hari. Untuk itu kampanye yang dilakukan dalam upaya PUSH ini adalah meningkatkan persepsi bahwa rokok itu sangat berbahaya oleh perokok melebihi dari apa yang selama ini dipikikan oleh perokok. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa informasi bahaya merokok yang baik yang dapat memainkan tingkat emosional perokok, dengan tanpa mengabaikan fakta dan data bahaya merokok serius bagi kesehatan. b) PULL, yakni dengan memberikan harapan, wawasan dan manfaat positif jika tidak merokok yang diidapatkan perokok dan keluarganya, upaya ini dilakukan dengan menggambarkan bahwa berhenti merokok bukanlah sesuatu yang sulit, bahkan mudah, terutama. Bentuk informasi yang dibunyikan dalam kampanye PULL adalah bahwa perokok harus mencoba berhenti merokok sebelum benar benar bisa terlepas dari rokok, walaupun banyak dari perokok yang mengalami kegagaln namun hal itu tidak menjadi penghalang untuk mencoba berhenti merokok. bahkan media informasi di Inggris menyebarluaskan cara mengatasi hambatan hambatan dalam berhenti merokok, termasuk didalamnya terdapat pesan yang menyatakan menyegerakan untuk mulai berhenti merokok, agar persepsi bahwa untuk berhenti merokok harus menunggu waktu dan hari yang tepat tidak terdapat lagi pada perokok yang ada di Inggris.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
143
Gambar 6.2 Strategi Marketing Bahaya Merokok Tahun 2012 – 2015 Kedua intervensi ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi perokok untuk berhenti merokok, dan mentrigger perokok untuk segera mencoba berhenti merokok, upaya yang dilakukan menyediakan sarana dan prasarana untuk mendukung perkok untuk berhenti merokok. 6.2.6 Jumlah Konsumsi Rokok (Batang Rokok per Hari) Perokok yang merokok 1 s.d 10 batang per hari memiliki peluang yang besar untuk siap berhenti merokok dan ingin berhenti merokok, pada tahap kontemplasi (ingin berhenti merokok) semakin banyak rokok yang digunakan setiap hari maka akan semakin sedikit perokok yang berhasil berhenti merokok sedangkan pada perokok yang sudah siap berhenti merokok (tahap preparasi) semakin banyak rokok yang dikonsumsi maka akan semakin banyak perokok yang berhenti merokok dalam 8 tahun kedepan (Schimd & Gmel, 1999).
Pada hakikatnya proses berhenti merokok sangat tergantung dari keseimbangan antara motivasi dan tingkat ketergantungannya. Seorang dokter harus dapat menilai keduanya serta memastikan keduanya dapat tertangani dengan baik dengan intervensi-intervensi yang diberikan. Kedua hal tersebut umumnya
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
144
memiliki pengaruh satu sama lain, dimana sebagian besar perokok berat akan memperlihatkan tingkat kesiapan berhenti merokok yang rendah karena merasa tidak percaya diri untuk berhenti merokok atau perokok ringan menunjukan memiliki kesiapan yang rendah karena mereka dapat berhenti sewaktu waktu.
Oleh karenanya menjadi sangat penting bagi dokter dan tenaga kesehatan memberikan intervensi yang disesuai antara kesiapan berhenti merokok dengan tingkat ketergantungan pasiennya. Gambar 6.3 menunjukan beberapa metode yang digunakan untuk menilai tingkat motivasi dan tingkat ketergantungannya disertai dengan karakteristik spesifiknya.
Modifikasi Britton, 2004 dengan Hasil Penelitian
Gambar 6.3 Diagram Penilaian Tingkat Intensi dan Tingkat Ketergantungan sesuai dengan Intervensinya
6.3 Faktor-Faktor yang Berpengaruh untuk Mencoba Berhenti Merokok pada Perokok Aktif Umur 15 Tahun Keatas di Indonesia Berdasarkan hasil penelitian variabel berhubungan dengan upaya berhenti merokok menurut kelompok variabel penelitian, yakni : 1. Kelompok faktor predisposisi adalah tempat tinggal dan pengetahuan bahaya merokok.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
145
2. Kelompok faktor enabling adalah lama merokok, jumlah batang rokok per hari, dan jeda waktu merokok di pagi merokok di pagi hari 3. Kelompok faktor reinforcing, yakni nasihat berhenti merokok, melihat peringatan merokok, mendapatkan informasi bahaya merokok, tidak terpajan iklan rokok dan tidak terpajan promosi dan sponsor rokok. Berikut tabel 6.4 yang menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan mencoba berhenti merokok jangka panjang (> 30 hari) dan jangka pendek (≤ 30 hari)
Tabel 6.4. Faktor yang Berhubungan Secara Signifikan dengan Upaya Mencoba Berhenti Merokok Jangka Panjang dan Jangka Pendek No Faktor 1 2 Faktor 1 2 3
Variabel Predisposing Tempat Tinggal Pengetahuan Bahaya Merokok Enabling Lama Merokok Jumlah batang rokok per hari Jeda waktu merokok setelah bangun tidur Faktor Reinforcing 1 Nasihat Berhenti Merokok 2 3 4 5
Peringatan Kesehatan Informasi Bahaya Merokok Terpajan Iklan Rokok Terpajan Promosi dan Sponsor Rokok
Jangka Panjang
Jangka Pendek
Perkotaaan (1,8) Tinggi (1,58)
Tinggi(1,24)
≤ 10 batang (1,78) > 60 Menit; (1,92) 31-60 Menit(1,53)
≤ 20 tahun (1,59) -
Mendapatkan (2,32)
Mendapatkan (2,11)
Melihat (1,42) Mendapatkan (1,69) -
Melihat (1,59) Mendapatkan (1,61) Tidak Terpajan (1,89) Tidak Mendapatkan (1,38)
Hipotesis 2 Terdapat hubungan antara faktor-faktor dalam kelompok faktor predisposisi, pemungkin, dan pendorong dengan mencoba berhenti merokok pada perokok berumur 15 tahun keatas di Indonesia TERBUKTI
6.3.1 Tempat Tinggal Faktor tempat tinggal menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan peluang perokok untuk mencoba berhenti merokok jangka panjang, yakni bagi perokok yang bertempat tinggal di perkotaan dengan OR sebesar 1,19 kali. Penduduk yang bertempat tinggal di perkotaan berpeluang lebih besar dan menurut Marino tahun 2010 menyatakan bahwa masyarakat di perkotaan lebih banyak terpapar promosi
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
146
kesehatan, baik tentang bahaya merokok maupun informasi kesehatan lainnya sehingga dapat secara langsung meningkatkan pengetahuannya mengenai bahaya merokok bagi kesehatan. Temuan ini sejalan dengan laporan WHO yang mengemukakan bahwa prokok yang bertempat tinggal di wilayah perkotaan lebih banyak yang mencoba berhenti merokok dengan menggunakan bantuan dibandingkan perokok perdesaan. (WHOb, 2011)
Berdasarkan data Riskesdas Tahun 2010 perokok di Indonesia, perokok di Indonesia lebih banyak yang bertempat tinggal di wilayah perdesaan, sehingga untuk meningkatkan upaya berhenti merokok di pedasaan diperlukan strategi yang khusus terutama untuk mengatasi hambatan terkait kemampuan bahasa, penyebaran informasi yang tidak merata, dan budaya lokal yang masih konservatif dalam mendapatkan informasi kesehatan (Asamarays, 2012).
Terdapat perbedaan karakteristik perokok yang bertempat tinggal di perdesaan dan perkotaan. Perokok di wilayah perdesaan memiliki beragam alasan untuk merokok seperti kemiskinan, stres dan sasaran promosi dari industri tembakau, sehingga perokok di pedesaan memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi dengan rokok, bahkan perokok dianggap memiliki tingkat sosial yang lebih besar sehingga mendapatkan penerimaan yang baik tengah masyarakat perdesaan. Kondisi ini menjadikan perokok di wilayah perdesaan seperti berada di lingkaran setan yang terus berputar, antara tingginya tingkat penggunaan tembakau, merokok meningkatkan strata sosial di masyarakat, norma dan penerimaan lingkungan yang tidak mencegah penggunaan tembakau. Oleh karena itu berbagai negara, telah merumuskan beberapa stretegi pengendalian tembakau yang khusus untuk perokok di wilayah perdesaan ini. (Horn, K, 2012)
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
147
Gambar 6.4 . Siklus Penggunaan Tembakau pada Masyarakat Perdesaan
Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar Kementerian Kesehatan dapat menyusun bentuk intervensi yang tepat dan lebih mengintensifkan intervensi berhenti merokok pada perokok yang bertempat tinggal di perdesaan, mengingat jumlah perokok di Indonesia lebih banyak bertempat tinggal di perdesaan.
6.3.2 Pengetahuan Bahaya Merokok Variabel pengetahuan bahaya merokok pada penelitian ini menunjukkan perokok dengan tingkat pengetahuan bahaya merokok yang tinggi akan lebih berpeluang untuk mencoba berhenti merokok baik jangka panjang maupun jangka pendek dengan odd ratio berturut turut sebesar 1,56
kali dan 1,73 kali. Kondisi di
Indonesia saat ini tidak banyak penduduk Indonesia yang memiliki pengetahuan yang baik tentang bahaya merokok. Penelitian yang dilakukan Martini et.all (2005) menunjukkan hanya 15% dari perokok remaja di Indonesia yang mengetahui adanya 4.000 bahan kimia berbahaya yang terkandung dalam rokok, dan 68% mengetahui bahwa nikotin yang terdapat dalam rokok dapat menyebabkan ketagihan. Sehingga tidak dapat dipungkiri perokok di Indonesia yang mencoba berhenti merokok juga rendah, yaitu hanya 26 % dari keseluruhan perokok aktif. Penelitian lainnya yang menunjukan rendahnya pengetahuan masyakat mengenai bahaya merokok pada survei yang dilakukam oleh
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
148
Kementerian Kesehatan yang menyatakan hanya 49,5% atau kurang dari setengah penduduk menyakini merokok dapat menyebabkan kelahiran prematur dan stroke.
Lebih banyak perokok yang memiliki pengetahuan bahaya merokok yang tinggi akan meningkatkan persepsi dirinya akan bahaya dan risiko yang akan didapat dari merokok. Perokok yang telah memiliki persepsi yang tinggi, dapat segera berhenti merokok bilamana terdapat pemicu untuk berhenti merokok dan pemicu akan menguatkan persepsinya tersebut. Pemicu ini dapat berasal dari dalam diri seperti si perokok menderita sakit atau berasal dari orang orang yang berada di sekitarnya yang sakit atau meninggal akibat rokok serta nasihat dan pesan yang diberikan dokter untuk mengobati penyakit yang dideritanya.(NHS, 2011)
Sosialisasi bahaya merokok kepada masyarakat sebaiknya dapat dilakukan secara masal, salah satu cara yang dianggap cukup efektif dan efisien adalah dengan memasukan bahaya merokok bagi kesehatan dalam salah satu mata ajar dalam pelajaran
ilmu
pengetahuan
(sains)
atau
pendidikan
jasmani,
dengan
dimasukannya fakta –fakta bahaya rokok ini akan mencegah insiden perokok di kalangan pelajar dan remaja (Latore 2013),
Berdasarkan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Soedarmadji tahun 2011 kepada para pekerja menyebutkan bahwa informasi yang diberikan kepada para perokok masih dianggap belum dapat menyakinkan perokok terutama mengenai bahaya bahaya yang ditimbulkan dari merokok. sehingga diperlukan ide ide baru dari penyelenggaran sosialisasi bahaya merokok kepada masyarakat. Ide dan metode baru ini diharapkan dapat meningkatkan persepsi perokok akan bahaya merokok secara permanen atau lebih lama (Soedarmadji, 2011)
6.3.3 Lama Merokok Perokok yang mencoba berhenti merokok dalam penelitian ini adalah perokok yang lama merokoknya kurang dari 20 tahun, yang bila dirinci lebih dalam lagi terdapat 96,8% dari perokok yang lama merokoknya kurang dari 20 tahun merupakan perokok dengan kelompok umur 15 s.d 44 tahun. Mencoba berhenti
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
149
merokok jangka pendek merupakan prediktor keberhasilan berhenti merokok jangka panjang, dan pada penelitian ini lama merokok memiliki hubungan yang negatif. Semakin lama perokok melakukan kebiasaan merokoknya akan semakin mengurangi peluangnya untuk mencoba berhenti merokok.
Sebuah studi yang mengkaji lama merokok yang berhubungan dengan keberhasilan program berhenti merokok, menyebutkan bahwa perokok yang gagal berhenti merokok lama waktu merokoknya lebih lama, dari pada perokok yang berhasil berhenti merokok dengan nilai rata rata lama merokok kedua kelompok sebesar 10,95 + 8.71 tahun (perokok yang gagal berhenti merokok) dan 7.09 ± 4.65 tahun (perokok yang berhasil berhenti). Penelitian lain menyatakan bahwa peluang keberhasilan berhenti merokok akan meningkat satu jika terjadi penurunan lama waktu merokoknya. (Mahmoed et. Al 1996)
Penelitian sebelumnya yang menguatkan data di atas adalah penelitian yang dilakukan pada remaja yang merokok, yang menyebutkan bahwa lama merokok berhubungan dengan tingkat adiksi perokok. Perokok remaja yang merokok setiap hari dalam satu bulan akan menyebabkan sekitar 33% adiksi, sedangkan pada perokok remaja yang merokok selama satu hari dalam satu minggu dilaporkan 49% mengalami gejala adiksi dan pada perokok remaja yang merokok setiap hari dilaporkan 70% dari mereka mengalami gejala adiksi nikotin, yang kemudian mempersulit perokok tersebut untuk berhenti merokok (Charlotte & Mitchel, 2009).
6.3.4 Jumlah Konsumsi Rokok (Batang Rokok per Hari) Perokok yang merokok hingga 10 batang per hari memiliki peluang untuk mencoba berhenti merokok jangka panjang sebesar 1,76 kali. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Marino pada tahun 2012 yang menyatakan bahwa terdapat kecenderungan perokok yang merokok kurang dari 15 batang per hari untuk mencoba berhenti merokok diatas 3 bulan (jangka panjang).
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
150
Selain itu perokok berat merasa lebih sulit untuk berhenti merokok sehingga memiliki kecenderungan untuk gagal dalam berhenti merokok. Penelitian lainnya yang serupa juga menyimpulkan bahwa perokok ringan lebih berhasil dalam berhenti merokok dibandinkan dengan perokok berat (Mahmoed A., 1996). Penggunaan tembakau hingga 10 batang per hari dapat dijadikan sebagai prediktor keberhasilan seseorang untuk berhenti merokok baik jangka pendek maupun jangka panjang (VanLoon, 2005), karena jumlah rokok yang dikonsumsi akan mempengaruhi tingkat adiksi pada perokok (Charlotte & Mitchel, 2009)
Hasil ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Virginia Commonth Wealth University (VGU), School of Pharmacy, menemukan bahwa semua pasien yang bertahan tidak merokok, merupakan perokok yang merokok kurang 1,5 bungkus per hari. Perokok yang merokok 1,5 bungkus per hari ke atas umumnya tidak berhasil bertahan berhenti merokok, dengan proporsi perokok yang berhenti jangka panjang pada perokok yang merokok 1 s.d 10 batang, 11 s.d 20 batang, 21 s.d 30 batang per hari adalah berturut-turut 33,3%, 26,1%, dan 22,2%. (Vahidi, 2014)
Temuan ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Osler (1998) yang menyatakan bahwa konsumsi tembakau sebelumnya yang rendah, secara signifikan diprediksi akan meningkatkan keberhasilan berhenti merokok. Perokok dengan status perokok berat, dimana perokok tersebut menghabiskan lebih 20 batang per hari memiliki ketergantungan nikotin yang besar sehingga sulit untuk menghentikan kebiasaan merokoknya dan cenderung tidak ingin berhenti merokok. Kepercayaan dirinya rendah untuk berhenti merokok (Fazwani & Triratnawati, Juni 2005).
6.3.5 Jeda Waktu Merokok Setelah Bangun Tidur Ketergantungan nikotin tinggi adalah salah satu
faktor dominan penghambat
kesuksesan berhenti merokok. Terdapat banyak metode yang digunakan untuk mengukur tingkat ketergantungan nikotin perokok diantaranya metode invasif dan
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
151
non-invasif. Salah satu metode non-invasif yang sering digunakan di Indonesia adalah Fagerstrom Test.
Pada tes ini terdapat beberapa pertanyaan yang dirancang untuk memotret kebiasaan merokok seperti jeda merokok pertama rokok setelah bangun tidur, jumlah rokok yang dihisap dan lain- lain. Hymowitz et al. (1997) mendapatkan bahwa tingkat ketergantungan nikotin dapat diwakilkan dengan keterangan jeda waktu merokok setelah bangun tidur di pagi hari. Pada hasil penelitian didapatkan perokok yang telah mencoba berhenti merokok jangka panjang adalah perokok yang jeda merokok semakin lama (berhubungan positif).
Indikator Jeda waktu merokok setelah bangun tidur memiliki hubungan dengan tingkat risiko perokok akan penyakit kanker. Hal ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan di Teheran pada 3.249 perokok. Pada penelitian tersebut didapatkan 1.812 (55,7%) yang menderita kanker paru-paru yang jeda waktu
merokok
setelah
bangun
tidur
tersingkat.
Penelitian
ini
juga
mengungkapkan bahwa risiko kanker justru lebih tinggi pada perokok ringan dengan jeda waktu merokok pertamanya di pagi hari lebih singkat, daripada perokok berat yang mulai menghisap rokok pertama pada waktu lebih akhir (Reza , 2007).
Kesuksesan berhenti merokok pada perokok yang mengalami ketergantungan nikotin dipengaruhi oleh pendampingan atau bantuan dari tenaga kesehatan. Terapi yang diberikan dapat berupa terapi kognitif dalam konseling perilaku untuk meningkatkan intensi perokok dalam berhenti merokok. Hal ini juga membutuhkan kolaborasi dengan terapi farmakoterapi yang ditujukan untuk meningkatkan kesempatan perokok berat tersebut melakukannya dengan sukses berhenti merokok (Reza , 2007).
Perokok yang memiliki ketergantungan nikotin yang tinggi ini mudah relaps, dan diakui sebagai “penyakit kronis” bagi perokok, sehingga dalam penanganannya
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
152
dibutuhkan perawatan yang terus menerus dengan diikuti oleh edukasi, konseling dan nasihat sepanjang waktu (Charlotte & Mitchel, 2009).
Hampir 69.9% perokok di Indonesia yang mencoba berhenti merokok tanpa bantuan orang lain, sehingga sangat dimungkinkan kejadian gagal berhenti merokok. Lebih lanjut Soedarmadji menambahkan bahwa 4 dari 7 perokok yang mencoba berhenti merokok menyatakan bahwa kendala utama perokok untuk mencoba berhenti merokok adalah efek ketagihan nikotin seperti pusing, depresi, frustasi, cemas, mudah tersinggung, kurang konsentrasi dan lain lain. (Soedarmadji, 2011).
Untuk mengatasi masalah yang alami perokok yang berhenti merokok agar tidak mengalami kegagalan peneliti menyarankan agar dapat dilakukan penapisan tingkat ketergantungan nikotin pada perokok yang hendak mencoba berhenti merokok sehingga dapat diberikan terapi dan metode yang sesuai dengan kondisi ketergantungannya, bahkan sebaiknya program berhenti merokok yang tersedia mampu memberikan solusi terhadap permasalahan yang dialami oleh perokok.
Dalam pedoman klinik berhenti merokok yang diterbitkan oleh US Departement of Health and Human Services, penambahan muatan kualitas terhadap klinik berhenti
merokok
terutama
dalam
mengatasi
perokok
dengan
tingkat
ketergantungan nikotin yang tinggi dapat dilakukan dengan intervensi sebagai berikut : 1. Merancang program khusus berhenti merokok untuk perokok berat dengan tingkat ketergantungan yang tinggi. 2. Menyusun siap follow up berupa konselling yang lebih panjang pada perokok dengan tingkat ketergantungan nikotin yang tinggi. 3. Menambah sarana konsultasi lain seperti konsultasi kejiwaan untuk mengatasi gangguan kejiwaan akibat putus nikotin. Sangat memungkin bilamana klinik berhenti merokok dilengkapi dengan beberapa program promosi kesehatan seperti diet, olahraga dan stress management 4. Menggunakan terapi kombinasi antara obat pengganti nikotin dan obat psikotropik untuk perokok berat untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
153
Upaya yang komprehensif dalam mengatasi ketergantungan nikotin yang dilakukan oleh klinik berhenti merokok merupakan tindakan cost effective jika dibandingkan dengan intervensi medis dan mencegah penyakit, karena upaya ini dapat mengurangi beban kesehatan dan ekonomi sebesar 50 Milyar US Dolar unuk belanja kesehatan dan 50 Milyar US Dolar untuk biaya peluang yang hilang akibat penyakt terkait rokok.(Susanti D, 2015)
Semakin lengkap layanan yang diberikan semakin meningkatkan biaya operasional klinik berhenti merokok, yang kemudian akan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan perokok untuk sembuh dari adiksinya. Mengingat sebagian besar perokok di Indonesia merupakan kelompok masyarakat ekonomi rendah layanan berhenti merokok akan membebani ekonomi rumah tangga. Oleh karenanya peneliti menyarankan agar biaya terapi berhenti merokok dijamin baik oleh pemerintah dari dana cukai rokok, Biaya yang dijamin termasuk biaya konseling, biaya klinis dan biaya farmakoterapi yang diperlukan.
6.3.6 Nasihat Berhenti Merokok Nasihat berhenti merokok dari tenaga kesehatan akan meningkatkan peluang berhenti merokok jangka panjang maupun jangka pendek dengan odd ratio berturut turut 2,32 dan 2,11 kali. Faktor ini merupakan faktor dominan dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya yang berhubungan dengan mencoba berhenti merokok baik jangka panjang maupun jangka pendek. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhu et al. 2000 yang menyebutkan nasihat berhenti merokok dapat meningkatkan peluang berhenti merokok sebanyak dua kali lipat.
Dalam pedoman berhenti merokok, langkah yang dilakukan oleh tenaga kesehatan pertama kali adalah menanyakan kepada pasien apakah pasien itu merokok, setelah itu dilanjutkan dengan pemberian nasihat dari dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk berhenti merokok. Nasihat berhenti merokok termasuk dalam langkah awal dalam konseling berhenti merokok. Karena pada tahap ini akan
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
154
mengarahkan pasien untuk lebih mengikuti program berhenti merokok selanjutnya (Sadikin & Louisa, 2008).
Salah satu strategi pengendalian epidemik tembakau yang digagas oleh WHO dengan menawarkan perokok untuk berhenti merokok terutama penawaran ini akan lebih efektif jika dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan. WHO merekomendasikan agar pelaksanaaan penawaran berhenti merokok akan lebih efektif jika diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan yang telah berjalan. Integrasi ini diprioritas pada fasilitas pelayanan primer karena fasilitas ini dianggap sebagai fasilitas kesehatan yang mempunyai banyak kesempatan untuk bertemu langsung dengan masyarakat dibandingkan dengan pelayanan rujukan.
Berdasarkan teori Health Believe Model, nasihat dari dokter dan tenaga kesehatan akan dapat menjadi trigger atau pemicu untuk meningkatkan persepsinya mengenai bahaya merokok (soedarmadji, 2011). Vahidi tahun 2013 dalam penelitiannya juga mengemukakan pendapat yang serupa, bahwa perokok yang berhasil berhenti merokok diatas 6 bulan, alasan utamanya adalah kekahawatiran akan penyakit yang diderita serta mendapatkan nasihat dari dokter (peringkat 1 dan peringkat 4) (tabel 6.5). Tabel 6.5 Alasan Utama Perokok menghentikan kebiasaan Merokok No.
Faktor yang mendasari Berhenti Merokok
Jumlah
%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kekhawatiran akan penyakit yang dideritanya Mendengar dan mengamati Efek samping dari rokok dengan kesehatan Keuntungan berperilaku hidup sehat Nasihat dokter Dampak rokok kedepan Menghargai nilai nilai dalam keluarga Peraturan mengenai larangan merokok Efek samping rokok kepada orang lain Bau yang tiidak ennak Status kesehatan individu Meningkatkan displine Khawatir ketagihan Tekanan keluarga Tekanan teman sebaya Harga Rokok
211 209 182 164 165 159 158 156 144 134 126 121 75 54 38
95,4 94,5 82,3 74,2 74,6 71,9 71,5 70,6 65,2 60,6 56,8 54,7 34 24,3 17,2
Layanan berhenti merokok dapat dilakukan di klinik atau balai pengobatan, pasien yang ingin berhenti merokok akan lebih responsif untuk berhenti merokok bila
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
155
menerima konsultasi berhenti merokok dari dokter dibandingkan tenaga kesehatan lainya (Hausser et al., 2002 dalam Latorre, 2013).
Peran dokter dalam memberikan nasihat berhenti merokok menjadi sangat vital, dokter dianggap sebagai tokoh yang berpengaruh dan sumber informasi yang terpercaya untuk berbegai isu kesehatan. berdasarkan hasil meta analisis yang membandingkan efektifitas pemberian nasihat berhenti merokok yang dilakukan oleh berbegai profesi kesehatan di Amerika, menunjukan bahwa dokter menghasilkan tingkat berhenti merokok yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya. (Gorin & Heck 2004)
Berdasarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia pasal 8 menyebutkan bahwa seorang dokter wajib memberikan pelayanan kesehatan komprehensif termasuk pula pelayanan promotif dan preventif (Mejelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia, IDI, 2002). Pada prakteknya, ketika melakukan suatu pemeriksaan kesehatan, dokter hendaknya dapat memberikan program berhenti merokok jika ditemukan pasien yang sedang ditangani tersebut merokok. Nasihat berhenti merokok yang diberikan oleh dokter akan lebih efektif jika tidak dilakukan satu arah, sehingga akan memberikan waktu kepada pasien untuk lebih banyak berdiskusi mengenai dampak rokok dan upaya yang harus dilakukan untuk menghentikan kebiasaan tersebut (Fiore, 2000).
Cukup banyak dokter yang masih belum menerapkan praktek yang terintegrasi ini, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Cina bahwa 46% dokter umumnya tidak selalu memberikan nasihat kepada pasiennya yang merokok. demikian pula di Hongkong, 71% dokternya tidak selalu menasihati pasiennya untuk berhenti merokok (Abdullah et.al, 2006). Tak jauh berbeda dengan Indonesia, Ng et al . 2007 menyatakan bahwa 72% dokter di puskesmas tidak selalu menanyakan status merokok pasiennya dan lebih banyak lagi yang tidak memberikan nasihat berhenti merokok kepada pasiennya yang merokok.
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
156
Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini bahwa satu dari sepuluh perokok di Indonesia telah mendapatkan nasihat berhenti merokok dari dokternya atau tenaga kesehatan lainnya. Perokok yang mendapatkan nasihat berhenti merokok lebih banyak pada perokok laki laki, dan yang berusia diatas 44 tahun dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Berdasarkan temuan ini peneliti berpendapat bahwa nasihat yang diberikan tersegmentasi hanya kepada kelompok perokok yang tua. Jika nasihat berhenti merokok tersebut diberikan kepada semua kelompok umur, hal ini akan lebih meningkatkan kelompok umur remaja untuk mencoba berhenti merokok pada jangka panjang. (data pada tabel 6.6).
Tabel 6.6. Distribusi Perokok yang Mendapatkan Nasihat Berhenti Merokok berdasarkan Kelompok Umur, Pendidikan dan Jenis Kelamin Nasihat Berhenti Merokok Kelompok umur 15 – 24 tahun 24 – 44 tahun 45 – 64 tahun >65 tahun Pendidikan Tinggi Rendah Jenis Kelamin Laki laki Perempuan
Ya
Tidak
Total
18 (5%) 121 (9%) 104 (14%) 32 (15,7%)
249 (95%) 1101 (91%) 628 (86%) 171 (84,3%)
367 1222 722 203
84 (13,2%) 191 (10,6%)
551 (86,8%) 1598 (89,4%)
635 1789
269 (11,5%) 6 (6%)
2066 (88,5%0 83 (94%)
2335 89
Selain itu sistem pendidikan kedokteran yang dapat dianggap belum memiliki kepedulian terhadap pengendalian bahaya merokok, sehingga 80 % mahasiswa kedokteran di Indonesia tidak pernah dilatih cara memberikan konseling berhenti merokok (Pujiyanto, et. Al. 2009). Hal ini menyebabkan dokter merasa tidak mampu memberi nasihat berhenti merokok dan mempersepsikan itu sebagai salah satu yang menghambat dokter menasihati pasien untuk berhenti merokok. Untuk itu diperlukan pendidikan berkelanjutan agar dapat meningkatkan self efficacy dan kemampuan dokter dalam mendiskusikan isu berhenti merokok kepada pasien dengan efektif (Oendari, A., 2013)
Mengingat pentingnya dampak nasehat berhenti merokok dari dokter, maka perlu dilakukan
upaya
peningkatkan
kapabilitas
dan
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
keahlian
dokter
dalam
157
meningkakan layanan berhenti merokok di Indonesia. Pelatihan ini bertujuan untuk menstandarisasi pelayanan berhenti merokok yang akan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan, karena program berhenti merokok terutama fasilitas pelayanan kesehatan dasar merupakan kegiatan yang harus diprioritaskan untuk meningkatkan efektifitas berhenti merokok di Indonesia.
Untuk meningkatkan ketaatan dokter dan tenaga kesehatan dalam memberikan layanan berhenti merokok pada pasien di fasiliatas kesehatan dasar, peneliti mengusulkan agar kementerian kesehatan dapat memasukan indikator baru dalam Standar Pelayanan Minimun (SPM) kabupaten kota. Amerika telah memasukan indikator tembakau sebagai 12 indikator kesehatan utama untuk menjadikan masyarakat “Amerika Sehat 2020”. Adapun indikator yang dievaluasi pada topik penggunaan tembakau yang terkait berhenti merokok yakni (US Departement of Health and Human Service, 2012) : 1. Upaya berhenti merokok pada perokok dewasa muda (baseline 43% target 2020 sebesar 80%) 2. Keberhasilan berhenti merokok pada perokok dewasa muda (baseline 6% target 2020 sebesar 8%) 3. Keberhasian berhenti merokok semasa kehamilan (baseline 11,3% target 2020 sebesar 30%) 4. Upaya berhenti merokok pada perokok remaja (baselene 58,5% target 2020 sebesar 64%) 5. Penjaringan perokok di tempat layanan kesehatan dasar (baseline 62,4% target 2020 sebesar 68,6%) 6. Penjaringan perokok di fasilitas pelayanan kesehatan gigi (baseline 52,9% target 2020 sebesar 58,2%) 7. penjaringan perokok di fasilitas pelayanan rujukan atau RS (baseline 60,2% target 2020 sebesar 66,2%)
Sejak tahun 2007, pemerintah telah mendirikan Klinik Berhenti Merokok (KBM) telah ada pada tingkat pelayanan primer, sekunder dan tersier. Inisiasi pelayanan berhenti merokok terdapat di Klinik Quitline FK UGM
Yogyakarta, BP4
Yogyakarta, Klinik Berhenti Merokok FK UNDIP Semarang, RS Persahabatan Jakarta, RS Sahid Suherman Jakarta, dan beberapa klinik yang tersebar di Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
158
kabupaten/ kota di Indonesia. Pada tahun 2012, terdapat tiga provinsi yang melakukan uji coba untuk pelayanan konseling berhenti merokok di tingkat Puskesmas, yaitu DKI Jakarta, Banten,dan Lampung. Salah satu contohnya adalah klinik berhenti merokok yang berada di RS Persahabatan merupakan klinik yang memiliki fasilitas berhenti merokok yang cukup lengkap meliputi integrasi konseling, obat dan tatalaksana withdrawal effect. Fasilitas yang disediakan termasuk konseling, obat-obatan untuk berhenti merokok, behavior therapy(Terapi Perilaku), rehabilitasi Medis, hipnoterapi, konsultasi Gizi, pemeriksaan kadar nikotin, pemeriksaan fungsi paru dan fungsi jantung Indikator yang dapat digunakan untuk menunjukan bahwa KBM cukup berhasil adalah capaian jumlah pasien yang masuk klinik serta integrasi KBM tersebut dalam sistem pelayanan kesehatan yang berada dalam fasilitas tersebut. Rendahnya kepedulian tenaga kesehatan terhadap status merokok pasiennya dan kelalaian tenaga kesehatan untuk memberikan nasihati berhenti merokok membuat capaian kunjungan pasien pada klinik berhenti merokok rendah jika dibandingkan dengan jumlah perokok yang berada diwilayahnya (Lukman 2012).
Oleh karenanya dalam memberikan layanan berhenti merokok, KBM harus melakukan beberapa pengembangan, terutama dalam meningkatkan kesuksesan berhenti merokok pada pasien yang berkunjung. WHO memberikan beberapa rekomendasi yang dapat membuat 7 dari 10 perokok dapat berhenti merokok yang dapat dilaksanakan oleh Klinik Berhenti Merokok, yakni: 1. Mengidentifikasi kondisi setiap pasien yang ingin berhenti merokok untuk kemudian disesuaikan metode berhenti merokok yang efektif sesuai kondisi pasiennya. 2. Pasien yang tidak mau mencoba berhenti merokok dibantu dengan intervensi yang singkat berupa konselling untuk meningkatkan intensi berhenti merokoknya 3. Terapi berhenti merokok hendaknya dilakukan secara berulang dalam jangka panjang terutama untuk mengatasi perokok yang mengalami ketergantungan nikotin.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
159
6.3.7 Peringatan Kesehatan pada Bungkus Rokok Berdasarkan hasil penelitian ini dari total 2.424 perokok, proporsi yang membaca peringatan kesehatan pada bungkus rokok adalah 69,7%. Artinya hampir 2/3 perokok membaca peringatan, namun
hanya tiga dari sepuluh perokok yang
membaca peringatan kesehatan tersebut yang mencoba berhenti merokok dan paling banyak yang membaca peringatan berhenti merokok adalah perokok yang berumur dibawah 44 tahun (WHO, 2011).
Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan UI bekerjasama dengan Yayasan Jantung Indonesia dan SEATCA (South East Asia Tobacco Control Alliance) hal ini kemungkinan dilatar belakangi oleh 42,5 % perokok yang membaca peringatan kesehatan pada bungkus rokok tidak percaya karena tidak melihat bukti bahaya merokok bagi kesehatan.
Pada saat survei GAT dilakukan, peringatan kesehatan di bungkus rokok yang berada ada bungkus rokok di Indonesia hanya berupa tulisan. Berdasarkan hasil yang didapatkan pada penelitian ini, peringatan kesehatan dalam bentuk tulisan tersebut sudah cukup signifikan untuk memicu perokok berhenti merokok. Pada tahun 2012, pemerintah mengeluarkan PP No. 109 yang mengatur tentang tata edar produk tembakau, dimana setiap produk tembakau diwajibkan untuk mencantumkan peringatan merokok dalam bentuk gambar (Pictorial Health Warning-PHW). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran perokok akan bahaya merokok.
Peringatan kesehatan berbentuk gambar pada bungkus rokok, terbukti efektif dalam meningkatkan keinginan berhenti merokok di berbagai negara. Di Brazil, setelah memperkenalkan peringatan kesehatan dalam bentuk gambar pada tahun 2002 didapatkan 73% perokok bisa menerima, 54% berubah pendapatnya tentang konsekuensi kesehatan akibat merokok, dan 67% ingin berhenti merokok (TCSCIAKMI). Di Kanada juga melaporkan bahwa penggunaan peringatan kesehatan yang menggunakan gambar sangat efektif untuk upaya berhenti merokok dengan
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
160
meningkatkan motivasi dan keinginan berhenti merokok pada perokok sebesar 44% (Rajeev & Michele, 2008).
6.3.8 Informasi Bahaya Merokok Perokok dalam mengkonsumsi tembakau tidaklah mengikuti teori ekonomi, yang menyebutkan bahwa konsumen memiliki keputusan untuk membeli suatu produk berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Pada konsumsi produk tembakau umumnya konsumen tidak diberikan informasi yang adekuat tentang risiko produk yang dibelinya terutama efek ketagihan yang akan diderita serta dampak penggunaan produk terhadap orang lain (TCS-IAKMI. (2012). Walaupun hampir setengah dari penduduk Indonesia sudah terpapar informasi bahaya merokok, namun tertutup dengan gencarnya iklan rokok yang memajan tujuh dari sepuluh penduduk (WHOb, 2011) .
Pada penelitian ini baik perokok yang mencoba berhenti jangka pendek maupun jangka panjang keduanya berhubungan dengan informasi bahaya merokok yang diterimanya. Namun informasi ini tidak ditindak lanjuti dengan keyakinan bahwa risiko penyakit dan kematian dini berpeluang lebih besar pada perokok yang masih melanjutkan prilakunya. Hal ini dilatar belakangi karena perokok yang terbanyak di Indonesia adalah perokok pada kelompok usia remaja yang secara kemampuan berfikir masih belum mampu menilai dengan objektif informasi bahaya merokok yang diterimanya. Apalagi dengan adanya tenggang waktu yang cukup lama sekitar 20 hingga 25 tahun antara paparan rokok hingga timbulnya gejala penyakit (Martini, et al., 2005).
Informasi bahaya merokok dan manfaat berhenti merokok akan meningkatkan pengetahuan perokok mengenai dampak rokok bagi kesehatan yang secara langsung dapat meningkatkan keinginan perokok untuk berhenti merokok (Yang J, et al ,2009). Berdasarkan penelitian sebelumnya, 3 (tiga) dari 7 (tujuh) studi menyatakan bahwa informasi bahaya merokok di berbagai media secara signifikan mengurangi jumlah perokok remaja (Brinn et al., dalam Lattore, 2013).
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
161
Hal ini merupakan potensi besar jika mengingat bahwa berdasarkan data RISKESDAS 2013, perokok yang berumur 15 s.d 24 tahun memang merupakan perokok terbanyak Indonesia yakni sebesar 57,9% dari total perokok di Indonesia. Kelompok umur 15 s.d 24 tahun merupakan kelompok umur remaja dan dewasa muda yang sangat sensitif dengan informasi terutama berita mengenai rokok dan dampaknya bagi kesehatan, sehingga kelompok umur ini sangat mudah untuk termotivasi berhenti merokok (Ross, 2002).
Angka ini tidak berbanding lurus dengan angka kesuksesan berhenti merokok karena perokok usia remaja walaupun lebih banyak yang mencoba berhenti merokok namun lebih berisiko untuk relaps, karena masih memiliki keinginan untuk tetap meneruskan kebiasaannya merokoknya dan belum munculnya dampak penyakit akibat tembakau di dirinya (Marino, 2010).
Martini, et al. (2005) menyebutkan bahwa hanya 15 % dari remaja yang mengetahui terdapat 4.000 bahan kima berbahaya dan 68% dari remaja yang mengetahui bahwa nikotin dapat mengakibatkan ketagihan, berdasarkan data tersebut diatas peneliti menyarankan perlu dilakukan upaya penyebarluasan informasi bahaya merokok terutama pada perokok remaja dengan memasukan kurikulum khusus yang membahas secara utuh tentang bahaya produk tembakau atau dimasukan sebagai salah salah satu topik dalam pelajaran biologi atau pendidikan kesehatan jasmani.
Penyebarluasan informasi bahaya yang rokok yang dilakukan di Indonesia hendaknya harus lebih berupaya dalam menyebarluaskan bahaya merokok baik dengan media cetak serta memobilisasi masyarakat menjadikan bahaya merokok menjadi issu bersama. Upaya yang dilakukan yakni bekerja sama dengan pers untuk mempengaruhi opini masyarakat di Indonesia. Untuk memudahkan penyebarluasan informasi bahaya merokok, lakukan indentifikasi kelompok target yang paling mudah untuk diintervensi terlebih dahulu misalnya kelompok perokok pada yang berpendidikan tinggi dan bertempat tinggal di perkotaan (Achadi, Soerojo, & Barber, 2005).
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
162
WHO merekomendasikan penggunaan Iklan pada televisi yang gambarnya menunjukan bahaya merokok bagi kesehatan, sebagai bentuk penyebarluasan informasi bahaya merokok Intervensi ini dinilai cukup efektif karena mudah dan cepat dimengerti (WHO, 2013). Ross, et al (2002) mengemukakan syarat-syarat penyebarluasan informasi bahaya merokok yang dilakukan melalui media social yakni : 1. Strategi kampanye berbasis kepada prinsip sosial marketing 2. Usaha lebih luas dan cukup intensif 3. Kelompok target benar-benar diturunkan atau diintervensi secara hati-hati 4. Pesan untuk target spesifik harus didasarkan pada temuan empiris yang sesuai dengan kebutuhan dan daya tarik masing-masing kelompok. 5. Kampanye harus memiliki durasi yang cukup. 6. Kampanye ini merupakan pelengkap dari program pengendalian tembakau lainnya.
6.3.9 Pajanan iklan rokok Berdasarkan hasil penelitian ini mencoba berhenti merokok jangka pendek berhubungan dengan perokok yang tidak terpajan iklan rokok, dan keberhasilan berhenti merokok jangka panjang diawali oleh keberhasilan mencoba berhenti merokok jangka pendek. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa iklan rokok memiliki peran penting untuk meningkatkan konsumsi rokok, terutama dalam menginisiasi perokok baru, serta meningkatkan angka berhenti merokok (Latorre, 2013).
Di Indonesia iklan rokok secara bebas mulai ditayangkan di televisi sejak tahun 1989, Koran Kompas menyatakan bahwa larangan iklan rokok telah ada di Indonesia sejak tahun 1980. Pembatasan waktu iklan rokok di media elektronik dimulai sejak tahun tahun 2002 sejak berlakunya UU tentang Penyiaran tahun 2002, televisi hanya boleh menyiarkan iklan rokok pada jam jam tertentu, industri yang menyalahi aturan jam penanyangan iklan rokok akan diberi sangsi oleh pemerintah. (Achadi, Soerojo, & Barber, 2005)
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
163
Menurut organisasi Smoke Free Agent (SFA) untuk mengurangi jumlah perokok pada kelompok umur remaja, Pemerintah perlu melakukan larangan total terhadap iklan rokok. Penelitian mengenai pengaruh larangan iklan rokok pada empat negara menyimpulkan bahwa larangan tersebut dapat menurunkan jumlah konsumsi rokok sebesar 4 s.d 9 % (Adisasmita, 2008). Larangan iklan secara total di New Zealand menurunkan konsumsi tembakau hingga 2000 batang perkapita, dibandingkan dengan konsumsi 6 bulan sebelumnya. Sesudah larangan total iklan di New Zealand terjadinya penurunan penjualan 8 hingga 15% (Chollate-Traquet, 1996)
Dalam dokumen FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) setiap dianjurkan setiap negara untuk melakukan larangan total dengan iklan rokok, baik langsung maupun tidak langsung. Berbagai bentuk promosi, beasiswa, maupun bentuk bantuan apapun sebaiknya dilarang. Saffer and Chaloupka (2000, dalam Ross, 2002), menyatakan bahwa larangan iklan rokok yang setengah-setengah dapat memberikan efek yang sangat kecil bahkan tidak memberikan efek sama sekali. Ross menyimpulkan bahwa hanya dengan larangan iklan tembakau secara total konsumsi tembakau dapat turun hingga 6%.
Temuan ini didukung oleh Douglas (1998) didalam Ross tahun 2002 yang menyatakan larangan iklan rokok secara signifikan akan meningkatkan peluang berhenti merokok. Untuk menerapkan pelarangan total iklan merokok di indonesia, hambatan yang terbesar berasal dari kementrian telekomunikasi dan pemerintah daerah, iklan rokok di televisi diperkirakan mencapai Rp. 414 miliar atau sekiat 48 juta US dolar pada tahun 2002. Keuntungan dari pajak billboard iklan tembakau merupakan pemasukan yang penting bagi pendapatan pemerintah daerah (Achadi, Soerojo, & Barber, 2005).
6.3.10 Pajanan Promosi dan Sponsor Rokok. Laporan Adisasmita (2008) menyebutkan bahwa promosi dan sponsor rokok pada dasarnya sama dengan iklan rokok. Promosi dan sponsor rokok merupakan cara
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
164
lain para industriawan rokok untuk menawarkan produk rokok dengan cara membagi-bagikan rokok gratis, menjadi sponsor event, olahraga, maupun kegiatan amal. Penelitian Altman et al., (1996) menyatakan adanya kampanye rokok, pemberian rokok gratis dan pemberian promosi melalui surat, berhubungan dengan keberlangsungan penggunaan tembakau. Pierce et al (1998), menemukan bahwa remaja yang mendapatkan promosi iklan rokok secara signifikan akan lebih cepat memulai merokok dalam 3 tahun berikutnya.
Regulasi mengenai sponsor rokok di Indonesia belum diatur secara rinci sehingga sejak tahun 2004 pada kampanye pemilihan DPRD atau kepala daerah, rokok digunakan sebagai alat kampanye. Selain itu industri rokok menyebarluaskan Sales Promotion Girl (SPG) secara masif untuk menawarkan rokok secara langsung ke konsumen. Para SPG tersebut beroperasi di pusat-pusat perbelanjaan, bazaar, pameran, acara musik, bahkan di area perkantoran dan penggunaan rokok. Peneliti berpendapat diperlukan adanya kebijakan yang mengatur mengenai bentuk bentuk baru promosi rokok serta mengharapkan agar Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai bagian dari pemerintah yang bertugas untuk melindungi masyarakat dari zat zat adiktif dapat meningkatkan pengawasan iklan dan promosi agar masyarakat dapat terlindungi dari bahaya merokok.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
165
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor yang berhubungan upaya berhenti merokok pada perokok umur diatas 15 tahun di Indonesia, dapat diambil beberapa kesimpulan: 1. Proporsi perokok yang mencoba berhenti merokok jangka panjang dan jangka pendek merupakan sepertiga dari jumlah perokok aktif di indonesia. Proporsi perokok yang menyatakan siap untuk berhenti merokok sangat rendah yakni hanya 8% dari populasi. Angka ini terkategori sangat rendah jika dibandingkan proporsi perokok yang siap berhenti merokok di negara lain. 2. Faktor predisposisi (kecenderungan awal) perokok yang berperan dalam mencoba berhenti merokok jangka panjang yakni memiliki tingkat pengetahuannya akan bahaya merokok yang tinggi, dan bertempat tinggal di perkotaan. Faktor kemampuan pada perokok untuk mencoba berhenti merokok jangka panjang adalah jumlah batang rokok yang konsumsi kurang dari 10 (sepuluh) batang per hari dan Jeda waktu merokok setelah bangun tidur diatas 30 (tigapuluh) menit. Selain itu terdapat faktor pendorong berupa adanya informasi bahaya merokok, melihat peringatan kesehatan di bungkus rokok dan mendapatkan nasihat berhenti dari tenaga kesehatan. 3. Faktor yang membedakan perokok untuk mencoba jangka panjang dan jangka pendek hanya pada faktor kemampuan perokok dan faktor yang mendorong perokok berhenti merokok, dimana pada perokok jangka pendek yang berperan adalah lama merokok kurang dari 20 (dua puluh) tahun dengan dilengkapi dengan dorongan yang penuh dari keluarga dan lingkungan yakni tidak mendapatkan iklan, promosi dan sponsorsip dari industri rokok. 4. Faktor karaketristik individu, paparan informasi bahaya merokok dan kesadaran perokok yang berperan dengan rencana berhenti merokok. perokok yang siap berhenti merokok pada tahun ini adalah perokok yang tingkat pendidikan tinggi dan memliki tingkat pengetahuan bahaya merokok yang tinggi, mendapatkan informasi bahaya merokok, melihat peringatan kesehatan di bungkus rokok, mendapatkan nasihat berhenti merokok dari tenaga kesehatan. Faktor keyakinan perokok akan kemampuannya untuk berhenti merokok ditentukan oleh jumlah rokok yang dikonsumsi per hari kurang dari 10 batang.
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
166
5. Perokok yang siap berhenti merokok faktor yang membedakan perokok yang ingin berhenti (tidak siap) adalah nasehat berhenti merokok dari dokter atau tenaga kesehatan. 6. Faktor dominan untuk meningkatkan perokok umur 15 tahun keatas mencoba berhenti merokok jangka panjang (>30 hari) yang adalah meningkatkan peran dokter atau tenaga kesehatan dalam menasihati perokok agar berhenti merokok dan membantu perokok untuk mengatasi ketergantungan nikotin pada perokok yang berat serta memasifkan sosialisasi berhenti merokok di masyarakat. 7. Untuk meningkatkan kesiapan berhenti merokok pada perokok umur 15 tahun keatas, terdapat faktor dominan yang berperan yakni meningkatkan peluang perokok melihat peringatan kesehatan dan mendapatkan nasehat berhenti merokok dari tenaga kesehatan. 7.2 Saran Berdasarkan hasil analisis, pembahasan, serta kesimpulan penelitian, peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Kementrian Kesehatan dapat meningkatkan penyebarluasan intervensi berhenti merokok di perdesaan dengan menyusun program intervensi yang sesuai dengan kultur dan budaya perdesaan. 2. Pemerintah Pusat dan daerah bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dalam pengendalian tembakau dapat lebih giat dalam penyebarluasan informasi bahaya merokok pada kelompok atau komunitas umur produktif seperti di tempat kerja maupun di sekolah-sekolah secara lebih masif baik secara langsung maupun dengan menggunakan media sosial. 3. Merekomendasikan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), subdit NAPZA agar dapat meningkatkan pengawasan segala bentuk-bentuk baru dari promosi dan sponsor industri tembakau seperti promosi dengan menggunakan jasa Sales Promotion Girl (SPG) dan menjadikan rokok sebagai alat atau media kampanye pada kandidat dalam proses pemilihan kepala daerah. 4. Memproritaskan penerapan model 5A (Ask, Assess, Advice, Assist, Arrange) dalam klinik berhenti merokok dengan faktor-faktor yang berperan dalam upaya mencoba berhenti merokok yakni dengan menanyakan kepada pasien mengenai kebiasaan merokoknya seperti “jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari, jenis rokok yang digunakan, dan waktu pertama kali merokok setelah bangun tidur”. Untuk meningkatkan kesuksesan program berhenti merokok dievaluasi faktor faktor yang mendorong berhenti merokoknya seperti “melihat peringatan kesehatan pada bungkus rokok, keterpaparan informasi bahaya merokok, pengetahuan tentang bahaya merokok”.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
167
5. Melakukan pendampingan yang intensif bagi perokok yang mengalami ketergantungan nikotin dengan menyediakan NRT (Nicotin Replacement Therapy) dan obat –obatan lain yang didapat dengan pengawasan dokter tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan, ketersedian obat obat berhenti merokok ini akan membantu perokok mengatasi ketergantungan nikotinnya. 6. Kementerian Kesehatan beserta LSM bidang pengendalian tembakau dapat menginisiasi sumber pembiayaan yang diperlukan untuk pelaksaanan Klinik Berhenti Merokok. Pembiayaan dapat berasal dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Cukai Rokok atau Pajak rokok daerah. Pendanaan harus ini meliputi biaya sosialisasi, konseling klinis dan biaya terapi yang dibutuhkan 7. Kementrian Kesehatan dan Bappenas dapat memasukan memasukan prevalensi perokok dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Standar Pelayanan Minimun (SPM) kabupaten kota bidang kesehatan. Hal ini menjadi dasar hukum bagi tenaga kesehatan dalam melakukan penjaringan perokok dan meningkatkan upaya berhenti merokok di Indonesia 8. Hasil penelitian ini akan lebih bermanfaat jika dilakukan penelitian lanjutan yang menganalisis secara khusus faktor yang berhubungan berhenti merokok pada perokok di perdesaan. Penelitian lanjutan mengenai analisis cost benefit (manfaat biaya) dari intervensi program berhenti merokok dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah atau BPJS Kesehatan.
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
168
DAFTAR PUSTAKA
Abdolahinia, A., & et.al. (2012). Correlation Between Smoking Initiation Maintaining Continuous Abstinece for 5 Years After Quitting. Asta Medica Iranica Journal Vol 50 (11) 755-759 . Abrams, D.B., Herzog, T.A., Emmons, K.M., & Linnan, L., A., (2000) Stages of changes versus addiction : A replication and extension. Nicotine & Tobacco Reseach, 2, 223- 229 Achadi, A., et al. eds., (2004) The tobacco source Book : Data to Support a National Tobacco strategy, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Achadi, A., Soerojo, W., & Barber, S. (2005). The Relevance and prospect of advancing tobacco control in Indonesia. Health Policy Journal 72 , 333 349 Adisasmita, W. (2008). Analisis Tingkat Keseriusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam Memberlakukan Larangan Merokok di Tempat Umum. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Aditama T,Y. (1997). Rokok dan Kesehatan. Yogyakarta: UI Press. Aditama T,Y.(2004). Sepuluh program Penanggulangan Rokok. Majalah Kedokteran Indonesia , Vol 54, No. 7, pp 255-9. Ahsan, A. (2009). Fakta tembakau. Jakarta. Ahsan, A. (2014). Dampak sosial ekonomi konsumsi rokok di Indonesia. The 1st Indonesia Conference on Tobacco or Health (pp. http://ictoh.tcscindonesia.org/wp-content/uploads/2014/06/ppt-dampak-sosek-konsumsirokok-IISD-3052014.pdf ). Jakarta: TCSC Indonesia Ahsan, A., & Wiyono, N. (2007). Dampak Peningkatan Cukai Tembakau terhadap Perekonomian dan Ketenagakerjaan. Ajzen, I & Fishbein, M. (1980). Understanding Attitude and Prediecting Social Behaviour. New Jersey: Prentice-Hall. Inc Ajzen, I. (2005). The Theory of Planned Behavior : Organizational Behavior and Amin. (1996). Polisi Udara dan Rokok Alfa 1-Antritipsin. Surabaya, Air Langga University Press.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
169
Ardini, R. F. (2012). Proses berhenti merokok secara mandiri pada mantan pecandu rokok dalam usia dewasa awal. Vol 1 no 02 Jurnal Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Aritonang, M. R. (1997). Fenomena Wanita Merokok, Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada . Armstrong, M. (1990). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Gramedia. Asamarays. (2012). Social Asistance for Education in Indonesia. Power Point Persentation. Jakarta: World Bank. Avear, P., Beghr, Parson, A., & Wes, R. (2011). Brief Opportunistic Smoking Cessation Intervension: A Systematic Review and Meta Analysis to Compare Advise to Quite and Over of Assistance. Addiction Journal. Vol 7, (8) 197. Babatunde, & et.al. (2012). Smoking Prevalence Willingness to Quit and Factor Influencing Smoking Cessation Among University Student in The Western Nigerian State. Asian Social Science , Vol 8, (7) 149. Baraja, F. (2008, April). Peringatan Bahaya Rokok Tidak Efektif . pp. Http://www.indonesia.go.id/en/ministries/ministry-of-health/773 kesehatan/22-88-peringatan-bahaya rokok-tidak efekti-html. Barber, S.,et. al. (2008). Tobacco Economics in Indonesia. Paris : International Union Against Tuberculosis and lung disease. Available at : http://global.tobaccofreekids.org/files/pdfs/en/Indonesia_tobacco_taxes_re port_en.pdf. Barber, S., Ahsan, A., Adioetomo, M., & Setyonaluri, D. (2009). Ekonomi Tembakau di Indonesia. Jakarta, LD UI. Baron, O., Epel, Haviv, A., & Mesica. (2004). Factors Associated with Age of Smoking Initiation in Adult Population from Different Etnic Backgrounds. European Journal of Public Health Vol 14 No.3 , 301. Benowitz, N. (1996). Pharmacologi of Nicotin: Addiction and Terapeutics. Annual Review of Pharmacology and Toxicology , 36: 597-613. Bhattacharyya, D., Rai, S., & Neog, L. (2008). Therapy for Cessation of Smoking. Medical Journal Armed Forces India, 64(3), 254–259. Breslau, N., & Peterson, E. (1996). Smoking Cessation in Young Adults : Age at Initiation of Cigarette Smoking and Other Suspected Influences. American Journal of Public Health , No. 2, pp 214 - 220.
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
170
Britton, B. (2004). ABC of Smoking Cessation. Massachussets, Blackwell Publishing. C, L., Fernandez, E., & Schiaffino, A. (1999). Age at starting smokin and number of cigarettes smoked in Catalonia. Prevention Medicine Journal , No. V, pp 361 - 366. Caponetto, P., & Polosa, R., (2008). Common Predictors of smoking cessation on clinical practice. Respiratory Medicine Journal Vol 102 , pp 1182 - 1192. Center for Disease Control & Prevention. (1994). Cigarette Smoking Among Adults.Morbidity and Mortality Weekly Report , Vol.43. No. 50 pp: 925930 Center for Disease Control & Prevention. (1997). Preventing Tobacco Use among Young People : A Report of the Surgeon General. US DHHS Publication. Center for Disease Control & Prevention. (2009). Smoking and Tobacco Use, (http://www.cdc.gov/tobacco/basic_information/health_effects/heart_disea se/index.htm ) (Diakses tanggal 4 Juni 2012). Chandolla, T., Head, J., & Barthley, M. (2004). Demographic Predictors of Quiting Smoking : How Important are Household Factor? Addiction Journal , No. 99, Vol 6, pp 770-777. Chaplin, J. (1999). Kamus Lengkap Psikologi (Terjemahan dari Dr Kartini Kartono). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Charlotte, H., & Mitchel, M. (2009). 100 Question and Answer How to Quit Smoking. Britton and Barlett Learning Ed. 1. Clark,M., et All., (1997) Age and Stage of Readiness for Smoking Cessation, Journal of Gerontology, Vol 52B, No. 4, pp S212-S221 Cohen, J. (1988) Statistical Power analysis for Behavioral Sciences (2nd Edition), Hillsdale, NJ, Lawrence Erlbaum Chollat-Traquet, C. (1996) Evaluating Tobacco Control Activities. WHO, Geneva Cummings, K., Jaen, C., Sciandra, R., & Emont, S. (1988). Format and Quitting Instruction as Factor Influencing the Impact of a Self Administered Quit Smoking Program. Health Education Quarterly Journal , No. 15, Vol.2, pp 199 - 216. Curry, S., & McBride, C. (1994). Relapse Prevention for Smoking Cessation: Review and Evaluation of Concepts and Intervention. Annual Review Public Health Journal Vol 15 pp 345-66.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
171
Danusanto, H. (1991). Rokok dan Perokok. Jakarta: Aksara. Debora, O. (2005). How can I Tell if Smoking has Damaged my Health? iVillage. Depkes (2004). Survey Kesehatan Nasional 2001; Health and economic impact of Tobacco Use in Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan . Depkes (2010). Laporan Riset dasar Kesehatan Tahun 2010. Jakarta, Kementerian Kesehatan RI. Depkes (2011). Laporan Global Adult Tobacco Survey. Jakarta, Kemetrian Kesehatan RI. Depkes (2013). Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta, Kementrian Kesehatan RI. DiClemente., C.C., Prochaska, J.O., Fairhusrt, S., Velicer W.F., Rossi, J.S.,(1991) The Proccess of Smoking Cessation : An Analysis of Precontemplation, Contemplation amd Action. Journal of Consulting and Clinical Psychology,Vol.59, pp 259 - 304 Disclosures, F. a. (2006.). Methods to Facilitate Smoking Cessation: Guidelines and Treatment Modalities Fagestrom, K.O., (1978) Measuring the Degree of Physical Dependence to Tobacco Smoking with Reference to Individualization of Treatment. Addictive BehaviourJournal, Vol. 3, pp 235 – 240 Fazwani, N., & Triratnawati, A. (Juni 2005). Terapi Berhenti Merokok (Studi Kasus 3 Perokok Berat).Makara Kesehatan Vol. 9 No. 1 , 15 - 22. Fernandez, E., Schiaffino, A., Borrell, C., Benach, J., Carles, A., & Ramon, M. J. (2006). Social Class, Education, and Smoking Cessation: Long- Term Follow up Patients Treated at a Smoking Cessation Unit. Nicotine Tobacco Research No. 8, Vol.1, pp 29-36. Farkas, A.J,. Pierce, J.P., (1996) Addiction versus stages of change s in predicting smoking cessation. Addiction, 91, 1271-1280 Ferguson, J.A., (2003) Predictor of 6-month tobacco abstinance aong 1224 cigarrete smoker treated for nicotine dependence. Addictive Behaviour, 28, 1203-1218 Fiore, M.C. (2000). Treating Tobacco use and dependence. Clinical Practice Guidlines. Rockvile: Departement of Health and Human Service Public Health Service.
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
172
García, M., Schiaffino, a, Twose, J., Borrell, C., Saltó, E., Peris, M., & Fernández, E. (2004). Smoking Cessation in A Population-based Cohort Study. Archivos de bronconeumología, 40(8), 348–54 Ginting T, T. (2011). Motivational support and physicological approach in smoking cessation program. The 9th Scientific Respiratory Medicine Meeting. Jakarta, FK Universitas Indonesia/RS persahabatan. Gorin, SS., & Heck, J.E.,(2012) Meta-analysis of the efficacy of tobacco counseling by health care providers. Journal Cancer Epidemiol Biomarkers Prev.13(12):2012-22 Graham, A., & Schultz, T. (1998). Principles of addction medicine 2 nd edition. Maryland: American socity of addition medicine. Green, L.W (1980). Health Education Planning a Diagnostic Approach. California: Mayfield Publishing Company Green, L.W. & Kreuter, M.W. (1991). Health Promotion Planning an Educational and Enviromental Approach. London: Mayfield Publishing Company. Greene, W., (2001) Econometric Analysis 4th edition, New York. Mc.Graw Hill. Gritz, E. R., Nielsen, I. R., & Brooks, L. A. (1996). Smoking Cessation and Gender the Influences of Physiological, Psychological, and Behavioral Factor. Journal of the American Medical Women Association , 51 (1-2): 35-42. Hadi, S. (2009). Determinan Kesiapan Berhenti Merokok Di Kalangan Karyawan Perokok Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Kangean Energi Indonesia. Semarang: Universitas Diponegoro. Hausser, W., & Grandt, D. (2002). Smoking Cesssation A Phisycian Responsibility. MMW Fortschritte Deer Medizin, Vol 31, p.30-34 . Helman S. (1994). Culture Health and Illness. Oxford: Butterworth Heinemann Ltd. Herzog, T.A., Abrams, D.B., (2000) Predicting increase in readiness to quit smoking : A prospective analysis usisng the contemplation ladder. Psychology and health, 15, 369-381 Horn, K.,(2012) Cutting Tobacco’s Rural Roots Tobacco Use In Rural Communities American Lung Association file:///C:/Users/acer/Documents/cutting-tobaccos-rural-roots.pdf
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
173
Hughes J.R. (2003). Motivating and Helping Smoker to Stop Smoking, Journal of Gen Internal Medicine, Vol. 18, Desember : 1053-1057. Hughes J.R.(2000), Nicotine Relative Disorders Kaplan and Saddock Comprehensive Text Book of Psychiatry, Vol. IB, 7th ed: 1003-1038. Hymowitz, N., Cummings, K., Hyland, A., & al, e. (1997). Predictors of Smoking Cessation in Cohort of Adult Smokers Followed for Five Years. Tobocco Control Journal Vol 6; pp 57-62. Jackcen, A. (2002). Bye-bye Smoke : Buku Panduan Ampuh untuk Berhenti Merokok. Jakarta Barat : Nexx Media. Jah, P., & Chaloupka , F. (2000). Tobacco Control in Developing Countries. Newyork: Oxford University Press. Jaya, M. (2009). Pembunuh berbahaya itu Bernama Rokok, Edisi Pertama. Yogyakarta: Riz'ma. Jayakrishnan, R., Mathew, A., & Uutela, A. (2011). A Community Based Smoking Cessation Intervention Trial for Rural Kerala, India. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention , Vol.12, pp 3191-3195. Jeanrenaud, C., & Soguel , N. (1999). Valuing The Cost of Smoking: Assessment Methods, Risk Perception and Policy Options. New York, Kluwer Academic Publishers. Jöreskog KG, Sörbom D. LISREL 8: User’s reference guide. Chicago: Scientific Software; 1996 Jorenby, D., & Fiore, M. (1999). The Agency for Health Care Policy and Research Smoking Cessation Clinical Practice Guideline: Basic and Beyond. Primary Care Journal, Vol 26, pp 513-528. Kaplan, M. R., & Sacuzzo, P. D. (1993). Physcological Testing Principles. Application and Issues, Brooks/Cole. California, Company Pacific Grove. Kaleta, D., Korytkowsk, P., et al (2012) Predictors of long-term smoking cessation: results from the global adult tobacco survey in Poland (2009– 2010). BMC Public Health. Vol 12 pp. 1020-1033 Katz, D. A., Van Der Weg, M., Holman, J., Nugent, A., & al, e. (2013). The Emergency Department Action In Smoking Cessation Trial Impact On Delivery of Smoking Cessation Counseling. Academic Emergency Medicine Journal, Vol 19, (4) 409-420.
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
174
Kemenkes. (2004). The Tobacco Source Book: Data Support the National Tobaaco Control Strategy. Jakarta: Kemenkes. Kholis, N. (2011). Kisah Inspirasi Perjuangan Berhenti Merokok. Yogyakarta: Real Book. Kinzie, P., d'Avernas , J., & Naylor, A. (2004). Helping Smoker Quit; Skill for Future Facilitator. Ontario, Grey Bruce Helath Unit . Kleinbaum. (2005). Logistic Regression. New York: Springer. Komasari, D., & Helmi, A. (2000). Faktor-faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja .Jurnal Psikologi, Universitas Gadjah Mada . Kosen, S. (2012). Current Burden and Economic Cost of Major Tobacco Attributed Diseases in Indonesia. Singapore: Presented at The World Conference on Tobacco or Health (WCTOH). Kosen, S.(2007). Perhitungan Beban ekonomi tembakau berdasarkan data penyakit biaya RS tahun 2005. Dipresentasikan pada KONAS IAKMI. Latorre, G. (2013). Smoking Prevention and Cessation. New York: Springer. Lee, C.W., & Kahende, J. (2007). Factors associated With Successful smoking Cessation in the United States. American Journal of Public Health , No. 97 Vol. 8, pp 153. Lemeshow S., Hosmer D.W., Klar J. & Lwanga S.K.,( 1997). Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada Universitas Press. Yogyakarta. Alih Bahasa Lemeshow, S., Hosmer, D., Klar, J., & Lwanga, S. (1993). Adequasy of Sample Size in Health Studies. USA: Antony Rowe Ltd. Levy, M. R. (1984). Life and Health. New York: Random House. Lewis, M. (2013). Social Cognitive influences as opposed to early age of initiation in prediction daily adolescent tobacco use and cessation failure. Walden University. Loon, T. S. (2005). Determinants of smoking status: cross-sectional data on smoking initiation and cessation. European Journal of Public Health No. 15, Vol. 3, pp 256-261. Lu, Y., Tong, S., & Oldenburg, B. (2001). Determinants of Smoking and Cessation During and After Pregnancy.Health Promotion International , Vol 16 No.4.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
175
Mahmoud A., Salih, Alaa, B.. Farghaly, Determinants of outcome Among Smoker in A smoking Cessation Program. Journal Family Community Med. 1996 Jul-Dec; 3(2): 22–31. PMCID: PMC3437158 Mallin, R. (2002). Smoking Cessation: Intergration of Behavioral and Drug therapist. American Family Physcian , pp 1107-14. Margono, B. P. (1996). Usaha penghentian merokok. Jurnal Respirologi Indonesia, pp 116-120. Marino, M. G., Fusconi, E., Magnatta, R., Pana, A., & Maurici, M. (2010). Epidemiologic Determinants Affecting Cigarette Smoking Cessation: A Retrospective Study in a National Health System (SSN) Treatment Service in Rome (Italy). Journal of Environmental and Public Health Volume 2010 Martini, Santi, Muji Sulistiowati. (2005) The determinant of Smoking Behaviour among Teenagers in East Java Province, Indonesia, Health, Nutrition and Population (HNP) Disscussion Paper Economic of Tobacco Control Paper, No. 32. www.worldbank.org/hnp and www.worldbank.org/tobacco Mathers, C., Gretchen , S., & Wolfenden, L. (2011). Mortality Attributable to Tobacco. Jeneva: WHO. Mcween, A., Hajek, P., McRobbie, H., & West, R. (2006). Manual of Smoking Cessation: A Guide For Counsellors and Practitioners. Oxford: Blackwell Publishing LTD. Messer, K., & Trinidad, D. R. (2008). Smoking Cessation Rate in USA: A comparison of young adult and older smoker. American Journal Public Health , 98 (2) 317-322. Morgan. (1986). Pyschology.7th Efikasi Diri. New York: Mc Grawihill. Mu'tadin, Z. (2002). Ada apa dengan merokok ? Http://www.e-psikologi.com Nachrowi, D., & Hardius, U. (2002). Penngunakan teknik ekonometri, pendekatan populer dan praktis dilengkapi dengan teknik analisis dan pengolahan data dengan menggunakan data dengan mengguakan program SPSS. Jakarta: Rajawali Press. Nainggolan, R. (1990). Anda Mau Berhenti Merokok? Pasti Berhasil !, Bandung : Indonesia Publishing House. Nasution, I. (2007). Perilaku merokok pada remaja. Medan: Fakultas Psikologi USU.
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
176
Nasution, I. (2007). Prilaku Merokok pada Remaja. Medan: Fakultas Psikologi USU. Nawi, N., & Prabandari, Y. S. (2007). Physician Assesment of Patient Smoking in Indonesia: A Public Health Priority, Tobacco Control Journal Vol 16 , pp 190-196. Ng, N., Prabandari, Y. S., Padmawati, R. S., Okah, F., Haddock, C. K., Nichter, M. (2007). Physician Assessment of Patient Smoking in Indonesia: A Public Health Priority. Tobacco Control, 16(3), 190–196 Notoatmodjo, S. (1997). Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Rineka Cipta. National Health Service (2011) , Smokefree Marketing : Campaign Strategy : 2012 – 2015. Information Center Statistic on Smoking. England, Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Ogden, J. (2000). Health Psychology. Buckingham : Open University Press. Okuyemi, K., Ahluwalia, J., & Harris, K. (2000). Pharmacotherapy of Smoking Cessation. Archieve Family Medicine Journal , 9:270-81. Oons, V., Foor , V., & Ende, v. (2006). Determinant of Daily Smoking in Turkish Young Adult in the Netherland. BMC Public Health Vol. 6, pp 294-303. Oskamp, S. &. (1998). Attitudes and Opinions. Osler, M., & Prescott, E. (1998). Psychosocial, Behavioural, and Health Determinants of Successful Smoking Cessation: A Longitudinal Study of Danish Adults. Tobacco Control, 7 , 262-267. Osler, M., Rasmussen, N. K., & Lous, J. (1992). Adults Smoking Habits: Behaviour and Attitudes in Connection with Prophylaxis of Cardiovascular Diseases. Ugeskr Laeger , 154: 534-8. Padmawati, R. S., Ng, N., Prabandari, Y. S., & Nichter, M. (2009). Smoking among Diabetes Patients in Yogyakarta, Indonesia: Cessation Efforts Are Urgently Needed. Tropical Medicine & International Health, 14(4), 412– 419. Panda et al. 2014. Factors Determinng Intention To Quit Tobacco: Exploring Patient Responses Visiting Public Health Facilities In India. Journal Tobacco Induced Diseases, Vol 12, No. 1 http://www.tobaccoinduceddiseases.com/content/pdf/1617-9625-12-1.pdf
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
177
Permata, S. (1998). Peranan Sikap, Norma Subjektf dan Percieved Behavioral Control terhadap Intensi Para Perokok untuk Berhenti Merokok. Depok: Universitas Indonesia. Peto, R., Lopez, A., Boreham , J., & Thun, M. (1992). Mortality from Smoking in Developed Countries: Indirect Estimation from National Vital Statistic. Lancet ,Vol. 339: pp 1268 - 78. Petter, M., & Morgan, L. (2002). The Pharmacotherapy of Smoking Cessation . MJA , 176:486 - 90. Pirie, P. L., & Murray, M. D. (1991). Gender Differences in Cigarretes smoking and Quitting in Cohort of Young adult. American Journal of Public Health, Vol. 81 No. 3 pp. 324-327. Poerwadarminta, W. (1995). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Pots, L., & Garwood, C. (2007). Varenicline : The newest agent of smoking cessation.American Journal Health System Pharmacy, Vol.64, No.13, pp 1381 - 4. Putri. (2010). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Rokok Terhadap Perilaku Merokok Pada Siswa Kelas II. SMK Bhinneka Patebon Kendal. Kendal. STIKES Kendal Prochaska, J., & DiClemente, C. (1984). The Transtheoritical Approach: Crossing Traditional Boundaries of Therapy. Homewood III: Dow Jones Irwin. Prochaska, J., DiClemente, C., & Norcross, J. (1992). In Search of How People Change. Applications to Addictive Behaviour. American Psychology Journal, No.47, Vol. 9: pp 1102-1114. Rajeev, G., & Michele, N. (2008). Global Effort to Combat Smoking An Economic Evaluation of Smoking Control Policy. Burlington: Ashg Publishing Limited. Rakel, R. (1998). Essential of Family Practice Second Edition. Philadelphia: WB Sauders Company.. Ravichand, D., & Vijaya, N. (2007). The Pharmacotherapi Smoking Cessation. California Medical Journal Vol. 5, No.1; pp E2. Reza, G., Ariyanpour, M., (2007), Tobacco Dependency Evaluation with Fagerstrom Test among the Entrants of Smoking Cessation Clinic
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
178
NRITLD, National Research Institute of Tuberculosis and Lung Disease Iran Tanaffos Vol 6, No. 4, pp 47-52 Rigoutti, N. (2002). Treatment of Tobacco Use and Dependences. New England Journal of Medicine. Vol. 346, pp 506-512. Ross, H. (2002). Economics Determinants of Smoking Initiation and Cessation. International Tobacco Evidence Network . Rothman, A. (2000). Towards a Theory Based Analysis of Behavioural Maintanance. Journal Health Psychology, pp 64-69. Sadikin, Z. D. & Louisa, M. (2008). Program Berhenti Merokok. Majalah Kedokteran Indonesia, 58 (4), April : 130 – 137. Saffer. (2000). Tobacco Advertising and Promotion. In J. P. FI, Tobacco in Developing Countries . Oxford: Oxford University Press. Samet, J., Wiggins , C., Humble, C., & Pathak, D. (1988). Cigarette smoking and lung cancer in new mexico. American Review Journal , 137; 1110 - 1113. Samrotul Fikriyah YF. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Pada Mahasiswa Laki-laki di Asrama Putra. Jurnal STIKES. Volume 5 No 1. Jakarta; Sansone G et al, (2012) Knowledge of Health Effects and Intentions to Quit Among Smokers in India: Findings From the Tobacco Control Policy (TCP) India Pilot Survey. International Journal. Environ. Res. Public Health Vol 9, No. 2, pp 564-578; doi:10.3390/ijerph9020564 http://www.mdpi.com/1660-4601/9/2/564/htm Saravino E. (1994). Health psychology: Biopsychosocial Interactions. The Second Edition. New York: Britton Willey and Sonc Inc. Schimd, H., & Gmel, G. (1999). Predicting of Smoking Status After Eight Years. The Interaction of Stage of change and addiction variabel. Phsycology Health Journal, No. 14, pp 731-46 Schultz, W., & Oscamp, S. (1998). Applied Sosial Pyschology. California: Cambridge University Press. SEATCA. (2008). Status of Tobacco Use and Its Control. Indonesia Report Card. Shavey, O., Erickson, M., Rooss, H., & Mackay, J. (2012). The Tobacco AtlasT Third edition. American Cancer Society and World Lung Foundation.
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
179
Sheridan, C., & Radmacher, S. (1992). Health psychology: Challenging the Biomedic . Singapore: Britton Willey & Sons. Sherina; Lertzman M.; (2003). Nicotine Adiction, Section 2, Jan. 2003. http://www.emedicine.com Sinaga, H. (2012). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok siswa SLTP Swasta di Kecamatan Tapos Kota Depok Tahun 2012. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Sitepoe, M. (2000). Kekhususan Rokok Indonesia Cetakan Pertama. Jakarta: PT Grasindo. Situmeang SBT, J. A. (2002). Hubungan Merokok Kretek Dengan Kanker Paru. Jurnal Respirologi Indonesia' Official Journal of The Indonesia Association of Pulmonologists Vol 22, No 3, pp 109-117. Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Widya Sarana Indonesia. Smet, B. (1999). Determinants of smoking behavior among adolaescent in Semarang. Tobacco Control Journal, pp 186-191. Soedarmadji, (2011) Kajian Faktor yang Mempengaruhi Prilaku Berhenti Merokok pada Pekerja di Lapanagan Panas Bumi X tahun 2011, FKM UI, Depok Soetiarto, F. (1992). Hubungan kebiasaan merokok kretek dengan kerusaka gigi pada sopir bis PPD di Jakarta. Jakarta: Universitas Indonesia. Soewando, S. (1993). Stress Kerja pada Karyawan, Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Stanley, l. e. (1997). Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gajah Mada University Press : Yogyakarta . Statistik, B. P. (1996). Survei Ekonomi Nasional 1995. Jakarta: BPS. Statistik, B. P. (2005). Survei Ekonomi Nasional 2004. Jakarta: BPS. Stead, L., Perera, R., Bullen, C., Mamt, D., & Lancaster, T. (1996). Nicotine replacment therapy for smoking cessation. Cochrane Database of Systematic Review , Issue 3. Art No. CD 000146. Stead L, Buitrago D, Preciado N, Sanchez G, Hartmann-Boyce J, Lancaster T, (2013). Does advice from doctors encourage people who smoke to quit.
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
180
Cochrane Database of Systematic Review, Issue 5. Art. No.: CD000165. DOI: 10.1002/14651858.CD000165.pub4 Stoklosa, A., Skoczylas, A., Et All.(2010), Evaluation of the Motivation to Quit Smoking in Outpatients Attending a Smoking Cessation Clinic, Pneumonologia Alergologia Polska, vol. 78, no 3, pages 211–215 Sulistiadi, W. (2014). Studi Kebijakan Terkait Pengendalian Tembakau. Depok: UI. Susanna, D., et. Al (2003) Penentuan Kadar Nikotin Dalam Asap Rokok. Makara Kesehatan, Vol. 7, No. 2, pp. 41-47 Susanti, D., Evaluasi Hambatan Peneyelnggaran Klinik Berhenti Merokok di Kabupaten Purwakarta, UNPAD, 2015 Susanto, A. D. (2010). Program Berhenti Merokok. Pulmonologi Journal, Edisi:IX, Vol. 2 . Syafiie Raka, M., & NRH, F. (2009). Stop Smoking!: Studi Kualitatif terhadap Pengalaman Mantan Pecandu Rokok dalam Menghentikan kebiasaanya . Semarang: Fakultas Psikologi UNDIP. TCSC-IAKMI. (2013). Atlas Tembakau Indonesia. Jakarta: TCSC IAKMI TCS-IAKMI. (2012). Fakta Tembakau dan permasalahannya di Indonesia tahun 2012. Jakarta: TCSC IAMI. TCS-IAKMI. (2013). Atlas Tembakau Indoensia Edisi 2013. Jakarta: TCSC AIKMI. TobaccoFreeUnion.(2009). Smokingcessation.(http://www.tobaccofreeunion.org/) (Diakses 5 Juni 2012) US Departement of Health and Human Service (1989). Reducing the Health Cosequences of Smoking: 25 years of Progress. Rockviell: MD. US Departement of Health and Human Service (2012, Dec 17). About Healthy People, diunduh 19 Mar 2014 dari : http://www.healthypeople.gov : http://www.healthypeople.gov/2020/about/default.aspx US Departement of Health and Human Service (nd). Tobacco Use diunduh 19 Mar 2014 dari http://www.healthypeople.gov : http://www.healthypeople.gov/2020/topicsobjectives2020/objectiveslist.as px?topicId=41#285350
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
181
Vahidi, R. G., Iezadi, S., Mojahed, F., Shokri, A., Gholipur, K., & Imanparvar, R. (2013). Factors Affecting Successful Smoking Cessation: Patient Views Regarding Determinants of Smoking Cessation-A Study From East Azerbaijan, Tabriz-Iran. Journal Pioneer Med Sci, Vol.4, No.2 , pp 89-93. Van Loon, A., Tijhuis, M., Surtees, P. G., & Ormel, J. (2005). Determinants of Smoking Status: Cross-Sectional Data on Smoking Initiation and Cessation. European Journal of Public Health, Vol. 15, No.3, pp 256-261. Van Oon, F. V., Van der Ende, J., Crijnen, A., Verhulst, F., Mackenbach, J., & Joung, I. M. (2006). Determinants of Daily Smoking in Turkish Young Adults in The Netherland. BMC Public Health, Vol 6, pp 294. Vogt, F., Hall, S., & Marteau, T. (2005). General Practitioner and Family Physician negative Believes annd Attitude Toward Disccussing Smiking Cessation With Patients. Addiction Journal, pp 1423 – 31 Volchan E, David IA, Tavares G, Nascimento BM, Oliveira JM, et al. (2013) Implicit Motivational Impact of Pictorial Health Warning on Cigarette Packs. PLoS ONE 8(8): e72117. doi:10.1371/journal.pone.0072117 http://127.0.0.1:8081/plosone/article?id=info:doi/10.1371/journal.pone.00 72117
Walgito. (1994). Pengantar Psikologi Umum Edisi Revisi Cetakan Keempat . Yogyakarta: Andi Offset. Wewers, E. M., & Stillman, F. A. (2003). Distribution of Daily Smokers by Stage of Change: Current Population survey Result. Preventive Medicine, Vol.36, Issue 6, pp 710–720. Whiney, I. M. (1997). Textbook of Family Medicine. New York: Oxford University Pres. WHOa(2003). Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Fifty-Sixth Worlrd Health Assembly, 21 May. HO Library Catalouging-In-Publication Data. WHOb(2003). World Health Report : Shaping the Future in FCA. Tobacco Fact Sheet. HO Library Catalouging-In-Publication Data. WHO.(2004). Code of practice on Tobacco Control for health professional Organization Geneva. WHO Library Catalouging-In-Publication Data. Available at: // http://www.who.int/tobacco/communications/events/codeofpractice/en/.
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
182
WHOa.(2008). Policy Package to Reverse the Tobacco Epidemic. Geneva. WHO Library Catalouging-In-Publication Data. Available at: // http://www.who.int/tobacco/resource/publications WHO(2007). Protection From Exposure to Secondhand Tobacco Smoke Policy Recommendation. Geneva: World Health Organization, Accessed September 10, 2010: http://www.who.int/tobacco/resources/publications/wntd/2007/PR_on_SH S.pdf. WHOb.(2008). Report on Global Tobacco Epidemic, 2008: The MPOWER Package,. Geneva WHO Library Catalouging-In-Publication Data. Available at: // http://www.who.int/tobacco/mpower WHOa(2011). Global Adult Tobacco Survey : Indonesia Report; Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. WHOb(2011) WHO Report on the Global Tobacco Epidemic, 2011:Warning about Dangers of Tobacco, Geneva: WHO Library Catalouging-InPublication Data. Available at: // http://www.who.int/tobacco/resource/publications Widiastuti, W, (2013) Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Niat Pasien Poliklinik Penyakit Dalam untuk Memanfaatkan Klinik Berhenti Merokok di Rumah Sakit Umum Daerah, Program Pascasarjana, FK-UGM Wismanto, Y. B. & Trihandini, R. (2003). Perilaku Merokok Mahasiswi Ditinjau dari Persepsi Terhadap Gaya Hidup Modern. Semarang: Fakultas Psikologi, Unika Soegijapranata. Wismanto, Y. B., & Sarwo, B. (2007). Strategi Penghentian Perilaku Merokok . Semarang: Unika Soegijapranata. Wolten, R., Brittonstone, E., Munavo, N., Nevile, M., & Griffths, S. (2001). Genetics Clues to Molucular Basic of Tobacco Addiction and Progress Toward Personalized Therapy. Trends Molucular Medicine , pp 70 - 6. World Conference on Tobacco and Health (2000) School and Community Based Programs. http://www.tobaccofreekids.org/campaign/pdfs/yspbriefwho.pdf Yong, H.-H., Borland, R., & Siahpush, M. (2005). Quitting-Related Beliefs, Intentions, and Motivations of Older Smokers in Four Countries: Findings From The International Tobacco Control Policy Evaluation Survey.Addictive behaviors, 30(4), 777–88
Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.
183
Yuliati, R (2015) Dampak Visualisasi Ancaman Kesehatan pada Bungkus Rokok terhadap Perubahan Sikap Perokok di Wilayah Samarinda Ulu, FISIP, Universitas Mulawaaran, Samarinda, Zhu, SH., Melcer, T., Sun, J., Rosbrook, B., & Pierce, J. P. (2000). Smoking Cessation With and Without Assistance: A Population-Based Analysis. American journal of preventive medicine, 18(4), 305–11. Zhou, X., Nonnemaker J., Sherrill B.,et all (2009) Attempts to quit smoking and relapse: Factors associated with success or failure from the ATTEMPT cohort study. Addictive Behaviors Vol. 34 pp. 365–373
Universitas Indonesia Faktor upaya..., Firzawati, FKM UI, 2015.